Desain Elemen Mesin Isuzu ELF NHR 71 HD 125PS
-
Upload
bangyos001 -
Category
Documents
-
view
615 -
download
7
Transcript of Desain Elemen Mesin Isuzu ELF NHR 71 HD 125PS
TUGAS PERANCANGAN ELEMEN MESIN
DESAIN ULANG
“KOPLING DAN RODA GIGI”
DISUSUN OLEH:
IBRAHIM0907114173
PROGRAM STUDI S1 JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU
2013
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah SWT. Yang telah memberikan
kemudahan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan tugas makalah mengenai
“Perancangan Ulang Kopling dan Roda Gigi”.
Selanjutnya kepada dosen pembimbing yang sering memberikan kritik dan
saran yang sangat bermanfaat bagi penulis dehingga dapat mengetahui segala
kekurangan dan kasalahan dalam penulisan dan perhitungan sehingga dapat
disempurnakan sehingga meminimalisir kesalahan. Juga buat teman – teman yang
selalu membantu untuk memperolah data – data pendukung yang sangat
diperlukan dalam perancangan ulang ini.
Namun penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dan
kesalahan dalam penulisan. Untuk itu, kritik dan saran sangat dibutuhkan untuk
membantu dalam penyempurnaan penulisan makalah ini.
Terima kasih untuk kritik dan saran serta kerja sama yang diberikan oleh
berbagai pihak yang terkait, moga apa yang tersajikan dalam makalah
“Perancangan Ulang Kopling dan Roda Gigi “ dapat bermanfaat bagi semua.
Pekanbaru, 2 oktober 2012
Ibrahim
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI............................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang........................................................................................1
1.2 Tujuan Rancangan..................................................................................2
1.3 Manfaat....................................................................................................2
1.4 Pembatasan masalah...............................................................................3
1.5 Sistematika Laporan...............................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................5
2.1 Pengertian Kopling..................................................................................5
2.2 Jenis-jenis kopling...................................................................................5
2.3 Roda Gigi................................................................................................18
2.3.1 Roda Gigi Lurus (Spur gear).........................................................18
2.3.2 Roda Gigi Miring (Helical gear)...................................................19
2.3.3 Roda Gigi Cacing (Worm gear).....................................................19
2.4 Perencanaan Komponen Utama Kopling............................................20
2.4.1 Poros................................................................................................20
2.4.2 Pelat gesek.......................................................................................24
2.4.3 Spline dan naft................................................................................26
2.4.4 Paku keling.....................................................................................28
2.4.5 Pegas................................................................................................29
2.4.6 Bantalan..........................................................................................33
2.4.7 Baut.................................................................................................34
2.5 Sket Gear Box........................................................................................40
2.5.1 Gambar Sket Gear Box.................................................................40
2.5.2 Tingkat Kecepatan 1 (n) = 5315 rpm...........................................40
2.5.3 Tingkat Kecepatan 2 (n) = 3053 rpm...........................................41
2.5.4 Tingkat Kecepatan 3 (n3) = 1655 rpm.........................................41
2.5.5 Tingkat Kecepatan Revers (nr) = 5068 rpm................................42
BAB III PERENCANAAN KOMPONEN.........................................................43
3.1 Perencanaan Poros................................................................................43
3.2 Perencanaan Plat Gesek.......................................................................45
3.3 Perencanaan Spline dan Naft...............................................................47
3.3.1 Perencanaan Spline........................................................................47
3.3.2 Naft..................................................................................................50
3.4 Perencanaan Pegas................................................................................51
3.4.1 Perencanaan Pegas Kejut...............................................................51
3.4.2 Pegas Diafragma.............................................................................54
3.5 Perancanaan Roda Gigi........................................................................55
3.5.1 Perhitungan roda gigi 1 dan 2.......................................................56
3.5.2 Perhitungan roda gigi 3 dan 4.......................................................58
3.5.3 Perhitungan roda gigi 5 dan 6.......................................................60
BAB IV PERENCANAAN KOMPONEN PENDUKUNG..............................63
4.1 Perancangan Paku Keling.....................................................................63
4.1.1 Paku Keling A.................................................................................63
4.1.2 Paku Keling B.................................................................................63
4.1.3 Paku Keling C.................................................................................63
4.2 Perhitungan Paku keling......................................................................63
4.2.1 Paku Keling A.................................................................................63
4.2.2 Paku Keling B.................................................................................65
4.2.3 Paku Keling C.................................................................................66
4.2.4 Menghitung Sambungan Baut pada Clutch Cover.....................67
BAB V PENUTUP................................................................................................70
5.1 Kesimpulan............................................................................................70
5.2 Saran.......................................................................................................73
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dunia modern merupakan dunia yang penuh dengan teknologi, baik secara
langsung maupun tidak. Banyak manfaat yang kita rasakan dengan perkembangan
teknologi ini, baik disaat kita duduk, berdiri bahkan disaat kita tidur sekalipun.
Dan masyarakat modern seperti kita sekarang ini sudah terbiasa dimanjakan
dengan berbagai jenis teknologi kemudahan yang sangat membantu dalam
berbagai kegiatan kita. Dan yang tak kalah penting nya adalah Kendaraan
(vehicle). Berbicara mengenai Kendaraan, maka ada hal terpenting yang harus
dilakukan sebelum para pengendara dapat merasakan kenikmatan berkendara,
yaitu merancang (mendesain).
Perancangan (design) secara umum dapat didefinisikan sebagai formulasi
suatu rencana untuk memenuhi kebutuhan manusia. Sehingga secara sederhana
perancangan dapat diartikan sebagai kegiatan pemetaan dari ruang fungsional
(tidak kelihatan/imajiner) kepada ruang fisik (kelihatan dan dapat diraba/dirasa)
untuk memenuhi tujuan-tujuan akhir perancang secara spesifik atau obyektif.
Namun, perancangan bukanlah merupakan hal yang mudah yang bisa dilakukan
sesuka hati tanpa perhitungan. Sebaliknya harus melalui tahapan – tahapan berupa
berbagai aspek dan permasalahan. Baru bisa di ciptakan sebuah perancangan
sesuai dengan permasalahan dan kebutuhan yang berlaku.
Perancangan merupakan langkah awal yang harus dilakukan sebelum
terciptanya produk jadi yang bisa diaplikasikan dalam kehidupan. Dalam
prosesnya, perancangan adalah kegiatan yang biasanya berulang-ulang (iterative).
Kegiatan perancangan umumnya dimulai dengan didapatkannya persepsi tentang
kebutuhan masyarakat, kemudian dijabarkan dan disusun dengan spesifik,
selanjutnya dicari ide dan penuangan kreasi. Ide dan kreasi kemudian di analisis
dan diuji. Kalau hasilnya sudah memenuhi kemudian akan dibuat prototipe. Kalau
prototipe sudah dipilih yang terbaik selanjutnya dilempar ke pasaran. Pasar akan
memberikan tanggapan apakah kebutuhan telah terpenuhi.
Merancang ulang komponen kenderaan bukanlah merupakan hal yang
mudah, merancang ulang sama halnya dengan merancang pada saat pertama kali
merancang komponen, semua harus dimulai dari awal. Hanya saja kita telah
memiliki data yang bisa dijadikan referensi yang sedikit membantu dalam proses
perancangan ulang. Tetapi data perhitungan yang diperoleh harus sesuai dengan
data yang menjadi referensi, untuk memastikan bahwa perhitungan yang
dilakukan adalah benar.
Untuk pembahasan kali ini, kita akan coba untuk menjelaskan cara – cara
mendesain ulang komponen mesin berupa roda gigi transmisi dan kopling pada
mobil ISUZU ELF NHR 71 HD 125PS . Langkah awal yang akan dilakukan
adalah tinjauan ke pabrik yang kemudian akan dilanjutkan ke proses pengukuran,
perhitungan dan mendesain ulang.
1.2 Tujuan Rancangan.
Tujuan dari rancangan ini secara umum adalah untuk meningkatkan
kreatifitas, gairah membaca dan kecintaan dalam menimba ilmu pengetahuan,
yakni menguji kebenaran hipotesa (Keseimpulan sementara), untuk membuktikan
kebenaran dari data yang diperoleh dan juga untuk mendapatkan temuan-temuan
baru yang mungkin dapat kita sumbangkan bagi kemajuan dunia otomotif
dinegara kita ini. Sedangkan tujuan secara khusus yang diperoleh dalam
penulisan laporan ini adalah untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas
tentang cara kerja kopling itu sendiri disamping juga sumbangan pikiran dalam
penyempurnaan dan pengembangan dunia otomotif dinegara kita ini.
1.3 Manfaat.
1. Khusus.
Agar penulis dapat mengaplikasikan perkuliahan tentang mesin dijurusan
teknik mesin.
2. Umum.
Agar penulis dapat memecahkan masalah yang ada dalam pembuatan
rancangan kopling ini.
Agar penulis dapat membuat tugas rancangan kopling dengan baik.
1.4 Pembatasan masalah.
Dalam perencanaan perancangan kopling ini, penulis hanya akan membahas
sesuai dengan topik laporan, yakni Kopling ISUZU ELF NHR 71 HD 125PS plat
gesek tunggal. Dimana dalam rancangan elemen ini penulis akan menggunakan
rumus yang didapat dari buku panduan untuk menghitung diameter poros, plat
gesek, naft, pegas dan perancangan paku keling.
1.5 Sistematika Laporan
Untuk memberi gambaran yang lebih jelas tentang maksud dan tujuan
serta hubungan antara bagian-bagian yang terpenting dalam penulisan
laporan ini, penulis mengemukakan sistematika laporan sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan.
Pada bab ini membahas tentang latar belakang, tujuan, manfaat
perancangan yang diperoleh, batasan masalah, serta sistematika penulisan
dalam rancangan ini.
Bab II Tinjauan Pustaka.
Pada bab ini membahas tentang pengertian kopling, jenis-jenis kopling ,
cara kerja kopling, dan bagian-bagian kopling beserta rumus-rumus yang
dipakai pada perancangan kopling dalam bab III dan bab IV.
Bab III Perencanaan komponen utama
Meliputi : Perencanaan poros, plat gesek, spline dan naft serta pegas.
Bab IV Perencanaan komponen pendukung.
Meliputi : perencanaan paku keling dan baut.
Bab V Kesimpulan dan Saran
Pada bab ini membahas tentang kesimpulan dari hasil perencanaan yang
dilakukan serta saran-saran yang mendukung proses pembuatan tugas
wajib perencanaan kopling ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Kopling.
Kopling adalah salah satu bagian yang mutlak diperlukan pada
mobil dan alat-alat berat. Dimana kopling adalah suatu alat bantu elemen mesin
yang berfungsi sebagai alat untuk menghubungkan dan melepaskan putaran atau
daya dari mesin ke roda belakang secara perlahan-lahan atau sebagai penerus
putaran dan daya dari poros penggerak ke poros yang digerakkan sehingga
poros yang digerakkan berputar atau berhenti sama sekali. Apabila kopling
sebuah kendaraan dilepaskan secara tiba-tiba diwaktu mesin hidup dan setelah
memasukkan gigi maka kendaraan akan melompat atau mengakibatkan mesin
akan mati. Maka fungsi dari kopling dapat kita diartikan sebagai berikut :
Memberikan dukungan dari poros suatu unit yang terpisah sebagai
motor dan generator.
Mendapatkan keluesan poros atau mengatur kelenturan mesin.
Melindungi poros dari beban yang berlebihan.
Mengatur kecepatan dan percepatan.
2.2 Jenis-jenis kopling
Menurut cara kerjanya, kopling dibedakan atas dua yaitu :
Kopling tetap.
Kopling tidak tetap.
Namun pada perancangan kali ini, jenis kopling yang dugunakan adalah
kopling tidak tetap, yaitu jenis kopling Pelat.
2.2.1 Kopling Plat.
Kopling plat adalah kopling yang meneruskan momen dengan
perantaraan kontak bidang gesek. kopling plat menggunakan satu plat atau lebih
yang dipasang antara dua poros serta membuat kontak dengan poros
tersebut, sehingga terjadi penerapan daya melalui gesekan diantara
sesamanya. Kopling plat dapat dibagi atas kopling plat tunggal dan kopling
plat banyak yaitu berdasarkan atas banyak plat gesek yang dipakai.
Gambar 2.1 Kopling Pelat
2.2.1.1 Cara kerja kopling.
Cara kerja kopling dapat dilakukan dengan dua cara yaitu urutan
pemindahan tenaga bila kopling dihubungkan dan urutan pemutusan daya kopling
dibebaskan. Pemindahan tenaga bila kopling dihubungkan, dimana tutup kopling
yang dipasang pada roda penerus akan turut berputar bersama-sama. Plat
penekan dipasang pada penutup kopling dan diantaranya diberi pegas-pegas,
sehingga plat penekan dapat tertekan secara konstant dan kuat terhadap plat
kopling, dengan adanya tekanan pegas ini maka gaya gesek plat bertambah besar,
sehingga dapat diteruskan.Untuk memutuskan daya yang ditransmisikan itu
maka pegas (pegas diafragma) ditekan, sehingga terjadi perenggangan baja gesek
pada kotak kopling (tutup kopling) sehingga plat gesek terbebas dari jepitan dua
baja gesek, sehingga gaya gesek menjadi nol.
1) Konsep dasar fungsi dan kerja unit kopling
Kopling dan komponen pengoperasiannya yang akan dibahas dalam modul
ini adalah yang dipergunakan pada kendaraan bermotor khususnya untuk
kendaraan ringan, yaitu sepeda motor, sedan dan mobil penumpang.
Kopling dan komponen pengoperasiannya merupakan bagian dari sistem
pemindah tenaga dari sebuah kendaraan, yaitu sistem yang berfungsi
memindahkan tenaga dari sumber tenaga (mesin) ke roda kendaraan
(pemakai/penggunaan tenaga).
Pemindahan tenaga dari mesin kesistem penggerak pada kendaraan,
tentunya diperlukan suatu proses yang halus tanpa adanya kejutan, yang
menyebabkan ketidak nyamanan bagi pengendara dan penumpang. Di samping
itu, kejutan juga dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada bagian mesin.
Sistem pemindah tenaga secara garis besar terdiri dari Unit kopling,
transmisi, defrensial, poros dan roda kendaraan. Sementara Posisi unit kopling
dan komponennya (Clutch Assembly), terletak pada ujung paling depan dari
sistem pemindah tenaga pada kendaraan.
Sesuai dengan fungsinya, yaitu untuk memutus dan menghubungkan, unit kopling
memutus dan menghubungkan aliran daya/gerak/momen dari mesin ke sistem
pemindah tenaga. Dengan adanya kopling, maka saat tidak diperlukan tenaga
gerak, maka tidak perlu harus mematikan sumber gerak (mesin).
Posisi unit kopling pada kendaraan secara skema dapat dilihat pada gambar 2.2
berikut ini.
Gambar 2.2 Posisi Kopling (Clutch) pada kendaraan
Rangkaian pemindahan tenaga berawal dari sumber tenaga (Engine)
kesistem pemindah tenaga, yaitu masuk ke unit kopling (Clutch) diteruskan
ketransmisi (Gear Box) ke propeller shaft dan keroda melalui differensial (Final
Drive).
Jenis kopling paling tidak dapat dikelompokan menjadi tiga kelompok
yaitu kopling dengan menggunakan gigi, menggunakan gesekan, dan
menggunakan tekanan hidrolis. Secara skema seperti terlihat pada gambar 2.9
berikut ini.
Gambar 2.3 jenis kopling cakra dan gesek
Kopling jenis dog banyak dipergunakan pada mekanisme hubungan roda
gigi transmisi. Untuk menyambungkan antara poros sumber tenaga dengan
poros yang digerakan biasanya kopling ini mengalami kesulitan bila tidak dalam
kondisi ber-henti. Untuk itu pada transmisi dilengkapi dengan komponen yang
disebut dengan synchronmesh. Synchronmesh pada dasar nya adalah salah satu
bentuk kopling gesek dengan bentuk konis. Kopling konis ini akan menyamakan
gerak kedua gigi yang akan dihubungkan, sehingga kopling dog akan mudah
disambungkan.
Kopling gesek (Friction Clutch) adalah proses pemindahatenaga melalui
gesekan antara bagian penggerak dengan yang akan digerakan. Konsep kopling
ini banyak dipergunakan pada sistem pemindah tenaga kendaraan, khususnya
pada kendaraan ringan, sepeda motor, sedan dan mobil penumpang lainnya.
Berikut ini akan dibahas Konsep kerja kopling gesek yang banyak
digunakan dapat dijelaskan melalui gambar 2.4 dan 2.5
Gambar 2.4 Saat Piringan pemutar tidak berhubungan dengan piringan yang
diputar
Berdasarkan skema rangkaian tersebut, kini terlihat fungsi utama
kopling adalah memutus dan menghubungkan jalur tenaga dari mesin ke roda
kendaraan. Proses perpindahan tenaga, poros engkol (crank shaft) memutar drive
disc dalam kopling. Selama piringan/disc yang lain (driven disc) tidak
berhubungan dengan drive disc, maka tidak ada tenaga/torsi/ gerak yang ditransfer
dari mesin ke pemindah daya. Atau kopling dalam kondisi bebas.
Pada saat drive disc dan driven disc bersinggungan, maka drive disc akan
memutar driven disc yang berhubungan dengan poros input transmisi. Sebagai
hasilnya, torsi/gaya putar dari mesin ditransfer melalui kopling ke komponen
pemindah daya yang lainnya hingga ke roda penggerak. Saat kedua disc
bersinggungan, dan saling berputar bersama dapat diilustrasikan dalam gambar
2.6 berikut ini.
Gambar 2.6 Saat Kedua piringan berhubungan dan berputar bersama.
Pada prakteknya, saat menghubungkan kopling, yaitu disaat bersamaan
melepas pedal kopling, tidak dilepas langsung namun sedikit demi sedikit hingga
terhubung. Proses ini untuk menghindarkan terjadinya kejutan saat kedua
berhubungan. Sebab bila kedua piringan tersebut, berhubungan secara langsung
tentu akan terjadi kejutan gerak pada kendaraan, dan ini sering dialami oleh
pengemudi pada pengalaman pertama-nya melepas pedal kopling, hingga
mobilnya bergerak tersendat-sendat. Jadi dengan melepas kopling sedikit (kalau
istilah masyarakat setengah kopling), terjadi perpindahan tenaga melalaui gesekan
plat kopling. Dengan kata lain, perpindahan tidak terjadi sekaligus.
2.2.1.2 Macam-macam Kopling Gesek.
Seperti telah dijelaskan di atas, kopling gesek banyak digunakan pada
kendaraan ringan. Pad kendaraan roda empat menggunakan jenis kering dengan
plat tunggal. Sedangkan pada sepeda motor, menggunakan jenis basah dengan plat
ganda. Perbedaan kopling basah dan kering, karena plat kopling tidak kena
minyak pelumas untuk jenis kering, dan plat kopling bekerja dalam minyak
pelumas untuk jenis basah.
a).Kopling gesek pelat tunggal.
Komponen-komponen kopling gesek pelat tunggal secara bersamaan membentuk
rangkaian kopling/ kopling set (clutch assembly). Seperti terlihat pada gambar 2.7
berikut ini.
Gambar 2.7 Clutch Assembly
Komponen utama dari kopling gesek ini adalah sebagai berikut :
(1) Driven plate (juga dikenal sebagai piringan kopling, pelat kopling atau
friction disc/piringan gesek, atau kanvas kopling). Plat kopling bagian
tengahnya berhubungan slip dengan poros transmisi. Sementara ujung
luarnya dilapisi kampas kopling yang pemasangannya di keling.
Konstruksinya dapat dilihat pada gambar 2.8.
Gambar 2.8 Plat kopling tunggal.
Lapisan plat kopling disebut dengan kanvas kopling terbuat dari paduan
bahan asbes dan logam. Paduan ini dibuat dengan tujuan agar plat kopling
dapat memenuhi persyaratan, yaitu :
(a). Tahan terhadap panas. Panas dalam hal ini terjadi karena terjadi gesekan yang
memang direncanakan saat kopling akan dihubungkan.
(b). Dapat menyera panas dan membersihkan diri. Gesekan akan menyebabkan
panas dan kotoran debu bahan yang aus. Kanvas kopling dilengkapi
dengan alur yang berfungsi untuk ventilasi dan menampung dan membuang
debu yang terjadi.
(c). Tahan terhadap gesekan. Kanvas kopling direncana-kan untuk bergesekan,
maka perlu dibuat tahan terhadap keausan akibat gesekan.
(d). Dapat mencengkeram dengan baik.
Plat kopling dilengkapi dengan alat penahan kejutan baik dalam bentuk
pegas ataupun karet. Alat ini dipasang secara radial, hingga disebut dengan pegas
radial. Konstruksinya seperti terlihat pada gambar 2.9 berikut ini.
Gambar 2.9 Pegas Radial Plat Kopling
Pegas radial berfungsi untuk meredam getaran/kejutan saat kopling
terhubung sehingga diperoleh proses penyambungan yang halus, dan juga
getaran atau kejutan selama menghubungkan/bekerja. Untuk itu maka pegas radial
harus mampu menerima gaya radial yang terjadi pada plat kopling memiliki
elastisitas yang baik. Namun demikian karena penggunaan yang terus menerus,
maka pegas radial dapat mengalami kerusakan. Untuk yang dalam bentuk karet,
kemungkinan karetnya berkurang/tidak elastis lagi atau pecah. Sedangkan yang
pegas ulir, kemungkinan berkurang panjang bebasnya, yang biasanya ditunjukan
dengan terjadinya kelonggaran pegas dirumahnya dan menimbulkan suara. Plat
kopling di samping pegas radial juga dilengkapi dengan pegas aksial.
Konstruksinya seperti terlihat pada gambar 2.10 berikut ini.
Gambar 2.10 Pegas Aksial Plat Kopling
Pegas aksial dipasang diantara kanvas kopling, danbentuknya ada dua
macam. Gambar 2.1 A pegas aksial berbentuk E dan Gambar B pegas aksial
berbentuk W.
Fungsi pegas aksial adalah untuk mendapatkansenntuhan yang halus
saat plat kopling mulai terjepit oleh plattekan pada fly wheel. Dengan kata lain
terjadi prosesmenggesek terlebih dahulu sebelum terjepit kuat oleh plat tekan pada
fly wheel.
(2) Pressure plate(plat penekan) dan rumahnya, unit ini yang berfungsi untuk
menekan/menjepit kampas kopling hingga terjadi perpindahan tenaga dari
mesin ke poros transmisi.Untuk kemampuan menjepitnya, plat tekan
didukung oleh pegas kopling. Pegas kopling paling tidak ada dua macam,
yaitu dalam bentuk pegas coil dan diafragma atau orang umum
menyebutnya sebagai matahari. Kontruksinya seperti terlihat pada gambar
2.11 berikut ini.
Gambar 2.11 Clutch Asembly dengan pegas diafragma dan pegas coil.
Clutch Asembly sebelah kiri menggunakan pegas diafragma dan yang sebelah
kanan menggunakan pegas coil. Karena fungsi pegas adalah untuk menjepit plat
kopling, ternyata keduanya mempunyai karateristik kemampuan kerja yang
berbeda. Perbedaan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar2.12 Perbandingankemampuan pegasdiafragmadengan pegas coil.
Pada gambar 2.12, terdapat dua garis, garis yang penuh menggambarkan
tekanan pegas diafragma, sedangkan garis terputus-putus menggambarkan
tekanan pegas coil. Pada point a menunjukan posisi pada saat plat kopling sudah
aus. Pada posisi ini terlihat bahwa pegas diafragma memberikan tekanan yang
lebih besar dibandingkan dengan pegas coil. Besarnya tekanan yang diberikan ini
akan menentukan tingkat kemungkinan terjadinya slip pada kopling. Sehingga
saat plat kopling sudah aus, penggunaan pegaas coil kemungkinan akan terjadi
sllip lebih besar dibandingkan dengan pegas diafragma. Hal ini karena tekanan
yang diberikan oleh pegas coil lebih kecil.
Pada saat plat koplingnya masih baru atau tebal keduanya memberikan
kemampuan tekanan yang sama besarnya. Posisi ini digambarkan pada titik poin
b. Pada titik poin c menggambarkan tekanan pegas saat pedal kopling diinjak
penuh. Pegas coil memberikan tekanan yang lebih besar dibandingkan pegas
diafragma. Hal ini berarti terkait dengan besarnya tenaga pengemudi untuk
membebaskan kopling. Kalau pegasnya coil berarti tenaga injakan kopling lebih
berat dibandingkan bila menggunakan pegas diafragma.
Pegas diafragma memberikan tekanan lebih merata dibandingkan pegas
coil. Bentuk pegas diafragma bila dilihat dari depan seperti gambar 2.13 berikut
ini.
Gambar 2.13 Pegas diafragma/matahari.
(3) Clutch release atau throwout bearing, unit ini berfungsi untuk memberikan
tekanan yang bersamaan pada pressure plate Lever dan menghindarkan
terjadinya gesekan antara pengungkit dengan pressure plate Lever untuk
pegas coil. Sedangkan yang pakai pegas difragma langsung ke ujung
pegas.
Bantalan tekan ini ada tiga macam. Seperti terlihat pada gambar 2.14 berikut ini.
Gambar2.14 macam-macam bantalan tekan kopling
Gambar 2.14.1 adalah bantalan tekan yang mampu menerima beban aksial dan
menyudut. Gambar 2.14.2 bantalan tekan yang hanya mampu menerima
beban aksial. Keduanya memerlukan pelumasan, bila pelumasnya habis maka
keduanya akan mengalami kerusakan. Sedangkan gambar 2.14.3 adalah bantalan
tekan yang terbuat dari karbon yang tidak memerlukan pelumasan.
(4) Throwout lever/Clutch Fork/plate Lever berfungsi untuk menyalurkan
tenaga pembebas kopling.
Konstruksi di atas berarti plat tekan bersama rumahnya dipasang
menggunakan baut pada fly wheel. Sementara plat kopling dipasang diantara
fly wheel dengan pelat tekan, dan bagian tengahnya dihubungkan dengan
poros transmisi dengan sistem sliding. Dengan demikian Prinsip dasar bekerjanya
kopling gesek dengan plat tunggal yang banyak digunakan pada kendaraan roda
empat ini seperti terlihat pada gambar 2.21 berikut ini.
Gambar 2.15 Prinsip kerja kopling plat tunggal
Pada posisi seperti gambar 2.15 berarti kopling sedang bekerja, dimana
plat kopling terjepit oleh Fly wheel (6) dan Pressure plate (4) yang mendapat
tekanan dari pegas kopling (7). Dengan demikian putaran mesin disalurkan
melalui fly wheel ke plat kopling dan kemudian ke poros primer (2). Sewaktu
pedal kopling (9) diinjak, gerakan menarik sambungan pengatur (11) dan garpu
kopling (10). Gerakan tersebut menyebabkan bearing (8) dan membawa pressure
plate (4) bergerak kekanan melawan tegangan pegas kopling (7). Hal ini berarti
menyebabkan plat kopling (3) terbebas dari jepitan. Sehingga putaran dari mesin
terputus tidak tersalurkan ke sistem pemindah tenaga. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada gambar 2.16 berikut ini.
Gambar 2.16 Kopling Plat Tunggal Dengan Posisi Terhubung
Poros yang dihubungkan menggunakan kopling adalah poros engkol
(Driver shaft) dengan poros kopling yang tidak lain adalah poros yang masuk ke
transmisi (Driven Shaft). Pada gambar 2.16 plat kopling pada posisi terhubung
terjepit diantara plat tekan dengan Fly wheel, kekuatan jepitnya diperoleh dari
tegangan pegas kopling yang dalam hal ini dalam bentuk pegas diafragma.
Dengan posisi demikian maka putaran poros transmisi akan sama dengan putaran
mesin.
Pada saat tuas pembebas ditekan maka gayanya diteruskan ke bantalan
tekan dan menekan pegas diafragma. Pegas diafragma mengungkit plat penekan,
sehingga plat kopling terbebas. Dengan kata lain, putaran poros engkol/mesin
tidak tersalurkan ke sistem pemindah tenaga. Kondisi ini diperlukan saat
memindah kecepatan transmisi, saat mengerem kendaraan, dan saat menghentikan
kendaraan.
Gambar 2.17 Kopling Plat Tunggal Dengan Posisi bebas
2.3 Roda Gigi
Pada dasarnya sistem transmisi roda gigi merupakan pemindahan gerakan
putaran dari satu poros ke poros yang lain hampir terjadi disemua mesin. Roda
gigi merupakan salah satu yang terbaik antara sarana yang ada untuk
memindahkan suatu gerakan. Roda gigi dikelompokkan menurut letak poros
putaran atau berbentuk dari jalur gigi yang ada. Keuntungan dari penggunaan
sistem transmisi diantaranya :
1. Dapat dipakai untuk putaran tinggi maupun rendah
2. Kemungkinan terjadinya slip kecil
3. Tidak menimbulkan kebisingan
Adapun klasifikasi dari roda gigi antara lain :
2.3.1 Roda Gigi Lurus (Spur gear)
Roda gigi lurus dipakai untuk memindahkan gerakan putaran antara poros-
poros yang sejajar. Yang biasanya berbentuk silindris dan gigi-giginya adalah
lurus dan sejajar dengan sumber putaran. Pengunaan roda gigi lurus karena
putarannya tidak lebih dari 3600 rpm dan kecepatan keliling tidak lebih dari 5000
ft/menit. Ini tidak mutlak, spur gear dapat juga dipakai pada kecepatan diatas
batas-batas tersebut.
Gambar 2.18. Roga Gigi Lurus
2.3.2 Roda Gigi Miring (Helical gear)
Roda gigi miring dipakai untuk memindahkan putaran antara poros-poros
yang sejajar. Sudut kemiringan adalah sama pada setiap roda gigi, tetapi satu roda
gigi harus mempunyai kimiringan ke sebelah kanan dan yang lain ke kiri. Roda
gigi ini mampu memindahkan putaran lebih dari 3600 rpm dan kecepatan keliling
lebih dari 5000 ft/menit.
Gambar 2.19 Roda Gigi Miring
2.3.3 Roda Gigi Cacing (Worm gear)
Roda gigi cacing dipakai untuk memindahkan putaran antara poros yang
tegak lurus bersilang. Susunan roda gigi cacing biasanya mempunyai penutup
tunggal atau ganda, suatu susuna roda gigi berpenutup tunggal adalah sesuatu
dimana roda gigi dibungkus penuh atau sebagian oleh gigi cacing, sebuah roda
gigi dimana setiap elemen ditutup sebagian oleh yang lain adalah susunan roda
gigi cacing berpenutup ganda.
Gambar 2.20 Roda Gigi Cacing
2.4 Perencanaan Komponen Utama Kopling
2.4.1 Poros
Poros adalah suatu bagian stasioner yang beputar, biasanya berpenampang
bulat dimana terpasang elemen-elemen seperti roda gigi (gear), pulley, flywheel,
engkol, sprocket dan elemen pemindah lainnya. Poros bisa menerima beban
lenturan, beban tarikan, beban tekan atau beban puntiran yang bekerja sendiri-
sendiri atau berupa gabungan satu dengan lainnya. (Josep Edward Shigley, 1983).
Poros dalam sebuah mesin berfungsi untuk meneruskan tenaga melalui
putaran mesin. Setiap elemen mesin yang berputar, seperti cakra tali, puli sabuk
mesin, piringan kabel, tromol kabel, roda jalan, dan roda gigi, dipasang berputar
terhadap poros dukung yang tetap atau dipasang tetap pada poros dukung yang
berputar.
Untuk merencanakan sebuah poros, perlu diperhitungkan gaya yang
bekerja pada poros di atas antara lain: gaya dalam akibat beratnya (W) yang selalu
berpusat pada titik gravitasinya. Gaya (F) merupakan gaya luar arahnya dapat
sejajar dengan permukaan benda ataupun membentuk sudut α dengan permukanan
benda. Gaya F dapat menimbulkan tegangan pada poros, karena tegangan dapat
rimbul pada benda yang mengalami gayagaya. Gaya yang timbul pada benda
dapat berasal dari gaya dalam akibat berat benda sendiri atau gaya luar yang
mengenai benda tersebut. Baik gaya dalam maupun gaya luar akan menimbulkan
berbagai macam tegangan pada kontruksi tersebut.
Pada dasarnya poros transmisi dapat mengalami beban puntir atau beban
lentur dan juga gabungan keduanya. Melihat pada konstruksinya maka tegangan
lentur yang terjadi sangat kecil sehingga dapat diabaikan, dengan demikian dapat
dipastikan bahwa poros hanya mendapat beban puntir saja.
2.4.1.1 Macam-macam poros
Berdasarkan Jenis Pembebanannya
a. Poros Transmisi
Poros transmisi berfungsi untuk memindahkan tenaga mekanik salah satu
elemen mesin ke elemen mesin yang lain. Poros transmisi mendapat beban puntir
murni atau puntir dan lentur yang akan meneruskan daya ke poros melalui
kopling, roda gigi, puli sabuk atau sproket rantau, dan lain-lain.
Gambar 2.21 Poros Transmisi
Berdasarkan Bentuknya
a. Poros Lurus
Gambar 2.22 poros lurus
b. Poros Engkol
Poros engkol merupakan bagian dari mesin yang dipakai untuk merubah
gerakan naik turun dari torak menjadi gerakan berputar. Poros engkol yang kecil
sampai yang sedang biasanya dibuat dari satu bahan yang ditempa kemudian
dibubut, sedangkan yang besar-besar dibuat dari beberapa bagian yang
disambung-sambung dengan cara pengingsutan.
2.4.1.2 Perencanaan
Hal-hal penting dalam perencanaan poros sebagai berikut ini perlu
diperhatikan :
1. Kekuatan poros
Poros transmisi akan menerima beban puntir (twisting moment), beban
lentur (bending moment) ataupun gabungan antara beban puntir dan
lentur. Dalam perancangan poros perlu memperhatikan beberapa faktor,
misalnya : kelelahan, tumbukan dan pengaruh konsentrasi tegangan bila
menggunakan poros bertangga ataupun penggunaan alur pasak pada poros
tersebut. Poros yang dirancang tersebut harus cukup aman untuk menahan
beban-beban tersebut.
2. Kekakuan poros
Meskipun sebuah poros mempunyai kekuatan yang cukup aman dalam
menahan pembebanan tetapi adanya lenturan atau defleksi yang terlalu
besar akan mengakibatkan ketidaktelitian (pada mesin perkakas), getaran
mesin (vibration) dan suara (noise). Oleh karena itu disamping
memperhatikan kekuatan poros, kekakuan poros juga harus diperhatikan
dan disesuaikan dengan jenis mesin yang akan ditransmisikan dayanya
dengan poros tersebut.
3. Putaran kritis
Bila putaran mesin dinaikan maka akan menimbulkan getaran (vibration)
pada mesin tersebut. Batas antara putaran mesin yang mempunyai jumlah
putaran normal dengan putaran mesin yang menimbulkan getaran yang
tinggi disebut putaran kritis. Hal ini dapat terjadi pada turbin, motor
bakar, motor listrik, dll. Selain itu, timbulnya getaran yang tinggi dapat
mengakibatkan kerusakan pada poros dan bagian-bagian lainnya. Jadi
dalam perancangan poros perlu mempertimbangkan putaran kerja dari
poros tersebut agar lebih rendah dari putaran kritisnya.
4. Material poros
Poros yang biasa digunakan untuk putaran tinggi dan beban yang berat
pada umumnya dibuat dari baja paduan (alloy steel) dengan proses
pengerasan kulit (case hardening) sehingga tahan terhadap keausan.
Beberapa diantaranya adalah baja khrom nikel, baja khrom nikel
molebdenum, baja khrom, baja khrom molibden, dll. Sekalipun demikian,
baja paduan khusus tidak selalu dianjurkan jika alasannya hanya karena
putaran tinggi dan pembebanan yang berat saja. Dengan demikian perlu
dipertimbangkan dalam pemilihan jenis proses heat treatment yang tepat
sehingga akan diperoleh kekuatan yang sesuai.
Selanjutnya untuk mendapatkan diameter poros yang sesuai maka perlu
dipilih beberapa faktor koreksi dan faktor keamanan sebagai berikut :
Faktor koreksi daya (fc).
Faktor koreksi momen puntir (kt).
Faktor koreksi lenturan (cb).
Faktor keamanan tegangan geser (sf)
Persamaan-persamaan yang digunakan dalam perancangan mengenai poros adalah
sebagai berikut :
1). Menentukan daya rencana (pd) digunakan rumus :
pd = P. fc (Kw)….....……………………………... 2.1
Dimana :
pd = daya rencana.
fc = Faktor koreksi.
P = daya motor.
2). Menentukan momen puntir rencana (T) :
T = 9,74. 10⁵. pd/n. ..………………………………... 2.2
Dimana
T = momen puntir.
pd = daya rencana.
n = putaran.
Koreksi perencanaan poros terhadap tegangan :
3). Tegangan geser yang terjadi.
τ g ¿5,1Tds ³
……………………..………………………………….. 2.3
4). Tegangan puntir yang terjadi.
τ p = T℘…………………….…………………………………….. 2.4
Dimana :
ds = diameter poros.
kt = Faktor koreksi puntiran (1,5 – 3,0 )
cb = Faktor koreksi lenturan ( 1,2 – 2,3 )
τ g = Tegangan geser maksimum (kg/mm²)
WP adalah Momen perlawanan π
16 ds
2.4.2 Pelat gesek.
Permukaan plat gesek yang bersinggungan biasanya besi cor dan asbes
yang tahan terhadap panas pada waktu dia bergesekan. Pada plat gesek diameter
luar (D1) dan diameter dalam (D2).
Perbandingan antara keduanya D1 : D2 biasanya besar dari 0,5 karena
bidang gesek yang terlalu dekat dengan sumbu poros yang mempunyai pengaruh
yang kecil terhadap permindahan momen pada bidang gesek (p).
Tekanan rata-rata bidang gesek (p)
Koefisien plat kering ( k )
Perbandingan diameter plat gesek (D1/D2)
Dari data-data yang ada dapat ditentukan :
1). Gaya tekanan bidang gesek (F)
F = π
4 ( D 2−D 1 )2 . p……………….…….………….. 2.5
2). Jari-jari rata-rata plat gesek (r m)
rm ¿D1+D 2
4……………………………………….. 2.6
3). Momen gesek pada pemukaan plat gesek ( Mg ) sama dengan momen
puntir ( T ).
T = μ . F . rm …………………………………..................….. 2.7
4). Lebar permukaan plat gesek ( b )
b=( D 2²−D 12
2) …………………………………….…………...... 2.8
5). Luas permukaan gesek ( A )
A = 2π. rm . b ……………………………………….……….. 2.9
6). Umur Plat Gesek
Umur plat gesek artinya adalah lamanya plat gesek dipakai mulai dari
waktu pemasangan sampai dengan mencapai keausan yang diizinkan .Biasanya
umur plat gesek yang baik berkisar 3000 sampai 5000 jam untuk jenis pemakaian
sedang. Faktor umur ini ditemukan oleh volume keausan dari plat gesek di bagi
dengan keausan spesifik dan daya gesek dari plat.
Hubungan ini memakai persamaan :
Nml = L ³
E ×W …………………………………………. ………….. 2.10
Dimana :
Nml = Umur plat dari jumlah hubungan (hb)
L³ = Volume keausan plat gesek yang diizinkan ( cm³ )
E = Kerja penghubung untuk satu kali hubungan (kgm/hb)
W = Laju keausan bidang gesek (cm³. kg m )
Volume keausan berarti volume dari plat gesek yang diizinkan aus mulai
dari dipasang sampai dengan datarnya sama dengan kelingan (paku keling), bila
hal ini diteruskan akan merusak kelingan.
2.4.3 Spline dan naft.
2.4.3.1 Spline.
Sama dengan poros, maka spline juga mempunyai fungsi untuk
meneruskan daya dan putaran. Diameter spline lebih besar dari diameter poros.
1). Lebar gigi spline ( L )
L =πds2
……………………………………………..........…..….. 2.11
2). Diameter Maximal ( D )
D = ds
0,81 ……………………………………….…..........……….. 2.12
3). Tinggi spline ( h )
h = D−ds
2…………………………………….….............……….. 2.13
4). Jari-jari rata-rata spline
rs = ds−D
4 ……………………………………………….............. 2.14
5). Gaya yang bekerja pada spline ( Ft )
Ft = Trs
…………………………………………………….......... 2.15
Dimana T = Torsi ( Momen rencana )
6). Lebar spline ( b )
b = Ft
τg . L ……………………………………….………….. 2.16
Dimana
τ g = σt
S f 1 . Sf ₂
7). Jumlah spline atau jumlah pasak ( Z )
Z = 2 π . rs
b………………………………………………….. 2.17
8). Gaya yang bekerja pasa setiap spline ( Fts ).
Fts = FtZ
………………………………………..………….. 2.18
2.4.3.2 Naft.
Jumlah naft sama dengan jumlah spline ( Zi ) buah dengan menganggap
jari-jari pada neft sama dengan spline.
1). Panjang naft dapar diperoleh dari pers. berikut :
Ln = 1,4 ds. ……………………………………..………….. 2.19
Dimana :
Ds = diameter spline.
2). Gaya yang bekerja pada naft
Fn = Fts
b . ln. ………………………………………………….. 2. 20
Dimana :
Fts = Gaya yang bekerja pada setiap spline.
b = Lebar naft.
2.4.4 Paku keling.
Pada kopling terdapat tiga macam ukuran paku keling dengan posisi letak
yang berbeda, adapun ukuran untuk masing-masing paku keling.
1). Gaya yang bekerja pada paku keling ( F )
F = TR
…………………………………………….…..…….. 2. 21
Dimana :
T = Torsi.
R = Jarak dari sumbu.
2). Gaya yang bekerja pada setiap paku ( Fs )
Fs = Fn
…………………………………………………….. 2. 22
Dimana :
n = jumlah paku keling
F = gaya yang bekerja semua paku
3). Tegangan tarik izin (δ t )
δ = σtSf
……..………………………………………....…..... 2. 23
σt = tegangan tarik
Sf =faktor keamanan (80-90)%
4). Tegangan geser izin ( δ g ).
δ g = 0,8 . δ t. ……………………………………….……… 2. 24
5). Diameter paku keling ( d )
dpaku keling = √ F .4π . τg
. …………………...………………..…....... 2. 25
6). Diameter lubang kelingan ( D )
Dlubang keling = d + 0,2 mm. ……………….……….……..…… 2. 26
2.4.5 Pegas.
2.4.5.1 Pegas kejut.
Pegas kejut berfungsi sebagai pelunak tumbukan atau kejutan. Sifat pegas
yang terpenting adalah menerima kerja kawat perubahan bentuk elastis dan ketika
mengendorkan kembali kerja tersebut.
1). Gaya yang bekerja pada pegas kejut adalah gaya keling ( F )
F = MPr
……………………………………..………….. ........ 2. 27
2). Gaya untuk satu pegas ( Fa )
Fa = ZF ………………………………………..………......... 2. 28
Dimana :
MP = Torsi.
Z = Jumlah pegas kejut.
3). Diameter kawat pegas ( d )
dkawat pegas = √ 8k .Fa .Cσt . π
…………………….………….. .......... 2. 29
Dimana :
k = faktor tegangan.
k =4 c−14 c−4
+ 0,6154
C = indeks pegas
Fa = gaya yang bekerja pada pegas.
δ t = tegangan tarik.
4). Diameter kawat pegas ( d )
d = C . dkawat pegas …………….…………….………….... 2. 30
5). Lendutan yang terjadi ( δ ).
δ = 8. n .d3 .Fa
d4 .G ………………………………..…….....…...….. 2. 31
Dimana :
δ = Defleksi pegas.
n = jumlah lilitan yang aktif.
G = Modulus geser.
6). Panjang pegas sebelum dibebani ( Lo )
Lo = nd + δ max. + (n-1) . 0,1 . …………………..…….. 2. 32
7). Kisar ( K )
K = Lo
N−1 ……………………………………..……….. .... 2. 33
8). Panjang pegas dalam keadaan dibebani ( Li )
Li = Lo - δ …………………………………..………….. 2. 34
9). Tegangan geser pegas ( δ g )
δ g = F
π d2/ 4 ………………………………..………….. . 2. 35
10). Tegangan puntir pegas ( δ p )
τ p = 8.F . d
πd ³ ……………………………………………... 2. 36
11). Tegangan total ( δ tot. )
δ tot = δ g + δ p …………..…………….….……….. 2. 37
2.4.5.2 Pegas Diafragma
Pegas diafragma berfungsi sebagai penekanan plat gesek melalui
permukaan plat tekan. Bila pegas diafragma ditekan, atau diberi gaya tekan
melalui pedal koplin, maka pada saat bersamaan pegas diafragma ini akan
melepaskan hubungan plat gesek dengan fly wheel, sehingga tidak terjadi
penerusan daya dan putaran ke transmisi.
1). Gaya yang bekerja ( Fi )
Fi = τa . b .h ²
6. L………………………………..………….. 2. 38
Dimana :
τ a = Tegangan dinamis pegas yang diizinkan.
τ a = 0,75 τ o.
b = Lebar lengan penampang melintang
h = Tebal pegas
L = Panjang pegas
τ o = 200 N/mm
2). besarnya kemampuan pegas keseluruhan ( F )
F = F₁ . Z ………………………………….………….. 2. 39
3). Pemin dalam pegas ( f )
f = 4.q 1. xf . L ³
E .b . h ² ………………………………..………… 2.40
4). Kemiringan
τgα = ¿¿ ……………………………………...... 2.41
2.4.6 Bantalan
Pada kopling ini terdapat dua buah bantalan yang ukuran dan fungsi yang
berbeda, kedua bantalan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Release bearing.
2. Input shaft bearing.
Release bearing terletak antara pegas matahari dengan luas penekanan,
gaya tekan yang terjadi sama dengan gaya yang diperlukan untuk membebaskan
flat gesek antaranya dengan baja, untuk itu ditetapkan koefisien gesek.
1). Gaya gesek yang terjadi ( Fq )
Fq = π . fo. ……………………………………….. ………….. 2.42
2). Beban ekuivalen dinamis ( p )
p = Fr . Fa …………………………………………………….. 2.43
Fr = Gaya radial
Fa = Gaya aksial
3). Faktor kecepatan ( fn )
Fn = ( 33,3h ) .
1/3h
……………………………..………….. 2.44
4). Faktor umur ( fh )
Fh = Fn . cp
…………………………………………….. 2.45
5). Umur nominal bantalan ( Lh )
Lh = 500 . fh³ . …………………………………….………….. 2.46
2.4.7 Baut
Baut adalah suatu elemen mesin yang berfungsi untuk menyambung atau
mengikat dua atau lebih elemen mesin lainnya. sambungan baut menggunakan
alat yang ber-ulir untuk menyambungkan dua elemen atau lebih. Kelebihan jenis
sambungan ini adalah kemungkinan untuk melepas dan memasang kembali.
Sehingga sambungan jenis ini sangat cocok untuk peralatan yang sering dilepas
dan dipasang untuk keperluan perawatan atau penggantian komponen yang aus.
Gambar di bawah ini menunjukkan tiga buah tipe sambungan baut yang umum
digunakan berdasarkan konstruksi dan kegunaan, tipe ulir, dan jenis kepala baut,
yaitu :
Gambar 2.23 Konstruksi sambungan baut (a) baut-mur, (b) sambungan cap-
screw, (c) sambungan stud.
2.4.7.1 Standar dan Kekuatan Baut
Standar geometri baut tipe kepala segi enam ditunjukkan pada gambar 3.2
Bagian yang akan mengalami konsentrasi tegangan adalah pada fillet kepala baut
dan pada titik awal ulir. Standard panjang bagian yang berulir berdasarkan UNS
adalah :
dan untuk metrik (ISO), dalam mm :
Gambar 1.24 Standar baut kepala hexagonal
Penggunaan baut-mur untuk struktur dan aplikasi beban yang besar, maka baut
harus dipilih berdasarkan proof strength Sp seperti yang dispesifikasikan di SAE,
ASTM, dan ISO. Standar-standar ini mengklasifikasikan grade baut berdasarkan
material, heat treatment, dan proof strength minimum. Grade atau kelas baut dapat
dilihat dari tanda pada kepala bautnya. Tabel 1 dan 2 menunjukkan standard baut
SAE dan ISO yang terbuat dari baja.
Table 1 standard baut SAE
Table 2 standard baut ISO
2.4.7.2 Preload dan Faktor Kekakuan Baut
Sebagai fastener, fungsi baut-mur adalah untuk mencekam komponen
bersama, dimana beban yang bekerja akan menimbulkan tegangan tarik pada baut
seperti ditunjukkan pada gambar 8.13. Dalam dunia praktis, pencekaman
ditimbulkan oleh beban awal (preload) dengan mengencangkan baut.
Pengencangan baut dapat dilakukan dengan memberikan torsi yang cukup
sehingga menimbulkan beban tarik yang mendekati proof strength. Untuk
sambungan yang mendapat beban statik, beban awal biasanya diberikan sampai
90% proof strength. Sedangkan untuk sambungan yang mendapat beban dinamik
(fatigue) maka beban awal umumnya diberikan sampai 75% proof strength.
Gambar 2.25 (a) Sambungan baut, (b) diagram benda bebas baut yang
mendapat beban Tarik
Konstruksi sambungan baut dapat dianalogikan sebagai sistem pegas
seperti ditunjukkan pada gambar 8.14. Baut dapat dipandang sebagai pegas tarik
dengan kekakuan kb dan komponen yang disambung dapat dianalogikan sebagai
pegas tekan dengan kekakuan kj. Baut yang terdiri dari bagian tanpa ulir dan
bagian berulir dapat dianggap sebagai pegas susunan seri, lihat gambar 8.14.
Untuk jenis baut tertentu mungkin terdapat beberapa jenisukuran diameter. Recall
defleksi batang yang mendapat beban uniaksial, maka kekakuan baut dapat
dituliskan menjadi :
k=Fδ
= AEL
.1kb
= ¿At Eb
+ LsAb Eb
Gambar 2.26 Konstruksi Sambungan baut
dimana At adalah tensile stress area baut, dan Ab adalah luas penampang
bagian yang tidak berulir.
Kekakuan komponen yang disambung juga merupakan susunan seri. Kekakuan
totalnya adalah :
1kj
+ L1Am1. E 1
+ L 2Am2. E 2
dimana L1 dan L2 adalah masing-masing tebal komponen yang disambung, Am
luas efektif material yang di cekam. Khusus jika material komponen yang
dicekam sama maka :
Kj= Am. EmL
Menentukan nilai kekakuan sambungan jauh lebih sulit dan kompleks
dibandingkan dengan kekakuan baut. Kesulitan terutama terletak pada penentuan
luasefektif pencekaman, Am. Pendekatan umumnya dilakukan untuk
menyederhanakan analisis. Berdasarkan analisis numerik dengan metoda elemen
hingga diketahui bahwa distribusi tegangan pencekaman padakomponen yang
signitfikan terjadi pada daerah berbentuk frusta cone.
2.5 Sket Gear Box
2.5.1 Gambar Sket Gear Box
input
output
Gambar 2.27 sket gear box
2.5.2 Tingkat Kecepatan 1 (n) = 5315 rpm
Gambar 2.28 tingkat kecepatan 1
Pada tingkat kecepatan 1 (n1) roda gigi 1 dan 2 saling berhubungan sehingga
terjadi tingkat kecepatan 1 (n1) = 5315 rpm
2.5.3 Tingkat Kecepatan 2 (n) = 3053 rpm
Gambar 2.29 tingkat kecepatan 2
Pada tingkat kecepatan 1 (n2) roda gigi 3 dan 4 saling berhubungan sehingga
terjadi tingkat kecepatan 2 (n2) = 3053 rpm
2.5.4 Tingkat Kecepatan 3 (n3) = 1655 rpm
Gambar 2.30 tingkat kecepatan 3
Pada tingkat kecepatan 1 (n3) roda gigi 5 dan 6 saling berhubungan
sehingga terjadi tingkat kecepatan 3 (n3) = 1655 rpm
2.5.5 Tingkat Kecepatan Revers (nr) = 5068 rpm
Gambar 2.31 tingkat kecepatan revers (nr)
Pada tingkat kecepatan revers (nr) roda gigi 7,8 dan 9 saling berhubungan ,
karena adanya roda gigi rivers maka putarannya searah dengan putaran
pinion. sehingga terjadi tingkat kecepatan revers (nr) = 5068 rpm
BAB III
PERENCANAAN KOMPONEN
3.1 Perencanaan Poros
Gambar 3.1. PorosBahan yang digunakan dalam perencanaan poros pada perancangan ini adalah batang baja yang difnis dingin dengan kode S55C-D, dengan kekuatan tarik 72 kg/mm². Bahan jenis ini dipilih karena memiliki nilai kekuatan tarik tarik cukup tinggi, sehingga sangat memungkinkan untuk digunakan pada kenderaan berat seperti truk. Sementara data-data yang ada adalah :
Daya transmisi P = 125 PS. Putaran N = 2900 rpm.
Faktor koreksi dan factor keamanan adalah sebagai berikut : Faktor koreksi daya ( fc ) = 1.2 (tabel 1.6, Sularso) Faktor koreksi momen punter ( kt ) = 1.5 Faktor koreksi lenturan ( kb ) = 1.3 Faktor keamanan tegangan ( sf ) = 1.6Karena daya dalam satuan PS maka untuk mendapatkan daya dalam
kW, dikalikan 0,76 sebagai berikut :
125 PS . 0,76 kW/PS = 95 kW
Daya rencana ( Pd )
Pd = fc.P( kW )= 1,3 . 95 (kW)= 123,5 kW.
Momen puntir rencana ( T )
T=9 ,74.10⁵pdn
¿9 ,74.10⁵123,5 kW2900 rpm
¿9,74.105 ×123,5 kW2900 rpm
¿41478,97 kg . mm
Tegangan geser yang diizinkan ( τ g )
τ g = σt
S f 1 . Sf ₂
τ g = 72 kg/mm ²
6 x2=6 kg/mm ²
Tegangan puntir yang diizinkan (τ p )τ p = 0,7 . τ a
= 0,7 . 6 kg mm²= 4,2 Kg / mm²
Diameter Poros ( Ds )
ds¿ [ 5,1τa
Kt . Kb. t ]¹ J̸ ³
¿ [ 5,16 kg /mm ²
1,5 ×1,3 × 41478,97 kgmm ]¹ J̸ ³
¿ 3√68751,39¿40,97 mm
3.1.1 Koreksi Perencanaan poros
1). Tegangan geser yang terjadi (τ )
τ = 5,1.Tds ³
= 5,1× 41.478,97 kgmm
(40,97 mm) ³
= 3,08 kg/mm²
Jadi τ < τ a ( 3.08 kg/mm² < 5 kg/mm² )
2). Tegangan puntir yang terjadi (τ p )
τ p = T℘ , Wp adalah momen / perlawanan =
π16 ds ³
= 41.478,97 kgmm
3,14/ (16 ×(40,97 mm)) ³
= 0,012 kg/mm²
Jadi τ p < τ pi ( 0,012 kg/mm² < 3,5 kg/mm² )
Dengan demikian poros aman terhadap tegangan geser dan tegangan puntir.
3.2 Perencanaan Plat Gesek
Gambar 3.2 Plat Gesek
Dari perencanaan plat gesek ini ditetapkan spesifikasi sebagai berikut :
Tekanan rata-rata pada bidang gesek ( p ) = 0,012 Kg/mm²
Koefisien gesek plat kering ( µ ) = 0,35 (tabel 3.1 Sularso)
Perbandingan geser plat gesek ;
D1D2
=0,8 atau D1 = 0,8D2.
Dari data diatas dapat ditentukan :
1). Gaya tekanan pada bidang gesek ( F ) :
F =π4(D 22−D 12)× p
=3,14
4( 1−0,82 ) D 2² ×0,012 kg /mm ²
=0,785 (1−0,64 ) D2² × 0,012 kg/mm ²
= 0,0085 D 2² kg /mm ²
2). Jari – jari rata – rata plat gesek ( rm )
r m= D1+D 24
¿(1+0,8)
4D 2
¿0,45 D 2mm .
3). Momen gesek pada permukaan plat gesek ( Mg )
Mg = µ . F . rm.
¿0,35 ×0,0085 D 2² ×0,45 D 2
¿1,34 ×10 ¯ 3 D 23 kgmm
Besarnya momen gesek yang bekerja pada plat gesek sama dengan
besarnya momen puntir yang bekerja pada poros kopling, yaitu : 41478,97Kgmm,
maka :
T = µ . F . rm
41478,97 = 1,34 x 10ˉ³D2³
D2 = 3√ 41478,971,34 x 10 ¯ ³
= 313,98 mm
Maka, dari rumus diatas didapatkan :
D1 = 0,8.D2
= 0,8 x 313,98
= 251,18 mm
4). Lebar permukaan plat gesek ( b )
B = D2−D1
2
= ¿¿
= 31,4 mm
5). Jadi, besarnya gaya gesekan ( F ) adalah
F = 0,0085 D 2² kg /mm ²
= 0,0085×(313,98) ² kg/mm ²
= 837,96 kg /mm ²
6). Jari – jari rata – rata
rm = 0,45 D 2
= 0,45 x 313,98 mm
= 141,29 mm
7). Untuk momen gesekan ( Mg )
Mg = 1,34 × 10¯ 3 D 23
= 1,34 × 10¯ 3×(313,98) ³
= 41477,33 kg.mm
8). Luas permukaan plat gesek ( A )
A = 2π . rm . b
= 2 ×3,14 × 141,29× 31,4 mm
= 2786,13 mm²
9). Umur plat gesek
Nml = L ³
E ×W
= 210
312,12× 8.10 ¯ ⁷
= 841022,68 = 841023 hubungan.
Jika kopling dianggap bekerja 8 jam / hari dan frekuensi penghubung
adalah 8 hubung / menit, hubungan yang terjadi adalah : 8 x 60 x 8 = 3840
hub/hari, dan apabila kopling bekerja selama 250 hari dalam satu tahun akan
terjadi sejumlah 3840 x 250 = 960000 hubungan / tahun. Dengan demikian usia
plat kopling adalah :
Nml = 841023960000
= 0,9 tahun.
3.3 Perencanaan Spline dan Naft
3.3.1 Perencanaan Spline
Gambar 3.3 Spline
Bahan spline sama dengan bahan poros yaitu batang baja definis dingin
dengan kode S55C-D dengan kekuatan tarik 72 kg/mm², Jadi :
1). Lebar gigi spline ( L )
L =πds2
= 3,14 × 40,97
2
= 64,36 mm
2). Diameter Maximal ( D )
D = ds
0,81
= 40,970,81
= 50,58mm
3). Tinggi spline ( h )
h = D−ds
2
= 50,58−40,97
2= 4,81 mm
4). Jari-jari rata-rata spline
rs = ds+D
4
=40,97+50,58
4
= 22,89 mm
5). Gaya yang bekerja pada spline ( Ft )
Fts = Trs ; dimana T = 41478,97 kg .mm
= 41478,97 kg .mm
22,89 mm
= 1812 kg
6). Lebar spline ( b )
b = Ft
τg . L ; dimana τ g = σt
S f 1 . Sf ₂
= 72 kg/mm ²
6 ×2
= 6 kg/mm²
sf₁ = 6
sf₂ = 2
b = 1812 kg
6 kg /mm ² ×64,36 mm
= 4,69 mm
7). Jumlah spline atau jumlah pasak ( Z )
Z = 2 π . rs
b
= 2× 3,14 × .22,89 mm
4,69 mm
= 31 buah.
8). Gaya yang bekerja pasa setiap spline ( Fts ).
Fts = FtZ
= 1812 kg
31= 58,45 kg
3.3.2 Naft.
Gambar 3.4 Naft
Jumlah Naft sama dengan jumlah Spline ( Z ) buah dengan menganggap Jari-jari pada naft sama dengan spline.Data Naft didapatkan :
Jumlah Naft ( Zn ) = 31 buah. Jari-jari Naft ( rn ) = 22,89 mm. Lebar Naft = 4,69 mm. Tinggi Naft ( hn ) = 4,81 mm. Gaya tangensial satu Naft ( Ftsn )= 58,45 kg.
1). Panjang naft dapar diperoleh dari pers. berikut :
Ln = 1,4 ds= 1,4 x 40,97= 57,36 mm
Didalam perencanaan ini kita ambil bahan naft sama dengan bahan poros yaitu batang baja difinis dingin ( S45C-D ) dengan kekuatan tarik 60 Kg/mm².
τ g = σt
S f 1 . Sf ₂
= 72 kg/mm ²
6 ××2= 6 kg.
2). Gaya yang bekerja pada naft
Fn = Fts
b . ln
= 1812 kg
4,69 mm ×57,36 mm
= 6,74 kg/mm²
3.4 Perencanaan Pegas
3.4.1 Perencanaan Pegas Kejut
Pegas dalam keadaan bebas.
Pegas dalam keadaan dibebani.
Direncanakan jarak pegas kejut ke sumbu poros ( r ) = 50 mm.
1). Gaya yang bekerja pada pegas kejut adalah gaya keling ( F )
F = Tr
= 41478,97 kg .mm
50 mm
= 829,58 kg
2). Gaya untuk satu pegas ( Fa )
Fa = FZ
= 829,58 kg
4
= 207,40 kg
3). Faktor Tegangan ( K )
K =4 c−14 c−4
+ 0,6154
= 1,19 + 0,123
= 1,3
4). Diameter kawat ( d )
d = √ 8k .Fa .Cσt . π
= √ 8× 1,3× 207,40 ×5115kg /mm ×3,14
= √ 10784,8361,1
= 5,47 mm.
5). Diameter pegas ( d )
D = C . d
= 5× 5,47
= 27,35 mm
6). Lendutan yang terjadi ( δ ).
δ = 8.n .d3 .Fa
d4 .G δ = Defleksi pegas
n = Jumlah lilitan yang aktifD = diameter pegas = 27 mmd = diameter kawat = 5,47 mmG = Modulus geser ( 8000 Kg/mm² )
δ = 8× 4 ×(27)3 .207,40
(5,47 mm)4 × 8000 kg/mm ²
= 130632134,47162082,05
= 18,24 mm
7). Panjang pegas sebelum dibebani ( Lo )
Lo = p.n + 2.d
= nd + δ max. + (n-1) . 0,1
= 4×5,47+18,24+(4−1)× 0,1
= 40,42 mm
8). Kisar ( K )
K = Lo
N−1
=40,424−1
= 13,47 mm
8). Panjang pegas setelah dibebani
Li = Lo - δ
= ( 40,42 – 18,24) mm
= 22,18 mm
9). Tegangan geser pegas ( δ g )
τ g = F
π d2/ 4
= 829,58 kg
0,785 ×(5,47 mm)2
= 35,32 kg/mm
10). Tegangan puntir pegas (τ p)
τ p = 8. F . D
πd ³
= 8 ×829,58 ×27 mm3,14 ×(5,47 mm) ³
=348,67 kg/mm²
11). Tegangan total ( δ tot. )
τ tot = τ g + τ p
= (35,32 + 348,67 )kg/mm²= 383,99 kg/mm²
3.4.2 Pegas Diafragma
Gambar 3.6 Pegas Diafragma
Di asumsikan : Panjang pegas ( L ) = 65 mm. Tebal Pegas ( h ) = 3,5 mm Lebar lengan penampang melintang ( b ) = 35 mm Lebar penampang melintang depan ( bo ) = 8 mm Jumlah bagian diafragma = 15 buah.
Besarnya gaya yang bekerja pada seluruh pegas diafragma sehingga terjadi defleksi, maka :
1). Gaya yang bekerja ( Fi )
Fi = τa . b .h ²
6. L, Dimana τ a = Tegangan dinamis pegas
yang diizinkan.τ a = 0,75 τ o
= 0,75 x 200N/mm= 150 N/mm
Fi = (150Nm )×35 mm×(3,5 mm2)
6×65 mm
= 164,90 Newton
2). besarnya kemampuan pegas keseluruhan ( F )
F = F₁ . Z = 164,90N×15= 2473,5 Newton
3). Pemindahan dalam pegas ( f )
f = 4.q 1.F . L ³
E .b .h ³ dimana q = q1 / q2.
ho = h = 3,5 mm
bo = b = 8 / 35 mm = 0,2 mm.
E = 15000 kgm.
f = 4 × 1,2× 164,90× 65³15000 × 35×(3,5) ³
= 9,66 mm
4). Kemiringan ( α )
Tg. α = (q 2.6.. F L2)
E . b . h ³
= (1,3 ×6× 164,90 ×652)
15000× 35 ×(3,5) ³
α = 13,55°.
3.5 Perancanaan Roda Gigi
Diketahui data-data sebagai berikut :
- Daya putaran motor (N input) = 125 PS
- Putaran input (N input) = 5315 rpm
- Putaran output (N1) = 3053 rpm
- Putaran output (N2) = 1655 rpm
- Putaran output (N3) = 1000 rpm
- Putaran output (Nreves) = 5068 rpm
Asumsi
- C (JARAK POROS) = 127 mm
- Sudut tekan ( θ ) = 25°
- Diameterial pitch = 153 mm
3.5.1 Perhitungan roda gigi 1 dan 2
Data-data sebagai berikut :
Daya Motor : 125 PS = 122.5 HP
Putaran Input : 5315 Rpm
Putran Output : 3053 Rpm
Asumsi :
Sudut kontak : 25o
Jarak Poros : 127 mm
Diameter Pitch : 153 mm
a. Perbandingan Kecepatan
rV = N 1N 2
=53153053
=d 1d 2
=1.7=d 1d 2
d2 = 1.7 x d1
C =
d1 + d2
2
127 mm = d 1+1.7 d1
2=2.7 d1
2
254 mm = 2.7 d1 d1 = 94 mm
d2 = 1.7 x 94 = 160 mm
b. Kecepatan Pitch Line
VP1 = π . d 1. Ninput
12
=3.14 ×94 mm ×5315 rpm
12 = 130731.28 mm/min
VP2 = = π . d 2.Ninput
12
=3.14 ×160 mm ×5315 rpm
12 = 222521.33 mm/min
c. Torsi yang terjadi
T = 63000 Ndaya
n
T1 = 63000 ×122.55315
= 1452 lbin
T2 = 63000 ×122.53053
=2527.84 lbin
d. Gaya yang terjadi - Gaya tangensial
Ft1 =N .33000
Vp 1
=122.5× 33000
130731.28 = 30.92 lbin
Ft2 =N .33000
Vp 2
=122.5× 33000
222521.33 = 18.17 lbin (arahnya berlawanan)
- Gaya normal
Fn1 =Ft 1cosθ
= 30.92cos25
= 34.11 lb
Fn2 =
Ft 2
Cos θ =
18.17cos25 = 20.05 lb (arahnya berlawanan)
- Gaya radial
Fr1 = Fn1 . sin = 34.11 x sin 25° = 14.42 lb
Fr2 = Fn₂ . sin = 20.05 x sin 25° = 8.47 lb (arahnya berlawanan)
- Gaya Dinamis
Untuk 0< Vp <2000
Fd = 600+Vp
600. Ft ₁
=600+130731.28
600× 30.92 = 6767.94lb
3.5.2 Perhitungan roda gigi 3 dan 4
Data-data sebagai berikut :
Daya Motor : 125 PS = 122.5 HP
Putaran Input : 5315 Rpm
Putran Output : 1655 Rpm
Asumsi :
Sudut kontak : 25o
Jarak Poros : 127 mm
Diameter Pitch : 153 mm
a. Perbandingan Kecepatan
rV = N 1N 2
=53151655
=d 1d 2
=3.2=d 1d 2
d2 = 3.2 x d1
C =
d1 + d2
2
127 mm = d 1+3.2 d 1
2=4.2 d1
2
254 mm = 4.2 d1 d1 = 60.48 mm
d2 = 3.2 x 60.48 = 193.5 mm
b. Kecepatan Pitch Line
VP1 = π . d 1. Ninput
12
=3.14 ×60.48 mm ×5315 rpm
12 = 84113.06 mm/min
VP2 = = π . d 2.Ninput
12
=3.14 ×193.5 mm ×5315 rpm
12 = 269111.74 mm/min
c. Torsi yang terjadi
T = 63000 Ndaya
n
T1 = 63000 ×122.55315
= 1452 lbin
T2 = 63000 ×122.51655
= 4663 lbin
d. Gaya yang terjadi
- Gaya tangensial
Ft1 =N .33000
Vp 1
=122.5× 33000
84113.06 = 48 lbin
Ft2 =N .33000
Vp 2
=122.5× 33000
269111.74 = 15 lbin (arahnya berlawanan)
- Gaya normal
Fn1 =Ft 1cosθ
= 48
cos25 = 52.96 lb
Fn2 =
Ft 2
Cos θ =
15cos25 = 16.55 lb (arahnya berlawanan)
- Gaya radial
Fr1 = Fn1 . sin = 52.96 x sin 25° = 22.38 lb
Fr2 = Fn₂ . sin = 16.55x sin 25° = 6.99 lb (arahnya berlawanan)
- Gaya Dinamis
Untuk 0< Vp <2000
Fd = 600+Vp
600. Ft ₁
=600+84113.06
600× 48= 6777 lb
3.5.3 Perhitungan roda gigi 5 dan 6
Data-data sebagai berikut :
Daya Motor : 125 PS = 122.5 HP
Putaran Input : 5315 Rpm
Putran Output : 1000 Rpm
Asumsi :
Sudut kontak : 25o
Jarak Poros : 127 mm
Diameter Pitch : 153 mm
a. Perbandingan Kecepatan
rV = N 1N 2
=53151000
=d 1d 2
=5.3=d 1d 2
d2 = 5.3 x d1
C =
d1 + d2
2
127 mm = d 1+5.3 d 1
2=6.3 d1
2
254 mm = 6.3 d1 d1 = 40.32 mm
d2 = 5.3 x 40.32 = 213.7 mm
b. Kecepatan Pitch Line
VP1 = π . d 1. Ninput
12
=3.14 × 40.32mm× 5315 rpm
12 = 56075.38 mm/min
VP2 = = π . d 2. Ninput
12
=3.14 ×213.7 mm× 5315 rpm
12 = 297205 mm/min
c. Torsi yang terjadi
T = 63000 Ndaya
n
T1 = 63000 ×122.55315
= 1452 lbin
T2 = 63000 ×122.51000
= 7717.5 lbin
d. Gaya yang terjadi - Gaya tangensial
Ft1 =N .33000
Vp 1
=122.5× 33000
56075.38 = 72 lbin
Ft2 =N .33000
Vp 2
=122.5× 33000
297205 = 13.6 lbin (arahnya berlawanan)
- Gaya normal
Fn1 =Ft 1cosθ
= 72
cos25 = 79.44 lb
Fn2 =
Ft 2
Cos θ =
13.6cos25 = 15 lb (arahnya berlawanan)
- Gaya radial
Fr1 = Fn1 . sin = 79.44 x sin 25° = 33.57lb
Fr2 = Fn₂ . sin = 15x sin 25° = 6.33 lb (arahnya berlawanan)
- Gaya Dinamis
Untuk 0< Vp <2000
Fd = 600+Vp
600. Ft ₁
=600+56075.38
600× 72= 6801 lb
BAB IV
PERENCANAAN KOMPONEN PENDUKUNG
4.1 Perancangan Paku Keling
Gambar 4.1 Paku Keling
Pada kopling terdapat tiga macam ukuran paku keeling yang menyatukan elemen-elemen dari plat gesek dengan posisi dan ukuran yang berbeda, paku keling tersebut adalah :
4.1.1 Paku Keling A Jumlah paku keling : 32 buah Diameter paku : 9 mm. Jarak paku ke sumbu poros : 114 mm.
4.1.2 Paku Keling B Jumlah paku keling : 16 buah Diameter paku : 8,5mm. Jarak paku ke sumbu poros : 106 mm.
4.1.3 Paku Keling C Jumlah paku keling : 4 buah Diameter paku : 11,75 mm. Jarak paku ke sumbu poros : 96 mm.
4.2 Perhitungan Paku keling
4.2.1 Paku Keling A
Bahan direncanakan St 37, dengan kekuatan tarik 37 kg/mm² dengan factor keamanan ( sf ) = 5.
1). Gaya Yang Bekerja Pada Paku Kelig ( F )
F = TrA
= 41478,97 kg .mm
114
= 364 kg
= 3570 Newton
2). Gaya Yang Bekerja Pada Tiap Paku ( Fs )
F = F32
= 3570 N
32
= 111,56 N
3). Tegangan Tarik Izin ( τ t )
τ t = σsf
= 37 kg /mm ²
5
= 7,4 kg/mm²
4). Tegangan Geser Izin ( τ g )
τ g = 0,8 . τ t
= 0,8 x 7,4
= 5,92 kg/mm²
5). Diameter Paku Keling A
τ g = FA
, dimana A = π4
d ²
= F
π4
d ²
d =√ F .4π . τg
= √ 364× 43,14 ×5,92
= 8,85 mm
4.2.2 Paku Keling B
Bahan direncanakan St 37, dengan kekuatan tarik 37 kg/mm² dengan factor keamanan ( sf ) = 5.
1). Gaya Yang Bekerja Pada Paku Kelig ( F )
F = TrB
= 41478,97 kg /mm ²
106 mm
= 391 kg
= 3835,71 Newton
2). Gaya Yang Bekerja Pada Tiap Paku ( Fs )
F = F16
= 3835,71 N
16
= 239.73 N
= 24.44kg
3). Tegangan Tarik Izin ( τ t )
τ t = σsf
= 37 kg /mm ²
5
= 7,4 kg/mm²
4). Tegangan Geser Izin ( τ g )
τ g = 0,8 . τ t
= 0,8 x 7,4
= 5,92 kg/mm²
5). Diameter Paku Keling B
τ g = FA
, dimana A = π4
d ²
= F
π4
d ²
d =√ F .4π . τg
= √ 391× 43,14 ×5,92
= 9,17 mm
6). Pemeriksaan terhadap Tegangan Geser yang terjadi
τ q = FsA
= Fs
π4
d ²
= 12 kg
66 , 04 mm ²
= 0,18 kg/mm²
Berdasarkan perhitingan diatas, maka τ q ≤ τ t( 0,18 kg / mm² ≤ 7,4 kgmm²).
4.2.3 Paku Keling C
Bahan direncanakan S35C-D, dengan σ1 = 53 kg/mm² dengan factor keamanan ( sf ) = 5.
1). Gaya Yang Bekerja Pada Paku Kelig ( F )
F = TrC
= 41478,97 kg /mm ²
96 mm
= 432 kg
= 4237,92 Newton
2). Gaya Yang Bekerja Pada Tiap Paku ( Fs )
F = F4
= 4237,92 N
4
= 1059,48 N = 108 kg
= 108 kg
3). Tegangan Tarik Izin ( τ t )
τ t = σsf
= 53 kg/mm ²
5
= 10,6 kg/mm²
4). Tegangan Geser Izin ( τ g )
τ g = 0,8 . τ t
= 0,8 x 10,6
= 8,48 kg/mm²
5). Diameter Paku Keling C
d =√ F .4π . τg
= √ 432× 43,14 ×8,48
= 8,06 mm
4.2.4 Menghitung Sambungan Baut pada Clutch Cover
Baut penutup kopling atau clutch cover ada 9 buah, baut ukurannya M 14
Diket : N = 9 buah
E baja pada baut = 210 Gpa
E baja pada bahan = 30 x 106 Psi
Sp = 600 Mpa
Ditanya : Kekuatan Baut (Kb)
Kekuatan Sambungan (Km)
Konstanta (C)
Gaya Awal (Fi)
Factor Safety (Fs)
4.2.4.1 Menghitung Kekuatan Baut ( Kb) :
kb= AEl
Karena permukaan silindris maka:
A=π d2 E4 l
¿3,14. (14 mm )2 .30 x106lb /¿2
4 x 25 mm
¿3,14.¿¿¿
= 0,954¿2 .(30 x106lb /¿2)3.396∈¿¿
Kb ¿7271341,463 lb /¿
4.2.4.2 Menghitung Kekuatan Sambungan ( km) :
km= 0.577 πEd
2 ln(50.577 l+0.5 d0.577 l+2.5 d )
¿¿ (Elemen Mesin I Wirat ITB)
km=0.577 π x 30 x 106 lb /¿2 x 0,551∈ ¿2 ln ¿
¿¿¿¿
km=0,557. (3,14 ) .30 x 106 lb/¿2 .0,551∈ ¿2 ln (2,169)
¿
km= 29975973lb1,548532464∈¿¿
km= 19357665,21 lb/in
4.2.4.3 Menghitung Konstanta (C) :
C= kbkb x km
(Elemen Mesin I Wirat ITB)
C= 7271341,461 lb /¿(7271341,461l /¿ ) (19357665,21 lb /¿ )
¿¿
C= 7271341,461 lb /¿26629006,67 lb /¿
¿¿
C=0,2730
4.2.4.4 Menghitung Gaya Awal (Fi) :
Pada table 8.1 buku Pak Wiraf dimensi ulir berdasarkan iso jika d
mayor =14 maka A = 115.44 mm2. Pada table 8.5 buku Pak Wiraf spesifikasi baut
baja menurut iso metric property class 4.6 maka Sp = 225 N/mm2.
Fi=0.75 A Sp
Fi=0.75(115.44 mm2)¿)
Fi=19473.75 N
Untuk mendapatkan F (gaya) diambil dari harga torsi yang direncanakan Tdesign =
2747.8689 N.m dan r = 0.13 m jarak antara pusat baut dengan titik sumbu poros
kopling.
T=fx r
f =Tr=2747,8689 N .m
0.13m
f =21136,923 N
Faktor Safety (Fs) :
Fs= Sp A−Fi
C( FN ) (Elemen Mesin I Wirat ITB)
Fs=(225
N
mm2 )( 115,44mm2)−19473,75 N
0.997( 21136,9239 )
Fs=6500,252341,50
Fs = 2.776
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil perhitungan dalam perancangan Kopling dan Roda gigi pada ELF
NKR 71 HD 125PS.
Hasil Analisa Data :
1. Daya maksimal : 125PS (95 kW)
2. Daya : 123,5 kW
3. Momen puntir (Mp) : 41478,97 kg.mm
4. Tegangan geser izin (τg) : 6 kg/mm²
5. Tegangan puntir izin (τp) : 3.5 kg/mm²
Poros
Bahan : S55C-D
Diameter : 40.97 mm
Tegangan geser yang terjadi : 3,08 kg/mm²
Tegangan puntir yang terjadi : 0.012 kg/mm²
Plat Gesek
Diameter dalam : 251,18 mm
Diameter luar : 313,18 mm
Gaya tekanan bidang gesek : 837,96 kg/mm²
Jari rata-rata plat gesek : 141,29 mm
Momen gesek (Mg) : 41477,33 kg.mm
Lebar permukaan plat gesek : 31,4 mm
Luas permukaan plat gesek : 2786,13 mm²
Gaya gesekan ( F ) : 837,96 kg/mm²
Umur plat : 1 tahun
Spline
Bahan : S55C-D
Lebar gigi spline : 64,36 mm
Diameter maksimal : 50,58 mm
Tinggi spline : 4,81 mm
Jari rata-rata spline : 22,89 mm
Gaya yang bekerja : 1812 kg
Lebar spline : 4,69 mm
Jumlah gigi spline : 31 buah
Gaya yang bekerja tiap spline : 58,45 kg
Naft
Panjang naft : 57,36 mm
Gaya yang bekerja pada naft : 6,74 kg
Pegas kejut
Bahan : SUP 4
Gaya yang bekerja pada pegas : 829.58 kg
Gaya yang bekerja masing-masing : 207.40 kg/mm²
Faktor tegangan ( K ) : 1.3
Diameter pegas : 27.35 mm
Diameter : 5.47 mm
Defleksi pegas : 18.24 mm
Panjang pegas (normal) : 40.42 mm
Panjang pegas (dibebani) : 22.18 mm
Tegangan geser pegas (τg) : 35.32 kg/mm²
Tegangan puntir pegas (τp) : 348.67 kg/mm²
Tegangan total (τ .tot ) : 383.99 kg/mm²
Pegas diafragma
Tegangan dinamis : 150 N/mm
Gaya seluruhnya : 2473.5 N
Pemindahan pegas : 9.66 mm
Kemiringan : 13.55°
Paku keling A
Jumlah paku keling : 32 buah
Diameter paku keling : 9 mm
Jarak paku ke poros : 114 mm
Gaya yang bekerja pada paku : 364 kg
Gaya yang bekerja tiap paku : 11.37 kg
Tegangan tarik izin (τ t) : 7.4 kg/mm²
Tegangan geser izin : 5.92 kg/mm²
Paku keling B
Jumlah paku keling : 16 buah
Diameter paku keling : 8.5 mm
Jarak paku ke poros : 106 mm
Gaya yang bekerja pada paku : 391 kg
Gaya yang bekerja tiap paku : 24.44 kg
Tegangan tarik izin (τ t) : 7.4 kg/mm²
Tegangan geser izin : 5.92 kg/mm²
Paku keling C
Jumlah paku keling : 4 buah
Diameter paku keling : 11.75 mm
Jarak paku ke poros : 96 mm
Gaya yang bekerja pada paku : 432 kg
Gaya yang bekerja tiap paku : 108 kg
Tegangan tarik izin (τ t) : 10.6 kg/mm²
Tegangan geser izin : 8.48 kg/mm²
Pada dasarnya data yang diperoleh dan hasil survey dengan data yang
diperoleh dan perencanaan tidaklah jauh berbeda toleransinya, hal ini disebabkan
oleh beberapa factor yang mempengaruhi yakni:
1. Faktor koreksi momen puntir
2. Faktor koreksi daya
3. Faktor Koreksi Lenturan
4. Faktor keamanan tegangan gesek
5. Tegangan tarik
6. Tegangan gesek
7. Jenis bahan yang digunakan juga sangat mempengaruhi hasil perancangan.
Perencanaan dianggap aman apabila memperhatikan beberapa faktor diatas
dengan kata lain dalam perencanaan tidak boleh melebihi variabel dan ketentuan
yang ada.
Selain itu kekerasan bahan sangat mempengaruhi kerja dari rancangan,
semakin lunak bahan yang dipilih maka semakin besar ukurannya. Dalam hal ini
penulis hanya melakukan perancangan jadi tidak mengolah atau mendesain bentuk
dari kopling, tapi yang paling penting dalam perancangan ini adalah tidak boleh
melebihi dari variabel yang diizinkan sehingga kopling dianggap aman dan bisa
berkeja dengan baik sebagi mana mestinya.
5.2 Saran
Adapun tujuan dari saran-saran ini adalah agar penyusun rancangan kopling
lebih sempurna lagi hendaknya. Adapun hal-hal yang mungkin perlu diperhatikan
adalah:
1. Dalam penyusunan perancangan kopling ini hendaknya dilengkapi
dengan data-data yang kita rancang.
2. Dalam menetapkan faktor keaman seorang perancang harus teliti
mengamsumsikan kondisi kopling yang akan dioperasikan.
3. Pemakaian bahan dalam perancangan hendaknya sesuai dengan
kondisi yang ada.
Untuk memudahkan penyusunan rancangan kopling ini, hendaknya dipakai
buku pegangan yang praktis dan sesuai dengan tujuan perancangan.
DAFTAR PUSTAKA
Sularso MSME, Kiyokatsu Suga (2008). Desain Of Machine Elements. Jakarta:
PT. Kresna Prima Persada.
Wirat ITB. Elemen Mesin 1.
M. F. Spoots. Desain Of Machine Elements, third edition. Prentice-Hall, INC.
http://www.docstoc.com/login/?ref=header-reg&pt=92®ister=1&ft=19 (25
desember 2012)