Dinamika Perjuangan KAMMI di Kampus Hijau
-
Upload
muslim-negarawan-uns -
Category
Documents
-
view
254 -
download
11
description
Transcript of Dinamika Perjuangan KAMMI di Kampus Hijau
2
Judul:
Dari KAMMI untuk Kampus,
Dinamika Perjuangan KAMMI di Kampus Hijau
Penulis:
Kader KAMMI Sholahuddin Al Ayyubi UNS
Editor
Alikta Hasnah Safitri
Desain Cover:
Hisyam Latif
Buku ini diterbitkan secara mandiri oleh Tim
Medkominfo Kammi Uns 2014
Penerbit:
Kammi Uns 2014
www.kammiuns.org
FB: Kammi Uns
Twitter: @KAMMI_UNS
3
Pengantar
Menjadi admin website KAMMI Komisariat
Sholahuddin Al Ayyubi selama dua tahun terakhir membuat
saya berkesempatan membaca satu demi satu tulisan-tulisan
kader KAMMI ini sebelum dipublikasikan secara masif ke
hadapan para pembaca setia website KAMMI UNS
(kammiuns.org).
Pada suatu kesempatan, saat saya tengah membaca
kembali naskah-naskah yang telah terbit secara online
tersebut, saya menemukan suatu dorongan untuk
menghimpun tulisan-tulisan kader yang terserak menjadi
satu kesatuan utuh yang padu. Bukan hanya sebagai
pembuktian pada khalayak bahwa intelektualitas dalam
tubuh KAMMI hidup dan tumbuh subur, tapi juga dengan
harapan besar bahwa kompilasi naskah ini mampu
memberikan sumbangan ide dan gagasan pada bangsa
Indonesia sesuai dengan solusi Islam yang kami yakini
sebagai tawaran perjuangan.
Ragam tulisan yang terserak ini lahir dari kader yang
dibesarkan dalam rahim KAMMI, lebih spesifik lagi
KAMMI UNS. Meskipun besar dari kultur yang sama, corak
pemikiran kader ternyata tak selalu seragam. Dialektika yang
terjadi antar sesama kader layak menjadi bahan
pembelajaran yang berharga. Bukan hanya agar kita
menerima perbedaan, tetapi agar kita terus mendorong
4
lahirnya warna-warni gagasan dari setiap kader tanpa
memandang jenjang marhalah maupun tahun angkatan.
Gagasan-gagasan yang dihimpun dalam buku ini saya
kategorikan dalam tiga tema besar, yakni: Mahasiswa
Muslim Negarawan, Membumikan Misi Profetik, dan
Menuju Indonesia Madani.
Mahasiswa Muslim Negawaran berisi gagasan kader
terkait interpretasi atas tafsir status dan peran mereka
sebagai mahasiswa, lebih khusus lagi mahasiswa muslim
yang memiliki kesadaran kolektif sebagai kader umat
sekaligus kader bangsa.
Meletakkan keimanan sebagai ruh atas penjelajahan
nalar akal menjadi titik pijak para kontributor buku ini
memandang problematika umat yang berkembang di dunia.
Mereka mencoba mengurai titik pangkal segala persoalan
yang kini dihadapi umat sekaligus memetakan solusi atas
permasalahan tersebut sebagai upaya membumikan misi
profetik yang telah diwariskan oleh suri tauladan utama,
Rasulullah saw.
Sebagai way of life yang syumul, Islam dipandang
mampu menjadi solusi dari berbagai persoalan yang
dihadapi bangsa. Para kontributor buku ini telah
membuktikan bahwa tak ada sekat antara Islam dan negara
dengan memberikan ragam perspektif tentang politik,
kebangsaan, hingga kepemimpinan yang amat menarik
untuk dikaji secara mendalam.
5
Mudah-mudahan, kompilasi tulisan ini mampu
menjadi saksi bagaimana kader-kader KAMMI merumuskan
ide dan gagasan mereka yang terbingkai dalam semangat
keislaman dan keindonesiaan. Tentunya, dengan dijiwai
prinsip dan paradigma gerakan KAMMI yang mengakar
kuat dalam diri.
Selamat membaca!
6
Daftar Isi
MAHASISWA MUSLIM NEGARAWAN 9
Generasi Baru, Generasi Pembaharu 10
Eko Pujianto
Mahasiswa Hebat? Yakin? 16
Alikta Hasnah Safitri
Kaderisasi, Refleksi Proyek Menata Peradaban 20
Cos Ma'arif
Melawan Keberpihakan Media Massa, Peran Generasi Solutif 27
Agus Suroso
Mengenal Muslim Negarawan 33
Alqaan Maqbullah Ilmy
Ammarism Kader KAMMI 39
Zulfikar Ali Ahmad
7
MEMBUMIKAN MISI PROFETIK 44
Melek Realitas 45
M. Fatihul Umam
Problematika Umat 48
Firdaus Zulfikar
Muslim Rohingya, Korban Kapitalis atau Korban Etnis? 52
M. Fatihul Umam
Muhammad, Bisnis dan Da’wah 56
M. Hasan Cahya
Muslim Wajib Kaya! 59
Hafidh Wahyu P.
Nasionalisme-Religius 66
Khalid Shibghatullah R.
Manusia, Dogma Spiritualitas, dan Hilangnya Ruh Peradaban 71
Firdaus Zulfikar
8
MENUJU INDONESIA MADANI 77
Pelacuran Intelektual Menjelang Pilpres 2014 78
Anggel Dwi Satria
Silence Is Betrayal 83
Chaerunisa
KAMMI dan Pemberdayaan Perempuan 89
Hartono
Sumpah Pemuda dan Mainstream Indonesiasentris 95
Alikta Hasnah Safitri
KAMMI: Geliat Pemerhati “Syariah” Sebagai Solusi Krisis Keuangan Global 102
Anggel Dwi Satria
Cukup Satu Saja! 107
Hasan Fahrur Rozi
Cukupkah Satu Saja? (Tanggapan atas Tulisan Hasan Fahrur Rozi: Cukup Satu Saja!) 111
Alikta Hasnah Safitri
9
MAHASISWA MUSLIM
NEGARAWAN
10
Generasi Baru, Generasi Pembaharu
Eko Pujianto
Setiap pagi di Afrika, seekor kijang terjaga
Ia tahu, ia harus berlari lebih cepat dari singa tercepat atau ia
akan mati.
Dan setiap pagi seekor singa terjaga.
Ia tahu ia harus bisa mengejar kijang terlambat atau ia akan
mati kelaparan
Tak peduli anda singa atau kijang.
Ketika matahari terbit, Anda harus mulai berlari!
(Cerita Rakyat Afrika)
Apa yang teman-teman rasakan ketika status sosial
kini telah beralih dari yang semula siswa, kemudian
pengangguran (karena menunggu pengumuman penerimaan
di Perguruan Tinggi), lalu setelah itu menjadi mahasiswa?
Apakah anda bangga?
11
Sebagian orang mengatakan mahasiswa adalah
manusia paling cerdas dengan segala talentanya sehingga
bisa menyelesaikan masalah apapun di dalam masyarakat.
Dan ini saya alami ketika saya kembali ke kampung halaman
nan jauh di sana. Ada pula yang mengatakan bahwa dengan
menjadi mahasiswa maka pekerjaannya di masa depan akan
terjamin dan mendapat penghidupan yang layak. Ada pula
yang mengatakan dari pada menganggur dirumah lebih baik
jadi mahasiswa saja. Ya, ini bagi orang-orang yang kurang
kerjaan. Apakah teman-teman juga merasa demikian? Atau
malah biasa- biasa aja?
Tetapi yang tidak bisa kita pungkiri bahwa memang
dunia mahasiswa sangat berbeda jauh dengan dunia
siswa/sekolah. Perbedaan itulah yang saya anggap sebagai
suatu karunia atau kelebihan. Tetapi di satu sisi perbedaan
itu juga merupakan kelemahan dari seorang mahasiswa. Jadi
perbedaan itu ibarat koin logam, kelebihan dan kelemahan
adalah dua sisi yang saling berkebalikan.
Berawal dari sebuah perenungan malam di sudut tiang
mushola sebuah pesantren mahasiswa, ketika kaki saya juga
masih merasa awam dengan tanah pijak kota Solo. Kala itu
saya sedikit ngobrol dengan beberapa teman baru dan coba
membedakan kehidupan di masa SMA dulu dengan kuliah
sekarang, sharing pengalaman dan berbagi cerita masa putih
abu-abu. Mulai dari peristiwa itulah saya coba pikirkan
sebenarnya perbedaan mendasar apa tentang kehidupan saya
masa dulu dan masa kuliah sekarang.
12
Seiring berjalannya hari dan sudah beberapa bulan
saya di kota solo sebagai mahasiswa berstatus anak rantau,
akhirnya sampailah pikiran saya pada sebuah kesimpulan
bahwa perbedaan mendasar antara mahasiswa dengan
masa–masa sebelumnya adalah “Mahasiswa menentukan
sendiri tentang DIRInya mau jadi apa.”
Bahwa menurut apa yang saya pahami ketika kita
menjadi seorang mahasiswa maka kita sendirilah yang akan
mementukan akan jadi apa kita kelak dimasa depan. Mulai
dari detik dimana kita menjadi mahasiswa akan banyak sekali
rute hidup berupa jalan-jalan cabang yang ada didepan mata.
Disitulah peran diri kita untuk menentukan sendiri jalan
hidup kita. Kenapa saya katakan mahasiswa menentukan
sendiri? Karena orang tua yang semula selalu
memperhatikan pola belajar, menyuruh membaca buku,
membangunkan saat pagi hari, mengingatkan untuk segera
makan. Setelah menjadi mahasiswa, kini tidak akan kita
jumpai lagi hal-hal tersebut. Guru mata pelajaran kita yang
selalu memarahi kalau kita tidak mengerjakan PR, yang
mencari kita saat kita tidak masuk sekolah, kini tidak
ditemukan lagi. Kehidupan mahasiswa memang di tuntut
untuk mandiri, kritis dan peka terhadap lingkungan
sekitarnya.
Mulai dari sinilah mahasiswa melatih dirinya untuk
menjadi Pemimpin. Bukan tentang memimpin organisasi
atau memimpin orang lain, tetapi tentang bagaimana
memimpin dirinya sendiri. Mengarahkan akal, hati, dan
tindakannya sendiri. Disinilah kelebihan menjadi mahasiswa,
mereka bertindak merdeka tetapi mereka juga harus paham
13
aturan dan hukum-hukum yang berlaku dalam kehidupan
masyarakat, berbangsa dan bernegara. Sehingga tidak ada
lagi yang membatasi mereka akan jadi orang baik atau orang
jahat, orang yang rajin atau orang malas, orang cerdas atau
orang miskin ilmu, orang hebat atau orang biasa saja, orang
yang berpengaruh atau orang yang kerdil, orang sukses atau
orang yang tak pernah mau mencoba. Terserah pada dirimu
sekarang, it’s all about you.
Salah satu hal yang saya yakini sebagai prinsip hidup
saya salah tentang tujuan saya hidup didunia ini adalah saya
ditugaskan menjadi pemimpin di dunia oleh Tuhan saya.
Maka dari itu saya katakan mahasiswa adalah fase pertama
untuk menjadi pemimpin yang sesungguhnya (The True
Leader).
Kampus selain menjadi tempat mencari ilmu
pengetahuan juga menjadi tempat yang kondusif dalam
mencari hikmah yang bermanfaat bagi diri kita, tinggal
bagaimana sikap diri kita terhadap hikmah tersebut. Ketika
mahasiswa menyadari akan perbedaan hidupnya sekarang ini
maka, seharusnya mereka harus segera mempersiapkan diri
untuk siap memimpin dirinya sendiri. Apabila tidak, maka
yang terjadi adalah sebaliknya, kebebasan itu justru
menjerumuskan dirinya pada jurang kegelapan dan
kegagalan. Inilah yang saya maksud sisi balik dari koin logam
sebagaimana yang telah saya sebutkan sebelumnya.
Beberapa hal yang mungkin bisa menjadi inspirasi
ketika kita baru saja menjadi mahasiswa, hal ini sudah saya
buktikan dalam hidup saya, diantaranya:
14
o Buatlah mimpi,visi dan misi sejak awal,
kalaupun sudah maka kuatkanlah visimu,
jangan sampai goyah karena perbedaan
keadaan.
o Berburulah teman-teman yang baik, dan
kalau bisa teman-teman yang senantiasa
mengingatkan kita pada kebaikan,cari pula
lingkungan tempat tinggal/kos yang
kondusif karena pepatah lama mengatakan
jika kamu berteman dengan tukang pandai
besi maka kamu akan terkena sangitnya, dan
itu saya yakini kebenarannya.
o Carilah kakak tingkat atau senior yang kita
pandang bisa memberikan pertimbangan-
pertimbangan ketika kita harus menentukan
suatu pilihan atau paling tidak bisa kita tanyai
tentang informasi-informasi kampus. Bisa
dicoba dengan istiqomah mengikuti asistensi
atau mentoring atau AAI atau mendekati
kakak tingkat program studi.
o Cobalah keluar dari ruang kelas kemudian ke
tempat-tempat kegiatan mahasiswa atau
organisasi mahasiswa, disana kita bisa
menambah jaringan teman dan juga tentunya
kita bisa melatih jiwa sosial, belajar dari
kakak yang berpengalaman dan
menginspirasi. Tidak menutup kemungkinan
dengan kita ikut seperti ini kita bisa lebih
cepat untuk mengabdi kepada masyarakat
15
atau minimal tahu permasalahan yang
berkembang dalam masyarakat atau bangsa
Indonesia.
Mungkin terlalu panjang uraian saya semoga bisa
bermanfaat. Pesan terakhir saya adalah bahwa ingatlah
hidup ini hanya sekali dan kita sama-sama meyakini bahwa
hidup ini adalah persiapan untuk kehidupan abadi kita
setelah mati. Mahasiswa adalah pemuda yang merdeka
sehingga mereka bisa menentukan sendiri arah hidupnya.
Hiduplah dengan penuh makna dan jangan sampai tersia-sia.
Terus bergerak.
Ingat! Mahasiswa menentukan sendiri tentang
DIRInya mau jadi apa!
16
Mahasiswa Hebat? Yakin?
Alikta Hasnah Safitri
Setelah melalui proses seleksi yang ketat dalam
SNMPTN, akhirnya saat ini kalian akan segera menyandang
predikat sebagai mahasiswa. Mahasiswa dalam tahap
awalnya memasuki dunia kampus memiliki orientasi awal
yang berbeda-beda. Ada yang menganggap kuliah sebagai
keharusan penuntasan jenjang pendidikan, ada yang hanya
mengejar ijazah sebagai orientasi karir di masa depan, ajang
mencari jodoh, ada pula yang mengorientasikan kuliahnya
demi penuntasan hasrat intelektual. Termasuk yang
manakah diri kalian?
Pertanyaan selanjutnya, sudah yakinkah kalian dengan
jurusan/ program studi yang kalian pilih? Sebab, kalau kalian
tak merasa cocok di awal, bagaimana bisa menjalani masa
kuliah dengan penuh tanggung jawab? Ingat, masa kuliah tak
akan seindah seperti yang disajikan di layar kaca. Kalian
akan disibukkan dengan tugas kuliah, kompleksitas
pergaulan dengan rekan kuliah, rekan organisasi, dosen,
hingga masyarakat sekitar kampus.
Tidak percaya? Merasa hanya kuliah hanya tentang diri
kalian sendiri, atau paling banter ya tentang kalian dan orang
17
tua? Proses belajar yang akan segera kalian jalani bukan
hanya menyangkut tentang diri kalian, tetapi juga ratusan
juta rakyat Indonesia. Saat seleksi masuk perguruan tinggi,
ada berapa ratus ribu siswa yang mendaftar? Berapa banyak
yang diterima? Kasarnya, jika ada 800 orang yang mendaftar
di program studimu, lantas yang diterima hanya 80, kalian
pikir berapa banyak kawan kalian yang saat ini sedang
berjuang menentukan arah? Dengan perbandingan
keketatan tiap orangnya adalah 1:10, kalian memiliki
tanggung jawab besar atas 9 orang yang gagal mendapatkan
kursi di perguruan tinggi.
Jika itu belum cukup, baiknya kalian cari tahu dari
mana asalnya subsidi untuk uang kuliah kalian. 20% APBN
yang dialokasikan oleh pemerintah untuk pendidikan,
termasuk perguruan tinggi dan beasiswa pemerintah diambil
dari uang rakyat, tidak peduli seberapa miskinnya ia. Ingat,
70% APBN negara kita berasal dari pajak. Siapa yang
membayar pajak? Mereka adalah abang tukang becak, ibu
penjual asongan, sopir bus, kenet angkutan umum, dan
sesiapapun yang terkena wajib pajak. Ingatlah bahwa
anonim manusia yang tak kalian kenal pun turut andil dalam
penentuan masa depan kalian (tentu dengan asumsi bahwa
dana pendidikan diambil dari pemasukan pajak dan non
pajak). Maka, kalian tak hanya bertanggung jawab terhadap
satu dua orang, tapi juga ratusan juta rakyat Indonesia.
Di awal perkuliahan, hampir pasti kalian akan
diingatkan dengan status keren kalian sekarang:
(MAHA)SISWA. Organisasi mahasiswa akan mencekoki
kalian dengan ragam label, dari mulai agen perubahan, moral
18
force, iron stock, dan lain-lain. Dosen akan mencekoki kalian
dengan ragam tuntutan, bisa dengan optimisme ataupun
skeptisisme. Kalian sendiri akan mulai membebani diri
kalian dengan ragam pragmatisme dan oportunisme yang
disajikan di bangku kuliah maupun angan-angan tentang
lahan pekerjaan yang hendak kalian garap pasca lulus.
Lantas, bagaimana wujud pertanggungjawaban kita
pada ratusan juta anonim manusia yang telah meringankan
beban kita? Masih enggan untuk serius dalam menekuni
kompetensi keahlian yang kita pilih saat ini? Masih apatis
untuk sekedar berbaur bersama rakyat dan berusaha
memberdayakan mereka? Katanya menjadi mahasiswa
artinya juga menjadi kaum intelektual. Ingat, terminologi
intelektual bukanlah logika yang sifatnya pasti dan hanya
memiliki tafsir tunggal. Namun secara umum, kata
intelektual ditafsirkan sebagai kondisi dimana seseorang
berkutat secara tekun dan serius pada ilmu profesionalnya,
untuk selanjutnya mentranformasikan pengetahuannya
sebagai bentuk peran sosialnya dalam menyelesaikan
problematika umat. Kaum intelektual adalah sosok yang
mencerahkan, demikian kata Gramsci. Konsekuensi
logisnya, kaum intelektual wajib memberi fungsi pencerahan
bagi orang-orang disekitarnya dengan kapasitas keilmuan
yang mereka miliki.
Mahasiswa yang terlanjur tercitrakan sebagai kaum
intelektual mestinya mampu bergerak di ranah ini,
mempertemukan teori dan praksis guna memecahkan
berbagai problem sosial yang mengakar di masyarakatnya.
Bukan hanya memperkuat ilmu pengetahuan sesuai dengan
19
basis akademis untuk kebutuhan pribadi, tetapi juga berani
untuk peka dan melek pada realitas sosial, serta memberikan
kebermanfaatan untuk sesama. Jadi, mau memberikan
kebermanfaatan apa kalian selama menjalani studi di
kampus?
20
Kaderisasi, Refleksi Proyek Menata
Peradaban
Cos Ma’arif
Universitas adalah tempat untuk memahirkan diri kita,
bukan saja di lapangan technical and managerial know how,
tetapi juga di lapangan mental, di lapangan cita-cita, di lapangan
ideologi, di lapangan pikiran. Jangan sekali-kali universitas menjadi
tempat perpecahan. (Soekarno, 1958)
Jika kita menelisik roda sejarah, sedari dulu kampus
memang telah menjadi tempat pencetak pemimpin bangsa.
Kampus menjadi “kawah candradimuka”, tempat
menggembleng kaum cendikiawan muda sebagai pemegang
tongkat estafet kepemimpinan nasional.
Namun jika kita lihat dengan kaca mata yang berbeda,
ternyata catatan sejarah tak selalu bercerita demikian. Ya,
tengok saja pada rezim Orde Baru, kampus dan perguruan
tinggi di negeri ini ternyata pernah mengalami deideologisasi
dan depolitisasi. Mahasiswa haram untuk berpolitik.
Mahasiswa tidak diperkenankan andil memikirkan
persoalan-persoalan bangsanya. Mahasiswa hanya harus
belajar sungguh-sungguh sesuai disiplin ilmunya masing-
masing. Sebut saja Soe Hok Gie dan rekan-rekan aktivisnya,
21
mereka yang kritis dan peduli terhadap masalah rakyat dan
bangsanya, justru selalu menjadi incaran para intel, bahkan
dijebloskan ke penjara dengan tuduhan subversif.
Miris, itulah kata yang dapat menggambarkan kondisi
mahasiswa yang hanya akan dicetak sebagai ekor sebuah
sistem, yang selalu tunduk dan patuh dengan apa yang akan
dilakukan oleh para petinggi pemangku kebijakan. Terlebih
lagi, rata-rata mahasiswa sekarang menjadi apolitis bahkan
apatis terhadap persoalan rakyat dan bangsanya. Ketika kita
melihat realita hari ini, dimana diterapkannya sistem kuliah
berbasis SKS, serta biaya kuliah yang kian mahal, dapat
dikatakan sebagai bagian dari agenda mengondisikan para
mahasiswa menjadi kian pragmatis. Hal tersebut
dikarenakan mayoritas mahasiswa hanya peduli kepada
dirinya sendiri. Cepat lulus, cepat kerja, dan mungkin ingin
cepat kaya raya, itulah pemicu keapatisan mahasiswa hari ini
terhadap dunia sosial dan politik. Hanya segelintir
mahasiswa yang berani dan sanggup melawan arus
pragmatisme yang hegemonik dan kemudian tertarik terjun
menjadi aktivis yang peduli akan masa depan bangsa ini.
Sehingga, dapat dikatakan pendidikan kali ini mengalami
reduksi fungsi yang terjadi seperti pada era politik etis
zaman penjajahan, pelajar dan mahasiswa hanya disiapkan
menjadi pegawai, buruh atau birokrat dan teknokrat semata.
Padahal kita tahu, potensi mahasiswa akan teramat
sia-sia jika hanya menjadi pengikut kemudi nahkoda
pemerintahan. Mahsiswa harusnya dapat menjadi kaum
cendikiawan yang visioner, idealis, berjiwa militan, dan selalu
berpegang teguh terhadap asas-asas humanisme universal.
22
Oleh karena itulah, disegala lini dan level bangsa ini pun
memiliki urgensi untuk mendapatkan pasokan generasi baru
pemimpin yang berkualitas dan berintegritas.
Berkebalikan dengan sikap Orde Baru, repolitisasi
kampus memang sudah seharusnya dilaksanakan. Mahasiswa
harus melek politik, peka terhadap kondisi sosial, dan sadar
akan tugas dan tanggung jawabnya akan masa depan bangsa.
Politik mahasiswa sifatnya politik moral atau moral
force, sebagai pengawal demokrasi, sebagai mata dan telinga
rakyat, dan sebagai penyambung lidah rakyat. Mahasiswa
akan tetap bisa bersikap kritis lantaran bisa menjaga jarak
dari kekuasaan. Maka, komitmen mahasiswa adalah kepada
amanat rakyat. Siapa saja yang menindas rakyat, siapa pun
yang korupsi, siapa pun yang menginjak-injak HAM dan
demokrasi, siapa pun penguasa yang menjadi musuh
rakyatnya sendiri, harus siap-siap menghadapi perlawanan
mahasiswa. Ya, itulah seharusnya mahasiswa.
Sesuai dengan perannya sebagai agent of change, social
control, dan moral force, seorang mahasiswa dituntut peka
terhadap fenomena sosial yang terjadi disekitarnya. Ketika
terjadi ketimpangan pengambilan kebijakan yang tidak
berpihak kepada rakyat, maka mahasiswa yang digadang-
gadang sebagai representasi dari rakyat intelek seharusnya
bergerak menentang kebijakan tersebut sebagai konsekuensi
dari sebuah negara yang menganut sistem demokrasi.
Oleh karena itu, sejalan denga hal tersebut, otoritas
kampus juga harus membuka kembali iklim kebebasan
23
mahasiswa untuk berekspresi dan berorganisasi serta
menentukan pilihan ideologinya. Kelompok-kelompok
diskusi seperti Focus Group Discussion sebagai
ajang intelectual exercise, juga dihidupkan kembali. Pers
kampus yang kritis dan profesional harus
diberdayakan. Student government seperti Badan Eksekutif
Mahasiswa (BEM), Dewan Mahasiswa (DEMA), dan
organisasi kampus lainnya harus diberi ruang hidup yang
sebenar-benarnya. Bahkan, organisasi dan ormas ekstern
pun terkadang juga harus diberi hak untuk bergandengan
tangan bersama organisasi intern demi membangun
kepekaan politik mahasiswa, dengan syarat organisasi intra
mahasiswa dan otoritas kampus harus mampu melakukan
filterisasi yang baik terhadap kehadiran organisasi-organisasi
tersebut. Singkat kata, kampus harus dibuat kondusif bagi
terjadinya dialektika keberagaman pemikiran dan menjadi
wahana bagi para mahasiswa untuk melatih diri menjadi
calon pemimpin bangsa dan negara di masa depan. Maka,
disinilah letak strategis kampus perguruan tinggi sebagai
penyuplai calon pemimpin nasional.
Berbicara menganai seorang pemimpin, tak ada
pemimpin hebat yang terlahir tanpa sebuah proses. Namun
terkadang di antara kita yang menganggap sepele tugas
proses tersebut. Lantaran menganggap sepele, maka
implikasinya banyak orang yang tidak dapat memegang
teguh tanggung jawab atau komitmennya sebagai pemimpin.
Misalnya, tidak amanah atau tidak dapat dipercaya untuk
mengemban tugas dan wewenangnya sebagai pemimpin.
Beberapa pemimpin banyak yang mengalami krisis
integritas.
24
Hal tersebut terindikasi ketika kita kesulitan
menemukan sosok pemimpin yang berkarakter ideal, dapat
dipercaya, dan bisa menjadi sosok yang patut diteladani atau
sebagai uswatun hasanah. Akibatnya, posisi pemimpin pun
kerap diincar sekadar sebagai batu loncatan untuk
menunjukkan eksistensinya serta menajamkan pencitraan
terhadap publik. Begitu pula kondisi di organisasi kampus,
ketika sebuah organisasi hanya dijadikan sebagai pencarian
eksistensi, alhasil organisasi kampus hanya menjadi tempat
untuk nebeng nama guna mendapatkan gelar sebagai aktivis
kampus. Hanya segelintir orang yang mampu tampil ke
depan sebagai pemimpin sejati. Lebih ironisnya lagi, dari
yang segelintir itu pun nyaris sebagian mereka tidak memiliki
etos kepemimpinan yang berkarakter kuat dan cerdas. Yang
ada adalah tipe pemimpin lemah, peragu, penakut, tak
berani mengambil keputusan tegas dan cepat, tak berani
menanggung risiko, dan mudah sakit hati dengan suatu
kritikan.
Oleh karena iu, maka mahasiswa perlu disadarkan
perannya melalui mekanisme pengaderan. Pengkaderanlah
yang menjadi salah satu kunci utama guna melahirkan
pemimpin yang ideal. Dalam sebuah organisasi kampus,
prosesi pengaderan merupakan serangkaian proses dalam
rangka pembentukan karakter mahasiswa yang sadar akan
tanggung jawab dan perannya dalam masyarakat, dengan
pemberian bekal paradigma untuk mencari jalan keluar dari
sebuah masalah, serta menemukan solusi atas persoalan-
persoalan sosial yang ada disekitarnya.
25
Karena kepemimpinan berawal dari sebuah proses, maka
jadilah seorang pemimpin yang terlahir dari sebuah proses
kepemimpinan. (Cosma)
Kadersisasi adalah nafas utama dalam sebuah
pergerakan. kaderisasi adalah proses menciptakan kader atau
generasi penerus sesuai kebutuhan zaman yang akan datang.
Tiada kehidupan tanpa adanya kaderisasi. Di dalam Risalah
Pergerakan Ikhwanul Muslimin jilid I dituliskan bahwa
“Kader adalah rahasia kehidupan berbagai umat. Sejarah umat
adalah sejarah para kader yang militan dan memiliki kekuatan jiwa
serta kehendak. Sesungguhnya kuat lemahnya suatu umat diukur
dari sejauhmana kesuburan umat tersebut dalam menghasilkan
kader-kader yang memiliki sifat-sifat kesatria”.
Pengaderan merupakan suatu kewajiban dan tanggung
jawab moral akan eksistensi organisasi secara umum, dan
kepada Allah SWT secara khusus. Kewajiban, karena dalam
setiap pergerakan tidak ingin mengalami kemunduran,
bahkan vacuum dimasa depan. Tanggung jawab moral, karena
sebuah organisasi punya andil besar dalam membentuk
karakter generasi penerus yang mampu hidup pada zaman
nya. Tanggung jawab kepada Allah SWT, karena Allah lah
yang memilih pundak kita sebagai tempat bersandarnya
suatu amanah, dan kepada Allah jugalah amanah itu
dipertanggungjawabkan.
Oleh karena itulah, proses pengkaderan tidak hanya
memerlukan proses yang singkat. Proses pengkaderan itu
sendiri haruslah melalui beberapa tahapan, yaitu tahap tahap
penerimaan, tahap pengaderan awal, tahap pengaderan
26
lanjutan, tahap pengukuhan dan regenerasi. Itulah mengapa
sebagai seorang mahasiswa harus sejak dini menyiapkan
dirinya menjadi calon pemimpin bangsa masa depan yang
berkualitas dan memiliki integritas melalui sebuah kaderisasi.
Hidupnya suatu pergerakan bukanlah sebuah keberhasilan
individual. Tugas kita adalah menata peradaban, bukan bermain
bersama mesin dan buruh organisasi, karena mereka memiliki hati,
mereka memiliki akal. Sebesar apapun suatu bangsa, tak akan
menjadi bangsa yang besar tanpa adanya nahkoda pemegang kendali
kapal pemerintahan yang tepat. Bagaikan negeri dengan hamparan
tanah yang kering, tak akan hijau tanpa sebuah kesejukan
kekeluargaan. Layaknya pohon tinggi berakar lapuk, akan mudah
roboh oleh angin masalah. Maka, harmonisasi pergerakan haruslah
memiliki sinergisitas yang kuat. Bukan hanya sinergis dalam orasi
kampanye diawal, namun juga sinergis dalam penjagaan sebuah
amanah yang terbentuk sejak, selama, dan hingga akhir amanah itu
diemban, yang tercermin dalam sebuah kaderisasi.
27
Melawan Keberpihakan Media
Massa, Peran Generasi Solutif
Agus Suroso
“Jadi menurutmu demokrasi terpimpin sama sekali bukan
demokrasi?
Jelas pak, lihat apa yang terjadi dengan pers hari-hari ini,
Indonesia Raya atau Harian Rakyat, saya bukan simpatisan
komunis tetapi apa yang terjadi terhadap harian rakyat adalah
sebuah pelanggaran demokrasi, kita seolah-olah merelakan demokrasi
tetapi memotong lidah orang orang yang berani menyatakan pendapat
mereka yang merugikan pemerintah, mereka yang berani menyerang
koruptor-koruptor, mereka semua ditahan, lihat apa yang terjadi
pada Mochtar Lubis menurut saya itu adalah tanda-tanda
kediktatoran”.
Diskusi pemikir sekaliber Soe Hok Gie di atas adalah
gambaran belenggu rantai kebebasan berpendapat di masa
orde lama, pada saat itu kritikan pedas terhadap
pemerintahan menjadi sebuah hal yang sangat langka
bahkan bagi media masa sekalipun, penerapan sistem
demokrasi terpimpin pada tahun 1959 menjadi penjara
kebebasan pers menjalankan fungsinya ditengah-tengah
pergolakan politik. Tidak jauh berbeda pada masa Orde
28
Baru, kepemimpinan diktator Soeharto seakan melanjutkan
kebisuan pers dan media saat itu hanya dihiasi dengan
pencitraan untuk mentupi kebususkan pemerintah.
Kita mengenal teori bahwa media masa memiliki
fungsi sebagai kontrol sosial, media pendidikan bagi
masyarakat, da hiburan. Namun bagaimanan dengan wajah
media ari ini? Reformasi yang bergulir pada era 1998
ditandai dengan gulingnya rezim Orde Baru seakan menjadi
angin segar bagi dunia jurnalistik Indonesia, kebebasan
berpendapat, mengevaluasi dan melontarkan kritik pedas
terhadap pemerintah seakan menjadi dagangan murah-
meriah yang dapat dinikmati semua kalangan tanpa
kekhawatiran yang berlebih, semua orang bebas bicara
tentang ketidakpuasan, semua orang bebas berekspresi
sebagai bukti kebebasan berpendapat. Namun hari ini
makna kebebasan berpendapat telah mengalami
transformasi makna menjadi kebebasan berkepentingan
hingga melahirkan sebuah rezim baru dimana media masa
dikuasai oleh orang-orang yang memiliki kepentingan
politik.
Coba tengok wajah media masa kita hari ini. Kalau
boleh dikelompokan menjadi dua “kingdom” besar,
pemberitaan media hari ini terbagi menjadi dua macam yaitu
“Kingdom Animalia” dan “Kingdom Plantae” sebagai
dilatasi dari kepentingan guna akselerasi menggapai pucuk
tertinggi kekuasaan.
Penjelasannya, pemberitaan bertemakan “Kingdom
Animalia” terdiri dari busuknya tatanan sistem perpolitikan
29
negeri ini, saling serang bak penghuni hutan rimba yang tak
kenal mana lawan dan mana kawan apapila diserang rasa
lapar akan kekuasaan karena sejatinya yang ada hanyalah
kepentingan dan kepentingan akan kekuasaan. Akibatnya,
sikap apatisme politik yang meraksasa dari sebagian besar
masyarakat Indonesia karena masyarakat lebih menganggap
politik sebagai banyolan pelawak yang tidak mermutu.
Sebuah sistem yang sersusun sangat rapi, pembiasan
persepsi dan pencitraan yang membabi buta membuat
rakyat semakin bingung menilai mana yang betul-betul
benar, benar-benar salah.
Sub pembahasan yang kedua adalah “Kingkom
Plantae” dimana kejahatan tumbuh subur, mengakar,
menjamur, merambat disegala sisi kehidupan. Cobalah
tengok bagaimana gencarnya pemberitaan terkait, free sex,
tawuran, narkoba menjadi topik pemberitaan tentang remaja
kita, seakan-akan itulah sebenarnya profil buram yang
mewakili pemuda kita hari ini, jarang tersiar kabar tentang
prestasi pemuda yang menginspirasi. Efeknya jelas, media
benar-benar menjadi inspirasi kejahatan yang tersistem,
menginspirasi pengikisan keluhuran nilai-nilai ketimuran
yang selama ini melekat kuat sebagai jati diri bangsa
Indonesia.
Kesetimbangan Pemberitaan
Sebagai alat kontrol sosial dan media pendidikan,
media masa seharusnya menyajikan pemberitaan yang
berimbang, berimbang disini diartikan sebagai reaksi fusi
antara profil media pada rezim sebelum reformasi bergulir
30
dengan masa setelahnya. Reaksi fusi yang dimaksud tentu
bukan menggabungkan kedua elemen peyesatan dimana
menjadi simbiosis mutualisme yang menguntungkan pihak
tertentu pemangku kepentingan, namun kebebasan
berpendapat yang murni didasarkan pada pembeberan fakta
kejahatan hanya sebatas media informasi dan pencerdasan
yang tidak di-blow up secara berlebihan dan terkesan lebay
atau bahkan sebagai alat pengalihan isu strategis.
Hal yang tidak kalah penting adalah memikirkan efek
psikis maupun sosial dari pemberitaan, jangan sampai media
masa menjadi inspirasi kejahatan yang semakin
menimbulkan persepsi negatif yang berkepanjangan
sehingga membunuh kepercayaan masyarakat kepada
pemerintah secara menyeluruh. Lebih lanjut lagi perlu
adanya pemberitaan tentang program-program pemerintah
yang pro-rakyat, profil-profil pemerintah yang sehat dan
unggul dari segi kualitas. Hal ini penting untuk
membangun mind set masyarakat dan kepercayaan terhadap
sistem yang ada, karena saya meyakini banyak sekali
kebaikan-kebaikan pemerintah yang telah dilakukan. Namun
bukan berarti hal tersebut diartikan sebagai pembenaran
terhadap pencitraan yang dilakukan etit politik negeri ini
terutama para penguasa media hari ini.
Tugas Intelektual Solutif
Mahasiswa sebagai kaum yang katanya memiliki tugas
sebagai agen perubahan dan wakil rakyat yang
sesungguhnya, mengemban tugas pokok pencerdasan
masyarakat ditengah-tengah keberpihakan media sebagai alat
31
pengedali sosial untuk kepentingan politik dewasa ini,
pencerdasan dilakukan melalui tulisan-tulisan yang
mencerdaskan masyarakat sebagai bentuk perlawanan
terhadap tatanan sistem yang ada saat ini. Mahasiswa hari ini
tidak hanya dituntut untuk ikut memonopoli kritik
pemerintah melalui aksi-aksi jalanan, namun juga dituntut
sebagai pionir pembawa good news dan sosialisasi program
yang memiliki keberpihakan terhadap rakyat. Pembiasaan
budaya Membaca, Diskusi, Menulis dilengkapi dengan
budaya Berkarya dan Mengabdi menjadi langkah awal
pembiasaan membentuk generasi solutif. Sebagai contoh,
kebijakan kenaikan harga BBM tidak selalu harus ditanggapi
dengan aksi jalanan atau kritik pedas terhadap pemerintah,
transformasi cara pencerdasan dapat dilakukan dengan
kampanye hemat BBM atau gaya hidup sehat secara masiv,
yang pada akhirnya membangun mind set bahwa program ini
tak selamanya buruk.
Diakhir tulisan ini saya berharap suatu saat nanti
media masa kembali menemukan jati dirinya sebagai media
kontrol sosial, media pendidikan, dan hiburan yang benar-
benar mencerdaskan tanpa ada unsur kepentingan politik
yang berlebihan di dalamnya, pandanglah informasi dalam
bentuk berita yang diterbitkan itu sebagai barang titipan
yang tidak boleh sama sekali ditambah ataupun dikurangi
sedikitpun.
Kemudian terkhusus kepada rekan-rekan
seperjaungan, mahasiswa memiliki tugas lebih sebagai kaum
intelektual, tugas mulia sebagai kontrol sosial yang tentu saja
tidak mudah, maka milikilah cara pandang yang luas dari
32
berbagai sisi dengan banyak melahap informasi-informasi
dari berbagai media masa hari ini, kemudian menyaring dan
menuangkannya dalam sebuah tulisan ataupun aksi nyata
sebagai media pencerdasan bagi masyarakat. Tulislah
sebanyak-banyaknya kebaikan yang menginspirasi, lakukan
sebanyak-banyaknya kebaikan sebagai bentuk pengabdian.
HIDUP MAHASISWA, HIDUP RAKYAT
INDONESIA !
33
Mengenal Muslim Negarawan
Alqaan Maqbullah Ilmi
Frasa yang unik. Tersusun atas dua kata yang tidak
main-main. Muslim dalam artian sebenarnya adalah sebuah
status kebanggaan, yang telah membuat banyak orang rela
mati untuk mempertahankannya. Ini adalah sifat mulia yang
pertama sebagaimana dikatakan seorang sahabat.
“Kalaulah sabar dan syukur itu ibarat dua ekor unta, maka
aku tidak peduli unta mana yang aku kendarai.”
Yang merupakan pengingat kita atas sabda nabi,
“Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya
baik baginya dan kebaikan itu tidak dimiliki kecuali oleh seorang
mukmin. Apa bila ia mendapat kesenangan ia bersyukur dan itulah
yang terbaik untuknya. Dan apabila mendapat musibah ia bersabar
dan itulahyang terbaik untuknya.” HR. Muslim
Kata ‘muslim’ bertemu dengan pelengkapnya,
negarawan. Sebagaimana kata muslim yang tidak otomatis
melekat pada setiap orang yang ber-KTP Islam, begitupun
kata negarawan tidak akan melekat pada sembarang orang
yang berkecimpung di politik praktis. Negarawan adalah
janji setia, dia adalah kontribusi yang murni. Paduan dari dua
kata ini pun tidak main-main. Tidak akan bisa sembarangan
34
orang boleh hanya dengan menyablon itu di jaket
kebanggaannya kemudian mengatakan KAMMI “Muslim
Negarawan”.
Hari ini kita mengenal banyak sosok negarawan hadir
di tengah kita. Orang-orang yang kepemimpinannya benar-
benar dicintai rakyatnya. Ingatlah bagaimana dulu
Ahmadinejad pernah menggemparkan dunia. Masih ramai
sampai sekarang, bagaimana Jokowi dielu-elukan menjadi
capres ideal. Dan tentu kita pun harus mengakui, bagaimana
kematian Hugo Chavez telah menjadi air mata dunia.
Namun kita tidak akan bisa bangga mengatakan bahwa
mereka bagian dari kita. Ya, karena hari ini tidak ada sang
Muslim Negarawan.
Muslim negarawan itu berprinsip kemanusiaan
Perjalanan yang sangat panjang melewati benua,
berhari-hari mungkin atau lebih entah di zaman itu kala
melewati gurun pasir. Sebuah perjalanan yang tidak akan sia-
sia ketika seorang Yahudi mengadukan nasibnya pada sang
kholifah atas kedzaliman gubernur Mesir, Amru Bin Ash,
yang mengusir gubug yang berdiri lebih dulu dari istana di
depannya.
Ya, perjalanan itu tidak sia-sia karena al-faruq
menghadiahkan sebatang tulang kepada amru bin ash.
Tulang yang tergoreskan dengan kuat pedang Umar Bin
Khothob seakan berisikan pesan,”luruskanlah perilakumu,
sungguh kita semua akan kembali menjadi seperti ini”. Pesan yang
membuat amru berkeringat begitu deras ketakutan. Dan
35
inilah sang muslim negarawan, dia berasal dari golongan
muslimin namun perilakunya adil kepada seluruh rakyatnya.
Muslim negarawan itu gesit
Kehancuran demi kehancuran dari segenap kekuatan
muslim atas serangan luar, telah menjadikan seorang pria
yang pendiam ini kemudian mengambil sikap. Dia
berkeliling untuk kemudian menyatukan kembali beberapa
daerah. Mensolidkan pasukan untuk kemudian berangkat
membebaskan negeri para nabi, Palestina.
Kegesitannya dalam mengambil keputusan telah
sedikitnya memberikan pengaruh bahwa kekholifahan islam
masih ada dan bukan sekadar ada, namun nilai luhurnya pun
masih hidup dengan terbukti sifat perang nabi pun masih
dipertahankannya. Dia mempertahankan peribadatan gereja
sebagaimana ketika umar pertama kali membebasakan tanah
ini. Ya, panglima ini adalah Sholahudin Al-Ayubi. Jelaslah
dia adalah sang muslim negarawan itu. Andai dia menunggu
dan tidak inisiatif, pasti negeri yang tersisa pun akan lenyap
sehingga bahkan palestina pun tidak akan pernah
terbebaskan lagi saat itu.
Muslim negarawan itu kontributif
Dia bersama teman-temannya memanjat benteng
musuh. Sebuah resiko yang sangat besar diambil oleh para
prajurit yang bahkan sebelumnya sang jenderal pun memilih
untuk mundur. Dalam pengepungan cukup lama itu, prajurit
pemberani ini berinisiatif untuk membuka gerbang benteng
36
dengan menyerang langsung penjaganya. Dan akhirnya,
terbukalah kesempatan umat muslim memenangkan
peperangan.
Padahal dalam perang sebelumnya dia adalah jenderal
tertinggi. Kemenangan-kemenangan yang diciptakannya
telah membuat sang kholifah gusar. Bukan karena takut
akan dikudeta, tapi dia mendengar rakyatnya berkata,”jika
Kholid Bin Walid yang memimpin, pastilah kita menang”.
Dan inilah ketakutan umar, jangan sampai aqidah umat
islam terhengkang. Menjelang akhir pertempuran surat
pemecatan pun dikirim.
Dan apa jawabannya, “Aku terima keputusan itu.
Sungguh aku tidak berperang untuk Umar. Tapi aku
berperang untuk Tuhannya Umar.” Bayangkan, dia tidak
hanya dapat meredam sakit hatinya atas pemecatan yang
tidak logis di tengah prestasinya yang gemilang. Namun,
cita-citanya untuk mati syahid masih terus dikejarnya meski
takdir memberikan peristirahatannya di atas kasur.
Muslim negarawan itu aku
Pesan sang raja sangat dipatuhi oleh sang guru untuk
mendidik sang pangeran. Setiap bulan sang murobbi itu
membawanya ke tempat yang jauh. Menatap dinding yang
tebal, kemudian membacakan sebuah hadits: “Konstantinopel
akan jatuh di tangan seorang pemimpin yang sebaik-baik pemimpin,
tentaranya sebaik-baik tentara, dan rakyatnya sebaik-baik rakyat.”
(Al Hadis)
37
Ya, hadits inilah yang membuat sang anak nakal
kemudian menjadi semangat belajar. Dia mempelajari semua
ilmu. Dia naik tahta di saat masih muda. Dia mengumpulkan
semua anak muda terbaik di zamannya. Dididik dengan
menyebar para ulama di tengahnya. Membekali dengan
beragam ilmu silat. Menguatkan dengan hadirnya seorang
ilmuwan yang membuatkan meriam terbesar saat itu.
Mungkin dia adalah raja sekaligus panglima yang
berpikir di luar logika. Bagaimana mungkin kapal-kapal
perang berlayar melewati gunung yang bahkan itu hutan.
Namun dialah sang al-fatih, penakluk kota dengan
pertahanan paling sempurna, konstaninopel. Bayangkan
telah ratusan tahun berkli-kali umat muslim mencoba
menembusnya namun gagal.
Kisah ini mungkin sangat masyhur, namun kembali
pada awal pembacaan hadits tadi, tahukah kalian apa yang
ada dalam hati muhammad kecil kala itu,”aku lah pemimpin
itu, tentaraku lah para penakluk itu dan itu akan terjadi pada
masa rakyatku” ya, aku, aku dan aku. Namun kata aku juga
tidak hanya mimpi. Kerja keras yang nyata dan juga contoh
darinya.
Setelah penaklukkan Konstantinopel, pasukan muslim
melaksanakan shalat Jum’at untuk yang pertama kalinya di
Konstantinopel. Shalat itu dilakukan di Gereja Aya Sophia
yang telah dialih-fungsikan menjadi masjid. Kemudian
dicarilah muslim yang paling tepat untuk menjadi imam
shalat Jum’at itu. Raja memerintahkan seluruh yang hadir di
masjid untuk berdiri. Kemudian raja berkata, “Siapa di
38
antarakita yang sejak baligh hingga sekarang pernah meninggalkan
shalat fardhu walau sekali, silahkan duduk!”
Mahasuci Allah, Tidak ada satu pun yang duduk!
Kemudian, Raja pun berkata, “Siapa di antara kita yang sejak
balgih hingga kini pernah meninggalkan shalat sunnah rawatib,
silahkan duduk!”
Lalu sebagian pasukan mujahidin duduk sehingga
tersisa sebagian kecil. Lalu, raja bertanya lagi: “Siapa di antara
kalian yang sejak baligh hingga saat ini pernah meninggalkan shalat
thajud walaupun satu malam, silahkan duduk!”
Kemudian seluruh pasukan yang tersisa pun duduk,
kecuali satu orang, yaitu Muhammad Al-Fatih, Sang
pembebas konstantinopel. Ya, dan silahkan semua pembaca
sekalian berteriak dalam hatinya bahwa muslim negarawan
adalah aku.
39
Ammarism Kader KAMMI
Zulfikar Ali Ahmad
“Kami adalah orang-orang yang senantiasa menyiapkan diri
untuk masa depan Islam. Kami bukanlah orang yang suka berleha-
leha, minimalis dan loyo. Kami senantiasa bertebaran di dalam
kehidupan, melakukan eksperimen yang terencana, dan kami adalah
orang-orang progressif yang bebas dari kejumudan, karena kami
memandang bahwa kehidupan ini adalah tempat untuk belajar, agar
kami dan para penerus kami menjadi perebut kemenangan yang
hanya akan kami persembahkan untuk Islam.” (Kredo Gerakan
KAMMI)
Beberapa waktu yang lalu saya membaca buku yang
ditulis oleh M Natsir berjudul Dibawah Naungan Risalah.
Buku tersebut berisi akan kisah-kisah sahabat Rasulullah
Muhammad SAW yang membuka pola pikir dan wacana
baru terkait posisi kita sebagai pemuda. Tak pelak, sosok-
sosok para pemuda pengemban risalah peradaban itu
muncul dalam benak saya secara bergantian.
Tentulah kita kenal sosok Abdurrahman bin
Mu’awiyyah. Keturunan terakhir Daulah Umawwiyah ini
melihat bagaimana daulah Abbasiyah mengeksekusi adiknya
yang berumur 13 tahun saat pelarian dari pasukan khusus
40
Abbasiyah. Maka diusianya yang ke 19 ia terus berlari dari
kejaran Abbasiyah. Didalam kondisi itulah darah muda
mulai merekonstruksi pikirannya. Ia berpikir keras terkait
mimpi dan obsesinya. Maka setelah 5 tahun di pelarian dan
pengasingan idenya semakin tajam. Meminjam istilah
Muhammad Elvandi yakni “dari kesendirian menuju
peradaban”, ide itulah yang menggerakkannya untuk
menyeberang ke tanah Andalus, mengumpulkan hati-hati
manusia dan singkat cerita pada umur 34 tahun ia
memimpin Andalusia. Membuat peradaban yang setara
dengan Daulah Abbasiyah dengan Baghdadnya. Maka itulah
salah satu kisah tentang satu jiwa mengubah negara.
Abdullah bin Ummi Maktum, sosok sahabat biasa
yang sudah tua dan buta. Namun sosok ini mempunyai
kedudukan yang istimewa dimata Rasululllah. Bagaimana
tidak, lewat sahabat inilah Rasulullah ditegur langsung oleh
Allah SWT seperti tertulis dalam surat Abasa. Bahkan
sampai Rasulullah ketika bertemu langung dengannya
menyapa dengan sapaan khusus untuk Abdullah bin Ummi
Maktum. Sosok sahabat ini mendapat kepercayaan dari
Rasulullah akan berbagai urusan. Siapa yang mengetahui
bahwa saat Rasulullah pergi Haji hingga berakhir dengan
perjanjian Hudaibiyah, Abdullah bin Ummi Maktum
menjadi Gubernur Madinah. Padahal masing ada nama-
nama tenar yang lain yang ada di Madinah. Namun
Rasulullah lebih memilih Abdullah bin Ummi Maktum.
Ammar bin Yasir, seorang pemuda biasa diawalnya.
Setelah masuk Islam kemudian banyak siksaan yang
menghampirinya dengan ujian terbesar adalah saat seluruh
41
keluarganya disiksa. Ayah ibunya dibunuh dengan keji di
depan matanya sendiri karena mempertahankan aqidahnya.
Lantas siapa yang tidak gentar dan tidak takut setelah
melihat semua itu? Setelah dipaksa oleh kaum kafir Quraisy
barulah ia mengakui bahwa tuhannya adalah Latta Uzza.
Saat ditanya Rasulullah, apakah hatimu ikhlas saat
mengucapkannya? Ia menjawab tidak. Dan begitulah, dalam
hal ini diperbolehkan Rasululllah dalam dua kondisi.
Pertama adalah karena kondisi yang sangat mendesak dan
terpaksa. Yang kedua adalah ia tidak ikhlas dan mengiyakan
dengan apa yang ia ucapkan. Maka kemudian Ammar
menjadi salah satu sosok penting penyebaran Islam di
Madinah dan dunia. Kontribusinya dalam Islam tidak
diragukan lagi. Inilah Ammarism yang saya pahami.
Beda Ammar beda pula dengan Bilal bin Rabbah. Bilal
bin Rabbah, sosok budak berkulit hitam dari Habasyah milik
Umayyah bin Khalaf. Saat diketahui ia masuk Islam, maka
dengan bertubi-tubi siksaan datang kepadanya. Tentulah kita
masih ingat kisah penyiksaan Kaum KAfir Quraisy
kepadanya. Bagaimana batu besar yang panas ditindihkan
keatas tubuhnya yang diikat diatas pasir panas gurun. Dalam
kondisi itulah Ia justru mengatakan Ahad, Ahad, Ahad. Di
kondisi disiksa beliau masih memegang teguh aqidahnya.
Sejarah Islam menuliskan bahwa kontribusi kejayaan
Islam tidak hanya dimiliki oleh orang-orang besar sekaliber
Abu Bakar Ash-Siddiq, Umar bin Khattab, Usman bin
Affan, Ali bin Abi Thalib, atau Abdurrahman bin Auf.
Kontribusi orang-orang yang dianggap lemah seperti
42
Ammar, Bilal, dan Abdullah bin Ummi Maktum juga tidak
bisa dianggap sebelah mata.
Orang-orang yang dianggap lemah ini di tangan dingin
dan didikan Rasulullah menjadi orang yang terbaik. Mau
berkontribusi dengan sadar dan ikhlas untuk Islam ini
dengan segala kemampuan yang dimiliki. Karena memang
perjuangan dalam Islam ini menawarkan surga, sesuatu yang
riil dan tampak begitu dekat bagi orang yang beriman dan
sesuatu yang dianggap tidak kogis bagi kaum munafik dan
kafir.
Mewariskan Nilai
Umar bin Khattab dan Bilal bin Rabbah berbeda,
Usman bin Affan dan Abdullah bin Ummi Maktum
berbeda, Abu Bakar Ash Siddiq dan Ammar bin Yasir
berbeda. Masing-masing person sahabat Rasulullah tidak
bisa disamakan. Begitu pula dalam KAMMI ini. Kapasitas
masing-masing kader dakwah ini berbeda-beda dan tidak
bisa disamakan. Kejayaan pengukiran di sejarah KAMMI
tidak bisa dipandang hanya dari sisi Ketua Umum dan
Kepala Bidangnya.
Banyak kontribusi yang diukir justru dari kader-kader
yang kurang dikenal. Mungkin karena tidak ingin dikenal,
mungkin juga karena kurangnya ukhuwah yang digaungkan
organisasi dakwah ini. Yang jelas, masing-masing kader
harus meningkatkan kapasitas dirinya secara sadar. Karena
kebangkitan itu bukan hanya kebangkitan satu orang, tetapi
kebangkitan satu generasi. Dan semangat meneruskan
43
perjuangan itu harus semakin ditingkatkan dalam diri
masing-masing kader agar ammarism gerakan KAMMI
semakin menguat. Itulah inti kaderisasi yakni terkait
“pewarisan nilai”.
Tulisan ini saya akhiri dengan kutipan khatimah
GBHO KAMMI “Terus bergerak untuk menyadarkan umat dan
senantiasa menciptakan perbaikan dengan seluruh makna yang
terkandung di dalamnya, adalah jati diri KAMMI yang
sesungguhnya. Keyakinan terhadap kebenaran hanya bisa dibuktikan
oleh perjuangan yang tidak terhenti untuk merealisasikannya.
KAMMI adalah ruh baru di tubuh umat yang dilahirkan sebagai
fajar kebangkitan umat. KAMMI seharusnya merupakan “anugerah
Allah bagi Indonesia”.
Hanya kepada Allah semata kami berserah diri dan
memohon pertolongan-Nya. Faidza ‘azamta fatawakkal
‘alallah.
Sumber Rujukan:
M.Natsir. Dibawah Naungan Risalah
Muhammad Elvandi. Satu Jiwa Merubah Negara
GBHO KAMMI Muktamar VII
44
MEMBUMIKAN MISI
PROFETIK
45
Melek Realitas
Muhammad Fatihul Umam
Inspirasi sejarah yang diambil pada akhirnya adalah
instrumen untuk memahami realitas lalu merekayasa masa
depan. Karena kaidah sejarah itu akan selalu sama, maka
saat ini pemuda yang mempunyai inspirasi sejarah yang
cukup akan lebih mudah memahami konstelasi dunia.
Namun sekarang kita hidup di belantara permasalahan
Indonesia yang kian rumit. Seperti korupsi yang semakin
menjamur di semua lini, ketahanan pangan yang semakin
terkikis, tiba-tiba muncul serangkean teror di Solo yang
mengarah pada polisi tetapi setelah dikaji masih bias apa
motif dan kepentingan yang tersemat di dalamnya karena
masih sebegitu umum. Semakin saya berpikir terkadang saya
semakin skeptis, tak jarang terombang ambing dalam
kesesatan berpikir.
Siapapun yang memasukinya dan mencoba masuk
tidak hanya linglung untuk memulai, bahkan tidak lagi tahu
sedang dimana berada. Semangat pemuda untuk mengulangi
kejayaan sejarah umat tetap membara, namun tidak jelas
bagaimana sorongan langkah pertama. Realitas problematika
dunia lebih dari sekedar kesimpulan ‘karena kurang iman’.
46
Sehingga proyek penyelesaiannya tidak juga seputar
‘menjaga hati dan ketakwaan’.(Muhammad Elvandi, Lc)
Kemajuan umat tidak dibangun dengan dugaan,
perkiraan dan angan-angan. Ia membutuhkan matematika
sosial. Memahami realitas dengan perkiraan, berarti
membuat proyek perbaikan yang bersifat percobaan.
Adakah pasien yang sudi ditangani dokter yang tak teruji?
Beranikah melahap obat dari analisis serampangan atau
artikel kesehatan serabutan?
Pemuda, tempat umat meletakan tanggungan
hidupnya, perlu membaca arah zaman ini dengan sistematis,
ilmiah dan jika perlu dengan detail. Seperti proyek hijrah
misalnya, prolog Rasulullâh untuknya adalah analisis
geopolitik kota Madinah. Analisis mendetail tentang jumlah
masyarakat yang mampu baca-tulis. Komposisi suku, antara
Aus, Khazraj dan Yahudi. Dominasi ekonomi, tingkat
kemandirian pangan, pusat pertemuan sosial, tokoh-tokoh
jujur dan liciknya, cuaca dan kuantitas airnya. Karena semua
solusi umat akan bergantung dari sana. Dalam seluruh
momen besar hidup Rasulullah, berserakan strategi analisis
realitas tersebut. Itulah yang dinamakan Fiqhul Wâqi [fikh
realitas].
Pembacaan sistematis berarti membuat peta realitas
yang bersifat global dalam pikiran pemuda. Peta itu
diklasifikasi atas kategori persoalan besar umat lalu mencari
inti permasalahan di masing-masingnya tanpa harus masuk
ke detail dahulu. Inti permasalahan tersebut lebih bersifat
47
akut dan berakar atas masalah-masalah yang menjadi
turunannya
Peta persoalan umat ini akan membentuk pemahaman
utuh atas situasi dunia, atas problematika kontemporer, atas
kebutuhan zaman. Jika pemuda mampu memahami inti
masalah dalam setiap kategori persoalan umat maka
pikirannya tidak terpedaya dan teralihkan untuk sekedar
menghadapi hilir sungai masalah yang remeh saat hulunya
terus memproduksi limbah pada sungai umat.
Itu semua kerja-kerja besar yang menanti pemuda.
Jika sejarah telah memberi inspirasi dan energi untuk
merancang kerja-kerja unggulan, maka realitas memberi
lahan konkret untuk memulainya. Sejarah memberi alat
untuk memikirkan rencana kerja unggulan, dan hari ini
saatnya menggunakan tajamnya peralatan itu. Karena
‘’apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah
kehidupan’’ kata WS Rendra.
48
Problematika Umat
Firdaus Zulfikar
Islam adalah agama yang mengatur seluruh hajat
manusia, mulai dari kita bangun tidur, hingga tertidur lagi,
mulai dari hal yang sangat sepele seperti (maaf) buang air
kecil hingga hal yang sangat besar, misalnya tentang hukum
ketatanegaraan. Semua ciri ini mengindikasikan bahwa Islam
adalah agama yang syumul (menyuluruh) karena mengatur
segala hal di kehidupan ini.
Berdasarkan uraian di atas, dapat kita tarik kesimpulan
bahwa Islam adalah agama yang mengutamakan
ke perfeksionitas. Segalanya harus sempurna dan teratur. Dan
dapat kita simpulkan pula, bahwa pemeluk agama ini akan
mendapatkan suatu “kesempurnaan” baik masalah duniawi
maupun ukhrowi nya.
Namun,apa yang kita temui sekarang adalah
sebaliknya. Islam yang seharusnya menjadi pelita bagi
gelapnya dunia malah tak berdaya ketika harus menghadapi
arus globalisasi dan pembodohan massal yang disebut
dengan ghazwul fikr. Pemeluk agama ini menjadi kehilangan
identitasnya sebagai agent of change seperti umat terdahulu
yang mampu menaklukkan penjuru dunia dengan gagahnya.
49
Seperti Umar ibn Khottob yang membuka Syam dan Persia,
menaklukkan sepertiga dunia dengan dakwah islam,
Sholahuddin Al Ayyubi, sang pembebas al Quds,
Muhammad Al Fatih dengan penaklukkan
konstantinopelnya.
Seakan pada saat itu, Islam mencapai titik puncak
peradaban dan kegemilanganya. Tetapi apa yang kita lihat
saat ini adalah sebaliknya, Islam menjadi sangat kecil,
bahkan tidak punya daya tawar di mata percaturan dunia.
Yang kita lihat sekarang adalah dimana umat islam (terutama
pemudanya) lebih mengidolakan berhala (atau dalam bahasa
inggris disebut idol yang berarti idola atau sesembahan) yang
diciptakan oleh musuh islam sendiri.
Atas nama lifestyle pemuda muslim sekarang lebih
senang mengidolakan artis pujaan mereka daripada
mengulas kisah kisah nabi terdahulu, tergerus pemikiran
mereka oleh belaian syai syair cinta buata nan memabukkan,
dan parahnya,semua hal yang dilakukan para musuh islam,
justru mereka terima secara lapang dada dan secara tidak
sadar otak mereka telah dicuci oleh musuh musuh
islam, dimandulkan rasa kritis mereka akan masalah umat,
juga dimarjinalkan rasa kepedulian mereka terhadap
agamanya.
Hal ini yang menyebabkan Islam begitu kecil di mata
dunia. Hal ini pula yang menyebabkan Islam tidak punya
tajinya lagi sebagai peradaban yang maju dan
diperhitungkan. Negara muslim pamornya kalah dengan
negara bermanhaj sekuler dan komunis. Sebut saja
50
Indonesia, negara yang notabene mayoritas penduduknya
adalah muslim terbanyak di dunia, malah terkenal akan
kebobrokan dan korupsi para pejabat pejabatnya. Di
belahan bumi yang lain, kita familiar dengan yang namanya
Palestina, Suriah, Rohingnya dan masih banyak lagi dimana
banyak negara muslim yang tertindas.
Di sektor ekonomi misalnya, satanic finance yang mulai
menggerogoti aset aset kekayaan negara umat islam,
membodohi umat muslim dengan fiat money, sistem ribawi
kapitalis yang dianggap sebagai pemecah masalah yang
nyatanya malah menguntungkan dari sang pemilik modal. Di
sektor sosial budaya, sudah menjadi hal umum bahwa ketika
seorang individu memiliki status sosial sebagai “muslim” di
banyak negara menjadi momok, penyematan embel embel
teroris penebar teror sudah menjadi hal lumrah di dunia
internasional. Di sektor informasi, media media asing
merajalela, mengirimkan informasi informasi yang tidak
seimbang dan menyudutkan kaum muslim, mendzholimi
lewat berita agaknya sudah menjadi makanan sehari hari
awak media internasional. Sebut saja CNN, ABC, FOX
News yang notabene adalah milik kaki tangan zionis yahudi.
Raksasa hiburan luar negri pun tak kalah getol merecoki
pemikiran remaja remaja muslim, sehingga pikiran mereka
tak lepas dari hingar bingar hiburan semu dan lifestyle yang
sengaja diciptakan oleh musuh musuh islam dan buntutnya,
rasa peka dan kepedulian mereka terhadap nasib umat
menghilang.
Sekilas, terlihat kondisi yang sangat memprihatinkan
yang terjadi pada umat muslim saat ini tetapi, tetap ada
51
harapan bagi para pengusung perubahan, pengusung panji
Islam yang tidak akan pernah mundur sedikitpun dalam
menegakkan kalimat Robbani. Dan hal pertama yang harus
kita lakukan, adalah dengan Ishlah (perubahan). Perubahan
konstruktif yang mendasar dan menyeluruh dimulai dari diri
kita sendiri, lalu keluarga kita, masyarakat kita, dan negara
kita, dan bukan sebuah kemustahilan kita bisa membenahi
wajah dunia ini dengan Islam dengan rumus ishlah ini. Dan
yang tidak kalah penting adalah, sesungguhnya yang
menjadikan umat muslim lemah seperti sekarang ini adalah
ketiadaan identitas danworldview yang terlanjur salah.
Kita semua menyadari, butuh waktu yang tidak
sebentar dan kesabaran yang luar biasa untuk menjadikan
kembali islam sebagai ustadziyatul ‘alam (guru peradaban)
seperti di masa masa kejayaanya yang lalu. Pun selalu ada
waktu untuk berbenah dan berubah karena harapan itu
masih ada, Karena Alloh tidak akan pernah mengingkari
janji-Nya bagi kemenangan dakwah, seperti janji Alloh pada
Nabi Musa as. Ketika memenangkan tirani atas fir’aun yang
termaktub dalam Al Qur’anul kariim. Janganlah berputus asa
wahai pemuda Islam, teruslah optimis, karena sesungguhnya
mimpi adalah kenyataan di hari esok
52
Muslim Rohingya, Korban Kapitalis
atau Korban Etnis?
Muhamad Fatihul Umam
Berangkat dari tesis Samuel P.Huntington yang The
Clash of Civilization (Benturan Antar Peradaban), hari ini
semakin nyata bahwa benturan antara peradaban barat,
peradaban timur dan peradaban muslim kini tidak dapat di
hindarkan lagi. Logika kapitalis yang semakin memaksakan
pengaruhnya dan dominasinya ini adalah sumber
permasalahan dunia. Hal ini dikuatkan oleh George Soros
dalam bukunya, Zaman Kenisbian, yang mengatakan bahwa
dunia tidak akan damai dan sejahtera manakala Amerika
masih ada dan memaksakan sistemnya di pakai di negara-
negara di dunia khususnya negara berkembang.
Huntington lalu mengidentifikasi suatu pergeseran
utama dari kekuasaan ekonomi, militer, dan politik dari
Barat ke peradaban-peradaban dunia yang lain. Pergeseran
utama itu terjadi melalui munculnya dua “peradaban
penantang”: Peradaban Sino atau timur dan peradaban
Muslim.
Menurut Huntington, peradaban Sino di Asia Timur
tengah menegaskan diri dan nilai-nilainya dalam kaitan
53
dengan peradaban Barat. Penyebab penegasan diri
peradaban Sino adalah pertumbuhan ekonominya yang
cepat. Dia percaya tujuan khusus China dengan bertindak
demikian adalah untuk menegaskan kembali dirinya sebagai
penguasa regional negara-negara lain di kawasan itu. Sejarah
China dan negara-negara itu adalah sejarah tentang struktur
komando hierarkis, struktur yang menyiratkan pengaruh
ajaran Konfusius (menekankan penguasaan diri, kepatuhan
pada hierarki sosial, dan ketertiban sosial dan politik) di
balik peradaban Sino. Struktur ini bertolak belakang dengan
individualisme (kepercayaan akan pentingnya kedudukan
seseorang dalam suatu masyarakat) dan pluralisme yang
dinilai tinggi di Barat.
Fenomena Rohingya yang sekarang kita lihat ini
adalah satu dari serangkaian benturan yang sudah di
ramalkan sebelumnya. Saya lebih tertarik untuk melihat akar
permasalahan Rohingya dari sudut pandang ekonomi dan
politik berangkat dari fenomena sebelumnya yang terjadi di
Irak, Afganistan, Iran, Kuwait dan beberapa negara timur
tengah lainya. Opini publik dan isu yang di bangun untuk
melegitimasi penyerangan toh ujung-ujungnya adalah pada
kandungan mineral atau minyak yang ada di negara tersebut.
Kita tidak bisa menutup mata bahwa isu senjata pemusnah
masal yang di gelontorkan ketika mau menyerang Irak itu
belum terbukti sampai sekarang.
Dugaan ini semakin kuat setelah saya mendapatkan
informasi dari Kang Jusman Dalle dalam diskusi yang di
lakukan KAMMI Daerah Bandung (Selasa 31 Juli 2012). Di
Arakan ini terdapat sumber minyak yang amat melimpah,
54
China telah membangun jalur pipa minyak sepanjang 620
mil dari Kyaukpyu Port-Arakan ke Provinsi Yunan (China)
dengan investasi sebesar 2,5 miliar dollar AS.
Tidak lagi menjadi sebuah rahasia umum bahwa Aung
San Suu Kyi telah terlihat akan maju di Pilpres tahun 2015
nanti, dan peluang menangnya amat sangat besar. Untuk
menyambut hal tersebut, maka Arakan harus disterilkan,
karena kemenangan Suu Kyi di awal pada pemilu sela di
awal tahun ini didukung penuh oleh AS dan Eropa, yang
artinya menjadi ancaman bagi kepentingan rezim lama di
Arakan. Kebijakan ekonomi Suu Kyi nanti akan lebih pro
kepada Barat yang selama ini telah memberinya dukungan
melawan junta militer.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah mengapa
ASEAN diam melihat fenomena di Arakan? Pemerintah
Indonesia selaku pimpinan ASEAN seakan menutup mata,
Barat juga mengapa tidak sefrontal ketika memperjuangkan
HAM seperti sebelum-sebelumnya? Pahadal jelas-jelas
bahwa Barat juga punya kepentingan di Arakan-Myanmar.
“Inilah bukti dominasi China” Saat ini, penguasa
ekonomi terbesar memang salah satunya adalah China.
Bahkan Amerika pun telah berhutang 1,132 triliun dollar AS
kepada Tiongkok. Apalagi negara-negara di ASEAN, baik
impor maupun ekspor nya sangat tergantung kepada China.
Ketika kita cermat melihat, sebenarnya pola-pola yang
di bangun tidaklah jauh berbeda dengan pola yang di
lakukan dan menimpa negara-negara timur tengah.
55
Sehingga bisa di katakan kebiadaban yang terjadi di rohingya
adalah bermotif pada ekonomi buka pada latar belakang
etnis atau agama, hanya tentang siapa yang mengorbangkan
dan siap yang dikorbankan.
Dan di akhir saya sampaikan bahwa Indonesia
memiliki kekayaan alam yang melimpah jauh dari Myanmar
dan negara-negara yang lain. Saat ini Amerika telah
membangun pangkalan militer di Australia dan berita terakir
pula Amerika akan membangun kedubes sekaligus armada
militer terbesar ke-3 di dunia di Jakarta . Maka jika ini benar
terjadi, jangan salahkan kalau indonesia hanya menunggu
waktu untuk menjadi Myanmar atau rohingya berikutnya.
56
Muhammad, Bisnis dan Da’wah
Muhammad Hasan Cahya
Di era kini, siapa yang mau mencontoh dan
mengambil peran dalam bisnis sekaligus berdakwah? Tidak
semua “mau dan bergerak” mewujudkannya. Lantas, mengapa
peran ini harus kita ambil?
Lihat dan tengoklah Nabi kita, Muhammad Saw yang
tumbuh dan berkembang dalam bisnis. Lihatlah proses,
karakter dan sifat yang beliau terapkan dalam bisnis.
Ternyata beliau sanggup dan mampu berbisnis dengan
kebenaran, kejujuran, kepekaan, dan sifat amanhanya tapi
tetap bisa memperoleh hasil yang optimal. Singkatnya, sekali
mendayung dua tiga pulau terlampaui. Berbisnis sekaligus
berdakwah. Empat sifat yang dimiliki Nabi itu menjadi
poros penting kesuksesan dalam bisnis.
Pertama, Sidiq/jujur. Nabi terkenal sekali sebagai
orang jujur dalam berdagang. Nabi seorang marketer yang
jujur dan hebat. Bahkan termasuk negosiator bisnis yang
ulung dan sampai musuh beliau pun percaya kepada beliau
dalam hal bisnis.
Kedua, Tablig/penyampai(komunikatif). Hebatnya
Nabi, beliau mampu menyampaikan keunggulan maupun
57
kelemahan produknya secara cerdas dan mampu menarik
perhatian tentunya disertai kejujuran.
Ketiga, Amanah/dipercaya. Menjadi orang yang
dipercaya relasi memang susah. Tapi Nabi telah
mencontohkan. Bahkan ketika beliau menjadi pedagang,
Nabi selalu mengembalikan hak milik atasannya entah
berupa hasil jualnya ataupun barang sisa. Sederhana
sebenarnya.
Keempat, Fathanah/cerdas dan bijaksana. Nabi
Muhammad adalah pebisnis yang cerdas yang mampu
memimpin perusahaannya dengan memahami dan
mengenal tugas serta tanggung jawabnya dengan bijak.
Dari empat hal tersebut, manakah yang telah kita
miliki? Semua, dua, satu, atau belum sama sekali?
Nabi memang diutus bukan sebagai
pebisnis/pedagang tetapi beliau mampu mencontohkan
bagaimanakah seharusnya bisnis itu. Sebelum menikah
dengan Khadijah pun, beliau juga sukses menjadi seorang
“direktur pemasaran “ di “Khadijah Corporation”. Dan karena
itulah Khadijah menjadi cinta dan timbul rasa kasih sayang
karena kejujuran dan integritas beliau. Nabi juga pernah
berkata, “berdaganglah kamu, sebab dari sepuluh bagian
penghidupan , Sembilan diantaranya dihasilkan dari berdagang”.
Sahabat–sahabat Nabi juga pebisnis ulung. Tengoklah,
Abu Bakar, Khalifah pertama yang berbisnis bahan pakaian.
Umar bin Khattab, penakluk Persia dan Byzantium, pernah
58
berbisnis jagung. Ustman bin Affan, konglomerat terkenal
dan hebat dalam bidang tekstil. Belum lagi sahabat yang lain
seperti Abdurrahman bin Auf, Abu Hanifah,dll yang tak
diragukan lagi kapsitasnya.
Dari semua sahabat Nabi tersebut, mereka selain juga
berbisnis juga sangat aktif berdakwah. Hebat!! Dan ternyata
bisnis mampu mendongkrak dan mendukung akivitas
dakwah kita. Tidak percaya?? Ya lakukanlah agar percaya.
59
Muslim Wajib Kaya!
Hafidh Wahyu P
Orang kaya nanti di akhirat hisabnya lama. Untuk apa
hidup terlalu kaya? ‘Sederhana’ lebih baik daripada hidup kaya.
Asumsi itu banyak berkembang di kalangan umat
Islam. Menjadi kaya itu berat tanggungjawabnya, hisab di
akhirat berat, dan lain sebagainya. Intinya, hidup melarat
seolah lebih baik daripada hidup kaya.
Pengaduan Si Miskin
“Ya Rasulullah,” ujar sahabat Rasul yang miskin suatu
hari, “Orang-orang kaya telah memborong semua pahala dan
tingkat-tingkat yang tinggi serta kesenangan yang abadi.”
“Mengapa demikian?” Rasul shallallahu ‘alaih wa salam
balik bertanya.
“Mereka shalat sebagaimana kami, dan shaum sebagaimana
kami, dan mereka memerdekakan budak, sedang kami tidak
memerdekakan budak.”
Maka Rasul pun mengajarkan para sahabat yang
miskin sebuah amalan yang dapat mengejar pahala sahabat
60
yang kaya, yaitu dengan membaca tasbih (Subhanallah), takbir
(Allahu Akbar), dan tahmid (Alhamdulillah) selesai shalat 33
kali.
Apakah kisah ini selesai sampai di sini? Ternyata tidak!
Beberapa waktu kemudian, para sahabat yang miskin itu
mengadu lagi kepada Nabi shallallahu ‘alaih wa salam. Apa
pasal?
“Ya Rasulullah, saudara-saudara kami yang kaya mendengar
perbuatan kami, maka mereka berbuat sebagaimana perbuatan
kami.” Ternyata sahabat yang kaya pun juga mengamalkan
dzikir yang diajarkan Rasul kepada sahabat yang miskin. Apa
jawab Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaih wa salam?
“Itulah kurnia Allah yang diberikan kepada siapa yang
dikehendaki-Nya.”
Kekayaan Rasul dan Para Sahabat
Tapi bukankah Rasul mengajarkan kita untuk hidup
zuhud dan sederhana? Bukankah Rasul saja hidupnya sangat
sederhana? Yang menjadi kesalahpahaman adalah makna
zuhud. Zuhud bukan berarti miskin. Zuhud dan miskin itu
sangat berbeda!
“Zuhud itu adalah kamu meninggalkan perbuatan yang tidak
berfaedah untuk akhiratmu.” Ujar Ibnu Taimiyah, ‘ulama’
kenamaan di abad pertengahan. Artinya, jika saat ini
kekuatan ekonomi adalah kebutuhan umat untuk bangkit
maka memperkuat ekonomi individu juga bagian dari
61
zuhud. Mudahnya, zuhud itu meninggalkan dunia karena
pilihan sendiri. Miskin itu ditinggal dunia.
Setelah itu, kita lihat sekilas mengenai kehidupan
Rasul dan para sahabat. Pada saat pernikahan antara
Khadijah dan Nabi Muhammad berlangsung (saat itu
Muhammad belum menjadi nabi), Muhammad memberikan
mahar kepada Khadijah sebanyak 20 ekor unta. Tahukah
kamu, seekor unta sebanding dengan Rp 13 juta. Jika dua
puluh? Ya sekitar 260 juta rupiah. Itu baru mas kawin,
belum harta yang lain.
Tahu Abu Bakar radhiallahu ‘anhu –semoga Allah
meridhainya-?? Beliau adalah salah satu sahabat Rasul yang
dijamin masuk surga, sekaligus khalifah pertama pasca Rasul
wafat. Saat seorang sahabat, Bilal, disiksa oleh majikannya
yang bernama Umaiyah ibn Khalaf (Bilal adalah budaknya
Umaiyah) karena ke-Islamannya, Abu Bakar membeli Bilal
dengan harga 9 uqiah emas. Tahukah kamu, 1 uqiah =
31,7475 gram emas. Setelah menjualnya, Umaiyah
mengatakan bahwa sebenarnya harga Bilal lebih murah dari
itu. Maksudnya, Umaiyah ingin membuat Abu Bakar nyesel
udah mengeluarkan uang sebanyak itu buat membeli Bilal.
Apa jawaban Abu Bakar?
“Jika kamu menjualnya dengan harga 100 uqiah pun saya
akan beli!”
Ibnu ‘Umar berkata, “Di awal ke-Islaman Abu Bakar
radhiallahu ‘anhu, seluruhnya 40.000 dirham habis untuk
memerdekakan budak dan menolong agama.” Tahukah kamu, 1
62
dirham sama dengan 2,975 gram perak. Berapa harga 1
gram perak sekarang? Kalikan dengan 40.000. Tapi ingat, ini
beliau keluarkan pada saat awal ke-Islamannya. Itupun yang
diketahui.
‘Umar ibn Khaththab radhiallahu ‘anhu, salah satu
sahabat Rasul terjamin jannah (surga) sekaligus khalifah
kedua umat Islam. Beliau memiliki 70.000 aset properti
(ladang pertanian) senilai masing-masing (masing-masing
lho ya!) sekitar 160 juta rupiah. Pendapatan dari properti
bisa mencapai 40 juta x 70.000 lokasi dengan total
penghasilan mencapai 2,8 triliun rupiah.
‘Utsman ibn ‘Affan radhiallahu ‘anhu. Sahabat terjamin
jannah sekaligus menantu Rasul ini punya simpanan 151
dinar. Sebagai pengingat, 1 dinar = 4,25 gram emas.
Berapakah harga 1 gram emas jika dikalikan 4,25. Kalikan
lagi dengan 151 deh. ‘Utsman juga mewariskan properti
sepanjang wilayah Aris dan Khaibar dan beberapa sumur
senilai 200.000 dinar.
Berikutnya, ada sahabat Zubair ibn Awwam radhiallahu
‘anhu. Sebagai catatan, beliau juga sahabat yang dijamin
masuk jannah. Kekayaan beliau mencapai 50.000 dinar.
Beliau juga mempunyai 1.000 ekor kuda perang.
‘Abdurrahman ibn ‘Auf radhiallahu anhu juga salah satu
sahabat yag dijamin masuk jannah (surga) sekaligus pebisnis
yang handal. Banyak yang menggelari beliau ‘sahabat Nabi
terkaya’. Beliau pernah menyumbang 500 ekor kuda untuk
kepentingan perang. Bayangkan, 1 ekor saja berapa
63
harganya, ini 500 ekor. Dalam satu kali pertemuan (ingat!
Baru satu kali pertemuan), beliau pernah berinfaq sebesar
40.000 dinar. Beliau juga pernah lho menyumbangkan
seluruh barang yang dibawa kafilah dagangnya kepada
penduduk Madinah. Padahal kafilah dagangnya diangkut 700
ekor unta,
Yang perlu diingat, kekayaan mereka 100% halal.
Tidak mengenal istilah bunga, riba, dan lainnya. Karenanya,
harta mereka berkah dan seolah rezekinya terus mengalir.
Kaya dan Hidup Sederhana!!
Meskipun memiliki kekayaan yang berlimpah. Para
sahabat adalah orang-orang yang zuhud dan memilih hidup
sederhana. Rasul shallallahu ‘alaih wa salam tidur hanya
beralaskan pelepah kurma. ‘Abdurrahman ibn ‘Auf nampak
serupa dengan pelayannya saat bersanding bersama.
Jadi kita bisa ambil kesimpulan. Sebagai seorang
muslim, dari segi kepemilikan harta, kita harus punya banyak
harta. Namun dari segi gaya hidup, kita harus tetap zuhud
dan sederhana, hanya menggunakan harta seperlunya saja
dan tidak perlu bermewah-mewah. Sisa harta yang kita miliki
bisa dijadikan ladang pahala.
Jadi, seorang muslim memang wajib kaya. Tidak hanya
kaya hati, kaya iman, kaya batin, namun juga kaya iman
sekaligus kaya harta.
64
“Tidak ada hasad (iri) yang dibenarkan kecuali terhadap dua
orang, yaitu terhadap orang yang Allah berikan Alquran dan ia
membacanya di waktu malam dan di waktu siang dan terhadap orang
yang Allah berikan harta dan ia membelanjakannya untuk
kebaikan di waktu malam dan di waktu siang.” {HR. Muslim}
Memang benar, harta kekayaan kita bisa menjadi
bumerang bila kita tidak menggunakannya sebagaimana
aturan dalam syariat Islam, apalagi dari hasil usaha yang
haram. Namun ingat kisah pengaduan sahabat Rasul yang
miskin tadi? Pada kenyataannya, sahabat yang kaya memiliki
kelebihan dibandingkan yang miskin kan? Sampai sahabat
yang miskin iri. Resiko berbanding lurus dengan hasil yang
dicapai.
Lantas, bagaimana jika kita memilih mempunyai harta
secukupnya agar tanggung jawab di akhirat ringan.
Bukankah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaih wa salam saat
jadi Nabi memiluh hidup dengan sedikit harta walaupun bisa
hidup kaya?
Rasul memang saat menjadi pemimpin di Madinah
hanya memiliki harta yang pas-pasan. Namun beliau punya
pengaruh kekuatan politik, ekonomi, budaya, ideologis yang
kuat, baik skala lokal, regional, maupun internasional. Nah,
bisa tidak kamu seperti itu? Bukankah demi
keberlangsungan dakwah Islam, kita memang harus punya
berbagai ‘akses’ agar dakwah berjalan lancar?
Selain itu, kita pasti paham jika dakwah butuh modal,
tidak bisa tidak. Banyak pihak penentang Islam dari dulu
65
sampai sekarang yang berusaha memojokkan Islam dengan
berbagai cara. Mereka melakukannya tentu dengan
sokongan dana yang besar. Menguasai media, mengeruk
keuntungan untuk kebathilan, untuk menjatuhkan Islam,
mereka lakukan dengan modal yang tidak sedikit. Dari fakta
ini, kita harus sadar bahwa menjadi kaya itu ‘wajib’ demi
keberlangsungan dakwah Islam dan agar dunia tidak
dikuasai oleh orang-orang kafir.
Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang
beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada
Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan
mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan
Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.” {QS. Al Hujurat
(49) : 15}
Referensi: Kurniawan, J. Endy. Think Dinar!
66
Nasionalisme-Religius
Khalid Shibghatullah Rabbani
“Saya berafiliasi kepada islam yang berpedoman terhadap
pemikiran yang luas, holistik, integral, komprehensif. karena saya
yakin Islam itu mencakup semua aspek kehidupan. dimanapun kita,
nilai-nilai Islam itu ada disekitarnya. saya memilih Islam ini bukan
karena nenek moyang saya ataupun ada orang yang membuat saya
terpengaruh untuk masuk kepadanya, tetapi saya melihat semata-
mata Islam merupakan jalan hidup saya. dan saya dibutuhkan oleh
umat ini. rangkaian dari untaian kata-kata yang semoga bisa
memberikan inspirasi besar bagi saya, kamu, dan kita semua
tentunya.”
Inilah cita-cita sekelompok orang untuk mendapatkan
kemenangan sejati. Membangun kehidupan yang islami
adalah sebuah proyek peradaban raksasa. Proyek besar yang
bertujuan merekontruksi pemikiran dan kepribadian
manusia muslim, agar ia berpikir dan bertindak sesuai
dengan kehendak Allah dan rujukan islam. Kemudian
membawa manusia muslim baru itu ke dalam kehidupan
nyata dengan kesadaran barunya, untuk menata ulang
seluruh sektor kehidupan masyarakat agar hidup dengan
budaya, sistem, hukum, dan institusi yang
mengejawantahkan kehendak Allah SWT.
67
Umat islam yang baru tersebut menjadi model yang
representatif dari kehendak-kehendak Allah SWT, keluar
dari dirinya sendiri, melampaui wilayah kepentingan
spesifiknya, untuk menyebar bunga hidayah dan rahmat
kepada seluruh umat manusia, menciptakan taman
kehidupan yang seimbang, dimana setiap orang menemukan
keamanan yang diciptakan oleh keadilan dan kenyamanan
yang dilahirkan oleh kemakmuran; merasakan kemudahan
yang diciptakan oleh pengetahuan dan harapan serta
optimisme yang dilahirkan agama.
Pekerjaan-pekerjaan besar untuk menyelesaikan
proyek besar itu harus dilalui dengan 4 tahap, yaitu:
Pertama, membangun sebuah organisasi kuat dan
solid sebagai kekuatan utama yang mengoperasikan sistem
peradaban itu. Inilah yang biasa mereka sebut mihwar
tandzhimi. Organisasi adalah tulang punggung sistem,
sehingga ia harus kuat memikul beban berat dalam waktu
yang panjang. Maka supaya tulang punggung ini kuat, ia juga
harus diisi orang-orang kuat, unggul, dan tangguh dalam
seluruh aspek kepribadiannya, sebab merekalah
sesungguhnya pemimpin umat atau lokomotif yang
membawa gerbong panjang umat ini. Dan untuk mencetak
pemimpin-pemimpin umat itu, mereka memerlukan proses
pembinaan dan kaderisasi yang sistematis, integral, dan
dengan waktu yang relatif panjang. Orang-orang yang dipilih
untuk dibina dan dikader haruslah orang-orang yang terbaik
yang ada dalam masyarakat, yaitu mereka yang memiliki
bakat , intelegensi, dan kesiapan dasar untuk melakukan
pekerjaan-pekerjaan besar dan memikul amanah yang berat.
68
Dengan demikian kaderisasi menjadi mutlak, karena ia
adalah mesin yang mencetak pemimpin-pemimpin umat.
Kedua, membangun kekuatan basis sosial yang luas
dan merata sebagai kekuatan pendukung sistem peradaban
tersebut. Inilah yang biasa mereka sebut mihwar sya’bi.
Kalau basis organisasi bersifat elitis dan ekslusif, maka besis
sosial bersifat massif dan terbuka. Kalau organisasi
berorientasi pada kualitas, maka basis sosial berorientasi
pada kuantitas. Kalau organisasi meretas jalan, maka
masyarakatlah yang akan melaluinya. Kalau pemimpin
melihat ke depan dengan pikiran-pikiran yang jauh ke
depan, maka massa menjangkau ke depan dengan alternatif
tangga-tangganya yang banyak. Kalau pemimpin hebat
mendapatkan dukungan publik yang luas, maka akan
terbentuklah sebuah dukungan yang dahsyat. Kalau
organisasi dibentuk melalui rekruitmen kader, maka massa
dibentuk melalui opini publik. Kalau kader pemimpin
dibentuk melalui pengkaderan yang baik, maka massa
dibentuk melalui media massa dan figur/ tokoh publik.
Yang ingin mereka capai di tahap kedua ini adalah
terbentuknya opini publik yang islami, struktur budaya dan
adab-adab sosial yang islami, dominasi figur dan tokoh islam
dalam masyarakat.
Keempat, membangun berbagai institusi dalam
berbagai sektor kehidupan untuk mewadahi pekerjaan-
pekerjaan sistem peradaban pada segenap sektor dan lapisan
masyarakat. Inilah yang biasa mereka sebut mihwar
muassasi. Di sini sistem memasuki pekerjaan yang sangat
luas dan kompleks, karena itu diperlukan pengelompokan
69
sektor pekerjaan. Pada konteks ini mereka membutuhkan,
seluruh intitusi sosial untuk mewadahi aktivitas sosial;
seluruh intitusi ekonomi untuk mewadahi aktivitas ekonomi;
seluruh intitusi politik untuk mewadahi aktivitas politik;
begitu juga dengan militer, baik yang ada di masyarakat
umum maupun yang ada di pemerintahan. kalau dalam
tahap sebelumnya mereka menyebar kader ke tengah
masyarakat, maka dalam tahap ini mereka menyebar kader
ke seluruh institusi yang ada. kalau dalam tahap sebelumnya
mereka melakukan mobilitas horizontal (masyarakat), maka
dalam tahap ini mereka melakukan mobilitas vertikal
(pemerintahan). Kader-kader peradaban haruslah mampu
mengisi struktur yang ada pada lembaga-lembaga tinggi
negara: Legislatif, Ekskutif, dan Yudikatif. Juga institusi
bawah, seperti RT, RW, ataupun lurah. Kader-kader
peradaban juga harus mampu mengisi struktur yang tersedia
pada lembaga-lembaga ilmiah, ekonomi, dan sosial serta
militer. Dengan begitu terbentuklah kader pada seluruh
institusi strategis yang merupakan pranata yang dibutuhkan
untuk menata kehidupan bernegara yang islami. Terakhir,
kalau basis sosial bertujuan membentuk opini publik yang
islami, maka basis intitusi ini bertujuan untuk memberikan
politik terhadap opini publik itu.
Hingga pada akhirnya sistem peradaban ini harus
sampai pada institusi-institusi tertinggi negara yang
dibutuhkan untuk merealisasikan seluruh kehendak Allah
SWT pada kehidupan masyarakat secara legal dan kuat.
Inilah yang biasa mereka sebut mihwar daulah.
70
Begitulah sekiranya empat tahap ekskalasi sebuah
proyek besar dalam membangun sistem peradaban. Gejala
kebangkitan global yang realitasnya dihampir semua negara
yang mayoritas penduduknya muslim, dakwah sedang dalam
proses “menegara”. Mark Juergenmayer menyebut
fenomena ini dengan “Nasionalisme Religius”.
71
Manusia, Dogma Spiritualitas, dan
Hilangnya Ruh Peradaban
Firdaus Zulfikar
Memaknai Peradaban Maju
Manusia, dalam sejarahnya mengalami
perkembangan intelegensia yang sangat luar biasa. Dari
masyarakat yang primitif dalam tataran teknologi, kemudian
bertransformasi menjadi makhluk yang cerdas mencipta.
Anugerah akal yang diberikan oleh Sang Pencipta mampu
dimanfaatkan manusia dalam mengembangkan berbagai hal,
termasuk dalam bidang sains dan iptek. Lahirlah para
cendekiawan dan juga ilmuwan yang mahir dan expert dalam
bidangnya masing masing. Mereka kemudian menemukan
berbagai macam penemuan dan juga inovasi yang
perkembanganya bak peluru yang meluncur dari moncong
senapan, cepat dan tak bisa dihentikan. Perkembangan
teknologi ini yang kemudian mudah bagi orang awam
menyebutnya sebagai penyebab munculnya suatu peradaban
yang maju.
Apa yang kita bayangkan ketika kata “peradaban”
disebut? Apakah suatu hal yang kemudian ada hubunganya
dengan bentuk fisik bangunan? Apakah suatu “peradaban
72
maju” berarti gedung pencakar langit yang tinggi,
pendidikan yang maju dan pesat, tatanan hukum dan sosial
yang mapan? Jika hanya itu yang menjadikan parameter
“peradaban maju”, maka itu jauh dari tepat.
Peradaban maju, dalam maknanya seringkali
mendapatkan arti sebuah “kemajuan dalam bidang iptek”.
Pola pikir ini secara tanpa sadar terbentuk karena kita sering
berinteraksi dengan pelaku “peradaban maju”, yaitu Barat.
Barat dengan teknologinya yang maju dan berkembang
secara pesat mampu membius dan mengaburkan
pemaknaan kita terhadap peradaban maju. Perkembangan
komputer saja, misalnya dewasa ini mengalami akselerasi
yang bergitu cepat.
Namun, apa yang dilupakan barat dalam gemerlap
“peradaban maju” yang mereka elu-elukan adalah “adab” itu
sendiri. Ketika teknologi mereka berkembang dan iptek
mereka mengalami perkembangan yang sangat pesat,
peradaban Barat mulai meninggalkan adab mereka. Adab
yang sering diejawantahkan sebagai norma dan nilai kini
menjadi hal yang langka di barat. Sangat mudah menemukan
gejala pengikisan norma dan nilai ini. Coba saja kita tengok
kasus kehamilan diluar nikah yang terjadi di amerika
misalnya, fenomena baby boom di Amerika cukup untuk
menjadi bukti kebobrokan akhlak kaum frank.
Akibat Meninggalkan Agama
Kegagalan Barat untuk menjadikan agama sebagai
fungsi kontrol terhadap perkembangan peradaban maju
73
mereka agaknya disebabkan oleh ketakutan mereka akan
intervensi yang dilakukan gereja pada abad
pertengahan. Aufklarung, masa itu kemudian disebut sebut
sebagai the dark ages of europe. Pada masa itu, Eropa dipimpin
oleh sistem teokrasi yang diwakili oleh otoritas gereja.
Dalam kepemimpinanya, otoritas gereja mempunyai
kekuatan memimpin yang superior. Dibawah Sang Paus
kepala negara dipilih, dibawah seorang Paus pula hukuman
mati dapat dijatuhkan kepada umat Kristiani yang
melakukan heresy atau penyimpangan. Dalam pelaksanaan
hukuman mati, gereja mempunyai intitusi khusus yang
dilengkapi banyak peralatan penyiksaaan keji guna
pelaksanaan inkuisisi. Inkuisisi dilakukan tanpa pandang
bulu, entah dia merupakan seorang tokoh masyarakat,
budak, teknokrat, bahkan ilmuan sekalipun pernah
mencicipi siksaan keji yang dipraktekkan oleh inkuisisi.
Ilmuan sekaliber Galileo dan Copernicus pun harus
merasakan hukuman mati gereja karena penemuan
penemuan mereka dianggap telah menyimpang dari apa
yang menjadi stereotip gereja.
Sistem teokrasi inilah yang melahirkan mainstream
agama kristiani baru yaitu Kristen Protestan. Sebut saja
Martin Luther, Pendeta Jerman yang mengkritik keras
penjualan surat pemgampunan dosa yang marak dilakukan
oeh otoritas gereja pada saat itu..
Ketakutan terhadap otoritas gereja ini yang kemudian
menjadikan worldview para pemikir barat menjadi anti-agama,
sekuler lebih tepatnya. Hemat mereka, ilmu pengetahuan
dan sains tidak akan bisa berjalan harmonis apabila ada
74
unsur agama atau unsur “sakral” didalamnya, sehingga
mereka menihilkan agama dan unsur unsur spiritualitas
dalam diskursus keilmiahan mereka. Kebencian para pemikir
barat terhadap agama memang menjadi hal yang wajar
apabila kita lacak latar belakang mereka sebagai mantan
orang yang notabene pernah “tertindas” oleh peraturan
gereja yang sering tidak masuk akal. Bahkan saking
bencinya, filsuf kenamaan asal Jerman, Friedrich Nietzsche
mengaku telah membunuh tuhan. Tidak kalah lancangnya,
Karl Marx, si pencetus teori marxisme mengatakan bahwa
agama merupakan candu bagi masyarakat. Mainstream
pemikiran yang memisahkan ilmu pengetahuan dari agama
atau jamak disebut sebagai worldview sekuler inilah yang
kemudian menjadi ruh perkembangan teknologi di Eropa,
entah kemajuan itu dalam hal iptek, hukum, tatanan sosial
politik, dan sebagainya.
Kosong, tanpa Ruh
Kosong tanpa ruh adalah frasa yang kiranya dapat
mewakili kondisi perkembangan peradaban barat dewasa ini.
Materialistik, adalah landasan filosofis para pemikir barat
mengenai peradabanya. Material atau benda wujud menjadi
parameter kemajuan peradaban sebuah bangsa, sehingga
norma nilai dan juga agama dipinggirkan. Dalam benak
mereka semua hal itu relatif dan juga profan, tidak ada hal di
dunia ini yang sakral. Tuhan dan agama hanya menjadi alat
pemuas batin bagi manusia yang lemah. Jika menginginkan
kemajuan, pergilah ke tempat tempat penelitian dan juga
laboratorium, bukan ke gereja!
75
Apabila kita mau jujur dan objektif, realita ini (tidak
pedulinya lagi orang barat terhadap tuhan dan spiritualitas
agama) memang terjadi dalam kehidupan masyarakat
Barat. Worldview sekuler agaknya terbukti berhasil mencuci
otak mereka yang sudah terlanjur alergi terhadap agama,
sehingga bukan hal aneh lagi apabila para mahasiswi cerdas
perguruan tinggi kenamaan di Amerika mempunyai sikap
bak pelacur di malam hari.
Paparan realitas yang sudah saya sebutkan diatas
sekiranya mampu membuat kita merenung lagi, bagaimana
kita memaknai “peradaban maju”. Peradaban maju, bukan
melulu dinilai dari hal yang bersifat materiil, konkrit,
empiris. Akan tetapi, peradaban maju adalah kombinasi
antara kemajuan materiil yang diwakili oleh kemajuan
teknologi dan kemantapan spiritualitas agama, seperti dasar
kata peradaban “adab” yang menurut KKBI berartikehalusan
dan kebaikan budi pekerti, kesopanan, akhlak.
Para Pendahulu Kita
Marilah sejenak kita melakukan perjalanan waktu
untuk mundur beberapa abad kebelakang, melihat
bagaimana para pendahulu kita membangun sebuah
“peradaban maju” yang hakiki. Ketiga dinasti
pasca khulafaurrasyidinmampu menjadi refleksi bagaimana
islam tampil sebagai kultur perkembangan iptek yang ideal.
Tanpa harus meninggalkan nilai nilai syariat, iptek maju
dimasa ketiga dinasti tersebut. Sebut saja nama nama
termasyhur dalam bidangnya seperti Ibnu Sina yang
kemudian karya monumentalnya “the canon medicine” menjadi
76
pakem rujukan ilmu kedokteran modern, Al Khawarizmi
dengan aljabarnya, dan masih banyak lagi ilmuwan islam
yang menemukan banyak penemuan penting tanpa
meninggalkan jati dirnya sebagai seorang muslim yang harus
menaati syari’at islam.
Bukti diatas menunjukkan bahwa islam kompatibel
dengan berbagai macam perkembangan dan kemajuan
teknologi. Dengan kekhasan dan ajaran yang holistik, islam
mampu menempatkan diri sebagai pendukung kemajuan,
bukan malah menjadi pengebiri kemajuan.
77
MENUJU INDONESIA
MADANI
78
Pelacuran Intelektual Menjelang
Pilpres 2014
Anggel Dwi Satria
“Menempatkan pengetahuan dan bangunan keilmuan hanya
sebagai komoditi kekuasaan belaka”- Michael Faucault (1978)-
Rupanya potret politik kita menuju pemilu 2014 mulai
ditaburi kerikil tajam. Tidak hanya pemain politikus saja
yang bermain, tetapi juga lembaga-lembaga survei yang
mengatasnamakan lembaga independen juga seperti udang
di balik batu. Salah satunya adalah Lingkaran Survei
Indonesia (LSI) yang bertendensi untuk mematikan parpol
lain dalam pesta demokrasi ini. Survei terbaru Lingkaran
Survei Indonesia (LSI) yang dirilis Minggu (20/10), menuai
perdebatan. Sejumlah pengamat politik di negeri ini pun
angkat bicara. Mereka menilai survei LSI itu bertendensi.
Bahkan, dianggap sebagai upaya penggiringan opini untuk
mengerucutkan pemilih,bahwa ada figur tertentu yang
pantas dipilih rakyat pada 2014.
Dalam pemaparannya, peneliti LSI, Adjie Alfaraby
pernah mengatakan jika pemilu digelar sekarang maka Partai
Golkar bakal meraup suara terbanyak yakni 20,4
persen, disusul PDIP 18,7 persen, dan Partai Demokrat 9,8
79
persen. Gerindra meraih 6,6 persen, PAN 5,2 persen, PPP
4,6 persen, PKB 4,6 persen, PKS 4,4 persen, Hanura 3,4
persen, Nasdem 2 persen, PBB 0,6 persen, dan PKPI 0,3
persen. Yang belum menentukan pilihan sebanyak 19,4
persen. Berdasarkan survei itu pula hanya ada tiga calon
presiden (capres) riil,yakni Aburizal Bakrie (Golkar dan
koalisinya), Megawati Soekarnoputri (PDIP dan koalisinya),
serta pemenang konvensi Partai Demokrat. Sedangkan
Jokowi (PDI-P) dan Prabowo (Gerindra) hanya dianggap
sebagai capres wacana sehingga posisi kedua sosok tersebut
‘dihilangkan’ dalam survei tersebut (lihat di
http://www.shnews.co).
Dalam survei tersebut LSI menggunakan tiga
ukuran/indeks pertama, capres dicalonkan tiga parpol
teratas dalam perolehan suara pemilu. Kedua, capres
merupakan pengurus struktural partai. Ketiga, capres
dicalonkan secara resmi oleh parpol.
Tentu saja banyak pihak terkejut membaca hasil
lembaga survei yang diketuai Denny JA tersebut. Tak sedikit
pengamat mengatakan bahwa survei tersebut sangat
tendensius karena mencoba merongrong opini publik ke
arah konstruksi pemikiran lembaga survei.
Titik Krusial
Pengakuan Denny JA dalam pernyatannya di dalam
sebuah media publik bahwa menghimbau agar publik tidak
mempersoalkan hasil survei LSI karena tiap lembaga survei
memiliki teknis metodologi tersendiri yang akan
80
dipertanggungjawabkan. Sungguh ini sebuah pernyataan
yang invalid. Pasalnya, survei, kita tahu merupakan alat
rekam persepsi yang digunakan untuk mengukur
sejauhmana respons publik terhadap realitas yang ada
dengan menggunakan standar metodologi yang obyektif dan
akurat menurut kaidah saintifik. (baca: KBBI). Karena
survei merupakan alat untuk merekam persepsi publik, maka
hasilnya sedapat mungkin mencerminkan kebenaran umum
dengan penjelasan yang bisa diterima oleh logika
kebanyakan. Karena itu ketika simpulan survei
menunjukkan kuantifikasi yang berbeda dari kecenderungan
pengetahuan publik maka di sinilah kita bisa
mempertanyakan sejauhmana independensi lembaga
tersebut dalam mennyimpulkan hasil surveinya?
Formulasi capres riil dan wacana dalam format riset
LSI langsung menunjukkan bahwa riset ini sejak awal sudah
dikendalikan oleh logika partisan yang diwakili oleh
konstruksi pertanyaan restriktif tanpa memberikan ruang
yang luas bagi obyektifitas penilaian publik. Misalnya,
asumsi bahwa Prabowo dan Jokowi hanya bakal menjadi
capres wacana adalah asumsi prematur yang menciderai
basis rasionalitas publik karena proses politik pada
kenyataannya masih terus berjalan dengan segala
kemungkinan. Politik pun masih terbuka untuk hitungan
beberapa bulan ke depan, apalagi politik memiliki
kelenturannya tersendiri. Artinya, peluang masih terbuka
bagi capres yang berada di posisi buntut sekalipun untuk
terus menggalang sosialisasi secara efektif.
81
Dalam kasus Jokowi, sekalipun ia belum dipastikan
mendapat tiket oleh partainya sebagai capres, namun
frekuensi dukungan publik yang bergema terhadapnya
selama ini mestinya masuk dalam sensitifitas pertimbangan
survei. Publik bahkan jajaran internal PDIP pun juga belum
bisa memastikan apakah Megawati akan maju sebagai
capres.
Rekayasa Murahan
Tak mengeherankan jika banyak anggapan yang
menduga hasil survei LSI hanyalah simulasi rekayasa
murahan atas nama survei publik untuk menyederhanakan
kompetisi politik yang mendukung klien tertentu.
Perhitungannya tentu saja dengan membaiat Megawati
sebagai capres diharapkan kompetitor dari partai lain lebih
mudah membangun strategi pemenangan politiknya
ketimbang jika harus berhadapan dengan Jokowi yang di
survei-survei lain justru menempatkan figur ini sebagai
capres unggulan.
Tidak ada yang salah dengan eksistensi konsultan
politik apalagi di era demokrasi modern seperti saat ini.
Namun masalahnya adalah ketika kepentingan partai
dijadikan justifikasi untuk menggiring persepsi publik lewat
sentuhan propaganda media maka prinsip saintifik politik
akan tereduksi menjadi sebatas iklan politik kelompok
pemesan yang tengah mencoba meraih keuntungan untuk
mengakali kecenderungan pemilih.
82
Cara seperti inilah yang dibenci oleh Michael Faucault
(1978) karena menempatkan pengetahuan dan bangunan
keilmuan hanya sebagai komoditi kekuasaan belaka. Kita
tahu hasil survei LSI yang mirip juga pernah dirilis sekitar
bulan Maret 2013, ketika LSI menyodorkan formasi Jokowi
sebagai calon wakil presiden berpasangan dengan capres
Aburizal Bakrie.
Formasi ini pun dinilai janggal dan tidak akurat karena
dalam sejarah politik dalam pemilu dua partai ini memiliki
histori politik yang berbeda bahkan bersebrangan. Nampak,
bahwa LSI berupaya mengontrol logika publik agar pilihan
politik ke depan bisa menguntungkan partai/kelompok
kepentingan tertentu.
Dengan politik survei seperti ini, pembangunan
demokrasi bisa terancam mandek, karena ruang kontestasi
politik diisi oleh kultur hegemoni politik kapital yang
bersifat jangka pendek dan menyesatkan. Ini sebuah
pelacuran intelektual dalam bingkai demokrasi yang tidak
mendidik rakyat selain menjadikan rakyat sebagai boneka
kepentingan para penguasa.
Rakyat tidak boleh berhenti untuk bersikap kritis
karena itu diperlukan pula analisis tandingan dari
pakar/ilmuwan politik independen untuk menerjemahkan
setiap hasil-hasil survei yang ada sehingga bisa
menyelamatkan logika publik. Nampaknya KAMMI ke
depan harus menggagas sebuah lembaga survei politik
nasional sebagai upaya membayar lunas janji konstitusi
negara; ikut mencerdaskan bangsa. Semoga!
83
Silence Is Betrayal
Chaerunisa
“Setiap kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas
apa yang dipimpinnya. Seorang penguasa adalah pemimpin bagi
rakyatnya dan bertanggung jawab atas mereka…”
Negeri khatulistiwa. Ya, negeri ini memang kaya
dengan sumber daya alamnya. Sebagai contoh antara lain
keanekaragaman flora dan fauna, populasi, latar belakang
sejarah, dan masih banyak lagi kekayaan yang tidak bisa
disebutkan satu per satu. Namun sayangnya, fakta ini belum
bisa meratakan kemakmuran masyarakat secara optimal.
Selain itu lebih dari setengah abad atau tepatnya 67 tahun
Indonesia merdeka secara de facto dan de jure dan
seharusnya ini menjadi usia dimana masyarakat Indonesia
mampu menyukseskan pembangunan nasional secara
mandiri. Disinilah dibutuhkan sosok seorang pemimpin
yang mampu menyukseskan pembangunan nasional tanpa
dipengaruhi pihak asing dan meratakan kemakmuran
masyarakat yang kian hari semakin tak karuan. Sosok
pemimpin yang bertanggung jawab atas rakyatnya lah yang
dibutuhkan saat ini
Pada kalimat di paragraf pertama tergambar bahwa
definisi dari pemimpin yang sebenarnya adalah orang yang
84
bertanggung jawab dengan orang-orang yang berada di
bawah pimpinannya. Seorang pemimpin harus mempunyai
karakter yang melekat kuat pada dirinya. Tanpa karakter,
seorang pemimpin hanyalah seonggok manusia tak berdaya
yang menjadikan dirinya perahu yang terombang-ambing di
deburan ombak lautan. Ditinjau dari segi bahasa, karakter
adalah kepribadian yang membedakan seseorang dari orang
lain dan bersifat relatif tetap. Seorang pemimpin yang
berkarakter bisa mempengaruhi lingkungannya.
Dalam suatu telaah terhadap 100 tokoh yang
berpengaruh di dunia, Muhammad Saw diakui sebagai tokoh
yang menduduki peringkat pertama di dunia. Kedudukan
beliau di peringkat pertama dapat dilihat dari berbagai aspek,
misalnya saja sudut kepribadian, jasa-jasa dan prestasi beliau
dalam menyebarkan agama Islam yang tentunya
memberikan pengaruh yang banyak pada orang banyak.
Dalam tulisan ini, saya menjadikan Nabi Muhammad
sebagai contoh figur pemimpin yang ideal. Kepribadian
Muhammad Saw yang patut dijadikan contoh adalah
ketangguhan beliau untuk menjadi pribadi yang tidak
dipengaruhi keadaan masyarakat di sekitarnya. Aspek
kepribadian yang menonjol pada dirinya adalah kejujuran,
hal ini ditunjukkan dengan gelar al amiin (orang yang
dipercaya). Kepribadian seperti itu merupakan landasan
yang kokoh bagi seorang pemimpin, karena bermakna juga
sebagai seseorang yang memiliki prinsip hidup dan kokoh
memegang suatu prinsip dalam menjalani kehidupannya.
Kepribadian yang mulia, membuat Muhammad Saw
menjadi seorang leader dan manajer yang handal. Seorang
85
leader selalu tampil di muka, menampilkan keteladanan, dan
kharisma yang mampu mengarahkan, membimbing dan
menjadi panutan. Dalam konteks ini, seorang pemimpin
harus tampil di muka karena pemimpin yang akan menjadi
panutan atau teladan bagi orang yang dipimpinnya, sehingga
pengikutnya juga bisa mengaplikasikannya dalam kehidupan
sehari-hari. Sebagai contoh, Muhammad Saw selalu sabar
mengahadapi musuh-musuhnya, sehingga kisah tersebut
bisa dijadikan pelajaran bagi pengikutnya. Muhammad Saw
dikatakan sebagai manajer yang handal karena beliau pandai
dalam mengatur perencanaan, menjalani, memimpin, dan
mengawasi dengan baik. Dalam sebuah penyusunan strategi,
beliau selalu merencanakan dengan matang sampai sedetail-
detailnya. Sebagai pemimpin strategi, beliau juga eksekutor
strategi yang handal. Beliau juga memberikan contoh
bagaimana seorang pemimpin dapat menjalani tugasnya
dengan baik dan tidak hanya terucap di mulut saja, seperti
kebanyakan pemipmpin di jaman sekarang.
Seorang pemimpin yang baik haruslah berpikiran,
bersikap dan berkata benar. Artinya adalah dalam
kepemimpinan seorang pemimpin dituntut untuk berani
mengambil keputusan dan memerintah dengan benar.
Pemimpin yang berpegang teguh pada kebenaran akan
disegani, dihormati, dan dipatuhi oleh rakyatnya karena
rakyatnya akan percaya kepadanya dalam setiap kebijakan
dan peraturan yang diputuskan. Kasus korupsi marak terjadi
di negeri kita adalah salah satu contoh akibat dari pemimpin
yang tidak jujur sehingga hal ini dapat mengakibatkan rakyat
tidak percaya lagi pada pemimpinnya dan terjadi
ketidakadilan di pemerintahannya. Namun beda halnya jika
86
seorang pemimpin mencintai kebenaran, maka dia juga akan
mencintai keadilan dan kasus korupsi tidak akan terjadi.
Contohnya saja jika seorang pemimpin yang jujur, ketika
melihat ketidakjujuran dalam suatu peristiwa, maka dia akan
segera menindaklanjuti hal tersebut dengan mengambil
kebijakan yang adil seperti menghukum orang yang bersalah
walaupun mereka adalah keluarga atau kerabat dekatnya dan
tidak menerima suap. Pemimpin yang mencintai kebenaran,
keadilan dan kejujuran, akan menaruh perhatian besar
terhadap nasib dan kepentingan orang yang dipimpinnya
serta tidak akan berlaku semena-mena. Pemimpin yang
seperti ini akan selalu dirindu rakyatnya karena keadilannya
dan akan selalu dekat serta mengetahui suka dan duka
orang-orang yang dipimpinnya.
Sifat lainnya yang melekat pada Muhammad adalah
amanah (dapat dipercaya). Artinya adalah seorang pemimpin
harus mampu memelihara kepercayaan dengan
merahasiakan sesuatu yang harus dirahasiakan dan
menyampaikan apa yang harus disampaikan. Sesuatu yang
harus disampaikan bukan untuk dirubah, dikurangi atau
ditambahi namun disinilah esesi dari ke-orisnal-an atau
kebenaran suatu peristiwa atau hal yang lainnya. Selain itu
pemimpin berusaha menempatkan dirinya sebagai anggota
atau bagian dari anggota lainnya. Disinilah pentingnya peran
saling mempercayai antara pemimpin dan anggota
organisasinya. Pemimpin yang dipercaya, mampu
mempercayai orang lain, dan memiliki kepercyaan diri
merupakan pemimpin yang bertanggung jawab. Pemimpin
tidak suka menyalahkan orang laindengan maksud lari dari
tanggung jawab. Dengan demikian, pemimpin yang dapat
87
dipercaya adalah orang yang mampu melaksanakan tugas
dan pekerjaanya dengan baik serta mempunyai kedudukan
yang spesial di hati rakyatnya.
Fathanah. Ya, seorang pemimpin haruslah pandai. Bisa
dibayangkan kalau seorang pemimpin yang bodoh, maka ia
akan dengan mudah dipengaruhi, dan mudah ditipu orang
lain. Pemimpin yang cerdas akan mampu memberikan
petunjuk, nasihat, bimbingan, nasihat dan arahan bagi
rakyatnya. Selain itu, sifat cerdas yang dimiliki pemimpin
dapat memberikan keputusan yang bijak dengan
meminimalisir resiko yang akan dihadapi.
Kecerdasan dengan pengetahuan yang memadai, akan
mengantarkan seseorang menjadi pemimpin yang
berpandangan luas. Kita adalah manusia yang dikaruniakan
akal oleh Allah Swt, sehingga kita wajib untuk
menggunakannya untuk memimpin. Dengan
mengembangkan pikirannya, berarti manusia akan
memperoleh pengetahuan, yang jika diintensifkan maka
akan berkembang menjadi keterampilan dan keahlian yang
dapat dimanfaatkan untuk mewujudkan kepemimpinan yang
efektif.
Dengan karakter yang kuat, seorang pemimpin dapat
membuat pemerintahannya sebagai pemerintahan yang
kokoh karena dia dapat memegang teguh prinsip hidupnya.
Namun terbesit sebuah tanda tanya besar di benak saya
“Adakah sosok pemimpin seperti Nabi Muhammad? Yang
perangainya dapat menjadi pengaruh hampir di seluruh
umat di dunia? Dan masih adakah api semangat anak-anak
88
muda generasi penerus bangsa yang akan merubah negeri ini
menjadi lebih baik?” . Jawabannya adalah “Ya! Kita pasti
bisa!.” Sudah menjadi kewajiban kita umat manusia yang
disebut-sebut sebagai khalifah di bumi untuk menjadikan
negerinya damai, aman dan sentosa. Sudah menjadi tugas
kita generasi muda untuk mewujudkan hal ini menjadi
kenyataan. Mulai lah untuk mendidik diri kita sendiri
menjadi sosok pemimpin yang akan membawa negeri ini
menjadi lebih makmur, gemah ripah loh jinawi, mulailah
bergerak untuk menjadi panutan yang memiliki follower
terbanyak, dan jangan lupa untuk menjadikan diri ini lebih
bermanfaat untuk orang lain .
Ketika negeri ini gaduh oleh suara politisi jahat, ketika
negeri ini gaduh oleh tangisan anak-anak kecil yang
kelaparan dan ketika negeri ini gaduh oleh teriakan rakyat
miskin, dan apakah kalian akan bungkam? Silence is betrayal..
Ya, diam adalah sebuah pengkhianatan. Pengkhianatan
kepada orang-orang yang tersakiti dan disakiti.
Pengkhianatan kepada negeri yang memang selayaknya
dibela hak nya. Pengkhianatan kepada para pahlawan yang
sudah merebut kemerdekaan Indonesia. Serta
pengkhianatan kepada diri sendiri, karena kita sudah
sepantasnya untuk bersuara.
Bersuaralah atau negeri ini akan jatuh kepada para
bedebah. Jika ada 1000 pasukan, maka aku berada diantara
mereka. Jika ada 100 pasukan, maka aku termasuk mereka. Jika
ada 10 pasukan, maka aku juga termasuk mereka. Dan jika hanya
ada 1 pasukan, maka dia adalah aku.
89
KAMMI dan
Pemberdayaan Perempuan
Hartono
Isu kesetaraan gender kini kembali mencuat seiring
dengan pembahasan RUU kesetaraan dan keadilan gender
(KKG). Dalam konfrensi CEDAW yang kemudian
diratifikasi menjadi UU NO 8 tahun 2008, pemerintah
Indonesia berkomitmen untuk menjadikan
pengarusutamaan Gender dalam segala aspek
pembangunan. Untuk memdukung terwujudnya
pembangunan berwawasan gender tersebut pemerintah
mengeluarkan Permendagri Nomor 15 tahun 2008
menegaskan agar setiap daerah mengembangkan kebijakan-
kebijakan, program, maupun kegiatan pembangunan yang
responsif terhadap persoalan gender.
Peraturan pemerintah tersebut merupakan langkah
yang diambil untuk melegitimasi pelaksanaan pembangunan
berwawasan gender. Keadilan dan kesetaraan gender belum
begitu membumi ditengah-tengah masyarakat. Masih banyak
dari mereka yang salah dalam memakanai gender. Berangkat
dari kondisi tersebut pelaksanaan gender dalam
pembangunan mengalami polemik, banyak pihak yang
kontra maupun yang pro. Sama halnya dengan pembahasan
90
RUU KKG ini, banyak aktivis Islam yang berbondong-
bondong melakukan penolakan dengan berbagai dalil dan
alasan.
Melihat kondisi yang seperti ini lantas bagaimana
sikap KAMMI sebagai organisasi Islam yang didominasi
generasi muda dari kelompok intelektual, apakah akan
menolak atau mendukung?
KAMMI di usianya yang hampir dua dekade ini sudah
semestinya membumikan gerakanya kedalam masyarakat,
hal ini menjadi mutlak untuk dilaksanakan jika KAMMI
ingin mentrasformasikan gerakanya dalam konteks
keindonesiaan. Gerakan dakwah muslimah KAMMI
semestinya mampu bersinergi dengan gerakan perempuan
lain dalam menyikapi isu-isu universal tentang perempuan.
Dalam kondisi ini KAMMI memiliki potensi yang sangat
besar untuk menjadi motor penggerak perjuangan
perempuan di Indonesia bahkan didunia Islam. Untuk
menuju kesana kader KAMMI harus memiliki kompetensi
dasar terlebih dahulu, sehingga di medan juang nantinya
tidak terseret oleh arus. Kompetensi kompetensi tersebut
diantaranya:
o Pembinaan kader
Pembinanaan ini merupakan hal yang sangat mutlak
diperlukan dalam mencetak seorang kader. Yang
menjadi titik tekan dalam pembinaan ini adalah
bagaimana para muslimah mampu mendidik
keluarganya untuk menjadi keluarga yang menegakkan
91
Islam. Peranan ini sangatlah strategis dalam gerakan
perempuan sebab masih banyak para perempuan di
negeri ini yang terkotak dalam budaya patriarki.
“Perempuan tak perlu bersekolah tinggi, tak perlu pintar”.
Paradigma seperti itu masih banyak di masyarakat unk
itu perlu dirubah, mereka harus disadarkan. Seorang
ibu mempunyai peran yang sangat besar dikeluarga
dalam mendidik anak-anaknya. Bagaimana mungkin
akan terlahir sebuah generasi yang hebat, cerdas bila
sang ibu tidak memiliki pengetahuan yang luas. Ingat
seorang pemimpin yang besar lahir dari rahim seorang
ibu yang luar biasa, memiliki pengetahuan yang luas
dan visioner.
o Pengembangan pemikiran
KAMMI tampil sebagai gerakan intelektual untuk
menyelesaikan permasalahan dalam masyarakat, wajib
melakukan kajian-kajian masalah perempuan,
bagaimana menyelesaikan permasalahanya. Tentunya
dalam hal ini kajian-kajian yang KAMMI lakukan
haruslah berdasar pada al Quran, hadist, siroh, dan
ijtihad para ulama. Dalam melakuakan gerakan
pembebasan perempuan KAMMI haruslah
mempunyai ideologi dan konsep yang jelas agar tidak
terseret oleh ideologi gerakan lain yang lebih ekstrim,
baik kiri maupun kanan. Secara teknis kajian-kajian
yang dapat dilakukan bisa perempuan dalam politik,
hak-hak perempuan dalam kesehatan, pendidikan dan
masih banyak lagi yang bisa dibahas. Sekali lagi
KAMMI harus memiliki konseptualisasi kesetraan dan
92
keadilan gender yang jelas berdasarkan Al-Quran,
hadist, siroh dan ijtihad para ulama, hal ini sangat
diperlukan untuk berkomunikasi dengan gerakan
pemikiran gender yang lain sehingga gerakan-gerakan
yang dilakukan bukan hanya sangkalan dari pemikiran
para Feminis.
o Penyebaran pemikiran (nasyru al –fikroh)
Kajian dan hasil pemikiran KAMMI tentang konsep
gender perlu di sebarkan ditengan tengah masyarakat
agar mereka menjadi tau. Semakin banyak mereka
yang tau akan semakin banyak dukungan dalam
memperjuangkan gerakan ini. Disamping itu sebuah
gagasan perlu untuk di uji seberapa efektif untuk
menyelesaikan suatu persoalan, dan seberapa luas
konsep tersebut diterima sebagai sebuah kebenaran.
o Advokasi masalah-masalah perempuan
Sebuah gagasan hanya akan menjadi sebuah angan-
angan jika tidak dibarengi langkah tuk menggapainya.
Untuk itu sebuah advokasi sangat diperlukan.
Advokasi dalam hal ini dapat dilakukan seara langsung
maupun advokasi kebijakan. Advokasi langsung dapat
dilakukan dengan melibatkan diri secara langsung
dalam pembinaan PSK, penanganan perdagangan
perempuan, kesehatan ibu dan anak dan masih banyak
lagi yang bisa dilakukan. Dalam advokasi kebijakan,
KAMMI dengan kekuatan dan mobilitasnya diarahkan
untuk mendorong sebuah kebijakan yang responsif
gender. Hal-hal seperti ini perlu dilakukan KAMMI
93
untuk mengakarkan gerakanya dan membuktikan
bahwa gerakan yang dilakukan adalah konkrit.
o Pemberdayaan perempuan
Hal yang harus dilakukan setelah empat hal diatas
adalah membuat para perempuan berdaya untuk
membuktikan bahwa gerakan yang KAMMI lakukan
benar benar nyata. Perempuan memiliki peranan yang
signifikan dalam keluarga untuk menopang
perekonomian terlebih lagi pada keluarga miskin.
Untuk itu kemandirian perempuan merupakan kan
yang perlu untuk dipersiapkan, sebab tak selamanya
disamping seorang wanita senantiasa ada laki-laki yang
akan mencukupi kebutuhanya. Bila kita mau
membuka mata, diluar sana masih banyak para wanita
yang melakukan kegiatan menyimpang guna
mencukupi kebutuhanya. Karena sudah didak punya
cara lain dan tak punya ketrampilan yang dipunya
hanyalah yang ada pada dirinya, seorang ibu terpaksa
menjadi PSK untuk membelikan obat suaminya,
membiayar sekolah anak-nakanknya, dan masih
banyak kisah memilukan yang lain. Melihat kondisi
ini, KAMMI mempunyai peran untuk mencarikan
solusinya.
Dengan pemikiran dan jaringanya KAMMI harus
mampu memdorong terwujudnya pemberdayaan
perempuan. Secara teknis hal yang bisa dilakukan KAMMI
adalah memberikan pelatihan-pelatihan ketrampilan,
melakuka pendampingan, pemberian motivasi dan juga
menghubungkanya dengan pihak-pihak yang yang terkait.
94
Dengan pemberdayaan ini perempuan yang seharian
disibukan dengan urusan rumah juga mampu berkarya dan
membantu menopang perekonomian keluarga hingga
terbentuk keluarga Islami.
Referensi :
Mansour Fakih.1999. Analisis Gender dan Tranformasi Sosial.
Yogyakarta: pustaka pelajar
Sri Samiatri Tarjana, dkk. 2011. Pergeseran Paradigma
Pembangunan Pemberdayaan Perempuan menuju Pengarusutamaan
Gender. Solo: CakraBooks
Amin Sudarsono. Ijtihad Membangun Basis Gerakan. Jakarta:
Muda Cendekia
95
Sumpah Pemuda dan Mainstream
Indonesiasentris
Alikta Hasnah Safitri
Refleksi Sumpah Pemuda dan Karakter Pemuda
Indonesia
Lahirnya sumpah pemuda 84 silam bukan saja
merupakan batu pijakan dari rangkaian proses sejarah yang
bertonggak pada kejemuan akan realitas penjajahan yang
sarat dengan penderitaan dan kesengsaraan, akan tetapi
merupakan hasil pergolakan sekaligus pembuktikan kualitas
dan karakter pemuda Indonesia kala itu.
Sumpah Pemuda membuktikan kuatnya karakter
pemuda kita sebagai pemuda yang Visioner dan Pemberani.
Para pemuda kita telah melompati mainstream pemikiran
kedaerahan, kesukuan, bahkan melampaui batas-batas rasial
yang membelenggu, membiarkannya merambah dalam
wilayah-wilayah universal, penolakan kolonialisme, dan
keinginan mewujudkan kesetaraan manusia. Keberanian
meneriakkan dengan lantang dan mengambil sikap melawan
entitas penjajah bukan merupakan hal yang main-main,
mereka dengan berani telah menyatakan persatuan bangsa
96
Indonesia dan sebuah cita-cita mulia untuk mendirikan
sebuah bangsa yang merdeka dan berdaulat.
Mari kita cukupkan romantisme sajarah tentang
heroisme pemuda dalam periode yang lalu. Pertanyaannya,
bagaimana dengan kondisi pemuda kita hari ini? Kebudayan
bangsa Indonesia yang bernilai luhur dan agung begitu saja
terkikis akibat hegemoni budaya asing. Konflik horizontal
yang marak terjadi pun semakin memperlihatkan dengan
gamblang disentegrasi bangsa.
Jika menilik lagi sejarah, barangkali memang pemuda
(dalam hal ini mahasiswa) mulai mabuk akan demonstasi
pada 1998. Letih dengan demonstrasi, mahasiswa mabuk
label keilmiahan kemudian mengingkari semangat angkatan
’98 untuk berteriak dan turun ke jalan memperjuangkan
rakyat. Kini, bukannya menempa pikir dalam kajian dan
diskusi untuk mencari solusi, mahasiswa malah asyik masyuk
menjadi event organizer. Beberapa mengklaim bahwa
mereka memberi solusi pada permasalahan bangsa, nyatanya
solusi tersebut terongrong dalam ego dan sikap elitis, selesai
dalam ruang-ruang seminar dan kajian akbar.
Menjamurnya berbagai lembaga dan organisasi
mahasiswa, mulai dari BEM, DEMA, Pers Mahasiswa,
hingga Unit Kegiatan Mahasiswa telah membentuk
spektrum yang mencerminkan karakter mahasiswa dalam
skala yang relatif lebih luas, sayangnya hal ini pun
berdampak pada lemahnya konsolidasi visi dan orientasi
sehingga terjadi dikotomi dan pelepasan tanggung jawab
97
mengemban amanah reformasi yang telah dititipkan oleh
generasi sebelum kita.
Merefleksi Sumpah Pemuda 84 tahun silam
semestinya bisa menumbuhkan spirit dan semangat
membangun karakter baru untuk berpikir visioner
melampaui mainstream pemikiran umum sehingga dengan
berani kita bisa memberikan sumbangsih ide, gagasan, dan
tindakan untuk perbaikan bangsa ini ke depan.
Pada hakikatnya, mahasiswa haruslah memiliki
karakter yang ideal, kuat dan cerdas. Akan tetapi
bagaimanakah cara menumbuhkan karakter ideal tersebut?
Apakah ia akan tertanam melalui seminar satu dua hari saja?
Atau melalui kontribusi konkrit dengan pengadaan event-
event kepemudaan serta beribu lembar karya ilmiah?
Ataukah, karakter itu akan muncul saat kita memilih untuk
menempuh alternatif gerakan pecinta lingkungan dan
pengabdian pada masyarakat?
Agaknya, pertanyaan-pertanyaan tersebut menjadi
suatu hal yang sukar untuk dijawab lewat tiga sampai lima
lembar kertas saja, melainkan harus melalui penelaahan yang
panjang dan kontinyu sehingga dapat ditemukan pola
kontruksi karakter mahasiswa yang ideal untuk menjawab
tantangan zaman.
Mainstream Indonesiasentris
Indonesiasentris mengacu pada nilai-nilai dan
pandangaan yang mengacu pada sudut pandang Indonesia.
98
Sentrisme Indonesia ini adalah suatu bentuk reaksi terhadap
sikap elitis dan cara pandang parsial, salah satunya di bidang
pendidikan. Paulo Freire menyatakan bahwa pendidikan kita
saat ini jelas menerapkan gaya bank. Pendidikan kini bukan
lagi diletakkan sebagai proses memerdekakan manusia dari
penjajahan kebodohan, kebutaan akan hidup dan kehidupan.
Ruang-ruang pendidikan seperti sekolah dan universitas kini
menjadi pabrik yang mencetak generasi terbaik bangsa
sebagai pekerja, buruh di negeri sendiri.
Terbatasnya sikap keindonesiaan menyebabkan
keterpurukan pemuda dalam menjelaskan interpretasi dan
eksplanasi, sehingga mereka cenderung membuat
generalisasi berdasar narasi besar yang abstrak semata.
Jarang pemuda kita membuat konsep yang berbeda dari
narasi umum yang ada. Seolah apabila sedang bicara tentang
nasionalisme maka kita bicara soal bertempur dan melawan
musuh. Padahal ada bentuk-bentuk lain dari perjuangan
dalam rangka nasionalisme. Pada akhirnya, perlu kita sadari
bersama bahwa masing-masing pihak mempunyai cara
sendiri tentang bagaimana berjuang.
Solusi yang bisa diupayakan untuk merekonstruksi
karakter mahasiswa yang ideal adalah dengan menanamkan
mainstream Indonesiasentris pada pola pikir yang berbasis
pada kesadaran.
Seringkali kita masih terhegemoni dengan romantisme
sejarah bahwasanya mahasiswa adalah tonggak sejarah
perubahan bangsa yang telah menumbangkan kekuasaan
tiran dan memperjuangkan nasib rakyat. Dan tentu saja, kini
99
kita melihat dengan nyata bahwa sejatinya, kita pun telah
dikhianati oleh segelintir oknum yang kala itu
memperjuangkan nasib kita. Kesadaran mengenai realita
sejarah bermakna bahwa mahasiswa kini harus mampu
mengenali dirinya secara utuh sehingga mampu menentukan
langkah dan arah geraknya sendiri, tak mesti menunggu
untuk ditunggangi kepentingan-kepentingan yang akan
memposisikan dirinya sebagai bidak-bidak catur yang tak
punya daya dan upaya untuk bergerak sesuai nuraninya.
Dalam masyarakat industrial seperti sekarang ini, yang
mengatur bukan lagi orang tetapi sistem sehingga
perseorangan harus menyesuaikan diri terhadap sistem yang
berlaku. Hal ini menunjukkan pada kita bahwa rasionalitas
modern telah menempatkan individu sebagai pihak yang
otonom dan bebas, sehingga mereka dapat mengambil
tindakan atau keputusan terlepas dari kewibawaan institusi.
Representasinya tercermin dari sifat konsumerisme dan gaya
hidup hedonisme yang kini memiliki arti penting dalam
praktek bermasyarakat.
Karakter mahasiswa ideal harus peka dalam
menghadapi tantangan ini dan mampu menempatkan diri
sebagai director of change. Bukan bermaksud untuk latah
dengan kembali mengulang stigma (semoga saja belum
usang) bahwa mahasiswa adalah ‘Agen Perubahan’,
pemegang tahta tertinggi dalam kancah pendidikan. Namun,
seiring berkembangnya jaman, lapuk pula-lah slogan itu.
Sebuah paradigma baru (yang entah siapa pembuatnya)
mengantar orientasi berpikir mahasiswa untuk menjadi si
kaya yang bodoh dan sombong. Sombong karena berani
100
berkoar didepan umum dengan janji akan menaklukan dunia
di tangannya, tapi akhirnya binasa sebelum melangkah ke
medan laga.
Konstelasi ini harus dijawab oleh setiap individu
dengan menumbuhkan karakter yang utuh, tanpa terdistorsi
kepentingan-kepentingan personal maupun golongan
tertentu.
Semestinyalah ada penerusan dari kesadaran individual
menuju kesadaran kolektif. Gambaran tentang masa depan
tidak saja berkaitan dengan kesadaran individu, melainkan
juga secara sosial/ kolektif dengan jalan mengintegrasikan
diri dalam sebuah komunitas masyarakat yang yang
mempunyai agenda kebajikan di tengah masyarakat luas.
Sehingga individu-individu yang terhimpun dapat saling
mengeksplorasi pikiran tentang Indonesia di masa yang akan
datang.
Pada Akhirnya, Mari berbenah
Upaya untuk membangun karakter pemuda Indonesia
bukanlah semata-mata kerja seorang teoritisi. Proyek ini
merupakan tanggung jawab setiap elemen sosial yang
melibatkan kerja proaktif baik dari kalangan aktivis maupun
akademisi. Upaya selanjutnya adalah bagaimana
menginstutisionalkan kerja-kerja teknis dalam upaya
penanaman mainstream Indonesiasentris dalam diri pemuda
Indonesia.
101
Pada tingkatan nasional misalnya, para aktivis dan
kaum intelektual yang bergerak di gerakan akar rumput
harus melampaui mainstream karakter perjuangan
mahasiswa pada umumnya yang sebatas melakukan aksi
turun ke jalan tanpa merumuskan solusi yang konkrit,
menulis sejumlah proyek ilmiah namun tak memberikan
kontribusi yang berarti pada masyarakat, serta terus menerus
memberikan sumbangan materi pada masyarakat miskin
tanpa disertai dengan upaya pengabdian sosial.
Perjuangan untuk menumbuhkan karakter
Indonesiasentris pada diri pemuda merupakan hal yang
sangat penting, karena dengan perhatian pada konfigurasi
tatanan pewaris masa depan Indonesia akan menjadi jalan
untuk menumbuhkan ulang semangat visioner dan
pemberani yang dimiliki oleh pemuda Indonesia dalam
momentum 84 tahun silam saat mereka mengikrarkan
sumpah pemuda.
Beberapa di antara kita mungkin memaknai sumpah
pemuda dengan menjadikannya sebagai ritual yang kosong
dengan hanya sekedar berucap SELAMAT HARI
SUMPAH PEMUDA di jejaring sosial, mungkin pula hanya
sekedar menjadikannya pelengkap tema-tema diskusi, atau
bisa jadi kita mengambil momentum ini hanya sebagai tema
aksi. Tanpa pernah kita benar-benar merefleksikan releansi
semangat sumpah pemuda untuk menjawab tantangan masa
depan bangsa Indonesia.
Inilah saat kita berbenah, Pemuda Indonesia.
102
KAMMI: Geliat Pemerhati “Syariah”
Sebagai Solusi Krisis Keuangan
Global
Anggel Dwi Satria
“Geliat Para Pemerhati Ekonomi Syariah”
Geliat memunculkan kembali alternatif keuangan
berbasis syariah sering sekali diwacanakan oleh para
kalangan baik akademisi, ataupun praktisi. Mulai dari para
ulama yang diminta ikut mengembangkan ekonomi Islam
(islamic banking/iB) yang dinilai sebagai alternatif terbaik
dalam tatanan keuangan Internasional saat ini. Pasalnya,
kondisi perekonomian saat ini, khususnya Eropa, masih
berusaha bangkit dari krisis keuangannya. Selain itu, pada
diskusi-diskusi tersebut disampaikan pula perlu wawasan
lebih mendalam mengenai nilai-nilai Islam untuk
memajukan dunia bisnis, pertumbuhan sosial dan ekonomi
dunia.[1]
Begitu juga yang disampaikan oleh Ketua Amjaad
Development Khalid Hilal Alyahmadi menyatakan bahwa
saat ini ekonomi global terus berjuang di tengah salah satu
sistem keuangan terburuk dalam sejarah, maka dibutuhkan
suatu sistem keuangan alternatif untuk menjaga stabilitas
103
perekonomian dunia (Republika, 8/5). Melihat buruknya
kondisi keuangan saat ini, tentu tidak terlepas dari kuatnya
para pemegang kepentingan dalam hal ini. Pasar keuangan
seolah menjadi kasino bagi para kaum elite internasional
yang bisa membuat uang jutaan dollar hilang dalam sekejap.
Fenomena tersebut sebenarnya hanyalah sedikit dari
dampak kegiatan spekulatif masayrakat yang bermain di
tengah pusaran pasar keuangan. Dampak yang cukup
signifikan yang mengakibatkan krisis keuangan global juga
terjadi karena keserakahan dan ketidakpedulian terhadap
kebutuhan sistem alternatif atau sistem kuangan yang
menempatkan “etika dan keadilan” menjadi landasannya.
Kalau kita melihat beberapa dekade terakhir, sistem
atau prinsip-prinsip syariah telah diterapkan kembali dalam
konteks industri keuangan syariah kontemporer yang telah
mengalami pertumbuhan fenomenal. Selama dua tahun
terakhir dunia perbankan syariah dunia meningkat 30
persen, yakni sebesar 1,7 triliun dollar AS.[2]
Disamping itu pula, Duta Pusat Keuangan Syariah
Malaysia (MIFC), Nazrin Shah mengatakan tatanan
ekonomi global membutuhkan perubahan drastis dan
menggarisbawahi perlunya prinsip-prinsip syariah untuk
mengganti nilai-nilai kapitalis. Hal itu dilakukan karena krisis
ekonomi saat ini terjadi karena sistem kapitalis. Diantaranya
karena tingkat suku bunga yang sangat menjerat para
nasabah lembaga keuangan.[3]
Program ekonomi Islam yang didasari pada prinsip-
prinsip syariah sebenarnya menawarkan jalan keluar. Dunia
104
sedang mencari nilai-nilai yang lebih adil. Sistem ekonomi
yang didasarkan pada riba telah membuktikan kegagalannya.
Ekonomi syariah pun diyskini dapat menggiring
perekonomian menuju keamanan dan keadilan.
Kepala Bank Sentral Oman Hamood bin al Sangour
Zadjali menyarankan bahwa bank syariah perlu menawarkan
pembiayaan untuk usaha kecil dan menengah (UKM). UKM
memerlukan akses ke keuangan syariah dan jendela
perbankan syariah (Republika, 8/5). Potensi-potensi inilah
yang dapat mengembangkan eksistensi keberadaan
perbankan syariah. Dominasi perbankan konvensional
dalam pembiayaan usaha kecil menengah khususnya di
negara berkembang telah meredupkan keberadaan
perbankan syariah. Hal ini dikarenakan akses perbankan
konvensiaonal yang lebih mudah, sosialisasi yang begitu
masif baik media cetak maupun di media televisi, serta saran
edukasi yang belum menjangkau ke kalangan masyarakat
secara umum dan masif.
Peran KAMMI
Sebagai basis gerakan eksternal sosial politik yang
berlandaskan nilai-nilai ke-Islam-an perlu rasanya untuk
mengambil peran dalam menyebarkan nilai-nilai Islam pada
semua aspek di masysrakat salah satunya ekonomi. Terlebih
khusus KAMMI adalah basis gerakan kaum intelektual
kampus yaitu mahasiswa muslim. Mahasiswa sebagai agen
perubahan pada tatanan kondisi sosial masyarakat. Sudah
seharusnya gerakan KAMMI ini menjadi lebih strategis
dalam jangka waktu yang panjang (visioner). KAMMI dapat
105
mengambil peran untuk bersinergi dengan pemerintah
dalam melakukan sosialisasi dan edukasi pada masyarakat.
KAMMI dapat merekonstruksi tatanan masyarkat dengan
mengambil sampel miniatur dalam sekup mikro untuk
melakukan sosialisai dan sarana edukasi bagi masyarakat
setempat. Seperti mengambil sekup terkecil di dasalah satu
desa mojosongo. Disamping interaksi dalam hal pemberian
pembelajaran Al Quran (TPA), rasanya perlu memperluas
ranah sekup pembelajaran masyarakat setempat mengenai
ekonomi syariah. Contohnya, pendampingan atau
pembinaan terkait akses UKM ke perbankan syariah bukan
jasa-jasa keuangan konvesial yang tidak jelas. Sehingga
masyarakat lebih banyak terlibat dalam kegiatan perbankan
syariah, pasar modal syariah, manajemen aset syariah,
ekuitas swasta syariah dan lainnya.
Gerakan seperti itu bukan hal yang mudah, paling
tidak KAMMI Shoyyub memulai dengan mendesain sebuah
gerakan sosial berkelanjutan dengan jangka waktu lima
bahkan sepuluh tahun kedepan. Tidak berlebihan apabila
penulis mengatakan dalam 10 tahun kedepan ada desa kecil
menjadi percontohan sebagai desa “madani”. Seperti apa
yang disebutkan dan selalu ada pada poin rekomendasi
untuk KAMMI Shoyyub dalam mewujudkan masyarakat
madani. Semoga!
[1] Konferensi Oman Islamic Economic Forum 2013 di
Muscat, Oman
106
[2] “Laba Bank Muamalat Naik”. 2013.
http://www.antaranews.com
[3] “Institusionalisasi Syariah”. 2013.
http://www.lontar.ui.ac.id
107
Cukup Satu Saja!
Hasan Fahrur Rozi
Sebagai rakyat, satu hal yang saya minta dari
pemimpin negarawan, pikirannya!
Demikian hal ini saya ucapkan untuk mengantar
harapan besar pada sosok pemimpin negarawan. Sosok yang
diharapkan mampu memiliki fungsi kepemimpinan dalam
upaya mencapai tujuan bernegara secara utuh. Sebagai
rakyat, boleh kita menuntut kejujuran, keadilan, komitmen,
integritas, ataupun hal-hal positif lain. Namun, banyaknya
tuntutan ini akan dengan mudah dilupakan olehnya yang
meimiliki kekuasaan legitimasi sebagai pemimpin
negarawan.
Untuk itu, kalau boleh saya minta, satu hal saja yang
akan saya minta, pikiran pemimpin negarawan. Keputusan
pemimpin negarawan menjadi hal yang sangat strategis
dalam menciptakan kesejahteraan ataupun kehancuran.
Bermula dari hal ini, maka landasan dalam membuat
keputusan perlu dijadikan fokus utama untuk dikawal.
Sebagai manusia pemimpin negarawan juga memiliki
prosedur perilaku yang sama dengan kita. Melalui proses
berpikir dalam kognisi dengan mengasosiasikan berbagai
108
pengalaman dan hasil pembelajaran akan menghasilkan
suatu pemikiran yang kemudian dapat dirasakan melalui
afeksi. Ketika proses berpikir dan merasa sudah mendapat
kesatuan untuk bertindak, maka dorongan kuat akan
dimunculkan oleh konasi dalam bentuk motivasi hingga
pada akhirnya terciptalah suatu perilaku tampak. Seperti
inilah sederhananya ilmu psikologi bicara mengenai proses
perilaku manusia.
Dari hal tersebut, tidakkah kita sadari pengambilan
keputusan sangat dikontrol oleh pengalaman dan
pembelajaran yang akan menjadi bahan utama dalam
membuat keputusan? Bayangkan! Jika lingkungan pemimpin
negarawan menuntutnya untuk mengambil keuntungan
berupa uang dari kepemimpinannya, maka uang pula yang
akan menjadi fokus pikirannya. Selanjutnya, sudah dapat
ditebak, korupsi, permainan bawah meja, ataupun hal lain
yang dapat memberikan uang adalah pemikiran terbaik
untuk kemudian diwujudkan dalam kebijakan. Mengerikan,
bukan?
Sayangnya, hal mengerikan ini sudah menjadi rahasia
umum di negara kita tercinta. Untuk menjadi seorang
pemimpin di tingkat kabupaten, calon Bupati harus
menghabiskan ratusan juta, bahkan miliaran rupiah. Lantas
bagaimana jika kekuasaan legitimasi yang diharapkan
memiliki tingkat lebih tinggi? Tak perlu logika berat untuk
menjawabnya.
Ini baru masalah uang. Belum lagi dengan
kepentingan-kepentingan pihak lain yang hendak
109
menunggangi. Jika “penunggang” ini terus menjadi fokus
pikiran, maka kebijakan akan diarahkan pula pada
kepentingan tersebut. Hal ini akan menjadi pengalaman yang
disimpan dalam memori dan akan menjadi bahan baku
dalam membuat kebijakan.
Berlandaskan logika dan pengetahuan sederhana inilah
wajar kiranya saya meminta satu hal saja dari pemimpin
negarawan, yakni pikirannya. Pikiran pemimpin negarawan
hanya untuk rakyatnya. Biarkan rakyat yang menjadi
pengalaman dan pembelajaran sebagai bahan baku berpikir
dalam memproses keputusan. Sehingga rakyatlah yang akan
dipikirkan untuk mendapat kesejahteraan, rakyatlah yang
akan dipikirkan untuk mendapat keadilan dan rakyatlah yang
akan mengantarkan pemimipin negarawan mencapai
kesempurnaan hakekatnya.
Sekali lagi, kejujuran, keadilan, komitmen, integritas,
kepedulian, tak akan kumintakan lagi dari sosok pemimpin
negarawan. Saya yakin mereka hanya akan membuat janji-
janji diplomatis untuk memenuhi banyaknya kriteria-kriteria
yang saya harapkan. Maka, saya hanya meminta satu, yakni
pikiran mereka untuk rakyat. Lakukan permintaan sederhana
itu secara berkelanjutan, niscaya kejujuran, integritas,
komitmen, kepedulian akan terwujud tanpa harus berat
menanggung janji-janji yang dibuat hanya untuk melegakan
hati.
Apapun yang terjadi disetiap langkahmu,
kembalikan pikiranmu untuk rakyat!
110
Apapun resiko yang harus menghalangimu,
kembalikan pikiranmu untuk rakyat!
111
Cukupkah Satu Saja?
(Tanggapan atas Tulisan Hasan
Fahrur Rozi: Cukup Satu Saja!)
Alikta Hasnah Safitri
“Kembalikan pikiranmu untuk rakyat!” adalah akhir dari
rangkaian gagasan yang Hasan sampaikan dalam tulisannya
berjudul Cukup Satu Saja! beberapa waktu silam. Dalam
tulisan tersebut, Hasan memaparkan (dan jelas mengarahkan
para pembacanya) untuk kembali melakukan refleksi
panjang dalam menilai sebuah kepemimpinan.
Titik tekan yang ia ambil adalah bahwa dalam
memutuskan suatu perkara, landasan dalam mengambil
sikap itu lah yang perlu dipertimbangkan dengan matang,
terlebih bagi seorang pemimpin yang keputusannya
menyangkut hal-hal strategis yang berdampak bagi
masyarakat luas. Oleh karena itu, seorang pemimpin
haruslah memiliki wawasan dan pengalaman yang memadai
serta kemerdekaan pikir guna mengerahkan segenap daya
dan upaya yang dimilikinya demi kesejahteraan rakyat.
Saya sepakat dengan apa yang Hasan sampaikan.
Nalar seorang negarawan mestinya memang dilandasi
kemerdekaan dalam pikiran, sikap, dan tindakan. Buah
112
gagasannya terlepas dari intervensi meskipun tidak bebas
seenaknya sendiri. Hal ini tentu saja telah tergambar jelas
dalam Kredo Gerakan KAMMI yang sejatinya telah
merangkum bagaimana independensi kader semestinya
diterapkan: Kami adalah orang-orang yang berpikir dan
berkehendak merdeka. Tidak ada satu orang pun yang bisa memaksa
kami bertindak. Kami hanya bertindak atas dasar pemahaman,
bukan taklid, serta atas dasar keikhlasan, bukan mencari pujian
atau kedudukan.
Akan tetapi, jika yang kita bicarakan adalah
kepemipinan, satu kriteria saja jelas tidak cukup. Kalau
bicara soal kriteria, maka kita akan dihadapkan pada begitu
banyak faktor yang saling terkait satu sama lain, kesemuanya
membentuk rangkaian sebab-akibat yang tak bisa diputus
seenaknya. Orang yang memiliki kemerdekaan pikir tentulah
harus memiliki wawasan yang luas, orang yang memiliki
wawasan luas haruslah bersikap jujur, kejujuran pun perlu
dilandasi keberanian dan kemauan untuk berkorban,
demikian seterusnya.
Saya meyakini bahwa seorang pemimpin sejati
bukanlah dia yang ditetapkan oleh suara mayoritas, bukan ia
yang tampil menawan karena kuasa modal yang dimiliki,
terlebih diangkat hanya karena popularitas. Tanpa iman yang
teguh, kewibawaan pemimpin hanya akan jadi bahan olok-
olok. Pemimpin ada, bukan hanya untuk melayani, tetapi
juga memberikan pengaruh. Bukan hanya mau mendengar
keluhan, tapi juga berpikir keras untuk menyelesaikan
persoalan. Bukan sekedar beretorika, tapi memberi bukti
nyata yang bisa dirasa.
113
Bagi saya pribadi, kapasitas pemimpin terletak pada
kemampuannya membedakan antara yang haq dan yang
batil. Hal ini tercermin pada sikapnya yang adil dalam
mengambil setiap keputusan. Tak semua yang terlihat lemah
pantas dilindungi dengan keberpihakan mutlak, dan tak
semua yang terlihat garang layak untuk disalahkan secara
membabi buta.
Konstelasi politik di negeri ini patut menjadi pelajaran.
Keadilan melompat jauh menembus segala batas yang
nampak di permukaan. Menembus batas-batas itu dengan
mengenyahkan segala keegoisan dan kehendak untuk mapan
dengan kondisi sosial adalah sebuah keniscayaan bagi aktivis
pergerakan. Sebab, seorang aktivis adalah ia yang tumbuh
dalam keyakinan, keberanian, dan kehendak kuat untuk
bersikap idealis, serta bersedia mendarmabaktikan hidupnya
demi kepentingan umat yang jauh lebih besar.
Pertanyaannya: Sanggupkah kita?
Billahi Fii Sabilil haq Fastabiqul Khairat.