disfagia
-
Upload
lucrezia-renata-rahardjo -
Category
Documents
-
view
89 -
download
10
description
Transcript of disfagia
![Page 1: disfagia](https://reader030.fdocument.pub/reader030/viewer/2022020714/557212a8497959fc0b90ad4d/html5/thumbnails/1.jpg)
Disfagia
Menurut letak penyebabnya, disfagia atau gangguan menelan dibagi atas dua kelompok yaitu,
pre-esofageal (gangguan pada fase oral dan fase faringeal) dan esofageal (gangguan pada fase
esofageal).
Penyebab pre-esofageal
a. Fase oral
1. Gangguan mengunyah : trismus, fraktur mandibula, tumor pada rahang atas atau
bawah, serta gangguan pada sendi temporomandibular.
2. Gangguan lubrikasi : xerostomia pasca kemoterapi
3. Gangguan mobilisasi lidah : paralisis lidah, ulkus pada lidah, tumor pada lidah,
abses lingual, total glosektomi.
4. Defek palatum : cleft palate, fistula oronasal
5. Lesi buccal dan dasar mulut : stomatitis, lesi ulseratif, Ludwig’s angina.
b. Fase faringeal
1. Lesi obstruktif pada faring : tumor tonsil, palatum molle, faring, dasar lidah, laring
supraglotis, atau tonsilitis kronis hipertrofi
2. Infeksi : tonsilitis akut, abses peritonsilar, retro atau para faringeal abses,
epiglotitis akut, edema laring.
3. Kondisi spasmodik : tetanus, rabies
4. Kondisi paralitik : paralisis palatum mole karena difteri, bulabar palsy, stroke atau
kelainan serebrovaskular yang lain.
Penyebab esofageal
Lesi bisa terdapat di lumen, dinding atau bagian luar dinding esofagus.
a. Lumen
Obstruksi pada lumen bisa terjadi karena atresia, benda asing, esofagitis korosif,
striktur, tumor jinak atau ganas.
b. Dinding
1. Gangguan hipomotilitas : akalasia, skleroderma, sklerosis amiotrofik lateral,
diabetik neuropati.
2. Gangguan hipermotilitas : spasme krikofaringeal, spasme esofageal difus.
c. Bagian luar dinding esofagus
![Page 2: disfagia](https://reader030.fdocument.pub/reader030/viewer/2022020714/557212a8497959fc0b90ad4d/html5/thumbnails/2.jpg)
1. Divertikulum pada daerah hipofaringeal (zenker’s)
2. Hiatus hernia
3. Osteofit servikal
4. Lesi tiroid : pembesaran kelenjar tiroid, tumor, hashimoto’s thyroiditis.
5. Lesi mediastinum : tumor mediastinum, pembesaran kelenjar limfe, aneurisma
aorta, pembesaran jantung
6. Letak a. subklavia dekstra yang abnormal disebut disfagia lusoria.
Disamping itu, dapat pula disebabkan oleh trauma atau perforasi dari eosfagus.
Menurut penyebabnya, disfagia dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu disfagia mekanik, disfagia
motorik, dan disfagia karena gangguan emosi
1. Disfagia mekanik adalah adanya sumbatan lumen esofagus oleh masa tumor danbenda
asing. Penyebab lain adalah akibat peradangan mukosa esofagus, striktur lumen
esofagus, serta kkakibat penekanan lumen esofagus dari luar.
2. Disfagia mototrik disebabkan oleh kelainan neuromuskular yang berperan dalam
proses menelan. Lesi di pusat menelan di batang otak, kelainan saraf orak n. V, VII,
IX, X, dan XII, kelumpuhan otot faring dan lidah serta gangguan peristaltik esofagus
dapat menyebabkan disfagia.
3. Disfagia juga bisa disebabkan oleh gangguan emosi atau tekanan jiwa yang berat.
Disebut dengan globus histerikus.
Fase oral adalah persiapan untuk memulai proses menelan. Bila didapapi mulut kering
( pada kasus xerostomia), maka menelan akan lebih sukar.
Dampak yang akan timbul akibat ketidaknormalan fase oral antara lain :
1. Keluar air liur (drooling) yang disebabkan gangguan sensori dan motorik pada lidah,
bibir, dan wajah.
2. Ketidaksanggupan membersihkan residu makanan di mulut dapat disebabkan oleh
defisiensi sensori pada rongga mulut dan/gangguan motorik lidah.
3. Karies gigi yang megakibatkan gangguan distribusi saliva dan meningkatkan
sensitivitas gigi terhadap panas, dingin, dan rasa manis.
4. Hilangnya ras apengecapan dan penciuman akibat keterlibatan langsung dari saraf
kranial.
5. Gangguan proses mengunyah dan ketidaksanggupan memanipulasi bolus
![Page 3: disfagia](https://reader030.fdocument.pub/reader030/viewer/2022020714/557212a8497959fc0b90ad4d/html5/thumbnails/3.jpg)
6. Gangguan mendorong bolus ke faring
7. Aspirasi cairan sebelum proses menenlan dimulai karena gangguan motorik dari
fungsi lidah sehingga cairan akan masuk ke laring sebelum refleks menelan muncul.
Fase faringeal merupakan fase kedua setelah fase oral. Bila terjadi ketidaknormalan
pada fase ini, yang terjadi adalah choking, coughing, dan aspirasi. Hal ini bisa terjadi bila :
1. Refleks menelan gagal teraktivasi sehingga fase faring tidak berlangsung. Hal ini bisa
terjadi akibat gangguan neurologi pada pusat proses menelan di medulla spinalis ayai
saraf kranial sehingga terjadi ketidakstabilan saat menelan ludah dan timbul
pengeluaran air liur serta penumpukan sekresi.
2. Refleks menelan terlambat, sehingga dapat terjadi aspirasi sebelum proses menenlan
dimulai.
3. Proteksi laring tidak adekuat akibat recurrent laryngeal palsy, efek operasi pada
struktur orofarinf, adanya pipa trakeostomi yang membatasi elevasi laring, refleks
batuk dan batuk voluter lemah atau tidak ada.
4. Silent aspiration yaitu aspirasi yang tidak disadari tanpa gejala batuk yang terjadi
karena hilangnya atau penurunan sensasi pada laring. Hilangnya sensasi pada laring
dapat disebabkan karena kelainan neurologi seperti penyakit – penyakit vaskuler,
multiple skelrosis, penyakit parkinson atau terjadinya jaringan parut paska operasi.
5. Peristaltik yang lemah atau tidak timbul mengakibatkan aspirasi setelah proses
menelan berlangsung karena residu atau sisa makanan yang menetap dapat masuk ke
dalam saluran napas yang terbuka. Hal ini berhubungan dengan penyakit neurologi
baik sentral maupun perifer dan jaringan parut pasca operasi. Peristaltik lemah juga
bisa terjadi pada usia tua.
6. Sfingter krikofaring gagal berelaksasi.
Fase esofageal juga bisa mengalami gangguan, diantaranya disebabkan oleh
1. Kelainan kongenital
Atresia esofagus dan fistula trakeo-esofagus
Penyebabnya tidak diketahui. Gejala yang bisa ditemui yaitu pengumpulan sekret
di mulut dan dapat terjadi aspirasi berulang. Pada saat anak – anak diberi minum
timbul gejala tersedak, batuk, regusgitasi, gawat napas, dan sianosis. Pada atresia
esofagus yang terisolaso dan atresia esofagus yang disertai fistula trakeoesofagus
di bagia proksimal biasanya tidak ditemukan udara dalam lambung. Bila disertai
dengan fistula trakeoesofagus di bagian distal, udara masuk ke lambung sehingga
ditemukan gejala perut kembung.
![Page 4: disfagia](https://reader030.fdocument.pub/reader030/viewer/2022020714/557212a8497959fc0b90ad4d/html5/thumbnails/4.jpg)
Diagnosis : pada bayi baru lahirm dimasukkan kateter lembut berukuran 8 – 10F
melalui hidung sampai lambung untuk mengaspirasi cairan lambung. Pada atresia
esofagus yang terisolasi, kateter tidak dapat masuk dan menlingkar kembali ke
hipofaring. Pada fistula trakeoesophagus yang terisolasi, diagnosis ditegakkan
dengan esofagoskopi. Apabila dilakukan foto rontgen, pada fistula trakeoesofagus
yang terisolasi akan terlihat lambung terisi udara dan kadang ditemukan gambaran
aspirasi pada paru.
Terapi : pembedahan yaitu penutupan fistel dan anastomosis.
2. Divertikulum esofagus
Kantong yang terdapat di lumen esofagus.
Menurut lokasi dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :
- Divertikulum faringo-esofagus ( divertikulum Zenker),
dikarenakan gangguan motilitas esofagus, kelainan kongenital atau kelemahan
yang didapat pada dinding otot hipofaring atau esofagus .
Gejala tergantung dari tingkat pembentukkan divertikulum, tingkat pertama :
mungkin tanpa gejala atau terdapat retensi makanan yang sementara. Tingkat
kedua, kanting sudah membentuk globular dan meluar didaerah inferior-
posterior akan terjadi pengumpulan makanan, cairan serta mukus didalam
divertikel yang tidak berhubungan dengan obstruksi esofagus. Bila terjadi
spasme, maka akan ditemukan gejala disfagia. Pada tingkat ketiga, kerena
pengaruh gaya berat isi divertikulum, menyebabkan kantong dapat meluas
dampai ke daerah mediastinum. Gejala yang ditimbulkan berupa disfagia hebat
serta terjadinya regurgitasi pada saat pasien tidur.
- Divertikulum parabronkial
disebabkan oleh kelainan kongenital atau tuberkulosis kelenjar limfe
mediastinum.
Gejala tidak akan timbul bila tanpa komplikasi. Bila disertai dengan
komplikasi, maka dapat menimbulkan rasa nyeri di daerah substernal dan
disfagia.
- Divertikulum epifrenikum
disebabkan kemungkinan akibat kelemahan dinding otot secara kongenital.
Gejala pada divertikulum ini yaitu disfagia, nyeri epigastrium, regusgitasi,
anoreksia, perasaan terbakar di dada, serta penurunan berat badan.
![Page 5: disfagia](https://reader030.fdocument.pub/reader030/viewer/2022020714/557212a8497959fc0b90ad4d/html5/thumbnails/5.jpg)
Diagnosis dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan radiologik dan
esofagoskopik.
Penatalaksanaan : konservatif bila tidak menimbulkan gejala. Bila terdapat
keluhan obstruksi atau aspirasi, harus dilakukan divertikulektomi.
3. Akalasia
Ketidakmampuan bagian distal esofagus untuk relaksasi dan peristaltik esofagus
berkurang karena inkoordinasi neuromuskuler. Penyebabnya diperkirakan karena
degenerasi sel ganglion pleksus Auerbach sepanjang torakal esofagusyang
kemudian menyebabkan gangguan peristaltik pada esofagus.
Gejala : disfagia, regurgitasi, neyri didaerah substernal dan penurunan berat
badan. Disfagia biasa terjadi secara tiba – tiba setelah menelan atau bila ada
gangguan emosi. Disfagia bisa terjadi sebentar atau progresif lambat. Biasanya
cairan lebih suka ditelan daripada makanan padat. Regusgitasi dapat timbul
setelah makan atau sedang berbaring.
Diagnosis : ditendukan dari gejala klinis, gambaran radiologik, esofagoskopi, dan
pemeriksaan manometrik.
Penatalaksanaan : paliatif. Bila diperlukan bisa dilakukan dilatasi dan businasi
untuk menghilangkan gejala obstruksi.
4. Esofagitis korosif
Peradangan di esofagus yang disebabkan oleh luka bakar karena zat kimia yang
bersifat korosif, mislanya asal kuat, basa kuat, dan zat organik.
Gejala :
- Fase akut
Berlangsung selama 1 – 3 hari. pada pemeriksaan fisik ditemukan luka bakar
didaerah oral, faring, kadang disertai perdarahan. Gejala yang ditemukan
adalah disfagia hebat, odinofagia serta suhu badan yang meningkat. Gejala
klinis akibat tertelan yaitu perasaan terbakar pada saluran cerna bagian atas,
mual, muntahm erosi pada mukosa, kejang otot, gagal sirkulasi dan
pernapasan.
- Fase laten
Berlangsung selama 2 – 6 minggu. Keluhan berkurangm suhu tubuh menurun.
Pasien merasa sembuh tapi sebenarnya pembentukkan jaringan parut tetap
berjalan.
- Fase kronis
![Page 6: disfagia](https://reader030.fdocument.pub/reader030/viewer/2022020714/557212a8497959fc0b90ad4d/html5/thumbnails/6.jpg)
Setelah 1 – 3 tahun akan terjadi disfagia karena adanya jaringan parut sehingga
terdapat striktur esofagus.
Pemeriksaan : esofagoskopi
Tatalaksana : berutjuan untuk mencegah pembetukan striktur. Terapi antibiotika,
kortikosterois, analgesik.
5. Tumor esofagus
- Tumor jinak : jarang ditemukan.
Gejala : tidak ada gejala yang khas. Disfagia muncul secara lambat tergantung
besarnya tumor. Kadang ditemukan rasa tidak enak di epigastrium dan
substrenal, rasa penuh dan sakit yang menjalar ke punggung dan bahu,
muntah, mual sert regurgitasi.
- Tumor ganas
Gejala : gejala sumbatan berupa disfagia yang progresif, regusgitasi, dan
penurunan berat badan. Gejala penyebaran tumor ke mediastinum,
menyebabkan suara parau, nyeri di daerah retrostrenal, nyeri didaerah
punggung, daerah servikal, dan gejala bronkopulmoner. Gejala disfagia
biasanya muncul setelah lumen terisi lebih dari 50% oleh tumor. Pada
permulaan, disfagia lebih sering terjadi pada saat pasien makan makanan
padat. Jika telah menginfiltrasi trakea maka terdapat gejala batuk, stridor
ekspirasi, dan sesak napas.
Diagnosis : biopsi dan sitologi dengan menggunakan esofagoskopi (esofagoskop
serat optik atau esofagoskop kaku) pemeriksaan CT SCAN serta MRI juga bisa
dilakukan bila perlu.
Tatalaksana : tindakan operasi, radioterapi, kemoterapi.