DINAMIKA IPTEK - INTERAKSI CAHAYA DENGAN MATERI
Transcript of DINAMIKA IPTEK - INTERAKSI CAHAYA DENGAN MATERI
DINAMIKA IPTEK - INTERAKSI CAHAYA
DENGAN MATERI
FITRI RAHMAH
i
DINAMIKA IPTEK – INTERAKSI
CAHAYA DENGAN MATERI
FITRI RAHMAH
LP UNAS
ii
Dinamika IPTEK – Interaksi Cahaya dengan Materi Oleh : Fitri Rahmah Hak Cipta© 2021 pada Penulis Editor Naskah : Gilang Almaghribi Penyunting : Kiki Rezki Lestari dan Fitria Hidayanti Desain Cover : Erna Kusuma Wati ISBN: 978-623-7273-06-6 Hak Cipta dilindungi Undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun, baik secara elektronis maupun mekanis, termasuk memfotocopy, merekam atau dengan sistem penyimpanan lainnya, tanpa izin dari Penulis. Penerbit : LP_UNAS Jl.Sawo Manila, Pejaten Pasar Minggu, Jakarta Selatan Telp. 021-78067000 (Hunting) ext.172 Faks. 021-7802718 Email : [email protected]
iii
KATA PENGANTAR
Dalam pembuatan buku Dinamika IPTEK – Interaksi Cahaya dengan Materi ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak yang telah banyak membantu. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. El Amry Bermawi Putra, MA selaku
Rektor Universitas Nasional 2. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada
Masyarakat Universitas Nasional 3. LP Unas 4. Jajaran dosen dan karyawan di lingkungan
Universitas Nasional Demikianlah semoga buku ajar Dinamika IPTEK –
Interaksi Cahaya dengan Materi ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa termasuk mahasiswa Program Studi Teknik Fisika Universitas Nasional. Tentunya dalam pembuatan buku ajar ini, tidak luput dari kesalahan. Untuk itu, kami mohon masukan dari para pembaca untuk perbaikan buku ajar ini.
Jakarta, Juni 2021
Penulis Fitri Rahmah
iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................... iii
DAFTAR ISI ............................................................................ iv
BAB 1 – IPTEK DAN ANALOGI FENOMENA FISIKA ....................................................................................... 1
1.1. IPTEK ....................................................................... 1
1.2. Fenomena Fisika....................................................... 3
BAB 2 – INTERAKSI CAHAYA DENGAN MATERI 32
2.1. Backscattered Electron ................................................ 32
2.2. Semikonduktor Penyusun Laser........................... 34
2.3. Quantum Hall Effect ................................................. 40
BAB 3 – SIFAT OPTIK BAHAN ...................................... 44
3.1. Cahaya dan Gelombang Elektromagnetik .......... 44
3.2. Sifat Bahan Optik pada non - Padatan ................ 66
3.3. Sifat Bahan Optik pada Padatan .......................... 76
3.4. Aplikasi dari Bahan Optik ..................................... 86
3.5. Lensa Menurut Material ........................................ 90
BAB 4 – CONTOH DINAMIKA IPTEK ...................... 105
4.1. Teknologi LASIK ................................................. 105
4.1.1 Teori atau Konsep ........................................... 107
4.1.2 Teknologi........................................................... 116
v
4.1.3 Aplikasi .............................................................. 117
4.1.4 Dampak ............................................................. 128
4.2. Teknologi Li-Fi ..................................................... 130
4.2.1 Teori atau Konsep ........................................... 132
4.2.2 Teknologi........................................................... 136
4.2.3 Aplikasi .............................................................. 144
4.2.4 Dampak ............................................................. 146
4.3. Divais Elektronik : Fotodioda ............................ 150
4.4. Sensor Sidik Jari .................................................... 156
4.5. Electrostatic Comb Drive .......................................... 166
4.6. Sensor Temperatur Berbasis CMOS ................. 168
4.7. Sel Surya ................................................................. 197
DAFTAR PUSTAKA .......................................................... 204
TENTANG PENULIS ....................................................... 207
1
BAB 1 – IPTEK DAN ANALOGI
FENOMENA FISIKA
1.1. IPTEK
Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) merupakan
kesinambungan dari konsep, teori, ilmu, teknologi, aplikasi
dan dampak dalam peradaban manusia. IPTEK akan terus
berkembang untuk meningkatkan daya saing dan
kemandirian bangsa. Perkembangan IPTEK dapat mulai
ditinjau baik dari konsep, teori atau ilmu atau bahkan
dampaknya pada manusia dan lingkungan. Terdapat
beberapa permasalahan yang ditemui dalam pengembangan
IPTEK antara lain masih kurang kuatnya kebijakan IPTEK
dengan bidang-bidang yang akan dikembangkan. Kemudian
budaya dan ilkim dalam literasi dan melakukan inovasi.
Selanjutnya sumber daya untuk melakukan eksekusi IPTEK
tersebut masih kurang.
Mengutip dari dokumen badan perencanaan pembangunan
nasional (Bappenas) terkait iptek, terdapat penjabaran
2
mengenai identifikasi permasalahan-permasalahan yang
dihadapi pada pengembangan iptek, Langkah-langkah
kebijakan dan hasil yang dicapai, serta tindak lanjut yang
diperlukan. Selain itu jika mengacu pada riset
pengembangan IPTEK oleh Kementrian riset teknologi dan
pendidikan tinggi (Kemenristekdikti) tahun 2015
menyatakan bahwa tujuan utama program riset
pengembangan IPTEK adalah meningkatkan kesiapan
teknologi hasil riset terapan sesuai kebijakan nasional.
Sedangkan tujuan khusus dari program riset pengembangan
IPTEK adalah untuk:
a. Meningkatkan kesiapan hasil riset terapan dari
model/prototipe yang diuji di lingkungan laboratorium
ke lingkungan operasi yang relevan;
b. Meningkatkan apresiasi dan peran serta masyarakat
dalam pembudayaan IPTEK, antara lain melalui
pengembangan techno-education, techno-exhibition,
techno-entertainment, dan techno-preneurship serta
pengembangan inovasi dan kreativitas IPTEK; dan
c. Mengembangkan dan memanfaatkan IPTEK berbasis
kearifan dan sumber daya local
3
Peran perguruan tinggi dalam riset diharapkan mengarah
kepada kebijakan dan produk IPTEK untuk mempercepat
pembangunan ekonomi di Indonesia.
1.2. Fenomena Fisika
Proses fisis maupun teknologi yang ada di sekitar kita dapat
digambarkan dalam bentuk model matematika tertentu.
Fenomena fisika di sekitar kita memiliki kesamaan antar
yang satu dengan lainnya. Beberapa fenomena memiliki
analogi sama, sehingga melalui cara ini akan membuat kita
mampu memandang suatu sistem dari sisi yang lain melalui
konsep analogi. Berikut ini terdapat contoh fenomena fisika
dalam bentuk analogi-analogi yang memungkinkan.
Fenomena 1 - Sistem Suspensi pada Kendaraan Bermotor.
Sebuah benda bermassa M yang digantung dengan pegas
dan damper, kemudian dikenai gaya input P(t) maka benda
akan menghasilkan simpangan sebesar x fungsi waktu. Hal
tersebut menjadi dasar prinsip umum dalam sistem suspensi
kendaraan bermotor.
4
Pada sistem suspensi, roda dalam satu poros dihubungkan
dengan poros kaku (rigid), poros kaku tersebut dihubungkan
ke bodi dengan menggunakan pegas, dan damper. Sistem
suspensi ini terletak diantara bodi kendaraan dan roda-roda,
dan dirancang untuk menyerap kejutan dari permukaan jalan
sehingga menambah kenyamanan. Awalnya semua
kendaraan menggunakan sistem ini bahkan sampai sekarang
sebagian besar kendaraan berat seperti truck, masih
menggunakan sistem ini, sedangkan kendaraan niaga
umumnya menggunakan sistem ini pada roda belakang.
Gambar 1. Sistem Suspensi pada Kendaraan Bermotor
Konsep Fisika dan Matematika pada sistem suspensi
kendaraan merupakan jenis sistem mekanik, dimana model
5
sistemnya dapat digambarkan seperti pada Gambar 2.
Proses fisis pada model sistem tersebut dapat
disederhanakan ke dalam suatu bentuk model matematis
sistem mekanik. Berikut pemodelan sistem mekanik dengan
hukum Newton.
Gambar 2. Model Sistem Suspensi pada Kendaraan
ΣF m a⋅
ΣF m 2tx t( )d
d
2⋅
P(t)
6
Sehingga bisa didapatkan model matematis sistem pada
Gambar 2 adalah
𝑚𝑚.𝑑𝑑2
𝑑𝑑𝑑𝑑2𝑥𝑥(𝑑𝑑) + 𝑘𝑘. 𝑥𝑥(𝑑𝑑) + 𝑏𝑏.
𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑥𝑥(𝑑𝑑) = 𝑃𝑃(𝑑𝑑)
Persamaan yang diperoleh dari sistem suspensi kendaraan
yang berasal dari penurunan persamaan gerak Newton.
Persamaan gerak pada benda 1
Persamaan gerak pada benda 2
Fenomena 2 - Sistem Mekanik pada Rotor
Pada sebuah generator terdapat alat mekanik yang disebut
rotor. Rotor adalah sebuah alat mekanik yang berputar
(memiliki gerakan rotasi). Rotor ini terdapat dalam
P t( ) k x t( )⋅− btx t( )d
d
⋅− m 2tx t( )d
d
2⋅
m1 2tx1 t( )d
d
2⋅ k1 x1 t( )⋅+ k2 x1 t( ) x2 t( )−( )+ c1
tx1 t( )d
d
⋅+ c2tx1 t( )d
d tx2 t( )d
d−
⋅+
m2 2tx2 t( )d
d
2⋅ c2
tx2 t( )( )d
d tx1 t( )( )d
d−
⋅+ k2 x2 t( ) x1 t( )−( )+ 0
7
kendaraan bermotor elektrik, generator, alternator atau
pompa.
Gambar 3. Rotor pada Alternator
Konsep Fisika dan Matematika pada sistem ini merupakan
jenis sistem mekanik, dengan model sistemnya dapat
digambarkan seperti Gambar 4.
Gambar 4. Model Sistem Rotor pada Alternator
Proses fisis di atas dapat disederhanakan ke dalam suatu
bentuk model matematis sistem mekanik. Berikut
8
pemodelan sistem mekanik dengan hukum Newton
mengenai gerak rotasi:
Sehingga bisa didapatkan model matematis sistem pada
Gambar 4 adalah
𝑗𝑗 ∙𝑑𝑑2
𝑑𝑑𝑑𝑑2𝜔𝜔(𝑑𝑑) + 𝑏𝑏 ∙
𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝜔𝜔(𝑑𝑑) = 𝜏𝜏
Fenomena 3 - Sistem Rangkaian Oscillator
Rangkaian RLC secara seri sering digunakan pada rangkaian
oscillator. Biasanya digunakan pada penggunaan tuning
radio dan juga televisi untuk mencari frekuensi dari
gelombang radio. Skema rangkaian RLC seri juga sering
disebut circuit conrolled. Rangkaian ini juga bisa digunakan
untuk band pass filter dan juga band stop filter. Contoh oscillator
pada radio ditunjukkan oleh Gambar 5.
τ∑ 0
τ J 2tω t( )d
d
2⋅− b
tω t( )d
d
⋅− 0
9
Gambar 5. Oscillator pada Radio
Konsep Fisika dan Matematika pada fenomena 3
merupakan jenis sistem elektrik, dimana model sistemnya
dapat digambarkan seperti Gambar 6.
Gambar 6. Model Sistem Oscillator pada Radio
10
Rangkaian Seri RLC merupakan sebuah rangkaian yang
terdiri dari resistor (R), inductor (L) dan juga kapasitor (K)
yang disusun secara seri atau juga paralel di dalam satu
rangkaian. Rangkaian RLC seri ini disimbolkan untuk
rangkaian aliran listrik ketahanan, induktansi , dan juga
kapasitansi.
Rangkaian RLC yang disusun seri ini dihantarkan oleh arus
listrik AC (arus bolak balik) yaitu arus yang arahnya dalam
rangkaian berubah-ubah (sinusoidal) dalam selang waktu
yang teratur, dimana setiap kompnen akan menerima
besaran tegangan yang sama. Jika komponen induktor L,
kapasitor C dan resistor R diberi tegangan sebesar e(t) maka
akan muncul arus yang mengalir pada komponen tersebut
sebesar i(t). Gambar 6 dapat dimodelkan dengan
menggunakan hukumKirchoff-tegangan.
Σe 0
e− t( ) Lti t( )d
d
⋅+ i t( ) R⋅+
ti t( )⌠⌡
d
C+ 0
11
Dimana,
Sehingga bisa didapatkan model matematis sistem pada
Gambar 6 adalah
𝐿𝐿.𝑑𝑑2
𝑑𝑑𝑑𝑑2𝑞𝑞(𝑑𝑑) + 𝑅𝑅.
𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑞𝑞(𝑑𝑑) +
1𝐶𝐶
. 𝑞𝑞(𝑑𝑑) = 𝑒𝑒(𝑑𝑑)
Fenomena 4 - Sistem pada Servomotor DC
Pada motorservo terdapat 3 kumparan yaitu armarure,
magnet permanen, dan komutator. Pada servomotor dc,
rotor inersia dibuat sangat kecil, yang menghasilkan motor
dengan rasio torsi-terhadap-inersia sangat tinggi
Lti t( )d
d
⋅ i t( ) R⋅+
ti t( )⌠⌡
d
C+ e t( )
itq t( )d
d
12
Gambar 7. Servomotor DC
Konsep Fisika dan Matematika pada sistem servomotor DC
ini merupakan jenis sistem elektromekanik, dimana model
sistemnya dapat digambarkan seperi pada Gambar 8.
Gambar 8. Model Sistem Elektromekanik pada
Servomotor DC
Keterangan:
Ra =Resistansi rangkaian armatur
Ia= Arus rangkaian armatur
If = Arus
ea = Tegangan armatur
eb = Tegangan balik emf
θ1= perubahan sudut motor shaft
θs = perubahan sudut koad element
13
T = torsi
J1 = momen inersia rotor
J2 = momen inersia load
n1 = konstanta gear 1
n2 = konstanta gear 2
Persamaan torsi T motor sebagai berikut :
Dimana K adalah konstanta torsi motor dan tegangan eb
sebanding dengan kecepatan sudut
Dimana Kb adalah konstanta tegangan balik emf.
Kecepatan dari armature motorservo DC yang dikontrol
tegangan armature ea dapatn dituliskan dalam bentuk
persamaan differensial sebagai berikut.
14
Untuk arus armatur yang dihasilkan digunakan untuk
menggerakkan motor dapt ditulisakn dalam persamaan
berikut.
Dari beberapa persamaan diatas dilakukan substitusi
sehingga menghasilkan persamaan sebagai berikut.
Sehingga bisa didapatkan model matematis sistem pada
Gambar 8 adalah:
2tθ t( )d
d
2
t
Ra b⋅ K Kb⋅+
Ra J⋅d
d+ Ea t( )
KRa J⋅⋅
15
Fenomena 5 - Sistem Pengisian Air pada Bak Mandi
Ketika keran air dibuka pada suatu bak mandi, air dari keran
akan jatuh ke bawah mengisi bak dengan laju aliran masuk
Q+qi sehingga akan muncul kenaikan sebesar h pada bak
mandi. Lalu, ketika katup valve pada bagian bawah bak
dibuka maka air akan mengalir keluar dengan laju aliran
Q+qo.
Gambar 9. Pengisian Air pada Bak Mandi
Konsep Fisika dan Matematika pada sistem pengisian ini
merupakan jenis sistem level, dimana model sistemnya dapat
digambarkan seperi pada Gambar 10. Berikut ini adalah
pemodelan matematis dari sistem level pada Gambar 10.
16
Sehingga bisa didapatkan model matematis sistem pada
Gambar 10 adalah
𝐶𝐶.𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑ℎ(𝑑𝑑) +
ℎ(𝑑𝑑)𝑅𝑅
= 𝑞𝑞𝑞𝑞(𝑑𝑑)
Gambar 10. Model Sistem Pengisian Air pada Bak Mandi
Fenomena 6 - Sistem Rem pada Kendaraan Bermotor
Pada sebuah kendaraan bermotor, terdapat rem yang
berfungsi untuk memperlambat dan menghentikan laju
Cth t( )d
d
⋅ qi t( ) qo t( )−
Cth t( )d
d
⋅ qi t( )h t( )R
−
17
kendaraan. Kendaraan dengan beban yang sangat berat
seperti truk misalnya, memiliki rem dengan sistem
pneumatik. Rem ini menggunakan sistem kompresi udara.
Hal ini dikarenakan udara memberikan respon yang lebih
cepat jika dibandingkan fluida lain dalam hal kompresi.
Sehingga cocok digunakan untuk kendaraan dengan massa
yang besar.
Gambar 11. Sistem Rem Kendaraan Bermotor
18
Konsep Fisika dan Matematika sistem pada Gambar 11 ini
merupakan jenis sistem pneumatik, dimana model sistemnya
dapat digambarkan seperti pada Gambar 12.
Gambar 12. Model Sistem Rem Kendaraan Bermotor
Diasumsikan bahwa t < 0, maka sistem dalam keadaan steady
state dan tekanan didalam sistem adalah 𝑃𝑃. Pada t=0, input
tekanan berubah dari 𝑃𝑃 ke 𝑃𝑃 + 𝑃𝑃𝑞𝑞. Kemudian
menyebabkan tekanan di dalam tanki akan berubah dari 𝑃𝑃
menjadi 𝑃𝑃 + 𝑃𝑃𝑃𝑃. Berikut ini adalah pemodelan matematis
dari sistem tersebut.
𝑅𝑅 = 𝑑𝑑(∆𝑝𝑝)𝑑𝑑𝑑𝑑
= 𝑝𝑝𝑖𝑖(𝑡𝑡)−𝑝𝑝𝑜𝑜(𝑡𝑡)𝑑𝑑(𝑡𝑡)
𝐶𝐶 𝑑𝑑𝑝𝑝𝑜𝑜(𝑡𝑡)𝑑𝑑𝑡𝑡
= 𝑞𝑞(𝑑𝑑)
𝑅𝑅𝑞𝑞(𝑑𝑑) = 𝑝𝑝𝑖𝑖(𝑑𝑑) − 𝑝𝑝𝑜𝑜(𝑑𝑑)
𝑅𝑅𝐶𝐶 𝑑𝑑𝑝𝑝𝑜𝑜(𝑡𝑡)𝑑𝑑𝑡𝑡
= 𝑝𝑝𝑖𝑖(𝑑𝑑) − 𝑝𝑝𝑜𝑜(𝑑𝑑)
19
Sehingga bisa didapatkan model matematis sistem pada
Gambar 12 adalah
𝑅𝑅𝐶𝐶 𝑑𝑑𝑝𝑝𝑜𝑜(𝑑𝑑)𝑑𝑑𝑑𝑑
+ 𝑝𝑝𝑜𝑜(𝑑𝑑) = 𝑝𝑝𝑖𝑖(𝑑𝑑)
Fenomena 7 - Sistem Pengukuran Suhu dengan
Termometer
Ketika suatu thermometer pada suhu ruang ϴoC padasaat
t=0, kemudian dimasukkan kedalam mangkuk air
temperature berubah menjadi ϴ+ϴb oC, dimana ϴboC
adalah suhu dari air di dalam mangkuk.
Gambar 13. Sistem Termal
Konsep Fisika dan Matematika pada proses yang terjadi
pada termometer dan mangkuk tersebut dapat digambarkan
20
dan dimodelkan kedalam bentuk model matematis sebagai
berikut.
Sehingga bisa didapatkan model matematis sistem pada
Gambar 13 adalah
𝑅𝑅𝐶𝐶 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝜃𝜃(𝑑𝑑) + 𝜃𝜃(𝑑𝑑) = 𝜃𝜃𝑏𝑏(𝑑𝑑)
Analogi Fenomena Fisika
Ketujuh fenomena yang telah diulas tersebut memiliki
kesamaan dalam model matematisnya. Sebagai contohnya
adalah model matematis dari sistem mekanik suspensi
kendaraan dan sistem elektrik oscillator yang dapat dilihat
pada Tabel 1.
Model matematis pada Tabel 1 memiliki bentuk persamaan
diferensial yang sama, yaitu persamaan diferensial orde 2,
sehingga kedua sistem tersebut dapat dikatakan sistem
analog. Selanjutnya adalah meninjau model matematis
Ctθ t( )d
d
⋅ q t( )
Ctθ t( )d
d
⋅θb t( ) θ t( )−( )
R
21
sistem yang lainnya, yaitu mekanik, elektrik, level,
pneumatik, dan termal yang ada pada Tabel 2.
Kelima bentuk model matematis di atas baik sistem
mekanik, elektrik, level dan termal, memiliki bentuk
persamaan diferensial yang sama yaitu persamaan diferensial
orde 1. Oleh karena itu kelima sistem di atas dapat dikatakan
sistem yang analog.
22
Tabel 1 Analogi Gaya-Tegangan Pemodelan Sistem
Sistem Mekanik Sistem Listrik
Model
Matemat
is
𝑚𝑚.𝑑𝑑2
𝑑𝑑𝑑𝑑2𝑥𝑥(𝑑𝑑) + 𝑘𝑘. 𝑥𝑥(𝑑𝑑) + 𝑏𝑏.
𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑥𝑥(𝑑𝑑)
= 𝑃𝑃(𝑑𝑑)
𝐿𝐿.𝑑𝑑2
𝑑𝑑𝑑𝑑2𝑞𝑞(𝑑𝑑) + 𝑅𝑅.
𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑞𝑞(𝑑𝑑) +
1𝐶𝐶
. 𝑞𝑞(𝑑𝑑)
= 𝑒𝑒(𝑑𝑑)
Analog
Gaya (р), torsi (T) Tegangan (e)
Massa (m), momen inersia (J) Induktansi (L)
Koefisien gesekan (b) Tahanan (R)
Tetapan pegas (k) Kapasitansi bolak-balik, (1/C)
Perpindahan (x) Muatan (q)
Kecepatan x (kecepatan sudut θ) Arus(i)
23
Tabel 2 Analogi Pemodelan Sistem Orde 1
Sistem
Mekanik Listrik (Tegangan) Level Pneumatik Termal
Mod
el M
atem
atis 𝑚𝑚.
𝑑𝑑2
𝑑𝑑𝑑𝑑2 𝑥𝑥(𝑑𝑑)
+ 𝑘𝑘. 𝑥𝑥(𝑑𝑑)
+ 𝑏𝑏.𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑥𝑥(𝑑𝑑)
= 𝑃𝑃(𝑑𝑑)
𝐿𝐿.𝑑𝑑2
𝑑𝑑𝑑𝑑2 𝑞𝑞(𝑑𝑑)
+ 𝑅𝑅.𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑞𝑞
(𝑑𝑑)
+1𝐶𝐶 . 𝑞𝑞(𝑑𝑑) = 𝑒𝑒(𝑑𝑑)
𝐶𝐶.𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 ℎ
(𝑑𝑑)
+ℎ(𝑑𝑑)𝑅𝑅
= 𝑞𝑞𝑞𝑞(𝑑𝑑)
𝑅𝑅𝐶𝐶 𝑑𝑑𝑝𝑝𝑜𝑜(𝑡𝑡)𝑑𝑑𝑡𝑡
+
𝑝𝑝𝑜𝑜(𝑑𝑑) =
𝑝𝑝𝑖𝑖(𝑑𝑑)
𝑅𝑅𝐶𝐶 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝜃𝜃(𝑑𝑑)
+ 𝜃𝜃(𝑑𝑑) = 𝜃𝜃𝑏𝑏(𝑑𝑑)
Ana
log
Gaya (р), torsi (T) Tegangan (e) Laju aliran (q) Laju aliran
(q)
Heat flow rate
(q)
Massa (m),
momen inersia (J) Induktansi (L) Kapasitansi (C)
Kapasitansi
(C) Kapasitansi (C)
24
Koefisien gesekan
(b) Tahanan (R)
Resistansi
(1/R)
Resistansi
(1/R)
Resistansi
(1/R)
Tetapan pegas (k) Kapasitansi
bolak-balik, (1/C) Ketinggian (h) Tekanan (p) Suhu (ϴ)
Perpindahan (x) Muatan (q)
Laju
perubahan
ketinggian
Laju
perubahan
tekanan
Laju perubahan
suhu
25
Contoh lain fenomena fisika adalah teknologi LASIK.
LASIK merupakan penerapan teknologi dengan bantuan
LASER sebagai alat koreksi kesalahan bias mata manusia.
Pada LASIK, secara matematika perjalanan cahaya pada
mata dapat dihitung pembiasannya. Dari pembiasan
tersebut dapat diketahui berapa jarak fokus yang dimiliki
lensa. Berdasarkan jarak fokus ini, akan diketahui kekuatan
dari lensa mata manusia. Apabila lensa mata melemah,
sehingga tidak dapat meneruskan bayangan benda tepat
pada retina, maka secara konsep dapat direkayasa melalui
perubahan bentuk korneanya. Harapannya, dengan
mengubah bentuk kornea mata, maka sudut datang dan
sudut pembiasannya nanti akan mampu dibiaskan tepat pada
retina.
Dalam metode ini dilakukan
a. Pengukuran kesalahan bias (refractive error)
RP = pupil radius in mm, a value of 5.0 is used
n = corneal refractive index, a value of 1.377 is used
26
Setelah mengetahui kesalahan bias dari mata manusia,
maka selanjutnya dilakukan pemodelan dari kornea mata
manusia. Data dari kontur kornea mata manusia ini
dianalogikan seperti tabung, seperti yang ditujukan oleh
gambar berikut.
b. Pengukuran ketebalan kornea
Gambar 14. Data Topografi Kornea
Gambar 15. Sistem Koordinat dengan Proses Pemetaan
27
Dari kontur tersebut selanjutnya dapat dihitung berapa
kelengkungan dari kornea, dan luasan kornea sebelah
mana yang akan dikenai perubahan dengan LASER
sehingga mampu membiaskan cahaya tepat pada retina.
c. Pengukuran Bentuk dan Lengkungan Kornea
Gambar 16. Bentuk dan Lengkungan Kornea
R is the radius of the fitted sphere, a, b, and c are the
coordinates of the center of the fitted sphere. Once R is
obtained, the power, D
28
Contoh fenomena fisika berikutnya pada sistem proses
pengisian air. Pada sistem pengisian tersebut, level yang
selalu dijaga tetap pada ketinggian H, dapat dilihat pada
Gambar 17.
Gambar 17. Sistem Pengisian Air
Jika diketahui laju aliran adalah Q, level ketinggian adalah H,
dan kapasitansi tanki adalah C, maka ketika valve input
dibuka, akan ada tambahan laju aliran sebesar qi. Hal ini akan
menyebabkan perubahan level ketinggian tanki sebesar h.
Oleh karena itu, harus dilakukan pembuangan aliran keluar
tanki sebesar qo.
Sistem pada gambar tersebut merupakan sistem dinamik,
karena sistem berubah terhadap waktu. Oleh karena itu
dilakukan pemodelan sistem dengan menggunakan model
29
matematik. Misal yang ditinjau adalah Resistansi tanki (R),
yang dapat ditulis dengan persamaan:
𝑅𝑅 =𝑐𝑐ℎ𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑒𝑒 𝑞𝑞𝑎𝑎 𝐻𝐻𝑒𝑒𝑎𝑎𝑑𝑑
𝑐𝑐ℎ𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑒𝑒 𝑞𝑞𝑎𝑎 𝐹𝐹𝐹𝐹𝑃𝑃𝐹𝐹 𝑅𝑅𝑎𝑎𝑑𝑑𝑒𝑒=𝑑𝑑(∆𝐻𝐻)𝑑𝑑𝑞𝑞
=ℎ𝑞𝑞𝑜𝑜
𝐶𝐶 =𝑐𝑐ℎ𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑒𝑒 𝑞𝑞𝑎𝑎 𝐹𝐹𝑞𝑞𝑞𝑞𝑙𝑙𝑞𝑞𝑑𝑑 𝑠𝑠𝑑𝑑𝑃𝑃𝑠𝑠𝑒𝑒
𝑐𝑐ℎ𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑒𝑒 𝑞𝑞𝑎𝑎 𝐻𝐻𝑒𝑒𝑎𝑎𝑑𝑑=∆𝑄𝑄𝑑𝑑ℎ𝑑𝑑𝑑𝑑
𝐶𝐶𝑑𝑑ℎ𝑑𝑑𝑑𝑑
= 𝑞𝑞𝑖𝑖 − 𝑞𝑞𝑜𝑜
𝐶𝐶𝑑𝑑ℎ𝑑𝑑𝑑𝑑
= 𝑞𝑞𝑖𝑖 −ℎ𝑅𝑅
𝑅𝑅𝐶𝐶𝑑𝑑ℎ𝑑𝑑𝑑𝑑
+ ℎ = 𝑅𝑅𝑞𝑞𝑖𝑖
(𝑅𝑅𝐶𝐶𝑠𝑠 + 1)𝐻𝐻(𝑠𝑠) = 𝑅𝑅𝑄𝑄𝑞𝑞(𝑠𝑠)
𝐻𝐻(𝑠𝑠)
𝑄𝑄𝑞𝑞(𝑠𝑠)=
𝑅𝑅𝑅𝑅𝐶𝐶𝑠𝑠 + 1
Persamaan tersebut merupakan model matematik sistem
pengisian air pada Gambar 17.
Kesimpulan
Dari feomena yang telah diulas, terlihat bahwa sistem
dinamik antara lain berupa mekanik, listrik, elektromekanik,
30
level, pneumatik, dan termal. Sistem ini dapat dijadikan
model ke dalam bentuk model matematis persamaan
diferensial. Metode untuk mengubah ke persamaan ini
contohnya melalui Hukum Newton untuk sistem mekanik,
atau Hukum Kirchoff untuk sistem elektrik.
Sistem ini dapat digambarkan dengan model matematika
yang sama, meskipun secara fisik berbeda. Keadaan inilah
yang disebut dengan analogi sistem, dimana menjadi ulasan
di dalam tulisan berikut. Analogi sistem seperti yang telah
disajikan pada Tabel 1 untuk sistem orde 2 dan Tabel 2
untuk sistem orde 1.
Konsep analogi sistem sangat bermanfaat karena alasan
sebagai berikut:
1. Dapat diterapkan secara langsung terhadap sistem yang
analogi di bidang apapun
2. Karena sistem yang satu mungkin lebih mudah diubah
ke dalam modem matematisnya dibandingkan sistem
yang lain. Misalnya jika mengalami hambatan dalam
pemodelan sistem mekanik, dapat menelaah dengan
31
analogi sistem listrik. Hal ini dikarenakan sistem listrik
secara umum jauh lebih mudah untuk dimodelkan..
Semua sistem yang dinamis ini tidak terlepas dari pentingnya
kerangka konsep, teori dasar serta peran keteknikan bidang
fisika untuk menjadikannya sebagai teknologi yang
bermanfaat bagi masyarakat luas.
32
BAB 2 – INTERAKSI CAHAYA
DENGAN MATERI
2.1. Backscattered Electron
Backscattered electron adalah salah satu istilah yang biasa
dikenal dalam interaksi elektron dengan material yang
diaplikasikan pada Scanning Electron Microscopy (SEM).
Prinsip kerja SEM sendiri adalah adanya sinar elektron dari
pistol elektron yang ditembakkan ke material. Dimana saat
elektron mengenai material, maka akan terbentuk hamburan
elektron baru hasil interaksi yang selanjutnya diterima oleh
detektor. Terdapat banyak jenis hamburan dari hasil
interaksinya dengan material yang ditunjukkan oleh Gambar
1.
Prinsip Dasar Backscattered Electron
Pada Backscattered Electron, lintasan elektron berubah
tetapi energi kinetik dan kecepatannya tetap. Hal ini karena
adanya perbedaan besar antara massa elektron dan inti atom.
Dimana atom dengan kerapatan yang tinggi atau memiliki
33
massa dan inti yang besar, akan menghamburkan lebih
banyak elektron, sehingga topografi yang dihasilkan akan
lebih cerah. Oleh karena itu Backscattered Electron
menunjukkan kekontrasan dari nomor atom Z.
Gambar 1. (Atas) Hamburan dari Interaksi Sinar Elektron
dengan Material, dan (Kiri) Kedalaman untuk Masing-
masing Hamburan pada Material
34
Sudut hamburan Backscattered Electron dapat mencapai
180o, tetapi rata-rata sudut hamburannya sebesar 5o.
Besarnya energi Backscattered Electron di atas 50 eV.
Prinsip Back Scattered Electron untuk topografi dapat
dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Backscattered Electron - Atom dengan inti
lebih besar memantulkan lebih banyak elektron sehingga
topografi yang dihasilkan akan tampak lebih cerah
dibandingkan atom berinti kecil
2.2. Semikonduktor Penyusun Laser
Jenis Semikonduktor yang dapat menghasilkan laser dan
prinsip kerjanya dijelaskan pada tulisan berikut. Laser
35
semikonduktor memiliki medium aktif dari unsur
semikonduktor. Laser semikonsuktor memiliki berkas
cahaya yang monokromatik dan sangat terarah seperti laser
Ruby dan laser He-Ne. Selain itu memiliki prinsip kerja sama
seperti LED dengan sambungan P-N nya.
Gambar 3. Ilustrasi dari Kiri ke Kanan, Direct Bandgap
Unsur Golongan IIIA-VA, Indirect Bandgap Unsur
Golongan IVA
Bahan semikonduktor yang digunakan pada Laser
Semikonduktor adalah semikonduktor dengan direct
36
bandgap. Pada tabel periodik unsur, semikonduktor dengan
direct bandgap berada pada golongan IIIA (Al, Ga, In) dan
VA (P, As, Sb). Alasan dipilihnya semikonduktor pada direct
bandgap karena kemungkinan transisi radiasinya yang sangat
tinggi.
Tiap unsur tersebut memiliki pita konduksi dan pita valensi
yang terpisah pada gap tertentu. Besar energi gap tiap unsur
berbeda-beda, dimana besarnya sebanding dengan foton
yang dihasilkan. Tabel 1 menunjukkan pasangan unsur
dengan panjang gelombang foton yang mampu dihasilkan
pada bandgap nya. Terdapat 3 buah struktur Laser
Semikonduktor dalam konfigurasi Fabry-Perot, yaitu:
1. Homojunction Laser
Struktur ini menggunakan sambungan P-N dan disebut
homojunction karena memiliki material semikonduktor
yang sama pada kedua sisi sambungannya. Pada kondisi
bias yang tepat akan dipancarkan sinar laser
2. Double Heterostructure/Heterojunction Laser
Struktur ini memiliki lapisan tipis semikonduktor misal
GaAs diapit oleh dua semikonduktor yang berbeda
misal AlxGa1−xAs. Laser ini difabrikasi menggunakan
37
teknik pertumbuhan kristal epitaksi. Selain itu
memerlukan arus listrik yang lebih sedikit daripada
homojunction laser
Tabel 1. Bahan Semikonduktor untuk Laser dengan
Panjang Gelombang yang Dihasilkan
3. Double Heterostructure/Heterojunction Laser dengan
Stripe geometry
Struktur ini memiliki oxide layer yang mengisolasi semua
kecuali stripe kontak, sehingga lasing area terbatas pada
area di bawah kontak. Lebar stripe sebesar 5 - 30 μm.
38
Dimana keuntungan stripe adalah untuk mereduksi arus
operasi dan mengeliminasi daerah multiple-emission
sepanjang sambungan.
Prinsip Kerja Laser Semikonduktor diawali dengan
population invertion melalui injeksi arus listrik DC untuk
meningkatkan emisi stimulasi. Population invertion dicapai
melalui doping yang sangat tinggi pada sisi sambungan.
Efeknya adalah level energi fermi berada di bawah ujung pita
valensi pada sambungan P, dan di atas ujung ujung pita
konduksi pada sambungan N. Efek doping yang sangat
tinggi ini jika dikenai tegangan maju disebut dengan lapisan
aktif, yang diilustrasikan oleh Gambar 4.
Gambar 4. Ilustrasi Kondisi Doping Tinggi pada
Sambungan P-N
39
Lapisan aktif memiliki fungsi seperti optical resonator,
sehingga sinar laser yang terpancar berasal dari sepanjang
lapisan ini. Pumping source dari laser ini adalah sambungan
P-N yang dikenai tegangan maju dengan rapat arus listrik
sangat besar pada ambang tertentu. Akibatnya adalah
elektron pita konduksi pada lapisan aktif dapat bergabung
kembali dengan hole pita valensi. Efek bergabungnya
elektron-hole ini menimbulkan pancaran sinar laser di
sepanjang lapisan aktifnya. Jika rapat arus yang diberikan
kecil, maka yang terjadi adalah radiasi dengan elektron-hole
secara acak seperti pada LED.
Gambar 5. Penampang Laser Semikonduktor
40
2.3. Quantum Hall Effect
Efek Hall merupakan suatu keadaan berbeloknya elektron
arus listrik dalam pelat konduktor akibat pengaruh medan
magnet. Pada saat pelat konduktor yang berada pada medan
magnet dialiri arus listrik arah tegak lurus, maka elektron
akan bergerak berbelok ke salah satu sisi elektroda dan
kemudian menghasilkan medan listrik. Membesarnya medan
listrik menyebabkan gaya Lorentz pada partikel menjadi nol.
Beda potensial yang kemudian terjadi antara kedua sisi divais
disebut potensial hall. Potensial hall sebanding dengan
medan magnet dan besar arus listrik dilewatkan divais.
Gambar 6. Ilustrasi Efek Hall Pelat Konduktor
Hal yang serupa terjadi pada semikonduktor. Efek Hall pada
semikonduktor terjadi saat semikonduktor yang berada pada
medan magnet dialiri arus, maka pembawa muatan
41
semikonduktor mengalami gaya yang arahnya tegak lurus
terhadap medan magnet dan arus. Pada titik kesetimbangan
tertentu, sebuah beda potensial terjadi pada tepi
semikonduktor. Ilustrasi Efek Hall pada semikonduktor
ditunjukkan oleh Gambar 7.
Untuk sistem elektron 2D yang biasa digunakan untuk
memproduksi MOSFET, kehadiran medan magnet yang
sangat besar dan temperatur yang rendah dapat memberikan
Quantum Hall Effect.
Gambar 7. Ilustrasi Efek Hall Semikonduktor
Quantum Hall Effect adalah keadaan ketika sistem elektron
2D yang berada pada medan magnet sangat kuat, tegak lurus
terhadap bidang, menhasilkan pergerakan elektron yang
42
terbatas dan mengalami kuantisasi. Kuantisasi ini
selanjutnya mengakibatkan terjadinya kuantisasi landau
level.
Kuantisasi landau level ini menyebabkan kuantisasi
konduktivitas dan aliran elektron di tepi semikonduktor. Hal
ini karena bagian tepi terdapat elektron yang terpantul hilang
dan mengalami skipping orbit. Skipping orbit menyebabkan
elektron menjalar sepanjang tepi dalam satu dimensi
sehingga bergerak lurus. Ilustrasi Quantum Hall Effect
ditunjukkan oleh Gambar 8.
Gambar 8. Ilustrasi Quantum Hall Effect, dari Kiri ke
Kanan, Arus Listrik Tegak Lurus dengan Medan
Magnet Menghasilkan Arus di Tepi Semikonduktor,
dan Penampang Semikonduktor dengan Landau Level
pada Band Gap
43
Kuantisasi pada level energi ini bersifat diskrit, yang
selanjutnya membawa penelitian mengenai Quantum Dots.
Quantum Dots merupakan sebuah device yang memiliki
elektron bebas sebagai satuan terkecil.
44
BAB 3 – SIFAT OPTIK BAHAN
3.1. Cahaya dan Gelombang Elektromagnetik
Disiplin dari ilmu material meliputi penyelidikan terhadap
hubungan yang muncul diantara struktur dan sifat-sifat
material. Sedangkan rekayasa material (material engineering)
adalah dasar suatu ilmu untuk merancang atau merekayasa
struktur dari suatu material untuk menghasilkan sifat-sifat
yang diinginkan sebelumnya.
Material dapat dibedakan dari sifat-sifatnya.adalah ciri-ciri
yang ada pada suatu material yang berkaitan dengan jenis
dan besarnya respon yang diberikan jika suatu material
diberikan suatu stimulus (rangsangan). Secara umum sifat
suatu material tidak bergantung terhadap bentuk dan ukuran
material tersebut. Salah satu sifat suatu material adalah sifat
optik.
Sifat optik suatu material menggambarkan bagaimana
respon suatu material terhadap medan elektromagnetik atau
radiasi cahaya yang direpresentasikan dalam indek refraksi
45
dan refleksi. Tulisan ini membahas tentang sifat optik dari
suatu material untuk dapat memahami sifat optik dari
padatan dan maupun non padatan.
Beberapa tujuan perlu dipelajarinya sifat bahan optik adalah
agar pembaca khususnya mahasiswa dapat memahami sifat
optik pada bahan padatan, memahami sifat optik pada
bahan non padatan, serta memahami aplikasi sifat optik
bahan. Untuk memahami hal tersebut perlu pengetahuan
terlebih dahulu tentang cahaya dan gelombang
elektromagnetik.
Gambar 1. Gelombang Elektromagnetik
46
Cahaya adalah energi berbentuk gelombang elekromagnetik
yang kasat mata dengan panjang gelombang sekitar 380–750
nm. Pada bidang fisika, cahaya adalah radiasi
elektromagnetik, baik dengan panjang gelombang kasat
mata maupun yang tidak.
Gelombang elektromagnetik dapat digambarkan sebagai
dua buah gelombang yang merambat secara transversal pada
dua buah bidang tegak lurus yaitu medan magnetik dan
medan listrik. Merambatnya gelombang magnet akan
mendorong gelombang listrik, dan sebaliknya, saat
merambat, gelombang listrik akan mendorong gelombang
magnet. Diagram di atas menunjukkan gelombang cahaya
yang merambat dari kiri ke kanan dengan medan listrik pada
bidang vertikal dan medan magnet pada bidang horizontal.
Terjadinya Gelombang Elektromagnetik
Faraday menyatakan bahwa perubahan medan magnetik
menyebabkan muatan listrik mengalir dalam loop kawat atau
ekuivalen dengan bangkitnya medan listrik. Maxwell
mengusulkan proses kebalikan bahwa suatu perubahan
47
medan listrik akan membangkitkan medan magnetik. Inti
teori Maxwell mengenai gelombang elektromagnetik adalah:
• Perubahan medan listrik dapat menghasilkan medan
magnet.
• Cahaya termasuk gelombang elektromagnetik. Cepat
rambat gelombang elektromagnetik (c) tergantung dari
permitivitas (ε) dan permeabilitas (µ) zat.
Jika perubahan medan magnetiknya sinusoida maka
dibangkitkan medan listrik yang juga berubah secara
sinusoida. Selanjutnya perubahan medan listrik secara
sinusoida ini membangkitkan medan magnetik yang
berubah secara sinusoida. Demikian seterusnya terjadi
proses berantai pembentukan medan listrik dan medan
magnetik yang merambat kesegala arah. Merambatnya
medan listrik dan medan magnetik ke segala arah inilah yang
disebut gelombang elektromagnetik.
Perhitungan Cepat Rambat Gelombang
Elektromagnetik
Persamaan yang berhasil diturunkan Maxwell untuk
menghitung cepar rambat gelombang dalam vakum c adalah
sebagai berikut:
48
Dengan : c = cepat rambat gelombang elektromagnetik
(m/s)
µ0 = permeabilitas vakum = 4π x 10-7 Wb A-1 m-
1
ε0 = permitivitas vakum = 8,85418 x 10-12 C2 N-
1 m-2
Jika nilai µ0 dan ε0 dimasukkan ke rumus di atas maka
dihasilkan nilai c= 3x108 m/s.
Sedangkan dari rumus kecepatan cahaya :
Dimana λ adalah panjang gelombang,f adalah frekuensi,v
adalah kecepatan cahaya. Kalau cahaya bergerak di dalam
vakum, jadiv =c, c = kecepatan cahaya jadi :
Spektrum Gelombang Elektromagnetik
Spektrum elektromagnetik adalah rentang semua radiasi
elektromagnetik yang mungkin. Spektrum elektromagnetik
49
dapat dijelaskan dalam panjang gelombang, frekuensi, atau
tenaga per foton. Spektrum ini secara langsung berkaitan :
• Panjang gelombang dikalikan dengan frekuensi ialah
kecepatan cahaya: 300 Mm/s, yaitu 300 MmHz
• Energi dari foton adalah 4.1 feV per Hz, yaitu
4.1μeV/GHz
• Panjang gelombang dikalikan dengan energy per
foton adalah 1.24 μeVm
Susunan semua bentuk gelombang elektromagnetik
berdasarkan panjang gelombang dan frekuensinya disebut
spektrum elektromagnetik. Gambar 2 memperlihatkan
spektrum elektromagnetik disusun berdasarkan panjang
gelombang (diukur dalam satuan meter) mencakup kisaran
energi yang sangat rendah, dengan panjang gelombang
tinggi dan frekuensi rendah, seperti gelombang radio sampai
ke energi yang sangat tinggi, dengan panjang gelombang
rendah dan frekuensi tinggi seperti radiasi X-ray dan
Gamma Ray.
50
Gambar 2. Spektrum Gelombang Elektromagnetik
Tabel 1 Spektrum gelombang Elektromagnetik
Gelombang Panjang gelombang λ
Gelombang Radio 1 mm-10.000 mm
Infra Merah 0,001-1 mm
Cahaya Tampak 400-720 nm
Ultraviolet 10-400nm
Sinar X 0,01-10 nm
Sinar Gamma 0,0001-0,1 nm
Hubungan antara Koefisien Optik Kompleks dan
Absorpsi
Koefisien optik n dari suatu bahan/medium memiliki
bentuk umum
51
n~ = n + iκ
dimana suku real dari ñ (Re(n) = n) adalah indeks refraksi,
sedangkan suku imaginer (Im(n ) = κ) adalah koefisien
atenuasi.
Dengan menggunakan indeks refraksi kompleks n ini, fungsi
dari suatu gelombang elektromagnetik yang merambat
dalam bahan tersebut dapat dituliskan menjadi
dan intensitasnya adalah
Dari persamaan di atas, jelaslah bahwa suku imaginer iκ
menyebabkan amplitudo dan intesitas dari gelombang
elektromagnetik tadi mengecil secara eksponensial terhadap
52
jarak x, yakni mengalami atenuasi dalam arah
perambatannya.
Oleh karena itu, jika bahan cukup tebal maka gelombang
elektromagnetik tidak dapat menembus bahan. Dalam hal
ini, bahan tersebut tidak bersifat transparan untuk
gelombang elektromagnetik tersebut. Jika suatu bahan
memiliki κ = 0 atau ñ = n, fungsi gelombang elektromagnetik
di dalam bahan adalah
dan intensitasnya menjadi
Dalam hal seperti ini, bahan bersifat transparan dan
gelombang elektromagnetik dapat merambat tanpa
mengalami atenuasi. Jika gelombang elektromagnetik
merambat masuk ke dalam medium sejauh dx, laju
perubahan intensitasnya adalah
53
dimana α adalah koefisien absorbsi. Melalui pengintegrasian,
kita akan peroleh bahwa intensitas pada jarak x adalah
dimana I0 adalah intensitas awal. Yakni, intensitas menurun
secara eksponensial terhadap jarak x. Perbandingan dengan
persamaan sebelumnya menghasilkan suatu hubungan
antara koefisien absorbsi dan koefisein atenuasi
Tetapan dielektrik secara umum juga dituliskan sebagai
fungsi kompleks
Karena indeks refraksi n = (εμ)½, untuk bahan non-
magnetik (μ=0), maka indeks refraksi n berkaitan dengan
tetapan dielektrik ε menurut hubungan
54
n(ω) dan κ(ω) berkaitan satu dengan lainnya yang ditentukan
oleh hubungan Kramers-Kronig
dimana PV adalah nilai prinsipal dari integral Cauchy yang
mengikutinya. Dari hubungan tersebut, n dapat dicari jika κ
diketahui, atau sebaliknya. Demikian juga untuk ε1(ω) dan
55
ε2(ω), ε1(ω) dapat dihitung jika ε2(ω) diketahui, atau
sebaliknya, dari persamaan berikut
Untuk bahan yang tidak transparan, pengukuran koefisien
absorbsi tidak bisa dilakukan secara langsung. Untuk itu,
spektrum absorbsi diperoleh secara tidak langsung lewat
pengukuran spektrum refleksi. Jika gelombang
elektromagnetik merambat masuk dari medium I dengan
indeks refraksi n1 ke medium II dengan indeks refraksi n2
dengan arah tegak lurus bidang batas medium, maka ratio
amplitudo antara gelombang yang dipantulkan Er dan
gelombang dating adalah
Reflektivitas didefenisikan sebagai
56
dan r⊥ bisa dituliskan sebagai
Karena
maka suku fasa dari reflektansi dapat diperoleh dari
hubungan Kramers-kronig seperti di atas
Dengan memanfaatkan hubungan diatas tadi, jika spektrum
R⊥ dapat diperoleh lewat pengukuran, maka n dan κ (∝ α)
dapat dicari dari
57
Dispersi Tetapan Dielektrik
Tetapan dielektrik merefleksikan interaksi antara gelombang
elektromagnetik dan bahan. Tetapan dielektrik
menunjukkan polarisasi elektron, dipolar (dipole
permanen), atau ion di dalam bahan ketika sebuah
gelombang elektromagnetik merambat di dalam bahan
tersebut. Model klasik sederhana dari proses polarisasi ini
adalah model Lorenz.
Jika sebuah atom berada dalam gelombang elektromagnetik
E = E0e(iωt), maka distribusi awan elektron terluar akan
mengalami pergeseran dari titik pusat dengan jarak rata-rata
r. Dengan menganggap bahwa inti atom tidak mengalami
pergeseran dan hanya ada sebuah elektron terluar yang
terpengaruh oleh gelombang elektromagnetik, persamaan
gerak dari elektron terluar tersebut adalah
Suku pertama di sebelah kanan adalah gaya resistan yang
sebanding dengan kecepatan elektron dan mengakibatkan
energi loss, suku kedua adalah gaya restorsi (serupa dengan
58
energi pegas), dan suku ketiga adalah gaya Coulomb yang
dialami oleh electron di bawah pengaruh medan
elektromagnetik. Solusi dari persamaan tersebut adalah
Pergeseran elektron di sekitar titik pusatnya tadi akan
menimbulkan momen dipol listrik
Jika di dalam bahan terdapat N buah atom, maka
polarizabilitas makroskopik P adalah
Pergeseran listrik di dalam bahan dielektrik adalah
dimana
Pemisahan suku real dan imajinernya menghasilkan
59
Baik ε1 maupun ε2 berubah drastik di sekitar ω0. Pada ω =
ω0, ε1 = 0 sedangkan ε2 memiliki nilai maksimum. γ semakin
kecil, nilai maksimum semakin besar dan lebar puncak
semakin lebar. ε2 (suku imajiner ε) ini menyebabkan energy
loss dan berkaitan dengan koefisien absorbsi α di atas, yakni
Hubungan antara Tetapan Dielektrik dan
Polarizibilitas
Telah kita lihat dari model Lorenz di atas bahwa dispersi
tetapan dielektrik merupakan refleksi dari respon elektron
terluar dari sebuah atom terhadap gelombang
elektromagnetik. Sekarang marilah kita tinjau dispersi
60
tetapan dielektrik ini sebagai fungsi dari polarizibilitas dan
suseptibilitas dari bahan bersangkutan. Polarizibilitas adalah
ukuran mikroskopik yang menunjukkan sifat dasar atom,
sedangkan suseptibilitas adalah ukuran makroskopik yang
bergantung pada bagaimana atom-atom tersusun menjadi
suatu kesatuan. Di atas telah ditunjukkan bahwa
Polarizibilitas sebuah atom α didefinisikan sebagai sebagai
fungsi dari medan listrik lokal Elokal
dimana p adalah momen dipol. Hubungan antara medan
listrik makroskopik E dan medan listrik lokal Elokal
diberikan oleh
Yakni, medan listrik yang bekerja pada sebuah atom sama
dengan medan makroskopik E ditambah dengan medan
oleh polarisasi atom di sekitarnya. Harga const bergantung
pada cara bagaimana atom-atom tersusun. Untuk atom-
atom yang tersusun dalam bentuk kristal kubik, const = 1/3ε0
dan medan lokal menjadi
61
Hubungan ini dikenal sebagai hubungan Lorentz. Polarisasi
bahan P adalah
dimana Nj adalah konsentrasi atom, αj adalah polarizibilitas
atom ke-j dan Elokal(j) adalah medan lokal pada atom ke-j.
Untuk atom-atom dalam susunan kubik, polarisasi P
menjadi
dan suseptibilitas χ adalah
Karena ε = ε0εr = ε0 (1+ χ), maka diperoleh bahwa
62
Hubungan ini (dikenal sebagai hubungan Clausius-Mossoti)
menyatakan hubungan antara tetapan dielektrik dan
polarizibilitas dari atom-atom penyusun. Polarizabilitas
sebuah atom dapat dibedakan berdasarkan jenis asalnya,
yakni elektronik, ionik dan dipolar. Polarizabilitas ionik
berasal dari pergeseran awan electron relatif terhadap inti.
Polarizabilitas ionik berasal dari pergeseran ion bermuatan
relative terhadap yang ion bermuatan lainnya.
Polarizabilitas dipolar berasal dari perubahan orientasi
molekul yang memiliki dipol permanen di bawah pengaruh
medan listrik. Pada frekuensi tinggi atau pada daerah
gelombang cahaya (optik), kontribusi polarizabilitas dipolar
dan ionik adalah kecil karena inersia dari atom/molekul dan
ion. Pada daerah tersebut hanya polarizabilitas elektronik
saja yang berperan. Gambar di bawah menunjukkan kurva
dispersi polarizabilitas dan dielektrik dari berbagai
kontribusi tadi.
Hubungan antara Konstanta Dielektrik dan Absorpsi
dalam Bahan Konduktif
Untuk bahan konduktif, persamaan Maxwell akan menjadi
63
Jika medan gelombang elektromagnetik tidak bervariasi
terlalu besar dibanding jarak tempuh rata-rata elektronik
(electronic mean free path), dengan kata lain, jika λ » , maka
Dari
dapat diperoleh persamaan gelombang
dengan tetapan dielektrik kompleks
Jelaslah bahwa suku imaginer dari tetapan dielektrik
kompleks dari logam ditentukan oleh konduktivitasnya,
64
yakni merupakan kontribusi dari pembawa muatan bebas.
Fungsi konduktivitas bisa diperoleh dari persamaan gerak
elektron di dalam logam di bawah pengaruh medan listrik E.
Persamaan gerak untuk momentum per elektron adalah
dengan p adalah momentum dan τ adalah waktu relaksasi
atau waktu antar tumbukan seperti dalam model Drude
untuk konduktivitas DC. Jika E berbentuk
maka solusi keadaan tunak p(t) juga akan berbentuk
sehinggga kita bisa peroleh hubungan
Karena rapat arus adalah
maka diperoleh bahwa
65
Bisa dilihat di sini bahwa jika ω = 0 (medan listrik DC) maka
σ akan kembali sama dengan σ dari model Drude untuk
konduktivitas DC, yakni σ = ne2τ m. Dari hasil di atas dapat
diperoleh tetapan dielektrik kompleks untuk logam adalah
dimana untuk approksimasi pertama untuk (ω»1/τ), yakni
untuk gelombang optik,
dengan ωp dinamakan sebagai frekuensi plasma. Kita lihat
disini bahwa
1. jika ω < ωp, maka ε = bilangan real dan negatif →
gelombang elektromagnetik akan mengalami atenuasi
sehingga bahan bersifat tidak transparan.
66
2. jika ω > ωp, maka ε = bilangan real dan positif →
gelombang elektromagnetik
akan mengalami propagasi sehingga bahan tampak
transparan.
3. jika ω = ωp → maka akan terjadi osilasi plasma atau
plasmon, yakni resonansi
antara gelombang elektromagnetik dan rapat muatan.
3.2. Sifat Bahan Optik pada non - Padatan
Berbagai macam sifat dapat ditimbulkan pada bahan,
tergantung dari jenis bahan itu sendiri. Sifat – sifat yang
dapat ditimbulkan oleh macam – macam jenis bahan adalah
sebagai berikut:
Refleksi (Pantulan Cahaya)
Ketika radiasi cahaya melewati dari satu medium ke lain
memiliki indeks yang berbeda bias, sejumlah sinar tersebar
di antarmuka antara kedua media bahkan jika keduanya
refleksifitas R transparant dimana merupakan bagian dari
insiden cahaya yang tercermin pada interface, atau
67
Dimana IR dan I0 intensitas dari kejadian itu dan tercermin
balok, masing-masing. Jika lampu normal (atau tegak lurus)
ke antarmuka, kemudian:
Di mana n2 dan n1 adalah indeks bias dua media. Jika lampu
insiden tidak normal ke antarmuka, R akan tergantung pada
sudut cahaya incidence. Saat ditularkan dari vakum atau
udara ke dalam s kuat, maka:
Karena indeks bias udara sangat mendekati kesatuan.
Dengan demikian, semakin tinggi indeks bias yang solid,
semakin besar reflektifitas tersebut. Pada pantulan cahaya ini
68
terbagi menjadi dua tipe yaitu Specular Reflection dan Diffuse
Reflection.
Gambar 3. Diagram refleksi sinar cahaya spekular
Specular Reflection
Specular Reflection menjelaskan perilaku pantulan sinar
cahaya pada permukaan yang mengkilap dan rata, seperti
cermin yang memantulkan sinar cahaya ke arah yang dengan
mudah dapat diduga. Kita dapat melihat citra wajah dan
badan kita di dalam cermin karena pantulan sinar cahaya
yang baik dan teratur. Menurut hukum refleksi untuk
cermin datar, jarak subyek terhadap permukaan cermin
berbanding lurus dengan jarak citra di dalam cermin namun
69
parity inverted, persepsi arah kiri dan kanan saling terbalik.
Arah sinar terpantul ditentukan oleh sudut yang dibuat oleh
sinar cahaya insiden terhadap normal permukaan, garis tegak
lurus terhadap permukaan pada titik temu sinar insiden.
Sinar insiden dan pantulan berada pada satu bidang dengan
masing-masing sudut yang sama besar terhadap normal.
Citra yang dibuat dengan pantulan dari 2 (atau jumlah
kelipatannya) cermin tidak parity inverted. Corner
retroreflector memantulkan sinar cahaya ke arah datangnya
sinar insiden.
Diffuse Reflection
Diffuse Reflection menjelaskan pemantulan sinar cahaya pada
permukaan yang tidak mengkilap (Inggris:matte) seperti
pada kertas atau batu. Pantulan sinar dari permukaan
semacam ini mempunyai distribusi sinar terpantul yang
bergantung pada struktur mikroskopik permukaan. Johann
Heinrich Lambert dalam Photometria pada tahun 1760
dengan hukum kosinus Lambert (atau cosine emission law
atau Lambert's emission law) menjabarkan intensitas radian
luminasi sinar terpantul yang proposional dengan nilai
70
kosinus sudut θ antara pengamat dan normal permukaan
Lambertian dengan persamaan:
photons/(s·cm2·sr)
Refraksi (Pembiasan)
Ketika gelombang elektromagnetik menyentuh permukaan
medium dielektrik dari suatu sudut, leading edge gelombang
tersebut akan melambat sementara trailing edge-nya tetap
melaju normal. Penurunan kecepatan leading edge
disebabkan karena interaksi dengan elektron dalam medium
tersebut. Saat leading edge menumbuk elektron, energi
gelombang tersebut akan diserap dan kemudian diradiasi
kembali. Penyerapan dan re-radiasi ini menimbulkan
keterlambatan sepanjang arah perambatan gelombang.
Kedua hal tersebut menyebabkan perubahan arah rambat
gelombang yang disebut refraksi atau pembiasan.
Perubahan arah rambat gelombang cahaya dapat dihitung
dari indeks bias berdasarkan hukum Snellius:
71
dimana:
θ1 dan θ2 adalah sudut antara normal dengan masing-
masing sinar bias dan sinar insiden
n1 dan n2 adalah indeks bias masing-masing medium
v1 dan v2 adalah kecepatan gelombang cahaya dalam
masing-masing medium
Gambar 4. Ilustrasi Hukum Snellius n1 < n2
θ1 dan θ2 adalah sudut kritis bias dimana sinar merah
merambat menurut prinsip Fermat dan membentuk jendela
Snellius. Pada sudut yang lebih besar terjadi total internal
reflection sedangkan pada sudut yang lebih kecil, cahaya
akan merambat lurus.
72
Tabel 2. Indeks Bias untuk beberapa Bahan Transparan
Refractive Indices for Some Transparent Materials
Material Average Index
Ceramics
Silica glass 1.458
Borosilicate (Pyrex) glass 1.47
Soda–lime glass 1.51
Quartz (SiO2) 1.55
Dense optical flint glass 1.65
Spinel (MgAl2O4) 1.72
Periclase (MgO) 1.74
Corundum (Al2O3) 1.76
Polymers
Polytetrafluoroethylene 1.35
Polymethyl methacrylate 1.49
Polypropylene 1.49
Polyethylene 1.51
Polystyrene 1.6
Cahaya yang ditransmisikan ke bagian dalam bahan
transparan mengalami penurunan kecepatan sehingga
tampak bengkok. Fenomena ini adalah disebut refraksi.
73
Indeks bias (n) bahan adalah rasio kecepatan dalam vakum
c terhadap kecepatan pada medium v. Besarnya n akan
tergantung pada panjang gelombang cahaya. Efek ini secara
grafis ditunjukkan oleh dispersi prisma yaitu pemisahan
cahaya polikromatis menjadi komponen warna oleh sebuah
prisma kaca.
Tidak hanya indeks bias mempengaruhi jalur optik cahaya,
tetapi fraksi insiden cahaya terhadap permukaan. juga,
seperti yang dijelaskan di bawah ini, itu mempengaruhi
fraksi insiden cahaya yang tercermin di permukaan.
Persamaan mendefinisikan besarnya c, ekspresi setara
memberikan kecepatan cahaya dalam media.
Absorpsi
Bahan bukan logam dapat tembus cahaya atau transparan
untuk cahaya tampak dan jika transparan, mereka sering
muncul berwarna. Pada prinsipnya, radiasi cahaya diserap
dalam kelompok bahan oleh dua mekanisme dasar, yang
juga mempengaruhi transmisi karakteristik Nonlogam ini.
Penyerapan foton cahaya dapat terjadi oleh promosi atau
eksitasi sebuah elektron dari pita valensi hampir penuh di
74
celah pita dan menjadi negara kosong dalam pita konduksi
seperti gambar 5 (a).
Gambar 5. (a) Mekanisme penyerapan foton (b) Emisi
dari foton cahaya
Pada gambar 5 (a) Mekanisme dari penyerapan foton untuk
bukan logam bahan di mana sebuah electron senang di band
gap, meninggalkan di balik lubang pada pita valensi. Energi
dari foton diserap adalah yang selalu lebih besar daripada
energi band gap (b) Emisi dari foton cahaya oleh transisi
langsung electron di celah band.
Transmisi
Fenomena penyerapan, refleksi, dan transmisi dapat
diterapkan ke Bagian cahaya melalui transparan yang solid.
Untuk insiden balok intensitas yang impinges pada
75
permukaan depan ketebalan specimen l dan koefisien
serapan intensitas ditransmisikan pada wajah kembali
adalah:
Gambar 6. Skema transmisi cahaya
Pada gambar 6 transmisi cahaya melalui media yang
transparan ada refleksi di depan dan belakang wajah, sebagai
serta penyerapan dalam medium. Di mana R adalah
reflektansi itu, sebab ungkapan ini, diasumsikan bahwa
media yang samaada di luar baik depan dan belakang wajah.
Dengan demikian, fraksi cahaya insiden yang ditularkan
melalui bahan transparan tergantung pada kerugian yang
terjadi oleh penyerapan dan refleksi. Sekali lagi, jumlah
reflektifitas R, A pengisapan, dan T transmisivitas, adalah
kesatuan. Selain itu, setiap variabel R, A, dan T tergantung
76
pada panjang gelombang cahaya. Hal ini ditunjukkan di
daerah tampak dari spektrum untuk kaca hijau, untuk cahaya
memiliki panjang gelombang 0,4 m, fraksi dikirimkan,
diserap, dan mencerminkan sekitar 0,90, 0,05, dan 0,05,
masing-masing. Namun, di 0,55 m, masing-masing fraksi
telah bergeser menjadi sekitar 0,50, 0,48, dan 0,02.
3.3. Sifat Bahan Optik pada Padatan
Absorbsi dan Transmisi
Proses absorpsi (absorbtion) terjadi ketika foton dengan
energi lebih besar dari celah pita energi semikonduktor yang
terserap oleh material. Proses ini biasanya menghasilkan
pasangan elektron–hole (eksiton). Ada dua jenis transisi optik
yang berkaitan dengan proses absorpsi yaitu transisi
langsung (direct band–to–band transition) dan transisi tidak
langsung (indirect band–to-band transition). Pada transisi
langsung hanya dibutuhkan sebuah foton, sedangkan pada
transisi tak langsung ada penambahan energi yang diberikan
dalam bentuk fonon.
Ketelitian dalam menentukan besarnya celah pita energi dari
pengukuran absorpsi optik pada material semikonduktor
77
dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain, pengaruh pertama
berhubungan dengan terbentuknya band-tail karena
konsentrasi impuritas atau cacat kristal yang tinggi dan
bergabung ke dalam pita konduksi atau pita valensi. Efek ini
menghasilkan tepi absorpsi eksponensial dalam
semikonduktor.
Pengaruh kedua yaitu karena adanya pembentukan eksiton
dalam semikonduktor. Kondisi eksiton mungkin dalam
keadaan bebas, berikatan mendesak ke permukaan atau
bergabung dengan cacat kompleks. Eksiton mempunyai
energi ikat yang kecil dalam orde beberapa meV sehingga
eksiton dapat muncul dengan sendirinya berupa puncak
tajam di bawah tepi absorpsi. Eksiton biasanya teramati lebih
jelas pada suhu rendah dan mengalami disosiasi free carrier
pada temperatur ruang.
Pada tulisan ini hanya akan dikaji pengaruh yang pertama
yang berhubungan dengan terbentuknya band-tail karena
konsentrasi impuritas atau cacat kristal yang tinggi dan
bergabung ke dalam pita konduksi atau pita valensi. Efek ini
78
menghasilkan tepi absorpsi eksponensial dalam
semikonduktor.
Pada struktur pita logam tidak terdapat selisih energi
sehingga foton dengan energi berapapun diabsorpsi dengan
eksitasi elektron dari pita valensi dan elektron memasuki
level energi yang lebih tinggi dalam pita konduksi. Dengan
demikian logam memiliki sifat tidak tembus radiasi
elektromgnetik, mulai dari gelombang radio, inframerah
cahaya tampak hingga ultraviolet, tetapi transparan terhadap
sinar x energi tinggi dan sinar gamma.
Untuk material non logam bersifat transparan sebab ada
kesenjangan dalam pita energinya. Sehingga bila energi
foton tidak cukup untuk mengeksitasi elektron material ke
level energi lebih tinggi, foton diteruskan dan tidak
diabsorbsi dan material bersifat transparan. Sedangkan
transmisi merupakan bagian dari cahaya yang diteruskan
melalui larutan. Hubungan absorbsi dengan transmisi dapat
dinyatakan dengan persamaan:
A = - log T = log P0/P
79
ket: A = absorbansi,
T = transmitansi,
P0 = Cahaya sebelum melewati larutan,
P= Cahaya sesudah melewati larutan
Fluorescence
Fluorescence adalah emisi cahaya radiasi elektromagnetik oleh
suatu zat yang telah menyerap panjang gelombang radiasi
yang berbeda. Dalam kebanyakan kasus, penyerapan cahaya
panjang gelombang tertentu menginduksi emisi cahaya
dengan panjang gelombang yang lebih besar (dan energi
yang lebih rendah). Namun, dalam kondisi di mana radiasi
yang diserap, memungkinkan bagi satu elektron untuk
menyerap dua foton (penyerapan beberapa foton), yang
dapat mengakibatkan emisi radiasi memiliki panjang
gelombang lebih kecil dari sumber eksitasi.
Perbedaan energi antara yang diserap dan dipancarkan foton
ini disebabkan oleh kerugian termal. Disipasi energi getaran
yang terjadi pada skala waktu yang jauh lebih besar dari emisi
fluorescent. Contoh paling mencolok dari fenomena ini
terjadi ketika foton terserap di wilayah spektrum ultraviolet,
dan dengan demikian tidak terlihat, dan cahaya yang
80
dipancarkan adalah di wilayah terlihat. Aplikasi efek ini
ditemukan di mineralogi, gemology, sensor kimia, pelabelan
neon, pewarna, detektor biologi dan lain-lain.
Photoluminescence
Photoluminescence (disingkat PL) adalah sebuah proses di mana
suatu zat menyerap foton (radiasi elektromagnetik) dan
kemudian memancarkan ulang fotonnya, hal ini dapat
digambarkan sebagai eksitasi ke energi yang lebih tinggi dan
kemudian kembali ke keadaan energi yang lebih rendah
disertai dengan emisi foton.
Luminescence
Luminescence adalah cahaya yang biasanya terjadi pada
temperatur rendah, atau biasa disebut “cahaya dingin”. Hal
ini dapat disebabkan oleh reaksi kimia, energi listrik, gerakan
sub-atomik, atau stres pada kristal. Hal ini membedakan
luminescence dari pijaran, yang ringan dihasilkan oleh suhu
tinggi. Secara historis, radioaktivitas itu dianggap sebagai
suatu bentuk "radioluminescence", meskipun saat ini
dianggap terpisah karena melibatkan lebih dari radiasi
elektromagnetik.
81
Phosphoresence
Phosphoresence adalah sebuah proses di mana energi yang
diserap oleh suatu zat yang relatif lambat, dilepaskan dalam
bentuk cahaya. Berbeda dengan reaksi yang relatif cepat
dalam tabung fluorescent umum, materi pendar yang
digunakan untuk bahan menyerap energi untuk waktu yang
lebih lama sebagai proses yang diperlukan untuk kembali
memancarkan cahaya terjadi lebih sering.
Dispersi
Dispersi adalah peristiwa penguraian cahaya polikromatik
(putih) menjadi cahaya-cahaya monokromatik (me, ji, ku, hi,
bi, ni, u) pada prisma lewat pembiasan atau pembelokan. Hal
ini membuktikan bahwa cahaya putih terdiri dari
harmonisasi berbagai cahaya warna dengan berbeda-beda
panjang gelombang. Sebuah prisma atau kisi kisi mempunyai
kemampuan untuk menguraikan cahaya menjadi warna
warna spektralnya.
Indeks cahaya suatu bahan menentukan panjang gelombang
cahaya mana yang dapat diuraikan menjadi komponen
komponennya. Untuk cahaya ultraviolet adalah prisma dari
82
kristal, untuk cahaya putih adalah prisma dari kaca, untuk
cahaya infrared adalah prisma dari garam batu.
Dalam analisis dispersi panjang gelombang, fluoresensi sinar
X yang dipancarkan oleh sampel bahan diarahkan ke kisi
difraksi monokromator. kisi-kisi difraksi yang digunakan
biasanya kristal tunggal. Dengan memvariasikan sudut
datang dan mengambil-off di kristal, panjang gelombang
sinar-X tunggal dapat dipilih. panjang gelombang yang
diperoleh diberikan oleh Persamaan Bragg:
dimana d adalah jarak lapisan atom sejajar dengan
permukaan kristal.
Gambar 7. Dispersi pada Grating
83
Hamburan (Light Scattering)
Hamburan cahaya (light scatering) adalah metode analisis
polimer untuk menentukan berat molekul satu contoh
dengan melihat jumlah cahaya yang dihamburkan oleh
partikel – partikel dalam larutan. Hamburan cahaya dapat
dipakai untuk mendapatkan berat molekul mutlak.
Gambar 8. Hamburan cahaya pada materi
Dalam kasus ini, ukuran polimer tetap harus lebih kecil
dibandingkan panjang gelombang cahaya λ. Metode Light
Scattering pada dasarnya mengukur intensitas cahaya hasil
hamburan polimer yang dilarutkan dalam suatu pelarut,
dimana intensitas hamburan yang tereduksi diberikan oleh:
84
Rθ adalah konstanta Rayleigh, iθ adalah intensitas yang
terukur, r jarak detektor cahaya hamburan, dan I0 intensitas
awal. Teori Rayleigh mengatakan untuk Rθ yang
dihubungkan terhadap massa molar dari suatu polimer
homodisperse M memiliki bentuk persamaan:
dimana 0n adalah indeks bias dari larutan dan )( dcdn
adalah nilai perubahan indeks bias terhadap
konsentrasi.
Jumlah molekul polimer per satuan volume VN
dan π adalah tekanan osmotik.
Fotokonduktivitas
Fotokonduktivitas adalah fenomena optik dan listrik di
dalam suatu material yang menjadi lebih konduktif ketika
85
menyerap radiasi electromagnet seperti cahaya tampak, sinar
ultraviolet, sinar inframerah atau radiasi gamma. Ketika
cahaya diserap oleh sebuah material seperti semikonduktor,
jumlah dari perubahan electron bebas dan hole
meningkatkan konduktivitas listrik dari semikonduktor.
Eksitasi cahaya yang menumbuk semikonduktor harus
mempunyai cukup energi untuk meningkatkan jumlah
electron yang menyeberangi daerah terlarang atau oleh
eksitasi pengotoran dengan daerah bandgap. Konduktivitas
listrik σ (S/cm) berhubungan dengan resistivitas ρ (Ω cm)
sesuai dalam persamaan:
σ = 1/ ρ
Peningkatan konduktivitas listrik disebabkan oleh eksitasi
dari penambahan pengisian bebas yang diangkut oleh cahaya
energi tinggi pada semikonduktor dan isolator. Material
alami maupun buatan yang terdapat di alam dapat
diklasifisikan menjadi tiga yaitu konduktor, isolator dan
semikonduktor. Nilai dari konduktivitas listrik ketiga
material tersebut berbeda. Material semikonduktor
86
mempunyai nilai konduktivitas antara selang dari (10-8– 10
3)
S/cm
Gambar 9. Spectrum Konduktivitas dan Resistivitas
3.4. Aplikasi dari Bahan Optik
Kaca mata merupakan alat bantu penglihatan, yang terdiri
dari frame dan lensa, yang digunakan sebagai :
1. Rehabilitasi kelainan tajam pada penglihatan,
2. Pelindung mata dari lingkungan yang membahayakan
mata,
3. Pelindung mata dari sinar atau cahaya yang
membahayakan mata, seperti sinar UltraViolet, dan
Infra merah yang berasal dari matahari dan computer.
Lensa kacamata yang baik mempunyai 3 unsur mendasar,
yaitu:
87
1. Hasil ketajaman penglihatan di butuhkan bahan,
design, dan pelapisan lensa yang baik,
2. Segi kosmetis, lensa terlihat tipis dan jernih,
3. Kenyamanan pemakai, lensa ringan dan tidak ada
distorsi.
Parameter Optik
Parameter optik, meliputi 4 hal, yang terdiri dari:
1. Index Bias
Merupakan perbandingan antara kecepatan cahaya di
ruang hampa dengan kecepatan cahaya pada media
tertentu. Jika cahaya yang dating melalui 2 media yang
berbeda index biasnya, akan terjadi pembiasan dan
sebagian kecil akan di pantulkan.
Makin besar perbedaan index bias antara kedua media
maka makin besar sudut refleksinya dan persentasi
cahaya yang di pantulkan. Index bias berbanding terbalik
dengan tebal tengah lensa, jadi makin tinggi index bias
suatu lensa maka makin tipis lensa tersebut dapat di
buat.
88
2. Daya dispersif (Sifat Bahan Lensa yang Membiaskan
Warna)
Bahan optic yang membiaskan warna ungu sampai
merah dengan sudut-sudut yang banyak berbeda di
sebut bahan yang mempunyai kekuatan dispersif besar
(nilai abbe kecil). Akibat yang di hasilkan dari penguraian
warna cahaya tersebut adanya aberasi warna yang
berpengaruh terhadap ketajaman objek.
3. Kejernihan
Bahan lensa yang baik harus jernih dan tidak berwarna,
seperti kristal atau air murni. Standar yang di pakai untuk
menentukan kejernihan secara internasional adalah
Haze Value.
Haze adalah partikel – partikel kecil, bias kotoran, debu,
gelembung udara, atau pigmen untuk menyerap cahaya
ultraviolet yang sengaja di campurkan di dalam bahan
lensa. Partikel – partikel tersebut di anggap menghambat
cahaya, jika tersebar dengan lebih besar dari 2.5 %.
Sedangkan bahan yang baik memiliki haze value lebih
eandah dari 1 %.
89
4. Warna Lensa
Sebagai patokan warna lensa yang baik atau tidak baik
untuk penilaiannya di pakai standar internasional, yaitu
(YI) Yellowness Index. Derajat kekuningan di dasarkan
pada deviasi dari putihnya warna air ke arah kuning,
dengan perhitungan panjang gelombang 570-580 nm
(nanometer). Sebagai patokan warna lensa yang baik /
tidak baik, untuk penilaiannya dipakai standart
international, yaitu Yellowness Index (YI).
Derajat kekuningan didasarkan pada deviasi dari
putihnya warna air kearah kuning, dengan perhitungan
panjang gelombang 570 – 580 nm.
Jika YI = 0, artinya sempurna
Jika YI > 0 , berarti kuning ( dipengaruhi index bias )
Jika YI < 0 , berarti warna lensa kebiru – biruan
Hampir semua lensa plastik kalau terkena sinar matahari
terus menerus atau disimpan lama akan berubah
warnanya menjadi kuning.
Parameter Fisis
Parameter fisis ini meliputi:
90
1. Berat Jenis, merupakan besaran yang akan menentukan
berat suatu lensa. Semakin rendah berat jenis suatu
bahan lensa, semakin ringan beratnya.
2. Bahan Lensa harus kuat dan ringan
Maksudnya adalah kuat terhadap benturan, tidak mudah
pecah, sehingga aman bagi pemakai, sedangkan ringan
tujuannya untuk kenyaman pemakai.
3.5. Lensa Menurut Material
Lensa Glass
Indek bias lensa gelas standart yang dipakai adalah crown glass
(1.523).
Indek bias sesuai bahan:
1. Barium Glass ……………………………… n = 1.600
2. High Lite ( Scoot ) ……………………….…n = 1.701
3. Ultra Index ………………………………….n = 1.806
Lensa Plastik
Indek bias lensa plastik standart yang dipakai adalah CR 39
(1.4 dan 1.5)
Indek bias sesuai bahan:
1. Polycarbonate ………………………….. n = 1.586
91
2. Hyper Index ………………. ……………n = 1.610
3. Super HI Index …………………….…… n = 1.67
Keuntungan Lensa Plastik dibanding Lensa Gelas:
1. 40 % lebih ringan
2. Tidak mudah pecah, sehingga aman dipakai
3. Dapat diberi warna
4. Tidak mudah berembun
5. Tersedia diameter lebih besar untuk kacamata yang
besar
6. Tersedia lensa Aspheris untuk power plus tinggi, ringan
dan tipis.
Kerugian Lensa Plastik dibanding Lensa Gelas:
1. Karena material tidak sekeras gelas, maka resiko tergores
lebih besar kemungkinannya
2. Dengan perbandingan perbedaan indek bias, maka lensa
plastik masih lebih tebal dibandingkan dengan lensa
gelas (Power sama ).
Lensa Menurut Banyaknya Fokus terdiri dari 3 bagian
yaitu:
92
1. Monofokus atau Single Vision Lens
2. Lensa Bifokus lensa yang memiliki 2 fokus yaitu :
Dp = Distant portion
Rp = Reading portion
Contoh : Bentuk Flattop, Kryptok, Curve top, etc.
3. Lensa Proggresive.
Lensa yang mempunyai banyak focus dan variasi daya
sedemikian rupa tanpa batas, yang memungkinkan para
presbyopia mampu melihat dengan jelas pada semua
jarak baik jarak jauh, sedang, ataupun dekat.
Bentuk Lensa
1. Lensa Plano/Plan/Datar, Lensa ini mempunyai
beberapa ciri, yaitu: Mempunyai kekuatan 0 (nol), Sinar
cahaya yang melewatinya di teruskan, tidak di biaskan,
Bayangan yang di lihat sama besarnya dengan objek
aslinya dan tebal tengah lensa itu sama dengan tebal
tepinya.
2. Lensa Cembung, Lensa ini mempunyai ciri: Mempunyai
kekauatan plus (+), Bersifat mengumpulkan sinar yang
melewatinya (Konvergen), Bayangan yang dilihat lebih
93
besar dari aslinya dan tebal tengah lensa itu lebih tebal
dari bagian tepinya.
3. Lensa Cekung, Lensa ini mempunyai ciri-ciri:
mempunyai kekuatan minus (-), bersifat menyebarkan
cahaya (Divergen), bayangan yang di lihat bisa lebih kecil
dari aslinya, dan tebal tepinya lebih tebal dari tebal
tengahnya.
Gambar 8. Jenis Lensa
Sebagian Istilah-istilah dalam Dunia Optik
OD/R = Oculus Dextra / Right = Mata Kanan
OS/L = Oculus Sinistra / Left = Mata Kiri
OU = Oculus Unistra = Mata Kanan Dan Kiri
Lensa Plus = + = Lensa Cembung
Lensa Minus = – = Lensa Cekung
94
Dioptri = D = Satuan Kekuatan Lensa
Sphere = S/Sph = Lensa Spheris
Cylinder = C/Cyl = Lensa Cylinder
Axis Cylinder = X = Sumbu Cylinder
Prisma Dioptri = = Satuan Kekuatan Prisma
Base In = B.I. = Arah Tebal dinasal
Base Out = B.O. = Arah Tebal ditemporal
Base Up = B.U. = Arah Tebal diatas
Base Down = B.D. = Arah Tebal dibawah
Addition = Add = Penambahan kekuatan Baca
Base Curve = B.C. = Lengkung Lensa
Centre Thick = C.T. = Tebal Tengah Lensa
Edge Thickness = E.T. = Tebal Tepi Lensa
Optical Centre = O.C. = Titik Focus
Straight Top/ = S.T./ = Segment Bagian Atas lurus,
Flattop = F.T.
Curve Top = C.T. = Segment Bagian Atas Lengkung
Segment High = S.H. = Tinggi Daerah Baca Lensa Bifocal
Pupil Vertical = P.V. = Tinggi Pupil
Pupil Distance = P.D. = Jarak antara kedua pupil mata
Kanan dan mata kiri
95
Distance Vitror = D.V. = Jarak titik focus lensa kanan dan
kiri pada kacamata
Monocular Pupil = MPD = Jarak antara tengah hidung
Distance dan pupil mata kanan / kiri
Geometrik = GCD = Jarak titik pusat rim kanan dan
centre Distance rim kiri
Index Bias = n = Ind
Sejarah Kacamata
Sejarah tertua dimiliki oleh masyarakat di kota kuno Niniwe.
Mereka telah mengenal “kaca mata”, yang sebenarnya lebih
berfungsi sebagai kaca pembesar dengan materi lensa bukan
dari kaca melainkan kristal. Bangsa Yunani kuno pun
mempunyai kaca pembesar berujud bola kaca berisi air. Baru
pada abad XII, hampir secara bersamaan kaca pembesar dari
kuarsa yang dipasang pada bingkai muncul di masyarakat
Cina dan Eropa.
Gambar 9. Kacamata
96
Melihat manfaat kaca pembesar, maka tahun 1268 Roger
Bacon, filsuf, ilmuan dan pembaharu pendidikan
berkebangsan Inggris, berpendapat perlunya lensa sebagai
peralatan optik. Namun tidak semua orang mau
menempatkan Bacon sebagai orang pertama pencetus
lahirnya kaca mata. Dengan bukti-bukti di tangan, ada yang
berpendapat kacamata kemungkinan besar lahir di Italia
pada ± tahun 1286. Sedangkan mengenai siapa penemunya
pun muncul dua versi, apakah Alessandro di Spina dari
Florence ataukah Florentine Salvina Armato.
Dalam waktu singkat, pada tahun 1300-an kacamata mulai
di produksi dengan pusat pembuatan di Venesia. Tapi
kacamata saat itu belum seperti sekarang. Kualitas lensanya
sederhana, pemakaiannya juga merepotkan.Alat baca yang
biasa dipakai para rahib dengan gangguan rabun dekat itu
hanya terdiri atas dua lensa yang disambung, tanpa tangkai.
Setelah menempelkan sambungan di batang hidung, sang
pemakai harus terus menerus memeganginya. Meski lambat
laun sambungannya makin kuat, kacamata tersebut tetap
dianggap berbahaya.
97
Berbagai macam percobaan dilakukan untuk menemukan
cara terbaik dan teraman mengenakan kacamata. Ada yang
memasang lempengan logam panjang yang dipasang mulai
dari batang hidung hingga kebagian tengah kepala lalu turun
ke bagian leher. Karena pemasangan yang rumit dan tidak
praktis, kacamata itu pun tidak diminati
Model lain adalah dengan rantai kecil yang dipasang pada
kedua sisi kacamata. Kemudian rantai ini diikatkan di bagian
belakang kepala, layaknya kacamata khusus bagi perenang
atau pengendara sepeda motor. Ada lagi yang mengaitkan
kacamata pada topi. Ini pun merepotkan, bahkan
mengganggu, terutama saat harus membaca di dalam
ruangan atau membuka topi untuk memberi salam.
Akhirnya, ada orang yang cukup kreatif dengan memasang
tangkai, sehingga kacamata dapat “berpegangan” pada
telinga.
Perkembangan selanjutnya adalah saat berhasil
ditemukannya kacamata bifokus, yang memiliki sekaligus
lensa cembung dan lensa cekung dalam satu bingkai. Tahun
1784 kacamata bifokus pertama di dunia dibuat oleh
98
Benjamin Franklin – politikus, penulis, sekaligus ilmuwan
Amerika. Namun alat optik yang bisa membuatnya nyaman
saat melakukan perjalanan, karena selain dapat menikmati
pemandangan alam juga sekaligus membaca buku-buku
kegemarannya, masih sederhana bentuknya. Setelah berhasil
memisahkan kaca cembung dan cekung, ia memotong
secara horizontal masing-masing lensa stersebut dibagian
tangan. Kemudian dengan dijepit oleh bingkai, potongan
lensa cembung ditumpankan di atas potongan lensa
cembung.
Hingga tahun 1884 masih juga dihasilkan lensa bifokus yang
dibuat dari potongan-potongan, meski sudah berperekat.
Barulah pada tahun 1908 dan 1910 dikenal lensa cembung
cekung yang benar-benar menyatu dalam satu lensa. Materi
lensa pun turut berkembang, yang mula-mula dari kuarsa,
selanjutnya dibuatlah lensa kaca. Beberapa dekade terakhir,
pilihan lensa pun makin beragam saat diperkenalkan lensa
plastik. Tahun 1888 di Prancis diproduksi lensa kontak
pertama sebagai alat kesehatan, karena gangguan pandangan
si penderita tidak mungkin lagi dibantu dengan kaca mata
biasa. Namun lensa itu hanya dipakai beberapa orang, itu
99
pun terpaksa. Saat dipasang lensa kontak yang terbuat dari
kaca tersebut akan menutupi seluruh bagian depan mata.
Untunglah, pada 1938 ditemukan lensa kontak plastik. Satu
dekade kemudian, mulai diperkenalkan lensa kontak yang
hanya menutupi kornea.
Kacamata Menurut Bahan
Kacamata itu di kelompokkan menurut bahannya, simak
kelanjutannya.
1. Frame Metal, namanya metal yang terkesan adalah
logam, sedangkan pada logam, ada nikel, titanium, emas
dan yang lainnya. Nikel banyak dipakai tapi bisa
menimbulkan alergi dan bisa berkarat. Titanium adalah
bahan yang sangat ringan dan tahan terhadap keringat,
tidak mudah karat, tidak menimbulkan alergi ke kulit
pemakai. Emas sendiri bisa di kelompokkan menjadi
beberapa, misal ada Fine gold yaitu semua bahan dari
emas, kecuali bagian temple tip dan nose pad frame
lunak,mudah patah dan tergores. Ada Solid gold yaitu
keseluruhan bahan frame terbuat dari emas 18 K. Ada
Gold Filled yaitu bahan dasar metal dicampur dengan
emas. Juga ada Gold Platted yaitu bahan dasar metal
100
terus di lapisi emas. Terakhir Frame warna yaitu frame
metal yang di beri warna dan ini banyak sekali kita
jumpai tentunya.
2. Frame Plastik, kalau yang ini pastinya bahannya terdiri
dari plastik. Bahan plastik sendiri bisa dari:
a. Cellulloid Nitrate, bahan ini mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut:
- Biasanya pada bagian temple didalamnya ada
metal
- Lebih mengkilap
- Mudah terbakar pada suhu 360 derajat F.
- Lebih tebal serta berat
- Tahan terhadap perubahan suhu
b. Celluloid Acetat, bahan ini mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut:
Memerlukan pemanasan secukupnya
- Tidak mudah terbakar
- Kuat walaupun lebih tipis
- Tahan terhadap zat kimia
- Mempunyai sifat getas
101
- Harus dengan suhu tinggi dalam penyetelan
- Biasanya tertulis symbol optyl dibagian temple
c. Optyl, nah yang ini yang beda dari yang lainnya:
- Tahan terhadap zat kimia
- Mempunyai sifat getas
- Harus dengan suhu tinggi dalam penyetelan
- Biasanya tertulis symbol optyl dibagian temple
Kacamata menurut fungsinya mempunyai fungsi untuk
mengkoreksi kelainan refraksi seperti:
1. Myopia, Di koreksi dengan lensa spheres minus (-)
2. Hypermetropia, Di koreksi dengan lensa spheres plus
(+)
3. Astigmatisme, Di koreksi dengan lensa spheres cylinder
4. Perbyopia, Di koreksi dengan lensa plus addition
Heterophoria, Di koreksi dengan lensa prisma, yang di
sesuaikan dengan arah base.
Lensa Kacamata Menurut Ukuran
Lensa kacamata punya ukuran, meskipun kadang juga
normal, nah normal itu juga ukuran, sebagaimana ada yang
102
minus, plus cylinder bahkan prisma. golongan lensa
kacamata menurut ukurannya.
1. Spheris (Sph) dengan simbol S
Lensa Spheris adalah lensa dimana semua meridiannya
mempunyai kekuatan yang sama. Lensa itu jika di ukur
dengan alat ukur kekuatan lensa yaitu lensometer, maka
mau di tengah, di tengah agak pinggir, di pinggir maka
akan ditunjukan dengan nilai ukuran yang sama, misal S-
1.00 D, S+1.00D.
Gambar 10. Speris
2. Cylinder (Cyl) dengan simbol C
Lensa Cylinder adalah lensa mempunyai kekuatan yang
berbeda pada meridian yang saling tegak lurus. Jadi misal
(lihat gambar di atas) pada 0 searah 180 itu kekuatannya
-1.00D maka pada garis 90 kekuatannya tidak -1.00D.
103
Selisih dari kekuatan yang saling tegak lurus itu adalah
nilai cylindernya.
Contoh:
Pada 0 = -1.00 D, Pada 90 = -2.50 D >>>> maka
Cylindernya adalah C-1.50D. Karena cylinder mengenal
daerah meredian yang berhubungan dengan derajat,
maka lensa cylider itu mempunyai axis atau sumbu,
dimana sumbu atau axis lensa cylinder itu terletak pada
meredian yang mempunyai kekuatan (secara aljabar)
TERBESAR, maksudnya -1.00 itu lebih BESAR dari
pada -4.00, sehingga jika pada meridian 0 = -1.00 dan
pada meridian 90 = -4.00, maka ukuran lensa itu adalah:
S-1.00 C-3.00 x 0.
Photochromic Lenses
Lensa berubah warna atau “Photochromic lenses”. Lensa
berubah warna hanya bisa berubah warna jika terkena sinar
ultra violet, yang terutama oleh matahari. Pertama kalinya
lensa ini di kembangkan oleh Corning pada tahun 1960-an.
Dan akhirnya juga jenis plastik di kembangkan.
104
Gambar 11. Kacamata dengan Lensa Photochronic
Lensa ini pertama di jual oleh American Optik pada tahun
1980. Untuk suksesnya penjualan jenis plastik pada tahun
1991 -an yang diperkenalkan oleh Transition Optikal. Jenis
glass, merupakan pemberian campuran pada material aslinya
berupa microcrystalline silver halides (biasanya silver
chloride), kalau plastik biasanya oxazines atau
naphthopyrans. Tingkat perubahan lensa itu tergantung dari
produk masing-masing, ada yang cepat dan kembalinya juga
cepat, juga ada yang agak lambat.
105
BAB 4 – CONTOH DINAMIKA IPTEK
4.1. Teknologi LASIK
LASIK merupakan sebuah penerapan teknologi dengan
bantuan LASER sebagai alat koreksi kesalahan bias mata
manusia. Mata manusia sendiri merupakan sebuah sistem
optik yang hidup dan memiliki karakteristik yang beragam
antarmanusia satu dengan yang lainnya. Gambar 1
merupakan skematik bola mata manusia.
Gambar 1. Skema Bola Mata Manusia
106
Gambar 2. Cacat Mata pada Manusia
107
Dalam kesehariannya, fungsi mata manusia dapat melemah
dan tidak dapat bekerja secara maksimal dikarenakan adanya
kelainan pada salah satu bagiannya. Contoh yang paling
umum adalah ketidakmampuan lensa untuk berubah dan
membiaskan cahaya tepat pada retina. Akibatnya citra yang
ditangkap berada di depan atau di belakang retina. Hal inilah
yang disebut dengan rabun jauh (myopia), rabun dekat
(hypermyopia), dan astigmatisme, seperti ditunjukkan oleh
Gambar 2.
Untuk mengoreksi bayangan agar jatuh tepat pada retina,
maka digunakanlah alat bantu pada mata. Alat bantu yang
digunakan secara umum adalah kacamata atau lensa kontak.
Alat ini didesain khusus sesuai dengan jenis kelainan pada
mata, apakah rabun dekat, rabun jauh atau astigmatisme.
Seiring dengan berkembangnya teknologi, maka
ditemukannya teknologi LASIK sebagai alat koreksi
kelainan bias pada mata manusia.
4.1.1 Teori atau Konsep
Berdasarkan konsep dari sudut pandang Teknik Fisika,
maka asal mula LASIK dibagi menjadi tiga bagian.
108
Secara Fisika, sangat penting untuk mempelajari proses
pembiasan cahaya yang terjadi di dalam mata manusia. Mata
manusia sendiri terdiri dari banyak air agar cahaya dapat
diteruskan dan terdapat lensa mata agar cahaya yang masuk
dapat dibiaskan tepat menuju retina. Teori yang menjadi
dasar hukum pembiasan cahaya adalah Hukum Snellius,
yang berbunyi:
1. Sinar datang, garis normal, dan sinar pantul terletak
pada sebuah bidang datar
2. Sudut datang sama dengan sudut pantul
Selain konsep mengenai mata manusia, terdapat juga konsep
mengenai LASER sebagai alat yang digunakan untuk proses
LASIK. Teori dasar dari LASER berangkat dari cahaya
sebagai partikel oleh Max Planck, yaitu cahaya merupakan
gelombang elektromagnet yang terpancar berupa paket-
paket energi yang disebut foton.
Sebuah atom terdiri dari inti atom yang disebut nukleus
(berisi proton dan netron), dan awan elektron, dapat dilihat
pada Gambar 3. Elektron-elektron ini selalu berputar
109
mengelilingi inti atom pada orbit-orbit tertentu, sesuai
dengan tingkat energinya.
Gambar 3 Striktur Atom
Orbit elektron yang memiliki tingkat energi paling rendah
adalah yang paling dekat dengan inti. Jadi, semakin jauh
elektron dari inti, semakin tinggi pula tingkat energinya.
Gambar 4. Eksitasi Elektron
110
Elektron yang berpindah ke tingkat energi yang lebih tinggi
ini (excited electron) berada dalam keadaan tidak stabil,
dapat dilihat pada Gambar 4. Elektron ini selalu berusaha
untuk kembali ke keadaan awalnya dengan cara melepaskan
kelebihan energi tersebut. Energi yang dilepaskan berbentuk
foton (energi cahaya) yang memiliki panjang gelombang
tertentu (warna tertentu) sesuai dengan tingkat energinya.
Pada Gambar 5 menunjukkan kembalinya elektron ke
tingkat energi semula disertai emisi cahaya.
Gambar 5. Perpindahan Energi ke Tingkat Lebih Rendah
Menyebabkan Emisi Cahaya
Secara matematika, maka perjalanan cahaya pada mata dapat
dihitung pembiasannya. Dari pembiasan tersebut dapat
diketahui berapa jarak fokus yang dimiliki lensa.
111
Berdasarkan jarak fokus ini, akan diketahui kekuatan dari
lensa mata manusia.
Perjalanan cahaya pada mata manusia mengalami lima
macam pembiasan, dengan indeks bias berbeda yaitu:
1. udara (n = 1,00)
2. kornea ( n = 1,38)
3. aqueous humor ( n = 1,33)
4. lensa ( n = 1,4)
Secara kolektif, semua bidang batas berperan pada
pembiasan sinar untuk membentuk bayangan di retina,
tetapi persentase terbesar terjadi pada bidang batas udara –
kornea. Mata memiliki jarak bayangan yang tetap karena
jarak antara lensa mata dan retina sebagai layar selalu tetap.
Dalam pemfokusan, pengaturan jarak fokus lensa di atur
oleh otot siliar. Bagi penderita rabun jauh, rabun dekat, dan
silindiris, otot siliar tidak dapat mengendalikan lensa mata
dengan baik. Akibatnya bayangan tidak difokuskan secara
tepat ke retina oleh lensa mata.
112
Kekuatan sebuah lensa dicirikan dengan kemampuannya
untuk mengumpulkan atau menyebarkan sinar yang
dibiaskan. Jika sebuah lensa memiliki jarak fokus yang besar,
maka lensa tersebut lemah dalam mengumpulkan atau
menyebarkan sinar sehingga dikatakan memiliki kekuatan
lensa yang kecil. Besarnya kekuatan lensa akan berbanding
terbalik dengan jarak fokusnya. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa kekuatan lensa merupakan harga
kebalikan dari jarak fokus lensa tersebut dan ditulis:
P = 1 / f
dimana, P = kekuatan lensa (dioptri)
f = jarak fokus lensa (meter)
Sedangkan konsep matematika mengenai perilaku
perpindahan elektron dari tingkat energi yang satu ke tingkat
energi yang lain ditulis:
hv12 = |E1 − E2|
dimana, E1 − E2 = perpindahan level energi
113
h = konstanta Planck
v12 = frekuensi
Secara Teknik, maka dilakukan kombinasi mengenai
konsep secara fisika dan matematika. Pada kelainan mata
manusia akibat dari kesalahan bias, dapat dikoreksi dengan
metode konvensional menggunakan kacamata atau lensa
kontak. Prinsip kerjanya adalah membantu memfokuskan
atau menyebarkan cahaya menuju ke lensa agar nanti dapat
difokuskan tepat menuju retina.
− Penderita rabun jauh memiliki lensa mata yang terlalu
cembung, sehingga pada saat melihat dari jarak yang
jauh lensa mata tetap cembung dan mengakibatkan
bayangan benda jatuh di depan retina. Untuk
merekayasa agar bayangan jatuh tepat di retina, maka
digunakanlah kacamata atau lensa kontak cekung.
Tujuannya agar cahaya yang dibiaskan seolah-olah
berasal dari dekat, sehingga lensa mata yang berbentuk
cembung dapat memfokuskan tepat di retina.
− Bagi penderita rabun dekat memiliki lensa mata yang
terlalu pipih, sehingga pada saat melihat dari jarak yang
dekat lensa mata tetap pipih dan mengakibatkan
114
bayangan benda jatuh di belakang retina. Untuk
merekayasa agar bayangan jatuh tepat di retina, maka
digunakanlah kacamata atau lensa kontak cembung.
Tujuannya agar cahaya yang dibiaskan seolah-olah
berasal dari jauh, sehingga lensa mata yang pipih dapat
memfokuskan tepat di retina.
Jadi, secara teknik dilakukan rekayasa cahaya yang datang
dengan menggunakan bantuan lensa kacamata atau lensa
kontak. Sebelumnya dengan menghitung terlebih dahulu
berapa kekuatan dari lensa mata, agar selanjutnya dapat
ditentukan berapa kekuatan lensa bantuan yang dibutuhkan.
Sedangkan konsep teknik yang digunakan dari adanya emisi
terstimulasi adalah latar belakang terciptanya LASER.
LASER (Light Amplification by Stimulated Emission of
Radiation), yaitu penguatan cahaya melalui pancaran radiasi
yang terangsang. Berkas cahaya tersebut dihasilkan oleh
adanya rangsangan (stimulasi) dari luar berupa energi foton
yang diinteraksikan terhadap bahan aktif LASER. Emisi
cahaya LASER memiliki sifat monokromatik, koheren dan
115
single phase. Untuk membangkitkan sinar LASER ini, maka
dibutuhkan tiga komponen penting, yaitu:
− Medium aktif, untuk menguatkan cahaya
− Pumping source, untuk mengeksitasi medium aktif
− Optical resonator, untuk memantulkan cahaya dan keluar
menjadi sinar LASER.
Jadi, berdasarkan konsep perpindahan antar pita energi yang
mengemisikan foton, dapat dibuat device untuk
mengumpulkan foton tersebut menjadi satu keluaran yang
disebut sinar LASER.
Gambar 6. Skema LASER
116
4.1.2 Teknologi
Teknologi yang melatarbelakangi LASIK adalah berasal dari
penemuan alat bantu koreksi kesalahan bias berupa lensa
kacamata dan lensa kontak. Konsep dasar tentang fisika,
matematika, dan teknik dari mata manusia dan LASER telah
dijelaskan pada sub bagian sebelumnya. Sehingga
selanjutnya adalah penggabungan dari kedua konsep ini.
Berawal dari rekayasa sebuah alat optik yang menjadikan
cahaya masuk mata seolah-olah berubah jarak datangnya,
maka LASIK menjadikan kornea mata sebagai objek yang
direkayasa. Caranya melalui pembentukan ulang kornea
mata, yang pengerjaannya menggunakan bantuan sinar
LASER. Pada LASIK ini, dengan memanfaatkan energi
panas dari sinar LASER dapat memberikan efek
photoablation, yaitu kerusakan suatu jaringan pada makhluk
hidup akibat panas dari sinar LASER, tepatnya di pada
kornea mata manusia. Hal inilah yang akhirnya
melatarbelakangi perkembangan teknologi untuk mengatasi
kelainan pada mata manusia tanpa bantuan kacamata atau
lensa kontak.
117
4.1.3 Aplikasi
LASIK - LASER Assisted in SItu Keratomileusis adalah
salah satu teknik tindakan bedah refraksi yang menggunakan
pemanduan LASER sebagai alat bantu koreksi kelainan
pembiasan miopia, hipermetropia, dan astigmatis dengan
mengubah bentuk kornea.
Gambar 7. Definisi LASIK
Melalui teknologi LASER, cacat mata dapat diperbaiki
dengan melakukan penyinaran terhadap kornea mata untuk
memperbaiki penglihatan. Dengan memodifikasi kornea
mata, maka akan terjadi perubahan pembiasan cahaya dari
udara menuju kornea mata dan lensa. Sehingga lensa mampu
membiaskan bayangan secara sempurna tepat pada retina.
Sejarah LASIK pertama kali dilakukan oleh ahli mata Jose
Barraquer, sekitar 1950 di klinik di Bogota, Kolombia.
118
Pengembangan pertama yaitu microkeratome, digunakan
untuk memotong lapisan penutup di kornea dan mengubah
bentuk-nya, yang disebut keratomileusis.
Pada tahun 1968 di Northrup Corporation Pusat Riset dan
Teknologi dari Universitas California, Lal Mani Bhaumik
dan sekelompok ilmuwan bekerja pada perkembangan
karbon dioksida-LASER. Pekerjaan mereka berkembang
menjadi apa yang disebut LASER Excimer. LASER jenis ini
akan menjadi dasar untuk operasi bias mata. Dr Bhaumik
mengumumkan timnya dari terobosan pada bulan Mei 1973
di sebuah pertemuan di Denver Optical Society of Amerika
di Denver, Colorado. Kemudian dia mempatenkan
penemuan itu. Istilah umum untuk mengubah pasien optik
dengan cara pengukuran suatu operasi adalah Refractive
Surgery. Pada tahun 1980, Srinivasan, bekerja di IBM
Research Lab, menemukan bahwa suatu LASER Excimer
ultraungu mengetsa dapat hidup dalam jaringan yang tepat
dengan cara tidak panas kerusakan pada daerah sekitarnya.
Hal ini dinamakan fenomena Ablative Photodecomposition
(APD). [3] Stephen Trokel menerbitkan karya dalam
American Journal of Ophthalmology di 1983 outlining
119
potensi manfaat menggunakan LASER Excimer di
refractive surgeries. Hak paten pertama untuk LASER
koreksi dari kornea menggunakan LASER Excimer
diberikan ke Dr. Steven Trokel.
Hak paten pertama untuk LASIK diberikan oleh US Patent
Office ke Dr Gholam A. Peyman pada 20 Juni 1989, US
Patent 4840175, "Metode untuk memodifikasi
kelengkungan corneal ", yang meliputi prosedur operasi di
mana sebuah flap di potong pada kornea dan diambil
kembali. Permukaan yang terkena kemudian dimanipulasi ke
bentuk yang dikehendaki dengan LASER Excimer.
Percobaan pertama FDA dari LASER Excimer dimulai
pada tahun 1989. LASER ini tidak tersedia untuk semua
dokter selain sepuluh dipilih oleh FDA untuk Visx
persidangan. Pertama menggunakan LASER adalah untuk
mengubah bentuk permukaan kornea, yang dikenal sebagai
PRK. Dr Joseph Dello Russo adalah salah satu dari sepuluh
asli FDA peneliti yang diuji dan mendapat persetujuan
untuk Visx LASER. LASIK konsep yang pertama kali
diperkenalkan oleh Dr Palliakaris pada tahun 1992 untuk
120
kelompok sepuluh Dokter Ahli Bedah yang dipilih oleh
FDA untuk menguji Visx LASER di AS.
LASER yang digunakan untuk LASIK berupa LASER
Excimer, dimana LASER ini memancarkan Pulse Wave
dengan panjang gelombang sebesar 193 nm. Panas yang
dihasilkan dari penyinaran ini menyebabkan photoablation.
LASER Excimer sendiri adalah LASER yang memiliki
kemampuan fokus yang luar biasa. LASER ini dapat
difokuskan hingga berukuran 0,25 mikrometer. Diameter
rambut manusia rata-rata 50 mikrometer, yang berarti
LASER Excimer yang mampu mengeluarkan jaringan pada
mata sebesar 0,5 persen dari luas penampang rambut
manusia. LASER Excimer adalah LASER yang dingin, yang
berarti bahwa ia tidak memanaskan udara di sekitarnya atau
permukaan. LASER excimer adalah campuran gas, biasanya
berisi gas mulia (argon, kripton, atau xenon) dan halogen
(fluor atau klor).
Prosedur Kerja LASIK
Sebelum dilakukan penyinaran, para ahli LASIK tentunya
telah melakukan penghitungan terlebih dahulu terhadap
121
mata pasien. Penghitungan yang dilakukan adalah refractive
error atau kesalahan bias yang terjadi pada mata, kemudian
menghitung ketebalan kornea, dan terakhir menghitung
lengkungan kornea.
a. Mengetahui refractive error (kesalahan bias)
RP = pupil radius in mm, a value of 5.0 is used
n = corneal refractive index , a value of 1.377 is used
b. Mengetahui ketebalan kornea
Gambar 8. Data Topografi Kornea
122
Gambar 9. Sistem Koordinat dengan Proses Pemetaan
c. Mengetahui Bentuk dan Lengkungan Kornea
Gambar 10. Bentuk dan Lengkungan Kornea
123
R is the radius of the fitted sphere, a, b, and c are the
coordinates of the center of the fitted sphere. Once R is
obtained, the power, D
Prinsip Kerja LASIK
Prinsip Kerja dari LASIK setelah melakukan penghitungan
adalah mengubah bentuk kornea, tahap-tahap nya dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Tahap - tahap Operasi LASIK
Memasang cincin
penghisapan secara
memusat di kornea mata
Menghasilkan penutup
parsial dalam kornea mata
dengan ketebalan yang
sama
124
Melakukan penyayatan
penutup kornea dengan
Microceratome
Membuka penutup kornea
sehingga bagian kornea
mata terlihat dengan jelas
Excimer LASER kemudian
disinarkan untuk
memindahkan jaringan dan
membentuk kembali
kornea mata.
Menutup kembali penutup
kornea mata
Pengembangan teknologi terbaru adalah adanya alternatif
lain dalam membuka penutup kornea mata dengan
125
menggunakan fentosecond LASER. Alternatif ini digunakan
untuk pasien dengan kornea yang terlalu datar atau pipih,
sehingga tidak memungkinkan bagi microceratome untuk
melakukan penyayatan.
Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa teknologi
LASIK ini digunakan untuk melakukan koreksi kesalahan
bias pada rabun jauh, rabun dekat, dan astigmatisme.
- Pada rabun jauh, dimana lensa mata terlalu cembung,
maka dilakukan koreksi pada kornea melalui penyinaran
LASER di pusat kornea. Tujuannya untuk mengurangi
kecembungan pada kornea, sehingga cahaya yang nanti
dibiaskan menuju lensa mata yang cembung seolah-olah
datang dari jarak yang jauh dan difokuskan tepat pada
retina.
- Pada rabun dekat, dimana lensa mata tidak dapat
cembung secara maksimum, maka dilakukan koreksi
pada kornea melalui penyinaran LASER di tepi kornea.
Tujuannya untuk membentuk kecembungan pada
kornea, sehingga cahaya yang nanti dibiaskan menuju
lensa mata yang pipih seolah-olah datang dari jarak yang
dekat dan difokuskan tepat pada retina.
126
- Pada astigmatisme, dimana terdapat kelainan kornea
mata yang lengkungannya tidak merata dan cenderung
berbentuk seperti telur. Sebenarnya astigmatisme tidak
bermasalah jika tidak diikuti oleh rabun jauh atau rabun
dekat. Tetapi pada saat diikuti dengan rabun jauh, maka
pusat kornea mata disinari dengan LASER dengan
luasan berbentuk oval. Sebaliknya, jika diikuti dengan
rabun dekat, maka tepi pusat kornea mata yang disinari
LASER dengan luasan berbentuk oval.
Beberapa jenis perlakuan pada kelainan mata dengan LASIK
dapat dilihat pada Tabel 2.
Pada saat menjalani prosedur ini, pasien akan mendengar
suara mekanik dari mikrokeratom dan tembakan LASER,
namun tidak merasakan sakit. Setelah itu pasien akan diberi
obat tetes mata berupa antibiotic, lubrikan dan obat minum
bila diperlukan dengan bertujuan untuk mencegah infeksi
dan menghilangkan rasa kering pada mata.
127
Tabel 2. Metode Penyinaran LASER Berdasarkan Jenis
Kelainan pada Mata
Rabun Jauh
LASER disinarkan
terpusat pada kornea,
tujuannya untuk
mengurangi
kelengkungan berlebihan
Rabun Dekat
LASER disinarkan pada
sekeliling pusat kornea,
tujuannya untuk
meningkatkan
kelengkungan pusat.
Astigmatisme
LASER disinarkan pada
pusat /sekeliling kornea,
dengan luasan berbentuk
oval, tujuannya untuk
meratakan lengkungan
mata
128
4.1.4 Dampak
Setiap aplikasi dari teknologi memiliki dampak positif dan
negatif bagi penggunanya. Berikut ini adalah dampak positif
dan negatif dari LASIK.
a. Kelebihan
- Menghilangkan ketergantungan pada pemakaian
kacamata atau lensa kontak
- Tidak memerlukan rawat inap, Tanpa rasa sakit
- Tidak perlu disuntik, tapi cukup menggunakan
anastesi melalui tetes mata
- Penyembuhan berjalan relatif cepat dan penglihatan
pun cepat membaik
- Operasi singkat, Memiliki tingkat keberhasilan
hingga 90%
b. Kekurangan
- Biaya operasi mahal
- Pasien tetap sadar selama operasi berlangsung
- Kemungkinan kelebihan atau kekurangan refraksi
- Setelah operasi mata mungkin saja terasa berpasir
dan sensitif terhadap cahaya, bahkan mengalami
corneal flap yang membuka kembali
- Pasien bisa saja kehilangan penglihatannya
129
LASIK merupakan pengobatan dengan keikutsertaan
teknologi yang sangat rumit dan tinggi. Pertama adalah
tentang teknologi yang digunakan untuk mendeteksi kontur
dari mata manusia. Kita tahu bahwa mata merupakan optika
dari Tuhan yang terdiri banyak sel dan jaringan dengan
ukuran mikro. Dalam melakukan pembentukan ulang
kornea yang hanya memiliki tebal sebesar 0.8 hingga 1 mm,
pasti sangat beresiko tinggi jika terdapat kesalahan dalam
penghitungan. Sekali melakukan kesalahan akan berakibat
fatal, karena tidak ada pengganti atau yang bisa
menggantikan sesuatu ciptaan dari Tuhan.
Kedua adalah teknologi yang digunakan untuk membentuk,
yaitu teknologi LASER. Teknologi ini merupakan buatan
manusia dan pasti masih memiliki beberapa efek negatif dari
penggunaannya. Oleh karena itu masih akan terus dilakukan
pengembangan dalam aplikasinya. Misalnya pengembangan
femtosecond LASER untuk membuka lapisan penutup kornea
menggantikan microceratome. Kemudian pemasangan pupil
tracking agar pada saat penyinaran LASER tetap berada di
bagian yang disinari meskipun bola mata sedang bergerak.
130
Salah satu keluhan dari LASIK adalah penutup kornea yang
terbuka kembali setelah tindakan pasca LASIK.
Pengembangan selanjutnya dapat difokuskan mengenai
proses penyinaran, yang tidak perlu dilakukan dibawah
penutup kornea. Tetapi perlu diadakan perlakuan khusus
pada kornea setalah disinari, seperti menanamkan implan
yang sejenis dengan penutup kornea.
4.2. Teknologi Li-Fi
Bidang energi terbarukan dan Instrumentasi kontrol
(industri dan medis) merupakan bidang-bidang kajian
Teknik Fisika yang terus dikembangkan, baik pada ranah
konsep/teori sampai aplikasi di berbagai bidang. Berikan
contoh eksplisit salah satu konsep atau produk/proses
teknologi (preferable terbaru) di salah satu bidang tersebut dan
jelaskan aspek-aspek fisis dan desain yang terkait dengan
realisasi dan aplikasi produk tersebut. Tunjukkan benang
merah yang menghubungkan aspek hulu-hilir dari produk
tersebut (tidak menafikan kemungkinan interaksi dengan
bidang kajian Teknik Fisika yang lain).
131
Proses teknologi terbaru yang sedang menjadi perbincangan
saat ini adalah teknologi Li-Fi. Li-Fi, Light Fidelity,
merupakan suatu sistem komunikasi nirkabel dengan
menggunakan cahaya sebagai media transmisi. Berbeda
dengan fiber optic yang menggunakan transmisi cahaya
menggunakan serat optik melalui konsep hukum snellius,
Li-Fi memanfaatkan pancaran cahaya dari lampu LED.
Konsep Li-FI sama seperti Wi-Fi, Wireless Fidelity, hanya saja
gelombang dalam media transmisi tidak menggunakan
gelombang radio seperti Wi-Fi, tetapi menggunakan
gelombang cahaya tampak. Teknologi ini merupakan salah
satu pengembangan terbaru dalam bidang instrumentasi
kontrol di industri.
Pada tulisan ini, saya memulai dari dampak Dampak dari
banyaknya penggunaaannya teknologi komunikasi yang
menggunakan wireless dalam rentang gelombang radio,
sedangkan bandwidth yang ada hanya terbatas. Padahal
jumlah manusia di bumi akan semakin banyak, sehingga
kebutuhan komunikasi semakin meningkat dan transfer data
akan sangat ramai dan padat. Mengingat bahwa cahaya yang
ditransmisikan dalam komunikasi fiber optik mampu
132
mentransmisikan banyak data dengan kecepatan tinggi,
maka dikembangkan komunikasi cahaya tampak secara
wireless. Kemudian dari dampak saya menuju teori/konsep
yang menjelaskan dasar teori teknologi komunikasi cahaya
tampak. Kemudian, dari teori/konsep, selanjutnya menuju
ke teknologi dan terakhir mengenai aplikasinya.
4.2.1 Teori atau Konsep
Meninjau teori atau konsep dari sudut pandang Teknik
Fisika, maka asal mula Li-Fi dibagi menjadi tiga bagian,
yaitu:
Secara Fisika, berdasarkan teori Max Planck, yaitu cahaya
merupakan gelombang elektromagnet yang terpancar
berupa paket-paket energi yang disebut foton. Foton dari
cahaya tampak ini daoat membawa sinyal-sinyal yang tidak
dapat terlihat oleh mata manusia. Sinyal-sinyal ini nantinya
diubah ke dalam bentuk kode biner sehingga informasi yang
dibawa dapat diterjemahkan.
133
Gambar 11. Sampling Sinyal Teorema Nyquist
Sedangkan untuk mengetahui jangkauan panjang
gelombang atau frekuensi sinyal yang akan ditransmisikan,
dapat menggunakan prinsip teorema Nyquist yang berlaku.
Teorema Nyquist yaitu dimana frekuensi sampling (Fs)
minimum adalah 2 kali frekuensi sinyal analog yang akan
dikonversi (Finmax). Misalnya sinyal analog yang akan
dikonversi mempunyai frekuensi sebesar 100Hz maka
134
frekuensi sampling minimum adalah 200Hz. Sebaliknya, jika
frekuensi sampling sebesar 200Hz maka sinyal analog yang
akan dikonversi harus mempunyai frekuensi maksimum
100Hz. Apabila kriteria Nyquist tidak dipenuhi maka akan
timbul efek yang disebut aliasing karena frekuensi tertentu
terlihat sebagai frekuensi yang lain (menjadi alias dari
frekuensi lain). Ilustrasi teorema Nyquist ditunjukkan oleh
Gambar 11.
Secara Matematika, telah dijelaskan bahwa cahaya yang
dipancarkan memiliki sinyal-sinyal, jika sinyal tersebut
dilakukan sampling dengan persamaan teorema Nyquist
bahwa 𝑓𝑓𝑠𝑠 > 2𝑓𝑓𝑖𝑖𝑖𝑖𝑚𝑚𝑎𝑎𝑥𝑥
Dengan : 𝑓𝑓𝑠𝑠 = frekuensi sampling
𝑓𝑓𝑖𝑖𝑖𝑖𝑚𝑚𝑎𝑎𝑥𝑥 = frekuensi analog
Berdasarkan persamaan tersebut, maka informasi dan data
dapat ditumpangkan ke gelombang cahaya dan selanjutnya
ditransmisikan oleh cahaya tersebut. Sehingga dari
matematik ini dapat dikembangkan teknologi mengenai
transmitter, receiver, multiplexer, dan demultiplexer dalam
135
pemrosesan sinyal digitalnya. Karena sinyal digital yang
dalam kode biner ini yang nantinya mampu dibaca dan
diterjemahkan sebagai informasi oleh manusia, baik dalam
bentuk data, suara, gambar, atau video.
Secara Teknik, maka dilakukan kombinasi mengenai konsep
secara fisika dan matematika. Pada foton, cahaya tampak ini
daoat membawa sinyal-sinyal yang tidak dapat terlihat oleh
mata manusia. Pada konsep Li-Fi, dimana medium
transmisinya adalah cahaya, maka sinyal-sinyal dari cahaya
ini yang membawa informasi. Menggunakan teknologi
LED, Light Emitting Diodes, sebagai transmitter yang mampu
memberikan kedipan cahaya tampak yang sangat cepat
sebanyak jutaan kali per detiknya. Karena kedipan yang
sangat cepat ini, maka akan terdapat banyak sekali informasi
data yang dibawa dalam kedipan yang sangat rapat dari LED
tersebut. Kedipan teersebut merupakan sinyal-sinyal yang
selanjutnya dapat diterjemahkan ke dalam kode biner.
Karena kedipan LED merupakan sinyal, maka menurut
teorema Nyquist sinyal tersebut dapat dibawa oleh
gelombang lain, misal cahaya untuk ditransmisikan.
Selanjutnya setelah setelah sinyal tersebut dibawa, maka
136
akan ada photodetector yang berfungsi sebagai receiver, yaitu
menangkap sinyal-sinyal cahaya tersebut. Selanjutnya sinyal-
sinyal akan kembali dikodekan oleh encoder sehingga dapat
menjadi informasi berupa data, suara, gambar, atau video.
4.2.2 Teknologi
Li-Fi merupakan suatu sistem komunikasi nirkabel
menggunakan cahaya sebagai media transmisi. Berbeda
dengan fiber optic yang menggunakan transmisi cahaya
menggunakan serat optik melalui konsep hukum snellius,
Li-Fi menggunakan pancaran cahaya dari lampu LED.
Teknik dari Li-Fi ini mengacu teknik dari Wi-FI, Wireless
Fidelity, hanya saja yang membedakan adalah gelombang
elektromagnetik yang menjadi media transmisi. Pada Li-Fi
menggunakan cahaya tampak, sedangkan pada Wi-Fi
menggunakan gelombang radio. Melalui cahaya tampak
dengan frekuensi yang lebih tinggi dibandingkan gelombang
radio, maka dalam waktu yang sama data yang didapatkan
jika menggunakan Li-Fi akan lebih banyak dan rapat
dibandingkan menggunakan Wi-Fi.
137
Gambar 12. Spektrum Cahaya Tampak pada GEM
Sejarah teknologi Li-Fi berbasis VLC, Visible Light
Communication, didemonstrasikan pada tahun 2011 yang lalu
oleh Harald Haas dan timnya. Memanfaatkan keberadaan
lampu LED mereka telah berhasil mencapai kecepatan
transfer hingga 10Gbps dalam percobaan terakhirnya.
Dalam percobaannya itu, Haas menggunakan tiga LED
(hijau, merah dan biru). Dan masing-masing LED itu
dimaksimalkan hingga memiliki kecepatan 3.5Gbps.
Tingginya kecepatan yang dicapai pada percobaan ini adalah
berkat penggunaan micro-LED buatan dari Universitas
Strathclyde. LED tersebut pun memiliki kemampuan untuk
mengirimkan jutaan perubahaan intensitas dalam hitungan
138
detik. Selanjutnya penelitian mengenai teknologi Li-Fi
banyak dilakukan, dimana pada tahun 2013 peneliti Cina
melakukan kegiatan yang sama dan mampu mencapai
kecepatan hingga 150Mbps. Namun teknologi Li-Fi ini
masih jauh jika digunakan untuk kepentingan umum. Hal ini
karena teknologi Li-Fi memiliki range yang kecil, karena
jarak antara receiver dengan transmitter harus dekat. Tentunya
hal ini berbeda dengan Wi-Fi yang memiliki range sangat
luas.
Komponen penting dalam komunikasi data berbasis
internet ini yang pertama adalah sebuah router. Pada
teknologi Li-Fi yang memiliki konsep seperti Wi-Fi, router
berfungsi untuk mengirimkan paket data melalui sebuah
jaringan internet menuju tujuannya. Sehinga router
merupakan penghubung dan pengalamat paket data antara
pengguna dengan server internet. Router Li-Fi yang yang
digunakan berupa optical router, yang memiliki prinsip
membawa data dan memaketkannya dengan kecepatan
cahaya.
139
Gambar 13. Ilustrasi Fungsi Router
Selanjutnya adalah lampu LED yang menyala dengan
kedipan yang sangat cepat hingga jutaan kali per detiknya
sehingga illuminasi cahayanya membentuk sinyal-sinyal.
LED merupakan sistem pencahayaan dengan efisiensi dan
green lighting yang tinggi. Efisiensi tinggi karena sebagian
besar energi listrik diubah dalam bentuk cahaya, dan sedikit
sekali yang berubah dalam bentuk panas. Kemudian green
lighting karena tidak mengandung material berbahaya seperti
merkuri yang ada pada lampu fluoroscent.
140
Tabel 1. Prinsip Kerja LED
Step 1
Step 2
141
Step 3
Step 4
142
Prinsip kerja dari LED sebenarnya sama seperti prinsip kerja
terjadinya cahaya, yaitu adanya perpindahan elektron ke
tingkat energi yang lebih rendah yang kemudian
memancarkan cahaya. Perbedaannya adalah material dioda
yang digunakan pada LED merupakan semikonduktor yang
terdiri dari semikonduktor type-P dan semikonduktor type-
N. Semikonduktor type-P memiliki banyak lubang yang
disebut hole dan semikonduktor type-N memiliki banyak
elektron. Cahaya terbentuk dari interaksi elektron-hole, yaitu
pada saat elektron jatuh ke dalam hole. Prinsip kerja LED
ditunjukkan pada Tabel 1.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pada saat
teknologi Li-Fi dipublikasikan, banyak sekali penelitian yang
dikembangkan untuk mendukung teknologi tersebut. Salah
satunya adalah pengembangan teknologi lampu untuk
transmisi data yang menjadi kunci dari Li-Fi. Terdapat
penelitian mengenai lampu dengan efisiensi 2 kali lebih
besar dibandingkan LED biasa. Lampu ini berbentuk seperti
LED tetapi diisi oleh material gas dan metal halida. Estimasi
penggunaannya hingga 20.000 jam. Prinsip kerjanya dapat
dilihat pada Tabel 2.
143
Tabel 2. Pengembangan Teknologi Lampu untuk Li-Fi
Step 1
Lampu terdiri dari material
gas dan metal halida
Step 2
Adanya arus listrik
menyebabkan gas
terionisasi dan selanjutnya
membentuk gas plasma
Step 3
Interaksi metal halida
dengan gas plasma
menghasilkan cahaya putih
yang sangat kuat
Cahaya yang membawa sinyal-sinyal informasi selanjutnya
mengenai receiver yang berfungsi untuk menangkap data.
Receiver cahaya ini dapat berupa photodioda, yang memiliki cara
144
kerja berkebalikan dengan cara kerja dari dioda. Melalui
pengolahan sinyal digital dari sinyal-sinyal yang dibawa oleh
cahaya, maka informasi berupa data, suara, gambar, dan
video dapat disajikan. Secara umum teknologi Li-Fi
ditunjukkan oleh Gambar 14.
Gambar 14. Prinsip Kerja Teknologi Li-Fi
4.2.3 Aplikasi
Banyak sekali aplikasi dari Li-Fi jika ke depannya dapat
digunakan secara konvensional, yaitu:
145
- Komunikasi sangat cepat dan aman tanpa menggunakan
jaringan kabel atau gelombang radio, karena
menggunakan cahaya
- Untuk automatisasi dalam rumah, seperti smart lightning
network, internet dan akses berbagai media
- Dalam perjalanan dapat dengan mudah akses ke
internet, misalnya untuk hiburan dan komunikasi
pribadi
- Mengijinkan kendaraan melalui lampu depannya untuk
membawa informasi keamanan dan mampu untuk
mengukur jarak antara satu kendaraan dengan yang lain
- Mengirimkan dan menerima data yang dilakukan melalui
cahaya LED dipastikan memiliki kecepatan yang tinggi
meskipun sedang berada di dalam kendaraan seperti
mobil, pesawat, dan kapal
- Dapat mengakses informasi meskipun sedang berada di
area yang berbahaya, misalnya pabrik petrokimia dan
unit pengolahan yang lain. Hal ini karena tidak ada
interferensi dengan gelombang elektromagnetik lain
- Sebagai navigasi di dalam bangunan sehingga
meningkatkan keamanan bangunan
146
4.2.4 Dampak
Setiap aplikasi dari teknologi memiliki dampak positif dan
negatif bagi penggunanya. Berikut ini adalah dampak positif
dan negatif dari Li-Fi dari ringkasan penjabaran tentang Li-
Fi.
a. Kelebihan
- Kapasistas yang besar karena lebih banyak data yang
dapat ditransmisikan dalam waktu tertentu
dibandingkan dengan Wi-Fi
- Efisien karena loss data yang terjadi minimal akibat
sedikit sekali interferensi dengan gelombang
elektromagnetik yang lain
- Tersedianya sumber cahaya yang banyak, karena
manusia pada dasarnya tidak dapat terlepas dari
cahaya
- Aman untuk sistem keamanan dalam suatu ruangan
karena cahaya tidak dapat menembus dinding
b. Kekurangan
- Transmitter dan receiver harus berada pada range
yang dekat dan tidak boleh ada penghalang
147
- Memungkinkan terjadinya interferensi antar
pengguna dengan satu sumber cahaya yang sama
- Apabila listrik mati dan tidak ada cahaya, pengguna
akan kehilangan jaringan
- Konversi ke teknologi ini membutuhkan biaya yang
tidak sedikit, karena semua peralatan elektronik yang
akan menggunakan Li-Fi harus terintegrasi dengan
sensor dan receiver yang kompatibel untuk Li-Fi
- Adanya polusi cahaya, karena manusia bergantung
sekali dengan cahaya untuk akses internet dan
komunikasi, yang dalam jumlah besar tidak baik
untuk kesehatan manusia
Meskipun secara umum konsentrasi teknologi Li-Fi berada
pada ranah instrumentasi kontrol di industri, tetapi
sebenarnya sangat berkaitan dengan bidang kajian yang lain.
Pada daerah Teknik Fisika, teknologi ini harus berhubungan
dengan bidang akustik dalam pemrosesan sinyalnya.
Bagaimana cara mengkodekan sinyal-sinyal informasi yang
kemudian harus dibawa oleh media transmisi agar sampai ke
tujuan dengan tanpa mengurangi isi dari informasi tersebut.
148
Pada teknologi lampu LED sebagai media transmisi yang
digunakan, teknologi ini berhubungan dengan bidang
fotonika dalam perlakuan cahayanya. Bagaimana cara agar
energi listrik yang digunakan dapat seefisien mungkin
diubah ke dalam bentuk energi cahaya. Selain itu juga
terdapat teknologi bahan mengenai material yang digunakan
baik pada LED, atau pada sensor penerima cahaya pada
masing-masing perangkat elektronik nantinya. Dengan
menggunakan Li-Fi, secara tidak langsung akan memaksa
penerangan di seluruh dunia untuk berganti menggunakan
lampu green energy berbasis LED. Hal ini tentu saja membuat
Li-Fi juga berhubungan dengan bidang kajian energi.
Penemuan teknologi Li-Fi ini menurut saya merupakan
terobosan besar yang mengandung empat komponen unsur
positif, yaitu:
- Kapasitas, dimana dengan menggunakan cahaya transfer
data dapat lebih banyak karena data tersusun rapat
dengan bandwith yang sempit kemudian data dapat
ditransferkan dengan kecepatan cahaya
- Efisiensi, dimana akan sedikit interferensi yang terjadi
sehingga sedikit juga loss data yang timbul. Hal ini
disebabkan karena cahaya tampak memiliki frekuensi
149
yang lebih tinggi dibandingkan dengan gelombang radio
dalam teknologi Wi-Fi
- Ketersedian, dimana media transmisi data menggunakan
cahaya dari LED khusus. Seperti yang kita tahu bahwa
LED merupakan jenis lampu dengan efisiensi yang
tinggi karena sebagian besar energinya dikonversi
menjadi cahaya, tidak terbuang dalam bentuk panas.
Ketersediaan LED sebagai transmitter Li-Fi selain untuk
menjadi pengirim data juga akan menjadi penerang
dalam ruangan tersebut.
- Keamanan, karena yang menjadi pembawa informasi
adalah gelombang cahaya tampak yang tidak dapat
menembus tembok, maka informasi dapat diamankan
untuk satu ruangan atau gedung dengan sumber cahaya
yang sama. Hal ini akan sangat bermanfaat jika
digunakan di dalam gedung yang membutuhkan akses
keamanan yang sangat tinggi.
Jika kekurangan terbesarnya adalah hilangnya jaringan
komunikasi pada saat cahaya terhalangi, mungkin ke
depannya dapat dilakukan hibridisasi sistem Li-Fi dan Wi-
150
Fi. Sehingga pada saat Li-Fi off, maka yang menggantikan
jaringan secara otomatis adalah Wi-Fi.
4.3. Divais Elektronik : Fotodioda
Fotodioda merupakan sebuah sensor cahaya yang tentunya
sangat responsif terhadap foton. Prinsip dasar dari operasi
fotodioda adalah penyerapan foton yang kemudian
menghasilkan aliran arus pada sebuah rangkaian listrik.
Rancangan Fotodioda
Fotodioda merupakan sebuah sambungan sederhana dari
dioda semikonduktor bahan yang sama, Germanium atau
Silikon Tipe-P-N. Lapisan komposisi fotodioda ini dapat
dibuat melalui semikonduktor Tipe-P pengotor Boron
dengan ketebalan 1 mikrometer yang difabrikasi pada
substrat Tipe-N.
Prinsip rancangan fotodioda sama seperti prinsip kerja
dioda semikonduktor, bahwa pada saat setelah dua tipe
semikonduktor ini disambungkan, pada bagian sambungan
akan membuat pembawa mayoritas Tipe-N (elektron)
berpindah ke Tipe-P. Hal ini menyebabkan elektron
151
tersebut terperangkap pada hole di Tipe-P, sehingga pada
daerah sambungan di Tipe-P terdapat ion negatif. Begitu
juga sebaliknya yang terjadi pada daerah sambungan di Tipe-
N terdapat ion positif. Pasangan ion negatif dan ion positif
ini disebut dipol, dimana peningkatan jumlah dipol
menimbulkan depletion region.
Gambar 15. Skema Sambungan P-N dan Fotodioda
152
Prinsip Kerja Fotodioda
Terdapat dua prinsip dasar pada fotodioda, yaitu eksitasi
elektron dan forward bias pada semikonduktor seperti yang
dijelaskan pada Gambar 16.
Gambar 16. Diagram pita energi sambungan P-N
fotodioda
Silikon memiliki pita energi sebesar 1,12 eV suhu kamar.
Pada suhu nol Kelvin, pita valensi terisi penuh dengan
elektron. Ketika suhu meningkat, elektron akan tereksitasi
ke pita konduksi. Elektron ini dapat tereksitasi oleh partikel
atau foton dengan energi lebih besar dari 1.12eV. Setelah
tereksitasi ini, pasangan elektron hole akan berdifusi dari P-
Layer, depletion layer, dan N-Layer.
153
Pada saat fotodioda menerima cahaya pada P-Layer, maka
elektron pita valensi terkesitasi ke pita konduksi. Selanjutnya
elektron akan berdifusi menuju depletion layer. Pada lapisan
deplesi, medan elektrik mempercepat elektron menuju ke
N-Layer. Pada saat yang bersamaan, hole N-Layer berdifusi
melewati depletion layer dan dipercepat menuju pita valensi
P-Layer. Pada keadaan ini menyebabkan P-Layer akan kaya
dengan muatan positif dan N-Layer akan kaya dengan
muatan negatif.
Ketika terdapat rangkaian listrik eksternal yang
dihubungkan pada P-Layer dan N-Layer, dimana tegangan
positif dihubungkan dengan P-Layer, dan tegangan negatif
dihubungkan dengan N-Layer, akan timbul forward bias.
Elekron mengalir dari N-Layer, dan hole mengalir dari P-
Layer menuju elektroda negatif. Elektron – elektron dan
hole – hole ini menghasilkan aliran arus pada
semikonduktor yang disebut aliran pembawa.
Aplikasi Fotodioda
Fotodioda merupakan sensor cahaya yang dapat
diaplikasikan dalam pembuatan photovoltaic. Permukaan
154
photovoltaic merupakan photodioda dalam ukuran besar,
dimana ketika terdapat cahaya yang jatuh pada P-Layer akan
menyebabkan eksitasi elektron dan difusi menuju N-Layer.
Sehingga akan menyebabkan perbedaan muatan pada kedua
layer dan menimbulkan arus. Besarnya arus yang dihasilkan
adalah setara dengan intensitas cahaya yang terdeteksi oleh
sensor.
Selain photovoltaic, fotodioda juga umum digunakan
sebagai sensor dalam robot line tracer. Dimana sebuah
robot dapat berjalan pada lintasan berwarna hitam atau
putih. Prinsip kerja fotodioda adalah sebagai petunjuk
jalannya robot yang harus berjalan sesuai dengan lintasan.
Pada saat sensor mengenai lintasan berwarna putih, maka
akan banyak cahaya yang dipantulkan dan diterima sensor,
sehingga resistansi menjadi kecil dan menyebabkan arus
yang mengalir pada komparator besar atau dalam logika
bernilai 1.
Begitu juga sebaliknya, jika sensor mengenai lintasan
berwarna hitam, akan sedikit cahaya yang dipantulkan ke
sensor, sehingga resistansi besar dan arus yang mengalir
155
kecil atau dalam logika bernilai 0. Logika dari sensor ini
nantinya dapat menggerakkan motor dan menentukan ke
arah mana roda robot akan bergerak.
Gambar 17. Prinsip Kerja Photovoltaic (atas) dan Line
Tracer (bawah)
156
4.4. Sensor Sidik Jari
Sidik jari merupakan guratan pada kulit ujung jari manusia
yang berfungsi untuk memberikan gaya gesek lebih besar
agar jari dapat memegang benda lebih erat. Setiap orang
termasuk yang terlahir kembar identik, memiliki pola sidik
jari yang khas untuk diri mereka masing-masing. Dengan
kata lain, tanda pengenal manusia dapat melalui ujung jari
mereka. Karena setiap sidik jari merupakan ciri sesorang,
maka dilakukan penelitian teknik biometrik. Teknik ini
melalui pengambilan karakter tersebut untuk memverifikasi
kebenaran data. Banyak sekali aplikasi biometrik sidik jari
untuk mengakses kebenaran data dari penggunanya.
Oleh karena itu perlu diulas seperti apa prinsip kerja dan
sistem yang ada di dalamnya. Pengenalan sidik jari pada
dasarnya memiliki dua prinsip utama, yaitu:
1. Mendapatkan citra sidik jari
Untuk mendapatkan citra sidik jari diperlukan suatu
sensor sidik jari. Sensor ini merupakan alat elektronik
yang mampu untuk menangkap citra sidik jari. Hasil
citra yang ditangkap disebut live scan. Berikut ini adalah
beberapa teknologi sensor sidik jari dan prinsip kerjanya.
157
a. Optical Sensor
Pemindai optik pada sensor sidik jari bekerja seperti
Charge Couple Device (CCD) pada kamera. CCD
merupakan suatu silicon wafer dengan kisi-kisi
sangat sensitif terhadap cahaya, disebut photon sensing
site (photosites).Tiap titik pada Photosites mampu
mengubah muatan cahaya (foton) ke dalam sinyal
elektrik. Prinsip mengubah foton menjadi elektron
berdasarkan pada efek fotolistrik.
Efek ini memanfaatkan aliran muatan elektron pada
silicon wafer akibat adanya perbedaan muatan pada
lapisan silicon. Output tiap titik photosites yang
berupa tegangan, bergantung kepada banyaknya
foton yang memasuki permukaan silicon. Output
tegangan ini selanjutnya diubah ke dalam sinyal
digital. Oleh karena itu, tiap titik photosites yang
diubah menjadi sinyal digital, merepresentasikan 1
buah piksel di dalam gambar.
Terdapat beberapa metode yang digunakan dalam
pembacaan sidik jari secara optis, diantaranya
158
melalui pantulan cahaya, pemantulan cahaya dengan
usapan, dan transmisi cahaya.
Metode Pemantulan Cahaya
Pada saat jari ditempatkan pada sebuah permukaan
kaca, akan ada cahaya yang dipancarkan dari dalam
pemindai untuk menyinari jari. Ketika cahaya
mengenai pola sidik jari yang timbul (ridges), maka
akan banyak cahaya yang dipantulkan. Karena
sistem CCD adalah pembalik gambar, maka
pantulan cahaya dalam jumlah banyak akan
ditangkap CCD sebagai informasi berwarna gelap
(bernilai 0 dalam bilangan biner). Sebaliknya pada
saat mengenai sidik jari yang menjorok (valleys),
akan banyak cahaya yang diserap dan pantulan
cahaya berjumlah sedikit (bernilai 1). CCD
selanjutnya akan menggabungkan semua titik
photosites dan mendapatkan informasi berupa
matriks bilangan biner 0 dan 1. Bilangan 0
merepresentasikan ridges dan 1 merepresentasikan
valleys.
159
Gambar 18. Skema Sederhana Optical Sensor Sidik
Jari dengan Pantulan Cahaya
Gambar 19. Skema Sederhana Optical Sensor Sidik
Jari dengan Pantulan Cahaya dan Usapan
Metode Pemantulan Cahaya dengan Usapan
Perbedaan metode pemantulan cahaya yang
sebelumnya diulas dengan metode usapan adalah
keberadaan rolling tube sebagai pengganti prisma. Di
160
dalam rolling tube terdapat sumber cahaya dan juga
sensor cahaya. Prinsip kerjanya hampir sama seperti
metode pantulan. Hanya saja dalam mendapatkan
citra sidik jari harus dilakukan gerakan mengusap jari
pada rolling tube, agar cahaya dapat dipantulkan ke
keseluruhan bagian jari yang akan diambil citranya.
Gambar 20. Skema Sederhana Optical Sensor Sidik
Jari dengan Transmisi Cahaya
Metode Transmisi Cahaya
Pada metode pemantulan cahaya, sumber cahaya
berasal dari dalam pemindai dan melalui Totally
Internal Reflection, cahaya dipantulkan menuju ke
sensor. Sedangkan pada metode transmisi cahaya,
sumber cahaya disinarkan menembus jari. Dimana
ridges dan valleys terdeteksi melalui spektrum yang
dihasilkan dari hasil transmisi. Perbedaan spektrum
161
tersebut akan ditangkap oleh sensor dan menjadi
informasi dari citra sidik jari.
b. Capacitance Sensor
Konsep dasar sensor kapasitif adalah adanya pada
perubahan muatan pada sensor akibat perubahan
jarak, luas permukaan, dan atau volume dielektrik
antar kedua plat konduktor. Pada sensor sidik jari,
variabel luas permukaan dan volume dielektrik
dibuat tetap, sehingga nilai kapasitansi ditentukan
oleh perubahan jarak. Nilai kapasitansi berbanding
terbalik dengan perubahan jarak, sehingga semakin
besar jaraknya, maka nilai kapasitansi akan semakin
kecil.
Pada Gambar 21 menunjukkan susunan sensor
kapasitif, dimana sensor ini terbuat dari
semikonduktor yang terdiri dari banyak kisi sel. Pada
setiap sel terdiri dari dua buah plat konduktor yang
terhubung pada rangkaian integrator. Dua buah plat
konduktor ini memiliki prinsip yang sama seperti
plat konduktor kapasitor pada umumnya, yaitu
162
menyimpan dan melepas muatan listrik. Permukaan
jari berperan sebagai plat ketiga, yang akan
menimbulkan perubahan nilai kapasitansi.
Pada jari manusia, terdapat bagian ridges dan valleys
yang mempunyai ketinggian berbeda. Apabila jari
manusia yang berperan sebagai konduktor
diletakkan pada permukaan sensor kapasitif, maka
bagian ridges akan kontak langsung dengan
permukaan sensor, sedangkan pada bagian valley
akan timbul jarak terhadap permukaan sensor.
Perbedaan jarak ridges dan valleys pada permukaan
akan menyebabkan perbedaan nilai kapasitansi yang
diterima oleh sensor.
Nilai kapasitansi pada bagian ridges akan jauh lebih
besar dibandingkan nilai kapasitansi pada bagian
valleys. Perbedaan nilai kapasitansi ini,
menyebabkan perbedaan output tegangan pada
setiap kisi sel nya. Melalui pembacaan di setiap
output tegangan pada keseluruhan kisi sel sensor,
163
akan didapatkan gambaran keseluruhan dari citra
sidik jari.
Gambar 21. Skema Sensor Kapasitif untuk Sidik
Jari
c. Ultrasonic Sensor
Pembacaan sidik jari dengan sensor ultrasonik
memang tidak umum karena membutuhkan
mekanik alat yang sangat besar dan biaya yang
dikeluarkan lebih mahal, sehingga tidak cocok
diproduksi dalam jumlah banyak. Tetapi sensor ini
tetap berhasil memberikan citra sidik jari.
164
Pada sensor ini, gelombang ultrasonik yang
dipancarkan berasal dari komponen piezoelectric,
yang menimbulkan getaran ultrasonic ketika dikenai
tegangan input. Gelombang ultrasonik selanjutnya
menuju ke jari yang akan dipindai. Karena frekuensi
ultrasonik yang besar, maka gelombang ini mampu
menembus lapisan kulit luar dan selanjutnya
gelombang yang dipantulkan akan ditangkap oleh
receiver piezolectrik. Sensor ini mengubah kembali
getaran menjadi tegangan. Besarnya tegangan akan
berbeda pada setiap kisinya tergantung kepada
gelombang yang memantulkan. Keuntungan dari
sensor ultrasonik adalah pembacaan hingga ke
lapisan sub permukaan kulit.
2. Menentukan pola sidik jari, apakah telah sesuai dengan
pola yang sebelumnya telah dimasukkan ke dalam
database.
Setelah dilakukan pemindaian citra sidik jari melalui
berbagai macam metode baik optik, kapasitif, ataupun
ultrasonik, maka selanjutnya adalah mencocokkan pola
yang telah dipindai dengan data yang telah disimpan.
165
Gambar 22. Istilah Garis pada Sidik Jari
Gambar 23. Prinsip Kerja Pembaca Sidik Jari
Pengelompokan sidik jari berdasarkan pola garis atau
pola titik disebut dengan minutiae. Minutiae merupakan
Ridge
Terminations
Valley
Bifurcations
166
titik-titik terminasi dan titik-titik awal percabangan
(bifurcation) dari garis pada sidik jari. Berdasarkan titik-
titik minutiae, dapat dicocokkan citra sidik jari hasil
pemindaian dengan yang dijadikan data acuan. Secara
keseluruhan, pengenalan sidik jari diilustrasikan pada
Gambar 23.
4.5. Electrostatic Comb Drive
Pada divais electrostatic comb drive terdapat hubungan linier
antara kapasitansi dan pergeseran, kapasitansi yang besar,
aktuasi elektrostatik. tentukan persamaan yang
menunjukkan perubahan kapasitansi akibat pergeseran.
Adanya gigi sisir ini mengakibatkan ikatan electrostatic
comb drives mampu menciptakan area kapasitor yang besar.
Kapasitor pada dasarnya adalah suatu divais yang berfungsi
untuk menyimpan dan melepas muatan listrik. Nilai
kapasitif antar kedua plat konduktor bergantung pada
perubahan jarak, luas permukaan, dan atau volume
dielektrik.
167
Dielektrik pada umumnya terbuat dari isolator dan tidak
mampu membawa muatan listrik. Tetapi karena adanya
aliran listrik, terjadi ketidakseimbangan atom penyusun
dielektrik. Akibatnya terjadi muatan listrik pada dielektrik.
Oleh karena itu, bahan dielektrik memiliki nilai permitivitas
dan juga berpengaruh pada nilai kapasitansi.
Pada kapasitor plat paralel, persamaan untuk mendapatkan
nilai kapasitansinya adalah:
𝐶𝐶 =𝜀𝜀𝑜𝑜𝜀𝜀𝑟𝑟𝐴𝐴𝑑𝑑
Electrostatic comb driver yang terdiri dari banyak pelat juga
menggunakan persamaan kapasitor plat sejajar, sehingga
persamaan menjadi:
𝐶𝐶 =2𝑁𝑁𝜀𝜀𝑜𝑜𝜀𝜀𝑟𝑟𝐹𝐹𝑙𝑙
𝑑𝑑
Dengan : 𝑁𝑁 adalah jumlah movable finger
𝜀𝜀𝑜𝑜 adalah permitivitas ruang hampa
𝜀𝜀𝑟𝑟 adalah permitivitas dielektrik
168
𝐹𝐹 adalah panjang tiap satuan finger
𝑙𝑙 adalah lebar tiap satuan finger
𝑑𝑑 adalah jarak antar finger
Ketika terdapat pergeseran pada gigi sisir sejauh ∆𝐹𝐹, maka
akan timbul perubahan kapasitansi sebesar ∆𝐶𝐶, persamaan
menjadi:
∆𝐶𝐶 =2𝑁𝑁𝜀𝜀𝑜𝑜𝜀𝜀𝑟𝑟∆𝐹𝐹𝑙𝑙
𝑑𝑑
Dengan : ∆𝐶𝐶 adalah perubahan nilai kapasitansi
∆𝐹𝐹 adalah perubahan pergeseran
4.6. Sensor Temperatur Berbasis CMOS
Pengukuran suhu yang akurat sangat penting sebagai kontrol
proses distilasi, fraksinasi, penyimpanan, dan transportasi
dari produk intermediate dan produk akhir. Selain itu,
pengukuran suhu berkontribusi pada hasil produk yang
lebih besar dan kualitas pemrosesan yang lebih baik.
Pengukuran suhu yang akurat sangat penting untuk
memaksimalkan efisiensi atau keluaran dari operasi
pemrosesan. Mengukur dan mengontrol suhu juga
169
meminimalkan pemrosesan ulang produk karena tidak
memenuhi persyaratan spesifikasi.
Termodinamika berhubungan dengan hukum yang
mengatur perubahan kondisi termal material. Subjek
termodinamika melibatkan studi ekstensif di luar cakupan
bab ini. Namun terdapat beberapa istilah dan konsep
termodinamika harus ditinjau ulang agar lebih baik
pemahaman tentang pemilihan perangkat pengukur suhu.
Hukum pertama termodinamika menyatakan bahwa energi
total dalam sistem tertutup adalah kekal (konstan). Energi
tidak dapat diciptakan atau dihancurkan, energi diubah dari
satu bentuk ke bentuk lainnya. Pembakaran bahan bakar
untuk melepaskan panas merupakan contoh konversi energi
dari satu bentuk menjadi lain. Hukum kedua termodinamika
memberikan arahan pada proses. Salah satu konsekuensi
dari hukum kedua adalah bahwa panas tidak dapat
berpindah dari benda yang lebih dingin ke benda yang lebih
panas. Sebagai contoh, di dalam shell dan tube penukar panas,
minyak mentah pada 24 ° C tidak dapat menaikkan suhu
pada minyak gas 150 ° C di dalam pipa.
170
Beberapa konsep dan istilah tambahan yang harus ditinjau
meliputi:
• Pemahaman mengenai teori energi kinetik
• Panas dan suhu
• Konduksi, konveksi dan radiasi
Konduksi panas - Ketika perbedaan suhu terjadi dalam
sebuah benda, transfer energi panas terjadi dari area tubuh
yang lebih hangat ke area yang lebih dingin. Perpindahan
panas cenderung untuk menghasilkan keseragaman suhu.
Perpindahan panas disebut konduksi. Tidak semua bahan
menghantarkan panas dengan kecepatan yang sama. Logam
dianggap konduktor yang baik karena mereka mentransfer
panas lebih cepat dari bahan bukan logam lainnya. Perak,
yang memiliki nilai koefisien konduktivitas termal 100,
digunakan sebagai standar pembanding semua bahan
lainnya. Laju panas yang ditransfer melalui suatu benda
bergantung pada hal-hal berikut:
• Koefisien konduktivitas thermal
• Luas penampang dimana panas mengalir
• Ketebalan material
• Perbedaan suhu antara dua sisi material
171
Konveksi panas - didefinisikan sebagai transfer energi
panas melalui fluida yang bergerak (gas dan cairan).
Misalnya, uap diangkut dengan pipa ke reboiler dengan
distilasi unit menara untuk merebus produk minyak.
Radiasi panas – didefinisikan sebagai perpindahan panas
antara dua benda yang memiliki suhu yang berbeda. Radiasi
tidak membutuhkan kontak langsung antar benda atau zat.
Misalnya, energi matahari menghangatkan bumi melalui
radiasi. Radiasi tidak hanya bergantung pada suhu tubuh,
tetapi tergantung pada sifat permukaan tubuh. Permukaan
yang gelap dan kasar memancarkan panas lebih banyak
daripada permukaan halus berwarna terang.
Aspek praktis dari hukum termodinamika adalah bahwa
harus dipertimbangkan hal -hal yang dibutuhkan saat
pengukuran suhu permukaan, pengukuran suhu cairan, atau
suhu gas. Tidak cukup untuk mengasumsikan bahwa suhu
pada titik pengukuran selalu sama dengan suhu proses.
Hukum termodinamika menyatakan bahwa panas mengalir
dari yang lebih panas daerah ke daerah yang lebih dingin
dengan konduksi, konveksi, dan radiasi.
172
Tujuan dari instalasi sensor adalah untuk memastikan bahwa
jumlah panas yang mengalir antara titik yang diukur dan
sensor tidak cukup untuk mengubah suhu titik yang diukur.
Selain itu, perbedaan atau gradien suhu dapat terjadi di
sepanjang selungkup pelindung sensor. Gradien tersebut
diatasi melalui praktik pemasangan yang mencakup
membenamkan sensor ke kedalaman yang tepat.
Bahan yang peka terhadap suhu menunjukkan bahwa telah
terjadi perubahan suhu yang ditentukan sebelumnya. Bahan
sensitif suhu (Gambar 18) meliputi:
• cat dan krayon,
• kristal cair,
• bahan material padat, dan
• resistor karbon
Cat dan krayon adalah bahan sensitif suhu yang paling
umum dan paling sederhana. Cat diterapkan langsung ke
bejana pengolah; bejana bisa pada suhu berapa pun, dingin
atau panas. Beberapa cat dapat mengalami lebih dari satu
kali perubahan warna karena suhu terus berubah. Ketika
suhu tertentu tercapai, warnanya berubah secara permanen.
173
Krayon mirip dengan cat karena memiliki perubahan warna
pada suhu tertentu. Krayon dilap pada benda atau peralatan
setelah benda tersebut dipanaskan. Garis proses, pemanas
api dan penukar panas adalah beberapa contoh aplikasi di
mana krayon dapat digunakan untuk memeriksa suhu.
Kristal Cair adalah jenis indikator suhu yang berubah warna
seiring dengan suhu bervariasi. Saat warna berubah,
pengamat manusia membandingkan warna dengan referensi
standar warna. Kristal cair tersedia untuk rentang
pengukuran suhu tertentu. Utama penggunaan kristal cair
dalam pengujian peralatan yang tidak rusak.
Bahan Material Padat seperti germanium dan dioda
silikon menunjukkan perubahan arus dioda sebagai respon
terhadap perubahan suhu. Perubahan arus versus suhu
cukup linier.
Resistor Karbon telah digunakan sebagai sensor suhu. Nilai
resistansi hingga 150 ohm, dengan daya 0,1 hingga 1 watt,
dapat digunakan dalam aplikasi seperti pengukuran suhu
kriogenik.
174
Kategori Umum Perangkat Suhu
Kategori umum perangkat suhu diantaranya adalah:
• Sistem Terisi
• Termometer Bimetal
• Perangkat pirometrik
• Material sensitive suhu
• Termokopel
• Resistance temperature detector
Sistem Terisi (Filled System)
Disebut sistem terisi karena mereka menggunakan ekspansi
termal dari fluida pengisi sebagai pengukuran suhu. Sistem
termal yang terisi dapat diaplikasikan sebagai indikasi lokal
atau jarak jauh. Gambar 8 menunjukkan contoh sistem
terisi. Tiga kategori dari system terisi adalah sebagai berikut:
• Termometer glass stem
• Sistem terisi termal
• Saklar suhu
Temometer Glass Stem
Termometer glass stem memiliki cairan pengisi cairan dalam
bulb atau reservoir, tabung kaca berongga untuk cairan untuk
175
mengembang, dan skala suhu terukir di sepanjang tabung
berlubang. Cairan pengisi biasanya merkuri atau alkohol
yang diwarnai. Ekspansi termal dari fluida pengisi di
sepanjang bagian tabung berskalamenunjukkan suhu.
Termometer glass stem tersedia dalam versi terlindungi dan
tidak terlindungi.
Sistem Termal Terisi - Tujuan dari sistem termal terisi adalah
digunakan untuk indikasi suhu jarak jauh dan / atau
perekaman suhu. Sistem termal yang diisi mirip dengan
pengukur tekanan; alih-alih tabung penginderaan yang
merespons perubahan tekanan, justru merespons perubahan
suhu. Sistem termal terisi terdiri dari bulb sensor suhu yang
terhubung dengan tabung kapiler ke instrumen pembacaan.
Gambar 24: Sistem Terisi Termal
176
Gambar 25: Contoh Termometer Glass Stem
Gambar 26: Sistem Termal Terisi
177
Scientific Apparatus Makers Association (SAMA) membagi
terdapat empat kelas sistem termal terisi. Setiap kelas dibagi
menjadi beberapa sub kelas. Kelas ditentukan
menurutcairan pengisi yang digunakan di perangkat:
• Kelas I – Isi caira
• Kelas II – Isi cairan / uap
• Kelas III – Isi gas, dan
• Kelas V – Isi merkuri
Kelas I – Sistem Terisi Cairan pada dasarnya adalah
termometer berisi cairan. Contoh sistem Kelas I pada
Gambar 27 diisi penuh dengan cairan dan beroperasi pada
prinsip ekspansi cairan. Sebagai suhu fluida pengisi
meningkat, fluida pengisi mengembang dan internal
meningkat tekanan. Peningkatan tekanan menyebabkan
elemen tekanan memanjang dan menggerakkan penunjuk
sepanjang skala. Sistem Kelas I memiliki opsi untuk
kompensasi suhu kapiler dan elemen tekanan.
Kelas II – Sistem Uap pada dasarnya adalah termometer
tekanan uap. Sistem Kelas II harus diisi media yang terdiri
178
dari cairan yang mudah menguap pada kesetimbangan.
Antarmuka cairan / gas harus selalu muncul di bulb selama
rentang waktu instrument tersebut dikalibrasi.
Kelas III – Sistem Terisi Gas pada dasarnya adalah
termometer tekanan gas. Sistem Kelas III menggunakan
gas inert dalam sistem ini. Gas tersebut memiliki volume
yang hampir konstan. Saat suhu meningkat, tekanan internal
juga meningkat. Tekanan meningkat memindahkan elemen
tekanan yang terhubung ke penunjuk indikasi suhu.
Gambar 27: Sistem Terisi Kelas I
179
Gambar 28: Sistem Terisi Kelas II
Kelas V – Sistem Terisi Merkuri mirip dengan sistem
Kelas I karena keduanya menggunakan isi cairan; namun
sistem Kelas V menggunakan merkuri sebagai fluida pengisi.
Cairan pengisi merkuri memberikan linier dan respons yang
lebih cepat terhadap perubahan suhu daripada sistem Kelas
I.
Sakelar suhu menyediakan deteksi suhu tinggi atau rendah,
mencadangkan alarm yang ada, menggerakkan peralatan
tambahan untuk sistem interlock pengaman. Beberapa
180
sakelar suhu terdiri dari elemen bulb, pipa kapiler, dan sakelar
listrik. Desain bulb sakelar suhu dan kapiler diklasifikasikan
ke dalam salah satu kelas sistem terisi yang dijelaskan
sebelumnya. Sakelar suhu dapat menggunakan elemen
bimetalik sebagai elemen suhu.
Gambar 29: Sistem Terisi Sakelar Suhu
Termometer Bimetal
Termometer bimetalik (Gambar 15) dinamai demikian
karena elemen penginderaan suhu terdiri dari dua logam
berbeda yang memiliki koefisien muai yang berbeda.
Keduanya berbeda logam diikat atau dibrazing bersama.
Ketika elemen suhu terkena panas, ia akan melengkung
181
menuju logam dengan tingkat ekspansi yang lebih rendah.
Karena tekukan atau lendutan kecil, maka strip bimetalik
biasanya berbentuk heliks atau spiral.
Bentuk heliks adalah jenis yang lebih umum elemen
penginderaan termometer bimetalik. Batang termometer
bimetalik yang mengandung heliks terkadang diisi dengan
cairan silikon yang memberikan perpindahan panas dan
ketahanan getaran yang lebih baik.
Perangkat Pyrometric
Perangkat pyrometric adalah teknologi pengukuran suhu
non-kontak yang mengukur jumlah energi radiasi yang
dipancarkan benda panas. Beberapa kategori perangkat
pyrometric adalah:
• pirometer optik, dan
• pirometer radiasi.
Pirometer optik mengukur suhu bahan yang memancarkan
energi dalam spektrum yang terlihat. Suhu sebenarnya
disimpulkan dengan membandingkan energi radiasi yang
diamati dengan internal standar yang tersedia di perangkat
182
pyrometric. Mata manusia digunakan sebagai pendeteksi
untuk menentukan suhu. Cahaya dari objek yang diukur
difokuskan secara manual dengan sistem lensa dan
dibandingkan dengan sumber pijar. Seorang operator secara
manual menyesuaikan sumber pirometer sampai objek dan
standar internal tampak memiliki kecerahan (warna) yang
sama. Itu pyrometer optik manual (Gambar 16) ringan dan
dapat dipasang di tempat atau genggam. Aplikasinya
digunakan untuk memeriksa suhu refraktori dalam pemanas
berbahan bakar dan insinerator.
Pirometer radiasi menggunakan detektor radiasi listrik yang
dapat mendeteksi dari anjang gelombang infra merah hingga
ultraviolet. Pirometer inframerah beroperasi dengan
membandingkan jumlah radiasi yang dipancarkan objek
yang dipanaskan dengan referensi internal. Perbedaan antara
referensi dan sumber kemudian ditunjukkan pada meteran
dan dapat ditransmisikan secara elektronik ke sistem
kendali.
Model unit yang bisa digenggam (Gambar 17). Model
genggam berguna untuk inspeksi lapangan titik panas yang
183
tidak terdeteksi. Misalnya, unit genggam dapat digunakan
untuk memeriksa titik panas di reaktor unit reformer atau
unit perengkahan katalitik fluida reaktor-regenerator
peralatan.
Material Sensitif Suhu
Bahan yang peka terhadap suhu menunjukkan bahwa telah
terjadi perubahan suhu yang ditentukan sebelumnya. Bahan
sensitif suhu (Gambar 18) meliputi:
• cat dan krayon,
• kristal cair,
• bahan material padat, dan
• resistor karbon
Cat dan krayon adalah bahan sensitif suhu yang paling
umum dan paling sederhana. Cat diterapkan langsung ke
bejana pengolah; bejana bisa pada suhu berapa pun, dingin
atau panas. Beberapa cat dapat mengalami lebih dari satu
kali perubahan warna karena suhu terus berubah. Ketika
suhu tertentu tercapai, warnanya berubah secara permanen.
Krayon mirip dengan cat karena memiliki perubahan warna
pada suhu tertentu. Krayon dilap pada benda atau peralatan
184
setelah benda tersebut dipanaskan. Garis proses, pemanas
api dan penukar panas adalah beberapa contoh aplikasi di
mana krayon dapat digunakan untuk memeriksa suhu.
Kristal Cair adalah jenis indikator suhu yang berubah warna
seiring dengan suhu bervariasi. Saat warna berubah,
pengamat manusia membandingkan warna dengan referensi
standar warna. Kristal cair tersedia untuk rentang
pengukuran suhu tertentu. Utama penggunaan kristal cair
dalam pengujian peralatan yang tidak rusak.
Bahan Material Padat seperti germanium dan dioda
silikon menunjukkan perubahan arus dioda sebagai respon
terhadap perubahan suhu. Perubahan arus versus suhu
cukup linier.
Resistor Karbon telah digunakan sebagai sensor suhu. Nilai
resistansi hingga 150 ohm, dengan daya 0,1 hingga 1 watt,
dapat digunakan dalam aplikasi seperti pengukuran suhu
kriogenik.
185
Termocouple
Termokopel mungkin salah satu perangkat yang paling
umum digunakan dalam proses kontrol pengukuran suhu.
Termokopel terdiri dari dua kabel logam berbeda yang diikat
bersama-sama di salah satu ujung untuk membentuk
persimpangan. Persimpangan ini disebut persimpangan
"panas" atau persimpangan pengukuran. Ujung kabel yang
berlawanan dapat digabungkan untuk membentuk referensi
atau persimpangan dingin.
Ketika panas diterapkan ke sambungan panas dimana
tempat dua kabel logam yang berbeda disatukan, gaya gerak
listrik (ggl) dihasilkan. Ggl didasarkan pada suhu di
persimpangan pengukuran dan komposisi kabel logam yang
berbeda. Persimpangan dingin idealnya berada pada 32 ° F
atau 0 ° C. Ini sangat jarang terjadi, jadi jumlah kompensasi
tegangan konsisten dengan komposisi kabel dan suhu
lingkungan ditambahkan sebagai “sambungan dingin
kompensasi." Fenomena ggl disebut Efek Seebeck, dinamai
menurut Thomas Seebeck sebagai penemu. Pengoperasian
termokopel didasarkan pada Efek Seebeck.
186
Untuk menggunakan termokopel untuk pengukuran suhu,
termokopel harus dihubungkan ke alat ukur untuk
membentuk sirkuit (Gambar 20) di mana arus dapat
mengalir. Satuan pengukuran untuk ggl dalam milivolt. Titik
koneksi instrumen untuk kabel termokopel memiliki
referensi internal yang dikenal sebagai sambungan dingin
atau referensi.
Dalam prakteknya, termokopel sering kali dimasukkan ke
dalam selubung pelindung yang disebut thermowell.
Thermowell kemudian dimasukkan ke dalam bejana proses.
Kerugian thermowell adalah memperlambat kecepatan
respon secara signifikan. Sebagai perbandingan, konstanta
waktu termokopel telanjang adalah 10 kali lebih cepat dari
termokopel di thermowell. Termokopel diklasifikasikan
menurut jenisnya. Penunjukan tipe ditentukan oleh
perbedaannya logam atau paduan yang digunakan untuk
membuat termokopel. Jenis termokopel ditunjukkan pada
Gambar 30.
Paduan Kawat Rentang Suhu
187
Tipe Termokopel Min Max
B Pt70-Rh30/Pt94Rh6 32 3300
E Chromel/Konstan -450 1800
J Iron/Konstan -346 2190
K Chromel/Alumenul -450 2500
R Pt87-Rh13/Platinum -58 3200
S Pt90-Rh10/Platinum -58 3200
T Copper/Konstan -450 750
N Nicrosil/Nisil -450 2370
Gambar 30: Contoh Tipe Termokopel
Kabel positif selalu didaftar pertama. Kabel negatif selalu
ditutup dengan penyekat merah. Warna isolasi positif
bervariasi tergantung pada jenis termokopel.
Jenis yang sering digunakan oleh Saudi Aramco adalah Tipe
E dan Tipe K. Termokopel Tipe E dibuat dengan
menggunakan chromel dan constantan. Termokopel Tipe K
dibuat dengan menggunakan chromel dan alumel.
Termokopel Tipe E memiliki ggl tertinggi per derajat
188
Fahrenheit dan memiliki linieritas yang cukup baik.
Termokopel Tipe K adalah yang paling linier dari semua
jenis termokopel. Termokopel tipe E digunakan untuk suhu
dalam kisaran -450 ° F hingga 1800 ° F. Termokopel tipe K
digunakan untuk suhu dalam kisaran -418 ° F hingga 2500 °
F. Tabel millivolt tipe E dan K pada Gambar 31
membandingkan ggl per derajat F.
Gambar 31: Kutiban Tabel Termokopel Tipe E dan K
Resistance Temperature Devices (RTD)
Detektor resistansi suhu (RTD) adalah deskripsi umum
untuk perangkat apa pun yang mendeteksi suhu dengan
189
variasi hambatan bahan penghantar listrik. RTD adalah
metode paling akurat untuk mengukur suhu dalam rentang
yang luas dan sangat tinggi stabil dari waktu ke waktu dan
siklus suhu.
Prinsip Operasi
Sepotong kawat dengan panjang "l," luas "a," dan resistivitas
"r," resistansi dari potongan kawat adalah
𝑅𝑅 = 𝜌𝜌1𝑎𝑎
Dimana:
ρ: resistivitas dalam Ω-cm
R: Resistansi dalam ohms
L: Panjang dalam cm
A: luas area dalam cm2
ρ adalah fungsi dari bahan kawat dan suhu kawat; mis.,
diberi sepotong kawat tembaga, panjang l cm dan luas = a
dalam cm2, tahanan kawat ini sekarang adalah fungsi suhu.
@ T0 R1 = 𝜌𝜌11𝑎𝑎
190
@ T1 R2 = 𝜌𝜌21𝑎𝑎 T1 > T0
𝑅𝑅2𝑅𝑅1
= 𝜌𝜌2𝜌𝜌1
Dan untuk sebagian besar konduktor (kecuali karbon),
perubahan ρ bergantung pada a, koefisien resistansi suhu.
Sedangkan α berbeda untuk bahan yang berbeda dan
Rt ≠ Ro (1 + αt)
Ro = resistansi pada suhu referensi, t0
Rt = tahanan pada temperatur, t
Perubahan ρ ini dapat diprediksi dan direproduksi untuk
banyak material. Bahan yang dipilih untuk RTD
berdasarkan nilai α yang besar, linearitas, dan rentang suhu.
Bahan konduktif paling sering adalah platina. Konfigurasi
RTD yang paling umum adalah bentuk probe.
Probe RTD terdiri dari selubung pelindung, yang sering kali
berupa tabung tertutup berbahan baja tahan karat, elemen
sensor, kabel timah, dan terminasi yang berulir.
Meskipun probe RTD memiliki selubung pelindung, ia
dapat dimasukkan ke dalam thermowell untuk ditambahkan
perlindungan dari kontaminan proses.
191
Sensor RTD digunakan untuk mengukur suhu yang berkisar
dari -430 ° F hingga 1800 ° F. Beberapa produsen
membatasi suhu minimum dan maksimum hingga -328 ° F
hingga 1562 ° F untuk pengukuran aplikasi industri. Selama
rentang suhu sedang, RTD sering lebih disukai daripada
termokopel karena keakuratannya yang lebih baik,
pengulangan yang lebih tinggi, dan kurangnya syarat
pengkondisian sinyal tambahan. Gambar 32 mencantumkan
frekuensi penggunaan perangkat pengukur suhu di Saudi
Aramco.
Gambar 32 : Frekuensi Penggunaan Pengukuran Suhu
Sebuah termokopel terbuat dari dua buah bahan yang
berbeda jenisnya, yaitu A dan B, yang kemudian
192
ditempelkan bersamaan. Apabila pada salah satu sisinya
dipanaskan, maka akan terbentuk beda potensial pada kedua
sisi yang lainnya. Beda potensial ini tergantung terhadap
koefisien Seebeck dua material tersebut dan juga perbedaan
temperatur pada kedua ujungnya.
Termokopel adalah salah satu jenis sensor pengukur suhu
yang paling umum saat ini digunakan dalam industri dan di
Saudi Aramco ketika indikasi atau pengukuran jarak jauh
diperlukan untuk lingkaran kontrol. Termokopel dijelaskan
dalam pembahasan berikut dalam hal prinsip, desain,
kinerja, instalasi, dan aplikasi.
Prinsip operasi dijelaskan dalam SADP-J-400, Bagian 3.1:
“Termokopel (T / C) terdiri dari dua kawat logam atau
paduan yang berbeda yang disatukan di satu ujung, yang
disebut persimpangan (atau "panas"). Ujung bebas dari
kedua kabel dihubungkan ke pengukur instrumen untuk
membentuk jalur tertutup di mana arus dapat mengalir. Titik
dimana kabel T / C sambungkan ke alat ukur yang
ditetapkan sebagai sambungan "referensi" (atau "dingin").
193
Menerapkan panas ke persimpangan pengukuran
menyebabkan ggl kecil dihasilkan di referensi persimpangan.
Ketika perangkat pembacaan digunakan, itu mengubah ggl
yang dihasilkan oleh perbedaan suhu antara pengukuran
dan referensi persimpangan untuk merekam atau
menampilkan suhu persimpangan pengukuran. Ketika suhu
referensi diketahui (biasanya 0 ° C) dan persimpangan
pengukur terkena suhu yang tidak diketahui, ggl yang
dikembangkan akan bervariasi langsung dengan perubahan
suhu yang tidak diketahui. "
Operasi termokopel memerlukan pembahasan tentang
beberapa prinsip, yaitu berikut:
• Efek Seebeck
• Efek Peltier
• Efek Thomson
Efek Seebeck - Ketika dua kabel yang terdiri dari logam
yang berbeda terikat di kedua ujung dan salah satu ujungnya
dipanaskan, arus kontinu akan mengalir dalam suatu
rangkaian, yang disebut "rangkaian termoelektrik". Arus
mengalir setiap kali ada perbedaan suhu antara kedua
194
persimpangan. Fenomena ini disebut Efek Seebeck, dinamai
menurut Thomas Seebeck yang menemukan keberadaan
sirkuit termoelektrik. Jika Anda harus membuka sirkuit
termoelektrik dan mengukur tegangan di salah satu ujung,
tegangan akan menjadi fungsi suhu persimpangan dan
komposisi kabel logam. Tegangan ini disebut tegangan
Seebeck. Semua logam yang berbeda menunjukkan efek ini.
Efek Peltier - Efek Peltier, menyatakan bahwa saat arus
listrik mengalir melintasi persimpangan dari dua logam
berbeda, panas dibebaskan (jika arus searah dengan arus
Seebeck) atau diserap (jika arus berlawanan arah dengan arus
Seebeck).
Dalam instalasi termokopel, efek sekunder dari sambungan
dari termokopel ke kabel ekstensi ke alat ukur adalah bahwa
pada setiap koneksi terminal ada ggl dikembangkan karena
logam yang berbeda. Setiap koneksi memancarkan atau
menyerap panas. Efek ini disebabkan oleh Efek Peltier.
Apakah koneksi memancarkan atau menyerap panas
ditentukan oleh arah aliran arus listrik melalui sambungan.
195
Efek Peltier adalah dasar untuk pemanasan dan pendinginan
termoelektrik. Contoh umum dari Efek Peltier terlihat pada
pemanas / pendingin rekreasi portabel bertenaga baterai.
Efek Thomson - Efek Thomson menyatakan gradien suhu
dalam konduktor logam memiliki gradien tegangan kecil
yang besarnya dan arahnya bergantung pada logam tertentu.
Misalnya, jika satu kawat dipanaskan di titik tengahnya, suhu
di titik ujungnya, T2, akan jelas lebih rendah dari suhu a T1.
Ketika arus mengalir melalui kabel dari P2 ke P1, elektron
menyerap energi di salah satu ujung kabel dan melepaskan
energi di ujung kabel kawat yang berlawanan. Karena
keuntungan dan kerugian energi adalah sama, tidak ada efek
bersih yang terjadi di sepanjang kabel.
Gambar 33. Skema Termokopel, dimana Beda
Potensial Terbentuk pada Ujung yang Terbuka
196
Gambar 34. Skema Thermopile yang Terdiri dari Lima
Buah Termokopel yang Dipasang Seri
Gambar 35. Skema Teknologi CMOS pada Thermopile
dengan n-poly/p+-active termokopel
Salah satu sensor temperatur yang berbasis CMOS adalah
thermophile. Thermopile sebenarnya merupakan salah satu
dari jenis termokopel. Thermopile terdiri dari beberapa
197
termokopel yang disusun secara seri sehingga mampu
memiliki sensitivitas tinggi. Sehingga dalam prinsip kerjanya
menggunakan prinsip kerja termokopel dengan efek
Seebeck.
Agar mampu menghasilkan tegangan keluaran yang sangat
besar, maka diperlukan perbedaan suhu yang juga sangat
besar. Hal ini dapat dicapai melalui pengisolasian suhu
panas. Caranya dengan meletakkan thermopile pada lapisan
dielektrik, sehingga akan terjadi peningkatan pada resistansi
suhu. Terdapat beberapa lapisan yang dimodifikasi untuk
fabrikasi material thermopile dengan teknologi CMOS, yaitu
level doping, ketebalan, dan konduktivitas termal.
4.7. Sel Surya
Sel surya dengan struktur tandem/multiple junction
mempunyai efisiensi yang lebih tinggi daripada single
junction. Efisiensi multijunction sel surya lebih tinggi
dibandingkan dengan single junction sel surya, karena pada
multijunction terdapat pembagian spektrum cahaya di setiap
sambungannya. Dengan komposisi bahwa sambungan
paling atas memiliki celah pita energi yang lebih besar
198
dibandingkan sambungan di bawahnya. Sehingga ketika
cahaya mengenai sambungan yang paling atas, spektrum
yang tidak mampu diserap akan diteruskan ke sambungan
berikutnya yang terletak di bawahnya. Berbeda dengan
single junction, dimana muatan cahaya yang energinya
kurang dari celah pita energi tidak mampu diserap dan
hilang, menyebabkan efisiensinya lebih kecil dibandingkan
pada multi junction sel surya.
Prinsip kerja multijunction sel surya menggunakan dasar
solar sel pada umumnya. Permukaan sel surya merupakan
fotodioda dalam ukuran besar. Fotodioda merupakan
sebuah sambungan sederhana dari dioda semikonduktor
bahan yang sama, Germanium atau Silikon Tipe-P-N.
Sesaat setelah dua tipe semikonduktor ini disambungkan,
pada bagian sambungan akan membuat pembawa mayoritas
Tipe-N (elektron) berpindah ke Tipe-P. Hal ini
menyebabkan elektron tersebut terperangkap pada hole di
Tipe-P, sehingga pada daerah sambungan di Tipe-P terdapat
ion negatif. Begitu juga sebaliknya yang terjadi pada daerah
sambungan di Tipe-N terdapat ion positif. Pasangan ion
199
negatif dan ion positif ini disebut dipol, dimana peningkatan
jumlah dipol menimbulkan depletion region.
Gambar 36. Multijunction Sel Surya
Ketika terdapat foton yang menyinari sel surya, maka akan
terjadi interaksi antara sel surya dengan foton. Pada
multijunction, fotodioda di bagian atas (top cell), didesain
untuk menangkap spektrum energi foton yang besar.
Sehingga foton yang energinya lebih kecil akan ditangkap
oleh fotodioda pada lapisan tengah (middle cell). Interaksi
pada tiap lapisan ini menimbulkan pasangan elektron-hole.
Misal jika foton jatuh pada P-Layer, maka elektron akan
berdifusi menuju N-Layer melalui depletion region. mampu
200
menimbulkan arus. Besarnya arus yang dihasilkan adalah
setara dengan intensitas cahaya yang terdeteksi oleh
fotodioda. Gambar 36 menunjukkan lapisan multijunction.
Hal ini menyebabkan P-Layer akan kaya dengan muatan
positif dan N-Layer akan kaya dengan muatan negatif.
Perbedaan muatan dalam tiap lapisan top cell, middle cell, bottom
cell,
Perbedaan prinsip kerja antara sel surya multijunction
dengan sensor image.
Pada sel surya multijunction penyerapan spektrum cahaya
berbeda-beda tiap lapisannya sesuai dengan lebar celah pita
energi pada sel surya. Dimana pada bagian atas lapisan
menyaring energi foton yang lebih besar dibandingkan
dengan lapisan bawahnya. Selain itu, sel surya menggunakan
prinsip efek fotovoltaik. Tahap absorbsi pada efek ini terdiri
dari 2 kemungkinan.
Kemungkinan pertama apabila energi foton kecil, maka
energi tersebut hanya akan diserap oleh elektron material
tanpa menimbulkan perpindahan pada elektron.
Kemungkinan kedua apabila energi foton besar, maka energi
201
tersebut mampu diserap elektron dan bahkan membawa
elektron ke tingkat energi yang lebih tinggi dengan
meninggalkan sebuah hole. Perbedaan muatan yang
dihasilkan ini akan menimbulkan arus dengan tegangan
searah. Untuk menjadikan tegangan tersebut ke tegangan
bolak balik, dilakukan konversi dengan menggunakan
inverter.
Pada sensor image yang umum dikenal saat ini adalah
menggunakan CCD atau CMOS. Setiap fotodioda pada
sensor image disebut dengan photosite, yang bekerja dengan
efek fotolistrik. Efek ini terjadi apabila terdapat sumber
energi cahaya yang sangat besar. Energi foton yang sangat
besar jika mengenai elektron akan mengakibatkan adanya
hamburan elektron. Hamburan ini menyebabkan elektron
berpindah ke energi yang lebih tinggi dan meninggalkan
hole. Perubahan ini menyebabkan perbedaan muatan
sehingga mampu menghasilkan tegangan di tiap titik
photosite.
202
Gambar 37. Efek Fotovoltaik
Pada CCD, tegangan berupa analog sehingga terdapat
rangkaian ADC untuk konversi ke dalam sinyal digital.
Selanjutnya sinyal digital ini yang akan memberikan nilai
biner dan menjadikan dalam bentuk citra. Dimana setiap
titik photosites bernilai 1 piksel pada citra.
203
Gambar 38. Efek Fotoelektrik
Sedangkan pada CMOS telah memiliki pengubah sinyal
digital sehingga tidak memerlukan rangkaian ADC. Gambar
37 dan Gambar 38 adalah skema perbedaan Efek
Folovoltaik pada sel surya dan Efek Fotolistrik pada sensor
image.
204
DAFTAR PUSTAKA
Aulia, Riza. 2010. PENENTUAN BERAT MOLEKUL
POLIMER DENGAN METODEHAMBURAN
CAHAYA (LIGHT SCATTERING). Universitas
Haluoleo;kimia
Akin, T. 2005."CMOS-based Thermal Sensors".
Department of Electrical and Electronics Engineering,
Middle East Technical University, Ankara, Turkey.
Advanced Micro and Nanosystems. Vol. 2. CMOS –
MEMS
Fachri Yanuar, dkk. 2010. “Pengenalan Sidik Jari”. URL:
http://www.docstoc.com/docs/23520303/Pengenalan
-sidik-jari.
Guerrieri, dkk. "THE UniBO FINGERPRINT
CAPACITIVE SENSOR". URL: http://www-
micro.deis.unibo.it/~tartagni/Finger/FingerSensor.ht
ml
H. Van Vlack, Lawrence. 1981. Ilmu dan Teknologi Bahan.
Jakarta : Erlangga
205
Irzaman. 2010. Studi Konduktivitas Listrik Film Tipis
Ba0.25
Sr0.75
TiO3 Yang Didadah Ferium Oksida (BFST)
Menggunakan Metode Chemical Solution Deposition.
IPB;Bogor
Jain, Anil K. 2007. "Automated Biometric Identification".
URL:
http://www.nature.com/nature/journal/v449/n7158/
box/449038a_BX1.html
Legtenberg, Rob, dkk. 1995. "Comb-Drive Actuators for
Large Displacements". MESA Research Institute,
University of Twente, Netherlands.
Knier, Gil. 2002. "How do Photovoltaics Work?". URL:
http://science1.nasa.gov/science-news/science-at-
nasa/2002/solarcells/.
Karim, S, dkk. tt. "Optimasi Efisiensi Sel Surya GaAs dan
GaSb Persambungan P/N untuk Komponen Sel Surya
Tandem GaAs/GaSb". Jurusan Fisika, Universitas
Pendidikan Indonesia, Bandung.
Smith,William. 1990. Principles of Material Science and
Engineering. New York : McGraw-Hill Publishing
Company
206
Tom Harris. "How Fingerprint Scanners Work". URL:
http://computer.howstuffworks.com/fingerprint-
scanner6.htm.
William D. Callister, Jr. 2007. Material Science and
engineering. New York : John Wiley & Sons Inc.
207
TENTANG PENULIS
Fitri Rahmah menyelesaikan program Sarjana
dan Magister di Jurusan Teknik Fisika Institut
Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya
pada tahun 2013 dan 2015. Program Magister
ditempuh dengan bantuan Beasiswa
Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPP-DN) Calon
Dosen. Sejak Desember 2015 hingga sekarang aktif menjadi
dosen di Program Studi Teknik Fisika Universitas Nasional
Jakarta.
Fitri Rahmah menyelesaikan program Sarjana dan Magister di Jurusan Teknik Fisika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya pada tahun 2013 dan 2015. Program Magister ditempuh dengan bantuan Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPP-DN) Calon Dosen. Sejak Desember 2015 hingga sekarang aktif menjadi dosen di Program Studi Teknik Fisika Universitas Nasional Jakarta.