dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek...
Transcript of dewey.petra.ac.id · 44 Universitas Kristen Petra 4. ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek...
44 Universitas Kristen Petra
4. ANALISIS DATA
4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian
4.1.1. Sejarah Film Komedi di Indonesia
Indonesia telah mengenal film sejak masa penjajahan Belanda, yakni sejak
tahun 1900. Pada saat itu, mulai bermunculan film-film yang diproduksi di
Indonesia meskipun orang-orang di balik pembuatan film tersebut bukan orang
Indonesia.
Pada tahun 1950 baru dibentuk sebuah perusahaan produksi film pertama di
Indonesia yang benar-benar milik pribumi dan diberi nama Perusahaan Film
Nasional Indonesia (Perfini). Film pertama yang diproduksi oleh perusahaan ini
adalah “Darah dan Doa”, pada tahun 1950 karya sutradara Usmar Ismail.
Sedangkan film komedi di Indonesia muncul di tahun 1954 dengan judul
“Heboh”. Film tersebut dibintangi oleh Tjepot dan Mang Udel. Film komedi di
Indonesia dipelopori oleh Nya Abbas Akub yang merupakan asisten sutradara di
Perfini. Sejak pembuatan film yang dipercaya sebagai awal terbangunnya sejarah
film komedi di Indonesia tersebut, Nya Abbas Akup menjadi penulis skenario dan
sutradara spesialis komedi.
Film komedi di semakin banyak menghiasai layar kaca Indonesia di era 1970-
1980an. Film komedi yang terkenal pada era tersebut dimainkan oleh seorang
pelawak maupun grup lawak seperti Benyamin Sueb, para pemain Srimulat (Karjo
AC/DC), Surya Grup, D’Bodors, dan Warkop DKI. Pada saat itu, semua judul
film komedi menggunakan salah satu nama pelawak top di dalam grupnya, bukan
mengusung nama kelompoknya. Salah satu contohnya adalah film “Jalal Kawin
Lagi” pada tahun 1977. Jalal adalah salah satu anggota dari Surya Grup.
Dengan melihat fakta tersebut, Warkop DKI berkomitmen untuk
menggunakan nama grup sebagai pengantar aksinya di tiap kesempatan, salah
satunya dalam film. Karena inilah, Warkop DKI dan karyanya dapat diterima
dengan baik oleh masyarakat dan tahan lama.
Pada tahun 1980 hingga 1994, Warkop DKI memiliki 34 film layar lebar,
dimana 5 diantaranya berhasil mendapat piala H. Antemas (penghargaan untuk
45 Universitas Kristen Petra
film dengan perolehan penonton terbanyak). Kelima film tersebut adalah “Maju
Kena Mundur Kena” (1983), “Gantian Dong” (1985), “Kesempatan dalam
Kesempitan” (1985), “Malu-malu Mau” (1989), dan “Makin Lama Makin Asyik”
(1987).
Namun, pada tahun 1990-2000, industri perfilman Indonesia pun lesu karena
jumlah produksi film Indonesia yang semakin minim akibat munculnya televisi
swasta pada tahun 1980an. Oleh sebab itu, beberapa pelawak seperti Doyok dan
Kadir memilih untuk melanjutkan karier mereka di beberapa sinetron.
Pada tahun 2000an, muncul film “Jelangkung” (2001) dan film “Ada Apa
dengan Cinta” (2002) yang memicu kembali produksi-produksi film lokal.
Kesuksesan film karya Rudi Soedjarwo tersebut memunculkan film-film drama
romantis remaja lainnya seperti “Eiffel I’m in Love” (2003), “Cinta Pertama”
(2006), “Love in Perth” (2010), dan “Purple Love” (2011). Selain drama-drama
romantis tersebut, muncul juga film horor yang juga memunculkan erotisme. Pada
saat itu, film horor komedi juga ikut menjamur dengan adegan-adegan seks.
Namun, pada tahun 2013, terjadi regenerasi pelawak pada film komedi. Hal
tersebut berasal dari trend stand up comedy, yakni komedi yang mengandalkan
ucapan, mulai disukai oleh masyarakat di Indonesia. Salah satu stand up
comedian yang disukai di Indonesia adalah Raditya Dika, dimana Ia juga
membintangi film komedi pertama dengan stand up comedian sebagai pemainnya.
Film tersebut berjudul “Cinta Brontosaurus”, yang berhasil membangkitkan film
komedi di Indonesia dengan menjadi film komedi terlaris pada tahun 2013,
setelah pada tahun 2012 tidak ada film komedi yang masuk dalam 10 film terlaris
di Indonesia.
Film komedi yang dibintangi oleh stand up comedian pun bertambah banyak
setelah itu. Bahkan film komedi yang dibintangi oleh stand up comedian juga
lebih disukai dibanding film komedi tanpa stand up comedian. Hal itu dibuktikan
dari film komedi yang dibintangi oleh stand up comedian lebih banyak masuk ke
daftar 10 film terlaris dibanding film komedi tanpa stand up comedian.
46 Universitas Kristen Petra
Berikut ini adalah film komedi yang dibintangi oleh stand up comedian,
mulai tahun 2013 hingga tahun 2015:
Tabel 4.1. Daftar Film Komedi yang Dibintangi Stand Up Comedian
Judul Film Stand Up Comedian
Cinta Brontosaurus (2013) Raditya Dika
Manusia Setengah Salmon (2013) Raditya Dika
Cinta dalam Kardus (2013) Raditya Dika
Make Money (2013) Pandji Pragiwaksono
Bajaj Bajuri the Movie (2014) Muhadkly Acho
Marmut Merah Jambu (2014) Raditya Dika
Luntang Lantung (2014) Muhadkly Acho
Jomblo Keep Smile (2014) Kemal Palevi
Caleg by Accident (2014) Babe Cabita
Comic 8 (2014) Ernest Prakarsa, Kemal Palevi, Bintang
Timur, Babe Cabita, Fico Fachriza, Arie
Kriting, Mongol, Ge Pamungkas, Pandji
Pragiwaksono
Tak Kemal maka Tak Sayang (2014) Kemal Palevi
Aku, Kau, dan KUA (2014) Babe Cabita
Malam Minggu Miko Movie (2014) Raditya Dika
Air dan Api (2015) Abdur Arsyad
Epen Cupen the Movie (2015) Babe Cabita dan abdur Arsyad
Lamaran (2015) Arie Kriting dan Mongol Stress
Catatan Akhir Kuliah (2015) Muhadkly Acho dan Abdur Arsyad
Love You..Love You Not (2015) Kemal Palevi dan Fico Fachriza
Single (2015) Raditya Dika dan Pandji Pragiwaksono
Ngenest (2015) Ernest Prakarsa dan Ge Pamungkas
Warisan Olga (2015) Mongol Stress
Komedi Moderen Gokil (2015) Boris Bokir dan dodit Mulyanto
99% Muhrim : Get Married 5 (2015) Kemal Palevi dan Pandji Pragiwaksono
47 Universitas Kristen Petra
Comic 8 : Casino Kings Part 1
(2015)
Ernest Prakarsa, Kemal Palevi, Bintang
Timur, Babe Cabita, Fico Fachriza, Arie
Kriting, Mongol, Ge Pamungkas, Pandji
Pragiwaksono
Pizza Man (2015) Kemal Palevi dan Babe Cabita
Youtubers (2015) Kemal Palevi dan Ge Pamungkas
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
4.1.2. Cinta Brontosaurus
Film ini bercerita tentang seorang penulis buku “Cinta Brontosaurus” yang
bernama Dika. Dika menulis buku ini berdasarkan kisah asmaranya yang berkali-
kali kandas. Karena itulah, Dika menganggap bahwa cinta itu bisa kadaluarsa dan
Dika tidak pernah yakin bahwa dirinya perlu menikah.
Dalam menulis bukunya, Dika dibantu oleh agennya yang bernama Kosasih.
Selain menjadi agen, Kosasih adalah teman baik bagi Dika yang sering
memberikan masukan kepada Dika, terutama tentang masalah asmara.
Suatu hari, Dika bertemu dengan seorang gadis bernama Jessica. Mereka tidak
sengaja bertemu di sebuah restoran Jepang. Meskipun baru pertama kali bertemu,
mereka bisa bercanda dan akhirnya saling meminta nomor handphone.
Sesampainya di rumah, Dika menghampiri ibunya yang sedang membuat
kopi di dapur. Dika pun bertanya untuk siapakah kopi tersebut dibuat. Lalu, ibu
Dika menjawab seraya menunjuk seorang pria yang sedang melamun di teras
rumah. Ibu Dika menjelaskan bahwa pria tersebut adalah kerabat keluarga mereka
yang sudah berusia 72 tahun. Pria tersebut sangat kesepian karena tidak
mempunyai istri. Hal itu sendiri disebabkan oleh sifat pria tersebut yang terlalu
pemilih.
Melihat hal tersebut, rasa khawatir pun sempat menghampiri Dika. Dika takut
bahwa dirinya akan mengalami nasib yang sama dengan pria tersebut. Karena
merasa khawatir, Dika pun segera menghubungi Jessica dan mengajak keluar.
Semenjak itu, mereka sering keluar bersama.
Dika pun mengatakan bahwa Jessica adalah gadis yang berbeda dengan
gadis-gadis lain yang pernah bersamanya sebelumnya. Singkat kata, mereka pun
akhirnya memutuskan untuk berpacaran. Namun, Dika masih ragu untuk menikah.
48 Universitas Kristen Petra
Terlebih lagi, keluarga Jessica tidak terlalu menyukai Dika. Terkadang, Jessica
bersikap aneh, sehingga Dika merasa dirinya seperti pesuruh Jessica saja. Mereka
pun juga kerap bertengkar karena berbeda pendapat. Karena hal itulah, Dika
masih merasa bahwa cinta tetap bisa kadaluarsa, sehingga dirinya pun tidak berani
untuk menikah. Baginya, jika cinta sudah kadaluarsa saat masih pacaran, kata
“putus” masih bisa jadi jawaban. Berbeda hhalnya jika pasangan yang mengalami
“cinta kadaluarsa” saat sudah menikah, maka hal itu akanlebih merepotkan karena
harus mengurus hak asuh anak, dan lain-lain.
Jessica yang tidak tahan dengan anggapan aneh Dika tentang cinta pun
akhirnya minta untuk putus. Namun, Dika sebenarnya masih menyayangi Jessica.
Dika pun berniat untuk mendatangi rumah Jessica dan meminta maaf. Saat dalam
perjalanan, Dika tidak sengaja menabrak monyet peliharaan keluarga Jessica. Hal
itu justru membuat keluarga Jessica semakin tidak menyukai Dika.
Suatu hari, ketika Dika sedang duduk sendirian di atas atap, Nina (mantan
Dika) melihatnya dan mengajak Dika untuk ngobrol. Nina pun bercerita bahwa
dirinya sudah memiliki kekasih yang baru yang juga kerap kali bertengkar
dengannya. Mendengar hal tersebut, Dika pun bertanya kenapa Nina masih mau
pacaran dengan orang yang tidak sesempurna harapannya. Tetapi, Nina menjawab
bahwa tidak ada orang yang 100% bisa seperti apa yang diharapkan. Bagi Nina,
memang tidak ada cinta yang tidak kadaluarsa. Tetapi, cinta itu harus menerima
ketidaksempurnaan dari orang yang disayang.
Akhirnya, Dika pun menyadari bahwa cinta itu terkadang harus disikapi
seperti anak kecil yang menganggap bahwa sayang tidak perlu alasan. Dika pun
mengakui bahwa cinta tetap bisa kadaluarsa. Dika pun menganggap bahwa
dirinya bisa bertahan untuk bertengkar dan melalui segala hal yang tidak
menyenangkan bersama Jessica. Dika pun memang tidak percaya dengan
soulmate, tetapi dirinya percaya bahwa Dika hanyalah untuk Jessica. Hal itu pun
akhirnya juga disampaikan kepada Jessica dan mereka pun bersama kembali.
Penulis skenario : Raditya Dika
Sutradara : Fajar Nugros
Produser : Chand Parwez Servia dan Fiaz Servia
Production House : Starvision
49 Universitas Kristen Petra
Jumlah Penonton : 892.915
Pemeran : Raditya Dika sebagai Dika
Eriska Rein sebagai Jessica
Soleh Solihun sebagai Kosasih
Bucek sebagai ayah Dika
Dewi Irawan sebagai ibu Dika
4.1.3. Marmut Merah Jambu
Film ini bercerita tentang Dika (Raditya Dika) yang mendatangi rumah Ina
untuk menemui ayah Ina. Kedatangan Dika bertujuan untuk memberikan 1.000
buah origami burung bangau kepada ayah Ina, juga sekalian menjelaskan bahwa
kecelakaan di masa lalu yang melukai ayah Ina tidak dilakukan oleh Dika dan
tanpa maksud kesengajaan. Seribu buah burung bangau origami tersebut diberikan
oleh Dika kepada ayah Ina karena hari itu adalah tepat satu hari sebelum
pernikahan Ina.
Dika pun menceritakan masa SMA nya sebagai laki-laki yang tidak populer
di sekolah dan ingin menjadi populer untuk mengejar gadis impiannya, yaitu Ina.
Dika sendiri jatuh cinta kepada Ina karena Ina pernah memberikan sebuah burung
bangau origami kepada Dika saat Dika harus dirawat di UKS setelah dicubit oleh
teman-temannya. Padahal, Ina memang sering memberikan burung bangau
origami kepada orang yang menurutnya kurang beruntung. Hal itu dilakukan
karena Ina terinspirasi oleh rutinitas orang Jepang.
Dalam menjalankan misinya untuk menjadi populer, Dika tidak sendirian,
tetapi ditemani oleh Bertus, laki-laki yang juga tidak populer dan ingin populer di
sekolah. Mereka berdua mencetuskan ide untuk membuat kehebohan di sekolah,
karena mereka berpikir bahwa dengan membuat sesuatu yang heboh, maka
mereka akan jadi populer.
Akhirnya, Dika dan Bertus membentuk satu klub detektif, yang berkegiatan
memecahkan kasus-kasus misterius yang terjadi di sekolah, seperti hilangnya bola
basket, pengiriman surat kaleng, dan lain-lain. Tiba-tiba, ada seorang gadis
bernama Cindy yang bergabung dalam klub detektif tersebut. Cindy pun dikenal
sebagai anggota paling pintar di antara mereka bertiga.
50 Universitas Kristen Petra
Namun, pada suatu hari, mereka bertiga mendapat kasus dari kepala
sekolah. Kepala sekolah tersebut menunjukkan adanya grafiti pada tembok
sekolah. Grafiti tersebut berisi kata-kata yang dirangkai dalam seekor marmut
merah jambu. Kepala sekolah tersebut merasa bahwa tulisan itu adalah untuk
dirinya dan meminta mereka bertiga untuk memecahkan kasus tersebut.
Dika pun memiliki akal busuk, yakni dengan mencari bukti-bukti tidak masuk
akal yang mengarah pada Michael, seorang laki-laki populer di sekolah yang
disukai oleh Ina. Hal itu dilakukannya untuk menjatuhkan Michael agar Ina
menyukai Dika. Namun, ketika Dika berusaha untuk memfitnah Michael, tidak
ada yang mempercayai Dika, termasuk juga Cindy dan Bertus.
Ketika Cindy dan Bertus akhirnya mengetahui akal busuk Dika, mereka bertiga
bubar. Kasus yang diberikan oleh kepala sekolah pun tidak terpecahkan dan
berujung pada keluarnya kepala sekolah yang paranoid.
Namun, ayah Dika membantu mereka bertiga berbaikan dan menjadi
sahabat kembali. Akhirnya Cindy dan Bertus mengerti perasaan Dika yang
cintanya bertepuk sebelah tangan dan membantu Dika untuk jujur
mengungkapkan perasaannya saat ulang tahun Ina.
Mereka bertiga pun datang di pesta ulang tahun Ina dan Dika menceritakan
semua perasaannya di hadapan banyak orang. Dika pun mengatakan bahwa
dirinya rela melihat Ina bahagia dengan Michael. Namun, ayah Ina kagum atas
pernyataan Dika dan mengajak Dika berkenalan. Saat itu juga, Bertus yang tidak
sengaja membawa alat setrum (alat yang biasa digunakannya untuk memecahkan
kasus detektif), tidak sengaja mengarahkan alat setrum tersebut kepada ayah Ina
sehingga ayah Ina terluka.
Cerita Dika kepada ayah Ina berakhir sampai di situ. Ayah Ina pun
menanyakan apakah Dika akan datang ke pernikahan Ina esok harinya, dan Dika
pun menjawab bahwa dirinya pasti datang. Namun, tiba-tiba Dika teringat akan
kasus grafiti yang tidak terpecahkan pada masa SMA-nya. Dika pun menelepon
Bertus untuk menanyakan keberadaan Cindy. Bertus menjawab bahwa dirinya
mendapat kabar tentang keberadaan Cindy yang baru pindah ke daerah lain.
Namun, Bertus juga menjelaskan bahwa Cindy akan datang ke pernikahan Ina
esok harinya.
51 Universitas Kristen Petra
Saat Dika bertemu dengan Ina, Dika menjelaskan semua petunjuk yang
ditangkapnya dalam grafiti tersebut. Petunjuk yang ditangkap Dika mengarahkan
bahwa Cindy lah pelakunya dan sebenarnya maksud dari grafiti tersebut ialah
cinta yang disembunyikan oleh Cindy untuk Dika. Bagi Cindy, cinta itu seperti
marmut merah jambu yang lucu, yang berputar dalam roda, seakan marmut
tersebut sudah berjalan sangat jauh, padahal tidak kemana-mana. Hal itu adalah
hal yang melelahkan bagi Cindy. Seperti itulah cinta Cindy yang terpendam untuk
Dika selama 11 tahun. Setelah itu semua terungkap, Dika mengajak Cindy untuk
mengakhiri “perjalanan di tempat” yang melelahkan tersebut.
Penulis skenario : Raditya Dika
Sutradara : Raditya Dika
Produser : Chand Parwez Servia dan Fiaz Servia
Production House : Starvision
Jumlah Penonton : 640.682
Pemeran : Chistoffer Nelwan sebagai Dika kecil
Raditya Dika sebagai Dika dewasa
Julian Liberty sebagai Bertus kecil
Mohammed Kamga sebagai Bertus dewasa
Sonya Pandarmawan sebagai Cindy kecil
Franda sebagai Cindy dewasa
Anjani Dina sebagai Ina
Tio Pakusadewo sebagai ayah Ina
4.1.4. Comic 8
Film ini bercerita tentang Indro Warkop yang merupakan agen penumpas
perampokan. Sasarannya adalah rumah sakit jiwa “Cinta Waras” yang suka
melakukan eksploitasi kepada pasiennya, yakni menggunakan pasiennya sebagai
perampok. Indro Warkop memberikan misi kepada 8 orang yang kemudian
dihipnotis olehnya sehingga berhalusinasi dan bertingkah layaknya orang sakit
jiwa. Setelah dihipnotis, 8 orang tersebut dikirim ke rumah sakit jiwa “Cinta
Waras” dan psikiatris dari rumah sakit jiwa tersebut melakukan brainwash atau
pencucian otak kepada 8 orang tersebut dengan cara yang berbeda-beda dan
membagi mereka ke dalam 3 kelompok.
52 Universitas Kristen Petra
Kelompok pertama terdiri dari Fico Fachriza, Babe Cabita, dan Bintang
Timur. Mereka bertiga disetting untuk menjadi perampok yang bodoh dan
terkesan tidak kompak oleh crew dari agen perampokan yang berkedok rumah
sakit jiwa tersebut. Kelompok kedua terdiri atas Kemal Palevi, Ernest Prakarsa,
dan Arie Kriting. Mereka bertiga disetting sebagai perampok kelas kakap yang
profesional dalam merampok. Sedangkan kelompok terakhir adalah Mongol dan
Mudy Taylor, yang disetting sebagai perampok anti mainstream dan terkenal
menyimpang.
Ketiga kelompok tersebut telah disetting untuk melakukan perampokan
dalam sebuah bank yang bernama bank “INI” (International Netherland
Incorporated). Perampokan itu sendiri sudah disetting oleh psikiatris (dr. Pandji)
dari rumah sakit jiwa itu sendiri yang bekerja sama dengan crew lainnya, yakni
suster (Nikita Mirzani) dan karyawan lainnya (Agung Hercules). Dalam misi
perampokan tersebut, dr. Pandji menyuruh Nikita Mirzani untuk menyamar
sebagai teller bank “INI” yang meminta untuk dijadikan sebagai sandera kepada 8
perampok tersebut.
Dalam aksi perampokan tersebut, ada tim polisi yang terdiri dari Boy
William dan Nirina Zubir yang melakukan negosiasi agar 8 perampok tersebut
membebaskan para sandera sambil berusaha menangkap mereka. Kedua polisi itu
melihat adanya gelang pada tangan mereka yang menunjukkan bahwa 8 perampok
tersebut adalah pasien dari rumah sakit jiwa “Cinta Waras”. Mereka pun
memanggil dokter Pandji, yang mana sebenarnya adalah otak dari perampokan
tersebut. Dokter Pandji berpura-pura untuk mengajak mereka pulang kembali ke
rumah sakit jiwa. Tetapi, karena masih berada di bawah pengaruh brainwash,
kedelapan perampok tersebut tetap melanjutkan aksi perampokan mereka.
Ketika 8 perampok tersebut telah berhasil membuka brankas dari bank tersebut,
Nikita Mirzani menyuruh mereka untuk memasukkan uang ke dalam mobil dan
mengajak mereka kabur. Namun, polisi tetap mengejar mereka dan Nikita Mirzani
menyuruh 8 perampok tersebut untuk meledakkan mobil polisi agar kesulitan
menangkap mereka. Mobil yang dikendarai Nikita Mirzani tersebut masuk ke
dalam sebuah truk besar yang dikemudikan oleh Agung Hercules, lalu di dalam
truk tersebut mereka bertemu dengan dokter Pandji.
53 Universitas Kristen Petra
Dalam truk tersebut, dokter Pandji telah menyusun rencana untuk menyerahkan 8
perampok tersebut ke penjara dan memasang kedok bahwa dirinyalah yang
berhasil menangkap perampok tersebut. Namun, saat 8 perampok tersebut
ditangkap, polisi menemukan flashdisk yang berisi rencana Indro Warkop dalam
menumpas perampokan tersebut dan segala rencana yang telah disusunnya.
Akhirnya, polisi tersebut mengejar dokter Pandji dan semua yang terlibat dalam
rencana perampokan tersebut.
Penulis skenario : Fajar Umbara
Sutradara : Anggi Umbara
Produser : Frederica
Production House : Falcon Pictures
Jumlah Penonton : 1.624.067
Pemeran : Ernest Prakasa sebagai Ernest
Mongol Stress sebagai Mongol
Babe Cabita sebagai Babe
Mudy Taylor sebagai Mudy
Arie Kriting sebagai Arie
Kemal Palevi sebagai Kemal
Bintang Timur sebagai Bintang Timur
Fico Fachriza sebagai Fico
Pandji Pragiwaksono debagai dokter Pandji
Nikita Mirzani sebagai Nikita
4.1.5. Bajaj Bajuri the Movie
Film ini bercerita tentang Ahmad Bajuri yang bekerja sebagai sopir bajaj
dan memiliki kehidupan yang pas-pasan. Ahmad Bajuri memiliki istri bernama
Oneng, dan mereka tinggal bersama ibu Oneng (mertua Bajuri) dan adik Oneng.
Ahmad Bajuri sangat takut kepada mertuanya, sehingga suatu hari, saat
Bajuri sedang bekerja menarik bajaj, Ia dihubungi oleh mertuanya yang minta
segera dijemput di pasar. Bajuri pun terburu-buru sehingga jalan yang dilaluinya
menjadi kacau balau. Terlebih lagi, saat itu ada demo terhadap penggusuran tanah
yang dilakukan oleh warga.
54 Universitas Kristen Petra
Pada hari tersebut, Ahmad Bajuri harus ke pengadilan untuk menyelesaikan
urusan tanah warisan dari almarhum ayahnya. Namun, Bajuri terlambat dan salah
masuk ke ruang pengadilan yang bukan semestinya. Bajuri masuk di ruangan
yang digunakan untuk pengadilan teroris. Bajuri didudukkan di kursi tersangka,
karena banyak yang mengira bahwa Bajuri adalah teroris. Untungnya, teroris yang
sesungguhnya telah datang dan Bajuri bisa segera pulang.
Bajuri akhirnya resmi mendapatkan tanah warisan dari almarhum ayahnya
dan menjualnya. Tidak lama kemudian, tanah tersebut laku dan Bajuri mendapat
banyak uang. Namun, mertua Bajuri sangat khawatir kekayaan Bajuri akan
digunakan untuk menikah lagi. Mertua Bajuri yang terus salah sangka tersebut
berusaha untuk merampas uang Bajuri agar Bajuri tidak menikah lagi.
Akan tetapi, ada juga sekawanan perampok yang ingin merampas kekayaan
Bajuri, yang ternyata adalah orang-orang suruhan Cing Usman, kerabat Bajuri
yang tidak rela warisan tanah menjadi milik Bajuri. Akhirnya Bajuri dan Ucup
masuk ke dalam jebakan perampok. Namun, Bajuri dan Ucup berhasil melarikan
diri. Tetapi, mertua Bajuri dan teman Oneng (Susi) dijadikan tawanan dan diikat
di dalam sebuah kandang domba. Perampok tersebut meminta tebusan untuk
membebaskan mertua Bajuri dan Susi. Bajuri tidak percaya bahwa mertuanya
diculik. Bajuri mengira bahwa mertuanya hanya menginginkan uang Bajuri dan
mengakalinya dengan berpura-pura diculik. Tetapi, Oneng yang sangat
mengkhawatirkan ibunya tetap bersikeras untuk mencari ibunya.
Untungnya, pada saat diikat, mertua Bajuri membawa gunting di dalam
kantongnya dan menggunting tali yang mengikatnya. Kebetulan saat itu juga,
kawanan perampok yang disuruh menjaga mertua Bajuri dan Susi sedang tertidur.
Mereka pun berhasil kabur. Namun, di saat yang sama, pentolan perampok
tersebut sedang mencari Oneng untuk menjadi tawanan agar Bajuri segera
memberikan uangnya. Oneng pun tertangkap.
Akhirnya, Bajuri pun memberikan uangnya kepada perampok untuk
membebaskan Oneng. Tetapi uang yang dikemas dalam tas kresek tersebut tidak
sepenuhnya uang. Dalam tas kresek tersebut juga berisi tempe. Oleh karena itu,
perampok masih mengejar Bajuri.
55 Universitas Kristen Petra
Kebetulan, di kampung Bajuri diadakan sebuah pesta. Bajuri tidak sadar
bahwa dirinya berada dalam pengejaran polisi karena foto copy KTP Bajuri
tertingga di sebuah lokasi di dekat tempat ditemukannya tas yang diduga milik
teroris. Oleh karena itu, polisi mengejar Bajuri di lokasi tersebut, juga di saat yang
sama perampok tersebut masih mengejar Bajuri untuk meminta uang lagi. Di
situlah perampok tersebut akhirnya tertangkap dan keluarga Bajuri hidup tanang
kembali.
Penulis skenario : Raymond Lee dan Chairul Rijal
Sutradara : Fajar Nugros
Produser : Chand Parwez Servia dan Fiaz Servia
Production House : Starvision
Jumlah Penonton : 460.779
Pemeran : Ricky Harun sebagai Bajuri
Eriska Rein sebagai Oneng
Meriam Bellina sebagai Emak
Muhadkly Acho sebagai Ucup
Soleh Solihun sebagai Usman
Nova Eliza sebagai Hani
McDanny sebagai Dimas
Randhika Djamil sebagai Bambang
4.1.6. Comic 8 : Casino Kings Part 1
Film ini merupakan kelanjutan cerita dari comic 8, dimana agen penumpas
perampokan dan kejahatan Indro Warkop memberi misi kepada 8 orang untuk
menemukan The King, yang mana memiliki pulau pribadi atau wahana judi
terbesar di dunia. Sebenarnya The King sendiri adalah pancingan yang diberikan
dari dokter Pandji untuk menjebak comic 8 dan memanfaatkannya untuk
merampok lagi.
Indro, sebagai ketua agen yang terjebak pun menyuruh mereka untuk
menyamar menjadi komikus atau stand up comedian, yang melakukan tur atau
keliling dengan harapan bisa menembus tempat kediaman The King. Mereka pun
berhasil masuk ke pulau pribadi The King, dan diberi fasilitas untuk bersenang-
56 Universitas Kristen Petra
senang di sana, sebelum otaknya didoktrin untuk melakukan aksi perampokan
lain.
Penulis skenario : Anggy Umbara dan Fajar Umbara
Sutradara : Anggy Umbara
Produser : Frederica
Production House : Falcon Pictures
Jumlah Penonton : 1.211. 820
Pemeran : Ernest Prakasa sebagai Ernest
Babe Cabita sebagai Babe
Ge Pamungkas sebagai Ge
Arie Kriting sebagai Arie
Bintang Timur sebagai Bintang Timur
Fico Fachriza sebagai Fico
Mongol Stress sebagai Mongol
Kemal Palevi sebagai Kemal
Sophia Latjuba sebagai The King
Nirina Zubir sebagai Nirina
4.1.7. Ngenest
Film ini bercerita tentang Ernest, yang sejak kecil dibully karena merupakan
keturunan Tionghoa dan merupakan minoritas yang perbedaannya mencolok
sekali diantara yag lain. Ernest tidak sendirian, tapi dirinya ditemani oleh Patrick,
yang sama-sama keturunan Tionghoa dan merupakan minoritas. Mereka
bersahabat akrab dan tumbuh dewasa bersama, meskipun mereka tetap memiliki
pandangan yang berbeda tentang bagaimana harus bersikap ketika menjadi
minoritas.
Mereka berdua dipanggil dengan sebutan “Cina!” di lingkungan mereka. Bagi
Ernest, beradaptasi dengan mayoritas yang mem-bullynya adalah hal yang tidak
salah. Namun, bagi Patrick, hal itu sama sekali tidak perlu dilakukan, karena apa
gunanya berteman dengan orang yang menindasnya. Ernest berusaha berteman
57 Universitas Kristen Petra
dengan orang-orang yang suka memanggilnya dengan sebutan “Cina!” dengan
mentraktir orang-orang tersebut dan mengikuti gaya mereka.
Namun, Ernest tetap takut bahwa nanti anaknya akan mengalami hal yang
sama dengannya. Oleh karena itu, Ernest memutuskan untuk menikah dengan
wanita pribumi, agar nanti anaknya tidak akan mengalami hal yang sama
dengannya.
Ernest pun memilih untuk bersekolah di SMA negeri selepas Ia lulus SMP
dengan tujuan bisa mendapatkan jodoh wanita pribumi. Namun, karena nilanya
jelek, Ernest tidak bisa bersekolah di SMA negeri dan harus bersekolah di SMA
swasta yang membuatnya menjadi mayoritas.
Namun, tekadnya untuk menikahi wanita pribumi tetap kuat. Selepas lulus
SMA, Ernest memutuskan untuk kuliah di Bandung. Patrick pun melakukan hal
yang sama. Perbedaannya adalah Ernest kuliah di universitas negeri, sedangkan
Patrick tetap memilih universitas swasta.
Pada suatu hari, Ernest disuruh ayahnya untuk mengikuti kursus Bahasa
Mandarin. Namun, Ernest tidak terlalu suka dengan anjuran ayahnya sehingga
memutuskan untuk berhenti dan meminta refund atas biaya pendaftarannya.
Tetapi, pada saat berusaha meminta refund di meja receptionist, Ernest bertemu
dengan Meira, dan terpesona pada pandangan pertama. Akhirnya, Ernest tetap
melanjutkan kursus tersebut dan berada di kelas yang sama dengan Meira.
Ernest dan Meira tidak pernah saling sapa. Hingga tiba-tiba Meira
menghilang dari tempat kursus tersebut. Ernest pun meminta kontak Meira di
receptionist. Tetapi, petugas receptionist tersebut tidak melayani permintaan
Ernest. Akhirnya, Ernest meminta bantuan Patrick untuk mendapatkan kontak
Meira dari receptionist tersebut. Patrick pun berhasil mendapatkannya dan
memberikannya kepada Ernest.
Sesampainya di rumah, Ernest langsung menghubungi Meira dan
mengajaknya untuk nonton bioskop. Selepas nonton, mereka lanjut makan sambil
ngobrol di warung. Ernest bertanya kepada Meira mengapa dirinya mau diajak
Ernest nonton. Meira pun menjawab karena Ia percaya kepada Ernest, dan percaya
juga kalau semua terjadi atas alasan.
58 Universitas Kristen Petra
Ayah Meira yang mengetahui anak perempuannya keluar dengan laki-laki,
langsung meminta Meira untuk mempertemukan Ernest dengan ayahnya. Ernest
pun menurutinya. Namun, ayah Meira tidak terlalu menyukai Ernest, karena
Ernest adalah keturunan Tionghoa dan ayah Meira trauma karena pernah ditipu
oleh keturunan Tionghoa.
Namun, perlahan ayah Meira menyadari bahwa sikap manusia tidak bisa
dipukul rata. Lambat laun pun ayah Meira menerima Ernest. Ernest dan Meira pun
semakin akrab dan mereka akhirnya pacaran.
Lima tahun mereka lalui sebagai sepasang kekasih, Ernest dan Meira pun
akhirnya memutuskan untuk menikah. Namun, Ernest tetap takut untuk memiliki
anak. Ernest takut bahwa anaknya nanti akan mirip dengannya dan mengalami hal
yang sama sepertinya. Hingga usia pernikahan mereka 2 tahun, Ernest masih
menyatakan bahwa dirinya tidak siap untuk memiliki anak meskipun Meira sudah
sangat ingin punya momongan. Mereka kerap kali memperdebatkan hal tersebut
hingga Ernest tidak tega melihat Meira yang sudah sangat menginginkan
momongan. Akhirnya, Ernest pun mengalah dan menuruti kemauan Meira,
meskipun rasa takut terus menghantuinya.
Tidak lama kemudian, Meira hamil. Tetapi, pada saat-saat kandungan Meira
memasuki minggu ke 40 dan tiba saatnya untuk melahirkan, Ernest kembali takut
dan “melarikan diri”. Ernest lari ke tempat dimana Ia dan Patrick sembunyi untuk
menenangkan diri. Akibat hal tersebut, tidak ada orang yang dapat
menghubunginya, termasuk Meira yang minta tolong kepadanya untuk segera
dibawa ke rumah sakit karena merasakan kontraksi.
Namun, Patrick menemukan Ernest di tempat tersebut dan mengatakan bahwa
tempat itu memang tempat dimana mereka kabur dari dunia. Tetapi, ayah adalah
dunia dari anak, dan jangan melarikan diri dari anak. Mendengar hal tersebut,
Ernest pun langsung mendampingi Meira di rumah sakit dan melihat anak mereka
lahir. Di situlah ketakutan Ernest berakhir dan anak yang baru lahir tersebut justru
membawa kebahagiaan bagi keluarga besar mereka.
Penulis skenario : Ernest Prakarsa
Sutradara : Ernest Prakarsa
Produser : Chand Parwez Servia dan Fiaz Servia
59 Universitas Kristen Petra
Production House : Starvision
Jumlah Penonton : 717.174
Konsuktan Komedi : Arie Kriting
Pemeran : Ernest Prakarsa sebagai Ernest dewasa
Kevin Anggara sebagai Ernest SMP-SMA
Morgan Oey sebagai Patrick
Brandon Salim sebagai Patrick SMP-SMA
Lala Karmela sebagai Meira
Ferry Salim sebagai ayah Ernest
Olga Lydia sebagai ibu Ernest
Budi Dalton sebagai ayah Meira
Ade Fitria Sechan sebagai ibu Meira
Ge Pamungkas sebagai Willy
Fico Fachriza sebagai Bowo
Muhadkly Acho sebagai dokter
4.1.8. Manusia Setengah Salmon
Film ini bercerita tentang Raditya Dika, seorang penulis buku yang diminta
revisi oleh editor karena karya yang ditulisnya terasa monoton. Sambil merevisi
karyanya, Raditya Dika tetap melakukan aktivitas seperti biasa, seperti bermain
futsal dan lain-lain. Saat bermainfutsal, seorang teman Raditya Dika memberikan
undangan pernikahan. Raditya Dika pun diejek oleh teman-temannya karena
hanya dirinyalah yang belum memiliki pasangan dan tidak bisa melupakan
mantan pacarnya, Jessica. Selepas futsal, Raditya Dika dan temannya makan
siomay sambil mengobrol di taman yang terletak di seberang lapangan futsal. Di
taman itu, Dika melihat seorang wanita cantik yang sering memarkir mobil di
taman.
Saat pulang futsal, ibu Raditya Dika mengumumkan bahwa keluarganya akan
segera pindah rumah, karena orang tua Dika ingin tinggal di tempat yang lebih
tenang. Awalnya, Raditya Dika tidak setuju akan rencana tersebut. Namun, karena
merasa kasihan, Raditya Dika akhirnya mengikuti rencana tersebut dan menemani
ibunya untuk melihat-lihat rumah baru.
60 Universitas Kristen Petra
Setelah beberapa kali merasa tidak cocok dengan rumah yang dilihat-lihatnya,
akhirnya keluarga Raditya Dika menemukan rumah yang pas dan sesuai dengan
keinginan mereka. Bagi ibu Raditya Dika, mencari rumah baru sama dengan
mencari jodoh, yakni harus “cocok-cocokkan”. Ketika sudah menemukan yang
cocok, pasangan tersebut harus segera “diambil”, sama seperti rumah yang baru
dan merasa cocok untuk ditinggali tersebut.
Di sisi lain, banyak hal baru yang terjadi pada Raditya Dika, seperti supir
baru yang memiliki masalah dengan bau badan. Raditya Dika sering meliburkan
supir tersebut karena ia sungkan untuk memecatnya dan tidak berani
mengungkapkan alasan yang sebenarnya. Selain itu, Raditya Dika juga bertemu
dengan Patricia, teman semasa SMP-nya. Mereka pun akhirnya dekat dan
memutuskan untuk pacaran setelah beberapa kali keluar bersama. Namun, ada
satu hal yang tidak diketahui oleh Patricia, yaitu Raditya Dika belum bisa
melupakan mantan pacarnya, Jessica.
Suatu hari, Patricia menemukan foto Jessica yang masih disimpan di dompet
Raditya Dika. Patricia pun marah dan memutuskan hubungan asmaranya dengan
Raditya Dika.
Hingga akhirnya tiba bagi Raditya Dika dan keluarganya untuk pindah
rumah, Raditya Dika baru menyadari bahwa hidup ini membutuhkan perpindahan.
Perpindahan tersebut akan membuat seseorang menjadi lebih baik. Hewan yang
dianalogikan sebagai hewan yang suka berpindah-pindah adalah salmon. Karena
itulah, Raditya Dika memberi judul “Manusia Setengah Salmon” pada buku karya
terbarunya tersebut.
Penulis skenario : Raditya Dika
Sutradara : Herdanius Larobu
Produser : Chand Parwez Servia dan Fiaz Servia
Production House : Starvision
Jumlah Penonton : 442.631
Pemeran : Raditya Dika sebagai Dika
Kimberly Ryder sebagai Patricia
Eriska Rein sebagai Jessica
Bucek sebagai ayah Dika
61 Universitas Kristen Petra
Dewi Irawan sebagai ibu Dika
Mosidik sebagai editor buku
Insan Nur Akbar sebagai Sugiman
4.2. Uji Reliabilitas
Dalam uji reliabilitas, untuk mengukurnya digunakan rumus Holsty, yaitu :
CR = 2M
N1+N2
Keterangan:
CR = Coeficient Reliability
M = Jumlah pernyataan yang disetujui oleh pengkoding dan periset
N1, N2 = Jumlah pernyataan yang diberi kode oleh hakim dan periset
Uji reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji reliabilitas
berdasarkan formula Holsti. Reliabilitas ditunjukkan dalam persentase
persetujuan, berapa besar persentase persamaan antar coder ketika menilai suatu
isi (Eriyanto, 2011, p. 289-290).
M adalah jumlah coding yang sama (disetujui oleh masing-masing
coder), N1 adalah jumlah coding yang dibuat oleh coder 1, dan N2 adalah jumlah
coding yang dibuat oleh coder 2. Reliabilitas bergerak antara 0 hingga 1, dimana
0 berarti tidak ada satu pun yang disetujui oleh para coder dan 1 berarti
persetujuan sempurna di antara para coder. Makin tinggi angka, makin tinggi pula
angka reliabilitas. Dalam formula Holsti, angka reliabilitas minimum yang
ditoleransi adalah 0,7 atau 70%. Hal ini berarti bahwa hasil perhitungan yang
menunjukkan angka reliabilitas di atas 0,7, berarti alat ukur ini benar-benar
reliabel, begitu pula sebaliknya (Eriyanto, 2011, p. 290).
Hakim dalam penelitian ini adalah Yohanna Sabrina Soebianto S. Ikom,
selaku alumni mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Kristen Petra yang pernah
menyelesaikan skripsi dengan metode analisis isi. Berikut ini adalah hasil
62 Universitas Kristen Petra
perhitungan yang diperoleh untuk masing-masing indikator per masing-masing
stand up comedian sesuai dengan jumlah scene dalam film yang diperankannya.
Tabel 4.2. Coeficient Reliability Film “Comic 8 : Casino Kings Part I”
Indikator Coeficient Reliability Film "Comic 8 : Casino Kings Part I"
Ernest Prakasa Bintang Timur Babe Cabita
Allusion 0, 9 1 1
Bombast 0, 98 0, 98 1
Definition 0, 88 0, 88 1
Exaggeration 1 0, 86 1
Facetiousness 0, 85 0, 95 1
Insults 0, 98 1 1
Infantilism 0, 98 1 0, 98
Irony 1 1 1
Misunderstanding 1 1 1
Over Literalness 1 1 0, 98
Puns, Word Play 1 1 1
Repartee 1 1 1
Ridicule 1 1 1
Sarcasm 0, 93 1 1
Satire 0, 95 1 1
Absurdity 1 1 1
Accident 1 0, 95 1
Comparisons 0, 86 0, 93 0, 93
Catalogue 1 1 1
Coincidence 1 1 1
Disappointment 1 1 1
Ignorance 0,9 1 0, 96
Mistakes 1 1 1
Repetition 1 1 1
Reversal 0, 88 1 1
Rigidity 0, 9 1 1
Theme/ variation 1 1 1
Before/ after 1 1 1
Burlesque 1 1 1
Caricature 1 1 1
Eccentricity 1 1 1
Embarassment 0, 93 1 1
Exposure 1 1 1
Grotesque 0, 88 0, 86 1
63 Universitas Kristen Petra
Imitation 0, 98 1 1
Impersonation 1 0, 95 1
Mimicry 1 1 1
Parody 1 1 0, 96
Scale 1 1 1
Stereotype 1 1 1
Unmasking 0, 98 1 1
Chase 1 1 1
Slapstick 1 1 1
Speed 1 1 1
Time 1 1 1
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Tabel 4.3. Coeficient Reliability Film “Comic 8 : Casino Kings Part I”
Indikator Coeficient Reliability Film "Comic 8 : Casino Kings Part I"
Kemal Palevi Arie Kriting Ge Pamungkas
Allusion 1 1 1
Bombast 1 1 1
Definition 1 1 1
Exaggeration 1 1 1
Facetiousness 1 1 0, 97
Insults 1 0, 98 1
Infantilism 1 1 0, 98
Irony 1 1 1
Misunderstanding 1 1 1
Over Literalness 1 1 1
Puns, Word Play 1 1 1
Repartee 1 0, 95 1
Ridicule 1 1 1
Sarcasm 1 1 1
Satire 1 1 1
Absurdity 1 1 1
Accident 1 1 1
Comparisons 1 0, 95 1
Catalogue 1 1 1
Coincidence 1 1 1
Disappointment 0, 96 1 1
Ignorance 1 1 1
Mistakes 1 1 0, 98
64 Universitas Kristen Petra
Repetition 1 1 1
Reversal 1 1 1
Rigidity 1 1 0, 98
Theme/ variation 1 1 1
Before/ after 1 1 1
Burlesque 1 1 1
Caricature 1 1 1
Eccentricity 1 1 1
Embarassment 1 1 1
Exposure 1 1 1
Grotesque 0, 96 0, 86 0, 98
Imitation 1 1 1
Impersonation 1 1 1
Mimicry 1 1 1
Parody 1 0, 98 1
Scale 1 0, 98 1
Stereotype 1 1 1
Unmasking 1 1 1
Chase 1 1 1
Slapstick 1 1 1
Speed 1 1 1
Time 1 1 1
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Tabel 4.4. Coeficient Reliability Film “Comic 8 : Casino Kings Part I”
Indikator Coeficient Reliability Film "Comic 8 : Casino Kings Part I"
Mongol Stress Fico Fachriza Allusion 1 1 Bombast 1 0, 95 Definition 1 1 Exaggeration 1 1 Facetiousness 1 0, 98 Insults 1 1 Infantilism 1 1 Irony 1 1 Misunderstanding 1 1 Over Literalness 1 1 Puns, Word Play 1 1 Repartee 1 0, 98
65 Universitas Kristen Petra
Ridicule 1 1 Sarcasm 1 1 Satire 1 1 Absurdity 1 1 Accident 1 0, 98 Comparisons 0, 93 0, 95 Catalogue 1 1 Coincidence 1 0, 95 Disappointment 1 1 Ignorance 1 1 Mistakes 1 1 Repetition 1 1 Reversal 1 1 Rigidity 1 1 Theme/ variation 1 1 Before/ after 1 1 Burlesque 1 1 Caricature 1 1 Eccentricity 1 1 Embarassment 1 1 Exposure 1 1 Grotesque 1 0, 9 Imitation 1 1 Impersonation 1 1 Mimicry 1 1 Parody 1 1 Scale 1 1 Stereotype 1 1 Unmasking 1 1 Chase 1 1 Slapstick 1 1 Speed 1 1 Time 1 1
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Tabel 4.5. Coeficient Reliability Film “Marmut Merah Jambu”
Indikator Coeficient Reliability
Raditya Dika (Film "Marmut Merah Jambu") Allusion 1
66 Universitas Kristen Petra
Bombast 1 Definition 1 Exaggeration 1 Facetiousness 1 Insults 1 Infantilism 1 Irony 1 Misunderstanding 1 Over Literalness 1 Puns, Word Play 1 Repartee 1 Ridicule 1 Sarcasm 1 Satire 1 Absurdity 1 Accident 1 Comparisons 1 Catalogue 1 Coincidence 1 Disappointment 1 Ignorance 1 Mistakes 1 Repetition 1 Reversal 1 Rigidity 1 Theme/ variation 1 Before/ after 1 Burlesque 1 Caricature 1 Eccentricity 1 Embarassment 1 Exposure 1 Grotesque 1 Imitation 1 Impersonation 1 Mimicry 1 Parody 1 Scale 1 Stereotype 1 Unmasking 1 Chase 1
67 Universitas Kristen Petra
Slapstick 1 Speed 0, 95 Time 1
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Tabel 4.6. Coeficient Reliability Film “Manusia Setengah Salmon”
Indikator Coeficient Reliability
Raditya Dika (Film "Manusia Setengah Salmon")
Allusion 0, 99
Bombast 0, 97
Definition 0, 97
Exaggeration 0, 97
Facetiousness 0, 97
Insults 0, 97
Infantilism 0, 97
Irony 0, 96
Misunderstanding 0, 97
Over Literalness 0, 98
Puns, Word Play 1
Repartee 1
Ridicule 1
Sarcasm 1
Satire 1
Absurdity 1
Accident 1
Comparisons 1
Catalogue 1
Coincidence 1
Disappointment 1
Ignorance 1
Mistakes 1
Repetition 1
Reversal 1
Rigidity 1
Theme/ variation 1
Before/ after 0, 99
Burlesque 1
Caricature 1
Eccentricity 1
68 Universitas Kristen Petra
Embarassment 0, 99
Exposure 1
Grotesque 0, 96
Imitation 0, 97
Impersonation 0, 99
Mimicry 1
Parody 1
Scale 1
Stereotype 0, 98
Unmasking 0, 99
Chase 1
Slapstick 1
Speed 1
Time 1
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Tabel 4.7. Coeficient Reliability Film “Cinta Brontosaurus”
Indikator Coeficient Reliability Film "Cinta Brontosaurus"
Raditya Dika Soleh Solihun
Allusion 1 1
Bombast 1 0, 98
Definition 1 1
Exaggeration 0, 99 1
Facetiousness 0, 99 1
Insults 1 1
Infantilism 1 1
Irony 1 1
Misunderstanding 1 1
Over Literalness 0, 99 1
Puns, Word Play 0, 98 0, 95
Repartee 0, 99 0, 98
Ridicule 1 1
Sarcasm 1 0, 98
Satire 1 1
Absurdity 1 1
Accident 1 1
Comparisons 1 1
Catalogue 1 1
Coincidence 1 1
69 Universitas Kristen Petra
Disappointment 1 1
Ignorance 0, 99 1
Mistakes 0, 99 1
Repetition 0, 99 1
Reversal 1 1
Rigidity 1 1
Theme/ variation 1 1
Before/ after 1 1
Burlesque 0, 99 1
Caricature 1 1
Eccentricity 1 1
Embarassment 1 1
Exposure 1 1
Grotesque 0, 99 1
Imitation 1 1
Impersonation 1 1
Mimicry 1 1
Parody 1 1
Scale 1 1
Stereotype 1 1
Unmasking 1 1
Chase 1 1
Slapstick 0, 99 1
Speed 1 1
Time 1 0, 95
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Tabel 4.8. Coeficient Reliability Film “Bajaj Bajuri the Movie”
Indikator Coeficient Reliability Film "Bajaj Bajuri the Movie"
Muhadkly Acho
Allusion 1
Bombast 0, 97
Definition 1
Exaggeration 0, 92
Facetiousness 0, 95
Insults 0, 97
Infantilism 0, 97
Irony 0, 97
Misunderstanding 1
Over Literalness 0, 95
70 Universitas Kristen Petra
Puns, Word Play 0, 97
Repartee 0, 95
Ridicule 1
Sarcasm 1
Satire 1
Absurdity 1
Accident 1
Comparisons 1
Catalogue 1
Coincidence 1
Disappointment 1
Ignorance 0, 95
Mistakes 1
Repetition 1
Reversal 0, 97
Rigidity 0, 97
Theme/ variation 1
Before/ after 1
Burlesque 1
Caricature 1
Eccentricity 1
Embarassment 1
Exposure 1
Grotesque 1
Imitation 1
Impersonation 1
Mimicry 1
Parody 1
Scale 1
Stereotype 1
Unmasking 1
Chase 0, 95
Slapstick 1
Speed 1
Time 1
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
71 Universitas Kristen Petra
Tabel 4.9. Coeficient Reliability Film “Ngenest”
Indikator Coeficient Reliability Film "Ngenest"
Ernest Prakasa
Allusion 1
Bombast 1
Definition 0, 99
Exaggeration 0, 98
Facetiousness 0, 96
Insults 1
Infantilism 0, 98
Irony 0, 96
Misunderstanding 0, 99
Over Literalness 1
Puns, Word Play 1
Repartee 1
Ridicule 1
Sarcasm 0, 98
Satire 0, 98
Absurdity 0, 98
Accident 1
Comparisons 1
Catalogue 1
Coincidence 1
Disappointment 1
Ignorance 1
Mistakes 0, 95
Repetition 1
Reversal 1
Rigidity 1
Theme/ variation 1
Before/ after 1
Burlesque 1
Caricature 1
Eccentricity 1
Embarassment 1
Exposure 0, 98
Grotesque 1
Imitation 1
Impersonation 1
Mimicry 1
Parody 1
72 Universitas Kristen Petra
Scale 1
Stereotype 0, 98
Unmasking 0, 99
Chase 0, 99
Slapstick 1
Speed 0, 98
Time 1
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Tabel 4.10. Coeficient Reliability Film “Comic 8”
Indikator Coeficient Reliability Film "Comic 8"
Ernest Prakasa Bintang Timur Babe Cabita
Allusion 1 1 0, 97
Bombast 1 1 0, 97
Definition 1 0, 97 0, 97
Exaggeration 1 1 1
Facetiousness 1 1 1
Insults 1 1 0, 97
Infantilism 1 1 0, 97
Irony 1 1 1
Misunderstanding 1 1 1
Over Literalness 1 1 1
Puns, Word Play 1 1 0, 97
Repartee 1 1 1
Ridicule 1 0, 97 1
Sarcasm 1 1 0, 97
Satire 1 1 0, 97
Absurdity 1 1 0, 94
Accident 1 1 1
Comparisons 1 1 1
Catalogue 1 1 1
Coincidence 1 1 1
Disappointment 1 1 1
Ignorance 1 1 1
Mistakes 1 1 1
Repetition 1 1 1
Reversal 1 1 0, 97
Rigidity 1 1 1
Theme/ variation 1 1 1
Before/ after 1 1 1
73 Universitas Kristen Petra
Burlesque 1 1 1
Caricature 1 1 0, 97
Eccentricity 1 1 0, 97
Embarassment 1 1 1
Exposure 1 1 1
Grotesque 1 1 1
Imitation 1 1 1
Impersonation 1 1 1
Mimicry 1 1 1
Parody 1 1 1
Scale 1 1 1
Stereotype 1 1 1
Unmasking 1 1 0, 97
Chase 1 1 1
Slapstick 1 1 1
Speed 1 1 1
Time 1 1 0, 97
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Tabel 4. 11. Coeficient Reliability Film “Comic 8”
Indikator Coeficient Reliability Film "Comic 8"
Kemal Palevi Arie Kriting Mudy Taylor
Allusion 1 1 1
Bombast 1 1 1
Definition 1 1 1
Exaggeration 1 1 1
Facetiousness 1 1 1
Insults 1 1 1
Infantilism 1 1 1
Irony 1 1 1
Misunderstanding 1 1 1
Over Literalness 1 1 1
Puns, Word Play 1 1 1
Repartee 0, 97 1 1
Ridicule 0, 97 0, 97 1
Sarcasm 0, 97 1 1
Satire 0, 97 1 1
Absurdity 1 1 1
Accident 1 1 1
Comparisons 1 1 1
Catalogue 1 1 1
74 Universitas Kristen Petra
Coincidence 1 1 1
Disappointment 1 1 1
Ignorance 1 1 1
Mistakes 1 1 1
Repetition 1 1 1
Reversal 1 1 1
Rigidity 1 1 1
Theme/ variation 1 1 1
Before/ after 1 1 1
Burlesque 1 1 1
Caricature 1 1 1
Eccentricity 1 1 1
Embarassment 1 1 1
Exposure 1 1 1
Grotesque 0, 97 1 1
Imitation 1 1 1
Impersonation 1 1 1
Mimicry 1 1 1
Parody 1 1 1
Scale 1 1 1
Stereotype 0, 97 1 1
Unmasking 1 1 1
Chase 1 1 1
Slapstick 1 1 1
Speed 1 1 1
Time 1 1 1
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Tabel 4.12. Coeficient Reliability Film “Comic 8”
Indikator Coeficient Reliability Film "Comic 8"
Mongol Stress Fico Fachriza
Allusion 1 1
Bombast 1 1
Definition 1 0, 97
Exaggeration 1 0, 97
Facetiousness 1 1
Insults 1 1
Infantilism 1 1
Irony 1 1
75 Universitas Kristen Petra
Misunderstanding 1 1
Over Literalness 1 1
Puns, Word Play 1 0, 94
Repartee 1 1
Ridicule 1 1
Sarcasm 1 1
Satire 1 1
Absurdity 1 1
Accident 1 1
Comparisons 1 1
Catalogue 1 1
Coincidence 1 1
Disappointment 1 1
Ignorance 1 1
Mistakes 1 0, 97
Repetition 1 1
Reversal 1 1
Rigidity 1 1
Theme/ variation 1 1
Before/ after 1 1
Burlesque 1 1
Caricature 1 1
Eccentricity 1 0, 97
Embarassment 1 1
Exposure 1 1
Grotesque 1 1
Imitation 1 1
Impersonation 0, 96 1
Mimicry 0, 88 1
Parody 1 1
Scale 1 1
Stereotype 1 1
Unmasking 1 1
Chase 1 0, 97
Slapstick 1 1
Speed 1 0, 97
Time 1 1
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
76 Universitas Kristen Petra
4.3. Temuan Data
4.3.1. Temuan Data Indikator Repartee dan Ridicule dalam Film “Bajaj
Bajuri the Movie” (stand up comedian : Muhadkly Acho)
A. Dimensi Language
Tabel 4.13. Temuan Data Dimensi Language dalam Film “Bajaj Bajuri the
Movie”
Indikator Frekuensi Presentase
Bombast 1 2, 63%
Definition 1 2, 63%
Exaggeration 4 10, 5%
Facetiousness 5 13, 2%
Insults 4 10, 5%
Irony 4 10, 5%
Repartee 6 15, 8%
Ridicule 6 15, 8%
Sarcasm 1 2, 63%
Allusion 1 2, 63%
Total 33
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Dalam film “Bajaj Bajuri the Movie”, Muhadkly Acho (berperan sebagai
Ucup) muncul dalam 38 scene. Dari 38 scene tersebut, teknik humor language
digunakan sebanyak 33 kali. Indikator dimensi language yang paling banyak
digunakan adalah repartee dan ridicule. Repartee adalah membalas pernyataan
dengan pernyataan untuk memberikan “serangan” (tidak mau kalah). Sedangkan
ridicule adalah bentuk penolakan dengan ungkapan langsung terhadap suatu hal,
seperti ide atau pemikiran.
Contoh repartee:
Saat ditipu oleh seorang wanita seksi yang pura-pura minta tolong kepada
Bajuri dan Ucup, Bajuri menyalahkan Ucup karena menyuruhnya untuk
memberhentikan bajaj demi menolong perempuan tersebut. Namun, saat wanita
itu duduk di belakang, Bajuri meminta Ucup untuk menyetir bajaj karena Bajuri
ingin duduk di belakang bersama wanita tersebut.
Bajuri : Aye mah kaga bisa, cup, lihat orang susah!
77 Universitas Kristen Petra
Ucup : Sama bang, aye juga pingin nolongin. Tapi abang kan juga
pingin ngawinin!
Gambar 4.1. Muhadkly Acho melakukan repartee
Sumber : Film Bajaj Bajuri the Movie, 2016
Contoh ridicule:
Saat Bajuri sedang memancing, Ucup membawakan makanan titipan Bajuri.
Bajuri : Kembaliannya?
Ucup : Ya elah, masih aja demen ama recehan. Katanya udah jadi orang
kaya!
Gambar 4.2. Muhadkly Acho melakukan ridicule
Sumber : Film Bajaj Bajuri the Movie, 2016
78 Universitas Kristen Petra
4.3.2. Temuan Data Indikator Ignorance dalam Film “Bajaj Bajuri the
Movie” (stand up comedian : Muhadkly Acho)
B. Dimensi Logic
Tabel 4.14. Temuan Data Dimensi Logic dalam Film “Bajaj Bajuri the Movie”
Indikator Frekuensi Presentase
Absurdity 2 5, 26%
Disappointment 1 2, 63%
Ignorance 3 7, 89%
Mistakes 2 5, 26%
Reversal 1 2, 63%
Coincidence 1 2, 63%
Total 10
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Sementara itu, teknik humor logic digunakan sebanyak 10 kali. Indikator
yang paling banyak digunakan adalah ignorance atau menganggap lawan bicara
benar karena tidak tahu kalau sedang dibohongi. Dalam teknik humor logic,
pemikiran atau ide seseorang akan menjadi sebuah lelucon dan indikator
ignorance akan menjadi sebuah lelucon karena pemikiran seseorang untuk
membohongi dianggap dapat memancing tawa. Muhadkly Acho yang berperan
sebagai ucup juga melakukan indikator tersebut.
Contoh:
Saat Ucup menemani Bajuri dan Oneng melaporkan Emak yang diculik di
kantor polisi, tiba-tiba seorang polisi menghampiri polisi yang sedang duduk di
depan Bajuri dan Oneng, dan sedang berusaha membantu Bajuri dan Oneng
menyelidiki penculikan. Tiba-tiba, datanglah polisi lain, lalu menyinggung kasus
teroris yang pernah terjadi. Dalam kasus teroris tersebut, Bajuri dianggap menjadi
tersangka karena Bajuri pernah tidak sengaja melempar bom ikan ke dalam
empang saat memancing, lalu perangkat bom yang tersisa ada di dalam tas yang
tertinggal di bank saat Bajuri dan Ucup mencairkan cek. Untungnya, polisi belum
menyadari bahwa yang sedang melaporkan penculikan Emak adalah Bajuri.
Mendengar hal tersebut dan melihat bahwa polisi tidak tahu bahwa orang yang
ada di depannya adalah Bajuri, mereka bertiga kabur. Terlebih lagi pada saat itu
79 Universitas Kristen Petra
polisi meminta izin untuk ke belakang. Kebetulan, ada seorang waria yang sedang
duduk di sebelah Ucup. Ucup pun menyuruh waria tersebut untuk duduk
menggantikan Bajuri dan waria tersebut menurutinya.
Gambar 4.3. Muhadkly Acho melakukan ignorance
Sumber : Film Bajaj Bajuri the Movie, 2016
4.3.3. Temuan Data Indikator Before/ After dalam Film “Bajaj Bajuri
the Movie” (stand up comedian : Muhadkly Acho)
C. Dimensi Identity
Tabel 4.15 Temuan Data Dimensi Identity dalam Film “Bajaj Bajuri the Movie”
Indikator Frekuensi Presentase
Before/ After 8 21, 05%
Eccentricity 1 2, 63%
Embarassment 2 5, 26%
Exposure 2 5, 26%
Grotesque 2 10, 52%
Stereotype 1 2, 63%
Unmasking 2 5, 26%
Total 18
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
80 Universitas Kristen Petra
Sedangkan teknik humor identity digunakan sebanyak 18 kali. Indikator
yang paling banyak digunakan adalah before/ after, yang mana merupakan
perbedaan atau perubahan penampilan seseorang dan situasi.
Contoh:
Ucup yang pulang terlalu malam tidak dibukakan pintu oleh istrinya.
Istrinya memarahi Ucup dan meminta Ucup untuk tidak masuk ke dalam rumah.
Namun, Ucup merayu istrinya dan akhirnya Ucup diperbolehkan untuk masuk ke
dalam rumah. Ucup pun senang karena akhirnya boleh masuk ke dalam rumah.
Ketika masuk ke dalam rumah, Ucup langsung dikepung oleh beberapa polisi
yang menanyakan keberadaan Bajuri. Ucup yang tadinya senang karena boleh
masuk rumah pun menjadi langsung kaget dan ketakutan. Saat itulah ia baru
menyadari bahwa maksud istrinya mengusir tadi ialah untuk melindungi Ucup
agar tidak diinterogasi polisi.
Gambar 4.4. Muhadkly Acho melakukan before/after
Sumber : Film Bajaj Bajuri the Movie, 2016
81 Universitas Kristen Petra
4.3.4. Temuan Data Indikator Chase dalam Film “Bajaj Bajuri the
Movie” (stand up comedian : Muhadkly Acho)
D. Dimensi Action
Tabel 4.16. Temuan Data Dimensi Action dalam Film “Bajaj Bajuri the
Movie”
Indikator Frekuensi Presentase
Chase 19 50%
Slapstick 3 7, 89%
Speed 17 44, 73%
Time 2 5, 26%
Total 41
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Sedangkan teknik humor action digunakan sebanyak 41 kali. Indikator yang
paling banyak digunakan adalah indikator chase, yang mana merupakan aksi kejar
mengejar.
Contoh:
Saat menebus Oneng yang disandera oleh perampok, Bajuri memberikan
bungkusan tebal yang berisi sedikit uang dan beberapa batang tempe. Perampok
pun tidak terima dan mencari Bajuri keesokan harinya. Bajuri yang tidak
menyadari bahwa dirinya sedang diincar perampok malah datang untuk melihat
acara panggung di kampung. Tetapi, Ucup mengetahui niat perampok dan
berusaha mengajak Bajuri untuk pergi dari kampung tersebut. Sayangnya mereka
semua terlambat. Perampok pun sudah tiba di acara panggung dalam kampung
tersebut dan akhirnya mereka berkejar-kejaran di tengah keramaian acara
panggung tersebut.
82 Universitas Kristen Petra
Gambar 4.5. Muhadkly Acho melakukan chase
Sumber : Film Bajaj Bajuri the Movie, 2016
4.3.4. Temuan Data Indikator Exaggeration dalam Film “Ngenest”
(stand up comedian : Ernest Prakasa)
A. Dimensi Language
Tabel 4.17. Temuan Data Dimensi Language dalam Film “Ngenest”
Indikator Frekuensi Presentase
Definition 2 2, 43%
Exaggeration 8 9, 76%
Satire 3 7, 89%
Allusion 2 2, 43%
Bombast 3 7, 89%
Facetiousness 3 7, 89%
Insults 7 8, 54%
Irony 2 2, 43%
Misunderstanding 2 2, 43
Over Literalness 6 15, 79%
Repartee 8 9, 76%
Ridicule 6 15, 79%
Sarcasm 2 2, 43%
Total 54
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Dalam film “Ngenest”, Ernest Prakasa muncul dalam 82 scene. Dalam 82
scene tersebut, teknik humor language digunakan sebanyak 54 kali. Indikator
yang paling banyak digunakan adalah exaggeration dan repartee. Exaggeration
83 Universitas Kristen Petra
adalah melebih-lebihkan suatu hal sehingga membuat sesuatu yang tidak masuk
akal atau tidak mungkin terjadi terkesan seperti masuk akal.
Contoh:
Saat hendak pergi ke sebuah kafe untuk bertemu dengan Patrick dan Nadia,
Meira meminta Ernest untuk membantunya memih baju yang bagus. Ernest pun
memilih gaun berwarna hitam untuk Meira.
Meira : Hon, aku pake ini pas terakhir kali ke sana! Gak bisa aku pake ini
lagi!
Ernest : Emang kenapa kalau ngulang? Emang kamu bakal dicegat sama
satpam terus satpamnya bilang “Maaf Bu, udah pernah pakai baju ini”. Apa di
sana ada tulisannya “Dilarang Mengulang Baju bila Anda Datang ke Tempat Ini”?
Gambar 4.6. Ernest Prakasa melakukan exaggeration
Sumber : Film “Ngenest”, 2016
4.3.5. Temuan Data Indikator Mistakes dalam Film “Ngenest” (stand up
comedian : Ernest Prakasa)
B. Dimensi Logic
Tabel 4.18. Temuan Data Dimensi Logic dalam Film “Ngenest”
Indikator Frekuensi Presentase
Accident 2 2, 43%
Disappointment 3 3, 66%
Ignorance 5 6, 10%
84 Universitas Kristen Petra
Mistakes 6 7, 32%
Repetition 1 1, 22%
Reversal 2 2, 43%
Coincidence 3 3, 66%
Total 22
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Sementara itu, dimensi logic muncul sebanyak 22 kali. Indikator yang
paling banyak digunakan adalah mistakes, yang mana merupakan kesalahan dalam
menanggapi sesuatu karena kelalaian atau ketidaktahuan.
Contoh:
Ernest sedang memperdebatkan hubungannya dengan Vania di jalan raya.
Pada saat mereka berdebat, Ernest ditawari untuk naik angkutan umum oleh
seorang sopir metro mini. Tidak lama kemudian, seorang tukang cilok juga
menawari cilok. Saat Vania sudah pergi meninggalkan Ernest, seorang tukang
parkir menepuk pundak Ernest dari belakang. Sebelum tukang parkir mengucap
satu kata, Ernest langsung menyeletuk.
Ernest : “Apa lagi sih, saya nggak mau beli apa-apa!”
Tukang parkir : “Siapa yang jualan? Itu motornya udah jadi WC umum”
Gambar 4.7. Ernest Prakasa melakukan mistakes
Sumber : Film “Ngenest”, 2016
85 Universitas Kristen Petra
4.3.6. Temuan Data Indikator Before/ After dalam Film “Ngenest”
(stand up comedian : Ernest Prakasa)
C. Dimensi Identity
Tabel 4.19. Temuan Data Dimensi Identity dalam Film “Ngenest”
Indikator Frekuensi Presentase
Before/ After 23 60, 53%
Eccentricity 2 2, 43%
Exposure 9 23, 68%
Parody 3 3, 66%
Stereotype 2 2, 43%
Imitation 1 1, 22%
Caricature 1 1, 22%
Total 41
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Sementara itu, teknik humor identity muncul sebanyak 41 kali, dan indikator
yang paling banyak digunakan adalah before/ after, yang mana merupakan
perbedaan atau perubahan penampilan seseorang atau situasi.
Contoh:
Ernest mengikuti kursus Mandarin karena anjuran dari ayah Vania, mantan
pacarnya. Tetapi, berhubung Ernest sudah putus dengan Vania, Ernest pun
meminta refund atau pengembalian biaya dari kursus tersebut. Saat meminta
refund di receptionist, Ernest melihat Meira dan terpesona pada pandangan
pertama. Saat itu juga, Ernest yang tadinya bingung karena susah untuk refund
langsung membatalkan niatnya untuk refund dan tetap ingin melanjutkan kursus
tersebut dengan wajah berseri-seri.
Gambar 4.8. Ernest Prakasa melakukan before/ after
Sumber : Film ”Ngenest”, 2016
86 Universitas Kristen Petra
4.3.7. Temuan Data Indikator Chase dalam Film “Ngenest” (stand up
comedian : Ernest Prakasa)
D. Dimensi Action
Tabel 4.20. Temuan Data Dimensi Action dalam Film “Ngenest”
Indikator Frekuensi Presentase
Chase 12 14, 63%
Time 3 3, 66%
Slapstick 1 4, 88%
Speed 7 8, 54%
Total 23
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Sedangkan dimensi action digunakan sebanyak 23 kali, dan indikator yang
paling banyak digunakan adalah chase atau aksi kejar mengejar untuk
menghindari “hukuman”, atau sesuatu yang memalukan.
Contoh :
Ernest mengejar orang gila yang buang air kecil sembarangan di sepeda
motornya.
Gambar 4.9. Ernest Prakasa melakukan chase
Sumber : Film “Ngenest”, 2016
87 Universitas Kristen Petra
4.3.7. Temuan Data Indikator Ridicule dalam Film “Cinta
Brontosaurus” (stand up comedian : Raditya Dika)
A. Dimensi Language
Tabel 4.21. Temuan Data Dimensi Language dalam Film “Cinta
Brontosaurus”
Indikator Frekuensi Presentase
Exaggeration 8 7, 34%
Puns, Word Play 7 6, 42%
Repartee 4 3, 67%
Ridicule 14 12, 84%
Definition 5 4, 59%
Insults 7 6, 42%
Infantilism 5 4, 59%
Misunderstanding 6 5, 50%
Over Literalness 4 3, 67%
Satire 4 3, 67%
Bombast 2 1, 83%
Irony 2 1, 83%
Facetiousness 1 0, 92%
Total 69
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Dalam film “Cinta Brontosaurus”, Raditya Dika (berperan sebagai Dika)
muncul sebanyak 109 scene. Teknik humor language digunakan sebanyak 69 kali.
Indikator yang paling banyak digunakan adalah ridicule, yang mana merupakan
ungkapan langsung sebagai bentik penolakan terhadap suatu hal, seperti ide atau
pemikiran seseorang.
Contoh:
Dika memarahi Kosasih karena menandatangani kontrak dengan seorang
produser. Kontrak tersebut berisi bahwa produser berhak membuat versi horor
dalam film yang akan mereka garap bersama. Dalam hal ini, buku Dika yang
berjudul “Cinta Brontosaurus” diganti menjadi “Hantu Cinta Brontosaurus”. Dika
pun mendatangi rumah Kosasih dan mengetuk jendela kamar Kosasih keras-keras
untuk memperdebatkan perubahan judul tersebut.
88 Universitas Kristen Petra
Dika : “Hantu Cinta Brontosaurus!”
Kosasih : (sambil menolah ke sekitar) “Hah? Hantu Cinta Brontosaurus?
Dimana?”
Dika : “Bukan. Film gue judulnya diganti jadi “Hantu Cinta
Brontosaurus” sama Mr. Shu! Loe sih udah gue kasih tau. Kalau loe nurutin gue
kan jadinya nggak bakalan kayak gini ”
Kosasih : “Ya mana gue tau Dik, kalau jadinya bakal kayak gini. Coba
ambil sisi postifnya aja, Dik”
Dika : “Apa sisi baiknya? Film gue jadi film murah. Film horor aneh
kayak gitu”
Kosasih : “Ya seenggaknya judulnya bukan “Tali Pocong Brontosaurus”,
ya kan?”
Dika : “Mau tali pocong kek, mau tali puser kek, yang penting kenapa
filmnya jadi kayak gitu!”
Gambar 4.10. Raditya Dika melakukan ridicule
Sumber : Film “Cinta Brontosaurus”, 2016
89 Universitas Kristen Petra
4.3.8. Temuan Data Indikator Coincidence dalam Film “Cinta
Brontosaurus” (stand up comedian : Raditya Dika)
B. Dimensi Logic
Tabel 4.22. Temuan Data Dimensi Logic dalam Film “Cinta Brontosaurus”
Indikator Frekuensi Presentase
Coincidence 10 9, 17%
Mistakes 5 4, 59%
Catalogue 2 1, 83%
Disappointment 9 8, 26%
Repetition 8 7, 34%
Absurdity 2 1, 83%
Reversal 2 1, 83%
Rigidity 1 0, 92%
Ignorance 1 0, 92%
Total 40
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Sementara itu, dimensi logic digunakan sebanyak 40 kali dan indikator yang
paling banyak digunakan adalah coincidence. Coincidence adalah sesuatu yang
kebetulan atau tidak terduga dan mengarah pada rasa malu.
Contoh :
Saat Dika sedang makan-makan di acara pernikahan Kosasih, ada 2 orang
teman lama Dika yang mengajaknya berbincang-bincang. Kedua teman lama Dika
pun menyinggung soal hubungan asmara Dika, dan menanyakan kapan hubungan
tersebut akan segera diresmikan. Namun, Dika menyatakan bahwa Dika tidak
akan menikah karena dirinya percaya bahwa cinta bisa kadaluarsa. Pada saat itu
juga, Jessica, pacar Dika mendengar ucapan tersebut dan langsung menghampiri
Dika dengan wajah bersungut-sungut.
90 Universitas Kristen Petra
Gambar 4.11. Raditya Dika melakukan coincidence
Sumber : Film “Cinta Brontosaurus”, 2016
4.3.9. Temuan Data Indikator Before/ After dalam Film “Cinta
Brontosaurus” (stand up comedian : Raditya Dika)
C. Dimensi Identity
Tabel 4.23. Temuan Data Dimensi Identity dalam Film “Cinta
Brontosaurus”
Indikator Frekuensi Presentase
Before/ After 21 19, 27%
Exposure 13 11, 93%
Imitation 8 7, 34%
Grotesque 3 2, 75%
Impersonation 1 0, 92%
Total 50
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Sementara itu, teknik humor identity digunakan sebanyak 50 kali. Indikator
yang paling banyak digunakan adalah before/ after, yang mana merupakan
perubahan penampilan atau perbedaan penampilan atau situasi.
91 Universitas Kristen Petra
Contoh:
Dika mendatangi rumah Milka sambil bersorak-sorak di depan teras dan
membawa seikat bunga. Saat itu, Milka sedang melihat Dika dari atas balkon
rumahnya. Tidak lama kemudian, ayah Milka yang galak membukakan pintu.
Ayah Milka : “Mau apa kamu!”
Dika : (ketakutan) “Sekarang jadi mau pulang, om”
Gambar 4.12. Raditya Dika melakukan before/ after
Sumber : Film “Cinta Brontosaurus”, 2016
4.3.9. Temuan Data Indikator Speed dalam Film “Cinta Brontosaurus”
(stand up comedian : Raditya Dika)
D. Dimensi Action
Tabel 4.24. Temuan Data Dimensi Action dalam Film “Cinta Brontosaurus”
Indikator Frekuensi Presentase
Chase 5 4, 59%
Speed 11 10, 10%
Time 6 5, 50%
Total 22
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
92 Universitas Kristen Petra
Sementara itu, dimensi action digunakan sebanyak 22 kali, dan indikator
yang paling banyak digunakan adalah speed. Speed adalah berbicara atau
bertindak yang tiba-tiba menjadi cepat atau lambat karena ada sesuatu yang
“mengejar”.
Contoh:
Ketika sedang berada di mobil bersama Kosasih, Dika mengucapkan terima
kasih kepada Kosasih karena selalu ditemani saat malam minggu. Dengan begitu,
Dika yang jomblo menjadi tidak merasa kesepian. Sebenarnya, saat Dika bercerita
panjang lebar, Kosasih sedang menelepon Wanda, kekasihnya. Kosasih pun
mengucapkan “I love you” kepada Wanda melalui telepon. Tetapi, Dika tidak
mengetahui bahwa Kosasih sedang menelepon sehingga mengira ungkapan “I
love you” tersebut ditujukan kepadanya dan Dika pun membalas “I love you too,
Kos”. Pada saat Dika menyadari bahwa Kosasih sedang menelepon, situasi pun
menjadi canggung dan Dika cepat-cepat mengalihkannya dengan memasang
sabuk pengaman kencang-kencang.
Gambar 4.13. Raditya Dika melakukan speed
Sumber : Film “Cinta Brontosaurus”, 2016
93 Universitas Kristen Petra
4.3.10. Temuan Data Indikator Misunderstanding dalam Film “Cinta
Brontosaurus” (stand up comedian : Soleh Solihun)
A. Dimensi Language
Tabel 4.25. Temuan Data Dimensi Language dalam Film “Cinta
Brontosaurus”
Indikator Frekuensi Presentase
Exaggeration 2 4, 76%
Definition 2 4, 76%
Facetiousness 5 11, 90%
Misunderstanding 6 14, 29%
Over Literalness 2 4, 76%
Allusion 4 9, 52%
Satire 1 2, 38%
Bombast 3 7, 14%
Insults 4 9, 52%
Puns, Word Play 1 2, 38%
Repartee 2 4, 76%
Ridicule 4 9, 52
Total 36
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Dalam film “Cinta Brontosaurus”, Soleh Solihun berperan sebagai Kosasih.
Kosasih sendiri muncul dalam 42 scene. Teknik humor language yang banyak
digunakan adalah sebanyak 36 kali, dan indikator yang paling banyak digunakan
adalah misunderstanding. Misunderstanding adalah kesalahan dalam mengartikan
sesuatu yang bersifat verbal.
Contoh:
Dika memarahi Kosasih karena menandatangani kontrak dengan seorang
produser. Kontrak tersebut berisi bahwa produser berhak membuat versi horor
dalam film yang akan mereka garap bersama. Dalam hal ini, buku Dika yang
berjudul “Cinta Brontosaurus” diganti menjadi “Hantu Cinta Brontosaurus”. Dika
pun mendatangi rumah Kosasih dan mengetuk jendela kamar Kosasih keras-keras
untuk memperdebatkan perubahan judul tersebut.
Dika : “Hantu Cinta Brontosaurus!”
Kosasih : (sambil menolah ke sekitar) “Hah? Hantu Cinta Brontosaurus?
Dimana?”
94 Universitas Kristen Petra
Dalam hal ini, Kosasih mengira bahwa Dika memberi tahu Kosasih akan
adanya hantu cinta brontosaurus di sekitar rumahnya.
Gambar 4.14. Soleh Solihun melakukan misunderstanding
Sumber : Film “Cinta Brontosaurus”, 2016
4.3.11. Temuan Data Indikator Mistakes dan Rigidity dalam Film
“Cinta Brontosaurus” (stand up comedian : Soleh Solihun)
B. Dimensi Logic
Tabel 4.26. Temuan Data Dimensi Logic dalam Film “Cinta Brontosaurus”
Indikator Frekuensi Presentase
Coincidence 1 2, 38%
Mistakes 5 11, 90%
Accident 1 2, 38%
Ignorance 2 4, 76%
Catalogue 2 4, 76%
Rigidity 5 11, 90%
Absurdity 2 4, 76%
Total 18
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Sementara itu, teknik humor logic digunakan sebanyak 18 kali, dan
indikator yang paling banyak digunakan adalah mistakes. Mistakes adalah
kesalahan karena kelalaian atau ketidaktahuan.
95 Universitas Kristen Petra
Contoh:
Kosasih disuruh membelikan pembalut oleh Wanda, pacarnya. Saat
memilih-milih pembalut di supermarket, Dika meneleponnya. Dika menceritakan
hubungannya bersama nina yang baru saja putus. Saat SPG supermarket
menunjukkan pembalut kepada Kosasih, Kosasih merasa suara Dika semakin
kecil.
Kosasih : “Agak gedean lagi”
SPG : (mengambil pembalut yang lebih besar)
Dalam hal ini, Kosasih tidak tahu bahwa SPG di belakangnya salah
mengartikan ucapan Kosasih “agak gedean lagi”, sehingga mengira Kosasih
meminta pembalut yang lebih besar.
Gambar 4.15. Soleh Solihun melakukan mistakes
Sumber : Film “Cinta Brontosaurus”, 2016
96 Universitas Kristen Petra
4.3.12. Temuan Data Indikator Grotesque dalam Film “Cinta
Brontosaurus” (stand up comedian : Soleh Solihun)
C. Dimensi Identity
Tabel 4.27. Temuan Data Dimensi Identity dalam Film “Cinta
Brontosaurus”
Indikator Frekuensi Presentase
Exposure 2 4, 76%
Before/ After 3 7, 14%
Embarassment 1 2, 38%
Grotesque 4 14, 29%
Unmasking 3 7, 14%
Stereotype 1 2, 38
Total 14
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Sementara itu, teknik humor identity digunakan sebanyak 14 kali, dan
indikator yang paling banyak digunakan adalah grotesque. Grotesque adalah
penampilan yang tidak biasa, fantastis, atau mencolok.
Contoh:
Saat menghadiri acara premiere sebuah film, Kosasih mengenakan kostum
suku Dayak.
Gambar 4.16. Soleh Solihun melakukan grotesque
Sumber : Film “Cinta Brontosaurus”, 2016
97 Universitas Kristen Petra
4.3.13. Temuan Data Indikator Time dalam Film “Cinta Brontosaurus”
(stand up comedian : Soleh Solihun)
D. Dimensi Action
Tabel 4.28. Temuan Data Dimensi Action dalam Film “Cinta Brontosaurus”
Indikator Frekuensi Presentase
Time 7 16, 67%
Speed 1 2, 38
Total 8
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Sementara itu, teknik humor action digunakan sebanyak 8 kali, dan
indikator yang paling sering digunakan adalah time. Time adalah kesesuaian
waktu dengan adegan.
Contoh:
Kosasih menelepon Dika yang sedang kebingungan menangani Lisa yang
tiba-tiba mengalami kontraksi dan akan melahirkan di sebuah restoran. Suara-
suara di seberang telepon Dika membuat Kosasih mengira bahwa Lisa disuruh
mendorong mobil oleh Dika karena mobil Dika memang sering mogok.
Gambar 4.17. Raditya Dika melakukan time
Sumber : Film “Cinta Brontosaurus”, 2016
98 Universitas Kristen Petra
4.3.14. Temuan Data Indikator Insults dalam Film “Manusia Setengah
Salmon” (stand up comedian : Raditya Dika)
A. Dimensi Language
Tabel 4.29. Temuan Data Dimensi Language dalam Film “Manusia
Setengah Salmon”
Indikator Frekuensi Presentase
Allusion 1 1, 09%
Bombast 5 5, 43%
Definition 6 6, 52%
Exaggeration 4 4, 34%
Facetiousness 7 7, 61%
Insults 12 13, 04%
Infantilism 6 6, 52%
Irony 11 11, 96%
Misunderstanding 3 3, 26%
Over Literalness 4 4, 34%
Puns, Word Play 2 2, 17%
Repartee 2 2, 17%
Ridicule 8 8, 70%
Sarcasm 3 3, 26%
Satire 2 2, 17%
Total 76
Tabel 4.29. Temuan Data Dimensi Language dalam Film “Manusia
Setengah Salmon”
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Dalam film “Manusia Setengah Salmon”, Raditya Dika berperan sebagai
Dika. Scene yang memunculkan Dika adalah sebanyak 92 scene. Dalam 92 scene
tersebut, teknik humor language yang digunakan adalah sebanyak 76 kali.
Indikator yang paling banyak digunakan adalah insults, yang mana merupakan
hinaan atau meremehkan orang lain.
Contoh:
Dika melihat adiknya, Edgar yang sedang berbicara dalam bahasa Inggris
dengan boneka. Maksud Edgar berbicara dengan boneka adalah untuk belajar
bahasa Inggris.
99 Universitas Kristen Petra
Dika : “Edgar, akhirnya kamu gila juga!”
Gambar 4.18. Raditya Dika melakukan insults
Sumber : Film “Manusia Setengah Salmon”, 2016
4.3.15. Temuan Data Indikator Absurdity dalam Film “Manusia
Setengah Salmon” (stand up comedian : Raditya Dika)
B. Dimensi Logic
Tabel 4.30. Temuan Data Dimensi Logic dalam Film “Manusia Setengah
Salmon”
Indikator Frekuensi Presentase
Absurdity 4 4, 34%
Disappointment 3 3, 26%
Ignorance 3 3, 26%
Mistakes 5 5, 43%
Repetition 1 1, 19%
Reversal 2 2, 17%
Rigidity 2 2, 17%
Total 20
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Sementara itu, dimensi logic digunakan sebanyak 20 kali, dan indiktaor
yang paling banyak digunakan adalah mistakes. Mistakes adalah kesalahan yang
100 Universitas Kristen Petra
terjadi karena kelalaian atau ketidak tahuan. Contohnya adalah saat Dika pergi ke
rumah Patricia, ibu Patricia mengatakan bahwa Patricia sudah berangkat ke
Jogjakarta. Dika yang saat itu panik dan terburu-buru, langsung berangkat ke
terminal untuk mengejar Patricia. Dika mengira bahwa Patricia akan pindah ke
Jogjakarta untuk beberapa lama, karena akan kuliah di sana. Ketika bertemu
dengan Patricia di depan bus, Patricia mengatakan bahwa dirinya hanya sehari ke
Jogjakarta untuk mengantar neneknya.
Gambar 4.19. Raditya Dika melakukan mistakes
Sumber : Film “Manusia Setengah Salmon”, 2016
101 Universitas Kristen Petra
4.3.16. Temuan Data Indikator Before/ After dalam Film “Manusia
Setengah Salmon” (stand up comedian : Raditya Dika)
C. Dimensi Identity
Tabel 4.31. Temuan Data Dimensi Identity dalam Film “Manusia Setengah
Salmon”
Indikator Frekuensi Presentase
Before/ After 13 14, 13%
Burlesque 2 2, 17%
Exposure 6 6, 52%
Grotesque 6 6, 52%
Imitation 1 1, 19%
Unmasking 3 3, 26%
Embarassment 5 5, 43%
Impersonation 1 1, 19%
Mimicry 1 1, 19%
Scale 1 1, 19%
Stereotype 1 1, 19%
Total 40 1, 19%
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Sementara itu, teknik humor identity yang digunakan adalah sebanyak 40
kali, dan indikator yang paling banyak digunakan adalah before/ after. Before/
after adalah perubahan atau perbedaan penampilan seseorang atau situasi.
Contoh:
Dika yang tidur tiba-tiba terbangun karena kaget mendengar suara petasan
yang dimainkan oleh beberapa orang di depan rumahnya. Dika pun memarahi
oran-orang yang bermain petasan tersebut lewat jendela. Situasi pun kembali
tenang dan Dika pun senang karena bisa tertidur kembali. Namun, tidak lama
kemudian, suara petasan kembali terdengar dan Dika pun jengkel karena tidak
bisa tidur.
102 Universitas Kristen Petra
Gambar 4.20. Raditya Dika melakukan before/ after
Sumber : Film “Manusia Setengah Salmon”, 2016
4.3.16. Temuan Data Indikator Speed dalam Film “Manusia Setengah
Salmon” (stand up comedian : Raditya Dika)
D. Dimensi Action
Tabel 4.32. Temuan Data Dimensi Action dalam Film “Manusia Setengah
Salmon”
Indikator Frekuensi Presentase
Chase 17 18, 48%
Slapstick 3 3, 26%
Speed 21 22, 82%
Time 13 14, 13%
Total 54
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Sementara itu, teknik humor action yang digunakan adalah sebanyak 54
kali, dan indikator yang paling banyak digunakan adalah speed. Speed adalah
berbicara atau melakukan sesuatu yang tiba-tiba dipercepat atau diperlambat.
103 Universitas Kristen Petra
Contoh :
Gambar 4.21. Raditya Dika melakukan speed
Dika menggerakkan tubuhnya secara cepat karena jengkel dengan suara
petasan di depan rumahnya.
Sumber : Film “Manusia Setengah Salmon”, 2016
4.3.17. Temuan Data Indikator Repartee dan Satire dalam Film
“Marmut Merah Jambu” (stand up comedian : Raditya Dika)
A. Dimensi Language
Tabel 4.33. Temuan Data Dimensi Language dalam Film “Marmut Merah
Jambu”
Indikator Frekuensi Presentase
Repartee 1 5%
Satire 1 5%
Total 2
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Dalam film “Marmut Merah Jambu”, Raditya Dika berperan sebagai Dika.
Scene yang memunculkan Raditya Dika adalah sebanyak 20 scene, dan teknik
humor language yang digunakan adalah sebanyak 2 kali. Indikator yang
104 Universitas Kristen Petra
digunakan adalah repartee, yaitu membalas pernyataan dengan pernyataan.
Sedangkan satire adalah menyindir untuk mempermalukan orang.
Contoh repartee:
Saat ayah Ina mendengarkan cerita Dika, ayah Ina menelepon untuk
memsan nasi Padang. Ayah Ina pun menawari Dika untuk ikut makan
bersamanya.
Ayah Ina : “Pakai cabe?”
Dika : “Enggak, om”
Ayah Ina : “Cemen banget. Masa nggak pakai cabe”
Dika : “ Iya om, maksud saya pakai cabe yang banyak. Tapi
kalau bisa nggak pedes”.
Gambar 4.22. Raditya Dika melakukan repartee
Sumber : Film “Marmut Merah Jambu”, 2016
105 Universitas Kristen Petra
Contoh satire:
Dika menceritakan tentang kelakuannya semasa SMA kepada ayah Ina.
Dika : “Sebenarnya saya nggak mau ngikutin ide noraknya si Bertus.
Tapi gara-gara anak om..”
Gambar 4.23. Raditya Dika melakukan satire
Sumber : Film “Marmut Merah Jambu”, 2016
4.3.18. Temuan Data Indikator Rigidity dalam Film “Marmut Merah
Jambu” (stand up comedian : Raditya Dika)
B. Dimensi Logic
Tabel 4.34. Temuan Data Dimensi Logic dalam Film “Marmut Merah
Jambu”
Indikator Frekuensi Presentase
Rigidity 2 10%
Total 2
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Sementara itu, teknik humor logic yang digunakan adalah sebanyak 2 kali
dan keduanya berada dalam indikator rigidity. Rigidity adalah seseorang yang
canggung karena dianggap bodoh karena berpikiran sempit. Dalam film “Marmut
Merah Jambu”, Dika sering merasa canggung karena ayah Ina sering menganggap
kelakuan yang diceritakannya semasa SMA adalah hal yang bodoh.
106 Universitas Kristen Petra
Gambar 4.24. Raditya Dika melakukan rigidity
Sumber : Film “Marmut Merah Jambu”, 2016
4.3.19. Temuan Data Indikator Before/ After dalam Film “Marmut
Merah Jambu” (stand up comedian : Raditya Dika)
C. Dimensi Identity
Tabel 4.35. Temuan Data Dimensi Identity dalam Film “Marmut Merah
Jambu”
Indikator Frekuensi Presentase
Before/ After 2 10%
Burlesque 1 5%
Embarassment 1 5%
Total 4
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Sementara itu, teknik humor identity yang digunakan adalah sebanyak 4
kali, dan indikator yang paling banyak digunakan adalah before/ after. Before/
after adalah perubahan atau perbedaan penampilan seseorang atau situasi.
Contoh:
Dika yang berulang kali latihan untuk mengucapkan “selamat siang” di
depan pintu rumah Ina tiba-tiba mengurungkan niatnya karena tidak dibukakan
pintu. Namun, tiba-tiba pintu terbuka dan Dika mengucapkan “selamat malam”
kepada ayah Ina.
107 Universitas Kristen Petra
Gambar 4.25. Raditya Dika melakukan before/ after
Sumber : Film “Marmut Merah Jambu”, 2016
4.3.20. Temuan Data Indikator Speed dalam Film “Marmut Merah
Jambu” (stand up comedian : Raditya Dika)
D. Dimensi Action
Tabel 4.36. Temuan Data Dimensi Action dalam Film “Marmut Merah
Jambu”
Indikator Frekuensi Presentase
Slapstick 2 10%
Speed 4 20%
Total 6
Tabel 4.36. Temuan Data Dimensi Action dalam Film “Marmut Merah
Jambu”
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Sementara itu, teknik humor action digunakan sebanyak 6 kali dan indikator
yang paling banyak digunakan adalah speed. Speed adalah berbicara atau
melakukan sesuatu yang tiba-tiba dipercepat atau diperlambat.
Contoh:
Saat diusir oleh ayah Ina, Dika berbicara dengan cepat atau terbata-bata agar
ayah Ina mau mendengarkannya.
108 Universitas Kristen Petra
Gambar 4.26. Raditya Dika melakukan speed
Sumber : Film “Marmut Merah Jambu”, 2016
4.3.21. Temuan Data Indikator Facetiousness dalam Film “Comic 8”
(stand up comedian : Fico Fachriza)
A. Dimensi Language
Tabel 4.37. Temuan Data Dimensi Language dalam Film “Comic 8”
Indikator Frekuensi Presentase
Allusion 1 2, 94%
Bombast 2 5, 88%
Exaggeration 2 5, 88%
Facetiousness 3 8, 82%
Infantilism 1 2, 94%
Puns, Word Play 1 2, 94%
Repartee 1 2, 94%
Ridicule 2 5, 88%
Total 14
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Dalam film “Comic 8”, Fico Fachriza berperan sebagai Fico. Scene yang
memunculkan Fico adalah sebanyak 34 scene. Dalam 34 scene tersebut, teknik
humor language yang digunakan adalah sebanyak 14 kali. Indikator yang paling
banyak digunakan adalah facetiousness. Facetiousness adalah mengucapkan
kalimat yang ambigu dan membingungkan.
109 Universitas Kristen Petra
Contoh facetiousness:
Fico sedang berjalan melewati sebuah gang, lalu bertemu dengan seorang
kakek yang sedang berdiri. Tiba-tiba Fico mendatangi kakek tersebut.
Fico : “Jangan takut. Saya akan bawa dia pulang. Kita semua akan
pulang, pada saatnya nanti”
Kakek : “Wong gendeng”
Gambar 4.27. Fico Fachriza melakukan facetiousness
Sumber : Film “Comic 8”, 2016
4.3.22. Temuan Data Indikator Absurdity dalam Film “Comic 8” (stand
up comedian : Fico Fachriza)
B. Dimensi Logic
Tabel 4.38. Temuan Data Dimensi Logic dalam Film “Comic 8”
Indikator Frekuensi Presentase
Absurdity 8 23, 53%
Coincidence 1 2, 94%
Disappointment 1 2, 94%
Ignorance 1 2, 94%
Mistakes 1 2, 94%
Theme/ variation 1 2, 94%
Reversal 1 2, 94%
Total 13
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
110 Universitas Kristen Petra
Sedangkan teknik humor logic yang digunakan adalah sebanyak 13 kali, dan
indikator yang paling banyak digunakan adalah absurdity. Absurdity adalah
pernyataan atau sikap yang tidak masuk akal.
Contoh :
Dalam film “Comic 8”, Fico berperan sebagai manusia yang dapat bertanya
jawab dengan tikus. Bahkan Fico bisa menemukan jalan keluar dari bank INI
karena petunjuk dari tikus.
Gambar 4.28. Fico Fachriza melakukan absurdity
Sumber : film “Comic 8”, 2016
4.3.23. Temuan Data Indikator Grotesque dalam Film “Comic 8” (stand
up comedian : Fico Fachriza)
C. Dimensi Identity
Tabel 4.39. Temuan Data Dimensi Identity dalam Film “Comic 8”
Indikator Frekuensi Presentase
Before/ After 2 5, 88%
Caricature 2 5, 88%
Eccentricity 3 8, 82%
Exposure 1 2, 94%
Grotesque 4 11, 76%
Scale 1 2, 94%
Total 13
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
111 Universitas Kristen Petra
Sementara itu, teknik humor identity yang digunakan adalah sebanyak 13
kali. Indikator yang paling banyak digunakan adalah grotesque, yang mana
merupakan penampilan seseorang yang mencolok.
Contoh:
Saat akan memasuki bank INI, Fico datang dengan atribut paling lengkap.
Namun, Bintang Timur dan Babe Cabita merasa aneh dengan atribut yang dibawa
oleh Fico, terutama karena Fico membawa gear.
Gambar 4.29. Fico Fachriza melakukan grotesque
Sumber : film “Comic 8”, 2016
4.3.24. Temuan Data Indikator Chase dalam Film “Comic 8” (stand up
comedian : Fico Fachriza)
D. Dimensi Action
Tabel 4.40. Temuan Data Dimensi Action dalam Film “Comic 8”
Indikator Frekuensi Presentase
Chase 4 11, 76%
Slapstick 1 2, 94%
Total 5
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Sedangkan untuk teknik humor action, indikator yang paling banyak
digunakan adalah chase. Chase adalah aksi kejar mengejar.
112 Universitas Kristen Petra
Contoh:
Fico ditipu oleh anak SMP yang awalnya adalah korban sasaran palaknya.
Namun, karena dibodohi, Fico justru yang memberikan uang lebih banyak kepada
anak SMP tersebut. Anak SMP itu memanggil teman-temannya dan mereka
meminta Fico untuk memalak mereka juga. Fico pun berlari karena dikejar oleh
anak-anak SMP.
Gambar 4.30. Fico Fachriza melakukan chase
Sumber : Film “Comic 8”, 2016
4.3.25. Temuan Data Indikator Misunderstanding dalam Film “Comic
8” (stand up comedian : Mongol Stress)
A. Dimensi Language
Tabel 4.41. Temuan Data Dimensi Language dalam Film “Comic 8”
Indikator Frekuensi Presentase
Bombast 1 3, 85%
Exaggeration 1 3, 85%
Facetiousness 1 3, 85%
Misunderstanding 2 7, 69%
Ridicule 1 3, 85%
Total 6
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
113 Universitas Kristen Petra
Dalam film “Comic 8”, Mongol Stress berperan sebagai Mongol dan scene
yang memunculkan Mongol adalah sebanyak 26 scene. Teknik humor language
yang digunakan adalah 6 kali, dan indikator yang paling banyak digunakan adalah
misunderstanding, yang mana merupakan kesalahan dalam mengartikan sesuatu
yang bersifat verbal.
Contoh:
Dalam film ini, Mongol berperan sebagai waria dan penyuka sesama jenis.
Ia pun menyukai Ernest dan tiba-tiba memeluk Ernest dari belakang. Ernest pun
marah karena merasa risih.
Ernest : (menodongkan pistol) “Gila loe ye, Bangsat loe ye. Gue tembak
pala loe ye!”
Mongol : “Beneran? Aku mau. Aku mau!” (meloncat kegirangan)
Mongol menganggap ditembak adalah diminta untuk menjadi pacar.
Gambar 4.31. Mongol Stress melakukan misunderstanding
Sumber : Film “Comic 8”, 2016
114 Universitas Kristen Petra
4.3.24. Temuan Data Indikator Eccentricity dalam Film “Comic 8”
(stand up comedian : Mongol Stress)
C. Dimensi Identity
Tabel 4.42. Temuan Data Dimensi Identity dalam Film “Comic 8”
Indikator Frekuensi Presentase
Before/ After 2 7, 69%
Caricature 2 7, 69%
Eccentricity 9 34, 62%
Exposure 1 3, 85%
Grotesque 5 19, 23%
Total 19
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Sedangkan teknik humor identity yang digunakan adalah sebanyak 19 kali,
dan indikator yang paling banyak digunakan adalah eccentricity. Dalam film ini,
Mongol memang berperan sebagai waria sehingga hampir dalam semua scene
yang memunculkannya, ia selalu tampil dan bertingkah sebagai waria dan
penyuka lelaki. Eccentricity adalah seseorang dengan karakter yang menyimpang
dari budaya.
Contoh :
Gambar 4.32. Mongol Stress melakukan eccentricity
Sumber : Film “Comic 8”
115 Universitas Kristen Petra
4.3.25. Temuan Data Indikator Slapstick dalam Film “Comic 8” (stand
up comedian : Mongol Stress)
D. Dimensi Action
Tabel 4.43. Temuan Data Dimensi Action dalam Film “Comic 8”
Indikator Frekuensi Presentase
Chase 2 7, 69%
Slapstick 4 15, 38%
Speed 1 3, 85%
Total 7
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Sementara itu, indikator teknik humor action yang paling banyak digunakan
adlah slapstick, yaitu kekasaran fisik seperti memukul, menendang, dan lain-lain.
Contoh:
Gambar 4.33. Mongol Stress melakukan slapstick
Sumber : Film “Comic 8”, 2016
116 Universitas Kristen Petra
4.3.26. Temuan Data Indikator Ridicule dalam Film “Comic 8” (stand
up comedian : Mudy Taylor)
A. Dimensi Language
Tabel 4.44. Temuan Data Dimensi Language dalam Film “Comic 8”
Indikator Frekuensi Presentase
Bombast 4 13, 79%
Definition 1 3, 45%
Exaggeration 3 10, 34%
Facetiousness 3 10, 34%
Insults 1 3, 45%
Infantilism 1 3, 45%
Misunderstanding 2 6, 90%
Over Literalness 1 3, 45%
Puns, Word Play 4 13, 79%
Ridicule 5 17, 24%
Total 25
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Dalam film ini, Mudy Taylor berperan sebagai Mudy dan scene yang
diperankannya berjumlah 29 scene. Teknik humor language yang digunakannya
adalah sebanyak 25 kali, dan indikator yang paling banyak digunakannya adalah
ridicule. Ridicule adalah ungkapan langsung sebagai bentuk penolakan terhadap
suatu hal, ide, atau pemikiran seseorang.
Contoh:
Saat ditanya motivasinya ketika merampok, Mudy mengatakan bahwa
dirinya merampok untuk kebaikan banyak orang.
Mudy : “Kami memang rampok. Tapi kami merampok dari para
perampok”
Candil : “Tapi loe sadar nggak sih, bro? Kalau duit yang loe rampok
untuk loe sumbang ke panti-panti itu..? Itu kan duit panas, bro! Bisa-bisa mereka
kebakar saking panasnya”
Mudy : “Kamu pikir di sini semuanya uang halal? Siapa yang menjadi
rampok sebenarnya? Kami yang mengambil sejumlah recehan atau mereka para
koruptor yang masih berkeliaran di muka bumi ini?”
117 Universitas Kristen Petra
Gambar 4.34. Mudy Taylor melakukan ridicule
Sumber : Film “Comic 8”, 2016
4.3.27. Temuan Data Indikator Absurdity dalam Film “Comic 8” (stand
up comedian : Mudy Taylor)
B. Dimensi Logic
Tabel 4.45. Temuan Data Dimensi Logic dalam Film “Comic 8”
Indikator Frekuensi Presentase
Absurdity 2 6, 90%
Ignorance 1 3, 45%
Total 3
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Sementara itu, indikator dalam teknik humor logic yang paling banyak
digunakan adalah absurdity, yang mana merupakan pernyataan atau sikap yang
tidak masuk akal atau mustahil.
118 Universitas Kristen Petra
Contoh:
Gambar 4.35. Mudy Taylor melakukan absurdity
Sumber : Film “Comic 8”, 2016
4.3.28. Temuan Data Indikator Grotesque dalam Film “Comic 8” (stand
up comedian : Mudy Taylor)
C. Dimensi Identity
Tabel 4.46. Temuan Data Dimensi Identity dalam Film “Comic 8”
Indikator Frekuensi Presentase
Before/ After 2 6, 90%
Caricature 1 3, 45%
Eccentricity 3 10, 34%
Exposure 3 10, 34%
Grotesque 5 17, 24%
Scale 1 3, 45%
Total 15
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Sementara itu, teknik humor identity yang digunakan adalah sebanyak 15
kali, dan indikator yang paling banyak digunakan adalah grotesque. Grotesque
adalah penampilan yang fantastis atau mencolok.
119 Universitas Kristen Petra
Contoh:
Saat polisi datang dan terjadi tembak menembak antara polisi dan rampok,
Mudy melepas kostumnya saat menyamar menjadi pengamen. Ia pun memakai
topeng dan ikut menembak.
Gambar 4.36. Mudy Taylor melakukan grotesque
Gambar 4.37. Mudy Taylor melakukan grotesque
120 Universitas Kristen Petra
Gambar 4.38 Mudy Taylor melakukan grotesque
Sumber : Film “Comic 8”, 2016
4.3.29. Temuan Data Indikator Speed dalam Film “Comic 8” (stand up
comedian : Mudy Taylor)
D. Dimensi Action
Tabel 4.47. Temuan Data Dimensi Action dalam Film “Comic 8”
Indikator Frekuensi Presentase
Speed 2 6, 90%
Chase 1 3, 45%
Time 1 3, 45%
Total 4
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Sementara itu, indikator dalam teknik humor action yang paling banyak
digunakan adalah speed. Speed adalah berbicara atau bersikap secara cepat atau
lambat.
Contoh:
Mudy yang melihat Mongol akan ditembak langsung melakukan aksi
akrobatiknya untuk menghindarkan Mongol dari peluru.
121 Universitas Kristen Petra
Gambar 4.39. Mudy Taylor melakukan speed
Sumber : Film “Comic 8”, 2016
4.3.30. Temuan Data Indikator Ridicule dalam Film “Comic 8” (stand
up comedian : Arie Kriting)
A. Dimensi Language
Tabel 4.48. Temuan Data Dimensi Language dalam Film “Comic 8”
Indikator Frekuensi Presentase
Allusion 2 5, 88%
Bombast 3 8, 82%
Definition 2 5, 88%
Facetiousness 3 8, 82%
Insults 3 8, 82%
Infantilism 1 2, 94%
Irony 1 2, 94%
Over Literalness 1 2, 94%
Puns, Word Play 3 8, 82%
Repartee 1 2, 94%
Ridicule 9 26, 47%
Satire 2 5, 88%
Total 31
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Dalam film ini, Arie Kriting berperan sebagai Arie, dan scene yang
memunculkan Arie adalah sebanyak 34 scene. Teknik humor language yang
122 Universitas Kristen Petra
digunakan adalah sebanyak 31 kali. Indikator yang paling banyak digunakan
adalah ridicule, yang mana merupakan ungkapan langsung sebagai bentuk
penolakan terhadap suatu hal, situasi, ide atau pemikiran orang lain.
Contoh:
Polisi yang mengamati gerak-gerik comic 8 di dalam bank pun menelepon
untuk melakukan negosiasi.
Polisi : “Sedang apa kalian?”
Ernest : “Waktu Anda habis, cap. Kita akan mulai bunuh sandera. Mana
permintaan kami?”
Polisi : “Permintaan? Hmm..Pokoknya tenang aja dulu. Jangan gegabah”
Arie : (merebut gagang telepon) “Omong kosong. Kamu itu lambat.
Memangnya kerja apa saja? Itu kenapa ibu kota negara belum dipindah ke Papua
sana?”
Gambar 4.40. Arie Kriting melakukan ridicule
Sumber : Film “Comic 8”, 2016
123 Universitas Kristen Petra
4.3.31. Temuan Data Indikator Absurdity dalam Film “Comic 8” (stand
up comedian : Arie Kriting)
B. Dimensi Logic
Tabel 4.49. Temuan Data Dimensi Identity dalam Film “Comic 8”
Indikator Frekuensi Presentase
Absurdity 3 8, 82%
Coincidence 1 2, 94%
Ignorance 1 2, 94%
Repetition 1 2, 94%
Total 6
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Sementara itu, indikator untuk teknik humor logic yang paling banyak
digunakan adalah absurdity, yang mana merupakan pernyataan atau sikap yang
tidak masuk akal. Dalam film ini, Arie Kriting suka meminta kepada polisi untuk
memindahkan ibu kota negara ke Papua dalam waktu beberapa jam saja.
Gambar 4.41. Arie Kriting melakukan absurdity
Sumber : Film “Comic 8”, 2016
124 Universitas Kristen Petra
4.3.32. Temuan Data Indikator Before/ After, Eccentricity, dan
Grotesque dalam Film “Comic 8” (stand up comedian : Arie Kriting)
C. Dimensi Identity
Tabel 4.50. Temuan Data Dimensi Identity dalam Film “Comic 8”
Indikator Frekuensi Presentase
Before/ After 3 8, 82%
Caricature 2 5, 88%
Eccentricity 3 8, 82%
Exposure 1 2, 94%
Grotesque 3 8, 82%
Imitation 1 2, 94%
Total 13
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Sementara itu, teknik humor identity yang digunakan adalah sebanyak 13
kali. Indikator yang paling banyak digunakan adalah before/ after, eccentricity,
dan grotesque. Before/ after adalah perubahan atau perbedaan penampilan
seseorang. Sedangkan eecentricity adalah orang dengan karakter menyimpang dari
norma sosial, dan grotesque adalah penampilan yang fantastis atau mencolok.
Dalam film ini, kedua indikator yang paling banyak digunakan (before/ after
dan eccentricity) tersebut tampak pada saat yang bersamaan pula. Perubahan atau
perbedaan penampilan Arie terjadi saat Arie dihipnotis menjadi orang gila.
Sementara itu, orang gila itu sendiri merupakan karakter yang eksentrik atau
menyimpang.
125 Universitas Kristen Petra
Contoh before/ after dan eccentricity :
Gambar 4.42. Arie Kriting melakukan before/ after dan eccentricity
Sumber : Film “Comic 8”, 2016
Contoh grotesque:
Saat akan merampok, Arie datang dengan menggunakan topeng dan
membawa atribut lengkap.
Gambar 4.43. Arie Kriting melakukan grotesque
Sumber : Film “Comic 8”, 2016
126 Universitas Kristen Petra
4.3.32. Temuan Data Indikator Chase dalam Film “Comic 8” (stand up
comedian : Arie Kriting)
D. Dimensi Action
Tabel 4.50. Temuan Data Dimensi Action dalam Film “Comic 8”
Indikator Frekuensi Presentase
Chase 2 5, 88%
Slapstick 1 2, 94%
Total 3
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Sementara itu, indikator dalam teknik humor action yang paling banyak
digunakan adalah chase, yang mana merupakan aksi kejar mengejar.
Contoh:
Arie Kriting berlari untuk menghindari bom yang diledakkan oleh Mudy.
Gambar 4.44. Arie Kriting melakukan chase
Sumber : Film “Comic 8”, 2016
127 Universitas Kristen Petra
4.3.33. Temuan Data Indikator Ridicule dalam Film “Comic 8” (stand
up comedian : Kemal Palevi)
A. Dimensi Language
Tabel 4.51. Temuan Data Dimensi Language dalam Film “Comic 8”
Indikator Frekuensi Presentase
Allusion 3 9, 68%
Bombast 1 3, 23%
Exaggeration 2 6, 45%
Facetiousness 2 6, 45%
Insults 6 19, 35%
Misunderstanding 1 3, 23%
Infantilism 1 3, 23%
Puns, Word Play 1 3, 23%
Repartee 2 6, 45%
Ridicule 7 22, 58%
Sarcasm 3 9, 68%
Satire 2 6, 45%
Total 31
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Dalam film ini, Kemal Palevi berperan sebagai Kemal. Jumlah scene yang
memunculkan Kemal adalah sebanyak 31 scene. Teknik humor language yang
dilakukan adalah sebanyak 31 kali, dan indikator yang paling banyak digunakan
adalah ridicule. Ridicule adalah ungkapan langsung sebagai bentuk penolakan
terhadap suatu hal, seperti ide atau pemikiran orang lain.
Contoh:
Saat Kemal menunjukkan sebuah markas rahasia kepada Ernest dan Arie,
Kemal meminta mereka untuk melihatnya dengan tidak terang-terangan. Kemal
meminta mereka untuk sedikit berakting, misalnya pura-pura tertawa sembari
menoleh melihat markas yang ada di belakang Kemal. Saat ernest dan Arie pura-
pura tertawa, Kemal pun marah karena akting mereka tidak alami.
Kemal : “Stop. Stop. Jelek banget. Kayaknya loe berdua perlu sekolah
akting!”
128 Universitas Kristen Petra
Gambar 4.45. Kemal Palevi melakukan ridicule
Sumber : Film “Comic 8”, 2016
4.3.34. Temuan Data Indikator Absurdity dalam Film “Comic 8” (stand
up comedian : Kemal Palevi)
C. Dimensi Logic
Tabel 4.52. Temuan Data Dimensi Logic dalam Film “Comic 8”
Indikator Frekuensi Presentase
Absurdity 1 3, 23%
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Sementara itu, indikator dalam teknik humor logic yang digunakan adalah
absurdity, yang mana merupakan pernyataan atau sikap yang tidak masuk akal.
Contoh:
Saat bernegosiasi dengan polisi, Kemal meminta polisi untuk
memberikannya tiket konser JKT48 di kursi paling depan. Selain itu, Kemal juga
meminta buah kurma bersama dengan kebun-kebunnya.
129 Universitas Kristen Petra
Gambar 4.46. Kemal Palevi melakukan absurdity
Sumber : Film “Comic 8”, 2016
4.3.35. Temuan Data Indikator Grotesque dalam Film “Comic 8” (stand
up comedian : Kemal Palevi)
C. Dimensi Identity
Tabel 4.53. Temuan Data Dimensi Identity dalam Film “Comic 8”
Indikator Frekuensi Presentase
Before/ After 3 9, 68%
Caricature 1 3, 23%
Eccentricity 3 9, 68%
Exposure 2 6, 45%
Grotesque 4 12, 90%
Stereotype 1 3, 23%
Unmasking 2 6, 45%
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Sedangkan untuk teknik humor identity yang digunakan adalah sebanyak 16
kali, dan indikator yang paling banyak digunakan adalah grotesque. Grotesque
adalah penampilan yang mencolok atau fantastis.
130 Universitas Kristen Petra
Contoh:
Saat hendak merampok, Kemal mengenakan topeng dan membawa lengkap
atributnya seperti pistol, dan lain-lain.
Gambar 4.47. Kemal Palevi melakukan grotesque
Sumber : Film “Comic 8”, 2016
4.3.36. Temuan Data Indikator Chase dalam Film “Comic 8” (stand up
comedian : Kemal Palevi)
D. Dimensi Action
Tabel 4.54. Temuan Data Dimensi Identity dalam Film “Comic 8”
Indikator Frekuensi Presentase
Chase 3 9, 68%
Slapstick 2 6, 45%
Total 5
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Sementara itu, indikator dalam teknik humor action yang paling banyak
digunakan adalah chase. Chase adalah aksi kejar mengejar.
Contoh:
Untuk menghindari ibunya yang terus memata-matai, Kemal mengajak
Ernest dan Arie untuk segera kabur meninggalkan tempat.
131 Universitas Kristen Petra
Gambar 4.48. Kemal Palevi melakukan chase
Sumber : Film “Comic 8”, 2016
4.3.37. Temuan Data Indikator Ridicule dalam Film “Comic 8” (stand
up comedian : Babe Cabita)
A. Dimensi Language
Tabel 4.55. Temuan Data Dimensi Language dalam Film “Comic 8”
Indikator Frekuensi Presentase
Bombast 3 9, 38%
Exaggeration 2 6, 25%
Facetiousness 2 6, 25%
Insults 1 3, 13%
Infantilism 1 3, 13%
Irony 1 3, 13%
Misunderstanding 1 3, 13%
Over Literalness 1 3, 13%
Puns, Word Play 5 15, 63%
Ridicule 7 21, 88%
Sarcasm 1 3, 13%
Satire 1 3, 13%
Allusion 1 3, 13%
Total 27
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
132 Universitas Kristen Petra
Dalam film ini, Babe Cabita berperan sebagai Babe. Scene yang
memunculkan Babe Cabita adalah sebanyak 32 scene. Teknik humor language
yang digunakan adalah sebanyak 27 kali, dan indikator yang paling banyak
digunakan adalah ridicule. Ridicule adalah ungkapan langsung sebagai bentuk
penolakan terhadap suatu hal, seperti ide atau pemikiran orang lain.
Contoh:
Kemal : “Nah ini ini gue setuju sama bapak yang satu ini. Daripada kita
todong-todongan, mendingan kita bikin DPR. Dewan Perwakilan Rampok! Tapi
kita harus satu suara. Kalau ditanaya siapa pemimpinnya, loe semua jawabnya
gue!”
Babe : “Kok bisa kau pula ketuanya?” (dengan nada tinggi)
Kemal : “Eh, loe nyolot banget jadi orang!”
Gambar 4.49. Babe Cabita melakukan ridicule
Sumber : Film “Comic 8”, 2016
133 Universitas Kristen Petra
4.3.38. Temuan Data Indikator Grotesque dalam Film “Comic 8” (stand
up comedian : Babe Cabita)
B. Dimensi Identity
Tabel 4.56. Temuan Data Dimensi Identity dalam Film “Comic 8”
Indikator Frekuensi Presentase
Before/ After 2 6, 25%
Caricature 1 3, 13%
Eccentricity 4 12, 50%
Exposure 1 3, 13%
Grotesque 5 15, 63%
Total 13
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Sedangkan teknik humor identity yang digunakan adalah sebanyak 13 kali,
dan indikator yang paling banyak digunakan adalah grotesque. Grotesque adalah
penampilan fantastis atau mencolok.
Contoh:
Babe Cabita berperan sebagai orang yang suka joget dangdut dimana-mana.
Saat hendak merampok bank INI, Babe melepas bajunya. Ternyata, Babe telah
merangkap dua pakaiannya. Pakaian yang digunakan saat merampok adalah baju
yang sering dipakai penyanyi dangdut.
Gambar 4.50. Babe Cabita melakukan grotesque
Sumber : Film “Comic 8”, 2016
134 Universitas Kristen Petra
4.3.39. Temuan Data Indikator Chase dalam Film “Comic 8” (stand up
comedian : Babe Cabita)
D. Dimensi Action
Tabel 4.57. Temuan Data Dimensi Action dalam Film “Comic 8”
Indikator Frekuensi Presentase
Chase 4 12, 50%
Slapstick 1 3, 13%
Speed 1 3, 13%
Total 6
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Sedangkan teknik humor action yang digunakan adalah sebanyak 6, dan
indikator yang paling banyak digunakan adalah chase. Chase adalah aksi kejar
mengejar.
Contoh:
Babe berlari dengan cara merangkak untuk menghindari Kemal
Gambar 4.51. Babe Cabita melakukan chase
Sumber : Film “Comic 8”, 2016
135 Universitas Kristen Petra
4.3.40. Temuan Data Indikator Ridicule dalam Film “Comic 8” (stand
up comedian : Bintang Timur)
A. Dimensi Language
Tabel 4.58. Temuan Data Dimensi Language dalam Film “Comic 8”
Indikator Frekuensi Presentase
Bombast 2 6, 25%
Exaggeration 3 12%
Facetiousness 2 6, 25%
Insults 1 3, 13%
Ridicule 4 12, 50%
Satire 1 3, 13%
Total 13
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Dalam film ini, Bintang Timur berperan sebagai Bintang. Scene yang
memunculkan Bintang berjumlah 32 scene. Teknik humor language yang
digunakan berjumlah 13 kali, dan indikator yang paling banyak digunakan adalah
ridicule. Ridicule adalah ungkapan langsung sebagai bentuk penolakan terhadap
suatu hal atau situasi, seperti ide atau pemikiran orang lain.
Contoh:
Ketika hendak merampok bersama Babe dan Fico, Arie melihat Fico
membawa gear dan mengejeknya.
Bintang : “Loe ngapain bawa gear? Loe kira ini tawuran anak SMP?”
Gambar 4.52. Bintang Timur melakukan ridicule
Sumber : Film “Comic 8”, 2016
136 Universitas Kristen Petra
4.3.41. Temuan Data Indikator Eccentricity dalam Film “Comic 8”
(stand up comedian : Bintang Timur)
B. Dimensi Identity
Tabel 4.59. Temuan Data Dimensi Identity dalam Film “Comic 8”
Indikator Frekuensi Presentase
Before/ After 2 6, 25%
Caricature 1 3, 13%
Eccentricity 3 12%
Exposure 2 6, 25%
Grotesque 2 6, 25%
Total 10
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Sementara itu, teknik humor identity yang sering digunakan adalah
eccentricity, yang mana merupakan karakter aneh atau menyimpang dari norma
sosial. Dalam film ini, Bintang juga memerankan karakter orang gila yang dirawat
di rumah sakit jiwa.
Gambar 4.53. Bintang Timur melakukan eccentricity
Sumber : Film “Comic 8”, 2016
137 Universitas Kristen Petra
4.3.42. Temuan Data Indikator Chase dalam Film “Comic 8” (stand up
comedian : Bintang Timur)
C. Dimensi Action
Tabel 4.60. Temuan Data Dimensi Action dalam Film “Comic 8”
Indikator Frekuensi Presentase
Chase 2 6, 25%
Slapstick 1 3, 13%
Totsl 3
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Sementara itu, indikator dalam teknik humor action yang paling banyak
digunakan adalah chase, yang mana merupakan aksi kejar mengejar.
Contoh:
Bintang Timur merangkak untuk menghindari tembakan di dalam bank.
Gambar 4.54. Bintang Timur melakukan chase
Sumber : Film “Comic 8”, 2016
138 Universitas Kristen Petra
4.3.43. Temuan Data Indikator Ridicule dalam Film “Comic 8” (stand
up comedian : Ernest Prakasa)
A. Dimensi Language
Tabel 4.61. Temuan Data Dimensi Language dalam Film “Comic 8”
Indikator Frekuensi Presentase
Allusion 1 3, 13%
Facetiousness 1 3, 13%
Insults 4 12, 50%
Infantilism 1 3, 13%
Over Literalness 1 3, 13%
Puns, Word Play 3 9, 38%
Repartee 1 3, 13%
Ridicule 11 34, 38%
Sarcasm 1 3, 13%
Satire 1 3, 13%
Total 35
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Dalam film ini, Ernest Prakasa berperan sebagai Ernest yang muncul dalam
32 scene. Teknik humor language yang digunakan adalah sebanyak 25 kali, dan
indikator yang paling banyak digunakan adalah ridicule. Ridicule adalah
ungkapan langsung sebagai bentuk penolakan terhadap suatu hal, seperti ide atau
pemikiran orang lain.
Contoh:
Saat melakukan aksi penembakan bersama Arie dan Kemal, Ernest menegur
mereka karena terlalu banyak menghabiskan peluru.
Ernest : “Loe semua buang peluru cuma buat nembak 3 orang?”
Gambar 4.55. Ernest Prakasa melakukan ridicule
Sumber : Film “Comic 8”, 2016
139 Universitas Kristen Petra
4.3.44. Temuan Data Indikator Eccentricity dan Grotesque dalam Film
“Comic 8” (stand up comedian : Ernest Prakasa)
C. Dimensi Identity
Tabel 4.62. Temuan Data Dimensi Identity dalam Film “Comic 8”
Indikator Frekuensi Presentase
Before/ After 2 6, 25%
Burlesque 1 3, 13%
Caricature 2 6, 25%
Eccentricity 3 9, 38%
Exposure 1 3, 13%
Grotesque 3 9, 38%
Total 12
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Sementara itu, teknik humor identity yang digunakan adalah sebanyak 12
kali. Indikator yang paling banyak digunakan adalah ecentricity dan grotesque.
Eccentricity adalah karakter yang menyimpang dari norma sosial, sedangkan
grotesque adalah penampilan yang fantastis atau mencolok.
Contoh eccentricity:
Ernest dihipnotis menjadi orang gila.
Gambar 4.56. Ernest Prakasa melakukan eccentricity
Sumber : Film “Comic 8”, 2016
140 Universitas Kristen Petra
Contoh grotesque:
Saat hendak merampok, Ernest memakai topeng dan membawa atribut
lengkap.
Gambar 4.57. Ernest Prakasa melakukan grotesque
Sumber : Film “Comic 8”, 2016
4.3.45. Temuan Data Indikator Slapstick dalam Film “Comic 8” (stand
up comedian : Ernest Prakasa)
D. Dimensi Action
Tabel 4.63. Temuan Data Dimensi Action dalam Film “Comic 8”
Indikator Frekuensi Presentase
Slapstick 3 9, 38%
Speed 1 3, 13%
Total 4
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Sementara itu, teknik humor action yang dilakukan adalah sebanyak 7 kali.
Indikator yang paling banyak digunakan adalah slapstick. Slapstick adalah
kekerasan secara fisik, seperti memukul, dan sebagainya.
141 Universitas Kristen Petra
Contoh slapstick:
Ernest saat akan mengikat sandera.
Gambar 4.58. Ernest Prakasa melakukan slapstick
Sumber : Film “Comic 8”, 2016
4.3.46. Temuan Data Indikator Ridicule dalam Film “Comic 8 : Casino
Kings Part I” (stand up comedian : Fico Fachriza)
A. Dimensi Language
Tabel 4.64. Temuan Data Dimensi Language dalam Film “Comic 8 : Casino
Kings Part I”
Indikator Frekuensi Presentase
Exaggeration 1 2, 27%
Ridicule 5 11, 36%
Facetiousness 2 4, 55%
Over Literalness 1 2, 27%
Allusion 1 2, 27%
Definition 1 2, 27%
Misunderstanding 1 2, 27%
Total 12
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Dalam film ini Fico Fachriza berperan sebagai Fico. Scene yang
memuculkan Fico berjumlah 44 scene. Teknik humor language yang digunakan
142 Universitas Kristen Petra
adalah sebanyak 12 kali, dan indikator yang paling banyak digunakan adalah
ridicule. Ridicule adalah ungkapan langsung sebagai bentuk penolakan terhadap
suatu hal, ide atau pemikiran orang lain.
Contoh:
Saat disuruh duduk untuk diinterogasi oleh interpol, Fico tidak mau
menurutinya sebelum permintaan Fico dilakukan juga oleh interpol tersebut.
Interpol : “Duduk!”
Fico : “Berdiri aja”
Akhirnya, interpol pun menuruti permintaan Fico, yaitu untuk memakai
payung. Setelah interpol memakai payung, Fico pun duduk. Namun, semua benda
di ruangan tersebut menjadi pecah, termasuk kursi dan borgol yang dikenakan
oleh Fico.
Fico : “Tuh kan putus. Gue bilang juga apa. Berdiri aja” (sambil
menunjukkan borgol yang lepas).
Gambar 4.59. Fico Fachriza melakukan ridicule
Sumber : Film “Comic 8 : Casino Kings Part I”, 2016
143 Universitas Kristen Petra
4.3.47. Temuan Data Indikator Absurdity dalam Film “Comic 8 : Casino
Kings Part I” (stand up comedian : Fico Fachriza)
B. Dimensi Logic
Tabel 4.65. Temuan Data Dimensi Logic dalam Film “Comic 8 : Casino
Kings Part I”
Indikator Frekuensi Presentase
Absurdity 3 6, 81%
Coincidence 2 4, 55%
Rigidity 1 2, 27%
Catalogue 1 2, 27%
Total 7
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Sementara itu, teknik humor logic yang digunakan adalah sebanyak 7 kali,
dan indikator yang paling sering digunakan adalah absurdity. Absurdity adalah
pernyataan atau perbuatan yang tidak masuk akal.
Contoh:
Fico mengangkat dan melempar buaya
Gambar 4.60. Fico Fachriza melakukan absurdity
Sumber : Film “Comic 8 : Casino Kings Part I”, 2016
144 Universitas Kristen Petra
4.3.48. Temuan Data Indikator Caricature dalam Film “Comic 8 :
Casino Kings Part I” (stand up comedian : Fico Fachriza)
C. Dimensi Identity
Tabel 4.66. Temuan Data Dimensi Identity dalam Film “Comic 8 : Casino
Kings Part I”
Indikator Frekuensi Presentase
Caricature 3 6, 81%
Exposure 2 4, 55%
Grotesque 1 9, 09%
Unmasking 1 2, 27%
Total 7
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Sementara itu, teknik humor identity yang digunakan adalah sebanyak 7
kali. Indikator yang paling banyak digunakan adalah caricature. Caricature
adalah gambar dari penampilan seseorang yang dicuplik secara visual.
Contoh:
Gambar 4.61. Caricature Fico Fachriza
Sumber : “Comic 8 : Casino Kings Part I”, 2016
145 Universitas Kristen Petra
4.3.49. Temuan Data Indikator Chase dalam Film “Comic 8 : Casino
Kings Part I” (stand up comedian : Fico Fachriza)
D. Dimensi Action
Tabel 4.67. Temuan Data Dimensi Action dalam Film “Comic 8 : Casino
Kings Part I”
Indikator Frekuensi Presentase
Chase 4 9, 09%
Slapstick 2 4, 55%
Total 6
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Sementara itu, indikator teknik humor action yang paling banyak digunakan
adalah chase. Chase adalah aksi kejar mengejar.
Contoh:
Fico berlari saat dikejar buaya
Gambar 4.62. Fico Fachriza melakukan chase
Sumber : Film “Comic 8 : Casino Kings Part I”, 2016
146 Universitas Kristen Petra
4.3.50. Temuan Data Indikator Ridicule dan Insults dalam Film “Comic
8 : Casino Kings Part I” (stand up comedian : Mongol Stress)
A. Dimensi Language
Tabel 4.68. Temuan Data Dimensi Language dalam Film “Comic 8: Casino
Kings Part I”
Indikator Frekuensi Presentase
Definition 2 4, 76%
Ridicule 3 7, 14%
Insults 3 7, 14%
Puns, Word Play 1 2, 38%
Total 9
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Dalam film ini, Mongol Stress berperan sebagai Mongol. Scene yang
memunculkan Mongol adalah sebanyak 42 scene. Teknik humor language yang
digunakan adalah sebanyak 9 kali, dengan indikator yang paling banyak
digunakan adalah ridicule dan insults. Ridicule adalah ungkapan langsung sebagai
bentuk penolakan terhadap suatu hal, seperti pemikiran atau ide orang lain.
Sedangkan insults adalah penghinaan atau meremehkan orang lain.
Contoh ridicule:
Saat terjebak di hutan, Mongol dan Ge menemukan sebuah perangkat game
yang berisi dua pertanyaan. Jika jawaban mereka benar, maka mereka akan
mendapat hadiah. Pertanyaannya adalah “Musang di seberang terlihat, gajah di
pelupuk mata..?”
Mongol : “Nggak mungkin keles. Orang gajah gede. Keberatan!”
147 Universitas Kristen Petra
Gambar 4.63. Mongol Stress melakukan ridicule
Sumber : Film “Comic 8 : Casino Kings Part I”, 2016
Contoh insults:
Saat menyergap sebuah warung yang diduga markas The King, Mongol
mengejek beberapa orang yang sedang berjudi dengan sebutan “kelas teri”.
Gambar 4.64. Mongol Stress melakukan insults
Sumber : Film “Comic 8 : Casino Kings Part I”, 2016
148 Universitas Kristen Petra
4.3.51. Temuan Data Indikator Coincidence dalam Film “Comic 8 :
Casino Kings Part I” (stand up comedian : Mongol Stress)
B. Dimensi Logic
Tabel 4.69. Temuan Data Dimensi Logic dalam Film “Comic 8 : Casino
Kings Part I”
Indikator Frekuensi Presentase
Absurdity 1 2, 38%
Coincidence 4 9, 52%
Disappointment 1 2, 38%
Catalogue 1 2, 38%
Mistakes 1 2, 38%
Total 8
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Sementara itu, teknik humor logic yang digunakan berjumlah 8 kali.
Indikator yang paling banyak digunakan adalah coincidence. Coincidence adalah
kejadian yang tidak terduga atau kebetulan, yang mengarah pada rasa malu.
Contoh:
Mongol yang sedang berada di sebuah pub, tiba-tiba ditangkap oleh
beberapa polisi yang sebelumnya bersenang-senang dengannya.
Gambar 4.65. Mongol Stress melakukan coincidence
Sumber : Film “Casino Kings Part I”, 2016
149 Universitas Kristen Petra
4.3.52. Temuan Data Indikator Grotesque dalam Film “Comic 8 :
Casino Kings Part I” (stand up comedian : Mongol Stress)
C. Dimensi Identity
Tabel 4.70. Temuan Data Dimensi Identity dalam Film “Comic 8 : Casino
Kings Part I”
Indikator Frekuensi Presentase
Caricature 2 4, 76%
Eccentricity 2 4, 76%
Grotesque 6 19, 05%
Total 10
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Sementara itu, teknik humor identity yang digunakan adalah sebanyak 10
kali. Indikator yang paling banyak digunakan adalah grotesque, yaitu penampilan
yang fantastis atau mencolok.
Contoh:
Mongol mengenakan kostum yang paling aneh diantara comic 8
Gambar 4.66. Mongol Stress melakukan grotesque
Sumber : Film “Comic 8 : Casino Kings Part I”, 2016
150 Universitas Kristen Petra
4.3.53. Temuan Data Indikator Chase dalam Film “Comic 8 : Casino
Kings Part I” (stand up comedian : Mongol Stress)
D. Dimensi Action
Tabel 4.71. Temuan Data Dimensi Action dalam Film “Comic 8 : Casino
Kings Part I”
Indikator Frekuensi Presentase
Chase 4 9, 52%
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Untuk teknik humor action, indikator yang digunakan hanya chase, yaitu
aksi kejar mengejar.
Contoh:
Mongol berlari karena dikejar buaya raksasa
Gambar 4.67. Mongol Stress melakukan chase
Sumber : Film “Casino Kings Part I”, 2016
151 Universitas Kristen Petra
4.3.54. Temuan Data Indikator Ridicule dalam Film “Comic 8 : Casino
Kings Part I” (stand up comedian : Ge Pamungkas)
A. Dimensi Language
Tabel 4.72. Temuan Data Dimensi Language dalam Film “Comic 8 : Casino
Kings Part I”
Indikator Frekuensi Presentase
Puns, Word Play 1 2, 86%
Ridicule 4 11, 43%
Bombast 1 2, 86%
Exaggeration 1 2, 86%
Facetiousness 1 2, 86%
Infantilism 2 5, 71%
Misunderstanding 1 2, 86%
Irony 1 2, 86%
Total 12
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Dalam film ini, Ge Pamungkas berperan sebagai Ge. Scene yang
memunculkan Ge adalah sebanyak 35 scene. Teknik humor language yang
digunakan adalah sebanyak 12 kali, dan indikator yang paling banyak digunakan
adalah indikator ridicule. Ridicule adalah ungkapan langsung sebagai bentuk
penolakan terhadap suatu hal seperti ide atau pemikiran orang lain.
Contoh:
Ge berdebat dengan seorang Polwan tentang penangkapan comic 8.
Polwan : “Mereka ditangkap karena perampokan dalam sebuah bank”
Ge : “Jangan suudzon dulu. Mana bukti otentik dan konkretnya?
Karena pada saat bank INI dirampok, mereka sedang berada di tempat lain”
Gambar 4.68. Ge Pamungkas melakukan ridicule
Sumber : Film “Comic 8 : Casino Kings Part I”, 2016
152 Universitas Kristen Petra
4.3.55. Temuan Data Indikator Absurdity dan Ignorance dalam Film
“Comic 8 : Casino Kings Part I” (stand up comedian : Ge Pamungkas)
B. Dimensi Logic
Tabel 4.73. Temuan Data Dimensi Logic dalam Film “Comic 8 : Casino
Kings Part I”
Indikator Frekuensi Presentase
Absurdity 1 2, 86%
Ignorance 1 2, 86%
Total 2
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Sementara itu, teknik humor logic yang digunakan adalah absurdity dan
ignorance. Absurdity adalah pernyataan atau perbuatan yang tidak masuk akal,
sedangkan ignorance adalah saat kemampuan untuk membohongi orang lain
berhasil.
Contoh absurdity:
Ge keluar dari badan buaya
Gambar 4.69. Ge Pamungkas melakukan absurdity
Sumber : Film “Casino Kings Part I”, 2016
153 Universitas Kristen Petra
Contoh ignorance:
Saat berdebat dengan Polwan, Ge menjebak Polwan tersebut dengan
permainan kata.
Polwan : “Jangan ngomong sembarangan karena Anda bisa saya kenakan
pasal akibat bicara sembarangan dengan aparat kepolisian”
Ge : “Saya justru khawatir karena klien saya ditangkap oleh aparat
kepolisian dan aparat kepolisian tersebut memberikan pin BB-nya kepada saya
secara sukarela”
Polwan : “Kenapa?”
Ge : “Kenapa apa?”
Polwan : “Tadi kamu ngomong gimana?”
Ge : “Ngomong apa lagi yang mana?”
Polwan : “Pin BB?”
Ge : “39EE37”
Gambar 4.70. Ge Pamungkas melakukan ignorance
Sumber : Film “Comic 8 : Casino Kings Part I”, 2016
154 Universitas Kristen Petra
4.3.56. Temuan Data Indikator Grotesque dalam Film “Comic 8 :
Casino Kings Part I” (stand up comedian : Ge Pamungkas)
C. Dimensi Identity
Tabel 4.74. Temuan Data Dimensi Identity dalam Film “Comic 8 : Casino
Kings Part I”
Indikator Frekuensi Presentase
Caricature 1 2, 86%
Grotesque 2 11, 43%
Exposure 1 2, 86%
Total 4
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Sementara itu, teknik humor identity yang paling banyak digunakan adalah
grotesque, yang mana merupakan penampilan yang fantastis atau mencolok.
Contoh:
Ge saat keluar dari badan buaya
Gambar 4.71. Ge Pamungkas melakukan grotesque
Sumber : Film “Casino Kings Part I”, 2016
155 Universitas Kristen Petra
4.3.57. Temuan Data Indikator Chase dan Speed dalam Film “Comic 8 :
Casino Kings Part I” (stand up comedian : Ge Pamungkas)
D. Dimensi Action
Tabel 4.75. Temuan Data Dimensi Action dalam Film “Comic 8 : Casino
Kings Part I”
Indikator Frekuensi Presentase
Chase 2 5, 71%
Slapstick 1 2, 86%
Speed 2 5, 71%
Total 5
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Sementara itu, indikator teknik humor action yang banyak digunakan adalah
chase dan speed. Chase adalah aksi kejar mengejar dan speed adalah berbicara
atau bersikap dengan cepat atau lambat.
Contoh:
Ge (memakai topeng) berlari karena dikejar buaya raksasa
Gambar 4.72. Ge Pamungkas melakukan chase
Sumber : Film “Comic 8 : Casino Kings Part I”, 2016
156 Universitas Kristen Petra
4.3.58. Temuan Data Indikator Ridicule dalam Film “Comic 8 : Casino
Kings Part I” (stand up comedian : Arie Kriting)
A. Dimensi Language
Tabel 4.76. Temuan Data Dimensi Language dalam Film “Comic 8 : Casino
Kings Part I”
Indikator Frekuensi Presentase
Insults 1 2, 33%
Misunderstanding 2 4, 65%
Puns, Word Play 5 11, 63%
Ridicule 9 20, 93%
Bombast 1 2, 33%
Allusion 1 2, 33%
Total 19 2, 33%
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Dalam film ini, Arie Kriting berperan sebagai Arie. Scene yang
memunculkan Arie adalah sebanyak 43 scene. Teknik humor language yang
digunakan adalah sebanyak 19 kali, dan indikator yang paling banyak digunakan
adalah ridicule. Ridicule adalah ungkapan langsung sebagai bentuk penolakan
terhadap suatu hal, seperti ide atau pemikiran orang lain.
Contoh:
Ernest : “Kayaknya kita kena jebakan batman”
Arie : “Mana mungkin dia jebak kita? Dia kan orang baik!”
Gambar 4.73. Arie Kriting melakukan ridicule
Sumber : Film “Comic 8 : Casino Kings Part I”, 2016
157 Universitas Kristen Petra
4.3.59. Temuan Data Indikator Caricature dalam Film “Comic 8 :
Casino Kings Part I” (stand up comedian : Arie Kriting)
B. Dimensi Identity
Tabel 4.77. Temuan Data Dimensi Identity dalam Film “Comic 8 : Casino
Kings Part I”
Indikator Frekuensi Presentase
Caricature 2 4, 65%
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Sementara itu, indikator dalam teknik humor identity yang paling banyak
digunakan adalah caricature. Caricature adalah gambaran visual yang dicuplik
dari seseorang dengan penampilan fantastis.
Contoh:
Gambar 4.74. Caricature Arie Kriting
Sumber : Film “Comic 8 : Casino Kings Part I”, 2016
158 Universitas Kristen Petra
4.3.60. Temuan Data Indikator Chase dalam Film “Comic 8 : Casino
Kings Part I” (stand up comedian : Arie Kriting)
C. Dimensi Action
Tabel 4.78. Temuan Data Dimensi Action dalam Film “Comic 8 : Casino
Kings Part I”
Indikator Frekuensi Presentase
Chase 5 11, 63%
Slapstick 1 2, 33%
Speed 1 2, 33%
Total 7
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Sementara itu, indikator dalam teknik humor action yang paling sering
digunakan adalah chase, yang mana merupakan aksi kejar mengejar.
Contoh:
Arie Kriting dan Ernest terjatuh terguling-guling saat lari dari buaya
Gambar 4.75. Arie Kriting melakukan chase
Sumber : “Comic 8 : Casino Kings Part I”, 2016
159 Universitas Kristen Petra
4.3.61. Temuan Data Indikator Ridicule dalam Film “Comic 8 : Casino
Kings Part I” (stand up comedian : Kemal Palevi)
A. Dimensi Language
Tabel 4.79. Temuan Data Dimensi Language dalam Film “Comic 8 : Casino
Kings Part I”
Indikator Frekuensi Presentase
Allusion 3 6, 52%
Over Literalness 1 2, 17%
Puns, Word Play 1 2, 17%
Ridicule 9 19, 57%
Facetiousness 1 2, 17%
Insults 2 4, 35%
Total 17
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Dalam film ini, Kemal Palevi berperan sebagai Kemal, dan scene yang
memunculkan Kemal adalah sebanyak 46 scene. Teknik humor language yang
dilakukan adalah sebanyak 17 kali, dan indikator yang paling banyak digunakan
adalah ridicule. Ridicule adalah ungkapan langsung sebagai bentuk penolakan
terhadap suatu hal, seperti pemikiran atau ide orang lain.
Contoh:
Saat berada di tengah hutan, Kemal menemukan berbagai peralatan cuci
seperti gayung dan sikat.
Kemal : “Apaan sih ini? Emang ada yang mau mandi di hutan?”
Gambar 4.76. Kemal Palevi melakukan ridicule
Sumber : Film “Comic 8 : Casino Kings Part I”, 2016
160 Universitas Kristen Petra
4.3.62. Temuan Data Indikator Coincidence dalam Film “Comic 8 :
Casino Kings Part I” (stand up comedian : Kemal Palevi)
B. Dimensi Logic
Tabel 4.80. Temuan Data Dimensi Logic dalam Film “Comic 8 : Casino
Kings Part I”
Indikator Frekuensi Presentase
Absurdity 1 2, 17%
Coincidence 2 4, 35%
Repetition 1 2, 17%
Total 4
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Sementara itu, indikator dalam teknik humor logic yang paling banyak
digunakan adalah coincidence, yang mana merupakan kejadian yang tidak
terduga.
Contoh:
Kemal menemukan sesuatu yang berdetak dan mengira benda tersebut
adalah bom. Namun, ternyata benda tersebut adalah jam waker dan tiba-tiba
muncullah buaya raksasa di sebelahnya.
Gambar 4.77. Kemal Palevi melakukan coincidence
Contoh : “Comic 8 : Casino Kings Part I”, 2016
161 Universitas Kristen Petra
4.3.63. Temuan Data Indikator Caricature dalam Film “Comic 8 :
Casino Kings Part I” (stand up comedian : Kemal Palevi)
C. Dimensi Identity
Tabel 4.81. Temuan Data Dimensi Identity dalam Film “Comic 8 : Casino
Kings Part I”
Indikator Frekuensi Presentase
Before/ After 1 2, 17%
Caricature 3 6, 52%
Grotesque 2 10, 87%
Total 6
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Sementara itu, indikator dalam teknik humor identity yang paling banyak
digunakan adalah caricature, yang mana merupakan gambaran visual dari
cuplikan seseorang dengan penampilan fantastis.
Contoh:
Gambar 4.78. Caricature Kemal Palevi
Sumber : “Comic 8 : Casino Kings Part I”, 2016
162 Universitas Kristen Petra
4.3.64. Temuan Data Indikator Chase dalam Film “Comic 8 : Casino
Kings Part I” (stand up comedian : Kemal Palevi)
D. Dimensi Action
Tabel 4.82. Temuan Data Dimensi Action dalam Film “Comic 8 : Casino
Kings Part I”
Indikator Frekuensi Presentase
Chase 8 17, 39%
Slapstick 3 6, 52%
Speed 3 6, 52%
Total 14
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Sementara itu, indikator dalam teknik humor action yang paling banyak
digunakan adalah chase. Chase adalah aksi kejar mengejar.
Contoh:
Kemal berlari saat dikejar buaya raksasa
Gambar 4.79. Kemal Palevi melakukan chase
Sumber : Film “Comic 8 : Casino Kings Part I”, 2016
163 Universitas Kristen Petra
4.3.65. Temuan Data Indikator Puns, Word Play dalam Film “Comic 8 :
Casino Kings Part I” (stand up comedian : Babe Cabita)
A. Dimensi Language
Tabel 4.83. Temuan Data Dimensi Language dalam Film “Comic 8 : Casino
Kings Part I”
Indikator Frekuensi Presentase
Bombast 1 2, 17%
Definition 1 2, 17%
Exaggeration 3 6, 52%
Facetiousness 2 4, 35%
Insults 4 8, 70%
Infantilism 5 10, 87%
Irony 1 2, 17%
Puns, Word Play 6 13, 04%
Ridicule 4 8, 70%
Repartee 1 2, 17%
Allusion 1 2, 17%
Total 29
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Dalam film ini, Babe Cabita berperan sebagai Babe. Scene yang
memunculkan Babe adalah sebanyak 46 scene. Teknik humor language yang
dilakukan adalah sebanyak 29 kali, dan indikator yang paling banyak digunakan
adalah puns, word play, yang mana merupakan permainan kata-kata.
Contoh:
Saat menyergap di sebuah warung judi yang diduga dikuasai oleh The King,
Babe melakukan balas pantun dengan orang-orang yang ada di warung tersebut.
Babe : “Pisang sale dimakan Sonya. Ikan lele dimakan papa. Kalau
boleh aku bertanya. Kalau nggak boleh ya nggak papa”
164 Universitas Kristen Petra
Gambar 4.80. Babe Cabita melakukan puns, word play
Sumber : Film “Comic 8 : Casino Kings Part I”, 2016
4.3.66. Temuan Data Indikator Coincidence dalam Film “Comic 8 :
Casino Kings Part I” (stand up comedian : Babe Cabita)
B. Dimensi Logic
Tabel 4.84. Temuan Data Dimensi Logic dalam Film “Comic 8 : Casino
Kings Part I”
Indikator Frekuensi Presentase
Absurdity 1 2, 17%
Coincidence 2 4, 35%
Ignorance 1 2, 17%
Reversal 1 2, 17%
Mistakes 1 2, 17%
Total 6
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Sementara itu, indikator dalam teknik humor logic yang paling digunakan
adalah coincidence, yang mana merupakan kejadian yang tidak terduga.
Contoh:
Babe tiba-tiba ditangkap polisi saat sedang menari dangdut di sebuah tempat
165 Universitas Kristen Petra
Gambar 4.81. Babe Cabita melakukan coincidence
Sumber : Film “Comic 8 : Casino Kings Part I”, 2016
4.3.67. Temuan Data Indikator Exposure dalam Film “Comic 8 : Casino
Kings Part I” (stand up comedian : Babe Cabita)
C. Dimensi Identity
Tabel 4.85. Temuan Data Dimensi Identity dalam Film “Comic 8 : Casino
Kings Part I”
Indikator Frekuensi Presentase
Caricature 2 4, 35%
Exposure 3 6, 52%
Imitation 2 4, 35%
Grotesque 1 15, 22%
Total 14
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Sementara itu, teknik humor identity yang digunakan adalah sebanyak 14
kali. Indikator yang paling banyak digunakan adalah exposure, yang mana
merupakan mengungkapkan diri sendiri.
Contoh:
Dalam film tersebut, terdapat scene dimana Babe melakukan stand up
comedy. Ia pun berkata “Aku nggak perlu cari duit lagi dari judi. Dari stand up
166 Universitas Kristen Petra
comedy aja, pendapatanku udah lumayan besar. Yah..sekitar 5 juta lah..dalam
setahun”.
Gambar 4.82. Babe Cabita melakukan exposure
Sumber : Film “Comic 8 : Casino Kings Part I”, 2016
4.3.68. Temuan Data Indikator Chase dalam Film “Comic 8 : Casino
Kings Part I” (stand up comedian : Babe Cabita)
D. Dimensi Action
Tabel 4.86. Temuan Data Dimensi Action dalam Film “Comic 8 : Casino
Kings Part I”
Indikator Frekuensi Presentase
Chase 4 8, 70%
Slapstick 2 4, 35%
Speed 1 2, 17%
Total 7
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Sedangkan indikator dalam teknik humor action yang paling banyak
digunakan adalah chase, yang mana merupakan aksi kejar mengejar.
167 Universitas Kristen Petra
Contoh:
Gambar 4.83. Babe Cabita melakukan chase
Sumber : Film “Comic 8 : Casino Kings Part I”, 2016
4.3.69. Temuan Data Indikator Puns, Word Play dalam Film “Comic 8 :
Casino Kings Part I” (stand up comedian : Bintang Timur)
A. Dimensi Language
Tabel 4.87. Temuan Data Dimensi Language dalam Film “Comic 8 : Casino
Kings Part I”
Indikator Frekuensi Presentase
Insults 1 2, 38%
Puns, Word Play 2 4, 76%
Definition 1 2, 38%
Ridicule 1 2, 38%
Repartee 1 2, 38%
Total 6
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Dalam film ini, Bintang Timur yang berperan sebagai Bintang muncul
dalam 42 scene. Teknik humor language yang dilakukan adalah sebanyak 6 kali,
dan indikator yang paling banyak digunakan adalah puns, word play atau
permainan kata.
168 Universitas Kristen Petra
Contoh:
Bintang : “Pertanyaan kapan menikah itu lebih susah daripada ujian
nasional. Jika ditanya kapan perang dunia pertama dimulai, jawabannya gampang.
Ya sebelum perang dunia kedua”
Gambar 4.84. Bintang Timur melakukan puns, word play
Sumber : Film “Comic 8 : Casino Kings Part I”, 2016
4.3.70. Temuan Data Indikator Caricature dan Grotesque dalam Film
“Comic 8 : Casino Kings Part I” (stand up comedian : Bintang Timur)
B. Dimensi Identity
Tabel 4.88. Temuan Data Dimensi Identity dalam Film “Comic 8 : Casino
Kings Part I”
Indikator Frekuensi Presentase
Caricature 3 7, 14%
Exposure 1 2, 38%
Grotesque 3 11, 90%
Total 7
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Sementara itu, teknik humor identity yang dilakukan adalah sebanyak 9 kali.
Indikator yang paling banyak dilakukan adalah grotesque, yang mana merupakan
penampilan yang fantastis atau mencolok.
169 Universitas Kristen Petra
Contoh:
Bintang melindungi diri dari ancaman buaya menggunakan daun-daunan
sehingga ia selalu menutupi dirinya dengan daun-daunan selama di hutan.
Gambar 4.85. Bintang Timur melakukan grotesque
Sumber : Film “Comic 8 : Casino Kings Part I”, 2016
4.3.71. Temuan Data Indikator Chase dalam Film “Comic 8 : Casino
Kings Part I” (stand up comedian : Bintang Timur)
C. Dimensi Action
Tabel 4.89. Temuan Data Dimensi Action dalam Film “Comic 8 : Casino
Kings Part I”
Indikator Frekuensi Presentase
Chase 4 9, 52%
Speed 1 2, 38%
Total 5
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Sementara itu, indikator dalam teknik humor action yang paling banyak
digunakan adalah chase, yang mana merupakan aksi kejar mengejar.
170 Universitas Kristen Petra
Contoh:
Bintang dan Fico berlari menghindari buaya
Gambar 4.86. Bintang Timur melakukan chase
Sumber : Film “Comic 8 : Casino Kings Part I”, 2016
4.3.72. Temuan Data Indikator Ridicule dalam Film “Comic 8 : Casino
Kings Part I” (stand up comedian : Ernest Prakasa)
A. Dimensi Language
Tabel 4.90. Temuan Data Dimensi Language dalam Film “Comic 8 : Casino
Kings Part I”
Indikator Frekuensi Presentase
Definition 1 2, 44%
Insults 1 2, 44%
Over Literalness 2 4, 88%
Puns, Word Play 3 7, 32%
Ridicule 5 12, 20%
Facetiousness 1 2, 44%
Infantilism 1 2, 44%
Exaggeration 1 2, 44%
Allusion 1 2, 44%
Total 16
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
171 Universitas Kristen Petra
Dalam film ini, Ernest Prakasa berperan sebagai Ernest yang muncul dalam
41 scene. Teknik humor language yang digunakan adalah sebanyak 16 kali, dan
indikator yang paling banyak digunakan adalah ridicule. Ridicule adalah
ungkapan langsung sebagai bentuk penolakan terhadap suatu hal, seperti ide atau
pemikiran orang lain.
Contoh:
Mongol : “Nasib kita sama. Kita kan sama-sama nggak tau kenapa kita ada
di sini”
Ernest : “Belum tentu. Nggak semua dari kita di sini nggak tau kenapa
kita ada di sini!”
Gambar 4.87. Ernest Prakasa melakukan ridicule
Sumber : Film “Comic 8 : Casino Kings Part I”, 2016
4.3.72. Temuan Data Indikator Coincidence dalam Film “Comic 8 :
Casino Kings Part I” (stand up comedian : Ernest Prakasa)
B. Dimensi Logic
Tabel 4.91. Temuan Data Dimensi Logic dalam Film “Comic 8 : Casino
Kings Part I”
Indikator Frekuensi Presentase
Absurdity 1 2, 44%
Coincidence 2 4, 88%
Mistakes 1 2, 44%
Total 4
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
172 Universitas Kristen Petra
Sementara itu, indikator dalam teknik humor logic yang paling banyak
digunakan adalah coincidence, yang mana merupakan kejadian yang tidak
terduga.
Contoh:
Ernest tiba-tiba diberi surat penangkapan oleh polisi
Gambar 4.88. Ernest Prakasa melakukan coincidence
Sumber : “Comic 8 : Casino Kings Part I”, 2016
4.3.74. Temuan Data Indikator Caricature dalam Film “Comic 8 :
Casino Kings Part I” (stand up comedian : Ernest Prakasa)
C. Dimensi Identity
Tabel 4.92. Temuan Data Dimensi Identity dalam Film “Comic 8 : Casino
Kings Part I”
Indikator Frekuensi Presentase
Caricature 2 4, 88%
Grotesque 1 14, 63%
Exposure 1 2, 44%
Stereotype 1 2, 44%
Total 5 2, 44%
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
173 Universitas Kristen Petra
Sementara itu, teknik humor identity yang digunakan adalah sebanyak 5
kali, dan indikator yang paling banyak digunakan adalah caricature. Caricature
adalah penampilan yang fantastis atau mencolok.
Contoh:
Gambar 4.89. Caricature Ernest Prakasa
Sumber : “Comic 8 : Casino Kings Part I”, 2016
4.3.75. Temuan Data Indikator Chase dalam Film “Comic 8 : Casino
Kings Part I” (stand up comedian : Ernest Prakasa)
D. Dimensi Action
Tabel 4.93. Temuan Data Dimensi Action dalam Film “Comic 8 : Casino
Kings Part I”
Indikator Frekuensi Presentase
Chase 6 14, 63%
Slapstick 3 7, 32%
Speed 1 2, 44%
Total 10
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Sementara itu, indikator dalam teknik humor action yang paling banyak
digunakan adalah chase, yang mana merupakan aksi kejar mengejar.
174 Universitas Kristen Petra
Contoh:
Ernest dan Arie sedang berlari hingga terguling-guling saat menghindari
buaya.
Gambar 4.90. Ernest Prakasa melakukan chase
Sumber : Film “Comic 8 : Casino Kings Part I”, 2016
175 Universitas Kristen Petra
4.4. Analisis dan Interpretasi Data
Seperti yang telah dipaparkan dalam sub bab 4.3 (perolehan data), penelitian
ini menggunakan teknik humor Berger (2012) yang memiliki 4 kategori besar atau
dimensi, antara lain language, logic, identity, dan action. Peneliti akan
menggunakan 4 indikator tersebut untuk melakukan analisis terhadap 7 film
komedi tahun 2013-2015 yang dibintangi oleh stand up comedian.
4.4.1. ANALISIS DAN INTERPRETASI TEKNIK HUMOR LANGUAGE
Tabel 4.94. Total Dimensi Language
INDIKATOR FREKUENSI
Allusion 23
Bombast 33
Definition 25
Exaggeration 45
Facetiousness 45
Insults 63
Infantilism 29
Irony 23
Misunderstanding 28
Over Literalness 23
Puns, Word Play 46
Repartee 29
Ridicule 124
Sarcasm 11
Satire 15
Total 562
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
4.4.1.1. ANALISIS DAN INTERPRETASI INDIKATOR RIDICULE
Dari 7 film komedi yang dibintangi oleh stand up comedian, teknik humor
language adalah dimensi yang paling banyak digunakan oleh stand up comedian,
yaitu muncul sebanyak 562 kali. Indikator yang paling banyak digunakan adalah
ridicule, yakni ungkapan langsung sebagai bentuk penolakan terhadap suatu hal,
seperti ide atau pemikiran orang lain. Seperti yang dapat dilihat pada perolehan
data, ridicule paling banyak dilakukan oleh stand up comedian bernama Raditya
176 Universitas Kristen Petra
Dika ketika ia berperan sebagai Dika dalam film “Cinta Brontosaurus”. Film
tersebut adalah film drama komedi yang sebagian besar ceritanya mengandung
unsur percintaan.
Ridicule sendiri merupakan bentuk penyerangan sebagai sikap menolak atau
tidak setuju terhadap suatu hal seperti ide atau pemikiran orang lain. Komedi itu
juga mengkritik kelemahan manusia. Komedi memang kocak, namun juga begitu
“sedih”, penonton dipaksa untuk merenungkan masalah tertentu, misalnya
masalah manusia yang telah ditertawakannya, selepas menonton komedi tersebut.
Beberapa penulis komedi memang menghibur dan membuat penonton tertawa,
tetapi di sisi lain juga menggelitik dan menggali bawah sadar penonton untuk
mengungkapkan apa yang tidak berani mereka nyatakan secara terus terang
(Husen, 2003, p. 164-171).
Humor adalah alat untuk menyampaikan informasi, menyatakan perasaan
senang, marah, jengkel, dan simpati. Selain itu, humor dapat mengendurkan
ketegangan dan menjadi alat kritik yang ampuh, karena subjek yang dikritik tidak
merasa bahwa kritik yang disampaikan adalah bentuk konfrontasi (Hermintoyo
dalam Hartono, 2014).
Sementara itu, sudah jadi tabiat manusia untuk menyukai pujian. Semua
orang memang tidak suka dikritik, apalagi dimaki dan dikata-katai. Hati manusia
lebih terharu oleh pujian daripada kritikan. Pengkritik umumnya dianggap musuh.
Jika ada orang menyampaikan sesuatu yang kurang mengenakkan di telinga,
hampir semua dari kita merespons secara reaktif (Pasiak, 2006, p. 205).
Contoh ridicule dalam film “Cinta Brontosaurus” adalah saat Dika
menemani Jessica belanja buku di sebuah toko buku.
Jessica : “Padahal doraemon itu bagus banget kali”
Dika : “Apa bagusnya dari robot kucing yang suaranya kayak om-om
kelindes mesin perata aspal?
Jessica : “Kalau twilight gimana? Aku tuh suka banget lho sama novel
twilight”
Dika : “Twilight? Vampir-vampir gitu kan? Yang ngisep-ngisep darah?
Udah kayak nyamuk, tau nggak”
177 Universitas Kristen Petra
Gambar 4.91. Raditya Dika melakukan ridicule
Sumber : Film “Cinta Brontosaurus”, 2016
Dalam percakapan tersebut, dapat diketahui bahwa Dika merujuk pada
penolakan terhadap pendapat Jessica yang menyukai Doraemon dan Twilight.
Doraemon dan Twilight sendiri adalah sesuatu yang bersifat fiksi atau tidak nyata.
Namun, penolakan tersebut disampaikan Dika dengan cara berbeda, seperti
menyamakan vampir dengan nyamuk. Humor merupakan alat untuk
menyampaikan perasaan, seperti Dika yang tidak suka dengan Doraemon dan
Twilight, bahkan bingung mengapa orang lain (Jessica) bisa menyukainya. Hal ini
juga dapat memaksa manusia untuk merenungkan masalah tertentu yang telah
ditertawakan itu tadi, misalnya mengapa cerita fiksi yang dianggap jelek oleh
seseorang bisa disukai oleh orang lain.
Contoh lain ridicule adalah dalam film “Comic 8”, saat Arie, Ernest, dan
Kemal sedang melakukan aksi penembakan dalam sebuah rumah. Aksi
penempakan terjadi berkali-kali dan membuang banyak peluru, padahal sasaran
tembakan hanya 3 orang.
Ernest : “Satu, dua, tiga. Tiga doang nih? Loe buang peluru sebanyak itu
Cuma buat nembak 3 orang? “
Arie : “Tadinya mereka kelihatan banyak”
Kemal : “Iya, tadi perasaan banyak banget”
Ernest : “Aduh, amsyong nih kalau gitu caranya. Kita rugi banyak. Kita
boros peluru berapa tuh dari tadi”
Kemal : “Buset dah si Ernest. Dasar koko-koko Mangga Dua. Perhitungan
banget sih”
178 Universitas Kristen Petra
Gambar 4.92. Ernest Prakasa melakukan ridicule
Sumber : Film “Comic 8”, 2016
Melalui percakapan tersebut dapat terlihat bahwa Ernest mengeluarkan
bentuk penolakan terhadap suatu hal (pemborosan peluru) dengan ungkapan
langsung. Sedangkan Kemal mengeluarkan bentuk penolakan terhadap sifat
Ernest yang perhitungan dengan ungkapan langsung (ridicule). Hal itu
menunjukkan bahwa ridicule adalah usaha untuk menunjukkan penolakan dengan
ungkapan langsung tetapi tidak menyinggung.
Contoh ridicule sebagai bentuk penolakan dengan ungkapan langsung tapi
tidak menyinggung juga dilakukan Ernest dalam film “Ngenest”.
Meira : “Hon, aku nggak ada baju”
Ernest : (sambil menunjukkan isi lemari Meira dan Ernest) “Hon, ini tuh
baju semua. Nggak ada taplak, nggak ada seprei, ini tuh baju semua. Liat nih baju
aku. Baju aku tuh cuma segini doang. Kamu bilang nggak ada baju. Terus, kalau
kamu beli baju lagi, bajuku mau taruh mana? Taruh kulkas?”
179 Universitas Kristen Petra
Gambar 4.93. Ernest Prakasa melakukan ridicule
Sumber : Film “Ngenest”, 2016
4.4.1.2. ANALISIS DAN INTERPRETASI INDIKATOR INSULTS
Setelah ridicule, indikator dalam teknik humor language yang paling
banyak digunakan adalah insults, yang mana merupakan hinaan atau meremehkan
orang lain. Seperti yang dapat dilihat pada perolehan data, insults paling banyak
dilakukan oleh stand up comedian bernama Raditya Dika saat ia berperan sebagai
Dika dalam film “Manusia Setengah Salmon”.
Komedi hina atau insults comedy adalah jenis humor yang memfokuskan
subjeknya dengan menghina atau merendahkan orang lain (Aditya, 2013).
Sedangkan fungsi insults comedy adalah untuk mengembalikan kekuatan pada
rakyat. Beberapa insults comic yang terkenal di Amerika Serikat seperti Joan
Rivers dan Don Rickles selalu mengincar kalangan elit seperti selebriti dan
politikus. Tujuannya adalah untuk menunjukkan bahwa tidak ada kekuatan yang
absolut. Dengan komedi, rakyat biasa bisa menertawakan mereka yang memiliki
kekuasaan. Konten hinaan tersebut membuat pihak yang dihina berbesar hati,
karena ia harus melihat mana yang lebih menghina, konten kelakar yang terkesan
menertawakan orang lain atau orang yang dianggap terlalu lemah karena tidak
bisa menanggapi humor dengan kepala dingin (Damar, 2015). Di sisi lain, insults
atau penghinaan juga mengarah pada humor yang negatif. Pengaruh tersebut dapat
180 Universitas Kristen Petra
terdampak pada aktivitas sehari-hari dari penonton, terutama penonton anak-anak
atau yang masih muda (Effendy, 2005, p. 208).
Contoh insults dalam film “Manusia Setengah Salmon”:
Editor buku : “Si Kosasih itu ngapain sih cabut?”
Dika : “Katanya dia mau ngejar mimpinya buat jadi rocker.
Cuman, untuk memulai, dia ikutan boyband dulu. Kayaknya nggak bakal laku sih
boybandnya”
Gambar 4.94. Raditya Dika melakukan insults
Sumber : Film “Manusia Setengah Salmon”, 2016
Dalam percakapan tersebut, dapat diketahui bahwa hinaan juga tidak selalu
diarahkan kepada kaum elit, tetapi juga bisa kepada sesama. Dika menghina agen
bukunya sendiri, yaitu Kosasih, dengan mengatakan bahwa boyband yang
dibentuk oleh Kosasih tidak akan laku atau disukai orang.
Selain itu, indikator insults juga muncul dilakukan oleh Ernest Prakasa
dalam film “Ngenest”. Contohnya saat di dalam kamar, Patrick melontarkan
beberapa pertanyaan kepada Ernest. Namun, Ernest yang sedang melamun hanya
menjawab pertanyaan Patrick secara asal-asalan dan tidak sesuai dengan apa yang
ditanyakan Patrick. Karena jengkel, Patrick melempar bantal ke wajah Ernest, dan
Ernest langsung menyeletuk “Babi, loe!”.
181 Universitas Kristen Petra
4.4.1.3. ANALISIS DAN INTERPRETASI INDIKATOR PUNS, WORD
PLAY
Setelah insults, indikator dalam teknik humor language yang banyak
digunakan adalah puns, word play, yang mana merupakan permainan kata. In a
good pun, there is a play on meaning, in a bad pun, there is only a play on sound.
We seem to enjoy playing with language, as long as it gives us pleasure. We may
use one word but it gives us two meanings (Berger, 2012, p. 25). Peran bahasa
dalam humor tidak terbatas pada penyimpangan makna bahasa, tetapi juga pada
penyimpangan penuturan yang dapat menimbulkan kelucuan dalam setiap
percakapan humor (Hermintoyo dalam Hartono, 2014).
Puns, word play, paling banyak dilakukan oleh Raditya Dika saat ia
berperan sebagai Dika dalam film “Cinta Brontosaurus”.
Contoh puns, word play dalam film Cinta Brontosaurus:
Dika : “Kan gue udah bilang, Kos, kalau gue udah expert masalah
putus-putusan kayak gini. Gue tau lah cewek-cewek gini putusnya bakal kayak
gimana”
Gambar 4.95. Raditya Dika melakukan puns, word play
Sumber : Film “Cinta Brontosaurus”, 2016
Berdasarkan percakapan tersebut, dapat diketahui bahwa Dika bermain
dengan kata “putus”, terutama saat ia berkata “putus-putusan”. Hal itu merupakan
penyimpangan penuturan atau kata yang tidak baku atau slang.
182 Universitas Kristen Petra
4.4.1.4. ANALISIS DAN INTERPRETASI INDIKATOR DIMENSI
LANGUAGE LAINNYA
Setelah puns, word play, indikator dalam teknik humor language yang
berikutnya adalah exaggeration dan facetiousness, yang keduanya muncul
sebanyak 45 kali dalam 7 film. Exaggeration paling banyak dilakukan oleh Ernest
Prakasa saat ia berperan sebagai Ernest dalam film “Ngenest”. Exaggeration
adalah menceritakan atau menanggapi suatu hal dengan berlebihan. Humor dapat
dijadikan alat untuk membuat penerima humornya mempercayai suatu hal
tertentu. Oleh karena itu, hal-hal yang dilebih-lebihkan diperlukan untuk membuat
seseorang percaya (Berger, 2012, p. 33). Berger memberikan contoh sebuah cerita
tentang 2 ekor nyamuk Alaska yang terkenal besar dan ganas di dunia. Kedua
ekor nyamuk tersebut mengepung seseorang, lalu berdiskusi dimanakah mereka
dapat menyantap darah orang tersebut, di tempat itu langsung atau dibawa ke
rawa tempat mereka dan nyamuk lainnya bersarang. Nyamuk kedua memilih
untuk menyantapnya di tempat, karena takut nyamuk yang lebih besar di rawa
mereka akan menghabiskan darah orang tersebut. Berdasarkan contoh tersebut,
dapat diketahui bahwa cerita tadi membuat pembacanya percaya bahwa nyamuk
yang kecil dapat terlihat begitu besar dan berpotensi membahayakan manusia.
Dapat juga terlihat bahwa terdapat hal yang dilebih-lebihkan, seperti nyamuk
yang seakan-akan bisa membawa manusia ke rawa.
Contoh exaggeration dalam film “Ngenest”:
Saat hendak pergi ke sebuah kafe untuk bertemu dengan Patrick dan Nadia,
Meira meminta Ernest untuk membantunya memih baju yang bagus. Ernest pun
memilih gaun berwarna hitam untuk Meira.
Meira : Hon, aku pake ini pas terakhir kali ke sana! Gak bisa aku pake ini
lagi!
Ernest : Emang kenapa kalau ngulang? Emang kamu bakal dicegat sama
satpam terus satpamnya bilang “Maaf Bu, udah pernah pakai baju ini”. Apa di
sana ada tulisannya “Dilarang Mengulang Baju bila Anda Datang ke Tempat Ini”?
183 Universitas Kristen Petra
Gambar 4.96. Ernest Prakassa melakukan exaggeration
Sumber : Film “Ngenest”, 2016
Sama seperti cerita yang dicontohkan oleh Berger, exaggeration yang
dilakukan oleh Ernest kepada Meira bertujuan untuk membuat Meira percaya
kepada Ernest bahwa bukan masalah besar jika memakai baju yang sama ke
tempat yang sama pula. Selain ditujukan kepada Meira, pesan tersebut juga
ditujukan kepada perempuan agar tidak terlalu lama dan kebingungan dalam
memilih baju. Hal ini serupa dengan meme yang menyindir perempuan karena
merasa tidak punya baju padahal lemarinya sangat penuh dengan baju.
Gambar 4.97. Meme Perbedaan Laki-laki dan Perempuan
Sumber : google.com
184 Universitas Kristen Petra
Melalui indikator exaggeration yang dilakukan oleh Ernest kepada Meira
dalam film “Ngenest” dan meme di atas tadi, hal itu menunjukkan adanya
stereotype bahwa perempuan lebih memerhatikan penampilan fisiknya dibanding
laki-laki. Hal itu disebabkan adanya pendapat bahwa keberhasilan dalam
menyesuaikan diri di masyarakat dipengaruhi oleh bagaimana masyarakat
memandang dan menilai penampilan fisik perempuan (Melliana, 2006, p. 19).
Sedangkan facetiousness paling banyak dilakukan oleh Raditya Dika saat ia
berperan sebagai Dika dalam film “Manusia Setengah Salmon”. Facetiousness
sendiri adalah kalimat yang ambigu dan menimbulkan kebingungan. Ambiguitas
dalam bahasa memiliki kedudukan yang sentral dalam penciptaan humor, karena
humor pada hakekatnya menyangkut ambiguitas (perpaduan dua makna, persepsi
dan konsepsi yang berbeda. Hal itulah yang menjadi kreativitas pencipta humor
untuk menimbulkan ketidak terdugaan atau keanehan yang memancing tawa
(Wijana, 1994, p. 21-22).
Contoh facetiousness dalam film “Cinta Brontosaurus”:
Dika menghampiri adiknya, Edgar yang sedang melamun. Edgar bercerita
bahwa akhir-akhir ini, dirinya mengalami insomnia.
Dika : “Kamu kenapa insomnia gitu?”
Edgar : “Aku lagi jatuh cinta, bang”
Dika : “Jatuh cinta sama apaan?”
Edgar : “Jatuh cinta sama temen sekelasku, Yasmin”
Dika : “Yee..itu namanya cinta monyet”
Edgar : “Dia bukan monyet”
Dika :”Enggak..maksudnya kamu bukan jatuh cinta sama monyet, tapi..”
185 Universitas Kristen Petra
Gambar 4.98. Raditya Dika melakukan facetiousness
Sumber : Film “Cinta Brontosaurus”, 2016
Dari percakapan tersebut, dapat diketahui bahwa cinta monyet adalah istilah
yang ambigu. Ambiguitas tersebut dapat dilihat dari Edgar yang mempersepsikan
istilah cinta monyet tersebut cinta monyet sebagai cinta hewan. Padahal, cinta
monyet yang dimaksud Dika adalah cinta yang dialami oleh anak kecil. Ketidak
terdugaan yang memancing tawa tampak pada Edgar yang kaget karena berpikir
bahwa Dika mengatakan dirinya sedang jatuh cinta pada monyet.
Modern Indonesians love word play. The tongue slips and skids, chopping
words, piling on syllables, and flipping them. Indonesians turn phrases into
acronyms, and construct double meanings. Their inventions reflect social trends,
mock authority, or get a point across in a hurry. Sedangkan orang Indonesia,
terutama yang modern, menyukai permainan kata. Mereka “memainkan” lidah,
memotong kata, “menumpuk” suku kata, dan membolak-balikkannya. Penemuan
permainan kata yang dibuat akan mencerminkan tren sosial, dan mengolok-olok
kekuasaan atau kritik (Torchia, 2007, p. 8). Sama seperti bahasa slang lainnya,
bahasa Indonesia slang akan bisa berubah-ubah tiap waktunya atau tiap generasi.
Melalui percakapan Dika dan Edgar, dapat diketahui bahwa istilah yang dipahami
oleh mereka berdua tidak sama, mengingat Edgar masih duduk di bangku SD
sedangkan Dika sudah lulus kuliah. Perbedaan persepsi dan konsepsi antar
manusia itulah yang sengaja dibuat untuk memancing tawa.
186 Universitas Kristen Petra
Setelah exaggeration dan facetiousness, indikator dalam teknik humor
language berikutnya adalah bombast. Bombast muncul sebanyak 33 kali dalam 7
film komedi yang diteliti, dan paling banyak dilakukan oleh Raditya Dika dalam
film “Manusia Setengah Salmon”. Bombast adalah berbicara berlebihan atau
muluk-muluk, mengada-ada, seperti berbohong atau merayu. Dengan kata lain,
bombast berarti mencoba untuk menjadikan sesuatu yang tidak masuk akal
menjadi masuk akal dengan cara melebih-lebihkan sesuatu, dengan tujuan untuk
berbohong.
Contoh bombast dalam film “Manusia Setengah Salmon”:
Dika melakukan voice over di belakang beberapa scene yang menjelaskan
tentang apa yang telah dipelajarinya untuk menyiapkan kencan pertama. Salah
satunya adalah dengan menunjukkan bahwa dirinya sangat tertarik dengan apa
yang dibicarakan oleh gebetan. Scene yang ditunjukkan saat pernyataan tersebut
adalah saat Dika sedang makan malam dengan Patricia.
Patricia : “Horornya dapet, romance-nya dapet..”
Dika : “Iya, romance-nya dapet banget..” (sambil tertawa dan
menggerakkan tangannya seakan-akan benar-benar memahami apa yang
dibicarakan Patricia)
Patricia : “Suka nonton juga?”
Dika : “Gimana kalau kita langsung makan aja?” (mengalihkan
pembicaraan)
Gambar 4.99. Raditya Dika melakukan bombast
Sumber : Film “Manusia Setengah Salmon”, 2016
187 Universitas Kristen Petra
Melalui adegan tersebut, dapat dilihat bahwa Dika sedang melebih-lebihkan
suatu hal yang bahkan sebenarnya tidak dipahami olehnya. Hal tersebut dilakukan
untuk “bertopeng”, atau menunjukkan bahwa dirinya tertarik dengan apa yang
dibicarakan oleh Patricia. Hal ini sesuai dengan karakteristik film komedi, yaitu
humor sengaja dirancang untuk menghibur dengan cara menyampaikan sesuatu
yang berlebihan. Selain itu, sesuatu yang dilebih-lebihkan dapat mencairkan
suasana dan membuat lebih tenang (Rahmanadji, 2007, p. 213-214).
Setelah bombast, indikator dalam teknik humor language berikutnya adalah
infantilism dan repartee. Infantilism dan repartee muncul sebanyak 29 kali dalam
7 film komedi yang diteliti. Infantilism memiliki arti yang tidak jauh berbeda
dengan puns, word play, karena sama-sama berhubungan dengan permainan kata.
Infantilism adalah kegiatan membolak-balikkan kata dan memanipulasi bunyi atau
suara saat mengucapkan kalimat. Fungsi dari infantilism juga sama dengan puns,
word play, yakni untuk menunjukkan penyimpangan penuturan sebagai peran
bahasa dalam humor yang menimbulkan kelucuan. Infantilism paling banyak
digunakan oleh stand up comedian bernama Babe Cabita ketika ia berperan
sebagai Babe dalam film “Comic 8 : Casino Kings Part I”.
Contoh infantilism dalam film “Comic 8 : Casino Kings Part I”:
Saat diinterogasi oleh interpol karena menjadi tersangka dalam perampokan
bank INI, Babe menirukan suara interpol yang berlogat Melayu.
Sedangkan repartee adalah membalas pernyataan dengan pernyataan,
khususnya untuk membalas hinaan (insults). Terkadang, humor terjadi karena
adanya ketidak cocokkan antara pertanyaan dengan jawaban. Jawaban yang tidak
sesuai dengan pertanyaan tersebut dianggap cerdas, karena itulah yang
menimbulkan kelucuan. Repartee juga dianggap sebagai pernyataan atau balasan
yang pintar untuk menghina orang lain (Audrieth dalam Mahmudah, 2012).
Repartee paling banyak digunakan oleh Ernest Prakasa saat ia berperan sebagai
Ernest dalam film “Ngenest”.
Contoh repartee dalam film “Ngenest”:
Ernest sedang berada dalam ruang rapat bersama Irene dan Willy. Mereka
bertiga sedang menyelesaikan pekerjaan sambil bercanda. Irene memberikan
selamat kepada willy atas kehamilan istrinya.
188 Universitas Kristen Petra
Ernest : “Eh, loe kok bukannya seneng tapi malah sedih sih istri loe
hamil?”
Willy : “Bukannya gue sedih. Tapi gue belum siap punya anak”
Ernest :”Berarti loe sama istri loe “buang di luar”?”
Willy : “Nggak”
Ernest : “Tapi loe paham konsepnya, kan? Kalau sperma ketemu sel telur
itu jadinya janin, bukan daki!”
Willy : “Kenceng banget sih. Pakai cerita konsep, lagi! Nggak sekalian
aja loe bilang kalau Willy nyesel punya anak”
Gambar 4.100. Ernest Prakasa melakukan repartee
Sumber : Film “Ngenest”, 2016
Melalui percakapan tersebut, dapat diketahui bahwa Ernest melakukan
repartee berupa pernyataan yang kurang sesuai dengan konteks (seperti “buang di
luar” dan “kalau sperma ketemu sel telur itu jadinya janin, bukan daki”) kepada
Willy dan Willy pun merasa terhina (terlihat dari ucapan “Nggak sekalian aja loe
bilang kalau Willy nyesel punya anak”).
Setelah infantilism dan repartee, indikator dalam teknik humor language
yang banyak digunakan adalah misunderstanding. Misunderstanding adalah
kesalahan dalam mengartikan sesuatu yang bersifat verbal atau salah paham.
Misunderstanding paling banyak digunakan oleh Soleh Solihun dalam film “Cinta
Brontosaurus”.
Contoh misunderstanding dalam film “Cinta Brontosaurus”:
Dika berniat untuk mencari perempuan yang beda untuk dijadikan pacar.
Kosasih pun berniat untuk mengenalkan perempuan-perempuan yang beda, sesuai
189 Universitas Kristen Petra
dengan permintaan Dika. Setelah dikenalkan dengan beberapa perempuan, Dika
pun memarahi Kosasih karena Kosasih telah mengenalkan perempuan-perempuan
yang suka bertingkah laku aneh. Kosasih pun meminta maaf, tapi juga
menyalahkan Dika karena Dika meminta perempuan yang “beda”. Hal itu terjadi
karena adanya salah paham dalam memaknai kata “beda”.
Dika : “Loe udah gila kali, ye! Ngasih 3 cewek, tiga-tiganya nggak ada
yang bener. Freak semua tau nggak!”
Kosasih : “Ya sorry. Lagian ya Cuma mereka bertiga temen gue yang
jomblo. Lagian loe juga kan nyari yang beda”
Dika :”Ya gue mau yang beda. Bukan yang freak!”
Misunderstanding sendiri merupakan penyimpangan dalam komunikasi
karena penutur dan lawan tuturnya memiliki perbedaan dan pengetahuan. Namun,
kesalahpahaman tersebut dapat menarik perhatian penonton untuk tertawa
(Hermintoyo dalam Hartono, 2014).
Setelah misunderstanding, indikator dalam teknik humor language
berikutnya adalah definition, atau mendefinisikan sesuatu secara tidak serius.
Definition juga dapat digunakan untuk mengejek atau menghina orang lain.
Berger memberikan contoh dalam pendefinisian kata pohon, yakni sebagai objek
yang diam di suatu tempat bertahun-tahun, lalu lompat ke depan sopir perempuan.
Maksud dari mendefinisikan pohon dengan cara tersebut adalah untuk menyindir
perempuan, karena menurutnya, perempuan tidak bisa menyetir dengan baik dan
sering menabrak pohon (Berger, 2012, p. 30).
Definition paling banyak digunakan oleh Raditya Dika, saat ia berperan
sebagai Dika dalam film “Cinta Brontosaurus”. Dalam film tersebut, Dika kerap
menggunakan istilah “cinta kadaluarsa”, sehingga ia tidak percaya akan adanya
jodoh dan tidak mau menikah. Baginya, cinta itu bisa kadaluarsa sehingga ketika
dua orang yang telah menikah dan menjalin cinta yang tiba-tiba kadaluarsa, akan
sungguh merepotkan untuk berpisah. Terlebih lagi harus mengurus hak asuh anak
dan harta gono-gini. Dalam film tersebut, terlihat bahwa hubungan cinta yang
telah membosankan dan penuh pertikaian didefinisikan sebagai cinta kadaluarsa.
Penggunaan istilah tersebut memang tidak serius, tapi hanya digunakan Dika
ketika ditanya soal hubungan dengan mantannya.
190 Universitas Kristen Petra
Setelah definition, indikator dalam teknik humor language berikutnya
adalah allusion, irony, dan over literalness. Allusion adalah sindiran yang
menyinggung organ seksual. Sesuatu yang kontroversial akan dibantah dan
disalahkan. Namun, hal itu akan membuat penerimanya mengingat-ingat dan
berpikir kembali. Beberapa iklan menggunakan metode visual yang ekstrim, salah
satunya dengan menyinggung seks untuk membuat produknya selalu diingat dan
“lebih terlihat” dibanding produk lainnya. Beberapa ilustrasi mungkin membuat
membuat komplikasi karena memiliki makna ganda atau makna tersembunyi.
Namun, itu semua memang sengaja dilakukan untuk memberi tampilan yang
mengesankan (klopidea, 2016).
Hampir sama dengan fungsi sindiran tentang seks yang ditonjolkan dalam
iklan, fungsi sindiran seks dalam film adalah untuk menciptakan rasa penasaran,
menarik perhatian, memperhalus, dan mengecoh (Hermintoyo dalam Hartono,
2014). Dalam 7 film komedi yang diteliti, allusion sendiri paling banyak
dilakukan oleh Soleh Solihun ketika ia berperan sebagai Kosasih dalam film
“Cinta Brontosaurus”.
Contoh allusion dalam film “Cinta Brontosaurus”:
Kosasih sedang melakukan fitting baju pengantin untuk pernikahannya
dengan Wanda. Ketika penjahit meletakkan meteran di daerah celananya, Kosasih
pun memperingatkan agar jangan sampai kemaluannya “disakiti”.
Kosasih : “Pelan-pelan, mas. Jangan sampai kena warisan nenek moyang
saya”.
Gambar 4.101. Soleh Solihun melakukan allusion
Sumber : Film “Cinta Brontosaurus”, 2016
191 Universitas Kristen Petra
Sementara itu, irony atau sindiran halus paling banyak digunakan oleh
stand up comedian bernama Muhadkly Acho ketika ia berperan sebagai
Ucup dalam film “Bajaj Bajuri the Movie”.
Contoh:
Saat Bajuri sedang memancing, Ucup membawakan makanan titipan
Bajuri.
Bajuri : “Mana kembaliannya?”
Ucup : “Yaelah. Masih aja demen ama recehan. Katanya udah
jadi orang kaya”
Gambar 4.102. Muhadkly Acho melakukan irony
Sumber : Film “Bajaj Bajuri the Movie”, 2016
Dalam percakapan tersebut, dapat diketahui bahwa secara tidak
langsung Ucup mengatakan bahwa Bajuri pelit. Sebenarnya, Ucup tidak
berniat untuk mengembalikan uang kembalian tersebut kepada Bajuri. Hal
itu sesuai dengan prinsip humor sebagai sindiran, yang mana digunakan
sebagai alat kritik (Hermintoyo dalam Hartono, 2014).
Sementara itu, over literalness atau menjawab atau menggunakan
istilah yang tidak sesuai sehingga menimbulkan salah paham dan tampak
bodoh, paling banyak digunakan oleh Ernest Prakasa ketika ia berperan
sebagai Ernest dalam film “Ngenest”.
Contoh:
Saat Ernest mengantar Meira memeriksakan kandungannya ke dokter,
dokter kandungan tersebut salah mengartikan kata “jadi yakin?” yang
dilontarkan oleh Meira dan kalimat “gitu, ya, dok?” yang dilontarkan oleh
Ernest.
Dokter : “Sehat ini anaknya, bu”
Meira : “Jadi yakin ya, dok, kalau ini anaknya perempuan?”
192 Universitas Kristen Petra
Dokter : “Ih nggak percayanya nih orang. Yang namanya udah 7
bulan itu udah nggak bisa berganti-ganti kelamin. Kalau sudah perempuan
ya terus perempuan. Harus percaya itu!”
Meira : “Iya, percaya, dok”
Dokter : “Eh nggak usah bersedih, pak. Sama itu anak laki-laki dan
anak perempuan. Malah lebih bagus itu kalau anak perempuan. Biasanya
kalau perempuan itu lebih dekat dengan bapaknya. Bagus itu”
Ernest : “Gitu, ya, dok, ya..” (sambil tersenyum meringis)
Dokter : “Nggak percaya pula nih orang..” (marah)
Gambar 4.103. Ernest Prakasa melakukan misunderstanding
Sumber : Film “Ngenest”, 2016
Dalam percakapan tersebut, dapat diketahui bahwa menggunakan
suatu istilah yang dapat menyebabkan salah paham dianggap sebagai
kelucuan. Fungsi tersebut hampir sama dengan fungsi misunderstanding,
hanya saja kesalahpahaman terletak pada komunikan atau penerima pesan.
Dua indikator dalam teknik humor language yang paling sedikit
digunakan adalah satire dan sarcasm, yang mana hanya muncul 15 dan 11
kali. Satire adalah sindiran untuk mempermalukan orang atau situasi,
sedangkan sarcasm adalah menyindir dengan nada tajam. Satire sendiri
memiliki fungsi edukasi media massa kepada masyarakat agar mampu
memperbaiki diri secara etis dan estetis. Bahasa satir sendiri adalah
ungkapan untuk menolak atau menertawakan sesuatu (Rahayu, 2012, p. 3).
Sedangkan sarcasm merujuk pada kebalikan dari yang diucapkan dan
bertujuan untuk mengkritisi sesuatu. Sarcasm seringkali digunakan saat
193 Universitas Kristen Petra
sesuatu yang buruk terjadi. Baik melalui konteks maupun nada suara,
seseorang bisa memperlihatkan perilaku sarkatis. Tidak semua orang
menyukai sarkatis, bahkan beberapa orang menyebutnya kasar dan
menyebutnya sebagai kualitas humor paling rendah (radioaustralia.net,
2015).
Sebaliknya, penelitian di Universitas Harvard menemukan bahwa
sarkasme atau gaya bicara menyindir dengan penekanan lebih pada vokal
tersebut adalah sebuah kreativitas. Bahkan sarkasme dianggap dapat
meningkatkan kreativitas dan fungsi kognitif, baik bagi pelontar sarkasme,
maupun penerima sarkasme (cnnindonesia.com, 2015).
Dengan ditemukannya indikator sarcasm yang sedikit pada 7 film
komedi Indonesia 2013-2015 terlaris yang dibintangi oleh stand up
comedian, dapat diketahui bahwa masyarakat Indonesia belum terbiasa
menerima ataupun melakukan sarkasme. Hal itu juga didukung dengan
penelitian terdahulu yang berjudul “Teknik Humor dalam Film Warkop
DKI”. Film terlaris dalam sepanjang masa tersebut juga hanya sedikit
menggunakan indikator sarcasm, yakni hanya sebanyak 18 kali dalam 5
film Warkop DKI terlarisnya. Peneliti teknik humor dalam meme, Yohanna
Sabrina, juga menjelaskan bahwa negara Indonesia belum siap menerima
kritikan secara vulgar ataupun isu-isu sensitif.
Sebaliknya, indikator ridicule yang paling banyak digunakan dalam 7
film komedi stand up comedian ini menunjukkan bahwa bentuk penolakan
dengan ungkapan langsung tetapi tidak menyinggung, lebih diterima.
Dalam film, ciri khas lawakan monolog tiap stand up comedian juga
dimunculkan. Contohnya seperti Raditya Dika, yang materi lawakannya
sering berupa kegalauan masa pacaran, dan dalam 3 film yang dibintangi
Raditya Dika dan dijadikan sampel dalam penelitian ini, filmnya
kebanyakan berisi tentang kegalauan masa pacaran atau percintaan. Selain
itu, Ernest Prakasa yang suka membawakan materi ke-Cina-annya juga
muncul dalam 3 film yang dibintanginya dan diteliti. Budaya Tionghoa
tersebut paling banyak diceritakan dalam film “Ngenest”, yang memang
menceritakan Ernest saat merasa didiskriminasi karena termasuk minoritas
194 Universitas Kristen Petra
dalam lingkungannya. Selain itu, ciri khas etnis Tionghoa seperti mata yang
sipit juga sering disinggung oleh tokoh Ernest dalam film “Comic 8” dan
“Comic 8 : Casino Kings Part I”. Contohnya, saat mendengar suara-suara
aneh, Kemal bertanya pada Ernest apakah Ernest mendengar suara yang
aneh seperti yang didengar oleh Kemal. Lalu, Ernest menjawab “Ya, denger
lah. Yang sipit kan cuma mata gue, bukan kuping gue!”.
4.4.2. ANALISIS DAN INTERPRETASI TEKNIK HUMOR LOGIC
Tabel 4.95. Total Dimensi Logic
INDIKATOR FREKUENSI
Absurdity 32
Accident 3
Catalogue 6
Coincidence 27
Disappointment 20
Ignorance 19
Mistakes 22
Repetition 12
Reversal 9
Rigidity 11
Theme/ variation 1
Comparisons 0
Total 162
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Sementara itu, teknik humor logic yang ditemukan dalam 7 film komedi
yang diteliti adalah 162 kali. Indikator dalam teknik humor logic yang paling
banyak digunakan adalah absurdity, yaitu pernyataan atau perbuatan yang tidak
masuk akal.
4.4.2.1. ANALISIS DAN INTERPRETASI INDIKATOR ABSURDITY
Absurdity sendiri paling banyak digunakan oleh stand up comedian bernama
Fico Fachriza saat ia berperan sebagai Fico dalam film “Comic 8”. Dalam film
tersebut, Fico kerap kali berbicara dengan tikus, dan seakan-akan mendapatkan
jawaban dari pertanyaan yang ditanyakannya, seperti saat mencari jalan keluar
atau jalan tikus.
195 Universitas Kristen Petra
Gambar 4.104. Fico Fachriza melakukan absurdity
Sumber : Film “Comic 8”, 2016
In life is absurd, as many existentialists suggest, then the humor of absurdity
can be seen as a means towards realism, an understanding of humanity’s
predicament and our possibilities in an irrational universe (humor yang merujuk
pada sesuatu yang tidak logis atau tidak masuk akal digunakan sebagai alat untuk
menentang realisme atau kenyataan, sebagai bentuk pengertian atas keadaan
manusia yang sulit, dan kemungkinan atas adanya sesuatu yang belum diketahui
atau irasional dalam alam semesta) (Berger, 2012, p. 19).
Hal ini dikarenakan istilah “jalan tikus” biasa digunakan oleh banyak orang
untuk menyebut jalan pintas, sehingga yang dapat memberikan instruksi atas jalan
tikus tersebut adalah tikus sendiri, dan yang dapat bertanya jawab dengan tikus
adalah Fico. Sama seperti dalam film “Comic 8”, Fico Fachriza kembali berperan
sebagai Fico dalam film “Comic 8 : Casino Kings Part I”. Dalam film “Comic 8 :
Casino Kings Part I”, Fico dapat berbicara dan berteman dengan buaya.
Melalui scene tersebut, dapat diketahui bahwa sesuatu yang diistilahkan
sebagai jalan tikus, digambarkan secara tidak masuk akal karena diarahkan oleh
tikus sendiri. Hal itu digunakan untuk menunjukkan kemungkinan atas adanya
sesuatu yang belum diketahui atau irasional dalam alam semesta, seperti jalan
tikus yang hanya dapat ditemukan oleh tikus sendiri.
196 Universitas Kristen Petra
Selain itu, dalam film “Comic 8 : Casino Kings Part I”, Fico mengatakan
kepada Babe bahwa buaya yang merasa terancam akan memutuskan ekornya
seperti cicak. Mendengar hal tersebut, Babe mengatakan Fico bodoh karena
hewan yang memutuskan ekor saat merasa terancam hanyalah cicak. Namun,
tidak lama kemudian, Babe mencoba untuk melemparkan batu besar ke arah
buaya dan putuslah ekor buaya tersebut.
Gambar 4.105. Fico Fachriza melakukan absurdity
Sumber : Film “Comic 8 : Casino Kings Part I”, 2016
Absurdity juga sering ditemukan dalam film animasi anak-anak, seperti
“Toy Story” yang menonjolkan kehidupan boneka dan mainan anak-anak,
“Ratatouille” yang menunjukkan keahlian tikus ketika memasak, dan lain
sebagainya. Kegunaan dari sesuatu yang tidak logis ini adalah untuk menentang
realisme atau kenyataan dan menunjukkan bahwa ada sesuatu yang terlihat tidak
masuk akal tetap mungkin bisa terjadi di alam semesta ini. Hal tersebut
ditunjukkan saat Fico bisa menunjukkan jalan keluar yang benar kepada anggota
comic 8 yang lain setelah mendapat instruksi dari tikus. Selain itu, pernyataan
Fico mengenai buaya yang dapat memutuskan ekornya ketika terancam juga
terjadi di depan Babe yang telah menganggapnya bodoh.
Selain itu, sebuah humor dapat dikatakan dapat mengundang tawa jika
mengandung kejutan karena mengungkapkan sesuatu yang tidak terduga,
menampilkan sesuatu yang aneh dan tidak biasa, dan tidak masuk akal atau tidak
197 Universitas Kristen Petra
logis (etd.repository.ugm.ac.id, 2015). Contoh di atas tadi juga mengungkapkan
sesuatu yang tidak terduga, aneh, dan tidak logis, seperti ekor buaya yang putus,
jalan keluar yang ditemukan atas instruksi tikus. Dengan begitu, dapat diketahui
bahwa absurdity dalam teknik humor sangat berguna untuk mengundang tawa.
Jadi, tidak heran bahwa absurdity banyak digunakan dalam 7 film komedi terlaris
yang diteliti.
4.4.2.2. ANALISIS DAN INTERPRETASI INDIKATOR COINCIDENCE
Seperti yang telah dijelaskan di atas tadi, kejadian yang tidak terduga adalah
hal-hal yang mengundang tawa. Oleh karena itu, indikator kedua dalam teknik
humor logic yang paling banyak digunakan adalah coincidence, yaitu kejadian
yang tidak terduga atau kebetulan dan terkadang mengarah pada rasa malu.
Coincidence sendiri paling banyak digunakan oleh Raditya Dika dalam film
“Cinta Brontosaurus”.
Contohnya adalah saat acara ramah tamah di pernikahan Kosasih, Dika
dihampiri oleh kedua teman lamanya. Mereka akhirnya berbincang-bincang soal
pernikahan. Kedua teman lama Dika menanyakan kapan Dika akan menyusul
Kosasih (menikah). Tetapi, Dika menjawab bahwa Dika tidak percaya pada
pernikahan karena baginya, cinta bisa kadaluarsa. Saat itu, Jessica, pacar Dika
sedang ada di belakang Dika dan mendengarkan perbincangan tersebut. Sejak
mendengar hal tersebut, Jessica marah dan bersungut-sungut. Dika pun malu dan
ditertawakan teman-temannya.
Coincidence humor is primarily based on embarassment: circumstances
work, by chance, to put one in an awkward situation. The draft joke involves
embarassment and an attempt to escape from it. From a psychoanalytic
perspective, we find an id attempting to avoid the strictures of the superego.
Underlying this is a notion that the universe is just and that wrongdoers usually
get caught. Fungsi humor coincidence adalah menonjolkan sesuatu yang
memalukan melalui kejadian yang tidak terduga. Berdasarkan pandangan
psikoanalisis, ditemukan bahwa secara tidak sadar, orang cenderung menghindari
peraturan yang seharusnya dilakukan. Melalui pernyataan ini, secara implisit,
indikator humor coincidence berfungsi untuk mengingatkan bahwa orang yang
salah biasanya akan tertangkap (Berger, 2012, p. 29).
198 Universitas Kristen Petra
Fungsi tersebut dapat dilihat dari Dika yang tertangkap basah oleh Jessica
karena berniat untuk tidak membawa hubungannya dengan Jessica ke arah yang
lebih serius.
4.4.2.3. ANALISIS DAN INTERPRETASI INDIKATOR MISTAKES
Indikator berikutnya adalah mistakes, yang mana merupakan kesalahan
karena ketidak tahuan atau kelalaian. We laugh at the momentary inadequacy of
the person making the mistake, at his or her lack of knowledge. This makes us feel
superior to the person making the mistake. The mistakes lead to all kinds of
complications. Mistakes by themselves are not funny, it is not only when the comic
frame is in place and the mistakes lead to slapstick embarassment, revelations of
ignorance, comic insults, and the like that we find mistakes funny. Humor atau
sesuatu yang memancing tawa muncul ketika seseorang yang lalai membuat
kesalahan, terutama saat kesalahan tersebut berujung pada situasi yang
memalukan seperti lelucon secara fisik yang memalukan, dan sebagainya (Berger,
2012, p. 43). Kesalahan-kesalahan yang dilakukan tokoh dalam melakukan
sesuatu merupakan salah satu cara untuk mengundang perhatian khusus dari
penonton, kemudian membuat penonton tertawa (Rahmanadji, 2007, p. 216).
Mistakes sendiri paling banyak digunakan oleh Ernest Prakasa saat ia
berperan sebagai Ernest dalam film “Ngenest”. Contohnya adalah saat Ernest
sedang berdebat dengan Vania tentang hubungan mereka di jalan raya. Saat itu,
Ernest ditawari oleh sopir metro mini untuk naik metro mini. Tidak lama
kemudian, lewatlah seorang tukang cilok yang menawarkan cilok kepadanya.
Setelah ditinggal Vania, seorang tukang parkir menepuk pundak Ernest. Sebelum
tukang parkir tersebut mengucapkan sepatah kata, Ernest langsung menyahut
“Apa lagi sih ini? Saya nggak mau beli apa-apa”. Padahal, tukang parkir tersebut
hendak memberi tahu Ernest bahwa sepeda motor yang diparkir Ernest secara
sembarangan sedang dikencingi oleh orang gila.
199 Universitas Kristen Petra
Gambar 4.106. Ernest Prakasa melakukan mistakes
Sumber : Film “Ngenest”, 2016
Melalui scene tersebut, dapat dilihat bahwa Ernest yang lalai memarkir
motor, dan Ernest yang salah paham terhadap niat tukang parkir berujung pada
situasi yang memalukan, yaitu malu karena salah paham terhadap niat tukang
parkir dan malu karena mendapati motornya dikencingi oleh orang gila di jalan
raya.
4.4.2.4. ANALISIS DAN INTERPRETASI INDIKATOR DIMENSI LOGIC
LAINNYA
Sementara itu, indikator lainnya dalam dimensi logic adalah repetition,
rigidity, reversal, catalogue, dan accident, theme/ variation, dan comparisons
tidak terlalu banyak, bahkan sangat sedikit digunakan dalam 7 film komedi yang
diteliti. Hal-hal tersebut meletakkan humor (sesuatu yang memancing tawa) pada
kebodohan orang saat merasa canggung di hadapan orang yang terkesan lebih
superior (rigidity), kekecewaan orang saat menghadapi situasi yang berkebalikan
dengan yang diharapkan (reversal), hinaan dengan menyamakan suatu hal yang
kontras (comparisons), memnbuat istilah yang tidak diketahui oleh orang lain
dengan tujuan untuk membodohi (catalogue), kecalakaan sepele yang tidak
berbahaya (accident), ketegangan yang tercipta dari kejadian yang akan terulang
atau tidak (repetition), dan sesuatu yang sama diceritakan dengan berbeda-beda,
200 Universitas Kristen Petra
sesuai dengan stereotype atau pandangan masing-masing orang (theme/
variation).
Media massa memiliki fungsi persuasi atau mengajak penonton melakukan
hal yang sama dengan apa yang ditontonnya (Nurudin, 2007, p. 73). Dengan
sedikitnya indikator humor yang membodohi orang dan menertawakan
“kecelakaan” orang lain, maka dapat diketahui bahwa 7 film komedi yang diteliti
tidak menggerakkan penonton untuk menertawakan kebodohan atau kecelakaan
orang lain. Itulah mengapa indikator absurdity (yang menonjolkan hal yang tidak
mungkin terlihat seperti mungkin), coincidence (mengingatkan bahwa sesuatu
yang salah pasti akan tertangkap dan menimbulkan situasi yang memalukan), dan
mistakes (kelalaian dan salah paham), lebih banyak digunakan dalam 7 film yang
diteliti.
Namun, semua indikator yang ada dalam dimensi logic sebenarnya
merupakan kejadian sehari-hari dalam kehidupan manusia. Kejadian tersebut
diceritakan secara lucu untuk mengundang perhatian, dan menimbulkan
ketertarikan bagi penonton, karena penonton pun pernah mengalami hal yang
sama dalam seperti kejadian dalam film tersebut. Hal inilah yang menjadi
kekuatan film, yakni mampu memengaruhi manusia, bahkan membuat manusia
ikut mengimajinasikan bahwa adegan yang diperankan oleh tokoh dalam film
tersebut adalah diri mereka sendiri (Effendy, 2003, p. 208).
Sementara itu, dalam kehidupan masyarakat juga banyak ditemukan hal-hal
yang miskin logika, salah satunya dalam pemerintahan di Indonesia. Contohnya
adalah kebijakan menaikkan harga gas tabung 12 kg sehingga berharga 4 kali lipat
dari harga gas 3 kg padahal jenis gasnya sama. Gas 12 kg dikatakan untuk
masyarakat kelas menengah, sedangkan yang 3 kg untuk kelas bawah yang
disubsidi. Sesuatu yang tidak logis adalah bagaimana menentukan kelas
menengah dan bawah, lalu memisahkan penjualan kepada mereka
(satuharapan.com, 2015).
Masyarakat Indonesia sendiri cenderung merespon carut marut politik dan
tekanan ekonomi dengan “banyolan” yang kreatif. Humor adalah alat yang
digunakan untuk menanggapi realitas yang tidak menyenangkan dengan cara
memodifikasi makna konsep, keyakinan, situasi, dan obyek, (yang dianggap tidak
201 Universitas Kristen Petra
menyenangkan atau menjengkelkan) menjadi lebih dari satu dimensi
(pemaknaan). Dengan begitu, dapat diketahui bahwa masyarakat Indonesia suka
menjadikan humor sebagai senjata dalam konflik sehari-hari (Yuliani, 2012, p. 1).
Sedangkan salah satu penulis komedi asal Perancis yang bernama Moliere,
menganggap hidup bagaikan komedi, sehingga pikiran haruslah terang agar
manusia selalu bisa menguasai diri. Sementara itu, penulis komedi lainnya, Alfred
de Musset, mengungkapkan bahwa selesai tertawa, penonton harus merenungkan
masalah-masalah sosial yang terjadi (Husen, 2003, p. 164).
Kehadiran stand up comedian dalam film komedi tersebut juga bisa
membantu manusia menangkap kehidupan sosial di tengah masyarakat untuk
direnungkan setelah ditertawakan. Karena, selain dari teknik humor yang
dilakukan, materi lawakan yang dibawakan oleh stand up comedian saat
bermonolog juga berisi masalah-masalah sosial di sekitar, yang kemudian
diangkat pula dalam film.
Selain itu, dapat dilihat pula ada 2 dari 3 indikator logic yang paling banyak
digunakan dalam 7 film komedi yang diteliti, muncul paling banyak dalam film
“Ngenest” dan “Cinta Brontosaurus”. Kedua film tersebut merupakan film yang
dikembangkan dari buku karya Raditya Dika dan Ernest Prakasa, yang merupakan
penulis skenario dalam kedua film tersebut. Film tersebut berisi pengalaman
pribadi dalam kehidupan penulis sendiri. Dengan begitu, dapat diketahui bahwa
dimensi logic, atau teknik humor yang menggambarkan kehidupan manusia
tersebut diangkat dalam film untuk “dijiwai”, ditertawakan, lalu direnungkan oleh
penonton.
202 Universitas Kristen Petra
4.4.3. ANALISIS DAN INTERPRETASI TEKNIK HUMOR IDENTITY
Tabel 4.96. Total Dimensi Identity
INDIKATOR FREKUENSI
Before/ after 89
Burlesque 22
Caricature 31
Eccentricity 36
Embarassment 10
Exposure 51
Grotesque 63
Imitation 13
Impersonation 2
Mimicry 1
Parody 2
Scale 0
Stereotype 1
Unmasking 1
Total 322
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Sementara itu, teknik humor identity muncul sebanyak 322 kali dalam 7
film komedi yang diteliti.
4.4.3.1. ANALISIS DAN INTERPRETASI INDIKATOR BEFORE/ AFTER
Indikator yang paling banyak digunakan adalah before/ after, yang mana
merupakan perbedaan atau perubahan penampilan atau situasi. Salah satunya
adalah melalui perubahan penampilan atau situasi. Sometimes, the change itself is
the source of humor. Before and after change can generate humor two ways-by
ridiculing others who do not change and may be very rigid or by ridiculing the
person who changes. Terkadang, perubahan tersebut adalah sesuatu yang
mengundang tawa. Terdapat dua hal yang dapat ditertawakan seputar perubahan,
yakni orang yang kaku dan tidak berubah atau orang yang berubah itu sendiri
(Berger, 2012, p. 24).
Before/ after sendiri paling banyak dilakukan oleh Ernest Prakasa saat
berperan sebagai Ernest dalam film “Ngenest”. Contohnya adalah saat Ernest
ingin mendekati Meira yang berada di lobby, tiba-tiba pergi dan bersembunyi. Hal
203 Universitas Kristen Petra
itu terjadi karena Ernest mendengar Meira mengucapkan “waalaikumsalam”
kepada temannya di lobby. Ernest memilih untuk mengurungkan niatnya tersebut
karena tidak ingin mendekati perempuan yang berbeda agama dengannya.
Selain itu, before/ after juga digunakan oleh Raditya Dika saat ia berperan
sebagai Dika dalam film “Cinta Brontosaurus”. Dika yang terlihat riang sambil
membawa bunga di depan rumah Milka, tiba-tiba murung karena pagar dibukakan
oleh ayah Milka yang membentak-bentak Dika dan meminta Dika putus dengan
Milka.
Gambar 4.107. Raditya Dika melakukan before/ after
Sumber : Film “Cinta Brontosaurus”, 2016
4.4.3.2. ANALISIS DAN INTERPRETASI INDIKATOR GROTESQUE
Indikator berikutnya adalah grotesque atau penampilan yang fantastis/
mencolok.
Grotesque atau penampilan yang fantastis atau mencolok paling banyak
digunakan oleh Raditya Dika ketika ia berperan sebagai Dika dalam film
“Manusia Setengah Salmon”. Contohnya adalah saat Dika sedang bermain dengan
Edgar, dan Dika mengenakan kostum Naruto lengkap di dalam rumah.
204 Universitas Kristen Petra
Gambar 4.108. Raditya Dika melakukan grotesque
Sumber : Film “Manusia Setengah Salmon”, 2016
The grotesque can also suggest characters who are so one-dimensional, so
fixated on one thing, that they are seen as comic. A bizzare looking character
whose difference from the norm makes him comic. Humans are flexible. When we
find a lack of flexibility and monomania that can lead to all kinds of crazy
situations, we find characters who can be seen as grotesque. They are not
physically grotesque, but psychologically (and perhaps spiritually) grotesque.
Penampilan yang “lain” dari norma, yang melekat pada satu hal dapat
menimbulkan tawa, terutama saat manusia bersikap “tidak fleksibel”. Saat itulah
manusia bisa menemukan hal-hal yang fantastis (Berger, 2012, p. 36).
Berdasarkan contoh yang dilakukan oleh Raditya Dika saat memakai
kostum Naruto, penampilan tersebut dapat disebut fantastis karena Raditya Dika
yang sudah dewasa justru bermain seperti anak kecil, dengan menggunakan
kostum Naruto lengkap. Terlebih lagi, permainan tersebut dilakukan di dalam
rumah sehingga mengagetkan ibunya.
Selain itu, grotesque juga muncul dalam film “Comic 8”, yakni saat Ernest,
Arie, dan Kemal memakai topeng joker saat hendak merampok, lalu orang yang
berada di dalam bank menjadi ketakutan.
205 Universitas Kristen Petra
Gambar 4.109. Ernest Prakasa melakukan grotesque
Sumber : Film “Comic 8”, 2016
Manusia bisa menemukan hal-hal yang fantastis atau mencolok, bahkan
menakutkan saat melihat penampilan yang tidak biasa dalam lingkungannya. Hal
itu dapat dilihat dari ibu Dika yang terkejut melihat Dika mengenakan baju Naruto
di dalam rumah, dan seisi bank INI yang ketakutan melihat rampok dengan
topeng joker masuk ke dalam bank. Hal itu didukung dengan masuknya perampok
lain dengan penampilan biasa dan seisi bank INI tidak takut.
4.4.3.3. ANALISIS DAN INTERPRETASI INDIKATOR EXPOSURE
Indikator berikutnya adalah exposure, yang mana merupakan pengungkapan
sesuatu tentang diri sendiri. Masyarakat memiliki kecenderungan untuk
mengetahui identitas orang lain. Hal ini sesuai dengan fungsi media massa sebagai
interpretasi informasi dan lingkungan. Ada cara reaksi seseorang terhadap suatu
kejadian (rasa ingin tahu penonton) (Severin&Tankard dalam Hartono, 2014).
Exposure sendiri paling banyak digunakan oleh Raditya Dika saat ia
berperan sebagai Dika dalam film “Cinta Brontosaurus”. Contohnya adalah
Raditya Dika menceritakan bahwa dirinya sangat mudah jatuh cinta dari kecil,
expert dalam hal “putus-putusan”, dan lain sebagainya. Dalam film tersebut,
indikator exposure digunakan untuk memperkenalkan tokoh, seperti Dika yang
206 Universitas Kristen Petra
menjelaskan pengalamannya sendiri dan bagaimana pengalaman tersebut
membawa perubahan dalam hidupnya.
4.4.3.4. ANALISIS DAN INTERPRETASI INDIKATOR DIMENSI
IDENTITY LAINNYA
Indikator berikutnya adalah eccentricity, yakni karakter yang menyimpang
dari norma yang ada di masyarakat, seperti waria, gay, dan lain-lain. Eccentricity
sendiri paling banyak digunakan oleh stand up comedian yang suka membawakan
materi lawakan tunggal bertema waria, yaitu Mongol Stress. Namun, dalam film
“Comic 8”, Mongol Stress berperan sebagai Mongol yang merupakan seorang
waria (memakai pakaian dan berdandan seperti perempuan), dan bertutur kata
layaknya perempuan. Bahkan ia mengakui dirinya sebagai perempuan dengan
berkata “ladies first”.
Gambar 4.110. Mongol Stress melakukan eccentricity
Sumber : Film “Comic 8”, 2016
Dalam film tersebut, tidak dijelaskan mengapa Mongol menjadi satu-
satunya anggota comic 8 yang waria. Namun, Mongol adalah sub anggota comic 8
yang dinamakan “The Freaks”. Meskipun Mongol ada seorang waria, Mongol
digambarkan sebagai perampok yang memiliki kemampuan bela diri yang baik,
dan digambarkan sebagai perampok yang merampok karena alasan idealis.
207 Universitas Kristen Petra
Di Indonesia, waria memiliki penilaian yang negatif di mata masyarakat
mayoritas. Sebuah tindakan dan diskriminasi dianggap sebagai sesuatu yang wajar
dalam kehidupan waria. Hal ini dikarenakan oleh identitas mereka yang belum
diakui oleh negara. Stigma buruk sebagai manusia aneh dan melawan kodrat telah
melekat pada waria. Oleh karena itulah, banyak masyarakat yang memandang
rendah mereka, dan menggunakan mereka sebagai bahan ejekan atau olok-olok
(Hartoyo et al dalam Chandra, 2015).
We might describe these people as “code violators”. They do not live by our
codes, which to us, seem quite reasonable and logical. In the right context, this
code violation puzzles and amuses us. Dalam konteks humor sendiri, sesuatu yang
eksentrik atau yang tidak normal atau yang menyimpang dari norma adalah
sesuatu yang membingungkan dan menghibur (Berger, 2012, p. 32).
Indikator berikutnya adalah caricature, yaitu karikatur atau gambaran secara
visual yang dicuplik dari seseorang dengan penampilan fantastis. Karikatur
merupakan suatu objek konkret, namun dengan melebih-lebihkan ciri khas dari
objek tersebut. Penggambaran objek dengan berlebihan ini bertujuan untuk
mengundang ketertarikan dan kelucuan (bimbingan.org, 2016).
Dalam 7 film komedi yang diteliti, caricature paling banyak digunakan oleh
Fico Fachriza, Kemal Palevi, dan Bintang Timur dalam dalam film “Comic 8 :
Casino Kings Part I”.
Gambar 4.111. Caricature Fico Fachriza
Sumber : Film “Comic 8 : Casino Kings Part I”, 2016
208 Universitas Kristen Petra
Dari 7 film komedi yang diteliti, caricature yang menggambarkan stand up
comedian hanya muncul dalam film “Comic 8” dan “Comic 8 : Casino Kings
Part I”. Caricature tersebut muncul untuk memperkenalkan para aktor yang
membintangi film tersebut, dan juga menonjolkan adegan-adegan tertentu.
Kedua film tersebut adalah film yang paling banyak memunculkan stand up
comedian, terlebih lagi tokoh utama dalam kedua film tersebut berjumlah 8 orang
yang semuanya stand up comedian. Di sisi lain, program stand up comedy di
televisi bersama dengan stand up comediannya sedang populer di kalangan
masyarakat. Dengan begitu, dapat diketahui bahwa memperkenalkan aktor yang
terlibat (stand up comedian) dengan menggunakan caricature adalah cara untuk
mengundang ketertarikan penonton untuk menonton film tersebut atau
mengundang tawa mereka karena melihat caricature dari sang pelawak yang akan
melawak lagi dalam film komedi.
Indikator selanjutnya adalah burlesque, atau memancing orang lain untuk
dijadikan korban humor. Indikator ini tidak terlalu banyak muncul dalam 7 film
komedi yang diteliti, yaitu hanya sebanyak 22 kali. Indikator ini, dengan kata lain,
adalah membuat orang lain ditertawakan. Biasanya, indikator ini muncul
bersamaan dengan indikator slapstick (gurauan kasar secara fisik), dan adegan
atau sesuatu yang berbau seksual dan memprovokasi (Berger, 2012, p. 26).
Indikator ini serupa dengan indikator satire dalam teknik humor language.
Persamaannya adalah kedua indikator ini sama-sama membuat orang lain
ditertawakan. Sedangkan perbedaannya adalah indikator satire memancing
dengan menggunakan sindiran (verbal), sedangkan indikator burlesque
menggunakan gurauan yang kasar secara fisik. Dengan ditemukannya indikator
satire dan burlesque yang kemunculannya sama-sama sedikit dalam 7 film
komedi terlaris yang diteliti, hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia
tidak suka melihat orang lain dijadikan korban humor.
Di sisi lain, burlesque memang memberikan efek negatif. Terlebih lagi,
media massa memiliki fungsi persuasi. Jika indikator burlesque banyak digunakan
dalam film, maka secara tidak langsung, film tersebut dapat menggerakkan
seseorang untuk menertawakan kemalangan orang lain atau menjadikan orang lain
sebagai bahan tertawaan (Nurudin, 2007, p. 73).
209 Universitas Kristen Petra
Sementara itu, indikator embarassment, imitation, impersonation, parody,
stereotype, dan unmasking adalah indikator dalam teknik humor identity yang
paling sedikit muncul.
We probably find embarrasment humorous because we feel superior to the
person being embarrassed. This is because we are not the person being
discomforted or humiliated. Indikator embarrassment dapat mengundang tawa
karena kita merasa bukan kita yang dipermalukan (Berger, 2012, p. 33). Dengan
begitu, dapat diketahui bahwa fungsi dari indikator embarrassment hampir serupa
dengan burlesque, yaitu menertawakan kemalangan orang lain.
Sementara itu, stereotype adalah menganggap semua orang memiliki
karakter yang sama. Hal itu dianggap mengundang tawa karena mekanisme di
belakang indikator ini adalah penghinaan (insult) dan menganggap diri lebih
superior. Contohnya orang Inggris yang dianggap sombong, dan lain-lain yang
berhubungan dengan budaya (Berger, 2012, p. 53).
Sedangkan unmasking memiliki kemiripan dengan exposure, yaitu
pengungkapan tentang diri seseorang. Namun, unmasking adalah membuka kedok
orang lain, sementara exposure mengungkapkan sesuatu tentang diri sendiri.
Fungsinya pun dapat dibilang serupa, yaitu dilakukan karena penonton memiliki
kecenderungan untuk mengetahui identitas orang lain.
Sementara itu, 3 indikator dalam teknik humor identity yang menunjukkan
kegiatan tiru meniru (imitation, impersonation, dan parody) juga hanya muncul
sedikit saja dalam 7 film komedi yang diteliti ini. Hal itu menunjukkan bahwa
penciptaan karakter dan alur cerita dalam film yang kreatif. Alur cerita merupakan
salah satu komponen penting dalam pembuatan sebuah film (De Fossard & John
Ribber dalam Hartono, 2014). Sebaliknya, seperti yang telah disebutkan di atas,
indikator exposure atau pengungkapan tentang diri sendiri lebih banyak
digunakan.
Teknik humor identity menempatkan humor atau sesuatu yang mengundang
tawa melalui eksistensi seseorang. Hal ini berkaitan dengan dua dari tiga teori luas
dan saling bersaing untuk menjelaskan mengapa manusia menggunakan humor.
Ketiga teori tersebut adalah teori superioritas, teori pembebasan, dan teori
keganjilan.
210 Universitas Kristen Petra
Teknik humor identity cenderung terkait dengan teori superioritas dan
keganjilan, yang mana merupakan teori yang berhubungan dengan tindakan
menertawakan kekurangan orang, dengan menjadikannya sebagai target cemooh
atau ejekan. Pada dasarnya, humor sebagai ekspresi superioritas dapat berupa
mekanisme kontrol atau bentuk perlawanan.
Sedangkan teori keganjilan adalah teori yang berasal dari pengakuan bahwa
ada sesuatu yang dirasakan tidak konsisten dengan alam rasional yang diharapkan
dari lingkungan. Teori ini berpendapat bahwa sesuatu yang lucu dapat berasal dari
hal yang tidak masuk akal, paradoksal atau berlawanan, tidak logis, kacau, keliru,
dan atau tidak pantas (Lynch dalam Soebianto, 2015).
Kategori ini tentu sangat berguna untuk membuat manusia mengetahui
tujuan dari penggunaan humor itu sendiri, karena dalam interaksi sosial,
penggunaan humor memiliki perbedaan dan persamaan oleh laki-laki dan
perempuan, manajemen dan bawahan, dan dari orang-orang dengan asal etnis
yang berbeda (Holmes& Marra dalam Soebianto, 2015).
4.4.4. ANALISIS DAN INTERPRETASI TEKNIK HUMOR ACTION
Tabel 4.97. Total Dimensi Action
INDIKATOR FREKUENSI
Chase 99
Slapstick 34
Speed 74
Time 32
Total 239
Sumber : Olahan Peneliti, 2016
Sementara itu, teknik humor action yang digunakan dalam 7 film komedi
yang diteliti adalah sebanyak 242 kali. Indikator yang paling banyak digunakan
adalah chase, yaitu aksi kejar mengejar.
4.4.4.1. ANALISIS DAN INTERPRETASI INDIKATOR CHASE
Indikator chase sendiri paling banyak digunakan oleh Raditya Dika saat ia
berperan sebagai Dika dalam film “Manusia Setengah Salmon”. Contohnya
adalah saat ia berlari sambil membawa banyak balon untuk mencari Patricia.
211 Universitas Kristen Petra
Gambar 4.112. Raditya Dika melakukan chase
Sumber : Film “Manusia Setengah Salmon”, 2016
The chase usually involves a person who is attempting to avoid being
punished or humiliated in some manner. This person must use ingenuity and
speed to avoid being caught and much of the humor in chase scenes comes from
our pleasure in seeing the person being chased use his or her ingenuity. There
also seems to be an element of joy in physical act of seeing people run away from
others, as long as we see this in a comic frame. Aksi kejar mengejar selalu
melibatkan seseorang ketika menghindari hukuman atau situasi yang memalukan.
Orang tersebut akan menggunakan akal bulus dan kecepatan untuk menghindari
“tangkapan”. Sesuatu yang lucu atau mengundang tawa muncul karena melihat
seseorang yang dikejar sambil menggunakan akal bulus mereka (Berger, 2012, p.
28).
Dalam film “Manusia Setengah Salmon”, diceritakan bahwa Dika menyesal
karena susah untuk move on dari mantan pacarnya, Jessica. Karena susah move
on, Dika diputuskan oleh pacar barunya, Patricia. Namun, ketika Dika menyadari
bahwa hidup adalah perpindahan, akhirnya Dika pun berusaha untuk move on.
Sayangnya, keputusan Dika tersebut terlambat sehingga Patricia pun
meninggalkannya. Oleh karena itu, Dika mengejar Patricia di terminal bus, karena
Patricia dikabarkan akan kuliah di Jogjakarta. Melalui scene tersebut, dapat
212 Universitas Kristen Petra
diketahui bahwa Dika menggunakan ingenuity (akal bulus) untuk mengejar
Patricia, yakni dengan membawa balon untuk diberikan kepada Patricia.
4.4.4.2. ANALISIS DAN INTERPRETASI INDIKATOR SPEED
Sementara itu, indikator speed juga banyak dilakukan oleh Raditya Dika
saat ia berperan sebagai Dika dalam film “Manusia Setengah Salmon”. Indikator
ini banyak ditemukan bebarengan dengan indikator chase. Speed can be turned
into something funny, as in chase scenes, where the action is speeded up and the
pursuers and the pursued are made to run at incredible speeds (Berger, 2012, p.
52).
Contohnya adalah saat mengejar Patricia, Dika mengalami jatuh karena
mengejar terlalu cepat.
Gambar 4.113. Raditya Dika melakukan speed
Sumber : Film “Manusia Setengah Salmon”, 2016
4.4.4.3. ANALISIS DAN INTERPRETASI INDIKATOR SLAPSTICK
Indikator berikutnya adalah slapstick, yaitu gurauan yang kasar secara fisik.
Slapstick is a physical humor, often involving degradation by action. The
throwing pie in the face of a person is an externalized, objectified form of an
insult. It works by taking person who claims an adult status (and, perhaps, a
position of authority) and turning him into (someone resembling) a babbling
infant, who makes messes when he eats. It is somehow infantile form of humor
213 Universitas Kristen Petra
both as far as the pie thrower (the baby who throws his food around) and the pie
receiver (the baby who makes messes when he eats). Slapsticks involves all kinds
of physical actions that amuse us-slipping on bananas, sliding around on greasy
floors, getting pies in the face, being hit with the mops, etc. It is an “attack”on
our claims to adulthood, importance, and status of any kind. As such, it feeds on
an inner sense of egalitarianism we have, a feeling that all claims to superiority
are invalid. Slapstick is a kind of “democratic” degradation that is tied to a sense
we have that we are all humans and the similarities between people are more
important than the artificial differences created by social institutions. Slapstciks
adalah aksi gurauan secara fisik sebagai bentuk penghinaan. Slapsticks melibatkan
seluruh aksi fisik yang membuat kita tertawa, seperti terpeleset kulit pisang,
tergelincir di atas lantai yang berminyak, terpukul alat pengepel, dan lain
sebagainya. Tujuan dari adanya slapsticks itu sendiri adalah untuk menghilangkan
superioritas dan mengembangkan kesederajatan. Kesederajatan dianggap lebih
penting daripada perbedaan yang dibuat oleh institusi sosial (Berger, 2012, p. 51).
Dalam 7 film komedi yang diteliti, slapstick paling banyak digunakan oleh
stand up comedian bernama Mongol Stress. Mongol Stress sendiri adalah stand
up comedian yang paling dikenal dalam lawakannya adalah tentang pria gay, yang
kerap diistilahkn olehnya sebagai pria KW (Koswara, 2014, p. 33).
Indikator slapstick tersebut banyak dilakukan olehnya saat ia berperan
sebagai Mongol dalam film “Comic 8”. Dalam film tersebut, Mongol berperan
sebagai waria yang kerap berdandan dan memakai baju perempuan. Selain itu, ia
juga bertingkah seperti perempuan seperti mengatakan “ladies first” ketika minta
didahulukan dan berharap mendapat hadiah berupa perangkat make up ketika
menjawab pertanyaan sebuah game dengan benar. Namun, di sisi lain, Mongol
juga pandai bela diri, sehingga slapstick, dalam 7 film komedi yang diteliti, paling
banyak dilakukan olehnya, terutama dalam film “Comic 8” ini.
214 Universitas Kristen Petra
Gambar 4.113. Mongol Stress melakukan slapstick
Sumber : Film “Comic 8”, 2016
Dalam film Indonesia sendiri, waria mendapat peran sebagai bahan olokan,
lelucon, ejekan, dan tidak berkaitan dengan alur cerita (Hadiati, 2013). Sedangkan
studi mengungkapkan bahwa 89,3% LGBT di Indonesia pernah mengalami
kekerasan (beritasatu.com, 2015).
Dengan melihat peran Mongol Stress sebagai waria yang memiliki
kemampuan bela diri dan juga merupakan salah satu dari 8 tokoh utama dalam
film “Comic 8”, dapat diketahui bahwa slapsticks yang dilakukan Mongol dapat
menjadi alat untuk mengembangkan kesederajatan manusia dan menghilangkan
perbedaan yang dibuat oleh institusi sosial. Dengan kata lain, secara tidak
langsung, indikator slapstick dalam film “Comic 8”, terutama yang dilakukan
oleh Mongol, menyampaikan pesan bahwa LGBT, termasuk kaum waria, adalah
sederajat dengan manusia lainnya atau tidak ada yang lebih superior antara kaum
LGBT dengan manusia lainnya.
4.4.4.4. ANALISIS DAN INTERPRETASI INDIKATOR TIME
Indikator terakhir adalah time, yang mana merupakan kesesuaian waktu
dengan adegan. Indikator tersebut paling banyak dilakukan oleh Raditya Dika
dalam film “Manusia Setengah Salmon”. Contohnya adalah ketika Dika sedang
mengambilkan kalkulator untuk Edgar di kamarnya. Namun, saat mengambil
215 Universitas Kristen Petra
kalkulator, Dika tidak sengaja menemukan sebuah CD yang pernah diberikan
mantan pacarnya, Jessica saat anniversary mereka. Dika pun menyetel CD itu di
laptopnya. Ia mendengarkan lagu yang diciptakan Jessica sambil senyum-senyum
sendiri. Tidak lama, Edgar datang menghampiri Dika. Dika pun kaget dan
langsung menutup laptopnya. Setelah Edgar mengambil kalkulator, Edgar pun
berlari meninggalkan Dika, yang saat itu ingin mengajak Edgar berbicara soal
rumah baru mereka. Alhasil Dika berbicara sendiri.
Dalam scene tersebut dapat dilihat bahwa kesesuaian waktu dan adegan
dapat menjadi lucu, karena di situ juga terdapat indikator chase dan speed, seperti
saat Dika cepat-cepat menutup laptopnya agar tidak dilihat oleh Edgar yang
datang tiba-tiba dan di saat yang tepat (saat dimana Dika tidak ingin diketahui
menyetel CD yang diberikan Jessica). Indikator-indikator tersebut memiliki fungsi
yang sama ketika menonjolkan humor, yakni akal bulus manusia (ingenuity) dapat
memancing tawa, terutama saat menghindari “hukuman” atau situasi yang
memalukan.
Indikator chase sendiri lebih sering dipakai karena indikator ini mewakili
indikator dimensi action yang lainnya seperti speed, time, slapstick. Hal itu dapat
dilihat dari beberapa contoh di atas, di mana aksi kejar mengejar juga dibarengi
dengan penambahan kecepatan, gurauan kasar secara fisik, dan ketepatan waktu
dengan adegan. Selain itu, adanya sub genre yang melibatkan tindakan dengan
humor telah populer sejak tahun 1980. Hal itu dimulai dengan adanya Eddie
Murphy, seorang yang terkenal dengan latar belakang komedi, mulai mengambil
peran dalam film action. Adegan aksi dalam sub genre tersebut umumnya ringan
dan jarang melibatkan kematian atau cedera serius, seperti dalam film action
(googleweblight.com, 2011). Jadi, indikator chase lebih banyak digunakan karena
relatif lebih tidak menyakitkan jika dibandingkan dengan slapstick yang kasar
secara fisik.
4.4.5. ANALISIS DAN INTERPRETASI TEKNIK HUMOR SECARA
KESELURUHAN
Secara keseluruhan, kategori dasar teknik humor language paling banyak
digunakan dalam 7 film yang diteliti. Hal ini disebabkan karena kekuatan verbal,
dimana kategori language adalah humor yang disampaikan secara verbal, dapat
216 Universitas Kristen Petra
mewakili kategori lainnya seperti logic (humor yang berasal dari ide atau
pemikiran), identity (humor yang berasal dari identitas atau eksistensi seseorang).
Contohnya, indikator exposure (salah satu indikator dalam kategori identity yang
paling banyak digunakan dalam 7 film yang diteliti) adalah sesuatu yang
ditertawakan karena seseorang membuka topeng atau mengungkapkan sesuatu
tentang dirinya sendiri. Untuk melakukan indikator tersebut, seseorang tentu perlu
menggunakan pesan verbal.
Seperti yang diketahui pesan verbal memiliki beberapa kekuatan seperti
jarang terjadi kesalahpahaman jika digunakan dengan komunikan yang memiliki
persamaan budaya dan sering digunakan untuk berdiskusi dan menyelesaikan
masalah. Selain itu pesan verbal juga digunakan untuk menyampaikan pemikiran
atau ide (Khairuzaman, 2016). Film komedi yang diteliti adalah film Indonesia
yang kebanyakan komunikannya juga memiliki kebudayaan yang sama. Oleh
karena itulah kategori language banyak digunakan agar penonton lebih mudah
memahami pesan. Sementara itu, pesan verbal sendiri memiliki kelemahan seperti
keterbatasan kosakata yang juga bisa menimbulkan kesalahpahaman, terutama
jika komunikan memiliki kebudayaan yang berbeda (Khairuzaman, 2016).
Sedangkan kesalahpahaman itu sendiri juga merupakan bagian dari sumber
kelucuan. Misunderstanding sendiri merupakan penyimpangan dalam komunikasi
karena penutur dan lawan tuturnya memiliki perbedaan dan pengetahuan. Namun,
kesalahpahaman tersebut dapat menarik perhatian penonton untuk tertawa
(Hermintoyo dalam Hartono, 2014). Oleh karena itu, dapat diketahui pula bahwa
kategori teknik humor language banyak digunakan karena fungsi-fungsi di atas
tadi.
Selain itu, para stand up comedian yang membintangi film tersebut adalah
pelawak tunggal yang sering bermonolog di atas panggung untuk menyampaikan
materi berupa opini (mengutarakan pendapat, mengutarakan keresahan,
melakukan pengamatan, memotret kehidupan sosial, dan mengangkat kenyataan
atau pengalaman pribadi). Opini tersebut berasal dari sebuah hal yang dilihat dari
sudut pandang komedi (metrotvnews.com, 2015). Kebanyakan dari stand up
comedian memilih untuk memanfaatkan kekurangan bentuk fisik dan latar
belakang kehidupannya sendiri sebagai materi lawakan agar penonton merasa
217 Universitas Kristen Petra
nyaman untuk tertawa bersama stand up comedian tersebut. Tragisnya, karakter
penonton Indonesia adalah orang-orang yang KEPO (Knowing Every Particular
Object) yang rahasia pribadi orang lain daripada rahasia kesuksesan orang lain.
Karena stand up comedy juga dikenal sebagai komedi verbal, maka konsep juga
akan lebih banyak tertuang melalui kata-kata (indonesiacomedyshop.com, 2016).
Dengan begitu, dapat diketahui bahwa kategori humor language banyak
digunakan dalam 7 film yang diteliti karena kekuatan stand up comedian sendiri
kebanyakan berasal dari opini mereka yang tertuang dalam kata-kata. Sedangkan
kategori identity, yang mana merupakan indikator teknik humor yang juga banyak
digunakan (kedua setelah indikator language), juga sering digunakan karena
karakter penonton Indonesia yang KEPO, terutama mengenai kehidupan pribadi
orang lain.
Sementara itu, indikator dalam teknik humor language yang paling banyak
dipakai adalah ridicule, insults, dan puns, word play. Sedangkan yang paling
jarang dipakai adalah satire dan sarcasm. Masyarakat Indonesia yang belum
terbiasa menerima kritik secara tajam ini dikarenakan adanya budaya timur yang
masih dianut oleh masyarakat Indonesia seperti malu, ramah, sungkan, dan tidak
mudah marah (pusakaindonesia.org, 2014). Selain itu, KPI (Komisi Penyiaran
Indonesia), dalam pasal 27 ayat 1, melarang penggunaan kata-kata kasar dan
makian, baik yang diungkapkan secara verbal dan non verbal, yang mempunyai
kecenderungan menghina atau merendahkan martabat manusia, memiliki makna
jorok/ mesum/ cabul/ serta menghina agama dan Tuhan (Koswara, 2014, p. 4).
Dimensi kedua yang banyak digunakan adalah identity, yang mana
merupakan teknik humor yang mengangkat identitas atau eksistensi seseorang.
Masyarakat memiliki kecenderungan untuk mengetahui identitas orang lain. Hal
ini sesuai dengan fungsi media massa sebagai interpretasi informasi dan
lingkungan. Ada cara reaksi seseorang terhadap suatu kejadian (rasa ingin tahu
penonton) (Severin&Tankard dalam Hartono, 2014). Selain itu, fakta unik tentang
orang Indonesia adalah KEPO (Knowing Every Particular Object). Dalam
masyarakat Indonesia, istilah tersebut diartikan sebagai selalu ingin tahu. Tingkat
keingin tahuan orang Indonesia tersebut dapat dilihat dari acara infotainment yang
telah mengisi 63% tayangan televisi Indonesia. Artinya, minat orang Indonesia
218 Universitas Kristen Petra
untuk menonton infotainment sangat tinggi, terutama untuk mengetahui
kehidupan pribadi selebritis (googleweblight.com, 2011). Dengan dimensi identity
(before/after, grotesque, dan exposure) yang juga banyak digunakan dalam teknik
humor, dapat diketahui bahwa minat orang Indonesia untuk cenderung ingin
mengetahui kehidupan pribadi orang lain juga dapat terpenuhi dalam film komedi.
Sementara itu, indikator comparisons dalam dimensi logic, yakni
menyamakan sesuatu yang kontras untuk menghina orang lain, tidak digunakan
sama sekali dalam 7 film komedi yang diteliti. Hal itu serupa dengan pemakaian
indikator satire dan sarcasm yang sedikit dalam dimensi language. Seperti yang
telah dijelaskan juga, minimnya penggunaan bahasa yang kasar tersebut tidak
sesuai dengan budaya orang Indonesia.
Oleh karena itu, dapat dilihat bahwa teknik humor yang dilakukan oleh
stand up comedian dalam 7 film yang diteliti ini cocok dengan keadaan
masyarakat Indonesia sendiri, seperti KEPO, dan menggunakan ungkapan yang
tidak menyinggung ketika melakukan penolakan. Ditambah lagi, teknik humor
tersebut sesuai dengan peraturan penayangan yang dikeluarkan oleh KPI dan
maraknya program stand up comedy pada tahun tersebut. Karena kecocokan
itulah, film komedi yang dibintangi oleh stand up comedian menjadi banyak
digemari oleh masyarakat dibanding film komedi tanpa stand up comedian.
Hal yang menarik lainnya adalah materi-materi lawakan isu sosial yang
menjadi ciri khas seorang stand up comedian yang muncul dalam teknik humor
dimensi logic, misalnya Ernest yang suka menceritakan ke-Cina-annya dengan
gamblang dan Raditya Dika yang suka menceritakan kegalauan masa pacaran,
juga dibawakan dalam film yang diperankannya. Kedua hal ini muncul dalam film
karena film-film tersebut, ditulis, disutradarai, dan diperankannya sendiri.