Demografi - Edwin Pramana - 1441010041
-
Upload
cicik-ambar-wati -
Category
Documents
-
view
9 -
download
0
description
Transcript of Demografi - Edwin Pramana - 1441010041
Tugas Makalah Demografi
‘IMIGRASI’
Nama : Edwin Pramana Putra
Npm : 1441010041
Kelas : A
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ‘VETERAN’
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIKADMINISTRASI NEGARA 2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan kehadirat Allah swt,karna atas berkat rahmat dan khidayahnyalah saya dapat menyelesaikan tugas makalah saya yang berjudul “MIGRASI” tidak lupa pula saya ucapkan terima kasih kepada Bapak Rendi S, S.sos selaku dosen mata kuliah demografi.
Migrasi adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap dari suatu tempat ke tempat lain melewati batas administratif (migrasi internal) atau batas politik/negara (migrasi internasional). Dengan kata lain, migrasi diartikan sebagai perpindahan yang relatif permanen dari suatu daerah (negara) ke daerah (negara) lain.
Maka dari itu saya mengangkat permasalahan ini sebagai bahasan dalam makalah saya , agar saya sebagai mahasiswa khususnya dapat mengerti, mengetahui serta memahami arti dari migrasi itu sendiri serta saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua,amin.
Namun seperti kata pepatah “tak ada gading yang tak retak ” begitu pula dengan makalah ini, karna kesempurnaan hanya milik Allah dan kekhilafan adalah milik manusia.Maka dari itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membanggun dari sauda-saudara demi kebaikan bersama.
Surabaya, 9 desember 2015
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………......…………………….........
DAFTAR ISI…………………………………………………..............................................
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………..
I.1 Latar Belakang………………………………………………………………………......
I.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………....…………
I.3 Tujuan………………………………………………………………………………….
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………….
II.1 Pengertian menurut para ahli ………………………....................................……..........
II.2 Konsep dasar………………….....……………………………………………………..
II.3 Pembahasan………………...............………………………………………………......
BAB III PENUTUP ……………………………………………......……………………….
III.1 Kesimpulan ………………………………………………………………………………………….
III.2 Saran ……………………………………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………………......................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Analisis demografi memberi sumbangan yang sangat besar, baik kualitatif maupun kuantitatif pada kebijakan kependudukan, dinamika kependudukan terjadi karena adanya dinamika kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas) dan perpindahan penduduk (migrasi) terhadap perubahan-perubahan dalam jumlah, komposisi dan pertumbuhan penduduk. Perubahan-perubahan unsure demografi tersebut pada gilirannya mepengaruhi perubahan pada berbagai bidang pembangunan secara langsung maupun tidak langsung.
Selanjutanya perubahan-perubahan yang terjadi di berbagai bidang pembangunan akan mempengaruhi dinamika kelahiran, kematian dan perpindahan penduduk kpeduduk merupakan kejadian yang mudah dijelaskan dan tampak nyata dalam kehidupan sehari-hari, namun pada prakteknya sangat sulit untuk mengukur dan menentukan ukuran bagi migrasi itu sendiri.
Hal itu disebabkan karena hubungan antara migrasi dan proses pembnagunan yang terjadi dalam suatu Negara atau daerah saling terkait. Umumnya migrasi penduduk mengarah pada wilayah yang subur pembanguna ekonominya, karena faktor ekonomi sangat kental mempengaruhi orang untuk pindah. Hal ini dipertegas lagi oleh Tommy Firman (1994), bahwa migrasi sebenarnya merupakan suatu reaksi atas kesempatan ekonomi pada suatu wilayah. Pola migrasi di negara-negara yang telah berkembang biasanya sangat rumit (kompleks) menggambarkan kesempatan ekonomi yang lebih seimbang dan saling ketergantungan antar wilayah di dalamnya.
Di Indonesia dengan alasan pemerataan penyebaran penduduk dan peningkatan pembangunan daerah serta peningkatan kualitas hidup penduduk maka migrasi ini disusun dalam suatu kegiatan yang terprogram dan terencana yang dinamakan transmigrasi. Jabbar dan Rofiq Ahmad (1993) menguraikan tentang transmigrasi dari zaman kolonisasi sampai dengan transmigrasi yang berorientasi ekonomi.
I.2 Rumusan masalah
? 1.2.1 Apakah Pengertian Migrasi?? 1.2.2 Bagaimana Sejarah Singkat Migrasi di Indonesia?? 1.2.3 Apa Saja Jenis-jenis Migrasi?? 1.2.4 Faktor-Faktor Apa Sajakah yang Mempengarauhi Terjadinya Migrasi
I.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui Pengertian Migrasi 1.3.2 Mengetahui dan Memahami Sejarah Singkat Migrasi 1.3.3 Mengetahui Jenis-Jenis Migrasi 1.3.4 Mengetahui Faktor Faktor yang Mempengaruhi Migrasi
BAB II : Pembahasan Dan Tinjauan Teori
II.1 Pengertian Menurut Para Ahli
Menurut (Martin 2003): menyatakan migrasi adalah perpindahan penduduk dari satu daerah ke daerah lain, yang terjadi karena adanya perbedaan kondisi kedua daerah tersebut. Perbedaan terbesar yang mendorong terjadinya migrasi adalah kondisi ekonomi dan non ekonomi.
Menurut (Tjiptoherijanto, 2000) : Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan dengan kedua daerah tersebut. Tujuan utama migrasi adalah meningkatkan taraf hidup migran dan keluarganya, sehingga umumnya mereka mencari pekerjaan yang dapat memberikan pendapatan dan status sosial yang lebih tinggi di daerah tujuan
Menurut Osaki (2003) migrasi penduduk terjadi karena adanya keperluantenaga kerja yang bersifat hakiki (intrinsic labor demand) pada masyarakatindustri modern. Pernyataan ini merupakan salah satu aliran yang menganalisis keinginan seseorang melakukan migrasi yang disebut dengan dual labor market theory. Menurut aliran ini, migrasi terjadi karena adanya keperluan tenaga kerja tertentu pada daerah atau negara yang telah maju. Oleh karena itu migrasi bukan hanya terjadi karena push factors yang ada pada daerah asal tetapi juga adanyapull factors pada daerah tujuan.Menurut Todaro (1998) migrasi internal sebagai proses alamiah yangmenyalurkan surplus tenaga kerja di daerah pedesaan ke sektor industri modern di kota yang daya serap tenaga kerjanya lebih tinggi. Proses ini dipandang positif secara sosial, karena memungkinkan berlangsungnya suatu pergeseran sumberdaya manusia dari lokasi yang produk marjinal sosialnya nol ke lokasi yang produk marjinal sosialnya bukan hanya positif tetapi juga akan terus meningkat sehubungan dengan adanya akumulasi modal dan kemajuan teknologi.
II.2 Konsep Dasar
Konsep migrasi menurut perserikatan berbangsa-bangsa ini sejalan dengan
pendapat Lee (1996, 5a) yang memberikan rumusan tentang migrasi adalah
perubahan tempat tinggal secara permanen. Konsep migrasi yang digunakan
dalam sensus 1971 sama dengan sensus 1980. Migrasi adalah perpindahan
seseorang melewati batas provinsi menuju provinsi lain dalam jangka waktu 6
bulan atau lebih. Hampir semua migrasi berkaitan dengan ruang dan waktu,
mengenai keterkaitan antara ruang dan waktu ini, para ahli dihadapkan kepada
suatu kesulitan untuk menetapkannya. Sehingga definisi terhadap migrasi oleh
beberapa ahli sering dirasa adanya kurang-tepatan. Berangkat dari masalah
tersebut, sebagaimana dikemukakan oleh Elspeth Young mengatakan: beberapa
penulis mengusulkan agar migrasi dianggap bagian dari suatu rangkaian kesatuan
yang meliputi semua jenis perpindahan penduduk, yaitu mulai dari melaju sampai
pindah tempat untuk jangka panjang yang digambarkan sebagai mobilitas
penduduk. Menurut Mantra mobilitas penduduk dapat dibagi menjadi dua bentuk
yaitu mobilitas permanen atau migrasi dan mobilitas non permanen atau mobilitas
sirkuler. Migrasi adalah perpindahan penduduk dari suatu wilayah lain dengan
maksud menetap di daerah tujuan. Sedangkan mobilitas non permanen ialah
gerakan penduduk dari suatu tempat ke tempat lain dengan tidak ada niatan untuk
menetap di daerah tujuan.
PEMBAHASAN
II.3 Pengertian Migrasi
Migrasi adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap dari suatu
tempat ke tempat lain melewati batas administratif (migrasi internal) atau batas
politik/negara (migrasi internasional). Dengan kata lain, migrasi diartikan sebagai
perpindahan yang relatif permanen dari suatu daerah (negara) ke daerah (negara)
lain. Arus migrasi ini berlangsung sebagai tanggapan terhadap adanya perbedaan
pendapatan antara kota dan desa. Namun, pendapatan yang dimaksud bukanlah
pendapatan aktual, melainkan penghasilah yang diharapkan(expected income).
Kerangka Skematik ini merupakan aplikasi dari model dekskripsi Todaro
mengenai migrasi. Premis dasar yang dianut dalam model ini adalah bahwa para
migran mempertimbangkan dan membandingkan pasar-pasar tenaga kerja yang
tersedia bagi mereka disektor pedesaan dan perkotaan, serta memilih salah
satunya yang dapat memaksimumkan keuntungan yang diharapkan. Besar
kecilnya keuntungan yang mereka harapkan diukur berdasarkan besar kecilnya
selisih antara pendapatan riil dari pekerjaan dikota dan didesa, angka tersebut
merupakan implementasinya terhadap peluang migran untuk mendapatkan
pekerjaan dikota.
ü Sejarah Singkat Migrasi Indonesia
Sejarah migrasi Indonesia hanya dapat dijelaskan dengan memahami sejarah
perkembangan masyarakat secara ekonomi politik. Hal ini mengingat praktek
migrasi yang telah dimulai sejak ribuan tahun lalu di sebuah negeri kepulauan
besar yang disebut Nusantara (sekarang Indonesia) tidak terlepas dan menjadi
bagian dari perkembangan masyarakat. Sama pentingnya dengan upaya untuk
memahami dasar-dasar obyektif (nyata) yang menjadi latar belakang dan motif
pokok terjadinya migrasi di samping aspek lain yang sifatnya sekunder. Seperti
misalnya migrasi awal dalam sejarah Indonesia ditandai dengan kedatangan suku
bangsa asing yang membawa dan memperkenalkan sebuah sistem ekonomi baru
yang didasarkan pada hubungan kepemilikan budak. Dan inilah satu masa yang
menjadi titik mula diawalinya praktek penindasan satu klas terhadap klas yang
lain, di mana satu suku bangsa menjadi klas tuan budak dan kelas yang lain
dipaksa menjadi budak. Dalam perkembangannya kemudian, kedatangan para
pedagang yang memiliki latar belakang Islam baik dari Gujarat, India maupun
Cina telah menimbulkan pertentangan dengan tuan-tuan budak sebagai penguasa
sebelumnya yang berlatar belakang Hindu dan Budha. Semakin berkembangnya
perdagangan dan masuknya Islam ke Nusantara menandai peralihan ke zaman
Feodalisme, ditandai dengan berkembangnya pertanian dan lahirnya kaum tani.
Kedatangan kolonialisme asing khususnya Belanda telah membawa beberapa
perubahan dalam sendi feodalisme, namun tidak menghancurkannya secara
keseluruhan, tetapi justru menjadikannya basis atau dasar susunan ekonomi
kolonial. Kolonialisme bekerjasama dengan kekuatan feodal lokal menjalankan
penindasan yang paling keji dan vulgar terhadap rakyat Indonesia, dan pada masa
tersebut kebijakan dan praktek migrasi benar-benar sepenuhnya melayani
kepentingan ekonomi politik penguasa kolonial. Berakhirnya kolonialisme
langsung pada tahun 1945 tidak menjadikan Indonesia sebagai negeri yang sama
sekali bebas dari kolonialisme. Hasil-hasil perjuangan rakyat pada periode
revolusi kemerdekaan 1945 – 1950 telah dirampas kembali dengan
ditandatanganinya KMB dan meletakkan Indonesia kembali dalam dominasi asing
khususnya Amerika Serikat (AS). Naiknya Soeharto sebagai presiden melalui
kudeta berdarah 1965 dengan didukung AS, semakin memperkuat dominasi asing
di Indonesia. Selama 30 tahun lebih masa kekuasaan Soeharto, praktek migrasi
semakin berkembang luas. Transmigrasi dan migrasi ke luar negeri telah dijadikan
paket kebijakan andalan untuk mobilisasi (pengerahan) tenaga kerja murah dan
sumber pendapatan negara non migas serta bertujuan mengurangi frustasi di
kalangan penguasa yang semakin terbukti tidak memiliki kemampuan
memecahkan masalah pengangguran.
ü PRA KOLONIAL
Sejarah Indonesia sebelum masuknya kolonialisme asing terutama Eropa, adalah
sejarah migrasi yang memiliki karakter atau sifat utama berupa perang dan
penaklukan satu suku
bangsa atau bangsa terhadap suku bangsa atau bangsa lainnya. Pada periode yang
kita kenal sebagai zaman pra sejarah, maka dapat diketemukan bahwa wilayah
yang saat ini kita sebut sebagai Indonesia, telah menjadi tujuan migrasi suku
bangsa yang berasal dari wilayah lain. 2000 atau 3000 sebelum Masehi, suku
bangsa Mohn Kmer dari daratan Tiongkok bermigrasi di Indonesia karena
terdesaknya posisi mereka akibat berkecamuknya perang antar suku. Kedatangan
mereka dalam rangka mendapatkan wilayah baru, dan hal tersebut berarti mereka
harus menaklukan suku bangsa lain yang telah berdiam lebih dulu di Indonesia.
Karena mereka memiliki tingkat kebudayaan yang lebih tinggi berupa alat kerja
dan perkakas produksi serta perang yang lebih maju, maka upaya penaklukan
berjalan dengan lancar. Selain menguasai wilayah baru, mereka juga menjadikan
suku bangsa yang dikalahkannya sebagai budak.
Pada perkembangannya, bangsa-bangsa lain yang lebih maju peradabannya,
datang ke Indonesia, mula-mula sebagai tempat persinggahan dalam perjalanan
dagang mereka, dan kemudian berkembang menjadi upaya yang lebih
terorganisasi untuk penguasaan wilayah, hasil bumi maupun jalur perdagangan.
Seperti misalnya kedatangan suku bangsa Dravida dari daratan India -yang sedang
mengalami puncak kejayaan masa perbudakan di negeri asalnya- , berhasil
mendirikan kekuasaan di beberapa tempat seperti Sumatra dan Kalimantan.
Mereka memperkenalkan pengorganisasian kekuasaan dan politik secara lebih
terpusat dalam bentuk berdirinya kerajaan kerajaan Hindu dan Budha. Berdirinya
kerajaan-kerajaan tersebut juga menandai zaman keemasan dari masa kepemilikan
budak di Nusantara yang puncaknya terjadi pada periode kekuasaan kerajaan
Majapahit. Seiring dengan perkembangan perdagangan, maka juga terjadi
emigrasi dari para saudagar dan pedagang dari daratan Arab yang kemudian
mendirikan kerajaan-kerajaan Islam baru di daerah pesisir pantai untuk melakukan
penguasaan atas bandar-bandar perdagangan. Berdirinya kerajaan Islam telah
mendesak kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha ke daerah pedalaman, dan mulai
memperkenalkan sistem bercocok tanam atau pertanian yang lebih maju dari
sebelumnya berupa pembangunan irigasi dan perbaikan teknik pertanian,
menandai mulai berkembangnya zaman feudalisme. Pendatang dari Cina juga
banyak berdatangan terutama dengan maksud mengembangkan perdagangan
seperti misalnya ekspedisi kapal dagang Cina di bawah pimpinan Laksamana
Ceng Hong yang mendarat di Semarang. Pada masa ini juga sudah berlangsung
migrasi orang-orang Jawa ke semenanjung Malaya yang singgah di Malaysia dan
Singapura untuk bekerja sementara waktu guna mengumpulkan uang agar bisa
melanjutkan perjalanan ke Mekah dalam rangka ziarah agama. Demikian juga
orang-orang di pulau Sangir Talaud yang bermigrasi ke Mindano (Pilipina
Selatan) karena letaknya yang sangat dekat secara geografis.
Dari catatan sejarah yang sangat ringkas tersebut, maka kita dapat menemukan
beberapa ciri dari gerakan migrasi awal yang berlangsung di masa-masa tersebut.
Pertama, wilayah Nusantara menjadi tujuan migrasi besar-besaran dari berbagai
suku bangsa lain di luar wilayah nusantara. Sekalipun pada saat itu belum dikenal
batas-batas negara, tetapi sudah terdapat migrasi yang bersifat internasional
mengingat suku-suku bangsa pendatang berasal dari daerah yang sangat jauh
letaknya. Kedua, motif atau alasan terjadinya migrasi pertama-tama adalah
ekonomi (pencarian wilayah baru untuk tinggal dan hidup, penguasaan sumber-
sumber ekonomi dan jalur perdagangan) dan realisasi hal tersebut menuntut
adanya kekuasaan politik dan penyebaran kebudayaan pendukung. Ketiga, proses
migrasi tersebut ditandai dengan berlangsungnya perang dan penaklukan, cara-
cara yang paling vulgar dalam sejarah umat manusia. Keempat, migrasi juga telah
mendorong perkembangan sistem yang lebih maju dari masa sebelumnya seperti
pengenalan organisasi kekuasaan yang menjadi cikal bakal negara (state) dan juga
sistem pertanian.
ü PERIODE KOLONIAL
Pada masa kolonialisme, proses migrasi yang berlangsung sepenuhnya di kontrol
oleh kebijakan dan kekuasaan kolonial. Sebagai contoh, pada masa awal
kolonialisme, VOC banyak mendatangkan orang-orang dari Cina untuk menjadi
pembantu perdagangan maupun mengelola pertanian di Batavia dan gelombang
kedatangan mereka telah membentuk perkampungan Cina di Batavia. Pada
perkembangan berikutnya, jumlah orang Cina yang bermigrasi ke Indonesia
mengalami peningkatan pesat ketika dibukanya perkebunan-perkebunan asing
baik di Jawa maupun Sumatra Timur pada akhir tahun 1900 an di mana sebagian
besar dari mereka dijadikan buruh perkebunan. Demikian juga pada abad 18 dan
19, kolonialisme Belanda melakukan ekspor manusia dari Manggarai NTT ke
negara-negara Eropa sebagai budak.
Pada masa iru, orang Jawa menjadi sasaran utama dari kebijakan migrasi
kolonialisme Belanda. Setelah berakhirnya perang Jawa (1825-1830), pemerintah
kolonial Belanda berkepentingan untuk membuka sumber-sumber ekonomi di luar
Jawa, termasuk dalam rangka mengembangkan kekuasaannya secara lebih besar
di pulau-pulau besar seperti Sumatera, Jawa, Kalimantan untuk mengantisipasi
persaingan dengan negara-negara kolonial lainnya. Atas dasar itulah, maka orang
Jawa banyak dikirim ke luar Jawa untuk diperkerjakan di tempat-tempat yang
kaya dengan sumber alam. Pada kurun waktu yang hampir sama, orang Jawa dan
Sumatra juga semakin banyak yang migrasi ke Semenanjung Malaya (sekarang
Malaysia dan Singapura) mengingat kolonialisme Inggris yang berkuasa memang
sengaja membuka selebar-lebarnya arus migrasi dari Sumatra dan Jawa, pertama-
tama untuk mengatasi masalah kekurangan tenaga kerja sebagai akibat masih
sedkitnya populasi manusia di kedua negara tersebut.
Bahkan pada akhir abad ke 19, dengan dibukanya perkebunan-perkebunan baru di
Sumatra Timur, pemerintah kolonial Belanda mengirim ribuan orang Jawa ke
Sumatra untuk diperkerjakan sebagai buruh di perkebunan seperti perkebunan
tembakau maupun juga pabrik gula. Ekspor orang Jawa ternyata tidak hanya ke
Sumatra Timur tetapi juga ke Suriname, Kaledonia Baru dan juga Vietnam.
Pemerintah kolonial Belanda menutupi praktek ekspor manusia ini dengan
bungkus program Politik Etis atau Balas Budi yang mereka sebarluaskan akan
meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Perluasan perkebunan yang sangat
cepat, dan berdirinya pabrik pengolahan hasil perkebunan, telah menyebabkan
meningkatnya kebutuhan tenaga kerja. Jumlah buruh perkebunan dari Jawa
ternyata belum mencukupi sehingga pemerintah kolonial Belanda pada saat yang
bersamaan juga mendatangkan tenaga kerja dari Cina. Kehidupan buruh
perkebunan sangatlah berat dan menderita disebabkan oleh rendahnya upah dan
buruknya kondisi kerja. Bahkan seringkali mereka tidak dibayar karena uang gaji
mereka dirampas oleh para mandor, dan kekurangan bahan makanan dan pakaian
menjadi pemandangan umum yang dapat dilihat di perkebunan-perkebunan masa
itu. Para buruh yang tidak tahan atas beratnya penderitaan banyak yang melarikan
diri, namun kemudian mereka akan mendapatkan siksaan yang berat ketika
berhasil ditemukan atau ditangkap. Hal ini menjadi legal karena pemerintah
kolonial Belanda menerbitkan Koelie Ordonantie yang memberikan hak secara
legal kepada para pemilik perkebunan untuk memberikan hukuman kepada para
buruhnya yang membangkang atau melawan. Perempuan Jawa dan Cina pada
waktu itu juga banyak yang diperdagangkan, dipaksa menjadi pelacur di wilayah
perkebunan dan ada yang menjadi wanita simpanan para mandor dan pegawai
perkebunan yang berkebangsaan Belanda. Pemerintah kolonial juga menggunakan
migrasi sebagai jalan keluar untuk menyalurkan keresahan sosial sebagai akibat
dari penghisapan ekonomi dan tekanan penduduk di banyak daerah pedesaan di
Jawa dengan cara memindahkan mereka ke pulau-pulau luar Jawa.
Catatan penting pada masa kolonial bahwa migrasi yang berlangsung pada waktu
itu sepenuhnya didominasi oleh kebijakan kolonial yang diabdikan untuk
kepentingan negeri kolonial. Terutama dalam hal pengerahan atau mobilisasi
tenaga kerja murah ke tempat-tempat di mana sumber keuntungan kolonial
berada, dan pada saat yang bersamaan telah membawa jutaan manusia dari
berbagai asal usul etnis dan bangsa ke dalam situasi penderitaan yang sangat
berat.
ü PASKA KOLONIAL – SEKARANG
Sekalipun Indonesia telah menjadi sebuah negeri merdeka dan berdiri sendiri
semenjak 17 Agustus 1945, namun keadaan ekonomi, politik dan kebudayaan
tidak mengalami perubahan secara mendasar. Pada kenyataannya, ekonomi
Indonesia masih tetap di bawah dominasi ekonomi kolonial sekalipun tidak secara
langsung. Imperialisme (kapitalisme monopoli asing) khususnya Amerika Serikat
masih menjadi pihak yang mendominasi Indonesia dalam berbagai aspek
khususnya ekonomi. Pada masa Soeharto, Indonesia menjadi sasaran empuk
imperialisme asing (AS, Inggris, Jepang) sehingga posisinya tidak lebih sebagai
penyedia bahan mentah karena kekayaan alamnya, sumber buruh murah sekaligus
pasar yang menggiurkan mengingat penduduknya yang melimpah.
Dampaknya, ekonomi Indonesia tidak berkembang ke arah yang lebih maju dan
tidak memiliki dasar-dasar untuk memberikan jaminan bagi kesejahteraan
rakyatnya. Karena pembangunan Indonesia sangat tergantung pada modal asing
baik berupa bantuan maupun hutang, dan pada saat yang bersamaan sumber
kekayaan alam dikuasai perusahaan asing, maka tidak pernah ada upaya untuk
membangun industri nasional yang kuat. Negara-negara industri maju tidak
pernah mengijinkan tumbuhnya industri yang kuat di Indonesia. Hal itu akan
membuat mereka memiliki pesaing dari dalam negeri dan barang-barang produksi
mereka tidak akan laku karena Indonesia bisa memproduksi sendiri. Akibatnya
kemudian adalah sedikitnya jumlah pabrik yang didirikan dan ini membuat
ketidaksanggupan sektor industri membuka lapangan pekerjaan dan menyerap
angkatan kerja yang sangat melimpah. Inilah yang membuat mengapa tingkat
pengangguran di Indonesia selalu berada di angka yang sangat tinggi. Demikian
pula pembangunan pabrik-pabrik hanya terpusat di beberapa kota besar seperti
Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan dan Makasar sehingga
mengakibatkan munculnya pola migrasi pertama yang sering dikenal dengan
urbanisasi. Laju urbanisasi bertambah parah ketika pengangguran di pedesaan
menggelembung dan menjadi tidak terkendali. Namun karena meningkatnya laju
urbanisasi tidak disertai dengan kemampuan kota menyerap tenaga kerja maka
pengangguran semakin tidak terpecahkan.
Sementara pengusaha-pengusaha besar dalam negeri maupun juga asing semakin
aktif dan agresif untuk membuka usaha ekonomi di luar Jawa yang kaya dengan
sumber alam dan memiliki jutaan hektar tanah yang masih belum produktif. Maka
banyak perusahaan besar tersebut dengan bantuan negara membuka perkebunan-
perkebunan besar di luar Jawa terutama untuk ditanami tanaman komoditi ekspor
seperti Sawit, Karet, Kakao dan sebagainya. Perkembangan tersebut seperti juga
yang terjadi di masa kolonial, telah meningkatkan kebutuhan akan tenaga kerja.
Hal inilah yang telah mendorong pemerintah atas persekongkolan dengan para
pengusaha, meluncurkan program transmigrasi dengan alasan kepadatan
penduduk, tetapi sebenarnya adalah upaya memobilisasi tenaga kerja murah dari
Jawa untuk membuka hutan di luar jawa agar dapat digunakan sebagai
perkebunan oleh para pengusaha. Dan kemudian dibungkus dan ditutup-tutupi
dengan skema atau pola kemitraan antara pengusaha dan petani seperti pola Inti
dan Plasma.
Keterbelakangan ekonomi juga terjadi di pedesaan yang merupakan tempat di
mana mayoritas rakyat Indonesia berada. Pengangguran juga meluas di pedesaan
sebagai akibat sempitnya lapangan pekerjaan. Di desa yang menumpukkan
ekonominya pada pertanian, mayoritas kaum tani adalah kaum tani yang tidak
bertanah. Kalaupun ada yang memiliki tanah, maka dalam jumlah yang sangat
terbatas sehingga hasilnya tidak mencukupi kebutuhan hidup keluarganya.
Keadaan ini terjadi karena tanah-tanah yang ada di desa rata-rata dikuasai oleh
tuan tanah besar, tani kaya dan orang kaya desa lainnya. Sehingga sedikit sekali
kaum tani yang dapat memanfaatkan tanah bagi kehidupan mereka. Inilah yang
menyebabkan kenapa kemiskinan begitu luas di pedesaan. Program land reform
yang sangat penting bagi kaum tani sampai sekarang belum pernah dijalankan.
Kemiskinan di pedesaan inilah yang menjadi salah satu sebab utama mengapa
banyak penduduk desa terutama yang berusia muda melakukan migrasi baik ke
kota-kota besar bahkan migrasi internasional ke negeri-negeri lain sebagai buruh
migran.
ada masa pemerintahan Soeharto, laju migrasi internasional meningkat pesat.
Artinya, semakin banyak orang terutama perempuan dan berasal dari keluarga tani
miskin di desa yang menjadi buruh migran di negeri lain seperti Malaysia, Arab
Saudi, Kuwait, Singapura, Taiwan, Hongkong, Jepang, Korea dan sebagainya.
Pada prakteknya, para buruh migran mengalami penderitaan dan penindasan
semenjak direkrut oleh calo, penyalur atau agen, saat berada di penampungan,
selama bekerja di luar negeri dan sesampainya kembali di Indonesia. Masih
berlakunya ekonomi kolonial di Indonesia telah membuat angkatan kerja yang ada
memiliki tingkat pendidikan dan kecakapan yang sangat rendah. Dengan keadaan
seperti itu, maka bisa dipastikan bahwa sebagian besar buruh migran Indonesia
hanya mengisi jenis pekerjaan dengan tingkat ketrampilan rendah dan upah yang
sangat murah seperti misalnya pembantu rumah tangga. Pemerintah yang telah
menjadi frustasi karena tidak mampu memecahkan masalah pengangguran lantas
menjadikan ekspor manusia sebagai andalan. Pemerintah beranggapan bahwa
buruh migran menjadi salah satu pemecahan masalah penyediaan lapangan
pekerjaan dan pada saat yang sama peningkatan pendapatan negara.
Sesungguhnya mengapa pemerintah sangat bersemangat menggalakkan ekspor
buruh migran, salah satunya karena merupakan ladang emas bagi para aparatusnya
yang korup.
Sebagai akibat berlakunya ekonomi kolonial, maka terjadi perkembangan
ekonomi yang tidak merata : antara desa dengan kota, antar daerah dalam satu
propinsi, antar propinsi, antara pulau Jawa dengan luar Pulau Jawa. Di daerah-
daerah yang ekonominya lebih terbelakang terdapat surplus (jumlah berlebih)
tenaga kerja yang lebih besar dan tingkat pengangguran yang lebih tinggi. Hal ini
mendorong penduduk untuk melakukan migrasi guna mencari pekerjaan termasuk
dengan bekerja di luar negeri, baik secara resmi maupun tidak resmi. NTT, NTB,
dan Kalbar menjadi contoh konkret dari keadaan tersebut, di mana dengan tingkat
perkembangan ekonomi yang sangat lambat, ketiga propinsi tersebut menjadi
penyumbang besar bagi buruh migran yang bekerja di luar negeri.
Dengan demikian menjadi jelas bahwa paska kolonial sekalipun, tidak terdapat
apa yang disebut sebagai migrasi sukarela (voluntary migration). Penduduk
melakukan migrasi internasional karena mereka adalah angkatan kerja yang
terlantar sehingga tidak memiliki kesempatan terlibat dalam proses produksi.
Pengangguran dan kemiskinan yang merupakan ciri utama dari negeri yang
didominasi oleh ekonomi kolonial dan sisa-sisa feudalisme yang meluas di
pedesaan, merupakan sebab-sebab utama dari terjadinya migrasi.
Jenis-jenis Migrasi
a) Migrasi Nasional : Urbanisasi, Trasmigrasi, Ruralisasi
Migrasi Nasional atau Internal, yaitu perpindahan penduduk di dalam satu negara.
Transmigrasi
Transmigrasi (Latin: trans - seberang, migrare - pindah) adalah suatu
program yang dibuat oleh pemerintah Indonesia untuk memindahkan
penduduk dari suatu daerah yang padat penduduk (kota) ke daerah lain
(desa) di dalam wilayah Indonesia. Penduduk yang melakukan
transmigrasi disebut transmigran.
Urbanisasi
Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota. Urbanisasi
adalah masalah yang cukup serius bagi kita semua. Persebaran penduduk
yang tidak merata antara desa dengan kota akan menimbulkan berbagai
permasalahan kehidupan sosial kemasyarakatan. Jumlah peningkatan
penduduk kota yang signifikan tanpa didukung dan diimbangi dengan
jumlah lapangan pekerjaan, fasilitas umum, aparat penegak hukum,
perumahan, penyediaan pangan, dan lain sebagainya tentu adalah suatu
masalah yang harus segera dicarikan jalan keluarnya.
Ruralisasi
Ruralisasi adalah kebalikan dari urbanisasi, yaitu perpindahan penduduk
dari kota ke desa. Ruralisasi pada umumnya banyak dilakukan oleh
mereka yang dulu pernah melakukan urbanisasi, namun banyak juga
pelaku ruralisasi yang merupakan orang kota asli.
Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Migrasi
a. Faktor ekonomi
Faktor ekonomi merupakan faktor utama yang meyumbang kepada berlakunya
proses migrasi ini. Kedudukan ekonomi yang mantap dan kukuh menyebabkan
wujudnya banyak sektor-sektor pertanian, pembinaan dan perkilangan, sekaligus
membuka peluang kepada rakyat sesebuah negara termasuk juga golongan
pendatang yang datang khususnya untuk mencari rezeki di negara orang.
b. Taraf ekonomi yang rendah di negara sendiri.
Bagi negara Malaysia khususnya, kemakmuran ekonomi seringkali dijadikan
alasan untuk menjelaskan mengapa negara ini menarik perhatian ramai rakyat
Indonesia dan Bangladesh malah termasuk juga negara-negara yang mengalami
taraf ekonomi yang gawat.
c. Faktor sosiobudaya
Sebenarnya faktor sosiobudaya juga memainkan peranan utama menyebabkan
pendatang Indonesia semakin bertambah dari hari ke hari ke negara kita. Bahkan
boleh dikatakan faktor sosiobudaya ini memainkan peranan yang sama pentingnya
dengan faktor ekonomi, mennjadi daya tarikan kepada pendatang Indonesia ini.
d. Faktor kestabilan politik
Kestabilan politik sesebuah negara memainkan peranan yang penting dan berkait
rapat dengan ekonomi negara dan proses migrasi antarabangsa. Sebuah negara
yang aman dan makmur secara tidak langsung dapat mengelakkan berlakunya
migrasi penduduk negara tersebut ke negara lain, sebaliknya menyebabkan
penduduk negara lain berhijrah ke negara tersebut.
ü Faktor Pendorong dan Penarik Migrasi
Pada dasarnya ada dua pengelompokan faktor-faktor yang menyebabkan
seseorang melakukan migrasi, yaitu faktor pendorong (push factor) dan faktor
penarik (pull factor).
Faktor-faktor pendorong (push factor) antara lain adalah:
Makin berkurangnya sumber-sumber kehidupan seperti menurunnya daya
dukung lingkungan, menurunnya permintaan atas barang-barang tertentu
yang bahan bakunya makin susah diperoleh seperti hasil tambang, kayu,
atau bahan dari pertanian.
Menyempitnya lapangan pekerjaan di tempat asal (misalnya tanah untuk
pertanian di wilayah perdesaan yang makin menyempit).
Adanya tekanan-tekanan seperti politik, agama, dan suku, sehingga
mengganggu hak asasi penduduk di daerah asal.
Alasan pendidikan, pekerjaan atau perkawinan.
Bencana alam seperti banjir, kebakaran, gempa bumi, tsunami, musim
kemarau panjang atau adanya wabah penyakit.
Faktor-faktor penarik (pull factor) antara lain adalah:
Adanya harapan akan memperoleh kesempatan untuk memperbaikan taraf
hidup.
Adanya kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik.
Keadaan lingkungan dan keadaan hidup yang menyenangkan, misalnya
iklim, perumahan, sekolah dan fasilitas-fasilitas publik lainnya.
Adanya aktivitas-aktivitas di kota besar, tempat-tempat hiburan, pusat
kebudayaan sebagai daya tarik bagi orang-orang daerah lain untuk
bermukim di kota besar.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Migrasi merupakan suatu dinamika yang menarik untuk terus dikaji dengan
berbagai pendekatan yang terus dikembangkan untuk memperoleh data yang lebih
akurat mengenai jumlah determinan migrasi yang terus meningkat. Pada
umumnya migrasi di kembangkan di Indonesia karena factor ekonomi. Jumlah
penduduk yang semakin meningkat di kota-kota besar yang tidak di iringi dengan
tersedianya lapangan pekerjaan yang memadai membuat pemerintah harus
membuat sutu program yang terencana dan terstruktur dengan baik, seperti
transmigrasi untuk memperkecil kesenjangan ekonomi dan meratakan jumlah
penduduk ke semua wilayah yang produktif sehingga masyarakat bisa
melanjutkan hidup dengan baik dan berkecukupan.
3.2 Saran
Migrasi terjadi karena adanya ledakan penduduk yang cepat dan terus menerus
sehingga membuat pemerintah harus mengambil kebijakan. Olehnya itu warga
Negara sebaiknya menekan jumlah produktivitas anak. Jika program ini harus
teerus menerus berlangsung, ada baiknya juga agar pemerintah lebih
meningkatkan lagi perencaaan yang baik bagi berlangsungnya program
pemerataan penduduk ini agar transmigran bisa ditempatkan pada wilayah yang
layak dan potensial.
DAFTAR PUSAKA
1. http://id.wikipedia.org/wiki/Migrasi_manusia ( sumber internet )2. Prof. Selo Soemarjan. Migrasi,kolonisasi,perubahan sosial ( sumber buku )3. http://id.wikipedia.org/wiki/Imigrasi ( sumber internet )4. http://imwuinhk.multiply.com/reviews/item/28?&show_interstitial=1&u=
%2Freviews%2Fitem ( sumber internet )