DIAGNOSIS CEPAT (RAPID DIAGNOSIS) DENGAN …
Transcript of DIAGNOSIS CEPAT (RAPID DIAGNOSIS) DENGAN …
HASIL PENELITIAN DOSEN PEMULA
DIAGNOSIS CEPAT (RAPID DIAGNOSIS) DENGAN
MENGGUNAKAN TES SEDERHANA DARI SEKRET
HIDUNG PADA PENDERITA RINOSINUSITIS
TIM PENGUSUL
Dr. SITI MASLIANA SIREGAR, SpTHT-KL (KETUA)
0106098201
Dr. ROBITAH ASFUR, MBioMed (ANGGOTA)
0106048201
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
NOVEMBER 2016
Kode/ Nama Rumpun Ilmu: 282/ Ilmu Penyakit THT
1
2
Halaman pengesahan
Daftar …………………………………………………………………………………i
Ringkasan……………………………………………………………………………..ii
Bab 1. Pendahuluan
Latar belakang………………………………………………………………………..1
Perumusan masalah…………………………………………………………………..2
Tujuan penelitian…………………………………………………………………….3
Manfaat penelitian…………………………………………………………………...3
Bab 2. Tinjauan Pustaka
Anatomi sinus paranasal….………………………………………………………….4
Fungsi sinus paranasal……………………………………………………………….6
Rinosinusitis….………………………………………………………………………8
Klasifikasi rinosinusitis...…………………………………………………………….9
Patofisiologi...……………………………………………………………………….11
Diagnosis…………………………………………………………………………….12
Bab 3. Metode penelitian…………………………………………………………………13
Bab 4. Biaya dan Waktu Penelitian………………………………………………………15
Daftar Pustaka
Lampiran
3
RINGKASAN
Sinusitis adalah suatu penyakit yang paling sering dijumpai pada tingkat layanan
primer, dimana di Amerika Serikat dapat dijumpai sebanyak 32 juta kasus sinusitis
pertahunnya. Saat ini sinusitis lebih sering disebut dengan rinosinusitis oleh karena kaitan
anatomi yang erat antara hidung dan sinus paranasal. Rinosinusitis merupakan suatu proses
peradangan pada mukosa atau selaput lendir sinus paranasal. Berbagai faktor berperan penting
dalam perkembangan sinusitis, meskipun mekanismenya belum diketahui secara pasti. Faktor
tersebut meliputi faktor intrinsik yang terdiri dari faktor sistemik dan lokal serta faktor
ekstrinsik.
Hidung dan sinus paranasal merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan oleh
karena berhubungan erat dalam patofisiologi suatu rinosinusitis. Silia padda hidung dan sinus
paranasal bergerak secara ritmik sekitar 9 mm/ menit dimana waktu pembersihan silia
(mucociliary clearance time) dengan transport saccharine sekitar 7-11 menit. Sel-sel goblet di
sekresi sebanyak 1-2 liter atau 10-30 ml/kg cairan mukus perhari, dan membentuk selimut di
mukosa hidung dan sinus paranasal. Lapisan selimut di mukosa ini dapat menangkap partikel-
partikel yang dihirup melalui hidung dan sangat efisien pada partikel ukuran diameter 10 µm
ataupun lebih. Sekret ini terdiri dari IgA, lisozim dan memiliki pH 5.5-6.5, dimana semua
berfungsi sebagai lingkungan yang bakteriostatik. Oleh karena mahalnya suatu pemeriksaan
penunjang seperti CT scan ataupun foto polos hidung dan sinus paranasal, dan sering nya
overlapping gambaran pada penyakit infeksi saluran nafas atas seperti rinitis alergi ataupun
rinitis virus dalam hal mendiagnosis suatu rinosinusitis. Oleh karena itu pemeriksaan sederhna
untuk mendiagnosis sinusitis dengan menggunakan tes sederhana dan cepat seperti
pemeriksaan pH, lekosit esterase, protein, dengan menghitung clinical score.
Kata kunci: pH, Lekosit, esterase, CT Scan, Rinosinusitis, clinical score, protein, sekret
hidung
4
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.LATAR BELAKANG
Sinusitis adalah suatu penyakit yang paling sering dijumpai pada tingkat layanan
primer, dimana di Amerika Serikat dapat dijumpai sebanyak 32 juta kasus sinusitis
pertahunnya 1. Ada anggapan bahwa penggunaan antibiotik yang diberikan sangat berlebihan
(overuse). Saat ini sinusitis lebih sering disebut dengan rinosinusitis oleh karena kaitan anatomi
yang erat antara hidung dan sinus paranasal. Rinosinusitis merupakan suatu proses peradangan
pada mukosa atau selaput lendir sinus paranasal. Akibat dari peradangan ini dapat
menyebabkan penimbunan cairan didalamnya atau kerusakan tulang di bawahnya, terutama
pada fossa kanina dan menyebabkan sekret purulen 2.
Berbagai faktor berperan penting dalam perkembangan sinusitis, meskipun
mekanismenya belum diketahui secara pasti. Faktor tersebut meliputi faktor intrinsik yang
terdiri dari faktor sistemik dan lokal serta faktor ekstrinsik 2.
Faktor sistemik yang memicu terjadinya sinusitis adalah kelainan genetik atau
kongenital (kistik fibrosis, primary cilliary dyskinesia), gangguan sistem imun (seperti HIV,
penderita dengan kemoterapi), penyakit autoimun (seperti Wegener Granulomatosis dan
penyakit Sistemik Lupus eritematosus), adanya penyakit atopi seperti Rinitis Alergi dan Asma
Bronkial. Faktor lokal yang berhubungan dengan sinusitis adalah kelainan anatomi, terdapat
kista, neoplasma sinus paranasal serta osteoitis sinus paranasal 3,4
.
Faktor ekstrinsik yang berperan seperti infeksi bakteri, jamur dan virus, polusi udara
baik diluar rumah (ozon, sufur dioksida, dan nitrogen dioksida) dan didalam rumah (rokok,
formaldehid, benzena) serta udara kering dan dingin. Keadaan-keadaan seperti ini yang terus
menerus akan menyebabkan perubahan mukosa dan merusak silia 3,4
.
Menurut National Institute of Allergy and Infectious Disease menyatakan bahwa bakteri
penyebab terjadinya sinusitis di Amerika Serikat disebakan oleh Streptococcus pneuumoniae
(20-43%) dan Haemophillus influenzae (22-35%), dan Moraxella cathrralis (2-10%).
5
Menurut data dari departemen THT Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo mulai dari
Januari-Agustus 2005 dari 435 pasien yang datang berobat dengan keluhan hidung di divisi
rinologi, 69% diantaranya dengan diagnosa sinusitis. Sementara dari hasil yang didapatkan di
RS Mahatter Jambi sebanyak 301 pasien sinusitis.
Hidung dan sinus paranasal merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan oleh
karena berhubungan erat dalam patofisiologi suatu rinosinusitis. Silia padda hidung dan sinus
paranasal bergerak secara ritmik sekitar 9 mm/ menit dimana waktu pembersihan silia
(mucociliary clearance time) dengan transport saccharine sekitar 7-11 menit. Sel-sel goblet di
sekresi sebanyak 1-2 liter atau 10-30 ml/kg cairan mukus perhari, dan membentuk selimut di
mukosa hidung dan sinus paranasal. Lapisan selimut di mukosa ini dapat menangkap partikel-
partikel yang dihirup melalui hidung dan sangat efisien pada partikel ukuran diameter 10 µm
ataupun lebih. Sekret ini terdiri dari IgA, lisozim dan memiliki pH 5.5-6.5, dimana semua
berfungsi sebagai lingkungan yang bakteriostatik. Mukosiliar ini sangat berperan penting
sebagai barier atau pertahanan terhadap zat/bahan patogen, iritan dan alergen 6.
Oleh karena mahalnya suatu pemeriksaan penunjang seperti CT scan ataupun foto polos
hidung dan sinus paranasal, dan sering nya overlapping gambaran pada penyakit infeksi
saluran nafas atas seperti rinitis alergi ataupun rinitis virus dalam hal mendiagnosis suatu
rinosinusitis. Maka peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana diagnosa cepat rinosinusitis
dengan menggunakan tes sederhana dari sekret hidung melalui pH, lekosit esterase dan nitrit
serta protein.
1.2.. PERUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana tes sederhana dapat mendiagnosis
cepat (rapid diagnosis) dengan menggunakan sekret hidung pada pasien rinosinusitis.
6
1.3.TUJUAN PENELITIAN
A. TUJUAN UMUM
Untuk mengetahui bagaimana mendiagnosis cepat pasien rinosinusitis dengan
menggunakan tes sederhana dari sekret hidung.
B. TUJUAN KHUSUS
a. Untuk mengetahui distribusi frekuensi penderita rinosinusitis berdasarkan usia.
b. Untuk mengetahui distribusi frekuensi penderita rinosinusitis berdasarkan jenis
kelamin.
c. Untuk mengetahui distribusi frekuensi penderita rinosinusitis berdasarkan keluhan
utama.
d. Untuk mengetahui distribusi frekuensi penderita rinosinusitis berdasarkan
klasifikasi rinosinusitis.
e. Untuk mengetahui distribusi clinical score dari pemeriksaan (pH, protein, lekosit
dan nitrit esterase) pada penderita rinosinusitis
1.4.MANFAAT PENELITIAN
a. Untuk memberikan sumbangan ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu kedokteran
khususnya ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok
b. Sebagai data awal untuk penelitian lanjutan tentang rinosinusitis dalam bidang
imunohistokimia.
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Hidung dan Sinus Paranasal
Sinus paranasal merupakan suatu rongga perluasan dari hidung yang berisi udara,
dimana terdapat empat pasang sinus paranasal yang berhubungan ke rongga hidung. Keempat
pasang sinus tersebut adalah sinus maksilaris, sinus etmoid anterior, etmoid pposterior, sinus
frontalis dan sinus sfenoid.
Sinus-sinus terdiri dari dua bagian yaitu bagian anterior dan bagian posterior. Bagian
anterior yang bermuara ke meatus media adalah sinus maksilaris, sinus ethmoid anterior serta
sinus frontalis. Sedangkan yang termasuk bagian posterior adalah sinus yang bermuara ke
meatus superior yaitu sinus ethmoid posterior dan sinus sfenoid. Pusat dari area drainase sinus-
sinus ini yang terdiri dari ostium dari ketiga sinus, struktur meatus media, dan sel-sel ethmoid
anterior dikenal dengan kompleks osteomeatal.
2.2. Sinus Maksilaris
Sinus maksilaris merupakan sinus yang terbesar dari keempat sinus. Saat lahir sinus
maksilaris memiliki volume sebesar 6-8 ml, kemudian sinus berkembang dengan cepat dan
akhirnya mencapai ukuran maksimal yaitu sebesar 15 ml. Sinus maksilaris memiliki bentuk
seperti piramid dimana dasar sinus lebih tinggi dibandingkan dengan dasar hidung sehingga
memiliki potensi infeksi sinus lebih sering dibanding sinus lainnya. Sinus maksilaris dibatasi
oleh fossa kanina pada bagian anterior, bagian anterior dibatasi oleh permukaan fossa
pterygomaksila, bagian medial dibatasi oleh dinding lateral hidung, sedangkan bagian superior
dibatasi oleh dasar orbita dan bagian inferior dibatasi oleh prosesus alveolaris dan palatum.
2.3. Sinus Frontalis
Sinus frontalis terdapat didalam tulang frontal dan sebanyak dua buah, dimana
dipisahkan oleh septum tulang. Masing-masing sinus frontalis bermuara ke meatus media
8
melallui infundibulum ethmoid. Sinus Frontalis berkembang sejak usia 3 hingga 7 tahun,
dimana kadang-kadang sinus frontalis ini dapat bersifat rudimenter.
2.4. Sinus Ethmoid
Sinus ethmoid serupa halnya dengan sinus maksilaris terdapat sejak lahir, dimana sinus
ethmoid ini terdiri dari dua bagian yaitu sel-sel ethoid anterior dan sel-sel ethmoid posterior.
Bagian anterior akan bermuara ke infundibulum ethmoid dan meatus medis sedangkan bagian
posterior akan bermuara ke meatus superior.
2.5. Sinus Sfenoid
Sinus sfenoid berkembang sejak usia 9 hingga 10 tahun, dimana sinus ini bermuara ke
resesu sfenoethmoidalis diatas dari konka nasi superior. Sinus ini terletak didalam corpus os
sfenoidalis dan terdapat dua buah.
2.6. Fungsi Sinus Paranasal
Fungsi sinus paranasal ada beberapa, yaitu:
a. Sebagai air conditioner
b. Sebagai thermoregulator
c. Membantu keseimbangan kepala
d. Untuk resonansi suara
e. Untuk meredam perubahan tekanan udara
f. Produksi mukus dalam hal mucocilliary clearance
9
Gambar 1. Anatomi Hidung dan Sinus Paranasal (available at www.googleimage.com)
2.7. Rinosinusitis
Saat ini sinusitis lebih sering disebut dengan rinosinusitis oleh karena kaitan
anatomi yang erat antara hidung dan sinus paranasal. Rinosinusitis merupakan suatu proses
peradangan pada mukosa atau selaput lendir sinus paranasal. Akibat dari peradangan ini dapat
menyebabkan penimbunan cairan didalamnya atau kerusakan tulang di bawahnya, terutama
pada fossa kanina dan menyebabkan sekret purulen 8.
2.8. Klasifikasi Rinosinusitis 8,9,10
a. Berdasarkan lokasi
1. Sinusitis maksilaris: dengan keluhan seperti nyeri di pipi, malaise, nyeri kepala, wajah terasa
bengkak dan gigi terasa nyeri.
2. Sinusitis frontalis: nyeri pada alis mata, biasanya terjadi di pagi hari dan memburuk
menjelang tengah hari, kadang terdapat pembengkakan di supra orbita.
3. Sinusitis ethmoidalis: nyeri tekan diantara kedua mata
10
4. Sinusitis sfenoidalis: nyeri yang berada di puncak kepala dan kadang-kadang dibelakang
kepala.
b. Berdasarkan waktu
1. Sinusitis Akut
Suatu peradangan pada sinus paranasal yang berlangsung kurang dari 4 minggu, biasanya
didahului oleh infeksi saluran pernafasan atas dan biasanya diakibatkan oleh infeksi virus
meskipun beberapa bakteri seperti Streptococcus penumoniae, Haemophilus influenzae,
Moraxella cathrralis, dan staphylococcus aureus dapat menyebabkannya.
2. Sinusitis Kronis
Suatu peradangan pada sinus paranasal yang berlangsung lebih dari 12 minggu atau
sedikitnya lima kali serangan dalam setahun. Gejala sinusitis kronis menyerupai gejala sinusitis
akut, selain itu terdapat post nasal drip yang bersifat supuratif atau serosa di tenggorokan yang
membuat pasien merasa harus mengeluarkan dahak. Gejala lain yang dapat ditemukan pada
sinusitis kronis yaitu gangguan penghidu, nyeri kepala yang timbul terutama pagi hari, infeksi
saluran nafas bawah berulang dan terkadang kelainan objektif hanya dapat dijumpai pada
pemeriksaan CT Scan 8.
2.9. Patofisiologi
Patogenesis rinosinusitis dimulai dari adanya inflamasi pada mukosa sinus paranasal
yang di predisposisi oleh beberapa faktor seperti infeksi pernafasan atas akut, alergi, ataupun
paparan lingkungan. Inflamasi ini diikuti oleh edema mukosa, obstruksi ostium, dan mengubah
keadaan lingkungan sinus yang akan menghasilkan penebalan dan penumpukan sekret di sinus
paranasal, yang akan menyebabkan penurunan pH dan kadar PO2. Kondisi lingkungan ini
sangat memungkinkan pertumbuhan bakteri, yang akan menyebabkan infeksi. Infeksi akan
menyebabkan penebalan mukosa dan keadaan ini berlangsung terus menerus dalam suatu
siklus. Pada sinusitis akut, inflamasi akan membaik dengan atau tanpa antibiotik, dan drainase
sinus akan kembali normal. Sementara pada sinusitis kronis, akan terjaadi penebalan mukosa
yang persisten, obstruksi drainase sinus, dan infeksi bakteri yang kronis. Mekanisme dari
11
edema inflamasi yang persisten ini mungkin disebabkan oleh infeksi bakteri kronis dan atau
suatu predisposisi inflamasi kronik pada mukosa. Ketika terjadi obstruksi dari ostium maka
akan terjadi peningkatan transien dalam tekanan intrasinus diikuti oleh pembentukan tekanan
negatif intrasinus. Pertukaran gas dalam rongga sinus juga akan terganggu, sehingga merubah
pasokan oksigen intra sinus 5,6
.
Secara skematis digambarkan sebagai berikut:
Inflamasi mukosa
Infeksi Edema mukosa
Pertumbuhan bakteri Obstruksi ostium
Lingkungan Sinus Kondusif
- Penebalan dan penumpukan sekret
- Penurunan pH dan PO2
Gambar 2. Patogenesis Rinosinusitis (Advanced Studies in Medicine,
Journal Otolaryngology, p69, Vol 3, no.9)
2.10. Diagnosis
Dalam hal menegakkan diagnosis suatu rinosinusitis, anamnesis dan pemeriksaan fisik
yang baik sangat diperlukan ditambah dengan pemeriksaan seperti endoskopi dan pemeriksaan
penunjang seperti foto polos sinus dan CT Scan. Saat melakukan anamnesis, mengenali gejala
dan tanda rinosinusitis sangat penting, adanya gejala mayor dan gejala minor 2
Gejala Mayor Gejala Minor
1. Nyeri wajah 1. Sakit kepala
12
2. Facial congestion/ fullness
3. Nasal obstruction/ fullness
4. Nasal discharge/purulent/discolored
postnasal drip
5. Hiposmia/ anosmia
6. Tampak pus pada rinoskopi anterior
7. Demam (hanya pada sinusitis akut)
2. Demam (non akut sinusitis)
3. Halitosis
4. Fatique
5. Nyeri gigi
6. Batuk
7. Ear pain/ fullness/ pressure
Tabel 1. Gejala mayor dan minor rinosinusitis (adapted from Lanza and Kennedy, 1997) 2
Diagnosa ditegakkan dari 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor ditambah 2 kriteria
minor, meskipun adanya 1 gejala mayor (kecuali demam) atau 2 gejala minor harus
dipertimbangkan diagnosa banding yang lain. Pada pemeriksaan fisik rinoskopi anterior
dijumpai mukosa konka inferior edema ataupun hiperemis 2,3
. Pada sinusitis maksilaris,
ethmoid anterior dan frontal kadang-kadang tampak pus di meatus media, sedangkan pada
sinusitis ethmoid posterior dan sfenoid akan tampak pus di meatus superior. Pada pemeriksaan
rinoskopi posterior akan tampak post nasal drip/ discharge di nasofaring. Visualisasi yang baik
ketika pemeriksaan rinoskopi anterior dan posterior tergantung dari anatomi masing-masing
individu. Kelainan-kelainan yang tampak konsisten dalam menegakkan diagnosis rinosinusitis,
kecuali dalam menegakkan rinosinusitis akut yang ditemukan pada pemeriksaan fisik hanya
hiperemis dan edema mukosa hidung 6.
Pada sangkaan sinusitis akut, sangat penting untuk mengetahui apakah dijumpai infeksi
bakteri atau tidak. Gold Standar untuk menegakkan diagnosis suatu sinusitis akut adalah
dengan melakukan kultur dari cairan punksi sinus, akan tetapi prosedur ini tidak efektif oleh
karena invasif, tidak praktis, dan hanya bisa menilai sinus maksilaris saja. Hansen, dkk
melakukan penelitian dari 172 pasien dengan sangkaan sinusitis bakteri yang dilakukan
aspirasi cairan purulen atau mukopurulen dari sinus maksilaris sebagai bagian dari kriteria
diagnostik. Dari data tersebut didapatkan bahwa 53% pasien diperoleh didapatkan cairan
purulen ataupun mukopurulen dari aspirasi sinus. Berg dan Carenfelt, dengan menggunakan
kriteria diagnostik yang sama untuk sinusitis bakteri, didapatkan dari 155 penderita sinusitis-
13
like symptoms kurang dari 3 bulan. Mereka membatasi dengan 4 gejala yaitu adanya riwayat
sekret dari hidung yang unilateral, riwayat nyeri wajah unilateral, riwayat sekret purulen
bilateral, dan adanya pus di cavum nasi pada pemeriksaan fisik. Sedikitnya 2 dari kriteria diatas
dijumpai maka dapat ditegakkan diagnosa sinusitis bakteri. Linbaek dkk, melakukan penelitian
dengan melihat hubungan gambaran CT scan dengan temuan klinis pada penderita yang
didiagnosis sinusitis akut. Diantara pasien yang meiliki diagnosis klinis, sebanyak 63% yang
memiliki gambaran air fluid level dan opasifikasi komplit 4,5,6
.
14
KERANGKA KONSEP
KRITERIA MAYOR:
1. Nyeri wajah
2. Facial congestion/
fullness
3. Nasal obstruction/
fullness
4. Nasal
discharge/purulent/dis
colored postnasal drip
5. Hiposmia/ anosmia
6. Tampak pus pada
rinoskopi anterior
7. Demam (hanya pada
sinusitis akut)
KRITERIA MINOR:
1. Sakit kepala
2. Demam (non akut
sinusitis)
3. Halitosis
4. Fatique
5. Nyeri gigi
6. Batuk
7. Ear pain/ fullness/
pressure
Pemeriksaan fisik
Rinoskopi anterior
Rinoskopi posterior
Nasoendoskopi
Foto Polos Waters
Rinosinusitis
Patofisiologi:
Penurunan pH
Peningkatan protein
Penurunan PO2
Peningkatan lekosit
dan nitrit esterase
15
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan studi potong lintang (cross sectional design)
untuk melihat akurasi menggunakan tes sederhana seperti pH, protein, lekosit, esterase dan
nitrit untuk mendiagnosis rinosinusitis.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
3.2.1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian untuk mengambil sampel penelitian dilakukan di RS Haji Medan/
departemen THT-KL FK UMSU. Untuk pemeriksaan pH, protein, lekosit dan nitrit dilakukan
di laboratorium patologi klinik FK UMSU.
3.2.2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilakukan mulai dari Januari 2016 sampai dengan Desember 2016.
3.3. Populasi, Sampel, Besar Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
3.3.1. Populasi
3.3.1.1. Populasi Target
Populasi target pada penelitian ini adalah seluruh subjek penderita rinosinusitis
kronis.
3.3.1.1.Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah semua penderita baru yang terdiagnosis
rinosinusitis kronis yang datang ke poliklinik THT Rumah Sakit Haji Medan.
16
3.3.2. Sampel
Sampel penelitian ini adalah bagian populasi rinosinusitis yang terdiagnosis dari
anamnesis, pemeriksaan fisik rinoskopi anterior dan posterior, nasoendoskopi serta foto
polos waters yang memenuhi kriteria inklusi.
Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Kriteria Inklusi
Penderita baru yang didiagnosis rinosinusitis kronis, baik laki-laki maupun
perempuan pada kelompok usia tertentu.
Bersedia diikutsertakan dalam penelitian.
Kriteria Eksklusi
Belum pernah mendapat pengobatan antibiotik.
Bebas pengobatan kortikosteroid oral dan topikal serta antihistamin dalam waktu
satu minggu.
3.3.3. Besar Sampel Penelitian
Besar Sampel
Besar sampel dihitung berdasarkan rumus:
2
2
)21(
2211(221
PP
QPQPZPQZnn
2
2
)40,0(
)82,0)(18,0()42,0)(58,0(036,1)62,0)(38,0(296,121
nn
Zα= nilai baku normal dari tabel Z, yang besarnya tergantung pada nilai α yang
ditentukan, maka α = 0,05, maka Zα= 1,96
Zβ= nilai baku normal dari tabel Z, yang besarnya tergantung pada nilai β yang
ditentukan, maka Zβ= 1,036
P1= proporsi penderita yang di teliti sebelumnya= 0,58
17
Q1= 1- P1= 0,42
P1-P2= perbedaan proporsi yang bermakna= 40%= 0,4
P2= 0,18
Q2= 1- 0,18= 0,82
Maka,
n1=n2= 24,8, maka besar sampel adalah 25
Berdasarkan perhitungan besar sampel diatas, maka jumlah sampel dalam penelitian ini
minimal 25 orang, dengan estimasi pengambilan sampel sebanyak 30 orang.
3.3.4. Teknik Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel penelitian dilakukan secara consecutive sampling dimana setiap
pasien yang memenuhi kriteria inklusi dimasukkan dalam penelitian sehingga jumlah sampel
yang diperlukan terpenuhi (Sastroasmoro et al. 2008).
3.3.5. Variabel Penelitian
Klasifikasi variabel penelitian
3.3.5.1.Variabel tergantung (dependent) adalah: rinosinusitis (skala nominal dikotom)
3.3.5.2. Variabel bebas (independent) adalah: pH, lekosit, nitrit, esterase (skala nominal
dikotom)
3.3.6. Batasan Operasional
Rinosinusitis
Merupakan suatu inflamasi ataupun peradangan pada mukosa sinus paranasal, dimana
terminologi sinusitis sama halnya dengan rinosinusitis oleh karena etiologi dan faktor resiko
yang tidak bisa dipisahkan antara hidung dan sinus paranasal.
Berdasarkan task force 1997, membagi rinosinusitis yaitu:
Akut: ditandai dengan gejala dan tanda kurang dari 4 minggu, yang biasanya dipredisposisi
oleh infkesi pernafasan akut atas.
Sub Akut: antara 4 hingga 12 minggu dan membaik setelah mendapat pengobatan antibiotik
18
Kronis: lebih dari 12 minggu atau adanya rekurensi
Pemeriksaan Kimia (pH, Protein, lekosit dan nitrit) dengan metode dipstik
1. Pursaince of Hydorgen (pH) merupakan suatu pemeriksaan untuk menilai
keasaman suatu zat dengan menggunakan strip reagen urinalisis (dilihat selama 60
detik)
2. Protein yang diperiksa dengan metode d’emploi (60 detik)
3. Lekosit diperiksa dengan metode d’emploi (120 detik)
4. Nitrit diperiksa dengan metode d’emploi (60 detik)
5. Interpretasi
Interpretasi pemeriksaan dari keempat pemeriksaan dengan menggunakan sistem
skoring yaitu:
Protein
Kuning(-), 15(0.15)±, 30(0.3)+, 100(1.0)++, 300(3.0)+++, 2000(20)++++ mg/dl
pH
below 5.0-< 6.0 = (-) ≥ 6.0= +
leucocyte
< 70 leu/µl = - ≥ 70 = +
nitrit
warna putih= - light pink = +1 dark pink = +2
Pemeriksaan imaging
Yang termasuk pemeriksaan imaging adalah pemeriksaan pencitraan yaitu foto
polos hidung dan sinus paranasal posisi waters dan leteral dalam menunjang diagnosis
suatu rinosinusitis. Dikatakan rinosinutitis jika terdapat gambaran perselubungan atau
bayangan opasifikasi di rongga sinus paranasal.
19
BAB 4
BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN
4.1. Biaya Penelitian
Format ringkasan biaya yang diajukan pada penelitian dosen muda
NO JENIS PENGELUARAN BIAYA YANG DIUSULKAN (Rp)
1 Gaji dan Upah 3.000.000
2 Biaya dan bahas habis pakai
a. stik pemeriksaan
b. foto polos SPN
c. NaCl
d. Spuit 10 cc
e. Ethical clearance
7.500.000
@20.000 x 25 =500.000
@250.000 x 25= 6.250.000
@10.000 x 25= 250.000
@8000x 25= 200.000
300.000
3 Perjalanan
a. ongkos pasien penelitian
b. transport sampel
2.250.000
@50.000x 25= 1.150.000
@42.000x 25= 1.100.000
4 Lain-lain (publikasi, seminar, laporan hasil)
a. memperbanyak proposal
b. memperbanyak laporan kemajuan
c. ATK, tinta printer
d. Laporan hasil
e. Publikasi
2.250.000
@60.000 x 6= 360.000
@75.000 x 5= 375.000
500.000
@80.000 x 6= 480.000
535.000
20
4.2. Jadwal Penelitian
Kegiatan Jadwal kegiatan (bulan ke-) 2016/207
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Merumuskan
masalah
Mengumpulkan
literatur
Meriview
literatur
Membuat
proposal
Memperbanyak
proposal
Seminar
proposal
Mengumpulkan
sampel data
Menganalisis
data
Membuat hasil
Memperbanyak
hasil
Seminar hasil
21
BAB 5
HASIL PENELITIAN
5.1.Tabel distribusi frekuensi karakteristik penderita rinosinusitis berdasarkan usia
Usia (tahun) N %
15- 25 5 20.0
26-35 13 52.0
36-45
>46
5
2
20.0
18.0
Total 25 100
5.2.Tabel distribusi frekuensi karakteristik penderita rinosinusitis berdasarkan jenis
kelamin
Jenis kelamin N %
Perempuan 13 52.0
Laki-laki 12 48.0
Total 25 100
5.3.Tabel distribusi frekuensi penderita rinosinusitis kronis berdasarkan keluhan utama
Keluhan utama N %
Hidung tersumbat 9 36.0
Sakit kepala 4 16.0
22
Sakit pada wajah
Hidung beringus/berair
Bersin-bersin
Hidung berbau
3
6
1
2
12.0
24.0
4.0
8.0
Total 25 100
5.4.Tabel distribus frekuensi penderita rinosinusitis berdasarkan klasifikasi rinosinusitis
berdasarkan waktu
Klasifikasi N %
Akut 5 20.0
Kronis 20 80.0
Total 25 100
5.5.Tabel distribusi frekuensi clinical score pada penderita rinosinusitis
Hasil pemeriksaan (+)/ % (-)/% Total
Lekosit
pH
protein
nitrit
20 (80.0)
21 (84.0)
14 (56.0)
18 (72.0)
5 (20.0)
4 (16.0)
11 (44.0)
7 (27.0)
25
25
25
25
23
BAB 6
PEMBAHASAN
Dari tabel 5.1. dapat dilihat bahwa karakteristik usia terbanyak pada rentang usia 26-35
tahun sebanyak 13 orang (52%). Hal ini dikarenakan prevalensi penderita rinosinusistis dimulai
padda usia dewasa muda, disebabkan oleh beberapa faktor resiko antara lain adanya rinitis
alergi, paparan lingkungan ataupun pekerjaan, bentuk anatomi hidung sehingga keluhan
sinusitis tersering pada usia dewasa muda.
Dari tabel 5.2. dapat dilihat bahwa jenis kelamin terbanyak dijumpai pada jenis kelamin
perempuan sebanyak 13 orang (52%). Belum ada literatur yang menghubungkan antara jenis
kelamin dengan kejadian rinosinusitis. Akan tetapi perempuan lebih sering dan lebih cepat
mencari pengobatan dibandingkan laki-laki.
Dari tabel 5.3. didapatkan bahwa keluhan terbanyak penderita rinosinusitis adalah
keluhan hidung tersumbat sebanyak 9 orang (36.0%). Dimana secara patofisiologi bahwa Bila
terjadi edema di kompleks ostiomeatal, mukosa yang letaknya berhadapan akan saling bertemu,
sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendirnya berhadapan akan saling bertemu, dan lender
tidak dapat dialirkan. Maka terjadi gangguan drainase dan ventilasi di dalam sinus, sehingga
silia menjadi kurang aktif dan lendir yang diproduksi mukosa sinus menjadi lebih kental dan
merupakan media yang baik untuk tumbuhnya bakteri patogen. Bila sumbatan berlangsung
terus, akan terjadi hipoksia dan retensi lender, sehingga timbul infeksi oleh bakteri anaerob.
Selanjutnya terjadi perubahan jaringan menjadi hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip
dan kista.
Dari tabel 5.4. didapatkan bahwa hasil terbanyak rinosinusitis yang datang ke rummah
sait adalah rinosinusitis kronis sebanyak 20 orang (80.0%), hal ini dikarenakan oleh sangat
jarang pasien mencari pengobatan pada rinosinnusitis akut oleh karena pada umumnya dapat
sembuh sendiri tanpa pengobatan dan paling sering diakibatkan oleh rhinovirus. Dan gejala
yang menyerupai seperti influenza menyebabkan pasien jarang mencari pengobatan pada
rinosinusitis akut.
Dari tabel 5.5. didapatkan bahwa hasil pemeriksaan imunokimia dari menghitung
clinical score pada dipstik pemeriksaan bahwa hasil perubahan pH yang paing banyak dijumpai
24
sebesar 21 subjek penelitian (84.0%) diikuti peningkatan jumlah lekosit sebesar 20 subjek
penelitian (80.0%). Hal ini disebaabkan bahwa Patogenesis rinosinusitis dimulai dari adanya
inflamasi pada mukosa sinus paranasal yang di predisposisi oleh beberapa faktor seperti infeksi
pernafasan atas akut, alergi, ataupun paparan lingkungan. Inflamasi ini diikuti oleh edema
mukosa, obstruksi ostium, dan mengubah keadaan lingkungan sinus yang akan menghasilkan
penebalan dan penumpukan sekret di sinus paranasal, yang akan menyebabkan penurunan pH
dan kadar PO2. Kondisi lingkungan ini sangat memungkinkan pertumbuhan bakteri, yang akan
menyebabkan infeksi. Infeksi akan menyebabkan penebalan mukosa dan keadaan ini
berlangsung terus menerus dalam suatu siklus. Pada sinusitis akut, inflamasi akan membaik
dengan atau tanpa antibiotik, dan drainase sinus akan kembali normal. Sementara pada sinusitis
kronis, akan terjaadi penebalan mukosa yang persisten, obstruksi drainase sinus, dan infeksi
bakteri yang kronis. Mekanisme dari edema inflamasi yang persisten ini mungkin disebabkan
oleh infeksi bakteri kronis dan atau suatu predisposisi inflamasi kronik pada mukosa. Ketika
terjadi obstruksi dari ostium maka akan terjadi peningkatan transien dalam tekanan intrasinus
diikuti oleh pembentukan tekanan negatif intrasinus. Pertukaran gas dalam rongga sinus juga
akan terganggu, sehingga merubah pasokan oksigen intra sinus.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Young, Michael D. Rhinitis, Sinusitis, and Polyposis. Allergy and Asthma Proc Vol. 19
No.14. July-August 1998.
2. Lanza DC, Kennedy DW. Adult Rhinosinusitis Defined: Report of The Rhinosinusitis Task
Force Committee Meeting. Otolaryngol Head Neck Surgr. 1997; 117 (Suppl 3 pt 2): S1-S7.
3. Glicklich RE, Hilinski JM: The Health Impact of Chronic Sinusitis in Patients Seeking
Otolaryngology Care. Otolaryngol Head Neck Surg. 1996; 113(1): 104-109.
4. Hansen JG, Schmidt H, Rosborg J, Lund E. Predicty Acute Maxillary Sinusitis in a general
Practice Population. BMJ. 1995; 311:233-236.
5. Gwaltney JM Jr, Phillips CD, Miller RD, Riker DK. Computed Tomography Study of The
Common Cold. N Engl J Med. 1994; 330 (1); 25-30.
6. Steven D, Pletcher, Goldberg Andrew N. Diagnosis and Treatment of Sinusitis. Adv Stu
Med. 2003; 3 (9): 495-506
7. Snell RS. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. 6th
ed.Jakarta. EGC.; 2006.p.803-
5.
8. Mangunkusumo E, Soetipto D. Sinusitis didalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher. 6th
ed. Jakarta. FK UI; 2009. P. 145-53
9. Thaariq KA. Karakteristik Penderita Sinusitis di RSUP H. Adam Malik Medan pada Tahun
2011. FK USU. 2012
10. Hilger PA. penyakit Sinus Paranasal in: Adams GL, Boeis LR, Higler PH. Boeis Buku Ajar
THT. Editor Effendi H. 6th
ed. Jakarta. EGC; 1997.p 240-60
26
Lampiran 1
Justifikasi anggaran biaya
Honor
Honor Honor/ Jam Waktu (Jam/
Minggu)
Minggu Honor per Tahun
(Rp)
Ketua 6666 12 24 1.800.000
Anggota 3333 12 24 1.200.000
Subtotal 3.000.000
Peralatan penunjang
Material Justifikasi
pemakaian
Kuantitas Harga satuan
(Rp)
Harga Peralatan
Penunjang (Rp)
Bahan habis pakai
Reagen chemical
assay
Per stik 20.000 500.000
NaCl fls Per fls 10.000 250.000
Spuit 10 cc Per item 8000 200.000
Ethical clearance Syarat
penelitian
1 lembar 300.000 300.000
Foto polos SPN Pemeriksaan
penunjang
250.000 6.250.000
Subtotal 7.500.000
Perjalanan /
penunjang
2.250.000
Ongkos pasien
penelitian
25 orang 50.000 1.150.000
Transport sampel 25 sampel 42.000 1.100.000
Lain-lain 2.250.00
ATK Penunjang
penelitian
1 kotak 200.000 200.000
Penelusurran pustaka Bahan berkas 100.000 100.000
27
refensi
Catridge tinta Printer 2 buah 300.000
Kertas HVS 3 rim 200.000
Perbanyakan Status
penelitian
Penelusuran
PustakaPengumpulan
Data
Pengolahan Data
Analisis Data
Seminar
Konsumsi
Laporan Data
Penggandaan
Pengiriman
Penyusunan artikel
ilmiah
Dokumentasi
150.000
100.000
350.000
300.000
300.000
300.000
300.000
300.000
100.000
300.000
Sub total 2.250.000
Total anggaran yang diperlukan 15.000.000
28
Lampiran 2
Susunan Organisasi Tim Peneliti dan Pembagian Tugas
No Nama/NIDN Instansi
Asal
Bidang Ilmu Alokasi
waktu
(jam/mingg
u)
Uraian Tugas
1. Dr. Siti
Masliana
Siregar,
SPTHT-KL/
0106098201
UMSU Ilmu
kedokteran
klinis/THT
3 Bersama-sama
dengan
anggotamelaks
anakan
penelitian,
sebagai
koordinator
pelaksana
penelitian,
menyusun
laporan
penelitian
2 Dr. Robitah
Asfur/
0106048101
UMSU Ilmu
kedokteran
dasar/Biomed
ik
3 Membantu
pelaksanaan
penelitian, dan
menyusun
laporan
penelitian
29
Lampiran 4. Biodata Peneliti
Biodata Ketua dan Anggota Tim Pengusul
A. Identitas Ketua Peneliti
1 Nama Lengkap dr. Siti Masliana Siregar, SpTHT-KL
2 Jenis kelamin Perempuan
3 Jabatan Fungsional Asisten ahli
4 NIP
5 NIDN 0106098201
6 Tempat dan tanggal lahir P. Siantar/ 06 September 1982
7 E-mail [email protected]
8 Nomor telepon 081361771490
9 Alamat Kantor Jl. Gedung Arca No. 53 Medan
10 Nomor Telepon/Faks
11 Lulusan yang Telah dihasilkan S1
12 Mata Kuliah yang diampu 1. Ilmu Penyakit THT-KL
B. Riwayat Pendidikan
S1 S2 S3
Nama Perguruan Tinggi Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara -
Bidang Ilmu Pendidikan Dokter Spesialis THT-KL
-
Tahun Masuk-Lulus 2000-2006 2007-2010 -
Judul Skripsi/Tesis/Disertasi - Epstein Barr Nuclear
Antibodi pada karsinoma
nasofaring di RS adam malik
Medan
-
Nama Pembimbing/Promotor -
Prof. dr. Delfitri Munir,
SpTHT-KL (K)
-
30
C. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun Terakhir
No. Tahun Judul Penelitian
Pendanaan
Sumber Jml (Juta Rp)
1 2009 Epstein Barr Nuclear Antibodi pada
Karsinoma Nasofaring
Mandiri 12
2 2011 Skrining Pendengaran pada bayi baru
lahir di RS Sundari Medan
Dikti 10
3 2012 Pengaruh faktor sosio demografi
terhadap kejadian otitis media supuratif
kronis di medan
UMSU 5
4 2013 Hubungan EBA-1 dengan karsinoma
nasofaring pada Suku Batak di Medan
(Case Control Study)
UMSU 7.5
D. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir
No. Tahun
Judul Penelitian Pengabdian Kepada
Masyarakat
Pendanaan
Sumber Jml (Juta Rp)
1 2012 Bakti sosial dan sunatan massal PK
IMM UMSU Kab. Simalungun
UMSU -
2 2013 Bakti sosial dan sunatan massal PK
IMM UMSU Kel. Sei Mati Kec.
Maimun
UMSU -
Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenarnya untuk dapat dipergunakan
sebagaimana mestinya.
Saya yang membuat,
dr. Siti Masliana Siregar, SpTHT-KL
31
Anggota Peneliti
A. Identitas Diri
1 Nama Lengkap dr. Robitah Asfur, MBioMed
2 Jenis kelamin Perempuan
3 Jabatan Fungsional -
4 NIP -
5 NIDN 0106048101
6 Tempat dan tanggal lahir Medan, 06 April 1981
7 E-mail [email protected]
8 Nomor telepon 081361016161
9 Alamat Kantor Jl. Gedung Arca No. 53 Medan
10 Nomor Telepon/Faks
11 Lulusan yang Telah dihasilkan S1
12 Mata Kuliah yang diampu Fisiologi
B. Riwayat Pendidikan
S1 S2 S3
Nama Pergutuan Tinggi Universitas Gajah Mada Universitas Sumatera Utara -
Bidang Ilmu Pendidikan Dokter
Magister Kedokteran
Biomedik
-
Tahun Masuk-Lulus 2000-2006 2010-2013 -
Judul Skripsi/Tesis/Disertasi - Pengaruh suplemen kalsium
terhadap kadar darah dan
densitas mineral tulang pada
wanita pengguna kontrasepsi
depo medroksi progesteron
asetat (DMPA)
-
Nama Pembimbing/Promotor -
Prof.Dr.dr. Thamrin Tanjung,
SpOG (K)
-
Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenarnya untuk dapat dipergunakan
sebagaimana mestinya.
Saya yang membuat,
dr. Robitah Asfur, MbioMed
32