Demam Berdarah Dengue
description
Transcript of Demam Berdarah Dengue
![Page 1: Demam Berdarah Dengue](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022062218/577c7c341a28abe05499b7e9/html5/thumbnails/1.jpg)
DEMAM BERDARAH DENGUE May 26, 2008, 1:17 am Filed under: Uncategorized
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Definisi Umum
Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit akut yang disebabkan oleh
infeksi virus yang dibawa oleh nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus
betina yang umumnya menyerang pada pada musim hujan dan musim panas.
Virus itu menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan pada sistem
pembekuan darah, sehingga mengakibatkan perdarahan-perdarahan. Manifestasi
klinis dari infeksi virus dengue dapat berupa demam dengue dan DBD dengue.
[12]
Wabah demam berdarah pertama didunia terjadi pada tahun 1780-an serentak
terjadi bersamaan di Asia, Afrika dan Amerika Utara. Penyakit ini kemudian
dinamakan Dengue fever pada 1779.[13] Di Asia Tenggara wabah besar pertama
dimulai pada 1950-an di Filipina. Penyakit ini pertama kali masuk ke Asia
tenggara pada tahun 1953 dan terjadi di Manila lalu menyebar ke beberapa
negara[14].Pada tahun 1975 demam berdarah telah menjadi penyakit penyebab
kematian utama pada anak-anak di wilayah Asia tenggara.
Menurut data yang diperoleh bahwa penyakit demam berdarah telah
masuk ke Indonesia sekitar 36 tahun yang lalu, yaitu sekitar tahun 1968.[15] Pada
awalnya penyakit ini hanya terjadi di daerah perkotaan dan menyerang anak –
anak yang berusia di bawah 5 tahun namun seiring dengan perkembangan waktu
ternyata penyakit ini telah menyeabr ke daerah pedesaan dan terjadi pergeseran
penderita yang cenderung dialami oleh orang –orang dewasa. Nyamuk penyebab
DBD ini pun hidup di seluruh pelosok Indonesia. Jika perkembangbiakan Aedes
![Page 2: Demam Berdarah Dengue](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022062218/577c7c341a28abe05499b7e9/html5/thumbnails/2.jpg)
aegypty tidak dikontrol atau belum juga ditemukan vaksin maka jumlah penderita
DBD akan terus bertambah (Adimidjaja,sa; Gibbons et al, 2002).
1.2. Latar Belakang
Demam berdarah dengue (DBD) telah menjadi momok dalam masyarakat
Indonesia dalam kurun waktu yang sangat lama. Dimulai dengan saat pertama kali
ditemukan yaitu pada tahun 1968 di Surabaya, penyakit ini menyebar ke berbagai
daerah, sehingga pada tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia kecuali Timor-
Timur (saat itu masih menjadi wilayah Indonesia) telah terjangkit penyakit DBD.
Sampai saat ini yaitu tahun 2008, DBD masih menjadi masalah yang belum
terselesaikan oleh Indonesia.
Sejak pertama kali DBD ditemukan di Indonesia, penyakit tersebut menunjukkan
kecenderungan meningkat baik dalam jumlah kasus maupun luas wilayah yang
terjangkit. Secara sporadis selalu terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) setiap tahun.
KLB DBD terbesar terjadi pada tahun 1998, dengan angka kesakitan (Incidence
Rate= IR) sebesar 35,19 per 100.000 penduduk, artinya setiap 100.000 penduduk
ditemukan 35 orang terinfeksi DBD dan angka kematian (Case Fatality Rate =
CFR) sebesar 2%, artinya dari 35 orang penderita maka 2%-nya atau 1 orang
meninggal dunia. Status IR dan CFR semakin menurun pada tahun-tahun
berikutnya, namun pada tahun 2003 kembali terjadi lonjakan.[16]
Pada tahun 2000, Departemen Kesehatan mencatat terdapat 231 kota di 30
provinsi di Indonesia dinyatakan endemis terhadap penularan penyakit demam
berdarah dengue (DBD). Meningkatnya kasus DBD dan semakin meluasnya
wilayah yang terkena disebabkan karena semakin baiknya transportasi penduduk,
dibukanya daerah pemukiman baru, dan kurangnya kesadaran masyarakat dalam
menjaga keberhasilan lingkungan, terutama di saat musim hujan. Dalam skala
nasional, berikut data yang diperoleh terkait morbiditas dan mortalitas penyakit
DBD di Indonesia:
![Page 3: Demam Berdarah Dengue](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022062218/577c7c341a28abe05499b7e9/html5/thumbnails/3.jpg)
Pada tahun 1998, kasus DBD meningkat tajam dan ditetapkan sebagai Kejadian
Luar Biasa (KLB) dengan jumlah sebanyak 72.133 orang (Incident Rate/IR
=35,19 per 100.000 penduduk) dan jumlah kematian sebanyak 1.414 orang
(Case Fatality Rate/ CFR =2%).
Pada tahun 1999, jumlah kasus DBD di Indonesia sebanyak 21.134 orang
(Incident Rate = 10,17 per 100.000 penduduk).
Pada tahun 2000, jumlah kasus DBD di Indonesia sebanyak 33.443 orang
(Incident Rate = 15,99 per 100.000 penduduk) dengan jumlah kematian
sebanyak 472 orang (Case Fatality Rate = 1,4%).
Pada tahun 2001, jumlah kasus DBD di Indonesia sebanyak 45.904 orang
(Incident Rate 21,66 per 100.000 penduduk).
Pada tahun 2002, jumlah kasus DBD di Indonesia sebanyak 40.377 orang
(Incident Rate 19,24 per 100.000 penduduk).
Pada tahun 2003, jumlah kasus DBD di Indonesia sebanyak 50.131 orang
( Incident Rate 23,87 per 100.000 penduduk) dengan jumlah kematian
sebanyak 743 orang.[17]
Penyebaran DBD pada tahun 1968-2003 [18]
![Page 4: Demam Berdarah Dengue](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022062218/577c7c341a28abe05499b7e9/html5/thumbnails/4.jpg)
Pada tahun 2004 dari bulan Januari- Maret saja, total kasus DBD di seluruh propinsi di Indonesia sudah mencapai 26.015, dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang (CFR=1,53% ). Kasus tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11.534 orang) sedangkan CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (3,96%).[19]
Dari 30 provinsi di Indonesia, 12 provinsi diantaranya ditetapkan sebagai
KLB DBD, yaitu : Nanggroe Aceh Darussalam, Banten, DKI Jakarta,
Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan
Selatan, Sulawesi Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara
Timur.
Pada 16 Februari 2004, pemerintah pusat melalui Departemen Kesehatan
menyatakan telah terjadi KLB DBD Nasional yaitu, tingkat kematian (case
fatality rate/CFR) mencapai satu persen dari jumlah kasus atau jumlah
penderitanya melonjak hingga dua kali lipat pada kurun waktu yang sama
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. [20]
Pada tahun 2005, sampai bulan Oktober, tercatat kasus DBD di 33 provinsi mencapai 50.196 kasus, dengan 701 di antaranya meninggal (Case Fatality Rate/CFR 1,4 %)
Pada tahun 2006, terhitung jumlah kasus DBD sebanyak 45.548 orang, dengan jumlah kematian sebanyak 1.234 orang. Berikut gambaran kasus dan kematian karena DBD di Indonesia pada tahun 2006.[21]
![Page 5: Demam Berdarah Dengue](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022062218/577c7c341a28abe05499b7e9/html5/thumbnails/5.jpg)
Sepanjang tahun 2007 jumlah kejadian DBD mencapai total 139.695 kasus dengan Incidance Rate 64 kasus per 100.000 populasi. Jumlah penderita DBD yang meninggal mencapai 1.395 kasus (CFR 1 %). Keadaan DBD 2007 ini meningkat lebih tinggi dibanding keadaan tahun-tahun sebelumnya. (Sumber: DirJen P2M&PL)
Data terbaru tahun 2008, di DKI Jakarta, diungkapkan angka kematian akibat DBD di Jakarta Barat tertinggi dibanding 5 wilayah lain. Sejak Januari hingga 17 Februari 2008, tercatat 621 kasus DBD di Jakarta Barat. Sementara itu, berdasarkan data dari Sudin Kemas Jakarta Barat, selama tahun 2007 tercatat 4.873 kasus DBD, 21 orang diantaranya meninggal dunia. Pada Januari 2008 tercatat 435 kasus DBD, satu orang diantaranya meninggal, sejak 1 – 17 Februari tercatat 186 kasus DBD, dua orang diantaranya meninggal. [22]
Dari penjabaran data di atas, dari tahun ke tahun tidak terlihat adanya perbaikan
yang signifikan mengenai kasus DBD di Indonesia. Setiap tahun bisa dipastikan,
masyarakat Indonesia di berbagai daerah akan berhadapan dengan masalah rutin
ini. Upaya pemberantasan harus terus diperbaiki dan dilaksanakan dengan
maksimal. Walau memang tidak bisa diberantas dalam waktu yang singkat,
namun setidaknya ada perbaikan yang signifikan dari segi morbiditas dan
mortalitas penyakit DBD setiap tahunnya.
BAB 2
![Page 6: Demam Berdarah Dengue](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022062218/577c7c341a28abe05499b7e9/html5/thumbnails/6.jpg)
PEMBAHASAN
2.1 Program-program untuk DBD
Banyak langkah yang telah ditempuh oleh pemerintah untuk mengurangi
jumlah penderita DBD di Indonesia, mulai dari program pencegahan sampai
program case management untuk masyarakat yang telah terjangkit oleh virus
dengue ini, tahapan-tahapan program tersebut, antara lain :
2.1.1 Pemberantasan Sarang Nyamuk
2.1.1.1 Definisi PSN
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) yaitu kegiatan memberantas jentik
nyamuk di tempat berkembangbiaknya baik dengan cara kimia, yaitu dengan
larvasida, biologi dengan cara memelihara ikan pemakan jentik atau dengan
bakteri ataupun dengan cara fisik yang kita kenal dengan kegiatan 3M (Menguras,
Menutup, Mengubur) yakni menguras bak mandi, bak WC; menutup TPA rumah
tangga (tempayan, drum dll) serta mengubur atau memusnahkan barang-barang
bekas (kaleng, ban dll).[23]
Pencegahan penyakit DBD melalui metode lingkungan atau fisik untuk
mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat perkembangbiakan
nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain rumah. Sebagai
contoh:[24]
Menguras bak mandi/penampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu.
Mengganti/menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali
Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan
lain sebagainya.
![Page 7: Demam Berdarah Dengue](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022062218/577c7c341a28abe05499b7e9/html5/thumbnails/7.jpg)
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) pada dasarnya, untuk memberantas
jentik atau mencegah agar nyamuk tidak dapat berkembang biak.
Pemberantasannya perlu peran aktif masyarakat khususnya memberantas jentik
Aedes.aegypti di rumah dan lingkungannya masing-masing. Cara ini adalah suatu
cara yang paling efektif dilaksanakan karena:[25]
a. tidak memerlukan biaya yang besar
b. bisa dilombakan untuk menjadi daerah yang terbersih
c. menjadikan lingkungan bersih
d. budaya bangsa Indonesia yang senang hidup bergotong royong
e. dengan lingkungan yang baik tidak mustahil, penyakit lain yang diakibatkan
oleh
lingkungan yang kotor akan berkurang.
2.1.1.2 Program 3M Plus
Sebenarnya pelaksanaan 3M Plus merupakan upaya Pemberantasan
Sarang Nyamuk yang sederhana dan efektif. Melalui program ini, masyarakat
dapat memutus rantai perkembang biakan nyamuk Aedes Aegypti. Sebagai
gambaran, beberapa hal pembersihan yang dilakukan dalam 3M Plus merupakan
upaya untuk mempersempit penyediaan sarang reproduksi bagi hewan vektor
penyakit ini dan hal ini merupakan bagian yang sangat penting sebagai langkah
awal untuk menghindari peningkatan prevalensi penderita PBD serta menghindari
terjadinya KLB pada penyakit ini. Sedangkan untuk membasmi jumlah nyamuk
dewasa yang telah dapat berkembang biak, dapat dilakukan dengan pengasapan
(fogging) digunakan untuk mengurangi jumlah nyamuk dewasa yang dapat
bertelur sebanyak 200 – 400 per hari. Jika dibandingkan dari kedua langkah
diatas, tentu saja program 3M Plus memiliki peranan yang sangat penting untuk
![Page 8: Demam Berdarah Dengue](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022062218/577c7c341a28abe05499b7e9/html5/thumbnails/8.jpg)
membatasi penyebaran virus penyakit ini asalkan masyarakat melakukannya
secara kontinyu dan teratur.
Permasalahan mengenai efektifitas pelaksanaan program Pemberantasan
Sarang Nyamuk melalui 3M Plus adalah kurangnya minat masyarakat untuk
melakukan semua hal tersebut. Hal ini berkaitan dengan pemahaman masyarakat
untuk terbiasa memiliki pola hidup bersih dan sehat sehingga merasa bahwa
bukan hal yang kondusif untuk hidup berdampingan dengan nyamuk Aedes
Aygepti.
Efektifitas pelaksanaan kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk ini
melalui 3M Plus ini dapat terlaksana dengan baik jika semua jajaran masyarakat
memiliki kesadaran untuk melakukannya secara serempak dan kontinyu di seluruh
bagian negara Indonesia in. Atupun dapat ditambah dengan adanya kebijakan dari
pemerintah pusat ataupun daerah mengenai pentingnya melakukan 3M Plus yang
disertai dengan pemberlakuan punishment bagi tiap masyarakat yang tidak
melakukan ataupn terlibat di dalam program Pemberantasan Sarang Nyamuk
(PSN) ini. Sebagai contoh, mungkin kita dapat mengikuti pemberlakuan kebijakan
di negara Singapura dan Malaysia yang memberikan denda bagi warganya yang
kedapatan terdapat jentik nyamuk Aedes Aegypti di rumahnya. Atupun seperti Sri
Lanka menggunakan gerakan Green Home Movement untuk tujuan yang sama
yaitu menempelkan stiker hijau bagi rumah yang memenuhi syarat kebersihan dan
kesehatan termasuk bebas dari jentik nyamuk Aeds Aegypti dan menempelkan
stiker hitam pada rumah yang tidak memenuhi syarat kebersihan dan kesehatan.
Bagi pemilik rumah dengan stiker hitam akan dberikan peringatan sebanyak 3 kali
dan jka tidak dilakukan akan dikenai denda. Sedangkan untuk para pejabat
pemerintahan Indonesia, mungkin dapat meniru semangat Jendral Grogas dalam
membasmi penyakit ini dari Kuba pada 100 tahun yang lalu yaitu dengan
menggunakan metode pelaksanaan progam – program PSN secara serentak dan
besar – besaran di seluruh negeri.[26]
![Page 9: Demam Berdarah Dengue](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022062218/577c7c341a28abe05499b7e9/html5/thumbnails/9.jpg)
Semua contoh diatas seharusnya dapat dijadikan contoh oleh tiap daerah
yang berpotensi menjadi daerah endemi DBD ketika musim penghujan datang
apalagi saat ini telah adanya otonomi daerah yang dapat memberikan kebebasan
kepada tiap derah untuk menyusun program ataupun kegiatan yang bertujuan
untuk membasmi sarang nyamuk secara benar tanpa terlupakan adanya
pengawasan dari pihak pemerintahan pusat.
2.1.1.3 Peraturan mengenai PSN dan 3M
Pelaksanaan PSN sebenarnya merupakan sebuah program pencegahan
penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang bersifat wajib. Hal
tersebut dikarenakan adanya peraturan tertulis yang dibuat oleh pejabat
pemerintahan provinsi. Sebagai gambaran, wajib PSN dengan 3-M di wilayah
Provinsi DKI, lanjut Salimar, dasarnya adalah Surat Edaran (SE) Gubernur DKI
No 46/SE/2004 tentang PSN digelar tidak hanya di luar, tapi juga dalam rumah
dan ruangan.
Adapun dalam Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus DKI Jakarta,
nomor 6 tahun 2007 tentang pencegahan demam berdarah melalui Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN), dijelaskan pada:
Pasal 4
1. PSN 3M Plus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, dilakukan untuk memutus siklus hidup nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus melalui kegiatan 3M Plus.
2. Pemutusan siklus hidup nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan oleh orang perorang, pengelola, penanggung jawab atau pimpinan pada semua Tatanan Masyarakat.
3. Kegiatan pemutusan siklus hidup nyamuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan secara terus menerus dan berkesinambungan dengan membasmi jentik nyamuk di semua tempat penampungan / genangan air yang memungkinkan menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk.
![Page 10: Demam Berdarah Dengue](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022062218/577c7c341a28abe05499b7e9/html5/thumbnails/10.jpg)
4. Kegiatan PSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) dilaksanakan sekurang-kurangnya 1 (satu) minggu sekali
SANKSI
Pasal 21
1. Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan pada tempat tinggalnya ditemukan ada jentik nyamuk Aedes aegypti dan jentik nyamuk Aedes albopictus dikenakan sanksi sebagai berikut :
a. Teguran tertulis;
b. Teguran tertulis diikuti pemberitahuan kepada Masyarakat melalui penempelan stiker di pintu rumah;
c. Denda paling banyak Rp.50.000.000,- (Lima Puluh Juta Rupiah) atau pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan.
2. Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bertingkat.
Pasal 22
1. Setiap pengelola, penanggung jawab atau pimpinan yang karena kedudukan,
tugas, atau wewenangnya bertanggung jawab terhadap urusan
kerumahtanggaan dan/atau kebersihan Tatanan Masyarakat yang melanggar
ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ditemukan jentik nyamuk Aedes aegypti dan
jentik nyamuk Aedes albopictus pada pada Tatanan Masyarakat yang menjadi
lingkup tanggung jawabnya dikenakan sanksi sebagai berikut :
a. teguran tertulis;
b. teguran tertulis diikuti pemberitahuan kepada Masyarakat melalui
penempelan stiker di lobby atau 11 pintu masuk kantor;
c. denda paling sedikit Rp. 1.000.000,- (Satu Juta Rupiah) atau paling banyak
Rp. 50.000.000,- (Lima Puluh Juta Rupiah) atau pidana kurungan paling
lama 3 (tiga) bulan.
![Page 11: Demam Berdarah Dengue](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022062218/577c7c341a28abe05499b7e9/html5/thumbnails/11.jpg)
3. Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara
bertingkat.
Adapun peraturan lain yang mengatur mengenai program 3M sebenarnya
dimulai tahun 1990 s/d sekarang dikembangkan program pemberantasan intensif
Demam Berdarah Dengue di desa/Kelurahan endemis Demam Berdarah Dengue
dengan kegiatan penanggulangan fokus, foging massal sebelum musim penularan,
abatisasi selektif serta penyuluhan don penggerakkan PSN melalui kerjasama
lintas program dan sektor. Kemudian stratifikasi desa disempurnakan menjadi 3
strata yaitu: endemis, sporadis dan bebas/potensial.
Pada periode ini tepat pada tahun 1992 terbit KepMenkes Nomor : 581
tahun 1992 tentang pemberantasan penyakit Demam Berdarah Dengue
berdasarkan Kepmenkes Nomor 581 tahun 1992, tentang pemberantasan penyakit
Demam Berdarah Dengue, surat Edaran Mendagri, No. 443/115/Bandes, perihal
operasionalisasi Kep. Menkes No. 581 tahun 1992, Surat Edaran Tim Pembina
UKS tingkat pusat No. 80/fPUKS oo/X/93, tentang Pembinaan UKS dalam upaya
pencegahan penyakit Demam Berdarah Dengue, Surat Edaran Tim Penggerak
PKK Pusat No. 500/ SKR/PKK.PST/94, tentang penyuluhan dan motivasi gerakan
PSN Demam Berdarah Dengue, SK Mendagri No. 31-VI tahun 1994., tentang
pembentukan kelompok operasional pemberantasan penyakit Demam Berdarah
Dengue dan surat Edaran Mendagri No. 912/351/Bangda tahun 1994 tentang
penyediaan dana dalam rangka menanggulangi penyakit Demam Berdarah
Dengue.
Berdasarkan Kepmenkes tersebut, tugas dan fungsi Subdit Arbovirosis
ditetapkan bahwa: Upaya pemberantasan penyakit Demam Berdarah Dengue
dilakukan melalui pelaksanaan kegiatan: pencegah, penemuan dan pelaporan
penderita, pengamatan, penyakit, penyelidikan epidemiologi, penanggulangan
seperlunya serta penanggulangannya lain dan penyuluhan kepada masyarakat.
2.1.2 Abatisasi (Larvasiding)
![Page 12: Demam Berdarah Dengue](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022062218/577c7c341a28abe05499b7e9/html5/thumbnails/12.jpg)
2.1.2.1 Definisi
Larvasiding adalah pemberantasan jentik dengan bahan kimia dengan
menaburkan bubuk larvasida. Pemberantasan jentik Aedes aegypti dengan bahan
kimia terbatas untuk wadah (peralatan) rumah tangga yang tidak dapat
dimusnahkan, dibersihkan,dikurangi atau diatur. Dalam jangka panjang penerapan
kegiatan larvasiding sulit dilakukan dan mahal. Kegiatan ini tepat digunakan
apabila survelans penyakit dan vector menunjukkan adanya periode berisiko
tinggi dan di lokasi dimana wabah mungkin timbul. Menentukan waktu dan
tempat yang tepat untuk pelaksanaan larvasiding sangat penting untuk
memaksimalkan efektifitasnya.
Terdapat 2 jenis larvasida yang dapat digunakan pada wadah yang dipakai untuk
menampung air minum (TPA) yakni: temephos (Abate 1%) dan Insect growth
regulators (pengatur pertumbuhan serangga) Untuk pemberantasan larva dapat
digunakan abate 1 % SG. Cara ini biasanya digunakan dengan menaburkan abate
kedalam bejana tempat penampungan air seperti bak mandi, tempayan, drum
dapat mencegah adanya jentik selama 2-3 bulan. Kegiatan larvasiding meliputi:
a. Abatisasi selektif
Abatisasi selektif adalah kegiatan pemeriksaan tempat penampungan air (TPA)
baik didalam maupun diluar rumah pada seluruh rumah dan bangunan di
desa/kelurahan endemis dan sporadik dan penaburan bubuk abate (larvasida) pada
TPA yang ditemukan jentik dan dilaksanakan 4 kali setahun. Pelaksana abatisasi
adalah kader yang telah dilatih oleh petugas Puskesmas.Tujuan pelaksanaan
abatisasi selektif adalah sebagai tindakan sweeping hasil penggerakan masyarakat
dalam PSN-DBD.
b. Abatisasi massal
Abatisasi massal adalah penaburan abate atau altosid (larvasida) secara serentak
diseluruh wilayah/daerah tertentu disemua TPA baik terdapat jentik maupun tidak
![Page 13: Demam Berdarah Dengue](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022062218/577c7c341a28abe05499b7e9/html5/thumbnails/13.jpg)
ada jentik di seluruh rumah/bangunan. Kegiatan abatisasi massal ini dilaksanakan
dilokasi terjadinya KLB DBD. Dalam kegiatan abatisasi massal masyarakat
diminta partisipasinya untuk melaksanakan pemberantasan Aedes aegypti di
wilayah masing-masing. Tenaga di beri latihan dahulu sebelum melaksanakan
abatisasi, agar tidak mengalami kesalahan.[27]
2.1.2.2 Peraturan Daerah mengenai Abatisasi atau Pemberantasan Jentik
Nyamuk
Pemeriksaan Jentik Berkala yang selanjutnya disingkat PJB adalah
pemeriksaan tempat penampungan air dan tempat perkembangbiakan nyamuk dan
jentik nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus oleh Petugas Kesehatan untuk
mengetahui ada atau tidaknya jentik nyamuk pada tatanan masyarakat.
Dalam Pasal 5 :
1) PJB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b wajib dilakukan oleh
Petugas Kesehatan setiap 3 (tiga) bulan sekali.
2) Selain Petugas Kesehatan, pemeriksaan dan pemantauan jentik juga wajib
dilaksanakan secara rutin oleh Jumantik.
3) Dalam hal pemeriksaan dan pemantauan oleh Jumantik sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dilaksanakan sekurang-kurangnya 1 (satu) minggu sekali,
dengan kegiatan sebagai berikut :
a. Memeriksa setiap tempat, media, atau wadah yang dapat menjadi tempat
perkembangbiakan Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus pada
Tatanan Masyarakat dan mencatat di kartu jentik;
b. Memberikan penyuluhan dan memotivasi Masyarakat;
c. Melaporkan hasil pemeriksaan dan pemantauan kepada Lurah.
![Page 14: Demam Berdarah Dengue](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022062218/577c7c341a28abe05499b7e9/html5/thumbnails/14.jpg)
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemeriksaan dan pemantauan jentik nyamuk
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Gubernur.
2.1.3 Fogging
2.1.3.1 Definisi
Fogging merupakan suatu kegiatan penyemprotan insektisida dan PSN-
DBD serta penyuluhan pada masyarakat sekitar kasus dengan radius 200 meter,
dilaksanakan 2 siklus dengan interval 7 hari oleh petugas.[28] Biasanya Fogging
diadakan 2 kali di suatu tempat menggunakan malathion dalam campuran solar
dosis 438 g/ha. (500 ml malathion 96%technical grade/ha). Sasaran adalah rumah
serta bangunan di pinggir jalan yang dapat dilalui mobil di desa endemis tinggi.
Alat yang dipakai swing fog SN 1 untuk bangunan dan mesin ULV untuk
perumahan. Waktu pengasapan pagi dan sore ini dengan memperhatikan
kecepatan angin dan suhu udara. Fogging dilakukan oleh tim yang terlatih dari
Dinas Kesehatan Propinsi dan Pusat sesudah survei dasar.[29] Penanggulangan
fogging fokus ini dilakukan dengan maksud untuk mencegah/membatasi
penularan penyakit. Cara ini dapat dilakukan untuk nyamuk dewasa maupun
larva. Untuk nyamuk dewasa saat ini dilakukan dengan cara pengasapan (thermal
fogging) atau pengagutan (colg Fogging = Ultra low volume). Pemberantasan
nyamuk dewasa tidak dengan menggunakan cara penyemprotan pada dinding
(resisual spraying) karena nyamuk Ae.aegypti tidak suka hinggap pada dinding,
melainkan pada benda-benda yang tergantung seperti kelambu dan pakaian yang
tergantung. Untuk pemakaian di rumah tangga dipergunakan berbagai jenis
insektisida yang disemprotkan yang disemprotkan kedalan kamar atau ruangan
misalnya, golongan organophospat atau pyrethroid synthetic.[30]
Adapun syarat-syarat untuk melakukan fogging[31], yaitu:
1. Adanya pasien yang meninggal di suatu daerah akibat DBD.
2. Tercatat dua orang yang positif terkena DBD di daerah tersebut.
![Page 15: Demam Berdarah Dengue](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022062218/577c7c341a28abe05499b7e9/html5/thumbnails/15.jpg)
3. Lebih dari tiga orang di daerah yang sama, mengalami demam.Plus adanya
jentik-jentik nyamuk Aedes Aegypti.
Apabila ada laporan DBD di rumah sakit atau puskesmas di suatu daerah, maka
pihak rumah sakit harus segera melaporkan dalam waktu 24 jam, setelah itu akan
langsung diadakan penyelidikan epidemiologi kemudian baru fogging fokus.
2.1.3.2 Peraturan mengenai Fogging
Dalam Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus DKI Jakarta, nomor 6 tahun
2007 tentang pengendalian demam berdarah, dijelaskan pada:
Pasal 11
1) Penanggulangan Fokus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b
merupakan kegiatan pemberantasan nyamuk DBD dengan cara pengasapan
atau fogging.
2) Pengasapan atau fogging sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan 2
(dua) putaran dengan interval waktu 1 (satu) minggu dalam radius 100
(seratus) meter.
Pasal 12
1) Pengasapan atau fogging sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 wajib
dilaksanakan oleh Puskesmas pada setiap Penyelidikan Epidemiologi positif
paling lama 3 (tiga) kali 24 (dua puluh empat) jam.
2) Selain Puskesmas, pengasapan atau fogging dapat dilakukan oleh Masyarakat
dengan tenaga terlatih dibawah pengawasan Puskesmas.
3) Masyarakat wajib membantu kelancaran pelaksanaan pengasapan dirumah dan
lingkungan masing-masing.
![Page 16: Demam Berdarah Dengue](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022062218/577c7c341a28abe05499b7e9/html5/thumbnails/16.jpg)
Pasal 13
1) Fogging massal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c merupakan
kegiatan pengasapan fokus secara serentak dan menyeluruh pada saat KLB.
2) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaksanakan oleh
Puskesmas dibawah koordinasi Unit Kerja Perangkat Daerah yang
bertanggung jawab dibidang kesehatan sebanyak 2 (dua) putaran dengan
interval waktu 1 (satu) minggu.
3) Selain Unit Kerja Perangkat Daerah yang bertanggung jawab dibidang
kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pengasapan atau fogging
massal dapat dilakukan oleh Masyarakat dengan tenaga terlatih dibawah
pengawasan Puskesmas.
4) Masyarakat wajib membantu kelancaran pelaksanaan Fogging massal dirumah
dan lingkungan masing-masing.
2.1.4 Surveilans Epidemiologi
2.1.4.1 Definisi
Surveilans Epidemiologi DBD adalah kegiatan analisis secara sistematis dan
terus menerus terhadap penyakit DBD dan kondisi yang memperbesar resiko
terjadinya, dengan maksud agar peningkatan dan penularannya dapat dilakukan
tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan
data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara
program kesehatan[32]. Proses surveilans dibagi menjadi dua kegiatan,yaitu[33]:
1. Kegiatan inti; mencakup (1) surveilans: deteksi, pencatatan, pelaporan,
analisis, konfirmasi dan umpan balik (2) tindakan: respon segera
(epidemic type response) dan respon terencana (management type
response)
![Page 17: Demam Berdarah Dengue](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022062218/577c7c341a28abe05499b7e9/html5/thumbnails/17.jpg)
2. Kegiatan pendukung; mencakup, pelatihan, supervisi, penyediaan dan
manajemen sumber daya.
Program surveilans epidemiologi DBD meliputi surveilans penyakit yang
dilakukan dengan cara meminta laporan kasus dari rumah sakit dan sarana
kesehatan serta surveilans vektor yang dilakukan dengan melakukan penelitian
epidemiologi di daerah yang terjangkit DBD. Pelaksanaan surveilans
epidemiologi vektor DBD untuk deteksi dini biasanya dilakukan penelitian di
tempat-tempat umum; sarana air bersih; pemukiman dan lingkungan perumahan;
dan limbah industri, RS serta kegiatan lain.
Kegiatan di atas dilakukan oleh petugas kesehatan, juru pemantau jentik
dan tim pemberantasan nyamuk di sekolah dan masyarakat. Sebagai indikator
keberhasilan program tersebut adalah Angka Bebas Jentik (ABJ).
Surveilans epidemiologi penyakit DBD memegang peranan penting dalam
upaya memutus mata rantai penyakit DBD. Namun, pada kenyataanya belum
berjalan dengan baik disebabkan karena faktor eksternal dan internal, misalnya
petugas puskesmas tidak menjalankan tugas dengan sebagaimana mestinya dalam
melakukan Pemantauan Jentik Berkala (PJB)[34].
Berdasarkan surveilans epidemiologi DBD yang telah dilakukan peningkatan
dan penyebaran jumlah kejadian penyakit DBD ada kaitannya dengan beberapa
hal berikut:
1. Pertumbuhan penduduk yang tinggi
2. Urbanisasi yang tidak terencana & tidak terkendali
3. Tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis
4. Peningkatan sarana transportasi
![Page 18: Demam Berdarah Dengue](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022062218/577c7c341a28abe05499b7e9/html5/thumbnails/18.jpg)
Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru telah mengembangkan suatu
sistem surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (Computerize) yang
disebut dengan Early Warning Outbreak Recognition System ( EWORS ).
EWORS adalah suatu sistem jaringan informasi yang menggunakan
internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya kejadian luar biasa
pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbangkes.
Depkes RI.) secara cepat. Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus
dapat diketahui dengan cepat, sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat
dilakukan sedini mungkin. Dalam masalah DBD pada tahun 2004, EWORS telah
berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi jumlah,
gejala/karakteristik penyakit, tempat/lokasi, dan waktu kejadian dari seluruh
rumah sakit DATI II di Indonesia.[35]
2.1.4.2 Peraturan Daerah
Pasal 6
1) Surveilans sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c terdiri dari :
a. Surveilans Aktif Rumah Sakit;
b. Surveilans Berbasis Masyarakat.
2) Surveilans Aktif Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
merupakan kewajiban Rumah Sakit melaporkan setiap kasus baru DBD yang
dirawat ke Dinas Kesehatan dalam waktu 1 (satu) x 24 (dua puluh empat) jam.
3) Surveilans Berbasis Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
merupakan kewajiban Masyarakat melaporkan setiap penderita DBD ke
Puskesmas.
2.1.5 Case Management
![Page 19: Demam Berdarah Dengue](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022062218/577c7c341a28abe05499b7e9/html5/thumbnails/19.jpg)
Berbagai macam aksi telah dicanangkan untuk mencegah munculnya dan
meluasnya kasus DBD (preventif primer). Namun, disamping aksi pencegahan,
diperlukan juga penanganan kasus yang baik demi mencegah meningkatnya angka
kematian dan Case Fatality Rate (CFR). Hal yang penting dalam penanganan
kasus adalah penegakan diagnosis dan pengobatan segera (preventif sekunder).
Sebagaimana yang diketahui, penyakit DBD sering salah didiagnosis dengan
penyakit lain seperti flu atau typhoid/ tipus. Hal ini disebabkan karena infeksi
virus dengue yang menyebabkan DBD bisa bersifat asimptomatik atau tidak jelas
gejalanya. Data dari berbagai rumah sakit menunjukkan bahwa pasien DBD sering
menunjukkan gejala batuk, pilek, demam, mual, muntah maupun diare. Masalah
bisa bertambah karena virus tersebut dapat masuk bersamaan dengan infeksi
penyakit lain seperti flu atau tipus. Oleh karena itu perlu kejelian pemahaman
tentang perjalanan penyakit virus dengue, patofisiologi, dan ketajaman
pengamatan klinis. Untuk memperoleh kepastian tentang diagnosis, perlu juga
dilakukan pemeriksaan penunjang di laboratorium.
Penegakan diagnosis dengan cepat sangat penting karena memberikan efek yang
besar terhadap prognosis penyakit. Jika terjadi keterlambatan sedikit saja, keadaan
pasien bisa jauh lebih parah karena fase klinis penyakit DBD cukup pendek.
Keputusan perawatan yang diberikan juga harus sesuai dengan kondisi pasien,
apakah rawat inap biasa sudah cukup atau harus mendapatkan perawatan intensif
di ICU.
2.2 Aplikasi Program dalam Masyarakat
2.2.1 PSN dan 3M
Kurangnya sosialisasi[36] adalah salah satu penyebab PSN belum optimal
sebagaimana fakta di daerah Tangerang dan Banten masih banyak warga yang
tidak mengetahui 3M plus itu apa. Dapat dilihat juga beberapa komentar warga
mengenai PSN, diantaranya adalah Bakir, seorang ketua RT di Larangan Utara,
Kecamatan Ciledug, juga belum pernah mendapat penjelasan mengenai DBD dan
![Page 20: Demam Berdarah Dengue](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022062218/577c7c341a28abe05499b7e9/html5/thumbnails/20.jpg)
cara penanggulangannya. Ia tak paham mengenai PSN dengan 3M + 1M. “Kalau
ada sosialisasi soal itu, pasti saya tahu karena kebetulan rumah saya dekat
dengan ketua RW. Kalau ada apa-apa, Pak Lurah Larangan biasanya segera
memberi tahu. Tetapi, tahun ini saya belum dengar apa-apa mengenai
pemberantasan DBD,” jelasnya. Namun, beberapa waktu lalu di kawasan padat
permukiman rumah petak tersebut pernah ditarik iuran untuk bayar orang bersih-
bersih selokan, tetapi itu sudah lama sekali. Seorang warga Perumahan
Kehakiman di belakang Puskesmas Sukasari, Tangerang, juga tidak pernah tahu
apa itu 3M + 1M. Sepanjang tahun 2004 dan tahun 2005, di kompleksnya belum
pernah ada penjelasan tentang DBD dari aparat kesehatan setempat.
Tidak hanya didaerah pemukiman, tetapi adapula sekolah yang belum
pernah mendengar penjelasan PSN dengan 3M + 1M dari aparat kesehatan. “Saya
mah dengar soal PSN dan harus ikut pencanangan PSN oleh Pak Wali dari
Kepala Dinas Pendidikan minggu lalu. Setelah itu langsung saya minta siswa SD
sini kerja bakti membersihkan sekolah dan lingkungan kami,” kata Kepala
Sekolah SDN Pondok Bahar IV Kecamatan Karangtengah AM Bhakty NTR.
Kemudian adapula komentar masyarakat yang skeptis mengenai PSN
diantaranya adalah di Kecamatan Cipondoh, Yanti, ibu rumah tangga warga RT
01 RW 01, Kelurahan Cipondoh, mengaku tidak tahu-menahu mengenai PSN dan
3M + 1M. Ia tidak terlalu peduli mengenai bahaya DBD karena rumahnya hanya
beberapa meter dari Puskesmas Cipondoh.
Penuturan komentar-komentar di atas mengenai ketidaktahuan masyarakat
mengenai pemberantasan DBD melalui 3M sangat ironis sekali karena gubernur
daerah setempat telah mencanangkan program PSN tersebut bahkan telah
dilakukan aksi pengasapan di daerah pemukiman dan tempat-tempat umum seperti
sekolah.
Keadaan di atas mengindikasikan bahwa pencegahan DBD tidak hanya
cukup dengan acara pencanangan dan pemasangan spanduk berisi peringatan,
![Page 21: Demam Berdarah Dengue](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022062218/577c7c341a28abe05499b7e9/html5/thumbnails/21.jpg)
karena pada kenyatannya masyarakat sangat mengharapkan dokter atau aparat
kesehatan lain bersedia menjelaskan soal DBD langsung ke masyarakat agar
mereka benar-benar paham penyakit yang sulit didiagnosa itu sekaligus mendapat
dorongan untuk memberantasnya.
Kegiatan PSN DBD harus dijadikan prioritas oleh setiap daerah yang
memiliki laporan kasus DBD.Walaupun pelaksanaan PSN memang membutuhkan
waktu yang agak lama, sehingga memerlukan peran aktif masyarakat akan tetapi
keberhasilan dari upaya ini cukup besar dalam rangka penurunan angka penyakit
DBD.
2.2.2 Abatisasi
Temephos berupa “sand granules” ditaburkan dengan pasir sebagai
“carrier” ke dalam bejana tempat penampungan air. Penaburan larvasida di tempat
penampungan air seperti bak mandi, tempayan, drum dapat mencegah timbulnya
jentik selama 2-3 bulan. Larvasida yang dipakai adalah abate 1 % dengan dosis 1
gr per 10 liter air. Namun cara ini tidak menjamin terbasminya tempat
perindukkan nyamuk secara permanen, karena masyarakat pada umumnya tidak
begitu senang dengan bau yang ditimbulkan larvasida selain itu pula diperlukan
abate secara rutin untuk keperluan pelaksanaannya.
Penelitian peningkataan kualitas lingkungan dalam rangka pemberantasan
demam berdarah di Kodya Sukabumi, propinsi Jawa Barat tahun 1988/89
dilakukan oleh Sumengen dkk yang diawali dengan intruksi PSN oleh Walikota
Sukabumi. Intervensi dilakukan dengan cara fogging, abatisasi dan PSN di 4
kelurahan endemis tinggi, abatisasi dan PSN di 4 kelurahan endemis sedang, PSN
di 5 kelurahan endemis rendah. fogging menggunakan malathion 96% “technical
grade” dosis 438 per ba dilakukan 2 “cycle”. abatisasi menggunakan 1 % abate
“sand granules” abate dengan dosis 1 gr per 10 liter. Setelah 6 bulan intervensi
diadakan survei penilaian didapat hasil pengawasan kualitas lingkungan secara
![Page 22: Demam Berdarah Dengue](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022062218/577c7c341a28abe05499b7e9/html5/thumbnails/22.jpg)
konsisten lebih efektif dari pada intervensi lain. Penurunan, “house index”
mencapai 13,3 “container index” 1,0 dan “breteau index” 13,4.
Hasil studi lain yang dilakukan oleh Kasnodiharjo di Kotamadya
Pontianak, Kalimantan Barat tahun 1990 menunjukkan pengetahuan sikap dan
prilaku masyarakat menunjukkan bahwa, sebagian besar warga masyarakat (83 %)
pernah mendengar tentang dengan demam berdarah, 81% diantaranya bahwa
demam berdarah adalah suatu penyakit yang berbahaya. Sedangkan mereka yang
mengetahui tentang pencegahan demam berdarah dengan cara menutup rapat TPA
17 % dengan cara mengganti air 27 % dan menaburkan abate pada TPA 29 %[37].
2.2.3 Fogging
Sebagai tindaklanjut dari penetapan kejadian luar biasa (KLB) demam
berdarah pada tiga pekan lalu, Pemprov DKI Jakarta akan melakukan pengasapan
fokus serentak di 3.291 titik pada 258 kelurahan yang ada di Jakarta dengan total
luas titik 13.164 hektar atau 60 persen wilayah DKI.[38] Dari 258 kelurahan
tersebut, 135 diantaranya berkategori kelurahan status merah untuk demam
berdarah dan 123 untuk berkategori kuning.Setiap titik fokus akan diasap oleh dua
tim yang terdiri atas masing-masing satu kepala regu dan enam petugas
penyemprotan. Kepala regu berasal dari petugas puskesmas sedangkan petugas
yang menyemprot berasal dari anggota masyarakat dan petugas Linmas yang
sudah dilatih. Obat-obatan yang digunakan berasal dari yang telah ada di
puskesmas dan sudin masing-masing untuk jenis Fendona sebanyak 3.843 liter
dan cynoff sebanyak 7.545 liter.
Bantuan Dinkes sebanyak 14.000 liter yang digunakan untuk cadangan
bila kurang. Terdapat empat mesin untuk satu titik, setiap titik mempunyai
cakupan empat hektar. Mesin yang disiapkan berjumlah 2.000 unit dari kelurahan
dan 429 unit mesin dari puskesmas, sehingga total mencapai sekitar 2.429 unit.
Dana yang dibutuhkan untuk pengasapan fokus serentak bagi dua siklus
![Page 23: Demam Berdarah Dengue](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022062218/577c7c341a28abe05499b7e9/html5/thumbnails/23.jpg)
berjumlah Rp1.928.000 untuk setiap titik sehingga diperkirakan membutuhkan
biaya Rp6,3 miliar.
di Jakarta Utara sendiri, Pihak Sudin Kesehatan Mayarakat (Kesmas)
Jakarta Utara gencar melakukan fogging fokus serentak di 32 titik fokus
penyemprotan, namun jumlah kasus DBD di Jakarta Utara setiap hari mengalami
peningkatan yang signifikan.
Data Sudin Kesmas, pada 15 Januari 2008 jumlah kasus tercatat 91 orang.
Dalam seminggu jumlah kasus meningkat 100 % menjadi 197 orang pada 21
Januari 2008. Sedangkan jumlah RW rawan DBD periode Desember 2007 –
Januari 2008 tercatat 118 RW. Kecamatan yang paling banyak RW nya masuk
dalam kategori RW rawan yakni Kecamatan Kelapa Gading dengan 38 RW. Dan
jumlah RW terbanyak dalam satu kelurahan di kuasai oleh Kelurahan Kelapa
Gading Timur sebanyak 16 RW. Selain itu hampir setiap kecamatan terdapat RW
rawan seperti di Kecamatan Penjaringan ada 5 RW, di Kecamatan Pademangan 9
RW, Kecamatan Tanjung Priok 35 RW, Kecamatan Koja 5 RW dan Kecamatan
Cilincing terdapat 26 RW. Fogging fokus serempak yang dilaksanakan pada
Jumat (18/01/2007)-Minggu (20/01/2007) belum semua titik fokus tersemprot
karena banyaknya jumlah area fokus penyemprotan dengan jumlah petugas
sebanyak 100 orang yang dibagi dalam 20 tim. Untuk itu akan diadakan lagi
penyemprotan siklus II di wilayah yang belum dilakukan fogging. [39]
Di Jakarta Utara terdapat 16 kelurahan zona merah sesuai ketetapan Gubernur
DKI Jakarta. Ke 16 kelurahan tersebut antara lain Penjaringan, Pademangan
Barat, Pademangan Timur, Tanjung Priok, Kebun Bawang, Warakas, Sunter
Agung, Koja, Lagoa, Rawa Badak Utara, Tugu Utara, Tugu Selatan, Kelapa
Gading Timur, Pegangsaan Dua, Semper Barat dan Semper Timur.[40]
Masih di Puskesmas Kecamatan Tg. Priok data yang berhasil dihimpun
perkembangan kasus DBD, dari Januari hingga 10 April 2007, jumlah kasus DBD
tercatat 116 kasus. Dengan perincian di Kelurahan Sunter Agung 67 Kasus,
![Page 24: Demam Berdarah Dengue](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022062218/577c7c341a28abe05499b7e9/html5/thumbnails/24.jpg)
Sunter Jaya 25 Kasus, Papanggo 25 kasus, Warakas 59 kasus, Tg.Priok 42 kasus,
dan Sungai Bambu 26 kasus. Sedangkan pelaksanaan foging khusus ( Fokus )
yang telah dilakukan, di Kelurahan Sunter Jaya 26 fokus, Sunter Agung 16 Fokus,
Papanggo 1 fokus,Warakas 13 Fokus, Tg.Priok 5 Fokus, Sungai Bambu 16 fokus
dan Kebon Bawang 12 fokus. Total pelaksanan focus 89 kali se-Kecamatan Tg.
Priok.
Sasaran fogging massal akan dilaksanakan di 118 RW di kelurahan zona
merah Jakarta Utara, terdiri dari 12 RW di Kelurahan Penjaringan, 4 RW
Pademangan Barat, 4 Pademangan Timur, 8 Tanjung Priok, 9 Kebon Bawang, 8
Sunter Agung, 8 Warakas, 5 Koja, 5 Lagoa, 5 Rawa Badak Utara, 5 Tugu Selatan,
5 Tugu Utara. Kemudian 17 RW di Kelurahan Kelapa Gading Timur, 15
Pegangsaan Dua, 4 Semper Timur dan 4 RW di Semper Barat.
Sedangkan untuk kelurahan lainnya yang masuk dalam zona kuning, juga
akan dilaksanakan kegiatan fogging dan kegiatan kesehatan lingkungan berupa
laporan kegiatan Pemantauan Jentik Berkala (PJB) dan Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) oleh para jumantik dan kader.
2.2.4 Case Management
Jumlah pasien rawat inap penderita demam berdarah dengue (DBD) di Rumah
Sakit Pasar Rebo semakin meningkat dan melebihi kapasitas kamar yang dimiliki
rumah sakit tersebut. Pada tanggal 21 April 2007 jumlah pasien penderita DBD
yang masuk ke RS Pasar Rebo mencapai 85 pasien, terdiri atas 54 pasien dewasa
dan 31 pasien anak-anak.[41] “Kapasitas ruang ruang inap yang kami miliki
sudah full, sampai-sampai pasien DBD terpaksa kami rawat di selasar luar ,” ujar
Edi Customer Service Rumah Sakit Pasar Rebo ketika ditemui wartawan.
Pasien rawat inap yang tidak tertampung di kamar, terpaksa dirawat di selasar-
selasar rumah sakit. Sampai saat ini pasien penderita DBD yang dirawat di selasar
luar untuk Ruang Melati sebanyak 10 orang, sedangkan di Ruang Mawar
sebanyak delapan orang, dan salah satunya adalah Sofyan. S (15 thn) yang kini
![Page 25: Demam Berdarah Dengue](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022062218/577c7c341a28abe05499b7e9/html5/thumbnails/25.jpg)
dalam kondisi kritis dan terpaksa dirawat di ruang ICU. Terhitung sejak awal
April hingga 21 April 2007, pasien penderita DBD yang dirawat inap di Rumah
Sakit Pasar Rebo sudah mencapai angka 1.463 pasien, yang terdiri atas 938 pasien
dewasa dan 525 pasien anak-anak.
2.3 Perda Vs Aplikasi Program di Masyarakat
Dalam kenyatannya, serapi apapun peraturan daerah yang dibuat, tetap
saja jumlah penderita demam berdarah terus meningkat dari tahun ke tahun.
Pemerintah pun dibuat pusing karenanya, dari data-data yang kita temukan di
internet, dapat diketahui bahwa kegiatan yang telah dicanangkan oleh pemerintah
tidak semulus apa yang terjadi di lapangan. Seperti program Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN), berupa Jum’at bersih ataupun kerja bakti di lingkungan
sekitar yang mencakup 3M (Mengubur, Menguras, dan Menutup) yang kemudian
disempurnakan lagi menjadi 3M plus[42]. Walaupun sudah gencar begitu, hingga
dibuat iklan layanan masyarakatnya, tetap saja masyarakat belum terlalu
mengaplikasikannya dalam kehidupan mereka. Siapakah kemudian yang akan
disalahkan? Pemerintahkah? Masyarakatkah? Jikalau pemerintah yang disalahkan,
namun nyatanya mereka para pejabat telah berusaha sedemikian rupa,
mengeluarkan berbagai peraturan untuk menertibkan program-program tersebut,
namun tetap saja sesempurna apapun peraturannya, jika tidak diiringi dengan
pengawasan yang cukup, hasil di lapangan akan berbeda, seperti fogging, dalam
perda telah disebutkan bahwa fogging dilakukan oleh orang yang terlatih dari
puskesmas setempat, namun kenyataannya bahwa efektivitas program
penyemprotan (fogging) massal dalam rangka memberantas nyamuk aedes
aegypty penyebab wabah demam berdarah dengue (DBD) di DKI Jakarta
dipertanyakan kalangan warga[43]. Dalam suarakarya.com disebutkan bahwa
sejumlah warga menyatakan kecewa karena fogging putaran pertama, Jumat
pekan lalu, terkesan dilakukan asal-asalan. Karena itu tak heran jika nyamuk atau
kecoa tidak lantas mati setelah penyemprotan dilakukan. Pada malam hari setelah
penyemprotan, banyak nyamuk dewasa tetap bergentayangan. Padahal menurut
Asisten Kesehatan Masyarakat (Askesmas) Pemprov DKI Jakarta Rohana
![Page 26: Demam Berdarah Dengue](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022062218/577c7c341a28abe05499b7e9/html5/thumbnails/26.jpg)
Manggala, jenis obat yang digunakan dalam penyemprotan — veridona dan
cynoff — paling efektif membunuh nyamuk dewasa.
Menurut Tony Bramantoro, warga RT 014/RW 03, Kelurahan Kemayoran,
Jakarta Pusat, asap fogging lebih pekat berbau minyak solar. “Petugas
penyemprot pun bukan tenaga yang mengerti ukuran campuran obat, mereka
hansip dan tramtib,” kata Tony.
Pengakuan senada disampaikan Sudarto Legowo, warga RT 001/RW 06,
Kelurahan Kebon Baru, Tebet, Jaksel. “Beda dengan dulu, dalam fogging
putaran pertama ini kecoa dan nyamuk dewasa tidak mati. Saya curiga, obat yang
digunakan palsu,” ujarnya.
Masih dalam fogging, bila penanganan pengasapan dilakukan dengan cara yang
tidak benar maka hal ini akan membahayakan kesehatan masyarakat, disamping
itu pula cara ini memerlukan dana yang sangat mahal dalam pelaksanaannya.
Penaburan larvasida di tempat penampungan air seperti bak mandi, tempayan,
drum dapat mencegah timbulnya jentik selama 2-3 bulan.Larvasida yang dipakai
adalah abate 1 % dengan dosis 1 gr per 10 liter air. Namun cara ini tidak
menjamin terbasminya tempat perindukkan nyamuk secara permanen, karena
masyarakat pada umumnya tidak begitu senang dengan bau yang ditimbulkan
larvasida selain itu pula diperlukan abate secara rutin untuk keperluan
pelaksanaannya.[44] Sehingga pelaksanaan ini masih terasa memberatkan bagi
warga yang hanya memiliki pendapatan pas-pasan untuk hidup.
Oleh karena itu, mengapa pemerintah lebih menganjurkan masyarakat untuk
bekerja bakti dalam artian melaksanakan program 3M yang meliputi PSN dan
Jum’at Bersih, kedua program ini lebih efektif karena tidak perlu mengeluarkan
uang yang terlalu banyak, keuntungan lain yang dapat diperoleh yaitu lingkungan
mereka menjadi terjaga kebersihannya, sehingga mereka tidak hanya mencegah
demam berdarah ini berkembang namun juga penyakit-penyakit lain.
![Page 27: Demam Berdarah Dengue](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022062218/577c7c341a28abe05499b7e9/html5/thumbnails/27.jpg)
Diharapkan agar program yang telah disusun oleh pemerintah ini nantinya akan
dapat dilaksanakan secara efektif di masyarakat secara keseluruhan, bukan hanya
masyarakat DKI Jakarta saja, namun masyarakat Indonesia secara keseluruhan,
sehingga angka penderita demam berdarah dapat menurun seiring dengan
peningkatan kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan lingkungan mereka.
Namun, masyarakat juga perlu pengawasan dan bimbingan penuh dari
pemerintah. Pemerintah jangan hanya membuat peraturannya saja, namun
kemudian lepas tangan dan berharap peraturan itu bisa terlaksana dengan baik di
lapangan. Harapannya, pemerintah bisa memperketat pengawasan terhadap setiap
peraturan yang mereka buat, entah itu dengan turun langsung ke lapangan atau
melalui pembentukan kader-kader kesehatan sebagai perpanjangan tangan
mereka. Penyebab tidak langsung DBD yang juga harus menjadi agenda
pemerintah untuk diselesaikan adalah masalah pendidikan, bagaimanapun usaha
pemerintah untuk menjalankan program DBD, jika pendidikan tidak mulai
diperbaiki dari saat ini, maka angka penderitanya tidak akan pernah dapat
diturunkan, dengan peningkatan pendidikan, masyarakat akan dapat mengubah
persepsi mereka bahwa bagaimanapun juga mencegah lebih baik daripada
mengobati, sehingga secara tidak langsung pula mereka akan lebih sadar untuk
menjaga dan memperhatikan kebersihan lingkungan sekitar.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dan
dapat menulari manusia melalui vector nyamuk Aedes Aegypti. Demam berdarah
Dengue pertama kali timbul di serentak di dunia sektar tahun 1978 sedangkan di
Indonesia, penyakit ini masuk pada tahun 1968-an namun hingga saat ini DBD
masih menjadi masalah rutin bagi Indonesia.Penanganan DBD di Indonesia telah
dilakukan oleh pemerintah melalui pengadaan program pencegahan dan
![Page 28: Demam Berdarah Dengue](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022062218/577c7c341a28abe05499b7e9/html5/thumbnails/28.jpg)
penanganannya seperti adanya peraturan atau pernyataan wajib dari Menkes atau
pimpinan provinsi/kota mengenai PSN, Abatisasi, Fogging, Surveilant
Epidemiologi maupun perbaikan dalam hal Case Managementnya. Namun pada
kenyataannya kesemua langkah pemerintah tersebut belum cukup untuk
membasmi penyakit ini dari Indonesia. Hal tersebut dikarenakan masih adanya
kekurangan dalam hal sosialisasi mengenai beberapa program pencegahan
tersebut, kurangnya tenaga kesehatan yang dapat memberikan penjelasan
langsung mengenai program – program tersebut ke masyarakat, system informasi
mengenai pelaporan kejadian penyakit ini yang belum maksimal, aplikasi
pelaksanaan program yang tidak sesuai dengan kebijakan – kebijakan yang ada,
kesalahan dalam hal diagnosis serta kurangnya kesadaran masyarkat untuk
memiliki pola hidup bersih dan sehat.
3.2 Saran
Ada beberapa saran yang mungkin dapat dijadikan rekomendasi dalam
penanganan penyakit ini di Indonesia, antara lain:
1. Tersedianya tenaga kesehatan yang memadai sebagai “orang penting” dalam sosialisasi program – program pencegahan DBD yang dibuat pemerintah kepada masyarakat secara langsung.
2. Adanya perbaikan system informasi dalam kasus ini sehingga proses surveilant epideomilogis terhadap kasus penyakit ini dapat maksimal.
3. Peran serta pemerintah secara aktif, bukan hanya sebagai pembuat sebuah kebijakan namun pula sebagai pelaksana kebijakan itu sendiri.
4. Adanya kesesuaian antara pelaksanaan program – program pencegahan dan penanganan DBD yang dilakukan secara rill di masyarakat dengan aturan mengenai pelaksanaan program – program tersebut pada kebijakan yang telah dibuat oleh lembaga eksekutif, legislative baik di tingkat pusat, provinsi maupun tingkat bawahnya.
DAFTAR PUSTAKA
”Aplikasi 3M+dan PSN” dalam http://www.litbang.depkes.go.id/, 7 Maret 2008.
Cahaya, Indra. “Pemberantasan Vektor Demam Berdarah di Indonesia”, dalam USU digital library, 7 Maret 2008
![Page 29: Demam Berdarah Dengue](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022062218/577c7c341a28abe05499b7e9/html5/thumbnails/29.jpg)
Choirul, Atik Hidajah, Dr, M.Kes, “Surveilans Epidemiolog,I”, dalam ,http://www.fkmunair.ac.id, 7 Maret 2008.
“ DEMAM BERDARAH;Fogging Massal Terkesan Asal-asalan” ,dalam http://www.suarakarya-online.com/, 8 Maret 2008.
“Demam Berdarah Dengue”, dalam Info Ristek Vol 4 No.1/2006, 7 Maret 2008
”DKI STATUS KLB DBD APARAT PEMDA JAKARTA UTARA SIAGA “, dalamhttp://cakrabuananews.com/, 10 Maret 2008
“Kasus DBD Diperkirakan Capai 125 Ribu Selama 2007”,dalam www.kapanlagi.com, 7 Maret 2008.
Komala, Satih, Sari, S.Ked,Harry Wahyudhy Utama, S.ked,Irma Yanti, S.ked,Meita Ranika, S.Ked “PENCAPAIAN PROGRAM PEMBERANTASAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)DI PUSKESMAS SUKARAMI PALEMBANG”, dalam http://klikharry.files.wordpress.com/, 5 Maret 2008.
LYH / Gilang, “ Puncak Penyebaran DBD Telah Terlewati” dalam http://pdpersi.co.id/, 7 Maret 2008.
Maullana, dalam www.media indonesia.com. 8 Maret 2008.
Silalahi, Levi. “Demam Berdarah “, dalam www. tempointeraktif.com, 7 Maret 2008.
“Singkatan PSN 3M + 1M Belum Populer di Kota Tangerang”, dalam
http://64.203.71.11/kompas-cetak/0502/21/metro/1567596.htm, 8 Maret 2008.
Sutiyoso. ”Laporkan Warga Yang Tolak Fogging Fokus”, dalam http://www.kapanlagi.com/ , 9 Maret 2008.
Titte, Adimidjaja, K.Sa. ”Demam Berdarah Dengue” dalam http://www.litbangkes.go.id/ tanggal 7Maret 2008.
www.depkes.go.id, diakses tanggal 8 Maret 2008, 10.35 WIB
www.humas.barata.jakarta.go.id, diakses tanggal 7 Maret 2008, 13.40WIB.
www.litbang.depkes.go.id, diakses tanggal 15 Maret 2008, 15.45 WIB
”118 RW di Jakarta Utara Rawan DBD” , dalam http://www.jakartautara.com/, 10 Maret 2008.
[12] Levi Silalahi, “Demam Berdarah “, dalam www. tempointeraktif.com, 7 Maret 2008.
![Page 30: Demam Berdarah Dengue](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022062218/577c7c341a28abe05499b7e9/html5/thumbnails/30.jpg)
[13] “Demam Berdarah Dengue”, dalam Info Ristek Vol 4 No.1/2006, 7 Maret 2008.
[14] www.suarapembahauran.com
[15] loc.cit., http://www.tempointeraktif.com.
[16] Adimidjaja,Titte K.sa., “Demam Berdarah Dengue”, dalam http://www.litbang.depkes.go.id/ , 7 Maret 2008
[17] Ibid.
[18]loc.cit., http://www.tempointeraktif.com.
[19] loc.cit, http://www.litbang.depkes.go.id/
[20] Dalam www.humas.barata.jakarta.go.id, diakses tanggal 7 Maret 2008, 13.40WIB.
[21] Dalam www.depkes.go.id, diakses tanggal 8 Maret 2008, 10.35 WIB
[22] Loc.cit.,www.humas.barata.jakarta.go.id
[23] Satih Komala Sari, S.Ked,Harry Wahyudhy Utama, S.ked,Irma Yanti, S.ked,Meita Ranika, S.Ked “PENCAPAIAN PROGRAM PEMBERANTASAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)DI PUSKESMAS SUKARAMI PALEMBANG”, dalam http://klikharry.files.wordpress.com/, 5 Maret 2008.
[24] “Aplikasi 3M+dan PSN” dalam http://www.litbang.depkes.go.id/, 7 Maret 2008.
[25] Indra Cahaya, “Pemberantasan Vektor Demam Berdarah di Indonesia”, dalam USU digital library, 7 Maret 2008
[26] Dalam www.suarapembaharuan.com, 7 Maret 2008.
[27] Loc.cit., http://klikharry.files.wordpress.com, diakses tanggal 5 Maret 2008.
[28] Ibid.
[29] Cermin Dunia Kedokteran Edisi Khusus No. 81,1992
[30] Loc.cit, Indra Cahaya dalam Digital USU Library.
[31] LYH / Gilang, “ Puncak Penyebaran DBD Telah Terlewati” dalam http://pdpersi.co.id/, 7 Maret 2008.
[32] Dr.Atik Choirul Hidajah, M.Kes, “Surveilans Epidemiolog,I”, dalam ,http://www.fkmunair.ac.id, 7 Maret 2008.
[33] Ibid.
[34] “Kasus DBD Diperkirakan Capai 125 Ribu Selama 2007”,dalam www.kapanlagi.com, 7 Maret 2008.
[35] Dalam www.litbang.depkes.go.id, diakses tanggal 15 Maret 2008, 15.45 WIB
![Page 31: Demam Berdarah Dengue](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022062218/577c7c341a28abe05499b7e9/html5/thumbnails/31.jpg)
[36] “Singkatan PSN 3M + 1M Belum Populer di Kota Tangerang”, dalam
http://64.203.71.11/kompas-cetak/0502/21/metro/1567596.htm, 8 Maret 2008.
[37] Indra Cahaya, “Pemberantasan Vektor Demam Berdarah di Indonesia”, dalam USU digital library, 7 Maret 2008
[38] “Sutiyoso: Laporkan Warga Yang Tolak Fogging Fokus”, dalam http://www.kapanlagi.com/ , 9 Maret 2008.
[39] “118 RW di Jakarta Utara Rawan DBD”, dalam http://www.jakartautara.com/, 10 Maret 2008.
[40] ” DKI STATUS KLB DBD APARAT PEMDA JAKARTA UTARA SIAGA “, dalamhttp://cakrabuananews.com/, 10 Maret 2008.
[41] Maullana, dalam www.media indonesia.com. 8 Maret 2008.
[42] Loc.cit, “Aplikasi 3M+dan PSN”
[43] “DEMAM BERDARAH;Fogging Massal Terkesan Asal-asalan” ,dalam http://www.suarakarya-online.com/, 8 Maret 2008.
[44] loc.cit., Indra cahaya,