Dasar Metalogr Perlakuan Panas Pak Nukman
-
Upload
doez-aryana -
Category
Documents
-
view
173 -
download
0
Transcript of Dasar Metalogr Perlakuan Panas Pak Nukman
BAB I
PENDAHULUAN
A. Dasar-Dasar Konsep Metalografi
Metalografi menyatakan struktur dari metal dan memegang
peranan penting untuk memahami lebih jauh hubungan antara
struktur dan sifat-sifat dari baja. Dengan bantuan peralatan modern
seperti SEM (Scanning Electron Microscope), TEM, Mikroskop Optik,
Mikroskop Digital dan peralatan pengamatan struktur mikro lainnya,
kemungkinan dapat menentukan struktur mikro lebih jauh, hal ini
telah dilakukan kira-kira 20 tahun yang lalu.
Untuk memahami proses perlakuan panas, diperlukan
pengetahuan keseimbangan fasa dan transformasi fasa. Dalam hal ini
karena sebagian besar produk yang dihasilkan dunia adalah ferro,
maka pada pemahaman disini dimulai dari transformasi fasa dari
ferro itu sendiri.
1. Transformasi dan Struktur Kristal dari Besi
Pada pemanasan dari besi murni pada temperature ruang
akan memperlihatkan dua jenis allotropic yang berbeda. Ketika
besi dipanaskan berubah dari satu bentuk fase ke-bentuk fase
yang lain selama proses pemanasan dan temperatur konstan
terhadap waktu maka disebut dengan panas laten.
Apabila suatu sampel besi dipanaskan pada kondisi tunak
dengan temperatur terus meningkat, ketika suhu tertahan maka
transformasi dimulai, temperatur akan kembali konstan sampai
transformasi lengkap. Begitu juga ketika dilakukan pendinginan
akan mengalami sifat yang hampir sama pada pemanasan.
Dua bentuk allotropic yang terjadi yaitu fase ferrit dan
austenite dan diantara daerahnya stabil. Transformasi pemanasan
dan pendinginan yang dilalui pada besi murni seperti terlihat pada
gambar 1 di bawah ini.
1
Dimana :A = Arreter/delay (Penundaan)C = Chaufer/heating (Pemanasan) r = Refoirder/cooling (Pendinginan)
Gambar 1: Pemanasan dan Pendinginan Besi Murni
Ferrit stabil di bawah temperatur 9110C, pada temperatur
13920C atau titik melting fase yang terbentuk adalah α – iron dan δ
– iron. Austenite ditandai dengan γ – iron stabil antara temperatur
9110C sampai 13920C, besi bersifat ferromagnetic pada temperatur
ruang. Sifat magnetik berkurang dengan meningkatnya
temperatur dan menghilan pada temperatur 7690C pada titik
Curie.
2
Atom-atom dibentuk pada bentuk anguler tiga dimensi yang
disebut dengan struktur kristal. Pada besi digambarkan (gambar 2)
sebagai bentuk kubik yang tertumpuk atom-atom pada sudut sisi-
sisinya, sehingga pada satu kubus terdapat 8 atom pada masing-
masing sudut sisinya yang saling bertumpuk dengan kubus
lainnya, ini disebut dengan unit sel. Ferrit, disamping memiliki
atom-atom pada sudut sisi-sisinya juga memiliki atom lain pada
inter sisi dari diagonal body kubus atau yang disebut dengan Body
Centre Cubic Lattice (BCC). Panjang sisi dari unit sel kubus
tersebut adalah 2,87 Angstrong = 10-10m. Austenite memiliki sel
satuan Face Centre Cubic Lattice (FCC) dengan panjang sisi 3,57
Angstrong yang di-extrapolasi pada temperatur 200C. Struktur dari
unit sel pada α – iron dan δ – iron seperti terlihat pada gambar 3.
Pada γ – iron memiliki unit sel yang lebih panjang dari α – iron
tetapi kandungan atom yang dimiliki mempunyai density yang
lebih besar 8,22 gr/cm3 untuk γ – iron pada 200C dan 7,93 gr/cm3
untuk α – iron.
3
Gambar 2. Struktur Kristal dari Ferit dan Austenit
2. Diagram Keseimbangan Besi Karbon
Paduan yang penting dari baja adalah karbon, hal ini dapat
dijelaskan bahwa material ini memiliki sifat-sifat yang sangat luas
dan yang membuat material ini sering digunakan dan banyak
kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari. Pada temperatur ruang
pembekuan dari karbon pada α – iron sangat lambat dan atom-
atom karbon jarang ditemukan diantara atom-atom besi itu sendiri.
Sebagai pengganti karbon dikombinasi dengan besi karbida yang
disebut dengan simentit. Besi karbida mungkin hadir sebagai
lamel-lamel dengan lamel-lamel ferrit yang keduanya membentuk
fase baru yang bernama pearlit.
4
Gambar 3. Diagram Kesetimbangan Besi-Karbon Kurang dari
1,4%C
Pada besi dengan kandungan karbon 0,8% proporsi pearlit
dapat dicapai 100%. Proporsi pearlit pada struktur meningkat
dengan meningkatnya kandungan karbon pada baja sampai 0,8%.
Karbon yang berlebihan jumlahnya akan terbentuk sebagai grain
boundry carbida. Baja yang mengandung 0,8% karbon disebut
juga baja eutectoid. Jika karbon dipadu dengan transformasi dari
besi dengan range temperatur dan kandungan karbon yang
dimiliki dapat dilihat pada gambar 3 dan gambar 5.
Gambar 4. Diagram Kesetimbangan Besi-Karbon
5
Variasi mikrostruktur pada besi karbon dapat dilakukan
dengan cara perlakuan panas. Untuk kelengkapan dari diagram
fase yang memiliki kandungan karbon jauh lebih tinggi sampai 6%
dapat dilihat pada gambar 4. Dimana kita lihat bahwa pada
pembekuan dari besi – karbon yang lebih dari 0,8% fase austenite
lebih banyak terbentuk dibanding ferrit.
B. Klasifikasi Logam
Berdasarkan unsur-unsur yang terdapat dalam logam dan
paduannya, maka logam dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan
utama, yaitu:
1. Logam Ferro
Logam Ferro disebut juga Besi Karbon atau Baja Karbon,
dimana unsur dasarnya terdiri dari unsur besi (Fe), dan karbon
(C), tetapi disamping itu masih terdapat unsur-unsur tambahan
lain seperti sulfur (S), mangan (Mn), krom (Cr), pospor (P), dan
lain-lain. Unsur-unsur campuran tersebut juga sangat
mempengaruhi sifat-sifat dan berat jenis logam ferro, sehingga
persentase campurannya harus tepat dan sesuai dengan
kebutuhan.
2. Logam Non Ferro
Logam Non Ferro adalah logam yang tidak mengandung
unsur besi (Fe) dan karbon (C) sebagai unsur dasarnya. Jenis-
jenis dari logam Non Ferro antara lain aluminium (Al),
magnesium (Mg), tembaga (Cu), seng (Zn), nikel (Ni), timah
hitam (Pb), timah putih (Sn) dan logam-logam mulia lainnya.
Baja Karbon
Baja karbon merupakan logam yang terdiri dari unsur
dasar Besi dan Karbon serta unsur-unsur lainnya. Baja
merupakan material yang paling banyak dipakai sebagai bahan
industri karena sangat baik nilai ekonomisnya. Sifat baja sangat
6
variatif dari yang sangat lunak sampai yang paling keras,
tergantung dari banyaknya kandungan karbon yang dimilikinya.
Semakin tinggi kadar karbon maka semakin tinggi kekerasan
baja tersebut.
Pemakaian baja karbon tidak selalu menguntungkan
karena mempunyai banyak kekurangan. Selain memiliki sifat
mampu keras juga memiliki sifat getas.
Baja Karbon Rendah
Baja karbon rendah adalah baja yang mengandung unsur
karbon sangat rendah, antara 0,1% - 0,2% C. Baja karbon
rendah ini memiliki kekerasan yang rendah dengan keuletan
yang tinggi, sehingga baja karbon rendah ini banyak
digunakan untuk membuat baut, paku, kawat, sekrup, pelat
baja dan untuk berbagai keperluan konstruksi.
Baja Karbon Medium
Baja karbon medium mengandung kadar karbon antara 0,2%
- 0,5% C. Baja karbon medium ini sifatnya lebih keras dari
baja karbon rendah, sehingga banyak digunakan untuk
keperluan alat-alat perkakas dan bagian-bagian dari mesin
seperti poros, batang torak, dan lain sebagainya.
Baja Karbon Tinggi
Baja karbon tinggi memiliki kandungan karbon antara 0,5% -
1,7% C. Baja karbon tinggi ini sifatnya sangat keras dan
getas sehingga sering kali harus diperlakukan panas untuk
memperbaiki asifat-sifatnya. Baja ini seringkali digunakan
untuk membuat mata pahat, gergaji, dan perkakas lainnya.
Sifat Mekanik Baja Karbon
Sifat mekanik merupakan sifat dasar yang dapat diubah dan
dipengaruhi dari luar. Pengaruh ini biasanya berupa
pemanasan pada waktu dan temperatur tertentu, sehingga
struktur mikro logam tersebut berubah dan sifat mekanikya
turut berubah karena pemanasan.
7
Sifat mekanik pada logam dapat dikontrol dengan cara
pemanasan atau disebut dengan Heat Treatment. Sifat
mekanik baja antara lain :
1. Kekerasan yang merupakan ketahanan material terhadap
deformasi plastis karena pembebanan setempat pada
permukaan berupa goresan atau penekanan.
2. Kekuatan ditunjukkan dengan ketahanan material
terhadap beban yang dikenakan kepadanya, sehingga terjadi
perubahan bentuk atau ukuran. Bagian dari kekuatan
diantaranya kekuatan tarik, kekuatan luluh dan kekuatan
patah.
3. Keuletan merupakan kemampuan logam untuk
terdeformasi. Bahan yang ulet biasanya mempunyai
penyusutan penampang yang besar sebelum terjadi
perpatahn.
4. Deformasi sehingga patahnya suatu logam berlangsung
dengan cepat tenpa diketahui arah rambatnya.
5. Ketangguhan ialah kemampuan dari suatu logam untuk
mempertahankan bentuknya dengan cara menyerap energi
yang mempengaruhinya sampai terjadi perpatahan.
Beberapa pengujian sifat mekanik ini (dan ini juga berlaku
untuk logam non ferro) ditunjukkan dalam beberapa hal
seperti berikut:
a.Pengujian Tarik
Pengujian tarik mengukur tegangan yang diperlukan
untuk menarik benda uji (logam) sampai putus dan mencatat
perpanjangan benda uji. Tegangan tarik suatu material adalah
tegangan yang diperlukan untuk memutuskan benda uji dalam
tarikan (=tegangan tertinggi yang dapat diberikan sebagai
tahanan/reaksi terhadap suatu beban).
Suatu benda uji yang diketahui luas penampangnya
dicekamkan pada mesin penguji, diberi beban tarik yang
8
meningkat secara teratur. Untuk setiap penambahan gaya,
jumlah perpanjangan dari benda uji diukur dengan
mempergunakan extensometer yang sesuai. Ketika benda uji
mulai mulur dengan cepat, adalah tanda bahwa segera akan
putus.
Pertama-tama perpanjangan sangat kecil sebanding
dengan meningkatnya gaya.
Apabila gaya dihilangkan sebelum A tercapai, benda uji
akan kembali pada panjang semula. Jadi perpanjangan antara
O dan A adalah elestik, dan menurut hokum hooke :
Tegangan ∞ regangan
Dikenal sebagi modulus elestisitas
suatu bahan.
Apabila beban melampui A (batas elastis atau batas
proporsional), hanya dengan sedikit penambahan beban akan
tiba-tiba mulur. Disini disebut Yield Point (Y), apabila sekarang
beban disingkirkan, sedikit perpanjangan akan masih tetap
tinggal.
Perpanjangan yang terjadi setelah A adalah bersifat
plastis. Perubahan plastis yang terjadi pada temperatur biasa
disebut pengerjaan dingin. Pada perubahn plastis, kristal dan
9
Gay
a
Perpanjangan 0 Elastis Plastis seragam Kritis
Gambar 5: Diagram Uji Tarik
Material
Gambar 2: Diagram Gaya-Perpanjangan
B’
M
Y B
A
atom material dalam keadaan posisi material menjadi kuat dan
keras pengerasan.
Pada peningkatan beban selanjutnya, material akan mulur
dengan cepat mula-mula merat dan kemudian pada tempat
tertentu menjadi ‘genting’. Kegentingan ini terjadi setelah
gaya maksimum (M) terlampaui, karena erkurang dengan
cepat pada bagian genting, gaya pada B telah dapat
memutuskan benda uji.
Harga nominal dari tegangan tarik suatu material dihitung
mempergunakan gaya maksimum (M) dan luas penumpang
mula-mula benda uji.
Tegangan tarik =
Tegangan tarik dapat sebagai petunjuk dari sifat-sifat
mekanik suatu material, hal ini bukan terpenting dalam
perencanaan permesinan. Permesinan tidak berhubungan
secara khusus dengan perubahan plastis. Pada struktur atau
konstruksi permesinan, batas elastis (A), lebih berarti. Tidak
mungkin untuk menentukan Yield stress untuk setiap paduan,
dalam hal ini yield stress diganti dengan harga yang dikenal
sebagi proof stress.
0,1% proof stress suatu paduan (Rp. 0,1) adalah tegangan
yang dihasilakn oleh perpanjangan tetap 0,1 panjang benda
uji.
Biasanya dalam penentuan tegangan tarik dan 0,1 proof
stree (yield – stress), prosentase perpanjangan benda uji
hingga putus juga didapatkan. Hal ini mengukur ductility suatu
material.
Perpanjangan =
10
=
Harga dari perpanjangan dapat diperbandingkan, jadi terang
benda uji berbentuk geometris, harus ada hubungan antara
luas penampang dan panjang benda uji.
b. Pengujian Kekerasan
Dalam metode modern, pengujian kekerasan adalah
mengukur ketahanan material terhadap penetrasi.
Pengujian Brinell
Bola baja diperkeras ditekankan pada permukaan benda
uji dengan beban standard. Diameter yang ditimbulkan diukur
dan tingkatkan kekerasan Brinell (H) didapat dari :
H B =
Luas permukaan kurva =
Jadi H =
Piramide Vickers
Pengujian kekerasan ini mempergunakan piramide bujur
sangkar dari intan sebagai penguji. Keuntungan yang besar
dari pengujian ini bahwa bekas yang ditimbulkan berbentuk
geometris yang sama, dan ketelitian hasil tidak terpengaruh
ke dalaman.
Sehingga tidak perlu memperhatikan perbantikan P/D2
seperti pada Brinell test, walaupun kita masih harus
memperhatikan hubungan kedalaman yang ditimbulkan dan
ketebalan benda uji.
11
D
d
Keuntungan yang lain bahwa pengujian kekerasan Vickers
harga kekerasannya untuk material yang sangat keras (diatas
indeks 500) akan lebih teliti.
Luas 4 bidang piramida pada bekas penekanan :
A =
Kekerasan bahan menurut Vickers
Hv = 1,854
Pada alat Vickers dapat diberikan beban-beban 1 ; 2,5 ; 5 ; 10
; 30 ; 50 ; 100 dan 120 kg. Besar beban ditentukan dari
macam dan tebal-tipisnya bahan.
Pengujian Rockwell
Khususnya dipergunakan untuk pengujian terus menerus
untuk benda-benda yang sudah selesai, dengan cepat, karena
tingkat kekerasannya ditunjukkan langsung pada penunjuk
(dial), tidak ada pengukuran bekas yang ditimbulkan.
Walaupun kedalaman (h) yang ditimbulkan diukur dengan
alat, dan diubah dalam harga kekerasan.
Benda uji yang dipergunakan harus bersih, diletakkan
pada landasan dan penguji ditekankan dengan beban yang
ringan.Hal ini untuk pengukuran yang tepat, setelah skala
diatur pada kedudukan nol, diberikan beban penuh dalam
waktu tertentu (± 15 detik), beban dikembalikan pada beban
ringan, dan kekerasan dibaca langsung pada skala.
Ada beberapa perbedaan pada penunjukkan skala, yang
terpenting adalah :
1) Skala B digunakan bola baja diameter 1/16” dan beban
100 kgf
2) Skala C digunakan intan tirus 1200 dan beban 150 kgf
12
3) Skala A digunakan intan tirus dan beban 60 kgf
Yang sering dipergunakan adalah skala C, yang terutama
berguna untuk baja diperkeras dan material keras yang lain,
dan skala B untuk material-material yang lain, termasuk baja
normalizing dan paduan bukan besi.
c. Pengujian Pukul – Takik (Pengujian Impact)
Pengujian impact memberikan informasi yang berharga
mengenai keadaan metallurgi suatu bahan.
Gambar 6: Skematis Uji Pukul Takik
Ternyata bahan-bahan dapat mengalami patah, apabila
dibebani pukulan dengan tiba-tiba. Gejala ini disebabkan oleh
3 hal pokok, yaitu konsentrasi tegangan karena adanya
takikan, suhu yang rendah dan kecepatan tegangan yang
tinggi.
Benda uji dengan takikan tertentu dipukul dengan ayunan
bandul dan daya yang diserap dalam pematahan di ukur.
Pengujian pukul – takik ini sering dipergunakan untuk
menentukan apakah bahan sudah mengalami heat treatment
dengan baik.Semakin besar h semakin kecil harga impact.
13
Jenis pengujian ini mempunyai keuntungan menunjukkan
kerapuhan yang tidak terlihat pada pengujian tarik atau
pengujian kekerasan.
Hal ini juga mungkin untuk menunjukkan contoh bahwa suatu
material dengan sifat-sifat yang mirip seperti ditunjukkan pada
pengujian tarik, tetapi memiliki sifat-sifat yang jauh berbeda
apabila diuji pada kondisi pembebanan tiba-tiba.
Macam pengujian pukul takik yang sering dipergunakan
hanyalah pengujian Charpy dan pengujian Izod.
Dalam pengujian Charpy benda uji diuji dengan
memukulkan bandul langsung dibelakang takikan. Pada
pengujian Izod benda uji dijepit pada ragum dan diatur bahwa
tinggi takikan setinggi pinggir ragum; pukulan diberikan dari
arah yang sama dengan takikan.
d. Pengujian Lelah
Dalam konstruksi mesin, pada pembebanan statis kita
mengenal batas tegangan dimana suatu bahan tidak
mengalami deformasi plastic (yield stress).
Akan tetapi pada aksi tegangan berulang seringkali suatu
bahan mengalami kegagalan karena lelah (fatique failure).
Berdasarkan pengalaman, dengan memilih suatu
tegangan akan didapatkan tingkat dimana tidak terjadi
kegagalan, tanpa memperhatikan berapapun jumlah putaran.
Harga tegangan ini disebut batas lelah (fatique limit /
endurance limit). Mengenai hal ini didapatkan dalam pengujian
lelah.
Benda uji dalam pengujian lelah harus dibuat dengan
teliti, karena takikan dan batasan tajam pada penampang
melintang adalah tempat tegangan terkumpul, benda uji untuk
pengujian lelah harus dalam keadaan permukaan digosok,
14
bentuk perubahan penampang tidak tajam dan sebaiknya di
radius.
Dalam pengujian lelah, benda uji dikenai bermacam-
macam tegangan secara periodik.
Suatu hasil menunjukkan bahwa kecepatan putaran
dalam pengujian lelah semakin tinggi, batas lelah sedikit lebih
tinggi dibandingkan hasil dari pengujian frekwensi rendah.
Batas lelah biasanya ½ harga tegangan tarik pada
pengujian statis. Berarti bahwa apabila tegangan maksimum
dalam putaran kurang dari batas lelah, kegagalan lelah tidak
akan pernah terjadi.
15
BAB II
BESI TUANG DAN PERKEMBANGANNYA
Salah satu material logam tertua yang digunakan oleh manusia
adalah besi. Diperkirakan penggunaan perkakas besi dibuat oleh
manusia sekitar tahun 2800 – 2700 Sebelum Masehi di Asiria dan
Mesir. Produksi besi kasar yang dilakukan secara besar-besaran
terjadi pada abad 14 di Jerman dan Itali dengan produk-produk yang
dihasilkan berupa, meriam, peluru-meriam, tungku, pipa dan lainnya[1]
Dalam perkembangan selanjutnya material logam semakin
banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari dengan pertimbangan
adanya kemudahan pembentukan dan murah. Salah satu cara
pembentukan dan pengolahan logam adalah dengan proses
pengecoran.
Besi tuang adalah hasil proses pengecoran yang merupakan
paduan besi yang didalamnya terkandung unsur-unsur karbon,
silikon, mangan, posfor dan belerang.
Dengan penemuan proses perlakuan Magnesium (Mg) dalam
sistem pengecoran, maka produksi besi tuang meningkat sejak tahun
1950 an [2], [3], [4] . Besi tuang dikelaskan menjadi besi tuang kelabu
(grey cast iron), putih (white cast iron), mampu tempa (malleable cast
iron) dan nodular (ductile cast iron).
Besi tuang nodular (BTN) adalah suatu paduan besi tuang yang
umumnya mengandung lebih dari 3 % Karbon, (1 – 4%) Silikon,
Mangan s.d. 1,0%, Posfor kurang dari 0,1 % dan Sulpur kurang dari
0,015 %. Satu lagi elemen, Magnesium yang harus selalu ada, dengan
konsentrasi normal antara 0,02 % - 0,08% [5]
16
Besi tuang nodular terus dikembangkan dengan beberapa
pertimbangan bahwa besi tuang nodular mempunyai keuletan yang
baik dan mempunyai ketahanan korosi dan ketahanan panas yang
baik pula, disamping sifat lain yaitu sifat mekanisnya mendekati sifat
mekanis baja. Sehingga dengan kelebihan-kelebihan ini, besi tuang
nodular terus dikembangkan untuk pembuatan-pembuatan
komponen-komponen otomotif, seperti poros engkol, roda gigi, blok
silinder dan batang penggerak. Besi tuang nodular mengandung grafit
sekitar (8 – 12 %) dari volume.[5] Unsur-unsur tertentu yang
mempengaruhi struktur mikro dan sifat mekanis besi tuang nodular
adalah Silikon (Si), Mangan (Mn), Nikel (N), Khromium (Cr), Tembaga
(Cu), Tin (Sn), Molibdenum (Mo).[5] Sedangkan proses perlakuan panas
austemper juga mempengaruhi struktur mikro dan sifat-sifatnya.
Logam hasil dari proses perlakuan panas aurtemper ini umumnya
disebut sebagai Austempered Ductile Iron (ADI) – besi tuang nodular
austemper. Tabel 1 adalah pengaruh unsur kimia pada besi/baja yang
diperlakukan panas.
Dengan cara memberikan perlakuan panas pada material maka
dapat diketahui pengaruh perlakuan panas austenisasi dan
austemper pada besi tuang nodular BTN terhadap kekuatan tarik dan
energi impaknya. Hasil perlakuan panas akan memberikan
kesempatan terjadinya transformasi matriks yang nantinya akan
menghasilkan sifat-sifat mekanis khusus bagi ADI yang dibuat.
Sebagai bahan contoh maka akan diperjelas dengan adanya satu
contoh pengujian pada besi tuang nodular FCD 45 (sesuai standar JIS
G 5502, 1961) dan besi tuang nodular berunsur paduan Mn dan Ni
dengan persentase tertentu dan komposisi dasar kimianya
diharapkan sama dengan FCD 45. Grafit bebas yang berbentuk bulat
(nodular) pada besi tuang nodular (BTN-FCD) dihasilkan dari reaksi
Mg ataupun Ce pada proses peleburan besi tuang. Sifat mekanis yang
diperoleh dari grafit yang berbentuk bulat adalah kekuatan,
ketangguhan dan keuletan yang baik. Begitu juga halnya pada
17
pengaruh unsur paduan Mo dan Ni yang ditambahkan. Hasil proses
perlakuan panas akan menghasilkan ADI dengan cara mengatur
waktu pemanasan (holding time).
Tabel 1: pengaruh unsur kimia pada besi/baja yang diperlakukan panas.
18
19
A. Klasifikasi Besi Tuang
Besi tuang adalah paduan antara besi dan karbon dengan
persentase karbon lebih dari 3% dan disamping itu terdapat juga
unsur-unsur lain seperti Si, Mn, S dan lainnya. Unsur-unsur ini
menjadikan sifat fisis/mekanis besi tuang berbeda-beda. Kadar
karbon yang tinggi mengakibatkan besi tuang bersifat rapuh dan
tidak dapat ditempa.
Untuk mendapatkan kekuatan, kekerasan, kemampuan mesin,
ketahanan aus yang baik, maka besi tuang perlu diproses lebih lanjut
dalam kupola atau proses lain tersendiri.
Besi tuang kelabu, dimana patahannya berwarna keabu-abuan,
struktur grafitnya berbentuk serpihan yang berada pada matriks besi.
Besi dengan grafit serpihan ini mempunyai kelebihan[6]; murah dan
mudah dalam proses pemesinan, mempunyai temperatur yang
rendah saat proses produksi, baik dan mudah saat penuangan, tahan
aus yang baik, peredam getaran yang baik, dengan hubungan
kekuatan tarik dan kekuatan tekan yang tinggi, menjadikan besi
tuang sangat sesuai untuk pemakaian beban statis dan tahan aus.
Keuletan besi tuang sangat rendah, hal ini akibat konsentrasi
tegangan yang tinggi pada ujung grafit serpihan.
Kelas lain dari besi tuang adalah besi tuang putih yang
diidentifikasikan oleh patahan besi tuang tersebut berwarna putih.
Karbon dalam besi tuang ini terikat sebagai karbida, Fe3 C yang
sangat keras dan mengakibatkan kesulitan dalam proses pemesinan.
Besi tuang mampu tempa (malleable cast iron) terbuat dari besi
tuang putih. Besi tuang mampu tempa ini keuletannya lebih baik
karena dari bentuk grafit serpihan diubah menjadi seperti kapas, dan
besi tuang mampu tempa ini mempunyai daya tahan terhadap
kejutan serta mudah untuk dilakukan proses pemesinan.
Jenis lain dari besi tuang adalah besi tuang nodular yang
kandungan karbonnya berbentuk nodul grafit (spheroidal) atau sering
20
disebut sebagai besi liat (ductile iron) atau besi tuang nodular.
Gambar 5, adalah gambaran struktur mikro dari besi tuang dengan
Scanning Elecron Micrograph.
Gambar 7: Gambaran struktur mikro dari besi tuang dengan Scanning Elecron Micrograph
B. Besi Tuang Nodular (BTN)
21
1. Klasifikasi Besi Tuang Nodular
Besi tuang nodular mempunyai keuletan yang baik, ketahanan
korosi dan panas yang baik pula. Karena keuntungan ini, besi tuang
nodular banyak dipakai antara lain untuk pipa, rol penggiling,
cetakan, komponen mekanik, komponen untuk tungku dan untuk
konstruksi teknik sipil[7] Adapun klasifikasi besi tuang nodular
berdasarkan JIS 5502, 1989 (modifikasi karena perubahan satuan) –
(sifat mekanisnya) seperti tabel 2 berikut. Tabel 2: Klasifikasi Besi Tuang Nodular [8]
Kelas Simbol
KekuatanTarik Minimum
(N/mm2)(kp/mm2)
KekuatanMulur Minimum
(N/mm2)(kp/mm2)
ElongasiMinimum
( % )
Hardness(Brinell)
0 FCD 370370(37)
230(24)
17 179
1FCD 400
400(41)
250(26)
12 201
2 FCD 450450(40)
280(29)
10 143 – 217
3 FCD 500500(51)
320(33)
7 170 – 217
4 FCD 600600(61)
370(38)
3 192 – 269
5 FCD 700700(71)
420(45)
2 229 – 302
6 FCD 800800(82)
480(49)
2 248 –352
2 Proses Pembuatan Besi Tuang Nodular
Besi tuang nodular didapat dengan memperlakukan cairan besi
tuang kelabu biasa dengan kadar S < 0.015 % dengan proses
perlakuan khusus, yaitu dengan menambahkan unsur Mg ataupun Ce
kepada cairan besi tuang sesaat sebelum cairan dituang. Grafit yang
dihasilkan berbentuk bulat atau nodular yang mempunyai derajat
konsentrasi tegangan yang kecil, sehingga berakibat kekuatan besi
tuang menjadi lebih baik. [7].
22
Umumnya diketahui ada tiga cara untuk menambahkan Mg
kedalam cairan besi tuang kedalam ladel, yaitu cara ladel terbuka ,
cara penyisipan dan dengan ladel berpenutup Tundish. (gambar 8)
Gambar 8: Cara Menambahkan Mg dlm Besi Tuang Cair ke dalam:
a. Ladel Terbuka dan cara Penyisipan [1].b. Ladel dengan Tutup Tundish[9]
Jika penambahan Mg kedalam ladel secara langsung, akan
sangat berbahaya, karena titik didih Mg yang rendah (6500 C) dan
23
tekanan uapnya tinggi. Sehingga, biasanya Mg dipadu dengan unsur
lain, yaitu paduan Mg Fe Si (5 – 20% Mg) dengan maksud agar
menjadi lebih berat, karena Berat Jenisnya rendah ( 1.74 : 7.4).
Karsay [2] menyatakan bahwa jumlah Mg yang diperlukan
tergantung pada kadar belerang yang ada. Adapun cara proses
pembulatan grafit, pertama-tama kadar belerang diturunkan dibawah
0,02% dengan cara mengubahnya menjadi Sulfidamagnesium, dan
kemudian mereduksi kandungan Oksigen yang ada. Sisa Mg yang ada
sekitar 0.02 % dapat mengubah bentuk grafit menjadi bentuk
nodular.
3. Pengaruh Unsur Paduan Terhadap Sifat Mekanis dan Struktur Mikro dari Besi Tuang Nodular
Unsur paduan yang umumnya terdapat pada besi tuang nodular [5]
adalah:
Silikon membentuk ferrit. Kadar Si yang lebih besar dari
4,0 % menjadikan besi tuang nodular tahan oksidasi,
tetapi besi tuang nodular akan menjadi rapuh bila
kandungan Si nya meningkat. Kandungan ideal untuk Si
antara 1 - 4 % akan menaikkan kekuatan ferrit.
Mangan membentuk perlit, kekerasan dan karbida-
karbida. Karena hal yang terakhir, Mangan jarang
diinginkan pada paduan.
Nikel membentuk perlit, bainit, sifat kekerasan, tanpa
kerugian seperti halnya Mangan.
Khromium mendorong timbulnya sifat kekerasan, dan
karbida-karbida. Penggunaannya dibatasi untuk tingkat
kandungan karbida (seperti tingkat-tingkat austenit
umumnya).
Tembaga membentuk perlit, dan kekerasan. Umumnya
penggunaan tembaga pada sifat beban-beban kekuatan
tinggi, tingkat-tingkat perlit sampai dengan 2,0%.
24
Timah bereaksi sama seperti tembaga, tetapi kandungan
yang dapat dipertahankan sekitar 0,1 % pada tingkat
yang samadengan pengaruh sekitar 1,0 % dari tembaga.
Molibdenum membentuk sifat kekerasan, bainit dan sifat-
sifat temperatur mekanis yang tinggi. Kadar maksimum
yang ditambahkan sekitar 1,0 %.
Sedangkan Kovacs [10], membagi unsur-unsur paduan kedalam dua
kelompok, yaitu; mereka yang ditambahkan untuk meningkatkan
kekerasan (hardenability), dan mereka yang ditambahkan untuk
mengontrol variabel proses dan sifat-sifat mekanis. Unsur-unsur
paduan untuk mengontrol kekerasan yaitu Ni, Cu dan Mo, yang
biasanya ditambahkan sendiri-sendiri ataupun kombinasi diantaranya.
Unsur-unsur paduan kedua seperti Si dan Mn yang secara umum
telah ada pada besi tuang. Persentase kandungan unsur-unsur ini
mempengaruhi proses-proses untuk ADI, mikrostruktrur dan sifat-sifat
mekanis. Dimana Si akan mempercepat difusi karbon pada austenit,
sedangkan Mn akan memperlambat difusi karbon pada austenit dan
akan memperlambat reaksi ferrit, seperti kerja pertumbuhan ferrit.
Mereka ini harus dikontrol batasan-batasan kandungannya.
Selanjutnya dalam hal karbon ekivalent (CE), gambar 9 berikut
menunjukkan hubungan antara ukuran penampang benda cor, harga
CE, tegangan tarik dan struktur mikro.
25
Gambar 9: Hubungan antara Ukuran Penampang Benda cor, Harga CE, Tegangan Tarik dan Struktur Mikro.
BAB III
26
JENIS PERLAKUAN PANAS PADA BESI TUANG
NODULAR
A. Jenis Perlakuan Panas
Perlakuan panas pada besi tuang nodular juga akan
mempengaruhi struktur mikro dan sifat mekanis besi tuang nodular.
Ada beberapa macam perlakuan panas tersebut yaitu [11]:
1. Stress Relieving, adalah perlakuan panas pada temperatur rendah,
yang tujuannya untuk mengurangi atau membebaskan internal
stresses yang tinggal setelah penuangan.(500-600oC) dgn
pemanasan bertingkat juga pendinginannya.
2. Annealing. Perlakuan panas ini berguna untuk meningkatkan
keuletan dan ketangguhan (tahan kejut), untuk mengurangi
kekerasan, dan untuk mengurangi karbida-karbida. (750-890oC)
3. Normalizing adalah untuk meningkatkan kekuatan dengan
sejumlah sifat ulet.(790-970oC)
4. Hardening (740-900oC)dan Tempering (150-450oC). Perlakuan
panas ini berguna untuk meningkatkan kekerasan atau untuk
meningkatkan kekuatan dan membesarkan rasio tegangan.
5. Austempering, untuk menghasilkan suatu mikrostruktur dari
kekuatan yang tinggi, dengan sejumlah keliatan dan tahan aus
yang baik.
6. Surface Hardening, dilakukan dengan cara induksi, nyala api, atau
laser, gunanya untuk menghasilkan suatu permukaan yang keras,
tahan aus pada tempat yang ditentukan.
Secara skematis sifat mekanis besi tuang nodular yang
mendapat perlakuan panas yang berbeda terlihat pada gambar 8
berikut:
27
Gambar 10: Kekuatan Tarik Vs Elongasi dari Besi Tuang Nodular[11]
B. Perlakuan Panas Pada Besi Tuang Nodular Menjadi ADI
1. Sifat Mekanis dan Standard ADI
Pada dasarnya ADI adalah hasil pengembangan dari besi tuang
nodular (ductile iron) yang telah mendapatkan perlakuan panas.
Perlakuan panas tersebut meningkatkan sifat mekanisnya. Adapun
sifat mekanis tersebut meliputi [12]:
28
a. Kekuatan (strength), adalah ukuran besar gaya yang diperlukan
untuk mematahkan atau merusak suatu bahan.
b. Keuletan (ductility) yang dikaitkan dengan besar tegangan
permanen sebelum perpatahan dari bahan.
c. Ketangguhan (toughness) yang dikaitkan dengan jumlah energi
yang diserap bahan sampai terjadi perpatahan.
d. Kekerasan (hardness) adalah ketahanan bahan terhadap penetrasi
pada permukaan bahan material.
Tabel 3 menunjukkan perbandingan sifat mekanis ADI dibandingkan
dengan besi tuang dan baja. Sedangkan tabel 4 adalah standard
kelas ADI
Tabel 3: Perbandingan Sifat Mekanis Adi terhadap besi dan Baja [13]
A D ICast Iron Steel
Gray Malleable Ductile Cast Forged
A S T M spec. A897M A48 A602 A536 A27 A290A–D
Tensile str.(103 psi) 125–200 20–60 50–105 60–100 30–40 80–170
Yield str. (103 psi) 85–140 - 32–85 40–70 30–40 45–145
Elongation (%) 10-2 <1 10-1 18-3 24–22 22–10
Tabel 4: Standard Kelas ADI (ASTM 1897M:1990)[14]
Grade
Tensile str
(MPa)
Yield str
(MPa)
Elongation
( % )
Impact Erg.(J)
Hardness
( BHN )
1 850 550 10 100 269-321
2 1050 700 7 80 302-363
3 1200 850 4 60 341-444
4 1400 1100 1 35 388-477
5 1600 1300 N/A N/A 444-555
2. Proses Austemper
29
Dari gambar 11 dapat dilihat skema siklus perlakuan panas
austemper. Benda cor pertama-tama dipanaskan dari kondisi
temperatur ruang ke temperatur austenisasi (A-B) antara 15000 ke
17000 F 8150 – 9250 C selama 1 – 1,5 jam[15]. Hal-hal yang
mempengaruhi sifat-sifat pada coran ADI adalah temperatur dan
lamanya waktu saat proses austemper. Waktu austenisasi (B-C)
haruslah cukup untuk melakukan dua hal seperti berikut:
a. transformasi matriks keseluruhan ke austenit.
b. Memenuhi austenit dengan karbon.
Oleh karenanya diperlukan sejumlah waktu minimum untuk
memenuhi kedua hal tersebut. Setelah proses austenisasi, benda cor
di quench ke temperatur austemper (C-D) antara 4500 ke 7500 F
atau 2300 ke 4000 C selama waktu tahan maksimum 2.5 jam[15].
Dalam hal ini laju pendinginan harus cukup tinggi agar:
a. mencegah formasi (terbentuknya) perlit
b. mencapai temperatur austemper yang diinginkan pada
benda cor sebelum reaksi austemper dimulai pada titik E.
Dari gambar 12, dapat dilihat bahwa ada tiga kurva
pendinginan yang cukup untuk mencegah formasi perlit. Bila reaksi
austemper terjadi pada kurva pendinginan 1 dan 2 yaitu sebelum
temperatur benda cor mencapai temperatur austemper yang
diinginkan, maka keadaan ini akan menghasilkan suatu struktur
matriks campuran, dan sifat mekanis yang didapat akan lebih rendah
dibandingkan dengan kurva pendinginan 3. Kurva pendinginan 3 ini
menunjukkan laju quench yang benar. Benda cor didinginkan ke
temperatur austemper sebelum mulainya terjadinya nuklesi
(pembibitan) ferrit. Untuk kurva 3 ini, hasil yang didapat uniform.
30
TEMP.
A
B C
D
PERLIT BAINIT
E F G H J
AUSFERRIT
WAKTU
AUSTENISASI
Gambar 11: Siklus Perlakuan Panas Austemper [10]
Gambar 11 adalah suatu ilustrasi grafik reaksi austemper.
Huruf-huruf pada ilustrasi tersebut menunjukkan priode hubungan
pada siklus austemper gambar 4. Pada titik E dalam gambar 3,
dimulainya pembibitan ferrit
Antara titik E dan F, matriks-matriks bertransformasi ke
ausferrit, yaitu ke ferrit dan austenit yang berkadar karbon 1,2 – 1,5
%. Austenit metastabil ini dapat bertransformasi ke martensit
bilamana didinginkan ke suatu temperatur rendah, atau bilamana
diberikan tegangan. Misal dilakukan proses pemesinan maka akan
menjadi masalah karena kekerasan meningkat[14].
Antara titik-titik F dan G tidak terjadi pembibitan ferrit yang
cukup berarti, tetapi kehadiran butir-butir ferrit terus timbul. Selama
pertumbuhan ini, butiran-butiran austenit diperkaya dengan karbon,
yang kandungannya mencapai 1.8 – 2.2 % dan menjadikan austenit
stabil baik secara thermal maupun mekanikal.
31
Gambar 12: Tiga Kurva Pendinginan yang Berbeda yang Mempengaruhi ADI[10]
Benda-benda cor standard ASTM grade 1 dan 2 diperlakukan
panas hingga mencapai titik G. Bilamana benda-benda cor
diaustemper melewati titik G, maka austenit akan mejadi bainit ferrit
dan karbida, yaitu ke bainit, antara titik H dan J. Titik J menunjukkan
hasil reaksi bainitik yang lengkap.
Standard ASTM menamakan struktur matriks yang diaustemper
secara benar yaitu ausferrit, yang menunjukkan bahwa struktur ADI
tersebut terdiri dari austenit dan ferrit.
32
1
2
3
PERLIT
BAINIT
FERRIT & AUSTENIT
Waktu
WAKTU
TEMP.
Gambar 13: Ilustrasi Grafik dari Reaksi Austemper[10]
Berbagai struktur matriks dapat dihasilkan dengan cara
perlakuan panas, khususnya pada besi tuang nodular. Dari diagram
keseimbangan fasa logam ferrous (Fe –Fe3C) (gambar 4) dapat
dipelajari perilaku logam besi terutama perkiraan jenis matriks yang
akan terjadi pada proses manufaktur logam.
33
3. Pengaruh Temperatur Austenisasi dan Austemper terhadap
Sifat Mekanis ADI
Dengan komposisi dari keel block seperti tabel 5, Mallia, [16]
telah melakukan penelitian tentang pengaruh austenisasi pada
temperatur 8500, 9000 dan 9500 C serta temperatur austemper 3600
C. Waktu tahan untuk austenisasi yaitu 1 jam dan ditahan selama 5
menit – 7 jam untuk penemperan yaitu diquench pada larutan garam
dan kemudian didinginkan diudara bertemperatur ruangan.
Pengaruh kandungan Si akibat bervariasinya temperatur
austenisasi dan kandungan Si terlihat pada gambar 14. Sedangkan
nilai-nilai UTS nya terlihat pada tabel 6.
Tabel 5: Komposisi Kimia untuk Keel Block[16]
C Si Mn S P Mg Fe
3.28 2.02 0.29 0.01 0.01 0.04 Bal.
3.20 2.65 0.33 0.01 0.01 0.04 Bal.
3.19 3.31 0.34 0.01 0.01 0.04 Bal.
Tabel 6: Nilai-nilai UTS dari Besi Tuang Silikon Tinggi[16]
Temperatur Austenisasi, 0C U T S, MPa
850 826
900 1075
950 1040
34
Gambar 14: Pengaruh Waktu Austemper terhadap Energi Impak[16]
35
Dari gambar 14 dapat dilihat bahwa nilai-nilai energi impak
adalah rendah bilamana waktu austemper kurang dari 30 menit. Juga
dapat dilihat bahwa untuk kandungan Si yang diberikan, peningkatan
temperatur austenisasi dari 850 ke 9500C, menaikkan waktu yang
diberikan untuk mencapai energi impak yang maksimum.
Meningkatnya kandungan Si dari 1.02% ke 3.31% dan untuk seluruh
temperatur austenisasi, nilai energi impak maksimum juga
bertambah. Untuk temperatur austenisasi pada penelitian ini, waktu
austemper menghasilkan penurunan optimum energi impak dengan
meningkatnya kandungan silikon. Hasil dari pengujian tarik dari
sampel uji besi dengan silikon tinggi yang diautenisasi antara 850 dan
9500 C dan diaustemper pada 360 0 C pada untuk waktu tahan 45
menit terlihat pada tabel II. 6. Harga UTS terbesar didapat dari
sampel uji yang diaustenisasi pada 900 0 C.
Ali dan Elliot[17] melakukan penelitian dengan sampel yang
dibuat dari keel block besi tuang ulet Mn-Mo-Cu dengan kompisisi
3.49C – 2.23Si – 0.42Mn – 0.25Cu – 0.23Mo – 0.035Mg, austenisasi
dilakukan pada dua macam temperatur yaitu 8700 dan 9200 C,
sedangkan temperatur austempering pada 3500, 3750 dan 4000 C.
Gambar 15 memperlihatkan bila dibandingkan dengan standard
ADI, kenaikan elongasi diikuti dengan kenaikan UTS. Gambar 16
memperlihatkan penurunan temperatur austenisasi 8700 C,
memperbaiki keuletan (ductility) pada temperatur austemper yang
konstant.
36
Gambar 15: Variasi UTS dengan Elongasi[17]
37
Gambar 16: Variasi UTS dengan Energi Impak[17]
38
Teng dan Zang[18] melakukan penelitian dengan membuat
sampel ujinya dari stepped plate yang dicor, dan kemudian dengan
proses pemesinan didapat bentuk dan ukuran tertentu untuk sampel
uji tarik dan impak. Analisa kimia dari besi tuang liat dasar seperti
terlihat pada tabel 7.
Tabel 7: Analisa Kimia dari Besi Ulet Dasar[18]
C Si Mn Cu Ni Mg P S
DI1 3.56 2.35 0.23 0.51 0.48 0.047 0.025 0.007
DI2 3.60 2.26 0.24 0.48 0.46 0.043 0.025 0.004
DI3 3.57 2.51 0.20 0.64 - 0.042 0.031 0.012
DI4 3.51 2.30 0.23 0.62 - 0.040 0.020 0.008
DI5 3.60 2.40 0.23 0.62 - 0.045 0.022 0.007
DI6 3.55 2.68 0.34 0.62 - 0.033 0.038 0.020Keterangan:DI1 – DI5 adalah tuangan stepped plate dalam penelitian iniDI6 adalah tuangan Y-Block hasil penelitian sebelumnya.
Perlakuan panas yang dilakukan pada sampel-sampel uji yaitu
memberikan pemanasan awal pada temperatur 8230 K selama 15
menit dan diaustenisasi pada temperatur 11730 K selama 90 menit.
Setelah diquench dalam larutan garam, sampel-sampel tersebut
dipanaskan dan ditahan secara isothermal pada kedua kondisi yang
berbeda yaitu yang pertama pada 5730 K selama 180 menit yang
lainnya pada 6330 K selama 8 menit serta 5730 K selama 172 menit.
Setelah itu sampel-sampel didinginkan diudara bertemperatur ruang.
Sifat-sifat mekanis, perhitungan nodul dan nodularitas dari besi tuang
liat as-cast terlihat seperti pada tabel 8. Sedangkan sifat mekanis ADI
untuk kedua kondisi austemper seperti pada tabel 9 dan 10.
Kesimpulan yang diberikannya adalah bahwa pada as cast (ductile
Iron DI), kehadairan Ni menaikkan tegangan tarik dan elongasi tetapi
menurunkan kekuatan impak. Sedangkan pada ADI tabel 9, tegangan
tarik turun, elongasi turun dan naik, kekuatan impaknya pun
39
mengalami hal yang sama yaitu turun naik. Pada ADI II, tabel 10,
tegangan tarik naik dan elongasi turun, kekuatan impaknya naik.Tabel 8: Sifat Mekanis, Jumlah nodul, dan Nodularitas[18]
UTS( Mpa )
YS( Mpa )
Elongation( % )
Impact Energy
( J )
Nodule counts (N/mm2)
Nodularity( % )
DI1803-985
(836)(67.6)448-488
(445)6.5-9.3
(7.9)(1.0)19.52
(29.3)(10.8)56-90 80-95
DI2849-928
(890)(26.0)458-476
(467)4.1-9.8
(6.55)(2.0)15-42
(24.3)(5.2)46-74 85-90
DI3675-774
(733)(39.4)420-440
(433)5.4-9.2
(7.3)(1.4)27-35
(31)(2.6)44-98 75-90
DI4707-790
(750)(27.0)427-445
(436)3.1-10.8
(6.48)(2.6)20-35
(31)(5.2)69-106 85-95
DI5745-810
(778)(21.4)436-450
(443)6.62-10.8(8)(1.4)
33-39(35.7)(2.1)
52-89 80-90
DI6 697 NA NA 45 80-95 90-95
Keterangan:Nilai dalam tanda kurung pertama adalah mean (rata-rata) dari data testNilai dalam tanda kurung kedua adalah standard deviation
Tabel 9: Sifat Mekanis ADI(823 K-15 mins, 1173 K-1.5 hrs, 573 K-3 hrs)
UTS(Mpa)
YS(Mpa)
Elongation(%)
Impact Energy(J)
Hardness(HRC)
Retained(%)
ADI11100-1243
(1148)(54.8)991-1155
(1048)0.7-4.6
(2.75)(1.3)67-126(95)(18)
33-40(35.3)(2.6)
10.0
ADI21106-1197
(1152)(34.6)998-1102
(1051)0.8-2.9
(2.13)(0.7)105-170
(137)(20.6)35.5-43
(38.3)(3.04)6.0
ADI31079-1236(1151)(60)
967-1147(1050)
2.0-4.8(3.33)(0.9)
78-111(100.6)(12.6)
30-38.5(34)(2.87)
4.96
ADI41000-1361
(1188.5)(109)878-1289
(1092)1.9-4.0
(2.4)(0.9)87-113
(102)(92)30.7-38.5(35.1)(2.6)
NA
ADI51060-1265(1158)(63)
946-1180(1057)
1.0-3.5(2.7)(0.9)
64-146(97)(27.6)
31.3-38(34.7)(2.54)
5.8
ADI6 1273 NA 8.0 90.8 33.5 5.2Keterangan:Nilai dalam tanda kurung pertama adalah mean dari data testNilai dalam tanda kurung kedua adalah standard deviasi
40
Tabel 10: Sifat Mekanis ADI(823 K-15 min, 1173 K-1.5 hrs, 633 K-8 mins, 633 K-8 mins, 573 K-2 hrs 52 mins) [18]
UTSMpa)
YS(Mpa)
Elongation(%)
Impact Energy(J)
Hardness(HRC)
Retained(%)
ADI11021-1181
(1099)(77.9)1022-1081
(1049)(25.7)3.4-7.9
(5.06)(1.79)107-162
(136.5)(18)33.5-37.5
(35.4)(1.49)12.5
ADI21127-1201
(1161)(30.25)1028-1102(1062)(30)
2.8-7.2(4.24)(1.77)
111-156(127)(16.6)
24-39(31.4)(6.42)
21.4
ADI3924-1023
(993)(36.5)828-925
((896)(36)2.5-8.8
(5.96)(2.47)81-145
(111)(22.8)27.5-36.5
(32.6)(3.50)13.2
ADI41046-1195(1128)(55)
948-1095(1030)(54.3)
2.1-8.0(5.77)(2.25)
75-158(106)(27.5)
31.5-34(32.7)(0.86)
27
ADI51078-1187
(1122)(32.7)980-1088
(1024)(32.4)2.3-4.9
(4.01)(1.1)82-158
(132)(24.1)31.5-35.5
(33.8)(1.57)10
Keterangan:Nilai dalam tanda kurung pertama adalah data test
Nilai dalam tanda kurung kedua adalah standard deviasi
Dalam hal penambahan kandungan unsur Mo dan Ni, Blackmore dan
Harding[19] menuliskan bahwa Ni yang ditambahkan mendekati nilai 1
% relatif tidak mempengaruhi tegangan tarik dan elongasi pada
austemper 3500, 3500, dan 4000 C. Untuk Ni dengan kadar 1 –4 %,
cenderung menurunkan tegangan tarik (gambar 17). Unsur Mo dalam
paduan ADI dalam gambar 18, cenderung menurunkan elongasi bila
kandungan Ni semakin bertambah. Penurunan elongasi sejak Ni = 0.2
%.
41
Gambar 17: Pengaruh Kandungan Nikel pada Sifat Mekanis
ADI[19]
42
Gambar 18: Pengaruh Kandungan Molibdenum pada Sifat
Mekanis ADI[19]
43
DAFTAR PUSTAKA
1. Hadi, Qomarul, Diktat Perlakuan Panas, Jurusan Teknik Mesin
Fakultas Teknik universitas Sriwijaya, 2003.,
2. Surdia, Ir. Tata. M.S. Met.E dan Prof. Dr. Kenji Chijiiwa, Teknik
Pengecoran Logam, P.T. Pradnya Paramita, Jakarta, 1976.
3. Karsay, Stephen Istvan, DUCTILE IRON - Production Practices,
American Foundrymen’s Society, 1979.
4. Rundman, Karl. B., AUSTEMPERED DUCTILE IRON – Microstructure
and Mechanical Properties, Casting 1997, International ADI and
Simulation Conference, Otaniemi, Finland, 1997.
5. Karsay, Stephen Istvan, DUCTILE IRON - The State of The Art, QIT
- Fer et Titane Inc, Canada, 1980.
6. Karsay, Stephen Istvan, DUCTILE IRON II - Engineering, Design,
Properties, Aplications, Quebec Iron and Titanium Corporation,
Canada, 1971.
7. Rollason, E.C, Metalurgy for Engineers, Edward Arnold (Publishers)
fourth edition, 1975.
8. Surdia, Prof. Ir. Tata., MS, M Met.E dan Prof. DR Shinroku Saito,
Pengetahuan Bahan Teknik, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1995.
9. …………..,- Japanesse Industries Standard, 1990.
10. Hughes, I.C.H, BCIRA International Centre for Cast Metals
Technology, Great Britain, Casting, ASME Handbook, Volume 15,
1992, p., 649.
11. Kovacs, Bela V., D.Sc. Alloying Elements and Heat Treatment of
ADI, 2nd International ADI Seminar, June 1994, Otaniemi Finlad,
1994.
12. Rundman, Karl B, Heat Treating of Ductile Irons, ASM Handbook,
Vol. 4, Park Ohio. 1989. P., 682.
13. Vlack, Lawrence Van, Ilmu dan Teknologi Bahan, terjemahan oleh
Ir. Sriati Djaprie, M.E, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1983.
44
14. Forrest, R.D, Austempered Ductile Iron for Both Strength and
Toughness, Machine Design, September 26, 1985. Reprinted for
QIT.
15. Elliot, R. The Role of Research in Promoting Austempered Ducrtile
Iron, Heat Treatment of Metals, 1973.3, p. 55-59
16. Dorazil, Prof. Edward, Mechanical Properties of Austemper
Ductile Iron, Foundry M & T, July 1986.
17. Mallia, Effecct of Silikon Content on Impact Properties of
Austempered Ductile Iron, Journal of Materials Science and
Technology, May 1997, Volume 13
18. Ali, AS.Hamid and R. Elliot, Influence of Austenitising temprature
on austempering of an Mn-Mo-Cu alloyed ductile iron, Part 1 –
Mechanical Properties, Materials Science and Technology,
January 1997, Vol., 13.
19. Teng-Shih Shih and Zang-Chou Yang, Effects of Nickel and
Processing Variables on the Mechanical Properties of
Austempered Ductile Irons, International Journal Cast Metals
Res., 1998, 10, p., 335-344.
20. Blackmore, P.A., and R.A. Harding, The Effects of Metalurgical
Process Variables on the Properties of Austempered Ductile Irons.
The 1st International Conference on Austempered Ductile Iron, 1-
4 April 1984, Chicago, Illinois, USA.
45
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Dasar-dasar Konsep Metalografi 1
1. Transformasi dan Struktur Kristal dari Besi 1
2. Diagram Keseimbangan Besi Karbon 4
B. Klasifikasi Logam 6
2. Logam Ferro 6
3. Logam non Ferro 6
BAB II BESI TUANG DAN PERKEMBANGANNYA 9
A. Klasifikasi Besi Tuang 12
B. Besi Tuang Nodular 14
1. Klasifikasi Besi Tuang Nodular 14
2. Proses Pembuatan Besi Tuang Nodular 14
3. Pengaruh Unsur Paduan terhadap Sifat Mekanis dan Struktur Mikro dari Besi Tuang Nodular
16
BAB III JENIS PERLAKUAN PANAS PADA BESI TUANG NODULAR 19
A. Jenis Perlakuan Panas 19
B.Perlakuan Panas pada Besi Tuang Nodular menjadi ADI
20
1. Sifat Mekanis dan Standard ADI 20
2 Proses Austemper 22
3 Pengaruh Temperatur Austenisasi dan Austemper terhadap Sifat Mekanis ADI 26
DAFTAR PUSTAKA 37
46
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Pengaruh Unsur Kimia pada besi/baja yang diperlakukan panas
11
Tabel 2 Klasifikasi Besi Tuang Nodular 14
Tabel 3 Perbandingan Sifat Mekanis Adi terhadap besi dan Baja
21
Tabel 4 Standard Kelas ADI (ASTM 1897M:1990) 21
Tabel 5 Komposisi Kimia untuk Keel Block 26
Tabel 6 Nilai-nilai UTS dari Besi Tuang Silikon Tinggi 26
Tabel 7 Analisa Kimia dari Besi Ulet Dasar 31
Tabel 8 Sifat Mekanis, Jumlah nodul, dan Nodularitas 32
Tabel 9 Sifat Mekanis ADI(823 K-15 mins, 1173 K-1.5 hrs, 573 K-3 hrs)
32
Tabel 10
Sifat Mekanis ADI (823 K-15 min, 1173 K-1.5 hrs, 633 K-8 mins, 633 K-8 mins, 573 K-2 hrs 52 mins)
33
47iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Pemanasan dan Pendinginan Besi Murni 2
Gambar 2 Struktur Kristal dari Ferit dan Austenit 3
Gambar 3 Diagram Kesetimbangan Besi-Karbon Kurang dari 1,4%C
4
Gambar 4 Diagram Kesetimbangan Besi-Karbon 5
Gambar 5 Gambaran Struktur Mikro dari Besi Tuang dengan Scanning electron Micrograph
13
Gambar 6 Cara Menambahkan Mg dalam Besi Tuang Cair ke dalam Ladel
15
Gambar 7 Hubungan antara Ukuran Penampang Benda cor, Harga CE, Tegangan Tarik dan Struktur Mikro.
18
Gambar 8 Kekuatan Tarik Vs Elongasi dari Besi Tuang Nodular
20
Gambar 9 Siklus Perlakuan Panas Austemper 23
Gambar 10 Tiga Kurva Pendinginan yang Berbeda yang Mempengaruhi ADI
24
Gambar 11 Ilustrasi Grafik dari Reaksi Austemper 25
Gambar 12 Pengaruh Waktu Austemper terhadap Energi Impak 27
Gambar 13 Variasi UTS dengan Elongasi 29
Gambar 14 Variasi UTS dengan Energi Impak 30
Gambar 15 Pengaruh Kandungan Nikel pada Sifat Mekanis ADI 34
Gambar 16 Pengaruh Kandungan Molibdenum pada Sifat Mekanis ADI
35
48
v
D I K T A T
P E R L A K U A N P A N A S
Oleh:
Dr. Ir. Nukman, MT.
NIP. 195903211987031001
Dipakai di Jurusan Teknik MesinFakultas Teknik Universitas Sriwijaya
Pada Semester I / Ganjil Tahun Ajaran 2010/2011
UNIVERSITAS SRIWIJAYAFAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK MESINAGUSTUS 2010
KATA PENGANTAR
49
Puji syukur ke khadirat Allah SWT, karena Penulis dapat
menyelesaikan penulisan diktat ini. Diktat ini merupakan bahan kuliah
pada matakuliah Perlakuan Panas yang disampaikan kepada
mahasiswa jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya
pada semester I / ganjil tahun ajaran 2010/2011.
Terimakasih penulis sampaikan kepada sdr. Qomarul Hadi yang
telah rela menyumbangkan sebagian isi diktatnya terdahulu untuk
dimasukkan kedalam Bab I pada diktat ini. Bahan lain dari diktat ini
diambil dari bagian pendahuluan dan studi kepustakaan dari thesis
strata 2 saat menempuh perkuliahan di Universitas Indonesia.
Penulis meminta maaf bila terjadi kesalahan dalam penulisan
diktat ini, kepada semua pihak yang terlibat penulis sampaikan
terimakasih. Semoga diktat ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Inderalaya, Juni 2010, Penulis,
Nukman
50