Daya Dukung Zona Pemanfaatan Kawasan Konservasi...
-
Upload
nguyenkiet -
Category
Documents
-
view
220 -
download
3
Transcript of Daya Dukung Zona Pemanfaatan Kawasan Konservasi...
Daya Dukung Zona Pemanfaatan Kawasan Konservasi
Lamun Untuk Wisata Bahari Di Desa Pengudang
Kecamatan Teluk Sebong Kabupaten Bintan
Use Zone Capability in Seagrass Conservation
Areas For Marine Tourism Village Sebong Pengudang Teluk Bintan
Regency
Diyanika Purwaningsih1, Dr. Ir. Hj. Khodijah, M.Si
2, Fitria Ulfah, SP, MM
2
Mahasiswa1, Dosen Pembimbing
2
Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
Universitas Maritim Raja Ali Haji
e-mail : [email protected]
ABSTRAK
Penelitian terhadap lamun ini bertujuan untuk mengetahui kondisi ekologi
kawasan konservasi padang lamun dan zona pemanfaatan, kesesuian dan daya
dukung kawasan konservasi lamun untuk kegiatan wisata bahari serta mengetahui
pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap lamun dan wisata bahari. Metode
kondisi ekologi kawasan konservasi padang lamun dianalisis berdasarkan
Peraturan Pemerintah No. 200 Tahun 2004 tentang Kriteria Baku Kerusakan dan
Pedoman Penentuan Status Padang Lamun.
Pengambilan titik sampling lamun diambil pada tiga stasiun yang dipilih
secara purposive sampling. Hasil pengamatan ditemui 8 jenis lamun, yaitu
Syringodium isotofolium, Halophila ovalis, Halodule pinifolia, Halodule
uninervis, Cymodocea rotunda,Cymodocea serrulata, Thalassia hemprichii,
Enhalus acoroides. Hasil perhitungan kesesuaian untuk wisata bahari untuk
wisata lamun pada stasiun 1 kategori S2 (sesuai), stasiun 2 kategori S1 (sangat
sesuai), stasiun 3 kategori S1 (sangat sesuai). Hasil perhitungan daya dukung
kawasan untuk wisata bahari didapatkan hasil 120 pengunjung/hari
Kata kunci: lamun, desa pengudang, kondisi ekologi lamun, daya dukung
kawasan
ABSTRACK
The aim of the researches are to determine the ecology of seagrass
conservation and utilization zone, suitability and carrying capacity of seagrass
conservation area for marine tourism activities and to know the perception and
attitude towards seagrass and marine tourism. The methods of ecological
conditions of the conservation area of seagrass beds analyzed based on
Government Regulation No. 200 of 2004 on Baku Damage Criteria and
Guidelines for Determination of Status of Seagrass.
Intake of sampling points seagrass taken at three stations selected by
purposive sampling. Observations found 8 species of seagrasses, namely
Syringodium isotofolium, Halophila ovalis, Halodule pinifolia, Halodule
uninervis, Cymodocea rotunda, Cymodocea serrulata, Thalassia hemprichii,
Enhalus acoroides. The result of the calculation of suitability for marine tourism
for seagrass travel at station 1 category S2 (as appropriate), station 2 category S1
(very appropriate), station 3 categories S1 (very appropriate). The result of the
calculation of the carrying capacity of the region to travel 120 nautical showed
visitors/day.
Keywords: seagrass, pengudang village, ecological conditions seagrass, carrying
capacity
PENDAHULUAN
Provinsi Kepulauan Riau
merupakan salah satu kepulauan yang
berada di Indonesia. Salah satu pulau
yang memiliki potensi sumberdaya
alam pesisir yang baik adalah Pulau
Bintan yang memiliki luas wilayah
88.038,54 km2. Beberapa daerah di
Pulau Bintan masuk ke dalam
Kawasan Konservasi Perairan Daerah
yang ditetapkan dalam Keputusan
Bupati Bintan Nomor 36/VIII/2007.
Salah satu kawasan yang termasuk
dalam Kawasan Konservasi Perairan
Daerah Kabupaten Bintan merupakan
Desa Pengudang, Kabupaten Bintan,
yang dijadikan sebagai kawasan
konservasi lamun. Adanya kawasan
tersebut bersinergi dengan program
Trismades (Trikora Seagrass
Management Demonstration) di
pantai timur Pulau Bintan, Kepulauan
Riau yang mendapat dukungan
pendanaan dari Program Lingkungan
Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP)
dan baru dimulai tahun 2008.
Program tersebut merupakan program
pengelolaan padang lamun berbasis
masyarakat yang pertama di
Indonesia (Notji. 2010).
Dengan adanya zona
pemanfaatan di kawasan konservasi
lamun di Desa Pengudang,
merupakan salah satu potensi
penunjang kegiatan ekowisata. Desa
Pengudang yang menyajikan
keindahan alam seperti pemandangan
matahari terbenam (sunset) serta
wisata ke pulau Sumpat yang hanya
dapat dilalui saat surut dan melewati
hamparan padang lamun dapat
dijadikan suatu daya tarik tersendiri.
Selain itu, adanya kawasan konservasi
lamun dapat dijadikan sarana
pembelajaran dan dapat menjaga
lingkungan alam laut, sebagaimana
yang dikemukakan Yoeti (2000),
bahwa ekowisata merupakan jenis
pariwisata yang berwawasan
lingkungan, dengan melalui aktivitas
yang berkaitan dengan alam dan
lingkungannya sehingga membuat
tergugah untuk mencintai alam.
Tujuan dari penelitian ini
yaitu untuk mengetahui gambaran
secara umum mengenai kondisi
ekologi kawasan konservasi dan zona
pemanfaatan padang lamun,
mengetahui kesesuaian dan daya
dukung kawasan konservasi lamun
sebagai area wisata bahari,
mengetahui pengetahuan dan sikap
masyarakat terhadap lamun dan
wisata bahari.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini akan
dilaksanakan pada Maret-Juli 2015.
Pelaksanaan penelitian berlokasi
Kawasan Konservasi Padang Lamun
di Desa Pengudang, Kecamatan Teluk
Sebong, Kebupaten Bintan, Provinsi
Kepulauan Riau.
Peta Lokasi Penelitian
Sumber : Peta Base Map Bintan Lab
SIK FIKP UMRAH
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
Adapun penetuan stasiun yaitu :
Stasiun 1 terletak bakau
terang pada titik koordinat
N 01011’35,5
” dan E
1040 32
’ 02,3”. Bakau terang
merupakan daerah fishing
grown dan jalan menuju pulau
Sumpat yang merupakan salah
satu kunjungan wisata.
Stasiun 2 Daerah
Perlindungan Laut Desa
Pengudang pada titik
koordinat N 010 10’ 35,6’’ dan
E 1040 31’ 05,3’’. Lokasi ini
di kenal dengan sebutan Suak
Maheng yang merupakan zona
inti dari DPPL Desa
Pengudang, yang pada zona
ini dihimbau untuk tidak
melakukan aktifitas apapun.
Stasiun 3 terletak di resort
pengudang, pada titik
koordinat N 010 10’ 11,7’’ dan
E 1040 30’ 07,1’’. Lokasi ini
merupakan kawasan
penginapan yang masih aktif
di Desa Pengudang.
Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang
digunakan dalam dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Alat dan Bahan
No Alat dan Bahan Kegunaan
1 Parameter lingkungan perairan
Secchi disc Kecerahan
Grab sampler Substrat
Pelampung Kecepatan arus
Tali Kecerahan
Papan skala Kedalaman
2 Pengukuran Lamun
Kuadran 1x1 m Pengambilan data lamun
Kantong sampel Tempat sampel lamun dan subtract
Kertas Label Memberi nama pada sampel
Buku Identifikasi Lamun Mengetahui jenis lamun
GPS Penentuan area pengambilan sampel
Lembar Kuisioner Mengetahui daya dukung sebagai
kawasan wisata
Tissue Mengeringkan alat
Kamera Digital Mendokumentasikan penelitian
Metode pengumpulan data dilakukan
menggunakan metode survey,
dimana data yang didapat dari data
primer dan sekunder. Data primer
diambil dari hasil pengukuran dan
pengamatan langsung di lapangan,
serta wawancara dalam bentuk
kuisioner atau penyebaran daftar
pertanyaan sesuai dengan kebutuhan
data yang diperlukan. Data sekunder
diambil dari penelusuran hasil-hasil
survey sebelumnya, data statistik,
maupun berbagai laporan yang ada
serta dokumen-dokumen penunjang
lainnya yang terkait dengan kondisi
umum wilayah penelitian di Desa
Pengudang.
Penentuan titik sampling
pengamatan lamun akan dilakukan
dengan metode transek dan metode
petak contoh (Transek Plot), yaitu
metode pencuplikan contoh populasi
suatu komunitas dengan pendekatan
petak contoh yang berada pada garis
yang ditarik melewati wilayah
ekosistem tersebut (KEPMEN LH
No. 200 Tahun 2004). Pengamatan
persentase tutupan lamun dilakukan
pada 3 stasiun yang mewakili dilihat
dari aktivitas dan pemanfaatan yang
terjadi disekitar stasiun.
ANALISA DATA
1. Jenis Lamun
Identifikasi jenis lamun
mengacu pada KEPMEN LH No.
200 Tahun 2004 dengan pengamatan
langsung di lapangan dan dilakukan
pada setiap transek kuadran. Untuk
identifikasi jenis lamun dengan cara
mengambil sampel daun beserta akar
yang terdapat pada plot.
2. Penutupan Jenis
Penutupan jenis merupakan
perbandingan antara luas areal yang
ditutupi oleh jenis lamun. Penutupan
jenis lamun dapat dihitung
berdasarkan KEPMEN LH 200
Tahun 2004:
C =
Dimana : C = presentase penutupan
jenis lamun ke i
Mi = presentase titik tengah dari
kelas kehadiran jenis lamun ke-i,
Fi = Frekuensi munculnya kelas
penutupan jenis,
f = banyaknya sub petak dimana
kelas kehadiran jenis lamun i sama.
3. Analisi Kesesuaian Wisata
Rumus yang digunakan untuk
kesesuaian wisata pantai dan wisata
bahari:
IKWB = ∑
x 100%
Dimana:
IKWB = Indeks Kesesuaian Wisata
Ni = Nilai parameter ke-i
(Bobot x Skor)
Nmaks = Nilai maksimum dari suatu
kategori wisata
Tabel 2. Matriks kesesuaian lahan untuk ekowisata bahari kategori wisata
lamun
No Parameter Bobot Kategori S1 Skor Kategori S2 Skor Kategori
S3
Skor Kategori
SN
Skor
1 Tutupan Lamun (%)
5 >75 4 >50-75 3 25-50 2 <25 1
2 Kecerahan
Perairan (%)
4 >75 4 >50-75 3 25-50 2 <25 1
3 Jenis Ikan 4 >10 4 6-10 3
3-5 2 <3 1
4 Jenis Lamun 4 Cynodocea Halodule
Halophila
4 Syringodium Thalassodendrom
3 Thalasia 2 Enhalus 1
5 Jenis Subtrat 3 Pasir berkerang
4 Pasir 3 Pasir Berlumpur
2 Lumpur 1
6 Kecepatan
Arus (cm/dt)
3 0-15 4 >15-30 3 >30-50 2 >50 1
7 Kedalaman
(m)
3 1-3 4 >3-6 3 >6-10 2 >10 1
4. Analisis Daya Dukung Kawasan
Wisata Bahari
Analisa daya dukung
ditujukan pada pengembangan wisata
bahari dengan memanfaatkan potensi
sumberdaya pesisir, pantai dan
pulau-pulau kecil secara lestari.
Metode yang diperkenalkan untuk
menghitung daya dukung
pengembangan ekowisata alam
dengan menggunakan konsep Daya
Dukung Kawasan (Yulianda, 2010)
dengan rumus:
DDK = K x
x
Dimana:
DDK = Daya Dukung Kawasan
K = Potensi ekologis
pengunjung per satuan unit area
Lp = Luas area atau panjang area
yang dapat dimanfaatkan
Lt = Unit area untuk kategori
tertentu
Wt = Waktu yang disediakan
oleh kawasan untuk kegiatan wisata
per hari
Wp = Waktu yang dihabiskan
oleh pengunjung untuk setiap
kegiatan tertentu
Potensi ekologis untuk wisata
lamun yaitu jumlah pengunjung 1
orang disetiap 100 m x 5 m dalam
unit area 500 m2 (Yulianda, 2010).
Pengusahaan kegiatan wisata dalam
kawasan konservasi diatur oleh PP
No. 18/1994 tentang Pengusahaan
Pariwisata Alam di Zona
Pemanfaatan Taman Nasional dan
Taman Wisata Alam, maka areal
yang diizinkan untuk dikembangkan
adalah 10% dari luas zona
pemanfaatan. Dengan demikian daya
dukung kawasan dalam kawasan
konservasi perlu dibatasi dengan
Daya Dukung Pemanfaatan (DDP)
dengan rumus (Yulianda, 2010):
DDP = 0,1 x DDK
Dimana:
DDP = Daya Dukung Pemanfaatan
DDK = Daya Dukung Kawasan.
5. Analisis Kondisi Sosial-Ekonomi
Masyarakat
Analisis kondisi sosial-
ekonomi masyarakat dilakukan
melalui dua tahapan, yaitu (Tuwo,
2011):
a. Studi pendahuluan
Studi pendahuluan mencakup
pengambilan dan pengumpulan data
sekunder yang sudah tersedia. Data
sekunder yang dicari pada studi
pendahuluan meliputi informaai
umum tentang berbagai kondisi
sosial-ekonomi masyarakat yang
bersumber dari data statistik dan
hasil penelitian sebelumnya serta
sumber informasi dan data lainnya.
b. Survei dan verifikasi data di
lapangan
Kegiatan survei dan verifikasi
di lapangan bertujuan untuk
membuktikan, memvalidasi dan
melengkapi data yang telah diperoleh
dari hasil kegiatan studi
pendahuluan, dengan pengambilan
data primer dan sekunder di lokasi
survei. Metode yang digunakan pada
kegiatan survei dan verifikasi data di
lapangan terdiri dari literature,
sensus, kuisioner, wawancara, survey
fisik, dan dokumentasi visual.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Ekologi Kawasan
Konservasi Lamun di Desa
Pengudang
1. Jenis Lamun
Pada perairan laut Desa
Pengudang ditemukan 8 jenis spesies
lamun yang tersebar pada ketiga titik
stasiun penelitian Jenis yang
ditemukan dan penyebarannya dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Sebaran Lamun di Perairan Desa Pengudang
No Jenis yang dijumpai Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
1 Syringodium isotifolium + + +
2 Halophila ovalis + + -
3 Halodule pinifolia + + +
4 Halodule uninervis + + +
5 Cymodocea rotundata + + +
6 Cymodocea serrulata + + +
7 Thalassia hemprichii + + +
8 Enhalus acoroides + + +
Sumber : Data Primer (2015)
Keterangan: + Terdapat lamun jenis i
- Tidak terdapat lamun jenis i
Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui
pada setiap stasiun memiliki jenis
lamun yang sama.
2. Persentase Tutupan Lamun di
Desa Pengudang
Persentase tutupan jenis
lamun dimaksudkan untuk
memperoleh nilai persentase dari
penutupan lamun sehingga dapat
diketahui status padang lamun pada
suatu wilyah yang mewakili.
Berdasarkan KepMen LH No. 200
Tahun 2004, penentuan status
padang lamun dikategorikan menjadi
2 kategori yaitu baik dan rusak
dengan 3 status kondisi penutupan.
Tabel 4. Persentase Tutupan Lamun di Desa Pengudang No Jenis lamun Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
1 Syringodium isotifolium 18.58 32.3 62.16
2 Halophila ovalis 6.84 5.12 0
3 Halodule pinifolia 1.74 10.99 40.81
4 Halodule uninervis 2.27 2.26 5.48
5 Cymodocea rotundata 0.06 32.77 7.7
6 Cymodocea serrulata 1.76 0.29 0.33
7 Thalassia hemprichii 14.16 58.57 54.43
8 Enhalus acoroides 5.14 32.7 12.73
Sumber: Data Primer (2015)
3. Kondisi Perairan Desa
Pengudang
Pengukuran parameter
kualitas air dilakukan pada ketiga
stasiun pada titik yang dianggap
mewakili. Adapaun hasil pengukuran
kualitas air dapat dilihat pada Tabel
5.
Tabel 5. Hasil Pengukuran Kualitas Lingkungan Perairan di Desa
Pengudang
No Parameter Stasiun
1 2 3
1 Kecerahan (%) 100 % 100 % 100 %
2 Kecepatan Arus (cm/dt) 1.96 3.25 4.02
3 Kedalaman (m) 0.24 0.36 0.45
4 Jenis Substrat Pasir Pasir Pasir
Sumber: Data Primer (2015)
B. Kesesuaian dan Daya Dukung
Kawasan Untuk Wisata Lamun
1. Kesesuian Kawasan Untuk
Wisata Lamun
Analisis kesesuaian perairan untuk
wisata lamun diukur berdasarkan
beberapa parameter perairan yaitu
persen tutupan lamun, kecerahan
perairan, jenis ikan, jenis lamun,
jenis substrat, kecepatan arus dan
kedalaman.
Tabel 6. Kesesuaian Kawasan Untuk Wisata Lamun St Tutupan
Lamun (%)
Kecerahan
Perairan (%)
Jenis
Ikan/kerang
Jenis Lamun Jenis
Substrat
Kec. Arus
(cm/dt)
Kedalaman
(m)
IKW (%) Kategori
1 18.58 % 100 % 8 Syringodium Pasir 1.96 0.24 75 % S2
2 58.57 % 100 % 11 Thalassia Pasir 3.25 0.36 84.62 % S1
3 62.16 % 100 % 7 Syringodium Pasir 4.02 0.45 84.62 % S1
Sumber: Data Primer (2015)
2. Daya Dukung Kawasan Untuk
Wisata Bahari
Nilai daya dukung kawasan pada
penelitian dihitung berdasarkan nilai
baku yang terdapat pada Yulianda
(2010), yaitu K=1, Wt=12 jam/hari,
Wp= 4 jam/hari, Lt= 500m2
dan nilai
Lp didapatkan dari peta sebaran
lamun sebesar 180.654 m2 sehingga
diperoleh nilai DDK sebesar 120
pengunjung/hari.
Menurut Yulianda (2010),
pengusahaan kegiatan wisata dalam
kawasan konservasi diatur oleh PP
No. 18/1994 tentang Pengusahaan
Pariwisata Alam di Zona
Pemanfaatan Taman Nasional dan
Taman Wisata Alam, maka areal
yang diizinkan untuk dikembangkan
adalah 10% dari luas zona
pemanfaatan. Dengan demikian daya
dukung kawasan dalam kawasan
konservasi perlu dibatasi dengan
Daya Dukung Pemanfaatan (DDP),
sehingga didapatkan nilai DDP untuk
desa Pengudang sebesar 12
orang/hari.
C.mPengetahuan dan Sikap
Masyarakat Terhadap
Ekowisata Bahari Berbasis
Konservasi Lamun
Wawancara terhadap
masyarakat tentang pengetahuan dan
sikap masyarakat dilakukan terhadap
65 orang responden. Pengetahuan
masyarakat dilihat dari pengetahuan
masyarakat tentang lamun,
konservasi lamun, kondisi lamun,
pengunjung serta wisata bahari.
Sikap masyarakat Desa Pengudang
untuk melihat bagaimana sikap
masyarakat terhadap kawasan
konservasi lamun, pengembangan
wisata.
Tabel 7. Hasil Kuisioner Pengetahuan dan Sikap Masyarakat
No Pertanyaan Jawaban Jumlah Persentase
(%)
1 Pengetahuan
Masyarakat Pengetahuan masyarakat
tentang lamun Tahu 65 100
Tidak
tahu
0 0
Ragu-
ragu
0 0
Pengetahuan masyarakat
tentang adanya kawasan
konservasi lamun
Tahu 58 88
Tidak
tahu
0 0
Ragu-
ragu
7 11
Kawasan konservasi
lamun sudah teraga
dengan baik
Ya 41 63
Tidak 14 22
Ragu-
Ragu
10 15
Pengetahuan masyarakat
tentang wisata bahari
Tahu 4 94
Tidak
tahu
61 6
Ragu-
ragu
0 0
Aktivitas wisatawan yang
berkunjung akan
mengganggu
kenyamanan, keamanan
serta keadaan sosial
masyarakat
Ya 57 88
Tidak 9 12
Ragu-
Ragu
0 0
2 Sikap
Masyarakat
Kawasan lamun diadikan
kawasan pengembangan
kegiatan wisata bahari
Setuju 59 91
Tidak
Setuju
6 9
Ragu-
Ragu
0 0
Sumber: Data Primer (2015)
PENUTUP
A. Kesimpulan
Desa Pengudang memiliki
sumberdaya lamun yang cukup
tinggi, ditemukan 8 jenis lamun dari
12 jenis yang dijumpai di Indonesia.
Jenis lamun tersebut antara lain
Halodule uninervis, Halodule
pinifolia, Cymodocea serrulata,
Cymodocea rotundata, Halophila
ovalis, Syringodium isotifolium,
Enhalus acoroides, Thalassia
hemprichii. Berdasarkan hasil
perhitungan, persentase tutupan
lamun di Desa Pengudang di stasiun
2 dan 3 termasuk dalam kategori
kurang kaya/kurang sehat dan stasiun
1 berada pada kategori miskin.
Hasil Daya Dukung Kawasan
(DDK) untuk wisata lamun di Desa
Pengudang sebesar 120 orang/hari
dan Daya Dukung Pemanfaatan
(DDP) sebesar 12 orang/hari. Desa
Pengudang merupakan kawasan
konservasi lamun, sehingga
sebagaimana yang diatur dalam PP
No. 18/1994 tentang Pengusahaan
Pariwisata Alam di Zona
Pemanfaatan Taman Nasional dan
Taman Wisata Alam, maka areal
yang diizinkan hanya 10% dari zona
pemanfaatan. Untuk kesesuaian
wisata, Desa Pengudang masuk
dalam kategori S1 (sangat sesuai)
dan S2 (sesuai).
Melalui hasil wawancara
kepada nelayan, dapat diketahui
masyarakat Desa Pengudang
umumnya mengetahui tentang lamun
dan konservasi lamun, akan tetapi
sedikit yang mengetahui tentang
wisata bahari. Masyarakat Desa
Pengudang dominan setuju dengan
adanya pengembangan kegiatan
wisata bahari di desa tersebut.
Masyarakat juga berpendapat jika
kondisi lamun di kawasan konservasi
masih terjaga kelestariannya dan
sebagian besar nelayan tidak merasa
terganggu dengan adanya aktifitas
yang dilakukan oleh pengunjung.
B. Saran
Aktifitas wisata pengunjung
dapat dipantau oleh pengelola, akan
lebih baik jika dalam pengembangan
wisata di Desa Pengudang terlebih
dahulu disusun kebijakan untuk
kegiatan wisata bahari untuk
kegiatan yang diperbolehkan pada
zona pemanfaatan kawasan
konservasi lamun serta ketentuan
atas batas jumlah pengunjung yang
diperbolehkan melakukan aktifitas
pada daerah tersebut. Selain instansi
Desa Pengudang dan pihak pengelola
resort, diharapkan kebijakan
pengelolaan kegiatan wisata bahari di
Desa Pengudang dapat bekerjasama
langsung dengan instansi pemerintah
terkait potensi wisata bahari di Desa
Pengudang.
DAFTAR PUSTAKA
Budiaji, Weksi. 2013. Jurnal Ilmu
Pertanian dan Perikanan.
Skala Pengukuran dan Jumlah
Respon Skala Likert. Jakarta
Dahuri, Rokhmin. 2003.
Keanekaragaman Hayati
Laut. Penerbit Gramedia.
Jakarta.
Data Monografi Desa Pengudang.
2014. Buku Semester 2.
Efrizon, Deni dan Ali Hindri Yani.
2010. Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Laut. Penerbit UR
Press. Pekanbaru.
Fachrul, M. F. 2007. Metode
Sampling Bioekologi.
Penerbit Bumi Aksara.
Jakarta.
Gautama, O. 2011. Tesis Evaluasi
Perkembangan Wisata Bahari
di Pantai Sanur. Denpasar:
Universitas Udayana.
Hakim, Luchman. 2004. Dasar-Dasar
Ekowisata. Penerbit
Bayumedia. Jawa Timur.
Hilman, Masnerliyanti dkk. 2006.
Pedoman Umum Pemulihan
Ekosistem Pesisir dan Laut.
Kementerian Lingkungan
Hidup Republik Indonesia.
Jakarta.
Nasution, Rozaini. 2003. Teknik
Sampling. Fakultas
Kesehatan Masyarakat.
Universitas Sumatera Utara.
Kordi, M. Ghufron. 2011. Ekosistem
Lamun (Seagrass): Fungsi,
Potensi dan Pengelolaan.
Penerbit P.T Rineka Cipta.
Jakarta.
Otto, Soemarwoto. 2004. Ekologi,
Lingkungan Hidup dan
Pembangunan. Penerbit
Djambatan. Jakarta.
Romimohtarto, Kasijian dan Sri
Juwana. 2007. Biologi Laut :
Ilmu Pengetahuan tentang
Biologi Laut. Penerbit
Djambatan. Jakarta.
Sadikin Amir, Ferdinand Yulianda
dkk. 2011. Jurnal Agrisains
Volume 12. Optimasi
Pemanfaatan Wisata Bahari
Bagi Pengelolaan Pulau-
Pulau Kecil Berbasis
Mitigasi. Universitas
Tadukalo.
Sakaruddin, Muhammad Ismail.
2011. Skripsi. Komposisi
Jenis, Kerapatan, Persen
Penutupan dan Luas
Penutupan Lamun di Perairan
Pulau Panjang Tahun 1990 –
2010. Institut Pertanian
Bogor.
Sitorus, Salomo Anderson R. S.
2011. Skripsi. Kajian
Sumberdaya Lamun Untuk
Pengembangan Ekowisata Di
Desa Teluk Bakau,
Kepulauan Riau. Institut
Pertanian Bogor.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian
Kuantitatif dan Kualitatif.
CV.Alfabeta: Bandung.