disfagia

10
Disfagia Menurut letak penyebabnya, disfagia atau gangguan menelan dibagi atas dua kelompok yaitu, pre-esofageal (gangguan pada fase oral dan fase faringeal) dan esofageal (gangguan pada fase esofageal). Penyebab pre-esofageal a. Fase oral 1. Gangguan mengunyah : trismus, fraktur mandibula, tumor pada rahang atas atau bawah, serta gangguan pada sendi temporomandibular. 2. Gangguan lubrikasi : xerostomia pasca kemoterapi 3. Gangguan mobilisasi lidah : paralisis lidah, ulkus pada lidah, tumor pada lidah, abses lingual, total glosektomi. 4. Defek palatum : cleft palate, fistula oronasal 5. Lesi buccal dan dasar mulut : stomatitis, lesi ulseratif, Ludwig’s angina. b. Fase faringeal 1. Lesi obstruktif pada faring : tumor tonsil, palatum molle, faring, dasar lidah, laring supraglotis, atau tonsilitis kronis hipertrofi 2. Infeksi : tonsilitis akut, abses peritonsilar, retro atau para faringeal abses, epiglotitis akut, edema laring. 3. Kondisi spasmodik : tetanus, rabies

description

sulit menelan

Transcript of disfagia

Page 1: disfagia

Disfagia

Menurut letak penyebabnya, disfagia atau gangguan menelan dibagi atas dua kelompok yaitu,

pre-esofageal (gangguan pada fase oral dan fase faringeal) dan esofageal (gangguan pada fase

esofageal).

Penyebab pre-esofageal

a. Fase oral

1. Gangguan mengunyah : trismus, fraktur mandibula, tumor pada rahang atas atau

bawah, serta gangguan pada sendi temporomandibular.

2. Gangguan lubrikasi : xerostomia pasca kemoterapi

3. Gangguan mobilisasi lidah : paralisis lidah, ulkus pada lidah, tumor pada lidah,

abses lingual, total glosektomi.

4. Defek palatum : cleft palate, fistula oronasal

5. Lesi buccal dan dasar mulut : stomatitis, lesi ulseratif, Ludwig’s angina.

b. Fase faringeal

1. Lesi obstruktif pada faring : tumor tonsil, palatum molle, faring, dasar lidah, laring

supraglotis, atau tonsilitis kronis hipertrofi

2. Infeksi : tonsilitis akut, abses peritonsilar, retro atau para faringeal abses,

epiglotitis akut, edema laring.

3. Kondisi spasmodik : tetanus, rabies

4. Kondisi paralitik : paralisis palatum mole karena difteri, bulabar palsy, stroke atau

kelainan serebrovaskular yang lain.

Penyebab esofageal

Lesi bisa terdapat di lumen, dinding atau bagian luar dinding esofagus.

a. Lumen

Obstruksi pada lumen bisa terjadi karena atresia, benda asing, esofagitis korosif,

striktur, tumor jinak atau ganas.

b. Dinding

1. Gangguan hipomotilitas : akalasia, skleroderma, sklerosis amiotrofik lateral,

diabetik neuropati.

2. Gangguan hipermotilitas : spasme krikofaringeal, spasme esofageal difus.

c. Bagian luar dinding esofagus

Page 2: disfagia

1. Divertikulum pada daerah hipofaringeal (zenker’s)

2. Hiatus hernia

3. Osteofit servikal

4. Lesi tiroid : pembesaran kelenjar tiroid, tumor, hashimoto’s thyroiditis.

5. Lesi mediastinum : tumor mediastinum, pembesaran kelenjar limfe, aneurisma

aorta, pembesaran jantung

6. Letak a. subklavia dekstra yang abnormal disebut disfagia lusoria.

Disamping itu, dapat pula disebabkan oleh trauma atau perforasi dari eosfagus.

Menurut penyebabnya, disfagia dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu disfagia mekanik, disfagia

motorik, dan disfagia karena gangguan emosi

1. Disfagia mekanik adalah adanya sumbatan lumen esofagus oleh masa tumor danbenda

asing. Penyebab lain adalah akibat peradangan mukosa esofagus, striktur lumen

esofagus, serta kkakibat penekanan lumen esofagus dari luar.

2. Disfagia mototrik disebabkan oleh kelainan neuromuskular yang berperan dalam

proses menelan. Lesi di pusat menelan di batang otak, kelainan saraf orak n. V, VII,

IX, X, dan XII, kelumpuhan otot faring dan lidah serta gangguan peristaltik esofagus

dapat menyebabkan disfagia.

3. Disfagia juga bisa disebabkan oleh gangguan emosi atau tekanan jiwa yang berat.

Disebut dengan globus histerikus.

Fase oral adalah persiapan untuk memulai proses menelan. Bila didapapi mulut kering

( pada kasus xerostomia), maka menelan akan lebih sukar.

Dampak yang akan timbul akibat ketidaknormalan fase oral antara lain :

1. Keluar air liur (drooling) yang disebabkan gangguan sensori dan motorik pada lidah,

bibir, dan wajah.

2. Ketidaksanggupan membersihkan residu makanan di mulut dapat disebabkan oleh

defisiensi sensori pada rongga mulut dan/gangguan motorik lidah.

3. Karies gigi yang megakibatkan gangguan distribusi saliva dan meningkatkan

sensitivitas gigi terhadap panas, dingin, dan rasa manis.

4. Hilangnya ras apengecapan dan penciuman akibat keterlibatan langsung dari saraf

kranial.

5. Gangguan proses mengunyah dan ketidaksanggupan memanipulasi bolus

Page 3: disfagia

6. Gangguan mendorong bolus ke faring

7. Aspirasi cairan sebelum proses menenlan dimulai karena gangguan motorik dari

fungsi lidah sehingga cairan akan masuk ke laring sebelum refleks menelan muncul.

Fase faringeal merupakan fase kedua setelah fase oral. Bila terjadi ketidaknormalan

pada fase ini, yang terjadi adalah choking, coughing, dan aspirasi. Hal ini bisa terjadi bila :

1. Refleks menelan gagal teraktivasi sehingga fase faring tidak berlangsung. Hal ini bisa

terjadi akibat gangguan neurologi pada pusat proses menelan di medulla spinalis ayai

saraf kranial sehingga terjadi ketidakstabilan saat menelan ludah dan timbul

pengeluaran air liur serta penumpukan sekresi.

2. Refleks menelan terlambat, sehingga dapat terjadi aspirasi sebelum proses menenlan

dimulai.

3. Proteksi laring tidak adekuat akibat recurrent laryngeal palsy, efek operasi pada

struktur orofarinf, adanya pipa trakeostomi yang membatasi elevasi laring, refleks

batuk dan batuk voluter lemah atau tidak ada.

4. Silent aspiration yaitu aspirasi yang tidak disadari tanpa gejala batuk yang terjadi

karena hilangnya atau penurunan sensasi pada laring. Hilangnya sensasi pada laring

dapat disebabkan karena kelainan neurologi seperti penyakit – penyakit vaskuler,

multiple skelrosis, penyakit parkinson atau terjadinya jaringan parut paska operasi.

5. Peristaltik yang lemah atau tidak timbul mengakibatkan aspirasi setelah proses

menelan berlangsung karena residu atau sisa makanan yang menetap dapat masuk ke

dalam saluran napas yang terbuka. Hal ini berhubungan dengan penyakit neurologi

baik sentral maupun perifer dan jaringan parut pasca operasi. Peristaltik lemah juga

bisa terjadi pada usia tua.

6. Sfingter krikofaring gagal berelaksasi.

Fase esofageal juga bisa mengalami gangguan, diantaranya disebabkan oleh

1. Kelainan kongenital

Atresia esofagus dan fistula trakeo-esofagus

Penyebabnya tidak diketahui. Gejala yang bisa ditemui yaitu pengumpulan sekret

di mulut dan dapat terjadi aspirasi berulang. Pada saat anak – anak diberi minum

timbul gejala tersedak, batuk, regusgitasi, gawat napas, dan sianosis. Pada atresia

esofagus yang terisolaso dan atresia esofagus yang disertai fistula trakeoesofagus

di bagia proksimal biasanya tidak ditemukan udara dalam lambung. Bila disertai

dengan fistula trakeoesofagus di bagian distal, udara masuk ke lambung sehingga

ditemukan gejala perut kembung.

Page 4: disfagia

Diagnosis : pada bayi baru lahirm dimasukkan kateter lembut berukuran 8 – 10F

melalui hidung sampai lambung untuk mengaspirasi cairan lambung. Pada atresia

esofagus yang terisolasi, kateter tidak dapat masuk dan menlingkar kembali ke

hipofaring. Pada fistula trakeoesophagus yang terisolasi, diagnosis ditegakkan

dengan esofagoskopi. Apabila dilakukan foto rontgen, pada fistula trakeoesofagus

yang terisolasi akan terlihat lambung terisi udara dan kadang ditemukan gambaran

aspirasi pada paru.

Terapi : pembedahan yaitu penutupan fistel dan anastomosis.

2. Divertikulum esofagus

Kantong yang terdapat di lumen esofagus.

Menurut lokasi dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :

- Divertikulum faringo-esofagus ( divertikulum Zenker),

dikarenakan gangguan motilitas esofagus, kelainan kongenital atau kelemahan

yang didapat pada dinding otot hipofaring atau esofagus .

Gejala tergantung dari tingkat pembentukkan divertikulum, tingkat pertama :

mungkin tanpa gejala atau terdapat retensi makanan yang sementara. Tingkat

kedua, kanting sudah membentuk globular dan meluar didaerah inferior-

posterior akan terjadi pengumpulan makanan, cairan serta mukus didalam

divertikel yang tidak berhubungan dengan obstruksi esofagus. Bila terjadi

spasme, maka akan ditemukan gejala disfagia. Pada tingkat ketiga, kerena

pengaruh gaya berat isi divertikulum, menyebabkan kantong dapat meluas

dampai ke daerah mediastinum. Gejala yang ditimbulkan berupa disfagia hebat

serta terjadinya regurgitasi pada saat pasien tidur.

- Divertikulum parabronkial

disebabkan oleh kelainan kongenital atau tuberkulosis kelenjar limfe

mediastinum.

Gejala tidak akan timbul bila tanpa komplikasi. Bila disertai dengan

komplikasi, maka dapat menimbulkan rasa nyeri di daerah substernal dan

disfagia.

- Divertikulum epifrenikum

disebabkan kemungkinan akibat kelemahan dinding otot secara kongenital.

Gejala pada divertikulum ini yaitu disfagia, nyeri epigastrium, regusgitasi,

anoreksia, perasaan terbakar di dada, serta penurunan berat badan.

Page 5: disfagia

Diagnosis dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan radiologik dan

esofagoskopik.

Penatalaksanaan : konservatif bila tidak menimbulkan gejala. Bila terdapat

keluhan obstruksi atau aspirasi, harus dilakukan divertikulektomi.

3. Akalasia

Ketidakmampuan bagian distal esofagus untuk relaksasi dan peristaltik esofagus

berkurang karena inkoordinasi neuromuskuler. Penyebabnya diperkirakan karena

degenerasi sel ganglion pleksus Auerbach sepanjang torakal esofagusyang

kemudian menyebabkan gangguan peristaltik pada esofagus.

Gejala : disfagia, regurgitasi, neyri didaerah substernal dan penurunan berat

badan. Disfagia biasa terjadi secara tiba – tiba setelah menelan atau bila ada

gangguan emosi. Disfagia bisa terjadi sebentar atau progresif lambat. Biasanya

cairan lebih suka ditelan daripada makanan padat. Regusgitasi dapat timbul

setelah makan atau sedang berbaring.

Diagnosis : ditendukan dari gejala klinis, gambaran radiologik, esofagoskopi, dan

pemeriksaan manometrik.

Penatalaksanaan : paliatif. Bila diperlukan bisa dilakukan dilatasi dan businasi

untuk menghilangkan gejala obstruksi.

4. Esofagitis korosif

Peradangan di esofagus yang disebabkan oleh luka bakar karena zat kimia yang

bersifat korosif, mislanya asal kuat, basa kuat, dan zat organik.

Gejala :

- Fase akut

Berlangsung selama 1 – 3 hari. pada pemeriksaan fisik ditemukan luka bakar

didaerah oral, faring, kadang disertai perdarahan. Gejala yang ditemukan

adalah disfagia hebat, odinofagia serta suhu badan yang meningkat. Gejala

klinis akibat tertelan yaitu perasaan terbakar pada saluran cerna bagian atas,

mual, muntahm erosi pada mukosa, kejang otot, gagal sirkulasi dan

pernapasan.

- Fase laten

Berlangsung selama 2 – 6 minggu. Keluhan berkurangm suhu tubuh menurun.

Pasien merasa sembuh tapi sebenarnya pembentukkan jaringan parut tetap

berjalan.

- Fase kronis

Page 6: disfagia

Setelah 1 – 3 tahun akan terjadi disfagia karena adanya jaringan parut sehingga

terdapat striktur esofagus.

Pemeriksaan : esofagoskopi

Tatalaksana : berutjuan untuk mencegah pembetukan striktur. Terapi antibiotika,

kortikosterois, analgesik.

5. Tumor esofagus

- Tumor jinak : jarang ditemukan.

Gejala : tidak ada gejala yang khas. Disfagia muncul secara lambat tergantung

besarnya tumor. Kadang ditemukan rasa tidak enak di epigastrium dan

substrenal, rasa penuh dan sakit yang menjalar ke punggung dan bahu,

muntah, mual sert regurgitasi.

- Tumor ganas

Gejala : gejala sumbatan berupa disfagia yang progresif, regusgitasi, dan

penurunan berat badan. Gejala penyebaran tumor ke mediastinum,

menyebabkan suara parau, nyeri di daerah retrostrenal, nyeri didaerah

punggung, daerah servikal, dan gejala bronkopulmoner. Gejala disfagia

biasanya muncul setelah lumen terisi lebih dari 50% oleh tumor. Pada

permulaan, disfagia lebih sering terjadi pada saat pasien makan makanan

padat. Jika telah menginfiltrasi trakea maka terdapat gejala batuk, stridor

ekspirasi, dan sesak napas.

Diagnosis : biopsi dan sitologi dengan menggunakan esofagoskopi (esofagoskop

serat optik atau esofagoskop kaku) pemeriksaan CT SCAN serta MRI juga bisa

dilakukan bila perlu.

Tatalaksana : tindakan operasi, radioterapi, kemoterapi.