Korelasi Pengalaman Spiritual Dengan Kecerdasan Spiritual ...
DESKRIPSI TINGKAT KECERDASAN SPIRITUAL PARA … filedeskripsi tingkat kecerdasan spiritual para...
Transcript of DESKRIPSI TINGKAT KECERDASAN SPIRITUAL PARA … filedeskripsi tingkat kecerdasan spiritual para...
DESKRIPSI TINGKAT KECERDASAN SPIRITUAL
PARA SUSTER YUNIOR ORDO SANTA URSULA
TAHUN 2007/2008 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP USULAN
TOPIK-TOPIK BIMBINGAN KELOMPOK
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Bimbingan dan Konseling
Oleh:
Oleh :
Sri Supadmi
NIM : 021114042
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2008
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“Janganlah berkecil hati, apabila anda merasa tak mampu memahami dan
menjalankan semua tugas yang khusus ini. Yakinlah dan percayalah sebulat-
bulatnya, bahwa Allah akan membantu anda dalam segala hal. Berdoalah kepada-
Nya dengan rendah hati percayakan pada kekuasaanNya yang besar, jangan ragu-
ragu Dia yang telah memilih anda untuk tugas yang penting ini, Dialah juga yang
memberi kekuatan untuk menyelesaikannya, asal dari pihak anda tidak
mengecewakan Dia.” (Santa Angela Merici )
“Berharap berarti tetap hidup di tengah-tengah keputusasaan dan terus
bersenandung dalam kegelapan. Berharap berarti tahu bahwa ada cinta, berarti
percaya akan adanya masa depan. Selama masih ada harapan, doa akan terus
diucapkan, dan Tuhan akan terus menatang engkau dengan tangan-Nya” (Henry
Nouwen).
Walau segala sesuatu kelihatan berjalan buruk, aku akan percaya penuh, bahwa
penyelenggaraan illahi yang baik memelihara aku melebihi siapapun di dunia ini
(Penulis). PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan untuk :
Ordo Santa Ursula yang tercinta
Kedua orangtuaku, kakak-kakakku, adik-adikku, keponakanku tercinta
Sahabat-sahabatku yang tidak bisa ku sebutkan namanya satu persatu
ABSTRAK
DESKRIPSI TINGKAT KECERDASAN SPIRITUAL PARA SUSTER YUNIOR ORDO SANTA URSULA INDONESIA TAHUN 2007/2008 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP USULAN
TOPIK-TOPIK BIMBINGAN KELOMPOK
Sri Supadmi
Universitas Sanata Dharma
2008
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) tingkat kecerdasan spiritual para suster yunior Ordo Santa Ursula tahun 2007/2008, dan (2) menyusun suatu usulan topik-topik bimbingan yang sesuai untuk meningkatkan kecerdasan spiritual para suster yunior Ordo Santa Ursula tahun 2007/2008.
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Subyek penelitian ini adalah para suster yunior Ordo Santa Ursula tahun 2007/2008 yang berada di Pulau Jawa dan Flores. Para suster yunior yang ada di pulau Jawa 26 orang, sedangkan para suster di Flores ada 4 orang.
Instrumen yang digunakan adalah kuesioner yang dibuat oleh peneliti berdasarkan uraian dari masing-masing aspek kecerdasan spiritual menurut Zohar-Marshall.
Hasil penelitian adalah: (1) Tingkat kecerdasan spiritual para suster yunior Ordo Santa Ursula Indonesia tahun 2007/2008 yang memiliki kualifikasi “sangat tinggi” ada 2 suster (6,67%), kualifikasi “tinggi” ada 16 suster (53,33%), kualifikasi cukup ada 12 suster (40%), kualifikasi “rendah” dan kualifikasi “sangat rendah” tidak ada (0%). Ini menunjukkan bahwa kecerdasan spiritual para suster yunior Ordo Santa Ursula tahun 2007/2008, 18 suster (60%) telah mencapai tingkat kecerdasan spiritual yang diharapkan, sedangkan 12 suster (40%) belum mencapai apa yang diharapkan dalam kecerdasan spiritual. Semua suster akan mendapat bimbingan yang bersifat preventif, kuratif dan enrichment (pengayaan) sehingga mereka dapat mengembangkan kecerdasan spiritual agar mencapai seperti yang diharapkan, (2) Peneliti menyusun usulan topik-topik bimbingan kelompok untuk meningkatkan kecerdasan spiritual para suster yunior Ordo Santa Ursula tahun 2007/2008, yaitu sebagai berikut: Problem Solving, Menghargai Pendapat Orang Lain, Mengembangkan Sikap Kepedulian Terhadap Orang Lain, Berpikir Positif, Membangun Sikap Optimisme, Mengenal Potensi Di Dalam Diri, Mawas Diri Yang Efektif, Berani Menjadi Diri Sendiri, Mengenal Dan Mengolah Perasaan-Perasaan, Serta Visi Dan Misi Hidup Panggilan.
ABSTRACT
THE DESCRIPTION OF SPIRITUAL INTELLIGENCE LEVEL ON JUNIOR’S AT ORDO SANTA URSULA IN 2007/ 2008 AND ITS IMPLICATIONS TO
PROPOSAL GROUP GUIDANCE TOPICS
Sri Supadmi
Universitas Sanata Dharma
2008
This research aimed at understanding of two points; firstly, to understand the
spiritual intelligence level of Junior Sisters of Santa Ursula in 2007 / 2008 and secondly, the developing a proposal of guidance topics for spiritual intelligence improvement of Junior Sister of Santa Ursula in 2007 / 2008.
The method of this research was descriptive study, and the subjects of this research were 30 junior’s sister of Santa Ursula in 2007 / 2008 which 26 sisters in Java and 4 sisters in Flores.
The result of this research was described below:There were 6, 67 % ( 2 sisters) reached quite “high level” of spiritual intelligence;There were 53, 33 % (16 sisters) reached “high” level of spiritual intelligence;There were 40 % (12 sisters) reached “average” level of spiritual intelligence;There were not sisters who reached “low” and “very low” level of spiritual intelligence.
The results show that all of the research subjects reached the spiritual intelligence as high as expected, but 40 % among sisters then need to be improved in spiritual intelligence. All the sisters need of the preventive, curative and enrichment guidance. As a second aim of this research, I would like to develop some topics of group guidance in order to increase the spiritual intelligence level of Junior Sisters of Santa Ursula in 2007 / 2008. The topics are; Problem Solving, Respecting Others Opinions, Developing Of Compassionate Feelings For Others, Developing Positive Thinking, Developing Of Optimism, To Know And Receive Self Potentiality, Self – Awareness Effectively, Courage To Be Own Self, To Know And Managing The Feelings And Developing Vision – Mission Of Religious Life In Santa Ursula Congregation.
KATA PENGANTAR
Syukur dan terimakasih peneliti haturkan kepada Bapa, Putera, dan Roh Kudus
dan Bunda Maria serta Bunda Angela Merici yang telah melimpahkan berkat berlimpah
dalam proses penulisan skripsi dan penelitian ini. Peneliti juga bersyukur atas cinta dan
perhatian dari berbagai pihak dalam bentuk dukungan, masukan, kritikan dan doa
sehingga membantu peneliti dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik. Peneliti
menyadari tanpa itu semua skripsi dan penelitian ini tidak dapat berjalan dengan baik.
Penulis mengakui dengan penuh kerendahan hati bahwa penulisan skripsi ini jauh dari
sempurna namun karena bantuan dan dukungan dari berbagai pihak maka peneliti
memiliki kepercayaan untuk memberikan yang terbaik. Oleh karena itu peneliti ini
mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang tulus kepada:
1. Dr. M.M. Sri Hastuti, M.Si. selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan
Konseling, FKIP USD, yang telah memberikan ijin untuk penelitian skripsi ini.
2. Fajar Santoadi, S.Pd. selaku Sekretaris Program Studi Bimbingan dan Konseling,
FKIP USD.
3. Dra. C.L Milburga, CB M. Ed. selaku Dosen Pembimbing I yang dengan penuh
kesabaran, pengertian dan penerimaan selama bimbingan skripsi, memberi
masukan-masukan bermanfaat kepada penulis dalam penyelesaian skripsi.
4. Para Dosen Prodi Bimbingan dan Konseling, FKIP, USD yang telah banyak
memberikan bekal ilmu kepada penulis selama menjalani studi.
5. Propinsial dan para suster dewan Ordo Santa Ursula yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk belajar mengembangkan pengetahuan,
ketrampilan kepribadian di Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
6. Para suster Komunitas suster OSU di Jl. Kaliurang KM 6 Yogyakarta yang telah
memberi dukungan doa, semangat, cinta dan perhatian dalam berbagai bentuk
selama penulis studi dan menyelesaikan skripsi ini.
7. Sr. Kristina Men Nggoik, OSU yang telah membantu menyebarkan kuesioner
dalam penelitian.
8. Para suster yunior Ordo Santa Ursula yang telah membantu dalam mengisi
kuesioner sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
9. Thomas Buntoro “Bebe” yang telah memberikan masukan berharga dalam
penyusunan skripsi ini
10. Teman-teman Program Studi Bimbingan dan Konseling angkatan 2002 yang
banyak memberikan bantuan dan dukungannya.
11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang selama ini
dengan tulus hati telah memberikan bantuan dan dukungan sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ……………………………………………… i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……………… ii
HALAMAN PENGESAHAN ……………………………… iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ……………………………… iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……………………… v
ABSTRAK …………..…………………………………………… vi
ABSTRACT ……………………………………………………… vii
KATA PENGANTAR …………………………………………… viii
DAFTAR ISI ……………………………………………… x
DAFTAR TABEL ……………………………………………… xiii
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………… xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah………………………………… 1
B. Rumusan Masalah ……………………………………… 8
C. Tujuan Penelitian…………………………………………… 9
D. Manfaat Penelitian………………………………………… 9
E. Batasan Istilah……………………………………………… 10
BAB II KAJIAN TEORI ………………………………………….. 12
A. Hakikat Kecerdasan Spiritual …………………………… 12
1. Pengertian Kecerdasan Spiritual…………………… 12
2. Pentingnya Kecerdasan Spiritual…………………… 15
3. Aspek-aspek Kecerdasan Spiritual………………… 17
4. Karakteristik Individu yang
memiliki Kecerdasan Spiritual tinggi ……………… 31
5. Faktor-Faktor Kecerdasan Spiritual ……………… 32
B. Gambaran Umum Suster Ordo Santa Ursula……………. 37
1. Ordo Santa Ursula……………………………….. 37
2. Spiritualitas Ordo Santa Angela………………… 39
3. Program Pembinaan Yunior……………………. 42
C. Pentingnya Pelayanan Bimbingan Yunior……………… 47
D. Bimbingan Kelompok …………………………………… 48
BAB III METODOLOGI PENELITIAN …………………….. 49
A. Jenis Penelitian…………………………………………… 49
B. Subyek Penelitian………………………………………… 49
C. Instrumen Penelitian……………………………………… 50
1. Alat Pengumpul Data. ………………………………… 50
2. Uji Coba Alat………………………………………… 55
3. Validitas dan Reliabilitas…………………………… 56
a. Validitas Instrumen………………………………… 56
b. Reliabilitas Instrumen ………………………… 61
D. Prosedur Pengumpulan Data………………………… 62
1. Tahap Persiapan…………………………………… 62
2. Tahap Pelaksanaan………………………………… 63
E. Teknik Analisis Data…………………………………… 63
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………. 64
1. Hasil Penelitian………………………………… 64
2. Pembahasan…………………………………… 65
BAB V USULAN TOPIK-TOPIK BIMBINGAN………….. 72
BAB VI PENUTUP………………………………….………… 77
A. Ringkasan …………………………………………….. 77
B. Kesimpulan…………………………………………….. 79
C. Saran……. ………………………………………….. 80
DAFTAR PUSTAKA………………………………………….. 82
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Kisi-Kisi Kuesioner Kecerdasan Spiritual ……… 51
Tabel 2 Rekapitulasi Hasil Analisis Validitas Kuesioner
Uji Coba…………………………………………… 58
Tabel 3 Penggolongan Tingkat Kecerdasan Spiritual
Suster Yunior Ordo Santa Ursula ……………… 64
Tabel 4 Usulan Topik-Topik Bimbingan Kelompok bagi
Pembinaan suster Yunior Ordo Santa Ursula… 73
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Hasil Uji Analisis Validitas
dan Reliabelitas SPSS
(Statistical Programe for Social Science)
Versi 12 for Windows …………………… 84
Lampiran 2 Hasil Analisis Uji Validitas Item ………………… 88
Lampiran 3 Kuesioner Penelitian ……………………………… 91
Lampiran 4 Perolehan Skor Kecerdasan
Spiritual suster Yunior Ordo Santa Ursula
tahun 2007/2008 ……………………………………. 97
Lampiran 5 Perhitungan untuk melihat
Tingkat Kecerdasan Spiritual …………………… 101
Lampiran 6 Kualifikasi Tingkat Kecerdasan Spiritual
Suster Yunior Ordo Santa Ursula
tahun 2007/2008 …………………………………… 102
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada jaman ini menjalani hidup sebagai seorang religius tidak mudah. Hidup
religius adalah hidup yang dibaktikan untuk mengabdikan diri demi kerajaan Tuhan
dengan mengikrarkan nasihat-nasihat Injil. Seorang religius tergabung dalam salah
satu tarekat (kelompok biara) tertentu. Cara hidupnya tertuju pada Tuhan dengan
mengikrarkan nasihat-nasihat Injili dan disemangati oleh nilai-nilai pendiri
tarekatnya. Para religius dipanggil memberi kesaksian hidup dalam menghayati
kemiskinan, kemurnian dan ketaatan dalam hidup sehari-hari. Nilai kemiskinan
adalah semangat Injil yang mengajak para religius untuk hidup dalam kesederhanaan.
Kemurnian dihayati sebagai persembahan hati tak terbagi dan persembahan diri
seutuhnya kepada Tuhan dengan mengikatkan diri seumur hidup kepada-Nya,
sedangkan nilai ketaatan merupakan semangat untuk tidak mengikuti kehendak
sendiri, melainkan percaya dan menyerahkan seluruh hidup kepada kehendak Tuhan.
Kesaksian hidup di atas harus disadari oleh para religius secara terus menerus,
terlebih menghadapi jaman ini yang sangat mengedepankan pandangan bahwa
kesenangan dan kenikmatan adalah tujuan utama dalam hidup (hedonisme). Selain itu
pandangan masyarakat modern yang menganggap barang-barang sebagai ukuran
kebahagiaan dan kesenangan (konsumerisme) yang disertai gaya hidup sekular
merupakan tawaran yang menarik. Gaya hidup dan pandangan-pandangan ini
menggerus nilai-nilai moral dan agama sehingga mempengaruhi pola hidup dan
2
perilaku masyarakat. Ada kecenderungan manusia untuk lebih mementingkan hal-hal
yang duniawi sehingga mereka memberikan seluruh energi diri mereka untuk
mengejar kekuasaan dan kekayaan. Ukuran keberhasilan seseorang diukur dari
tingginya posisi jabatan dan banyaknya materi yang diperoleh. Jika para religius tidak
mampu mengatasi dan terhanyut dalam arus jaman seperti yang telah digambarkan di
atas, maka mereka akan kehilangan identitas sebagai orang yang terpanggil untuk
memiliki Tuhan seutuhnya. Mereka akan terjerumus dalam hidup duniawi dan
kehilangan orientasi hidup yang menuntunnya ke dalam panggilan hidup sebagai
religius yang lebih bermakna.
Di dalam mengatasi hambatan dalam mewujudkan cita-cita hidup religius
tersebut para religius membutuhkan sikap yang matang, bijaksana, dan arif. Sikap
yang matang, bijaksana, dan arif diperlukan untuk melihat mana yang sesuai atau
tidak dengan hakikat hidup religius, sehingga tidak bertentangan dengan penghayatan
nilai-nilai Injili dan spiritualitas ordo. Sikap yang matang, bijaksana, dan arif
memerlukan proses terus-menerus. Proses ini dipengaruhi oleh kesadaran diri
seseorang dalam menjalani hidupnya, juga oleh penghayatan hidupnya dengan Tuhan
sebagai sumber kebijaksanaan dan kearifan tertinggi. Para religius harus terus-
menerus berlatih menjaga kesadaran diri dan menjalin keakraban dengan Tuhan
untuk memperoleh rahmat kebijaksanaan dan kearifan. Usaha itu tidak cukup hanya
pada kesadaran diri dan relasi yang akrab dengan Tuhan saja tanpa diimbangi rasa
bertanggung jawab menghidupi dan mewujudkan nilai-nilai yang terkandung
didalamnya. Jika para religius mampu menghidupi nilai-nilai tersebut, maka ia
3
mencapai kepenuhan hidup (wholeness) sehingga hidupnya akan lebih bermakna
(meaningful).
Tantangan yang dihadapi dan harapan yang ingin diwujudkan dalam mencapai
kepenuhan hidup jelas membutuhkan rahmat Tuhan namun tidak cukup jika manusia
tidak mengambangkan keterampilan dan kemampuan yang dimiliki oleh masing-
masing pribadi. Sebagai manusia yang utuh, manusia memiliki dimensi akal budi,
tubuh, dan jiwa. Dari masing-masing dimensi ini, memiliki kecerdasan yang bisa
membantu manusia untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi dalam
hidupnya. Akal budi merupakan wilayah kecerdasan yang disebut kecerdasan
intelektual atau Intelligence Quotient (IQ), yang membantu manusia untuk berpikir
secara rasional dan logis. IQ menjadi fakultas rasional dari manusia. Sedangkan tubuh
atau fisik menjadi basis kecerdasan emosi atau Emotional Quotient (EQ), yang
membantu manusia untuk lebih menyadari, mengenali, mengelola emosinya sehingga
mampu mengolah emosinya secara lebih cerdas. Sedangkan dimensi jiwa memiliki
wilayah kecerdasan yang disebut kecerdasan spiritual atau Spiritual Quotient (SQ),
kecerdasan yang membantu manusia untuk menjadi lebih bijak, arif dan bahagia,
sehingga mampu mencapai kepenuhan hidup.
Jika melihat bentuk tantangan yang dihadapi, cita-cita yang ingin diwujudkan,
dan potensi yang dimiliki manusia, maka dalam konteks hidup religius kecerdasan
spiritual sangat dibutuhkan untuk membantu dan mengatasi masalah tersebut.
Kecerdasan spiritual dianggap kecerdasan yang tertinggi (ultimate intellgence) yang
dimiliki oleh manusia karena SQ mengefektifkan IQ dan EQ demi keseimbangan
4
pertumbuhan pribadi. SQ membantu manusia untuk mencapai spiritual yang sehat
dan kebahagiaan spiritual.
Di dalam kehidupan religius, kecerdasan spiritual membantu untuk menilai
apakah jalan hidup yang saat ini dijalaninya lebih bermakna atau tidak jika
dibandingkan dengan jalan hidup yang lain, sehingga ia dapat menjalani pilihan
hidupnya dengan penuh kesetiaan dan dedikasi. Kecerdasan spiritual membantu para
religius untuk mampu bersikap independen terhadap lingkungan, sehingga tidak
mudah hanyut dan terpengaruh dengan arus jaman yang menggerus nilai-nilai yang
tengah diperjuangkan. Akar dari SQ adalah Tuhan maka yang diperjuangkan adalah
nilai-nilai yang selaras dengan nilai-nilai kebaikan, kebenaran, dan keindahan sebagai
wujud dari kehadiran Tuhan. Untuk menghidupkan SQ, manusia harus lebih peka
dengan hati nurani dan penghayatan akan Tuhan sebagai sumber inspirasi dalam
menemukan nilai-nilai. Hubungan manusia dengan Tuhan akan berdampak pada
makna hidupnya serta nilai-nilai yang dijalani dalam relasinya dengan orang lain.
Ciri-ciri orang yang cerdas secara spiritual atau tingkat spiritualnya tinggi
antara lain memiliki kesadaran yang tinggi, artinya ia mampu mengenali diri dengan
baik karena memiliki pengertian yang mendalam mengenai dirinya dan orang lain. Ia
berpikir secara holistik atau menyeluruh, mampu melihat satu persoalan dalam
berbagai sudut pandang. Ia dituntun oleh visi dan nilai dalam menjalani hidup
sehingga mampu berpikir dan bertindak sesuai dengan visi dan nilai yang tengah
diperjuangkan. Ia lebih peka secara spiritual akan realitas di sekitarnya yang pada
akhirnya melahirkan nilai-nilai kebenaran, kebaikan, keindahan, kedamaian, dan
kearifan.
5
Mengaktifkan SQ berarti mengaktifkan dimensi spiritual manusia, yang
menyadarkan manusia untuk tidak hanya mengejar dan mengukur keberhasilan hidup
dari segi keuangan, kesuksesan, kepuasan kerja dan kenikmatan sesaat, tetapi berani
membuka perspektif lebih luas dengan tidak mementingkan diri sendiri, lebih peduli
kepada orang lain yang membutuhkan, menghargai, menghormati orang lain dan
berbelas kasih.
Ordo Santa Ursula (selanjutnya disebut OSU) merupakan salah satu bentuk
atau kelompok dari hidup religius yang didirikan oleh Santa Angela Merici yang
menghidupi spiritualitas Santa Angela, yaitu menampakkan kasih Tuhan dan kuasa
Roh Kudus bagi dunia, mau menjadi utusan-Nya bagi sesama, dan mau hidup di
dunia (Kons.OSU, 1984:Art. 1-19). Para suster OSU digerakkan oleh semangat
spiritualitas cinta kasih ganda dan tunggal. Mereka harus selalu berusaha untuk
bertindak demi cinta kasih ganda (cinta sesama) dan tunggal (cinta Tuhan) yang
saling menjiwai. Rela memberikan diri secara utuh untuk mengabdi Tuhan dan
kebahagiaan jiwa-jiwa. Spiritualitas ini mendorong mereka untuk menampakkan
kasih Tuhan dan kuasa roh bagi dunia. Hal ini bisa dilakukan jika para suster sendiri
penuh kasih dan penuh roh, mampu menghidupkan cinta Tuhan dalam dirinya dan
membagi kepada sesama. Tanggung jawab untuk merealisasikan nilai-nilai tersebut
mengandaikan para suster OSU telah sungguh-sungguh meresapi spiritualitas
tersebut. Motivasi dalam meneruskan cita-cita pendiri akan menumbuhkan hidup
panggilan para suster OSU menjadi semakin bermakna. Tanggung jawab dan
motivasi untuk menghayati spiritualitas pendiri ditanamkan sejak para suster OSU
6
menjalani masa pembinaan selama kurang lebih 8 tahun dan dilanjutkan dalam
pembinaan diri seumur hidup sebagai suster OSU (on going formation).
Masa pembinaan para suster OSU meliputi tahap-tahap, yaitu Postulan (1
tahun), Novis (2 tahun) dan Yunior (5 tahun). Untuk keperluan penelitian ini peneliti
lebih memfokuskan pada masa pembinaan yunior. Pada tahap ini pembinaan yunior,
diharapkan suster mampu mengembangkan keutuhan pribadinya yaitu aspek kognitif
atau intelektual (IQ), aspek emosional atau afektif (EQ), aspek fisik dan aspek
spiritual (SQ). Jika dilihat program-program pada tahap yunior tampak jelas bahwa
isi dari program yunior tidak hanya mengembangkan intelektual saja tetapi juga
mengembangkan kemampuan emosional dan spiritual. Berdasarkan pengalaman
sebagai suster OSU, peneliti berpendapat bahwa meskipun ketiga kecerdasan
tersebut diberi tempat untuk berkembang, namun aspek spiritual diberi porsi yang
lebih besar dalam program pembinaan. Di dalam pembinaan suster yunior OSU,
pengembangan dimensi spiritual (rohani) mendapat perhatian serius karena hal itu
menjadi dasar profesionalitas sebagai seorang religius (Konst. OSU, 1984:Art. 127).
Kehidupan spiritual yang baik akan membawa dampak dalam diri suster yunior, yaitu
semakin mencintai ordo, bersikap dewasa, bijaksana, penuh cinta, merasa aman dan
bahagia. Mereka mampu menghayati kaul-kaul mereka dengan penuh bakti dan cinta
pada Tuhan ditengah-tengah dunia yang dikuasai semangat hedonisme,
konsumerisme, materialime dan sekularisme. Mereka bisa memandang bahwa apa
yang tengah dihidupinya sekarang ini lebih bermakna daripada cara hidup yang lain.
Ia bertanggung jawab dan bermotivasi tinggi untuk merealisasikan nilai-nilai
7
spiritualitas Santa Angela Merici. Kiranya itulah harapan yang ingin dicapai dari visi
pembinaan para suster yunior.
Namun dalam kenyataannya, mencapai hidup bahagia dalam panggilan
sebagai suster OSU tidak mudah diwujudkan dalam hidup sehari-hari. Ada berbagai
hambatan misalnya, masih ada beberapa suster yunior yang merasa tidak bahagia dan
ragu-ragu dalam hidup panggilan meskipun ia sangat mencintai panggilannya sebagai
suster OSU. Ia tidak bisa menampilkan diri apa adanya dalam komunitas, merasa
cemas dan khawatir dalam hidup bersama karena takut penilaian orang lain atau
sesama suster yang sudah senior. Suster yunior seringkali mengalami kesulitan
dalam menyelaraskan antara kehendak sendiri dan keinginan Ordo. Dalam kaitan
hidup berkomunitas ada beberapa suster yunior yang kesulitan dalam menyikapi
perbedaan yang muncul dalam hidup bersama, dalam hidup pribadi mereka kurang
memberi prioritas waktu untuk berdoa, berefleksi, merenung dan berkomunikasi
dengan diri sendiri dan Tuhan.
Melihat kesenjangan antara harapan dan impian, maka peneliti berpendapat
bahwa program pembinaan para suster yunior perlu dilihat lagi terutama dalam
mengembangkan aspek-aspek kecerdasan spiritual dalam aspek kesadaran diri,
hubungan antar pribadi (kepedulian), kemampuan merayakan perbedaan dan
keberanian untuk bersikap spontan (tampil secara otentik). Berdasarkan kesenjangan
antara harapan dan kenyataan yang dialami para suster yunior dalam kehidupan
panggilannya, maka peneliti berpandangan bahwa pengembangan kecerdasan
spiritual sangat perlu bagi perkembangan diri suster yunior. Oleh karena itu,
8
pembimbing yunior perlu memberikan bimbingan yang dimaksudkan untuk
mengembangkan kecerdasan spiritual para suster yunior.
Menurut peneliti bahwa di dalam program pembinaan yunior, pengembangan
spiritual bukan yang hal baru, tetapi mengenai teori kecerdasan spiritual belum
dipahami dan diketahui secara mendalam baik oleh pembimbing yunior maupun oleh
suster yunior, karena teori tentang SQ sendiri masih baru. Bisa jadi para suster yunior
sebenarnya telah menghidupi kecerdasan spiritual, namun belum sadar bahwa mereka
telah menghidupinya sehingga setelah mengetahuinya mereka lebih menyadari dan
mempraktekannya demi perkembangan seluruh aspek diri mereka. Oleh karena itu
layanan bimbingan yang berkaitan dengan SQ perlu dilakukan secara sungguh-
sungguh dan optimal agar dapat memberikan sumbangan besar bagi kelangsungan
hidup para suster yunior sebagai anggota OSU.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti terdorong untuk melakukan
penelitian mengenai deskripsi tingkat kecerdasan spiritual para suster yunior Ordo
Santa Ursula tahun 2007/2008 dan hasil dari penelitian ini akan dipakai untuk
menjadi acuan dalam menyusun topik-topik bimbingan yang diperlukan dalam
pembinaan suster yunior.
B. Rumusan Masalah
Di dalam penelitian ini pertanyaan yang akan dijawab adalah :
1. Bagaimana tingkat kecerdasan spiritual (SQ) para suster yunior Ordo Santa
Ursula tahun 2007/2008?
9
2. Topik-topik bimbingan manakah yang sesuai bagi pembinaan dalam rangka
meningkatkan kecerdasan spiritual para suster yunior Ordo Santa Ursula tahun
2007/2008?
C. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah
a. Mendeskripsikan tingkat kecerdasan spiritual para suster yunior Ordo Santa
Ursula tahun 2007/2008.
b. Menyusun suatu usulan topik-topik bimbingan yang sesuai untuk
meningkatkan kecerdasan spiritual para suster yunior Ordo Santa Ursula tahun
2007/2008.
D. Manfaat Penelitian
a. Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang
tingkat kecerdasan spiritual para suster yunior Ordo Santa Ursula tahun
2007/2008 sehingga bisa dipakai sebagai dasar penyusunan usulan topik-topik
bimbingan kelompok.
b. Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak
1. Bagi Ordo Santa Ursula
Memberikan gambaran kecerdasan spiritual (SQ) dalam diri para yunior
OSU tahun 2007/2008 dan hal ini merupakan informasi untuk
memberikan pembinaan lebih lanjut.
10
2. Bagi Para Suster Yunior Ordo Santa Ursula
Memberikan informasi mengenai tingkat kecerdasan spiritual yang mereka
miliki dan sebagai bahan instropeksi diri dan mendorong mereka untuk
lebih merefleksikan hidup panggilannya.
3. Bagi Program Studi Bimbingan dan Konseling (BK)
Di dalam mengembangkan pribadi yang utuh, mahasiswa program studi
bimbingan dan konseling perlu mengetahui dan memahami mengenai
kecerdasan spiritual, sehingga sebagai konselor atau guru BK kelak
mereka dapat membantu para siswa atau klien untuk mencapai pribadi
yang utuh.
4. Bagi peneliti sendiri
Mendapat wawasan baru khususnya tentang kecerdasan spiritual. Selama
mempelajari topik kecerdasan spiritual ini peneliti diperkaya dan
mendapat banyak masukan sebagai seorang religius yang terus menerus
mengembangkan hidup rohani.
E. Batasan Istilah
a. Deskripsi
Deskripsi adalah pemaparan atau penggambaran sesuatu dengan kata-kata
secara jelas dan terinci (Poerwodarminta, 2003:288)
b. Tingkat
Tingkat dalam pengertian ini menunjuk pada susunan berlapis-lapis dari
variabel-variabel yang diteliti (Tim Penyusun kamus, 1991).
11
(dalam penelitian ini tingkat dikategorikan atas 5 tingkatan, yaitu Sangat
Tinggi, Tinggi, Cukup, Rendah, Sangat Rendah)
c. Kecerdasan Spiritual (SQ)
Kecerdasan spiritual (SQ) adalah kemampuan manusia dalam
mengembangkan hal-hal rohani, yaitu memiliki kesadaran diri yang tinggi,
bertindak spontan (cepat tanggap dan cekatan), berpandangan holistik, hidup
terbimbing visi dan nilai, membingkai ulang pengalaman, berefleksi
(kecenderungan untuk bertanya “mengapa”), mengambil manfaat dari
kemalangan atau penderitaan, memiliki rasa keterpanggilan, kepedulian,
merayakan keragaman, independensi terhadap lingkungan, dan rendah hati.
Allah menjadi akar dan pusat dari kecerdasan spiritual.
d. Ordo Santa Ursula Indonesia
Persekutuan hidup religius wanita yang menghidupi spiritualitas Santa Angela
Merici
e. Suster Yunior
Para suster OSU yang belum berkaul kekal (berkaul sementara).
f. Usulan Topik-Topik Bimbingan
Topik-topik bimbingan kelompok yang diusulkan bagi pembinaan suster
yunior OSU yang disusun oleh peneliti berdasarkan item-item hasil penelitian
yang menunjukkan skor rendah.
g. Bimbingan Kelompok
Bimbingan kelompok adalah bimbingan yang diberikan kepada lebih dari satu
orang pada waktu yang bersamaan (Winkel, 1997:518)
12
BAB II
KAJIAN TEORI
Dalam bab ini memuat hakikat kecerdasan spiritual, suster Ordo Santa Ursula,
pentingnya pelayanan bimbingan dalam pembinaan suster yunior dan bimbingan
kelompok.
A. Hakikat Kecerdasan Spiritual
1. Pengertian Kecerdasan Spiritual
Zohar-Marshal (2000:4) mendefinisikan bahwa kecerdasan spiritual adalah
kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai yang
memungkinkan individu untuk menempatkan perilaku dan hidupnya dalam konteks
makna yang lebih luas dan kaya. Ia berpendapat bahwa kerangka tertinggi serta
pemberi konteks tertinggi dari makna dan nilai adalah Tuhan sebagai pusat (centre)
dari diri manusia (Zohar-Marshal, 2000:171).
Menurut Lewin (2005:29-30) kecerdasan spiritual merupakan sebuah
pendekatan yang bisa dilakukan seseorang ketika ia harus mengalami perubahan
kesadaran menuju sebuah kesadaran baru. Perubahan keadaran yang bukan semata-
mata cara baru untuk menata berbagai pengalaman lama atau suatu panggilan untuk
menjalani serangkaian pengalaman baru, namun terlebih pada perubahan persepsi
yang diperlukan untuk mengenali dan memahami getaran baru dalam kesadaran.
Kesadaran baru ini memungkinkan seseorang dapat melihat dan mengetahui makna
yang tersembunyi atas suatu peristiwa yang telah terjadi. Ketika orang mengalami
13
suatu peristiwa seringkali pada saat pengalaman itu terjadi ia belum mampu melihat
atau mengetahui apa arti di balik peristiwa yang ia alami. Ketika ia mau meluangkan
waktu untuk berdiam diri dan menyadari keberadaannya dalam kejadian itu maka ia
akan menemukan makna dalam peristiwa yang ia alami.
Menurut Sinetar (2001:xv) kecerdasan spiritual merupakan kemampuan
seseorang untuk menghidupkan kebenaran yang paling dalam. Itu berarti seseorang
dapat mewujudkan hal yang terbaik, utuh dan paling manusiawi dari dalam batinnya.
Gagasan, energi, nilai, visi, dorongan dan arah panggilan hidup mengalir dari dalam
batinnya yang terolah dalam ketenangan dan keheningan. Sinetar (2001:12)
menambahkan bahwa gagasan, energi, nilai, visi, dorongan dan arah panggilan hidup
yang mengalir dari dalam batinnya adalah pemikiran yang terilhami. Kecerdasan
spiritual diilhami oleh dorongan, efektivitas dan keberadaan hidup keilahian yang
mempersatukan manusia sebagai bagian-bagiannya. Sinetar mengemukakan
kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan yang mendapat inspirasi, dorongan, dan
efektifitas dari penghayatan manusia akan Tuhan atau theiss-ness
(Nggermanto,2005:117).
Kravitz (www.Spiritualintelligence.com, 2 Maret 2002) berpendapat bahwa
kecerdasan spiritual mengacu pada ketrampilan-ketrampilan, kemampuan-
kemampuan dan perilaku-perilaku yang diperlukan untuk membangun dan
memelihara hubungan dengan Allah sebagai pencipta. Hubungan antara manusia
dengan Allah akan berdampak pada makna serta nilai-nilai kehidupan pribadinya
dalam berelasi dengan orang lain.
14
Buzan (2003:80) mengemukakan pendapatnya bahwa kecerdasan spiritual
berkaitan dengan segala sesuatu yang lebih besar dan menyeluruh. Seseorang tidak
lagi memikirkan kepentingan diri sendiri namun ia mau memikirkan kepentingan diri
dalam kerangka kepentingan umum. Seseorang yang memiliki gambaran menyeluruh
akan memiliki pengertian yang mendalam mengenai diri sendiri dan orang lain,
penghargaan serta penghormatan kepada kemanusiaan dan berbelas kasih.
Khavari (Sukidi, 2004:53) berpendapat kecerdasan spiritual adalah fakultas
dari dimensi non material manusia (roh manusia). Ia menyoroti tentang kemungkinan
manusia untuk menjadi lebih spiritual, artinya manusia tidak hanya mengejar dan
mengukur keberhasilan hidupnya dengan uang, kesuksesan, kepuasan kerja,
kenikmatan seks, dan seterusnya. Hal-hal yang material ini tidak sepenuhnya
menjamin kebahagiaan seseorang. Kebahagiaan essensial dalam diri manusia terletak
pada kehidupan spiritualnya bukan terletak pada sisi luar yang bersifat jasmani atau
fisik.
Dari pengertian-pengertian diatas peneliti menyimpulkan bahwa kecerdasan
spiritual mengacu pada ketrampilan serta kemampuan individu dalam hal
membangun perilaku-perilaku yang diperlukan untuk menumbuhkan,
mengembangkan dan memelihara hubungannya dengan Allah serta menjadikan Allah
sebagai kerangka dan konteks tertinggi dari makna juga nilai hidupnya. Makna dan
nilai tertinggi bisa diraih oleh individu dalam kehidupannya jika ia telah
merealisasikan nilai dan makna yang telah ia peroleh dari hubungannya dengan Allah
dalam berelasi dengan sesama dan alam semesta.
15
2. Pentingnya Kecerdasan Spiritual
Kecerdasan spiritual (SQ) sangat relevan bagi hidup para religius yang
senantiasa menjalin hubungan dengan Tuhan secara intensif. Keheningan (silentium),
doa (retret, rekoleksi dan tridium), membaca bacaan rohani, mendalami kitab suci,
menghayati spiritualitas pendiri dan menjalankan konstitusi tarekat menjadi sarana
untuk mengaktifkan SQ. Pemeriksaan batin yang dilakukan oleh mereka setiap hari
menjadi kesempatan mengasah kepekaan akan realitas spiritual dalam lingkungannya
dalam merasakan kehadiran Tuhan dalam seluruh dimensi kehidupannya.
Sukidi (2004:68-76) menjelaskan bahwa kecerdasan spiritual menjadi penting
dan relevan bagi pengembangan dimensi rohani individu sebagai berikut :
a. Ada segi-segi kehidupan manusia yang tidak bisa diungkapkan atau dijelaskan
dengan sudut pandang ilmu pengetahuan, tidak bisa diatasi dengan
menggunakan akal pikiran atau Intelligence Quotient (IQ) atau diterima
dengan rasa perasaan atau Emotional Quotient (EQ) yang dimiliki manusia.
Segi-segi ini berkaitan dengan hakikat sejati manusia, makna hidup manusia,
arti kehidupan manusia di dunia ini, bagaimana ia menjalani hidup secara
benar dan seterusnya. Untuk menjelaskan segi-segi tersebut manusia
membutuhkan Spiritual Quotient (SQ).
b. Struktur Manusia Utuh adalah Pikiran (Mind), Tubuh (Body) dan Jiwa (Soul).
Pikiran merupakan basis IQ, sedangkan tubuh menjadi dasar EQ. IQ mewakili
dimensi akal budi atau pikiran sedangkan EQ mewakili dimensi emosi atau
rasa perasaan manusia. IQ dan EQ tidak mencukupi untuk mencapai
keutuhan manusia. Manusia bisa dikatakan utuh jika ia memiliki roh yang
16
menjadi basis dasar SQ. Tubuh dan pikiran menjadi hidup karena ada roh.
Roh menjadi faktor kunci untuk mencapai keutuhan manusia. Manusia tanpa
SQ tidak akan bertumbuh dan berkembang secara utuh.
c. SQ menjadikan manusia sehat secara spiritual. Seperti halnya IQ yang
menjadikan manusia sehat secara pikiran-intelektual dan EQ yang menjadikan
manusia sehat secara emosional, maka SQ menjadikan manusia sehat secara
spiritual. Seseorang yang sehat secara spiritual adalah seseorang yang mampu
memahami nilai-nilai mendasar yang dihayatinya misalnya kebaikan,
keindahan, cinta dan kebenaran. Pemahaman seseorang mengenai nilai-nilai
akan mendorongnya untuk merealisasikan nilai-nilai itu dalam hidup sehari-
hari, dengan demikian ia dapat memaknai berbagai pengalaman secara
spiritual. Ia memiliki pandangan yang lebih mendalam atas pengalamannya,
dapat memberikan makna serta nilai tambah pada kondisinya sekarang. Ia
dapat menggunakan SQ untuk menyembuhkan dirinya sendiri dari
penderitaan, kemarahan dan kekecewaannya yang mendalam. Kesehatan
spiritual tidak bisa diperoleh hanya dengan IQ dan EQ.
d. SQ membimbing manusia memperoleh kedamaian spiritual. Kedamaian
spiritual adalah kedamaian hakiki dalam hidup manusia. Ciri-ciri kedamaian
spiritual adalah adanya perasaan aman (secure), damai (peace), penuh cinta
(loved), dan bahagia (happy). Sedangkan ciri-ciri tidak damai secara spiritual
adalah kebalikannya yaitu merasa tidak aman (insecure), tidak bahagia
(unhappy) dan tidak ada cinta (unloved).
17
e. SQ membantu manusia meraih kebahagiaan spiritual. Kebahagiaan spiritual
adalah situasi dimana seseorang bisa membebaskan diri dari kecenderungan
materialime dan hawa nafsu (bersikap lepas bebas). Materialisme tidak bisa
menjadi pemenuhan makna yang sesungguhnya, karena semua itu tidak kekal
dan abadi. Misalnya saja, ketika seseorang kehilangan harta benda atau
kekuasaan ia merasa kehilangan seluruh kehidupannya sehingga bunuh diri
atau melarikan diri ke hal-hal yang menyimpang dari nilai-nilai kebaikan dan
kebenaran.
f. SQ mengajarkan kearifan spiritual. Menjalani hidup secara arif, bijak dan
spritual adalah bersikap jujur, adil, toleran, terbuka, penuh cinta dan kasih
sayang terhadap sesama. Kearifan spiritual menghindarkan diri manusia dari
sikap arogan, otoriter dan tamak, serta sikap yang tidak mau mendengar suara
lain disekitarnya karena hanya mengandalkan pikirannya sendiri saja. Hanya
dengan kearifan secara spiritual manusia dapat hidup lebih bermakna dan
bijak, mampu menyikapi segala sesuatu secara lebih jernih dan benar sesuai
hati nurani.
3. Aspek-aspek Kecerdasan Spiritual
Kecerdasan spiritual (SQ) dalam diri manusia dapat berkembang, jika
manusia mengisi ruang spiritualnya dengan hal-hal baik. Jika ruang spiritual itu
dibiarkan kosong, maka hal-hal yang buruk akan mudah masuk dalam ruang tersebut
dan membuat manusia menjadi bodoh secara spiritual.
Keadaan individu yang bodoh secara spiritual antara lain ditandai dengan
tidak memiliki pemahaman yang cerdas mengenai tujuan hidupnya sendiri yang
18
dianggapnya penting, ambisius (dia harus mencapai sesuatu demi pencapaian itu
sendiri), menganggap keinginannya adalah kebutuhannya dan memaksakan memiliki
lebih banyak lagi dan sebagainya (Zohar-Marshal, 2000:250-258).
Agar seseorang bisa cerdas secara spiritual maka di dalam SQ ada beberapa
aspek yang bisa dikembangkan oleh seorang individu. Aspek-aspek kecerdasan
spiritual adalah sebagai berikut (Zohar-Marshall, 2005:138-176):
a. Kesadaran Diri Tinggi
Kesadaran diri adalah salah satu kriteria tertinggi dari kecerdasan
spiritual yang tinggi. Mengembangkan kesadaran diri yang lebih besar
merupakan prioritas utama untuk meningkatkan SQ. Langkah pertama untuk
memiliki kesadaran adalah menyadari, mengenal dan mengetahui tentang
keberadaan diri sendiri dengan meningkatkan komunikasi dengan diri sendiri.
Meditasi dan refleksi membantu seseorang untuk membangun kesadaran diri,
sehingga ia mengetahui, menyadari dan meyakini nilai atau motivasi apa
yang menggerakkan dia dalam bertindak atau berbuat sesuatu.
Rogacion (Safaria, 2005:46) mengartikan kesadaran diri sebagai
kemampuan orang dalam menginsafi totalitas keberadaannya sejauh mungkin,
seperti menyadari keinginan, cita-cita, harapan, dan tujuan hidupnya. Orang
memiliki kesadaran diri berarti orang yang bersangkutan mengetahui apa yang
diyakini, apa yang dihargai, dan apa yang memotivasinya secara mendalam
atas tindakan dan keputusan-keputusan yang ia buat.
Seseorang yang tekun dalam menyelami diri sendiri akan semakin
mengenal seluruh keberadaan dirinya, kekurangan dan kelebihannya, bakat-
19
bakatnya, pengalamannya yang akan memunculkan kesadaran baru terhadap
realita hidup yang telah dan hendak dijalaninya. Kesadaran diri seperti ini
akan membawa orang bersentuhan dengan pusat terdalam diri batinnya,
memungkinkannya untuk membaharui diri terus-menerus dan mendengarkan
panggilan nuraninya.
Kesadaran diri yang tinggi dapat dimiliki oleh seseorang jika ia
sungguh-sungguh mengenali jati dirinya sendiri. Ketika ia bisa menerima
dirinya dengan baik maka ia terbebas dari rasa iri hati kepada orang lain yang
melebihi dirinya. Ia bisa menerima kekurangan dirinya baik dalam hal fisik,
bakat dan potensinya itu sehingga ia mampu mencintai dirinya dan terpacu
mengembangkan diri. Penerimaan dan pengakuan keberadaan diri
berpengaruh terhadap penerimaan dan pengakuannya terhadap sesamanya.
Hal ini sangat penting dan diperlukan dalam membangun relasi dengan
sesama secara lebih baik.
b. Bertindak Spontan
Spontanitas adalah “ketanggapan” seseorang terhadap sesuatu yang
untuknya seseorang terdorong untuk mengambil tanggung jawab atas sesuatu
itu. Bertindak spontan artinya seseorang cepat tanggap dan secara cekatan
memberikan tanggapan yang konstruktif dalam situasi tertentu yang tidak
diharapkan. Spontan di sini bukan berarti tingkah laku atau sikap yang
impulsif semata-mata tetapi sebuah tanggapan atau improvisasi terhadap
sesuatu yang diketahui dari dalam melalui kepekaan batin terhadap situasi
yang dihadapinya (Zohar-Marshall, 2000:185).
20
Tindakan spontan mengandung keberanian, kemauan dan kerelaan
menerima tanggung jawab serta sanggup menjalankan tanggung jawab dalam
mengatasi atau menerima situasi yang tidak menyenangkan. Sikap berani
berarti sadar dan mau menanggung resiko untuk merasa tidak nyaman atas
setiap tanggung jawab yang diterima dan dijalani. Ketika seseorang bersikap
spontan ia menemukan dan lebih mengenal dirinya serta mengetahui bahwa ia
adalah bagian dari dunia.
c. Mengambil Jarak dan Mengambil Manfaat dari Kemalangan
Mengambil manfaat dari kemalangan berarti mampu belajar dari
pengalaman penderitaan atau kegagalan yang dialami. Penderitaan yang
dialami oleh seseorang mengajar orang tersebut mengetahui batas-batas
kemampuannya dan melampaui keterbatasan itu. Orang bisa bertumbuh ketika
ia mau belajar dari penderitaan atau kesalahan yang ia alami sehingga ia dapat
meraih keberhasilan atas kegagalan yang dialami sebelumnya.
Kemampuan memanfaatkan penderitaan ini meliputi sikap jujur atas
penderitaan yang dialami, kelemahan, kekeliruan yang telah dilakukan, berani
menanggung kepedihan serta rasa malu yang timbul dari kesalahan atau
penderitaan yang di alami. Memanfaatkan penderitaan menuntut pengakuan
atas realita bahwa ada persoalan atau masalah tertentu yang tidak dapat
dipecahkan, bahkan ketika suatu persoalan tertentu tidak dapat dipecahkan
meskipun telah mengunakan kemampuan yang dimilikinya untuk
memecahkan persoalan tersebut.
21
Pengaruh penderitaan dan kesulitan yang dihayati sebagai kesempatan
untuk membangun diri, akan mengubah sesuatu yang lemah akibat
penderitaan itu menjadi kuat dan matang. Pengakuan seperti ini memberikan
kearifan dan kematangan dalam diri orang tersebut sehingga ia menjadi lebih
dewasa dari keadaan sebelumnya.
Seseorang dapat mengambil manfaat dari kesulitan atau penderitaan
yang ia hadapi jika ia dapat berdamai dengan kehidupannya yang diwarnai
dengan penderitaan, kelemahan dan kesalahan. Ia akan menjadi orang yang
mampu menghadapi penderitaan dalam hidupnya dengan ringan sehingga
orang dapat melampaui penderitaannya tanpa terbebani oleh persoalan dan
penderitaan yang ia hadapi.
Kemampuan mengambil manfaat dari penderitaan bisa juga berarti
kemampuan untuk mengubah kutuk menjadi berkat. Artinya, mampu melihat
suatu penderitaan ini menjadi titik tolak perkembangan dirinya menjadi lebih
matang, lebih dewasa dan lebih mantap dalam menjalani kehidupannya.
Kemampuan mengambil manfaat dari penderitaan berarti ketrampilan
seseorang untuk mengolah setiap situasi atau peristiwa tertentu yang
membuat mereka lemah tidak berdaya dan mengubahnya menjadi satu
kekuatan untuk melangkah maju.
d. Terbimbing oleh Visi dan Nilai
Visioner didefinisikan sebagai suatu kemampuan yang dimiliki
seseorang untuk berpikir atau merencanakan masa depan secara bijak dan
imajinatif, dengan menggunakan gambaran mental tentang situasi yang dapat
22
dan mungkin terjadi di masa mendatang (Buzan, 2003:33), sedangkan visi
adalah suatu tujuan yang ingin dicapai dari apa yang ia gambarkan dan
rencanakan untuk masa yang mendatang. Visi pasti mengandung nilai-nilai
yang sangat berarti untuk diwujudkan.
Visi menjadi “cahaya pembimbing” dalam hidup seseorang. Tujuan
hidup bukan sekedar suatu gagasan yang baik namun sebagai sesuatu yang
bermuatan perasaan dalam kerja dan hidup yang menyediakan orientasi serta
arah hidup. Tujuan hidup membuat seseorang tergerak untuk mencurahkan
segala perhatian dan tenaganya dengan sepenuh hati dalam usaha
mencapainya.
Junaidi (2006:182-183) mengatakan bahwa keselarasan antara angan-
angan atau cita-cita yang ingin dicapai sebagai tujuan hidup dengan kegiatan
atau kerja sehari-hari, membuahkan pertumbuhan pribadi, keberhasilan dan
kepuasan dalam hidup. Buechner berpendapat bahwa tujuan hidup atau tempat
tujuan yang ditentukan oleh Tuhan adalah tempat di mana seseorang
menemukan kebahagiaan dalam kehidupannya (Junaidi, 2006:183).
Jadi orang yang terbimbing visi dan nilai dalam menjalani hidup
berarti ia tahu persis visi dan nilai apa yang saat ini ia hidupi dan ia
perjuangkan. Visi dan nilai yang ia perjuangkan menjadi “cahaya
pembimbing” dalam menjalani dan mengisi hidupnya sehingga menjadi lebih
terarah, bermakna dan bernilai.
23
e. Berpandangan Holistik
Holisme adalah sebuah pandangan pada sebuah realitas bersama yang
lebih mendalam yang mendasari kebanyakan perbedaan dan mampu melihat
suatu masalah dan membuka masalah tersebut menuju potensialitas yang lebih
dalam, sehingga orang menemukan hal baru yang mengembangkan dirinya.
Berpikir holistik merupakan suatu kemampuan dalam melihat pola-
pola dan hubungan-hubungan yang lebih luas, melihat hubungan-hubungan
antar hal yang bekerja secara internal, hubungan yang tumpang tindih, dan
pengaruh-pengaruh secara utuh. Orang yang berpandangan holistik berarti
seorang yang mampu melihat suatu permasalahan dari setiap sisi dan melihat
bahwa setiap persoalan memiliki setidaknya dua sisi atau lebih.
Cirri orang yang berpikir holistik adalah orang yang reflektif dan
berpikiran luas, sangat peka terhadap gerak batin dalam situasi tertentu.
Mereka selalu sadar bahwa mereka ikut bertanggung jawab dalam
keseluruhan dan selalu sadar bahwa keseluruhan itu mempengaruhi dirinya
sendiri dan orang lain.
f. Kepedulian
Kepedulian adalah satu rasa kebersamaan yang aktif dan kemauan
untuk terlibat. Kepedulian menuntut orang merasakan kesetaraan sebagai
sesama manusia dengan orang di sekitarnya, bahkan jika ada pandangan-
pandangan yang berbeda di antara mereka. Seseorang tidak lagi terkurung
dengan pandangannya sendiri, tetapi bisa memahami pandangan orang lain
24
juga dan bisa merasakan apa yang menjadi latar belakang dari pandangan
orang lain tersebut.
Buzan (2006:43) mengungkapkan bahwa salah satu ungkapan
kepedulian terhadap orang lain adalah belas kasih (compassion). Belas kasih
menjangkau orang lain melalui rasa sayang dan hormat, memiliki komitmen
kepada orang lain dan ikut bertanggung jawab dalam menolong mereka.
Orang yang memiliki kepedulian adalah orang yang mampu berempati
karena merasa bahwa ia menjadi bagian dari yang lain dan menjadi pelindung
bagi yang lain tanpa pamrih. Ia hanya digerakkan oleh motivasi yang tertinggi
yaitu kebaikan dirinya dan kebaikan orang lain.
Safaria (2005:106) mengartikan empati sebagai pemahaman seseorang
tentang orang lain berdasar sudut pandang, perspektif, kebutuhan-kebutuhan,
pengalaman-pengalaman orang yang bersangkutan. Untuk itulah sikap empati
sangat dibutuhkan di dalam proses bersosialisasi agar tercipta hubungan yang
bermakna dan saling menguntungkan.
g. Merayakan Keragaman
Ada pandangan bahwa tiap orang adalah sebuah mujizat dan masing-
masing memiliki kisah hidup yang unik. Pandangan ini mengajak setiap orang
untuk berpikir positif tentang seseorang. Situasi apapun yang dihadapi oleh
seseorang, itu merupakan kekayaan dari pengalamannya. Mengagumi dan
menghormati orang lain merupakan satu cara untuk mengakui bahwa masing-
masing orang itu memiliki keunikan.
25
Merayakan keragaman bisa berarti mempercayai orang lain, mencintai
atau setidak-tidaknya menghargai orang lain yang berbeda dengan diri sendiri.
Menghargai pandangan-pandangan orang lain yang berbeda dan bahkan yang
bertentangan dengan pandangannya, merupakan ciri khas bagi orang yang
bisa merayakan keragaman. Orang yang demikian berarti mampu melihat
bahwa dengan adanya perbedaan menjadi sebuah peluang. Hal ini
mensyaratkan orang memiliki sikap yang bisa selalu bersyukur kepada Tuhan
atas perbedaan yang ada pada orang lain. Ia mampu melihat bahwa adanya
perbedaan akan memperkaya realitas dan peluang-peluang dirinya. Hal ini
mengandung sikap rendah hati terhadap pandangannya sendiri dan mengakui
kebaikan atau kebenaran juga ada dalam pandangan orang lain.
h. Independensi terhadap Lingkungan
Orang yang memiliki independensi terhadap lingkungan adalah orang
yang memiliki keyakinan teguh dalam diri dan sanggup menentang arus
dalam lingkungannya ketika nilai yang tengah diperjuangkannya demi
kepentingan umum dan kebaikan bersama mendapat pertentangan. Ia sanggup
mengambil jarak dari keadaan lingkungannya yang mempengaruhi
independensinya, meskipun ia akan menemui dirinya terisolasi dan tidak
popular dalam lingkungannya. Ia memiliki keteguhan dan ketabahan hati
untuk tetap melangkah di jalan yang dipilihnya.
Independensi terhadap lingkungan mensyaratkan satu kesanggupan
mengambil jarak dari paradigma pribadi, kesanggupan untuk mengetahui
kapan ia berbuat keliru atau berpikir sempit serta keberanian merombak
26
bahkan meruntuhkannya. Independensi lingkungan berarti independen dari
keterbatasan-keterbatasan, bebas dari kecenderungan-kecenderungan negatif
yang memenjarakan diri.
Pada tingkat spiritual independensi terhadap lingkungan berarti
memiliki perspektif yang lebih luas dan independen. Ia teguh, terfokus, tabah,
berpikiran independen, kritis terhadap diri sendiri, berdedikasi dan
berkomitmen.
i. Kecenderungan Bertanya “Mengapa?”
Seseorang yang cerdas secara spiritual selalu mencari arti atau makna
dibalik setiap kejadian atau peristiwa dari pengalaman, baik yang dialami
sendiri ataupun yang dialami orang lain. Dalam proses menemukan makna,
seseorang terdorong untuk mempertanyakan kejadian atau peristiwa tertentu
yang dialaminya tersebut kepada dirinya sendiri. Jika ia belum juga
memahami, ia berusaha untuk mengerti dengan merenung, berbicara pada diri
sendiri dalam relung-relung hati terdalam.
Pertanyaan mendasar yang sering muncul adalah “Mengapa?”.
Pertanyaan “Mengapa” ini memotivasi seseorang secara mendalam untuk
memahami segala sesuatu sampai ke akar-akarnya atau intinya. Artinya ia
tidak menerima begitu saja suatu keadaan, pendapat, keputusan, dan aturan
yang ada. Ia akan menanyakan alasan-alasan, cara kerja dan dasar dari
keadaan, pendapat, keputusan atau aturan yang ada. Melalui permenungan
yang dalam dan refleksi yang serius membawa orang melampaui apa yang ada
27
dalam situasi saat ini dan mendorong orang mengeksplorasi masa depan.
Dengan demikian ia dapat menjalankan berbagai aturan, keputusan, dan
pendapat yang ada dengan penuh kesadaran dan kerelaan dalam
menjalankannya.
Jika pertanyaan “Mengapa” selalu bergema dalam diri seseorang, ia
akan selalu waspada dalam menjalani hidup dan menjadi lebih peka dan awas
terhadap gerakan batin yang akan menuntunnya untuk melihat nilai dan
makna baru yang belum dilihatnya ketika ia mengalami suatu peristiwa dalam
hidupnya.
Saat orang merenungkan dan merefleksikan mengenai diri sendiri,
situasi atau peristiwa tertentu serta jujur mengakui jawabannya ia akan
melihat dan menyadari pontensialitas-potensialitas yang dimilikinya. Oleh
karena ia dapat memahami potensialitas-potensialitas itu, maka akhirnya ia
mampu mengubah potensialitas-potensialitas itu menjadi aktualitas.
j. Membingkai Ulang Pengalaman (Merekonstruksi atau Mengolah Hidup)
Membingkai ulang merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang
dalam proses pengolahan hidup yang ia jalani. Pengolahan hidup ini diawali
dengan melihat masa lalu dan menghadirkan masa sekarang sehingga dari
aktivitas itu ia mendapatkan bahan pembelajaran diri. Pertama-tama yang
harus dilakukan oleh seseorang yang ingin membingkai ulang adalah
menyadari asumsi-asumsi atau pandangan-pandangan diri sendiri terhadap
suatu hal.
28
Pada level spiritual, membingkai ulang akan membawa sesuatu yang
baru dalam cara berpikir, cara merasa dan cara bertindak. Hal baru itu akan
muncul jika orang berusaha dan berani meruntuhkan batas-batas, asumsi-
asumsi dan pandangan-pandangan yang keliru atau sempit. Perlu disadari hal
tersebut akan membawanya pada zona ketidaknyamanan. Orang yang bisa
membingkai ulang akan lebih visioner, sanggup membayangkan atau bahkan
merealisasikan masa depan yang belum ada. Keterbukaan terhadap segala
kemungkinan-kemungkinan yang terjadi merupakan salah satu ciri orang yang
mampu membingkai ulang seluruh pengalaman hidupnya. Ia dapat melihat
bagaimana kemungkinan itu relevan dengan pengambilan keputusan di masa
kini. Ini berarti orang bisa menempatkan satu satu masalah atau situasi ke
dalam bingkai berbeda sehingga melihatnya dengan perspektif yang baru dan
lebih luas.
Halangan paling besar dalam membingkai ulang atau merekonstruksi
suatu pengalaman, masalah atau kejadian yang dialami adalah pikiran orang
itu sendiri. Manusia sering berpikir dan terpaku pada batas-batas asumsi
sendiri tanpa melihat kebenaran yang lain atau perspektif yang berbeda
dengan perspekstif yang selama ini diyakini kebenarannya.
Kemampuan ini mensyaratkan bahwa orang mampu mengambil jarak
dari satu situasi atau masalah untuk mencari gambaran yang lebih lengkap dan
konteks yang lebih luas, misalnya dengan cara bermeditasi dan berefleksi.
Kemampuan mengambil jarak dari suatu situasi atau masalah yang dialami
akan membuat orang mempunyai kesempatan untuk keluar dari dirinya
29
sehingga memiliki perspektif yang baru. Ia bisa melihat posisi dirinya dalam
situasi atau masalah tersebut dan akhirnya tahu ia harus dan bisa berbuat apa
untuk keluar dari masalahnya, atau ia siap sedia menerima situasi tersebut jika
ternyata ia tak mampu mengubahnya.
k. Kerendahan Hati
Sikap rendah hati melampaui batas-batas yang dibuat oleh ego dan
perasaan seseorang. Sikap rendah hati membuat orang tidak terlalu disibukkan
dengan hal-hal yang harus dilakukan hanya sekedar untuk memperoleh
pengakuan bahwa dirinya orang penting, serba bisa dan paling hebat.
Kesombongan muncul saat orang berpikir bahwa mereka merasa tahu lebih
banyak daripada siapapun. Orang seperti ini memiliki sedikit motif untuk
mendengarkan atau belajar dari orang lain
Sikap rendah hati membuat orang sadar bahwa keberhasilan dan
kesuksesan hidupnya hanya karena anugerah Tuhan lewat peran orang lain.
Kerendahan hati mendorong orang lebih peka terhadap kebutuhan sesama dan
rela memberi ruang bagi mereka untuk menyadari bakat-bakat terbaiknya.
Sikap rendah hati juga tampak pada sifat orang yang mau bertanya untuk
memperoleh pemahaman mengenai sesuatu hal. Ia mencari saran dari orang
lain yang ia anggap lebih bijaksana dan lebih mengetahui seluk beluk tentang
hal itu. Ia mau mengakui bahwa dirinya memiliki keterbatasan yang bisa
membuatnya salah. Ia juga mau mengakui orang lain bisa benar atau lebih
30
benar dari dirinya. Kerendahan hati memunculkan sikap kritis terhadap diri
sendiri dan siap mengakui keterbatasan diri.
l. Rasa Keterpanggilan
Rasa keterpanggilan sangat berkaitan dengan sikap rendah hati yang
dimiliki oleh seseorang, karena orang yang rendah hati mampu bersentuhan
dengan kesadaran bahwa nilai sejati dirinya muncul dari sesuatu yang lebih
dalam daripada egonya. Ia menyadari bahwa dirinya bagian dari alam
semesta, umat manusia dan hamba Tuhan. Ketika orang mampu melampaui
egonya dan bisa melihat dirinya menjadi bagian dari orang lain, maka ia
terdorong untuk melayani sesama sebagai ungkapan syukur atas segala
kebaikan yang telah diterimanya.
Seseorang yang terpanggil digerakkan oleh kesadaran akan visi dan
tujuan hidup untuk berbuat dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya. Ia merasa terpanggil untuk mengabdi kepada sesuatu
yang lebih tinggi serta mewujudkan kebaikan dan keindahan di dunia ini. Hal
ini merupakan panggilan untuk mengikuti suatu perasaan akan tujuan personal
yang dalam, sebuah kebutuhan untuk berbuat berdasarkan cita-cita dan nilai-
nilai terdalam.
Perasaan terpanggil lebih mendalam daripada semata-mata memiliki
ambisi atau tujuan. Memiliki rasa keterpanggilan berarti dikendalikan oleh
satu keinginan untuk membuat hidup berguna dan kebutuhan kuat untuk
melakukan perubahan yang lebih baik. Perasaan terpanggil ini biasanya
mengikuti rasa syukur yang mendalam, sebuah perasaan bahwa seseorang
31
sudah menerima sangat banyak dan kini ia ingin memberi. Tindakan memberi
ini tidak dimaksudkan untuk memanipulasi orang yang menerima pemberian,
melainkan sebuah hadiah, ungkapan terima kasih yang timbul dari rasa hormat
atas anugerah hidup.
Orang yang memiliki rasa keterpanggilan biasanya penuh perhatian
dan realistis. Ia memiliki rasa damai dengan kehidupan dan memiliki rasa
yang mendalam atas seluruh aspek kehidupannya. Ia memiliki vitalitas atau
kemampuan yang dapat menginspirasi orang lain. Ia murah hati, tidak hitung-
hitung dalam berbelas kasih pada sesama, ia mempergunakan bakat-bakatnya,
karyanya, waktu dan memberi semua itu dengan penuh kerelaan. Ia memiliki
sikap keterlibatan yang mendalam sesamanya.
4. Karakteristik Individu yang memiliki Kecerdasan Spiritual yang tinggi
Menurut Zohar-Marshal (2005:135-136), seorang individu yang memiliki
kecerdasan spiritual yang tinggi adalah sebagai berikut :
a. Kesadaran diri yang tinggi
b. Memiliki sikap mudah dan cepat tanggap terhadap situasi atau peristiwa
tertentu dan cekatan dalam bertindak untuk mengambil tanggung jawab atas
situasi/peristiwa tersebut (spontanitas)
c. Tindakan atau perbuatannya terbimbing oleh visi dan nilai
d. Kesanggupan untuk melihat pola-pola, hubungan-hubungan, dan keterkaitan-
keterkaitan yang lebih luas (holistic)
e. Memiliki sikap empati atau kepedulian yang tinggi
32
f. Memiliki sikap yang mampu menghargai perbedaan (merayakan keragaman)
g. Memiliki keberanian melawan arus (independensi lingkungan)
h. Memiliki sikap batin yang reflektif (bertanya “mengapa”)
i. Mampu menghadapi realita yang terjadi sesuai dengan konteks persoalan dan
situasi yang terjadi
j. Mau belajar dari kesalahan, mampu melihat kesalahan atau kegagalan sebagai
suatu kesempatan, lentur tidak mudah patah
k. Memiliki sikap kerendahan hati
l. Mampu bersyukur dan berterimakasih atas segala situasi yang diterima dan
terdorong atau terpanggil untuk berbuat baik bagi sesama
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kecerdasan Spiritual.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan kecerdasan spiritual
yang dimiliki oleh seseorang (Zohar-Marshal, 2000:65-95). Faktor-faktor itu antara
lain:
a. Pikiran Sadar Manusia yang Dipengaruhi oleh Aktivitas getaran saraf
otak yang disebut Osilasi Saraf 40 hz (Zohar-Marshal, 2000: 68)
Otak menghasilkan dan menstrukturkan pemikiran manusia, yang
memungkinkannya memiliki perasaan, serta menjembatani kehidupan spiritual.
Kehidupan spiritual adalah kesadaran akan makna, nilai, dan konteks yang sesuai
untuk memahami pengalaman. Kesadaran manusia dipengaruhi oleh aktivitas
osilasi saraf 40 Hz. Pikiran sadar memampukan manusia menyadari keadaan diri
dan lingkungan, melakukan pilihan-pilihan bebas dalam berhadapan dengan
33
dunia. Otak menjadi jembatan antara kehidupan batin dan dunia lahiriah (Zohar-
Marshall, 2000: 35-36). Aktivitas osilasi saraf 40 Hz ini bekerja menyatukan
semua hal yang diperlukan agar otak dapat bekerja sebagai sebuah unit yang utuh,
menyatukan sistem-sistem kecakapan otak dan memadukan IQ dan EQ dengan
aktivitas SQ.
Aktivitas osilasi saraf 40 Hz. di seluruh otak memungkinkan terjadinya
pengenalan waktu dan pemahaman “isi” dalam pengalaman koginitif manusia
(Zohar-Marshall, 2000:67). Hal inilah yang memungkinkan berfungsinya pikiran
sadar dan menempatkan pengalaman dalam kerangka makna yang lebih luas.
Zohar-Marshal (2000:76) menyimpulkan bahwa osilasi saraf 40 Hz
merupakan argumen ilmu saraf tentang keberadaan SQ dengan data-data sebagai
berikut bahwa osilasi saraf 40 Hz ada di seluruh bagian otak dan sangat berkaitan
dengan keberadaan kesadaran di dalam otak. Osilasi saraf 40 Hz. ini “mengikat”
peristiwa inderawi dan kognitif individual di dalam otak dalam kerangka yang
lebih luas dan bermakna.
b. Kepekaan Manusia akan Realitas Spiritual yang dipengaruhi oleh God
Spot (Titik Tuhan)
“Titik Tuhan” (God Spot) ditemukan di dalam otak. Yang dimaksud
dengan “Titik Tuhan” adalah sekumpulan jaringan saraf yang terletak di daerah
lobus temporal. Lobus temporal merupakan bagian otak yang terdapat di balik
pelipis. Jaringan saraf ini berfungsi untuk membuat seseorang mengajukan
petanyaan-pertanyaan fundamental seputar makna eksistensi dan mencari
34
jawaban-jawaban yang fundamental atas pertanyaan tersebut (Zohar-Marshal,
2005:120-121).
“Titik Tuhan” menyebabkan seseorang bersikap idealistis dan mencari
solusi-solusi ideal atas masalah-masalah yang dihadapi. “Titik Tuhan” membuat
seseorang berhasrat pada sesuatu yang lebih tinggi, memimpikan masa depan
yang lebih baik. Bagian ini sangat aktif ketika seseorang mendapatkan
pengalaman spiritual, misalnya saat melihat keindahan alam, ia merasa bersyukur
atas anugerah keindahan itu yang kesemuanya itu menimbulkan gairah yang
berkobar dan motivasi yang tinggi dalam menjalani hidup.
Pada diri orang-orang religius, “Titik Tuhan” aktif ketika mereka merasa
sedang berhubungan dengan kebenaran-kebenaran agama mereka dan
bersentuhan dengan kehadiran Tuhan yang ada dalam jiwa manusia. “Titik
Tuhan” relatif sesuai untuk meningkatkan kualitas hidup, artinya jika aktivitas
“Titik Tuhan” terintegrasi dengan usaha-usaha manusia untuk mengaktifkannya
dan memaksimalkan potensinya maka ia akan menemukan makna hidup yang
sejati.
Untuk menghasilkan pengalaman spiritual, aktifitas “Titik Tuhan” harus
sepenuhnya diintegrasikan dengan aktifitas yang lebih luas dari otak, yaitu dengan
IQ dan EQ (Zohar-Marshal, 2005:120-121). Orang yang memiliki SQ tinggi
kemungkinan besar mempunyai aktivitas tinggi pada “Titik Tuhan”. Akan tetapi
tingginya aktivitas “Titik Tuhan”, tidak dengan sendirinya menjamin SQ tinggi,
namun “Titik Tuhan” itu harus dipadukan menjadi bangunan umum dari emosi,
35
motivasi dan potensi manusia, serta membawanya ke dalam dialog dengan pusat
diri (Zohar-Marshall, 200:96).
Apabila terjadi kerusakan pada otak secara serius karena proses kelahiran
maka juga akan terjadi kerusakan pada syaraf-syaraf otak. Kerusakan pada
syaraf-syaraf otak akan berpengaruh pada kerusakan hubungan-hubungan antar
syaraf dan “Titik Tuhan”. Dengan demikian kerusakan pada “Titik Tuhan” akan
menyebabkan perkembangan SQ orang terganggu. Proses kelahiran yang tidak
menyebabkan kerusakan pada otak bayi akan mempunyai pengaruh positif
terhadap SQ dan perkembangannya.
c. Keseimbangan pikiran, perasaan dan perilaku dalam hidup sehari-hari.
Menurut Zohar-Marshall (2000:148-149) kecerdasan spiritual terhambat
jika ada beberapa bentuk keterasingan dari pusat diri yang menyatukan.
Seringkali dalam kehidupan seseorang terlalu rasional, terlalu sadar diri,
cenderung pada permainan (topeng), dan sikap luar. Hal ini mengakibatkan tubuh
dan energi seseorang terpisah, tidak mengenal impian dan tujuan hidup diri
sendiri.
Sering terjadi seseorang terhanyut oleh perasaan negatif yang
mencengkeram hidupnya, misalnya rasa marah, takut, tamak dan iri. Kehidupan
menjadi tidak seimbang sehingga tidak bisa mengatasi ketidakseimbangan dalam
diri orang lain.
d. Penghayatan Ke-Tuhanan dalam Keheningan (Theis-ness)
Walsch (Zohar-Marshall, 2000:171) mengatakan bahwa Tuhan mewakili
kerangka dan pemberi konteks tertinggi dari makna dan nilai. Ketika seseorang
36
melakukan kontak dengan Tuhan melalui doa ia mampu melakukan
rekontekstalisasi dan menempatkan segala hal dalam kerangka makna yang lebih
luas, pada saat itulah SQ dalam diri seseorang berfungsi.
Ketika seseorang berdoa dan “berbicara” pada Tuhan, pada saat itulah ia
sedang melakukan hal terbaik yang bisa dilakukan untuk mencapai kearifan
bawaan dan mampu berhubungan dengan seluruh realitas. Kondisi semacam ini
akan menumbuhkan kesadaran dalam diri, menggali nilai-nilai dan menyadari
tujuan hidup. Saat itulah SQ orang tersebut mulai bersinar.
e. Keheningan Batin
Ketika kehidupan seseorang disibukkan oleh kegiatan-kegiatan di luar diri,
ia harus mencari waktu untuk berjumpa dengan eksistensi diri melalui keheningan
batin. Jika tidak demikian ia akan semakin jauh terbawa arus kesibukan dan
hingar bingar dunia. Situasi seperti ini akan membawa seseorang jauh dengan
dirinya dan merasa terasing dengan dirinya.
Melalui keheningan batin, ia mampu menyadari keadaan dirinya,
mempertegas nilai-nilai yang diperjuangkannya, dan menjadi lebih siap
menghadapi hambatan-hambatan dalam mencapai kepenuhan hidup yang lebih
bermakna. Melalui keheningan batin seseorang mampu bersatu dengan diri dan
penciptanya.
Keheningan batin bisa diusahakan jika seseorang mau meluangkan waktu
untuk menarik diri dari kesibukan dan berdiam diri. Dalam situasi kesendirian
dalam keheningan seseorang akan memiliki waktu untuk berbicara serta
mendengarkan suara diri sendiri yang terdalam sehingga ia akan memiliki
37
kesadaran yang tinggi atas dirinya sendiri. Menurut Zohar-Marshal (2005:140)
meditasi dan rekoleksi merupakan beberapa cara untuk membangun kesadaran
diri yang tinggi. Meditasi dan rekoleksi adalah bentuk-bentuk kegiatan dalam
menjaga keheningan batin.
B. Pandangan Umum tentang Ordo Santa Ursula
1. Ordo Santa Ursula
Ordo Santa Ursula (selanjutnya disebut OSU) merupakan suatu persekutuan
wanita religius awam yang tidak menikah. OSU merupakan salah satu cabang
keluarga rohani yang didirikan oleh Santa Angela Merici pada tanggal 25 November
1435 (Kons. OSU Art. 1) di Brescia, Italia Utara.
Angela Merici mendirikan OSU dengan tujuan menolong gadis-gadis remaja
yang ingin mengabdi kepada Allah, sebagai orang yang dibaktikan tanpa terikat pada
kaul, ditengah dunia yang telah menjauh dari Allah (Kons. OSU hal. 8). Latar
belakang dari tujuan yang ingin dicapai ini adalah keadaan masyarakat Brescia yang
waktu itu dalam situasi yang memprihatinkan. Terjadinya perang antara Italia dan
Perancis menyebabkan kota Brescia yang menjadi ajang pertempuran kedua negara
ini menjadi kacau balau, banyak anak-anak dan perempuan terlantar karena
kehilangan ayah atau suami. Kemerosotan moral dan ekonomi tak bisa dihindari,
akibatnya banyak orang hidup mencari kesenangan sesaat yang bisa meringankan
beban hidup mereka saat itu. Banyak perempuan yang hidup menjadi pelacur dan
menjadi perempuan simpanan untuk bisa memenuhi dan mencukupi kebutuhan
keluarganya.
38
Kepekaan Angela Merici terusik dengan situasi ini, ia tergerak membantu orang
yang menderita akibat perang terutama anak-anak dan para gadis. Angela mengajari
mereka berdoa dan memberi ketrampilan berbagai kerajinan tangan seperti apa yang
telah ia peroleh dari ibunya waktu ia remaja. Angela Merici menaruh perhatian besar
kepada orang lain karena cinta, penghargaannya terhadap setiap pribadi dan
keyakinannya yang kuat akan bimbingan dan kasih Allah (Mariani - Rio, 2004:19-
21). Melalui tindakannya itu Angela ingin menampakkan kasih Allah dan kuasa Roh
bagi dunia. Ia mau menjadi utusan bagi sesama dan mau hidup di dunia ini (Konst.
OSU Art. 12). Banyak gadis yang tertarik untuk hidup seperti Angela dan Angela
mau menerima mereka untuk berkumpul dan berdoa menimba kekuatan untuk
membantu sesama yang menderita.
Perkumpulan Angela Merici dan para gadis yang tertarik terhadap kehidupannya
berkembang menjadi sebuah persekutuan yang besar dengan nama Persekutuan Santa
Ursula dan yang kini di kenal dengan nama Ordo Santa Ursula (OSU). Persekutuan
ini tersebar di seluruh benua dunia yaitu Amerika, Australia, Afrika, Asia, dan Eropa.
Pada tanggal 7 Februari 1856 OSU datang di Indonesia dan bergerak pada bidang
pendidikan sampai sekarang.
Angela Merici memberi teladan bagi para pengikutnya untuk berusaha memiliki
cinta kasih ganda dan tunggal yang saling menjiwai dalam pemberian diri yang utuh
untuk mengabdi kepada Allah serta bagi keselamatan seluruh dunia dengan
mengarahkan segalanya demi kemuliaan Allah dan kebahagiaan jiwa-jiwa (Prakata
Nasihat. Santa Angela Art. 18).
39
2. Spiritualitas Ordo Santa Ursula
Kekhasan spiritualitas OSU didasari oleh sifat-sifat Angela Merici yaitu
cintanya kepada Kristus dan kepekaannya terhadap Roh Kudus. Pengertiannya yang
mendalam tentang Alkitab dan doa menumbuhkan sikap rela berkorban, mau
mengabdi, dan memberi perhatian kepada martabat manusia. Kerendahan hati,
kebijaksanaan dan imannya yang teguh membuahkan kepribadian yang kuat.
Pandangannya yang tajam, realistis, kreatif, dinamis dan optimisme yang berkobar-
kobar terlihat dalam keberaniannya mengambil resiko dan kemampuannya untuk
memimpin persekutuan OSU ( Sasmita, 1976: 13-32).
Spiritualitas Angela Merici memiliki dua unsur pokok yaitu kontemplasi dan
aksi (Konst. OSU. Art. 1-8)
a. Kontemplasi.
Kontemplasi adalah salah satu metode untuk menjalin relasi yang intim
dengan Tuhan. Melalui kontemplasi para suster OSU berusaha untuk semakin
mengenal, mencintai dan mengikuti Yesus dalam salib dan kebangkitannya.
Mengenai relasi intim dengan Tuhan ini Santa Angela berbicara tentang Yesus
sebagai kekasih (Nasihat terakhir St. Angela Art. 23). Pengikut Angela hendaknya
selalu menyadari bahwa satu-satunya perlindungan mereka adalah di kaki Yesus,
Yesus adalah satu-satunya harta (Nasihat ke V St. Angela Art. 43). Relasi
istimewa antara para suster dan Yesus akan membuahkan doa yang hidup dan
mantap. Santa Angela (Regula St. Angela Merici bab V Art. 5) berbicara
mengenai doa :
40
“Ingatlah hendaklah anda rajin brdoa, baik secara batin maupun doa vocal, yang menyertai puasa, berdoalah terus menerus dengan budi dan hati karena kita terus menerus membutuhkan pertolongan Allah”.
Dalam Regula St. Angela, bab VI (Susinaki, 1997) Angela menegaskan
bahwa jika seseorang suster ingin berdoa untuk waktu lama, masuklah ke dalam bilik,
tutuplah pintu dan berdoalah dengan cara dan selama waktu yang sesuai dengan
ilham roh kudus dan hati nurani. Kehidupan doa setiap suster dapat bertumbuh
dengan subur jika para suster mampu menghayati dengan sungguh dalam hal doa
pribadi, ibadat harian, adorasi, sakramen tobat, sakramen orang sakit, dan
pemeriksaan batin (refleksi). Selain doa dan menerima tanda kehadiran Allah melalui
sakramen para suster mengusahakan mengasah mental dengan menambah wawasan
dan mempertajam rohani dengan bacaan rohani, rekoleksi, retret, triduum dan
bimbingan rohani.
Di dalam aktivitas doa ini seluruh aspek kecerdasan spiritual mendapat
kesempatan untuk berkembang secara maksimal. Kesadaran diri, berpikir holistik,
membingkai ulang, refleksi dengan bertanya “mengapa” menjadi unsur penting dalam
kegiatan ini.
Ketika seorang yunior berdoa, ia mengembangkan dan mengaktivkan
kesadaran dirinya. Ia diajak untuk akrab dengan Tuhan dan diri sendiri. Sesudah
berdoa yunior membingkai ulang visi dan tujuan hidupnya yang ia konfrontasikan
dengan realita dalam hidup setiap hari. Ia mampu berpikir secara utuh dari berbagai
persepktif. Pada akhirnya yunior dapat menjalani hidup dengan visi dan nilai yang ia
peroleh dari sabda Allah dalam kitab suci yang mendorong mereka memenuhi
panggilan untuk mencintai Tuhan dan sesama.
41
Melalui hidup doa, para yunior mampu mengambil manfaat dari penderitaan,
karena dalam keheningan batin ia bisa keluar dari dirinya dan melihat bahwa dalam
terang kasih Tuhan ia melihat penderitaan yang ia alami merupakan kesempatan bagi
Tuhan untuk mendewasakannya baik secara pribadi maupun rohani.
b. Aksi.
Spiritualitas aksi adalah cara nyata para suster OSU dalam hidup
berkomunitas dan kehidupan karya atau kerasulan. Dalam aksi inilah buah-buah doa
para suster diuji perwujudannya dalam realitas.
1) Persaudaraan Hidup Bersama dalam Komunitas
Konsep dari aspek hidup komunitas adalah para suster memiliki satu
pandangan bahwa mereka dipersatukan oleh Tuhan dalam komunitas religius dan
dipanggil dalam ikatan cinta (Prakata Regula St. Angela Art 17), mampu sehati
sejiwa (Nasihat Terakhir St. Angela, Art1-2) , menyumbang demi pembangunan
komunitas ( Warisan I St. Angela, Art. 79), mempunyai tanggung jawab untuk hadir
dalam komunitas (Warisan VIII St. Angela, Art 1- 6, OSU 85), saling menerima apa
adanya (Konst. Art. 80), menghargai dan mencintai keunikan setiap anggota,
menghargai perbedaan sebagai sesuatu yang memperkaya, saling percaya,
menumbuhkan ketulusan dalam pergaulan, mampu menyatakan pendapat sendiri, dan
mampu menghargai pendapat orang lain (Nasihat II St. Angela, Art. 3), ketulusan
tampak dalam saling menolong, saling memperhatikan, saling mengasihi dengan
hangat, dalam suka dan duka kehidupan sehari-hari (Nasihat II St. Angela, Art. 1),
memberi perhatian pada yang sakit, memberi bantuan rohani bagi yang membutuhkan
(Nasihat II St. Angela, Art1-9), menghormati dan memperlakukan dengan baik pada
42
suster-suster yang lanjut usia (Regula St. Angela, Bab XI, Art. 29-30), hidup dalam
keseimbangan antara doa, kerja dan istirahat (Nasihat V St. Angela, Art. 13-22).
2) Kesetiaan dan Kesederhanaan dalam Karya atau Kerasulan
Hidup kerasulan atau karya memiliki aspek-aspek sebagai berikut: kerasulan
merupakan kesaksian hidup bakti setiap suster (Regula St. Angela, Art. 8-9),
kerasulan yang sekarang di lakukan bukan kerasulan pribadi melainkan perutusan
dari tarekat (Warisan IX St. Angela, Art. 8-9), kesuburan kerasulan adalah buah dari
persatuan para suster dengan Kristus (Prakata Nasihat St. Angela, Art. 7-8). Dalam
kerasulan yang di percayakan para suster dari tarekat merupakan kesempatan untuk
melayani, menghargai setiap orang yang dijumpai sehingga mampu menolong dan
menghormati panggilan Allah bagi hidup mereka, tugas kerasulan yang diterima
sebagai bentuk keterlibatan para suster dengan tarekat dalam karya, tugas yang
diemban menjadi bagian dari tugas komunitas, tugas kerasulan mengusahakan
perkembangan utuh pribadi manusia (Regula St. Angela, Bab XI, Art. 4), terlibat
dalam karya gereja lokal (Kons. Art. OSU 102), dan menerima panggilan sebagai
misionaris (Kons. Art. OSU 104).
Di dalam aktivitas aksi atau karya yunior telah menghidupi bagaimana ia
harus mengembangkan sikap kepedulian, kerendahan hati, merayakan keragaman dan
bertindak spontan.
3. Program Pembinaan Yunior
Setiap tahun program pembinaan yunior disesuaikan dengan kebutuhan suster
yunior. Jadi program pembinaan bisa berubah dan tidak menetap. Progam ini
43
dilaksanakan setiap bulan sekali pada saat week-end. Pengembangan program bisa
dilakukan jika diperlukan demi perkembangan pribadi para yunior dan terlebih lagi
perkembangan Ordo Santa Ursula.
Program yunior selalu dipertimbangkan dengan aspek-aspek berikut:
a. Aspek Kognitif
Pembinaan aspek kognitif bertujuan agar para suster yunior semakin memiliki
pengetahuan yang mendalam dan luas tentang ordo, seperti: spiritualitas,
kharisma pendiri, karya ordo, dan pengetahuan umum yang sesuai dengan
situasi dunia. Dengan demikian perkembangan pribadi semakin subur dinamis
mampu menjadikan kerohanian tarekat tetap aktual dan relevan dan akhirnya
dapat menjawab setiap tantangan dan aneka situasi yang berubah.
b. Aspek Rohani
Pembinaan aspek rohani bertujuan agar para suster yunior senantiasa memiliki
cinta yang personal atau semakin dekat dengan Tuhan. Dalam buku Konstitusi
OSU (1984: 37-47) tercantum kegiatan rohani antara lain:
1) Rekoleksi, Triduum dan Retret
Rekoleksi diadakan setiap bulan sekali. Pelaksanaan rekoleksi di komunitas
masing-masing dan biasanya para suster mendapat giliran untuk memimpin.
Triduum diadakan setiap tahun dua kali yaitu saat menjelang hari kelahiran
Kristus dan menjelang hari kebangkitan Kristus. Triduum dilaksanakan
selama tiga hari dan ada imam yang memimpin triduum. Retret diadakan
setiap tahun sekali selama delapan hari. Tema retret sesuai kebutuhan para
suster OSU yang dipimpin oleh suster koordinator pembimbing yunior.
44
2) Perayaan ekaristi
Para suster yunior wajib mengikuti perayaan ekaristi setiap hari. Perayaan
ekaristi sebagai peringatan wafat dan kebangkitan Kristus dalam penebusan
dunia. Ekaristi merupakan pengikat hidup berkomunitas OSU.
3) Doa meliputi doa pribadi, doa batin dan doa bersama
Doa pribadi merupakan hak istimewa setiap suster untuk berjumpa dengan
Tuhan yang bersemayam dilubuk hati. Masing-masing bertanggung jawab
untuk memilih waktu dan tempat yang paling cocok untuk doanya.
Komunitas mengusahakan supaya hak setiap suster untuk berdoa dihormati.
Doa harian, doa yang setiap hari didoakan pada pagi hari dan sore hari
secara bersama-sama. Doa ini dipanjatkan atas nama seluruh ciptaan dan
suka duka semua orang. Doa batin merupakan komunikasi dengan Tuhan
tanpa waktu khusus, dilakukan secara personal sehingga dalam kesibukan
apapun para yunior belajar untuk selalu berkomunikasi dengan Tuhan
secara personal.
4) Bacaan Rohani
Bacaan rohani merupakan bantuan yang sangat perlu untuk doa, menimba
sumber-sumber dari spiritualitas kristiani yang paling baik. Setiap orang
diberi waktu paling kurang tiga jam seminggu untuk bacaan rohani.
5) Mawas diri
Mawas diri adalah saat penegasan rohani. Artinya kita membuka diri bagi
karya kasih Allah dalam hidup para suster dan bagi Roh yang memberi
terang dan kekautan untuk mengarahkan diri kepada bimbingan-Nya.
45
6) Sakramen Mahakudus dan Sakramen Tobat
Sakramen Mahakudus menjadi pusat komunitas suster OSU, merupakan
kesaksian cinta kepada Kristus yang hidup di tengah-tengah komunitas para
suster OSU. Sakramen Tobat membawa para suster kepada pertobatan yang
sejati, mengakui diri sebagai pendosa dan menerima pengampunan dari
Allah. Sakramen tobat mendamaikan kembali diri dengan Allah.
7) Bimbingan rohani.
Bimbingan rohani adalah pertemuan suster yunior dengan pembimbing
secara pribadi untuk menceritakan perkembangan kehidupan pribadinya,
baik kehidupan iman maupun kepribadiannya. Bimbingan Rohani
merupakan bantuan dasar untuk tetap setia menjawab panggilan Allah.
c. Aspek Afektif
Pembinaan aspek afektif bertujuan agar para suster yunior mampu mengolah
dan menata gejolak emosi yang ada dalam diri mereka melalui pengolahan diri
secara pribadi atau wawancara pribadi. Para suster yunior wajib menggunakan
kesempatan wawancara pribadi dengan pembina yunior dan pemimpin
komunitas. Wawancara pribadi diharapkan dapat membantu para suster yunior
dalam membina keterbukaan dengan pembina maupun komunitas.
d. Aspek Fisik
Pembinaan aspek fisik bertujuan agar para sustr yunior mampu menjaga
kesehatan sendiri. Jika fisik sehat maka mereka akan menjalankan tugas dengan
penuh semangat dan berdaya guna secara optimal.
46
e. Pembinaan Apostolik
Pembinaan aspotolik bertujuan agar para suster semakin memperlihatkan
keterlibatan dalam gerak langkah ordo serta bertanggung jawab melalui tugas-
tugas yang dipercayakan mereka. Dengan demikian tugas perutusan ordo
semakin mampu menjawab kebutuhan masyarakat ditengah arus jaman ini.
Seperti halnya kecerdasan spiritual sangat berkembang dalam kehidupan
kontemplasi dan aksi, demikian juga aspek-aspek kecerdasan spiritual sangat
dimungkinkan berkembang dalam diri para yunior. Dalam kapasitasnya kecerdasan
spiritual sebagai ultimate intelgence maka kecerdasan spiritual sangat dibutuhkan
dalam pembinaan keempat aspek diatas.
Jika diperhatikan secara serius, ada kaitan erat antara kecerdasan spiritual,
spiritualitas Angela, dan pembinaan para suster yunior. Oleh karena itu kecerdasan
spiritual menjadi suatu masukan yang sangat penting. Kecerdasan spiritual membantu
para suster yunior untuk lebih menghayati hidup doa dan menuntun mereka dalam
memaknai dan menghidupi nilai-nilai Injil dan dalam spiritualitas pendiri (Konst.
OSU. Art 17-20), sehingga hidup mereka lebih bermakna dan punya arah tujuan.
Para suster yunior diharapkan memiliki kecerdasan spiritual yang memadai untuk
dapat menghayati dan menghidupi nilai-nilai tersebut.
Mengingat pentingnya kecerdasan spiritual ini, peneliti berpandangan bahwa
aspek-aspek kecerdasan spiritual perlu di kembangkan dalam pembinaan para suster
yunior. Oleh karena itu pembimbing para yunior perlu memberikan bimbingan yang
47
dimaksudkan untuk mengembangkan kecerdasan spiritual para suster yunior.
Bimbingan yang dikembangkan pada masa yunior merupakan suatu usaha untuk
memberi bantuan kepada para suster yunior mempergunakan secara efisien dan
efektif segala kesempatan yang dimiliki demi perkembangan dirinya sehingga para
suster yunior lebih mampu menemukan arah dan tujuan hidupnya sebagai suster OSU
menuju kehidupan panggilan yang semakin lebih bermakna.
C. Pentingnya Pelayanan Bimbingan Masa Yunior
Pada dasarnya tujuan yang ingin dicapai dalam pelayanan bimbingan para
suster yunior di dalam OSU agar para yunior berusaha memperdalam hidup religius,
kemanusiaan dan profesionalnya, supaya dapat dengan lebih sempurna menjawab
panggilan Tuhan dan dapat bekerja lebih efektif dalam karya penebusan (Konst. Art.
127-128).
Pendampingan yang diberikan pada yunior dimaksudkan agar mereka
mengembangkan potensi-potensinya secara optimal dalam bidang pengetahuan,
keterampilan, sikap, dan nilai-nilai hidup yang diperlukan untuk mempersiapkan diri
untuk pembaktiannya seumur hidup. Berusaha untuk semakin setia dan tekun
menghayati ikatannya dengan OSU (Kons. 1984, Art. 135).
Dalam masa pendampingan diberi waktu banyak untuk menggali hidup doa
dan mempelajari kaul-kaul religius seperti yang dihayati dalam tarekat (dalam hidup
bersama dan dalam karya). Ada baiknya, pelayanan pembinaan yunior lebih banyak
ditekankan pada bidang bimbingan pribadi dan sosial, karena sebagian besar waktu
48
yang ada di komunitas menuntut mereka untuk belajar menjalin relasi yang baik
dengan Tuhan, diri sendiri dan sesama.
D. Bimbingan Kelompok
Winkel (1997:518) menyebut ada dua macam bentuk bimbingan yaitu
bimbingan individual atau perseorangan dan bimbingan kelompok atau klasikal.
Bimbingan individual adalah pelayanan bimbingan yang diberikan pada satu orang
saja. Sedangkan bimbingan kelompok adalah pelayanan bimbingan yang diberikan
kepada lebih dari satu orang pada waktu yang bersamaan.
Tujuan pelayanan bimbingan kelompok adalah agar supaya orang yang
dilayani menjadi mampu mengatur hidupnya sendiri, mengambil sikap sendiri, dan
berani menanggung sendiri efek serta konsekuensi dari segala tindakannya (Winkel,
1997:519).
Di dalam konteks pembinaan suster yunior Ordo Santa Ursula peneliti
berpandangan bahwa bimbingan kelompok ini akan lebih banyak diarahkan pada
bidang bimbingan Pribadi dan sosial. Arti dari bimbingan pribadi dan sosial adalah
bimbingan dalam menghadapi keadaan batinnya sendiri dan mengatasi berbagai
pergumulan dalam batinnya sendiri; dalam mengatur dirinya sendiri dalam bidang
kerohanian, perawatan jasmani, pengisian waktu luang, penyaluran nafsu seksual dan
sebagainya; serta bimbingan dalam membina hubungan kemanusiaan dengan sesama
di berbagai lingkungan (Winkel, 1997:142).
49
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisi paparan tentang jenis penelitian, subjek penelitian, instrumen
penelitian, prosedur pengumpulan data, dan teknik analisis data.
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Menurut Furchan (1982:415),
penelitian deskriptif adalah penelitian yang dirancang untuk memperoleh status gejala
pada saat penelitian dilakukan.
Rahmat (1989:34-35) menyebutkan tujuan dari penelitian deskriptif yaitu: (1)
mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada, (2)
mengidentifikasikan masalah/memeriksa kondisi dan praktek yang berlaku, (3)
membuat perbandingan/evaluasi, dan (4) menentukan apa yang dilakukan orang lain
dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk
menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang.
B. Subjek Penelitian
Subyek dalam penelitian ini ialah suster yunior yang tinggal di pulau Jawa dan
Flores, tidak termasuk yang sedang menjalani masa yunior di Atambua, dan Filipina.
Alasan pemilihan subyek penelitian yang berada di pulau Jawa dan Flores ialah untuk
memudahkan peneliti dalam memperoleh data dari subyek penelitian. Para suster
yunior yang akan menjadi subyek dalam penelitian ini berjumlah 30 orang.
Para suster yunior yang berjumlah 30 orang itu mempunyai latar belakang
pendidikan dan budaya yang bervariasi. Latar belakang, tingkat pendidikan dan
50
budaya para suster yunior yang di pulau Jawa dan Flores cukup mewakili para suster
yunior di Indonesia.
C. Instrumen Penelitian
1. Alat Pengumpulan Data
Peneliti menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data. Metode yang
digunakan kuesioner ini adalah metode skoring yang dijumlahkan (summated rating),
dengan skala likert yang terdiri atas empat kategori jawaban yaitu: Sangat Sering
(SS), Sering (S), Kadang-Kadang (KK), Jarang (J).
Menurut Hadi (1990), modifikasi skala likert menjadi empat kategori jawaban
dimaksudkan untuk menghilangkan kelemahan yang terdapat pada skala lima tingkat
dimana di dalamnya memuat kategori netral. Kategori netral dalam skala lima tingkat
secara tidak langsung belum dapat memutuskan. Kategori netral ini bersifat ragu-
ragu. Oleh karena itu tersedianya jawaban di tengah pada dasarnya menimbulkan
kecenderungan memilih jawaban yang netral (central tendency effect) terutama bagi
mereka yang ragu-ragu atas kecenderungan jawabannya.
Kuesioner disusun sendiri oleh peneliti dengan mengacu pada aspek-aspek
kecerdasan spiritual yang dikemukakan oleh Zohar-Marshall (2004:135-176) yaitu:
1). bertindak spontan; 2). kesadaran diri; 3). mengambil manfaat dari kemalangan;
4). visi dan nilai; 5). pandangan holistik; 6). kepedulian; 7). merayakan keragaman;
8). independensi terhadap lingkungan; 9). kecenderungan bertanya “ mengapa?”; 10).
kemampuan membingkai ulang; 11). kerendahan hati; dan 12). rasa keterpanggilan.
Aspek-aspek tersebut diolah oleh peneliti menjadi item-item yang disesuaikan dengan
kehidupan para suster yunior Ordo Santa Ursula.
51
Dalam kuesioner ini, pernyataan terdiri dari 2 kelompok, yaitu pernyataan
favorable dan pernyataan unfavorable. Pernyataan favorable adalah pernyataan
positif yang menggambarkan adanya kecerdasan spiritual yang ideal. Pernyataan
unfavorable adalah pernyataan negatif yang menggambarkan kurang atau tidak
adanya kecerdasan spiritual.
Penentuan skor untuk setiap pernyataan dilakukan sebagai berikut:
a. Untuk pernyataan positif (favorable) skor untuk jawaban Sangat Sering (SS)
adalah empat, skor untuk jawaban Sering (S) adalah tiga, skor untuk jawaban
Kadang-Kadang (KK) adalah dua, dan skor untuk jawaban Jarang (J) adalah
satu.
b. Untuk pernyataan negatif (unfavorable) skor untuk jawaban Sangat Sering
(SS) adalah satu, skor untuk jawaban Sering (S) adalah dua, skor untuk
jawaban Kadang-Kadang (KK) adalah tiga, dan skor untuk jawaban Jarang (J)
adalah empat. Dalam tabel 1 disajikan kisi-kisi kuesioner kecerdasan spiritual
yang dipakai untuk penelitian.
TABEL I
Kisi-Kisi Kuesioner Kecerdasan Spiritual
NO ASPEK SQ INDIKATOR PERNYATAAN
Positif Negatif
1. Memiliki kesadaran diri
1. Menyadari, mengenal dan mengetahui tentang keberadaan diri sendiri.
10, 32 45, 66, 70
2. Mengetahui, menyadari dan meyakini nilai apa yang memotivasi atau
94, 96, 69, 36
52
menggerakkan dia dalam bertindak.
2 Bertindak spontan 1. Kesiapan untuk menjadi diri sepenuhnya.
48,9
2. Terbuka terhadap segala kemungkinan
1 23, 50
3. Terbimbing visi dan nilai
1. Tergerak untuk mencurahkan segala perhatian dan tenaga untuk sepenuh hati mencapai visi dan nilai.
46, 18, 2, 6, 5
2. Keselarasan antara angan-angan / cita-cita yang dijadikan tujuan hidup dengan kegiatan / kerja sehari-hari
7,12 73, 28
4. Berpandangan holistik
1. Memiliki rasa kemanusiaan dan rasa syukur kepada sumber yang darinya dan semua hal berasal (Tuhan Sang Pencipta)
20, 92 41, 63
2. Memiliki pemahaman yang mendalam atas keterkaitan antara kehidupan dan seluruh usaha yang dilakukan
- 25
5 Membingkai ulang pengalaman
1. Menyadari dan berani meruntuhkan batas-batas asumsi-asumsi/pandangan-pandangan diri sendiri terhadap suatu hal
90 64, 80
2. Menempatkan satu bingkai yang lebih luas atas satu situasi/masalah kemudian melihat dari perspektif yang berbeda.
95 30
53
3. Membayangkan masa
depan dan kemungkinan yang relevan dengan pengambilan keputusan saat ini.
88 -
6 Refleksi (kecenderungan untuk bertanya mengapa)
1. Berusaha memahami sesuatu sampai mencapai intinya.
83, 87
34
2.Mencoba melihat yang tersembunyi di balik sebuah kejadian/situasi hal tertentu
81, 75
51, 72
7 Mengambil manfaat dari kemalangan/penderitaan
1. Sikap mengambil manfaat dari kemalangan dengan belajar dari kesalahan dan memanfaatkannya.
74 67
2. Mau mengakui keterbatasan-keterbatasan diri.
78, 85 53, 55, 59
3. Berani meruntuhkan pikiran/perasaan yang merasa tidak nyaman.
76 19
4. Mengakui realitas bahwa tidak semua persoalan ada solusinya
61 68
8 Memiliki rasa keterpanggilan
Tergerak untuk mewujudkan sesuatu yang baik dan indah di dunia.
62 -
9 Kepedulian 1. Memiliki rasa kebersamaan yang aktif (satu kemauan/ desakan. Untuk terlibat dalam pengalaman orang lain.
15 4, 13, 89
2. Peduli dengan semua orang tanpa membeda-bedakan, baik dengan keluarga atau
42 77, 79, 82, 86
54
kelompok sendiri atau dengan orang asing.
3. Hatinya mudah tergerak oleh pengalaman orang lain yang sedang menderita.
24, 14, 17
11, 57
10 Merayakan keragaman
1. Menghargai pendapat orang lain yang bertentangan dengan pendapat diri sendiri..
26, 44
8, 38, 40
2. Melihat perbedaan sebagai hal yang memperkaya.
21, 29
3
3. Mengakui bahwa kebenaran itu tak terbatas pada kebenaran diri sendiri.
27, 31
-
4. Mau bersyukur atas perbedaan yang ada.
33 -
11 Independensi terhadap lingkungan,
1. Memiliki pendirian/keyakinan
43, 54, 60
37
2. Mau menanggung resiko atas kegigihan mempertahankan pendirian / keyakinan.
56, 58
-
3. Mampu membebaskan diri dari perasaan-perasaan negative.
52, 91
22
12 Rendah hati 1. Memberikan ruang bagi orang lain untuk menyalurkan bakat-bakatnya
71 93
55
2. Mengakui bahwa
orang lain memiliki kontribusi atas prestasi yang diraih.
49 16, 65
3. Tidak merasa lebih dari orang lain/pengalaman masa lalu.
47 35, 39, 84
JUMLAH 48 48
2. Uji Coba Alat
Untuk memperoleh data yang baik, instrumen penelitian yang digunakan
haruslah memenuhi persyaratan, karena itu sebelum instrumen penelitian dikenakan
kepada subjek penelitian yang sesungguhnya, instrumen penelitian tersebut mutlak
perlu diuji coba. Uji coba bertujuan untuk mengetahui validitas dan reliabilitas
instrumen yang bersangkutan.
Peneliti melaksanakan uji coba pada para suster yunior aneka tarekat di
Yogyakarta dengan jumlah 40 orang suster yunior. Adapun tarekat yang dijadikan
ujicoba alat adalah para suster yunior dari tarekat SCMM (5 suster), ADM (9 suster),
SFS (2 suster), FDCC (7 suster ), DSY (2 suster), YMY ( 4 suster ), OSA (3 suster),
FSE (6 suster) dan MASF (2 suster). Peneliti meminta ijin kepada pemimpin
komunitas tersebut untuk mengadakan uji coba secara lisan baik langsung maupun
melalui telephone.
Alasan peneliti menggunakan subjek para suster yunior tarekat lain karena
jumlah para suster yunior OSU tidak memungkinkan untuk dijadikan uji coba dan
para suster yunior merupakan subyek penelitian sesungguhnya. Para suster yunior
56
aneka tarekat ini dapat mewakili karena berada dalam tahap pembinaan yang sama
sehingga sesuai dengan subyek penelitian yang akan diteliti.
Mengingat kegiatan dan kesibukan para suster di komunitas masing-masing
maka peneliti melaksanakan dengan menyesuaikan waktu yang diberikan oleh
masing-masing tarekat dan komunitas. Penyebaran kuesioner uji coba di lakukan
pada tanggal 15 Oktober 2007, pelaksanaan di serahkan kepada masing-masing
tarekat dibantu oleh satu koordinator yang sudah dihubungi oleh peneliti. Peneliti
memberi batas waktu tiga hari untuk mengisi kuesioner tersebut kemudian kuesioner
dikumpulkan. Kuesioner yang terkumpul sejumlah yang telah disebar yaitu
empatpuluh eksemplar. Data yang diperoleh segera diskor dan dianalisis secara
statistik dengan menggunakan program SPSS versi 12.
3. Validitas dan Reliabilitas
a. Validitas Instrumen
Validitas berhubungan dengan sejauhmana suatu alat mampu mengukur
yang seharusnya diukur (Masidjo, 1995). Jadi suatu alat ukur dapat dikatakan
valid jika alat ukur itu dapat memberikan hasil ukur sesuai dengan maksud
pengukuran tersebut.
Dalam penelitian ini validitas yang digunakan untuk menganalisis item
adalah validitas isi. Masidjo (1995:243) menjelaskan bahwa validitas isi
menunjukkan sampai di mana isi suatu tes/alat pengukur mencerminkan hal-
hal yang mau diukur/diteskan.
57
Teknik statistik yang digunakan untuk menganalisis item-item dari
penelitian ini adalah tehnik korelasi Product Moment oleh Pearson (Masidjo,
1995:246).
rxy = [ ][ ]∑ ∑∑ ∑∑ ∑ ∑
−−
−2222 )()(
))((
yyNxxN
yxxyN
Keterangan:
rxy : koefisien validitas
x : hasil pengukuran suatu tes yang ditentukan validitasnya
y : kriteria yang dipakai
N : jumlah subjek
Batasan yang digunakan adalah taraf signifikansi 0,05 (5%). Adapun
proses penghitungan validitas item kuesioner uji coba dilakukan dengan
komputer melalui program SPSS (Statistical Programe for Social Science)
versi 11 for windows agar lebih efektif dan efisien.
Penentuan validitas item-item menggunakan patokan koefisien korelasi
butir pernyataan tersebut dibandingkan dengan rtabel pada taraf signifikansi
0,05 (5%) dengan derajat bebas df = jumlah responden - 2. Dalam kasus
penelitian ini adalah 40 responden jadi df adalah 40-2= 38 r (0,05 ; 38) pada
uji satu arah yaitu 0,207. Pengambilan keputusannya adalah jika rhitung positif
dan rhitung > rtabel maka butir tersebut valid. Jika rhitung negatif atau rhitung <
rtabel maka butir tersebut tidak valid, rhitung dapat dilihat pada kolom Corrected
58
Item-Total Correlation (Pratisto,2004:254). Dari penentuan validitas item-
item menggunakan patokan tersebut maka koefisien korelasi minimum 0,207.
Dengan demikian item yang koefisien korelasinya lebih kecil dari 0,207
dinyatakan gugur, sehingga tidak dapat digunakan sebagai item pengumpul
data. Koefisien korelasi yang lebih besar atau sama dengan 0,207 dinyatakan
valid, sehingga dapat digunakan sebagai item pengumpul data ( Pratisto,
2004: 257).
Rekapitulasi hasil analisis validitas item kuesioner uji coba disajikan
dalam tabel 2.
TABEL 2
Rekapitulasi Hasil Analisis Validitas
Kuesioner Uji Coba. NO ASPEK SQ INDIKATOR Jumlah
item
Valid Gugur
1. Memiliki kesadaran diri
1.Menyadari, mengenal dan mengetahui tentang keberadaan diri sendiri mengenal diri secara baik.
5 4 1
2.Mengetahui, menyadari dan meyakini nilai apa/motivasi apa yang menggerakkan dia dalam bertindak/berbuat.
4 1 3
2 Bertindak spontan
1.Kesiapan untuk menjadi diri sepenuhnya.
2 2 -
59
2.Terbuka terhadap segala
kemungkinan
3 2 1
3. Terbimbing visi dan nilai
1.Tergerak untuk mencurahkan segala perhatian dan tenaga untuk sepenuh hati berusaha mencapainya
5 4 1
2.Keselarasan antara angan-angan/cita-cita yang dijadikan tujuan hidup dengan kegiatan/kerja sehari-hari
4 4 -
4. Berpandangan holistik
1.Memiliki rasa kemanusiaan dan rasa syukur kepada sumber yang darinya dan semua hal berasal (Tuhan Sang Pencipta)
4 3 1
2.Memiliki pemahaman yang mendalam atas keterkitan antara kehidupan dan seluruh usaha yang dilakukan
1 1 -
5 Membingkai ulang pengalaman
1.Menyadari dan berani meruntuhkan batas-batas/asumsi-asumsi /pandangan-pandangan yang keliru
3 2 1
2.Menempatkan satu bingkai yang lebih luas atas satu situasi/masalah kemudian melihat dari perspektif yang berbeda.
2 2 -
3.Membayangkan masa depan dan kemungkinan yang relevan dengan pengambilan keputusan saat ini.
1 1 -
6 Refleksi (kecenderungan untuk bertanya mengapa)
1.Berusaha memahami sesuatu sampai mencapai intinya.
3 2 1
60
2.Mencoba melihat yang
tersembunyi di balik sebuah kejadian/situasi hal tertentu
4 4 -
7 Mengambil manfaat dari kemalangan/penderitaan
1.Sikap mengambil manfaat dari kemalangan dengan belajar dari kesalahan dan memanfaatkannya.
2 2 -
2.Mau mengakui keterbatasan-keterbatasan diri.
5 3 2
3.Berani meruntuhkan pikiran/perasaan yang merasa tidak nyaman.
2 2 -
4.Mengakui realitas bahwa tidak semua persoalan ada solusinya
2 1 1
8 Memiliki rasa keterpanggilan
1.Tergerak untuk mewujudkan sesuatu yang baik dan indah di dunia.
1 1 -
9 Kepedulian 1.Memiliki rasa kebersamaan yang aktiv (satu kemauan/ desakan. Untuk terlibat dalam pengalaman orang lain
4 4 -
2.Peduli dengan semua orang tanpa membeda-bedakan, baik dengan keluarga atau kelompok sendiri atau dengan orang asing.
5 5-
-
3.Hatinya mudah tergerak oleh pengalaman orang lain yang sedang menderita.
5 4 1
10 Merayakan keragaman
1.Menghargai pendapat orang lain yang bertentangan dengan pendapat diri sendiri..
5 4 1
2.Melihat perbedaan sebagai hal yang memperkaya.
3 3 -
3.Mengakui bahwa kebenaran itu tak terbatas pada kebenaran diri sendiri.
2 2 -
4.Mau bersyukur atas perbedaan yang ada.
1 1 -
11 Independensi 1.Memiliki pendirian/keyakinan 6 6 -
61
terhadap lingkungan,
dan membebaskan diri dari perasaan-perasaan negative.
2.Mau menanggung resiko atas kegigihan mempertahankan pendirian / keyakinan.
2 2 -
3.Mengakui/ menyadari perbuatan/pikiran yang keliru atau sempit.
1 1 -
12 Rendah hati 1.Memberikan ruang bagi orang lain untuk menyalurkan bakat-bakatnya
2 2 -
2.Mengakui bahwa orang lain memiliki kontribusi atas prestasi yang diraih.
3 3 -
3.Tidak merasa lebih dari orang lain.
4 3 1
Jumlah 96 80 16
b. Reliabilitas Instrumen
Masidjo (1995: 209) mendefinisikan reliabilitas suatu tes sebagai taraf
sampai dimana suatu tes mampu menunjukkan konsistensi hasil
pengukurannya. Tes yang reliabel akan menunjukkan ketepatan dan ketelitian
hasil dalam suatu pengukuran.
Furchan (1982:295) mengatakan reliabilitas suatu alat ukur adalah
derajat keajegan alat tersebut dalam mengukur apa saja yang diukurnya.
Reliabilitas sebenarnya mengacu pada konsistensi atau keterpercayaan hasil
ukur, yang mengandung makna kecermatan pengukuran (Azwar, 2003:83).
Pengujian reliabilitas terhadap hasil alat ukur skala psikologis
dilakukan bilamana item-item yang terpilih lewat prosedur analisis item telah
dikompilasikan menjadi satu (Azwar, 1999:83). Secara teoritis besarnya
koefisien reliabilitas berkisar 0 sampai 1,00. Koefisien reliabilitas sebesar
62
1,00 berarti adanya konsistensi yang sempurna pada alat ukur yang
bersangkutan (Azwar, 1997:178). Pengkajian taraf reliabilitas dalam
penelitian ini ditempuh dengan pendekatan Alpha Cronbach. Hasil analisis
reliabilitas disajikan pada lampiran 1.
D. Prosedur Pengumpulan Data
Di bawah ini diberikan garis besar tahap-tahap yang dilalui dalam
pengumpulan data, yaitu:
1. Tahap Persiapan
a. Penyusunan Alat (Kuesioner)
Beberapa usaha yang telah dilakukan dalam penyusunan kuesioner adalah
sebagai berikut:
1) Peneliti mengidentifikasikan aspek-aspek kecerdasan spiritual
2) Peneliti mengidentifikasikan indikator-indikator dari masing-masing
aspek kecerdasan spiritual.
3) Peneliti menyusun butir-butir pernyataan (item) dalam kuesioner yang
hendak diteliti.
4) Peneliti akan mengkonsultasikan kuesioner kepada dosen
pembimbing. Berdasarkan hasil konsultasi tersebut, peneliti akan
memperbaiki item yang perlu diperbaiki.
b. Uji Coba Kuesioner.
Uji coba kuesioner dilaksanakan pada tanggal 15 Oktober 2007
dengan menyesuakan waktu para suster di tarekat masing-masing.
Jumlah responden uji coba 40 suster.
63
2. Tahap Pelaksanaan
Peneliti menghubungi pemimpin komunitas ditempat para suster yunior
berada untuk mengadakan penelitian. Proses pengambilan data ini berjalan
dengan lancar dan hanya beberapa yang terlambat mengumpulkan dari waktu
yang telah diharapkan oleh peneliti. Setelah data terkumpul, peneliti mengolah
data tersebut.
E Teknik Analisis Data
Teknik-teknik analisis data yang dilaksanakan untuk menjawab masalah-masalah
penelitian yaitu sebagai berikut:
1. Untuk menjawab pertanyaan pertama “Bagaimana tingkat kecerdasan spiritual
para suster Yunior Ordo Santa Ursula tahun 2007/2008” dilakukan langkah-
langkah sebagai berikut:
a. Menjumlahkan skor-skor kecerdasan spiritual para suster yunior.
b. Menggolongkan tingkat kecerdasan spiritual masing-masing suster yunior
berdasarkan Penilaian Acuan Patokan I (PAP tipe I).
2. Untuk menjawab pertanyaan kedua, “ Topik-topik bimbingan manakah yang
sesuai untuk meningkatkan kecerdasan spiritual para suster yunior Ordo santa
Ursula tahun 2007-2008?”. Topik-topik itu didasarkan pada perolehan skor
rendah dari item kuesioner kecerdasan spiritual yang dicapai oleh para suster
yunior Ordo Santa Ursula tahun 2007-2008.
64
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini memuat jawaban atas masalah penelitian, yaitu: (1)
“Bagaimana tingkat kecerdasan spiritual para suster yunior Ordo Santa Ursula
Provinsi Indonesia tahun ajaran 2007/2008?” dan (2) “Topik-topik bimbingan
manakah yang sesuai untuk meningkatkan kecerdasan spiritual para suster yunior
Ordo Santa Ursula Provinsi Indonesia tahun 2007/2008?”.
1. Hasil Penelitian
Kecerdasan Spiritual para suster Yunior Ordo Santa Ursula tahun 2007/2008
dihitung dengan menggunakan perhitungan Penilaian Acuan Patokan (PAP)
Tipe I. PAP tipe I menetapkan bahwa untuk mendapatkan kualifikasi cukup
tinggi, responden minimal harus mendapat skor sebanyak 65% dari skor
ideal/skor total. Penggolongan tingkat kecerdasan spiritual para suster yunior
Ordo Santa Ursula tahun 2007/2008 dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3 Penggolongan Tingkat Kecerdasan Spiritual
Para Suster Yunior Ordo Santa Ursula Provinsi Indonesia tahun 2007/2008
Rumus PAP Rentang
Skor Kualifikasi Frekuensi %
90%-100% 288 – 320 Sangat tinggi 2 6,67% 80%-89% 256 – 287 Tinggi 16 53,33% 65%-79% 208 – 255 Cukup 12 40% 55%-64% 176 – 207 Rendah 0 0% Dibawah
55% Di bawah 175 Sangat Rendah 0 0%
Total 30 100%
65
Berdasarkan tabel di atas tampak bahwa tingkat kecerdasan spiritual para
suster Yunior Ordo Santa Ursula tahun 2007/2008 berbeda-beda, mulai dari sangat
tinggi, tinggi, cukup, rendah dan sangat rendah. Tingkat kecerdasan spiritual para
suster yunior yang berada dalam kualifikasi tinggi adalah 18 orang (60%). 18 orang
(60%) itu terdiri dari 2 suster (6,67%) memiliki kualifikasi “sangat tinggi” dan 16
suster (53,33%) memiliki kualifikasi “tinggi”. Ada 12 orang (40%) suster yunior
belum mencapai tingkat kecerdasan spiritual yang diharapkan dengan kualifikasi
“cukup”, sedangkan yang memiliki kualifikasi “rendah” dan “sangat rendah” tidak
ada (0%).
2. Pembahasan
Sebelum penelitian ini diadakan, peneliti berasumsi bahwa kecerdasan
spiritual para suster yunior telah mencapai tingkat yang tinggi atau seperti yang
diharapkan. Asumsi penulis dilatarbelakangi oleh pengalaman para yunior selama
menjalani pembinaan di masa yunior. Peneliti merasa bahwa selama masa yunior para
yunior diberi kesempatan untuk banyak berlatih dan belajar banyak hal yang
berkaitan dengan pengembangan kecerdasan spiritual. Di dalam pembinaan para
yunior aspek spiritual diberi porsi paling besar. Selama menjalani masa yunior,
mereka menerima banyak informasi bagaimana berdoa yang benar dan konsisten
misalnya dengan adorasi, meditasi, lectio divina (berdoa dengan mengulang-ulang
ayat kitab suci yang menarik sehingga ayat itu menyatu dengan diri) dan kontemplasi
(doa yang dilakukan dalam keheningan batin dan berusaha hadir dalam suatu
peristiwa, baik dalam cerita kitab suci atau bacaan-bacaan yang lain).
66
Para yunior diajak untuk lebih mengenal dan mencintai diri dengan cara
pengolahan diri, refleksi, mawas diri, dan meditasi, sehingga melalui kegiatan-
kegiatan tersebut menjadikan mereka lebih peka terhadap kehadiran Tuhan dalam
setiap peristiwa hidup. Di saat mereka mengalami tantangan dan kesulitan, mereka
tidak merasa terbebani tetapi semakin disadarkan bahwa tantangan dan kesulitan
dalam terang iman dilihat sebagai kesempatan untuk memurnikan panggilan sehingga
panggilan yang dijalani semakin bermakna.
Dari tabel 3 bisa dilihat bahwa suster yunior yang sudah mencapai tingkat
kecerdasan spiritual seperti apa yang diharapkan ada 18 orang (60%), yaitu 2 orang
(6,67%) dengan kualifikasi “sangat tinggi” dan 16 orang (53,33%) memiliki
kualifikasi “tinggi”. Itu artinya bahwa pada umumnya kecerdasan spiritual para suster
yunior telah mencapai yang diharapkan, ini sesuai dengan asumsi peneliti.
Dari kuesioner penelitian dapat dilihat bahwa 18 orang (60%) suster yunior
yang mencapai kecerdasan spiritual yang diharapkan adalah para yunior yang
memiliki kesadaran diri yang tinggi. Kesadaran diri yang tinggi pada diri para yunior
sangat dipengaruhi oleh keterbukaan hati mereka terhadap rahmat Allah dan
bimbingan Roh Kudus yang bekerja melalui peristiwa hidup sehari-hari, bahkan dari
pekerjaan-pekerjaan yang biasa. Mereka peka akan kehadiran Allah dalam hidup
mereka. Salah satu kegiatan yang mendukung para yunior sehingga mereka memiliki
kesadaran yang tinggi antara lain adalah melalui doa pribadi. Doa pribadi bisa
berbentuk meditasi, mawas diri, pemeriksaan batin, kontemplasi, dan refleksi. Doa
pribadi bagi setiap suster OSU merupakan hak istimewa setiap suster untuk
berhubungan dengan Allah, oleh karena itu komunitas harus menghargai hak
67
istimewa ini (Konst. OSU Art. 59-60). Hal ini sesuai seperti yang dikatakan oleh
Zohar-Marshal (2004:85) bahwa meditasi adalah salah satu metode yang paling
efektif bagi seseorang yang ingin mencapai kesadaran diri yang lebih tinggi, bagi
yang bisa efektif menjalankannya.
Melalui meditasi, mereka bisa merasakan keheningan batin sehingga mereka
bisa bergaul akrab dengan sisi batin mereka. Mereka bisa mengetahui dengan penuh
kesadaran apa yang mereka pikirkan, rasakan dan motivasi-motivasi yang mendasari
perbuatan mereka. Meditasi membawa mereka berjumpa dengan inti diri mereka serta
berjumpa dengan Allah yang bersemayam di hati mereka masing-masing. Mereka
bisa merasakan rasa syukur yang begitu besar atas anugerah panggilan Tuhan yang
diberikan secara cuma-cuma. Melalui doa, mereka juga bisa bertanya kepada diri
sendiri, merekontruksi pengalaman-pengalaman yang telah lewat dan harapan-
harapan yang bisa dibangun di masa mendatang. Sikap rendah hati mereka tampak
ketika mereka mengakui dengan jujur atas keterbatasan-keterbatasan diri, pandangan-
pandangan yang keliru dan pikiran-pikiran yang sempit dalam diri mereka. Mereka
dapat keluar dari diri sendiri, mereka bisa menempatkan diri mereka pada situasi pada
suatu peristiwa kegagalan yang telah lalu, dan merenungkannya serta melihat apa
yang sebenarnya bisa dibuat dan apa yang perlu diperbaiki.
Kesadaran diri yang tinggi ini terukur dari pernyataan mereka yang bisa
menerima diri apa adanya dan menyadari kekurangan-kekurangan dirinya. Ketika
mereka menyadari keberadaan dirinya yang terdalam dan mau mendengarkan
batin/suara hati mereka, mereka bisa melepaskan diri dari keterbatasan-keterbatasan
diri dan tidak terkurung dalam kekurangan-kekurangan yang dimiliki karena mereka
68
menyadari bahwa mereka juga memiliki kelebihan-kelebihan yang dianugerahkan
Tuhan. Mereka menyadari bahwa menjadi suster OSU bukan untuk mencari
kenyamanan tetapi mereka ingin menyerahkan diri seutuh-Nya demi kerajaan Allah
dengan menjalankan nasihat Injil dengan semangat spiritualitas Angela Merici.
Pengakuan jujur atas realita diri akan menambah luasnya kesadaran baru
bahwa mereka harus berubah dalam hal-hal yang kurang berkenan dihati Tuhan dan
sesama. Perubahan yang disadari dari dalam mendorong mereka dengan senang hati
memperbaiki diri, melakukan pertobatan terus menerus dan memiliki rasa
keterpanggilan untuk kembali pada nilai-nilai Injil dan spiritualitas OSU. Perubahan
yang diwarnai dengan pertobatan yang mendalam menuntun mereka untuk
menghayati nilai-nilai tersebut dengan makna baru yang lebih segar dan penuh
gairah.
Selain memiliki kesadaran yang tinggi, mereka telah mengembangkan empati
yang mendalam kepada orang lain meskipun mereka mengalami perbedaan dalam
berbagai aspek. Sikap kepedulian ini kiranya disebabkan oleh kemampuan mereka
dalam memahami nilai-nilai mendasar yang dihayatinya misalnya kesederhanaan,
kerendahan hati, kebaikan, keindahan, cinta dan kebenaran.
Kepedulian yang tinggi diikuti oleh perasaan aman (secure), damai (peace),
penuh cinta (loved), dan bahagia (happy) dalam kehidupan mereka. Rasa aman itu
memungkinkan mereka untuk bersikap spontan, memiliki independensi terhadap
lingkungannya, dan mampu merayakan keragaman yang ada di dalam komunitas.
Mereka membangun sikap untuk selalu bersyukur atas apa yang dianugerahkan
Tuhan kepadanya, mereka yakin bahwa Tuhan mencintai mereka melebihi siapapun.
69
Hasil penelitian ini mengajak para suster yunior untuk tetap tekun dan setia
dengan hidup yang sudah mereka jalani selama ini. Ketekunan dan kesetiaan akan
nilai-nilai Injil akan memberi daya pada mereka untuk mengisi hidup ini menjadi
lebih bermakna dan mencapai kepenuhan hidup. Di dalam buku Warisannya yang
terakhir Santa Angela Merici dengan tegas meminta kepada puterinya untuk tidak
ragu-ragu, tetapi harus memiliki iman yang teguh. Ia mengingatkan agar para
puterinya berhati-hati, jangan sampai mereka mulai dingin (Susinaki, 1997: 98).
Hasil penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa 12 suster (40%) belum
mencapai tingkat spiritual yang diharapkan. Meskipun sudah mencapai kualifikasi
“cukup”, namun kualifikasi “cukup” masih termasuk dalam tingkat kecerdasan belum
tinggi atau belum seperti yang diharapkan.
Seseorang yang kecerdasan spiritualnya masih kurang atau belum seperti yang
seharusnya, ada kemungkinan orang itu mengalami hambatan spiritual. Menurut
Zohar-Marshal (2000:158-159) seseorang bisa terhambat secara spiritual karena tidak
ada spontanitas atau “ketanggapan” sehingga mereka memiliki tanggapan yang
rendah terhadap pusat diri (kesadaran diri). Mereka lebih terpaku pada hal-hal yang
lahiriah atau jasmani, artinya seringkali mereka melakukan suatu kegiatan bukan
karena atas kesadaran akan makna dari kegiatan itu tetapi mereka menjalankan
kegiatan tersebut hanya sekedar menjalankan peraturan. Seringkali mereka menjalani
segala kegiatan hanya sekedar sebagai rutinitas hingga akhirnya mereka terjebak pada
kehidupan tanpa makna (hampa dan kosong).
Kesadaran diri yang rendah akan menyebabkan rendahnya spontanitas
seseorang bahkan tidak lagi mampu menanggapi jiwa yang terperangkap atau
70
menyimpang sehingga orang tersebut akan mudah terjerumus dalam keputusasaan
dan mudah menyerah. Ia tidak bisa menemukan makna yang ada, baik pada benda,
peristiwa atau orang yang berharga dan patut ditanggapinya sehingga hidupnya
berjalan tanpa arah dan tujuan. Situasi mereka yang seperti ini, hidupnya akan didera
oleh rasa takut dan panik dalam menghadapai kehidupannya.
Jika dilihat dari apa yang diungkapkan oleh Zohar-Marshal maka hasil
penelitian yang memperlihatkan bahwa para suster yunior yang belum memiliki
kecerdasan spiritual yang diharapkan ternyata mendekati situasi yang demikian. Hal
tersebut bisa dilihat dari skor-skor rendah yang mereka miliki kebanyakan mereka
masih kurang dalam hal kesadaran diri, merayakan perbedaan, kepedulian,
kerendahan hati, keberanian untuk bersikap spontan dan keberanian untuk melewati
keterbatasan-keterbatasan diri. Kejujuran, toleran, dan keterbukaan mereka terhadap
terhadap sesama masih perlu ditingkatkan. Kemampuan mereka menyikapi segala
sesuatu secara lebih jernih dan benar sesuai hati nurani perlu diasah.
Mereka perlu mengembangkan dan menggali kesadaran diri terus menerus
agar mereka lebih mampu menginsafi totalitas keberadaannya sejauh mungkin,
seperti menyadari keinginan, cita-cita, harapan, dan tujuan hidupnya. Keterampilan
mereka dalam menyadari diri akan membantu yang bersangkutan mengetahui apa
yang diyakini, apa yang dihargai, dan apa yang memotivasinya secara mendalam atas
tindakan dan keputusan-keputusan yang ia buat.
Untuk membantu para yunior agar dapat mengembangkan kecerdasan
spiritual seperti yang diharapkan, maka para yunior perlu diberi bantuan. Bantuan
yang bisa diberikan adalah bentuk pelayanan bimbingan kelompok dalam bidang
71
pribadi sosial. Sifat bimbingan yang dapat diberikan antara lain kuratif, prefentif dan
enrichment (pengayaan). Topik-topik yang bisa dikembangkan misalnya: bagaimana
cara meditasi yang baik dan effektif; manajemen waktu agar dapat seimbang dalam
doa, kerja dan studi; membangun komunikasi yang baik untuk menjembatani
perbedaan; dan lain-lain sesuai dengan keperluan mereka (Prasetyo, 1992:334-335).
Dalam konteks ini perlu diprioritaskan pada skor-skor item rendah dari hasil
penelitian. Diharapkan dari pengembangan topik-topik bimbingan ini kecerdasan
spiritual para yunior menjadi lebih baik.
Menurut peneliti, tidak adanya suster yunior Ordo Santa Ursula tahun
2007/2008 yang memiliki kualifikasi “rendah” dan “sangat rendah” disebabkan
karena suster yunior telah mengembangkan aspek-aspek yang ada di dalam
kecerdasan spiritual melalui penghayatan spiritualitas, hidup doa, menjaga
keheningan batin dan adanya kesiapan diri dalam menerima semua pelajaran/kegiatan
atau pembimbingan dari para pembimbing. Mereka memiliki kesediaan untuk
melangkah maju, mampu menyediakan waktu cukup untuk merefleksikan hidup
melalui doa dan meditasi.
72
BAB V
USULAN TOPIK-TOPIK BIMBNGAN KELOMPOK
PEMBINAAN PARA SUSTER YUNIOR
ORDO SANTA URSULA TAHUN 2007/2008
Dalam bab ini memuat usulan topik-topik bimbingan kelompok untuk para
suster yunior Ordo Santa Ursula 2007/2008. Peneliti menyusun usulan topik-topik
bimbingan kelompok ini berdasarkan hasil penelitian yaitu dari skor rendah yang
dicapai oleh para suster yunior dari item-item kuesioner kecerdasan spiritual.
Usulan topik-topik bimbingan kelompok ini terbuka untuk mengalami
penyempurnaan dan perubahan sesuai dengan kebutuhan para suster yunior.
Harapannya usulan topik-topik bimbingan ini dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam pembinaan untuk meningkatkan kecerdasan spiritual para suster
yunior. Usulan topik-topik bimbingan kelompok dapat dilihat pada Tabel 4 berikut:
73
Tabel 4 Usulan Topik-Topik Bimbingan Kelompok
Para suster Yunior Ordo Santa Ursula Indonesia tahun 2007/2008 Pelaksanaan
No No. Item Topik
Bimbingan Rumusan Kompetensi
Materi Pengembangan Kompetensi
Kegiatan Layanan
Kegiatan Pendukung
Pelaksa-naan
Sumber
1 1. Saya tetap menghargai pendapat orang lain walaupun bertentangan dengan pendapat saya.
Menghargai Pendapat Orang lain
Mampu menghargai pendapat orang
a. Menghargi pendapat orang lain.
b. Pentingnya menghargai pendapat orang lain.
c. Hambatan yang mungkin timbul dalam usaha menghargai pendapat orang lain.
Orientasi informasi
1. Sharing 2. Pendalaman
Kata-kata St. Angela/Konstitusi (Refleksi)
3. Dinamika kelompok/ simulasi
4. Diskusi 5. Tugas
Pribadi/ kelompok
Week End setiap bulan sekali pada waktu pertemuan Yunior
a. Supratiknyo, (1995) Komunikasi Antar Pribadi. Yogyakarta: Kanisius
b. R. H. Dj. Sinurat. Reader Komunikasi antar pribadi. Prodi BK. Tidak diterbitkan.
c. Konstitusi Ordo Santa Ursula (1984). Tempuhlah Hidup Baru. Roma: Ordo Santa Ursula
d. Susinaki (1997). Kata-kata Santa Angela. Bandung: Ordo Santa Ursula
2 27 Saya melihat
situasi/masalah yang saya hadapi dalam satu sudut pandang saja.
Problem Solving
Mampu melihat masalah atau situasi dalam berbagai sudut pandang.
e. Pentingnya melihat maalah atau situasi dalam berbagai sudut pandang.
f. Hambatan-hambatan yang muncul
g. Hal-hal yang perlu dalam me nyelesaikan
Orientasi informasi
1. Sharing 2. Pendala-
man Kata-kata St. Angela/ Konstitusi (Refleksi)
3. Dinamika kelompok/ simulasi
Week End setiap bulan pada waktu pertemuan Yunior
a. Schultz (1991). Model-model Pribadi yang Sehat. Jogyakarta : Kanisius
b. Sujanto, Lubis & Hadi. (1984). Psikologi Kepribadian. Jakarta: Aksara Baru.
c. Konstitusi Ordo Santa Ursula (1984). Tempuhlah Hidup Baru. Roma: Ordo
74
persoalan atau menanggapi situasi dengan berbagai sudut pandang.
h. Nilai-nilai positif yang dapat digali.
4. Diskusi 5. Tugas
Pribadi/kelompok
Santa Ursula. d. Susinaki (1997). Kata-kata
Santa Angela. Bandung: Ordo Santa Ursula
3 34. Saya segera menolong orang yang membutuhkan pertolongan sekalipun orang itu tidak saya kenal.
60 Saya mudah menolong orang lain yang saya sukai daripada orang yang tidak saya sukai
Mengembangkan Sikap Kepedulian pada Orang lain.
Mampu memberikan pertolongan kepada siapa saja
a. Pentingnya membangun kepedulian terhadap kebutuhan orang lain.
b. Nilai-nilai positif yang dapat digali bersama
c. Hambatan-hambatan yang muncul.
Orientasi informasi
1. Sharing 2. Pendala-
man Kata-kata St. Angela/ Konstitusi (Refleksi)
3. Dinamika kelompok/ simulasi
4. Diskusi 5. Tugas
Pribadi/ kelompok
Week End setiap bulan pada waktu pertemuan Yunior
a. Mayeroff (1991). Seni Mempehatikan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
b. Covey (2005). Melampaui Efektifitas, Menggapai Keagungan. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama
c. Susinaki (1997). Kata-kata Santa Angela. Bandung: Ordo Santa Ursul
d. Konstitusi Ordo Santa Ursula (1984). Tempuhlah Hidup Baru. Roma: Ordo Santa Ursula
4 39 Saya merasa aman jika saya tampil dengan berpura-pura
Berani Menjadi diri sendiri.
Mampu menampilkan diri apa adanya tanpa berpura-pura.
a. Pentingnya spontanitas dalam menampilkan diri apa adanya.
b. Hal-hal yang diperlukan dalam sikap spontanitas menampilkan diri apa adanya.
Orientasi informasi
1. Sharing 2. Pendala-
man Kata-kata St. Angela/ Konstitusi (Refleksi)
3. Dinamika kelompok/
Week End setiap bulan pada waktu pertemuan Yunior
a. Powell, (1992). 10 Laku hidup Bahagia. Yogyakarta: Kanisius
b. Keyes (2003). Resep-resep Kebahagiaan. Yogyakarta. Yayasan Pustaka Nusatama
c. Konstitusi Ordo Santa Ursula (1984). Tempuhlah
75
c. Nilai-nilai positif yang dapat digali bersama.
d. Hambatan-hambatan yang muncul.
simulasi 4. Diskusi 5. Tugas
Pribadi/ kelompok
Hidup Baru. Roma: Ordo Santa Ursula
d. Susinaki (1997). Kata-kata Santa Angela. Bandung: Ordo Santa Ursula
5 44 Saya bisa
membebaskan diri dari perasaan-perasaan negatif dengan mudah
Mengolah Perasaan-Perasaan yang Negatif
Mampu melepaskan perasaan-perasaan negative
a. Pentingnya mengenali macam-macam perasaaan.
b. Kiat mengungkapkan perasaan secara konstruktif.
c. Manfaat mengungkapkan perasaan secara konstruktif..
Orientasi informasi
1. Sharing 2. Pendala-
man Kata-kata St. Angela/ Konstitusi (Refleksi)
3. Dinamika kelompok/ simulasi
4. Diskusi 5. Tugas
Pribadi/ kelompok
Week End setiap bulan pada waktu pertemuan Yunior
a. Junaidi (2006). Cara Menjadi Sehat dan Bahagia melalui Keseimbangan Fisik dan Mental. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia
b. R.H.Dj. Sinurat. Reader Komunikasi antar pribadi. Prodi BK. Tidak diterbitkan.
c. Konstitusi Ordo Santa Ursula (1984). Tempuhlah Hidup Baru. Roma: Ordo Santa Ursula
d. Susinaki (1997). Kata-kata Santa Angela. Bandung: Ordo Santa Ursula
6 46 Saya rela
mengalami perasaan tertekan akibat mempertahankan pendirian saya demi kebaikan bersama
Visi dan Misi Hidup Panggilan
Berani mempertahankan pendirian demi kebaikan bersama.
a. Pentingnya keberanian mempertahankan pendirian demi kepentingan bersama.
b. Nilai-nilai positif yang dapat digali
Orientasi informasi
1. Sharing 2. Pendala-
man Kata-kata St. Angela/ Konstitusi (Refleksi)
3. Dinamika
Week End setiap bulan pada waktu pertemuan Yunior
a. Covey (2005). Melampaui Efektifitas, Menggapai Keagungan. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama
b. Castro (2001). Critical Choices. Jakarta.PT Bhuana Ilmu Populer
76
47 Saya berani menanggung kesepian karena saya mempertahankan pendirian saya demi kebaikan bersama
bersama. c. Hambatan-
hambatan yang muncul.
kelompok/ simulasi
4. Diskusi 5. Tugas
Pribadi/ kelompok
Kelompok Gramedia. c. Susinaki (1997). Kata-
kata Santa Angela. Bandung: Ordo Santa Ursula
d. Konstitusi Ordo Santa Ursula (1984). Tempuhlah Hidup Baru. Roma: Ordo Santa Ursula
7 48 Saya bisa
bertahan disaat orang lain mengatakan hal-hal yang negatif dan merugikan diri saya
Berpikir Positif
Mampu terbuka pada sikap setiap pengalaman yang dterjadi.
a. Pentingnya memiliki sikap keterbuka terhadap setiap pengalaman yang terjadi.
b. Nilai-nilai positif yang dapat digali bersama.
c. Hambatan-hambatan yang muncul.
Orientasi informasi
1. Sharing 2. Pendala-
man Kata-kata St. Angela/ Konstitusi (Refleksi)
3. Dinamika kelompok/ simulasi
4. Diskusi 5. Refleksi 6. Tugas
Pribadi/kelompok
Week End setiap bulan pada waktu pertemuan Yunior
a. Nouwen (1992), Dengan Tangan Terbuka. Yogyakarta:Kanisius
b. Covey (2005). Melampaui Efektifitas, Menggapai Keagungan. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama
c. Konstitusi Ordo Santa Ursula (1984). Tempuhlah Hidup Baru. Roma: Ordo Santa Ursula
d. Susinaki (1997). Kata-kata Santa Angela. Bandung: Ordo Santa Ursula
8 49 Saya mengakui
kenyataan bahwa ada persoalan tertentu yang tidak bisa diselesaikan
Membangun Sikap Optimis dalam diri
Mampu bersikap optimis dengan mengakui bahwa ada
a. Pentingnya bersikap optimis dengan mengakui bahwa ada persoalan tertentu yang tidak bisa
Orientasi informasi
1. Sharing 2. Pendala-
man Kata-kata St. Angela/ Konstitusi
Week End setiap bulan pada waktu pertemuan
a. Junaidi (2006). Cara Menjadi Sehat dan Bahagia melalui keseimbangan fisik dan Mental. Jakarta:PT Bhuana Ilmu Populer
77
secara tuntas
persoalan tertentu yang tidak bisa diselesaikan dengan tuntas.
diselesaikan dengan tuntas.
b. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam bersikap optimis dengan mengakui bahwa ada persoalan tertentu yang tidak bisa diselesaikan dengan tuntas.
c. Nilai-nilai positif yang dapat digali bersama.
d. Hambatan-hambatan yang muncul.
(Refleksi) 3. Dinamika
kelompok/ simulasi
4. Diskusi 5. Tugas
Pribadi/ kelompok
Yunior kelompok Gramedia b. Covey (2005). Melampaui
Efektifitas, Menggapai Keagungan. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama
c. Konstitusi Ordo Santa Ursula (1984). Tempuhlah Hidup Baru. Roma: Ordo Santa Ursula
d. Susinaki (1997). Kata-kata Santa Angela. Bandung: Ordo Santa Ursula
9 59 Dalam hidup saya saya tidak mau terbelenggu dengan keterbatasan-keterbatasan diri saya
Mengenal Potensi di Dalam diri.
Mampu mengenali dan menerima keterbatasan diri dan menemukan cara mengembangkan diri.
a. Pentingnya mengenali dan menerima keterbatasan diri serta menemukan cara mengembangkan diri mengatasi keterbatasan.
b. Nilai-nilai positif yang dapat digali bersama.
c. Hambatan-hambatan yang
Orientasi informasi
1. Sharing 2. Pendala-
man Kata-kata St. Angela/ Konstitusi (Refleksi)
3. Dinamika kelompok/ simulasi
4. Diskusi 5. Tugas
Pribadi/ kelompok
Week End setiap bulan pada waktu pertemuan Yunior
a. Zohar-Marshal, (2000). Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berpikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan. Bandung:Mizan Pustaka
b. Sinamo (2006). Mengubah Pasir Menjadi Mutiara. Jakarta: Institute Darma Mahardika
c. Konstitusi Ordo Santa Ursula (1984). Tempuhlah
78
muncul. Hidup Baru. Roma: Ordo Santa Ursula
d. Susinaki (1997). Kata-kata Santa Angela. Bandung: Ordo Santa Ursula
10 72 Saya dapat
menempatkan situasi yang saya hadapi dalam bingkai yang lebih luas
Mawas Diri yang Efektif
Mampu menempat kan situasi yang dihadapi dalam bingkai yang lebih luas.
a. Hal-hal yang diperlukan dalam menempatkan situasi yang dihadapi dalam bingkai yang lebih luas.
b. Nilai-nilai positif yang dapat digali bersama
c. Hal-hal yang menghambat untuk menempatkan situasi yang dihadapi dalam bingkai yang lebih luas.
Orientasi informasi
1. Sharing 2. Pendala-
man Kata-kata St. Angela/ Konstitusi (Refleksi)
3. Dinamika kelompok/ simulasi
4. Diskusi 5. Tugas
Pribadi/ kelompok
Week End setiap bulan pada waktu pertemuan Yunior
a. Buzan (2003). Sepuluh Cara Menjadi orang yang Cerdas Secara Spiritual. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia
b. Keating (1987). Bagaimana menghadapi Orang Sulit. Yogyakarta: Kanisius
c. Konstitusi Ordo Santa Ursula (1984). Tempuhlah Hidup Baru. Roma: Ordo Santa Ursula
d. Susinaki (1997). Kata-kata Santa Angela. Bandung: Ordo Santa Ursula
77
BAB VI PENUTUP
Dalam bab ini disajikan ringkasan, kesimpulan, dan saran-saran. Bagian
ringkasan memuat rumusan masalah, metodologi penelitian, dan hasil penelitian.
Bagian kesimpulan memuat kesimpulan dari hasil penelitian, sedangkan bagian saran
memuat saran-saran untuk pembinaan suster yunior Ordo Santa Ursula dan para
peneliti lain yang tertarik dengan topik kecerdasan spiritual.
A. Ringkasan
Penelitian ini merupakan penelitian deskritif yang bertujuan untuk
mengetahui: (1) tingkat kecerdasan spiritual para suster yunior Ordo Santa Ursula
2007/2008, (2) topik-topik bimbingan manakah yang sesuai bagi pembinaan suster
yunior Ordo Santa Ursula 2007/2008 untuk meningkatkan kecerdasan spiritual.
Subjek penelitian ini adalah suster yunior Ordo Santa Ursula tahun
2007/2008 yang berada di Pulau Jawa dan Flores diluar Atambua dan Pilipina.
Subyek penelitian yang tinggal di pulau Jawa terdiri dari enam komunitas yaitu
komunitas Jakarta (17 suster), komunitas Sukabumi (1 suster), komunitas Yogyakarta
(2 suster), komunitas Klaten (1 suster), komunitas Surabaya (2 suster), dan komunitas
Malang (3 suster). Sedangkan yang tinggal di Flores terdiri dari dua komunitas yaitu
komunitas Ende (2 suster) dan komunitas Ruteng (2 suster). Jumlah semua suster
yang menjadi subyek penelitian ada 30 suster.
Alat pengumpul data yang digunakan adalah kuesioner yang terdiri dari 80
item. Peneliti menyusun sendiri item-item tersebut berdasarkan aspek-aspek
78
kecerdasan spiritual (Zohar-Marshall, 2004:135-176). Pengumpulan data
dilaksanakan pada tanggal 15– 17 Oktober 2007
Prosedur pengumpulan data meliputi 2 tahap yaitu: (1) tahap persiapan yang
mencakup kegiatan menyusun kuesioner dengan berkonsultasi ke dosen pembimbing,
(2) melakukan uji coba kuesiner, dan (3) tahap pelaksanaan.
Teknik pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menskor
jawaban subjek, mentabulasi data, menjumlahkan skor total masing-masing subjek,
membuat kategorisasi tingkat kecerdasan spiritual dengan memakai acuan PAP Tipe
I, dan menyusun usulan topik-topik bimbingan kelompok bagi program pembinaan
para yunior.
Hasil penelitian yang diperoleh:
1. Penggolongan tingkat kecerdasan spiritual suster yunior Ordo Santa Ursula tahun
2007/2008 yaitu: “sangat tinggi”, “tinggi”, “cukup”, “rendah”, dan “sangat
rendah”. Kecerdasan spiritual yang berada dalam kualifikasi “sangat tinggi” dan
“tinggi” ditafsirkan sebagai kecerdasan spiritual yang diharapkan. Sedangkan
kualifikasi cukup, rendah dan sangat rendah ditafsirkan sebagai kecerdasan
spiritual yang masih kurang dari harapan.
Suster yunior yang mampu mencapai kecerdasan spiritual yang diharapkan
berjumlah 18 orang (60%), terdiri dari 2 suster (6,67%) dengan kualifikasi
“sangat tinggi” dan 16 suster (53,33%) memiliki kualifikasi “tinggi”. Sedangkan
suster yunior yang dikategorikan belum mencapai kecerdasan spiritual yang
diharapkan berjumlah 12 suster (40%) dengan memiliki kualifikasi “cukup”,
79
sedangkan yang memiliki kualifikasi “rendah” dan “sangat rendah” tidak ada
(0%). Hasil tersebut menunjukkan bahwa kecerdasan spiritual para suster yunior
pada umumnya sudah mencapai tingkat kecerdasan spiritual seperti yang
diharapkan.
2. Usulan topik-topik bimbingan kelompok disusun berdasarkan skor rendah dari
item kuesioner kecerdasan spiritual yang dicapai oleh para suster yunior.
B. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Sebagian besar kecerdasan spiritual para suster yunior Ordo Santa Ursula
tahun 2007/2008 sudah setinggi yang diharapkan, namun demikian para suster
perlu bimbingan yang bersifat pengayaan (enrichment) yang menunjang untuk
semakin meningkatkan kecerdasan spiritual. Sedangkan bagi suster yunior
yang belum mencapai kecerdasan spiritual memerlukan bimbingan yang
bersifat prefentif dan kuratif.
2. Untuk meningkatkan kecerdasan spiritual para suster yunior Ordo Santa
Ursula tahun 2007/2008, peneliti memberikan usulan topik-topik bimbingan
kelompok bagi pembinaan yunior
80
C. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, maka peneliti memberikan saran sebagai
berikut:
1. Bagi para pembimbing yunior Ordo Santa Ursula diharapkan perlu
memberikan pendampinganataubimbingan kelompok bagi para suster yunior
sehubungan dengan usulan topik bimbingan kecerdasan spiritual yang sudah
direncanakan.
2. Koordinator formator yunior bekerja sama dengan para pemimpin komunitas
agar dalam memberi pembinaan para suster yunior, mereka lebih
memperhatikan unsur-unsur yang mengandung kecerdasan spiritual. Bagi
suster yang sudah mencapai kecerdasan spiritual seperti yang diharapkan
maka bimbingan yang diperlukan adalah bimbingan yang bersifat pengayaan
(enrichment), sedangkan jenis layanan bimbingan yang bersifat kuratif dan
prefentif diperlukan bagi para suster yang kiranya masih kurang dalam aspek-
aspek kecerdasan spiritual.
3. Peneliti lain yang tertarik untuk mengadakan penelitian kecerdasan spiritual.
Peneliti merasakan tidak mudah untuk membuat kuesioner yang baik, merata,
valid dan reliabel. Oleh karena itu para peneliti lain hendaknya lebih teliti
dalam mengembangkan indikator-indikator setiap aspek kecerdasan spiritual,
agar item-item aspek yang satu konsisten dengan aspek yang lain; hendaknya
indikator-indikator dari aspek kecerdasan spiritual lebih disederhanakan lagi.
81
Selain mengenai pembuatan item kuesioner yang tidak mudah, penulis juga
merasa kesulitan dalam menyusun tata bahasa kalimat yang baik dan benar.
Oleh karena itu bagi para peneliti lain, diharapkan dalam menulis skripsi
mempersiapkan diri dengan belajar menulis dengan baik dan benar.
82
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, S. 1997. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Buzan, T. 2003. Sepuluh Cara Jadi Orang Cerdas Secara Spiritual. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Depdikbud. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Furchan. 1982. Pengantar: Penelitian dalam Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional
Hadi, S. 1990. Analisis Butir Instrumen Angket, Tes, dan Skala Nilai dengan BASICA. Yogyakarta: Andi Offset
Junaidi, I. 2006. The Power Of Soul for Greath Health: Cara Menjadi sehat dan Bahagia melalui Keseimbangan Fisik dan Mental. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia.
Konstitusi Ordo Santa Ursula 1984. Tempuhlah Hidup Baru. Roma: Ordo Santa Ursula
Kravitz (www.Spiritualintelligence.com. Internet 2 Maret 2002)
Lewin, M. 2005. Spiritual Intelligence : Membangkitkan Kekuatan Spiritualitas dan Intuisi Anda. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Mariani, L & Rio, M.B. 2005. Againts The Tide Angela : Melawan Arus digerakkan Roh Kudus. Bandung:Ordo Santa Ursula
Masidjo, Ign. 1995. Penilaian Pencapaian Hasil Belajar Siswa di Sekolah. Yogyakarta: Kanisius
Poerwadarminta, W.J.S. 2003. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Prasetyo, M. 1992. Psikologi Hidup Rohani. Yogyakarta : Kanisius.
Pratisto, A. 2004. Cara Mudah Mengatasi Masalah Statistik dan Rancangan Percobaan dengan SPSS 12. Jakarta: PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia
Rahmat, J. 1989. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Remaja Karya
Safaria, T. 2005. Interpersonal Intelligence : Metode Pengembangan Kecerdasan Interpersonal Anak. Yogyakarta : Amara Books
Sasmita, M. D. (1976). Sekelumit Tentang Santa Angela. Bandung:Ordo Santa Ursula.
Satiadarma, M.P. & Waruwu, F. 2003. Mendidik Kecerdasan : Pedoman Bagi Orang Tua Dan Guru Dalam Mendidik Anak Cerdas. Jakarta: Pustaka Populer Obor
Sinetar, M. 2001. Spiritual Intelligence:Belajar dari Anak yang Mempunyai Kesadaran Dini. Jakarta:PT Alex Medio Komputindo Kelompok Gramedia
Sukidi. 2004. Kecerdasan Spiritual : Mengapa SQ lebih penting daripada IQ dan EQ. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
83
Susinaki. 1997. Kata-kata Santa Angela - Regula, Nasihat, dan Warisan Santa Angela Merici . Bandung: Ordo Santa Ursula
Winkel, W. S. 1997. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta: Gramedia Widiasarana
Zohar, D & Marshall, I. 2000. SQ Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berpikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan. Bandung : Mizan Media Utama
Zohar, D & Marshall, I. 2005. Spiritual Capital Mempeberdayakan SQ di Dunia Bisnis. Bandung : Mizan Media Utama
Lampiran 1
Hasil Uji Analisis Validitas dan
Reliabelitas SPSS (Statistical Programe
for Social Science) Versi 12 for Windows.
Lampiran 2
Hasil Analisis Uji Validitas Item
Hasil Analisis Uji Validitas Item Per-Aspek Kuesioner Uji Coba
No Aspek SQ No. item Korelasi r kritis Keterangan 1. Kesadaran Diri Aspek 1.10 4837 0,207 Valid Aspek 1.32 1935 0,207 Gugur Aspek 1.36 4339 0,207 Valid Aspek 1.45 4076 0,207 Valid Aspek 1.66 3426 0,207 Valid Aspek 1.69 0226 0,207 Gugur Aspek 1.70 6222 0,207 Valid Aspek 1.94 0436 0,207 Gugur Aspek 1.96 1660 0,207 Gugur
2. Bertindak Spontan Aspek 2. 1 2210 0,207 Valid Aspek 2.6 1935 0,207 Gugur Aspek 2.9 3307 0,207 Valid Aspek 2.23 1427 0,207 Gugur Aspek 2.48 3991 0,207 Valid Aspek 2.50 3376 0,207 Valid 3 Terbimbing Visi dan
Nilai Aspek 3.2 4613 0,207 Valid
Aspek 2.6 1935 0,207 Gugur Aspek 3.5 6847 0,207 Valid Aspek 3.7 5069 0,207 Valid Aspek 3.12 6152 0,207 Valid Aspek 3.18 3690 0,207 Valid Aspek 3.28 3456 0,207 Valid Aspek 3.46 4317 0,207 Valid Aspek 3.73 2287 0,207 Valid
4. Berpandangan
Holistik Aspek 4.20 1925 0,207 Gugur
Aspek 4.25 5217 0,207 Valid Aspek 4.41 5283 0,207 Valid Aspek 4.63 3560 0,207 Valid Aspek 4.92 4883 0,207 Valid
5. Membingkai Ulang
Pengalaman Aspek 5.30 4224 0,207 Valid
Aspek 5.64 1464 0,207 Gugur Aspek 5.80 4310 0,207 Valid Aspek 5.88 2430 0,207 Valid Aspek 5.90 5794 0,207 Valid Aspek 5.95 3958 0,207 Valid
6. Kecenderungan Aspek 6.34 0703 0,207 Gugur
Bertanya “mengapa” Aspek 2.51 1072 0,207 Gugur Aspek 6.72 6181 0,207 Valid Aspek 6.75 3102 0,207 Valid Aspek 6.81 5341 0,207 Valid Aspek 6.83 5678 0,207 Valid Aspek 6.87 2699 0,207 Valid
7 Mengambil Manfaat
dari kemalangan dan penderitaan
Aspek 7. 19 3307 0,207 Valid
Aspek 7. 53 3347 0,207 Valid Aspek 7. 55 0672 0,207 Gugur Aspek 7. 59 4916 0,207 Valid Aspek 7. 61 4007 0,207 Valid Aspek 7. 67 6739 0,207 Valid Aspek 7. 68 0228 0,207 Gugur Aspek 7. 74 5285 0,207 Valid Aspek 7. 76 3335 0,207 Valid Aspek 7. 78 2225 0,207 Valid Aspek 7. 85 1935 0,207 Gugur
8. Memiliki Rasa
Keterpanggilan Aspek 8. 62 2886 0,207 Valid
9. Kepedulian Aspek 9. 4 3176 0,207 Valid Aspek 9. 11 3314 0,207 Valid Aspek 9. 13 3238 0,207 Valid Aspek 9. 14 2687 0,207 Valid Aspek 9. 15 4791 0,207 Valid Aspek 9. 17 5559 0,207 Valid Aspek 9. 24 5865 0,207 Valid Aspek 9. 42 6260 0,207 Valid Aspek 9. 57 0240 0,207 Gugur Aspek 9. 77 6693 0,207 Valid Aspek 9. 79 4696 0,207 Valid Aspek 9. 82 4263 0,207 Valid Aspek 9. 86 4536 0,207 Valid Aspek 9. 89 6563 0,207 Valid
10. Merayakan
Keragaman Aspek 10. 3 4994 0,207 Valid
Aspek 10.8 5169 0,207 Valid Aspek 10.21 5884 0,207 Valid Aspek 10.26 5536 0,207 Valid Aspek 10.27 2934 0,207 Valid Aspek 10.29 6289 0,207 Valid Aspek 10.31 4435 0,207 Valid Aspek 10.33 5985 0,207 Valid
Aspek 10. 38 5707 0,207 Valid Aspek 10. 40 3612 0,207 Valid Aspek 10.44 3989 0,207 Valid
11. Independensi
terhadap Lingkungan
Aspek 11.22 2192 0,207 Valid
Aspek 11.37 5090 0,207 Valid Aspek 11.43 3135 0,207 Valid Aspek 11.52 2716 0,207 Valid Aspek 11.54 3448 0,207 Valid Aspek 11.56 2048 0,207 Valid Aspek 11.58 3005 0,207 Valid Aspek 11.60 3054 0,207 Valid Aspek 11.91 3335 0,207 Valid
12. Kerendahan Hati Aspek 12. 16 5020 0,207 Valid Aspek 12. 35 1126 0,207 Gugur Aspek12. 39 5672 0,207 Valid Aspek 12.47 3798 0,207 Valid Aspek 12.49 3821 0,207 Valid Aspek 12. 65 3623 0,207 Valid Aspek 12.71 4879 0,207 Valid Aspek 12.84 4768 0,207 Valid Aspek 12.93 3642 0,207 Valid
Lampiran 3
Kuesioner Penelitian
KUESIONER KECERDASAN SPIRITUAL
Pada kesempatan ini, kami mengharapkan kesediaan Anda untuk mengisi
pernyataan-pernyataan dalam kuesioner ini. Kuesioner ini dimaksudkan untuk
mengetahui sejauh mana tingkat Kecerdasan Spiritual yang Anda miliki. Informasi
yang diperoleh dari kuesioner ini akan diolah bukan untuk penilaian diri anda tetapi
hasil penelitian ini akan digunakan untuk dasar pengembangan program pembinaan
yunior.
Mengingat kuesioner ini bersifat pribadi dan rahasia, maka kami
mengharapkan Anda menjawabnya secara jujur sesuai dengan pengalaman Anda
sendiri.
Atas bantuan Anda, kami mengucapkan terima kasih.
Umur : ………….
Tahun Angkatan masuk biara : ………….
Pendidikan terakhir : ………….
Tanggal Pengisian : ………….
Petunjuk:
a. Bacalah masing-masing pernyataan berikut dengan teliti. Kemudian tentukan
seberapa sering hal-hal yang diungkapkan dalam pernyataan tersebut Anda
alami dan rasakan. Anda hanya diminta untuk memilih 1 alternatif jawaban
yang sesuai dengan keadaan diri Anda yang sebenarnya.
Alternatif jawaban yang dapat Anda pilih adalah:
SS : Sangat Sering
S : Sering
KK : Kadang-Kadang
J : Jarang
b. Berilah tanda centang ( ) pada alternatif jawaban yang anda pilih di tempat
tersedia.
Contoh:
No. Pernyataan Alternatif jawaban
SS S KK J
1. Saya merasakan hidup saya sangat berarti sebagai
seorang religius.
Anda diminta untuk memberikan jawaban pada semua pernyataan. Dan
periksalah kembali jawaban Anda sebelum dikumpulkan.
ITEM KUESIONER UJI COBA KECERDASAN SPIRITUAL
No Keterangan
SS S KK JJ
1. Dalam kehidupan bersama saya dapat menyampaikan
pendapat saya pada pemimpin dengan terbuka.
2. Saya memperjuangkan hidup saya hari ini lebih baik dari
hari kemarin
3. Saya sulit menerima perbedaan-perbedaan yang muncul
di komunitas saya.
4. Saya masa bodoh dengan penderitaan dan kesulitan orang
lain karena saya sendiri masih banyak menderita.
5. Saya menghayati kaul—kaul saya dengan sepenuh hati.
6. Saya bersedia belajar dari pengalaman orang lain
meskipun pengalaman itu pengalaman buruk.
7. Saya memaksa orang lain mengikuti pendapat saya
karena pendapat saya paling baik.
8. Saya mudah terombang-ambing dengan penilaian orang
lain terhadap diri saya.
9. Saya menghadapi tantangan dan kesulitan hidup saya
tanpa mengenal putus asa.
10. Dalam kehidupan bersama saya enggan menjadi bagian
dari yang lain, karena saya lebih nyaman sendirian.
11. Saya berjuang sungguh-sungguh mengatasi setiap
persoalan hidup saya.
12. Pikiran saya memikirkan hal lain saat teman saya
menceritakan kesedihan hatinya daripada saya ikut sedih.
13. Saya mewujudkan sikap saling menghargai dan
menghormati penuh cinta kasih dimanapun saya berada.
14. Ketika teman saya menceritakan pengalamannya yang
menyedihkan, saya bisa ikut merasakan apa yang dia
rasakan.
15. Di dalam kehidupan saya, saya mengesampingkan peran
orang lain dalam hidup saya.
16. Saat teman saya menceritakan pengalaman
penderitaannya, saya terdorong untuk membantunya
mengatasi penderitaannya itu.
17. Saya berusaha mewujudkan cita-cita pendiri tarekat saya
dengan mengerjakan tugas-tugas yang dipercayakan
kepada saya dengan sebaik mungkin.
18. Saya sulit meruntuhkan pikiran-pikiran yang
menimbulkan perasaan tidak nyaman dalam diri saya.
19. Saya menghormati dan menghargai perbedaan setiap
orang di lingkungan saya.
20. Saya membutuhkan waktu lama untuk menghilangkan
perasaan negatif yang membelenggu hati saya.
21. Saya menyadari bahwa diri saya menjadi bagian dari yang
lain yang hidup disekitar saya.
22. Saya senang menunda-nunda pekerjaan saya karena bagi
saya apa yang saya alami sekarang tidak ditentukan dari
usaha-usaha saya sebelumnya.
23. Saya tetap menghargai pendapat orang lain walaupun
bertentangan dengan pendapat saya.
24. Saya rela mengesampingkan pendapat saya jika pendapat
saya tidak diterima oleh sebagian besar anggota
komunitas sya.
25. Saya bertindak sesuka hati saya karena yang terpenting
bagi saya adalah saat ini saya senang.
26. Saya melihat perbedaan sebagai hal yang memperkaya
bukan sebagai ancaman.
27. Saya melihat situasi/masalah yang saya hadapi dalam satu
sudut pandang saja.
28. Saya mengakui kebenaran itu tidak terbatas pada
kebenaran diri saya sendiri.
29. Saya bersyukur atas perbedaan yang ada di sekitar saya
karena hal itu memperkaya hidup saya.
30. Saya bertindak tanpa mengetahui motivasi yang
mendasari tindakan saya itu.
31. Di saat pertemuan komunitas, antusias saya menurun
ketika orang lain menyampaikan usulan/pendapat yang
berbeda dengan saya.
32. Saya mengabaikan teman saya yang pendapatnya selalu
berseberangan dengan saya.
33. Saya sulit mensyukuri kehidupan yang saya jalani saat ini.
34. Saya segera menolong orang yang membutuhkan
pertolongan sekalipun orang itu orang yang tidak saya
kenal.
35. Di dalam hidup saya, saya memiliki pendirian yang teguh.
36. Saya antusias mendengarkan usulan/pendapat orang lain
meskipun usulan orang berbeda dengan saya.
37. Saya merasa aman jika saya tampil dengan berpura-pura
(bertopeng).
38. Dengan senang hati saya menyumbangkan bakat-bakat
saya untuk kepentingan tarekat.
39. Saya bersikap rendah hati meskipun saya memiliki
kelebihan yang tidak dimiliki oleh orang lain.
40. Saya merasa tidak aman jika saya menampilkan diri apa
adanya.
41. Saya mengakui bahwa orang lain memiliki kontribusi
terhadap keberhasilan yang saya capai sekarang.
42. Saya sulit menyesuaikan diri ditempat tugas yang baru.
43. Pada saat saya dikritik teman dalam sebuah pertemuan
saya marah dan kesal.
44. Saya bisa membebaskan diri dari perasaan-perasaan
negative dengan mudah.
45. Saya berani mengubah pikiran dan pebuatan saya yang
keliru.
46. Saya terkurung dalam keterbatasan-keterbatasan yang ada
dalam diri saya.
47. Saya rela mengalami perasaan tertekan akibat
memperjuangkan kejujuran dan kebaikan demi
kepentingan bersama.
48. Saya berani menanggung resiko kesepian karena saya
mempertahankan pendirian saya demi kebaikan bersama.
49. Saya bisa bertahan di saat orang lain mengatakan hal-hal
yang negative dan merugikan diri saya..
50. Saya mengakui kenyataan bahwa ada persoalan tertentu
yang tidak bisa diselesaikan secara tuntas.
51. Saya bisa bergaul dengan siapa saja tanpa membeda-
bedakan.
52. Saya mudah putus asa dalam perjuangan hidup saya.
53. Semua prestasi dan kesuksesah yang saya capai tanpa
kontribusi orang lain.
54. Saya memilih hidup sebagai seorang religius karena ingin
mencari kenyamanan.
55. Saya meragukan pilihan hidup saya sebagai seorang
religius.
56. Saya tidak bisa menerima kekurangan diri saya.
57. Saya rela memberikan ruang bagi orang lain untuk
menyalurkan bakat-bakatnya
58. Saya berani melihat dan mengakui kesalahan-kesalahan
yang terjadi di masa lalu saya.
59. Saya berusaha mencari makna yang tersembunyi saat saya
mengalami penderitaan.
60. Dalam hidup saya, saya tidak mau terbelenggu dengan
keterbatasan-keterbatasan diri saya.
61. Saya mudah menolong orang lain yang saya sukai
daripada orang yang tidak saya sukai.
62. Saya melihat kegagalan yang saya alami sebagai satu
kesempatan untuk melihat keterbatasan saya.
63. Ketika seseorang yang tidak saya sukai perlu pertolongan
saya terpaksa menolongnya.
64. Saya berusaha mempertahankan pikiran dan perbuatan
saya meskipun saya sadar pikiran dan perbuatan saya itu
keliru.
65. Dalam setiap peristiwa yang tidak menyenangkan saya
berusaha mencari arti yang ada di dalamnya.
66. Saya tidak memberikan pertolongan kepada orang asing.
67. Saya memahami bahwa setiap perjuangan yang telah saya
lakukan menentukan kehidupan saya sekarang
68. Saya enggan belajar dari orang lain karena pengalaman
saya sendiri cukup untuk bahan belajar.
69. Saya melihat kegagalan yang saya alami sebagai satu
kesempatan untuk melihat keterbatasan saya.
70. Di dalam menolong orang lain saya memilih-milih.
71. Saya merenungkan dan merefleksikan pengalaman hidup
saya sampai ke masuk ke intinya.
72. Sebelum saya mengmbil keputusan, saya memikirkan dan
membayangkan masa depan/masa mendatang yang
relevan yang akan terjadi berkaitan dengn keputusan yang
akan saya buat.
73. Saya bersyukur atas segala pengalaman hidup yang saya
terima.
74. Di dalam setiap kesempatan, saya menunjukkan pada
orang lain bahwa saya orang penting.
75. Saya menyadari motivasi yang mendorong saya untuk
melakukan suatu tindakan.
76. Saya berusaha melihat setiap persoalan hidup yang saya
alami dalam berbagai prespektif.
77. Saya menjalani hidup berdasarkan prinsip dan keyakinan
yang mendalam bahwa panggilan saya sebagai religius
merupakan anugerah dari Tuhan secara cuma-cuma.
78. Saya tidak menyukai perbedaan karena perbedaan selalu
menimbulkan persoalan.
79. Setiap keputusan yang saya ambil selalu dilandasi atas
dasar prinsip dan keyakinan Roh Kudus selalu membantu.
80. Saya menolak kebenaran yang muncul dari pemikiran
orang lain.
TERIMAKASIH ATAS KESEDIAAN ANDA MEMBANTU MENGISI KUESIONER
INI.
TUHAN MEMBERKATI PANGGILAN ANDA
AMIN
Lampiran 4
Perolehan Skor Kecerdasan Spiritual Suster Yunior Ordo Santa Ursula Tahun 2007/2008
Item 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 191 4 4 3 4 3 3 3 3 3 3 4 3 4 4 3 4 3 32 3 3 4 4 4 3 3 3 3 4 3 4 3 3 4 3 3 3 33 3 4 3 4 4 4 4 3 4 4 4 3 3 4 4 4 4 3 34 3 4 3 3 3 3 3 3 2 3 3 4 3 4 3 3 3 3 45 3 4 3 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 3 4 2 46 3 4 4 4 4 4 4 3 3 4 3 3 4 3 3 3 3 3 47 4 3 3 4 3 3 2 3 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 38 3 4 3 4 3 4 3 3 3 4 4 3 4 4 3 4 4 3 39 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 4 3 3
10 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 4 4 3 3 4 3 4 3 311 3 3 3 4 3 4 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 3 312 2 3 4 1 4 4 3 4 3 4 4 4 3 3 4 3 4 3 413 4 3 3 4 4 4 3 3 3 4 4 3 4 4 3 3 4 3 414 3 3 3 4 3 3 3 4 4 4 3 4 4 4 4 3 3 4 415 4 3 3 4 3 3 2 3 3 4 3 3 3 3 4 3 3 3 316 3 3 4 4 2 2 3 4 3 4 3 3 2 2 4 3 2 4 317 3 2 3 3 2 2 3 3 2 4 3 4 3 4 3 4 4 3 318 2 4 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 2 4 2 3 3 319 4 3 4 4 3 3 3 4 3 4 3 4 3 3 4 4 4 4 320 3 2 3 4 3 4 4 3 3 4 4 4 3 4 4 3 4 3 321 3 3 3 3 3 3 3 3 2 1 4 3 4 2 3 2 3 3 322 3 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 323 3 4 3 4 4 4 3 3 3 4 4 4 3 4 3 4 3 3 424 3 4 3 3 3 3 4 3 4 3 4 4 4 4 3 3 4 3 425 3 4 4 4 4 4 4 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 3 426 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 4 3 4 3 3 3 427 3 3 3 4 3 3 4 4 3 4 4 4 3 3 4 3 4 4 328 3 3 3 4 3 3 3 2 2 4 3 3 3 3 4 3 3 3 329 3 3 3 4 4 3 3 4 3 4 2 3 3 2 4 2 4 3 330 2 3 3 3 3 3 3 2 4 1 2 3 3 2 4 2 3 3 2
94 100 98 109 99 101 97 93 92 108 104 108 100 99 110 94 106 94 99
Responden
20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 424 3 4 3 3 4 3 3 4 4 3 4 4 3 3 4 4 3 3 3 4 3 44 3 4 3 3 4 3 3 4 4 3 4 4 3 3 4 4 3 3 2 4 3 33 4 4 3 3 4 3 3 3 3 4 4 3 4 3 4 3 4 3 3 4 4 33 3 3 4 3 3 3 3 4 4 3 4 4 4 3 3 3 3 4 3 3 4 33 3 3 3 2 3 4 3 3 3 4 3 4 4 3 3 3 4 4 3 3 2 33 4 4 3 3 4 4 2 3 4 3 4 4 4 3 3 3 3 3 3 4 2 42 3 3 3 3 3 3 3 4 4 3 2 3 4 3 3 3 3 3 2 3 3 43 4 4 3 3 4 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 4 3 3 4 33 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 3 3 3 3 3 3 2 3 3 43 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 3 3 3 3 3 3 2 3 3 43 3 4 3 3 4 3 4 4 4 3 4 4 4 3 3 3 4 3 3 4 4 43 4 4 3 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4 1 4 3 4 3 3 4 3 33 3 3 4 2 4 4 3 3 3 1 3 3 3 3 3 3 4 4 3 4 3 43 4 4 2 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 4 4 3 43 2 3 3 2 4 3 3 3 3 3 3 4 4 3 3 3 4 3 3 3 3 43 3 3 3 3 3 4 3 3 4 4 3 4 2 3 3 2 4 3 2 4 3 33 3 3 2 2 4 4 3 4 3 4 3 2 4 2 2 2 4 3 2 4 4 43 3 3 2 2 4 3 3 2 3 3 3 4 4 2 2 2 4 3 2 3 2 34 4 4 3 3 4 4 4 4 4 4 3 3 4 3 3 3 3 3 3 4 4 43 4 4 3 3 3 4 3 4 4 4 4 4 4 2 4 3 4 3 3 4 3 43 3 3 2 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 4 4 34 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 3 3 4 3 4 4 4 3 4 4 3 43 4 4 3 3 4 4 3 3 4 4 3 4 4 4 3 4 4 3 3 4 3 43 3 4 4 3 4 4 4 4 4 3 4 4 4 3 4 3 3 4 4 3 3 33 4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 4 4 4 2 4 3 4 4 4 4 4 33 4 3 4 3 4 4 3 3 4 4 4 4 4 2 3 3 4 3 3 4 3 43 3 3 2 2 4 3 3 3 3 3 3 3 4 1 3 3 4 3 2 4 3 33 3 2 3 3 4 3 4 3 3 4 3 4 4 3 3 3 4 3 3 3 3 33 3 3 2 2 4 3 3 3 3 3 3 3 4 1 3 3 4 3 2 3 3 43 3 3 2 2 3 3 2 3 3 3 3 3 4 1 3 2 3 3 3 3 3 2
93 100 103 89 85 112 103 95 99 106 100 104 108 111 79 96 90 108 96 85 108 95 105
43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 653 2 4 3 3 3 3 3 3 4 3 4 4 3 3 3 2 3 3 2 2 3 32 2 3 3 3 3 2 2 4 4 4 4 4 3 3 3 3 2 3 2 4 3 33 3 3 4 3 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 1 3 4 33 2 3 3 3 2 3 4 3 4 4 3 3 4 4 3 3 3 4 3 3 3 43 3 3 3 3 3 3 3 4 3 4 4 3 3 4 4 3 2 3 3 3 4 33 2 3 3 3 3 3 3 4 3 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 43 2 2 2 2 3 3 3 3 4 3 3 2 3 3 3 2 1 3 3 3 3 43 2 3 3 3 2 2 3 3 4 4 4 4 4 4 3 3 2 3 2 3 3 43 3 3 3 3 2 3 3 4 4 4 4 3 3 3 4 3 4 3 3 2 4 33 3 4 3 3 2 3 1 4 4 4 4 3 3 3 4 3 2 3 3 2 4 33 3 3 2 2 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 3 4 4 3 44 2 3 3 3 3 2 3 4 4 4 4 2 3 3 3 3 3 2 4 4 4 44 2 3 4 4 3 3 4 3 4 4 4 4 3 3 4 4 2 3 4 4 3 44 3 4 1 2 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 3 1 4 3 4 4 3 44 2 3 3 2 2 3 3 4 3 4 4 4 3 3 3 2 4 3 3 4 3 33 3 3 2 2 3 3 3 3 4 4 4 3 3 4 4 2 2 2 3 3 3 43 2 3 3 2 2 2 3 3 3 4 4 3 3 3 3 3 2 3 2 3 3 33 2 2 2 2 2 2 3 3 4 4 3 3 2 2 3 2 3 3 3 3 2 33 3 4 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 2 3 4 43 2 3 4 2 3 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 43 2 3 3 3 2 3 3 3 4 4 4 3 4 4 4 3 4 3 3 3 3 43 3 4 4 4 3 3 3 4 4 4 4 4 4 3 4 3 3 3 3 3 4 33 3 4 4 3 3 3 4 3 4 4 4 3 4 4 4 3 3 3 4 4 4 43 2 3 3 3 4 3 4 4 3 4 4 3 4 4 4 3 2 4 3 3 4 43 3 4 4 4 1 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 44 2 3 2 2 3 3 3 4 4 4 4 4 3 4 3 3 4 3 3 3 4 43 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 3 3 3 3 3 2 3 4 3 43 2 3 3 3 2 3 3 3 4 4 4 3 3 3 4 3 2 3 3 4 4 33 2 2 2 3 2 2 3 3 4 4 3 3 2 3 2 3 2 3 4 3 3 32 2 3 2 3 3 2 3 4 4 4 4 4 3 3 3 2 4 2 3 3 3
93 72 94 87 84 76 83 95 107 111 118 115 103 101 103 103 86 84 92 90 98 103 107
66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 803 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 2573 4 3 3 2 2 3 3 4 3 3 3 3 3 4 2564 4 4 4 4 4 3 4 4 3 4 4 4 4 4 2853 3 3 4 2 3 2 4 3 3 2 4 3 4 4 2583 2 3 3 4 4 3 4 3 3 4 4 4 4 4 2683 4 3 4 3 4 3 4 4 3 3 4 4 3 4 2692 4 3 3 3 4 2 4 3 3 3 4 3 3 4 2433 4 3 3 4 4 3 4 4 3 3 4 4 3 3 2644 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 4 3 2554 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 4 3 2544 4 3 4 4 3 3 4 4 4 3 3 4 4 4 2814 4 4 4 3 3 3 4 4 3 3 3 4 4 4 2723 4 3 4 3 3 3 4 4 1 3 4 2 4 4 2693 4 3 4 3 2 2 4 4 3 4 4 4 3 3 2793 4 3 4 3 2 3 4 4 3 3 3 3 3 3 2523 3 2 3 3 3 3 4 4 3 3 3 4 3 4 2483 4 3 3 3 2 2 4 3 3 2 3 4 3 4 2402 3 3 3 2 3 2 3 4 2 2 2 4 2 4 2243 4 3 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 3 3 2852 4 4 4 3 3 3 4 4 4 4 4 3 4 4 2833 4 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 4 3 3 2463 4 3 3 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 2934 3 4 4 4 3 3 4 4 3 3 4 4 4 3 2853 3 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 3 4 3 2804 4 4 4 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 2972 4 3 4 4 3 3 4 4 3 3 4 4 4 3 2783 4 3 3 4 3 3 3 4 3 3 3 4 3 4 2553 4 3 4 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 3 2542 4 3 3 2 2 2 4 4 3 2 4 3 2 4 2363 4 3 4 2 3 3 3 3 2 4 3 4 3 4 228
92 113 97 106 96 92 87 111 108 89 95 108 108 103 109 7894
Lampiran 5
Perhitungan untuk melihat Tingkat Kecerdasan
Spiritual Suster Yunior
Ordo Santa Ursula tahun 2007/2008
Perhitungan untuk melihat Tingkat Kecerdasan Spiritual Suster Yunior
Ordo Santa Ursula tahun 2007/2008
Kriteria yang digunakan adalah Pap Tipe I
Tingkat Kecerdasan Spiritual Nilai Huruf Kualifikasi
90%-100% A Sangat Tinggi
80%-89% B Tinggi
65%-79% C Cukup
55%-64% D Rendah
Di bawah 55% E Sangat Rendah.
Sumber Masidjo. 1995. Penilaian Pencapaian Hasil Belajar Siswa di Sekolah
Yogyakarta. Kanisius. hal 153.
Di ketahui :
Skor maksimal per item = 4
Jumlah item = 80
Total skor masksimal yang harusnya
Didapat setiap subyek = 4 x 80 = 320
Maka Tingkat Kecerdasan Spiritual Nilai Huruf
90% x 320 = 288 A
80% x 320 = 256 B
65% x 320 = 208 C
55% x 320 = 176 D
Di bawah 55% = dibawah 176 E
Skor-Skor Nilai Huruf
288 – 320 A (Sangat Tinggi) 256 – 287 B (Tinggi) 208 – 255 C (Cukup) 176 – 207 D ( Rendah ) ….. – 175 E ( Sangat Rendah)
Lampiran 6
Kualifikasi Tingkat Kecerdasan Spiritual Suster Yunior Ordo Santa Ursula Tahun 2007/2008
Kualifikasi Tingkat Kecerdasan Spiritual Suster Yunior
Ordo Santa Ursula Indonesia Tahun 2007/2008
No Nomor Subyek
Skor yang dicapai
Skor Maksimal
Kategori Posisi Skor
1. 22 297 320 Sangat Tinggi 90%<x<100% 2. 25 293 320 Sangat Tinggi 90%<x<100% 3. 2 256 320 Tinggi 80%<x<89% 4. 1 257 320 Tinggi 80%<x<89% 5. 4 258 320 Tinggi 80%<x<89% 6. 8 264 320 Tinggi 80%<x<89% 7. 6 268 320 Tinggi 80%<x<89% 8. 13 269 320 Tinggi 80%<x<89% 9. 5 269 320 Tinggi 80%<x<89% 10. 12 272 320 Tinggi 80%<x<89% 11. 26 278 320 Tinggi 80%<x<89% 12. 14 279 320 Tinggi 80%<x<89% 13. 24 280 320 Tinggi 80%<x<89% 14. 11 281 320 Tinggi 80%<x<89% 15. 2 283 320 Tinggi 80%<x<89% 16. 3 285 320 Tinggi 80%<x<89% 17. 19 285 320 Tinggi 80%<x<89% 18. 23 285 320 Tinggi 80%<x<89% 19. 18 224 320 Cukup 65%<x<79% 20. 30 228 320 Cukup 65%<x<79% 21. 29 236 320 Cukup 65%<x<79% 22. 6 240 320 Cukup 65%<x<79% 23. 7 243 320 Cukup 65%<x<79% 24. 21 246 320 Cukup 65%<x<79% 25. 16 248 320 Cukup 65%<x<79% 26. 15 252 320 Cukup 65%<x<79% 27. 28 254 320 Cukup 65%<x<79% 28. 10 254 320 Cukup 65%<x<79% 29. 9 255 320 Cukup 65%<x<79% 30. 27 255 320 Cukup 65%<x<79%