denudasional (tenaga eksogen)
-
Upload
cornelis-prisai -
Category
Environment
-
view
95 -
download
1
Transcript of denudasional (tenaga eksogen)
MAKALAH
GEOMORFOLOGI DASAR
LAHAN ASAL DENUDASIONAL
Dosen Pembimbing :YULI IFANA SARI, S.Pd
Oleh:
PETRUS KORNELIS DEHOTMAN :120401050128
NOBERTUS WAHYUDI :120401050150
SELVINUS UYO : 120401050137
APRIANUS : 120401050140
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN GEOGRAFI
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
2013
Kata pengntar
Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Geomorfologi Dasar. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi kita khususnya dalam memahami bentuk kan lahan dalam
geomorfologi, yaitu “Bentuk Lahan Asal Denudasional”, dan semoga makalah ini dapat
diterima dengan baik oleh siapa saja yang membaca makalah ini.
Kami mengucapkan terimakasih, pertama-tama kepada keluarga kami yang selalau
memberi dukungan baik morir maupun materi kepada kami, kepada dosen pengapu
Geomorfologi Dasar, dalam hal ini ibu YULI IFANA SARI, S.Pd. kami juga mengucapkan
terimakasih kepada siapa saja yang berpengaruh dalam pembuatan makalah ini , pihak yang
telah membantu hingga terselesaikan tugas ini.
Mungkin dalam pembuatan makalah ini ada yang kurang sempurna,oleh karena itu
segala keritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan harapkan.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bumi merupakan satu-satunya planet yang memiliki kehidupan yang terus berubah dan
berkembang. Bumi juga dapat dikatakan planet yang hidup, karena selain memiliki
kehidupan berupa makhluk hidup yang mendiaminya, bumi juga dinamis atau berubah
sepanjang waktu.
Perubahan bumi ini terkadang dapat dilihat secara langsung dengan waktu yang relatif
singakat. Namun perubahan bentuk permukaan bumi juga ada yang tidak bisa dilihat secara
langsung, dalam artian membutuhkan pengamatan dan waktu yang relatif lama sampai
perubahan itu terlihat. Sederhananya bumi kita ini dari waktu kewaktu terus mengalami
perubahan yang diakibatkan oleh proses dan tenaga geomorfologi, baik yang berasal dari
dalam bumi(endogen) maupun yang berasal dari luar bumi (eksogen).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, kami merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Bentuk Lahan Asal Denudasional?
2. Bagaimana ciri-ciri Bentuk Lahan Asal Denudasional?
3. Bagaimana Proses terbentuknya Bentuk Lahan Asal Denudasional?
4. Apa Contoh bentuk Lahan Asal Denudasional?
5. Apa dampak proses Bentuk Lahan Asal Denudasional?
6. Bagaimana mengatasi dampak proses Bentuk Lahan Asal Denudasional?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui definisi dari bentuk lahan asal denudasional.
2. Untuk mengetahui ciri-ciri bentuk lahan asal denudasional.
3. Untuk mengetahui Proses terbentuknya bentuk lahan asal denudasional
4. Untuk mengetahui Contoh bentuk lahan asal denudasional
5. Untuk mengetahui dampak proses bentuk lahan asal denudasional
6. Untuk mengetahui cara mengatasi dmpak dari proses bentuk lahan denudasional.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Defenisi Bentuk Lahan Asal Denudasional
Denudasi berasal dari kata dasar nude yang berarti telanjang, sehingga denudasi
berarti proses penelanjangan permukaan bumi. Bentuk lahan asal denudasional dapat
didefinisikan sebagai suatu bentuk lahan yang terjadi akibat proses-proses pelapukan, erosi,
gerak masa batuan (mass wating) dan proses pengendapan yang terjadi karena agradasi atau
degradasi (Herlambang, Sudarno. 2004:42). Proses degradasi cenderung menyebabkan
penurunan permukaan bumi, sedangkan agradasi menyebabkan kenaikan permukaan bumi.
B. Ciri-ciri Bentuk Lahan Asal Denudasional
Ciri-ciri dari bentuk lahan yang asal terjadi secara denudasioanal, yaitu:
1. Relief sangat jelas: lembah, lereng, pola aliran sungai.
2. Tidak ada gejala struktural, batuan massif, dep/strike tertutup.
3. Dapat dibedakan dengan jelas terhadap bentuk lain
4. Relief lokal, pola aliran dan kerapatan aliran menjadi dasar utama untuk merinci
satuan bentuk lahan
5. Litologi menjadi dasar pembeda kedua untuk merinci satuan bentuk lahan. Litologi
terasosiasi dengan bukit, kerapatan aliran,dan tipe proses.
C. Proses Terbentuknya Lahan Asal Denudasional
Denudasi meliputi proses pelapukan, erosi, gerak masa batuan (mass wating) dan proses
pengendapan/sedimentasi
1. Pelapukan (weathering)
Dari perkataan weather dalam bahasa Inggris yang berarti cuaca, sehingga
pelapukan batuan adalah proses yang berhubungan dengan perubahan sifat (fisis dan
kimia) batuan di permukaan bumi oleh pengaruh cuaca. Secara umum, pelapukan
diartikan sebagai proses hancurnya massa batuan oleh tenaga Eksogen, menurut
Olliver(1963) pelapukan adalah proses penyesaian kimia, mineral dan sifat fisik batuan
terhadap kondisi lingkungan di sekitarnya.
Akibat dari proses ini pada batuan terjadi perubahan warna, misalnya kuning-
coklat pada bagian luar dari suatu bongkah batuan. Meskipun proses pelapukan ini
berlangsung lambat, karena telah berjalan dalam jangka waktu yang sangat lama maka di
beberapa tempat telah terjadi pelapukan sangat tebal. Ada juga daerah-daerah yang hasil
pelapukannya sangat tipis, bahkan tidak tampak sama sekali, hal ini terjadi sebagai akibat
dari pemindahan hasil pelapukan pada tempat yang bersangkutan ke tempat lain. Tanah
yang kita kenal ini adalah merupakan hasil pelapukan batuan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pelapukan adalah:
a. Jenis batuan (kandungan mineral, retakan, bidang pelapisan, patahan dan
retakan). Batuan yang resisten lebih lambat terkena proses eksternal sehingga
tidak mudah lapuk, sedangkan batuan yang tidak resisten sebaliknya.
Contoh :
Limestone, resisten pada iklim kering tetapi tidak resisten pada iklim basah.
Granit, resisten pada iklim basah tetapi tidak resisten pada iklim kering
b. Iklim, terutama temperatur atau suhu dan curah hujan yang sangat
mempengaruhi tingkat pelapukan.
Contoh:
Iklim kering, jenis pelapukannya fisis
Iklim basah, jenis pelapukannya kimia
Iklim dingin, jenis pelapukannya mekanik
c. Vegetasi, atau tumbuh-tumbuhan mempunyai peran yang cukup besar
terhadap proses pelapukan batuan. Hal ini dapat terjadi karena:
1. Secara mekanis akar tumbuh-tumbuhan itu menembus batuan, bertambah
panjang dan membesar menyebabkan batuan pecah.
2. Secara kimiawi tumbuh-tumbuhan melalui akarnya mengeluarkan zat-zat
kimia yang dapat mempercepat proses pelapukan batuan.
3. Akar, batang, daun yang membusuk dapat pula membantu proses
pelapukan, karena pada bagian tumbuhan yang membusuk akan
mengeluarkan zat kimia yang mungkin dapat membantu menguraikan
susunan kimia pada batuan. Oleh karena itu, jenis dan jumlah tumbuhan
yang ada di suatu daerah sangat besar pengaruhnya terhadap pelapukan.
Sebenarnya antara tumbuh-tumbuhan dan proses pelapukan terdapat
hubungan yang timbal balik.
4. Topografi, yang kemiringannya besar dan menghadap arah datangnya
sinar matahari atau arah hujan, maka akan mempercepat pelapukan.
Jenis-jenis Pelapukan
a. Pelapukan fisik (mekanis), yaitu pelapukan yang disebabkan oleh perubahan
volume batuan, dapat ditimbulkan oleh perubahan kondisi lingkungan
(berkurangnya tekanan, insolasi, hidrasi, akar tanaman, binatang, hujan dan
petir), atau karena interupsi kedalam pori-pori atau patahan batuan
- Berkurangnya Tekanan
Batuan beku yang penutupnya hilang, menyebabkan volume berkurang
sehingga lingkungannya berubah, akibat selanjutnya tekanan pada batuan
itu berubah. Oleh karena tekanan berubah maka kemampuan memuai atau
menyusut berbeda-beda pula pada permukaan batuan, sehinga terjadilan
retaka-retakan sejajar yang menyebabkan pengelupasan batuan
(ekfoliation)
- Insolasi
Batuan yang terkena panas matahari akan memuai, tetapi tingkat
pemuaian bagian luar dan bagian dalam tidak sama. Ketidaksamaan
tingkat pemuaian tersebut menyebabkan batuan mengalami retak, lalu
pecah.
- Hidrasi
Oleh karena proses hidrasi menyebabkan air masuk ke dalam pori-pori
atau bidang belah mineral. Peristiwa ini didahului oleh pembentukan
mineral baru. Masuknya air kedalam pori-pori atau bidang belah mineral
menyebabkan batuan menjadi lapuk.
- Akar Tanaman
Akar tanaman yang masuk ke dalam batuan menyebabkan batuan
mengalami pelapukan fisik (pecah). Asam organik yang dikeluarkan akan
menyebabkan pelapukan kimiawi
- Binatang
Binatang yang menggali batuan lunak menyebabkan batuan mengalami
pelapukan fisik pada batuan tersebut.
- Hujan dan Petir
Percikan air hujan dan petir menyebabkan batuan mengalami pelapukan
fisik pada batuan tersebut
- Perbedaan Temperatur yang Tinggi
Peristiwa ini terutama terjadi di daerah yang beriklim kontinental atau
beriklim Gurun di daerah gurun temperatur pada siang hari dapat
mencapai 50º Celcius. Pada siang hari bersuhu tinggi atau panas. Batuan
menjadi mengembang, pada malam hari saat udara menjadi dingin, batuan
mengerut. Apabila hal itu terjadi secara terus menerus dapat
mengakibatkan batuan pecah atau retak-retak.
b. Pelapukan Kimiawi, yaitu pelapukan yang ditimbulkan oleh reaksi kimia
terhadap massa batuan. Air, oksigen dan gas asam arang mudah bereaksi
dengan mineral, sehingga membentuk mineral baru yang menyebabkan batuan
cepat pecah. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas pelapukan
kimiawi :
- Komposisi Batuan
Ada mineral yang mudah bereaksi dengan air, oksigen dana gas asam
arang, ada juga yang sulit. Bagi mineral yang mudah bereaksi dengan air,
oksigen dan gas asam arang akan cepat lapuk daripada mineral yang sulit
bereaksi dengan air, oksigen dan asam arang.
- Iklim
Daerah yang mempunyai iklim basah adan panas misalnya ilim hujan
tropis akan mempercepat proses reaksi kimia, sehingga batuan menjadi
cepat lapuk.
- Ukuran Batuan
Makin kecil ukuran batuan makin intensif reaksi kimia pada batuan
tersebut berarti makin cepat pelapukannya.
- Vegetasi dan Binatng
Dalam hidupnya vegetai dan binatang menghasilkan asam-asam tertentu,
oksigen dan gas asam arang sehingga mudah bereaksi dengan batuan.
Artinya vegetasi dan binatang ikut mempercepat proses pelapukan batuan.
Jenis-jenis Pelapukan Kimiawi
- Hidrolisa
Yaitu pelapukan kimia yang disebabkan oleh air yang bereaksi langsung
dengan mineral penyusun batuan, terjadi pengantian kation metal seperti
K+, Na+, Ca++, Mg++, oleh ion H+. Bisa juga disebut reaksi senyawa air
dengan senyawa lain yang menyebabkan senyawa bersangkutan terurai
menjadi basa dan asam serta terlepas dari struktur mineral. Contoh
hidrolisa adalah seperti berikut:
4NaAlSiO3O8 + 6H2O ---------> Al4Si4O10(OH+8Si)2 + Na+
(albit) (air) +4OH kaolinit
- Oksidasi yaitu pelapukan kimia yang disebabkan reaksi oksigen terhadap
mineral besi terhadap batuan terutama jika batuan dalma keadaan basah.
Pengaruh oksidasi tampak jelas pada batuan yang mengandung besi.
Perubahan warna akibat oksidasi dapat mudah diamati. Salah satu
reaksinya dapat digambarkan dalam persamaan berikut:4FeO + 3H2O +
O2 -------> 2FeO33H2O
- Karbonisasi yaitu pelapukan yang dusebabkab oleh CO2 dan air
membentuk senyawa ion bikarbonat (HCO3) yang aktif bereaksi dengan
mineral-mineral yang mengandung kation-kation Fe, Ca, Mg,Na dan K.
Pada proses ini tejadi dekomposisi pada batuan atau perubahan fisik. CO2
bekerja sebagai faktor pelapuk yang terpenting, air yang mengandung
asam arang mempunyai daya melapukkan yang kuat. Gas asam arang
dalam air itu diperoleh dari udara atau dari sisa tumbuh-tumbuhan. Batuan
yang paling mudah lapuk oleh proses karbonasi adalah batu
gamping,dekomposisi batuan gamping adalah seperti berikut:
CaCO3 + H2O + CO2 -------> Ca (HCO3)2
CaCO3 : calsite
CaCO2 : Cacium bicarbonate
Cacium bicarbonate itu mudah larut dalam air, dengan demikian air yang
mengandung CO2 lebih mudah melarutkan Cacium bicarbonate (CaCO3)
dari pada yang tidak mengandung CO2.
- Hidrasi berarti adsorpsi air, ardsorpsi air adalah penarikan air oleh sesuatu
zat, tetapi tidak terus masuk ke dalam zat tersebut, melainkan hanya di
permukaan saja. Berbeda dengan absorpsi dimana meresapkan zat yang
tertangkap itu ke dalam seluruh zat penangkap. Contoh:
2Fe2O3 + 3H2O ----------> 2Fe2O33H2O
- Desilikasi yaitu pelapukan kimia yang disebabkan oleh hilangnya silikat
pada batuan terutama basaltis.
- Pelarutan atau Penghancuran (solution/dissolution)
Yaitu pelapukan kimia yang disebabkan oleh mineral yang mengalami
dekomposisi karena pelarutan oleh air. Contoh: kuarsa mengalami
pelarutan. SiO2 + 2H2O --------> Si(OH)4
c. Pelapukan Organik, yaitu pelapukan yang disebabkan oleh mahkluk hidup,
seperti lumut. Pengaruh yang disebabkan oleh tumbuh tumbuhan ini dapat
bersifat mekanik atau kimiawi. Pengaruh sifat mekanik yaitu berkembangnya
akar tumbuh-tumbuhan di dalam tanah yang dapat merusak tanah disekitarnya.
Pengaruh zat kimiawi yaitu berupa zat asam yang dikeluarkan oleh akar- akar
serat makanan menghisap garam makanan. Zat asam ini merusak batuan
sehingga garam-garaman mudah diserap oleh akar. Manusia juga berperan
dalam pelapukan melalui aktifitas penebangan pohon, pembangunan maupun
penambangan.
2. Gerakan massa batuan (mass wasting)
Yaitu perpindahan atau gerakan massa batuan atau tanah yang ada di lereng oleh
pengaruh gaya berat atau gravitasi atau kejenuhan massa air. Ada yang menganggap
mass wasting itu sebagai bagian dari pada erosi dan ada pula yang memisahkannya. Hal
ini memang tidak mudah difahami karena memang sukar untuk dipisahkan secara tegas,
karena dalam erosi juga gaya berat batuan itu turut bekerja.
Pada batuan yang mengandung air, gerakan massa batuan itu lebih lancar dari pada
batuan yang kering. Perbedaannya ialah bahwa pada masswasting, air hanya berjumlah
sedikit dan fungsinya bukan sebagai pengangkut, melalinkan hanya sekedar membantu
memperlancar gerakan saja. Sedang dalam erosi diperlukan adanya tenaga pengangkut.
Gerakan massa batuan pada dasarnya disebabkan oleh adanya gayaberat/gravitasi atau
gaya tarik bumi.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Gerakan massa batuan (mass wasting)
- Kemiringaan Lereng
Makin besar sudut kemiringan lereng dari suatu bentuk lahan semakin
besar peluang terjadinya Mass Wasting, karena gaya berat semakin berat
pula
- Relief Lokal
Terutama yang mempunyai kemiringan lereng cukup besar, misal kubah,
perbukitan mempunyai peluang yang besar untuk terjadinya Mass
Wasting.
- Ketebalan hancuran batuan(debris) di atas Batuan Basar
Ketebalan hancuran batuan atau Debris diatas batuan dasar makin tebal
hancuran batuan yang berada diatas batuan dasar, makin besar pula
peluang untuk terjadinya Mass Wasting, karena permukaan yang labil
makin besar pula.
- Orientasi Bidang Lemah dalam Batuan
Pada umumnya Mass wasting akan mengikuti alur bidang lemah dalam
batuan, karena orientasi bidang lemah tersebut akan lapuk lebih dahulu
kemudian materi yang lapuk akan bergerak.
- Iklim
Kondisi iklim disuatu daerah akan mempengaruhi cepat atau lambatnya
Mass wasting.
- Vegetasi
Daerah yang tertutup oleh vegetasi atau tumbuh-tumbuhan peluang
untuk terjadinya Mass Wasting kecil, karena vegetasi dapat menahan
laju gerakan massa batuan di permukaan.
- Gempa Bumi
Daerah yang sering mngalami gempa bumi cenderung labil, sehingga
peluang terjadinya Mass wasting besar
- Tambahan material pada bagian atas lereng
Di daerah gunung api aktif sering terjadi penambahan material di bagian
atas lereng akibat letusan sehingga akan memperbesar peluang terjadinya
Mass wasting.
Klasifikasi mass wasting:
1. Slow flowage (gerakan lambat)
Gerakan lambat meliputi rayapan dan solifluksi. Rayapan (creep) adalah
pemindahan massa batuan yang lambat hingga tidak mudah diamati.
Menurut bahan yang dipindahkan dan cara pemindahannya masih dapat
diklasifikasikan lagi menjadi:
a. Rayapan tanah (soil creep):
Yaitu gerakan massa tanah/batuan secara lambat ( <1cm/th )
menuruni lereng, sebagai akibat gravitasi. Akibat dari adanya rayapan ini
tidak jelas hanya saja pada tiang telepon, tiang listrik, pohon-pohon
menjadi miring/agak miring. Lahan seperti ini tidak baik untuk dijadikan
lahan persawahan ataupun untuk pemukiman.
b. Rayapan puing hasil rombakan batuan (talus creep)
Rayapan puing hasil rombakan batuan (talus creep),pada prinsipnya
sama dengan soil creep, hanya bahannya saja yang berbeda. Gejala ini
banyak terjadi pada daerah-daerah yang mengalami pergantian antara
pembekuan dan pencairan kembali.
c. Rayapan batu (rock creep)
Apabila bahan-bahan yang bergerak berupa bongkah-bongkah
besar dengan gerakannya yang perlahan-lahan.
d. Rayapan lawina batuan (rock glacier creep)
Dilihat dari segi bahannya sama dengan rock creep. Perbedaannya
adalah bahwa pada rayapan lawina, batuan tampak seperti anak-anak
sungai (bercabang-cabang yang menggerakan massa batuan tersebut
menuruni lereng)
e. Solifluksi
yaitu pengaliran massa batuan yang jenuh akan air. Hal ini terjadi
terutama di daerah dingin (daerah lintang tinggi dan di daerah
pegunungan tinggi). Oleh karena itu, jelaslah bahwa dalam proses ini
terdapat kadar air yang tinggi, namun demikian air dalam hal ini tidak
menjadi faktor pengangkut. Ada beberapa faktor yang mendorong untuk
terjadinya solifluksi, yaitu:
- Proses pelapukan berlangsung cepat
- Adanya persediaan air yang cukup, biasanya dari pencairan salju
- Adanya lereng yang curam dan tidak bervegetasi
2. Rapid flowage (gerakan cepat)
Pemindahan cepat ini disebabkan oleh adanya kadar air yang lebih
tinggi, sehingga batuan/tanah yang bergerak itu jenuh. Oleh karena itu,
diperoleh kesan bahwa batuan itu mengalir.
3. Very rapid flowage (gerakan sangat cepat), Gerakan ini didominasi
pengaruh gravitasi.Gerakan ini meliputi slumping, debris slide, rock
slide, debris fall, dan rock fall.
a. slumping (nendatan) adalah merupakan gerakan massa tanah atau
batuan secara terputus-putus dan hanya menempuh jarak dengan
memperlihatkan gerak berputar ke belakang, hingga tampak pada
permukaannya seperti yang disesar naikan. Seringkali tanah nedat
itu merupakan suatu rangkaian, sehingga tampak berteras-teras
kecil. Penyebab slumping yang terpenting adalah pengirisan di
bawah lereng oleh sungai, gelombang atau secara antropogenis.
b. Debris slide merupakan lahan longsor yang biasa, tidak terjadi
gerakan ke belakang melainkan batuan itu berguling-guling atau
meluncur ke bawah. Kadar airnya rendah. Jika kadar airnya tinggi
akan terjadi debris avalanhce.
c. Rock Slide, adalah gerakan batuan meluncur diatas bidang batas
lapisan atau bidang retakan yang miring.
d. Debris fall. Kalau lereng tempat bahan bahan rombakan itu bergerak
sangat curam, maka gerak bahan rombakan bongkah batuan bukan
meluncur tetapi jatuh. Dengan demikian gejala iti tidak dinamakan
lahan longsor, melainkan dinamakan jatuhan bahan rombakan
(debris fall).
e. rock fall. Apabila lereng tgak lurus, maka yang terjadi adalah rock
fall
4. Terban/ amblesan (subsidence), gerakan massa batuan tipe ini adalah ke
bawah atau vertikal tanpa disertai gerakan mendatar/horisontal. Hal ini
dapat terjadi apabila atap goa bawah tanah runtuh, ketika tidak kuat
menahan lapisan batuan yang ada di bagian atas goa. Subsidence juga
bisa terjadi karena adanya tenaga tektonik yang dapat menimbulkan
patahan ada kulit, sehingga terjadi patahan. Patahan tersebut ambles ke
bawah dan dapat berupa slenk
3. Erosi
Erosi adalah suatu proses geomorfologi, yaitu proses pelepasan dan terangkutnya
material bumi oleh tenaga geomorfologis baik kekuatan air, angin, gletser atau gravitasi.
Faktor yang mempengaruhi erosi tanah antara lain sifat hujan, kemiringan lereng dari
jaringan aliran air, tanaman penutup tanah, dan kemampuan tanah untuk menahan
dispersi dan untuk menghisap kemudian merembeskan air kelapisan yang lebih dalam.
Faktor yang mempengaruhi erosi adalah:
1. Iklim: Faktor iklim yang berpengaruh adalah curah hujan, angin, temperatur,
kelembapan, penyinaran matahari. Banyaknya curah hujan, intensitas dan distribusi
hujan menentukan dispersi hujan terhadap tanah, jumlah dan kecepatan aliran
permukaan, serta besarnya kerusakan erosi. Angin selain sebagai agen transport
dalam erosi beberapa kawasan juga bersama-sama dengan temperatur, kelembaban
dan penyinaran matahari terhadap evapotranspirasi, sehingga mengurangi
kandungan air dalam tanah yang berarti memperbesar investasi tanah yang secara
tidak langsung berpengaruh terhadap kepekaan erosi tanah.
2. Topografi: kemiringan lereng, panjang lereng, konfigurasi, keseragaman, dan arah
lereng mempengaruhi erosi. Kemiringan lereng dinyatakan dalam derajad atau
persen. Kecuraman lereng memperbesar jumlah aliran permukaan, dan
memperbesar kecepatan aliran permukaan, sehingga dengan demikian
memperbesar daya angkut air. Semakin besar erosi terjadi dengan makin curamnya
lereng.
3. Vegetasi, berperan untuk mengurangi kecepatan erosi. Kaitannya jenis tumbuhan,
aliran permukaan dan jumlah erosi adalah seperti dalam Tabel berikut:
No. Jenis tanah Jenis Tumbuhan Aliran
permukaan
(% terhadap CH)
Erosi
(ton/ha/th)
1. Podsolik merah
kuning
(lereng 15%)
Alang-alang 3,3 0,7
Alang-alang +semak 0,5 0,7
Albazia +semak campuran
5,8 0,7
Alabazia tanpa semak (umur 3 th)
71,4 79,8
2. Latosol (lereng 35%)
Rumput utuh 4,4 0,2
Rumput diinjak-injak 17,2 1,0
Fiscus allastica 21,4 43,1
Fiscus allastica + semak-semak
2,0 0
3. Regosol (lereng 30%,
19%, 30%,
Alag-alang, jagung, kacang tanah
11,9 345,0
Alang-alang +
gelagah
5,0 3,5
21%) Semak lantana 2,1 5,1
Alang-alang dibakar 1
x
5,0 7,3
Sumber: Arsyad (1989)
4. Tanah. Kepekaan tanah terhadap erosi tergantung pada sifat-sifat tanah yang
mempengaruhi laju infiltrasi, permeabilitas, kapasitas menahan air dan struktur tanah.
5. Manusia. Manusia dapat mencegah dan mempercepat terjadinya erosi tergantung
bagaimana manusia mengelolanya.
Setiap proses erosi merupakan gabungan dari beberapa subproses, yaitu dimulai
dengan pengambilan hasil pelapukan yang terangkut juga sebagai alat pengikis. Butir-
butiran batuan secara bersama-sama dalam pengangkutan, saling bersinggungan dan
saling bergesekan satu sama lain. Cara pengangkutan terhadap bahan terjadi berbeda-
beda: ada yang terapung di permukaan, digulingkan, digeser dan sebagainya.
Untuk itu, dalam memperjelas bagaimana hubungan dari antar proses disajikan
dalam Tabel berikut:
Pelaku erosi Proses
pengambilan
Bahan lepas
Proses pengikisan
oleh bahan yang
diangkut
Proses saling
mengikis
antara bahan yang
diangkut
Cara
pengangkutan
Air mengalir Hydrolic action
atau fluviraption
Corrasion atau
abrasion dan
corrosion
Attrition Flotation, Solution
Suspension, Salta-
tion, Traction
Gelombang
dan arus
laut/ danau
Hydrolic action Corrasion atau
abrasion dan
corrosion
Attrition Flotation,Solution
Suspension
Saltation, Traction
Air tanah - Corrosion - Solution
Angin Deflation Corrasion dan
Abrasion
Attrition Suspension
Saltation, Traction
Gletser Scouring
Plucking
Corrasion/ abrasion
dan gouging
Attrition Suspension
Traction
Sumber: Adiwikarta & Akub, 1977
Penjelasan terhadap istilah-istilah yang ada dalam Tabel diatas, adalah sebagai
berikut:
a. Hydraulic action atau fluviraption adalah pengambilan bahan lepas oleh air
mengalir, oleh gelombang dan arus laut. Kalau pengambilan itu dilakukan oleh
angin dinamakan deflation (deflasi), sedangkan kalau dilakukan oleh gletser
dinamakan scouring. Dengan sendirinya air tanah tidak mengambil bahan lepas
b. Plucking adalah lepasnya batuan oleh gletser akibat dari pembekuan pada celah-
celah batuan yang dilampaui gletser, sedangkan sapping sama dengan plucking,
tetapiditujukan kepada dasar lembah.
c. Corrasion (korasi) atau abrasion (abrasi) adalah lepasnya butiran-butiran batuan
dari batuan induknya disebabkan oleh tumbukan atau gesekan batuan lain yang
sedang dalam pengangkutan.
d. Corrosion (korosi) adalah lepasanya butiran-butiran batuan oleh proses pelarutan.
Mudah dipahami bawa angin tidak dapat melarutkan.
e. Gouging adalah pembuatan cekungan pada permukaan batuan oleh pengerjaan
gletser.
f. Attrition (atrisi) adalah peristiwa saling bergesekan dan saling bertumbukan antara
butiran-butiran batuan yang bersama-sama dalam pengangkutan, sehingga butiran-
butiran itu makin lama makin kecil.
g. Flotation adalah cara pengangkutan diatas permukaan tenaga pengangkutnya
(terapung). Dari kelima pelaku erosi hanya air mengalir (sungai) dan air
laut/danaulah yang dapat mengangkut dengan cara ini.
h. Solution (larutan) berarti benda yang diangkut itu merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari tenaga/zat pengangkut. Cara ini berlaku untuk butiran-butiran
yang halus ringan, seperti abu di dalam udara atau lanau dalam air. Cara ini
disebabkan oleh turbulensi dari tenaga pengangkut.
i. Saltation berarti cara pengangkutan yang menyebabkan bahan yang pengangkut
itu melompat- lompat pada dasar tempat tenaga pengangkut bergerak.
j. Traction adalah cara pengangkutan dengan jalan digulingkan/ digelundungkan
atau digeser-geser pada dasar tempat tenaga pengangkut bergerak.
Klasifikasi bentuk erosi :
a. Erosi percik (splash erotion)
ialah proses percikan partikel-partikel tanah halus yang disebabkan oleh pukulan
tetes air hujan terhadap tanah dalam keadaan basah
b. Erosi lembar (sheet erosion) adalah erosi yang terjadi karena pengangkutan atau
pemindahan lapisan tanah yang hampir merata ditanah permukaan oleh tenaga aliran
perluapan. Erosi ini sepintas lalu tidak terlihat, karena kehilangan lapisan-lapisan
tanah seragam, tetapi dapat berbahaya karena pada suatu saat seluruh top soil akan
habis.
c. Erosi parit (channel erosion) Erosi ini terbentuk sama dengan erosi alur, tetapi
tenaga erosinya berupa aliran lipasan dan alur-alur yang terbentuk sudah sedemikian
dalam sehingga tidak dapat dihilangkan dengan pengolahan tanah secara biasa.
Parit-parit yang besar sering masih terus mengalir lama setelah hujan berhenti.
Aliran air dalam parit ini dapat mengikis dasar parit atau dinding-dinding tebing
parit di bawah permukaan air, sehingga tebing diatasnya dapat runtuh ke dasar parit.
Adanya gejala meander dari alirannya dapat meningkatkan pengikisan tebing di
tempat-tempat tertentu.
4. Sedimentasi atau Pengendapan
Sedimentasi adalah proses penimbunan tempat-tempat yang lekuk dengan bahan-
bahan hasil erosi yang terbawa oleh aliran air, angin, maupun gletser (Suhadi
Purwantara, 2005:74). Sedimentasi tidak hanya terjadi dari pengendapan material hasil
erosi saja, tetapi juga dari proses mass wasting. Namun kebanyakan terjadi dari proses
erosi. Sedimentasi terjadi karena kecepatan tenaga media pengangkutnya berkurang
(melambat). Berdasarkan tenaga alam yang mengangkutnya sedimentasi dibagi atas :
Sedimentasi air sungai (floodplain dan delta), air laut, angin, dan geltsyer.
D. Satuan Bentuk Lahan Asal Denudasioal
1. Pegunungan Denudasional
Karakteristik umum unit mempunyai topografi bergunung dengan lereng sangat
curam (55>140%), perbedaan tinggi antara tempat terendah dan tertinggi (relief) > 500
m.Mempunyai lembah yang dalam, berdinding terjal berbentuk V karena proses yng
dominan adalah proses pendalaman lembah (valley deepening).
2. Perbukitan Denudasional
Mempunyai topografi berbukit dan bergelombang dengan lereng berkisar antara 15 >
55%, perbedaan tinggi (relief lokal) antara 50 -> 500 m.Terkikis sedang hingga kecil
tergantung pada kondisi litologi, iklim, vegetasi penutup daik alami maupun tata guna
lahan. Salah satu contoh adalah pulau Berhala, hamper 72,54 persen pulau tersebut
merupakan perbukitan dengan luas 38,19 ha. Perbukitan yang berada di pulau tersebut
adalah perbukitan denudasional terkikis sedang yang disebabkan oleh gelombang air laut
serta erosi sehingga terbentuk lereng-lereng yang sangat curam.
3. Dataran Nyaris (peneplain)
Akibat proses denudasional yang bekerja pada pegunungan secara terus menerus,
maka permukaan lahan pada daerah tersebut menurun ketinggiannya dan membentuk
permukaan yang hamper datar yang disebut dataran nyaris (peneplain). Dataran nyaris
dikontrol oleh batuan penyusunan yang mempunyai struktur berlapis (layer). Apabila
batuan penyusun tersebut masih dan mempunyai permukaan yang datar akibat erosi,
maka disebut permukaan planasi.
4. Perbukitan Sisa Terpisah (inselberg)
Apabila bagian depan (dinding) pegunungan/perbukitan mundur akibat proses
denudasi dan lereng kaki bertambah lebar secara terus menerus akan meninggalkan
bentuk sisa dengan lereng dinding yang curam. Bukit sisah terpisah atau inselberg
tersebut berbatu tanpa penutup lahan (barerock) dan banyak singkapan batuan (outcrop).
Kenampakan ini dapat terjadi pada pegunungan/perbukitan terpisah maupun pada
sekelompok pegunungan/perbukitan, dan mempunyai bentuk membulat. Apabila
bentuknya relative memanjang dengan dinding curam tersebut monadnock.
5. Krucut Talus (Talus cones)
Mempunyai topografi berbentuk kerucut/kipas dengan lereng curam (350). Secara
individu fragmen batuan bervariasi dari ukuran pasir hingga blok, tergantung pada
besarnya cliff dan batuan yang hancur. Fragmen berukuran kecil terendapkan pada
bagian atas kerucut (apex) sedangkan fragmen yang kasar meluncur ke bawah dan
terendapkan di bagian bawah kerucut talus.
6. Lereng Kaki (Foot slope)
Mempunyai daerah memanjang dan relatif sermpit terletak di suatu
pegunungan/perbukitan dengan topografi landai hingga sedikit terkikis. Lereng kaki
terjadi pada kaki pegunungan dan lembah atau dasar cekungan (basin). Permukaan lereng
kaki langsung berada pada batuan induk (bed rok). Dipermukaan lereng kaki terdapat
fragmen batuan hasil pelapukan daerah di atasnya yang diangkut oleh tenaga air ke
daerah yang lebih rendah.
7. Lahan Rusak (Bad land)
Merupakan daerah yang mempunyai topografi dengan lereng curam hingga sangat
curam dan terkikis sangat kuat sehingga mempunyai bentuk lembah-lembah yang dalam
dan berdinding curam serta berigir tajam (knife-like) dan membulat. Proses erosi parit
(gully erosion) sangat aktif sehingga banyak singkapan batuan muncul ke permukaan
(rock outcrops).
E. Dampak Proses Lahan Asal Denudasional
Proses bentuk lahan denudasional adalah erosi, mass wasting, dan juga pelapukan.
Ketiga proses tersebut memberikan dampak atau pengaruh bagi lahan di permukaan bumi.
Selain, menyebabkan terbentuknya lahan baru seperti yang telah dijelaskan di atas (contoh
satuan bentuk lahan asal denudasional), ketiga proses tersebut juga membawa dampak lain.
1. Dampak Erosi
a. Akibat yang ditimbulkan erosi beragam dan dampaknya sangat luas,
diantaranya :
b. Penurunan Produktivitas tanah akibat hilangnya bahan organik yang
terkandung di dalam tanah. Bahan organik tersebut merupakan bahan
utama penentu kesuburan tanah.
c. Terjadinya pemadatan tanah sehingga menyebabkan terjadinya
penurunnan kapasitas infiltrasi tanah.
d. Terjadinya pengendapan bahan endapan pada sumber-sumber air, danau,
dan bendungan sehingga terjadi pendangkalan.
e. Terjadinya banjir di bagian hilir sungai akibat pendangkalan.
f. Memperluas daratan di bumi.
g. Erosi yang terjadi di daerah pegunungan materialnya akan dibawa ke laut
dan mengendap di dasar laut. Peristiwa seperti ini telah berlangsung jutaan
tahun lamanya sehingga endapan yang terbentuk semakin lama semakin
luas dan tebal yang akhirnya membentuk daratan.
h. Pembalikan lapisan tanah
2. Dampak Pelapukan
a. Pemicu gerak massa batuan
b. Terjadinya Degradasi permukaan lahan
c. Memunculkan habitat
d. Dengan adanya pelapukan terhadap batuan, terbentuklah tanah sehingga
memunngkinkan tumbuh-tumbuhan hidup di atas tanah tersebut
e. Rusaknya struktur batuan sehingga terbentuk bentukan baru pada
permukaan bumi. Bentuk-bentuk yang dihasilkan oleh pelapukan, yaitu:
- Differential Watering
Istilah ini digunakan bagi semua jenis pelapukan yang melubangi
bagian-bagian yang lunak dari massa batuan. Hasilnya dapat berupa cekungan
atau jalur torehan atau menimbulkan relief yang kuat pada berkas-berkas
endapan yang terdiri dari materi yang tahan terhadap desintegrasi dan
dekomposisi.
- Demoiselles
Bentuk yang dihasilkan kadang-kadang terdapat pada glacial till,
materi-materi yang kecil dihilangkan karena materi tersebut tertutup oleh
batuan resisten yang selanjutnya akan berupa pilar-pilar yang bagian atasnya
mendapat penutup batuan yang keras tersebut.
- Boulders
Kadang-kadang batuan mempunyai pola beririsan sehingga berbentuk
blok-blok yang berbentuk romboedris. Retakan-retakan itu demikian sempit
sehingga sukar dilihat sepintas lalu, tetapi hal ini bukan suatu halangan untuk
terjadi pelapukan. Sudut-sudut atau rusuk-rusuk lebih cepat mengalami
penumpukan sehingga terjadi tumpukan-tumpukan batuan yang berbentuk
oval, batuan yang berbentuk oval tersebut yang disebut Boulders.
3. Dampak Masswaiting
a. Gerak massa batuan dapat mendorong dan menyebabkan bencana tanah
longsor apabila didukung oleh terganggunya kestabilan pada tanah.
b. Pengendapan atau sedimentasi di daerah bagian bawah.
c. Pembalikan lapisan tanah
4. Dampak Sedimentasi
a. Terjadi pendangkalan di DAS, danau, dan bendungan
b. Banjir akibat pendangkalan di daerah hilir sungai
c. Pengendapan secara terus menerus menyebabkan terbentuknya beberapa
bentukan alam antara lain : kipas alluvial, meander, dataran banjir, delta,
gosong, nehrung, haff, tombolo, gurun pasir, dan lain-lain.
F. Cara Mengatasi Dampak dari Proses Bentuk Lahan Asal
Denudasional
a. Upaya Pengendalian Erosi
Erosi tidak dapat dicegah secara sempurna karena merupakan proses alam.
Pencegahan erosi merupakan usaha pengendalian terjadinya erosi yang berlebihan
sehingga dapat menimbulkan bencana. Ada banyak cara untuk mengendalikan erosi
antara lain :
1. Pengolahan Tanah.
Areal tanah yang diolah dengan baik dengan penanaman tanaman, penataan tanaman
yang teratur akan mengurangi tingkat erosi
2. Pemasangan Tembok Batu Rangka Besi
Dengan membuat tembok batu dengan kerangka kawat besi di pinggir sungai dapat
mengurangi erosi air sungai
3. Penghutanan Kembali, yaitu mengembalikan suatu wilayah hutan pada kondisi semula
dari keadaan yang sudah rusak
4. Penempatan Batu-batu Kasar sepanjang Pinggir Pantai untuk mengurangi erosi akibat
air laut.
5. Pembuatan Pemecah Angin atau Gelombang, pohon-pohonan yang ditanam beberapa
garis untuk mengurangi kekuatan angin atau gelombang.
6. Pembuatan Teras Tanah Lereng teras tanah berfungsi untuk memperkuat daya tahan
tanah terhadap gaya erosi
b. Cara untuk mencegah gerakan massa batuan antara lain:
1. Menanami lereng dengan tumbuhan terutama yang berakar tunjang/dihutankan.
2. Membuat teras-teras pada lereng.
3. Bangunan di lereng dibuatkan beton penahan.
4. Apabila bagian bawah lereng dipotong/digali untuk keperluan tertentu, perlu
dibuatkan saluran pembuangan air di bawah tanah.
5. Menahan batuan agar tidak bergeser sepanjang bidang lemah batuan(bidang batas
batuan/bidang retakan)
C. Cara mengatasi sedimentasi
1. Melakukan pengerukan di muara-muara sungai yang mengalami pendangkalan karena
sedimentasi. Tujuannya adalah untuk memperlancar arus sungai sehingga dengan
demikian banjir dapat dikurangi.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Bentuk lahan asal denudasional merupakan suatu bentuk lahan yang terjadi akibat
proses-proses pelapukan, erosi, gerak masa batuan (mass wating) dan proses
sedimentasi yang terjadi karena agradasi atau degradasi.
2. Ciri-ciri dari bentuk lahan yang asal terjadi secara denudasioanal, yaitu:
-Relief sangat jelas,
-Tidak ada gejala struktural
-Dapat dibedakan dengan jelas terhadap bentuk lain
-Relief lokal, pola aliran dan kerapatan aliran menjadi dasar utama untuk merinci
satuan bentuk lahan
-Litologi menjadi dasar pembeda kedua untuk merinci satuan bentuk lahan.
3. Bentuk lahan asal denudasional disebabkan oleh tenaga eksogen, yaitu : Erosi,
Pelapukan, dan gerak massa batuan atau mass wasting serta pengendapan.
4. Adapun satuan bentuk lahan asal denudasioanal adalah
Pegunungan denudasional
Perbukitan denudasional
Dataran nyaris (peneplain)
Perbukitan Sisa terpisah
Kerucut talus
Lereng kaki
Lahan rusak
5. Dampak dari proses eksogen adalah membentuk lahan asal denudasional Selain itu
erosi dapat mengakibatkan penurunan produktivitas tanah, pemandatan tanah,
pendangkalan pada sumber air, perluasan daratan, dan pembalikan lapisan tanah.
Untuk pelapukan mengakibatkan rusaknya struktur batuan dan tanah, pemicu mass
wasting, menimbulkan habitat baru, dan degradasi lahan. Sedangkan mass wasting
berpengaruh terhadap terjadinya bahaya longsor, pembalikan tanah, dan sedimentasi
pada bagian bawah. Sedimentasi berdampak pada pendangkalan dan pembentukan
bentuk alam yang baru.
3.2. Saran
Tenaga eksogen meupakan peristiwa alam yang pasti terjadi, namun membawa
dampak negatif oleh sebab itu diperlukan upaya penanggulangan. Penanggulangan harus
dilakukan oleh semua pihak. Adapun upaya penanggulangan yang dapat dilakukan
antara lain:
1. Pengolahan Tanah
Areal tanah yang diolah dengan baik dengan penanaman tanaman, penataan tanaman
yang teratur akan mengurangi tingkat erosi
2. Pemasangan Tembok Batu Rangka Besi
Dengan membuat tembok batu dengan kerangka kawat besi di pinggir sungai dapat
mengurangi erosi air sungai
3. Penghutanan Kembali
Yaitu mengembalikan suatu wilayah hutan pada kondisi semula dari keadaan yang
sudah rusak
4. Penempatan Batu Batu Kasar sepanjang Pinggir Pantai untuk mengurangi erosi akibat
air laut
5. Pembuatan Pemecah Angin atau Gelombang
Pohon pohonan yang ditanam beberapa garis untuk mengurangi kekuatan angin atau
gelombang
6. Pembuatan Teras Tanah Lereng
Teras tanah berfungsi untuk memperkuat daya tahan tanah terhadap gaya erosi
7. Melakukan pengerukan di muara-muara sungai yang mengalami pendangkalan karena
sedimentasi. Tujuannya adalah untuk memperlancar arus sungai sehingga dengan
demikian banjir dapat dikurangi.
Daftar Pustaka
Anonym. 2008.Taman Nasional Bukit Tiga Puluh,(online),
(balitbang.riau.go.id/index.php?bahasa=&litban...diakses 3oktober 2009)
Buranda, J.P. dan Sudarno Herlambang. 1983. Dasar-dasar Geologi. Malang: IKIP Malang
Ginting, P. dkk. 2007. IPS Geografi untuk SMP Kelas VII. Jakarta:Erlangga
Herlambang, Sudarno. 2004. Dasar-dasar Geomorfologi. Malang: Universitas Negeri
Malang
Hestiyanto, Yusman. 2005. Geografi SMA Kelas X. Jakarta: Yudhistira