Delapan Fikrah Ikhwan

5
Delapan Fikrah Ikhwan “Islam beribadah itu akan dibiarkan. Islam berekonomi akan diawasi. Islam berpolitik itu akan dicabut seakar-akarnya” — M. NATSIR “Negara ini rusak karena mencampur aduk urusan agama dan politik”, begitu ujar salah sato tokoh politik negeri ini. Sebuah pernyataan yang tentunya menimbulkan banyak pro-kontra di masyarakat, terlebih disampaikan oleh seorang pemimpin daerah. Di luar konteks ada atau tidaknya tendensi dan kepentingan politik di balik pernyataan tersebut, sebagai seorang muslim sudah seharusnya kita menjawab pernytaan tersebut dari aspek sudut pandang islam. “Wamaa arsalnaka illa rohmatan lil ‘alamin” Yang artinya :” Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam.” (Q.S. Al Anbiya’ : 107) Dari ayat tersebut rasanya sudah cukup jelas untuk memahami apa tujuan diutusnya Rasulullah, beliau adalah rahmat bagi seluruh alam melalui risalah yang dibawa yaitu agama islam. Maka sudah jelas bahwa ajaran islam seharusnya bersifat universal atau syumul, artinya menyentuh setiap sendi kehidupan manusia. Islam tidak hanya bicara tentang ritual-ritual ibadah semata, namun islam lebih dari pada itu, islam juga mengatur bagaimana tatanan sosial, ekonomi, hukum, bahkan politik. Nah untuk poin tentang politik rasanya menjadi hal yang menarik untuk dibahas, pasalnya ada pendapat yang menyebutkan politik itu kotor, bahkan sistem demokrasi itu bid’ah dan sebagainya, sehingga muncul sebuah cara pandang yang semakin memperburuk citra politik di masyarakat, belum lagi pendapat yang senada dengan tidak mencampuradukan agama dengan politik kian menjamur.

Transcript of Delapan Fikrah Ikhwan

Page 1: Delapan Fikrah Ikhwan

Delapan Fikrah Ikhwan

“Islam beribadah itu akan dibiarkan. Islam berekonomi akan diawasi. Islam berpolitik itu akan

dicabut seakar-akarnya” — M. NATSIR

“Negara ini rusak karena mencampur aduk urusan agama dan politik”, begitu ujar salah sato tokoh

politik negeri ini. Sebuah pernyataan yang tentunya menimbulkan banyak pro-kontra di masyarakat,

terlebih disampaikan oleh seorang pemimpin daerah. Di luar konteks ada atau tidaknya tendensi

dan kepentingan politik di balik pernyataan tersebut, sebagai seorang muslim sudah seharusnya kita

menjawab pernytaan tersebut dari aspek sudut pandang islam.

“Wamaa arsalnaka illa rohmatan lil ‘alamin” Yang artinya :” Dan Kami tidak mengutus engkau

(Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam.” (Q.S. Al Anbiya’ : 107)

Dari ayat tersebut rasanya sudah cukup jelas untuk memahami apa tujuan diutusnya Rasulullah, beliau

adalah rahmat bagi seluruh alam melalui risalah yang dibawa yaitu agama islam. Maka sudah jelas

bahwa ajaran islam seharusnya bersifat universal atau syumul, artinya menyentuh setiap sendi

kehidupan manusia. Islam tidak hanya bicara tentang ritual-ritual ibadah semata, namun islam lebih dari

pada itu, islam juga mengatur bagaimana tatanan sosial, ekonomi, hukum, bahkan politik. Nah untuk

poin tentang politik rasanya menjadi hal yang menarik untuk dibahas, pasalnya ada pendapat yang

menyebutkan politik itu kotor, bahkan sistem demokrasi itu bid’ah dan sebagainya, sehingga muncul

sebuah cara pandang yang semakin memperburuk citra politik di masyarakat, belum lagi pendapat yang

senada dengan tidak mencampuradukan agama dengan politik kian menjamur.

Seabagi refrensi untuk memahami bagaimana seharusnya mendefinisikan ajaran islam yang bersifat

universal, Hasan Al-Banna telah merumuskan bagaimana konsep gerakan islam yang bertujuan untuk

permbaikan ummat, tak hanya sebatas pemaknaan islam sebagai agama tauhid, namun juga pemaknaan

islam secara komprehensif dan utuh sehingga menyentuh sisi sosial, ekonomi, polititik dan aspek-aspek

yang lain. Konsep tersebut tertuang dalam 8 Fikrah Tarbiyah, yang meliputi :

(1) Da’wah Salafiyah karena mereka berda’wah untuk mengajak kembali (bersama Islam) kepada

sumbernya yang jernih dari kitab Allah dan Sunnah RasulNya

(2) Thariqah Sunniyyah karena mereka membawa jiwa untuk beramal dengan sunnah yang suci –

khususnya dalam masalah aqidah dan ibadah- semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan mereka

Page 2: Delapan Fikrah Ikhwan

(3) Hakikat Shufiyah karena mereka memahami asas kebaikan adalah kesucian jiwa, kejernihan hati,

kontinuitas ‘amal, berpaling dari ketergantungan kepada makhluk, mahabbah fillah dan keterikatan

kepada kebaikan

(4) Hai’ah Siasiyah karena mereka menuntut perbaikan dari dalam terhadap hukum pemerintahan,

meluruskan persepsi yang terkait dengan hubungan ummat Islam terhadap bangsa-bangsa lain di luar

negeri, men-tarbiyah bangsa agar memiliki ‘izzah dan menjaga identitasnya

(5) Jama’ah Riyadhiyah karena mereka sangat memperhatikan masalah fisik dan memahami benar

bahwa seorang mukmin yang kuat itu lebih baik daripada seorang mukmin yang lemah

(6) Rabithah ‘Ilmiyah Tsaqofiyah karena Islam menjadikan tholabul ‘ilm sebagai kewajiban bagi setiap

muslim dan muslimah. Majelis-majelis ikhwan pada dasarnya adalah madrasah-madrasah ta’lim dan

peningkatan wawasan. Ma’had-ma’had yang ada adalah untuk men-tarbiyah fisik, akal dan ruh

(7) Syirkah Iqtishodiyah karena Islam sangat memperhatikan perolehan harta dan pendistribusiannya.

Inilah yang disabdakan Rasulullah saw: “Sebaik-baik harta adalah (yang dipegang) oleh seorang yang

sholeh”. “Barangsiapa yang terbekali oleh hasil keringatnya sendiri, ia menjadi orang yang diampuni.”

“Sesungguhnya Allah menyukai seorang mukmin yang mempunyai pekerjaan.”

(8) Fikrah Ijtima’iyah karena mereka sangat menaruh perhatian pada segala ‘penyakit’ yang ada dalam

masyarakat Islam dan berusaha menterapi atau mengobatinya

“Demikianlah, kita bisa melihat bahwa integralitas makna kandungan Islam telah menyatu dengan fikrah

kami. Integralitas yang menyentuh semua sisi pembaharuan, dan aktivitas Ikhwan mengarah kepada

pemenuhan semua sisi ini. Pada saat orang-orang selain mereka hanya menggarap satu sisi dengan

mengabaikan sisi-sisi yang lainnya, maka Ikhwan berusaha menuju kepada sisi-sisi itu semuanya. Ikhwan

memahami bahwa Islam memang menuntut mereka untuk memberikan perhatian kepada semua sisi

itu.” (Risalah Mu’tamar Al-Khamis) Cuplikan di atas diambil dari Risalah Mu’tamar Al-Khamis yang diberi

sub-judul “Fikrah Ikhwanul Muslimin Menghimpun Seluruh Makna Ishlah (Perbaikan)” atau Berdasarkan

hal di atas kita dapat menyimpulkan betapa IM sejak dari semula oleh pengasasnya, yakni Al-Imam Asy-

Syahid Hasan Al-Banna, telah dicanangkan sebagai sebuah jama’ah yang memandang Islam dengan

suatu pandangan yang menyeluruh atau syamil. Sehingga sebagai sebuah gerakan iapun bercirikan

sebuah gerakan menyeluruh atau harakah syamilah. Ikhwan tidak pernah memperjuangkan Islam parsial

atau juz’i, sehingga iapun tidak pernah menjadi sebuah gerakan parsial atau harakah juz’iyah.

Page 3: Delapan Fikrah Ikhwan

Ikhwan tidak pernah dimaksudkan hanya menjadi sebuah “da’wah salafiyah” yang memang mengajak

manusia agar kembali kepada keaslian Kitabullah dan Sunnah Rasulullah saw tetapi tanpa kejelasan

langkah-langkah untuk mencapainya. Atau hanya bercirikan “thariqah sunniyah” dalam arti memang

mengajak menjalankan amal sesuai sunnah Rasul -terutama dalam aspek aqidah dan ibadah- namun

menyepelekan pentingnya mengikuti perkembangan situasi sosial dan politik di tengah masyarakat.

Atau hanya bersifat “hakikat sufiyah” dalam arti concern akan kesucian jiwa namun meninggalkan

aktivitas mulia amar ma’ruf nahi munkar. Atau hanya berbentuk “hai’ah siasiyah” dalam artian

mementingkan pemeliharaan ‘izzah dan identitas ummat namun menyepelekan aspek da’wah dan

kaderisasi mempersiapkan para calon pemimpin masa depan. Atau hanya bersibuk menjadi “jama’ah

riyadhiyah” dalam artian memperhatikan aspek fisik namun mengabaikan upaya pencerdasan ummat.

Atau hanya mengembangkan diri menjadi “rabithoh ‘ilmiyah tsaqofiyah” dalam arti memperhatikan

tholabul ‘ilmi lalu mengabaikan aspek operasional dan jihad. Atau hanya menyuburkan diri menjadi

“syirkah iqtishodiyah” dalam arti sanggup melahirkan para kader yang berharta namun lupa tujuan

utama perjuangan. Atau hanya berciri “fikrah ijtima’iyah” dalam arti memiliki kepedulian terhadap

masalah sya’biyah dan mampu menanggulanginya namun pada saat bersamaan para kadernya memiliki

kondisi baitul muslim (keluarga da’wah) yang bermasalah.

Ikhwan adalah sebuah gerakan da’wah atau jama’ah yang berusaha memiliki kelengkapan delapan fikrah

di atas secara simultan dan utuh. Tidak ada satupun di antara kedelapan fikrah di atas yang barang

seharipun dianggap sepele oleh Ikhwan. Sebab pengabaian salah satu saja dari fikrah di atas berarti

Ikhwan meninggalkan ciri khas ajaran Dinul Islam yang syamil-kamil-mutakamil (menyeluruh-sempurna-

saling menyempurnakan). Dan seluruh fikrah di atas bilamana secara konsisten terpelihara oleh sebuah

jama’ah, maka dengan sendirinya akan sanggup menghasilkan seluruh sasaran ishlahun nafs bagi setiap

kader Ikhwan yang telah digariskan Imam Hasan Al-Banna.