Dept Pediatrik Kelmp 2 - Febris Convulsion
-
Upload
livia-baransyah -
Category
Documents
-
view
121 -
download
5
Transcript of Dept Pediatrik Kelmp 2 - Febris Convulsion
LAPORAN PENDAHULUAN
KEJANG DEMAM (FEBRILE CONVULSION)
Disusun untuk memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik
Departemen Emergency
Disusun Oleh :
Livia Baransyah0810720043
JURUSAN ILMU KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
LAPORAN PENDAHULUAN
KEJANG DEMAM (FEBRILE CONVULSION)
A. DEFINISI
Menurut Alimul (2008) kejang demam merupakan bangkitan kejang
yang dapat terjadi karena peningkatan suhu akibat proses ekstrakranium dengan
cirri terjadi antara usia 6 bulan-4 tahun, lamanya <15 menit, dapat bersifat
umum dan dapat terjadi 16 jam setelah timbulnya demam.
Dalam Muscari (2005) disebutkan bahwa kejang demam adalah kejang
yang dihubungkan dengan suatu penyakit yang dicirikan dengan demam tinggi
(suhu 38,9°-40,0°C). kejang demam berlangsung <15 menit, generalisata, dan
terjadi pada anak-anak tanpa kecacatan neurologic. Jenis kejang ini memberi
dampak 3-5% pada anak dan biasanya terjadi setelah usia 6 bulan dan sebelum
usia 3 tahun. Kejang demam tidak lazim terjadi pada anak setelah usia 5 tahun.
B. EPIDEMIOLOGI
Hampir sebanyak 1 dari setiap 25 anak pernah mengalami kejang demam dan
lebih dari sepertiga dari anak-anak tersebut mengalaminya lebih dari 1 kali.
Kejang demam biasanya terjadi pada anak-anak yang berusia antara 6 bulan-5
tahun dan jarang terjadi sebelum usia 6 bulan maupun sesudah 3 tahun
(medicastore).
Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan
sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah
menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki
daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan
maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki. (ME. Sumijati, 2000)
95-98% dari anak-anak yang pernah mengalami kejang demam, tidak
berlanjut menjadi epilepsi. Tetapi beberapa anak memiliki resiko tinggi
menderita epilepsi, jika:
kejang demam berlangsung lama
kejang hanya mengenai bagian tubuh tertentu
kejang demam yang berulang dalam waktu 24 jam
anak menderita cerebral palsy, gangguan pertumbuhan atau kelainan
saraf lainnya (medicastore)
Berdasarkan laporan dari daftar diagnosa dari lab./SMF Ilmu Kesehatan Anak
RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data adanya peningkatan insiden
kejang demam. Pada tahun 1999 ditemukan pasien kejang demam sebanyak 83
orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %). Pada tahun 2000 ditemukan
pasien kejang demam 132 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %).
Dari data di atas menunjukkan adanya peningkatan insiden kejadian sebesar 37%
(Subianto, 2009).
C. ETIOLOGI
Alimul (2008) menyebutkan bahwa kejang demam sering terjadi pada
anak dibawah usia 1 tahun sampai awal kelompok usia 2-5 tahun, karena pada
usia ini otak anak sangat rentan terhadap peningkatan mendadak suhu badan.
Sekitar 10% anak mengalami sekurang-kurangnya 1 kali kejang. Pada usia 5
tahun, sebagian besar anak telah dapat mengatasi kerentanannya terhadap kejang
demam.
Muscari (2005) menyebutkan bahwa penyebab kejang demam tidak
diketahui. Kejang demam biasanya dikaitkan dengan infeksi saluran pernapasan
atas, infeksi saluran kemih, dan rosella.
Ada dua sumber yang mengatakan beberapa factor yang menyebabkan kejang
demam, diantaranya :
Menurut staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI (1985: 50), faktor
presipitasi kejang demam: cenderung timbul 24 jam pertama pada waktu sakit
demam atau dimana demam mendadak tinggi karena infeksi pernafasan
bagian atas. Demam lebih sering disebabkan oleh virus daripada bakterial.
Penyebab lain dari kejang demam yaitu :
Efek produk toksik daripada mikroorganisme
Respon alergik atau keadaan umum yang abnormal oleh infeksi.
Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan, yang tidak
diketahui atau enselofati toksik sepintas.
Menurut Dewanto (2009) beberapa faktor yang menyebabkan kejang demam:
Demam itu sendiri (tonsillitis, faringitis, otitis media akut, gastroenteritis,
bronchitis, bronkopneumoni, morbili, varisela, dan dengue)
Demam setelah imuniasasi DPT dan morbili
Efek toksin dari mikroorganisme
Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal akibat infeksi
Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit
Ensefalitis viral
D. KLASIFIKASI
1. Simple febrile seizures
Berlangsung < 10 – 15 menit, tidak kambuh lagi dalam febris karena sakit
yang sama.
2. Complex febrile seizures
Durasi lama >10 atau > 15 menit, onset parsial, multiple recurrent dalam 24
jam atau dalam sakit yang sama.
(Noggle, 2011)
Perbedaan kejang demam sederhana dengan demam kompleks
N
OKLINIS
KD
SEDERHANA
KD
KOMPLEKS
1. Durasi berulang <15 menit ≥15 menit
2. Tipe kejang Umum Umum/fokal
3. Berulang dalam satu episode 1 kali >1 kali
4. Defisit neurologis - +
5. Riwayat keluarga kejang demam + +
6. Riwayat keluarga kejang tanpa demam + +
7. Abnormalitas neurologis sebelumnya + +
E. MANIFESTASI KLINIK
Menurut Dewanto (2009) gambaran klinis yang dapat dijumpai pada
pasien kejang demam adalah:
1. Suhu tubuh mencapai 39°C
2. Anak sering hilang kesadaran saat kejang
3. Kepala anak seperti terlempar ke atas, mata mendelik, tungkai dan lengan
mulai kaku, bagian tubuh anak menjadi berguncang. Gejala kejang
bergantung pada jenis kejang
4. Kulit pucat dan mungkin menjadi biru
5. Serangan terjadi beberapa menit setelah itu anak sadar
Dalam Alimul (2008) juga disebutkan bahwa pada kejang demam, wajah anak
akan menjadi biru, matanya berputar-putar, dan anggota badannya akan bergetar
dengan hebat.
Manifestasi klinik yang lain disebutkan dalam Muscari (2005), diantaranya:
a. Sebagian besar aktivitas kejang berhenti pada saat anak mendapatkan
pertolongan medis, tetapi anak mungkin dalam keadaan tidak sadar
b. Orangtua atau pemberi asuhan akan menggambarkan manifestasi kejang
tonik-klonik (yaitu: tonik-kontraksi otot, ekstensi ekstremitas, kehilangan
kontrol defekasi dan kandung kemih, sianosis, dan hilang kesadaran; klonik-
kontraksi dan relaksasi ekstremitas yang teratur (ritmik); fase postikal dan
dikarakteristikkan dengan kesadaran persisten)
c. Sering ditemukan adanya riwayat keluarga dengan kejang demam
infeksi bakteri, virus, dan parasit
Reaksi inflamasi
Proses demam
Hipertermia
Resiko kejang berulang
Pengobatan, perawatan, kondisi,
prognosis, diet
Kurang informasi tentang kondisi, prognosis, dan
perawatan
Kurang pengetahuan
Ansietas
Rangsang mekanik dan biokimia
Gangguan keseimbangan cairan &
elektrolit
Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler
Ketidakseimbangan potensial membran sel
neuron
Difusi ion K+ dan ion Na+ melalui membran
Depolarisasi membran & lepas muatan listrik
Kejang
<15 menit
Tidak menimbulkan gejala sisa
>15 menit
Perubahan suplai darah ke otak
Hipoksia jaringan otak
Kerusakan sel neuron otak
Penurunan respon kesadaran
Spasme otot ekstremitas &
bronkus
Resiko cedera
PATOFISIOLOGI
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dalam Dewanto (2009) disebutkan beberapa pemeriksaan yang
menyolong kejang demam diantaranya:
1. Pemeriksaan fisik dan neurologis (kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsang
meningeal, tanda peningkatan tekanan intracranial, dan tanda infeksi di luar
SSP)
2. Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium, pungsi lumbal,
CT scan atau MRI kepala/otak (dilakukan sesuai indikasi)
3. EEG
Muscari (2005) menjelaskan beberapa temuan pemeriksaan diagnostic dan
laboratorium, yaitu:
a. Gambaran elektroensefalografi (EEG) biasanya normal, kemungkinan
menunjukkan hasil seperti gangguan kejang
b. Pungsi lumbal dapat dilakukan untuk menyingkitkan meningitis
c. CT (computed tomography) dan MRI (magnetic resonance imaging) dapat
dilakukan untuk mengetahui adanya abnormalitas.
Dalam sumber lain juga disebutkan bahwa CT-scan atau MRI jarang sekali
dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti:
Kelainan neurologic fokal yang menetap (hemiparesis)
Paresis nervus VI
Papiledema
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan, diantaranya:
1. Glukosa darah
Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (BUN: peningkatan BUN
mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nefrotoksik akibat dari
pemberian obat)
2. Elektrolit
K, Na. ketidakseimbangan lektrolit merupakan faktor predisposisi kejang.
Kalium (N 3,80-5,00 mEq/dl)
Natrium (N 135-144 mEq/dl)
G. PENATALAKSANAAN
Dalam Alimul (2008), ada beberapa penatalaksanaan kejang demam,
diantaranya:
1. Dalam mengatasi kejang demam pada anak, penolong harus tenang,
usahakan supaya tidak panik, perlu menjaga pikiran tetap jernih
2. Waktu kejang progresif biasanya sangat singkat, jangan mencoba
mengekang gerakan anak, tetapi singkirkan benda tajam apapun dari tempat
sekelilingnya untuk menghindari kemungkinan cedera sementara kejang
berlangsung.
3. Jangan mencoba menempatkan apapun ke dalam mulutnya
4. Setelah gerakan kejang yang terburuk berlalu, putar anak dengan hati-hati
agar berbaring pada sisi tubuhnya, hal ini bertujuan untuk mencegah
sumbatan saluran pernafasan
5. Segera setelah kejang berhenti, buatlah anak merasa nyaman dan tenang.
Segera setelah anak tenang, ukur dan catat suhu tubuhnya. Tindakan
selanjutnya adalah mendinginkannya, longgarkan pakaiannya, buka jendela,
dan berikan ia minuman dingin.
Dalam penatalaksanaan medis untuk mengatasi kejang demam, dapat dilakukan:
1. Pemberian obat anti kejang, seperti diazepam, bila kejang berulang-ulang
dapat diberikan ulang dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB.
2. Setelah itu diberi obat penurun panas (antipiretik) seperti parasetamol ±10
mg/kgBB
3. Lakukan penanganan untuk mendukung kegagalan kejang demam seperti
bebaskan jalan nafas, berikan oksigen, serta jaga keseimbangan cairan dan
elektrolit.
4. Untuk mencegah kejang demam dan komplikasinya, dapat diberikan
fenobarbital serta fenitoin dengan indikasi khusus yang dapat diberikan 2
tahun bebas kejang atau sampai usia 6 tahun (Harianto dalam Alimul, 2008).
Muscari (2005) juga menjelaskan beberapa penatalaksanaan keperawatan, antara
lain:
1. Pertahankan suhu tubuh stabil
2. Cegah cedera dan kejang berulang
a. Lindungi anak dari cedera selama kejang (berikan lingkungan yang aman
dengan menyingkirkan benda-benda yang membahayakan)
b. Cegah kekambuhan kejang demam (amati tanda dan gejala penyakit
demam, implementasikan metode pengendalian suhu)
3. Beri terapi antikonvulsan jika diindikasikan
Perhatikan bahwa terapi profilaksis tidak mengurangi resiko terhadap kejang
berikutnya. Tetapi antikonvulsan dapat diindikasikan pada anak-anak yang
memenuhi kriteria tertentu, antara lain: kejang fokal atau kejang lama,
abnormalitas neurologic, kejang tanpa demam derajat pertama, usia di bawah
1 tahun, dan kejang multiple < 24 jam.
H. PENCEGAHAN
Menurut Ngastiyah (1997) pencegahan difokuskan pada pencegahan
kekambuhan berulang dan penegahan segera saat kejang berlangsung.
1. Pencegahan berulang
Mengobati infeksi yang mendasari kejang
Penkes mengenai
Tersedianya obat penurun panas yang didapat atas resep dokter
Tersedianya obat pengukur suhu dan catatan penggunaan termometer,
cara pengukuran suhu tubuh anak, serta keterangan batas-batas suhu
normal pada anak ( 36-37ºC)
Anak diberi obat anti piretik bila orang tua mengetahuinya pada saat
mulai demam dan jangan menunggu sampai meningkat
Memberitahukan pada petugas imunisasi bahwa anaknya pernah
mengalami kejang demam bila anak akan diimunisasi
2. Mencegah cedera saat kejang berlangsung kegiatan ini meliputi
Baringkan pasien pada tempat yang rata
Kepala dimiringkan unutk menghindari aspirasi cairan tubuh
Pertahankan lidah untuk tidak menutupi jalan napas
Lepaskan pakaian yang ketat
Jangan melawan gerakan pasien guna menghindari cedera
I. KOMPLIKASI
Menurut Lumbantobing ( 1995) komplikasi kejang demam umumnya
berlangsung lebih dari 15 menit yaitu :
Kerusakan otak
Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang aktif sewaktu
kejang melepaskan glutamat yang mengikat resptor MMDA ( M Metyl D
Asparate ) yang mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke sel otak yang
merusak sel neuoran secara irreversible.
Retardasi mental
Dapat terjadi karena deficit neurolgis pada demam neonatus.
MASALAH KEPERAWATAN
DATA ETIOLOGI MASALAH
KEPERAWATAN
DS:
Ibu mengatakan
badan ana panas
Ibu mengatakan
anak mengalami
kejang
DO:
Suhu 39 oC
RR > 30x/mnt
Nadi > 110/mnt
Kulit teraba panas
Takikardi
Rewel
Infeksi virus dan bakteri
↓
Reaksi inflamasi
↓
Proses demam
↓
Peningkatan suhu tubuh
↓
Hipertermi
Hipertermi
DS:
Keluarga mengatakan
klien kejang selama
15 menit
DO:
Suhu 39o C
Perubahan status
mental
Perubahan respon
motorik
Hipertermi
↓
Ketidak seimbangan ATP
ASE
↓
Difusi Na+ dan K+
↓
Depolarisasi membrane dan
lepas muatan listrik berlebihan
↓
Kejang
Lebih dr 15 mnt
↓
Perubahan suplai darah ke
Ketidakefektifan perfusi
jaringan serebral
otak
↓
Perubahan perfusi jaringan
otak
DS:
keluarga
mengatakan klien
mengalami kejang
saat panas
DO:
Suhu tubuh 39 oC
Hipertermi
↓
Ketidak seimbangan ATP
ASE
↓
Difusi Na+ dan K+
↓
Depolarisasi membrane dan
lepas muatan listrik berlebihan
↓
Kejang
↓
Kehilangan control volunter
↓
Resiko cidera
Resiko cidera
DS:
Klien mengatakan
mengkhawatirkan
kondisi anaknya
DO:
Peningkatan TD,
nadi
Tampak gelisah
demam kejang
↓
(suhu tubuh meningkat,
kejang)
↓
Perubahan status kesehatan
anak
↓
Perawatan dan pengobatan
↓
Ansietas
Krisis situasi
↓
Ansietas
DS:
Klien mengatakan
tidak mengetahui
penanganan tepat
pada anaknya
DO:
Perilaku tidak
sesuai dalam
penanganan
Keterbatasan informasi
↓
Kurang terpajan informasi
↓
Tindakan salah terhadap
penganan penyakit
↓
Kurang pengetahuan
Kurang pengetahuan
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Hipertermia berhubungan dengan penyakit (infeksi)
2) Resiko cidera
3) ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
4) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, krisis situasional
5) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pajanan
EVALUASI
1. Hipertermia
S:
Apakah keluarga melaporkan bahwa kulit klien tidak teraba panas?
Apakah keluarga melaporkan bahwa klien tidak lagi mengalami
keletihan?
O:
Apakah nadi dan RR klien sudah dalam batas normal?
Apakah kulit klien sudah tidak kemerahan lagi?
Apakah suhu tubuh klien sudah dalam batas normal?
A:
Masalah teratasi/teratasi sebagian/tidak teratasi
P:
Ulangi intervensi/lanjutkan intervensi/hentikan intervensi
2. Resiko cedera
S:
Apakah keluarga melaporkan sudah dapat mencegah resiko cedera
yg mungkin terjadi?
Apakah keluarga melaporkan telah memahami tindakan yg harus
dilakukan saat klien kejang?
O:
Apakah tanda vital klien sudah dalam batas normal?
Apakah sisi tempat tidur klien sudah terpasang pengaman?
Apakah klien sudah diletakkan pada tempat yang lembut?
A:
Masalah teratasi/teratasi sebagian/tidak teratasi
P:
Ulangi intervensi/lanjutkan intervensi/hentikan intervensi
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
S:
klien mengatakan pusing/tidak
O:
TTV dalam batas normal/tidak
A:
masalah teratasi/tidak
P:
lanjutkan intervensi/hentikan
4. Ansietas
S:
Klien mengatakan cemas sudah berkurang
O:
Klien tampak rileks, TTV dalam batas normal, klien dapat menggunakan
tehnik relaksasi
A:
apakah masalah teratasi/ tidak
P:
apakah intervensi dilanjutkan/tidak
5. Kurang pengetahuan
S:
keluarga mengatakan mengerti tentang kondisi, prognosis, dan
penanganan peyakit
O:
keuarga dapat mendemonstrasikan kembali materi yang diberikan
A:
masalah teratasi/ tidak
P:
apakan intervensi dilanjutkan/ tidak
REFERENSI
1. Alimul, Aziz. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. Salemba Medika. http://books.google.co.id. Diakses tanggal 22 April 2012. Pukul 14.16 WIB.
2. Muscari, Mary E. 2005. Panduan Belajar Keperawatan Pediatrik Edisi 3. Jakarta. EGC. http://books.google.co.id. Diakses tanggal 22 April 2012. Pukul 14.47 WIB.
3. Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
4. Medow & Nelwell. 2003. Lecture note pediatrika. Jakarta: Erlangga
5. Noggle, Chad. 2011. The Encyclopedia of Neuropsychological Disorders. Springer
Publishing Company.
6. Dewanto, George. 2009. Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta. EGC. http://books.google.co.id. Diakses tanggal 22 April 2012. Pukul 14.15 WIB.
7. Ngastyah.1997. perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC