Demam Dengue

14
Demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) adalahpenyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue. Sampai saat ini,infeksi virus Dengue tetap menjadi masalah kesehatan di Indonesia.Indonesia dimasukkan dalam kategori “A” dalam stratifikasi DBD olehWorld Health Organization (WHO) 2001 yang mengindikasikan tingginyaangka perawatan rumah sakit dan kematian akibat DBD, khususnyapada anak.1-3 Data Departemen Kesehatan RI menunjukkan padatahun 2006 (dibandingkan tahun 2005) terdapat peningkatan jumlahpenduduk, provinsi dan kecamatan yang terjangkit penyakit ini, dengancase fatality rate sebesar 1,01% (2007). 4-5 Berbagai faktor kependudukan berpengaruh pada peningkatandan penyebaran kasus DBD, antara lain: 1. Pertumbuhan penduduk yang tinggi, 2. Urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali, 3. Tidak efektifnya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis,dan 4. Peningkatan sarana transportasi. 4 Upaya pengendalian terhadap faktor kependudukan tersebut (terutamakontrol vektor nyamuk) harus terus diupayakan, di sampingpemberian terapi yang optimal pada penderita DBD, dengan tujuanmenurunkan jumlah kasus dan kematian akibat penyakit ini. Sampaisaat ini, belum ada terapi yang spesifik untuk DBD, prinsip utamadalam terapi DBD adalah terapi suportif, yakni pemberian cairan pengganti. 6 Dengan memahami patogenesis, perjalanan penyakit, gambaranklinis dan pemeriksaan laboratorium, diharapkan penatalaksanaan dapatdilakukan secara efektif dan efisien. I.Definisi

description

demam dengue

Transcript of Demam Dengue

Demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) adalahpenyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue. Sampai saat ini,infeksi virus Dengue tetap menjadi masalah kesehatan di Indonesia.Indonesia dimasukkan dalam kategori “A” dalam stratifikasi DBD olehWorld Health Organization (WHO) 2001 yang mengindikasikan tingginyaangka perawatan rumah sakit dan kematian akibat DBD, khususnyapada anak.1-3 Data Departemen Kesehatan RI menunjukkan padatahun 2006 (dibandingkan tahun 2005) terdapat peningkatan jumlahpenduduk, provinsi dan kecamatan yang terjangkit penyakit ini, dengancase fatality rate sebesar 1,01% (2007).4-5

Berbagai faktor kependudukan berpengaruh pada peningkatandan penyebaran kasus DBD, antara lain:1. Pertumbuhan penduduk yang tinggi,2. Urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali,3. Tidak efektifnya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis,dan4. Peningkatan sarana transportasi.4

Upaya pengendalian terhadap faktor kependudukan tersebut (terutamakontrol vektor nyamuk) harus terus diupayakan, di sampingpemberian terapi yang optimal pada penderita DBD, dengan tujuanmenurunkan jumlah kasus dan kematian akibat penyakit ini. Sampaisaat ini, belum ada terapi yang spesifik untuk DBD, prinsip utamadalam terapi DBD adalah terapi suportif, yakni pemberian cairan pengganti.6 Dengan memahami patogenesis, perjalanan penyakit, gambaranklinis dan pemeriksaan laboratorium, diharapkan penatalaksanaan dapatdilakukan secara efektif dan efisien.

I. Definisi

Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit demam akut yangdisebabkan oleh virus dengue serta memenuhi kriteria WHO untuk DBD.7 DBD adalah salah satu manifestasi simptomatik dari infeksi virusdengue.

Gambar 1. Spektrum klinis infeksi virus Dengue8

Manifestasi simptomatik infeksi virus dengue adalah sebagai berikut(gambar 1):5

1. Demam tidak terdiferensiasi2. Demam dengue (dengan atau tanpa perdarahan): demam akut selama2-7 hari, ditandai

dengan 2 atau lebih manifestasi klinis (nyerikepala, nyeri retroorbital, mialgia/ atralgia, ruam kulit, manifestasiperdarahan [petekie atau uji bendung positif], leukopenia) danpemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan pasien yangsudah dikonfirmasi menderita demam dengue/ DBD pada lokasidan waktu yang sama.

3. DBD (dengan atau tanpa renjatan)

II. Patogenesis

Dua teori yang banyak dianut dalam menjelaskan patogenesis infeksidengue adalah hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infectiontheory) dan hipotesis immune enhancement.

Gambar 2. Hipotesis infeksi sekunder9

Menurut hipotesis infeksi sekunder yang diajukan oleh Suvatte,1977 (gambar 2), sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengueyang berbeda, respon antibodi anamnestik pasien akan terpicu,menyebabkan proliferasi dan transformasi limfosit dan menghasilkantiter tinggi IgG antidengue. Karena bertempat di limfosit, proliferasilimfosit juga menyebabkan tingginya angka replikasi virus dengue.Hal ini mengakibatkan terbentuknya kompleks virus-antibodi yangselanjutnya mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5amenyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darahdan merembesnya cairan ke ekstravaskular. Hal ini terbukti denganpeningkatan kadar hematokrit, penurunan natrium dan terdapatnyacairan dalam rongga serosa.9,10Hipotesis immune enhancement menjelaskan menyatakan secaratidak langsung bahwa mereka yang terkena infeksi kedua oleh virusheterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderitaDBD berat. Antibodi herterolog yang telah ada akan mengenali viruslain kemudian membentuk kompleks antigen-antibodi yang berikatandengan Fc reseptor dari membran leukosit terutama makrofag. Sebagaitanggapan dari proses ini, akan terjadi sekresi mediator vasoaktif yangkemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah,sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.9,10

III. Diagnosis

Berdasarkan kriteria WHO 1997, diagnosis DBD ditegakkan bila semuahal ini terpenuhi:2,5,9

1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik.2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bending positif; petekie,

ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa; hematemesisdan melena.3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml).4. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sbb:

a. Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuaiumur dan jenis kelamin.

b. Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan,dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.

c. Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia,hiponatremia.

Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD (WHO, 1997), yaitu:2,5,9

Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasiperdarahan adalah uji torniquet.

Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit danperdaran lain.Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,tekanan nadi

menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi,sianosis di sekitar mulut kulit dingin dan lembab, tampakgelisah.

Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidakterukur.

Keempat derajat tersebut ditunjukkan pada gambar 3.

Gambar 3. Patogenesis dan spektrum klinis DBD (WHO, 1997)5

IV. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium meliputi kadar hemoglobin, kadar hematokrit,jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanyalimfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru (sejak harike 3). Trombositopenia umumnya dijumpai pada hari ke 3-8 sejak timbulnyademam. Hemokonsentrasi dapat mulai dijumpai mulai hari ke3 demam.5Pada

DBD yang disertai manifestasi perdarahan atau kecurigaanterjadinya gangguan koagulasi, dapat dilakukan pemeriksaan hemostasis(PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP). Pemeriksaan lainyang dapat dikerjakan adalah albumin, SGOT/SGPT, ureum/ kreatinin.Untuk membuktikan etiologi DBD, dapat dilakukan uji diagnostic melalui pemeriksaan isolasi virus, pemeriksaan serologi atau biologimolekular. Di antara tiga jenis uji etiologi, yang dianggap sebagaibaku emas adalah metode isolasi virus. Namun, metode ini membutuhkantenaga laboratorium yang ahli, waktu yang lama (lebih dari1–2 minggu), serta biaya yang relatif mahal. Oleh karena keterbatasanini, seringkali yang dipilih adalah metode diagnosis molekuler dengandeteksi materi genetik virus melalui pemeriksaan reverse transcriptionpolymerasechain reaction (RT-PCR). Pemeriksaan RT-PCR memberikanhasil yang lebih sensitif dan lebih cepat bila dibandingkan dengan isolasivirus, tapi pemeriksaan ini juga relatif mahal serta mudah mengalamikontaminasi yang dapat menyebabkan timbulnya hasil positifsemu. Pemeriksaan yang saat ini banyak digunakan adalah pemeriksaanserologi, yaitu dengan mendeteksi IgM dan IgG-anti dengue.Imunoserologi berupa IgM terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkatsampai minggu ke 3 dan menghilang setelah 60-90 hari. Pada infeksiprimer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke 14, sedangkan pada infeksisekunder dapat terdeteksi mulai hari ke 2.11

Salah satu metode pemeriksaan terbaru yang sedang berkembangadalah pemeriksaan antigen spesifik virus Dengue, yaitu antigennonstructural protein 1 (NS1). Antigen NS1 diekspresikan di permukaansel yang terinfeksi virus Dengue. Masih terdapat perbedaan dalam berbagai literatur mengenai berapa lama antigen NS1dapat terdeteksi dalam darah. Sebuah kepustakaanmencatat dengan metode ELISA, antigen NS1 dapatterdeteksi dalam kadar tinggi sejak hari pertama sampaihari ke 12 demam pada infeksi primer Dengueatau sampai hari ke 5 pada infeksi sekunder Dengue.Pemeriksaan antigen NS1 dengan metode ELISA jugadikatakan memiliki sensitivitas dan spesifisitas yangtinggi (88,7% dan 100%). Oleh karena berbagai keunggulantersebut, WHO menyebutkan pemeriksaandeteksi antigen NS1 sebagai uji dini terbaik untukpelayanan primer.11Pemeriksaan radiologis (foto toraks PA tegak danlateral dekubitus kanan) dapat dilakukan untuk melihatada tidaknya efusi pleura, terutama pada hemitorakskanan dan pada keadaan perembesan plasmahebat, efusi dapat ditemukan pada kedua hemitoraks.Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi denganUSG.5,9

V. Penatalaksanaan

Pada dasarnya terapi DBD adalah bersifat suportifdan simtomatis. Penatalaksanaan ditujukan untukmengganti kehilangan cairan akibat kebocoranplasma dan memberikan terapi substitusi komponendarah bilamana diperlukan. Dalam pemberian terapicairan, hal terpenting yang perlu dilakukan adalahpemantauan baik secara klinis maupun laboratoris.Proses kebocoran plasma dan terjadinya trombositopeniapada umumnya terjadi

antara hari ke 4 hingga6 sejak demam berlangsung. Pada hari ke-7 proseskebocoran plasma akan berkurang dan cairan akankembali dari ruang interstitial ke intravaskular. Terapicairan pada kondisi tersebut secara bertahapdikurangi. Selain pemantauan untuk menilai apakahpemberian cairan sudah cukup atau kurang, pemantauanterhadap kemungkinan terjadinya kelebihancairan serta terjadinya efusi pleura ataupun asitesyang masif perlu selalu diwaspadai.Terapi nonfarmakologis yang diberikan meliputitirah baring (pada trombositopenia yang berat)dan pemberian makanan dengan kandung-an giziyang cukup, lunak dan tidak mengandung zat ataubumbu yang mengiritasi saluaran cerna. Sebagai terapisimptomatis, dapat diberikan antipiretik berupaparasetamol, serta obat simptomatis untuk mengatasikeluhan dispepsia. Pemberian aspirin ataupun obatantiinflamasi nonsteroid sebaiknya dihindari karenaberisiko terjadinya perdarahan pada saluran cernabagaian atas (lambung/duodenum).

Protokol pemberian cairan sebagai komponenutama penatalaksanaan DBD dewasa mengikuti 5 protokol,mengacu pada protokol WHO. Protokol ini terbagidalam 5 kategori, sebagai berikut:1. Penanganan tersangka DBD tanpa syok (gambar4).2. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa diruang rawat (gambar 5).3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit>20% (gambar 6).4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBDdewasa5. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa(gambar 7).

Gambar 4. Penanganan tersangka DBD tanpa syok5

Gambar 5. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat5

Gambar 6. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%5

Gambar 7. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa5

Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam terapi cairankhususnya pada penatalaksanaan demam berdarah dengue: pertamaadalah jenis cairan dan kedua adalah jumlah serta kecepatan cairan yang akan diberikan. Karenatujuan terapi cairan adalahuntuk mengganti kehilangancairan di ruang intravaskular,pada dasarnya baik kristaloid(ringer laktat, ringer asetat,cairan salin) maupun koloiddapat diberikan. WHO menganjurkanterapi kristaloidsebagai cairan standar padaterapi DBD karena dibandingkandengan koloid, kristaloidlebih mudah didapat dan lebihmurah. Jenis cairan yang idealyang sebenarnya dibutuhkandalam penatalaksanaan antaralain memiliki sifat bertahanlama di intravaskular, amandan relatif mudah diekskresi,tidak mengganggu sistem koagulasitubuh, dan memiliki efekalergi yang minimal.1-3

Secara umum, penggunaankristaloid dalam tatalaksanaDBD aman dan efektif.Beberapa efek sampingyang dilaporkan terkait denganpenggunaan kristaloidadalah edema, asidosis laktat,instabilitas hemodinamik danhemokonsentrasi.12,13

Kristaloidmemiliki waktu bertahanyang singkat di dalam pembuluhdarah. Pemberian larutanRL secara bolus (20 ml/kgBB) akan menyebabkan efekpenambahan volume vascular hanya dalam waktu yang singkatsebelum didistribusikanke seluruh kompartemen interstisial(ekstravaskular) denganperbandingan 1:3, sehinggadari 20 ml bolus tersebutdalam waktu satu jam hanya5 ml yang tetap berada dalamruang intravaskular dan 15ml masuk ke dalam ruang interstisial.14Namun demikian,dalam aplikasinya terdapatbeberapa keuntungan penggunaankristaloid antara lainmudah tersedia dengan hargaterjangkau, komposisi yangmenyerupai komposisi plasma,mudah disimpan dalamtemperatur ruang, dan bebasdari kemungkinan reaksi anafilaktik.15,16

Dibandingkan cairankristaloid, cairan koloid memilikibeberapa keunggulan yaitu:pada jumlah volume yang sama akan didapatkan ekspansi volumeplasma (intravaskular) yang lebih besar dan bertahan untuk waktulebih lama di ruang intravaskular. Dengan kelebihan ini, diharapkankoloid memberikan oksigenasi jaringan lebih baik dan hemodinamikterjaga lebih stabil. Beberapa kekurangan yang mungkin didapatkan dengan penggunaan koloid yakni risiko anafilaksis, koagulopati, danbiaya yang lebih besar. Namun beberapa jenis koloid terbukti memilikiefek samping koagulopati dan alergi yang rendah (contoh: hetastarch).15,16 Penelitian cairan koloid diban-dingkan kristaloid padasindrom renjatan dengue (DSS) pada pasien anak dengan parameterstabilisasi hemodinamik pada 1 jam pertama renjatan, memberikanhasil sebanding pada kedua jenis cairan.17,18 Sebuah penelitian lainyang menilai efektivitas dan keamanan penggunaan koloid pada penderitadewasa dengan DBD derajat 1 dan 2 di Indonesia telah selesaidilakukan, dan dalam proses publikasi.Jumlah cairan yang diberikan sangat bergantung dari banyaknyakebocoran plasma yang terjadi serta seberapa jauh proses tersebutmasih akan berlangsung. Pada kondisi DBD derajat 1 dan 2, cairandiberikan untuk kebutuhan rumatan (maintenance) dan untuk mengganticairan akibat kebocoran plasma. Secara praktis, kebutuhan rumatanpada pasien dewasa dengan berat badan 50 kg, adalah sebanyakkurang lebih 2000 ml/24 jam; sedangkan pada kebocoran plasmayang terjadi seba-nyak 2,5-5% dari berat badan sebanyak 1500-

3000ml/24 jam. Jadi secara rata-rata kebutuhan cairan pada DBD denganhemodinamik yang stabil adalah antara 3000-5000 ml/24 jam. Namundemikian, pemantauan kadar hematokrit perlu dilakukan untuk menilaiapakah hemokonsentrasi masih berlangsung dan apakah jumlahcairan awal yang diberikan sudah cukup atau masih perlu ditambah.

Pemantauan lain yang perlu dilakukan adalah kondisi klinis pasien,stabilitas hemodinamik serta diuresis. Pada DBD dengan kondisi hemodinamik tidak stabil (derajat 3 dan 4) cairan diberikan secara bolusatau tetesan cepat antara 6-10 mg/kg berat badan, dan setelah hemodinamikstabil secara bertahap kecepatan cairan dikurangi hinggakondisi benar-benar stabil (lihat protokol pada gambar 6 dan 7). Padakondisi di mana terapi cairan telah diberikan secara adekuat, namunkondisi hemodinamik belum stabil, pemeriksaan kadar hemoglobindan hematokrit perlu dilakukan untuk menilai kemungkinan terjadinyaperdarahan internal.