Depresi Pasca Skizofrenia

39
BAB I PENDAHULUAN Kesehatan merupakan aspek yang sangat penting bagi manusia. Dalam Undang-undang no 23 tahun 1992 dijelaskan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang dapat hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Atas dasar definisi kesehatan tersebut, dapat dikatakan bahwa kesehatan jiwa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kesehatan dan unsur utama dalam terwujudnya kualitas hidup manusia yang utuh. 1 Masalah gangguan jiwa di seluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang sangat serius. Skizofrenia merupakan salah satu gangguan kesehatan jiwa yang menjadi perhatian dan dikategorikan dalam gangguan psikis yang paling serius karena dapat menyebabkan menurunnya fungsi manusia dalam melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari seperti kesulitan dalam merawat diri sendiri, bekerja atau bersekolah, memenuhi kewajiban peran, dan membangun hubungan yang dekat dengan seseorang. Dalam sejarah perkembangan skizofrenia sebagai gangguan klinis, banyak tokoh psikiatri dan neurologi yang berperan. Mula-mula Emil Kreaplin (18-1926) menyebutkan gangguan dengan 1

description

Depresi

Transcript of Depresi Pasca Skizofrenia

BAB I

PENDAHULUANKesehatan merupakan aspek yang sangat penting bagi manusia. Dalam Undang-undang no 23 tahun 1992 dijelaskan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang dapat hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Atas dasar definisi kesehatan tersebut, dapat dikatakan bahwa kesehatan jiwa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kesehatan dan unsur utama dalam terwujudnya kualitas hidup manusia yang utuh.1Masalah gangguan jiwa di seluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang sangat serius. Skizofrenia merupakan salah satu gangguan kesehatan jiwa yang menjadi perhatian dan dikategorikan dalam gangguan psikis yang paling serius karena dapat menyebabkan menurunnya fungsi manusia dalam melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari seperti kesulitan dalam merawat diri sendiri, bekerja atau bersekolah, memenuhi kewajiban peran, dan membangun hubungan yang dekat dengan seseorang. Dalam sejarah perkembangan skizofrenia sebagai gangguan klinis, banyak tokoh psikiatri dan neurologi yang berperan. Mula-mula Emil Kreaplin (18-1926) menyebutkan gangguan dengan istilah dementia prekok yaitu suatu istilah yang menekankan proses kognitif yang berbeda dan onset pada masa awal. Istilah skizofrenia itu sendiri diperkenalkan oleh Eugen Bleuler (1857-1939), untuk menggambarkan munculnya perpecahan antara pikiran, emosi dan perilaku pada pasien yang mengalami gangguan ini. Bleuler mengindentifikasi symptom dasar dari skizofrenia yang dikenal dengan 4A antara lain : Asosiasi, Afek, Autisme dan Ambivalensi.1,2Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering, hampir 1% penduduk dunia menderita psikotik selama hidup mereka di Amerika. Skizofrenia lebih sering terjadi pada Negara industri terdapat lebih banyak populasi urban dan pada kelompok sosial ekonomi rendah.1,2Walaupun insidennya hanya 1 per 1000 orang di Amerika Serikat, skizofrenia seringkali ditemukan di gawat darurat karena beratnya gejala, ketidakmampuan untuk merawat diri, hilangnya tilikan dan pemburukan sosial yang bertahap. Kedatangan diruang gawat darurat atau tempat praktek disebabkan oleh halusinasi yamg menimbulkan ketegangan yang mungkin dapat mengancam jiwa baik dirinya maupun orang lain, perilaku kacau, inkoherensi, agitasi dan penelantaran.3Skizofrenia mempunyai karakteristik dengan gejala positif dan negatif. Gejala positif antara lain thougt echo, delusi, halusinasi. Gejala negatifnya seperti: sikap apatis, bicara jarang, efek tumpul, menarik diri. Gejala lain dapat bersifat non skizofrenia meliputi kecemasan, depresi dan psikosomatik.4,5Depresi merupakan salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan yang ditandai dengan kemurungan, keleluasaan, ketiadaan gairah hidup, perasaan tidak berguna, putus asa dan lain sebagainya. Diperkirakan, prevalensi depresi pada populasi dunia adalah adalah 3-8% dengan 50% kasus terjadi pada usia produktif antara 20-50 tahun. WHO, memperkirakan pada tahun 2020 depresi akan menduduki peringkat kedua setelah penyakit jantung koroner dalam urutan daftar penyakit yang menimbulkan beban global dunia. Sekitar 20% wanita dan 12% pria.6Masalah kesehatan jiwa merupakan masalah kesehatan masyarakat yang besar dibandingkan masalah kesehatan lainnya. Depresi pasca skizofrenia merupakan suatu episode depresif yang mungkin berlangsung lama dan timbul setelah suatu serangan penyakit skizofrenia. Gejala depresif merupakan masalah yang mempengaruhi seluruh tubuh, dengan mengganggu kesehatan mental, kesehatan fisik, rasa dan perilaku pada aktifitas yang biasa dilakukan. Semakin cepat keluarga memeriksakan seorang anggota keluarganya yang dicurigai depresi ke layanan kesehatan, semakin cepat strategi penanganan yang sesuai untuk menghadapi masalah ini yang sebetulnya adalah gangguan yang sangat nyata terhadap kesehatan.6BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Skizofrenia

1. Pengertian

Skizofrenia adalah suatu psikosa fungsional dengan gangguan utama pada proses pikir serta disharmonisasi antara proses pikir, afek atau emosi, kemauan dan psikomotor disertai distorsi kenyataaan terutama karena waham dan halusinasi, assosiasi terbagi-bagi sehingga muncul inkoherensi, afek dan emosi inadekuat, psikomotor menunjukkan penarikan diri, ambivalensi dan perilaku bizar. Skizofrenia berasal dari dua kata skizo yang berarti retak atau pecah (split), dan frenia yang berarti jiwa. Dengan demikian seseorang yang menderita gangguan jiwa skizofrenia adalah orang yang mengalami keretakan atau keretakan kepribadian (splitting of personality). 1,3Skizofrenia merupakan sebuah sindrom kompleks yang dapat merusak pada efek kehidupan penderita maupun anggota-anggota keluarganya atau gangguan mental dini untuk melukiskan bentuk psikosis tertentu yang sesuai dengan pengertian skizofrenia sekarang. Hal tersebut dilaporkan dalam bentuk kasus yang terjadi pada seorang pemuda yang ditandai adanya kemunduran atau keruntuhan fungsi intelek yang gawat, berikutnya menjadi dementia yanc, merupakan kemerosotan otak (dementia) yang diderita oleh orang muds (praecox) yang pada akhirnya dapat menyebabkan kekaburan keseluruhan kepribadian. Bahwa halusinasi, delusi dan tingkah laku yang aneh pada penderita skizofrenia dapat dikatakan sebagai kelainan fisik atau suatu penyakit. Eugen Bleuler dalam Kaplan & Sadock, memperkenalkan istilah skizofrenia atau jiwa yang terbelah, sebab gangguan ini ditandai dengan disorganisasi proses berpikir, rusaknya koherensi antara pikiran dan perasaan, serta berorientasi dini kedalam dan menjauh dari realitas yang intinya terjadi perpecahan antara intelek dan emosi.4,52. Etiologi Skizofrenia

a. Keterlibatan faktor keturunan

Secara umum dapat dikatakan semakin dekat hubungan genetiknya dengan pasien, maka semakin besar pula kemungkinannya untuk menderita gangguan tersebut. Hal ini sering disebut concordant, yaitu anak kembar dari satu telur mempunyai kemungkinan tiga sampai enam kali lebih besar untuk sama-sama menderita gangguan skizofrenia dibandingkan dengan anak kembar dari dua telur.5,7b. Faktor lingkungan

Penelitian menyatakan bahwa ibu yang terlalu melindungi, hubungan perkawinan orang tua yang kurang sehat, kesalahan dalam pola komunikasi diantara anggota keluarga dapat menimbulkan skizofrenia. Skizofrenia tidak diduga sebagai suatu penyakit tunggal tetapi sebagai sekelompok penyakit dengan ciri-ciri klinik umum. Banyak teori penting telah diajukan mengenai etiologi dan ekspresi gangguan ini, salah satunya yang diungkapkan oleh Residen Bagian Psikiatri UCLA.5,7c. Teori biologik dan genetik

Penelitian keluarga (termasuk penelitian kembar dan adopsi) sangat mendukung teori bahwa faktor genetik sangat penting dalam transmisi mendukung skizofrenia atau paling tidak memberi suatu sifat kerawanan dan juga dapat menjadi penyebab peningkatan insiden dari sindrom, yang mirip dengan skizofrenia (gangguan kepribadian skizoafektif, skizotipik dan lainnya) yang terjadi dalam keluarga.5,7d. Hipotesis neurotransmitter

Penelitian terakhir memperlihatkan adanya kelebihan reseptor dopaminergik dalam susunan syaraf pusat (SSP) penderita skizofrenik. Pada hakekatnya neuroleptik diduga efektif karena kemampuannya memblokir reseptor dopaminergik. Penelitian mengenai skizofrenik yang tidak di obati juga mengungkapkan suatu kelebihan dari reseptor dopaminergik yang secara langsung berlawanan dengan teori bahwa temuan ini berhubungan dengan pemberian neuroleptik.5e. Pencetus psikososial

Stressor sosio lingkungan sering menyebabkan timbulnya serangan awal dan kekambuhan skizofrenia serta dapat diduga sebagai suatu terobosan kekuatan protektif dengan tetap mempertahankan kerawanan secara psiko biologik dalam pengendalian. Tiga tindakan emosi yang dinyatakan di lingkungan rumah : komentar kritis, permusuhan dan keterlibatan emosional yang berlebihan terbukti menyebabkan peningkatan angka kekambuhan skizofrenia. Etiologi atau penyebab skizofrenia yang lebih rinci dijelaskan oleh Kaplan dan Sadock sebagai berikut:

1. Model diatesis-stress

Suatu model untuk integrasi faktor biologis dan faktor psikososial dan lingkungan adalah model diatesis-stress. Model ini merumuskan bahwa seseorang mungkin memiliki suatu kerentanan spesifik (diatesis) yang jika dikenai oleh suatu pengaruh lingkungan yang menimbulkan stress akan memungkinkan perkembangan gejala skizofrenia.5,72. Faktor biologis

Semakin banyak penelitian telah melibatkan peranan patofiologis untuk daerah tertentu di otak termasuk sistem limbik, korteks frontalis dan ganglia basalis. Ketiga daerah tersebut saling berhubungan sehingga disfungsi pada salah satu daerah tersebut mungkin melibatkan patologi primer di daerah lainnya sehingga menjadi suatu tempat potensial untuk patologi primer pasien skizofrenik.5,73. Kriteria Diagnostik Skizofrenia

Adapun kriteria diagnostik skizofrenia meliputi:

a. Gangguan pada isi pikiran

Delusi atau kepercayaan salah yang mendalam merupakan gangguan pikiran yang paling umum dihubungkan dengan skizofrenia. Delusi ini mencakup delusi rujukan, penyiksaan, kebesaran, cinta, kesalahan diri, kontrol, nihil atau doss dan pengkhianatan. Delusi lain berkenan dengan kepercayaan irasional mengenai suatu proses berpikir, seperti percaya bahwa pikiran bisa disiarkan, dimasuki yang lain atau hilang dari alam pikirannya karena paksaan dari orang lain atau objek dari luar. Delusi somatik meliputi kepercayaan yang salah dan aneh tentang kerja tubuh, misalnya pasien skizofrenia menganggap bahwa otaknya sudah dimakan rayap.8-10b. Gangguan pada bentuk pikiran, bahasa dan komunikasi

Proses berpikir dari pasien skizofrenia dapat menjadi tidak terorganisasi dan tidak berfungsi, kemampuan berpikir mereka menjadi kehilangan logika, cara mereka mengekspresikan dalam pikiran dan bahasa dapat menjadi tidak dapat dimengerti, akan sangat membingungkan jika kita berkomunikasi dengan penderita, gangguan pikiran. Contoh umum gangguan berpikir adalah inkoheren, kehilangan asosiasi, neologisms, blocking dan pemakaian kata-kata yang salah.8-10c. Gangguan persepsi halusinasi

Halusinasi adalah salah satu simpton skizofrenia yang merupakan kesalahan dalam persepsi yang melibatkan kelima alat indera kita walaupun halusinasi tidak begitu terikat pada stimulus yang di luar tetapi kelihatan begitu nyata bagi pasien skizofrenia. Halusinasi tidak berada dalam kontrol individu, tetapi tejadi begitu spontan walaupun individu mencoba untuk menghalanginya. 8-10d. Gangguan afeksi (perasaan)

Pasien skizofrenia selalu mengekspresikan emosinya secara, abnormal dibandingkan dengan orang lain. secara umum, perasaan itu konsisten dengan emosi tetapi reaksi ditampilkan tidak sesuai dengan perasaannya. 8-10e. Gangguan psikomotor

Pasien skizofrenia kadang akan terlihat aneh dan cara yang berantakan, memakai pakaian aneh atau membuat mimik yang aneh atau pasien skizofrenia akan memperlihatkan gangguan katatonik stupor (suatu keadaan di mana pasien tidak lagi merespon stimulus dari luar, mungkin tidak mengetahui bahwa ada orang di sekitarnya), katatonik rigid (mempertahankan suatu posisi tubuh atau tidak mengadakan gerakan) dan katatonik gerakan (selalu mengulang suatu gerakan tubuh) menonjol adalah afek yang menumpul, hilangnya dorongan kehendak dan bertambahnya kemunduran sosial. Menurut Eugen Bleuler (1857-1938) dalam Kaplan & Sadock, (2010) membagi gejala-gejala skizofrenia menjadi 2 kelompok: gejala positif dan negatif. Gejala positif antara lain thougt echo, delusi, halusinasi. Gejala negatifnya seperti: sikap apatis, bicara jarang, efek tumpul, menarik diri. Gejala lain dapat bersifat non-skizofrenia meliputi kecemasan, depresi dan psikosomatik. 8-10B. Depresi 1. Pengertian Depresi

Menurut sejarah psikiatri dapat dilihat bahwa pengertian depresi sebagai gangguan tersendiri terpisah dari gangguan mental lain yang telah sama ada sejak zaman Hipocrates (460-377 SM). Hipocrates inilah yang berusaha mengklasifikasikan gangguan jiwa dalam beberapa penyakit yang berdiri sendiri: epilepsi, mania (gaduh, gelisah, melankoli (depresi), paranoid. Walaupun namanya berbeda, waktu itu diberi nama melancholy, yang digambarkan sebagai kemurungan atau kesedihan yang ditimbulkan oleh karena kelebihan cairan empedu yang berwarna hitam (zwartgalligheid). Kemudian pada tahun 1905 istilah melancholy diganti dengan depresi oleh Meyer dengan alasan etiologi yang luas. Depresi merupakan kata Indonesia yang disadur dari bahasa Inggris yaitu depression, sadness dan low spirit . Depresi adalah suatu penyakit jiwa yang gejala utamanya adalah sedih, yang dapat disertai gejala-gejala psikologik lainnya, gangguan somatik maupun gangguan psikomotor dalam kurun waktu tertentu dan digolongkan kedalam penyakit jiwa afektif. Stuart (2006) berpendapat bahwa depresi atau melankolia adalah suatu kesedihan dan perasaan yang berkepanjangan atau abnormal. Dapat digunakan untuk menunjukkan berbagai fenomena, seperti tanda, gejala, sindrom, emosional, reaksi. Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnostik Gangguan Jiwa III di Indonesia yang dimaksud depresi adalah sekumpulan gejala dengan gambaran utama gangguan mood yang mempengaruhi penampilan kognitif, psikomotor dan psikososial disertai kesulitan hubungan interpersonal.6,112. Teori Penyebab Depresi

Adapun teori penyebab terjadinya depresi meliputi:

a. Teori biologi: depresi berhubungan dengan gangguan pada ritme sirkadian, disfungsi otak, aktivitas kejang limbik, disfungsi neuroendokrin, defisiensi biogenik amine, cacat pada sistem imun dan genetic.5,12b. Teori psikoanalitical: depresi berasal dari respon terhadap kehilangan, kekecewaan atau kegagalan. Rasa marah dipindahkan dan dikembalikan pada diri sendiri, ketidakmampuan untuk berduka cita karena adanya kehilangan. 5,12c. Teori Behavioral: kegagalan untuk menerima reinforcement positif dari orang lain dan lingkungan merupakan predisposisi bagi seseorang untuk mengalami gangguan depresi.12d. Teori kognitif: konsep negatif dari diri, pengalaman, orang lain dan lingkungan merupakan kontribusi terjadinya depresi. Kepercayaan bahwa seseorang tidak dapat mengontrol situasi memberikan kontribusi terjadinya depresi. 5,12e. Teori sociological: kehilangan kekuasaan, status, identitas, nilai dan tujuan untuk menciptakan eksistensi yang tepat akan menyebabkan depresi. 5,12f. Teori Holism: depresi adalah hasil dari genetik, biologi, psikoanalisa, tingkah laku, kognitif dan pengalaman sosiologis. 5,123. Etiologi Depresi

Faktor penyebab terjadinya depresi menurut Kaplan dan Saddock (2010) adalah:

a. Faktor Biologi

Noreepinephrin dan serotonin adalah dua jenis neurotransmitter yang bertanggung jawab mengendalikan patofisiologi gangguan alam perasaan pada manusia. Gangguan depresi melibatkan keadaan patologi di limbic system, basal ganglia dan hypothalamus. Limbic system dan basal ganglia berhubungan sangat erat, hipotesa sekarang menyebutkan produksi alam perasaan berupa emosi, depresi dan mania rupakan peranan utama limbic system. Disfungsi hypothalamus berakibat perubahan regulasi tidur, selera makan, dorongan seksual dan memacu perubahan biologi dalam endokrin dan imunologik.5,13b. Faktor Genetika

Gangguan alam perasaan (mood) baik tipe bipolar (adanya episode manik dan depresi) dan tipe unipolar (hanya depresi saja) memiliki kecenderungan menurun kepada generasinya. Gangguan bipolar lebih kuat menurun daripada unipolar. Sebanyak 50 % pasien bipolar memiliki satu orang tua dengan alam perasaan atau gangguan afektif, yang tersering unipolar (depresi saja). Jika salah satu orang tua mengidap gangguan bipolar maka 27 % anaknya memiliki resiko mengidap gangguan alam perasaan. Bila kedua orang tua mengidap gangguan bipolar maka 75 % anaknya memiliki resiko mengidap gangguan alam perasaan. 5,13c. Faktor Psikososial

Peristiwa traumatik kehidupan dan lingkungan sosial dengan suasana yang menegangkan dapat menjadi kausa gangguan neurosa depresi. Sejumlah data yang kuat menunjukkan kehilangan orang tua sebelum berusia 11 tahun dan kehilangan pasangan hidup dapat memacu serangan awal gangguan neurosa depresi. Boyd dan Nihart (1998) menggambarkan hubungan sebabsebab biopsikososial terjadinya depresi pada lansia terdiri dari: 5,131) Biologik: penyakit fisik, disregulasi neurotransmitter dalam system saraf pusat (SSP), efek samping terapi pengobatan, interaksi pengobatan resep maupun non resep, gangguan mobilitas, perubahan kapasitas sensorik.

2) Psikologis: stress, kehilangan sesuatu dalam hidup, episode depresi sebelumnya (diawal kehidupan), kemunduran kognitif.

3) Sosiokultural: isolasi sosial, kematian atau ketidakmampuan pasangan atau teman, kesulitan ekonomi, pensiun, gangguan perubahan lingkungan. 5,134. Faktor Resiko Depresi

Menurut Kaplan dan Saddock (2010), faktor resiko dari depresi dipengaruhi oleh:

a. Umur, rata-rata usia onset untuk depresi berat adalah kira-kira 40 tahun, 50 % dari semua pasien mempunyai onset antara usia 20 dan 50 tahun. Gangguan depresif berat juga mungkin memiliki onset selama masa anak-anak atau pada lanjut usia, walaupun hal tersebut jarang terjadi.5,14,15b. Jenis kelamin, terdapat prevalensi gangguan depresi berat yang dua kali lebih besar pada wanita dibandingkan laki-laki. Alasan adanya perbedaan telah didalilkan sebagai melibatkan perbedaan hormonal, perbedaan stressor psikososial bagi perempuan dan laki-laki c. Status perkawinan, pada umumnya, gangguan depresif berat terjadi paling sering pada orang-orang yang tidak memiliki hubungan interpersonal yang erat atau karena perceraian atau berpisah dengan pasangan. .5,14,15d. Status fungsional baru, adanya perubahan seperti pindah ke lingkungan baru, pekerjaan baru, hilangnya hubungan yang akrab, kondisi sakit, adalah sebagian dari beberapa kejadian yang menyebabkan seseorang menjadi depresi. .5,14,155. Gejala-gejala Depresi

Menurut Pedoman dan Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III depresi ditandai dengan gejala, yaitu : 8,15a. Gejala utama pada derajat ringan, sedang dan berat

1) Afek depresif

2) Kehilangan minat dan kegembiraan

3) Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan aktivitas menurun. 8,15b. Gejala lain, meliputi:

1) Konsentrasi dan perhatian berkurang.

2) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang.

3) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna.

4) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistik.

5) Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri.

6) Tidur terganggu.

7) Nafsu makan berkurang. 8,15Individu yang terkena depresi pada umumnya menunjukkan gejala psikis, gejala fisik dan sosial yang khas, seperti murung, sedih berkepanjangan, sensitif, mudah marah dan tersinggung, hilang semangat kerja, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya konsentrasi dan menurunnya daya tahan. 8,15Gejala-gejala ini dapat dilihat dari tiga segi yaitu:

a. Gejala fisik

Gejala depresi yang kelihatan ini mempunyai rentangan dan variasi yang luas sesuai dengan berat ringannya depresi yang dialami. Namun secara garis besar ada beberapa gejala fisik umum yang relatif mudah dideteksi. 8,15 Gejala itu seperti:

1) Sulit tidur, terlalu banyak atau terlalu sedikit

2) Pada umumnya, orang yang mengalami depresi menunjukkan perilaku yang pasif, menyukai kegiatan yang tidak melibatkan orang lain seperti nonton tv, makan, tidur.

3) Orang yang terkena depresi akan sulit memfokuskan perhatian atau pikiran pada suatu hal, atau p ekerjaan. Sehingga mereka juga akan sulit memfokuskan energi pada hal-hal prioritas. Kebanyakan yang dilakukan justru hal-hal yang tidak efisien dan

tidak berguna, seperti misalnya mengemil, melamun, merokok terus-menerus, sering menelpon yang tidak perlu. Orang yang terkena depresi akan terlihat dari metode kerjanya yang menjadi kurang terstruktur, sistematika kerjanya jadi kacau atau kerjanya jadi lamban. 8,154) Orang yang terkena depresi akan kehilangan sebagian atau seluruh motivasi kerjanya. Sebabnya, ia tidak lagi bisa menikmati dan merasakan kepuasan atas apa yang dilakukannya. Ia sudah kehilangan minat dan motivasi untuk melakukan kegiatannya seperti semula. Oleh karena itu, keharusan untuk tetap beraktivitas membuatnya semakin kehilangan energi karena energi yang ada sudah banyak terpakai untuk mempertahankan diri agar tetap dapat berfungsi seperti biasanya. Mereka mudah sekali lelah, capai padahal belum melakukan aktivitas yang berarti. 8,155) Depresi itu sendiri adalah perasaan negatif. Jika seseorang menyimpan perasaan negatif maka jelas akan membuat letih karena membebani pikiran dan perasaan dan ia harus memikulnya dimana saja dan kapan saja, suka tidak suka. 8,15b. Gejala Psikis

1)Kehilangan rasa percaya diri

Penyebabnya, orang yang mengalami depresi cenderung memandang segala sesuatu dari sisi negatif, termasuk menilai diri sendiri. Pasti mereka senang sekali membandingkan antara dirinya dengan orang lain. Orang lain dinilai lebih sukses, pandai, beruntung, kaya, lebih berpendidikan, lebih berpengalaman, lebih diperhatikan oleh atasan dan pikiran negatif lainnya. 8,152)Sensitif

Orang yang mengalami depresi senang sekali mengkaitkan segala sesuatu dengan dirinya perasaannya sensitive sekali, sehingga sering peristiwa yang netral jadi dipandang dari sudut pandang yang berbeda oleh mereka, bahkan disalahartikan. Akibatnya, mereka mudah tersinggung, mudah marah, perasa, curiga akan maksud orang lain (yang sebenarnya tidak ada apa-apa), mudah sedih, murung, dan lebih suka menyendiri8,153)Merasa diri tidak bergunaPerasaan tidak berguna ini muncul karena mereka merasa menjadi orang yang gagal terutama dalam bidang atau lingkungan yang seharusnya mereka kuasai. Misalnya seorang manager mengalami depresi karena ia dimutasikan ke bagian lain. Dalam persepsinya, pemutasian itu disebabkan ketidakmampuannya dalam bekerja dan pimpinan menilai dirinya tidak cukup memberikan kontribusi sesuai dengan yang diharapkan. 8,154)Perasaan Bersalah

Perasaan bersalah terkadang timbul dalam pemikiran orang yang mengalami depresi. Mereka memandang suatu kejadian yang menimpa dirinya sebagai suatu hukuman atau akibat dari kegagalan mereka melaksanakan tanggung jawab yang seharusnya dikerjakan. Banyak pula yang merasa dirinya menjadi beban bagi orang lain dan menyalahkan diri mereka atas situasi tersebut. 8,155) Perasaan terbebani

Banyak orang yang menyalahkan orang lain atas kesusahan yang dialami. Mereka merasakan beban yang terlalu berat karena merasa dibebani tanggung jawab yang berat. 8,15c. Gejala Sosial

Masalah depresi yang berawal dari diri sendiri pada akhirnya mempengaruhi lingkungan dan pekerjaan (atau aktivitas lainnya). Bagaimana tidak, lingkungan tentu akan bereaksi terhadap perilaku orang yang depresi tersebut yang pada umumnya negatif (mudah marah, tersinggung, menyendiri, sensitive, mudah letih, mudah sakit).

Masalah sosial yang terjadi biasanya berkisar pada masalah yang berinteraksi dengan rekan kerja, atasan, atau bawahan. Masalah ini tidak hanya berbentuk konflik, namun masalah lainnya juga seperti perasaan minder, malu, cemas jika berada diantara kelompok dan merasa tidak nyaman untuk berkomunikasi secara normal. Mereka merasa tidak mampu untuk bersikap terbuka dan secara aktif menjalin hubungan dengan lingkungan sekalipun ada kesempatan. 8,156. Tingkatan Depresi

Menurut PPDGJ-III, depresi dibagi sesuai dengan tingkat keparahannya, yaitu:

a. Depresi Ringan

Pedoman yang dipakai adalah:

1) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi

2) Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya

3) Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya

4) Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar

2 minggu

5) Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan social yang

biasa dilakukan. 8,17b. Depresi Sedang

Pedoman yang dipakai adalah :

1) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi

seperti pada episode depresi ringan

2) Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala

lainnya

3) Lamanya seluruh episode berlangsung minimum sekitar 2 minggu

4) Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga. 8,17c. Depresi Berat

Pedoman yang dipakai adalah:

1) Semua 3 gejala depresi harus ada

2) Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa diantaranya harus berintensitas berat

3) Bila ada gejala penting (misalnya agitasi dan retardasi psikomotor) yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejala secara rinci. 8,17

Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh terhadap episode depresif berat masih dapat dibenarkan, yaitu:

a) Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurangkurangnya dua minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari dua minggu

b) Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada tahap yang sangat terbatas. 8,17Lebih lanjut dijelaskan bahwa depresi berat ditandai dengan adanya:

1) Episode depresif berat yang memenuhi kriteria menurut episode depresif berat tanpa gejala psikotik

2) Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfaktorik biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor. Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi dengan afek (mood-congruent)

7. Penatalaksanaan Depresi

Penatalaksanaan pada penderita depresi harus dilakukan secara adekuat dengan menggunakan kombinasi terapi psikologis dan farmakologis disertai pendekatan multidisiplin yang menyeluruh. Adapun penatalaksanaan depresi meliputi:

a. Terapi Fisik

1) Obat. Secara umum, semua obat anti-depresan sama efektifitasnya. Pemilihan jenis anti-depresan lebih ditentukan oleh pengalaman klinikus dan familiarity terhadap jenis-jenis anti-depresan. Pertimbangkan baik, untung dan rugi dari setiap pemberian terapi dengan mengacu pada 4 hal yaitu efektivitas, tolerabilitas, keamanan, dan interaksi obat.16,182) Terapi ECT (Electroconvulsive Therapy). Untuk pasien depresi yang tidak bisa makan minum, mau bunuh diri atau retardasi psikomotor yang hebat, maka ECT merupakan pilihan terapi yang efektif dan aman. ECT diberikan 1-2 kali seminggu pada pasien rawat inap, dengan metode unilateral untuk mengurangi confusion atau memory problem. Terapi ECT diberikan sampai ada perbaikan mood (sekitar 5-10 kali), sementara anti-depresan maintenance harus diberikan untuk mencegah relaps atau kekambuhan. 16,183) Terapi profilaksis. Terapi profilaksis harus diberikan untuk mencegah terjadinya kekambuhan depresi. Setelah gejala-gejala depresi membaik, terapi anti-depresan masih harus dilanjutkan selama 4-6 bukan dengan dosis terapeutik penuh. Beberapa

penelitian bahkan menganjurkan agar terapi diteruskan sampai 2 tahun. Kapan anti-depresan boleh dihentikan, sangatlah tergantung pada evaluasi klinis (perkembangan efek samping, munculnya penyakit fisik atau kelemahan kondisi umum). 16,18

b. Terapi psikologik antara lain:

1) Psikoterapi

Psikoterapi individual maupun kelompok paling efektif jika dilakukan bersama-sama dengan pemberian anti-depresan. Baik pendekatan secara psikodinamik maupun kognitif behavioural adalah sama keberhasilannya. 16,182) Terapi kognitif

Terapi kognitif perilaku bertujuan mengubah pola pikir pasien yang selalu negatif (persepsi diri yang buruk, masa depan yang suram, dunia yang tak ramah, diri yang tak berguna lagi, tak mampu dan sebagainya) ke arah pola pikir yang netral atau positif. 16,18

3) Terapi keluarga

Problem keluarga dapat berperan dalam perkembangan gangguan depresi, sehingga dukungan terhadap keluarga pasien adalah sangat penting. Tujuan dari terapi terhadap keluarga pasien yang depresi adalah untuk meredakan perasaan frustasi dan putus asa,

merubah dan memperbaiki sikap/struktur dalam keluarga yang menghambat proses penyembuhan pasien. 16,184) Penanganan ansietas (relaksasi)

Macam relaksasi antara lain (Davis et.al., 1995): Relaksasi progresif, pernafasan dalam, meditasi, guided imagery, mendengarkan musik, biofeedback, kesadaran tubuh, dan visualisasi. 16,188. Instrumen Pengukuran Tingkat Depresi

Dalam mengukur tingkat depresi menggunakan skala Hamilton Rating Scale For Depresion (HRSD) yaitu suatu skala depresi yang terdiri dari 24 item, yaitu item berkisar antara 0 sampai 4, atau 0 sampai 2 dengan total skor antara 0 sampai 76. Dokter mengevaluasi jawaban pasien terhadap pertanyaan tentang rasa bersalah, pikiran bunuh diri, kebiasaan tidur, dan gejala lain dari depresi, dan penilaian diperoleh dari wawancara klinik. Hasil skor penilaian menggunakan HRSD adalahsebagai berikut:

a. Tidak dijumpai depresi skor HRSD 0 6

b. Depresi ringan skor HRSD 7 17

c. Depresi sedang skor HRSD 18 24

d. Depresi berat skor HRSD > 24

HRSD atau Hamilton Rating Scale for Depression merupakan salah satu dari berbagai intrumen untuk menilai depresi. Penelitian yang membandingkan HRSD dengan skor depresi lain didapatkan konsistensi. Reliabilitas antara pemeriksa pada umumnya cukup tinggi. Demikian juga halnya reliabilitas oleh satu pemeriksa yang dilakukan pada waktu yang berbeda. Adapun untuk mengukur tingkat depresi seseorang menggunakan Hamilton Rating Scale for Depression :

a. Keadaan perasaan sedih (sedih,putus asa,tak berdaya,tak berguna)

Perasaan ini ada hanya bila ditanya; perasaan ini dinyatakan secara verbal spontan; perasaan yang nyata tanpa komunikasi verbal, misalnya ekspresi muka, bentuk, suara, dan kecenderungan menangis pasien menyatakan perasaan yang sesungguhnya ini dalam komunikasi baik verbal maupun nonverbal secara spontan.19,20b. Perasaan bersalah

Menyalahkan diri sendiri dan merasa sebagai penyebab penderitaan orang lain; ada ide-ide bersalah atau renungan tentang kesalahankesalahan masa lalu; sakit ini sebagai hukuman, waham bersalah dan berdosa; ada suara-suara kejaran atau tuduhan dan halusinasi penglihatan tentang hal-hal yang mengancamnya. 19,20c. Bunuh diri

merasa hidup tak ada gunanya, mengharapkan kematian atau pikiran-pikiran lain kearah itu, ada ide-ide bunuh diri atau langkah-langkah ke arah itu. 19,20d. Gangguan pola tidur (initial insomnia)

Ada keluhan kadang-kadang sukar masuk tidur misalnya, lebih dari setengah jam baru masuk tidur; ada keluhan tiap malam sukar masuk tidur. 19,20e. Gangguan pola tidur (middle insomnia)

pasien mengeluh gelisah dan terganggu sepanjang malam, terjadi sepanjang malam (bangun dari tempat tidur kecuali buang air kecil). 19,20f. Gangguan pola tidur (late insomnia)

bangun saat dini hari tetapi dapat tidur lagi, bangun saat dini hari tetapi tidak dapat tidur lagi. 19,20g. Kerja dan kegiatan-kegiatannya

pikiran perasaan ketidakmampuan keletihan atau kelemahan yang berhubungan dengan kegiatan kerja atau hobi; hilangnya minat terhadap pekerjaan atau hobi atau kegiatan lainnya baik langsung atau tidak pasien menyatakan kelesuan, keragu-raguan dan rasa bimbang; berkurangnya waktu untuk aktivitas sehari-hari atau produktivitas menurun. Bila pasien tidak sanggup beraktivitas, sekurang-kurangnya 3 jam seharidalam kegiatan sehari-hari; tidak bekerja karena sakitnya sekarang (dirumah sakit) bila pasien tidak bekerja sama sekali, kecuali tugas-tugas di bangsal atau jika pasien gagal melaksanakan; kegiatan-kegiatan di bangsal tanpa bantuan. 19,20h. Kelambanan (lambat dalam berpikir, berbicara gagal berkonsentrasi, dan aktivitas motorik menurun) sedikit lamban dalam wawancara; jelas lamban dalam wawancara; sukar diwawancarai; stupor (diam sama sekali). 19,20i. Kegelisahan (agitasi)

kegelisahan ringan; memainkan tangan jari-jari, rambut, dan lain-lain; bergerak terus tidak dapat duduk dengan tenang; meremas-remas tangan, menggigit-gigit kuku, menarik-narik rambut, menggigit-gigit bibir. 19,20j. Kecemasan (ansietas somatik)

sakit nyeri di otot-otot, kaku, dan keduten otot; gigi gemerutuk; suara tidak stabil; tinitus (telinga berdenging); penglihatan kabur; muka merah atau pucat, lemas; perasaan ditusuk-tusuk. 19,20k. Kecemasan (ansietas psikis)

ketegangan subyektif dan mudah tersinggung; mengkhawatirkan hal-hal kecil; sikap kekhawatiaran yang tercermin di wajah atau pembicaraannya; ketakutan yang diutarakan tanpa ditanya. 19,20l. Gejala somatik (pencernaan)

nafsu makan berkurang tetapi dapat makan tanpa dorongan teman, merasa perutnya penuh; sukar makan tanpa dorongan teman, membutuhkan pencahar untuk buang air besar atau obat-obatan untuk saluran pencernaan. 19,20m. Gejala somatik (umum)

anggota gerak, punggung atau kepala terasa berat; sakit punggung, kepala dan otot-otot, hilangnya kekuatan dan kemampuan. 19,20n. Kotamil (genital)

sering buang air kecil terutama malam hari dikala tidur; tidak haid, darah haid sedikit sekali; tidak ada gairah seksual dingin (firgid); ereksi hilang; impotensi. 19,20o. Hipokondriasis (keluahan somatik, fisik yang berpindah-pindah)

dihayati sendiri, preokupasi (keterpakuan) mengenai kesehatan sendiri, sering mengeluh membutuhkan pertolongan orang lain, delusi hipokondriasi. 19,20p. Kehilangan berat badan (A dan B)

(1). Bila hanya dari anamnesis (wawancara) berat badan berkurang berhubungan dengan penyakitnya sekarang,jelas penurunan berat badan,tak terjelaskan lagi penurunan berat badan. 19,20(2). Di bawah pengawasan dokter bangsal secara mingguan bila jelas berat badan berkurang menurut ukuran, kurang dari 0,5 kg seminggu, lebih dari 0,5 kg seminggu, tidak ternyatakan lagi kehilangan berat badan. 19,20q. Insight (pemahaman diri)

mengetahui sakit tetapi berhubungan dengan penyebab-penyebab iklim, makanan, kerja berlebihan, virus, perlu istirahat, dan lain-lain. 19,20r. Variasi Harian

adakah perubahan atau keadaan yang memburuk pada waktu malam atau pagi.

s. Depersonalisasi (perasaan diri berubah) dan derealisasi (perasaan tidak nyata tidak realistis). 19,20t. Gejala-gejala paranoid

Kecurigaan; pikiran dirinya menjadi pusat perhatian, atau peristiwa kejadian diluar tertuju pada dirinya (ideas refence); waham kejaran. 19,20C. Terapi Senam

Pendekatan psikoterapi bagi pasien terdepresi adalah pendekatan kognitif dan pendekatan yang lebih terarah dan lebih terstruktur. Walaupun setelah periode depresif menghilang, intervensi keterampilan jangka panjang masih diperlukan. Pada beberapa program terapi, modelling dan permainan peran dapat membantu menegakkan keterampilan pemecahan masalah yang baik. Beberapa pendekatan psikoterapi berbeda yang digunakan telah menunjukkan hasil, yaitu psikoterapi perorangan, terapi berorientasi kesadaran, terapi tingkah laku, terapi bermain, model stress hidup, psikoterapi kognitif, terapi aktivitas kelompok, terapi kerja, pendidikan remedial, penempatan di luar rumah serta ECT (Weller, 1990). Terapi aktivitas kelompok merupakan suatu jenis terapi aktivitas yang dilaksanakan oleh pasien dengan depresi secara bersama-sama dalam usaha penyaluran energy secara benar dalam bentuk senam. Pengertian senam adalah aktivitas fisik yang dilakukan baik sebagai cabang olahraga tersendiri maupun sebagai latihan untuk cabang olahraga lainnya. Berbeda dengan cabang olahraga lain umumnya yang mengukur hasil aktivitasnya pada obyek tertentu, senam mengacu pada bentuk gerak yang dikerjakan dengan kombinasi terpadu dan menjelma dari setiap bagian anggota tubuh dari komponen-komponen kemampuan motorik seperti : kekuatan, kecepatan, keseimbangan, kelentukan, agilitas dan ketepatan. Dengan koordinasi yang sesuai dan tata urutan gerak yang selaras akan terbentuk rangkaian gerak artistik yang menarik (Brick, 2002). Sedangkan menurut Hidayat (1990) menyatakan senam ialah latihan tubuh yang diciptakan dengan sengaja, disusun secara sistematik dan dilakukan secara sadar dengan tujuan membentuk dan mengembangkan pribadi secara harmonis. Olahraga senam sendiri ada bermacam-macam, seperti : senam kuno, senam sekolah, senam alat, senam korektif, senam irama, turnen, senam artistik dan senam ritmik atau modern ritmik seperti senam aerobic. 19,20C. Depresi Pasca Skizofrenia

Depresi pasca skizofrenia merupakan gejala depresif setelah suatu episode psikotik pada seorang pasien skizofrenik dikategorikan sebagai contoh dari gangguan depresif yang tidak ditentukan dalam DSM-II-R.6,8,19Berdasarkan PPDGJ-III (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III) depresi pasca skizofrenia masuk ke dalam F20.4 dengan kriteria sebagai berikut:Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau:a. Pasien telah menderita skizofrenia ( yang memenuhi kriteria umum skizofrenia) selam 12 bulan terakhir ini.b. Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi gambaran klinisnya).c. Gejala-gejala depresif menonjol dan mengganggu, memenuhi paling sedikit kriteria untuk episode depresif (F32.-) dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu. 6,8,19Apabila pasien pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis menjadi Episode depresif (F32.-). Bila gejala skizofrenia masih jelas dan menonjol, Diagnosis harus tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai (F20.0- F20.3).Terapinya antara lain dengan pemakaian anti depresan dalam pengobatan gangguan depresif pascapsikotik dari skizofrenia telah dilaporkan dalam beberapa penelitian. Kira-kira setengah dari beberapa penelitian telah melaporkan efek yang positif, dan setengah penelitian lain tidak melaporkan adanya efek hilangnya gejala depresif. Medikasi antidepresan kemungkinan menghilangkan gejala depresif pada beberapa pasien, tetapi hasil campuran dari penelitian mencerminkan ketidakmampuan sekarang ini untuk membedakan pasien mana yang akan berespons dan pasien mana yang tidak berespons terhadap antidepresan. 6,8,19BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Episode depresif pada pasien pasca skizofrenia biasanya berpotensi menjadi lebih berat dan membutuhkan terapi dan penanganan yang sesuai. Batas klinis dari diagnosis sulit ditentukan secara operasional. DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan, Sadock. Skizofrenia. Sinopsis Psikiatri Jilid 1: edisi 7; Penerbit Bina Rupa Aksara, Jakarta; 1997: 685-729.2. W.F. Maramis. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Universitas Airlangga; 1980: 215-35.3. Anna L, Sarah G. Severity among Schizophrenics . Journal of Behavioural Sciences; 2012:125-133.

4. Hawari, Dadang. Skizofrenia dalam Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2003.

5. Sadock, Benjamin J, Virginia A. Schizophrenia and Other Psychotic Disorders. Kaplan and Sadocks Comprehensive Textbook of Psychiatry, 8th ed ; 2005.6. American Psychiatric Association. Depressive Disorders. DSM V, 5th ed. Washington DC; 2013;12-17.

7. Nurmiati A. Skizofrenia. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2010:170-190.8. Pedoman dan Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III.9. Maslim. R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Penerbit Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya. Jakarta; 2001: 14-23.10. Parnas J, Jorgensen A. Pre-morbid psychopathology in schizophrenia spectrum. British Journal of Psychiatry; 1989:115:6237.11. Velligan DI and Alphs LD. Negative Symptoms in Schizophrenia: The Importance of Identification and Treatment. Psychiatric Times. March 1, 2008;25(3).12. P. Kulhara, A Avasthi, R Chadda. Negative and depressive symptoms in schizophrenia. The British Journal of Psychiatry; 1989; 154:207-11.13. K. W. Sax, S. Strakowski, Keck. Relationships among negative, positive, and depressive symptoms in schizophrenia and psychotic depression. The British Journal of Psychiatry; 1996; 168:68-71.14. D A Johnson. Studies of depressive symptoms in schizophrenia. The British Journal of Psychiatry;1981.15. Novita S. Correlation Between Family Health Task and Relapse of Schizophrenia. Journal Universitas Airlangga, Surabaya; 2012: 9 23.16. Philip Gorwood , M.D., Ph.D. , Emmanuelle Corruble , M.D., Ph.D. , et all. Depressive symptoms, medical illness, and functional status in depressed psychiatric inpatients. American Journal of Psychiatry; June 1993: 910 915.17. McInnis Melvin G,

HYPERLINK "http://ajp.psychiatryonline.org/action/doSearch?ContribStored=Riba%2C+M" Riba Michelle , Greden John F.Depressive disorders. American Journal of Psychiatry; 2001: 882 882.18. Arshad, Samreen K, Farah J. Impact of Caregivers' Expressed Emotions on their Mental Health and Relapse Symptoms; 1998.19. Glanville, D.N, Dixon, L. Family treatment appraisal and service use in families of patient schizophrenia. The Israel Journal of Psychiatry and Related Sciences. 2008;42, 15-23.20. Lewis L. Judd, Dilip V. Jeste. Depressive Symptoms in Schizophrenia. American Journal of Psychiatry; 1999: 1736 1743.21. Mark G, Williams, Kuyken W. Mindfulness-based cognitive therapy: a promising new approach to preventing depressive relapse. The British Journal of Psychiatry; 2012 200:359-3602