Dead Conceptus

18
DEAD CONCEPTUS I. Pendahuluan Kematian janin dalam kandungan adalah kematian hasil konsepsi sebelum dikeluarkan dengan sempurna dari ibunya tanpa memandang tuanya kehamilan. Kematian dinilai dengan fakta bahwa sesudah dipisahkan dari ibunya janin tidak bernafas atau tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan,seperti denyut jantung, pulsasi tali pusat, atau kontraksi otot. Kematian janin fase awal diartikan sebagai keluarnya hasil konsepsi pada 16 minggu kehamilan dan didiagnosis pertama kali pada pemeriksaan USG 1,2 . II. Etiologi Kematian mudigah tidak jarang menyebabkan terjadinya abortus pada kehamilan muda. Sebaliknya pada kehamilan lebih lanjut biasanya janin dikeluarkan dalam keadaan masih hidup. Komplikasi yang berbahaya dari abortus adalah perdarahan, infeksi, perforasi dan syok 8 . Hal-

description

dead conceptus

Transcript of Dead Conceptus

DEAD CONCEPTUS

I. Pendahuluan

Kematian janin dalam kandungan adalah kematian hasil konsepsi sebelum

dikeluarkan dengan sempurna dari ibunya tanpa memandang tuanya kehamilan.

Kematian dinilai dengan fakta bahwa sesudah dipisahkan dari ibunya janin tidak

bernafas atau tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan,seperti denyut jantung,

pulsasi tali pusat, atau kontraksi otot. Kematian janin fase awal diartikan sebagai

keluarnya hasil konsepsi pada 16 minggu kehamilan dan didiagnosis pertama kali

pada pemeriksaan USG1,2.

II. Etiologi

Kematian mudigah tidak jarang menyebabkan terjadinya abortus pada

kehamilan muda. Sebaliknya pada kehamilan lebih lanjut biasanya janin

dikeluarkan dalam keadaan masih hidup. Komplikasi yang berbahaya dari abortus

adalah perdarahan, infeksi, perforasi dan syok8. Hal-hal yang menyebabkan

kematian mudigah dapat disebabkan oleh hal-hal berikut ini1,2,3:

1. Kelainan Ovum

Menurut Hertik dkk, dari 1000 abortus spontan 48,9 % disebabkan oleh

Ovum yang patologis. Ovum yang abnormal 6 % diantaranya terdapat

degenerasi vili. Abortus spontan yang disebabkan oleh kelainan ovum

berkurang kemungkinannya terjadi abortus kalau kehamilan sudah lebih

dari 1 bulan, artinya makin muda kehamilan saat abortus makin besar

kemungkinan disebabkan oleh kelainan ovum (50-80 %).

2. Kelainan Pertumbuhan Hasil Konsepsi

Kelaianan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebabkan kematian janin

atau cacat.

Faktor-faktor yang rnenyebabkan kelainan dalam pertumbuhan hasil

konsepsi adalah :

a. Kelainan Kromosom

Abnormlitas dari kromosom 60% maka terjadi pada trimester pertama

dan kemungkinan hidup lahir hanya 0,6%. Kelainan kromosom yang

sering ditemukan pada abortus spontana dalah Trisomi, Monosomi,

Triploidi, Tetra-ploidi, dan kemungkinan pula kelainan kromosom sek.

b. Lingkungan Endometrium KurangSempurna

Bilalingkungan endometrium di sekitar tempat implamantasi kurang

sempurna sehingga pemberian zat-zat makanan pada hasil konsepsi

terganggu.

c. Pengaruh dari Luar

Radiasi, virus, obat-obatan, dan sebagainya dapat mempengaruhi baik

hasil konsepsi maupun lingkungan hidupnya didalam uterus. Pengaruh

ini dinamakan pengaruh teratogen.

d. Kelainan Genitalia Ibu

1. Anomali Kongenital I (Hipoplasia uteri, Uterus bikornis).

2. Kelainan letak uterus seperti retrofleksi uteri fiksata.

3. Tidak sempurnanya persiapan uterus dalam menanti nidasi dari ovum

seperti kurangnya progesterone atau estrogen, eridometritis dan mioma

submukosa.

4. Servik inkompeten yang disebabkan kelemahan bawaan pada servik,

dilatasi serviks yang berlebihan, konisasi, amputasi atau robekan

servik yang tidak dijahit.

e. Gangguan Sirkulasi Plasenta

Dijumpai pada ibu yang menderita penyakit nefritis, hipertensi,

toksemia gravidarum, anomaly plasenta dan endateritis yang

menyebabkan oksigen isasi plasenta terganggu sehingga menyebabkan

gangguan pertumbuhan dan kematian janin.

3. PenyakitIbu

1. Penyakit infeksi yang menyebabkan demam tinggi seperti

pneumonia, tifoid, pielitis, rubeladan malaria. Kematian fetus yang di

sebabkan karena toksin dan ibu atau invasikumanatau virus kepada

fetus.

2. Keracunan, Nikotin dan Alkohol.

3. Ibu yang asfiksia seperti pada dekompensasikordis, penyakitparu, dan

anemia grafis.

4. Malnutrisi, avitaminosis dan gangguan metabolisme, hipotiroid,

kekurangan vitamin A, C, atau E danibu yang menderita Diabetes

Melitus.

5. Anthagonis Rhesus

Pada anthagonis rhesus darahibu yang melalui plasenta merusak fetus

dan berakibat meninggalnya fetus.

6. Antiphospolipid Syndrome

Ada dua macam antibodi antifosfolipid yang telah dikenal yaitu :

Lupus Anticoagulant ( LA ), dan Anticardiolipin Antibody ( ACA ).

Sedangkan klasifikasi APS terdiri dari APS tanpa penyebab lain

disebut sebagai APS primer, sedangkan APS karena penyakit lain

seperti SLE dinamakan APS sekunder9.

7. Perangsangan pada ibu yang menyebabkan uterus misalnya terkejut,

obatuterotonika, ketakutan, lapartatomi, dan dapat juga trauma

langsung terhadap fetus, selaput janin rusak langsung karena

instrumen, benda dan obat-obatan.

4. PenyakitBapak

Usia lanjut, penyakitkronis, seperti TBC, anemia, dekompensasikordis,

malnutrisi, nefritis, sifilis, keracunan, sinar rontgen dan avitaminosis.

III. Epidemiologi

Anomali kromosom janin merupakan penyebab terbanyak terjadinya

kematian mudigah yakni sebesar 30 - 60%. Perkiraan ini didasarkan pada

karyotyping konvensional jaringan janin. Akan tetapi, kemungkinan angka

kejadian yang sebenarnya mungkin lebih tinggi dari kisaran ini. Namun,

prevalensi abnomalimitosis kromosom gross pada embriofase praimplantasi juga

sangat tinggi, yakni sekitar 90% dari semua embrio, bahkan pada wanita subur

muda.

IV. Patofisiologi

Sindrom antibody antifosfolipid (APS) adalah salah satu diantara banyak

penyebab kematian hasil konseptus yang ditandai antibodi multiple yang berbeda

yang timbul bersama antibody antifosfolipid dengan thrombosis arteri dan vena.

APS dikenal juga sebagai sindrom Hughes.Trombosis telah diketahui secara luas

sebagai salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas kehamilan. APS adalah

penyebab utama trombosis dalam kehamilan yang bertanggung jawab atas

morbiditas dan mortalitas janin serta ibu seperti preeklampsia, pertumbuhan janin

terhambat, kematian janin dalam rahim, persalinan preterm dan bahkan gangguan

proses implantasi mudigahke dalam endometrium.

Jika terjadi kematian janin maka selanjutnya terjadi perdarahan desidua

basalis, diikuti nekrosis jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi

terlepas dan dianggap benda asing oleh uterus. Kemudian uterus berkontraksi

untuk mengeluarkan hasil konsepsi tersebut. Pada kehamilan kurang dari 8

minggu, villi khorialis belum menembus desidua secara dalam, jadi hasil konsepsi

dapat dikeluarkan seluruhnya.

Pada kehamilan 8-12 minggu, penembusan sudah lebih dalam hingga

plasenta tidak dilepaskan secara sempurna dan menimbulkan banyak perdarahan.

Pada kehamilan lebih dari 14 minggu, janin dikeluarkan lebih dahulu daripada

plasenta. Hasil konsepsi keluar dalam berbagai bentuk seperti kantong kosong

amnion atau benda kecil yang tak jelas bentuknya, janin lahir mati, janin masih

hidup, mola kruenta, fetus kompresus, maserasi atau fetus papiraseus5

V. Manifestasi Klinis

Pengeluaran hasil konsepsi biasanya terjadi pada kehamilan sebelum 20 minggu,

gejala awal ditandai dengan perdarahan pervaginam yang bisa sedikit atau banyak

dan biasanya berupa stolsel (darah beku), rasa mulas dan kram pada daerah

simfisis dan sering kali nyeri pinggang, pemeriksaan dalam didapati servik dan

teraba sisa-sisa jaringan dalam kanalis servik atau kavum uteri, karena sebagaian

dari janin atau jaringan sudah keluar, dan uterus berukuran lebih kecil dari dan

seharusnya3.

VI. Diagnosis

Pemeriksaan Umum

I. Anamnesis

Evaluasi pasien mencakup rincian medis, riwayat bedah, keluarga,

genetik, dan riwayat haid, penggunaan obat-obatan, tembakau, alkohol,

dan kafein, dan riwayat terpapar zat – zat berbahaya. Semua kehamilan

sebelumnya harus diperiksa secara rinci, dengan memperhatikan usia

kehamilan saat terjadinya dead conceptus, komplikasi, ultrasonografi,

laporan patologi, dan analisis kromosom1,2.

II. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik harus mencakup evaluasi adanya pembesaran tiroid atau

gondok, evaluasi payudara untuk galaktorea, dan pemeriksaan untuk hirsutisme,

yang bisa menunjukkan pasien memiliki disfungsi tiroid atau hiper prolaktinemia.

Pemeriksaan panggul harus mencakup evaluasi serviks jika pasien telah terkena

DES atau pernah menjalani operasi serviks. Pembesaran ukuran rahim mungkin

terkait dengan fibroid, dan pemesaran ovarium mungkin mengindikasikan

penyakit ovarium polikistik1,2.

III. Pemeriksaan Penunjang

I. Ultrasonografi

Histero salpingografi, saline ultrasonografi tiga-dimensi, resonansi

magnetik dan pencitraan dapat membantu mendeteksi kelainan rahim. Histeros

kopi dan laparoskopi berguna jika tes lain telah menunjukkan bahwa kelainan

harus dikonfirmasi, seperti septum rahim. Di masa depan, prosedur ini cenderung

diganti dengan ultrasonografi tiga dimensi atau pencitraan resonansi magnetik.

Ultrasonografi harus dilakukan pada 6 sampai 6-1/2 minggu dan diulang

setiap 10 sampai 14 hari sampai sekitar 12 minggu kehamilan. Sering

ultrasonografi dan awal memiliki beberapa keuntungan yakni : melihat kelayakan

janin dan ini merupakan indikator yang baik bahwa kehamilan akan berhasil,

meningkatkan kemungkinan bahwa jaringan plasenta dapat diperoleh untuk

analisis kromosom. Malformasi uterus, paling sering didapat adalah arkuata dan

septate uteruses (Gambar 1), terdeteksi dalam 10 sampai 25% dari wanita dengan

keguguran berulang tetapi hanya 5% dari kontrol, dan evaluasi 20 dari rongga

rahim (terutama untuk mencari septum) yang direkomendasikan oleh organisasi

profesipada wanita dengan keguguran berulang. Vascular insufisiensi

diperkirakan mendasari dead kosneptus dalam kasus septate uterus1,2,3.

II. Laboratorium Test

Uji laboratorium harus dipilih pada dasar temuan riwayat klinis masing-

masing pasien dan hasil pemeriksaan. Tes darah mungkin termasuk darah

lengkap, jumlah sel darah, antibodi antinuklear, anticardio lipin antibodi, lupus

antikoagulan, kadar prolaktin, dan kadar thyrotropin.

Kromosom kedua orang tua harus dievaluasi. Evaluasi meliputi uji

trombofilia untuk protein C, protein C teraktivasi, faktor V Leiden dan mutasi

protrombin, protein S, antithrombin, dan kadar homosistein puasa. Biopsi

endometrium dapat membantu mengkonfirmasi ovulasi atau mengevaluasi fase

luteal yang cacat. Meskipun prosedur ini kontroversial, tetapi ini merupakan tes

terbaik untuk mengevaluasi kelainan endometrium. Pengujian untuk

sitomegalovirus, listeria, dan toksoplasmosis dapat juga dilakukan mungkin, tetapi

umumnya tidak dianjurkan1.

V. Tata Laksana

I. Antikoagulan Theraphy

Di antara wanita yang mengalami dead conceptus berulang dan positif

terdapat antibodi antifosfolipid tes, dua uji klinis menunjukkan perbaikan tingkat

kelahiran hidup dengan penggunaan dosis profilaksis unfractionated heparin

(misalnya, 5000 U subkutandua kali sehari) dan aspirin dosis rendah,

dibandingkan dengan aspirin alone. Strategi ini menjadi pengobatan standar

karena sindrom antifosfolipid, namun percobaan yang lebih baru yang melibatkan

beberapa wanita dengan sindrom ini tidak menunjukkan peningkatan angka

kelahiran hidup secara signifikan dengan penggunaan dosis profilaksis rendah

heparin dan aspirin dosis rendah. Dengan demikian, peran perawatan ini khusus

untuk pencegahan keguguran berulang masih kontroversial1,10.

II. Manajemen Kelainan Genetik

Prognosis bervariasi tergantung pada kelainan. Risiko bayi lahir-hidup

dengan translokasi trisomi adalah rendah, umumnya kurang dari 1%. IVF dengan

diagnosis genetik praimplantasi telah digunakan dalam upaya untuk mencegah

terjadinya hal tersebut. Namun, kemungkinan jumlah keturunan karyotypically

yang normal dalam intervention ini membuat kegunaannya dipertanyakan1.

III. Intervensi Imunologic

Meskipun allo immunity telah diduga menjadi kemungkinan penyebab dead

conseptus yang berulang, sebuah uji coba secara acak dari leukosit ayah immuni-

lisasi menunjukkan ada perbaikan dalam tingkat kelahiran yang hidup1.

IV. Penanganan Aktif

a. Untuk rahim yang usianya 12 minggu atau kurang dapat dilakukan

dilatasi atau kuretase.

b. Untuk rahim yang usia lebih dari 12 minggu, dilakukan induksi

persalinan dengan oksitosin. Untuk oksitosin diperlukan pembukaan

serviks dengan pemasangan kateter foley intra uterus selama 24 jam7.

DAFTAR PUSTAKA

1. Branch Ware, Gibson Mark, Robbert Silver. Reccurent Miscarriage. The New England Journal Of Medicine 2010;363(18) 1740-7. Available at : http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMcp1005330

2. Kiwi, Robert. Recurrent pregnancy loss: Evaluation and discussion of the causes and their management.Cleveland Clinic Journal Of Medicine 2007;73(10) 913-20. Available at : http://www.ccjm.org/content/73/10/913.full.pdf

3. Silver, Robert M. Fetal Death. Obstetric and Gynecology 2007;109 (1) . Available at : http://utilis.net/Morning%20Topics/Obstetrics/Fetal%20Death.pdf

4. Pharoah POD, S.V. Glinianaia, J. Rankin. Congenital anomalies in multiple births After early loss of a conceptus. Human Reproduction, 2009;24, (3) pp. 726–731. Available at : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2646789/pdf/den436.pdf

5. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ. In: William’s Obstetrics. Ed 23. The Mc Graw-Hill Companies. New York, 2010

6. Salker, et al. Natural Selection Of Human Embryos: Impaired Decidualization Of Endometrium Disables Embryo-Maternal Interactions And Causes Recurrent Pregnancy Loss. Plos One 2010;5 1-7. Available at : http://www.plosone.org/article/fetchObjectAttachment.action?uri=info%3Adoi%2F10.1371%2Fjournal.pone.0010287&representation=PDF

7. Manuaba. Gawat Darurat Obstetri-Ginekologi dan Obstetri-Ginekologi Sosial untuk profesi bidan. Jakarta : EGC ; 2008

8. Wiknjosastro, Hanifa. Ilmu bedah Kebidanan. Jakarta: Bina PustakA ; 20109. Haram Kjell, Eva-Marie Jacobsen and Per Morten Sandset. Antiphospholipid

Syndrome in Pregnancy,Antiphospholipid Syndrome. Intech (Ed);2012. Available at:http://www.intechopen.com/books/antiphospholipid-yndrome/antiphospholipid-s yndrome-in-pregnancy

10. Erkan D, Patel S, Nuzzo M, Gerosa M, Meroni PL, Tincani A, et al. Management Of The Controversial Aspects Of The Antiphospholipid Syndrome Pregnancies: A Guide For Clinicians And Researchers. Rheumatology (Oxford) 2008 Jun;47 Suppl 3:iii23-iii27.