Dermatitis Kontak Alergi Pksms
-
Upload
sukh-vinder -
Category
Documents
-
view
70 -
download
6
description
Transcript of Dermatitis Kontak Alergi Pksms
Case Report Session
DERMATITIS KONTAK ALERGI
Disusun Oleh :
Sukhvinder Singh 0810314160
Preseptor :
Dr.dr. Rika Susanti Sp (F)
KEPANITERAAN KLINIK ROTASI TAHAP IIFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PUSKESMAS ULAK KARANG PADANG2015
1
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
DERMATITIS KONTAK ALERGI
Pendahuluan
Dermatitis kontak adalah peradangan kulit disebabkan oleh agen eksternal. Dua jenis dermatitis
utama adalah dermatitis kontak iritan (ICD) dan dermatitis kontak alergi (ACD). ICD terjadi
sebagai akibat dari kerusakan langsung ke stratum korneum oleh bahan kimia atau agen fisik
yang terjadi lebih cepat dari kulit mampu memperbaiki dirinya sendiri. Hasil ini merupakan
Reaksi kulit nonimmunologic inflamasi. Sebelumnya sensitisasi tidak diperlukan. Meskipun
kerentanan bervariasi antara individu, diberikan paparan yang cukup untuk iritan, siapa pun
dapat mengembangkan ICD. ACD adalah hipersensitivitas tipe IV tertunda kepada reaksi kimia
eksternal (alergen) yang hanya terjadi pada individu yang rentan yang sebelumnya telah
tersensitisasi.
Bahan penyebab dermatitis kontak alergik pada umumnya adalah bahan kimia yang
terkandung dalam alat-alat yang dikenakan oleh penderita (asesoris, pakaian, sepatu, kosmetika,
obat topikal dll), atau yang berhubungan dengan pekerjaan atau hobi (semen, sabun cuci,
pestisida, bahan pelarut, bahan cat, tanaman dll) dapat pula oleh bahan yang berada disekitarnya
(debu semen, bulu binatang atau polutan yang lain). Disamping bahan penyebab ada faktor
penunjang yang mempermudah timbulnya dermatitis kontak tersebut yaitu suhu udara,
kelembaban, gesekan dan oklusi.
2
Dermatitis kontak alergik pada lingkungan kerja terjadi lebih sedikit dari pada dermatitis
kontak iritan, namun bila hanya ditinjau dari statistik yang ada hal ini dapat menyesatkan karena
sesungguhnya banyak dermatitis kontak alergi yang tidak terdiagnosis sehingga tidak dilaporkan.
Salah satu penyebab utamanya adalah tidak tersedianya alat / bahan uji tempel (patch test)
sebagai sarana diagnostik.
Untuk menegakkan diagnosis dermatitis kontak alergik perlu dilakukan uji tempel. Uji
tempel bila memungkinkan dilakukan 2 minggu setelah dermatitisnya sembuh. Oleh karena bila
baru saja sembuh, apalagi masih aktif, maka ambang rangsang kulit terhadap iritasi maupun
sensitasi menurun. Tujuan uji tempel selain untuk membuktikan bahwa dermatitis yang terjadi
adalah dermatitis kontak alergik, juga untuk menemukan jenis bahan alergen kontak. Kecuali ini
dapat pula sebagai tes prediksi untuk menentukan bahan apa saja yang dapat ditoleransi oleh
penderita. Supaya hasilnya dapat dipercaya uji tempel harus selalu disesuaikan dengan riwayat
penyakit dan pemeriksaan klinis serta dilakukan dengan prosedur baku.
Definisi
Dermatitis kontak adalah respon peradangan kulit akut atau kronik terhadap paparan
bahan iritan eksternal yang mengenai kulit. Dikenal dua macam jenis dermatitis kontak yaitu
dermatitis kontak iritan yang timbul melalui mekanisme non imunologik dimana kerusakan kulit
terjadi langsung tanpa didahului proses sensitisasi dan dermatitis kontak alergik yang
diakibatkan mekanisme imunologik, terjadi pada seseorang yang telah mengalami sensitisasi
terhadap suatu alergen.
Menurut Gell dan Coombs dermatitis kontak alergik adalah reaksi hipersensitifitas tipe
lambat (tipe IV) yang diperantarai sel, akibat antigen spesifik yang menembus lapisan epidermis
kulit. Antigen bersama dengan mediator protein akan menuju ke dermis, dimana sel limfosit T
menjadi tersensitisasi. Pada pemaparan selanjutnya dari antigen akan timbul reaksi alergi.
Epidemiologi
Diramalkan bahwa jumlah DKA maupun DKI makin bertambah seiring dengan
bertambahnya jumlah produk yang mengandung bahan kimia yang dipakai oleh masyarakat.
3
Namun informasi mengenai prevalensi dan insidens DKA di masyarakat sangat sedikit, sehingga
berapa angka yang mendekati kebenaran belum didapat.
Usia tidak mempengaruhi timbulnya sensitisasi namun dermatitis kontak alergik
lebih jarang dijumpai pada anak-anak. Lebih sering timbul pada usia dewasa tapi dapat mengenai
segala usia. Prevalensi pada wanita dua kali lipat dari pada laki-laki. Bangsa Kaukasian lebih
sering terkena dari pada ras bangsa lain. Nampaknya banyak juga timbul pada bangsa Afrika-
Amerika namun lebih sulit dideteksi. Jenis pekerjaan merupakan hal penting terhadap tingginya
insiden dermatitis kontak.
Dahulu diperkirakan bahwa kejadian DKI akibat kerja sebanyak 80% dan DKA 20%,
tetapi data baru dari Inggris dan Amerika Serikat menunjukkan bahwa dermatitis kontak akibat
kerja karena alergi ternyata cukup tinggi yaitu berkisar antara 50% dan 60%. Sedangkan dari
satu penelitian ditemukan frekuensi akibat DKA bukan akibat kerja tiga kali lebih sering dari
pada DKA akibat kerja.
Di Amerika Serikat penyakit kulit akibat kerja perseribu pekerja paling banyak dijumpai
berturut-turut pada pekerja pertanian 2,8%, pekerja pabrik 1,2%, tenaga kesehatan 0,8% dan
pekerja bangunan 0,7%. Menurut laporan Internasional Labour Organization terbanyak dijumpai
pada tukang batu & semen 33%, pekerja rumah tangga 17% dan pekerja industri logam dan
mesin 11% sedangkan tenaga kesehatan 1%. 15 Sejak tahuan 1974 insiden penyakit kulit akibat
kerja telah menurun di Amerika Serikat, namun banyak kasus-kasus yang tidak pernah
dilaporkan, baik akibat tidak terdiagnosis sebagai penyakit akibat kerja oleh dokter atau
penderita atau telah diterapi sebagai dermatosis yang bukan disebabkan oleh pekerjaan. Kasus-
kasus yang tidak dilaporkan ini diperkirakan mencapai 20-50 kali lipat dari jumlah yang
dilaporkan.
Di Eropa insiden juga tinggi seperti Swedia dermatitis kontak dijumpai pada 4,8% dari
populasinya. Di Belanda 6%, di Stockholm 8% dan Bergen 12%.
Di Indonesia terlihat bahwa frekuensi dermatitis kontak menunjukan peningkatan di
tahun-tahun terakhir ini. Di bagian Alergi-Imunologi RSCM Jakarta tahun 1988 dilaporkan 35
kasus, berumur antara 6-67 tahun. 21 diantaranya dengan dugaan dermatitis kontak alergika yang
tidak diketahui penyebabnya dan 14 orang dengan dermatitis kronis non spesifik yang
penyebabnya tidak diketahui. Di Manado dari tahun 1988-1991 dijumpai 83 orang dengan
4
dermatitis kontak (4,45%), di Singkawang Kalimantan Barat pada tahun 1991-1992 dermatitis
kontak dijumpai sebanyak 73 orang (17,76%). Tahun 1992 di RS Dr. Pirngadi Medan Nasution
melaporkan terdapat 301 pasien dermatitis kontak (laki-laki 109 orang dan wanita 192 orang),
tahun 1993 sebanyak 332 orang (109 orang laki-laki dan 223 orang wanita), tahun 1994 dijumpai
427 kasus (122 orang laki-laki dan 305 orang wanita).Golongan usia tertinggi adalah 25-44 tahun
1992 dan 1994 adalah kelompok pelajar dan mahasiswa (27,24% dan 32,55%), sedangkan pada
tahun 1993 adalah petani diikuti oleh penjual di pasar, tukang becak, pembantu dan
pengangguran.
Etiologi
Penyebab DKA adalah bahan kimia sederhana dengan berat molekul umumnya rendah
(<1000 dalton), merupakan alergen yang belum diproses, disebut hapten, bersifat lipofilik, sangat
reaktif, dapat menembus stratum korneum sehingga mencapai sel epidermis dibawahnya (sel
hidup). Berbagai faktor berpengaruh dalam timbulnya DKA, misalnya potensi sensitisasi
alergen, dosis per unit area, luas daerah yang terkena, lama pajanan, oklusi, suhu dan
kelembaban lingkungan, vehikulum dan pH. Juga faktor individu, misalnya keadaan kulit pada
lokasi kontak (keadaan stratum korneum, ketebalan epidermis), status imunologik (misalnya
sedang menderita sakit, terpajan sinar matahari).
Patogenesis
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada DKA adalah mengikuti respons imun yang
diperantarai oleh sel (cell-mediated immune respons) atau reaksi imunologik tipe IV, suatu
hipersensitifitas tipe lambat. Reaksi ini terjadi melalui dua fase, yaitu fase sensitisasi dan fase
elisitasi. Hanya individu yang telah mengalami sensitisasi dapat menderita DKA.
1. Fase sensitisasi
Hapten yang masuk kedalam sel epidermis melewati stratum korneum akan ditangkap
oleh sel langerhans dengan cara pinositosis dan diproses secara kimiawi oleh enzim lisosom atau
sitosol serta di konjugasikan pada molekul HLA-DR menjadi antigen lengkap. Pada awalnya sel
Langerhans dalam keadaan istirahat dan hanya berfungsi sebagai makrofag dengan sedikit
5
kemampuan menstimulasi sel T. Tetapi setelah keratinosit terpajan oleh hapten yang juga
mempunyai sifat iritan, akan melepaskan sitokin (IL-1) yang akan mengaktifkan sel Langerhans
sehinga mampu menstimulasi sel-T. Aktivasi tersebut akan mengubah fenotip sel Langerhans
dan meningkatkan sekresi sitokin tertentu (misalnya IL-1) serta ekspresi molekul permukaan sel
termasuk MHC klas I dan II, ICAM-1, LFA-3 dan B7. Sitokin proinflamasi lain yang dilepaskan
oleh keratinosit yaitu TNFα, yang dapat mengaktifasi sel-T, makrofag dan granulosit,
menginduksi perubahan molekul adesi sel dan pelepasan sitokin juga meningkatkan MHC klas I
dan II.
TNFα menekan produksi E-cadherin yang mengikat sel Langerhans pada epidermis, juga
menginduksi aktivitas gelatinolisis sehingga memperlancar sel Langerhans melewati membran
basalis bermigrasi ke kelenjar getah bening setempat melalui saluran limfe. Di dalam kelenjar
limfe, sel Langerhans mempresentasikan kompleks HLA-DR-antigen kepada sel-T penolong
spesifik, yaitu yang mengekspresikan molekul CD4 yang mengenali HLA-DR sel Langerhans,
dan kompleks reseptor sel-T-CD3 yang mengenali antigen yang telah diproses. Ada atau tidak
adanya se-T spesifik ini ditentukan secara genetik.
Sel Langerhans mensekresikan IL-1 yang menstimulasi sel-T untuk mensekresi IL-2 dan
mengekspresi reseptor IL-2 (IL-2R). Sitokin ini akan menstimulasi proliferasi sel T spesifik,
sehingga menjadi lebih banyak. Turunan sel ini yaitu sel T memori (sel T teraktivasi) akan
meninggalkan kelenjar getah bening dan beredar keseluruh tubuh. Pada saat tersebut individu
menjadi tersensitisasi. Fase ini rata-rata berlangsung selama 2-3 minggu.
Menurut konsep ‘danger’ signal (sinyal ‘bahaya’) bahwa sinyal antigenik murni suatu
hapten cenderung menyebabkan toleransi, sedangkan sinyal iritannya menimbulkan sensitisasi.
Dengan demikian terjadinya sensitisasi kontak bergantung pada adanya sinyal iritan yang dapat
berasal dari alergen kontak sendiri, dari ambang rangsang yang rendah terhadap respon iritan,
dari bahaya kimia inflamasi pada kulit yang meradang, atau kombinasi dari ketiganya. Jad sinyal
‘bahaya’ yang menyebabkan sensitisasi tidak berasal dari sinyal antigenik sendiri, melainkan dari
iritasi yang menyertainya. Suatu tindakan mengurangi iritasi akan menurunkan potensi
sensitisasi.
6
2. Fase elisitasi
Fase kedua (elisitasi) hipersensitivitas tipe lambat terjadi pada pajanan ulang alergen
(hapten). Seperti pada fase sensitisasi, hapten akan ditangkap oleh sel Langerhans dan diproses
secara kimiawi oleh sel antigen, diikat oleh HLA-DR kemudian diekspresikan di permukaan sel.
Selanjutnya kompleks HLA-DR-antigen akan dipresentasikan kepada sel T yang telah
tersensitisasi (sel T memori) baik dikulit maupun dikelenjar limfe sehingga terjadi proses
aktivasi. Dikulit proses aktivasi lebih kompleks dengan hadirnya sel-sel lain. Sel Langerhans
mensekresikan IL-1 yang menstimulasi sel-T untuk memproduksi IL-2 dan mengekspresi IL-2R,
yang akan mernyebabkan proliferasi dan ekspansi populasi sel-T di kulit. Sel-T teraktivasi juga
mengeluarkan IFN-γ yang akan mengaktifkan keratinosit mengekspresi ICAM-1 dan HLA-DR.
Adanya ICAM-1 memungkinkan keratinosit untuk berinteraksi dengan sel-T dan leukosit yang
lain yang mengekspresi molekul LFA-1. Sedangkan HLA-DR memungkinkan keratinosit untuk
berinteraksi langsung dengan sel-T CD4+ dan juga memungkinkan presentasi antigen kepada sel
tersebut. HLA-DR juda dapat merupakan target sel-T sitotoksik pada keratinosit. Keratinosit
menghasilkan juga sejumlah sitokin antara lain IL-1, IL-6, TNF-α dan GMCSF, semuanya dapat
mengaktivasi sel-T. IL-1 dapat menstimulasi keratinosit menghasilkan eikosanoid. Sitokin dan
eikosanoid ini akan mengaktifkan sel mas dan makrofag. Sel mas yang berada didekat pembuluh
darah dermis akan melepaskan antara lain histamin, berbagai jenis faktor kemotaktik, PGE2 dan
PGD2, dan leukotrien B4 (LTB4). Eikosanoid baik yang berasal dari sel mas (prostaglandin)
maupun dari keratinosit atau leukosit menyebabkan dilatasi vaskular dan meningkatkan
permeabilitas sehingga molekul larut seperti komplemen dan kinin mudah berdifusi kedalam
dermis dan epidermis. Selain itu faktor kemotaktik dan eikosanoid akan menarik neutrofil,
monosit dan sel darah dari dalam pembuluh darah masuk kedalam dermis. Rentetan kejadian
tersebut akan menimbulkan respon klinik DKA. Fase elisitasi umumnya berlangsung antara 24-
48 jam.
Gejala klinik
Penderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada keparahan
dermatitis dan lokasinya. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritematosa yang berbatas jelas,
kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah dan
7
menimbulkan erosi dan eksudasi (basah). DKA akut di tempat tertentu, misalnya kelopak mata,
penis, skrotum, eritema dan edema lebih dominan dari pada vesikel. Pada yang kronis terlihat
kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi, dan mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas.
Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak; mungkin penyebabnya juga campuran.
DKA dapat meluas ketempat lain, misalnya dengan cara autosensitisasi. Skalp, telapak
tangan dan kaki relatif resisten terhadap DKA.
Diagnosis
Diagnosis didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat dan pemeriksaan klinis yang
teliti.
Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan kelainan kulit yang ditemukan.
Misalnya, ada kelainan kulit berukuran numular di sekitar umbilikus berupa hiperpigmentasi,
likenifikasi, dengan papul dan erosi, maka perlu dipertanyakan apakah penderita memakai
kancing celana atau kepala ikat pinggang yang terbuat dari logam (nikel). Data yang berasal dari
anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah digunakan, obat
sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang diketahui menimbulkan alergi, penyakit kulit yang
pernah dialami, riwayat atopi, baik yang bersangkutan maupun keluarganya.
Pemeriksaan fisis sangat penting, karena dengan melihat lokasi dan pola kelainan kulit
yang sering terjadi dapat diketahui kemungkinan penyebabnya. Misalnya, di ketiak oleh
deodoran; di pergelangan tangan oleh jam tangan; di kedua kaki oleh sepatu/sandal. Pemeriksaan
hendaknya dilakukan ditempat yang cukup terang, pada seluruh kulit untuk melihat
kemungkinan kelainan kulit lain karena sebab-sebab endogen.
Diagnosis Banding
Kelainan kulit DKA sering tidak menunjukkan gambaran morfologik yang khas, dapat
menyerupai dermatitis atopik, dermatitis numularis, dermatitis seboroik, atau psoriasis.
Diagnosis banding yang terutama ialah dengan DKI. Dalam keadaaan ini pemeriksaan uji tempel
perlu dipertimbangkan untuk menentukan, apakah dermatitis tersebut karena kontak alergi.
Uji Tempel
8
Pelaksanaan uji tempel dilakukan setelah dermatitisnya tenang (sembuh) sekurang-
kurangnya 2 minggu. Tempat melakukan uji tempel biasanya di punggung, dapat pula dibagian
luar lengan atas. Bahan uji diletakkan pada sepotong kain atau kertas, ditempel pada kulit yang
utuh, ditutup dengan bahan impermeabel, kemudian direkat dengan plester. Setelah 48 jam di
buka, reaksi di baca 48 jam (pada waktu dibuka), 72 jam dan atau 96 jam. Untuk bahan tertentu
bahkan baru memberikan reaksi setelah satu minggu. Hasil positif dapat berupa eritema dengan
urtikaria sampai vesikel atau bula. Penting dibedakan apakah reaksi karena alergi kontak atau
karena iritasi, sehubungan dengan konsentrasi bahan uji terlalu tinggi. Bila oleh karena iritasi,
reaksi akan menurun setelah 48 jam (reaksi tipe decresendo), sedangkan reaksi alergi kontak
makin meningkat (reaksi tipe cresendo).
Pengobatan
Hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan dermatitis kontak adalah upaya pencegahan
terulangnya kontak kembali dengan alergen penyebab, dan menekan kelainan kulit yang timbul.
Kortikosteroid dapat diberikan dalam jangka pendek untuk mengatasi peradangan pada
DKA akut yang ditandai dengan eritema, edema, vesikel atau bula, serta eksudativa (madidans),
misalnya prednison 30 mg/hari. Umumnya kelainan kulit akan mereda setelah beberapa hari.
Sedangkan kelainan kulit cukup dikompres dengan larutan garam faal atau larutan air salisil
1:1000.
Untuk DKA ringan atau DKA akut yang telah mereda (setelah mendapatkan pengobatan
kortikosteroid sistemik), cukup diberikan kortikosteroid secara topikal.
Prognosis
Prognosis DKA umumnya baik, sejauh bahan kontaknya dapat disingkirkan. Prognosis
kurang baik dan menjadi kronis bila terjadi bersamaan dengan dermatitis oleh faktor endogen
(dermatitis atopik, dermatitis numularisatau psoriasis), atau terpajan oleh alergen yang tidak
mungkin dihindari.
9
BAB II
LAPORAN KASUS
1. Identitas Pasien
a. Nama : Tn Af
b. Kelamin : Laki-laki
c. Umur : 53 tahun
d. Pekerjaan / pendidikan : pekerja bengkel las mobil / SD
e. Alamat : Belanti Barat 7, Ulak Karang
2. Latar belakang sosial-ekonomi-demografi-lingkungan keluarga
a. Status perkawinan : Telah nikahb. Jumlah anak : 2 orangc. Status ekonomi keluarga : Menengah bawahd. KB : -e. Kondisi rumah : - Rumah permanen, 1 lantai, 3 kamar.
- WC 1 ( didalam rumah)- Sumber air dari pdam- Sampah di buang di tempat pengumpulan
f. Kondisi tempat kerja : - Pasien berkerja di sebuah bengkel las mobil yang terletak di Belanti Barat, Ulak Karang. Bengkel tersebut bersifat tidak permanen. Terdapat sebuah kamar kantor di bagian belakang bengkel yang berdinding kayu dan zinc. Dinding perkarangan dan atap bengkel dibuat dari zinc dan kayu. Lantai bengkel tidak bersemen. Bengkel dikelilingi selokan yang selebar kira-kira setengah meter dan sedalam 1 kaki. Terdapat sebuah ruang yang berbatas dinding zinc disamping ruang kantor yang di gunakan sebagai WC dan tempat mencuci peralatan. Terdapat 5 orang karyawan termasuk pasien yang berkerja di bengkel tersebut.
10
- Sampah dibuang di tempat pembuangan sampah yang berdekatan, lebih kurang 2 kali setiap minggu. Selain itu sampah berbentuk kaleng-kaleng cat kosong dan tiub dompol epoxy resin yang terpakai sering dikumpulkan di dekat pintu masuk bengkel sebelum di buang. - Pencahayaan di bengkel tersebut terbatas cahaya alamiah yang dapat masuk dari bagian bengkel yang tidak tertutup zinc. Terdapat 1 colokan utama di dinding kayu bagian kantor dan 4 colokan connector yang tersambung pada colokan utama yang di gantung dibagian tengah dan depan bengkel. Listrik di bengkel digunakan untuk alat-alat mengecat mobil dan grinder. Sumber listrik adalah dari genset yang terletak di bagian belakang bengkel.
- Di bengkel tersebut biasanya terdapat sekitar 3-4 mobil yang sedang di cat.Proses cat terbagi 3 dimana pada bagian awal, cat yang lama di lepaskan dengan acetylene torch dan grinder. Seterusnya dompol yang diperbuat dari polyester resin di tampalkan pada seluruh bagian mobil untuk memastikan cat melekat dengan kuat dan rata. Seterusnya seluruh mobil di cat sesuai dengan permintaan klien. Seluruh proses dapat mengambil waktu 2 sampai 3 bulan tergantung ukuran mobil ketersediaan alat dan karyawan.
Kesan : higen dan keamanan kurang baik dan resiko terjadi kecelakan dan kontaminasi lingkungan dinilai cukup besar.
g. Kondisi Lingkungan Kerja
- Pasien berkerja bersama 4 karyawan lain di bengkel las mobil. Setiap karyawan mendapat tugas yang spesifik di proses mengecat mobil. Pasien melakukan tugas menempelkan polyester resin yang disebutnya “dompol” pada bagian badan mobil yang sebelumnya telah dibersihkan dari cat asli. Karyawan biasanya tidak melakukan tugas diluar apa yang di tugaskan.
- Pasien berkerja menggunakan kepingan kayu atau kuas untuk menempelkan polyester resin tersebut ke bagian-bagian mobil dan kemudian meratakannya dengan kepingan besi atau penggaris. Pasien tidak memakai sarung tangan atau apa-apa alat melindung diri yang lain pada saat berkerja.
- Karyawan lain tidak menggunakan alat pelindung diri atau sarung tangan. Karyawan yang memakai acetylene torch untuk membuang lapisan cat sebelumnya menggunakan gogel untuk proteksi mata.
11
h. Aspek Psikologis
- Pasien mengaku memiliki hubungan yang baik dengan karyawan lain di bengkel dan dengan pemilik bengkel.
- Pasien mengaku memiliki hubungan baik dengan anggota keluarga.
- Pasien memilik jadwal kerja yang cukup fleksibel dimana pasien dapat mengambil hari libur dan waktu untuk istirahat makan. Pasien tidak merasa dibebankan oleh pekerjaannya.
3. Keluhan Utama
Pasien merasakan gatal-gatal pada tangan dan lengan kiri dan kanan sejak 1 tahun yang lalu.
4. Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 1 tahun yang lalu, pasien merasakan gatal di kedua tangan. Saat itu pasien merasa tangannya ada merah-merah dan gatal yang kemudian makin lama makin membesar dan menyebar ke kedua lengan.
Gatal dirasakan sepanjang hari, tidak tercetuskan oleh makanan. Karena gatal, pasien sering menggaruk tangannya.
Pasien mengaku keluhan gatal-gatal bermula 1 minggu setelah pasien berkerja di bengkel las mobil.
Gejala sama dibagian lain tubuh tidak ada. Rasa nyeri atau perih pada daerah lesi tidak ada pada pasien Pasien bekerja sebagai tukang di bengkel las mobil dan memiliki tanggungjawab
spesifik membuat lapisan pertama pada bagian mobil yang akan dicat dengan melapisi badan mobil dengan dompol.
Pasien mengaku bahwa tidak pernah memakai sarung tangan atau alat perlindungan diri saat berkerja dan sering berkerja tanpa memakai baju dengan alasan rasa gerah. Pasien menyangkal riwayat tidak mencuci tangan setelah selesai pekerjaan.
Pasien pernah berobat sebelumnya ke puskesmas sebanyak dua kali dan diberikan obat salep tetapi setelah pengobatan selama 2 minggu dan menyatakan bahwa
12
gejala gatalnya berkurang tetapi tidak sembuh sepenuhnya dan mulai gatal lagi setelah obat salepnya habis.
Tidak ada tukang lain di bengkel tersebut yang menderita gejala seperti ini.
5. Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat alergi makanan : disangkal
Riwayat alergi obat : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat HT : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat bersin-bersin pagi hari : disangkal
Riwayat gatal di kelopak mata : disangkal
6. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat asma : disangkal
7. Pemeriksaan fisik
1. Status Generalis
a. Kepala : dalam batas normal
b. Mata : dalam batas normal
c. Hidung : dalam batas normal
d. Mulut : dalam batas normal
e. Leher : dalam batas normal
f. Punggung : dalam batas normal
13
g. Dada : dalam batas normal
h. Abdomen : dalam batas normal
i. Gluteus dan anogenital : dalam batas normal
j. Ekstremitas atas : lihat status dermatologis
k. Ekstremitas bawah : dalam batas normal
2. Status Dermatologis
Regio brachii dextra et sinistra
Tampak plak eritem berbatas tegas dengan ukuran milier sampai lentikular dengan
ekskoriasi dan skuama diatasnya.
F. DIAGNOSIS BANDING
Dermatitis Kontak Alergi
Dermatitis Kontak Iritan
Dermatofitosis
.
14
Gambar 1.tempat tidur pasien
1. Aspek psikologis di keluarga:
Suami pasien telah meninggal. Pasien tinggal bersama anaknya yang berumur 15 tahun.
Keluhan utama
15
Bintik-bintik kemerahan yang terasa gatal di sela-sela jari tangan kanan dan kiri,
punggung tangan kanan dan kiri,ketiak kanan dan kiri,perut , bokong, punggung kaki
kanan dan kiri, dan sela-sela jari kaki kanan dan kiri sejak 1 bulan yang lalu
2. Riwayat penyakit sekarang :
Bintik-bintik kemerahan yang terasa gatal di sela-sela jari tangan kanan dan kiri,
punggung tangan kanan dan kiri,ketiak kanan dan kiri,perut , bokong, punggung kaki
kanan dan kiri, dan sela-sela jari kaki kanan dan kiri sejak 1 bulan yang lalu.
Awalnya bintik-bintik kemerahan yang gatal terdapat di sela-sela jari tangan kanan dan
kiri, lalu bintik-bintik kemerahan ini menyebar ke punggung tangan kanan dan kiri,
ketiak,perut, bokong, punggung kaki kanan dan kiri, dan sela-sela jari kaki kanan dan kiri
Gatal terutama dirasakan pada malam hari.
Seprei dan alas bantal jarang diganti. Pasien lupa kapan terakhir kali mengganti seprei
Pasien memakai alat mandi bersama dengan anaknya (+)
Pasien tidur satu tempat tidur dengan anaknya
Pasien mandi dua kali sehari
Pasien mengganti bajunya 2 kali sehari
3. Riwayat penyakit dahulu :
Pasien memiliki riwayat keluhan bintik-bintik kemerahan yang gatal di tubuh pada 1
bulan yang lalu dan telah mengkonsumsi “obat kampong” untuk mengurangkan rasa gatal
namun menurut pasien rasa gatal tidak berkurang
4. Riwayat penyakit keluarga :
Anak pasien mengalami keluhan bintik-bintik kemerahan yang terasa gatal sejak 3
minggu yang lalu belum pernah mendapatkan pengobatan.
Pasien dan keluarga tidak ada riwayat bersin-bersin di pagi hari.
Pasien dan keluarga tidak ada riwayat nafas menciut.
Pasien dan keluarga tidak ada riwayat alergi makanan sebelumnya.
Pasien dan keluarga tidak ada riwayat alergi obat sebelumnya.
5. Pemeriksaan Fisik
16
STATUS GENERALIS
Keadaan umum : Tidak tampak sakit
Kesadaran : Composmentis
Nadi : 90 x/menit
Nafas : 18 x/menit
Suhu : 36,3oC
BB : 52 kg
TB : 153 cm
Status gizi : Baik
Pemeriksaan Thorak
- Paru
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan dalam keadaan statis dan dinamis
Palpasi : fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler, Rhonchi (-), Wheezing (-)
- Jantung
Inspeksi : Iktus tidak terlihat
Palpasi : Iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V kiri
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : Irama teratur, bising (-)
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Tidak tampak membuncit, distensi (-), kelainan kulit di perut (di status
dermatologikus)
Palpasi : Hepar dan lien dalam batas normal, NT (-), NL (-)
Perkusi : Tymphani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
- Ekstremitas : Refilling kapiler baik, RF ++/++, RP -/-
17
STATUS DERMATOLOGIKUS
Lokasi : di sela-sela jari tangan kanan dan kiri, punggung tangan kanan dan
kiri, ketiak kanan dan kiri, punggung kaki kanan dan kiri,perut
dan sela- sela jari kaki kanan dan kiri
Distribusi : regional, bilateral
Bentuk : Tidak khas
Susunan : Tidak khas
Batas : Tidak tegas
Ukuran : milier (pada punggung tangan, jari tangan,punggung kaki dan
sela-sela
jari kaki), numular (ketiak kanan dan kiri),
Efloresensi : Papul eritema, plak eritema, scab,ekskoriasi
Status Venereologikus
Tidak diperiksa
Kelainan Selaput
Tidak ditemukan kelainan
Kelainan Kuku
Jaringan sekitar kuku tidak ditemukan kelainan
Kelainan Rambut
Tidak ditemukan kelainan
Kelainan Kelenjar Limfe
18
Tidak ditemukan pembesaran KGB submandibula, regiocoli, aksila,
supraklavikula, dan infraklavikula.
6. Laboratorium:
Pemeriksaan kerokan kulit diharapkan ditemukan telur, kutu
7. Diagnosis Kerja :
Skabies
8. Diagnosis Banding
Tinea
9. Manajemen :
Promotif :
Memberikan edukasi kepada pasien tentang penyakitnya serta upaya-upaya pencegahan
yang harus dilakukan terutama pengobatan terhadap penyakitnya.
Edukasi pasien terutama mengenai terapi terhadap penyakitnya (terutama mengenai cara
penggunaan salep dengan cara yang benar yaitu mengoleskan salep ke seluruh tubuh
kecuali wajah setiap malam selama 3 hari berturut turut)
Preventif :
Meminta anggota keluarga ( adik pasien) yang mengalami bintik-bintik kemerahan yang
gatal di tubuh turut berobat.
Menjaga kebersihan rumah (semua pakaian, handuk, seprei, alas bantal yang digunakan
pasien di rumah dicuci dengan air hangat,deterjen dan dijemur di terik matahari sampai
kering dan diseterika)
Menjemur kasur yang digunakan pasien di bawah terik matahari.
Kuratif :
Sistemik
Cetirizin 1 x 10 mg
19
Topikal
Salep 2-4
Rehabilitatif :
Kontrol kembali ke puskesmas 3 hari lagi untuk menilai efek pengobatan.
Penulisan Resep
Dinas Kesehatan Kota Padang
Puskesmas Kuranji
Padang, 10 Augustus
2015
R/ CTM tab No X
∫ 3 dd tab 1
R/ Salep 2-4 salf pot No II
∫ ue
( dioleskan seluruh tubuh kecuali wajah 3 hari
20
berturut-turut)
Pro : R
Umur : 50 tahun
Lampiran :
21
22