Demam Reumatik
-
Upload
shanty-manek -
Category
Documents
-
view
17 -
download
4
description
Transcript of Demam Reumatik
Demam Reumatik
Definisi: sindrom klinis sebagai akibat infeksi beta-streptoccocus hemolyticus grup A, dengan
satu atau lebih gejala mayor yaitu poliartritis migrans akut, karditis, korea minor, nodul
subkutan, dan eritema marginatum.
Insidensi:
Etiologi dan Faktor Predisposisi:
Penyakit ini sangat erat berhubungan dengan infeksi saluran pernapas bagian atas (ISPA) oleh
beta-Streptococcus hemolyticus golongan A. Hubungan etiologis antara kuman Streptococcus
dengan demam reumatik diketahui dari data sebagai berikut.
1. Pada sebagian besar kasus demam reumatik akut tedapat peninggian kadar antibody
terhadap Streptococcus atau dapat diisolasi kuman beta-Streptoccocus hemolyticus grup A
atau keduanya.
2. Insidens demam reumatik yang tinggi biasanya bersamaan dengan insidens infeksi oleh
beta-Streptoccocus hemolyticus grup A yang tinggi pula. Kira-kira 3% penderita ISPA oleh
kuman tersebut akan mengalami komplikasi demam reumatik atau penyakit jantung
reumatik. Hal ini diamati pada masyarakat tertutup seperti asrama tentara.Di masyarakat
diperkirakan sekitar 0,3% dari penderita ISPA oleh beta-Streptococcus hemolyticus group A
akan menderita demam reumatik atau penyakit jantung reumatik. Sebaliknya insidens
demam reumatik akan menurun bila infeksi kuman tersebut pada suatu golongan penduduk
diobati dengan baik.
3. Serangan ulang demam reumatik akan sangat menurun bila penderita mendapat pencegahan
teratur dengan antibiotika.
Faktor-faktor predisposisi yang berpengaruh pada timbulnya demam reumatik dan penyakit
jantung reumatik terdapat pada individunya sendiri serta pada keadaan lingkungan.
1. Faktor-faktor pada individu:
a. Faktor Genetik
Banyak demam rematik/ penyakit jantung reumatik yang terjadi pada satu keluarga
maupun anak-anak kembar. Meskipun pengetahuan tentang faktor genetik ini tidak
lengkap,namun pada umumnya disetujui bahwa ada faktor keturunan pada demam
reumatik ini, sedangkan cara penurunannya belum dapat dipastikan.
b. Jenis Kelamin
Dahulu sering dinyatakan bahwa demam reumatik lebih sering didapatkan pada wanita
dibandingkan dengan anak laki-laki.Tetapi sebagian besar data menunjukkan tidak ada
perbedaan jenis kelami, meskipun manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan
pada salah satu jenis kelamin. Misalnya gejala korea jauh lebih sering ditemukan pada
wanita dari pada laki-laki.
c. Golongan etnik dan ras
Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun ulangan demam
reumatik lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam dibandingkan dengan orang
kulit putih.
d. Umur
Umur menjadi faktor predisposisi terpenting pada timbulnya demam reumatik. Penyakit
ini paling sering mengenai anak berumur antara 5-15 tahun dengan puncak umur sekitar
8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada anaki antara umur 3-5 tahun dan sangat jarang
sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi umur ini dikatakan
sesuai dengan insidens infeksi streptococcus pada anak usia sekolah. Namun Markowitz
menemukan bahwa 40% penderita infeksi Streptococcus adalah mereka yang berumur
antara 2-6 tahun. Mereka ini justru jarang menderita demam reumatik. Mungkin
diperlukan infeksi berulang-ulang sebelum dapat timbul demam reumatik.
e. Keadaan gizi dan lain-lain
Keadaan gizi anak serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan apakah
merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya demam reumatik. Hanya sudah
diketahui bahwa penderita anemia sel sabit jarang yang menderita demam reumatik.
2. Faktor-faktor Lingkungan
a. Keadaan sosial ekonomi
Keadaan sosial ekonomi yang buruk merupakan faktor lingkungan yang terpenting
sebagai predisposisi terjadinya demam reumatik. Termasuk di dalamnya adalag sanitasi
lingkungan yang buruk, rumah-rumah dengan penghuni padat, dan rendahnya
pendidikan sehingga pengertian untuk segera mengobati anak yang menderita sakit
sangat kurang, serta pendapatan yang brendah sehingga biaya untuk perawatan
kesehatan kurang, dan lain-lain.
b. Iklim dan Geografi
Demam reumatik adalah penyakit kosmopolit. Penyakit ini terbanyak didapatkan di
daerah beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini menunjukkan bahwa daerah tropis
pun mempunyai insidens yang tinggi.
c. Cuaca
Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi saluran nafas
bagian atas meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga meningkat.
Patogenesis
Para ahli sependapat bahwa demam reumatik termasuk dalam penyakit autoimun.
Streptococcus diketahui dapat menghasilkan tidak kurang dari 20 produk ekstrasel; yang
terpenting di antaranya ialah streptolisin O, streptolisin S, hialuronidase, streptokinase,
difosforidin nukleotidase, deoksiribonuklease serta streptococcal erythrogenic toxin. Produk-
produk tersebut merangsang timbulnya antibodi. Demam reumatik diduga merupakan akibat
kepekaan tubuh yang berlebihan terhadap beberapa produk ini. Kaplan mengemukakan hipotesis
tentang adanya reaksi silang antibody terhadap Streptococcus dengan otot jantung yang
mempunyai susunan antigen mirip antigen streptococcus. Hal inilah yang menyebabkan reaksi
autoimun.
Pada penderita yang sembuh dari infeksi Streptococcus, terdapat kira-kira 20 sistem
antigen-antibodi. Beberapa di antaranya menetap lebih lama dari yang lain. Anti DNA-ase
misalnya dapat menetap beberapa bulan dan berguna untuk penelitian terhadap penderita yang
menunjukkan gejala korea sebagai manifestasi tunggal demam reumatik, saat kadar antibodi
lainnya sudah normal kembali. Anti-streptolisin titer O (ASTO) merupakan antibody yan paling
dikenal dan paling sering digunakan sebagai indaikator terdapatnya infeksi Streptococcus.
Sebanyak 80% penderita demam reumatik menunjukkan kenaikan titer ASTO ini.
Gambaran Klinis
Perjalanan klinis penyakit demam reumati dapat dibagi dalam 4 stadium.
Stadium I
Stadium ini berupa infeksi saluran nafas bagian atas oleh kuman beta-Streptococcus hemolyticus
grup A. Keluhan biasanya berupa demam, batuk, rasa sakit waktu menelan, tidak jarang disertai
mntah dan bahkan pada anak kecil dapat terjadi diare. Pada pemeriksaan fisis sering didapatkan
eksudat di tonsil yang menyertai tanda-tanda peradangan lainnya. Kelenjar getah bening
submandibular seringkali membesar. Infeksi ini biasanya berlangsung 2-4 hari dan dapat sembuh
sendiri tanpa pengobatan. Para peneliti mencatat 50-90% riwayat infeksi saluran nafasbagian atas
pada penderita demam reumatik yang biasa terjadi 10-14 hari sebelum manifestasi pertama
demam reumatik.
Stadium II
Stadium ini disebut periode laten, dimana merupakan masa antara infeksi Streptococcus dengan
permulaan gejala demam reumatik. Biasanya periode ini berlangsung 1-3 minggu, kecuali korea
yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian.
Stadium III
Stadium ini merupakan fase akut demam reumatik, saat timbulnya berbagai manifestasi klinis
demam reumatik/ penyakit jantung reumatik. Manifestasi klinis tersebut dapat digolongkan
dalam gejala peradangan umum dan manifestasi spesifikdemam reumatik/ penyakit jantung
reumatik.
Gejala Peradangan Umum
Biasanya penderita mengalami demam yang tidak tinggi tanpa poa tertentu. Anak menjadi lesu,
anoreksia, lekas tersinggung, berat badan tampak menurun. Anak kelihatan pucat karena anemia
akibat tertekannya eritropoesis, bertambahnya volume plasma, serta memendeknya umur
eritrosit. Dapat pula terjadi epistaksis dan bila banyak dapat menambah berat derajat anemia.
Artralgia, rasa sakit disekitar sendi selama beberapa hari/ minggu juga sering didapatkan; rasa
sakit akan bertambah bila anak melakukan latihan fisis. Gejala klinis lain yang dapat timbul ialah
sakit perut, yang kadang-kadang sangat hebat sehingga menyerupai apendisitis akut. Sakit perut
ini akan memberikan respon cepat dengan pemberian salisilat.
Pada pemeriksaan laboratorium akan didapatkan tanda-tanda reaksi peradangan akut berupa
terdapatnya C-reactive protein dan leukositosis serta meningginya laju endap darah. Titer ASTO
meninggi pada kira-kira 80% kasus. Pada pemeriksaan EKG dapat dijumpai pemanjangan
interval P-R (blok AV derajat I).
Sebagian gejala-gejala peradangan umum inipenting untuk diagnosis dan dikelompokkan sebagai
gejala minor.
Manifestasi Spesifik (Gejala Mayor)
1. Artritis
Khas untuk gejala demam reumatik ialah poliartritis migrans akut. Biasanya mengenai
sendi-sendi besar (lutut, pergelangan kaki, siku, pergelangan tangan). Dapat timbul
bersamaan tetapi lebih sering bergantian/ berpindah-pindah. Sendi yang terkena
menunjukkan gejala-gejala radang yang jelas seperti bengkak, merah, panas sekitar sendi,
nyeri dan terjadi gangguan fungsi sendi. Yang menyolok ialah rasa nyerinya yang kelihatan
tidak proporsional dengan kelainan objektif yang ada. Rasa nyeri dapat sedemikian hebat
sehingga terkena selimut pun penderita tidak tahan.Harus dibedakan arthritis ini dengan
growing pain yang sering didapatkan pada anak-anak pra-sekolah. Pada kelainan yang
terakhir ini, anak akan senang bila dipijat, sedangkan pada arthritis karena demam reumatik
disentuh pun anak kesakitan. Kelainan ada tiap sendi akan mengilang sendiri tanpa
pengobatan dalam beberapa hari sampai 1 minggu dan seluruh gejala sendi biasanya hilang
dalam waktu 5 minggu tanpa gejala sisa apa pun. Derajat beratnya kelainan sendi tidak ada
hubungannya dengan gejala karditis. Penderita yang mengalami arthritis hebat biasanya
tidak menderita karditis yang berat dan sebaliknya. Bila arthritis merupakan gejala mayor
tunggal, maka dapat timbul keragu-raguan diagnosis. Perlu observasi beberapa hari untuk
memastikan apakah artritisnya akibat demam reumatik atau bukan.
2. Karditis
Karditis reuma merupakan proses peradangan aktif yang mengenai endokardium,
miokardium, atau pericardium. Bisa salah satu saja yang terkena atau kombinasi dari
ketiganya (pankarditis). Karditis merupakan gejala mayor terpenting karena hanya
karditislah yang dapat menunjukkan gejala sisa, terutama kerusakan katup jantung. Karditis
dapat menyebabkan kematian pada stadium akut (kira-kira pada 1% kasus). Penyembuhan
sempurna dapat terjadi namun tidak jarang menyebabkan kelainan katup yang menetap.
Biasanya ditemukan bising sistol apical yang menjalarke aksila. Ini harus dibedakan dengan
bising inosen dan bising fungsional yang sering terdapat pada anak dan dewasa muda.
Gejala dini karditis ialah rasa lelah, pucat, tidak bergairah, dan anak tampak sakit bisa
sampai beberapa minggu meskipun belum ada gejala-gejala spesifik. Seorang penderita
demam reumatik diatakan menderita karditis bila ditemukan 1 atau lebih tanda-tanda
berikut:
a. Bunyi jantung melemah dengan irama derap diastolik
b. Terdengar bising yang semula tidak ada yaitu berupa bising apikal, bising mid-diastolik
apikal atau bising diastolik basal, atau terdapatnya perubahan intensitas bising yang
semula sudah ada atau bertambahnya bising yang bermakna pada penderita yang tadinya
sudah pernah menderita demam reumak/ penyakit jantung reumatik.
c. Kardiomegali, terutama pembesaran ventrikel kiri pada foto Rontgen dada pada penderita
tanpa demam reumatik sebelumnya atau bertambahnya pembesaran jantung yang nyata
pada penderita yang pernah mengalami penyakit jantung reumatik sebelumnya.
d. Perikarditis yang biasanya diawali dengan rasa nyeri di sekitar umbilicus akibat
penjalaran nyeri bagian tengah diafragma. Tanda-tanda lainnya ialah adanya friction rub,
efusi pericardial, dan kelainan pada EKG.Perikarditis jarang ditemukan sebagai kelainan
tersendiri, biasanya merupakan bagian dari pankarditis.
e. Gagal jantung kongestif pada anak-anak atau dewasa muda tanpa sebab lain.
Gambaran EKG pada demam reumatik/ penyakit jantung reumatik dapat menunjukkan
berbagai kelainan yang sesuai dengan kelainan jantungnya, seperti miokarditis, periarditis,
hipertrofi ventrikel dan atau hipertrofi atrium. Yang paling sering ditemukan ialah
pemanjangan interval PR, yang dianggap sebagai salah satu gejala minor. Namun tidak
jarang gambaran EKG pada demam reumatik/penyakit jantung reumatik mula-mula normal
dan baru setelah dilakukan pemeriksaan ulangan didapatkan kelainan yang menyokong
diagnosis karditis reumatik. Bila didapatkan kelainan EKG, maka hal ini dapat digunakan
untuk mengikuti perjalanan penyakit.
Pemeriksaan radiologis sangat membantu pada karditis reumatik, karena itu foto Rontgen
dada harus segera dibuat pada setiap kasus yang diduga menderita demam reumatik.
Kardiomegali, terutama pembesaran ventrikel kiri atau gambaran jantung yang membesar
dan beberbentuk seperti vas akibat perikarditis dengan efusi pericardium serta denyut
jantung yang melemah pada pemeriksaan fluoroskopi dapat dirtemukan pada pemeriksaan
radiologis. Juga dapat dideteksi pneumonina yang lebih tepat disebabkan infeksi
Streptococcus, bukan suatu pneumonia reumatik akibat suatu superinfeksi atau gagal
jantung.
3. Korea
Korea ialah gerakan-gerakan cepat , bilateral, tanpa tujuan dan sukar dikendalikan,
seringkali disertai kelemahan otot. Korea dapat rejadi pada stadium akut maupun stadium
inaktif dan pada 5% kasus demam reumatik, korea merupakan gejala tunggal. Sering
terdapat pada anak perempuan sekitar umur 8 tahun dan jarang setelah masa pubertas.
Dapat ditemukan berkali-kali pada satu anak tanpa disertai manifestasi lainnya. Keadaan ini
belum dapat diterangkan.
Gambaran klinis korea :
a. Gerakan-gerakan tidak terkendali pada ekstremitas, muka dan kerangka tubuh. Gerakan-
gerakan tersebut hanya dapat diatasi sementara saja,dapat dibangkitkan atau diperhambat
oleh emosi dan menghilang pada waktu tidur. Indikasi pertama mungkin berupa seringnya
anak menjatuhkan barang,tulisan mendadak menjadi buruk atau sulit berhadapan muka
dengan saudara-saudaranya. Gerakan-gerakan khas terasa pada waktu berjabat tangan. Dapat
pula terjadi ganguan bicara. Gerakan-gerakan pada otot muka dapat menghebat sehingga
disebut society smile. Bila lidah dijulurkan terlihat tremor. Yang khas ialah kelainan pada
waktu pemeriksaan refleks patella,ialah tungkai yang perlahan-lahan kembali keposisi
semula setelah patella diketuk. Ini terjadi bila gerakan korea terjadi bersamaan dengan
waktu patela dirangsang.
b. Hipotonia akibat kelemahan otot. Ini menyebabkan posisi khas, berupa tangan yang lurus
sedangkan pergelangan tangan sedikit fleksi serta sendi metakarpofalangea dalam
hiperekstensi. Bila hipotonia hebat, anak tidak dapat berdiri (korea paralitika).
c. Inkoordinasi gerakan dapat jelas atau samar-samar ;bila anak diminta untuk memungut
uang logam dilantai akan terlihat jelas inkoordinasi tersebut.
d. Ganguan emosi hamper selalu ada,bahkan sering merupakan tandadini. Anak menjadi
murung, mudah tersinggung, kelihatan bingung atau bahkan menjadi maniak (korea
insapiens). Pekerjaan sekolah menjadi mundur. Bila korea merupakan manifestasi tunggal
demam reumatik, maka hasil-hasil pemeriksaan laboratorium biasanya tidak menyokong
kearah demam reumatik. Laju endap darah maupun C-reactive protein normal, begitu pula
ASTO biasanya sudah turun menjadi normal,karena masa laten yang lama. Beberapa ahli
menyatakan bahwa anti DNA-ase, antibodi terhadap streptococcus yang dapat bertahan lebih
lama daripada antibody lainnya dapat dipakai sebagai petunjuk adanya infeksi streptococcus
sebelumnya pada korea. Korea dapat terjadi pada banyak keadaan klinis lainnya seperti
pelbagai tics, cerebral palsy dangan korea-atetosis,penyakit Wilson (degenerasi
hepatolenkikular), korea hutington, lupus eritematosus, hiperparatiroidisme idiopatik dan
polisitemia. Tetapi biasanya tidak sulit untuk menyingkirkan kelainan-kelainan tersebut
karena biasanya terdapat manifestasi klinis lainnya pada korea non-reumatik. Karenanya bila
kita menjumpai anak usia sekolah, apalagi wanita yang menunjukangejala korea tanpa
manifestasi neurologis lainnya, hamper selalu penyebabnya reuma.
4. Eritema marginatum
Eritema merupakan manifestasi demam reumatik pada kulit berupa bercak-bercak merah
muda dengan bagian tengahnya pucat sedangkan tepinya berbatas tegas, berbentuk bulat
atau bergelombang, tanpa indurasi dan tidak gatal. Bila ditekan, lesi akan menjadi pucat.
Tempatnya dapat berpindah- pindah, dikulit dada dan bagian dalam lengan atas atau paha,
tetapi tidak pernah terdapat dikulit muka. Kelainan ini dapat terjadi pada fase akut, tetapi
juga dapat timbul pada fase inaktif. Tidak terpengaruh oleh obat, anti-inflamasi. Eritema
marginatum sering menyertai kelainan lainnya terutama karditis. Tidak jelas arti aritema
marginatum terdapat prognosis. Eritema marginatum dapat berulang setelah gejala aktifitas
reuma lainnya menghilang.
5. Nodul subkutan
Nodul ini terletak dibawah kulit, keras, tidak terasa sakit, mudah digerakkan, berukuran
antara 3 sampai 10mm. biasanya terdapat dibagian ekstensor persendian,terutama sendi siku,
lutut,pergelangan tangan dan kaki, daerah oksipital dan diatas prosesus spinosus vertebra
torakalis dan lumbalis. Nodul ini timbul beberapa minggu setelah serangan akut demam
reumatik, karena itu jarang memunyai arti diagnostig yang penting, karena biasanya
manifestasi kelainan lainnya sudah nyata. Ditemukan nodul subkutan menunjukkan bahwa
penyakit sudah berjalan beberapa waktu lamanya. Dengan pemberian steroid, nodul
subkutan ini cepat hilang. Nodul subkutan juga dapat ditemukan pada reomatoid arthritis
dan lupus eritematosus diseminata. Nodul subkutan sering diangap sebagai tanda prognosis
yang buruk, sebab seringkali disertai karditis yang berat.
Stadium IV
Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tampa kelainan
jantung atau pendarita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup tidak menunjukkan
gejala apa-apa. Pada penderita penyakit jantung,reumati dengan gejala sisa kelainan katup
jantung, gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan. Pada fase ini
penderita demam reumatik maupun penyakit jantung reumatik sewaktu-waktu dapat
mengalami reaktifasi penyakitnya.
Diagnosis
Demam reumatik akut ditandai pelbagai manifestasi klinis dan laboratorium. Sampai saat ini
tidak ada satu jenis pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk demam reumatik. Oeh
karena itu diagnosis demam reumati atau penyakit jantung reumati didasarkan pada
gabungan gejala dan tanda klinis sreta kelainan laboratorium. Dr. T. Duschett Jones(1944)
menyusun kriteria sistematik untuk menegakkan diagnosis demam reumatik. Kriteria ini
kemudian direvisi pad tahun 1965 oleh The American Heart Association’ Council on
Rheumatic Fever and Congenital Heart disease.
REVISI KRITERIA JONES UNTUK DIAGNOSIS DEMAM REUMATIK AKUT (1965)
MANIFESTASI MAYOR MANIFESTASI MINORKarditisPoliatritisKoreaEriterna marginatumNodul subkutan
Klinis : demam Artralgia Pernah menderita demam ReumatikLaboratorium :
- Reaksi fase akut : Laju endap darah meninggi C-reactive protein positif Leukositosis
- Interfval P-R memanjang
Ditambah
Bukti terdapatnya infeksi streptococcus sebelumnya (ASTO atau anti bodi lain meningkat, biakan usap tenggorok menunjukkan terdapatnya beta-streptococcus hemolycus grup A atau scarlet feyer yang baru saja terjadi). Terdapatnya 2 manifestasi mayor atau 1 manifestasi mayor ditambah 2 manifestasi minor menunjukkan kemungkinan besar suatu demam reumatik. Terdapatnya bukti infeksi streptococcus sebelumnya sangat menyokong diagnosis. Bila bukti ini tidak ada, diagnosis diragukan, kecuali bila terdapat korea minor atau karditis yang menahun.
Kriteria jones dimaksudkan untuk pedoman diagnosis demam reumatik atau penyakit
jantung reumatik akut. Perlu ditekankan bahwa kriteria ini tidak dibuat untuk mengganti
clinical jutgement dokter, melainkan hanya sebagai petunjuk diagnosis. Pada kasus yang
meragukan harus dilakukan obserfasi dan penelitian yang cermat, sebab disamping
menimbulkan kegelisahan pada penderita atau orangtuanya, diagnosis demam reumatik
mempunyai implikasi diberikannya kemoprofilaksis yang lama.
Diagnosis Banding
Telah disebutkan bahwa tidak ada satupun gejala klinis maupun kelainan laboratorium yang
khas untuk dmam reumatik arau penyakit jantung reumatik. Banyak penyakit lain yang
mungkin member gejala yang sama atau hamper sama dengan demam reumatik atau
penyakit jantung reumatik. Yang perlu diperhatikan ialah infeksi piogen pada sendi yang
sering disertai demam serta reaksi fase akut. Bila terdapat kenaikan yang bermakna titer
ASTO akibat infeksi streptococcus sebelumnya (yang sebenarnya tidak menyebabkan
demam reumatik), maka seolah-olah kriteria jonas sudah terpenuhi. Evaluasi terdapat
riwayat infeksi streptococcus serta pemeriksaan yang teliti terhadap kelainan sendinya harus
dilakukan dengan cermat agar tidak terjadi diaknosis berlebihan.
Tabel 9 : DIAGNOSIS BANDING DEMAM REUMATIK, ARTRITIS REUMATOId
SERTA LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK
Demam reumatik Artritis reumatoid Lupus eritematosus sistemik
UmurRasio kelamin
Kelainan sendi sakitBengkak
Kelainan ROKelaainan kulit
5-15 tahunSamaHebat
Non-spesifikTidak ada
Eritema marginatum
5 tahunWanita 1,5 : 1
SedangNon-spesifikSering(lanjut)
Makular
10 tahunWanita 5:1
Biasanya ringanNon-spesifik
Kadang-kadangLesi kupu-kupu
KarditisLaboratorium lateksAglutinasi sel domba
Sediaan sel LERespons terhadap
salisilat
Ya
--
cepat
Jarang± 10%± 10%± 5%Biasanya lambat
LanjutKadang-kadang
Lambat/ -
Reumatoid arthritis serta lupus eritematosus sistematik juga dapat member gejala yang mirip
dengan demam reumatik (lihat tabel 9). Diagnosis banding lainnya ialah purpura henoch-
schoenlein, reaksi serum, hemoglobinopati, anemia sel sabit, arthritis pasca infeksi,arthritis
septic, leokimia dan endokarditis bakterialis subakut.
Perawatan dan pengobatan.
Seperti diketahui demam reumatik brehubungan dengan infeksi streptococcus, sehingga
pemberantasan dan pencegahannya berhubungan pula dengan masalah infeksi streptococcus.
1. eradikasi kuman beta-streptococcus hemolyticus grup A.
Pengobatan yang adekuat terhadap infeksi streptococcus harus segera dilaksanakan setalah
diagnosis ditegakkan. Dianjurkan menggunakan penisiin dosis biasa selama 10 hari, pada
penderita yang peka terhadap penisilin, dapat diganti dengan eritromisin. Pengobatan
terhadap streptococcus ini harus tetap diberikan meskipun biakan usap tenggorok negatif.
Karena kuman masih mungkin ada dalam jumlah sedikit didalam jaringan farings dan tonsil.
Penisilin tidak berpengaruh terhadap demam,gejala sendi dan laju endap darah, tetapi
insidens pernyakit jantung reumatik menjadi lebih rendah dalam pengawasan selama 1
tahun.
Tabel 10 : PENGOBATAN INFEKSI BETA-STREPTOCOCCUS HEMOLYTICUS
GRUP A.
jenis Cara pemberian dosis Frekuensi/lama pemberian
PenisilinBenzatin GPenisilin prokain
PenisilinV
eritromisin
IM
IM
oral
oral
1,2 juta S600.000 S
250.000 S
125-250mg
1 kali
1-2 x sehari selama 10 hari3 x sehari selama 10 hari4 x sehari selama 10 hari
Tetrasiclin dan sulfat tidak dipergunakan untuk eradikasi kuman streptococcus.
2. Obat anti implamasi.
Yang dipakai secara luas ialah selisilat dan sterod, keduanya efektif untuk mengurangi
gejala demam, kelainan sendi serta fase reaksi akut. Kedua obat ini tidak mengubah lamanya
serangan demam reumatik maupun akibat selanjutnya. Steroid tidak lebih unggul dari pada
selisilad terhadap gejala sisa kelainan jantung. Sampai saat ini tidak ada bukti bahwa steroid
dapat mencgah terjadinya kelainan jantung,meskipun diberikan secara dini pada awal
perjalanan penyakit. Hanya dapat dilihat dengan nyata bahwa steroid lebih cepat
memperbaiki keadaan penyakit umum anak, napsu makan cepat bertambah dan laju endap
darah cepat menurun. Pada umumnya para ahli sekarang memilih steroid untuk semua
penderita karditis akut terutama karditis berat. Sedangkan salisilat hanya untuk demam
reumatik tanpa karditis atau karditis ringan tanpa kardio megali. Dosis dan lamanya
pengobatan disesuaikan dengan beratnya penyakit dan responnya terhadap pengobatan.
Sebagai pedoman umum pengobatan dengan obat anti-inflamasi (lihat tabel 11).
Tabel 11 : TERAPI ANTI-INFLAMASI PADA DEMAM REUMATIK/PENYAKIT
JANTUNG REUMATIK AKUT DIBAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FKUI-
RSCM JAKARTA.
artritis Karditis ringan tanpa kardiomegali
Kardiomegali karditis berat, gagal jantung
1 Salisilat 100mg/kgbb/hari
2 setelah 1 minggu turunkan menjadi 75mg/kgbb/hari
3 bila hasil laboratorium normal turunkan menjadi 50mg/kgbb/hari, teruskan minimal 6 minggu.
1 salisilat 100mg/kgbb/hari
2 setelah 1-2 minggu turunkan menjadi 75mh/kgbb/hari
3 teruskan sampai 6-8 minggu (terapi total 12 minggu).
1 Prednison 2mg/kgbb/hari (rata-rata4 x 10mg/hari)
2 Setelah 2 minggu turunkan menjadi 3 x 10mg/hari
3 Setelah 2 minggu turunkan menjadi 4 x 5 mg/hari
4 Setelah 2 minggu turunkan menjadi 3 x 5 mg/hari. Mulai berikan salisilat
5 Dosis pednison terus diturunkan setiap minggu; salisilat
berikan sampai 6-12 minggu.
Pada pemberian steroid,seringkali terjadi fenomena rebound setelah obat dihentikan,yang
bermanifestasi sebagai timbulnya kembali gejala-gejala peradangan akut. Untuk mencegah
hal ini maka diberikan salisilat pada saat dosis steroid diturunkan (lihat tabel 11), dan
dilanjutkan beberapa minggu setelah steroid dihentikan. Untuk keperluan ini, dosis salisilat
tidak perlu penuh 100mg/kgbb/hari, tetapi cukup 50 sampai 75mg/kgbb/hari. Perlu dicatat
bahwa pada pemberian slisilat jangan diberikan antasida untuk mengurangi rangsangan
terhadap lambung, karena akan mengurangi absorbsi salisilad sehingga kadar terabeotik
tidak tercapai. Lebih baik dipakai tablet bersalut dan diminum setelah makan. Bila terdapat
tanda-tanda intoksikasi salisilat (nausea,muntah,takipne,tinnitus), hentikan obat selama satu
sampai dua hari, kemudian mulailagi diberikan dengan dosis lebih kecil. Akhirnya perlu
diingatkan efek samping steroid yang hamper selalu terjadi pada penderita demam reumatik
atau penyakit jantung reumatik yang diberi prednisone untuk waktu yang lama seperti
tersebut di atas. Para dokter harus waspada dan mengamati efek samping obat tersebut. Pada
anak yang pernah menderita tuberkolosis hendaknya diberikan INH elama pemberian
steroid. Demikian pula pada kasus yang diduga pernah kontak dengan penderita
tuberkolosis. Pengamatan klinis dan laboratorium yang cerma diperlukan untuk mendeteksi
sedini mungkin timbulnya tuberkolsis aktif pada penderita yang diberi terapi steroid.
3. Diet
Bentuk dan jenis makanan disesuaikan dengan keadaan penderita. Pada sebagian besar kasus
cukup diberikan makanan biasa, cukup kalori dan protein. Tambahan vitamin dapat
dibenarkan. Bila terdapat gagal jantung,diet disesuaikan dengan diet untuk gagal jantung.
4. istirahat dan mobilisasi.
Selama terdapat tanda-tanda radang akut, penderita harus istirahat ditempat tidur. Untuk
artritis cukup dalam waktu lebih kurang 2minggu, sedangkan untuk karditis berat dengan
gagal jantung dapat sampai 6bulan. Mobilisasi dilakukan secara bertahap (tabel 12).
Tabel 12 : PEDOMAN ISTIRAHAT DAN MOBILISASI PENDERITA DEMAM
REUMATIK/PENYAKIT JANTUNG REUMATIK AKUT .
(Markowist dan Geordis,1972).
artritis Karditis minimal’
Karditis tanpa kardiomegali
Karditis dengan kardiomegali
Tirah baringMobilisasi bertahap diruanganMobilisasi bertahap diluar ruanganSemua kegiatan
2 minggu
2 minggu
3 minggu
Sesudah 6-8 minggu
3 minggu
3 minggu
4 minggu
Sesudah 10 minggu
6 minggu
6 minggu
3 bulan
Sesudah 6 bulan
3-6 bulan
3 bulan
3 bulan atau lebihbervariasi
Isritahat mutlak yang berkepanjangan tidak diperlukan mengingat efek psykologis serta
keperluan sekolah. Penderita demam reumatik tanpa karditis atau penderita karditis tanpa
gejala sisa atua penderita karditis dengan gejala sisa kelainan katub tanpa kardiomegali,
setelah sembuh tidak perlu pembatasan aktifitas. Penderita dengan kardiomegali menetap
perlu dibatasi aktifitasnya dan tidak diperkenankan melakukan olah raga yang bersifat
kompetisi fisis.
5. Obat-obat lain.
Terapi lainnya diberikan sesuai dengan kebuuhan. Perlu diingatkan akan terjadinya gagal
jantung kongestif pada penderita penyakit jantung reumatik akut. Pengobatan gagal jantung
selengkapnya dapat dilihat pada bagian lain.
Demam reumatik berulang
Demam reumatik dan penyakit jantung reumatik mempunyai kecenderungan untuk
berulang(reaktifasi). Gambaran klinis dan laboratorium pada reaktifasi ini sama saja dengan
gejala serangan pertama. Sebelum ditemukan cara pencegahanna, 60 sampai 75% penderita
demam reumatik mengalami satu atau lebih reaktifasi. Dengan cara pencegahan yang baik,
insiden reaktifasi dapat di tekan menjadi sangat rendah.
Faktor-faktor predisposisi untuk terjadinya reaktifasi.
Mengapa dan bagaimana demam reumatik atau penyakit jantung reumatik cenderung untuk
berulang pada penderita belum dapat diterangkan dengan pasti. Tetapi pengalaman klinis
para ahli menunjukan adanya berbaai faktor yang mungkin merupakan faktor predisposisi
untuk terjadinya kreatifasi.
a. Infeksi streptococcus
Pada semua kreatifasi demam reumatik dapat dibuktikan adanya infeksi baru beta-
stretococcus hemolitikus grup A. angka kejadian serangan reuma setelah infeksi
streptococcus tersebut jauh lebih tinggi pada anak yang pernah menderita demam reumatik
deripada anak yang belum ernah menderitanya.
B. Umur, jenis kelamin dan ras
Makin mudah anak menderita serangan pertama reumak makin besar kemungkinan anak
tersebut mengalami reaktifasi. Karditis yang terjadi pada anak kurang dari 6 tahun sering
mengalami reaktifasi sebelum masa pubertas. Ada sarjana yang mengemukakan bahwa pada
golongan umur tertentu wanita lebih sering mengalami reaktifasi daripada laki-laki;
demikian pula pada golongan etnis tertentu. Tetapi penemuan ini mungkin dipengaruhi oleh
berbagai faktor lain, misalnya keadaan social ekonomi makin baik tingkat social ekonomi,
makin kecil kemungkinan untuk terjadinya reaktifasi.
c. Interfal sejak serangan pertama.
Kemungkinan untuk terjadinya reaktifasi yang paling tinggi ialah pada tahun pertama
setelah serangan pertama demam reumatik. Setelah 3 tahun kemungkinan reaktifasi
menurun. Makn lama penderita terbebas dari reaktifas, makin kecil kemungkinan serangan
ulang tersebut.
d. Penderita dengan gejala sisa kelainan jantung.
Baik pada penderita demam reuatik maupun penyakit jantung reumatik.kemngkinan
terjadina reaktifasi juga dipengaruhi oleh jumlah rserangan akut yang dialami sebelumnya.
Pada penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa atau kerusakan jantung, kemungkinan
untuk mendapat reaktifasi ini lebih besar daripada penderita tanpa kelainan jantung.
pencegahan
Dalam tindakan pencegahan terhadap demam reumatik atau penyakit jantung reumatik
dikenal 2 hal ialah profilaksis primer dan profilaksis sekunder.
1. profilaksi primer.
Yang dimaksud dengan profilaksi primer pada demam reumatik ialah pengobatan yang
adekuat terhadap semua penderita infeksi saluran nafas bagian atas akibat beta streptococcus
homolitikus grup A. untuk ini diperlukan kemampuan pengenalan terhadap infeksi
streptococcus oleh para dokter. Jenis obat, cara pemberian dan dosisnya sama dengan untuk
eradikasi kuman pada pengobatan reumatik akut.
2. profilaksi sekunder.
Yang dimaksudkan disini ialah cara untuk mencegah terjadinya infeksi sreptococcus pada
penderita demam reumatik atau penyakit jantug reumatik stadium IV (tenang,inaktif).
Termasuk mereka yang hanya pernah menunjukkan gejala korea minor saja. Tindakan
profilaksis ini berlangsung lama, karenanya perlu kesadaran para dokter dan petugas
kesehatan lainnya disatu pihak dan penderita serta orangtua penderita dipihak lain agar
program profilaksis dapat berjalan sebagaimana mestinya. Untuk ini dokter harus memberi
penerangan yang sejelas-jelasnya menyangkut semua hal tentang penyakit serta kegunaan
profilaksis, tentu saja caranya disesuaikan dengan pendidikan penderita atau orangtua
penderita.
Jenis obat dan cara pemberian profilaksis sekunder.
a. Penisilin benjatin-G. ini adalah obat terpilih untuk profilaksis sekunder karena sangat
efektif , absorpsinya lebih baik daripada cara moral, serta kontrolnya mudah (dengan
menggunakan buku catatan pemberian suntikan). Penderita hanya perlu dating sebulan
sekali. Harganya pun relatif murah. Dosis yang biasa digunakan dibagian Ilmu Kesehatan
Anak FKUI-RSCM Jakarta aialah 1,2 juta satuan sekali sebulan, diberikan intramuskulus.
b. Penisilin oral. Obat ini lebih baik daripada sulfa. Dosis oral ialah 2 x 1 tablet @ 200.000
satuan per hari. Seperti semua obat oral lainnya, perlu diperhatikan ketaatan untuk minum
obat dengan teratur selama bertahun-tahun.
c. Sulfadiasin,2 x 1 tablet @ a 500mg/hari.
d. Eritromisin,2 x 250mg/ hari untuk pemderita yang alergi terhadap penisilin dan sulfa.
Saat mulainya profilaksis:
Profilaksis sekunder harus segera dimulai setelah diagnosis ditegakkan. Dibagian Ilmu
Kesehatan Anak FKUI-RSCM Jakarta, profilaksis mulai diberikan pada hari ke-11
perawatan, yaitu setelah program eradikasi terhadap kuman beta streptococcus hemolitikus
grup A selama 10hari selesai.
Lamanya profilaksis:
Pada umumnya para dokter sependapat bahwa profilaksi sekunder harus diberikan sekurang-
kurangnya 5 tahun setelah serangan pertama, karena pada periode inilah kemungkinan
terjadinya reaktivasi paling besar. Setelah itu berapa lama profilaksi diberikan masih belum
ada keseragaman pendapat dikalangan para ahli. Sebagian berpendapat, meskipun
kemungkinannya makin lama makin kecil, infeksi streptococcus dapat terjadi pada semua
umur. Karena itu mereka berpendapat bahwa profilaksi sekunder harus diberikan seumur
hidup. Ahli lainnya secara arbitrer menganjurkan pemberian proflaksis untuk demam
reumatik tanpa kelainan jantung sampai umur 18 tahun dan bila terdapat kelainan jantung
sampai umur 25 tahun. Namun terhadap mereka yang termasuk kelompok yang mudah
kontak dengan penderita infeksi streptococcus. Seperti perawat, dokter, guru sekolah, ibu-
ibu yang mempunyai anak kecil dan lain-lain. Profilaksis dianjurkan untuk diberikan lebih
lama.
Pencegahan terhadap endokarditis bakterialis.
Pada orang dewasa endokarditis bakterialis mungkin dapat terjadi meskipun tidak terdapat
kelainan jantung sebelumnya. Tetapi pada anak, endokarditis bakterialis hanya dapat terjadi
bila terdapat kelainan organik jantung. Baik karena kelainan bawan maupun karena penyakit
jantung reumatik. Karena itu setiap penderita penyakit jantung reumatik tenang dengan
gejala sisa kelainan jantung, harus diusahakan agar terjadinya endokarditis bakterialis dapat
dicegah. Bakteremia dapat terjadi segera setelah tindakan bedah seperti ekstrasi gigi/bedah
mulut,tonsiloadenoidektomi, bronkoskopi, operasi saluran pencernaan bagian bawah dan
lain-lain. Dalam tindakan-tindakan tersebut diberikan antibiotika pofilaksis sebagai berikut :
- Penisilin prokain 600000 U, intramuscular diberikan 1-2 jam sebelu tidakan dan dua hari
berturut-turut sesudah tindakan.
- Dapat juga dipakai penisilin 0ral,yaitu 1 tablet sebelum tindakan kemudian dilanjutkan 4
x sehari 1 tablet, sampai 2 hari sesudah tindakan.
- Bila sensitive terhadap penisilin dapat diganti dengan eritromisin.
Pada tindakan terhadap saluran kemih, saluran pencernaan bagian bawah dan persalinan
dikuatirkan terjadi pula bakteremia gram negative, sehingga untuk itu ditambahkan
streptomisin 50mg/kgbb/hari (maksimum 1 gram) sampai 2 hari pasca tindakan. Gentamisin
dapat dipakai pula bila penderita sensitive terhadap sreptomisin.