perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERAN BANK .../Peran...perpustakaan.uns.ac.id...
Transcript of perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERAN BANK .../Peran...perpustakaan.uns.ac.id...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
PERAN BANK INDONESIA DALAM MELAKSANAKAN TUGAS
PENGAWASAN TINGKAT KESEHATAN BANK PERKREDITAN RAKYAT
(Studi di Kantor Bank Indonesia Solo)
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna
Memperoleh Derajat Sarjana S-1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh
Bonita Andarini
NIM. E0007262
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
PERAN BANK INDONESIA DALAM MELAKSANAKAN TUGAS
PENGAWASAN TINGKAT KESEHATAN BANK PERKREDITAN RAKYAT
(Studi di Kantor Bank Indonesia Solo)
Oleh
Bonita Andarini
NIM. E0007262
Disetujui untuk dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum
(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta, Juli 2011
Pembimbing I, Pembimbing II,
Prof. Dr. Jamal Wiwoho, S.H., M.Hum Munawar Kholil, S.H., M.Hum
NIP. 196111081987021001 NIP. 196810171994031003
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum (Skripsi)
PERAN BANK INDONESIA DALAM MELAKSANAKAN TUGAS
PENGAWASAN TINGKAT KESEHATAN BANK PERKREDITAN RAKYAT
(Studi di Kantor Bank Indonesia Solo)
Oleh
Bonita Andarini
NIM. E0007262
Telah diterima dan dipertahankan dihadapan
Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada :
Hari : Senin
Tanggal : 25 Juli 2011
DEWAN PENGUJI
1. Dr. M. Najib Imanullah, S.H., M.H., PhD :
Ketua
2. Munawar Kholil, S.H., M.Hum. :
Sekretaris
3. Prof. Dr. Jamal Wiwoho, S.H., M.Hum. :
Anggota
Mengetahui
Dekan,
Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum.
NIP. 19570203 198503 2001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : Bonita Andarini
NIM : E0007262
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul :
PERAN BANK INDONESIA DALAM MELAKSANAKAN TUGAS
PENGAWASAN TINGKAT KESEHATAN BANK PERKREDITAN
RAKYAT (Studi di Kantor Bank Indonesia Solo) adalah betul-betul karya
sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi
tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari
terbukti penyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi
akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya
peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, Juli 2011
yang membuat pernyataan
Bonita Andarini
NIM. E0007262
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
MOTTO
“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami
mohon pertolongan”
(Surat AL-FATIHAH, ayat 5)
“The important is not to stop questioning. Curiosity has its own reason for
existing”
(Albert Einstein, 1955)
“Setiap kesempatan yang datang niscaya akan menjadi peluang emas, jika kita
mau melihatnya benar-benar sebagai peluang emas”
(Penulis)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan untuk :
ALLAH SWT
Mama, Rini Puspita Hadi
Papa, Muriaandi, S.Sos
Adik-adikku, Pradipta Bayu Putra dan Aditya Rachman Aji
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan bimbingan serta ridho yang telah diberikan sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan hukum (skripsi) ini dengan judul “PERAN BANK
INDONESIA DALAM MELAKSANAKAN TUGAS PENGAWASAN
TINGKAT KESEHATAN BANK PERKREDITAN RAKYAT (Studi di Kantor
Bank Indonesia Solo)”. Penulisan hukum (skripsi) ini disusun dalam rangka
memenuhi persyaratan kelulusan derajat S1 di Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
Penulisan hukum ini membahas mengenai peran Kantor Bank Indonesia
Solo dalam melaksanakan tugas pengawasan tingkat kesehatan Bank Perkreditan
Rakyat dan hambatan serta solusi yang dilakukan Kantor Bank Indonesia Solo
dalam melaksanakan tugas pengawasan tingkat kesehatan Bank Perkreditan
Rakyat. Pembahasan mengenai pengawasan tingkat kesehatan bank ini penting
dilakukan untuk menjaga agar kondisi kesehatan suatu bank tetap dalam tingkatan
sehat. Upaya untuk melakukan pengawasan tingkat kesehatan bank adalah dengan
melakukan pengawasan langsung dan pengawasan tidak langsung oleh Kantor
Bank Indonesia Solo.
Pada kesempatan ini pula tak lupa penulis ucapkan terimaksih kepada
semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan baik materiil maupun
spiritual kepada :
1. Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Prof. Dr. Jamal Wiwoho, S.H., M.Hum selaku pembimbing I yang dengan arif
dan bijak telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penulisan
hukum (skripsi) ini.
3. Munawar Kholil, S.H., M.Hum selaku Pembimbing II yang dengan arif dan
bijak telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penulisan hukum
(skripsi) ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
4. M. Najib Imanullah, S.H., M.H., PhD selaku Ketua Penguji Skripsi yang
dengan arif dan bijak telah memberikan bimbangan dan pengarahan dalam
penulisan hukum (skripsi) ini.
5. Harjono, S.H., M.H selaku Pembimbing Akademik yang dengan arif dan bijak
telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama menempuh studi di
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
6. Yiyok T. Herlambang selaku Deputi Pemimpin bidang Perbankan Kantor
Bank Indonesia yang telah memberikan ijin penelitian di Kantor Bank
Indonesia Solo.
7. Seluruh dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang
telah memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis.
8. Seluruh karyawan dan karyawati Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang selalu memberikan semangat dan dukungan kepada penulis
selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Hukum UNS.
9. Farida Puspita Sari, Ella Nuke R.P, Ibnu Kuncorobroto, Aditya Yogatama,
Hildha Kurniawati, Anita Budi S., Nesia Zara F., Pramana Galih S., Sita
Adelia J., Arina Mafida, yang selalu memberikan semangat dan saling
mendoakan agar segera menyelesaikan penulisan hukum (skripsi) ini.
10. Teman-teman Fakultas Hukum UNS angkatan 2007 yang selalu memberikan
semangat dan saling megingatkan agar segera menyelesaikan tugas-tugas
perkuliahan.
11. Pihak-pihak lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan masih ada banyak hal yang
harus penulis pelajari. Oleh karena itu penulis mengharap adanya saran dan kritik
yang membangun dan dapat membuat lebih baik. Penulis berharap bahwa apa yang
telah penulis susun dapat memberi manfaat yang baik bagi siapa saja yang
membaca.
Surakarta, Juli 2011
Penulis,
Bonita Andarini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………… i
HALAMAN PERSTEJUAN……………………………………... ii
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………. iii
HALAMAN PERNYATAAN......................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN………………………………….. v
HALAMAN MOTTO…………………………………………….. vi
KATA PENGANTAR……………………………………………. vii
DAFTAR ISI……………………………………………………… ix
DAFTAR TABEL…………………………..……………………... xi
DAFTAR BAGAN....…………………………………..…………. xii
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................... xiii
ABSTRAK………………………………………………………… xiv
ABSTRACT...................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN…………………………………….. 1
A. Latar Belakang Masalah……………………………. 1
B. Perumusan Masalah………………………………… 5
C. Tujuan Penelitian …………………………………… 5
D. Manfaat Penelitian .................................…………… 6
E. Metode Penelitian ...........................………………. 6
F. Sistematika Penulisan Hukum ................................... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......…………………………... 13
A. Kerangka Teori .......……………………………….... 13
1. Tinjauan Umum tentang Bank Indonesia ............. 13
2. Konsep Hukum Pelaksanaan Tugas Pengawasan
Perbankan oleh Bank Indonesia .................................. 19
3. Tinjauan Umum tentang Tingkat Kesehatan Bank ...... 22
4. Tinjauan Umum tentang Bank Perkreditan Rakyat ..... 27
5. Tinjauan tentang Efektivitas Penegakan Hukum
Pengawasan Perbankan ................................................ 31
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
B. Kerangka Pemikiran ................…….…………………… 36
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN…..….....…. 38
A. Deskripsi Singkat Kantor Bank Indonesia Solo …..……. 38
B. Hasil Penelitian ................................................................. 42
1. Peran Kantor Bank Indonesia Solo dalam Melaksanakan
Tugas Pengawasan Tingkat Kesehatan Bank
Perkreditan Rakyat ............……………………...….. 42
a. Ketentuan tentang Tingkat Kesehatan Bank......… 42
b. Pelaksanaan Pengawasan Tingkat Kesehatan Bank
Perkreditan Rakyat .........……………………...… 43
c. Peran Bank Indonesia sebagai Pengawas .............. 68
2. Hambatan-Hambatan Kantor Bank Indonesia Solo dalam
Melaksanakan Tugas Pengawasan Tingkat Kesehatan
Bank Perkreditan Rakyat dan Solusi-solusi untuk
Menyelesaikan …..…............................................….. 75
a. Hambatan Internal dan Solusi yang Dihadapi
Bank Indonesia .…..............................................… 75
b. Hambatan Eksternal dan Solusi yang Dihadapi
Bank Indonesia ....................................…………... 84
C. Pembahasan ........................................................................ 91
1. Peran Kantor Bank Indonesia Solo dalam Melaksanakan
Tugas Pengawasan Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan
Rakyat .......................................................................... 91
2. Hambatan dan Solusi Kantor Bank Indonesia Solo
dalam Melaksanakan Tugas Pengawasan Tingkat
Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat ........................... 93
BAB IV PENUTUP ............................................................................... 96
A. Kesimpulan ........................................................................ 96
B. Saran ................................................................................. 97
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Bobot Penilaian Faktor CAMEL untuk Bank Umum dan
BPR .......................................................................................... 24
Tabel 2. Jumlah Kantor Bank Perkreditan Rakyat ................................ 40
Tabel 3. Jumlah Kantor Bank Perkreditan Rakyat Syariah .................... 45
Tabel 4. Faktor-Faktor yang Dinilai dan Bobot Tingkat Kesehatan
BPR .......................................................................................... 48
Tabel 5. Kinerja Bank Perkreditan Rakyat Wilayah Kerja Kantor Bank
Indonesia Solo Periode Desember 2008 ................................... 56
Tabel 6. Kinerja Bank Perkreditan Rakyat Wilayah Kerja Kantor Bank
Indonesia Solo Periode Desember 2009 .................................... 56
Tabel 7. Kinerja Bank Perkreditan Rakyat Wilayah Kerja Kantor Bank
Indonesia Solo Periode Desember 2010 .................................... 57
Tabel 8. Kinerja Bank Perkreditan Rakyat Wilayah Kerja Kantor Bank
Indonesia Solo Periode Mei 2011 ............................................. 57
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR BAGAN
Bagan 1. Analisis Kualitatif Model Interaktif ........................................ 11
Bagan 2. Kerangka Pemikiran ................................................................ 36
Bagan 3. Bagan Struktur Organisasi Kantor Bank Indonesia Solo ........ 41
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Surat Permohonan Ijin Penelitian
Surat Persetujuan Ijin Penelitian
Surat Keputusan Direksi BI Nomor 30/12/ KEP/DIR tentang Tata Cara Penilaian
Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
ABSTRAK Bonita Andarini, E0007262. 2011. PERAN BANK INDONESIA DALAM MELAKSANAKAN TUGAS PENGAWASAN TINGKAT KESEHATAN BANK PERKREDITAN RAKYAT (Studi di Kantor Bank Indonesia Solo). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran Kantor Bank Indonesia Solo dalam melaksanakan tugas pengawasan tingkat kesehatan Bank Perkreditan Rakyat. Selain itu untuk mengetahui hambatan-hambatan dan solusi-solusi yang dihadapi oleh Kantor Bank Indonesia Solo dalam melaksanakan tugas pengawasan tingkat kesehatan Bank Perkreditan Rakyat.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian empiris yang bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Lokasi penelitian dilakukan di Kantor Bank Indonesia Solo. Jenis data meliputi data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data melalui wawancara, studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau observasi. Analisa data secara kualitatif dengan model interaktif.
Peran Kantor Bank Indonesia Solo dalam melaksanakan tugas pengawasan tingkat kesehatan Bank Perkreditan Rakyat adalah memastikan bahwa Bank Perkreditan Rakyat memiliki kebijakan, prosedur, dan pedoman penilaian kredit serta menguji konsistensi pelaksanaannya. Pelaksanaan pengawasan dijalankan sesuai Surat Keputusan Direksi BI Nomor 30/12/KEP/DIR tentang Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat dengan dasar penilaian faktor permodalan, kualitas aktiva, manajemen, rentabilitas, dan likuiditas serta melalui berbagai langkah tambahan. Dalam melaksanakan tugas pengawasan Kantor Bank Indonesia Solo menemui hambatan, antara lain hambatan internal dan eksternal. Hambatan internal meliputi belum optimalnya dalam hal manajemen bank, pelaksanaan pengawasan, pemberian sanksi, pemahaman antara petugas pengawas, sistem informasi dari Bank Indonesia. Hambatan eksternal meliputi belum optimalnya dalam hal sumber daya manusia, kecukupan modal Bank Perkreditan Rakyat, sistem pengaturan, efektivitas sistem pengawasan, teknologi informasi. Solusi untuk mengatasi hambatan tersebut adalah Kantor Bank Indonesia dapat melakukan evaluasi dengan pihak terkait, menyempurnakan sistem dan ketentuan, kemudian mengimplementasikan sesuai ketentuan dan standarnya. Sedangkan untuk Bank Perkreditan Rakyat melakukan kerjasama dengan para pihak terkait usahanya, memberikan pelatihan kepada karyawannya, melakukan evaluasi dan pemantauan terhadap ketentuan maupun pedoman.
Kata kunci : Bank Indonesia, Pengawasan, Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
ABSTRACT Bonita Andarini, E0007262. 2011. THE BANK OF INDONESIA’S ROLE IN UNDERTAKING SUPERVISION DUTY OF PEOPLE CREDITING BANK’S HEALTH LEVEL (A STUDY ON SOLO BANK OF INDONESIA OFFICE). Faculty of Law of Sebelas Maret University.
The objectives of this research to find out the role of Solo Bank of Indonesia Office in undertaking the duty of supervision People Crediting Bank’s health ratings. Furthermore the problems and the solutions the Solo Bank of Indonesia Office faces in undertaking the duty of supervision People Crediting Bank’s health ratings.
This study belongs to an empirical research that is descriptive in nature using qualitative approach. The research was taken place in the Solo Bank of Indonesia Office. The data type used included primary and secondary data. Techniques of collecting data used were interview, document or literature study, and observation. The data analysis was done qualitatively using an interactive model.
The role of Solo Bank of Indonesia Office is in task of overseeing People Crediting Bank’s health level is to ensure that the People Crediting Bank has policy, procedure, and credit assessment guidelines as well as to examine the consistency of its implementation. The implementation of overseeing is undertaken consistent with the Decree of BI Director Boards Number 30/12/Kep/Dir about the Procedure of Assessing the People Crediting Bank’s Health Level based on the capital factor, assets quality, management, rentability, and liquidity as well as through various additional steps. In implementing the duty of supervision, the Solo Bank of Indonesia Office faces problems, both internal and external. The internal one include the less optimal bank management, supervision implementation, sanction giving, inter-overseers perception, information system from Bank of Indonesia. The External problems include the less optimal in the term of human resource, capital adequacy of People Crediting Bank, regulation system, supervision system effectiveness, information technology. The solution to cope with such the obstacles is that the Solo Bank of Indonesia Office can do evaluation with the related parties, accomplish the system and provision, and then implement it consistent with the provision and standard. Meanwhile the People Crediting Bank carries out cooperation with the related parties, gives training to its employees, does evaluation and monitoring on the provision or guidelines. Keywords: Bank of Indonesia, Supervision, People Crediting Bank Health
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Proklamasi Negara Republik Indonesia telah menghantarkan bangsa
Indonesia menuju cita-cita berkehidupan kebangsaan yang bebas, bersatu,
berdaulat, adil dan makmur. Dalam Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa, perekonomian
nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip
kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan
ekonomi nasional. Salah satu bentuk upaya perwujudan perekonomian nasional
adalah dengan meningkatkan pembangunan negara yang dapat diwujudkan
melalui lembaga keuangan, perbankan. Perkembangan dunia usaha di sektor
swasta di dunia selalu diikuti oleh usaha untuk mengonsentrasikan dan
mengakumulasi modal. Semua itu karena peran perbankan sebagai lembaga
keuangan.
Bank memiliki peran yang sangat penting dalam masyarakat, bukan hanya
sekedar sebagai sumber dana bagi pihak yang kekurangan dana dan sebagai
tempat penyimpanan uang bagi pihak yang kelebihan dana, tetapi juga memiliki
fungsi-fungsi yang meluas saat ini. Terlebih lagi karena kemajuan perekonomian
dan semakin tingginya tingkat kegiatan ekonomi, telah mendorong bank untuk
menciptakan produk dan layanan yang sifatnya memberi kepuasan dan
kemudahan-kemudahan, seperti menyediakan mekansime dan alat pembayaran
yang lebih efisien dalam kegiatan ekonomi, memberikan pelayanan penyimpanan
untuk barang-barang berharga, dan penawaran jasa-jasa keuangan lainnya. Tentu
saja keberadaannya sangat mempermudah dan memperlancar seluruh aktivitas
ekonomi masyarakat dan menempatkan bank menjadi sebuah lembaga keuangan
yang strategis.
Pesatnya perkembangan perbankan di Indonesia yang antara lain ditandai
dengan banyaknya bank yang bermunculan dengan jenis-jenis yang berbeda, salah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
satunya adalah kemunculan Bank Perkreditan Rakyat. Berawal dari pemerintah
Indonesia mengeluarkan kebijakan deregulasi perbankan diawali pada tahun 1988,
yang selanjutnya dikenal dengan Pakto 1988 tanggal 1 Desember 1989 (Pakdes)
telah memberikan peluang yang lebih besar bagi dunia perbankan yang antara lain
memberi kemudahan bagi pendirian Bank Perkreditan Rakyat, selain itu
pemerintah juga mendorong pendirian bank-bank pasar yang terutama sangat
dikenal didirikan di lingkungan pasar dan bertujuan memberikan pelayanan jasa
keuangan kepada para pedagang pasar (Johannes Ibrahim, 2004:66-67). Sejak saat
itu Bank Perkreditan Rakyat banyak didirikan baik Bank Perkreditan Rakyat
konvensional maupun Bank Perkreditan Rakyat yang menggunakan prinsip
Syariah.
Deregulasi perbankan yang berjalan secara berkelanjutan tanpa adanya
pembatasan terhadap pembukaan Bank Perkreditan Rakyat baru itu telah
melahirkan jumlah Bank Perkreditan Rakyat yang relatif banyak. Bank
Perkreditan Rakyat berorientasi pada pasar dalam negeri terutama pasar menengah
kebawah, karena aset dan operasinya yang kecil. Dalam perjalanannya beberapa
tahun terakhir ini banyak Bank Perkreditan Rakyat yang tidak diimbangi dengan
pengawasan yang memadai, sehingga membawa dampak banyaknya pelanggaran
terhadap aturan-aturan yang dikeluarkan pemerintah melalui Undang-Undang
Perbankan, yang isinya antara lain mengatur tentang usaha perbankan.
Usaha perbankan harus didukung adanya kepercayaan masyarakat, untuk itu
diperlukan suatu pengawasan terhadap bank-bank tersebut agar tidak lunturnya
kepercayaan masyarakat. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 29 Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, bank dibina dan diawasi oleh
Bank Indonesia. Selain itu bank memiliki kewajiban untuk memelihara tingkat
kesehatannya sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas
manajemen, likuiditas, rentabilitas dan aspek lain yang berhubungan dengan
usaha perbankan, dan juga bank wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan
prinsip kehati-hatian. Pemeriksaan yang dilakukan oleh Bank Indonesia dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
dilakukan secara berkala maupun setiap waktu, apabila dirasa memang
diperlukan.
Pengawasan bank oleh Bank Indonesia juga tercantum secara lebih rinci
dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 dan
diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009. Dalam Pasal
8 huruf c, salah satu tugas Bank Indonesia adalah mengatur dan mengawasi bank
dengan tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah,
sebagaimana tujuan utama Bank Indonesia. Dalam rangka melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c, Bank Indonesia menetapkan
peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha
tertentu dari Bank, melaksanakan pengawasan Bank dan mengenakan sanksi
terhadap Bank sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Kebijakan pengaturan bank dilaksanakan oleh Bank Indonesia dengan
mengeluarkan berbagai ketentuan kehati-hatian tentang perbankan dengan
mengacu pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Peraturan dan
ketentuan perbankan juga ditetapkan dalam bentuk Peraturan Bank Indonesia
(PBI) dan memuat prinsip kehati-hatian di bidang perbankan. Ini berarti peraturan
dan ketentuan perbankan tersebut berfungsi memberikan rambu-rambu bagi
penyelenggaraan kegiatan usaha perbankan yang berhati-hati sehingga dapat
mewujudkan sistem perbankan yang sehat.
Bank Perkreditan Rakyat sebagai bank yang diawasi oleh Bank Indonesia
harus transparan dalam memberikan segala penjelasan tentang kegiatan
perbankannya. Dari semua kegiatan tersebut di atas, disinilah pentingnya suatu
fungsi pengawasan terhadap bank. Kepentingan bagi bank adalah mencegah atau
menghindari suatu bank menjadi bank yang tidak sehat. Bank yang sehat akan
tumbuh dan berkembang secara baik, mampu menjaga kepercayaan serta
kepentingan masyarakat dan memberikan kontribusi yang besar bagi kestabilan
moneter serta perkembangan ekonomi nasional.
Standar untuk melakukan penilaian kesehatan bank telah ditentukan oleh
pemerintah melalui Bank Indonesia. Bank Perkreditan Rakyat diharuskan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
membuat laporan baik yang bersifat rutin ataupun secara berkala mengenai
aktivitasnya dalam suatu periode tertentu. Dari laporan ini dipelajari dan
dianalisis, sehingga dapat diketahui kondisi suatu bank. Dengan diketahui kondisi
kesehatannya akan memudahkan bank itu sendiri untuk memperbaiki
kesehatannya (Kasmir, 2004:42).
Bank Indonesia mempunyai kebijakan untuk melakukan pemeriksaan secara
keseluruhan baik likuiditas, kesehatan bank dan aktivitas perbankan termasuk
aktivitas yang diduga tindak pidana perbankan. Faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya kasus di Bank Perkreditan Rakyat diantaranya adalah penerapan tata
kelola perusahaan yang baik good corporate governance (GCG) di Bank
Perkreditan Rakyat yang dinilai Bank Indonesia masih lemah, keterlibatan pemilik
bank yang tidak mengindahkan manajemen risiko (risk management) yang
sifatnya wajib disebabkan lemahnya pengawasan, pengetahuan perbankan dari
sumber data manusia yang bekerja di Bank Perkreditan Rakyat itu sendiri serta
restrukturisasi dan perbaikan internal.
Di dalam kondisi seperti ini maka peranan Bank Indonesia sebagai bank
sentral penyokong utama gerak laju perkembangan nasional harus berada pada
jajaran terdepan. Bank Indonesia sebagai pembina dan pengawas dalam hal ini
memainkan perannya. Ketika terjadi kejanggalan terhadap kesehatan bank, Bank
Indonesia dengan kewenangan yang dimilikinya membina bank tersebut, agar
bank itu kembali menjadi sehat, normal kembali dan krisis perbankan tidak
berkepanjangan.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk
menulis skripsi dengan judul “PERAN BANK INDONESIA DALAM
MELAKSANAKAN TUGAS PENGAWASAN TINGKAT KESEHATAN
BANK PERKREDITAN RAKYAT (Studi di Kantor Bank Indonesia Solo)”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
B. Perumusan Masalah
Permasalahan yang akan diteliti menjadi lebih jelas dan penulisan hukum
mencapai tujuan yang diinginkan maka perlu disusun perumusan masalah yang
didasarkan pada uraian latar belakang dimuka. Adapun perumusan masalah dalam
penelitian hukum ini adalah :
1. Bagaimana peran Kantor Bank Indonesia Solo dalam melaksanakan tugas
pengawasan tingkat kesehatan Bank Perkreditan Rakyat?
2. Apakah hambatan dan solusi yang dilakukan Kantor Bank Indonesia Solo
dalam melaksanakan tugas pengawasan tingkat kesehatan Bank Perkreditan
Rakyat?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian pada hakekatnya mengungkapkan apa yang hendak
dicapai oleh peneliti, yang mana tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Tujuan Objektif
a. Untuk mengetahui bagaimana peran Kantor Bank Indonesia Solo dalam
melaksanakan tugas pengawasan tingkat kesehatan Bank Perkreditan
Rakyat.
b. Untuk mengetahui apa hambatan dan solusi Kantor Bank Indonesia Solo
dalam melaksanakan tugas pengawasan tingkat kesehatan Bank
Perkreditan Rakyat.
2. Tujuan Subjektif
a. Menambah, memperluas dan mengaplikasikan pengetahuan penulis dalam
lingkup hukum perdata khususnya mengenai peran Kantor Bank Indonesia
Solo dalam melaksanakan tugas pengawasan tingkat kesehatan Bank
Perkreditan Rakyat.
b. Melengkapi persyaratan dalam mencapai gelar sarjana strata satu (S-1)
bidang Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
D. Manfaat Penelitian
Setiap penelitian diharapkan adanya suatu manfaat dan kegunaan yang dapat
diambil dari penelitian yang dilakukan, sebab besar kecilnya manfaat penelitian
akan menentukan nilai-nilai dari penelitian tersebut. Adapun yang menjadi
manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat Teoritis
a. Memberikan manfaat pada pengembangan Ilmu Hukum pada umumnya
dan Hukum Perdata pada khususnya.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu tambahan referensi,
masukan data ataupun literatur bagi penulisan hukum selanjutnya yang
berguna bagi para pihak-pihak yang berkepentingan terutama yang
berkaitan dengan peran Kantor Bank Indonesia Solo dalam melaksanakan
tugas pengawasan tingkat kesehatan Bank Perkreditan Rakyat.
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan pemecahan atas
permasalahan yang diteliti.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan suatu gambaran dan informasi tentang penelitian yang sejenis
dan pengetahuan bagi masyarakat yang luas tentang peran Kantor Bank
Indonesia Solo dalam melaksanakan tugas pengawasan tingkat kesehatan
Bank Perkreditan Rakyat.
b. Menjadi wahana bagi penulis untuk mengembangkan penalaran dan
membentuk pola pikir ilmiah sekaligus untuk mengetahui kemampuan
peneliti dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.
E. Metode Penelitian
Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada
metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari
satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya, kecuali
itu, maka juga diadakan pemeriksaan yang mendalam tehadap fakta hukum
tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
permasalahan yang timbul dalam gejala bersangkutan (Soerjono Soekanto,
2008:43).
Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian hukum ini adalah
sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah penelitian hukum
sosiologis atau empiris, maka yang diteliti pada awalnya adalah data
sekunder, untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer
di lapangan, atau terhadap masyarakat (Soerjono Soekanto, 2008:52).
2. Sifat Peneltian
Dilihat dari sudut sifatnya, maka penelitian ini bersifat deskriptif.
Suatu penelitian deskriptif , dimaksudkan untuk memberikan data yang
seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya.
Maksudnya adalah terutama untuk mempertegas hipotesa-hipotesa, agar dapat
membantu didalam memperkuat teori-teori lama, atau didalam kerangka
menyusun teori-teori baru (Soerjono Soekanto, 2008:10).
Penulis dalam penelitian ini akan memberikan deskripsi mengenai
peran Kantor Bank Indonesia Solo dalam melaksanakan tugas pengawasan
tingkat kesehatan Bank Perkreditan Rakyat.
3. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.
Pendekatan kualitatif merupakan tata cara penelitian yang menghasilkan data
deskriptif, yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan,
dan perilaku nyata (Soerjono Soekanto, 2008:32).
4. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian hukum ini akan dilaksanakan di Kantor Bank
Indonesia Solo, Jalan Jenderal Sudirman Nomor 4 Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
5. Jenis Data
Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian hukum ini berupa
data primer dan data sekunder.
a. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden,
yakni perilaku responden di lapangan maupun keterangan yang diberikan
(Soerjono Soekanto, 2008:12).
b. Data sekunder
Data sekunder merupakan data yang digunakan untuk mendukung
data primer, diperoleh dari peraturan perundang-undangan, buku-buku,
hasil penelitian berwujud laporan yang berhubungan dengan permasalahan
yang akan diteliti.
6. Sumber Data
a. Sumber data primer
Sumber data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari
lapangan. Penulis memperoleh data langsung dari lokasi penelitian yaitu
Kantor Bank Indonesia Solo yang melaksanakan tugas pengawasan tingkat
kesehatan Bank Perkreditan Rakyat.
b. Sumber data sekunder
Sumber data sekunder merupakan data yang mendukung sumber
data primer. Data tersebut diperoleh dari peraturan perundang-undangan,
buku-buku, dokumen-dokumen, artikel, internet, maupun sumber-sumber
lain yang terkait dengan penelitian penulis.
7. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara
Wawancara adalah suatu kegiatan dimana seseorang dengan tujuan
tertentu melakukan percakapan atau tatap muka guna memperoleh data
baik secara lisan atau tulisan atas sejumlah tulisan atau data yang
diperlukan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
b. Studi dokumen atau bahan pustaka
Tipe data apapun yang akan dikehendaki oleh penulis, maka studi
dokumen atau bahan pustaka yang akan selalu dipergunakan terlebih
dahulu (Soerjono Soekanto, 2008:201). Penulis dapat mempergunakan
peraturan perundang-undangan, buku-buku, dokumen-dokumen, maupun
laporan-laporan dari peneliti terdahulu yang berisikan penelitian-penelitian
yang pernah dilakukan, karena akan sangat berguna bagi penulis.
c. Pengamatan atau observasi
Penulis akan melihat kenyataan-kenyataan yang terjadi dalam
lapangan penelitian, kemudian dari kenyataan-kenyataan yang ada maka
penulis melakukan pengamatan. Persepsi penulis akan menjadi penafsiran,
yang dinamakan sebagai fakta. Fakta merupakan hasil penafsiran terhadap
gejala yang diamati penulis. Penulis harus selalu berpedoman pada
kerangka teoritis dan kerangka konsepsionil yang menjadi dasar
penelitiannya (Soerjono Soekanto, 2008:219-220).
8. Teknik Analisa Data
Analisis data merupakan proses pengorganisasian dan pengurutan data
dalam pola, kategori dan uraian dasar, sehingga akan ditemukan tema dan
dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Lexy J.
Maleong, 2002:103).
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
analisis interaktif (interactive model of analysis), yaitu model analisis dalam
penelitian kualitatif yang terdiri dari tiga komponen analisis yang dilakukan
dengan cara interaksi, baik antar komponennya, maupun dengan proses
pengumpulan data, dalam proses yang berbentuk siklus (H.B.Sutopo,
2002:96). Analisis data kualitatif model interaktif menggunakan 3 (tiga)
komponen pokok, yaitu:
a. Reduksi Data
Reduksi data merupakan komponen pertama dalam analisis yang
merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
data dari fieldnote. Proses reduksi ini akan berlangsung terus sepanjang
pelaksanaan penelitian.
b. Sajian Data
Sajian data merupakan suatu rakitan organisasi informasi
deskripsi dalam bentuk narasi yang memungkinkan untuk melakukan
simpulan penelitian. Sajian data selain dalam bentuk narasi kalimat juga
dapat meliputi berbagai jenis matriks, gambar, jaringan kerja, kaitan
kegiatan dan juga tabel sebagai pendukung narasinya.
c. Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi
Kesimpulan akhir merupakan hasil dari pemahaman atas arti dari
berbagai hal yang ditemukan peneliti dengan melakukan pencatatan
peraturan-peraturan, pola-pola, pernyataan-pernyataan, konfigurasi
yang mungkin, arahan sebab akibat dan proposisi yang mungkin.
Konklusi-konklusi dibiarkan tetap disitu yang pada awalnya kurang
jelas, kemudian meningkat secara eksplisit dan juga memiliki landasan
yang kuat. Kesimpulan akhir perlu diverifikasi agara cukup mantap dan
benar-benar bisa dipertanggunggjawabkan. Dalam teknis analisis ini,
peneliti tetap bergerak di antara ketiga komponen analisis dan
pengumpulan data selama pengumpulan data selesai, maka peneliti
bergerak di antara ketiga komponen analisis tersebut hingga waktu yang
tersisa bagi penelitian berakhir (H.B.Sutopo, 2002:91-93).
Adapun model analisis interaktif yang dilakukan dalam penelitian
ini dapat digambarkan dalam bentuk skema sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Bagan 1 : Analisis Kualitatif Model Interaktif
Keterangan :
Data yang terkumpul kemudian direduksi dengan cara penyelesaian
dan penyederhanaan, kemudian dilakukan penyusunan sajian data
dan penarikan kesimpulan. Keseluruhan tahap ini tidak harus
dilakukan secara urut yang memungkinkan adanya penilaian data
kembali setelah memiliki gambaran mengenai kesimpulan.
F. Sistematika Penulisan Hukum
Penjabaran gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika penulisan
hukum yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan hukum, maka penulis
menyiapkan suatu sistematika penulisan hukum. Adapun sistematika ini terdiri
dari 4 (empat) bab. Tiap-tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan
untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian ini.
Adapun sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini berisi alasan pemilihan judul, latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, metode penelitian, serta sistematika penulisan skripsi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini akan dibahas mengenai dua hal, yaitu yang
pertama adaah berisi tinjauan kerangka teori, yang meliputi,
tinjauan umum tentang Bank Indonesia, tingkat kesehatan bank,
dan tentang Bank Perkreditan Rakyat. Pembahasan yang kedua
adalah mengenai kerangka pemikiran.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan menguraikan hasil dari penelitian yang membahas
tentang bagaimana peran Kantor Bank Indonesia dalam
melaksanakan tugas pengawasan tingkat kesehatan Bank
Perkreditan Rakyat serta hambatan dan solusi yang dilakukan
dalam melakukan pengawasan tersebut.
BAB IV : PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan yang telah penulis buat dari hasil
penelitian yang telah dilaksanakan dan saran yang relevan dari
hasil penelitian yang telah penulis lakukan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
B. Kerangka Teori
1. Tinjauan Umum tentang Bank Indonesia
a. Pengertian Bank
Definisi bank menurut beberapa ahli yang akan dipaparkan oleh
penulis untuk dapat membantu pemahaman dunia bank. Menurut Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan , dalam Pasal 1 ayat (1)
disebutkan definisi bank adalah badan yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam
rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Bank dapat diartikan sebagai lembaga keuangan yang kegiatan
usahanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan
kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa-jasa bank
lainnya (Kasmir, 2002:2).
Thomas Suyatno, dkk, memberikan definisi bank adalah suatu badan
yang usaha utamanya menciptakan kredit. G.M. Verryn Stuart dalam
bukunya “Bank Politik” mengatakan bank adalah suatu badan yang
bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit baik dengan alat-alat
pembayarannya sendiri atau dengan uang yang diperolehnya dari orang
lain maupun dengan jalan mengedarkan alat-alat penukar baru berupa
giral. Abdurrahman menjelaskan bahwa bank adalah suatu jenis lembaga
keuangan yang melaksanakan berbagai macam jasa, seperti memberikan
pinjaman, mengedarkan mata uang, pengawasan terhadap mata uang,
bertindak sebagai tempat penyimpanan benda-benda berharga, membiayai
usaha-usaha perusahaan,dll (Thomas Suyatno, 1991:1).
Menurut A. Ridwan Halim, bank adalah suatu lembaga yang khusus
bergerak dalam segala urusan keuangan, misalnya dalam hal penciptaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
uang, peredaran uang, pinjaman uang dan sebagainya (Pujiyono dalam A.
Ridwan Halim, 1990:137).
Sentosa Sembiring, memberikan definisi bank adalah suatu badan
usaha yang berbadan hukum yang bergerak di bidang jasa keuangan,
badan usaha di sini diartikan bahwa secara yuridis merupakan subyek
hukum yang dapat mengikatkan diri pada pihak ketiga (Sentosa Sembiring,
2000:2).
Rudi Tri Santosa berpendapat, bank adalah suatu industri yang
bergerak di bidang kepercayaan yang dalam hal ini adalah sebagai media
perantara (financial intermediary) antara debitur dan kreditur (Rudi Tri
Sentosa, 1997:1).
Kata “bank” dalam suatu kamus diartikan sebagai :
1) Menerima deposito uang, custody, menerbitkan uang, untuk
memberikan pinjaman dan diskonto, memudahkan penukaran fund-fund
tententu dengan cek, notes, dan lain-lain, dan juga bank memperoleh
keuntungan dengan meminjamkan uangnya dengan memungut bunga;
2) Perusahaan yang melaksanakan bisnis bank tersebut;
3) Gedung atau kantor tempat dilakukannya transaksi bank atau tempat
beroperasinya perusahaan perbankan (Munir Fuady dalam Noah
Webster, 2003:13-14).
b. Jenis-jenis Bank
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan
ditegaskan lagi dengan keluarnya Undang-Undang RI Nomor 10 tahun
1998, bank dibagi dalam dua jenis yang terdiri dari :
1) Bank Umum
Pengertian bank umum sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam
kegiatannya memberikan jasa dalam lampu lalu lintas pembayaran.
Bank umum sering disebut juga bank komersil (commercial bank).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Bank umum juga dikelompokan ke dalam dua jenis, antara lain
bank umum devisa dan bank umum non devisa. Bank umum yang
berstatus devisa memiliki produk yang lebih luas daripada bank non
devisa, antara lain dapat dilaksanakan jasa yang berhubungan dengan
seluruh mata uang asing atau jasa bank ke luar negeri. Bank umum juga
terdiri dari dua jenis, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usahanya
secara konvensional dan/atau bank yang melaksanakan kegiatan
usahanya berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatan memberikan
jasa lalu lintas pembayaran berdasarkan prinsip syariah (Jamal
Wiwoho, 2010:7).
2) Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Pengertian BPR menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional
dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran (Jamal Wiwoho,
2010:7).
c. Pengertian Bank Indonesia
Status kelembagaan Bank Indonesia yang independen disebutkan
dengan jelas dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004
tentang Bank Indonesia (UU Bank Indonesia). Independensi artinya bebas
dari campur tangan pemerintah dan pihak-pihak lainnya. Dengan Undang-
Undang yang baru ini, pihak lain dilarang melakukan segala bentuk
campur tangan terhadap pelaksanaan tugas Bank Indonesia.
Menurut Muhammad Djumhana, Bank Indonesia sebagai bank
sentral (central bank) dari segi fungsinya serta tujuan usahanya adalah
bank yang dapat bertindak sebagai bankers bank, pimpinan, penguasa
moneter, mendorong dan mengarahkan semua jenis bank yang ada
(Muhammad Djumhana, 2000:83).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Pengertian Bank Indonesia terdapat dalam UU Bank Indonesia Pasal
4, pada ayat (1) dari Pasal tersebut disebutkan bahwa Bank Indonesia
adalah Bank Sentral Republik Indonesia. Lebih lanjut dijelaskan dalam
ayat (2) bahwa Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen
bebas dari campur tangan pemerintah dan atau pihak-pihak lainnya kecuali
untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini. Dan
dalam ayat (3) diatur bahwa Bank Indonesia adalah Badan Hukum
berdasarkan Undang-Undang ini, maksudnya adalah UU Bank Indonesia,
yang merupakan salah satu hukum positif di Indonesia, yaitu hukum yang
berlaku searah bagi suatu masyarakat tertentu dalam suatu daerah tertentu.
d. Tujuan Bank Indonesia
Tujuan Bank Indonesia seperti tertuang dalam UU Bank Indonesia
Bab III Pasal 7 adalah untuk mencapai dan memelihara kestabilan rupiah.
Hal ini merupakan tujuan tunggal (single objective) bagi Bank Indonesia.
Mata uang rupiah perlu dijaga dan dipelihara kestabilannya mengingat
dampak yang ditimbulkan apabila suatu mata uang tidak stabil sangatlah
luas. Salah satu akibat ketidakstabilan nilai rupiah adalah terjadinya inflasi
yang sangat memberatkan masyarakat luas. Oleh karena itu tugas Bank
Indonesia untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah menjadi
faktor yang sangat penting untuk mendukung pembangunan ekonomi yang
berkelanjutan (Kasmir, 2004:207).
Adapun maksud dari kestabilan rupiah yang diinginkan oleh Bank
Indonesia adalah:
1) Kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa yang dapat diukur
dengan atau tercermin dari perkembangan laju inflasi;
2) Kestabilan nilai rupiah terhadap mata uang negara lain. Hal ini dapat
diukur dengan atau tercermin dari perkembangan nilai tukar rupiah
terhadap mata uang negara lain (Kasmir, 2004:208).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
e. Tugas-tugas Bank Indonesia
Secara garis besar tiga tugas Bank Indonesia dalam rangka mencapai
dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Berikut ini akan diuraikan garis-
garis besar dari masing-masing tugas Bank Indonesia seperti yang tertuang
dalam UU Bank Indonesia.
1) Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter
Dalam rangka menetapkan dan melaksanakan kebijakan
moneter Bank Indonesia berwenang:
a) Menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan
sasaran laju inflasi yang ditetapkannya;
b) Melakukan pengendalian moneter dengan menggunakan cara-cara
yang termasuk, tetapi tidak terbatas pada:
(1) Operasi pasar terbuka di pasar uang, baik mata uang rupiah
maupun valas
(2) Penetapan tingkat diskonto
(3) Penetapan cadangan wajib minimum
(4) Pengaturan kredit atau pembiayaan
c) Memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah,
paling lama 90 (sembilan puluh) hari kepada bank untuk mengatasi
kesulitan pendanaan jangka pendek bank yang bersangkutan;
d) Melaksanakan kebijakan nilai tukar berdasarkan sistem nilai tukar
yang telah ditetapkan;
e) Mengelola cadangan devisa;
f) Menyelenggarakan survei secara berkala atau sewaktu-waktu
diperlukan yang dapat bersifat makro dan mikro (Kasmir,
2004:208-209).
2) Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran
Dalam tugas mengatur dan menjaga kelancaran sistem
pembayaran Bank Indonesia berwenang:
a) Melaksanakan dan memberikan persetujuan dan izin atas
penyelenggaraan jasa sistem pembayaran;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
b) Mewajibkan penyelenggara jasa sistem pembayaran untuk
menyampaikan laporan kegiatannya;
c) Menetapkan penggunaan alat pembayaran;
d) Mengatur sistem kliring antar bank baik dalam mata uang rupiah
maupun asing;
e) Menyelenggarakan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar
bank;
f) Menetapkan macam, harga, ciri uang yang akan dikeluarkannya,
bahan yang digunakan dan tanggal mulai berlakunya sebagai alat
pembayaran yang sah;
g) Mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta mencabut,
menarik dan memusnahkan uang dari peredaran, termasuk
memberikan penggantian dengan nilai yang sama (Kasmir,
2004:209-210).
3) Mengatur dan mengawasi bank
Dalam hal mengatur dan mengawasi Bank Indonesia
berwenang:
a) Menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip
kehati-hatian;
b) Memberikan dan mencabut izin usaha bank;
c) Memberikan izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor
bank;
d) Memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank;
e) Memberikan izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan usaha
tertentu;
f) Mewajibkan bank untuk menyampaikan laporan, keterangan dan
penjelasan sesuai dengan tata cara yang ditetapkan Bank Indonesia;
g) Melakukan pemeriksaan terhadap bank, baik secara berkala
maupun setiap waktu apabila diperlukan.
h) Memerintahkan bank untuk menghentikan sementara sebagian atau
seluruh kegiatan transaksi tertentu apabila menurut penilaian Bank
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Indonesia terhadap suatu transaksi patut diduga merupakan
tindakan pidana dibidang perbankan;
i) Mengatur dan mengembangkan informasi antar bank;
j) Mengambil tindakan terhadap suatu bank sebagaimana diatur
dalam undang-undang tentang perbankan yang berlaku apabila
menurut penilaian Bank Indonesia dapat membahayakan
kelangsungan usaha bank yang bersangkutan dan atau
membahayakan perekonomian nasional;
k) Tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan
sektor jasa keuangan yang independen dan dibentuk dengan
undang-undang (Kasmir, 2004:210-211).
2. Konsep Hukum Pelaksanaan Tugas Pengawasan Perbankan oleh Bank
Indonesia
Berawal dari keinginan untuk memajukan sistem perbankan di Indonesia,
maka dibentuk Arsitektur Perbankan Indonesia (API). Arsitektur Perbankan
Indonesia adalah suatu kerangka dasar sistem perbankan Indonesia yang
bersifat menyeluruh dan memberi arah, bentuk, dan tatanan industri perbankan
untuk rentang waktu lima sampai sepuluh tahun kedepan. Landasan visi API
ini, yaitu untuk mencapai suatu sistem perbankan yang sehat, kuat dan efisien
guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu
mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Terdapat enam pilar Arsitektur Perbankan Indonesia (API), yaitu :
a. Menciptakan struktur perbankan domestik yang sehat yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dan mendorong pembangunan ekonomi nasional yang berkesinambungan,
b. Menciptakan sistem pengaturan dan pengawasan bank yang efektif dan mengacu pada standar internasional,
c. Menciptakan industri perbankan yang kuat dan memilik daya saing yang tinggi serta memiliki ketahanan dalam menghadapi resiko,
d. Menciptakan good corporate governance dalam rangka memperkuat kondisi internal perbankan nasional,
e. Mewujudkan infrastruktur yang lengkap untuk mendukung terciptanya industri perbankan yang sehat,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
f. Mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan konsumen jasa perbankan (Hermansyah, 2009:195).
Keenam sasaran yang ingin dicapai API tersebut dituangkan ke dalam
enam pilar yang saling terkait satu sama lain guna menunjang pencapaian visi
API. Industri perbankan yang sehat juga perlu didukung dengan pengawasan
bank yang independen dan efektif seperti yang tertuang di dalam Pilar Ketiga
Arsitektur Perbankan Indonesia. Pengawasan yang independen dan efektif
sangat diperlukan baik untuk saat ini maupun jangka panjang sebagai jawaban
atas meningkatnya kegiatan usaha maupun kompleksitas risiko yang dihadapi
oleh perbankan. Oleh karena itu, Bank Indonesia sebagai otoritas pengawas
bank akan menyempurnakan sistem pengawasan bank dengan terus
mengembangkan metode pengawasan bank yang berbasis pada risiko (risk-
based supervision) serta melakukan konsolidasi organisasi pengawasan bank
yang ada di Bank Indonesia (Hermansyah, 2009:200).
Pengawasan bank diatur dalam Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Dalam Pasal tersebut ditentukan,
pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia (ayat (1)) (Abdulkadir dan
Muniarti, 2000:85-86). Dalam penjelasannya pengawasan oleh Bank Indonesia
meliputi pengawasan tidak langsung yang dilakukan oleh Bank Indonesia
dengan meneliti, serta mengevaluasi laporan-laporan yang disampaikan oleh
suatu bank. Sementara itu, pengawasan langsung dilakukan dalam bentuk
pemeriksaan kepada bank yang bersangkutan yang diikuti dengan tindakan-
tindakan perbaikan. Perlu dicatat bahwa segala hal yang berkaitan dengan
pengawasan bank baik langsung maupun tidak langsung adalah bersifat rahasia
(Perry Warjiyo, 2004:167).
Bank wajib memelihara tingkat kesehatannya sesuai dengan ketentuan
kecukupan modal, kualitas aset produktif, kualitas manajemen, likuiditas,
rentabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib
melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. Dalam Pasal 31
Undang-Undang Perbankan disebutkan bahwa Bank Indonesia melakukan
pemeriksaan terhadap bank, baik secara berkala maupun setiap waktu apabila
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
diperlukan. Hal ini juga tercantum lebih lanjut dalam pasal-pasal yang tertera
dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia
Sesuai dengan Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Perbankan dan Pasal 8
huruf c Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Bank
Indonesia diserahi tugas, kewenangan dan tanggung jawab untuk melakukan
pengawasan terhadap bank. Jadi, otoritas sebagai pengawas terhadap bank
berada di tangan Bank Indonesia. Pengawasan terhadap bank ini oleh Bank
Indonesia tidak dimaksudkan untuk mengganti manajemen bank dalam
melakukan dan mengambil keputusan bisnis atas nama bank yang dikelolanya,
tidak menjamin bank tidak akan jatuh bangkrut, bukan untuk mencegah atau
melarang bank mengambil resiko bisnis dari kegiatan operasionalnya, dan tidak
untuk memaksakan bank untuk melakukan kebijakan moneter dan kredit
tertentu (Rachmadi Usman, 2001:124-126).
Kebijakan pengawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia terhadap
perbankan bertujuan untuk melindungi kepentingan masyarakat pemilik dana
serta menjaga kelangsungan usaha bank sebagai lembaga kepercayaan dan
sebagai lembaga intermediasi. Tetapi untuk masa mendatang, tugas,
kewenangan, dan tanggung jawab mengawasi bank tidak lagi dilakukan oleh
Bank Indonesia, melainkan akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor
jasa keuangan. Hal ini diamanatkan dalam Pasal 35 Undang-Undang Nomor 23
Tahun 1999, bahwa tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga
pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan
Undang-Undang. Pembentukan yang direncanakan untuk dilaksanakan
selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 2002 belum dapat terlaksana.
Selanjutnya lembaga pengawasan sektor jasa keuangan kembali
diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank
Indonesia perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999, yaitu
pembentukan lembaga pengawasan sektor jasa keuangan selambat-lambatnya
dibentuk tanggal 31 Desember 2011. Akan tetapi rencana pembentukan
lembaga pengawasan sektor jasa keuangan harus ditunda kembali mengingat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
hingga bulan Maret 2011, lembaga yang sudah direncanakan sejak tahun 1999
tersebut masih belum dapat direalisasikan.
Apabila nantinya lembaga pengawasan sektor jasa keuangan terbentuk,
maka lembaga ini dalam melaksanakan tugasnya dengan melakukan koordinasi
dan kerja sama dengan Bank Indonesia sebagai Bank Sentral. Lembaga
pengawasan sektor jasa keuangan tersebut dapat mengeluarkan ketentuan yang
berkaitan dengan pelaksanaan tugas pengawasan bank yang dikoordinasi
dengan Bank Indonesia dan meminta penjelasan dari Bank, keterangan dan
data yang diperlukan. Dengan demikian akan terjadinya pengalihan fungsi
pengawasan terhadap bank oleh Bank Indonesia diserahkan kepada lembaga
pengawasan sektor jasa keuangan (Rachmadi Usman, 2001:126-127).
3. Tinjauan Umum tentang Tingkat Kesehatan Bank
a. Pengertian Tingkat Kesehatan Bank
Bank yang sehat adalah bank yang dapat menjalankan fungsi-
fungsinya dengan baik. Dengan kata lain bank yang sehat adalah bank yang
dapat menjaga dan memelihara kepercayaan masyarakat, dapat menjalankan
fungsi intermediasi, dapat membantu kelancaran lalu lintas pembayaran
(pada bank umum saja), serta dapat mendukung efektivitas kebijakan
moneter. Dengan menjalankan fungsi-fungsi tersebut diharapkan dapat
memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat serta bermanfaat bagi
perekonomian secara keseluruhan.
Bank harus mempunyai modal yang cukup, menjaga kualitas asetnya
dengan baik, mengelola dengan baik dan mengoperasikan bank berdasarkan
prinsip kehati-hatian, menghasilkan keuntungan yang cukup untuk
memepertahankan kelangsungan usahanya, serta memelihara likuiditasnya
sehingga dapat memenuhi kewajibannya setiap saat dan dapat menjalankan
fungsinya dengan baik. Selain itu, suatu bank harus senantiasa memenuhi
berbagai ketentuan dan aturan yang telah ditetapkan, yang pada dasarnya
berupa berbagai ketentuan yang mengacu pada prinsip kehati-hatian di
bidang perbankan (Perry Warjiyo, 2004:172-173).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Berdasarkan pasal 29 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998,
bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan
kecukupan modal, kualitas asset produktif, kualitas manajemen, likuiditas,
rentabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib
melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
Mengingat peranan industri perbankan yang sangat strategis dalam
suatu perekonomian, maka yang berkepentingan terhadap tingkat kesehatan
bank tidak hanya pemilik dan pengelola bank yang bersangkutan, tetapi juga
masyarakat secara keseluruhan terutama para pengguna jasa perbankan.
b. Penilaian Tingkat Kesehatan
Penilaian tingkat kesehatan bank di Indonesia sampai saat ini secara
garis besar didasarkan pada faktor CAMELS (Capital, Asset Quality,
Management, Earning, Liquidity, dan Sensitivity of Market). Keenam
faktor tersebut berkaitan dan memang merupakan faktor yang menentukan
kondisi suatu bank mengalami permasalahan pada salah satu faktor
tersebut (apalagi apabila suatu bank mengalami permasalahan yang
menyangkut lebih dari satu faktor), maka bank tersebut akan mengalami
kesulitan. Richard Spillekothen adalah pencipta CAMELS Rating System,
yaitu sistem yang digunakan untuk mengetahui kondisi kesehatan bank
yang awalnya berasal dari negara Amerika Serikat kemudian diadaptasi
dalam dunia perbankan di Indonesia pada tahun 1999
(http://www.deloitte.com/view/en_US/us/Industries/Banking-Securities-
Financial-Services/.htm diakses tanggal 10 Juni 2011 pukul 08.00 WIB)
Meskipun secara umum faktor CAMELS relevan digunakan untuk
semua bank, tetapi bobot setiap faktor akan berbeda untuk masing-masing
jenis bank. Dengan dasar ini, maka penggunaan faktor CAMELS dalam
penilaian tingkat kesehatan bank dibedakan antara bank umum dan BPR.
Perbedaan tingkat kesehatan antara bank umum dan BPR hanya pada
bobot masing-masing faktor CAMELS. Bank Umum menggunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
CAMELS secara keseluruhan, sedangkan Bank Perkreditan Rakyat tidak
menggunakan faktor Sensitivity of Market mengingat Bank Perkreditan
Rakyat lebih kecil cakupannya bila dibandingkan dengan Bank Umum.
The speed with which a bank’s financial condition can change may at times reduce the applicability of even annual exam ratings, thereby creating a potentially important role for more frequent off-site monitoring. In this regard, regulators long have relied on off-site monitoring systems, or early warning models, to supplement the CAMEL ratings derived from periodic on-site exams and to provide up-to-date assessment of the financial status of individual banks (Kecepatan kondisi keuangan suatu bank dapat mengubah penerapan peraturan bahkan terkadang mengurangi tingkat pengawasan tahunan, sehingga menciptakan peran potensial penting untuk lebih sering dilakukan pengawasan tidak langsung. Dalam hal ini regulator telah lama mengandalkan sistem pengawasan tidak langsung atau model peringatan dini, untuk melengkapi penilaian CAMEL dilakukan pengawasan langsung secara periodik dan memberikan penilaian terkini mengenai status keuangan individual bank) (Rebel A. Cole dan Jeffery W. Gunther, 1998:103). Pelaksanaan penilaian selanjutnya dilakukan sama tanpa ada
pembedaan antara Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat. Bobot
masing-masing faktor CAMEL untuk Bank Umum dan BPR ditetapkan
sebagai berikut :
Tabel 1
Bobot Penilaian Faktor CAMEL untuk Bank Umum dan BPR
NO Faktor CAMEL Bank Umum BPR
1.
2.
3.
4.
5.
Permodalan
Kualitas Aktiva Produktif
Kualitas Manajemen
Rentabilitas
Likuiditas
25%
30%
25%
10%
10%
30%
30%
20%
10%
10%
Sumber : Perry Warijoyo. 2004. Bank Indonesia Bank Sentral Republik
Indonesia Sebuah Pengantar. Jakarta: Pusat Pendidikan dan Studi
Kebanksentralan (PPSK)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Dalam melakukan penilaian atas tingkat kesehatan bank pada
dasarnya dilakukan dengan pendekatan kualitatif atas berbagai faktor yang
berpengaruh terhadap kondisi dan perkembangan suatu bank. Pendekatan
tersebut dilakukan dengan menilai faktor-faktor permodalan, kualitas aktiva
produktif, manajemen, rentabilitas dan likuiditas.
Pada tahap awal penilaian tingkat kesehatan suatu bank dilakukan
dengan melakukan kuantifikasi atas hasil penilaian komponen dari masing-
masing faktor tersebut. Faktor dan komponen tersebut selanjutnya diberi
suatu bobot yang sesuai dengan besarnya pengaruh terhadap kesehatan suatu
bank. Penilaian faktor dari komponen dilakukan dengan sistem kredit yang
dinyatakan dalam nilai kredit antara 0 sampai 100. hasil penilaian atas dasar
bobot dan nilai kredit selanjutnya dikurangi dengan nilai kredit atas
pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang lain sanksinya dikaitkan dengan
tingkat kesehatan bank.
Berdasarkan kuantifikasi atas komponen-komponen sebagaimana
diuraikan diatas, selanjutnya masih dievaluasi lagi dengan memperhatikan
informasi dan aspek-aspek lain secara materiil dapat berpengaruh terhadap
perkembangan masing-masing faktor. Pada akhirnya, akan diperoleh suatu
angka yang dapat menentukan predikat tingkat kesehatan bank, yaitu Sehat,
Cukup Sehat, Kurang Sehat, dan Tidak Sehat.
CAMEL Rating System dengan mempedomani pada kriteria di atas,
juga berlaku bagi perbankan Indonesia. Sebagai pengawas bank-bank maka
Bank Indonesia juga menilai performance bank dengan memperhatikan lima
faktor di atas. Penilaian sistem CAMEL ini untuk apakah manajemen bank
telah melaksanakan sistem perbankan dengan asas-asas yang sehat.
Berbagai aspek yang mempengaruhi suatu bank, dapat dinilai secara
kualitatif karena masing-masing unsur mengandung berbagai aspek yang
saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Kriteria CAMEL
Rating System menurut Muchdarsyah Sinungun :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Capital Adequacy atau permodalan yang cukup adalah berkaitan dengan penyediaan modal sendiri yang diperlukan untuk menutup risiko kerugian yang mungkin timbul dari penanaman dana dalam aktiva-aktiva produktif yang mengandung risiko serta untuk membiayai penanaman dalam benda tetap dan inventaris. Modal bank terdiri dari dua komponen besar, yaitu : modal inti dan modal pelengkap. Modal inti terdiri dari modal disetor, giro saham, cadangan umum, cadangan tujuan, laba yang ditahan (retained earning), laba tahun lalu, laba tahun berjalan serta bagian kekayaan bersih anak perusahaan yang laporan keuangannya dikonsolidasikan (minority interest), yaitu; modal inti anak perusahaan setelah dikompensasikan dengan nilai penyertaan bank. Modal Pelengkap adalah cadangan-cadangan yang dibentuk tidak dari laba serta pinjaman yang sifatnya seperti modal (misalnya antara lain 5 tahun pemakaian). Jumlah modal pelengkap maksimal sama dengan modal inti, artinya modal pelengkap tidak boleh melebihi modal inti.
Assets Quality atau kualitas aktiva produktif berkaitan dengan kelangsungan usaha bank. Karenanya bank dituntut untuk senantiasa memantau dan menganalisis kualitas aktiva produktif secara periodik, misalnya setiap bulan, evaluasi triwulan dan semester. Aktiva produktif atau sering juga disebut sebagai earning assets adalah semua aktiva (baik rupiah maupun valuta asing yang dimiliki bank) dengan maksud untuk memperoleh penghasilan sesuai dengan fungsinya. Jenis aktiva produktif ini meliputi kredit yang diberikan, surat-surat berharga, penempatan dana pada bank lain dan penyertaan dalam rangka mengukur kualitas dari aktiva produktif. Manajemen bank perlu meneliti tingkat collectibility dari aktiva tersebut. Collectible artinya dapat ditagih sehingga kolektibilitas diartikan sebagai “keadaan pembayaran kembali pokok, angsuran pokok atau bunga kredit oleh nasabah serta tingkat kemungkinan diterimanya kembali dana yang ditanankan dalam surat berharga atau penanaman lainnya”. Ada 4 tingkat collectibility yaitu, lancar, kurang lancar, diragukan dan macet.
Management of Risk merupakan inti dari pengukuran masyarakat apakah sebuah bank telah dikelola berdasarkan asas-asas perbankan yang sehat (sound banking business), atau dikelola secara tidak sehat. Untuk memastikan kualitas dan tingkat kedalaman penerapan prinsip manajemen bank yang sehat, terutama terkait dengan manajemen resiko. Manajemen yang kompeten dan memiliki integritas yang tinggi merupakan ujung tombak atau pemeran terdepan dari pertahanan atas risiko bank (Permadi Gandapradja, 2004 :75).
Earning Ability atau Rentabilitas, adalah kemampuan bank menghasilkan keuntungan yang wajar sesuai dengan line of business. Penghasilan bunga kredit adalah bagian yang terbesar, disusul provisi komisi dan fee income products (fee dari produk jasa bank). Perhitungan pencapaian pendapatan bunga harus senantiasa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
dipertimbanagn dengan cost of money (funds). Pendapatan ini berkaitan erat dengan dinamisasi aktiva produktif atau earning assets. Karena itu rasio perhitungan kaitan pendapatan dengan aktiva dan dengan modal, harus menjadi tolak ukur kuantitatif seperti netinterest margin. Return on Equity (ROE) dan Return on Assets (ROA). Selain itu pedoman pemberian kredit sebagai sumber utama pendapatan bank harus didasarkan pada analisis kredit yang matang, menghindari spekulasi dan kapitalisasi bungga tertunggak serta aspek pertimbangan kredit melalui analisis 5C dan 7P.
Liquidity Sufficiency atau likuiditas, adalah kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban-kewajiban yang segera ditagih (berjangka sangat pendek), sehingga alat-alat likuid bank harus benar-benar stand by setiap saat. Walaupun rasio ini amat rendah, yaitu Cash Ratio minimum sebesar 2%, namun assets yang convertible harus benar-benar dijaga agar jangan sampai tidak mampu untuk memenuhi kewajiban jangka pendek. Karena itu manajemen bank yang profesional harus menyusu pedonman tertulis terhadap penjagaan posisi likuiditas termasuk funding risks analisis, memiliki gap manajemen sistem yang formal, memantau terus-menerus tingkat sensivititas simpanan pihak ketiga serta hal-hal yang berkaitan dengan sifat yang dapat menjadi gangguan bagi posisi likuiditas sewaktu-waktu (Muchdarsyah Sinungan, 1997 : 76-78).
4. Tinjauan Umum tentang Bank Perkreditan Rakyat
a. Pengertian Bank Perkreditan Rakyat
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) merupakan bank yang khusus
melayani masyarakat kecil dikecamatan dan pedesaan. BPR berasal dari
Bank Desa, Bank Pasar, Lumbung Desa, Bank Pegawai dan bank lainnya
yang kemudian dilebur menjadi BPR. Jenis produk yang ditawarkan oleh
BPR relatif lebih sempit jika dibandingkan dengan bank umum, bahkan ada
beberapa jenis jasa bank yang tidak boleh diselenggarakan oleh BPR, seperti
pembukaan rekening giro dan ikut kliring (Kasmir, 2004:8).
Menurut Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
tentang Perbankan, Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip
Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan
usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah. Dalam
kegiatannya BPR tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Artinya jasa-jasa perbankan yang ditawarkan jauh lebih sempit jika
dibandingkan dengan kegiatan atau jasa bank umum (Kasmir, 2004:19-20).
Definisi lain Bank Perkreditan Rakyat, menurut Subagyo,dkk adalah
lembaga keuangan yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito
berjangka, tabungan dan bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu dan
menyalurkan dana sebagai usaha Bank Perkreditan Rakyat (Subagyo,dkk,
1999:68).
b. Bentuk Usaha Bank Perkreditan Rakyat
Dalam praktiknya usaha yang dilakukan oleh BPR sebagaimana diatur
dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
adalah sebagai berikut:
1) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa
deposito berjangka, tabungan, dan/ atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu;
2) Memberikan kredit;
3) Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan Prinsip
Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;
4) Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI),
deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/ atau tabungan pada bank
lain (Johannes Ibrahim, 2004:35).
c. Bentuk Usaha yang Dilarang bagi Bank Perkreditan Rakyat
Bentuk usaha yang dilarang dilakukan oleh BPR sesuai dengan Pasal
14 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yaitu:
1) Menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas
pembayaran;
2) Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
3) Melakukan penyertaan modal;
4) Melakukan usaha perasuransian;
5) Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan (Johannes Ibrahim, 2004:35).
d. Cara Pendirian Bank Perkreditan Rakyat
Selain mengatur tentang bentuk usaha Bank Perkreditan Rakyat, UU
Perbankan juga mengatur tentang cara pendirian Bank Perkreditan Rakyat.
1) Pihak yang dapat mendirikan Bank Perkreditan Rakyat:
a) Warga Negara Indonesia (WNI);
b) Badan hukum Indonesia yang seluruh kepemilikannya oleh WNI;
c) Pemerintah Daerah; atau
d) Dua pihak atau lebih sebagaimana yang dimaksud dalam angka 1
(satu), 2 (dua) dan 3 (tiga).
2) Persyaratan modal yang harus disetor menurut Peraturan Bank
Indonesia No. 8/26/PBI/2006 tanggal 8 November 2006 tentang Bank
Perkreditan Rakyat, dibagi empat kelompok antara lain:
a) Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) untuk Bank Perkreditan
Rakyat yang didirikan di wilayah DKI Jakarta;
b) Rp. 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah) untuk Bank Perkreditan
Rakyat yang didirikan di wilayah Ibukota Provinsi di pulau Jawa
dan Bali dan di wilayah Kabupaten atau Kota Bogor, Depok,
Tangerang, Bekasi;
c) Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) untuk Bank Perkreditan
Rakyat yang didirikan di wilayah Ibukota Propinsi di luar pulau
Jawa dan Bali dan di wilayah pulau Jawa dan Bali diluar wilayah a
dan b;
d) Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) untuk Bank Perkreditan
Rakyat yang didirikan di wilayah di luar (1), (2), dan (3).
3) Persyaratan sumber dana modal Bank Perkreditan Rakyat antara lain:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
a) Tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam
bentuk apapun dari bank atau pihak lain di Indonesia;
b) Tidak berasal dari hasil kegiatan yang melanggar hukum.
4) Persyaratan pemilik Bank Perkreditan Rakyat, antara lain:
a) Tidak termasuk dalam daftar orang tercela di bidang perbankan;
b) Memiliki integritas, antara lain memiliki akhlak dan moral yang
baik, mematuhi Peraturan Perundang-undangan yang berlaku dan
bersedia mengembangkan Bank Perkreditan Rakyat yang sehat.
5) Perizinan pendirian Bank Perkreditan Rakyat
a) Usaha Bank Perkreditan Rakyat harus mendapat izin dari Menteri
Keuangan, kecuali apabila kegiatan menghimpun dana dari
masyarakat diatur dengan Undang-undang tersendiri.
b) Izin usaha Bank Perkreditan Rakyat diberikan Menteri Keuangan
setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia.
c) Untuk mendapatkan izin usaha, Bank Perkreditan Rakyat wajib
memenuhi persyaratan tentang susunan organisasi, permodalan,
kepemilikan, keahlian di bidang perbankan, kelayakan rencana
kerja, hal-hal lain yang ditetapkan Menteri Keuangan setelah
mendengar pertimbangan Bank Indonesia dan memenuhi
persyaratan tentang tempat kedudukan kantor pusat Bank
Perkreditan Rakyat di Kecamatan. Bank Perkreditan Rakyat dapat
pula didirikan di ibukota, Kabupaten atau Kotamadya belum
terdapat Bank Perkreditan Rakyat.
d) Pembukaan kantor cabang Bank Perkreditan Rakyat di ibukota
Negara, ibukota Provinsi, ibukota Kabupaten dan Kotamadya
hanya dapat dilakukan dengan izin Menteri Keuangan setelah
mendengar pertimbangan Bank Indonesia. Persyaratan dan tata cara
pembukaan kantor tersebut ditetapkan Menteri Keuangan setelah
mendengar pertimbangan Bank Indonesia.
e) Pembukaan kantor cabang Bank Perkreditan Rakyat di luar ibukota
Negara, ibukota Provinsi, ibukota Kabupaten, dan Kotamadya serta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
pembukaan kantor dibawah kantor cabang Bank Perkreditan
Rakyat wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia. Persyaratan dan
tata cara pembukaan kantor cabang tersebut ditetapkan Menteri
Keuangan setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia.
f) Bank Perkreditan Rakyat tidak dapat membuka kantor cabang di
luar negeri, karena Bank Perkreditan Rakyat dilarang melakukan
kegiatan usaha dalam valuta asing.
Dalam rangka mendirikan Bank Perkreditan Rakyat baru yang
tangguh, efisiensi, dan produktif serta dapat berkembang secara wajar
guna memberika jasa layanan keuangan kepada masyarakat umumnya
serta Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) khususnya baik di
pedesaan maupun perkotaan, sub bagian perizinan pendirian Bank
Perkreditan Rakyat melaksanakan kegiatan antara lain :
a) Meneliti kelengkapan persyaratan administratif, izin prinsip, dan
usaha sesuai ketentuang yang berlaku.
b) Melakukan wawancara (fit and proper test) terhadap pimpinan dan
pengurus Bank Perkreditan Rakyat yang akan didirikan di wilayah
kerja Kantor Bank Indonesia.
c) Melakukan penilaian diskusi potensi dan kejenuhan bagi Bank
Perkreditan Rakyat.
5. Tinjauan tentang Efektivitas Penegakan Hukum Pengawasan Perbankan
Penegakan hukum atau yang sering disebut dengan istilah law
enforcement, agar terciptanya tatanan hukum yang baik dalam masyarakat.
Menurut Soerjono Soekanto, yang dimaksud dengan penegakan hukum
adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam
kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawatah dan sikap tindak sebagai
rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara, dan
mempertahankan kedamaian pergaulan hidup (Munir Fuady, 2003:39).
Selanjutnya Soerjono Soekanto menjelaskan bahwa penegakan hukum
sebagai suatu proses, pada hakikatnya merupakan penerapan diskresi yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
menyangkut membuat keputusan yang tidak secara ketat diatur oleh kaedah-
kaedah hukum, tetapi mempunyai unsur penilaian pribadi. Oleh karena itu,
pertimbangan secara nyata hanya dapat diterapkan selektif dan masalah
penanggulangan kehatan. Di samping itu juga, dalam proses diskresi harus
menyerasikan antara penerapan hukum secara konsekuen dengan faktor
manusiawi (Ishaq, 2008:244-245).
Roscoe Pound mengemukakan bahwa hukum yang berlaku atau hukum
sebagai proses (law in action) mungkin sangat berbeda dengan hukum yang
terdapat dalam buku-buku hukum atau kitab-kitab hukum (law in the books)
(Ishaq, 2008:217). Dan menurut Hamis MC.Rae mengatakan bahwa
penegakan hukum dilakukan dengan pendayagunaan kemampuan berupa
penegakan hukum dilakukan oleh orang yang betul-betul ahli dibidangnya
dan dalam penegakan hukum akan lebih baik jika penegakan hukum
mempunyai pengalaman praktek berkaitan dengan bidang yang ditanganinya
(http://mediaskripsi.blogspot.com/2010/02/teori-teori-yang-sering-
dipakai.html diakses tanggal 21 Juni 2011 pukul 20.00 WIB).
Dalam proses penegakan hukum pada umumnya termasuk penegakan
hukum pengawasan perbankan terdapat faktor-faktor yang
memperngaruhinya. Faktor-faktor tersebut memiliki arti sehingga dampak
positif dan negatifnya terletak pada isi faktor tersebut. Soerjono Soekanto
berpendapat, faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum adalah
sebagai berikut :
a. Faktor hukum sendiri (termasuk faktor undang-undang);
b. Faktor penegak hukum (pihak-pihak yang membentuk maupun
menerapkan hukum);
c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum;
d. Faktor masyarakat (lingkungan atau masyrakat dimana hukum tersebut
berlaku atau diterapkan);
e. Faktor kebudayaan (hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada
karsa manusia di dalam pergaulan hidup) (Ishaq, 2008:245).
Kelima faktor tersebut dapat dijadikan barometer di dalam penegakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
hukum untuk melihat faktor penghambat dan pendorong di dalam
pelaksanaan tugas pengawasan perbankan, maka dijabarkan sebagai berikut:
a. Faktor Hukum
Dalam praktik penyelenggaraan penegakan hukum di lapangan ada
kalanya terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hal ini
disebabkan oleh konsespsi keadilan merupakan suatu rumusan yang
bersifat abstrak, sedangkan kepastian hukum merupakan suatu prosedur
yang telah ditentukan secara normatif.
Suatu kebijakan atau tindakan yang tidak sepenuhnya berdasar
hukum merupakan sesuatu yang dapat dibenarkan sepanjang kebijakan
atau tindakan itu tidak bertentangan dengan hukum. Maka pada hakikatnya
penyelenggaraan hukum bukan hanya mencakup law enforcement saja,
namun juga peace maintenance, karena penyelenggaraan hukum
sesungguhnya merupakan proses penyerasian antara kaedah dan pola
perilaku nyata yang bertujuan untuk mencapai kedamaian.
Dengan demikian, tidak berarti setiap permasalahan sosial hanya
dapat diselesaikan oleh hukum yang tertulis, karena tidak mungkin ada
peraturan perundang-undangan yang dapat mengatur seluruh tingkah laku
manusia, yang isinya jelas bagi setiap warga masyarakat yang diaturnya
dan serasi antara kebutuhan untuk menerapkan peraturan dengan fasilitas
yang mendukungnya.
Pada hakikatnya, hukum itu mempunyai unsur-unsur antara lain
hukum perundang-undangan, hukum traktat, hukum yuridis, hukum adat,
dan hukum ilmuwan atau doktrin. Secara ideal unsur-unsur itu harus
harmonis, artinya tidak saling bertentangan baik secara vertikal maupun
horizontal antara perundang-undangan yang satu dengan yang lainnya,
bahasa yang dipergunakan harus jelas, sederhana, dan tepat karena isinya
merupakan pesan kepada warga masyarakat yang terkena perundang-
undangan itu (Ishaq, 2008:246).
b. Faktor Penegak Hukum
Dalam berfungsinya hukum, mentalitas atau kepribadian petugas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
penegak hukum memainkan peranan penting. Kalau peraturan sudah baik,
tetapi kualitas petugas kurang baik, ada masalah. Oleh karena itu, salah
satu kunci keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas atau
kepribadian penegak hukum. Menurut J.E.Sahetapy mengatakan, dalam
rangka penegakan hukum dan implementasi penegakan hukum bahwa
penegakan keadilan tanpa kebenaran adalah suatu kebijakan. Penegakan
kebenaran tanpa kejujuran adalah suatu kemunafikan. Dalam kerangka
penegakan hukum oleh setiap lembaga penegakan hukum (inklusif
manusianya) keadilan ddan kebenaran harus dinyatakan, harus terasa dan
terlihat, harus diaktualisasikan (Ishaq, 2008:247).
c. Faktor Sarana atau Fasilitas Pendukung
Faktor sarana atau fasilitas pendukung mencakup perangkat lunak
dan perangkat keras, salah satu contoh perangkat lunak adalah pendidikan.
Masalah perangkat keras dalam hal ini adalah sarana fisik yang berfungsi
sebagai faktor pendukung. Saran dan fasilitas mempunyai peranan yang
sangat penting di dalam penegakan hukum. Tanpa adanya sarana atau
fasilitas tersebut, tidak akan mungkin penegak hukum menyerasikan
peranan yang seharusnya dengan peranan yang aktual (Ishaq, 2008:248).
d. Faktor Masyarakat
Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk
mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Setiap warga masyarakat atau
kelompok sedikit banyaknya mempunyai kesadaran hukum, persoalan
yang timbul adalah taraf kepatuhan hukum, yaitu kepatuhan yang tinggi,
sedang, atau kurang. Adanya derajat kepatuhan hukum masyarakat
terhadap hukum, merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum
yang bersangkutan (Ishaq, 2008:248).
e. Faktor Kebudayaan
Dalam kehidupan sehari-hari orang begitu sering membicarakan soal
kebudayaan. Kebudayaan menurut Soerjono Soekanto, mempunyai fungsi
yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat, yaitu mengatur agar
manusia dapat mengerti bagaiman seharusnya bertindak, berbuat, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
menentukan sikapnya kalau mereka berhubungan dengan orang lain.
Dengan demikian, kebudayaan adalah suatu garis pokok tentang
perikelakuan yang menetapkan peraturan mengenai apa yang harus
dilakukan, dan apa yang dilarang.
Kelima faktor tersebut saling berkaitan dengan eratnya, karena menjadi
hal pokok dalam penegakan hukum pada umumnya termasuk penegakan
hukum pengawasan perbankan serta sebagai tolak ukur efektivitas penegakan
hukum. Dari lima faktor penegakan hukum tersebut faktor penegakan
hukumnya sendiri merupakan titik sentralnya. Hal ini disebabkan oleh baik
undang-undangnya disusun oleh penegak hukum, penerapannya pun
dilaksanakan oleh penegak hukum dan penegakan hukumnya sendiri juga
merupakan panutan masyarakat luas (Ishaq, 2008:249).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
B. Kerangka Pemikiran
Bagan 2 : Kerangka Pemikiran
Bank Indonesia KBI Solo
Surat Keputusan Direksi BI No. 30/12/ KEP/DIR
tentang Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank
Perkreditan Rakyat
Pelaksanaan pengawasan tingkat kesehatan Hambatan dan solusi dalam pelaksanaan pengawasan tingkat kesehatan
UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan
UU No. 3 Tahun 2004 dan diubah kedua kalinya dengan UU No. 6 Tahun 2009
Bank Umum
Bank Perkreditan Rakyat
Pengawasan
Konvensional Syariah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut dapat dijelaskan bahwa Bank
Indonesia sebagai bank sentral, merupakan lembaga negara yang independen
dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Bank Indonesia pusat dalam
melaksanaan tugas dan wewenangnya tidak hanya sendiri, melainkan dibantu
beberapa kantor yang tersebar di Indonesia, termasuk kantor Bank Indonesia Solo.
Bank Indonesia berpedoman pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999
tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2004 dan diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 6
tahun 2009. Dalam Pasal 7, Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan
memelihara kestabilan nilai Rupiah. Untuk mencapai tujuan tersebut maka salah
satu tugas yang tercantum dalam Pasal 8 huruf c, yaitu mengatur dan mengawasi
bank. Bank Indonesia melakukan pengawasan terhadap bank umum atau
konvensional dan bank yang menggunakan prinsip Syariah.
Pengawasan bank yang akan diteliti nantinya lebih difokuskan dalam
pelaksanaan penilaian tingkat kesehatan Bank Perkreditan Rakyat di wilayah Solo
Raya berdasarkan Surat Keputusan Direksi BI Nomor 30/12/ KEP/DIR tentang
Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat. Kemudian dapat
diteliti pula tentang kemungkinan adanya kendala yang dapat menghambat
jalannya proses pelaksanaan penilaian tingkat kesehatan Bank Perkreditan Rakyat
serta akan dicari solusi untuk mengatasi hambatan yang ada.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Singkat Kantor Bank Indonesia Solo
Bank Indonesia adalah bank milik negara yang berkantor pusat di Jakarta
serta mempunyai 41 Kantor Bank Indonesia di seluruh wilayah Republik
Indonesia, juga 4 Kantor Perwakilan di luar negeri yaitu di London, New York,
Singapura dan Jepang (Hasil wawancara dengan Imam Mustiantoko, Kepala
Bidang bagian SDM KBI Semarang, 8 Februari 2011). Kantor Bank Indonesia
yang menjadi tempat penulis melaksanakan penelitian adalah Kantor Bank
Indonesia Solo yang beralamat di Jalan Jenderal Sudirman Nomor 4 Solo. Lokasi
gedung Kantor Bank Indonesia Solo memiliki letak yang strategis karena berada
di tengah kota Surakarta. Dimana sebelah utara berbatasan dengan bangunan
Balaikota Surakarta, sebelah barat berbatasan Kantor Advokat H.S.P & Partners
dan berseberangan dengan Kantor Telkom, sebelah timur berbatasan dengan Jalan
Jenderal Sudirman, sebelah selatan berbatasan dengan Jalan Ronggowarsito.
Gedung Kantor Bank Indonesia Solo terdiri dari 3 (tiga) lantai, yaitu lantai
dasar, lantai 1, dan lantai 2. Lantai dasar gedung terdiri dari tempat parkir motor
dan mobil, ruang dapur umum, ruang rapat atau pertemuan, ruang kliring,
mushola. Pada Lantai 1 (satu) terdapat perpustakaan, ruang bidang Sumber Daya
Manusia, ruang bidang Pengawasan Perbankan, dan ruang bidang Akunting. Pada
lantai 2 (dua) terdapat ruang bidang Ekonomi dan Moneter, dan ruang Pimpinan
Kantor Bank Indonesia Solo.
Kantor Bank Indonesia Solo wilayah kerjanya meliputi Surakarta, Boyolali,
Sukoharjo, Wonogiri, Sragen, Karanganyar, Klaten. Tugas pokok yang diemban
Kantor Bank Indonesia (KBI) Solo terdiri dari bidang sistem pembayaran,
moneter dan perbankan. Pelaksanaan tugas pokok tersebut ditopang dan
ditugaskan di bidang manajemen intern. Berikut akan dijabarkan mengenai tugas
pokok masing-masing bidang (Mahendra Surya Perdana, 2010:8-11).
Bidang Sistem Pembayaran, dibagi menjadi dua bagian , pertama Sistem
Pembayaran Tunai (peredaran uang), Dibidang peredaran uang, KBI Solo
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
bertanggung jawab atas ketersediaan uang dalam jumlah dan komposisi pecahan
yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta pada waktu yang tepat.
Disamping itu KBI Solo harus pula menjaga agar uang yang beredar di
masyarakat selalu dalam kondisi baik dan layak edar (clean money policy). Kedua
Sistem Pembayaran Non Tunai (giralisasi) yang masih dibagi menjadi dua yaitu,
Kliring dan RTGS (Real Time Gross Settlement). Kliring adalah penukaran
warkat atau data keuangan secara elektronik antarbank, baik atas nama bank
maupun nasabah, yang hasil perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu.
Tujuan dari kliring ini adalah untuk meningkatkan efektifitas, efisiensi dan
keamanan pembayaran dengan menggunakan uang giral sehingga dapat
meningkatkan kelancaran transaksi perekonomian. Sedangkan RTGS (Real Time
Gross Settlement) dengan sistem BI-RTGS adalah proses penyelesaian akhir
transaksi pembayaran yang dilakukan per transaksi dan bersifat real time
(electronically processed) dimana rekening bank peserta dapat didebit/dikredit
berkali-kali dalam sehari sesuai dengan perintah pembayaran dan penerimaan
pembayaran.
Bidang Moneter memiliki tugas di bidang moneter meliputi kegiatan
penelitian dan pengelolaan statistik moneter, informasi pasar uang, penyelesaian
pinjaman luar negeri, serta bantuan teknis pengembangan uasaha mikro, kecil dan
menengah.
Bidang Perbankan, tugasnya meliputi pengawasan dan pembinaan
perbankan bertujuan untuk menciptakan sistem perbankan yang sehat, memelihara
kepentingan masyarakat dengan baik, mengembangkan diri secara wajar dan
bermanfaat bagi perekonomian regional dan nasional.
Bidang Menejemen Intern adalah sebagai pendukung pelaksanaan tugas
pokok Bank Indonesia Solo dengan melaksanakan kegiatan di bidang manajemen
intern, yaitu pengelolaan Sumber Daya Manusia, logistik, pengamanan dan
kesekretariatan. Sebagai bagian dari komponen masyarakat di daerah, Bank
Indonesia Solo melakukan kegiatan sosial dan menjalin kerjasama dengan
lembaga lain sebagai wujud pengabdian dan pengembangan masyarakat. Bentuk-
bentuk kontribusi ini antara lain berupa kerjasama dengan perguruan tinggi dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
rangka penelitian dan kuliah umum, pemberian kesempatan kepada para
mahasiswa untuk melakukan praktek kerja, pemberian beasiswa, kegiatan rutin
donor darah serta kegiatan sosial kemasyarakatan lainnya.
Pada Kantor Bank Indonesia terdapat struktur organisasi seperti terurai
dibawah ini :
a. Pimpinan KBI
b. Kepala Bidang :
1. Bidang Ekonomi & moneter
i. Seksi pemberdayaan sektor riil & UMKM
ii. Seksi kajian statistik & survey
2. Bidang Sistem Pembayaran & Manajemen Intern
i. Seksi operasional kas
ii. Seksi pelayanan nasabah & penyelenggara kliring
iii. Seksi sumberdaya manusia
a. Bagian sumber daya
b. Bagian logistik
c. Bagian pengamanan
d. Bagian kesekretariatan
3. Bidang Pengawasan Bank
i. Kelompok pengawasan bank I
ii. Kelompok pengawasan bank II
iii. Kelompok pengawasan bank III
iv. Kelompok pengawasan bank IV
(Pemuatan nama–nama karyawan Kantor Bank Indonesia (KBI) Solo tidak
diperkenankan untuk dimuat karena merupakan aturan kerahasaian dari Bank
Indonesia).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Bagan Struktur Organisasi Kantor Bank Indonesia Solo
Bagan 3. Bagan Struktur Organisasi Kantor Bank Indonesia Solo
Pimpinan Kantor Bank Indonesia Solo
DEPUTI Sist. Pembayaran & Manajemen Intern
DEPUTI Pengawasan Bank
DEPUTI Ekonomi & Moneter
Kelompok Pemberdayaan
Sektor Riil & UMKM
Kelompok Pengawas
Bank I
Seksi Operasional Kas
Seksi Pelayanan Nasabah &
Penyelenggara Kliring
Kelompok Kajian Statistik &
Survey
Kelompok Pengawas Bank II
Kelompok Pengawas Bank IV
Kelompok Pengawas Bsnk III
Bagian Sumber Daya
Seksi Sumber Daya Manusia
Bagian Logistik
Bagian Kesekretariatan
Bagian Pengamanan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
B. Hasil Penelitian
1. Peran Kantor Bank Indonesia Solo dalam Melaksanakan Tugas
Pengawasan Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat
Bank Indonesia merupakan satu-satunya otoritas keuangan yang
memiliki tugas dan wewenang untuk melakukan pengawasan terhadap bank-
bank di Indonesia, serta mempunyai tanggung jawab atas tugas pengawasan
yang diemban olehnya. Salah satunya dalam hal melaksanakan tugas
pengawasan tingkat kesehatan Bank Perkreditan Rakyat berdasarkan
ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia (Hasil
wawancara dengan Yiyok T. Herlambang, Deputi Pemimpin Bidang Perbankan
KBI Solo, 1 Juni 2011).
a. Ketentuan tentang Tingkat Kesehatan Bank
Bank Indonesia diberikan kewenangan untuk menilai menetapkan
ketentuan-ketentuan tentang tingkat kesehatan bank sesuai dengan Surat
Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 30/12/KEP/DIR tentang Tata
Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat, yaitu
memperhatikan :
1) Permodalan
2) Kualitas aset
3) Kualitas manajemen
4) Rentabilitas
5) Likuiditas
Kerangka kerja pengawasan serta pemeriksaan adalah sebagai berikut:
1) Hasil pengawasan bank tergantung pada :
a) Masukan (input)
(1) Data
(2) Hasil pemeriksaan bank
(a) Data
(b) Lain-lain
b) Perangkat lunak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
c) Komputerisasi dan integritas
d) Metode
e) Special curveillance (bank-bank besar, BTO, dan bank yang
direkapitulasi)
2) Hasil pengawasan dan pemeriksaan
a) Kondisi keuangan bank
b) Kepatuhan dan pelanggaran bank
c) Hasil dari fit and proper test
d) Sistem dan prosedur bank
3) Sistem pendukung untuk :
a) Transparansi internal
b) Quality control oleh KEP (Komite Evaluasi Perbankan)
4) Hasil setelah dilakukannya transparansi dan quality control :
a) Kondisi keuangan bank
b) Kepatuhan dan pelanggaran
c) Hasil atas fit and proper test
d) Sistem dan prosedur bank
5) Rapat dewan gubernur
a) Proposal law enforcement
b) Hasil pengawasan atau pemeriksaan bank
Semua hal tersebut oleh Bank Indonesia dijadikan untuk mengukur
dalam menjalankan tugas pengawasan tingkat kesehatan Bank Perkreditan
Rakyat.
b. Pelaksanaan Pengawasan Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan
Rakyat
Kantor Bank Indonesia Solo hanya melakukan pengawasan tingkat
kesehatan terhadap Bank Perkreditan Rakyat yang berada di dalam
wilayah kerjanya saja, yaitu Surakarta, Klaten, Boyolali, Sragen,
Sukoharjo, Karanganyar, dan Wonogiri. Pelaksanaan pengawasan
kesehatan bank dilakukan oleh Kelompok Pengawas Bank yang telah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
dibagi menjadi 4 (empat) kelompok, yang dipimpin oleh seorang Deputi
Pengawasan Bank. Kelompok pengawas bank I terdiri dari 5 (lima) orang
pengawas bank, kelompok pengawas bank II terdiri dari 5 (lima) orang
pengawas bank, kelompok pengawas bank III terdiri dari 5 (lima) orang
pengawas bank, dan kelompok pengawas bank IV terdiri dari 6 (enam)
orang pengawas bank. Sehingga jumlah keseluruhan pengawas bank di
Kantor Bank Indonesia Solo adalah 21 orang, dengan seorang Deputi
Pengawasan Bank maka total keseluruhannya menjadi 22 orang (Hasil
wawancara dengan Yiyok T. Herlambang, Deputi Pemimpin bidang
Perbankan KBI Solo, 4 Juli 2011).
Kelompok Pengawas Bank tersebut yang mengemban tugas
mengawasi tingkat kesehatan Bank Perkreditan di wilayah Solo Raya.
Berikut ini tabel mengenai jumlah Bank Perkreditan Rakyat yang menjadi
pengawasan Kantor Bank Indonesia Solo, adalah sebagai berikut :
Tabel 2
Jumlah Kantor Bank Perkreditan Rakyat
No. Kabupaten/
Kota
Kantor Bank Perkreditan Rakyat
Des
2007
Des
2008
Des
2009
Des
2010
Mei
2011
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Surakarta
Klaten
Boyolali
Sragen
Sukoharjo
Karanganyar
Wonogiri
11
19
9
8
22
14
3
11
19
9
8
20
14
3
11
19
7
7
21
14
3
11
19
7
7
20
14
3
11
19
7
7
20
14
3
Jumlah 86 84 82 81 81
Sumber : http://www.bi.go.id diakses tanggal 6 Juli 2011 pukul 08.00 WIB
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Tabel 3
Jumlah Kantor Bank Perkreditan Rakyat Syariah
Jumlah Kantor Bank Perkreditan Rakyat Syariah
Wilayah Kerja Kantor Bank Indonesia Solo
Des 2007 Des 2008 Des 2009 Des 2010 Mei 2011
3 3 5 7 7
Sumber : KBI Solo 2011
Pengawas perbankan Kantor Bank Indonesia Solo dalam
menjalankan tugas pengawasan bank, melaksanakan sistem
pengawasannya dengan menggunakan dua pendekatan yaitu pengawasan
berdasarkan kepatuhan (compliance besed supervision) dan pengawasan
berdasarkan risiko (risk based supervision). Tugas pengawas perbankan
Kantor Bank Indonesia, meliputi :
1) Melakukan pengawasan terhadap kinerja Bank Perkreditan Rakyat
Konvensional dan Syariah yang berada dalam wilayah kerja Kantor
Bank Indonesia Solo
2) Membuat tingkat kesehatan seluruh Bank Perkreditan Rakyat
Konvensional dan Syariah yang berada dalam wilayah kerja Kantor
Bank Indonesia Solo
3) Merekapitulasi tingkat kesehatan seluruh Bank Perkreditan Rakyat di
Solo dan melaporkannya ke Kantor Pusat setiap bulan
4) Melakukan pemeriksaan setiap Bank Perkreditan Rakyat Konvensional
dan Syariah secara periodik
5) Mengevaluasi dan menganalisis terhadap permohonan ijin prinsip
pembukuan bank baru, pembukuan kantor cabang dan kantor kas
pelayanan.
Berdasarkan Kerangka Kerja Pengawasan serta Pemeriksaan Bank
Perkreditan Rakyat di wilayah kerja Kantor Bank Indonesia Solo, Bank
Indonesia telah menyusun rencana induk perbankan yang berisi program
pokok pemantapan efektivitas pengawasan langsung. Rencana induk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
tersebut meliputi:
1) Program pengawasan insentif (Special Surveillance)
2) Pemantapan fungsi penelitian
3) Proses pengawasan
4) Proses pemeriksaan on site
5) Pelaporan data bank
6) Kompetensi pengawas dan pemeriksa
7) Penyempurnaan pengaturan perbankan
8) Governance (tata kelola)
9) Peningkatan metode kerja dengan menggunakan perangkat lunak
Sistem Informasi Manajemen Sektor Perbankan Indonesia (SIM-
SPBI)
10) Penegakkan pengawasan
11) Integritas pengawas, serta pemeriksa
12) Transparansi internal dan peran Komite Evaluasi Perbankan (KEP)
Sebagai upaya untuk menciptakan sistem perbankan yang tangguh
dan efisien, pada tahun laporan Bank Indonesia terus menempuh berbagai
kebijakan untuk menyempurnakan ketentuan-ketentuan perbankan dan
memantapkan pengawasan bank. Ketentuan yang dikeluarkan pada tahun
laporan dilakukan untuk melengkapi ketentuan kehati-hatian yang telah
dikeluarkan pada tahun sebelumnya, antara lain ketentuan mengenai
Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM), Kualitas Aktiva
Produktif (KAP), Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP),
Batas Maksimum Pemberian Kredit (BPMK).
Pada tahun laporan pemantapan pengawasan Bank Perkreditan
Rakyat juga terus dilakukan. Pada awal September 1999 telah dilakukan
reorganisasi bidang perbankan di Bank Indonesia, selain menata kembali
beban pekerjaan dalam melaksanakan tugas pengawasan dan penelitian
perbankan. Pendekatan dalam pengawasan bank lebih ditekankan pada
penegakan peraturan dan penyempurnaan metode pengawasan bank lebih
ditekankan pada penegakan peraturan dan penyempurnaan metode
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
pengawasan dengan menitikberatkan pada identifikasi risiko yang dihadapi
(Risk Based Supervision). Selain itu dilakukan juga perbaikan tata kerja
dan peningkatan kompetensi dan integritas pengawas bank. Untuk
mendukung tugas pemeriksaan bank, beberapa kantor akuntan publik yang
mempunyai reputasi baik juga telah dilibatkan oleh Kantor Bank Indonesia
Solo sebagai tindak lanjut dari program pemantapan pengawasan bank
khususnya wilayah kerja Kantor Bank Indonesia Solo.
Penilaian tingkat kesehatan ditetapkan dalam empat golongan
dengan predikat tingkat kesehatan Bank Perkreditan Rakyat ditetapkan
dalam SK Direksi Bank Indonesia Nomor 30/ 12/ KEP/ DIR, yaitu :
a. Nilai kredit 81 sampai dengan 100 diberi predikat Sehat.
b. Nilai kredit 66 sampai dengan kurang dari 81 diberi predikat Cukup
Sehat.
c. Nilai kredit 51 sampai dengan kurang dari 66 diberi predikat Kurang
Sehat.
d. Nilai kredit 0 sampai dengan kurang dari 51 diberi predikat Tidak
Sehat.
Predikat tingkat kesehatan Bank Perkreditan Rakyat juga diperinci
dengan adanya faktor dan komponen bobot yang sesuai dengan
pengaruhnya. Berikut ini tabel mengenai faktor dan komponen bobot
sesuai dengan besarnya pengaruh terhadap kesehatan bank sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Tabel 4
Faktor-faktor yang Dinilai dan Bobot Tingkat Kesehatan BPR
No. Faktor yang dinilai Komponen Bobot
1. Permodalan Rasio modal terhadap aktiva tertimbang
menurut risiko.
30%
2. Kualitas Aktiva
Produktif (KAP)
a. Rasio aktiva produktif yang
diklasifikasikan terhadap aktiva
produktif
b. Rasio penyisihan penghapusan aktiva
produktif yang dibentuk terhadap
penyisihan pengahapusan aktiva
produktif yang wajib dibentuk.
30%
25%
5%
3. Manajemen
a. Manajemen Umum
b. Manajemen Risiko
20%
10%
10%
4. Rentabilitas
a. Rasio laba terhadap rata-rata volume
usaha.
b. Rasio biaya operasional terhadap
pendapatan operasional
10%
5%
5%
5. Likuiditas
a. Rasio alat likuid terhadap hutang
lancar.
b. Rasio kredit terhadap dana yang
diterima.
10%
5%
5%
Sumber : Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 30/12/ KEP/ DIR
Adapun penilaian terhadap faktor-faktor tersebut adalah sebagai
berikut :
1) Penilaian terhadap faktor Permodalan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Pemerintah selalu menganjurkan kepada kalangan perbankan agar
memperhatikan ketentuan pemerintah dalam hal permodalan terutama
menyangkut Capital Adequancy Ratio atau yang lebih dikenal dengan
CAR. CAR merupakan total modal terhadap aktiva tertimbang menurut
rasio, yang mengindikasikan kekuatan permodalan perbankan
Indonesia. Bank yang diangap sehat adalah bank yang memiliki CAR
atau KPMM diatas 8% dengan bobot perhitungan sebesar 30%.
Faktor permodalan dinilai atas dasar rasio kewajiban penyediaan
modal minimum (KPMM) terhadap aktiva tertimbang menurut risiko
(ATMR). ATMR sama dengan jumlah risiko yang diperhitungkan
terhadap aktiva bank berdasarkan persentase tertentu. KPMM adalah
jumlah modal minimum yang harus dipenuhi setelah memperhitungkan
ATMR dan kolektibilitas aktiva produktif. Penilaian terhadap
pemenuhan KPMM ditetapkan sebagai berikut :
a) Pemenuhan KPMM sebesar 8% diberi predikat “Sehat” dengan
nilai kredit 81, dan untuk setiap kenaikan 0,1% dari pemenuhan
KPMM sebesar 8% nilai kredit ditambah 1 hingga maksimum 100.
b) Pemenuhan KPMM kurang dari 8% sampai dengan 7,9% diberi
predikat “Kurang Sehat” dengan nilai kredit 65 dan untuk setiap
penurunan 0,1% nilai kredit dikurangi 1 dengan minimum 0.
Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) bank diukur
dari persentase tertentu terhadap aktiva tertimbang menurut risiko.
Meskipun modal bank telah memenuhi minimum sebesar 8% dari
aktiva tertimbang menurut risiko, namun apabila menurut penilaian
bank atau bank Indonesia terdapat faktor lain yang dapat menambah
risiko diluar risiko-risiko yang telah dihitung secara kuantitatif, maka
bank perlu menyediakan modal yang lebih besar dari 8%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
2) Penilaian terhadap faktor Kualitas Aktiva Produktif (KAP) bank
Aktiva Produktif dan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif
yang Dibentuk Oleh Bank adalah sesuai dengan Surat Keputusan
Direksi Bank Indonesia No. 30/267/KEP/DIR tanggal 27 Februari 1998
dan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 30/268/KEP/DIR
tanggal 27 Februari 1998, dan Aktiva Produktif yang diklasifikasikan,
baik yang sudah maupun yang mengandung potensi tidak memberikan
penghasilan atau menimbulkan kerugian, yang besarnya ditetapkan
sebagai berikut :
a) 25% dari kredit yang digolongkan lancar (standard).
b) 50% dari kredit yang digolongkan kurang lancar (substandard).
c) 75% dari kredit yang digolongkan diragukan (doubt).
d) 100% dari kredit yang digolongkan macet (loss) yang masih tercatat
dalam pembukuan bank dan surat berharga yang digolongkan macet.
Faktor KAP banyak sekali mempengaruhi tingkat kesehatan Bank
Perkreditan Rakyat dari KAP dapat dilihat bagaimana bank tersebut
beroperasi dalam memberikan kredit kepada nasabahnya. Apabila suatu
Bank Perkreditan Rakyat masuk dalam kredit yang digolongkan kurang
lancar maka Bank Perkreditan Rakyat tersebut harus sudah masuk di
dalam pengawasan khusus oleh Kantor Bank Indonesia Solo. Bank
Perkreditan Rakyat yang kreditnya digolongkan macet maka Kantor
Bank Indonesia Solo akan memanggil pemilik Bank Perkreditan Rakyat
tersebut untuk dibina secara khusus dan diberi solusi oleh Bank
Indonesia yang berupa dengan dibekukannya Bank Perkreditan Rakyat
tersebut (Hasil wawancara dengan Yiyok T. Herlambang, Deputi
Pemimpin bidang Perbankan KBI Solo, 1 Mei 2011).
3) Penilaian terhadap faktor Manajemen
Penilaian terhadap faktor Manajemen berdasarkan atas dua
komponen penilaian, yaitu manajemen umum dan manajemen risiko.
Jumlah pertanyaan/ pernyataan sebanyak 25, masing-masing terdiri dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
10 pertanyaan/ pernyataan yang berkaitan dengan aspek manajemen
umum dan 15 pertanyaan/ pernyataan yang berkaitan dengan aspek
manajemen risiko. Setiap jawaban diberi nilai antara 0 sampai dengan
4, dengan kriteria:
a) Nilai 0 mencerminkan kondisi yang lemah;
b) Nilai 1,2 dan 3 mencerminkan kondisi antara;
c) Nilai 4 mencerminkan kondisi yang baik.
Berikut ini adalah Pertanyaan / pernyataan manajemen Bank
Perkreditan Rakyat sebagai berikut :
a) Manajemen Umum
(1) Strategi / Sasaran
(a) Rencana kerja tahunan bank digunakan sebagai dasar acuan
kegiatan bank selama 1 tahun.
(2) Struktur
(a) Bagan organisasi yang ada telah mencerminkan seluruh
kegiatan bank dan tidak terdapat jabatan kosong atau
perangkapan jabatan yang dapat mengganggu kelancaran
pelaksanaan tugas.
(b) Bank memiliki batasan tugas dan wewenang yang jelas
untuk masing-masing karyawannya yang tercermin pada
kegiatan operasionalnya.
(3) Sistem
(a) Kegiatan operasional dari pemberian kredit telah
dilaksanakan sesuai dengan sistim dan prosedur tertulis.
(b) Pencatatan setiap transaksi dilakukan secara akurat dan
laporan keuangan disusun sesuai dengan standar akuntansi
keuangan yang berlaku.
(c) Bank mempunyai sistim pengamanan yang baik terhadap
semua dokumen penting.
(d) Pimpinan senantiasa melakukan pengawasan terhadap
perkembangan dan pelaksanaan kegiatan bawahannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
(4) Kepemimpinan
(a) Pengambilan keputusan-keputusan yang bersifat
operasional dilakukan oleh direksi secara independen.
(b) Pimpinan bank komit untuk menangani permasalahan bank
yang dihadapi serta senantiasa melakukan langkah-langkah
perbaikan yang diperlukan.
(c) Direksi dan karyawan memiliki tertib kerja yang meliputi
disiplin kerja serta komitmen dan didukung sarana kerja
yang memadai dalam melaksanakan pekerjaan.
b) Manajemen Risiko
(1) Risiko Likuiditas (Likuidity Risk)
(a) Bank melakukan pemantauan dan pencatatan tagihan dan
kewajiban yang jatuh tempo untuk mencegah kemungkinan
timbulnya kesulitan likuiditas.
(b) Bank senantiasa memelihara likuiditas dengan baik.
(2) Risiko Kredit (Credit Risk)
(a) Dalam memberikan kredit bank melakukan analisis
terhadap kemampuan debitur untuk membayar kembali
kewajibannya.
(b) Setelah kredit diberikan bank melakukan pemantauan
terhadap penggunaan kredit, serta kemampuan dan
kepatuhan debitur dalam memenuhi kewajibannya.
(c) Bank melakukan peninjauan, penilaian dan pengikatan
terhadap agunan.
(3) Risiko Operasional (Operational Risk)
(a) Bank menerapkan pembentukan penyisihan penghapusan
piutang berdasarkan prinsip kehati-hatian.
(b) Bank tidak menetapkan persyaratan yang lebih ringan
kepada pemilik/pengurus bank untuk memperoleh fasilitas
dari bank.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
(c) Pimpinan senantiasa melakukan tindak-lanjut secara efektif
terhadap temuan hasil pemeriksaan oleh Bank Indonesia.
(4) Risiko Hukum (Legal Risk)
(a) Perjanjian kredit telah sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
(b) Bank telah memastikan bahwa agunan yang diterima telah
memenuhi persyaratan ketentuan yang berlaku.
(c) Bank menatausahakan secara baik dan aman blanko bilyet
deposito dan buku tabungan yangbelum digunakan
(kosong), dan blanko bilyet deposito yang telah dicairkan
dananya serta buku tabungan yang dikembalikan ke bank
karena rekening telah ditutup.
(5) Risiko Pemilik dan Pengurus (Ownership and Managership
Risk)
(a) Pemilik bank tidak mencampuri kegiatan operasional
sehari-hari yang cenderung menguntungkan kepentingan
sendiri, keluarga atau grupnya sehingga merugikan bank.
(b) Pemilik bank mempunyai kemampuan dan kemauan untuk
meningkatkan permodalan bank sehingga senantiasa
memenuhi ketentuan yang berlaku.
(c) Direksi bank di dalam melaksanakan kegiatan operasional
tidak melakukan hal-hal yang cenderung menguntungkan
diri-sendiri, keluarga atau grupnya, atau berpotensi akan
merugikan bank.
(d) Dewan Komisaris melaksanakan fungsi pengawasan
terhadap pelaksanaan tugas direksi dalam batasan tugas dan
wewenang yang jelas, yang dilakukan secara efektif.
4) Penilaian terhadap faktor Rentabilitas
Penilaian terhadap faktor Rentabilitas berdasarkan dua
komponen, yaitu :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
a) Rasio Laba Sebelum Pajak dalam 12 bulan terakhir terhadap rata-
rata volume usaha dalam periode yang sama
Rasio Laba Sebelum Pajak dalam 12 bulan terakhir terhadap
Rata-rata volume usaha dalam periode yang sama, sebesar 0% atau
negatif diberi nilai kredit 0 dan untuk setiap kenaikan 0,015% mulai
dari 0% nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100. Hasil akhir
perhitungan digunakan untuk menunjukan kempuan pengelolaan
aktiva bank untuk menghasilkan laba.
b) Rasio biaya operasional dalam 12 bulan terakhir terhadap
pendapatan dan operasional dalam periode sama
Rasio Biaya Operasional dalam 12 bulan terakhir terhadap
Pendapatan Operasional dalam periode yang sama, sebesar 100%
atau lebih diberi nilai kredit 0 dan untuk setiap penurunan sebesar
0,08% nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100. Hasil akhir
dari perhitungan tersebut akan menunjukan tingkat efisiensi dalam
pengelolaan kegiatan operasional bank.
5) Penilaian terhadap faktor Likuiditas bank
a) Penilaian terhadap faktor Likuiditas didasarkan pada dua rasio, yaitu:
(1) Rasio alat likuid terhadap hutang lancar (cash ratio)
Cash Ratio adalah perbandingan antara alat-alat likuid
yang dikuasai dengan kewajiban-kewajiban yang segera dapat
dibayar. Perbandingan tersebut harus menghasilkan angka
minimal 2%. Komponen alat-alat liquid yang dikuasai dalam
ketentuan di atas pada dasarnya adalah primary reserve atau
cadangan kas utama yang terdiri dari uang kas dan saldo
rekening di bank Indonesia. Cadangan kas kedua (secondary
reserve) tidak digunakan untuk kepentingan cash ratio tetapi
digunakan untuk menyangga primary reserve dan usaha-usaha
lain yang menghasilkan atau dalam bentuk earning assets (aset
yang menghasilkan). Setiap bank harus menjaga posisi Cash
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
ratio agar tak dibawah minimum requirement yang ditetapkan,
yaitu sebesar 2%. Bila suatu saat cash ratio (CR) di bawah 2%
maka bank tersebut akan dikenakan penalti sebesar 3% per hari
dari selisih yang harus dijaga.
(2) Rasio kredit terhadap dana yang diterima oleh bank
Rasio kredit terhadap dana yang diterima menunjukan
besarnya penggunaan dana yang diterima dalam penyaluran
kredit. Sebesar 115% atau lebih diberi nilai kredit 0 dan untuk
setiap penurunan 1% mulai dari rasio 115% nilai kredit
ditambah 4 dengan maksimum 100.
b) Kewajiban antar bank selisih antara kewajiban bank dengan tagihan
kepada bank lain sebagaimana dimaksud dalam SK Dir. BI
30/266/KEP/DIR tanggal 27 Februari 1998 dan modal inti adalah
modal inti bank menurut perhitungan sebagaimana dimaksud dalam
SK Dir. BI 26/20/KEP/DIR tanggal 19 Mei 1993.
c) Rasio kewajiban bersih antar bank terhadap modal inti sebesar 100%
atau lebih diberi nilai kredit dan untuk setiap penutupan 1% mulai
dari 100% nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.
Dari kelima penilaian faktor tingkat kesehatan Bank Perkreditan
Rakyat, dapat dilihat kinerja kantor Bank Perkreditan Rakyat wilayah
kerja Kantor Bank Indonesia Solo sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Tabel 5
Kinerja BPR Wilayah Kerja KBI Solo Periode Desember 2008
No. Kabupaten/Kota CAR LDR BOPO ROA ROE NPL
1 Sragen 16.91% 87.89% 80.11% 3.66% 50.61% 6.91%
2 Sukoharjo 32.90% 81.25% 89.85% 1.35% 4.22% 18.38%
3 Wonogiri 22.15% 79.60% 75.95% 4.15% 39.06% 6.85%
4 Surakarta 28.06% 76.99% 89.16% 2.96% 19.05% 11.61%
5 Boyolali 31.97% 87.05% 88.99% 1.43% 9.37% 10.57%
6 Karanganyar 20.18% 85.92% 84.74% 2.61% 19.64% 7.53%
7 Klaten 27.89% 85.09% 86.68% 1.54% 9.39% 9.46%
Sumber : http://www.bi.go.id dikses tanggal 6 Juli 2011 pukul 08.00 WIB
Tabel 6
Kinerja BPR Wilayah Kerja KBI Solo Periode Desember 2009
No. Kabupaten/Kota CAR LDR BOPO ROA ROE NPL
1 Boyolali 27.88% 92.77% 86.40% 2.22% 13.18% 10.11%
2 Karanganyar 22.20% 90.09% 82.92% 3.12% 23.60% 7.74%
3 Klaten 28.72% 84.95% 83.00% 2.20% 14.66% 11.67%
4 Sragen 18.42% 85.38% 78.27% 3.95% 51.72% 6.62%
5 Sukoharjo 30.76% 83.15% 90.18% 1.45% 8.26% 15.78%
6 Wonogiri 23.39% 88.31% 76.40% 4.40% 31.63% 6.29%
7 Surakarta 24.87% 78.51% 88.75% 2.77% 20.58% 9.13%
Sumber : http://www.bi,go.id diakses tanggal 6 Juli 2011 pukul 08.00 WIB
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Tabel 7
Kinerja BPR Wilayah Kerja KBI Solo Periode Desember 2010
No. Kabupaten/Kota CAR LDR BOPO ROA ROE NPL
1 Sragen 17.38% 82.28% 75.60% 4.31% 54.36% 6.41%
2 Sukoharjo 23.34% 80.74% 86.72% 1.37% 15.52% 14.73%
3 Wonogiri 27.15% 79.72% 74.08% 4.20% 26.67% 6.45%
4 Surakarta 18.18% 78.71% 89.61% 2.52% 27.44% 6.85%
5 Boyolali 24.09% 82.96% 81.76% 2.00% 12.04% 10.56%
6 Karanganyar 23.50% 81.92% 81.52% 3.37% 26.51% 8.41%
7 Klaten 30.56% 85.31% 84.07% 1.97% 11.33% 10.74%
Sumber : http://www.bi.go.id diakses tanggal 6 Juli 2011 pukul 08.00 WIB
Tabel 8
Kinerja BPR Wilayah Kerja KBI Solo Periode Mei 2011
No. Kabupaten/Kota CAR LDR BOPO ROA ROE NPL
1 Boyolali 23.15% 89.48% 79.84% 3.53% 21.04% 10.99%
2 Karanganyar 23.29% 85.06% 79.72% 3.98% 30.90% 8.39%
3 Klaten 28.78% 89.63% 86.05% 1.64% 9.06% 10.98%
4 Sragen 16.09% 87.21% 75.47% 4.76% 55.60% 9.11%
5 Sukoharjo 23.13% 86.98% 86.25% 1.30% 18.82% 14.39%
6 Wonogiri 31.63% 82.86% 72.75% 4.17% 26.23% 6.88%
7 Surakarta 18.17% 80.49% 92.07% 2.30% 28.38% 6.35%
Sumber : http://www.bi.go.id diakses tanggal 6 Juli 2011 pukul 08.00 WIB
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Keterangan dari hasil tabel kinerja Bank Perkreditan Rakyat
adalah, sebagai berikut:
a) CAR (Capital Adequency Ratio)
Hasil penilaian CAR, yaitu:
(1) Sehat : ≥ 8,00%
(2) Kurang Sehat : ≥ 6,5% - < 8,00%
(3) Tidak Sehat : < 6,5%
b) LDR (Loan to Deposit Ratio)
Hasil penilain LDR, yaitu:
(1) Sehat : ≤ 94,75%
(2) Cukup Sehat : > 94,75% - ≤ 98,50%
(3) Kurang Sehat : > 98,50% - ≤ 102,25%
(4) Tidak Sehat : > 102,25%
c) BOPO (Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional dalam
12 bulan)
Hasil penilaian BOPO, yaitu:
(1) Sehat : ≤ 93,52%
(2) Cukup Sehat : > 93,52% - ≤ 92,72%
(3) Kurang Sehat : >94,72% - ≤ 95,92%
(4) Tidak Sehat : >95,92%
d) ROA (Return On Asset)
Hasil penilaian ROA, yaitu:
(1) Sehat : ≥ 1,215%
(2) Cukup Sehat : ≥ 0,999% - < 1,215%
(3) Kurang Sehat : ≥ 0,765% - < 0,999%
(4) Tidak Sehat : < 0,765%
e) ROE (Return On Equity)
Return on Equity atau Rasio Laba terhadap modal merupakan
pengukuran efektivitas perusahaan untuk mendapatkan keuntungan
dengan menggunakan modal perusahaan yang dimilikinya. Rasio
tersebut menunjukan bahwa semakin tinggi angka rasionya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
menandakan akan semakin baik. Dalam perbankan perhitungan
kekuatan modal sudah terepresentasikan pada CAR, selain itu bank
tidak semata hanya dipacu keuntungannya dari ketersediaan equity
(modal) saja, tetapi lebih kepada kemampuan dalam mengelola
sumber dana pihak ketiga untuk dialokasikan sebagai kredit.
Sehingga ukuran ROE tidak dipakai dalam menghitung tingkat
kesehatan bank saja (Hasil wawancara dengan Ria Swandito,
Pengawas Bank Muda Senior KBI Semarang, 7 Juli 2011)
f) NPL (Non Performing Loan)
Non Performing Loan lebih dikenal dengan kredit yang bermasalah
atau kredit macet. Sehingga apabila rasio menunjukan semakin
tinggi Non Performing Loan yaitu diatas 5 % , maka bank tersebut
menjadi tidak sehat. Besarnya NPL ini berimbas pada kualitas aktiva
produktif (KAP) yang diukur pada tingkat kesehatan bank melalui
rasio KAP. Jadi jika bank Non Performing Loan besar, maka rasio
Kualitas Aktiva Produktif juga besar sehingga dikatakan Kualitas
Aktiva Produktifnya buruk. Hal ini akan mengakibatkan turunnya
tingkat kesehatan suatu bank, sehingga pengawas Bank Indonesia
selalu mengingatkan dan meminta bank untuk meminimalkan Non
Performing Loan (Hasil wawancara dengan Ria Swandito, Pengawas
Bank Muda Senior KBI Semarang, 7 Juli 2011).
Dari hasil pengawasan Kantor Bank Indonesia Solo, tingkat
kesehatan Bank Perkreditan Rakyat di Surakarta, Boyolali, Klaten,
Sragen, Karanganyar, Sukoharjo dan Wonogiri, secara keseluruhan
untuk bulan Mei 2011 adalah sehat dan cukup sehat (Hasil wawancara
dengan Yiyok T.Herlambang, Deputi Pemimpin bidang Perbankan KBI
Solo, 4 Juli 2011).
6) Meminta penjelasan dan keterangan
Maksud dari meminta penjelasan dan keterangan dalam hal ini
adalah kewenangan Bank Indonesia untuk memerintahkan kepada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
bank-bank yang bersangkutan sesuai dengan tata cara yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia sendiri. Bank Indonesia akan langsung mendatangi
Bank Perkreditan Rakyat yang menurut Tim Pengawas Kantor Bank
Indonesia Solo laporan bulanan atau laporan tahunan yang diberikan
kepada Bank Indonesia tidak sesuai dengan pengawasan yang
dilakukan Bank Indonesia . Seperti halnya untuk laporan bulanan Bank
Perkreditan Rakyat yang tidak memberikan kepada Bank Indonesia
sehingga Tim Pengawas dari Bank Indonesia sendiri yang harus on the
spot mendatangi Bank Perkreditan Rakyat tersebut meminta penjelasan.
Tim Pengawas Bank Indonesia Solo akan melakukan cross check
laporan tahunan, laporan trisemester, dan laporan bulanan. Apabila
diketahui ada Bank Perkreditan Rakyat yang laporannya tidak sesuai
dengan data yang ada di Bank Indonesia Solo, maka Kantor Bank
Indonesia Solo akan memanggil pihak Bank Perkreditan Rakyat
tersebut untuk diminta memberikan penjelasan perihal perbedaan
tersebut (Hasil wawancara dengan Yiyok T.Herlambang, Deputi
Pemimpin bidang Perbankan KBI Solo, 1 Juni 2011).
7) Melakukan pemeriksaan buku-buku dan dokumen-dokumen perbankan
Tim Pengawas Bank Indonesia Solo berwenang untuk meminta
kepada Bank Perkreditan Rakyat, yang dibawahi oleh Kantor Bank
Indonesia Solo untuk memberikannya kesempatan guna melakukan
pemeriksaan atas buku-buku dan berkas-berkas yang ada pada bank
tersebut dan bank bersangkutan wajib memberikan bantuan yang
diperlukan oleh Bank Indonesia dalam rangka memperoleh kebenaran
dari informasi yang dicari oleh Bank Indonesia.
8) Melakukan pemeriksaan secara berkala atau insidentil
Dalam rangka mengawasi kehidupan perbankan, Bank Indonesia
berwenang melakukan pemeriksaan terhadap bank, baik secara berkala
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
ataupun insidentil (dalam keadaan mendesak). Kewenangan dimaksud
diberikan hanya sebatas pemeriksaan. Pemeriksaan yang dilakukan Tim
Pengawas Bank Indonesia Solo dilakukan secara berkala. Baik dengan
laporan bulanan atau yang biasa disebut Labul atau dari Tim Pengawas
Bank Indonesia yang mendatangi Bank Perkreditan Rakyat (Hasil
wawancara dengan Yiyok T.Herlambang, Deputi Pemimpin bidang
Perbankan KBI Solo, 1 Juni 2011).
Pada Bank Indonesia Solo melakukan pemeriksaan dengan
mendatangi langsung Bank Perkreditan Rakyat dengan salah satu kasus,
apabila ditemukan perbedaan antara Laporan Bulanan dengan
kenyataan yang ada pada Bank Perkreditan Rakyat tersebut, hal ini
dinamakan pemeriksaan insidentil. Berdasarkan laporan keuangan
secara periodik, tim pengawas perbankan Kantor Bank Indonesia Solo
dapat melihat kesalahan-kesalahan yang dapat menyebabkan tidak
sehatnya kondisi suatu bank. Kesalahan-kesalahan tersebut tidak jarang
ditemukan oleh tim pengawas dan langsung dapat diatasi sesuai dengan
permasalahannya.
Sebagai contoh ditemukan ketidaksamaan antara data laporan
keuangan dari BPR X dengan data yang dimiliki Bank Indonesia Solo,
tim pengawas segera melakukan pemeriksaan insidentil. Setelah
diselidiki, hasil dari pengawasan menemukan fakta bahwa pegawai
Bank Perkreditan Rakyat tersebut belum terlatih untuk membuat
laporan keuangan yang telah disesuaikan oleh Bank Indonesia.
Sedangkan untuk contoh BPR Y, dengan kasus yang masih sama.
Ditemukan adanya kepentingan-kepentingan dari orang dalam yang
berniat melakukan kecurangan, sehingga mereka sengaja melakukan
penyimpangan laporan keuangan. Hal ini tentu saja langsung
ditindaklanjuti oleh pihak Kantor Bank Indonesia, dengan memberikan
sanksi kepada pelakunya (Hasil wawancara dengan Ifa Mukholifah,
Pengawas Bank Muda KBI Solo, 4 Juli 2011).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
9) Memberikan laporan kepada Dewan Moneter
Seperti yang telah diatur dalam Undang-Undang tentang Bank
Indonesia, maka Bank Indonesia memang berwenang, bahkan wajib
untuk menyampaikan laporan mengenai hasil pemeriksaan bank yang
dilakukan Bank Indonesia sejauh yang diperlukan oleh Dewan Moneter.
Bahkan bila diperlukan, Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan
khusus terhadap bank-bank yang akan dilaporkan. Hal ini dilakukan
agar tidak terjadi krisis moneter di dunia perbankan Indonesia.
10) Menetapkan persyaratan dan tata pemeriksaan bank
Bank Indonesia diberikan kewenangan untuk menetapkan
(dengan Peraturan Perundang-undangan) mengenai persyaratan dan
tata cara pemeriksaan perbankan. Persyaratan dan tata cara yang
dimaksud adalah :
a) Jenis pemeriksaan
b) Prosedur pemeriksaan
c) Ruang lingkup pemeriksaan
d) Pelaporan
e) Langkah-langkah yang merupakan tindak lanjut dari hasil
pemeriksaan.
11) Meminta bank-bank untuk menyampaikan neraca, perhitungan laba-
rugi serta laporan berkala lainnya
Setiap bank wajib menyampaikan neraca, perhitungan laba-
rugi dan tahunan beserta penjelasannya dan laporan berkala lainnya
kepada Kantor Bank Indonesia Solo dalam waktu dan bentuk yang
telah ditetapkan oleh Bank Indonesia, dan yang paling penting
neraca dan perhitungan laba-rugi wajib diumumkan kepada
masyarakat oleh Bank Perkreditan Rakyat yang bersangkutan, agar
masyarakat mengetahui bagaimana kondisi dari Bank Perkreditan
Rakyat tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
12) Menetapkan tata cara pembuatan, pengumuman serta perhitungan
laba-rugi
Bank Indonesia sebagai otoritas keuangan Indonesia,
mempunyai kewenangan untuk menetapkan bentuk dan prosedur
pembuatan neraca perhitungan laba-rugi serta waktu
pengumumannya kepada masyarakat. Hal ini dimaksudkan agar
memperoleh keseragaman sehingga masyarakat dapat mengetahui
dengan jelas keadaan keuangan dari Bank Perkreditan Rakyat
tersebut.
13) Melakukan tindakan penyelamatan jika suatu bank mengalami
masalah dengan kesehatan perbankannya
Suatu bank yang mengalami masalah dengan kesehatan
banknya, salah satu penyebabnya adalah kredit macet. Seperti contoh
BPR Z yang memberikan kredit melebihi batas maksimum
pemberian kredit (BMPK), tanpa memperhatikan peraturan yang
telah ditetapkan Bank Indonesia. Beberapa tahun kemudian
mengalami penurunan dengan tingkat kesehatan perbankannya
karena terjadi kredit macet, juga modal yang dimiliki masih rendah
atau berada pada batas minimum yang telah ditetapkan. Sehingga
tidak dimungkinkan dapat mengatasi masalah tersebut. Apabila
dibiarkan, tingkat kesehatan bank tersebut akan semakin terpuruk
dan berakhir dengan likuidasi (Hasil wawancara dengan Ifa
Mukholifah, Pengawas Bank Muda KBI Solo, 4 Juli 2011).
Dalam hal ini terjadi kesulitan perbankan yang membahayakan
perekonomian nasional, yaitu terjadinya karena krisis kepercayaan
masyarakat terhadap lembaga perbankan maka Bank Indonesia dapat
meminta pemerintah untuk membentuk suatu badan khusus yang
bersifat sementara dalam rangka menyehatkan perbankan. Dalam
pembentukan badan khusus, Kantor Bank Indonesia dan pemerintah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
harus melakukan kerjasama dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
Dalam pelaksanaan tugasnya, badan khusus tersebut dapat
melakukan hal-hal sebagai berikut :
a) Melakukan tindakan penyelamatan
(1) Meminta pemegang saham untuk menambah sahamnya
Apabila ada suatu Bank Perkreditan Rakyat yang
kreditnya macet, maka lama-kelamaan kekayaannya juga
akan habis karena untuk menutup kreditnya yang macet,
maka jalan satu-satunya adalah menambah sahamnya, untuk
menutup modal tersebut, dengan surat berharganya atau
dengan aset yang dimiliki Bank Perkreditan Rakyat tersebut
(Hasil wawancara dengan Yiyok T.Herlambang, Deputi
Pemimpin bidang Perbankan KBI Solo, 1 Juni 2011).
(2) Meminta pemegang saham untuk mengganti Dewan
Komisaris Bank
(3) Meminta pemegang saham untuk mengganti Direksi Bank
Suatu bank akan berjalan dengan baik apabila
diimbangi dengan Sumber Daya Manusia yang berpotensi.
Apabila suatu Bank Perkreditan Rakyat tidak stabil
kondisinya, maka Tim Pengawas Bank Indonesia Solo akan
memanggil Dewan Komisaris maupun Direksi dari Bank
Perkreditan Rakyat untuk dimintai keterangan perihal
keadaan perbankannya yang tidak sehat, apabila hal tersebut
tidak memberikan penyehatan terhadap Bank Perkreditan
Rakyat tersebut maka Bank Indonesia akan menyarankan
pemegang saham untuk mengganti Dewan Komisaris
maupun Direksinya. Tujuannya agar bank yang tidak sehat
tersebut dapat dipulihkan pada kondisi yang sehat.
(4) Meminta bank untuk menghapuskan kredit macet dan
memperhitungkan kerugian bank dengan modalnya.
(5) Meminta bank untuk melakukan merger atau konsolidasi dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
bank lain.
(6) Meminta bank untuk mengambil alih oleh pembeli yang bersedia
mengambil alih seluruh kewajiban.
(7) Meminta bank untuk menyerahkan pengelolaan seluruh atau
sebagian kegiatan bank tersebut kepada pihak lain.
(8) Meminta bank untuk menjual sebagian atau seluruh harta dan atau
kewajiban bank tersebut kepada bank atau pihak lain.
(9) Mencabut izin bank tersebut dan memerintahkan pelaksanaan
likuidasi.
b) Melakukan tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 A ayat 4
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yaitu :
(1) Mengambil alih dan menjalankan segala hak dan
wewenang pemegang saham termasuk hak dan wewenang
Rapat Umum Pemegang Saham;
(2) Mengambil alih dan melaksanakan segala hak dan wewenang
Direksi dan Komisaris bank;
(3) Menguasai, mengelola dan melakukan tindakan kepemilikan
atas kekayaan milik atau yang menjadi hak-hak bank, termasuk
kekayaan bank yang berada pada pihak manapun, baik di dalam
maupun di luar negeri;
(4) Meninjau ulang, membatalkan, mengakhiri, dan/atau
mengubah kontrak yang mengikat bank dengan pihak ketiga,
yang menurut pertimbangan badan khusus merugikan bank;
(5) Menjual atau mengalihkan kekayaan bank, direksi, komisaris, dan
pemegang saham tertentu di dalam negeri ataupun di luar negeri,
baik secara langsung maupun melalui penawaran umum;
(6) Menjual atau mengalihkan tagihan bank dan/atau
menyerahkan pengelolaannya kepada pihak lain, tanpa
memerlukan persetujuan nasabah debitur;
(7) Mengalihkan pengelolaan kekayaan dan/atau menajemen bank
kepada pihak lain;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
(8) Melakukan penyertaan modal sementara pada bank,
secara langsung atau melalui pengonversian tagihan badan
khusus menjadi penyertaan modal pada bank;
(9) Melakukan panagihan piutang bank yang sudah pasti dengan
penerbitan Surat Paksa;
(10) Melakukan pengosongan atas tanah dan/atau bangunan
milik atau yang menjadi hak bank yang dikuasai oleh
pihak lain, baik sendiri maupun dengan bantuan alat
negara penegak hukum yang berwenang;
(11) Melakukan penelitian dan pemeriksaan untuk memperoleh segala
keterangan yang diperlukan dari dan mengenai bank dalam
program penyehatan, dan pihak manapun yang terlibat atau patut
diduga terlibat, atau mengetahui kegiatan yang merugikan bank
dalam program penyehatan tersebut;
(12) Menghitung dan menetapkan kerugian yang dialami
bank dalam program penyehatan dan membebankan
kerugian tersebut kepada modal bank yang bersangkutan,
dan bilamana kerugian tersebut terjadi karena kesalahan
atau kelalaian direksi, komisaris, dan atau pemegang
saham, maka kerugian tersebut akan dibebankan kepada yang
bersangkutan;
(13) Menetapkan jumlah tambahan modal yang wajib disetor
oleh pemegang saham bank dalam program penyehatan;
(14) Melakukan tindakan lain yang diperlukan untuk
menunjang pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud
dalam huruf a sampai dengan huruf m.
Bank Indonesia juga berwenang mencabut ijin usaha bank jika
membahayakan sistem perbankan, walaupun tidak didahului dengan
tindakan penyelamatan. Setelah ijin usaha bank dicabut, Bank
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Indonesia memerintahkan kepada direksi bank yang bersangkutan
untuk segera :
a) Mengadakan rapat umum pemegang saham guna membubarkan
badan hukum bank tersebut.
b) Membentuk tim likuidasi
Apabila direksi bank yang telah dilikuidasi tersebut tidak
mengadakan rapat umum pemegang saham, maka Bank Indonesia
dapat meminta kepada pengadilan yang berwenang untuk
mengeluarkan suatu putusan (penetapan) yang berisikan hal-hal
sebagai berikut :
(1) Pembubaran badan hukum bank.
(2) Penunjukan tim likuidasi.
(3) Perintah likuidasi.
Pelaksanaan pengawasan tingkat kesehatan Bank Perkreditan
Rakyat juga didukung dengan adanya Sistem Informasi Debitur atau
lebih dikenal dengan SID. Penyelenggaraan Sistem Informasi
Debitur ini dimaksudkan untuk membantu pelapor dalam
memperlancar proses penyediaan dana, mempermudah penerapan
manajemen risiko, dan membantu bank dalam melakukan
identifikasi kualitas debitur untuk pemenuhan ketentuan yang
berlaku.
Bank Perkreditan Rakyat yang memiliki total aset sebesar Rp
10 milyar atau lebih wajib menjadi pelapor SID sementara BPR yang
memiliki total aset kurang dari Rp 10 milyar namun telah memiliki
infrastruktur yang memadai dapat menjadi pelapor dalam SID.
Namun masih ditemukan kelemahan dalam Sistem Informasi
Debitur. Sebagai contoh, BPR X memerlukan data identifikasi
debitur karena debitur tersebut melakukan pembayaran kredit
melalui Bank Y. Akan tetapi terdapat perbedaan laporan masing-
masing bank. BPR X belum menerima data pembayaran, sedangkan
Bank Y sudah mengirimkan data pembayaran. Setelah diteliti lebih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
lanjut, terdapat keterlambatan masuknya data melalui Sistem
Informasi Debitur pada BPR X. Sehingga masalah tersebut dapat
diselesaikan dengan baik tanpa adanya sanksi (Hasil wawancara
dengan Ifa Mukholifa, Pengawas Bank Muda KBI Solo, 1 Juni
2011).
c. Peran Bank Indonesia sebagai Pengawas Bank
Bank Indonesia selaku bank sentral mempunyai kewenangan dan
tanggung jawab yang utuh menetapkan perizinan dan pengawasan
terhadap semua bank yang ada di Indonesia serta pengenaan sanksi
terhadap bank yang tidak mematuhi peraturan perbankan yang berlaku.
Dengan demikian, Bank Indonesia memiliki kewenangan dan tanggung
jawab untuk menilai dan memutuskan kelayakan pendirian suatu bank
dan/atau pembukaan kantor bank (Hasil wawancara dengan Yiyok
T.Herlambang, Deputi Pemimpin bidang Perbankan KBI Solo, 1 Juni
2011). Adapun tugas Bank Indonesia Solo dalam mengawasi Bank
Perkreditan Rakyat, meliputi :
1) Pengawasan Tidak Langsung
Pengawasan ini dilakukan berdasarkan penelitian penulis dan
evaluasi laporan yang wajib disampaikan oleh Bank Perkreditan
Rakyat. Pengawasan ini sering disebut pengawasan pasif. Efektifitas
pengawasan ini sangat bergantung pada kepatuhan bank dalam
memenuhi kewajiban pelaporan serta kebenaran dari data-data atau
angka-angka yang dilaporkan. Dalam pengawasan ini ada 3 (tiga)
laporan yang harus disampaikan Bank Perkreditan Rakyat kepada Bank
Indonesia yaitu:
a) Laporan Bulanan
Laporan bulanan merupakan laporan keadaan keuangan dan
hasil usaha bank yaitu berupa neraca beserta rekening administrasi
yang dilengkapi dengan daftar rincian pos-pos neraca menunjukkan
posisi disampaikan selambat-lambatnya tanggal 14 setelah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
berakhirnya bulan laporan yang bersangkutan. Bank Perkreditan
Rakyat yang melakukan kesalahan dalam penyusunan laporan wajib
segera melaksanakan koreksi, dan penyampaian koreksi kepada
Bank Indonesia sekurang-kurangnya dicantumkan dalam laporan
berikutnya. Laporan bulanan ini terdiri dari :
(1) Neraca Aktiva
(a) Kas
(b) Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
(c) Antar bank aktiva
(d) Kredit yang diberikan
(e) Penyisihan penghapusan aktiva produktif
(f) Aktiva dalam valuta asing
(g) Aktiva tetap dan inventaris
(h) Antar kantor aktiva
(i) Rupa-rupa aktiva
(2) Neraca Pasiva
(a) Kewajiban lain yang dapat segera dibayar
(b) Tabungan
(c) Deporsito berjangka
(d) Bank Indonesia
(e) Antar bank pasiva
(f) Pinjaman yang diterima
(3) Pinjaman subordinasi
(a) Lainnya
(i) Sampai dengan 3 (tiga) bulan
(ii) Lebih dari 3 (tiga) bulan
(b) Antar kantor pasiva
(c) Rupa-rupa pasiva
(d) Modal
(i) Modal dasar
(ii) Modal yang belum dibayar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
(iii) Modal sumbangan
(iv) Modal pinjaman
(e) Cadangan
(i) Cadangan umum
(ii) Cadangan tujuan
(iii) Laba yang ditahan
(f) Laba atau rugi
(i) Laba
(ii) Rugi
(g) Rekening-rekening administrasi
(i) Fasilitas pinjaman yang diterima yang belum ditarik
(ii) Pendapatan bunga dalam penyelesaian
(h) Bunga kredit yang diberikan
(i) Bunga lainnya
(i)Fasilitas kredit kepada nasabah yang belum ditarik
(ii)Aktiva produktif yang dihapus bukukan
(iii)Lain-lain yang administrasi
b) Laporan semesteran
Laporan semesteran ini diumumkan 2 (dua) kali) setahun yaitu
berupa laporan keuangan intern posisi akhir bulan Juni dan laporan
intern posisi bulan Desember suatu Bank Perkreditan Rakyat yang
dilaporkan setiap 6 (enam) bulan sekali dan mengacu pada laporan
bulanan. Laporan ini sebagai perbandingan dengan laporan pada periode
yang sama setahun sebelumnya. Laporan ini terdiri dari :
(1) Neraca aktiva
(a) Kas
(b) Giro pada bank lain
(c) Penempatan pada bank lain
(2)Penyisihan penghapusan penempatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
(a) Surat-surat berharga
(b) Kredit yang diberikan
(3) Pihak yang terkait dengan bank
(4) Pihak lain
(a) Aktiva tetap
(b) Akumulasi penghapusan tetap
(5) Aktiva lain
(a) Kewajiban dan ekuitas
(i) Kewajiban lainnya
(ii) Tabungan
(iii) Deposito
(b) Pihak lain dengan bank
(c) Pihak lain
(i) Pinjaman yang diterima
(ii) Kewajiban lain-lain
(iii) Pinjaman subordinasi
(iv) Modal pinjaman
(v) Ekuitas
(d) Modal disetor
(e) Modal sumbangan
(f) Selisih penilaian kembali
(g) Laba ditahan
c) Laporan tahunan
Laporan kerja tahunan merupakan rencana kegiatan dan anggaran
selama 1 (satu) tahun yang disusun oleh direksi atau pengurus yang
disetujui oleh dewan komisaris dan laporan kerja, yaitu laporan dari
dewan komisaris, mengenai hasil pengawasan terhadap pelaksanaan
rencana kerja tahunan oleh direksi atau pengurus bank.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
2) Pengawasan Langsung
Pengawasan ini berupa pemeriksaan setempat yang dilaksanakan
dengan melakukan berbagai kegiatan yang dilakukan oleh tim pemeriksa
bank dari Bank Indonesia, antara lain kegiatan yang dilakukan Bank
Indonesia Solo. Kantor Bank Indonesia Solo melakukan pengawasan
langsung dengan kegiatan on the spot, kegiatan ini dimaksudkan untuk
memperoleh gambaran yang lebih lengkap mengenai keadaan suatu Bank
Perkreditan Rakyat, termasuk pula berbagai gambaran kegiatan Bank
Perkreditan Rakyat sehari-hari (Hasil wawancara dengan Yiyok
T.Herlambang, Deputi Pemimpin bidang Perbankan KBI Solo, 1 Juni 2011).
Pemeriksaan Bank Perkreditan Rakyat meliputi pengumpulan data dan
informasi, pengecekan fisik, pengujian kebenaran (verivikasi) dan analisa,
sehingga dapat menyusun kesimpulan mengenai keadaaan suatu Bank
Perkreditan Rakyat. Pemeriksaan yang dilakukan oleh Bank Indonesia Solo
berdasarkan laporan yang diberikan oleh bank. Hal inilah yang menentukan
apakah tingkat kesehatan bank dalam kondisi yang layak beroperasi atau
tidak. Menurut Pasal 27 Undang-Undang Nomor 23 Tahun1999 tentang
Bank Indonesia, Pengawasan Bank oleh Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud adalah pengawasan langsung dan tidak langsung.
Dalam Pasal 28 disebutkan Bank Indonesia mewajibkan Bank untuk
menyampaikan laporan, keterangan dan penjelasan sesuai dengan tata cara
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Apabila diperlukan, kewajiban
tersebut dikenakan pula terhadap perusahaan induk, perusahaan anak, pihak
terkait dan pihak terafilisi dari Bank. Selain itu disebutkan dalam Pasal 29
bahwa Bank Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap Bank,
baik secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan. Apabila
diperlukan, pemeriksaan tersebut nantinya dapat dilakukan terhadap
perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait, pihak terafiliasi dan
debitur Bank. Bank dan pihak-pihak itu, wajib memberikan kepada
pemeriksa :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
a) Keterangan dan data yang diminta,
b) Kesempatan untuk melihat semua pembukuan, dokumen dan
sarana fisik yang berkaitan dengan kegiatan usahanya,
c) Hal-hal lain yang diperlukan.
Tetapi didalam prakteknya, Bank Indonesia disamping melakukan
pengawasan baik langsung maupun tidak langsung, juga memberikan
pelatihan kepada direksi, pengurus dan pemegang saham bank yang
bersangkutan. Hal ini bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang cara
pembuatan neraca, laporan rencana kerja, dan laporan laba-rugi atau laba
yang baik, untuk memperoleh perhitungan laporan yang benar dan sesuai
dengan tata cara yang ditentukan oleh Bank Indonesia
Kriteria-kriteria yang digunakan Bank Indonesia dalam mangawasi
Bank Perkreditan Rakyat difokuskan pada tingkat kesehatan. Tingkat
kesehatan merupakan kepentingan semua pihak yang terkait, baik pemilik
dan pengelola bank, masyarakat, pengguna jasa bank maupun Bank
Indonesia sendiri sebagai pengawas bank. Masing-masing pihak perlu
meningkatkan diri dan secara bersama-sama berupaya untuk mewujudkan
bank yang sehat.
Kantor Bank Indonesia Solo melakukan pemeriksaan atau on the spot
paling sedikit dilakukan 1 (satu) kali dalam setahun untuk semua Bank
Perkreditan Rakyat yang dibawahi Kantor Bank Indonesia Solo. Bank
Perkreditan Rakyat yang dinilai kurang sehat oleh Bank Indonesia maka
akan dilakukan pengawasan khusus oleh Tim Pengawas Bank Indonesia
Solo (Hasil wawancara dengan Yoyok T.Herlambang, Deputi Pemimpin
bidang Perbankan KBI Solo, 1 Juni 2011).
Pada dasarnya tingkat kesehatan bank dinilai dengan pendekatan
kualitatif atas berbagi aspek yang berpengaruh terhadap kondisi dan
perkembangan suatu bank. Pendekatan kualitatif ini dilakukan dengan
menilai faktor permodalan, kualitas aktiva produktif, manajemen,
rentabilitas, dan likuiditas. Pendekatan kualitatif diperlukan karena masing-
masing faktor ini mengandung berbagai aspek yang saling mempengaruhi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
Hal ini sesuai dengan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
tentang Perbankan yang menyebutkan, pengawasan bank dilakukan oleh
Bank Indonesia. Bank diwajibkan memelihara tingkat kesehatan bank sesuai
dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen,
likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan
dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan
prinsip kehati-hatian. Bank juga tidak boleh menempuh cara-cara yang
merugikan dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan
Prinsip Syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya. Untuk
kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai
kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi
nasabah yang dilakukan melalui bank.
Pada tahap pertama, pelaksanaan penilaian terhadap sejumlah faktor
diatas dilaksanakan dengan cara mengkualifikasikan beberapa komponen
penting dari masing-masing faktor tersebut. Atas dasar kualifikasi
komponen ini dilaksanakan penilaian lebih lanjut dengan memperhatikan
aspek lain yang secara material berpengaruh terhadap kondisi dan
perkembangan masing-masing faktor. Penilaian tingkat kesehatan bank
telah ditetapkan beberapa komponen yang dimiliki cukup atau strategi untuk
dapat dikuantifikasikan. Dengan demikian, setelah dilakukan penilaian atas
dasar kuantifikasi, harus pula dianalisis dan diuji dengan menggunakan
kompunen-komponen lain dalam rangka mendapatkan gambaran yang
sebenarnya tentang kondisi dan perkembangan bank yang bersangkutan.
Sebagai lembaga keuangan tertinggi di Indonesia, Bank Indonesia
mempunyai tanggung jawab yang besar atas kehidupan dunai perbankan
nasional, terutam dalam hal pengawasan benk. Apapun tanggung jawab
tersebut sebagai akibat dari kegagalan dalam pengawasan yang membawa
dampak buruk yaitu terjadinya krisis moneter dan krisis kepercayaan
terhadap dunia perbankan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Wujud dari tanggung jawab Bank Indonesia tersebut adalah sebagai
berikut :
a) Mengusulkan kepada pemerintah untuk membentuk Badan Penyehatan
Perbankan Nasional (BPPN). Adapun tugas dari BPPN yaitu melakukan
penyehatan berdasarkan rekomendasi Bank Indonesia, serta melakukan
pengawasan terhadap bank-bank tersebut.
b) Memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional
dengan cara melaksanakan program peminjaman sebagaimana diatur
dalam Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang Bank
Perkreditan Rakyat dan Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 1998
tentang Bank Perkreditan Rakyat.
c) Mempertahankan nilai tukar rupiah dengan cara menetapkan aturan
tentang tingkat suku bunga bank.
d) Mewajibkan bank-bank untuk melakukan merger antar bank atau
akuisisi.
2. Hambatan-Hambatan Kantor Bank Indonesia Solo dalam Melaksanakan
Tugas Pengawasan Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat dan
Solusi-solusi untuk Menyelesaikan
Dapat ditemukan hambatan-hambatan dengan peranan Bank Indonesia
sebagai pengawas kesehatan Bank Perkreditan Rakyat yang akan dibahas
berikut ini (Hasil wawancara dengan Yiyok T.Herlambang, Deputi Pemimpin
bidang Perbankan KBI Solo, 1 Juni 2011).
a. Hambatan Internal dan Solusi yang Dihadapi Bank Indonesia
1) Belum berjalan optimalnya restruksi Bank Indonesia
Sejak sektor perbankan mengalami krisis yang sangat mendalam
pada tahun 1997 sampai dengan 1999 sehingga menyebabkan
menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan. Hal
tersebut semakin diperberat oleh lemahnya kondisi internal sektor
perbankan, terutama sebagai dampak dari konsentrasi kredit yang
berlebihan, lemahnya manajemen bank, moral hazard yang timbul
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
akibat mekanisme exit yang belum tegas serta belum efektifnya
pengawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Secara keseluruhan,
akibat dari krisis yang semakin mendalam telah memperburuk tidak
saja aspek likuiditas perbankan, tetapi juga aspek solvabilitas dan
rentabilitasnya mengingat perbankan merupakan market dominan
dalam industri keuangan di Indonesia, maka secara sistematis sektor
keuangan juga mengalami kelumpuhan. Mempertimbangkan dampak
dan biaya atau kerugian yang demikian besar terhadap perkonomian
akibat instabilitas sistem keuangan tersebut serta langkah-langkah
penyelesaian krisis (crisis resolution) yang juga membutuhkan waktu
yang lama, maka wacana menjaga stabilitas sistem keuangan menjadi
perhatian yang serius dari bank sentral dan pengambil kebijakan
publik di berbagai negara dewasa ini.
Mempertimbangkan cepat atau lambat isu stabilitas sistem
keuangan ini akan menjadi permasalahan di Indonesia, berkaitan
dengan pihak yang bertanggungjawab dan mekanisme
pengendaliannya. Telah dipahami bahwa sistem keuangan memegang
peranan yang sangat penting dalam perekonomian seiring dengan
fungsinya untuk menyalurkan dana dari pihak yang berlebihan dana
kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana. Apabila sistem
keuangan tidak bekerja dengan baik, maka perekonomian menjadi
tidak efisien dan pertumbuhan ekonomi yang diharapkan tidak akan
tercapai.
Solusi yang dilakukan untuk mengatasi belum optimalnya
restruksi Bank Indonesia melalui upaya meningkatkan kualitas
pengaturan dengan cara :
(1) Menyempurnakan ketentuan terkait dengan pemenuhan modal
disetor minimum.
(2) Melakukan review, evaluasi, dan penyempurnaan ketentuan
kehati-hatian, kelembagaan dan penilaian tingkat kesehatan Bank
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
Perkreditan Rakyat dengan mempertimbangkan strata total aset dan
praktek terbaik internasional.
(3) Menyususn pedoman pengawasan berbasis risiko atau risk
based supervision (RBS) dan mengimplementasikan berdasarkan
pedoman dan pengaturan sesuai dengan RBS tersebut.
(4) Melakukan penelitian tentang pengaturan yang dilakukan
untuk pengembangan Bank Perkreditan Rakyat dalam rangka
peningkatan peran dan kontribusinya sebagai lembaga pembiayaan
usaha kecil menengah dan masyarakat pedesaan.
2) Koordinasi internal Bank Indonesia belum berjalan optimal
Dalam menjalankan tugas pengawasan bank, saat ini Bank
Indonesia melaksanakan sistem pengawasannya dengan menggunakan
dua pendekatan yaitu pengawasan berdasarkan kepatuhan (compliance
besed supervision) dan pengawasan berdasarkan risiko (risk based
supervision). Dalam pelaksanaannya petugas Bank Indonesia sering
menemui hambatan dalam mengkoordinasikan kedua pengawasan
tersebut. Hal ini disebabkan karena perbedaan sikap diantara petugas
Bank Indonesia, sebagian petugas yang menjalankan pengawasan
berdasarkan kepatuhan dengan menekankan pada pemantauan
kepatuhan bank untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan yang terkait
dengan operasi dan pengelolaan bank yang mengacu pada kondisi
bank di masa lalu dengan tujuan untuk memastikan bahwa bank telah
beroperasi dan dikelola secara baik dan benar menurut prinsip kehati-
hatian, sedangkan sebagian lain petugas Bank Indonesia menggunakan
pengawasan berdasarkan risiko (risk based supervision) yang
berorientasi kedepan (forward looking). Dengan demikian petugas
Bank Indonesia yang melakukan pengawasan menggunakan
pendekatan ini lebih memfokuskan pada risiko-risiko yang melekat
(inherent risk) pada aktivitas fungsional Bank Perkreditan Rakyat
serta sistem pengadilan risiko. Melalui pendekatan ini petugas Bank
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
Indonesia Solo akan lebih memungkinkan petugas untuk bertindak
proaktif dalam melakukan pencegahan terhadap permasalahan-
permasalahan yang potensial timbul di Bank Perkreditan Rakyat.
Solusi yang dilakukan untuk mengatasi koordinasi Bank
Indonesia yang belum berjalan optimal dengan cara mendorong
kualitas tata kelola (governance), manajemen dan operasional yang
sehat dan profesional melalui :
a) Mengimplementasikan standar minimum tata kelola
(governance) Bank Indonesia antara laian meliputi penerapan
pengendalian intern dan manajemen risiko.
b) Mewajibkan Bank Indonesia untuk melakukan penilaian
sendiri (self assessment) atas pelaksanaan tata kelola terhadap Bank
Perkreditan Rakyat sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
c) Mendorong pemanfaatan teknologi informasi untuk
operasional dan penyusunan pelaporan keuangan intern bagi Bank
Perkreditan Rakyat untuk menyampaikan laporan kepada Bank
Indonesia Solo.
3) Lambatnya sosialisasi sistem informasi Bank Indonesia
Salah satu masalah krusial dalam sistem perbankan yang dapat
menjadi sumber hambatan dalam pengawasan Bank Perkreditan
Rakyat yakni menyangkut terjadinya ketidaksamaan informasi
(asymetric information) yakni suatu situasi yang mana satu pihak yang
terlibat dalam kesepakatan keuangan tidak memiliki informasi yang
akurat dibanding pihak lain. Sebagai contoh, peminjam (debitur)
biasanya memiliki informasi yang lebih baik keuntungan dan kerugian
potensial dari suatu proyek inventasi yang direncanakan dibandingkan
dengan pihak pemberi pinjaman (kreditur). Dengan demikian, kreditur
tidak dapat mebedakan antara pinjaman yang sehat dan tidak sehat.
Permasalahan asimetris informasi selanjutnya menyebabkan dua
permasalahan pokok yakni adverse selection dan moral hazard.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
Adverse selection merupakan satu bentuk masalah asimetris informasi
yang terjadi sebelum transaksi keuangan dilakukan karena peminjam
dengan kualitas yang rendah (memiliki risiko kredit tinggi) biasanya
akan mau mencari pinjaman dengan bunga yang sangat tinggi. Dari
masalah adverse selection inilah sebagian besar dari pinjamannya
biasanya merupakan kredit bermasalah. Asimetris informasi ini juga
menggambarkan dampak lanjutan dari krisis pada perekonomian
misalnya dalam kondisi suku bunga naik, mungkin berakibat pada
adverse selection sehingga mengakibatkan penurunan penawaran
kredit oleh bank. Demikian pula kondisi penurunan nilai agunan yang
menyebabkan timbulnya debitur dengan net worth yang rendah.
Akhirnya bila terjadi bank runs, bank yang sehat dapat
memproteksi dirinya dengan mencadangkan lebih banyak likuiditas
yang berakibat kontraksi dari sisi pembeian kreditnya. Permasalahan
pokok yang lain adalah menyangkut moral hazard, yakni yang terjadi
sesudah transaksi dilakukan, dimana pemberi pinjaman berada dalam
posisi yang menerima risiko atas usaha yang dilakukan peminjam.
Moral hazard terjadi karena peminjam memperoleh keuntungan untuk
mengalihkan proyeknya pada proyek yang berisiko tinggi yang tidak
diinginkan oleh pemberi pinjaman yang apabila berhasil dapat
memberikan keuntungan yang besar dan apabila gagal akan
ditanggung oleh pemberi pinjaman dalam bentuk tidak kembalinya
kredit yang diberikan.
Kerangka dari masalah asimetris informasi ini memegang
peranan yang penting bagi institusi perbankan dan lembaga keuangan
dan intermediasi lain khususnya yang memberikan kredit. Namun
perbankan memiliki kelebihan-kelebihan khusus dibandingkan
lembaga intermediasi. Ketika kualitas informasi mengenai debitur
buruk, maka masalah asimetris informasi akan mengemuka yang
nantinya dapat menjadi sumber ketidakstabilan sistem keuangan. Oleh
karena itu, dalam kerangka kestabilan sistem keuangan, keberadaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
instrumen hukum diharapkan dapat meminimalisir asimetris informasi
yang terjadi dan paling tidak difokuskan pada 3 (tiga) aspek
pengaturan penting yakni :
a) Mengatur semua transaksi pemindahan dana dari pihak-pihak atau
individu dalam lembaga keuangan.
b) Mengatur perilaku (behaviour) individu atau pihak-pihak dalam
lembaga keuangan, serta
c) Menyelesaikan konflik yang terjadi diantara pihak-pihak dalam
lembaga keuangan secara efisien dan cepat. Dengan pengaturan
pada ketiga cakupan aspek hukum tersebut diarahkan agar
kestabilan sistem keuangan dapat tercapai.
Menjaga stabilitas keuangan merupakan salah satu fungsi pokok
bank sentral modern, yang tidak kalah pentingnya dari memelihara
stabilitas moneter. Stabilitas keuangan bergantung pada lima elemen
terkait yaitu :
a) Lingkungan makro-ekonomi yang stabil
b) Lembaga finansial yang dikelola baik
c) Pasar finansial yang efektif
d) Kerangka pengawasan prudensial yang sehat, dan
e) Sistem pembayaran yang aman dan handal.
Bagi Bank Indonesia, krisis itu dapat ditarik suatu pelajaran
penting bahwa tugas bank sentral sebagai penjaga stabilitas moneter
(otoritas moneter) tidaklah cukup tanpa dukungan stabilitas sistem
keuangan yang sehat. Gejolak dalam lembaga keuangan khususnya
bank, merupakan salah satu sumber instabilitas. Oleh karena itu, krisis
perbankan harus dicegah atau ditangani untuk menghindarkan
gangguan terhadap sistem pembayaran dan arus kredit dalam
perekonomian. Terkait dengan hal tersebut, upaya membangun sistem
keuangan yang stabil memerlukan perangkat aturan hukum (legal
framework) yang mampu menjadi landasan bagi penyelenggaraan
fungsi bank sentral secara utuh. Sebagaimana tekah dipahami bahwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
dalam legal framework sistem keuangan dan perbankan nasioanal
yang berlaku pada masa terjadinya krisis, bank sentral yang pada
waktu itu merupakan bagian dari otoritas perbankan tidak dilengkapi
dengan perangkat hukum yang memadai ketika harus mengambil
tindakan darurat (emergency) guna mengatasi systemic risk di sektor
perbankan yang hampir-hampir saja melumpuhkan sistem perbankan
nasional.
Upaya mengatasi krisi perbankan pada masa itu dianggap perlu
ditempuh dua pendekatan : (1) perlunya mem-back-up sistem
perbankan nasional agar tidak collapse, dan (2) membantu
penyelesaian krisis keuangan yang dihadapi sektor korporasi untuk
memulihkan sektor perbankan dan perekonomian nasional. Berkenaan
dengan itu Bank Indonesia memfungsikan perannya selaku “lender of
resort” dengan memberikan quidity support dengan nama Bantuan
Likuiditas Bank Indonesia atau BLBI untuk menyelamatkan sistem
perbankan baik untuk keperluan mengatasi kesulitan likuiditas,
maupun dalam rangka pelaksanaan Program Penjanjian Pemerintah.
Selanjutnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004
tentang Bank Indonesia, Bank Indonesia merupakan bagian dari
pemerintah dan dalam kaitannya dengan tugas dan wewenang otoritas
perbankan, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan mengatur bahwa tugas itu dilakukan oleh dua instansi,
yaitu Pemerintah dan Kementerian Keuangan yang memiliki otoritas
menerbitkan atau mencabut perizinan Bank Indonesia yang memiliki
otoritas mengawasi atau membina bank.
Dalam legal framework, berlakunya Undang-Undang tersebut,
pengaturan perbankan juga dilakukan oleh kedua instansi dimaksud,
yaitu Pemerintah menerbitkan peraturan dalam bentuk Peraturan
Pemerintah (PP) dan Bank Indonesia menerbitkan peraturan dalam
Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia (SK DIR BI), Surat Edaran
Bank Indonesia (SEBI) dan Peraturan Bank Indonesia (PBI). Pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
masa itu pemerintah juga terlibat jauh dalam pengelolaan sektor
perbankan, selain dalam segi pengaturan, pemerintah juga melakukan
penyediaan dana, misalnya selaku pemegang saham bank.
Solusi yang dilakukan untuk mengatasi lambatnya sosialisasi
sistem informasi Bank Indonesia adalah :
a) Meningkatkan kompetensi pengawas melalui pelatihan secara terus
menerus dan sertifikasi pengawas.
b) Menyempurnakan sistem identifikasi penyimpangan dan
pelanggaran dengan pelaksanaan teknik pengawas yang terfokus.
c) Meyempurnakan pelaporan secara online kepada Bank Indonesia
Solo.
d) Menyempurnakan sistem informasi dan manajemen pengawasan
Bank Perkreditan Rakyat yang terintegrasi sebagai sarana early
warning system untuk meningkatkan kualitas pembinaan serta
penegakkan ketentuan-ketentuan yang berlaku.
e) Menyempurnakan informasi dan publikasi tentang perkembangan
dan kondisi Bank Perkreditan Rakyat secara berkala.
4) Penegakan hukum yang berjalan kurang optimal
Lemahnya aspek yuridis yang memadai dengan masih belum
tegasnya pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang dapat
membawa direksi dan manajemen Bank Perkreditan Rakyat untuk
ditindak secara tegas, hal ini tercermin dari lemahnya sanksi-sanksi
yang diberikan oleh Bank Indonesia Solo kepada Bank Perkreditan
Rakyat yang bermasalah, selain itu kurang tegasnnya aparat Bank
Indonesia Solo menindaklanuti masih banyaknya Bank Perkreditan
Rakyat yang melanggar aturan-aturan yang ditetapkan Bank
Indonesia. Dengan sanksi berupa uang, apabila ada salah satu Bank
Perkreditan Rakyat yang terlambat dalam menyampaikan laporan
bulanan, maka Bank Indonesia Solo akan memberikan sanksi berupa
uang denda. Dengan cara seperti ini, maka tidak sedikit Bank
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
Perkreditan Rakyat yang dengan mudah melalaikan kewajibannya
untuk menyampaikan laporan tahunan untuk diserahkan Bank
Indonesia Solo.
Solusi yang dilakukan dalam penegakan hukum adalah
mempertegas sanksi yang diberikan kepada Bank Perkreditan Rakyat
tidak hanya berupa uang, tetapi sanksi yang lebih tegas. Dengan
contoh Bank Indonesia memberikan sanksi dengan persetujuan
keterlambatan penyampaian laporan lebih dari tiga kali, maka akan
memanggil pemilik Bank Perkreditan Rakyat tersebut untuk
diarahkan, apabila didalam penyelesaian laporan tersebut menemui
kendala, dan untuk mempertanggungjawabkan kelalaian tersebut.
Apabila setelah dipanggil kelalaian itu masih saja terjadi maka dengan
tegas akan dibekukan, karena hal tersebut dapat menghambat kinerja
Bank Indonesia untuk menciptakan perbankan yang sehat. Serta
melakukan fit and proper test terhadap calon pemegang saham,
komisaris dan direksi Bank Perkreditan Rakyat dalam upaya untuk
memperoleh pengurus Bank Perkreditan Rakyat yang profesional.
5) Kuantitas sumber daya manusia yang berkualitas masih kurang
Pesatnya perkembangan dunia bank dewasa ini ditandai dengan
bertambahnya jumlah Bank Perkreditan Rakyat konvensional maupun
dengan prinsip Syariah dari tahun ke tahun. Bank Perkreditan Rakyat
ini tentu memerlukan pengawasan yang lebih rinci setiap periodenya.
Jumlah tim pengawas perbankan Kantor Bank Indonesia Solo untuk
saat ini berjumlah 21 orang dan dipimpin oleh seorang Deputi
Pemimpin bidang Perbankan, sehingga berjumlah 22 orang.
Kurangnya kuantitas tim pengawas perbankan dapat terlihat dari
perbandingan antara total pengawas bank Kantor Bank Indonesia Solo
dengan total Kantor Pusat Bank Perkreditan Rakyat yang berjumlah
81, sedangkan masih adanya penambahan 7 Kantor Pusat Bank
Perkreditan Rakyat Syariah. Dapat diperkirakan apabila satu orang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
harus melakukan pengawasan tidak langsung dan pengawasan
langsung untuk 5 (lima) Bank Perkreditan Rakyat, tidak menutup
kemungkinan terjadi keterlambatan dalam pemeriksaan laporan.
Solusi yang dilakukan dalam kurangnya kuantitas sumber daya
manusia adalah dengan melakukan penambahan jumlah orang yang
berkualitas atau memiliki spesialisasi di bidang-bidang tertentu ke
dalam tim pengawas perbankan Kantor Bank Indonesia Solo, sehingga
satu orang pengawas semaksimal mungkin mengawasi 3 (tiga) Bank
Perkreditan Rakyat. Dengan bertambahnya jumlah pengawas, maka
tugas mengawasi bank akan lebih cepat dan terhindar dari
keterlambatan pemberian laporan keuangan.
b. Hambatan Eksternal dan Solusi yang Dihadapi Bank Indonesia
1) Rendahnya kualias sumber daya manusia
Rendahnya kualitas sumber daya manusia baik tingkat
manajerial maupun teknis operasional yang menyebabkan tingginya
overhead cost dalam operasional Bank Perkreditan Rakyat
menyebabkan lemahnya sistem manajemen Bank PerkreditanRakyat,
masih ditemukan kesalahan dalam pembukuan dan penyusunan
laporan dan kurang berkembangnsya inovasi produk Bank Perkreditan
Rakyat dalam rangka meningkatkan pangsa pasar, rendahnya daya
saing Bank Perkreditan Rakyat terutama dalam memanfaatkan
berbagai sistem teknologi informasi yang saat ini merupakan
kewajiban yang harus dimiliki oleh Bank Perkreditan Rakyat untuk
mampu memberikan daya saing dan kompetensi yang tinggi. Hal ini
menuntut pengkajian dan penerapan teknologi modern dan tepat guna,
selain peningkatan profesionalisme perbankan dan tata kelola
perusahaan.
Solusi yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas sumber
daya manusia adalah :
a) Memberikan pendidikan dan pelatihan kepada direksi dan staf
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
karyawan Bank Perkreditan Rakyat oleh Bank Indonesia dalam
meningkatkan kemampuan manajerial.
b) Meningkatkan kemampuan pemanfaat teknologi dan keterampilan
karyawan dalam membuat dan menyusun laporan keuangan Bank
Perkreditan Rakyat secara on line kepada Bank Indonesia.
2) Lemahnya sistem kelembagaan
Hal ini terkait dengan kecukupan modal yang dimiliki masih
rendah atau masih berada pada modal minimum yang telah ditetapkan
dan kurangnya kerjasama dengan lembaga keuangan dan lembaga lain
ditambah dengan belum adanya lembaga independen yang dapat
mengawasi secara efektif, transparan dan akuntabel.
Solusi yang dilakukan untuk mengatasi lemahnya sistem
kelembagaan adalah :
a) Memperkuat permodalan Bank Perkreditan Rakyat melalui
pemenuhan modal disetor minimum sesuai dengan ketentuan Bank
Indonesia.
b) Menetapkan exit stretegy bagi Ban Perkreditan Rakyat yang tidak
memenuhi persyaratan yang ditetapkan, antara lain modal disetor
minimum, jumlah pengurus dan sertifikasi direktur.
c) Mendorong kerjasama antar Bank Perkreditan Rakyat dengan
lembaga keuangan dan lembaga lain untuk penyaluran kredit
kepada usaha kecil menengah dan masyarakat pedesaan. Dengan
tujuan untuk mengembangkan usaha Bank Perkreditan Rakyat agar
citranya tidak kalah dengan keberadaan bank umum.
3) Sistem kualitas pengaturan yang belum berjalan sesuai harapan
Hal ini terkait dengan sistem pengaturan belum berjalan sesuai
dengan harapan karena selama ini belum tercipta sistem kualitas
pengaturan yang berjalan kondusif, disebabkan oleh banyaknya
kepentingan-kepentingan yang menyebabkan pengaturan tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
obyektif dan independen.
Solusi yang dilakukan untuk mengatasi sistem kualitas
pengaturan melalui :
a) Melakukan pemantauan dan evaluasi ketentuan tentang pengaduan
stakeholders.
b) Melakukan pemantauan dan evaluasi pedoman transparansi
informasi produk.
c) Menjalankan dan bekerjasama dengan lembaga terkait untuk
melaksanakan edukasi bagi masyarakat mengenai Bank Perkreditan
Rakyat.
4) Masih ditemukan rendahnya efektivitas sistem pengawasan
Rendahnya efektivitas sistem pengawasan dapat dilihat dari
masih terjadinya penyimpangan-penyimpangan dan pelanggaran
dalam sistem pelaporan keuangan perusahaan dan sistem pengawasan
yang tidak mengacu pada standar internasional sehingga
mengakibatkan risiko yang dihadapi oleh Bank Perkreditan Rakyat
semakin besar dan praktek good corporate governance (GCG) dalam
rangka memperkuat kondisi internal perbankan nasional tidak
tercapai.
Solusi yang dilakukan untuk mengatasi rendahnya sistem
pengawasan adalah :
a) Meningkatkan peran asosiasi Bank Perkreditan Rakyat sebagai
mitra Bank Indonesia Solo dalam rangka pelaksanaan
pengembangan Bank Perkreditan Rakyat.
b) Mendorong penyempurnaan program sertifikasi Direksi Bank
Perkreditan Rakyat dalam rangka meningkatan profesionalisme
sumber daya manusia Bank Perkreditan Rakyat.
c) Mendorong kerjasama Bank Perkreditan Rakyat dengan lembaga
penjamin kredit dalam rangka penyaluran kredit kepada usaha kecil
menengah dan masyarakat pedesaan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
d) Melakukan koordinasi dengan instansi terkait untuk menciptakan
iklim yang kondusif bagi Bank Perkreditan Rakyat dalam rangka
pembiayaan usaha kecil menengah dan masyarakat pedesaan.
5) Rendahnya kualitas tata kelola (governance), manajemen dan
operasional yang sehat dan profesional
Hal ini terkait dengan masih ditemukannya Bank Perkreditan
Rakyat yang dikelola tidak sesuai dengan kompetensi dan kapabilitas
dari sumber daya manusia yang ada serta tidak menjalankan sesuai
dengan prinsip-prinsip tata kelola keuangan yang baik sehingga
terkesan tidak mampu bekerja secara profesional.
Solusi yang dilakukan untuk mengatasi rendahnya kualitas tata
kelola (governance), manajemen dan operasional yang sehat dan
profesional adalah :
a) Melakukan rekruitmen direksi, pemegang saham dan staf karyawan
secara transparan
b) Memperbaiki sistem pengendalian manajemen baik yang dilakukan
oleh Bank Indonesia maupun secara internal dari Bank Perkreditan
Rakyat melalui sistem pengawasan internal yang dilakukan dengan
baik.
c) Meningkatkan kompetensi dari masing-masing karyawan dalam
rangka membentuk good coprorate governance.
6) Infrastruktur pendukung Bank Perkreditan Rakyat yang belum
berjalan efektif
Hal ini terkait dengan masih belum efektifnya lembaga-lembaga
sertifikasi profesi yang menghasilkan sumber daya manusia Bank
Perkreditan Rakyat belum profesional, kurangnya kerjasama dan
koordinasi dengan berbagai instansi untuk menciptakan iklim yang
kondusif.
Solusi yang dilakukan untuk infrastruktur pendukung Bank
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
Perkreditan Rakyat yang belum berjalan efektif yaitu melalui :
a) Melakukan evaluasi dengan lembaga-lembaga sertifikasi profesi
sehingga dapat menghasilkan sumber daya manusia Bank
Perkreditan Rakyat yang profesional.
b) Menjalankan dan bekerjasama dengan berbagai instansi untuk
dapat terciptanya iklim yang kondusif.
7) Kurangnya pemberdayaan dan perlindungan bagi stakeholders
Hal ini terkait dengan masih ditemukannya kinerja Bank
Perkreditan Rakyat yang kurang memperhatikan kepentingan
masyarakat terutama dalam pelayanan dan informasi yang memadai,
hal ini terkait masih adanya campur tangan pemilik dalam operasional
Bank Perkreditan Rakyat yang merugikan Bank Perkreditan Rakyat
sehingga dapat menimbulkan terjadinya perselisihan intern baik antar
pengurus dan pemilik yang dapat menghambat operasionalisasi Bank
Perkreditan Rakyat.
Solusi yang dilakukan untuk mengatasi kurangnya
pemberdayaan dan perlindungan bagi stakeholders adalah :
a) Melakukan pemantauan dan evaluasi ketentuan tentang pengaduan
stakeholders.
b) Melakukan pemantauan dan evaluasi pedoman transparansi
informasi produk.
c) Menjalankan dan bekerjasama dengan lembaga terkait untuk
melaksanakan edukasi bagi masyarakat mengenai Bank Perkreditan
Rakyat.
8) Masalah likuiditas pendanaan Bank Perkreditan Rakyat
Kepercayaan terhadap Bank Perkreditan Rakyat masih perlu
ditingkatkan mengingat masyarakat lebih memilih menyimpan
dananya di Bank Umum. Hal ini mendorong Bank Perkreditan Rakyat
menawarkan tanungan dan deposito berjangka dengan suku bunga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
yang lebih tinggi dibandingkan Bank Umum sehingga menyebabkan
tingginya cost of fund yang pada gilirannya meningkatkan suku bunga
kredit Bank Perkreditan Rakyat. Simpanan nasabah Bank Perkreditan
Rakyat yang pada umumnya berjangka pendek dibandingkan dengan
kredit yang diberikan menimbulkan risiko likuiditas (liquidity
mismatch). Selama ini Bank Perkreditan Rakyat mengandalkan
kemampuan keuangan pemegang saham dan pengurus/ relasi
pengurus Bank Perkreditan Rakyat, serta Bank Perkreditan Rakyat
secara bilateral untuk mengatasi permasalahan likuiditas yang dialami,
karena belum adanya lembaga dan sistem yang menyediakan
pinjaman jangka pendek bagi Bank Perkreditan Rakyat yang
membutuhkan sebagaimana halnya pasar uang antar bank pada Bank
Umum. Untuk mengantisipasi risiko likuiditas, selama ini Bank
Perkreditan Rakyat memelihara alat likuiditas dalam jumlah besar
yang berakibat penggunaan dana Bank Perkreditan Rakyat tidak
optimal. Untuk membantu Bank Perkreditan Rakyat mengatasi
kesulitan likuiditas yang disebabkan mismatch maupun karena
kekurangan dana untuk ekspansi kredit Bank Perkreditan Rakyat,
perlu diupayakan hadirnya lembaga keuangan sebagai pengayom
Bank Perkreditan Rakyat yang mampu menyediakan dana jangka
pendek pada saat dibutuhkan Bank Perkreditan Rakyat, juga sebagai
penyedia dana untuk ekspansi Bank Perkreditan Rakyat.
Solusi dilakukan melaui upaya Bank Perkreditan Rakyat yang
diwajibkan untuk menyusun laporan keuangan secara transparan
kepada Bank Indonesia dalam mengumumkan kondisi keuangannya
kepada masyarakat secara bulanan, triwulan dan tahunan dalam
rangka meningkatkan aspek transparansi kondisi keuangan Bank
Perkreditan Rakyat serta terciptanya disiplin pasar. Selain itu Bank
Perkreditan Rakyat diwajibkan untuk menyampaikan laporan transaksi
antara Bank Perkreditan Rakyat dengan pihak-pihak yang mempunyai
hubungan dengan Bank Perkreditan Rakyat dan laporan mengenai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
penyediaan dana, komitmen maupun fasilitas lain yang dapat
dipersamakan dengan itu dari setiap perusahaan. Bank Perkreditan
Rakyat perlu didorong untuk memiliki modal kuat yang diperlukan
untuk mengatasi risiko usaha yang timbul, meningkatkan daya saing
dalam melayani usaha kecil menengah, meningkatkan jangkauan
pelayanan kepada usaha kecil menengah serta untuk mencapai skala
ekonomis dalam mendukung kesinambungan usaha Bank Perkreditan
Rakyat.
9) Rendahnya teknologi informasi
Teknologi informasi yang dimiliki Bank Perkreditan Rakyat saat ini
masih jauh tertinggal dibandingkan bank konvensional. Dalam rangka
mendorong Bank Perkreditan Rakyat agar daat lebih meningkatkan peran
dan kontribusinya dalam pembiayaan kepada usaha mikro kecil dan
masyarakat pedesaan peran teknologi informasi sudah merupakan kewajiban
yang harus dimiliki oleh Bank Perkreditan Rakyat sehingga operasionalisasi
Bank Perkreditan Rakyat belum sepenuhnya dijalankan berdasarkan
pengelolaan yang baik yang didukung oleh sistem dan prosedur yang
memadai dan mengakibatkan lemahnya pengendalian terhadap pengelolaan
usaha Bank Perkreditan Rakyat dan inefisiensi.
Solusi yang dilakukan untuk mengatasi rendahnya teknologi
informasi melalui :
a) Penyelenggaraan sistem informasi debitur yang dimaksudkan untuk
membantu pelapor dalam memperlancar proses penyediaan dana.
b) Penerapan kinerja Bank Perkreditan Rakyat dalam upaya menyelesaikan
kredit bermasalah, mengatasi kerugian dan memenuhi kekurangan
modal.
c) Memanfaatkan teknologi dalam operasionalnya secara optimal.
Penggunaan teknologi tersebut sangat diperlukan untuk pencatatan
transaksi dan pelaporan, pengendalian intern maupun untuk pelayanan
yang lebih cepat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
C. Pembahasan
1. Peran Kantor Bank Indonesia Solo dalam Melaksanakan Tugas
Pengawasan Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat
Peran Kantor Bank Indonesia Solo dalam melaksanakan tugas
pengawasan tingkat kesehatan Bank Perkreditan Rakyat adalah memastikan
bahwa Bank Perkreditan Rakyat memiliki kebijakan, prosedur, dan pedoman
penilaian kredit serta menguji konsistensi pelaksanaannya. Peran pengawasan
Kantor Bank Indonesia dilakukan sebagai otoritas pengawasan bank
sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999
tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2004 dan diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2009 juga mengacu pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1992 tentang Perbankan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1998.
Kantor Bank Indonesia Solo memiliki tugas mengawasi tingkat
kesehatan Bank Perkreditan Rakyat yang berada di dalam wilayahnya, yaitu
Surakarta, Boyolali, Sukoharjo, Wonogiri, Sragen, dan Klaten. Hal ini sesuai
dengan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
yang menyebutkan, pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia.
Pelaksanaan pengawasan tingkat kesehatan tersebut dijalankan sesuai dengan
Surat Keputusan Direksi BI Nomor 30/12/KEP/DIR tentang Tata Cara
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat, ketentuan tersebut
juga dilengkapi dengan KEPDIR lainnya untuk melengkapi sekaligus
memperjelas ketentuan-ketentuan yang belum terperinci di dalam KEPDIR
tentang Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat.
Pada dasarnya tingkat kesehatan dilakukan dengan menilai faktor
permodalan, kualitas aktiva produktif, manajemen, rentabilitas, dan likuiditas.
Masing-masing faktor ini mengandung aspek yang saling mempengaruhi.
Dalam proses pelaksanaan pengawasan, Kantor Bank Indonesia Solo
melakukan pengawasan tidak langsung dan pengawasan langsung. Hal ini
sesuai dengan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
Indonesia yang menyebutkan bahwa pengawasan bank oleh Bank Indonesia
sebagaimana yang dimaksud adalah pengawasan langsung dan tidak
langsung. Pengawasan tidak langsung atau dikenal dengan istilah off site
dilakukan Kantor Bank Indonesia Solo dengan meneliti, serta mengevaluasi
laporan-laporan yang disampaikan oleh suatu Bank Perkreditan Rakyat.
Laporan yang diterima Bank Indonesia berupa laporan bulanan, laporan
semesteran, dan laporan tahunan. Laporan bulanan dan laporan semesteran
laporan berisi laporan keuangan, sedangkan laporan tahunan merupakan
rencana kegiatan dan anggaran bank selama 1 (satu) tahun dan laporan kerja.
Laporan tersebut wajib diserahkan oleh Bank Perkreditan Rakyat kepada
Bank Indonesia Solo sesuai dengan jadwalnya, apabila mengalami
keterlambatan dalam pemberian laporan maka Bank Perkreditan Rakyat yang
bersangkutan akan dikenai sanksi berupa pembayaran denda.
Pengawasan langsung atau dikenal dengan istilah on site merupakan
pemeriksaan yang dilaksanakan dengan melakukan berbagai kegiatan yang
dilakukan oleh tim pemeriksa bank dari Kantor Bank Indonesia Solo. Kantor
Bank Indonesia Solo melakukan pemeriksaan langsung paling sedikit
dilakukan 1 (satu) kali dalam setahun. Pemeriksaan Bank Perkreditan Rakyat
meliputi pengumpulan data, informasi, uji kebenaran, dan analisa sehingga
dapat disusun kesimpulan keadaan suatu bank. Pemeriksaan ini tentunya
berdasarkan laporan yang diberikan oleh bank. Namun apabila ditemukan
perbedaan isi laporan dan terbukti bahwa pemilik atau pengurus bank
melanggar undang-undang, maka akan dikenai sanksi administratif dan atau
pidana kepada bank. Pemberian sanksi ini sesuai dengan teori penegakan
hukum (law enforcement), menurut Soerjono Soekanto yang dimaksud
dengan penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai
yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawatah dan
sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk
menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup
(Munir Fuady, 2003:39).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
2. Hambatan dan Solusi Kantor Bank Indonesia Solo dalam Melaksanakan
Tugas Pengawasan Tingkat Kesehatan Bank Pekreditan Rakyat
Kantor Bank Indonesia dalam melaksanakan tugas pengawasan tingkat
kesehatan Bank Perkreditan Rakyat, ditemukan beberapa hambatan yang
kemudian didapatkan solusi untuk mengatasi hambatan-hambatan yang ada.
Solusi ini bertujuan agar Kantor Bank Indonesia ketika melaksanakan
pengawasan dapat berjalan dengan lancar sehingga efisiensi tercapai.
Hambatan yang dihadapi Kantor Bank Indonesia terdiri dari hambatan
internal dan eksternal.
Soerjono Soekanto berpendapat, faktor-faktor yang mempengaruhi
penegakan hukum adalah sebagai berikut :
f. Faktor hukum sendiri (termasuk faktor undang-undang);
g. Faktor penegak hukum (pihak-pihak yang membentuk maupun
menerapkan hukum);
h. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum;
i. Faktor masyarakat (lingkungan atau masyrakat dimana hukum tersebut
berlaku atau diterapkan);
j. Faktor kebudayaan (hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada
karsa manusia di dalam pergaulan hidup) (Ishaq, 2008:245).
Pelaksanaan tugas pengawasan Bank Perkreditan Rakyat, Kantor Bank
Indonesia masih menemui hambatan-hambatan yang dapat mengakibatkan
kurang optimalnya dalam penegakan hukum karena kelima faktor tersebut
belum terpenuhi secara lengkap. Hambatan internal berasal dari dalam Bank
Indonesia, yaitu masih belum optimalnya manajemen bank serta kurang
tegasnya pelaksanaan pengawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Serta
penegakan hukum yang masih belum tegas dalam melaksanakan peraturan
perundang-undangan yang terlihat dalam pemberian sanksi berupa uang,
apabila ada salah satu Bank Perkreditan Rakyat yang terlambat
menyampaikan laporan periodik. Sesuai dengan faktor penegakan hukum,
Bank Indonesia sebagai penegak hukum yang memiliki tugas mengawasi
perbankan. Maka Bank Indonesia harus bersikap tegas, karena salah satu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
kunci keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas atau
kepribadian penegak hukum.
Perbedaan pemahaman antara petugas pengawas Bank Indonesia karena
adanya dua pendapat, yaitu pengawasan berdasarkan kepatuhan dan
pengawasan berdasarkan risiko. Lambatnya sistem informasi dari Bank
Indonesia juga berpengaruh kepada keakuratan informasi yang nantinya
diperoleh oleh pihak yang berkepentingan. Dalam hal lambatnya sistem
informasi, bersinggungan dengan faktor sarana atau fasilitas yang mendukung
penegakan hukum. Agar dapat berjalan lancar, Bank Indonesia menyerasikan
peranan yang seharusnya dengan peranan yang aktual.
Hambatan eksternal berasal dari Bank Perkreditan Rakyat, meliputi
masih rendahnya kualitas sumber daya manusia sehingga ditemukan
kesalahan dalam penyusunan laporan keuangan yang dapat mengakibatkan
lemahnya sistem manajemen. Kelemahan ini masuk ke dalam faktor sarana
atau fasilitas pendukung, kualitas sumber daya manusia yang rendah berasal
dari pendidikan atau pelatihan yang diterima. Rendahnya kecukupan modal
Bank Perkreditan Rakyat atau berada pada modal minimum yang ditetapkan,
hal ini dapat melemahkan sistem kelembagaan.
Sistem pengaturan belum berjalan sesuai dengan harapan karena masih
adanya kepentingan-kepentingan yang menyebabkan pengaturan tidak
objektif. Lemahnya efektivitas sistem pengawasan, sehingga masih
ditemukan pelanggaran dan penyimpangan dalam sistem laporan keuangan.
Kedua hal tersebut berasal dari kesadaran hukum masyarakat, taraf kepatuhan
hukum pada masing-masing individu yang berbeda. Rendahnya teknologi
informasi dapat mengakibatkan tertinggalnya Bank Perkreditan Rakyat dalam
mengelola usahanya. Hal ini masuk ke dalam faktor fasilitas yang harus
diimbangi dengan perkembangan teknologi saat ini.
Solusi diberikan sesuai dengan jenis hambatannya kepada Kantor Bank
Indonesia Solo dan Bank Perkreditan Rakyat. Kantor Bank Indonesia dapat
melakukan evaluasi dengan pihak-pihak yang bersangkutan, memperbaiki
sistem yang dinilai masih kurang, menyempurnakan ketentuan yang sudah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
ada sebelumnya, kemudian mengimplementasikan sesuai dengan ketentuan
dan standarnya. Sedangkan untuk Bank Perkreditan Rakyat juga melakukan
kerjasama dengan para pihak yang berkepentingan dalam mendukung
usahanya, memberikan pelatihan kepada karyawannya agar lebih profesional
dan meminimalisir kesalahan sebelumnya, melakukan evaluasi dan
pemantauan terhadap ketentuan maupun pedoman yang ada.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Peran Kantor Bank Indonesia Solo dalam melaksanakan tugas pengawasan
tingkat kesehatan Bank Perkreditan Rakyat adalah memastikan bahwa Bank
Perkreditan Rakyat memiliki kebijakan, prosedur, dan pedoman penilaian
kredit serta menguji konsistensi pelaksanaannya. Peran pengawasan Kantor
Bank Indonesia dilakukan sebagai otoritas pengawasan bank sebagaimana
ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2004 dan diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2009 juga mengacu pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998. Pelaksanaan pengawasan tingkat kesehatan tersebut dijalankan sesuai
dengan Surat Keputusan Direksi BI Nomor 30/12/KEP/DIR tentang Tata
Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat. Pada dasarnya
tingkat kesehatan dilakukan dengan menilai faktor permodalan, kualitas
aktiva produktif, manajemen, rentabilitas, dan likuiditas. Masing-masing
faktor ini mengandung aspek yang saling mempengaruhi.
2. Hambatan Kantor Bank Indonesia Solo dalam melaksanakan tugas
pengawasan tingkat kesehatan Bank Pekreditan Rakyat dibagi menjadi dua,
yaitu hambatan internal dan eksternal. Hambatan internal berasal dari dalam
Bank Indonesia, meliputi belum optimalnya manajemen bank serta kurang
tegasnya pelaksanaan pengawasan, kurang tegasnya pemberian sanksi,
perbedaan pemahaman antara petugas pengawas Bank Indonesia, lambatnya
sistem informasi dari Bank Indonesia. Hambatan eksternal berasal dari Bank
Perkreditan Rakyat, meliputi rendahnya kualitas sumber daya manusia,
rendahnya kecukupan modal Bank Perkreditan Rakyat atau berada pada
modal minimum yang ditetapkan, sistem pengaturan belum berjalan sesuai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
dengan harapan, lemahnya efektivitas sistem pengawasan, rendahnya
teknologi informasi. Solusi untuk mengatasi hambatan tersebut adalah
pemberian solusi sesuai dengan jenis hambatannya kepada Kantor Bank
Indonesia Solo dan Bank Perkreditan Rakyat. Kantor Bank Indonesia dapat
melakukan evaluasi dengan pihak-pihak yang bersangkutan, memperbaiki
sistem yang dinilai masih kurang, menyempurnakan ketentuan yang sudah
ada sebelumnya, kemudian mengimplementasikan sesuai dengan ketentuan
dan standarnya. Sedangkan untuk Bank Perkreditan Rakyat juga melakukan
kerjasama dengan para pihak yang berkepentingan dalam mendukung
usahanya, memberikan pelatihan kepada karyawannya agar lebih profesional
dan meminimalisir kesalahan sebelumnya, melakukan evaluasi dan
pemantauan terhadap ketentuan maupun pedoman yang ada.
B. Saran
Berdasarkan pembahasan diatas penulis memberikan saran sebagai berikut :
1. Kepada Bank Indonesia disarankan untuk memperkuat kerangka pengawasan
bank. Dalam hal ini langkah-langkah yang perlu dilakukan meliputi,
menetapkan peraturan dan ketentuan perbankan yang sesuai berdasarkan
suatu penelitian yang mendalam dan mempertimbangkan pandangan para
pakar dan pelaku pasar sebelum mengimplementasikannya (research-based
policies) dan memperketat perizinan bank.
2. Kepada Bank Perkreditan Rakyat disarankan untuk memperkuat organisasi
bank. Dalam hal ini langkah-langkah yang perlu dilakukan meliputi,
peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pengembangan
kemampuan menjadi spesialis di bidangnya dan penyempurnaan sistem
informasi bank dengan meyesuaikan perkembangan teknologi agar tidak
tertinggal informasi sehingga dapat menghindari kesalahan penyusunan
laporan atau tidak merugikan nasabahnya.