DIKTAT · Dalam pola hidup dan pandangan hidup bangsa Indonesia, ... dijahit sendiri oleh tangan...
Transcript of DIKTAT · Dalam pola hidup dan pandangan hidup bangsa Indonesia, ... dijahit sendiri oleh tangan...
DIKTAT Paskibra SMAN 26 Jakarta
paskibraoftwentysix
@paskibra26
paskibraoftwentysix.blogspot.com
jalan Tebet Barat IV, Jakarta Selatan
DAFTAR ISI
DHARMA MULIA PUTRA INDONESIA ............................................................................. i
IKRAR PUTRA INDONESIA ............................................................................................... ii
MARS PASKIBRA .............................................................................................................. iii
CONAY CHICKEN ........................................................................................................... iv
MICOL ............................................................................................................................. iv
SEJARAH PASKIBRAKA ................................................................................................... 1
SEJARAH SINGKAT BENDERA PUSAKA ......................................................................... 3
MENGENAL LAMBANG NEGARA ................................................................................. 6
SEJARAH NAMA INDONESIA ......................................................................................... 11
TATA UPACARA BENDERA ............................................................................................. 15
PERATURAN BARIS-BERBARIS ......................................................................................... 18
i
DHARMA MULIA PUTRA INDONESIA
I. Putra Indonesia adalah makhluk Tuhan Al-Khalik yang Maha Esa, dan oleh sebab itu maka
dengan iman dan ihsan, serta dengan adab, ia bertakwa kepada Tuhannya.
II. Putra Indonesia adalah makhluk jenis manusia, oleh sebab itu ia adalah manusia, maka ia
berakhlak manusia. Pikirannya, perkataannya dan perbuatannya terhadap sesama makhluk
khususnya sesama umat manusia, digetari oleh getaran rasa kasih sayang dari dalam lubuk
hati-nuraninya yang digerakkan oleh daya rasa keadilan dari budi kemanu-siaannya,
teristimewa terhadap sesama Putra Indonesia. Demikianlah laku dan karya manusia Sang
Putra Indonesia yang dapat dipercaya, beradab, bersusila dan berbudi luhur.
III. Karena darah kelahirannya tumpah di pangkuan Ibu Pertiwi Indonesia, tumpah di tanah
antara air, tumpah di nusa antara bahari, dan bernafasnya menghirup udara Indonesia,
maka dengan kepantasan setiap Putra Indonesia cinta kepada Tanah Air dan Udara yang
diamanatkan Tuhan Penguasa seluruh alam semesta kepada umat Indonesia dan dengan
kepantasan pula membalas budi baik Ibunya. Suka dan rela berkorban untuk
melindunginya, memandunya, sambil berjuang tanpa putus asa, untuk mensejahterakan
hidup selaku anggota satu keluarga persatuan, ialah keluarga Persatuan Indonesia.
Demikianlah jiwanya: jiwa Indonesia, pribadinya: pribadi Indonesia, perilakunya: beradat
Indonesia, karya budi-dayanya: karya budi daya Indonesia, perhatian dan dharma-baktinya
dipusatkan pertama-tama dan terutama kepentingan Indonesia, bukan kepentingan lebih
dari itu, apalagi kepentingan dirinya sendiri.
IV. Setiap manusia, juga setiap Putra Indonesia, pada hakekatnya adalah sama. Sama hak
asasinya, sama daulat pribadinya, sama daulat kerakyatannya. Itulah asas kemerdekaan
Indonesia dan kemerdekaan setiap bangsa di atas dunia, demi peri-kemanusiaan dan peri-
keadilan. Peri-kehidupan Putra-putra Indonesia dalam suatu wadah Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila, dipimpinkannya kepada hukum yang
mengandung hikmat kebijaksanaan sebagai mufakat yang dicapai oleh wakil-wakilnya
dalam permusyawaratan perwakilan. Asas kemerdekaan yang dengan jujur ditata dan
ditertibkan sedemikian itu, dengan disiplin pula dipatuhinya dan tanpa putus asa
menanggulangi segala kesukaran dalam menjaga tetap berlakunya ketatatertiban itu agar
Indonesia dan Putra-putranya tetap merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Demikianlah, dengan Ridho Tuhan Yang Maha Esa, segenap Putra Indonesia selaku Pandu-pandu
Ibunya, dengan watak ksatria, rasa tanggung jawab dan dengan gembira berjuang bersama-
sama untuk mengadakan dan menjaga adanya masyarakat yang adil, tapi juga makmur dalam
peri-kehidupan kebendaan yang dapat membekali peri-kehidupannya di masa sesudah
meninggalkan hidup di dunia ini.
Selangkah demi selangkah, dengan cermat dan tepat, hemat dan bersahaja, berupayalah
segenap Putra Indonesia bersama-sama, untuk mewujudkan cita-cita bangsanya, ialah masyarakat
pancasila dengan insan-insan Pancasila sebagai warganya, dalam keadaan yang aman dan
sentausa, jaya dan mulia, serta bermanfaat di antara dan bagi masyarakat bangsa-bangsa di
dunia. Itulah kehendak kehormatan Dharma Mulia Putra Indonesia.
ii
IKRAR PUTRA INDONESIA
Aku mengaku Putra Indonesia, dan berdasarkan pengakuan itu:
Aku mengaku bahwa aku adalah makhluk Tuhan Al-Khalik Yang Maha Esa dan
bersumber kepada-Nya.
Aku mengaku bertumpah darah satu: tanah Air Indonesia.
Aku mengaku berbangsa satu: Bangsa Indonesia.
Aku mengaku berjiwa satu: jiwa Pancasila.
Aku mengaku bertujuan satu: masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila
sesuai dengan isi Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Aku mengaku bercarakarya satu: perjuangan besar dengan akhlak dan ihsan
menurut ridho Tuhan Yang maha Esa.
Berdasarkan pengakuan-pengakuan ini dan demi kehormatanku, aku berjanji akan
bersunggguh-sungguh menjalankan kewajiban untuk mengamalkan semua pengakuan ini
dalam karya hidupku sehari-hari.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberkati niatku ini dengan taufik dan hidayah-Nya,
serta dengan Inayah-Nya.
iii
MARS PASKIBRA Aku tunggu engkau, aku tunggu engkau
Rupanya engkau forget to me
Aku tunggu engkau, aku tunggu engkau
Rupanya engkau forget to me
Badan sakit-sakit jungkir balik di Paskibra,
Rupanya engkau forget to me
Rambate ratahayu tarik tambang (Tarik!)
Di sini aku jadi s’makin senang (Asik!)
Andaikan aku burung, aku akan terbang
Kini aku jadi anggota Paskibra
Setiap sabtu sore aku datang ke sekolah
Untuk m’laksanakan latihan baris-berbaris
Begini rasanya jadi calon anggota:
Dicaci, dimaki, dan dibentak-bentak
Wahai seniorku engkau galak sekali,
Wahai seniorita engkau cantik sekali
Tahukah engkau apa isi hatiku?
Ku cinta padamu,
Oh darling I love you
Ku cinta padamu,
Oh darling I love you
iv
MI COL Mi col, mi col, mi col la ci la col
Mi le mi le mi col
Mi le do mi le do
Mi col col mi do la pa pa
Col ci ci la do col do col
Mi col col mi do la pa pa
Col ci le! Col ci le!
Col ci le mi do col do
CONAY CHICKEN Conay chicken dress so fun
Ah! Conna mine
Conay Chicken dress so fun
Ah! Conna mine
Stretch a little bit, stretch a little bit
Peck peck peck the ground
Claps your wings and do the dance
Ah! Conna mine
1
Sejarah Paskibraka
Beberapa hari menjelang peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI pertama. Presiden Soekamo memberi tugas
kepada ajudannya, Mayor M. Husein Mutahar untuk mempersiapkan upacara peringatan Detik-Detik Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1946, di halaman Istana Presiden Gedung Agung Yogyakarta
Pada saat itu, sebuah gagasan berkelebat di benak Mutahar. Alangkah baiknya bila persatuan dan kesatuan
bangsa dapat dilestarikan kepada generasi muda yang kelak akan menggantikan para pemimpin saat itu.
Pengibaran bendera pusaka bisa menjadi simbol kesinambungan nilai-nilai perjuangan. Karena itu, para pemudalah
yang harus mengibarkan bendera pusaka. Dari sanalah kemudian dibentuk kelompok-kelompok pengibar bendera
pusaka, mulai dari lima orang pemuda-pemudi pada tahun 1946 —yang menggambarkan Pancasila.
Usul Mutahar Namun, Mutahar mengimpikan bila kelak para pengibar bendera pusaka itu adalah pemuda-pemuda utusan dari
seluruh daerah di Indonesia. Sekembalinya ibukota Republik Indonesia ke Jakarta, mulai tahun 1950 pengibaran
bendera pusaka dilaksanakan di Istana Merdeka Jakarta. Regu-regu pengibar dibentuk dan diatur oleh Rumah
Tangga Kepresidenan Rl sampai tahun 1966. Para pengibar bendera itu memang para pemuda, tapi belum mewakili
apa yang ada dalam pikiran Mutahar.
Tahun 1967, Husain Mutahar kembali dipanggil Presiden Soeharto untuk dimintai pendapat dan menangani masalah
pengibaran bendera pusaka. Ajakan itu, bagi Mutahar seperti "mendapat durian runtuh" karena berarti ia bisa
melanjutkan gagasannya membentuk pasukan yang terdiri dari para pemuda dari seluruh Indonesia. tersirat dalam
benak Husain Mutahar akhirnya menjadi kenyataan. Setelah tahun sebelumnya diadakan ujicoba, maka pada tahun
1968 didatangkanlah pada pemuda utusan daerah dari seluruh Indonesia untuk mengibarkan bendera pusaka.
Sayang, belum seluruhnya provinsi bisa mengirimkan utusannya, sehingga pasukan pengibar bendera pusaka tahun
itu masih harus ditambah dengan eks anggota pasukan tahun 1967.
Paskibraka Selama enam tahun, 1967-1972, bendera pusaka dikibarkan oleh para pemuda utusan daerah dengan sebutan
“Pasukan Pengerek Bendera Pusaka (PASKERAKA)”. Nama, pada kurun waktu itu memang belum menjadi perhatian
utama, karena yang terpenting tujuan mengibarkan bendera pusaka oleh para pemuda utusan daerah sudah
menjadi kenyataan.
Dalam mempersiapkan Pasukan Pengerek Bendera Pusaka, Husein Mutahar sebagai
Dirjen Udaka (Urusan Pemuda dan Pramuka) tentu tak dapat bekerja sendiri. Sejak
akhir 1967, ia mendapatkan dukungan dari Drs Idik Sulaeman yang
dipindahtugaskan ke Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (dari Departemen
Perindustrian dan Kerajinan) sebagai Kepala Dinas Pengembangan dan Latihan. Idik
yang terkenal memiliki karakter kerja sangat rapi dan teliti, lalu mempersiapkan
konsep pelatihan dengan sempurna, baik dalam bidang fisik, mental, maupun
spiritual. Latihan yang merupakan derivasi dari konsep Kepanduan itu diberi nama
“Latihan Pandu Ibu Indonesia Ber-Pancasila”. Setelah melengkapi silabus latihan
dengan berbagai atribut dan pakaian seragam, pada tahun 1973 Idik Sulaeman
melontarkan suatu gagasan baru kepada Mutahar, “Bagaimana kalau pasukan
pengibar bendera pusaka kita beri nama baru”.
FIGURE 1. IDIK SULAEMAN
2
Mutahar yang tak lain mantan pembina penegak Idik di Gerakan Pramuka
menganggukkan kepala. Maka, kemudian meluncurlah sebuah nama antik berbentuk
akronim yang agak sukar diucapkan bagi orang yang pertama kali menyebutnya.
Akronim itu adalah PASKIBRAKA, yang merupakan singkatan dari Pasukan Pengibar
Bendera Pusaka. “Pas” berasal dari kata pasukan, “kib” dari kata kibar, “ra” dari kata
bendera dan “ka” dari kata pusaka. Idik yang sarjana senirupa lulusan Institut Teknologi
Bandung (ITB) itupun juga segera memainkan kelentikan tangannya dalam membuat
sketsa. Hasilnya, adalah berbagai atribut yang digunakan Paskibraka, mulai dari
Lambang Anggota, Lambang Korps, Kendit Kecakapan sampai Tanda
Pengukuhan (Lencana Merah-Putih Garuda/MPG).
Nama Paskibraka dan atribut baru itulah yang dipakai sejak tahun 1973 sampai sekarang. Sulitnya penyebutan
akronim Paskibraka memang sempat mengakibatkan kesalahan ucap pada sejumlah reporter televisi saat
melaporkan siaran langsung pengibaran bendera pusaka setiap tanggal 17 Agustus di Istana Merdeka. Bahkan, tak
jarang wartawan media cetak masih ada yang salah menuliskannya dalam berita, misalnya dengan “Paskibrata”.
Tapi, bagi para anggota Paskibraka, Purna (mantan) Paskibraka maupun orang-orang yang terlibat di dalamnya,
kata Paskibraka telah menjadi sesuatu yang sakral dan penuh kebanggaan.
Penutup Memang pernah, suatu kali nama Paskibraka akan diganti, bahkan pasukannya pun akan dilikuidasi. Itu terjadi pada
tahun 2000 ketika Presiden Republik Indonesia dijabat oleh KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Kata ‘pusaka’ yang
ada dalam akronim Paskibraka dianggap Gus Dur mengandung makna ‘klenik’. Untunglah, dengan perjuangan
keras orang orang yang berperan besar dalam sejarah Paskibraka, akhirnya niat Gus Dur untuk melikuidasi Paskibraka
dapat dicegah.
Apalagi, Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1958 tentang Bendera Kebangsaan Republik Indonesia, pada
pasal 4 jelas-jelas menyebutkan:
BENDERA PUSAKA adalah Bendera Kebangsaan yang digunakan pada upacara Proklamasi
Kemerdekaan di Jakarta pada tanggal 17 Agustus 1945.
BENDERA PUSAKA hanya dikibarkan pada tanggal 17 Agustus.
Ketentuan-ketentuan pada Pasal 22 tidak berlaku bagi BENDERA PUSAKA. (Pasal 22: Apabila
Bendera Kebangsaan dalam keadaan sedemikian rupa, hingga tak layak untuk dikibarkan lagi, maka
bendera itu harus dihancurkan dengan mengingat kedudukannya, atau dibakar).
Itu berati, bila Presiden ngotot mengubah nama Paskibraka, berarti dia melanggar PP No. 40 Tahun 1958.
Presiden akhirnya tidak jadi membubarkan Paskibraka, tapi meminta namanya diganti menjadi “Pasukan
Pengibar Bendera Merah-Putih” saja. Hal ini di-iyakan saja, tapi dalam siaran televisi dan pemberitaan media massa,
nama pasukan tak pernah diganti. Paskibraka yang telah menjalani kurun sejarah 32 tahun tetap seperti apa
adanya, sampai akhirnya Gus Dur sendiri yang dilengserkan.
*****
3
Sejarah Singkat Bendera
Pusaka
Sejarah telah membuktikan, kelompok-kelompok manusia yang bergabung menjadi suatu himpunan kuat selalu
memiliki tanda-tanda, lambang, dan atribut. Dari peninggalan arkeologis retusan bahkan ribuan tahun, lambang-
lambang itu telah dikenal dalam wujud tunggul, panji-panji, ubul-umbul, dhuaja, dan pataka.
Undang-Undang Dasar 1945 yang disahkan pada 18 Agustus 1945 mencantumkan bab XV pasal 35 yang berbunyi,
Bendera Negara Indonesia ialah Merah Putih. Melalui Peraturan Pemerintah No. 65/1958 tanggal 26 Juni 1958 dan
penjelasan dalam tambahan Lembaran Negara No. 1633/
Dalam filsafat warna Merah Putih terhimpun sebuah panduan. Merah berarti keberanian dan Putih berarti kesucian.
Dalam pola hidup dan pandangan hidup bangsa Indonesia, kedua warna itu juga mencerminka berbagai hakekat.
Merah Putih menunjukkan hakikat alam makro dan mikro menyatukan manusia dengan bumi dan lingkungannya.
Penyelamatan Bendera Pusaka Bendera pusaka yang setiap tanggal 17 Agustus mendampingi pengibaran
duplikatnya di halaman Istana Merdeka Jakarta memiliki sejarah yang sama
panjangnya dengan kemerdekaan Indonesia sendiri. Bendera Pusaka
dijahit sendiri oleh tangan Ibu Fatmawati Soekarno, dan dikibarkan pertama
kali pada 17 Agustus 1945 seusai Dwitunggal Soekarno-Hatta membacakan
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Bendera Pusaka berkibar siang dan malam di Jakarta, di tengah desing
pelutu sampai saat ibikota negara dipindahkan ke Yogyakarta. Karena aksi
teror Belanda semakin meningkat, tanggal 4 Januari 1946, Presiden dan Wakil Presiden meninggalkan Jakarta menuju
Yogyakarta dengan kereta api. Saat itu, Bendera Pusaka dimasukkan ke dalam kopor probadi Presiden Soekarno.
Selama dua tahun, bendera itu berkibar di Yogyakarta sampai Belanda melancarkan agresi militer kedua pada 19
Desember 1948. Presiden, Wakil Presiden dan beberapa pejabat tinggi Indonesia akhirnya ditawan Belanda. Namun
pada saat Istana Presiden, Gedung Agung Yogyakarta, dikepung, Soekarno sempat memanggil salah seorang
ajudannya – Mayor Laut M. Husein Mutahar – ke kamar pribadinya. Sang ajudan lalu ditugaskan untuk
menyelamatkan Bendera Pusaka. Saat itu Soekarno berucap kepada Mutahar:
“Apa yang terjadi pada diriku, aku sendiri tidak tahu. Dengan ini aku
memberi tugas kepadamu pribadi. Dalam keadaan apapun juga aku
memerintahkan engkau untuk menjaga bendera kita dengan nyawamu.
Ini tidak boleh jatuh ke tangan musuh. Di waktu jika Tuhan mengizinkan,
engkau harus mengembalikan kepadaku sendiri dan tidak kepada
siapapun juga kecuali orang yang menggantikanku sekiranya umurku
pendek. Andai engkau gugur dalam menyelamatkan Bendera ini,
percayakan tugasmu kepada orang lain dan dia harus menyerahkannya
ke tanganku sendiri sebagaimana engkau mengerjakannya.”
FIGURE 2. HUSEIN MUTAHAR
4
Mutahar terdiam. Ia memejamkan matanya seraya berdoa, sementara bom berjatuhan di sekeliling mereka.
Tanggung jawab itu sungguh berat. Akhirnya Mutahar hanya memecahkan kesulitan itu dengan mencabuat benagn
jahitan tangan yang memisahkan kain merah putih dari bendera itu dengan bantuan Ibu Perna Dinata.
Masing-masing bagian merah dan putih dimasukkan ke dalam dua tas terpisah milik Mutahar, kemudian diselipkan di
antara pakaian dan perlengkapan pribadinya. Mutahar hanya berpikir, dengan memisahkannya menjadi secarik
kain merah dan putih, Bendera Pusaka akan terhindar dari penyitaan pihak Belanda.
Ketika Soekarno dibawa Belanda ke Prapat (Sumatera Utara) lalu dipindahkan ke Bangka, sementara Hatta langsung
ke Muntok (Bangka); Mutahar juga diangkat dengan salah satu pesawat Dakota. Ternyata ia dan beberapa orang
lainnya dibawa ke Semarang dan ditahan di sana. Saat ditahan itulah Mutahar berhasil melarikan diri dan naik kapal
laut kembali ke Jakarta.
Di Jakarta, Mutahar menginap di rumah PM Sutan Syahrir yang tidak ikut mengungsi ke Yogyakarta. Beberapa hari
kemudian, ia kost di jalan Pegangsaan Timur nomor 43, di rumah R. Said Siekanto Tjokroamidjoyo (Kepala Kepolisian
pertama Indonesia). Selama di Jakarta, ia selalu mencari informasi bagaimana agar dapat segera menyerahkan
kembali Bendera Pusaka kepada Presiden.
Sekitar pertengahan Juli 1949 pada suatu pagi, Mutahar menerima pemberitahuan dari Bapak Soedjono yang
tinggal di Oranje Boulevard (sekaran Jalan Diponegoro), Jakarta, yang menyebutkan ada sebuah surat pribadi dari
Presiden untuknya. Sore hari, surat itu diambil Mutrahar dan ternyata benar-benar dari Presiden.
Surat itu berisi perintah agar Mutahar segera menyerahkan kembali Bendera Pusaka yang diterimanya di Yogyakarta
kepada Soedjono sebagai perantara. Hal itu untuk menjaga kerahasiaan saat Bendera Pusaka dibawa dan
diserahkan kepada Presiden Soekarno yang sedang dalam pengasingan di Muntok (Bangka). Karena dalam
pengasingan, Soekarno hanya boleh dikunjungi anggota delegasi Republik Indonesia dalam perundingan dengan
Belanda di bawah pengawasan UNCI (United Nations Committee for Indonesia), termasuk Soedjono. Mutahar sendiri
bukanlah anggota delegasi.
Setelah mengetahui jadwal keberangkatan Soejono ke Bangka, Mutahar meminjam mesin jahit tangan milik seorang
isteri dokter. Bendera pusaka yang terpisah itu dijahit kembali dengan persis mengikuti lubang bekas jahitan aslinya.
Meski dilakukan dengan sangat hati-hati, terjadi kesalahan jahit sekitar 2 cm di ujungnya. Bendera yang telah dijahit
kembali itu lalu dibungkus dengan kertas koran agar tidak mencurigakan. Soedjono berhasil dengan selamat
menyerahkan Bendera pusaka itu kepada Presiden Soekarno seperti apa yang diperintahkan.
Berakhirlah drama penyelamatan Bendera Pusaka dan sejak saat itu, Mutahar tak lagi menangani masalh
pengibaran Bendera Pusaka seperti yang dijalaninya sejak tahun 1946.
Tanggal 6 Juli 1949, Presiden Soekarno dan WAjuk Oresudeb Mohammad Hatta kembali ke Yogyakarta dari Bangka
dengan membawa serta Bendera Pusaka. Tanggal 17 Agustus 1949, Bendera Pusaka kembali dikibarkan di halaman
Istana Presiden Gedung Agung Yogyakarta. Naskah pengakuan kedaulatan Indonesia ditandatangani tanggal 27
Desember 1949 dan sehari setelah itu, Soekarno kembali ke Jakarta memangku jabatan Presiden Republik Indonesia
Serikat (RIS). Setelah empat tahun ditinggalkan, Jakarta pun kembali menjadi Ibukota Republik Indonesia. Hari itu juga
Bendera Pusaka dibawa kembali ke Jakarta.
Untuk pertama kalinya setelah Proklamasi kemerdekaan, Bendera Pusaka kembali dikibarkan di Jakarta, pada
peringatan detik-detik Proklamasi 17 Agustus 1950. Bendera Pusaka berkibar dengan megahnya di puncak tiang 17
halaman Istana Merdeka. Bendera Pusaka itu terus dikibarkan setiap tahun sampai 1968.
Sebagai penghargaan atas jasa-jasanya menyelamatkan Bendera Pusaka, tahun 1961, Pemerintah RI
menganugerahkan Bintang Mahaputera kepada M. Husain Mutahar. Penyerahan bintang jasa itu dilakukan sendiri
oleh Presiden Soekarno sebagai pimpinan tertinggi dan orang yang memberikan kepercayaan langsung kepada
Mutahar.
5
Duplikat Bendera Pusaka Pada tahun 1968, kondisi Bendera Pusaka disadari sudah sangat tua dan robek di keempat sudutnya. Husain Mutahar
mengusulkan pembuatan bendera duplikat yang terbuat dari bahan kain sutera, pewarna dan alat tenun asli
Indonesia; lalu ditenun tanpa jahitan antara merah putihnya. Sayangnya gagasan itu tidak sampai karena
keterbatasan dana yang ada.
Pembuatan Duplikan Bendera dilaksanakan oleh Balai Penelitian Tekstil Bandung dibantu PT. Ratna di Ciawi, Bogor.
Syarat yang ditentukan Mutahar tidak terlaksana karena bahan pewarna asli Indonesia tidak memiliki warna merah
standar bendera. Sementara penenunan dengan alat tenun asli bukan mesin akan memakan waktu terlalu lama.
Duplikat akhirnya dibuat dengan bahan sutera, namun menggunakan bahan pewarna impor dan ditenun dengan
mesin. Bendera duplikat itu kemudian dibagi-bagikan ke seluruh Daerah Tingkat I, Daerah Tingkat II, dan Perwakilan
Indonesia di luar negeri pada 5 Agustus 1969.
Duplikat Bendera Pusaka yang sekarang dikibarkan di tiang 17 Istana Merdeka setiap 17 Agustus dibuat dari kain
bendera (wool). Bagian merah terdiri dari tiga potongan kain memanjang, begitu juga kain putihnya yang berwarna
agak kekuningan. Seluruh potongan itu disatukan dengan mesin jahit dan pada salah satu bagian tepinya dipasangi
sepotong tali inti.
*****
6
Mengenal Lambang
Negara
Kita sebagai bangsa Indonesia tentu sering melihat dan sangat mengenal
gambar di sampingi. Namun apakah kita benar-benar mengenal gambar
tersebut? Jika ditanya itu gambar apa, tentu kita bisa menjawabnya.
Namun apakah kita bisa menjawab dengan benar apa nama gambar
itu? Siapa perancang gambar itu? Bisakah anda menjelaskan secara
detail lambang-lambang yang terkandung di dalamnya? Marilah kita
mulai satu per satu.
Sekilas Gambar tersebut merupakan lambang negara Indonesia. Lambang
negara berupa seekor Burung Garuda berwarna emas yang berkalungkan
perisai yang di dalamnya bergambar simbol-simbol Pancasila, dan
mencengkeram seutas pita putih yang bertuliskan "BHINNEKA TUNGGAL
IKA". Sesuai dengan desainnya, lambang tersebut bernama resmi Garuda Pancasila. Garuda merupakan nama
burung itu sendiri, sedangkan Pancasila merupakan dasar negara Indonesia yang disimbolkan dalam gambar-
gambar di dalam perisai yang dikalungkan itu. Nama resmi Garuda Pancasila yang tercantum dalam Pasal 36A, UUD
1945.
Sejarah Perancangan lambang negara dimulai pada Desember 1949, beberapa hari setelah pengakuan kedaulatan
Republik Indonesia Serikat oleh Belanda. Kemudian pada tanggal 10 Januari 1950 dibentuklah Panitia Lencana
Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Portofolio Sultan Hamid II dengan susunan panitia Muhammad
Yamin sebagai ketua, sedangkan Ki Hajar Dewantoro, M. A. Pellaupessy, Mohammad Natsir, dan RM Ngabehi
Purbatjaraka sebagai anggota. Panitia ini bertugas menyeleksi usulan lambang negara. Dari berbagai usul lambang
negara yang diajukan ke panitia tersebut, terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid
II (Garuda) dan karya M Yamin (Banteng Matahari). Pada proses selanjutnya, rancangan karya Sultan Hamid II lah
yang diterima. Rancangan M Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari dan menampakkan pengaruh
Jepang.
Sultan Hamid II (1913–1978) yang bernama lengkap Syarif Abdul Hamid Alkadrie
merupakan sultan dari Kesultanan Pontianak, yang pernah menjabat sebagi Gubernur
Daerah Istimewa Kalimantan Barat dan juga Menteri Negara Zonder Portofolio pada
era Republik Indonesia Serikat.
Setelah disetujui, rancangan itupun disempurnakan sedikit demi sedikit atas usul
Presiden Soekarno dan masukan berbagai organisasi lainnya. Rancangan final awal
yang diajukan tanggal 8 Februari 1950 mendapat masukan dari Partai Masyumi (Partai
Islam terbesar saat itu) untuk dipertimbangkan karena adanya keberatan terhadap
gambar burung garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai
dan dianggap bersifat mitologis (terlihat seperti dewa). Dan dialog intensif antara
Sultan Hamid II, Presiden Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta pun FIGURE 3. SULTAN HAMID II
7
terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu. Akhirnya disepakati
untuk mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula pita merah putih menjadi
pita putih dengan menambahkan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”. Sultan Hamid II
kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan
berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta bentuk Rajawali – Garuda
Pancasila yang disingkat Garuda Pancasila. AG Pringgodigdo dalam bukunya “Sekoitar
Pancasila” menyebutkan rancangan lambang negara karya Sultan Hamid II akhirnya
diresmikan pemakaiannya dalam sidang kabinet RIS. Ketika itu gambar bentuk kepala
Rajawali Garuda masih “gundul” dan “tidak berjambul” seperti bentuk sekarang ini.
Penyempurnaan terus diupayakan. Kepala burung garuda yang “gundul” dijadikan “berjambul”. Bentuk cakar kaki
yang mencengkeram pita dari semula menghadap ke belakang menjadi menghadap ke depan, atas masukan
Presiden Soekarno.
Akhirnya pada tanggal 20 Maret 1950, jadilah lambang negara seperti yang kita kenal sekarang. Presiden Soekarno
lalu memerintahkan pelukis istana, Dullah, untuk melukis kembali rancangan tersebut sesuai bentuk akhir rancangan
Sultan Hamid II. Rancangan final lambang negara itupun akhirnya diperkenalkan ke masyarakat dan mulai
digunakan pada tanggal 17 Agustus 1950 dan disahkan penggunaannya pada 17 Oktober 1951 oleh Presiden
Soekarno dan Perdana Menteri Sukiman Wirjosandjojo melalui PP 66/1951, dan kemudian tata cara penggunaannya
diatur melalui PP 43/1958.
Untuk terakhir kalinya, Sultan Hamid II menyelesaikan penyempurnaan bentuk final gambar lambang negara, yaitu
dengan menambah skala ukuran dan tata warna gambar lambang negara dimana lukisan otentiknya diserahkan
kepada H. Masagung, Yayasan Idayu Jakarta pada 18 Juli 1974. Sedangkan Lambang Negara yang ada disposisi
Presiden Soekarno dan foto gambar lambang negara yang diserahkan ke Presiden Soekarno pada awal Februari
1950 masih tetap disimpan oleh Kraton Kadriyah, Pontianak.
Meskipun telah disahkan penggunaannya sejak tahun 1951, tidak ada nama resmi untuk lambang negara itu,
sehingga muncul berbagai sebutan untuk lambang negara itu, seperti Garuda Pancasila, Burung Garuda, Lambang
Garuda, Lambang Negara, atau hanya sekedar Garuda. Nama Garuda Pancasila baru disahkan secara resmi
sebagai nama resmi lambang negara pada tanggal 18 Agustus 2000 oleh MPR melalui amandemen kedua UUD
1945.
Cerita di balik layar Dikisahkannya, dalam rangka mencari ide untuk membuat lambang negara, mulanya Sultan Hamid II mengunjungi
Sintang, kemudian beliau bertolak ke Putus Sibau. Sepulang dari Putus Sibau, ia kembali singgah di kerajaan Sintang,
dan tertarik pada burung garuda yang menghiasi gantungan gong yang dibawa Patih Lohgender dari Majapahit.
Patung burung garuda sendiri ketika itu sudah menjadi lambang kerajaan Sintang. Sebelumnya, di pulau Sibau, pihak
swa praja disana mengusulkan kepada Sultan Hamid II untuk menggunakan lambag burung enggang. Namun ia
tidak langsung mengakomodir usul tersebut. Karena ia tertarik pada lambang burung garuda yang menjadi lambang
kerajaan Sintang, Sultan Hamid II berinisiatif meminjam lambang kerajaan Sintang untuk dibawa. Saat itu pihak swa
praja Sintang tak keberatan, namun dengan beberapa syarat, salah satunya Sultan Hamid II harus menandatangani
semacam berita acara peminjaman, dan waktu peminjaman sendiri tak boleh lebih dari satu bulan. Fakta bahwa
FIGURE 4. BANTENG MATAHARI
8
bentuk burung garuda pernah dibawa Sultan Hamid II tersebut kini disimpan di Museum Dara
Juanti, yang puluhan tahun lalu menjadi pusat Kerajaan Sintang.
Makna dan Arti Lambang Garuda Pancasila terdiri atas tiga komponen utama, yakni Burung Garuda, perisai, dan pita
putih.
Burung Garuda Burung Garuda merupakan burung mistis yang berasal dari Mitologi Hindu yang berkembang di
wilayah Indonesia sejak abad ke-6. Burung Garuda itu melambangkan kekuatan, sementara warna emas pada
burung garuda itu melambangkan kemegahan dan kejayaan.
Pada burung garuda itu, jumlah bulu pada setiap sayap berjumlah 17, kemudian bulu ekor berjumlah 8, bulu pada
pangkal ekor atau di bawah perisai 19, dan bulu leher berjumlah 45. Jumlah-jumlah bulu tersebut jika digabungkan
menjadi 17-8-1945, merupakan tanggal di mana kemerdekaan Indonesiadiproklamasikan.
Perisai Perisai yang dikalungkan melambangkan pertahanan Indonesia. Pada perisai itu mengandung lima buah simbol
yang masing-masing simbol melambangkan sila-sila dari dasar negara Pancasila.
Pada bagian tengah terdapat simbol bintang bersudut lima yang melambangkan sila pertama Pancasila, Ketuhanan
yang Maha Esa. Lambang bintang dimaksudkan sebagai sebuah cahaya, seperti layaknya Tuhan yang menjadi
cahaya kerohanian bagi setiap manusia. Sedangkan latar berwarna hitam melambangkan warna alam atau warna
asli, yang menunjukkan bahwa Tuhan bukanlah sekedar rekaan manusia, tetapi sumber dari segalanya dan telah
ada sebelum segala sesuatu di dunia ini ada.
Di bagian kanan bawah terdapat rantai yang melambangkan sila kedua Pancasila, Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab. Rantai tersebut terdiri atas mata rantai berbentuk segi empat dan lingkaran yang saling berkait membentuk
lingkaran. Mata rantai segi empat melambangkan laki-laki, sedangkan yang lingkaran melambangkan perempuan.
Mata rantai yang saling berkait pun melambangkan bahwa setiap manusia, laki-laki dan perempuan, membutuhkan
satu sama lain dan perlu bersatu sehingga menjadi kuat seperti sebuah rantai.
Di bagian kanan atas terdapat gambar pohon beringin yang melambangkan sila ketiga, Persatuan Indonesia. Pohon
beringin digunakan karena pohon beringin merupakan pohon yang besar di mana banyak orang bisa berteduh di
bawahnya, seperti halnya semua rakyat Indonesia bisa "berteduh" di bawah naungan negara Indonesia. Selain itu,
pohon beringin memiliki sulur dan akar yang menjalar ke mana-mana, namun tetap berasal dari satu pohon yang
sama, seperti halnya keragaman suku bangsa yang menyatu di bawah namaIndonesia.
Kemudian, di sebelah kiri atas terdapat gambar kepala banteng yang melambangkan sila keempat, Kerakyatan
yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratn/Perwakilan. Lambang banteng digunakan karena
banteng merupakan hewan sosial yang suka berkumpul, seperti halnya musyawarah di mana orang-orang harus
berkumpul untuk mendiskusikan sesuatu.
9
Dan di sebelah kiri bawah terdapat padi dan kapas yang melambangkan sila kelima, Keadilan Sosial Bagi Seluruh
Rakyat Indonesia. Padi dan kapas digunakan karena merupakan kebutuhan dasar setiap manusia, yakni pangan
dan sandang sebagai syarat utama untuk mencapai kemakmuran yang merupakan tujuan utama bagi sila kelima
ini.
Pada perisai itu terdapat garis hitam tebal yang melintang di tengah-tengah perisai. Garis itu melambangkan garis
khatulistiwa yang melintang melewati wilayah Indonesia.
Warna merah dan putih yang menjadi latar pada perisai itu merupakan warna nasional Indonesia, yang juga
merupakan warna pada bendera negaraIndonesia. Warna merah melambangkan keberanian, sedangkan putih
melambangkan kesucian.
Pita dan Semboyan Negara Pada bagian bawah Garuda Pancasila, terdapat pita putih yang dicengkeram, yang bertuliskan "BHINNEKA
TUNGGAL IKA" yang ditulis dengan huruf latin, yang merupakan semboyan negara Indonesia. Perkataan bhinneka
tunggal ika merupakan kata dalam Bahasa Jawa Kuno yang berarti "berbeda-beda tetapi tetap satu jua". Perkataan
itu diambil dari Kakawin Sutasoma karangan Mpu Tantular, seorang pujangga dari Kerajaan Majapahit pada abad
ke-14. Perkataan itu menggambarkan persatuan dan kesatuan Nusa dan BangsaIndonesia yang terdiri atas berbagai
pulau, ras, suku, bangsa, adat, kebudayaan, bahasa, serta agama.
Tata Cara Penggunaan Tata cara penggunaan Lambang Negara Garuda Pancasila diatur dalam PP Nomor 43 tahun 1958 yang disahkan
oleh Presiden Soekarno dan Perdana Menteri Djuanda pada tanggal 26 Juni 1958. Berikut ini adalah tata cara
penggunaan Lambang Negara menurut PP tersebut.
Lambang Negara dapat digunakan pada:
Gedung-gedung negeri di sebelah dan/atau dalam.
Kapal-kapal pemerintah yang digunakan untuk keperluan dinas.
Paspor.
Tiap-tiap nomor Lembaran Negara dan Berita Negara Republik indonesiaserta tambahan-tambahannya
pada halaman pertama di bagian tengah atas.
Surat jabatan presiden, wakil presiden, menteri, ketua MPR/DPR, ketua MA, Jaksa Agung, ketua BPK,
gubernur kepala daerah, dan notaris.
Mata uang logam atau kertas.
Kertas bermeterai dan meterainya.
Surat ijazah negara.
Barang-barang negara di rumah jabatan presiden, wakil presiden, dan menteri luar negeri.
Pakaian resmi yang dianggap perlu oleh pemerintah.
Buku-buku dan majalah-majalah yang diterbitkan oleh pemerintah pusat.
Buku kumpulan undang-undang yang diterbitkan oleh pemerintah dan, dengan izin pemerintah, buku
kumpulan undang-undang yang diterbitkan oleh partikelir.
Surat-surat kapal dan barang-barang lain dengan izin menteri yang bersangkutan.
Tempat diadakannya acara-acara resmi yang diselenggarakan oleh pemerintah.
Gapura.
Bagunan-bangunan lain yang pantas.
Panji-panji dan bendera-bendera jabatan sesuai dengan aturan pada PP 20/1955 dan PP 42/1958.
10
Pengunaan Lambang Negara di luar gedung hanya dibolehkan pada:
Rumah jabatan presiden, wakil presiden, menteri, dan gubernur kepala daerah.
Gedung-gedung kepresidenan, kementerian, MPR/DPR, Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, dan
Badan Pengawas Keuangan.
Penggunaan di dalam gedung diharuskan pada tiap-tiap:
Kantor Kepala Daerah
Ruang sidang MPR/DPR
Ruang sidang pengadilan.
Markas Angkatan Bersenjata.
Kantor Kepolisian Negara.
Kantor Imigrasi.
Kantor Bea dan Cukai.
Lambang Negara yang dipasang di gedung harus mempunyai ukuran yang pantas dan sesuai dengan besar
kecilnya gedung, ruangan, atau kapal di mana Lambang Negara dipasang, dan harus dipasang pada tempat yang
pantas dan menarik perhatian.
Jika Lambang Negara yang digunakan hanya mengandung satu warna, maka warna itu harus layak dan pantas.
Dan jika mengandung lebih dari satu warna, maka warna-warna itu harus sesuai dengan yang dimaksud dalam PP
66/1951.
Apabila Lambang Negara ditempatkan bersama-sama dengan gambar Presiden dan Wakil Presiden, maka
Lambang Negara itu harus diberi tempat yang paling sedikit sama utamanya.
Cap dengan Lambang Negara di dalamnya hanya dibolehkan untuk cap jabatan presiden, wakil presiden, menteri,
ketua MPR/DPR, ketua MA, jaksa agung, ketua BPK, kepala daerah, dan notaris.
Lambang Negara dapat digunakan sebagai lencana oleh Warna NegaraIndonesia di luar negeri. Jika digunakan
sebagai lencana, lambang itu harus dipasang di dada, sebelah kiri-atas.
Lambang Negara dilarang digunakan jika bertentangan dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan.
Pada Lambang Negara, dilarang menaruh huruf, kalimat, angka, gambar, atau tanda-tanda lain selain yang telah
diatur dalam PP 66/1951.
Lambang Negara dilarang digunakan sebagai perhiasan, cap atau logo dagang, reklame perdagangan, atau
propaganda politik dengan cara apapun juga.
Lambang untuk perseorangan, perkumpulan, organisasi, partikelir, atau perusahaan tidak boleh sama atau pada
pokoknya menyerupai Lambang Negara.
Penggunaan Lambang Negara di negara asing dilakukan menurut peraturan atau kebiasaan tentang penggunaan
lambang kebangsaan asing yang berlaku di negara itu.
Barangsiapa yang melanggar ketentuan-ketentuan penggunaan Lambang Negara dihukum dengan hukuman
kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 500,00 (lima ratus rupiah)
11
Sejarah Nama Indonesia
Pada zaman purba, kepulauan Indonesia disebut dengan aneka
nama. Dalam catatan bangsa Tionghoa, kawasan kepulauan tanah
air dinamai Nan-hai (Kepulauan Laut Selatan). Berbagai catatan kuno
bangsa India menamai kepulauan ini Dwipantara (Kepulauan Tanah
Seberang), nama yang diturunkan dari kata Sansekerta dwipa(pulau)
dan antara (luar, seberang). Kisah Ramayana karya
pujangga Walmiki menceritakan pencarian terhadap Sinta,
istri Rama yang diculik Rahwana, sampai ke Suwarnadwipa (Pulau
Emas, yaitu Sumatra sekarang) yang terletak di Kepulauan
Dwipantara.
Bangsa Arab menyebut wilayah yang kemudian menjadi
IndonesiaJaza'ir al-Jawi (Kepulauan Jawa). Nama Latin
untuk kemenyan, benzoe, berasal dari nama bahasa Arab luban
jawi ("kemenyan Jawa"), sebab para pedagang Arab memperoleh
kemenyan dari batang pohon Styrax sumatrana yang dahulu hanya tumbuh di Sumatra. Sampai hari ini jemaah haji
kita masih sering dipanggil "Jawa" oleh orang Arab. Bahkan orang Indonesia luar Jawa sekalipun. Dalam bahasa
Arab juga dikenal Samathrah (Sumatra), Sholibis (Sulawesi), Sundah (Sunda), semua pulau itu dikenal sebagaikulluh
Jawi (semuanya Jawa).
Bangsa-bangsa Eropa yang pertama kali datang beranggapan bahwa Asia hanya terdiri dari Arab, Persia, India,
dan Tiongkok. Bagi mereka, daerah yang terbentang luas antara Persia dan Tiongkok semuanya adalah "Hindia".
Semenanjung Asia Selatan mereka sebut "Hindia Muka" dan daratan Asia Tenggara dinamai "Hindia Belakang".
Sedangkan tanah air memperoleh nama "Kepulauan Hindia" (Indische Archipel, Indian Archipelago, l'Archipel Indien)
atau "Hindia Timur" (Oost Indie, East Indies, Indes Orientales). Nama lain yang juga dipakai adalah "Kepulauan
Melayu" (Maleische Archipel, Malay Archipelago, l'Archipel Malais).
Pada zaman penjajahan Belanda, nama resmi yang digunakan adalah Nederlandsch-Indie (Hindia Belanda),
sedangkan pemerintah pendudukan Jepang 1942-1945 memakai istilah To-Indo (Hindia Timur).
Eduard Douwes Dekker (1820-1887), yang dikenal dengan nama samaran Multatuli, pernah mengusulkan nama yang
spesifik untuk menyebutkan kepulauan Indonesia, yaitu Insulinde, yang artinya juga "Kepulauan Hindia" (bahasa
Latin insula berarti pulau). Nama Insulinde ini kurang populer.
Nusantara Pada tahun 1920-an, Ernest Francois Eugene Douwes Dekker (1879-1950), yang dikenal
sebagai Dr. Setiabudi (cucu dari adik Multatuli), memperkenalkan suatu nama untuk
Indonesia yang tidak mengandung unsur kata "India". Nama itu tiada lain
adalah Nusantara, suatu istilah yang telah tenggelam berabad-abad lamanya.
Setiabudi mengambil nama itu dari Pararaton, naskah kuno zaman Majapahit yang
ditemukan di Bali pada akhir abad ke-19 lalu diterjemahkan olehJ.L.A. Brandes dan
diterbitkan oleh Nicholaas Johannes Krom pada tahun 1920.
Pengertian Nusantara yang diusulkan Setiabudi jauh berbeda dengan pengertian
nusantara zaman Majapahit. Pada masa Majapahit, Nusantara digunakan untuk
menyebutkan pulau-pulau di luar Jawa (antara dalam bahasa Sansekerta artinya luar,
FIGURE 5, DOUWES DEKKER
12
seberang) sebagai lawan dari Jawadwipa (Pulau Jawa). Sumpah Palapa dari Gajah
Mada tertulis "Lamun huwus kalah nusantara, isun amukti palapa" (Jika telah kalah
pulau-pulau seberang, barulah saya menikmati istirahat).
Oleh Dr. Setiabudi kata Nusantara zaman Majapahit yang berkonotasi jahiliyah itu diberi
pengertian yang nasionalistis. Dengan mengambil kata Melayu asli antara, maka
Nusantara kini memiliki arti yang baru yaitu "nusa di antara dua benua dan dua
samudra", sehingga Jawa pun termasuk dalam definisi nusantara yang modern. Istilah
nusantara dari Setiabudi ini dengan cepat menjadi populer penggunaannya sebagai
alternatif dari nama Hindia Belanda.
Sampai hari ini istilah nusantara tetap dipakai untuk menyebutkan Indonesia.
Indonesia Pada tahun 1847 di Singapura terbit sebuah majalah ilmiah tahunan, Journal of the Indian Archipelago and Eastern
Asia (JIAEA), yang dikelola oleh James Richardson Logan (1819-1869), seorang Skotlandia yang meraih sarjana hukum
dari Universitas Edinburgh. Kemudian pada tahun 1849 seorang ahli etnologi bangsa Inggris, George Samuel Windsor
Earl (1813-1865), menggabungkan diri sebagai redaksi majalah JIAEA.
Dalam JIAEA Volume IV tahun 1850, halaman 66-74, Earl menulis artikel On the Leading Characteristics of the Papuan,
Australian and Malay-Polynesian Nations. Dalam artikelnya itu Earl menegaskan bahwa sudah tiba saatnya bagi
penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu untuk memiliki nama khas (a distinctive name), sebab nama
Hindia tidaklah tepat dan sering rancu dengan penyebutan India yang lain. Earl mengajukan dua pilihan
nama:Indunesia atau Malayunesia (nesos dalam bahasa Yunani berarti pulau). Pada halaman 71 artikelnya itu
tertulis:
"... the inhabitants of the Indian Archipelago or
Malayan Archipelago would become respectively
Indunesians or Malayunesians".
Earl sendiri menyatakan memilih nama Malayunesia (Kepulauan Melayu) daripada Indunesia (Kepulauan Hindia),
sebab Malayunesia sangat tepat untuk ras Melayu, sedangkan Indunesia bisa juga digunakan untuk Ceylon (Srilanka)
dan Maldives (Maladewa). Earl berpendapat juga bahwa bahasa Melayu dipakai di seluruh kepulauan ini. Dalam
tulisannya itu Earl memang menggunakan istilah Malayunesia dan tidak memakai istilah Indunesia.
Dalam JIAEA Volume IV itu juga, halaman 252-347, James Richardson Logan menulis artikel The Ethnology of the
Indian Archipelago. Pada awal tulisannya, Logan pun menyatakan perlunya nama khas bagi kepulauan tanah air
kita, sebab istilah "Indian Archipelago" terlalu panjang dan membingungkan. Logan memungut nama Indunesia yang
dibuang Earl, dan huruf u digantinya dengan huruf o agar ucapannya lebih baik. Maka lahirlah istilah Indonesia.
Untuk pertama kalinya kata Indonesia muncul di dunia dengan tercetak pada halaman 254 dalam tulisan Logan:
"Mr. Earl suggests the ethnographical term
Indunesian, but rejects it in favour of Malayunesian. I
prefer the purely geographical term Indonesia, which
is merely a shorter synonym for the Indian Islands or
the Indian Archipelago".
FIGURE 6. J. R. LOGAN
13
Ketika mengusulkan nama "Indonesia" agaknya Logan tidak menyadari bahwa di
kemudian hari nama itu akan menjadi nama resmi. Sejak saat itu Logan secara
konsisten menggunakan nama "Indonesia" dalam tulisan-tulisan ilmiahnya, dan
lambat laun pemakaian istilah ini menyebar di kalangan para ilmuwan
bidang etnologi dan geografi.
Pada tahun 1884 guru besar etnologi di Universitas Berlin yang bernama Adolf
Bastian (1826-1905) menerbitkan buku Indonesien oder die Inseln des Malayischen
Archipel sebanyak lima volume, yang memuat hasil penelitiannya ketika
mengembara ke tanah air pada tahun 1864 sampai 1880. Buku Bastian inilah
yang memopulerkan istilah "Indonesia" di kalangan sarjana Belanda, sehingga
sempat timbul anggapan bahwa istilah "Indonesia" itu ciptaan Bastian. Pendapat
yang tidak benar itu, antara lain tercantum dalam Encyclopedie van
Nederlandsch-Indië tahun 1918. Padahal Bastian mengambil istilah "Indonesia" itu
dari tulisan-tulisan Logan.
Pribumi yang mula-mula menggunakan istilah "Indonesia" adalah Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Ketika
dibuang ke negeri Belanda tahun 1913 beliau mendirikan sebuah biro pers dengan nama Indonesische Pers-bureau.
Nama Indonesisch (Indonesia) juga diperkenalkan sebagai pengganti Indisch (Hindia) oleh Prof Cornelis van
Vollenhoven (1917). Sejalan dengan itu, inlander (pribumi) diganti dengan Indonesiër (orang Indonesia).
Politik Pada dasawarsa 1920-an, nama "Indonesia" yang merupakan istilah ilmiah dalam etnologi dan geografi itu diambil
alih oleh tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia, sehingga nama "Indonesia" akhirnya memiliki makna
politis, yaitu identitas suatu bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan. Akibatnya pemerintah Belanda mulai
curiga dan waspada terhadap pemakaian kata ciptaan Logan itu.
Pada tahun 1922 atas inisiatif Mohammad Hatta, seorang mahasiswa Handels Hoogeschool (Sekolah Tinggi Ekonomi)
di Rotterdam, organisasi pelajar dan mahasiswa Hindia di Negeri Belanda (yang terbentuk tahun 1908 dengan
namaIndische Vereeniging) berubah nama menjadi Indonesische Vereeniging atau Perhimpoenan Indonesia.
Majalah mereka, Hindia Poetra, berganti nama menjadi Indonesia Merdeka.
Bung Hatta menegaskan dalam tulisannya,:
"Negara Indonesia Merdeka yang akan datang (de
toekomstige vrije Indonesische staat) mustahil disebut
‘Hindia Belanda’. Juga tidak ‘Hindia’ saja, sebab
dapat menimbulkan kekeliruan dengan India yang
asli. Bagi kami nama Indonesia menyatakan suatu
tujuan politik (een politiek doel), karena
melambangkan dan mencita-citakan suatu tanah air
di masa depan, dan untuk mewujudkannya tiap
orang Indonesia (Indonesier) akan berusaha dengan
segala tenaga dan kemampuannya."
FIGURE 7. ADOLF BASTIAN
14
Di Indonesia Dr. Sutomo mendirikan Indonesische Studie Club pada tahun 1924. Tahun itu juga Perserikatan Komunis
Hindia berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Pada tahun 1925 Jong Islamieten Bond membentuk
kepanduan Nationaal Indonesische Padvinderij (Natipij). Itulah tiga organisasi di tanah air yang mula-mula
menggunakan nama "Indonesia". Akhirnya nama "Indonesia" dinobatkan sebagai nama tanah air, bangsa dan
bahasa pada Kerapatan Pemoeda-Pemoedi Indonesia tanggal 28 Oktober 1928, yang kini dikenal dengan
sebutan Sumpah Pemuda.
Pada bulan Agustus 1939 tiga orang anggota Volksraad (Dewan Rakyat; parlemen Hindia Belanda), Muhammad
Husni Thamrin, Wiwoho Purbohadidjojo, dan Sutardjo Kartohadikusumo, mengajukan mosi kepada Pemerintah Hindia
Belanda agar nama "Indonesia" diresmikan sebagai pengganti nama "Nederlandsch-Indie". Tetapi Belanda menolak
mosi ini.
Dengan pendudukan Jepang pada tanggal 8 Maret 1942, lenyaplah nama "Hindia Belanda". Lalu pada tanggal 17
Agustus 1945, lahirlah Republik Indonesia.
*****
15
Tata Upacara Bendera Pengertian Tata artinya mengatur, menata, menyusun. Upa artinya rangkaian. Dan cara artinya tindakan atau gerakan. Jadi
Tata Upacara Bendera adalah tindakan dan gerkan yang dirangkaikan dan ditata dengan tertib dan disiplin. Pada
hakekatnya upacara bendera adalah pencerminan dari nilai-nilai budaya bangsa yang merupakan salah satu
pancaran peradaban bangsa, hal ini merupakan ciri khas yang membedakan dengan bangsa lain.
Pejabat, Petugas, dan Perlengkapan Upacara
Pejabat Upacara: Pembina Upacara (dalam TUM: Inspektur Upacara).
Pemimpin Upacara (dalam TUM: Komandan Upacara).
Pengatur Upacara (dalam TUM: Perwira Upacara).
Pembawa Acara (dalam TUM: Protokol).
Petugas Upacara: Pembawa teks Pancasila, sekaligus sebagai ajudan Pembina Upacara.
Pembaca teks UUD 1945 dan atau teks naskah lain.
Pembaca Doa.
Pemimpin lagu/ dirigen.
Petugas Pengibar/penurun Bendera.
Kelompok pembawa lagu.
Cadangan tiap perangkat.
Perlengkapan Upacara: Bendera Merah Putih.
Ukuran perbandingan 2:3, ukuran terbesar 2m x 3m dan terkecil 1m x 1,5m.
Tiang Bendera.
Tinggi minimal 5 meter, maksimal 17 meter dengan perbandingan bendera dengan tiang 1:5
Tali Bendera
Diusahakan terbuat dari tali layar (tali kalimetal) dan bukan tali plastik dan harus berwarma putih.
Naskah-naskah (Pancasila, Pembukaan UUD 1945, Naskah Doa, Naskah Acara, dll).
Susunan Acara Upacara Bendera
Acara Pendahuluan: Acara pendahuluan ini hendaknya dilakukan untuk mempersiapkan segala sesuatu sebelum upacara dimulai,
misalnya:
1. Mengetahui jumlah tiap pasukan.
2. Penjelasan dari pemimpin upacara tentang hal-hal yang berhubungan dengan upacara.
Acara pendahuluan dapat disusun sebagai berikut:
1. Sebelum acara dimulai, Pengatur Upacara mengatur penempatan peserta upacara dan memeriksa
kelengkapan upacara.
2. Apabila peserta siap, upacara dapat segera dimulai.
16
3. Pemimpin Upacara memasuki lapangan upacara, barisan disiapkan oleh masing-masing pemimpin
kelompok.
4. Penghormatan kepada \Pemimpin Upacara dipimpin oleh pemimpin kelompok yang paling kanan.
5. Laporan masing-masing pemimpin kelompok kepada Pemimpin Upacara.
6. Setelah selesai, Pemimpin Upacara dapat mengambil alih pimpinan untuk mengatur peserta upacara,
letak barisan, dan sebagainya.
7. Apabila semua siap, Pemimpin Upacara mengistirahatkan barisan kemudian balik kanan menghadap tiang
bendera.
Acara Pokok Urutan acara disusun menurut keperluan dan disesuaikan dengan maksud dan tujuan upacara. Sebagai pedoman,
berikut susunan acara pokok:
1. Penghormatan peserta upacara kepada Pembina Upacara.
2. Laporan Pemimpin Upacara kepada Pembina Upacara.
3. Pengibaran Bendera Kebangsaan Sang Merah Putih diiringi dengan menyanyikan Lagu Kebangsaan
Indonesia Raya (oleh kelompok paduan suara).
4. Mengheningkan cipta diiringi lagu Mengheningkan Cipta.
5. Pembacaan naskah Pembukaan UUD 1945.
6. Pembacaan teks Pancasila oleh Pembina Upacara diikuti oleh seluruh peserta.
7. Pembacaan teks lain (Janji siswa, dasa dharma, dll).
8. Amanat Pembina Upacara.
9. Menyanyikan salah satu lagu wajib nasional.
10. Pembacaan doa oleh petugas.
11. Laporan Pemimpin Upacara kepada Pembina Upacara.
12. Penghormatan peserta upacara kepada Pembina Upacara.
*) Untuk pelaksanaan pada penurunan bendera, urutannya sama dengan pengibaran.
Acara Penutup 1. Acara penutup ini dapat dimanfaatkan untuk memberikan pengumuman.
2. Para guru maupun staff tata usaha diperbolehkan membubakan diri setelah Pembina Upacara
meninggalkan lapangan upacara.
3. Penghormatan seluruh peserta upacara kepada pemimpin upacara, dipimpin oleh pemimpin kelombok
yang paling kanan.
4. Selanjutnya, tiap-tiap pasukan dibubarkan atau mengikuti petunjuk pemimpinnya masing-masing.
Gangguan Upacara 1. Kerekan Macet
Upacara berjalan terus dan setelah selesai baru betulkan kerekan.
2. Tali Kerekan Putus
Petugas pengibar bendera berusaha menangkap bendera tegak lurus sampai upacara selesai kemudian
bendera dilipat sesuai ketentuan untuk disimpan.
3. Tiang Bendera Roboh
Petugas pengibar bendera berusaha menegakkan tiang bendera yang roboh. Bila tidak memungkinkan,
laksanakan seperti pada sebelumnya.
4. Cuaca Buruk/ Hujan
Apabila sebelum dilaksanakan upacara terjadi cuaca buruk/hujan, maka upacara penaikkan bendera
dibatalkan. Tetapi apabila sudah dilaksanakan baru terjadi cuaca buruk, maka upacara tetap dilaksanakan
sampai bendera berada di puncak tiang dan lagu selesai dinyanyikan.
5. Bendera Terbalik
17
a. Apabila pemasangan bendera ke tali sudah benar namun membentangkannya salah, maka cukup
dengan menukar pegangan/ menarik bendera.
b. Apabila pemasangan bendera ke tali sudah salah, maka pemimpin upacara membalikkan seluruh
peserta untuk kemudian petugas memperbaiki bendera, setelah itu pemimpin upacara kembali
membalikkan seluruh peserta menghadap tiang bendera.
Upacara Dalam Ruangan Susunan acaranya adalah sebagai berikut:
1. Pengantar oleh Pembawa Acara.
2. Laporan
3. Menyanyikan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya.
4. Mengheningkan Cipta.
5. Acara pokok
6. Sambutan, amanat.
7. Doa.
8. Laporan.
9. Lain-lain.
10. Penutup
11. Ramah tamah.
*****
PERATURAN BARIS-BERBARIS SKEP. MENHAMKAM/PANGAB NO. 611/X/1985
18
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
PENGERTIAN Baris-berbaris adalah suatu wujud latihan fisik, diperlukan guna menanamkan kebiasaan dalam tata cara hidup
Angkatan Bersenjata/masyarakat yang diarahkan kepada terbentuknya suatu perwatakan tertentu.
Pasal 2
MAKSUD DAN TUJUAN 1. Guna menumbuhkan sikap jasmani yang tegap dan tangkas, rasa persatuan, disiplin, sehingga dengan
demikian senantiasa dapat mengutamakan kepentingan tugas di atas kepentingan individu dan secara tidak
langsung juga menanamkan rasa tanggung jawab.
2. Yang dimaksud dengan menumbuhkan sikap jasmani yang tegap dan tangkas adalah mengarahkan
pertumbuhan tubuh yang diperlukan oleh tugas pokok tersebut dengan sempurna.
3. Yang dimaksud dengan rasa persatuan adalah rasa senasib dan sepenanggungan serta ikatan batin yang sangat
diperlukan dalam menjalankan tugas.
4. Yang dimaksud dengan disiplin adalah mengutamakan kepentingan tugas diatas individu yang hakikatnya
tidak lain dari pada keikhlasan menyisihkan pilihan hati sendiri.
5. Yang dimaksud dengan rasa tanggung jawab adalah keberanian untuk bertindak yang mengandung risiko
terhadap dirinya tetapi menguntungkan tugas atau sebaliknya tidak mudah melakukan tindakan yang akan
dapat merugikan kesatuan.
Pasal 3
Ketentuan Khusus 1. Para pimpinan wajib mengetahui adanya, mengenal kegunaannya, serta senantiasa menegakkan peraturan
tersebut.
2. Para pembantu pimpinan (kader) wajib paham isinya, mau mengerjakannya, dan mampu melatihnya.
3. Semua warga Angkatan Bersenjata baik Perwira, Bintara atau Tamtama wajib melaksanakan secara tertib
(tepat) serta dilarang mengubah, menambah atau mengurangi apa yang tertera dalam peraturan baris-
berbaris ini.
Pasal 4
KEWAJIBAN PELATIH 1. Terwujud atau tidaknya maksud dan tujuan peraturan ini sangat tergantung kepada mutu serta
kesanggupan seorang pelatih. Pelatih yang melaksanakannya hanya karena tugas tidak akan mencapai hasil yang
diharapkan.
2. Hasil yang baik akan dapat diperoleh dengan memperhatikan pokok-pokok sebagai berikut:
a. Rasa kasih sayang. Seorang pelatih seharusnya dapat merasakan apa yang dirasakan oleh anak didik.
b. Persiapan. Persiapan yang baik adalah jaminan berhasilnya latihan yang dikehendaki, oleh karena
itu pelatih harus mengadakan persiapan terlebih dahulu mengenai apa yang akan dilatih, pembagian
waktu, alat-alat, tempat dan sebagainya.
c. Mengenal tingkatan anak didik. Tiap tingkatan kemampuan seseorang/kelas membutuhkan metode
melatih tersendiri, oleh karena sebelum seorang pelatih memilih sesuau metode, ia terlebih dahulu
19
menilainya.
d. Tidak sombong. Keahlian dan kepandaian bukanlah hal-hal yang patut dipamerkan, melainkan
wajib diamalkan yang berarti dibimbingkan, dituntunkan, sehingga dapat dimiliki oleh anak didik.
e. Adil. Selalu dapat memelihara adanya keseimbangan dalam segala hal dengan cara memberikan
pujian atau teguran pada tempatnya tanpa membeda- bedakan satu dengan lainnya.
f. Teliti. Teliti mengandung arti selalu mengusahakan pelaksanaan ketentuan- ketentuan sesuai dengan
semestinya, sebaliknya tidak puas dengan pelaksanaan yang setengah-setengah.
g. Sederhana. Untuk tidak mempesulit anak didik perlu diusahakan kalimat maupun kata- kata yang
mudah dimengerti. Pelatih bertindak seperlunya sesuai dengan apa yang dituntutnya.
3. Perhatian khusus bahwa dengan latihan (drill) dimaksud untuk mencapai kebiasaan atau kepahaman
bertindak bukan untuk mengetahui saja. Oleh karenanya hendaklah selalu diperhatikan jangan terlalu
bercerita, melainkan teladan, mencoba, mengoreksi, mengulangi sehingga paham mengerjakannya. catatan:
a. Guna mencegah terganggunya/rusaknya suasana pada saat-saat banyak memberikan aba-aba
dan untuk membiasakan suara yang diperlukan dalam memberikan aba-aba, maka para
komandan/pemimpin pasukan agar diberi latihan teratur (tiap hari).
b. Khusus dalam melatih sikap sempurna, pelatih agar memberikan perhatian/mengawasi
ketentuan mengenai pandangan mata.
c. Banyak melatih barisan dalam bentuk saf maju jalan untuk membiasakan pada waktu defile dan
parade.
Pasal 5
ABA-ABA 1. Pengertian. Aba-aba adalah perintah yang diberikan oleh seorang komandan/pimpinan pasukan kepada
pasukan/barisan untuk dilaksanakan pada waktunya secara serentak atau berturut-turut.
2. Macam aba-aba. Aba-aba terdiri atas 3 bagian dengan urutan:
a. Aba-aba petunjuk. Aba-aba petunjuk dipergunakan jika perlu untuk menegaskan maksud dari aba-
aba peringatan/pelaksanaan. contoh:
1) Untuk perhatian – Istirahat di tempat = GERAK
2) Untuk istirahat – Bubar = JALAN
3) Jika aba-aba ditujukan khusus terhadap salah satu bagian dari keutuhan pasukan: Pleton
II – Siap = GERAK.
4) Selanjutnya lihat baris-berbaris kompi.
5) Kecuali di dalam upacara: aba-aba petunjuk pada penyampaian penghormatan
terhadap seseorang, cukup menyebutkan jabatan orang yang diberi hormat tanpa
menyebutkan eselon satuan yang lebih tinggi contoh:
a) Kepada kepala sekolah – Hormat = GERAK
b) Kepada kepala kantor wilayah – Hormat = GERAK
b. Aba-aba peringatan. Aba-aba peringatan adalah inti dari perintah yang cukup jelas untuk dapat
dilaksanakan tanpa ragu-ragu. Contoh:
1) Lencang kanan = GERAK dan bukan LENCANG = KANAN
2) Istirahat di tempat = GERAK dan bukan Di tempat = ISRIRAHAT
c. Aba-aba pelaksanaan. Aba-aba pelaksanaan adalah ketegasan mengenai saat untuk melaksanakan
aba-aba petunjuk/peringatan dengan cara serentak atau berturut-turut. Aba-aba pelaksanaan yang
20
contoh: 1. Maju = JALAN
2. Haluan kanan/kiri Maju = JALAN 3. Melintang kanan/kiri Maju = JALAN
contoh: 1. Hitung = MULAI
2. Berbanjar/Bersaf Kumpul = MULAI
dipakai adalah:
1) GERAK
2) JALAN
3) MULAI
GERAK: adalah untuk gerakan-gerakan tanpa meninggalkan tempat yang menggunakan kaki dan gerakan-gerakan
yang memakai anggota tubuh lain, baik dalam keadaan berjalan maupun berhenti. contoh:
1. Jalan di tempat = GERAK
2. Siap = GERAK
3. Hormat kanan = GERAK
4. Hormat = GERAK
JALAN: adalah untuk gerakan-gerakan kaki yang dilakukan dengan meninggalkan tempat. contoh:
1. Haluan kanan/kiri = JALAN
2. Dua langkah ke depan = JALAN
3. Tiga langkah ke kiri = JALAN
4. Satu langkah ke belakang = JALAN
catatan: Apabila gerakan meninggalkan tempat itu tidak dibatasi jaraknya, maka aba-aba pelaksanaan harus
didahului dengan aba-aba peringatan: MAJU
MULAI: adalah untuk dipakai pada pelaksanaan perintah yang harus dikerjakan berturut-turut.
3. Cara menulis aba-aba:
a. Aba-aba petunjuk dimulai dengan huruf besar dan ditulis seterusnya dengan huruf kecil, atau
semuanya huruf besar.
b. Aba-aba peringatan dimulai dengan huruf besar dan ditulis seterusnya dengan huruf kecil yang
satu dengan yang lainnya agak jarang, atau semuanya huruf besar.
c. Aba-aba pelaksanaan ditulis seluruhnya dengan huruf besar.
d. Semua aba-aba ditulis lengkap, walaupun ucapannya dapat dipersingkat.
e. Diantara aba-aba petunjuk dan aba-aba peringatan terdapat garis penyambung/koma, antara aba-aba
peringatan dan aba-aba pelaksanaan terdapat dua garis bersusun/koma.
4. Cara memberi aba-aba:
a. Waktu memberi aba-aba, pemberi aba-aba pada dasarnya harus berdiri dalam keadaan sikap
sempurna dan menghadap pasukan.
b. Apabila aba-aba yang diberikan itu berlaku juga untuk si pemberi aba-aba, maka pada saat
memberikan aba-aba tidak menhadap pasukan. contoh: Waktu pemimpin upacara memberi aba-
aba penghormatan kepada Pembina upacara : Hormat = GERAK. Pelaksanaan : Pada waktu
memberi aba-aba pemimpin upacara/Danup menghadap ke arah pembina upacara/Irup sambil
melakukan gerakan penghormatan bersama-sama dengan pasukan. Setelah penghormatan selesai
dijawab/ dibalas oleh pembina upacara/Irup maka dalam sikap “sedang memberi hormat”
21
Pemimpin upacara/Danup memberikan aba-aba : Tegak = GERAK dan setelah aba-aba itu pemimpin
upacara/Danup bersama-sama pasukan kembali ke sikap sempurna.
c. Dalam rangka menyiapkan pasukan pada saat Pembina upacara/Irup memasuki lapangan upacara dan
setelah amanat pembina upacara/Irup selesai,Pemimpin upacara/Danup tidak menghadap pasukan.
d. Pada taraf permulaan latihan aba-aba yang ditujukan kepada pasukan yang sedang berjalan atau
berlari, aba-aba pelaksanaannya selalu harus diberikan bertepatan dengan jatuhnya salah satu kaki
tertentu yang pelaksanaan geraknya dilakukan dengan tambahan 1 langkah pada waktu berjalan dan
3 langkah pada waktu berlari. Sedang pada taraf lanjutan, aba-aba pelaksanaan dapat
diberikan bertepatan dengan jatuhnya kaki yang berlawanan yang pelaksanaan gerakannya dilakukan
dengan tambahan 2 langkah pada waktu berjalan dan 4 langkah pada waktu berlari, kenudian berhenti
atau maju dengan merubah bentuk dan arah pada pasukan.
e. Semua aba-aba diucapkan dengan suara nyaring, tegas, dan bersemangat.
f. Pemberian aba-aba petunjuk yang dirangkaikan dengan aba-aba peringatan dan pelaksanaan,
pengucapannya tidak diberi nada.
g. Pemberian aba-aba peringatan wajib diberi nada pada suku kata pertama dan terakhir. Nada
suku kata terakhir diucapkan lebih panjang menurut besar-kecilnya pasukan. Aba-aba pelaksanaan
senantiasa diucapkan dengan cara yang di”hentakkan”.
h. Waktu pemberi aba-aba peringatan dan pelaksanaan diperpanjang sesuai besar-kecilnya pasukan
dan/atau tingkatan perhatian pasukan (konsentrasi pasukan). Dilarang memberi keterangan-
keterangan lain di sela-sela aba- aba pelaksanaan.
i. Bila ada suatu bagian aba-aba diperlukan, maka dikeluarkan perintah “ulangi” Contoh: Kepada
pemimpin upacara = ulangi Kepada pembina upacara – Hormat = GERAK. Gerakan yang tidak
termasuk aba-aba tetapi yang harus dijalankan pula, dapat diberikan petunjuk-petunjuk sengan suara
nyaring, tegas, dan bersemangat. Biasanya dipakai pada waktu di lapangan, seperti: MAJU, IKUT,
BERHENTI, LURUSKAN, LURUS.
Pasal 6
CARA MELATIH BERHIMPUN 1. Apabila seorang pelatih/komandan ingin mengumpulkan anggota bawahannya secara bebas, maka
pelatih/komandan/pemimpin memberi aba-aba: Berhimpun = MULAI
2. Pelaksanaan:
a. Pada waktu aba-aba peringatan seluruh anggota mengambil sikap sempurna dan menghadap
kepada yang memberi aba-aba.
b. Pada aba-aba pelaksanaan seluruh anggota mengambil sikap lari, selanjutnya lari menuju
ke depan pelatih/komandan.pemimpin, di mana ia berada dengan jarak 3 langkah.
c. Pada waktu datang di depan pelatih/komandan/ pemimpin, mengambil sikap sempurna,
kemudian mengambil sikap istirahat.
d. Setelah aba-aba selesai, seluruh anggota mengambil sikap sempurna, balik kanan selanjutnya
menuju tempat masing-masing.
e. Pada saat datang di depan pelatih/komandan/
pemimpin, serta kembali, tidak menyampaikan
penghormatan.
3. Yang dimaksud dengan berhimpun adalah semua
anggota datang si depan komandan/pemimin dengan
berdiri bebas, dengan jarak tiga langkah (lihat gambar).
22
Pasal 7
CARA MELATIH BERKUMPUL 1. Komandan/pelatih/pemimpin menunjuk seorang anggota untuk berdiri kurang lebih 4 langkah di depannya,
orang ini dinamakan penjuru.
2. Komandan/pelatih/pemimpin memberikan perintah: Sdr. Hartono sebagai penjuru (bila penjuru bernama
Hartono).
3. Penjuru mengambil sikap sempurna dan menghadap penuh kepada yang memberi perintah, selanjutnya
mengulangi perintah sebagai berikut: “Siap Hartono sebagai penjuru”.
4. Penjuru mengambil sikap untuk lari menuju tempat komandan/pelatih/pemimpin
yang memberi perintah.
5. Apabila bersenjata, mengambil sikap depan senjata kemudian lari menuju tempat komandan/pelatih/
pemimpin yang memberi perintah, langsung pundak kiri senjata.
6. Pada waktu aba-aba peringatan “Bersaf/Berbanjar Kumpul” maka anggota lain mengambil sikap sempurna
dan menghadap penuh pada komandan/pelatih/pemimpin.
7. Pada aba-aba pelaksanaan anggota lainnya dengan serentak mengambil sikap lari, selanjutnya penjuru
memberi isyarat “LURUSKAN”, anggota secara berturut-turut meluruskan diri.
8. Bila bersenjata, mengambil sikap depan senjata kemudian lari menuju di samping kiri/belakang penjuru
dan berturut-turut meluruskan diri.
9. Cara meluruskan diri ke samping (bila bersaf) sebagai berikut: Meluruskan lengan ke samping dengan
tangan kanan digenggam, punggung tangan menghadap ke atas, kepala dipalingkan ke kanan dan meluruskan
diri, hingga dapat melihat dada orang-orang yang di sebelah kanannya. Penjuru yang ditunjuk pada waktu
berkumpul melihat ke kiri, setelah barisan terlihat lurus maka penjuru memberikan isyarat dengan perkataan
“LURUS”. Pada isyarat ini penjuru melihat ke depan serta yang lain serentak menurunkan lengan kanan, melihat
ke depan dan kembali ke sikap sempurna. Bila bersenjata, maka senjata di pundak kiri dan ditegakkan serentak.
10. Cara meluruskan diri ke depan (bila berbanjar) sebagai berikut: Meluruskan lengan kanannya ke depan,
tangan digenggam, punggung tangan menghadap ke atas dan mengambil jarak satu lengan ditambah dua
kepal dari orang yang ada di depannya dan meluruskan diri ke depan. Setelah orang yang paling belakang
banjar kanan melihat barisannya sudah lurus, maka ia memberikan isyarat dengan mengucapkan “LURUS”,
pada isyarat ini serentak menurunkan lengan kanan dan kembali ke sikap sempurna.
11. Apabila bersenjata, maka setelah menegakkan tangan kanannya kemudian dengan serentak tegak
senjata. Catatan : Bila lebih dari 9 orang selalu berkumpul dalam bersaf tiga atau berbanjar tiga, kalau
kurang dari 9 orang menjadi bersaf/berbanjar satu. Meluruskan ke depan hanya digunakan dalam
bentuk berbanjar.
12. Penunjukkan penjuru tidak berdasarkan kepangkatan.
Pasal 8
CARA MELATIH MENINGGALKAN BARISAN 1. Apabila pelatih memberikan perintah kepada seseorang dari barisannya, terlebih dahulu ia memanggil
orang itu ke luar barisan dan memberikan perintahnya apabila orang tersebut telah berdiri dalam sikap
sempurna. Orang yang menerima perintah ini harus mengulangi perintah tersebut sebelum melaksanakannya
dan mengerjakan perintah itu dengan bersemangat.
Tata cara keluar barisan:
a. Bila keluar bersaf:
1) Untuk saf depan, tidak perlu balik, tetapi langsung menuju arah yang memanggil.
23
2) Untuk saf tengah dan belakang, balik kanan kemudian melalui saf paling belakang
selanjutnya memilih jalan yang terdekat menuju arah yang memanggil.
3) Bagi orang yang berada di ujung kanan maupun kiri, tanpa balik kanan langsung menuju
arah yang memanggil (termasuk saf 2 dan 3).
b. Bila pasukan berbanjar:
1) Untuk saf depan tidak perlu balik kanan, langsung menuju arah yang memanggil.
2) Untuk saf tengah dan belakang, balik kanan kemudian melalui saf paling belakang selanjutnya
memilih jalan yang terdekat menuju arah yang memanggil.
c. Cara menyampaikan laporan dan penghormatan apabila anggota dipanggil sedang dalam barisan
sebagai berikut:
1) Komandan/pelatih/pemimpin memanggil: “Ahmad tampil ke depan”. Setelah selesai
dipanggil orang yang dipanggil tersebut mengucapkan kata-kata “Siap Ahmad Tampil ke
depan”, kemudian keluar barisan sesuai dengan tata cara keluar barisan.
2) Kemudian menghormat sesuai PPM, setelah selesai menghormat
mengucapkan kata-kata: “Lapor, siap menghadap”. Selanjutnya menunggu perintah.
3) Setelah mendapat perintah/petunjuk, mengulangi perintah tersebut. Contoh: “Berikan
aba-aba di tempat”. Selanjutnya melaksanakan perintah yang diberikan oleh
komandan/pelatih/pemimpin (memberikan aba-aba di tempat).
4) Setelah selesai melaksanakan perintah/petunjuk,kemudian menghadap ±6 langkah di depan
komandan/pelatih/pemimpin yang memanggil dan mengucapkan kata-kata:
“Memberikan aba-aba di tempat telah dilaksanakan, Laporan selesai”.
5) Setelah mendapat perintah “Kembali ke tempat”, anggota tersebut mengulangi perintah
kemudian menghormat, selanjutnya kembali ke tempat.
2. Jika pada waktu dalam barisan salah seorang meninggalkan barisannya, maka terlebih dahulu harus
mengambil sikap sempurna dan minta ijin kepada komandan/pelatih/pemimpin yang memanggil
dengan cara mengangkat tangan kanannya ke atas (tangan dibuka, jari-jari dirapatkan). Contoh: Anggota
yang akan meninggalkan barisan mengangkat tangan. komandan/pelatih/pemimpin bertanya: “Ada apa?”
Anggota menjawab: “ke belakang” komandan/pelatih/pemimpin memutuskan: “Baik, lima menit kembali”
Anggota yang meninggalkan barisan mengulangi: “Lima menit kembali”
3. Setelah mendapat ijin, ia keluar dari barisannya selanjutnya menuju tempat sesuai keperluannya.
4. Bila keperluannya telah selesai, maka orang tersebut menghadap ±6 langkah di depan
komandan/pelatih/pemimpin, menghormat dan laporan sebagai berikut: “Lapor, Ke belakang selesai Laporan
selesai”. Setelah ada perintah dari komandan/pelatih/pemimpin “Masuk barisan” maka orang tersebut
mengulangi perintah kemudian menghormat, balik kanan dan kembali ke barisannya pada kedudukan semula.
Pasal 9
CARA MELATIH GERAKAN BERJALAN 1. Untuk melatih seseorang tentang gerakan berjalan, ia disuruh berjalan sesuai dengan petunjuk dari pelatih.
Pelatih memperhatikan gayanya, diperbaiki dan disesuaikan dengan gaya “Langkah Biasa”.
2. Mula-mula hanya diperhatikan gerakan kaki saja, dimulai dengan meletakkan kaki, lalu tempo irama dan
panjangnya langkah. Selanjutnya gerakan lengan dan badan.
24
Pasal 10
TATA CARA PENGHORMATAN 1. Sebagai dasar pegangan mengenai tata cara memberi hormat apa yang telah tercantum dalam pasal 5
PPM/AB.
2. Untuk membiasakan pelaksanaannya dengan cara yang sama, wajib diadakan latihan-latihan sebagai
berikut:
a. Penghormatan perorangan, bertutup kepala tanpa senjata dalam keadaan berhenti/berdiri.
1) Pasukan disuruh berdiri dalam bentuk huruf U.
2) Pelatih menggambarkan tentang adanya garis lurus yang terdapat antara samping
paha kanan dan bagian tertentu dari tutup kepala.
3) Dalam sikap sempurna dengan tangan terkepal, pelatih memerintahkan menunjuk dengan
jari telunjuk kebagian daripada tutup kepala yang merupakan tempat ujung jari pada
gerakan langsung melalui garis lurus ini yaitu dari samping paha kanan ke bagian tertentu
tutup kepala.
4) Gerakan ini dilakukan berulang-ulang menunjuk dan kembali bersikap sempurna yang
akhirnya menggantikan gerakan menunjuk itu dengan seluruh telapak tangan terbuka.
b. Penghormatan sambil memalingkan kepala ke kanan/kiri
1) Sebelum melakukan gerakan gabungan, terlebih dahulu diperintahkan untuk
memalingkan kepala secara baik ke kiri dan ke kanan.
2) Kemudian memalingkan kepala disertai gerakan penghormatan.
c. Penghormatan perseorangan, bertutup kepala, tanpa senjata dalam keadaan berjalan.
Anggota-anggota pasukan diperhatikan berjalan dari arah kanan ke kiri, atau sebaliknya melalui
depan pelatih sambil memberi hormat.
d. Penghormatan perseorangan, bertutup kepala, tanpa senjata, satu dan lainnya dalam keadaan
berjalan.
1) Pasukan dibagi atas 2 pasukan yaitu pasukan A dan B. Misalnya pasukan A di sebelah barat
sebagai atasan dan pesukan B sebagai bawahan.
2) Masing-masing pasukan dimulai dengan nomor urut satu dan seterusnya berjalan
berpapasan dengan jarak sepuluh langkah tiap anggota.
3) Tiap-tiap anggota pasukan B yang berpapasan dengan anggota pasukan A memberikan
penghormatan dan pasukan A membalas penghormatan.
4) Demikian seterusnya sampai seluruh anggota pasukan berpapasan dan pelatih
memerintahkan bergantian pasukan B sebagai atasan.
e. Penghormatan pasukan, bertutup kepala, tanpa senjata dalam keadaan berjalan.
1) Pasukan disuruh membentuk formasi pleton berbanjar. Pelatih menjadi atasan untuk diberi
penghormatan oleh pasukan.
2) Seorang ditunjuk menjadi Danton/pemimpin pasukan.
3) Pasukan bergerak dengan langkah biasa dan pada jarak tertentu sebelum memberikan
penghormatan melakukan gerakan “Langkah tegap”.
4) Pada aba-aba “Hormat kanan/kiri = GERAK” maka dilakukan gerakan-gerakan sebagai
berikut:
a) Danton/pemimpin pasukan bersama pasukan memberi penghormatan
seperti hormat bertutup kepala tanpa senjata (pasal 5 ayat 2a PPM) pasukan
memalingkan kepala dengan batas 45° kepada pelatih.
b) Pelatih membalas penghormatan.
25
c) Kemudian Danton/pimpinan pasukan memberi aba-aba “Tegak = GERAK”.
Danton/pemimpin pasukan dan pasukannya memalingkan kepala kembali
serentak dan kedua tangan dilenggangkan dengan tetap langkah tegap.
d) Dilanjutkan dengan aba-aba Langkah biasa = JALAN.
BAB II
GERAKAN PERORANGAN TANPA SENJATA
GERAKAN DASAR
Pasal 11
SIKAP SEMPURNA Aba-aba: Siap = GERAK. Pelaksanaan:
Pada aba-aba pelaksanaan badan/tubuh berdiri tegap, kedua tumit rapat, kedua kaki merupakan sudut 45°, lutut
lurus dan paha dirapatkan, berat badan dibagi atas kedua kaki. Perut ditarik sedikit dan dada dibusungkan, pundak
ditarik ke belakang sedikit dan tidak dinaikkan. Lengan rapat pada badan, pergelangan tangan lurus, jari-jari tangan
menggenggam tidak terpaksa dirapatkan pada paha, punggung ibu jari menghadap ke depan, mulut ditutup, mata
memandang lurus ke depan, bernapas sewajarnya.
Pasal 12
ISTIRAHAT Aba-aba: Istirahat – di – tempat = GERAK. Pelaksanaan:
1. Pada aba-aba pelaksanaan, kaki kiri dipindahkan kesamping kiri dengan jarak sepanjang telapak kaki (±30
cm).
2. Kedua belah lengan dibawa ke belakang di pinggang, punggung tangan kanan di atas telapak tangan kiri,
tangan kanan dikepalkan dengan dilemaskan, tangan kiri memegang pergelangan tangan kanan di antara ibu
jari dan telunjuk serta kedua lengan dilemaskan, badan dapat bergerak.
Catatan:
a) Dalam keadaan parade di mana diperlukan pemusatan pikiran dan kerapihan istirahat dilakukan atas aba-aba
“Parade – Istirahat di tempat = GERAK. Pelaksanaan sama dengan tersebut di atas, hanya tangan ditarik
ke atas sedikit, tidak boleh bergerak, tidak berbicara, dan pandangan tetap ke depan.
b) Dalam keadaan parade maupun bukan parade apabila akan diberikan suatu amanat atau sambutan oleh
atasan/pembina, maka istirahat dilakukan atas aba-aba: “Untuk perhatian – Istirahat di tempat = GERAK”.
Pelaksanaan sama dengan tersebut dalam titik a, dan pandangan ditujukan kepada pemberi perhatian/
amanat/sambutan.
26
Pasal 13
PERIKSA KERAPIHAN Aba-aba: Periksa kerapihan = MULAI
1. Tanpa senjata:
a. Periksa kerapihan dimaksudkan untuk merapihkan perlengkapan yang dipakai anggota pada
saat itu dan pasukan dalam keadaan istirahat (pasal 12).
b. Pelaksanaan:
1) Pada aba-aba peringatan, pasukan secara serentak mengambil sikap sempurna.
2) Pada saat aba-aba pelaksanaan dengan serentak membungkukkan badan masing-
masing, mulai memeriksa atau membetulkan perlengkapannya dari bawah (ujung kaki
ke atas sampai ke tutup kepala).
3) Setelah yakin sudah rapih, masing-masing anggota pasukan mengambil sikap sempurna
(pasal 11).
4) Setelah Pelatih/danpas/pemimpin pasukan melihat semua pasukannya sudah selesai
(sudah dalam keadaan sikap sempurna) maka Pelatih/danpas/pemimpin pasukan
memberi aba-aba = SELESAI.
5) Pasukan dengan serentak mengambil sikap istirahat (pasal 12).
2. Bersenjata (khusus ABRI).
Pasal 14
BERKUMPUL Pada dasarnya berkumpul selalu dilakukan dengan bersaf, kecuali keadaan ruang tidak memungkinkan.
1. Berkumpul bersaf. Aba-aba: Bersaf - Kumpul = MULAI. Pelaksanaan:
a. Sebelum aba-aba peringatan, pelatih/komandan/ pemimpin pasukan menunjuk salah seorang sebagai
penjuru.
b. Yang ditunjuk sebagai penjuru mengambil sikap sempurna dan menghadap penuh
komandan/pelatih/ pemimpin yang memberi perintah, selanjutnya mengucapkan: Siap Ahmad
sebagai penjuru (bila nama penjuru Ahmad)
c. Penjuru mengambil sikap untuk lari, kemudian lari menuju ke depan
komandan/pelatih/pemimpin yang memberi perintah pada jarak ±4 langkah di depan
komandan/pelatih/pemimpin yang memberi perintah.
d. Pada waktu aba-aba peringatan, maka anggota lainnya mengambil sikap sempurna dan
menghadap penuh kepada komandan/pelatih/pemimpin yang memberi perintah.
e. Pada aba-aba pelaksanaan, seluruh anggota (kecuali penjuru) secara serentak mengambil
sikap untuk lari, kemudian lari menuju samping kiri penjuru, selanjutnya penjuru mengucapkan
“Luruskan”.
f. Anggota lainnya secara berturut-turut meluruskan diri dengan mengangkat lengan kanan ke
samping kanan, tangan kanan digenggam, punggung tangan menghadap ke atas, kepala
dipalingkan ke kanan dan meluruskan diri, hingga dapat melihat dada orang-orang yang di sebelah
kanannya sampai ke penjuru kanan, mata penjuru melihat ke kiri, setelah barisan terlihat lurus
maka penjuru mengucapkan “Lurus”. Pada isyarat ini penjuru melihat ke depan yang lain serentak
menurunkan lengan kanan, melihat ke depan dan kembali sikap sempurna.
2. Berkumpul berbanjar. Aba-aba: Banjar – Kumpul = MULAI. Pelaksanaan:
a. Sama dengan pasal 14 sub a s/d d.
b. Pada aba-aba pelaksanaan, seluruh anggota (kecuali penjuru) secara serentak mengambil
27
sikap untuk lari, kemudian lari menuju ke belakang penjuru, selanjutnya penjuru mengucapkan
“Luruskan”.
c. Anggota lainnya secara berturut-turut meluruskan diri dengan mengangkat lengan kanan ke depan,
tangan kanan digenggam, punggung tangan menghadap ke atas, mengambil jarak satu lengan
ditambah dua kepal dari orang yang ada di depannya dan meluruskan diri ke depan. setelah orang
paling belakang/banjar kanan paling belakang melihat barisannya lurus maka ia memberi isyarat
dengan mengucapkan “Lurus”. Pada isyarat ini seluruh anggota yang di banjar kanan serentak
menurunkan lengan kanan dan kembali sikap sempurna.
Pasal 15
LENCANG KANAN/KIRI 1. Lencang kanan/kiri (hanya dalam bentuk bersaf) Aba-aba: Lencang kanan/kiri = GERAK. Pelaksanaan: Gerakan
ini dijalankan dalam sikap sempurna. Pada aba-aba pelaksanaan semua mengangkat lengan kanan/kiri ke
samping kanan/kiri, jari-jari tangan kanan/kiri menggenggam, punggung tangan menghadap ke atas.
Bersamaan dengan ini kepala dipalingkan ke kanan/kiri dengan tidak terpaksa kecuali penjuru
kanan/kiri tetap menghadap ke depan.Masing-masing meluruskan diri hingga dapat melihat dada orang
yang ada di sebelah kanan/kiri sampai kepada penjuru kanan/kirinya. Jarak ke samping harus sedemikian
rupa, hingga masing- masing jari menyentuh bahu kiri orang yang ada di sebelah kanannya. Kalau lencang
kiri maka masing-masing tangan kirinya menyentuh bahu kanan orang yang berada di sebelah kirinya.
Penjuru kanan/kiri tidak berubah tempat.
Catatan:
a. Kalau bersaf tiga mereka yang berada di saf tengah dan belakang kecuali penjuru, setelah meluruskan
ke depan dengan pandangan mata, ikut pula memalingkan muka ke samping kanan/kiri dengan tidak
mengangkat tangan. Penjuru pada saf tengah dan belakang mengambil jarak ke depan sepanjang satu lengan
ditambah dua kepal dan setelah lurus menurunkan tangan. Setelah masing-masing anggota berdiri lurus dalam
barisan, maka semuanya berdiri di tempatnya dan kepala tetap dipalingkan ke kanan/kiri. Semua gerakan
dikerjakan dengan badan tegak seperti dalam sikap sempurna. Pada aba-aba “Tegak = GERAK” semua anggota
dengan serentak menurunkan lengan dan memalingkan muka kembali ke depan dan berdiri dalam sikap
sempurna.
b. Pada waktu komandan/pelatih/pemimpin pasukan memberikan aba-aba lencang kanan/kiri dan barisan
sedang meluruskan safnya, komandan/ pelatih/pemimpin yang berada dalam barisan itu memeriksa kelurusan
saf dari sebelah kanan/kiri pasukan, dengan menitik beratkan kepada kelurusan tumit (bukan ujung depan
sepatu).
2. Setengah lencang kanan/kiri
Aba-aba: Setengah lengan lencang kanan = GERAK. Pelaksanaan: Seperti lencang kanan/kiri, tetapi tangan
kanan/kiri di pinggang (bertolak pinggang) dengan siku menyentuh lengan orang yang berdiri di sebelah
kanan/kirinya, pergelangan tangan lurus, ibu jari di sebelah belakang dan empat jari lainnya rapat satu sama
lainnya di sebelah depan. Pada aba-aba Tegak = GERAK semua serentak menurunkan lengan memalingkan
muka kembali ke depan dan berdiri dalam sikap sempurna.
3. Lencang depan (hanya dalam bentuk berbanjar) Aba-aba: Lencang depan = GERAK. Pelaksanaan: Penjuru
tetap sikap sempurna, banjar kanan nomor dua dan seterusnya meluruskan ke depan dengan
mengangkat tangan. Bila berbanjar tiga maka saf depan mengambil jarak satu/setengah lengan di samping
kanan, setelah lurus menurunkan tangan, serta menegakkan kepala kembali dengan serentak. Anggota-
anggota yang ada di banjar tengah dan kiri melaksanakannya tanpa mengangkat tangan
28
Pasal 16
BERHITUNG Aba-aba: Hitung = MULAI Pelaksanaan: Jika bersaf, maka pada aba-aba peringatan penjuru tetap melihat ke depan,
sedangkan anggota lainnya pada saf depan memalingkan muka ke kanan. Pada aba- aba pelaksanaan, berturut-turut
tiap pasukan mulai dari penjuru kanan menyebut nomornya sambil memalingkan muka kembali ke depan. Jika
berbanjar, maka pada aba-aba peringatan semua pasukan tetap dalam sikap sempurna. Pada aba-aba pelaksanaan tiap
pasukan mulai dari penjuru kanan depan berturut-turut ke belakang menyebutkan nomornya masing-masing,
penyebutan nomor diucapkan penuh.
Pasal 17
PERUBAHAN ARAH 1. Hadap Kanan/Kiri
Aba-aba: Hadap kanan/kiri = GERAK. Pelaksanaan:
a. Kaki kanan/kiri diajukan melintang di depan kaki kanan/kiri, lekuk kaki kiri/kanan berada di
ujung kaki kanan/kiri, berat badan berpindah ke kaki kiri/kanan.
b. Tumit kaki kanan/kiri dengan badan diputar ke kanan/kiri 90°.
c. Kaki kiri/kanan dirapatkan kembali ke kaki kanan/kiri seperti dalam keadaan sikap sempurna.
2. Hadap serong kanan/kiri
Aba-aba: Hadap serong kanan/kiri = GERAK. Pelaksanaan:
a. Kaki kanan/kiri diajukan ke muka berjajar dengan kaki kiri/kanan.
b. Berputar arah 45° ke kanan/kiri
c. Kaki kiri/kanan dirapatkan kembali ke kaki kanan/kiri.
3. Balik kanan
Aba-aba: Balik kanan = GERAK. Pelaksanaan: Pada aba-aba pelaksanaan kaki kiri diajukan melintang (lebih
dalam dari hadap kanan) di depan kaki kanan. Tumit kaki kanan beserta dengan badan diputar kek kanan 180°.
Kaki kiri dirapatkan pada kaki kanan.
Pasal 18
MEMBUKA ATAU MENUTUP BARISAN 1. Buka barisan
Aba-aba: Buka barisan = JALAN. Pelaksanaan: Pada aba-aba pelaksanaan regu kanan dan kiri masing-masing
membuat satu langkah ke kanan dan kiri, sedangkan regu tengah tetap di tempat.
2. Tutup barisan
Aba-aba: Tutup barisan = JALAN Pelaksanaan: Pada aba-aba pelaksanaan regu kanan dan kiri masing-masing
membuat satu langkah kembali ke kiri dan kanan, sedangkan regu tengah tetap di tempat.
Pasal 19
BUBAR Aba-aba: Bubar = JALAN Pelaksanaan: Aba-aba tiap pasukan menyampaikan penghormatan kepada komandan, sesudah
dibalas kembali dalam sikap sempurna kemudian melakukan balik kanan dan setelah menghitung dua hitungan dalam
hati, melaksanakan gerakan seperti langkah pertama dalam gerakan maju jalan, selanjutnya bubar menuju tempat
masing- masing.
29
BAB III
GERAKAN PERORANGAN TANPA SENJATA
GERAKAN BERJALAN
Pasal 20
PANJANG, TEMPO, DAN MACAM LANGKAH Langkah dapat dibeda-bedakan sebagai berikut:
No Macam langkah Panjang Tempo
1 Langkah biasa 65 cm 110 tiap menit
2 Langkah tegap 65 cm 110 tiap menit
3 Langkah perlahan 40 cm 30 tiap menit
4 Langkah ke kanan/kiri 40 cm 70 tiap menit
5 Langkah ke belakang 40 cm 70 tiap menit
6 Langkah ke depan 60 cm 70 tiap menit
7 Langkah di waktu lari 80 cm 165 tiap menit
Panjangnya suatu langkah diukur dari tumit ke tumit. Bila dalam peraturan disebut satu langkah, maka panjangnya
70 cm.
Pasal 21
MAJU JALAN Dari sikap sempurna Aba-aba: Maju = JALAN Pelaksanaan:
a. Pada aba-aba pelaksanaan kaki kiri diajukan ke depan, lutut lurus, telapak kaki diangkat rata sejajar dengan
tanah setinggi ±20 cm, kemudian dihentakkan ke tanah dengan jarak satu langkah dan selanjutnya berjalan
dengan langkah biasa.
b. Langkah pertama dilakukan dengan melangkah, lengan kanan ke depan 90°, lengan kiri ke belakang 30°
ke belakang dengan tangan menggenggam. Pada langkah-langkah selanjutnya lengan kanan dan kiri lurus
dilenggangkan ke depan 45° dan ke belakang 30°, banjar kanan depan mengambil dua titik yang terletak dalam
satu garis sebagai arah barisan. Seluruh anggota meluruskan barisan ke depan dengan melihat pada
belakang leher.
Dilarang keras:
- Berbicara
- Melihat ke kiri atau kanan
Pada waktu melenggangkan lengan supaya jangan kaku.
30
Pasal 22
LANGKAH BIASA 1. Pada waktu berjalan, kepala dan badan seperti pada waktu sikap sempurna. Waktu mengayunkan kaki
ke depan lutut kaki dibengkokan sedikit (kaki tidak boleh diseret). Kemudian diletakkan ke tanah menurut
jarak yang telah ditentukan.
2. Cara melangkahkan kaki seperti pada waktu berjalan biasa. Pertama tumit diletakkan di tanah selanjutnya
seluruh kaki. Lengan dilenggangkan dengan sewajarnya lurus ke depan dan ke belakang di samping badan, ke
depan 45° dan ke belakang 30°. Jari-jari tangan digenggam dengan tidak terpaksa, punggung ibu jari
menghadap ke atas.
3. Bila berjalan dengan hubungan pasukan agar menggunakan hitungan irama langkah (untuk kendali
kesamaan langkah).
Pasal 23
LANGKAH TEGAP 1. Dari sikap sempurna
Aba-aba: Langkah tegap – maju = JALAN. Pelaksanaan: Mulai berjalan dengan kaki kiri, langkah pertama
selebar satu langkah, selanjutnya seperti jalan biasa (panjang dan tempo) dengan cara kaki dihentakkan
terus-menerus tetapi tidak berlebihan, telapak kaki rapat dan sejajar dengan tanah, lutut lurus, kaki tidak
boleh diangkat tinggi. Bersamaan dengan langkah pertama tangan menggenggam, punggung tangan
menghadap ke samping luar, ibu jari tangan menghadap ke atas, lenggang lengan 90° ke depan dan 30° ke
belakang.
2. Dari langkah biasa
Aba-aba: Langkah tegap = JALAN. Pelaksanaan: Aba-aba pelaksanaan diberikan pada waktu kaki kiri jatuh di
tanah, ditambah satu langkah selanjutnya berjalan langkah tegap.
3. Kembali ke langkah biasa (sedang berjalan)
Aba-aba: Langkah biasa = JALAN. Pelaksanaan: Aba-aba pelaksanaan diberikan pada waktu kaki kanan atau kiri
jatuh di tanah ditambah satu langkah dan mulai berjalan dengan langkah biasa, hanya dengan langkah biasa,
hanya langkah pertama dihentakkan selanjutnya berjalan langkah biasa.
Catatan:
Dalam keadaan sedang berjalan cukup menggunakan aba-aba peringatan: Langkah tegap atau Langkah biasa =
JALAN pada tiap-tiap perubahan langkah (tanpa kata maju).
Pasal 24
LANGKAH PERLAHAN 1. Untuk berkabung (mengantar jenazah).
Aba-aba: Langkah perlahan Maju = JALAN. Pelaksanaan:
a. Gerakan dilakukan dengan sikap sempurna
b. Pada aba-aba JALAN kaki kiri dilangkahkan ke depan, kaki kiri ditarik ke depan dan ditahan sebentar
di sebelah mata kaki kiri, kemudian dilanjutkan ditapakkan di depan kaki kiri dilangkahkan ke depan,
setelah kaki kiri menapak segera disusul dengan kaki kanan ditari ke depan dan ditahan sebentar di
mata kaki kiri, kemudian dilanjutkan di depan kaki kiri.
c. Gerakan selanjutnya melakukan gerakan-gerakan seperti semula.
31
Catatan:
a. Dalam sedang berjalan, aba-aba adalah langkah perlahan = JALAN yang diberikan pada waktu kaki kanan
atau kiri jatuh di tanah ditambah satu langkah dan kemudian mulai berjalan dengan langkah perlahan.
b. Tapak kaki pada saat melangkah (menginjak tanah) tidak dihentakkan rata-rata untuk lebih khidmat.
2. Berhenti dari langkah perlahan
Aba-aba: Henti GERAK. Pelaksanaan:Aba-aba pelaksanaan diberikan pada waktu kaki kanan atau kiri dirapatkan
pada kaki kanan atau kiri menurut irama langkah biasa dan mengambil sikap sempurna.
Pasal 25
LANGKAH KE SAMPING Aba-aba: Langkah ke kanan/kiri = JALAN. Pelaksanaan: Pada aba-aba pelaksanaan kaki kanan/kiri dilangkahkan ke
kanan/kiri sepanjang ±40 cm. Selanjutnya kaki kanan/kiri dirapatkan pada kaki kiri/kanan, sikap akan tetap seperti pada
sikap sempurna. Sebanyak-banyaknya hanya boleh dilakukan empat langkah.
Pasal 26
LANGKAH KE BELAKANG Aba-aba: Langkah ke belakang = JALAN. Pelaksanaan: Pada aba-aba pelaksanaan melangkah ke belakang mulai dengan
kaki kiri menurut panjangnya langkah dan sesuai tempo yang telah ditentukan (pasal 20),menurut jumlah langkah yang
diperintahkan. Lengan tidak boleh dilenggangkan dan sikap badan seperti dalam sikap sempurna. Sebanyak-banyaknya,
hanya boleh dilakukan empat langkah.
Pasal 27
LANGKAH KE DEPAN Aba-aba: Langkah ke depan = JALAN. Pelaksanaan: Pada aba-aba pelaksanaan melangkah ke depan mulai dengan kaki
kiri menurut panjangn langkah 60 cm dan tempo langkah 70 tiap menit, menurut jumlah langkah yang diperintahkan.
Gerakan kaki seperti kaki langkah tegap (pasal 23) dan dihentakkan terus-menerus. Lengan tidak boleh dilenggangkan
dan sikap seperti sikap sempurna. Sebanyak-banyaknya, boleh dilakukan empat langkah.
Pasal 28
LANGKAH DI WAKTU LARI 1. Dari sikap sempurna
Aba-aba: Lari Maju = JALAN. Pelaksanaan: Pada aba-aba peringatan dua tangan dikepalkan dengan lemas dan
diletakkan di pinggang sebelah depan, dengan punggung tangan menghadap ke luar, kedua siku sedikit ke
belakang, badan agak condongkan ke depan. Pada aba-aba pelaksanaan dimulai lari dengan panjang langkah
80 cm dan tempo langkah 165 tiap menit dengan cara kaki diangkat secukupnya, telapak kaki diletakkan
dengan ujung telapak kaki terlebih dahulu, lengan dilenggangkan secara tidak kaku.
2. Dari langkah biasa
Aba-aba: Lari = JALAN. Pelaksanaan: Pada aba-aba peringatan pelaksanaannya sama dengan aba-aba
peringatan (pasal 28 ayat 1). Aba-aba pelaksanaan diberikan pada waktu kaki kanan/kiri jatuh ke tanah.
Kemudian ditambah satu langkah. selanjutnya berlari menurut ketentuan yang ada.
3. Kembali ke langkah biasa
Aba-aba: Langkah biasa = JALAN. Pelaksanaan: Aba-aba pelaksanaan diberikan pada waktu kaki kiri jatuh ke
32
tanah ditambah 3 langkah, kemudian berjalan dengan langkah biasa, dimulai dengan kaki kiri dihentakkan,
bersamaan dengan itu kedua lengan dilenggangkan.
Catatan:
Untuk berhenti dengan keadaan berlari, diberikan aba-aba: Henti = GERAK. Aba-aba pelaksanaan diberikan
pada waktu kaki kanan atau kiri jatuh di tanah ditambah 3 langkah, selanjutnya kaki dirapatkan kemudian
kedua kepalan tangan diturunkan untuk mengambil sikap sempurna.
Pasal 29
LANGKAH MERDEKA 1. Dari langkah biasa
Aba-aba: Langkah merdeka = JALAN. Pelaksanaan: Anggota berjalan bebas tanpa terikat ketentuan panjang,
macam, dan tempo langkah. Ataas pertimbangn komandan, anggota dapat diizinkan untuk berbuat sesuatu
yang dalam keadaan lain terlarang (antara lain: berbicara, buka topi, dan menghapus keringat).
Catatan:
Langkah merdeka biasanya dilakukan untuk menempuh jalan jauh atau di luar kota atau lapangan yang tidak
rata. Anggota tetap dilarang meninggalkan barisan.
2. Kembali ke langkah biasa
Untuk melakukan gerakan ini lebih dahulu harus diberikan petunjuk samakan langkah. Setelah langkah sama,
komandan dapat memberikan aba-aba peringatan dan pelaksanaan. Aba-aba: Langkah biasa = JALAN
Pelaksanaan: Aba-aba pelaksanaan diberikan pada waktu kaki kiri/kanan jatuh di tanah kemudian di
tambah satu langkah dan mulai berjalan dengan langkah biasa, hanya langkah pertama dihentakkan.
Pasal 30
GANTI LANGKAH Aba-aba: Ganti langkah = JALAN. Pelaksanaan: Gerakan dapat dilakukan pada waktu langkah biasa/tegap. Aba-aba
pelaksanaan diberikan pada waktu kaki kanan/kiri jatuh di tanah ditambah satu langkah. Sesudah itu ujung kaki kanan
atau kiri yang sedang di belakang dirapatkan kepada tumit kaki sebelahnya. Bersamaan dengan itu lenggang tangan
dihentikan tanpa dirapatkan pada badan. Untuk selanjutnya disesuaikan dengan langkah baru yang disamakan. Langkah
pertama tetap sepanjang satu langkah. Kedua gerakan ini dilakukan dalam satu hitungan.
Pasal 31
JALAN DI TEMPAT 1. Dari sikap sempurna
Aba-aba: Jalan di tempat = GERAK. Pelaksanaan: Gerakan dimulai dengan kaki kiri, lutut bergantian diangkat
setinggi paha rata- rata (horisontal), ujung kaki menuju bawah dan tempo langkah sesuai dengan tempo
langkah biasa. Badan tegak pandangan mata tetap ke depan, lengan tetap lurus dirapatkan pada badan (tidak
dilenggangkan).
2. Dari langkah biasa
Aba-aba: Jalan di tempat = GERAK. Pelaksanaan: Aba-aba pelaksanaan diberikan pada waktu kaki kanan atau
kiri jatuh di tanah. kemudian ditambah satu langkah, selanjutnya di mulai dengan kaki kanan/kiri berjalan di
tempat, selanjutnya gerakan di tempat.
33
3. Dari jalan di tempat ke langkah biasa
Aba-aba: Maju = JALAN. Pelaksanaan: Aba-aba pelaksanaan diberikan pada waktu kaki kiri jatuh ke tanah,
kemudian di tambah satu langkah di tempat dan mulai berjalan dengan menghentakkan kaki kiri satu langkah
ke depan dan selanjutnya berjalan langkah biasa.
4. Dari jalan di tempat ke berhenti Aba-aba: Henti = GERAK Pelaksanaan:
Aba-aba pelaksanaan diberikan pada waktu kaki kanan.kiri jatuh di tanah lalu ditambah satu langkah.
Selanjutnya kaki kanan/kiri dirapatkan pada kaki kanan menurut irama langkah biasa mengambil sikap
sempurna.
Pasal 32
BERHENTI Aba-aba: Henti = GERAK. Pelaksanaan: Aba-aba pelaksanaan dibrikan pada waktu kaki kanan/kiri jatuh di tanah. Setelah
ditambah satu langkah selanjutnya kaki kanan/kiri dirapatkan kemudian mengambil sikap sempurna.
Pasal 33
HORMAT KANAN/KIRI 1. Gerakan hormat kanan/kiri
Aba-aba: Hormat kanan/kiri = GERAK. Pelaksanaan: Gerakan ini dilakukan pada waktu berjalan dengan
langkah tegap. Aba-aba pelaksanaan diberikan pada waktu kaki kanan jatuh di tanah, kemudian ditambah
satu langkah, langkah berikutnya kepala dipalingkan dan pandangan mata diarahkan kepada yang diberi
hormat sampai hingga ada aba-aba “Tegak = GERAK”. Penjuru kanan/kiri tetap melihat ke depan untuk
memelihara arah. Setelah arah pandangan yang diberi hormat mencapai sudut 45° dari pada pandangan
lurus ke depan, maka kepala dan pandangan mata tetap pada arah tersebut hingga dapat aba-aba “Tegak =
GERAK”.
Catatan:
Pada saat penghormatan apabila bersenjata/pundak bersenjata, tangan kanan tetap melenggang. Apabila
tidak bersenjata, lengan kiri tidak melenggang tangan kanan menyampaikan penghormatan.
2. Gerakan selesai menghormat Aba-aba: Tegak = GERAK. Pelaksanaan: Aba-aba pelaksanaan diberikan pada
waktu kaki kanan jatuh di tanah. Setelah ditambah satu langkah, lengan dilenggangkan (kembali langkah
tegap).
Pasal 34
PERUBAHAN ARAH DARI BERHENTI KE BERJALAN 1. Ke hadap kanan/kiri maju jalan
Aba-aba: Hadap kanan/kiri – Maju = JALAN. Pelaksanaan: Membuat gerakan hadap kanan/kiri. Pada hitungan
ketiga kaki kiri/kanan tidak dirapatkan tetapi dilangkahkan seperti gerakan maju jalan.
2. Ke hadap serong kanan/kiri maju jalan
Aba-aba: Hadap serong kanan/kiri – Maju = JALAN. Pelaksanaan: Membuat gerakan hadap serong
kanan/kiri. Pada hitungan ketiga kaki kiri/kanan tidak dirapatkan tetapi dilangkahkan seperti gerakan maju
jalan.
34
3. Ke balik kanan maju jalan
Aba-aba: Balik kanan – Maju = JALAN. Pelaksanaan: Membuat gerakan Balik kanan. Gerakan selanjutnya pada
hitungan ketiga mulai melangkah dengan kaki kiri dan dilanjutkan dengan langkah biasa.
4. Ke belok kanan/kiri maju jalan
Aba-aba: Belok kanan/kiri – Maju = JALAN. Pelaksanaan: Penjuru depan merubah arah 90° ke kanan/kiri dan
mulai berjalan ke arah tertentu. Pasukan lainnya mengikuti gerakan-gerakan ini setibanya pada tempat belokan
tersebut (tempat penjuru berbelok).
Catatan:
Aba-aba dua kali belok kanan/kiri maju = JALAN dan tiap-tiap banjar dua kali belok kanan/kiri maju = JALAN.
Pasal 35
PERUBAHAN ARAH DARI BERJALAN KE BERJALAN 1. Ke hadap kanan/kiri maju jalan
Aba-aba: Hadap kanan/kiri – Maju = JALAN. Pelaksanaan: Aba-aba pelaksanaan dijatuhkan pada waktu kaki
kiri/kanan jatuh di tanah, kemudian ditambah satu langkah, gerakan selanjutnya seperti tersebut pada pasal
34 ayat 1.
2. Ke hadap serong kanan/kiri maju jalan
Aba-aba: Hadap serong kanan/kiri – Maju = JALAN. Pelaksanaan: Aba-aba pelaksanaan dijatuhkan pada waktu
kaki kiri/kanan jatuh di tanah, kemudian ditambah satu langkah, gerakan selanjutnya seperti tersebut pada
pasal 34 ayat 2.
3. Ke balik kanan maju jalan
Aba-aba: Balik kanan – Maju = JALAN. Pelaksanaan: Aba-aba pelaksanaan dijatuhkan pada waktu kaki
kiri/kanan jatuh di tanah, kemudian ditambah satu/dua langkah, gerakan selanjutnya kaki kiri melintang ke
depan kaki kanan secara bersamaan tumit kaki, tangan, dan badan diputar ke kanan sebesar 180°, kaki kiri
dihentakkan seperti langkah pertama, selanjutnya berjalan seperti langkah biasa.
4. Ke belok kanan/kiri maju jalan
Aba-aba: Belok kanan/kiri – Maju = JALAN. Pelaksanaan: Aba-aba pelaksanaan dijatuhkan pada waktu kaki
kiri/kanan jatuh di tanah, kemudian ditambah satu langkah, kemudian penjuru depan merubah arah 90° ke
kanan/kiri dan mulai berjalan ke arah yang baru. Pasukan lainnya mengikuti gerakan-gerakan ini setibanya pada
tempat belokan tersebut (tempat penjuru berbelok).
Catatan:
a. Aba-aba: dua kali belok kanan/kiri maju = JALAN
Pelaksanaan: Seperti tersebut di atas yang selanjutnya setelah dua langkah berjalan kemudian melakukan
gerakan belok kanan/kiri jalan lagi.
b. Aba-aba: tiap-tiap banjar dua kali belok kanan/kiri maju = JALAN. Pelaksanaan: Seperti tersebut di atas tetapi
tiap-tiap banjar membuat langsung dua kali belok kanan/kiri pada tempat di mana aba-aba pelaksanaan
diberikan. Perubahan arah kiri 180°. Tujuan gerakan dari catatan a dan b guna membelokkan pasukan di
ruang/lapangan yang sempit.
35
Pasal 36
PERUBAHAN ARAH DARI BERJALAN KE BERHENTI 1. Ke hadap kanan/kiri berhenti
Aba-aba: Hadap kanan/kiri Henti = GERAK Pelaksanaan: Aba-aba pelaksanaan dijatuhkan pada waktu kaki
kiri/kanan jatuh di tanah, kemudian ditambahkan satu langkah, gerakan selanjutnya seperti gerakan hadap
kanan/kiri.
2. Ke hadap serong kanan/kiri berhenti
Aba-aba: Hadap serong kanan/kiri Henti = GERAK. Pelaksanaan: Aba-aba pelaksanaan dijatuhkan pada waktu
kaki kiri/kanan jatuh di tanah, kemudian ditambahkan satu langkah, gerakan selanjutnya seperti gerakan
hadap serong kanan/kiri.
3. Ke balik kanan berhenti
Aba-aba: Balik kanan Henti = GERAK. Pelaksanaan: Aba-aba pelaksanaan diberikan pada waktu kaki kiri/kanan
jatuh di tanah, kemudian ditambahkan satu/dua langkah, gerakan selanjutnya kaki kiri melintang ke
depan kaki kanan secara bersamaan tumit kaki, tangan, dan badan diputar ke kanan sebesar 180°, selanjutnya
kaki kiri dirapatkan dengan kaki kanan (sikap sempurna).
Pasal 37
PERUBAHAN ARAH PADA WAKTU BERLARI Perubahan arah pada waktu berjalan yang ditentukan pada pasal 35 dan 36 dapat dilakukan juga oleh pasukan dalam
keadaan berlari dengan perbedaan bukan ditambah satu langkah tetapi tiga langkah.
Pasal 38
HALUAN KANAN/KIRI Gerakan ini hanya dilakukan dalam bentuk bersaf, guna merubah arah tanpa merubah bentuk.
1. Berhenti ke berhenti
Aba-aba: Haluan kanan/kiri = JALAN Pelaksanaan: Setelah aba-aba pelaksanaan, penjuru kanan/kiri berjalan di
tempat dengan memutar arah secara perlahan hingga merubah sampai sebesar 90°. Bersamaan dengan itu
masing-masing saf mulai maju jalan dengan rapih (dengan tidak melenggang) sambil meluruskan safnya hingga
merubah arah sebesar 90°, kemudian berjalan di tempat. Setelah penjuru kanan/kiri depan melihat safnya
lurus memberi isyarat: “Lurus”, kemudian komandan memberi aba-aba: “Henti = GERAK”, yang diucapkan pada
waktu kaki kiri/kanan jatuh di tanah. Setelah ditambahkan satu langkah kemudian seluruh pasukan berhenti.
2. Berhenti ke berjalan
Aba-aba: Haluan kanan/kiri Maju = JALAN Pelaksanaan: Seperti haluan kanan/kiri dari berhenti ke berhenti
kemudian setelah aba-aba “Maju = JALAN”, pasukan maju jalan yang gerakannya sama dengan gerakan langkah
biasa.
Catatan:
Setelah ada isyarat lurus dari penjuru, komandan langsung memberikan “Maju = JALAN” (pasukan tidak berhenti dulu).
3. Berjalan ke berhenti
Aba-aba: Haluan kanan/kiri = JALAN Pelaksanaan: Aba-aba diberikan pada waktu kaki kanan/kiri jatuh di
tanah kemudian ditambah satu langkah. Selanjutnya barisan melakukan gerakan seperti haluan kanan/kiri dari
berhenti ke berhenti.
36
4. Berjalan ke berjalan
Aba-aba: Haluan kanan/kiri = JALAN Pelaksanaan: Aba-aba diberikan pada waktu kaki kanan/kiri jatuh di
tanah kemudian ditambah satu langkah. Selanjutnya barisan melakukan gerakan seperti haluan kanan/kiri dari
berhenti ke berjalan.
Catatan:
Pada pelaksanaan haluan lengan tidak melenggang.
Pasal 39
MELINTANG KANAN/KIRI Gerakan ini hanya dilakukan dalam bentuk berbanjar, guna merubah bentuk pasukan menjadi bersaf dalam arah
tetap.
1. Berhenti ke berhenti
Aba-aba: Melintang kanan/kiri = JALAN. Pelaksanaan: Setelah aba-aba pelaksanaan melakukan gerakan “Hadap
kanan/kiri”, kemudian barisan membuat gerakan “Haluan kiri/kanan” dari berhenti ke berhenti.
2. Berjalan ke berjalan
Aba-aba: Melintang kanan/kiri = JALAN. Pelaksanaan: Setelah aba-aba pelaksanaan, ditambah satu langkah,
barisan melakukan gerakan seperti gerakan melintang kanan/kiri berhenti ke berhenti. kemudian setelah
diberi aba-aba “Maju = JALAN”, barisan melakukan gerakan “Maju = JALAN”
Catatan:
Setelah ada isyarat lurus dari penjuru, komandan langsung memberikan aba-aba maju = JALAN (Pasukan tidak
berhenti dulu).
3. Berhenti ke berjalan
Aba-aba: Melintang kanan/kiri Maju = JALAN. Pelaksanaan: Setelah aba-aba pelaksanaan, melakukan gerakan
seperti gerakan melintang kanan/kiri berhenti ke berhenti. kemudian setelah diberi aba-aba “Maju = JALAN”,
barisan melakukan gerakan “Maju = JALAN”.
Catatan:
Setelah ada isyarat lurus dari penjuru, komandan langsung memberikan aba-aba maju = JALAN (Pasukan tidak
berhenti dulu)
37
NOTE