perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DOSIS JUS BUAH .../Dosis... · SKRIPSI Untuk Memenuhi ......
Transcript of perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DOSIS JUS BUAH .../Dosis... · SKRIPSI Untuk Memenuhi ......
DOSIS JUS BUAH NANAS (Ananas comosus Merr.) SEBAGAI DIURESIS
PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus)
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
DEBBY ANDINA LANDIASARI
G0008076
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan sehari-hari herbal sering dikenal sebagai
rempah-rempah. Herbal meliputi berbagai jenis bahan dari tumbuh-
tumbuhan yang umumnya memiliki fungsi dan khasiat tertentu. Saat ini
herbal makin populer di masyarakat, difungsikan sebagai pengobatan
(Yuliarti, 2009).
Keunggulan pengobatan herbal terletak pada bahan dasarnya yang
bersifat alami sehingga efek sampingnya dapat ditekan seminimal
mungkin. Tidak dipungkiri bahwa obat-obatan medik, berdasarkan bukti,
sering menimbulkan efek samping yang menyebabkan timbulnya penyakit
lain, misalnya penggunaan obat-obatan yang bersifat analgesik dan
antipiretik dalam jangka panjang serta dosis yang berlebihan dapat
merusak fungsi ginjal dan liver (Agromedia, 2008).
Banyak orang menganggap bahwa herbal dan obat tradisional lain
tidak akan berbahaya digunakan dalam jumlah berapa pun karena herbal
adalah bahan alami. Hal tersebut sama sekali tidak tepat karena jika
dikonsumsi secara sembarangan maka herbal dan obat tradisional lain juga
berbahaya bagi tubuh manusia, sebagaimana obat-obatan medis. Yang
perlu digarisbawahi adalah obat-obatan medis sudah banyak diteliti hingga
fase postmarketing sehingga dosis tepatnya sudah dapat ditentukan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
efek sampingnya selalu dimonitor, sedangkan obat herbal belum bisa
ditentukan dosisnya mengingat penelitian uji klinik untuk obat-obatan
herbal masih sangat terbatas (Yuliarti, 2009).
Menjaga pengeluaran air seni atau air kencing adalah tindakan
yang dianjurkan dalam dunia kesehatan. Apabila pengeluaran air seni
terhambat maka akan menimbulkan banyak masalah di dalam tubuh.
Contoh akibat pengeluaran air yang tidak lancar adalah pengkristalan zat-
zat yang akan dibuang dikarenakan genangan air seni di ginjal atau di
kandung kemih yang cukup lama. Di antara zat tersebut adalah kalsium
karbonat, kalsium urat, kalsium oksalat, dan kalsium lemak (Permadi,
2006).
Diuresis adalah sifat meluruhkan air seni. Pengertian lainnya yaitu
sifat mengurangi jumlah air dan senyawa lainnya dalam plasma darah
dengan cara dibuang sebagai urin. Mekanisme diuresis berhubungan
dengan mempertahankan keseimbangan kimia serta elektrolit yang benar
serta mempertahankan pH normal tubuh (Permadi, 2006). Diuretik
digunakan pada semua keadaan di mana dikehendaki peningkatan
pengeluaran air, khususnya pada hipertensi dan gagal jantung (Tjay dan
Rahardja, 2007).
Hipertensi didefinisikan sebagai keadaan tekanan darah yang
abnormal di mana tekanan sistole ≥ 140 mmHg atau diastole ≥ 90 mmHg
(Shankie, 2001). Prevalensi terjadinya hipertensi meningkat di antara
orang dewasa di Amerika Serikat, dari sekitar 50.000.000 pada tahun 1988
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
sampai tahun 1994 menjadi 65.000.000 pada tahun 1999 sampai tahun
2004. Prevalensi hipertensi di seluruh dunia diperkirakan meningkat dari
sekitar 1.000.000.000 pada tahun 2000 menjadi 1.500.000.000 di tahun
2025 (Chobanian, 2009).
Di Indonesia, hipertensi merupakan faktor risiko utama terjadinya
penyakit-penyakit kardiovaskular dan prevalensinya cenderung meningkat
seiring dengan pergeseran gaya hidup yang jauh dari perilaku bersih dan
sehat. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes
tahun 2007, prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 31,7 % (Dinkes,
2010).
Penanganan hipertensi dengan terapi obat modern banyak
macamnya dan beberapa di antaranya tidak murah. Salah satunya dengan
pemberian obat diuretik yang dapat meningkatkan laju volume urin dan
ekskresi natrium untuk mengatur keseimbangan cairan sehingga dapat
menurunkan tekanan darah.
Hidroklorotiazid merupakan diuretik golongan tiazid, diturunkan
dari klortiazid yang dikembangkan dari sulfanilamida. Hidroklorotiazid
bekerja di bagian muka tubuli distal. Karena daya hipotensifnya lebih kuat
pada jangka panjang, maka hidroklorotiazid banyak digunakan sebagai
obat pilihan pertama untuk hipertensi ringan sampai sedang (Tjay dan
Rahardja, 2007).
Meskipun pemerintah sudah mengupayakan ketersediaan obat-obat
generik, masih banyak obat-obat bermerek yang belum habis masa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
patennya sehingga industri-industri farmasi selain pemegang hak paten
tidak boleh memproduksi dengan merek lain, termasuk versi generiknya.
Obat-obat paten tersebut umumnya masih relatif mahal sehingga tidak
terjangkau oleh sebagian besar rakyat. Oleh karena itu perlu dipikirkan
alternatif lain, di antaranya dengan pemanfaatan obat-obat tradisional yang
lebih murah dan mudah pembuatannya.
Buah nanas merupakan buah yang disukai masyarakat karena
rasanya yang manis, ternyata di samping itu buah nanas juga dapat
berkhasiat sebagai obat (Ratnasari, 2008). Buah nanas masak sifatnya
dingin. Nanas dilaporkan bersifat diuresis dan merupakan pembersih alami
karena dapat mengeluarkan racun dari tubuh (Ning, 2007). Daun, buah,
dan akar Ananas comosus mengandung saponin, flavonoid, dan polifenol
(Syamsuhidayat, 2001). Tanaman yang mengandung flavonoid
mempunyai efek sebagai diuretik, antispasmodik, antitumor, antibakteri,
dan antijamur (Evans, 2009).
Pada penelitian sebelumnya, telah diketahui bahwa akar nanas
mempunyai efek diuresis (Anshori, 2007). Peneliti akan melakukan
penelitian terhadap buah nanas karena masyarakat mengkonsumsi
buahnya, bukan akarnya. Salah satu kandungan kimia yang terdapat pada
buah nanas dan juga terdapat pada akar nanas adalah flavonoid
(Syamsuhidayat, 2001). Selain itu, pada penelitian ini peneliti akan
menggunakan hidroklorotiazid sebagai kontrol positif karena
hidroklorotiazid mempunyai persamaan mekanisme kerja dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
flavonoid yaitu menghambat reabsorbsi Na+ dan Cl- sehingga diharapkan
pada penelitian ini buah nanas juga mempunyai efek diuresis. Sejauh ini
juga belum diketahui apakah efek diuresis jus buah nanas berbanding lurus
dengan dosis pemberiannya.
B. Perumusan Masalah
1. Apakah jus buah nanas (Ananas comosus Merr.) dapat meningkatkan
efek diuresis pada tikus putih jantan (Rattus norvegicus)?
2. Apakah dengan peningkatan dosis dari jus buah nanas (Ananas
comosus Merr.) dapat meningkatkan efek diuresis?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui apakah jus buah nanas (Ananas comosus Merr.)
dapat meningkatkan efek diuresis pada tikus putih jantan (Rattus
norvegicus).
2. Untuk mengetahui apakah dengan peningkatan dosis dari jus buah
nanas (Ananas comosus Merr.) dapat meningkatkan efek diuresis.
D. Manfaat Penelitian
1. Aspek Teoritis
Untuk memberikan informasi ilmiah tentang efek dan dosis
optimal jus buah nanas pada tikus putih jantan.
2. Aspek Aplikatif
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar untuk tahap
penelitian lebih lanjut dengan metode yang lebih baik serta hewan uji
yang tingkatannya lebih tinggi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Anatomi dan Fisiologi Ginjal
a. Struktur Makroskopik Ginjal
Ginjal adalah organ berbentuk seperti kacang berwarna
merah tua, panjangnya sekitar 12,5 cm dan tebalnya 2,5 cm
(kurang lebih sebesar kepalan tangan). Setiap ginjal memiliki berat
antara 125 sampai 175 gram pada laki-laki dan 115 sampai 155
gram pada perempuan (Sloane, 2004).
Ginjal terletak di area yang tinggi yaitu pada dinding
abdomen posterior yang berdekatan dengan dua pasang iga
terakhir. Organ ini merupakan organ retroperitonial yang terletak
di antara otot-otot punggung dan peritonium rongga abdomen atas.
Tiap-tiap ginjal memiliki kelenjar adrenal di atasnya (Sloane,
2004).
Ginjal kanan terletak agak di bawah dibandingkan ginjal
kiri karena ada hati pada sisi kanan. Menurut Sloane (2004), setiap
ginjal diselubungi tiga lapisan jaringan ikat:
1) Fasia renal adalah pembungkus terluar. Pembungkus ini
melabuhkan ginjal pada struktur di sekitarnya dan
mempertahankan posisi organ.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
2) Lemak perirenal adalah jaringan adiposa yang terbungkus fasia
ginjal. Jaringan ini membantali ginjal dan membantu organ
tetap pada posisinya.
3) Kapsul fibrosa (ginjal) adalah membran halus transparan yang
langsung membungkus ginjal dan dapat dengan mudah dilepas.
b. Struktur Mikroskopik Ginjal
Unit kerja fungsional ginjal disebut nefron. Dalam setiap
ginjal terdapat sekitar 1 juta nefron yang pada dasarnya
mempunyai struktur dan fungsi sama (Price dan Wilson, 2005).
Menurut Guyton dan Hall (2007), setiap nefron terdiri dari:
1) Glomerulus (sekumpulan kapiler glomerulus) yang dilalui
sejumlah besar cairan yang difiltrasi dari darah. Glomerulus
tersusun dari suatu jaringan kapiler glomerulus yang bercabang
dan beranastomosis. Kapiler glomerulus dilapisi sel-sel epitel,
dan keseluruhan glomerulus dibungkus dalam kapsula
Bowman.
2) Tubulus yang panjang tempat cairan hasil filtrasi diubah
menjadi urin dalam perjalanannya menuju pelvis ginjal.
c. Fungsi Ginjal
Terdapat beberapa fungsi ginjal (Sloane, 2004), yaitu:
1) Pengeluaran zat sisa organik. Ginjal mengekskresi urea, asam
urat, kreatinin, dan produk pengeluaran hemoglobin dan
hormon.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
2) Pengaturan konsentrasi ion-ion penting. Ginjal mengekskresi
ion natrium, kalsium, kalium, magnesium, sulfat, dan fosfat.
3) Pengaturan keseimbangan asam basa di dalam tubuh. Ginjal
mengendalikan ekskresi dari ion hidrogen (H+), bikarbonat
(HCO3-), dan amonium (NH4
+) serta memproduksi urin asam
atau basa, tergantung dengan kebutuhan tubuh.
4) Pengaturan produksi sel darah merah. Ginjal melepas
eritropoietin yang mengatur sel darah merah dalam sumsum
tulang.
5) Pengaturan tekanan darah. Ginjal mengatur volume cairan yang
esensial bagi pengaturan tekanan darah, dan juga memproduksi
enzim renin. Renin adalah komponen penting dalam
mekanisme renin-angiotensin-aldosteron yang meningkatkan
tekanan darah dan retensi air.
6) Pengendalian terbatas terhadap konsentrasi glukosa darah dan
asam amino darah. Ginjal, melalui ekskresi glukosa dan asam
amino berlebih, bertanggung jawab atas konsentrasi nutrien
dalam darah.
7) Pengeluaran zat beracun. Ginjal mengeluarkan polutan, zat
tambahan makanan, obat-obatan, atau zat asing lain dari dalam
tubuh.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
d. Suplai Darah
Menurut Sloane (2004), ginjal mempunyai sistem peredaran darah
tersendiri yaitu:
1) Arteri renalis adalah percabangan aorta abdomen yang
mensuplai masing-masing dan masuk ke hilus melalui cabang
anterior dan posterior.
2) Cabang anterior dan posterior arteri renalis membentuk arteri-
arteri interlobaris yang mengalir di antara piramida-piramida
ginjal.
3) Arteri arkuata berasal dari arteri interlobaris pada area
pertemuan antara korteks dan medula.
4) Arteri interlobularis merupakan percabangan arteri arkuata di
sudut kanan dan melewati korteks.
5) Arteri aferen berasal dari arteri interlobularis. Satu arteriol
aferen membentuk sekitar 50 kapiler yang membentuk
glomelurus.
6) Arteriol eferen meninggalkan setiap glomelurus dan
membentuk jaringan kapiler lain. Kapiler peritubular
mengelilingi tubulus proksimal dan distal untuk memberi
nutrien pada tubulus tersebut dan mengeluarkan zat-zat yang
direabsorbsi.
7) Kapiler peritubular mengalir ke dalam vena korteks yang
kemudian menyatu dan membentuk vena interlobularis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
8) Vena arkuata menerima darah dari vena interlobularis. Vena
arkuata bermuara ke dalam vena interlobaris yang bergabung
untuk bermuara ke dalam vena renalis. Vena ini meninggalkan
ginjal untuk bersatu dengan vena kava inferior.
e. Pembentukan Urin
Gambar 2.1. Mekanisme Pembentukan Urin
Pembentukan urin dimulai dengan filtrasi sejumlah besar
cairan melalui kapiler glomerulus ke dalam kapsula Bowman.
Seperti kebanyakan kapiler, kapiler glomerulus juga relatif
impermeabel terhadap protein, sehingga cairan hasil filtrasi
(disebut filtrat glomerulus) pada dasarnya bersifat bebas protein
dan tidak mengandung elemen selular, termasuk sel darah merah
(Guyton dan Hall, 2007).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Langkah kedua dalam proses pembentukan urin adalah
reabsorpsi selektif zat-zat yang sudah difiltrasi dan sekresi
beberapa zat dari pembuluh darah peritubulus ke dalam tubulus.
Proses reabsorpsi dan sekresi ini berlangsung melalui mekanisme
transpor aktif dan pasif. Suatu mekanisme dikatakan aktif apabila
zat berpindah melawan perbedaan elektrokimia (yaitu melawan
perbedaan potensial listrik, potensial kimia, atau keduanya) dan
menggunakan energi. Sedangkan pada transpor pasif, zat yang
direabsorpsi atau disekresi bergerak mengikuti perbedaan
elektrokimia yang ada, dan selama proses ini tidak diperlukan
energi (Price dan Wilson, 2005).
Hal utama yang berkaitan dengan sebagian besar proses
reabsorpsi adalah reabsorpsi aktif natrium (Sherwood, 2001).
Sedikitnya dua pertiga dari jumlah natrium yang difiltrasi akan
direabsorpsi secara aktif dalam tubulus proksimal (Price dan
Wilson, 2005). Selain natrium, sebagian besar elektrolit dan
nutrien organik, misalnya glukosa dan asam amino, juga
direabsorpsi secara aktif. Sedangkan dalam reabsorpsi pasif zat
terpenting yang direabsorpsi adalah klorida, air, dan urea
(Sherwood, 2001). Proses sekresi dan reabsorpsi selektif
diselesaikan dalam tubulus distal dan duktus pengumpul (Price dan
Wilson, 2005).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
Dari 125 ml/menit cairan yang difiltrasi di glomerulus,
dalam keadaan normal hanya 1 ml/menit yang tertinggal di tubulus
dan dieksresikan sebagai urin (Price dan Wilson, 2005). Dalam
keadaan normal, jumlah urin rata-rata adalah 1400 ml/hari yang
mengandung urea, natrium, kalium, fosfat, sulfat, kreatinin dan
asam urat (Guyton dan Hall, 2007).
f. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Ginjal mengontrol keseimbangan asam basa dengan
mengeluarkan urin asam atau basa. Mekanisme pengeluaran urin
asam dan basa sesungguhnya merupakan mekanisme pengontrolan
ginjal terhadap ekskresi dan reabsorbsi ion bikarbonat (HCO3-).
Reabsorbsi ion bikarbonat dan ekskresi ion hidrogen dicapai
melalui proses sekresi ion hidrogen oleh tubulus sebab ion
bikarbonat harus bereaksi dengan satu ion hidrogen agar dapat
direabsorbsi. Jika kondisi keasaman tubuh meningkat (pH
menurun), proses reabsorbsi bikarbonat akan ditingkatkan untuk
mempertahankan pH tubuh. Selain itu tubuh juga akan
memproduksi ion bikarbonat baru yang akan ditambahkan ke
dalam cairan ekstraseluler sehingga urin yang dikeluarkan menjadi
asam. Sebaliknya bila pH meningkat karena kekurangan ion
hidrogen dalam cairan ekstraseluler (alkalosis), ginjal tidak akan
mereabsorbsi ion bikarbonat yang disaring sehingga akan
meningkatkan ekskresi ion bikarbonat. Karena ion bikarbonat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
normalnya menyangga hidrogen dalam cairan ekstraseluler,
kehilangan satu ion bikarbonat sama dengan penambahan satu ion
hidrogen dalam cairan ekstrasel untuk kembali ke kondisi normal.
Menurut Tamsuri (2009), ginjal mengatur konsentrasi ion hidrogen
cairan ekstraseluler melalui tiga mekanisme dasar, yaitu:
1) Sekresi ion hidrogen.
2) Reabsorbsi ion bikarbonat yang difiltrasi.
3) Produksi ion bikarbonat baru.
2. Diuretik
a. Definisi
Menurut definisi, diuretik adalah obat-obatan yang
meningkatkan laju aliran urin. Namun secara klinis diuretik juga
bermanfaat untuk meningkatkan laju ekskresi Na+ (natriuresis) dan
anion yang menyertainya, biasanya Cl- (Hardman, 2008).
Pengaruh diuretik terhadap ekskresi zat terlarut penting
artinya untuk menentukan tempat kerja diuretik dan sekaligus
untuk meramalkan akibat penggunaan suatu diuretik (Gunawan,
2007).
Secara umum diuretik dapat dibagi menjadi dua golongan
besar yaitu penghambat mekanisme transpor elektrolit di dalam
tubuli ginjal dan diuretik osmotik. Obat yang dapat menghambat
transpor elektrolit di tubuli ginjal adalah benzotiadiazid, diuretik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
kuat, diuretik hemat kalium, dan penghambat karbonik anhidrase
(Gunawan, 2007).
b. Klasifikasi
Menurut Gunawan (2007), diuretik dibagi menjadi lima jenis yaitu
sebagai berikut:
1) Diuretik kuat
Diuretik kuat mencakup sekelompok diuretik yang efeknya
sangat kuat dibanding dengan diuretik lain. Tempat kerja
utamanya di bagian epitel tebal ansa Henle bagian asenden,
karena itu kelompok ini disebut juga sebagai loop diuretic.
Termasuk dalam kelompok ini adalah furosemid, torsemid,
asam etakrinat, dan bumetanid.
2) Benzotiadiazid
Benzotiadiazid berefek langsung terhadap transpor Na+ dan Cl-
di tubulus ginjal. Prototipe golongan benzotiadiazid ialah
klorotiazid yang merupakan obat tandingan pertama golongan
Hg-organik. Beberapa diuretik sulfonamid yang strukturnya
sama sekali berbeda dengan tiazid, menunjukkan efek
farmakologi yang sama seperti tiazid seperti klortalidon,
kuinetazon, metolazon, dan indapamid.
3) Diuretik hemat kalium
Antagonis aldosteron, triamteren, dan amilorid tergolong dalam
kelompok ini. Peranan aldosteron ialah memperbesar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
reabsorbsi natrium dan klorida di tubulus distal serta
memperbesar ekskresi kalium. Saat ini dikenal dua macam
antagonis aldosteron, yaitu spironolakton dan eplerenon.
4) Diuretik osmotik
Suatu zat dapat bertindak sebagai diuretik osmotik apabila
difiltrasi secara bebas oleh glomelurus, tidak atau hanya sedikit
difiltrasi tubulus ginjal, secara farmakologis merupakan zat
inert, dan umumnya resisten terhadap perubahan metabolik.
Contoh golongan obat ini adalah manitol, urea, gliserin, dan
isosorbid. Adanya zat tersebut dalam lumen tubulus
meningkatkan tekanan osmotik sehingga jumlah air dan
elektrolit yang diekskresi bertambah besar.
5) Penghambat karbonik anhidrase
Karbonik anhidrase adalah suatu enzim yang mengkatalisis
reaksi CO2 + H2O ↔ H2CO3. Enzim ini terdapat salah satunya
di korteks renalis yang penting dalam sistem bufer darah. Ion-
ion tersebut juga penting dalam proses reabsorbsi ion tetap di
tubulus ginjal. karbonik anhidrase dapat dihambat aktivitasnya
oleh sianida, azida, dan sulfida.
c. Indikasi
Menurut Tjay dan Raharja (2007), diuretik digunakan pada
semua keadaan di mana dikehendaki peningkatan pengeluaran air,
khususnya pada hipertensi dan gagal jantung:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
1) Pada hipertensi, diuretik berguna untuk mengurangi volume
darah seluruhnya hingga tekanan darah (tensi) menurun.
Derivat tiazid digunakan untuk indikasi ini. Penghentian
pemberian tiazid pada lansia tidak boleh secara mendadak,
karena risiko timbulnya gejala kelemahan jantung dan
peningkatan tensi.
2) Gagal jantung (decompensatio cordis), yang bercirikan
peredaran tak sempurna lagi dan terdapat cairan berlebihan di
jaringan. Akibatnya air tertimbun dan terjadi edema, misalnya
dalam paru-paru (edema paru). Untuk indikasi ini terutama
digunakan diuretik lengkungan, yang dalam keadaan parah akut
secara intravena (asma kardial, edema paru).
3. Hidroklorotiazid (HCT)
a. Farmakodinamik
HCT merupakan diuretik golongan tiazid. Mekanisme
aksinya adalah dengan menghambat reabsorbsi natrium di tubulus
ginjal yang menyebabkan naiknya ekskresi natrium dan air, juga
ion kalium dan hidrogen (Arini, 2005).
b. Farmakokinetik
Absorbsi tiazid melalui saluran cerna sangat baik.
Umumnya efek obat tampak setelah satu jam. Klorotiazid
didistribusikan ke seluruh ruang ekstrasel dan dapat melewati
sawar uri, tetapi obat ini hanya ditimbun dalam jaringan ginjal saja.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Dengan suatu sel aktif, tiazid diekskresi oleh sel tubuli proksimal
ke dalam cairan tubuli. Jadi klirens ginjal obat ini besar sekali,
biasanya dalam 3 - 6 jam sudah diekskresi dari badan (Gunawan,
2007).
c. Indikasi
Tiazid digunakan untuk hipertensi, gagal jantung kongestif,
nefrolitiasis yang disebabkan hiperkalsuria idiopatik, serta diabetes
insipidus nefrogen. Pemberian tiazid pada penderita gagal jantung
dan hipertensi yang disertai gangguan fungsi ginjal harus hati-hati
karena dapat memperparah gangguan fungsi ginjal akibat
penurunan kecepatan filtrasi glomelurus dan hilangnya natrium
(Katzung, 2005).
d. Toksisitas
Katzung (2005) menjelaskan beberapa efek toksik HCT, yaitu:
1) Alkalosis metabolik hipokalemia
Tiazid dapat meningkatkan ekskresi dari ion kalium sehingga
hal tersebut dapat menyebabkan hipokalemi.
2) Toleransi gangguan karbohidrat
Dapat terjadi hiperglikemia baik pada pasien diabetes atau
bahkan pada uji toleransi glukosa tidak normal ringan. Efek
tersebut berkaitan dengan hambatan rilis insulin pankreatik dan
penurunan penggunaan glukosa oleh jaringan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
3) Hiperlipidemia
Tiazid menyebabkan peningkatan 5 - 15 % kolesterol serum
dan menurunkan lipoprotein dengan kepadatan rendah {Low
Density Lipoprotein (LDL)}.
4) Hiponatremia
Disebabkan karena kombinasi peningkatan ADH yang
menginduksi hipovolemia, penurunan kapasitas pelarutan
ginjal, dan menyebabkan haus.
5) Reaksi alergi
Tiazid adalah sulfonamid dan mempunyai reaktivitas silang
dengan anggota lain dari kelompoknya.
6) Toksisitas lain
Kelemahan, kelelahan, dan parestesia dapat menyerupai
penghambat karbon anhidrase lain.
e. Kontraindikasi
HCT dikontraindikasikan pada anuria, hipersensitivitas
terhadap HCT, hipokalemia yang refraktur, hiperkalsemia,
hiperurikemia, hiponatremia, gangguan hati yang berat, penyakit
Addison (Arini, 2005).
f. Dosis
Hidroklorotiazid tersedia dalam sediaan tablet 25 dan 50
mg. Dosis yang diperlukan untuk hipertensi yaitu 12,5 - 25 mg/hari
sedangkan untuk gagal jantung kongestif 25 - 100 mg/hari dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
lama kerja 6 - 12 jam (Gunawan, 2007). Dosis yang dianjurkan
untuk efek diuresis yaitu 25 mg/hari (Katzung, 2005).
4. Nanas
a. Klasifikasi Tanaman
Menurut Plantamor (2010), klasifikasi nanas adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Subkelas : Commelinidae
Ordo : Bromeliales
Famili : Bromeliaceae
Genus : Ananas
Spesies : Ananas comosus Merr.
Sinonim : A. sativus Schult., Ananassa sativa Lindl.,
Bromelia comosa L.
b. Nama Lain
Nanas mempunyai beberapa nama lain (IPTEK, 2011), yaitu:
1) Nama Lokal
Sumatera : anes, henas, kenas, honas, hanas, gona,
nasit, enas, kanas, nanas, naneh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
(Minangkabau), kanas, kanyas, nas,
nyanyas.
Jawa : danas, ganas, nanas, lanas, nanas.
Kalimantan : kanas, samblaka, malaka, uro usan, kayu
usan,kayu ujan, belasan.
Nusa Tenggara : manas, nanas, aruma, fanda, pandal,
panda, nana, peda, anana, pedang,
parangena, nanasi.
Sulawesi : tuis mangandow, na'asi, nanasi, tuis, tuis
ne walanda, busa, pinang, nanati, lalato,
nanasi, pandang, edan, ekam, hedan, ai
nasi, than baba-ba, kai nasi, bangkalo,
kampora, anasu, banggala, bangkala, kai
nasu, kambala, kampala (Seram selatan),
arnasinu, kanasi, kurnasin, mangala,
nanasi, nanasu, anasul.
Irian Jaya : manilmap, miniap.
2) Nama Asing
Pineapple, ananas, pinya
c. Deskripsi Tanaman
Ananas comosus Merr. adalah sejenis tumbuhan tropis yang
berasal dari Brazil, Bolivia, dan Paraguay. Tumbuhan ini termasuk
dalam familia nanas-nanasan (Famili Bromeliaceae). Perawakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
(habitus) tumbuhannya rendah dengan 30 atau lebih daun yang
panjang, berujung tajam, tersusun dalam bentuk roset mengelilingi
batang yang tebal (Mastani, 2009).
Nanas merupakan tanaman buah yang selalu tersedia
sepanjang tahun (herba tahunan atau dua tahunan), tinggi 50 - 150
cm, terdapat tunas merayap pada bagian pangkalnya. Daun
berkumpul dalam roset akar dan pada bagian pangkalnya melebar
menjadi pelepah. Helaian daun bentuk pedang, tebal, liat, panjang
80 - 120 cm, lebar 2 - 6 cm, ujung lancip menyerupai duri, tepi
berduri tempel yang membengkok ke atas, sisi bawah bersisik
putih, berwarna hijau atau hijau kemerahan. Bunga majemuk
tersusun dalam bulir yang sangat rapat, letaknya terminal dan
bertangkai panjang. Buahnya buah majemuk, bulat panjang,
berdaging, berwarna hijau, jika masak warnanya menjadi kuning.
Buah nanas rasanya enak, asam sampai manis. Bijinya kecil,
seringkali tidak jadi. Tanaman buah nanas dapat diperbanyak
dengan mahkota, tunas batang, stek atau tunas ketiak daunnya
(Mastani, 2009).
d. Kandungan Kimia
Daun, buah, dan akar Ananas comosus mengandung
saponin, flavonoid, dan polifenol (Syamsuhidayat, 2001).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
e. Kandungan Gizi
Nanas mengandung beberapa zat gizi penting yang dirangkum
dalam Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Kandungan Gizi Dalam 100 Gram Nanas Matang
Sumber: Agoes (2010)
f. Sifat dan Khasiat
Buah nanas bermanfaat bagi kesehatan tubuh, yaitu sebagai
obat penyembuh sembelit, gangguan saluran kencing, mual-mual,
flu, wasir, kurang darah, gatal-gatal, ekzema, dan kudis
(Agromedia, 2008).
5. Nanas sebagai Diuretik
Pada tanaman tinggi, senyawa flavonoid terdistribusi hampir ke
seluruh bagian tanaman, di antaranya seperti pada daun, kulit batang,
bunga, buah, akar, dan daun (Sutjipto dan Katno, 2006). Tanaman
Zat gizi Berat (mg)
Air 81300 - 91200 Ekstrak eter 30 - 290 Serat kasar 300 - 600 Nitrogen 38 - 98 Abu 210 - 490 Kalsium 6,2 - 37,2 Fosfor 6,6 - 11,9 Besi 0,27 - 1,05 Karoten 0,003 - 0,055 B1 0,048 - 0,138 Riboflavin 0,011 - 0,04 Miacin 0,13 - 0,267 Vitamin C 27,0 - 165,2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
yang mengandung flavonoid mempunyai efek sebagai diuretik,
antispasmodik, antitumor, antibakteri, dan antijamur (Evans, 2009).
Flavonoid merupakan senyawa alam golongan polifenol dengan 15
atom karbon dalam inti dasarnya dan tersusun dalam konfigurasi C6 -
C3 - C6. Struktur flavonoid terdiri dari 2 inti benzen yang dibedakan
atas cincin A dan B, dihubungkan oleh 3 atom karbon yang
membentuk inti piron dan selanjutnya disebut cincin C (Gambar 2.2).
Perbedaan senyawa flavonoid terletak pada jumlah, jenis, dan posisi
gugus substituen. Substituen yang umum antara lain gugus hidroksi,
metoksi, metil, dan gula yang terdistribusi pada cincin A atau B
(Sutjipto dan Katno, 2006).
Gambar 2.2. Struktur Dasar Flavonoid
Flavonoid menyebabkan peningkatan ekskresi elektrolit, seperti
ion Na+ dan Cl- bersama urin (Carola, 1991). Natriuresis yang terjadi
akan menimbulkan diuresis yang pada sebagian besar kasus timbul
secara sekunder akibat penghambatan reabsorbsi ion Na+ tubulus
sehingga ion Na+ yang tersisa di tubulus bekerja secara osmotik
menurunkan reabsorbsi air (Guyton dan Hall, 2007).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Penelitian sebelumnya pada akar nanas terhadap tikus putih jantan
galur Wistar, diketahui bahwa akar nanas mempunyai efek diuresis.
Penelitian tersebut menggunakan ekstrak akar nanas yang dikeringkan
melalui proses Soxhletasi dengan cairan pengekstraksi etanol.
Diketahui bahwa dosis ekstrak akar nanas yang mempunyai efek
diuresis paling kuat terhadap kontrol positif (7,850 ml) yaitu kelompok
perlakuan dosis III 2 mg/100 gr BB tikus putih dengan hasil volume
urin kumulatif paling banyak (8,633 ml). (Anshori, 2007).
Salah satu senyawa kimia yang terdapat pada buah nanas dan juga
terdapat pada akar nanas adalah flavonoid (Syamsuhidayat, 2001),
sehingga diamsusikan buah nanas juga mempunyai efek diuresis.
6. Tikus Putih
Pada penelitian ini digunakan tikus putih jantan sebagai binatang
percobaan. Tikus putih jantan dapat memberikan hasil penelitian yang
lebih stabil karena tidak dipengaruhi oleh adanya siklus menstruasi dan
kehamilan seperti pada tikus putih betina. Tikus jantan juga
mempunyai kecepatan metabolisme obat yang lebih cepat dan kondisi
biologis tubuh yang lebih stabil dibandingkan tikus betina (Sugiyanto,
1995). Konsumsi pakan tikus putih per hari sebanyak 5 gr/100 gr BB,
konsumsi air minum per hari sebanyak 8 - 11 ml/100 gr BB, dan
ekskresi urin per hari sebanyak 5,5 ml/100 gr BB (Geocities, 2010).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
a. Sistematika
Menurut Sugiyanto (1995), sistematika tikus putih adalah sebagai
berikut:
Filum : Chordatae
Subfilum : Vertebrata
Classis : Mamalia
Subclassis : Placentalia
Ordo : Rodentia
Genus : Rattus
Species : Rattus norvegicus
b. Karakteristik Utama
Tikus putih sebagai hewan uji relatif resisten terhadap
infeksi, sangat cerdas, tidak begitu fotofobik seperti mencit, dan
kecenderungan untuk berkumpul dengan sesamanya tidak begitu
besar. Aktivitasnya tidak terganggu oleh adanya manusia di
sekitarnya. Sifat yang membedakan tikus putih dari hewan uji yang
lain yaitu tikus putih tidak dapat muntah karena struktur anatomi
yang tidak lazim di tempat esofagus yang bermuara ke dalam
lambung dan tikus putih tidak mempunyai kandung empedu. Tikus
putih jantan jarang berkelahi seperti halnya mencit jantan dan
hewan ini lebih besar dibandingkan dengan mencit, sehingga untuk
percobaan laboratorium tikus putih lebih menguntungkan daripada
mencit (Sianawati, 2004).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
B. Kerangka Pikir
Gambar 2.3. Kerangka Pikir
Hidroklorotiazid Nanas
Flavonoid
Keadaan ginjal, stres, dehidrasi, minum
Ekskresi Na+ dan Cl- meningkat
Hambat reabsorbsi Na+ di tubulus ginjal
Ekskresi Na+ dan Cl- meningkat
Ginjal tikus putih jantan
Hipertonis lumen
Ekskresi air meningkat
Volume urin meningkat
Keterangan: = mengandung = menyebabkan = mempengaruhi
Hambat reabsorbsi Na+ di tubulus ginjal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
C. Hipotesis
1. Jus buah nanas (Ananas comosus Merr.) dapat meningkatkan efek
diuresis pada tikus putih jantan (Rattus norvegicus).
2. Efek diuresis jus buah nanas (Ananas comosus Merr.) sebanding
dengan peningkatan dosis pemberiannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik dengan posttest
only control group design karena pengukuran hanya dilakukan pada waktu
tertentu setelah pemberian dosis pada hewan uji. Model rancangan ini
paling sering digunakan karena selain ekonomis, secara teknik lebih
mudah dilakukan (Arief, 2004).
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian dan
Pengujian Terpadu Universitas Gadjah Mada (LPPT UGM).
C. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah tikus putih jantan galur Wistar
yang diperoleh dari LPPT UGM berumur 2 - 3 bulan dengan berat badan
150 - 200 gram. Tikus akan dibagi menjadi 5 kelompok. Dipilih tikus dan
bukan mencit karena tikus tenang, mudah ditangani, tidak begitu fotofobik
seperti halnya mencit. Aktivitasnya tidak demikian terganggu dengan
adanya manusia (Harmita dan Radji, 2005).
Besar sampel tiap kelompok dihitung dengan rumus Federer
(Arkeman dan David, 2006):
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
(n - 1) (t - 1) > 15
n = besar sampel tiap kelompok
t = banyaknya kelompok perlakuan pada sampel
(n - 1) (t - 1) > 15
(n - 1) (5 - 1) > 15
n - 1 > 3.75
n > 4.75
n > 5
Tiap kelompok perlakuan terdiri dari 6 ekor tikus, sehingga jumlah sampel
keseluruhan adalah 30 ekor tikus
D. Teknik Sampling Hewan Uji
Tikus putih jantan dipilih secara purposive sampling sesuai kriteria
hewan uji. Subjek dibagi menjadi 5 kelompok secara acak menggunakan
teknik randomisasi.
E. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas : jus buah nanas
2. Variabel Terikat : volume urin
3. Variabel Luar
a. Terkendali : genetik, jenis kelamin, berat badan dan umur tikus,
makanan dan minuman, adanya stres terhadap
adaptasi lingkungan tempat percobaan.
b. Tak terkendali : variasi kepekaan tikus putih terhadap zat dan obat
yang digunakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
F. Definisi Operasional Variabel
1. Jus Buah Nanas (Ananas comosus Merr.)
Jus buah nanas adalah nanas segar masak berumur 12 - 24 bulan
yang didapatkan dari LPPT UGM yang dihaluskan menggunakan
blender. Jus buah nanas yang dihasilkan kemudian akan dibagi tiga
yang digunakan sebagai dosis I, dosis II, dan dosis III. Pemberian dosis
jus buah nanas diukur dengan menggunakan spuit pencekok. Skala
pengukuran variabel jus buah nanas adalah ordinal.
2. Hidroklorotiazid
Hidroklorotiazid yang dipakai dalam percobaan berupa tablet
sediaan HCT generik 25 mg. Dosis yang diberikan pada hewan uji
adalah 0.32 mg dalam 2 ml aquades/200 gr BB tikus putih dan
diberikan secara peroral dengan spuit pencekok. Sebelumnya tablet
HCT diukur menggunakan timbangan digital dengan satuan miligram.
Skala pengukuran variabel HCT adalah nominal.
3. Volume Urin Tikus Putih Jantan
Volume urin tikus putih jantan adalah banyaknya urin yang
dikeluarkan oleh tikus putih jantan setelah pemberian jus buah nanas
dengan menampung urin selama 6 jam. Pengukuran dilakukan selama
24 jam, dengan interval waktu 6 jam menggunakan injection spuit
dalam satuan cc. Skala pengukuran variabel volume urin tikus adalah
rasio.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
4. Galur
Dalam penelitian ini digunakan tikus putih galur Wistar untuk
mengendalikan faktor genetis.
5. Umur
Dalam penelitian ini digunakan tikus putih berumur 2 - 3 bulan
untuk membuat sampel homogen.
6. Jenis Kelamin
Dalam penelitian ini digunakan tikus putih jantan supaya sampel
bersifat homogen serta menghindari adanya pengaruh hormon
estrogen.
7. Berat Badan
Tikus dalam percobaan ini dipilih berat badan sekitar 150 - 200
gram dengan toleransi 10 %.
8. Suhu Udara
Ruangan yang digunakan untuk mengandangkan tikus putih jantan
dikondisikan pada suhu kamar sekitar 25⁰ C.
9. Makanan dan Minuman
Semua tikus yang digunakan untuk percobaan mendapat makanan
dan minuman yang cukup dengan jumlah kurang lebih sama. Semua
tikus mendapat minum awal sebanyak 100 ml selama 24 jam yang
diberikan waktu tikus dipuasakan. Banyaknya air yang diminum dapat
diketahui dengan pengukuran air sebelum diberikan dan setelah
diberikan kepada tikus.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
10. Kondisi Psikologis Tikus
Stres pada hewan uji dapat dipengaruhi akibat perlakuan yang
berulang kali. Hal tersebut dapat diminimalisasi dengan adaptasi
sebelum percobaan, diberikan pada kandang yang terpisah, makanan
dan minuman yang cukup, serta pencahayaan yang baik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
G. Rancangan Penelitian
Purposive sampling
Randomisasi
Gambar 3.1. Rancangan Penelitian
Populasi tikus putih jantan
30 sampel tikus putih jantan
Diadaptasikan selama 7 hari
Kelompok II Kelompok I Kelompok IV Kelompok V Kelompok III
Pada hari ke-8 dipuasakan selama 24 jam, tetap diberi air minum ad libitum
Jus nanas 2 ml
konsentrasi 25 %/200 gr
BB
Jus nanas 2 ml
konsentrasi 50 %/200 gr
BB
Jus nanas 2 ml
konsentrasi 100 %/200 gr
BB
HCT 0,32 mg dalam 2 ml
aquades/200 gr BB
Aquades 2 ml/200 gr BB
Penampungan urin selama 6 jam
Pengukuran volume urin setiap 6 jam, selama 24 jam
Analisis data dengan uji statistik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
H. Instrumen Penelitian
1. Alat Penelitian
a. Kandang tikus putih: untuk mengadaptasikan tikus putih jantan
b. Timbangan hewan: untuk menghitung berat badan tikus putih
jantan
c. Spuit pencekok: untuk memasukkan sampel uji ke tikus putih per
oral
d. Metabolic cage complete sets for rats: kandang uji diuretik untuk
tikus putih jantan
e. Kantong plastik: untuk menampung urin hasil penelitian
f. Injection spuit: untuk mengukur volume urin uji diuretik
2. Bahan Penelitian
a. Aquades sebagai kontrol negatif
b. Hidroklorotiazid (HCT) sebagai kontrol positif
c. Jus buah nanas
I. Penentuan Dosis
1. Perhitungan Dosis Kontrol Negatif
Berdasarkan tabel volume maksimal larutan yang dapat diberikan
pada berbagai hewan (Lampiran 10), tikus dengan berat badan 100 gr
hanya dapat menerima dosis larutan peroral sebanyak 5.0 ml. Imuno
dan Nurlaila (1986) menyarankan penentuan dosis juga harus selalu
dikaitkan dengan volume maksimal yang boleh diberikan pada hewan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
uji bersangkutan. Disarankan takaran dosis tidak sampai melebihi
setengah kali volume maksimalnya.
Volume maksimal tikus dengan berat badan 100 gr = 5 ml.
Setengah dari volume maksimal = 2.5 ml. Pada penelitian ini,
diberikan dosis 2 ml untuk kontrol negatif.
2. Perhitungan Dosis Hidroklorotiazid
Faktor konversi manusia dengan berat badan 70 kg ke tikus putih
dengan berat badan 200 gr adalah 0.018 (Lampiran 11). Pada orang
Indonesia rata-rata berat badannya 50 kg.
Dosis hidroklorotiazid yang digunakan sebagai diuretik adalah 25
mg (Gunawan, 2007) maka perhitungan dosis pada kelompok kontrol
positif adalah sebagai berikut:
Dosis untuk tikus putih = 50/70 x 25 mg x 0.018
= 0.320 mg/200 gr BB tikus putih
Selanjutnya dibuat larutan baku HCT. Dosisnya yaitu 1 tablet HCT
25 mg dipuyerkan, ditimbang dan diambil 16 mg kemudian dilarutkan
dalam 100 ml aquades. Maka 100 ml aquades mengandung 16 mg
HCT, sehingga 1 ml = 0.16 mg dan 2 ml = 0.32 mg.
Untuk itu dosis HCT yang diberikan sebagai kontrol positif yaitu
0.32 mg dalam 2 ml aquades.
3. Perhitungan Dosis Jus Buah Nanas
Buah nanas masak berumur 12 - 24 bulan dihaluskan dengan
blender kemudian disaring menggunakan penyaring untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
memisahkan sari buah dengan ampasnya. Selanjutnya sari buah nanas
dibagi ke dalam dua gelas yang masing-masing berisi 2 ml. Gelas
pertama sebagai dosis I. Gelas kedua ditambahkan aquades 2 ml
kemudian dibagi ke dalam gelas ketiga sebanyak 2 ml. Gelas kedua
sebagai dosis II. Gelas ketiga ditambahkan aquades 2 ml kemudian
diambil 2 ml saja sebagai dosis III. Sehingga didapatkan dosis jus buah
nanas:
a. Dosis I: 2 ml jus buah nanas dengan konsentrasi 100 %.
b. Dosis II: 2 ml jus buah nanas dengan konsentrasi 50 %.
c. Dosis III: 2 ml jus buah nanas dengan konsentrasi 25 %.
J. Cara Kerja
1. Membuat jus buah nanas.
2. Persiapan bahan uji:
a. Kontrol negatif dengan aquades.
b. Kontrol positif dengan HCT.
c. Jus buah nanas dosis I.
d. Jus buah nanas dosis II.
e. Jus buah nanas dosis III.
3. Persiapan hewan uji:
a. Hewan uji diadaptasikan dengan lingkungan laboratorium tempat
penelitian selama kurang lebih 1 minggu.
b. Hewan uji dipuasakan 24 jam sebelum perlakuan namun
pemberian minum tetap dilakukan. Air minum awal yang diberikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
untuk tiap tikus adalah sebanyak 100 ml. Tikus dibiarkan minum
air sesukanya (ad libitum).
c. Volume air minum diukur pada awal dan akhir pengamatan untuk
mengetahui pemasukan cairan ke dalam tubuh hewan uji apakah
homogen atau tidak.
d. Pengelompokkan hewan uji, masing-masing kelompok perlakuan
terdiri dari 6 ekor tikus putih jantan galur Wistar. Masing-masing
tikus ditempatkan pada satu kandang metabolik yang saling
terpisah.
4. Pemberian perlakuan pada hewan uji menggunakan spuit pencekok:
a. Kelompok 1 : tikus putih diberi aquades 2 ml.
b. Kelompok 2 : tikus putih diberi hidroklorotiazid dosis 0.32
mg/200 gr BB tikus putih dalam 2 ml aquades.
c. Kelompok 3 : tikus putih diberi 2 ml jus buah nanas dosis I.
d. Kelompok 4 : tikus putih diberi 2 ml jus buah nanas dosis II.
e. Kelompok 5 : tikus putih diberi 2 ml jus buah nanas dosis III.
f. Masukkan hewan uji dalam metabolic cage for rats.
g. Ukur volume urin masing-masing tikus yang ditampung setiap 6
jam sekali.
K. Analisis Data
Data volume urin yang diperoleh ditabulasi dalam tabel dan grafik.
Data dites normalitas dan homogenitas variansnya apakah memenuhi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
asumsi uji parametrik. Normalitas data diuji dengan uji Shapiro-Wilk.
Homogenitas varians antar kelompok diuji dengan uji Levene.
Bila asumsi parametrik terpenuhi (distribusi data normal dan
varians antar kelompok homogen) maka data dianalisis dengan uji oneway
Anova untuk tiap titik waktu (per 6 jam). Bila didapatkan perbedaan yang
signifikan dengan uji Anova, dilanjutkan dengan uji post hoc.
Bila asumsi parametrik tidak terpenuhi, data dianalisis dengan uji
alternatif nonparametrik yang sebanding dengan uji Anova, yaitu uji
Kruskal-Wallis. Bila didapatkan perbedaan yang signifikan, dilanjutkan
dengan uji Mann-Whitney untuk mengetahui letak perbedaan tersebut.
Tingkat signifikasi yang dipakai adalah p < 0.05. Analisis data dilakukan
dengan SPSS versi 17.0.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Penelitian tentang dosis jus buah nanas (Ananas comosus Merr.)
sebagai diuresis pada tikus putih jantan (Rattus norvegicus) dilaksanakan di
Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu Universitas Gadjah Mada
(LPPT UGM) pada tanggal 14 - 15 Juni 2011. Sampel yang digunakan yaitu
30 ekor tikus putih jantan galur Wistar yang dibagi ke dalam 5 kelompok
perlakuan, yaitu kontrol negatif (aquades), kontrol positif (hidroklorotiazid
0.32 mg), jus buah nanas dosis I (konsentrasi 100 %), jus buah nanas dosis II
(konsentrasi 50 %), dan jus buah nanas dosis III (konsentrasi 25 %).
A. Hasil Uji Diuretik Jus Buah Nanas
Hasil pengamatan pada penelitian efek diuresis jus buah nanas
(Ananas comosus Merr.) pada tikus putih jantan (Rattus norvegicus)
dengan aquades sebagai kontrol negatif dan hidroklorotiazid sebagai
kontrol positif dirangkum dalam Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Pengukuran Total Volume Urin Tikus Selama 24 Jam
Kelompok Rerata ± simpang baku volume urin (ml)
Kontrol Negatif 19.6 ± 10.7 Kontrol Positif 27.1 ± 9.1 Dosis I 27.7 ± 14.2 Dosis II 17.4 ± 8.2 Dosis III 11.8 ± 6.5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Adapun rincian volume urin tiap 6 jam disajikan dalam Tabel 4.2
berikut ini.
Tabel 4.2. Pengukuran Total Volume Urin Tikus Tiap 6 Jam
Kelompok Rerata ± simpang baku volume urin (ml) 6 Jam I 6 Jam II 6 Jam III 6 Jam IV
Kontrol Negatif 3.1 ± 2.4 7.0 ± 5.7 5.9 ± 1.3 3.5 ± 2.2 Kontrol Positif 5.4 ± 1.7 9.9 ± 3.8 7.9 ± 3.3 3.9 ± 2.4 Dosis I 5.3 ± 2.6 12.4 ± 7.6 8.0 ± 4.4 1.9 ± 1.0 Dosis II 1.9 ± 1.7 6.5 ± 5.7 6.1 ± 3.4 2.9 ± 1.2 Dosis III 1.6 ± 0.9 4.9 ± 4.3 2.9 ± 1.8 2.3 ± 2.0
Hasil pengukuran volume urin tampung tiap 6 jam lebih jelas
disajikan dalam Gambar 4.1 berikut ini:
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
12,0
14,0
6 jam I 6 jam II 6 jam III 6 jam IV
Rera
ta v
olum
e ur
in ta
mpu
ng (m
l)
Titik waktu
Kontrol Negatif
Kontrol Positif
Dosis I
Dosis II
Dosis III
Gambar 4.1. Grafik Volume Urin Tampung Tiap 6 Jam
Dari Gambar 4.1 tampak kelompok jus nanas dosis I mempunyai
rerata volume urin yang sebanding dengan kontrol positif pada 6 jam
pertama dan ketiga. Sedangkan pada 6 jam kedua, rerata volume urin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
kelompok jus nanas dosis I lebih banyak dibandingkan kontrol positif.
Sebaliknya, rerata volume urin kelompok dosis I tampak jauh lebih sedikit
pada akhir pengamatan.
Secara umum, kelompok jus nanas dosis II dan III mempunyai
rerata volume urin tampung yang lebih sedikit dibandingkan kontrol
positif dan kontrol negatif kecuali pada 6 jam ketiga di mana rerata
volume urin kelompok dosis II lebih banyak dari kontrol negatif.
B. Analisis Data
Analisis statistik terhadap data hasil penelitian di atas dilakukan
dengan uji Kruskal-Wallis dan uji Oneway Analysis of Variance (Anova)
dengan tingkat kemaknaan 0.05. Pengujian ini menggunakan program
SPSS for Windows Release 17.0 Evaluation Version.
Uji Kruskal-Wallis digunakan karena terdapat lebih dari 2
kelompok yang dibandingkan tetapi dengan adanya distribusi data yang
tidak normal atau varians data antar kelompok yang tidak homogen. Uji
Anova digunakan karena distribusi data normal dan varians antar
kelompok homogen. Normalitas data dianalisis menggunakan uji Shapiro-
Wilk karena jumlah sampel < 50. Varians data dianalisis menggunakan uji
homogenitas Levene. Bila pada uji Kruskal-Wallis didapatkan perbedaan
yang signifikan antar kelompok maka dilanjutkan dengan uji Mann-
Whitney. Apabila pada uji Anova didapatkan perbedaan yang signifikan
antar kelompok maka dilanjutkan dengan uji post hoc.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
1. Uji Normalitas
Hasil uji normalitas Shapiro-Wilk terhadap data penelitian
disajikan dalam Tabel 4.3 berikut ini.
Tabel 4.3. Rangkuman Hasil Uji Normalitas
Kelompok Nilai p 6 Jam I 6 Jam II 6 Jam III 6 Jam IV
Kontrol Negatif 0.704 0.022 0.630 0.511 Kontrol Positif 0.110 0.363 0.900 0.501 Dosis I 0.256 0.754 0.490 0.115 Dosis II 0.023 0.105 0.108 0.500 Dosis III 0.924 0.639 0.919 0.193
Interpretasi hasil uji Shapiro-Wilk adalah jika p > 0.05 berarti
distribusi data normal. Dari Tabel 4.3 tampak data volume urin 6 jam
ketiga dan keempat mempunyai distribusi normal. Volume urin 6 jam
pertama dan kedua distribusi datanya tidak normal.
2. Uji Homogenitas Varians
Hasil uji dengan uji homogenitas Levene terhadap data
penelitian dirangkum dalam Tabel 4.4 berikut ini.
Tabel 4.4. Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Varians
Nilai p
Volume Urin 6 Jam I 0.348 Volume Urin 6 Jam II 0.437 Volume Urin 6 Jam III 0.042 Volume Urin 6 Jam IV 0.447
Interpretasi uji homogenitas Levene adalah jika p > 0.05
berarti varians data antar kelompok homogen. Dari Tabel 4.4 tampak
volume urin 6 jam I, II, dan IV mempunyai varians data yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
homogen, dengan kata lain tidak terdapat perbedaan varians yang
signifikan antar kelompok perlakuan.
Data untuk volume urin 6 jam pertama dan kedua mempunyai
distribusi data tidak normal tetapi varians data antar kelompok
homogen. Untuk volume urin 6 jam ketiga distribusi data normal
tetapi varians data antar kelompok tidak homogen. Sehingga untuk
data volume urin 6 jam pertama, kedua, dan ketiga dilakukan uji
Kruskal-Wallis.
Data volume urin 6 jam keempat mempunyai distribusi data
yang normal dan varians antar kelompok yang homogen sehingga
memungkinkan untuk dilakukannya uji Anova.
3. Uji Kruskal-Wallis
Uji Kruskal-Wallis digunakan untuk melihat apakah terdapat
perbedaan volume urin pada 6 jam pertama, kedua, dan ketiga setelah
perlakuan pada tiap titik waktu. Hasil uji Kruskal-Wallis dirangkum
dalam tabel 4.5 berikut ini.
Tabel 4.5. Rangkuman Hasil Uji Kruskal-Wallis
Nilai p
Volume urin 6 jam I 0.008 Volume urin 6 jam II 0.143 Volume urin 6 jam III 0.085
Dari Tabel 4.5 diketahui nilai p untuk volume urin 6 jam
pertama adalah < 0.05. Interpretasi uji Kruskal-Wallis tersebut adalah
terdapat perbedaan antar kelompok yang signifikan untuk volume urin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
pada 6 jam pertama. Hasil uji Kruskal-Wallis untuk volume urin pada
6 jam kedua dan ketiga didapatkan nilai p > 0.05 sehingga dapat
diinterpretasikan tidak terdapat perbedaan volume urin yang
signifikan pada titik waktu tersebut.
Selanjutnya pada data untuk volume urin 6 jam pertama
dilakukan uji Mann-Whitney. Uji ini digunakan untuk mengetahui
kelompok mana yang memiliki perbedaan yang signifikan.
4. Uji Mann-Whitney
Hasil dari uji Mann-Whitney untuk volume urin 6 jam pertama
selama penelitian dirangkum dalam Tabel 4.6 berikut ini.
Tabel 4.6. Rangkuman Hasil Uji Mann-Whitney
Perbandingan Nilai p
Kontrol Negatif vs Kontrol Positif 0.109 Kontrol Negatif vs Dosis I 0.260 Kontrol Negatif vs Dosis II 0.422 Kontrol Negatif vs Dosis III 0.297 Kontrol Positif vs Dosis I 0.872 Kontrol Positif vs Dosis II 0.010 Kontrol Positif vs Dosis III 0.004 Dosis I vs Dosis II 0.012 Dosis I vs Dosis III 0.010 Dosis II vs Dosis III 0.747
Hasil uji Mann-Whitney untuk volume urin 6 jam pertama
menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara kelompok
kontrol positif dengan jus nanas dosis II dan III, juga antara jus nanas
dosis I dengan jus nanas dosis II dan III.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
5. Uji Anova
Uji Anova digunakan untuk melihat apakah terdapat perbedaan
volume urin pada 6 jam keempat setelah perlakuan pada tiap titik
waktu. Hasil uji Anova dirangkum dalam Tabel 4.7 berikut ini.
Tabel 4.7. Rangkuman Hasil Uji Anova
F Nilai p
Volume Urin 6 Jam IV 1.135 0.363
Dari Tabel 4.7 didapatkan nilai p > 0.05 sehingga dapat
diinterpretasikan tidak terdapat perbedaan volume urin yang
signifikan pada titik waktu 6 jam keempat.
C. Volume Air Minum Tikus Putih
Pada penelitian tentang diuretik diperlukan pengukuran volume air
minum masing-masing tikus putih jantan untuk melihat apakah terdapat
pengaruh pemasukan cairan dengan produksi urin yang dikeluarkan.
Pengukuran tersebut dilakukan pada akhir pengamatan (24 jam setelah
perlakuan). Air minum awal yang diberikan untuk tiap tikus adalah
sebanyak 200 ml. Rerata air minum disajikan dalam Tabel 4.8 dan hasil
pengukuran selengkapnya terdapat di Lampiran 2.
Tabel 4.8. Volume Air Minum Tikus Putih pada Akhir Pengamatan
Kelompok Rerata ± simpang baku volume air minum (ml)
Kontrol Negatif 31.6 ± 13.3 Kontrol Positif 44.1 ± 19.8 Dosis I 14.1 ± 8.0 Dosis II 20.8 ± 12.8 Dosis III 31.6 ± 20.4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
1. Uji Normalitas
Hasil uji normalitas Shapiro-Wilk terhadap air minum yang
dikonsumsi tikus putih disajikan dalam Tabel 4.9 berikut ini.
Tabel 4.9. Uji Normalitas Air Minum Tikus Putih
Kelompok Nilai p Intake cairan Kontrol Negatif 0.069 Kontrol Positif 0.339 Dosis I 0.070 Dosis II 0.378 Dosis III 0.988
Interpretasi hasil uji Shapiro-Wilk adalah jika p > 0.05 berarti
distribusi data normal. Dari Tabel 4.9 tampak data air minum tikus
putih mempunyai distribusi data yang normal.
2. Uji Homogenitas
Hasil uji dengan uji homogenitas Levene terhadap air minum
yang dikonsumsi tikus putih dirangkum dalam Tabel 4.10 berikut ini.
Tabel 4.10. Uji Homogenitas Varians Air Minum Tikus Putih
Nilai p
Intake cairan 0.215
Interpretasi uji homogenitas Levene adalah jika p > 0.05 berarti
varians data antar kelompok homogen. Dari Tabel 4.10 tampak air
minum mempunyai varians data yang homogen, dengan kata lain tidak
terdapat perbedaan varians yang signifikan antar kelompok perlakuan.
Selanjutnya dilakukan uji Anova mengetahui apakah ada perbedaan
yang signifikan pada air minum tikus putih.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
3. Uji Anova
Hasil uji Anova untuk air minum yang dikonsumsi tikus putih
selama penelitian dirangkum dalam Tabel 4.11 berikut ini.
Tabel 4.11. Uji Anova Air Minum Tikus Putih
F Nilai p
Intake cairan 3.580 0.019
Dari Tabel 4.11 didapatkan nilai p < 0.05 sehingga dapat
diinterpretasikan terdapat perbedaan konsumsi air minum yang
signifikan pada tikus putih selama penelitian berlangsung.
4. Uji post hoc
Hasil uji post hoc untuk air minum tikus selama penelitian
dirangkum dalam Tabel 4.12 berikut ini.
Tabel 4.12. Uji Post Hoc Air Minum Tikus Putih
Perbandingan Beda rerata (ml) Nilai p IK 95 %
Kontrol Negatif vs Kontrol Positif -12.5 0.166 (-30.56, 5.56) Kontrol Negatif vs Dosis I 17.5 0.057 (-0.56, 35.56) Kontrol Negatif vs Dosis II 10.8 0.228 (-7.23, 28.89) Kontrol Negatif vs Dosis III -2.5 0.778 (-20.56, 15.56) Kontrol Positif vs Dosis I 30.0 0.002 (11.94, 48.06) Kontrol Positif vs Dosis II 23.3 0.013 (5.27, 41.39) Kontrol Positif vs Dosis III 10.0 0.265 (-8.06, 28.06) Dosis I vs Dosis II -6.7 0.454 (-24.73, 11.39) Dosis I vs Dosis III -20.0 0.031 (-38.06, -1.94) Dosis II vs Dosis III -13.3 0.141 (-31.39, 4.73)
Hasil uji post hoc menunjukkan adanya perbedaan yang
signifikan antara kelompok kontrol positif dengan jus nanas dosis I
dan jus nanas dosis II serta jus nanas dosis I dengan jus nanas dosis
III.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
BAB V
PEMBAHASAN
Penelitian efek diuresis yang dihasilkan dari jus buah nanas ini
dilakukan dengan memberi perlakuan kontrol negatif dengan aquades,
kontrol positif dengan HCT, serta 3 macam dosis yang bertingkat dari jus
buah nanas yaitu jus buah nanas konsentrasi 100 %, 50 %, dan 25 %.
Penelitian efek diuresis ini juga memperhatikan pengendalian variabilitas
biologis, di mana variabilitas antar hewan uji yang tidak dapat dihilangkan
secara mutlak dapat dikurangi seminimal mungkin dengan cara
mengusahakan keseragaman sampel yaitu dengan memilih hewan uji yang
berasal dari galur Wistar berumur 2 - 3 bulan dengan berat badan antara
150 - 200 gram dan dalam kondisi sehat.
Secara keseluruhan, hasil penelitian ini menunjukkan adanya efek
diuresis pada 6 jam pertama setelah pemberian jus buah nanas konsentrasi
100 % dalam 2 ml/200 gr BB terhadap tikus putih jantan. Dari Gambar 4.1
terlihat bahwa pada 6 jam pertama dari kelompok jus buah nanas dosis I
(konsentrasi 100 %) mempunyai rerata volume urin yang sebanding
dengan kontrol positif. Sedangkan pada 6 jam kedua, rerata volume urin
kelompok tikus yang diberi jus buah nanas dosis I lebih banyak
dibandingkan kontrol positif. Kesetaraan efek diuresis jus buah nanas
konsentrasi 100 % dengan 0.32 mg hidroklorotiazid dibuktikan dengan uji
statistik yang menunjukkan tidak adanya perbedaan volume urin yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
signifikan selama 24 jam pengamatan. Hasil penelitian ini sesuai dengan
pernyataan Evans (2009) bahwa tanaman yang mengandung flavonoid
mempunyai efek sebagai diuresis. Efek diuresis jus buah nanas dijelaskan
dari kandungan flavonoid pada buah nanas yang menyebabkan
peningkatan elektrolit seperti Na+ dan Cl- bersama urin.
Penelitian ini menunjukkan bahwa rerata volume urin tampung
kelompok yang diberi jus buah nanas dosis II (konsentrasi 50 %) dan dosis
III (konsentrasi 25 %) tampak lebih sedikit dibandingkan kontrol positif
dan kontrol negatif, kecuali pada 6 jam ketiga di mana rerata volume urin
kelompok yang diberi jus buah nanas konsentrasi 50 % terlihat lebih
banyak dibandingkan kelompok kontrol negatif yang diberi aquades
(Gambar 4.1). Hasil analisis statistik uji Mann-Whitney lebih lanjut
menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara jus buah nanas
konsentrasi 50 % dan 25 % dengan kontrol positif (hidroklorotiazid) pada
6 jam pertama pasca perlakuan. Perbandingan efek diuresis antara jus buah
nanas dosis II dan III menunjukkan tidak adanya perbedaan dengan
kontrol negatif. Selain itu, efek diuresis jus buah nanas dosis II secara
statistik juga tidak berbeda signifikan dibandingkan dengan dosis III.
Dengan demikian, jus buah nanas konsentrasi 50 % dan 25 % tidak
adekuat untuk menyamai efek diuresis hidroklorotiazid.
Perbedaan efek diuresis jus buah nanas pada ketiga kelompok
perlakuan pemberian jus buah nanas disebabkan karena perbedaan dosis
yang diberikan ketiga kelompok tersebut. Pada jus buah nanas dosis I
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
kandungan buah nanasnya lebih banyak daripada jus buah nanas dosis II
dan dosis III sehingga diasumsikan flavonoid yang terkandung dalam jus
juga lebih banyak dan dapat memberikan pengaruh diuresis. Sedangkan
untuk jus buah nanas dosis II dan dosis III kandungan flavonoidnya belum
cukup untuk menghasilkan efek diuresis.
Dari Gambar 4.1 terlihat pula bahwa di semua titik waktu selama
perlakuan, kelompok kontrol negatif dengan aquades mempunyai hasil
urin tampung bahkan lebih banyak dibandingkan dengan kelompok jus
buah nanas dosis II dan III kecuali pada 6 jam ketiga di mana hasil urin
tampung jus buah nanas dosis II lebih banyak dibandingkan kontrol
negatif. Peningkatan volume urin pada kelompok kontrol negatif
dijelaskan melalui sifat hemodinamika aquades di mana aquades
intravaskular meningkatkan filtrasi glomelurus sehingga produksi urin
juga meningkat.
Menurut Gunawan (2007), secara teori hidroklorotiazid termasuk
diuretik tiazid yang mempunyai onset kerja 6 - 12 jam. Hasil penelitian ini
menunjukkan kesesuaian dengan teori. Efek HCT pada 6 jam pertama
(Gambar 4.1) sebanding dengan jus buah nanas dosis I. Efek HCT mulai 6
jam kedua sudah tidak lagi menunjukkan perbedaan yang signifikan
dengan kontrol negatif karena semua kelompok bersifat diuretik. Begitu
pula dengan jus buah nanas dosis I, II, dan III yang tidak menunjukkan
adanya perbedaan volume urin yang signifikan dengan HCT maupun
aquades pada 6 jam kedua pasca perlakuan dan seterusnya. Kemungkinan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
efek diuresis yang dihasilkan dari jus buah nanas dosis I dengan
konsentrasi 100 % onset kerjanya mirip dengan HCT. Sedangkan untuk
jus buah nanas dosis II dan III mulai menimbulkan efek diuresis pada 6
jam kedua. Maka dari itu onset kerjanya lebih lambat jika dibandingkan
dengan jus buah nanas dosis I.
Penelitian sebelumnya tentang efek diuresis dengan menggunakan
ekstrak akar nanas diketahui bahwa ekstrak akar nanas mempunyai efek
diuresis. Dosis paling kuat terhadap kontrol positif (HCT) yaitu kelompok
perlakuan ekstrak akar nanas 2 mg/100 gr BB tikus putih. Pada penelitian
ini, efek diuresis paling kuat ditimbulkan oleh jus buah nanas konsentrasi
100 % yang diberikan dalam 2 ml/200 gr BB tikus putih.
Penelitian efek diuresis tidak dapat dilepaskan dari pengaruh
pemasukan air minum terhadap tikus putih. Dalam penelitian ini, sisa air
minum untuk masing-masing tikus putih dihitung dan dianalisis untuk
mengetahui apakah pemasukan cairan antar kelompok perlakuan
homogen. Tabel 4.8 dan Tabel 4.9 menunjukkan adanya perbedaan
pemasukan cairan antara kelompok kontrol positif dengan jus buah nanas
dosis I dan jus buah nanas dosis II serta jus buah nanas dosis I dengan jus
buah nanas dosis III. Implikasinya, efek diuresis yang dijumpai dari hasil
penelitian ini mungkin dipengaruhi pula oleh perbedaan pemasukan cairan
dan bukan semata-mata akibat perbedaan perlakuan.
Hasil rerata air minum kelompok kontrol positif yang lebih besar
dari rerata air minum kelompok jus buah nanas dosis I tetapi hasil urin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
tampung 6 jam pertama antara kontrol positif dan jus buah nanas dosis I
sebanding mengindikasikan bahwa jus buah nanas konsentrasi 100 %
sebagai dosis I mempunyai efek diuresis yang lebih besar daripada efek
diuresis HCT. Walaupun ada perbedaan pemasukan cairan yang
signifikan, tetapi perbedaan tersebut dimungkinkan belum cukup kuat
untuk dapat meningkatkan produksi urin. Hal inilah yang mungkin
menyebabkan hasil urin tampung antara kontrol positif dan jus buah nanas
dosis I seimbang padahal pemasukan cairan pada kelompok kontrol positif
lebih banyak daripada kelompok jus buah nanas dosis I.
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, hasil penelitian tentang
efek diuresis sangat dipengaruhi oleh pemasukan cairan. Pada penelitian
ini, ternyata pemasukan cairan antar kelompok tidak sama sehingga hasil
penelitian ini tidak bisa menunjukkan efek diuresis jus buah nanas yang
sesungguhnya.
Selain itu juga terdapat data yang tidak akurat pada hasil urin
tampung kelompok kontrol negatif (aquades). Pada uji statistik semua titik
waktu, perbandingan kelompok kontrol negatif tidak didapatkan perbedaan
yang signifikan dengan kontrol positif serta ketiga dosis jus buah nanas
padahal kontrol positif dan jus buah nanas dosis I mempunyai perbedaan
yang signifikan dengan jus buah nanas dosis II dan III terutama mulai 6
jam kedua dan seterusnya. Sedangkan pada 6 jam pertama, di satu sisi
kontrol negatif sebanding dengan kontrol positif dan dosis I dan di sisi lain
kontrol negatif sebanding dengan dosis II dan III. Padahal kontrol positif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
dan dosis I berbeda secara signifikan dengan dosis II dan III. Sehingga
pada penelitian ini, aquades dengan sifat fisiologis tidak bisa dijadikan
kontrol negatif sebagai pembanding dengan kelompok lainnya.
Kemungkinan lain adalah terdapat kesalahan pada pelaksanaan penelitian
sehingga dihasilkan data yang tidak akurat.
Penelitian ini dilaksanakan selama 24 jam dari jam 12 siang sampai
jam 12 siang hari berikutnya. Urin tampung diambil setiap 6 jam sekali.
Peneliti tidak dapat melakukan pengukuran urin tampung seluruhnya
terutama pada pukul 24.00, sehingga untuk titik waktu tertentu urin
tampung diukur oleh laboran tempat penelitian dilaksanakan. Pengukuran
dan kesepakatan inter rater (antar pengamat) diperlukan antara peneliti
dan laboran sehingga didapatkan hasil yang reliabel dan akurat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
BAB VI
PENUTUP
A. Simpulan
Simpulan dari penelitian tentang efek diuresis jus buah nanas ini
adalah sebagai berikut:
1. Jus buah nanas konsentrasi 50 % dan 25 % menunjukkan efek diuresis
mulai 6 jam kedua yang sebanding dengan hidroklorotiazid.
2. Jus buah nanas konsentrasi 100 % menunjukkan efek diuresis yang
lebih tinggi dan menunjukkan onset yang sebanding dengan
hidroklorotiazid dibandingkan dengan jus buah nanas konsentrasi 50 %
dan 25 %.
B. Saran
1. Diperlukan pemberian masukan cairan yang sama untuk tiap tikus agar
mengurangi kerancuan hasil urin tampung selama penelitian diuretik.
2. Perlu dilakukan penelitian menggunakan hewan uji yang lebih tinggi
tingkatannya dengan metode penelitian yang lebih baik.
3. Perlu dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi senyawa yang
sesungguhnya menimbulkan efek diuresis.
4. Pada penelitian diuretik, aquades tidak dapat dijadikan kontrol negatif
karena bersifat diuretik fisiologis sehingga untuk kontrol negatif tidak
diberi perlakuan, hanya diberi air minum ad libitum seperti kelompok
yang lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user