DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA … · Hari, Tanggal : Senin, 9 Oktober ... beserta...
Transcript of DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA … · Hari, Tanggal : Senin, 9 Oktober ... beserta...
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
RISALAH RAPAT KERJA KOMISI VII DPR RI
DENGAN MENTERI ENERGI SUMBER DAYA DAN MINERAL RI
Tahun Sidang : 2017-2018
Masa Persidangan : I (satu)
Rapat ke- :
Jenis Rapat : Rapat Kerja
Hari, Tanggal : Senin, 9 Oktober 2017
Waktu : 13.38 WIB – 17.05 WIB
Tempat : R. Rapat Komisi VII
Ketua Rapat : H. GUS IRAWAN PASARIBU, SE., Ak., MM., CA. (Ketua
Rapat/F-Gerindra)
Sekretaris Rapat : Dra. Nanik Herry Murti (Kepala Bagian Sekretariat Komisi
VII)
Acara : 1. Renegosiasi kntak PT. Freeport Indonesia
a. Divestasi saham
b. Pembangunan smelter, relinguishment, dll
2. Tindal lanjut penyelesaian barang milik negara di
lingkungan Kementerian ESDM yang sudah habis masa
pakainya. Contoh Kapal Arjuna Sakti.
3. Tindak lanjut penyelesaian barang eks KKKS yang
sudah habis masa pakainya yang diserahkan ke SKK
Migas.
4. Masalah nilai perolehan air tanah (air ikuan) untuk
kegiatan usaha hulu migas dan kementerian ESDM.
Hadir : 30 Anggota
Dengan rincian:
Fraksi PDI-P 6 orang dari 10 Anggota
Fraksi Partai Gerindra 5 orang dari 7 Anggota
Fraksi Partai Golkar 6 orang dari 8 Anggota
Fraksi PAN 2 orang dari 5 Anggota
Fraksi Partai Demokrat 5 orang dari 5 Anggota
Fraksi PKB 0 orang dari 4 Anggota
Fraksi PKS 0 orang dari 4 Anggota
Fraksi PPP 3 orang dari 3 Anggota
Fraksi Partai Hanura 0 orang dari 2 Anggota
Fraksi Partai Nasdem 3 orang dari 3 Anggota
JALANNYA RAPAT:
KETUA RAPAT (H. GUS IRAWAN PASARIBU, SE., Ak., MM., CA./F-GERINDRA):
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Selamat siang salam sejahtera untuk kita sekalian.
Yang kami hormati teman-teman Pimpinan dan Bapak-Ibu Anggota Komisi VII
DPR RI yang terhormat.
Yang kami hormati Menteri ESDM, Bapak Wakil Menteri ESDM dan seluruh
jajaran.
Hadirin sekalian yang kami hormati kami muliakan.
Pertama-tama kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang
Maha Kuasa atas perkenan-Nya kita dapat melaksanakan melanjutkan tugas-tugas
konstitusional kita. Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih atas
kehadiran Bapak-Ibu Anggota Komisi VII beserta seluruh undangan dalam acara
Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat Komisi VII DPR RI.
Sesuai undangan yang telah disampaikan dan berdasarkan jadwal rapat
Komisi VII DPR RI pada masa persidangan pertama tahun sidang 2017-2018, pada
hari ini Komisi VII DPR RI akan melaksanakan Rapat Kerja dan Rapat Dengar
Pendapat dengan Menteri ESDM, Dirjen Kekayaan Negara dan Kepala SKK Migas
adalah dalam rangka menjalankan fungsi pengawasan. Berdasarkan data dari
Sekretariat Komisi VII DPR RI yang telah hadir dan menandatangani daftar hadir
adalah 15 anggota dari 7 fraksi, sehingga sesuai dengan Pasal 251 ayat (1)
Peraturan DPR RI tentang Tata Tertib rapat ini...... oleh karenanya dengan
mengucapkan bismillahirrahmannirahim izinkan saya membuka Rapat Kerja Komisi
VII DPR RI.
(RAPAT DIBUKA PADA PUKUL 19.58 WIB)
Sesuai dengan Pasal 246 ayat (1) Tata Tertib DPR RI menyatakan bahwa
setiap rapat DPR bersifat terbuka, kecuali dinyatakan tertutup. Kami mengusulkan
agar rapat Komisi VII pada hari ini bersifat terbuka dan terbuka untuk umum, apakah
dapat disetujui?.
(RAPAT:SETUJU)
Terima kasih.
Bapak-Ibu yang saya hormati.
Beberapa waktu yang lalu pemerintah dengan Freeport Mc Moran telah
melakukan negosiasi yang cukup panjang tentang divestasi saham pembangunan
smelter dan relaksasi ekspor. Dalam ......mencapai kesepajatan kedua belah pihak
untuk 4 hal penting, yaitu:
1. PT Freeport Indonesia akan mengubah bentuk kontrak karya menjadi izin
khusus atau izin usaha pertambangan khusus IUPK yang memberikan
.....hingga tahun 2041.
2. Pemerintah akan memberikan jaminan kepastian fiskal dan hukum.
3. PT Freeport Indonesia berkomitmen akan membangun smelter baru di
Indonesia dalam waktu 5 tahun.
4. ....... Mc Moran akan mendivestasikan kepemilikan sahamnya di PT
Freeport Indonesia hingga kepemilikan Indonesia atas saham PT Freeport
Indonesia menjadi 51%.
Untuk itu Komisi VII meminta Menteri ESDM untuk menjelaskan hasil
negosiasi tersebut dengan rinci dan komprehensif. Terkait dengan tindak lanjut
penyelesaian barang milik negara di lingkungan Kementerian ESDM yang sudah
habis masa pakainya salah satu contohnya adalah berupa satu paket alat angkutan
apung bermotor, untuk barang lainnya yang berasal barang milik negaraeks
kontraktor kontrak kerja sama DP Indonesia di perolah pada tahun 1975-2004,
dengan nilai peroleh seluruhnya sebesar Rp. 491.699.097.657. Kapal FSO tersebut
telah dioperasikan selama 29 tahun untuk penyimpanan gas alam yang telah
diproses menjadi LPG. Kapal FSO Arjuna Sakti dibangun tahun 1976 oleh ......
dengan dimensi panjang 461....atau 140,51 m lebar 136 feet atau 45 m tinggi 56 feet
atau 17,07 m. Saat ini bersandar di pelabuhan Cigading Cilegon sejak diterima
pertama kali oleh BP Migas cq. Sekretariat Jenderal Kementerian ESDM milik K3S
DP Indonesia, tanggal 29 Oktober 2008. Pada tahun 2008 telah selesai umur
ekonomisnya dan diserahkan kepada negara sebagai barang milik negara untuk
dapat dimanfaatkan, selama bersandar di palabuhan ETKBS tidak ada satupun
ppihak ketiga yang bersungguh-sungguh untuk memanfaatkannya.
Terkait dengan dengan tindak lanjut penyelesaian barang eks K3S yang
sudah habis masa pakainya yang diserahkan ke SKK Migas, Komisi VII dalam
keputusan Rapat Dengar Pendapat dengan SKK Migas tanggal 5 Desember tahun
2016, keputusan poin pertama: Komisi VII DPR RI mendesak Kepala SKK agar
menugaskan kepada seluruh K3S dalam waktu 2 minggu untuk menyampaikan
daftar aset K3S yang tidak terpakai yang akan dihapusbukukan dan disampaikan
oleh SKK Migas kepada Komisi VII DPR RI selambat-lambatnya 28 Desember 2016.
Untuk itu Komisi VII DPR RI meminta penjelasan yang rinci dan komprehensif
tentang penyelesaian barang eks KKKS. Dalam laporan hasil pemeriksaan BPK RI
atas laporan keuangan Pemerintah RI tahun 2015 bahwa pemerintah telah
menindaklanjuti permasalahan barang milik negara eks K3S dengan melakukan
upaya perbaikan yaitu dengan menyusun buletin teknis standarisasi kertas kerja dan
verifikasi atau rekonsiliasi data barang milik negara atau benda modal K3S dalam
rangka penyusunan laporan keuangan BUN yang saat ini dalam proses penetapan
oleh Dirjen Kekayaan Negara dan menyusun revisi TMK Nomor 245/TMK.05/2012
tentang Pedoman Akuntansi dan Pelaporan Aset yang berasal dari K3S, serta
menyelesaikan penelusuran mutasi aset senilai Rp. 2,78 trilyun. Untuk itu Komisi VII
DPR RI meminta Dirjen Kekayaan Negara dan Kepala SKK Migas untuk
menjelaskan secara komprehensif perihal tindak lanjut penyelesaian BMN tersebut.
Untuk itu saya kira sebelum lanjut, untuk diketahui bahwa ada rotasi di
Pimpinan Komisi VII dan juga Anggota Komisi VII. Yang pertama yang terhormat
Bapak DR. Ir. E. Herman Khairon, M.Si Fraksi Partai Demokrat Nomor Anggota 419
Beliau stok lama ya, tapi semangat baru di Komisi VII menggantikan Bapak Ir. H.
Mulyadi pindah ke Komisi III. Berikutnya Pak Wihadi Wiyanto dar Fraksi Partai
Gerindra Nomor Anggota 372, Pak Wihadi hadir, tapi dari Pak Khairon dulu. Saya
kira meski stok lama tapi boleh perkenalan dulu Pak dari Herman Khairon dulu nanti
baru Pak Wiyadi.
Silakan Pak.
WAKIL KETUA RAPAT (DR. Ir. H.E. HERMAN KHAERON, M.SI/F-PD):
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Salam sejahtera untuk kita semua selamat siang.
Yang terhormat Pimpinan dan seluruh Anggota Komisi VII, Pak Menteri ESDM
beserta seluruh jajarannya dan para Eselon I yang hadir pada hari ini.
Saya pindah dari Komisi IV, saya terlalu lama menjadi Pimpinan di Komisi IV,
kelamaan mencangkul berarti, sekarang saatnya mengebor. Jadi sekarang saya
ditugaskan oleh partai untuk berada di sini dan tentu kami masih mendalami,
melihat, belajar dan mudah-mudahan kehadiran saya juga memberikan kontribusi
positif dan manfaat, khususnya bagi rakyat Indonesia.
Terima kasih.
Wassalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Mohon maaf Dapil saya, Dapil saya ini penting supaya diketahui, Dapil saya
dari Dapil VIII Jawa Barat, Cirebon dan Indramayu.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Terima kasih Pak Khairon, panggilannya Beliau tapi Beliau ini nggak jauh-jauh
dari lobang Pak, kalau dulu melobangnya pakai cangkul sekarang pakai bor, itu saja
sebetulnya nggak jauh dari lobang sih.
Pak Wihadi kami persilakan Pak perkenalan.
F-GERINDRA (WIHADI WIYANTO, SH):
Terima kasih Pimpinan.
Yang terhormat Pimpinan Komisi VII, teman-teman Komisi VII dan juga Pak
Menteri beserta jajarannya.
Perkenalkan saya Wihadi Wiyanto, saya dari Fraksi Gerindra Dapil Jatim IX
Dapilnya Pak Satya, jadi kita berbagi Pak Satya...... ssaya sebelumnya di Komisi III
dari awal hingga sekarang baru pindah ke Komisi VII. Jadi saya mungkin masih ingin
belajar dulu dengan Pak Satya dan juga teman-teman Pimpinan semuanya.
Terima kasih Pak.
KETUA RAPAT:
Terima kasih.
Selamat bergabung Pak Herman Khairon dan sahabat kami Pak Wihadi, saya
kita Pimpinan ada nuansa baru ini Pak, kalau ada barang baru kita senang gitu. Pak
Wihadi juga terima kasih selamat bergabung, sudah ya. Pak Adian ini barang baru
stok macam-macam lama begitu ya, saya kira itu Pak Menteri. Mudah-mudahan
sekali lagi selamat bergabung di Komisi VII, mudah-mudahan ke depan bisa lebih
baik.
Waktu dan tempat kami persilakan paparan dari Pak Menteri.
MENTERI ESDM RI:
Bapak Ketua, Bapak-bapak Wakil Ketua, Bapak-Ibu Anggota Komisi VII, Dirjen
Kekayaan Negara, Rekan-rekan saya dari Kementerian ESDM dan Kepala SKK
Migas.
Assalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Selamat siang dan salam sejahtera.
Sesuai dengan agenda undangan Rapat Kerja pada hari ini seperti yang
disbeutkan Bapak ketua tadi ada 4 Pak, yang pertama mengenai renegosiasi kontrak
PT Freeport Indonesia, yang kedua mengenai penyelesaian FFSO Arjuna Sakti,
yang ketiga mengenai penyelesaian barang eks K3S yang sudah habis pakainya,
yang keempat menngenai nilai peroleh air tanah untuk kegiatan usaha hulu migas.
Kami mohon izin menjelaskan bersama rekan-rekan kami yang hadir di sini,
yang pertama mengenai renegosiasi kontrak PT Freeport Indonesia. Seperti tadi
yang disbeutkan Bapak Ketua bahwa renegosiasi kontrak PT Freeport Indonesia itu
kesepakata besar sudah dicapai pada tanggal 27 Agustus 2017 yaitu pemerintah
menyetujui perpanjangan maksimum 2x10, ini sesuai dengan Undang-undang
Minerba 2x10 tahun maksimum. Ini diperpanjang pertama itu 2021 sampai 2031, lalu
diberikan persyaratan apabila memenuhi persyaratan itu dapat diperpanjang lagi,
saya katakan dapat belum tentu ya, itu dapat diperpanjang lagi sampai 10 tahun
kedua. Dengan persyaratan 3, Anggota pertama PT Freeport harus mendivestasikan
sahamnya sebesar 51% untuk kepemilikan peserta Indonesia dalam hal ini
gabungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Jadi pemerintah daerah
itu diwakili oleh pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten yang terkait dengan
masyarakat adat yaitu .....cukup besar dan sebagianya. Syarat yang kedua yang
dminta pemerintah adalah untuk membangun proses atau fasilitas pengolahan dan
pemurnian sesuai dengan amanah Undang-undang Minerba dalam 5 tahun setelah
persetujuan diberikan. Yang ketiga adalah mengupayakan, pemerintah akan
mengupayakan dan Freeport setuju penerimaan negara dari hasil produksi PT
Freeport secara keseluruhan akan lebih tinggi atau lebih baik. Jadi ini termasuk
PNBP attau royalti lalu juga pajak dalam bentuk apapun dan juga retribusi daerah.
Dari pertemuan sampai hari ini itu sebenarnya tidak ada yang berubah
memang media juga memasukkan belakangan suratnya Freeport yang dikatakan
menolak dan sebagainya ini sebenarnya nggak ada. Jadi surat Freeport itu ditujukan
kepada Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan, mengingat bahwa bapak
Presiden menugaskan detil divestasi itu dibicarakan dengan Menteri Keuangan dan
Menteri BUMN. Jadi kami sebagai mitra Bapak itu berada di side line atau yang
sifatnya mendukung saja. Jadi karena detil divestasi itu apa, satu mengenai kapan
divestasi itu dilakukan karena ini belum dibicarakan. Ini tergantung juga dengan
kemampuan keuangan negara dan kemampuan BUMN dan BUMD yang akan
terlibat. Yang kedua adalah dengan nilainya berapa, nilai valuation dari saham 51%
itu berapa. Jadi 2 hal ini dibicarakan oleh Menteri Keuangan dan Menteri BUMN
yang mewakili negara, jadi kami support saja karena tugas Bapak Presiden.
Belakangan Bapak Presiden minta bahwa supaya saya juga membantu aktif supaya
perjanjian ini bisa dilaksanakan dengan cepat.
Itu mengenai divestasi yang bisa saya sampaikan Pak, jadi perundingannya
ada di Menteri Keuangan dan Menteri BUMN pada saat ini. Kalau smelter sudah
nggak ada negosiasi, pasti dibangun, jadi ini no discussion juga penerimaan negara
ini Menteri Keuangan lagi menyiapkan rancangannya. Apapun yang diputuskan di
dalam penerimaan negara prinsipnya harus lebih baik dari pada saat ini dan itu akan
dilampirkan di dalam izin usaha operasi pertambangan khusus. Jadi izin usaha
pertambangan khususnya IUPK ada lampirannya tentang tarif pajaknya, jadi ini
untuk juga menjamin kedua belah pihak itu tidak berubah Pak selama konsesi atau
izin usahanya diberikan. Smelter juga sama dan yang 51%, 51% akan dicantumkan
Pak, kami hanya tinggal menunggu masukan dari Menteri Keuangan dan Menteri
BUMN bagaimana kapan divestasi ini dilakukan dan nilainya berapa karena itu
negosiasinya ada di Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN bukan di kami
karena eksekutornya di 2 kementerian itu.
Demikian, Pak Bambang bisa menambahkan, jadi itu yang dapat kami
laporkan Pak, apakah kami boleh terus Pak.
Baik Pak, mengenai PMN FSO floating storage operation Arjuna Sakti dan
juga sekalian mengenai tindak lanjut penyelesaian barang eks K3S yang sudah
habis masa pakainya, itu yang diserahkan ke SKK Migas kami mohon Dirjen
Kekayaan Negara untuk membantu menjelaskan Pak. Setelah itu Pak Kepala SKK
Migas Pak, nanti saya tambahkan di akhirnya Pak.
Silakan Pak.
DIRJEN KEKAYAAN NEGARA KEMENTERIAN ESDM:
Mohon izin Pak Menteri.
Bapak Pimpinan, Bapak-Ibu Anggota Komisi VII yang kami hormati.
Untuk FSO Arjuna Sakti ini dapat kami jelaskan bahwa barang milik negara ini
semula adalah memang eks KKKS, namun telah ditetapkan statusnya sebagai
barang milik negara di Kementerian ESDM. Kemudian saat ini FSO Arjuna Sakti ini
disandarkan di PT Krakatau Banjar Samudera di Cigading Banten dengan nilai
perolehan pada waktu di peroleh dulu adalah sampai total 491,7 milyar. Namun
Bapak-Ibu yang kami hormati, FSO ini sudah lama tidak digunakan dalam keadaan
rusak dan sudah biaya perawatannya sendiri jauh lebih besar dari pada yang bisa
dimanfaatkan karena memang sama sekali tidak bisa dimanfaatkan bahkan biaya
sandarnya saja di pelabuhan Cigading itu cukup memakan biaya yang cukup besar
hampir sekitar 7-8 milyar per tahun untuk sandarnya saja.
Oleh karena itu sesuai dengan pertimbangan-pertimbangan di atas dan
karena tidak ada manfaat maka kemudian diusulkan untuk dihapuskan dengan cara
dijual tentunya. Namun karena nilai perolehannya di atas 100 milyar yaitu 491,7
milyar maka untuk penghapusan barang milik negara semacam ini penjenjangannya
adalah harus mendapat persetujuan dari DPR RI dan itu presiden sudah
menyampaikan permohonan untuk persetujuan penghapusan barang milik negara ini
pada bulan Mei 2016. Dan menurut catatan kami dari informasi yang kami peroleh ini
juga dari DPR RI juga sudah dilakukan peninjauan terhadap barang milik negara ini
pada bulan Oktober tahun 2016 dan tentunya tahap berikutnya adalah kami
mengharapkan dapat diberikan persetujuan tersebut untuk dapat ditindaklanjuti
dengan proses penghapusan. Apabila nanti sudah diberikan persetujuannya maka
proses penghapusannya tentu dengan secara lelang karena itu adalah satu-satunya
yang dibenarkan menurut ketentuan yang ada saat ini untuk baranng seperti ini,
barang seperti FSO Arjuni Sakti penghapusannya adalah melalui proses lelang yang
tentunya akan dilakukan di kantor pelayanan lelang setempat sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Demikian Bapak Pimpinan, Bapak-Ibu Anggota Komisi VII yang kami hormati
mengenai Arjuna Sakti. Adapun secara umum proses penyelesaian ataupun
pemanfaatan barang eks hulu migas, eks KKKS Migas yang telah habis masa
berlakunya ini ada beberapa. Untuk beberapa yang masih dapat dimanfaatkan ini
SKK Migas dapat mempertimbangkan untuk mengalihkannya kepada KKKS lain
untuk dapat dimanfaatkan untuk sisa masa kegunaan, ini ada kemungkinan seperti
itu, ada juga barang SKK Migas yang memang harus kemudian dimusnahkan, ini
biasanya berkaitan dengan limbah dan sebagainya, ini yang biasanya dimusnahkan.
Kemudian ada juga yang ditetapkan status penggunaannya, artinya kalau kemudian
barang-barang tertentu itu dianggap masih dapat dimanfaatkan oleh kementerian
atau lembaga dan sebagainya.
Terakhir kami ingat sekali ada contoh ada barang-barang eks KKKS yang
berupa alat penngeras suara, sound system dan sebagainya itu kemudian
ditetapkan statusnya di salah satu kementerian yang kemudian dihibahkan juga
kepada sekolah yang kebetulan berada di sekitar tempat itu. Dan yang terakhir
adanya seperti yang terjadi FSO Arjuna Sakti ini yaitu dilepaskan dengan cara
dilelang. Dilelang ini bisa dilelang dalam secara keseluruhan, kalau dianggap masih
bisa digunakan walaupun tidak secara sempurna dan ada yang masih berminat
untuk menggunakannya tapi dalam banyak kasus pelelangan ini biasanya sudah
dalam bentuk scarp, artinya limbah padat dan sebagainya. Ini yang biasanya terjadi
pada penyelesaian barang-barang eks KKKS.
Semua proses tersebut sudah ada prosedur dan sudah diatur sesuai dengan
peraturan, sesuai dengan Undang-undang Keuangan Negara dan peraturan-
peraturan pelaksanaannya, kiranya kita tinggal mengikuti prosedur yang ada itu
untuk dapat diselesaikan.
Demikian mungkin penjelasan yang dapat kami sampaikan mengenai Arjuni
Sakti maupun secara umum menngenai pengelolaan barang milik negara di sektor
hulu minyak dan gas bumi yang sudah habis masa penggunaannya.
Kami kembalikan kepada Pak Menteri.
MENTERI ESDM RI:
Silakan Pak Amin menambahkan.
KEPALA SKK MIGAS:
Baik, terima kasih Pak Menteri.
Jadi mengenai aset, melanjutkan yang dijelaskan oleh Bapak Dirjen
Kekayaan negara. Aset yang diusulkan K3S untuk dihapuskan baik usulan sendiri
atau atas permintaan kami, itu kami terima dan kami buat daftarnya. Kemudian kami
periksa satu-persatu untuk cek fisik maupun cek administrasinya, kemudian setelah
selesai satu-persatu atau paket-perpaket sesuai usulan K3S, kami ajukan ke Menteri
ESDM untuk penghapusannya. Pengertian penghapusan ini nanti akan diproses
lelang, bisa juga yang scrap seperti yang disampaikan Dirjen Kekayaan Negara
terutama yang tadi limbah ataupun bahan peledak yang sudah expired itu yang akan
di scrap.
Kami agak kesulitan untuk daftar ..... Pak karena daftarnya selalu berubah.
Daftar kami terima, usulan kami terima kami buat daftarnya terus kami periksa
kemudian sebagian dilanjutkan proses. Kemudian ada yang sudah disetujui, ada
yang maish diproses nah ini berubah-berubah terus daftarnya. Jadi karena itu daftar
yang paling up dated ada di kertas kerja untuk dukungan di kami, kemudian nilai-nilai
totalnya ada di laporan yang kami sampaikan.
Terima kasih Pak Menteri.
KETUA RAPAT:
Silakan lanjut Pak Menteri.
MENTERI ESDM RI:
Boleh saya tambahkan, halaman 8. Ini contoh BMN FSO Arjuni Sakti Pak, jadi
kalau data yang punya itu biaya sonar kapal FSO Arjuna Sakti itu di dermaga PT
KBS iytu 7,8 milyar setahun Pak. Padahal kalau di nilai wajar ini yang tahun 2011 ini
tergantung harga baja juga, nilainya berapa per ton. Itu saya kira 2011 harga
bajanya mungkin lebih tinggi dari hari ini Pak, itu nilainya 32,9. Jadi ini kalau
disandarkan 4 tahun habis Pak, habis nilainya. Oleh karena itu ini salah satu juga
pertimbangan minor jadi bukan pertimbangan mayor, itu yang kita mendorong
supaya ada penerapan gross splitt. Jadi asetnya tidak akan menjadi aset milik
negara lagi di kemudian hari, jadi itu asetnya aset sendiri, asetnya K3S sendiri
terserah mau diapakan karena kalau dia timbun harus bayar ongkos, disandarkan di
pelabuhan juga bayar dan sebagainya, dan akhirnya sekarang begini kalau kita lihat
keseluruhan aset yang sudah habis masa pakainya dari K3S di seluruh Indonesia ini
besar sekali Pak dan ini ongkos penjagaan, pemeliharaan, segala macam jangan-
jangan dalam 5 tahun itu lebih tinggi daripada nilai asetnya sendiri Pak, karena ini
tidak boleh hilang, nanti kalau hilang akan dipidanakan dan sebagainya, padahal
asetnya nilainya Cuma segini, kalau toh misalnya nilainya itu 32,9 m itu betul ini nilai
tahun 2011 Pak, mungkin sekarang lebih berkurang lagi saya nggak tahu, ini tiap
tahun bayarnya 7,8 m, ini salah satu contoh Pak. Jadi menurut saya ini penting
sekali Bapak-Ibu di Komisi VII ini untuk mendorong adanya persetujuan lelang pak,
karna persetujuannya itu di DPR RI yang di atas 100 milyar, inikan keseluruhan Pak
ya dikumpulkan jadi satu lalu diajukan kepada DPR RI.
Halaman 12 itu menjelaskan saja Pak, mengenai proses yang tadi sudah
dijelaskan oleh Kepala SKK Migas dan Dirjen Kekayaan Negara. Jadi nilai
perolehannya sampai dengan 10 milyar itu cukup di Menteri Keuangan
persetujuannya, 10-100 itu ada di presiden dan yang di atas 100 milyar itu harus
persetujuan di DPR RI.
Halaman 13 ini indikator aja pak, jumlah PNBP BUN hasil lelang BMN eks
K3S 2015 itu frekuensi lelangnya 36 kali itu nilainya 21,4 milyar, jadi kecil sekali sih
Pak, 2016 itu 25,5 milyar frekuensinya 35 kali jadi rata-rata ini kalau sekali frekuensi
lelang nggak ada 1 milyar Pak, mungkin ratusan juta Cuma. Lalu 2017 sampai
september itu 42 kali nilainya lumayan siih 68 milyar, tapi kira-kira ya 1,5 m sekali
lelang dan sebagainya. Ini menurut saya sih harus bisa diselesaikan dengan cepat.
Kami lanjut ke, mohon izin lanjut ke butir 4.
WAKIL KETUA RAPAT (Ir. H. SATYA WIDYA YUDHA, ME, M.Sc./F-PG):
Bisa interupsi sebentar saja, Pak Menteri.
Perlu dijelaskan mengenai yang lebih besar 100 milyar Pak karena sampai
saat ini paling tidak di periode sekarang kita tidak pernah memberikan persetujuan
dalam kesimpulan rapat kita dan sebagainya. Jadi aapakah itu kolektif maksudnya
semua dikumpulkan jadi satu sehingga 100 atau persatuan, kalau persatuan berarti
Arjuna itu harus persetujuan DPR RI, jadi Cuma info saja.
MENTERI ESDM RI:
Ini yang diajukan itu atas nilai perolehan Pak, bukan nilai residunya, bukan.
WAKIL KETUA RAPAT (Ir. H. SATYA WIDYA YUDHA, ME, M.Sc./F-PG):
Nilai perolehan.
MENTERI ESDM RI:
Nilai perolehan.
WAKIL KETUA RAPAT (Ir. H. SATYA WIDYA YUDHA, ME, M.Sc./F-PG):
Apalagi Pak, berarti kan ini.
MENTERI ESDM RI:
Kalau nilai perolehan Arjuna Sakti lebih dari 100 Pak.
WAKIL KETUA RAPAT (Ir. H. SATYA WIDYA YUDHA, ME, M.Sc./F-PG):
Lebih dari 100?.
MENTERI ESDM RI:
Iya Pak, ini mungkin 1 trilyun lebih dulunya, 491 tahun 1975.
WAKIL KETUA RAPAT (Ir. H. SATYA WIDYA YUDHA, ME, M.Sc./F-PG):
Oke, kalau begitu dihitungnya pada waktu awal ya.
MENTERI ESDM RI:
Pengajuannya pada nilai perolehannya, bukan nilai reisdunya, bukan. Jadi
kalau misalnya nilai residunya itu 100 ribu tapi kalau nilai perolehannya di atas, 100
milyar atau lebih harus dikirim ke DPR RI.
WAKIL KETUA RAPAT (Ir. H. SATYA WIDYA YUDHA, ME, M.Sc./F-PG):
Tapi selama ini belum ada kan ya, saya tidak, coba kalau mungkin ada yang
ingat pernah nggak meminta persetujuan kepada DPR RI Pak.
F-PDIP (Ir. NAZARUDIN KIEMAS):
Pak Ketua.
KETUA RAPAT:
Silakan Pak.
F-PDIP (Ir. NAZARUDIN KIEMAS):
Ini buka agenda lama ini Pak Ketua, masalah ini sudah 10 tahun yang lalu
Pak. Kita sudah pernah meninjau ke sana tapi kan masalahnya kan sederhana ya,
dilelang oleh siapa, apakah oleh SKK Migas. Ini Pak Menteri ya, ini barang ini
terkatung-katunng di pantai timur Kalimantan kurang lebih 10 tahun yang lalu. Ada
inisiatif seseorang menarik itu ke daerah pantai Cigading, setelah sampai di pantai
Ciggaading di klaim lah oleh pemerintah itu barang kami, barang pemerintah.
Padahal terkatung-katung di Kalimantan Timur itu sudah berapa tahun, jadi begitu
barang itu sampai semuanya mengklaim, SKK waktu itu SKK Migas, Pertamina atau
siapa itu mengklaim itu barang dia, akhirnya barang itu ditinggalkan, terkatung-
katung lagi siapa pemiliknya. Waktu 10 tahun yang lalu nggak tahu Pak siapa
pemiliknya Pak.
KETUA RAPAT:
Pak Nazar ini Arjuna Sakti Pak.....
F-PDIP (Ir. NAZARUDIN KIEMAS):
Arjuna Sakti, tempo hari sudah ada ingin di bawa itu oleh mau dipakai PGN,
daripada PGN beli RRSO di Lampung tapi terkatung-katung lagi tapi sapa yang
menjual, apakah Kementerian Keuangan, apakah Pertamina, apakah SKK Migas.
Jadi kepemilikan barang ini Pak Menteri, semua barang di tengah laut itu nggak jelas
contohnya Rigg, Rigg itu siapa yang megang sekarang, atanya sudah dilelang, siapa
yang lelang Rigg-rigg itu dan supaya Pak Menteri tahu Rigg itu kita harus bayar
hukum Internasional laut. Setiap Rigg itu bayar pak pajaknya setiap tahun, ini yang
tidak pernah diketahui oleh SKK Migas, oleh siapa-siapa bahwa kita itu bayar pajak
dan yang bayar pajaknya itu Kementerian Kelautan dan Perikanan lewat
Kementerian Perhubungan........barang kapal masuk ke Indonesia ini, itu
asuransinya besar karena lautan Indonesia itu lautan ...... sebab banyak rig-rig yang
tidak terpetakan di dalam peta laut Internasional.
Jadi Pak Menteri, mneurut saya itu barang-baarang tengah laut ini tolong lah
diinventarisasi yang baik ya dan ke siapa harus barang ini, pemilik siapa dan
harusnya dilelang, dilelang sama siapa sebab baru sekarang ini saya dengar bahwa
lelang itu di atas 100 milyar disetujui oleh DPR RI, dulu itu nggak ada Pak, baru saya
dengar ini. Periode yang lalu tidak ada, saya sudah 4 periode di sini sebab waktu itu
kalau mau dilelang kenapa tidak dilelang dari dulu, baru sekarang Dirjen Kekayaan
Negara mengatakan bahwa di atas angka 100 milyar harus menteri. Jadi ini ada
kemajuan bagus lah Pak, jadi kalau kita DPR RI ini tidak tahu memang tidak tahu,
saya juga baru dengar ini Pak. Jadi periode yang lalu kita sudah tahu kita bahwa
biaya standar 7 milyar, sudah kita lihat ke sana. Kita juga tidak tahu bahwa
pemerintah sudah mengajukan untuk dilelang 2016, ini baru dengar ini Pak Menteri,
sebelumnya saya belum pernah dengar ini bahwa itu bisa, pengajuan lelang sudah
ke DPR RI dan DPR RI ini komisi berapa, kalau di Komisi VII tidak pernah kami
terima surat itu, apakah itu di Komisi VI atau XI, barang itu ke siapa, surat itu, yang
lelang itu nanti siapa, ini juga mesti jelas Pak Ketua. Apakah ..... Komisi VII, apakah
komisi berapa, BUMN ya, ini juga harus jelas gitu Pak.
Terima kasih Pak.
KETUA RAPAT:
Baik, saya kira nanti tolong diklarifikasi Pak ya apakah itu yang dulu
terkatung-katung di mana itu Pak Nazar di Kalimantan, tapi yang pasti hari ini, ini
adalah BMN barang milik negara yang dicatat di Kementerian ESDM mitra Komisi
VII. Saya juga perlu ingatkan kepada kita Pak, sebetulnya memang kalau untuk
pelelangan barang milik negara yang di atas 100 milyar itu, itu perintah Undang-
undang Pak, Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara di Pasal 58 gitu ya, ini perintah Undang-undang. Dan juga sebetulnya di
tahun lalu 2016 sudah ada pengajuan untuk pelelangan dan Komisi VII pun sudah
juga kita tinjau ini barang, sudah kita tinjau ini barang di tahun 2016, tapi memang di
surat dari Pimpinan Dewan ini ditugaskan Pak Nazar 3 komisi Pak, Komisi VI, Komisi
VII, Komisi XI gitu loh. Saya kira nanti harus kita luruskan tapi concern kita saya kira
adalah bahwa ini barang milik negara yang hari ini masih ada nilainya dipastikan
tahun depan, 2 tahun lagi dan nilai itu akan susut terus sesuai dengan berlalunya
waktu, apalagi ada biaya-biaya yang dikeluarkan untuk sandar, untuk pemeliharaan
dan seterusnya, untuk Arjuna Sakti 7 milyar Pak per tahun. Kalau kita masih tunda
ini yang 23 milyar itu Pak, jangan-jangan nanti tahun depan sudah minus Pak 2015
ya 3 tahun kali 7 21 ya remis lah Pak, tapi kan daripada minus gitu Pak saya kira.
Nanti gini kita ambil kesepakatan saja tolong di kementerian juga inventisasi
statusnya tentu yang di atur oleh Undang-undang ini adalah yang sudah jelas
menjadi BMN barang milik negara, mekanismenya nanti ngomong ke Pimpinan,
saya nggak tahu ini urusan Komisi VI apa misalnya gitu Pak. Kalau Komisi XI kita
fahami bermitra dengan Menteri Keuangan, dengan seluruh jajaran di Kementerian
Keuangan, siapa yang melelang barang milik negara karena ada badan lelang
negara Pak itu sudha jelas juga gitu loh.
Yang penting saya kira maksud Pak Nazar status barang ini jelas dulu, kalau
sudah jelas dicatat sebagai barang milik negara prosesnya juga sudah jelas oleh
Undang-undang. Cuma memang ya ini kadang-kadang karena terlalu ribett
urusannya, birokrasinya terlalu panjang saya mohon maaf Pak, memang banyak
sekali barang negara ini menjadi tidak diurusi karena ya nggak tahu karena males
barangkali urusannya terlalu ribet tapi kan sayaang Pak, nilainya akan terus susut
bahkan kemudian kita mengeluarkan cost tahunan untuk sesuatu barang yang tidak
dimanfaatkan sementara masih ada nilai ekonomis atas barang itu. Saya kira nanti di
kesimpulan kita sepakati itu Pak, jadi masalahnya nanti kemudian kita urus sama-
sama. Saya minta komitmen kita di Komisi VII kita proses, iya kan, saya kira
dukunglah kita barang yang kemudian makan cost kita bikin jadi bernilai cost-nya
jadi hilang gitu Pak.
Silakan Pak Kurtubi, ini tentang barang ya Pak, jangan barang yang lain, nanti
nuklir nanti duulu Pak.
F-NASDEM (Dr. KURTUBI, SE., M.Sp., M.Si):
Nuklir belakangan Pak, barang milik negara kontraktor produk.......awalnya itu
diserahkan ke nasional company namanya Pertamina ngurus secara bisnis oleh
Pertamina, apakah barang ini bisa manfaatkan untuk kegiatan operasi Pertamina
sendiri atau kontraktor yang lain, dengan gampang itu bisa dilakukan. Tetapi ini
dampak dari perubahan sistem tidak lagi di tangan Pertamina di oper ke SKK Migas.
Otomatis semua barang-barang benda modal yang dibeli oleh kontraktor asing yang
dibiayai oleh produk, yang dibiayai oleh cost recovery itu automaticly milik negara.
Sekarang menjadi ribet karena yang nangani SKK Migas, SKK Migas oper ke
ESDM. Jadi ini jelas milik negara harus ada penyelesaian, tapi kalau bicara mana
yang terbaik mestinya diserahkan ke Pertamina. Kalau Pertamina punya tugas
mendistribusikan LPG inikan kapal LPG, mestinya tadinya bisa dimainkan Pertamina
kalau sistem lama, tetapi sekarang sistem sudah berubah jadi walaupun bagaimana
siapa yang melelang ya pemerintah, yang melelang apakah ESDM atau SKK Migas,
pokoknya pemerintah lah, harus ada solusi nggak bisa dibiarkan terus-menerus, rugi
terus-menerus tidak bisa dibiarkan, bila perlu besok lelang aja besok kalau bisa. Itu
pendapat saya.
Terima kasih.
F-PDIP (Ir. NAZARUDIN KIEMAS):
Pak Ketua.
KETUA RAPAT:
Baik, sebentar Pak Nazar silakan nanti Pak ..... tambahin.
F-PDIP (Ir. NAZARUDIN KIEMAS):
Pak Menteri, barang Arjuna inikan statusnya kapal, kapal kan Pak ya.....tanpa
awak kapal. Apakah itu statusnya barang milik negara lagi......kelautan,
apabila.......atau kapla laut tidak bertuan. Ini harus hati-hati loh SKK Migas, ini
barang sudah berapa tahun tidak ada awak kapal dan tidak terdaftar, apakah masih
pemerintah mengakui itu barang ....... saya ada buktinya loh barang itu terluntang-
lantung berapa tahun. Ini supaya Pak Menteri supaya tahu ada hukum laut di
Indonesia ya, nggak maksud saya buat di kemudian hari ini hati-hati, apabila ada
kapal di tengah laut tidak dilaporkan, tidak ada awak kapal yang menunggu sekian
lama itu barang tidak bertuan, siapapun yang mengakui boleh menariknya ke
pinggir. Saya rasa itu Pak supaya Pak Menteri dan jajarannya mengerti.
F-NASDEM (AHMAD HI M. ALI, SE):
Pimpinan, interupsi.
Saya pikir begini supaya jalannya sidang kita hari ini lebih terarah, Pimpinan
Sidang harus lebih tegas mengatur mekanisme diskusi kita. Kalau seperti inikan
interupsi jawab, interupsi pada akhitrnya tidak selesai. Menurut saya, saya sarankan
untuk kita kembalikan kepada pemerintah dlu menjelaskan selesai penjelasannya,
baru kemudian sahut-menyahut tentang persoalan-persoalan yang dipaparkan
kementerian tadi.
Terima kasih Pimpinan.
F-PDIP (ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU):
Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Baik, Pak Adian nanti Pak.
F-PDIP (ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU):
Saya mau tanya saja tentang harga yang ditanyakan oleh Pak Satya tadi
tentang harga 100 milyar, sekian milyar, siapa itu dasar hukumnya bahwa itu
berdasarkan harga perolehan di mana ya.
KETUA RAPAT:
Undang-undang.
F-PDIP (ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU):
Yang nomor berapa.
KETUA RAPAT:
Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
F-PDIP (ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU):
Pasal.
KETUA RAPAT:
Pasal 58 ayat (1) huruf b, saya bacakan saja lengkap.
B peraturan pemerintah nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang
Milik Negara/Daerah di atur bahwa “pemindahtanganan BMN barang milik negara
selain tanah dan atau bangunan dilaksanakan dengan ketentuan untuk barang milik
negara yang berada pada pengguna barang dengan nilai lebih dari Rp. 100 milyar
dilakukan oleh pengguna barang setelah mendapat persetujuan DPR RI”.
F-PDIP (ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU):
Iya Pimpinan, itu nilai lebih dari, dalam penjelasan di sini nilai perolehan itu
yang diperdebatkan awal. Kalau nilai sekarang dia Cuma 35 milyar, kalau 35 milyar
tidak perlu persetujuan DPR RI, tapi kalau kemudian dikatakan kalkulasinya
berdasarkan nilai perolehan 400 sekian milyar dia butuh persetujuan DPR RI. Nah
nilai mana yang kita pakai, kalau di sinikan penjelasannya di sini ada kata nilai
perolehan Pimpinan, sementara dalam pasal yang Pimpinan bacakan tadi tidak
disebutkan nilai itu nilai apa, Cuma nilai saja, apakah nilai perolehan ataukah nilai
terkini. Kalau menurut saya logikanya bukan nilai kemarin, tapi nilai per hari ini,
apakah semua barang menjadi berharga atau tidak berharga bukan dinilai awalnya
dong, tapi dinilai terkini dia. Kalau memang .....itu yang kita sepakati, ini tidak perlu
kita bahas karena di bawah 100 milyar. Kalau kita baca dari Pasal 46 Undang-
undang Nomor 1 Tahun 2004 juga tidak ada penjelasan apapun tentang nilai mana
yang dipakai.
Terima kasih Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Baik, Pak Khaeron sebentar nanti tolong di anu Pak, ini dari Dirjen Kekayaan
Negara ini yang paling harus hafal.
WAKIL KETUA RAPAT (DR. Ir. H.E. HERMAN KHAERON, M.SI/F-PD):
Terima kasih Pak Ketua.
Pertama Pak Menteri, kalau tadi Pak Nazar sudah memberi informasi bahwa
ini adalah sudah 10 tahun yang lalu ditarik dari Kalimantan. Kami ingin ada kepastian
apakah benar storage LPG ini yang akan disampaikan oleh Pak Nazar, kalau
memang itu berarti proses itu terlalu lama...... tanggal 16 2016 baru sampai ke meja
pimpinan dan pada hari ini kita rapatkan. Untuk ini sangat panjang sekali waktunya,
biasanya barang milik negara itukan juga bukan karena perolehan dari hasil
konstruksi negara tetapi kami di pengalaman di Komisi IV juga barang hasil sitaan
ketika ditetapkan pengadilan menjadi barang milik negara, itu juga merupakan
barang milik negara yang harus memenuhi ketentuan pada waktu lelangnya.
Kami ingin menyampaikan bahwa yang ribet itu sebetulnya di pemerintah,
banyak aturan-aturan yang berbelit-belit dan tentu kalau kami melihat hari ini Pak
Menteri ESDM menyampaikan persetujuan ya prosedurnya sangat panjang sekali
berarti di pemerintah. Bagi saya pribadi kalau melihat seperti ini sebetulnya tidak ada
masalah ya, kalau hanya persetujuan Komisi VII, tetapi inikan ada Komisi VI dan
Komisi XI yang dinyatakan itu. Ini juga butuh penjelasan sisi mana yang tentu ini
akan menjadi keputusan di komisi-komisi lainnya supaya juga pengambilan
keputusan terhadap permohonan yang disampaikan oleh menteri supaya ini tepat
mengambil keputusannya tidak bertumpang tindih dan bertabrakan dengan
keputusan dari komisi-komisi lain.
Nah ini yang perlu diperjelas dulu supaya barangnya benar nggak yang ini,
kalau barangnya jelas yang ini ya kalau berbeda lagi berarti ada barang yang lain
Pak Nazar gitu ya, berarti proses ini sangat panjang. Dan yang terakhir saya tertarik
Pak Nazarudi tadi menyampaikan bahwa rig abondon ini memang juga menjadi
persoalan sampai saat ini, banyak rig-rig yang sudah tidak terpakai dan itu berada di
alur kepulauan kita, yang ini juga menjadi beban negara. Kalau rig abondin
sesungguhnya ....strateginya berada di.......mengoperasionalkan, kapan hal-hal
seperti ini akan diselesaikan. Jadi kalau melihat momentum hari ini berbicara
persoalan storage LPG yang terkait dengan Arjuna Sakti tentu ini masih banyak
barang milik negara lainnya di laut yang perlu diselesaikan. Ini yang mungkin juga
jangan terlalu parsial, Pak Menteri bisa menyampaikan case-case lainnya yang
barangkali ini juga adalah PR kita yang harus diselesaikan di masa pemerintahan ini.
Terima kasih.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Interupsi Pak Ketua, melalui Pak Menteri ke Pak Dirjen Kekayaan Negara
saya lihat ada di sini. Saya mau tanya apa Arjuna Sakti ini sudah dimasukkan nggak
sebagai kekayaan negara. Memang secara nilai buku kan ...... ini sudah dimasukkan
nggak, kalau sudah dimasukkan seharusnya kalau ada agenda rapat seperti ini
harus ada koordinasi Dirjen Kekayaan Negara dengan SKK Migas. Jadi konsepnya
sudah di bawa ke DPR RI, Pak Dirjen kan tahu ini sama dengan divestasi
sebenarnya, jadi privatisasi maksud saya. Jadi misalnya ini saham yang mau dijual
ke swasta harus izin Komisi XI, saya kan dulu lama di Komisi XI Pak, dulu Bapak
mungkin masih Kasub. Jadi harusnya sudah ada konsep diajukan di sini, jadi bahwa
ini sama dengan privatisasi, dijual kekayaan negara ini, ada bentuk saham, ada
bentuk aset. Jadi ini kita ribut-ribut ini didengar publik kan nggak, makanya saya
diem saja Pak Ketua.
Jadi itu aja antara Dirjen Kekayaan Negara dengan SKK Migas harus
koordinasi karena memang seperti tadi kata Pak Kurtubi bukan SKK Migas lagi,
sejak Undang-undang Migas Tahun 2001 itu udah urusannya SKK Migas bukan
Pertamina lagi gitu. Jadi itu nggak perlu dibicarakan lagi terkecuali kita rombak nanti
Undang-undang itu. Jadi itu aja Pak Ketua, serahkan saja melalui Pak Menteri
segera Dirjen Kekayaan Negara dan SKK Migas rapat koordinasi antar institusi
dilaporkan Komisi VII apapun hasilnya. Apakah itu nanti persetujuan DPR RI terus
masuk Komisi XI, tetapi kita sebagia sektoralnya sektornya harus tahu juga gitu,
harus mengetahui karena inikan menjadi masalah juga di Komisi VII yang
disampaikan oleh mitra kita yaitu Kementerian ESDM dan SKK Migas gitu aja Pak
Ketua, supaya kita bisa lanjut ke case-case yang lain yang sangat strategis.
Terima kasih Pak Ketua.
KETUA RAPAT:
Baik, saya kira itu ya memang surat dari Menteri Keuangan itu Pak, itu ke
Pimpinan Dewan, Pimpinan Dewan menugaskan Komisi VI, VII dan XI, nanti kita
komunikasikan juga di sini. Api ada beberapa Pak untuk sekaligus dilanjut Pak
Menteri, ada beberapa soal kejelasan apakah barangnya memang ini yang
dimaksudkan Pak Nazar dan soal yang 100 milyar itu harga perolehan atau nilai
sekarang gitu, nanti dan sekaligus dilanjut saja Pak. Tolong kita sepakat dulu ya biar
kita tuntaskan.
F-PPP (Dr. ANDI JAMARO DULUNG, M.Si.):
Izin Ketua, jadi saya berfikir jangan sampai kita menghabiskan waktu
membahas yang sebetulnya bukan kewenangan kita. Ketika 2 Undang-undang baik
yang disebut oleh Ketua tadi maupun oleh Pak Adian itu tidak menjelaskan secara
tegas nilai yang dimaksud, apakah itu nilai perolehan atau nilai barang hari ini. Kalau
itu tidak lalu kemudian kita sepakat bba yang dimaksud itu adalah nilai barang hari
ini dengan nilai di bawah 100 milyar untuk apa kita persoalkan, itu bukan
kewenangan kita karena kewenangan kita harganya harus di atas 100 milyar. Jadi
jangan kita mengurusi yang sebetulnya nggak ada kewenangan kita di situ, apalagi
dibuat berbelit-belit. Pimpinan DPR RI menugaskan 3 komisi kepada, menugaskan
sesuatu yang tidak semestinya di, mestinya Pimpinan DPR RI tolak saja karna
nilainnya kurang dari 100 milyar maka ini tidak membutuhkan persetujuan dari DPR
RI, silakan pemerintah mengatur sendiri lelangnya, nggak usah menugas-nugaskan
itu, janna urusan yang ecek-ecek begini melibatkan DPR RI, 3 komisi lagi kaya hebat
amat ini urusan.
Saya kira itu Ketua, mohon ini diklarifikasi agar segera kita mengatakan ini
bukan urusan saya atau ini urusan kita.
Terima kasih.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
......point of clarivication ini, berarti seperti tadi saya sampaikan DPR RI oke
Pak, tapi Komisi XI karena mereka juga takut melakukan, takut ditangkap KPK,
sekarang semua takut. Jadi kalau nanti di Undang-undang itu nilai perolehan,
mereka juga ditangkap juga nanti.......semua kan sekarang pada ini juga, artinya
mungkin Pak Ketua atau siapapun ngopi di sebelah sana udah ada juga yang
dengar-dengarkan gitu, mereka takut-takut juga. Jadi harus kita maklumi. Tetapi itu
cukup Komisi XI tetapi diberitahukan perkembangan di Komisi VII melalui mitra kita
itu wajar. Jadi itu aja, koordinasi saja antara Dirjen Kekayaan Negara dengan SKK
Migas.
Terima kasih Pak Ketua.
KETUA RAPAT:
Baik.
WAKIL KETUA RAPAT (Ir. H. SATYA WIDYA YUDHA, ME, M.Sc./F-PG):
Saya sedikit, nambah sedikit. Ini soalnya menjadi hal yang agak sedikit serius
Pak karena di dalam kontrak KKKS itu .....paska tahun ’93 itu ada namanya abondon
site restoration. Itu mesti di-clear-kan jadi mungkin nanti SKK Migas menjelaskan
mana-mana yanng memang bebannya itu masih dibebankan pada kontraktor, mana
yang tidak karena di bawah tahun ’93 itu tidak ditanggung dalam KKKS. Nah ini yang
mungkin negara di daalam mengurusnya perlu di sini memasukkan, makanya perlu
ketentuan-ketentuan baru. Pertanyaan saya awal tadi kan sebetulnya sampai
sejauhmana sekarang ini yang masuk dikategorikan ASR, mana yang tidak gitu
karena ini asal-muasalnya dari PFC arco Pak........atau untuk Arjuna ini. Jadi saya
juga bingung gitu, apakah itu kalau dilihat dari tahun pembuatannya dia itu pasti
tidak masuk di dalam ASR. Sementara tadi disampaikan oleh Pak Herman yang
namanya rig atau flatform abondon itu banyak sekali di laut Jawa dan lebih dari 200
lebih gitu apa platform yang sudah umurnya mungkin expired sudah di atas 30
tahun. Itu mungkin perlu ada satu Rapat Dengar Pendapat lah nanti mungkin kita
dengan SKK Migas untuk menjelaskan secara lengkap Pak, jadi tidak hanya yang ini
saja walaupun ini sudah menarik perhatian gitu karena ini tadi disampaikan bahwa
menurut kalkulasi kan di atas 100 milyar untuk menangani di DPR RI. Tapi maksud
saya dalam kesempatan ini masalah ASR kalau bisa dibahas Pak, nanti secara
terpisah karena itu menyangkut mengenai aset kita yang cukup banyak.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Baik, saya kira di Dewan urusan kita, yang penting klarifikasi soal 100 milyar
ini Pak dan itu tolong diklarifikasi dan tolong dilanjut dan kita nggak ada lagi interupsi
untuk kita selesaikan nanti pendalaman,
Silakan Pak Menteri.
MENTERI ESDM RI:
Terima kasih Pak.
Sebelum saya ke agenda terakhir mengenai permasalahan nilai perolehan air
tanah Pak....... saya minta Pak Isa Dirjen Kekayaan Negara untuk klarifikasi
mengenai nilai 100 milyar itu nilai apa Pak, setelah itu Pak Amin tolong dijelaskan ini
apakah ini FS Arjuna Sakti ini yang dimaksud oleh Pak Nazarudin Kiemas atau tidak
gitu Pak. Kebetulan karena saya rutin saya pernah bertugas di Kementerian
Perhubungan Pak, jadi saya tahu tentang Undang-undang Hukum Laut Pak.
DIRJEN KEKAYAAN NEGARA KEMENTERIAN ESDM:
Mohon izin Pak Menteri.
Baik, jadi untuk ketentuan penghapusan barang milik negara ini patokannya
pada saat menentukan izin dari siapa itu dasarnya dari nilai perolehan Pak karena
pada saat itu memang belum ada nilai-nilai yang lain, yang ada saat itu adalah nilai
perolehan. Dan sesuai dengan PP yang tadi Bapak Pimpinan juga sudah sebutkan
Pasal 58 ayat (1) PP 27 Tahun 2014 itu kalau di bawah sampai dengan 10 milyar itu
cukup dilakukan oleh Menteri Keuangan Pak. Kemudian 10-100 itu oleh presiden
persetujuannya dan di atas 100 milyar itu persetujuannya oleh DPR RI.
Untuk kasus Arjuna Sakti ini yang menulis surat ini Bapak Presiden Pak
kepada Pimpinan DPR RI pada tanggal 9 Mei 2016. Jadi ini surat Bapak Presiden
disampaikan kepada Pimpinan DPR RI yang kemudian bahwa di DPR RI
didisposisikan kepada Komisi VI, VII atau XI tentunya di luar sepengetahuan dan
kewenangan kami untuk mengetahui hal tersebut. Mungkin sampai di situ Pak
Menteri.
Terima kasih.
F-PDIP (ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU):
Pimpinan, maaf Pimpinan.
Satu sedikit saja, tafsir perolehan dan nilai terkini itu dijelaskan dasar
hukumnya yang mana ya Pak. Nggak Bapak inikan menurut Undang-undang yyang
saya baca kan tidak dijelaskan itu nilainya nilai apa, perolehan atau nilai terkini, nilai
beli atau nilai akhir. Nah Bapak mentafsirkan itu perolehan, kata perolehan ini
adanya di dasar hukum yang aman.
DIRJEN KEKAYAAN NEGARA KEMENTERIAN ESDM:
Sebetulnya teman-teman bisa ada support-nya, tapi Pak memang selama ini
kami menggunakannya nilai perolehan karena saat itu, pada saat itu diusulkan untuk
dihapus tidak ada nilai lain Pak, belum ada nilai lain. Nanti setelah diberikan izin
setelah dilakukan persetujuan baru dilakukan penilaian, nah itulah yang kemudian
digunakan nilai kini untuk keperluan pelelangannya dan sebagainya. Pada saat
meminta izin prinsip, belum ada nilai lain Pak hanya ada nilai perolehan yang kita
miliki pada saat itu karena itu adalah sesuatu yang logis untuk kita menggunakan
nilai perolehan.
F-PDIP (ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU):
Nggak dasar hukumnya apa ya Pak, maaf Pak, dasar hukum bahwa itu
memang didasarkan pada kalkulasi nilai perolehan itu di pasal berapa karena agak
nggak masuk nalar saya. Mungkin tidak semua barang di waktu tertentu nilainya jadi
nol, habis, jadi Rp. 5 , jadi Rp. 10.000 misalnya mungkin tidak. Walaupun mungkin
awalnya tinggi harganya, ada depresiasi dan sebagainya. Nah apakah kemudian
yang kita pakai nilai awal apa nilai akhir.
KETUA RAPAT:
Baik Pak, saya kira sambil dicari lah, ada nggak di penjelasan misalnya, tapi
memang secara umum bahwa ini nilai agak akunting, akuntansi ini. Ada nilai
perolehan, ada nilai buku, ini saya pastikan nilai bukunya udah nol kan.
DIRJEN KEKAYAAN NEGARA KEMENTERIAN ESDM:
Iya.
KETUA RAPAT:
Nilai buku udah nol, tapi masih ada nilai ekonomisnya dinilai oleh apprisal
kemudian ketemulah nilai pasar 32 milyar dan nilai likuidasi 23 milyar sesungguhnya
semua kalau bicara disebutkan dalam ketentuan memang nilai itu adalah historical
cost-nya gitu, tapi nanti kita lihat di penjelasan. Ini lazimnya itu kalau bicara
.........historical cost karena itu kan penetapan sesuatu yang memang hanya ada
catatan terkait dengan barang itu baru historical cost-nya sama nilai buku yang ada
tentu di balance sheet-nya pemerintah di ESDM gitu. Coba Pak, ada di penjelasan
nggak secara tegas.
DIRJEN KEKAYAAN NEGARA KEMENTERIAN ESDM:
Terima kasih Bapak Pimpinan.
Jadi untuk kemudian petunjuk pelaksanaannya untuk proses perizinan ini jadi
tata caranya diatuur dalam peraturan Menteri Keuangan Nomor 111, tadinya Nomor
96 Tahun 2009 sekarang sudah diperbaiki dengan Nomor 111 Tahun 2016. Di situ di
salah satu butirnya disebutkan bahwa dalam hal nilai perolehan barrang milik negara
tersebut di atas 10 milyar pengelola barang dalam hal ini Menteri Keuangan terlebih
dahulu mengajukan permohonan persetujuan kepada presiden atau DPR RI sesuai
batas kewenangannya.
Jadi di atas 10 milyar ini ada terlebih dahulu mengajukan permohonan
persetujuan kepada presiden atau DPR RI sesuai batas kewenangannya. Jadi
artinya kalau presiden sampai 100 milyar dan kalau DPR RI di atas 100 milyar, jadi
ini di sini jelas Pak digunakan nilai perolehan Pak......bisa nanti kami berikan Pak.
KETUA RAPAT:
Dicatat Pak nomornya.
DIRJEN KEKAYAAN NEGARA KEMENTERIAN ESDM:
Dalam TMK 111 bisa di.
KETUA RAPAT:
TMK-nya berapa.
DIRJEN KEKAYAAN NEGARA KEMENTERIAN ESDM:
.... Menteri Keuangan Nomor 111 Tahun 2016 Pak.
KETUA RAPAT:
Oke, baik.
DIRJEN KEKAYAAN NEGARA KEMENTERIAN ESDM:
....... Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96 Tahun 2009.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Pak Ketua, memang di KPS inikan udah nol nilai bukunya tapi semua itu
dikembalikan ke negara. Logikanya kalau itu bukan nilai perolehan nggak mungkin di
Presiden Jokowi bikin surat ke DPR RI gitu aja. Ini biarpun saya dari Partai Gerindra
saya hargai juga gitu logika itu, jadi kita anggap aja itu nilai perolehan gitu, kalau
nggak salah dong presiden masa bikin surat ke DPR RI kalau itu pakai nilai buku
gitu. Jadi dilanjutkan saja di proses saja ke Komisi XI, kita pakai logika saja Pak
Menteri kan udah ada surat ke DPR RI berarti asumsinya di atas 100 milyar, berarti
itu nilai perolehan supaya kita bisa lanjut.
Terima kasih Pak Ketua.
KETUA RAPAT:
Saya kira sudah terjawab lah Pak, sudah tuntas gitu ya bahwa memang
adalah nilai perolehan, ya bukan apa, kalau kan gini tadi pernyataan Pak Ramson
juga ini ada yang takut-takut ditangkap KPK, segala macam, nggak bisa lah Pak, kita
harus menjalankan tugas sesuai dengan tugasNya nggak boleh karena takut tak
jalan kan begitu atau karena takut dibuang ke Dewan kan begitu tadi, tapi sudah
terjawab Pak Andi Jamaro Pak.
Saya kira ini menjadi jawaban atas klarifikasi, masih ada bahan Pak Menteri
saya kira satu lagi ya.
Silakan Pak.
MENTERI ESDM RI:
Pak Amin silakan.
KEPALA SKK MIGAS:
Terima kasih Pak Menteri.
Untuk FSO Arjuan Sakti ini sebenarnya sudah dihapuskan dari hulu migas,
jadi dialihakan ke pusat barang milik negara di kementerian Pak Menteri, tahun
2008.
KETUA RAPAT:
Baik Pak, saya kira ini bola dari di kita juga tapi nanti saya pikir bisa
diingatkan kembali Pak supaya kita punya komitmen mneurut saya ya, tapi tidak
hanya ini, banyak sekali masih yang lain mungkin jangna satu-satu kita urusin Pak
Menteri, mungkin lebih bagus ya mana daftarnya kita diskusikan seperti apa
solusinya gitu loh, setuju ya.
Baik Pak Menteri, silakan Pak masih ada apa yang terakhir yang mau
dituntaskan.
MENTERI ESDM RI:
Mohon izin Pak, mengenai nilai perolehan air tanah atai air ikutan untuk
kegiatan uasah hulu migas ini halaman 16, kok nggak kelihatan ya. Ini mungkin
lensanya mungkin diperbaiki atau mata saya yang kurang ya, ini dua-duanya ya. Ini
Pak, kami ingin menjelaskan nanti dibnatu Direktur Jenderal Migas bahwa
sebenarnya penganaan PNBP atua retribusi atau apapun juga dari pemerintah atau
kabupaten atau kota mengenai air ikutan di kegiatan hulu miga situkan begini,
secara filosofi bahwa apa yang diusahakan yang kegiatan ekstraktifnya adalah
kegiatan ekstraktif minyak dan atau gas. Jadi bukan untuk memperoleh air ya, air ini
merupakan bagian yang tidak terhindarkan Pak, apalagi kalau sumurnya sumur yang
sudah lama sekali atau yang eks dikerjakan sudah ada EOR-nya dan sebagainya.
Kalau ini misalnya dikenakan retribusi yang tinggi tentunya nantiu usaha hulu migas
itu tidak ada yang ekonomis lagi Pak.
Saya mohon Pak Egu silakan ditambahkan.
DIRJEN MIGAS KEMENTERIAN ESDM:
Baik, mohon Bapak Menteri.
Bapak Pimpinan dan Anggota.
Mungkin saya sedikit mulai dengan kronologis Pak ya, jadi sebelum
berlakunya Undang-undang 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah itu memang nilai
perolehan air kabupaten kota itu ditetapkan sebesar Rp. 125 per meter kubik untuk
air ikutan migas, yang walaupun sebenarnya filosofinya tadi seperti yang sudah Pak
Menteri sampaikan sebenarnya itu berlaku untuk jenis air akuiver, artinya air baku
yang bisa dimanfaatkan. Sedanngkan air migas itu adalah air ikutan itu sifatnya
beracun Pak, malahan kita di Industri migas itu mendorong agar air itu dikembalikan
lagi ke reservoir yang kita namakan sebagai zero discuss. Jadi itu tujuannya adalah
meningkatkan recovery dari pada minyak.
Untuk selanjutnya Pak, setelah Undang-undang 23/2014 mengenai
Pemerintahan Daerah itu memanng terjadi perubahan kewenangan penetapan nilai
perolehan air dari bupati, sehingga yang peraturan dari Kepmendagri Nomor
12/2002 dinyatakan tidak berlaku lagi. Untuk selanjutnya kita kembali kepada PP
55/2016 di mana penarikan pajak air tanah yang dibayarkan pemerintah untuk
kegiatna hulu migas menngacu kepada ketentuan dan pedoman dari kementerian
teknis yang membidangi geologi, dalam hal ini Kementerian ESDM.
Tadi seperti telah disampaikan oleh Pak Menteri, kami mnegusulkan Pak agar
nilai perolehan air untuk air ikutan migas itu di treat tidak seperti laiknya seperti air
ekuiver yang bisa menjadi air baku yang bisa dimanfaatkan karena secara fisik sifat
air ikutan migas inikan air yang sifatnya beracun, yang justru kita ingin agar air itu
tidak mengalir ke permukaan kembali. Kita mendorong kepada Industri migas
dikembalikan ke reservoir, jadi singkat kata kami mengusulkan agar ini tidak
diberikan nilai perolehan air. Itu usulan kami, mungkin sebagai ilustrasi begini Pak,
kami ingin mennyampaikan begini Pak. Rata-rata produksi minyak di Indonesia yang
sekarang yang 800 ribu barel ini berasal dari lapangan-lapangan minyak yang
memang water cut-nya sudah tinggi Pak. Jadi contohnya begini Pak, kalau kita
bicara lapangan Minas Pak yang produiksinya 100 ribu barel, artinya perusahaan
asing itu memproduksikan hampir 5 juta liquid. Jadi 100 barel artinya airnya itu ada
sekitar 4,900 juta itu kalau kita treat jumlah yang sedemikian besar. Justru kita
menyarankan agar itu dikembalikan Pak ke dalam reservoir.
Itu Pak, sebagai ilustrasi kami jelaskan kenapa kami mengusulkan agar nilai
perolehan air......
Demikian.
F-PD (SAYED ABUBAKAR A. ASSEGAF):
Interupsi Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Kita selesaikan dulu Pak Sayed saya kira nanti bisa ini.
Silakan Pak.
MENTERI ESDM RI:
Jadi mengenai air ikutan ini karena sifatnya tidak bisa dimanfaatkan secara
maksimalkan atau tidak bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan kegiatan lain karena
sifatnya beracun. Sebenarnya kita membuat aturan teknis yang mewajibakan bahwa
air ini dikembalikan lagi Pak, di dalam reservoir. Jadi ini bukan air yang dibuang atau
air yang diambil dimanfaatkan untuk hal lainnya karena ada, seperti tadi dijelaskan
menurut PP 55/2016 dan Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah, itu kami
sudah menyusun peraturan menteri yang bahwa air ikutan ini itu tidak ada nilainya.
Ini beda dengan pajak atau retribusi tentang pengguna air permukaan, kalau air
permukaan atau air sungai beda Pak, jadi ini karena air ikutan ini tidak bisa
dimanfaatkan untuk manusia sama sekali ini, ini harus dikembalikan ke dalam tanah.
Itu dari kami Pak penjelasannya, kalau boleh saya menambahkan tentang tadi
yang FSO Arjuna Sakti itu sebenarnya Kementerian ESDM sudah mengajukan
permohonan kepada Kementerian Keuangan itu 14 Maret 2012. Jadi Menteri
Keuangan mengajukan ke presiden itu 2 September 2015 dan presiden mengajukan
kepada DPR RI iytu 9 Mei 2016 Pak, jadi ini panjang sekali memang perjalannnya.
Terima kasih Bapak.
KETUA RAPAT:
Panjangnya di pemerintah Pak, makanya Pak Khaeron katakan tadi ribetnya
di pemerintah. Saya khawatir aja karena ribet Pak nggak diurusin karena takut tadi
yang dibilang Pak Ramson nggak mau ngurusin ambil resiko begitu, padahal ada
nilainya 7 milyar kita harus keluarin setiap tahun, nggak masuk ini Pak. Saya kira
nanti kita bisa tuntaskan.
Pak Sayed silakan.
F-PD (SAYED ABUBAKAR A. ASSEGAF):
Terima kasih Pimpinan.
Berkaitan dengan nilai perolehna air ini Pak, ini sebetulnya dulu kan punya
nilai Pak Rp. 125 per meter kubik kalau nnggak salah saya. Ini sebenarnya kan
pendapatan buat daerah apalagi dengan kondisi sekarang kan keuangan di daerah
terlalu kecil. Ini yang saya dapatkan informasi ini sudah pernah dilakukan kajian oleh
Kementerian ESDM melalui Badan Geologi sendiri. Itu sudah mendapatkan angka
yang harus dibayar Pak ke daerah sebesar 324 meter Pak, itu hasil kajian
Kementerian ESDM sendiri melalui Badan Geologi Pak, dilakukan oleh Bapa Maralis
Pasaribu penyidik bumi madya Badan Geologi. Itu sudah menetapkan angkanya 324
perak, tiba-tiba kok angkanya sekarang berubah menjadi nol lgai bagaimana Pak,
informasi Pak.
Terima kasih Pak.
KETUA RAPAT:
Ini perlu klarifikasi Pak Pasaribu pula tadi itu yang menetapkan itu ya, tolong
Pak ya.
F-PD (H. IHWAN DATU ADAM, SE.):
Soalnya Pak Gultom bicara kalau Pak Gultom bicara lain lagi itu.
KETUA RAPAT:
Baik Pak, mau cari data dulu atau nggak.
Silakan Pak.
MENTERI ESDM RI:
Dirjen Migasnya kebetulan sebelumnya juga 3 bulan lalu masih Kepala Badan
Geologi Pak.
DIRJEN MIGAS KEMENTERIAN ESDM:
Terima kasih Pak Sayed.
Memang dulu ada kesalahan persepsi Pak, bahwa pajak untuk air baku
adalah air yang bisa dimanfaatkan langsung ya. Jadi memang kalau kita bicara kaya
sekarang sumur pemboran, sumur-sumur yang kita Badan Geologi lakukan daerah
sulit, itu airnya langsung bisa dimanfaatkan. Tapi kalau kita bicara Industri migas
kan, airnya kan air ikutan Pak, air ikutan yang jumlahnya dengan volume yang
sangat sedemikian besar plus dia tidak bisa langsung dimanfaatkan Pak, harus
treatment dan sangat luar biasa. Mungkin lebih mahal ongkos treatment-nya Pak.
F-PD (SAYED ABUBAKAR A. ASSEGAF):
Interupsi Pak, ini yang jadi permasalahan dulu dia punya nilai Pak 125, nah
sekarang kok bisa Pak Menteri sudah melakukan kajian terus menemukan angka
324 meter per kubik, tiba-riba sekarang Bapak mengeluarkan lagi, artinnya Bapak
menyalahi kajian Bapak sendiri dong.
MENTERI ESDM RI:
Kajian itu tidak pernah saya baca yang tadi Bapak bilang itu.
F-PD (SAYED ABUBAKAR A. ASSEGAF):
Yang bawah tadi apa tadi Bapak sampaikan bahwa itu Bapak salah persepsi
kan gitu. Artinya kan Bapak melakukan kajian itu kan.
DIRJEN MIGAS KEMENTERIAN ESDM:
Mohon izin Pak, saya juga belum pada saat saya kemarin jadi Badan Geologi
itu memang saya belum mengetahui mengenai kajian itu Pak. Tapi sepengetahuan
kami dari sisi Industri migas tadi seperti Bapak Menteri sampaikan. Ini justru dengan
volume yang sedemikian besar di satu sisi kita secara keteknisan ingin
mengembalikan air itu ke dalam reservoir justru ini kami khawatirkan mendistorage
Pak, mengenai Industri hulu migas Pak, kalau kita air ikutan ini kita pajakin Pak.
Demikian Pak.
KETUA RAPAT:
Saya faham ini Pak, di Dapil saya juga ada persoalan ini dengan tambang
emas. Saya kira kita inikan di parlemen ini negarawan ya, inikan kepentingan besar
harus kita menjadi yang di atas segala-galanya. Saya pikir tadi Pak, mungkin
memang ada Perda di daerah yang merujuk ke Kepmendagri kalau tidak salah. Saya
pikir memang di sini tadi masih dalam kajian kalau nggak salah Pak ya, ESDM akan
melakukan ini juga sebetulnya. Ini mungkin perlu dipercepat Pak untuk menjawab
supaya tidak ada persepsi-persepsi yang berbeda di lapangan begitu.
Pak Khaeron.
WAKIL KETUA RAPAT (DR. Ir. H.E. HERMAN KHAERON, M.SI/F-PD):
Saya kira saya mungkin jadi kalau usulan untuk dinolkan mungkin ini adalah
usulan dari Kementerian ESDM, kita hargai itu ya. Kita hargai dan memang tidak
bisa diputuskan mungkin harus diadakan rapat-rapat selanjutnya. Tetapi dulu lahir
Undang-undang 37 Tahun 2014 tentang Konservasi Tanah dan Air, yang
memungkinkan setiap air yang dipergunakan atau air yang dikeluarkan dari sumber
air itu harus mendapatkan pengembalian dari setiap kawasan yang itu akan
dikonservasi. Mungkin boleh saja Pak Menteri, artinya bahwa ada usulan gitu untuk
dinolkan tetapi mungkin dengna catatan-catatan tadi bahwa untuk tidak melanggar
terhadap Undang-undang maka ada kewajiban untuk mengembalikan pada reservoir
atua barangkali juga akan ada memberikan konservasi terhadap kawasan-kawasan
yang terindikasi itu secara eksploitatif itu diambil sumber airnya. Mneurut saya itu
jadi tidak loose begitu saja artinya, kalaupun ada usulan tentu harus dengan ada
catatan-catatan lain. Mohon nanti dikaji Undang-undang 37 Tahun 2014.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Masukan lainnya Pak Menteri ya.
F-PD (SAYED ABUBAKAR A. ASSEGAF):
Sebenarnya begini Pak, berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintah Daerah menyatakan bahwa penetapan nilai perolehan air
daerah merupakan wewenang pemerintah provinsi Pak. Itu ada Undang-undangnya
Pak, Nomor 23 Tahun 2014 Pak. Nah berdasarkan itu pemerintah daerah melalui
Gubernur Riau itu mengeluarkan peraturan ini Pak, jadi maksud saya ini sebenarnya
wewenangnya ada di daerah dan daerah yang menentukan jumlah nilainya. Dan
jumlah nilai yang ditentukan daerah itu sepertinya sudah ada masuk Pak ke
Kementerian Keuangan. Makanya sekarang masyarakat di provinsi Riau khususnya
Umumeru ya mereka sudah mulai menagih karena dari tahun 2014 ini nggak pernah
dibayar, sementara dengan kondisi keuangan daerah sekarang kan mereka kan
sangat membutuhkan uang ini Pak.
Demikian Pak.
KETUA RAPAT:
Atau biar sekalian dengan Pak Nasir ya, silakan Pak Nasir.
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Terima kasih Pimpinan.
Mungkin begini Pak Menteri, karena aturan inikan ada 125 perak ini dihitung
per kubik. Nah tiba-tiba hilang daerah ini mempertanyakan, setiap Pimpinan yang
disampaikan tadi Pak Herman setiap satu perusahaan yang melakukan pengeboran
mungkin diwajibkan untuk menghitung air tersebut. Sekarang mulai tahun 2014 ini
tidak terhitung, terutama daerah penghasil inikan Riau. Ini tidak dibayar, mereka
sampaikan ke kita, kalau ada perubahan-perubahan ataupun hitungan-hitungan
yang bisa dihitung kepada pemerintah daerah itu provinsi Riau, ini segera
dibicarakan karena mereka mempertanyakan hal ini dan gubernur sudah juga
mengirimkan surat ke Pak Menteri, mereka minta pengajuannya kan per kubik itu 4
ribu tapi kan tidak disetujui oleh Kementerian ESDM pada waktu itu. Mungkin itu
pembicaraan itu kita minta ditindaklanjuti Pak Menteri, supaya ada titik temu dari
perhitungan air yang terpakai oleh perusahaan-perusahaan tersebut.
Mungkin itu, terima kasih Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Iya, saya kira banyak masukan Pak...... karean dalam proses pembahasan di
Kementerian ESDM Pak ya, beberapa tadi ini bagus juga saya kira Pak Khaeron tadi
bagaimana itu masuk lagi ke reservoir karena itu air ikutan bukan barang yang
diinginkan, beracun gitu, bagaimana bumi masih butuh itu dikembalikan lagi, begitu
kurang lebih Pak.
Saya kira beberapa masukan ini dicatat dengan baik, nanti mudah-mudahan
itu bisa menjawab beberapa pertanyaan-pertanyaan.
Silakan Pak Menteri.
MENTERI ESDM RI:
Terima kasih Bapak.
Memang yang membuat peraturan nanti Peraturan Gubernur Pak, jadi bukan
kami, peraturan menteri tidak ada. Menteri hanya memberikan pedoman Pak,
pedoman mengenai nilai perolehan air tanahnya Pak. Jadi ini nanti ada masukan
dari meja Pimpinan juga, ini yang kita sedang bahas. Kalau memang ini airnya ini air
ikutan ya, kalau seperti misalnya Minas itu kalau mau diambil minyaknya pasti airnya
ikut Pak, karena ini sudah tua sekali sumurnya dan ini ada EOR dan sebagainya,
pakai steam ..... atau pakai apapun, pakai sulfaktan dan sebagainya. Ini kita akan
kita kasih bikinkan pedoman, kalau airnya kembali ke reservoir lagi ya tentunya
nggak bisa dipungut, tapi kalau airnya digunakan dalam bentuk apapun misalnya ya
tidak bisa untuk manusia, mungkin untuk cuci mobil lah misalnya ya tentunya harus
bayar Pak. Jadi inikan lebih make sense, memang kalau iar beracun itu belum tentu
digunakan manusia, tapi mungkin untuk cuci mobil atau apa ya gitu.
Kalau sampai air ini tidak dikembalikan lagi ke reservoir ya tengtunya harus
bayar Pak, ya kita akan kasih guidence Pak. Tapi tetap peraturannya nanti peraturan
gubernur karena yang 125 pun itu kali 20% itu adalah peraturan Mendagri Pak, jaddi
bukan dari kami sebenarnnya karena ini di Perda.
Terima kasih.
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Baik, ini sedikit nanti kita minta gubernur juga menyoroti Pak Menteri kembali
dan kalau ini nggak ada hitungannya nggak usah diambil airnya, jadi impas ini. Jadi
Riau nggak kerugian Pak minyaknya diambil, airnya diambil nggak dibayar lagi.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Baik, terima kasih Pak Nasir.
Saya kira kita ke pendalaman di meja pimpinan, ada beberapa yang ingin
melakukan pendalaman. Pertama kesempatan kepada Pak Bara Hasibuan nanti
setelahnya Pak Kurtubi.
Silakan Pak Bara.
F-PAN (BARA K. HASIBUAN, MA):
Terima kasih Pak Ketua.
Pak Menteri dan jajaran ESDM.
Tadi mendengar penjelasan Pak Menteri mengenai proses negosiasi
Freeport, itu kelihatannya memang ada semacam titik terang dari permasalahan
yang timbul minggu lalu. Jadi ya tentu kami senang bahwa Freeport masih
mempunyai goodwill untuk bukan hanya meneruskan negosiasi, tapi mennghormati,
merespect framework yang sudah disepakati dengan pemerintah karena kalau kita
lihat surat yang bocor ke media. Itu kelihatan sekali memang pihak Freeport
semacam men-challenge setiap ....yang sudah disepakati dalam agreement yang
diumumkan oleh Menteri ESDM sendiri Menteri Keuangan dan CEO Freeport
Richard Ackerson. Jadi memang tentu saja kami di DPR RI di Komisi VII cukup
terkejut melihat bocoran surat tersebut, namun ketika minggu CEO Freeport datang
dengan menteri dan kelihatan hasil positif dan tadi menteri juga mengatakan bahwa
memang hasilnya positif, tentu kami menyambut baik, tapi tentu saja ke depannya ini
memang pada akhirnya kunci keberhasilan dari negosiasi ini itu di detil. Jadi
framework itukan belum menyentuh secara detil the devil.....detail kata banyak
orang, jadi di sini saya mengusulkan apakah kalau memang kalau lihat dari poin-poin
yang menjadi poin-poin yang krusial dari proses negosiasi itu dan menteri
mengatakan sudah .......berapa kali ini bukan urusan saya lagi, ini urusan Menteri
BUMN dan Menteri Keuangan.
Memang betul ini menyangkut .....mengenai divestasi soal pajak, itu soal-soal
keuangan tapi apakah mungkin perlu dipertimbangkan bahwa Menteri ESDM perlu
melakukan koordinasi dalam proses ini. Jadi kalau misalnya kita lihat dari yang
terjadi minggu lalu ada keresahan dan ada semacam kelihatan ada semacam
penolakan yang ditunjukan .....tersebut, tapi kemudian ketika bertemu dengan
Menteri ESDM kemudian kelihatannya itu selesai. Jadi apakah, saya pikir kami ingin
mengusulkan kepada presiden bahwa tetep perlu ada koordinator dalam proses
negosiasi ini dan saya pikir yang paling tepat adalah Menteri ESDM karena yang
mimpin proses sampai framework itu disepakati adalah Menteri ESDM dan ke
depannya saya pikir dan ketika terjadi kita mendengar laporan bahwa Freeport
menolak poin-poin yang disepakati dalam framework tersebut kemudian ternyata
Menteri ESDM lah yang kemudian yang ditemui oleh CEO Freeport dan kemudian
ternyata Freeport menyatakan komitmennya untuk tetap stick pada poin-poin di
dalam framework itu. Jadi ke depannya saya pikir tetap saja perlu ada keterlibatan
langsung dari Menteri ESDM sehingga proses ini tidak tentu saja bisa sesuai dengan
harapan dari rakyat Indonesia sesuai dengan kepentingan nasional karena memang
ini prosesnya sangat complicated sangat kompleks dari segala aspek, apakah aspek
geopolitik bukan saja komersil tapi juga ada aspek .... yang tentu perlu
diperhitungkan, sehingga memang kita tidak bisa meng-approach ini melakukan
pendekatan ini secara sektoral gitu, jadi perlu ada pendekatan yang holistik dan ini
memerlukan saya pikir kepemimpinan langsung dari Menteri ESDM.
Itu saja, terima kasih.
KETUA RAPAT:
Terima kasih Pka Bara.
Tapi lead-nya saya kira Pak Menteri kan memang Menteri ESDM Pak, Cuma
terkait divestasi karena ini menyangkut aksi korporasi ada BUMN, menyangkut aset
negara ya Menteri Keuangan. Saya kira gitu Pak ya, nanti saja Pak biar kita lanjut
dulu Pak, saya ingin anu saja tadi, Bapak sudah ngangguk berarti betul.
Pak Kurtubi Pak, setelah ini nanti Pak Ahmad Ali.
F-NASDEM (Dr. KURTUBI, SE., M.Sp., M.Si):
Terima kasih Pak Ketua.
Rekan sejawat Anggota Komisi VII, Bapak Menteri, Wakil Menteri dan jajaran.
Saya singkat saja, pertama kami mendukung solusi yang sudah disepakati
meskipun masih ada apa namanya detilnya mungkin nanti di perlu pembicaraan
dengan pihak Freeport. Pertama divestasi 51% kita dukukng, Cuma bisa dijelaskan
dengan harga berapa 51% ini dan mengacu kepada valuation yang seperti apa.
Saya khawatir penilaian nilai saham yang harus dibayar oleh pemerintah oleh BUMN
51% ini mengacu kepada acuan yang kurang tepat, sehingga nilainya amat sangat
mahal, seperti apa, kalau kita kembali pada Pasal 33 UUD ’45 kekayaan yang ada di
perut bumi, dalam konteks ini adalah cadangan tambang, bahan tambang yang ada
di peruut bumi itu dikuasai negara.
Di Undang-undang Migas secara jelas disebutkan cadangan migas yang ada
di perut bumi itu milik negara. Jadi kata dikuasai di sini adalah pengertiannya adalah
dimiliki negara, kalau dalam menilai saham Freeport yang mau dijual ini
memperhitungkan nilai proves result nilai cadangan bahkan mungkin masih berupa
resources yang ada di perut bumi jadi bahan tambang yang ada di Papua ini. Ini
saya khawatir ini akan menyimpang dari konstitusi kita atau bisa-bisa kita dianggap
membeli aset kita sendiri. Jadi harus hati-hati menelaah, mempelajari, melihat
bagaimana Freeport menghitung nilai saham yang mereka akan jual ke pihak kita.
Saya yang termasuk berpendapat harus hati-hati ya, jangan sampai nilai cadangan
yang ada di perut bumi itu ikut dinilai dalam nilai saham yang dijual sebab itu milik
negara, siapa pun yang menemukan apakah migas, tambang, siapapun yang
menemukan itu ada milik negara. Kalau di migas menyatakan baru milik kontraktor
setelah migas atau dalam konteks ini setelah bahan tambang itu naik ke permukaan
bumi, baru ada pembagian di situ, sepanjang masih di perut bumi itu masih milik
negara. Jadi jangan sampai cadangan yang ada di Freeport itu diperhitungkan
daalam menilai saham ini. Jadi yanng dinilai oke ya aset mereka, alat-alat,
infrastruktur dan seterusnya itu dapat difahami, tapi kalau cadangan saya merasa
berkeberatan, argumentasi saya tadi itu karena itu adalah milik negara. Itu supaya
hati-hati, itu satu.
Kedua, kami juga mendukung penuh Freeport ini berubah menjadi izin usaha
penambangan khusus di mana kewajiban membangun smelter harus dan wajib.
Untuk kepentingan efisiensi nasional baik dalam rangka apa namanya pembuatan
pabrik pemurnian smelternya dan ada tujuan-tujuan me gurangi kesenjangan antar
daerah saya termasuk yang berpendapat ya bahwa sebaiknya Freeport dalam hal
membangun smelter ini juga membangun smelternya di pulau Sumbawa, jadi satu
dengan Aman Mineral sehingga perencanaan kapasitas smelter yang akan dibangun
itu bisa lebih efisien. Di Aman Mineral tidak ada persoalan tanah tersedia berapapun
kebutuhan tanah untuk smelter ini, demikian kami cukup mendukung agar bisa
terimplementasi langsung mulai dibangun 5 tahun bisa selesai.
Demikian, terima kasih.
WAKIL KETUA RAPAT (Ir. H. SATYA WIDYA YUDHA, ME, M.Sc./F-PG):
Terima kasih Pak Kurtubi, selanjutnya Pak Ahmad Ali nggak ada ya.
Pak Ramson Siagian, nanti Bu Eni sama Pak ini.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Assalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Salam sejahtera untuk kita semuanya.
Tadi soal air sudah jelas, soal kapal sudah jelas Arjuna Sakti saya pikir sudah
bisa ditindaklanjuti oleh pemerintah lah dengan Komisi XI, tinggal dikirim tembusan
saja ke Komisi VII hasilnya, kalau masukan dari saya begitu.
Ini soal poin pertama mengenai divestasi 51%, ini yang tadinya kita sih udah
senang saya pikir masyarakat mayoritas senang karena Bapak Presiden Jokowi
mengatakan baru kali ini bisa divestasi Freeport 51% sudah 40 tahun. Jadi prestasi
luar biasa, kita senang juga mendengarkannya. Hanya sesudah hari demi hari
berlalu, minggu demi minggu berlalu isi divestasi 51% ini nggak jelas sampai keluar
surat dari bosnya Freeport dari head office dari Amerika sana ke Menteri Keuangan
dan bocor lagi. Jadi apanya yang sudah beres, ini yang terus terang aja kadang-
kadang dunia pencitraan ini terlalu apa namanya seharusnya apa adanya
dikemukakan sebenarnya ke publik, baru tahapan membicarakan divestasi 51%,
isinya belum jelas, harga sahamnya belum jelas, apakah mampu beli, kalau nanti
dinilai 51% itu misalnya 7 milyar US dolar apakah siap uang, terus nanti syarat-
syarat investasi berikutnya harus ditanggung 51% misalnya kalau investasi 20 tahun
butuh 100 trilyun harus di tanggung 51% apa siap, jadi ini belum detil, tahu-tahu ....
satu prestasi 40 tahun baru kali ini divestasi 51%. Ini saya heran juga kok bisa Pak
Presiden menyampaikan seperti itu, apa kurang masukan dari para stafnya, ini yang
saya heran Pak Ketua Rapat. Kalau kita rapat sekarang Pak Satya ya, itu yang saya
heran Pak Satya. Kita tentunya sebagai wakil rakyat menyampaikan apa juga
keluhan rakyat kok belum jelas kata rakyat ya, saya hanya menyampaikan saja di
sini Pak Ketua, namanya wakil, apa kata rakyat ya wakil juga dengar sampaikan juga
di rapat ini dengan mitra kerja.
Ini memang kadang-kadang kita perlu yang substansi saja dijelaskan ke
publik jadi supaya tahu karna nanti kalau misalnya yang diajukan oleh Freeport itu
harga sahamnya terlalu tinggi akhirnya kan nggak jadi di divestasi 51%, mau berani
paksa Amerika. Saya mau lihat deh, apalagi Donald Trump inikan mulai anggaran
persenjataannya makin besar nih, memang yang makin ditembak ...... main mata dia
ke Korea Utara. Jadi ini yang saya heran sesuadah munculnya surat dari Freeport
Mc Moran ......and gold corporation yang sekarang mereka punya saham 81,28%.
Jadi tolonng dibuka oleh pemerintah apakah itu Menteri ESDM, apakah itu Menteri
Keuangan, apakah itu Menteri BUMN, ini supaya rekan-tekan pers tahun juga minta
dibuka gitu ke publik, apa sih syarat-syarat yang 51% itu, kalau terlalu berat apa
yang mau dibuat oleh pemerintah, tegas nggak, terus kita kan harus logis juga
karena di sana kan berfikir bisnis, sekarang harga saham Freeport Mc Moran di
Amerika udah naik, dulu sekitar 2016 awal waktu lagi diangkat-angkat waktu itu juga
saya ikut dialog di TV One termasuk juga dengan wakilnya Menteri ESDM yang
lama, waktu itu masih rendah harganya ini saham, sekarang mungkin udah naik 10
kali lipat karena apa? Udah mau diberikan izin kan. Terus besok Pak Menteri 10
Oktober kalau nggak salah izinnya sementara temporary IUPK yang mau diberikan
itu udah .......di situ bagaimana nih, ini nanti tolong dijelaskan oleh Pak Menteri
ESDM. Jadi supaya apa yang ada aja yang disampaikan ke publik, jangan yang abu-
abu, kita ini udah terlalu banyak abu-abu. Memang berat kalau abu-abu ini, jadi itu
Pak Ketua Rapat, kita perlu penjelasan dari pemerintah baik dari Menteri ESDM,
Menteri Keuangan dan Menteri BUMN dan saya mengharapkan Menteri ESDM juga
minta informasi dari Menteri Keuangan jangan diem-diem aja mereka hanya
disimpan-simpan informasi tidak disampaikan kepada Menteri ESDM, tahu-tahu
kalau seperti ini yang dikejar pers Menteri ESDM lagi. Ini Menteri Keuangan jangan
informasinya disimpan-simpan harus disampaikan juga.
Itu Pak Ketua, saya sangat mengharapkan agar pemerintah menyampaikan
apa adanya saja gitu, apa sih yang dituntut oleh bosnya Freeport Mc Moran yang
dari Amerika sana, harus tegas, harus terperinci dan detil supaya publik supaya
rakyat tahu.
Demikian Pak Ketua, itu aja karena kita bagaimana sebenarnya iklim investasi
itu berjalan di Indonesia. Jadi jangan di satu sisi kita gertak, di satu sisi ini kurang
bagus lah. Artinya bagaimana win-wi solution, mutual benefit gitu Pak Ketua, saling
menguntungkan untuk kepentingan negara, kepentingan provinsi Papua,
kepentingan masyarakat dan juga tentunya investor.
Demikian, terima kasih.
Wassalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
WAKIL KETUA RAPAT (Ir. H. SATYA WIDYA YUDHA, ME, M.Sc./F-PG):
Terima kasih Pak Ramson.
Berikutnya Pak Tjatur nanti siap-siap Pak Sayed.
F-PAN (Ir. H. TJATUR SAPTO EDY, MT.):
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Terima kasih Ketua.
Saudara Menteri, Saudara Wakil Menteri dan jajarannya yang saya hormati.
Tadi sudah disampaikan oleh teman-teman saya memberi catatan dan saran
saja ini. Yang pertama itu Freeport itu sudah terlalu banyak mengambil keuntungan
di republik ini, dulu dari perusahaan kecil menjadi perusahaan raksasa dan kami
juga belum mendapat respon dari pemerintah terkait audit BPK tentang kerusakan
lingkungan yang di evaluasi oleh BPK Rp. 185 trilyun. Itu resmi supreme auditor
negara dan Rp. 166 trilyunnya itu di laut.
Saya mengingatkan kepada pemerintah bahwa kontrak karya itu berlaku
sampai tahun 2021 bukan tahun 2041 karena setiap kami dengar dari penjelasan
pemerintah seakan-akan pemerintah mengakui bahwa itu tahun 2041. Di gedung ini
ya di ruangan ini tahun 2009 lalu kita membuat Undang-undang Minerba, Undang-
undang 4 Tahun 2009 dengan berbagai macam aturan yang rigid, kemudian ada di
aturan peralihan bahwa Undang-undang itu menghormati KK sampai selesai,
selesainya itu 2021. Kalau tidak ada Undang-undang itu maka Freeport bisa
meminta perpanjangan 2x10 tanpa pemerintah bisa menolak kalau tidak ada
Undang-undang itu, tapi karena ada Undang-undang itu selesainya kontrak karya itu
2021, bukan 2041. Itu saya minta ini difahami terlebih dahulu.
Saudara-saudara semua, Saudara Menteri dan jajarannya.
Perundingan itu harus detil tadi benar teman-teman menyampaikan, dengan
surat itu Freeport menyampaikan dia evaluasinya mau tahun 2041. Kalau 2041
berarti ada cadangan di kita yang ikut devaluasi ke situ dan itu melanggar Undang-
undang Dasar 1945 ini yang saya meminta betul pemerintah strick jangan mau 2041
karena cadangan itu belum jadi miliknya, belum menjadi, cadangan itu sudah
menjadi kontraktor apabila sudah dibayar royaltinya. Royalti itu to royal, pengakuan
bahwa kita yang berdaulat. Kalau belum dibayar royaltinya itu mau menjadi milik dari
kekayaan alam Republik Indonesia.
Dan yang kedua apa maksud penerimaan yyang lebih baik, ini harus detil ini
penerimaan yang lebih baik. Wong ini ada rancangan PP Freeport mau diberikan
keringanan pajak turun ddari 35 ke 25%, PPH badannya itu. Itu bagaimana, itu kok
bisa begitu, apakah Kementerian ESDM tidak diajak turut serta, kan nggak mungkin
itu. Walaupun 25% terus kemudian ditambah 6% daerah, kemudian 4% pusat tapi itu
35% itu ebida, artinya sebelum pajak. Terus kemudian yang 10% itu dihitung dari
laba bersih, itu kita, kalau itu bener, rugi kita Pak.
Kemudian saya memberi saran ya kalau Freeport tetap ngotot evaluasi tahun
2041 termasuk cadangan ini melanggar Undang-undang Dasar Pasal 33 ayat (3).
Saya minta pemerintah tidak perlu melanjutkan negosiasi ini biar selesai tahun 2021
saja ya, di PBB itu jelas ada 2 saya pernah sampaikan juga ada 2, ada gium di situ,
yang pertama fakta surserfanda perjanjian itu menjadi Undang-undang bagi
keduanya selama yang keduanya itu memperoleh keuntungan masing-masing. Yang
kedua PBB juga mengakui azaz ....... dalam perjanjian itu bahwa salah satu pihak
berhak untuk menterminasi kalau merasa dirugikan, itu diakui oleh PBB.
Saya menyarankan kepada pemerintah kalau Freeport tetap memaksakan
nilai evaluasinya tahun 2041 lebih baik tidak usah, biar sampai tahun 2021 saja.
Saya yakin kita mampu walaupun itu kompleks, kalau tidak mampu tinggal mengajak
pihak yang lain. Saya minta agak lebih tegas lah, saya minta didampingi itu, kalau
Ibu-ibu itu mungkin kurang tegas Pak, jadi didampingi oleh yang lebih tegas itu.
Pesan saya ini Pak, kalau tahun 2041 saya hampir pastikan ini pemerintah
melanggar Undang-undang Dasar, ini secara konstitusi, secara tata negara
berbahaya buat pemerintah.
Terima kasih.
Wassalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
KETUA RAPAT:
Terima kasih Pak Tjatur.
F-PG (ENI MAULANI SARAGIH):
Interupsi Pak Tjatur jangan bicara gender dong, ibu-ibu saya tersinggung.
KETUA RAPAT:
Kalau gitu Bu Eni lanjut, gilirannya memang dia. Saya takut tersinggung pula
lagi kalau nanti terlompati kan gitu.
Iya Ibu Eni kami persilakan.
F-PG (ENI MAULANI SARAGIH):
Saya bicara Ibu-ibu rasanya padahal yang saya tahu sebutkan Pak Tjatur lagi
ibu-ibu yang luar biasa menurut saya gitu.
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Yang saya hormari Pak Menteri dan jajarannya, Pimpinan Komisi VII dan
Anggota Komisi VII yanng saya banggakan.
Sama saya ingin menyoroti soal Freeport, terus terang saya sempat bicara
waktu itu di ruang makan dengan Pak Menteri, Pak Menteri bilang kok nggak ada
yang kasih selamat saya gitu 51% dan saya oh iya ya kok saaya nggak ada respon
juga karena saya meyakini Pak Menteri, 51% saham yang akan diberikan ke kita itu
biasanya kayanya nggak mungkin karena begitu perolehan itu 51% ke kita kendali
itu ada di pemerintah Indonesia, nggak mungkin rasanya di Freeport lega begitu saja
melepaskan sahamnya kepada Indonesia, karena sebelum menjadi Anggota DPR RI
saya juga pernah dagang, saya tetap kalau mau dagang itu maunya ya 51% karena
saya ingin semua urusan berada di bawah kendali saya. Jadi kalaupun misalnya itu
langsung diberikan lega begitu, ada apa ya, malah saya jadi curiga. Dan tapi
ternyata memang ada apa-apa dan ini nggak beres juga 51% yang katanya sudah
beres yang dihitung 2041 ya nggak mungkin dong, evaluasinya 2041. Itu sama saja
membeli aset kita sendiri, kalau rank-rangk-an begitu selesai apa yang dia punya
apa yang kita punya kita hitung sama-sama. Itu mungkin lebih fair menurut saya.
Kalau dihitung langsung 2041 dihitung cadanan kita bagaimana menghitungnya.
Makanya saya meyakini maaf Pak Menteri, saya belum kasih selamat ke Pak
Menteri waktu itu karena dalam hati saya kayanya nggak mungkin deh, kayanya
nggak begitu saja Freeport mau lega melepaskan sahamnya dan ternyata benar.
Jadi dan hal-hal lain terkait dengan negosiasi ini pembangunan smelter pun
saya nggak yakin juga jadinya karena apa yang pernah disampaikan berkali-kali
bahwa Freeport sudah membangun sekian, pembangunannya berapa persen, sudah
MoU, nggak ada sama sekali nol. Saya pernah Kunspek Cuma berdua dengan Pak
Tony waktu itu. Begitu banyak alasan yang disampaikan Freeport, padahal
membangun smelter itu adalah kewajiban Undang-undang dan kewajiban Freeport
untuk melaksanakan Undang-undang. Apalagi melepaskan begitu saja 51%, oh
rasanya saya belum masih mimpi menurut saya.
Mungkin saja Pak Menteri, saya nggak tahu kelanjutan negosiasi ini seperti
apa, jangan juga kita diberikan mimpi lagi terus dialihkan isu-isu yang daerah mau
dikasih 10%, alhamdulillah kalau memang seperti itu, itu udah kewajiban. Kalau
Undang-undang Migas 10% itu dikasih daerah, iya harus, kalau perlu diberikan
golden share untuk daerah, tapi apakah iya. Saya nggak meyakini juga very-very
sorry ini. Jadi sedangkan seperti apa yang disampaikan Pak Ramson tadi ini akhir
Oktober untuk izin ekspor sementara sudah mulai habis, terus kalau ini juga kalau
belum selesai apa kita harus memperpanjang lagi izin ekspornya. Ini luar biasa
banyak, jadi sepertinya kita Cuma dibuat apa ya, iya ini buat catatan kita semua lah.
Maksud saya juga saya tidak faham apa yang disampaikan kadang-kadang Pak
Jokowi, mudah-mudahan Pak Jokowi langsung diberikan informasi yang sebenar-
benarnya, mudah-mudahan karena Beliau memang bukan tidak mengerti, tapi
memang tidak diberikan informasi yang sebenarnya, tapi begitu bangganya bahwa
ini pada waktu jamannya Pak Jokowi bahwa dapat itu saya merasa kayanya no.
Jadi itu saja agar menjadi perhatian kita semua, mudah-mudahan apa yang
saya sampaikan ini menjadi mudah-mudahan tidak terjadilah bahwa benar-benar
negosiasi antara pemerintah dengan Freeport itu berjalan seperti apa yang kita
harapkan bersama, itu saja.
Terima kasih.
Wassalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
KETUA RAPAT:
Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh.
Terima kasih Bu Eni.
Berikutnya Pak Ivan Doly dan setelahnya Pak Aryo ya, silakan Pak Ivan.
F-PG (IVAN DOLY GULTOM):
Saya duduk di sini Pak Ketua.
Terima kasih Pimpinan.
Saya ingin bicara dengan Pak Dirjen Kekayaan Negara Pimpinan, mohon izin,
terima kasih.
Assalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Pak Dirjen selamat siang, salam sejahtera.
Saya melihat membaca dari hand ...yang saya dapatkan bahan Kementerian
ESDM di halaman 10 Pak. Saya melihat kronologis penanganan kapal Arjuni Sakti
Pak Dirjen, di sini saya melihat prosesnya cukup panjang dari tahun 2008 sampai
Oktober 2016. Di mana proses penghapusan dan penetapan status aset negara
dengan kesimpulan memakan waktu lama dan complicated. Tetapi saya punya
pengalaman sendiri Pak Dirjen, sebelum saya menjadi Anggota DPR RI saya pernah
mau transaksi bidang tanah di Depok di kelurahan Sukmajaya, kelurahan Tirtajaya.
Anehnya bagia saya itu di dalam bidang tanah yang sekian puluh hektar waktu itu
ditengahnya ada RRI, tetapi kemudian saya cek di BPN tanah itu adalah barang
milik negara sekitar 2 hektar. Saya ingin tanya karena ini pembelajaran bagi yang
awam ya Pak, termasuk saya bagaimana tata cara pemerintah atau oknum dapat
membuat barang milik swasta menjadi barang milik negara Pak, bagaimana tata
caranya itu. Saya masih kurang faham dan yang kedua bagaimana mengecek
barang milik negara karena jangan sampai katanya-katanya ternyata itu tidak
terdaftar sebagai barang milik negara.
Barangkali kalau Pak Dirjen berkenan, saya bisa berkunjung ke kantor Bapak
untuk mendapatkan penjelasan atau barangkali Bapak bisa menjawabnya secara
tertulis, bagi kami saya sangat mengharapkan itu Pak Dirjen.
Terima kasih Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Baik, terima kasih Pak Ivan.
Nanti tertulis saja Pak, supaya itukan saya kira pasti historisnya panjang
supaya bisa kita dalami sekalian. Tapi ada aset manajemen BLU yang udah jadi itu
Pak ya, BBLU aset manajemen kalau nggak salah, sudah jadi Pak ya.
Terima kasih Pak Ivan.
Pak Aryo dan nanti baru Pak Harry, silakan Pak Aryo.
F-GERINDRA (ARYO P.S. DJOJOHADIKUSUMO):
Terima kasih Pimpinan.
Assalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Salam sejahtera untuk kita semua.
Shalom ohm suastiastu nama budhaya.
Yang saya hormati Pak Menteri, Pak Wakil Menteri, pada Dirjen, Pak Kepala
SKK Migas.
Saya ingin fokus saja karena kebetulan saya juga di Panja Freeport, saya
tidak mau mengomentari saya hanya mau mengklarifikasi, jadi Pimpinan munkin izin
interaktif aja karena klarifikasi aja.
Pertama-tama kami tepat 6 minggu plus 1 hari yang lalu tanggal 27 Agustus
kami semua senang dengan pengumuman Pak Menteri beserta Ibu Menteri
Keuangan bahwa sudah ada perjanjian tentang divestasi Freeport. Tadi sudah
disampaikan oleh Pak Ramson dan kami semua sangat apresiasi, tapi ya seperti
yang disampaikan Bro Bara Hasibuan the devil in DC and the details. Jadi saya ingin
klarifikasi beberapa hal saja, di halaman 4 dari pemaparan Kementerian ESDM
presentasi hari ini ada nomor dan tanggal IUPK, IUPK tanggal 31 Maret tahun 2017
untuk Freeport. Saya ingin klarifikasi saja jadi Freeport ini statusnya IUPK atau
inikan bentuk baru kontrak karya atau memang masih kontrak karya, statusnya apa
sekarang saat ini Pak Menteri.
MENTERI ESDM RI:
IUPK Pak.
F-GERINDRA (ARYO P.S. DJOJOHADIKUSUMO):
Jadi bukan kontrak karya.
MENTERI ESDM RI:
Kita kasih tiap 6 bulan Pak, sampai perundingannya selesai.
F-GERINDRA (ARYO P.S. DJOJOHADIKUSUMO):
Sampai perundingannya selesai, jadi yang tadi disampaikan oleh Pak, mohon
maaf oleh Pak Tjatur tadi bahwa ini sampai tahun 2021 itu saat ini tidak ada ya
sampai tahun 2021.
MENTERI ESDM RI:
Freeport bisa setiap saat call untuk balik ke kontrak karya tapi kalau dia
sampai kembali ke kontrak karya ya dia bisa operasi Pak, bisa operasi, bisa
menghasilkan dan sebagainya tapi tidak bisa eksport Pak.
F-PG (ENI MAULANI SARAGIH):
Interupsi Pimpinan, mungkin interupsi 1 detik aja.
F-GERINDRA (ARYO P.S. DJOJOHADIKUSUMO):
Maaf, ini giliran saya Pak.
F-PG (ENI MAULANI SARAGIH):
Nggak, kalau mau Freeport mau kembali lagi ke kontrak karya nasibnya untuk
perpanjangan ekspor itu bagaimana, kok enak banyak.
MENTERI ESDM RI:
Iya nggak dikasih Bu, nggak dikasih.
F-PG (ENI MAULANI SARAGIH):
Yang sudah lewat.
F-GERINDRA (ARYO P.S. DJOJOHADIKUSUMO):
Maaf Pak Pimpinan, ini giliran saya mungkin Bu Eni bisa melanjutkan setelah
saya.
Terima kasih.
MENTERI ESDM RI:
Baik.
F-GERINDRA (ARYO P.S. DJOJOHADIKUSUMO):
Jangan khawatir Bu Eni, di keluarha saya meskipun kepala keluarga itu laki-
laki tapi pengambil keputusan perempuan. Kalau kepala keluarga itu pasti laki-laki,
kami itu kepalanya tapi ibu-ibu itu lehernya, kan lehernya yang gerakkan kepalanya,
jangan khawatir kok saya menghormati, tapi mohon saya belum selesai.
Jadi, saat ini memang bukan kontrak karya ya terima kasih atas klarifikasinya.
Kemudian tentu saja untuk detil seperti pajak dan lain-lain, proses pembayaran,
financing untuk 51% itu saya yakin Kementerian Keuangan. Tetapi bisa dijelaskan
kan saya pasti ngerti bahwa sekarang ini perbedaannya adalah antara 51% sampai
dengan tahun 2021 atau 2041, bisa kasih nggak kira-kira itu range ke harganya saat
ini ya saya yakin nggak bisa persis range-nya itu pemerintah saat ini kira-kira
menurut Pak Menteri harganya berapa untuk divestasi, untuk ambil alih 51% sampai
tahun 2021, ada range nggak kira-kira.
MENTERI ESDM RI:
Pak ini Bapak Pimpinan, saya mohon izin kalau interaksi sekalian saya jawab
semua saja Pak, dari mulai Pak Bara, Pak Kurtubi, Pak Ramson, Pak Tjatur, Bu Eni
dan Pak Aryo sekalian ini Pak karena ini pertanyaannya bagus sekali ini Pak,
sekalian saja.
F-GERINDRA (ARYO P.S. DJOJOHADIKUSUMO):
Oke, kalau gitu nanti aja deh.
Pertanyaan saya berikutnya kan dengan dikeluarkannya IUPK 31 Maret 2017
berarti smelternya paling lama selesai 31 Maret 2022 ya, tolong dijelaskan
perkembangannya bagaimana sampai saat ini karena kan ini sudah pembahasan
kita Komisi VII sudah ke Grassberg sudah berapa kali dan mereka selalu alasannya
tentang kejelasan perpanjangan. Jadi apakah sudah ada up date progres untuk
smelter ini karena saya asumsi IUPK sudah diberikan, ekspor udah jalan, smelternya
sudah mulai jalan dong. Ini menunjukkan itikad baik dari mereka karena kalau
mereka sudah setuju, kemudian pertanyaan berikutnya kan ceritanya kan PT FI
sudah setuju divestasi saham 51%, sekarang tinggal harganya yang belum. Apabila
harganya belum ketemu juga, saya ingin tahu karena ada saya pribadi belum pernah
lihat kontrak karya yang tahun 1991, saya belum lihat itu. Apabila ternyata tidak bisa
ketemu harga, berartikan tidak ada divestasi, apakah Freeport Mc Moran limited
FCX yang ada di New York itu, apakah mereka bisa menggugat kita di arbitrase dan
apakah mereka akan kemungkinan menangnya besar atau tidak karena ini berarti
kalau saya pemegang saham FCX saya pasti akan gugat pemerintah Indonesia dan
......gue pasti menang misalnya.
Kemudian kalau dari sisi lainnya, pertanyaan saya yang berikutnya terakhir
mungkin, apa kepikiran nggak sih daripada cape-cape di sini ada ide ambil alih FCX
saja salah satu BUMN ditugaskan beli saham buy 51% off FCX Freeport Mc Moran./
kalau saya sebagai pengusaha mikirnya gitu, apa ngapain sih gue cape-cape
negosiasi gue ambil alih aja ....company-nya, terutama pada saat harga sahamnya
rendah, ya gue tugasin siapa kek BPJS atau siapapun atua apa karena desas-
desusnya salah satu yang akan megang sahamnya hasil divestasi saya baca di
media kemungkinan BPJS atau dan yang lain. Jadi bisa dijelasin nggak ide-iidenya
gitu.
Itu saja dari saya Pak Pimpinan, terima kasih.
KETUA RAPAT:
Terima kasih Pak Aryo.
Terakhir Pak Harry Poernomo, silakan Pak.
F-GERINDRA (Ir. H. HARRY POERNOMO):
Terima kasih Pimpinan.
Singkat saja, agenda pertama Freeport sudah banyak dibahas, barang tidak
terpakai sudah, air sudah. Saya hanya ingin menyampaikan saran saja bukan
pertanyaan sebetulnya, kalau tadi kita panjang lebar ngurusi barang bekas saja
kelihatannya sulit ya. Ke depan tadi sudah disinggung oleh Pak Kurtubi, barang-
barang yang sudah selesai pemakaiannya oleh K3S dari sisi, dari sektor hulu migas
ini. Ke depan ini kalau udah selesai yang saya dengar dikelola oleh, tadi Pak Gus
Irawan juga nyinggung Badan Layanan Umum Aset Pak. Nah jangan lagi kita
mengulang pengalaman yang sudah-sudah, kalau memang barang-barang ini bisa
digunakan contohnya saja Arun, LNG, nanti Badak LNG. Itu serahkan saja ke
operator jangan lagi dikelola oleh Kementerian Keuangan, jadi jangan berfikir
keuangan ini mendapatkan income dari hal seperti itu, pemerintah jangan berdagang
lah, kasih saja operator. Sehingga mereka-mereka yang notabene juga BUMN itu
dengan mudah bisa berinovasi, bisa inisiatif memanfaatkan aset-aset tersebut,
jangan seperti sekarang ini Arun itu Pertamina akan me-utilise tetapi terkendala
harus sewa lah, harus ini lah, akhirnya mereka cuek, at the end aset ini nganggur
gitu. Kalau tadi kita berkutat ngurusi barang bekas saja sampai hari ini nggak
selesai, sebetulnya kita malu ya. Nah ke depan jangan sampai ini terulang barang-
barang yang masih bisa separuh dimanfaatkan, contoh di depan mata kita adalah
Arun, sudahlah serahkan ke operator. Kalau percaya ke Pertamina, Pertamina, kalau
percaya ke PGN, silakan PGN. Bahkan kalau perlu ke PLN karena PLN juga jangan
sampai membangun instalasi LNG sendiri, di sana sudah ada.
Jadi ini usul ya jangan lagi ego sektoral ini makin menonjol, kan Presiden
Jokowi berkali-kali mengatakan kadang-kadang juga jengkel kok urusan Indonesia
ini kok berbelit-belit, adakan simplifikasi penyederhanaan dalam segala hal. Kita
sebagai pembantu presiden kalau caranya kerja mindsetnya seperti ini kapan mau
maju republik ini. Itu saja yang ingin saya sampaikan ya barang bekas ini sudah lah
saya pikir ini bukan porsinya DPR RI lah apalagi harganya harga sekarang ini di
bawah 100 milyar, masa pemerintah nggak bisa menyelesaikan barang bekas.
Itu saja Pimpinan, jadi usul saya kebetulan hadir dari unsur Kementerian
Keuangan, jangan lagi lah keuangan ini mau nnyari duit secara langsung, nyewa-
nyewain barang bekas, serahkan ke operatora.
Itu saja dari saya, terima kasih.
KETUA RAPAT:
Terima kasih Pka Harry.
Ada lagi nih terakhir Pak Adian Napitupulu, kami persilakan Pak.
F-PDIP (ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU):
Terima kasih.
Saya nggak mengomentari soal Freeport dulu, saya tetap kembali ke
persoalan awal tadi kita bahas karena sampai saat ini saya belum menemukan di
mana dasar hukumnya kalau kalkulasi itu berdasarkan nilai perolehan. Saya sudah
buka yang dibuka PMK tadi, yang Bapak sampaikan tadi tetap tidak ada kata bahwa
itu dihitung berdasarkan nilai perolehan. Agak membingungkan saja buat saya alau
tanah bagaimana, tahun ’70 kita beli harga tanah Rp. 1.000 per meter lalu kita mau
jual nanti berdasarkan nilai harga yang mana, nilai harga perolehan yang tahun ’70
atau nilai harga yang sekarang karena tanah naik. Lalu bagaimana menghitungnya,
apakah untuk tanah dan bangunan berbeda cara menghitungnya dengan kendaraan
bermotor dan sebagainya termasuk kapal tangker. Ini kita harus selesaikan dulu
Pimpinan, menurut saya agar kita tidak buang waktu, kalau memang bukan
kewenangan kita bahas, jangan kita bahas, jangan sampai kemudian kalau memang
bukan kewenangan kita, lalu kita setujui, lalu ada kesalahan di kemudian hari, orang
mengatakan itu persetujuan DPR RI. Jadi saya pikir ini perlu kita selesaikan dulu
Pak Pimpinan, kita pantas tidak membahas persoalan kapal tanker tadi.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Baik, saya kira ini sekaligus Pak ini yang terakhir Pak Adian ini saatnya
sekarang untuk merespon beberapa pertanyaan dan masukan dari teman-teman.
Kami persilakan Pak Menteri.
MENTERI ESDM RI:
Terima kasih Bapak Pimpinan.
Yang pertama mungkin yang lebih pendek dulu responnya Pak, mohon izin
yang pertanyaannya Pak Ivan untuk Dirjen Kekayaan Negara yang juga disarankan
oleh Pak Harry Poernomo tentang barang aset atau barang-barang modal yang
pernah digunakan oleh K3S yang tidak digunakan lagi dan juga pertanyaannya Pak
Adian.
Silakan Pak, respon dulu nanti saya tambahkan.
DIRJEN KEKAYAAN NEGARA KEMENTERIAN ESDM:
Terima kasih Pak Menteri. Mohon izin Pak Pimpinan
Bapak-Ibu Anggota Pimpinan dan Anggota Komisi VII yang kami hormati.
Terkait pertanyaan barang milik negara eks KKKS yang sudah selesai dipakai
serahkan saja ke operator tidak usah dikuasai oleh negara. Jadi ini kita melihat
dalam kacamata yang lebih besar Pak, jadi banyak barang-barang milik negara yang
jelas statusnya adalah milik negara. Tentunya kalau kita ingin menggunakannya
wajar untuk kemudian memberikan imbalan kepada negara. Jadi ini memang
sesuatu yang secara logis dan wajar terjadi pada 2 orang yang bertransaksi, yang
punya barang, barangnya digunakan tentunya mengharapkan suatu imbalan. Kalau
kemudian dipermasalahankan imbalannya, besaran imbalan yang dibicarakan tentu
ini ada sesuatu perhitungan-perhitungan yang bisa dibicarakan karena negara pun
ingin suatu saat memajukan, misalnya sektor-sektor tertentu atau pihak-pihak
swasta yang berkompeten dan sebagainya sehingga kemudian diberikan harga yang
mendorong, memacu hal-hal.
KETUA RAPAT:
Ada yang lebih simple Pak, masa bagi hasil apa segala macam repot lagi,
udah hibahkan saja atau dikonversi jadi penyertaan saham pemerintah Pak, kan
BUMN juga, kita mikirnya simple begitu ya Pak Harry ya.
F-GERINDRA (Ir. H. HARRY POERNOMO):
Barangkali Pimpinan, jadi negara itukan ......dari pajak, deviden, udah itu saja,
the rest itu operator, ngapain pula Kementerian Keuangan ngurusin aset. Ini
pandangan kami sebagai praktisi, buat apa, seperti Arun sekarang, Pertamina mau
utilisasi tankinya saja mesti nyewa, ngurus nyewanya saja tidak mudah Pak. Kalau
tanahnya oke lah silakan, tapi Pertamina itu.......bayar, tetapi kalau Bapak serahkan
ke Pertamina, Pertamina komersilkan, Bapak ngambil dari pajaknya, ngambil dari
deviden, cukup, ngapain negosiasi sama apa, saudara sendiri, pemerintah untuk
bisnis itu, regulator, pajak oke, jangan bisnis buat apa.
Ini pandangan kami sejalan dengan visinya presiden penyederhanaan,
kemudahan.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Saya kira yang simple gitu Pak, supaya kan negara dapat juga Cuma itu jadi
saham gitu kan, bagi perusahaan, nilai perusahaan naik gitu Pak, barang
termanfaatkan.
Silakan Pak.
DIRJEN KEKAYAAN NEGARA KEMENTERIAN ESDM:
Dilanjutkan Pak.
F-PDIP (ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU):
Pimpinan, maaf Pimpinan.
Maksud saya begini sebelum saya masuk kepada pembahasan mau
dihibahin, mau apa segala macam kita nilai dulu kepatutan kita untuk membahas itu,
jangan-jangan kita tidak punya kewenangan karena nilainya tidak sama seperti yang
diamanatkan Undang-undang. Jadi jangan berbicara terlalu jauh dulu Pimpinan, mau
dihibahkan ada perhitungan tersendiri, ditukar ada perhitungan sendiri, dijual ada
perhitungan sendiri, tapi seluruhnya itu apakah dia butuh persetujuan DPR RI atau
tidak, itu dulu yang kita sepakati, baru kita bicara yang lain.
Mneurut saya berdasarkan Undang-undangnya, peraturan pemerintahnya dan
PMK yang disampaikan tadi tidak ada penjelasan yang memperkuat argumentasi
bahwa harga berangkat dari harga perolehan. Nah saya minta penjelasan karena
kalau tadi penjelasannya kan ada, Bapak bilang ada tadi, ada kata perolehannya,
ada. Saya cari PP-nya, saya cari PMK-nya tidak ada kata perolehan.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Baik, ini dalam tidak hanya bicara saat ini Pak, dalam konteks besar ada aset
yang kemudian dari K3S yang menjadi milik negara kita mau penggunaannya
optimal memberikan manfaat besar bagi nagsa negara ini, itu Pak intinya. Soal tadi
mekanismenya, silakan Pak dijawab ini, apakah kewenangan tadi yang 100 milyyar
ini Pak.
Silakan Pak.
DIRJEN KEKAYAAN NEGARA KEMENTERIAN ESDM:
Terima kasih.
Saya lanjutkan dulu yang Pak Harry Poernomo, terima kasih Pak Harry
Poernomo untuk masukannya, tentu itu akan jadi pertimbangan kami. Namun tadi
saran untuk memasukkan sebagai penyertaan penambahan PMN, pennyertaan
modal pemerintah di suatu BUMN itu menjadi salah satu alternatif memang Pak, jadi
itu salah satu alternatif. Namun ada kalanya juga BUMN-nya juga belum tentu mau
Pak, menerima aset tersebut. Banyak pertimbangannya, kami tentu harus melihat
satu-persatu base-nya. Dalam konteksnya demikian tentu kalau tetap ini
dimanfaatkan maka caranya adalah kerjasama ataupun sewa. Jadi itu hanya salah
satu alternatif.
Kemudian kami lanjutkan untuk Pak Adian, Pak Adian mengenai penggunaan
nilai perolehan ini bukan untuk menetapkan harga transaksinya Pak, tetapi adalha
untuk menentukan siapa yang berwenang untuk memberikan persetujuan
penghapusan dengan cara penjualan secara lelang, belum harganya. Harganya
nanti tetap dinilai Pak, oleh penilai-pneilai negara, dalam hal ini adalah penilaian
negara yang ada di Kementerian Keuangan. Jadi pada waktu kita membicarakan
nilai perolehan itu hanya untuk menentukan siapa yang memberikan persetujuan
dalam penghapusan tersebut, apakah Kementerian Keuangan kalau di bawah 10
milyar, 10-100 milyar itu adalah presiden, di atas 100 milyar itu adalah DPR RI.
Hanya untuk memberi persetujuan, mengenai harganya sendiri nanti akan dinilai lagi
oleh penilai negara gitu. Jadi muudah-mudahan itu mengklarifikasi tapi kalau nanti
mengenai peraturannya nanti kalau perlu kejelasan nanti akan kami berikan copy-
nya Pak.
F-PDIP (ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU):
Terima kasih Pimpinan.
Begini maksud saya, orang bisa berdalih ini pemahaman akuntansi atau tidak,
tapi menurut saya seluruh tindakan yang butuh persetujuan DPR RI dasar hukumnya
harus jelas, jangan kita berdalih akuntan. Saya mau tanya penentuan dasar bahwa
harga itu berdasarkan harga perolehan itu dari pasal berapa ayat berapa, aturan
yang mana, Undang-undang pasal berapa, TMK pasal berapa karena ini penting, ini
persoalan apakah memang patut untuk membicarakan ini di sini atau tidak karena
ada 2 hal yang berbeda Pak. Kalau barang ada depresiasi, negara mau untung, dia
gunakan harga perolehan iya toh untuk dibicarakan oleh DPR RI atau tidak, dia
pakai harga paling tinggi. Kalau tanah bagaimana, apakah kita hitung harga
perolehan juga, kan tidak, dia harga terkini, dibentuk tim penilaiannya. Artinya begini
Pak, dinilai dulu apakah barang ini perlu dibicarakan oleh DPR RI atau tidak,
ukurannya apa, kalau 100 milyar ke atas dia dibicarakan oleh DPR RI. Nah 100
milyar ini berdasarkan kalkulasi apa, apakah harga perolehan atau harga terkini.
Kalau menurut Bapak harga perolehan tidak persoalan, selama ada dasar
hukumnya. Kalau tidak ada dasar hukumnya menurut saya sampai kita dapatkan
jangan dibahas, saya juga tidak mau mengambil resiko ketika ternyata bukan
kewenangan DPR RI lalu DPR RI membahas dan DPR RI ......terjadi kesalahan,
orang bisa berdalih kesalahan ini terjadi atas persetujuan DPR RI.
Jadi menurut saya Pimpinan, khusus untuk poin kedua materi kita jangna kita
bahas dulu, kita pending saja dulu sampai ada kejelasan.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Baik, tadi memang di dalam klarifikasi di awal tadi ada yang Bapak bacakan
kayanya dicatat atau bagaimana gitu ya, ada sebutan historical cost itu apa nilai
perolehan itu. Itu yang Pak Adian tanya di pasal berapa itu, di Permen kah, di
Undang-undang atau di mana gitu, kalau nggak salah kan di, saya kira itu Pak.
F-PAN (Ir. H. TJATUR SAPTO EDY, MT.):
Pak Ketua, kiri, boleh saya interupsi sebentar.
KETUA RAPAT:
Iya, silakan.
F-PAN (Ir. H. TJATUR SAPTO EDY, MT.):
Tadi Pak Dirjen menyampaikan bahwa ada surat Presiden ditujukan kepada
Pimpinan DPR RI untuk meminta persetujuan ini, betul Pak ya. Saya minta itu
dibacakan saja Pak Ketua, kita belum pegang itu. Biasanya kan kalau surat presiden
kan pasti ada menunjuk dasar hukumnya apa gitu, kalau bisa disampaikan di sini
kita bisa menilai itu.
Terima kasih Ketua.
KETUA RAPAT:
Baik, sambil kita cari itu saya pikir kita tinggalkan dulu itu Pak. Surat dari
Pimpinan Dewan ke Komisi VII menyebutkan memang bahwa, saya baca penuh
saja. Dengan ini kami beritahukan bahwa rapat dari Badan Musyawarah DPR RI
masa persidangan V tahun sidang 2015-2016 yang dilaksanakan pada tanggal 19
Mei 2016 telah membicarakan surat masuk dari Presiden RI Nomor R-
29/pres/05/2016 tanggal 9 Mei 2016, perihal permohonan persetujuan penjualan
barang milik negara pada Kementerian Energi Sumber Daya Mineral.
Didalamnya saya belum dapat ini ada surat dari Menteri Keuangan yang ke
presiden terlampir, tolong cari surat presidennya. Di surat Menteri Keuangan
memang menunjukkan Undang-undangnya Pak, pasalnya pun ditunjuk gitu.
F-PAN (Ir. H. TJATUR SAPTO EDY, MT.):
Yang saya heran kok surat presidennya tahun 2016 ya. Mei 2016, udah 1,5
tahun yang lalu.
KETUA RAPAT:
Iya Pak, kita udah tindak lanjut sampai kunjungan lapangan kita Pak, di sini.
F-PAN (Ir. H. TJATUR SAPTO EDY, MT.):
Ada surat Pak, dari Pak Dirjen ada nggak surat dari presiden ke DPR RI. Itu
merujuknya Undang-undangnya apa itu, merujuk.
KETUA RAPAT:
Dibacakan saja Pak.
DIRJEN KEKAYAAN NEGARA KEMENTERIAN ESDM:
Di angka 3 dari surat presiden Pak, kami sampaikan sesuai ketentuan pada
Pasal 46 ayat (1) huruf C Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara dan Pasal 58 ayat (1) huruf B, Peraturan Pemerintah
Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah diatur
bahwa pemindahtanganan barang milik negara selain tanah dan atau bangunan
dilaksanakan dengan ketentuan untuk barang milik negara yang berada pada
pengguna barang dengan nilai lebih dari 100 milyar dilakukan oleh pengguna barang
setelah mendapat persetujuan DPR RI.
Demikian Pak.
KETUA RAPAT:
Kalau saya ingin mengajak kita sebelum pendapat kita yang berbeda dari
presiden kita percayai sajalah sama presiden dulu iya kan, kecuali kita dapat
memang bahwa tidak begitu.
F-PDIP (ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU):
Maaf Pimpinan, ini bukan persoalan percaya tidak percaya, nggak, jangan
kemudian kita tarik jadi masalah percaya tidak percaya, tapi adalah kita punya
kewenangan atau tidak punya kewenangan, kan persoalannya di situ sebenarnya
dan saya tidak mau kemudian karena hal apapun DPR RI menjadi bempernya.
Ketika barang itu sudah terjual lalu terjadi masalah hukum di kemudian hari, orang
akan lihat keputusannya dari mana, DPR RI. Artinya 560 Anggota di sini
bertanggung jawab atas keputusan ini, inikan bukan sesuatu yang harus kita segera
putuskan per hari ini. Usul saya daripada tidak berpanjang-panjang nanti dia
berlama-lama, sampai kita mendapatkan tafsir yang jelas, kalau perlu minta fatwa
Mahkamah Agung, maksudnya apa ini, sampai kita dapatkan tafsiran yang jelas
terhadap ini dan bisa dipertanggungjawabkan jangan kita bahas dulu poin ini karena
.......... itu untuk kepentingan kita bersama Pimpinan dan tidak persoalan bagaimana
pandangan saya terhadap percaya tidak percaya kepada presiden.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Baik Pak, tolong didalami Pak Dirjen Kekayaan Negara Pak. Secara prinsip
saya faham itu karena basic saya akuntan Pak, saya faham yang Bapak maksud.
Tapi Bapak menyebutkan tadi ada nilai perolehan, setelah dicek nggak ada oleh Pak
Adian gitu. Kami di toilet pun tadi agak berdiskusi panjang kami Pak, tolong dulu
Bapak dalami lagi, tolong didalami lagi Pak. Kita nggak, kita belum ambil kesimpulan
untuk apakah kita setuju, belum Pak, kalau mau setuju kan tinjau lagi, lihat lagi kan
nggak sampai ke sana.
F-PDIP (ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU):
Setuju tidak setuju, itu kesimpulan, yang saya tanya kita punya kewenangan
tidak untuk membahas. Menurut saya tidak punya kewenangan, jadi jangan bicara
setuju tidak setuju dulu. Kita berwenang nggak bahas ini gitu, menurut saya tidak
punya kewenangan. Menurut Bapak ini punya, saya baca dari PP-nya, Undang-
undangnnya sudah saya copy, nggak ada. Kalau Bapak ini lebih yakin, tolong
yakinkan saya bahwa memang perhitungan itu berdasarkan pasal sekian, ayat
sekian, dihitung berdasarkan nilai perolehan. Kalau tidak ada penjelasan itu, untuk
keamanan kita bersama dari pada kita sama-sama menanggung persoalan yang
tidak mungkin kita fahami, saya minta dengan mohon jangan dibahas dulu.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Baik, saya kira kita sepakat lah nggak dibahas dulu karena memang sudah
dibahas Pak. Saya kira sudah cukup ini, sudah lah, lanjut Pak, saya kira ini kita
tinggal.
Pak Menteri silakan.
MENTERI ESDM RI:
Terima kasih Pak.
Jadi saya menambahkan saja pandangannya Pak Harry, Pak Adian, Pak Ivan
itu begini. Sebenarnya kalau aset barang modal itu, itu sama aja Pak, mau tanah,
mau bangunan, mau apa. Saya tidak tahu kenapa di dalam prakteknya itu kalau
asetnya itu tanah dan bangunan valuation-nya nilai pasar, tapi kalau aset yang diluar
itu, itu nilai perolehan. Jadi mestinya kalau wellfare prosedurnya yang diubah, semua
itu dibikin apprisal dulu secara fair yang ditunjuk oleh bendara umum negara atau
yang dikuasakan, nanti dilihat aset ini, itu masih 100 milyar apa tidak untuk diajukan
ke DPR RI, kalau nggak ya nggak usah, nanti ada aset yang 1 trilyun sekarang
harganya Cuma ......saya itu kadang-kadang membaca tembusan itu Pak harganya
700 juta, 200 juta gitu, kadang-kadang 60 juta, ya menarik juga Pak. Saya itu
kadang-kadang 1 minggu segini Pak, jadi ini saya pikir masukan saja Pak...... Pak
Dirjen Kekayaan Negara itu ada simplifikasi lah karena yang paling kenapa ini FSO
Arjuna Sakti ini dijadikan contoh bahwa ada .......biaya sandarnya itu 7,8 milyar. Ini
kalau dibiarkan 3 tahun lagi ya selesai sudah, misalnya tolak......
Mengenai usulan Pak Harry, ini kalau mau devaluasi nilai pasarnya berapa,
terus di-PMN-kan itu kepada operator. Kalau saya sebagai menteri teknis sepakat
Pak, hannya satu harus ditanyakan kepada operator BUMN, apakah Beliau mau
menerima atau tidak, kalau nggak menerima ya jangan Pak, nanti malah nggak bisa
dipakai dan sebagainya nanti modalnya besar tapi asetnya banyak yang nggak bisa
dipakai gitu. Jadi saya kira ini sudah dibahas selesai.
Mohon izin saya terus ke jawaban terhadap Pak Bara, Pak Kurtubi, Pak
Ramson, Pak Tjatur, Bu Eni, Pak Aryo mengenai Freeport Indonesia. Ini menarik
memang, menarik ya, masih menarik ya. Begini Pak, kalau arahan Bapak Presiden
terakhir ke saya Pak, negosiasi ini harus win-win, jadi tidak boleh win-loose Pak.
Yang kedua mengenai proses divestasi, itu dia tidak bisa nanti divestasinya itu 10
tahun lagi atau sebagainya itu nggak bisa. Ini harus jalan Pak dan harus dibikin
tahap sampai di mana juga dicocokkan dengan kemampuan keuangan pemerintah,
dalam hal ini mungkin BUMN, BUMD dan sebagainya itu kira-kira. Kalau mengenai
evaluasi sampai sekarang itu saya pribadi saya belum ikut dalam negosiasi Pak
karena sudah 1,5 bulan sejak diputuskan kerangkanya ini saya sudah serahkan,
saya minta kepada Menteri Keuangan untuk menyelesaikan tentang penerimaan
negara dan juga tentang negosiasi divestasi ke Kementerian BUMN.
Ini sekarang Bapak Presiden minta saya untuk ikut membantu lagi lah ini
supaya bisa jalan dengan baik. Kalau ditanya soal evaluasi bagaimana, kalau
melihat fair market price ya. Kalau tadi saya buka kapitalisasi pasar Freeport Mc
Moran FCXT New York Stock Exchange itu 20, kalau ini saya tulis 20,74 billlion US
dolar, milyar dolar hari kemarin Pak, penutupan kemarin. Kita lihat kontribusi
Freeport Indonesia baik kontribusi pendapatan tapi yang lebih penting itu kontribusi
keuntungan Pak, keuntungannya berapa. Mneutut saya dalam 5 tahun terakhir
mungkin dihitung 10 tahun lah ya terakhir, itu kurang lebih mungkin maksimum 40%
Pak, maksimum 40%. Kalau mau dihitung begitu berarti nilai 100% PT Freeport
Indonesia kalau mau dihitung secara matematis ya 8 billion US, 20 kali ini. Bahkan
kalau Bapak-bapak lihat ini mohon maaf saya baru masuk kurang dari setahun di
Kementerian ESDM, itu Januari 2016 kalau mau liihat pasarnya Freeport Mc Moran
itu Cuma 7 milyar dolar. Ini sudah mending naik 20 dan sebagainya.
Mengenai 51 begini, kalau 51 berapa? Ya nilainya 51 berarti 4 billion.
Tentunya kalau mayoritas pasti akan minta premi.....semua kepemilikan mayoritas
itu pasti ada ..... ya dihitung, tinggal nego premiumnya maunya berapa dan
sebagainya. Ini kalau tadi juga menjawab pertanyaan Bapak-Ibu sekalian, ada
pertanyaan begini kalau misalnya tidak mau bagaimana........... Indonesia pemerintah
.......tidak mau win-loose, tidak mau sama sekali. Jadi dengan pertimbangan tadi Pak
Bara juga bilang geopolitik dan sebagainya, tapi ini tetap ya harus win-win. Nilainya
ya nilai yang wajar, kalau misalnya Freeport Indonesia, PT Freeport Indonesia itu,
Freeport Mc Moran menilai 100% saham PT Freeport Indonesia itu misalnya 20
milyar atau 16 milyar saya kira terlalu tinggi. Ada, ini bukan komplikasi ya tapi artinya
Freeport Mc Moran itu tahun berapa saya nggak tahu, ’97 kalau nggak salah,
mereka itu jual participating interest bukan saham, participating interest 40%...... ini
dia bagi hasilnya dengan ......40%, 40% ini sekarang ditawarkan, di pasar itu
ditawarkan Pak, kalau tidak salah permintaannya 3,5 milyar dolar 40%, ada orang
tawar 2,5 milyar, bukan saya Pak, nanti kalau saya berhenti Menteri ESDM mungkin
saya nawar juga, tapi sekarang nggak. Ini ada yang nawar begini, makanya idenya
Pak Aryo tadi juga betul, kalau mau pemerintah Indonesia naik untuk akuisisi saham
Freeport Mc Moran di New York Stock Exchange itu free market nggak ada yang
bisa stop, bisa sih kalau kongres mau stop sih sop Pak. Tapi ini free market Pak,
punya 10% bisa punya ....besar di board of directors dan sebagainya.
Ini mungkin kalau Bapak tanya selanjutnya strategi negosiasi bagaimana
mungkin saya minta bahwa ada pertemuan Rapat Kerja tertutup karena kalau ini
dibuka ya dibaca Freeport, lah ini maunya sebenarnya ke mana. Kalau mau ada lagi
ya tolong ini tertutup Pak.
KETUA RAPAT:
Ini saya kira kita sepakat lah saya kira untuk kebaikan semua kan dan bisa
lebih terbuka.
MENTERI ESDM RI:
Mengenai evaluasi saya kira itu referensi Pak, referensi jelas kalau Freeport
Mc Moran yang di Amerika itu FCX, saya ulangi lagi itu nilai pasarnya 20,74 billion.
Ini sebenarnya cukup tinggi Pak karena .....ratio-nya sudah 20 lebih, 20,02. Kalau itu
referensi rata-rata 5-10 tahun kontribusi profitnya dari operasi gross split itu atau
....report Indonesia itu sekitar 40% ya nilainya 8 billion, 8 milyar kali 51% ya 4 milyar
gampang ini, tinggal minta premiumnya berapa gitu karena ini kontrol 51.
Mengenai hak kontrol bagaimana, ini sedang dibicarakan tapi komitmen sejak
awal begini, untuk operasi tetap diserahkan kepada Freeport Mc Moran, tapi untuk
manajemen dari dulu tidak pernah Pak. Jadi untuk manajemen tetap pemerintah
akan menentukan 51 atau tidak 51, mungkin Bapak perlu fahami juga di Undang-
undang Minerba juga, di PP-nya juga bahwa setiap pergantian komisaris dan
pemegang ....direksi, semua pemegang IUPK, mau KK, mau PKB2P itu harus
persetujuan pemerintah. Jadi misalnya 1 hari Pak Bambang Gatot diusulkan sebagai
direktur utama PT freeport Indonesia, saya tolak, saya tolak aja Pak misalnya gitu.
Pak Bambang Gatot ini Pak, Pak Dirjen Minerba ini misalnya, ini misalnya Pak. Jadi
ini nggak ada, jadi ini harus dengan persetujuan pemerintah.
Perpanjangan bagaimana, tadi Pak Gatot juga tanya perpanjangan
bagaimana, jadi begini Pak. Ini pemerintah akan setuju perpanjangan maksimum
2x10 jika, jika ini Pak itu satu divestasinya jalan Pak, kalau nggak jalan ya nggak
setuju, mungkin selesai 2021. Ini supaya clear saja di sini, 2 harus bikin smelter.
Nanti Pak Bambang atau Pak Dirjen Minerba akan jelaskan progres smelter karena
Beliau yang mantau bukan saya. Yang ketiga, harus penerimaan negara harus lebih
besar. Itukan masih draft yang masih dibicarakan Pak ya, saya juga nggak ngikuti
terus terang, saya kira Pak Isa, saya nggak tahu kalau mau jelaskan silakan, kalau
nggak lanjuti ya sudah nggak usah. Ini penerimaan negara itu harus lebih baik,
memang pertanyaan Pak Tjatur betul lebih baik itu kaya apa. Undang-undang
Minerbanya di Pasal 1 Tahun 2009 hanya tulisannya lebih baik Pak, tulisannya lebih
baik gitu aja Pak. Sama PP-nya juga sama Pak, nah ini makanya kita akan buat
bahwa penerimaan negara ini di fix jadi tidak pakai free.....tapi pakai ..... di fix tidak
berubah sepanjang konsesinya diberikan itu tapi lebih baik penerimaannya. Jadi ini
Bapak nggak usah khawatir Pak, kalau nggak lebih baik juga saya akan tolak Pak,
nggak akan saya masukkan di lampiran IUPK, jadi mestinya ada begitu.
Jadi ini penjelasan saya, untuk yang lebih detil mungkin mohon ada Rapat
Kerja tertutup Pak.
Terima kasih.
F-GERINDRA (Ir. H. HARRY POERNOMO):
Pimpinan, ada yang terlupakan mengenai perpanjangan relaksasi ekspor,
nanti kalau akhir bulan ini belum selesai masalah .....ini bagaimana nasibnya.
Terima kasih.
MENTERI ESDM RI:
IUPK-nya betul Pak Tjatur tanggal 10 kita akan kasih 3 bulan saja Pak.
WAKIL KETUA RAPAT (Ir. H. SATYA WIDYA YUDHA, ME, M.Sc./F-PG):
Sebentar Pak Pimpinan, ini yang menyangkut operator ...... tadi Pak. Saya
pikir ini memang harus hati-hati betul ya karena 51% tetapi operator ship di mereka.
Itu nanti di pola pengambilan keputusan karena kita punya pengalaman dengan
Exxon yang di Cepu itu Pak. Pola pengambilan keputusannya luar biasa kita nggak
bisa ngapa-ngapain Pak akhirnya karena ...... apa participating interest itu selalu ke
tempatnya dia juga gitu. Sehingga semua decision making yang dipakai di sana ya
kita ikut mereka. Ini yang sebetulnya kita nanti pikirkan yang 51 tadi Pak, jangan
sampai kita 51 harus dipecah-pecah, tetapi sejatinya yang tinggi masih mereka itu
kan juga hal yang pernah terjadi di Newmont Pak. Newmont juga demikian,
Newmont itu dipecah-pecah, Indonesianya itu tapi tetap saja yang tinggi adalah dari
Newmont Corporation, sekarang sudah jadi Aman, sudah beda lagi. Ini kita berbicara
yang kemarin, jangan sampai kita nanti ke sana karena operator ship masih
dipegang dia itu juga menjadi sesuatu menurut saya.
MENTERI ESDM RI:
Maksud saya begini Pak, ini bukan operator ship kalau Bapak bilang Exxon itu
betul, itu operatort ship Pak, tapi ini bukan. Bidang operasi Pak, bukan operator ship
Pak, kalau manajemen pasti sesuai dengan kepemilikan saham Pak dan kalau
begini ini akan ada stakeholders agreement antara pemerintah dengan Freeport Mc
Moran secara B to B, itu siapa mengerjakan apa Pakk dan ini jadi satu saya sudah
bicara dengan Pak Gubernur Papua kemarin, ada wakil dari Bapak datang juga
prinsipnya ini, ini kita jadi satu Pak, kalau perlu nanti satu Pak. Jadi badan usahanya
dibikin di grade satu itu yang pemegang sahamnya misalnya 20% itu Pemprov,
Pemkab, ....... dan sebagainya, 80%-nya pemerintah pusat itu nggak tahu.....macam-
macam dan sebagainya itu.
Jadi yang saya jamin bahwa ini akan ada stakeholder agreement yang
menjelaskan pemmbagian tugasnya apa gitu, kira-kira begitu. Mungkin Pak
Bambang Gatot bisa jelaskan mengenai progres pembangunan fasilitas pengolahan
dan pemurnian emas.
DIRJEN MINERBA KEMENTERIAN ESDM:
Mohon izinpm, Pak Pimpinan minta izin.
Yang kami hormati Pak Pimpinan dan Anggota Komisi VII DPR RI.
WAKIL KETUA RAPAT (Ir. H. SATYA WIDYA YUDHA, ME, M.Sc./F-PG):
Pak saya usul kalau ini ditutup bagaimana Pak, tertutup saja Pak, soalnya
nanti nanggung Pak, tutup saja sekarang, tertutup, oh nggak kalau tertutup inikan
pemerintah kita kan. Pak Dirjen Kekayaan inikan wakil negara Indonesia .......
KETUA RAPAT:
Bukan maksudnya tertutup apa maksudnya sekarang juga.
WAKIL KETUA RAPAT (Ir. H. SATYA WIDYA YUDHA, ME, M.Sc./F-PG):
Iya, kalau nggak nanti nanggung juga, nggak maksuud saya diskors.
KETUA RAPAT:
Ini nggak apa-apa ini, kalau Pak Menteri masih perintahkan dirjennya karena
masih bisa dibuka kan begitu.
MENTERI ESDM RI:
Iya masih bisa dibuka.
KETUA RAPAT:
Kalau nggak perintah ya berarti ditutup.
MENTERI ESDM RI:
......Pak tertutup itu mungkin ada rapat gabungan Menteri Keuangan dan
Menteri BUMN saya kira Pak.
KETUA RAPAT:
Iya dan perlu persiapan bahan juga, jadi saya kira kita selesaikan dulu ini
nanti tertutupnya kita jadwalkan.
MENTERI ESDM RI:
Nggak Pak, tertutup itu bukan hanya untuk warga negara asing Pak, kalau
tertutup ya tertutup saja Pak ya.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Silakan Pak.
DIRJEN MINERBA KEMENTERIAN ESDM:
Terima kasih Pak Pimpinan.
Yang pertama kami ingin menyampaikan tambahan sedikit informasi
sebetulnya mengenai 51% ini.....perkembangan yang baru karen asebetulnya kalau
melihat dari sisi kontrak Freeport itu malah ada pasal yang meniadakan divestasi
yaitu Pasal 24 ayyat (2) D Pak, Pak Satya tahu banget ini mengenai itu. Sehingga
dia pada waktu bertitik tolak dari situ saya nggak wajib divestasi. Yang kedua ada
PP 77 Pakk, yang mana underground pada waktu itu kewajiban hanya 30% Pak,
sehingga 51% itu merupakan effort tersendiri dari pemerintah untuk mendapatkan 51
Pak, jadi 51 ini merupakan yang baru juga Pak Satya.
Terus kemudian dari Pak Tjatur BPK Pak, BPK ini kewenangan Kementerian
LH Pak, kami sudah bahas, nanti kami juga mensyaratkan bahwa Freeport ada
perpanjangan tentunya kewajiban semuanya termasuk lingkungan hidup yang
dihubungkan dengan temuan BPK akan diselesaikan. Itu akan diselesaikan Pak, itu
menjadi kewajiban juga karena itu persyaratan performance daripada untuk
perpanjangan Freeport sendiri, tanpa itupun kalau namanya perpanjangan semua
kontrak itu semua kinerja itu harus baik, baik keuangan, lingkungan dan sebagainya.
Mengenai kemajuan daripada smelter Pak, sebetulnya persyaratan ekspor
konsentrat itukan pertama persyaratannya harus IUPK dan IUPK akan diperpanjang,
yang kedua membnagun smelter dalam waktu 5 tahun dan proses itu sudah lama
Pak. Jadi sejak 2015 mereka sudah mendapatkan izin usaha operasi khusus untuk
pembangunan smelter. Jadi mereka sekarang pun sudah melakukan itu dan saya
kira kalau diberikan waktu 5 tahun sampai 2022, itu apabila nanti selesai dengan
masalah negosiasi dan mereka sudah berlaku berupa mendapatkan kepastian,
mereka akan membangun karena apa? Karena penunjukan lokasi itu sudah hampir
ada kepastian Pak yaitu Gresik. Gresik itu bisa di Petrokimia atau yang satunya di
JECC dan itu kemungkinan karena integrated dari Industri yang ada di situ.
Yang kedua Pak, mereka sekarang ini sedang memperpanjang proses
memperpanjang dengan Petrokimia Gresik. Yang ketiga, Petrokimia Gresik juga
melakukan studi Amdal karena Amdalnya termasuk di dalam Petrokimia Gresik. Jadi
kalau ada sesuatu yang baru dia harus memperbaiki Pak, harus amandemen, ini
dilakukan. Selain itu dalam membangun smelter juga tidak sekaligus mengkonstruksi
tapi melakukan studi-studi Pak, mereka sudah banyak melakukan studi yang antara
lain studi tekno ekonomi bekerjasama dengan Mitsubishi ..... ini sudah juga sudah
selesai. Kemudian melakukan early works and basic engeneering untuk smelter
tembaga juga sudah diselesaikan. Terus kemudian untuk produce metal refinery
basic engeneering-nya juga sudah diselesaikan, bahkan sekarang akan bekerja
sama dengan Aneka Tambang. Yang selanjutnya juga melakukan front and
engeneering design atau fit smelter dengan kemajuan 96,601% dari rencana 100%.
Sedangkan tahap rekayasa untuk opsi PMR yang dianggap paling sesuai ini masih
dalam perkembangan karena .....
WAKIL KETUA RAPAT (Ir. H. SATYA WIDYA YUDHA, ME, M.Sc./F-PG):
Sebentar Pak Pimpinan, Pak Dirjen kita kan pernah ke sana ya waktu itu inget
kan tahun berapa, 2015 waktu itu saya mimpin itu ke sana, terus mereka
mneunjukkan dia sama partnernya sama orang Jepang itu sama Pak Ma’ruf waktu
ituya kan dia bilang bahwa ini tempat yang akan dibebaskan segalanya, kan tidak
ada progres Pak. Sekarang sudah 2 tahun lebih ya, sekarang 2017 ini dari 2015
waktu itu kalau nggak salah kita ke sana, 2 tahun lebih Pak. Jadi apa yang
diceritakan Pak Dirjen itu perkembangan baru atau Bapak karena yang jelas dari
jaman Pak Ma’ruf dulu jadi Dirut di tahun 2015 sampai beliau keluar itu tidak ada
perkembangan itu Pak.
F-PG (ENI MAULANI SARAGIH):
Pimpinan, saya mau tambahkan setelah waktu dengan Pak Satya dengan
......Pak Satya dan dengan Pak Ma’ruf waktu kita masih Kunspek lagi sekali lagi Pak
Satya dan itu ada Pak Gatot juga hadir di situ dan waktu itu disampaikan langsung
dengan Freeportnya bahwa mereka, benar kan ya Pak Gatot ya bahwa memang
mereka belum bisa melanjutkan MoU dengan Petrokimia gitu dan MoU yang sudah
terjadi antara Freeport dengan Petrokimia itu tidak diperbaharui karena mereka
menganggap bahwa harus ada kepastian dulu dengan perpanjangan. Jadi masih
normal disampaikan mereka kesulitan keuangan, jadi sekarang apakah ini
perkembangan baru padahal negosiasi lagi diproses.
KETUA RAPAT:
Pak Aryo.
F-GERINDRA (ARYO P.S. DJOJOHADIKUSUMO):
Pak Pimpinan, meneruskan saja apa yang disampaikan Pak Satya bener
sekali, penyampaian Pak Bambang Gatot saya sudah dengar semuanya waktu kita
kunjungan ke Grassberg waktu tahun 2015. Jadi kesimpulan saya ini belum ada
progres sama sekali 2 tahun terakhir apalagi 6 bulan terakhir.
Terima kasih Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Silakan Pak.
DIRJEN MINERBA KEMENTERIAN ESDM:
Jadi izin, memang pada waktu itu konstruksi belum ada, tapi land clearence
sudah ada Bu. Waktu itu kita lihat sendiri land clearence itu artinya wilayah yang
direklamasi sudah ada, waktu itu kalau nggak salah kita muter-muter lewat jalan itu.
F-PG (ENI MAULANI SARAGIH):
Jadi begini, kalau dari Petrokimia memang sudah menyiapkan lahan, iya, tapi
MoU yang sudah terjadi antara Freeport dengan Petrokimia, malah mereka dateng
ke sini untuk minta dibantu karena itu tidak diperbaharui lagi MoU-nya kan Pak Gatot
waktu itukan mungkin ada staf-staf di situ itu malah dari Freeport menyampaikan
mereka kesulitan keuangan dan sebagainya gitu ya. Jadi mereka butuh dulu
kepastian perpanjangan itu baru mereka baru mau melanjutkan untuk bangun
smelter ini, orang tempatnya sampai hari ini saja belum pasti apakah di Petrokimia
apa di tempat lain, itu aja belum pasti Pak.
F-NASDEM (Dr. KURTUBI, SE., M.Sp., M.Si):
1 menit, saya menawarkan solusi yang lebih cepet dari ribet di Gesik, Gresik
sudah penuh dengan Industri dan untuk mengurangi kesenjangan Indonesia timur
dengan barat, NTB, Sumbawa saya tawarkan PT Aman Mineral bersedia untuk itu....
untuk efisiensi, ngangkut lebih jauh ke Jawa Timur daripada ke Sumbawa kira-kira
begitu Pak Menteri....... PT Aman Mineral menawarkan agar mereka merencanakan
smelternya bisa lebih efisien.
F-PD (H. IHWAN DATU ADAM, SE.):
Ini daripada Pak Prof sama Bu Eni berantem solusinya ke Kaltim aja.
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
PT Newmont ini bagus juga karena bisa kerja sama gitu Pak.
KETUA RAPAT:
Silakan Pak, kita dengar lagi ya.
DIRJEN MINERBA KEMENTERIAN ESDM:
Tadi saya sampaikan sekarang dia sedang mengamandemen dengan
Petrokimia Gresik Bu, jadi sefang melakukan amandemen. Yang kedua
Bu......pengeluaran sebetulnya kalau kita lihat kan hitungan kalau berdasarkan IUP
kan 2017 Pak, 5 tahunnya sejak 2017 bukan 2015, jadi 5 tahun sampai 2022.
Sekarang itu pengeluarannya mereka yang actual itu sudah 223 juta US dolar dan
itu komitmen biayanya 1,3 padahal biaya mereka untuk membangun itu sekitar 2,3
milyar US dolar. Jadi kalau dilihat dari komitmen-komitmen saya kira mereka selesai
dengan negosiasi karena memang harus menjadi paket perpanjangan dan
sebagainya. Saya kira mereka akan membuat kalau ini selesai dengan proses
negosiasi, tetapi dengan .......
F-PG (ENI MAULANI SARAGIH):
Pimpinan, mudah-mudahan Pak Dirjen ini jangan hanya jadi corongnya
Freeport saja.
KETUA RAPAT:
Nanti saya kira Panja kita akan terus ikuti ini, saya pikir kita belajar lah
Undang-undang Nomor 4/2009 memberikan 5 tahun, perpanjang 3 tahun gitu,
sekarang 5 tahun lagi. Kondisi itu maunya 5 tahun ke depan benar-benar sudah ada
Pak, kita pastikan bahwa dulu ya pada waktu kita bahas soal PP itukan kita
mengatakan akan turut mengawasi setiap progres dari pada pembangunan smelter.
WAKIL KETUA RAPAT (DR. Ir. H.E. HERMAN KHAERON, M.SI/F-PD):
Pak Ketua izin, tadi kan Pak Menteri sudah menawarkan untuk rapat tertutup
dan terkoordinasi dengan kementerian lainnya. Menurut saya nggak usah dijawab
saja, nanti saja terbuka secara khusus gitu kan bisa dibuka-bukalah secara detil,
apakah menjadi corong atau bukan kan lebih terbuka secara tertutup begitu ya.
Terima kasih Ketua.
MENTERI ESDM RI:
Boleh Pak Ketua, saya teruskan.
KETUA RAPAT:
Silakan.
MENTERI ESDM RI:
Terima kasih Pak.
Jadi kalau saran saya begini sampai di sini mungkin kalau Bapak-Ibu Anggota
Komisi VII tidak keberatan, ini kita lanjutkan di Rapat Kerja tertutup dengan saya
akan berusaha untuk menghadirkan mitra, rekan saya Menteri Keuangan dan
Menteri BUMN untuk membahas tertutup Pak, karena ini jangan sampai terus terang
begini ya, ini mohon maaf sekali, jangan sampai nanti kesannya itu di publikasinya
itu DPR RI ini dengan pemerintah itu tidak satu suara untuk menghadapi Freeport
Mc Moran gitu. Ini saya kira sangat tidak baik, kita ini menghadapi Freeport Mc
Moran kalau kesannya tidak satu bahasa saya kira ini juga iya gitu, ya Freeport Mc
Moran-nya ya ketawa-ketawa saja gitu.
Demikian Pak, terima kasih.
KETUA RAPAT:
Banyak hal yang harus memang kita di parlemen juga tahu ya, siasat apa, dia
sekarang sedang bersiasat Pak, jelas, saya melihat, saya boleh melihat itukan tadi
.........saaya bukan pelaku usaha bisnis tapi katanya yang sudah mengaku itukan iya,
kalau ini wah ini Pak Ramson punya kacamata kali itu mirip Pak Kurtubi. Kalau ini
dari apa yang dia lakukan sekarang, dia ingin bertahan di Freeport dan itu oleh
pengusaha juga hal biasa saja Pak, kalau menguntungkan ya bertahan dia. Kita
hadapi jangan kalut juga tapi perlu ada siasat juga dari kita, dia munculkan hitungnya
pakai IPO katanya, itu bagian siasat juga, mari kita susun siasat Pak, Cuma Pak
Menteri jangan diam-diam saja kan begitu, nah nanti kita buka di rapat tertutup.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Pak Ketua, interupsi.
Inikan ujian terhadap keberanian pemerintah substantif, kemarin kan
disampaikan oleh presiden 40 tahun baru kali bisa divestasi 51%, kita dengar dong
buktinya. Kita DPR RI selalu mendukung mana pernah kita berbeda dengan
pemerintah di rapat ini nggak pernah, Cuma kan eksekutornya kan pemerintah,
bagaimana? Katanya udah oke 51%, kita udah bangga di sini sebagai DPR RI sudah
senang, tahu-tahu nggak jelas juga barang itu kalau kata istilahnya siapa gitu. Jadi
kita serahkan pemerintah, kita nggak pernah misalnya berbeda dengan pemerintah,
nggak pernah tetapi memang itu sudah tugasnya pemerintah dan pemerintah
mengatakan baru 40 tahun baru kali divestasi 51% Freeport berhasil, inikan nilai
politik bahasa ini, tapi kalau ini tidak direalisasikan nilai politiknya juga terdegradasi
Pak Ketua iya kan.
Itu maksud saya, jadi kita serahkan saja pemerintah Pak, saya kan nggak
pernah misalnya bertentangan dengan pemerintah, kita dukung-dukung aja apa
yang mau dilakukan pemerintah untuk selanjutnya merealisasi pernyataan Bapak
Presiden 40 tahun baru 51% divestasi baru kali ini, ya kita tunggu aja itu betul-betul
jalan gitu. Kita apa aja dari sisi DPR RI ya kita dukung, itu aja tapi yang kita minta
penjelasan ke publik. Rapat Kerja tertutup itu jarang Pak Menteri, itu terbuka supaya
rakyat juga tahu. Ini kemarin-kemarin saya pernah juga ditanya oleh rekan pers saya
sudah mengurangi wawancara baik di TV mau di oleh rekan-rekan jurnalis 1,5 tahun
belakangan ini, tapi saya ngomong sama satu ini tanya dong apa isinya yang 51%,
nilai sahamnya berapa, kewajiban nanti kalau udah pengalihan saham divestasi
pemegang saham yang 51% apa kewajibannya untuk investasi sekian puluh
mendatang, sanggup nggak merealisasikan pemerintah. Saya minta waktu itu salah
satu saya waktu mood saya lagi oke sedikit, saya di telepon muncul mungkin, saya
nggak ikuti tuh koran karena saya agak kurang sekarang banyakan di Dapil. Saya
leih nikmat di Dapil saja daripada kritik-kritik. Makanya kalau ada staf-stafnya Pak
Menteri program di Dapil saya senang banget itu, tadi mau penjelasan-penjelasan
apa itu hukum apa itu, biro hukum silakan saja melalui Pak Menteri daripada saya
buka lagi semua kelemahan-kelemahan ini. Saya kan dulu bidang saya itu 8 tahun
saya berhadapan, 5 tahun lah dengan pemerintah saat itu, saya waktu itu masih ini.
Jadi Pak Ketua, kita tunggu bagaimana itu 51%, saya menunggu, buktikan.
Soal misalnya pemerintah berani kita nggak pernah melarang supaya berani.......
KETUA RAPAT:
Baik, cukup ya saya kira itu udah jelas.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Itu saja Pak Ketua, kita tunggu.
KETUA RAPAT:
Kita akan supaya kita dibekali juga, kita ini di parlemen kan dikejar media juga
kaya tadi, tapi mungkin memang ada Pak informasi dalam bersiasat, tidak semua
juga harus kita tutupi.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Kita serahkan ke pemerintah, apa hasilnya dikasih tahu kita detil, jangan
hanya 51%-nya gitu, tahu-tahu didalamnya seperti gunung es.
Terima kasih Pak Ketua.
KETUA RAPAT:
Baik, banyak hal di situ baru angka 51%, bagaimana angka itu, dari mana
hitungnya, apa diperhitungannya ....kita tahu semua itu, kita ...... di sini nanti di
tertututup saja.
F-PAN (Ir. H. TJATUR SAPTO EDY, MT.):
Pak Ketua, saya agak kurang sependaat dengan Saudara Menteri tadi yang
menyampaikan bahwa jangna sampai kita beda suara. Maksud saya begini, selama
pemerintah itu memegang Undang-undang Dasar, perundang-undangan dan
keuntungan sebesar-besarnnya untuk kemakmuran rakyat pasti kita dukung, jangan
kita paksakan pemerintah dan DPR RI satu suara. Kalau pemerintah kemudian terus
keuntungannya menjadi lebih kecil, tidak sesuai dengan perundang-undangan itu
kita beda pendapat kan begitu. Jadi rapat tertutup dalam rangka kita membedah itu,
bukan dalam rangka penyamaan suara Pak. Kalau parameternya nanti untuk rakyat
dan kemudian sesuai Undang-undang Dasar pasti satu suara, tapi kalau output-nya
tidak itu pasti tidak satu suara gitu.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Baik, saya kira di tertutup, jadi semangat yang dibangun sekarang kan kita
senang-senang saja, negeri berdaulat 51% gitu ya. Saya pikir kita cukup di situ nanti
di dalami di kita diskusi lebih detil lagi nanti, kita ambil waktu ya Pak Menteri dengan
mengundang juga Menteri Keuangan dan Meneng BUMN.
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Izin Pimpinan, itu rapatnya kapan.
KETUA RAPAT:
Kita jadwalkan.
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Izin Pimpinan, sekalian interupsi.
Mungkin begini Pak Menteri, karena sudah sempet konferensi pers antara
Pak Menteri dengan Menteri Keuangan maupun Freeport, ini sebenarnya seperti
kebohongan publik mneurut saya karena publik melihat ini sudah ada kesepakatan
awalnya 51%, tapi ini kita lihat Freeport ini seperti ....... buat begini boleh, buat begini
boleh, buat aturan begini boleh, lokasi yang sudah ditunjuk sampai sekarang juga
belum ada kepastian. Nah kita minta di sini ada ketegasan seperti apa pola yang
harus dibuat karena publik ini menunggu sekarang. Kita rapat ini juga bahas Pak
Menteri tadi rapat tertutup, mereka juga mempertanyakan ada apa di sini. Menurut
saya harus ada kepastian yang pasti bagaimana perhitungan ini, kalau memanng
rapatnya hharus menghadirkan beberapa menteri itu juga harus ada kejelasan
setelah rapat itu. Mneurut saya begitu Pimpinan, supaya gamblang di publik gitu
karena saya melihat banyak sih kepentingan di dalam Freeport itu setelah saya
membaca media begini. Saya lihat banyak seklai kepentingan ini yang memperberat
suasana perundingan ini. Itu juga menjadi pertanyaan kita, menurut saya jangan
menjadi kebohongan publik Pak Menteri karena konferensi pers kemarin itu cukup
bagus medianya, tapi hasilnnya tidak seperti yang kita bayangkan gitu. Jadi seperti
jalan di tempat dan Menteri Keuangannya statement-nya begini, Pak Menteri begini,
jadi saya tanya Freeport-nya, Freeport-nya bilang oh belum, kami belum final. Nah
itu saya tanya juga Freeport-nya, jadi saya bingung sendiri ....... katanya sudah final
ttapi kok belum final. Ini yang menjadi harapan publik itu supaya lebih jelas,
bagaimana rapat nanti segera mungkin karena ini menjadi harapan publik yang perlu
dan kita memang mengambil keputusan pun, keputusan politik untuk kepentingan
bangsa ini.
Mungkin menurut saya itu Pimpinan, terima kasih.
KETUA RAPAT:
Itu poin Bapak yang terakhir itu Pak bahwa orang punya kepentingan apa, kita
kepentingannya satu, kepentingan merah putih Indonesia raya selesai pak iya kan.
Saya kira kita selesaikan di situ karena nanti akan ada lagi rapat, kita boleh ke draft
kesimpulan, tolong sama-sama ya kita cermati draft kesimpulan ini.
Saya bacakan:
1. Komisi VII DPR RI meminta kepada Menteri ESDM RI untuk melakukan
koordinasi dengan Menteri Keuangan dan Menteri BUMN terkait dengan
detil teknis negosiasi divestasi saham agar memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya bagi kepentingan nasional.
Iya divestasi saham PT Freeport Indonesia, tolong ditambahkan, setuju ya.
F-GERINDRA (ARYO P.S. DJOJOHADIKUSUMO):
Pak Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Pak Aryo silakan.
F-GERINDRA (ARYO P.S. DJOJOHADIKUSUMO):
Maaf, kalau poin 1 ini saya yakin Kementerian ESDM pasti sudah melakukan
koordinasi dengan Kementerian Keuangan, tapi apakah kita ini arahnya mau rapat
tertutup dulu dengan kita atau apa ini.
KETUA RAPAT:
Nanti nomor 2 rapat tertutup Pak dalilnya memang.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Pak Ketua, nomor 1 itukan kalau koordinasi kan sudah
KETUA RAPAT:
Atau langsung nomor 2 aja ya.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Publik perlu informasi terbuka dari hasil setiap penjelasan-penjelasan
pemerintah gitu, kebuka ke publik supaya rakyat tahu apa aja hasilnya yang 51% itu,
tolong dibuat staf ahli, ini tiba-tiba agak gatal ini tenggorokan. Jadi di sini kelihatan
keberanian membuat keputusan dari pemerintah, buram lagi ini bagaimana TA kok
bisa buram sih.
KETUA RAPAT:
Saya usul malah kita langsung ke 2 Pak, sebetulnya kan setiap langkah
negosiasi kan ada publikasi tapi hasilnya tentu namanya negosiasikan ada
perkembangan-ada perkembangan, kalau boleh nanti kita masih akan di rapat itu, di
poin 2 saja kita, usul saya kita ke poin 2 langsung.
Mas Aryo, silakan.
F-GERINDRA (ARYO P.S. DJOJOHADIKUSUMO):
Saya rasa yang dimaksud Pak Ramson adalah supaya kita tidak, pasti
negosiasi kan lama, masih bertahun-tahun. Jadi daripada kita nunggu negosiasi
bertahun-tahun, hasil negosiasi muncul kita semua pada marah atau pada seneng
atau pada gimana, mungkin setiap poin yang telah disetujui dipublikan, diberitahukan
ada up date biar nanti nggak berubah-ubah pikiran lagi kan kita khawatirnya Freeport
mengelabui pemerintah, mengelabui rakyat Indonesia, berubah pikiran mereka
seperti mennyebabkan kebingungan yang terjadi belum lama ini. Jadi mungkin
setiap poin yang sudah setujui dipublikasikan, yang sudah disetujui ya.
Terima kasih Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Kalau gitu bagaimana kalimatnya, Komisi VII DPR RI minta kepada Menteri
ESDM untuk, saya baca dengar ya, di dengar saja barangkali saya baca. Komisi VII
DPR RI meminta kkepada Menteri ESDM untuk melakukan koordinasi dengan
Menteri Keuangan dan Menteri BUMN terkait dengan teknis negosiasi divestasi
saham aggar memberikan manfaat yang sebesar-besarnya baik kepentingan
nasional dan mempublikasikan setiap perkembangan dari hasil negosiasi, begitu Pak
Ramson.
F-PDIP (ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU):
Menyampaikan ke publik, bukan ke DPR RI.
KETUA RAPAT:
Iya kalau ke DPR RI kan bisa kita undang.
F-PDIP (ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU):
Nggak kan begini Pimpinan, proses negosiasi itukan bertahap, bagaimana
kemudian setiap kemenangan-kemenangan kecil itu tidak dianggap kesombongan
oleh Freeport yang memang perusahaan dari negara adi kuasa. Jadi menurut saya
tidak perlu ada pernyataan ke publik tapi ke DPR RI gitu, kita kan sedang
bernegosiasi ini kadang-kadang langkah kita sudah ini tapi karena ribut di media,
berantakan gitu loh.
Terima kasih.
F-GERINDRA (ARYO P.S. DJOJOHADIKUSUMO):
Setuju Pimpinan, ke DPR RI ya.
KETUA RAPAT:
Baik, ditambahkan saja kalau begitu.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Satu juga Pak Ketua yang perlu disimpulkan, apa di poin 1 itu sekaligus ya
bahwa hasil divestasi 51% yang sudah diumumkan pemerintah agar diumumkan
secara detil kepada publik gitu dong, hasil akhirnya hasil yang kemarin kan itu sudah
suatu prestasi detilnya supaya diumumkan ke publik, kalau belum sesuai harapan
juga kasih tahu aja ke publik gitu Pak Ketua.
KETUA RAPAT:
Saaya kira udah ada di sini itukan bagian yang dinegosiasikan.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Belum diumumkan ke publik, orang udah ....... divestasi sudah dinyatakan
51% oke, detilnya supaya diumumkan ke publik.
Itu aja Pimpinan.
F-GERINDRA (ARYO P.S. DJOJOHADIKUSUMO):
Izin Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Detilnya inikan yang terus saya kira di dalam perundingan-perundingan.
Silakan Pak Aryo.
F-GERINDRA (ARYO P.S. DJOJOHADIKUSUMO):
Izin Pimpinan, izin tanya ke Pak Menteri.
Pak Menteri hasil kesepakatan perundingan tanggal 27 Agustus 2017 itu
apakah ada nota kesepahaman atau MoU yang ditandatangani bersama atau ini
Cuma persetujuan secara lisan, kalau ada nota kesepahaman itu apakah nanti bisa
kasih lihat kepada kita.
MENTERI ESDM RI:
....risalah rapat yang ditantangani bersama.
F-GERINDRA (ARYO P.S. DJOJOHADIKUSUMO):
Oh nanti risalah rapatnya bisa.
MENTERI ESDM RI:
Rapat tertutup ya, kalau tahapan negosiasinya saya harus lapor saya kira
mungkin tidak efektif Pak. Kalau mau ya seperti Pak Ramson nanti hasilnya
bagaimana saya lapor karena ini ditugaskan pemerintah Pak.
KETUA RAPAT:
Oke, menyampaikan hasil .....dari setiap perundingan kepada Komisi VII DPR
RI begitu ya Pak Menteri ya biar lebih tegas Pak.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Pak Ketua begini Pak Ketua, pemerintah kan sudah mengumumkan bahwa
ada kesepakatan divestasi 51% kedua belah, itu sampai presiden sampai
mengumumkan, maksud saya detilnya yang diumumkan ke publik, iya donng, wajar
dong rakyat mengetahuinya. Saya sebagai wakil rakyat menyampaikan keinginan
rakyat itu, itu aja, mau apapun hasilnya divestasi 51% apa syaratnya dikasih tahu aja
ke publik bahwa akhirnya maaf belum bisa ya itu juga disampaikan ke publik dong.
KETUA RAPAT:
Inikan baru sepakatnya 51.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Iya detilnya apa, kasih tahu dong.
KETUA RAPAT:
Ini yang sedang berunding itu, Pak Menteri tolong Pak.
MENTERI ESDM RI:
Mau tau detilnya itu seperti apa sih, kan saya sudah umumkan ini sesuai
kesepakatan dapat diperpanjang maksimum 2x10 dengan syarat: satu, Freeport
menerima untuk divestasi 51%, sudah saya jelaskan juga di media bahwa detil
jadwal maupun valuasi ditangani oleh Menteri Keuangan dan Menteri ESDM. Ini
saya sudah 1,5 bulan saya nggak ikut loh Pak, sekarang saya akan ikut lagi.
Yang kedua, ini tolong dicatat ya, media, yang kedua bahwa Freeport sepakat
untuk membuat smelter dalam 5 tahun. Memang tadi Bu Eni betul kalau ini nggak
ada persetujuan, kesepakatan final termasuk divestasi Pak itu tidak akan smelternya
dibangun. Kalau saya jadi Freeport saya juga akan melakukan yang sama gitu.
Yang ketiga adalah penerimaan negara lebih besar, nah ini yang saya sudah
jelaskan. Masalah penerimaan negara ini lebih besar, yang memimpin negosiasi
adalah Menteri Keuangan, tinggal kami tinggal tunggu ini Pak. Sebenarnya saya ini
lagi tunggu kedua rekan saya ini negosiasi, nanti hasilnya dilampirkan sebagai
bagian yang tidak terpisahkan dari IUPK. Ini sudah saya jelaskan Pak, nggak ada
detil lagi yang bisa saya jelaskan Pak karena ini ditangani oleh kedua rekan saya,
saya lagi tunggu ini karena sudah bocor surat begini saya menawarkan mau nggak
saya ikut lagi supaya lebih cepat. Kalau memang ditanyakan berapa lama
negosiasinya, saya kira sih kalau saya ikut mestinya nggak lama ya saya nggak bisa
tentukan waktu.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Pak Ketua, terima kasih Pak.
Justru yang kita meminta ke pemerintah melalui menteri ESDM, pemerintah
yang harus menjelaskan termasuk Menteri Keuangan, presiden, Menteri BUMN
karena yang bicara itu sudah sampai presiden, itu maksud saya, kok malah Menteri
ESDM ditinggalkan 1,5 bulan kan. Jadi ke pemerintah melalui Menteri ESDM supaya
dijelaskan dong, terbuka gitu, apa hasil divestasi 51% itu, apa itu karena kalau
Beliau jadi Menteri ESDM sudah ditinggalkan 1,5 bulan kan yang tahu hasilnya yang
lain, tapip juga. Itu yang kita minta di sini supaya publik tahu bahwa Komisi VII DPR
RI meminta bahwa kita concern terhadap kepentingan rakyat gitu.
Terima kasih Pak Ketua.
F-GERINDRA (ARYO P.S. DJOJOHADIKUSUMO):
Kalau boleh saya tambahkan Pimpinan, saya ingin menambahkan saja dari
Pak Ramson. Kita ini di Komisi VII khawatir ada sedikit ada miss komunikasi atau
kesalahan antara presiden dengan para menteri-menteri yang memimpin negosiasi,
kan presiden mengklaim seolah-olah 40 tahun baru kali ini loh seolah-olah lebih sakti
dari presiden 40 tahun sebelumnya, baru kali ini atau seorang mantan tukang kayu
bisa naklukkan Freeport karena itu yang beredar di media di sana.
Jadi saya ingin menambahkan saja, mohon maaf Pak Nazarudin saya baca
media, mohon maaf kalau saya salah kutip. Jadi kita khawatirnya kan menteri-
menteri kan sudah melaporkan hasilnya mungkin tidak disampaikan bahwa dvestasi
51% ini masih ada syarat-syaratnya. Jadi kita ingin membantu pemerintah, kita ingin
membantu presiden Joko Widodo, kita ingin membantu Menteri ESDM supaya nanti
akan disampaikan itu sesuai dengan realita yang terjadi Pak.
KETUA RAPAT:
Ini kan intinya artinya apa-apa yang disepakati di rilis ke publik, bukan ke
publik ke Komisi VII gitu, inikan menteri teknisnya di kita. Saya kira itu suatu yang,
saya kira memang begitu lah begitu, nggak ada yang terlalu ini saya pikir.
Pak Adian masih ada Pak.
F-PDIP (ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU):
Sudah benar, artinya bahwa kedatangan menteri dan Rapat Kerja inikan
bagian dari upaya memberikan penjelasan itu. Jadi saya mengerti yang dimaksud
Bbang Ramson itu sama Pak Harry itu apa, gitu. Kalau kemudian ada yang nggak
ngerti-ngerti sedikit sampai titik komanya berapa kali, berapa kali titik, berapa kali
koma segala macam itu berdua saja bicaranya. Tapi menurut saya perlu berikan
apresiasi adalah bahwa Rapat Kerja ini sesuai dengan agendanya bagian dari upaya
memberikan penjelasan itu, bahwa kemudian itu tidak semua menyenangkan hati
Pak Ramson dan Pak Harry itu persoalan nomor 2, tapi bahwa proses yang sudah
kita jalani sudah benar, nggak ada yang salah di sini.
Terima kasih Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Saya kira semua kita punya pemikiran yang sama, tadi judulnya kita ingin apa
yang dirilis, apa yang dipublikasi 51% ini kita happy semuanya sebagai bagian
daripada rakyat Indonesia gitu ya, kita senang pemerintah kan bisa menjadi kita jadi
pengendali di Freeport. Tapi kita pun faham juga bahwa mencapai itu kan baru
angka ini, detilnya itu masih saya kira memang kita harus fahami bahwa ini sesuatu
yang memang tidak sebentar dan pasti akan ada tarik dan seterusnya, dan
seterusnya gitu, gitu Pak. Tapi setiap tahapan perkembangan kita butuh di info gitu
Pak, supaya nanti pada saat yang sama juga karena kami ini wakil rakyat, kita
ditanya juga supaya penjelasan kita dengan pemerintah itu tidak berbeda tadi Pak.
Saya kira intinya itu sih, saya pikir nggak terlalu.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Mungkin setengah menit Ketua, klarifikasi. Ini bukan soal senang tidak
senang, pernyataan divestasi 51% kan diasumsikan rakyat sudah clear. Kalau belum
clear maksud saya dikasih tahu gitu, itu aja. Tadinya kan kalau udah clear ini, ini,
tahu-tahu berkembang belakangan ini kan berarti belum clear. Itu maksudnya Pak
Ketua.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Baik, saya kira udah menjawab yang nomor 1 ya bahwa kita di informasi etiap
hasil perundingan, kalimatnya uda ada yang mau tambahkan, cukup.
Komisi VII DPR RI meminta kepada Menteri ESDM RI untuk melakukan
koordinasi dengan Menteri Keuangan dan Menteri BUMN terkait detil teknis
negosiasi divestasi saham PT Freeport Indonesia agar memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya bagi kepentingan nasional.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Pak Ketua, ditambah terkait divestasi 51% saham PT Freeport Indonesia
yang telah dinyatakan oleh pemerintah, itu nggak ada. Itukan persoalannya kan di
situ, kalau yang ini bahasa retorika gini kan udah dari sekian tahun yang lalu sudah
kita buat seperti itu. Jadi yang konkrit gitu.
WAKIL KETUA RAPAT (Ir. H. SATYA WIDYA YUDHA, ME, M.Sc./F-PG):
Sebentar Ketua, saya ingin lihat kalau kita mau ngomong divestasi itu ada di
poin nomor 2 Pak. Jadi kalimat atas itu sebetulnya normatif Cuma kita minta supaya
itu di info ke kita secara reguler lah kira-kira begitu, tertutup mekanismenya bisa lah
kita lakukan dan nanti detilnya kalau yang 51% dan nanti detilnya kalau yang 51%
mungkin kita coba simak yang nomor 2 itu, supaya meng-cover dari apa yang
menjadi concern pembicaraan kita ini.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Interupsi Pak Satya melalui Pak Ketua, kalau yang kedua itukan untuk rapat
tertutup, kalau yang satu itu prestasi 51% yang sudah dinyatakan oleh pemerintah.
KETUA RAPAT:
Betul.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Yang nomor 2 itu karena kita ngomongnya juga 51% tapi kalau
disempurnakan.
WAKIL KETUA RAPAT (Ir. H. SATYA WIDYA YUDHA, ME, M.Sc./F-PG):
Mungkin bukan disempurnakan saja mungkin tidak seperti ini kalimatnya, jadi
kita sempurnakan saja jangan seperti ini, kalau seperti ini jadi nggak nyambung. Jadi
kita akan minta penjelasan mengenai hasil pembahasan detil dari divestasi 51% itu
dengan misalkan rapat tertutup gitu. Jadi udah masuk kan 51%.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Jadi kok takut-takut Pak Satya ini, saya jujur aja kan yang di atas itu divestasi
51% sampai Freeport yang sudah dinyatakan pemerintah, itu yang perlu......saham
itu udah dari dulu.
F-PDIP (ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU):
Pimpinan, sebentar Pimpinan.
Saya berfikir justru tidak tepat kita bikin rapat tertutup untuk membahas apa.
WAKIL KETUA RAPAT (Ir. H. SATYA WIDYA YUDHA, ME, M.Sc./F-PG):
Detil 51-nya.
F-PDIP (ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU):
Iya, lalu ngapain dimasukin ke poin 1 harus terbuka pada publik, orang kita
mau bahas tertutup dulu kok, step-nya bagaimana, planning-nya bagaimana,
masalahnya bagaimana, kan itu kita akan bahas di rapat tertutup. Apa yang harus
kita paksakan untuk disampaikan pada publik di penjelasan terbuka di nomor 1.
WAKIL KETUA RAPAT (Ir. H. SATYA WIDYA YUDHA, ME, M.Sc./F-PG):
Itu pemahaman saya, makanya pemahaman saya yang satu kan.
F-PDIP (ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU):
Kalau dipaksa kan Pimpinan, blunder ini, nggak bisa.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Sebentar ini ke Komisi VII Pak, saya pikir kalau memang disebut saham itu
PT Freeport ya memang acuannya 51% nggak apa-apa juga.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Kan 51%, artinya misalnya tahapannya belum sesuai yang dinyatakan
sebelumnya ya disampaikan saja itu maksudnya Pak Satya, apa adanya.
KETUA RAPAT:
Nggak untuk stressing saja saya kira nggak apa-apa, 51-nya nggak apa-apa
Pak karena memang kan fokus kita 51.
F-PDIP (ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU):
Begini Pimpinan, jadi bingung saya kita rapat tertutup ngapain, bahas 51%
kan. Artinya ada hal-hal yang terkait yang 51% yang belum bisa kita paparkan
terbuka kepada publik.
KETUA RAPAT:
Itu maksudnya, Pak di atas Pak, tolong makanya ini Pak Adian nggak bisa
baca ....itu di dengar.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Interupsi sedikit Pak.
KETUA RAPAT:
Menyampaikan hasil setiap perundingan yang belum ada hasilnya
disampaikan gitu.
F-PDIP (ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU):
Bukan, kalau dituliskan secara spesifik mengenai 51% divestasi saham
sementara kita juga sudah bersepakat pada waktu yang sama akan membicarakan
itu secara tertutup bukan malah jadi aneh Pimpinan, kan jadi lucu kaya becanda kita.
F-PD (H. IHWAN DATU ADAM, SE.):
Mungkin itu ada keterkaitan poin 1 sama poin 2.
F-PDIP (ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU):
Bukan kita mau membicarakan 51% secara tertutup ya oke tunggu saja
tertutupnya, ngapain juga kita paksakan harus sampaikan secara terbuka di poin 1,
jadi lucu. Ketika kita sudah bersepakat ada yang akan dibicarakan secara tertutup itu
mungkin mengidentifikasikan bahwa ada hal-hal lain yang tidak bisa di publish
secara terbuka, kenapa kita .....poin nomor 1.
F-PD (H. IHWAN DATU ADAM, SE.):
Betul juga itu Pak, betul juga kata bang Adian itu, saya setuju itu.
F-PDIP (ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU):
Terima kasih Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Saya kesepakatan saja, di atas itu poinnya adalah kita minta Komisi VII
diinformasikan setiap hasil perundingan atas divestasi saham 51% PT Freeport,
satu. Yang di bawah itu adalah kita minta untuk koordinasi dari Menteri ESDM
dengan Menteri Keuangan dan Meneg BUMN kita lakukan rapat tertutup terkait
dengan divestasi 51%.
F-PDIP (ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU):
Iya sama saja Pimpinan, bedanya di mana.
KETUA RAPAT:
Boleh atau kita satukan juga nggak apa-apa.
F-PDIP (ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU):
Menurut saya sudah clear di poin ke-2 sudah, ngapain kita paksain. Poin 1
51%, poin 2 51%, poin 2 di rapat tertutup itu clear 3 menteri yang hadir, apa
persoalan kita.
KETUA RAPAT:
Pak Hadi, silakan.
WAKIL KETUA RAPAT (H. HADI MULYADI, S.Si., M.Si./F-PKS):
Pimpinan, kalau kita membaca kesimpulan selalu sesungguhnya nomor 1, 2,
3, sampai penutup itu selalu terhubung, terkait. Nomor 1 sebenarnya kan yang akan
di nego bukan hanya 51% Pak Menteri, kita juga akan menyinggung soal smelter
dan masalah pajak penerimaan untuk negara. Artinya nomor 1 itu tidak hanya
berbicara 51% ada 3 hal yang dibicarakan yang dibicarakan, itu termuat pada poin 1.
Nah poin 2 ini spesifik nanti akan dalam rapat tertutup.
Jadi saya kira Pak Ramson, ini nanti tidak mengurangi substansi dalam
pembicaraan kita dalam satu hari ini bahwa nomor 1 dan nomor 2 itu sudah kita
setujui, begitu Pak Ketua.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Oke atau begini di atas nomor 1 yang kita minta Menteri ESDM melaporkan
ke Komisi VII setiap hasil perundingan terkait dengan PT Freeport Indonesia, sudah
semua itu iya kan. Yang kedua spesifik yang 51% divestasi, begitu Pak saya pikir.
Inikan semua perundingan, bukan hanya soal divestasi, ada soal smelter juga gitu.
Baik Pak, umum aja di atas yang spesifiknya di 2. Jadi tidak melakukan
koordinasi, koordinasi itu sudah lah, itu jalan. Komisi VII DPR RI meminta kepada
Menteri ESDM untuk menyampaikan hasil dari setiap perundingan terkait dengan PT
Freeport Indonesia kepada Komisi VII DPR RI begitu.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Pak Ketua, kalau koordinasikan di poin 2, jadi saya pikir di nomor 1 begini
saja. Komisi VII DPR RI meminta kepada pemerintah melalui Menteri ESDM RI
untuk mengumumkan hasil divestasi 51% dengan apa adanya, itu aja yang sudah
dicapai, cukup itu aja.
F-PG (IVAN DOLY GULTOM):
Pimpinan, saya tadi sudah mendengar ulasan Pimpinan dan telah mendengar
ulasan Pak Menteri. Saya rasa yang terbaik tadi adalah yang telah kita sepakati
bersama, jadi jangan kita lari-lari lagi dari pada koridort, dari pada kerangka yang
sudah ada.
Terima kasih Pimpinan.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Jadi Pak Ketua, saya ulangi itu aja karena koordinasi kan udah koordinasi di
poin 2, selama inikan koordinasi. Jadi hanya diumumkan hasil divestasi 51% yang
dicapai itu apa adanya. Jadi supaya jangan berlebih-lebihan begitu faktanya saja,
coba dibuat pasalnya oleh TA. Itu aja yang kita inginkan rakyat juga menginginkan
begitu.
F-PDIP (ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU):
Pimpinan, saya jadi bingung apa, problemnya di mana sih. Coba dibantu
Pimpinan untuk menjelaskan juga, kita sudah akan bicara banyak hal dengna sekian
bannyak menteri di rapat tertutup terkait divestasi saham. Kenapa lagi kita harus
dipaksakan untuk difokuskan untuk di poin 1, apalagi persoalan kita. Yang
dibicarakan yang terbuka tidak terbuka, kita bicara sama-sama nanti, kenapa harus
dipaksakan lagi masuk ke poin 1.
Maaf Pimpinan, ini DPR RI lembaga politik, iya saya juga berfikir politis. Kalau
kemudian dipaksakan sesuatu yang menurut saya tidak etis, tidak masuk nalar saya
gitu. Sudah jelas poin 2 kita bahas semua, berapa menteri? 3, yang terbuka, yang
tidak terbuka rencana kita bahas di saat, kenapa kita harus paksakan di nomor 1.
KETUA RAPAT:
Nggak, di atas tidak, itu di atas tadi yang saya bacakan ya itu mengenai kita
minta bahwa Kementerian ESDM melaporkan setiap hasil perundingan terkait
dengan PT Freeport Indonesia kepada Komisi VII.
F-PDIP (ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU):
Titik, itu Pak, kalau sudah disepakati, ketok.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Kalau koordinasi kan di poin 2.
KETUA RAPAT:
Nggak ada koordinasi lagi Pak, ini bagaimana sih.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Poin 2 itukan udah koordinasi rapatnya terkait hasil, udah titik itu.
WAKIL KETUA RAPAT (Ir. H. SATYA WIDYA YUDHA, ME, M.Sc./F-PG):
Udah, kita mesti akhiri ini kalau nggak diskusi ini jadi bingung saya.
KETUA RAPAT:
Oke, begini jadi semua terkait dengan PT Freeport itu dilaporkan ke Komisi
VII gitu.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Dan ke publik diumumkan ke publik, tahapan yang sudah ada sampe terakhir
itu.
WAKIL KETUA RAPAT (Ir. H. SATYA WIDYA YUDHA, ME, M.Sc./F-PG):
Menyampaikan ke Komisi VII tadi, menyampaikan ke Komisi VII DPR RI,
sudah, hasil perundingan PT Freeport Indonesia.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Jadi ini sebenarnya Pak Ketua, maksud saya kalau belum jelas divestasi 51%
dikasih tahu belum jelas, nanti perjelasnya di rapat tertutup gitu, jadi kita fair dong
terbuka, kata rakyat kita ngapain sih.....
KETUA RAPAT:
Kalau itukan udah di 2 Pak, yang di atas itu adalah umum untuk setiap
perkembangan hasil dari negosiasi Pak, kita di informasi dong.
F-PD (H. IHWAN DATU ADAM, SE.):
Ketua, interupsi.
Kalau memang ada ketemu nanti Bnag Ramson dan Bang Adian saya bawa
keluar aja, kita ngopi di luar jadi jelas, selesai urusan ini.
KETUA RAPAT:
Nggak lah saya kira ini setuju ya, setuju.
(RAPAT:SETUJU)
2. Komisi VII DPR RI sepakat dengan Menteri ESDM untuk melakukan rapat
koordinasi yang bersifat tertutup dengan Menteri Keuangan dan Menteri
BUMN untuk membahas detil divestasi 51% saham PT Freeport
Indonesia, udah itu aja dan pihak Indonesia menjadi pengendali, nanti lah
itu iya kan, sudah, habis titik aja di situ.
Namanya tertutup-tertutup nanti banyak perkembangan, oke setuju. Mungkin
smelter ada kaitan nggak dengan ......
MENTERI ESDM RI:
Saya kira gini Pak, kalau boleh yang nomor 2 itu ini fokusnya mau apa begitu,
kalau mau fokusnya itu perundingan ya lengkap aja nggak usah divestasi saja gitu,
perundingan saja titik gitu Pak. Jadi ada penerimaan negara, ada smelter dan ada
divestasi.
F-GERINDRA (ARYO P.S. DJOJOHADIKUSUMO):
Pimpinan, jadi mending untuk membahas detil negosiasi, perundingan antara
Pemerintah Republik Indonesia dengan PT FI, jadi mencakup semuanya.
KETUA RAPAT:
Baik, saya kira tolong di ini ya, supaya nggak usah sebut bahwa yang kita
mau diskusikan lebih detil itu adalah perundingan dengan PT Freeport Indonesia.
F-GERINDRA (ARYO P.S. DJOJOHADIKUSUMO):
Detilnya jadi divestasi dihapus, membahas detil perundingan atau detil
negosiasi.
F-PDIP (ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU):
Fokus tidak membahas 51%.
KETUA RAPAT:
Membahas semuanya lah.
F-PDIP (ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU):
Jadi di poin 1 tidak ada 51%, poin 2 tidak ada 51%, siap.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Pak Ketua, saya kurang sependapat itu. Jadi poin 2 di sini disebut termasuk
divestasi 51% yang sudah dinyatakan oleh pemerintah, itu dong yang mau kita
bahas gimana ini Pak Ketua, aduh.
KETUA RAPAT:
Nggak ini rapat tertutup saya nanti, di tertutup itu banyak hal yang bisa kita
diskusikan.
F-GERINDRA (ARYO P.S. DJOJOHADIKUSUMO):
Pimpinan, saya khawatirnya kalau kita batasi di poin-poin tertentu kita nggak
bisa ngomong yang lain semuanya.
KETUA RAPAT:
Iya, oke ya, setuju ya.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Tunggu dulu termasuk divestasi saham 51% saham PT Freeport itu termasuk
dong yang mau kita bahas.
WAKIL KETUA RAPAT (Ir. H. SATYA WIDYA YUDHA, ME, M.Sc./F-PG):
Itu dalam hati aja itu.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Nggak ..... karena itukan yang menjadi substansi pembahasan kan itu.
WAKIL KETUA RAPAT (Ir. H. SATYA WIDYA YUDHA, ME, M.Sc./F-PG):
Itu sudah termasuk Ketua, di dalam nanti di rapat tertutup Ketua, negosiasi itu
udah mencerminkan semuanya.
KETUA RAPAT:
Sudah saya kira kan udah semua, kenapa kita batas-batasi lagi, sudah setuju
ya.
(RAPAT:SETUJU)
3. Komisi VII DPR RI meminta Menteri ESDM RI untuk lebih cermat
melakukan inventarisasi barang milik negara BMN eks K3S yang sudah
tidak terpakai dan melakukan percepatan mekanisme penyelesaiannya
agar memberikan manfaat kepada negara sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Setuju ya.
(RAPAT:SETUJU)
4. Komisi VII DPR RI meminta Menteri ESDM RI secepatnya membuat
Peraturan Menteri ESDM RI tentang penetapan nilai perolehan air tanah
pada kegiatan hulu minyak dan gas bumi yang mampu mengakomodasi
kepentingan daerah terkait dengan upaya pendapatan hasil daerah dan
keberlangsung usaha kegiatan hulu minyak dan gas bumi dengan
memperhatikan aspirasi para pemangku kepentingan dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pak Menteri ini antara kepentingan korporasi dan kepentingan daerah ini saya
kira, baik.
MENTERI ESDM RI:
Kita akan fair Pak, nggak apa-apa Pak.
KETUA RAPAT:
Baik, setuju ya.
(RAPAT:SETUJU)
Baik, aya kira kita sudah di akhir, cukup dan nanti akan kita agendakan untuk
rapat yang lebih detil.
Singkat penutup dari Pak Menteri silakan.
MENTERI ESDM RI:
Bapak Ketua, Bapak Wakil Ketua, Bapak-Ibu Anggota Komisi VII yang saya
hormati, juga rekan-rekan di sini.
Atas nama pemerintah saya menghaturkan banyak terima kasih atas
perkenan Bapak-bapak dan Ibu sekalian, untuk mengadakan Rapat Kerja bersama
pemerintah. Apa yang sudah disepakati dalam risalah akan dijalankan dengan
sebaik-baiknya dan kami niatkan up date baik secara formal maupun informal untuk
bisa menyelesaikan apa yang sudah diputuskan bersama. Lebih kurangnya saya
mohon maaf.
Wassalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
KETUA RAPAT:
Terima kasih Bapak-Ibu teman-teman Anggota Komisi VII. Terima kasih Pak
Menteri ESDM, Pak Wamen dan seluruh jajaran. Terima kasih Pak Dirjen Kekayaan
Negara dan Kepala SKK Migas dan kita semua. Maka dengan ucapan
alhamdulillahirobbil'alamin Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat ditutup.
Wassalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
(RAPAT DITUTUP PADA PUKUL 17.05 WIB)
a.n. KETUA RAPAT
SEKRETARIS RAPAT
Dra. Nanik Herry Murti NIP. 19650506199403200