Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah...

347
Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah LedadkanBesar

Transcript of Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah...

Page 1: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah LedadkanBesar

Page 2: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Desentralisasi Fiskal di Indonesia SatuDekade setelah Ledakan Besar

Penyunting dan Penyelenggara:

Direktorat Jenderal Perimbangan KeuanganKementerian Keuangan

Mitra Pembangunan sebagai Sponsor:

Asian Development BankAustralian Aid

Decentralization Support Facility (DSF) / World BankGerman Gesellschaft fur Internationale

Zusammenarbeit (GIZ)

Page 3: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Pandangan yang dinyatakan dalam publikasi ini adalah pandangan penulisdan tidak harus mencerminkan pandangan dan kebijakan PemerintahIndonesia dan Bank Pembangunan Asia, atau Pemerintah lain atau mitrapembangunan yang membantu penyusunan publikasi ini.

Penyunting tidak menjamin akurasi data yang dicantumkan dalam publikasiini, dan tidak bertanggung jawab atas akibat dari pemakaian data tersebut.

Penyunting menganjurkan pencetakan dan penyalinan informasi hanya untukkepentingan pribadi dan tanpa komitmen, dan harus menyebutkan sumberpada publikasi ini. Pengguna dilarang menjual kembali, menyebarkan ataumembuat karya turunan untuk tujuan komersial, tanpa izin tertulis dariPenyunting: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, KementerianKeuangan.

Untuk pertanyaan silahkan ditujukan ke:

Direktorat Jenderal Perimbangan KeuanganKementerian KeuanganGedung Radius PrawiroJalan Dr. Wahidin 1Jakarta 10710Republik Indonesia,Telp. +62 213505645

Page 4: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Prakata

Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, KementerianKeuangan Republik Indonesia pada bulan September 2011 mengadakankonferensi internasional tentang Desentralisasi Fiskal Di IndonesiaSatu Dekade Setelah Ledakan Besar. Sebagai Direktur JenderalPerimbangan Keuangan, saya sangat senang mengadakan konferensidan sekarang menyajikan buku yang merupakan makalah dan hasildiskusi yang muncul dari konferensi. Kami berharap buku ini akanberfungsi sebagai tonggak penting dari kemajuan kita dalam dekadepertama setelah ledakan besar dan juga sebagai penunjuk arah untukmenghadapi tantangan yang terbentang di depan dalam dekadeberikutnya.

Publikasi ini didasarkan pada makalah-makalah yang disajikandalam konferensi mengenai desentralisasi fiskal, yang diselenggarakandi Jakarta di bulan September 2011. Konferensi ini diselenggarakanoleh Kementerian Keuangan, Direktorat Jenderal PerimbanganKeuangan, dengan sponsor yang diberikan oleh Bank PembangunanAsia (ADB), Bank Dunia/Fasilitas Pendukung Desentralisasi(Decentralization Support Facility), Australian Aid (AusAid); danGerman Gesellschaft fur Internationale Zusammenarbeit (GIZ).Konferensi tersebut diberi judul Desentralisasi Fiskal di Indonesia SatuDekade setelah Ledakan Besar, dan subjudulnya adalah PerspektifIndonesia dan Internasional untuk Desentralisasi Fiskal dan Dampaknyapada Pembangunan Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial. Makalah inidisusun dengan tiga tema utama yang menyebar ke dalam desentralisasifiskal di Indonesia dan di banyak bagian dunia lainnya saat ini. Pertama,tantangan dalam menata sosioekonomi desentralisasi dengan benar.Kedua, merancang dan melaksanakan sistem pembiayaan antarpemerintah yang efektif, dan yang terakhir, mengoptimalkan penyediaan

iii

Page 5: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

infrastruktur dan pelayanan publik di tingkat subnasional untukmendukung pertumbuhan dan pembangunan yang lebih luas.

Banyak orang memberikan kontribusinya pada konferensiinternasional tersebut dan penyusunan publikasi ini, dan ucapan terimakasih disampaikan untuk mereka disini.

Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan di KementerianKeuangan Republik Indonesia menyelenggarakan dan mengelolakonferensi ini. Para anggota Panitia Penyelenggara adalah Dr. MarwantoHarjowiryono, Direktur Jenderal; Prof. Heru Subiyantoro, Sekretaris;Dr. Ahmad Yani, Kepala Bagian Perencanaan dan Organisasi; danErny Murniasih, Kepala Subbagian Perencanaan.

Penulis makalah utama publikasi ini, juga profil mereka, disebutkanterpisah di halaman vi. Selain itu, nama berikut ini memberikan jasamereka sebagai pembicara, panelis dan peserta diskusi kelompok selamakonferensi. Mereka adalah Dr. Etisham Ahmad; Dr. Rabin Hattari;Dr. Agung Pambudhi; Dr. Eko Luky Wuryanto; Dr. Elan Satriawan;Dr. Machfud Sidik; Dr. Roy V. Salomo; Prof. Chandra Fajri Ananda;Prof. Heru Subiyantoro, Dr. H. E. Edi Siswadi; Prof. Abdul Halim;Dr. Max Pohan; Prof. Wihana Kirana Jaya; Dr. M. Najib; Prof. Dr.Adler Haymans Manurung; Dr. Nao Badu; Drs. Budi Sitepu M.A.; Dr.Budhi Santoso; Ir. Adijanto; Tim Auracher; dan Dr. Hefrizal Handra.

Dari Mitra Pembangunan, bantuan penyelenggaraan danpengelolaan untuk konferensi dan publikasi ini diberikan sebagai berikut.Untuk Bank Pembangunan Asia oleh: Rabin Hattari; James Lamont;Muhammad Handry Imansyah; dan Jessey Hutapea. Untuk DukunganFasilitas Desentralisasi (DSF) oleh: Daan Pattinasarany dan RayiRenggani. Untuk German Gesellschaft fur InternationaleZusammenarbeit (GIZ) oleh: Tim Auracher; Joerg-Werner Haas; danPaulita Septarini Sedia. Untuk Aus Aid oleh: Petrarca Karetji; LeonardoSimanjuntak; dan Lila Sari.

Kami berterima kasih khususnya kepada mereka peserta yangdatang dari berbagai negara maupun dalam negeri, sehingga menambahdimensi internasional pada makalah-makalah utama dan diskusi. Parapeserta menyatakan keinginan kuat untuk mempertahankan hubungandan untuk mengadakan konferensi serupa di masa depan untuk melihatperkembangan penting di bidang desentralisasi fiskal. Direktorat JenderalPerimbangan Keuangan Kementerian Keuangan di Indonesia akan aktif

iv

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 6: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

dalam membuka dialog lebih lanjut dengan kalangan internasional dariwaktu ke waktu sehingga dapat memastikan kebijakan Indonesia danpendekatan desentralisasi fiskal tetap menerapkan praktek terbaik.

Direktur Jenderal Perimbangan KeuanganKementerian Keuangan Republik Indonesia

v

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 7: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Agus Martowardojo, Menteri Keuangan Republik Indonesia.

Prof. Armida Alisjahbana, Menteri Negara Perencanaan PembangunanNasional/Ketua Bappenas Republik Indonesia.

Gamawan Fauzi, Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia.

James Lamont, konsultan Bank Pembangunan Asia yang bekerja diDirektorat Jenderal Perimbangan Keuangan di Kementerian KeuanganRepublik Indonesia.

Dr. Muhammad Handry Imansyah, konsultan Bank Pembangunan Asiayang bekerja di Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan diKementerian Keuangan Republik Indonesia.

Erny Murniasih, pejabat pemerintah yang bekerja di kantor DirektoratJenderal Perimbangan Keuangan di Kementerian Keuangan RepublikIndonesia.

Prof. Djohermansyah Djohan, Direktur Jenderal Otonomi Daerah diKementerian Dalam Negeri Republik Indonesia.

Luis Riffo Perez, periset di bidang pembangunan daerah dari InstitutAmerika Latin dan Karibia untuk Pembangunan Sosial dan Ekonomi(ILPES) di Komisi Ekonomi Amerika Latin dan Karibia (CEPAL).

Prof. Jorge Martinez Vazquez, Ketua Program Internasional di SekolahKebijakan Publik Andrew Young, dari Universitas Georgia State, AmerikaSerikat.

Mengenai Penulis di dalam Buku Ini

vi

Page 8: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Dr. Marwanto Harjowiryono, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangandi Kementerian Keuangan Republik Indonesia.

Kenneth Brown, Deputi Direktur Jenderal Hubungan Fiskal Antar-Pemerintah di Perbendaharan Nasional Afrika Selatan.

Prof. Roy Kelly, Profesor Kebijakan Publik dari Universitas Duke diAmerika Serikat.

Ir. Joko Widodo, Wali Kota Surakarta di Jawa Tengah, RepublikIndonesia.

Prof. Hj. Winarni Monoarfa, Ketua Badan Perencanaan PembangunanDaerah (Bappeda) dari Provinsi Gorontalo di Sulawesi Utara, RepublikIndonesia.

Dr. Anwar Shah, Direktur Pusat Ekonomi Publik, Chengdu di Cina,yang juga bekerja sebagai konsultan Bank Pembangunan Asia diKementerian Keuangan Republik Indonesia. Dia pernah menjabat sebagaiDirektur Program Tata Kelola dari Institut Bank Dunia.

Dr. Blane D. Lewis, Profesor Keuangan Publik dari Sekolah KebijakanPublik Lee Kuan Yew School, Universitas Nasional Singapura.

Prof. Paul Smoke, Profesor Keuangan dan Perencanaan Publik danDirektur Kantor Program Internasional, Universitas New York,Amerika Serikat.

Prof. Baoyun Qiao, Profesor Ekonomi dari Akademi Keuangan danKebijakan Publik Cina, Universitas Pusat Keuangan dan Ekonomi,Cina.

vii

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 9: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Singkatan

ANC Kongres Nasional AfrikaAPBD Anggaran Pendapatan Dan Belanja DaerahAPBN Anggaran Pendapatan Dan Belanja NegaraAPL Sistem Pengelompokan ProduksiASEAN Association of South-East Asian NationsBLAs Otoritas Lokal HitamBPGA Undang-Undang Kekuasan Peminjaman Pemerintah

ProvinsiBPHTB Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan BangunanBPMKS Subsidi PendidikanBVPIs Indikator Kinerja Nilai TerbaikCAR Korporasi Otonomi DaerahCBDs Kawasan Pusat BisnisCCSC Dana Jaminan Sosial KostarikaCDD Pembangunan Atas Inisiatif MasyarakatCG Pemerintah PusatCPA Analisis Kinerja KomprehensifDAU Dana Alokasi UmumDAK Dana Alokasi KhususDBH Dana Bagi HasilDDFs Dana Pembangunan DistrikDID Dana Insentif DaerahDORA Undang-Undang Pembagian PendapatanDPOD Dewan Pertimbangan Otonomi DaerahDP Mitra PembangunanDPR Dewan Perwakilan RakyatDPRD Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

viii

Page 10: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

DR Direktorat DaerahECLAC Komisi Ekonomi PBB Untuk Amerika Latin Dan KaribiaFA Alokasi FiskalFFC Komisi Fiskal Dan KeuanganGDP Produk Domestik BrutoGDS2 Survei Tata Kelola Dan Desentralisasi KeduaGR Peraturan PemerintahGRDP Produk Domestik Regional BrutoHDI Indeks Pembangunan ManusiaIDR Rupiah IndonesiaIGRFA Undang-Undang Hubungan Fiskal Antar PemerintahILPES Komisi Ekonomi PBB Untuk Amerika Latin Dan KaribiaKPP Kantor Pelayanan PajakLDFs Dana Pembangunan LokalLGs Pemerintah DaerahLGA Undang-Undang Pemerintah DaerahLGTA Undang-Undang Transisi Pemerintah DaerahMDG Millenium Development GlobalMFMA Undang-Undang Pengelolaan Keuangan KotaMLG Kementerian Pemerintah DaerahSPM Standar Pelayanan MinimumMOHA Kementerian Dalam NegeriMSS Standar Pelayanan MinimalMTEF Kerangka Belanja Jangka MenengahNGIP Partisipasi Pendapatan Umum NasionalNHI Skema Asuransi Kesehatan NasionalNJOP Nilai Jual Obyek PajakNPOP Nilai Pasar Obyek PajakOECD Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan PembangunanPAD Penerimaan Asli DaerahPBF Pembiayaan Berbasis KinerjaPBG Hibah Berbasis KinerjaPBB Perserikatan Bangsa-BangsaPBBP2 Pajak Bumi Dan Bangunan Perkotaan Dan PerdesaanPFM Manajemen Keuangan Publik

ix

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 11: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

PFMA Undang-Undang Pengelolaan Keuangan PublikPG Pemerintah ProvinsiPISA Program Evaluasi Siswa AsingPKMS Subsidi KesehatanPMAS Sistem Pengelolaan KinerjaPMES Sistem Pengukuran KinerjaPMIT Model Dan Alat Peningkatan KinerjaPNPM Program Nasional Pemberdayaan MasyarakatRBF Pembiayaan Berbasis HasilRDAs Instansi Pembangunan DaerahRG Pemerintah DaerahSALGA Asosiasi Pemerintah Daerah Afrika SelatanSARS Lembaga Pendapatan Afrika SelatanSDO Hibah Otonomi DaerahSEBRAE Lembaga Bantuan Brasil Untuk Usaha Menengah Dan

KecilSEDESOL Kementerian Pembangunan SosialSFG Hibah Fasilitas SekolahSGP Penyediaan Barang Dan JasaSHCP Kementerian Keuangan Dan Kredit MasyarakatSISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek PajakSISTEP Sistem Tempat PembayaranSNG Pemerintah SubnasionalSOEs Perusahaan Milik NegaraSWAps Pendekatan Skala SektorTIMSS Studi Ilmu Pengetahuan Matematik Internasional KetigaTSS Persetujuan Pembagian Pendapatan (Cina)UDICs Perusahaan Investasi Dan Pembangunan PerkotaanUNCDF Dana Pembangunan Modal Dari PBBUPE Hibah Pendidikan Dasar UniversalVAT Pajak Nilai TambahWLAs Otoritas Lokal Putih

x

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 12: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Daftar Isi

Prakata .......................................................................................... iiiMengenai Penulis di dalam Buku ini ......................................... viSingkatan ...................................................................................... viiiDaftar Isi ....................................................................................... xiDaftar Tabel .................................................................................. xvDaftar Gambar ............................................................................. xviiDaftar Kotak ................................................................................ xviii

BAGIAN ATinjauan Umum

1. Tinjauan Umum ...................................................................... 31.1. Latar Belakang .............................................................. 31.2. Pidato Menteri ............................................................... 61.3. Tema 1 – Mendapatkan Hak Ekonomi Politik Desentra-

lisasi .............................................................................. 91.4. Tema 2 – Sistem Pembiayaan Antar Pemerintah yang

Efektif ............................................................................ 161.5. Tema 3 – Optimalisasi Penyediaan Infrastruktur dan

Pelayanan ...................................................................... 24

BAGIAN BPidato Menteri

2. Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal di Indonesia. ............... 393. Satu Dekade ”Ledakan Besar” .......................................... 444. Pidato Penutupan ................................................................. 48

BAGIAN CMendapatkan Hak Ekonomi Politik dari Desentralisasi

5. Tantangan Politik dan Keberhasilan di Indonesia ........... 53

xi

Page 13: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

5.1. Pendahuluan ................................................................. 535.2. Desentralisasi untuk Demokrasi .................................. 545.3. Desentralisasi untuk Kesejahteraan ............................. 565.4. Fungsi Pemerintah........................................................ 565.5. Struktur Pemerintah ..................................................... 575.6. Keterlibatan Pegawai Negeri ....................................... 575.7. Administrasi Keuangan Daerah ................................... 585.8. Perwakilan Daerah ....................................................... 585.9. Sistem Penyediaan Pelayanan Publik .......................... 595.10. Sistem Pemantauan dan Pengawasan yang Efektif ..... 595.11. Masalah Pelaksanaan ................................................... 625.12. Kesimpulan dan Saran ................................................. 62

6. Fungsi Penugasan di Amerika Latin .................................. 646.1. Pendahuluan ................................................................. 646.2. Ringkasan Pendekatan Desentralisasi di Amerika Latin 656.3. Metodologi ................................................................... 666.4. Situasi Pelayanan Dasar di Negara-Negara yang

Dianalisis ...................................................................... 696.5. Kesimpulan dan Rekomendasi ..................................... 86

7. Mengelola Tekanan Pemekaran .......................................... 967.1. Pendahuluan ................................................................. 967.2. Sumber Masalah .......................................................... 977.3. Determinan Pemekaran ................................................ 1007.4. Antara Peraturan dan Praktek Nyata .......................... 1067.5. Perspektif Internasional dan Jumlah Pemda yang Op-

timal .............................................................................. 1097.6. Dampak Pemekaran pada Kinerja Pemda ................... 1127.7. Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan ................... 116

BAGIAN DMemberikan Sistem Pembiayaan Antar Pemerintah

yang Efektif

8. Pengembangan Sistem Pembiayaan Antar Pemerintahdi Indonesia .......................................................................... 1238.1. Latar Belakang ............................................................. 1238.2. Kebijakan Transfer Fiskal Antar Pemerintah .............. 127

xii

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 14: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

8.3. Praktek Terkini Terkait Hubungan Fiskal Antar Peme-rintah ............................................................................ 128

8.4. Pendapatan Pemerintah Daerah ................................... 1348.5. Pemekaran Pemerintah Daerah .................................... 1378.6. Menemukan Solusi ....................................................... 1418.7. Kesimpulan dan Rekomendasi ..................................... 145

9. Reformasi Sistem Pembiyaan Antar Pemerintah ............. 1479.1. Pendahuluan ................................................................. 1479.2. Dari Apartheid ke Negara Kesatuan ........................... 1509.3. Pembagian Pendapatan yang Adil ............................... 1559.4. Penugasan Pendapatan Provinsi .................................. 1599.5. Menciptakan Pemerintah Daerah Bersatu dan Proses

Pemisahan..................................................................... 1609.6. Pembentukan Pemerintah Daerah ................................ 1629.7. Pelajaran yang Didapat ................................................ 1649.8. Kesimpulan dan Rekomendasi ..................................... 179

10. Penguatan Sisi Pendapatan ................................................. 18110.1. Pendahuluan ................................................................. 18110.2. Teori dan Praktek Alokasi Pendapatan ....................... 18510.3. Penugasan Pendapatan Pemerintah Daerah di Indo-

nesia .............................................................................. 19510.4. Devolusi Pajak Properti di Indonesia .......................... 19910.5. Kesimpulan dan Rekomendasi ..................................... 210

BAGIAN EOptimalisasi Penyediaan Infrastruktur Publik

dan Pelayanan

11. Studi Kasus Penyediaan Pelayanan di Kota Surakarta,Indonesia ............................................................................... 21711.1. Pendahuluan ................................................................. 21711.2. Latar Belakang dan Hipotesis ..................................... 21811.3. Sumber Pendapatan untuk Anggaran Kota Surakarta 22111.4. Ringkasan Strategi Pembangunan Kota ...................... 222

12. Studi Kasus Penyediaan Pelayanan, Provinsi Gorontalo,Indonesia ............................................................................... 22412.1. Pendahuluan ................................................................. 224

xiii

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 15: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

12.2. Strategi Pembangunan Gorontalo ................................ 22412.3. Kinerja Pembangunan .................................................. 22812.4. Kesimpulan dan Rekomendasi ..................................... 231

13. Pilihan Pembiayaan Pemda di Indonesia .......................... 23313.1. Latar Belakang ............................................................ 23313.2. Gambaran Umum Keuangan Provinsi di Indonesia ... 23513.3. Transfer Pemerintah Pusat di Indonesia: Tinjauan .... 24013.4. Pajak dengan Pengaturan Bagi-Hasil Pajak di Indo-

nesia ............................................................................. 24213.5. Hibah Umum Penutup Kesenjangan ........................... 24413.6. Evaluasi Dana Alokasi Khusus (DAK) ...................... 25613.7. Kesimpulan dan Rekomendasi .................................... 265

14. Insentif untuk Penyediaan Pelayanan Lebih Baik ............ 26814.1. Pendahuluan ................................................................ 26814.2. Insentif Kinerja untuk Pemerintah Daerah dalam Sistem

Desentralisasi .............................................................. 26914.3. Insentif Kinerja di Indonesia ....................................... 27014.4. Skema Insentif: Tujuan dan Desain ............................ 27514.5. Insentif Kinerja untuk Pemda: Pengalaman Internasio-

nal ............................................................................... 28714.6. Sistem Hibah Berbasis Kinerja yang Lebih Luas ...... 29214.7. Sistem Evaluasi Kinerja yang Komprehensif ............. 29614.8. Insentif Kinerja Pemerintah Daerah Baru di Indonesia 299

15. Pembiayaan Infrastruktur Daerah dan Pertumbuhan diCina ..................................................................................... 30315.1. Pendahuluan ................................................................. 30315.2. Latar Belakang Teoretis ............................................... 30615.3. Tantangan Sistem Fiskal Cina ..................................... 31515.4. Metode Riset ................................................................ 31615.5. Kontribusi yang Diharapkan: Implikasi untuk Cina ... 32015.6. Analisis Risiko Optimal ............................................... 33015.7. Kesimpulan dan Rekomendasi ..................................... 332

BAGIAN FReferensi ...................................................................................... 335

xiv

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 16: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Daftar Tabel

Tabel 7.1. Jumlah Pembentukan Pemda Baru............................Tabel 7.2. Jumlah Pemerintah Subnasional yang Dibentuk

menurut Proses Pemerintah Reguler dan Proses DPRyang Dipercepat Selama 1999–2008........................

Tabel 7.3. Determinan Jumlah Pemda dan Laju PertumbuhanJumlah ini Menurut Provinsi ‘Induk’ (sejak 1999)...

Tabel 8.1. Porsi Pemerintah Daerah dalam Total Pendapatandan Belanja Nasional (%).......................................

Tabel 8.2. Pendapatan Pemerintah Daerah 1999/2000 dan 2011(miliar rupiah) .........................................................

Tabel 8.3. Hasil Pemekaran Daerah ........................................Tabel 8.4. Peningkatan Penyerapan Anggaran DAU per Daerah

Baru dan Daerah Induk Sisanya .............................Tabel 8.5. Perbandingan Peningkatan DAU antara Provinsi

dengan Daerah Baru dan Provinsi tanpa DaerahBaru .....................................................................

Tabel 10.1. Klasifikasi Pajak Daerah Menurut Bobot KendaliPusat vs Daerah .....................................................

Tabel 10.2. Pajak Provinsi dan Kota/Kabupaten Menurut UUNo. 28 (2009) ........................................................

Tabel 10.3. Perbandingan Struktur Pajak Provinsi dan Kota/Kabupaten Seiring Waktu .......................................

Tabel 10.4. Profil Pemda di Indonesia untuk Strategi DevolusiPajak Properti .........................................................

Tabel 11.1. Kontribusi Sektoral pada PBRB Kota Surakarta,2005–2009 (%) ......................................................

99

100

105

126

135138

140

143

186

197

200

207

219

xv

Page 17: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Tabel 11.2. Pertumbuhan PDRB per Sektor (Harga Konstan2000) di Kota Surakarta, 2005–2009 (%) ..............

Tabel 13.1. Fungsi Wajib Pemerintah Subnasional Menurut UU22/1999 dan 32/2004 .............................................

Tabel 13.2. Transfer Pusat-Provinsi/Lokal, 2010 .....................Tabel 13.3. Indeks Williamson sebagai Standar Penyetaraan di

Indonesia: 2005–2011 ...........................................Tabel 13.4. Bobot Indek Williamson untuk Kapasitas Fiskal dan

Faktor Kebutuhan Belanja dalam Alokasi DAU (%)Tabel 13.5. Alokasi DAU yang Ada Menyebabkan Fragmentasi

Yurisdiksi .................................................................Tabel 13.6. Kompensasi Kebutuhan Fiskal DAU: Alternatif—

Provinsi .................................................................Tabel 13.7. Kompensasi Kebutuhan Fiskal DAU: Alternatif—

Kota (c1..5) ...........................................................Tabel 13.8. Kompensasi Kebutuhan Fiskal DAU: Alternatif—

Kabupaten (D1...D4) .............................................Table 15.1. Kecenderungan Pendapatan Fiskal dan Belanja di

Cina: 1990–2009 (unit miliar Rmb) ......................Tabel 15.2. Belanja Fiskal antara Pemerintah Pusat dan Pemda

di Cina, 2009 (unit: miliar Rmb) ............................Tabel 15.3. Sumber Pendapatan untuk Pemerintah Pusat dan

Subnasional di Cina, 2009 (unit: miliar Rmb)........Tabel 15.4. Kecenderungaan Disparitas Fiskal untuk Pemerintah

Subnasional di Cina, 2009 (unit: miliar Rmb) .........Tabel 15.5. Anggaran Belanja Modal di Cina: 1997–2009 (unit:

miliar Rmb) .............................................................Tabel 15.6. Pertumbuhan Ekonomi Cina dan Pendapatan

Pemerintah Daerah .................................................Tabel 15.7. Investasi Deposito, Pinjaman dan Portfolio di

Lembaga Keuangan 97–09 .....................................Tabel 15.8. Pengaruh Berbagai Faktor pada Equilibrium

Peminjaman Subnasional ........................................

220

238241

245

246

251

254

254

255

305

308

311

312

315

324

328

329

xvi

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 18: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Gambar 6.1. Dimensi Desentralisasi ........................................Gambar 7.1. Pemekaran per Pulau (1999–2007) .......................Gambar 8.1. Data Historis terkait Transfer Antar Pemerintah

dari 1995/1996–2008 ......................................Gambar 8.2. Rasio Belanja Gaji untuk Kabupaten/Kota ...........Gambar 10.1. Kemungkinan Tahapan Desentralisasi Pendapatan

Daerah .................................................................Gambar 12.1. Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Per KapitaGambar 12.2. Persentase Angka Kemiskinan ..............................Gambar 12.3. Indeks Pembangunan Manusia ..............................Gambar 12.4. Pengangguran Terbuka ........................................Gambar 12.5. Pencapaian MDGs .............................................Gambar 13.1. Dengan Ledakan Besar, Indonesia telah Meloncat

Menjadi Bangsa yang Terdesentralisasi (alokasibelanja daerah dari total belanja—2005) .............

Gambar 13.2. Belanja, Pekerjaan dan Porsi PengumpulanPendapatan Menurut Tingkat Pemerintah ...............

Gambar 15.1. Proses Urbanisasi yang Cepat di Cina .................Gambar 15.2. Perkembangan Ekuilibrium Utang ......................

Daftar Gambar

6699

133144

191228229229230230

231

237325330

xvii

Page 19: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Daftar Kotak

Kotak 13.1. Bagi-Hasil Pendapatan Sumberdaya Alam: Apa yangIdeal Kadang Tidak Layak Secara Politik ................ 243

xviii

Page 20: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

BAGIAN ATinjauan Umum

Page 21: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

1Tinjauan Umum

James Lamont, Muhammad Handry Imansyah dan ErnyMurniasih

1.1. Latar BelakangBuku ini didasarkan pada makalah-makalah yang disajikan dalam

konferensi internasional tentang desentralisasi fiskal, yangdiselenggarakan di Jakarta pada bulan September 2011. Konferensi inidiselenggarakan oleh Kementerian Keuangan dengan sponsor yangdiberikan oleh Bank Pembangunan Asia (ADB), Bank Dunia/FasilitasPendukung Desentralisasi (DSF), Australian Aid (AusAid), dan GermanGesellschaft fur Internationale Zusammenarbeit (GIZ). Konferensi inidiberi judul: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelahLedakan Besar, dan subjudulnya adalah: Perspektif Indonesia danInternasional tentang Praktek Terbaik Desentralisasi Fiskal danDampaknya pada Pembangunan Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.

Bab-bab buku ini disusun dengan tiga tema utama yang menyebarke dalam desentralisasi fiskal di Indonesia dan bagian-bagian lain duniasaat ini. Pertama, tantangan dalam mendapatkan hak ekonomi politikdari desentralisasi. Kedua, merancang dan melaksanakan sistempembiayaan antar pemerintah yang efektif; dan yang terakhir,optimalisasi penyediaan pelayanan dan infrastruktur publik di tingkatsubnasional dan mendukung pertumbuhan dan pembangunan yang lebihluas. Seperti terbukti dalam makalah dan diskusi konferensi, ketigatema bersifat politik, sistem dan hasil akhir tersebut semuanya salingberkaitan secara erat satu sama lain.

3

Page 22: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Sepuluh tahun telah berlalu sejak Indonesia mengikuti reformasidesentralisasi yang penting di awal milenium baru. Pemerintah saatini, terutama melalui Kementerian Keuangan, berpendapat bahwa satudekade merupakan saat yang tepat untuk mencatat perjalanan hinggakini, dan bahkan penting untuk mengkaji kecukupan tatanan kebijakanuntuk periode yang menantang di depan. Ketiga tema inti buku inisemuanya memiliki relevansi yang erat dengan situasi Indonesia saatini dan jalur pembangunannya ke depan.

Reformasi desentralisasi Indonesia muncul bukan karena semacamrevolusi politik. Banyak isu kebijakan besar dalam desentralisasi saatini tetap mempertahankan dimensi politik. Ini termasuk pengungkapanaspirasi daerah secara terus-menerus, pengelolaan tuntutan untukpemekaran daerah, penyesuaian dengan pengaruh partai-partai yangsaling bersaing di tingkat pusat dan lokal, juga persaingan politik yangsemakin ketat dalam berbagai tangan birokrasi pusat dan subnasional.

Desain sistem keuangan antar pemerintah Indonesia satu dekadeyang lalu, menyertakan debat politik dan teknik yang panas dan akhirnyakompromi. Tidak banyak orang yang terlibat dalam reformasi saat itumendapatkan apa yang mereka inginkan. Meskipun begitu, denganbeberapa perubahan relatif sederhana yang sedang dilakukan, sistempembiayaan antar pemerintah yang dirancang telah diberlakukan. Sepertiditunjukkan oleh beberapa makalah dalam buku ini, debat awal mengenaidesain masih terus berjalan dan bahkan semakin memanas hingga kini.Beberapa orang menginginkan reformasi sistem secara radikal,sedangkan beberapa lainnya, mungkin mayoritas, lebih menyukaipenyempurnaan yang lebih sederhana di sisi pendekatan utama yangada.

Dengan tema utama ketiga, Indonesia seperti banyak negara lainsemakin mempertimbangkan pertanyaan kritis mengenai bagaimana carameningkatkan penyediaan pelayanan dan infrastruktur di tingkat sub-nasional, dan bagaimana pendekatan desentralisasi bisa mendukungpertumbuhan dan pembangunan yang lebih luas. Walau dekadedesentralisasi telah sesuai dengan dekade pertumbuhan ekonomi yangkuat di Indonesia, termasuk menahan krisis internasional, Amerika danEropa secara lebih baik daripada negara lain, tapi hanya sedikit orangdi tingkat manapun termasuk pemerintah subnasional (pemda) yangbelum puas dengan kontribusi desentralisasi pada penyediaan

4

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 23: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

infrastruktur, pelayanan dan standar kehidupan yang lebih baik. Sepertidijelaskan dalam makalah konferensi, ada banyak isu yang harusditangani jika ingin meningkatkan kinerja, paling tidak isu yangberkaitan dengan penugasan tanggung jawab dan akuntabilitas yanglebih jelas dan sumber pendapatan yang tepat untuk tiga tingkatpemerintah yang berbeda.

Pandangan banyak orang di konferensi adalah bahwa dekadepertama desentralisasi Indonesia secara umum sukses, walau masihbanyak pekerjaan yang harus diselesaikan dalam dekade berikutnya.Tidak ada pertanyaan atau pembicaraan untuk mundur kembali.Desentralisasi harus tetap di sini dan tantangan ke depan adalah untukmembuatnya berfungsi secara lebih baik.

Dalam merencanakan konferensi tersebut, Kementerian Keuanganingin mengkaji kinerja selama satu dekade, dalam hubungannya denganpembangunan dalam negeri dan pengalaman praktek dan akademisinternasional yang lebih luas. Jadi konferensi dan makalah tersebutmelibatkan gabungan pengalaman dari akademisi dan praktisi dariIndonesia dan seluruh dunia. Dari sudut perbandingan negara, beberapamakalah penting diberikan dari Afrika Selatan, Cina dan sejumlahnegara di Amerika Latin. Makalah juga diberikan oleh lima akademisiyang terkenal di tingkat internasional, yang semuanya memilikipengetahuan mendalam tentang pengalaman Indonesia selama dekadeterakhir dan kapasitas untuk menempatkan Indonesia dalam konteksinternasional. Yang terakhir, konferensi itu sendiri mendapatkan banyakkeuntungan dari kehadiran dan kontribusi banyak peserta dari daerah-daerah terjauh dari Indonesia dan empat belas negara lain (Cina,Chili, Kamboja, Mongolia, Banglades, Papua Nugini, Australia, AS,Jerman, Afrika Selatan, Benin, Singapura dan Thailand). Sekitar tigaratus orang ikut serta dalam konferensi yang berjalan selama dua hariini.

Mengenai susunan, bagian yang tersisa dari bab pendahuluan inimemberikan ringkasan singkat mengenai makalah-makalah utama yangdisajikan, beserta gambaran umum mengenai isu-isu yang muncul daridiskusi pleno. Makalah-makalah utama tersebut disajikan satu per satudengan tiga tema umum seperti tersebut di atas. Untuk mencerminkanperan penting Pemerintah dalam konferensi ini, pidato-pidato utamadiberikan masing-masing oleh Menteri Keuangan, Menteri Negara

5

Tinjauan Umum

Page 24: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas dan MenteriDalam Negeri. Pidato para menteri ini juga dicantumkan dalam bagiandepan buku ini sebagai bentuk pendahuluan untuk makalah utama.

1.2. Pidato MenteriJika disatukan, ketiga menteri senior Pemerintah Indonesia tersebut

menyajikan paparan yang sangat serasi dan memberikan harapan.Pertama, desentralisasi tetap menjadi inti model reformasi Indonesiadan kebijakan penting bagi ekonomi dan pembangunan sosial. Kedua,kemajuan telah dicapai selama dekade terakhir —dengan mempertim-bangkan penurunan kontribusi sektor minyak dan gas, pertumbuhanekonomi yang cepat yang dialami selama satu dekade sekarang denganbasis yang luas secara sektoral dan spasial, dan memberikan kontribusipada peningkatan standar kehidupan. Ketiga, kendala dan tantanganutama masih ada, dengan lingkup peningkatan lebih lanjut untuk dekadeberikutnya. Yang terakhir, tidak ada rasa puas dalam diri para pejabatsenior Indonesia, dengan kesediaan untuk melakukan reformasidesentralisasi lebih lanjut di periode ke depan, disertai dengan perubahanpenting yang sekarang sedang berjalan.

Menteri Keuangan Republik Indonesia, Agus Martowardojomemberikan pidato pembukaan dan selamat datang. Dia memfokuskanpada tema terkait cara terbaik untuk melaksanakan desentralisasi fiskaldi Indonesia agar bisa memberikan kontribusi pada pertumbuhan danstandar kehidupan daerah. Beliau membahas pencapaian dan masalahterkini dan tantangan untuk masa depan. Pencapaian paling pentingadalah meningkatnya keterlibatan masyarakat lokal dalam pembuatankeputusan politik dan ekonomi dalam masyarakat mereka, denganpeluang kerja yang semakin banyak dan tingkat kemiskinan yangmenurun. Masyarakat lokal lebih mengetahui kebutuhan lokal dan bisamenyediakan infrastruktur dan pelayanan lokal secara lebih baik(pelayanan kesehatan dan pendidikan telah meningkat). Pencapaianpenting lainnya meliputi: (i) penyelesaian rezim peraturan yang lebihjelas dan rinci; (ii) penyediaan pembiayaan yang memadai untukpemerintah daerah, dengan banyak diskresi belanja yang diberikankepada mereka (dengan memakai pendekatan uang mengikutifungsi); (iii) revisi Undang-Undang Perpajakan dan Bea Subnasional

6

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 25: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

(termasuk devolusi bertahap pajak properti dan pajak transfer properti);dan (iv) kebijakan desentralisasi fiskal yang mendukung kebijakanmakroekonomi, termasuk selama masa keuangan yang sulit danmenantang.

Masalah dan tantangan yang sedang ditangani melalui reformasikebijakan Pemerintah dalam konteks revisi UU 33 tahun 2004 danDesain Besar Desentralisasi Fiskal meliputi: (i) peningkatan kejelasanpenugasan fungsi antar daerah; (ii) penguatan penganggaran danpengelolaan keuangan publik, termasuk peningkatan transparansi danstandar audit; (iii) peningkatan alokasi sumberdaya oleh pemerintahsubnasional, terutama untuk mengurangi belanja administratif danmeningkatkan belanja modal dan pembangunan; (iv) pelepasan hubunganbelanja gaji dari penghitungan Dana Alokasi Umum (DAU) yangmembuatnya menjadi pendekatan kesenjangan fiskal lengkap; (v)penyempurnaan variabel dan bobot dalam rumus DAU agarmencerminkan kebutuhan dan kapasitas fiskal secara lebih baik; (vi)penguatan kriteria pembentukan daerah baru dan penghapusan insentifDAU untuk pemekaran; (vii) pemakaian sanksi dan insentif pusat untukmeningkatkan alokasi sumberdaya oleh pemerintah subnasional; dan(viii) reformasi Dana Alokasi Khusus (DAK) dengan fokus pada daerahmiskin untuk sektor prioritas seperti kesehatan dan pendidikan.Disamping reformasi penting ini, Pemerintah dan Kementerian Keuanganmasih terbuka untuk reformasi lebih lanjut untuk meningkatkan hasilakhir desentralisasi fiskal seiring waktu.

Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/KetuaBappenas, Armida S. Alisjahbana menunjukkan bahwa desentralisasimenjadi inti reformasi politik dan ekonomi, dan untuk mencapaipembangunan ekonomi dan sosial daerah secara menyeluruh. Satudekade setelah reformasi besar adalah waktu yang tepat untukmerenungkan kemajuan. Memang riset lebih lanjut masih diperlukanterkait hasil akhir, tapi analisis terkini mengenai peningkatan peranpemerintah daerah secara umum menunjukkan hasil positif.Desentralisasi telah diiringi oleh dekade pertumbuhan ekonomi danpembangunan yang kuat, termasuk kinerja ekonomi yang bagus ditengah kelesuan ekonomi global. Kesetaraan semakin baik antar provinsi.Perbedaan Produk Domestik Bruto (PDB) antar provinsi semakin

7

Tinjauan Umum

Page 26: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

mengecil, begitu juga penyedian pelayanan di bidang-bidang sepertipendaftaran siswa sekolah dan fasilitas kesehatan. Namunkecenderungannya tampaknya masih belum jelas antara kabupaten dankota, di mana ketidaksetaraan semakin melebar dalam beberapa hal.Tantangan dan isu penting ke depan meliputi: (i) peningkatan kapasitasstaf dan sistem pemerintah daerah untuk perencanaan dan penganggaran;(ii) menyeimbangkan otonomi daerah dan keinginan untuk mancapaistandar pelayanan minimum nasional dalam pelayanan-pelayanan utama;(iii) menentukan seberapa besar (atau kecil) ukuran Pemerintah Pusat;(iv) menyelaraskan alokasi dalam sistem pembiayaan antar pemerintah;(v) secara bijak memindahkan kekuasaan untuk memperoleh pendapatanke daerah guna mendorong pembangunan lokal; dan (vi) mewujudkanhubungan antar daerah-daerah utama, sambil mengakui otonomipemerintah daerah.

Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi memulai denganmenunjukkan pentingnya arti desentralisasi bagi reformasi politik, yangdimulai satu dekade lalu dan terfokus pada desentralisasi kekuasaanpolitik dan sumberdaya. Anggaran pemerintah daerah, yang sekarangmenyertakan banyak diskresi, telah tumbuh dari tingkat minimumsebesar Rp 38 triliun di tahun 2000 menjadi Rp 477 triliun di tahun2011, dalam proses memicu pertumbuhan ekonomi lokal. Sebagianbesar pendanaan pemerintah daerah berasal dari transfer pusat, jadiperlu meningkatkan lebih lanjut kapasitas perolehan pendapatan lokal.Tantangan desentralisasi fiskal yang penting dan bidang-bidangkebijakan yang perlu ditangani di masa depan meliputi: (i) meningkatkankualitas belanja pemerintah daerah, terutama melalui penguranganbelanja administratif dan pegawai, sebagian direkayasa melaluipemberlakuan insentif dan sanksi untuk perilaku pengelolaan keuanganyang baik dan buruk; (ii) peningkatan sistem pengelolaan keuanganpublik (PFM) agar lebih berorientasi ke pengelolaan berbasis kinerjadan juga untuk memungkinkan akuntansi penumpukan (accrual) agarpenentuan biaya dan pemantauan pelayanan menjadi lebih baik; (iii)menentukan penugasan fungsional secara lebih jelas, dengan sinkronisasialokasi belanja pusat dan lokal; (iv) kebijakan jangka pendek saat inidifokuskan pada pembekuan pengangkatan pegawai negeri pemerintahdaerah tapi dalam jangka panjang, kebijakan akan berusaha memperluas

8

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 27: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

pemakaian standar pelayanan minimum (SPM) untuk pengelolaan danpemantauan fungsi prioritas nasional; dan (v) memperluas mandatpenerimaan asli daerah untuk pemerintah daerah.

1.3. Tema 1—Mendapatkan Hak Ekonomi Politik Desen-tralisasi

1.3.1. Tantangan Ekonomi Politik dan Keberhasilan di Indonesia

Makalah Profesor Djohermansyah Djohan membahas tantangandan keberhasilan di Indonesia. Mengingat kemajemukan geografis danbudaya di Indonesia, isu pengelolaan secara terpusat versusdekonsentrasi dan/atau terdesentralisasi telah menjadi inti debat politiksejak kemerdekaan Indonesia. Kebijakan desentralisasi terkini disusununtuk mencapai dua tujuan, yakni: penerapan demokrasi lokal danpeningkatan kesejahteraan dan standar hidup masyarakat.

Salah satu dimensi politik yang penting adalah gerakan menujupemilu yang terbuka dan adil, termasuk pemilihan kepala daerah secaralangsung sejak 2004/2005, yang menggantikan pemilihan secara tidaklangsung oleh parlemen. Masyarakat telah menjalankan pemilu yangmemberdayakan mereka, meningkatkan akuntabilitas danmengembangkan tekanan untuk mendapatkan penyediaan pelayananpublik yang lebih baik. Walau begitu, masalah masih banyak terjadidalam penyelenggaraan pemilu daerah, dan penyempurnaan instrumenhukum dan prosedur administratif sekarang dilakukan melaluipengembangan UU baru khusus hanya untuk pemilu di daerah.

Secara lebih umum terkait ekonomi politik, strategi Pemerintahagar desentralisasi berjalan sukses, berisi tujuh komponen inti berikutini: (i) membuat penugasan fungsi menjadi lebih jelas berdasarkanpada kriteria eksternalitas, akuntabilitas dan efisiensi; (ii) fasilitas (tidakharus seragam) untuk struktur pemerintah daerah yang tepat; (iii) me-mastikan keluwesan pengaturan pengelolaan pelayanan publik; (iv) sis-tem manajemen dan pengendalian keuangan yang efektif; (v) perwakilanlokal yang berimbang (antara kepala daerah terpilih dan parlemenlokal); (vi) fasilitas untuk meningkatkan penyediaan pelayanan publikdan pengurangan kemiskinan sebagai tujuan akhir; dan (vii) menjalankansistem pengendalian dan pemantauan yang efektif.

Isu dan hambatan ekonomi politik yang penting meliputi: (i) pem-

9

Tinjauan Umum

Page 28: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

bahasan mengenai peran gubernur provinsi untuk tujuan memperkuatperan mereka sebagai bagian dari reformasi UU 32 tahun 2004; (ii)munculnya hambatan hierarki yang berlebihan; (iii) berkumpulnyamanfaat di sejumlah kecil pemerintah daerah yang kuat; (iv) sistemPFM yang buruk dan pemakaian dana yang tidak efektif; (v) sinergiotonomi daerah tidak berjalan, yang menunjukkan perlunya kerja samaantar tingkat pemerintah secara lebih baik; (vi) konflik antar daerah,terutama menyangkut tanah, kehutanan dan pertambangan, jadimemerlukan sinkronisasi sistem hukum lokal; (vii) perlu membuanghambatan dalam mengembangkan iklim investasi dan usaha yang baik,termasuk deregulasi yang tepat; (viii) pemilu yang berbiaya tinggi dankadang penuh cacat; (ix) pemekaran pemerintah daerah yang berlebihan;dan (x) perlunya meningkatkan kapasitas pemerintah daerah yang lemah,termasuk penguatan kelembagaan.

Masalah-masalah yang dibahas meliputi: (i) pemerintah pusat tidakboleh terlalu paternalistik—pemerintah daerah (termasuk yang miskin)harus berdiri di atas kaki sendiri dengan penekanan pada akuntabilitasterhadap masyarakat; (ii) berbagai macam pandangan dipegang terkaitpendekatan asimetris untuk Indonesia—beberapa orang mendukung ini,tapi orang lainnya menganggap ini bisa menjadi bencana yang membuatdaerah menjadi terisolasi atau bahkan memberontak; (iii) korupsi masihada tapi ini bukan disebabkan oleh desentralisasi—reformasi lebih luasperlu untuk menangani korupsi; (iv) jumlah pegawai negeri sipil terlalubanyak dan sulit untuk merampingkan mereka—UU Pelayanan Publiktidak dilaksanakan dan peraturan pelaksanaan belum ada; (v)fragmentasi kelembagaan dan politik birokratis masih menjadi masalah.Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri dan Bappenasmemerlukan usaha koordinasi lebih baik, dan DPOD tidak berjalan;dan (vi) politik uang dan korupsi menjadi masalah besar terutamadalam pemilu lokal.

1.3.2. Penugasan Fungsi Antar Tingkat Pemerintah di Amerika Latin

Luis Riffo Perez menjelaskan hasil studi oleh Komisi EkonomiPBB untuk Amerika Latin dan Karibia (ILPES) mengenai penugasanfungsional di Amerika Latin, yang mencakup Brasil, Chili, Kolombia,Kosta Rika dan Meksiko dalam aspek: (i) pelayanan kesehatan primer;(ii) pendidikan prasekolah / dasar / sekunder; (iii) pembuangan limbah;

10

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 29: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

(iv) keamanan sipil; dan (v) penumbuhkembangan pembangunanekonomi. Berbagai macam penugasan tanggung jawab dilakukan diberbagai sektor dan negara, walau dalam banyak hal masih dalamkerangka kebijakan, peraturan dan kepemimpinan dari pemerintah pusat.Banyak peran ditemukan untuk pemerintah tingkat menengah dan lokaldi sebagian besar negara yang menjadi subyek studi, terutama untukpendidikan, kesehatan primer dan pembuangan sampah. Fungsikeamanan sipil dan pembangunan ekonomi tidak berjalan di atas jaluryang sama menuju desentralisasi, walau beberapa inisiatif telahmenunjukkan keberhasilan. Riset tersebut menyatukan delapankesimpulan umum seperti diringkas di bawah ini.

Pertama, proses desentralisasi berbeda-beda antar negara. Adavariabel kesediaan (tapi umumnya keengganan) untuk menugaskanfungsi dan sumberdaya ke tingkat subnasional.

Kedua, desentralisasi telah menunjukkan kemajuan, paling tidaksebagian, selama satu dekade. Faktor penting yang mendukungkemajuan adalah: (i) pengembangan partai dan pimpinan lokal; (ii) du-kungan kepemimpinan pusat; (iii) pentingnya pemilu lokal; (iv) semakinbesarnya suara masyarakat lokal; (v) pertumbuhan kota; dan (vi)penumbuhkembangan desentralisasi oleh lembaga utama dan para ahli.

Ketiga, kerangka kerja umum untuk penugasan belum munculkarena: (i) situasi dan kapasitas yang sangat berbeda-beda; (ii) beberapapelayanan didesentralisasi terlalu cepat; (iii) pengelola beberapa kotatelah menunjukkan beberapa keberhasilan; (iv) ada manfaat daripendekatan asimetris; (v) disepakati bahwa tingkat nasional harusmemfokuskan pada kebijakan, tingkat menengah untuk pengelolaankebijakan dan program yang bersifat teritorial, dan tingkat lokal untukpengelolaan penyediaan pelayanan secara langsung; dan (vi) jaringannasional-menengah yang tersinkronisasi dengan baik dalam perencanaandan pembiayaan, belum muncul.

Keempat, contoh praktek yang bagus telah muncul dan dapatdicontoh. Faktor yang mempengaruhi praktek bagus ini meliputi:(i) kepemimpinan, keterampilan dan dukungan politik lokal;(ii) dukungan masyarakat untuk kegiatan jangka menengah; (iii) keter-sediaan pembiayaan jangka panjang yang memadai; dan (iv) keterkaitanperjanjian lintas-kota terkait kegiatan yang menjadi prioritas kebijakannasional. Tiruan praktek bagus memerlukan riset dan perencanaan yang

11

Tinjauan Umum

Page 30: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

bagus. Praktek bagus harus didorong dari tingkat lokal.Kelima, mewujudkan mutu yang konsisten tetap menjadi masalah

untuk pelayanan pendidikan dasar dan kesehatan dasar. Hambatannyameliputi: (i) rendahnya akses ke keuangan lokal; (ii) kapasitas lokalyang berbeda-beda; (iii) kepemilikan dan kepemimpinan lokal olehpara manajer dan profesional penting artinya tapi masih sering kurang;(iv) kurang jelasnya tanggung jawab dan sumberdaya lokal; dan(v) kurangnya pemantauan dan evaluasi. Tingkat menengah bisa pentingartinya dalam memfasilitasi pelatihan personel utama.

Keenam, pengumpulan dan pembuangan limbah padat menghadapitantangan cakupan dan mutu. Sebagian besar negara tersebut telahmenetapkan kebijakan nasional dan melokalisasi penyediaan pelayanan.Sistem regional sekarang diterapkan bersama dengan teknologi baru.Pembiayaan masih menjadi hambatan utama, dan sistem manajemendengan koordinasi yang baik dan menyertakan isu kesehatan masyarakatakan sangat berguna. Program kesadaran masyarakat untuk memupukbudaya bersih bisa sangat berguna juga.

Ketujuh, kejahatan adalah masalah utama di semua negara tersebut,dan keterlibatan masyarakat lokal terbukti lebih berhasil daripadapendekatan militer nasional. Riset yang lebih baik diperlukan di tingkatlokal. Satu bentuk angkatan kepolisian di bawah satu komando ternyatalebih unggul daripada angkatan nasional, menengah dan lokal. Perlumengaitkan reformasi polisi dengan pelayanan yang erat kaitannya(pengadilan, penjara dll.). Organisasi tingkat RW yang dipadukan denganangkatan kepolisian terkait bisa penting artinya bagi keberhasilan.

Pembangunan ekonomi regional penting bagi desentralisasi. Seringkali kebijakan pendukung pembangunan sektor swasta tidak ditetapkandengan baik dan dilaksanakan secara buruk di semua daerah. Agenpendukung biasanya sangat penting dengan hanya sedikit kehadiran didaerah dan sedikit keterlibatan pemerintah subnasional. Kemitraanpemerintah—swasta menunjukkan beberapa keberhasilan, meski biasadilaksanakan melalui pengelompokan kota atau di tingkat menengah.Kegiatan yang direncanakan oleh kelompok kota tampak menjanjikan.Inisiatif riset dan teknologi terapan mungkin akan penting artinya.Pengembangan kewirausahaan penting artinya bagi banyak pemerintahdan lembaga yang lebih sukses.

12

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 31: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Pembahasannya menyiratkan beberapa kesamaan yang ada dalamdevolusi fungsi di Indonesia dan di negara lain di Asia dan AmerikaLatin yang menjadi subyek studi. Dirasakan bahwa pendekatan studilintas-negara sangat berguna, dan ini mungkin bisa ditiru di sejumlahnegara Asia, mungkin di bawah kepemimpinan ASEAN. Riset berkalapenting bagi antar negara dan juga dalam negara seiring waktu, dankejelasan penugasan belanja juga penting tapi tidak boleh dianggapsebagai permanen tapi dikenai perubahan, tergantung perubahanteknologi dan situasi.

1.3.3. Mengelola Tekanan Pemekaran di Indonesia dan Internasional

Jorge Martinez-Vazquez memberikan makalah mengenai pemekaranpemerintah subnasional di Indonesia, dengan mengajukan pertanyaanmendasar apakah kepedulian tentang pemekaran diperlukan? Kepedulianterhadap masalah pemekaran umum terjadi di tingkat internasional,dan menjadi subyek utama dalam debat kebijakan, dan pembekuanpemekaran daerah baru dijalankan selama beberapa waktu hinggakebijakan baru diberlakukan. Di bawah Soeharto, hanya ada sedikitsekali pertumbuhan unit pemerintah subnasional baru di bawahpemerintahan yang tersentralisasi. Situasi ini berubah dengan cepatdari awal tahun 2000, dan makin banyak tuntutan disuarakan untukpembentukan daerah baru. Jumlah pemerintah daerah dengan demikianmembesar dari 304 menjadi 510, dan jumlah provinsi meningkat dari27 menjadi 33. Pertumbuhan ini terfokus di tingkat daerah, dan yangpaling besar terjadi di Papua, Maluku dan Sumatra, dan lebih sedikitdi Sulawesi dan Kalimantan, dan lebih sedikit lagi di Jawa, Bali danNusa Tenggara.

Determinan pemekaran rumit sifatnya. Sifat spesifik geografis daripemekaran menyiratkan bahwa insentif fiskal yang buruk ataupenghapusan ongkos sewa lokal oleh para elite juga tidak dapatmenjelaskan kecenderungan ini. Studi sebelumnya (2005) menunjukkan(hal lain dianggap konstan) pentingnya: (i) daerah dengan pendudukyang kecil dan terpencar-pencar, (ii) luas tanah yang besar, (iii)penduduk yang besar dan (iv) penduduk yang lebih heterogen. Beberapapengaruh juga dianggap bersumber dari insentif fiskal dan motivasipolitik. Studi terkini dari penulis (2010) menemukan bahwa determinanutama adalah: (i) penduduk dan luas tanah yang besar, dan (ii) insentif

13

Tinjauan Umum

Page 32: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

fiskal, terutama melalui transfer DAU dan DAK dan bagi hasil non-sumberdaya. Yang tidak begitu penting adalah PDBR per kapita,kemiskinan relatif, separatisme di Aceh dan Papua, dan daerah konfliketnik.

Peraturan pemerintah tahun 2000 dan kemudian tahun 2007menetapkan persyaratan pemrosesan pemekaran yang rumit (menurutinstrumen tahun 2007 tersebut, 11 faktor dan 35 indikator harusdilaporkan dan dinilai). Dalam banyak kasus, prosedur yang rumitdisetujui dengan jalur langsung ke parlemen nasional (DPR) yang secaraindependen menyusun undang-undang yang memerlukan perse-tujuan presiden—dengan sering mengabaikan pengolahan berbagaikriteria oleh beberapa pejabat.

Konsep ukuran yang optimal untuk desentralisasi pemerintahmemiliki dua dimensi: (i) kepekaan terhadap masyarakat (efisiensialokatif), yang biasanya menyiratkan manfaat dari ukuran kecil; dan(ii) minimalisasi biaya (skala ekonomis). Bukti skala ekonomismenyiratkan bahwa banyak pelayanan bisa dihasilkan secara lebih efektifdi tingkat penduduk yang kecil (misalnya, polisi, pendidikan umum)walau skala ekonomis mungkin penting untuk beberapa pelayanan(misalnya, air bersih dan angkutan umum). Di Indonesia, rata-rataukuran penduduk pemda masih sangat besar yaitu 488.000 untuk semuapemda dan 214 untuk pemda pemekaran baru. Jadi rata-rata pemda diIndonesia cukup besar untuk biaya yang efisien (beberapa bahkanterlalu besar hingga menyebabkan skala dis-ekonomis). Meski begitu,beberapa pemda lebih kecil dari rata-rata (misalnya, di bawah 20.000jiwa) dan efisiensi menjadi masalah di sini. Selain itu pemda di Indonesiadiberi sebagian besar penugasan tanggung jawab fungsional, yangbeberapa di antaranya lebih baik jika ditugaskan ke tingkat provinsi,terutama penugasan dengan eksternalitas yang besar. Kapasitasadministratif yang rendah di banyak pemda dan lingkup pengaruh elitelokal juga menjadi masalah.

Dampak pemekaran pada kinerja pemda sulit diukur, dan studihingga kini menunjukkan hasil yang positif dan negatif, tanpakesimpulan yang jelas. Beberapa studi telah mencatat beberapa manfaatpositif dalam daerah bentukan baru, terkait: tingkat kematianbalita, pendidikan dasar, air bersih dan sistem penyehatan lingkungan(sanitasi).

14

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 33: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Beberapa komentator mungkin terlihat terlalu negatif terhadappemekaran, menganggap semua pemekaran buruk. Meski begitu,pendekatan pemrosesan lewat jalan belakang melalui DPR perludihentikan. DPR sendiri perlu merumuskan UU mengenai persyaratanpemrosesan yang sebagian besar menghilangkan proses persetujuan.Mencoba untuk menetapkan jumlah pemda yang optimal agak sulituntuk dilakukan dan mungkin tidak perlu dilakukan. Peraturan yangtepat mungkin diperlukan untuk pemrosesan permohonan baru, dan iniharus dipatuhi sepenuhnya. Insentif negatif dalam mekanisme transferdan bagi-hasil pendapatan perlu dihapus. Walau beberapa pemda terlalubesar untuk menjadi efisien, tapi sejumlah kecil pemda terlalu kecildan ini perlu diawasi dengan ketat. Pengaturan pemrosesan perludipersingkat dan disederhanakan menjadi empat kriteria dasar: (i) jumlahpenduduk minimum, (ii) perwakilan dan akuntabilitas, (iii) kapasitasfiskal dan keuangan serta keberlanjutan, (iv) kapasitas administratif.Kriteria sekunder lain bisa dipertimbangkan seperti isu kontinuitasteritorial, keamanan dan perbatasan. Selain itu, mungkin diperlukanpenerapan berikut: (i) insentif untuk penggabungan, (ii) penugasantanggung jawab lintas-kabupaten/kota ke provinsi, (iii) peningkatankerja sama antar pemda, (iv) pemakaian kabupaten pelayanan khusus(misalnya, untuk air bersih dan angkutan), dan (v) pelaksanaanprivatisasi beberapa pelayanan.

Diskusi dalam makalah ini menyiratkan bahwa pandanganberimbang yang disajikan telah menjadi arus-utama jika dibandingkandua tahun yang lalu, ketika persepsi umum melihat bahwa hampirsemua bentuk pemekaran didorong oleh faktor politik dan sudah jelek.Demokrasi memang memakan biaya, tapi manfaat pemerintah lokaljauh lebih besar daripada biaya ini. Indonesia di bawah Soeharto bukantempat yang lebih baik hanya karena biaya demokrasi dan administrasilokal kecil. Memberdayakan masyarakat di bidang-bidang yang pentingbagi kehidupan mereka sehari-hari (misalnya, pengumpulan sampah,pelayanan perawatan balita dll.), bisa menimbulkan perubahan penting.Makalah oleh pejabat Pemerintah (termasuk Menteri Keuangan) dibagian lain dalam publikasi ini mengakui perlunya menjalankanserangkaian peraturan untuk memproses permohonan pembentukandaerah baru.

15

Tinjauan Umum

Page 34: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

1.4. Tema 2—Sistem Pembiayaan Antar Pemerintah yangEfektif

1.4.1. Pengalaman dan Pelajaran dari Indonesia

Marwanto Harjowiryono menyajikan makalah mengenaipengalaman dan pelajaran dari Indonesia. Sebelum reformasi,pemerintahan di Indonesia sangat tersentralisasi dengan kendali politikdan keamanan berada di tangan Menteri Dalam Negeri dan gubernurprovinsi yang ditunjuk. Setelah reformasi, bupati dan wali kotamendapatkan kekuasaan yang lebih besar, dengan peran provinsiberkurang yang hanya mengoordinasi tanpa kekuasaan dalam hierarki.Sekitar sepertiga dari total sumberdaya pemda berada di tanganpemerintah subnasional, dua kali lebih banyak daripada sebelumnya.Angka ini merupakan peningkatan sebesar 40%, yang menunjukkanbahwa Indonesia adalah negara yang sangat terdesentralisasi. Namunpendapatan pemerintah subnasional dari sumber sendiri masih tetaprendah (sekitar 7% hingga 8% dari total pendapatan pemerintah sub-nasional). Sebagian besar reformasi dilakukan di sisi belanja.

Kebijakan transfer fiskal antar pemerintah ditujukan untukmengikuti prinsip ‘uang mengikuti fungsi,’ yang membawa tantangandalam penerjemahan fungsi dan desain pengaturan pembiayaan yangtepat. Transfer dirancang untuk mewujudkan keseimbangan vertikaldan horizontal dan menangani situasi limpahan antar yurisdiksi. Sebelumtahun 1999, sebagian besar transfer bersifat bersyarat (Inpres), tapisekarang sebagian besar tidak bersyarat melalui DAU dan bagi-hasilpendapatan. Dana alokasi Umum (DAU) memakai pendekatankesenjangan fiskal, yang merupakan perbedaan antara kapasitas fiskaldan kebutuhan fiskal. Tujuannya adalah untuk mengurangi kesenjanganseiring waktu agar ketidaksetaraan semakin mengecil. Namunmenyetarakan semua susunan bisa menyurutkan usaha memperolehpendapatan lokal dan bertentangan dengan hambatan belanja lokal.Dana Alokasi Khusus (DAK) difokuskan pada investasi modal fisik dibeberapa pemda terpilih dan untuk sektor yang penting secara nasional.Kontribusi sebesar 10% diminta dari pemda. Kriteria umum, khusus,dan teknis berlaku. Beberapa Dana Bagi Hasil (DBH) ditugaskanberdasarkan sumber dan lainnya menurut rumus. Pilihan belanja menjadidiskresi pemda. Tambahan 2% dari kumpulan dana DAU diberikan ke

16

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 35: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

tiga provinsi otonomi khusus.Pendapatan asli pemerintah subnasional hingga kini masih agak

terbatas, yang tumbuh sedikit dari 17,3% di tahun 1999/2000 ke 18,9%di tahun 2011. UU baru yaitu UU No. 18 tahun 2009 mengenai pajakdan bea daerah mencantumkan perubahan penting, termasuk gerakandari pendekatan terbuka ke pendekatan daftar tertutup (sebagian untukmenangani masalah terkait semakin banyaknya pajak lokal yangmengganggu), dan pelaksanaan pemindahan pajak transfer properti (ditahun 2011) dan pajak properti perkotaan dan perdesaan (bertahaphingga 2014). Indikasi awal menunjukkan bahwa sebagian besar pemdatelah memulai menagih pajak transfer tersebut di tahun 2011, danpertumbuhan yang kuat dalam penagihan pajak ini mulai tampak. Salahsatu kota (Surabaya) telah memulai pengumpulan pajaknya sendiri inidi tahun 2011, dan 23 kota lain telah menunjukkan niatnya untukmemulai di tahun 2012. Sembilan pemda akan diberi bantuan khususoleh pemerintah pusat untuk menagih pajak yang dipindahkan tersebut,dengan harapan mereka bisa dijadikan model untuk dipelajari olehpemda lain.

Setelah satu dekade reformasi, penyempurnaan masih diperlukan.Reformasi kebijakan lebih lanjut yang sedang dipertimbangkan meliputi:(i) alokasi dasar DAU (untuk pegawai) tidak memberikan kontribusipada keseimbangan horizontal dan malah memicu penempatan stafyang berlebihan, karena itu akan dihapus; (ii) pemakaian pendapatanlokal aktual dalam rumus DAU (bukan pendapatan yang mungkindiperoleh)—yang menyurutkan usaha memperoleh pendapatan sendiri—masalah ini akan diperbaiki; (iii) bagi-hasil pendapatan kadangtertunda karena menunggu penghitungan data pendapatan—ini akanditangani; (iv) DAK menjamin peningkatan nilai agar prioritas nasionalbisa diwujudkan—selain menentukan sasaran kebutuhan yang akanditingkatkan, sebagian melalui penerapan SPM (Standar PelayananMinimum); (v) pemekaran pemda perlu ditangani, termasukpenghapusan insentif buruk yang tercantum dalam sistem transfer danmemperketat persyaratan pembentukan daerah baru; (vi) di sisipendapatan, pelaksanaan UU 28/2009 menjadi fokus terdekat, terutamapendekatan daftar tertutup dan pemindahan (devolusi) pajak properti(PBB) dan pajak transfer properti (BPHTB); (vii) kebijakan ditujukanuntuk meningkatkan mutu belanja lokal, terutama karena belanja gaji

17

Tinjauan Umum

Page 36: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

dan administrasi yang berlebihan—respons jangka pendeknya adalahpembekuan rekrutmen pegawai negeri di pusat dan daerah—opsi lainnyasedang dipertimbangkan, termasuk menentukan batasan (yang harusdicapai seiring waktu) pada rasio pegawai terhadap total ataumenetapkan rasio modal minimum yang diharuskan.

Pembahasan dalam makalah ini menyiratkan bahwa banyak orangmenyetujui inisiatif kebijakan yang sedang dipertimbangkan, walausejumlah kecil orang lebih mendukung reformasi yang lebih dramatishingga mencapai komponen inti transfer. Beberapa lainnya menyarankansebuah kasus untuk mempertimbangkan penerapan DAU berbasisprovinsi (mirip dengan pendekatan Cina), yang memberi provinsi peranlebih besar dalam alokasi sumberdaya. Salah satu komentatormenyarankan kerangka untuk mempertimbangkan reformasi ke depanberdasarkan pada tiga pertanyaan mendasar yang perlu dijawab, yakni:(i) diskresi lokal versus petunjuk pusat—jika lebih banyak petunjukdiperlukan, maka terapkan transfer tujuan khusus dan transfer berbasiskinerja—walau ini mengurangi akuntabilitas ke bawah; (ii) pendekatansimetris versus pendekatan asimetris—sampai seberapa jauh pendekatandan hasil akhir yang berbeda bisa diterima; dan (iii) penyediaanpelayanan versus pembangunan dan pertumbuhan ekonomii—ini adalahpertanyaan mengenai peningkatan infrastruktur lintas-kabupaten tapimungkin dengan mengorbankan pelayanan sosial. Sejumlah penyaji dikonferensi memiliki pandangan alternatif terkait reformasi sistempembiayaan antar pemerintah, yang dibahas secara lebih rinci dalambab-bab di sini.

1.4.2. Reformasi Sistem Pembiayaan Antar Pemerintah di AfrikaSelatan

Kenneth Brown memulai dengan menyajikan sejarah rinci reformasipembiayaan antar pemerintah dalam konteks transisi, dari sistemapartheid yang sangat tersentralisasi ke demokrasi dengan desentralisasi.Langkah bersejarah yang penting meliputi: (i) konstitusi sementara danfinal tahun 1993 dan 1996 yang keduanya menyertakan kompromipolitik; (ii) reformasi antar pemerintah yang besar terjadi mulai 1997/1998 dengan transfer utang provinsi ke pemerintah pusat dan penerapanhibah jumlah bulat yang adil untuk kota dan provinsi; (iii) provinsidiberi kekuasaan memperoleh pendapatan secara terbatas (saat ini sekitar

18

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 37: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

4% dari total pendapatan mereka); (iv) di bawah Dewan DemarkasiKota, jumlah kota dipotong secara dramatis dari 843 di tahun 1995/1996 menjadi 284 di tahun 2000 (6 metropolitan, 232 lokal dan 46distrik); (v) dasar hukum yang kuat untuk pengelolaan keuangan dandemokrasi di pemerintah subnasional, dijalankan mulai 1998 dan tahun-tahun selanjutnya; (vi) hibah infrastruktur khusus diberikan, terutamauntuk daerah yang sebelumnya terpinggirkan; dan (vii) kapasitaspengelolaan masih menjadi tantangan besar, terutama di kota perdesaanyang lebih lemah. Menurut Brown pada akhirnya, proses pembentukansistem antar pemerintah lebih bersifat politik daripada ekonomi karenabanyak elemen sistem baru ini didasarkan pada kompromi politik.

Sistem yang muncul memberikan sebagian besar kekuasaanmemperoleh pendapatan ke pemerintah pusat, dengan pendapatan yangterbatas untuk tingkat provinsi. Nilai total belanja untuk tingkatpemerintah tertentu ditentukan secara politis (berdasarkan saran KomisiFiskal dan Keuangan) dalam konteks anggaran tahunan, dan jugamenyertakan perkiraan MTEF ke depan. Pembagian horizontal ketingkat subnasional ditentukan dengan rumus (secara terpisah untukprovinsi/kota dan untuk pemerintah lokal). Setiap rumus memilikikomponen dan bobot yang berbeda, umumnya menyertakan penduduk,PDB, akses ke pelayanan dasar dan biaya operasional lembaga. Rumus,bobot dan data diterbitkan setiap tahun. Provinsi menerima jatah umumyang adil dan beberapa hibah operasional bersyarat sektor khusus.Rata-rata kota mengumpulkan 75% pendapatan mereka sendiri(perkotaan juga memperoleh bagian dari pajak bahan bakar), walausangat bervariasi (75% kota termiskin memperoleh 75% sumberdayamelalui transfer nasional). Transfer untuk kota di struktur sama denganuntuk provinsi, tapi hibah bersyarat difokuskan pada kekuranganinfrastruktur dan kebutuhan infrastruktur yang muncul. Sebelaspelajaran penting dari pengalaman Afrika Selatan dijabarkan sebagaiberikut:

Pertama, pendekatan konstitusional/legislatif yang kuat untuk fungsidan keuangan memiliki kelebihan dan kelemahan. Legalisme mencegahpopulisme politis jangka pendek, tapi perubahan bisa berjalan lambat.

Kedua, kesederhanaan penting artinya bagi sistem transfer yangefisien, yang memungkinkan pemerintah subnasional untukmerencanakan dan mengelola anggaran dengan pasti, walau ada

19

Tinjauan Umum

Page 38: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

kekurangan berupa rendahnya akuntabilitas.Ketiga, pengelolaan keuangan yang bagus perlu dikembangkan

melalui peraturan perundang-undangan. UU Pengelolaan KeuanganPublik (PFMA) didukung oleh kontrol yang kuat dari perbendaharaannasional. Namun persyaratan yang baru tidak selalu dipenuhi denganbaik, jadi peningkatan kapasitas adalah penting.

Keempat, peningkatan pendapatan yang cepat di bawahkepemimpinan Pelayanan Pendapatan Afrika Selatan telah membantupembiayaan reformasi, termasuk infrastruktur dan jumlah personelpemerintah subnasional yang semakin banyak.

Kelima, kegamangan tanggung jawab yang diberikan memung-kinkan fleksibilitas tapi juga menimbulkan kebingungan. Rumus jatahyang adil tidak dikaitkan dengan baik dengan kinerja. Pelaksanaanprogram bersama dengan pemerintah subnasional sering kali lemah(misalnya, kesehatan, pendidikan dan perumahan).

Keenam, hambatan anggaran yang sulit adalah penting tapi tidakharus berupa peraturan fiskal. Sistem baru dari tahun 1998 mensyarat-kan pemerintah subnasional harus memenuhi kebutuhannya sendiri,walau ini adalah kebijakan anggaran dan bukan ditentukan oleh aturan.

Ketujuh, hambatan anggaran yang sulit diperlukan untuk masalahtawar-menawar gaji dengan pusat. Gaji ditentukan oleh pusat, tapiprovinsi diberi kebebasan dalam mengelola sumberdaya personel mereka.

Kedelapan, sepenuhnya mengendalikan pinjaman subnasional ataumembuang kemungkinan bahaya moral. Pinjaman provinsi hanya layakjika diberi oleh pemerintah pusat. Pinjaman kota lebih fleksibel denganakses ke pasar modal, walau kota tidak banyak memakai pinjaman.

Kesembilan, melembagakan patokan dasar (benchmarking) untukmeningkatkan kepatuhan, pengawasan dan saling berbagi pengetahuan.Perbendaharaan nasional menerapkan patokan dasar yang dipakai untukmengkaji draf anggaran provinsi dan kota/lokal (hibah bersyarat, inisiatifkebijakan baru). Hasilnya dibagikan ke semua pemerintah subnasionaldan bisa menjadi alat yang penting untuk meningkatkan mutu anggaransubnasional.

Kesepuluh, memakai pengelompokan fungsional untuk tujuanpenganggaran. Departemen Nasional dikelompokkan menurut fungsiuntuk menentukan efisiensi anggaran dan penghematan di berbagaikelompok departemen.

20

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 39: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Kesebelas, pelajaran terpenting adalah menentukan urutanpeningkatan kapasitas dengan benar. Semula, kapasitas untukmelaksanakan reformasi belum ada. Membangun kapasitas ini sulitdan rumit, terutama karena situasi yang berbeda-beda antar pemerintahsubnasional. Mengembangkan dasar kompetensi administratif sebelummemaksakan terlalu banyak reformasi, mungkin bisa bermanfaat.Perbendaharaan Nasional sekarang melakukan banyak usahapeningkatan kapasitas. Awal yang lebih dini mungkin akan membantu.

Kesimpulan utamanya adalah bahwa reformasi pada dasarnyaberkaitan dengan politik. Untuk menangani pilihan lokal memerlukankepemimpinan yang kuat, kebijakan dan kapasitas administratif dankeuangan yang kuat. Ini tidak muncul karena insentif fiskal yang melekatdalam penugasan pendapatan atau fungsi. Semuanya sengaja diciptakanmelalui kontinuitas, komitmen dan kepemimpinan yang mampu dankuat. Ini adalah pelajaran paling penting dari Afrika Selatan.

Diskusi terfokus terutama pada peserta yang memperolehpemahaman lebih baik mengenai sistem Afrika Selatan, dan beberapakomentator menyarankan bahwa Indonesia dan Asia masih harus belajarbanyak, terutama yang berkaitan dengan strukturisasi sistem transferdan pengalaman dalam usaha peningkatan kapasitas.

1.4.3. Pendekatan untuk Memperkuat Sisi Pendapatan

Roy Kelly memulai dengan menunjukkan, bahwa prasyarat utamaagar desentralisasi berhasil adalah kecukupan pendapatan yangditugaskan untuk mendanai tanggung jawab pemda. Walau transferantar pemerintah dan bagi-hasil pajak umumnya mendominasi, tapipendapatan asli daerah juga mempunyai peran penting dalammemperkuat otonomi daerah, tata kelola, akuntabilitas, kepemilikandan tanggung jawab. Meningkatkan perolehan pendapatan daerahpenting, walau kadang menjadi tujuan kebijakan yang menantang darisegi politik. Di tingkat lokal, keterkaitan antara peningkatanpengumpulan pendapatan dan peningkatan pelayanan yang diberikanke masyarakat perlu ditekankan.

Teori dan praktek menunjukkan bahwa sebagian besar pokok pajaklebih baik dikenakan dan dikelola oleh pusat. Pemda harus terfokuspada pokok pajak dengan mobilitas yang rendah dan di mana adamanfaat yang jelas dari mengaitkannya ke pelayanan lokal. Pendapatan

21

Tinjauan Umum

Page 40: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

lokal bisa dibagi menurut tingkat otonomi daerah. Otonomi daerahyang kecil menganggap bahwa pemerintah pusat mengendalikankebijakan dan administrasi. Otonomi yang terbatas mungkinmenyertakan pembagian kebijakan dan administrasi. Otonomi daerahlengkap umumnya berlaku bagi kebijakan dan administrasi. Pendapatandiskresi harus mencukupi agar pemda bisa memengaruhi efisiensi danakuntabilitas pilihan pengeluaran. Tujuan desentralisasi menyiratkanmanfaat untuk memajukan bentuk perolehan pendapatan yang lebihberotonomi. Gerakan maju ini bisa terjadi melalui reformasi yangdramatis dan menggeser kebijakan dan administrasi sekaligus, ataumelalui campuran berurutan secara asimetris antar pemda atau bertahapseiring waktu untuk semua. Banyak negara (termasuk Indonesia)bergerak dari sistem terbuka ke sistem pajak daftar tertutup. Ini bisameningkatkan akuntabilitas dan mengurangi pajak lokal yangmengganggu. Menetapkan daftar ini sangat penting, jika kapasitaspendapatan yang memadai akan diberikan.

Di Indonesia, UU 28/2009 menetapkan pergantian ke sistem daftartertutup. Pajak provinsi sekarang berhubungan dengan pendaftarankendaraan bermotor, transfer kepemilikan kendaraan bermotor, bahanbakar kendaraan bermotor, pajak air permukaan, dan pajak rokok.Pajak lokal berkaitan dengan hotel, restoran, hiburan, iklan, peneranganjalan, parkir, pertambangan kategori C, sarang burung, tanah danbangunan kota dan desa, dan transfer kepemilikan tanah dan bangunan.Pajak yang diserahkan tersebut memang memiliki bias perkotaan, tapisulit untuk menghindari ini di Indonesia. Secara umum daftar tertutupdirumuskan dengan baik.

UU 28/2009 melakukan langkah berani karena menetapkan devolusipajak properti (pengembangan sistem administrasi dan pengumpulandilakukan di pusat sejak 1985). Kabupaten dan kota sekarang bisamenentukan (dalam batasan) tingkat pajak properti, pembebasanpenilaian dan langkah pengurangan pajak, dan keduanya bertanggungjawab atas administrasi. Pajak transfer properti akan dipindahkan ditahun 2011, dan pajak properti dialihkan secara bertahap hingga 2014.Walau sebagian besar isu reformasi tampaknya sudah terselesaikan,tapi isu masih ada terkait cara meningkatkan kapasitas pemda untukmendukung reformasi. Karena sistem pengumpulan pajak properti sudahterbentuk di Ditjen Pajak, Kementerian Keuangan, tapi bagian tantangan

22

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 41: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

pengembangan kapasitas berkaitan dengan cara membuat sistem yangada dan bisa beroperasi dan efektif dalam pengaturan devolusi baruini.

Indikasi awalnya adalah bahwa devolusi pajak transfer propertimulai 2011 dilaksanakan dengan sukses. Ini adalah rencana sederhanajika dibandingkan dengan devolusi pajak properti perkotaan danperdesaan, yang jelas lebih rumit. Potensi pendapatan dan kapasitasadministratif berbeda-beda di antara 490 pemda di Indonesia. Tigakelompok pemda telah diidentifikasi: (i) sangat terurbanisasi (30 pemda);(ii) terurbanisasi menengah (100 pemda); dan (iii) kurang terurbanisasi(360 pemda). Pemda kelompok tiga akan menghadapi tantangan palingberat. Pendekatan asimetris diusulkan untuk ketiga kelompok pemdaini. Pemda kelompok satu dan dua kemungkinan besar bisamelaksanakan model administrasi lokal secara penuh, sementarakelompok tiga kemungkinan besar bisa melaksanakan model administrasibersama (pusat dan daerah). Sistem pemeliharaan dan peningkatancatatan properti merupakan pertimbangan tidak langsung yang sangatpenting untuk dokumentasi hak atas tanah (hak girik). Pemindahanfungsi administratif lain, komputerisasi sistem pengumpulan dan lain-lain akan menjadi tantangan utama untuk beberapa pemda kelompokdua dan sebagian besar pemda kelompok tiga, jadi diperlukanprogram peningkatan kapasitas komprehensif dalam model administrasibersama.

Pendekatan tertutup yang baru, terutama devolusi pajak propertidan transfer properti, akan memungkinkan pertumbuhan cepat dalampenerimaan asli daerah seiring waktu. Menguasai tantangan administratifdan pengumpulan akan penting artinya, jadi memerlukan pendekatanasimetris yang dirancang dengan baik. Dukungan penuh politik,administratif dan teknis perlu diberikan ke pemda, terutama pemdayang sangat membutuhkan.

Secara umum diskusi mendukung reformasi terkini menujupendekatan daftar tertutup, termasuk devolusi pajak properti dan transferproperti. Beberapa orang merasa kerangka insentif yang lebih baikperlu dibuat untuk mendorong daerah agar meningkatkan pendapatanasli mereka, termasuk perhatian pada kemungkinan insentif buruk dalamDAU yang menyurutkan usaha pengumpulan pendapatan, dengan saranbahwa ini bisa ditangani dengan jalan kembali ke pendekatan

23

Tinjauan Umum

Page 42: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

penghitungan potensi pendapatan, bukan pendapatan aktual dalam rumusDAU. Ada kesepakatan umum bahwa devolusi akan menjadi tantanganbagi kapasitas banyak pemda dan bahwa bantuan jangka panjang akandiperlukan.

1.5. Tema 3—Optimalisasi Penyediaan Infrastruktur danPelayanan

1.5.1. Studi Kasus Pertama—Kota Surakarta, Indonesia

Wali Kota Surakarta memberikan studi kasus mengenai kota,dengan fokus pada kebijakan lokal untuk meningkatkan infrastrukturdan pelayanan. Beliau memulai dengan mencatat bahwa euforia politikkarena kedatangan demokrasi telah berkurang karena krisis dalamkehidupan sehari-hari dan situasi kehidupan masyarakat. Prioritaspenting kota adalah untuk memenuhi kebutuhan warga miskin, terutamadi bidang kesehatan, pendidikan dan pengembangan usaha, sertameningkatkan ruang dan infrastruktur lokal. Pertumbuhan kuat dalampendapatan lokal telah dipupuk melalui penguatan bea pengguna dandisiplin dalam mengumpulkan pendapatan, juga telah didukung olehpertumbuhan ekonomi lokal dan nasional yang kuat. Sembilan inisiatiftelah dilaksanakan sebagai berikut:

Pertama, pengembangan visi dan misi kota yang kuat. Visidipusatkan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan identitaskultural kota ini. Bidang-bidang penting dalam misinya meliputi:(i) ekonomi lokal yang kuat, (ii) nilai etika dan budaya yang kuat,(iii) karakter kota yang kuat dan nama merek yang diakui, (iv) kotamenyediakan pelayanan kesehatan dan pendidikan yang bagus,(v) pengembangan kesempatan kerja, (vi) lingkungan yang kondusifuntuk investasi, dan (vii) peningkatan pemeliharaan infrastrukturkota.

Kedua, pengembangan kebijakan untuk pedagang kaki lima,termasuk revitalisasi pasar. Sebelumnya, sekitar 6.000 pedagang kakilima menyebabkan kemacetan lalu-lintas, polusi dan berkembangnyadaerah kumuh. Setelah konsultasi, proyek percontohan yang melibatkan1.000 pedagang dilaksanakan melalui perencanaan ruang terbuka baruuntuk pedagang kaki lima. Eksperimen ini kemudian diperluas ke daerah

24

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 43: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

dan pedagang kaki lima yang lain.Ketiga, peremajaan daerah kumuh dan perumahan murah, termasuk

renovasi dan relokasi, serta penghijauan daerah perkotaan.Keempat, berkaitan erat dengan peningkatan sanitasi masyarakat,

termasuk renovasi dan perluasan sarana MCK umum.Kelima, fokus baru diberikan pada peningkatan dan pengembangan

jaringan transportasi—udara, darat dan kereta api—yang dihubungkanuntuk menumbuhkan perdagangan, komersial, pendidikan, pelayanankesehatan dan pariwisata.

Keenam, Surakarta sering dipromosikan sebagai kota budaya untukwisatawan domestik dan asing, untuk mengembangkan rasa banggamasyarakatnya. Warisan budaya kota ini telah membantu memupukidentitas kultural dan meningkatkan iklim investasi dan pengembanganusaha. Inisiatif meliputi pembukaan taman dan ruang kota, serta haribebas kendaraan di jalan-jalan utama.

Ketujuh, subsidi kesehatan dan pendidikan diberikan untuk wargamiskin melalui kartu subsidi perak, emas dan platina (subsidi terbesardiberikan ke keluarga yang sangat miskin). Kota ini dikembangkanmenjadi pusat pelayanan pendidikan dan kesehatan.

Kedelapan, pengembangan usaha dan perdagangan dikembangkandengan kuat. Ini menyertakan juga bantuan untuk sekolah kejuruan,taman teknologi, perizinan satu pintu dan fasilitas lain, serta penekanankuat pada pembangunan lingkungan untuk pengembangan usaha.

Kesembilan, fokus kuat diberikan pada pengembangan sosial.Pemantauan ketat dilakukan untuk kecenderungan dalam IndeksPembangunan Manusia yang akhir-akhir ini membaik.

1.5.2. Studi Kasus Kedua—Provinsi Gorontalo, Indonesia

Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi inimemulai dengan menunjukkan bahwa Gorontalo merupakan pecahandari Provinsi Sulawesi Utara, yang dibentuk pada tahun 2001. Gorontaloadalah provinsi yang relatif kecil dengan enam kabupaten/kota. Provinsiini telah mengembangkan strategi pembangunan yang inovatif danditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial (material danspiritual), terutama untuk mewujudkan pengurangan kemiskinan melaluipemanfaatan semua sumberdaya secara efektif dalam kontekspembangunan global.

25

Tinjauan Umum

Page 44: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Visi provinsi ini adalah bahwa Gorontalo menjadi provinsi inovatifyang ditujukan untuk mewujudkan masyarakat yang mandiri, produktifdan agamis. Visinya diwujudkan melalui empat agenda pembangunan,yakni: (i) pendekatan berorientasi bisnis untuk pemerintahan, denganfokus pada kinerja berbasis hasil untuk meningkatkan rasa percayadiri; (ii) pengembangan sumberdaya manusia untuk membuat personellebih berorientasi bisnis dan religius; (iii) mengembangkan ekonomirakyat berbasis desa, berdasarkan pada sektor unggulan lokal; dan (iv)pengembangan teknologi yang efisien.

Tiga program prioritas dilaksanakan, yakni: (i) pengembangansumberdaya manusia, terutama kewirausahaan; (ii) pembangunanpertanian (terutama jagung); dan (iii) pembangunan perikanan.

Reformasi birokrasi dilaksanakan berdasarkan pada kepemimpinanpolitik dan birokrasi yang kuat serta orientasi kinerja. Ini meliputireformasi pengelolaan keuangan dan reformasi pegawai.

Jejaring dan kerja sama pembangunan dilakukan di tingkat regional,nasional dan internasional. Ini meliputi kerja sama dengan perguruantinggi dan provinsi serta kabupaten di seluruh Indonesia, dan luarnegeri (lima negara). Provinsi ini juga berkerja sama dengan tujuhMitra Pembangunan Internasional.

Strategi lainnya meliputi: (i) pengurangan rasio belanja pegawaihingga di bawah 40%; (ii) skema stabilisasi harga untuk jagung danperikanan; (iii) fokus pada kecamatan dengan HDI yang rendah; (iv)kajian analisis belanja; (v) target MDG dalam strategi anggaran; dan(vi) pengembangan rencana induk infrastruktur 2010.

Kinerja pembangunan provinsi ini bagus: (i) pertumbuhan tahunandari 2002 hingga 2010 berkisar antara 6,5% dan 7,6% (di atas rata-rata nasional); tingkat kemiskinan banyak berkurang dari 32,1% ditahun 2001 menjadi 18,8% di tahun 2011; (iii) peningkatan ajeg dalamHDI dari 64,1% di tahun 2002 menjadi 69,8% di tahun 2009; (iv)pengangguran terbuka berkurang dari 9,3% di tahun 2002 menjadi5,2% di tahun 2010—sejak 2009, Gorontalo menduduki peringkat ke13 dari 34 provinsi; (v) kondisi infrastruktur membaik—di tahun 2010akses ke sanitasi yang memadai meningkat hingga 45,7% (target MDGadalah 75%)—air bersih perkotaan menjangkau 67,5% penduduk (targetMDG adalah 85%)—lebih dari 164 km jalan lokal dan 5.000 rumahmurah telah dibangun.

26

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 45: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Ketua Badan Perencanaan Provinsi ini mengakhiri denganmemberikan beberapa saran kebijakan reformasi untuk skema DanaAlokasi Khusus (DAK), sebagai berikut: (i) jangan beri penghargaanburuk (lebih banyak DAK) ke pemda dengan rasio belanja pegawaiyang tinggi. Akses Gorontalo ke DAK kecil karena kebijakan rasiobelanja pegawai yang rendah; (ii) peningkatan alokasi dana DAK denganjalan memotong belanja dekonsentrasi; (iii) memberikan DAK tambahanke provinsi dengan angka kemiskinan yang tinggi dan HDI yang rendah;(iv) berikan penghargaan bagi daerah yang mengalokasikan banyaksumberdaya untuk belanja pembangunan, dengan sedikit penekananpada misalnya, administrasi dan laporan audit yang bagus; dan (v)rencana infrastruktur harus menjadi pedoman belanja pembangunaninfrastruktur di daerah.

1.5.3. Pembiayaan Pemerintah Pusat Kepada Pemerintah Daerah diIndonesia

Anwar Shah memulai dengan memberikan uraian rinci mengenaikomponen utama sistem pembiayaan belanja pemda oleh pemerintahpusat di Indonesia. Dia kemudian mengkaji dua komponen sistem inisecara lebih rinci, yakni Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana AlokasiKhusus (DAK). Delapan isu diangkat terkait perumusan DAU saat ini,sebagai berikut: (i) yurisdiksi desa dan kota yang berbeda ukuran dankarakteristik semuanya diperlakukan sama; (ii) pemakaian koefisienpendekatan variasi (Indeks Williamson) untuk menentukan standarkarena penyetaraan rumit dan bisa dimanipulasi dan hasilnya tidakberaturan, dalam kaitannya dengan standar yang disukai oleh Shahyang berbunyi sebagai berikut: ”tingkat pelayanan publik yangsebanding dan memadai dengan tingkat beban pajak yang sebandingdi semua yurisdiksi;” (iii) pendekatan yang kurang bagus untuk kapasitasfiskal dan berbagai pendapatan diberi bobot secara acak, sedangkantransfer DAK tidak dicantumkan; (iv) usaha pajak lokal mengendurkarena pemakaian pendapatan aktual, bukannya pendapatan potensial(yang mungkin diperoleh); (v) perjanjian dengan daerah otonomi khusussemakin melemah karena jatah sewa sumberdaya tambahan diimbangioleh alokasi DAU yang semakin kecil; (vi) ada insentif buruk ke arahpenugasan personel secara berlebihan, dengan fleksibilitas pengelolaanpersonel yang rendah akibat komponen alokasi dasar (gaji); (vii)

27

Tinjauan Umum

Page 46: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

beberapa indikator kebutuhan fiskal tidak tepat, terutama PDBR; indeksharga produsen, dan HDI; dan (vii) ada insentif buruk yang mendorongpemekaran daerah.

Daripada menyelaraskan pendekatan kesenjangan fiskal dalamDAU, Shah mengusulkan sistem yang agak berbeda. Kriteria untukdesain baru adalah: (i) pengelompokan pemda yang berukuran/berkelassama; (ii) rumus dan bobot pasti lima tahunan; (iii) plafon dan lantaiuntuk memberikan kestabilan; (iv) rata-rata nasional menurut ukurandan kelas sebagai standar penyetaraan untuk menggantikan IndeksWilliamson; (v) penutupan kesenjangan menurut ukuran dan kelaspemda; (vi) kapasitas fiskal didasarkan pada pendapatan potensial plus100% bagi-hasil pajak dan pendapatan lain serta 50% bagi-hasilsumberdaya; dan (vii) ukuran kebutuhan fiskal harus lepas daripemakaian alokasi dasar (gaji) dan kriteria lain, daripada memakaipengukuran kebutuhan yang didasarkan pada ukuran indikator untuksetiap kategori pelayanan. Tiga alternatif pendekatan untuk perumusan-ulang DAU diusulkan sebagai berikut:

Alternatif satu menyertakan penutupan kesenjangan berdasarkanpada 10 kelompok: (i) satu kelompok untuk semua provinsi; (ii) 5 tipekota berdasarkan pada jumlah penduduk; dan (iii) 4 tipe kabupatenberdasarkan pada luas wilayah. Dalam pendekatan ini, kapasitas fiskaldidasarkan pada pendapatan potensial (dengan memakai PDRB non-sumberdaya yang disesuaikan untuk tingkat pajak efektif rata-ratanasional sebagai proxy). Semua bagi-hasil pajak dan transfer pusatlainnya akan dihitung, tapi hanya 50% pendapatan sumberdaya potensialyang dihitung. Kebutuhan fiskal akan didasarkan pada sekitar 10 fungsi(seperti yang ditetapkan COFOG) seperti administrasi, kesehatan,pendidikan dll., yang merupakan sebagian besar belanja pemda dalamperiode lima tahun sebelumnya. Sekitar 12 indikator kebutuhanditentukan secara acak untuk setiap fungsi, yang meliputi (untuk semuafungsi yang diusulkan): penduduk, luas wilayah, jumlah sekolah, jumlahpengangguran, jumlah rumah rakyat, jumlah penyewa di rumah rakyat,kilometer jalan, luas pertanian, luas hutan, nilai properti, angkakemiskinan, dan jumlah warga yang dilayani oleh air ledeng dan saluranlimbah.

Alternatif kedua menyertakan gerakan dari penutupan kesenjanganke pendekatan alternatif penyetaraan fiskal. Penghitungan kapasitas

28

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 47: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

dan kebutuhan fiskal masih dilakukan menurut pendekatan alternatif diatas. Namun, surplus atau defisit kapasitas dan kebutuhan fiskal perkapita akan dihitung dengan mengacu ke standar penyetaraan. Pemdayang dalam situasi defisit neto akan menerima pembayaran penyetaraandari pusat. Standar penyetaraan yang jelas adalah menentukan kumpulandana dan distribusinya.

Alternatif 3 menyertakan pendekatan yang diusulkan untukpenyetaraan fiskal dalam alternatif dua, dilengkapi dengan hibahoperasional berbasis hasil-akhir untuk pelayanan prioritas dan hibah /pinjaman modal untuk mengatasi kekurangan infrastruktur. Disinikompensasi kebutuhan belanja diberikan melalui transfer operasionalberbasis hasil-akhir untuk pelayanan prioritas, di mana alokasididasarkan pada jatah jumlah pelayanan tanpa persyaratan mengenaibelanja tapi mengenai kinerja pelayanan (SPM). Jika SPM tidakdipenuhi, maka akses tidak akan diberikan. Dalam pandangan Shah,ini akan menyederhanakan penentuan kumpulan dan alokasi dana hibah,serta memperkuat akuntabilitas terhadap warga lokal.

Shah juga mengkaji dana alokasi khusus, DAK, dengan berpendapatbahwa hibah modal akan efektif hanya jika hibah ini mengandungpandangan perencanaan dari pusat, jadi perlu memetakan seluruh negeriuntuk menentukan kekurangan regional dalam kaitannya dengan standarminimum nasional dalam infrastruktur dasar untuk pelayanan prioritas.Ada kekurangan dalam rumus DAK saat ini, misalnya indikatorkapasitas fiskal yang buruk dan lebih berpihak pada yurisdiksi kecildan kurangnya prioritas sektor. Kontribusi pendamping yang disyaratkansudah tepat tapi harus ditentukan nilainya menurut kriteria yang jelas,dan pemda kaya harus didorong untuk masuk ke dalam pasar modal.Pendekatan pembiayaan saat ini, yang bersifat otomatis bukan berbasispermohonan, sudah tepat karena menjauhkan politik dan mencegahmanipulasi, tapi pendekatan ini memerlukan pandangan perencanaandari pusat, bukan kriteria acak yang rumit. Pandangan perencanaanakan memberikan prioritas infrastruktur yang diperlukan dalam konteksSPM, dan akan dijabarkan dalam rencana nasional lima tahunan.

Untuk ringkasnya, penulis lebih suka dalam posisi yang mendukung:(i) lebih banyak bagi-hasil pajak dan devolusi pajak; (ii) hibahoperasional per kapita berbasis hasil-akhir, yang berdasarkan padaSPM untuk pelayanan utama dengan memakai kriteria alokasi

29

Tinjauan Umum

Page 48: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

berdasarkan pada wilayah jumlah pelayanan; (iii) hibah penyetaraankapasitas fiskal, agar semua daerah bisa memberikan pelayanan publikpada tingkat yang cukup sebanding dengan beban pajak; (iv) hibahmodal yang direncanakan dengan baik untuk pemda yang lemahfiskalnya agar mereka bisa menangani kekurangan infrastruktur untukmewujudkan SPM di sektor prioritas; dan (v) bantuan akses ke pasarmodal untuk pemda yang lebih kaya.

Pembahasannya menyiratkan bahwa banyak orang mendukungreformasi DAU, walau belum banyak orang mempertimbangkanreformasi radikal dengan sifat seperti yang diusulkan. Aspek agendareformasi saat ini, seperti yang ditunjukkan dalam makalah dariKementerian Keuangan dan Direktur Jenderal Perimbangan Keuangandari Kemenkeu (misalnya, kembali ke potensi pendapatan dalam rumuskebutuhan, menghapus alokasi dasar atau gaji dalam rumus kebutuhan,dan penyelarasan kriteria kebutuhan lain), sudah sesuai dengan yangdiusulkan oleh Shah. Beberapa orang bertanya apakah IndeksWilliamson begitu rumit atau tidak tepat, dan apakah gerakan darirumus tunggal dengan lima variabel ke sepuluh atau lebih fungsi denganselusin variabel atau lebih, akan sesuai dengan kesederhanaan yangdiusulkan. Kelemahan teknis dalam data fungsional COFOG dari pemda,sebagai dasar untuk menentukan skema baru, dipertanyakan begitujuga manfaat dari mendasarkan bobot pada belanja fungsional selamalima tahun sebelumnya, mengingat masalah pola komposisi belanjamasa lalu yang tidak tepat, dan mengingat bahwa reformasi PFMdidasarkan pada perubahan kebijakan bukan pada pola penahapan.Usulan Shah untuk reformasi DAU lebih luas dipahami dan diterimadan sesuai dengan reformasi DAK yang saat ini sedang dipertimbangkan,walau beberapa orang mempertanyakan kapasitas perencana pusat untukmemberikan kontribusi pada pembuatan keputusan mengenai apa yangakan menjadi tanggung jawab fungsional lokal, dan beberapa lainnyameragukan apakah akan ada kemajuan yang cepat dalam pengembangandan pelaksanaan SPM, mengingat kemajuan yang terbatas di dekadeyang lalu.

1.5.4. Insentif untuk Penyediaan Pelayanan Lokal yang Lebih Baik

Blane Lewis dan Paul Smoke menyajikan makalah mengenaipenyediaan pelayanan lokal yang lebih baik, dengan mengkaji

30

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 49: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

pengalaman internasional dan potensi relevansinya bagi Indonesia.Mereka memulai dengan mempertanyakan peran insentif nasional dalamsistem desentralisasi dan apakah keterlibatan pusat di luar desain sistemnasional sudah tepat. Perilaku pemda seharusnya didorong oleh pemilulokal. Namun, banyak orang melihat perlunya menetapkan tujuannasional dan otonomi daerah secara bertahap. Kebanyakan pemerintahpusat berusaha untuk memengaruhi perilaku pemda. Kapasitas danakuntabilitas lokal perlu ditangani. Reformasi bersifat jangka panjangdengan perubahan sistemik dan perilaku seiring waktu, dan beberapadi antaranya memerlukan keterlibatan pusat, termasuk pemakaianinsentif untuk pemda untuk membantu mereka mencapai tujuan nasional.

Saat ini ada beberapa insentif di Indonesia, beberapa diinginkandan beberapa lainnya tidak. Beberapa positif dan lainnya negatif.Pendekatan bersifat ad hoc dan tidak merata karena desain birokratis,pelaksanaan dan pemantauan kinerja yang buruk. Insentif pendapatanmeliputi: 3,5% pajak properti yang dikumpulkan oleh pusat dikirim kepemda yang target anggarannya lebih besar; dan (ii) rumus kapasitasfiskal DAU menetapkan penerimaan asli daerah harus dihitung dengandasar pendapatan potensial (bukan aktual), jadi tujuannya adalah untukmendorong usaha pajak oleh pemda—praktek ini telah dihentikan tapimungkin tidak akan menimbulkan banyak pengaruh. Insentif belanjameliputi: (i) penyisihan 0,5% pendapatan minyak dan gas untuk belanjapendidikan (tidak diberlakukan dan dipantau dengan baik); (ii) alokasidasar yang mencapai 50% DAU sebagai disinsentif untuk rasionalisasipegawai negeri; (iii) hibah bersyarat DAK mungkin bisa mendesak keluar belanja modal dari sumber sendiri, dan penentuan sasaran DAKuntuk daerah dan sektor tambahan semakin melemah; dan (iv)pengalaman dalam menahan transfer DAU (untuk pemda yang tidakmemenuhi pedoman penyusunan anggaran) tampaknya menimbulkanpengaruh positif pada kepatuhan pemda.

Ada tiga pendekatan umum untuk merancang insentif pemda:(i) sistem pengukuran kinerja, dengan membandingkannya seiring waktudengan norma; (ii) sistem pengelolaan kinerja, yang ditujukan untukmeningkatkan pengelolaan melalui insentif kinerja, termasuk hibahberbasis kinerja (HBK); dan (iii) model dan alat peningkatan kinerja,dengan memahami langkah dan proses yang dipakai untuk merancangpenyediaan pelayanan yang lebih baik.

31

Tinjauan Umum

Page 50: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Lima kerangka bagian untuk mempertimbangkan insentif pemdadiusulkan sebagai berikut: (i) tujuan umum target insentif, misalnyareformasi sistem; (ii) kemungkinan tujuan khusus, misalnya masukan,keluaran atau hasil-akhir; (iii) beberapa isu utama desain yang harusdiketahui; (iv) gambaran umum isu dalam pengukuran kinerja, misalnyaukuran dan data; dan (v) menetapkan tanggung jawab kelembagaanatas sistem insentif kinerja. Pengalaman internasional terpilih kemudiandiberikan. Menjalankan pendekatan sistem, pemantauan dan kepatuhanterbukti sangat sulit bagi sebagian besar negara. Tiga pendekatan utamatelah dipakai secara internasional, sebagai berikut:

Pertama, hibah bersyarat sektoral dan sistem kinerja—misalnyatarget khusus fasilitas sekolah di Uganda dan fasilitas pembiayaankesehatan di Rwanda. Di beberapa percontohan, kuantitas pelayananmeningkat tapi kualitas tidak. Beberapa skema diarahkan ke kuantitasdan kualitas—ini bisa sangat rumit, misalnya, di sektor kesehatan, tapijika berhasil, ini akan memberikan hasil yang bagus. Mungkin adaketidakadilan dalam memilih penerima insentif, yang mungkin besardan bisa membahayakan unit yang lebih lemah.

Kedua, sistem HBK yang lebih luas (hibah berbasis kinerja) dengansasaran peningkatan proses, misalnya, dalam PFM, perencanaan dll.,harus memenuhi persyaratan eligibilitas minimum dan kemudian bonusberbasis kinerja bisa diberikan, yang biasanya menjadi diskresi pemdauntuk membelanjakannya walau ditujukan untuk infrastruktur tertentu.Dalam beberapa kasus, target pelayanan sektoral dicantumkan (biasanyakuantitas bukan kualitas). Mengiklankan secara luas skema dan budayapersaingan antar pemda bisa membantu. Nilai insentif harus cukupbesar agar bisa mendorong masyarakat. Setelah proses dasar sudahterbentuk, melanjutkan insentif mungkin tidak akan relevan dan gerakanselanjutnya perlu diarahkan ke lebih banyak insentif untuk penyediaanpelayanan sektor yang spesifik.

Ketiga, sistem penilaian kinerja yang menyeluruh (dan biasanyarumit) mencakup berbagai ragam proses dan hasil-akhir, dengan insentifuntuk peningkatan berbagai macam bidang. Penilaian KinerjaKomprehensif Inggris (CPA) adalah kasus yang paling terkenal.Penilaian ini menilai semua pemerintah daerah pada enam pelayanan—pendidikan, perumahan, perawatan sosial, lingkungan, perpustakaandan waktu luang, dan pemakaian sumberdaya dan keuangan. Penilaian

32

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 51: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

ini menggabungkan penentuan peringkat dan skema insentif, denganpenekanan berat pada mutu pelayanan, mengukur efisiensi (sumberdaya/keuangan) dan proses yang berdasarkan pada indikator kesehatankelembagaan.

Yang terakhir, kemungkinan insentif untuk Indonesia dipelajari.Skema yang rumit seperti CPA Inggris tampaknya tidak akan layak.Tampaknya sudah terlambat dalam proses desentralisasi untukmewujudkan proses yang berorientasi ke skema PBG, karena beberapapemda belum menguasai proses yang diperlukan dan karena itu merekabisa dijadikan sasaran PBG. Ada masalah terkait mutu pelayanan.Kemungkinan tahap selanjutnya untuk reformasi Indonesia adalahinsentif kinerja sektoral melalui pemakaian transfer bersyarat. Di siniinstrumen yang paling memungkinkan adalah DAK. Selain itu, satukasus bisa dibuat untuk mendorong pengelolaan fiskal yang lebih baikdi sejumlah bidang, termasuk: (i) akumulasi dana cadangan; (ii)pembiayaan utang; (ii) keseimbangan antara belanja modal dan belanjaberulang; (iv) peningkatan penerimaan asli daerah; dan (v) pengem-bangan usaha dan pertumbuhan lokal. Aspek mekanisme rumus DAUjuga perlu debat lebih luas dan kajian, untuk menghilangkan insentifnegatif dan mungkin mengaitkannya dengan insentif yang lebih positif.Koordinasi skema insentif secara lebih baik di semua birokrasi akanpenting artinya di Indonesia. Yang terakhir, banyak pemda tidakberoperasi secara efisien, jadi ada risiko memberi penghargaan padaperilaku yang tidak efisien, karena sulit untuk mengidentifikasi inefisiensidengan jelas dan mengenakan sanksi pada mereka. Dengan memandangtantangan ke depan, riset dan percobaan lebih lanjut masih diperlukan.

Diskusi dalam makalah ini menyiratkan masalah yang bersifatumum terkait kinerja pemda di Indonesia (dan negara lain), jadi pentinguntuk menjelajahi skema berbasis insentif. Satu pertanyaannya adalahapakah perlu merancang ulang seluruh sistem yang ada (yang berisiinsentif dalam jumlah terbatas) atau hanya menyesuaikan tepiannya?Beberapa orang menunjukkan perlunya menetapkan kinerja pemda,yang merupakan prasyarat utama untuk merancang insentif. Selain itu,sulit untuk merancang insentif jika fungsi penugasan tidak jelas dantidak tepat. Suara masyarakat yang ‘lebih keras’ juga diperlukan untukmenuntut akuntabilitas dan kinerja, jadi masyarakat perlu menjadi fokusinsentif /sanksi. Pertanyaan selanjutnya adalah apakah tujuannya adalah

33

Tinjauan Umum

Page 52: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

untuk memberi hadiah ke daerah yang berkinerja bagus tanpamemandang kesetaraan—mungkin pertukaran bisa terjadi antarapertumbuhan dan kesetaraan. Yang terakhir, salah satu komentatormengatakan bahwa makalah ini tidak menangani skema insentif untukdaerah baru (DID), dan inisiatif ini layak dikaji secara ketat seiringwaktu.

1.5.5. Pembiayaan Infrastruktur Regional dan Pertumbuhan di Cina

Baoyun Qiao memberikan makalah mengenai pendekatan Cinauntuk memicu pembangunan dan pertumbuhan infrastruktur regional,dari sudut pandang pembiayaan utang untuk belanja modal. Kerangkaanalisis yang dipakai mengasumsikan bahwa risiko dari pinjaman pemdadipengaruhi oleh kekuatan fiskal negara, seperti yang ditentukan olehpengaturan pembiayaan antar pemerintah dan hambatan pasar uangyang ditentukan oleh status terkini pasar uang. Tanggung jawab belanjamenurut UU Anggaran sangat terdesentralisasi, tapi pendapatan yangdikumpulkan pemda jauh lebih kecil daripada belanja yang dilakukan.Walau ada banyak mekanisme transfer tujuan khusus dan tujuan umum,tapi nilai yang ditransfer tidak banyak, jadi membuat pembiayaan utangmenjadi instrumen utama untuk membiayai kekurangan pemda di Cina.Pejabat diberi insentif untuk memaksimalkan pertumbuhan di daerah,termasuk pertumbuhan infrastruktur, jadi pembiayaan pertumbuhanmenjadi tantangan penting. Utang pemda telah membantu mengge-rakkan pertumbuhan dan pembangunan, tapi juga membawa risikokeuangan.

Tingkat risiko perlu ditampung bukan dibuang. Ada biaya(misalnya, untuk pertumbuhan yang ditentukan sebelumnya) darimencoba keuntungan dengan pendekatan yang negatif. Risiko tergantungpada kekerasan hambatan anggaran dan hambatan pasar uang. Membuathambatan anggaran menjadi sulit memerlukan penguatan keseluruhansistem pembiayaan antar pemerintah, bukan hanya pengendalian utang.Demikian juga, pasar uang memerlukan penguatan luas, bukan hanyadalam kaitannya dengan utang pemda. Inti dari pendekatan risiko optimaladalah meminimalisasi risiko dalam pinjaman pemda pada tingkat biaya(korban) tertentu, terutama hilangnya pertumbuhan ekonomi. Solusinyabersifat dinamis karena biaya, manfaat dan sistem yang dipakai berubahseiring waktu. Untuk sebagian besar negara berkembang, hambatan

34

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 53: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

anggaran dan hambatan pasar keduanya lemah dan memerlukan banyakpenguatan untuk mengendalikan risiko.

Di sisi permintaan (hambatan anggaran yang lunak/mudah), faktoryang membuat lemah meliputi: (i) hubungan perusahaan pemerintahyang tidak jelas, termasuk jaminan dari pemda untuk perusahaan negara;(ii) sistem pembiayan antar pemerintah yang dirancang dengan tidakbaik (ketidakseimbangan antara penugasan belanja dan pendapatandan mekanisme transfer yang tidak dirancang dengan baik), yangmenimbulkan utang berlebihan karena mengharapkan pemerintah pusatakan menutup utang jika ada krisis—semuanya bersaing untukmenunjukkan pertumbuhan sesuai dengan arahan dan insentif pusat,dan memperkirakan bahwa pusat pada akhirnya akan membiayai semua;(iii) pengelolaan anggaran yang longgar—kurangnya transparansi berartipengendalian dan pemantauan yang kurang—belanja pegawai danadministrasi yang berlebihan umum terjadi; (iv) tidak banyakpemungutan suara karena pejabat pemda ditunjuk oleh dan bertanggungjawab pada pejabat yang lebih tinggi, jadi masyarakat tidak memilikikebebasan gerak antar lokasi; (v) harapan yang terlalu tinggi padapertumbuhan, dan pandangan bahwa pertumbuhan ke depan akan terusmemberikan pendapatan untuk mendanai utang terkini; (vi) urbanisasiyang cepat menimbulkan tuntutan pembangunan infrastruktur baru;(vii) pengaruh kemakmuran—tanah adalah 100% milik negara danbanyak dipakai oleh pemda sebagai jaminan pinjaman, terutama daribank negara; dan (viii) kebijakan fiskal yang agresif sejak 2008, denganpemerintah pusat dan daerah berbagi tanggung jawab atas perluasanpembangunan infrastruktur.

Di sisi pasokan (hambatan pasar), faktor yang memperlemahadalah: (i) tata kelola keuangan yang lemah umum terjadi, termasukinformasi yang kurang mengenai kapasitas peminjam. Insentif untukbank adalah bank harus tumbuh bukan bersikap bijak. Toleransi risikotinggi dari pemda karena mereka mengharapkan penghapusan utangjika dirasa perlu. Pengaruh pemda sangat kuat pada personel danpembuatan keputusan oleh bank milik negara. Yang terakhir,pengendalian suku bunga tidak memperhatikan risiko dari berbagaimacam kredit; dan (ii) tingkat tabungan yang tinggi dan likuiditasberlebihan di pasar uang—dengan perbedaan yang semakin besar antaratingkat tabungan dan pinjaman—yang berarti persaingan mem-

35

Tinjauan Umum

Page 54: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

perebutkan peminjam dan pemda dianggap sebagai peminjam yangbaik.

Penguatan hambatan anggaran dan hambatan pasar akan banyakmengurangi risiko pinjaman pemda. Di sisi permintaan, pengaturanberbasis aturan dan pengaturan administratif bisa menjadi pilihan.Pengendalian administratif bagus untuk jangka pendek (kepatuhan lebihbesar, lebih mudah untuk membeda-bedakan situasi pemda yangberagam) tapi untuk jangka panjang, pendekatan berbasis aturan yangkuat akan lebih tepat. Di sisi pasokan, pendekatan berbasis aturanlebih disukai (misalnya, pembobotan risiko modal dari pinjaman untukpemda bisa dikaitkan dengan peringkat internasional untuk kelayakankredit pemda) karena biaya yang besar dari pengelolaan lembagakeuangan secara mikro melalui pengendalian administratif.

Pembahasan dalam makalah ini menunjukkan minat yang besar diIndonesia pada keberhasilan Cina (walau dengan risiko) dalam memicupembangunan infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi melaluipemakaian pemda sebagai agen utama untuk investasi publik.Pendekatan yang menolak risiko tinggi untuk pembiayaan utang pemda,seperti yang terjadi di Indonesia, dibarengi oleh lambatnya pembangunaninfrastruktur. Pertukaran antara risiko dan pertumbuhan yang tercantumdalam makalah ini memberikan makanan pikiran yang menarik bagiIndonesia dan negara lain, di mana pilihan seperti ini ada.

36

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 55: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

dan di saat yang sama memberikan insentif untuk semua tingkatpemerintah untuk meningkatkan pembangunan ekonomi?

• Apakah kami bisa memperkuat insentif untuk meningkatkanpembangunan ekonomi lokal dan meningkatkan pendapatan ditingkat lokal, melalui desentralisasi lebih banyak kekuasaanperpajakan? Apakah ini bisa diwujudkan tanpa merusak prioritasnasional dan distribusi penghasilan di seluruh daerah?

• Apa pendekatan terbaik yang harus diambil untuk meningkatkankapasitas perencanaan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota?Apa yang kami bisa lakukan untuk mewujudkan konsistensilebih baik dalam rencana-rencana yang dibuat oleh berbagaitingkat pemerintah?

• Karena kami mulai melaksanakan strategi yang ambisius untukmeningkatkan keterhubungan antar daerah-daerah di Indonesia,bagaimana cara kami memastikan bahwa semua tingkatpemerintah akan mempermudah pelaksanaan tanpa melanggarotonomi mereka?

Saya tahu bahwa banyak negara mencoba menemukan keseim-bangan yang tepat dari semua masalah ini, dan memang tidak mudahuntuk melakukan ini.

Pada konferensi ini, saya berharap semoga ada penilaian yangjujur terkait desentralisasi di Indonesia, dan semoga kami bisamendapatkan beberapa pengetahuan yang berharga dari pengalamannegara lain, yang bisa membantu kami dalam menghadapi tantanganpembangunan.

Kami tahu bahwa masih banyak ruang untuk peningkatan. Dikonferensi internasional ini, kami berharap semoga kami bisa mengkajikembali pencapaian dan kegagalan kami selama ini terkait desentralisasidi Indonesia. Konferensi ini adalah peluang yang sangat berharga bagikami untuk belajar dari pengalaman negara lain.

47

Pidato Menteri

Page 56: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

4Pidato Penutupan

Gamawan Fauzi, Menteri Dalam Negeri

Kami merayakan 10 tahun desentralisasi fiskal di Indonesia.Konferensi ini telah menghimpun para ahli di dunia tentang desentralisasiuntuk menawarkan pandangan dan pengalaman dari berbagai negara,sehingga memberikan kesempatan unik kepada peserta untukmendapatkan gambaran yang sebenarnya dari kebijakan desentralisasisecara lengkap dan yang telah diterapkan untuk Indonesia.

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur kehadiratAllah SWT, Tuhan Yang Mahakuasa atas rahmat dan rida-Nya kitadapat bertemu dalam keadaan sehat walafiat. Sungguh sangatberbahagia, pada hari ini saya berkesempatan menghadiri Final PlenarySession Konferensi Internasional yang mengambil tema Sepuluh TahunDesentralisasi Fiskal di Indonesia. Materi yang telah dibahas dalamkonferensi ini diambilkan dari berbagai pandangan beberapa ahlimaupun pengalaman dari beberapa negara dan daerah di Indonesia,sehingga peserta telah mendapatkan gambaran yang lengkap mengenaikebijakan desentralisasi fiskal dan praktek penerapannya di Indonesiaselama sepuluh tahun terakhir.

Kebijakan desentralisasi fiskal di Indonesia terjadi tidak berdirisendiri, ia menjadi bagian dari agenda reformasi politik yang bergulirsejak 13 tahun yang lalu. Agenda politik kala itu ditandai denganperubahan penyelenggaraan pemerintahan dari sistem sentralisasimenjadi desentralisasi, melalui pemberian kewenangan yang semakin

48

Page 57: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

luas kepada daerah. Hal ini juga membawa konsekuensi pergeseranpengaturan fiskal yang terdesentralisasi. Pemberian kewenangan yangsemakin besar kepada daerah telah diikuti dukungan anggaran yanglebih memadai. Bentuk dukungan anggaran berupa peningkatan jumlahtransfer dana ke daerah dan kebijakan pemberian diskresi yang lebihluas kepada daerah untuk menggali sumber-sumber pendapatannya.

Data statistik menunjukkan bahwa dalam sepuluh tahun terakhirsetelah diterapkannya kebijakan desentralisasi fiskal, anggaran yangdikelola oleh Pemerintah Daerah meningkat secara signifikan. Apabilapada tahun 2000 total pendapatan dalam Anggaran Pendapatan danBelanja Daerah (APBD) seluruh Indonesia hanya berkisar pada angkaRp 38 triliun, pada tahun 2011 angka tersebut meningkat tajam menjadiRp 477 triliun. Besarnya peningkatan pendapatan daerah dimaksudjuga dibarengi dengan diskresi yang luas bagi daerah untuk membelan-jakannya sesuai kebutuhan dan prioritas daerah. Kita semua berharapagar komponen belanja pemerintah daerah ini dapat menjadi stimulusfiskal bagi perekonomian di daerah guna meningkatkan kesejahteraanmasyarakat. Ini adalah salah satu esensi dari otonomi daerah.

Peningkatan pendapatan daerah tidak terlepas dari besarnya alokasitransfer dana dari kas negara ke kas daerah melalui dana perimbangan.Transfer pemerintah rata-rata per tahun mencapai lebih 73% daripendapatan daerah, sedangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD)berkontribusi kurang dari 21%, bahkan pada tahun-tahun tertentu hanyamencapai sekitar 13%, dan sisanya diperoleh dari lain-lain pendapatandaerah yang sah.

Tingginya transfer dana pusat ke daerah seharusnya juga diikutiadanya keseimbangan fiskal melalui penguatan pajak daerah danretribusi daerah guna menjaga local taxing power dalam pemenuhanfungsi akuntabilitas daerah. Sekali lagi upaya memperkuat fiskal daerahini harus pula diorientasikan kepada belanja pembangunan di daerahyang berkelanjutan. Salah satu indikator terukur dan relatif obyektifyang dapat diterapkan dalam perancangan belanja daerah adalah StandarPelayanan Minimum (SPM) sebagai pemenuhan pemberian pelayananpublik yang menjadi hak dasar masyarakat. Untuk itu saya menyambutbaik dalam konferensi ini yang telah menampilkan keberhasilan daribeberapa negara dan daerah di Indonesia dalam mengelola fiskal daerahsebagai satu kesatuan analisis baik dari sisi pendapatan maupun belanja

49

Pidato Menteri

Page 58: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

daerah, sehingga dapat dijadikan masukan bagi semua pihak dalamperumusan kebijakan desentralisasi ke depan dan implementasinya.

Apabila pengaturan dari sisi pendapatan, terutama aspek transferdan local taxing power relatif sudah cukup memadai, belum demikianhalnya pada sisi belanja APBD yang implementasinya sangat variatifpada tingkat daerah. Secara keseluruhan komposisi belanja APBD tahun2000–2010 terdiri dari belanja pegawai yang rata-rata berkisar antara35–45%, belanja program/kegiatan yang mencakup belanja barang danmodal berkisar antara 35–56%, dan selebihnya untuk belanja tidaklangsung lainnya seperti hibah, dan bantuan sosial. Untuk belanjapegawai misalnya, apabila dilihat angka daerah per daerah, terdapat294 kabupaten dan kota pada tahun 2011 menganggarkan lebih 50%dari total belanja daerah, bahkan ada daerah yang mengalokasikanbelanja pegawai mencapai 75% dari total belanja.

Dari komposisi belanja daerah yang kecenderungannya lebih padaalokasi belanja pegawai, pemerintah mengambil langkah-langkah koreksiantara lain melalui moratorium penerimaan pegawai selama 14 bulanke depan. Langkah ini sejalan dengan agenda reformasi birokrasi secaramenyeluruh di daerah untuk menghasilkan postur PNSD yang ideal,sehingga belanja daerah akan lebih dapat diarahkan untuk penyediaansejumlah pelayanan dasar yang tercantum dalam SPM. Selain itu belanjaprogram dan kegiatan pun perlu mendapat sentuhan penajaman prioritas-nya baik pada tingkat daerah maupun sinergitasnya dengan agendapembangunan nasional melalui harmonisasi belanja pusat dan daerah.

Pada saat ini pemerintah sedang menyiapkan revisi undang-undangterkait dengan otonomi daerah. Perubahan Undang-Undang Pemerin-tahan Daerah akan membawa konsekuensi kepada upaya-upaya penyem-purnaan pengelolaan keuangan daerah. Regulasi di bidang keuangandaerah terus-menerus dilakukan pengkajian, seperti peraturan terkaitsisi belanja daerah yaitu bantuan sosial dan hibah, Standar PelayananMinimum (SPM), perluasan pemberian reward and punishment dalampengelolaan keuangan daerah, penerapan Standar AkuntansiPemerintahan (SAP) yang berbasis acrual, serta peningkatan akun-tabilitas atas pelaksanaan kegiatan termasuk peningkatan kualitas opiniatas laporan keuangan masing-masing daerah oleh instansi pemeriksa.Upaya-upaya tersebut diharapkan dapat mampu mendorong perbaikanpengelolaan keuangan daerah ke depan secara menyeluruh.

50

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 59: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

BAGIAN CMendapatkan Hak Ekonomi

Politik dari Desentralisasi

Page 60: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

5Tantangan Politik dan Keberhasilandi Indonesia

Djohermansyah Djohan

5.1. PendahuluanBapak pendiri bangsa Indonesia telah membuat keputusan tegas

untuk melaksanakan kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi,sebagai cara untuk mengelola kemajemukan dalam Republik Indonesia(NKRI). Dengan jumlah 17.500 pulau dengan berbagai macam suku,adat dan agama, maka tidak mungkin untuk mengelola negara sepertiIndonesia dengan sistem yang tersentralisasi. Dasar hukum kebijakandesentralisasi Indonesia sudah dibentuk sejak Proklamasi Kemerdekaandi tahun 1945, dan dalam Pasal 18 UUD, yang memberikan dasar bagiperaturan lebih luas melalui UU Pemerintah Daerah. Berbagai undang-undang (UU) tentang pemerintah daerah telah memberikan kontribusike proses desentralisasi seiring waktu, seperti: UU No. 1 (1945)mengenai Status Komisi Nasional dari Daerah, UU No. 22 (1948)tentang Dasar-Dasar Pemerintah Daerah, UU No. 1 (1957) tentangPrinsip Pemerintah Daerah, UU No. 18 (1965) tentang Dasar-DasarPemerintah Daerah, UU No. 5 (1974) tentang Prinsip AdministrasiDaerah, dan yang terakhir UU No. 22 (1999) tentang AdministrasiPemerintahan Daerah—yang diperkuat lagi dengan pemberlakukan UUNo. 32 (2004).

UU Pemerintah Daerah merupakan tonggak kebijakan otonomidaerah di Indonesia, yang terus dimutakhirkan sesuai kebutuhanpembangunan bangsa Indonesia. Dalam berbagai UU mengenai

53

Page 61: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

pemerintah daerah, definisi otonomi daerah pada dasarnya sudah benar,yakni: daerah otonomi diberi hak, wewenang dan kewajiban yangdiperlukan untuk penyelenggaraan dan pengelolaan urusan merekasendiri sesuai kepentingan masyarakat dan peraturan setempat. Jadi,pada prinsipnya otonomi daerah merupakan pemberian otonomi kepadamasyarakat daerah untuk memerintah diri mereka sendiri.

Ada dua tujuan utama dari desentralisasi, yakni: pengembangandemokrasi dan kesejahteraan. Demokrasi pemerintah daerah ditempatkansebagai instrumen pendidikan politik di tingkat lokal. Diharapkan inimemberikan kontribusi juga untuk pendidikan politik di tingkat nasional,dan bisa mempercepat usaha masyarakat madani. Kesejahteraan yangdiberikan di tingkat pemerintah daerah ditujukan untuk menyediakanpelayanan publik secara efektif, efisien dan ekonomis untuk masyarakatsetempat. Ini dicontohkan dalam penjelasan UU No. 32 (2004) tentangAdministrasi Pemerintah Daerah, yang menyebutkan tujuandesentralisasi sebagai dorongan untuk meningkatkan kesejahteraanmasyarakat, pelayanan publik dan daya saing daerah.

Di tahun 1999, Indonesia menerapkan sistem desentralisasi secaranasional, yang banyak mengubah hubungan antara masyarakat,pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Sistem ini memindahkantanggung jawab ke pemerintah daerah atas: akuntabilitas, transparansi,pembuatan keputusan, pengelolaan keuangan dan penyediaan pelayanan.

Kebijakan desentralisasi Indonesia telah secara mendasar mengubahsistem pemerintahan di Indonesia, melalui pelaksanaan UU seperti: UUNo. 22 (1999) tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 (1999)tentang Keseimbangan Fiskal antara Pemerintah Daerah dan PemerintahPusat. Sejak itu, kedua UU ini digantikan oleh UU No. 32 (2004) dan33 (2004) yang memberikan ketetapan yang lebih jelas dan rinci untukpelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah. UU ini menegaskankomitmen terus-menerus di Indonesia untuk mengembangkan otonomidaerah sebagai suatu cara untuk meningkatkan penyediaan pelayanan,kesejahteraan masyarakat dan menjamin stabilitas politis, ekonomi dansosial bangsa. Pemerintah telah melakukan upaya-upaya yang diperlukanuntuk memfasilitasi kelancaran pelaksanaan UU ini.

5.2. Desentralisasi untuk DemokrasiSalah satu terobosan besar yang diwujudkan melalui penerapan

54

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 62: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

UU No. 32 (2004) adalah pemilihan kepala daerah secara langsung.Ini dianggap sebagai langkah awal yang penting untuk konsolidasisistem demokrasi negeri, walau pemerintah mengakui perlunyapelaksanaan yang lebih baik untuk pemilihan di masa depan. Sesuaidengan semangat desentralisasi, pemilihan kepala daerah secara langsungdiselenggarakan sejak 2005. Pemilihan lokal ini memperbaiki kesalahandari sistem sebelumnya, yang bergantung pada demokrasi tidak langsung(perwakilan). Dalam sistem sebelumnya, kepala daerah dipilih olehparlemen. Walau pendekatan ini masih mewakili pilihan para pemiliksuara, yang memilih sendiri pemerintahnya, tapi sekarang pemilik suaradi tingkat masyarakat berhak memilih secara langsung tanpa perantarasesuai nurani mereka, saat mereka memilih kepala daerah mereka.

Keputusan untuk menyelenggarakan pemilihan merupakan suatulangkah strategis, yang ditujukan untuk memperluas, memperdalamdan meningkatkan mutu demokrasi di Indonesia. Ini sesuai dengantujuan desentralisasi untuk mengembangkan otonomi, yakni untukmemungkinkan masyarakat lokal untuk menentukan nasib mereka sendiridan mengakui aspirasi dan inisiatif yang terdapat di tingkat ini. Jikadilihat dalam kerangka desentralisasi sebagai alat demokratisasi, peranpenting pemilihan umum tidak bisa dianggap remeh. Selain argumentasidi atas, pemilihan kepala daerah menumbuhkan rasa bertanggung jawab,juga kebutuhan menyediakan pelayanan yang bermutu. Pemilihanmenciptakan stabilitas politik dan pemerintah yang efektif. Selain itu,pemilihan terbuka memberi peluang baru untuk meningkatkan mutukepemimpinan nasional, karena calon-calon pemimpin bangsa lahirdari tingkat daerah. Ini sesuai dengan keseluruhan tujuan desentralisasidan otonomi daerah, ditambah usaha mengembangkan peluang pelatihandan kepemimpinan nasional.

Peluang memilih kepala daerah disambut dengan hangat olehmasyarakat. Sambutan seperti ini menunjukkan harapan yangberkembang di masyarakat, bahwa pemilihan umum akan terusdiselenggarakan dengan cara yang demokratis, aman dan tertib. Melaluipengalaman yang diperoleh dari pelaksanaan pemilihan di seluruh negeri,disadari bahwa pengaturan pemilihan seperti yang ditetapkan dalamUU No. 32 (2004) masih terbatas, dari segi sistem dan aturan teknisyang ada. Melalui perenungan terkait keterbatasan undang-undang ini,pemerintah memperkuat komitmennya untuk meningkatkan pemilihan

55

Mendapatkan Hak Ekonomi Politik dari Desentralisasi

Page 63: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

dan akan berusaha memperbaiki berbagai aspek penyelenggaraanpemilihan di masa depan.

Untuk melaksanakan ini, perlu membuat UU terpisah, selain UUNo. 32 (2004), untuk mengatur lebih lanjut pemilihan. Ini akanmeningkatkan akurasi hasil pemilihan dan membuat masyarakat semakinterlibat dalam demokrasi yang bermutu tinggi. Penyusunan draf UUtentang Pemilihan Kepala Daerah telah menjadi salah satu tonggakprogram legislasi nasional pemerintah untuk 2011, jadi kami berharapuntuk melihat pemilihan umum berikutnya diselenggarakan sesuaiperaturan perundang-undangan baru yang semakin baik.

5.3. Desentralisasi untuk KesejahteraanPemerintah telah menyusun draf strategi besar untuk pelaksanaan

desentralisasi, sebagai cara untuk mengonsolidasikan sistem Indonesiayang menantang. Strategi ini menangani tujuh bidang utama, yakni:fungsi pemerintah, pengelolaan pegawai negeri, administrasi keuangandaerah, perwakilan daerah, sistem penyediaan pelayanan publik,pelaksanaan sistem pengendalian, dan pemantauan yang efektif.Dikembangkan dari strategi besar ini, rencana aksi yang lebih rincimasih akan disusun bekerja sama dengan para pemangku kepentinganutama. Tapi untuk saat ini, saya akan berusaha memperkirakan fungsi-fungsi dalam rencana besar tersebut.

5.4. Fungsi PemerintahUntuk mewujudkan otonomi daerah perlu dilaksanakan pembagian

urusan pemerintah ke tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota (lokal).Penetapan pembagian urusan pemerintah didasarkan pada pemikiranbahwa beberapa fungsi pemerintah harus tetap berada dalam wewenangpemerintah pusat, untuk menjamin kelangsungan kehidupan berbangsasecara keseluruhan. Fungsi-fungsi ini meliputi: kebijakan luar negeri,pertahanan, keamanan, keputusan moneter, peradilan dan masalahagama.

Demikian juga, ada beberapa fungsi yang dianggap harus beradadalam wewenang pemerintah daerah. Fungsi-fungsi ini memiliki duakategori, yakni: fungsi pemerintah wajib dan fungsi yang dianggapdipakai oleh pemerintah daerah sebagai reaksi terhadap ciri-ciri khusus

56

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 64: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

kebutuhan dan kemampuan masyarakat mereka. Fungsi pemerintahwajib meliputi: penyediaan pelayanan dasar seperti pendidikan,kesehatan, penghidupan minimum dan infrastruktur lingkungan dasar.Inisiatif pemerintah daerah lainnya dianggap sebagai pilihan merekasendiri, tapi ditujukan untuk meningkatkan aset nyata daerah tertentu.

Di beberapa daerah, ada urusan pemerintah yang harus ditanganibersama dengan pemerintah pusat dan setempat. Untuk urusan yangharus ditangani bersama ini, pemerintah pusat tetap memegangwewenang tapi beberapa fungsi tertentu dilimpahkan ke tingkat provinsi,kabupaten atau kota.

Porsi pengaruh yang dipegang oleh beberapa lapisan pemerintahanini, jika bekerja sama, harus dipertimbangkan dengan cermat. Rencanabesar mencantumkan draf kriteria yang perlu dipertimbangkan untuksituasi seperti ini, yang menekankan perlunya eksternalitas, akuntabilitasdan efisiensi, sambil mengembangkan hubungan yang harmonis antarberbagai tingkat pemerintah.

5.5. Struktur PemerintahDalam pemerintah daerah, kepala daerah dibantu oleh aparat

administrasi daerah, yang umumnya terdiri dari anggota staf yangmembantu penyusunan kebijakan dan koordinasi. Kepala daerah jugadibantu dalam tugas menyusun dan melaksanakan kebijakan spesifikdaerah, oleh instansi teknis yang berisi para eksekutif urusan daerahdi kantor instansi.

Sifat fungsi pemerintah yang perlu ditangani memerlukan badan-badan daerah yang di struktur sebagai organisasi. Namun ini tidakberarti bahwa organisasi terpisah harus dibentuk untuk pengelolaanurusan pemerintah.

Skala organisasi daerah harus mempertimbangkan paling tidak:kapasitas keuangan daerah, kebutuhan daerah, lingkup tugas yangdiperlukan untuk memenuhi target yang ditentukan, ruang yang tersediauntuk kerja, dan faktor geografis dan penduduk yang bersifat spesifikdaerah. Dengan cara ini, bisa dilihat bahwa organisasi daerah tidakseragam tapi disusun sesuai kebutuhan masing-masing daerah.

5.6. Keterlibatan Pegawai Negeri

Pegawai negeri memegang posisi penting dalam sistem nasional,

57

Mendapatkan Hak Ekonomi Politik dari Desentralisasi

Page 65: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

yang berfungsi untuk menyatukan bangsa. Sesuai dengan kebijakanpemerintahan desentralisasi, ada lingkup bagi para pamong praja lokaluntuk memainkan peran lebih besar dalam pekerjaan staf. Sistem danprosedur untuk penugasan personel daerah sudah ditetapkan dalamperaturan perundang-undangan, dan menyertakan pedoman-pedoman yang tepat untuk: perencanaan, penunjukan, penempatan,pendidikan dan pelatihan, penggajian, pemecatan, pensiun, hak dankewajiban yang diminta dari mereka yang bekerja sebagai pamongpraja nasional.

5.7. Administrasi Keuangan DaerahAgar pemerintah daerah bisa secara efektif melaksanakan pelayanan

pemerintah, diperlukan sumber pendapatan yang mencukupi. UU No.33 (2004) menangani isu ini, dengan menunjukkan bahwa kebutuhankeuangan pemerintah pusat dan daerah harus seimbang sesuai tingkatwewenang dan kendali yang dipegang oleh beberapa lapisan pemerintah.Setiap bidang kendali yang diberikan ke pemerintah daerah akandilengkapi dengan sumberdaya keuangan, yang melekat dan memberisumber keuangan lokal.

Daerah juga diberi hak untuk memperoleh sumberdaya keuanganmelalui pengumpulan dan pemanfaatan pajak dan bea, dana yangdikumpulkan dari sumberdaya nasional lokal, pengelolaan dana darikeuangan regional secara efektif, dan melalui sumber pendapatan danpembiayaan lain yang sah. Pengaturan seperti ini merupakan contohdari pemerintah yang menerapkan prinsip ”uang mengikuti fungsi.”

5.8. Perwakilan DaerahPemerintah dan parlemen daerah bekerja bersama sebagai mitra

terkait masalah ini, dan keduanya memiliki wewenang yang setara.Sifat hubungan ini tercerminkan dalam kebijakan mengenai peraturandaerah. Hubungan ini dianggap perlu sebagai bagian dari gerakanmenuju otonomi daerah, untuk mendorong hubungan kerja yang kuatantar kedua lembaga ini, dengan mempertimbangkan perbedaan dalamfungsi masing-masing sambil bekerja dengan cara yang mendukungsatu sama lain.

58

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 66: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

5.9. Sistem Penyediaan Pelayanan Publik

Tujuan akhir untuk pemerintah daerah adalah mewujudkanpenyediaan pelayanan dan barang yang tersebar luas dan diperlukanoleh masyarakat. Pemerintah daerah harus menyediakan barang untukkemanfaatan lokal seperti: jalan, jembatan, sarana irigasi, bangunansekolah, pasar dan rumah sakit. Pemerintah daerah harus menyediakanjuga pelayanan yang membantu pengaturan ketertiban umum, misalnyapenerbitan akta kelahiran, kartu tanda penduduk, izin bangunan, danizin lain untuk mempermudah kedamaian dan ketertiban umum. Poinpenting yang harus dipertimbangkan adalah cara menyediakan pelayananpublik dengan cara yang bisa membantu masyarakat daerah mencapaikemakmuran. Prinsip standar pelayanan minimum, penyediaan yangbaik (yang memberikan pelayanan dengan lebih baik dan lebih murahdan cepat) dan akuntabilitas, semuanya akan menjadi isu utama terkaitpelayanan publik di masa depan.

5.10. Sistem Pemantauan dan Pengawasan yang EfektifPengawasan dilaksanakan oleh pemerintah, dalam kaitannya dengan

cara yang tepat untuk menyelenggarakan urusan pemerintah dan sesuaidengan peraturan dan ketetapan daerah. Ada bermacam-macamproses dan kegiatan yang diperlukan, yang ditujukan untuk memastikanbahwa pemerintah daerah bertindak sesuai rencana untuk bangsasecara keseluruhan dan sesuai dengan peraturan perundang-undanganterkait.

Pemerintah menyadari keluhan yang telah diajukan oleh kalanganbisnis dalam negeri dan asing, bahwa peraturan pemerintah daerahtelah menempatkan beban yang tidak adil ke mereka, yang membatasikegiatan ekonomi lokal. Beberapa peraturan ini, terutama pajak danbea daerah, membawa dampak serius pada iklim usaha dan investasidi daerah. Pemerintah pusat akan terus memantau masalah ini, karenamenyadari bahwa ini menimbulkan risiko bagi pembangunan ekonomidi tingkat nasional dan regional.

Cara memberikan pedoman yang efektif dan mengawasi pemerintahdaerah tanpa membatasi wewenang pemerintah daerah, akan menjaditantangan yang terus ada dalam sistem desentralisasi. UU No. 75(2005) tentang pengawasan pemerintah daerah memberikan pedoman

59

Mendapatkan Hak Ekonomi Politik dari Desentralisasi

Page 67: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

untuk peraturan dan prosedur yang terkait dengan pemantauan semacamini. Aspek paling penting dalam UU ini adalah mekanisme yangdijalankan untuk mengawasi sistem peraturan daerah, untuk memastikanbahwa peraturan ini sesuai dengan peraturan perundang-undangan yanglebih tinggi.

Usaha berjalan sedang dilakukan untuk memastikan bahwamekanisme tersebut dilaksanakan secara konsisten. Ini termasuk jugapengembangan pedoman yang jelas untuk menangani peraturan daerahyang tidak tepat. Peraturan daerah yang tidak tepat didefinisikan sebagaiperaturan yang bisa menimbulkan dampak negatif pada pembangunanekonomi daerah, atau iklim investasi di Indonesia, dan yangmembahayakan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan secaraberkelanjutan, atau yang mengancam stabilitas sosial dan politik.

Untuk memberikan pedoman dan pengawasan pemerintah daerahyang lebih efektif, kami bermaksud memperkuat peran gubernur didaerah, agar mereka bisa bertindak sebagai wakil pemerintah pusat.Dalam kerangka pedoman dan sistem pemantauan seperti ini, pemerintahtetap memiliki wewenang untuk membatalkan peraturan daerah, jikaperaturan ini dianggap berlawanan dengan kepentingan masyarakatatau peraturan yang lebih tinggi.

Sejak pelaksanaan UU No. 22 (1999), sekitar 205 peraturanpemerintah daerah baru telah dibuat (yang mencakup 7 provinsi, 164kabupaten dan 34 kota). Saat ini ada 524 wilayah pemerintah daerah,yang berada di 33 provinsi, 398 kabupaten dan 93 kota. Pembentukanbegitu banyak wilayah pemerintah daerah dianggap diperlukan untukmemenuhi tuntutan masyarakat, bahwa pemerintah harus bekerja ditingkat yang lebih dekat dengan masyarakat. Namun di saat yangsama, pendekatan skala besar untuk pembangunan daerah ekonomi initidak selalu menghasilkan pemerintahan daerah yang efektif dan efisien.Untuk mengendalikan niat membentuk daerah baru di masa depan,pemerintah telah melaksanakan desain besar penataan daerah(Desartada), yang memberi perkiraan terkait jumlah ideal daerahotonomi yang dapat dicapai di tingkat provinsi dan kabupaten hingga2025.

Desain besar untuk pembentukan daerah dikembangkan dengantujuan mempercepat kepaduan (integrasi) nasional dan pembangunanekonomi, dan meningkatkan mutu pelayanan publik yang disediakan

60

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 68: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

bagi masyarakat di seluruh Indonesia. Untuk tujuan ini, desain yangcocok bisa dikembangkan dengan kerangka yang mempertimbangkantiga dimensi, yakni: (i) daerah geografis, (ii) demografi dan (iii) sistem(misalnya, pertahanan dan keamanan, sosial dan politik, keuangan,administrasi publik dan pengelolaan pemerintah). Berdasarkan kerangkaseperti ini, desain pengaturan ruang daerah terdiri dari empat elemenkebijakan utama. Yang pertama, persiapan pembentukan daerah otonomibaru. Yang kedua, pencantuman dan penyempurnaan daerah otonomi.Ketiga, pembentukan daerah otonomi yang memiliki karakteristik khusustertentu. Yang terakhir, penetapan perkiraan jumlah maksimum provinsi,kabupaten dan kota otonomi hingga 2025.

Agenda pemerintah memprioritaskan pengurangan kemiskinan danmengarahkan usaha-usaha ke proyek dan program yang mendukungfokus ini. Pemerintah menyadari bahwa desentralisasi secara mendasartelah mengubah sistem pemerintahan di Indonesia dan menempatkanlebih banyak tanggung jawab ke provinsi dan kabupaten atas penyediaanpelayanan publik. Karena itu, pengurangan kemiskinan memerlukankomitmen kuat para pembuat keputusan di tingkat lokal, dan usahauntuk melibatkan para pemangku kepentingan lokal dalam perumusandan pelaksanaan program pengurangan kemiskinan.

Mandat dalam fungsi wajib pemerintah daerah dan standarpelayanan minimum, akan terus memberikan kontribusi untuk usahapengurangan kemiskinan. Daerah akan diberi pedoman yang diperlukanuntuk membuat pelayanan dasar seperti kesehatan, pendidikan daninfrastruktur menjadi lebih bisa diakses dan lebih terjangkau olehmasyarakat. Perencanaan dan anggaran daerah akan disusun denganmencerminkan tujuan pengurangan kemiskinan dan standar pelayananminimum, juga tujuan pembangunan milenium.

Penerapan standar pelayanan minimum diharapkan bisameningkatkan transparansi dan standar perencanaan dan membantumemperjelas peran berbagai lapisan pemerintahan. Dengan cara ini,diharapkan penerapan standar pelayanan minimum bisa membantumenjaga hak masyarakat untuk memperoleh akses ke pelayanan dasar.Dalam praktek, langkah-langkah penyediaan pelayanan harus bisamenjamin akses masyarakat ke pelayanan dasar, sesuai ketentuan yangdibuat oleh pemerintah pusat. Karena itu, perencanaan pelayanan harusmenyertakan serangkaian prinsip yang sederhana, konkret, bisa diukur

61

Mendapatkan Hak Ekonomi Politik dari Desentralisasi

Page 69: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

dan bisa dipertanggungjawabkan (akuntabel) yang harus dipertimbang-kan ketika mengembangkan rencana dan anggaran lokal.

5.11. Masalah PelaksanaanUsaha yang dilakukan untuk mewujudkan kebijakan desentralisasi

dan otonomi daerah bukannya tanpa cacat. Beberapa masalah yangmasih ditemui dalam pelaksanaannya adalah sebagai berikut:1. Hubungan hierarki yang tidak diharapkan telah berkembang (yang

menunjukkan bahwa sistem tidak bekerja dengan baik);2. Gerakan desentralisasi terus dipusatkan pada bidang-bidang dengan

kapasitas pemerintah daerah dalam kadar yang tinggi;3. Dana anggaran tidak dikelola dengan cara yang efisien dan tidak

bisa dipertanggungjawabkan;4. Dukungan untuk memakai kemungkinan sinergi otonomi daerah

tidak optimal;5. Konflik hukum terus terjadi antar beberapa daerah, terkait

perbedaan dalam peraturan perundang-undangan tentang kehutanan,pertambangan dan tanah;

6. Hambatan masih terus ada dalam menciptakan iklim investasi yangkondusif. Isu birokratis, ekonomi biaya tinggi dan peraturan daerahterus menimbulkan masalah;

7. Di beberapa daerah, pemilihan dilaksanakan dengan biaya yangterlalu tinggi; dan

8. Telah terjadi ledakan dalam jumlah usulan pembentukan daerahotonomi baru. Di tahun 2010, 181 usulan diterima untukpembentukan daerah otonomi baru.

5.12. Kesimpulan dan SaranAda beberapa tindakan yang bisa dilakukan untuk mengatasi

masalah pelaksanaan di atas:1. Melakukan sinkronisasi sistem hukum di tingkat lokal;2. Meningkatkan kerja sama antara tingkat pusat, provinsi dan

kabupaten/kota;3. Meningkatkan kapasitas di tingkat pemerintah daerah;4. Mengembangkan perluasan daerah dengan jalan meningkatkan

desain rencana strukturisasi daerah untuk 2010–2025;

62

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 70: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

5. Melaksanakan reformasi administrasi untuk memperbaiki birokrasi.Ini akan membantu menciptakan iklim investasi yang positif danmenghilangkan masalah ekonomi biaya tinggi; dan

6. Melakukan revitalisasi tujuh elemen dasar pemerintahan daerah,yakni: fungsi pemerintah, struktur pemerintah, pengelolaan pamongpraja, administrasi keuangan daerah, perwakilan daerah, sistempenyediaan pelayanan publik, dan pelaksanaan pengelolaan dansistem pemantauan yang efektif.

63

Mendapatkan Hak Ekonomi Politik dari Desentralisasi

Page 71: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

6Fungsi Penugasan di Amerika Latin

Luis Riffo Perez

6.1. PendahuluanArtikel ini merupakan ringkasan dari dokumen proyek berjudul

”Desentralisasi pelayanan dasar: kasus Brasil, Chili, Kolombia, KostaRika dan Meksiko dalam pelayanan kesehatan, pendidikan, pembuangansampah, keamanan dan pengembangan (promotion),” sebagai risetkomparatif terkait desentralisasi pelayanan di lima negara, yangdilaksanakan oleh Komisi Ekonomi PBB untuk Amerika Latin danKaribia (ILPES) dalam kerangka perjanjian GIZ tentang desentralisasidan tata kelola (good governance).

Hipotesis untuk riset ini menetapkan bahwa pasokan, cakupan danmutu pelayanan publik dasar bisa ditingkatkan melalui caradesentralisasi, dan riset ini mengusulkan studi kasus selama satudekade.

Mengenai metodologi, dokumen ini secara singkat memberikankonsep-konsep yang berguna untuk menganalisis proses desentralisasipelayanan dasar di Brasil, Chili, Kolombia, Kosta Rika dan Meksiko.Sampel yang dipilih mewakili beragam situasi subnasional di daerahdan perbedaan-perbedaan dalam sistem kelembagaan federal dankesatuan; praktek desentralisasi yang berbeda; berbagai masalahekonomi, politik dan sosial; dimensi wilayah dan realitas lokal; sertabanyak praktek administrasi publik untuk pelayanan dasar. Delapan

64

Page 72: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

hipotesis diberikan untuk menjelaskan karakteristik spesifik dalam prosesdesentralisasi dan untuk memberikan rekomendasi bagi masyarakatdan pemerintah lokal, regional dan nasional.

Penting untuk diperhatikan bahwa hasil riset ini didasarkan padaanalisis pustaka yang menyeluruh, 52 wawancara dengan narasumberdan 207 survei online ke para ahli di Amerika Latin terkait subyekbahasan. Di dalam dokumen yang asli, ini diberikan dalam lima babnegara, satu bab untuk hasil survei dan satu bab lagi tentang indikatordesentralisasi fiskal untuk kesehatan dan pendidikan di Chili.1

6.2. Ringkasan Pendekatan Desentralisasi di Amerika LatinDesentralisasi di Amerika Latin dipadukan melalui satu set proses

yang sangat rumit, yang mempertimbangkan susunan skema federasisentralistik, negara kesatuan dan berbagai pendekatan tingkat menengah(intermediate) yang menjadi ciri daerah. Adalah untuk alasan ini jikaselalu ada ketidakpercayaan dalam kadar tertentu terhadap tindakan-tindakan desentralisasi. Rasa tidak percaya ini dipertebal oleh krisiseksternal, kesulitan sumberdaya, dan masalah dalam penyediaanpelayanan sosial yang bermutu.

Ada beragam skala kelembagaan desentralisasi. Kami amati adatingkat nasional yang diikuti oleh lembaga negara bagian, regional,provinsi, departemen, kotamadya dan lingkungan (neighborhood). Untuksetiap tingkat, peran kelembagaan yang dibagi atau yang spesifik bisadinyatakan; pengembangan kelembagaan yang spesifik bisa diamati;kepaduan sosial dan proses pembangunan dianjurkan dan berbagaibentuk partisipasi dan peran aktif masyarakat dijalankan. Sistempemilihan otoritas publik menggambarkan ‘otonomi relatif’ dari setiapsatuan dan, di semua hal, ada struktur kelembagaan wilayah yangberbeda. Hampir setiap negara di Amerika Latin dan Karibia memilikiciri-ciri tersendiri, dengan evolusi sejarah yang berbeda. Masalahidentitas wilayah ini kadang memainkan peran yang vital.

Proses desentralisasi harus dianalisis dalam empat dimensi:kelembagaan, pembangunan, kesetaraan dan partisipasi. Pendekatanyang saling melengkapi ini ditunjukkan di diagram berikut, yang

1 The Econbomic Commission for Latin America. http://www.eclac.org/ilpes/

65

Mendapatkan Hak Ekonomi Politik dari Desentralisasi

Page 73: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

mencoba menjelaskan proses yang sangat rumit ini, sambilmenggambarkan berbagai dinamika dan pengaruh yang bisa diramalkandari berbagai pendekatan yang dilakukan di setiap negara.

Gambar 6.1. Dimensi Desentralisasi

6.3. MetodologiDengan mempertimbangkan dimensi desentralisasi dan berbagai

pelayanan dasar yang bisa diberikan di tingkat regional dan lokal,tampaknya cukup jika yang dikaji hanya sampel yang terbatas tapirepresentatif. Pemilihan pelayanan didasarkan pada pertimbanganmetodologi berikut ini:

Bahwa sampel cukup beragam agar bisa mempertimbangkanpelayanan dengan berbagai tingkat desentralisasi yang efektif. Bahwasampel menggambarkan skala wilayah yang berbeda-beda, dalamkaitannya dengan kebijakan, administrasi langsung dan hubungan denganpengguna dan warga (masyarakat).

Bahwa sampel memungkinkan studi untuk memberikan penjelasanmengenai berbagai bentuk koordinasi inter wilayah dalam setiap kasusyang dikaji, mengingat bahwa mutu koordinasi ini menjadi inti darioptimalisasi pasokan pelayanan untuk masyarakat.

Desentralisasi (Dimensi kesetaraan dan integrasi

sosial)

DESENTRALISASI

Masyarakat umum di wilayah

Perluasan hak sipil dan akses yang adil dan universal ke pelayanan

Mekanisme keterpaduan sosial di daerah

Program dan aksi untuk keterpaduan kota

Pembangunan ‘modal sosial’

Masyarakat madani terstruktur

Partisipasi, opini dan administrasi warga

Konsultasi publik dan kekuasaan lokal

Entitas warga lokal

Pembangunan (pertumbuhan /keseta-raan / keberlanjutan di tingkat sub-nasional)

Pertumbuhan dan spesialisasi produksi wilayah-wilayah

Kelompok (cluster)

Keberlanjutan lingkungan dan ekosis-temsistem wilayah-wilayah

Wilayah yang mengatasi kemiskinan

Desentralisasi (Dimensi partisipasi dan administrasi

warga)

Desentralisasi (Dimensi kelembagaan)

Pengalihan (transfer) sumberdaya dan fungsi ke tingkat sub-nasional

Kontrak nasional /regional /lokal

Pemerintah regional dan lokal / administrasi

Desentralisasi administrasi publik yang baru

Desentralisasi fiskal

Modernisasi administrasi publik

Desentralisasi (Dimensi pembangunan)

subnasional

tem sistem wilayah-wilayah

66

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 74: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Bahwa sampel cukup luas untuk menyatakan berbagai skemaadministrasi sumberdaya untuk memasok pelayanan, sambil mengakuidimensi ini sebagai kunci untuk menetapkan kebijakan publik danberbagai tingkatan desentralisasi fiskal.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, lima pelayanan dasarditentukan, yang memungkinkan untuk memahami masalahyang dihadapi di berbagai negara dan pilihan skema desentralisasimereka.

6.3.1. Pelayanan Kesehatan PrimerSecara umum, pelayanan kesehatan primer meliputi pelayanan

perawatan kesehatan, pencegahan dan mekanisme pengendaliankesehatan. Pelayanan-pelayanan ini ditempatkan di pusat-pusat medisdan kondisi darurat dan berbagai lembaga yang tersebar di daerahperkotaan dan perdesaan.

Pelayanan-pelayanan ini bersifat sangat lokal. Ditempatkan di dekatpusat penduduk, pelayanan-pelayanan ini melibatkan sejumlah stafspesialis dan pendukung serta peralatan dan infrastruktur.

6.3.2. Pelayanan Pendidikan di Tingkat Pradasar, Dasar danSekunder

Penyediaan pelayanan pendidikan di tingkat pradasar, dasar dansekunder merupakan pelayanan pendidikan dasar yang biasanya dijaminoleh pemerintah. Pendidikan dicakup oleh berbagai kelompokpenyediaan. Negara telah dan terus berusaha untuk meningkatkancakupan dan mulai memperbaiki mutu pendidikan. Penyediaanpelayanan pendidikan dilakukan di tingkat lokal dan regional, secaratradisional oleh lembaga publik yang dikelola dan dijalankan olehpemerintah pusat. Selama dekade terakhir, karena karakteristik wilayahdari pelayanan pendidikan dan kebutuhan menyesuaikan dengan realitaslokal, maka pelaksanaan dan pengawasan ditekankan di tingkat lokaldan regional.

6.3.3. Pelayanan Pengumpulan dan Pembuangan Limbah RumahTangga

Pelayanan ini merupakan kebutuhan lingkungan dan kebersihanyang sangat penting. Karena keragaman limbah dan realitas teknologi

67

Mendapatkan Hak Ekonomi Politik dari Desentralisasi

Page 75: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

dan kelembagaan di negara-negara tersebut, maka fase pengumpulan,pembuangan dan pengolahan dikelola dan dilaksanakan di tingkatdaerah.

Kota-kota di Amerika Latin mengungkapkan berbagai realitas yangberbeda, tapi sebagian besar di sana mutu pelayanan masih rendah danmasih ada kekurangan struktural dan anggaran kecil untuk operasi ditingkat lokal dari pemerintah kota dan satuan lokal. Pelayanan inimerupakan pelayanan penting untuk menjaga kebersihan lingkungan dimasyarakat, terutama untuk masyarakat miskin.

6.3.4. Pelayanan Keamanan Sipil

Pelayanan keamanan sipil di masyarakat Amerika Latin merupakankebutuhan mendesak. Hanya ada sedikit pelayanan yang semakindituntut oleh masyarakat. Menurut studi terakhir, kejahatan menjadiperhatian utama masyarakat, bahkan sebelum pekerjaan. Penyediaanpelayanan pengawasan, pencegahan dan pengendalian kejahatan sertamasalah terkait sebagian besar ada di tangan polisi khusus. Walauoperasinya sebagian besar bersifat lokal dan diberikan langsung kemasyarakat, pengelolaan wilayahnya berbeda-beda di negara kesatuanatau federal. Ini adalah pelayanan yang sangat rumit dan dikenaipengawasan masyarakat, transparansi dan pencegahan korupsi.Efektivitas pelayanan polisi berkaitan dengan jaringan pelayanan yangikut ambil bagian dalam pengendalian kejahatan (yang terdiri darisistem peradilan, penyelenggaraan pencegahan, pusat penahanan, pusatrehabilitasi dll.).

6.3.5. Pelayanan Pengembangan Produksi Lokal dan Regional

Pelayanan yang ditujukan untuk memperkuat sistem produksi lokaldan regional penting artinya untuk mencapai tujuan desentralisasidimensi kedua, untuk mempermudah pertumbuhan, kesetaraan,keberlanjutan dan peningkatan di masyarakat daerah.

Ada berbagai pelayanan yang biasanya disebarkan ke lembaga-lembaga publik dan penyediaan pengembangan produksi, bantuan teknisdan akses ke kredit dan pelatihan sumberdaya manusia. Pelayanan-pelayanan ini, yang memerlukan adaptasi wilayah jika tidak ditetapkandi tempat, merupakan sumber kerja sama pemerintah—swasta danharus menunjukkan konfigurasi yang lebih akurat di tingkat subnasional

68

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 76: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

karena bersifat strategis untuk pengembangan produksi dan penguatanusaha serta jaringan produksi antar sektor.

6.4. Situasi Pelayanan Dasar di Negara-Negara yang Dianalisis

6.4.1. Brasil

Selama dekade terakhir, Brasil secara tetap meningkatkan investasipublik hingga di atas rata-rata peningkatan anggaran tahunan untukinfrastruktur sosial, pendidikan, kesehatan, pembuangan sampah,pensiun dan pengembangan produksi. Ini merupakan prioritas nasionalyang diberikan oleh pemerintah pusat, negara bagian dan lokal. Dengancara ini, masyarakat berkembang berdasarkan pada hak yangdijamin dengan akses universal ke pelayanan sosial dan tanggungjawab pemerintah atas pelayanan ini. Ini tergantung pada jaminanhukum dan konstitusi, juga pada tindakan masyarakat untukkeberlanjutannya.

• Kesehatan primerSejak 1993, pemerintah negara bagian bertanggung jawab atas

pengelolaan dan pengawasan pelayanan kesehatan, dengan melimpahkansemua atau sebagian tanggung jawab ke pemerintah kota. Pemerintahkota memperoleh peran yang semakin besar sejak akhir 1990-an, walaucakupan, tangung jawab lokal dan mutu masih beragam. Sejak 2002,dengan diciptakannya ”daerah sejahtera secara kesehatan,” tindakanbersama antar pemerintah kota dianjurkan untuk dilakukan, denganhasil yang bagus dalam efektivitas dan pemanfaatan sumberdaya yangtersedia. Interaksi ini memungkinkan pembelian masukan, obat-obatandan pelayanan khusus, dengan mempergunakan sebaik-baiknya sekitar60% anggaran kesehatan nasional yang dialihkan ke pemerintah-pemerintah negara bagian dan kota. Sejak tahun 2006 pertemuaninstrumen penataan program dan perencanaan telah menetapkan tujuandan kerja sama kesehatan masyarakat yang menjadi aksi dan tanggungjawab nasional.

• Pendidikan dasar dan sekunderPelayanan ini diselenggarakan melalui skema desentralisasi dengan

tanggung jawab utama dilimpahkan ke negara bagian (antara 70% dan

69

Mendapatkan Hak Ekonomi Politik dari Desentralisasi

Page 77: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

90% penerimaan pendidikan dasar dan sekunder). Pemerintah kotamengambil tanggung jawab sekunder, sebagian besar atas pendidikanpradasar (dengan asumsi hingga dua per tiga penerimaan). Meski begitu,perbedaan besar dalam mutu dan cakupan masih terlihat antar wilayah,dengan masalah yang lebih besar tercatat di daerah timur laut Brasil.

Mengenai perencanaan pendidikan, Serikat Pendidikan menetapkanRencana Pendidikan untuk 2000–2010, yang menunjukkan cara untukmengembangkan rencana sepuluh tahunan di tingkat federal, negarabagian dan kota. Di setiap negara bagian, dana untuk guru dan stafpendidikan dibentuk dan, jika ada defisit, maka Serikat Pendidikanmemberikan sumbangan untuk menutup defisit ini.

• Pengumpulan dan pengolahan limbah rumah tanggaSelama dekade terakhir, banyak kemajuan telah dibuat dalam

pengumpulan, klasifikasi dan daur-ulang limbah rumah tangga, terkaitdengan teknologi, pemulihan materi, biaya, iuran dan pembayaran, dandalam mutu pelayanan di berbagai negara bagian dan lingkungan lokal.

Beberapa pencapaian kelembagaan utama meliputi: pelaksanaanUU 11445 (2007) yang menetapkan modifikasi penting dalam undang-undang, peraturan dan prosedur; dan pengembangan Kebijakan Nasional2010 untuk Limbah Padat (PNRS) yang memberikan informasi rincimengenai manfaat lingkungan dan ekonomi dari daur ulang untukpembangunan, dan yang mengatur tujuan akhir limbah, membatasidaerah pembuangan dan pembakaran limbah, serta menumbuh-kembangkan daur ulang dan pemakaian tempat pembuangan (landfill)secara berkelanjutan.

• Keamanan masyarakatKejahatan terorganisasi, perdagangan narkoba dan kejahatan umum

menjadi masalah regional dan nasional, yang menimbulkan hambatanbesar pada stabilitas, pertumbuhan dan pemberantasan kemiskinan.

Salah satu tindakan untuk memperkuat keamanan sipil adalahRencana Nasional Keamanan Publik. Dilaksanakan di masakepresidenan Fernando Cardoso, rencana ini bertumpu pada kementeriankeadilan. Para ahli menilai awal program pencegahan, desain programsosial pelengkap dari negara bagian dan kemajuan kerja sama antarlembaga.

70

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 78: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

• Pengembangan produksiBrasil telah membentuk sistem pengelompokan produksi (APL),

yang ditujukan untuk menghasilkan lebih banyak kerja sama antaragen dari setiap pengelompokan dan untuk mewujudkan keuntungankompetitif berdasarkan pada pembelajaran dan inovasi. Usaha inidilaksanakan oleh Kementerian Pengembangan Industri dan BadanPendukung Usaha Kecil dan Menengah Brasil (SEBRAE). ECLACselanjutnya bekerja sama dalam proyek-proyek tertentu, memberikanpelatihan dan bertindak sebagai pengamat untuk usaha mikro dan kecil,juga kegiatan-kegiatan lain.

Hasil awalnya masih kecil, menurut para ahli, karena pengaruhnegatif dan perilaku umum dari ekonomi pada umumnya, krisisinternasional dan kesulitan dalam perluasan investasi ekonomi di bidanginfrastruktur. Adalah negara bagian, daerah dan wilayah yang memilikitingkat kemiskinan tertinggi dan kekurangan sumberdaya, sertakekurangan sarana yang memadai untuk menghasilkan manfaat sosial,kapasitas usaha dan pekerjaan.

6.4.2. Chili

Dalam dekade terakhir, usaha sistematis telah dilakukan untukmewujudkan pembangunan secara adil, yang telah membawa kepembentukan kelompok ‘hak terjamin.’ Dalam dekade perluasaninvestasi publik, pertumbuhan pelayanan dasar meningkatkan rata-ratapertumbuhan global—ini telah diwujudkan melalui berbagai programseperti: pendukung pensiun dasar, perluasan pendidikan pradasar,perhatian lebih besar pada balita dan bayi yang baru dilahirkan (sepertidi Chili, Crece dan Contigo), dan program Chile Solidario. Dalamkonteks ini, dimensi wilayah dari program dinyatakan dalam kerja samapengelolaan utama oleh pemerintah regional dan pemerintah kota.

Selama lebih dari 20 tahun, program dan proyek sosial telahdiserahkan untuk kualifikasi manfaat sosial yang diberikan oleh SistemInvestasi Nasional dari Kementerian Perencanaan. Secara keseluruhan,program dan proyek tersebut dievaluasi menurut fakta dari DepartemenPerbendaharaan (Direktorat Anggaran). Setelah itu, penyesuaiandilakukan pada program, sedangkan kapasitas penyesuaian biasanyamengakui moda pengelolaan yang lebih disukai dalam desentralisasi.

71

Mendapatkan Hak Ekonomi Politik dari Desentralisasi

Page 79: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

• Kesehatan primerAlih kompetensi dilakukan untuk pemerintah kota di tahun 1980-

an, dengan memakai logika yang sama seperti yang dipakai untukpendidikan dasar dan sekunder. Setelah mengalihkan kesehatan primermenjadi tanggung jawab pemerintah kota (municipalization) di tahun1990-an, modelnya ditegaskan lagi. Model ini menganjurkan lebihbanyak tanggung jawab lokal dan kerja sama dengan pelayanankesehatan tingkat menengah (intermediate). Pengalaman lokal tidaksama dari segi keuangan, profesional dan sumberdaya manusia, jugakapasitas kepemimpinan kota. Ini menyiratkan bahwa model umumalih kompetensi ke tingkat lokal tidak disarankan, karena kelemahandalam pengelolaan, pembiayaan dan pengolahan; rendahnya tingkatkoordinasi dengan lembaga kesehatan; dan kebutuhan berjalan untukmeningkatkan sumberdaya manusia. Manfaat yang diketahui daridesentralisasi pelayanan kesehatan adalah dampak positif yangditimbulkannya pada pencegahan penyakit.

• PendidikanDesentralisasi pelayanan pendidikan sebagian besar terdiri dari

pemberian peran pengelolaan pelayanan ke pemerintah kota, melaluipelimpahan wewenang dari kementerian. Sebagian besar ahli yang diajakkonsultasi sepakat bahwa proses ini telah memberikan pengalamanburuk (traumatic) kepada guru dan pemerintah kota. Desentralisasimembawa ke pemindahan ‘masalah’ bukan solusi, dan semakinmemperlemah kendali Kementerian Pendidikan atas masalah peraturan.Pemerintah kota menekankan perbedaan-perbedaan di antara bidang-bidang, kapasitas, infrastruktur dan guru.

Kemajuan terpenting telah dicapai dalam perluasan cakupan, untukmenjamin pendidikan 12 tahun dan akses lebih besar ke sekolah tingkatpradasar. Masih terus ada masalah yang belum terpecahkan terkaitmutu, penguatan tingkat menengah dan keterpaduan sosial—masalahyang banyak didebatkan dan membawa ke amandemen berbagai undang-undang, termasuk UU Pendidikan Organik, UU Mutu Pendidikan danUU Kesetaraan, dan usulan rencana reformasi pendidikan yang akandijalankan hingga 2020.

72

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 80: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

• Pengumpulan dan pengolahan limbah rumah tanggaPelayanan ini menjadi tanggung jawab pemerintah kota, tapi dialih-

kerjakan (outsourced) ke perusahaan swasta. Mutu lingkungan dariproyek tempat pembuangan dan pembuangan akhir limbah merupakantanggung jawab di tingkat menengah (dalam beberapa kasus antarpemerintah kota), tapi tingkat pusat tetap mengendalikan peraturan, dimana Kementerian Kesehatan dan Kementerian Lingkungan berperandalam pembuatan keputusan.

Berkaitan dengan hasil pengelolaan, selama dekade terakhirkemajuan teknologi telah dibuat dalam pengumpulan dan pengolahanlimbah padat. Beberapa contohnya meliputi: pemakaian kontainer untukpengumpulan, optimalisasi jalur pengumpulan, perluasan persainganperlelangan antar para subkontraktor untuk menumbuhkan kesem-purnaan. Kesulitan telah dideteksi dalam mekanisme iuran dan bea,dengan persentase pengguna bebas pajak yang tinggi.2 Inilah alasanmengapa saat ini terjadi defisit struktural untuk pengumpulan limbahdi masyarakat miskin.

• Keamanan masyarakatKeamanan sipil menjadi prioritas utama selama sepuluh tahun

terakhir. Ini telah menimbulkan berbagai rencana untuk aksi pemerintahterkait keamanan, laporan, prosedur kerja polisi—lembaga peradilandan penguatan program seperti Comuna Segura dan Barrio Seguro.

Setelah pengalaman yang terlihat dalam pengawasan olehpemerintah kota, pemikiran untuk memperkuat Polisi Kelembagaanditerapkan, yang membawa ke mobilisasi Carabineros de Chile danPolicía de Investigaciones. Aksi ini didukung oleh peserta sipil yangdilibatkan dalam inisiatif ini, seperti Plan Cuadrante, dan oleh kepolisiankota yang diberi semakin banyak informasi, logistik pendukung,pencahayaan dan peralatan yang semakin baik. Perhatian difokuskanpada isu kejahatan dan perdagangan narkoba (di mana usaha telahdilipatduakan), dan hanya kemajuan kecil yang telah dibuat terkaitmasalah simbolis lainnya seperti kekerasan dalam rumah tangga.

2 Pelayanan ini dikaitkan dengan pajak wilayah-wilayah negara riil dan sekitar 75% tanah adalahbebas pajak dan, akibatnya, banyak orang tidak membayar pelayanan ini.

73

Mendapatkan Hak Ekonomi Politik dari Desentralisasi

Page 81: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

• Pengembangan produksiPelayanan ini dikaitkan dengan kegiatan masyarakat dan organisasi-

organisasi yang menumbuhkembangkan penguatan produksi—Korporasi Pengembangan Produksi (PPC), Badan Kerja Sama Teknis(TCS) dan organisasi bertema seperti Institut Pengembangan Pertaniandan Peternakan (INDAP), Perusahaan Tambang Nasional dan BadanPariwisata Nasional (SERNATUR), yang merupakan lembaga-lembagayang paling relevan.

Selama dekade terakhir, langkah-langkah pengembangan, usahaswasta, bantuan teknis, akses ke kredit dan jaminan negara telahdiperkuat. Badan Pembangunan Regional (RDA) dibentuk untukmenjalankan agenda pemerintah dan swasta, tapi fokus utamanyatetap pada tindakan kebijakan sektoral. Para ahli yang diajak konsultasisepakat bahwa pembangunan ekonomi regional dan lokal tetapmenjadi masalah yang belum terpecahkan untuk desentralisasipengembangan produksi, sumberdaya produksi regional dan kerja samasubnasional.

6.4.3. Kolombia

Sejak tahun 80-an, semakin banyak kompetensi dan dana yangdilimpahkan ke bawah di Kolombia, digabungkan dengan reformasihukum untuk meningkatkan pengelolaan. Reformasi peraturanperundang-undangan penting menyertakan pelaksanaan UU 715 (2001)yang menetapkan sistem partisipasi umum, UU 01 (2001), UU 04(2007) yang mengubah sistem transfer.

Bonet menyimpulkan bahwa desentralisasi di Kolombia menekankanperbedaan antar departemen, dan tidak menghasilkan efisiensi yanglebih besar dalam penyediaan barang publik di tingkat subnasional.3

Dia menganggap hasil ini berasal dari kegagalan desain kelembagaandalam sistem transfer, kurangnya insentif untuk menarik pajak di tingkatlokal, dan kurangnya kapasitas kelembagaan di tingkat lokal.

• Kesehatan primerPelaksanaan UU 10 (1990) melimpahkan tanggung jawab menye-

diakan pelayanan kesehatan ke departemen dan pemerintah kota. Sejak3 Bonet, Juan. 2006. Desentralisasi fiskal dan disparitas pendapatan daerah: bukti dari pengalamanKolombia, Annals of Regional Science. Vol 46 (3). 451-481.

74

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 82: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

reformasi 1993, departemen menjadi lembaga yang mengarahkan SistemKesehatan Bersekat (perhatian tingkat kedua dan ketiga), denganmemakai sumberdaya pemerintah pusat (alokasi fiskal) dan sumberdayamereka sendiri. Dari sudut transfer, UU 60 memberi departemen, distrikdan kota personal dan sarana pelayanan kesehatan. Namun pengalihantanggung jawab ini ke departemen dan pemerintah kota memerlukanorganisasi yang baik dan kapasitas teknis yang tinggi.

Berbagai kesulitan menunda pelaksanaan perubahan yangdirencanakan dan mencegah pencapaian tujuan yang ditetapkan di tahun1993, yakni cakupan seluruhnya dalam 7 tahun. Kesulitan yang palingmenonjol meliputi: penundaan peraturan mengenai paket kesehatanminimum, penyebaran informasi masyarakat yang lambat terkait muturumah sakit—yang baru dimulai di tahun 2006, krisis ekonomi diakhir tahun 90-an, rendahnya kapasitas kelembagaan di pemerintahkota dan satuan pengembangan kesehatan,4 kekakuan staf pelayanankesehatan, dan kesulitan yang berkaitan dengan transfer sumberdayake pemerintah kota yang tidak terakreditasi. Ini diperparah olehkenyataan bahwa sistem terus membiayai pekerja yang tidakdiasuransikan menurut kriteria historis dari reformasi sebelumnya, yangmemperkenalkan elemen eksternal kedalam niat yang semula dianggapbersifat subsidi.

• PendidikanUU 60 (1993) menunjukkan bahwa pengelolaan sistem pendidikan

merupakan tanggung jawab bersama dari departemen, pemerintah kotadan distrik yang telah mendapatkan sertifikasi. Lembaga-lembaga iniharus mengelola pelayanan, melaksanakan investasi dan menilailembaga-lembaga pendidikan. Dari segi keuangan, Alokasi Fiskal (FA)dan Partisipasi Pendapatan Umum Nasional (NGIP) menetapkanmekanisme transfer sumberdaya yang konkret untuk pendidikan, walaupemerintah kota dan departemen boleh menyediakan biaya pendampinguntuk pelayanan di wilayah mereka.

4 Entitas pengembangan kesehatan adalah semacam pengguna asuransi, yang membeli pelayanankesehatan untuk masyarakat. Lembaga ini menerima kontribusi dari sumber keuangan (kontribusidari pekerja formal) dan kontribusi per kapita untuk setiap warga miskin dari pemerintah kota (ataudepartemen) berdasarkan pada transfer pemerintah pusat. Pengguna bisa memilih penyedia pelayanankesehatan yang akan disetujui oleh entitas promosi kesehatan.

75

Mendapatkan Hak Ekonomi Politik dari Desentralisasi

Page 83: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Salah satu reformasi utama adalah pelaksanaan UU 715 tentangsertifikasi pemerintah kota, yang memberi sertifikasi secara otomatiske pemerintah kota dengan penduduk lebih dari 100.000 jiwa (4%penduduk negara) untuk mengelola pendidikan. Akreditasi pemerintahkota baru ada di tangan departemen, yang harus menilai: keberadaanRencana Pembangunan Kota menurut Rencana Pendidikan Nasional,staf permanen menurut standar tingkat pusat, organisasi pusatpendidikan menurut undang-undang, dan kapasitas kelembagaan untukpengelolaan lembaga mereka. Pemerintah kota yang tidak terakreditasimemainkan peran kecil dalam pendidikan, yang meliputi alokasisumberdaya Penyediaan Barang Pelayanan (SGP), pemindahan stafantar lembaga dan penyusunan informasi yang diperlukan olehpemerintah dan departemen di tingkat pusat. Saat ini, hanya ada 48pemerintah kota yang telah mendapatkan sertifikasi, dan 12 pemerintahkota dalam proses akreditasi.

• Pengumpulan dan pembuangan limbah rumah tanggaPengelolaan lingkungan di Kolombia didesentralisasi ke Korporasi

Otonomi Daerah (CAR) dan Dana Lingkungan Nasional (FONAM)yang mengendalikan pengelolaan dan perlindungan lingkungan. Satuan-satuan ini dibentuk oleh Kementerian Pembangunan Lingkungan,Perumahan dan Wilayah. CAR adalah otoritas lingkungan yang memilikiindependensi finansial, manajemen dan politis dari kementerian danotoritas departemen dan lokal. Distrik dengan penduduk lebih dari1000 jiwa memiliki Korporasi Lingkungan Perkotaan, dengan ciri yangsama seperti CAR.

Kompetensi nasional menyertakan penetapan kebijakan sektoral,yang meliputi kebijakan nasional untuk pengelolaan limbah padat,penetapan insentif untuk mewujudkan rencana nasional, dan pelaksanaanpelatihan dan bantuan teknis. Di tingkat lokal, Keputusan No. 1.713tahun 2002 memberikan tanggung jawab pengelolaan ke pemerintahkota dan distrik, serta kewajiban merumuskan dan melaksanakanrencana pengelolaan terpadu limbah padat.

Aspek spesifik lainnya dari lembaga lingkungan adalah pem-bentukan Departemen Pelayanan Perumahan Masyarakat, sebagaiorganisasi teknis yang independen dari Kementerian PembangunanEkonomi. Departemen ini melaksanakan fungsi-fungsi yang berkaitan

76

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 84: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

dengan pengendalian pelayanan, pemeriksaan dan pemantauan.

• Keamanan masyarakatMenurut konstitusi, kepolisian nasional menjaga keamanan dalam

negeri dan memakai departemen dan pos polisi, tapi ada tumpang-tindih antara peran kepolisian nasional dan angkatan bersenjata. Inidiakibatkan oleh berbagai masalah keamanan yang dikaitkan denganperang gerilya yang melibatkan kekuatan militer (Vargas, 2008).Fungsionalitas kelembagaan yang tidak ditetapkan ini ada karenadesakan dari manajemen Andrés Pastrana (1998– 002) dan manajemenAlvaro Uribe (2002–2010), yang mempunyai ide untuk memperkuatpasukan keamanan publik dengan jalan meningkatkan jumlah stafmereka, profesionalisasi pasukan dan peningkatan organisasi internal.Selain itu, ketergantungan fungsional dari kepolisian pada KementerianPertahanan semakin menambah tumpang-tindih ini.

Melihat hasil kebijakan dari kedua manajemen tersebut, para ahlimengakui kemajuan dalam pengelolaan, tapi lebih banyak usahadiperlukan terkait desentralisasi dan pembentukan hubungankepercayaan dengan masyarakat.

• Pengembangan produksiMenurut UU 715, departemen adalah promotor pembangunan

ekonomi dan sosial di wilayah mereka, yang berkoordinasi denganpemerintah kota terkait kebijakan usaha industri dan pengembangan,masalah perencanaan, pembiayaan proyek nasional, dan pengembangankegiatan swasta. Mandat ini dinyatakan dalam rencana pembangunanuntuk setiap tingkat subnasional.

UU 1.014 (2006) menetapkan jaringan nasional untuk usaha, yangterdiri dari berbagai organisasi swasta dan pemerintah yang terkait.Jaringan ini diketuai oleh Kementerian Industri Perdagangan danPariwisata, dengan pernyataan wilayah tentang Jaringan UsahaRegional. Kementerian ini mengatur pedoman umum di bidangpengembangan dan berkoordinasi dengan lembaga-lembaga sepertiantara lain, Dana Nasional untuk Penjaminan, SENA, Colciencias,Proexport, Bancoldex dan Finagro, dan sistem integral pendukunguntuk usaha mikro, kecil dan menengah.

Ada aspek menarik dari lembaga di Kolombia dan budaya

77

Mendapatkan Hak Ekonomi Politik dari Desentralisasi

Page 85: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

usahanya, di mana aksi pengembangan diterapkan di tingkat sekolahuntuk mendorong anak muda agar menciptakan inisiatif bisnis.Sumberdaya untuk kegiatan berasal dari tingkat pusat, departemen,distrik atau kota.

6.4.4. Kosta Rika

Kosta Rika adalah negara tersentralisasi yang telah mendekon-sentrasikan fungsi-fungsinya ke tingkat provinsi. Selama dekade terakhir,tingkat kota telah mendapatkan kebebasan dalam tingkat tertentu, yangdidukung dengan transfer dari tingkat pusat berdasarkan pada kriteriageografis dan kemiskinan. Tonggak penting adalah pelaksanaan UUUmum tentang Transfer dari Kekuasaan Eksekutif ke Kota (2010),yang memberi mandat bahwa tingkat pusat mentransfer 10% pendapatanrepublik ke pemerintah kota, dan bahwa semua fungsi pemerintah yangtidak dengan jelas dialokasikan ke pemerintah pusat harusdidesentralisasi—kecuali kesehatan dan pendidikan. UU ini menetapkanperiode 7 tahun untuk melimpahkan kompetensi dan sumberdaya hinggamencapai 10%.

• Kesehatan primerKebijakan, peraturan dan perencanaan kesehatan primer nasional

ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan Masyarakat. Ada tujuh lembagayang dilibatkan dalam sektor ini, dari tingkat pusat dan nonpusat,walau beberapa fungsi bisa dilimpahkan ke lembaga lain. Ketujuhlembaga ini adalah: Kementerian Kesehatan, Institut Saluran Limbah(ICAA). Dari Kementerian Perencanaan (MIDEPLAN) ada InstitutPenyelidikan Kesehatan (INISA), Institut Ketergantungan Alkohol danNarkoba (IAFA), Biro Penyelidikan Kosta Rika, dan Institut PelatihanKesehatan dan Nutrisi (INCIENCIA).

Dari segi keuangan, Dana Keamanan Sosial Kosta Rika (CCSC)menjalankan dan mengelola sistem keamanan sosial, yang secaraindependen membiayai kesehatan masyarakat, dengan mengambilsumberdayanya dari para pekerja, majikan dan negara. Tugas sejajar,yang difokuskan pada kecelakaan kerja dan penyakit, dilaksanakanoleh Institut Asuransi Nasional (INS). Menurut peraturan tentang danaCCSC, perhatian harus difokuskan pada pengelolaan anggaran kesehatan

78

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 86: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

dan penyediaan pelayanan kesehatan primer bagi masyarakat. Dengansemua organisasi regional ini, pemerintah kota tidak perlu mengendalikantugas-tugas ini.

• PendidikanPendidikan dasar dan sekunder di Kosta Rika dikelola oleh pusat,

oleh Kementerian Pendidikan Masyarakat dan oleh Dewan PendidikanTinggi, yang diketuai oleh menteri pendidikan masyarakat. Kementerianini memiliki 27 Direktorat Regional (DR) di beberapa provinsi danzona. DR menjalankan departemen teknis dan pengelolaan dan, di saatyang sama, dibagi lagi menjadi unit wilayah kecil yang disebut ‘sirkuitsekolah’—kelompok pendidikan yang bergantung pada kementerian.Setiap sirkuit diketuai oleh penasehat penyelia yang merupakan kepalapelayanan kesehatan di wilayah kerja mereka.

Kekuasaan pemerintah kota, yang berkaitan dengan masalah pendi-dikan, secara bertahap melemah sejak akhir abad 19, karena UU Pen-didikan Umum (1886) memberikan peran pengawasan sekolah ke DewanPendidikan Kota—yang ada satu di setiap distrik pendidikan. Akhirnya,penting untuk dicatat bahwa Pasal 2 UU Kota memberi pemerintahkota peran menumbuhkembangkan pendidikan di tingkat lokal, mengelolabeasiswa dan mengalokasikan sumberdaya (jika ada) ke sekolahnegeri.

• Pengumpulan dan pembuangan limbah rumah tanggaDua lembaga dilibatkan dalam pengelolaan limbah padat:

Kementerian Kesehatan dan pemerintah kota. Perselisihan yang sudahlama antara Kementerian Kesehatan dan Lingkungan denganKementerian Energi dan Telekomunikasi baru-baru ini diselesaikan olehDewan Legislatif Nasional, yang menyetujui UU tentang PengelolaanTerpadu Limbah Padat (UU 8.839). Lembaga-lembaga yang ikutmendukung pengelolaan limbah padat meliputi: Kamar Industri KostaRika yang mendukung pembentukan usaha daur ulang, dan InstitutPengembangan Perkotaan yang menurut UU bertanggung jawabmenyediakan bantuan teknis untuk pemerintah kota. Lembaga terakhirini juga membiayai insentif investasi untuk peralatan pengumpulanlimbah.

79

Mendapatkan Hak Ekonomi Politik dari Desentralisasi

Page 87: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

• Keamanan masyarakatSusunan organisasi polisi saat ini ditetapkan dalam Pasal 12

Konstitusi, yang menghapuskan peran tentara. Sejak itu, satu-satunyalembaga negara yang bertanggung jawab atas pertahanan dan keamanannasional adalah angkatan publik dengan beberapa cabang yangbergantung pada berbagai kementerian. Cabang utama kepolisiandifokuskan pada pencegahan, yang terdiri dari angkatan publik yangtidak bergantung pada kementerian, dibagi menjadi 10 direktoratregional, bekerja secara dekonsentrasi dan beroperasi di berbagai divisi.5

Migrasi dan kepolisian asing bergantung pada Kementerian KeamananMasyarakat. Kepolisian tetap bergantung pada sistem peradilan melaluiOrganisasi Penyelidikan Polisi, dan Kementerian Peradilan, PekerjaanUmum dan Perbendaharaan memiliki kepolisian khusus mereka sendiri.

Yang juga dilibatkan dalam keamanan kota adalah polisi kotayang melaksanakan fungsi terbatas di masyarakat, seperti menjagakeamanan taman, melindungi bangunan, mengendalikan perdagangandi jalan dan memantau perjudian dan penjualan minuman keras. Ada14 korps yang bertugas di seluruh bagian negeri. Namun, kotamendapatkan peran untuk mengembangkan partisipasi masyarakat untukmelengkapi kegiatan tingkat pusat. Ini menimbulkan pelaksanaanprogram seperti Keselamatan Masyarakat dan Polisi Terdekat. Programyang pertama mencoba melibatkan masyarakat lokal dalam pembentukanKomisi Keselamatan Warga, dan program kedua umumnya bersifatlebih terdekonsentrasi karena mengoordinasikan tindakan untukmencegah—dan bukan hanya menekan—kejahatan di tingkat lokal.

• Pengembangan produksiMIDEPLAN mengawasi rencana jangka panjang untuk

mengembangkan produktivitas nasional, walau kenyataannya tidak adasistem investasi nasional.

Pembentukan enam daerah perencanaan pembangunan di tahun1970—yang masih ditambah dua lagi—ditujukan untuk memberi ruangagar kebutuhan lokal bisa dibahas di Dewan Pembangunan Nasional.

5 Divisi-divisi ini adalah polisi perbatasan, penjaga pantai, keamanan masyarakat dan perdagangan,pengendalian narkoba, pendukung hukum, unit khusus, bandara dan analisis dan pengolahaninformasi.

80

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 88: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Walau kenyataannya usaha pembahasan ini ditekan di awal 90-an, tapiKomisi Teknis Sektor bisa bertahan sebentar dan sekarang hanya adaKomisi Teknis Pertanian. Walau kementerian sektoral memiliki tanggungjawab regional, tapi sebagian besar keputusan dibuat di tingkatpusat.

Mengenai pembiayaan pembangunan, UU 8.634 (2008) mencipta-kan ”Bank untuk Pembangunan” untuk tujuan membiayai proyek yangbisa mengembangkan ”mobilitas sosial untuk kelompok yang ditentukanoleh UU.” Untuk meningkatkan kinerja di sektor produksi, ada jugaInstitut Nasional untuk Pembelajaran—suatu lembaga berotonomi untukmelatih masyarakat di 12 bidang tertentu yang dirancang untukmemperkuat tenaga kerja produksi.

Yang terakhir, MIDEPLAN saat ini berada dalam fase pemulihanterkait sistem nasional untuk investasi publik. Namun masih sedikitindikasi mengenai sistem persetujuan tertentu yang akan dipakai olehMIDEPLAN untuk proyek investasi, atau bagaimana dimensi regionalbisa dipulihkan sebagai ruang untuk perencanaan koordinasi dandekonsentrasi.

6.4.5. Meksiko

Selama dekade terakhir di Meksiko, ada kelompok fenomena sosio-ekonomi, yang sebagian dikaitkan dengan krisis internasional dankesulitan ekonomi lainnya, yang banyak mengorbankan pertumbuhanproduksi dan yang menimbulkan peningkatan pengangguran dan semakinbanyak tenaga kerja di sektor informal. Ini membuat kemampuanprogram sosial menjadi terbatas dalam mempertahankan dan meningkat-kan mutu, karena peningkatan jumlah tenaga kerja, penghasilan dasardan program kesejahteraan pekerja. Selain itu, beberapa perantradisional Kementerian Pembangunan Sosial (SEDESOL) telahberkurang dari segi sifat penting dan cakupannya—walau programOPORTUNIDADES masih beroperasi untuk memberantas kemiskinansecara langsung.

Di saat yang bersamaan, dilakukan penguatan perwakilankemajemukan dan demokrasi politik di masyarakat Meksiko, yangdinyatakan dalam pembangunan sistem multipartai dan peralihan dalamdinamika politik nasional yang lebih menekankan otoritas terpilih lokaldan negara. Terkait investasi sosial, pendapatan negara telah berlipat

81

Mendapatkan Hak Ekonomi Politik dari Desentralisasi

Page 89: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

tiga selama sepuluh tahun terakhir dan mengurangi diskresi dalampenugasan transfer.6 Jadi ada keseimbangan yang lebih baik, yangdidasarkan pada peningkatan kekuatan politik di tingkat subnasionaluntuk memberikan dukungan ke pengelolaan negara—walau adapembatasan anggaran dari pusat.

• Kesehatan masyarakatKementerian Kesehatan telah melaksanakan aksi desentralisasi sejak

1983 di 14 negara bagian Union, dengan memberlakukan peraturandan kendali anggaran yang ketat. Di tahun 1996, Perjanjian Nasionaluntuk Desentralisasi Pelayanan Kesehatan ditandatangani oleh semuanegara bagian, yang menetapkan pengalihan tanggung jawab ke negarabagian atas penyediaan pelayanan kesehatan primer dan pengobatanpencegahan bagi seluruh masyarakat, yang memberikan pelayananuniversal, dan yang secara bertahap mengalihkan pengelolaan kebersihanke pemerintah kota. Pemerintah pusat tetap mempertahankan kendalisatu-satunya atas ranah peraturan perundang-undangan, jugapembiayaan kegiatan melalui transfer.

Mengenai operasinya, selama beberapa tahun, lembaga kesehatanfederal (di tingkat kementerian) telah berdampingan dengan lembaga-lembaga yang telah diberi transfer untuk operasinya. Ini menambahkerumitan sistem yang sudah dikenai tantangan untuk meningkatkancakupan dan mutu. Fragmentasi ini membuat keberadaan danpelaksanaan bersama menjadi sulit, dan lebih mendukung efisiensimanfaat secara keseluruhan. Untuk alasan ini, menyelesaikan perbedaanmutu manfaat menjadi suatu tantangan—suatu masalah yang semakindiperburuk oleh rendahnya tingkat investasi di bidang kesehatan.7

• PendidikanUU Pendidikan Umum (1993)—terakhir diamandemen tahun 2006

—menetapkan dengan jelas bahwa pelayanan pendidikan di sekolahtingkat taman kanak-kanak, primer dan sekunder harus disediakan

6 Negara-negara bagian di Meksiko sebagian besar bergantung pada transfer federal (sekitar82%), dan negara bagian menentukan sendiri tujuan akhir belanjanya dalam angka perkiraansekitar kurang dari 40%.7 Antara 1997 dan 2007, rata-rata negara bagian mengarahkan 88% anggarannya untuk belanjaterkini dan hanya 12% untuk investasi, walau ada banyak variasi di antara negara-negarabagian.

82

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 90: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

dengan basis federal, bekerja sama dengan beberapa lembaga yangditentukan di Konstitusi (ini termasuk: otoritas pendidikan federasi,satuan federal dan pemerintah kota, melalui Kementerian PendidikanMasyarakat, eksekutif di setiap negara bagian dan otoritas pendidikandan setiap pemerintah kota). Ada definisi yang menjelaskan lingkupkompetensi eksklusif untuk setiap tingkat dan kompetensi pendamping.Selain itu, ada mekanisme untuk perjanjian kerja sama antar satuanuntuk mengoordinasikan kegiatan pendidikan tersatukan. Juga, melaluireformasi di bulan Januari 2005, ditetapkan bahwa jumlah umum yangditetapkan oleh Union, satuan federal dan kota untuk belanja pendidikanmasyarakat dan pelayanan pendidikan tidak boleh kurang dari 8%PDB (Produk Domestik Bruto), termasuk 1% untuk riset ilmiah danteknologi.

Modalitas desentralisasi tertentu telah maju di Meksiko. Pembagianfungsi ke pemerintah pusat dan negara bagian dirancang dengankerangka federalisme baru, yang mensentralisasi kekuasaan (yangsebelumnya difokuskan pada rencana, peraturan dan norma) danmendesentralisasi pengelolaan (negara bagian mengelola sistem). Darisegi operasi, federalisasi pendidikan menunjukkan hasil yang sangatberagam. Studi di enam negara bagian Meksiko (Chihuahua, Estadode México, Durango, Veracruz, Puebla dan Oaxaca) menunjukkanbahwa kemajuan desentralisasi cukup beragam dan selalu terbatas padaperintah pusat, dengan pengaruh besar pada serikat guru dan hasilburuk untuk efisiensi dan mutu pendidikan. Partisipasi sosial, walaumelalui dasar hukum, masih sedikit dinyatakan.

• Pengumpulan dan pembuangan limbahMenurut konstitusi, pemerintah kota bertanggung jawab atas

pengumpulan dan pembuangan limbah. Dalam praktek, pengumpulanlimbah dilakukan oleh perusahaan pemerintah kota atau (sepertibiasanya) oleh perusahaan swasta yang dikontrak—ini berhubungandengan perusahaan yang dikontrak untuk memasok mesin, transportasidan tempat, dengan berbagai macam waralaba (franchise).

Situasi yang berbeda terjadi untuk pengolahan dan pembuanganakhir limbah, yang biasanya dilakukan di tempat pembuangan yangdirancang khusus untuk tujuan ini, di mana beberapa teknik utamatelah dikembangkan untuk penumpukan. Sering kali, karena skala

83

Mendapatkan Hak Ekonomi Politik dari Desentralisasi

Page 91: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

produksi yang kecil, tempat pembuangan ini menerima limbah daribeberapa kota dalam suatu wilayah tertentu, yang menyiratkan bahwatempat ini dikenai kompetensi antarkota. Operasi regional juga bolehdilakukan jika proyek pengolahan dan pembuangan memakai landfill;dan dalam konteks kebutuhan tinggi dan terus-menerus. Situasi sepertiini menjadi dasar pembenaran bahwa skala regional boleh lebih besardaripada skala kota, dengan menyertakan tanggung jawab langsungdan tidak langsung dari pemerintah negara bagian.

Riset rinci yang dilakukan oleh Flamand dan Rodríguez dari elColegio de México, mengidentifikasi praktek-praktek terbaik yangberkaitan dengan pelayanan, dan menyimpulkan bahwa praktek terbaikdi arena yang rumit ini berkaitan dengan instrumen hukum yangbertalian secara logis dan dilaksanakan, sumberdaya manusia spesialisdan berpengalaman, sumberdaya keuangan dari program federal danpartisipasi sipil yang aktif dan efektif.

• Keamanan masyarakatSalah satu masalah masyarakat Meksiko adalah keamanan, karena

ulah kartel narkoba, organisasi kriminal dan kekerasan lembaga yangmemengaruhi banyak otoritas federal, termasuk wali kota, anggotakepolisian dan masyarakat umum. Komisi Pembangunan Kota dariSenat baru-baru ini melaporkan fakta bahwa bandar narkobamengendalikan 195 wali kota dan sangat memengaruhi 1.536 lainnya—ini sama dengan 71% dari total jumlah pemerintah kota di Meksiko(2.439). Lemahnya UU Pengendalian Senjata, peningkatan dalam sistemkeamanan swasta, sistem peradilan yang lambat dan sangat rumit,serta lambatnya program pengurungan dan rehabilitasi melengkapikeadaan yang sulit ini.

Konteks kekerasan, kurangnya tindakan polisi dan pengadilandan ketidakpercayaan masyarakat membuat isu ini menjadi masalahnegara, yang mengancam lembaga dan memengaruhi masyarakatdan ekonomi. Meski begitu, indikator yang sangat sedikit menun-jukkan adanya peningkatan dalam pengaduan kekerasan dan dalamsituasi yang membantu penanaman kepercayaan antara masyarakatdan polisi. Pendokumentasian praktek ini akan menjadi sumber pedagogisosial kelas satu. Namun desentralisasi pelayanan polisi lebihdiarahkan untuk meningkatkan keselamatan masyarakat, meng-

84

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 92: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

hadapi beberapa tantangan seperti cara menetapkan parameter polisinegara bagian terkait keselamatan masyarakat, dan penyatuan komandopolisi.

• Pengembangan produksiTindakan pemerintah terkait pengembangan produksi, secara

tradisional, difokuskan pada penyediaan kredit dan bantuan teknologiuntuk usaha kecil dan menengah, mendukung pengelompokan produksiterkait, pembangunan sosial yang menyeluruh, perluasan infrastrukturpublik—energi, jalan dan komunikasi secara terorganisasi danpengembangan orientasi strategis, yang menyertakan juga dimensiwilayah sebagai isu utama.

Di bidang-bidang pengembangan seperti di atas, para aktor yangmemainkan peran penting adalah: Kementerian Keuangan dan KreditMasyarakat (SHCP) yang mengelola kebijakan produksi wilayah;SEDESOL yang mengendalikan pengembangan modalitaspengembangan produksi lokal dan koordinasi daerah-mikro secaraumum.8 Kementerian Ekonomi untuk pelatihan, inovasi teknologi,pengembangan usaha dengan tekanan pada usaha kecil dan menengah;Kementerian Lingkungan dan Sumberdaya Alam untuk perencanaanlingkungan untuk pengembangan produksi lokal; dan KementerianKomunikasi dan Transportasi, melalui dukungannya untuk programinfrastruktur, yang membantu kajian wilayah secara rinci. Semualembaga tersebut di atas memiliki kajian wilayah yang efektif, walaukoordinasi antar lembaga atau antar kementerian sulit dilaksanakan.Sebagai pengimbang, pemulihan satuan wilayah tertentu telahdiusahakan, kadang melalui pengalaman asosiasi pemerintah kota diwilayah yang ditentukan dan yang menunjukkan hasil yang menjanjikan.Di tingkat negara bagian, untuk daerah di dalamnya dan jumlah ”wilayahkhusus,” harus diberi penekanan untuk mengoptimalkan instrumen yangada.

8 Di mana ada zona-zona terpadu, pemerintah kota dan masyarakat dari berbagai negara bagian,yang bercirikan tingkat produksi yang tinggi dan keterbelakangan sosial. Dalam kasus seperti ini,dibentuk program intervensi pemerintah secara terpadu, dan sinergi sektor swasta semakinmeningkat.

85

Mendapatkan Hak Ekonomi Politik dari Desentralisasi

Page 93: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

6.5. Kesimpulan dan Rekomendasi

6.5.1. Keistimewaan Proses Desentralisasi

Riset terkini menegaskan bahwa proses desentralisasi memilikibeberapa keistimewaan di setiap negara, jadi sulit untuk mendapatkankesimpulan umum untuk setiap negara yang dikaji. Keistimewaan inimenyoroti kondisi-kondisi yang menjelaskan kemajuan paling pentingdalam pembangunan lokal, kelembagaan, pengelolaan fiskal danpemberdayaan sosial.

Di antara berbagai penjelasan yang bagus, berikut ini adalah yangpaling menonjol:

• Keberadaan mekanisme kelembagaan yang berfungsi untukdesentralisasi, yang mendukung pelimpahan kompetensi dankepercayaan pada satuan subnasional. Ini akan semakin baikjika fungsi-fungsi tersebut bukan hanya dilimpahkan tapi jugadiperoleh melalui akreditasi dan sumberdaya. Risiko terkaitadalah bahwa proses ini, dalam beberapa hal, bisa dikaitkandengan kepentingan sesaat atau kelompok, atau denganoportunisme politik;

• Jika ada jejak sejarah desentralisasi yang dalam beberapa hal,bisa menunjukkan keberhasilan yang penting. Contoh dari sinimerupakan pelajaran terbaik untuk memperdalam desentralisasi;

• Dalam situasi yang menunjukkan kekuatan sosial regional ataulokal, modal sosial merupakan kunci untuk proses yang rumitini. Kekuatan ini bisa bersifat kelembagaan, kultural, berdirisendiri dan mendidik;

• Selama dekade terakhir, dengan terjadinya desakan atauekspansif siklus ekonomi, dinamika investasi yang tidak berulang(anti-cyclical) dan kebijakan pemerintah lebih mendukungdiversifikasi wilayah pertumbuhan atau penyesuaian;

• Peristiwa pemilihan politik semakin menghargai perwakilanregional dan kota. Ini memang benar dalam kasus di manapemilihan telah menghasilkan banyak debat dan mengesahkankepemimpinan lokal dan regional yang mendapatkan dimensinasional; dan

• Dalam pengembangan program nasional yang penting untukmengurangi kemiskinan, melibatkan masyarakat dan mendukung

86

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 94: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

usaha kecil dan menengah. Program-program prokesetaraan inimenghasilkan dampak desentralisasi yang penting.

6.5.2. Desentralisasi Telah Mengalami Kemajuan

Untuk bermacam alasan, mungkin bisa menyatakan bahwa prosesdesentralisasi telah menunjukkan tingkat kemajuan yang tidak lengkap.Ini adalah pendapat dari sebagian besar ahli yang diajak konsultasi.

Di antara faktor-faktor yang menjelaskan kemajuan relatif, kamimenemukan berikut ini:

• Munculnya dinamika politik lokal atau regional yang relevan,melalui pengembangan partai politik yang mendapatkan ruangyang diakui oleh masyarakat;

• Komitmen presiden yang kuat—yang ketokohannya cukuprelevan di daerah—yang dinyatakan melalui berbagai program,kebijakan dan tindakan yang berbeda-beda di tingkat sub-nasional;

• Pentingnya pemilihan lokal dan regional dalam kalender politik,yang bisa menjadi semacam pemilihan primer untuk pemilihannasional;

• Tuntutan masyarakat yang semakin kuat dan sistematis untuksolusi lokal. Ini lebih jelas dalam kondisi bencana alam ataukrisis jangka panjang di wilayah tertentu;

• Munculnya gerakan kota yang penting, walau dalam kondisisangat tersentralisasi, yang mengakui dan mengesahkankepemimpinan lokal; dan

• Pengaruh desentralisasi yang terus-menerus dari organisasiinternasional, pengalaman internasional, masyarakat ahli danbeberapa gerakan dengan kepemimpinan lokal dan regional sertakaum profesional.

6.5.3. Pengelolaan Pelayanan Penting Memiliki Skala Beragam

Sebagian besar ahli yang diajak konsultasi tidak menyetujui‘kerangka umum’ untuk desentralisasi pelayanan dasar. Kerangka umumini harus bergerak menuju situasi tertentu secara bertahap, untukmemastikan pengalaman keberhasilan yang bisa memberi umpan-balikdalam jangka panjang.Pendapat ini didasarkan pada aspek-aspek berikut:

87

Mendapatkan Hak Ekonomi Politik dari Desentralisasi

Page 95: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

• Rendahnya efektivitas kerangka yang ‘menyeluruh dan khusus(unique).’ Umumnya kondisi regional dan lokal begitu beragamsehingga pendekatan yang digeneralisasi tidak akan memadai;

• Dalam beberapa hal, desentralisasi dilaksanakan terlalu cepat,tanpa perdebatan terkait yang bisa membawa ke kemajuanbertahap atau modalitas alternatif. Selain itu, kadang analisistidak dilakukan terkait persyaratan sebelumnya yang penting,tanpa pertimbangan tertentu mengenai dampaknya padapembangunan negara secara umum dan keseimbangan fiskal;

• Semakin banyak keyakinan terkait skala antar kota sebagaiskala yang lebih memadai untuk mengelola pelayanan dasar.Ada pertanyaan bukan hanya mengenai ukuran pasar, tapi jugamengenai sistem pengelolaan yang efisien untuk sumberdayamanusia spesialis, dan kemungkinan menghasilkan sinergi sistemwilayah. Skala ini memerlukan perjanjian jangka panjang yangkuat antar otoritas, yang bisa memberi stabilitas padadesentralisasi;

• Ide untuk desentralisasi yang terkondisikan semakin banyakdipertimbangkan. Ini menyiratkan bahwa persyaratansebelumnya sudah dipenuhi, bahwa setiap satuan subnasionalharus mendapatkan kompetensi terkait yang akan dialihkan;dan dievaluasi oleh lembaga nasional/sektoral yang bertanggungjawab. Selain itu harus ada rezim kebalikannya untuk pelayananyang dialihkan. Semua ini harus membantu menjamin mutupelayanan dan konsolidasi sistem transfer yang diatur;

• Walau kasus yang dianalisis bersifat spesifik dan memiliki ciritersendiri tapi, dalam semua hal, tingkat nasional harus menjaditingkat yang menerbitkan pedoman kebijakan pusat; tingkatmenengah adalah tingkat yang dipusatkan pada disagregasikebijakan dan program wilayah dan yang akhirnya bertanggungjawab langsung atas pengelolaan pelayanan, jika dirasa perlu;dan tingkat lokal tetap melaksanakan pengelolaan langsungdengan orientasi pengelolaan antar kota seperti yang disebutkansebelumnya; dan

• Daya guna desentralisasi didasarkan pada keberadaan jaringannasional-regional-lokal, atau sistem dengan peran pelengkapdalam perencanaan, program, pengelolaan langsung dan evaluasi

88

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 96: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

penyediaan pelayanan secara ex-post. Kekuatan desentralisasibertumpu bukan hanya pada pelaksanaan pelayanan, tapi jugapada pembiayaannya, sumberdaya manusia yang profesional,pasar pasokan, mutu yang dicapai dan sinergi dengan pelayananpelengkap di masing-masing wilayah.

6.5.4. Contoh Praktek Terbaik

Keberadaan praktek desentralisasi yang bagus bisa dilihat di semuanegara yang dipelajari—terkait biaya komparatif, mutu pelayanan,partisipasi masyarakat yang terorganisasi dengan baik, atau peningkatanyang efektif dalam mutu kehidupan pengguna.

Di antara faktor-faktor terkait, walau lebih bersifat pengecualiandaripada norma, adalah:

• Mutu petunjuk dan tim profesional yang menangani pengelolaanpelayanan, dari sudut: kepemimpinan, profesionalisme,komitmen untuk masyarakat, keberlanjutan tindakan dandukungan politis dari otoritas—yang menyiratkan otonomi dalamkadar yang memadai untuk pengelolaan;

• Partisipasi masyarakat secara terorganisasi merupakan per-syaratan keberhasilan jika bersifat permanen, di arahkan untuktujuan pelayanan jangka menengah dan panjang, dan jikapartisipasi bergerak menjauh dari kegiatan yang hanya bersifatdefensif;

• Jika pembiayaan penyediaan pelayanan sudah memadai, tepatwaktu dan aman; jika penyediaan pelayanan bisa menutup biayalangsung dan tidak langsung; dan jika pembiayaan tersediauntuk peningkatan infrastruktur dan investasi ke depan. Selainitu, jika pembiayaan investasi ditransfer berdasarkan pada persya-ratan daya saing yang ditentukan oleh pengelolaan yang efisien;

• Jika perjanjian kelembagaan antar kota atau pelayanan publikyang disertakan dikaitkan dengan baik ke kebijakan dankeuangan tingkat nasional. Ini akan mendorong efisiensi dalampenyediaan pelayanan dan membantu sinkronisasi danpengakuan nasional;

• Kadang, contoh-contoh ini bisa ditiru walau tidak mudah, karenamemerlukan beberapa situasi dan kondisi tertentu yangmendukung keberhasilan. Kajian rinci perlu dilakukan mengenai

89

Mendapatkan Hak Ekonomi Politik dari Desentralisasi

Page 97: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

berbagai pengalaman terkait untuk menentukan bagian manayang bisa ditiru dan mana yang tidak; dan

• Sangat mendasar sifatnya jika praktek bagus bisa berdiri sendiri,bukan merupakan hasil dari intervensi dari luar—seperti bantuanLSM atau bantuan khusus dari pemerintah pusat (sepertibantuan politis dan keuangan)—atau hasil dari situasi tersendiri.Pengalaman bagus memerlukan stabilitas dan normalitas.

6.5.5. Optimalisasi Kualitas untuk Pendidikan dan Kesehatan

Pelayanan-pelayanan dasar yang dianalisis menunjukkan kinerjayang bagus dalam cakupan, walau masih ada kelompok masyarakatyang hidup dalam kemiskinan dan masyarakat yang tinggal di daerahterpencil dengan beberapa kekurangan. Situasi seperti ini mulaiberlawanan dengan masalah yang ditunjukkan terkait mutu penyediaanpelayanan, terutama pelayanan kesehatan primer serta pendidikandasar dan menengah.

Di antara isu-isu yang terjadi berulang dan yang bisa menjelaskankerumitan ini, kami menemukannya sebagai berikut:

• Ada tuntutan yang semakin besar untuk mutu pelayanan yanglebih bagus. Ini memang demikian adanya di daerah geografisdan sosial di mana standar pendidikan yang agak berbedadipakai. Aspirasi masyarakat yang sah juga menyebutkan mutudan akses. Saat ini, mutu telah meningkat dalam penyediaanpelayanan kesehatan, yang dikaitkan dengan teknologi barudan perhatian khusus, tapi ini telah terjadi dengan akses yangtidak setara;

• Masalah pembiayaan telah diselesaikan secara terbatas, dansatuan subnasional yang menyediakan pelayanan masihmenghadapi keterbatasan akibat defisit anggaran yang bersifatstruktural. Transfer biasanya berisi hanya biaya minimum untukgaji dan administrasi operasi berkala. Inisiatif untuk berbagibiaya dengan keluarga pengguna mempertajam perbedaan antarapelayanan dengan atau tanpa kontribusi swasta. Tantangandalam desentralisasi berkaitan dengan kebutuhan meningkatkanmekanisme keuangan;

• Program khusus yang dirancang untuk meningkatkan mutu danproduktivitas, infrastruktur dan peralatan pendukung, atau

90

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 98: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

pemberian insentif untuk guru dan dokter masih belummencukupi. Kadang, keseragaman sistem kelembagaan membuatpemakaian insentif mutu sulit diterapkan. Di sisi lain, meman-faatkan teknologi informasi secara efektif memerlukan konteksumum minimum yang tidak ada;

• Beberapa kasus peningkatan mutu yang penting dikaitkandengan direktur yang relatif stabil, tim profesional yangmenjalankan tugasnya dengan baik, pekerjaan kolektif dankomitmen yang kuat untuk tanggung jawab profesi. Otonomisekolah dan klinik yang lebih besar mungkin diperlukan untukmenciptakan kondisi yang mendukung difusi pengalaman-pengalaman seperti ini, ditambah dengan dukungan kelembagaandan pembiayaan yang mencukupi;

• Banyak kemunduran dalam pelayanan-pelayanan ini berkaitandengan tidak adanya sistem yang terstruktur, yang menjadisandaran manfaat lokal. Sistem seperti ini harus termasukspesifikasi kompetensi yang lebih baik menurut tingkat, sistemderivasi yang tepat, dan mekanisme kontrol dan pemantauanuntuk memastikan mutu; dan

• Penting dipastikan bahwa akses istimewa ke program khususperlu disediakan untuk direktur dan profesional yang bekerjauntuk satuan lokal. Jika pelatihan khusus ditawarkan di tingkatlokal, maka akan ada insentif yang lebih efisien. Program iniberhasil jika dilaksanakan dengan pembiayaan dan pengawasanregional.

6.5.6. Optimalisasi Kualitas dan Cakupan Limbah Padat

Dari sudut pandang teoretis, pengumpulan dan pembuangan limbahpadat adalah kelompok pelayanan dengan hierarki wilayah yang jelas.Dalam praktek, pelayanan ini masih menghadapi masalah besar terkaitcakupan dan operasi informal yang bekerja diluar aturan dasar tentangkebersihan dan lingkungan.Di antara isu yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

• Pelayanan dasar pengumpulan dan pembuangan limbah sangatdiperlukan. Dampak tidak adanya pelayanan ini jelas terlihatdalam kondisi kesehatan dan mutu kehidupan masyarakat.Sebagian besar negara yang dianalisis telah menetapkan

91

Mendapatkan Hak Ekonomi Politik dari Desentralisasi

Page 99: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

kebijakan nasional yang diusahakan untuk membuat kegiatanini menjadi resmi dan untuk mencari hierarki wilayah untukoperasinya;

• Usaha yang konsisten sedang dilakukan untuk meningkatkanmutu dan merancang program jangka panjang dan menengah,yang menyertakan teknologi baru untuk meningkatkan desainsistem terpadu regional untuk pembuangan limbah rumahtangga;

• Pengalaman internasional dan dari negara-negara yangdianalisis, menunjukkan peningkatan penting dalam klasifikasi,daur ulang dan pemulihan limbah—bahkan dalam cara yangdipakai pengumpul dan praktek-praktek lain yang menarik.Walau begitu, kondisi operasi dasar harus sudah ada sebelummemulai inovasi;

• Pembiayaan menjadi penghambat penting, khususnya untukpembentukan sistem regional. Keinginan keluarga untukmembayar pelayanan ini menjadi rendah ketika penyediaanpelayanan tidak bisa diandalkan, dan ketika pemerintah kotaharus mengurusi ini. Jadi kebijakan pemerintah yang tetapdiperlukan dengan inovasi dan pembiayaan yang mencukupi,serta metodologi pengenaan biaya yang bisa membuat orangterdorong untuk membayar pelayanan;

• Pertimbangan lingkungan dan kesehatan yang melekat dalamkegiatan yang rumit ini, berarti bahwa pembahasan perlumenyertakan isu-isu lain seperti limbah industri dan berbahaya,saluran air, zona risiko ekologi, pembuangan limbah secarailegal, dan pengolahan air limbah. Sistem pengelolaan yangterkoordinasi bisa menghasilan sinergi yang bagus; dan

• Mungkin partisipasi masyarakat bisa disertakan dalam beberapakegiatan. Program pendidikan telah menunjukkan keberhasilan,khususnya ketika tujuannya adalah untuk menanamkan budayabersih. Selain itu, mungkin juga dilakukan pemulihan budayaterkait di antara para pengumpul lokal, yang memberikanmanfaat lingkungan dan penghasilan.

6.5.7. Tindakan Mendesak untuk Keamanan Diperlukan

Untuk negara-negara yang disertakan dalam studi ini, ada hubungan

92

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 100: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

yang jelas antara rasa ketidakamanan dan isu global seperti perdagangangelap narkoba, korupsi dan kejahatan terorganisasi. Ketidakamananmasyarakat mengotori kehidupan bersama masyarakat, dan pengalamanpencegahan dan konfrontasi sebagian besar bersifat pengecualian lokal.Namun mungkin perlu menyebutkan beberapa isu:

• Keamanan nasional berbeda, walau berkaitan dengan keamananmasyarakat. Perbedaan ini penting karena, untuk masyarakatlokal, keamanan harian penting untuk organisasi masyarakatdan rasa percaya mereka pada polisi. Militerisasi polisi harusdigantikan dengan pendekatan kemasyarakatan dalam kerangkakeamanan masyarakat yang baru;

• Perlu menyimpan informasi yang akurat dan melakukan risetmengenai operasi kejahatan, untuk menelusuri cara kejahatanberevolusi. Ada beberapa situasi di mana pelaku kejahatan lebihsering mengganti taktiknya daripada polisi, atau ketika adakecurigaan terkait korupsi di kepolisian dan persahabatan denganpelaku kejahatan. Meningkatnya rasa percaya pada polisiberkaitan dengan lebih banyak informasi tepat waktu yangbersifat ilmiah;

• Para spesialis, yang diajak konsultasi, menyepakati perlunyamenyatukan polisi dalam lembaga tersendiri atau paling tidakdalam komando tersendiri, dengan kebijakan yang jelas danrasa kebangsaan. Keberadaan jaringan polisi nasional, regional,kota dan khusus sering membawa kerumitan dan persainganyang tidak mendukung keamanan masyarakat;

• Pengelolaan pelayanan polisi di tingkat kota, antar kota atauregional tergantung pada beberapa faktor. Debat tentangkepolisian kota dilakukan secara terbuka, dengan banyak ahlimelihat lebih banyak risiko daripada kegunaannya untukdesentralisasi (tergantung pada otoritas masyarakat kota). Paraahli sepakat bahwa desentralisasi memerlukan lebih banyaksifat dekonsentrasi, dengan pengelolaan lokal bergantung padasatuan kepolisian yang menyatu;

• Perlu mengaitkan isu keamanan publik dengan kegiatan lembagayang terkait langsung, seperti lembaga peradilan, pertahananmasyarakat, penghukuman, dan sistem penjara—yang diakuimasih sangat terbatas kapasitasnya untuk mendukung reintegrasi

93

Mendapatkan Hak Ekonomi Politik dari Desentralisasi

Page 101: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

—sistem pendidikan dan program pencegahan—terutama yangberkaitan dengan perdagangan gelap narkoba dan kejahatanlain dengan dampak sosial yang besar; dan

• Ketika organisasi lingkungan (neighborhood) kuat dan dihormatiserta didukung oleh angkatan kepolisian yang jujur dan efisien,maka akan ada kemungkinan keberhasilan. Akan sangat bergunajika pengalaman ini dibuat menjadi sistematis.

6.5.8. Perlunya Pembangunan Ekonomi Daerah

Para spesialis setuju bahwa pembangunan ekonomi daerah harusdilakukan, yang mampu menopang proses desentralisasi jangka panjang—termasuk pengelolaan pelayanan dasar. Peningkatan penting telahdibuat, terutama jika usaha telah dilakukan untuk kelompok produksi,sebagai landasan dinamika yang tumbuh di dalam pembangunanberkelanjutan. Memang kesulitan masih harus dihadapi untuk mendoronginvestasi dan kerja sama pemerintah—swasta yang lebih besar, danmeningkatkan daya saing.

Di antara beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan adalahsebagai berikut:

• Usaha pembangunan ekonomi regional atau lokal memerlukankelompok kebijakan publik yang efisien dan terencana denganbaik, sumberdaya jangka panjang yang berkelanjutan untukpelatihan, kredit dan jaminan, inovasi dan riset terapan, sertadukungan untuk kegiatan usaha terkait. Semua aspek di atasini memerlukan pedoman yang kuat yang memungkinkantindakan bersama yang efisien dengan sektor swasta;

• Walau skala wilayah pembangunan bisa tampak jelas dari sudutpotensi dan sumberdaya, lembaga regional dan lokal untukpengembangan produksi dan inovasi biasanya menghadapimasalah serius. Lembaga tersebut sangat tersentralisasi,umumnya didasarkan pada agen wilayah, dan komitmen satuanpemerintah lokal dan regional masih rendah akibat kurangnyapemberdayaan;

• Pengalaman kerja sama pemerintah—swasta beragam di negara-negara yang dianalisis. Pencapaian penting telah dibuat di bidangjalan dan infrastruktur, tapi kerja sama untuk pembangunanlokal masih belum memadai. Beberapa kasus regional—tampak

94

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 102: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

menonjol karena pembentukan korporasi pembangunan atausatuan yang setara;

• Asosiasi produksi—kelompok atau bukan—merupakanpeningkatan di negara-negara yang lebih besar dan yangberbentuk federasi. Asosiasi ini selalu menghadapi risiko, tapijika asosiasi dibentuk melalui perjanjian dengan sektor swasta,maka asosiasi bisa memberikan hasil yang bagus. Pembangunanlokal dan regional semakin bertumpu pada kegiatan produksiyang berkaitan dengan sumberdaya alam;

• Riset dan teknologi terapan dibentuk sebagai persyaratan dasaruntuk keberlanjutan usaha pembangunan lokal. Pusat riset danasosiasi produsen swasta adalah penting, guna memobilisasiusaha yang umumnya menghadapi kesulitan karena lemahnyakerangka kelembagaan riset; dan

• Harus ada kerangka pengelolaan usaha yang sederhana, agarsemangat kewirausahaan tidak dibatasi oleh kerangkakelembagaan yang kaku dengan sedikit inovasi. Sikap yangmendukung semangat kewirausahaan merupakan intikeberhasilan yang diperoleh dari pembangunan lokal dalambeberapa kasus di negara-negara sampel.

95

Mendapatkan Hak Ekonomi Politik dari Desentralisasi

Page 103: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

7Mengelola Tekanan Pemekaran

Jorge Martinez-Vazquez

7.1. PendahuluanBanyak negara yang sudah terdesentralisasi dan yang sedang

mengalami desentralisasi di seluruh dunia, menghadapi tantangan yangtampak seperti fragmentasi berlebihan dari pemerintah daerah—denganterlalu banyak unit yang terlalu kecil untuk penyediaan pelayanansecara efisien. Efisiensi produksi yang rendah dihubungkan denganhilangnya skala ekonomi.9 Sebaliknya, umumnya diakui bahwa adabeberapa keuntungan bagi pemerintah daerah yang lebih kecil, darisudut pandang efisiensi alokasi. Pemerintah daerah yang lebih kecilmungkin lebih responsif (peka) dan akuntabel terhadap warganya.

Sejak Ledakan Besar reformasi desentralisasi di tahun 2001,Indonesia mengalami banyak peningkatan dalam jumlah pemerintahdaerah, terutama di tingkat lokal. Karena desentralisasi merupakanfenomena yang masih baru di Indonesia, dan karena proses pembentukanpemerintah daerah (kabupaten dan kota) dan provinsi baru berlangsungcukup cepat selama beberapa tahun, maka timbul kebingungan mengenaiproses ini. Banyak pertanyaan diajukan terkait sifat (sebab danmotivasi), akibat dan pengaruh, dan karena itu sifat yang diinginkandari proses ini.

9 Skala ekonomi ada jika biaya unit pelayanan yang disediakan menurun sesuai ukuran pemerintahsubnasional atau, yakni, sesuai tingkat pelayanan yang dihasilkan.

96

Page 104: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Perhatian terus muncul di Indonesia, terkait cara ‘proses’ terjadinyapemekaran. Walau peraturan sudah ada, tapi perasaan yang muncul dikalangan masyarakat umum menunjukkan bahwa peraturan perundang-undangan di masa lalu dan kini masih kekurangan ‘strategi besar.’Perlu dipertimbangkan lebih lanjut sampai sejauh mana pemekaranpemerintah daerah bisa berfungsi optimal bagi Indonesia. Yang jelas,peraturan yang ada tidak selalu dipatuhi. Selain itu, perhatian terusmuncul terkait ‘insentif’ yang membuat pemekaran semakin banyak,termasuk cara sistem transfer dan formula bagi hasil pendapatan.

Karena kecurigaan dan kebingungan yang terjadi terkait prosespemekaran, pembekuan pemekaran pemda telah diberlakukan selamabeberapa tahun. Tujuan utama makalah ini adalah untuk menyoroti isuini dengan jalan mempelajari bukti-bukti di Indonesia, lalu memban-dingkannya dengan praktek-pratek di negara lain di seluruh dunia,untuk memberikan beberapa saran cara yang tepat untuk reformasi.

7.2. Sumber MasalahSejak proses desentralisasi dimulai di awal abad baru ini, telah

terjadi banyak peningkatan dalam jumlah pemda. Perubahan akhir-akhir ini jauh berlawanan dengan apa yang telah terjadi secara historis.Di bawah rezim Soeharto, pembentukan pemda, baik provinsi maupunkabupaten/kota, dilakukan secara sangat selektif agar cocok untuk rezimyang tersentralisasi secara politis, administratif dan fiskal.10

Kejatuhan rezim Soeharto dan munculnya pemerintah pusat yangrelatif lebih lemah di tahun 1998, membuat gerakan separatis menjadilebih kuat di beberapa provinsi. Gerakan ini sangat kuat di daerahyang kaya sumberdaya alam, seperti Aceh, Papua dan Riau. Responspemerintah baru terhadap situasi yang sulit ini, adalah desentralisasidan pemberian lebih banyak otonomi untuk daerah dalam menjalankanurusan mereka sendiri. Kebijakan baru ini dibentuk melalui UU No. 22(1999) tentang Pemerintah Daerah dan Otonomi Daerah, dan UU No.25 (1999) tentang Desentralisasi Fiskal. Isi kedua UU ini memberikanbanyak otonomi dan kekuasaan bagi pemda (kabupaten/kota) danbeberapa provinsi, dalam kadar tertentu UU baru ini memutuskan10 Keinginan untuk mempertahankan status quo tampak dalam kenyataan bahwa UU No. 5/1974yang diberlakukan untuk mengatur pemerintah daerah, tidak pernah diikuti dengan peraturanpemerintah. Lihat Utomo (2000) untuk contohnya.

97

Mendapatkan Hak Ekonomi Politik dari Desentralisasi

Page 105: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

hubungan hierarki antara provinsi dan pemda. Ini dianggap sebagaimanuver strategis untuk memperlemah niat separatisme di seluruhIndonesia; dan untuk mempermudah pemda yang lebih kuat dan provinsiyang jauh lebih lemah. Hanya di akhir 2002, ketika keadaan sudahsedikit tenang, provinsi-provinsi yang bergolak seperti Aceh dan Papuamendapatkan UU khusus yang mengakui status khusus mereka danmenetapkan ukuran-ukuran yang asimetris untuk bagi hasil pendapatandari sumberdaya alam dan bidang lain.

Setelah UU 22 (1999) dan 25 (1999) berlaku, maka otoritas pusatmengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 29 (2000) untuk menanganipembentukan, penggabungan dan pembubaran pemda baru.

Dalam konteks ini, beberapa poin penting dijalankan:i) Di tahun 1999 struktur pemerintahan daerah di Indonesia bersifat

vertikal, yang sudah terbentuk sejak pemerintahan penjajah dankemudian pemerintahan diktator yang sangat tersentralisasi, jaditampaknya tidak ada anggapan bahwa struktur warisan ini cocokuntuk sistem pemerintahan yang sangat terdesentralisasi;

ii) Dengan munculnya sistem hukum desentralisasi, terjadi desakanuntuk membentuk pemda baru dan beberapa provinsi baru; dan

iii) Proses dan motif yang dipakai dalam pembentukan pemda barusebagian mencurigakan, seperti dibahas lebih lanjut di bawah ini.

Isu yang pertama, adalah bahwa pemeriksaan yang jelas tidakdilakukan sejauh yang kami ketahui, mengenai apakah jumlah kota/kabupaten yang ada sudah tepat, atau apakah sebaran unit pemerintahini di seluruh negeri sudah seperti yang diinginkan. Namun, karenabanyaknya kritik terkait proses pemekaran, tampaknya asumsinya adalahbahwa jumlah provinsi dan kabupaten/kota yang ada di tahun 1999mungkin jauh dari jumlah yang tepat. Namun asumsi ini tidakdidasarkan pada analisis ilmiah yang obyektif.

Isu yang kedua, adalah bahwa jumlah ini tidak dapat dinafikanyaitu peningkatan telah terjadi dalam jumlah pemerintah daerah sejaktahun 1999. Saat ini, total jumlah kabupaten/kota lebih dari 510. Jumlahkabupaten/kota sebelum tahun 1999 adalah 304, jadi peningkatansebesar 67% telah terjadi dalam jumlah pemda. Saat ini jumlah provinsiadalah 33 dari jumlah semula sebanyak 27—peningkatan sebesar 18%.Ciri penting dari pertumbuhan jumlah pemda adalah bahwa jumlah ini

98

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 106: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

tidak tersebar secara merata di seluruh Indonesia. Gambar 7.1menunjukkan sifat penting relatif dari proses pemekaran pemda perpulau. Peningkatan besar dalam jumlah pemda terjadi di Papua, Malukudan Sumatra. Sebaliknya, praktis hampir tidak ada perubahan di PulauJawa, Bali dan Nusa Tenggara. Pulau Sulawesi dan Kalimantan beradadi tengah-tengahnya. Pola yang sangat tidak merata dalam peningkatanjumlah pemda menyiratkan perlunya memeriksa keberadaan sebabspesifik daerah yang mengalami pemekaran, jika dihadapkan denganatau jika ditambah, sebab atau penjelasan dari pemekaran yang mungkinberlaku secara umum bagi semua pulau atau daerah di Indonesia.

Tabel 7.1. Jumlah Pembentukan Pemda Baru

Sumber: Imansyah and Martinez-Vezquez (2010)

99

Mendapatkan Hak Ekonomi Politik dari Desentralisasi

Sumber: MOHA, 2009

Gambar 7.1. Pemekaran per Pulau (1999–2007)

100%

90%

80%

70%

60%

50%

40%

30%

20%

10%

0%Sumatera Java Bali & Nusa

TenggaraKalimantan Sulawesi Maluku Papua

Sebelum Desentralisasi Baru

Page 107: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Isu yang ketiga, proses dan motif pembentukan daerah baru memangmencurigakan. Walau persyaratan yang ditetapkan untuk pembentukanpemda baru dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 129 (2000) dianggapterlalu lunak oleh banyak orang, tapi proses yang sering diikuti untukpemekaran merupakan jalur politik yang berada di luar PP 129 (2000)karena melibatkan persetujuan DPR. Jalur pintas ini sering dipakai olehpara elite lokal yang menginginkan pemekaran, untuk mendesak DPRagar menerbitkan UU yang mengesahkan pembentukan pemerintahdaerah baru. Jalur politik ini sering mengabaikan proses dan persyaratanteknis dan administratif dalam PP 129, dan terlalu cepat memberikanhasil. Seperti terlihat di Tabel 7.2, proses politik yang dipercepatmelalui DPR mendominasi pembentukan pemerintah subnasional yangbaru, terutama setelah beberapa tahun pertama dari reformasidesentralisasi di tahun 2001 dan 2002, dan khususnya di tahun 2007 dan2008.

Tabel 7.2. Jumlah Pemerintah Subnasional yang Dibentuk MenurutProses Pemerintah Reguler dan Proses DPR yang Dipercepat

Selama 1999–2008

Sumber: MOHA (Kemendagri), 2009

7.3. Determinan PemekaranTujuan utama pembentukan pemda baru seharusnya adalah untuk

meningkatkan kesejahteraan, dengan jalan membuat pemda lebih dekat

100

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 108: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

ke masyarakat dan meningkatkan akuntabilitas dalam penyediaanpelayanan publik. Namun kecurigaan tetap ada, bahwa alasansebenarnya dari pemekaran mungkin adalah sesuatu yang lain, termasuksesuatu seperti untuk mendapatkan keuntungan lebih besar dari transferfiskal (seperti insentif yang diberikan oleh hibah DAU atau DAK) atauongkos sewa politis untuk elite lokal yang menjalankan pemerintahdaerah mereka sendiri. Analisis statistik terkait proses pemekaran bisasangat berguna untuk menentukan sebab-sebab yang lebih sahih dankurang sahih. Namun kita perlu menyadari sejak awal bahwa, walaubeberapa kemungkinan sebab pemekaran bisa dikuantifikasi denganmudah seperti perbedaan jumlah penduduk atau wilayah geografis,tapi beberapa kemungkinan sebab lainnya jauh lebih sulit atau bahkantidak mungkin untuk dikuantifikasi seperti motivasi politis dan ongkossewa yang dicari oleh pejabat lokal.

Seperti kita lihat di atas, fakta penting di sini adalah pemekarankabupaten/kota terjadi hanya di beberapa wilayah geografis (pulau) diIndonesia. Ini penting artinya karena jika pemekaran adalah fenomenauntuk menanggapi insentif (yang berakibat buruk), seperti untukmemanfaatkan transfer DAU atau kesempatan untuk mendapatkanongkos sewa politis lokal, karena insentif ini tersebar secara merata keseluruh daerah di Indonesia, maka kita seharusnya mengharapkandampak pemekaran bisa tersebar secara cukup merata ke seluruhIndonesia. Ini membawa kita ke lebih banyak pertimbangan terkaitfaktor atau sebab lain. Contohnya, sebagian Sumatra seperti Aceh,plus Papua dan Maluku mengalami lebih banyak sejarah penindasanpolitis dan intervensi militer di bawah rezim Soeharto. Juga keberadaansumberdaya alam, terutama minyak dan gas, tidak tersebar secaramerata di pulau-pulau di Indonesia. Ada beberapa faktor lain yangsecara tradisional dianggap dalam literatur keuangan publik sebagaideterminan penting dari jumlah pemda—seperti penduduk dan wilayahdaratan—yang mungkin sangat berbeda-beda antar provinsi dan pulau,dengan demikian, menjadi penjelasan dari perbedaan dalam prosespemekaran yang kami amati sejak tahun 1999.

Tapi yang paling memungkinkan adalah bahwa sebab dan alasandibalik fenomena pemekaran tidak bersifat sederhana, tapi agak beragamdan rumit. Memilah-milah dan menentukan pentingnya sebab sulitdilakukan, karena banyak faktor mungkin saling berkaitan satu sama

101

Mendapatkan Hak Ekonomi Politik dari Desentralisasi

Page 109: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

lain. Tujuan kami adalah untuk melaporkan hasil analisis regresi dalamImansyah dan Martinez-Vazquez (2010),11 yang dilakukan dengan tujuanmengidentifikasi peran-peran tersendiri dari berbagai faktor.

Beberapa studi sebelumnya, terutama oleh Fitrani, Hofman, danKaiser (2005)12 dan Qibthiyyah (2008) juga menyelidiki pertanyaantentang determinan pemekaran yang bisa meningkatkan kemungkinanbahwa pemerintah daerah tertentu akan mengalami pemekaran.13 Kedua,studi ini cenderung menyepakati beberapa determinan utama dari prosespemekaran. Pertama, daerah yang berpenduduk kecil—juga wilayahtanah yang luas dan penduduk yang besar—serta daerah denganpenduduk yang lebih heterogen kemungkinan besar akan mengalamipemekaran. Ini adalah temuan dengan asumsi bahwa ”yang lainnyabersifat konstan.” Ini adalah temuan penting yang menyatakan bahwaproses pembentukan pemda baru di Indonesia, tampaknya dilakukanuntuk merespons beberapa fundamental ekonomi yang sama sepertiyang diramalkan oleh teori keuangan publik, yang juga teramati dinegara-negara lain di seluruh dunia. Kedua, studi ini juga mengiden-tifikasi peranan, yang mungkin lemah dari segi statistik, insentif fiskalseperti yang diberikan melalui transfer. Ketiga, dorongan politik dibalikpemekaran mungkin ada, tapi tidak terlalu terlihat jelas sepertifundamental ekonomi yaitu wilayah berupa luas tanah dan jumlahpenduduk atau bahkan limpahan atau insentif fiskal.

Dalam Imansyah dan Martinez-Vazquez (2010), analisis merekaberbeda dengan studi-studi sebelumnya dalam hal: (i) analisis merekaterfokus pada periode yang diperpanjang hingga 2006, jadimenambahkan tiga tahun observasi ke dalam studi sebelumnya; dan(ii) analisis mereka memakai pendekatan metodologi yang berbedadengan pendekatan yang dipakai dalam studi-studi sebelumnya. Memangkedua studi sebelumnya ini mempelajari determinan kemungkinan bahwapemekaran terjadi di yurisdiksi tertentu, tapi Imansyah dan Martinez-Vazquez (2010) berusaha menjelaskan peningkatan jumlah pemda di

11 Imansyah, M.H. dan Martinez-Vazquez, J. Understanding Sub-National GovernmentProliferation and Options for Reform. Bank Pembangunan Asia, Jakarta. 2010.12 Fitrani, F. Hofman, B. and Kaiser, K. Unity in Diversity? The Creation of New Local Governmentsin a Decentralizing Indonesia. Bulletin of Indonesian Economic Studies. Vol. 41, No. 113 Qibthiyyah, R.M. 2008. Essays on political and fiscal decentralization. http://www.dsfindonesia.org/apps/dsfv2/cgi-bin/dw.cgi.Kami perlu juga menyebutkan di sini karya Percik(2007) dan Pratikno (2008) tentang kemungkinan sebab pemekaran.

102

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 110: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

provinsi induk dan laju pertumbuhan jumlah ini. Analisis merekadifokuskan pada 25 provinsi induk (jumlah provinsi sebelumdesentralisasi, tidak termasuk Jakarta) selama tahun 1999–2006;pendekatan ini diperlukan untuk mendapatkan unit observasi yangseragam untuk analisis statistik.

Untuk determinan atau variabel penjelas yang harus dipertim-bangkan, Imansyah dan Martinez-Vazquez (2010) memakai—denganbeberapa perubahan—variabel yang sama seperti yang dipakai dalamstudi sebelumnya dan memperkenalkan juga beberapa variabel penjelastambahan. Seperti dalam hipotesis untuk ‘penyebaran administratif’yang dipakai oleh Fitriani, et al. dan Qibthiyyah, diharapkan bahwapenduduk yang lebih besar atau luas wilayah daratan yang lebih luasdari yurisdiksi lokal akan memberi pengaruh positif pada prosespemekaran.14 Pendapatan per kapita (PDRB per kapita) juga dipakaiuntuk membatasi dampak perbedaan pendapatan pada tuntutanperwakilan politik, dan bagian penduduk yang hidup dalam kemiskinanuntuk membatasi keinginan pemekaran berdasarkan pada redistribusifiskal. Seperti dalam dua studi sebelumnya, Imansyah dan Martinez-Vasquez juga memperkenalkan beberapa ukuran dampak heterogenitasetnik dan agama, dan mengukurnya dengan variabel boneka (dummyvariable) yang menangkap keberadaan ‘konflik etnik atau agama.’ Kamijuga memperkenalkan beberapa ukuran insentif fiskal untuk pemekaran,termasuk: nilai DAU dan DAK per kapita; bagi hasil pendapatansumberdaya alam per kapita; bagi hasil pendapatan dari sumber lainper kapita; dan yang terakhir, belanja upah per kapita sebagai ukurankemungkinan dukungan dari tokoh (patronage) dan ongkos sewa politis.Variabel-variabel ini mengendalikan insentif fiskal umum dalam sistemkeuangan antar pemerintah.

Bisa diperdebatkan bahwa daerah-daerah yang memiliki sejarahgerakan separatis yang keras mungkin memiliki tuntutan yang terpendamuntuk representasi dan otonomi yang lebih besar dan, karena itu,memiliki kecenderungan lebih besar untuk terlibat dalam pemekaran.Jadi, Imansyah dan Martinez-Vazquez membuat variabel boneka (dummyvariable) untuk perjuangan separatis sebelumnya, yang memiliki nilai

14 Fitrani, F. Hofman, B. Kaiser, K. 2005. Unity in Diversity? The Creation of New LocalGovernments in a Decentralized Indonesia, Bulletin of Indonesian Economic Studies. Vol 41 (1).Hal. 57-59.

103

Mendapatkan Hak Ekonomi Politik dari Desentralisasi

Page 111: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

satu untuk Aceh dan Papua dan nol untuk lainnya; catat bahwa daerah-daerah di mana aspirasi separatis ada atau sudah ada di tingkatpolitis/administratif, seperti Riau, diberi nilai 0. Yang terakhir, karenajumlah provinsi juga meningkat selama periode desentralisasi, makapenting untuk dipahami bahwa peningkatan jumlah pemda mungkintidak disebabkan hanya oleh kenyataan bahwa beberapa provinsisekarang berisi lebih banyak pemda, tapi juga oleh kenyataan bahwasekarang ada lebih banyak provinsi dengan perpecahan provinsi semulaatau provinsi induk, dan bahwa provinsi baru ini mungkin mendukungpembentukan pemda baru. Hasil dalam Imansyah dan Martinez-Vazquez(2010) ditulis ulang dalam Tabel 7.3.

Ini adalah temuan-temuan utama. Seperti halnya dalam studisebelumnya yang difokuskan pada kemungkinan pemekaran, yangmencakup periode waktu yang lebih pendek (hingga 2003, kebalikandari 2006 dalam data kami), kami juga menemukan bahwa, sepertiyang diharapkan, ‘penyebaran administratif,’ seperti yang diukur denganpenduduk yang lebih besar atau wilayah tanah yang lebih luas,memainkan peran penting dalam jumlah pemda yang dibentuk.15 Temuanini, bersama dengan temuan dari studi sebelumnya, tampaknya cukupkuat. Seperti diramalkan oleh prinsip teori keuangan publik sederhana,jumlah keseimbangan (equilibrium) pemda dipengaruhi oleh fundamentalkepadatan dan ukuran.

Tapi kami juga menemukan bukti bahwa insentif fiskal memainkansuatu peran. Yang menarik, besaran transfer antar pemerintah dengankomponen jumlah bulat (lump sum) (terutama DAU juga DAK)tampaknya mendorong pemekaran. Logikanya adalah bahwa DAU danDAK memberikan insentif karena kota/kabupaten baru akan menerimatransfer jumlah bulat (tanpa biaya untuk kota lain).16 Hal ini terlepasdari kenyataan bahwa banyak kejadian upah transfer jumlah bulattidak dilaksanakan dalam periode studi.

15 Kita harus ingat bahwa interpretasi setiap koefisien perkiraan menganggap bahwa ”sesuatu lainnyabersifat konstan.” Jadi contohnya, Jawa dengan penduduk yang besar tidak mengalami kejadianpemekaran yang tinggi; tapi, seperti yang kami jelaskan di atas, ada faktor pengaruh imbangan(counterbalancing) di luar penduduk, yang membantu menjelaskan mengapa Jawa secarakeseluruhan mengalami kejadian pemekaran yang rendah.16 Hal ini terlepas dari kenyataan bahwa banyak kejadian upah transfer jumlah bulat tidakdilaksanakan dalam periode studi.

104

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 112: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Sebaliknya, bagi hasil yang lebih besar dari sumberdaya alam diprovinsi tidak membuat jumlah Pemda menjadi lebih banyak. Mungkin,seperti disimpulkan oleh Fitrani, et al. (2005), pemekaran apa punyang terjadi untuk mendapatkan bagi hasil sumberdaya alam yanglebih besar sudah terjadi sebelum proses desentralisasi besar di tahun1999; memang banyak daerah kaya sumberdaya alam sudah mengalamipemekaran sebelum desentralisasi dijalankan (misalnya, kepulauan Riauadalah pecahan dari Provinsi Riau, dan Bangka Belitung dari ProvinsiSumatra Selatan).

Tabel 7.3. Determinan Jumlah Pemda dan Laju Pertumbuhan Jumlahini Menurut Provinsi ‘Induk’ (sejak 1999)

Sumber: Perhitungan penulisCatatan:t- statistik berada dalam kurung; *** penting pada 99%, ** penting pada 95%, * penting pada90%.(+) ini adalah spesifikasi yang berbeda, yang menjelaskan variabel tergantung (dependent) yangsama, jumlah pemda.(++) ini adalah spesifikasi yang berbeda, yang menjelaskan variabel tergantung (dependent) yangsama, laju pertumbuhan jumlah pemda.

Variabel lain tampaknya juga memicu pemekaran selama periodetersebut. Ini termasuk bagi hasil pendapatan dalam pajak-pajak lainper kapita dan belanja upah per kapita yang lebih besar.

105

Mendapatkan Hak Ekonomi Politik dari Desentralisasi

Variabel

Kabupaten

Kabupaten

Kabupaten

pertumbuhan

pertumbuhan

pertumbuhan

Dummy (boneka) separatisme

1,157 1,067 1,726 -0,0578 0,00913 -0,0396

(0,556) (0,501) (0,864) (-0,610) (0,105) (-0,414)

Dummy (boneka)Konflik etnis

-2,432** -2,654*** -2,587*** -0,1 -0,0546 -0,0655

(-2,463) (-2,636) (-2,631) (-0,869) (-0,474) (-0,566)

Konstanta 7,124*** 7,991*** 9,913*** 0,232*** 0,226*** 0,218**

(4,387) (4,275) (6,152) (4,709) (2,682) (2,454)

Observasi 175 175 175 175 175 175

Jumlah provinsi

25 25 25 25 25 25

Page 113: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Sebaliknya, tidak ada tuntutan pembentukan pemda baru, yangdisebabkan oleh PDRB per kapita; dan keberadaan kemiskinan relatifjuga tidak memiliki pengaruh yang penting secara statistik.Mengendalikan variabel-variabel lain, secara mengejutkan dari perspektifdata mentah, variabel boneka untuk separatisme (Aceh dan Papua)tidak penting dari segi statistik. Yang terakhir, kami temukan bahwavariabel boneka untuk konflik etnik memberikan tanda negatif yangpenting dari segi statistik, yang berlawanan dengan temuan dari studisebelumnya.

7.4. Antara Peraturan dan Praktek NyataSemakin banyaknya jumlah pemerintah regional, termasuk provinsi

dan kabupaten/kota, bisa ditelusuri hingga ke pemberlakuan UU 22(1999) dan PP 129 (2000) yang melonggarkan persyaratan pembentukanpemda baru. Perubahan dalam rezim peraturan ini dipicu oleh aspirasidari banyak masyarakat daerah agar mereka bisa membentuk pemdamereka sendiri. Perasaan ini didorong oleh kondisi geografi dan sejarah.Daerah yang jauh dari pusat kegiatan peemerintah sering merasatertinggal dari segi pembangunan ekonomi dan segi-segi lain.

Namun, semakin banyaknya jumlah pemda baru yang munculselanjutnya, memicu masalah serius dan kemudian di tahun 2004pemerintah dan DPR mengesahkan UU untuk Administrasi PemerintahDaerah, UU 32 (2004). Pengaruh UU baru ini adalah untukmenghentikan proses pemekaran, paling tidak hingga PP baru diterbitkanberdasarkan UU 32. Dalam PP 129 (2000), untuk membentuk provinsidisyaratkan harus memiliki minimum tiga kabupaten/kota. Sementaraitu, untuk membentuk kabupaten/kota disyaratkan harus memiliki hanyatiga kecamatan (unit administratif di bawahnya). Peraturan yang longgarini membuat pemda makin bertambah banyak jumlahnya dari 1999–2004. Persyaratan dalam PP 78 yang baru (2007) agak lebih ketatuntuk pembentukan pemda baru. Contohnya, untuk membentuk provinsi,provinsi disyaratkan harus memiliki paling tidak lima kabupaten/kota.Sementara itu untuk membentuk kabupaten/kota baru, kabupatendisyaratkan harus memiliki paling tidak lima kecamatan dan kota empatkecamatan. Selain itu, persyaratan lainnya adalah bahwa daerah otonomibaru boleh dimekarkan/dipecah hanya setelah 10 tahun untuk provinsidan 7 tahun untuk kabupaten/kota.

106

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 114: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Tentu saja, dengan persyaratan yang lebih berat berdasarkan padaUU 32 (2004) dan PP 78 (2007), diharapkan pembentukan pemdabaru menjadi lebih selektif daripada di masa lalu. Kebalikan dari‘persyaratan minimum,’ prosedur yang ditunjukkan dalam UU 22 (1999)dengan PP 129 (2000) dan prosedur yang ditetapkan dalam UU 32(2004) dengan PP 78 (2007) untuk pembentukan provinsi dankabupaten/kota baru, tidak terlalu banyak berbeda satu sama lain. Diakhir 2007, Pemerintah menerbitkan PP 78 (2007) menurut UU 32(2004) sebagai usaha untuk mengelola pembentukan, penggabungandan penghapusan pemda. Secara keseluruhan, PP ini lebih komprehensifdan lebih rinci daripada PP 129 (2000).

Kriteria evaluasi untuk pembentukan pemda baru, yang berdasarkanpada PP 129 (2000) dan PP 78 (2007), memiliki sifat yang berbeda.Dalam PP 78 (2007), kriteria dibagi menjadi tiga set persyaratan yangmencakup persyaratan administratif, teknis dan fisik. Persyaratanadministratif meliputi: surat persetujuan dari masyarakat akar-rumput,persetujuan dari bupati dan wali kota, persetujuan gubernur, danpenyerahan ke pemerintah pusat. Persyaratan teknis terdiri dari: isukapasitas ekonomi, potensi daerah, isu sosial dan budaya, total luasdaerah, isu pertahanan nasional, keamanan, kapasitas keuangan, tingkatkesejahteraan masyarakat, dan lingkup kendali administrasi pemda.Persyaratan fisik meliputi: lingkup daerah (jumlah minimum unit ditingkat yang lebih rendah), lokasi ibu kota yang diusulkan, sarana danprasarana pemerintahan.

Semua persyaratan di atas berjumlah 11 faktor. Faktor-faktor iniadalah penduduk, kapasitas ekonomi, potensi daerah, kapasitaskeuangan, budaya sosial, sosial politik, total luas, pertahanan, keamanan,tingkat kesejahteraan masyarakat, dan lingkup kendali. Selanjutnya 11faktor ini dibagi lagi menjadi 35 indikator—jumlah yang sedikit lebihkecil daripada yang ada dalam PP 129 (2000). Namun pelaksanaansebenarnya dari PP 78 (2007) masih jadi pertanyaan, karena jumlahindikator tampaknya terlalu banyak dan sistem penghitungan/penilaianmasih jadi persoalan. Selain itu, PP 78 (2007) relatif masih baru, jadimasih terlalu dini untuk melakukan evaluasi kinerjanya.

Dalam kenyataannya, proses persetujuan pemekaran mengikuti jaluryang berbeda dengan jalur yang ditentukan oleh norma hukum. Pertama,kabupaten yang terbentuk baru-baru ini diproses tanpa memakai PP 78

107

Mendapatkan Hak Ekonomi Politik dari Desentralisasi

Page 115: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

(2007). Tampaknya alasan utamanya adalah bahwa proses sudahdimulai sebelum pemberlakuan PP 78 (2007), lalu dilanjutkanpenyelesaiannya di DPR menurut ketentuan PP 129 (2000). Kedua,yang jauh lebih penting, sejumlah pemda baru telah dibentukberdasarkan pada inisiatif DPR sendiri tanpa mengikuti prosedur sepertiyang ditetapkan dalam PP tersebut untuk tujuan ini.

Alasan utama dari jalur tambahan untuk pembentukan pemda baruini, adalah bahwa pembentukan pemda baru di akhir hari memerlukanhukum dari DPR dan kekuasaan legislatif DPR memberi DPR hakuntuk berinisiatif membuat UU seperti yang ditetapkan oleh UU 22(2003). Umumnya prosedur yang diikuti untuk pembentukan pemdabaru di DPR adalah sebagai berikut: pengaju aspirasi akar rumputyang ingin membentuk pemda baru menemui DPR secara langsung;setelah itu, sekehendak hati mereka, DPR menyerahkan usulan kePresiden. Namun semua dokumentasi yang disyaratkan (seperti dalamproses menurut peraturan perundang-undangan) perlu dicantumkandalam usulan yang diserahkan ke Presiden. Jika presiden tidakmemberikan jawaban ke DPR dalam 60 hari, maka hukum yangdiusulkan tentang pemekaran daerah akan menjadi UU dan dengandemikian berlaku tanpa ditandatangani oleh Presiden.

UU 22 (2003) membuat jalur alternatif untuk pemekaran inimungkin untuk dilakukan, seperti telah disebutkan di atas. UU 22/2003 menangani struktur dan fungsi Lembaga Tinggi Negara, dansecara khusus menetapkan bahwa DPR dan DPD memiliki hak untukmengusulkan pemekaran. Khususnya, Pasal 42 dan 48 menyatakanbahwa DPD boleh mengusulkan pemekaran daerah, tapi DPD harusmengajukan inisiatif ini ke DPR sebagai legislator terakhir. Catat jugabahwa DPD harus disertakan dalam diskusi tentang pemekarandaerah apa pun, tanpa memandang usulan diajukan oleh pemerintahatau DPR. Tapi, perlu dicatat bahwa kriteria dan persyaratanuntuk membentuk pemda baru (provinsi/kabupaten/kota) melalui inisiatifDPD atau DPR sama seperti kriteria dan persyaratan dalam prosesmelalui pemerintah (Kemendagri). Semua dokumen yang disyaratkanseperti yang disebutkan dalam PP 78/2007 harus dicantumkan ketikaDPR atau DPD menerima usulan. Masalah utama tampaknyabersifat politis. Akhir-akhir ini, pemerintah tidak memiliki suaramayoritas di parlemen, yang diperlukan untuk menolak inisiatif DPR

108

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 116: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

jika persyaratan teknis tidak dipenuhi pada batasan minimumnya.

7.5. Perspektif Internasional dan Jumlah Pemda yang OptimalPertanyaan tentang berapa ukuran dan jumlah administrasi lokal

yang optimal muncul dalam sistem sentralisasi (sekalipun dengandekonsentrasi) dan desentralisasi. Namun isitilah ‘ukuran optimal’mengandung arti yang sangat berbeda dalam kedua sistem tersebut.17

Dalam kasus pemerintah yang tersentralisasi dengan unitdekonsentrasi (administrasi lokal) untuk penyediaan pelayanan publiklokal, satu-satunya fokus harus pada minimalisasi biaya produksi danpemanfaatan skala ekonomi yang ada, jika bisa diterapkan, sertapenghindaran disekonomi akibat skala yang terlalu besar. Dalam kasusseperti ini, arti ‘ukuran optimal’ bisa secara logis dikaitkan dengankonsep produksi atau efisiensi biaya seperti yang dihadapi oleh,misalnya, para pengelola pabrik dalam pembuatan barang industriswasta. Kebalikan dari kasus dekonsentrasi administrasi lokal, pemdaterdesentralisasi memiliki otonomi melalui pejabat perwakilan terpilihuntuk memutuskan tingkat dan komposisi pelayanan publik lokal, danmungkin juga otonomi untuk memperoleh pendapatan (penerimaan)asli mereka. Walau keputusan dekonsentrasi administrasi lokal dibuatdi tempat lain tapi, bagi pemerintah terdesentralisasi, penting artinyajika pejabat lokal membuat keputusan yang benar terkait tingkat dancampuran pelayanan publik lokal. Keputusan ini harus memuaskantuntutan konstituen untuk barang publik, yang lebih disukai jika bisadiproduksi dengan biaya sekecil mungkin. Jadi konsep ‘ukuran optimal’untuk pemerintah yang terdesentralisasi memiliki dua dimensi: (i) kepe-kaan terhadap kebutuhan dan pilihan warga lokal—yang disebut dalamteori keuangan publik sebagai ‘efisiensi alokatif’; dan (ii) minimalisasibiaya—atau efisiensi ‘produksi’—dalam penyediaan pelayanan publik.

Tapi saat efisiensi produksi secara umum cenderung meningkatdalam ukuran atau skalanya, efisiensi alokatif dan produksi malahcenderung menurun dalam ukuran atau skalanya. Setiap orang mungkinmerasa lebih didengar dan diwakili dalam kelompok yang kecil, daripada

17 Dua pertanyaan tentang ukuran dan jumlah pemda yang optimal adalah satu dan sama untuktingkat penduduk tertentu. Karena itu, fokus pada ukuran optimal berarti menangani jugapertanyaan tentang jumlah optimal.

109

Mendapatkan Hak Ekonomi Politik dari Desentralisasi

Page 117: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

dalam kelompok yang sangat besar. Esensi dari pertukaran antaraefisiensi lebih besar dari pemerintah yang kecil dan lebih cocok denganpilihan dan keinginan warga lokal terkait alokasi belanja, dan skalaekonomi dalam produksi dengan biaya yang lebih rendah yangberhubungan dengan pemerintah yang lebih besar, dinyatakan pertamakali dalam karya Wallace Oates (1972).

Di mana teori yang ada meninggalkan kita terkait penentuan ukuranpemda yang optimal? Walau kerangka teoretis sederhana memungkinkankita untuk membuat visualisasi arti ”ukuran pemda yang optimal,’ tapidalam kenyataan sulit untuk menentukannya dalam kasus negara yangterdesentralisasi. Jika teori keuangan publik yang ada tidak bisamembantu kita dalam menetapkan ukuran pemda yang optimal, makapertanyaannya adalah apakah kita bisa meminta bantuan daripengalaman internasional untuk memberikan pedoman kebijakan terkaitmasalah ini.

Pengalaman internasional menunjukkan banyak variasi ukuranpemda di seluruh dunia. Ciri yang menonjol dari pengalaman ini adalahtingginya tingkat fragmentasi atau ukuran penduduk rata-rata pemdayang kecil di banyak negara. Contohnya, ukuran penduduk rata-rataPemda di negara seperti Australia, Perancis, Jerman, Hongaria, Itali,Rusia Spanyol, Swiss, Thailand dan Ukraina adalah di bawah 10.000jiwa. Jadi masalah terkait tingginya tingkat fragmentasi tampaknyaumum terjadi di negara maju—yang kebanyakan sangat terdesentralisasi—di Eropa Barat dan Tengah.

Dengan pengalaman internasional yang beragam ini, pertanyaanpentingnya adalah kerugian apa yang timbul terkait efisiensi yang hilang,yang negara dengan tingkat fragmentasi pemda yang tinggi harusdihadapi? Cara alami untuk menjawab pertanyaan ini adalahmenentukan keberadaan skala ekonomi dalam produksi dan penyediaanpelayanan dasar, dan dengan jalan menguantifikasi ukuran pendudukminimum agar skala ekonomi ini bisa membantu.

Literatur empiris mengenai keberadaan dan besaran skala ekonomidalam produksi dan penyediaan pelayanan publik, cukup banyak. Walaustudi-studi berbeda-beda dari segi metodologi yang dipakai dan periodewaktu yang dipelajari, dengan hasil yang umumnya campuran, tapidua pola yang jelas tampak muncul dari temuan empiris yang dikaji.Pertama, pelayanan publik lokal banyak macamnya (pelayanan polisi,

110

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 118: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

pemadam kebakaran, perumahan rakyat, pelayanan sosial, pendidikanumum, dll.), yang tidak memberikan bukti ekonominya atau hanyaada bukti lemah dalam skala operasi yang agak kecil, seperti diukurdengan ukuran penduduk yurisdiksi. Kedua, ada sejumlah pelayananlokal (air bersih, fasilitas pembuangan atau lahan kosong, beberapabentuk transportasi publik) yang memerlukan pembangunan infrastrukturyang cukup banyak, yang memberikan bukti kuat dari keberadaanskala ekonomi, setelah beberapa ukuran yurisdiksi pelayanan yangcukup besar tercapai.

Di mana bukti empiris yang ada meninggalkan kita? Apakah ukuranyang kecil di pemda menjadi masalah? Tergantung penugasan tanggungjawab belanja, keberadaan pemda yang relatif kecil—katakanlah denganwarga sebanyak 10.000 atau bahkan 5.000 jiwa —mungkin tidak akanmenimbulkan biaya tambahan dalam menyediakan pelayanan. Tapiuntuk beberapa pelayanan lain (air bersih, transportasi dan lahankosong) ada skala ekonomi. Salah satu cara untuk mengatasi skalaekonomi ini adalah mensyaratkan, bahwa semua pemda harus memilikiukuran minimum yang cukup besar sehingga skala ekonomi bisadimanfaatkan. Namun jelas, mengingat informasi yang kita miliki,bahwa solusi lain juga layak dan secara politis mungkin lebih cocok.Salah satu solusi seperti ini adalah menugaskan tanggung jawab belanjauntuk pelayanan publik tersebut, yang menunjukkan skala ekonomihingga tingkat menengah pemerintahan seperti provinsi atau daerahyang mungkin memiliki ukuran minimum ini. Kemungkinan lain meliputiprivatisasi beberapa pelayanan atau pembentukan asosiasi pemda.

Di mana semua ini meninggalkan kita, terkait pemekaran diIndonesia? Apa yang penting dalam kasus Indonesia adalah bahwa,walau ada beberapa fragmentasi pemda melalui proses pemekaran,tapi rata-rata ukuran penduduk dari semua pemda di Indonesia adalah488.000 jiwa di tahun 2004, dan rata-rata penduduk untuk pemdayang baru dibentuk melalui pemekaran adalah 214.000 jiwa di tahunyang sama. Dengan ukuran rata-rata ini, sebagian besar pemda diIndonesia tampaknya memiliki skala yang cukup besar untukmemanfaatkan skala ekonomi yang telah diidentifikasi dalam literaturempiris. Sebenarnya, sangkalannya mungkin adalah bahwa, karenabesar, kita bisa memperkirakan beberapa skala disekonomi yang berjalanuntuk beberapa pelayanan, di mana ini telah diamati di negara lain.

111

Mendapatkan Hak Ekonomi Politik dari Desentralisasi

Page 119: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Menurut kami ini adalah temuan penting. Dari sudut pengalamaninternasional dan apa yang diketahui dari riset ilmiah yang palingserius, proses pemekaran tidak akan menimbulkan ancaman serius padakeseluruhan efisiensi sistem desentralisasi pemerintahan di Indonesia.Namun ini tidak berarti bahwa proses pemekaran tidak membawaancaman, dalam kasus beberapa kabupaten/kota saat ini dan di masadepan, pada efektivitas dan efisiensi sistem desentralisasi pemerintahandi Indonesia. Pertama, beberapa pemda di Indonesia relatif kecil walaubukan pada skala, misalnya, seperti yang teramati di banyak negaraEropa. Contohnya, beberapa kabupaten di Papua dan Irian Jaya Baratmemiliki penduduk di bawah 20.000 jiwa. Kedua, penugasan tanggungjawab belanja ke pemda di Indonesia bersifat jauh lebih ekstensifdaripada yang ada di negara-negara lain, karena UU desentralisasihingga kini menugaskan sangat sedikit tanggung jawab yang secarakhusus bersifat independen ke pemerintah provinsi—terutama tanggung-jawab dengan eksternalitas yang besar dan mungkin dikenai skalaekonomi. Jika penugasan tanggung jawab belanja di Indonesia diperbaruiuntuk memberi pemerintah provinsi lebih banyak kompetensi yangbermakna, maka skala ukuran penduduk yang lebih disukai untukkabupaten/kota harus banyak dikurangi. Ketiga, ada ancaman seriusyang bersifat permanen dan tak terukur, yang muncul dari kurangnyakapasitas administratif dan kemungkinan pengukungan politis oleh elitelokal. Sayangnya, saat ini tidak ada cukup informasi untuk menentukanapakah pertimbangan ini perlu dipikirkan di Indonesia, tapi ada asumsibahwa kedua isu ini, kurangnya kapasitas administratif dan pengukunganpolitis oleh elite lokal, lebih mungkin terjadi di pemda berukuran kecil.

7.6. Dampak Pemekaran pada Kinerja PemdaReformasi desentralisasi dan peningkatan jumlah pemda di

Indonesia, dalam kadar tertentu, diharapkan bisa mempercepatpembangunan regional di banyak daerah yang ditinggalkan olehkebijakan ekonomi dan regional dari rezim Soeharto—ini memang benaruntuk daerah yang letaknya terpencil. Aspirasi untuk reformasidesentralisasi—yang juga dirasakan oleh penganjur dan pembelapemekaran—adalah untuk meningkatkan mutu pelayanan publik, denganjalan membawa pemerintah lebih dekat ke masyarakat. Jadi pertanyaan

112

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 120: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

pentingnya adalah apakah janji dan harapan ini terwujud melalui prosespemekaran, atau apakah proses telah membuat peluang pemda sertamutu dan akses ke pelayanan publik menjadi semakin buruk.

Ini adalah pertanyaan yang sulit untuk dijawab karena melibatkanbanyak isu pengukuran yang rumit (di Indonesia juga di tempat lain,termasuk ekonomi desentralisasi yang sudah maju); karena hingga kinijumlah tahun yang ada masih relatif terbatas untuk evaluasi kinerja;dan karena datanya tidak bermutu bagus dan dilaporkan dengan banyakkekurangan.

Proses pemekaran telah melahirkan banyak studi mengenaidampaknya (positif atau negatif) pada mutu penyediaan pelayanan danjumlah indikator kinerja. Cara mudah untuk membagi temuan adalahmembaginya agar kita bisa klasifikasikan sebagai ‘negatif’ atau ‘positif.’Studi dengan hasil akhir negatif adalah Survei Kedua Desentralisasidan Pemerintahan (GDS2) tahun 2006, yang berisi data satu kali kumpultentang pendapat warga terkait mutu pelayanan di yurisdiksi mereka.Mengenai pelayanan yang diberikan oleh puskesmas, baik pemdainduk maupun pemda baru menunjukkan kinerja yang kurang bagusdibandingkan dengan pemda lain dalam sampel GDS2.

Juga ada beberapa riset mengenai dampak otonomi daerah dandesentralisasi pada iklim usaha. Riset ini dilakukan melalui kerja samaantara SMERU, Kemitraan untuk Pertumbuhan Ekonomi dan USAID,dan dipublikasikan dalam Usman, et al.18 Secara umum ditemukanbahwa pemda mencoba menambahkan peraturan baru untukmenciptakan pendapatan daerah, tapi ini tidak lebih buruk di pemdayang mengalami pemekaran. Hasil yang sama dilaporkan oleh Lewis.19

Dalam makalah yang lebih baru, Kuncoro berpendapat bahwa prosesdesentralisasi di Indonesia juga membawa banyak dampak buruk padatingkat korupsi.20 Dalam studi kasus oleh Bappenas/UNDP (2007/2008),secara umum ditemukan bahwa kinerja ‘keuangan regional’ dari pemdabaru lebih rendah daripada kinerja pemda induk. Juga dalam studi

18 S. Usman, et al. 2001. Regional Autonomy and the Business Climate: Three Kabupaten CaseStudies from North SumatraSMERU Field Report. http://www.smeru.org.19 B. Lewis, 2003. Tax and Charge Creation by Regional Governments Under Fiscal Decentralization:Estimates and Explanations. Bulletin of Indonesian Economic Studies. Vol 39(2). Hal. 172-192.20 A. Kuncoro, 2006. Corruption and Business Uncertainty in Indonesia. ASEAN Bulletin. Vol 23(1).Hal. 11-30.

113

Mendapatkan Hak Ekonomi Politik dari Desentralisasi

Page 121: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

simulasi, Oosterman menyimpulkan bahwa kerugian dalam investasipublik di tingkat subnasional, yang timbul akibat pemekaran, bisacukup besar.21

Untuk sisi positif, Survei Kedua Desentralisasi dan Pemerintahan(GDS2) menemukan bahwa kabupaten baru yang dibentuk melaluipemekaran menyediakan lebih banyak informasi bagi warganya tentangprogram desa jika dibandingkan dengan pemda lain dalam sampel. Dibidang pelayanan pendidikan primer, GDS2 menemukan pemda yangmengalami pemekaran memiliki sekolah yang kondisinya lebih bagusdengan rasio guru—siswa yang lebih rendah. Seperti yang dilaporkanjuga oleh Oosterman (2007), dengan memakai data SUSENAS dari2001 hingga 2005, jumlah warga yang memiliki akses ke air ledengmeningkat dua kali lebih banyak di pemda yang mengalami pemekaran,jika dibandingkan dengan pemda lainnya. Jumlah warga dengan akseske sarana sanitasi meningkat empat kali lebih cepat di yurisdikasi yangmengalami pemekaran, jika dibandingkan dengan pemda lainnya, walauangka ini masih kecil (masing-masing 8% dan 2%).

Peningkatan dalam belanja pembangunan antara tahun 2001 dan2005 juga lebih cepat di kabupaten pemekaran (139%) daripada dikabupaten lainnya (103%). Juga, seperti dilaporkan oleh Oosterman,kabupaten pemekaran tampaknya memakai belanja pembangunanmereka selama periode 2001–2005 secara jauh lebih produktif jikadibandingkan dengan kabupaten lainnya. Dengan menutip Oosterman(halaman 59), ”…peningkatan belanja pembangunan sebesar Rp 1 miliarmenghasilkan peningkatan sebesar 70.000 jiwa dengan akses ke saranaair ledeng dan sanitasi yang lebih baik. Sebaliknya, peningkatan sebesarRp 1 miliar dalam belanja pembangunan kabupaten lain hanyamemberikan tambahan sebanyak 52.000 jiwa yang memiliki akses keair ledeng, dan sekitar 24.000 jiwa dengan akses ke sarana sanitasiyang lebih baik.”22 Studi kasus oleh Bappenas/UNDP juga menemukanbahwa, di sektor pendidikan, pertumbuhan jumlah guru sekolah dasarlebih tinggi untuk pemda yang baru dibentuk, daripada di daerah pemdainduk atau di kelompok pengendali. Yang terakhir, studi terbaru tentangpemekaran dari lembaga Riset Kemendagri (Jaweng, 2007) menemukan21 A. Oosterman. 2007. Costs and Benefits of New Region Creation in Indonesia, Final Report.http://www.dsfindonesia.org/apps/dsfv2/cgi-bin/dw.cgi22 Lihat catatan kaki 21.

114

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 122: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

banyak pemda baru berhasil mengembangkan lembaga lokal secaraefektif, walau kapasitas pengelolaan sumberdaya alam lokal masihrendah dan sengketa aset antara pemda baru dan pemda induk masihterjadi.23

Mungkin analisis paling cermat hingga kini mengenai dampakpemekaran pada kinerja penyediaan pelayanan publik, adalah studiyang dilakukan oleh Qibthiyyah.24 Dengan memakai teknis perkiraanpanel data dinamis, dia menemukan hasil negatif dan positif daripemekaran. Yang utama, tingkat kematian balita jauh lebih rendahuntuk pemda yang mengalami pemekaran, dengan pengaruh yang lebihbesar untuk pemda yang baru dibentuk. Untuk hasil akhir pendidikan,hasilnya menunjukkan bahwa pemekaran mengurangi tingkat putus-sekolah (dropout) di kabupaten baru, tapi kabupaten induk mengalamitingkat putus sekolah yang lebih tinggi. Untuk nilai dan tingkatkelulusan, kabupaten baru dan kabupaten induk cenderung menunjukkanhasil akhir yang buruk. Studi Qibthiyyah diperpanjang oleh Imansyahdan Martinez-Vazquez (2010) hingga tahun belakangan, yangmenemukan hasil yang sama. Tingkat kematian balita ditemukan banyaklebih rendah untuk kabupaten baru untuk semua tahun setelahpemekaran. Hasilnya juga menunjukkan bahwa tingkat putus sekolahlebih rendah untuk kabupaten yang baru dibentuk di luar tahun keduasetelah pemekaran. Namun pemekaran tidak menimbulkan dampakpositif pada nilai ujian dan tingkat kelulusan. Secara keseluruhan hasildalam Imansyah dan Martinez-Vazquez, adalah bahwa pemekaranmenimbulkan pengaruh campuran pada indikator kinerja untuk sektorpendidikan dan kesehatan. Secara umum, kami mengamati bahwapemekaran menimbulkan dampak negatif pada hasil akhir kesehatan,tapi dampak yang cukup positif pada hasil akhir pendidikan.

Di mana posisi kita berdiri? Dengan mempertimbangkan semuaketerbatasan metodologi, data yang tersedia dan periode waktu yangcukup panjang, bukti empiris dari masa lalu dicampur terkait dampakpemekaran pada kinerja pemda untuk penyediaan pelayanan publik.Walau beberapa aspek negatif dan masalah masih ada, tapi ada beberapa

23 Lihat catatan kaki 21.24 R.E. Jaweng. 2007. Menimbang Regulasi Baru PemekaranDaerah, hhtp://www.sinarharapan. co.id/berita/0802/27/opi01.html.

115

Mendapatkan Hak Ekonomi Politik dari Desentralisasi

Page 123: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

faktor positif seperti respons cepat dari kabupaten pemekaran untukmeningkatkan beberapa pelayanan publik dan infrastruktur dasar, yangmemberi kami kesempatan untuk menarik kesimpulan. Memang, buktimasih berkembang dan jelas masih perlu kajian lebih lanjut untukmemahami apa yang sebenarnya terjadi. Namun bukti yang tersediahingga kini memberikan dasar untuk membuat catatan yang cermatmengenai kecepatan dan cakupan pemekaran lebih lanjut. Kami perlumengatakan juga bahwa evaluasi lain terkait pemekaran di media persnasional dan oleh komentator kurang ilmiah sifatnya dan harusdiabaikan. Contohnya, pemekaran sering dianggap gagal karena tidakmenghilangkan kemiskinan di tempat-tempat seperti Maluku Utara,atau karena pemda terus bergantung pada transfer pemerintah pusat.Ini adalah penilaian yang tidak adil atau salah tempat karena adaalasan a priori yang mengharapkan bahwa berbagai bentuk strukturpemerintah vertikal seharusnya menimbulkan dampak pada masalahekonomi yang terus ada seperti tingkat kemiskinan dan kurangnyapembangunan ekonomi.

7.7. Kesimpulan dan Rekomendasi KebijakanDalam makalah ini, kami telah berusaha memahami banyak

kerumitan proses pemekaran, manfaat dan akibat buruknya, tanpamengambil sikap a priori terhadap masalah ini. Apa yang kami bacaterkait sebagian besar studi dan evaluasi pemekaran menunjukkan bahwastudi-studi tersebut terlalu difokuskan pada sisi negatif atau akibatburuk dari pemekaran, dengan mungkin mengabaikan kemungkinanmanfaat pentingnya. Mungkin karena pandangan ini dan juga karenamelihat proses yang tidak bisa dikendalikan—persetujuan melalui jalurDPR—sikap Pemerintah Indonesia selama beberapa tahun terakhirmenjadi sangat negatif terhadap pemekaran. Ironisnya, moratoriumpemekaran selama beberapa tahun terakhir mungkin telah mendorongmasyarakat yang memiliki alasan sah untuk pemekaran untuk mencarisolusi yang dipercepat, dengan jalan meminta ke DPR. Tapi, di saatyang sama, jalur yang terbuka lebar untuk keputusan pemekaran inimelalui DPR bisa memberi peluang ke mereka yang tidak memilikialasan yang sah, seperti elite lokal, untuk memaksa melalui tawar-menawar politis—dan bahkan suap—untuk pemekaran yang seharusnyatidak terjadi.

116

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 124: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Usaha Pemerintah Indonesia untuk menjalankan kebijakanpemekaran yang tepat, mungkin terhambat di masa lalu oleh pendekatanyang terlalu difokuskan pada temuan terkait solusi optimal yang tepat—kepercayaan bahwa solusi untuk isu pemekaran berada dalampenentuan ‘ukuran optimal’ dan ‘jumlah optimal’ pemerintah daerahuntuk seluruh Indonesia. Namun, seperti kami berusaha jelaskan dalammakalah ini, menentukan jumlah optimal yurisdiksi merupakan targetyang sulit untuk dipahami dan mungkin menyesatkan. Hipotesis kerjayang tak terbukti dari sisi pemerintah, dan dalam beberapa laporanteknis sebelumnya terkait isu ini, adalah bahwa jumlah optimalpemerintah daerah ini lebih kecil daripada jumlah aktual pemerintahdaerah saat ini di Indonesia dan karena itu, semua atau sebagian besarpemekaran saat ini akan menimbulkan dampak negatif dan harusdihentikan.

Pesan penting dari buku ini adalah bahwa, kecuali kita maumenyudahi dengan satu kriteria tunggal untuk keputusan pemekaran,seperti ukuran penduduk, maka jumlah mati ideal tidak akan menjadikebijakan yang tepat untuk diikuti. Contohnya, jika kita menerimabukti empiris internasional bahwa sebagian besar skala ekonomi tercapaipada penduduk sebesar 100.000 jiwa, dan mengingat rata-rata ukuranpenduduk kabupaten/kota di Indonesia adalah 500.000, maka jumlah‘ideal’ ini adalah sekitar 2.500 kabupaten/kota di Indonesia, atau limakali jumlah yang ada saat ini. Tapi tentu saja, kami tidak percayabahwa ini akan menjadi pendekatan yang benar. Sebagai alternatif,kebijakan pemerintah terkait pemekaran seharusnya didasarkan padapemikiran bahwa proses yang benar, seperti yang ditetapkan dalamundang-undang, diikuti dan bahwa kriteria inti seperti yang ditetapkanjuga dalam undang-undang dipenuhi dalam setiap kasus.

Pendekatan yang diikuti dalam makalah ini adalah untukmemberikan pandangan baru terkait isu pemekaran, dengan jalanmengkaji dan memberikan bukti baru mengenai sebab dan dampakproses pada penyediaan pelayanan publik, lalu menghasilkanrekomendasi kebijakan tanpa sikap a priori sebelumnya. Hasil akhirberupa kesimpulan dan rekomendasi, bagi banyak orang di Indonesia,mungkin terlihat seperti mengada-ada, tapi kami percaya bahwakesimpulan dan rekomendasi tersebut didukung dengan baik oleh analisisyang dilaporkan dalam makalah ini. Makalah ini mempelajari sifat

117

Mendapatkan Hak Ekonomi Politik dari Desentralisasi

Page 125: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

dasar proses pemekaran, kemungkinan sebab dan determinan (faktorpenentu), serta dampaknya pada hasil akhir penyediaan pelayanan publiklokal. Analisis ini membuat kami bisa memahami lebih baik sifat danhasil akhir pemekaran. Walau sebab pemekaran bermacam-macam,tapi ada bukti kuat bahwa proses ini di Indonesia merespons determinandasar yang sama seperti yang terjadi di tempat-tempat lain, yangdiramalkan dalam teori dasar keuangan publik: pemekaran lebihmungkin terjadi dimana, dengan menganggap lainnya setara, adapenduduk yang besar dan wilayah tanah yang luas. Ini meyakinkankembali bahwa, rata-rata, tampaknya ada alasan positif yang bagusdibalik pemekaran di Indonesia. Namun kami juga menemukan bahwapemekaran telah cukup responsif terhadap insentif negatif yang burukyang diakibatkan oleh struktur sistem transfer (DAU dan DAK) danbagi hasil pendapatan sumberdaya alam. Isu-isu ini perlu ditanganidan, utamanya, pemerintah perlu mengubah DAU dan DAK untukmenghilangkan sisa-sisa insentif yang bisa mendorong fragmentasi unitpemda. Mengenai dampak pemekaran, makalah ini melaporkan buktiyang ada mengenai apakah pemda yang telah mengalami pemekaranmenderita penurunan kinerja pelayanan publik, jika dibandingkan denganpemda induk. Kami temukan bahwa bukti beragam; dalam beberapakasus, kinerja meningkat (seperti di bidang pendidikan) tapi menurundi bidang lain (seperti di bidang kesehatan).

Dalam mengajukan pertanyaan mengenai kebijakan apa yang tepatuntuk Indonesia terkait pemekaran, makalah ini mempelajari apa yangditawarkan oleh teori keuangan publik dan praktek internasional terkaitpenentuan ukuran dan jumlah pemda berdasarkan pada, di antaranya,data empiris yang ada untuk skala ekonomi dalam penyediaan pelayananpublik lokal. Apa yang kami temukan adalah bahwa tingkat fragmentasipemerintah subnasional di Indonesia lebih kecil daripada di banyaknegara lain tapi, yang lebih penting, ukuran rata-rata kabupaten/kotadi Indonesia cukup besar untuk memanfaatkan kemungkinan skalaekonomi yang ditemukan dalam literatur mengenai keuangan publik.Ini tidak berarti tidak ada masalah di Indonesia, masalah masih adakarena beberapa pemda mungkin terlalu kecil dan karena prosesfragmentasi tidak bisa tetap kuat dan marak seperti sebelumnya.

Rekomendasi utama untuk menciptakan dasar ‘strategi besar’ untukreformasi proses pemekaran di Indonesia, bisa diringkas dengan dua

118

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 126: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

usulan. Pertama, DPR perlu mengikuti prosedur reguler untukpemekaran. Untuk mencapai tujuan ini perlu mencantumkan prosesdan persyaratan yang disetujui ke dalam UU yang disetujui oleh DPR,kebalikan dari pencantumannya ke dalam peraturan pemerintah sepertiyang terjadi saat ini. Walau ini sulit untuk diwujudkan, tapi ini adalahsolusi yang paling realistis; jika tidak, tidak mungkin untukmenghapuskan peran DPR sebagai legislator proses pemekaran.Menetapkan proses dan persyaratan tersebut dalam UU akan membantumenjamin bahwa persyaratan untuk aspek teknis dan administrasi daripemekaran diterapkan secara konsisten, dan bahwa tidak ada jalanpintas yang dipakai untuk proses ini. Namun kita tidak bolehmengabaikan kenyataan bahwa banyak UU dalam kenyataannyadiabaikan, dan bahwa tidak UU yang berlaku kecuali ada peraturanpemerintah yang berkaitan dengan UU ini.

Kedua, kriteria pemekaran yang sekarang ada di PP 78 (2007)perlu dirampingkan dan disederhanakan dengan jalan mencantumkankriteria dasar untuk: (i) ukuran penduduk minimum; (ii) representasidan akuntabilitas; (iii) kapasitas keuangan dan fiskal serta keberlanjutan;dan (iv) kapasitas administratif. Kriteria lain bisa ditambahkan, sepertikelanjutan dan keamanan teritorial serta pertimbangan perbatasan, tapipenambahan ini harus minimal.

Perumusan ‘strategi besar’ pemekaran harus mempertimbangkanjuga pengembangan instrumen lain, yang terbukti berhasil dalampengalaman internasional untuk menangani masalah fragmentasi ditingkat subnasional, termasuk penerapan insentif untuk mendorongpenggabungan pemda secara sukarela; desain ulang penugasan belanjadengan jalan mengembangkan peran pemerintah provinsi untukpelayanan yang memiliki eksternalitas dan skala ekonomi yang besardi semua pemda; pengembangan berbagai bentuk kerja sama antarpemda dalam penyediaan pelayanan publik lokal; pembentukankabupaten pelayanan khusus (misalnya, untuk air bersih atautransportasi); dan privatisasi beberapa pelayanan.

119

Mendapatkan Hak Ekonomi Politik dari Desentralisasi

Page 127: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

BAGIAN DMemberikan Sistem Pembiayaan

Antar Pemerintah yang Efektif

Page 128: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

8Pengembangan Sistem PembiayaanAntar Pemerintah di Indonesia

Marwanto Harjowiryono

8.1. Latar BelakangIndonesia adalah negara kepulauan di Asia Tenggara, yang terdiri

dari 17.508 pulau dengan penduduk terbesar keempat di dunia—sekitar238 juta jiwa. Sebagai bangsa, Indonesia terdiri dari lebih dari 300kelompok etnis dengan bahasa dan budaya daerah mereka masing-masing. Keberagaman ini sangat memengaruhi sistem pemerintahan diIndonesia, yang telah berevolusi menjadi negara kesatuan dengan 33provinsi dan 491 kabupaten/kota. Indonesia memiliki perekonomianterbesar di Asia Tenggara dengan PDB yang diperkirakan sekitar US$850 miliar di tahun 2011.

Perekonomian Indonesia dari awal 1970-an hingga 1990-anmenunjukkan kinerja yang relatif bagus, dengan pertumbuhan ekonomiyang terus-menerus tinggi sebesar rata-rata 6% (PDB) per tahun. Namunkrisis keuangan Asia di tahun 1997 mengganggu pertumbuhan ekonomiini dan PDB Indonesia menunjukkan penurunan besar yang mencapai13,1% di tahun 1998. Krisis ini secara drastis meningkatkan jumlahorang miskin dan pengangguran.25 Situasi ini menimbulkan kerusuhandan kekacauan di masyarakat. Presiden Soeharto, yang telah berkuasaselama 32 tahun, dipaksa untuk turun di bulan Mei 1998 dan digantikanoleh Wakil Presiden Habibie. Selama masa Presiden Habibie yang

25 World Bank. 2003. Decentralizing Indonesia: A Regional Public Expenditure Review OverviewReport.

123

Page 129: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

singkat dari Mei 1998 hingga Juli 1999, dia menerapkan perubahanbesar dalam sistem administrasi Indonesia untuk mengembangkandemokratisasi dan desentralisasi.26 Demokratisasi dan desentralisasimenjadi isu paling penting di waktu itu, karena banyak provinsiselama bertahun-tahun mengungkapkan ketidakpuasaan merekaterhadap sentralisasi politis, sosial dan ekonomi. Dalam kasus yangekstrem, beberapa provinsi yang memiliki sejarah panjang konflikbersenjata dan akses ke sumberdaya alam yang kaya, seperti Aceh,Papua dan Timor Timur, menuntut kemederkaan27 (Bank Dunia 2003).

Di bawah Presiden Habibie, dua UU diberlakukan di tahun 1999,sebagai dasar hukum desentralisasi. Kedua UU ini dilaksanakan ditahun 2001 di bawah Presiden berikutnya, Abdurrahman Wahid. KeduaUU ini adalah UU No. 22 (1999) tentang Administrasi Daerah dan UUNo. 25 (1999) tentang Hubungan Keuangan antara pemerintah pusatdan Daerah. Dalam UU No. 22, banyak tanggung jawab dan wewenangpemerintah pusat dipindahkan ke pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.28

Sesuai dengan UU ini, UU No. 25 (1999) dimaksudkan untukmenumbuhkembangkan proses ini, dengan jalan memberi pemerintahdaerah lebih banyak sumberdaya keuangan melalui transfer fiskal antarpemerintah, yakni bagi hasil pendapatan dengan pemerintah pusat sertadana alokasi umum dan dana alokasi khusus. Kedua UU ini diubah ditahun 2004; UU No.22 digantikan oleh UU No. 32 (2004) dan UU No.25 oleh UU No. 33 (2004).

Semua UU ini menggantikan UU No. 5 (1974) tentang AdministrasiDaerah—yang diberlakukan selama era Soeharto—yang sangatsentralistik. UU tahun 1999 mengubah hubungan antar pemerintah antarapemerintah pusat dan daerah dan memperkuat kompetensi, terutamapemerintah kabupaten/kota. Sebelum perubahan di tahun 2001,pemerintah daerah berada sepenuhnya di bawah pemerintah pusat.Kementerian Dalam Negeri memiliki kekuasaan untuk mengendalikansebagian besar kegiatan pemerintah daerah. Selain itu, gubernur provinsidianggap sebagai atasan bupati/wali kota. Sebagai satu-satunya kepala

26 R. Seymour, S. Turner, 2002. Otonomi Daerah: Indonesia’s Decentralization Experiment. NewZealand Journal of Asian Studies. Vol 4 (2). Hal. 33-51.27 Lihat catatan kaki 25.28 B. Brodjonegoro, S. Asunama, 2000. Regional Autonomy and Fiscal Decentralization in DemocraticIndonesia. Hitosubashi Journal of Economics. Vol 41 (2). Hal. 111-122.

124

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 130: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

eksekutif di daerah, gubernur memiliki wewenang untuk mengendalikan,mengelola, memimpin dan mengawasi, serta mengoordinasi bawahannyadi daerahnya.29 Setelah tahun 2001, gubernur kehilangan kompetensiini dan hanya menjadi koordinator bupati/wali kota di daerahnya.

Salah satu perubahan yang paling menonjol adalah pemindahanbanyak kekuasaan administratif dari pemerintah pusat ke pemerintahdaerah. Pemerintah daerah sekarang bertanggung jawab atas beberapafungsi penting seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, lingkungan,investasi, pertanian, kehutanan dll. Kompetensi pemerintah pusat dibatasipada urusan luar negeri, pertahanan dan keamanan, fiskal dan keuangan,pengadilan, dan urusan agama—yang merupakan kompetensi minimumyang harus tetap ada di tingkat nasional untuk menjalankan suatu negara.

Salah satu perubahan yang paling mengesankan setelah 2001 dapatditemukan dalam perubahan yang penting dari hubungan keuanganantara pemerintah pusat dan daerah. Sidik, et al. (2002) menjelaskanbahwa sepertiga pendapatan nasional neto dialihkan ke pemerintahdaerah, dan dengan demikian bagian mereka menjadi hampir dua kalilipat dalam keseluruhan belanja pemerintah. Sangat menarik jikadesentralisasi fiskal di Indonesia dibandingkan dengan desentralisasi dinegara maju dan negara berkembang lainnya. Tabel 8.1 menunjukkanbagian pendapatan dan belanja pemerintah daerah dalam totalpendapatan dan belanja nasional.

Sebelum 2001, porsi pendapatan daerah terhadap total pendapatannasional (rata-rata sekitar 5,4%) sangat kecil jika dibandingkan dengannegara lain. Walau setelah pelaksanaan desentralisasi, porsi iniditingkatkan menjadi rata-rata 7,08%, tapi tingkat ini masih di bawahnegara berkembang lainnya, dan jauh di bawah negara transisi dannegara OECD. Walau pemerintah daerah dapat menghasilkan pendapatanasli daerah, tapi porsi mereka masih juga kecil. Karena itu, merekamenjadi sangat tergantung pada transfer pendapatan dari pemerintahpusat.

Di sisi belanja, porsi pemerintah daerah banyak berubah setelahdesentralisasi. Di tahun 2000, porsi belanja pemerintah daerah adalah16,19%, tapi porsi ini meningkat tajam hingga 27,31% di tahun 2001.

29 M. Sidik, et al. 2002. General Allocation Grant (DAU): Concept, Constraint and Propsect in theEra of Autonomy. Penerbit Kompas, Jakarta.

125

Bagian D : Memberikan Sistem Pembiayaan Antar Pemerintah yang Efektif

Page 131: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Di tahun-tahun berikutnya, porsi ini secara terus-menerus meningkathingga mencapai sekitar 40% di tahun 2007–2011, tapi menurun ditahun 2005 dan 2006 akibat peningkatan harga minyak di seluruhdunia, yang membuat pemerintah pusat terpaksa menambah subsidiminyak. Rata-rata porsi belanja pemerintah daerah setelah desentralisasiadalah 36,24%—sedikit lebih tinggi daripada negara OECD dan lebihdari dua kali lipat jika dibandingkan dengan negara berkembang.Singkatnya, Indonesia telah terdesentralisasi, terutama di sisi belanja,tapi tetap tersentralisasi dari sisi pendapatan.

Tabel 8.1. Porsi Pemerintah Daerah dalam Total Pendapatan danBelanja Nasional (%)

Sumber: Bank Dunia (2003) dan dihitung dari data Kementerian Keuangan.

Makalah ini akan menjelaskan desentralisasi fiskal di Indonesiadan disusun sebagai berikut: bab satu mengenai kebijakan transferfiskal antar pemerintah, yang diikuti oleh bab mengenai pendapatanpemerintah daerah; bab berikutnya membahas pemekaran pemerintahdaerah, yang dilanjutkan dengan bab mengenai pengalaman desentralisasifiskal dan kemungkinan solusinya; dan yang terakhir adalah kesimpulan.

126

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Negara / Tahun Porsi PAD Pemda terhadap Pendapatan Nasional

Porsi Belanja Pemda terhadap Belanja Nasional

Negara Berkembang 1990an 9,3 13,8

Negara Transisi1990an 16,6 26,1

Negara OECD 1990an 19,1 34,4

Indonesia:

1989/90 4,7 16,6

1998/99 5,0 15,8

1999/2000 6,7 16,6

2000 4,6 16,2

2001 5,0 27,3

2002 7,5 36,3

2003 7,6 39,2

2004 7,9 35,2

2005 7,7 31,6

2006 6,0 33,0

2007 7,4 40,9

2008 6,6 36,2

2009 7,2 40,8

2010 7,2 39,4

2011 7,7 39,0

Page 132: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

8.2. Kebijakan Transfer Fiskal Antar PemerintahIndonesia mengalami apa yang disebut sebagai desentralisasi

‘ledakan besar’ di awal tahun 2000, setelah pemberlakuan UU No. 22dan 25 yang selanjutnya direvisi dengan UU No. 32 dan 33 tahun2004. Semua UU ini secara jelas menetapkan pembagian tanggungjawab antara pemerintah pusat dan daerah, dan memberikan garis besarkebijakan terkait cara pemerintah pusat membiayai tanggung jawabyang dipindahkan ke pemerintah daerah ini.

Semua UU baru tersebut menyatakan bahwa desentralisasi fiskalmeliputi tiga prinsip: devolusi (pemindahan), dekonsentrasi danadministrasi pendamping. Konsep yang diperkenalkan oleh UU barutersebut adalah devolusi, yang membuat pemerintah daerah bisamenjalankan otonomi fiskal untuk satu set fungsi yang dilimpahkan kemereka. Sebaliknya, pemerintah pusat menciptakan transfer fiskalsebagai biaya pendamping untuk fungsi-fungsi yang dilimpahkantersebut—ini dikenal sebagai ‘keuangan mengikuti fungsi’ (Bahl, 1999).Kebijakan devolusi peran dan tanggung jawab ke pemda (pemerintahdaerah) menjadi dasar dari apa yang disebut sebagai desentralisasi‘ledakan besar’ di Indonesia.

Desentralisasi diharapkan bisa meningkatkan tanggung jawab ataspenyediaan pelayanan publik dan pencapaian Tujuan PembangunanMilenium oleh pemerintah daerah. Namun, memindahkan tanggungjawab atas penyediaan pelayanan ke pemerintah di tingkat yang lebihrendah bisa menjadi tidak produktif, jika tidak diikuti oleh desentralisasikeuangan untuk menopang tanggung jawab ini, yang biasanya disebutsebagai prinsip ‘keuangan mengikuti fungsi.’ Ini merupakan tantanganbagi suatu negara untuk merancang bukan hanya struktur desentralisasiyang efektif, tapi juga pembagian sumberdaya dan kekuasaan secaraefektif ke berbagai tingkat pemerintah daerah. Selain itu, penting untukdipastikan bahwa jumlah uang yang diberikan bisa menimbulkanpengaruh besar pada kinerja pemda (pemerintah daerah) dalam meraihtujuan desentralisasi.

Desentralisasi tanggung jawab dana penyediaan pelayanan kepemerintah daerah bisa menjadi tidak produktif jika tidak ada penataan-ulang keuangan untuk mendanai fungsi-fungsi ini (Alam, 2008). Literaturkeuangan publik menganjurkan prinsip ‘keuangan mengikuti fungsi’

127

Bagian D : Memberikan Sistem Pembiayaan Antar Pemerintah yang Efektif

Page 133: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

untuk menunjukkan bahwa desentralisasi fiskal terjadi di sistem yangterpindahkan. ”Desentralisasi fiskal memerlukan pemindahan (devolusi)kekuasaan membuat keputusan agar menjadi bermakna, sedangkanpemindahan kekuasaan membuat keputusan memerlukan desentralisasifiskal agar menjadi bermakna” (Devas, 2008). Inti dari prinsip ‘keuanganmengikuti fungsi’ adalah penugasan satu set fungsi yang dilengkapidengan penugasan pendapatan asli (dari sumber sendiri) dan transfer.

Desentralisasi fiskal terdiri dari beberapa elemen kunci. Salahsatunya adalah keberadaan sistem transfer fiskal antar pemerintah yangdirancang dengan baik. Transfer diperlukan jika ketidakseimbanganvertikal dan horizontal terus ada, dan jika ada masalah karena pengaruhlimpahan antar yurisdiksi, atau eksternalitas. Transfer bisa berupa hibahbersyarat dan/atau tak-bersyarat, tergantung tujuannya. Prinsipnyaadalah bahwa transfer harus mencukupi untuk memastikan bahwapemerintah daerah bisa melaksanakan fungsi yang dialihkan ke mereka;dan bahwa transfer harus membawa ke pengurangan ketidakseimbanganantara pemerintah dengan pemerintah daerah.

8.3. Praktek Terkini Terkait Hubungan Fiskal Antar Peme-rintah

Tipe transfer fiskal antar pemerintah, menurut UU No. 33 (2204),terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK)dan Bagi Hasil Pendapatan Pajak dan Sumberdaya Alam.

8.3.1. Dana Alokasi Umum (DAU)

Di negara berkembang dan negara transisional, ada kesenjanganyang besar antar kapasitas fiskal pemerintah daerah. Salah satu carauntuk mengatasi masalah ini adalah dengan menciptakan rumus untukmenghitung kapasitas fiskal setiap pemerintah daerah. Kapasitas fiskalini lalu dibandingkan dengan kebutuhan fiskal pemerintah daerah.Kemudian transfer fiskal dihitung untuk menutup atau mengurangikesenjangan fiskal. Dalam hal ini, kesenjangan fiskal merupakan konseputama karena setiap daerah memiliki kebutuhan fiskal yang berbeda-beda. Kesenjangan fiskal dihitung untuk mendapatkan gambaran yangbisa menunjukkan seberapa besar kesenjangan antara kebutuhan fiskaldan kapasitas fiskal dari setiap pemerintah daerah. Karena itu,memperbaiki ketidakseimbangan horizontal tidak dilakukan untuk tujuan

128

Bagian D : Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 134: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

meratakan pembagian transfer fiskal ke daerah, tapi untuk meratakankapasitas fiskal agar setiap daerah bisa memenuhi kebutuhannya. Namunmeratakan belanja aktual akan menurunkan usaha memperolehpendapatan asli daerah dan membatasi belanja daerah karena, menurutsistem ini, daerah dengan belanja terbesar dan pajak terkecil mendapatkantransfer terbesar.

DAU adalah dana alokasi umum yang diberikan dari anggaranpemerintah pusat (APBN) ke semua anggaran pemerintah daerah(APBD). Dana ini juga juga dipakai sebagai hibah penyetara untukmengurangi ketidakseimbangan horizontal. Alokasi didasarkan satu setrumus. Rumus dasar terdiri dari unsur-unsur berikut: ‘alokasi dasar’—yang merupakan nilai gaji karyawan pemda—dan penghitungankesenjangan fiskal.

Kesenjangan fiskal itu sendiri dihitung dengan jalan mengurangikapasitas fiskal dengan kebutuhan fiskal. Penghitungan kebutuhan fiskaldidasarkan pada komponen berikut ini: penduduk, wilayah permukaan,indek biaya harga, indek pembangunan manusia dan indek per kapitaproduk domestik regional bruto (PDRB). Sementara itu, kapasitas fiskalpemda terdiri dari pendapatan asli daerah dan bagi hasil.

Persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemda adalah bahwa merekaharus menyerahkan APBDnya dalam batas waktu tertentu. Jikapersyaratan ini tidak dipenuhi, maka transfer DAU akan ditunda.Persyaratan ini dimaksudkan untuk mendorong pemerintah daerah untukmenentukan anggarannya sebelum awal tahun anggaran berikutnya,agar waktu yang dipakai untuk menyerap dana menjadi lebih optimal.Persyaratan ini ditujukan untuk meningkatkan tingkat realisasi anggarandaerah, berdasarkan pada analisis bahwa salah satu alasan realisasianggaran yang rendah adalah waktu yang tidak mencukupi untukmelaksanakan proyek atau kegiatan.

8.3.2. Dana Alokasi Khusus (DAK)

Skema DAK adalah hibah tujuan khusus yang dialokasikan dariAPBN ke pemerintah daerah tertentu dan program sektor tertentu. Tujuanutamanya adalah untuk membiayai investasi modal fisik dan pembiayaanperiode terbatas untuk kebutuhan pemeliharaan dan operasional, sesuaidengan prioritas nasional. Pemerintah daerah juga diharuskanmenyediakan dana pendamping senilai 10% dari total DAK yang

129

Bagian D : Memberikan Sistem Pembiayaan Antar Pemerintah yang Efektif

Page 135: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

dialokasikan ke setiap sektor.Kriteria untuk DAK dibagi menjadi kriteria umum, khusus dan

teknis. Kriteria umum mempertimbangkan kapasitas finansial pemerintahdaerah, dan kriteria khusus menekankan karakteristik khusus wilayahdaerah. Kriteria teknis lebih bersifat spesifik dengan pedomanpelaksanaan yang ditetapkan oleh kementerian utama.

Karena pemerintah nasional menetapkan persyaratan yang jelasuntuk pelaksanaan DAK, maka lingkup pemerintah daerah menjaditerbatas dalam memakai dana ini.30 Namun prinsip bottom-up berlakuselama proses alokasi DAK. Dalam proses ini, pemerintah daerah bolehmengusulkan program dan kegiatan yang sesuai dengan prioritasnasional.

8.3.3. Dana Bagi Hasil (DBH)

Bagi hasil pendapatan merupakan sistem di mana beberapa sumberpendapatan nasional dibagi bersama pemerintah daerah, untuk tujuanmengurangi ketidakseimbangan vertikal. Tujuan ini adalah untukmenangani kesenjangan yang ada antara kekuasaan untuk memperolehpenerimaan (pendapatan) asli daerah dan tanggung jawab belanjayang diberikan ke pemerintah daerah. Tanggung jawab yang semakinbesar dari pemerintah daerah untuk melaksanakan fungsi tertentu,menimbulkan kewajiban mereka untuk menyediakan anggaran yangmemadai. Pemerintah pusat bisa memecahkan masalah ini melaluikekuasaan yang lebih besar untuk memperoleh penerimaan asli daerahatau pemberian transfer fiskal, termasuk transfer dari bagi hasilpendapatan.

Transfer bagi hasil pendapatan dialokasikan berdasarkan padaperkiraan pendapatan tahun berikutnya, tapi transfer didasarkan padapendapatan aktual yang diterima. DBH memakai campuran duapendekatan untuk penghitungannya, yakni ‘menurut asal’ dan ‘menurutrumus.’ Sebagian besar bagi hasil pendapatan di Indonesia ditransfersebagai block grant (hibah kelurahan/desa), yang memungkinkanpemerintah daerah untuk memakai diskresi mereka sendiri dalammemanfaatkan dana ini.

30 B. Brodjonegoro, J. Martinez, 2002. Analysis of Indonesia’s Fiscal Transfer System: RecentPerformance and Future Prospects. Andrew Young School of Policy Studies. Disajikan dalamKonferensi: Can Decentralization Help Rebuild Indonesia?  Georgia State University.

130

Bagian D : Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 136: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

8.3.4. Bagi Hasil Pendapatan Pajak

Beberapa pajak utama di Indonesia, seperti pajak pendapatan(perorangan dan perusahaan), pajak pertambahan nilai (PPN), pajakproperti (PBB) serta cukai, masih ditagih dan dikelola oleh pusat.Sebelumnya, hanya pajak pendapatan perorangan, pajak transfer hakatas properti (BPHTB) dan pajak properti dibagi bersama pemda. Sejak2009, skema bagi hasil pendapatan cukai yang baru disertakan. Selainitu, pajak transfer hak atas properti dan pajak properti perkotaan danperdesaan dialihkan ke pemda di tahun 2010; pajak properti akandialihkan secara bertahap hingga 2014.

Porsi untuk setiap tipe pajak ada bersama berbagai persentaseuntuk bagi hasil pendapatan. Bagi hasil terbesar dari satu sumberpendapatan untuk pemerintah daerah adalah dari pajak properti.Pemerintah daerah memperoleh 90% dari pendapatan aktualnya. Nilai90% ini dibagi menjadi 16,2% untuk provinsi, 64,8% untuk daerahasal, dan 9% untuk biaya penagihan oleh kantor pusat dan daerah.Sisanya sebesar 10% semula diduga akan tetap di tingkat pusat, namunpusat mengalokasikan nilai ini ke pemerintah daerah: 6,5% dialokasikansecara merata ke semua pemerintah daerah dan 3,5% dipakai sebagaiinsentif untuk pemerintah daerah yang perolehan pajak properti aktualnyalebih besar daripada nilai yang dianggarkan.

Sebelum tahun 2011, nilai terbesar kedua dari segi persentase adalahdari pajak transfer hak atas tanah (BPHTB) yang memberi pemerintahdaerah 80%; dari persentase ini, 16% untuk provinsi dan 64% untukkabupaten/kota, berdasarkan pada asal pendapatan. Namun pajaktransfer hak atas properti seluruhnya dipindahkan ke kabupaten/kotamenurut UU No. 28. Jadi, nilai terbesar kedua sekarang adalah daripajak pendapatan perorangan yang 20%nya untuk pemerintah daerahasal pajak; dari persentase ini provinsi memperoleh 8%—kabupaten/kota asal pendapatan mendapatkan 8,4% dan sisanya sebesar 3,6%dibagikan secara merata ke semua kabupaten/kota lainnya di provinsiyang sama.

8.3.5. Bagi Hasil Pendapatan Sumberdaya Alam

Bagi hasil pendapatan sumberdaya alam diambil dari kehutanan,perikanan, pertambangan umum, serta minyak dan gas. Bagi hasil

131

Bagian D : Memberikan Sistem Pembiayaan Antar Pemerintah yang Efektif

Page 137: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

pendapatan energi panas bumi baru-baru ini ditambahkan. Skematransfer dalam bagi-hasil seperti ini di Indonesia, memiliki sifat unikkarena pemerintah pusat menetapkan dana yang disisihkan dalamtransfer. Dana yang disisihkan ini adalah dana reboisasi —yang bernilai40% dari pendapatan reboisasi untuk pemerintah daerah asal—dantambahan sebesar 0,5% dari pendapatan minyak dan bumi, yangdisisihkan untuk membiayai pendidikan dasar di pemerintah daerah.

Selain itu, porsi bagi hasil pendapatan kehutanan dan pertambanganumum adalah 80% untuk pemda. Jika ini pendapatan produksi, maka80% ini dibagi sebagai berikut: 16% untuk provinsi, 32% untukkabupaten/kota asal dan 32% sisanya dibagikan secara merata kekabupaten/kota lain di provinsi yang sama. Namun jika ini hanya ongkosizin eksploitasi, maka 80% tersebut dibagi sebagai berikut: 16% untukprovinsi dan 64% untuk kabupaten/kota asal. Mengenai minyak dangas, pemda memperoleh persentase bagi hasil pendapatan yang lebihkecil. Bagi hasil pendapatan minyak yang diberikan ke pemda adalah15% (3% untuk provinsi, 6% untuk kabupaten asal dan 6% dibagikansecara merata ke kabupaten/kota lain di provinsi yang sama); sedangkandari gas, persentasenya adalah 30% (6% untuk provinsi, 12% untukkabupaten/kota asal dan 12% dibagikan secara merata ke kabupaten/kota lain di provinsi yang sama). Persentase ini tidak termasuk danatambahan yang disisihkan seperti tersebut di atas.

Walau persentasenya kecil, tapi jika dibandingkan dengan seluruhnilai uang yang diterima oleh pemerintah daerah, maka nilai bagi hasilpendapatan minyak dan gas adalah nilai terbesar di antara semuabagi hasil pendapatan dari sumberdaya alam. Selain itu, bagi hasilpendapatan minyak dan gas didasarkan pada pengaturan khusus.Pemerintah daerah di provinsi Aceh, Papua dan Papua Barat diberipersentase bagi hasil tambahan sebesar 55% untuk minyak dan 40%untuk gas. Persentase tambahan ini diberikan karena status otonomikhusus mereka.

8.3.6. Dana Otonomi Khusus dan Transfer Lainnya

Dana Otonomi Khusus diberikan ke hanya tiga provinsi, yakniAceh, Papua dan Papua Barat. Dana ini diberikan menurut UU No. 11(2006) dan UU No. 21 (2001), yang kemudian direvisi oleh UU No. 35(2008). Kedua UU ini menyatakan bahwa 2% dari plafon DAU nasional

132

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 138: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Sumber: dihitung dari data Kementerian Keuangan.

Gambar 8.1. Data Historis Terkait Transfer Antar Pemerintah dari1995/1996 –2008* (miliar Rupiah)

harus diberikan ke provinsi dengan status otonomi khusus. Dana inisebagian besar untuk mendukung pendanaan infrastruktur tambahan diprovinsi-provinsi tersebut. Selain itu, tipe transfer lain untuk semuapemerintah daerah kadang ada, tergantung kebijakan anggaran nasionalyang berbeda-beda setiap tahun.

Data historis terkait transfer antar pemerintah (bagi hasilpendapatan, DAU dan DAK) di Indonesia, dari 1995/1996 hingga 2008,bisa dilihat di Gambar 8.1. Data sebelum 2001 untuk DAU menyertakansubsidi dari Subsidi Daerah Otonom (SDO), dan DAK menyertakansubsidi untuk pembangunan daerah melalui Hibah Instruksi Presiden(Hibah Inpres).

* Sebelum tahun 2000, siklus anggaran di Indonesia dimulai pada tanggal 1 April dan berakhir padatanggal 31 Maret tahun berikutnya. Di tahun 2000, siklus anggaran ini hanya berumur 9 bulan,dari 1 April hingga 31 Desember. Sejak tahun 2001, siklus anggaran dimulai dari 1 Januari hingga31 Desember.

133

Bagian D : Memberikan Sistem Pembiayaan Antar Pemerintah yang Efektif

Page 139: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Berdasarkan pada angka-angka tersebut, transfer antar pemerintahdi Indonesia banyak meningkat setiap tahunnya, terutama setelah tahun2001 ketika desentralisasi fiskal dilaksanakan. Porsi terbesar berasaldari DAU, dan DAK adalah porsi terendah dan tidak besar jikadibandingkan dengan lainnya. Bagi hasil pendapatan banyak meningkatselama era desentralisasi fiskal, karena provinsi yang kaya sumberdayaalam mendapatkan porsi pendapatan yang lebih besar dari sumberdayaalam, seperti minyak dan gas. Selain itu, sebagian besar provinsi diJawa memperoleh pendapatan lebih besar dari bagi hasil pajak karenakegiatan ekonomi terkonsentrasi di Jawa. Sebelum desentralisasi fiskal,porsi terbesar transfer antar pemerintah dari DAK berasal dari ‘Inpres’pendahulu DAK. Namun DAK adalah hibah bersyarat, jadi transferini disisihkan untuk tujuan tertentu. Sebaliknya, setelah desentralisasifiskal di tahun 2001, porsi DAK banyak menyusut dan porsi yangberasal dari hibah DAU tak bersyarat menggantikan porsi dari DAKsebagai transfer antar pemerintah terbesar di Indonesia.

8.4. Pendapatan Pemerintah DaerahPendapatan Pemerintah Daerah (pemda) dan sebagian besar terdiri

dari transfer antar pemerintah (dana perimbangan) dan pendapatan aslidaerah (PAD). Pemerintah daerah memiliki pendapatan dari sumbermereka sendiri dari pajak lokal, bea lokal, pendapatan dari aset daerahdan pendapatan lainnya. Jika perlu, mereka bisa juga menerbitkanobligasi. Komponen pajak lokal untuk pemerintah provinsi dankabupaten/kota berbeda; pemerintah provinsi berwenang mengumpulkanpajak lokal yang menguntungkan, seperti pajak bahan bakar, pajakregistrasi kendaraan, pajak transfer kepemilikan kendaraan, dan pajakair tanah. Sebaliknya, pemerintah kabupaten/kota hanya bisamengenakan tujuh macam pajak lokal yang tidak menguntungkan: pajakhotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak iklan, pajak peneranganjalan, pajak parkir dan pajak galian sirtu (pasir dan batu).

Tabel berikut menunjukkan komponen pendapatan pemda sebelumdan sesudah desentralisasi. Kami temukan bahwa lebih dari 70%pendapatan mereka berasal dari transfer pemerintah pusat, jadi peranpendapatan asli daerah belum begitu besar. Walau hibah SDO danInpres—yang menjadi bagian terbesar dari transfer sebelum

134

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 140: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Kapasitas pendapatan berbeda antara pemerintah provinsi dankabupaten/kota. Dibandingkan dengan pemerintah kabupaten/kota,pemerintah provinsi memperoleh lebih banyak pendapatan dari sumbermereka sendiri; mereka bisa mengumpulkan pajak-pajak lokal yangmenguntungkan. Hingga kini, banyak pajak seperti pajak pertambahannilai, pajak pendapatan dan pajak properti, dulunya dikendalikan olehpemerintah pusat. Namun pajak properti akan dipindahkan ke pemdahingga 2014. Pemerintah pusat menentukan tingkat pajak maksimumdan pokok pajak lokal dan, akibatnya, pemda tidak banyak memilikiruang untuk meningkatkan pendapatan pajak mereka. Tanpa memandangperubahan baru-baru ini terkait pajak properti, bisa dikatakan bahwadesentralisasi fiskal di sisi pendapatan belum semaju seperti yang terjadidi sisi belanja.

Jika desentralisasi fiskal harus menjadi kenyataan, maka pemdaharus mengendalikan pendapatan asli mereka ‘sendiri’ agar bisamembiayai belanja mereka secara memadai. Pemda yang kekurangan

Sumber: dihitung dari data Kementerian Keuangan.

desentralisasi—merupakan hibah bersyarat, tapi DAU—bagian terbesardari transfer setelah desentralisasi—adalah hibah tak bersyarat.Sebaliknya, hibah bersyarat sejak desentralisasi, DAK, hanya mendudukiporsi yang kecil. Selain itu, pendapatan lain di tahun 2011 meningkat,yang berasal dari dana otonomi khusus dan dana penyesuaian.

Tabel 8.2. Pendapatan Pemerintah Daerah 1999/2000 dan 2011 (miliar Rupiah)

135

Bagian D : Memberikan Sistem Pembiayaan Antar Pemerintah yang Efektif

Item 1999/2000 2011

Total Pendapatan 40.912 100,0% 479. 098 100,0%

PAD Pemda 7.069 17,3% 90.393 18,9%

Pajak Daerah 5.044 12,3% 63.640 13,3%

Retribusi 1.215 3,0% 7.935 1,7%

Pendapatan Aset Yang Dipisahkan 176 0,4% 435 0,9%

Pendapatan Daerah Lainnya 633 1,5% 14.465 3,0%

Dana Perimbangan 31.113 76,0% 327.361 68,3%

DBH 5.437 13,3% 76.358 15,9%

SDO/DAU 16.525 40,4% 225.717 47,1%

Inpres/DAK 8.945 21,9% 25.287 5,3%

Pendapatan Lainnya 206 0,5% 61.344 12,8%

Page 141: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

sumber pendapatan yang independen tidak akan pernah bisa menikmatiotonomi fiskal. Kemungkinan besar, pemda akan menjadi tergantungpada transfer antar pemerintah dari pemerintah pusat. Makapertanyaannya adalah sumber pendapatan yang mana yang bisa danharus ditugaskan ke pemerintah di tingkat daerah, dan bagaimanapenugasan ini diberlakukan?

Di tahun 2001, pendapatan asli pemda memberikan kontribusihanya 5% ke total anggaran lokal, yang kemudian menjadi 7% ditahun 2009. Sejak 2009, Indonesia memakai sistem daftar tertutup,dan setiap tingkat pemerintah memiliki pajak yang ditentukan, agarpajak yang sama tidak dikenakan dua kali. Untuk memberdayakanpajak lokal, pemerintah pusat bisa memperluas obyek pajak lokal danbea pengguna, meningkatkan tingkat maksimum, dan memberipemerintah daerah diskresi untuk menentukan tingkat pajak. Mekanismepengendalian preventif dan korektif dilaksanakan oleh pemerintah pusat,sebagai fungsi peraturan perundang-undangan untuk memastikan bahwapajak lokal sesuai dengan peraturan lebih tinggi yang ada.

Di tahun 2009, pemerintah pusat memberlakukan UU mengenaipajak dan bea daerah, yang dikenal sebagai UU No. 28 yang menandaiperubahan mendasar yang sangat strategis dalam desentralisasi fiskal.UU ini memiliki tujuan berikut: untuk memberi pemerintah daerahotonomi maksimum, untuk memberi lebih banyak wewenang atasperpajakan, untuk meningkatkan akuntabilitas penyediaan pelayanandan administrasi pemda, dan untuk meningkatkan kepastian usaha.

Perubahan mendasar menurut UU ini adalah peralihan dari sistemdaftar terbuka (UU No. 34/2000) ke sistem daftar tertutup pajak danbea, serta devolusi pajak properti (PBB dan BPHTB) ke kabupaten/kota. Di bawah sistem daftar terbuka, pemda memiliki wewenang untukmenciptakan pajak baru. Banyak pajak lokal yang menimbulkan dampakburuk pada iklim usaha. Berdasarkan pada pengalaman internasional,sebagian besar negara berkembang melimpahkan urusan pajak propertike pemerintah daerah.

Pajak properti merupakan sumber pendapatan yang paling umumbagi pemda. Pajak ini ideal untuk pemda, karena properti tidak bisaberpindah tempat (tanah jelas tidak bisa berpindah-pindah). Pajakproperti bisa menjadi sumber pendapatan yang stabil, pajak yang efisiendan bisa meningkatkan akuntabilitas dan transparansi lokal antar

136

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 142: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

pemerintah dan warganya. Kebijakan devolusi ini merupakan perubahanbesar, mengingat Indonesia adalah negara yang besar dengan beragamkepadatan penduduk, wilayah geografis dan kondisi ekonomi di daerah-daerahnya. Berdasarkan pada UU ini, mulai 1 Januari 2011, pajaktransfer hak atas tanah (BPHTB) menjadi pajak kabupaten/kota, danpajak properti perkotaan dan perdesaan (PBB2) juga akan menjadipajak kabupaten/kota pada tanggal 1 Januari 2014. Pada saatpemindahan PBB/BPHTB menjadi pajak kabupaten/kota, diharapkanpemerintah kabupaten/kota bisa mengoptimalkan pengumpulanpendapatan ini, dan memakainya sepenuhnya demi kepentingan dankesejahteraan masyarakat mereka.

Untuk melaksanakan pajak ini, pemerintah kabupaten/kota harusmenyusun peraturan daerah, prosedur operasi standar (SOP) dan sistembasis data, yang bisa membantu dalam pelatihan sumberdaya manusiadan lembaga yang terlibat dalam pajak properti.

Di bulan Agustus 2011 sebagai tahun pertama pelaksanaan BPHTB,410 kabupaten/kota siap untuk menagih BPHTB mereka (83,3%) dan79 kabupaten/kota menyusun peraturan daerah mereka (16,1%),sedangkan tiga kabupaten/kota belum menyusun peraturan daerahmereka. Beberapa pemda juga melaporkan bahwa mereka sudahmelampaui target BPHTB mereka untuk tahun ini.

Walau PBB akan menjadi pajak lokal pada tanggal 1 Januari2014, tapi Surabaya telah mulai menagih PBB tahun ini, sedangkan 23kabupaten/kota menegaskan bahwa mereka akan menagih PBB di tahun2012. Ada 9 kabupaten/kota yang akan menjadi daerah percontohandevolusi PBB, agar kabupaten/kota lain bisa belajar dari pengalamanmereka.

Namun, mungkin akan ada beberapa tantangan dalam pelaksanaandevolusi PBB dan BPHTB ke beberapa pemda, terutama pemda yangbelum siap. Daerah yang relatif miskin akan kehilangan pendapatanmereka, karena mereka tidak akan memiliki akses ke bagi hasilpendapatan dari BPHTB dan PBB.

8.5. Pemekaran Pemerintah DaerahEuforia yang ditimbulkan oleh otonomi daerah di Indonesia

membawa berbagai dampak pada masyarakat dan pemerintah. Salah

137

Bagian D : Memberikan Sistem Pembiayaan Antar Pemerintah yang Efektif

Page 143: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

satunya adalah tuntutan yang semakin banyak diajukan untukpembentukan pemerintah daerah baru, melalui pemisahan (pemekaran)dari pemerintah daerah yang ada. Salah satu tujuan desentralisasi adalahuntuk membawa pelayanan publik lebih dekat ke masyarakat, terutamamasyarakat di daerah terpencil, dan dengan demikian meningkatkankesejahteraan masyarakat. Proses pemisahan ini diatur dalam PeraturanPemerintah (PP) No. 78 (2007). Menurut peraturan ini, tuntutanpemisahan daerah harus dimulai dengan keinginan masyarakat. Sejaktahun pertama otonomi daerah (2001) hingga 2010, 158 pemerintahdaerah baru telah dibentuk melalui pemisahan dari pemerintah daerahyang lama (Tabel 8.3).

Tabel 8.3. Hasil Pemekaran Daerah

Pemisahan ini bisa memberikan lebih banyak manfaat bagi daerahbaru,31 seperti: (i) meningkatkan pelayanan untuk masyarakat; (ii)mendorong pengelolaan sumberdaya alam secara berkelanjutan; (iii)meningkatkan partisipasi dan kepemilikan masyarakat; (iv)meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumberdaya alam;(v) meningkatkan pemeliharaan keberlanjutan lingkungan; (vi)meningkatkan produktivitas regional, nilai tambah dan daya saing; dan

31 Tim Asisten Menteri Keuangan untuk Desentralisasi Fiskal, 2008, Grand Design DesentralisasiFiskal Indonesia, Jakarta.

138

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Tahun Pemda Baru Provinsi Kabupaten/Kota Total

2001 - 12 12

2002 - 37 37

2003 1 49 50

2004 1 - 1

2005 1 - 1

2006 - - -

2007 - 25 25

2008 - 30 30

2009 - 2 2

2010 - - -

Total 3 155 158

Sumber: Kementerian Keuangan, diolah kembali.

Page 144: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

(vii) meningkatkan kesejahteraan masyarakat.Dampak yang diinginkan dari pemisahan (pemekaran) ini

berlawanan dengan kesimpulan yang diberikan oleh beberapa studitentang masalah ini. Kegiatan ekonomi di daerah baru tidakmeningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, bahkan dalam waktu limatahun setelah pemisahan.32 Melihat ini, Susilo Bambang Yudhoyono,Presiden Republik Indonesia, mengungkapkan masalah ini dalam RapatPleno Khusus Dewan Perwakilan Daerah pada tanggal 23 Agustus2006. Dia mengatakan bahwa pemerintahnya harus menata kembalikonsep pemisahan pemerintah daerah.

Kerangka peraturan perundang-undangan terkini memberikeuntungan keuangan (hibah) ke pemerintah daerah yang baru dibentuk,dari pemerintah daerah induknya dan pemerintah provinsi (dalam kasuskabupaten/kota terpisah menjadi dua atau lebih) di mana daerah baruberada. Dampaknya adalah bahwa pemerintah daerah baru menjadisangat bergantung pada subsidi eksternal sejak awalnya. Ini jugamelanggar Pasal 4 dan 5 PP No, 129 (2000) dan Pasal 6 ayat 1 PPNo. 78 (2007), yang menetapkan bahwa kemampuan ekonomi, potensidaerah dan kapasitas fiskal merupakan persyaratan teknis yang harusdipenuhi untuk pemekaran. Jika persyaratan ini dipenuhi, maka daerahbaru akan mampu menyelenggarakan kegiatan pemerintahan danmelaksanakan program pembangunan tanpa bergantung sepenuhnyapada subsidi dari luar.

Selain itu, daerah yang baru dibentuk menerima hibah daripemerintah pusat, sejak tahun pertama berdirinya dan tahun-tahunselanjutnya, seperti dana perimbangan. UU No. 32 (2004)memperbolehkan daerah baru untuk menerbitkan semacam ‘anggarankecil’ karena, dalam tahun pertamanya, daerah baru belum memilikipimpinan eksekutif atau dewan legislatif. Namun pilihan ini tidakmemberikan hasil yang memadai. Hanya di tahun kedua setelahpemekaran, pemerintah daerah baru bisa sepenuhnya terbentuk. Meskibegitu, umumnya dokumen perencanaan belum disusun di tahun keduadan hibah yang diterima dikelola secara ad-hoc.

Pemekaran juga memengaruhi porsi alokasi DAU untuk pemerintah-

32 Bappenas and BRIDGE-UNDP, 2008, Studi Evaluasi Dampak Pemekaran Daerah 2001-2007, Jakarta.

139

Bagian D : Memberikan Sistem Pembiayaan Antar Pemerintah yang Efektif

Page 145: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Sumber: Kementerian Keuangan, diolah kembali.

Di luar DAU, pemekaran juga membawa dampak pada DAK,instansi pemerintah yang didekonsentrasi, pelayanan publik danpemindahan pegawai negeri. Karena nilai DAK, terutama untukinfrastruktur pemerintahan, meningkat setiap tahun, maka bebanfinansial dari anggaran pusat menjadi ikut meningkat. Masalah lainnyaadalah pemindahan pegawai negeri sipil ke daerah baru. Dalam banyakkasus, pegawai ini tidak mau dipindahkan karena berbagai alasan. Inimengakibatkan rekrutmen pegawai negeri sipil baru di daerah baru,jadi meningkatkan jumlah pegawai negeri sipil dan berlawanan dengankebijakan pemerintah pusat.

Selain itu, perlu secara efektif memantau kemajuan di daerah baru,untuk membuktikan apakah tujuan pemekaran, yakni meningkatkankesejahteraan masyarakat, telah tercapai atau tidak. Pemantauan iniditujukan utamanya untuk mengungkap semua informasi mengenaiketepatan pemekaran. Jika evaluasi data pemantauan menunjukkanbahwa, dalam jangka waktu tertentu, tujuan yang ditetapkan tidaktercapai, yakni kemakmuran tidak meningkat, atau kriteria lain tidak

pemerintah daerah. DAU, sebagai bagian mekanisme dana perimbangan,merupakan dana yang paling diandalkan oleh pemerintah daerah.Keberadaan daerah baru, dan daerah induk yang tersisa, memengaruhialokasi DAU. Daerah baru menyerap lebih banyak dana dari alokasiDAU, jika dibandingkan dengan pemerintah daerah lain dalam tahunkedua setelah pemekaran, seperti terlihat pada Tabel 8.4. di halamanberikut.

Tabel 8.4. Peningkatan Penyerapan Anggaran DAU per Daerah Barudan Daerah Induk Sisanya

140

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

2003 69.280,2 7.077,5 556,4 7,9%

2004 73.917,9 4.637,6 1.168,9 25,2%

2005 79.889,0 5.971,2 985,7 16,5%

2006 131.097,8 51.208,7 5.829,4 11,4%

2009 167.772,7 6.216,3 2.570,2 41,4%

2010 173.241,3 5.468,6 4.533,3 82,9%

2011 202.979,5 33.042,5 3.608,9 10,9%

TahunDAU untuk

Kabupaten/KotaPeningkatan

AnggaranPenyerapan

Total Persentase

Page 146: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

dipenuhi, maka pemerintah pusat boleh memutuskan untukmenggabungkan pemerintah daerah terkait kembali ke statusnya semula.PP No. 129 (2000) seperti yang telah diubah oleh PP No. 78 (2007)memperbolehkan tindakan ini, seperti halnya untuk beberapa pemerintahdaerah di AS.33

8.6. Menemukan SolusiTahun ini menandai ulang tahun kesepuluh dari pelaksanaan apa

yang disebut sebagai desentralisasi ‘Ledakan Besar’ di Indonesia. Walaubanyak pencapaian telah terwujud, tapi masih ada banyak masalahyang bisa memberikan pelajaran. Kebijakan telah meningkat jikadibandingkan dengan era pradesentralisasi—seperti tumpang-tindihbeberapa peraturan spesifik sektor dalam kerangka peraturan perundang-undangan untuk otonomi daerah. Terkait perihal ini, ‘Desain Besar’desentralisasi fiskal, yang disusun oleh Kementerian Keuangan,mengidentifikasi aspek kekurangan dari beberapa kebijakan yangdijalankan serta sejumlah kebijakan yang efektif.

8.6.1. Reformasi Sistem Transfer Keuangan Antar Pemerintah

Perlu dilakukan reformasi pada sistem transfer antar pemerintahyang ada saat ini, untuk memastikan bahwa ketidakseimbangan vertikaldan horizontal bisa banyak dikurangi. Salah satu hal yang harusdipertimbangkan adalah peran DAU dalam mengurangi ketidak-seimbangan fiskal antar pemerintah-pemerintah daerah. DAU perludisempurnakan dengan jalan merancang ulang rumusnya. Rumus DAUsaat ini terdiri dari dua komponen: alokasi fiskal dan kesenjanganfiskal. Komponen yang disebutkan terlebih dahulu (alokasi fiskal) tidakmenimbulkan dampak pada penyetaraan horizontal. Selain itu, komponenini mengundang insentif untuk mempekerjakan pegawai negeri dalamjumlah yang berlebihan di tingkat daerah, jadi mengurangi mutu belanjalokal—seperti terlihat dalam belanja pegawai yang sangat tinggi—dibanyak Pemda. Jika rumus DAU disusun ulang sebagai dasar bagikomponen yang disebut terakhir (kesenjangan fiskal), maka komponenini bisa membantu meningkatkan penyetaraan horizontal.

33 George W. Hammond, and Mehmet S. Tosun, 2009, The Impact of Local Decentralization onEconomic Growth: Evidence from U.S. Counties, Discussion Paper No. 4574, November 2009.

141

Bagian D : Memberikan Sistem Pembiayaan Antar Pemerintah yang Efektif

Page 147: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Selain itu, perlu menanggapi disinsentif yang ada saat ini dalamrumus DAU, terkait dengan usaha pemerintah daerah untukmeningkatkan pendapatan asli mereka. Dalam menghitung kesenjanganfiskal, rumus ini memakai pendapatan asli daerah sebagai komponenkapasitas fiskal. Karena itu, pendapatan asli daerah yang meningkatmengurangi kesenjangan fiskal dan akhirnya mengakibatkan penurunandalam alokasi DAU untuk pemerintah daerah. Ini bisa diwujudkandengan jalan menyempurnakan sistem berbasis insentif dalam sistemtransfer fiskal.

Komponen bagi hasil pendapatan, sebagai alat untuk memperbaikiketidakseimbangan vertikal, perlu beberapa penyempurnaan, khususnyayang berkaitan dengan penentuan waktu dan penyaluran. Beberapakesulitan muncul dari sistem bagi-hasil pendapatan saat ini, yangdihitung berdasarkan pada pendapatan aktual, terutama di akhir tahun.Kadang ini mengakibatkan bagi-hasil pendapatan yang ditransfer setelahtahun anggaran terkait berakhir. Untuk masalah ini, pemerintah pusatakan merevisi sistem terkini, agar pemda bisa menerima pendapatanmereka secara tepat waktu.

Mengenai DAK, perannya adalah untuk mendanai belanja proyekyang mendukung prioritas nasional di tingkat daerah. Walau memilikiperan ini, tipe transfer antar-pemerintah ini, yang pertama kalidiperkenalkan di tahun 2003, relatif kecil porsinya dalam total transferantar pemerintah. Untuk mendukung pengembangan sektor tertentu,maka perlu meningkatkan porsi DAK. Karena DAK adalah hibah yangdisisihkan, maka dana ini paling cocok untuk mendukung pencapaianstandar minimum dalam pelayanan publik tertentu di tingkat daerah,seperti pendidikan, kesehatan dan infrastruktur (jalan, irigasi, saluran,air bersih).

Alasan lain untuk revisi sistem transfer antar pemerintah adalahbahwa sistem ini telah menimbulkan dorongan untuk pemekaran daerah,karena daerah yang baru dibentuk akan memperoleh dana perimbangandi tahun pertama keberadaannya. Kebijakan yang layak adalahmengalokasikan dana perimbangan beberapa tahun setelah pembentukandaerah baru, atau memperketat kriteria pembentukan pemda baru.Seperti disebutkan sebelumnya, jumlah daerah baru yang dibentuk sete-lah pemberlakuan UU mengenai desentralisasi, adalah 158 daerah baru,termasuk tiga provinsi baru. Studi telah dilakukan untuk mengetahui

142

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 148: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

dampak pemekaran ini, melalui pengkajian peningkatan DAU antaraprovinsi dengan daerah baru dan provinsi tanpa daerah baru.

Temuannya adalah bahwa provinsi dengan daerah baru memperolehbanyak peningkatan DAU selama 10 tahun terakhir, sedangkan provinsitanpa daerah baru hanya menunjukkan peningkatan kecil selama dekadeterakhir. Contohnya, Provinsi Bengkulu, dengan 6 daerah baru,menunjukkan banyak peningkatan dalam total DAU yang dialokasikan,yang mencapai 477%. Sebagai perbandingan, Provinsi Yogyakarta yangtidak memiliki daerah baru menunjukkan peningkatan yang hanyasebesar 216% dalam DAU yang dialokasikan ke semua pemda didalamnya. Sistem transfer antar pemerintah harus membuang doronganseperti ini.

Tabel 8.5. Perbandingan Peningkatan DAU antara Provinsi denganDaerah Baru dan Provinsi Tanpa Daerah Baru

Sumber: Kemenkeu

8.6.2. Pengembangan Sistem Pendapatan Daerah yang Efisien danEfektif

Reformasi sistem juga menyertakan pengembangan pendapatandaerah yang efisien dan efektif, untuk membantu pemda dalammelaksanakan penugasan belanja mereka. Sistem pendapatan daerahyang baru, seperti yang ditetapkan oleh UU 28 (2009), banyakmengurangi pajak dan bea yang dikenakan oleh pemda. Menurut UUsebelumnya, ada ribuan pajak dan bea baru yang diciptakan oleh pemda.Situasi ini menyebabkan biaya administrasi yang tinggi untuk investasidan menimbulkan dampak negatif pada pembangunan ekonomi lokaldan nasional. Berkaitan dengan penguatan sistem pendapatan daerah,

143

Bagian D : Memberikan Sistem Pembiayaan Antar Pemerintah yang Efektif

Provinsi

2001 2011 Peningkatan

DAU selama 10 tahun terakhir

(%) Total DAU Kab/Kota

(miliar Rp)

Jumlah Kab/Kota

Total DAU Kab/Kota (miliar Rp)

Jumlah Kab/Kota

Bengkulu 527,15 4 3.044,16 10 477%

Kalimantan Tengah 881,09 6 5.536,94 14 528%

Jawah Tengah 7.216,48 35 20.286,07 35 181%

Yogyakarta 857,32 5 2.710,42 5 216%

Page 149: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

pemerintah pusat akan secara ketat memantau dan mengevaluasi prosesdevolusi pajak properti, walau masih ada waktu dua tahun bagi pemdauntuk menyiapkan penagihan pajak baru yang dipindahkan ini.

8.6.3. Optimalisasi Kualitas Belanja

Kualitas belanja daerah sangat mengkhawatirkan. Belanja jasadan barang publik ditempatkan lebih rendah daripada belanja pegawai.Porsi belanja gaji yang berlebihan bisa dilihat dalam agregat anggarandaerah tahun 2011. Belanja gaji dan uang saku mencapai 44,5% darianggaran tahunan pemerintah daerah, termasuk provinsi. Rata-ratabelanja gaji dan uang saku untuk semua kabupaten/kota mencapai51%. Belanja gaji di beberapa daerah bahkan mencapai 70%. Gambar8.2 menunjukkan 20 pemda dengan belanja gaji terendah dan tertinggi.10 Pemda dengan porsi belanja gaji dan uang saku tertinggi sebagianbesar berada di Jawa. 10 pemda dengan porsi belanja gaji dan uangsaku terendah sebagian besar adalah pemda yang baru dibentuk. Inibisa dijelaskan oleh kenyataan bahwa daerah yang baru dibentuksebagian besar tidak berbagi karyawan dengan daerah induk, karenakaryawan umumnya tidak mau pindah ke ibu kota daerah baru. Jadi,daerah baru perlu merekrut karyawan sejak awal, sedangkan daerahinduk memiliki pegawai negeri yang tertinggal dalam jumlah banyakyang tidak proporsional.

Gambar 8.2. Rasio Belanja Gaji untuk Kabupaten/Kota

Sumber: Kemenkeu.

144

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 150: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Peningkatan porsi belanja pegawai, seiring waktu, menyebabkanpenurunan porsi belanja pembangunan dan penyediaan pelayanan. Walaupemerintah pusat memutuskan untuk memberlakukan moratoriumrekrutmen pegawai negeri di tingkat pusat dan daerah, tapi ini hanyasolusi jangka pendek. Jadi, solusi jangka panjang perlu ditemukan.Salah satu cara untuk memecahkan masalah ini adalah menetapkanporsi maksimum belanja pegawai, yang dibandingkan dengan totalbelanja. Namun solusi ini memerlukan waktu agar bisa terjadi karenabeberapa pemerintah daerah, yang memiliki rasio belanja pegawai yanglebih besar daripada rasio yang diperbolehkan, perlu membuat beberapapenyesuaian, misalnya, penerapan laju pertumbuhan negatif/nol untuktotal jumlah pegawai, atau pendekatan ‘jabat tangan emas’ (goldenhandshake) untuk mengurangi jumlah pegawai.

Salah satu cara lain untuk menangani isu ini adalah menetapkanpersyaratan minimum untuk belanja modal. Ini akan menjamin bahwapemda memenuhi, walau hanya sebagian, kebutuhan mereka untukbelanja pembangunan, juga secara tidak langsung membatasi belanjamereka untuk gaji dan uang saku. Namun kebijakan ini perludikembangkan secara bijaksana dan rinci, karena belanja modal berbeda-beda antar pemda untuk alasan yang berasal dari dalam atau dari luar.

8.7. Kesimpulan dan RekomendasiDesentralisasi fiskal di Indonesia telah berjalan selama sepuluh

tahun dan beberapa pencapaian telah terwujud, tapi masih ada ruanguntuk menyempurnakan kebijakan desentralisasi Indonesia.Penyempurnaan ini harus sesuai dengan ‘Desain Besar’ DesentralisasiFiskal yang disusun oleh Kementerian Keuangan.

Untuk memastikan bahwa ketidakseimbangan vertikal danhorizontal bisa banyak dikurangi, maka sistem transfer antar pemerintahperlu direvisi. Penggantian rumus DAU penting artinya untukmenghapuskan alokasi dasar yang mendorong rekrutmen pegawai negeridalam jumlah yang berlebihan di tingkat daerah.

Komponen bagi-hasil pendapatan, sebagai alat untuk memperbaikiketidakseimbangan fiskal, memerlukan beberapa penyempurnaan,terutama yang berkaitan dengan ketepatan waktu penyaluran dana.Yang terakhir, untuk mendukung pengembangan standar pelayanan

145

Bagian D : Memberikan Sistem Pembiayaan Antar Pemerintah yang Efektif

Page 151: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

publik dasar di tingkat daerah, maka perlu meningkatkan porsi hibahDAK.

Reformasi juga perlu menyertakan pengembangan sistempendapatan lokal yang lebih efisien dan efektif, untuk mendukung pemdadalam melaksanakan penugasan belanja mereka.

Kualitas belanja lokal telah menjadi masalah karena belanja yangberlebihan untuk gaji dan uang saku pegawai, jika dibandingkan denganbelanja untuk barang dan jasa publik. Solusi yang memungkinkan untukmasalah ini adalah menetapkan porsi maksimum belanja pegawai, atauporsi minimum belanja modal jika dibandingkan dengan total belanja.

146

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 152: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

9Reformasi Sistem PembiayaanAntar Pemerintah

Kenneth Brown

9.1. PendahuluanSetelah transisi dari pemerintahan apartheid—di mana hanya

masyarakat minoritas kulit putih yang bisa menjalankan hakdemokrasinya—ke pemerintah demokratis sepenuhnya, Afrika Selatanmengalami proses desentralisasi fiskal untuk membentuk pengaturankesatuan seperti saat ini, dengan banyak desentralisasi belanja. Namunproses desentralisasi di Afrika Selatan tidak seperti di sebagian besarnegara lain. Negara demokratis yang baru ini harus secara bersamaanmenggabungkan pemerintahan yang terpecah-pecah yang diciptakanoleh sistem apartheid, dan melakukan devolusi beberapa fungsi.

Sistem antar pemerintah saat ini di Afrika Selatan berasal dariproses perundingan yang membawa ke Konstitusi Afrika Selatan yangbersifat sementara (interim). Tokoh politik utama dari Kongres NasionalAfrika (ANC), yang tidak lagi dilarang, dan Partai Nasional memulaiperundingan resmi mengenai konstitusi di bulan Desember 1991. Prosesini kemudian harus dihentikan dan dimulai lagi berulang-kali ini, karenameningkatnya kekerasan dan ancaman kelompok separatis. Kekerasandan keinginan tokoh politik utama untuk menghindari kekerasan,mendorong partai-partai politik untuk melakukan kompromi danmencapai kesepakatan untuk memastikan bahwa proses ini bisa terusmaju. Partai Nasional mengusulkan proses reformasi dua-tahap, yangsemula ditentang oleh ANC tapi karena meningkatnya kekerasan, ANC

147

Page 153: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

akhirnya menyetujui proses reformasi dua-tahap ini. Dalam situasiseperti ini, Konstitusi sementara disusun drafnya dan dengan demikian,benih sistem antar pemerintah saat ini mulai ditanam.

Afrika Selatan 2011 adalah negara demokrasi konstitusional, danpersyaratannya disebutkan dalam Konstitusi 1996. Pemerintah Afrikaselatan terdiri dari tiga tingkat pemerintah: pemerintah nasional,sembilan provinsi dan 278 kota. Parlemen Afrika Selatan terdiri dariMajelis Nasional dan Dewan Nasional Provinsi. Yang disebut pertamamewakili masyarakat negara ini dan yang kedua mewakili provinsi.Provinsi bertanggung jawab atas pelaksanaan peraturan perundang-undangan nasional, dan setiap provinsi memiliki parlemen provinsiterpilih. Ada tiga kategori kota, dan wewenang legislatif dan eksekutifdiberikan ke dewan kota. Sebagian besar pendapatan provinsi berasaldari transfer nasional, sedangkan sebagian besar pendapatan pemerintahdaerah (pemda) berasal dari pendapatan sendiri dari bea pengguna danpajak properti.

Di bawah pemerintah apartheid, pemerintah Afrika Selatanmengakui empat negara bagian yang independen dan enam negarabagian yang memerintah diri sendiri. Niat pemerintah kulit putih adalahuntuk mengasingkan warga kulit hitam ke tempat-asalnya. Tempat asal(homeland) ini mengenakan beberapa pajak penjualan umum dan pajakpendapatan, dan pemerintah Afrika Selatan mengenakan juga pajakyang sama di wilayah ini atas nama dan ditransfer ke tempat asal ini.Tempat asal bisa juga meminjam, dengan dukungan dari BankPembangunan Afrika Selatan yang dijamin oleh negara. Pengaturan inimenjamin bahwa tempat asal ini menjadi bergantung pada pemerintahAfrika Selatan. Kebanyakan warga kulit putih tinggal di Otoritas LokalPutih (WLA) di salah satu dari empat provinsi. Provinsi mengenakanbeberapa bea pelayanan tapi tetap bergantung pada pemerintah nasionaluntuk 80% lebih anggarannya. Pemerintah nasional memperolehpendapatannya dari pajak pendapatan perorangan, pajak penjualan,tarif perdagangan dan cukai. WLA mengenakan pajak properti dan beapelayanan. Warga hitam, yang tinggal di dekat dengan tempat kerja dipusat perkotaan, tinggal di Otoritas Lokal kulit Hitam (BLA) yangboleh mengenakan pajak dan bea pelayanan, tapi warga tidak maumembayar pajak. Dewan Layanan Regional mengenakan pajak pela-yanan regional pada pengusaha, yang dipakai untuk investasi di BLA.

148

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 154: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Transisi ke sistem antar pemerintah saat ini memerlukan penyatuanstruktur tempat asal, provinsi dan otoritas lokal yang terpecah-pecahini ke dalam sistem antar pemerintah gabungan, yang terdiri daripemerintah nasional, sembilan provinsi dan pemerintah daerah, sepertiyang diakui dalam Konstitusi Sementara 1993. Sumber pendapatantempat asal diambil-alih oleh pemerintah nasional, dan perubahan kecildibuat pada penugasan pendapatan provinsi. Pemda mengalami periodetransisi dan kemudian proses redemarkasi (pemisahan ulang), yangdiselesaikan dengan pemilu pemda di bulan Desember 2000 danmelahirkan sistem pemda seperti saat ini.

Dalam anggaran 1998/99, pemerintah melaksanakan satu rangkaianmekanisme transfer antar pemerintah yang baru, yang strukturnyasebagian besar tidak berubah. Provinsi menerima jatah provinsi yangadil dan beberapa hibah bersyarat. Jatah yang adil ini adalah hibahtak-bersyarat, dan setiap jatah provinsi dihitung dengan rumus yangobyektif. Hibah bersyarat menyediakan dana untuk prioritas nasional,dan saat ini dipakai untuk prioritas sebagian besar sektor untukinfrastruktur dan tujuan operasional. Rata-rata provinsi menerima 96%pendapatannya dari transfer nasional. Transfer untuk kota distrukturdengan cara yang sama, walau pendanaan hibah bersyaratnya lebihcenderung dipakai untuk menangani kekurangan infrastruktur dankebutuhan yang muncul akan infrastruktur kota. Secara keseluruhan,kota mengumpulkan sendiri 75% pendapatannya, tapi angka inimenyembunyikan banyak variasi karena 70% kota yang miskinmemperoleh 75% anggarannya dari transfer nasional.

Transisi yang dijelaskan di atas juga menyertakan penggabungansatu rangkaian lembaga yang terpecah-pecah ke dalam satu sistemantar pemerintah, penugasan fungsi dan penugasan pendapatan umummenurut Konstitusi, dan kemudian perancangan mekanisme transferfiskal untuk menangani ketidakseimbangan fiskal. Tidak banyak devolusipenugasan pendapatan yang dilakukan, tapi berbagai macam instrumenfiskal diciptakan untuk menangani ketidakseimbangan fiskal.

Makalah ini dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertamamenjelaskan sistem antar pemerintah yang dipakai selama pemerintahapartheid dan transisi ke demokrasi, serta evolusi sistem fiskal antarpemerintah selama masa-masa ini. Banyak perhatian diberikan keperundingan konstitusional dan rincian dua konstitusi, karena kerangka

149

Bagian D : Memberikan Sistem Pembiayaan Antar Pemerintah yang Efektif

Page 155: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

fiskal antar pemerintah dicantumkan dalam Konstitusi Final 1996.Bagian kedua makalah ini memberikan lebih banyak rincian mengenaibeberapa pelajaran utama yang bisa ditarik dari pengalaman AfrikaSelatan. Kesimpulan singkat diberikan, yang mencakup juga prinsip-prinsip utama yang menjadi dasar sistem.

9.2. Dari Apartheid ke Negara Kesatuan

9.2.1. Perpecahan dalam Sistem Apartheid

Sebelum pemilihan demokrasi 1994, sistem fiskal Afrika Selatanditentukan oleh pemisahan ras. Orang kulit putih menguasai 87% tanahAfrika Selatan yang penduduknya kurang dari 15%. Sebagian besarorang kulit putih tinggal di daerah perkotaan, di salah satu dari empatprovinsi dan dalam masyarakat yang dikelola secara seolah-olahdemokratis, yang diperintah oleh WLA. Provinsi bergantung padatransfer pusat dan bertindak sebagai pelaksana administrasi atas namaeksekutif nasional. WLA menyediakan berbagai macam pelayananpublik, yang sebanding dengan pelayanan publik di negara maju. WLAdiberi penugasan pendapatan yang umum untuk pemda, dan pelayanandi daerah ini didanai sebagian besar oleh bea pengguna dan pajakproperti. WLA bisa mendapatkan dana modal secara langsung daripasar modal, dan jaminan dari pusat untuk pinjaman mereka.

Secara resmi, warga kulit hitam diasingkan ke salah satu darisepuluh ‘tempat asal,’ di daerah dengan potensi produksi yang terbatasdan jauh dari kota orang kulit putih. Sistem ini dijalankan melaluipemberlakuan ‘undang-undang izin masuk.’ Namun dalam kenya-taannya, penduduk orang kulit hitam dalam jumlah yang besar selaluada di daerah perkotaan. Tempat asal diberi beberapa tingkat otonomipolitik dan ekonomi, tapi karena daerah ini adalah daerah buatan,maka daerah ini tidak menikmati otonomi ini. Ada empat negara bagianyang ‘independen’ dan enam daerah yang ‘memerintah dirinya sendiri.’Walau daerah ini mengumpulkan pajak pendapatan dan pajak penjualanmereka sendiri, tapi mereka secara finansial bergantung pada transferfiskal dari pemerintah pusat. Akses ke pasar modal memerlukan jaminanpusat, melalui Bank Pembangunan Afrika Selatan (DBSA).

Karena kegiatan ekonomi dan bisnis terpusat di kota, makapermukiman orang kulit putih dibangun di pusat kota. Kotapraja ini

150

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 156: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

dibentuk dengan jarak yang jauh dari pinggiran kota orang kulit putih.Karena kepemilikan tanah dan hak usaha tidak diakui, maka kotaprajaini hanya memiliki sedikit potensi untuk memperoleh pendapatan. DewanLayanan Regional mengumpulkan pendapatan dari kegiatan usaha danmengalokasikan pendapatan ini ke daerah orang kulit hitam. BLA yangterpisah dibangun di daerah perkotaan, dan dijalankan dengan carayang seolah-olah demokratis dan struktur yang murni rasialis. BLAsepenuhnya tergantung pada pemerintah nasional untuk pendapatan.Walau BLA memiliki wewenang untuk mengenakan pajak dan bea,tapi warga kulit hitam diberi hak yang terbatas atas properti dan bisnisdan tidak bisa memperoleh pendapatan yang memadai. Perlawananbanyak dilakukan dalam bentuk boikot terorganisasi, penolakanpembayaran pelayanan dan gerakan umum yang mengakibatkanpencabutan larangan untuk ANC.

Pada saat transisi di tahun 1994, ada banyak sistem pemerintahandan administrasi: (i) tiga administrasi terpisah yang meliputi orangkulit putih, orang India dan orang kulit berwarna lain; (ii) empatadministrasi provinsi; (iii) empat ‘negara bagian yang independen’;dan enam teritori ‘yang memerintah diri sendiri.’ Provinsi merupakanlengan administratif dari Dewan Perwakilan, sedang sistem-sistem lainmemiliki, paling tidak di atas kertas, eksekutif politik, administrasipegawai negeri dan dewan legislatif masing-masing. Selain itu, adaotoritas lokal orang kulit hitam dan kulit putih serta Dewan LayananRegional. Struktur hubungan antar pemerintah yang sangat tersentra-lisasi ini penting artinya untuk mempertahankan dan mengendalikansistem apartheid.

9.2.2. Kompromi Politik dan Perundingan Konstitusional

Sistem antar pemerintah Afrika Selatan yang ada dibentuk dalamKonstitusi Sementara 1993, termasuk pernyataan hak-hak manusia danpembagian Afrika Selatan menjadi sembilan provinsi. Konstitusi inijuga menetapkan struktur pemerintah tingkat provinsi, nasional dandaerah (lokal), dan prinsip-prinsip yang mengatur hubungan antar-tingkat. Pendekatan dua-langkah (Konstitusi Sementara dan kemudianKonstitusi Final) merupakan salah satu kompromi yang dibuat selamaperundingan di awal 1990-an. Konstitusi ini tetap berlaku hingga 4

151

Bagian D : Memberikan Sistem Pembiayaan Antar Pemerintah yang Efektif

Page 157: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Februari 1997, ketika Konstitusi Afrika Selatan 1996 seperti saat inidiberlakukan.

Perundingan Konstitusi Sementara merupakan proses kompromipolitik, dan secara bertahap menyeimbangkan keinginan ANC akanpemerintah pusat yang kuat dan keinginan masyarakat minoritas akanpemerintah subnasional yang kuat. Dari banyak segi, perundingan inilebih penting daripada penyusunan Konstitusi Final. Pengadilan yangindependen diberi tugas memastikan bahwa konstitusi yang barumemenuhi 34 prinsip. Ini adalah sesuatu yang sebagian masyarakatminoritas pergunakan untuk kepentingan mereka. Ironinya adalah bahwaPartai Nasional (yang memerintah selama masa apartheid) bersikerasmenginginkan federalisme, sedangkan, selama era pemerintahan mereka,mereka melakukan segala yang mereka mampu untuk mempertahankanpemerintah pusat yang kuat.

9.2.3. Transisi dari Terpecah ke Sistem yang Menyatu

Di bawah pemerintah apartheid, sumber-sumber utama pendapatanditugaskan ke pemerintah pusat dan dikumpulkan secara nasional.Pendapatan ini meliputi pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai(PPN), bea impor, cukai, pajak bahan bakar dan pajak-pajak kecillain. Pajak penghasilan dan PPN menyertakan penagihan atas namanegara bagian TBVC dan teritori yang memerintah diri sendiri.Pendapatan juga dialihkan ke negara bagian TBVC dari tagihan yangdilakukan oleh Bea dan Cukai menurut Perjanjian Serikat Pabean.Alokasi juga diberikan ke daerah-daerah ini, dari pajak bahan bakardan penagihan pajak biasa. Dulu teritori di atas juga mengumpulkanpajak pendapatan mereka sendiri, PPN dan pendapatan yang tidaktercerminkan dalam anggaran nasional. Administrasi Urusan Sendiridan Administrasi Provinsi mengumpulkan pendapatan sendiri dari beadan ongkos pengguna. Di tahun 1990/91, pemerintah pusat bertanggungjawab atas 71% belanja pemerintah dan mengumpulkan lebih dari80% pendapatan pajak.

Departemen pemerintah yang terdiri dari hanya satu departemennasional (misalnya, Departemen Urusan Luar Negeri) menyerahkananggaran ke Departemen Belanja Negara untuk persetujuan. Dalamkasus departemen yang memiliki pendamping provinsi (misalnya,departemen kesehatan, pendidikan dan pembangunan sosial), komisi

152

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 158: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

fungsi mengoordinasi usulan anggaran dan membagi alokasi fungsi keteritori nasional dan yang memerintah diri sendiri, negara bagian TBVC,Administrasi Urusan Sendiri dan Administrasi Provinsi. Pembayarantransfer juga dilakukan ke tingkat pemerintah lain, seperti otoritaslokal dan lembaga anggaran ekstra dan dana.

Karena tidak adanya peraturan mengenai pembiayaan provinsi,maka proses anggaran yang berlaku untuk pemerintah nasional diperluasdengan menyertakan komisi fungsi, Komisi Anggaran DepartemenBelanja Negara (yang sekarang bernama Komisi Perbendaharaan),Komisi Teknis Keuangan, Dewan Anggaran dan ‘forum antarpemerintah’ untuk menentukan transfer ke provinsi dalam anggaran1996/97. Menurut Kajian Anggaran 1996, rekomendasi yang dibuatoleh komisi fungsi terkait pembagian jumlah dasar ke provinsi-provinsiutama untuk pertanian, pendidikan, kesehatan, pelestarian alam, jalandan kesejahteraan, merupakan masukan yang penting dalam prosesanggaran. Komisi fungsi umumnya berusaha menyeimbangkan tujuandistribusi sumberdaya secara adil ke provinsi-provinsi, dengankebutuhan mempertahankan kelanjutan pelayanan. Penyesuaian harusdilakukan secara bertahap selama kurun waktu yang realistis.

Dalam anggaran 1997/98 (anggaran pertama menurut Konstitusi1996), untuk meratakan lapangan permainan di provinsi, biaya utangpembiayaan provinsi ditanggung oleh pemerintah nasional. Tahun inimerupakan tahun pertama provinsi menerima jatah mereka yang adildalam jumlah bulat (lump sum), dan provinsi bisa memilih alokasiuntuk program provinsi, dengan demikian memungkinkan mereka untukmenetapkan prioritas mereka sendiri dan membuat komisi fungsi tidaklagi berguna. Departemen provinsi tidak lagi bersaing memperebutkandana dalam fungsi di provinsi-provinsi, tapi antar fungsi dalam provinsi.Perbendaharaan provinsi sekarang diwajibkan melaksanakan koordinasiprovinsi, pemantauan dan fungsi pengendalian belanja.

Transfer ke provinsi ditentukan oleh pemerintah berdasarkan padarekomendasi yang dibuat oleh Dewan Anggaran (Kementerian keuangandan dinas sejenis di provinsi), setelah mempertimbangkan rekomendasidari Komisi Keuangan dan Fiskal (FFC)—suatu organisasi independenyang dibentuk menurut kedua konstitusi di atas dan yang diwajibkanmembuat rekomendasi yang adil untuk pemerintah mengenai masalahfiskal. Provinsi terus mendapatkan hibah yang disisihkan untuk pemda,

153

Bagian D : Memberikan Sistem Pembiayaan Antar Pemerintah yang Efektif

Page 159: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

termasuk dukungan untuk 293 kota (yang dulu bernama teritori TBVCdan teritori yang memerintah diri sendiri).

Di tahun 1998/99, jatah provinsi yang adil diberikan ke provinsidengan memakai rumus pembagian adil untuk pertama kali. Pemerintahmengandalkan rekomendasi yang diberikan oleh FFC dalammenyelesaikan rumus ini. Mengingat ketidakadilan distribusi belanjake provinsi, karena berbagai tingkat pelayanan yang diberikan keberbagai macam ras, rumus tersebut membagikan sumberdaya dalamproporsi yang berbeda dari cara pembagian sumberdaya sebelumnya.Disepakati bahwa jatah yang diberikan dengan rumus ini akan diberikansecara bertahap selama lima tahun. Di bulan Juni 1998, jatah Pemdayang adil juga diberikan ke kotapraja secara langsung untuk pertamakalinya, dengan memakai rumus ini. Ini adalah pembagian pendapatansecara vertikal yang pertama seperti yang kami ketahui sekarang.Diperlukan waktu 18 bulan untuk menyelesaikan, bandingkan dengan10 bulan yang sekarang diperlukan menurut UU (undang-undang)Hubungan Fiskal Antar Pemerintah.

UU Hubungan Fiskal Antar Pemerintah (IGRFA), UU No. 97(1997), menetapkan proses untuk mempertimbangkan isu anggaranantar pemerintah. UU ini menetapkan bahwa proses anggaran dimulaidengan pembuatan rekomendasi oleh FFC tentang pembagianpendapatan, 10 bulan sebelum dimulainya tahun anggaran. MenteriKeuangan kemudian diwajibkan berkonsultasi dengan provinsi, pemdadan FFC, terkait dengan usulan ini. UU ini menetapkan bahwa DewanAnggaran dan Forum Anggaran (anggota forum anggaran plus pemda)memfasilitasi konsultasi masing-masing dengan provinsi dan pemda.Dewan Anggaran bertemu beberapa kali per tahun dan Forum Anggaranbertemu setiap tahun. Forum-forum ini membahas berbagai masalahanggaran, legislatif dan keuangan.

Menteri diminta menyusun tabel Jadwal Pembagian Pendapatanpada saat penyusunan anggaran, yang menjelaskan alokasi ke setiaptingkat pemerintah dan persyaratan yang mungkin berlaku untuk alokasiini. Selain itu, Jadwal Pembagian Pendapatan harus disertai denganmemo yang menjelaskan asumsi dan rumus yang dipakai untukmenentukan alokasi, juga bagaimana asumsi dan rumus ini menyertakanpersyaratan konstitusional dan rekomendasi FFC.

Dalam waktu enam tahun, sistem yang terpecah-pecah tersebut

154

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 160: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

berhasil disatukan menjadi sistem fiskal yang saling berkaitan dantidak berubah banyak sejak itu.

9.3. Pembagian Pendapatan yang AdilPasal 13 Konstitusi 1996 menangani transfer dari pemerintah

nasional ke provinsi dan kota. Konstitusi ini mewajibkan bahwa UUParlemen menetapkan pembagian pendapatan secara adil ke pemerintahtingkat nasional, provinsi dan lokal (kota). UU Pembagian Pendapatan(DORA) harus menetapkan juga jatah setiap provinsi yang adil daripendapatan yang dikumpulkan secara nasional. Konstitusi menyebutkandaftar faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan pembagianpendapatan, yakni:

• Kepentingan nasional;• Ketentuan tentang kewajiban pelayanan utang nasional dan

kewajiban lain;• Kebutuhan dan kepentingan pemerintah nasional, yang ditentukan

dengan kriteria yang obyektif;• Memastikan bahwa provinsi dan kota bisa menyediakan pela-

yanan dasar dan melaksanakan fungsi yang dialokasikan kemereka;

• Kapasitas fiskal dan efisiensi provinsi dan kota;• Kebutuhan pembangunan dan lainnya dari provinsi, pemda dan

kota;• Perbedaan (disparitas) ekonomi di dalam dan antar provinsi;• Kewajiban provinsi dan kota menurut peraturan perundang-

undangan nasional;• Sifat diinginkan dan bisa diramalkan dari alokasi jatah

pendapatan; dan• Kebutuhan keluwesan dalam menanggapi keadaan darurat atau

kebutuhan sementara lain, serta faktor lain berdasarkan padakriteria obyektif yang sama.

Faktor-faktor ini dinyatakan secara netral, yang memungkinkanpemerintah untuk mengartikannya sebagai penghargaan atau pengem-bangan. Contohnya, kapasitas fiskal dan efisiensi ekonomi provinsidan kota bisa diartikan bahwa kapasitas fiskal dan efisiensi harus diberipenghargaan, atau bahwa sumberdaya tambahan harus mengalir ke

155

Bagian D : Memberikan Sistem Pembiayaan Antar Pemerintah yang Efektif

Page 161: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

daerah dimana inefisiensi dan/atau kekurangan kapasitas fiskal terjadi.Konstitusi mengembangkan ”hak asasi manusia yang mendasar

dan diterima secara universal.” Konstitusi sementara memakai susunankata seperti ”setiap orang memiliki hak atas pendidikan dasar,” dantidak menyebutkan sumberdaya yang tersedia; sementara itu, Konstitusi1996 menetapkan bahwa negara secara bertahap harus mewujudkanhak-hak agar setiap orang memiliki ”hak untuk memperoleh,” hakdengan sumberdaya yang tersedia secara memadai. Ini membuat peme-rintah meningkatkan akses ke pelayanan dengan sumberdaya yang ada.

Konstitusi juga menyebutkan jumlah yang diinginkan untuksumberdaya fiskal yang diterima oleh setiap tingkat pemerintah, selamapembagian pendapatan secara vertikal, yang harus dipertimbangkandari sudut politik, dan susunan kata yang berarti bahwa pertimbanganini tidak bisa ditentang. Jatah provinsi dan kota yang adil harusmembuat mereka bisa mewujudkan hak-hak secara bertahap. Namunpemerintah nasional tidak diwajibkan memastikan bahwa jatah yangadil ini ‘cukup’ untuk menutup biaya pelayanan yang disediakan olehprovinsi dan kota. Ini adalah ciri penting dari pembagian pendapatansecara vertikal.

Namun, ini tidak sama dengan pembagian horizontal. Sejak rumusjatah provinsi yang adil dipakai pertama kali di tahun 1998/99,pembagian yang adil dijelaskan secara rinci dalam memo penjelasanJadwal Pembagian Pendapatan, yang disertai dengan anggaran nasional.Rumus jatah pemda yang adil dijelaskan dalam memo penjelasan sejak1999/2000.

Kedua rumus ini didasarkan pada kriteria obyektif dan memakaistatistik resmi, survei umum rumah-tangga, perkiraan penduduk tengah-tahun dan perkiraan PDB regional. Rumus jatah provinsi yang adildimutakhirkan bersamaan dengan pendaftaran siswa sekolah umumsetiap tahun. Rumus pemda memakai data dari sensus 2001 yangberkaitan dengan jumlah penduduk dan akses ke pelayanan dasar. Rumusini memiliki beberapa komponen, dan dua di antaranya merupakankomponen pelayanan dasar dan komponen kelembagaan, dan tujuannyaadalah untuk membantu kota dalam menyediakan pelayanan dasar danmenutup biaya administrasi.

Kota yang miskin menerima jatah tambahan yang adil, jikadibandingkan dengan masyarakat yang tidak miskin. Selain itu, kota

156

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 162: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

ini mendapatkan berbagai hibah bersyarat. Tak lama setelah transisi,pemerintah nasional memutuskan untuk membantu belanja modal yangdiperlukan untuk menyediakan pelayanan dasar, dengan mensyaratkanbahwa kota harus menutup sebagian besar belanja pegawai merekadengan pendapatan dari sumber mereka sendiri. Bagian pemda yangadil ditujukan untuk membantu kota dalam menutup belanja operasionalpelayanan untuk warga miskin.

Di sinilah letak pelajaran berharga untuk negara lain. Tidak satupun dari kedua rumus di atas sempurna, tapi keduanya mencapaitujuannya sebagai instrumen bersifat langsung yang menghitung hibahtak bersyarat yang provinsi dan kota bisa tentukan sendiri prioritasnya.Dengan menerbitkan rumus dan sumber data setiap tahun, rumus danalokasi yang dihasilkan tidak bisa dimanipulasi. Walau jumlah jatahyang adil, yang diberikan ke provinsi dan pemda, mungkin mengandungpertimbangan politik, tapi alokasi individual ke setiap provinsi dankota merupakan proses teknik yang ditetapkan dan dilindungi olehrumus.

9.3.1. Perubahan Konstitusi: Dampak pada Provinsi

Mungkin kompromi terpenting dalam struktur sistem antarpemerintah menurut Konstitusi 1997, adalah pembentukan sembilanprovinsi. ANC mungkin lebih suka kekuasaan yang tersentralisasi tanpakeberadaan provinsi, tapi ini adalah alat tawar-menawar kelompokoposisi, karena provinsi memberikan kemungkinan mengendalikanbeberapa daerah di negara ini. Setelah pemilihan demokratis pertamadi tahun 1994, tujuh dari sembilan provinsi dikendalikan oleh ANC.

Perubahan ke kekuasaan provinsi dalam konstitusi sementara danfinal menggambarkan cara bagaimana kekuasaan provinsi dibatasi,dan menunjukkan cara bagaimana politik kompromi terus memengaruhistrukturisasi kekuasaan. Konstitusi sementara memperbolehkanprovinsi untuk membuat peraturan mereka sendiri. Konstitusi 1996memperbolehkan kepala daerah provinsi untuk menjalankan wewenangeksekutif dengan jalan antara lain, melaksanakan semua peraturanperundang-undangan nasional di bidang-bidang fungsional yang menjaditanggung jawab dan ditugaskan ke provinsi. Provinsi bisa jugamelaksanakan peraturan mereka sendiri, tapi kompetensi provinsi

157

Bagian D : Memberikan Sistem Pembiayaan Antar Pemerintah yang Efektif

Page 163: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

berpindah dari membuat peraturan sendiri ke melaksanakan peraturannasional. Selain itu, Konstitusi 1996 memberi provinsi wewenangeksekutif hanya dalam kadar yang masih ”dalam batas kapasitasadministratif yang dimiliki oleh provinsi untuk melaksanakan tanggungjawab secara efektif.” Dalam praktek, kapasitas administratif telahtercapai, tapi ayat ini banyak mengurangi kekuasaan provinsi.

Jadwal 6 dari Konstitusi sementara memuat daftar ”kompetensilegislatif.” Dalam Konstitusi 1996, fungsi-fungsi ini dibuat menjadi”kompetensi legislatif bersama provinsi dan nasional” dalam Jadwal 4,tapi dengan beberapa ”kompetensi eksklusif provinsi” dalam Jadwal 5.Fungsi-fungsi baru dicantumkan dalam Jadwal 5, dan beberapa darifungsi ini jelas ditambahkan sebagai bagian pertukaran untuk mencegahtentangan terhadap konstitusi baru ini. Namun, hanya fungsi denganmakna politik yang kecil dicantumkan dalam Jadwal 5, sepertiperpustakaan masyarakat, pejagalan dan izin minuman keras.

Kedua konstitusi tersebut mencantumkan satu set faktor mengenaikapan peraturan perundang-undangan nasional bisa berlaku padaperaturan provinsi. Dalam konstitusi sementara, faktor ini berlaku padasemua fungsi provinsi. Dalam konstitusi final, satu set faktor yangberbeda berlaku untuk fungsi bersama, berbeda dari fungsi yang provinsibisa kenakan kompetensi legislatif atasnya. Bagi pemerintah nasional,relatif mudah untuk campur-tangan dalam urusan provinsi jika provinsitidak melaksanakan fungsi bersama secara efektif, tapi jauh lebih sulitjika provinsi tidak melaksanakan fungsi yang provinsi bisa kenakankompetensi legislatif eksklusif atasnya. Dalam kasus kompetensieksklusif, pemerintah nasional hanya bisa campur-tangan jika dirasaperlu untuk menjaga keamanan nasional, kesatuan nasional dan normaserta standar penting, dan untuk mencegah tindakan provinsi yang bisamembawa akibat buruk bagi provinsi lain atau negara secarakeseluruhan.

Konstitusi sementara memberi provinsi hak atas jatah pendapatanyang adil, yang dikumpulkan secara nasional—yang terdiri daripersentase pajak pendapatan, PPN atau pajak penjualan lain, dan pajakbahan bakar—yang masing-masing ditentukan oleh UU Parlemen. Jatahyang adil juga terdiri dari pajak transfer properti yang dikumpulkansecara nasional dan alokasi bersyarat dan tak bersyarat lain daripendapatan nasional. Dalam kedua konstitusi tersebut, provinsi bisa

158

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 164: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

memperoleh sumber pendapatan lain sesuai peraturan perundang-undangan nasional. Namun, walau konstitusi sementara menetapkanjatah provinsi yang adil sebagai jatah mati dari pendapatan tertentu,tapi Konstitusi 1996 tidak memberikan mekanisme yang sama.Perubahan ini berarti provinsi tidak bisa menuntut jumlah tertentu daripendapatan nasional. Konstitusi 1996 menetapkan bahwa jatah setiapprovinsi dari jatah provinsi yang adil harus ditentukan dalam UUparlemen, dan bahwa setiap provinsi menerima jatah yang adil darijatah provinsi.

9.4. Penugasan Pendapatan ProvinsiKonstitusi sementara memberi provinsi kompetensi legislatif

eksklusif untuk mengenakan pajak atas kasino, perjudian, taruhan,lotre dan permainan, dan memperbolehkan provinsi untuk memperolehsumber pendapatan lain. Kajian Anggaran 1999 meringkas rekomendasiutama dari komisi khusus pendapatan (Komisi Katz), terkait penugasankekuasaan provinsi untuk memperoleh pendapatan – hal terpentingdari penugasan ini adalah ”perbedaan ekonomi antar provinsi bisadikurangi dengan jalan memperluas kekuasaan untuk memperolehpendapatan.” Bagi provinsi ada pertukaran antara pendapatan tambahanyang diperoleh dari bea tambahan, dan hilangnya pendapatan darijatah provinsi yang adil tapi lebih kecil. Mengingat rumusnya bersifatredistributif, maka provinsi miskin mungkin akan tidak-diuntungkan.Sebagian besar belanja yang dilakukan oleh provinsi adalah untukpendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial. Mengingat sifat danmanfaat yang baik dari belanja ini, maka ada alasan yang logis untukpendanaannya, melalui mekanisme pendanaan redistributif. Alasan inimasih relevan di tahun 2011.

Di tahun 2011/12, provinsi memperoleh pendapatan mereka sendirimelalui bea izin mobil dan pajak kasino, dan pajak kasino ditugaskandalam konstitusi sementara. Tidak ada provinsi yang belum memperolehsumber pendapatan lain dan pendapatan mereka sendiri, yang mencapai4% dari total pendapatan provinsi di tahun 2011. Selama transisi,hanya perubahan kecil dibuat dalam penugasan pendapatan. Jika daerahTBVC dan teritori yang memerintah diri sendiri bisa dianggap sebagaitingkat menengah dalam pemerintah apartheid, maka tingkat menengah

159

Bagian D : Memberikan Sistem Pembiayaan Antar Pemerintah yang Efektif

Page 165: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

kehilangan penugasan pendapatan selama masa transisi, karena sistemadministrasi yang terpecah-pecah menurut ras dipadukan ke dalamsatu sistem pemerintah tunggal yang nonrasial. Dari sudut pandangekonomi politik, kurangnya penugasan pendapatan membatasikekuasaan provinsi dan membuat pemerintah nasional bisa memastikanbahwa dana tersedia untuk kebijakan yang disepakati di tingkat pusat.

9.5. Menciptakan Pemerintah Daerah Bersatu dan ProsesPemisahan

Seperti tingkat pemerintah lain, pemerintah kota di Afrika Selatanbekerja dengan cara yang berbeda-beda untuk beberapa macamkelompok ras selama masa apartheid. UU Transisi Pemerintah daerah,LGTA, 209 (1993) diberlakukan untuk menetapkan fase prasementara(1993 hingga 1995/96), dan selama masa ini dewan temporer ditunjukuntuk memerintah hingga Pemilu dan langkah-langkah sementaradijalankan selama restrukturisasi pemda (setelah Pemilu 1995/96).

LGTA menetapkan sembilan dewan pemisahan yang dibentuk untukmenentukan batas-batas pemilu pemda di tahun 1995/96. Kota orangkulit putih diperluas dengan menyertakan daerah orang kulit hitam,dan kota diperintah oleh anggota dewan terpilih dan para wakil yangtidak dipilih. Pemilu 1995/96 menghasilkan pembentukan 843 kota,dan struktur berikut ini: (i) dewan transisional metropolitan dengansubstruktur di daerah metropolitan; (ii) dewan transisional lokal untukdaerah perkotaan; dan (iii) dewan distrik untuk daerah perdesaan, yangdilengkapi dengan jaringan dewan perwakilan transisional dan dewanperdesaan lokal.

Konstitusi 1996 menetapkan bahwa peraturan perundang-undanganharus menentukan kriteria dan prosedur untuk pemisahan batas-bataskota. Ini dijelaskan dalam UU Pemisahan Kota No. 27 (1998), yangmenyebutkan pembentukan Dewan Pemisahan Kota dan menetapkanbahwa dewan ini harus menentukan atau menentukan kembali batas-batas kota, serta faktor yang harus dipertimbangkan selama pemisahan.UU Pemisahan Kota disepakati pada tanggal 24 Juni 1998, dan DewanPemisahan diberi tugas menyelesaikan proses pemisahan-ulang sebelumpemilu pemda, yang diselenggarakan pada tanggal 5 Desember 2000.Dewan ini menerbitkan dan menyempurnakan kerangka umum yang

160

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 166: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

menjelaskan faktor-faktor yang menentukan titik temu dan batas untukKategori A (metropolitan) dan C (distrik), dan secara terpisah untukkota Kategori C (lokal). Dewan ini juga menerbitkan batas-batas kotadan melakukan konsultasi beberapa kali terkait batas-batas ini.Dewan menekankan bahwa kecermatan harus dipakai sebanyak mungkinagar setiap kota sesuai dengan prinsip-prinsip berikut:

• Ada keterkaitan geografis (setiap kota harus menjadi satukesatuan tunggal dengan kapasitas, identitas dan tujuanmasyarakatnya);

• Ada lingkup yang besar untuk pengembangan kapasitas (lingkupuntuk pengembangan kapasitas administratif mereka sendiri);

• Ada saling-berbagi sumberdaya (daerah yang lemah harusberpasangan dengan daerah yang kuat);

• Kota harus bisa dikelola dari segi ukuran; dan• Ada fungsionalitas keuangan, administratif dan sosial yang lebih

besar (pola perjalanan, pola interaksi sosial dan kesaling-tergantungan ekonomi harus dipertimbangkan—dalam kasuskota metropolitan, karakter ekonomi metropolitan dan kepaduanruang perkotaan juga harus dipertimbangkan).

Selama proses pemisahan ulang, Dewan Pemisahan harusmenangani sejumlah keberatan terhadap batas yang diusulkan, danmasih harus melakukan pengelolaan untuk mengurangi jumlah kotadari 843 menjadi 284 (6 Kategori A, 232 Kategori B dan 46 KategoriC) dalam waktu hanya satu setengah tahun. Beberapa rasio penye-derhana, seperti jumlah orang per kota, harus dipakai untuk memastikanbahwa prinsip-prinsip di atas diterapkan secara konsisten, dan proseskonsultasi memastikan bahwa berbagai faktor dipertimbangkan, tapitidak ada ketentuan yang jelas untuk kepaduan sosial dan politik yangharus dipertimbangkan.

Pemilu kota pada tanggal 5 Desember 2000 mengakhiri pengaturanpemda sementara dan sistem pemda yang demokratis mulai dijalankan,yang merupakan sistem pemda yang benar-benar baru.

Dewan Pemisahan memberikan beberapa pengamatan berikut:”Dengan cara apa pun batas dibuat-ulang, karena kebanyakan bagiannegeri ini tidak pernah memiliki pemerintah daerah dalam bentuk apapun, maka hasil akhir proses pemisahan akan memberikan banyakkota tanpa akses ke sumberdaya manusia dan perkotaan lain.” Jadi

161

Bagian D : Memberikan Sistem Pembiayaan Antar Pemerintah yang Efektif

Page 167: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

pemisahan ini menimbulkan sejumlah tantangan transisional. Kota harusmengeluarkan biaya perpindahan yang berkaitan dengan penggabungan,integrasi, perampingan staf dan mobilisasi-ulang, penyesuaian aset dankewajiban; dan penyesuaian perjanjian, kontrak, rekening bank,investasi, asuransi dan integrasi sistem teknologi informasi. Untukmembantu kota dalam melalui transisi ini, pemerintah memberikanbeberapa hibah pemda untuk menghadapi tantangan ini.

Pemisahan kota yang baru untuk pertama kalinya memperkenalkankotapraja dinding-ke-dinding, agar setiap rumah tangga di negeri inimenjadi bagian kotapraja dan, paling tidak dalam teori, berhak untukmemperoleh pelayanan kota yang sama. Ini adalah perubahan besaruntuk rumah tangga di luar kota kecil dan kota besar, dan terutamauntuk rumah tangga perdesaan di daerah yang dulu disebut tempat-asal karena daerah ini tidak terhubungkan dengan pelayanan kota selamamasa apartheid. Umumnya batas kotapraja berakhir di tepi kota kecildan, sekarang di bagian termiskin dalam batas kotapraja, batas diperluasdengan menyertakan ratusan ribu rumah tangga yang tidak memilikisambungan ke sarana air bersih, listrik atau jalan. Selain itu, sebagianbesar rumah tangga ini masih tinggal di tanah yang diperintah dengansistem kotapraja tradisional, yang telah dilembagakan oleh rezim kolonialdi akhir 1800-an sebagai kotapraja tetap dengan pemimpin tradisional.Ini membuat kota seperti ini sulit untuk mengenakan pajak properti,dan membatasi kemampuan mereka dalam mengoptimalkan sumberpendapatannya. Umumnya rumah tangga terlalu miskin untuk membayarpelayanan, bahkan jika pelayanan diperluas ke mereka. Jadi, sistemyang baru menciptakan banyak sekali kewajiban penyediaan pelayananuntuk kota yang lemah, dengan membiarkan mereka menjadi sangattergantung pada transfer pusat.

9.6. Pembentukan Pemerintah DaerahBuku Putih 1998 tentang pemerintah daerah mengawali proses

perubahan yang intensif, untuk meningkatkan akuntabilitas kota,meningkatkan dampak pembangunan, merampingkan sistem, danmeningkatkan penyediaan pelayanan. Buku Putih ini menetapkan prosesuntuk menyusun kerangka legislatif yang menyeluruh untuk pemda.UU Struktur Kotapraja No. 117 (1998) menetapkan pembentukan kota,termasuk antara lain kategori dan tipe kota, kriteria untuk menentukan

162

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 168: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

kategori kota, pembagian fungsi dan kekuasaan ke kategori-kategorikota. UU Sistem Kotapraja No. 32 (2000) menetapkan ”prinsip,mekanisme dan proses inti yang diperlukan untuk membuat kota bisameningkatkan kesejahteraan sosial dan ekonomi dari masyarakat lokal.”

UU Pengelolaan Keuangan Kota (MFMA) No. 56 (2003)menetapkan ”pengelolaan urusan keuangan kotapraja dan lembaga lainsecara aman, memadai dan berkelanjutan di tingkat pemerintah lokal,untuk menjalankan norma dan standar perbendaharaan untuk pemerintahtingkat lokal, dan untuk menetapkan masalah-masalah yang terkait.”UU Pajak Properti Kota No. 6 (2004) mengatur kekuasaan kota dalammengenakan pajak. Peraturan perundangan-undangan terakhir yangspesifik untuk pemda adalah UU Fungsi dan Kekuasaan Fiskal KotaNo. 12 (2007), yang mengatur cara kota mengenakan bea tambahandan menetapkan otorisasi pajak dan bea yang boleh dikenakan olehkota. Konstitusi memperbolehkan kota untuk mengenakan pajak atasproperti dan bea tambahan atas pelayanan yang diberikan untuk atauatas nama kota, tapi konstitusi tidak memperbolehkan kota untukmengenakan pajak pendapatan, PPN, pajak penjualan umum atau beacukai.

Peraturan perundang-undangan di atas memberikan kerangka yangkomprehensif untuk pemerintahan kota. UU Sistem, UU Struktur danUU Pajak Properti merupakan tanggung jawab menteri yangbertanggung jawab atas pemda, dengan Menteri Keuangan bertanggungjawab atas peraturan perundang-undangan lain yang tersisa. Dalamkerangka yang komprehensif ini, tidak ada duplikasi nyata, tapi adabanyak kesalingterkaitan. Contohnya, UU Sistem mengatur kebijakanpengendalian kredit dan isu yang berkaitan dengan sistem penagihandi kota. Sedangkan MFMA mengatur cara melaporkan pendapatanyang dikumpulkan sebagai akibat dari kebijakan ini dan melalui sistempenagihan. Karena itu, kebijakan dari kedua kementerian di atas perludisesuaikan untuk memastikan bahwa praktek pengendalian kreditdan sistem penagihan bisa membawa ke pengelolaan keuanganyang berkelanjutan, yang memerlukan juga koordinasi antar duakementerian yang kadang menyebabkan keterlambatan dalam pembuatankeputusan.

Di lapangan, infrastruktur kota jauh lebih bagus di lingkunganorang kulit putih, daripada di daerah lain. Karena itu, suatu proses

163

Bagian D : Memberikan Sistem Pembiayaan Antar Pemerintah yang Efektif

Page 169: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

dimulai untuk meningkatkan belanja modal untuk infrastruktur airbersih, sanitasi dan listrik bagi masyarakat yang terpinggirkan. Kotamenerima hibah infrastruktur agar kota bisa menangani kekuranganyang sifatnya sangat penting, dan jatah pemda yang adil ditujukanuntuk menutup biaya operasional jika penduduknya terlalu miskin untukmembayar pelayanan ini.

Pemda di tahun 2011 menghadapi banyak tantangan. Urbanisasimasih terjadi di kota-kota besar, yang menjadi pusat ekonomi negeriini dan membentuk bagian terbesar dari PDB dan penduduk negeri ini.Namun ada juga konsentrasi masyarakat miskin yang besar di kota-kota, yang tinggal di permukiman tak-resmi dengan tingkat akses yangberbeda-beda ke pelayanan dasar dan pelayanan lain. Walau menghadapitantangan seperti ini, kota-kota ini secara umum layak dari segikeuangan; tapi kapasitas pengelolaan di kota banyak berbeda-beda. Disisi lain ada kotapraja perdesaan yang miskin dengan pilihan terbatasuntuk memperoleh pendapatan. Banyak kota seperti ini dikelola denganburuk dan tidak bisa memenuhi kebutuhan warganya. Secara bertahappemerintah menerapkan berbagai pendekatan untuk pendanaan pemda,yang mengakui bahwa kota harus dibantu sebagai mesin pertumbuhanekonomi dan bahwa fokus yang diberikan ke kota miskin harus berkaitandengan lembaga fungsional, bukan lembaga yang layak dari segikeuangan.

Ada banyak ragam pelajaran penting yang bisa ditarik dari pemdadi Afrika Selatan, tapi mungkin yang paling penting adalah bahwasistem yang efektif dan lembaga yang kuat adalah landasan penting,dan di atas landasan penting ini sistem transfer yang dirancang denganbaik mungkin bisa mencapai tujuan kebijakan (perlu tapi tidak harusmemadai). Namun mekanisme transfer yang dirancang dengan baiktidak mungkin membuat lembaga yang kuat muncul. Jika tidak adalembaga yang kuat, maka penguasaan oleh kelompok elite akan mudahterjadi.

9.7. Pelajaran yang Didapat

9.7.1. Fungsi dan Proses Fiskal dalam Perundangan-undangan:Pro dan Kontra

Melekatkan proses fungsional dan fiskal ke dalam peraturan

164

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 170: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

perundang-undangan memiliki beberapa kelebihan dan kelemahanstruktur dan proses penting dilekatkan ke dalam konstitusi danmendukung peraturan perundang-undangan sampai tingkat tertentu, yangmungkin tidak biasa menurut standar internasional. Ini memiliki sisipositif dan negatif. Di sisi positif, tindakan ini memastikan bahwaperubahan tidak dilakukan secara sembarangan atau karena tekananmasyarakat. Jatah yang adil juga terlindungi dari campur-tangan politik,dan tidak menyertakan kebutuhan akan pembuatan keputusan politikterkait jatah yang harus diterima oleh setiap provinsi atau kota daritransfer nasional. Dengan demikian, proses alokasi menjadi transparandan efisien. Di sisi negatif, legalitas memperlambat evolusi sistemsecara alami, karena perubahan memerlukan pergantian legislatif.Peraturan perundang-undangan tidak menghentikan evolusi sistem, tapihanya memperlambatnya: provinsi bisa memperoleh sumber pendapatanlain jika disetujui oleh peraturan perundang-undangan nasional, danfungsi bisa dipindahkan ke kota jika disetujui oleh peraturan perundang-undangan nasional, dan seterusnya. Namun, agar setiap proses ini bisaberjalan, maka proses yang cukup memakan banyak tenaga harus diikuti,yang mensyaratkan kapasitas administratif dan sektoral, dan usahauntuk menerapkan perubahan substantif akan sering menghadapitantangan.

Saat ini ada kesepakatan yang menyebar luas bahwa fungsiperumahan harus didesentralisasi ke kota dengan kapasitas untukmelaksanakan fungsi perumahan. Dalam konstitusi, perumahanditugaskan ke provinsi tapi peraturan perundang-undangan perumahanmenetapkan bahwa seluruh fungsi ini harus dipindahkan ke kota.Walau pemerintah nasional telah melakukan banyak usaha untukmembuat provinsi mau memindahkan fungsi ini, tapi provinsi tidakmelakukan ini karena akan menyebabkan mereka harus menyerahkanbeberapa kekuasaan mereka. Dalam anggaran 2011, untuk memper-cepat proses ini, pemerintah nasional memberikan hibah perumahanlangsung ke kota metropolitan, bukan provinsi walau provinsi tetapmembandel.

Di tahun 2011 debat seru terjadi mengenai cara mendanai kotapraja perkotaan dan perdesaan. Tidak ada satu pun kesepakatan tercapaimengenai definisi ‘perkotaan’ dan ‘perdesaan’ atau kriteria yang bisaditerapkan. Pemerintah mengakui bahwa pendekatan yang berbeda

165

Bagian D : Memberikan Sistem Pembiayaan Antar Pemerintah yang Efektif

Page 171: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

diperlukan untuk kotapraja perkotaan dan perdesaan; namun pendekatanini bersifat ad-hoc dan kekurangan kerangka yang jelas. Pencantumanbeberapa hak ke dalam konstitusi berarti bahwa rumus jatah pemdayang adil hanya bisa memakai pertimbangan yang dianggap tepat dantidak menimbulkan tantangan. Contohnya, rumus jatah provinsi yangadil memiliki komponen ‘kelembagaan’ yang dibagi secara adil kesemua provinsi dan menangani biaya unit yang di atas rata-rata, yangmungkin harus dikeluarkan di daerah perdesaan. Jatah ini juga memilikikomponen bagi-hasil pendapatan untuk memberi provinsi penggantianbiaya karena memiliki ekonomi yang besar. Karena itu, dengan tidakadanya definisi ‘perkotaan’ dan ‘perdesaan’ yang disepakati, makapemerintah menangani berbagai kebutuhan dengan cara yang tidak-langsung.

9.7.2. Kesederhanaan Menciptakan Efisiensi

Provinsi memperoleh transfer tak-bersyarat melalui jatah provinsiyang adil dan berbagai tipe hibah bersyarat. Struktur ini tercerminkandi kota, kecuali bahwa kota metropolitan memperoleh jatah pajak bahanbakar, ditambah jatah mereka sendiri dan hibah bersyarat. KantorPerbendaharaan Nasional harus berkonsultasi dengan departemennasional dan provinsi ketika menyelesaikan jadwal pembayaran transferini, yang disepakati sekali setiap tahun. Karena itu, provinsi mengetahuiarus kas yang masuk untuk 95% anggaran mereka di awal tahun dan,dengan demikian, bisa merencanakan belanja mereka. Kesederhanaantransfer, didukung dengan sifat dasar sistem pembayaran, melahirkansistem yang sangat efisien. Provinsi bisa merencanakan danmengalokasikan anggaran dengan kepastian dan fleksibilitas. Jadi adakelebihan dari menyederhanakan sistem transfer sebanyak mungkin,tapi ini memerlukan pelaksana kebijakan yang paling tidak harusmenerapkan pendekatan sistem untuk keseluruhan perencanaan mereka.

Sayangnya, sebagian besar provinsi dan departemen nasional belummelakukan pergeseran dari sudut pandang sistem ke paradigmapengelolaan sumberdaya yang baru ini, agar bisa mewujudkan dampakseperti yang diperkirakan dalam kerangka peraturan perundang-undangan. Malah tampaknya, provinsi seperti macet di tengah jalandan menginginkan diskresi untuk mengalokasikan, serta memintapemerintah nasional untuk memberikan dan menyisihkan sumberdaya

166

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 172: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

yang memadai untuk fungsi-fungsi tertentu. Sistem transfer melahirkanmekanisme akuntabilitas yang lemah di tingkat provinsi, dan inimemungkinkan tokoh politik untuk memakai diskresi untukmengalokasikan sumberdaya ke proyek yang dia sukai tapi bukan fungsiinti provinsi, juga membiarkan para administrator melakukanpenunjukan personel yang tidak perlu secara berlebihan, lalu menyatakanbahwa alasan kenapa tumpukan pekerjaan tidak ditangani adalah karenadananya tidak mencukupi.

9.7.3. Peraturan Memperkuat Pengelolaan Keuangan

UU Pengelolaan Keuangan Publik (PFMA) diberlakukan padatanggal 1 April 2000. UU ini mengatur pengelolaan keuangan danpersyaratan pelaporan pemerintah, serta banyak memperbaruipenganggaran dan pengelolaan keuangan. Tujuan utama UU ini bisadiringkas sebagai berikut: (i) modernisasi sistem pengelolaan keuangandi sektor publik; (ii) memberdayakan pengelola sektor publik dan, disaat yang sama, membuat mereka menjadi lebih akuntabel; (iii)memastikan penyediaan informasi mutu yang tepat waktu; dan (iv)memberantas pemborosan dan korupsi dalam penggunaan aset publik.Sesuai dengan konstitusi, PFMA memberikan kekuasaan dan tanggung-jawab substantif ke kantor Perbendaharaan Nasional yang baru, sertatransparansi dan pengendalian belanja di semua tingkat pemerintahdan keharusan untuk patuh pada langkah-langkah ini. PFMAmenetapkan pembentukan perbendaharaan provinsi dan mewajibkanlembaga ini untuk melaksanakan UU ini di provinsi mereka.

PFMA memperinci persyaratan pelaporan anggaran provinsi, danmembuat kantor perbendaharaan nasional bisa menentukan formatanggaran dan pelaporan dengan pembukuan standar yang sesuai denganstandar GFS, IMF. PMFA membuat kantor Perbendaharaan Nasionalbisa menganalisis dan menyelidiki anggaran/pengelolaan keuangan dan,dalam persyaratan pelaporan tahunan, memberikan peringatan dini untukbelanja yang berlebihan. Seandainya PFMA dilaksanakan di tahun1996, maka krisis belanja 1997/98 kemungkinan besar tidak akan terjadi.

PFMA dan UU Pengelolaan Keuangan Kota (MFMA) memberlaku-kan persyaratan pelaporan di semua tingkat pemerintah, yang pentingartinya untuk informasi anggaran yang bisa dipakai untuk pemantauan

167

Bagian D : Memberikan Sistem Pembiayaan Antar Pemerintah yang Efektif

Page 173: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

dan evaluasi belanja. Pimpinan politik di banyak provinsi berubahsetelah Pemilu nasional dan provinsi di tahun 2009, dan kurangnyapelembagaan PFMA terungkap karena masalah keuangan yang terusterjadi di banyak provinsi. Awalnya, ini tampak pada belanja yangberlebihan untuk sebagian besar pos belanja di sebagian besardepartemen. Dalam informasi belanja terkini untuk tahun anggaran2010/11, masalah ini tampak pada belanja yang berlebihan untuk gajidan belanja yang minim untuk apa pun yang diperlukan agar bisamenyediakan pelayanan.

Pemerintah yang sedang mengalami proses desentralisasi bisameningkatkan kemungkinan keberhasilan desentralisasi, dengan jalanmemberlakukan peraturan perundang-undangan yang menetapkanbanyak persyaratan dasar dari PFMA dan MFMA, terutama dalamkaitannya dengan penyusunan anggaran dan pelaporan belanja. Namunpelajaran utama yang muncul adalah tentang pentingnya membangunkapasitas organisasi yang memadai untuk melaksanakan undang-undang.Adalah kemampuan orang yang memakai sistem ini dan sejauh manasistem dilekatkan pada proses organisasi, yang menentukan mutu dankegunaan informasi yang dihasilkan. Pelembagaan sistem bisa jugamenjamin kelanjutan proses setelah pergantian pimpinan.

9.7.4. Perlunya Meningkatkan Pendapatan Pajak

Selama transisi, komisi fungsi sibuk mengurusi tugas meng-alokasikan dana secara adil dengan berbagai cara, tapi umumnya denganpertimbangan untuk menyeimbangkan antara tujuan distribusisumberdaya secara adil ke semua provinsi dan kebutuhan mem-pertahankan kelanjutan pelayanan serta menahapkan penyesuaian dalambatas waktu yang realistis. Kemampuan Afrika Selatan untukmeningkatkan pendapatan pajak, setelah transisi ke era demokrasi,sama mengejutkan dan menakjubkan seperti transisi politiknya.

Ada dua ciri utama dari reformasi sistem pajak, yang berhargauntuk dicatat. Pertama, pemerintah membentuk komisi Katz yang,selama tahun 90-an, menyusun sejumlah rekomendasi dan usulan terkaitpenugasan pajak dan pendapatan yang baru. Kedua, kantor PelayananPendapatan Afrika Selatan (SARS) dibentuk dengan peraturanperundang-undangan untuk mengumpulkan pendapatan dan memastikankepatuhan pada UU perpajakan. Ini adalah lembaga negara yang

168

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 174: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

memiliki otonomi administratif. Rezim pajak Afrika Selatan disusunsecara kolektif oleh kantor Perbendaharaan Nasional dan SARS.

Kajian anggaran 1997 melaporkan pengumpulan pendapatan senilaiR145,8 miliar, atau sekitar 24% PDB. Di tahun 2005/06 pengumpulanpendapatan meningkat menjadi R495 miliar dan, dalam kajian anggaranterkini, pengumpulan pendapatan untuk 2010/11 mencapai R755 miliar.Ruang napas fiskal yang diciptakan oleh pertumbuhan pendapatanyang cepat, penting artinya untuk menutup kesenjangan yang munculselama transisi dan untuk memastikan bahwa sistem yang terpecah-pecah bisa digabungkan menjadi sistem kesatuan. Kenaikan dalambeberapa pengeluaran, seperti untuk utang provinsi dan biaya personel,bisa menyebabkan sistem keluar dari jalurnya. Peningkatan pendapatanberarti bahwa pemerintah dapat terus menyediakan pelayanan danmenangani isu perbaikan yang penting dari segi politik.

Menteri Keuangan yang sama bekerja dari 1996 hingga 2009, dankomisaris SARS yang sama menduduki jabatan ini dari 1999 hingga2009. Kedua orang ini diakui sebagai pemimpin yang hebat, danstabilitas dan keberlanjutan yang mereka bawa ke dalam KementerianKeuangan memberikan banyak kontribusi ke keberhasilan yang telahdicapai. Kantor Perbendaharaan Nasional dan SARS diakui oleh medialokal dan internasional sebagai organisasi yang efektif dan dikeloladengan bagus.

9.7.5. Keraguan: Menumbuhkan Kecepatan atau MenciptakanKebingungan?

Rumus jatah provinsi yang adil dikaitkan secara longgar dengankinerja provinsi. Kombinasi komponen dan pertimbangan yang adadalam rumus ini dikaitkan dengan fungsi provinsi. Namun hanya kinerjayang benar-benar diberi penghargaan, atau diganjar hukuman, secarafinansial jika ada perpindahan ke dalam atau ke luar provinsi.Pemerintah nasional menyediakan sumberdaya bagi provinsi untukdipakai menangani prioritas tertentu di sektor tertentu. Jika sumberdayadisediakan melalui hibah bersyarat, maka persyaratan yang berhubungandengan pemakaian uang harus jelas. Jika penambahan dilakukan padajatah provinsi, yang sering untuk fungsi bersama, maka setiap provinsidiberi informasi mengenai berapa banyak provinsi akan menerima untukprioritas tertentu, dan provinsi diharapkan mengalokasikan dana ini

169

Bagian D : Memberikan Sistem Pembiayaan Antar Pemerintah yang Efektif

Page 175: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

dalam anggaran mereka, walau mereka jelas memiliki diskresi terkaitcara pengalokasian dana ini.

Konstitusi menciptakan kerangka komprehensif untuk peran dantanggung jawab atas fungsi bersama. Kerangka yang komprehensif inimemungkinkan setiap sektor untuk mengembangkan dan menjalankanperaturan perundang-undangan serta mekanisme pendukung, yangberhubungan dengan kebutuhan tertentu dari sektor mereka. Sektorbisa memilih cara untuk menggabungkan belanja dan norma masukanlainnya dengan standar kinerja, sesuai dengan sifat dasar kebijakandan fungsi mereka. Sektor dengan departemen nasional yang kuatbisa memakai konstitusi, dan peraturan mereka sendiri, untukmemastikan kesesuaian antara kebijakan nasional dengan programprovinsi, dengan jalan menetapkan dan memberlakukan norma-normayang relevan.

Sektor yang tidak membuat peraturan sendiri dan/atau tidakmengembangkan kapasitas untuk membantu dan mengawasi provinsi,menimbulkan kegamangan dan kebingungan mengenai peran dantanggung jawab dalam fungsi mereka. Dalam kasus seperti ini, provinsibisa memainkan permainan anggaran dan mengembalikan tanggungjawab ke departemen nasional, dengan menyatakan bahwa dananyakurang, mandatnya tidak jelas dan pendapatan sendiri kurang. Bahkanjika departemen nasional memberikan penawaran anggaran danmenjamin bahwa sumberdaya tambahan akan ditambahkan ke jatahprovinsi, tapi hanya sedikit yang bisa dilakukan oleh departemennasional untuk membuat provinsi mau bertanggung jawab, jika merekatidak memiliki kerangka kebijakan mereka sendiri dengan norma danstandar yang jelas. Ini menimbulkan ketegangan antar tingkat-tingkatpemerintah, terutama di sektor pendidikan dan kesehatan.

Banyak peran pemerintah bermain, di semua tingkat pemerintah,menganggap fungsi bersama sebagai sebab masalah penyediaanpelayanan. Selain itu, ketegangan terjadi antara departemen nasionaldan provinsi, terkait tingkat pendanaan untuk prioritas yang ditentukandi tingkat nasional dan fungsi bersama, dan konstitusi sering kalidisalahkan. Masalah ini bukan diciptakan oleh sistem, tapi olehpenerapan aturannya.

Narasi konstitusi juga tidak mempertimbangkan bahwa: (i) Bab125 Konstitusi memberi provinsi wewenang eksekutif sejauh provinsi

170

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 176: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

memiliki kapasitas untuk melaksanakan tanggung jawab secara efektif;dan (ii) Bab 156 Konstitusi mewajibkan pemerintah nasional untukmenugaskan fungsi, yang saat ini ditugaskan ke provinsi, ke kota jikafungsi ini bisa dijalankan secara paling efektif di tingkat lokal, dankota memiliki kapasitas untuk menjalankan fungsi ini.

Karena itu, konstitusi menetapkan bahwa prinsip percabangantambahan (subsidiarity) harus diterapkan, tanpa memandang fungsiditugaskan ke siapa dalam konstitusi. Namun beberapa fungsi—perumahan misalnya—telah ditugaskan secara tidak tepat ke provinsi,dan pemerintah nasional sedang melaksanakan langkah-langkah untukmenugaskan fungsi ini ke kota yang memiliki kapasitas untukmenjalankan fungsi ini.

Untuk menanggapi ketegangan tersebut di atas, pemerintah nasionalcenderung mensentralisasi fungsi. Di tahun 2005, fungsi bantuan sosialdipindahkan dari provinsi ke pemerintah nasional. Provinsi menyediakanproduk yang sama sekali berbeda, dan belanja mulai mendesak ke luaranggaran provinsi. Untungnya pada waktu itu, pengumpulan pendapatanmeningkat dan karena itu pemerintah memiliki ruang fiskal untukmengalihkan fungsi ini antar tingkat-tingkat pemerintah, tanpa menjaditerlalu kacau.

Di tahun 2011, Departemen Kesehatan Nasional mengeluarkanbuku hijau (dokumen pembahasan resmi pertama mengenai suatukebijakan) tentang Skema Asuransi Kesehatan Nasional (NHI) yangdiusulkan. Buku hijau ini mengusulkan bahwa provinsi harus melakukanakreditasi rumah sakitnya dan bersaing memperebutkan dana NHIdengan rumah sakit lain yang sudah terakreditasi. Jika skema inidilaksanakan dalam bentuk ini, maka provinsi harus menarik kembali,dalam agregat, 28% dari total anggarannya dan mendapatkan kembalidana ini melalui persaingan. Jika provinsi tidak meningkatkan kondisiburuk sistem kesehatan masyarakat saat ini dan pesaing sektor swastamulai masuk ke pasar, maka provinsi tidak akan bisa mendapatkankembali sebagian besar uang ini. Debat mengenai NHI baru saja dimulai,tapi NHI jelas menghapus kendali provinsi atas fungsi ini.

Dalam anggaran 2011, pemerintah memperkenalkan hibah bersyaratpertama dalam bentuk infrastruktur untuk pendidikan. Diperkirakanpemerintah akan menyediakan sebagian kumpulan infrastruktur untukpendidikan di provinsi, atas nama provinsi. Di pertengahan anggaran

171

Bagian D : Memberikan Sistem Pembiayaan Antar Pemerintah yang Efektif

Page 177: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

2011, Departemen Kesehatan Nasional ingin memperkenalkanpengaturan yang sama dalam anggaran 2012.

Kecenderungan dalam contoh di atas adalah resentralisasi fungsiprovinsi untuk menanggapi kelemahan kapasitas. Langkah-langkah ini,serta desentralisasi perumahan ke otoritas lokal, akan mengikiskekuasaan provinsi karena setiap perubahan seperti dibahas di atasakan menyebabkan pengurangan transfer ke provinsi dan—jika provinsitidak memiliki sumber pendapatan sendiri—pengurangan pengaruhprovinsi secara proporsional.

Setelah NHI dilaksanakan dan fungsi perumahan dipindahkan, satu-satunya fungsi utama provinsi yang tersisa adalah pendidikan, pelayanankesejahteraan sosial, pertanian, dan jalan provinsi. Ini adalah kumpulanfungsi campuran yang tidak cocok untuk disatukan dengan cara yangmembuat provinsi bisa menangani prioritas sosio-ekonomi secarasistematis dan yang mungkin bisa membuat relevansi tingkat pemerintahini semakin jelas.

9.7.6. Kendala Anggaran Tidak Memiliki Aturan Fiskal

Perubahan penting yang terjadi setelah transisi adalah keputusanpemerintah nasional (Kementerian Keuangan) untuk mengakhirihambatan anggaran yang mudah dan mulai memberlakukan hambatananggaran yang sulit. Selama masa apartheid, provinsi dan tempat asaltidak memiliki hambatan anggaran yang sebenarnya. Utang provinsidijamin oleh pemerintah pusat. Subsidi dan transfer ke BLA, tempat-asal dan struktur subnasional lain ditentukan di akhir tahun secara ad-hoc dan berdasarkan pada belanja historis. Jika mereka membelanjakansecara berlebihan, maka kekurangan belanja akan didanai melalui hibahdefisit. Jika belanja provinsi melebihi batas, maka provinsi bisameminjam. Ini mendorong pemborosan dan membuat tempat asal, BLAdan provinsi menjadi tergantung pada pusat, dan membuat pemerintahbisa mempertahankan struktur apartheid. Namun ini juga membuatanggaran pusat mengalami defisit hingga 8% PDB di tahun 1992.

Awalnya, provinsi memang tidak disiapkan untuk sistemdesentralisasi. Selain itu, ada banyak ketidakpastian yang muncul daripelaksanaan konstitusi baru, peralihan fungsi antar tingkat pemerintahdan evolusi sistem keuangan antar pemerintah secara umum. Di tahun1997/98, pemerintah pusat harus campur-tangan di dua provinsi dan

172

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 178: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

memberikan hibah bersyarat yang provinsi diwajibkan melunasi. KajianAnggaran 1998 melaporkan bahwa provinsi mengharapkan pengambil-alihan utang karena pengalaman sebelumnya tapi kemudian ”sifat sistemantar pemerintah berubah dan mengharuskan setiap provinsi untukmencukup-cukupkan anggarannya.”34 Provinsi dipaksa untuk melaku-kan restrukturisasi keuangan yang sulit agar bisa mengendalikanbelanjanya. Di tahun 1998/99, setahun kemudian, provinsi memperolehsurplus gabungan senilai R500 juta, yang merupakan kebalikan yangluar biasa.

Kejadian ini menandai perubahan besar dalam hubungan fiskalantar pemerintah. Keputusan untuk memberlakukan hambatan anggaranyang sulit, sebagian, merupakan reaksi terhadap ketakutan yangdisebabkan oleh krisis tahun 1997/98. Pemberlakuan hambatan anggaranmerupakan keputusan pemerintah nasional. Hambatan ini didukungdengan pengendalian belanja dan penekanan pada disiplin fiskal. Tapiini bukan ciri alami dari desentralisasi fiskal dan, di Afrika Selatan,tidak ada undang-undang yang mewajibkan hambatan anggaran yangsulit, ini hanyalah prinsip yang diberlakuan secara ketat oleh pemerintahnasional. Hambatan anggaran yang sama juga dikenakan pada kota,yang harus mengembalikan hibah bersyarat yang tidak dibelanjakan kepemerintah nasional dan harus menutup kelebihan belanja denganpendapatan sendiri atau pinjaman.

9.7.7. Kendala Anggaran untuk Mengatasi Belanja Pegawai

Tingginya belanja pegawai menjadi isu yang penting bagi provinsi,dengan upah semua karyawan yang harus diberikan secara adil, karenaitu, mendesak keluar belanja untuk penyediaan pelayanan serta dalambeberapa hal menggerogoti mutu pelayanan yang ditawarkan, terutamadi sektor pendidikan. Kesepakatan upah di sektor publik telah menjadisalah satu kejadian anggaran yang sangat mengganggu dalam kalendertahunan. Saat ini, setiap tahun pemerintah harus berunding denganserikat buruh untuk mencapai kesepakatan upah. Provinsi tidak ikut-serta dalam proses tawar-menawar, tetapi setelah kesepakatan tercapai,provinsi wajib membayar peningkatan gaji seperti yang disepakati olehdewan tawar-menawar. Jika penyelesaian upah menghasilkan tingkat

34 Situs Kantor Perbendaharaan Nasional. http//www.treasury.gov.za

173

Bagian D : Memberikan Sistem Pembiayaan Antar Pemerintah yang Efektif

Page 179: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

upah yang lebih tinggi dari yang dianggarkan (inflasi), maka pemerintahnasional akan memberikan sumberdaya tambahan untuk menutup biayaini. Penambahan selama kerangka belanja jangka menengah dibagikanmelalui rumus jatah provinsi yang adil, yang tidak didasarkan padajumlah personel di provinsi. Akibat pengaturan ini, biaya kesepakatanupah mungkin tidak bisa tertutup seluruhnya dan di provinsi dengankuota staf yang lebih besar dari rata-rata, kekurangan biaya ini mungkinbesar nilainya.

Provinsi dapat memilih cara mengelola kuota stafnya, dan harusmelakukan ini sesuai dengan kebutuhan dan sumberdaya mereka yangada. Karena itu, mereka harus mengendalikan skala pos belanja pentingini dalam jangka panjang; namun dalam jangka pendek, tidak mungkinmengeluarkan staf hanya karena tekanan anggaran. Mereka juga tidakbisa meningkatkan pengumpulan pendapatan untuk menutup biaya ini.Provinsi bisa dan memang memakai biaya kesepakatan upah sebagaialasan dibalik kurangnya pendanaan untuk prioritas pemerintah danpenyediaan pelayanan.

Ketegangan ekonomi politik yang sama juga terjadi di pemda.Serikat buruh melakukan tawar-menawar dengan Asosiasi PemerintahDaerah Afrika Selatan (SALGA) terkait gaji kotapraja. Namun karenakota diharapkan meningkatkan pendapatan mereka sendiri, maka merekalebih mampu menutup biaya gaji tambahan dengan jalan menyesuaikanpajak dan bea. Untungnya bagi pemerintah, rumus jatah pemda yangadil tidak memiliki komponen yang menangani biaya gaji dan,seandainya rumus ini memiliki, maka kota akan memakainya untukmembantah bahwa pemerintah nasional harus membantu kota dalammenangani peningkatan biaya gaji.

Selama sebagian besar tahun 2000-an hingga krisis di tahun 2008,penambahan pada dasar anggaran menyebabkan pertumbuhan riil dalamanggaran provinsi, dan ini menimbulkan inefisiensi dan memungkinkanmereka untuk membelanjakan untuk berbagai pos non inti dan programnon-inti. Sejak 2008/2009, kesepakatan upah sektor publik menyebabkaninflasi di atas rata-rata, dan pemerintah nasional belum menutup biayauntuk semua peningkatan gaji ini karena tidak terjangkau. Provinsiharus menata kembali prioritas anggarannya dan memotong belanjanon inti untuk memastikan bahwa pelayanan inti dan peningkatan gajibisa didanai.

174

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 180: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

9.7.8. Kekuasaan Pemerintah Daerah untuk Meminjam

Di bawah rezim apartheid, pinjaman provinsi, kota dan tempatasal dijamin oleh pemerintah pusat, dan pemerintah pusat mengambil-alih utang provinsi dan tempat asal di tahun 1996. Pengaturan iniberarti ketergantungan pada pemerintah pusat. UU Kekuasaan PinjamanPemerintah Provinsi (BPPGA) No. 48 (1996) mengatur pinjaman lokal.Bab 66 PFMA tidak memperbolehkan provinsi untuk melakukanpinjaman, kecuali disetujui oleh BPPGA. Provinsi boleh mendapatkankeuangan antara (bridging finance) sepanjang provinsi melunasinyadalam tahun anggaran, dan UU ini mengatur cara menyetujui pinjamanprovinsi lainnya. Karena provinsi tidak memiliki pendapatan sendiriyang mencukupi untuk melunasi pinjaman, maka pemerintah nasionaldan provinsi membuat kesepakatan bahwa provinsi tidak akan mencaripinjaman di pasar modal tapi mendekati pemerintah nasional untukkebutuhan pinjaman. Pemerintah nasional tidak memiliki kewajibanmenjamin utang provinsi, tapi bisa jika disetujui oleh Dewan KoordinasiPinjaman menurut BPPGA.

Utang kota sekarang diatur dengan UU Pengelolaan KeuanganKota yang diberlakukan di tahun 2004. Satu-satunya batasan riil yangdikenakan ke kota adalah bahwa semua utang harus dalam mata uangRand dan kota tidak boleh menjaminkan aset yang dianggap pentingbagi penyediaan pelayanan dasar. Di samping batasan ini, kota bisamasuk ke pasar modal dengan cara yang sama seperti yang dilakukanoleh perusahaan swasta. Untuk mendapatkan modal, kota harus layak-kredit dan sektor swasta akan menilai utangnya secara proporsional.Ini bisa membantu akuntabilitas keuangan di kota. Dalam kenyataan,kota tidak sepenuhnya memanfaatkan pasar utang.

9.7.9. Pelajaran Praktek dalam Melembagakan Batasan

Setelah krisis keuangan provinsi di tahun 1997/1998, kantor Per-bendaharaan Nasional menerapkan ‘Batasan Provinsi.’ Provinsi wajibmemiliki draf anggaran yang dikaji oleh kantor Perbendaharaan Nasionaldalam konteks batasan, dan harus menjalani interogasi yang dilakukanoleh tim analisis anggaran. Setiap provinsi menerima laporan mengenaikegiatan batasan ini, dan salinan laporan ini diserahkan langsungMenteri Keuangan Provinsi. Pelajaran utama dari batasan ini dibagi ke

175

Bagian D : Memberikan Sistem Pembiayaan Antar Pemerintah yang Efektif

Page 181: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

semua provinsi dalam tahun pertama Komisi Teknis Keuangan. Batasanini juga memungkinkan kantor Perbendaharaan Nasional untukmemastikan bahwa penambahan, yang disisihkan untuk prioritaskebijakan tertentu, masuk ke dalam anggaran provinsi yang benar.Proses ini ditiru di tingkat pemda sejak 2010.

Kajian telah membuka mata para pejabat Perbendaharaan Nasional,terhadap praktek kota dan perbedaan antara penafsiran kota terkaitalokasi anggaran serta tujuan hibah bersyarat dan penafsiran yangdiinginkan oleh pemerintah. Respons yang ditunjukkan oleh kota positifdan kota bersedia melaksanakan saran yang diberikan ke mereka, tapidampak pelajaran mungkin memerlukan satu atau dua siklus anggaranagar nampak di mata. Kegiatan ini memperkuat proses anggaran provinsidan kota dan kredibilitas anggaran mereka, juga memberi Perben-daharaan Nasional wawasan yang bisa dipakai untuk memastikanefektivitas pengawasan dan meningkatkan proses pembuatan kebijakan.

9.7.10. Pelajaran Praktek dalam Penganggaran Fungsional

Pemerintah menjalankan proses penganggaran dalam KerangkaBelanja Jangka Menengah (MTEF) di akhir 1990-an. Proses inimenyertakan kesepakatan anggaran untuk tahun anggaran berikutnya,dan alokasi anggaran sementara selama dua tahun berikutnya. Alokasisementara dikenal sebagai garis dasar. Setelah garis dasar MTEF diten-tukan, proses anggaran tahunan difokuskan pada cara mengalokasikantambahan ke garis dasar ini di dalam anggaran. Ini bisa dilakukankarena pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pengumpulan pajak.

Hingga 2008/2009, ketika krisis ekonomi menghantam, satu-satunyadiskusi nyata selama penyusunan anggaran adalah tentang tambahanapa yang diperlukan pada garis dasar. Garis dasar ini sendiri tidakbenar-benar diteliti dengan cermat. Krisis ekonomi 2008 dan kesepakatangaji di atas rata-rata memaksa pemerintah untuk mempertimbangkankembali pendekatan ini, dan sekarang perhatian ditujukan ke garisdasar.

Dalam menyusun anggaran 2011, pemerintah nasional menerapkanpendekatan baru untuk menyusun anggaran. Bukannya menyajikanpenawaran anggaran dari departemen ke Komisi Belanja JangkaMenengah (MTEC), departemen malah dikelompokkan menjadikelompok fungsional bersama dengan departemen yang serupa. Setiap

176

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 182: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

garis dasar departemen diteliti dengan cermat dan kemungkinanpenghematan ditentukan, yang bisa ditentukan kembali prioritasnyaoleh kelompok fungsional dan dimasukkan ke dalam prioritas fungsi.‘Tambahan’ dilakukan hanya dalam tahap akhir proses anggaran.

Banyak pembelajaran yang diperlukan sebelum pendekatan barubisa sepenuhnya efektif, dan sulit membuat departemen mau secarasecara sukarela melakukan penghematan yang akan diberikan kedepartemen lain dalam kelompok fungsional mereka. Sulit jugamenyatukan kelompok-kelompok fungsional ini, karena kebutuhan yangberbeda-beda dari provinsi dan kota dan diskresi subnasional dalammenentukan prioritas anggaran. Tapi pendekatan ini memaksakanpemikiran kembali terkait cara pemerintah mengurusi usahanya.Pendekatan ini juga memaksa pejabat yang terlibat dalam prosesanggaran untuk lebih memperhatikan prioritas pemerintah nasional.

9.7.11. Pelajaran Praktek dalam Urutan Melembagakan PeningkatanKapasitas

Pendapat yang mendukung desentralisasi menganggap bahwakapasitas administratif subnasional bisa efisien dan responsif (peka).Pendapat ini juga menganggap bahwa pemimpin politik dan administratifyang baik hati akan mengikuti proses standar dalam membuat keputusan,dengan dukungan informasi yang andal dan patut dipercaya. Teori initidak mempertimbangkan bahwa fungsi pemerintah subnasionalditugaskan ke unit politik, bukan klub ekonomi. Tidak semua pemimpinterpilih dan birokrat yang diangkat baik hati. Kapasitas untukmenghasilkan dan memakai informasi tidak bisa dijadikan asumsi.Kinerja adalah fungsi yang mengandung berbagai macam faktor kultural.

Pemerintah subnasional bisa menyesuaikan kebijakan dengankebutuhan lokal dan mengalokasikan sumberdaya secara lebih efisiendaripada pendampingnya di pusat, hanya jika mereka diberi tanggungjawab membuat keputusan yang diperlukan. Namun, ketika prosesdesentralisasi dimulai, kapasitas administratif dan organisasi belumada untuk melakukan ini secara efektif. Perlu waktu untuk memahamilingkungan lokal, kebijakan nasional, dan cara menyesuaikan kebijakanini dengan kebutuhan lokal. Karena itu, di awal proses desentralisasi,pemerintah terjebak dalam dilema antara devolusi fungsi untuk

177

Bagian D : Memberikan Sistem Pembiayaan Antar Pemerintah yang Efektif

Page 183: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

mendapatkan manfaat dan risiko pelaksanaan yang buruk sertapemborosan terkait hingga kapasitas terbentuk.

Peningkatan kapasitas kelembagaan merupakan proses yang rumit,dan dikenai pengaruh berbagai macam faktor yang tidak mungkin bisadikuantifikasi secara efektif. Ukuran efisiensi dan efektivitas organisasidi sektor swasta tidak begitu rumit, tapi di sektor publik, ukuran efisiensimembawa risiko terciptanya dorongan negatif karena ukuran ini memicufokus jangka pendek ke dalam yang bisa membahayakan tujuan jangkapanjang pemerintah. Di tahun 2011, Afrika Selatan tidak memilikiindikator kapasitas administratif yang bisa dengan andal menunjukkanefektivitas departemen pemerintah.

Dalam pengalaman Afrika Selatan, provinsi dibentuk dengan jalanmenggabungkan beberapa administrasi daerah yang terpecah-pecah danberbeda satu sama lain; proses pemisahan ulang pemda menyatukankota-kota dengan berbagai tipe dan memerlukan penggabungan berbagaiadministrasi daerah yang memakai sistem keuangan yang bermacam-macam. Beban yang ditimbulkan oleh transisi pada administrasi daerahberbeda-beda di seluruh negeri. Di daerah yang dulu merupakan daerahorang kulit putih, sebagian besar ada administrasi daerah tapi pergantianparadigma tetap saja perlu waktu untuk terwujud. Di tempat asal yangtidak memiliki administrasi daerah, tidak ada landasan kelembagaanuntuk mengembangkan administrasi ini. Di tahun 2011, distribusikapasitas administratif yang tidak simetris ini masih jelas terlihat.

Di tingkat provinsi, paradigma yang sama sekali baru diterapkandalam perencanaan dan penganggaran, yang sekarang menyesuaikananggaran dengan prioritas pemerintah dan rencana strategis departemen.Proses pembuatan keputusan yang juga sama sekali baru diperlukan.Paradigma peralihan ke proses PFM yang baru diperumit oleh kewajibanadministrasi daerah, baik provinsi maupun lokal, untuk menyediakanpelayanan di daerah miskin dan mewujudkan prioritas pembangunanyang baru di atas target perbaikan yang berat. Jadi, selain proses baru,unit pemerintah harus menangani tatanan kebijakan yang baru.

Pada saat transisi, tekanan politik untuk kebijakan dan prosesyang baru tidak bisa dihindari namun, jika direnungkan kembali,pemerintah akan memperoleh manfaat dari periode stabilisasi yangdifokuskan pada peningkatan kapasitas administratif dan pelembagaansistem yang diperlukan, dengan cara yang entah bagaimana bisa kebal

178

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 184: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

terhadap campur tangan politik. Kenyataan politiknya adalah bahwaini tidak mungkin dilakukan. Walau ada beberapa kota dan provinsiyang berfungsi relatif bagus, tapi di tahun 2011 masih ada banyakkelemahan kelembagaan di Afrika Selatan. Perbendaharaan nasionalmenanggapi dengan mendorong proses peningkatan kapasitas didepartemen nasional dan provinsi. Perbendaharaan nasional jugabekerjasama dengan perbendaharaan provinsi untuk mendukungpeningkatan kapasitas ini, dan sekarang keduanya berada dalam tahapawal pelaksanaan proses substantif dan komprehensif untuk meningkat-kan penganggaran, pengelolaan keuangan dan kapasitas pengelolaanpendapatan di kota-kota. Kapasitas yang akan meningkat karena lebihbanyak investasi untuk pelembagaan sistem dan peningkatan kapasitasperbendaharaan provinsi di awal tahun 2000-an, akan disebar kedepartemen provinsi dan kota-kota lain dan banyak, atau bahkan semua,kegagalan penyediaan pelayanan telah teratasi.

Pelajaran untuk negara yang setingkat adalah memastikan bahwasetelah desentralisasi, peningkatan kapasitas administratif danpelembagaan sistem administratif di tingkat subnasional harus menjadiprioritas nomor satu.

9.8. Kesimpulan dan RekomendasiMakalah ini tidak dimaksudkan untuk menjadi artikel akademik,

tapi ditulis dengan tujuan berbagi pelajaran yang berguna untukmenanggapi pertanyaan berikut ini: (i) apa dasar pemikiran ekonomipolitik dibalik desentralisasi suatu negara?; dan (ii) apa yang mendorongsuatu negara untuk melakukan desentralisasi (atau membentuk negaraserikat)?

Dalam konteks Afrika Selatan, jawaban untuk dua pertanyaan iniadalah bahwa struktur desentralisasi Afrika Selatan dalam hubunganantar pemerintah merupakan politik kompromi. Ini adalah pelajaranutama bagi para penganjur desentralisasi: desentralisasi merupakanproses politik, bukan proses ekonomi.

Di Afrika Selatan, manfaat teoretis dari desentralisasi telahterwujudkan di mana ada kemauan politik untuk meraih manfaat ini.Manfaat ada di tingkat provinsi dimana ada pemimpin yang kuat danvisioner dan yang mampu memberlakukan kemauannya pada

179

Bagian D : Memberikan Sistem Pembiayaan Antar Pemerintah yang Efektif

Page 185: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

administrasi provinsi yang mereka pimpin. Di tingkat pemda, manfaatdesentralisasi telah diraih dimana ada kapasitas administratif dankemauan politik untuk memakai kapasitas ini untuk mengumpulkanpendapatan dan menyediakan pelayanan.

Tata kelola pemerintahan yang bagus bisa dijelaskan sebagaipelaksanaan kebijakan nasional secara efektif dan dengan cara yangsesuai dengan keinginan lokal. Paling tidak diperlukan pengelolaankeuangan dan administratif yang kuat serta kapasitas yang bagus dalammemahami kebijakan. Ini semua tidak akan muncul sebagai responsterhadap insentif fiskal dan finansial yang mungkin melekat padapenugasan pendapatan dan fungsi. Ini semua sengaja diciptakan dengankeberlanjutan, komitmen dan kepemimpinan yang kuat dan mampu.Inilah pelajaran paling penting yang bisa ditarik dari Afrika Selatan.

180

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 186: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

10Penguatan Sisi Pendapatan

Roy Kelly

10.1. PendahuluanNegara di mana-mana melaksanakan reformasi unuk meningkatkan

pembangunan ekonomi dan sosial. Reformasi ini ditujukan untukmempermudah pertumbuhan ekonomi dan peluang kerja melalui sektorswasta, yang dilengkapi dengan reformasi di sektor publik untukmeningkatkan pemerintahan (tata kelola) dan penyediaan pelayananpublik. Reformasi pengelolaan berbagai sektor publik difokuskan padarekayasa teknis ulang, privatisasi dan desentralisasi pemerintah sebagaiusaha untuk meningkatkan efisiensi dan akuntabilitas penyediaanpelayanan publik.

Reformasi desentralisasi yang sedang berjalan difokuskan pada:peningkatan efisiensi dan akuntabilitas penyediaan pelayanan publik,pengembangan distribusi pelayanan dan sumberdaya yang adil ke seluruhbagian dari setiap negeri, dan peningkatan tata kelola yang lebih responsifdan akuntabel. Dengan membawa keputusan belanja publik utama lebihdekat ke masyarakat, pemerintah berusaha memberdayakan masyarakatagar mereka bisa berpartisipasi lebih aktif dalam penentuan prioritas,pelaksanaan dan pemantauan belanja pemerintah untuk mendorongpengelolaan sumberdaya publik yang lebih efisien, akuntabel dantransparan terkait desain dan penyediaan pelayanan publik.

Berbagai reformasi desentralisasi mempergunakan kombinasikomponen politik, administratif dan fiskal. Mekanisme akuntabilitaspolitik, serta kapasitas kelembagaan administratif dan tanggung jawab

181

Page 187: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

fiskal dan sumberdaya yang ditetapkan dengan jelas, sangat pentingartinya bagi keberhasilan. Dari sisi politik, pemerintah daerah (Pemda)harus memiliki mekanisme untuk bersikap responsif terhadap masyarakatlokal.35 Dari sisi administratif, Pemda harus memiliki kapasitas untukmembuat perencanaan, anggaran, penyediaan dan akun untuk pelayananpemerintahan. Dari sisi fiskal, pemda harus memiliki tanggung jawabbelanja yang jelas dan pilihan pendapatan, termasuk pendapatan aslidaerah yang tepat, akses ke transfer antar pemerintah dan kejelasanpilihan peminjaman subnasional. Komponen politis, administratif danfiskal ini perlu dirancang, dilaksanakan dan dipadukan untuk meng-hasilkan kerangka pelaksanaan reformasi desentralisasi yang suksesdan berkelanjutan.36

Keberhasilan desentralisasi fiskal bergantung pada pemaduan empatpilar desentralisasi fiskal secara efektif, yakni: alokasi fungsi ke beberapatingkat pemerintah, alokasi tanggung jawab pendapatan, desain sistemtransfer antar pemerintah, dan kebijakan sistem pinjaman subnasionalyang tepat. Di antara para ahli desentralisasi ada kesepakatan bahwa,idealnya, ”keuangan harus mengikuti fungsi,” yang menyiratkan bahwapemerintah harus menentukan dengan jelas tanggung jawab belanjauntuk setiap tingkat pemerintah sebelum menetapkan strukturpembiayaan dan campuran pendapatan dan hibah antar pemerintah dankemampuan untuk meminjam.37 Selain itu, beberapa komponen reformasiharus ditentukan urutannya dan dirancang dengan tepat sesuai konteksspesifik negeri untuk memaksimalkan peluang keberhasilan pencapaiantujuan reformasi.38

Persyaratan dasar bagi keberhasilan desentralisasi adalah kecu-kupan sumber pendapatan untuk mendanai tanggung jawab belanjayang dialokasikan ke pemda. Umumnya sumber pendapatan ini berasal

35 Pemerintah daerah berarti semua tingkat pemerintah subnasional, seperti provinsi, negara bagian,kabupaten, kota, kecamatan, lingkungan dan desa. Sesuai keperluan, bab ini akan menyebutkan tingkatpemerintah daerah tertentu dari segi tanggung jawab pendapatan atas kebijakan dan administrasi.36 J. Boex, S. Yilmaz, 2010. Kerangka Analitik untuk Analisis Desentralisasi Pemerintahan Lokaldan Sektor Publik Lokal. Kertas Kerja IDG No. 2010-06.37 Bank Dunia. 1994. Reformasi Hubungan Fiskal dalam Mengembangkan dan MemunculkanEkonomi Pasar. AS; Bahl, R. 1999. Pelaksanaan Aturan Desentralisasi Fiskal. Andrew Young Schoolof Policy Studies, Seri Kertas Kerja 99-01; Oates, W. 2005. Menuju Teori Generasi Kedua dariFederalisme Fiskal. International Tax and Public Finance, Vol.12. hal. 349-373.38 R. Bahl, dan J. Martinez-Vazquez, 2006. Menentukan Urutan Desentralisasi Fiskal, Kertas KerjaBank Dunia.

182

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 188: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

dari bea pengguna, pajak lokal, pajak bagi hasil dan transfer antarpemerintah. Campuran struktur pembiayaan dan jumlah yang tepatberbeda-beda di setiap negara dan waktu, tergantung sifat dancakupan tanggung jawab belanja yang diberikan ke setiap tingkatpemerintah.39

Di sebagian besar negara, keuangan desentralisasi didominasi olehtransfer antar pemerintah dan pajak bagi hasil. Pemda di sebagianbesar negara berkembang cenderung bergantung pada 60–80% transferpendapatan dari pemerintah pusat, sedangkan pendapatan asli daerah(PAD)—yang bisa meliputi bea pengguna dan pajak lokal—cenderungkecil.40 Menemukan keseimbangan dan struktur transfer pusat danpendapatan lokal yang tepat, merupakan tantangan utama dalamreformasi desentralisasi.

Transfer antar pemerintah/pajak bagi hasil dan pendapatan aslidaerah, masing-masing memainkan peran penting, peran yang lain samasekali dalam desentralisasi. Transfer antar pemerintah/pajak bagi hasildistruktur untuk menangani ketidakseimbangan fiskal secara vertikaldan horizontal dalam negara. Selain tujuan politik yang kuat, transferantar pemerintah/pajak bagi hasil bisa dirancang untuk membantumenyeimbangkan kebutuhan pendanaan vertikal antara pemerintah pusatdan daerah, mewujudkan kesetaraan horizontal antar berbagai pemdadengan kebutuhan belanja dan kapasitas fiskal yang berbeda-beda,meningkatkan penyediaan barang-barang bernilai prioritas nasional, danmengimbangi limpahan antar yurisdiksi.41

Pendapatan asli daerah, walau sering kali kecil, juga sama penting-nya untuk mendukung reformasi desentralisasi melalui peningkatanotonomi daerah, akuntabilitas pemerintahan, kepemilikan dan tanggungjawab, sambil menyediakan sumber penting dana tambahan (sedikit)untuk anggaran lokal.

40 R. Bahl, dan R. Bird, 2008. Pajak Subnasional di Negara Berkembang: Jalan ke depan. PublicBudgeting & Finance, Winter 2008; Bird, R. 2011. Perpajakan Subnasional di Negara Berkembang:Kajian Literatur. Journal of International Commerce, Economics and Policy. 2:1, hal. 139-161.41 L. Schroeder, dan P. Smoke, P. 2003. Intergovernmental Fiscal Transfers in Asia: Current Practiceand Challenges for the Future, Transfer Fiskal Antar Pemerintah. Smoke, P. Kim, Y.H. (Eds.) BankPembangunan Asia, Manila; R. Bahl, dan R. Bird, 2008. Pajak Subnasional di Negara Berkembang:Jalan ke depan. Public Budgeting & Finance. Winter 2008; Bank Dunia. 2005. Subnational Own-Source Revenue: Getting Policy and Administration Right. Washington DC.42 R. Broadway, dan A. Shah, 2009. Fiscal Federalism: Principles and Practice of MultiorderGovernance. Cambridge: Cambridge University Press.

183

Bagian D : Memberikan Sistem Pembiayaan Antar Pemerintah yang Efektif

Page 189: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Yang terakhir, adalah kombinasi pendapatan pemerintah pusat danpendapatan daerah yang memberikan paket sumberdaya yang diperlukanuntuk mendanai pelayanan pemda. Walau transfer pemerintah pusatdan pajak bagi hasil di mana-mana mengakui pentingya pendapatanasli daerah untuk memastikan pencapaian tujuan desentralisasi, tatakelola, otonomi dan akuntabilitas. Karena itu pemerintah mencari pilihan-pilihan untuk melaksanakan kebijakan pendapatan daerah dan reformasiadministratif untuk meningkatkan mobilisasi pendapatan daerah.

Banyak hambatan dalam memobilisasi lebih banyak pendapatandaerah. Hambatan ini timbul karena masalah politik, kelembagaan danadministratif dari pemerintah pusat dan daerah. Karena itu, langkah-langkah reformasi perlu mencantumkan pendekatan yang komprehensif,yang menangani lingkungan politik dan kelembagaan di pemerintahpusat dan daerah.

Langkah reformasi harus memastikan bahwa pemerintah pusatmemberikan instrumen pendapatan daerah yang mencukupi dan produktifke pemda, disertai hambatan akuntabilitas untuk memengaruhi kebijakanpajak dan administrasi pendapatan (sedikit). Reformasi harus distrukturuntuk mengurangi campur tangan langsung dan tidak langsung yangberlebihan dari pemerintah pusat. Reformasi juga harus distruktur untukmengatasi sikap apatis pemerintah pusat terhadap pembentukankeseimbangan yang tepat antara campur tangan dan dukunganpemerintah pusat bagi pemda, yang diperlukan untuk mendorongmobilisasi pendapatan daerah. Contohnya, transfer antar pemerintahdan pajak bagi hasil harus disusun untuk meminimalkan disinsentifdalam mobilisasi pendapatan daerah, dan pemerintah pusat harusdihambat untuk melakukan intervensi melalui perubahan kebijakan secaraad hoc dan atau peraturan administrasi yang bisa memperlemahmobilisasi pendapatan pemda.

Langkah reformasi harus dilaksanakan juga, untuk menciptakanlingkungan yang mendorong dan memberdayakan pemda untuk secaraefektif meningkatkan tata kelola lokal dan penyediaan pelayanan publik.Penguatan legitimasi dan kredibilitas politik lokal akan membuat pemdasemakin mampu bekerja sama dengan warganya untuk mobilisasipendapatan daerah tambahan, yang diperlukan untuk prioritas belanjalokal yang ditetapkan. Selain itu, berbagai reformasi politik dankelembagaan harus dilakukan untuk meningkatkan kapasitas admi-

184

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 190: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

nistratif lokal dan memobilisasi kemauan politik lokal yang diperlukanuntuk pengenaan retribusi, mengumpulkan dan menindak ketidak-patuhan. Kombinasi berbagai reformasi tingkat pusat dan daerah iniakan memberikan kerangka untuk meningkatkan mobilisasi pendapatandaerah.

Bab ini difokuskan pada pendapatan asli daerah, dengan perhatiankhusus pada pajak properti sebagai sumber utama pendapatan pemdayang potensial dan berkelanjutan. Bab ini dibagi menjadi lima bagian.Setelah pendahuluan, bagian 2 meringkas teori dan praktek alokasipendapatan di seluruh tingkat pemerintah, dan memeriksa berbagaicara strukturisasi pendapatan untuk mendukung otonomi daerah dandesentralisasi fiskal. Bagian 3 difokuskan pada pengalaman reformasiIndonesia dalam melakukan strukturisasi sistem pendapatan asli daerah.Bagian 4 mengkaji proses devolusi pajak properti menurut UU No. 28(2009), dan bagian 5 mengakhiri dengan rekomendasi untuk jalan kedepan.

10.2. Teori dan Praktek Alokasi PendapatanTeori dan praktek internasional berpendapat bahwa sebagian besar

pokok pajak lebih baik dikenakan dan dikelola di tingkat pemerintahpusat.42 Secara umum, pemerintah di tingkat lebih rendah harusmemperoleh pendapatan dari basis-basis pendapatan dengan mobilitaslebih rendah, dan basis pendapatan dengan keterkaitan manfaat yangjelas dengan pelayanan lokal. Namun, sebagian besar pajak lain harusdialokasikan ke pemerintah pusat. Karena itu, negara mengalokasikanpajak perdagangan internasional, pajak pertambahan nilai (PPN), pajakpenghasilan perusahaan dan perorangan, dan pajak sumberdaya alamke pemerintah pusat. Pemda di tingkat provinsi atau negara bagianbiasanya mendapatkan alokasi pajak seperti pajak kendaraan bermotordan, kadang, pajak penjualan ritel serta pajak penghasilan perorangan,sedangkan pemda di tingkat lebih rendah mendapatkan alokasi pajakproperti dan pokok pajak lain yang tidak berpindah-pindah.43 Cukai

42 P. Musgrave, dan R.A. Musgrave, 1989. Public Finance in Theory and Practice. New York:McGraw Hill; World Bank. 2001. Masalah Penugasan Pajak: Konsep dan Administrasi dalamMewujudkan Otonomi Fiskal Subnasional. Washington DC, hal. 1-21.43 Pengalaman internasional memang sangat beragam – dengan negara federal sering memberikanpajak penghasilan korporasi dan perorangan ke provinsi / negara bagian (misalnya di AS dan Kanada).

185

Bagian D : Memberikan Sistem Pembiayaan Antar Pemerintah yang Efektif

Page 191: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

sering kali diberikan ke semua tingkat pemerintah, dan ke pemda untukpokok pajak yang mobilitasnya relatif rendah dan kemampuannya keciluntuk dialihkan (misalnya, kamar hotel, hiburan, restoran dll.). Selainitu, teori dan praktek mendorong semua tingkat pemerintah untukmengenakan bea pengguna secara tepat.

Pajak bisa distrukturisasi untuk memberikan dan/atau mengen-dalikan beberapa tingkat otonomi, tergantung tingkat pemerintah yangmana yang diberi wewenang untuk menentukan dan memilih pokok dantingkat pajak dan untuk mengelola pajak. Seperti ditunjukkan di Tabel10.1, pendapatan daerah bisa dibagi menjadi beberapa yang tidakmemberi otonomi daerah, yang memberi otonomi terbatas, dan yangmemberi otonomi daerah.

Tabel 10.1. Klasifikasi Pajak Daerah Menurut Bobot KendaliPusat vs Daerah

Sumber: Penulis.

Di AS, beberapa pemerintah daerah juga mengenakan pajak penghasilan perorangan (sering berupapajak gaji) (misalnya, New York, Philadelphia). Negara-negara Skandinavia memperbolehkanpemerintah daerah untuk mengenakan pajak penghasilan perorangan. Sebagian besar negaraberkembang tetap memegang pajak penghasilan di tingkat pusat, tapi memperbolehkan beapendukung (pengenaan bea tambahan). Pemda yang memiliki akses ke pajak penghasilan cenderungmengenakan pajak hanya pada gaji, bukan pada semua pendapatan yang termasuk bunga, dividendan sewa. Secara universal, pajak properti dianggap sebagai pajak daerah yang bagus karena tanahdan bangunan adalah dasar pajak yang tidak berpindah-pindah, dan karena ada hubungan yangjelas antara nilai properti pada pelayanan lokal dan peningkatan modal. Lihat Musgrave (1989)dan McLure (2001) untuk rincian lebih lanjut.

186

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

j

Tingkat Otonomi Kebijakan Pajak / Karakteristik Administrasi

Tidak ada otonomi Bagi hasil pajak / bagi hasil pendapatan, dengan administrasi pusat

Otonomi terbatas Bagi hasil pajak, dengan administrasi bersama

Pemerintah pusat menetapkan tingkat pajak dari ‘pendapatan daerah,’ tapi dengan beberapa tanggung-jawab administrasi tingkat lokal.

Otonomi Pajak/pendapatan daerah dimana Pemda menetapkan tingkat pajak, tapi sering kali dalam kisaran yang diperbolehkan oleh pusat. Pajak/pendapatan daerah dimana Pemda menentukan pokok pajak. Pemda bertanggung-jawab atas administrasi pendapatan dengan / tanpa administrasi bersama.

Pajak bea tambahan dengan / tanpa administrasi bersama

Page 192: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Mari kita pertimbangkan tiga tingkat otonomi/kendali lokal ini,karena hubungannya dengan alokasi dan struktur pendapatan:

10.2.1. Tidak Ada Otonomi

Ini bisa terjadi jika pemerintah pusat mengendalikan kebijakandan administrasi pendapatan, tanpa diskresi kebijakan dan peranadministrasi yang diberikan ke pemda. Ini terjadi dalam sistem pajakbagi hasil atau bagi hasil pendapatan umum, di mana pemerintah pusatakan mengalokasikan sebagian pajak tingkat pusat ke pemda, ataudalam sistem bagi hasil pendapatan umum di mana pemerintah pusatmengalokasikan sebagian pendapatan tingkat pusat ke pemda. Pajakbagi hasil adalah pajak yang dikenakan oleh pemerintah pusat, yangjuga mengendalikan kebijakan (pokok dan tingkat) serta administrasi.

Pemda diberi bagian pendapatan pajak, yang kadang mencapaihingga 100%. Dalam sistem pajak bagi hasil, pemda tidak memilikipengaruh/kendali langsung dan/atau akuntabilitas atas pendapatan yangdiperoleh, pokok pajak, tingkat pajak dan/atau administrasi.44 Pajakproperti di Chili merupakan contoh di mana pemerintah pusatmenetapkan tingkat dan pokok pajak dan mengelola pajak sebagaipajak bagi hasil, dengan pendapatan diberikan ke pemda sebagianberdasarkan pada turunan dan sebagian pada rumus tertentu. Pemdatidak ikut serta dalam penentuan kebijakan atau administrasi, tapihanya menerima pendapatan.

10.2.2. Otonomi Terbatas

Ini bisa terjadi jika pemerintah pusat melimpahkan beberapa fungsiadministratif ke pemda. Jadi, melalui keikutsertaan dalam administrasi,pemda bisa mendapatkan otonomi/kendali yang memadai, walau seringkali terbatas, untuk memengaruhi tingkat pendapatan daerah yangditerima menurut sistem pajak bagi hasil. Otonomi terbatas juga terjadijika pemerintah pusat menetapkan tingkat pajak untuk ‘pendapatandaerah,’ jadi mengambil diskresi pemda dalam memengaruhi tingkatpajak tapi memberi pemda kekuasaan untuk mengelola pajak.44 Sistem ‘pajak bagi hasil’ kadang disebut sebagai ‘desentralisasi finansial,’ sistem yangmendesentralisasikan pendapatan, yang berlawanan dengan sistem ‘desentralisasi fiskal’ yangmendesentralisasikan tanggung jawab dan wewenang ke pemerintah daerah untuk mengenakan pajakberdasarkan pada basis yang ditetapkan sendiri atau bersama dengan pemerintah pusat.

187

Bagian D : Memberikan Sistem Pembiayaan Antar Pemerintah yang Efektif

Page 193: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Dalam kedua kasus ini, pemda diberi beberapa otonomi terbatasdengan jalan diberdayakan dengan kemampuan untuk memengaruhitingkat pendapatan, melalui partisipasi aktif atau tidak aktif dalambeberapa fungsi administratif utama. Pajak properti di Indonesia,sebelum pemberlakukan UU No. 28 (2009), adalah contoh di manapemerintah pusat menetapkan tingkat dan pokok pajak dan bergantungpada sistem administrasi bersama secara terbatas, dengan pendapatandiberikan ke pemda berdasarkan pada turunan dan rumus. Pemdamemang ikut serta, walau secara sangat terbatas, dalam administrasipajak properti, jadi bisa memengaruhi pendapatan yang dihasilkan(secara terbatas). Pemda di Indonesia diberi tanggung jawab sebagianatas penyediaan tagihan pajak, pelayanan pajak dan informasi tentangpembayaran pajak. Pemda juga dilibatkan dalam proses pemutakhirankadaster data fiskal dan data lapangan.

10.2.3. Otonomi Daerah

Ini bisa terjadi jika pemda diberi kemampuan dan diskresi untuksecara langsung memengaruhi jumlah pendapatan yang dikumpulkan,melalui beberapa kendali diskresi atas tingkat pajak dan/atau pokokpajak dan/atau administrasi pendapatan. Memiliki kendali atas kebijakandan administrasi pajak berarti meningkatkan otonomi daerah danakuntabilitas pemerintah daerah atas pajak yang dikenakan ke warga.

Namun ini memungkinkan pemda untuk mendapatkan otonomi lebihbesar, walau pokok pajak tetap ditentukan oleh pusat dan sebagianatau semua administrasi pajak dialihkerjakan (outsourcing).45 Isu pentingdi sini adalah bahwa pendapatan pajak bertambah di pemda, dan bahwapemda bisa sedikit banyak memengaruhi jumlah pendapatan pajakdengan jalan mengubah tingkat pajak. Pemda harus bisa memper-tanggungjawabkan secara resmi ‘pengenaan’ pajak dan memengaruhijumlah pajak yang dikenakan dan dikumpulkan, bukan hanya untuk‘memperoleh’ pendapatan dari pajak.46

45 J. Mikesell, 2007. Mengembangkan Pilihan Administrasi Pajak Daerah: Kajian Internasional,Public Budgeting & Finance. 27:1, hal. 41-68.46 Menurut definisi ini, pajak daerah meliputi pajak ‘pendukung’ di mana pemda diperbolehkanmengenakan bea tambahan pada pokok pajak nasional. Walau pemerintah pusat menetapkanpokok pajak dan tingkat pajak mereka sendiri pada pokok pajak dan mengelola/mengumpulkanpajak, tapi pemda memiliki diskresi untuk mengenakan bea tambahan (tingkat pajak) pada pokok

188

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 194: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Banyak pajak properti beroperasi sebagai pajak daerah, di manapemda memegang beberapa kendali atas tingkat pajak (sering dalambatas tertentu) dan pokok pajak (sering dengan pilihan untukmenyediakan pembebasan terbatas), serta tanggung jawab paling tidakatas fungsi administrasi (misalnya, di Amerika Utara, Asia Selatan,Filipina, Indonesia setelah UU 28/2009). Pajak properti lain beroperasisebagai pajak daerah dengan tingkat pajak yang ditentukan oleh hukumnasional, tapi dengan administrasi dikelola oleh pemerintah daerah(misalnya, di Amerika Latin dan banyak negara transisi).47

Mengingat pentingnya otonomi daerah, diskresi dan akuntabilitasuntuk mewujudkan tujuan desentralisasi, pilihan perlu dipertimbangkanterkait cara suatu negara bisa secara strategis bergeser dari stukturpendapatan yang dikendalikan oleh pusat ke struktur pendapatan yangdikendalikan oleh daerah. Pilihan strategis apa bagi negara untukmemindahkan kekuasaan pendapatan, agar bisa mengembangkan danmendukung otonomi daerah yang lebih besar dan desentralisasi fiskal?Mari kita jelajahi pilihan ini.

Ada kesepakatan umum bahwa desentralisasi fiskal memerlukanpenugasan instrumen pendapatan yang tepat ke pemda; campurannyayang tepat berbeda-beda di setiap negara tapi umumnya menyertakankombinasi bea pengguna, pajak properti dan pajak yang terkait denganmanfaat lokasi spesifik, pajak yang terkait dengan manfaat, juga cukaitertentu, pajak penghasilan pribadi, pajak gaji, pajak penjualan umumdan pajak usaha.48 Pendapatan ini harus mencukupi, dengan diskresidan otonomi memadai diberikan ke pemda untuk memengaruhi jumlahpajak yang dikumpulkan sebagai pendamping.49 Kesepakatan mengenai

pajak yang sama ini, lalu pemerintah pusat mengumpulkan pajak tambahan dan memberikanpajak yang terkumpul ini ke pemda. Pajak pendukung ini memberi pemda diskresi, akuntabilitasdan pendapatan, juga mengurangi keseluruhan biaya administratif dan kepatuhan.47 R. Bird, dan E. Slack, 2004. International Handbook of Land and Property Taxation.Northhampton, MA: Edwar Elgar.48 World Bank. 2003. User Charges in Local Government Finance. Washington, DC; World Bank.2003. Local and Regional Revenues: Realities and Prospects. Washington, DC.49 Pendapatan asli daerah ini diperlukan tapi tidak berada dalam kondisi yang mendukungkeberhasilan desentralisasi. Hal yang mendasar di sini adalah bahwa pemerintah daerah harus bisamengendalikan mobilisasi pendapatan daerah ini ”sebagai pendamping.” Yakni, pemerintah daerahharus bisa memobilisasi uang diskresi agar memiliki kekuasaan untuk memengaruhi jumlah pajakyang terkumpul, dan agar bisa mencapai tujuan akuntabilitas dan efisiensi dari desentralisasi.Pemerintah daerah harus diberi diskresi untuk memperoleh pendapatan tambahan, tapi harusbertanggung jawab sepenuhnya pada masyarakat daerah atas pengenaan pajak daerah ini, carapendapatan ini dimobilisasi, dan cara pendapatan ini dan sumberdaya lain dipakai.

189

Bagian D : Memberikan Sistem Pembiayaan Antar Pemerintah yang Efektif

Page 195: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

definisi kecukupan dan tingkat diskresi yang diperlukan mungkin tidakjelas dalam literatur, tapi cukup jika dikatakan bahwa pendapatandiskresi harus memadai untuk memungkinkan fleksibilitas pendampingbagi pemda untuk memengaruhi efisiensi dan akuntabilitas pilihanbelanja. Tanpa memandang besaran yang diperlukan, ini menyiratkanperlunya pergeseran dari pendapatan tanpa otonomi daerah kependapatan dengan lebih banyak otonomi dan kendali daerah.

Alokasi pendapatan bisa dilakukan secara bertahap, dengan strukturpendapatan yang semakin mampu mendukung desentralisasi, jika suatunegara bergerak dari sistem dengan kendali pusat seluruhnya ke sistemdengan kendali daerah yang semakin besar. Peningkatan otonomi dandiskresi daerah, dengan akuntabilitas, bisa timbul jika negara bergeserdari pajak murni pusat—di mana semua kebijakan dan administrasipajak dikendalikan oleh pemerintah pusat—ke variasi bagi hasil pajakdengan administrasi bersama, bea tambahan lokal dan/atau pendapatanasli daerah.

Seperti ditunjukkan di Gambar 10.1, negara bisa bergerak untukmengurangi kendali pemerintah pusat dan meningkatkan otonomi dankendali pemda. Setiap gerakan bertahap memberi pemda tanggung-jawab dan diskresi yang semakin banyak, tapi dalam batasan yangditetapkan secara nasional, untuk memengaruhi jumlah pendapatan yangdikumpulkan. Namun beberapa tahapan ini tidak harus berurutan, yangberarti bahwa suatu negara bisa bergerak langsung untuk memindahkanpajak pusat yang ada untuk menjadi pendapatan daerah, tanpa perlupelaksanaan bertahap, seperti pertama ke pajak bagi hasil, lalu ketahap bea tambahan lokal dan akhirnya ke pendapatan asli daerah.Dalam kasus lain, jika perpindahan dari rezim bagi hasil pajak kerezim pendapatan daerah dianggap terlalu radikal, maka negara bisamemilih gerakan ke rezim bagi hasil pajak dengan administrasi bersamaatau pilihan bea tambahan lokal dengan administrasi bersama, jikadianggap tepat.

190

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 196: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Dalam hal pajak properti di Indonesia menurut UU No. 28 (2009),pemerintah memilih pilihan memindahkan pajak properti perkotaan danperdesaan dari pajak bagi hasil dengan administrasi bersama, langsungke pajak asli daerah dengan administrasi sepenuhnya oleh pemda, tapitetap mempertahankan pajak properti perkebunan, kehutanan danpertambangan sebagai pajak bagi hasil pusat. UU tersebut memindahkanpajak properti secara seragam ke semua pemda, dengan distrukturisasisebagai pendapatan asli daerah dengan tanggung jawab administrasi,di mana pemda diberi pilihan untuk melimpahkan/mengalihkerjakan sebagian besar fungsi administratif ke pihak ketiga, jikadianggap tepat.

Di beberapa negara, pajak properti dibuat agak berbeda, bahkandalam kasus di mana pajak properti dipindahkan ke pemda sebagaipajak lokal. Dalam kasus seperti ini, pemda diberi diskresi tingkat pajak(mungkin dalam batasan) dan sering diskresi untuk memberikanpembebasan pokok pajak, tapi administrasinya dibuat sebagaimodel administrasi bersama. Model administrasi bersama ini melimpahkan,

Gambar 10.1. Kemungkinan Tahapan Desentralisasi PendapatanDaerah

Sumber: Penulis

191

Bagian D : Memberikan Sistem Pembiayaan Antar Pemerintah yang Efektif

Page 197: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

menurut undang-undang dan peraturan pemerintah, beberapa fungsiadministratif tertentu ke beberapa tingkat pemerintah agar bisamemanfaatkan, antara lain, skala ekonomi, kapasitas dan kesetaraan.

Teori dan praktek internasional menyarankan bahwa administrasipajak properti tidak harus diserahkan seluruhnya ke pemerintah pusatatau daerah tapi, seperti untuk semua fungsi sektor publik, fungsiadministratif perlu ’diurai’ dengan menentukan fungsi subadministratiftertentu yang bisa diserahkan dan distruktur berdasarkan pada prinsipseperti skala ekonomi, lingkup ekonomi, kedekatan wajib pajak,akuntabilitas dan kepekaan pemerintah, dan preferensi pemerintah.Penugasan fungsi administratif ini harus didasarkan pada analisis yangcermat mengenai biaya dan manfaat, sambil mempertimbangkan pilihandi semua tingkat pemerintah dan/atau alternatif dari sektor swasta danpemerintah, dengan perhatian terus-menerus pada kriteria efisiensi dankesetaraan. Di Australia, Selandia Baru, Malaysia dan Jamaika,contohnya, banyak fungsi penilaian properti diberikan ke pemerintahpusat atau negara bagian, sedangkan semua fungsi administrasi pajakproperti lainnya diberikan ke pemda. Dalam kenyataannya, sebagianbesar negara memakai administrasi bersama dalam kadar tertentu untukfungsi kadaster fiskal, sambil bergantung pada administrasi lokal untukfungsi perbendaharaan.50

Di beberapa negara, pendekatan asimetris mungkin diperlukan,agar beberapa pemda bisa mengelola pajak properti menurut modeladministrasi lokal dan beberapa pemda lain bisa mengelola pajak propertimenurut model administrasi bersama. Ini bisa menjadi pilihan untukIndonesia agar Pemda bisa memanfaatkan skala ekonomi dan hambatankapasitas, terutama di daerah yang kurang terurbanisasi, pemdaperdesaan, yang memiliki lebih sedikit potensi pendapatan dan kapasitaslokal untuk mengelola pajak properti seluruhnya. Pilihan akan dibahaslebih lanjut dalam bagian 10.4 dari bab ini.

Umumnya negara memberi pemda akses ke pendapatan asli daerahmereka sendiri, melalui sistem ‘daftar terbuka’ atau ‘daftar tertutup.’Dalam sistem daftar terbuka, pemda diperbolehkan mengenakanpendapatan yang tidak secara khusus disediakan untuk tingkat

50 J. Martinez, dan M. Rider, The Assignment of the Property Tax: Should Developing Countriesfollow the Conventional Wisdom. GSU Working Paper 08-21.

192

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 198: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

pemerintah lain, dengan batasan dan patokan umum. Seperti yangdiinginkan, pendekatan daftar terbuka ini memberi diskresi luas kepemda, dengan demikian memungkinkan pemda untuk menerapkanstruktur pajak daerah yang baru dan secara bebas mengumpulkanpendapatan mereka sendiri dengan sedikit pembatasan. Dalam sistemdaftar tertutup, pemda hanya diperbolehkan mengenakan pajak dan beapada pokok-pokok pajak yang ditentukan untuk diserahkan ke pemda,dengan demikian membatasi pemda agar tidak mengenakan pajak danbea pada basis pendapatan lain. Dalam sistem daftar terbuka dantertutup, negara bisa memberikan beberapa fleksibilitas terbatas untukmengusulkan pajak dan bea alternatif, yang harus disetujui olehpemerintah pusat dengan dasar pengecualian.

Sayangnya, pendekatan daftar ’terbuka’, dalam memberikan banyakdiskresi lokal, sering kali dilakukan tanpa akuntabilitas dan kontrolyang memadai, akibatnya mendorong munculnya penerapan pajak yangmengganggu dan/atau pajak yang menyimpang yang berdampak burukpada kesetaraan dan pertumbuhan ekonomi.51 Untuk menghindari situasiseperti ini, banyak negara memakai ‘daftar tertutup’ pendapatan daerahyang diperbolehkan, dan pemda bisa memilih dari daftar ini. Contohnya,di tahun 2003, Tanzania menerapkan amandemen UU KeuanganPemerintah Daerah tahun 1982 untuk berpindah ke pendekatan daftartertutup, sedangkan Indonesia di tahun 2009 menggantikan UU No. 34(2000) dengan UU No. 28 (2009) untuk menerapkan kembali pendekatandaftar tertutup.

Untuk memastikan keberhasilan pencapaian tujuan desentralisasidengan pendekatan daftar ‘tertutup,’ maka negara harus memastikanpencantuman instrumen pendapatan yang memadai ke dalam daftar‘tertutup’ terbatas dengan diskresi pemda yang mencukupi, yangberpotensi untuk menghasilkan pendapatan daerah yang stabil danmempunyai daya apung (misalnya, perpajakan properti, cukai lokaldan pajak usaha).52 Ini dilakukan di Indonesia yang menerapkan kembalipendekatan daftar ‘tertutup’ sesuai UU No. 28 (2009), kali ini denganmencantumkan akses lokal ke pajak properti perkotaan dan perdesaan

51 Roy, Bahl, et al. 2005. Development of a Strategic Framework for the Financing of LocalGovernments in Tanzania: Final Report. http://www.tzonline.org/pdf/developmentofastrategicframeworkforthefinancing.pdf52 World Bank. 2005. East Asia Decentralizes: Making Local Government Work. Washington DC.

193

Bagian D : Memberikan Sistem Pembiayaan Antar Pemerintah yang Efektif

Page 199: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

dan ke pajak transfer properti.Secara tradisional, Indonesia mengikuti pendekatan daftar ‘tertutup,’

termasuk UU No. 18 (1997) yang disahkan persis sebelum ReformasiDesentralisasi 2001. Namun, UU No. 18 ini tidak mencantumkan pajakproperti sebagai pilihan pendapatan pemda. Setelah Ledakan Besarreformasi desentralisasi, Pemerintah memberlakukan UU No. 34 (2000)yang berpindah dari pendekatan ‘daftar tertutup’ ke ‘daftar terbuka’untuk memberikan lebih banyak diskresi ke pemda, yang mendukungdesentralisasi. Namun dalam pendekatan daftar terbuka ini, pemda masihbelum diberi akses ke pajak properti karena pajak ini sudah ada sebagaipajak bagi hasil pemerintah pusat. Seperti akan dijelaskan dalam bagian10.3, pendekatan daftar ‘terbuka’ akan menimbulkan semakin banyakpajak yang mengganggu dan menyimpang—karena pemda secara kreatifmencari jalan untuk memperbanyak pendapatan daerah. Untukmenangani masalah yang muncul karena UU No. 34 (2000), makapemerintah berpindah kembali ke pendekatan daftar ‘tertutup’ tapi kaliini dengan devolusi pajak properti perkotaan dan perdesaan (PajakBumi Bangunan/PBB) dan pajak transfer properti (Bea Perolehan Hakatas Tanah dan Bangunan/BPHTB), dengan demikian pemda untukpertama kalinya diberi akses ke potensi pendapatan dari perpajakanproperti.

Setelah ditentukan, menurut pendekatan daftar ‘terbuka’ atau‘tertutup,’ instrumen pendapatan daerah yang disediakan dan/atau dipakaiharus dirancang dan dilaksanakan untuk memobilisasi pendapatan secaraefisien dan adil, sambil memperhatikan kelayakan administratif danakseptabilitas (kemampuan untuk diterima secara) politis.53 Walau teoridesain pajak dan pelaksanaan pajak bisa diterapkan di semua negara,tapi seni reformasi berada di pengetahuan mengenai cara menyesuaikanteori secara kreatif dengan situasi lokal untuk memastikan bahwa desaindan strategi sudah tepat untuk mempermudah penyesuaian, pelaksanaandan keberlanjutan proses reformasi pendapatan. Ini adalah esensi dantantangan untuk keberhasilan semua reformasi besar.

Dalam konteks teori ini dan praktek penugasan pendapatan, marikita sekarang mengkaji secara lebih rinci dan mencoba belajar daripengalaman Indonesia selama 15 tahun terakhir dalam alokasi53 R. Bahl, dan R. Bird, 2008. Subnational Taxes in Developing Countries: The Way Forward.Public Budgeting & Finance. Winter Edition.

194

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 200: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

pendapatan ke tingkat pemda, dengan tekanan pada UU No. 28 (2009)yang menetapkan sistem ‘tertutup’ untuk penugasan pendapatan, untukpertama kalinya, yang memberi pemda akses ke pajak properti perkotaandan perdesaan dan pajak transfer properti.

10.3. Penugasan Pendapatan Pemerintah Daerah di IndonesiaPemerintah Indonesia sudah lama mengakui pentingnya peningkatan

pendapatan asli daerah (PAD) untuk memperkuat otonomi danakuntabilitas daerah. Sebelum reformasi desentralisasi di tahun 2001,pemerintah telah memberlakukan UU No. 18 (1997) untuk memperkuat/merampingkan struktur pendapatan pemda. Segera setelah ’ledakanbesar’ reformasi desentralisasi, pemerintah memberlakukan UU No. 34(2000) untuk menangani beberapa keterbatasan yang melekat dalamUU No. 18 (1997), dan untuk memberi pemda diskresi lebih besar. Danyang terkini, pemerintah memberlakukan UU No. 28 (2009) tentangPajak dan Retribusi Daerah.

UU No. 28 (2009) menggantikan UU No. 34 (2000) tentang Pajakdan Retribusi Daerah, yang telah memberikan pendekatan ‘daftarterbuka’ untuk penugasan pendapatan asli daerah, suatu pendekatanyang memperbolehkan pemda untuk mengenakan pajak/bea baru melaluiperaturan daerah, jika sesuai dengan prinsip-prinsip yang disebutkandalam UU tersebut dan tidak menolak proses kajian terpisah olehpemerintah pusat. Walau niatnya baik untuk mendukung prosesdesentralisasi, sistem daftar terbuka di bawah UU No. 34 (2000) inimelahirkan semakin banyak pajak lokal yang menambah kerumitanstruktur pajak pemda, menimbulkan distorsi ekonomi yang tidakdiinginkan pada investasi, keputusan lokasi dan konsumsi, dan pajakyang menggangu karena biaya administrasi menjadi lebih besar daripadapendapatan yang dihasilkan.54

54 Bert Hofman, dan K. Kaiser, ”The Making of the Big Bang and its Aftermath: A Political EconomyPerspective” Paper presented at the Conference on Can Decentralization Help Rebuild Indonesia,Georgia State University, May 1-3 2002, Atlanta, Georgia; Lewis, B. 2003. Tax and ChargeCreation by Regional Governments Under Fiscal Decentralization: Fiscal Outcomes. Bulletin ofIndonesian Economic Studies. 42:2; Lewis, B. Suhamoko, B. 2006. Local Tax Effects on theBusiness Climate. Investment Climate in Indonesia. McCulloch, N. (Ed.) Institute for South EastAsian Studies.

195

Bagian D : Memberikan Sistem Pembiayaan Antar Pemerintah yang Efektif

Page 201: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Untuk memperbaiki masalah ini, pemerintah memberlakukan UUNo. 28 (2009) dengan tujuan yang ditetapkan untuk lebih lanjutmendukung reformasi desentralisasi di Indonesia, dengan jalan:

• Memberdayakan pemerintah subnasional dengan jalanmemberi otonomi daerah serta diskresi dengan akuntabilitas.Batas tingkat (rate) pajak dinaikkan, dan pemda diberi diskresiuntuk memilih pokok pajak lokal, dengan demikianmemperbanyak otonomi daerah dan akuntabilitas ke bawah padawajib pajak lokal;

• Meningkatkan potensi otonomi daerah dengan jalanmenyediakan akses ke bea dan pajak lokal yang produktif(termasuk pajak properti), menaikkan batas tingkat pajak,memberi kebijakan diskresi tingkat pajak, dan memindahkanadministrasi ke provinsi dan kota/kabupaten; dan

• Meningkatkan efisiensi administrasi pajak subnasional denganjalan menetapkan pendekatan ‘daftar tertutup’ untuk sistem pajakdan bea daerah. UU No. 28 (2009) menyederhanakan perpajakandaerah dan membatasi provinsi dan kota/kabupaten hanya pada16 pajak dan 30 bea, dengan demikian memungkinkan pemdauntuk memfokuskan sumberdaya administratif mereka sendiripada pendapatan daerah utama yang produktif, termasukperpajakan properti.55 UU ini menetapkan penyediaan sisteminsentif pengumpulan yang ditentukan oleh peraturan nasional.

UU No. 28 (2009), dengan mencantumkan pajak properti,merupakan perubahan kebijakan besar untuk mendukung desentralisasikarena memberi pemda akses lengkap ke beragam pendapatan, yangmenurut teori dan praktek internasional terbaik harus diserahkan kepemda. Seperti ditunjukkan di Tabel 10.2, UU No. 28 (2009) memberipemerintah provinsi akses ke-5 pajak, dan kota/kabupaten ke-11 pajak.Yang sangat penting di sini adalah pencantuman pajak transfer properti(BPHTB) dan pajak bumi dan bangunan perkotaan dan perdesaan (PBB)untuk pemda, karena kedua pajak secara historis dilaksanakan sebagaipajak bagi hasil pemerintah pusat.56

55 UU No. 28 (2009) membatasi jumlah pajak daerah, tapi Pasal 100 memperbolehkan pemda untukmengenakan bea pengguna tambahan dengan melalui proses persetujuan/kajian oleh MOF(Kemenkeu).56 Ada dua pajak properti (PBB dan BPHTB) yang sebelumnya dirancang dan dilaksanakan sebagai

196

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 202: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Analisis terkait tiga UU pendapatan tersebut mengungkapkanbeberapa kecenderungan dalam pajak provinsi dan kota/kabupaten,saat proses desentralisasi dilaksanakan. Seperti ditunjukkan di Tabel3.2, tipe dan jumlah pajak provinsi tidak banyak berubah-ubah. Provinsimengenakan pajak dan terus mengenakan kombinasi pajak yang terkaitdengan properti pada kendaraan (misalnya, pajak kendaraan bermotortahunan dan pajak transfer kepemilikan kendaraan bermotor), dan pajakpenjualan pada bahan bakar (BBM) kendaraan bermotor dan airpermukaan. Di tahun 2009, provinsi diberi akses ke pajak rokok.57

Saat ini ada lima pajak provinsi, dua pajak berkaitan dengan propertidan tiga pajak berkaitan dengan penjualan/konsumsi yang menyertakanjuga pajak air permukaan (sumberdaya alam).

pajak ‘bagi hasil’ pusat. Pemerintah pusat bertanggung jawab atas kebijakan pajak (pokok dantingkat) dan administrasi pajak. Pendapatan dari pajak properti lalu dibagikan ke pemerintah pusat,provinsi dan kota/kabupaten. Walau pendapatan properti perkotaan dan perdesaan dipindahkan kepemda, tapi pajak perkebunan, kehutanan dan pertambangan tetap dilaksanakan sebagai pajak bagihasil pemerintah pusat.57 Saat ini, cukai rokok merupakan pajak bagi hasil pemerintah pusat, dengan 2% pendapatan cukaipusat diberikan ke pemerintah daerah. Dari persentase ini, 0,6% ke provinsi berdasarkan jumlahpenduduk, 0,8% ke provinsi tempat asal pendapatan cukai, dan 0,6% ke kota/kabupaten dalamprovinsi ini. Hingga 2014, pemerintah provinsi akan diberi pajak rokok, yang akan dikenakan denganpersentase yang seragam, 10% dari pendapatan cukai rokok yang ada dan yang harus dialokasikanke masyarakat.

Tabel 10.2. Pajak Provinsi dan Kota/Kabupaten Menurut UUNo. 28 (2009)

Sumber: UU No. 28 (2009)

Sebaliknya, banyak pajak baru dikenakan oleh kota/kabupaten.Selain tujuh pajak penjualan yang sudah ada di tingkat lokal (yakni,pajak restoran, hotel, hiburan, iklan, penerangan jalan, parkir dan galiannonlogam dan batu—sebelumnya disebut sebagai galian kategori C,

197

Bagian D : Memberikan Sistem Pembiayaan Antar Pemerintah yang Efektif

Pajak Tingkat Provinsi Pajak Tingkat Kota / Kabupaten

1. Pajak kendaraan bermotor 2. Pajak Transfer (Balik Nama)

Kendaraan Bermotor 3. Pajak BBM kendaraan bermotor 4. Pajak air permukaan 5. Pajak rokok

1. Pajak hotel 2. Pajak restoran 3. Pajak hiburan 4. Pajak iklan 5. Pajak penerangan jalan 6. Pajak parkir 7. Pajak galian Kategori C 8. Pajak air 9. Pajak sarang burung 10. PBB (perkotaan dan perdesaan)

BPHTB

Page 203: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

UU No. 28 (2009) memberi pemda empat pajak baru, termasuk pajakproperti (PBB dan BPHTB) dan dua pajak penjualan baru—satu padaair tanah yang merupakan pindahan dari provinsi dan satu lagi padasarang burung. Jadi total, kota/kabupaten memiliki akses ke-11 pajakdaerah.

Pajak provinsi dan kota/kabupaten sekarang diatur kembali dengansistem ‘daftar tertutup,’ yang memberi pemda menu pajak tetap yangbisa dikenakan sebagai pajak provinsi/kota/kabupaten dan, tidak sepertisistem daftar terbuka sebelumnya, pemda dilarang mengenakan pajakbaru lain. Sebagai gantinya, mereka didorong untuk mengoptimalkanefektivitas pajak tertentu dengan jalan meningkatkan akuntabilitas,administrasi dan prosedur, serta secara administratif memperluas pokokpajak tertentu.

Pajak yang ada dan dicantumkan dalam ‘daftar tertutup’ memilikibias perkotaan, yakni, sebagian besar pajak yang dikenakan cenderungberada di daerah perkotaan—seperti hotel, restoran, fasilitas hiburandan iklan.58 Pajak properti juga cenderung mendukung pemdaterurbanisasi, karena properti perkotaan cenderung memiliki nilai lebihtinggi dan memberikan lebih banyak pendapatan daripada propertiperdesaan. Tiga pengecualian, yang kurang memiliki bias perkotaan,adalah pajak air tanah, pajak galian nonlogam dan batu, dan pajaksarang burung walet. Akan tetapi potensi dari tiga pajak terakhir inimungkin kecil.

Seiring waktu, ada beberapa pajak daerah yang dibagi menjadidua dengan harapan bisa meningkatkan efisiensi dan efektivitasadministrasi. Contohnya, pajak air permukaan dan air tanah dipisahkan,dengan pajak air permukaan tetap di provinsi dan pajak air tanahdipindahkan ke kota/kabupaten. Di tingkat kota/kabupaten, pajak hoteldan restoran dipisahkan menjadi pajak tersendiri untuk hotel dan pajaktersendiri untuk restoran.

Yang terakhir, ada beberapa pajak baru yang diberikan ke provinsidan kota/kabupaten. Pajak rokok yang sebelumnya dibuat sebagai penda-patan bagi hasil, diberikan ke provinsi. Di saat yang sama, dua pajakproperti (PBB dan BPHTB) diberikan dari pusat ke kota/kabupaten,dan kota/kabupaten diberi pajak baru atas sarang burung walet.58 Mahi (2002) berpendapat bahwa semua pajak daerah cenderung menguntungkan daerah perkotaandaripada daerah perdesaaan, karena sifat pokok pajak daerah.

198

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 204: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Di tingkat provinsi, pajak dibuat sebagai pajak bagi hasil provinsi,di mana pendapatan pajak dibagi bersama oleh provinsi dan kota/kabupaten. Contohnya, pajak kendaraan bermotor dibagi (30%) dengankota/kabupaten, berdasarkan prinsip keadilan. Hasil dari pajak rokokprovinsi dibagi (70%) dengan kota/kabupaten, dengan ketentuan bahwapendapatan rokok ini harus digunakan paling tidak (50%) untukpelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum oleh pihakberwenang terkait.

Sebelum pemberlakukan UU No. 28 (2009), alokasi dasarpendapatan ke provinsi dan kota/kabupaten hanya sedikit berubah.Namun dengan berlakunya UU No. 28 (2009), Pemerintah Indonesiamembuat dua perubahan besar: pertama, penerapan kembali pendekatandaftar tertutup; dan kedua, keputusan tegas untuk memindahkan pajakproperti perkotaan dan perdesaan dan pajak transfer properti menjadipendapatan—pendapatan dari pemerintah kota/kabupaten. Penerapankembali pendekatan daftar tertutup membantu mengurangi dampakmerusak dari semakin banyaknya pajak yang menyimpang danmengganggu ekonomi. Pemindahan pajak properti ke kota/kabupatenmemberi mereka sumber pendapatan daerah yang potensial untukmendukung otonomi daerah dan akuntabilitas. Mari kita sekarang beralihuntuk memahami lebih baik pengalaman devolusi (pemindahan) pajakproperti ini, tantangan dan prospeknya.

10.4. Devolusi Pajak Properti di IndonesiaDengan berlakunya UU No 28 (2009), Pemerintah Indonesia telah

membuat keputusan tegas untuk memindahkan pajak properti dari pajakbagi hasil pusat ke pendapatan asli pemerintah daerah. Sesuai denganteori dan praktek internasional, perpindahan ini memberi pemda basisyang lebih luas untuk pendapatan yang stabil dan berdaya apung, yangbisa mendukung tujuan desentralisasi. Melalui devolusi pajak propertiini, UU No. 28 (2009) memberi pemerintah kota/kabupaten tanggungjawab dan diskresi untuk menentukan tingkat pajak properti,pembebasan penilaian dan langkah pengurangan pajak, dan tanggungjawab penuh atas administrasi pajak properti. Ini memberdayakanmereka dengan potensi untuk memobilisasi banyak pendapatan aslidaerah dalam kerangka meningkatkan pelayanan publik dan menjaminotonomi daerah.

199

Bagian D : Memberikan Sistem Pembiayaan Antar Pemerintah yang Efektif

Page 205: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Tab

el 1

0.3.

Per

band

inga

n St

rukt

ur P

ajak

Pro

vins

i dan

Kot

a/K

abup

aten

Sei

ring

Wak

tu

Sum

ber:

Kel

ly d

an G

yat,

2011

* Hel

ikop

ter d

an k

apal

uda

ra ti

dak

dike

nai p

ajak

, kar

ena

tida

k di

kate

gori

kan

seba

gai a

ngku

tan.

200

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 206: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

UU No. 28 (2009) menetapkan periode transisi satu tahun untukBPHTB dan empat tahun untuk PBB, dengan demikian memberi pemdawaktu yang cukup untuk mengambil tanggung jawab atas pajak propertiini. Jadi, BPHTB dipindahkan ke pemda di tahun 2011 dan PBB ditahun 2014. UU ini menetapkan bahwa pemerintah pusat tidak lagibisa mengambil pendapatan pajak properti ini setelah tenggat waktu diatas, sedangkan pemda diberi pilihan untuk mengenakan pajak propertiini atau tidak, tergantung hasil pendapatan dan kebijakan pemerintahdaerah.

Penting memahami konteks sejarah dari reformasi pajak properti,yang memungkinkan untuk melakukan reformasi devolusi pajak propertisecara lebih mudah. Reformasi devolusi pajak properti saat ini mengikutireformasi kebijakan dan administratif mendasar terkait pajak properti,yang dimulai di tahun 1986 melalui pemberlakuan PBB [UU No. 12(1985)].59 UU PBB menggabungkan tujuh pajak properti yang berbeda,mengganti pokok pajak dari nilai sewa ke sistem nilai modal, menye-derhanakan struktur tingkat pajak, dan menerapkan dasar pengembangansistem terpadu pengelolaan administrasi pajak properti.60 Pajak propertijuga terus dibuat sebagai pajak bagi hasil pemerintah pusat, denganalokasi 90% pendapatan terkumpul ke pemda.

Pemberlakuan UU PBB menandai awal dari serangkaian reformasi,yang akan meletakkan landasan lebih kuat untuk devolusi pajak propertisaat ini. Setelah pemberlakuan UU PBB, pemerintah menerapkan strategireformasi pajak properti ‘berbasis pengumpulan,’ yang memperkenalkanSistem Tempat Pembayaran (SISTEP). Sistem SISTEP mulaidiimplementasikan secara penuh di seluruh Indonesia pada tahun 1992,mengaktifkan sektor perbankan untuk menerima dan mencatatpendapatan pajak dengan efisien.

Sistem SISTEP banyak menyederhanakan pengumpulan pajak,meningkatkan akuntabilitas, mengurangi biaya kepatuhan danadministrasi, dan memberikan daftar pelanggaran untuk tujuanpenindakan. Ini memungkinkan pemerintah untuk menindak ketidak-

59 Lihat Kelly (1993, 2004), McDermott dan Gyat (2009) dan Lewis (2003a) untuk rincian historisterkait reformasi pajak properti ‘berbasis pengumpulan’ 1985–1994 di Indonesia, tantangan danpeluang yang muncul.60 PBB distruktur sebagai pajak bagi hasil yang dialokasikan sebagai berikut: 10% ke pusat, 9%untuk biaya pengumpulan, 18,2% ke provinsi, dan 62,8% ke kota/kabupaten. Di tahun 1994, 10%ke pemerintah pusat ini ditata ulang untuk diberikan ke pemda.

201

Bagian D : Memberikan Sistem Pembiayaan Antar Pemerintah yang Efektif

Page 207: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

patuhan untuk pertama kalinya di tahun 1991 dengan penyitaan propertibersejarah—penyitaan properti yang pertama karena pelanggaran pajaksejak kemerdekaan Indonesia di tahun 1945. Efisiensi pengumpulanpajak meningkat dari rata-rata 65% menjadi 79% dari perkiraan, setelahpelaksanaan tahun pertama SISTEP. Banyak kemajuan dibuat di tahun-tahun awal reformasi administrasi, melalui pengumpulan informasi,peningkatan penilaian properti dan perampingan sistem pengumpulanpendapatan.61

Untuk melengkapi keberhasilan reformasi pengumpulan ini,pemerintah menerapkan Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak(SISMIOP) yang merupakan prosedur administrasi terpadu yang rampingdan baru dikembangkan, merasionalisasikan prosedur administrasidengan teknologi pengolahan informasi untuk secara komprehensifmengelola semua aspek kadaster fiskal, penilaian, penyusunan tagihan,penerimaan, penagihan dan pelayanan wajib pajak. Ini menyertakanNomor Obyek Pajak (NOP) yang tersendiri, serta berbagai proseduroperasional standar (SOP) untuk administrasi pajak properti yangberkaitan dengan pendataan, penilaian, penetapan, penerimaan,penagihan, banding dan penyelesaian sengketa, serta pelayanan wajibpajak. SOP dikaitkan melalui komputer SISMIOP untuk sistemadministrasi pajak properti yang dimulai di seluruh negeri pada tahun1994.62 Di akhir tahun 1994, struktur dan administrasi pajak propertiPBB dimodernisasi menjadi sistem terpadu administrasi pajak properti.Sistem dan prosedur SISMIOP ini sekarang dipakai di seluruh negerioleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk mengelola pajak properti,dengan serangkaian fungsionalitas yang diperlukan untuk administrasipajak properti. Sistem dan prosedur administrasi pajak berbasisSISMIOP ini telah beroperasi lebih dari 15 tahun untuk mengelolaberbagai fungsi administrasi pajak properti. Tantangannya sekarangadalah menentukan pilihan untuk menyesuaikan sistem dan proseduradministrasi pajak properti yang ada dengan lingkungan pemerintahdaerah, dengan demikian mengubah beberapa proses usaha dan proseduroperasional standar dan sistem IT (teknologi informasi) SISMIOP jikadirasa perlu.61 R. Kelly, 1993. Property Tax Reform in Indonesia: Applying a Collection-Led Strategy. Bulletin ofIndonesian Economic Studies. 29:1, hal. 1-21.62 R. Kelly, 1996. The Evolution of a Property Tax Reform in Indonesia, Information Technology andInnovation in Tax Administration. Jenkins, G. (Ed.) Kluwer, Cambridge, MA.

202

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 208: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Pada tahun 1994, pemerintah memperkenalkan tiga penyesuaiankebijakan. Pertama, 10% alokasi pemerintah pusat dialihkan ke pemda,dengan 35% dialokasikan secara seragam ke semua pemerintah daerahsebagai komponen ‘kesetaraan’ dan 65% sebagai pembayaran insentifuntuk pemda agar mereka mencapai target pendapatan yangdimandatkan. Walau pajak properti tetap menjadi pajak bagi hasil pusat,tapi rasio bagi hasil pendapatan memberikan 100% pendapatan untukpemda. Kedua, pengurangan penilaian meningkat dari Rp 7 juta menjadiRp 8 juta, dan berpindah dari pengurangan penilaian yang berdasarkanhanya pada nilai bangunan ke pengurangan penilaian yang berdasarkanpada total penilaian tanah dan bangunan, dan ke pengurangan penilaianyang diberlakukan hanya sekali untuk setiap wajib pajak.63 Ketiga,rasio penaksiran secara seragam diganti dengan rasio yang dibeda-bedakan menurut nilai properti dan sektor. Properti perkotaan bernilaitinggi di atas Rp 1 miliar mulai memakai rasio penaksiran 40%, yangsecara efektif menggandakan tingkat pajak menurut peraturan perundang-undangan. Selanjutnya di tahun 2000, rasio penaksiran 40% jugaditerapkan pada semua properti perdesaan yang bernilai di atas Rp 1miliar dan pada semua properti perkebunan dan kehutanan.

Pada tahun 1997, Pemerintah memberlakukan UU No. 21 (1997)tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), yangselanjutnya disebut sebagai pajak transfer properti. BPHTB jugadistruktur sebagai pajak bagi hasil, dengan 80% alokasi ke pemerintahdaerah.

Selama ’Ledakan Besar’ reformasi desentralisasi di awal tahun2000-an, terjadi perdebatan seru mengenai cara melakukan restrukturisasipajak properti untuk mendukung proses desentralisasi. Tantanganpertama adalah cara melibatkan pemda dalam kebijakan danadministrasi, dan meningkatkan kapasitas administratif lokal untukpelaksanaan pajak properti secara efisien dan adil. Tantangan keduaadalah cara mengatasi kekuatan politik dan kelemahan kelembagaan

63 Pengurangan penilaian semula hanya pada bangunan, karena para pembuat kebijakan di tahun1985 merasa bahwa setiap orang yang memiliki tanah harus ‘berpartisipasi dalam pembangunan’dengan jalan membayar paling tidak sejumlah bukti melalui pajak properti. Mengingat ketidakpastianstatus tanah, masyarakat lebih memilih membayar pajak properti agar mendapatkan bukti pembayaranpajak properti yang menjadi bukti ‘kepemilikan indikatif,’ terutama untuk properti bernilai rendahdalam kepemilikan adat (hak girik). Perubahan kebijakan di tahun 1994, untuk pertama kalinya,membebaskan tanah bernilai rendah dari pajak properti.

203

Bagian D : Memberikan Sistem Pembiayaan Antar Pemerintah yang Efektif

Page 209: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

pajak properti sebagai pajak bagi hasil pemerintah pusat, yang secaraadministratif dikendalikan oleh administrasi pajak properti secaraterpusat di bawah direktur jenderal perpajakan, Kementerian Keuangan.Akhirnya, tidak dicapai kesepakatan di antara berbagai pemangkukepentingan, jadi pajak properti tetap menjadi pajak bagi hasil pemerintahpusat, dengan hanya perubahan kecil dalam kebijakan pajak di tahun2001, yakni pemda diberi diskresi untuk menentukan batasanpengurangan penilaian hingga maksimum Rp 12 juta.64

Berhadapan dengan warisan sejarah yang panjang ini dan untukmengatasi perlawanan politik dan kelembagaan terhadap perubahan,pemerintah melalui UU No. 28 (1999) mengambil keputusan kebijakanyang sangat tegas untuk mengubah pajak properti dari pendapatan bagihasil pusat menjadi pendapatan asli daerah, dengan demikian menegaskankomitmen serius pemerintah untuk mendukung desentralisasi fiskal yangberkelanjutan.

Keputusan untuk memindahkan pajak properti dari pusat ke daerahtidak boleh dianggap sebagai awal reformasi pajak properti yang baruitu sendiri, tapi sebagai awal reformasi desentralisasi yangmemberdayakan dan menyertakan pemindahan pajak properti terpaduyang sebelumnya sudah direformasi dan sistem administrasinya, daritingkat pusat ke tingkat daerah. Fokus reformasi sekarang bukan pada‘penciptaan kembali’ sistem administrasi pajak properti, karena reformasisistem yang mendasar sudah selesai di tahun 1988–1994. Fokusreformasi terkini adalah pada cara memindahkan sistem dan proseduryang terpadu dan komprehensif ini dari pemerintah pusat ke pemda,dengan demikian memerlukan penyesuaian dan modifikasi yang tepat.Reformasi devolusi pajak properti ini sekarang difokuskan padapemberdayaan pemda agar mereka bisa membuat pilihan kebijakan,dengan jalan menyesuaikan sistem dan prosedur administrasi pajakproperti sesuai keperluan dengan lingkungan pemda, meningkatkankapasitas lokal yang diperlukan untuk pengelolaan pajak properti, danmenjalankan serangkaian insentif yang benar untuk mendorong Pemda64 Memberi pemda kekuasaan untuk menentukan pengurangan penilaian merupakan bukti yangmendukung proses desentralisasi, keputusan kebijakan yang bisa mengurangi pendapatan pajak propertibukan meningkatkannya. Diskresi kebijakan riil seharusnya bisa diberikan ke pemda untuk menentukanrasio penaksiran secara berbeda tapi dalam batas yang bisa meningkatkan otonomi riil pemda danmengendalikan pajak properti, jadi mengubah pajak bagi hasil pusat menjadi semacam sistem beatambahan (surcharge) lokal. (Kelly, 2004).

204

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 210: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

agar bisa memanfaatkan sepenuhnya potensi pajak properti untukmenghasilkan pendapatan yang berkelanjutan.

Dengan UU No. 28 (2009), struktur hukum dan kebijakan untukmemindahkan pajak properti sekarang sudah ada. Reformasi pemerintahsekarang difokuskan pada aspek pelaksanaan praktis—untukmemberikan pedoman reformasi secara umum, bantuan teknis, danpeningkatan kapasitas, mengembangkan kerangka hukum dan peraturandaerah, memantau penerapan peraturan daerah, dan memfasilitasipelaksanaan dan pemantauan hasil di tingkat daerah. Tim pendukungreformasi di bawah Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan,Kementerian Keuangan, sudah beroperasi. Seminar sosialisasi telahdiselenggarakan, juga pertemuan konsultasi berjalan dengan parapemangku kepentingan di tingkat kebijakan, teknis, dan kelembagaan.Pedoman pendukung dari pemerintah pusat juga telah diterbitkan untukmengarahkan pemda dalam proses melaksanakan tanggung jawab atasPBB dan BPHTB.65 Pedoman pemerintah pusat juga diterbitkan untukmendukung pelaksanaan PBB dan BPHTB.66 Dan berbagai langkahsementara telah dijalankan untuk mengoordinasi perpindahan sistemoperasi dan teknis, informasi dan kapasitas dari Direktorat JenderalPerpajakan ke pemda selama periode transisi.

Mulai Januari 2011, BPHTB tidak lagi menjadi pajak bagi hasilpemerintah pusat, dan seluruh tanggung jawab diserahkan ke pemda.Seperti yang diharapkan, transisi berjalan menghadapi berbagaipengalaman, tantangan dan keberhasilan, saat peraturan pemda yangdiperlukan sedang diselesaikan dan dipakai untuk mensahkan penyerahantanggung jawab kebijakan dan administratif. Walau pengalaman berbeda-beda di setiap pemda, beberapa informasi pendahuluan dari beberapaPemda di Jawa Barat tampaknya menunjukkan bahwa pengumpulanpendapatan BPHTB melampaui target yang direncanakan, juga melebihi

65 Pemerintah Indonesia, 2010 (SKB No. 213 tahun 2010) dan Permendagri No. 56/2010 PedomanTeknis untuk Struktur Kelembagaan.66 ”Pedoman Tata Cara Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)”(Government of Indonesia, MOF, 2010) yang mencantumkan draft peraturan daerah (Perda), peraturankepala daerah (Perbup/Perwal), dan spesifikasi teknis untuk komputer yang diperlukan untukmenjalankan perangkat pengambilan NJOP untuk verifikasi nilai transaksi BPHTB. Pedoman BPHTBditerbitkan untuk membantu Pemda dalam menyusun peraturan daerah mereka dan sistem administrasiyang tepat. Selanjutnya, pedoman yang sama disusun untuk diterbitkan bagi PBB, sekali lagi untukmendukung Pemda dalam melaksanakan tanggung jawab atas kebijakan dan administrasi PBB.

205

Bagian D : Memberikan Sistem Pembiayaan Antar Pemerintah yang Efektif

Page 211: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

pengumpulan aktual dari tahun sebelumnya. Memang pengumpulanpendapatan PBB di 26 pemda telah meningkat beberapa kali lebihtinggi dari jumlah pendapatan yang dikumpulkan selama periode yangsama dari tahun sebelumnya.67 Walau analisis lebih lanjut masihdiperlukan untuk mengidentifikasi kecenderungan dan pelajaran daripenerapan BPHTB, tampaknya perpindahan BPHTB menjadipendapatan asli daerah sedang memberikan hasil yang diharapkan.

Walau beberapa tantangan di awal transisi sudah diperkirakan,tapi ada konsensus umum bahwa BPHTB akan relatif mudah untukdiserap oleh pemda dalam struktur administrasi mereka saat ini, karenaBPHTB dikelola dengan basis ‘penaksiran sendiri.’ Wajib pajak dimintamenyatakan Nilai Pasar Obyek Pajak (NPOP) sebagai dasar, danmenaksir sendiri kewajiban pajak yang terutang pada Pemerintah. UUmemperbolehkan Pemda untuk memakai Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP)sebagai basis minimum untuk menghitung kewajiban BPHTB, untukmengaudit Nilai Pasar Obyek Pajak yang dinyatakan oleh wajib pajak,dan untuk menyesuaikan nilai pasar dengan denda karena pelaporanyang salah. Secara umum prosedur administrasi BPHTB sama denganprosedur administrasi yang dipakai untuk pajak daerah seperti pajakhotel, pajak hiburan dan pajak restoran. Pengalaman awal dalam devolusiBPHTB tampaknya bergerak ke arah yang benar.

Pemerintah tentu saja memfokuskan pada dukungan untuk BPHTB,karena pajak ini perlu dipindahkan ke pemda di bulan Januari 2011.Namun UU No. 28 (2009) memberikan waktu transisi yang lebih lamahingga Januari 2014 untuk perpindahan pajak properti perkotaan danperdesaan, dengan mengakui bahwa devolusi PBB akan lebih rumit.Ada banyak fungsi administratif yang berkaitan dengan proses PBBdan pelayanan wajib pajak, yang saat ini tidak ada di tingkat lokal.Sistem yang terkait PBB ini, prosedur dan peningkatan kapasitas yangberhubungan dengan pengumpulan data properti, penilaian properti,penetapan pajak dan pembagian tagihan pajak, pengumpulan pendapatan,67 Informasi dari Kementerian Keuangan (2011) hanya bersifat indikatif dan mungkin tidak representatif,karena berasal dari sampel kecil 26 pemda di Jawa Barat dan berdasarkan hanya pada pendapatanyang dikumpulkan dari Januari hingga Maret 2010 dan Januari hingga Maret 2011. Data inimenunjukkan peningkatan rata-rata sekitar 5 kali lebih tinggi dalam pengumpulan pendapatan BPHTB.Analisis lebih lanjut harus dilakukan untuk mengidentifikasi kecenderungan dan pelajaran dari seluruhnegeri, untuk mengendalikan faktor-faktor seperti lokasi Pemda, ukuran dan tipe Pemda (kota ataukabupaten).

206

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 212: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

penagihan, banding, dan pengelolaan tunggakan harus dialihkan danditerapkan oleh pemerintah daerah.

Karena perbedaan yang besar dalam potensi PBB serta kapasitasadministratif di antara 490 pemda di Indonesia, maka pemerintah perlumengelompokkan pemda menjadi beberapa kelompok agar bisamerancang strategi pelaksanaan yang tepat untuk devolusi PBB kepemerintah daerah.68 Variasi pendapatan dan kelembagaan inimenyiratkan perlunya pendekatan dan strategi asimetris untuk menjaminkelancaran pelaksanaan proses devolusi PBB. Seperti disebutkan dalambagian 10.2 dari bab ini, kombinasi administrasi bersama dan modeladministrasi lokal akan mempermudah keberhasilan devolusi pajakproperti di Indonesia, seperti dijabarkan lebih rinci di bawah ini.

Seperti apa kelompok Pemda ini? Seperti ditunjukkan di Tabel10.4, kelompok pertama adalah kelompok pemda yang sangat

Tabel 10.4. Profil Pemda di Indonesia untuk Strategi Devolusi PajakProperti

Sumber: Kelly, et al., 2011, hal. 25.

68 Budi, Sitepu, ”Fiscal Decentralization in Indonesia: The Important Role of Local Revenues”Presentation to 2nd Conference on Local Government Financing in San Fernando, La Union, Philippines,November 8–10, 2010. http://www.decentralization.org.ph/index.php?option=com_content&view=article&id=28&Itemid=33#

207

Bagian D : Memberikan Sistem Pembiayaan Antar Pemerintah yang Efektif

Kelompok Pemda Jumlah Pemda

% Pemda

% Pendapatan

PBB

Kelompok 1. Pemda yang Sangat Terurbanisir Pemda yang besar ini memiliki basis pendapatan PBB yang kuat dan kapasitas kelembagaan, sumberdaya manusia dan sistem yang lebih kuat. Pemda ini diharapkan memakai PBB mulai 2012 ke depan.

30 6% 70%

Kelompok 2. Pemda Terurbanisir Menengah Pemda ini memiliki potensi kecil tapi kuat untuk pertumbuhan perkotaan lebih lanjut (pusat urban sekunder). Pemda ini memiliki potensi besar untuk pertumbuhan pendapatan pajak properti, tapi memiliki variasi yang luas dalam kapasitas kelembagaan, sumberdaya manusia dan sistem. Pemda ini diharapkan memakai PBB mulai 2012/2013 ke depan.

100 20% 20%

Kelompok 3. Pemda yang Kurang Terurbanisir Pemda ini secara historis memiliki pengumpulan pendapatan PBB yang rendah dan potensi kecil untuk pertumbuhan PBB. PBB di Pemda ini sekarang dikelola administrasinya oleh KPP bersama-sama dengan Pemda lain untuk alasan skala ekonomi dan isu kapasitas Pemda. Pemda ini diharapkan memakai PBB (jika mereka memilih untuk memakainya) mulai 2014.

360 74% 10%

Total 490 100% 100%

Page 213: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

terurbanisasi, yang cenderung memiliki lebih banyak properti bernilaitinggi milik perorangan berpenghasilan tinggi dengan kemampuanmembayar pajak properti yang lebih tinggi. 30 pemda yang sangatterurbanisasi ini membentuk 70% pendapatan PBB. Kelompok keduaadalah 100 pemda terurbanisasi-menengah, yang diharapkan memilikipotensi tinggi untuk lebih banyak pendapatan pajak properti. 100 Pemdaini membentuk 20% pendapatan PBB. Kelompok ketiga adalah 360pemda yang kurang terurbanisasi/perdesaan yang membentuk hanya10% pendapatan PBB. Pemda kelompok ketiga ini cenderung memilikibanyak properti bernilai rendah dan warga yang berpenghasilan lebihkecil, jadi kemampuan bayar yang lebih rendah.

Walau semua pemda harus bisa meningkatkan akuntabilitas kebawah melalui pelaksanaan pajak properti, diharapkan bahwa hanyapemda yang sangat terurbanisasi dan yang terurbanisasi-menengah bisamencapai banyak peningkatan dalam pendapatan pajak properti, yangbisa mendukung peningkatan otonomi daerah. Pemda sisanya yangkurang terurbanisasi diperkirakan akan menghadapi tantangan dalammemobilisasi pendapatan dari pajak properti. Namun diperkirakan jugabahwa banyak pemda seperti ini masih bisa meningkatkan pengumpulanpendapatan mereka, karena mereka memiliki dan bertanggung jawabatas mobilisasi pendapatan asli daerah mereka sendiri untukpembangunan.

Dalam merancang strategi pendukung devolusi pajak properti,penting untuk memperhatikan ketiga kelompok pemda ini, dan mengakuitujuan yang bisa dicapai, pentingnya merancang sistem dan proseduradministrasi yang efektif-biaya, dan tipe dukungan kelembagaan danteknis tertentu yang diperlukan. Strategi untuk pemda yang lebihterurbanisasi (kelompok 1 dan 2) harus secara logis difokuskan untukmeningkatkan otonomi pendapatan daerah, sambil meningkatkanakuntabilitas ke bawah, sedangkan strategi untuk pemda yang tidakterurbanisir (Kelompok 3) harus secara logis difokuskan untukmeningkatkan akuntabilitas ke bawah, sambil mencoba memaksimalkanpendapatan pajak properti netto dengan jalan memperkecil biayaadministrasi pajak properti. Tiga kelompok pemda yang berbeda inidengan karakteristik tersendiri masing-masing memerlukan pemakaianpendekatan asimetris untuk mendukung devolusi pajak properti yangmemungkinkan penerapan model administrasi lokal untuk pemda

208

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 214: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Kelompok 1 dan 2 dan model administrasi bersama untuk pemdaKelompok 3, seperti dijelaskan sebelumnya dalam bagian 10.2.

Walau tidak menjadi isu fiskal langsung, ketiga kelompok pemdatersebut harus mempertahankan catatan pajak properti agar bisamendukung hak pakai (tenure) tanah dan perencanaan tata guna lahan.Catatan pajak properti (termasuk informasi dari SPOP dan Buku C)sangat penting untuk melestarikan hak tanah adat (hak girik) dan sebagaidokumentasi pendukung untuk penerbitan status hukum tanah.

Dalam kaitan ini, sangat penting bagi semua pemda untuk memakaipajak properti sebagai cara untuk memastikan bahwa informasi propertidipertahankan demi alasan sosial lainnya ini.

Untuk mendorong keberhasilan penerapan PBB oleh semua pemda,pemerintah pusat perlu bersikap strategis dalam menentukan kerangkadan rangkaian insentif agar pemda bisa menerapkan dan melaksanakanPBB secara efektif-biaya dan efisien. Pendekatan yang berbeda-bedaakan diperlukan untuk mendukung setiap kelompok pemda ini, dengankarakteristik dan persyaratan tersendiri untuk memastikan keberhasilandevolusi pajak properti, dari segi dukungan pemerintah pusat yangdiperlukan, dukungan daerah, dukungan teknologi informasi dankebutuhan kelembagaan dan pengembangan kapasitas di setiap kelompokpemda.

Tidak semua kelompok bisa melaksanakan administrasi PBB secarabersamaan, terutama Kelompok 3 dan beberapa dari Kelompok 2.Karena perpindahan fungsi administrasi ini mungkin perlu dilakukansecara bertahap, dengan bertumpu pada model administrasi bersama.Untuk Kelompok 1 dan beberapa dari Kelompok 2, pemda harus bisamenjalankan fungsi administrasi devolusi secara bersamaan, denganjalan melaksanakan pajak properti menurut model administrasi lokal.Namun, untuk Kelompok 3 dan beberapa dari Kelompok 2, lebih bijak-sana jika pilihan model administrasi bersama dijalankan dengan memin-dahkan hanya fungsi administratif yang tepat, tapi beberapa fungsiadministratif lain tetap dipertahankan di pemerintah pusat untukmemanfaatkan skala ekonomi daan mengatasi hambatan kapasitaspemda.

Di bulan Januari 2011, kota Surabaya menjadi kota pertama diIndonesia, yang melaksanakan tanggung jawab PBB sebagai pendapatanasli daerah. Seperti diharapkan, sebagai pemda Kelompok 1, Surabaya

209

Bagian D : Memberikan Sistem Pembiayaan Antar Pemerintah yang Efektif

Page 215: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

memakai model administrasi lokal. Penting untuk memantau pengalamanpelaksanaan di Surabaya untuk mengidentifikasi tantangan, peluangdan pelajaran bagi pelaksanaan PBB di pemda lain, sambil terusmempelajari pilihan untuk mempermudah model administrasi bersamauntuk pemda yang kurang terurbanisasi atau yang lebih bersifatperdesaan.

Di bulan Januari 2011, BPHTB dipindahkan ke pemerintahdaerah, dan perpindahan PBB sekarang masih berjalan hingga 2014.Dengan devolusi pajak properti yang sekarang sedang berjalan diIndonesia, maka sekarang kita akhiri dengan menjelajahi peluanguntuk lebih memperkuat pendapatan daerah melalui pajak properti diIndonesia.

10.5. Kesimpulan dan RekomendasiReformasi pendapatan pemerintah daerah di Indonesia telah

merampingkan taksonomi pendapatan, yang bergeser ke sistem daftar‘tertutup’ dengan pencantuman pajak properti untuk pemda, dan terfokuspada reformasi administrasi dan kebijakan. Landasan yang telahdiletakkan harus bisa membuat pemda mampu banyak meningkatkanmobilisasi pendapatan asli mereka, dengan demikian meningkatkanotonomi dan akuntabilitas daerah.

Reformasi terkini memperkenalkan UU No. 28 (2009) sebagaijalan agar pemda bisa meningkatkan pendapatan dari sumber merekasendiri. Pemerintah provinsi dan kota/kabupaten sekarang memilikiakses ke kombinasi pajak yang terkait dengan properti (pajak propertidan pajak transfer properti yang terus ada), pajak penjualan secaraselektif pada konsumsi barang dan jasa dan berbagai bea. Sebelumnya,tidak dicantumkannya pajak properti sebagai pajak daerah merupakananomali besar dalam taksonomi pendapatan daerah di Indonesia. Denganpemberlakuan UU No. 28 (2009), sistem perpajakan lokal di Indonesiasekarang dibuat sesuai dengan teori dan praktek internasional terkaitpenugasan pendapatan.

Dengan kerangka administrasi dan kebijakan umum yang sekarangdijalankan untuk meningkatkan mobilisasi pendapatan asli daerah, semuaPemda sekarang harus terfokus pada dasar-dasar administrasipendapatan seperti identifikasi pokok pajak, pengumpulan informasi

210

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 216: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

pokok pajak terkait, pencatatan register pajak, penilaian properti,pengenaan pajak, penerbitan dan pengiriman tagihan pajak,pengumpulan dan pertanggungjawaban pengumpulan pajak, auditpenilaian sendiri yang diserahkan, penindakan ketidakpatuhan,penanganan banding dan penyelesaian sengketa, dan penyediaanpelayanan wajib pajak. Prioritas sekarang harus diletakkan padapeningkatan pelaksanaan melalui mobilisasi kemauan politik lokal yangkuat, peningkatan kapasitas teknis dan operasional, peningkatanpelayanan wajib pajak/pendidikan, dan peningkatan keseluruhanadministrasi pendapatan.

Teori menyarankan bahwa, jika memungkinkan, fungsi administrasipajak harus dibuat untuk memperkecil biaya, memanfaatkan skalaekonomi dan mengatasi hambatan kapasitas lokal. Pengalamaninternasional mengidentifikasi dua model umum untuk pengelolaanmobilisasi pendapatan daerah, yakni: model administrasi lokal ataumodel administrasi bersama. Dalam model administrasi lokal, pemdabertanggung jawab atas semua fungsi administratif tetapi bolehmengalih-daya (outsource) fungsi ini ke pihak ketiga jika dianggaptepat. Sebaliknya dalam model administrasi bersama, pemdabertanggung-jawab atas fungsi tertentu dengan pilihan untuk mengalih-daya, sedangkan fungsi administratif lain diserahkan ke pemerintahyang lebih tinggi dan/atau pihak ketiga, sesuai peraturan pemerintah.Contohnya, seperti disebutkan dalam bagian 10.2, fungsi penilaianproperti di Jamaika, Australia, Selandia Baru dan Malaysia diserahkanke Departemen Penilaian Umum di tingkat pusat atau negara bagiankarena alasan skala ekonomi dan keadilan.

Seperti disebutkan di Indonesia, ada tiga kelompok pemda yangberbeda-beda, yang mungkin memerlukan pilihan kelembagaan yangberbeda agar bisa berhasil dalam melaksanakan pajak properti. Beberapapemda (misalnya, Pemda Kelompok 1 dan beberapa dari Kelompok 2)bisa mengemban tanggung jawab dan melaksanakan semua fungsiadministrasi PBB dengan model administrasi lokal. Namun, karenamasalah kapasitas dan efektivitas biaya, banyak pemda (misalnya dariKelompok 3 dan beberapa dari Kelompok 2) mungkin memerlukanfungsi administratif tertentu untuk PBB, yang dikelola dengan bantuanpihak ketiga.

211

Bagian D : Memberikan Sistem Pembiayaan Antar Pemerintah yang Efektif

Page 217: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Kelompok pemda yang terakhir ini akan memerlukan modeladministrasi bersama untuk mengurangi lonjakan biaya dan mengatasihambatan kapasitas. Untuk awalnya, pemda ini akan memerlukandukungan dalam pelaksanaan fungsi penilaian dan data properti,pencetakan masal dan dukungan sistem. Seiring dengan meningkatnyakapasitas, beberapa pemda ini bisa semakin terlibat dalam operasilapangan kadaster fiskal (data dan penilaian). Tapi pemda seperti inimungkin memerlukan model administrasi bersama, yang menyediakanbantuan penilaian dalam beberapa tahun mendatang.

Paling tidak untuk pemda Kelompok 3, model administrasi bersamapenting untuk keberhasilan pengalihan PBB ke pemerintah daerah,karena bisa mengurangi biaya administrasi yang berkaitan denganperawatan sistem kadaster fiskal, pencetakan masal dan dukungan sistemsecara umum. Bahkan saat ini di pemda Kelompok 3, salah satu kantoradministrasi pajak pemerintah pusat (KPP) mengelola pajak propertiuntuk beberapa yurisdiksi pemerintah daerah karena alasan skalaekonomi. Kebutuhan model administrasi bersama akan terus ada bahkansetelah PBB dipindahkan menjadi pendapatan asli pemda, kecuali adaperubahan mendasar dalam struktur pendapatan dan biaya sertakapasitas pemerintah daerah. Tampaknya ada pengakuan umum bahwamodel administrasi bersama diperlukan, tapi belum ada kesepakatanterkait cara menyusun, mengatur dan membiayai struktur modeladministrasi bersama ini agar bisa memaksimalkan dukungan untukpemda dalam pelaksanaan PBB dengan cara paling efisien dan biayapaling efektif.

Penentuan urutan reformasi juga penting untuk memastikankesejajaran dukungan politis, pengembangan kelembagaan, sumberdayamanusia dan kapasitas sistem, mobilisasi dana untuk pelaksanaan,sosialisasi ke wajib pajak, dan pemantauan oleh pemerintah pusat dandaerah. Penentuan waktu kegiatan selama periode transisi juga pentinguntuk menjamin kemajuan yang sangat kasat mata, kepemilikan lokalyang kuat, dan pengumpulan pendapatan yang efisien dan adil.Keberhasilan proses devolusi pajak properti tidak bisa diukur hanyadari pendapatan yang meningkat, tapi juga dari indikator yang mengukurtingkat kepekaan pemda dan tata kelola yang akuntabel menurutpandangan warga masyarakat.

212

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 218: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Peningkatan kapasitas penting bagi pemerintah pusat dan daerah.Kapasitas tingkat pusat harus ditingkatkan agar pemerintah pusat bisamemberikan pengawasan, bimbingan dan bantuan yang diperlukan untukmenjamin keberhasilan devolusi, penerapan dan pelaksanaan BPHTBdan PBB sebagai pendapatan asli daerah yang efektif dan layak. Inimenyiratkan pergeseran dari pelaksana langsung menjadi pemberdayadan fasilitator, dan kapasitas tingkat lokal harus ditingkatkan jugauntuk mengemban tanggung jawab administrasi dan kebijakanekstra, memobilisasi kemauan politis lokal dan meningkatkankapasitas teknis/operasional untuk pelaksanaan pajak properti secaraefisien dan adil. Indonesia perlu menemukan cara-cara yang kreatifuntuk mengatasi hambatan kapasitas tingkat lokal melalui berbagaikombinasi, seperti realokasi sumberdaya manusia yang ada dipemerintah pusat dan daerah, rekrutmen spesialis dengan keterampilanyang diperlukan, dan/atau peningkatan kapasitas untuk personelpemerintah daerah yang ada.

Reformasi devolusi pajak properti merupakan proses yang dinamis,yang memerlukan pemantauan, analisis dan penyesuaian secara cermatseiring waktu untuk menjamin keberhasilan. Memang fase persiapan ditahun 2009–2010 telah meletakkan dasar hukum untuk proses reformasi,tapi fase transisi dalam waktu dekat ini (2011–2014) merupakan tahappelaksanaan terpenting untuk proses reformasi BPHTB dan PBB.Pelaksanaan reformasi di lapangan dimulai di bulan Januari 2011,dengan semua pemda menerapkan BPHTB dan Kota Surabayamengemban tanggung jawab atas PBB. Tahap transisi yang sekarangsedang berjalan memerlukan dukungan politis yang kuat, bantuan teknisberjalan, dan pelaksanaan secara efektif untuk mewujudkan sepenuhnyamanfaat devolusi pajak properti ke pemerintah daerah.

Pemberlakuan UU No. 28 (2009) menunjukkan komitmen politisyang kuat untuk memberdayakan dan memperkuat pemerintah daerahmelalui peningkatan otonomi fiskal, pendapatan asli daerah yang lebihbanyak, dan akuntabilitas semakin besar pada masyarakat. Landasanhukum telah diletakkan dan pelaksanaan sedang berjalan. Lingkunganreformasi yang mendukung dan memicu kerjasama akan diperlukanuntuk memastikan bahwa pemda memperoleh dukungan secaraberkelanjutan, yang diperlukan agar pelaksanaan pajak properti berjalansukses. Kemauan politis yang berkelanjutan di tingkat pusat untuk

213

Bagian D : Memberikan Sistem Pembiayaan Antar Pemerintah yang Efektif

Page 219: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

mendukung reformasi devolusi, sangat penting artinya bagi keberhasilanreformasi. Pelaksanaan devolusi pajak properti, yang sukses diIndonesia, akan membantu pencapaian tujuan desentralisasi untukmeningkatkan akuntabilitas tata kelola dan pelayanan publik untukmasyarakat daerah.

214

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 220: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

BAGIAN EOptimalisasi PenyediaanInfrastruktur Publik dan

Pelayanan

Page 221: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem
Page 222: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

11Studi Kasus Penyediaan Pelayanandi Kota Surakarta, Indonesia

Joko Widodo, Wali Kota Surakarta

11.1. PendahuluanSelama periode 2005–2010, Wali Kota Surakarta merasakan euforia

reformasi politik di negeri ini. Dalam suasana seperti ini, aspirasidemokrasi marak diajukan, tapi terkait kehidupan sehari-harimasyarakat, masih ada krisis yang terasa. Pengembangan stabilitaspolitik masih dalam titik pentingnya, yang memerlukan usahaberkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan dan keberdayaanmasyarakat. Situasi seperti ini bisa menyebabkan hilangnya kepercayaanpada pemerintah dan kegagalan agenda reformasi dalam mewujudkanotonomi daerah. Saat ini, tujuan utama reformasi adalah untukmenyediakan kebutuhan dasar masyarakat miskin, terkait kesehatandan pendidikan; untuk membangun dan mengembangkan usaha kecildan kegiatan ekonomi untuk masyarakat berpenghasilan kecil; untukmeremajakan ruang publik milik negara melalui infrastruktur danfasilitas perkotaan yang lebih baik; dan untuk menciptakan suasanakota yang lebih baik agar Surakarta terkesan sebagai kota yang ramahuntuk tinggal dan bekerja.

Di tahun 2006, keputusan strategis dibuat bahwa pemerintah kotapertama-tama akan menangani masalah pedagang kaki lima. Pada waktuitu ada 5.817 pedagang kaki lima yang berjualan di lima kecamatandan menempati ruang publik, saluran air, dan jalan-jalan utama di kotaSurakarta. Ini menyebabkan masalah lalu-lintas dan polusi, munculnya

217

Page 223: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

daerah kumuh dan pelanggaran beberapa peraturan daerah. Secaraberkala, Walikota menerima hingga 60 pesan setiap hari dari wargayang menginginkan situasi ini ditangani.

Dari 5.817 pedagang kaki lima ini, 989 pedagang yang berjualandi Monumen 45, Banjarsari, dipilih untuk menjadi subyek studi kasusmengenai peralihan historis dalam perencanaan ruang terbuka perkotaanyang dikembangkan melalui proses konsultasi intensif dengan instansi-instansi terkait Pemda, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), SOMPISdan Pusat Daerah Usaha (CBD) lokal. Sifat dasar proses ini yang meli-batkan berbagai pemangku kepentingan menyiratkan bahwa ada risikonyata berupa konflik sosial yang muncul. Walikota memutuskan untukmengambil peran sebagai pemimpin, sejak awal hingga penyelesaiannya.

Pelajaran yang ditarik dari proyek percontohan ini dipakai untukmengembangkan rencana-rencana lain untuk mengembangkan danmeningkatkan ruang publik, seperti Taman Balekambang, Ngarsopuro,daerah di sekitar Benteng Vastenburg, Stadion Manahan dan pasartradisional. Bersamaan dengan pembangunan infrastruktur ini, bidang-bidang lain penting juga untuk ditingkatkan di bawah kendali pemerintahkota, seperti subsidi kesehatan (PKMS), pendidikan (BPMKS) dankegiatan kebudayaan.

Sejak 2010, kota Surakarta bisa mempertahankan dan mengem-bangkan keberhasilan yang diperoleh dari tahap awal ini, dan menyem-purnakan visinya untuk maju menjadi kota eco-cultural. Ini berartipengembangan ide kota Surakarta sebagai kota budaya, sebagai carauntuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kota tersebut.Misinya adalah untuk memberdayakan dan meningkatkan ekonomimasyarakat, untuk mengembangkan cita-rasa seni dan nilai kebudayaan;untuk memperkuat karakter kota, untuk meningkatkan dan memperluasketersediaan pelayanan kesehatan dan pendidikan, untuk meningkatkankesempatan kerja, untuk meningkatkan iklim investasi, untukmeningkatkan prasarana dan sarana kota, dan untuk mempromosikancitra kota.

11.2. Latar Belakang dan HipotesisLokasi Surakarta memberikan keuntungan strategis, dengan akses

ke sistem transportasi metropolitan Jawa. Pencantuman pemerintahannyake dalam Kerajaan Islam Mataram—yang menyertakan juga Yogya-

218

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 224: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

karta—berarti wilayah yang menampung masyarakat dan fasilitasperkotaan. Kota ini sebagian besar berisi bangunan (80%) tanpa manfaatsumberdaya alam. Semua kabupaten yang mengelilingi daerah terbangunkota, berada di tepian batas kota.

Sumberdaya kota yang paling potensial adalah warisan budayanya.Nilai lebih ini diwujudkan melalui pengelolaan tiga hal yaitu: produk—penyediaan fasilitas dan pelayanan perkotaan; pelanggan—wisatawan,investor, pedagang, pameran dan kegiatan; dan citra—kota denganlingkungan sosial yang ramah dan budaya yang unik.

11.2.1. Kehidupan Ekonomi Kota Surakarta

Seperti terlihat di Tabel 11.1 dan 11.2, struktur ekonomi kotadidominasi oleh perdagangan dan industri pengolahan, serta industriperhotelan. Dua sektor ini memberikan kontribusi sebesar 50% padaPDRB (Produk Domestik Regional Bruto). Di tahun 2005–2006, sektorindustri pengolahan memberikan kontribusi terbesar, tapi mulai tahun2007, perdagangan dan perhotelan mengambil-alih. Di tahun 2009,sektor perhotelan memberikan kontribusi terbesar, yang mencapai 25,3%PDRB jika dibandingkan dengan sektor-sektor lain yang memberikankontribusi sebesar 11,1%. Kontribusi terkecil berasal dari sektorpertambangan yaitu hanya 0,03%.

Tabel 11.1. Kontribusi Sektoral pada PBRB Kota Surakarta,2005–2009 (%)

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Surakarta (2010).

219

Optimalisasi Penyediaan Infrastruktur Publik dan Pelayanan

Sektor Ekonomi 2005 2006 2007 2008 2009

Pertanian 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06

Pertambangan 0,04 0,04 0,04 0,04 0,03

Sektor Primer 0,10 0,10 0,10 0,10 0,09

Industri Pengolahan 26,42 25,11 24,34 23,27 22,17

Listrik, Gas dan Air 2,59 2,69 2,69 2,57 2,63

Konstruksi 12,89 13,07 13,38 14,44 14,93

Sektor Sekunder 41,90 40,87 41,80 40,28 39,73

Perdagangan, Hotel dan Restoran 23,82 24,35 24,78 25,12 25,26

Transportasi dan Komunikasi 11,52 11,78 11,61 11,20 11,58

Keuangan, Kredit dan Usaha 11,43 11,26 11,06 10,93 10,88

Jasa 11,23 11,64 12,04 12,38 12,46

Sektor Tersier 58,00 59,03 59,49 59,63 60,18

TOTAL PDRB 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00

Page 225: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Tabel 11.2. Pertumbuhan PDRB per Sektor (Harga Konstan 2000)di Kota Surakarta, 2005–2009 (%)

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Surakarta (2010).

Berbagai tempat wisata dan hotel di kota Surakarta lebih menarikbagi para wisatawan, daripada yang ada di kabupaten/kota sekitarnya.Rasio pendapatan dari keseluruhan PAD tertinggi di antara kabupaten/kota lain, yang mungkin akan terus tumbuh di tahun-tahun mendatang.Peremajaan pasar tradisional telah memberi peluang untuk meningkatkanekonomi masyarakat berpenghasilan kecil, jadi memberikan kontribusilagi pada PAD. Semangat kewirausahaan dari masyarakat Surakartatelah mendorong mereka untuk membantu diri mereka sendiri danmendapatkan pekerjaan di sektor informal—suatu bidang yang tahanterhadap krisis ekonomi.

Pemaduan moda transportasi—yang menghubungkan BandaraAdisumarmo, Trans-Kereta Api Batik Solo dan Bandara Adisuciptotelah memperlancar mobilitas penumpang dan barang dari daerah lain,dengan demikian mendorong pertumbuhan ekonomi global.

11.2.2. Kehidupan Politik Kota Surakarta

Kota Surakarta terdiri dari lima kecamatan, 51 kelurahan, 601Rukun Warga (RW) dan 2.708 Rukun Tetangga (RT). Di dalam daerah

220

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

p g

Sektor Penyumbang 2005 2006 2007 2008 2009

Pertanian 0,88 1,20 1,54 -1,14 1,19

Pertambangan 3,34 -0,21 2,31 4,22 -2,24

Industri Pengolahan 1,47 2,55 3,46 2,32 2,94

Listrik, Gas, dan Air 4,45 9,25 5,56 6,35 11,25

Konstruksi 8,24 5,85 9,64 10,27 7,30

Perdagangan, Hotel, dan Restoran 7,58 6,93 6,36 7,52 6,35

Transportasi dan Komunikasi 5,48 5,96 6,00 4,92 7,75

Keuangan, Kredit, dan Usaha 6,74 6,20 5,93 5,73 6,40

Jasa 4,79 6,97 6,20 5,22 7,05

Total PDRB 5,15 5,43 5,82 5,69 5,90

Page 226: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

metropolis yang lebih besar, Surakarta dianggap sebagai pusat untukbeberapa kabupaten/kota lain di pedalaman, yakni Boyolali, Sukoharjo,Karanganyar, Wonogiri, Sragen, dan Klaten. Di wilayah ini, kerjasama dilakukan antar beberapa kabupaten/kota. Selain itu, ada jugakerja sama antar pusat-pusat metropolis Jawa Tengah dan ProvinsiYogyakarta—yang disebut sebagai Yogya-Solo-Semarang (JOGLOSEMAR). Hubungan kerja sama ini melengkapi tujuan masing-masingdaerah untuk menyediakan pelayanan publik yang lebih baik dan lebihmurah bagi masyarakatnya.

11.2.3. Kehidupan Sosial

• Indeks pembangunan manusia yang lebih bagus bisa memberikansumberdaya untuk mempercepat pembangunan kota;

• Fasilitas pendidikan tinggi tersedia, yang memberi lebih banyakpeluang jika dibandingkan dengan daerah lain—terutama SoloRaya;

• Pelayanan kesehatan sudah memenuhi kualifikasi ISO9001:2000; ada sembilan Puskesmas dan empat Puskesmasyang memberikan pelayanan rawat-inap; dan

• Surakarta adalah titik pusat penyediaan jasa—perdagangan,keuangan, pendidikan dan kesehatan—bagi daerah sekitarnya.Ini memungkinkan kota ini untuk tumbuh lebih cepat danmenjadi tujuan orang yang ingin meningkatkan mutu hidupnya.

11.3. Sumber Pendapatan untuk Anggaran Kota SurakartaSumber pendapatan kota terdiri dari:• Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang meliputi: (a) pajak kota,

(b) bea dan retribusi kota, dan (c) pendapatan daerah lain yangsah;

• Transfer dana perimbangan yang terdiri dari: (a) Dana BagiHasil Pajak, (b) Dana Alokasi Umum (DAU), dan (c) DanaAlokasi Khusus (DAK); dan

• Sumber pendapatan daerah lain yang sah.

Anggaran kota Surakarta tahun 2011 didasarkan pada asumsi yangdiambil dari data yang tersedia tentang sumber pendapatan, sepertiPendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan pendapatan daerah

221

Optimalisasi Penyediaan Infrastruktur Publik dan Pelayanan

Page 227: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

lain yang sah. Anggaran ini bernilai Rp 1.003.623.509.000 yangmeningkat sebanyak Rp 133.404.450.185—peningkatan sebesar 15,4%—dari angka tahun 2010 yang sebesar Rp 870.219.058.815.

Pendapatan daerah di tahun 2011 terdiri dari dana perimbangandari pemerintah pusat—senilai Rp 642,1 miliar atau 64,0% darianggaran pendapatan daerah; pendapatan asli daerah (PAD)—senilaiRp 159,2 miliar atau 15,9%; dan dana pendapatan lain—senilaiRp 202,3 miliar atau 20,2%.

Pemerintah kota telah memberlakukan beberapa kebijakanpendapatan untuk mempertahankan pertumbuhan pendapatan daerah.Kebijakan ini meliputi:

• Mendorong swadaya dalam anggaran daerah, melaluipeningkatan pengumpulan pendapatan asli daerah;

• Meningkatkan akses dan fasilitas untuk wajib pajak;• Meningkatkan pemberlakuan ketetapan pajak dan non-pajak;

dan• Melaksanakan insentif dan disinsentif untuk meningkatkan

pengelolaan dan pengumpulan pendapatan.

11.4. Ringkasan Strategi Pembangunan KotaSecara ringkas, prioritas penting kota adalah untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat miskin, terutama di bidang kesehatan, pendidikandan pengembangan usaha, dan untuk meningkatkan ruang daninfrastruktur daerah. Pertumbuhan kuat dalam pendapatan daerah telahdidorong melalui penguatan bea pengguna dan pendekatan penagihanyang disiplin, juga dukungan kuat dari pertumbuhan ekonomi nasionalyang kuat. Delapan inisiatif yang telah diambil saat ini adalah sebagaiberikut:

Pertama, pengembangan visi dan misi kota yang kuat. Visidipusatkan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan identitaskultural kota. Bidang-bidang penting dalam misi meliputi: (i) ekonomidaerah yang kuat, (ii) nilai etika dan budaya yang kuat, (iii) karakterkota yang kuat dan citra kota yang diakui secara luas, (iv) kota yangmenyediakan pelayanan pendidikan dan kesehatan yang bagus,(v) penumbuhkembangan kesempatan kerja; (vi) lingkungan yangkondusif untuk investasi, dan (vii) peningkatan dan pemeliharaaninfrastruktur kota.

222

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 228: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Kedua, pengembangan kebijakan untuk pedagang kaki lima,termasuk peremajaan pasar. Sebelumnya, sekitar 6.000 pedagang kakilima menyebabkan kemacetan lalu lintas, polusi dan berkembangnyadaerah kumuh. Setelah konsultasi, proyek percontohan yang melibatkansekitar 1.000 pedagang kaki lima diperkenalkan melalui perencanaanruang terbuka untuk pedagang kaki lima. Eksperimen ini kemudiandiperluas ke daerah dan pedagang lain.

Ketiga, perbaikan lingkungan kumuh dan perumahan murah,termasuk renovasi dan relokasi, dan penghijauan daerah perkotaan.Keempat dan berhubungan erat adalah peningkatan sanitasi masyarakat,termasuk perbaikan dan perluasan sarana MCK (mandi, cuci, kakus)untuk umum.

Kelima, fokus baru diberikan pada peningkatan dan pengembangansentra transportasi—udara, darat dan kereta api—yang dikaitkan denganpertumbuhan: perdagangan, pendidikan, pelayanan kesehatan, danpariwisata.

Keenam, Surakarta sudah banyak dipromosikan sebagai kotabudaya untuk wisatawan asing dan domestik, juga rasa kebanggaanyang dikembangkan bagi masyarakatnya. Warisan budaya kota inibanyak membantu tumbuhnya identitas kebudayaan yang kuat danmeningkatkan iklim investasi dan pengembangan usaha. Inisiatif-inisiatifyang telah dilakukan meliputi pembukaan taman dan ruang kota, sertahari bebas mobil di jalan-jalan utama.

Ketujuh, subsidi kesehatan dan pendidikan diterapkan untuk wargamiskin, melalui pemakaian kartu subsidi perak, emas, dan platina(subsidi terbanyak diberikan ke keluarga yang sangat miskin). Kota inidipromosikan sebagai pusat pelayanan kesehatan dan pendidikan.

Kedelapan, pengembangan usaha dan perdagangan juga dilakukan.Ini meliputi bantuan untuk sekolah kejuruan, taman teknologi, pemberianizin di satu tempat dan fasilitas lain, serta tekanan yang kuat padapembangunan lingkungan untuk pengembangan usaha.

Kesembilan, fokus yang kuat telah dilakukan untuk menumbuh-kembangkan peningkatan sosial. Pemantauan ketat juga dilakukan padakecenderungan perkembangan indeks pembangunan manusia yang saatini meningkat.

223

Optimalisasi Penyediaan Infrastruktur Publik dan Pelayanan

Page 229: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

12Studi Kasus Penyediaan Pelayanan,Provinsi Gorontalo, Indonesia

Winarni Monarfa, Kepala Bappeda Provinsi Gorontalo

12.1. PendahuluanProvinsi Gorontalo merupakan provinsi ke-32 di Indonesia yang

dibentuk pada tanggal 16 Februari tahun 2001 sesuai UU No. 38tahun 2000 hasil pemekaran dari Provinsi induk Sulawesi Utara denganluas wilayah 12.215,44 km2 atau hanya 0,64% dari luas wilayahRepublik Indonesia. Wilayah administrasi Provinsi Gorontalo hinggatahun 2010 terdiri dari 6 kabupaten/kota, 70 kecamatan dan 698 desa/kelurahan yang dihuni oleh 1.038.585 jiwa penduduk.

Gorontalo menyadari berbagai kekurangan dan keterbatasansumberdaya alam yang dimiliki dalam membangun daya saing, diantaranya jumlah penduduk miskin yang sangat tinggi (34,23%),infrastruktur dasar yang sangat terbatas, serta hanya diintervensi denganRp 75,62 miliar (APBD), dan Rp 73,38 miliar (APBN).

12.2. Strategi Pembangunan GorontaloUntuk mengejar berbagai ketertinggalan dengan keterbatasan yang

dimiliki, berbagai terobosan dan inovasi terus dilakukan, dengan strategipembangunan yang dilakukan yaitu:

12.2.1. Menentukan Visi

Pada hakikatnya pembangunan merupakan suatu rangkaian upayayang dilakukan secara terus-menerus untuk mencapai tingkat

224

Page 230: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

kesejahteraan masyarakat. Upaya dimaksud dilakukan melaluipemanfaatan potensi sumberdaya yang dimiliki baik sumberdayamanusia, daya dukung alam, kemampuan dan kemajuan ilmupengetahuan dan teknologi serta memperhitungkan tantanganperkembangan global. Perspektif ini sekaligus menjadi alasan rasionalkebijakan pembangunan di daerah adalah usaha untuk menanggulangikemiskinan dan aspek-aspek yang melatarbelakanginya, sehinggarumusan tujuan pembangunan daerah tidak lain adalah untukmembangun manusia di daerah secara lahir-batin.

Dengan mempertimbangkan aspek-aspek tersebut di atas, dalamRencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2007–2012Pemerintah Provinsi Gorontalo menetapkan Visi: ”Gorontalo ProvinsiInovatif dengan Misi: Mewujudkan Masyarakat Gorontalo yangMandiri, Produktif dan Religius.”

Untuk tercapainya visi dan misi tersebut maka 4 (empat) agendapokok pembangunan yang akan dijalankan yaitu:

• Inovasi kepemerintahan wirausaha yang dititikberatkan padaprestasi aksi dan prestasi hasil yang mampu menumbuhkankepercayaan rakyat;

• Inovasi pengembangan SDM yang berorientasi wirausaha,mandiri dan religius;

• Inovasi dalam mengembangkan ekonomi rakyat berbasis desayang diarahkan untuk meningkatkan kinerja sektor unggulandaerah yang menunjang produktivitas daerah yang bertumpupada ekonomi desa; dan

• Inovasi teknologi tepat guna untuk meningkatkan kesejahteraanrakyat.

Pemerintah Provinsi Gorontalo menetapkan 3 program unggulan sebagaimotor penggerak pembangunan di Provinsi Gorontalo:

• Pertama, Pengembangan Sumberdaya Manusia. MempercepatPengembangan SDM yang berbudaya kewirausahaan sebagaimotor penggerak percepatan pembangunan melalui modelpendidikan berbasis kawasan;

• Kedua, Pengembangan Pertanian dengan dasar Jagung. MemacuPembangunan Pertanian melalui Program Agropolitan berbasisJagung dengan penerapan sembilan (9) pilar agropolitan; dan

• Ketiga, Pengembangan Perikanan. Pembangunan sektor

225

Optimalisasi Penyediaan Infrastruktur Publik dan Pelayanan

Page 231: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

perikanan dan pengembangan wilayah pesisir melalui 11 ModelPengembangan Etalase Perikanan dan Model Taxi Mina Bahariserta minapolitan.

12.2.2. Reformasi Birokrasi

Reformasi birokrasi dilakukan sebagai kebutuhan dan tuntutanmasyarakat yang lebih kompleks dan heterogen menuntut pemerintahdaerah meningkatkan efisiensi dengan memangkas biaya publik, sertapeningkatan dan efektivitas kinerja birokrasi/pemerintahan.

Kunci sukses reformasi birokrasi yaitu adanya political will antarpimpinan dan bawahan, efisiensi waktu, fleksibilitas sumber-sumberkeuangan, dukungan stakeholders, teknologi informasi dan dukungansemua sektor di masyarakat.

Pelaksanaan Reformasi Birokrasi di Provinsi Gorontalo yaitu:• Reformasi di Bidang Keuangan meliputi; Aspek Hukum, Aspek

Ketatalaksanaan, Tunjangan Kinerja Daerah, Sistem danProsedur, Aspek SDM, dan Aspek Kelembagaan; dan

• Reformasi SDM Aparatur meliputi; Penataan Manajemen SDMAparatur, Diklat Pengembangan SDM, Job Tender, KontrakKinerja.

12.2.3. Membangun Jaringan dan Kerja Sama

Dalam rangka percepatan dan memacu pembangunan di daerah,pemerintah Provinsi Gorontalo terus menggalang berbagai kerja samapembangunan baik di tingkat regional, nasional, maupun internasional.

Hingga tahun 2010 pemerintah Provinsi Gorontalo telah melakukankerja sama di berbagai bidang, tercatat ada 11 universitas di Indonesia,13 Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota se Indonesia serta 5 negaradan 7 lembaga donor internasional.

Selain keempat strategi yang dilakukan, berbagai kebijakan danpendekatan juga terus dilakukan dalam konteks percepatan peningkatanpembangunan daerah di antaranya:

• Kebijakan Alokasi Anggaran APBD dengan memperbesaralokasi belanja langsung (publik) dibanding belanja tidaklangsung (aparatur), dimana dari tahun 2001 hingga tahun 2010perbandingan alokasi belanja langsung dan tidak langsungkisaran 60 : 40 persen;

226

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 232: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

• Intervensi terbatas pemerintah dalam mendukung programunggulan khususnya sektor pertanian (jagung) dan sektorperikanan. Pemerintah mengambil kebijakan dengan melakukanintervensi terbatas terhadap harga dasar jagung serta hargadasar ikan dan rumput laut. Di mana jika harga jagung danikan berada di bawah harga dasar yang telah ditetapkan,pemerintah melalui BUMD wajib membeli sesuai harga dasaryang ditetapkan sehingga petani dan nelayan tidak merasadirugikan dan memiliki kemauan untuk terus mengembangkanpertanian dan perikanan;

• Penyusunan Laporan Indeks Pembangunan Manusia (UNDP-Bappenas, 2009). Sejak tahun 2009 UNDP bekerja sama denganBappenas RI telah menetapkan 15 kecamatan yang memilikiIPM di bawah rata-rata IPM provinsi sehingga dari hasiltersebut Pemerintah Provinsi Gorontalo Mengembangkan modelperencanaan berbasis Indeks Pembangunan Manusia (IPM)sehingga fokus dan lokus program-program pembangunan pada15 kecamatan yang memiliki IPM di bawah rata-rata IPMprovinsi tersebut;

• Penyusunan Dokumen Expenditure Analysis (PEA) bekerja samadengan World Bank (2007) untuk mengkaji alokasi belanjapublik APBD di Provinsi Gorontalo;

• Penyusunan RAD MDGs (2011). MDGs merupakan komitmeninternasional yang harus dicapai pada tahun 2015, dan telahditindaklanjuti melalui Inpres No. 3 Tahun 2010 tentangProgram Pembangunan yang Berkeadilan. Dalam rangkapercepatan pencapaian MDGs, Pemerintah Provinsi Gorontalotelah menyusun Rencana Anggaran Dasar (RAD) PencapaianMDGs 2015; dan

• Penyusunan Masterplan Infrastruktur (2010) untuk memberikanmasukan kepada Pemerintah Daerah dalam kebijakanperencanaan pembangunan infrastruktur ke depan. Arahandiberikan dalam hal mengidentifikasi kriteria lokasi strategisinfrastruktur; pemetaan titik startegis untuk setiap ibu kotakecamatan; dan perencanaan prioritas infrastruktur.

227

Optimalisasi Penyediaan Infrastruktur Publik dan Pelayanan

Page 233: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

12.3. Kinerja PembangunanStrategi pembangunan yang dilakukan pemerintah Provinsi

Gorontalo pada selang dasawarsa menunjukkan hasil yang sangat positif,dan telah membawa Gorontalo pada tingkat kemajuan sangat berartikhususnya pada ekonomi makro Provinsi Gorontalo seperti yangtergambar sebagai berikut:

12.3.1. Pertumbuhan Ekonomi dan PDRB Per Kapita

Pertumbuhan ekonomi di Provinsi Gorontalo menunjukan trendyang meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2002 pertumbuhan ekonomisebesar 6,45% dan terus meningkat menjadi 7,63% pada tahun 2010dan berada di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional sebesar6,1%. Pertumbuhan ekonomi ini juga dibarengi dengan peningkatanpendapatan per kapita masyarakat Gorontalo, di mana pada tahun2010 sudah mencapai Rp 7.720.000.

Gambar 12.1. Pertumbuhan Ekonomi Nasional dan PertumbuhanProvinsi Gorontalo, 2002–2010 (%)

12.3.2. Kemiskinan dan Indeks Pembangunan Manusia

Angka kemiskinan di Provinsi Gorontalo mengalami penurunan yangcukup signifikan dimana pada tahun 2002 mencapai 32,13% terusmengalami penurunan hingga menjadi 23,19% di tahun 2010, dan padatahun 2011 penduduk miskin mengalami penurunan sebesar 4,44 % dari

228

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Sumber: Provinsi Gorontalo

Pertumbuhan Nasional Pertumbuhan Gorontalo Pertumbuhan Gorontalo Per Kapita

Page 234: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

tahun 2010 menjadi 18,75% (Gambar 12.2). Penurunan tersebutmerupakan penurunan terbesar ke-3 secara nasional. Namun persentasependuduk miskin di Provinsi Gorontalo masih berada di bawah rata-rataangka kemiskinan nasional sehingga masih diperlukan upaya yang lebihkeras dalam mengurangi angka kemiskinan. IPM sebagai tolok ukurkeberhasilan suatu pemerintah, dari tahun 2002 sampai dengan tahun2009 terus menunjukkan peningkatan yang positif, dari 64,13 poin ditahun 2002 menjadi 69,79 poin di tahun 2009 (Gambar 12.3).

Gambar 12.2. Persentase Angka Kemiskinan

Sumber: Provinsi Gorontalo

229

Optimalisasi Penyediaan Infrastruktur Publik dan Pelayanan

12.3.3. Pengangguran Terbuka

Angka pengangguran terbuka juga memperlihatkan penurunan, tahun2002 berada pada 9, 26% menurun menjadi 5,16% pada tahun 2010(Gambar 12.3).

Nasional Gorontalo

Page 235: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Gambar 12.3. Pengangguran Terbuka

Sumber: Provinsi Gorontalo

12.3.4. Pencapaian MDGs

Pencapaian MDGs Provinsi Gorontalo sesuai data BPS Tahun 2009berada pada peringkat 13 secara nasional (Gambar 12.4).

Gambar 12.4. Pencapaian MDGs

230

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 236: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

12.3.5. Perbaikan Kondisi Infrastruktur

Berbagai infrastruktur terus dibangun oleh pemerintah daerahseperti penyediaan sarana dan prasarana sanitasi dan air bersih dimana pada tahun 2010 akses sanitasi layak sudah mencapai 45,65%dari target MDGs 2015 sebesar 75%, dan air layak minum perkotaanmencapai 67,5% dari target MDGs 2015 sebesar 85%; pembangunanjalan akses yang menghubungkan sentra-sentra produksi pertanian danproduksi perikanan, hingga tahun 2010 jalan akses yang sudahterbangun sepanjang 164 km yang dibiayai melalui dana APBD;pembangunan rumah layak huni yang diperuntukkan masyarakat miskinhingga tahun 2010 sudah terbangun sebanyak + 5000 unit;pengembangan bandara Djalaludin Gorontalo, pembangunan jalan bypass, pembangunan kanal dalam menanggulangi permasalahan banjir,serta pembangunan infrastruktur dan prasarana dasar lainnya dalamrangka menunjang perekonomian masyarakat dan penurunan angkakemiskinan.

12.4. Kesimpulan dan RekomendasiPada Konferensi Internasional Desentralisasi Fiskal ini, ada bebe-

rapa saran dan rekomendasi sebagai masukan dan pertimbangan dalampengalokasian Dana Alokasi Khusus di daerah, yaitu sebagai berikut:

• Menyesuaikan kriteria pengalokasian DAK (dalam KriteriaUmum, disebutkan daerah penerima DAK dilihat dari besaranjumlah alokasi belanja pegawai, dimana semakin besar alokasibelanja pegawai semakin besar peluang mendapat alokasi DAK);

• Kondisi Gorontalo pada posisi yang tidak sejalan dengan prinsipalokasi DAK tersebut. Dalam penerapannya, Pemda Gorontaloselalu mengalokasikan belanja langsung lebih besar dari belanjatidak langsung. Implikasi Pemerintah Provinsi Gorontalo sampaidengan 10 tahun terakhir hanya mendapat DAK pada 1 (satu)sektor saja (PU);

• Memperbesar alokasi DAK (memperkecil dana dekonsentrasi).Ini berarti akan lebih besar alokasi belanja untuk kegiatan fisik(karena DAK lebih ke kegiatan fisik sedangkan dekonsentrasilebih pada kegiatan nonfisik);

• Sudah waktunya memperhatikan kondisi IPM dalam peng-

231

Optimalisasi Penyediaan Infrastruktur Publik dan Pelayanan

Page 237: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

alokasian anggaran ke daerah, artinya, pemda dengan IPM dankapasitas fiskal rendah seharusnya mendapat alokasi anggaranyang lebih besar;

• Indikator alokasi DAK tidak saja melihat jumlah penduduk,luas wilayah, dll., namun perlu juga diperhatikan daerah-daerahyang berpegang pada prinsip alokasi belanja yang lebihmemperbesar belanja langsung daripada belanja tidak langsungsebagai reward atas kebijakan anggaran yang propublik. Halini juga menjadi kontraproduktif atas kebijakan pemerintah pusatyang memberikan reward kepada pemda hanya dari sisiadministratif (misalnya reward bagi pemda yang mendapat opiniWTP), tetapi juga reward atas kebijakan anggaran pro publikperlu dilakukan; dan

• Penerapan pembangunan kewilayahan (Dalam buku III RPJMN)dan terakhir melalui Masterplan KEI perlu diikuti dengankebijakan yang lebih teknis untuk penyediaan/membanguninfrastruktur di daerah.

232

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 238: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

13Pilihan Pembiayaan Pemdadi Indonesia

Anwar Shah

13.1. Latar BelakangReformasi pemerintah Provinsi dan lokal (kabupaten/kota) terus

mendominasi agenda politik saat ini di Indonesia, walau sudah banyakrangkaian perubahan legislatif dan administratif dibuat sejak 1999 untukmemengaruhi penyelenggaran, fungsi dan keuangan pemerintah sub-nasional. Selama dekade terakhir, Indonesia telah bergerak maju menjauhdari sistem tersentralisasinya semula dan sekarang menduduki peringkatsebagai negara paling terdesentralisasi di antara negara-negaraberkembang (lihat Gambar 13.1). Secara cukup menakjubkan, Indonesiameraih status ini tanpa mengalami gangguan dalam penyediaanpelayanan, bahkan dalam tahap awal dari transformasi yang cepat.Saat ini pemerintah Indonesia mengkaji semua aspek pemerintahan lokaluntuk membuat penyesuaian hukum dan kelembagaan yang tepat,berdasarkan pada pelajaran yang diperoleh selama dekade terakhir.Suatu bidang yang sudah matang untuk pemeriksaan kembali ini dankemungkinan reformasi, adalah pembiayaan pusat untuk belanja sub-nasional. Sistem keuangan antar pemerintah yang banyak dipakai hariini merupakan salah satu sistem paling rumit yang pernah dilaksanakanoleh pemerintah manapun di dunia. Sistem ini sebagian besar memakaipendekatan penutupan-kesenjangan untuk keuangan provinsi-lokal secaraobyektif, untuk memastikan kecukupan pendapatan dan otonomi daerah,

233

Page 239: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

tapi tanpa akuntabilitas terhadap warga lokal atas kinerja penyediaanpelayanan. Sistem ini mengandalkan prosedur yang ketat dari segiakademis dan sangat rumit untuk memberikan keadilan yang tepat danmenjauhkan politik.

Gambar 13.1. Dengan Ledakan Besar, Indonesia telah MeloncatMenjadi Bangsa yang Terdesentralisasi

(alokasi belanja daerah dari total belanja–2005)

Apakah program yang rumit ini cocok dengan tujuan yangditetapkan dengan jelas? Makalah ini melihat secara lebih dalam kebeberapa program transfer pusat terpilih, yang diberikan untukmembiayai belanja provinsi-lokal di Indonesia. Makalah ini menyim-pulkan bahwa kerumitan yang sangat tinggi menimbulkan kurangnyatransparansi, ketidakadilan dan ketidakpastian alokasi. Alternatif yanglebih sederhana tersedia, yang berpotensi bisa menangani tujuan keadilansambil meningkatkan efisiensi dan akuntabilitas berbasis masyarakat.Alternatif seperti ini akan menjadi gerakan menjauh dari pendekatanalokasi khusus dan penutup kesenjangan yang rumit, menuju transfer

j j

S b K t i K I d i d E k dt d Sh h (2007)

0

10 

20 

30 

40 

50 

60 

70 

 

Sumber: Kementerian Keuangan Indonesia dan Eckardt dan Shah (2007)

234

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 240: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

berbasis hasil-akhir yang sederhana untuk pembiayaan belanjaoperasional. Alternatif ini akan dilengkapi dengan hibah modal yangdirancang untuk menangani kekurangan infrastruktur dan membantupelaksanaan penyetaraan kapasitas fiskal sebagai program sisa. Programpenyetaraan kapasitas fiskal akan memakai standar yang jelas, untukmemastikan bahwa semua yuridiksi lokal memiliki sarana yang memadaiuntuk menyediakan pelayanan publik dengan tingkat yang sebandingdan tingkat beban pajak yang juga sebanding di seluruh negeri. Bukuini berpendapat bahwa sistem keuangan antar pemerintah alternatifseperti ini akan menjaga otonomi dan meningkatkan kesetaraan,kesederhanaan, obyektivitas, transparansi, dan akuntabilitas.

13.2. Gambaran Umum Keuangan Provinsi di IndonesiaSistem politik dan administrasi Indonesia terdiri dari tiga tingkat

pemerintah resmi: (i) pusat, (ii) provinsi, dan (iii) kabupaten/kota. Selainitu, ada tingkat desa yang tidak tercantumkan di daerah perkotaan danperdesaan. Saat ini ada 33 provinsi, 405 kabupaten, 97 kota, 6.543kecamatan dan 75.244 desa (dari jumlah ini, 12.000 adalah desa perkota-an atau kelurahan). Kecamatan dan desa tidak memiliki pemerintahresmi. Rata-rata penduduk provinsi adalah sekitar 7 juta jiwa—mulaidari yang kurang dari 1 juta di Maluku Utara hingga lebih dari 38 jutadi Jawa Barat. Rata-rata penduduk dalam pemda di Indonesia (termasukdesa dan kelurahan) adalah sekitar 500.000 jiwa— jumlah yang cukupbesar menurut standar internasional. Ukuran penduduk provinsi sangatberagam, mulai dari yang kurang dari 25.000 jiwa di daerah yangjarang penduduknya seperti Sabang hingga hampir 4 juta di daerahmetropolitan seperti Bandung. Beberapa dari yurisdiksi ini mungkinterlalu besar penduduknya, sedangkan yurisdiksi lain memiliki pendudukyang terlalu kecil untuk penyediaan pelayanan yang efisien.

Karakteristik geografis dan sosioekonomi pemerintah-pemerintahdaerah sangat berbeda-beda satu sama lain. Pendapatan per kapita di20% kabupaten terkaya tiga kali lebih tinggi daripada di 20% kabupatentermiskin. Distribusi kegiatan ekonomi yang tidak merata initercerminkan dalam perbedaan yang besar dalam kondisi kehidupan.Tingkat kemiskinan berkisar mulai 7% di kabupaten industri di Bekasidi pinggiran Jakarta, hingga 40% di kabupaten Sumba Barat di bagiantimur Indonesia. Tingkat melek-huruf di kabupaten Sampang di Jawa

235

Optimalisasi Penyediaan Infrastruktur Publik dan Pelayanan

Page 241: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Timur masih lebih tinggi dari 40%, walau tingkat ini telah menurunmenjadi 12% di Indonesia secara keseluruhan. Dan walau 98%masyarakat di Tanjung Jabung Barat di Provinsi Jambi memiliki akseske pelayanan kesehatan primer, tapi hanya 22% masyarakat yangmemiliki akses ini di Sintang di Kalimantan Barat. Keragaman iniberpotensi meningkatkan manfaat desentralisasi, tapi juga memberibanyak tekanan pada sistem fiskal untuk memastikan bahwa standarminimum dipenuhi terkait kuantitas, kualitas dan akses ke pelayananpublik, agar kondisi kehidupan menjadi setara di daerah-daerah pemdadi seluruh Indonesia.69

Indonesia mempertahankan struktur pemerintah kesatuan yangtersentralisasi hingga tahun 1999. Di bulan Mei 1999, Presiden B.J.Habibie mendukung pemberlakuan undang-undang yang menetapkanbahwa pembagian kekuasaan yang baru dijalankan antar beberapatingkat pemerintah yang berbeda. Melalui pemberlakukan UU (undang-undang) No. 22 (1999) tentang pemerintahan daerah, tanggung jawabatas banyak belanja pemerintah didesentralisasi—lebih banyak kepemerintah lokal (kabupaten/kota) daripada ke pemerintah provinsi.UU 25 (1999) tentang keseimbangan fiskal antara pemerintah pusatdan daerah, menyalurkan aliran anggaran ke tingkat kabupaten/kota.Selanjutnya di bulan September 2004, parlemen menyetujui UU 32(2004) tentang pemerintahan subnasional dan UU 33 (2004) tentangdesentralisasi fiskal, yang dengan demikian memperkuat usaha Indonesiadalam menjalankan sistem pemerintahan yang terdesentralisasi.

Pasal 18 UUD 45 menetapkan pembentukan dan pemeliharaanpemda melalui pemberlakuan UU pemda. UU desentralisasi tahun 1999dan 2004, dan peraturan terkait, merupakan dasar sistem pemda saatini di Indonesia. UU Amandemen Konstitusi Kedua (2000) telahmencantumkan bagian-bagian reformasi desentralisasi—contohnya,pemilihan walikota dan gubernur secara demokratis—ke dalam konstitusiuntuk memastikan stabilitas jangka panjang dari sistem ini danmemberikan perlindungan politik terhadap pembalikan yang sewenang-wenang.

69 Sebastian Eckardt, dan Shah Anwar. 2007. Local Government Organization and Finance:Indonesia. Dalam Anwar Shah, ed. Local Governance in Developing Countries. Bab 7:233-274.Washington, DC: Bank Dunia.

236

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 242: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Sumberdaya yang bisa dipakai oleh pemda ditingkatkan melaluipemberlakuan Pasal 7 UU 25 (1999), yang mewajibkan pemerintahpusat untuk mentransfer paling tidak 25% pendapatan domestik netto(total pendapatan domestik dikurangi bagi-hasil pendapatan) kepemerintah subnasional. Mulai tahun 2008, UU 33 (2004) memperba-nyak bagian subnasional ini menjadi minimum 26% dari pendapatandomestik neto. 10% dari nilai ini untuk pemerintah provinsi, dan 90%ke pemda yang melaksanakan sebagian besar tanggung jawab belanja.

Secara keseluruhan, di tahun 2008 pemerintah bertanggung jawabmengumpulkan 95% pendapatan dan melakukan 67% belanja langsung.Provinsi dan pemda bertanggung jawab mengumpulkan 5% pendapatandan melaksanakan 33% belanja. Pemerintah provinsi menjadi tidakbegitu penting daripada pemda, dan menguasai hanya 8% belanjanasional. Jatah belanja pemda (25%) di Indonesia sebanding denganporsi belanja di negara berkembang dan industri (lihat Gambar 13.2).

Gambar 13.2. Belanja, Pekerjaan dan Porsi Pengumpulan PendapatanMenurut Tingkat Pemerintah

Sumber: Kementerian Keuangan Indonesia, Eckardt dan Shah (2007)

13.2.1. Tanggung Jawab Belanja Pemerintah Daerah

Kebijakan desentralisasi Indonesia memindahkan tanggung jawabatas semua fungsi ke pemerintah daerah, kecuali lima fungsi nasionalkhusus. Menurut UU 22 (1999) dan 32 (2004), pemerintah nasionaltetap memegang kekuasaan atas lima fungsi yang memengaruhi bangsa,

237

Optimalisasi Penyediaan Infrastruktur Publik dan Pelayanan

Page 243: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

yakni hubungan luar negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan danpemberlakuan hukum, keuangan dan makroekonomi, dan urusankeagamaan. Pemerintah subnasional bertanggung jawab atas fungsisisanya. Selain itu, UU 22 (1999) menjabarkan 11 fungsi wajibuntuk pemda (lihat Tabel 13.1). UU 23 (2004) yang telah direvisimenghapus kumpulan penugasan fungsi sisanya ke pemerintah daerah,dan menetapkan hanya 15 fungsi wajib dan sejumlah fungsi dengandiskresi.

Tabel 13.1. Fungsi Wajib Pemerintah Subnasional menurut UU 22/1999dan 32/2004

Sumber: Eckardt dan Shah (2007)

Kebijakan desentralisasi memberikan tekanan utamanya pada tingkatpemerintah ketiga, karena provinsi dianggap sebagai pendorongdisintegrasi politik yang potensial. Dibandingkan dengan pemda, provinsimengemban tanggung jawab yang jauh lebih terbatas, kenyataan yangtercerminkan dalam jatah pendapatan mereka yang lebih kecil. Tingkatprovinsi memiliki peran ganda sebagai pemerintah regional yangberotonomi dan sebagai wakil pemerintah pusat di daerah. Provinsibertanggung jawab utamanya atas fungsi pengawasan dan diharuskancampur-tangan dalam masalah yang memerlukan kerja sama lintas-yurisdiksi. UU 32 (2004) secara jelas memperkuat peran koordinasidari pemerintah provinsi sebagai wakil pemerintah pusat, suatu langkah

238

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

g jFungsi menurut UU 22/1999 Fungsi menurut UU 32/2004 Infrastruktur (pekerjaan umum) Kesehatan Pendidikan Pertanian Komunikasi Industri dan perdagangan Koperasi Administrasi tanah dan penentuan zona Investasi modal Lingkungan Pengembangan pekerjaan

Pengembangan perencanaan dan pengendalian Perencanaan, pemanfaatn dan pengawasan penentuan zona Ketertiban umum Penyediaan infrastruktur dan fasilitas publik Penanganan sektor kesehatan Pendidikan Urusan sosial Pengembangan pekerjaan Fasilitasi pengembangan koperasi serta usaha kecil dan menengah Lingkungan Pertanian Kependudukan dan pencatatan penduduk Urusan administrasi Investasi modal Urusan wajib lain seperti yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan

Page 244: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

yang didasarkan pada anggapan bahwa pengawasan dan pengendalianoleh pusat yang lebih dekat diperlukan agar desentralisasi bisa berfungsisecara efektif.

Dalam praktek, pembagian tanggung jawab tertentu diatur olehsejumlah UU, peraturan menteri dan keputusan menteri sektoral. Untuksebagian besar sektor, tanggung jawab ditanggung bersama olehbeberapa tingkat pemerintah—dengan pemerintah nasional terlibat jugadalam sektor-sektor yang sudah resmi didesentralisasi. Peran nasionaldalam sebagian besar sektor yang ditetapkan mungkin berguna, asalkanperan ini tidak mengembalikan kontrol birokrasi pusat dan fokus tetapdiletakkan pada penyediaan dukungan finansial dan teknis sertapengawasan penyediaan pelayanan. Contohnya, masalah kesetaraanmungkin memerlukan peran nasional yang kuat dalam standarpembiayaan dan pengaturan pelayanan publik dasar, seperti pendidikandan kesehatan. Saat ini, belanja pembangunan (modal) nasional mencapailebih dari 60% dari total pengeluaran pembangunan, termasuk biayauntuk sektor-sektor yang didesentralisasi seperti kesehatan, pendidikandan infrastruktur. Kecenderungan ini menyiratkan bahwa pelaksanaandesentralisasi masih ketinggalan di beberapa sektor.

Eckardt dan Shah (2007) melaporkan bahwa pemda bertanggung-jawab atas sekitar separuh dari total belanja gaji. Dengan desentralisasi,biaya gaji meningkat besar akibat pemindahan pegawai negeri keyurisdiksi pemerintah subnasional. Biaya yang bertambah ini menimbul-kan beban besar pada anggaran pemda. Memang, dalam agregat, sisibelanja dari anggaran pemda didominasi oleh biaya gaji yang mencapaisekitar separuh dari anggaran pemda. Ada banyak variasi di antarapemda-pemda, dengan biaya gaji berkisar mulai 10% hingga 90%tergantung kabupaten/kota. Anggaran lokal di sebagian besar kabupaten/kota lebih condong ke belanja operasional, dan menyisakan hanya sedikitdana untuk belanja modal yang sangat diperlukan. Sebagian besarpelayanan publik memerlukan banyak tenaga kerja, dan banyak jatahgaji dialokasikan untuk menutup biaya pegawai yang menanganipenyediaan pelayanan—termasuk gaji guru, dokter, dan perawatkesehatan. Namun, infrastruktur dasar yang mulai memburuk (misalnya,bangunan sekolah dasar dan peralatan medis) menyiratkan bahwa belanjamodal yang lebih besar mungkin diperlukan untuk menyediakanpelayanan yang bermutu tinggi. Yang terakhir, kurangnya investasi

239

Optimalisasi Penyediaan Infrastruktur Publik dan Pelayanan

Page 245: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

infrastruktur pasti akan membawa ke penurunan mutu dan hilangnyaefisiensi dalam penyediaan pelayanan publik.

13.2.2. Kemampuan Pajak Pemda

Provinsi-provinsi diberi hak atas pajak pendaftaran dan balik-namakendaraan bermotor, serta pajak bahan bakar dan air. Mereka membiayai43,8% belanjanya dari sumber-sumber ini. Selain itu, merekamemperoleh bagi-hasil tertentu dari pajak pendapatan perorangan, pajakminyak dan gas, serta royalti pertambangan dan kehutanan. Bagi-hasilpajak perorangan dan sumberdaya memberikan tambahan pendapatansenilai 24,5%, dan pendapatan lain sekitar 10%, dan kesenjangan fiskalyang tersisa ditutup oleh hibah DAU senilai 21,1% dan hibah DAKsenilai 1,8%. Di tahun 2008, 50% belanja provinsi dibiayai dengantransfer pusat.

Kabupaten/kota memperoleh pajak hotel, restoran, hiburan, iklan,penerangan jalan, pertambangan batu kelas C, parkir dan bea pengguna.Sumber-sumber ini membiayai hanya 6,5% belanja kabupaten/kota.Mereka juga akan segera memperoleh hak atas pajak properti sebagaipendapatan dari sumber sendiri. Selain pajak-pajak ini, mereka menerima17% dari bagi-hasil pajak dari sumber-pendapatan yang sama sepertiuntuk provinsi, 10% pendapatan serba-aneka, dan 61% dari hibah tujuanumum dan 8% dari hibah tujuan khusus. Di tahun 2008, 90% belanjakabupaten/kota dibiayai dengan transfer dari pusat.

13.3. Transfer Pemerintah Pusat di Indonesia: Tinjauan

13.3.1. Ringkasan Transfer Pemerintah Pusat

Transfer pusat merupakan sumber paling penting untuk pemerintahsubnasional di Indonesia. Di tahun 2010, transfer pusat membiayai90% belanja pemerintah subnasional, 54% belanja provinsi, 86% belanjakota dan 93% belanja kabupaten. Transfer utama (hibah keseim-bangan) untuk membiayai belanja provinsi dan lokal disebutkan diTabel 13.2.

240

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 246: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Sumber: Kementerian Keuangan Indonesia

Pajak dengan Bagi-Hasil PajakPemerintah pusat mengumpulkan pajak atas pendapatan perorangan,

properti dan sumberdaya terbarukan dan non-terbarukan, danmengembalikan sesuai asalnya jatah pendapatan yang ditentukan keyurisdiksi penghasil pendapatan. Transfer ini mencapai 25% dari totaltransfer pusat di tahun 2010 dan dipakai untuk membiayai 20% belanjasubnasional.

Kesenjangan Fiskal Vertikal dan HorizontalPemerintah pusat memberikan alokasi dasar untuk upah dan gaji,

serta transfer kesenjangan fiskal (DAU) jika pendapatan suatu yurisdiksilebih rendah daripada kebutuhan belanja yang dihitung dengan indikatormakro. Transfer ini mencapai 56% transfer pusat dan membiayai 46%belanja subnasional.

Hibah Tujuan KhususHibah ini meliputi Dana Alokasi/Khusus (DAK), hibah otonomi

khusus untuk Aceh, Papua dan Papua Barat, penggantian (kompensasi)dana penyesuaian, Dana Insentif Daerah (DID), dan hibah lainnya.DAK ditujukan untuk memengaruhi belanja pemda untuk bidang-bidangyang menjadi prioritas nasional. Hibah ini mencapai 6% transfer pusatdan membiayai 5% belanja subnasional. Penggantian Dana Penyesuaianmemberikan bantuan bersifat khusus—untuk operasional sekolah,tunjangan guru bersertifikat dll. Hibah Otonomi Khusus ditujukan untukmemberikan bantuan khusus pilihan bagi Aceh dan Papua. DID adalah

241

Optimalisasi Penyediaan Infrastruktur Publik dan Pelayanan

Sumber: Kementerian Keuangan Indonesia

TransferJatah Total Transfer di2010

Jatah Total Transfer di2010

Bagi Hasil Pajak 25% 20%

Penutup Kesenjangan (DAU) 56% 46%

Hibah Alokasi Khusus (DAK) 6% 5%

Hibah Tujuan Khusus Lain 13% 10%

Semua 100% 90% (Provinsi: 54%; Kota:86% dan Kabupaten: 93%)

Tabel 13.2. Transfer Pusat-Provinsi/Lokal, 2010

Page 247: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

program hibah kecil yang mencapai kurang dari 1% dari total transferhibah (dan diberikan ke provinsi dan kota yang menunjukkan kinerjabagus terkait pengelolaan keuangan publik, perpajakan, HDI yang lebihtinggi dan relatif terhadap kapasitas fiskal, pertumbuhan ekonomi yangtinggi, dan pengurangan yang tinggi dalam angka kemiskinan,pengangguran, dan inflasi. Transfer hibah sebagian besar dibiayai denganbantuan eksternal, dan dimaksudkan untuk membiayai belanjainfrastruktur subnasional dan pembangunan sosial. Transfer tujuankhusus mencapai total 19% dari transfer pusat di tahun 2010, danmembiayai 15% belanja subnasional (lihat Qibthiyah, 2011).70

13.4. Pajak dengan Pengaturan Bagi-Hasil Pajak di IndonesiaIndonesia menjalankan sistem bagi-hasil pajak per pajak yang rumit

sebagai sumber pendapatan utama, kecuali bea pabean dan pajakpenghasilan korporasi (perusahaan). Bagi hasil pajak (kecuali pajakpenghasilan perorangan, serta minyak dan gas) menyertakanpengembalian sebagian besar pendapatan ke provinsi dan kabupaten/kota asal pendapatan, dengan memakai jatah yang sudah ditetapkanoleh peraturan perundang-undangan.

Untuk pendapatan kehutanan dan pertambangan, pemerintah pusatmendapatkan 20% dan 80% sisanya dibagikan ke provinsi dan pemda—dengan daerah (pemerintah) asal mendapatkan jatah terbesar. Untukperikanan, 80% sisa pendapatan royalti dibagikan ke semua pemda.Sekitar 91% pendapatan pajak properti dibagi bersama dengan memakaikriteria campuran. Pemerintah pusat memperoleh hanya 9% pendapatanpajak properti sebagai biaya penagihan pajak. Hanya 20% pajakpenghasilan perorangan dibagi bersama dengan memakai tempat kerjasebagai kriteria. Selain bagi-hasil pendapatan dari pendapatan pusat,Pemda juga menerima berbagai macam jatah pendapatan dari pajakyang dikumpulkan di tingkat provinsi—pajak kendaraan bermotor, pajakbalik-nama kendaraan bermotor, pajak bahan bakar dan pajak penye-dotan, dan pemanfaatan air tanah.

70 Riatu Qibthiyyah. 2011. Review of Incentives and Sanctions Linked Intergovernmental Transfers.Working paper ADB-INO.TA 7184-Local Government Finance and Governance Reform, Jakarta,Indonesia.

242

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 248: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Sistem bagi-hasil pajak yang dipakai di Indonesia cukup transparandan membuat Pemerintah Indonesia bisa mempertahankan sistem pajakyang harmonis dengan biaya administrasi yang rendah. Meski begitu,sistem ini memiliki beberapa keterbatasan. Untuk sebagian besar pajakyang dibagi, bagi-hasil pokok pajak—dengan provinsi dan pemda yangmemilih untuk mengenakan tingkat pajak tambahan—mungkin bisamenjadi alternatif yang lebih bagus untuk pengaturan saat ini. Bagi-hasil pokok sangat potensial untuk penerapan akuntabiltas lebih besardalam sistem ini, karena pemda harus memberikan dasar pembenaranke parlemen lokal terkait pengenaan tingkat pajak. Jika bagi-hasil pokokpajak tidak dipakai sebagai opsi, maka lebih baik mempertimbangkanpemakaian tempat tinggal wajib pajak sebagai kriteria alokasi pendapatandari pajak penghasilan perorangan. Kriteria seperti ini akan membawake kesetaraan antar-yurisdiksi yang lebih baik, karena memungkinkanmasyarakat pembayar pajak untuk mendapatkan kembali pendapatanini melalui pelayanan publik yang diberikan. Pajak properti riil saat inisedang dipindahkan ke pemda, menjadi pajak murni lokal—pajak denganobyek yang tak berpindah-pindah, yang pemda lebih mengetahui danyang bermanfaat untuk pelayanan lokal. Namun, disarankan untukmemindahkan pajak ini sepenuhnya ke hanya pemda perkotaan. Untukmenyelaraskan pokok pajak dan mempertimbangkan hambatan pemdaperdesaan, keputusan mengenai pokok pajak dan penagihan(pengumpulan) pajak tetap dipertahankan di pusat, tapi tanggung jawabmenentukan tingkat pajak dipindahkan ke pemda.

Kotak 13.1. Bagi-Hasil Pendapatan Sumberdaya Alam: Apa yang IdealKadang Tidak Layak Secara Politik.

S b B d d Sh h (2009) Bi h d Sh h (2011)

Ideal: Semua pendapatan minyak dan gas disimpan dalam dana perwalian warisan (gaya Norwegia) yang dimiliki oleh semua warga negara, tanpa memandang tempat tinggalnya. Aset dari dana ini disimpan untuk selamanya dan tidak bisa diambil, tapi penghasilan modal tersedia untuk pemakaian terkini. Semua warga negara memiliki bagian yang sama dalam dana perwalian ini, dan mereka menerima dividen tahunan dari penghasilan ini, dan sebagian penghasilan dibagikan ke pemerintah-pemerintah.

Solusi terbaik kedua: Sentralisasi pajak sewa sumberdaya yang dibagikan kembali melalui program penyetaraan fiskal oleh pusat. Atau sebagai alternatif, desentralisasi pajak sewa sumberdaya yang disertai dengan program penyetaraan neto antar provinsi, di mana provinsi kaya memberikan kontribusi ke kumpulan dana dan Provinsi miskin mendapatkan pembayaran dari kumpulan dana ini.

Sumber: Boadway dan Shah (2009) serta Bishop dan Shah (2011)

243

Optimalisasi Penyediaan Infrastruktur Publik dan Pelayanan

Page 249: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Bagi-hasil pendapatan sumberdaya merupakan tantangan yang sulitdalam sistem pemerintahan berbagai tingkat, baik kesatuan maupunserikat. Pertimbangan kepaduan politik dan perlindungan lingkunganmemerlukan akses khusus ke pendapatan sumberdaya untuk daerahpenghasil. Kesatuan ekonomi dan sosial memerlukan kepemilikannasional dan bagi-hasil kekayaan sumberdaya. Rezim pajak sewasumberdaya yang didesentralisasi menimbulkan inefisiensi dan ketidak-setaraan fiskal. Inefisiensi fiskal ditimbulkan oleh mobilitas tenaga kerjadan modal untuk mendapatkan sewa sumberdaya yang mengumpul diyurisdiksi kaya sumberdaya, dan ketidaksetaraan fiskal muncul akibatmasyarakat diperlakukan secara berbeda-beda tergantung tempattinggalnya. Tentu saja pajak royalti, bea, pembagian, produksi, hasilakhir dan properti, yang berkaitan dengan bea sumberdaya danlingkungan, bisa dipindahkan ke negara dan pemerintah daerah agarmereka bisa menyediakan pelayanan untuk eksploitasi sumberdaya danpelestarian lingkungan.

Sumberdaya alam di Indonesia, menurut Pasal 18 dan 33 UUD 45,harus menjadi milik bangsa secara keseluruhan. Namun Pasal 18 A (2)memberi Pemerintah Indonesia beberapa keluwesan dalam menjalankanpengaturan bagi-hasil pendapatan. Mengakui ini, bagi-hasil pendapatansumberdaya alam, khususnya pendapatan minyak dan gas, menyebabkanyurisdiksi kaya sumberdaya mengeluh karena mereka harus menanggungbiaya eksploitasi, sedangkan manfaatnya mengumpul di pemerintahpusat. Pengaturan bagi-hasil pajak saat ini mencoba untuk mencarijalan tengah dalam menangani keluhan provinsi penghasil dan tujuankesetaraan nasional. Namun DAU, sebagai hibah penutup kesenjangan,mengabaikan sebagian besar (95% di tahun 2001) jatah provinsipenghasil dan menghapus ini sebagian (63%) untuk kabupaten penghasilsebagai haknya, karena transfer penutup kesenjangan dari pusatberkurang akibat pencantuman persentase pendapatan yang ditentukansebagai bagian kapasitas fiskal.

13.5. Hibah Umum Penutup Kesenjangan

13.5.1. Gambaran Umum DAU

Menurut UU 34 (2004), DAU ditujukan untuk menyeimbangkanpendapatan dan kebutuhan belanja pemerintah subnasional, agar bisa

244

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 250: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

mewujudkan pembiayaan oleh pusat yang proporsional, demokratis,adil dan transparan melalui pertimbangan potensi lokal (kapasitas fiskal)serta kondisi dan kebutuhan lokal. Total kumpulan dana untuk transferini ditentukan secara acak pada 26% dari pendapatan pusat netto daritransfer bagi-hasil pajak di tahun 2011. Sepuluh persen (10%) daritotal kumpulan dana ini dialokasikan ke provinsi dan 90% sisanya kesemua kabupaten dan kota. DAU memberikan alokasi dasar untukmembayar gaji di provinsi, kota dan kabupaten. Sisa dana dialokasikandengan rumus yang menentukan kesenjangan fiskal, berdasarkan padaselisih antara kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal. Faktor rumus untukprovinsi dan kota sama, tapi dikenai bobot yang berbeda (diferensial)akibat sifat khusus alokasi DAU yang memiliki bobot koefisien variasi—yang disebut Indeks Williamson (lihat Tabel 13.3 dan 13.4). DAUmerupakan sumber pendapatan paling besar untuk provinsi dan pemda.

Kapasitas fiskal provinsi ditentukan dengan jalan menambahkanbersama-sama 50% pendapatan (penerimaan) asli daerah, 80% bagi-hasil pendapatan non-sumberdaya, dan 95% bagi-hasil pendapatan pajaksumberdaya dan pertambangan. Kapasitas fiskal pemerintah kota ataukabupaten, sebaliknya, didasarkan pada 93% pendapatan asli daerah,100% bagi-hasil pendapatan pajak non-sumberdaya dan 63% bagi-hasil pendapatan pajak sumberdaya dan pertambangan. Pertimbanganyang dipakai pada sumber pendapatan individual untuk menentukankapasitas fiskal, berbeda-beda dari tahun ke tahun karena bobotditingkatkan untuk mencapai nilai angka tertentu dalam IndeksWilliamson. Tabel 13.3 memberikan pilihan untuk nilai angka indeksselama beberapa tahun terakhir.

Tabel 13.3. Indeks Williamson sebagai Standar Penyetaraandi Indonesia: 2005–2011

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

Provinsi 0,941 0,769 0,975 0,793 0,802 0,836 0,801

Kota/Kabupaten 0,630 0,678 0,699 0,710 0,690 0,718 0,694

Sumber: Kementerian Keuangan, Pemerintah Indonesia

Kebutuhan fiskal provinsi dan kabupaten/kota ditentukan terpisahuntuk setiap kelompok ini, dengan jalan mengembangkan indeks

245

Optimalisasi Penyediaan Infrastruktur Publik dan Pelayanan

Page 251: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

gabungan berdasarkan pada penduduk relatif, daerah relatif, indeksharga konstruksi relatif, kebalikan HDI dan kebalikan PDB per kapitanominal relatif. Bobot untuk faktor-faktor tersebut di atas berbeda-beda antar provinsi dan kabupaten/kota dan seiring waktu untuk setiapkelompok, berdasarkan pada nilai tertentu yang harus dicapai untukIndeks Williamson (lihat Tabel 13.4). Indeks yang dihasilkan dikalikandengan pengeluaran agregat per kapita selama tahun lalu untuk menda-patkan nilai numerik dari komponen kebutuhan belanja. Alokasi DAUuntuk setiap yurisdiksi lalu ditentukan sebagai berikut: [DAU= AlokasiDasar + Kesenjangan Fiskal (Kebutuhan Fiskal minus Kapasitas Fiskal)].

Tabel 13.4. Bobot Indeks Williamson untuk Kapasitas Fiskal danFaktor Kebutuhan Belanja dalam Alokasi DAU (%)

Sumber: Kementerian Keuangan, Pemerintah Indonesia

13.5.2. Evaluasi – DAU

Indonesia memakai sistem pajak yang sangat tersentralisasi, dimana pemerintah pusat bertanggung jawab atas pengumpulan 95%pendapatan. Ini dilakukan untuk harmonisasi pajak, membatasi

246

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 252: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

perbedaan dalam kapasitas fiskal subnasional dan mengurangi biayaadministrasi. Ini menimbulkan kesenjangan fiskal vertikal yang besar(hampir 90%), yang ditutup oleh bagi-hasil pendapatan dan transfer.Bagi-hasil menurut asalnya—walau mengurangi kesenjangan fiskalvertikal—memperburuk ketidaksetaraan fiskal horizontal. DAU adalahprogram transfer berbasis rumus yang obyektif. Dana ini memberipenggantian sebagian untuk gaji pegawai negeri, dan mencoba mem-batasi sebagian perbedaan kapasitas fiskal antar yurisdiksi, melaluifokus pada pengurangan variasi dalam alokasi transfer daerah sepertiyang dihitung dengan bobot koefisien variasi. Ini menghasilkanpengurangan dalam keseluruhan tingkat ketidaksetaraan, danmenimbulkan pembagian-ulang (redistribusi) beberapa pendapatan keprovinsi, kota dan kabupaten. Namun program terkini memiliki beberapaketerbatasan penting.

Pendekatan Umum Menimbulkan Ketidakmerataan FiskalMasalah terpenting adalah bahwa program tersebut menyetarakan

yurisdiksi-yurisdiksi yang memiliki tanggung jawab dan karakteristikyang berbeda-beda. Ini memang benar jika anda mengelompokkan daerahmetropolitan, kota dengan berbagai ukuran penduduk, dan kota perdesaanatau kabupaten dengan wilayah geografis yang berbeda-beda, sepertiyang dilakukan dalam program saat ini. Ini melanggar aksioma transferyang mendasar bahwa ‘satu ukuran tidak cocok untuk semua.’Mahkamah Konstitusi Indonesia, dalam kasus Sulawesi Selatan yangterjadi sebelumnya, memutuskan bahwa ”perlakuan yang seragam untukberbagai macam entitas menyebabkan ketidakadilan.” Memang ini adalahparodi keadilan jika kota kecil dengan penduduk kecil, seperti Puncha,dianggap memiliki kebutuhan dan kapasitas fiskal yang sama dengankota besar seperti Bandung. Atau untuk masalah ini, daerah kabupatenyang secara geografis kecil di Tangaron memiliki pendapatan dankebutuhan belanja yang sama, jika dibandingkan dengan daerahkabupaten yang besar di Tangaron.

Program yang ada mengabaikan kapasitas fiskal atau kebutuhanfiskal dari kota-kota dengan ukuran dan kelas yang berbeda; programini menganggap bahwa mereka semua memiliki kebutuhan per kapitayang sama dan sumber pendapatan tambahan di luar faktor yang jelasdipertimbangkan dalam rumus. Jika kita melihat keuangan lokal di

247

Optimalisasi Penyediaan Infrastruktur Publik dan Pelayanan

Page 253: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

negara-negara lain, maka ada variasi besar yang bisa dibenarkan dalampendapatan per kapita dan pengeluaran dari daerah-daerah denganberbagai ukuran dan antara daerah perkotaan dan perdesaan, mengingatkeragaman kebutuhan, pilihan dan tanggung jawab. Menyetarakan apayang tidak setara menimbulkan ketidakadilan bagi semua. Kita tidakmungkin memiliki standar, tingkat akses dan keragaman pelayananyang sama di kabupaten yang kecil, jika dibandingkan dengan kotabesar.

Pendekatan Rumit Untuk PemerataanMasalah penting kedua berhubungan dengan pilihan indeks

Williamson sebagai standar penyetara. Sebagian besar negara industrimemakai standar yang sederhana, transparan dan jelas untuk mencapaikonsensus politik dan sosial umum mengenai keseluruhan nilaipembayaran penyetaraan. Ini penting karena program penyetaraan bisamenimbulkan pertukaran efisiensi dan kesetaraan. Standar penyetaraanyang berlebihan bisa menimbulkan dampak buruk pada pertumbuhan,demikian juga penyetaraan yang terlalu kecil bisa menimbulkan potensipenggantian. Memang standar penyetaraan berbeda-beda dari segipenekanan relatif pada penyetaraan kapasitas fiskal versus kebutuhanfiskal, tapi semua memainkan beberapa peran dalam memastikan bahwatingkat penyediaan pelayanan yang cukup sebanding diberikan dengantingkat beban pajak yang juga sebanding di semua yurisdiksi, untukmenjamin kesatuan politik dan ekonomi.

Pusat fokus program penyetaraan adalah untuk membantu yurisdiksiyang tidak diuntungkan memperoleh standar pelayanan publik yangsebanding, agar mereka bisa terpadu dengan ekonomi yang lebih luas.Indonesia unik dalam memilih kriteria statistik yang rumit—koefisienvariasi yang dipertimbangkan atau Indeks Williamson—sebagai standarpenyetaraan. Pilihan ini tidak menguntungkan karena membawakerumitan dan memperkeruh transparansi alokasi kriteria. Selain itu,Indeks Williamson relatif lebih peka terhadap pengaruh dari luar.Contohnya, pembagian-ulang (redistribusi) pendapatan bisa dilakukanantar dua quintile teratas, dan mendapatkan nilai terendah IndeksWilliamson walau mungkin tidak ada redistribusi penting ke quintiletermiskin. Penggunaannya untuk menentukan bobot faktor sangatmengkhawatirkan, karena berbagai distribusi bobot komponen bisa

248

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 254: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

menghasilkan indeks yang sama. Pemakaian indeks ini untuk menentukanbobot faktor membawa ketidakpastian dan ketidaksetaraan dalam alokasikarena tanpa perubahan material dalam kebutuhan dan faktor kapasitas,perubahan dalam bobot, pemakaian ini bisa mengubah alokasi transferke semua yurisdiksi. Dalam konteks negara berkembang, kerumitankadang disebut sebagai cara untuk menjauhkan politik, karena pembuatkebijakan mungkin tidak sepenuhnya memahami keterbatasan desainyang rumit dan mungkin menahan api. Program Indonesia tidak bisadibenarkan dengan dasar ini. Seperti ditunjukkan di Tabel 13.3, walaupembuat kebijakan mungkin tidak mengerti cara kerja indeks sepertiini, tapi mereka tidak berhenti memaksakan pilihan variasi lebih tinggidalam ketidaksetaraan di tahun berikutnya, jika alokasi yang dihasilkanmembawa ke hasil yang lebih memuaskan untuk yurisdiksi yang menjadiperhatian mereka.

Kesalahan Pandangan Kapasitas FiskalMasalah ketiga berkaitan dengan cara kapasitas fiskal diukur.

Berbagai sumber pendapatan diberi bobot yang acak dan berbeda-bedauntuk provinsi dan kabupaten/kota, dan pendapatan dari DAK tidakdicantumkan. Ini memberikan pandangan yang salah tentang kapasitasfiskal berbagai yurisdiksi.

Mengendurkan Upaya Pajak LokalPemakaian pendapatan aktual, kebalikan dari pendapatan yang

mungkin diperoleh, menimbulkan dampak yang mengendurkan usahapajak. Setiap peningkatan dalam usaha pajak sendiri selalu diikuti denganpenurunan dalam hak atas DAK.

Merusak Perjanjian dengan Daerah Otonomi KhususPemerintah Indonesia telah menandatangani perjanjian khusus

dengan Aceh, Papua, dan Papua Barat, dan memberi mereka jatahpendapatan sumberdaya yang lebih besar melalui sistem bagi-hasil pajak.DAU memberikan sebagian besar pendapatan ini dengan jalanmencantumkan 95% pendapatan sebagai peningkatan dalam kapasitasfiskal untuk provinsi dan 63% untuk kabupaten dan kota.

249

Optimalisasi Penyediaan Infrastruktur Publik dan Pelayanan

Page 255: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Biaya Pegawai NegeriAlokasi dasar membiayai gaji sektor publik. Ini mendorong

peningkatan jumlah daftar gaji. Perilaku yang buruk ini dicegah olehpusat melalui pengendalian rekrutmen dan penempatan staf, tapi inibisa mengikis otonomi daerah untuk mempekerjakan, memecat danmenentukan persyaratan kerja untuk pegawai daerah. Ini juga mengikatpemda pada kebijakan pemerintah pusat, dan menghilangkan doronganyang mereka miliki untuk mencoba paradigma pengelolaan publik yangbaru melalui pengaturan kontrak atau kemitraan di dalam dan di luarlembaga pemerintah. Ringkasnya, penggantian gaji menimbulkan reziminsentif dan akuntabilitas yang bertentangan dengan pemerintahan (tata-kelola) lokal yang bagus.

Indikator Kebutuhan Fiskal yang Tidak TepatDi luar alokasi dasar, penentuan kebutuhan belanja berbasis rumus,

seperti yang dilakukan di Indonesia, memiliki beberapa keterbatasan.Pendapatan per kapita regional dipakai dua kali sebagai faktor kebutuhan—PDB per kapita riil yang disesuaikan untuk kesamaan daya belidalam pembentukkan HDI—dan PDB per kapita nominal secara lebihlangsung. Penghasilan per kapita regional adalah ukuran kapasitas fiskalyang tidak sempurna, tapi bukan ukuran kebutuhan fiskal yang sangatberguna. Pencantuman PDB berbasis sumberdaya dan pertambanganke dalam kedua konsep penghasilan tersebut memperbesar kapasitasfiskal yurisdiksi lokal yang kaya sumberdaya, walau banyak bagianpenghasilan ini mungkin mengumpul di orang asing atau orang yangtidak tinggal di yurisdiksi tersebut. Pencantuman ini juga merusakperjanjian otonomi khusus yang dibuat dengan provinsi-provinsi yangkaya sumberdaya. Selain itu, yurisdiksi lokal mungkin memiliki aksesyang terbatas untuk mengenakan pokok-pokok pajak ini, seperti yangterjadi di Indonesia.

Penentuan kebutuhan belanja memakai faktor kapasitas fiskal danfaktor kebutuhan fiskal, yang bekerja untuk tujuan yang saling-silang.Bukannya penduduk dan daerah, indikator yang dipakai tidak atauhanya memiliki sedikit hubungan dengan kebutuhan pelayanan. Jugaada berbagai hierarki kerancuan dalam menentukan bobot faktor relatif.Indeks HDI memakai bobot acak untuk harapan hidup, tingkat melek-huruf dan rata-rata tahun bersekolah serta PDB per kapita. Indeks

250

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 256: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Williamson terbukti acak karena berbagai distribusi bobot relatifbisa membawa ke nilai indeks yang sama. Pemakaian indeksWilliamson untuk menentukan bobot faktor rumus juga menimbulkankerumitan, nontransparansi, ketidakpastian dan ketidakadilan dalamalokasi individual. Hak setiap yurisdiksi bisa berubah-ubah dari tahunke tahun dan relatif terhadap lainnya tanpa dasar pembenaran yangjelas.

Keputusan PenggabunganRumus komponen penentuan kebutuhan belanja juga bersifat non-

netral terkait penggabungan dan keputusan pencantuman. Penggabunganyurisdiksi yang ada membuat transfer pusat menjadi lebih kecil untukyurisdiksi yang bergabung dan menimbulkan terpecah-pecahnya jatahyurisdiksi yang ada (dipandang dari segi transfer pusat per kapita yanglebih tinggi) (lihat Tabel 13.5). Tidak mengherankan, tiga provinsi barudibentuk dan jumlah kabupaten/kota menjamur dari 336 di tahun 2001menjadi 502 di tahun 2010.

Tabel 13.5. Alokasi DAU yang Ada Menyebabkan FragmentasiYurisdiksi

Alokasi yang Tidak Adil, dan RumitRingkasnya, pendekatan penutupan kesenjangan tidak seharusnya

rumit, tidak transparan, dan memakai pendekatan makro yang tidakmemiliki landasan yang bagus dalam realita lokal untuk memastikankesetaraan antar yurisdiksi. Pendekatan ini juga menimbulkan strukturinsentif dan akuntabilitas yang tidak kondusif untuk pemerintahan lokalyang bertanggung jawab, peka, adil dan akuntabel. Alternatif lebihsederhana seperti yang dijelaskan di paragraf berikut bisa meningkatkanefisien dan kesetaraan mekanisme transfer ini.

251

Optimalisasi Penyediaan Infrastruktur Publik dan Pelayanan

Sumber: Marwanto Harjowiryono (2011)

Provinsi Jumlah Kab/Kota -

2001

Jumlah Kab/Kota

-2011

Total DAU Kab/kota -2001

(miliar Rp)

Total DAU Kab/kota -

2011 (miliar Rp)

% Perubahan dalam DAU: 2001-2011

Kalteng 6 14 0,9 5,5 528%

Yogyakarta 5 5 0,9 2,7 216%

Page 257: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

13.5.3. Alternatif Penyederhanaan DAU

Berikut ini diberikan tiga pilihan alternatif untuk reformasi DAU.Unsur-unsur bersama dari ketiga alternatif ini adalah:

• Satu ukuran tidak cocok untuk semua. Pemda harus dikelom-pokkan, atau digabungkan, menurut ukuran penduduk, wilayahdan kelas pemerintah daerah;

• Rumus yang dipakai harus berlaku untuk waktu lima tahun,dan perubahan sementara tidak diperbolehkan;

• Rumus harus memiliki batas atas dan batas bawah agar haktahunan tetap stabil dan bisa diramalkan;

• Indek Williamson harus digantikan dengan rata-rata nasional(menurut ukuran dan kelas) untuk penutupan kesenjangan ataustandar penyetaraan. Kumpulan dana (pool) bisa disesuaikandengan keterjangkauan (affordability) dan alokasi yangditentukan oleh standar; dan

• Penutupan kesenjangan atau penyetaraan harus ditentukan olehukuran dan kelas Pemda, dan mungkin hibah per kapita yangadil untuk desa.

Pengukuran kapasitas fiskal harus didasarkan pada pendapatanyang mungkin diperoleh plus jatah pajak dan transfer lain serta 50%pendapatan sumberdaya; dan pengukuran kebutuhan fiskal harusmembuang penggantian gaji (alokasi dasar), pemakaian indeks HDI(Human Development Index), Indeks Williamson dan indeks-indekslain. Sebagai gantinya, pertimbangkan pengukuran kebutuhan berdasar-kan pada penduduk pelayanan/penerima untuk setiap kategori pelayanan.

13.5.4. Alternatif 1: Mengembangkan Sistem Sederhana

Untuk menyederhanakan DAU dan meletakkannya dalam kontekskomparatif lokal, kita perlu mengelompokkan pemda. Salah satualternatif untuk ini adalah mengelompokkan menurut kelas ataukumpulan berikut ini:

• Provinsi—satu kelompok: P1, tidak termasuk Jakarta;• Kota—5 kelompok: C1 dengan penduduk di atas 1 juta; C2

dengan penduduk antar 500 ribu hingga 1 juta; C3 denganpenduduk antara 100 dan 500 ribu; C4 dengan penduduk 50–100 ribu; dan C5 dengan penduduk di bawah 50 ribu; dan

252

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 258: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

• Kabupaten—4 kelompok: D1 dengan wilayah yang sangat luas—seperempat pertama; D2 dengan wilayah yang luas—seperempat kedua; D3 dengan wilayah yang sedang—seperempatketiga; dan D4 dengan wilayah yang kecil —seperempat terkecil;dan sebagai catatan: kabupaten perkotaan, yang menjadi bagiankota metropolitan besar, harus diperlakukan layaknya kota dandikelompokkan dengan kota.

Kapasitas fiskal dan kebutuhan fiskal dihitung dengan cara berikutini. Kapasitas fiskal ditetapkan sebagai menyertakan pendapatanpotensial (yang mungkin diperoleh) dari sumber sendiri (PAD), rata-rata usaha pajak kelompok yurisdiksi untuk pokok pajak sendiri plusjatah dan transfer pajak (DBH Pajak); plus pendapatan potensial darisumberdaya alam (DBH SD) plus hibah-hibah lain. Cara mudah untukmenghitung pendapatan asli daerah yang potensial adalah denganmemakai (mengenakan) rata-rata nasional tingkat pajak efektif padaPDB lokal non-sumberdaya. Pendapatan sumberdaya yang potensialdihitung dengan cara yang sama, dengan jalan memakai rata-rata tingkatpajak sumberdaya efektif pada hanya PDB yang berbasis sumberdayalokal. Karena ketidakstabilan pendapatan sumberdaya, kebutuhan belanjapublik yang lebih tinggi dan berkaitan dengan eksploitasi sumberdayadan sifat beberapa sumberdaya yang bisa habis, maka hanya 50%pendapatan sumberdaya yang harus dihitung terhadap kapasitaspendapatan daerah yang kaya sumberdaya. Pendapatan dari hibah tujuankhusus juga harus dicantumkan seluruhnya. Hibah modal dan pinjamanyang disisihkan untuk proyek tertentu atau untuk membiayai kekuranganinfrastruktur yang ditentukan oleh pusat, tidak disertakan dalampenghitungan ini.

Kebutuhan fiskal dihitung untuk sistem belanja representatif darisekitar 10 fungsi atau kurang, yang mencakup sebagian besar belanjaoperasional lokal. Sistem belanja ini dibeda-bedakan menurut ukurandan kelas pemda dan memiliki indikator penduduk-pelayanan sebagaipenentu (determinan). Pertimbangan didasarkan pada agregat belanjapemda untuk fungsi tertentu, berdasarkan pada 3 atau 5 tahun rata-ratabergerak kelompok. Tabel 13.6–13.8 memberikan contoh fungsi belanja,indikator pelayanan dan bobot yang berdasarkan hanya pada belanja2008.

253

Optimalisasi Penyediaan Infrastruktur Publik dan Pelayanan

Page 259: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

254

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Tabel 13.7. Kompensasi Kebutuhan Fiskal DAU:Alternatif–Kota (c1..5)

Sumber: Penulis

Tabel 13.6. Kompensasi Kebutuhan Fiskal DAU:Alternatif–Provinsi

Sumber: Penulis

Page 260: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Tabel 13.8. Kompensasi Kebutuhan Fiskal DAU: Alternatif –Kabupaten (D1...D4)

Sumber: Penulis

Penyempurnaan yang disarankan untuk sistem DAU yang adamenawarkan banyak peningkatan untuk program ini. Saran-sarantersebut akan membawa ke penerapan indikator yang lebih sederhana,bermakna dan mudah dipahami. Penentuan alokasi menurut kelompokakan memberikan perlakuan yang adil. Bobot faktor akan bersifatobyektif dan stabil karena ditentukan dengan jalan mengambil rata-ratabergerak dari agregat pengeluaran per kelompok secara keseluruhan.Penyetaraan kebutuhan akan menjadi lebih jelas dan transparan.Kumpulan dana (pool) dan alokasi akan ditentukan oleh rumus. Namun,total kumpulan dana bisa terhambat oleh keterjangkauan (affordability).Meskipun begitu, desain yang ditawarkan masih memiliki satukekurangan—penggantian kesenjangan fiskal tak-bersyarat memperkuatotonomi tapi tidak memiliki akuntabilitas terhadap warga lokal. Alternatifkedua juga memiliki kekurangan ini, tapi mengubah program ini dariprogram seperti saat ini menjadi program penyetaraan.

13.5.5. Alternatif 2: Mengembangkan Pendekatan KeseimbanganFiskal yang Komprehensif

Penghitungan kapasitas fiskal dan belanja perlu mengikutipendekatan yang sama seperti dalam pendekatan penutupan kesenjanganyang dijelaskan di atas. Namun kelebihan atau kekurangan dalam

255

Optimalisasi Penyediaan Infrastruktur Publik dan Pelayanan

Page 261: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

kapasitas fiskal per kapita dan kebutuhan belanja per kapita, dihitungdengan mengacu ke standar penyetaraan umumnya atau lainnya.Yurisdiksi dalam posisi kekurangan netto akan menerima pembayaranpenyetaraan dari pusat, yang sebanding dengan kekurangan neto yangdihitung setelah mempertimbangkan posisi neto terkait kapasitas dankebutuhan. Alternatif ini memiliki kelebihan yang jelas karenamenyertakan standar penyetaraan yang jelas untuk menentukan totalkumpulan dana dan distribusinya. Kekurangan alternatif ini ada dalamdeterminan yang rumit dan kontroversial untuk penyetaraan kebutuhanbelanja, seperti yang dilakukan di Australia.71

13.5.6. Alternatif 3: Pendekatan Hampir Ideal

Dalam opsi ini, penyetaraan kapasitas fiskal mengikuti pendekatanyang sama seperti dalam alternatif nomor dua. Namun penggantianbelanja dilakukan melalui transfer operasional berbasis hasil-akhir untukpelayanan publik yang bermutu, dimana alokasi didasarkan pada jatahpenduduk-pelayanan tanpa kebersyaratan (conditionality) dalam belanja.Sebagai gantinya, persyaratan yang dibuat khusus dikenakan ke kinerjapenyediaan pelayanan, terkait akses dan mutu pelayanan, untuk satuyurisdikasi dan penyedia demi kelanjutan program hibah. Desain untuktransfer seperti ini dijabarkan dalam bagian sebelumnya. Selain transferoperasional ini, perlu memiliki hibah modal dan program akses pasarmodal untuk menangani kekurangan infrastruktur, seperti dibahas dalambagian berikut. Alternatif ini akan menyederhanakan penentuan kumpulandan alokasi dana hibah. Tapi kelebihan penting dari alternatif ini adalahbahwa alternatif ini akan menjaga otonomi lokal, sambil meningkatkanakuntabilitas terhadap warga pemda.

13.6. Evaluasi Dana Alokasi Khusus (DAK)

13.6.1. DAK: Tinjauan Umum

Menurut UU 33 (2004), tujuan utama hibah ini adalah untukmembiayai, di daerah terpilih, kebutuhan infrastruktur untuk pelayanan

71 A. Shah, 2004. ”The Australian Horizontal Fiscal Equalization Program in the International Context.”Presentation at the Heads of the Australian Treasuries (HOTS) Forum, Canberra, September 22, andthe Commonwealth Grants Commission, Canberra, September 23.

256

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 262: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

publik dasar yang menjadi prioritas nasional, tapi hibah ini tetapdianggap sebagai tanggung jawab pemerintah daerah. Tujuan lain yangditetapkan adalah untuk memberikan bantuan khusus ke daerah tertentuuntuk mempercepat pembangunan daerah dan mewujudkan prioritasnasional. Pemda dengan kapasitas fiskal di bawah rata-rata diharapkanmendapatkan prioritas lebih tinggi untuk membiayai kekuranganinfrastruktur mereka. Dana DAK disisihkan untuk membiayai hanyapengeluaran modal, dan biaya operasional dianggap tidak memenuhisyarat untuk memperoleh pembiayaan hibah. DAK adalah programhibah pendamping dengan ujung tertutup, yang mensyaratkan bahwaminimum 10% dari total biaya proyek harus disediakan dengansumberdaya penerima sendiri. Dana pendamping dianggap perlu untukmenjamin kepemilikan lokal terhadap proyek. Di tahun 2011, pemerintahpusat menetapkan 19 bidang prioritas nasional untuk bantuan DAK.Ini meliputi: pendidikan, kesehatan, infrastruktur jalan, infrastrukturair bersih, infrastruktur sanitasi, infrastruktur pemerintahan, urusankelautan dan perikanan, pertanian, lingkungan, keluarga berencana,kehutanan, infrastruktur di daerah tertinggal, fasilitas perdagangan, listrikmasuk desa, perumahan dan permukiman, keamanan angkutan darat,angkutan perkotaan, dan infrastruktur daerah perbatasan.

Alokasi bantuan DAK didasarkan pada tiga set kriteria: kriteriaumum, kriteria khusus dan kriteria teknis. Kriteria umum yang ditetapkanoleh Menteri Keuangan menentukan posisi fiskal kabupaten tertentu—relatif terhadap rata-rata neto nasional (neto gaji dan uang saku sektorpublik). Semua kabupaten dengan posisi fiskal neto di bawah rata-ratamemenuhi syarat untuk menerima bantuan DAK. Kriteria khususditujukan untuk memberikan akses pilihan ke pemda di Papua danPapua Barat, daerah pantai dan pulau, daerah yang berbatasan dengannegara lain, daerah khusus keamanan pangan atau pariwisata, daerahrawan bencana, dan daerah tertinggal. Kementerian utama terkaitmenetapkan kriteria khusus ini.

Peraturan tidak memberikan pedoman tertentu terkait berapaproporsi dana DAK yang harus disediakan untuk memenuhi kriteriakhusus ini. Kriteria teknis ditentukan oleh instansi utama, melaluikonsultasi dengan Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeridan Bappenas. Kriteria ini berisi sekumpulan indikator makro, terkaitpelayanan, administratif dan kebutuhan. Contohnya, untuk pendidikan,

257

Optimalisasi Penyediaan Infrastruktur Publik dan Pelayanan

Page 263: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

indikator ini meliputi untuk sekolah dasar: total jumlah kelas, danjumlah kelas yang rusak sedang atau parah. Untuk sekolah menengahpertama: jumlah kelas, peringkat kebutuhan rehabilitasi fisik darirendah, sedang dan tinggi, kebutuhan perpustakaan, kebutuhan peralatanlaboratorium, mata pelajaran yang diberikan, serta alat dan bukubahasa.

Untuk pelayanan kesehatan, indikator dicantumkan untuk menutuppelayanan dasar, kebutuhan obat generik, fasilitas farmasi, dan pelayananrujukan. Indikator pelayanan dasar meliputi: indeks pembangunankesehatan masyarakat (10%), indeks wilayah (10%), indeks penduduk(5%), indeks rasio kesehatan kecamatan (10%), indeks rasio poskesdes(20%), indeks puskesmas (35%) dan indeks peningkatan pusat kesehatan(15%).

Untuk jalan, indikatornya meliputi: panjang jalan, kondisi jalan,wilayah, penduduk, jatah belanja modal dari total anggaran, belanjajalan dan ketepatan waktu pelaporan.

Untuk menentukan kondisi memenuhi syarat bagi alokasi DAK,persyaratan pertamanya adalah memiliki indeks fiskal yang kurang darisatu. Persyaratan kedua adalah bahwa indeks gabungan kriteria khususdan fiskal, yang memakai bobot yang setara, harus lebih besar darisatu. Ketiga, indeks gabungan kriteria fiskal, khusus dan teknis haruslebih besar dari satu, dimana dua indeks pertama menerima separuhdan kriteria teknis menerima setengah dari total bobot. Ternyata hampirsemua kabupaten memenuhi syarat untuk akses DAK dengan memakaiproses ini. Di tahap kedua, indeks gabungan baru dikembangkan yangmenempatkan bobot 20% pada indeks gabungan kriteria khusus danfiskal, dan 80% pada indeks kriteria teknis. Jadi, walau total kumpulanDAK dan alokasi ke berbagai sektor bersifat acak, tapi alokasi kekabupaten dan provinsi ditentukan oleh rumus.

13.6.2. DAK: Evaluasi

Hibah modal DAK dimaksudkan untuk memberikan bantuan untukdua bidang umum: untuk menangani infrastruktur, termasuk kekuranganstruktur administratif dalam kaitannya dengan standar pelayananminimum yang tidak ditentukan untuk pelayanan publik prioritas danpengelolaan bencana; dan untuk memberikan bantuan modal ke daerahtertentu. Kedua tujuan ini layak dipuji dan berujung tertutup.

258

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 264: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Menyesuaikan hibal modal adalah alat yang tepat untuk tujuan ini,asalkan dana tersedia untuk pemeliharaan fasilitas nantinya. Denganjalan menangani kekurangan infrastruktur di yurisdiksi yang miskin,hibah-hibah ini memperkuat kesatuan ekonomi karena menciptakan arenabermain yang adil bagi daerah miskin untuk bersaing memperebutkantenaga kerja dan modal, sambil menyatu dengan ekonomi yang lebihluas.

Hibah ini memungkinkan yurisdiksi dengan atau tanpa akses kekeuangan pasar modal untuk membangun aset berumur panjang dan,dengan demikian, membangun kapasitas ekonominya agar tidak terlalutergantung pada hibah. Berkaitan dengan argumentasi infrastruktur,hibah ini mungkin penting untuk meningkatkan kapasitas pemda dalammenyediakan pelayanan publik. Penyediaan pelayanan publik padatingkat yang bisa diterima memerlukan aset fisik dan manusia. Yangdisebut terakhir meliputi perolehan keterampilan tertentu danpengembangan keahlian manajemen dan administrasi. Beberapa dari inidatang bersama pelatihan dan beberapa lainnya dengan pengalaman.Dalam kasus manapun, belanja sekali-habis yang besar akan diperlukanuntuk mengembangkan kapasitas pembuatan keputusan pemda, jikakapasitasnya masih terbatas. Setelah kekurangan modal manusia danfisik ditangani, maka kapasitas pemda dalam menyediakan pelayananpublik akan dijalankan dengan landasan yang berkelanjutan.

Agar hibah modal efektif, hibah ini harus mencantumkan perspektifperencanaan. Perencanaan pusat dan kementerian utama harusmemetakan seluruh negeri untuk menentukan kekurangan di daerah,yang berkaitan dengan standar minimum nasional dalam infrastrukturdasar untuk pelayanan yang lebih bagus. Jika perspektif ini tidak ada,maka hibah modal yang ditentukan secara ad hoc dan proyek perproyek akan menjadi sumber politik jual janji. Indonesia di masa lalu(pra-2000), di bawah transfer Inpres, mencantumkan perspektifperencanaan ini ke dalam hibah saat menentukan standar minimumnasional untuk akses ke sekolah dasar (yang disyaratkan harus beradadalam jarak yang bisa ditempuh dengan jalan kaki oleh masyarakatpenerima) di seluruh negeri. Pemerintah membantu pembangunansekolah, dan pemda menyediakan lahan untuk sekolah. Program inisangat efektif untuk menangani kekurangan infrastruktur. Afrika Selatanbereksperimen dengan hibah modal berbasis rumus untuk menangani

259

Optimalisasi Penyediaan Infrastruktur Publik dan Pelayanan

Page 265: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

kekurangan infrastruktur, sambil menyertakan perspektif perencanaandengan keberhasilan yang terbatas. Rumus Hibah Infrastruktur Kotamenyertakan pembagian vertikal dan horizontal. Pembagian vertikalmengalokasikan sumberdaya ke sektor atau bidang prioritas lain;pembagian horizontal ditentukan berdasarkan pada rumus yangmempertimbangkan kemiskinan, kekurangan, dan kekuasaan serta fungsikota. Rumus ini memiliki lima komponen:

• Infrastruktur hunian dasar, termasuk infrastruktur baru danrehabilitasi infrastruktur yang ada (75%). Alokasi yangproporsional diberikan untuk air bersih dan sanitasi, listrik,jalan, dan ‘lainnya’ (penerangan jalan dan pembuangan sampah);

• Infrastruktur pelayanan publik kota, termasuk pembangunaninfrastruktur baru dan rehabilitasi infrastruktur yang ada (15%);

• Lembaga sosial dan infrastruktur usaha kecil (5%);• Kota pusat (5%); dan• Penyesuaian akhir: penyesuaian ke arah bawah atau atas

dilakukan berdasarkan pada kinerja yang lalu dari setiap kota,relatif terhadap persyaratan hibah.

Di sebagian besar negara, termasuk India, AS dan program DAKsaat ini di Indonesia, perspektif perencanaan tidak ada, sehinggamembahayakan pencapaian tujuan. Pengalaman dengan hibah modalyang ditentukan dengan rumus atau ad-hoc menunjukkan bahwa hibahini sering dipakai untuk membangun fasilitas, yang kemudian tidakdirawat oleh pemerintah subnasional yang masih belum yakin akankegunaannya atau mungkin kekurangan sarana untuk perawatanberkala.

Hibah modal seperti ini banyak dipakai di negara berkembang danekonomi transisional. Sebagian besar negara memiliki proses yang rumituntuk mengawali dan menyetujui penyerahan pembiayaan proyekpenting. Proses ini sangat rentan terhadap pengaruh melalui lobby,tekanan politik dan manipulasi penyaluran hibah (grantsmanship), danproses ini lebih menyukai proyek yang memberikan kejelasan yanglebih besar bagi pemerintah pusat. Umumnya proyek kekuranganpartisipasi masyarakat dan pemangku kepentingan, dan sering gagalkarena kurangnya kepemilikan, minat dan pengawasan lokal. Melihatkesulitan seperti ini, mungkin cara paling baik adalah membatasi

260

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 266: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

pemakaian hibah modal, dengan jalan mensyaratkan dana pendampingdari penerima (yang berbanding terbalik dengan kapasitas fiskal unitpenerima) dan menumbuhkembangkan partisipasi sektor swasta melaluijaminan politik dan risiko kebijakan sesuai keperluan. Untukmempermudah partisipasi sektor swasta, manajer publik harus melaku-kan telaah teknis untuk memastikan bahwa sektor swasta tidak lari saatproyek sedang dilaksanakan.

DAK menjauhkan politik dengan jalan mengembangkan proses yangobyektif dan ketat untuk pemenuhan syarat dan alokasi dana DAKtapi, saat dilaksanakan, kompromi sering dibuat terkait tujuan programhibah seperti dibahas di bawah ini.

Tujuan DAK dan Ketentuan Pemenuhan PersyaratanTujuan DAK memerlukan perspektif perencanaan yang rinci dari

pusat, untuk menentukan kondisi memenuhi-syarat (eligibilitas)berdasarkan pada standar minimum nasional. Karena itu, indikatorkapasitas fiskal yang dipakai saat ini mungkin tidak tepat. Dalamsetiap kasus, indikator fiskal yang dipakai sangat tidak akurat, karenaindikator ini adalah rasio pendapatan yurisdiksi terhadap rata-ratapendapatan nasional tanpa penyesuaian dengan penduduk, ukuran ataukelas pemda. Jadi yurisdiksi yang lebih kecil menjadi memenuhi syaratdan yurisdiksi yang lebih besar tidak, tanpa memandang kemampuanuntuk membiayai proyek dari sumber sendiri atau akses ke pasarmodal. Sebaliknya, kriteria khusus sudah tepat mengingat kebutuhanhukum. Namun bidang ini lebih baik ditangani melalui program hibahterpisah. Kriteria teknis DAK merupakan campuran indikator yangberguna dan tidak, yang ditentukan secara ad hoc. Kriteria teknisseharusnya berpedoman pada prioritas nasional yang ditentukan olehpusat. Sesuai bidang, kriteria ini dimaksudkan untuk menjalankan standarnasional.

Kepemilikan lokalCara DAK menetapkan persyaratan dana pendamping sudah benar,

untuk memupuk rasa kepemilikan lokal terhadap fasilitas yang dibangundengan dana hibah. Namun penerapan hibah ini tidak menunjukkankejelasan terkait tingkat dana pendamping. Akan sangat berguna jikakriteria yang jelas dijalankan terkait apa bentuk dana pendamping yang

261

Optimalisasi Penyediaan Infrastruktur Publik dan Pelayanan

Page 267: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

seharusnya—yang saat ini bervariasi antara 10% hingga 90% tergantungkapasitas fiskal relatif (pendapatan potensial) dari yurisdiksi dalamukurannya sendiri. Sebagai bagian dari strategi ini, yurisdiksi yanglebih besar dan kaya harus diberi bantuan untuk mengakses pasarmodal, bukan keuangan hibah.

Perencanaan Jangka PanjangProgram DAK telah tumbuh menjadi pendekatan pohon natal, yang

memberikan hadiah pembiayaan tahunan yang menyedihkan ke semuayurisdiksi untuk 19 pelayanan. Seharusnya program ini memberikanperspektif perencanaan jangka panjang dan ketersediaan dana untukjangka menengah, bukan setiap tahun. Perspektif jangka panjang yangmenjadi prioritas harus realistis dan terjangkau oleh anggaran pemerintahpusat yang ada.

Pelaksanaan Proyek dan Pembiayaan OtomatisPendekatan DAK melalui pemakaian pembiayaan otomotasi bukan

berbasis pelaksanaan, sudah tepat karena ini menjauhkan politik sertamencegah manipulasi penyaluran hibah. Tapi pembiayaan otomatis harusdidasarkan pada perspektif perencanaan dari pusat, bukan kriteria yangacak dan rumit seperti yang dijalankan saat ini.

Pembiayaan Berbasis PersainganKedua pendekatan ini memberikan pembiayaan berdasarkan pada

hasil yang dicapai, ke beberapa pemenang terpilih. Mengingat kurangnyaakses ke keuangan modal atau cadangan pendapatan di yurisdiksi miskin,maka pendekatan ini tidak mungkin bisa mencapai tujuan yangdiinginkan.

13.6.3. Pilihan Reformasi DAK

Seperti dibahas di atas, pendekatan DAK yang sederhana dan lebihterfokus akan menjauhkan politik dari proses penentuan alokasi, jugamembantu menjaga kesatuan ekonomi bersama melalui penerapanstandar minimum nasional untuk pelayanan yang bermutu. Inimemerlukan pencantuman perspektif perencanaan untuk kekuranganinfrastruktur, bidang pelayanan prioritas dan standar pelayanan.Persyaratan kekurangan dan pembiayaan yang ditentukan untuk seluruh

262

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 268: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

negeri, harus dijabarkan dalam rencana lima-tahunan nasional.Diharapkan perspektif perencanaan ini juga membawa banyak bagianbelanja dekonsentrasi ke kumpulan dana ini, dengan demikianmemperbesar pembiayaan yang tersedia untuk menjalankan standarnasional. Untuk melaksanakan perspektif perencanaan ini, KementerianKeuangan, Bappenas dan Kementerian Dalam Negeri bersama dengankementerian utama lain perlu: mengembangkan daftar proyek;memberikan rincian pembiayaan jangka menengah yang tersedia untukpenyelesaian proyek ini; dan menetapkan persyaratan dana pendamping(dengan tingkat yang berbeda-beda dan berbanding terbalik dengankapasitas pendapatan potensial per kapita) untuk yurisdiksi yangmemenuhi syarat. Kementerian utama lalu bekerjasama dengan pemdayang memenuhi syarat untuk menyusun rincian proyek, jadwalpenyelesaian dan kebutuhan pemantauan dan evaluasi. Tentu saja, sepertidibahas terkait DAU, penting untuk melengkapi hibah modal DAKdengan hibah berbasis hasil-akhir dan rumus yang sederhana (yangsetara dengan per kapita berdasarkan pada penduduk-pelayanansebagai kriteria utama) untuk mempertahankan standar minimumnasional untuk pelayanan yang bermutu.

DAK untuk bidang yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan lebih baik dilaksanakan melalui program terpisah, bukannyamencantumkan bidang ini sebagai bagian dari DAK untuk standarpelayanan minimum untuk pelayanan yang menjadi prioritas nasional.

Apakah Indonesia Memerlukan Komisi Hibah?Untuk menentukan sistem hibah, kita bisa temukan empat tipe

model yang dipakai dalam praktek.72 Yang pertama dan paling banyakdipakai adalah pemerintah federal/pusat sendiri bertanggung jawabmembuat keputusan. Ini memang memiliki kelemahan yang jelas karenamembuat hasil sistem cenderung ke arah sentralisasi, padahal hibahdimaksudkan untuk mempermudah desentralisasi pembuatan keputusan.Di India, hanya pemerintah federal yang bertanggung jawab atas transferKomisi Perencanaan dan skema yang disponsori oleh pusat. Transferini mengenakan kebersyaratan hasil yang kuat, yang bisa merusakotonomi negara bagian dan lokal. Konstitusi Brasil 1998 memberikan

72 A. Shah. 2005. A Framework for Evaluating Alternate Institutional Arrangements for FiscalEqualization Transfers. World Bank Policy Research Working Paper No. 3785, Washington, DC.

263

Optimalisasi Penyediaan Infrastruktur Publik dan Pelayanan

Page 269: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

perlindungan yang kuat terhadap campur-tangan negara bagian, denganjalan mempertahankan faktor rumus dalam konstitusi. Perlindungan iniadalah langkah ekstrem karena bisa merusak fleksibilitas pengaturanfiskal terhadap kondisi ekonomi yang berubah.

Pendekatan kedua yang dipakai dalam praktek adalah membentukbadan semi-independen seperti komisi hibah, yang tujuannya adalahuntuk merancang dan memperbarui sistem. Komisi ini bisa bersifatpermanen seperti di Afrika Selatan dan Australia, atau badan ini bisadibentuk secara periodik untuk menyusun rekomendasi untuk lima tahunke depan, seperti yang dilakukan di India. Komisi ini terbukti tidakefektif di beberapa negara, sebagian besar karena banyak rekomen-dasinya diabaikan oleh pemerintah dan tidak dilaksanakan, seperti diAfrika Selatan. Dalam kasus lain, walau pemerintah telah menerimadan melaksanakan rekomendasi, tapi mereka tidak efektif dalammelakukan reformasi sistem karena hambatan yang mereka buat sendiri,seperti yang dianggap terjadi di India. Dalam beberapa kasus, komisimenjadi terlalu akademis dalam pendekatan mereka dan karena itumenyebabkan munculnya sistem transfer antar pemerintah yang sangatrumit, seperti yang terjadi pada Komisi Hibah Persemakmuran diAustralia (Shah, 2007).73

Pendekatan ketiga yang ditemukan dalam praktek adalahmemakai federalisme eksekutif, komisi pusat-provinsi-lokal atauforum perundingan ketentuan sistem. Sistem seperti ini dipakai diKanada dan Jerman. Di Jerman, sistem ini diperkuat melaluiperwakilan pemerintah pusat di Bunderstat, dewan perwakilan tingkatatas. Sistem ini memungkinkan masukan politik yang jelas dariyurisdiksi yang terlibat, dan usaha untuk mengembangkan konsensusbersama.

Pendekatan keempat adalah variasi pendekatan ketiga dan memakaikomisi antar pemerintah—legislatif—masyarakat madani, denganperwakilan yang sama dari semua unit konstituen tapi diketuai olehpemerintah federal/pusat, untuk merundingkan perubahan dalampengaturan yang ada. Komisi yang disebut Komisi Keuangan di Pakistan

73 A. Shah. 2007. A. Practitioner’s Guide to Intergovernmental FiscalTransfers in R. Broadwayand A. Shah, eds. Intergovernmental Fiscal Transfers: Principles and Practice, Washington,DC: World Bank.

264

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 270: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

dan Dewan Perwakilan Otonomi Daerah (DPOD) di Indonesia, mewakilimodel ini. Pendekatan ini memberikan kelebihan bahwa semua pemangkukepentingan—donor, penerima, masyarakat madani dan para ahli—terwakili dalam komisi. Pendekatan ini membuat sistem tetap transparan.Penting bahwa, dalam forum seperti ini, hanya donor dan penerimayang diberi hak suara, dan anggota masyarakat madani dan para ahlihanya sebagai pengamat yang memberikan umpan-balik dan bantuanteknis. Kekurangan sistem ini adalah jika aturan kebulatan suara dipakai,maka badan ini bisa macet selamanya, seperti yang terjadi di Pakistandi tahun 1990.

DPOD di Indonesia merupakan forum penting untuk keputusantentang penentuan hibah. Peran DPOD dalam penentuan hibah bisadiperkuat melalui persyaratan bahwa hanya menteri kabinet, gubernurdan walikota/bupati boleh memberikan suaranya terkait masalah transferfiskal, dan bahwa keputusan mewajibkan suara mayoritas tiga-perempatdari anggota DPOD.

Sebagai kesimpulan, tampaknya tidak ada keuntungan yang jelasdari pembentukkan komisi hibah yang independen di Indonesia. Peranpenentuan hibah lebih baik dijalankan oleh forum antar pemerintahseperti DPOD, dengan dukungan sekretariat teknis di KementerianKeuangan.

13.7. Kesimpulan dan RekomendasiSelama dekade terakhir, Indonesia telah melakukan transformasi

yang menakjubkan, dari pemerintahan yang sangat tersentralisasi kepemerintahan yang demokratis dan terdesentralisasi. Transformasi inibisa dipertahankan jika keuangan antar pemerintah memberikan dorongandan akuntabilitas yang benar menuju pemerintahan lokal yang responsifdan akuntabel. Sebelum reformasi tahun 2000, Indonesia memiliki sistemhibah keuangan antar pemerintah yang disebut Inpres (InstruksiPresiden), yang sederhana, transparan dan terfokus pada akuntabilitasberbasis hasil. Buku ini mengimbau Indonesia untuk kembali ke akarnyadan melaksanakan opsi reformasi yang mewakili pendekatan ‘kembalike masa depan’—pendekatan yang diambil dari pengalaman Indonesiayang kaya dan terbukti sukses, yang sering disebut dalam literatur

265

Optimalisasi Penyediaan Infrastruktur Publik dan Pelayanan

Page 271: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

keuangan publik sebagai praktek terbaik dalam transfer pusat.74

Dalam rekapitulasi untuk memperkuat pemerintahan lokal yangbertanggung jawab, Indonesia perlu mempertimbangkan pilihan reformasiberikut:

• Desentralisasi pajak dan bagi-hasil pokok pajakBagi-hasil pokok pajak layak untuk pajak penghasilanperorangan dengan prinsip tempat-tinggal. Desentralisasi pajakmungkin layak untuk pajak royalti, bea, uang pesangon,produksi, hasil-akhir dan properti, pajak maksiat (judi, minumankeras, panti pijat) dan pajak dan bea lingkungan lokal;

• Hibah operasional per kapita yang berbasis hasil-akhir untukmenjalankan standar minimum nasional untuk pelayananyang bermutu, seperti pendidikan, kesehatan, daninfrastruktur.Hibah ini harus mencantumkan kriteria alokasi yang sederhanauntuk pemda, berdasarkan pada jumlah pelayanan, misalnyahibah operasional sekolah yang didasarkan pada penduduk usiasekolah. Pemda akan membayarkan hibah ini ke semua penyediajasa—pemerintah dan non-pemerintah—seperti yang dilakukandi Kanada, Brasil, Chili, Finlandia dan Thailand.Kelanjutan pembiayaan bisa dipastikan dengan jalanmempertahankan atau meningkatkan standar akses dan mutupelayanan yang ada. Transfer ini akan menjaga otonomi lokaldan memperkuat kesederhanaan, transparansi, dan akuntabilitasberbasis masyarakat untuk kinerja penyediaan pelayanan. Dulu,Indonesia telah terbukti sukses dalam melaksanakan programhibah (hibah Inpres), yang mencantumkan paling tidak beberapadari ciri ini.

• Hibah penyetaraan kapasitas fiskalUntuk membuat semua yurisdiksi bisa memberikan pelayananpublik pada tingkat yang sebanding dengan tingkat bebanpajak;

74 A. Shah, and Zia Qureshi, et al. 1994a. Intergovernmental Fiscal Relations in Indonesia. Issuesand Reform Options. World Bank Discussion Paper Series. No. 239. Washington, DC: World Bank;Shah, A.1998. ”Indonesia and Pakistan: Fiscal Decentralization—An Elusive Goal?” In FiscalDecentralization in Developing Countries, ed. Richard Bird and François Vaillancourt, 115–51.Cambridge: Cambridge University Press.

266

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 272: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

• Hibah modal (pendamping) untuk yurisdiksi yang lemahkapasitas fiskalnyaIni diperlukan untuk menangani kekurangan infrastruktur danmenjalankan standar minimum nasional. Hibah ini harusdidasarkan pada perspektif perencanaan untuk kekuranganinfrastruktur yang ditetapkan, dan harus mensyaratkan danapendamping yang berbanding terbalik dengan kapasitas fiskal.Hibah ini digabungkan dengan hibah operasional berbasis hasil-akhir, akan memberikan arena bermain yang adil, dan membuatyurisdiksi miskin bisa bergabung dengan ekonomi nasional yanglebih luas dan membantu mengurangi kesenjangan fiskal danpendapatan regional;

• Bantuan akses ke pasar modal untuk yurisdiksi kaya.Reformasi yang disebutkan di atas akan menghasilkan sistemkeuangan antar pemerintah yang lebih transparan, obyektif, bisadiramalkan dan sederhana, dengan fokus lebih tajam pada tujuan.Reformasi tersebut bisa dianggap sebagai elemen integral dariusaha apa pun untuk menyelaraskan sistem fiskal yang ada diIndonesia dengan sistem pemerintahan multi tingkat. Sebagaipenutup, reformasi itu abadi dan kita mungkin tidak sepenuhnyaberhasil pada awalnya tapi kita harus tetap mencoba.

267

Optimalisasi Penyediaan Infrastruktur Publik dan Pelayanan

Page 273: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

14Insentif untuk PenyediaanPelayanan Lebih Baik

Blane D. Lewis dan Paul Smoke

14.1. PendahuluanTumbuhnya minat semakin besar pada pemakaian insentif nasional

untuk mengembangkan reformasi pemerintah daerah dan meningkatkankinerja di banyak negara berkembang di seluruh dunia, termasukIndonesia. Banyak literatur terkini tentang desentralisasi melihat insentifsebagai ciri yang melekat pada sistem pemerintahan (tata-kelola) yangbagus—jika struktur dan prosedur sistem ini dirancang dengan baik,maka para pelaku dalam sistem ini akan mendapatkan manfaat daripenerapan perilaku yang tepat dan/atau akan dikenai hukuman jikatidak melakukan ini.75 Insentif bisa juga dipakai secara bertahap saatdesentralisasi sedang dilaksanakan, untuk mendorong para pelakumemakai cara-cara baru tertentu dalam melaksanakan fungsinya ataumemberi penghargaan/hadiah untuk output atau hasil akhir. Di Indonesia,pemakaian insentif kinerja semakin dilihat oleh pemerintah dan lembagadonor sebagai cara yang sangat berguna untuk mendukung proses

75 Federalisme fiskal memberikan kerangka konseptual arus-utama untuk desentralisasi. Inidiperkenalkan dalam Oates (1972), ditinjau-ulang dalam Oates (1999) dan dipelajari secaramenyeluruh dalam kaitannya dengan negara berkembang dalam literatur yang luas dan beragam,termasuk: Bahl dan Linn (1992), Shah (1994), Ter-Minassian (1997), Litvack, Ahmad dan Bird(1998), Bird dan Vaillancourt (1998), Smoke (2001), Tanzi (2001), Ahmad dan Tanzi (2002),Bardhan dan Mookherjee (2006). Literatur terkini tentang federalisme fiskal ‘generasi kedua,’meliputi Oates (2005) dan Weingast (2009).

268

Page 274: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

desentralisasi yang berevolusi secara tidak merata dan tidak menentu,yang sekarang sudah berjalan lebih dari satu dekade.

Banyak negara memakai berbagai macam insentif kinerja dengancara dan pengaruh yang berbeda-beda. Dalam makalah ini kami secarasingkat mempertimbangkan dasar pemikiran untuk pemakaian insentifkinerja pemerintah daerah secara umum dan di Indonesia, dan kamimengkaji pengalaman insentif Indonesia yang sampai kini masih terbatas.Kami kemudian menyajikan kerangka konseptual, desain dan isu-isupelaksanaan yang relevan untuk mempertimbangkan bagaimanapendekatan insentif kinerja dan ringkasan pengalaman internasionalyang dipilih. Kami mengakhiri dengan beberapa komentar mengenairelevansi pengalaman negara lain untuk Indonesia dan beberapapemikiran untuk gerakan ke depan.

14.2. Insentif Kinerja untuk Pemerintah Daerah dalam SistemDesentralisasi

Kebutuhan insentif kinerja nasional dalam sistem desentralisasimungkin tidak nampak jelas. Desentralisasi bermodel arus-utama padadasarnya menggambarkan otonomi pemerintah daerah sebagai hakmutlak yang diabadikan dalam pasal-pasal konstitusi, undang-undangatau peraturan pendukung lainnya. Dalam pandangan seperti ini, peranpusat adalah sebagian besar untuk mengembangkan struktur, sistemdan prosedur antarpemerintah yang tepat. Jika kerangka dibuat denganbenar, misalnya dengan pemindahan fungsi pendapatan dan belanjayang tepat, penerapan hambatan anggaran yang ketat, ketentuanmengenai penyeimbangan disparitas (perbedaan) fiskal antar yurisdiksi,dll., maka perilaku pemerintah daerah seharusnya didorong di tingkatlokal oleh pemilu subnasional.

Pandangan yang tidak begitu statis mengenai desentralisasimembingkai desentralisasi sebagai proses yang rumit dan berevolusi,yang memerlukan pembentukan keseimbangan yang tepat antara tujuannasional dan otonomi daerah.76 Di sebagian besar negara, pemerintahpusat dan/atau pemerintah daerah banyak mengatur atau berusahamemengaruhi perilaku fiskal pemerintah daerah agar bisa mendukung

76 Literatur terkait mengenai topik ini meliputi: Tendler (1997), Shah dan Thompson (2004), Falleti(2005), Smoke, Gomez dan Peterson (2006), Smoke (2007), dan Connerley, Eaton dan Smoke (2010).

269

Optimalisasi Penyediaan Infrastruktur Publik dan Pelayanan

Page 275: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

pencapaian prioritas nasional yang ditentukan. Selain itu, jelas manfaatteoretis dari desentralisasi bisa diwujudkan hanya jika pemerintah daerahmemiliki sistem, kapasitas, dan insentif yang memadai untuk berperilakusecara bertanggung jawab dan menunjukkan akuntabilitas padakonstituennya. Kapasitas dan akuntabilitas tidak terbentuk secara cepatdan mudah, dan pemilu lokal masih tumpul dan belum menjadi instrumenyang memadai untuk memicu akuntabilitas lokal, terutama dalamlingkungan dimana masyarakat madani masih lemah dan pembuatankeputusan secara kolektif dan menyeluruh kurang dipahami dan tidakterbentuk dengan baik.

Dalam pandangan yang lebih luas dan lebih dinamis ini,desentralisasi memerlukan pusat yang mampu dan bisa mengembangkanserta memberlakukan mekanisme antar pemerintah yang tepat,mendukung peningkatan kapasitas lokal dan membantu mengembangkaniklim untuk pemerintahan lokal yang akuntabel. Reformasi harus dilihatsebagai proses berkepanjangan yang memerlukan banyak perubahansistemik, juga modifikasi dalam perilaku semua pelaku—pejabat pusat,pemerintah daerah, dan masyarakat madani.77 Dalam situasi seperti ini,insentif pusat untuk kinerja pemerintah daerah bisa memainkan peranpenting dalam memperluas prioritas nasional, mengembangkan penerapanreformasi desentralisasi dan memicu perubahan perilaku yang ditujukanuntuk mendukung tujuan utama desentralisasi. Tentu saja, apa yangharus diingat di sini adalah bahwa dinamika politik nasional harussedemikian rupa agar pemerintah pusat menciptakan insentif untukperilaku yang diinginkan, bukan perilaku yang tidak diinginkan.78

14.3. Insentif Kinerja di IndonesiaBerbagai insentif, beberapa diharapkan dan beberapa lainnya tidak,

beberapa yang produktif dan beberapa lainnya tidak, saat ini sedangberjalan dalam sistem fiskal antar pemerintah Indonesia. Baik sisipendapatan maupun sisi belanja telah distruktur dalam sistem transfer:bagi-hasil pendapatan, DAU (dana alokasi umum) dan DAK (danaalokasi khusus).77 S. Yilmaz. 2010. Linking Local Government Discretion and Accountability in Decentralization.Development Policy Review. 28 (3). Pp. 259-293.78 E. Kent, et al. 2011. The political economy of decentralization reform: Implications for aideffectiveness. Washington, D.C.: World Bank.

270

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 276: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

14.3.1. Insentif Pendapatan

Pajak properti adalah pajak pusat, walau pemerintah daerahmembantu penagihannya. (Menurut UU terkini, pajak properti akandipindahkan seluruhnya ke pemerintah daerah hingga 2013). Pusatmengembalikan 64,8 persen dan 16,2 persen dari yang total yang diterimamasing-masing ke pemerintah provinsi dan daerah (kota/kabupaten)asal pendapatan ini. Pusat pada awalnya mendapatkan 10 persen danmengenakan 9 persen untuk administrasi, tapi bagiannya yang 10 persenini diberikan ke pemerintah daerah; 6,5 persen dalam jumlah bulat(lump sum) ke semua tempat dan 3,5 persen ke pemda (pemerintahdaerah) yang memenuhi target pendapatan pajak properti tahunsebelumnya. Ini paling banter memberikan pengaruh insentif yang kecil,mengingat bahwa 3,5 persen pendapatan pajak properti di tahun 2008berjumlah hanya sekitar 0,30 persen dari total pendapatan subnasional(sekitar 0,02 persen dari PDB).

Insentif lain yang melekat pada sistem alokasi DAU berkaitandengan pengolahan penerimaan asli daerah dalam rumus penyeim-bangan. Rumus ini didasarkan pada selisih antara kebutuhan belanjayang diperkiraan dan kapasitas fiskal. Kebutuhan belanja diambil darisatu set patokan (penduduk, wilayah, indek biaya dll.), dan kapasitasfiskal didasarkan pada pendapatan pemerintah daerah dari sumber lain(yakni, di samping dari DAK). Pendapatan asli yang bersifatkemungkinan bukan yang aktual dipakai dalam memperkirakan kapasitasfiskal, sedangkan pendapatan aktual dipakai untuk semua sumber lain.Pendapatan asli yang bersifat kemungkinan (potential) ditentukanmelalui model regresi sederhana yang menetapkan pendapatan sebagaifungsi produk domestik bruto daerah (patokan untuk pokok pajak lokal);penerimaan asli yang berpotensi menjadi milik pemerintah daerah adalahpenerimaan asli yang diramalkan dari model perkiraan. Tujuannya adalahuntuk mendorong pemerintah daerah untuk meningkatkan penerimaanasli daerahnya, dalam konteks dominasi transfer. Diharapkan pemerintahdaerah akan berusaha untuk berada di atas garis pendapatan yangbersifat kemungkinan (potential) agar mereka bisa ”mempertahankan”beberapa bagian penerimaan asli mereka di samping alokasi DAU.Argumentasinya adalah bahwa insentif akan membantu menjaga agarusaha pajak dan pendapatan lokal tidak menurun karena transfer antar-pemerintah yang besar dan/atau meningkat.

271

Optimalisasi Penyediaan Infrastruktur Publik dan Pelayanan

Page 277: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Saat dijalankan, Lewis (2005) menunjukkan bahwa peningkatantransfer, dalam kenyataannya, dihubungkan dengan pendapatan aslidaerah yang meningkat.79 Namun diragukan apakah peningkatanpendapatan merupakan hasil dari insentif DAU karena ini tidak pernahdipahami dengan baik oleh pejabat pemerintah daerah ketika inidijalankan dan, dalam setiap kasus, telah dihapuskan. Penjelasan yangpaling memungkinkan adalah bahwa transfer yang diperbesarmenimbulkan dana cadangan yang semakin besar, yang selanjutnyamembawa ke pendapatan bunga yang meningkat. Analisis terkini (Lewisdan Suharnoko, 2009) menyarankan bahwa pendapatan bunga yangmeningkat dari saldo yang tak-terbelanjakan mungkin membentuk hinggaseparuh peningkatan dalam penerimaan asli daerah selama periodepascadesentralisasi.80 Studi lain (Lewis 2006) menunjukkan transferyang meningkat berkaitan dengan efisiensi biaya yang berkurang dalamadministrasi pajak lokal.81

14.3.2. Insentif Belanja

Kementerian Keuangan berusaha mendorong daerah-daerah yangkaya dengan sumberdaya alam untuk membelanjakan lebih banyaksumberdaya untuk pendidikan. Mulai tahun 2009, pemerintahsubnasional diberi hadiah bagian tambahan sebesar 0,5 persen daripendapatan minyak dan gas untuk belanja pendidikan. Karena tidakada peraturan perundang-undangan yang menyebutkan cara bagaimanadana ini akan dipantau dan diberlakukan, maka insentif ini mungkintidak akan menimbulkan dampak nyata.

Insentif telah memainkan beberapa peran dalam alokasi DAU, yangmembentuk sekitar satu setengah anggaran provinsi dan hampir dua-pertiga anggaran lokal (pemda). Kelompok dana untuk DAU berasaldari 26 persen pendapatan domestik netto (yang direncanakan). Ditahun 2008, DAU mencapai hampir Rp 179 triliun (4,8 persen PDB).Satu porsi besar dari total kelompok dana (kini sekitar 50 persen)dialokasikan untuk membayar tagihan upah subnasional. Sisanya (kecuali

272

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

79 B. Lewis. 2005. Indonesian local government spending, taxing and saving: an explanation of pre-and post-decentralization fiscal outcomes. Asian Economic Journal.19 (3). pp. 291-317.80 B. Lewis and B. Suharnoko. 2008. Local tax effects on the business climate. In N McCulloch, ed.Investment climate in Indonesia. Institute of South East Asian Studies.81 B. Lewis. 2006. Local government: an analysis of administrative cost inefficiency. Bulletin ofIndonesian Economic Studies 42 (2). pp. 213-233.

Page 278: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

suatu jumlah bulat kecil) dibagikan menurut rumus penyeimbanganfiskal. Dasar pemikiran yang dinyatakan (dalam UU 32/2004) untukmenutup pembayaran gaji dari DAU adalah untuk mengurangi bebanperencanaan fiskal lokal yang berkaitan dengan pemindahan staf antarapemerintah pusat dan subnasional dan antar pemerintah subnasional.Namun sebagian besar analis berpendapat bahwa pasal ini menjadidisinsentif untuk perampingan pegawai negeri subnasional.

DAK adalah hibah penyesuai bersyarat yang dirancang oleh UU(undang-undang) untuk mendorong belanja modal di daerah miskin(atau yang ditentukan secara khusus). Komponen penyesuai ditentukansebagai 10 persen dari kontribusi pusat, yang dalam praktek tidakpernah dilebihkan. DAK mencapai kurang dari Rp 1 triliun di tahun2001 dan 2002. Hingga tahun anggaran 2008, DAK tumbuh menjadiRp 21,2 triliun, atau sekitar 7% dari total pendapatan daerah. Walaumasih relatif kecil, tapi DAK menjadi semakin penting artinya meskiada banyak persaingan visi terkait cara bagaimana DAK dijalankan.

Sampai sejauh mana DAK bisa mendorong peningkatan belanjamodal, telah menjadi isu utama. Walau sebagian besar pemda tampakmembelanjakan sebagian besar DAK yang dialokasikan ke mereka,tapi ini tidak berarti pembagian DAK memang memicu belanja modalsecara keseluruhan, mengingat fungibility (kemampuan untuk bisadigantikan macamnya) dana. Riset terkini menyebutkan bahwapeningkatan DAU senilai satu rupiah hanya menimbulkan peningkatansekitar 0,78% dalam belanja modal. Temuan ini menyiratkan bahwabelanja modal dengan dana DAK mendesak keluar belanja modal darisumber lain. Riset ini juga menyebutkan bahwa ini adalah masalahkhusus untuk investasi infrastruktur lokal (Lewis, 2011).82

Masalah kebijakan utama adalah bahwa DAK menjaditerfragmentasi di semua sektor dan pemanfaatan (seperti yang terjadipada hibah pradesentralisasi). Cakupan DAK di tahun awal operasinyaterbatas pada pendidikan, kesehatan, jalan, irigasi dan gedung kantor(untuk pemda baru). Hingga 2008, cakupan meluas ke-11 sektor yaitusektor semula plus air bersih, perikanan, pertanian, lingkungan, pendudukdan kehutanan. Hingga 2011, cakupan DAK meliputi total 17 sektor.

273

Optimalisasi Penyediaan Infrastruktur Publik dan Pelayanan

82 B. Lewis. 2011. Local government capital spending, intergovernmental fiscal transfers, andeconomic growth in Indonesia. Mimeo.

Page 279: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Selain itu, walau DAK pada awalnya difokuskan pada sejumlah kecilpemda, tapi hingga 2008 semua pemda menerima paling tidak beberapaDAK. Alasan utama dibalik peningkatan jumlah sektor dan fragmentasigeografis ini adalah bahwa prosedur alokasi tampaknya telah ditanggapisecara serius oleh DPR.

Di tahun 2010, Bank Dunia menyetujui pinjaman senilai $220 jutauntuk pemda dan proyek desentralisasi, yang ditujukan untuk meningkat-kan akuntabilitas dan pelaporan DAK. Dengan percontohan di empatsubsektor infrastruktur—irigasi, jalan, penyehatan lingkungan (sanitasi)dan air bersih—inisiatif ini akan memakai pendekatan berbasis hasilakhir (output) untuk alokasi DAK.83 Mitra pembangunan internasionallain, termasuk USAID dan AusAID, juga terlibat dalam pendekatanberbasis kinerja untuk meningkatkan penyediaan pelayanan lokal.

14.3.3. Isu Berjangkauan Luas

Pembahasan di atas menyiratkan bahwa pengalaman Indonesiaterkait insentif kinerja dalam sistem fiskal antar pemerintah lebihbersifat ad-hoc (khusus) dan tidak merata. Kurangnya pendekatansistematis bukan tidak diharapkan di Indonesia, mengingat beragamnyainstansi pusat yang terlibat, beberapa tingkat fragmentasi kebijakan diinstansi individual, dan kurangnya koordinasi yang menyeluruh.

Selain pemasalahan terkait pemakaian insentif yang terbatas danterfragmentasi, pelaksanaan insentif yang ada, yang bersifat parsialatau longgar, tampaknya dijadikan aturan. Pemakaian insentif pajakproperti dan penerimaan asli daerah, misalnya, dijalankan secara tidakberaturan dan tidak konsisten. Yang sama penting artinya, pengaruhinsentif tidak dipantau dengan baik. Jika informasi tersedia, dampaknyaterlihat masih terbatas dan tidak diinginkan atau malah buruk, dalambeberapa kasus.

Di saat yang sama, kemungkinan kekuatan insentif digambarkanoleh penangguhan transfer DAU oleh Kemenkeu untuk pemda yangtidak mematuhi persyaratan pelaporan anggaran. Kemudian, pemerintahyang tidak mematuhi persyaratan ini segera memenuhi kewajiban mereka,yang menyiratkan dampak positif yang mungkin ditimbulkan oleh insentifjika dirancang dan diberlakukan dengan benar.83 P. Ellis, et al. Performance Incentives for Global Elath: Potencial and Pitfalls. Washington, DC:Center for Global Development.

274

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 280: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

14.4. Skema Insentif: Tujuan dan DesainMengingat permasalahan serius terkait kinerja pemda di Indonesia,

seperti yang diungkap di atas, dan pemakaian insentif yang tidak meratauntuk memperbaiki situasi, mungkin akan ada peluang bagi pemerintahuntuk mengembangkan dan menerapkan mekanisme insentif secara lebihluas, lebih kreatif dan lebih efektif. Insentif seperti ini bisa memainkanperan bukan hanya dalam mengembangkan penerapan reformasi danpemberlakuan mandat, tapi juga dalam menciptakan perilaku fiskalyang lebih efisien dan lebih peka terhadap masyarakat. Pemakaianinsentif berbasis kinerja untuk pemerintah daerah di negara berkembang,masih relatif terbatas jadi tidak banyak pengalaman sistematis yangbisa diambil, tapi ada beberapa literatur umum mengenai pemantauankinerja dan insentif, yang beberapa di antaranya bersifat spesifikpemerintah daerah.84

Ada tiga tipe umum sistem/pendekatan yang terkait denganpengembangan insentif kinerja.85 Yang pertama dalah sistem ukurankinerja (PMES) yang memerlukan usaha keras dan sistem untukmengukur, mencatat, menganalisis dan membandingkan data kinerjadengan hasil sebelumnya atau norma yang ditetapkan. Pada dasarnyaini merupakan kegiatan teknis, tapi tentu saja apa yang diukur dan apatujuannya harus jelas jika ingin menimbulkan dampak nyata. Ada banyakliteratur mengenai ”mengapa” dan ”bagaimana” terkait topik ini, danbeberapa bentuk pengukuran kinerja banyak dipakai untuk berbagaitujuan di banyak negara di seluruh dunia.

Pendekatan/sistem kedua adalah sistem pengelolaan kinerja(PMAS), yang memakai informasi yang dihasilkan oleh sistempengukuran kinerja dan model serta alat lain, untuk meningkatkanpengelolaan dan menciptakan insentif agar pelaku tertentu memenuhiatau melebihi standar kinerja yang ditetapkan. Hibah berbasis kinerja,seperti yang dibahas di bawah, telah menjadi hal yang umum di negara-negara berkembang, dan pengaturan pembiayaan berbasis hasil (RBF)84 Kajian bagus dari literatur konseptual tentang insentif kinerja dan penerapan mekanisme terkaitdi negara berkembang, termasuk di ranah pemerintah daerah, diberikan dalam Zinnes (2009).Steffensen (2010) memberikan kajian rinci mengenai hibah berbasis kinerja. Literatur mengenainegara berkembang dikaji dalam Dumas dan Kaiser (2010). Literatur terkait lainnya meliputi:Hatry (2006), Hildebrand (2007), Ammons (2008) dan AGA (2009).85 V. Dumas and K. Kaiser. 2010. Subnational performance monitoring: Issues and options forhigher levels of government. Draft Paper. Washington, DC: World Bank.

275

Optimalisasi Penyediaan Infrastruktur Publik dan Pelayanan

Page 281: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

lainnya akan masuk ke dalam payung PMAS.Pendekatan terakhir masuk ke dalam payung model dan alat

peningkatan kinerja (PMIT). Model dan alat ini dipakai untukmemahami lebih rinci langkah dan proses tertentu yang dipakai dalamproses pengelolaan dan penyediaan pelayanan, dengan tujuanmenghasilkan jalur operasional spesifik ke peningkatan kinerja. Modeldan alat ini bisa difokuskan secara relatif sempit pada aspek kinerjatertentu atau pelayanan tertentu, atau dalam beberapa hal alat danmodel ini bisa bersifat sangat komprehensif. Alat dan model ini mungkinbisa memberikan dasar untuk mengembangkan satu set insentif yanglebih canggih untuk peningkatan kinerja, seperti pengembangan kontrakberbasis kinerja multisegi antara pemerintah pusat dan pemda.

Di negara berkembang, sebagian besar usaha yang terkait dengankinerja pemda nampaknya mempergunakan pembangunan sistempengukuran dan beberapa pengembangan sistem dan alat pengelolaankinerja secara terbatas. Negara-negara yang lebih maju, dengan tingkatkapasitas dan data yang lebih baik, dalam kadar tertentu memakai alatyang lebih canggih dan terpadu, sekalipun dengan cara yang berbeda-beda tergantung tantangannya dan dengan dampak yang beragam.86

Sebelum mengkaji pengalaman internasional secara lebih sistematis,kami membuat kerangka sederhana untuk memikirkan kemungkinanperan-peran, desain dan pelaksanaan insentif kinerja pemda yang dibuatsecara lebih cermat daripada yang ada saat ini di Indonesia. Pertama,kami mengkaji kemungkinan maksud target umum dari insentif. Kedua,kami mempertimbangkan kemungkinan tujuan tertentu yang mungkindiwujudkan dalam set maksud yang lebih umum ini. Ketiga, kamimembuat gambaran umum mengenai suatu kisaran isu-isu utama yangumumnya harus dipertimbangkan dalam merancang insentif. Keempat,kami menyediakan tinjauan isu utama dan tantangan yang terlibat dalampengukuran kinerja. Terakhir, kami mencatat berbagai tipe tanggungjawab kelembagaan yang harus ditetapkan atas perancangan danpelaksanaan sistem insentif kinerja.

86 Untuk contoh, lihat Heinrich (2002), Behn (2003), Dehn, Reinikka dan Svenson (2003), Hatry(2006), Gauthier dan Reinikka (2007), Hildebrdan (2007), Ammons (2008), Bank Dunia (2008),AGA (2009), dan Bouvbjer dan Hatry (2010).

276

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 282: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

14.4.1. Tujuan Target Umum

Ada banyak maksud yang pemerintah pusat bisa lekatkan padainsentif pemda, mulai dari tujuan yang lebih terbatas untukmempermudah pemakaian dan kinerja sistem tertentu dan programreformasi prosedural hingga tujuan yang lebih umum untukmengembangkan pembangunan yang lebih luas dan tujuan kebijakan.

Reformasi SistemSasaran usaha insentif kinerja dasar kadang diarahkan ke penerapan

reformasi sederhana, dan kebanyakan fokusnya diletakkan padapengembangan beberapa aspek tertentu dari fiskal antar pemerintah,sistem hukum dan administratif serta prosedur operasional dasar.Reformasi teknis seperti ini umumnya dilihat sebagai kontribusi untukmeningkatkan pemerintahan (tata-kelola) dan akuntabilitas melaluiperilaku sektor publik yang lebih transparan dan efisien. Beberapareformasi akuntabilitas mungkin melebihi unsur dasar dari sistem karenamencoba mempermudah keterlibatan yang lebih langsung ke dalammasyarakat, misalnya melalui penerapan pendekatan partisipatif ataukonsultasi masyarakat lainnya dan mekanisme umpan-balik.

Target Fiskal, Ekonomi dan Kinerja SosialDi luar penerapan sistem pemerintah dasar dan reformasi proses,

insentif bisa dipakai untuk memicu peningkatan perilaku fiskal/kinerjaanggaran, penyediaan pelayanan lokal yang lebih baik/banyak, danpeningkatan pendapatan lokal. Target-target ini bisa dicapai melaluiberbagai cara seperti dijelaskan di bawah. Insentif juga bisa memper-mudah perilaku yang ditujukan untuk mendukung sasaran dan kebijakansektor publik prioritas lainnya. Ini bisa bersifat umum dan multisegiseperti pertumbuhan ekonomi dan/atau pengurangan kemiskinan, ataubersifat lebih terbatas seperti pengendalian polusi dan perilaku pro-lingkungan lainnya.

InovasiPemerintah pusat bisa memakai insentif kinerja untuk mendorong

pemda agar mencoba cara baru dalam menjalankan usaha. Contohnyameliputi pemakaian sistem baru teknologi peningkat efisiensi, pemakaiankemitraan pemerintah-swasta dalam penyediaan pelayanan pemda,

277

Optimalisasi Penyediaan Infrastruktur Publik dan Pelayanan

Page 283: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

inisiatif penyediaan pelayanan bersama dengan pemda lain (kerja samaantar yurisdiksi), atau usaha yang menciptakan hubungan dengankegiatan pembangunan yang digerakkan oleh masyarakat (CDD). Inisiatifbertipe seperti ini akan tepat jika ada manfaat yang terbukti daripelaksanaannya, atau jika pemerintah nasional ingin menciptakanlingkungan yang kondusif untuk percobaan dengan mekanisme alternatifuntuk mengetahui apakah manfaat ini bisa terwujudkan.

14.4.2. Tujuan Utama

Di dalam set maksud target umum seperti yang dijelaskan di atas,tujuan-tujuan utama tertentu dari sistem insentif pemda bisa berupapenerapan berbagai tipe reformasi desentralisasi yang sederhana hinggapeningkatan hasil pembangunan. Insentif bisa diberikan untuk tujuanyang kompleks atau beragam sejak dari awal, atau penahapan evolusiinsentif bisa dilakukan seiring waktu mulai dari yang sangat dasarhingga yang lebih sulit.

Sertifikasi Reformasi SederhanaDalam kasus yang paling sederhana, program insentif bisa mengakui

bahwa pemda tertentu telah mulai memakai sistem dan prosedur yangdiperlukan menurut kerangka antar pemerintah yang telah direvisi. Inisebenarnya merupakan sertifikasi (pengakuan resmi) bahwa langkah-langkah tertentu telah dilaksanakan, tanpa menyebutkan seberapa baguslangkah ini dilaksanakan. Sertifikasi bisa terjadi untuk reformasi teknisseperti sistem pencatatan yang baru, prosedur penganggaran danperencanaan baru, pengelolaan keuangan dan persyaratan pelaporan,dll.; untuk reformasi legislatif seperti pemberlakuan peraturan baruoleh DPRD untuk pengenaan pendapatan atau kemitraan pemerintah-swasta; atau untuk pemakaian reformasi pemerintahan yang bertipelebih ”lunak” seperti penerapan mekanisme konsultasi masyarakat ataupembukaan kantor keluhan masyarakat.

Kinerja Penerapan ReformasiSuatu langkah di luar pemberian insentif untuk penerapan reformasi

teknis atau proses pemerintahan sederhana, adalah memberi pemerintahsubnasional penghargaan/hadiah terkait cakupan dan mutu teknisreformasi ini. Pengukuran kinerja dengan cara ini bisa difokuskan,

278

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 284: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

misalnya, pada apakah anggaran dan laporan keuangan disusun secaratepat waktu atau tidak, seberapa bagus pendapatan dan belanja aktualberkaitan dengan perkiraan anggaran daerah, apakah prioritas yangditetapkan dalam rencana pembangunan daerah benar-benar didanaiatau tidak, apakah dan seberapa sering peraturan baru benar-benardijalankan, seberapa sering konsultasi masyarakat diselenggarakan dantingkat partisipasi masyarakat, dll. Langkah-langkah ini memang tidakmengatakan sesuatu mengenai dampak perilaku baru, tapi bisamenunjukkan beberapa gerakan di luar penerapan reformasi secaraproforma.

Kinerja Fiskal Spesifik atau AgregatPemerintah pusat mungkin ingin juga memberikan insentif agar

pemda mengganti perilaku anggaran/fiskal atau tingkat dan/ataukomposisi belanja dan pendapatan mereka yang bersifat agregat.Misalnya, pemda boleh mengelola defisit yang besar, mengelola surplusyang besar dan menyimpan saldo nganggur yang besar, atau memilikitingkat utang yang tidak berkelanjutan. Dari sisi belanja, mereka bolehmembelanjakan suatu porsi besar dari anggaran mereka untuk biayaadministratif atau pelayanan utang, atau membelanjakan suatu porsikecil dari anggaran mereka untuk pelayanan sosial yang menjadi sasaranstrategi kemiskinan nasional atau untuk investasi modal di daerah-daerah dimana tingkat infrastruktur tercatat sebagai tidak memadaiuntuk mencapai tujuan sosial atau ekonomi yang penting.

Mungkin ada mandat belanja sah tertentu yang, berkaitan denganmandat ini, pemerintah ingin ciptakan insentif untuk kepatuhan pemda.Dalam kaitannya dengan pendapatan, mungkin ada permasalahan bahwapemda tidak mendapatkan dana sebanyak yang mereka bisa dari sumberpendapatan lokal tertentu. Insentif bisa dirancang untuk membantumemicu perubahan dalam pola perilaku anggaran atau pengelolaanfiskal ini atau lainnya.

Masukan, Output atau Hasil AkhirMengenai penyediaan pelayanan, Pemda mungkin secara berlebihan

atau secara tidak memadai memakai masukan (input) utama, atausecara banyak kurang atau terlalu banyak melakukan belanja tergantungmasukan atau standar biaya di sektor pelayanan tertentu. Contohnya,

279

Optimalisasi Penyediaan Infrastruktur Publik dan Pelayanan

Page 285: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

rasio siswa-guru atau ukuran kelas mungkin sangat tinggi atau sangatrendah, pengeluaran per kilometer jalan mungkin jauh di bawah ataujauh di atas rata-rata provinsi atau nasional. Dalam kasus seperti ini,insentif bisa dipakai untuk mencoba mendorong pemda agarmenyesuaikan masukan yang mereka pakai atau mengubah biaya yangmereka keluarkan untuk unit masukan tertentu. Tentu saja, kadang adaalasan bagus untuk perilaku yang tidak umum, seperti kebutuhan spesifiklokal akan teknologi khusus atau variasi biaya ruang yang tidak bisadihindari, dan ini harus dipertimbangkan dalam menentukan tingkatyang akan diberi insentif.

Daripada untuk memotivasi pemda agar membelanjakan lebihbanyak atau lebih sedikit untuk pelayanan tertentu, atau untukmemperbanyak atau mengurangi masukan tertentu, atau mengurangibiaya unit untuk penyediaan pelayanan, pemerintah pusat mungkin inginmemberikan insentif untuk tingkat keluaran tertentu yang ditetapkan,contohnya, oleh kementerian sektoral terkait untuk strategi pembangunannasional atau pengurangan kemiskinan. Contohnya meliputi: penetapansasaran dalam rasio pendaftaran siswa sekolah, jumlah liter air yangdiproduksi per warga pemda, jumlah kilometer jalan, dll. Dalam banyakhal, memungkinkan dan diinginkan jika ukuran mutu ditetapkan sepertiair atau jalan yang memenuhi standar tertentu. Seiring waktu bahkanmemungkinkan untuk menentukan sasaran insentif untuk peningkatandalam hasil akhir, yang mengukur sesuatu di luar penyediaan pelayananpublik secara langsung, seperti dalam tingkat melek huruf, pengurangantingkat kecacatan dan kematian, dll.

Walau setiap tujuan utama tersebut bisa diwujudkan melalu programinsentif pemda, jelas bahwa tujuan-tujuan tersebut secara bertahapmenjadi semakin sulit untuk dicapai dan/atau diukur, karena merekabergerak dari langkah reformasi sederhana menjadi hasil akhir yanglebih baik. Memberikan pengakuan untuk penerapan prosedurpenganggaran yang baru, misalnya, bisa dilakukan lebih cepatdibandingkan dengan peningkatan tingkat melek huruf, dan pemakaianmekanisme konsultasi masyarakat yang baru secara proforma lebihmudah untuk didokumentasikan daripada pengaruhnya pada interaksipemda dengan konstituennya dan dampak akhirnya.

280

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 286: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

14.4.3. Isu Utama Desain Insentif

Di luar keputusan dasar mengenai tujuan utama program insentifpemda, beberapa keputusan desain utama umumnya perlu dibuat. Isu-isu utama meliputi tingkat fleksibilitas dalam program; apakah memakaistandar kinerja relatif atau absolut; apakah insentif harus bersifat positif,negatif atau keduanya; apakah hadiah/hukuman harus bersifat finansial,nonfinansial atau keduanya; lama periode kinerja yang tepat; apakahharus mendukung peningkatan kapasitas; cara memastikan transparansi;dan apakah perlu melakukan percontohan insentif sebelum penerapansecara umum.

Keluwesan dalam Target

Tingkat keluwesan program memiliki implikasi pada sifat targetdan insentif serta cara target ditentukan. Di satu ekstrem, suatu programinsentif bisa menetapkan pengharapan umum yang pasti, sedemikianrupa sehingga setiap pemda akan diberi hadiah untuk kinerjanya dalammenerapkan reformasi teknis tertentu, meningkatkan pengumpulanpendapatan tertentu, meningkatkan suatu aspek penyediaan pelayanantertentu yang jelas ditetapkan, dll. Desain yang tidak begitu ketat akanmemperbolehkan pemda untuk memilih dari menu kemungkinanreformasi atau peningkatan di dalam atau seluruh bidang reformasidan/atau sumber pendapatan dan/atau sektor pelayanan. Tipe desainyang paling fleksibel akan memiliki ujung terbuka dan memperbolehkanpemda untuk memainkan peran yang dominan dalam memilih reformasitertentu atau satu set reformasi. Jelas, spektrum opsi ini memerlukanberagam tingkat arahan pemerintah pusat dan diskresi pemda.

Standar Absolut versus RelatifCiri desain yang penting lainnya adalah sifat standar yang menjadi

patokan evaluasi kinerja. Opsi yang paling ketat adalah persyaratanstandar absolut, sedemikian rupa sehingga pemda yang ikut serta harusmemenuhi persyaratan yang persis sama untuk perilaku tertentu yangsedang dikembangkan—apakah penerapan reformasi penganggarantertentu atau pencapaian tingkat tertentu perolehan pendapatan ataupenyediaan pelayanan. Mengingat keberagaman pemda di banyak negara,standar absolut mungkin tidak praktis dan tidak diinginkan, kecuali

281

Optimalisasi Penyediaan Infrastruktur Publik dan Pelayanan

Page 287: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

mungkin untuk reformasi sederhana terkait kepatuhan seperti pemakaianformat pelaporan baru atau pemenuhan tenggat waktu pelaporan. Namunada standar absolut untuk beberapa kelompok pemda yang berbeda-beda, dimana klasifikasi tergantung pada ketetapan pemerintah pusatterkait satu set karakteristik yang diharapkan untuk menentukankebutuhan dan kemampuan pemda dalam memenuhi standar tertentu.Mungkin juga jika pemda diberi kesempatan untuk mengungkapkanpandangannya dalam menentukan suatu set reformasi tertentu atauindikator kinerja sasaran yang mereka percaya bisa penuhi selamaperiode kinerja tertentu, yang sebenarnya membawa ke individualisasitarget selama periode waktu tertentu, meskipun persyaratan akhir dibuatstandar (distandardisasikan).

Insentif Negatif versus PositifSatu set keputusan desain lainnya harus berkaitan dengan sifat

insentif, yang bisa positif dan/atau negatif. Insentif positif akan memberihadiah untuk kepatuhan atau kinerja pemda terkait perilaku ataureformasi sasaran tertentu. Kegagalan dalam memenuhi ataumelaksanakan standar bisa mengakibatkan hilangnya hadiah, ataumungkin hukuman disipliner bisa dipakai.

Finansial atau Non-finansialHukuman dan hadiah bisa berwujud nyata atau finansial seperti

bantuan teknis atau pendanaan, atau non-finansial seperti publisitasyang bagus atau yang buruk. Konsekuensi kinerja harus berupa sesuatuyang sangat diperhatikan oleh pemda. Jika mereka tidak memerlukansumberdaya lagi atau mempedulikan sanksi secara terbuka, maka insentiftidak akan menimbulkan pengaruh yang diinginkan. Hukuman dan hadiahbisa ditentukan pasti, seperti 20 persen peningkatan/pengurangan untukpemenuhan/kegagalan memenuhi standar kinerja atau kepatuhan, atauhukuman dan hadiah bisa diatur agar berhubungan dengan tingkat dimana kinerja melebihi atau berada di bawah tingkat sasaran yangditentukan. Jika hukuman dan hadiah berwujud finansial, maka sumber,tingkat dan keberaturan (sekali, selama periode tertentu, atau berulangkali) pendanaan harus ditentukan. Sumber dana, misalnya, bisa darianggaran pemerintah pusat, bagian dari pendapatan pemerintah sub-nasional, atau hibah dari donor eksternal atau pinjaman.

282

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 288: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Mekanisme Baru atau yang Sudah AdaSumberdaya keuangan bisa dialokasikan melalui program-program

yang ada, seperti program transfer bersyarat atau tak-bersyarat, ataudana khusus bisa dibentuk dengan atau tanpa pengaturan yang terpisahdari prosedur pemerintah yang ada. Jika dana disalurkan melaluipengaturan yang ada, maka dana ini bisa ditentukan sebagai porsi darisumberdaya yang dialokasikan saat ini (yang akan dikenai persyaratankinerja baru menurut program) atau dana bisa menjadi tambahan padatingkat pendanaan saat ini.

Periode KinerjaIsu desain mendasar, yang relevan untuk sistem insentif kinerja

pemda, berkaitan dengan penentuan periode kinerja. Pembuatankeputusan ini memerlukan penentuan terkait seberapa sering pengukurankinerja diperlukan agar bisa memicu kinerja pemda yang lebih baik.Beberapa aspek sederhana dari kepatuhan atau kinerja mungkin berubahselama satu siklus anggaran tahunan, walau aspek lainnya diperkirakanmemerlukan waktu lebih lama untuk mewujudkan atau mengukurpengaruhnya (tergantung pada aspek kinerja apa yang sedang diukur).Jika proses evaluasi paling tidak pada kadar tertentu didasarkan padadata sekunder (lihat bawah), maka periode kinerja menjadi tergantungpada seberapa sering data ini dikumpulkan dan seberapa cepat data initersedia setelah dikumpulkan.

Peningkatan Kapasitas dan Bantuan TeknisMasalah yang umum dalam program insentif kinerja di lingkungan

negara berkembang, berhubungan dengan apakah dan cara bagaimanapeningkatan kapasitas dan bantuan teknis dicantumkan. Di satu ekstrem,pelatihan umum dan bantuan teknis yang ditentukan oleh pusat bisadiwajibkan pada pemda berdasarkan pada penaksiran kapasitas pra-program, dan pemda harus menerima ini sebagai persyaratan untukikut serta dalam program insentif. Di satu ekstrem lainnya, peningkatankapasitas atau bantuan teknis yang diperlukan untuk memenuhipersyaratan program insentif sepenuhnya menjadi tanggung-jawabPemda. Di antara dua ekstrem ini ada beragam opsi.

Peningkatan kapasitas dan bantuan teknis bisa diberikan dengancara yang bersasaran, berdasarkan pada apa yang diperkirakan

283

Optimalisasi Penyediaan Infrastruktur Publik dan Pelayanan

Page 289: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

diperlukan agar pemda bisa memenuhi indikator kinerja tertentu dalamtitik waktu tertentu. Atau, pemerintah pusat bisa menyediakansumberdaya untuk pemda yang memenuhi syarat, agar pemda iniberusaha memenuhi kebutuhan peningkatan kapasitas dan bantuan teknisdengan cara apapun yang pemda ini anggap cocok. Dalam kasus terakhirini, akan ada penaksiran (analisis) secara ex-post terkait cara bagaimanasumberdaya ini dipakai, terutama jika pemda tidak memenuhi targetkinerjanya.

TransparansiDesain program insentif kinerja pemda, yang distruktur dengan

cara apapun, perlu memenuhi persyaratan transparansi dasar. Ini berartibahwa kejelasan harus ada terkait aturan dan proses yang harus diikutidalam melaksanakan program ini, dan informasi harus langsung tersediauntuk pemda. Hasil evaluasi kepatuhan/kinerja juga harus terbuka, danpemda harus memiliki hak untuk mengajukan keberatan jika merekapercaya, misalnya, bahwa informasi yang dipakai dalam evaluasi tidakakurat atau jika prosedur evaluasi seperti yang ditetapkan tidakdijalankan dengan benar. Jika tujuan umum program insentif adalahuntuk meningkatkan akuntabilitas, maka hasil proses evaluasi harusmenjadi informasi publik agar warga pemda bisa secara lebih baikmenilai kinerja para pejabat mereka dan membandingkannya denganpemda lain.

Percontohan atau Arus UtamaYang terakhir, perlu memutuskan apakah program insentif perlu

dicontohkan atau apakah program ini bisa langsung diarus-utamakandalam sistem antar pemerintah. Dalam teori, semakin rumit dan inovatifmekanisme yang dipakai, semakin besar kemungkinan pengujian danpenyesuaian program ini sebelum ditingkatkan untuk dipakai secaraumum. Namun hambatan terkait perihal ini adalah bahwa secara politismungkin akan sulit untuk mempercontohkan secara selektif apa yangakhirnya nanti akan menjadi program nasional. Isu terkait berhubungandengan apakah dan cara bagaimana membuat program menjadiberkelanjutan, yang tergantung pada maksud program, sumber dankeandalan pendanaan, dan pengaturan kelembagaan yang diperlukanuntuk membuat program terus berjalan.

284

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 290: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

14.4.4. Mengukur Kepatuhan dan KinerjaSejumlah keputusan perlu dibuat terkait pengukuran kepatuhan

atau kinerja untuk suatu program insentif. Ini termasuk apakah ukuranyang dipakai harus bersifat subyektif, obyektif atau campuran; caramemilih indikator yang secara akurat mengukur dimensi kinerja yangtepat; dan cara mendapatkan data yang diperlukan, sambil mengakuikemungkinan kelebihan dan kekurangan dari berbagai kemungkinansumber data.87

Indikator Subyektif, Obyektif atau CampuranSalah satu tantangan terbesar dalam merancang program insentif

kinerja berkaitan dengan cara mengukur kinerja. Keputusan awal yangpenting adalah menentukan apakah indikator kinerja yang dipakai dalamproses akan bersifat obyektif, subyektif atau kombinasi keduanya. Secaraumum, ukuran obyektif lebih disukai karena kemungkinan besar akanlebih mudah untuk diukur, diverifikasi dan diartikan, serta lebih cocokuntuk proses yang berulang.

Namun data yang diperlukan untuk membuat indikator obyektifmungkin tidak ada atau tidak andal. Selain itu, beberapa aspek kinerjasulit diukur secara obyektif. Contohnya, kinerja mekanisme pemerintahanpartisipatif kadang diukur dari segi jumlah orang atau persentasependuduk yang memenuhi syarat, yang benar-benar berpartisipasi. Dalamkasus seperti ini, ukuran yang lebih subyektif mungkin perlu dipakai,contohnya, peringkat pemda bisa dibuat secara komparatif atau relatifdalam sebuah skala, misalnya dari kinerja terkuat (peningkatan besar)ke kinerja terlemah (tidak ada peningkatan) oleh suatu panel orangdengan pengetahuan yang tepat.

Peringkat ini tentu saja tidak harus sepenuhnya bersifat subyektif—harus ada pedoman yang jelas tentang arti peringkat yang berbedadan proses yang ditentukan dengan baik untuk penyusunan peringkat,untuk meminimalisasi prasangka atau peluang manipulasi oleh orang-orang yang membuat peringkat atau pejabat lokal. Dalam beberapakasus, mungkin akan berguna jika indeks gabungan (composite)dikembangkan berdasarkan pada berbagai indikator, contohnya, sampai

87 Beberapa literatur yang berguna untuk pengukuran kinerja, beberapa di antaranya spesifik untukpemda, meliputi berikut ini: Behn (2003), Hatry (2006), Hildebrand (2007), Ammons (2008) danAGA (2009).

285

Optimalisasi Penyediaan Infrastruktur Publik dan Pelayanan

Page 291: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

sejauh mana reformasi yang baru dipakai (ukuran obyektif) dan tingkatpengaruh reformasi ini pada cara pembuatan keputusan pemda (ukuransubyektif).

Memilih Ukuran yang TepatSering ada banyak tantangan yang muncul dalam mengukur kinerja,

walau ukuran obyektif dipakai. Masalah penting di sini adalah bahwasuatu indikator harus secara akurat menggambarkan hasil kinerja pemdayang diinginkan. Dalam beberapa kasus, ini relatif jelas, tapi di lainkasus tidak. Peningkatan hasil pendapatan dari sumber tertentu,misalnya, bisa dianggap mewakili peningkatan dalam kinerja pendapatandaerah (walau belum tentu sumber peningkatan dan perilaku pemdayang disengaja menjadi penyebab peningkatan ini, karena ini mungkintidak nampak jelas dari ukuran ini). Peningkatan belanja daerah untukpelayanan tertentu, sebaliknya, tidak harus berarti bahwa pelayanan initelah meningkat; pada kenyataannya, peningkatan belanja ini mungkinterbukti sebagai pemborosan.

Sumber DataSumber data yang dipakai untuk mengukur kinerja jelas penting

artinya. Jika sumber data yang ada dianggap tepat dan andal, makajelas lebih disukai untuk memakainya daripada melakukan usahapengumpulan data baru, tapi ini tidak selalu layak. Dan kadang sumberdata yang ada tidak bisa diakses oleh instansi yang memerlukannya,atau data mungkin tidak dikumpulkan dan dimutakhirkan secara berkala.Mungkin juga ada perubahan cara menentukan dan mengumpulkanitem data dalam waktu tertentu, yang membuat rumit pemakaiannyauntuk proses evaluasi periodik. Selain itu, kadang data yang diinginkanmencakup berbagai unit analisis, misalnya, data biaya atau belanjamungkin bersifat spesifik pemda, sedangkan beberapa tipe data hasilakhir tersedia hanya di tingkat provinsi, atau dua set data mungkinmencakup periode-periode waktu yang berbeda. Perbedaan seperti iniharus dipahami dan ditangani sebaik mungkin dalam menyusun indikatorkinerja.

14.4.5. Tanggung Jawab Kelembagaan

Menjalankan usaha insentif kinerja pemda memerlukan sejumlah

286

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 292: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

keputusan terkait penugasan tanggung jawab kelembagaan atas berbagaitugas yang dilaksanakan—desain sistem dan instrumen dan indikatorinsentif tertentu; pengumpulan dan verifikasi data yang yang diperlukanuntuk menyusun indikator; pembuatan indikator dan penyusunanlaporan evaluasi berdasarkan pada indikator ini; pelaksanaan danpemberlakuan insentif berdasarkan indikator; dan kajian, evaluasi danrevisi sistem dan proses insentif (sesuai keperluan). Walau keseluruhanproses akan memerlukan arahan dan pengawasan dari instansipemimpin, tapi beberapa aspek bisa dilimpahkan ke instansi lain ataudikontrakkan ke pelaku nonpemerintah. Dalam tahap awal, pekerjaanbisa dilaksanakan oleh suatu entitas terpisah dengan dana dari lembagainternasional, tapi ini harus dilakukan hanya jika ada kejelasanmengenai cara dan di entitas pemerintah yang mana proses akandilembagakan.

14.5. Insentif Kinerja untuk Pemda: Pengalaman InternasionalBanyak atau mungkin sebagian besar negara memakai berbagai

macam norma dan standar penyediaan pelayanan, tapi norma dan standarini akan berfungsi (a) jika ada cara untuk memantau kinerja (termasukmemiliki data yang diperlukan untuk melakukan pemantauan), dan (b)jika ada insentif (finansial dan lainnya) dan sanksi yang diberlakukanuntuk mendorong kepatuhan. Menjalankan sistem informasi, insentifdan pemantauan terbukti menjadi tantangan di banyak negara (mengingatpertimbangan yang rumit dan beragam seperti dibahas di atas), danbukti empiris masih terbatas jumlahnya terkait daya-guna insentif(dengan lebih banyak pekerjaan di sektor-sektor tertentu dan di negarayang lebih terindustrialisasi). Selain itu, hanya ada sedikit karya yangmempelajari pengaruh insentif di sektor-sektor di luar sektor yangmenjadi sasaran insentif, yakni, apakah insentif kinerja kesehatanmenimbulkan lebih banyak perhatian pada kesehatan dan hasil akhirkesehatan yang lebih baik, tapi dengan mengorbankan perhatian danhasil lebih buruk untuk sektor-sektor lain?

Tiga tipe umum sistem insentif kinerja pemda telah dipakai diseluruh dunia. Yang pertama adalah insentif kinerja sektoral yangmenargetkan pelayanan tertentu. Umumnya tipe ini memakai beberapatipe transfer bersyarat (berdasarkan pada pemenuhan standar

287

Optimalisasi Penyediaan Infrastruktur Publik dan Pelayanan

Page 293: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

tertentu).88 Transfer sektoral bersyarat bisa menyertakan persyaratanpenyesuaian, sedemikian rupa sehingga pemda harus memberikankontribusi untuk biaya pelayanan sasaran, walau ini tidak umum dinegara berkembang. Transfer bersyarat banyak dipakai walau transferini tidak harus menyertakan insentif, dan transfer seperti ini seringdipakai di negara berkembang untuk membiayai sektor melaluiPendekatan Skala Sektor (SWAps). Dalam beberapa kasus, pendekatansektoral bergerak melebihi transfer dan menyertakan sistem manajemenkinerja yang lebih luas. Beberapa contoh tipe ini untuk pendekatansektoral dijelaskan di bawah.

Tipe kedua insentif kinerja menyertakan tipe hibah berbasis kinerja(PBG) yang lebih luas (multisektoral, sering secara relatif tak bersyarat),yang banyak muncul di banyak negara berkembang akhir-akhir ini.PBG ini telah dipakai di negara yang tidak begitu maju dengan kapasitasyang lemah dan sedang dalam proses mengembangkan sistem pemerintahdaerah yang baru atau ditata-ulang. Tidak mengejutkan, merekamenargetkan aksi-aksi dasar seperti kepatuhan pemda pada penerapansistem dan prosedur baru dan kesesuaian dengan rencana dan anggaranresmi. PBG hingga kini umumnya tidak didasarkan pada keluaran(output), karena tantangan data dan sistem dasar yang harus dibangundi lingkungan ini sebelum ada pengharapan yang tinggi terkaitpenyediaan pelayanan. Sejumlah sistem PBG dibahas di bawah.

Tipe insentif kinerja yang ketiga, yang relatif tidak umum,menyertakan sistem analisis kinerja komprehensif yang difokuskan padaberbagai aspek terpadu dari kinerja, termasuk struktur, proses danperilaku yang mendukung tingkat dan mutu hasil akhir penyediaanpelayanan. Sistem komprehensif ini memerlukan banyak data danketerampilan, dan mungkin di luar jangkauan banyak negaraberkembang. Lebih banyak informasi dan satu contoh dari negara industridiberikan di bawah untuk tujuan menjelaskan.

14.5.1. Sistem Transfer Berdasarkan Kinerja yang Luas

Banyak negara industri memakai transfer bersyarat untukpenyediaan pelayanan di sektor tertentu, yang memerlukan norma dan88 Kajian umum terkait berbagai bentuk transfer antar pemerintah, termasuk yang bersyarat, diberikanmisalnya oleh Bahl (2000), Bird dan Smart (2002), Schroeder dan Smoke (2003), dan Boadwaydan Shah (2007).

288

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 294: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

standar tertentu yang harus dipenuhi, tapi pendekatan ini tidak umumdi negara berkembang. Munculnya SWAps di negara berkembang89 dantekanan dari Tujuan Pembangunan Milenium (MDG)90 telahmenimbulkan beberapa usaha untuk memakai pendekatan sektoralberbasis kinerja secara lebih luas, terutama di sektor kesehatan danpendidikan.91

Uganda telah melaksanakan hibah pendidikan spesifik sektor, yangbanyak dipelajari dan menjadi contoh dari pendekatan dasar. Dua hibahpendidikan dikelola di bawah Dana Aksi Kemiskinan, termasuk HibahFasilitas Sekolah (SFG) dan hibah pajak Pendidikan Primer Universal(UPE).92 SFG adalah hibah bersyarat dan dananya harus dipakai untukmaksud tertentu, termasuk pembangunan jamban, pembelian bangkudan pemutakhiran kelas. Target program ini adalah untuk mewujudkanrasio kelas-murid sebesar 1:55, rasio bangku-murid sebesar 1:3, danratio jamban-murid sebesar 1:40. Hibah pajak UPE membayar hibahsekolah berdasarkan pendaftaran, yang pada dasarnya membuatpendidikan dasar/primer menjadi gratis. Hibah ini juga memberi hadiahuntuk sekolah yang bisa meningkatkan jumlah pendaftaran.

Hasil hibah-hibah ini campuran. Ditemukan bahwa hibah SFGbersyarat berfungsi cukup baik, walau masih ada kebingungan terkaitpelimpahan tanggung jawab, dan hibah UPE mengalami penundaandan masalah dengan nonkepatuhan pada pedoman administratif.93

Namun tidak diragukan lagi bahwa reformasi ini, terutama UPE, telahmeningkatkan pendaftaran siswa sekolah secara drastis. Di saat yangsama, mutu pendidikan tidak ikut meningkat; pada kenyataannya,peningkatan jumlah kehadiran di sekolah kadang malah membahayakanmutu pendidikan. Pelajaran yang sama juga diperoleh dari keseluruhan

89 Lihat Boesen dan Dietworst (2007) untuk kajian mengenai evolusi SWAps.90 United Nations. 2011. Millennium Development Goals Report. New York: United Nations,Millennium Development Goals.91 Some sector specific treatments of performance based incentives and financing include: McMahon(2003), Canavan, Toonen and Elovainio (2008), Eichner and Levine (2009), and Morgan (2010).92 Uganda National Education Support Center. 2009. School grants. Kampala: Uganda NationalEducation Support Center, Ministry of Education and Sports.http://www.unesc.go.ug/index.php?option=com_content&task=view&id=238&Itemid=8393 United States Agency for International Development. 2000. Support to Uganda primary educationreform: Final report. Washington, DC: Human Capacity Development Center, US Agency forInternational Development.

289

Optimalisasi Penyediaan Infrastruktur Publik dan Pelayanan

Page 295: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

PBG (lihat bawah), dimana penyediaan pelayanan ditemukan meningkattapi tidak demikian dengan mutunya.

Sektor kesehatan di Rwanda telah mengembangkan sistempembiayaan berbasis kinerja (PBF) yang lebih canggih selama dekadeterakhir, tapi penting untuk dicatat bahwa sasarannya adalah padafasilitas di daerah bukan pemerintah daerah.94 Sistem ini dimulai dengantiga skema percontohan di beberapa daerah yang berbeda selama 2002–2005. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kuantitas pelayanankesehatan yang dipakai (volume). Skema ini berfungsi melalui berbagailangkah yang membayar rumah-sakit dan klinik untuk kasus yangditerima, membayar bonus untuk staf kesehatan dan memberikan uanguntuk investasi fasilitas medis. Skema ini mencakup berbagai pelayanankesehatan yang dianggap ‘dasar’ di daerah, termasuk pembayaran untukpenunjukan medis; kasus TB, malaria dan HIV/AIDS; dan perawatankehamilan dan pencegahan penyakit.

Mutu perawatan juga menjadi bagian skema ini, walau ditanganisecara berbeda di tiga percontohan. Di Butare, mutu perawatan tidakdicantumkan karena dianggap terlalu rumit untuk ditetapkan dan diukur.Di Cyangugu, rumah sakit distrik menjalankan fungsi pengaturan mutudan diberi bonus berdasarkan pada hasil. Skema di Kigali dan Kabgayimengembangkan satu set indikator patokan (proxy) untuk mutuperawatan. Di pusat kesehatan, mutu diukur dari segi kepatuhan padaprosedur. Di tingkat rumah-sakit, mutu dinilai dengan indikator proses(seperti batas waktu laporan dan kekerapan kunjungan pengawas).

Hasil dari ketiga proyek percontohan ini positif. Provinsi yangmenerima PBF menunjukkan banyak kunjungan pencegahan danpengobatan, serta tingginya angka kelahiran di klinik/rumah sakit.Cakupan vaksinasi juga meningkat—dalam kasus campak, meningkatsebanyak sebelas persen. Pemberian insentif ke staf medis untukmendapatkan akses dan mengikuti indikator proses, terbukti telahmenimbulkan pengaruh positif.

Karena keberhasilan ketiga skema PBF ini, Rwanda menerapkanPBF sebagai bagian dari Rencana Strategis Kesehatan Nasional untuk2005–2009. Dalam skema PBF nasional, pusat kesehatan mendapatkanpenggantian uang untuk kuantitas pelayanan yang diberikan, menurut94 L. Rusa, et al. 2009. Rwanda Performance-based Financing in the public sector. Washington,DC: Center for Global Development.

290

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 296: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

struktur upah standar untuk 14 pelayanan dan nilai mutu gabungan.Pusat kesehatan bisa memperoleh pendapatan dengan jalan meningkatkanjumlah pelayanan yang disediakan dan memperbaiki mutu. Mutu dinilaisetiap kuartal dan dilaksanakan oleh tim kajian rekan kerja (peer review)di rumah sakit distrik terdekat, dengan memakai daftar periksapengawasan. Daftar ini mengukur 13 pelayanan dan 185 variabel.

Rumah sakit/klinik yang mendapatkan nilai 100 akan menerimapembayaran penuh; setahun setelah PBF, sebagian besar pusat kesehatanrata-rata mendapatkan nilai sekitar 80 persen. Kasus HIV/AIDS dinilaisecara terpisah (karena tidak semua pusat kesehatan menyediakanperawatan HIV/AIDS), dan memperbolehkan pusat kesehatan yangberpartisipasi untuk menerima pendapatan tambahan. Panel kementeriannasional mengkaji analisis kualitas dan kuantitas, dan KementerianKeuangan dan Kesehatan mengelola kerjasama terkait PBF. Secaraumum, hasil skema PBF nasional positif, dan pendekatan umum inisemakin banyak dipakai di sektor kesehatan dan lainnya.

Sejumlah negara berpenghasilan menengah dan negara industri barujuga bergerak maju dengan memakai hibah berbasis kinerja sektoral.Komisi Keuangan India ke-13 menyarankan sejumlah insentif penyediaanpelayanan baru, dan Brasil memakai hibah berbasis kinerja di beberapasektor, termasuk kesehatan. Beberapa negara Amerika Latin lainnyasemakin banyak memakai hibah berbasis kinerja untuk sektor-sektortertentu, temasuk Chili (pendidikan primer dan sekunder), Kolombia(pendidikan, kesehatan, air bersih, dan sanitasi), dan Peru (beberapafungsi lokal plus kontribusi lokal untuk kebijakan nasional prioritas,seperti nutrisi).95

PengamatanInsentif berbasis kinerja sektoral bisa sangat berguna jika data

yang tepat bisa dikumpulkan, dianalisis, dan dipakai secara berkala.Sistem yang lebih sederhana, seperti program sektor pendidikan diUganda, bisa berguna tapi memiliki beberapa batasan. Sistem yanglebih rumit, seperti program sektor kesehatan di Rwanda, lebih sulituntuk dijalankan tapi secara umum bisa lebih efektif. Masing-masingbisa ditargetkan langsung ke pemda atau fasilitas lokal. Dalam kasus

95 F. Rojas. 2011. Results-conditioned transfers in Latin America: Trends and analysis.Washington, DC: World Bank.

291

Optimalisasi Penyediaan Infrastruktur Publik dan Pelayanan

Page 297: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

yang disebut terakhir, penyediaan pelayanan bisa meningkat tapi sistemtidak bisa berbuat banyak untuk memperkuat pemda.

Seperti terlihat di sektor pendidikan di Uganda, hanya memberikaninsentif untuk kuantitas (volume) pelayanan mungkin tidak akan cukup.Sistem PBF di Rwanda memerlukan pemeriksaan mutu di pusatkesehatan, rumah sakit dan klinik, jadi mereka diminta mempertahankandan meningkatkan proses diagnosis dan perawatan, di saat yang samajuga meningkatkan kasus yang mereka tangani. Tanpa pemeriksaan ini,mutu akan menjadi korban karena pusat kesehatan hanya terfokus padapeningkatan jumlah kasus yang mereka tangani.

Fleksibilitas dalam penggunaan dana (setelah diberikan penghargaanuntuk kuantitas dan kualitas pelayanan perawatan mereka), mendorongpara penyedia pelayanan fasilitas kesehatan di Rwanda dalam mencaricara untuk meningkatkan kasus. Banyak rumah sakit dan klinik yangmembuat insentif yang kreatif untuk mendapatkan masyarakat datangke pusat kesehatan, seperti membayar para bidan untuk membawapasien mereka yang akan melahirkan ke rumah sakit.

Sistem evaluasi yang terlaksana dengan baik, dimana rumus dandata divalidasi oleh instansi nasional, membuat Rwanda bisa mencapaikeberhasilan. Kajian oleh rekan kerja (peer review) membantumempertahankan biaya tetap rendah selama putaran pertama evaluasi,dan kajian putaran kedua oleh lembaga eksternal membuat akuntabilitassemakin baik. Kombinasi akuntabilitas vertikal dan horizontal membuatstruktur evaluasi menjadi kuat.

Masalah yang mungkin muncul dari tipe pendekatan yang dipakaidi Rwanda (dan sistem berbasis kinerja sektoral umumnya), adalahbahwa sistem ini mungkin menambah ketidaksetaraan karenamemberikan manfaat ke fasilitas yang sudah berfungsi dengan baik.Karena fokusnya pada kuantitas kasus, maka pusat-pusat kesehatan didaerah yang sama akan bersaing memperebutkan pasien. Mungkin akanlebih baik jika pusat-pusat kesehatan dikelompokkan menjadi entitasyang lebih besar dan lebih menguntungkan. Tapi jika dilakukan terlalujauh, pusat kesehatan bisa menjadi kurang bisa diakses oleh orang ditempat terpencil atau yang keuangannya terbatas. Untuk mengurangirisiko ini, salah satu percontohan menyertakan bonus isolasi(keterpencilan). Akan sangat disarankan jika penanganan risiko-risikoini dipertimbangkan secara lebih luas.

292

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 298: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

14.6. Sistem Hibah Berbasis Kinerja yang Lebih LuasBanyak negara berkembang, yang menjalankan reformasi pemda,

memakai sistem hibah berbasis kinerja (PBG) fungsional yangbercakupan luas.96 Sebagian besar difokuskan pada reformasi berorien-tasi proses di Pemda, umumnya di bidang-bidang fungsional sepertipengelolaan keuangan, perencanaan, transparansi dan pengelolaansumberdaya manusia. Pemda diperbolehkan untuk ikut serta hanyasetelah memenuhi persyaratan minimum. Di luar persyaratan minimum,mereka ditawari bonus (atau dikenai hukuman) jika mencapai (tidakmencapai) target kinerja tertentu. Namun target ini kemungkinan besardidasarkan pada persyaratan proses, bukan pada hasil akhir penyediaanpelayanan. Jika hasil akhir dinilai, sering kali hasil ini dinilai dari segivolume (misalnya, jumlah kasus yang diterima di klinik, peningkatanjumlah pendaftaran siswa sekolah, dll). Beberapa mencantumkan ukuranmutu pelayanan dalam evaluasi PBG, tapi biasanya bersifat spesifik sek-tor, seperti dalam kasus sektor kesehatan Rwanda seperti dibahas di atas.

Uganda adalah salah satu negara pertama yang mendapatkan banyakpublikasi, karena memakai sistem hibah berbasis kinerja yang sistematisuntuk alokasi Pemda. Dengan Dukungan Dana Pembangunan ModalPBB (UNCDF), Uganda meluncurkan sistem PBG di pertengahan 1990-an di empat distrik. Hingga 2003, sistem ini ditingkatkan pada skalanasional (dengan banyak dana dari Bank Dunia) untuk mencakup semuapemda di negara ini. PBG Uganda dijalankan dari KementerianPemerintah Daerah (MLG) dan menangani utamanya target kinerjapemda yang berorientasi proses, untuk mewujudkan persyaratanminimum dan sasaran kinerja tahunan. Persyaratan minimum ditetapkandari peraturan daerah dan kerangka hukum. Ukuran kinerja meliputikepatuhan dan mutu rencana pembangunan, penganggaran, pengelolaandan akuntabilitas keuangan, efektivitas pengadaan dan sistem kontrak,serta pemantauan dan evaluasi.97 Setelah evaluasi, alokasi DanaPembangunan Lokal diberikan ke distrik dan subdistrik. Dana ini bersifatdikresioner, dan pemda biasanya mempergunakannya untuk investasiinfrastruktur lokal.96 J. Steffensen. 2010. Performance based grant systems: Concept and international experience.New York, NY: United Nations Capital Development Fund.97 M. Onyach-Olaa. 2003. Lessons from Experience in Decentralizing Infrastructure and ServiceDelivery to Rural Areas.http://www.uncdf.org/english/local_development/uploads/thematic/africities/UNCDF_Uganda.pdf

293

Optimalisasi Penyediaan Infrastruktur Publik dan Pelayanan

Page 299: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Aspek yang patut dicatat dari kasus Uganda dan yang diharapkanbisa membantu masyarakat dalam mengawasi akuntabilitas pemda,adalah usaha MLG untuk mempublikasikan sistem PBG. Rincian skemaini disebarluaskan, termasuk jumlah dana pembangunan yang tersediabagi dewan berdasarkan hasil evaluasi kinerja mereka di bidang-bidangproses. Transfer diumumkan sebelumnya melalui radio, koran danpemberitahuan publik di gereja dan papan pengumuman. Walau tidakada target penyediaan pelayanan langsung dalam skema ini, tapi pemdamendapatkan tekanan dari konstituennya yang menginginkan danapembangunan untuk masyarakat mereka. Selain itu, anggota dewandiberi insentif agar mereka menuntut kinerja yang bagus dari para stafpemda, yang umumnya bertanggung jawab atas administrasi bidangproses/fungsional yang dikenai evaluasi.

Hasil keseluruhan PBG di Uganda pada awalnya sangatmembesarkan hati. Kajian paruh-proyek (mid-term review) tekait sistemini selama 2000–2005 sangat positif hasilnya. Kajian paruh proyek2005, yang memakai analisis penerima manfaat dan audit nilai-untuk-uang, menyatakan bahwa evaluasi dan sistem insentif telah banyakmembantu peningkatan penyediaan pelayanan (walau mutu tidak ikutmeningkat).98 Tantangan untuk sistem PBS Uganda adalah bahwa sistemini tidak pernah melangkah maju melebihi pengukuran kepatuhan proses,dan perannya dalam mendorong kinerja pemda mulai memburuk, karenasifat penting relatifnya dalam skema yang lebih besar menurun danhibah sektoral individual bersyarat (seperti hibah pendidikan tersebutdi atas) semakin menonjol.

Baik Ghana maupun Tanzania memiliki program yang lebih barutapi sama seperti di Uganda. Keduanya menekankan pendanaanpembangunan diskresi untuk pemda, yang dikaitkan dengan kinerja.Sama seperti Uganda, Ghana dan Tanzania memberi hadiah untuk kinerjapemda di bidang-bidang fungsional seperti pengelolaan, sumberdayamanusia, perencanaan dan penganggaran. Dalam Program Pemerintahandan Penyediaan Layanan Lokal di Ghana (2009–2013), targetberorientasi proses menjadi dasar alokasi hibah Dana PembangunanDistrik, dan bonus kinerja diberikan untuk kinerja yang lebih baik.99 Di

98 J. Steffensen. 2010. Performance based grant systems: Concept and international experience.New York, NY: United Nations Capital Development Fund.99 Government of Ghana. 2002. Local service delivery and governance program. Accra.

294

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 300: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Tanzania, kinerja di bidang fungsional yang diberi nilai secara individualdipakai untuk menentukan nilai minimum untuk mendapatkan hibahdasar dan bonus kinerja di luar itu. Bidang-bidang fungsional yangdinilai bersifat agak sedikit ambisius jika dibandingkan dengan programsebelumnya, yang meliputi: pengelolaan keuangan, kapasitas fiskal,perencanaan dan penganggaran, tranparansi dan akuntabilitas, interaksiantar pemda, pengembangan sumberdaya manusia, pengadaan, prosesfungsional dewan, dan pelaksanaan proyek.100 Tanzania juga menawar-kan hibah spesifik sektor secara terbatas untuk pertanian, pengelolaanlingkungan dan air bersih/sanitasi perdesaan.

Banyak negara lainnya telah memakai skema hibah berbasis kinerja/pembangunan lokal. Di Afrika, Kenya, Sierra Leone dan Mali telahmelaksanakan skema yang agak sebanding sejak 2008, walau tidaksemua negara mendasarkan alokasi pada kinerja secara sama banyaknyaseperti negara lain. Di Asia, Timor Timur, Kepulauan Solomon, Nepaldan Banglades telah memakai skema yang mirip, dan kinerja jugadipertimbangkan dalam skema baru atau skema proses di Filipina,Bhutan dan Pakistan. Mengenai rumus alokasi hibah, sebagian besarnegara memakai struktur yang sama: rumus dasar berdasarkan padapenduduk, indikator kemiskinan dan geografi plus penyesuaian untukkinerja pemda. Seperti di Ghana, Sierra Leone memiliki hibah kinerjaselain hibah pemda dasar.

PengamatanSistem hibah kinerja berbasis luas semakin umum dipakai di negara-

negara berkembang, dan sistem ini sebagian besar mengikuti variasidari model yang sama (yang banyak berbasis kepatuhan). Jika tipependekatan ini diikuti di negara yang melaksanakan sistem pemda baru,maka pendekatan ini bisa membantu pelaksanaan sistem dan prosedurdasar yang diperlukan untuk membuat pemda bisa menjalankanpenyediaan pelayanan yang efisien dan akuntabel. Sistem ini jugamemberikan informasi yang bisa dipakai oleh masyarakat untuk menilaidewan pemerintahan daerah yang mereka pilih, namun mengumpulkan,menganalisis dan menyebarkan informasi ini memerlukan usaha yang

100 Lihat Republik of Tanzania. 2006. Local Government Capital Development Grant System,Manual for the assessment of councils against minimum conditions and performance measurementcriteria. Dar es Salaam.

295

Optimalisasi Penyediaan Infrastruktur Publik dan Pelayanan

Page 301: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

dikoordinasikan dengan baik, tingkat kapasitas yang memadai dan dalambeberapa hal dukungan teknis dari luar. Tantangan sering muncul terkaitakurasi, konsistensi dan keadilan evaluasi, terutama saat sistem iniberevolusi dengan ukuran yang lebih rumit.

Sejumlah negara yang menerapkan sistem berbasis luas ini jugamemiliki hibah berbasis kinerja spesifik sektor, di atas dan di luarprogram umumnya. Jika negara yang memulai dengan memakai sistemPBG umum berjalan ke arah ini, maka negara ini bisa bergerak melebihilandasan berbasis kepatuhan dari prinsip PBG arus-utama, menujupeningkatan dalam keluaran (output) penyediaan pelayanan danpencapaian target lain yang mungkin menjadi target sah dari transferantar pemerintah. Memang pembayaran kepatuhan bisa menjadi insentifyang sempurna agar Pemda mengembangkan sistemnya dan menerapkanstruktur dan proses sistem, tapi tidak logis jika pemda harus terusdibayar untuk memenuhi kewajiban dasar mereka yang dimandatkandalam peraturan perundang-undangan.

14.7. Sistem Evaluasi Kinerja yang KomprehensifIstilah evaluasi kinerja yang “komprehensif” bisa memiliki arti

yang berbeda dan, dalam kenyataannya, beberapa pendekatan yangdibahas di atas—di luar masukan atau keluaran dasar untuk transferbersyarat—bisa dianggap komprehensif dari segi tententu. Beberapainisiatif sektoral berbasis kinerja seperti dibahas di atas cukupkomprehensif dalam kaitannya dengan usaha untuk memicu kinerjayang lebih baik di berbagai aspek sektor individual, dan sistem PBGberbasis luas bahkan bisa dianggap komprehensif dari sudut pemberianinsentif untuk menjalankan elemen dasar sistem Pemda yang baru atauyang diperbarui. Namun, seperti dipakai di sini, komprehensif berartipendekatan yang mencakup berbagai ragam proses dan hasil akhir(outcome) dan yang secara jelas memberikan insentif untuk peningkatankinerja di banyak bidang.

Walau beberapa negara berkembang mengembangkan evaluasikinerja pemda dan skema insentif yang lebih komprehensif, tapi inilebih banyak dipakai (dengan berbagai tingkatan) di negara industri.Sejumlah organisasi di AS mengembangkan pendekatan komprehensifseperti ini. Contohnya, Asosiasi Pengelolaan Kota Internasional dan

296

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 302: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Institut Perkotaan mengembangkan pendekatan komprehensif untukevaluasi dan pengelolaan kinerja pemda.101 Asosiasi Akuntan Pemerintahmemberikan saran tentang pemakaian sistem kinerja oleh pemerintahsubnasional untuk meningkatkan penyediaan pelayanan.102 Beberapaorganisasi lokal, seperti the New York State Association of Counties,memberikan informasi mengenai pengelolaan kinerja untuk meningkatkanpenyediaan pelayanan bagi konstituen pemda.103 Ada banyak contohlain dengan sifat seperti ini.

Mungkin sistem insentif/kinerja pemda yang paling terkenal, banyakdidokumentasikan dan komprehensif adalah England ComprehensivePerformance Assessment (CPA), yang diperkenalkan di tahun 2001untuk semua pemerintah daerah di negara ini. Sistem ini memberikanperingkat pemda, terkait mutu pelayanan di enam bidang yang berbeda:pendidikan, perumahan, lingkungan, perpustakaan, dan waktusenggang, dan pemakaian sumberdaya/keuangan.104 Sistem ini adalahkombinasi sistem peringkat dan sistem insentif untuk pemda, danmenyertakan banyak penekanan pada mutu pelayanan serta ukuranefisiensi (pemakaian sumberdaya) dan indikator kesehatan kelem-bagaan (difokuskan pada bidang fungsional/proses dari pengelolaanpemda).

Di luar sistem peringkat, CPA memberikan insentif formal daninformal untuk pemda yang menunjukkan kinerja bagus. Dewanpemerintah daerah yang mendapatkan peringkat tinggi tidak harusmematuhi rezim pemeriksaan dan audit yang sama seperti untuk dewanpemerintah daerah lainnya (penghematan biaya upah terkait), dan merekamenikmati fleksibilitas yang lebih besar dari pemerintah pusat terkaitbidang-bidang lain, termasuk kebebasan meminjam. Dewan yangmenunjukkan kinerja buruk, sebaliknya, diminta untuk mematuhipemeriksaan dan pemantauan yang semakin banyak.

Sebelum penerapan CPA di tahun 2001, Inggris memperkenalkankerangka Nilai Terbaik di tahun 1999. Kerangka ini memakai ukuranyang disebut Indikator Kinerja Nilai Terbaik (BVPI), yang merupakannilai numerik untuk dewan terkait mutu pelayanan. CPA dikembangkan

101 Lihat Hatry (2006) dan Ammons (2008).\102 Lihat AGA (2009).103 Lihat NYSAC (2006).104 Informasi ini diperinci dalam Lockwood dan Porcelli (2011).

297

Optimalisasi Penyediaan Infrastruktur Publik dan Pelayanan

Page 303: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

dari BVPI dengan jalan menilai enam bidang pelayanan tersebut diatas, dan memakai (jika memungkinkan) inspektur dan lembaga yangsudah ada (misalnya, Kantor Standar Pendidikan). CPA jugamenggabungkan dan sengaja mempertimbangkan nilai numerik sebagaiberikut: pendidikan dan pelayanan sosial dihitung 4 kali, perumahandan lingkungan 2 kali, dan perpustakaan/waktu senggang dan pemakaiansumberdaya masing-masing sekali. Dengan cara ini, pelayanan yangdianggap paling krusial bagi pemda (pendidikan dan pelayanan sosial)ditekankan dalam keseluruhan peringkat kinerja akhir.

Satu-satunya ukuran tambahan yang dimasukkan ke keseluruhanperingkat kinerja, adalah nilai ”kemampuan meningkatkan” dari dewanlokal. Di tahun 2005, evaluasi kinerja disesuaikan dengan variasi dalamsistem pembobotan dan pendekatan yang lebih lama (rencana 3 tahun)untuk ukuran ”kemampuan meningkatkan.” CPA mengukur mutupelayanan, tapi menggabungkannya dengan ukuran efisiensi keuangan(pemakaian sumberdaya) serta ukuran kesehatan kelembagaan(kemampuan meningkatkan) yang lebih luas dan ambisius. Kombinasiketiga ukuran ini dalam satu sistem peringkat merupakan aspek yangunik dari CPA, yang juga memberi lebih banyak tekanan pada mutupelayanan daripada fungsionalitas. Yang terakhir, CPA dikaitkan dengankinerja dewan terpilih. Partai politik dan calon peserta pemilu sangatmemperhatikan peringkat CPA mereka, karena para pemilih bisamemakainya untuk menilai mereka.

Menurut perbandingan terkini antara Inggris dan Wales, yang tidakikut serta dalam CPA, hasil CPA bersifat campuran.105 Ada beberapahasil positif yang kuat. Pertama, CPA memang menimbulkan pengaruhpositif penting pada indeks mutu pelayanan. Hasil menunjukkanpeningkatan keseluruhan mutu pelayanan di Inggris jika dibandingkandengan Wales, juga hasil positif tertentu di bidang pendidikan (dimanaskema insentif spesifik sektor [tabel liga sekolah] diperkenalkan selamagelombang kedua CPA). Namun hasil positif dalam mutu pelayanan initidak meluas ke ukuran efisiensi. Studi menemukan bahwa tidak adakorelasi antara CPA dengan pemakaian sumberdaya dewan secara lebihefisien. Kedua, pemilih lebih menyukai anggota dewan yang memperolehperingkat CPA yang tinggi. Studi terkini menemukan korelasi antara

105 Lihat Revelli (2008) untuk informasi lebih lanjut.

298

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 304: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

peringkat CPA dengan kemungkinan terpilihnya kembali partai yangsedang memegang jabatan (incumbent), yang meningkatkannyasebanyak tujuh persen. Jadi, kesadaran masyarakat akan ukuran kinerjatelah menjadi alat yang efektif untuk mekanisme penghargaan/hukuman.Ini mungkin menimbulkan dampak jangka panjang dalam meningkatkanpelayanan melalui akuntabilitas masyarakat.

Secara keseluruhan, CPA yang berbasis luas di Inggris merupakanpendekatan yang berharga. Pendekatan ini memberikan informasidan penilaian terkait berbagai aspek perilaku pemda. Walau hasilnyabersifat campuran, informasi yang tersedia umumnya menunjukkanbahwa CPA telah menimbulkan dampak positif pada beragam aspekkinerja pemda dan telah meningkatkan kesadaran masyarakat akankinerja pemda.

Sebaliknya, sistem CPA ini rumit dan banyak persyaratannya.Inggris adalah negara dengan kapasitas yang sudah sangat maju untukpengumpulan, pemantauan dan evaluasi data kinerja. Instansi yangdibentuk dengan baik dan dengan staf yang bagus melaksanakan sebagianbesar penilaian. Tekanan pada mutu pelayanan menjadi lebih mudahdalam lingkungan di mana sebagian besar pemda telah memiliki kapasitasfungsional dan finansial yang sudah mapan. Faktor ini membuat Inggrisbisa menjalankan, mempertahankan dan terus mengembangkan sistempenilaian yang canggih seperti CPA. Mungkin ini akan lebih sulit dinegara berkembang, dan mungkin ini juga akan bergantung padapenyediaan sumberdaya eksternal dan bantuan teknis dari luar.

14.8. Insentif Kinerja Pemerintah Daerah Baru di IndonesiaJika Indonesia ingin menerapkan penilaian kinerja pemda/sistem

insentif yang kuat, maka sejumlah opsi perlu dipertimbangkan. Pertama,tampaknya tidak mungkin bagi tipe sistem komprehensif seperti dibahasdi atas untuk menjadi layak. Tipe ini sangat rumit dan banyakpersyaratannya, dan tampaknya tipe ini tidak akan menjadi pendekatanyang tepat untuk kelanjutan reformasi di Indonesia.

Juga ada permasalahan terkait pemakaian sistem PBG berbasisluas di bidang-bidang seperti tersebut di atas. Untuk memulai, mungkinakan dianggap terlambat dalam proses desentralisasi jika insentif mulaidipakai untuk kepatuhan pada sistem pemerintah daerah dan prosedur

299

Optimalisasi Penyediaan Infrastruktur Publik dan Pelayanan

Page 305: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

yang dimandatkan oleh inisiatif desentralisasi yang sudah berusia satudekade lebih. Sebaliknya, banyak pemda tidak sepenuhnya menerapkansistem dan prosedur dasar yang seharusnya mereka pakai atau tidakmemakainya dengan baik, jadi beberapa orang mungkin melihat suatunilai dalam pendekatan ini, paling tidak untuk diterapkan pada pemdadengan catatan kinerja dan kapasitas yang lemah.

Namun seandainya pendekatan ini jadi diterapkan, maka akan adaalasan untuk menganggap bahwa pendekatan itu sendiri tidak memadai.Yang pertama dan yang paling utama, reformasi bertipe ini tidak secaralangsung menangani permasalahan yang dominan terkait kinerja pemda—ketidakcukupan pelayanan yang terus ada selama sepuluh tahunreformasi yang menimbulkan pengharapan tinggi. Jadi insentif untukpenerapan reformasi sederhana tampaknya tidak mungkin menjadisesuatu yang dipaksakan ke pemerintah pusat dan masyarakat. Selainitu, insentif seperti ini mungkin harus bersifat penting dan berusiapanjang untuk membuat pemda mau secara berkelanjutan mengubahperilaku yang mereka telah terapkan sejak desentralisasi dimulai.

Jadi, mungkin langkah berikutnya yang paling layak bagi Indonesiaakan memerlukan insentif kinerja sektoral. Salah satu cara yang logisuntuk menargetkan kinerja sektoral adalah memakai transfer bersyarat.Seperti disebutkan di atas, transfer ini sering dipakai untuk melaksanakanfungsi lokal yang berkaitan dengan tujuan kebijakan nasional utama.Setelah dimulai dengan lambat, DAK Indonesia yang menjanjikantumbuh dengan cepat dan tampaknya akan terus bergerak ke arah atas.Seperti disebutkan sebelumnya, beberapa proyek donor terkini telahmengembangkan pencantuman insentif ke dalam DAK.

Walau tidak bersifat spesifik penyediaan pelayanan, suatu kasusbisa juga dibuat untuk menyediakan insentif bagi kinerja yang lebihbaik di beberapa aspek perilaku fiskal pemda secara kolektif —akumulasicadangan, pembiayaan utang, saldo antara belanja berulang dan belanjamodal, pentingnya arti penerimaan asli daerah, pertumbuhan ekonomi,dll. Beberapa aspek ini, seperti disebutkan di atas, sudah terpengaruhsecara sengaja atau tidak oleh peraturan dan aksi pusat, seperti strukturpajak pemda dan alokasi DAU.

Secara lebih umum, pembahasan DAU di atas menyoroti insentifbermasalah yang diciptakan oleh berbagai aspek rumus dan oleh caramenetapkan variabel yang dipakai dalam penghitungan. Walau secara

300

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 306: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

politis sensitif, studi yang lebih sistematis mengenai pengaruh DAUakan memberikan dasar untuk opsi reformasi yang ditujukan untukmeningkatkan insentif kinerja sub-nasional. Mungkin debat publik yanglebih mengakar tentang pengaruh sistem saat ini, akan meningkatkankelayakan politis dari perubahan seiring waktu. Mungkin ada jugainsentif yang berguna, yang difokuskan pada aspek bermasalah tertentudalam perilaku fiskal lokal. Contohnya, pemerintah pusat bisamenciptakan insentif untuk pemda dengan kinerja pengumpulanpendapatan yang buruk untuk meningkatkan hasil, atau memberi pemdahukuman karena tunggakan utang yang semakin besar.

Namun setiap opsi ini akan menemui hambatan ekonomi politisdan fiskal. Contohnya, kami sebutkan di atas bahwa fragmentasikelembagaan telah terjadi di lembaga-lembaga pusat, yang memilikiperan dalam desentralisasi dan pengembangan Pemda. Jika bermacam-macam lembaga (instansi) mengembangkan berbagai insentif yangbersifat ad-hoc, maka beberapa mungkin berjalan untuk tujuan saling-silang, beberapa lainnya mungkin bergantung pada penerapan lainnyayang belum terwujud, dan insentif-insentif ini mungkin malah membi-ngungkan pemerintah subnasional, terkait prioritas reformasi, dan terlalubanyak serta di luar kemampuan mereka untuk memberikan respons.

Yang terakhir, isu yang paling sulit berkaitan dengan kemungkinanbahaya moral dari pemberian lebih banyak transfer ke pemerintah yangtidak beroperasi secara efektif. Secara umum, pemerintah subnasionaldi Indonesia memakai dana yang mereka belanjakan untuk penyediaanpelayanan (bukannya secara hemat) secara tidak efisien (Lewis danPattinasarany, 2008).106 Mungkin lebih aman untuk disimpulkan bahwasemua pemerintah subnasional bisa beroperasi paling tidak sedikit lebihefisien. Dalam kondisi seperti ini, maka memberikan dana tambahan kepemda sebagai insentif untuk mencapai hasil akhir yang diinginkan(yakni, bahwa pertama-tama mereka harus bisa mewujudkan hasil inisecara lebih efisien dalam memakai sumberdaya), karena perilaku tidakefisien membawa risiko, tidak diragukan lagi. Dalam teori, beberapapemda mungkin beroperasi ”secara cukup efisien” dan karena itu lebihpatut untuk menerima insentif. Tapi menentukan secara memadai pemdamana yang cukup efisien tidak mudah untuk dilakukan, walau dengan

301

Optimalisasi Penyediaan Infrastruktur Publik dan Pelayanan

106 B. Lewis and D. Pattinasarany. 2009. The cost of public primary education in Indonesia: thesignificance of actual service quality and governance conditions,Growth and Change. 40(1).

Page 307: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

cara sangat keras dan cermat. Ini membuat sulit untuk menghindaripengiriman sinyal-sinyal campuran dalam berusaha menjalankan insentifkinerja.

Walau berbagai tantangan dan permasalahan ini nyata sifatnya,tapi yang pasti masih ada cara untuk lebih maju dalam menciptakaninsentif kinerja yang lebih kuat untuk pemda di Indonesia. Tapi walauinsentif disepakati, berbagai masalah akan muncul tanpa bisa dihindariterkait desain, pengumpulan dan pengolahan data, serta penerapan sistemsecara konsisten. Tanpa memandang tantangan yang mungkin muncul,potensi manfaat yang mungkin terwujud menyiratkan nilai eksperimentasidan riset kebijakan lebih lanjut.

302

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 308: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

15Pembiayaan Infrastruktur Daerahdan Pertumbuhan di Cina

Baoyun Qiao

15.1. PendahuluanSelama dekade terakhir, desentralisasi fiskal menjadi kecenderungan

umum di seluruh dunia. Pemerintah subnasional memperoleh semakinbanyak pendapatan, belanja, dan otonomi peminjaman. Pemberianotonomi peminjaman ke pemerintah subnasional memungkinkan merekauntuk masuk ke pasar modal, jadi bisa melakukan investasi infrastrukturdan berharap bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Namun,pinjaman subnasional membawa risiko yang tidak bisa diabaikan. Singhdan Plekhanov (2005) berpendapat bahwa pemerintah subnasionalcenderung membelanjakan secara berlebihan, kurang melakukan usahapajak dan meminjam jauh lebih besar daripada pemerintah nasional,akibat masalah kumpulan dana bersama, hambatan anggaran yangterlalu lunak, persaingan antar daerah, mandat pusat yang tidak didanai,atau siklus Pemilu yang singkat, dll.107 Pengalaman internasionalmenunjukkan bahwa pemberian otonomi peminjaman ke pemerintahsubnasional, tanpa pengelolaan kewajiban secara tepat, akan menimbul-kan peminjaman yang ceroboh dan krisis fiskal—seperti terlihat dinegara Brasil, Meksiko, Hongaria, dan Rusia. Krisis utang subnasionalbukan hanya mengganggu kemampuan pemerintah subnasional untuk

107 R. Singh, and A. Plekhanov. 2005. ”How Should Subnational Government Borrowing BeRegulated? Some Cross-Country Empirical Evidence,” IMF Working Paper. No. 05/54.

303

Page 309: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

memberikan pelayanan tertentu, tapi juga membahayakan stabilitaskeuangan dan makroekonomi negara secara keseluruhan.

Proses industrialisasi dan urbanisasi yang cepat di Cina telahmeningkatkan kebutuhan membangun infrastruktur regional. Dalamsistem fiskal terdesentralisasi—terutama dengan desentralisasipenugasan belanja—pemerintah subnasional mengemban hampir semuatanggung jawab atas belanja infrastruktur di Cina. Pembiayaan sub-nasional untuk pembangunan infrastruktur, terutama melalui utangsubnasional, telah meningkatkan kesejahteraan masyarakat danmendorong pertumbuhan ekonomi dan sosial yang berkelanjutan.Namun, risiko masih ada karena ekonomi Cina menghadapi tantanganberupa peningkatan kewajiban subnasional.

Menurut Ter-Minassian dan Craig (1997), literatur terkini mengenaipengelolaan kewajiban subnasional mengategorikan berbagai pendekatanpengelolaan menjadi tiga kelompok: disiplin pasar, kontrol administrasi,dan pengaturan kerja sama berbasis peraturan.108 Namun beberapapertanyaan penting belum terjawab dalam literatur terkini: mengapaberbagai negara memilih berbagai macam pendekatan pengelolaan?Apa pendekatan pengelolaan kewajiban subnasional yang paling optimaluntuk negara tertentu? Jawaban pertanyaan ini penting bagi parapembuat kebijakan, terutama di negara yang masih dalam tahap awaldesentralisasi fiskal, untuk memilih pendekatan pengelolaan kewajibansubnasional yang tepat.

Makalah ini ingin menyumbang ke literatur tersebut, dengan jalanmenjawab pertanyaan di atas melalui kerangka analisis dari kontrolrisiko yang optimal. Kerangka analisis mengasumsikan bahwa risikoyang terkait dengan peminjaman subnasional dipengaruhi oleh kekuatanhambatan anggaran fiskal negara di mana kekuatan ini diukur melaluikombinasi berbagai faktor termasuk: status hubungan fiskal antarpemerintah saat ini, hambatan pasar uang, dan status pasar uang saatini. Karena kenyataan bahwa beberapa negara memulai desentralisasifiskal dan peminjaman subnasional dengan hambatan anggaran danpasar yang tidak sebanding, maka manfaat dan biaya penguatan keduahambatan ini berbeda-beda. Karena itu, pilihan optimal (yang tergantung

108 Teresa, Ter-Minassian, (eds.). 1997. Fiscal Federalism in Theory and Practice, Washington:International Monetary Fund.

304

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 310: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Tab

el 1

5.1.

Kec

end

eru

nga

n P

end

apat

an F

isk

al d

an B

elan

ja d

i C

ina:

199

0–20

09 (

un

it:

mil

iar

Rm

b)

Sum

ber:

Chi

na S

tati

stic

al Y

earb

ook,

201

0

305

Optimalisasi Penyediaan Infrastruktur Publik dan Pelayanan

Page 311: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

pada status quo hambatan anggaran dan pasar yang berbeda)menjelaskan perbedaan pendekatan pengelolaan kewajiban subnasionalyang dilaksanakan di berbagai negara. Aplikasi pendekatan risikooptimal, dalam kasus Cina, menunjukkan bahwa kontrol administrasibisa menjadi pendekatan yang optimal untuk menampung kewajibansubnasional jangka pendek, sedangkan pendekatan berbasis aturan bisaberfungsi dengan bagus untuk jangka panjang.

Makalah ini disusun sebagai berikut: bagian 2 memberikan latarbelakang teoretis; bagian 3 menjelaskan model teoretis untuk kontrolrisiko yang optimal, yang berfungsi sebagai kerangka untuk menganalisiskeoptimalan pendekatan pengelolaan kewajiban subnasional; dalambagian 4, kami menerapkan pendekatan risiko optimal untuk menjela-jahi pendekatan pengelolaan kewajiban subnasional di Cina; dan, yangterakhir, di bagian lima kami menawarkan beberapa pendapat penutup.

15.2. Latar Belakang Teoretis

15.2.1. Hubungan Fiskal Antar Pemerintah di Cina

Reformasi fiskal di Cina dimulai di tahun 1994, dengan tujuanyang jelas untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Melalui reformasiini, kerangka sistem fiskal Cina saat ini dibentuk. Penekanan diletakkanpada penemuan solusi untuk masalah belanja saat ini, di tingkat pusatdan subnasional, dengan jalan meningkatkan rasio pendapatan fiskaldalam PDB total dan jatah pusat dalam pendapatan fiskal total. Tabel15.1 menunjukkan kecenderungan rasio pendapatan fiskal dalam PDBtotal dan jatah pusat dalam pendapatan fiskal total.

Dalam kerangka ini, tanggung jawab belanja di Cina sangatterdesentralisasi. UU Anggaran memberikan banyak otonomi ke setiaptingkat pemerintah subnasional, dan tanggung jawab belanja yang luas.Reformasi desentralisasi fiskal memberi pemda banyak otonomi lokaluntuk berbagai macam aspek, seperti menentukan sendiri prioritasbelanja dan kebijakan untuk aspek anggaran lokal yang terkait. Namunpenugasan belanja jauh dari transparansi dan kejelasan, sebagian besarkarena adanya tanggung jawab belanja bersama yang banyak di antaraberbagai tingkat pemerintah. Secara khusus, reformasi fiskal 1994menyatakan kembali penugasan belanja prareformasi dan memberikanhanya pedoman dasar untuk menentukan tanggung jawab belanja ke

306

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 312: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

pemerintah pusat dan lokal. Pedoman ini menunjukkan bahwapemerintah pusat dan daerah mengemban tanggung jawab belanja yangbesar, dan bahwa tanggung jawab banyak saling tumpang-tindih dantidak jelas. Pada dasarnya, hanya ada sedikit tanggung jawab khusustingkat pusat dan tingkat subnasional; pemerintah pusat cenderungbertanggung jawab atas isu pertahanan nasional, sedangkan pemdamenyediakan semua pelayanan publik dasar di tingkat lokal, sepertipemeliharaan kota dan pengeluaran kontruksi.

Penugasan belanja untuk pemerintah subprovinsi menjadi diskresipemerintah provinsi. Walau pemerintah subnasional di beberapa tingkatmungkin memiliki tanggung jawab belanja yang saling tumpang tindih,tapi dalam praktek tanggung jawab utama atas pelayanan publik dasar,seperti pendidikan dan perawatan kesehatan, tetap terkumpul di tingkatpusat dan pemerintah yang lebih rendah. Pelayanan publik lain, sepertikeamanan sosial, terkumpul di provinsi dan pemerintah tingkat prefektur.Penting untuk dicatat, walau ada disparitas (kesenjangan) sumberdayafiskal yang besar antardaerah, tapi cenderung ada kesamaan yang jelasdalam struktur belanja di semua pemerintah subnasional. Contohnya,dalam kasus kota kecil, belanja administrasi pemerintah memilikipersentase terbesar dalam total belanja. Belanja personel administrasimencapai 50–70% dari total belanja di beberapa kota kecil, sedangkanbelanja pelayanan dasar umumnya rendah. Ciri yang tidak konsistenlainnya adalah sifat penting pada hubungan masyarakat, terutama belanjatamu, di kota kecil yang kaya dan miskin. Tabel 15.2 menunjukkan polabelanja fiskal di tahun 2009.

307

Optimalisasi Penyediaan Infrastruktur Publik dan Pelayanan

Reformasi desentralisasi fiskal selama dua dekade terakhir telahbanyak meningkatkan otonomi lokal. Sekarang setiap pemerintah sub-nasional memiliki anggarannya sendiri, walau masukan dari wargalokal terkait belanja lokal masih terbatas jumlahnya. Belanja lokal danpengelolaan anggaran dilaksanakan melalui hierarki birokrasi. Sistemhukum yang membingkai proses desentralisasi Cina memberi pemerintahprovinsi diskresi untuk menentukan pengelolaan anggaran untuk semuapemerintah subprovinsi. Pemerintah pusat juga telah memberikansemakin banyak pedoman untuk pengelolaan belanja lokal, tapi otonomiyang diberikan oleh desentralisasi berarti bahwa para pejabat pemerintahsubnasional harus mempraktekkan ‘otonomi administratif’ dan ke luardari batasan dan hambatan yang disebabkan oleh anggaran lokal dan

Page 313: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

peraturan terkait. Kasus yang umum terjadi adalah ‘keuangan tanah’yang banyak dipraktekkan.

Sebaliknya, penugasan pendapatan di Cina relatif lebih bagusstrukturnya daripada sisi belanja. Kekuasan perpajakan menurutperaturan perundang-undangan di Cina disentralisasi. Pada dasarnya,sistem saat ini tidak memberikan pemerintah subnasional otonomi untukmenentukan pokok pajak atau tingkat pajak bagi semua pajak. Meskipundemikian, pemerintah telah menetapkan daftar pajak yang harusdikumpulkan oleh kantor pajak subnasional, yang dianggap sebagaipajak subnasional.109 Secara umum, pajak subnasional memiliki pokok

Tabel 15.2. Belanja Fiskal antara Pemerintah Pusat dan Pemdadi Cina, 2009 (unit: miliar Rmb)

Sumber: China Statistical Yearbook, 2010.

308

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

109 Daftar ini mencantumkan pajak perawatan kota dan konstruksi, pajak pembelian kendaraan,pajak pertanian dan peternakan, pajak produk pertanian khusus, pajak kontrak, pajak propertiperumahan, bea tambahan pendidikan, pajak perangko, biaya polusi, pajak penggunaan tanah dikota dan kota kecil, pajak tanah pertanian, pajak sumberdaya, pajak apresiasi tanah, pajakpemanfaatan kendaraan dan kapal, pajak investasi aset tetap, pajak rumah jagal, pajak perjamuan,dan lain-lain.

Page 314: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

pajak yang lebih sempit dan hasil pendapatan yang kurang stabil,daripada pajak pusat dan pajak yang dibagi. Bagi-hasil pajak merupakansumber pendapatan terbesar untuk tingkat subnasional. Saat ini, bagi-hasil pajak meliputi: pajak usaha, PPN, pajak penghasilan perusahaan,pajak penghasilan perorangan, dan pajak perangko untuk transaksikeamanan. Bagian sisanya dari pendapatan anggaran subnasionalberasal dari transfer. Selain pendapatan anggaran, pendapatansubnasional menyertakan juga pendapatan nonpajak (seperti keuntunganneto dari Badan Usaha Milik Negara [SOEs]), bea administrasi,penghasilan denda dan cukai, pendapatan dari pemanfaatan sumberdayalaut, pengeboran dan lain-lain.110

Sistem saat ini untuk penugasan pajak dan bagi-hasil pendapatanberasal dari reformasi TSS di tahun 1994. Reformasi TSS membuatpenugasan pendapatan yang relatif stabil dan jelas antara pemerintahpusat dan provinsi; lebih tepatnya, pemerintah pusat menetapkan apayang menjadi pendapatan khusus pusat, pajak yang dibagi denganpemerintah subnasional, dan desentralisasi beberapa wewenang kepemerintah provinsi. Pengaturan ini meningkatkan transparansipenugasan pendapatan, dan memiliki sifat bisa diramalkannyapendapatan untuk pemerintah provinsi. Sementara itu, pemerintah pusatmendorong pemerintah provinsi untuk meneruskan proses desentralisasiini ke pemerintah di tingkat lebih rendah. Di saat yang sama, kenyataanbahwa biasanya definisi tanggung jawab belanja tidak jelas antar tingkat-tingkat pemerintah—bahkan antara pemerintah pusat dan provinsi—kadang membuat sulit untuk menentukan tingkat pemerintah yangmana yang bertanggung jawab memberikan pelayanan publik apa, yangkarena itu membuat sulit untuk mendapatkan sumber pendapatan yangsesuai.

Pendekatan yang jelas untuk menetapkan penugasan pendapatanke pemerintah pusat, telah banyak meningkatkan kinerja pendapatannya.Dalam kenyataan, pendapatan anggaran pemerintah pusat terusmeningkat sejak reformasi TSS. Khususnya, resentralisasi atau bagihasil pendapatan pajak penghasilan di tahun 2002 dan 2003 menghindarijatah yang secara ajeg menurun untuk pemerintah pusat. Di tingkat

110 Ini adalah neto yang dilaporkan dari subsidi yang direncanakan untuk SOE yang mengalamikerugian.

309

Optimalisasi Penyediaan Infrastruktur Publik dan Pelayanan

Page 315: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

subnasional, tren sentralisasi yang halus bisa dideteksi, di mana tingkatprovinsi memperoleh sedikit kenaikan jatah dengan mengorbankan jatahyang lebih kecil untuk kabupaten dan kecamatan.

Walaupun reformasi TSS 1994 tidak memberikan banyak otonomipajak ke pemerintah subnasional, tapi dalam kenyataannya pemerintahsubnasional memperoleh otonomi pendapatan melalui sumber lain,seperti keuntungan SOE, bea administratif, penghasilan denda dansita, serta bea pengeboran dll. Pemerintah pusat juga memakaipendapatan di luar anggaran sebagai cara untuk menerapkan otonomipendapatan lokal. Kenyataannya, pendapatan di luar anggaranmerupakan salah satu sumber penting untuk pemda. Saat ini, pendapatandi luar anggaran berasal dari kantor dan unit administrasi, danapemerintah, dana yang digalang sendiri oleh pemerintah kota,pendapatan dari BUMD dan departemen administrasinya, dll.

Secara umum, semua pajak untuk pemerintah pusat dan daerahmasih lemah, terutama di yurisdiksi yang miskin, dan sangat berbeda-beda. Selain itu, hasil pajak lokal tidak stabil dan biaya penagihannyatinggi. Pemerintah kota dan kecamatan di yurisdiksi miskin sangattergantung pada banyak macam bea dalam pajak petani dan pertanian.Otonomi pendapatan pemerintah kota dan kecamatan ini banyakdikurangi akhir-akhir ini, karena reformasi pajak-untuk-bea yang dimulaidari tingkat pusat yang ditujukan untuk mengurangi beban pajak padapetani.

Di tahun 1994, gerakan melalui reformasi TSS untuk memisahkanpajak administrasi ke Kantor Pajak Negara (di tingkat pusat) dan kekantor administrasi pajak provinsi, ditujukan untuk mengurangipengaruh dan dampak wewenang pemda pada kinerja administrasi pajakyang berkaitan dengan pajak pusat dan pajak terbagi. Di saat yangsama, ini juga ditujukan untuk memberi pemerintah subnasional otonomidalam memakai beberapa instrumen, seperti pembebasan pajak danpelaksanaan otonomi pendapatan mereka sendiri.

Sistem transfer di Cina masih berevolusi, Reformasi TSS 1994mencoba membentuk kerangka untuk sistem transfer antarpemerintahdi Cina, tapi hanya berhasil sebagian. Aspek positif dari reformasi iniadalah bahwa reformasi ini berusaha memberikan, untuk pertama kali-nya di Cina, mekanisme transfer yang berbasis peraturan yang menjauhdari sistem transfer yang bersifat ad-hoc dan bisa dirundingkan dari

310

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 316: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

masa lalu. Tujuan lain reformasi ini adalah untuk meningkatkan jatahpemerintah pusat dalam total pendapatan, untuk meningkatkankapasitasnya dalam membagikan kembali sumberdaya fiskal ke semuayurisdiksi. Di sisi negatifnya, reformasi TSS 1994 menambahkanpotongan pajak ke dalam sistem transfer, yang membawa pengaruhtak-menyetarakan. Dalam praktek, potongan pajak diperkenalkan untukmemperlemah perlawanan terhadap reformasi TSS dari pemerintahsubnasional yang kaya, dan dibenarkan sebagai cara untuk memberipemda insentif untuk mengembangkan ekonomi lokal dan memperolehpendapatan.

Tujuan umum transfer penyetaraan (yang disebut sebagai ‘transferpenyetaraan transisional’) yang diperkenalkan di tahun 1995, mewakilihanya sebagian kecil dari semua transfer antar pemerintah, karena itutidak efektif untuk menangani disparitas (kesenjangan) fiskal horizontal.

Tabel 15.3. Sumber Pendapatan untuk Pemerintah Pusat danSubnasional di Cina, 2009 (unit: miliar Rmb)

Sumber: China Statistical Yearbook, 2010

311

Optimalisasi Penyediaan Infrastruktur Publik dan Pelayanan

Page 317: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Walau transfer antar pemerintah membiayai sebagian besar belanjalokal, tapi kerangka transfer antar pemerintah antara pemerintah pusatdan provinsi belum dikembangkan dengan baik. Selain itu, belum banyakyang telah dilakukan untuk mengembangkan kerangka transfer di tingkatsubprovinsi. Tabel 15.4 menunjukkan disparitas fiskal untuk pemerintahsubnasional.

Tabel 15.4. Kecenderungan Disparitas Fiskal untuk PemerintahSubnasional di Cina, 2009 (unit: miliar Rmb)

Sumber: China Statistical Yearbook, 2010.

312

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Pendapatan Belanja Defisit % dari Belanja Pemda

1990 194,5 207,9 13,49 6,5

1991 221,1 229,6 8,5 3,7

1992 250,4 257,2 6,8 2,6

1993 339,1 333,0 -6,1 -1,8

1994 231,2 403,8 172,6 42,8

1995 298,6 482,8 184,3 38,2

1996 374,7 578,6 203,9 35,2

1997 442,4 670,1 227,7 34,0

1998 498,4 767,3 268,9 35,0

1999 559,5 903,5 344,0 38,1

2000 640,6 1.036,7 396,1 38,2

2001 780,3 1.313,5 533,1 40,6

2002 851,5 1.528,1 676,6 44,3

2003 985,0 1.723,0 738,0 42,8

2004 1.189,3 2.059,3 869,9 42,3

2005 1.510,1 2.515,4 1.005,4 40,0

2006 1.830,4 3.043,1 1.212,8 39,9

2007 2.357,3 3.833,9 1.476,7 38,5

2008 2.865,0 4.924,8 2.059,9 41,8

2009 3.260,3 6.104,4 2.844,2 46,6

Chi S i i l Y b k 2010

Page 318: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Walau saat ini ada ratusan program transfer di Cina, tapi semuanyabisa dikelompokkan menjadi dua tipe utama.

15.2.2. Hibah Tujuan Umum

Hibah ini meliputi transfer umum dan potongan pajak. Transferpenyetaraan dirancang untuk membantu menyetarakan disparitas antarprovinsi. Pembagiannya didasarkan pada rumus yang menyertakanukuran obyektif untuk kapasitas fiskal dan kebutuhan belanja provinsi,atau nilai aktual yang akan dibagikan dihitung berdasarkan padakesenjangan antara belanja standar terkini dan kebutuhan standar terkini(yang disesuaikan untuk koefisien yang mempertimbangkan besarankesenjangan).

Pemotongan pajak diterapkan sebagai ketentuan ‘tidak mau menang-gung akibat’ yang mengacu ke sistem fiskal yang berlaku sebelumreformasi TSS. Nilai pemotongan pajak untuk VAT dan pajak konsumsidihitung sesuai rumus.111 Pajak penghasilan perusahaan, pajak pengha-silan perorangan dan potongan pajak ekspor didasarkan pada nilai pokok—yang ditentukan berdasarkan pada pengumpulan nominal di tahundasar.112 Peran penting relatifnya menurun dengan cepat seiring waktu.

15.2.3. Hibah Tujuan Khusus

Hibah ini meliputi transfer penutup kesenjangan dan transfertersisihkan. Transfer penutup kesenjangan dirancang utamanya untukmenangani berbagai wujud ketidakseimbangan vertikal di tingkat sub-nasional, dengan jalan menutup kesenjangan fiskal untuk pemerintahlokal. Ada beberapa kategori untuk transfer ini, dan tipe utamanyameliputi: pendapatan yang dikembalikan,113 transfer untuk daerah111 Rumusnya adalah:R

t = (S

t + 75%V

t – S

t-1 + 75%V

t-1) * 0.3

Dimana Rt adalah kompensasi pusat di tahun t; S adalah pendapatan dari pajak konsumsi; V

adalah pendapatan dari VAT.112 Di tahun 2001, pajak penghasilan menjadi pajak terbagi, berlawanan dengan penugasan 100%ke pemerintah lokal; rasio bagi-hasil untuk pemerintah pusat adalah 50 persen, dan menjadi 60%di awal 2002. Rumusnya adalahR

t = Max{ I

t*0.6, I

2001}

113 Kecuali Provinsi Shandong yang menerima subsidi dan memberikan pendapatan ke pemerintahpusat, 16 pemerintah provinsi berada di sisi penerima yang menyertakan juga delapan provinsitempat suku minoritas (Tibet, Xinjiang, Mongolia Dalam, Ningxia, Guangxi, Qinghai, Yunnan,dan Guizhou) dan provinsi miskin lain seperti Sichuan dan Jiangxi. 14 provinsi lain berada di sisipemberi pendapatan.

313

Optimalisasi Penyediaan Infrastruktur Publik dan Pelayanan

Page 319: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

minoritas, transfer untuk meningkatkan belanja gaji pegawai negari,transfer untuk reformasi bea-ke-pajak perdesaan, dan transfer untukmeninggalkan transfer pertanian dan transfer lain. Transfer tersisihkanmeliputi ratusan hibah tujuan khusus yang berkaitan dengan berbagaimacam program tingkat pusat, yang kebanyakan dikembangkan secaraterburu-buru. Saat masalah dan tantangan baru muncul, maka terjadikecenderungan untuk membuat transfer tersisihkan baru untukmenangani masalah ini. Hibah tujuan khusus juga menyertakan subsidiuntuk memperbanyak penerbitan obligasi negara.

Sama seperti penugasan tanggung jawab, transfer antar pemerintahsubprovinsi menjadi diskresi pemerintah provinsi. Saat ini, kerangkadasar untuk transfer subprovinsi sama dengan yang untuk pemerintahpusat, walau ada banyak keberagaman struktur antar provinsi karenaperbedaan dalam ketersediaan sumberdaya fiskal dan karena pemerintahprovinsi memakai diskresinya untuk melimpahkan jatah dana yanglebih kecil atau lebih besar yang diterima dari pemerintah pusat.

Walau tujuan program transfer antar pemerintah ini bermacam-macam, tujuan utama dari banyak transfer antar pemerintah tersebutadalah untuk menutup kesenjangan anggaran. Contoh umumnyameliputi: transfer untuk meningkatkan belanja pegawai negeri, transferreformasi bea-ke-pajak perdesaan, transfer untuk meninggalkan pajakpertanian, transfer rekening akhir dll. ‘Transfer umum’ adalah satu-satunya yang memiliki tujuan penyetaraan yang jelas—melalui kumpulandana yang dibagikan walau relatif kecil. Alasan utama dari orientasi kepenutupan kesenjangan ini adalah, bahwa sebagian besar pemerintahsubnasional menghadapi banyak ketidakseimbangan vertikal sepertidijelaskan di atas, karena ciri utama dari sistem desentralisasi fiskal diCina adalah walau belanja sudah banyak didesentralisasi, pendapatanpajak masih tetap sangat tersentralisasi.

Ketergantungan pada transfer antar pemerintah berbeda-beda diberbagai tingkat pemerintah subnasional. Selama tahun-tahun terakhir,pertumbuhan cepat dari sumberdaya fiskal pemerintah pusat memberipeluang untuk memperkenalkan beberapa program transfer antarpemerintah. Namun sistem transfer antar pemerintah masih tampakkurang stabil dan kurang bisa diramalkan. Menurut desainnya, sistemini tidak hanya dilaksanakan oleh pemerintah pusat, tapi juga olehprovinsi dan prefektur agar bisa menutup kesenjangan di tingkat

314

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 320: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

pemerintah yang lebih rendah. Selain variasi tingkat ketergantunganpada transfer, di beberapa tingkat pemerintah, juga ada variasi besarantar yurisdiksi.

15.3. Tantangan Sistem Fiskal CinaReformasi fiskal 1994 mengatasi banyak masalah hubungan fiskal

antar pemerintah, yang berkaitan dengan belanja terkini. Lajuindustrialisasi dan urbanisasi yang cepat meningkatkan kebutuhanmembangun infrastruktur. Pembangunan infrastruktur regional,kemudian, memberikan banyak manfaat bagi pemerintah subnasionaldari segi pendapatan fiskal, juga membuat pemerintahan subnasionalmenjadi penting untuk persaingan politik melalui tuntutan ke pejabatpemerintah subnasional untuk mempermudah pertumbuhan ekonomi.Walau reformasi fiskal mendorong pemerintah subnasional untukmeningkatkan pertumbuhan ekonomi, tapi reformasi ini tidak memberi-kan sumberdaya langsung untuk belanja modal. Akibatnya, pembiayaanutang untuk belanja modal menjadi pendekatan yang penting.

Tabel 15.5. Anggaran Belanja Modal di Cina, 1997–2009(unit: miliar Rmb)

Sumber: China Statistical Yearbook, 2010.

315

Optimalisasi Penyediaan Infrastruktur Publik dan Pelayanan

Year Anggaran Belanja

Modal (1)

Total Anggaran Belanja

(2)

(1) sebagai % dari

(2)

Total Belanja Modal (3)

(1) sebagai % dari

(3)

1997 69,7 923,4 7,5 2.526,0 2,8

1998 119,7 1.079,8 11,1 2.871,7 4,2

1999 185,2 1.318,8 14,0 2.975,5 6,2

2000 210,9 1.588,6 13,3 3.311,0 6,4

2001 254,6 1.890,3 13,5 3.798,7 6,7

2002 316,1 2.205,3 14,3 4.504,7 7,0

2003 268,8 2.465,0 10,9 5.861,6 4,6

2004 325,5 2.848,7 11,4 7.456,5 4,4

2005 415,4 3.393,0 12,2 9.459,1 4,4

2006 467,2 4.042,3 11,6 11.895,7 4,0

2007 585,7 4.978,1 11,8 15.080,4 3,9

2008 795,5 6.259,3 12,7 18.291,5 4,4

2009 1.268,6 7.630,0 16,6 25.023,0 5,1

Page 321: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Pembiayaan utang untuk belanja modal menjadi populer sejak1996. Cara ini telah banyak meningkatkan kinerja ekonomi dan memicupertumbuhan ekonomi. Sejak 2010, pemerintah subnasional telahmenginvestasikan RMB 5.947 miliar untuk transportasi, infrastrukturkota dan pembangunan energi (dengan pembiayaan utang mencapai62% total utang subnasional). Selanjutnya, RMB 1.021 miliardibelanjakan untuk pembelian tanah (yang mencapai 11% total utangsubnasional). Semua investasi ini mempercepat pembangunan jalantol, jalan lokal, perkeretaapian, bandara dan infrastruktur lain, danmenjadi aset yang bermutu tinggi untuk pemerintah subnasional.Pertumbuhan infrastruktur bukan hanya meningkatkan pertumbuhanekonomi dana kesejahteraan sosial, tapi juga memberikan potensi besaruntuk pertumbuhan ekonomi ke depan. Sementara itu, pemerintah sub-nasional juga memakai pembiayaan utang untuk mendukung proyekpembangunan sosial di bidang pendidikan, perawatan kesehatan,perumahan dll. Ada juga investasi utang senilai RMB 1.375 miliaruntuk promosi pengurangan polusi dan pembangunan ekologi, dan RMB402 miliar untuk investasi pembaruan industri. Ini semua memberikanpotensi untuk pembangunan sosial dan ekonomi yang berkelanjutan dimasa depan. Namun, ada risiko besar dari semakin banyaknya kewajibansubnasional. Sejak 2010, total utang subnasional adalah RMB 10.717miliar. Dalam kenyataannya, utang subnasional yang besar ini menjaditantangan utama terbesar untuk Cina, yang mengancam pemerintahsebagai instrumen keuangan. Saat ini, risiko yang terkait dengankewajiban subnasional berasal sisi kebutuhan (peminjam) dan sisipasokan (pemberi pinjaman). Cara mengendalikan risiko akibatkewajiban subnasional yang semakin banyak ini, menjadi tugas pentinguntuk ekonomi Cina.

15.4. Metode RisetWebb (2004), Singh dan Plekhanov (2005) serta Liu dan Waibel

(2008) semuanya telah menunjukkan bahwa pemerintah subnasionalcenderung meminjam secara berlebihan karena hambatan anggaranyang lunak, sedangkan Freire dan Petersen (2003) serta Liu danWaibel (2008) menekankan risiko yang muncul dari hambatan pasar

316

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 322: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

keuangan yang lemah.114 Literatur sebelumnya tidak mengakui bahwajika pembuat kebijakan mencari pendekatan terbaik untuk mengelolakewajiban subnasional, maka tujuan pembuat kebijakan bukan untukmenghapus semua risiko tapi menampung risiko dengan biaya sedikitmungkin—yang merupakan inti dari pendekatan risiko yang optimal.Karena tingkat risiko yang timbul tergantung pada tingkat sulitnyahambatan anggaran dan keuangan, maka pendekatan pengelolaankewajiban subnasional harus memperkuat hambatan anggaran, hambatanpasar, atau keduanya.

Untuk mengatasi masalah pengendalian risiko yang optimal, parapembuat kebijakan harus memahami manfaat dan biaya setiap calondan hambatan anggaran yang dihadapi. Salah satu isu utama yangharus ditekankan adalah bahwa sebagian besar langkah untukmengendalikan kewajiban subnasional, seperti yang dibahas dalamliteratur, harus bersifat spesifik utang. Pertama, tidak mungkinmenggantungkan diri pada langkah ini saja untuk memperbaiki seluruhsistem hubungan antar pemerintah dan mengembangkan pasar uangyang sepenuhnya matang. Langkah yang diambil untuk menampungrisiko peminjaman subnasional, benar-benar membantu meningkatkanhambatan anggaran dan/atau hambatan pasar dalam kadar tertentu.Namun, memperkuat hambatan anggaran memerlukan serangkaianreformasi dalam hubungan antarpemerintah, bukan kontrol yang bersifatspesifik utang dan hal seperti ini juga terjadi dalam memperkuathambatan pasar.

Mengendalikan risiko utang subnasional itu sendiri bukan kondisiyang memadai, sebagai pembenaran untuk reformasi hubungan fiskalantar pemerintah dan reformasi pasar uang secara menyeluruh.Reformasi menyeluruh seperti ini mengakibatkan dampak yang bisamenyebar ke seluruh negeri, dan memakan biaya yang lebih mahaldaripada apa yang diperoleh dari pengendalian risiko utang subnasional.Untuk mengawali reformasi ini diperlukan pertimbangan cermat

114 S.B. Webb. 2004, ”Fiscal Responsibility Laws for Subnational Discipline: The Latin AmericanExperience,” World Bank Policy Research Working Paper 3309; R. Singh and A. Plekhanov.2005, ”How Should Subnational Government Borrowing Be Regulated? Some Cross-CoutryEmpirical Evidence,” IMF Working Paper No. 05/54; Lili Liu, and Michael Waibel, 2008,”Subnational borrowing, Insolvency, and Regulation.” In A. Shah (eds.), Macro Federalism andLocal Finance, Washington, D.C: World Bank.

317

Optimalisasi Penyediaan Infrastruktur Publik dan Pelayanan

Page 323: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

mengenai manfaat dan biaya terkait. Karena itu, pendekatan pengelolaankewajiban subnasional yang diamati hanya mengubah hubungan fiskalantar pemerintah saat ini, status pasar uang, atau keduanya, dalamusaha memperbaiki lubang yang bisa menyebabkan risiko.

Layak juga untuk dicatat bahwa manfaat dan biaya dari penerapankontrol spesifik utang, berhubungan dengan status quo hambatananggaran dan hambatan pasar. Contohnya, jika status quo hambatananggaran sudah kuat, maka memperkuatnya lagi bisa menimbulkanbiaya yang relatif tinggi. Implikasi adalah bahwa pilihan optimal untukpengelolaan kewajiban subnasional bisa berubah bersama evolusi dalamhambatan anggaran dan hambatan pasar.

Untuk ringkasnya, semua pendekatan pengelolaan utang bisadikategorikan menjadi dua kelompok: pendekatan spesifik utang untukmemperkuat hambatan anggaran (sisi kebutuhan), dan pendekatanspesifik utang untuk memperkuat hambatan pasar (sisi pasokan). Tujuanpendekatan risiko yang optimal adalah untuk memperkecil risiko yangada dalam pinjaman subnasional dengan tingkat kerugian tertentuterutama hilangnya pertumbuhan ekonomi. Solusi untuk pendekatanrisiko yang optimal ini bersifat dinamis manfaat dan kerugian daripelaksanaan pendekatan pengelolaan kewajiban yang berbeda, mungkinberubah seiring perubahan status quo.

Model risiko optimal bisa menjelaskan dengan baik pendekatanpengelolaan kewajiban yang diamati dan dipakai di berbagai negaradengan kondisi hambatan pasar dan anggaran yang berbeda.

Negara seperti AS bergantung pada disiplin pasar untukmenampung kewajiban subnasional, yang bisa dijelaskan oleh kenyataanbahwa hambatan pasar dan anggaran sudah cukup kuat, jadi biayamarjinal untuk memperkuat lagi hambatan pasar dan anggaran bisalebih besar daripada manfaat marginalnya. Karena itu, tidak ada usahaekstra yang diperlukan untuk memperkuat lebih lanjut kedua hambatanini. Disiplin pasar sendiri cukup untuk menampung peminjaman sub-nasional yang ceroboh.

Negara seperti Jerman, Inggris dan Jepang, melakukan banyakusaha untuk memperkuat hambatan anggaran, melalui kontroladministrasi atau kontrol berbasis peraturan dari sisi kebutuhan. Disini manfaat marginal dari memperkuat lebih lanjut hambatan pasarlebih kecil daripada biaya marginal, walau manfaat marginal dari

318

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 324: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

penguatan hambatan anggaran masih lebih besar daripada kerugianmarginal terkait. Contohnya, pasar uang di Jerman sudah matang,yang berarti lembaga keuangan dan investor di pasar sudah dilengkapidengan kemampuan untuk menentukan harga keuntungan dan risikoyang menyertai pemberian pinjaman. Jadi, manfaat marginal daripenguatan lebih lanjut hambatan pasar melalui peraturan spesifik utangdan tentang pasar uang mungkin terlalu kecil untuk membenarkankerugian yang ditimbulkan, seperti hilangnya efisiensi pasar uang.Sebaliknya, hambatan anggaran di Jerman tidak cukup kuat karenasejarah penghapusan utang penghapusan utang (bailout) oleh pemerintahfederal dan besarnya transfer horizontal dan vertikal antar pemerintah.Karena itu, manfaat marginal dari memperkuat lebih lanjut hambatananggaran bisa lebih besar daripada biaya marginal terkait.

Untuk sebagian besar negara berkembang, situasinya adalah bahwahambatan anggaran dan hambatan pasar masih lemah. Manfaat marginaldari memperkuat lebih lanjut kedua hambatan ini lebih besar daripadabiaya marginal terkait. Ini menjelaskan mengapa negara seperti Brasildan Meksiko memakai kontrol berbasis peraturan untuk sisi kebutuhandan pasokan. Contohnya, peminjaman oleh pemerintah subnasionalbergantung pada bank milik negara yang tidak memiliki insentif yangkuat untuk menentukan harga keuntungan dan risiko dengan benar.Brasil pernah mengalami tiga krisis utang subnasional yang besar sejakrestorasi demokrasi subnasional. Seperti ditunjukkan dalam Webb(2004), perjanjian untuk menyelesaikan krisis ini memperkuat anggapanbahwa Pemerintah Federal siap untuk memberikan penghapusan utangke negara bagian yang meminta. Hambatan pasar dan anggaran yanglemah menyebabkan defisit subnasional yang berlebihan dan mengulangkembali krisis utang.

Untuk mengurangi peminjaman subnasional yang ceroboh, Brasilmenerapkan langkah-langkah untuk peminjam dan pemberi pinjaman.Di sisi kebutuhan, Keputusan Senat yang baru (SR 78) menetapkanbatas-batas peminjaman negara bagian dan memberi Senat kuasa untukmelarang beberapa tipe peminjaman; UU 9696 menetapkan targetpengurangan utang, rasio defisit, belanja pegawai, dan pertumbuhanpendapatan sendiri. Di sisi pasokan, Dewan Moneter Nasionalmemerintah Bank Sentral untuk membatasi total pinjaman yangdiberikan oleh setiap bank ke sektor publik dan melarang bank untuk

319

Optimalisasi Penyediaan Infrastruktur Publik dan Pelayanan

Page 325: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

meminjamkan ke negara bagian yang melanggar plafon utang dan batasdefisit. Langkah lain di sisi pasokan adalah privatisasi bank miliknegara agar pemerintah subnasional tidak bisa lagi bergantung padapembiayaan istimewa ini.

15.5. Kontribusi yang Diharapkan: Implikasi untuk CinaDalam bagian ini, kami pertama-tama meringkas faktor-faktor yang

menimbulkan peminjaman subnasional yang ceroboh di Cina, lalupendekatan risiko yang optimal seperti yang jelaskan dalam bagiansebelumnya dilakukan untuk menemukan pendekatan pengelolaankewajiban subnasional yang tepat untuk Cina.

15.5.1. Analisis Sisi Permintaan

Di antara faktor sisi permintaan, kami menekankan peran yangdimainkan oleh hambatan anggaran yang lunak dan akuntabilitas lokalyang lemah. Faktor lain di sisi kebutuhan, yang memengaruhi pemerintahnasional, meliputi: pengharapan pertumbuhan, urbanisasi, dan kebijakanfiskal aktif di 2008–2009.

Lemahnya Akuntabilitas LokalBeberapa faktor yang menyumbang ke hambatan anggaran yang

lunak dan akuntabilitas lokal yang lunak dari pemerintah subnasionaldi Cina:

Kaburnya Hubungan antara Perusahaan PemerintahPemerintah cenderung membentuk perusahaan milik negara/daerah

di sektor yang kompetitif, yang mengaburkan perbedaan antara sektorpublik dan swasta. Masuknya sektor publik ke dalam pasar swastamengakibatkan hilangnya efisiensi dan kewajiban bersyarat (contingentliabilities) yang penuh risiko bagi pemerintah subnasional, karenapinjaman perusahaan milik negara dijamin secara langsung atau tidaklangsung oleh pemerintah subnasional.

Kaburnya Hubungan Antar PemerintahIsu fiskal utama yang harus ditangani oleh Cina adalah mening-

katnya disparitas antara tanggung jawab belanja pemerintah sub-nasional dan pendapatan yang tersedia. Walau pemerintah subnasional

320

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 326: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

semakin banyak menanggung beban tanggung jawab belanja yangdidesentralisasi, tapi jatah pendapatan mereka dari berbagai sumbertidak pernah lebih dari 50% selama 10 tahun terakhir—ini sangatberlawanan dengan situasi sebelum reformasi bagi hasil pajak. Sepertiditunjukkan dalam Martinez-Vazquez dan Qiao (2010), ketidak-seimbangan antara belanja dan pendapatan sebagian besar merupakanakibat dari kekurangan kelembagaan dalam desain hubungan fiskalantar pemerintah. Pemerintah subnasional menanggung banyak sekalibeban belanja, seperti ditunjukkan di Tabel 15.2. Pemerintah subnasionalbertanggung jawab atas penyediaan pelayanan dasar, termasukpendidikan dasar, perawatan kesehatan dan kesejahteraan sosial. Terkaittanggung jawab menyediakan pelayanan publik yang didesentralisasi,sistem fiskal terkini menugaskan beberapa sumber pendapatan primeryang stabil ke pemerintah subnasional. Sejak 1994, sistem bagi-hasilpajak secara bertahap mensentralisasi penugasan pendapatan, termasukpajak pertambahan nilai (PPN), pajak penghasilan perorangan danperusahaan serta pajak konsumsi, dengan meninggalkan hanya pajakusaha untuk pemerintah subnasional. Selain itu, sistem pajak properti,yang dalam contoh internasional berfungsi sebagai sumber pendapatanutama untuk pemerintah subnasional, sekarang masih dalam bentukembrio.

Selain itu, pemerintah di tingkat atas di Cina cenderung menugaskanmandat tanpa memberikan dana atau memberikan dana yang tidakmencukupi, yang membuat beban belanja pemerintah subnasionalmenjadi semakin banyak.

Desain hubungan fiskal antar pemerintah yang tidak tepat di Cina,menimbulkan tekanan fiskal yang berat pada pemerintah subnasional.Kesenjangan fiskal subnasional yang besar memicu pembiayaan utanglokal, terutama pelayanan utang untuk belanja operasional. Kurangnyapendapatan dari sumber sendiri membuat pemerintah subnasionalmenjadi sangat tergantung pada transfer dari pusat. Apa yang membuatmasalah menjadi semakin rumit adalah kurangnya transparansi dalamproses penentuan transfer, terutama dalam menentukan transfer tujuankhusus atau ad hoc. Hubungan antar pemerintah yang tidak benar jugamenimbulkan dua masalah yang lebih mendasar: masalah kumpulandana bersama dan hambatan anggaran yang lunak. Dengan menganggaptransfer fiskal sebagai kumpulan dana bersama, maka pemerintah sub-

321

Optimalisasi Penyediaan Infrastruktur Publik dan Pelayanan

Page 327: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

nasional akan membelanjakan secara berlebihan dan menumpuk utangyang tidak berkelanjutan untuk menyaingi transfer. Masalah hambatananggaran yang lunak membuat pemerintah subnasional sengajamengurangi usaha fiskal, membelanjakan secara berlebihan, danmengabaikan ancaman kebangkrutan, karena mereka mengharapkanpusat menutup kesenjangan dan menghapus utang mereka.

Satu wujud masalah kumpulan dana bersama adalah persainganantar yurisdiksi yang tidak sehat. Kriteria saat ini untuk evaluasipemerintahan lokal menempatkan bobot yang relatif besar padapertumbuhan PDB, jadi pemerintah subnasional cenderung membelanja-kan untuk investasi publik dan mengurangi usaha mengumpulkan pajakuntuk menarik investasi swasta—dengan harapan bahwa pusat akanmenutup kesenjangan fiskal. Cai dan Treisman (2004) memberikancontoh spesifik dari persaingan ini, yang mengorbankan pengumpulanpajak lokal dan menimbulkan lebih banyak pembiayaan utangsubnasional.115

Buruknya Pengelolaan AnggaranPengelolaan anggaran yang longgar memungkinkan pemerintah

subnasional untuk hidup melampaui batas kapasitas fiskalnya danmembuat kewajiban yang tidak berkelanjutan. Masalah utama dalampengelolaan anggaran adalah kurangnya transparansi. Tanpatransparansi fiskal, sulit bagi pemerintah pusat untuk memberlakukandisiplin fiskal, karena mudah untuk membelokkan tanggung jawab untukkeputusan keuangan yang ceroboh. Salah satu wujud masalah ini adalahbahwa tidak ada mekanisme ex ante dan ex post untuk mengaturpinjaman subnasional yang membumbung tinggi. Kurangnyatransparansi ini juga membuat disiplin pasar tidak berfungsi, jadimembuat peminjam lambat dalam menanggapi sinyal pasar.

Selain itu, pengelolaan anggaran yang longgar mengakibatkan apayang disebut sebagai ‘keuangan pemasok (feeding finance)’ yangmengacu ke belanja pemda untuk bidang-bidang dengan biayaadministrasi yang dipusatkan dan biaya personal khususnya. ‘Keuanganpemasok’ disebabkan sebagian oleh ketidakseimbangan fiskal vertikal,tapi yang lebih penting, oleh pengelolaan anggaran yang lemah dan

115 Cai, Hongbin and Daniel Treisman, 2004, ”State Corroding Federalism,” Journal of PublicEconomics, Vol.88 (March), pp.819-43.

322

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 328: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

tidak mampu mengekang ukuran pemerintah dan belanja operasional.‘Keuangan pemasok’ juga menyebabkan peningkatan kebutuhan

utang, karena sebagian besar sumberdaya fiskal telah habis dipakaidan hanya sedikit yang tersisa untuk investasi infrastruktur. Pejabatlokal, yang menghadapi dilema antara sumberdaya yang terbatas untukinvestasi modal dan keinginan tak-tertahankan untuk meningkatkanPDB, cenderung memakai utang untuk membiayai proyek publik untukmeningkatkan ekonomi lokal. Karena kurangnya transparansi fiskaldan pengelolaan anggaran yang efisien, keputusan keuangan yangceroboh dari pejabat lokal sulit untuk dideteksi dan dihukum. Apayang membuat situasi menjadi lebih buruk adalah bahwa beberapapejabat lokal, di daerah yang kurang berkembang, bahkan membiayaibelanja operasional melalui utang yang dipercaya oleh banyak perisetsebagai tidak berkelanjutan.

Kurangnya Pemanfaatan ‘Memberi Suara dengan Tangan’ dan‘Memberi Suara dengan Kaki’

Untuk memperkuat akuntabilitas lokal, dua tipe utama mekanismeyang bisa dirancang dan dilaksanakan dalam praktek adalah sistem‘memberi suara dengan tangan’ dan ‘memberi suara dengan kaki.’Namun kelebihan kedua sistem ini belum sepenuhnya dimanfaatkan diCina. Mekanisme ‘memberi suara dengan tangan’ belum berfungsidengan baik karena sebagian besar pejabat subnasional ditunjuk olehpemerintah di tingkat atas. Ini mendorong pejabat lokal untuk bertang-gung jawab pada otoritas di tingkat yang lebih tinggi, bukan padamasyarakat lokal. Mekanisme ‘memberi suara dengan kaki’ memerlu-kan mobilitas faktor yang bebas, tapi beberapa ciri kelembagaan diCina menghambat pembentukan pasar bersama. Contohnya, aturanpendaftaran warga membatasi mobilitas warga pedesaan ke daerahperkotaan.

Faktor lain di sisi permintaan:

• Harapan PertumbuhanSeperti ditunjukkan dalam Tabel 15.6, Cina telah mengalami dekade

pertumbuhan ekonomi yang cepat. Akibatnya, pendapatan pemerintahsubnasional di Cina menunjukkan kecenderungan pertumbuhan yang

323

Optimalisasi Penyediaan Infrastruktur Publik dan Pelayanan

Page 329: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

kuat. Para pejabat lokal sangat percaya bahwa pertumbuhan ini akanberlanjut selama kurun waktu yang relatif lama dan memberikanpendapatan di masa depan. Jadi, para pejabat lokal cenderung meminjamsecara berlebihan, karena mereka percaya bahwa utang bisa denganmudah dilunasi dengan pendapatan di masa depan.

Tabel 15.6. Pertumbuhan Ekonomi Cina dan PendapatanPemerintah Daerahp

PDB Nominal (Miliar RMB)

Laju Pertumbuhan PDB Riil (%)

Laju Pertumbuhan PDB Nominal

(%)

Pendapatan Pemerintah

Daerah (Miliar RMB)

Laju Pertumbuhan Pendapatan Pemerintah Daerah (%)

1990 1.866,78 - - 194,47 -

1991 2.178,15 9,2 15,7 221,12 13,7

1992 2.692,35 14,2 22,6 250,39 13,2

1993 3.533,39 14,0 30,2 339,14 35,4

1994 4.819,79 13,1 35,4 231,16 -31,8

1995 6.079,37 10,9 25,1 298,56 29,2

1996 7.117,66 10,0 16,1 374,69 25,5

1997 7.897,30 9,3 10,0 442,42 18,1

1998 8.440,23 7,8 5,9 498,40 12,7

1999 8.967,71 7,6 5,2 559,49 12,3

2000 9.921,46 8,4 9,6 640,61 14,5

2001 10.965,52 8,3 9,5 780,33 21,8

2002 12.033,27 9,1 8,7 851,50 9,1

2003 13.582,28 10,0 11,9 985,00 15,7

2004 15.987,83 10,1 16,7 1.189,34 20,7

2005 18.493,74 11,3 14,7 1.510,08 27,0

2006 21.631,44 12,7 16,0 1.830,36 21,2

2007 26.581,03 14,2 21,9 2.357,26 28,8

2008 31.404,54 9,6 17,1 2.864,98 21,5

2009 34.050,69 9,1 7,4 3.258,07 13,7

Sumber: China Statistical Yearbook, 2010.

• Urbanisasi

Gambar 15.1 menunjukkan proses urbanisasi cepat yang dialamioleh Cina selama beberapa tahun terakhir. Kecenderungan ini memberikantantangan besar bagi pemerintah subnasional, dari segi penyediaanpelayanan publik. Banyak proyek publik merupakan belanja modal, jadipembiayaan infrastruktur melalui pinjaman meningkatkan kesetaraan

324

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 330: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

antar generasi. Proses urbanisasi menggeser kurva kebutuhan peminjamansubnasional ke kanan dan mengakibatkan munculnya kuantitas utang yangseimbang. Dalam kondisi dimana hambatan anggaran dan hambatan pasarkuat, peningkatan utang subnasional bisa benar-benar memperbaikiefisiensi dan kesetaraan tanpa membawa terlalu banyak risiko. Namun,jika kedua hambatan ini lemah, seperti di Cina, maka keinginan pemerintahsubnasional untuk meminjam secara berlebihan, yang dipicu olehurbanisasi, tidak akan bisa ditampung dengan baik.

Gambar 15.1. Proses Urbanisasi yang Cepat di Cina

Sumber: China Statistical Yearbook, 2010

• Efek Kekayaan

Menurut UU Cina, pemerintah memegang hak atas tanah dan bisamembiayai infrastruktur melalui bea transfer tanah dan pinjaman bankdengan jaminan tanah.116 Sejak 2005, pendapatan dari sewa tanahtumbuh dengan cepat (seperti ditunjukkan di Tabel 15.3) dan menjadisalah satu sumber pembiayaan di luar anggaran terbesar bagi pemerintahsubnasional. Liu (2008) memperkirakan bahwa porsi dari sewa tanahdan pinjaman bank mencapai sekitar 80–90% pembiayaan infrastrukturoleh pemerintah subnasional.117

116 Pengguna tanah membayar ‘bea transfer tanah’ secara tepat waktu ke pemerintah untukpemakaian tanah selama 50–70 tahun.117 Lili Liu. 2008, ”Creating a Regulatory Framework for Managing Subnational Borrowing,” inLou, Jiwei and Shuilin Wang (eds.), Public Finance in China: Reform and Growth for aHarmonious Society, 171–190, World Bank.

325

Optimalisasi Penyediaan Infrastruktur Publik dan Pelayanan

Page 331: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Peningkatan yang cepat dalam harga properti akhir-akhir inimemberikan peningkatan dalam kesejahteraan pemerintah subnasionalyang terlihat. Peningkatan dalam kesejahteraan yang terlihat mendorongbelanja secara berlebihan oleh pemerintah subnasional. Jadi, pemerintahsubnasional cenderung meminjam secara berlebihan, termasuk membiayainvestasi publik secara tidak rasional melalui utang. Situasi inidiperburuk oleh kurangnya transparansi fiskal dan disiplin pasar.Pertama, transaksi dan pendapatan tanah bersifat di luar anggaran.Dalam kasus ini, pemerintah subnasional bisa membiayai belanjaoperasional melalui pembiayaan tanah. Kedua, untuk menghindariUU yang melarang peminjaman subnasional, pemerintah subnasionalmengatur plafon pembiayaan lokal milik negara dan meminjambanyak dana dari bank milik negara (dengan memakai tanah sebagaijaminan). Selanjutnya, bank mengharapkan penghapusan utang(bailout) dari pemerintah subnasional jika kebangkrutan terjadi. Ini me-nimbulkan kewajiban bersyarat yang besar bagi pemerintah subnasional.

• Kebijakan Fiskal Sejak 2008Untuk mengimbangi kejutan makro-ekonomi yang negatif dari krisis

keuangan global 2008, pemerintah pusat Cina menerapkan paketstimulus 4 triliun rmb untuk menstabilkan ekonomi. Kebijakan inidirancang agar pemerintah pusat dan subnasional bisa saling berbagitanggung jawab membiayai proyek investasi yang masuk dalam paketstimulus. Sebenarnya pemerintah subnasional menganggap dana inisebagai dana pendamping, yang mengakibatkan masalah kumpulandana bersama. Untuk bersaing memperebutkan lebih banyak dana darikumpulan dana, maka pemerintah subnasional meminjam dari pasarmodal melalui perusahaan investasi dan pembangunan perkotaan (UDIC)yang menjadi afiliasinya, dan melakukan investasi yang melampauikapasitas fiskalnya. Menurut perkiraan Komisi Peraturan PerbankanCina, pinjaman bank komersial untuk UDIC mencapai nilai Rmb 7,38triliun (sekitar US$ 1,10 triliun) di akhir 2009.

15.5.2. Analisis Sisi Pasokan

Ada dua faktor primer di sisi pasokan, yang menimbulkanpenumpukan kewajiban subnasional di Cina yakni hambatan pasaryang lemah dan likuiditas yang berlebih dalam pasar uang.

326

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 332: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Kendala Lemahnya PasarDisiplin pasar memainkan peran penting dalam menampung

pinjaman subnasional yang ceroboh. Namun tata kelola keuangan yangtidak efisien, terutama tata kelola perbankan di Cina, membuat pasaruang tidak bisa mengoreksi pinjaman subnasional dan kewajibansubnasional menjadi makin bertumpuk.

Penyebab tata kelola perbankan yang tidak efisien bisa diringkassebagai berikut:

• Kurangnya transparansi fiskal dan penilaian kelayakan-kredityang bisa diandalkan oleh lembaga pemeringkat kreditindependen, berarti bank harus membuat keputusan berdasarkanpada informasi kapasitas fiskal yang tidak lengkap daripeminjam subnasional;

• Struktur insentif yang tidak tepat dalam industri bank membuatkekuatan kontrol risiko menjadi korban. Penilaian kinerjabiasanya memberikan banyak bobot ke target kuantitas, sepertijatah dan keuntungan pasar. Menghadapi persaingan keras darisaingannya, bank—termotivasi oleh keuntungan—mungkinmengabaikan sinyal kebangkrutan; dan

• Bank memperlakukan pinjaman subnasional dengan cara yangberbeda dengan perlakuan untuk investasi swasta. Bank mungkinmentoleransi risiko kebangkrutan subnasional, karena masalahhambatan anggaran lunak memperparah ketergantungan merekapada bailout. Selain itu, keinginan pejabat bank untuk memberi-kan pinjaman ke pemerintah subnasional mungkin disebabkanoleh aturan tak-tertulis: pejabat di bank milik negara bisa denganmudah meloloskan diri dari hukuman, bahkan walau bank meng-alami kerugian karena pinjaman subnasional yang tak terlunasi.

Campur-tangan pejabat lokal mengganggu proses pembuatankeputusan oleh bank. Pejabat di Cina memiliki berbagai macam saluranuntuk memengaruhi keputusan pinjaman bank. Sebagian besar usahakeuangan di Cina adalah milik negara dan perlu dukungan dari pemerin-tah subnasional untuk menjamin kelancaran operasi. Khususnya, pejabatpemerintah subnasional memainkan peran penting dalam mempromo-sikan para eksekutif dari lembaga keuangan milik negara lokal.

Kebijakan pengendalian suku bunga membuat biaya pembiayaantidak peka terhadap risiko pinjaman. Suku bunga masih ditentukan oleh

327

Optimalisasi Penyediaan Infrastruktur Publik dan Pelayanan

Page 333: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

bank pusat. Jadi, pasar uang tidak bisa menghargai risiko dan keun-tungan dengan benar. Dalam kasus seperti ini, suku bunga tidak sepenuhnya mencerminkan kelayakan kredit peminjam serta kapasitas fiskalnya,jadi kehilangan fungsinya sebagai pengendali pinjaman yang ceroboh.

Tabungan Tinggi dan Kelebihan Likuiditas di Pasar Uang

Sudah diketahui umum bahwa salah satu daya pendorong ekonomiCina adalah suku bunga tabungan yang tinggi. Tabel 15.7 menunjukkanbahwa perbedan antara deposito dan pinjaman dalam sistem perbankansemakin melebar selama dekade terakhir. Semakin banyak depositoyang menumpuk di bank, dan bank terus ditekan agar mempercepatpemberian pinjaman.

Kebijakan moneter memainkan peran besar dalam memperbesarlikuiditas di pasar uang. Cina mendapatkan surplus perdagangan yangbesar setiap tahun. Untuk menstabilkan nilai tukar, bank pusat haruscampur tangan di pasar dengan jalan membeli mata uang asing. Prosesini menyebabkan laju pasokan uang tumbuh cepat dan likuiditas menjadiberlebihan di pasar uang.

Tabel 15.7. Investasi Deposito, Pinjaman dan Portfolio di LembagaKeuangan 1997–2009

Sumber: China Statistical Yearbook

Tahun Deposito (triliun RMB) Pinjaman (triliun RMB)

Perbedaan Deposito-Pinjaman

1997 8,24 7,49 0,75

1998 9,57 8,65 0,92

1999 10,88 9,37 1,51

2000 12,38 9,94 2,44

2001 14,36 11,23 3,13

2002 17,09 13,13 3,96

2003 20,81 15,90 4,91

2004 24,05 17,74 6,32

2005 28,72 19,47 9,25

2006 33,54 22,53 11,01

2007 38,94 26,17 12,77

2008 46,62 30,34 16,28

2009 59,77 39,97 19,80

Laju pertumbuhan tahunan

16,47% 13,75% 28,63%

328

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 334: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Dalam kondisi likuiditas berlebihan di pasar modal dan perbedaansuku bunga yang semakin besar antara deposito dan pinjaman,persaingan antar bank menjadi semakin keras untuk memperebutkanpeminjam pemerintah subnasional. Bank menjadi kurang pilih-pilihdan mentoleransi risiko yang dibawa oleh beberapa proyek, hinggakadar yang besar. Likuiditas yang berlebihan dan suku bungatabungan yang tinggi menggeser kurva pinjaman ke kanan dan kurvapasokan pinjaman menjadi datar, yaitu menjadi kurang peka terhadaprisiko.

Jelas terlihat dalam kerangka kebutuhan pasokan, bagaimanacepatnya kewajiban pemerintah subnasional tumbuh membesar di Cina.Tabel 15.8 meringkas berbagai faktor, yang semuanya memberikankontribusi pada peningkatan pinjaman subnasional pada titikekuilibrium.

Pengaruh semua faktor bisa terlihat lebih jelas dalam gambaryang menunjukkan pergeseran kurva kebutuhan dan pasokan. Sepertidigambarkan dalam Gambar 15.2, garis S (sebagai pasokan utangawal) dan garis D (sebagai kebutuhan utang awal) secara bersamamenentukan ekuilibrium awal (E

0). Faktor sisi kebutuhan yang

dicantumkan dalam Tabel 15.8 mengubah E0 dengan jalan menggeser

kurva ke kanan, yang ditunjukkan oleh kurva kebutuhan baru, D’.

Tabel 15.8. Pengaruh Berbagai Faktor pada EkuilibriumPeminjaman Subnasional

329

Optimalisasi Penyediaan Infrastruktur Publik dan Pelayanan

Page 335: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Faktor sisi pasokan memiliki dua dampak pada kurva pasokan.Faktor ini menggeser kurva ke kanan saat mereka meningkatkan utangyang dipasok untuk tingkat suku bunga tertentu. Selain itu, faktor inimencegah pasar untuk menentukan harga dan keuntungan secara benar,jadi membuat kurva pasokan menjadi lebih datar. Dua pengaruh inimenekan kurva pasokan baru, S’. Kurva kebutuhan baru dan kurvapasokan menentukan ekuilibrium baru, E

1. Ekuilibrium baru ini berada

jauh di kanan ekuilibrium awal, yang menunjukkan peningkatan besardalam utang.

Gambar 15.2. Perkembangan Ekuilibrium Utang

Sumber: Penulis

15.6. Analisis Risiko Optimal

Analisis sebelumnya menunjukkan bahwa hambatan anggaran danhambatan pasar keduanya lemah di Cina, jadi bergantung pada hanyadisiplin pasar tidak akan layak untuk mengendalikan pinjaman sub-nasional. Semakin memperkuat hambatan anggaran dan pasar akanbanyak mengurangi risiko yang dibawa oleh pinjaman subnasional.

Di sisi kebutuhan (permintaan), kontrol administratif dan kontrolberbasis peraturan menjadi cara paling potensial untuk memperkuathambatan anggaran. Namun, untuk jangka pendek, kontrol administratif

O Kuantitas Hutang

Harga / Suku Bunga

D

D’

E1 S’

S

E

Pasokan

 

E3

E

Pinjaman berlebihan

Kebutuhan

KuantitasUtang

D

E0

E2

330

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 336: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

bisa berfungsi lebih efektif daripada kontrol berbasis peraturan.Walaupun ekonomi Cina berada dalam jalur transisional dari ekonomiterpusat dan terencanakan ke ekonomi pasar selama 30 tahun, tapipemerintah masih sering mencampuri pasar melalui kontrol administratif.Sudah biasa di Cina jika pemerintah subnasional menghindari peraturanperundang-undangan. Dalam kasus seperti ini, pemantauan yangdiperlukan untuk pendekatan berbasis peraturan mungkin memerlukanbanyak biaya untuk pelaksanaannya. Pengalaman Argentina menunjuk-kan bahwa peraturan ex ante, tanpa pemberlakuan yang ketat, tidakbisa mengurangi utang subnasional yang ceroboh. Tambahan pula,salah satu karakteristik kontrol berbasis peraturan adalah keseragaman:peraturan yang sama dikenakan ke semua daerah dan semua kondisidengan hanya sedikit pengecualian. Mempertimbangkan keragamandaerah yang besar di Cina, mungkin sulit untuk menentukan targetyang sesuai dengan semua kondisi daerah. Jika peraturan yang seragamdiberlakukan, ini mungkin akan mengakibatkan kerugian besar karenahilangnya efisiensi dari melayani kebutuhan yang beragam. PengalamanArgentina dan Brasil menunjukkan bahwa perlu waktu untukmenjalankan peraturan yang matang dan bisa berfungsi efektif. Untukringkasnya, dalam jangka pendek, kontrol administratif mungkin lebihdisukai daripada kontrol berbasis peraturan, dalam hal manfaat marginaldari kontrol administratif lebih besar dan biaya marginal yang ditim-bulkan akan kecil jika dibandingkan dengan kontrol berbasis peraturan.

Namun pemakaian pendekatan kontrol administratif tidak harusmengesampingkan peraturan perundang-undangan. Pekerjaan persiapanbisa dilakukan untuk memupuk kondisi yang mendukung agar kontrolberbasis peraturan bisa berfungsi, ini meliputi pembentukan beberapaaturan sederhana (seperti ‘kaidah kencana’) dan menumbuhkan budayamenghormati peraturan perundang-undangan. Pekerjaan persiapanseperti ini meningkatkan manfaat marginal dari penerapan kontrolberbasis peraturan dan mengurangi biaya marginal terkait. Untuk jangkapanjang, keseimbangan akhirnya akan muncul dalam kontrol berbasisperaturan setelah budaya menghormati peraturan sudah terbentuk dankesenjangan daerah berkurang bersama pertumbuhan ekonomi.

Di sisi pasokan, kontrol berbasis peraturan mungkin lebih disukaidaripada kontrol administratif, dalam hal biaya pengelolaan lembagakeuangan mikro bisa sangat besar. Sejak akhir 90-an, industri perbankan

331

Optimalisasi Penyediaan Infrastruktur Publik dan Pelayanan

Page 337: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

di Cina mengalami perubahan drastis. Banyak bank yang dulunyamilik negara telah diubah menjadi perusahaan yang masuk dalam pasarsaham untuk meningkatkan tata kelola korporasi. Walau pemerintahmasih tetap menjadi pemangku kepentingan terbesar yang terlibat,namun pemerintah berusaha menghindari campur-tangan langsung kedalam bank. Penerapan kontrol administratif pada bank untuk mengelolapinjaman subnasional, akan membalikkan reformasi dalam industriperbankan ini dan menyebabkan hilangnya banyak efisiensi. Sebaliknya,kontrol berbasis peraturan, yang meniru disiplin pasar, bisa menampungpinjaman subnasional dengan biaya yang relatif kecil. Beberapapengalaman bagus bisa diambil dari praktek di Meksiko, dimana bobotrisiko modal dari bank terhadap pinjaman untuk pemerintah subnasionaldikaitkan dengan peringkat kelayakan-kredit internasional—yang dengandemikian memberi bank komersial insentif untuk meminjamkan uangke pemerintah subnasional yang memiliki peringkat kredit yang tinggi.

15.7. Kesimpulan dan Rekomendasi

Makalah ini memberikan kerangka kontrol risiko yang optimaluntuk memilih pendekatan pengelolaan kewajiban subnasional yangtepat. Pendekatan risiko yang optimal berarti para pembuat kebijakanbisa memilih pendekatan pengelolaan yang tepat untuk mengurangirisiko, dengan jalan memperkuat hambatan pasar atau hambatananggaran atau keduanya—sambil mempertimbangkan biaya/kerugianakibat pemakaian berbagai pendekatan pengelolaan. Karena beberapanegara memiliki hambatan anggaran dan pasar dengan kekuatan yangberbeda-beda, maka manfaat marginal dan biaya marginal dari penguat-an kedua hambatan ini juga banyak berbeda-beda. Karena itu pilihanoptimal, yang tergantung pada status quo hambatan pasar dan anggaran,menjelaskan perbedaan berbagai macam pendekatan pengelolaankewajiban subnasional yang dilaksanakan di berbagai negara.

Kami telah menemukan bahwa hambatan pasar dan anggaran yanglemah menyebabkan pinjaman subnasional yang ceroboh di Cina.Penerapan pendekatan risiko optimal kami dalam kasus Cina,menunjukkan bahwa kontrol administratif bisa menjadi pendekatan yangoptimal untuk menampung kewajiban subnasional dalam jangka pendek,sedangkan pendekatan berbasis peraturan akan berfungsi dengan baikuntuk jangka panjang.

332

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 338: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

BAGIAN FReferensi

Page 339: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem
Page 340: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Referensi

AGA Corporate Partner Research Advisory Group. 2009. State andLocal Governments’ use of Performance Measures to Improve ServiceDelivery. Alexandria, VA: Association of Government Accountants.

D. Ammons. 2008. Leading Performance Management in LocalGovernment. Washington, DC: International City ManagementAssociation Press.

R. Bahl. 1999. Implementation Rules for Fiscal Decentralization.AndrewYoung School of Policy Studies Working Paper Series. No. 99-01

R. Bahl, et al. 2005. Development of a Strategic Framework for theFinancing of Local Governments in Tanzania: Final Report. http://www.tzonline.org/pdf/developmentofastrategicframeworkforthefinancing.pdf

R. Bahl and R. Bird. 2008. Subnational Taxes in Developing Countries:The Way Forward. Public Budgeting & Finance, Winter 2008.

R. Bahl and J. Martinez-Vazquez. 2006. Sequencing FiscalDecentralization. World Bank Working Paper.

Bappenas and BRIDGE-UNDP. 2008. Studi Evaluasi DampakPemekaran Daerah 2001-2007. Jakarta.

R. Bird. 2011. Subnational Taxation in Developing Countries: A Reviewof the Literature. Journal of International Commerce, Economics andPolicy. 2 (1), pp. 139-161.

R. Bird and E. Slack. 2004. International Handbook of Land and

335

Page 341: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

Property Taxation. Northhampton, MA: Edwar Elgar.

N. Boesen and D. Dietvorst. 2007. SWAps in Motion: Sector WideApproaches: From an Aid Delivery to a Sector Development Perspective.Brussels: EuropeAid.

J. Boex and S. Yilmaz. 2010. An Analytical Framework for AssessingDecentralized Local Governance and the Local Public Sector. IDGWorking Paper. No. 2010-06.

J.A. Bonet. 2006. Fiscal Decentralization and Regional IncomeDisparities: Evidence from the Colombian Experience. Annals ofRegional Science. Vol 46 (3). 451-481.

R. Broadway and A. Shah. 2009. Fiscal Federalism: Principles andPractice of Multiorder Governance. Cambridge: Cambridge UniversityPress.

B. Brodjonegoro and S. Asunama. 2000. Regional Autonomy and FiscalDecentralization in Democratic Indonesia. Hitosubashi Journal ofEconomics. Vol 41 (2). pp. 111-122.

B. Brodjonegoro and J.Martinez. 2002. Analysis of Indonesia’s FiscalTransfer System: Recent Performance and Future Prospects. AndrewYoung School of Policy Studies. Presented at the Can DecentralizationHelp Rebuild Indonesia conference, Georgia State University.

V. Dumas and K. Kaiser. 2010. Subnational Performance Monitoring:Issues and Options for Higher Levels of Government. Draft Paper.Washington, DC: World Bank.

S. Eckardt and A. Shah. 2007. Local Government Organization andFinance: Indonesia, in A. Shah (ed.). Local Governance in DevelopingCountries. Washington, DC: World Bank

Economic Commission for Latin America. http://www.eclac.org/ilpes/

P. Ellis, et al. 2011. Performance Incentives for Global Wealth: Potentialand Pitfalls. Washington, DC: Center for Global Development.

Finance Minister’s Assistance Team On Fiscal Decentralization. 2008,Grand Design Desentralisasi Fiskal Indonesia. Jakarta.

336

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 342: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

F. Fitrani, B. Hofman and K. Kaiser. 2005. Unity in Diversity? TheCreation of New Local Governments in a Decentralized Indonesia,Bulletin of Indonesian Economic Studies. Vol 41 (1). pp. 57-59.

Government of Ghana. 2002. Local Service Delivery and GovernanceProgram. Accra.

G.W. Hammondand M.S. Tosun. 2009. The Impact of LocalDecentralization on Economic Growth: Evidence from U.S. Counties,Discussion Paper No. 4574, November 2009.

H. Hatry. 2006. Performance Measurement: Getting Results.Washington, DC: Urban Institute Press.

B. Hofman and K. Kaiser. 2002. The Making of the Big Bang and itsAftermath: A Political Economy Perspective. Paper presented at theConference on Can Decentralization Help Rebuild Indonesia, GeorgiaState University, May 1-3 2002.

C. Hongbin and D.Treisman. 2004. State Corroding Federalism. Journalof Public Economics. 88. pp.819-43.

M.H. Imansyah and J. Martinez-Vazquez,. 2010. Understanding Sub-National Government Proliferation and Options for Reform. AsianDevelopment Bank, Jakarta.

R.E. Jaweng. 2007. Menimbang Regulasi Baru Pemekaran Daerah.

http://www.sinarharapan.co.id/berita/0802/27/opi01.html.

R. Kelly. 1993. Property Tax Reform in Indonesia: Applying aCollection-Led Strategy. Bulletin of Indonesian Economic Studies. 29(1). pp 1-21.

R. Kelly. 1996. The Evolution of a Property Tax Reform in Indonesia,Information Technology and Innovation in Tax Administration. Jenkins,G. (Ed.) Kluwer, Cambridge, MA.

E. Kent, et al. 2011. The Political Economy of Decentralization Reform:Implications for Aid Effectiveness. Washington, DC.: World Bank.

A. Kuncoro. 2006. Corruption and Business Uncertainty in Indonesia.ASEAN Bulletin. Vol 23(1). Pp 11-30.

337

Bagian F: Referensi

Page 343: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

B. Lewis. 2003. Tax and Charge Creation by Regional GovernmentsUnder Fiscal Decentralization: Estimates and Explanations. Bulletin ofIndonesian Economic Studies. Vol 39(2). pp. 172-192.

B. Lewis. 2003. Property Tax in Indonesia: Measuring and ExplainingAdministrative (Under) Performance. Public Administration andGovernance Reform. March 2011.

B. Lewis. 2005. Indonesian Local Government Spending, Taxing andSaving: an Explanation of Pre- and Post Decentralization FiscalOutcomes. Asian Economic Journal.19 (3). pp. 291-317.

B. Lewis. 2006. Local Government: an Analysis of Administrative CostInefficiency. Bulletin of Indonesian Economic Studies 42 (2). pp. 213-233.

B. Lewis. 2011. Local Government Capital Spending, IntergovernmentalFiscal Transfers, and Economic Growth in Indonesia. Mimeo.

B. Lewis and D. Pattinasarany. 2009. The cost of Public PrimaryEducation in Indonesia: the Significance of Actual Service Quality andGovernance Conditions, Growth and Change. 40(1).

B. Lewis and B. Suharnoko. 2008. Local tax effects on the businessclimate. In N McCulloch, ed. Investment climate in Indonesia. Instituteof South East Asian Studies.

B. Lockwood and F. Porcelli. 2011. Incentive Schemes for LocalGovernment: Theory and Evidence from Comprehensive PerformanceAssessment in England. Warwick Economic Research Papers. Warwick:University of Warwick.

L. Liu. 2008. Creating a Regulatory Framework for ManagingSubnational Borrowing. In J. Jiwei and S. Wang, eds. Public Financein China: Reform and Growth for a Harmonious Society. WorldBank.

L. Liu and M. Waibel, 2008. Subnational Borrowing, Insolvency, andRegulation. In A. Shah, eds.Macro Federalism and Local Finance.Washington, DC: World Bank.

338

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 344: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

J. Martinez and M. Rider. 2008. The Assignment of the Property Tax:Should Developing Countries follow the Conventional Wisdom. GSUWorking Paper. 08-21.

J. Mikesell. 2007. Developing Options for the Administration of LocalTaxes: An International Review. Public Budgeting & Finance. 27 (1),pp. 41-68.

P. Musgrave and R.A. Musgrave. 1989. Public Finance in Theory andPractice. New York: McGraw Hill.

National Treasury. http:/www.trerasury.gov.za.

NYSAC. 2006. The Shared Municipal Service Incentive Program: APolicy Primer. Albany, NY: New York State Association of Counties.

W. Oates. 2005. Toward a Second-Generation Theory of FiscalFederalism. International Tax and Public Finance, 12. pp 349-373.

M. Onyach-Olaa. 2003. Lessons from Experience in DecentralizingInfrastructure and Service Delivery to Rural Areas.

http://www.uncdf.org/english/local_development/uploads/thematic/africities/UNCDF_Uganda.pdf

A.Oosterman. 2007. Costs and Benefits of New Region Creation inIndonesia, Final Report. http://www.dsfindonesia.org/apps/dsfv2/cgi-bin/dw.cgi

R.M. Qibthiyyah.2008. “Essays on Political and Fiscal Decentra-lization”. Economics Dissertations. Paper 55. http://digitalar-chive.gsu.edu/econ_diss/55Masterdoc4.docx

R. Qibthiyyah. 2011. Review of Incentives and Sanctions LinkedIntergovernmental Transfers. Working paper ADB-INO. No. 7184.Jakarta, Indonesia.

Republic of Tanzania. 2006. Local Government Capital DevelopmentGrant System, Manual for the Assessment of Councils against MinimumConditions and Performance Measurement Criteria. Dar es Salaam.

F. Revelli. 2008. Performance Competition in Local Media Markets.Journal of Public Economics, 92. pp.1585-1594.

339

Bagian F: Referensi

Page 345: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

F. Rojas. 2011. Results-Conditioned Transfers in Latin America: Trendsand Analysis. Washington, DC: World Bank.

L. Rusa et al. 2009. Rwanda Performance-based Financing in thePublic Sector. Washington, DC: Center for Global Development.

R. Seymour and S.Turner. 2002. Otonomi Daerah: Indonesia’sDecentralization Experiment. New Zealand Journal of Asian Studies.Vol 4 (2). pp.33-51.

L. Schroeder and P. Smoke. 2003. Intergovernmental Fiscal Transfersin Asia: Current Practice and Challenges for the Futurein P. Smoke,and Y.H. Kim, eds. Intergovernmental Fiscal Transfers: Concepts,International Practice and Policy Issues. Manila: Asian DevelopmentBank.

A. Shah. 1998. Indonesia and Pakistan: Fiscal Decentralization—AnElusive Goal?.In R. Bird, F. Vaillancourt, eds.Fiscal Decentralizationin Developing Countries, eds. Cambridge: Cambridge University Press.

A. Shah. 2004. The Australian Horizontal Fiscal Equalization Programin the International Context. Presentation at the Heads of the AustralianTreasuries (HOTS) Forum. Canberra. 22 September, and theCommonwealth Grants Commission, Canberra. 23 September.

A. Shah. 2005. A Framework for Evaluating Alternate InstitutionalArrangements for Fiscal Equalization Transfers. World Bank PolicyResearch Working Paper. No. 3785. Washington, DC.

A. Shah. 2007. A Practitioner’s Guide to Intergovernmental FiscalTransfers in R. Broadway and A Shah, (eds). Intergovernmental FiscalTransfers: Principles and Practice, Washington, DC: World Bank.

A. Shah. and Z. Qureshi, et al. 1994. Intergovernmental Fiscal Relationsin Indonesia. Issues and Reform Options. World Bank Discussion PaperSeries. No. 239. Washington, DC: World Bank

M.Sidik, et al. 2002. General Allocation Grant (DAU): Concept,Constraint and Propsect in the Era of Autonomy. Penerbit Kompas,Jakarta.

340

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar

Page 346: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

R. Singh and A Plekhanov. 2005. How Should Subnational GovernmentBorrowing Be Regulated? Some Cross-Country Empirical Evidence.IMF Working Paper. No. 05/54.

B. Sitepu. 2010. Fiscal Decentralization in Indonesia: The ImportantRole of Local Revenues. Presentation to 2nd Conference on LocalGovernment Financing in San Fernando, La Union. Philippines, 8 – 10November.

J. Steffensen. 2010. Performance Based Grant Systems: Concept andInternational Experience. New York, NY: United Nations CapitalDevelopment Fund.

T. Ter-Minassian, ed. 1997. Fiscal Federalism in Theory and Practice.Washington: International Monetary Fund.

Uganda National Education Support Center. 2009. School Grants.Kampala: Uganda National Education Support Center, Ministry ofEducation and Sports.

ht tp: / /www.unesc.go.ug/ index.php?opt ion=com_content&task=view&id=238&Itemid=83

United Nations. 2011. Millennium Development Goals Report. NewYork: United Nations, Millennium Development Goals.

United States Agency for International Development. 2000. Support toUganda Primary Education Reform: Final Report. Washington, DC:Human Capacity Development Center, US Agency for InternationalDevelopment.

S. Usman et al. 2001. Regional Autonomy and the Business Climate:Three Kabupaten Case Studies—From North SumatraSMERU FieldReport. http://www.smeru.org

S. B. Webb. 2004, Fiscal Responsibility Laws for Subnational Discipline:The Latin American Experience. World Bank Policy Research WorkingPaper. No. 3309.

World Bank. 1994. The Reform of Intergovernmental Fiscal Relationsin Developing and Emerging Market Economies. USA.

341

Bagian F: Referensi

Page 347: Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah ...perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/152726...SISMIOP Sistem Manajemen Informasi Obyek Pajak SISTEP Sistem

World Bank. 2001. The Tax Assignment Problem: Conceptual andAdministration in Achieving Subnational Fiscal Autonomy. WashingtonDC, pp 1-21.

World Bank. 2003. Decentralizing Indonesia: A Regional PublicExpenditure Review Overview Report.

World Bank. 2003. User Charges in Local Government Finance.Washington, DC;

World Bank. 2003. Local and Regional Revenues: Realities andProspects. Washington, DC.

World Bank. 2005. East Asia Decentralizes: Making Local GovernmentWork. Washington DC.

World Bank. 2005. Subnational Own-Source Revenue: Getting Policyand Administration Right. Washington DC.

S. Yilmaz. 2010. Linking Local Government Discretion andAccountability in Decentralization. Development Policy Review. 28 (3).Pp. 259-293.

342

Desentralisasi Fiskal di Indonesia Satu Dekade setelah Ledakan Besar