Dasar Teori Terestris.doc

16
DASAR TEORI PENENTUAN POSISI DENGAN GPS Kerangka dasar horisontal adalah sejumlah titik yang diketahui koordinatnya dalam satu sistem koordinat tertentu. Sistem koordinat yang dimaksudkan adalah sistem koordinat kartesian bidang datar. Metode-metode yang digunakan untuk menentukan posisi horisontal ini dikelompokkan ke dalam metode penentuan titik tunggal (satu titik) dan metode penentuan banyak titik. Metode yang termasuk penentuan koordinat titik tunggal antara lain : metode polar metode perpotongan ke muka metode perpotongan ke belakang Sedangkan yang termasuk penentuan koordinat titik banyak antara lain : metode poligon metode triangulasi metode trilaterasi Dalam proyek PT. SBA Wood Industries ini banyak digunakan metode poligon (penentuan titik banyak) untuk penentuan posisi horisontal beberapa titik tambahan selain titik kontrol (BM) dan titik bantu (TB) yang telah diukur dengan menggunakan pengukuran GPS (Global Positioning System). Jarak antar titik-titik tambahan ini lebih rapat dibandingkan dengan titik kontrol (BM) dan titik bantu (TB), karena berfungsi untuk membantu dalam melakuakan pengukuran pemetaan situasi. 2.1 Pengertian poligon Poligon adalah serangkaian garis lurus yang menghubungkan titik- titik yang terletak di permukaan bumi. Garis-garis lurus membentuk sudut-sudut pada titik-titik perpotongannya. Dengan menggunakan poligon dapat ditentukan secara sekaligus koordinat beberapa titik yang letaknya berurutan dan memanjang. Pada ujung awal poligon diperlukan satu titik yang telah diketahui koordinat dan sudut jurusannya. Karena untuk menentukan koordinat titik yang lain diperlukan sudut mendatar dan jarak mendatar, maka pada pengukuran di lapangan data yang diambil adalah data sudut - 1 - Dasar Teori Penentuan Posisi 2

description

Dasar Teori Terestris

Transcript of Dasar Teori Terestris.doc

Page 1: Dasar Teori Terestris.doc

2 DASAR TEORI PENENTUAN POSISI DENGAN GPS

Kerangka dasar horisontal adalah sejumlah titik yang diketahui koordinatnya dalam

satu sistem koordinat tertentu. Sistem koordinat yang dimaksudkan adalah sistem

koordinat kartesian bidang datar. Metode-metode yang digunakan untuk menentukan

posisi horisontal ini dikelompokkan ke dalam metode penentuan titik tunggal (satu

titik) dan metode penentuan banyak titik.

Metode yang termasuk penentuan koordinat titik tunggal antara lain :

metode polar

metode perpotongan ke muka

metode perpotongan ke belakang

Sedangkan yang termasuk penentuan koordinat titik banyak antara lain :

metode poligon

metode triangulasi

metode trilaterasi

Dalam proyek PT. SBA Wood Industries ini banyak digunakan metode poligon

(penentuan titik banyak) untuk penentuan posisi horisontal beberapa titik tambahan

selain titik kontrol (BM) dan titik bantu (TB) yang telah diukur dengan menggunakan

pengukuran GPS (Global Positioning System). Jarak antar titik-titik tambahan ini lebih

rapat dibandingkan dengan titik kontrol (BM) dan titik bantu (TB), karena berfungsi

untuk membantu dalam melakuakan pengukuran pemetaan situasi.

2.1 Pengertian poligon

Poligon adalah serangkaian garis lurus yang menghubungkan titik-titik yang

terletak di permukaan bumi. Garis-garis lurus membentuk sudut-sudut pada

titik-titik perpotongannya. Dengan menggunakan poligon dapat ditentukan

secara sekaligus koordinat beberapa titik yang letaknya berurutan dan

memanjang.

Pada ujung awal poligon diperlukan satu titik yang telah diketahui koordinat

dan sudut jurusannya. Karena untuk menentukan koordinat titik yang lain

diperlukan sudut mendatar dan jarak mendatar, maka pada pengukuran di

lapangan data yang diambil adalah data sudut mendatar dan jarak mendatar di

samping itu diperlukan juga penentuan sudut jurusan dan satu titik yang telah

diketahui koordinatnya.

2.2 Pengukuran poligon

Pengukuran jarak mendatar

Pengukuran jarak mendatar pada poligon dapat ditentukan dengan cara :

mekanis (dengan menggunakan pita ukur) dan optis (seperti pada

pengukuran sipat datar). pada bagian ini dijelaskan metode pengukuran

- 1 -

Dasar Teori Penentuan Posisi Horisontal

2

Page 2: Dasar Teori Terestris.doc

jarak dengan menggunakan pita ukur. Pengukuran jarak dengan

menggunakan pita ukur harus memperhatikanpermukaan tanah yang akan

diukur.

1. pengukuran jarak pada tanah mendatar, seperti pada gambar 2.1

Gambar 2.1 pengukuran jarak pada tanah datar

Caranya :

skala nol pita ukur diletakkan tepat berimpit di atas pusat anda titik

A

pita ukur ditarik dengan kuat agar keadaannya benar-benar lurus,

tidak melengkung

himpitkan skala pita ukur lainnya di atas pusat tanda titik B, maka

bacaan skala inilah yang merupakan jarak antara titik A dan titik B

2. pengukuran jarak pada tanah miring, seperti pada gambar 2.2

Gambar 2.2 pengukuran jarak pada tanah miring

caranya :

jika permukaan tanahnya relatif miring, maka pengukuran jarak

dibagi dalam beberapa selang (pada gambar di atas bagi dua

selang)

skala nol diimpitkan di atas titik A (biasa dengan menggunakan

bantuan unting-unting), tarik agar pita dalam keadaan datar sampai

berimpit dengan titik 1, maka diperoleh d1

dengan cara yang sama, jarak diukur dari titik 1 sampai titik B,

hingga didapat d2

maka :

dAB = d1 + d2

- 2 -

Page 3: Dasar Teori Terestris.doc

pengukuran sudut mendatar

sudut adalah selisih antara dua arah yang berlainan. Yang dimaksud

dengan arah atau jurusan adalah besarnya bacaan lingkaran horisontal alat

ukur sudut pada waktu teropong diarahkan ke jurusan tertentu. Seperti

pada gambar 2.3

Gambar 2.3 Pengukuran sudut mendatar

Caranya :

alat dirikan di titik P alalu diatur sesuai ketentuan

target dipasang di titik A dan di tiik B

alat dalam kedudukan “biasa” diarahkan ke target di titik A (arah

pertama)

atur tabung okuler dengamemutar sekrup yang ad pada okuler sehingga

dapat melihat garis-garis diafragma (benang silang) denga jelas

atur sekrup penjelas bayangan sehingga dapat melihat bayangan target

di tiik A dengan terang dan jelas

tepatkan benang silang diafragma pada target dengan memutar sekrup

penggerak halus horisontal dan vertikal, baca dan catat skala lingkaran

horisontalnya. Ulangi pembacaan tersebut minimal 3 kali, kemudian

hitung rata-rata harga hasil bacaannya, catat sebagai L1 (B)

teropong diputar searah jarum jam dan diarahkan ke target di titik B,

dengancara yang sama seperti di atas, catat sebagai L2 (B)

teropong dibalikkan dalam kedudukan “luar biasa” an diputar seearah

jarum jam, dengan kedudukan tetap mengarah ke titikk B. dnegan cara

yang sama seperti di atas, baca skala lingkarannya dan catat sebagai L2

(LB)

putarlah teropong searah jarum jam ke titik A (tetap dalam kedudukan

luar biasa), dengan menggunakan cara yang sam seperti di atas,

bacalah skala lingkran horisontalnya dan catat sebagai L1 (LB)

- 3 -

Page 4: Dasar Teori Terestris.doc

urutan pengukuran sudut seperti yang dijelaskan di atas adalah

pengukuran sudut 1 seri. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel

2.1 di bawah ini.

Tabel 2.1 pengukuran sudut 1 seri

Alat Arah Kedudukan

Teropong

Bacaan sudut

P A Biasa L1 (B)

B Biasa L2 (B)

B Luar biasa L2 (LB)

A Luar biasa L1 (LB)

Arah kanan bacaan sudut di atas adalah titik B dan arah kirinya titik A,

maka besar sudutnya :

β = bacaan arah B – bacaan arah A

Karena pembacaan sudut dilakukan 1 seri maka hasil pengukuran sudut β

adalah rata-rata dari pembacaan biasa dan luar biasa.

Β = [L2(B) - L1(B)] + [L2(LB) – L1(LB)]2

Jika bacaan sudut arah kanan lebih kecil dari bacaan sudut arah kiri, maka

untuk menentukan besarnya sudut bacaan arah kanan terlebih dulu

ditambah 360˚.

Penentuan sudut jurusan awal dan koordinat awal

1. sudut jurusan awal dapat ditentukan sebagai berikut

bila di sekitar titik-titik kerangka dasar terdapat 2 titik triangulasi,

sudut jurusan dihitung dari titik-titik triangulasi. Bila menggunakan

sudut jurusan awal ini, maka jaring titik-titik kerangka dasar harus

disambungkan ke titik-titik triangulasi tersebut.

Bila tidak terdapt titik-titik triangulasi, sudut jurusan awal dapat

ditentukan dari pengamatan astronomi (pengamatan matahari atau

bintang) dari pengukuran menggunakan giro-theodolit yang

berorientasi terhadap utara geografi atau dari pengukuran

menggunakan theodolit kompas atau ditentukan sembarang.

2. koordinat awal dapat ditentukan dalam sistem umum sebagai berikut :

- 4 -

Page 5: Dasar Teori Terestris.doc

bila dikehendaki koordinat dalam sistem umum (sistem yang berlaku di

wilayah negara) digunakan titik triangulasi (cukup satu titik saja).

Dengan demikian kerangka dasar harus diikatkan ke titik triangulasi

tersebut.

Bila diketahui koordinat dalam sistem umum tetapi tidak terdapat

titik triangulasi, maka di salah satu titik kerangka dasar dilakukan

pengukuran astronomis untuk menentukan lintang bujurnya. Dari

lintang da bujur geografi ini dapat ditentukan koordinat (x,y) dalam

sistem

Bila tidak terdapat titik triangulasi dan tidak dikehendaki koordinat

dalam sistem umum, maka salah satu titik kerangka dasar dapat

dipilih sebagai titik awal dengan koordinat sembarang (diusahakan

pemilihan koordinat ini mempertimbangkan koordinat titik-titik yang

lain agar bernilai positif). Sistem demikian sesitem koordinat

setempat (lokal).

3. contoh penentuan sudut jurusan dan koordinat awal pada suatu poligon:

poligon tertutup diikatkan pada dua titik triangulasi

Keterangan :

= Titik-titik kerangka dasar

= Titik-titik triangulasi

= Jarak diukur

= Sudut diukur

α0 (arah awal) = arc tan [(Xp – Xq).(Yp – Yq)]

Gambar 2.4 poligon dalam sistem umum (X, Y)

poligon tertutup dan menyambung ke satu triangulasi

- 5 -

Page 6: Dasar Teori Terestris.doc

Keterangan :

α0 = azimuth geografi dari pengukuran matahari/dengan giro theodolit

γ = konvergensi meridian di Q (kemiringan meridian Q terhadap sumbu Y)

Ug = utara geografi di Q

α0 (arah awal) = α0’ - γ

Gambar 2.5 poligon dalam sistem umum (X, Y)

Catatan :

α0’ merupakan azimuth geografi, hasil pengamatan matahari atau

dari pengukuran dengan giro theodolit. Karena arah utara

geografi di titik Q dan sumbu Y tidak sejajar maka dalam sistem

(X,Y) harga α0’ harus direduksi dengan γ agar menjadi α0’

apabila α0’ diukur menggunakan theodolit kompas, α0’

menyatakan azimuth kompas, berorientasi terhadap utara

magnet. Karemna utara megnet dan utara geografi tidak

berimpit, maka untuk mendapatkan α0’ dengan memberikan

reduksi pada α0’

poligon tertutup dalam sistem koordinat setempat

- 6 -

Page 7: Dasar Teori Terestris.doc

Keterangan :

Koordinat awal adalah koordinat titik Aα0 = Sudut jurusan awal

hasil pengamatan matahari atau pengukuran dengan giro theodolit / theodolit kompas

U = Arah utara geografi atau utara magnit

Gambar 2.6 poligon dalam sistem lokal (x,y)

Catatan :

apabila α0 yang digunakan adalah dari pengamatan matahari

atau dari pengukuran dengan giro theodolit, maka poligon

tersebut akan berorientasi terhadap arah utara geografi di titik A

apabila α0 yang digunakan adalah dari pengukuran dengan

theodolit kompas, maka poligon tersebut di atas berorientasi

terhadap arah utara magnit di titik A. pngukuran dengan

menggunakan theodolit kompas dpat dilakukan dengan sistem

loncat (tidak dilakukan pad setiap titik kerangka dasar tapi

meloncat satu-satu; misalnya dari titik 1 ke titik 3, 5, 7 dan

seterusnya dengan cara mengukur azimuth muka dan azimuth

belakang

apabila pengukuran dilakukan tidak menggunakan theodolit

kompas, maka α0 ditentukan sembarang, misalnya titik awal

kerangka dasar adalah titik 1, maka pada titik tersebut dianggap

α0 nya bernilai 0˚, jadi arah utaranya dapat dianggap berimpit

dengan sisi 1 – 10. Jika pengukuran tidak mengunakan theodolit

kompas, tidak bias digunakan sistem loncat, theodolit harus

diletakkan di setiap titik kerangka dasar.

2.3 Prinsip hitungan poligon

- 7 -

Page 8: Dasar Teori Terestris.doc

Gambar 2.7 Prinsip hitungan poligon

Diketahui :

koordinat titik A

sudut jurusan αA1

diukur dilapangan :

jarak datar dA1

sudut mendatar β1

dihitung :

koordinat titik 1 (X1, Y1)

koordinat titik 2 (X2, Y2)

Tahapan hitungan :

Menghitung koordinat titik 1 :

X1 = XA + ∆XA1 Y1 = YA + ∆YA1

X1 = XA + dA1 Sin αA1 Y1 = YA + dA1 Cos αA1

Jika koordinat titik 1 diketahui, maka koordinat titik 2 dapat dihitung

menggunakan koordinat titik 1, apabila d12 dan αA1 diketahui. d12 dapat diukur

dan biasanya sudut yang diukur dilapangan adalah sudut mendatar β1. α12

dapat dihitung dari αA1 dan β1

α12 = {( αA1+ 180˚) + β1 } – 360˚

= αA1 + β1 - 180˚

maka koordinat titik 2 :

X2 = X1 + ∆X12 Y2 = Y1 + ∆Y12

X2 = X1 + d12 Sin α12 Y2 = Y2 + d12 Cos α12

- 8 -

Page 9: Dasar Teori Terestris.doc

Demikian pula untuk menghitung titik-titik selanjutnya dapat dilakukan secara

brtahap dan berurutan menggunakan data koordinat titik sebelumnya. Sudut

jurusan titik selanjutnya, dapat dihitung menggunakan α12 dan sudut mendatar

yang diukur di titik tersebut

2.4 Macam-macam bentuk poligon

Poligon lepas

Poligon lepas adalah poligon yang hanya mempunyai satu titik ikat yaitu di

awal dan untuk orientasi sudut jurusan awalnya sudah diketahui. Bentuk

poligon lepas dapat dilihat pada gambar 2.8 di bawah ini.

Gambar 2.8 Bentuk poligon lepas

Poligon lepas memungkinkan terjadinya perambatan kesalahan yang

disebabkan oleh pengukuran sudut mendatar dan jarak. Contoh : titik 1

telah mempunyai kesalahan akibat adanya pengukuran jarak, titik 2 akan

mempunyai kesalahan juga yang lebih besardari titik 1 dan begitu

seterusnya. Semakin panjang poligonnya, ketelitiannya akan semakin turun.

Poligon terikat

Pada poligon terikat diberikan satu titik ikat awal berikut jurusan awal dan

juga titik ikat akhir atau sudut jurusan akhir.

a) Poligon dikontrol dengan sudut jurusan akhir

Titik awal diikatkan ke titik A dan untuk orientasi diberikan sudut jurusan

awal, sedangkan titik terakhir diberikan sudut jurusan akhir. Akibat

- 9 -

Page 10: Dasar Teori Terestris.doc

adanya sudut jurusan awal awal dan akhir, maka semua ukuran sudut

yang sehadap dapat dikontrol.

Gambar 2.9 Poligon teikat dan dikontrol pada sudut jurusan akhir

Diukur dilapangan :

Jarak datar d1, d2, d3, d4, dan d5

Sudut datar β1, β2, β3, β4

Setelah koordinat titik 1 dihitung dari koordinat titik A, untuk

menghitung titik 2 diperlukan α12 dimana :

α12 = {( α0+ 180˚) + β1 } – 360˚

= α0 + β1 - 180˚

Untuk menghitung titik 3 diperlukan α23 dimana :

α23 = {( α12+ 180˚) + β2 } – 360˚

= αA1 + β2 - 180˚

= α0 + β1 + β2 – 360˚

Begitu juga selanjutnya :

α34 = {( α23+ 180˚) + β3 } – 360˚

= α23 + β3 - 180˚

= α0 + β1 + β2 + β3 – 540˚

Dan

α45 = {( α34+ 180˚) + β4 } – 360˚

- 10 -

Page 11: Dasar Teori Terestris.doc

= α34 + β4 - 180˚

= α0 + β1 + β2 + β3 + β4 – 720˚

αa – α0 = β1 + β2 + β3 + β4 – 720˚

β1 + β2 + β3 + β4 = ( αa – α0 ) + 720˚

∑ sudut diukur = ( αa – α0 ) + n. 180˚

Telah disebutkan sebelumnya bahwa sudut jurusan akhir (α45 = αa ) dan

sudut jurusan awa (α0) sudah diketahui. namun setiap pengukuran sudut

biasanya mengandung kesalahan, sehingga dapat dibentuk suatu

persamaan dengan memberikan koreksi :

∑ sudut diukur + f(α) = ( αa – α0 ) + n. 180˚

Dimana f(α) adalah besarnya koreksi yang diberikan untuk pengukuran

sudut.

b) Poligon dikontrol dengan koordinat akhir

Koordinat titik awal dan sudut jurusan awal diketahui, kemudian titik

akhir poligon diikatkan ;agi pada satu titik yang telah diketahui

koordinatnya

Gambar 2.10 Poligon terikat dan dikontrol koordinat akhir

Pada sepanjang sumbu –x :

- 11 -

Page 12: Dasar Teori Terestris.doc

Xb = Xa + d1Sinα0 + d2Sinα12 + d3Sinα23 + d4Sinα34+ d5Sinα45

Xb – Xa = d1Sinα0 + d2Sinα12 + d3Sinα23 + d4Sinα34+ d5Sinα45

Xb – Xa = ∑d.Sin α

Pada pengukuran jarak biasanya mengandung kesalahan, sehingga

dibentuklah

∑d.Sin α + f(x) = Xb - Xa

Diana f(x) adalah koreksi ∑d.Sin α

Pada sepanjang sumbu-y :

Yb = Ya + d1Cosα0 + d2Cosα12 + d3Cosα23 + d4Cosα34+ d5Cosα45

Yb – Ya = d1Cosα0 + d2Cosα12 + d3Cosα23 + d4Cosα34+ d5Cosα45

Yb – Ya = ∑d.Cos α

∑d.Cos α + f(x) = Yb - Ya

c) Poligon terkontrol dan terikat sempurna

Pada poligon ini, titik awalnya diikatkan pada satu titik yang ada

koordinatnya (titik A) dan mempunyai sudut jurusan awal (α0). Selain itu

pada titik akhir diberikan sudut jurusan akhir (αa) dan diikatkan pada

titik yang telah mempunyai koordinat (titik B). dnegan adanya α0 dan αa,

koordinat titik awal dan titik akhir, maka hasil pengukurannya dapat

dikontrol.

Kontrol ukuran sudut :

∑ sudut diukur + f(α) = ( αa – α0 ) + n. 180˚

Kontrol ukuran jarak :

∑d.Sin α + f(x) = Xb - Xa

∑d.Cos α + f(x) = Yb - Ya

2.5 Kontrol kualitas pengukuran poligon

Setiap pengukuran yang dilakukan selalu mengandung kesalahan yang

disebabkan oleh berbagai hal, karena itu perlu ditetapkan suatu batas toleransi

- 12 -

Page 13: Dasar Teori Terestris.doc

ukuran yang diperbolehkan. Untuk kegiatan di desa dengan menggunakan

metode poligon maka :

Ketelitian pengukuran sudut ≤ ± 15” √n, dimana n = jumlah titik

Kesalahan penutup jarak ‘= [f(x) 2 + f(y) 2 ] 1/2 ± 1 : 5000 2

- 13 -