DIMENSI PERUBAHAN SOSIAL PASCA PEMBANGUNAN...
Transcript of DIMENSI PERUBAHAN SOSIAL PASCA PEMBANGUNAN...
DIMENSI PERUBAHAN SOSIAL PASCA PEMBANGUNAN
PARIWISATA PANTAI PADANG
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Disusun Oleh:
Khairatunnisa
NIM: 1113111000015
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017
ii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Skripsi yang berjudul:
DIMENSI PERUBAHAN SOSIAL PASCA PEMBANGUNAN
PARIWISATA PANTAI PADANG
1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) ) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya
asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka
saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Januari 2018
Khairatunnisa
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:
Nama : Khairatunnisa
Nim : 1113111000015
Program Studi : Sosiologi
Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:
DIMENSI PERUBAHAN SOSIAL PASCA PEMBANGUNAN PARIWISATA
PANTAI PADANG
Dan telah memenuhi persyaratan untuk diuji.
Jakarta, 11 Januari 2018
Mengetahui, Menyetujui,
Ketua Program Studi Pembimbing,
Dr. Cucu Nurhayati, M Si Dr. Joharatul Jamilah, M Si
Nip. 197609182003122003 Nip. 196808161997032002
iv
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
SKRIPSI
DIMENSI PERUBAHAN SOSIAL PASCA PEMBANGUNAN
PARIWISATA PANTAI PADANG
Oleh:
Khairatunnisa
1113111000015
Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 11
Januari 2018. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Sosiologi.
Ketua, Sekretaris,
Dr. Cucu Nurhayati, M Si Dr. Joharatul Jamilah, M Si
NIP. 197609182003122003 NIP. 196808161997032002
Penguji I, Penguji II,
Dra. Ida Rosyidah, MA Muhammad Ismail, M Si
NIP. 196306161990032003 NIP. 196803081997031002
Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 11 Januari 2018
Ketua Program Studi Sosiologi
FISIP UIN Jakarta
Dr. Cucu Nurhayati, M Si
Nip. 197609182003122003
v
Abstrak
Skripsi ini meneliti tentang perubahan sosial pasca pembangunan
pariwisata pantai Padang terhadap struktur mata pencaharian, kultur dan interaksi
masyarakat. Pantai Padang yang tepatnya terletak di kelurahan Purus yang
memiliki potensi dalam pariwisata. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif
dengan metode studi lapangan dan jenis penelitian deskriptif, sumber penelitian
berupa data primer yang didapat langsung dari lapangan melalui wawancara
dengan informan dari masyarakat pantai Padang, sedangkan data sekunder didapat
melalui jurnal bacaan dan website instansi pemerintahan terkait. Teori yang
digunakan dalam skripsi adalah dimensi perubahan sosial Himes dan Moore
mengenai struktur, kultur dan interaksi.
Masalah yang dikaji pada skripsi adalah perubahan struktur mata
pencaharian yakni pengklasifikasian lahan usaha yang berimplikasi pada peralihan
profesi dalam mata pencaharian penduduk, lalu kultur yang meneliti tentang
perubahan pada bahasa dan kebiasaan (habit), serta perubahan dalam interaksi.
Hasil dari penelitian terhadap perubahan struktur mata pencaharian adalah adanya
alih profesi yang dilakukan masyarakat kelurahan Purus, selanjutnya kultur di
kalangan remaja dan anak-anak yang terjadi pada bahasa sehari-hari dari bahasa
daerah menjadi bahasa setengah daerah dan setengah Indonesia, terakhir pada
interaksi yang mengalami perubahan karena sosial media dan teknologi yang
semakin berkembang menyebabkan remaja dan anak-anak lebih „candu‟ dengan
gadget dan juga pengaruh dari wisatawan luar yang datang berkunjung. Dari
penelitian dapat dilihat bahwa terjadi perubahan terhadap masyarakat pasca
pembangunan pariwisata pantai.
Kata kuci : perubahan sosial, pembangunan, pariwisata.
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam yang elah memberikan
nikmat serta karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
shalawat dan salam juga dihaturkan pada Rasulullah Muhammad SAW.
Tiada kata selain syukurr yang dapat penulis ucapkan karena akhirnya
penulis dapat menyelesaikan tugas akhir berupa skripsi ini. Dalam penyelesaian
skripsi ini, penulis sering mendaptkan kendala serta hambatan sehingga
membutuhkan bantuan serta dukungan dari segala pihak baik secara moril, arah
maupun bimbingan. Oleh sebab itu pada kesempatan kali ini penulis ingin
menyampakan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:
1. Keluarga tersayang yang sudah mendukung dengan segenap tenaga
terutama Ayah saya Mukhtar R, S.Ag dan Bunda saya Fitri M, S.Pd.
Mereka yang sudah memberikan semangat baik moril maupun materil
untuk saya serta tiga adik saya „Afifah „Aini, Mizana Adillah dan
Azizil Hakim.
2. Dosen Pembimbing, Ibu Dr. Joharatul Jamilah, M.Si yang sudah
bersedia membimbing serta memberikan arahan agar penulisan skripsi
berjalan dengan baik dan benar.
3. Dosen Bapak Kasyfiyullah, M.Si yang sudah bersedia pula
memberikan masukan baik ide, gagasan dalam penyusunan skripsi.
vii
4. Prof. Dr. Zulkifli, MA selaku Dekan FISIP dan Dosen Pembimbing
Akademik penulis, beliau telah memberikan ilmu bermanfaat dan
memberikan saran yang sangat baik dalam pengambilan mata kuliah.
5. Dr. Cucu Nurhayati, M Si selaku Ketua Program Studi Sosiologi yang
selalu memberikan semangat serta bersedia memberikan bimbingannya
6. Segenap Dosen Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik UIN Jakarta yang telah memberikan ilmu yang
bermanfaat bagi penulis serta digunakan kelak di masa depan
7. Para informan yang telah bersedia meluangkan waktu untuk berbagi
pengalaman terhadap saya meskipun dalam kesempatan ini tidak dapat
saya sebutkan namanya.
8. Bapak Kepala Dinas Pariwisata Medi Iswandi yang sudah meluangkan
waktu serta mendukung penulis dengan memberikan masukan baik
saat penelitian lapangan.
9. Sanak-sanak seperantauan yang tergabung dalam organisasi Keluarga
Mahasiswa Minangkabau Ciputat dan teman-teman Sanggar
Rangkiang yang sudah bersedia memberikan canda tawa dan semangat
saat pengerjaan skripsi yang ngandat.
10. Teman-teman KKN SAGA4 team acuh di awal kompak di akhir dan
sampai sekarang, tak lupa juga untuk Sosiologenk kelas A yang sudah
menemani selama 4 tahun di masa kuliah yang tidak dapat disebutkan
satu persatu.
viii
11. Uda-uda dan Uni-uni serta dunsanak Avakiners Minang yang memberikan
canda tawa dan nasehat serta semangat kepada penulis, tidak hanya di
game online, semoga kita bisa bertemu di real life.
Pada akhirnya, penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari kata
sempurna, sehingga saran dan masukan sangat penulis harapkan agar
nantinya tulisan ini dapat memberikan manfaat dan berguna bagi
pengetahuan dibidang sosial.
ix
DAFTAR ISI
ABSTRAK………………………………………………………………………………..v
KATA PENGANTAR…………………………………………………………….. ……. vi
DAFTAR TABEL…………………………………………………………………………x
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………………..xi
BAB I……………………………………………………………………………………...1
PENDAHULUAN…………………………………………………………………………1
A. Pernyataan Masalah……………………………………………… …….. 1
B. Pertanyaan Penelitian……………………………………………………3
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………………………………………….4
D. Tinjauan Pustaka…………………………………………………………5
E. Kerangka Teoritis………………………………………………………13
G. Definisi Konsep ………………………………………………………...16
F. Metode Penelitian………………………………………………………18
G. Sistematika Penulisan…………………………………………………..22
BAB II……………………………………………………………………………………23
GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN………………………………………….23
A. Gambaran Umum Kota Padang………………………………………….. …….23
1. Sejarah Kota Padang………………………………………………………….23
2. Demografi dan Kondisi Umum Kota Padang………………………………...24
3. Demografi dan Kondisi Sosial Kelurahan Purus……………………………..26
4. Sejarah Pembangunan dan Tata Penggunaan Lahan………………………….35
B. Data Pendukung Pembangunan Pariwisata……………………………………..37
1. Indeks Wisata Progresif Pantai Padang…..…………………………………..37
2. Data Wisatawan per Tahun…………………………………………………...40
x
BAB III…………………………………………………………………………………..42
TEMUAN DAN ANALISIS…………………………………………………………….42
A. Latar Belakang Pemerintah Mengadakan Pembangunan………………42
B. Alih Fungsi Lahan Pembangunan Infrastruktur Pariwisata…………….45
1. Kawasan Kota Tua Padang Batang Arau ……………………...45
2. Kawasan Pantai Padang Sektor 1……………………………...50
3. Kawasan Pantai Padang Sektor 4……………………………..53
4. Kawasan Pantai Padang Sektor 5 dan 6………………..……..54
5. Kawasan Pemukiman Penduduk Sektor 5………………...…...57
C. Perubahan Sosial Pasca Pembangunan Pariwisata…………………..…59
1. Perubahan Struktural…………………………………………..60
2. Perubahan Kultural…………………………………………….64
3. Perubahan Interaksi……………………………………………71
D. Tanggapan Masyarakat Terhadap Perubahan Pembangunan Pariwisata….75
BAB IV…………………………………………………………………………………..78
PENUTUP……………………………………………………………………………….78
A. Kesimpulan……………………………………………………………..78
B. Saran……………………………………………………………………79
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………80
LAMPIRAN……………………………………………………………………………..xii
xi
DAFTAR TABEL
Tabel I.1 Tinjauan Pustaka……………………………………………………….10
Tabel II.3.b Ketinggian Kecamatan di Kota Padang…………………….……….26
Tabel II.4.b Jumlah Penduduk Kelurahan Purus 2012-2016…………………….28
Tabel II.4.e Penduduk Berdasarkan Umur dan Gender………………………….31
Tabel II.4.f Penduduk Berdasarkan Tingkat Kesejahteraan……………………...32
Tabel II.4.g Mata Pencaharian Penduduk Tahun 2012-2014…………………….34
Tabel II.B.2 Jumlah Kunjungan Wisatawan di Tiga Objek Wisata……………...41
Tabel III.C.1 Mata Pencaharian Penduduk Kelurahan Purus 2012-2016………..60
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.4.a Peta Administratif Kecamatan Padang Barat……………………..27
Gambar II.4.b Peta Kelurahan Purus Berdasarkan RW………………………….28
Gambar II.5 Kondisi Tata Guna Lahan Sebelum Pembangunan………………...37
Gambar III.B.1 Bangunan Tua Sepanjang Kota Tua Padang……………………46
Gambar III.B.1.a Karambia Café dan Hangout………………………………….48
Gambar III.B.1.b Weekend Café…………………………………………………49
Gambar III.B.2 Pantai Muaro Gunung Padang………………………………….51
Gambar III.B.3 Sektor 4 Kios Pedagang Ikan dan Nelayan…………………….54
Gambar III.B.4.a Sektor 5 Pantai Padang (Taman IORA)………………………55
Gambar III.B.4.b Sektor 6 Pantai Padang (Taman Muaro Lasak)………………56
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Seiring dengan perkembangan dan kemajuan zaman,
pengembangan pariwisata semakin diperbaiki, yang bertujuan untuk
mengetengahkan berbagai kegiatan strategis dan berbagai perubahan
sosial. Adanya industri pariwisata di tengah-tengah masyarakat, secara
langsung membawa pengaruh terhadap kehidupan, dimana pariwisata
selalu mempertemukan dua atau lebih kebudayaan yang berbeda, oleh
karenanya terjadi perubahan, baik perubahan sosial masyarakat dalam
nilai, sikap, dan perilaku disebabkan karena proses adaptasi terhadap
tuntutan kondisi lingkungan yang ada, serta hubungan sosial, lembaga dan
struktur sosial pada waktu tertentu.
Pada skripsi penulis membahas tentang perubahan sosial
masyarakat tahun 2014 hingga 2017 pasca pembangunan pariwisata Pantai
Padang karena objek wisata tersebut sebelumnya merupakan kawasan
pemukiman penduduk, yang memiliki potensi dan peluang untuk dijadikan
destinasi wisata. Kota Padang sendiri mempunyai ciri khas dalam budaya
dan sejarah. Idealnya pembangunan seharusnya mengalami perubahan ke
arah yang lebih baik, dalam struktur, kultur masyarakat maupun interaksi,
namun fakta di lapangan membuktikan bahwa pasca pembangunan
pariwisata menyebabkan kemajuan dalam hal infrastruktur namun dalam
2
struktur terjadi pengklasifikasian lahan usaha menurut sektor wisata yang
menyebabkan masyarakat beralih profesi pada mata pencaharian,
perubahan bahasa sehari-hari pada dimensi kultural dan kurangnya
kepedulian terhadap lingkungan sosial pada dimensi interaksi yang dialami
oleh kalangan remaja dan anak-anak. Serta karena pada bulan September
2009 mengalami kerusakan akibat gempa sehingga pemerintah
mengadakan pembangunan pantai sebagai salah satu upaya preventif
penanganan bencana gempa dan tsunami. Pada tahun 2010 , pantai Padang
memiliki destinasi wisata alam dan bahari, namun masih minim akan
fasilitas rekreasi dan infrastruktur wisata. Pada awal Juni 2011
perencanaan pembangunan mulai diadakan, baik pembangunan
infrastruktur, tata kota dan konsep pariwisata. (Data Status Lingkungan
Hidup Kota Padang, 2010).
Pembangunan Kawasan Pantai Padang sepanjang 4 Km, dalam
perencanaan Penataannya dibagi atas beberapa Sektor dari Selatan ke
Utara di antaranya Pantai Muara (Depan LP Muara mulai dari mesjid Al
Munawarah – Simpang Nipah), Pantai Jalan Samudera (Simpang Nipah –
Simpang Hang Tuah), Pantai Olo Ladang (Simpang Hang Tuah – Simpang
Olo Ladang) , Pantai Purus (simpang olo ladang – depan rusunawa),
Pantai Cimpago (IORA – Jembatan Purus), Pantai Muara Lasak dari
Jembatan Purus – Jalan Layang. (Dokumen Kadis Pariwisata Kota
Padang, 2016). Sama seperti pembahasan lingkungan pantai Padang,
lahan yang tadinya kosong di pesisir pantai Purus sudah dijadikan area
3
pedestrian, café dan tempat hangout. Penambahan pasir pantai untuk
menambah unsur landai dan tempat duduk ditata sedemikian rupa.
Perubahan yang terjadi pasca pembangunan pariwisata adalah
munculnya kelas-kelas sosial baru dalam mata pencaharian, sebelumnya
masyarakat kelurahan Purus bekerja sebagai nelayan dan pedagang ikan,
pasca pembangunan pariwisata pantai pekerjaan penduduk sebagian mulai
beralih menjadi pedagang café dan restoran juga jasa penyewaan karena
adanya pengelompokan dalam lahan usaha, seperti pemindahan lahan usaha
masyarakat ke beberapa sektor wisata, selain itu kultur masyarakat mulai
memudar terutama pada kalangan remaja dalam hal penggunaan bahasa dan
interaksi sehari-hari yang kini lebih candu dengan sosial media. Lantas apa
saja yang menjadi latar belakang pemerintah dalam pembangunan
pariwisata, lalu bagaimana tanggapan masyarakat mengenai alih fungsi
lahan pemukiman menjadi objek wisata, oleh karena itu penulis ingin
melihat, mendeskripsikan serta menganalisa perubahan sosial pada
struktural, kultural dan interaksi masyarakat pasca pembangunan pariwisata
menggunakan teori Himes dan Moore.
B. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan dari pernyataan masalah tersebut, maka penulis
merumuskan pertanyaan penelitian, Perubahan sosial terjadi pada tempat
rekreasi masyarakat kota Padang merupakan transformasi dalam lingkungan
4
masyarakat. Atas latar belakang penelitian itulah peneliti tertarik untuk
meneliti tentang
1. Bagaimana kondisi sosial dan ekonomi masyarakat sebelum dan
sesudah pembangunan pariwisata pantai?
2. Bagaimana perubahan sosial mata pencaharian, kultur bahasa dan
norma serta interaksi sosial masyarakat pasca pembangunan pariwisata
pantai Padang?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan dan manfaat dalam penulisan yang mengacu dari
pertanyaan penelitian di atas, tujuan yang ingin diharapkan penulis yaitu:
Tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui kondisi sosial dan ekonomi masyarakat sebelum dan
sesudah terjadinya proses pembangunan pantai Padang.
2. Mengetahui perubahan sosial struktural, kultural dan interaksi
masyarakat pasca pembangunan pariwisata pantai Padang.
Sedangkan manfaat penelitian ini adalah untuk:
a. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu menambah literatur
bidang sosiologi yang berkaitan dengan perubahan sosial dan berfokus
pada perubahan pasca pembangunan pariwisata bagi masyarakat.
b. Secara praktis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan
kontribusi yang positif, serta menjadi bahan informasi bagi penulis lain
5
yang akan meneliti masalah yang sama atau yang berkaitan dengan
penelitian ini.
D. Tinjauan Pustaka
Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah membaca beberapa referensi
yang terkait dengan masalah masyarakat dan lingkungan hidup oleh I
Wayan Tagel Sidarta dengan judul tesis yakni Dampak Perkembangan
Pariwisata Terhadap Kondisi Lingkungan, Sosial dan Ekonomi
Masyarakat, menganalisis teori perencanaan pembangunan dari Boothroyd
yakni perencanaan bukan sesuatu yang terpisah dari bentuk tindakan sosial
tetapi merupakan proses yang terkait di dalam evolusi yang terus menerus
dari gagasan melalui tindakan. Pembahasan tesisnya mengenai dampak
yang timbul karena perkembangan pariwisata di kawasan pantai Sanur
dimana memberikan pengaruh terhadap jenis pekerjaan masyarakat,
sebelum pariwisata berkembang, masyarakat mayoritas bekerja sebagai
nelayan dan petani, kini perkembangannya bekerja sebagai karyawan dan
wiraswasta. Selain memiliki pekerjaan pokok, umumnya memiliki
pekerjaan sampingan di bidang jasa pariwisata yang dapat meningkatkan
pendapatan masyarakat.
Selain dampak di atas, efek yang timbul karena perkembangan
pariwisata adalah perubahan tata guna lahan yang berimplikasi pada
lingkungan, sebelumnya lahan di dominasi oleh sawah, pemukiman dan
perkebunan. Sementara itu setelah perkembangan pariwisata terjadi
perubahan menjadi penginapan, restoran, dan fasilitas penunjang
6
ekowisata lainnya yang merubah fungsi ekologis menjadi aktivitas
ekonomi.
Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa perkembangan pariwisata
berdampak pada kondisi sosial dan ekonomi masyarakat, perubahan
pekerjaan masyarakat dari jenis pekerjaan non pariwisata ke pekerjaan
yang berhubungan dengan pariwisata, pola pembagian kerja dalam
mencari nafkah, mengelola usaha, mengurus rumah tangga, dan
keterlibatan dalam kegiatan adat. Kesempatan kerja dan berusaha, dimana
kesempatan kerja yang paling banyak adalah menyerap tenaga kerja
adalah hotel-hotel, losmen atau wisma, penginapan sederhana, dan yang
lainnya. Berdasarkan hal tersebut, dampak yang ditimbulkan bertujuan
untuk memelihara dan menjaga daya tarik dan objek wisata. Selain itu
untuk meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia secara kualitas
dalam rangka peningkatan dan profesionalisme.
Penelitian kedua yaitu mengenai perubahan sosial terhadap
perkembangan pariwisata, salah satunya adalah jurnal dari Hilman
Nugraha,dkk seorang mahasiswa program Magister Pendidikan Sosiologi,
Pascasarjana UPI yang berjudul Perubahan Sosial Dalam Perkembangan
Pariwisata Desa Cibodas Kecamatan Lembang, menggunakan rujukan
dari Suwantoro tentang dasar-dasar pariwisata yakni manfaat
pembangunan pariwisata, jurnal penelitian ini membahas mengenai respon
positif dan negatif masyarakat desa terhadap perkembangan pariwisata
dimana perkembangan pariwisata diterima baik oleh warga masyarakat di
7
Desa Cibodas. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan sosial yaitu
adanya penerimaan terhadap unsur-unsur yang baru, menerima adanya
akulturasi, adanya migrasi, menerima adanya perubahan kebiasaan hidup
dari tradisional ke semi modern,adanya sikap menghargai hasil karya
orang lain dan keinginan untuk maju. Sementara respon negatifnya yaitu
dari prilaku masyarakat menjadi konsumtif, munculnya sikap
individualistis, gotong royong warga masyarakatnya yang telah berubah,
terjadinya stratifikasi dan kesenjangan sosial dan melemahnya nilai-nilai
sosial.
Temuan ketiga merupakan tesis mengenai dampak sosial terhadap
pembangunan infrastruktur dari Dwi Septianingsih mahasiswa Magister
Manajemen Pembangunan Sosial Departemen Sosiologi FISIP Universitas
Indonesia tahun 2012 yang berjudul Dampak Sosial Pembebasan Tanah
Proyek Pembangunan Infrastruktur Untuk Kepentingan Umum.Teori
kapital Marx yakni konflik karena persoalan kepemilikan tanah dengan
orang-orang yang tidak memiliki 'kuasa' tanah.Tesis ini lebih merujuk
pada dampak negatif yang ditimbulkan karena pembangunan infrastruktur,
yaitu terjadinya penggusuran warga karena tidak teraturnya kepemilikan
tanah yang dikuasai oleh segelintir orang yang menyebabkan terjadi
konflik antar warga Pondok Bambu.
Tinjauan selanjutnya pada jurnal penelitian dari pusat penelitian
informasi geospasial terhadap perubahan sosial masyarakat Bajo yang
memfokuskan kajian pada faktor pendorong terjadinya perubahan pola
8
pemukiman oleh Ellen Suryanegara dkk tahun 2015 dengan judul
Perubahan Sosial Pada Suku Bajo (Studi Kasus di Kepulauan Wakatobi
Sulawesi Tenggara). Konsep ini merupakan usaha untuk menjustifikasi
kehidupan laut dan darat melalui suatu perspektif adaptasi dengan
menempatkan perubahan budaya sebagai bagian dari usahanya untuk
beradaptasi terhadap lingkungannya dalam rujukan Suyuti (2011)
mengenai pranata sosial masyarakat pantai, Jurnal penelitian tersebut
membahas tentang faktor yang mendorong suku Bajo untuk menetap di
Kepulauan Wakatobi antara lain penurunan potensi sumber daya alam
untuk memenuhi kebutuhan hidup, persediaan kayu untuk perahu yang
semakin langka, didorong dengan adanya program pemerintah, serta
adanya pengaruh kebudayaan dari masyarakat daratan.
Referensi kelima yaitu jurnal penelitian dan pengabdian
masyarakat yang berfokus pada kebijakan pemerintah terhadap perubahan
sosial dengan judul Dampak Kebijakan Pembangunan Kota Baru
Lampung Terhadap Perubahan Sosial Budaya Masyarakat oleh Maulana
Mukhlis dan Denden Kurnia Drajat, dosen jurusan Ilmu Pemerintahan
FISIP Universitas Lampung tahun 2012, temuannya tentang implikasi
kebijakan pemerintah dalam perubahan lapangan pekerjaan, pembangun
keterkaitan kota- desa, kualitas pendidikan dan kesehatan kondisi sosial
kemasyarakatan, perilaku dan pola hubungan masyarakat pemenuhan
permukiman penduduk, dan perpindahan pekerja. Menggunakan
metodologi kebijakan publik mengenai suatu masalah sosial mendasar
9
guna membantu pembuat kebijakan dengan cara menyajikan rekomendasi
yang bersifat pragmatis, berorientasi pada aksi untuk mengatasi masalah
tersebut.
Terakhir adalah rujukan dari Febrian Fatma Melati, mahasiswa
Antropologi FISIP Universitas Airlangga dengan judul Dinamika
Perubahan Sosial Dan Budaya di Desa Kendalsari, Kecamatan Sumobito,
Kabupaten Jombang tahun 2013 menggunakan teori perubahan sosial dari
Fatchan dimana Perubahan sosial dan sistem nilai budaya juga diartikan
sebagai suatu perubahan penting dalam struktur sosial, pola-pola perilaku
dan sistem interaksi sosial, termasuk di dalamnya perubahan norma, nilai,
dan fenomena kultural yang memfokuskan pada perubahan sosial
masyarakat dan perindustrian, membahas persoalan faktor eksternal,
setelah industri aluminium terbesar di desa Kendalsari yaitu “Berdikari”
membuka lapangan pekerjaan terutama bagi warga sekitar, yang kemudian
bedampak terhadap budaya yang ada di desa Kendalsari, baik dalam hal
mata-pencaharian, gaya hidup, keadaan ekonomi rumah tangga, pola pikir,
pandangan hidup, serta solidaritas antar tetangga atau antar manusia.
Untuk memudahkan pemetaan tinjauan pustaka, berikut disajikan
tabel yang memuat ringkasan keseluruhannya:
10
Tabel I. 1 Tinjauan Pustaka
No Data Penulis Teori Temuan/Hasil Persamaan Perbedaan
1. Penulis : I
Wayan Tagel
Sidarta
Judul :
Dampak
Perkembangan
Pariwisata
Terhadap
Kondisi
Lingkungan,
Sosial dan
Ekonomi
Masyarakat
Metode:
Kuantitatif
dikombinasi
dengan
kualitatif dalam
bentuk
deskriptif
analistis
Teori
Perencanaan
Pembanguna
n Boothroyd.
Adanya perubahan
tata guna lahan
yang berimplikasi
pada lingkungan.
Setelah
perkembangan
pariwisata terjadi
perubahan
menjadi
penginapan,
restoran, dan
fasilitas penunjang
ekowisata lainnya
yang merubah
fungsi ekologis
menjadi aktivitas
ekonomi.
Perubahan
sosial pada
lingkungan
pariwisata
Implikasi alih
fungsi lahan
pada
persawahan,
pemukiman dan
perkebunan
masyarakat
pantai Sanur,
Bali
2. Penulis : Hilman
Nugraha, dkk
Judul :
Perubahan
Sosial dalam
Perkembangan
Pariwisata Desa
Cibodas
Metode:
Pendekatan
Kualitatif
metode studi
kasus
Tidak
Dicantumkan
Teori
Adanya
penerimaan unsur
baru, akulturasi,
migrasi, dan
kebiasaan hidup
dari tradisional ke
semi modern,
berubahnya
perilaku
masyarakat
menjadi
konsumtif,
individualis, dan
melemahnya nilai-
nilai sosial
Adanya unsur
baru yang
mempengaruhi
perubahan
sosial
Perubahan
sosial desa yang
terjadi karena
adanya
akulturasi, dan
pola kehidupan
3. Penulis : Dwi
Septianingsih
Teori Kapital
Marx
Dampak sosial
terhadap
Pembangunan
infrastruktur
Terjadinya
konflik antara
11
Judul :
Dampak Sosial
Pembebasan
Tanah Proyek
Pembangunan
Infrastruktur
Untuk
Kepentingan
Umum
Metode:
Kualitatif
induktif metode
studi kasus
pembebasan tanah
proyek untuk
insrastruktur,
persoalan
kepemilikan tanah
dengan orang-
orang yang tidak
memiliki 'kuasa'
tanah.
untuk
kepentingan
umum
pemilik tanah
dengan yang
tidak memiliki
kuasa tanah
yang
menginginkan
pembebasan
terhadap tanah
proyek untuk
pembangunan
infrastruktur
4. Penulis : Ellen
Suryanegara,
dkk
Judul :
Perubahan
Sosial Pada
Suku Bajo
(Studi Kasus di
Kepulauan
Wakatobi
Sulawesi
Tenggara)
Metode:
kualitatif
Tidak
Dicantumkan
Teori
Terjadinya
penurunan potensi
sumber daya alam
untuk memenuhi
kebutuhan hidup,
persediaan kayu
untuk perahu yang
semakin langka
Perubahan
sosial pada
masyarakat
yang memiliki
tradisi
Adaptasi
masyarakat
Bajo dalam
mengahadapi
perubahan
sosial di pulau
5. Penulis :
Maulana
Mukhlis dan
Denden Kurnia
Drajat
Judul :
Dampak
Kebijakan
Pembangunan
Kota Baru
Lampung
Terhadap
Perubahan
Sosial Budaya
Masyarakat
Metode:
Tidak
Dicantumkan
Teori
Adanya kebijakan
pemerintah
menyebabkan
perubahan
lapangan
pekerjaan,
pembangun
keterkaitan kota-
desa, kualitas
pendidikan dan
kesehatan kondisi
sosial
kemasyarakatan,
perilaku dan pola
hubungan
masyarakat
pemenuhan
Perubahan
sosial pada
pembangunan
wilayah
Dampak
kebijakan
pemerintah
dalam
pembangunan
terhadap
perubahan
sosial
12
Kebijakan
publik
permukiman
penduduk, dan
perpindahan
pekerja
6. Penulis :
Febrian Fatma
Melati
Judul :
Dinamika
Perubahan
Sosial Dan
Budaya di Desa
Kendalsari,
Kecamatan
Sumobito,
Kabupaten
Jombang
Metode :
Kualitatif tipe
deskriptif
Teori
Perubahan
Sosial dari
Fatchan
Perubahan sosial
yang terjadi pada
masyarakat karena
sektor industri
yakni adanya
lapangan kerja
baru bagi
masyarakat,
perubahan gaya
hidup, pola pikir
serta solidaritas
masyarakat.
Perubahan
sosial, budaya
dan interaksi
masyarakat
Perubahan
sosial
masyarakat dan
industri
Dari berbagai penelitian tersebut, beberapa penelitian memiliki
kesamaan dengan tema dan judul penelitian yang dilakukan oleh penulis.
Keenam penelitian tersebut membahas perubahan sosial pada masalah
yang bebeda. Persamaannya dengan penelitian yang dilakukan oleh
penulis yaitu membahas tentang perubahan sosial, faktor penyebab serta
kehidupan sosial dan interaksi dengan masyarakat.
Penelitian penulis lebih dekat pada penelitian pertama dan keenam
yaitu memposisikan penelitian membahas perubahan sosial budaya yang
memfokuskan pada mata pencaharian, kultural masyarakat melalui
inovasi, difusi dan integrasi, serta interaksi masyarakat pasca
pembangunan pariwisata.
13
Penelitian pertama yang lebih menitikberatkan pada perubahan tata
guna lahan sedangkan penelitian keenam lebih mentikberatkan pada
masyarakat dan industri. Namun yang membedakan dengan penelitian
yang akan dilakukan oleh penulis yaitu, penulis ingin menjelaskan
bagaimana perubahan sosial pada mata pencaharian masyarakat, tradisi
masyarakat, serta interaksi antar masyarakat di sekitar Pantai Padang
E. Kerangka Teoritis
1. Dimensi Perubahan Sosial Himes dan Moore
Menurut Sztompka, masyarakat senantiasa mengalami perubahan
di semua tingkat kompleksitas internalnya. Dalam kajian sosiologis,
perubahan dilihat sebagai sesuatu yang dinamis dan tidak linear. Dengan
kata lain, perubahan tidak terjadi secara linear. Perubahan sosial secara
umum dapat diartikan sebagai suatu proses pergeseran atau berubahnya
struktur atau tatanan di dalam masyarakat, meliputi pola pikir yang lebih
inovatif, sikap, serta kehidupan sosialnya untuk mendapatkan penghidupan
yang lebih bermartabat. Pada tingkat makro, terjadi perubahan ekonomi,
politik, sedangkan ditingkat mezo terjadi perubahan kelompok, komunitas,
dan organisasi, dan ditingkat mikro sendiri terjadi perubahan interaksi, dan
perilaku individual. Masyarakat bukan sebuah kekuatan fisik (entity),
tetapi seperangkat proses yang saling terkait bertingkat ganda (Sztompka,
2004).
14
Mengenai perubahan sosial dalam kajian lingkungan di daerah
wisata pantai kota Padang, terjadi secara bertahap. Proses ini diketahui
dari survey awal yang penulis lakukan sebelum penelitian ini ditetapkan,
setiap bulan ada renovasi dan pembangunan infrastruktur serta fasilitas
yang menunjang wisata oleh pemerintah Kota Padang, lahan yang awalnya
hanya tepian luas sekarang menjadi objek rekreasi tempat hang out
sepanjang area pantai. Dampaknya tentu menimbulkan hal positif ataupun
negatif, selain alih fungsi lahan yang bermanfaat untuk perekonomian,
apakah mensejahterakan atau malah menjadikan kerusakan pada
lingkungan. Maka dari itu peneliti ingin mengetahui bagaimana kondisi
sosial sebelum dan sesudah adanya perubahan.
Menurut Himes dan Moore, perubahan sosial mempunyai tiga
dimensi yaitu: dimensi struktural, kultural dan interaksional.
a. Dimensi Struktural, mengacu pada perubahan-perubahan dalam
bentuk struktur masyarakat, menyangkut perubahan dalam peranan,
munculnya peranan baru, perubahan dalam struktur kelas sosial, dan
perubahan dalam lembaga sosial. Pada penelitian ini penulis ingin
memfokuskan kajian pada apakah setelah adanya pembangunan beberapa
infrastruktur penunjang pariwisata terjadi perubahan struktural yakni pada
mata pencaharian penduduk.
b. Dimensi Kultural, mengacu pada perubahan kebudayaan dalam
masyarakat, apakah pembangunan sektor pariwisata juga merubah budaya
masyarakat terutama perilaku dan nilai-nilai tradisi masyarakat yang mana
15
kota Padang memegang prinsip “Adat Bersendikan Syariat, Syariat
Bersendikan Al-Quran” yang artinya segala tingkah laku dalam
kebudayaan masyarakat Minangkabau harus berpedoman pada syariat.
Apakah budaya tersebut mengalami difusi, inovasi dan integrasi.
c. Dimesi Interaksional, mengacu pada adanya perubahan
hubungan sosial dalam masyarakat. Apakah interaksi antar masyarakat di
sekitar pantai menjadi berkurang atau semakin erat, baik masyarakat yang
tinggal disekitar pantai, pengunjung maupun petugas penanggung jawab
objek wisata.
Pada pariwisata pantai kota Padang, peneliti ingin melihat
bagaimana dan apa saja perubahan yang terjadi sebelum dan sesudah
pembangunan. Melalui tiga dimensi perubahan sosial, yakni struktural
apakah terjadi perubahan dalam struktur dan lembaga sosial, kultural serta
interaksional dalam masyarakat.
F. Definisi Konsep
Pada judul penulisan ini beberapa kata yang harus diperjelas
maksudnya adalah dimensi perubahan sosial, pembangunan, serta
pariwisata.
1. Dimensi menurut Kementrian Negara dan Lingkungan Hidup, 2002
adalah suatu hak yang mempengaruhi kehidupan mencakup budaya,
politik, pendidikan dan ekonomi. Adanya perubahan sosial pasti yang
ada dibenak seseorang adalah sesuatu yang terjadi setelah jangka
16
waktu tertentu dan ada perbedaan dari sebelumnya bicara mengenai
kata sebelumnya, pasti ada kata setelahnya. Untuk itu terdapat tiga
konsep dalam perubahan sosial, yang pertama studi mengenai
perbedaan. Kedua, studi harus dilakukan pada waktu yang berbeda.
Dan yang ketiga, pengamatan pada sistem sosial yang sama. Itu berarti
untuk dapat melakukan penelitian perubahan sosial, harus melihat
adanya perbedaan atau perubahan kondisi objek yang menjadi fokus
studi. Kemudian harus dilihat dalam konteks waktu yang berbeda,
maka dalam hal ini menggunakan studi dalam dimensi waktu yang
berbeda. Dan setelah itu objek yang menjadi fokus studi komparasi
harus merupakan objek yang sama. Jadi dalam perubahan sosial
mengandung adanya unsur dimensi ruang dan waktu. (Martono, 2012).
Perubahan sosial memiliki tiga dimensi, yaitu struktural,
kultural dan interaksi. Perubahan struktural mangacu pada struktur
dalam masyarakat, baik vertikal maupun horizontal. Pada penelitian ini
penulis memfokuskan pada struktur mata pencaharian penduduk di
Pantai Padang. Pada dimensi kultural penulis memfokuskan pada
budaya yang mengalami perubahan yakni bahasa dan kebiasaan
(habit), sedangkan pada interaksi yakni hubungan antar masyarakat.
2. Pembangunan adalah proses perubahan yang terus menerus untuk
menuju keadaan yang lebih baik berdasarkan norma-norma tertentu.
Menurut (Riyadi dan Bratakusumah, 2003) pembangunan adalah
17
semua proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya secara
sadar dan terencana Pembangunan yang penulis maksud pada
penelitian adalah infrastruktur yang direncanakan oleh pemerintah,
secara sederhana infrastruktur dapat dikatakan sebagai fasilitas fisik
serta sistem layanannya.
Sistem tersebut berfungsi sebagai petunjuk dan aturan agar
fasilitas menjadi berguna secara optimal dan bermanfaat bagi
masyarakat. Infrastruktur dan pelayanannya dalam pembangunan
diselenggarakan oleh pemerintah dan masyarakat (Usman, 2015).
Sebagai fasilitas pendukung lebih memberikan tekanan pada peran
infrastruktur untuk kontribusi dalam mencapai tujuan. Pemerintah
membangun infrastruktur penunjang pariwisata, dibantu dengan
masyarakat sebagai sistem layanannya yang bekerja sama untuk
mencapai tujuan yakni pariwisata di Pantai Padang.
3. Pariwisata merupakan salah satu industri besar yang dapat menampung
banyak tenaga kerja dan mampu menghasilkan devisa yang sangat
besar kepada negara. Pariwisata adalah suatu perjalanan yang
dilakukan orang untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari
suatu tempat ke tempat lain meninggalkan tempatnya semula, dengan
suatu perencanaan dan dengan maksud bukan untuk berusaha atau
mencari nafkah di tempat yang dikunjungi (Marpaung dan Bahar,
2000). Menurut Norval dalam Spillane (1987), seorang ahli ekonomi
berkebangsaan Inggris memaparkan bahwa pariwisata selain
18
bermanfaat bagi pendidikan, kebudayaan dan sosial juga mempunyai
arti yang lebih penting dari segi pembelajaran.
Dalam penelitian penulis memfokuskan pada pariwisata Pantai.
Pantai merupakan objek wisata terbuka bagi masyarakat. Pantai juga
menjadi aset utama dalam indutri pariwisata di kota Padang karena
Kota Padang terletak di kawasan pesisir barat Sumatera yang memiliki
kuliner dan tradisi khas, sehingga memunculkan inovasi-inovasi baru
dari berbagai elemen untuk membangun pantai menjadi objek
pariwisata.
G. Metode Penelitian
Pada penelitian ini penulis akan menjelaskan secara sistematis metode
yang penulis pergunakan dalam penelitian ini, maka penulis akan uraikan
sebagai berikut:
1. Pendekataan penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode
studi kasus dengan jenis penelitian deskriptif yakni menggambarkan
permasalahan yang dikemukakan mengenai proses perubahan setelah
adanya pembangunan di area pantai Padang. Karena penelitian deskriptif
menggambarkan karakteristik kegiatan yang terjadi selama penelitian dan
menggambarkan keadaan lingkungan tempat penelitian berlangsung.
(Usman dan Akbar, 2008)
19
Seperti yang dijelaskan oleh (Creswell, 1994) pendekatan kualitatif
fokus pada proses dalam tahap penelitian dan membuat peneliti
memahami mengapa fenomena tersebut bisa terjadi. Berikut penjelasan
Creswell mengenai pendekatan kualitatif:
“Qualitative research focuses on the process that is occurring as
well as the product or outcome. Researchers are particulars
interested in understanding how things occurs”.
Tipe pendekatan studi kasus sengaja dipilih karena tipe inilah yang
paling memungkinkan peneliti untuk fokus pada satu kasus.
2. Subjek penelitian
Ada dua belas informan yang penulis ambil, sesuai dengan kriteria-
kriteria yang telah diuraikan dalam pendekatan penelitian. Informan utama
diperoleh dari masyarakat yang tinggal disekitar objek wisata seperti
pedagang café, pedagang ikan, nelayan, penduduk yang tinggal di kawasan
sekitar maupun wisatawan. Penentuan narasumber utama di atas adalah
bahwa masyarakat yang tinggal di sekitar tempat objek wisata lebih
mengetahui bagaimana kondisi tempat wisata tersebut narasumber
pendukung yakni instansi pemerintahan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Kota Padang. Selain itu penulis juga mengambil data dari jurnal, artikel,
berita, dan dokumen mengenai pembangunan periwisata pantai Padang.
3. Teknik pengumpulan dan analisis data
Teknik pengumpulan data yang penulis pergunakan dalam
penelitian ini yaitu wawancara dan observasi lapangan. Wawancara adalah
bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan satu orang yang ingin
20
memperoleh informasi dari satu orang lainnya dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan berdasarkan tujuan tertentu. Wawancara yang
digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara tidak terstruktur yang
sering kali disebut dengan wawancara mendalam, wawancara kualitatif
dan wawancara terbuka (openended interview).
Wawancara tidak terstruktur juga dilakukan layaknya percakapan
informal dengan menggunakan bahasa sehari-hari. Wawancara juga
dilakukan melalui via sosial media dan telepon mengingat kerterbatasan
jangkauan dan kesediaan informan untuk menjawab pertanyaan. Selain itu
penulis juga melakukan observasi lapangan dengan mengunjungi café
pinggir pantai, pasar ikan sekitar pantai dan bangunan cagar budaya.
Disini penulis melakukan observasi sebagai metode pengumpulan data
dengan melihat langsung kegiatan (activity) dari masyarakat dan
pengunjung.
Ada beberapa alasan observasi atau pengamatan dijadikan sebagai
cara utama pengumpulan data yaitu : (1) didasarkan atas pengamatan
langsung, (2) memungkinkan melihat dan mengamati sendiri kemudian
mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi sebenarnya, (3)
bisa menghindari kekeliruan karena kurang mampu mengingat data hasil
wawancara, (4) memungkinkan penulis mampu memahami situasi-situasi
yang rumit. (5) dalam kondisi tertentu di mana teknik lain tidak
memungkinkan, pengamatan dapat menjadi alat yang sangat bermanfaat
21
(Tohirin, 2012). Dalam penelitian penulis menggunakan observasi
partisipasi dimana penulis juga ikut terlibat dalam objek kajian.
Analisis sebelum turun lapangan penulis lakukan dengan survey
awal dan membaca beberapa hasil studi terdahulu tentang perubahan sosial
terkhusus yang membahas struktur, kultur dan interaksi. Deskripsi dan
analisis data dalam penelitian ini dilakukan mengikuti rumusan Miles dan
Huberman yang dilakukan melalui 3 tahap, yaitu reduksi data, penyajian
data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi data (1992). Reduksi data
dalam penelitian ini meliputi aktivitas penyederhanaan dan klasifikasi data
yang dilakukan sejak dan setelah penelitian berlangsung.
4. Lokasi dan waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di lokasi wisata dan tempat hang out
yang ada di Kota Padang terutama daerah Pantai Padang, dan dilaksanakan
dalam kurun waktu satu sampai empat bulan karena tempat wisata di
Padang memiliki potensi dalam hal sejarah, legenda, dan cagar budaya
yang lebih dibanding tempat wisata lainnya di Sumatera Barat, seperti
Pariaman, Solok, Pasaman dan Padang Panjang. Dalam waktu tersebut
akan dilakukan proses wawancara dengan narasumber utama yaitu
masyarakat dan narasumber pendukung yakni petugas serta penanggung
jawab objek wisata serta Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Padang
mengenai pembangunan infrastruktur penunjang pariwisata.
22
H. Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan. Bab ini berisikan pernyataan penelitian,
pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka,
kerangka teori, defenisi konsep, metodologi penelitian dan sistematika
penulisan.
Bab II Gambaran Umum. Dalam bab ini berisi tentang gambaran
umum seperti memuat informasi objek penelitian, sejarah kota dan profil
kelurahan purus, tabel kondisi penduduk ,data pendukung mengenai
pembangunan pariwisata pantai kota Padang.
Bab III Temuan dan Analisa. Dalam bab ini berisi tentang hasil dari
temuan-temuan yang diperoleh di lapangan seperti, faktor-faktor
pendorong alih fungsi lahan pantai, tanggapan masyarakat, perubahan
struktural, budaya yang dimiliki masyarakat pantai, serta interaksi antar
masyarakat, pengunjung dan pemerintah.
Bab IV Penutup. Dalam bab ini berisi tentang kesimpulan dari
penulisan ini dengan menjelaskan hasil-hasil lapangan yang didapat.
23
BAB II
GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN
A. Gambaran Umum Kota Padang
1. Sejarah Kota Padang
Kota Padang adalah salah satu kota tertua di pantai barat Sumatera
Lautan Hindia. Menurut sumber sejarah pada awalnya (sebelum abad ke-
17) Kota Padang dihuni oleh para nelayan, petani garam dan pedagang.
Ketika itu Padang belum begitu penting karena arus perdagangan orang
Minang mengarah ke pantai timur melalui sungai-sungai besar. Namun
sejak Selat Malaka tidak lagi aman dari persaingan dagang yang keras oleh
bangsa asing serta banyaknya peperangan dan pembajakan, maka arus
perdagangan berpindah ke pantai barat Pulau Sumatera yaitu kawasan
Batang Arau yaitu sektor 1 Pantai Padang. (Bappeda Kota Padang, 2012)
Belanda datang mengincar Padang karena muaranya yang bagus
dan cukup besar serta strategis dan Belanda berhasil menguasainya pada
tahun 1660 melalui perjanjian dengan raja-raja muda wakil dari
Pagaruyung. Tahun 1667, Belanda membuat Loji yang berfungsi sebagai
gudang sekaligus tangsi dan daerah sekitarnya dikuasai pula demi alasan
keamanan. Akhirnya pada tanggal 20 Mei 1784 Belanda menetapkan
Padang sebagai pusat kedudukan dan perdagangannya di Sumatera Barat.
Kota Padang menjadi lebih ramai setelah adanya Pelabuhan Teluk Bayur,
Semen Padang dan Tambang Batubara (di Sawahlunto), serta Jalur Kereta
24
Api. Namun tanggal 7 Agustus 1669 terjadi penyerbuan besar-besaran
terhadap Loji Belanda di Kepalo Koto Batang Arau dan saat itulah
ditetapkan sebagai hari jadi Kota Padang. (Padang Heritage,2017)
2. Demografi dan Kondisi Umum Kota Padang
a. Luas dan Batas Wilayah Kota Padang
Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional telah ditetapkan
kota Padang sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN). Berdasarkan PP No
17 tahun 1980, luas wilayah kota Padang secara administratif adalah
165,35 km. Menurut Perda No. 10 Tahun 2005 tentang luas kota Padang
diketahui terjadi penambahan luas administrasi menjadi 1.414,96 km2,
dimana penambahan wilayah lautan atau perairan seluas 720,00 km2.
Secara geografis, kota Padang yang membujur dari Utara ke Selatan
memiliki pantai sepanjang 68,126 km dan terdapat deretan Bukit Barisan,
dengan panjang daerah bukit (termasuk sungai) 486,209 km2. Batas-batas
wilayah Kota Padang sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kabupaten Padang Pariaman
Sebelah Selatan : Kabupaten Pesisir Selatan
Sebelah Timur : Kabupaten Solok
Sebelah Barat : Samudera Hindia
b. Iklim
Kota Padang mempunyai iklim tropis dimana hujan turun hampir
sepanjang tahun. Tingkat curah hujan di kota Padang mencapai rata-rata
336,25 mm per bulan dengan rata-rata hari hujan 16 hari per bulan (Profil
25
Kota Padang, 2015). Tingkat curah hujan tertinggi terjadi pada bulan
Maret sebesar 585,4 mm dan sering terjadi hujan sepanjang bulan, yakni
dengan banyaknya hari hujan terjadi selama 16 hari sedangkan terendah
terjadi pada bulan Juli sebesar 194,9 mm yang terjadi hujan selama 16
hari. Hari hujan terlama dan sering terjadi hujan sepanjang bulan adalah
pada bulan November, yakni selama 27 hari dengan curah hujan sebesar
575 mm dan hari hujan tersingkat bahkan jarang terjadi hujan yakni pada
bulan Januari, Mei dan Juni yang hanya terjadi selama 10 hari dengan
curah hujan masing-masing sebesar 216 mm, 214,9 mm dan 244,9 mm.
c. Topografi
Wilayah kota Padang yang berada dipantai barat pulau Sumatera
mempunyai topografi bervariasi perpaduan dataran rendah, perbukitan dan
daerah aliran sungai. Bagian utara kota Padang merupakan daerah pantai,
perbukitan dan sebagian daratan tinggi. Bagian barat kota Padang terdiri
dari daratan rendah yang landai dengan ketinggian rata-rata 0 25 meter di
atas permukaan laut. Kearah timur dan selatan topografi wilayah kota
Padang merupakan daerah perbukitan, bergelombang dan curam dengan
ketinggian yang bervariasi, yang tertinggi mencapai 1.800 meter di atas
permukaan laut pada kawasan yang berbatasan dengan Kabupaten Solok.
26
Tabel II.3.c Ketinggian Kecamatan di Kota Padang
Sumber : Badan Pertanahan Kota Padang 2015-2016
Dari tabel tersebut, kecamatan Padang Barat merupakan dataran
rendah memiliki ketinggian 0-8 m karena wilayahnya terletak di kawasan
pesisir pantai, sementara dataran tinggi di kota Padang yaitu kecamatan
Lubuk Kilangan, yang kawasannya terdiri dari perbukitan. Penelitian ini
penulis mengkhususkan pada objek Pantai Padang yang terletak di
Kecamatan Padang Barat, tepatnya Kelurahan Purus.
3. Demografi dan Kondisi Sosial Kelurahan Purus
a. Letak Geografis dan Batas Administrasi Kelurahan Purus
Secara umum Kelurahan Purus memiliki luas 0,68 ha dengan
batas-batas wilayah utara berbatasan dengan kelurahan Rimbo Kaluang,
selatan dengan Kelurahan Olo, barat dengan Samudera Hindia dan sebelah
timur Kelurahan Padang Pasir
27
Gambar II.4.a Peta Administratif Kecamatan Padang Barat
Sumber: Arsip Kecamatan Padang Barat, 2016
Pada peta dapat kita lihat bahwa kelurahan Purus berada di
kawasan pesisir pantai yang memiliki ketinggian tanah dari permukaan
laut yaitu 5 M, sementara suhu udara rata-rata adalah 30 C. Selain itu jarak
dari pusat pemerintahan kecamatan adalah 1.00 km, dari pusat
pemerintahan kota yaitu 13.70 km dan dari pusat pemerintahan propinsi
adalah 1.00 km.
b. Kependudukan Kelurahan Purus
Kependudukan kelurahan Purus dicatat berdasarkan RW,
kelurahan terbaik pertama (Profil Kelurahan Purus) dari seluruh kelurahan
di kecamatan Padang barat ini memiliki delapan RW yang tersebar dari
beberapa sektor Pantai Padang, masing –masing RW memiliki jumlah
penduduk, tingkat dan sarana pendidikan, mata pencaharian, dan tingkat
kesejahteraan yang berbeda.
28
Gambar II.4.b Peta Kelurahan Purus Berdasarkan RW
Sumber : Google Maps dipaparkan Staff Kelurahan
Menurut pemaparan salah satu staff kelurahan Purus berinisial EL,
garis putus-putus pada perbatasan RW VIII dan RW VII menunjukan
bahwa pada peta administratif jumlah penduduk hanya ada VII RW di
kelurahan Purus, namun dalam segi mata pencaharian lahan usaha
penduduk dikelompokan menurut sektor objek wisata per RW tersebut.
Tabel.II.4.b Jumlah Penduduk Kelurahan Purus 2012-2016
Tahun Penduduk
Jumlah Jiwa Laki-laki Perempuan
2012 3432 3418 6850
2013 3415 3365 6780
2014 3794 3891 7685
2015 3994 3894 7888
2016 4094 3989 8083 Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Padang
Berdasarkan tabel, Kelurahan Purus mengalami peningkatan
jumlah penduduk setiap tahunnya terutama tahun 2014 sebagai titik awal
pembangunan pariwisata pantai yakni 7685 jiwa. Tahun 2012 ke tahun
2013 mengalami penurunan dikarenakan pasca pemindahan penduduk
yang bermukim di pinggir pantai, menyebabkan sebagian penduduk
29
pindah ke kecamatan lain. Seiring berkembangnya pariwisata, penduduk
semakin bertambah, dikarenakan banyak nya peluang usaha lain yang bisa
mengayomi kebutuhan penduduk yang mata pencaharian pokok adalah
melaut. Pada tabel jumlah penduduk Kelurahan Purus yang tercantum
merupakan jumlah keseluruhan yang di dalamnya termasuk penduduk
produktif dan penduduk tidak produktif. Tahun 2016 menjadi puncak
pembangunan dalam hal infrastruktur yang ditandai dengan meningkatnya
jumlah penduduk yakni 8083 jiwa, yang didalam nya terdapat penduduk
luar yang ikut menetap di Kelurahan Purus.
c. Sarana Pendidikan Kelurahan Purus 2012-2016
1. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
PAUD Miftahul Ilmi
PAUD Citra Almadina
PAUD Pelangi Musa
2. Taman Kanak-Kanak (TK)
TK YAPI
TK Nurul Anhar
TK Citra Almadina
3. Sekolah Dasar (SD)
SDN 03, SDN 04, SDN 13, SDN 21, SDN 25, SDN 28,
SDN 29
SD YAPI, SD Citra Almadina
4. Sekolah Menengah Pertama (SMP / dimulai 2015)
30
SMPN 39
5. Sekolah Menengah Atas (SMA)
SMA YAPI
6. Sekolah Non Formal (dimulai 2015)
Ruang Baca dan Kreativitas „Tanah Ombak‟
Kelompok Belajar Masyarakat „Suka Maju Sejahtera‟
Pada daftar sarana pendidikan yang tertera merupakan sarana yang
sudah ada sebelum tahun 2016, menurut penuturan EL bahwa sebelum
tahun 2014 sarana pendidikan di kelurahan Purus bisa dikatakan cukup
pada sarana sekolah dasar mengingat masih banyak anak usia sekolah
dasar yang mengenyam pendidikan di kelurahan tersebut, pada tahun 2015
penambahan sarana pendidikan baru yakni pada sekolah non formal, hal
itu karena anak usia sekolah masih membutuhkan pembelajaran diluar
sekolah untuk meningkatkan kreativitas dan sosial mereka, apalagi
kelurahan Purus merupakan kawasan objek wisata yang banyak didatangi
wisatawan. Maka dari itu pendidikan akademik dan non akademik harus
diberikan.
d. Penduduk Berdasarkan Tingkat Lulusan Pendidikan
Pendidikan Umum Jumlah Pendidikan Khusus Jumlah
1. Belum Sekolah 325 Pesantren 4
2. SD 150 Madrasah 3
3. SMP 476 SLB 5
4. SMA 2810
5. DIII – S2 507
31
Menurut daftar tabel dan penuturan EL, lulusan tingkat pendidikan
SMA lebih banyak yakni 2810 orang, hal itu disebabkan karena beberapa
dari penduduk memutuskan untuk bekerja setelah lulus sekolah,
mengingat banyaknya peluang di bidang perdagangan terutama daerah
objek wisata, jika dilihat dari sarana pendidikan untuk universitas belum
ada dan biaya pendidikan juga mahal. Oleh karena itu penduduk kelurahan
Purus lebih banyak lulusan SMA ketimbang lulusan sarjana.
e. Kondisi Penduduk Berdasarkan Usia dan Gender
Penduduk kelurahan Purus semakin meningkat, apalagi usia 15-65
tahun, penduduk laki-laki dan perempuan mengalami kenaikan namun
tidak terlalu signifikan.
Tabel II.4.e Penduduk Berdasarkan Umur dan Gender
No. Indikator Sub Indikator
Jumlah
2014 2015
1 Penduduk berdasarkan umur 0 – 12 bulan 176 153
1 - 5 tahun 660 491
5 – 7 tahun 270 694
7 – 15 tahun 891 765
15 – 56 tahun 4821 5091
>56 tahun 867 334
2 Penduduk berdasarkan gender Total Penduduk 7685 7888
Penduduk Laki-laki 3794 3994
Penduduk Perempuan 3891 3894
Jumlah Kepala Keluarga 1781 1803
Sumber : Arsip Kelurahan Purus 2014-2015
32
Tabel penduduk berdasarkan umur dan gender menunjukan bahwa
sebelum pembangunan yakni tahun 2014 kelurahan Purus didominasi oleh
usia produktif yakni usia 15-56 tahun berjumlah 4812 jiwa, dan setelah
pembangunan tahun 2015 jumlahnya meningkat menjadi 5091 jiwa.
Begitu pula dengan total penduduk berdasarkan gender, tahun 2014
berjumlah 7685 jiwa dan tahun 2015 bertambah menjadi 7888 jiwa.
f. Kondisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Kesejahteraan
Tebel II.4.f Penduduk Berdasarkan Tingkat Kesejahteraan
No Indikator Jumlah
2014 2015
1 Jumlah Seluruh Keluarga 1781 1803
2 Jumlah Keluarga Prasejahtera 86 85
3 Jumlah Keluarga Sejahtera 1 255 265
4 Jumlah Keluarga Sejahtera 2 - -
5 Jumlah Keluarga Sejahtera 3 1440 1653
6 Jumlah Keluarga Sejahtera 3+ - -
Sumber: Arsip Kelurahan Purus 2014-2015
Beberapa tabel menunjukan kondisi penduduk di kelurahan Purus
pada tahun 2014-2015 yaitu sebelum dan sesudah pembangunan
pariwisata pantai Padang. Berdasarkan deskripsi tabel menunjukan
kemajuan dan peningkatan yang dialami Kelurahan Purus pasca
pembangunan pariwisata pantai Padang, dapat dilihat dari tabel tingkat
kesejahteraan penduduk dari tahun 2014 hingga 2015, tingkat
kesejahteraan keluarga sudah meningkat. Saat ini kelurahan Purus lebih
33
banyak pada posisi keluarga sejahtera 3. Menurut BkkbN keluarga
sejahtera 3 yakni keluarga yang mampu memenuhi enam indikator tahapan
keluarga sejahtera 1 (makan dua kali sehari, memiliki pakaian yang
berbeda untuk di rumah maupun bepergian, memiliki rumah layak, jika
ada keluarga sakit dibawa ke sarana kesehatan, bila pasangan usia subur
ingin ber KB pergi ke sarana kontrasepsi dan anak umur 7-15 tahun di
keluarga dalam usia sekolah) , delapan indikator keluarga sejahtera 2
(melaksanakan ibadah sesuai kepercayaan, paling kurang sekali seminggu
anggota keluarga makan daging atau telur, anggota keluarga memperoleh
satu pakaian baru dalam setahun, luas lantai rumah paling kurang 8m2, tiga
bulan terakhir keluarga dalam keadaan sehat, ada satu atau lebih anggota
keluarga yang bekerja, umur 10-60 tahun bisa baca tulisan latin, pasangan
usia subur menggunakan kontrasepsi) dan lima indikator keluarga
sejahtera 3 (kaluarga berupaya meningkatkan pengetahuan agama,
penghasilan keluarga ditabung dalam bentuk uang atau barang, keluarga
makan bersama sekali seminggu, keluarga berpartisipasi dalam lingkungan
masyarakat, dan keluarga memperoleh informasi dari internet serta surat
kabar) tetapi tidak memenuhi salah satu dari dua indikator keluarga
sejahtera 3+ (aktualisasi diri). dan meningkat pula setelah pembangunan
pariwisata tahun 2015.
g. Mata Pencaharian Penduduk Kelurahan Purus
Penduduk Kelurahan Purus berada di pusat Kota, terbilang ramai
sehingga kondisi perekonomian lebih terlihat, hal ini dikarenakan adanya
34
lapangan pekerjaan seperti PNS, Swasta, Nelayan, Buruh, Pedagang, dan
lain-lain.
Tabel II.4.g Mata Pencaharian Penduduk Tahun 2012-2014
Mata Pencaharian Tahun
2012 2013 2014
PNS 274 277 281
Swasta 584 661 694
Nelayan 681 623 355
Buruh 757 762 795
Pedagang 1735 1880 2053
Pensiun 182 185 185
Dll 193 198 296 Sumber: Arsip Kelurahan Purus 2012-2014
Berdasarkan tabel kondisi penduduk kelurahan Purus menurut
mata pencaharian, dapat dilihat bahwa pekerjaan utama masyarakat pantai
Padang sebagai Nelayan mengalami penurunan per tahun yakni 681 jiwa
menjadi 355, penurunan drastis tahun 2014 disebabkan karena sudah
dibentuknya perencanaan pembangunan serta pihak pemerintah mulai
merelokasi lahan nelayan ke beberapa sektor di Pantai Padang, sedangkan
mata pencaharian yang mengalami kenaikan yaitu terjadi pada Buruh,
Swasta dan Pedagang yang pada tahun tersebut belum ada perencanaan
untuk relokasi lapak pedagang.
Tertera 1735 jumlah pedagang di dominasi oleh pedagang ikan
tahun 2012, namun di tahun 2014 sebagian penduduk beralih menjadi
pedagang café dan restoran di sekitar objek wisata, pada kolom dan lain-
lain berisi mata pencaharian seperti tur guide, photographer, dan
pelayanan jasa sewa di kelurahan Purus, ujar EL
35
5. Sejarah Terjadinya Pembangunan dan Tata Penggunaan Lahan
Pariwisata Pantai
Karena letak kota Padang yang berada di antara pertemuan dua
lempeng Esia dan lempeng Eurasia bisa menimbulkan gempa besar dan
dapat diikuti oleh tsunami. Akibat gempa yang dilanda Kota Padang tahun
2009 lalu penggunaan lahan di Kota Padang, terutama kelurahan purus
terjadi sedikit pergeseran yakni dari lahan perikanan ke perumahan
masyarakat yaitu dari zona merah (tepi pantai) ke zona hijau (daerah by
pass) dimana masih banyaknya masyarakat Kota Padang yang bermukim
di zona merah.
Perpindahan dilakukan untuk meminimalisir dampak yang akan
timbul dari bahaya gempa dan tsunami yang dapat terjadi sewaktu-waktu.
Namun, masih ada penduduk kekeuh ingin bermukim zona merah dengan
alasan mata pencaharian, hal itu dibenarkan pemerintah dan pada 2014
dibangunlah Rumah Susun Sewa (rusunawa) untuk penduduk yang kurang
mampu dan rumahnya rusak akibat gempa. Sementara itu, lahan kosong
pada kawasan pantai sebelum 2015 digunakan oleh penduduk untuk
mendirikan tenda-tenda café sebagai sumber mata pencaharian.
Menurut Kajian Perencanaan Penataan Kawasan Wisata Terpadu
Pantai Padang tahun 2009, dengan menjadikan pantai Padang sebagai
Kawasan Padang Bay City sudah merupakan agenda besar pemerintah
kota Padang sejak 2007 namun dalam perjalanannya perencanaan belum
36
sesuai dengan pelaksanaannya, karena mendapat respon kurang baik.
Mereka menilai proyek perencanaan akan menimbulkan bencana bagi
lingkungan yang ada di sekitar kawasan selain itu masih belum ada
investor yang benar-benar mau untuk menginvestasikan dananya guna
membangun kawasan tersebut. Dan oleh karena itu, pemerintah membuat
beberapa rancangan terkait isu penataan kawasan wisata terpadu pantai
padang dengan misi tentang perlunya mengembangkan potensi sumber
daya alam yang dimiliki secara optimal.
Dengan rancangan jangka panjang dan jangka menengah yang
dibuat oleh pemerintah, pada tahun 2006 gagasan mengenai penataan
wilayah akhirnya direspon oleh beberapa mitra swasta. Teknis lapangan
dilakukan mulai tahun 2010 mengingat tahun 2009 terjadi gempa yang
menyebabkan bangunan rusak, sejak itulah investor mulai banyak dan
tahun 2011 satu per satu kawasaan pantai ditata, tahun 2014 pembangunan
infrastruktur terlaksana kembali hingga puncaknya di tahun 2016.
Gambar II.5 Kondisi Tata Guna Lahan Sebelum Pembangunan Pariwisata
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2011 Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2013
Tahun 2011 seperti pada foto yang penulis ambil ketika adanya
pembangunan rusun, serta pinggir pantai yang banyak didirikan „tenda
ceper‟, yaitu tenda warna-warni yang didirikan sepanjang pinggiran pantai
37
untuk berwirausaha berukuran „ceper‟ dan menjorok ke tepi pantai yang
membuat area pinggir pantai menjadi kumuh dan tidak tertata. Selain itu
tenda tersebut juga mengganggu pemandangan wisatawan yang ingin
melihat pantai. Karena kalau ingin melihat pantai harus membeli makanan
atau minuman di tenda-tenda tersebut. Kerap dijadikan tempat mojok pada
malam minggu oleh pengunjung sehingga pada tahun 2011 beberapa
tempat tersebut digusur oleh Walikota sebelumnya.
B. Data Pendukung Pembangunan Pariwisata
1. Indeks Wisata Progresif Pantai Padang
a. Wisata Alam dan Sejarah
Gunung Padang
Terdapat di wilayah Barat kota Padang, tepatnya di Muaro, Batang
Arau sektor 1 Pantai Padang, akses menuju Gunung Padang adalah
melewati Jembatan Siti Nurbaya, untuk menuju puncak Gunung Padang
yang memiliki cerita legenda Siti Nurbaya ini, wisatawan dikenakan biaya
masuk berkisar Rp.3000 - Rp.5000 per orang (Penanggung Jawab Objek
Wisata) lalu menaiki ratusan anak tangga, di puncak Gunung Padang
terdapat taman, benteng, dan kuburan Siti Nurbaya. Pada benteng kita
dapat melihat sebuah meriam berukuran besar bekas penjajahan Belanda
ketika masih menduduki kota Padang, di luar benteng terdapat taman
tempat bermain Siti Nurbaya, Samsul Bahri, Zainal Arifin dan Bakhtiar
ketika masih remaja dan taman itu pula yang menjadi saksi kisah antara
38
Siti Nurbaya dan Samsul Bahri ketika Samsul akan pergi merantau ke
Jakarta (Rusli, 1920). Dari taman di atas puncak gunung Padang kita dapat
menikmati pemandangan samudera hindia, kota Padang, dan pulau-pulau
kecil disekitarnya. Dan terakhir, adalah ada salah satu kuburan tanpa nama
pada nisan nya yang ditutupi kain biru dan diklaim oleh masyarakat sekitar
merupakan kuburan Siti Nurbaya.
Pantai Padang
Selain gunung Padang yang memiliki cerita legenda tersendiri juga
terdapat wisata alam pantai sebagai rekreasi keluarga, tempat yang
dijadikan icon wisata halal kota Padang yang menjadi pusat objek wisata
ini berada pada wilayah barat kota Padang. Aktivitas menikmati keindahan
laut, sunset, kuliner khas dan arena bermain dan dilengkapi dengan turap-
turap atau batu beronjong sebagai tempat memancing bagi wisatawan.
Akses menuju pantai Padang bisa ditempuh menggunkan angkutan pribadi
atau umum dari Bandara, berkisar 20 km.
Kota Tua Padang
Karena menjelajah tak melulu ke alam, Kota Tua Padang yang
terdapat di kawasan Batang Arau menawarkan wisatawan dengan
keunikan khas bangunan tua pendudukan VOC di Padang, mulai dari
kantor pusat kota, bank kota, gedung ekspor impor, klenteng, masjid,
stasiun, dermaga dan rumah penduduk yang berumur ratusan tahun dan
masih berdiri meskipun beberapa bagian bangunannya ada yang sudah
39
rusak akibat gempa tahun 2009, kawasan ini menjadi saksi sejarah bahwa
kota Padang pernah menjadi pusat perdagangan di wilayah pesisir
Sumatera. Dan dalam hal ini untuk menjaga kelestariannya beberapa
bangunan tua peninggalan Belanda tersebut sudah ada yang beralih fungsi
menjadi café dan tempat hangout yang berstatus menjadi cagar budaya
oleh Dinas Priwisata Kota Padang.
b. Wisata Budaya
Elo Pukek
„Pukek‟ atau pukat adalah cara menjala ikan tradisional pesisir
pantai Padang. Masih dijaga kelestarian nya oleh penduduk pantai.
Caranya adalah dengan membawa pukat ke laut yang dalam dengan
perahu dan kemudian kembali ke pantai dengan membawa tali panjang
yang terhubung dengan pukat tersebut. Para nelayan menunggu dari subuh
hingga pukul sembilan pagi sampai ikan masuk ke dalam pukat, dan
kemudian di tarik ke daratan secara bersama-sama. “Biasanya ditarik oleh
lima atau delapan sampai sepuluh orang tergantung beratnya beban
pukat” (Wawancara S, 12 Juli 2017). Dan pihak Dinas Pariwisata
menjadikan „elo pukek‟ ke dalam destinasi wisata budaya di pantai Padang
untuk menarik wisatawan yang berkunjung (gambar terlampir)
2. Data Wisatawan Per Tahun
Wisatawan merupakan orang yang berkunjung ke satu tempat
dengan tujuan untuk berwisata baik alam maupun bangunan. Pada pantai
40
Padang Data jumlah kunjungan wisatawan nusantara dan manca negara
pada objek wisata terus meningkat, hal ini diungkapkan oleh salah satu
staf Dinas Pariwisata, FM “perkiraan lebih kurang 1000 wisatawan per
hari untuk pantai Padang”. Dan diperjelas oleh JP
“kalau jumlah wisatawan belum bisa diprediksi karena tidak
memakai sistem seperti pantai Air Manis yang memberlakukan
karcis masuk, kan tempat wisata umum, mungkin nanti akan kita
berlakukan kembali” (Kasi Data dan Perencanaan, 25 Mei 2017)
Pada tabel terdapat tiga objek wisata utama di kota Padang, salah
satunya Gunung Padang yang terletak di sektor 1 pantai Padang,
mengalami peningkatan, mengapa hanya gunung Padang? hal ini karena
objek wisata di sektor 1 memiliki sistem karcis masuk pada tempat
wisatanya, berbeda dengan sektor 5 dan 6 pantai Padang yang menjadi
pusat pembangunan pariwisata pantai karena kawasan wisata umum, jadi
jumlah kunjungan wisatawan belum bisa dihitung.
Singkatnya, jumlah kunjungan wisatawan di pantai Padang
mengalami peningkatan per tahun, dan jika terus meningkat seiring
terselesaikannya tahap demi tahan pembangunan pariwisata pantai Padang,
Dinas Priwisata mencoba memberlakukan kembali sistem karcis masuk
pada objek wisata pantai seperti yang tertera pada tabel.
41
Tabel II.b.2 Jumlah Kunjungan Wisatawan di Tiga Objek Wisata Utama
No. Tahun Nama Objek Wisata Jumlah
Wisatawan
Total
1 2014 a. Gunung
Padang
b. Pantai Air
Manis
c. Taman Hutan
Rakyat
a. 17.300
b. 24.560
c. 1.546
2 2015 a. Gunung
Padang
b. Pantai Air
Manis
c. Taman Hutan
Rakyat
a. 25.100
b. 14.067
c. 1.755
3 2016 a. Gunung
Padang
b. Pantai Air
Manis
c. Taman Hutan
Rakyat
a. 25.400
b. 48.400
c. 12.158
Sumber : Data Dinas Pariwisata Kota Padang, 2016
42
BAB III
Temuan dan Analisis
Pada bab sebelumnya telah dijelaskan tentang gambaran umum
wilayah yang meliputi beberapa aspek seperti tingkat kesejahteraan
penduduk, mata pencaharian, penduduk berdasarkan umur dan gender,
sarana pendidikan, serta data pendukung dan jumlah wisatawan yang
berkunjung. Pada bab ini penulis paparkan temuan mengenai latar
belakang pemerintah dalam mengadakan pembangunan pariwisata, selain
itu penulis juga mendeskripsikan mengenai alih fungsi lahan
pembangunan infrastruktur penunjang pariwisata yang di kembangkan
oleh masyarakat sekitar, dimensi perubahan sosial dari konsep Himes dan
Moore serta tanggapan masyarakat terhadap perubahan pembangunan
pariwisata pantai.
A. Latar Belakang Pemerintah Mengadakan Pembangunan
Perubahan sosial ditentukan oleh beberapa faktor yang melekat
padanya terutama pembangunan pariwisata, Proses pembangunan yang
dilaksanakan guna mendapatkan bentuk perubahan sosial yang tepat
adalah suatu upaya yang menentukan konsep penentuan nasib suatu
daerah. Masyarakat dengan pembangunan butuh penentuan nasib sendiri,
kebutuhan dasar manusia, kelangsungan hidup dan pembangunan
berdasarkan pertimbangan lain yang bersifat lokal. Pembangunan haruslah
43
merupakan proses yang didalamnya mencakup suatu proses yang memiliki
kesamaan tertentu. (Salim, 2002)
Faktor yang melatarbelakangi adanya pembangunan pariwisata
tentu tidak lepas dari faktor internal dan faktor eksternal, pada faktor
internal perubahan digawangi oleh pemerintah, dalam mengadakan
pembangunan pariwisata pantai Padang terdapat pada visi Walikota
sendiri, yakni mewujudkan kota Padang sebagai kota pendidikan,
perdagangan, dan pariwisata yang sejahtera, religius dan berbudaya.
Seperti yang diungkapkan ED,
“faktor nya ya kita ingin pantai Padang menjadi objek wisata
seperti pantai-pantai yang bagus di pulau, tentunya dinas
berusaha membangun objek wisata yang banyak diminati tidak
hanya dari alam tapi juga budaya nya” (Wawancara ED, 19 Juli
2017)
Selain mewujudkan visi dan misi, selanjutnya menurut Kajian
Perencanaan Kawasan Wisata Terpadu Pantai Padang tahun 2006 adalah :
1. Untuk mempercepat pertumbuhan dan pembangunan sarana dan
prasarana, mengingat kawasan pantai Padang merupakan objek wisata,
namun minim akan infrastruktur dan fasilitas umum menggerakkan
pemerintah untuk segera merencanakan penataan kawasan terpadu wisata
pantai, beberapa kawasan pemukiman warga yang berada dipinggir pantai
digusur untuk pelebaran jalan dan untuk mengantisipasi terjadinya pasang
naik pada malam hari warga di pindahkan pada rumah susun yang sudah
dibangun oleh pemerintah yang masih berada di kawasan pantai pula.
44
2. Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat yang ditunjang
sektor investasi swasta, karena sebagian mata pencaharian penduduk
adalah berdagang dan nelayan maka dari itu pemerintah menata kembali
tempat berdagang dan kawasan nelayan agar, dengan mendirikan beberapa
café, fasilitas olahraga, penginapan dan fasilitas umum lain sebagai
penunjang pariwisata, sehingga nantinya akan meningkatkan
perekonomian warga sekitar.
3. Mengingat kota Padang sebagai kota pesisir yang mempunyai potensi
pengembangan pariwisata bahari sebagai unggulan, pembangunan tersebut
dapat dipadukan dengan pengembangan kota tua padang yang menyimpan
sejarah permulaan kota Padang. Selain wisata alam, wisatawan juga dapat
mengetahui sejarah dan kebudayaan yang dimiliki kawasan tersebut.
Sedangkan faktor yang berasal dari luar yaitu
1. Terjadinya bencana alam atau yang mempengaruhi kondisi lingkungan
fisik. Kondisi ini kadang memaksa masyarakat suatu daerah untuk
mengungsi. Bencana gempa bumi 7,9 SR yang dipaparkan Badan
Penanggulangan Bencana Daerah terjadi pada tahun 2009 lalu
menyebabkan banyak kerusakan terutama daerah sepanjang pantai dan
muara Batang Arau. Bangunan sejarah yang dijadikan cagar budaya
mengalami kerusakan parah bahkan hancur, yang pada saat ini hanya
tersisa 18 bagunan yang masih bisa diperbaiki. Beberapa tahun pasca
gempa keadaan berangsur pulih namun belum tertata rapi dan belum
bersih.
45
2. Faktor kedua yakni abrasi pantai, kawasan pantai Padang termasuk
landai, oleh karena nya pemerintah mengusulkan mengadakan
pelebaran pinggir pantai dengan memperbanyak timbunan pasir dan
batu (sea wall) yang menjorok ke laut guna mengurangi pengikisan di
pinggir pantai. (Dokumen Kadis Pariwisata, 2016)
B. Alih Fungsi Lahan Pembangunan Infrastruktur Pariwisata
Pada pembangunan infrastruktur penunjang pariwisata tentunya
ada renovasi dan relokasi yang dicanangkan oleh pemerintah, selain untuk
menata ruang wisata juga untuk menambah pemasukan bagi daerah, alih
fungsi lahan pada insfrastruktur pariwisata di kawasan pantai Padang tidak
hanya digagas oleh pemerintah saja, ada pula dari sebagian masyarakat
yang memiliki ide kreatif untuk menjadikan beberapa lahan yang tidak
terpakai menjadi bermanfaat kembali. Di sektor wisata pantai Padang, ada
beberapa kawasan yang mengalami alih fungsi lahan (gambar terlampir),
di antaranya adalah
1. Kawasan Kota Tua Padang Batang Arau
Padang Kota Lama adalah sebutan bagi kawasan pinggiran Sungai
Batang Arau dan kawasan Muaro. Merupakan wisata sejarah di kota
Padang. Lebih dari tiga abad kawasan tersebut menjadi pusat kegiatan
ekonomi perdagangan, aktifitas politik dan pemerintahan kolonial
Belanda. Bahkan kawasan tersebut juga menjadi bagian dari perjuangan
pergerakan untuk kemerdekaan Indonesia. Pengamatan penulis di dua
46
lokasi, yakni sepanjang jalan Batang Arau dan Pasar Lama cukup banyak
dijumpai bangunan ruko khas gaya zaman dulu, yakni bangunan kayu
bertingkat dua dengan bagian bawah berupa ruang lepas terbuka untuk
area berdagang dan bagian atas sebagai tempat tinggal masih banyak
dijumpai. Hanya saja bangunan tersebut banyak yang dibiarkan tak terawat
oleh pemiliknya.
Umumnya bangunan ruko tua itu hanya dijadikan sebagai gudang
tempat menumpuk barang seperti untuk tumpukan semen sebelum
didistribusikan ke wilayah luar kota Padang.
Gambar III.B.1 Bangunan Tua Sepanjang Kota Tua Padang
Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017
Menjadi gudang untuk menumpukkan hasil bumi seperti rempah-
rempah dan gambir atau bahkan karena sudah tak layak pakai lagi
dibiarkan saja terbengkalai.. Seperti yang diungkapkan salah seorang
penduduk yang berjualan disekitar saat dimintai keterangannya soal
bangunan ruko lama yang dibiarkan terbengkalai. ”Pemilik bangunan itu
sudah meninggal dan anaknya yang mewarisi bangunan itu merantau ke
Jakarta”
47
Begitu banyak bangunan tua di kawasan Kota Padang Lama yang
menjadi kosong dan oleh Dinas Pariwisata, delapan belas dari bangunan
tua tersebut didedikasikan untuk menjadi bangunan cagar budaya yang
memiliki sejarah tersendiri pada masanya. Di antaranya adalah gedung
PT. Karunia Jagad Abadi, gedung NV Internatio, gedung Eks. PT Buana
Andalas, Kantor PT. Hiswana, gedung PT Dharma Niaga, gedung De
Jasche Bank, gedung Geo Wehry & co, gedung en Lauzada (Karambia
Café), gedung eks. PT Surya Sakti, gedung Detasemen TNI AD, gedung
Nederlansch Indesche Escompto Maatschappij, gedung Padangsche
Spaarbank, dan masih ada lagi. Tapi yang menjadi ketertarikan penulis
adalah ketika menjumpai bangunan tua yang tidak terpakai yang di alih
fungsikan menjadi sebuah café. Yaitu Karambia Café, Bat and Arrow dan
Weekend Café
Masih terlihat sisa-sisa peninggalan sejarah pada masa Belanda di
Kota Tua Padang, bangunan Karambia Café atau gedung en Lauzada yang
dahulunya adalah gudang milik PT. Pataka Karya dan PT. Amindo Corp,
saat ini digunakan menjadi café dan tempat hangout. Pada dinding pintu
depan kiri kanan terdapat inkripsi berbahasa Belanda yang menerangkan
bahwa bangunan ini dibangun oleh Bouwk Bureau (biro) bernama Sisten
en Lauzada. Dibangun tahun 1933 seperti tulisan inkripsi, De Eeerste
Steen Geleid op 14 agustus 1933 door Tilly Hazevoet.
48
Gambar III.B.1.a Karambia Café and Hangout
Sebelum Sesudah
Sumber : ARTalentalle Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017
Seperti yang diungkapkan oleh kasirnya, café ini sudah ada sejak
tahun 2006. Perubahan bangunan tua menjadi café ini timbul bukan dari
pemerintah tapi dari ide pemiliknya, dengan alasan karena letak yang
strategis untuk menambah pemasukan dan sekalian berwisata kuliner.
“iya, maka ide dari bos dari daya tarik bangunan itulah konsumen
jadi ingin tahu, “oh itu bangunan lama loh”. Nah, itu belum
makanan, yang penting mereka tertarik dilihat dari luar. Karena
apa? Ini kan depan nya pinggir jalan, strategis lalu lalang
wisatawan dari pelabuhan, dan orang dulunya tau kalau bangunan
ini gudang dan tidak pernah dihuni, orang bilang angker segala
macam. Dan dari situlah bos tertarik mendirikan”(Wawancara
SA, 12 Juli 2017)
Selain letak yang strategis dan tidak dihuni, gedung yang berada di
kawasan Batang Arau tersebut memiliki arsitektur bangunan bergaya art
deco yang membuat daya tarik tersendiri. Seperti yang dilansir Padang
Heritage melalui postingan instagram yang memaparkan bahwa bangunan
cagar budaya tersebut memiliki panjang 18m dan lebar 12m. “Tampilan
bagian depan yang didominasi pola lengkung yang dibatasi garis
49
horizontal, dan atapnya berbentuk datar seperti piramida terpancung
yang bertumpuk menjadi dua”
Hal ini tentu menjadi perhatian lebih bagai pemerintah terutama
Dinas Pariwisata Kota Padang dan merekomendasikan status gedung ini
menjadi salah satu cagar budaya yang harus dijaga.
Selanjutnya Weekend Café, juga dialih fungsikan menjadi tempat
hangout yang berkonsep traditional heritage mixed industrial chic. Ide
dari pembangunan nya pun sama dengan Karambia Café, dari pemilik
sendiri.
”dari awal kita ngga pernah ada kepikiran buat ngubah design
luar bangunannya (dalam arti design uar tetap seperti asli di
awal) karena konsep design kita perpaduan antara traditional
heritage mixed industrial chic.Dan untuk nge-match mural
designnya kita tambah dengan floathies yang bisa dibilang
matching dengan konsep café kita” (Wawancara KH, 4 Mei 2017)
Hanya saja bedanya, Karambia Café sudah berstatus bangunan
cagar budaya oleh Dinas Pariwisata, sementara Weekend tidak, meskipun
bentuk bangunannya bisa dikategorikan bangunan cagar budaya.
Gambar III.B.1.b Weekend Café
Sebelum Sesudah
Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2011 Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017
50
Pada gambar terdapat Bangunan Neo Klasik peninggalan Belanda
yang penulis potret tahun 2011 ketika mendapat tugas sekolah untuk
memotret bangunan sejarah di kawasan Kota Tua Padang. Bangunan
tersebut berubah fungsi menjadi sebuah tempat usaha dan wisata kuliner.
Dari pemaparan mengenai cagar budaya yang tidak dihuni dan dulunya
adalah gudang dapat kita simpulkan, bahwa alih fungsi lahan yang
terlaksana berasal dari ide pribadi pemiliknya, yang ingin mengubah
bentuk bangunan dimana orang banyak berspekulasi bahwa gedung itu
tidak ada fungsinya, melalui konsep kreatif dari owner nya lah bangunan
tua itu dialih fungsikan menjadi bangunan bermanfaat dan menambah
pemasukan. Selain itu agar lebih banyak lagi orang-orang terinspirasi
untuk mengembangkan usahanya kecilnya.
“…. soalnya dilihat lagi tidak banyak bangunan tua di Padang
yang terawat dan mungkin dengan bukanya Weekend Café bisa
menginspirasi orang-orang di Padang untuk mengembangkan
bangunan tua jadi tempat wisata tanpa harus mengubah bangunan
aslinya” (Wawancara KH, 4 Mei 2017)
“Menurut aku sih ngga apa-apa, karena di tempat wisata kan juga
butuh tempat break, juga bagus sama kreatif juga ide dari
masyarakat setempat dalam bidang perekonomian, karena
mengingat lagi tujuan pariwisata itu sendiri kan meningkatkan
perekonomian masyarakat daerah, apalagi d dukung sama tempat
itu dijadikan cagar budaya” (Wawancara FS, 28 Juli 2017)
2. Kawasan Pantai Padang Sektor 1 (Pantai Muaro Gunung Padang)
Sepanjang kawasan Muaro yaitu dari depan LP Muaro hingga
Simpang Nipah, sedang dilaksanakan pembangunan pelebaran pinggir
51
pantai dan masjid terapung sebagai icon wisata halal Pantai Padang,
dinamakan daerah palambaiyan oleh penduduk karena pantainya yang
landai dan banyak pohon kelapa disekitar pantai. Sebelum bulan Mei 2016
kawasan Muaro padat dengan pedagang kaki lima dan gerobak-gerobak
dagang, dilihat dari dokumentasi pribadi Kepala Dinas Pariwisata Kota
Padang, Medi Iswandi.
Gambar III.B.2 Pantai Muaro Gunung Padang
Sebelum Pembangunan
Sumber : Dokumen Kadis Pariwisata, 2016
Gambar III.B.2 menunjukan keadaan Pantai Muaro yang terletak di
dekat kawasan Gunung Padang pada bulan Mei tahun 2016, gubuk-gubuk
pedagang kaki lima berjejeran sepanjang trotoar, sehingga lahan untuk
pejalan kaki sangat kurang. Dalam dokumen Kadis Pariwisata juga
dijelaskan beberapa masalah sosial proses pembangunan sektor 1 ini,
diantaranya perlu lahan relokasi untuk PKL, belum ada seawall untuk
mengurangi abrasi, dan masalah sampah yang jika hujan sering menumpuk
di mulut pantai sebelah Timur.
Seiring perencanaan tersebut, penulis dapat melihat beberapa
perubahan yang dialami pada sektor 1, gubuk PKL sudah tidak ada lagi
dan rencananya dipindahkan ke sektor 2 bekas kantor dinas pariwisata
52
yang akan dijadikan pujasera, keadaan pantai sudah mulai bersih dan
tertata rapi sebagai pendukung pembangunan icon wisata halal yang
dicanangkan oleh pemerintah kota.
Saat ini
Sumber : Dokumen Kadis Pariwisata, 2017
Di sektor 1 akan didirikan masjid terapung, dan sedang dalam
proses pengerjaan, selain itu pada sektor 1 juga termasuk di dalamnya
Gunung Padang, yang telah menjadi objek wisata dengan legenda kisah
Siti Nurbaya. Rencananya akan dibangun diorama di kaki gunung Padang
tersebut, menurut yang penulis baca untuk disain sudah ada sementara
menunggu perencanaan teknis lapangannya dalam dokumen Before-After
dan Problem Future Pantai Padang yang dimiliki oleh Kepala Dinas
Pariwisata Kota Padang, Medi Iswandi. Seperti yang terlihat pada gambar
perencanaan sektor 1 Pantai Padang di bawah.
Perencanaan Sektor 1 Pantai Padang
Pantai Muaro (Pedestrian) Diorama Gunung Padang
53
Menyoal alih fungsi lahan yang terjadi di sektor 1, tidak lepas dari
kesadaran masyarakat kota Padang untuk tetap menjaga kebersihan dan
keindahan pantai, terutama lokasi yang dijadikan objek wisata. Lahan
padat pedagang kaki lima dijadikan wisata rohani dan edukasi bagi
pengunjung yang berwisata di pantai Padang, seperti yang dilansir dalam
berita Sumbar Antara News yakni kota Padang fokus pada penguatan
sumber daya dan pembangunan masjid yang representatif salah satunya
masjid di pantai sebagai identitas wisata, dan dipertegas lagi oleh
Infosumbar.net, memaparkan bahwa Walikota Padang, Mahyeldi
mengungkapkan “tentang pelaksanaan pekerjaan sedang melakukan
pematangan lahan untuk pondasi masjid, dan diharapkan citra pantai
Padang sebagai wisata keluarga yang halal akan semakin kuat. Pantai
Padang yang dulunya terkesan kumuh akan hilang seiring dengan
berdirinya masjid ini”. (Humas Kota Padang, Infosumbar.net, 2017)
Secara garis besar alih fungsi lahan yang dilakukan pemerintah
kota untuk menunjang pariwisata berjalan baik secara perlahan, hal ini
dibuktikan dengan beberapa gambar perencanaan kawasan pantai yang
dibangun secara bertahap, dimulai dari sektor 6.
3. Kawasan Pantai Padang Sektor 4 (Kios Pedagang Ikan dan Nelayan)
Sejak terlaksananya pembangunan pariwisata tahun 2014,
pemerintah merelokasi pedagang ikan dan nelayan yang sebelumnya
tersebar di sepanjang pantai ke sektor 4, hal itu bertujuan agar objek
wisata menjadi tertata rapi, karena akses menuju sektor 4 masih satu jalur,
54
maka memudahkan pengunjung untuk membeli hasil tangkapan, hal ini
dibuktikan dengan sudah adanya kios pedagang ikan di sektor 4 dan
karena sektor 4 memiliki arus laut yang cocok untuk nelayan mencari ikan.
Gambar III.B.3 Kios Nelayan dan Pedagang Ikan
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017
4. Kawasan Pantai Padang Sektor 5 (Taman IORA) dan Sektor 6
(Taman Muaro Lasak)
Dari enam sektor yang dimiliki oleh pantai Padang, sektor 5 dan
sektor 6 lah yang paling tampak perubahan alih fungsi lahannya, selain itu
sektor tersebut juga banyak diminati oleh wisatawan dalam maupun luar
kota. Sebelum pembangunan, tenda warna-warni atau istilahnya “tenda
ceper” yang tersebar sepanjang pinggiran pantai untuk disewakan kepada
wisatawan yang ingin menikmati pantai, masyarakat sekitar berjualan
tidak teratur hingga menimbulkan sampah di bibir pantai pada sektor 5,
karena sektor tersebut terdapat pertemuan antara batang sungai dengan
laut, otomatis sampah daratan terbawa arus ke laut. Sektor 6 adalah sektor
pertama yang mengalami pembangunan dan perbaikan sebelumnya adalah
55
tempat berlabuhnya perahu-perahu nelayan dan tempat surfing seperti
yang diutarakan SA
: “itu dulu tempat surfing disana ada juga perahu nelayan soalnya
disitu kampung nelayan, olahraga ramai pagi-sore, anak pulang
sekolah main surfing disana, sekarang ombak tidak ada lagi. Itu
contoh ya” (Wawancara SA, 12 Juli 2017)
Kini dijadikan tempat berdagang oleh masyarakat, pemerintah
merelokasi nelayan dan kegiatannya di sektor 4, sehingga sektor 5 kini
didirikan beberapa fasilitas penunjang wisata, bibir pantai yang tadinya
curam di buat menjadi landai dengan penambahan pasir dan sea wall.
Gambar III.B.4.a Sektor 5 Pantai Padang (Taman IORA)
Sebelum 2016 (Dokumen Kadis Pariwisata 2016)
Sesudah
Setelah pembangunan, sektor 5 menjadi pusat pariwisata pantai,
yang ditandai dengan adanya sign yang dibangun atas kerja sama
pemerintah dengan Indian Ocean Rim Association (IORA).
56
Rencana
Sumber : Dokumen Kadis Pariwisata, 2016
Rencana pembangunan pariwisata pantai Padang mendapat
apresiasi oleh salah satu Uni Duta Wisata Kota Padang yang mana tugas
dari Duta Wisata Kota Padang sendiri adalah berperan aktif dalam
menyebarkan dan mempromosikan pariwisata yang ada di suatu daerah
dan sebagai representatif daerah itu sendiri.
“Ya semoga saja pantai padang makin bagus, kaya maket perencanaan
yang dibuat sama pemerintah, semoga sekeren itu nantinya, tapi ya balik
lagi ke kita nya, kalau mau sesuai harapan jaga pantai kita sebaik
mungkin, karena pemerintah udah mencoba memberi fasilitas”
(Wawancara FS,28 Juli 2017)
Gambar III.B.4.b Sektor 6 Pantai Padang (Taman Muaro Lasak)
Sebelum
57
Sesudah
Sumber : Dokumen Kadis Pariswisata, 2016
Setelah pengalihan fungsi pada lahan pemerintah melengkapi
dengan sarana berjualan bagi pedagang yang di relokasi, pada sektor 5
pedagang yang berasal dari tenda di bibir pantai di relokasi ke Lapau
Panjang Cimpago yang berada di seberang jalan dan menghadap ke pantai,
sedangkan di sektor 6 diberikan fasilitas berupa gerobak jualan dan di tata
rapi.
5. Kawasan Pemukiman Warga di Sektor 5
Sejak perencanaan pembangunan pariwisata, ada sebagian
pemukiman warga yang digusur untuk pelebaran jalan, dan karena posisi
pemukiman tersebut terlalu dekat pada pesisir pantai, pemerintah
mengantisipasinya dengan merelokasi warga ke rumah susun sewa yang
letaknya tidak jauh dari lahan mata pencaharian penduduk, relokasi ini
dilakukan untuk berjaga-jaga akan terjadinya pasang naik ke rumah
penduduk. Di antara rumah susun (rusun) dan pemukiman warga yang
tidak digusur, ada bangunan yang dialih fungsikan menjadi tempat belajar
bagi masyarakat sekitar, yang dijadikan sarana pendidikan diluar sekolah
58
untuk umum dan khususnya anak-anak nelayan yang tinggal di
perkampungan nelayan tersebut.
Didirikan tahun 2015 yakni sebuah kegiatan belajar masyarakat,
masyarakat Purus menyebutnya Ruang Baca Tanah Ombak yang didirikan
oleh Henry Pong dan Yusrizal KW. Ruang baca tersebut terbuka untuk
umum namun lebih memfokuskan pada anak-anak usia sekolah dasar.
Berawal dari tahun 2014 yang lokasi nya bukan di Purus dan hanya
sebatas ruang teater dan tahun 2015 dipindahkan di Purus lalu
dikembangkan dengan program literasi.
“….Nah ketika ada festival teater anak di Jakarta, ayah mengajak
beberapa teman salah satunya Pak Yusrizal KW tahun 2015.
Karena beliau juga berperan aktif dalam bidang naskah. Lalu
beliau mengusulkan „bagaimana kalau ini dikembangkan jadi
sarana literasi?‟. Ayah setuju, tidak masalah, tapi ayah kan tidak
pengalaman disitu, nah dibantu pak KW ini lah kita bekerja sama,
pak KW lebih ke program literasi dan ayah lebih ke seni
pertunjukan” (Wawancara HP, 25 Mei 2017)
Hal tersebut menjadi salah satu model pembelajaran baru dalam
sistem pendidikan nonformal, ruang baca yang merupakan wadah untuk
anak-anak dan wisatawan umum menjadi ruang belajar mengembangkan
kretivitas. Tidak hanya literasi dan seni, Tanah Ombak berperan aktif
dalam pengetahuan sosial dan agama, membuat syarat kepada anak-anak
yang berminat teater dengan membaca terlebih dahulu akan menimbulkan
kebiasaan positif bagi anak-anak, setelah itu barulah mereka diajarkan seni
pertunjukan. Lalu pengetahuan sosial ketika anak-anak diajarkan belajar
dalam bentuk kelompok dan menanamkan nilai-nilai yang ada dalam diri,
59
karena kehidupan mereka yang bisa dibilang keras, tinggal di
perkampungan nelayan, bahasa yang mereka gunakan tidak baik, hal itu
menjadi dasar bagi Hendry Pong untuk mendirikan model belajar baru di
Tanah Ombak tersebut, tidak lupa pengetahuan agama, mengajak sholat
maghrib berjamaah dan setiap membaca AlQuran. Pasca pembangunan
pariwisata pantai Padang, Tanah Ombak mulai booming ditandai dengan
beberapa program yang mereka adakan yakni teater „hantu buku‟, vespa
pustaka, kegiatan mendongeng dan menulis kreatif.
C. Perubahan Sosial Pasca Pembangunan Pariwisata Pantai
Masyarakat selalu berada dalam perubahan, bisa ke arah yang lebih
baik maupun sebaliknya, dengan kata lain perubahan sosial merupakan
gejala yang ada di kehidupan masyarakat. Perubahan sosial dapat
diketahui dengan cara membandingkan keadaan masyarakat pada waktu
tertentu dengan masa lampau, perubahan pun bisa juga menimbulkan
ketidaksesuaian antara unsur-unsur sosial yang ada di masyarakat sehingga
akan mengubah struktur dan fungsi dalam masyarakat (Martono, 2012).
Pada penelitian ini penulis mendeskripsikan serta menganalisa mengenai
perubahan sosial menggunakan teori Himes dan Moore yang memiliki
pandangan bahwa ada tiga dimensi perubahan sosial, di antaranya dimensi
struktural, kultural dan interaksi.
60
1. Perubahan Struktural
Dimensi pertama perubahan sosial menurut Himes dan Moore,
adalah perubahan struktural yang mengacu pada perubahan dalam struktur
masyarakat, menyangkut perubahan peranan, munculnya peranan baru,
perubahan dalam struktur kelas sosial, dan perubahan dalam lembaga
sosial. Pada penelitian ini penulis fokus mata pencaharian penduduk,
masyarakat pantai Padang. Mata pencaharian masyarakat kelurahan purus
setelah pembangunan di dominasi oleh swasta dan wiraswasta yang
semakin meningkat diantaranya beralih menjadi pedagang, penyewaan
jasa mainan, jasa penginapan, jasa fotografi, guide dan sebagainya. Mata
pencaharian penduduk Kelurahan Purus yang sebelumnya adalah nelayan
yang puncaknya di tahun 2013 dan sebagian mulai beralih ketika
pembangunan tahun 2014. Apalagi sejak pemerintah merelokasikan lahan
usaha penduduk menjadi berkelompok sesuai sektor wisata yaitu sektor 3
dan 4 yang dikhususkan untuk Nelayan dan Pedagang Ikan. (gambar
terlampir)
Tabel III.C.1 Mata Pencaharian Penduduk Kelurahan Purus
Mata Pencaharian Tahun
2012 2013 2014 2015 2016
PNS 274 277 281 323 323
Swasta 584 661 694 699 703
Nelayan 681 623 355 304 286
Buruh 757 762 795 801 730
Pedagang 1735 1880 2053 2492 2702
Pensiun 182 185 185 194 211
Dll 193 198 296 285 165 Sumber: Arsip Kelurahan Purus 2012-2016
61
Berdasarkan tabel menunjukkan bahwa terjadiya perubahan pada
mata pencaharian penduduk, terdapat penurunan pada nelayan dan buruh
serta kenaikan pada pedagang dan swasta. Masyarakat pantai Padang yang
mayoritas bekerja sebagai nelayan dan buruh pasca pembangunan
pariwista perlahan beralih dan mata pencaharian penduduk yang melaut
semakin berkurang. Hal itu dikarenakan adanya pengklasifikasian pada
lahan usaha ketika pembangunan pariwisata pantai yang sudah dimulai
tahun 2013. Yang mana pengklasifikasin tersebut bertujuan untuk menata
sektor-sektor objek wisata agar terlihat rapi, pembedaan tempat tersebut
berimplikasi pada alih profesi penduduk kelurahan Purus hingga tahun
2016 banyak yang berjualan ketimbang mata pencaharian pokok sebagai
nelayan. Seperti yang dipaparkan salah seorang Nelayan sekaligus
pedagang ikan di kawasan sektor 4 Pantai Padang
“saya disini sudah 20 tahun nak, dan bekerja sebagai nelayan
selama 10 tahun, sejak tempat perahu kami dipindahkan ke sektor 4,
beberapa teman ada yang berhenti melaut, karena belum terbiasa dengan
sektor baru itu” (Wawancara AD, 23 April 2017)
“…iya, dulu banyak sekali nelayan disini, rata-rata melaut tiap
RW, sebelum ada pemindahan ini saya dengan teman-teman biasanya
menarik pukat di sektor 5 sana karena landai, jadi banyak yang membantu
menarik pukat ke darat, tapi sekarang sudah mulai berkurang yang
membantu, paling ya pengunjung yang mau membeli ikan hasil tangkapan
dari pukat ini” (Wawancara AD, 23 April 2017)
Karena peralihan lahan, beberapa nelayan mencari alternatif lain
untuk mencukupi kebutuhan hidup dengan berdagang di sektor yang
paling banyak dikunjungi, yakni sektor 5 dan 6. Seperti yang diutarakan S
62
“kalau soal rezeki sudah ada yang atur ya, Nak. Jadi kemanapun
dipindahkan akan ada hasilnya juga, jadi saya coba ajak istri saya
berdagang lauk-pauk untuk makan di sektor 6 sana, saya yang melaut,
istri saya berdagang, untuk nambah penghasilan juga kan tidak mungkin
kita kerjanya itu-itu saja, kalau jualan bisa menguntungkan kenapa
tidak”(Wawancara S, 12 Juli 2017)
Sejak itu muncullah kelompok-kelompok dalam mata pencaharian
penduduk serta status sosial yang meningkat untuk masyarakat kelurahan
Purus sendiri, yang semula bermata pencaharian melaut kini masyarakat
menjalani kebutuhan hidup yang beragam, penduduk yang bekerja sebagai
pedagang merupakan penduduk asli dan penduduk pendatang yang
menetap di kelurahan Purus. Penulis melakukan wawancara terhadap
masyarakat sekitar dan mendapatkan adanya perubahan sosial yakni status
sosial masyarakat. Seperti yang di ungkapkan ZF perihal mengapa beralih
menjadi pedagang café
“iya nak, jadi ada dua pekerjaan sekarang, kerja diluar jadi guru
honor dan mengurusi café ini bantu-bantu Bunda juga, kan kalau
malam minggu atau hari libur biasanya ramai otomatis nambah
penghasilan” (Wawancara ZF, 18 Juli 2017)
Sedangkan menurut MY, penataan menurut kelompok mata
pencaharian pada pariwisata pantai membuat mata pencaharian
masyarakat yang menganggur menjadi hidup, beberapa dari mereka ada
yang bekerja sebagai pramusaji di café tenda yang disediakan pemerintah
di sektor 6
“Pokoknya sejak tertata seperti ini, mata pencaharian pedagang
jadi hidup, karena mengingat dulu pedagang disini bekerja
sebagai buruh cuci rata-rata, mudah-mudahan semakin tertata
lagi lah tempat berdagang jadi pengunjung nyaman disini”
(Wawancara MY, 23 April 2017)
63
“macam-macam, Dik. Tapi disekitar sini (sektor 5) rata-rata orang
kerjanya swasta, ada juga yang serabutan, macam tante dulu jadi
tukang cuci ada, nganggur ada juga ibu rumah tangga, kalau
nelayan itu yang di kawasan sana (sektor 4)” (Wawancara YN, 18
Juli 2017)
Penataan kawasan objek wisata sangat bermanfaat bagi masyarakat
di sekitar pantai, bagi mereka beruntung pemerintah mengadakan
pembangunan dan menata kawasan sehingga dapat menambah penghasilan
sehari-hari, beberapa dari mereka masih ada yang bekerja sebagai nelayan
dan untuk menambah penghasilan juga anggota keluarga mereka ikut
berdagang di lokasi wisata.
“duitnya langsung jelas dapat, apalagi kalau menyewakan banyak
mainan, kita taruh saja harganya per 30 menit, Rp. 10.000 untuk
mainan skuter, kalau mobil Rp.20.000, layangan begitu juga.
Makin nambah kan? Itu baru satu mainan, mmakanya kita taruh
beberapa mainan disini biar banyak yang sewa” (Wawancara YN,
18 Juli, 2017)
Selanjutnya penuturan dari penyedia jasa surfing yang awalnya
hanya sekedar hobi menjadi mata pencaharian sendiri di lokasi wisata
tersebut.
”oo iya harus, ini untuk seru-seruan pemuda-pemuda disini saja
Dik, dari pada tidak ada kegiatan sore-sore pulang kerja, main
selancar. Kadang ada juga yang minta diajarkan main selancar,
menyewa, ya untung-untung dapat tambahan jajan” (Wawancara
RT, 17 Juli 2017)
“ya kalau soal pendapatan Alhamdulillah ya, kalau hari libur
ramai dan pendapatan bertambah, tapi kalau tidak ya kita juga
tidak bisa mengeluh kan, udah dikasih rezki kalau kita mmengeluh
terus apa jadinya. Karena sudah rapi begini orang ramai jadi
64
datangnya, bisa milih café mana yang mau diduduki” (Wawancara
ZF, 18 Juli 2017)
Penataan dalam bentuk pengklasifikasian lahan usaha yang
dilakukan pemerintah berimplikasi pada mata pencaharian penduduk yakni
bertambahnya tenaga kerja dan peluang usaha, karena adanya
pembangunan pariwisata di pantai Padang masyarakat mulai berwirausaha
dengan berdagang, menjual jasa sewa mainan, jasa foto, jasa parkir
pelayan café dan masih banyak lagi.
2. Perubahan Kultural
Pantai padang memiliki kultur yang sudah ada sejak lama, kuliner
khas pantai Padang, kultur non material cerita rakyat, simbol adat dan
tradisi, hingga tahun 2016 muncul tradisi baru di pantai Padang yang tidak
lepas dari adanya inovasi, difusi dan integrasi dari setiap elemen
masyarakat. Pertama kuliner khas pantai Padang yakni Langkitang dan
Pensi, sejenis kerang laut yang di rebus dengan rempah dan bumbu, yang
kedua ada karupuak kuah, kerupuk lebar yang di atasnya diberi bihun,
kuah kacang dan kuah sate. Selain itu pantai Padang memiliki tradisi elo
pukek yaitu menarik pukat ke daratan secara bersama-sama untuk
mendapatkan hasil laut bagi para nelayan, cerita rakyat yakni Legenda Siti
Nurbaya yang berada di gunung Padang, simbol adat berupa bendera
Marawa, dan setiap gedung pemerintahan harus beratapkan gonjong.
65
Dengan adanya pembangunan pariwisata pantai, beberapa elemen
masyarakat seperti Dinas Periwisata, Asosiasi Duta Wisata Indonesia Kota
Padang (ADWINDO), dan Komunitas Padang Heritage yang melakukan
penyebaran ide baru untuk menunjang pariwisata. ADWINDO misalnya
dengan memunculkan kembali tradisi permainan anak nagari yang sudah
mulai hilang, seperti sepak takraw, kuciang-kuciang, tangkelek, sepatu
batok, sipak rago, cakbur (gambar terlampir) dengan menggunakan sosial
media sebagai alat dan pantai Padang sektor 6 sebagai tempatnya
penyebarannya, karena saat ini pantai Padang sangat diminati pengunjung.
Tradisi ini dilaksanakan tahun 2016 pasca pembangunan pariwisata
dan diangkat menjadi sebuah event bulanan ADWINDO yang tujuannya
untuk melestarikan kembali tradisi yang mulai hilang.
“Baru tahun 2016, proker bulanan dimana kita disana
melestarikan permainan anak nagari, yang perlahan mulai hilang
kita booming lagi, sehari dua jam sore nya, mainan kita pas masa
kecil dulu, kan anak kecil sekarang udah punya gadjet gitu kan
jadi kita hidupin lagi tradisi permainan kita waktu kecil dulu”
(Wawancara FS, 28 Juli 2017)
Selanjutnya dari Komunitas Padang Heritage yang melaksanakan
acara sekali dalam dua bulan yaitu Padang Heritage Walk, yakni
memperkenalkan bangunan cagar budaya yang sebelumnya menjadi
gedung pusat pemerintahan dan perekonomian di kota Padang, bangunan
cagar budaya terletak di sepanjang jalan Batang Arau tepatnya sektor 1
pantai Padang, sebelum pembangunan pariwisata, pemerintah memusatkan
66
pembangunan pada sektor 5 dan 6, dan setelah itu pembangunan bertahap
hingga sektor 1 di Pantai Muaro, Komunitas Padang Heritage bersama
Dinas Pariwisata berkompromi perihal bangunan bersejarah kota yang ada
di sektor 1, dan akhirnya delapan belas bangunan yang masih berdiri
kokoh dijadikan cagar budaya untuk wisata sejarah bagi wisatawan.
Padang Heritage Walk ini bertujuan untuk memperkenalkan kembali,
sejarah dan makna bangunan yang ada di Kota Tua Padang, meskipun
beberapa bangunan sudah di alih fungsikan menjadi tempat hangout dan
rumah namun tidak menghilangkan bentuk aslinya.
“kalau saya sih impressive ya, dinas pariwisata sudah mulai
memperhatikan dan menjaga bangunan-bangunan historical di
Padang, soalnya dilihat lagi tidak banyak bangunan tua di Padang
yang terawat dan mungkin dengan bukanya Weekend Café bisa
menginspirasi orang-orang di Padang untuk mengembangkan
bangunan tua jadi tempat wisata tanpa harus mengubah makna
bangunan aslinya”(Wawancara KH, 4 Mei 2017)
Lain halnya dengan Dinas Pariwisata, yang memiliki program
yakni ide baru untuk melestarikan budaya dan kesenian daerah, dengan
mengadakan Festival Siti Nurbaya, serta Tradisi Perahu Naga. Festival Siti
Nurbaya merupakan atraksi seni dan budaya daerah yang dimiliki oleh
beberapa elemen yang sudah terlatih di bidangnya, dengan adanya festival
tersebut, pemuda dan pemudi di kota Padang lebih giat pada kegiatan
bakat dan minat, hal tersebut juga sebagai media difusi budaya daerah
kepada masyarakat luar yang berkunjung ke kota Padang, tempat
pelaksanaannya di Sektor 2 pantai Padang karena disana pantai Padang
67
memiliki Teater Taman Budaya. Seperti yang diutarakan Kadis Pariwisata
kepada Sumbar News
“ajang ini dijadikan tradisi setiap tahunnya, yang diisi dengan
beragam kegiatan ada lomba malamang, baju kuruang basiba,
membuat the talua, hampir semua kegiatan bertemakan budaya
Minang, pesertanya pemuda dari organisasi, komunitas dan
mahasiswa di kota Padang, dan dilaksanakan di pantai Padang”
(Antara Sumbar, 2017)
Dinas Pariwisata juga mengangkat tradisi yang menciptakan
integrasi di kota Padang yakni tradisi perahu naga, yang pesertanya terdiri
dari berbagai suku, bangsa dan negara. Tradisi tersebut memang sudah ada
di beberapa negara, namun pemerintah ingin mengakulturasikan budaya
asli Minang dengan Tiongkok, para peserta dari berbagai ras berlomba
dalam olahraga air, hal tersebut tentunya menjadi salah satu proses
bersatunya budaya luar tanpa menghilangkan budaya asli, karena
penduduk kota Padang tidak hanya terdiri dari suku Minang saja juga
terdiri dari suku Tiongkok dan Tamil (suku muslim India).
Beragam tradisi masih bertahan di kota Padang terutama pasca
pembangungan, namun yang menjadi fokus penulis adalah perubahan
kultural pada bahasa dan norma, kita tahu bahwa kota Padang
menggunakan bahasa Minang sebagai bahasa sehari-hari, namun seiring
berkembangnya tempat wisata, masyarakat sekitar juga mengalami
akulturasi bahasa terutama kalangan remaja yang menggunakan bahasa
68
Indomi (setengah Indonesia setengah Minang) seperti yang diutarakan HP
dan ZF
“…soalnya dilihat anak-anak itu kalau ngomong kotor hal yang
lumrah, ngomong kasar hal yang biasa, apalagi sejak disini jadi
tempat wisata kan banyak yang datang”. (Wawancara HP, 25 Mei
2017)
“Tapi satu yang buat ayah risih kalau jualan, anak-anak remaja
Purus disini bahasanya kurang bagus, orang kan kita memakai
bahasa Minang, tidak dicampur dengan bahasa gaul lalu disingkat
kata mereka itu kadang Ayah tidak paham jadi suka bingung, juga
kurang sopan dalam berbicara, ya mungkin pengaruh pengunjung
luar juga atau online juga” (Wawancara ZF, 18 Juli 2017).
Penggunaan bahasa Indomi seperti kalimat “Kama lu pai main?
Gua ndak lu ajak do yo?” (kemana kamu pergi main? Aku tidak kamu
ajak ya?” atau kalimat singkat-singkat seperti “Kuy nongski? Bia gua nan
bayian lu” (yuk nongkrong? Biar aku yang traktir kamu)
Diperkuat dengan ungkapan SA dan RT yang menyatakan bahwa
beberapa dari pengunjungnya mengeluh namun menggunakan bahasa yang
tidak dimengerti dalam berbicara dan tutur kata yang kurang sopan.
“………..,mau bagaimana lagi. cara penyampaian mereka ke kita
itu kesannya kurang, pakai bahasa gaul „gue-elu‟ gitulah tapi
masih logat Minang” (Wawancara SA, 12 Juli 2017)
“……perangainya ada juga yang berubah, apalagi anak kecil
disini, manggil yang lebih tua pakai „oi‟ padahal mereka ada juga
yang ikut main selancar, kaya sama besar saja sama kita”.
(Wawancara RT, 17 Juli 2017)
Terjadi perubahan dalam penggunaan bahasa sehari-hari, yang
sebelumnya menggunakan bahasa Minang halus dan memiliki tata cara
berbahasa sesuai nilai-nilai tradisi Minangkabau yakni Kato Nan Ampek
69
yaitu tata bahasa budaya Minang yang digunakan untuk yang lebih tua
(kato mandaki), lebih muda (kato manurun), yang disegani (kato
malereang) dan yang sama besar (kato mandata). Selanjutnya perubahan
norma, kota Padang yang masih berpedoman pada prinsip Adat
Bersendikan Syariat, Syariat Bersendikan Alquran yakni segala tingkah
laku dan perangai harus bersendikan syariat dan agama Islam, sejak
adanya pembangunan pariwisata terjadi perubahan pada kebiasaan
masyarakat terutama remaja perempuan, yakni kebiasaan keluyuran
malam (Padusi Anai-anai) ke pantai Padang hingga larut. Penulis sempat
menanyakan pada salah satu tokoh agama di kelurahan Purus dan beberapa
remaja usia belasan ketika mengunjungi pantai Padang pada malam hari,
tokoh agama tersebut mengungkapkan
“ondeeh, ramai kalau itu anak-anak gadis tanggung,tiap saya
pulang Isya banyak saya lihat, saya heran juga sudah malam
belum pulang, apa orang tuanya tidak mencari atau khawatir anak
gadisnya belum pulang. Kita di ranah minang kan harus menjaga
perilaku juga. Kalau sudah lewat Isya perempuan tidak boleh
keluyuran kecuali ada perlu atau ada sanak saudara yang antar.
Tidak enak dilihat kalau perempuan keluyuran malam-malam” (12
Juli 2017)
Rata-rata menjawab hal yang sama seperti yang diungkapkan
berinisial UM, dia mengatakan bahwa alasan keluar malam karena ingin
menikmati suasana wisata pantai pada malam hari. Sementara CR,
beranggapan bahwa keluar malam adalah hal yang biasa apalagi tempat
yang dikunjungi malam hari terbilang ramai jadi tidak masalah bagi
mereka.
70
Hal itu tak lain disebabkan karena adanya inovasi, difusi dan
integrasi yang ada di masyarakat, apalagi kawasan tersebut merupakan
objek wisata. Menuru Everett Roger, inovasi merupakan salah satu wujud
munculnya suatu ide atau penemuan baru, sementara difusi menurut
Kroeber adalah penyebaran yang akan selalu menimbulkan perubahan bagi
kebudayaan yang menerima unsur kebudayaan lain yang menyebar lalu
menyatu dengan masyarakat. Sama hal nya dengan perubahan kebiasaan
yang di alami oleh kalangan remaja di kawasan pantai Padang, pengaruh
luar yang mendatangkan kebiasaan tidak baik, penggunaan bahasa dengan
istilah kekinian menjadi hal baru bagi mereka, yang dibawa juga pada
pergaulan mereka disekolah yang menggunakan bahasa Indonesia dan
menyatu dengan bahasa sehari-hari serta kebiasaan mereka saat ini
sehingga dalam bertutur kata kepada yang lebih tua, lebih muda menjadi
sama saja dan penggunaan Kato nan Ampek pun berkurang.
3. Perubahan Interaksi dan Pola Komunikasi
Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis yang
menyangkut hubungan antar orang per orang, antar kelompok manusia
serta antar orang dengan kelompok manusia dalam hidup bermasyarakat
(Soekanto, 2012). Dengan demikian dapat diartikan bahwa masyarakat
merupakan jaringan relasi yang timbal balik.
Pada penelitian, penulis menemukan perubahan interaksi
masyarakat, jika pada masyarakat dan pemerintah interaksi sudah baik
71
seperti sebelum pembangunan pariwisata misalnya saat tenda ceper di
bibir pantai masih berdiri, banyak yang di gusur karena diklaim sebagai
tempat maksiat (Ranah Berita, 2015) pengunjung enggan untuk datang ke
pantai, tenda ceper banyak diisi oleh remaja-remaja apalagi ketika malam
minggu. Namun sejak tahun 2015, tenda ceper di relokasikan ke Lapau
Panjang Cimpago, pihak Dinas Pariwisata datang dan mengajak pemilik
café bermusyawarah untuk merelokasi lahan, seperti yang diungkapkan
ED
“….Menertibkan pedagang-pedagang café dulu di pinggiran pantai,
kompromi ya semacamnyalah di sana agar mau bekerja sama untuk
wisata pantai” (Wawancara ED, 19 Juli 2017)
Komunikasi yang dilakukan oleh masyarakat di pantai Padang
meningkat dengan adanya sistem musyawarah dan turun langsung ke
lapangan, hal tersebut dibuktikan ketika Dinas ingin menertibkan
pedagang café. Dan jawaban dari masyarakatpun positif, karena
pemerintah tetap menjaga hubungan baik dengan pedagang, masyarakat,
dan pengunjung, selain menjaga komunikasi juga pemerintah memberikan
fasilitas untuk masing-masing elemen yang membutuhkan seperti yang
dituturkan ZF
“…..oh yang dibangun ini? Sudah, kan dikasih tau sama pihak
pengelola sebelumnya kalau ini mau dibuat apa, kalau yang sekarang
ini rencananya dibangun pentas untuk acara, untuk band, orang
nyanyi”
72
Begitu pula sebaliknya, karena sudah dari atas berusaha
menjaga hubungan dan komunikasi dengan pedagang, masyarakat pun
merespon dengan menuruti aturan yang dibuat oleh pemerintah.
Seperti yang dikatakan oleh MY
“alhamdulillah tidak ada, kita disini menurut saja karena menurut
kami apa yang disuruh pemerintah pasti baik untuk kami, makanya
tertata seperti sekarang ini” (Wawancara MY, 23 April 2017)
Sangat disayangkan ada sebagian pedagang tidak mengindahkan
ajakan yang dibuat pemerintah dan masih kekeuh berjualan disekitar
pedestrian, ED menuturkan pemerintah sudah mencoba berbicara dengan
pedagang asongan namun mereka tetap kekeuh berjualan di area tersebut
“Pedagang asongan susah untuk diberi tahu apalagi yang jual
jasa sewa mainan itu sebenarnya kan dilarang, mereka berjualan
di area pedestrian, jadi menghambat yang jalan kaki, kadang
pedagang yang di LPC komplain juga karena tidak rapi dan
seenaknya itu, dan waktu itu sudah pernah bertanya alasan mereka
itu hanya mainan untuk fasilitas anak-anak bermain di pedestrian,
dan hanya sementara” (Wawancara ED, 19 Juli 2017)
Jika dalam hal infrastruktur, komunikasi antara pihak pemerintah
dengan sebagian pedagang terbilang cukup baik, hanya pedagang asongan
saja yang masih bersikekeuh untuk berjualan padahal sudah diberitahu
oleh pihak penanggung jawab, namun komunikasi sangat kurang untuk
kalangan remaja yang tinggal disekitar lokasi wisata, dari segi kultur
bahasa saja mereka menggunakan bahasa kekinian yang orang tua nya
tidak mengerti, apalagi interaksi, sudah jarang terlihat masyarakat
73
terutama kalangan remaja bercengkrama dengan sesama mereka maupun
pengunjung yang datang ataupun sekedar basa basi.
“nggak pernah. Kecuali kalau iseng, kadang kan kita kepo ya,
nanya ke tukang parkir atau penjualnya itu ada apa disana, kalau
sama pengunjung lain juga gitu, misal mereka mau foto terus ngga
ada yang motoin ya kita menawarkan tapi nanti gantian gitu”
(Wawancara V, 29 Mei 2017)
“ya kaya biasanya yang dilakuin, kalau di café ya makan, di
pantai ya foto-foto kadang ngobrol, tapi kalau diliat-liat sih kak
kita ngobrol pasti ada aja yang nunduk megang hp masing-
masing, yaudah dari pada kita dikacangin ya kita juga main hp,
paling ngomongnya pas mau foto bareng kalau pulang doang”
(Wawancara A, 29 Mei 2017)
Penulis melakukan wawancara intens dengan dua orang remaja
yang sedang bersantai di lokasi wisata, dan ketika ditanya perihal interaksi
mereka menjawab hal yang serupa, yakni sudah jarang berinteraksi untuk
sekedar mengobrol jika hp sudah ada ditangan mereka
“ya gitudeh kak kalau udah ada hp di tangan bawaannya gak mau
lepas, update terus, kadang saking fokusnya ke hp kita jadi ga
nyambung gitu kak haha” (Wawancara V, 29 Mei 2017)
Diperkuat dengan jawaban A,
“jarang kak, kita kalau udah asik sama hp gak mau tau sama
sekitar, ya aneh juga sih pengaruh nya, sibuk pamerin tempat
wisata yang lagi kita kunjungi, bikin video gitu kak terus upload di
youtube. Beda kalau dulu, tempat wisata kan gak banget buat di
pamerin jadi ya kita paling ngumpul buat ngobrol sebentar, main
air di pantai ya paling itu-itu aja” (Wawancara A, 29 Mei 2017)
Ditambah lagi dengan jawaban salah satu pihak keamanan objek
wisata yang merasa terganggu dengan ketidak pedulian remaja terhadap
lingkungan sekitar, bahwa disana dilarang untuk berfoto karena zona
berbahaya dan mobil proyek sering keluar masuk.
74
“kadang saya suka kesal, apalagi ketika maghrib datang seluruh
satuan kemanan mulai berpencar untuk mengajak masyarakat agar tidak
melakukan kegiatan lagi dipinggir pantai karena pasang sudah mulai
naik, tapi ini anak-anak muda nya mash saja berfoto-foto kadang tidak
mendengar karena sibuk dengan gadget mereka pemberitahuan padahal
sudah menggunakan toa”
Diperkuat lagi dengan pengakuan salah satu orang tua yang tinggal
lama di daerah pantai tersebut dan bekerja sebagai penyedia jasa sewa
mainan.
“itu agak susah ya, apalagi sekarang era globalisasi. Sudah jadi
permainan sehari-harilah itu, hp, tab, warnet dimana-mana juga
kan. Dalam membaca kadang mereka suka main hp, main game,
ayah memperagakan karakter ini sambil bicara tapi mereka asik
saja sama hp” (Wawancara HP, 25 Mei 2017)
“iya anak saya sajalah contohnya, asal disuruh ambil kerupuk di
rumah untuk jualan ini, dipanggil tiga kali baru bilang iya, main
hp terus rasanya mau saya jual saja itu hp dia, nunduk saja
kerjanya liat hp, orang mau beli dia acuh” (Wawancara Y, 18 Juli
2017)
Begitu kuat pengaruh gadget kalangan anak-anak dan remaja, yang
menyebabkan perubahan dalam interaksi dan perilaku mereka ketika
berkunjung ke tempat wisata, niat ingin berkumpul dan berinteraksi
berkurang karena ketika berkumpul sudah sibuk dengan gadget masing-
masing, alasannya untuk mengupdate tempat wisata dan memamerkannya
di sosial media, panggilan dan perintah orang tua dihiraukan, dan bisa
menyebabkan ketidakpedulian terhadap lingkungan sekitar.
Kultur bahasa dan Interaksi sangat erat kaitannya. Penggunaan
bahasa Indonesia-Minang pada kalangan remaja dan anak-anak menyebar
75
begitu cepat. Selain teknologi, sekolah juga mempengaruhi interaksi dan
bahasa sehari-hari anak-anak karena di sekolah diajarkan berbahasa
Indonesia yang baik, sementara pada lingkungan mereka berbahasa
Minang, sementara teknologi mengubah perilaku mereka yang kurang
peka terhadap lingkungan sekitar
Untuk memperpudah pengelompokan perubahan sosial, penulis
membuat tabel berikut
Perubahan Sosial Masyarakat
Sebelum Sesudah
Struktural Kultural Interaksi Struktural Kultural Interaksi
Mata
Pencaharian
Penduduk
adalah
Nelayan dan
Buruh
Bahasa
yang
digunakan
sehari-hari
adalah
bahasa
Minang
halus
Memperha
-tikan
lawan
bicara
ketika
sedang
berinter-
Aksi
Mata
pencaharian
penduduk
sebagian
beralih ke
pedagang
dan
wiraswasta
Bahasa yang
digunakan
adalah
bahasa
campuran
Indonesia-
Minang
Berkurangn
ya
kepedulian
untuk
menatap
lawan bicara
jika sudah
memegang
gadget
Nilai
tradisi
dalam
berbahasa
menggunak
an Kato
Nan Ampek
Pengguna-
an Kato Nan
Ampek
mulai
berkurang
dikalangan
remaja dan
anak-anak
Norma
tidak boleh
keluar
malam hari
Munculnya
kebiasaan
keluar
malam pada
76
pada
remaja
perempuan
remaja
perempuan
D. Tanggapan Masyarakat Terhadap Perubahan Pembangunan
Pariwisata
Berbagai tanggapan baik positif maupun negatif dilontarkan
terhadap pembangunan pariwisata pantai, mulai dari pengunjung,
masyarakat sekitar, pedagang, dan elemen lain. Hal ini tentu tidak lepas
dari peran pemerintah sebagai fasilitator dan kerjasama masyarakat
sebagai sistem pelayanan pariwisata, pembangunan secara bertahap di
beberapa sektor oleh pemerintah dan dilengkapi dengan inovasi dari
masyarakat yang membuat daya tarik tersendiri bagi objek wisata pantai
Padang.
“Ibu merasa beruntung, Nak. Sebab saat ini lowongan usaha
susah, nah sekarang sudah dapat lowongan usaha. Bisa kita
berjualan, cari duit, biaya hidup naik” (Wawancara MY, 23 April
2017)
“keren, tambah rapi. Meskipun bosan pantai melulu tapi kalau
kesini ya tetap seru soalnya ada saja yang ditambah fasilitasnya.
Tinggal keamnan sama harga makanan aja yang perlu diperbaiki
hehe” (Wawancara V, 29 Mei 2017)
“iya, terus buat mainan sewa-sewa dipinggir trotoar ini kalau bisa
disediain tempatnya biar ngga ganggu yang joging disini”
(Wawancara A, 29 Mei 2017).
Selain respon positif dari berbagai kalangan masyarakat, Adapula
tanggapan yang mengkritik pemerintah dalam pembangunan pariwisata,
77
seperti yang diutarakan SA, dia mengganggap pemerintah masih lalai
dalam hal pembangunan.
“dalam artian bukan dari karambia ini ya, diluar itu banyak
pembangunan di kota Padang ini sangat lelet, contoh bangunan
Masjid Raya Sumatera Barat itu, finishingnya berubah, saya lihat
dulu dekor awalnya tidak seperti itu, dan itu sangat lambat
dibangunnya, itu juga pembangunan Taman Budaya itu, saya rasa
sepuluh tahun lagi baru selesai, selalu begitu. Lalu bangunan di
belakang Gedung Djoang‟45 yang roboh karena gempa tahun
2009 kenapa belum dibenahi? Kenapa harus bangun yang baru”
(Wawancara SA, 12 Juli 2017)
Terakhir adalah harapan bagaimana pariwisata pantai Padang ke
depannya yang sempat penulis tanyakan, yakni tentang kebersihan
pantainya, dengan mengajak masyarakat untuk tetap menjaga kebersihan
saat berkunjung ke pantai. Selain itu masyarakat juga harus ikut
berkontribusi dalam keamanan agar berkurangnya pungutan liar di area
parkir serta sadar wisata dan mengikuti aturan dalam berdagang.
“untuk pungutan liar jangan sampai ada lagi, soalnya pemerintah
udah bikin parking meter tapi ya masih ada aja pungli, kalau bisa
ngga cuma pemerintah tapi masyarakat lain juga berkontribusi
menjaga kebersihan dan keamanan pantai” (Wawancara FS,28
Juli 2017).
“harapannya, masyarakat ini harus sadar wisata, sama-sama
menjaga kebersihan, aturan, jangan sembarangan berdagang,
kalau memang tempatnya tidak cocok dengan aturan jangan
dipaksakan untu tetap berdagang. Kami sebenarnya ingin tegas,
dan ingin melakukan pembinaan. Tapi kalau tidak bisa dibina ya
pakai tindakan. Itu yang belum disadari sama masyarakat, kalau
masyarakat sadar pasti pengunjung pun senang untuk berbelanja
karena rapi” (Wawancara ED, 19 Juli 2017)
“oh tentu kita ingin kedepannya yang positif ya, ini kan tempat
wisata, nah kalau bisa tetap menjadi wisata keluarga, bukan
78
wisata cinta, kaya yang suka mojok-mojok. Harapannya ya ini
menjadi wisata keluarga yang mendapatkan ridho Allah”
(Wawancara ZF, 18 Juli 2017)
Pariwisata pantai merupakan objek wisata terbuka bagi wisatawan,
selain pemerintah sebagai fasilitator, kontribusi dari masyarakatlah yang
dibutuhkan untuk menjaga kenyamanan tempat tersebut, sehingga
kawasan wisata pantai Padang sesuai dengan apa yang direncanakan
kedepannya.
79
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mewujudkan kota Padang sebagai kota pendidikan, perdagangan,
dan pariwisata yang sejahtera, religius dan berbudaya, merupakan salah
satu hal yang melatar belakangi pemerintah melakukan pembangunan
pariwisata, selain itu faktor eksternal seperti bencana alam yakni gempa
pada 30 September 2009 yang menyebabkan bangunan cagar budaya dan
beberapa objek wisata rusak.. Pembangunan tidak hanya dicanangkan oleh
pemerintah saja, masyarakat pun mulai mengembangkan ide kreatif
dengan menyulap bangunan tua yang tidak terpakai namun memiliki cerita
sejarah tersendiri menjadi tempat hangout untuk menambah pemasukan
ekonomi, sehingga menjadikan objek wisata tidak monoton.
Pada perubahan struktural dalam masyarakat, yakni memfokuskan
pada perubahan dalam mata pencaharian yang disebabkan pengelompokan
dalam lahan usaha menurut sektor dan berimplikasi pada alih profesi
penduduk dan meningkatnya status sosial masyarakat. Pada perubahan
kultural, penulis menemukan beberapa kebudayaan yang semakin
berkurang yakni bahasa sehari-hari dan kebiasaan di kalangan remaja.
Sedangkan pada interaksional, penulis mendapatkan informasi bahwa
komunikasi berubah ke arah yang kurang baik terutama terjadi pada
kalangan remaja yang disebabkan oleh pengaruh wisatawan luar dan
80
gadget. Melihat permasalahan yang terjadi, penulis menyimpulkan bahwa
terjadi perubahan sosial pada masyarakat pantai Padang pasca
pembangunan pariwisata dimana yang berubah adalah masyarakatnya
bukan kota nya.
B. Saran
Penelitian yang penulis lakukan tidak lepas dari tantangan dan
hambatan, mengingat tema yang penulis angkat adalah perubahan sosial
pasca pembangunan pariwisata, maka penulis harus mengulik lagi
bagaimana lokasi tersebut saat satu hingga dua tahun kebelakang. Masih
terdapat beberapa tempat yang musti diperhatikan pembangunannya, saran
penulis adalah pemerintah harus lebih memperhatikan lagi bangunan yang
sudah ada yang bisa dijadikan tempat berdaya guna, sebelum membangun
tempat baru yang dijadikan objek wisata, fasilitas-fasilitas pelayanan
umum disebar ke beberapa titik agar wisatawan dapat leluasa
menggunakan jika dalam keadaan darurat seperti toilet umum dan
musholla. Untuk wisatawan yang berkunjung, jagalah keamanan dan
kebersihan ketika berkunjung, kepada elemen masyarakat seperti keluarga,
guru di sekolah dan tokoh masyarakat penulis menyarankan agar tetap
menjaga tata bahasa dan pergaulan dalam berkomunikasi terutama remaja
yang sangat gampang terpengaruh yang menyebabkan norma kurang
diterapkan, karena bagaimanapun kita tetap harus memegang teguh prinsip
Adat Bersendikan Syarak, Syarak bersendikan Alquran.
81
Daftar Pustaka
Buku
Creswell, John. W. 1994. Research Design: Quantitative and Qualitative Design. Sage
Publication.
Judistira. 1992. Teori-teori Perubahan Sosial. Bandung. Padjajaran.
Martono, Nanang. 2012. Sosiologi Perubahan Sosial, Jakarta : Rajagrafindo Persada.
Newman, Laurence. 2013. Metode Penelitian Sosial: Pendekatan Kualitatif dan
Kuantitatif. Ed. 7. University of Wisconsin, Whitewater. Jakarta: PT. Indeks
Ritzer, George dan Goodman, Douglas J. 2010. Teori Sosiologi: Dari Teori Sosiologi
Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern. Yogyakarta:
Kreasi Wacana.
Salim, Agus. Perubahan Sosial Sketsa Teori dan Refleksi Metodologi kasus Indonesia.
(Yogyakarta: Tiara Wacana, 2002)
Soekanto, Soerjono. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta. PT Rajawali Press
Usman, Husnaini dan Akbar, Purnomo Setiady. 2008. Metodologi Penelitian Sosial.
Jakarta. PT. Bumi Aksara
Usman, Sunyoto. 2015. Esai-esai Perubahan Sosial. Yogyakarta. Pustaka Pelajar
Wirotomo, Paulus, dkk. 2012. Sisem Sosial di Indonesia. Depok: UI Press.
Tesis
Melati, Febrian Fatma. 2013. Tesis: Dinamika Perubahan Sosial Dan Budaya di Desa
Kendalsari, Kecamatan Sumobito, Kabupaten
Jombang.AntroUnairDotNet,Vol.2/No.1. Antropologi FISIP Universitas
Airlangga. Malang. Diunduh pada 6 April 2017 pukul 13.12 dari
http://repository.unair.ac.id/16199
Septianingsih, Dwi. 2012. Tesis : Dampak Sosial Pembebasan Tanah Proyek
Pembangunan Infrastruktur Untuk Kepentingan Umum.Magister Manajemen
Pembangunan Sosial, FISIP Universitas Indonesia. Depok. Diunduh pada 6 April
2017 pukul 13.17 dari
http://lib.ui.ac.id/uibo/detail.jsp?id=20298393&lokasi=lokal Sidharta, I Wayan Tagel. 2002. Tesis: Dampak Perkembangan Pariwisata Terhadap
Kondisi Lingkungan, Sosial dan Ekonomi Masyarakat Pantai Sanur. Universitas
Diponegoro. Semarang. Diunduh pada 6 April 2017 pukul 13.20 dari
www.eprints.undip.ac.id/10986
82
Jurnal
Kuntoro, dkk. 2010. Jurnal: DIKLUS Pendidikan Luar Sekolah. Yogyakarta. Vol 14,
Nomor 1. Jurusan Pendidikan Luar Sekolah, UNY. Diunduh pada 16 Mei 2017
pukul 09.08 WIB dari www.eprints.uny.ac.id
Mukhlis dan Drajat. 2012. Jurnal: Dampak Kebijakan Pembangunan Kota Baru Lampung
Terhadap Perubahan Sosial Budaya Masyarakat. FISIP Universitas Lampung. Diunduh
6 April 2017 pukul 13.25 dari
www.publikasi.fisip.unila.ac.id/index.php/prosem/article/view/2
Nugraha, Hilman. 2015. Jurnal: Perubahan Sosial Dalam Perkembangan Pariwisata
Desa Cibodas Kecamatan Lembang.Jurnal Sosietas, Vol. 5, No. 1. Pendidikan
Sosiologi, Sekolah Pascasarjana UPI. Bandung. Diunduh pada 6 April 2017
pukul 13.28 dari
www.ejournal.upi.edu/index.php/sosietas/article/view/1517
Suryanegara, dkk. 2015. Jurnal: Perubahan Sosial Pada Suku Bajo (Studi Kasus di
Kepulauan Wakatobi Sulawesi Tenggara. Majalah Globe Volume 17 No. 1, Juni
2015: 067 – 078. Bogor. Diunduh pada 6 April 2017 pukul 13.33 dari
www.jurnal.big.go.id
Jurnal Perubahan Sosial, di akses pada 6 April 2017 pukul 14.00 dari
www.ejournal.unp.ac.id/students/index.php/akt/article/download/130/117
Book Review Cultural Change H.G Barnett di unduh pada 6 April 2017 pukul 14.30 dari
www.rxiv.org/14050301v1.pdf
Website
Badan Pusat Statistik Kota Padang di akses 3 Mei 2017 pukul 10.19 dari
https://padangkota.bps.go.id
Bencana Gempa Bumi Kota Padang di akses pada
3 April 2017 pukul 16.24 WIB dari
www.sumbarprov.go.id/details/news/5571
Berita Wisata Halal Pantai Padang di akses pada
4 April 2017 pukul 13.35 WIB dari
www.sumbar.antaranews.com/berita/195246/masjid-di-pantai-padang-identitas-
wisata-halal.html
7 Juni 2017 pukul 16.09 WIB dari
https://www.infosumbar.net/berita/berita-sumbar/kota-padang-segera-bangun-
ikon-wisata-halal/
Berita Pantai Padang di akses pada
24 Juni 2017 pukul 18.32 WIB dari
83
www.news.ranahweb.com/news.php?id_news=402/Berita/view/ironi-payung-
ceper-di-pantai-padang
Berita Wisatawan Pantai Padang di akses pada
5 April 2017 dari
www.aktual.com/dinas-pariwisata-kota-padang-targetkan-4-juta-wisatawan-tahun-
ini/
Berita Festival Siti Nurbaya di akses pada
27 April 2017 dari
www.antarasumbar.com/berita/200789/melestarikan-budaya-minang-melalui-
festival-siti-nurbaya.html
BkkbN di akses pada
2 Oktober 2017 dari
www.aplikasi.bkkbn.go.id/mdk/batasanmdk.aspx
Data Status Lingkungan Hidup Kota Padang di akses pada 28 Maret 2017 pukul 13.10
dari
http://datin.menlh.go.id/assets/berkas/SLHD_2010/Kota-padang-SLHD-buku-
data-web.pdf
Filosofi Adat Basandi Syarak Syarak Basandi Kitabullah karya Masoed Abidin di akses
pada
28 Maret 2017 pukul 13.27 dari
www.masoedabidin.com/?p=1289
Perempuan Minang Dalam Kaba Cindua Mato karya Syamsuddin St. Rajo Endah di akses
pada
28 Maret 2017 pukul 14.22 dari
www.journals.ums.ac.id
Profil Kota Padang di akses pada 1 April 2017 pukul 16.34 dari
http://bappeda.padang.go.id/profil-daerah.
Rencana Strategis Pariwisata Kota Padang 2014 di akses 1 April 2017 puku 17.00 dari
http://bappeda.padang.go.id/up/download/09012015120924renstra-pariwisata-
2014-2019.pdf
Rencana Penataan Kawasan Wisata Terpadu Pantai Padang di akses pada
2 Oktober 2017 dari
www.repository.unand.ac.id/721/1/artikel_dipa_irawati_2009.doc
Website Kelurahan Purus di akses 3 Mei 2017 pukul 10.30 dari
www.kelpuruspadang.go.id
Dokumen & Foto
Dokumen Personal Kadis Pariwisata
84
Dokumen Kelurahan Purus
Dokumen Padang Heritage
Wawancara
Wawancara dengan Maryeni. Minggu, 23 April 2017 / 17.49 WIB
Wawacara dengan Dani. Minggu, 23 April 2017 / 16.54 WIB
Wawancara dengan Kelly Huang. Kamis, 4 Mei 2017 / 09.45 WIB
Wawancara dengan Hendry Pong. Kamis, 25 Mei 2017 / 17.27 WIB
Wawancara dengan Viani dan Anne. Senin, 29 Mei 2017 / 19.13 WIB
Wawancara dengan Salman. Rabu, 12 Juli 2017 / 09.49
Wawancara dengan Sigit Atmaja. Rabu, 12 Juli 2017 / 20.07 WIB
Wawancara dengan Rifdo Tofano. Selasa 17 Juli 2017 / 19.46 WIB
Wawancara dengan Zulfetri. Selasa, 18 Juli 2017 / 16.22 WIB
Wawancara dengan Yusmaini. Selasa, 18 Juli 2017 / 17.38 WIB
Wawancara dengan Edral. Rabu, 19 Juli 2017 / 10.13 WIB
Wawancara dengan Fitria Sarah. Jumat, 28 Juli 2017 / 08.11 WIB
ix
Lampiran
Matriks Pertanyaan Informan
Nama :
Usia :
Pekerjaan :
Alamat :
No Premis Teori
Perubahan Sosial
Himes dan Moore
Pertanyaan-Pertanyaan: Jawaban
1. Struktural mencakup
perubahan struktur
dalam masyarakat ,
munculnya peran baru
dalam masyarakat.
1. Sejak Kapan Anda bekerja sebagai
pedagang? Boleh sedikit diceritakan?
2. Apakah Anda tahu tentang perencanaan
pembangunan pariwisata pantai?
3. Bagaimana Anda menyikapi hal tersebut?
4. Apakah pembangunan tersebut terhadap
mata pencaharian?
5. Bagaimana dengan penataan yang
dilakukan pemerintah terhadap lahan
usaha Anda?
6. Adakah terjadi peningkatan atau
berkurangnya pendapatan?
(Dinas) 7. Bagaimana konsep pembangunan
infrastruktur menurut Anda?
8. Apakah ada perusahaan yang menaungi
tempat yang dijadikan kawasan hangout?
9. Sejauh mana peran pemerintah dalam
menangani infrastruktur kawasan
pariwisata?
10. Apakah alih fungsi lahan meningkatkan
atau mengurangi pengunjung?
x
2. Kultural yang mengacu
pada
perubahan kebudayaan
dalam masyarakat.
Meliputi inovasi,
difusi, integrasi
1. Sejak adanya pembangunan pariwisata,
menurut Anda apa saja yang berubah
selain insfrastruktur?
2. Bagaimanakah tanggapan Anda?
3. Apakah sebelumnya kawasan pantai
memiliki tradisi?
4. Apakah ada pengaruh luar yang masuk?
5. Apa saja tradisi yang masih bertahan dan
yang sudah berkurang pasca
pembangunan pariwisata?
3. Interaksional mengacu
pada adanya perubahan
hubungan sosial dalam
masyarakat
1. Biasanya apa saja kegiatan yang Anda
lakukan ketika berwisata?
2. Apakah Anda pernah berinteraksi dengan
pengunjung lain atau pihak pengelola?
3. Apakah Anda aktif di sosial media?
4. Bagaimana penggunaan sosial media
dalam kehidupan Anda?
5. Bagaimana tanggapan Anda dengan
perubahan interaksi pada perilaku
masyarakat pantai yang candu sosial
media saat ini?
xi
TRANSKIP WAWANCARA
Nama : Maryeni (ibu Yen)
Usia : 48 tahun
Pekerjaan : Pedagang Langkitang (Makanan Khas Pantai Padang)
Tanggal : Minggu, 23 April 2017 / 17.49 WIB
Tempat : Pantai Padang Sektor 6 (Pantai Muaro Lasak)
P : Ibu, disini sudah berapa lama?
I : oh ibu belum lama disini
P : kira-kira sudah berapa tahun berjualan, bu?
I : tahun 2008, dulu berjualan bukan daerah sini tapi di jembatan, tahun 2008 baru
pindah kesini
P : oo begitu ya bu, boleh tau nama ibu siapa?
I : bu Yen, kebetulan ibuk yang pertama kali menjual Langkitang ini di Muaro
Lasak
P : bagaimana tanggapan ibu tentang pembangunan pariwisata pantai ini?
I : Ibu merasa beruntung, Nak. Sebab saat ini lowongan usaha susah, nah sekarang
sudah dapat lowongan usaha. Bisa kita berjualan, cari duit, biaya hidup naik.
P : disini menjual makanan khas?
I : iya Langkitang itu makanan khas pantai,kerang-kerang laut yang seperti
bekicot.
P : kalau boleh tau sebelumnya ibu bekerja sebagai apa?
I : ibuk dulu catering
P : o dulu catering ya bu? Lalu alasan beralih ke pedagang langkitang?
I : kita kan tidak tau, Nak. Barang tidak selamanya, anggaplah gaji nya besar tapi
kan tidak selamanya, lagi pula ibu juga sertifikasi dan dapat hasil cuma dua kali
setahun. Alhamdulillah gerobak jualan ini dibantu sama dinas pariwisata.
xii
P : oh begitu ya bu, saya kira pribadi
I : tidak, ini dibantu. Beruntung bagi anak-anak yang pengangguran dan tidak
bersekolah bisa bekerja juga, sebagai tukang parkir, pelayan café, pencuci piring.
P : hmm iya juga ya bu, nah soal konflik bagaimana bu? Ada tidak pedagang
disini yang membantah aturan dari pemerintah?
I : alhamdulillah tidak ada, kita disini menurut saja karena menurut kami apa yang
disuruh pemerintah pasti baik untuk kami, makanya tertata seperti sekarang ini
P : wah berarti hubungan pedagang café gerobak disini dengan pemerintah
baik ya bu?
I : iya, mereka memberi gerobak disini, tuh lihat warna nya seragam jadi enak
dipandang, penghasilan alhamdulillah meningkat yang awalnya hanya kisaran
100.000an sehari sekarang bisa 500.000an apalagi hari libur, ya tergantung
banyak pengunjung juga.
P : wah alhamdulillah kalau begitu ya bu, terakhir ni bu, apa harapan ibu
kedepannya untuk pembangunan pariwisata pantai ini?
I : Pokoknya sejak tertata seperti ini, mata pencaharian pedagang jadi hidup,
karena mengingat dulu pedagang disini bekerja sebagai buruh cuci rata-rata,
mudah-mudahan semakin tertata lagi lah tempat berdagang jadi pengunjung
nyaman disini
xiii
Nama : Angku Dani
Usia : 55 tahun
Pekerjaan : Pedagang Ikan
Tanggal : Minggu, 23 April 2017 / 16.54
Tempat : Pantai Padang Sektor 4 (Pasar Ikan Pantai Purus)
P : Sejak kapan angku berprofesi sebagai pedagang ikan?
I : saya sudah bekerja 20 tahun disini. 10 tahun sebagai nelayan dan dagang ikan.
P : lama juga ya ngku, berarti sebelum ada perpindahan kios-kios pedagang
ini?
I : ya begitulah, Nak. Dulu banyak sekali nelayan disini, rata-rata melaut tiap RW,
sebelum ada pemindahan ini saya dengan teman-teman biasanya menarik pukat
di sektor 5 sana karena landai, jadi banyak yang membantu menarik pukat ke
darat, tapi sekarang sudah mulai berkurang yang membantu, paling ya
pengunjung yang mau membeli ikan hasil tangkapan dari pukat ini
P : sebelumnya angku bekerja sebagai apa?
I : wah kalau itu saya bukan pedagang, dulu saya bekerja di kapal-kapal pesiar
orang bule, kalau diceritakan semuanya bahasa inggris
P : oalah begitu ya ngku, nah kalau saya lihat disini sudah ada pembangunan
pariwisata pantai kan, angku tahu soal ini?
I : sudah lama, sejak 2014 barangkali. Saya tidak terlalu mengikuti yang jelas saya
berdagang ikan saja. Bagus juga untuk menambah tempat wisata, agar banyak
yang datang kesini.
P : kalau boleh tau, penghasilan angku per bulan berapa dari hasil berdagang
ikan?
xiv
I : kalau penghasilan tidak menentu, kadang ya banyak kalau musimnya kadang ya
sedikit, kami sudah biasa „dilamun ombak‟ (hidup susah), tapi ya kita tetap usaha
saja, kalau musimnya datang pasti banyak yang beli.
P : sekarang ada berapa nelayan yang masih bekerja Ngku?
I : sudah berkurang nelayannya karena ada sebagian yang kerja sambilan, jadi
pedagang, dulu sampai tujuh ratusan kalau kita perkirakan dari Muaro sana
sampai Sektor 6 yang jadi tempat wisata sekarang.
xv
Nama : Pak Hendry Pong
Usia : 53 tahun
Pekerjaan : Penanggung Jawab Kelompok Belajar „Tanah Ombak‟
Tanggal : Kamis, 25 Mei 2017 / 17.27 WIB
Tempat : Taman Baca „Tanah Ombak‟
P : taman baca ini didirikan tahun berapa, Yah?
I : oh ini tahun 2014 didirikan, cuma mulai kegiatan dan booming nya akhir tahun
2015, dan puncak eksisnya tahun 2016.
P : boleh diceritakan bagaimana awalnya ‘tanah ombak’ ini , yah?
I : dulu itu bukan taman baca, tapi teater. Jadi kelompok Ayah ini dulu namanya
teater Noktah, kita sebelumnya bukan disini, tapi di Ulak Karang tempatnya,
teman-teman Ayah dulu punya pustaka juga, isinya buku-buku seni pertunjukan
dan cakupannya dulu sebatas untuk kawan-kawan seniman saja, soalnya lebih
konsen ke teater secara khususnya. Tapi disana tidak terlalu antusias
masyarakatnya. Tidak banyak yang datang, jadinya latihan hanya sebatas itu-itu
saja. Lalu pindah ke Purus ini, lihat anak-anak nya banyak disini yang masih usia
sekolah, tapi yang menjadi dasar kita mendirikan ini adalah menanamkan nilai-
nilai dalam diri itu, soalnya dilihat anak-anak itu kalau ngomong kotor hal yang
lumrah, ngomong kasar hal yang biasa, apalagi sejak disini jadi tempat wisata
kan banyak yang datang. Jadilah ayah buat disini ya sebelumya juga ayah pernah
tinggal disini, jadi sudah mengenal „medan‟ ini istilahnya, pas membangun ini
ditanya sama warga disini sama anak-anak disini juga dan mereka tidak masalah.
Ketika hari pertama kita mencoba mengumpulkan anak-anak itu kita awali sama
latihan teater juga, mengeluarkan karakter dalam diri mereka. Nah ketika ada
festival teater anak di Jakarta, ayah mengajak beberapa teman salah satunya Pak
Yusrizal KW tahun 2015. Karena beliau juga berperan aktif dalam bidang
naskah. Lalu beliau mengusulkan „bagaimana kalau ini dikembangkan jadi sarana
literasi?‟. Ayah setuju, tidak masalah, tapi ayah kan tidak pengalaman disitu, nah
dibantu pak KW ini lah kita bekerja sama, pak KW lebih ke program literasi dan
ayah lebih ke seni pertunjukan.
xvi
P : wah jadi ini ide dari kelompok ayah terus bekerja sama dengan bidang
literasi ya
I : iya, justru dengan bekerja sama itulah tempat ini jadi booming. Kalau sebatas
membaca saja kan anak-anak kan tidak tetap. Jadi kita kembalikan lagi minat
baca anak-anak juga kreativitas yang ada dalam diri mereka dengan kerja sama
ini.
P : Nah, ayah kan sebagai orang tua sekaligus founder ya istilahnya di ruang
baca ini, bagaimana pendapat ayah mengenai anak-anak yang masih candu
sama gadget?
I : itu agak susah ya, apalagi sekarang era globalisasi. Sudah jadi permainan sehari-
harilah itu, hp, tab, wrnet dimana-mana juga kan. Dalam membaca kadang
mereka suka main hp, main game, ayah memperagakan karakter ini sambil bicara
tapi mereka asik saja sama hp, jadi ayah buat aturan saja kalau dalam membaca
dilarang bawa hp.
P : belajar sambil bermain ya yah biar tidak bosan?
I : iya itu dia, jadi anak-anak tertarik, cuma kita buat persyaratan kalau mereka
mau ikut teater mereka kita suruh baca buku dulu selama 15 menit, baru boleh
ikut teater.
P : oh iya kalau belajar bareng itu kan seru
I : nah itu yang kita tanamkan ke mereka, jadi disini mereka berbeda cara
belajarnya, kalau disekolah kan belajarnya dikelas mungkin, kadang mereka
bosan, atau apa. Disini kita kasih cara pembelajaran yang beda, yang kaya tadi
itu, baca 15 menit, yang ada tugas kerjakan tugasnya, setelah itu kita latihan
teater.
P : sistem belajar baru ya yah, nah kalau tim pengajar sama buku-buku disini
dari mana, Yah?
xvii
I : iya kita menciptakan sistem belajar yang kereatif dan menyenangkan, tapi kita
bukan sekolah loh ya, kita ini non formal dan alhamdulillah kita punya beberapa
tim pengajar yang sukarela membantu anak-anak disini, ayah di teater, nanti pak
KW dengan menggambar dan literasi nya, ada juga mendongeng, lalu menulis,
kita juga kedatangan tim dari universitas lain untuk mengajar mata pelajaran
sekolah anak-anak. Kalau buku-buku itu dikasih, sama Gramedia, ada juga
sukarelawan, toko buku.
P : wah jadi banyak partisipan ya yah?
I : betul, jadi setiap hari anak-anak ketemu sama orang baru, jadi minat belajarnya
bertambah, karena kita mendirikan ini bukan untuk anak-anak sekitar sini saja.
Tapi seluruh anak-anak yang ingin membaca
P : iya benar, kira-kira sudah sejauh mana peran ‘tanah ombak’ dalam
sistem pendidikan ini, yah?
I : kalau peran ya kita sudah menciptakan model belajar baru buat anak-anak,
disini kita ingin memperbaiki mentalitas masyarakat terutama anak-anak disini,
dengan membaca kita tahu banyak. Kita mengajak mereka disini membaca itu fun
jadi membaca dengan riang tidak dengan beban. Maghrib nya kita punya program
mengaji bersama, juga sholat berjamaah bersama. Setiap Senin malam mereka
baca Qur‟an sama-sama disini. Ada nilai sosial dan agama nya, jadi suasana
ruang ini hidup. Kita ajarkan lagi lagu nasional, daerah, budaya kita, pokoknya
kita menanamkan ke masyarakat kalau setiap keagiatan anak-anak disini berpusat
dari membaca. Ini yang tanaman hidroponik ini, pohon disini kan kerjasama kita
sama anak-anak yang belajar disini, ada pengetahuan alam juga yang diajarkan,
memperkenalkan lingkungan secara sederhana, kita juga ada pustaka berjalan,
namanya Vespa Pustaka, itu vespa membawa buku-buku setiap Sabtu dan
Minggu sore ke pelosok pesisir pantai Padang yang belum terjamah sama pustaka
daerah, jadi anak-anak disana ataupun wisatawan bisa membaca juga. Kita yang
membawa buku kesana, Batang Arau yang di ujung juga. Karena mengingat
mobil pustaka daerah itu SOP nya dari atasannya kan, kalau vespa ini kita ada
relawannya yang penting semua punya kesempatan membaca. Dan alhamdulillah
ternyata banyak yang berminat.
xviii
Nama : Bapak Salman
Umur : 50 tahun
Pekerjaan : Nelayan
Tanggal : Rabu, 12 Juli 2017 / 09.49 WIB
Tempat : Pantai Padang Sektor 5 (Pantai Cimpago, Depan Lapau Panjang Cimpago)
P : ini pukat apa pak?
I : ini pukat besar namanya,
P : kalau pukat harimau beda lagi ya pak?
I : ya, pukat harimau itu kecil-kecil jaring nya, bibit ikan bisa terbawa.
P : setahu saya pak disini dulu ada tradisi elo pukek (tarik pukat) ya pak?
I : ya ini seperti yang dilakukan saat ini, kita ramai-ramai menarik pukat, sebagai
bentuk kerja sama hidup gotong royang nelayan disini.
P : sejak kapan munculnya tradisi ini pak?
I : sudah lama sekali nak, tidak terhitung tahun, sebelum pantai bagus seperti ini
sampai sekarang bapak masih „mamukek‟
P : masih bertahan ya pak tradisinya? Atau sudah mulai hilang?
I : gimana tidak bertahan nak, ini juga mata pencaharian bapak juga karena selalu
turun temurun, sejak kakek bapak juga sudah ada tradisi ini. Tapi sekarang tidak
seberapa yang memukat karena lihat situasi laut juga.
P : jadi sudah menjadi mata pencaharian juga ya Pak, apa bapak juga
berdagang di lapak-lapak di sektor 6 untuk nambah penghasilan?
xix
I : kalau soal rezeki sudah ada yang atur ya, Nak. Jadi kemanapun dipindahkan
akan ada hasilnya juga, ia Nak, jadi saya coba ajak istri saya berdagang lauk-
pauk untuk makan di sektor 6 sana, saya yang melaut dan memukat disini , istri
saya berdagang, untuk nambah penghasilan kan tidak mungkin kita kerjanya itu-
itu saja, kalau jualan bisa menguntungkan kenapa tidak.
P : kira-kira berapa pendapatannya kalau mamukek ini pak? Dan mulai
‘maelo’ biasanya kapan Pak?
I : kadang kecil kadang besar ya tergantung berapa dapat ikan ini, namanya juga
rizki bukan kita yang atur kan nak, kalau itu biasanya pukul 9-11 pagi, ketika
ombak lagi kecil nak dan ketika orang melaut sudah pulang berlayar, nah nanti
ada pengunjung datang biasanya lari pagi mereka juga ikut membantu menarik
pukat ini.
P : kalau satu pukat, biasanya berapa orang yang menariknya pak?
P : delapan sampai sepuluh orang tergantung banyaknya ikan, kalau pukat berat
kadang pengunjung membantu menariknya ke daratan. Kadang, ada juga
sebagian menonton saja ada juga yang membantu sekaligus membeli hasil
tangkapan kan ikan baru ditangkap segar-segar.
I : ooo, nah apa harapan bapak kedepannya untuk tradisi ini disaat
maraknya pembangunan pariwisata pantai?
P : semoga tetap bertahan terus kalau perlu dijadikan salah satu daya tarik untuk
pengunjung berwisata disini, justru karena pembangunan ini, maka makin banyak
pengunjung dan makin semangatlah kita terutama bapak untuk mamukek.
xx
Nama : Kelly Huang
Umur : 26 tahun
Pekerjaan : Owner Weekend Cafe
Tanggal : Kamis, 4 Mei 2017 / 09.47 WIB
Tempat : via Email
P : kak, kalau boleh tahu ide menyulap bangunan tua jadi weekend café
bagaimana ceritanya? Soalnya unik gitu kak
I : oke, dari awal kita ngga pernah ada kepikiran buat ngubah design luar
bangunannya (dalam arti design uar tetap seperti asli di awal) karena konsep
design kita perpaduan antara traditional heritage mixed industrial chic. Mengenai
design dalam interiornya, awalnya kita juga belum yakin mau seperti apa, idenya
spontan saja milih mural tropical biar nyesuain dengan tempat lokasinya. Dan
untuk nge-match mural designnya kita tambah dengan floathies yang bisa
dibilang matching dengan konsep café kita.
P : dari segi makanan bagaimana? Apakah ada makanan atau minuman khas
yang disuguhkan?
I : menu kita bukan makanan khas Minang tapi perpaduan antara western dan
eastern food karena mencocokan dengan konsep cafe
P : bagaimana tanggapan kakak, tentang beberapa bangunan tua termasuk
Weekend Café yang direkomendasikan sebagai bangunan cagar budaya?
I : kalau saya sih impressive ya, dinas pariwisata sudah mulai memperhatikan dan
menjaga bangunan-bangunan historical di Padang, soalnya dilihat lagi tidak
banyak bangunan tua di Padang yang terawat dan mungkin dengan bukanya
Weekend Café bisa menginspirasi orang-orang di Padang untuk mengembangkan
bangunan tua jadi tempat wisata tanpa harus mengubah bangunan aslinya.
xxi
P : sejak kapan weekend resmi didirikan?
I : proses renovasinya dari bulan Juni dan grand openingnya di Desember 2016
P : terima kasih atas jawabannya kak, boleh izin save gambar Weekend yang
di akun Instagram? have a good day!
I : iya sama-sama, silahkan.
xxii
Nama : Fitria Sarah
Umur : 22 tahun
Pekerjaan : Uni Duta Wisata Kota Padang 2017
Tanggal : Jumat, 28 Juli 2017/ 08.11
Tempat : via Telepon
P : Apakah ADWINDO Padang itu dan berdiri sejak kapan?
I : ADWINDO itu singkatan dari Asosiasi Duta Wisata Indonesia Kota Padang,
sebuah organisasi yang beranggotakan duta wisata itu sendiri, dimana disini
tujuannya untuk mensupport pemerintah di bagian pariwisata, mempromosikan
budaya kota padang, juga sebagai representatif kota Padang itu sendiri.
Berdirinya tahun 2015
P : Apakah Festival Anak Nagari itu? Sejak kapan awal mulanya?
I : Baru tahun 2016, proker bulanan dimana kita disana melestarikan permainan
anak nagari, yang perlahan mulai hilang kita booming lagi, sehari dua jam sore
nya, mainan kita pas masa kecil dulu, kan anak kecil sekarang udah punya gadjet
gitu kan jadi kita hidupin lagi tradisi permainan kita waktu kecil dulu
P : Apa saja kegiatan ADWINDO yang bergerak di bidang pariwisata?
I : Festival Aanak Nagari, promosi pariwisata kota via medsos, pergi ke daerah
pelosok membagikan brosur pariwisata, smart tourism (memberikan edukasi
kepada wisatawan kalau tempat wisata tersebut ada potensi), misal duta
lingkungan kita ngadain pelepasan pukek, bersih-bersih pantai bareng masyarakat
sekitar.
xxiii
P : Bagaimana respon masyarakat/pengunjung terhadap kegiatan tersebut?
I : Bagus-bagus responnya, ngga cuma anak-anak malah ibu-ibu juga ikutan main,
jadi respon positif banyak dikasih mengingat masa kecil mereka dulu kan
P : Dimana biasanya Festival Anak Nagari dilaksanakan? Tujuannya
dilaksanakan di tempat tersebut?
I : Di tempat wisata di kota Padang sekalian mempromosikan tempat wisatanya
sama pengunjung, tujuannya kalau dari segi massa pantai Padang kan ramai dan
banyak anak-anak yang main disana juga karena sasaran kita anak-anak makanya
kita adakan di pantai Padang itu. Sebenarnya beda proker ya antara pemerintah
dan ADWINDO cuma karena dua tahun terakhir ini tempatnya bagus untuk
melaksanakan proker kita jadi kita laksanakan di pantai Padang dekat Tugu
Merpati Perdamaian sama Taman Muaro Lasak
P : Bagaimana tanggapan Dinas Pariwisata mengenai festival anak nagari?
I : Sangat excited sama support banget sama festival tersebut, mereka datang ke
pantai padang terus juga ikut main sepak takraw sama masyarakat sama duta
wisata, so far mereka senang tradisi permainan ini dijadikan event buat promosi
budaya juga
P : Apakah ada budaya luar yang berasimilasi atau berakulturasi di kota
Padang pasca pembangunan pariwisata pantai? Jika ada, Bagaimana
tanggapan Uda/Uni Duta Wisata Kota Padang mengenai hal tersebut?
I : Ngga ada ya kalau asimilasi, karena kita cukup memegang teguh budaya alam
minangkabu, kita melestarikan budaya kita, kalaupun ada yang bercampur pasti
ngga akan hilang budaya kita, tetap bertahan apalagi pasca pembangunan
xxiv
pariwisata, kita makin giat mempromosikan budaya yang dimiliki. Kalau
akulturasi ada kaya tradisi perahu naga itu kan dari Tiongkok
P : Bagaimana pendapat Uda/Uni Duta Wisata dengan adanya bangunan
cagar budaya di Batang Arau yang dijadikan café/tempat hangout? Seperti
Karambia Café, Weekend, dan Bat and Arrow Café
I : Menurut aku sih ngga apa-apa, karena di tempat wisata kan juga butuh tempat
break, juga bagus sama kreatif juga ide dari masyarakat setempat dalam bidang
perekonomian, karena mengingat lagi tujuan pariwisata itu sendiri kan
meningkatkan perekonomian masyarakat daerah, apalagi d dukung sama tempat
itu dijadikan cagar budaya.
P : Apa harapan ADWINDO untuk ke depannya tentang pembangunan
pariwisata pantai padang ke depannya?
I : Highline itu tentang kebersihan pantainya, kita ngajakin masyarakat untuk tetap
menjaga kebersihan kalau visit di pantai, terus buat pungli jangan sampai ada lagi
lah, soalnya pemerintah udah bikin parking meter tapi ya masih ada aja pungli,
kalau bisa ngga cuma pemerintah tapi masyarakat lain juga berkontribusi
menjaga kebersihan dan keamanan pantai. Ya semoga saja pantai padang makin
bagus, kaya maket perencanaan yang dibuat sama pemerintah, semoga sekeren
itu nantinya, tapi ya balik lagi ke kita nya, kalau mau sesuai harapan jaga pantai
kita sebaik mungkin, karena pemerintah udah mencoba memberi fasilitas
xxv
Nama : Sigit Atmaja
Umur : 28 tahun
Pekerjaan : Supervisor Karambia Café and Hangout
Tanggal : Rabu, 12 Juli 2017 / 20.07 WIB
Tempat : Karambia Café and Hangout
P : Menurut, dinas pariwisata bangunan ini merupakan cagar budaya, nah
tanggapan abang mengenai hal tersebut bagaimana?
I : kalau asal usulnya dulu gudang, lalu diklaim oleh pemerintah jadi cagar budaya.
Jadi kita pernah sempat disegel karena mungkin tipikal yang saya tau pribadi,
dimana bangunannya sudah komersil pasti selalu disorot, dari dulu tidak
digunakan, diabaikan. Setelah diubah, dengan status kita saat ini sewa, “wah ini
ada apa ini? Bagaimana ini?” barulah tersorot. Ya bagaimanapun kita tinggal di
Indonesia prosedur itu memang harus dijalankan, ngurus ini itu, lapor ini itu,
dalam artian bayar ini itu pasti ada. Jadi kita disegel, karena mungkin salah
penggunaan ini segala macam, statusnya begitu, ya mau tidak mau harus diurus.
Kalau tanggapan aku pribadi sih ya, untuk pemerintah gunakanlah fasilitas yang
memang dianggap cagar budaya itu ya dimanfaatkan bukan ditunggu dulu udah
bagus baru dimanfaatkan. Banyak sih disini terjadi.
P : hmm jadi awalnya disegel ya bang, lalu segala diurus dan jadi seperti
sekarang?
I : iya, bukan Cuma bangunan cagar budaya juga ya, contoh lain nya itu yang di
Pantai Muaro Lasak, dulu ada tempat surfing. Ya saya dulu kan hobi main
surfing juga, itu pantai sangat bagus untuk pariwisata, tempat ngumpul anak-anak
muda, dan kegiatan negatif anak-anak muda juga berkurang saat adanya tempat
surfing itu. Tiba-tiba bangunan dibikin. Bangunan jembatan, jadi semua aset
untuk surfing hilang. Itu dulu ombaknya bagus untuk selancar air
P : oh tempat surfing ya, setahu saya disitu ada nelayan dulunya.
xxvi
I : itu dulu tempat surfing disana ada juga perahu nelayan soalnya disitu kampung
nelayan, olahraga ramai pagi-sore, anak pulang sekolah main surfing disana,
sekarang ombak tidak ada lagi. Itu contoh ya.
P : iya bang, sejak kapan karambia café ini berdiri?
I : ini tahun 2006
P : nah terus ide mengubah bangunan ini jadi café dan tempat hangout
barangkali bisa diceritakan?
I : kalau itu konsep memang dari bos kita, tapi yang saya pribadi tahu pernah
bertanya-tanya pada bos ya, dan saya lihat-lihat dari beberapa cabang, memang
bangunan-bangunan seperti ini yang dicari.
P : iya, unik kan ya ini bangunannya lama
I : iya, maka ide dari bos dari daya tarik bangunan itulah konsumen jadi ingin tahu,
“oh itu bangunan lama loh”. Nah, itu belum makanan, yang penting mereka
tertarik dilihat dari luar. Karena apa? Ini kan depan nya pinggir jalan, strategis
lalu lalang wisatawan dari pelabuhan, dan orang dulunya tau kalau bangunan ini
gudang dan tidak pernah dihuni, orang bilang angker segala macam. Dan dari
situlah bos tertarik mendirikan
P : jadi membuat orang tertarik ya untuk datang, terus untuk tipikal
pengunjungnya bagaimana bang?
I : dibilang tertarik tidak juga, jadi untuk orang Padang khususnya mereka punya
tipikal kebiasaan yang berbeda, misalnya begini “eh café itu baru tuh, bisa foto
disana”. Lalu pesan makanan sedikit, belum order menu, sudah nanya password
Wifi. Mau bagaimana lagi. Kadang saya heran juga sama obrolan mereka yang
kesannya kurang Minangnya, pakai bahasa gaul „gue-elu‟ gitulah tapi masih logat
Minang. Kan lucu di dengar padahl orang Minang”
P : jadi ini ide sendiri berarti ya bang??
xxvii
I : iya ini ide sendiri, cerita idenya kurang lebih bagitu.
P : ooo, nah apa harapan abang kedepannya untuk bangunan cagar budaya
khususnya karambia ini gimana?
I : ya saling menjaga saja tentunya, karena inikan bangunan lama ya. Dan kalaupun
kita ada salah, di makanan atau rasanya ya kita minta kritik dan saran, tapi kalau
untuk bangunan ya kita pasti jaga
P : iya bangunannya tua banget, ini direnovasi ulang apa bagaimana bang?
I : lihatkan itu atapnya besi semua kan, direnov ulang tidak tapi ditambah tanpa
merubah bangunan aslinya, ini seperti jendela ini, kata orang ini kenapa kotor
sekali, padahal memang sudah susah membersihkannya, kalau kita ganti
jendelanya berarti tidak asli lagi dong. Kata orang juga disini banyak nyamuk,
padahal segala obat macam obat nyamuk nya sudah kita coba, tapi nyamuknya
tetap ada, mau bagaimana lagi. Cara penyampaian mereka ke kita itu kesannya
gak suka, pakai bahasa kiasan gitulah saya gak ngerti
P : iya juga ya bang, kalau soal makanan? Disini menawarkan menu khas
Minang juga apa tidak?
I : kalau menu, ada. Kita ada rendang, ayam bakar kampung khas Minang, cuma
bahasa nya saja yang di modernkan atau di Inggriskan saja.
P : ada yang ingin abang sampaikan, saran atau kritikan untuk pemerintah
dan masyarakat lain mengenai pembangunan pariwisata ini?
I : dalam artian bukan dari karambia ini ya, diluar itu banyak pembangunan di kota
Padang ini sangat lelet, contoh bangunan Masjid Raya Sumatera Barat itu,
finishingnya berubah, saya lihat dulu dekor awalnya tidak seperti itu, dan itu
sangat lambat dibangunnya, itu juga pembangunan Taman Budaya itu, saya rasa
sepuluh tahun lagi baru selesai, selalu begitu. Lalu bangunan di belakang Gedung
Djoang‟45 yang roboh karena gempa tahun 2009 kenapa belum dibenahi?
Kenapa harus bangun yang baru. Terus untuk anak-anak muda yang datang
xxviii
berkunjung tolonglah jaga perkataan, jangan gunakan bahasa yang tidak
dimengerti sama orang banyak.
P : hmm begitu…jadi bagaimana kesan abang dengan pembangunan di kota
ini terutama pantainya?
I : sebenarnya saya malas tinggal di Padang ini, serius mbak,saya orang Jawa cuma
dari lahir disini, keturunan Jawa, awalnya saya kerja di Karambia Café cabang
Batam lalu dipindahkan ke Padang. Sangat berbeda, iya itu keluhan saya mbak,
banyak mbak. Sebenarnya saya awalnya seorang pemusik.
P : oke baik bang, saran nya ditampung ya
I : oh iya ada lagi, itu jembatan siti nurbaya kalau bisa di cat ulang biar bagus,
pedagang jagung itu dipindahkan dan dibuat lapak sendiri. Terus disekitaran
pantai itu bikin pasar unik dengan warna warni grafiti dari komunitas kreatif,
buat lapaknya biar tambah menarik wisatawan. Ya kalau gak kita yang komen
siapa lagi kan?
xxix
Nama : Zulfetri (Ayah)
Umur : 44 tahun
Pekerjaan : Pedagang Café „Lapau Panjang Cimpago‟
Tanggal : Selasa, 18 Juli 2017 / 16.22 WIB
Tempat : Café Bunda (Lapau Panjang Cimpago), Pantai Padang
P : Ayah sudah berapa lama kerja sebagai pedagang? Boleh sedikit
diceritakan?
I : sejak tahun 2008, ya waktu itu masih ditepi pantai letak café nya yang ada
tenda-tenda banyak itu, tapi sejak 2015 dipindah ke lapau ini
P : oh jadi dipinggiran pantai ya Yah
I : iya, orang dinas pariwisata yang memindahkan
P : kalau Ayah, tinggal disini sudah berapa lama?
I : sudah lama, sejak lahir sudah disini tahun 1973 sampai sudah berumah tangga
juga
P : nah, dulu Ayah memang sudah bekerja sebagai pedagang juga?
I : tidak, dulu Ayah mengajar di beberapa tempat, bekerja sebagai guru SMP, guru
les kadang
P : lalu kenapa bisa beralih jadi pedagang, Yah?
I : iya nak, jadi ada dua pekerjaan sekarang, kerja diluar dan mengurusi café ini
bantu-bantu Bunda juga, kan kalau malam minggu atau hari libur ramai
P : kalau pendapatan Ayah?
xxx
I : ya kalau soal pendapatan Alhamdulillah ya, kalau hari libur ramai dan
pendapatan bertambah, tapi kalau tidak ya kita juga tidak bisa mengeluh kan,
udah dikasih rezki kalau kita mmengeluh terus apa jadinya. Karena sudah rapi
begini orang jadi datang, bisa milih café mana yang mau diduduki
P : iya juga ya Yah, kalau yang di sebelah sana (Taman Muaro Lasak) itu
gimana?
I : barangkali itu programnya lain, jadi lagi job nya sama pemerintah, tapi tetap
sama-sama tempat wisata juga
P : oh jadi begitu, soal pembangunan pantai ini Ayah sudah tau sebelumnya?
I : oh yang dibangun ini? Sudah, kan dikasih tau sama pihak pengelola kalau ini
mau dibuat apa, kalau yang sekarang ini rencananya dibangun pentas untuk
acara, untuk band, orang nyanyi
P : nah, bagaimana tanggapan Ayah sama pembangunan pantai khususnya
café-café yang sudah dipindahkan tersebut
I : kita kan nurut peraturan pemerintah saja, kalau seandainya kita menentang pula
sementara ini job pemerintah kan jadinya tidak seimbang, kita cuma mengikuti
saja
P : ada kritik, saran atau harapan yang ingin Ayah sampaikan gimana
kedepannya pariwisata pantai ini?
I : oh tentu kita ingin kedepannya yang positif ya, ini kan tempat wisata, nah kalau
bisa tetap menjadi wisata keluarga, bukan wisata cinta, kaya yang suka mojok-
mojok. Harapannya ya ini menjadi wisata keluarga yang mendapatkan ridho
Allah.
P : oh iya Yah, Ayah kan sudah lama tinggal disini, apa saja yang berubah
dari pantai Padang ini, mungkin dari pemabngunan atau perilaku
masyarakat?
xxxi
P : hanya tata letak sama infrastruktur, lebih rapi, tempat wisata nya sudah mulai
dibenahi, fasilitasnya sudah memadai, ya berangsur-angsur pembangunannya
jadi, yang awalnya masih belum beraturan sekarang sudak enak mata
memandang. Lebih bersih lah. Tapi satu yang buat ayah risih kalau jualan, anak-
anak remaja Purus disini bahasanya kurang bagus, orang kan kita memakai
bahasa Minang, tidak dicampur dengan bahasa gaul lalu disingkat kata mereka itu
kadang Ayah tidak paham jadi suka bingung, juga kurang sopan dalam berbicara,
ya mungkin pengaruh pengunjung luar juga atau media online juga.
I : berarti tata krama nya ya Yah? Memang dulu bagaimana Yah?
P : iya itu juga, kalau dulu itu ketika tempat ini masih belum ada belum banyak
pengunjung itu anak-anak disini sopan ya, suka menyapa pedagang disini ramah,
bahasanya santun bahasa Minang, senang mendengarnya, sekarang ya anak-anak
nya sudah pada besar dan sudah jarang lagi kesini
I : ooo begitu yah cukup disayangkan juga, nah kalau soal café ini gimana yah
pembangunan nya?
P : ada anggaran dari pemerintah juga, ya istilahnya mambangun nagari itulah,
pengusaha-pengusaha Minang yang di rantau membantu pembangunan kampung
halaman. Kalaupun pihak dinas berkunjung kesini, mereka ngomong baik-baik,
kita dikumpulkan disini untuk memberi tahu kita kalau disini mau dibangun ini,
perbaiki ini, ya masih kompromi lah.
xxxii
Nama : Yusmaini
Umur : 36 tahun
Pekerjaan : Jasa Sewa Mainan
Tanggal : Selasa, 18 Juli 2017 / 17.38 WIB
Tempat : Area Pedestrian Pantai Padang
P : tante, disini dulu tempat surfing kan ya?
I : iya sekarang sudah dilebarkan pinggir pantainya, tapi masih ada juga yang
surfing disini sore-sore anak sini juga
P : ooo ini tante nyewain semuanya (jasa sewa miniscooter, layangan, mobil-
mobilan)?
I : iya nambah penghasilan, Dik. Namanya juga mata pencaharian kita kan ya
P : banyak juga ya tan, memang dulu tante bekerja sebagai apa?
I : dulu tukang cuci, kadang jualan juga didepan rumah jual sembako, kadang
bantu suami juga jemur ikan
P : lalu kenapa bisa beralih jadi jasa sewa?
I : duitnya langsung jelas dapat, apalagi kalau menyewakan banyak mainan, kita
taruh saja harganya per 30 menit, Rp. 10.000 untuk mainan skuter, kalau mobil
Rp.20.000, layangan begitu juga. Makin nambah kan? Itu baru satu mainan,
mmakanya kita taruh beberapa mainan disini biar banyak yang sewa.
P : wah iya ya, oh ini katanya mau dibangun pentas ya tan?
I : oo iya, mau dibagusin pantainya katanya kan, habis itu kita yang digusurnya
gimana tidak, tante kan ini tempatnya tidak tetap, cuma dipinggiran trotoar ini
biar kalau ada yang jalan kaki, anaknya mau main skuter langsung sewa
ditempat. Kalau digusur ya kita mau buka di mana
xxxiii
P : lalu gimana nanti tante menyikapinya? Kan ini ladang usaha kan ya buat
tante?
I : ya mau tidak mau kita „ber iya-iya‟ saja dengan pihak yang menggusur, soalnya
kan ini kerjaan kita, paling tidak mengikuti dulu aturannya, bisa jadi nanti setelah
pentas dibangun ada lapak kosong disediakan
P : pas ya sama-sama ingin rapi juga kan ya tante?
I : iya, kan kalau pantai rapi orang banyak yang datang, banyak juga yang nyewa,
yang main kesini, ya bisa dapat untung besar juga lah.
P : tante, kalau boleh tau rata-rata yang berdagang disini dulunya nelayan apa
bukan?
I : macam-macam, Dik. Tapi disekitar sini (sektor 5) rata-rata orang kerjanya
swasta, ada juga yang serabutan, macam tante dulu jadi tukang cuci ada,
nganggur ada juga ibu rumah tangga, kalau nelayan itu yang di kawasan sana
(sektor 4)
P : oh jadi sudah dibagi-bagi gitu ya tante?
I : biar tidak bingung, disini untuk jasa sewa, disini café, disini pantainya, tempat
duduk-duduk nya, disana pasar ikan sama restoran ikan bakarnya. Ya gitulah.
P : kalau soal pengunjung yang datang, bagaimana tanggapan tante dengan
perilakunya saat berkunjung atau berbelanja disini?
I : kalau itu saya tidak terlalu memperhatikan semua ya, cuma yang saya lihat
selama berdagang disini, rata-rata tiap orang pasti sibuk sama hp.
P : berarti hp berpengaruh ya tan?
I : iya anak saya sajalah contohnya, asal disuruh ambil kerupuk di rumah untuk
jualan ini, dipanggil tiga kali baru bilang iya, main hp terus rasanya mau saya jual
saja itu hp dia, nunduk saja kerjanya liat hp, orang mau beli dia acuh.
xxxiv
Nama : Rifdo Tofano
Umur : 26 tahun
Pekerjaan : Surfer
Tanggal : Senin, 17 Juli 2016 / 19.46 WIB
Tempat : Sea Wall, Sektor 5 Pantai Padang
P : bang, tadi saya lihat ada surfer lagi bermain disana
I : iya itu kita yang main, dik tiap sore
P : ooo ini komunitas bang? Sejak kapan?
I : iya komunitas surfing, kita bescamp nya disini juga. Mau belajar surfing juga?
Cobalah! bagus olahraga air itu sejak 2008 cuma berselancarnya di Pantai Air
Manis
P : berarti baru sekarang berselancar disini?
I : tidak juga, Dik, dulu juga pernah selancar disini tahun 2012-2014 lah tapi
karena pantai sedang dalam pembangunan waktu itu dibuat Taman Muaro Lasak,
jadi kita fakum dulu berselancar disini, pindah ke Pantai Air Manis (Malin
Kundang), kadang ke Pantai Gandoriah (Pariaman).
P : oo begitu bang, jadi memang sudah ada dari dulu juga ya?
I : oo iya harus, ini untuk seru-seruan pemuda-pemuda disini saja Dik, dari pada
tidak ada kegiatan sore-sore pulang kerja, main selancar. Kadang ada juga yang
minta diajarkan main selancar, menyewa, ya untung-untung dapat tambahan
jajan.
P : lah? Jadi mata pencaharian juga bang?
xxxv
I : iya kadang kalau ada wisatawan yang datang, terus mau ikut main ya kita
sewakan. Kalau ada yang minta diajarai main selancar ya kita ajar juga untuk
pengisi waktu luang. Ombak disini rata-rata bagus untuk selancar.
P : jadi interaksi nya masih ada ya bang, jadi daya tarik juga sama wisatawan
I : iya betul harus dijaga biar pengunjung sering kesini, namanya juga olahraga air,
siapa yang tidak tertarik, dik. Apalagi kalau ada bule-bule yang datang kesini.
Kadang mereka join sampai senja. Bertukar pengalaman juga sama mereka. Biar
banyak juga pengunjung yang senang lihat atraksi kita di air.
P : cocok ya bang sama-sama surfer juga
I : iya, kan kalau kita punya ide terus kita minta saran bule itu nanti kan bisa jadi
pelajaran juga sama kita. Kalau berminat datang saja sore-sore kesini. Yang
perempuan juga ada yang ikut.
P : oh iya bang, siap. Jadi pendapat abang mengenai pembangunan yang
sekarang bagaimana?
I : bagus, sudah berubah mulai tertata. Makanya kita main disini biar banyak yang
datang.
P : kalau orang asli disini atau pengunjungnya bang, ada yang berubah?
I : kalau orang asli sini ada dari mata pencahariannya meningkat, perangainya ada
juga yang berubah, apalagi anak kecil disini, manggil yang lebih tua pakai „oi‟
padahal mereka ada juga yang ikut main selancar, kaya sama besar sama kita.
xxxvi
Nama : Bapak Edral
Umur : 42 tahun
Pekerjaan : Kepala LPC, Dinas Pariwisata Kota Padang
Tanggal : Rabu, 19 Juli 2017 / 10.13 WIB
Tempat : Kantor Dinas Pariwisata dan Budaya Kota Padang
P : Bagaimana konsep pembangunan pariwisata pantai Padang, pak?
I : kalau soal konsep ya bagaimana pantai padang itu nyaman untuk pengunjung,
menjadi fasilitas umum yang bisa dinikmati semua orang, dan pembangunan
plaza saat ini itu untuk keperluan juga, adanya wadah untuk menampilkan
pagelaran seni dan budaya dari berbagai macam elemen.
P : elemen seperti duta wisata gitu ya pak?
I : iya kan kegiatan merka ada juga menyangkut seni dan budaya, kalau dinas bikin
acara juga kaya Festival Siti Nurbaya seperti tahun 2016 kemarin pembukaannya,
Festival Perahu Naga juga bawa „marawa‟ buat tanda kita ada acara besar. Ya
pokoknya penunjang promosi pariwisata pantai Padang
P : oo jadi strategi promosi juga ya pak, lalu faktor apa saja yang mendorong
dinas untuk melakukan pembangunan pak?
I : iya benar, nah itu balik lagi ke kita nya, tentunya dinas berusahakan
membangun objek wisata yang banyak diminati tidak hanya dari alam tapi juga
budaya nya, juga ingin memperbaiki fasilitas yang kurang, dan rusak karena
gempa 2009. Kita juga akan mengawasi agar objek tetap bersih dan tertib.
P : pembangunan nya ada stokeholder juga pak?
I : tidak, itu anggaran APBD semua, dan ada juga kerja sama dari perusahaan di
Padang. Bank, hotel, asuransi, instanssi kesehatan. Ya bentuk CSR nya lah
xxxvii
P : oo kerja sama, kira-kira sudah sejauh mana peran dinas terhadap alih
fungsi lahan di pantai itu, Pak?
I : kalau yang untuk memindahkan pedagang dari tenda-tenda pinggir pantai sudah
selesai, malah sejak dipindahkan ke Lapau Panjang Cimpago (LPC) jadi sudah
terdata sama dinas, jadi kalau ada apa-apa dinas bertanggung jawab atas itu.
Pedagang asongan susah untuk diberi tahu apalagi yang jual jasa sewa mainan
itu sebenarnya kan dilarang, mereka berjualan di area pedestrian, jadi
menghambat yang jalan kaki, kadang pedagang yang di LPC komplain juga
karena tidak rapi dan seenaknya itu, dan waktu itu sudah pernah bertanya alasan
mereka itu hanya mainan untuk fasilitas anak-anak bermain di pedestrian, dan
hanya sementara. Kita juga akan mengusahakan arena bermain itu kedepannya.
Bertahap kita membangun fasilitas untuk pariwisata.
P : iya biar tertata ya pak, memang pembangunan ini sejak kapan
dimulainya?
I : mulainya tahun 2015 dan 2016, 2015 kita di sektor 6 dulu. 2016 baru di sektor
5. Menertibkan pedagang-pedagang café di pinggiran pantai, kompromi ya
semacamnyalah agar mau bekerja sama untuk wisata pantai.
P : lalu bagaimana dengan pedagang ikan yang lapaknya masih belum tertata
pak?
I : kalau itu sedang dalam pembahasan, dan kita udah buat lapak khusus pedagang
ikan di area sea wall sektor 4 itu, kan bisa dilihat sudah ada bangunan seperti
toko-toko sepanjang bebatuan itu.
P : oh jadi bangunan itu mau dijadikan lapak
I : iya khusus pasar ikan disana, jadi tertata per sektor ada tempat khususnya.
P : nah, kalau tidak salah di sektor 4 itu ada tradisi ‘elo pukek’ kan ya pak?
I : iya itu masih ada sampai sekarang dan itu akan dilestarikan juga dijadikan
destinasi wisata, sebelumnya itu hanya sebagai alat pencari ikan oleh nelayan
xxxviii
disana. Tapi dilihat dari banyaknya pengunjung yang kadang juga ikut membantu
menariknya. Kita berinisiatif untuk menjadikan itu sebagai salah satu destinasi
wisata budaya di pantai Padang. Sekaligus melestarikan tradisi kan.
P : hmm jadi inisiatif dari dinas ya pak. Nah harapan bapak kedepannya
untuk pembangunan pariwisata pantai apa pak?
I : harapannya, masyarakat ini harus sadar wisata, sama-sama menjaga kebersihan,
aturan, jangan sembarangan berdagang, kalau memang tempatnya tidak cocok
dengan aturan jangan dipaksakan untu tetap berdagang. Kami sebenarnya ingin
tegas, dan ingin melakukan pembinaan. Tapi kalau tidak bisa dibina ya pakai
tindakan. Itu yang belum disadari sama masyarakat, kalau masyarakat sadar pasti
pengunjung pun senang untuk berbelanja karena rapi.
I : okee pak, terimakasih atas waktunya ya pak.
P : baik, sama-sama, saya ke dalam duluan.
xxxix
Nama : Anne dan Viani
Umur : 15 tahun
Pekerjaan : Pelajar
Tanggal : Senin, 29 Mei 2017 / 19.13 WIB
Tempat : Sea Wall, Sektor 5 Pantai Padang
P : Apakah teman-teman sering mengunjungi pantai ini?
V : lumayan, kalau gabut di rumah ya kesini, kan dekat.
P : oh dekat ya, terus biasanya apa saja kegiatan yang kalian lakukan ketika
berkunjung kesini?
A : ya kaya gini deh. Foto-foto, upload sosmed kadang makan ke café disana, atau
main air di pantai
V : pokoknya kegiatan yang bikin plong lah
P : refreshing ya, Apa teman-teman pernah ngobrol dengan pengunjung lain
atau pedagang sekitar sini?
V : nggak pernah. Kecuali kalau iseng, kadang kan kita kepo ya, nanya ke tukang
parkir atau penjualnya itu ada apa disana, kalau sama pengunjung lain juga gitu,
misal mereka mau foto terus ngga ada yang motoin ya kita menawarkan tapi
nanti gantian gitu
P : lebih suka mana nih? Mantengin hp apa ngobrol?
V : dua-duanya sih kak, Cuma ya sekarang kalau ga ada hp tuh gimana gitu, kan
kita musti update juga, apalagi instagram udah addict kak, tiap hari harus cek
pokoknya
P : Seberapa sering mengupdate? Kan ngobrol lebih seru
xl
A : sering banget kalau itu, biar tahu tempat wisata mana saja yang bagus dan lagi
hits. Asal tempat wisatanya punya background foto yang bagus. Kalau ada waktu
kita kesana, terus gampang aksesnya ada maps juga. Lah kalau ngobrol kan
kadang suka lupa. Ya gak V?
V : iya, kadang kuota kita jadi kurang gara-gara update mulu.
P : kan biar hits hehe, kalau boleh tahu dimana saja kawasan pantai ini yang
sering kalian kunjungi? Terus waktu mengunjunginya sampai larut apa
gimana?
V : Taman Muaro Lasak (Sektor 6), Pantai Cimpago (Sektor 5), Gunung Padang
(Sektor 1) soalnya tiga itu yang tempatnya rapi sama banyak tempat foto nya, iya
suka sampe malam kak soalnya masih ramai
A : kalau buat makanan di Taman Muaro Lasak, soalnya ada kuliner khas pantai,
paling pulang jam 9 atau 10an lah.
P : jam 10? Kalian cewek loh, gak takut apa main sampe malem?
A : iya kak, kan masih ramai sama pengunjung jadi kita santai aja, udah biasa juga
kita sama temen-temen lain nongkrong disini sampai malem.
P : hmm begitu, nah kalau nongkrong nih, biasanya kalian ngapain aja sampe
pulang larut begitu?
A : ya kaya biasanya yang dilakuin, kalau di café ya makan, di pantai ya foto-foto
kadang ngobrol, tapi kalau diliat-liat sih kak kita ngobrol pasti ada aja yang
nunduk megang hp masing-masing, yaudah dari pada kita dikacangin ya kita juga
main hp, paling ngomongnya pas mau foto bareng kalau pulang doang.
P : waduh sayang banget ya waktunya cuma buat hp padahal lagi ngumpul?
V : ya gitudeh kak kalau udah ada hp di tangan bawaannya gak mau lepas, update
terus, kadang saking fokusnya ke hp kita jadi ga nyambung gitu kak haha
xli
P : jadi udah jarang ngobrol dong kalau ketemu? Apa semua temen nya rata-
rata begitu?
A : jarang kak, kita kalau udah asik sama hp gak mau tau sama sekitar, ya aneh juga
sih pengaruh nya hp ini, sibuk pamerin tempat wisata yang lagi kita kunjungi,
bikin video gitu kak terus upload di youtube. Beda kalau dulu, tempat wisata kan
gak banget buat di pamerin jadi ya kita paling ngumpul buat ngobrol sebentar,
main air di pantai ya paling itu-itu aja”
xlii
Proses Penelitian
a. Tahap Pertama
Pada tahap awal penelitian ini, penulis mencari beberapa nama penting seperti
Kepala Dinas Pariwisata, Owner Café dan Founder Komunitas Cagar Budaya (Padang
Heritage). Penulis mencari kontak menggunakan akun sosial media instagram, website
instansi dan dari dosen yang memiliki kontak dengan informan penting. Setelah itu
penulis menghubungi satu persatu nama penting untuk melanjutkan penelitian.
b. Tahap Kedua
Setelah mendapatkan informasi dari beberapa kontak informan penting, penulis
mendapatkan ketersediaan untuk mendapatkan informasi pustaka perihal penelitian dan
mulai membuat serta mengelompokkan daftar pertanyaan untuk melakukan wawancara
setiba di lokasi penelitian. Pada tahan kedua ini penulis mendapatkan data rencana
pembangunan pariwisata kota padang, masalah yang di timbulkan, sejarah kota dan
pantai padang, serta profil pariwisata pantai padang.
c. Tahap Ketiga
Pada tahap ketiga, penulis mengurus birokrasi dan prosedur penelitian di lokasi,
mulai dari kesbangpol provinsi, kota, kecamatan, dan kelurahan, setelah mendapatkan
rekomendasi dan perizinan peneliti sudah turun lapangan mulai melakukan wawancara
dengan berperan sebagai pengunjung pantai, pembeli ikan, pelanggan café dan ikut
komunitas cagar budaya, dan sebagai peneliti.
xliii
d. Tahap Keempat
Perlahan penulis tahu beberapa bangunan cagar budaya yang dijadikan café oleh
owner-nya serta cerita, kegiatan dan beberapa dokumentasi dari komunitas cagar budaya.
Selain itu penulis juga mengetahui apa saja faktor dan tanggapan mengenai pembangunan
pariwisata, mata pencaharian penduduk karena alih fungsi lahan, perubahan mata
pencaharian, kultur bahasa yang sudah berubah dan interaksi antar masyarakat dengan
pemerintah setelah penulis mendapatkan informasi mengenai penelitian, dari dinas
pariwisata, duta wisata, nelayan, tokoh agam, pedagang ikan, wisatawan, penduduk yang
tinggal di kawasan pantai, anggota komunitas dan pemilik café,
e. Tahap Kelima
Pada tahap terakhir, penulis mulai mengunjungi pantai untuk mendokumentasikan
beberapa pembangunan pariwisata yang sudah ada, sedang dibangun dan yang sudah
selesai pengerjaannya. Selanjutnya penulis mulai mengolah data dan menganalisa data
yang ada.