Diskusi CLP
-
Upload
suderi-shafirah-abbas -
Category
Documents
-
view
68 -
download
15
Transcript of Diskusi CLP
CLEFT LIP AND PALATE
I. PENDAHULUAN
Kelainan kongenital dan kelainan genetik saat ini semakin sering dilaporkan
sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan medis. Biasanya, celah (cleft) pada bibir
dan palatum segera didiagnosa pada saat kelahiran. Deteksi prenatal CLP/CP (cleft of
the lip with or without cleft palate or isolated cleft palate) sangat berguna dalam
menyiapkan orangtua yang sedang mengandung akan adanya cacat/kelainan pada
anak mereka dan penatalaksanaan bayi mereka setelah lahir. Adanya CLP/CP
dapat pula mengindikasikan kelainan kongenital lainnya, utamanya pada kasus
dengan celah (clefts) yang lebih berat. Dalam hal ini, adanya cacat/kelainan
kongenital berat disertai CLP/CP, dapat dipertimbangkan untuk diakhiri. 1,2
Celah bibir dan langit-langit adalah suatu kelainan bawaan berupa celah pada
bibir, gusi dan langit-langit. Kelainan ini terjadi karena adanya gangguan pada
kehamilan trimester pertama yang menganggu proses tumbuh kembang janin. Faktor
yang diduga menyebabkan kelainan ini akibat kekurangan nutrisi, obat-obatan,
infeksi virus, radiasi, stress pada masa kehamilan, trauma dan faktor genetik.3
Masalah pada penderita celah bibir dan langit-langit sudah muncul sejak
penderita lahir. Derita psikis dialami keluarga dan kelak dialami pula oleh penderita
setelah menyadari dirinya berbeda dengan yang lain. Secara fisik adanya celah akan
membuat kesukaran minum karena daya hisap yang kurang dan gangguan bicara
1
berupa suara yang sengau. Penyulit yang juga mungkin terjadi adalah infeksi telinga
tengah, gangguan pendengaran serta gangguan pertumbuhan gigi dan rahang.3
Dengan kemajuan pengetahuan dalam genetika medis dan teknologi
diagnostik DNA baru, semakin banyak orofacial clefts diidentifikasi sebagai sindrom.
Meskipun tingkat dasar clefting (1:500 ke 1:550) belum berubah sejak Fogh-
Andersen merintis penelitian genetik membedakan 2 kategori dasar untuk orofacial
clefts yaitu bibir sumbing dengan atau tanpa celah langit-langit [CL/P] dan
celah langit-langit sendiri, yang sekarang dapat diklasifikasikan lebih akurat.
Diagnosis yang benar sebuah anomali sumbing adalah fundamental untuk
pengobatan, untuk etiopathological genetik yang lebih lanjut dan penelitian, serta
untuk langkah-langkah pencegahan kategori orofacial clefts yang benar. 1,2
II. DEFINISI
Celah bibir dan langit-langit (Cleft lip and palate) adalah suatu cacat/kelainan
bawaan berupa celah pada bibir, gusi, dan langit-langit. Istilah CLP juga sesuai
dengan ICD (International Code Diagnosis). Kelainan ini terjadi karena adanya
gangguan pada kehamilan trimester pertama yang menyebabkan terganggunya proses
tumbuh kembang janin. Faktor yang diduga menyebabkan terjadinya kelainan ini
adalah kekurangan nutrisi, obat-obatan, infeksi virus, radiasi, stress pada masa
kehamilan, trauma dan faktor genetik.
III. INSIDEN
2
CLP merupakan cacat pada wajah yang paling sering, ditemukan satu tiap
700 kelahiran hidup di seluruh dunia. Insiden bibir sumbing di Indonesia belum
diketahui. Hardjo-Wasito dengan kawan-kawan di propinsi Nusa Tenggara Timur
antara April 1986 sampai Nopember 1987 melakukan operasi pada 1004 kasus bibir
sumbing atau celah langit-langit pada bayi, anak maupun dewasa di antara 3 juta
penduduk. Fogh Andersen di Denmark melaporkan kasus bibir sumbing dan celah
langit-langit 1,47/1000 kelahiran hidup. Hasil yang hampir sama juga dilaporkan oleh
Woolf dan Broadbent di Amerika Serikat serta Wilson untuk daerah Inggris. Neel
menemukan insiden 2,1/1000 penduduk di Jepang. 1,2
Pada 25 % pasien, terdapat riwayat celah pada wajah (facial clefting) di
keluarga, tidak diikuti resesif atau pun dominan paternal. Timbulnya celah tidak ada
hubungannya dengan pola warisan Mendelian, dan hal tersebut menunjukkan bahwa
celah yang timbul diwariskan secara heterogen. Pandangan ini didukung dengan fakta
dari beberapa penelitian pada anak kembar yang menunjukkan pengaruh relatif
genetik dan non-genetik terhadap timbulnya celah. Padaisolated cleft palate dan
CL/P, proband tidak memiliki pengaruh pada keluarga tingkat pertama dan kedua,
secara empiris resiko pada saudara yang lahir dengan cacat/kelainan yang sama 3-5%.
Akan tetapi jika terdapat proband dengan CL/P kombinasi yang mempengaruhi
keluarga tingkat pertama dan kedua, resiko bagi saudara atau keturunan berikutnya
10-20%.1,2
3
IV. ETIOLOGI
Di antara celah bibir dan langit-langit yang biasa diderita oleh pasien,
diagnosis yang paling sering adalah celah bibir dan langit-langit sekitar 46%, diikuti
oleh celah langit-langit sekitar 33%, celah bibir sekitar 21%. Mayoritas bibir
sumbing bilateral sekitar 86% dan unilateral celah bibir sekitar 68% dan berhubungan
dengan celah langit-langit. Celah unilateral sembilan kali lebih banyak dari celah
bilateral, dan terjadi dua kali lebih sering pada sisi kiri daripada sisi kanan. Laki-laki
lebih dominan dalam celah bibir dan langit-langit, sedangkan celah langit-langit
terjadi lebih sering pada wanita. Pada populasi putih, bibir sumbing dengan atau
tanpa celah langit-langit terjadi pada kira-kira 1 dalam 1.000 kelahiran hidup. Entitas
ini dua kali lebih umum di populasi Asia, dan sekitar setengah dari Afrika dan
Amerika. 3
Celah bibir dan celah langit-langit bisa terjadi secara bersamaan maupun
sendiri-sendiri. Kelainan ini juga bersamaan dengan kelainan bawaan lainnya.
Penyebabnya mungkin adalah mutasi genetik atau teratogen (zat yang dapat
menyebabkan kelainan pada janin, contohnya virus atau bahan kimia).Selain tidak
sedap dipandang, kelainan ini menyebabkan anak kesulitan ketika makan, gangguan
perkembangan berbicara dan infeksi telinga. Faktor resiko adalah riwayat celah bibir
atau celah langit-langit pada keluarga serta adanya kelainan bawaan lainnya.3
Orang tua dengan anak yang celah nonsyndromic atau riwayat keluarga
memiliki celah, sering bertanya tentang risiko pada kehamilan berikutnya. Risiko
tergantung pada apakah proband memiliki selah bibir sendiri (CL), celah bibir dan
4
langit-langit yang terbelah (CLP), atau celah langit-langit sendiri (CP). Jika keluarga
memiliki satu anak atau orangtua terpengaruh dengan CLP, risiko anak kehamilan
berikutnya memiliki CLP adalah 4%. Jika dua anak sebelumnya CLP, risiko
meningkat menjadi 9%, dan jika satu orangtua dan satu anak yang sebelumnya
terkena dampak, risiko untuk anak-anak dari kehamilan berikutnya adalah 17%.
Untuk keluarga dengan riwayat CP, risiko anak-anak CP untuk kehamilan berikutnya
adalah 2% jika salah satu anak terkena dampak sebelumnya, 1% jika dua anak
sebelumnya terpengaruh, 6% jika satu orangtua memiliki CP, dan 15% jika salah satu
orang tua dan satu anak sebelumnya telah CP. 1,2,3
Kelainan kongenital muncul dari gabungan antara faktor multigenetik dan
faktor lingkungan. Isolated cleft disebabkan oleh multigen dan atau pengaruh faktor
lingkungan. Walaupun gen memiliki peran penting, dalam embriogenesis wajah,
faktor lingkungan berperan sama penting. Ada tiga kategori faktor lingkungan yang
berpengaruh dalam pembentukan janin, yaitu teratogen, infeksi, dan nutrien serta
metabolisme kolesterol. Ibu hamil yang merokok menjadi faktor penting penyebab
CLP. Teratogen lainnya yang meningkatkan risiko CLP diantaranya adalah obat-
obatan, seperti antikonvulsan phenytoin dan benzodiazepines, atau pestisida, seperti
dioxin.4
Gen-gen yang diketahui menjadi penyebab terjadinya isolated CLP
diantaranya adalah IRF6 (sebagai gen yang berpengaruh dalam Van der
Woude syndrome), P63, PVRL1, TGFA, TBX22, MSX1, FGFR1 dan SATB. Namun
mutasi pada IRF6, MSX1, dan FGFR1 umumnya terkait dengan kelainan gigi dan
5
CLP yang terjadi lebih dari satu kali dalam suatu silsilah keluarga, hal ini ada
kemungkinan diturunkan. Gen-gen yang ditemukan mempunyai interaksi dengan
paparan asap rokok dan menyebabkan timbulnya CLP adalah TGFA, MSX1, TGFB3,
RARA, P450, GST, dan EPHX. 10
Dalam sel palatum yang sedang berkembang terdapat reseptor tertentu yang
bereaksi terhadap senyawa tertentu.Ahr (aryl-hydrocarbon receptor), misalnya,
berperan sebagai reseptor dari senyawa aril hidrokarbon yang terdapat dalam asap
rokok. Masuknya aril hidrokarbon ini jelas mempengaruhi perkembangan janin,
walaupun ibu hamil hanya berperan sebagai perokok pasif. Selain teratogen, infeksi
dan nutrisi juga berperan dalam perkembangan janin. Kekurangan nutrisi asam folat
misalnya, menjadi salah satu penyebab bayi lahir dengan cacat kongenital, seperti
CLP. 4
Selanjutnya, karena interaksi gen dengan lingkungan maka fenotip CLP
muncul sebagai hasilnya. Apabila gen-gen tertentu telah membawa sifat CLP, namun
tidak dipicu oleh faktor eksternal, ada kemungkinan fenotip CLP tidak muncul. Ada
pula gen yang memang telah mengalami mutasi sejak awal, yaitu dari orang tuanya.
Gen yang telah mengalami mutasi ini akan menurunkan sifat kepada keturunannya.
Mutasi tertentu dapat diturunkan, dengan syarat terjadi pada sel gamet (ovum atau
spermatozoa). Mutasi pada sel somatik tidak diturunkan.
Di dalam populasi prenatal, banyak fetus dengan CLP atau celah pada
palatum sekunder yang memiliki abnormalitas pada kromosom atau cacat/kelainan
lain yang tidak mendukung untuk bertahan hidup. Karena banyak dari fetus abnormal
6
meninggal di dalam kandungan atau diakhiri, insiden CLP dan celah pada palatum
sekunder pada populasi prenatal lebih tinggi dibanding populasi postnatal. 1,2
V. EMBRIOLOGI
Morfogenesis fasial dimulai dengan migrasi sel-sel neural crest ke dalam
regio fasial, remodeling matriks ekstraseluler, proliferasi dan differensiasi sel-
sel neural crest untuk membentuk jaringan otot dan pengikat, penggabungan antar
komponen, dan pada bibir atas terjadi merger procesus maksilaris & nasalis medialis
pada minggu VI kehamilan. Pembentukan palatum primer dari procesus nasalis
medialis, dan pembentukan palatum sekunder dari procesus palatal sinistra & dekstra
pada 8-12 minggu kehamilan.10
Embriogenesis dari palatum terbagi dalam dua fase yang terpisah :
pembentukan palatum primer yang diikuti pembentukan palatum sekunder.
Pertumbuhan palatum dimulai pada sekitar 35 hari usia kehamilan disertai timbulnya
pembentukan wajah. Pada pembentukan palatum primer, penyatuan dari prosesus
nasal medial (medial nasal process(MNP)) dan prosesus maksilaris (maxillary
process (MxP)) diikuti penyatuan prosesus nasal lateral (lateral nasal process(LNP))
dengan MNP. Kegagalan dalam penyatuan atau gangguan dari proses penyatuan
ini menyebabkan timbulnya celah (cleft) pada palatum primer. Asal usul dari palatum
sekunder diawali dengan selesainya pembentukan palatum primer. Palatum sekunder
timbul dari lempengan yang tumbuh dari aspek medial MxP. Dua lempengan ini
bertemu pada garis tengah dan proses penyatuan dimulai ketika lempengan tersebut
7
bergerak ke arah superior. Gangguan pada penyatuan ini dapat menyebabkan celah
pada palatum sekunder. 4
Struktur anterior dari foramen insisif, meliputi bibir dan bagian alveolus, yang
merupakan palatum primer. Palatum sekunder membentuk posterior stuktur palatum
hingga foramen insisif. Celah pada elemen palatum primer, dengan atau disertai
celah pada palatum sekunder, dapat menyebabkan CLP. Hal tersebut merupakan
akibat dari satu ataupun kedua prominens nasal medial untuk menyatu dan bergabung
dengan prominens maksilari selama 4-6 minggu usia kehamilan; penyatuan palatum
sekunder terjadi pada 8-12 minggu usia kehamilan. Celah pada palatum sekunder
sendiri memiliki etiologi yang berbeda dengan CLP dan terjadi hanya satu tiap 2.500
kelahiran hidup. 5
Gambar 1 A: sketsa gambaran sagital dari kepala embrio pada akhir minggu ke-6
menunjukkan proses palatine media, atau palatum primer.B,D,E dan H: gambaran langit-langit mulut
sejak usia ke-6 hingga 12 minggu yang menunjukkan perkembangan palatum. Garis
terputus pada (D) dan (F) menunjukkan bagian yang menyatu pada proses palatina. Tanda
panah menunjukkan proses pertumbuhan medial dan posterior dari palatina
lateral. C,E dan G: gambar potongan frontal kepala menunjukkan proses penyatuan kedua palatina
lateral dan septum nasal, dan sebagian besar nasal dan cavitas oral.
8
Klasifikasi:
Unilateral ; bila terdapat celah pada satu sisi
Bilateral ; bila terdapat dua celah langsung pada kedua sisi
Complete ; Celah terbentuk sempurna hingga menembus dasar hidung ataupun
bagian dari palatum lunak dan keras tidak menyatu
Incomplete ; Celah terbentuk tidak sempurna hanya sebagian kecil saja
Pada bibir disebut dengan istilah Labioschizis, sedangkan pada langit-langit
(palatum) disebut dengan istilah Palatoschizis1,2,5
VI. DIAGNOSIS
- Diagnosis Prenatal
Deteksi prenatal dapat dilakukan dengan beragam teknik. Fetoskopi telah
digunakan untuk memberikan gambaran wajah fetus. Akan tetapi teknik ini bersifat
invasif dan dapat menimbulkan resiko menginduksi aborsi. Namun demikian, teknik
ini mungkin tepat digunakan untuk konfirmasi pada beberapa cacat/kelainan pada
kehamilan yang kemungkinan besar akan diakhiri. Teknik lain seperti ultrasonografi
intrauterine, magnetic resonance imaging, deteksi kelainan enzim pada cairan amnion
dan transvaginal ultrasonografi keseluruhannya dapat mendeteksi dengan sukses CLP
secara antenatal. Tetapi, pemeriksaan-pemeriksaan tersebut dibatasi pada biaya,
invasifitas dan persetujuan pasien. Ultrasound transabdominal merupakan alat yang
paling sering digunakan pada deteksi antenatal CLP, yang memberikan keamanan
9
dalam prosedur, ketersediaannya, dan digunakan secara luas pada skrining anatomi
antenatal. 2
Deteksi dini memperkenankan kepada keluarga untuk menyiapkan diri
terlebih dahulu terhadap suatu kenyataan bahwa bayi mereka akan memiliki suatu
kelainan/cacat. Mereka dapat menemui anggota dari kelompok yang memiliki CLP,
belajar mengenai pemberian makanan khusus dan memahami apa yang harus
diharapkan ketika bayi lahir. Sebagai pembanding, ibu yang menerima konseling
pada 2 pekan awal kehidupan mungkin akan lebih merasa bingung dan
kewalahan. Deteksi dini juga memperkenankan kepada ahli bedah untuk bertemu
dengan keluarga sebelum kelahiran dan mendiskusikan pilihan perbaikan. Dengan
waktu konseling dan rencana yang tepat, memungkinkan untuk melaksanakan
perbaikan dari unilateral cleft lip pada minggu pertama kehidupan. 1,2
Terdapat beberapa hal yang menarik perhatian dalam operasi fetus yang
merupakan bentuk potensial dari pengobatan CLP. Meskipun persoalan teknik dan
etika seputar konsep ini masih belum dapat dipecahkan. Pada operasi in
utero manipulasi perlu dipertimbangkan, deteksi cacat/kelainan sedini
mungkin diterapkan pada masa kehamilan. 2
- Diagnosa Postnatal
Biasanya, celah (cleft) pada bibir dan palatum segera didiagnosa pada saat
kelahiran. Celah dapat terlihat seperti sudut kecil pada bibir atau dapat memanjang
dari bibir hingga ke gusi atas dan palatum. 1,2
10
Namun tidak jarang, celah hanya terdapat pada otot palatum molle (soft palate
(submucous cleft), yang terletak pada bagian belakang mulut dan tertutupi
oleh mouth's lining. Karena letaknya yang tersembunyi, tipe celah ini tidak dapat
didiagnosa hingga beberapa waktu. 1,2
Sistem kode lokasi celah
Cara menuliskan lokasi celah bibir dan langit-langit yang diperkenalkan oleh
Otto Kriens adalah system LAHSHAL yang sangat sederhana dan dapat menjelaskan
setiap lokasi celah pada bibir, alveolar, hard palate dan soft palate. Kelainan komplit,
inkomplit, microform, unilateral atau bilateral. Bibir disingkat sebagai L (lips), gusi
disingkat A (alveolar). Langit-langit di bagi menjadi dua bagian yaitu H ( hard palate)
dan S (soft palate). Bila normal (tidak ada celah) maka urutannya dicoret, celah
komplit (lengkap) dengan huruf besar, celah inkomplit (tidak lengkap) dengan huruf
kecil dan huruf kecil dalam kurung untuk kelainan microform. 3
Gambar 2: Sistem LAHSHAL dari Otto Kriens
11
Contoh :
1. CLP/L-----L
Cleft lip and palate. Lokasi celah berada di bibir kanan dan kiri, celah komplit
2. CLP/---SHAL.
Cleft Lip and Palate dengan lokasi celah komplit pada soft palate, hard palate,
alveolus dan bibir bagian kiri.
3. CLP/L------
Cleft lip and palate celah bibir sebelah kanan inkomplit
VII. PENANGANANAN
Ada tiga tahap penanganan bibir sumbing yaitu tahap sebelum operasi, tahap
sewaktu operasi dan tahap setelah operasi :
Pada tahap sebelum operasi yang dipersiapkan adalah ketahanan tubuh bayi
menerima tindakan operasi, asupan gizi yang cukup dilihat dari keseimbangan berat
badan yang dicapai dan usia yang memadai. Patokan yang biasa dipakai adalah rule
of ten meliputi berat badan lebih dari 10 pounds atau sekitar 4-5 kg , Hb lebih dari 10
gr % dan usia lebih dari 10 minggu , Hal ini bertujuan untuk meminimalkan resiko
anastesi, anak lebih dapat menahan stress akibat operasi, memaksimalkan status
nutrisi dan penyembuhan serta elemen bibir lebih besar sehingga memungkinkan
rekonstruksi yang lebih teliti dan ukuran alat yang sesuai. Selain rule of tens,
sebaiknya bebas dari infeksi pernapasan sekurang-kurangnya lebih dari dua minggu
dan tanpa infeksi kulit pada waktu operasi dan dari hasil pemeriksaan darah leukosit
12
kurang dari 10.000/µL dan hematokrit sejumlah 35%. jika bayi belum mencapai rule
of ten ada beberapa nasehat yang harus diberikan pada orang tua agar kelainan dan
komplikasi yang terjadi tidak bertambah parah. Misalnya memberi minum harus
dengan dot khusus dimana ketika dot dibalik susu dapat memancar keluar sendiri
dengan jumlah yang optimal artinya tidak terlalu besar sehingga membuat bayi
tersedak atau terlalu kecil sehingga membuat asupan gizi menjadi tidak cukup, jika
dot dengan besar lubang khusus ini tidak tersedia bayi cukup diberi minum dengan
bantuan sendok secara perlahan dalam posisi setengah duduk atau tegak untuk
menghindari masuknya susu melewati langit-langit yang terbelah. Selain itu celah
pada bibir harus direkatkan dengan menggunakan plester khusus non alergenik untuk
menjaga agar celah pada bibir menjadi tidak terlalu jauh akibat proses tumbuh
kembang yang menyebabkan menonjolnya gusi kearah depan (protrusio pre maksila)
akibat dorongan lidah pada prolabium , karena jika hal ini terjadi tindakan koreksi
pada saat operasi akan menjadi sulit dan secara kosmetika hasil akhir yang didapat
tidak sempurna. Plester non alergenik tadi harus tetap direkatkan sampai waktu
operasi tiba. Tahapan selanjutnya adalah tahapan operasi, pada saat ini yang
diperhatikan adalah soal kesiapan tubuh si bayi menerima perlakuan operasi, hal ini
hanya bisa diputuskan oleh seorang ahli bedah. Usia optimal untuk operasi bibir
sumbing (labioplasty) adalah usia 3 bulan. Usia ini dipilih mengingat pengucapan
bahasa bibir dimulai pada usia 5-6 bulan sehingga jika koreksi pada bibir lebih dari
usia tersebut maka pengucapan huruf bibir sudah terlanjur salah sehingga kalau
dilakukan operasi pengucapan huruf bibir tetap menjadi kurang sempurna. Operasi
13
untuk langit-langit (palatoplasty) optimal pada usia 18 – 20 bulan mengingat anak
aktif bicara usia 2 tahun dan sebelum anak masuk sekolah. Operasi yang dilakukan
sesudah usia 2 tahun harus diikuti dengan tindakan speech teraphy karena jika tidak,
setelah operasi suara sengau pada saat bicara tetap terjadi karena anak sudah terbiasa
melafalkan suara yang salah, sudah ada mekanisme kompensasi memposisikan lidah
pada posisi yang salah.Bila gusi juga terbelah (gnatoschizis) kelainannya menjadi
labiognatopalatoschizis, koreksi untuk gusi dilakukan pada saat usia 8 – 9 tahun
bekerja sama dengan dokter gigi ahli ortodonsi Tahap selanjutnya adalah tahap
setelah operasi, penatalaksanaanya tergantung dari tiap-tiap jenis operasi yang
dilakukan, biasanya dokter bedah yang menangani akan memberikan instruksi pada
orang tua pasien misalnya setelah operasi bibir sumbing luka bekas operasi dibiarkan
terbuka dan tetap menggunakan sendok atau dot khusus untuk memberikan minum
bayi.1,3
Penderita CLP mengalami berbagai penyulit mulai lahir, derita batin dialami
keluarganya dan kelak oleh anaknya sendiri setelah menyadari keadaan dirinya.
Kesukaran minum karena daya hisap yang kurang dan banyak yang tumpah. Perlu
seorang pekerja sosoial di bawah psikososial. Untuk penampakannya serta fungsi
velum yang baik perlu pembedahan yang secara estetik bagus, baik untuk bibir,
hidung rahang. Disamping jasa seorang spesialis bedah plastik, juga perlu didukung
dokter gigi spesialis ortodentist. Untuk penyulit telinga dan fungsi pendengaran perlu
jasa spesialis THT. 1,3
14
Pasien yang lahir dengan adanya celah pada bibir seharusnya dilakukan
operasi jika tidak ada kontraindikasi tertentu. Tujuan dari rekonstruksi adalah
mempertahankan bentuk dan fungsi morfologi wajah normal, menghasilkan kondisi
optimal untuk proses mastikasi, pendengaran, bicara dan pernapasan serta status.
Adapun kontraindikasi adalah malnutrisi, anemia intoleransi terhadap general anastesi
serta gangguan jantung. 1,3
Jadi penanganan pasien CLP perlu kerjasama para spesialis dalam teamwork
yang harmonis dengan diatur dalam suatu protocol. Menerangkan bagaimana
memberi minum bayi agar tidak banyak yang tumpah. Dibuatkan record psikososial
pasien sebagai bagian record CLP pada umumnya. Tahapan-tahapan operasi CLP 1,3:
CHEILORAPHY/LABIOPLASTI : 3 BULAN
PALATORAPHY : 10-12 BULAN
SPEECH THERAPY : 4 TAHUN
PHARYNGOPLASTY : 5-6 TAHUN
PERAWATAN ORTHODONTIS : 8-9 TAHUN
ALVEOLAR BONE GRAFT : 9-10
TAHUN
LE FORT I OSTEOTOMY : 17-18 TAHUN
Teknik Operasi :
A. Operasi Celah bibir
15
Operasi celah bibir satu sisi (cheiloraphy uunilateral) dilakukan pada kelainan
CLP/L------ atau CLP/ La----- atau CLP/LAHS--- atau CLP/---SHAL. Teknik operasi
yang umum dipakai adalah teknik millard, cara ini menggunakan rotation
advancement flap dari segmen lateral dan menyisipkannya ke subkutan vermillion
tipis untuk membuat sentral vermillion sedikit menonjol dan dapat menghilangkan
kolobama. Flap ini disebut flap Djo. Bila celah bibir inkomplit maka Cheiloraphy
dilakukan sama seperti penanganan celah komplit. Disamping itu dasar vestibulum
nasi juga harus dibuat pada waktu yang sama.3
Beberapa prosedur bedah yang lain adalah Le Mesurier quadrilateral flap
repair, Randall-Tenison triangular flap repair, Skoog and Kernahan-Bauer and lower
lip Z-plasty repairs. Teknik Rose-Thompson melibatkan kurva atau sudut kulit dari
tepi celah untuk memperpanjang bibir sebagai garis lurus. Pada teknik Hagedorn-
LeMesurier elemen bibir medial diperpanjang dengan memasukan flap quadrilateral
yang dihasilkan dari elemen bibir lateral. Pada teknik Skoog, elemen bibir medial
diperpanjang dengan memasukan dua flap triangular yang dihasilkan dari elemen
bibir. 1,3
Dua teknik yang sering digunakan yaitu teknik rotasi Millard dan teknik
Triangular. Teknik triangular dikembangkan oleh Tennison dan kawan-kawan dengan
menggunakan flap triangular dari sisi lateral, dimasukkan ke sudut di sisi medial dari
celah tepat diatas batas vermillion, melintasi collum philtral sampai ke puncak cupid.
Triangle ini menambah panjang di sisi terpendek dari bibir. Teknik ini menghasilkan
panjang bibir yang baik tetapi jaringan parut yang terbentuk tidak terlihat alami. 1,3
16
Seperti yang dijelaskan diatas Teknik Millard membuat dua flap yang
berlawanan dimana pada sisi medial dirotasi ke bawah dari kolumella untuk
menurunkan titik puncak ke posisi normal dan sisi lateral dimasukkan ke arah garis
tengah untuk menutupi defek pada dasar kolumela. Keuntungan dari teknik rotasi
Millard adalah jaringan parut yang terbentuk pada jalur anatomi normal dari collum
philtral dan ambang hidung. 1,3
Operasi celah bibir dua sisi dapat untuk celah yang ditulis lokasinya dengan
cara otto kriens sebagai CLP/LAHSHAL atau CLP/la---al atau kombinasi lain. Sering
pada cheiloraphy bilateral ditemukan keadaan premaksilanya yang sangat menonjol,
ini menyulitkan ahli bedah karena otot-otot bibir tidak bisa secara langsung
dipertemukan atau bila dipaksakan akan terjadi ketegangan dan berakibat jahitan
lepas beberapa hari kemudian. Djohansjah mengajurkan pada keadaan tersebut otot
tidak perlu dipaksakan dipertemukan di tengah, cukup kulit dan subkutan yang
dijahitkan. Menempelkan saja pada tepi probelium. Otot tersebut dapat dijahit
sekunder kelak bila keadaan luka sudah tenang dan stabil, diperkirakan satu tahun
(setelah fase 3 penyembuhan luka selesai), pada celah bibir bilateral dewasa
probeliumnya relatip kecil maka perlu tambahan segmen kulit untuk memperpanjang
probeliumnya. Bila didapatkan celah bibir bilateral inkomplit maka cheilorapy
dilakukan sebagai komplit.3
B. Operasi Celah Palatum
Ada beberapa teknik dasar pembedahan yang bisa digunakan untuk
memperbaiki celah palatum, yaitu:
17
1. Teknik Von Langenbeck
Teknik ini pertama kali diperkenalkan oleh Von Langenbeck yang merupakan
teknik operasi tertua yang masih digunakan sampai saat ini. Teknik ini menggunakan
flap bipedikel mukoperiostal pada palatum durum dan palatum molle. Untuk kelainan
yang ada, dasar flap ini di sebelah anterior dan posterior diperluas ke medial untuk
menutup celah paIatum. 1,3
Indentasi medial yang tipis ke tuberositas maksilaris ditandai dengan tinta
pewarna (gentian violet). Dan titik ini, garis dan tinta pewarna diperpanjang
sepanjang pterygomaksilaris menuju ke sendi tonsilar anterior. Tsanda tinta pewarna
sekarang memanjang ke depan menuju batas medial dan alveolus, secara lateral dan
foramen palatina mayor, melengkung sedikit secara medial untuk menyesuaikan
dengan daerah alveolar, dan berakhir pada daerah gigi taring dan palatum.
Tanda dibuat pada kedua sisi. Hubungan antara lapisan oral dan nasal sepanjang tepi
celah dapat juga ditandai dengan tinta pewarna.5
Anestesi lokal misalnya 1% lidokain, disuntikkan untuk hemostasis dan
peningkatan bagian terbesar dan jaringan. Anestesi menyebar dengan mudah jika
disuntikkan antara tepi celah dengan bagian lateral dan daerah yang direncanakan
untuk diinsisi. Jika tingkatan yang tepat didapatkan, larutan akan menyebar sepanjang
jaringan ke dalam bagian belahan dan uvula. Anestesi lokal tambahan disuntikkan ke
dalam separuh posterior dan garis insisi lateral sepanjang pterygomaksilanis. 5
lnsisi dibuat di bagian lateral dan garis dengan menggunakan pisau no 15
yang diperdalam dengan gunting pediatrik Metzenbaum sehingga pain nitar process
18
terlihat. Tendon dan otot tensor veli palatini terdorong kearah posterior dan processus
hamular. Tepi celah diinsisi atau dipotong dengan pisau no. 11 sementara ujung dan
uvula dipegang pelan dengan forsep.
Hal yang penting untuk melakukan insisi ke dalam mukoperiosteum oral pada
bagian apeks dan celah untuk memastikan bahwa bagian yang bagus dan jaringan
yang kuat tersedia untuk kebutuhan penutupan lapisan nasal yang sempit di area
apeks ini. Penggunaan mukoperiosteurn oral akan mencegah kerusakan dan mukosa
nasal yang tipis pada daerah mi. 5
Mukoperiosteum oral antara celah dan insisi lateral diangkat dengan forceps
dan dental kuret. Hal ini akan memudahkan flap bipedikel untuk digerakkan secara
media/satu sama lain pada garis tengah, Lapisan nasal dan mukoperiosteum diangkat
secara bilateral untuk memudahkan lapisan nasal kira-kira ke tengah tanpa tarikan
(tension). Fibromuskulatur tambahan pada tepi posterior dan palatum durum diinsisi
yang akan memudahkan mukosa untuk meregang. Lapisan nasal, mulai dari apeks
celah bagian anterior dijahit dengan catgut. Penjahitan juga dilakukan sepanjang
palatum molle menuju dasar dan uvula. 5
2. Teknik Wardill V-Y push-back
Teknik V-Y push back mencakup dua flap unipedikel dengan satu atau dua
flap palatum unipedikel dengan dasarnya di sebelah anterior. Flap anterior dimajukan
dan diputar ke medial sedangkan flap posterior dipindahkan ke belakang dengan
teknik V to Y akan menambah panjang palatum yang diperbaiki. 5
19
Kepala penderita dalam posisi hiperekstensi dengan cara menyanggah bantal
di punggung sehingga posisi palatum tampak datar. Kemudian dilakukan desinfeksi
dan pemasangan rink. Dengan menggunakan tinta pewarna, digambarkan rencana
insisi flap. 4,5
Tindakan selanjutnya adalah menginsisi menggunakan pisau no 15 di bagian
lateral pada garis yang dibuat sampai menembus periosteum. Flap diangkat dan
tulang dengan respatoriuni ke arah medial. Dibuat irisan di tepi medial lalu mukosa
dibebaskan dengan gunting mengarah ke permukaan nasal. Kemudian dilakukan
pembebasan flap mukoperiosteal dengan mendorong ke belakang sehingga tampak
arteri palatina keluar dan foramen palatina. Perlekatan mukosa oral di dekat foramen
palatina dibebaskan dan arteri palatina mayor menggunakan gunting yang dilakukan
sampai flap dapat bergerak ke medial tanpa tegangan. Perlu berhati-hati agar arteri
palatina mayor tidak putus. Ujung otot yang melekat pada sisi posterior tulang
palatum dibebaskan dan mukosa nasal dan oral sehingga dapat digeser sampai
posterior dan otot tersebut dipertemukan di tengah. Mukosa nasal dilepas dan
perlekatannya dengan tulang palatum menggunakan respatonium dan posterior ke
arah anterior sampai mukosa tersebut dapat bebas ke medial. 4,5
Penjahitan dimulai dari daerah uvula kemudian mukosa nasal dengan simpul
ke arah nasal. Otot dijahit dengan ujung simpul pendek. Mukosa dijahit
dengan matras horisontal dan simpulnya intraoral. Pada palatum durum, jahitan
dipertautkan ke mukosa nasal agar flap tersebut melekat dan tidak jatuh mengikuti
20
lidah. Sisi lateral dan flap yang terbuka diberi surgicel atau spongostan untuk
membantu hemostasis.3
3. Teknik Double opposing Z-plasty
Teknik ini diperkenalkan oleh Furlow untuk memperpanjang palatum molle
dan membuat suatu fungsi dan m.levator. teknik ini merupakan cara penutupan
palatum dengan satu tahap. 4,5
4. Teknik Velar closure
Teknik ini diperkenalkan oleh Schweckendiek, dimana palatum molle ditutup
(pada umur 6-8 bulan) dan palatum durum dibiarkan terbuka dan kemudian akan
ditutup pada umur 12-15 tahun. 4,5
5. Teknik Palatoplasty two-flap
Diperkenalkan oleh Bardach dan Salyer (1984). Teknik ini mencakup
pembuatan dua flap pedikel dengan dasarnya diposterior yang meluas sampai
keseluruh bagian celah alveolar. Flap ini kemudian diputar dan dimajukan ke medial
untuk memperbaiki kelainan. 4,5
Terapi bicara (speech therapy) diperlukan setelah operasi palatoraphy, untuk
melatih bicara benar dan meminimalkan timbulnya suara sengau. Bila setelah
palatoraphy dan terapi bicara masih terdapat suara sengau maka dilakukan
pharyngoplasty untuk memperkecil suara nasal dan biasanya dilakukan pada usia 5-6
tahun. Pada usia anak 8-9 tahun ahli orthodontik memperbaiki lengkung alveolus
sebagai persiapan tindakan alveolar bone graft dan usia 9-10 tahun spesialis bedah
plastik melakukan operasi bone graft pada celah tulang alveolus seiring pertumbuhan
21
gigi caninus. Evaluasi perkembangan selanjutnya, sering didapatkan hipoplasia
pertumbuhan maksilla sehingga terjadi wajah cekung. Keadaan inidapat dikoreksi
dengan cara operasi advancement osteotomi Le Fort I pada usia 17 tahun dimana
tulang-tulang Wajah telah berhenti pertumbuhannya. 4,5
VIII. KOMPLIKASI
Komplikasi dari celah bibir dan langit-langit bila tidak di operasi adalah
secara fisik membuat kesulitan dalam makan dan minum karena daya hisap yang
kurang maksimal dan banyak yang tumpah atau bocor ke hidung, gangguan kosmetik,
gangguan bicara berupa suara sengau, retardasi mental, infeksi telinga tengah,
gangguan pendengaran dan gangguan pertumbuhan gigi.
Komplikasi yang dapat timbul pada operasi adalah perdarahan, obstruksi
saluran pernapasan, infeksi, deviasi septim nasi dan terjadinya fistula. Perdarahan
yang banyak jarang terjadi, tapi mungkin memerlukan operasi kembali untuk
mengontrol perdarahan. Penyumbatan pernapasan juga jarang terjadi jika tidak ada
perdarahan yang berlebihan tetapi dapat mengancam jiwa. Saluran harus dipantau
secara hati-hati. Monitor saturasi O2 bisa digunakan di ruang perawatan atau pasien
dapat di pantau dalam ruang ICU. Fistula palatum bisa ada karena celah asimptomatik
atau menyebabkan gejala-gejala seperti masalah pengucapan dan kesulitan kebersihan
gigi. 4,5
IX. PROGNOSIS
Bayi yang lahir dangan cleft palate mempunyai prognosis yang baik dan
kurang lebih 80 % tetap memiliki suara yang normal. Belum ada yang tahu cara
22
mencegah cleft tetapi perawatan antenatal penting untuk mengurangi, bahkan
mencegah resiko kelainan ini. Prognosis operasi pasien cleft palate pada umumnya
baik tergantung dari pengalaman dan metode yang digunakan dan ada atau tidaknya
kmplikasi yang muncul akibat pembedahan. 4,5
Meskipun telah dilakukan koreksi anatomis, anak tetap menderita gangguan
bicara sehingga diperlukan terapi bicara yang bisa diperoleh di sekolah. Tetapi jika
anak berbicara lambat atau berhati-hati maka biasanya mereka akan terdengar seperti
anak normal. 4,5
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Mansyur Romi (2007) Preliminary study on congenital anomaly in dr. Sardjito
General Hospital Yogyakarta.Berkala Ilmu Kedokteran: Vol. 39, No. 4, p. 154-61.
2. M. Hanikeri, J. Savundra, D. Gillett, M. Walters, W. McBain (2006) Antenatal
Transabdominal Ultrasound Detection of Cleft Lip and Palate in Western
Australia From 1996 to 2003. The Cleft Palate-Craniofacial Journal: Vol. 43, No. 1,
pp. 61-66.
3. Marzoeki D, jailani M, Perdanakusuma (2002). Teknik pembedahan celah bibir
dan langit-langit,Jakarta: Sagung Seto .p. 1-8.
4. Tolarova MM. Cleft Lip And Palate. [online]. 2010 [cited 2009 March 23]: [1
screens]. Available from: http://www.emedicine.com
5. Stroustrup S, Estrof JA, Barnewolt CE,, Mulliken JB and
Levine D. Prenatal Diagnosis of Cleft Lip and Cleft Palate Using MRI. [online].
2004 [cited 2010 February 17]: [1 screens]. Available from:
http://www.ajronline.org/misc/terms.shtml
24