DASAR KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Transcript of DASAR KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
DASAR-DASAR KESELAMATAN DAN
KESEHATAN KERJA
DINAS TENAGA KERJA TRANSMIGRASI DAN
KEPENDUDUKAN
PROVINSI JAWA TENGAH
1
BAB I
TUJUAN PEMBELAJARAN
A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mempelajari modul ini, peserta diharapkan mengerti dan
memahami serta memiliki pengetahuan dasar keselamatan dan kesehatan
kerja.
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mempelajari modul, diharapkan peserta mampu :
1. Menjelaskan latar belakang keselamatan dan kesehatan kerja ditinjau dari
segi sejarah perkembangan serta peranan dan urgensinya,
2. Menjelaskan berbagai dasar pemikiran yang berhubungan denga
keselamatan dan kesehatan kerja,
3. Menguraikan berbagai istilah yang terkait dengan keselamatan dan
kesehatan kerja serta pengertian-pengertian keselamatan dan kesehatan
kerja secara filosofi, kelimuan dan praktisi/hokum,
4. Menjelaskan tujuan dan sasaran keselamatan dan kesehatan kerja,
5. Menyebutkan dan menguraikan berbagai penyebab kecelakaan kerja
industry serta akibat-akibatnya, teknik pencegahan dan analisisnya.
2
BAB II
URAIAN
A. Latar Belakang
Manusia yang menghadapi masalah kecelakaan kerja dan penyakit akibat
kerja sejak manusia mengenal dan melakukan kegiatan kerja. Pada masa pra
revolusi industry, khususnya pada masa dimana kegiatan kerja dilakukan di
tempat-tempat kerja kecil atau milik keluarga, masalah kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja belum menarik pemikiran serius karena :
1. Lingkup permasalahan masih terbatas,
2. Resiko terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja belum terlalu
tinggi, sebab proses kegiatan kerja, penggunaan alat kerja dan bahan-bahan
masih sederhana,
3. Pengetahuan manusia tentang fenomena tersebut belum berkembang.
a. Sejarah keselamatan dan kesehatan kerja
1) Masa purbakala
Sejarah keselamatan kerja dan kecelakaan kerja pada umumnya sama
tuanya dengan kehidupan manusia. Masalah keselamatan kerja dan
kecelakaan kerja dikenal mulai sejak manusia bekerja. Sejak zaman purba,
manusia dalam bekerja telah mengenal kecelakaan dan dari
pengalamannya kemudian berkembang pengetahuan tentang bagaimana
agar kecelakaan tidak menimpa terhadap dirinya atau tidak terulang lagi.
Terdapat catatan kuno tentang keselamatan bangunan yang telah diatur
oleh Raja Hamurabi dari Babilonia pada abad 17 sebelum masehi. Raja
Hamurabi mengatur dalam undang-undang negaranya tentang hukuman
bagi para ahli bangunan yang membuat bangunan rumah, dan
bangunannya mendatangkan kecelakaan bagi pemilik dan anggota
keluarganya. Lima abad kemudian, yaitu pada zaman Mosai, para ahli
bangunan harus bertanggungjawab terhadap keselamatan kerja para
pelaksana dan pekerja-pekerjanya.
3
Kemudian masalah-masalah keselamatan kerja meluas ke Yunani,
Romawi dan lain-lain namun masih belum merupakan suatu usaha yang
terarah dan terorganisir.
2) Masa modern
Perubahan besar dalam bentuk maupun jenis kecelakaan dalam industry
dimulai setelah berhasilnya revolusi industry pada abad 18, setelah
pemakaian tenaga uap dan tenaga listrik dalam proses mekanisasi dan
elektrisasi di kalangan industry, muncul bentuk-bentuk kecelakaan yang
lain. Dengan penggantian batu bara oleh minyak dan pada saat ini mulai
mengarah ke tenaga nuklir, maka muncul sumber-sumber bahaya baru dan
mengakibatkan bentuk kecelakaan telah berubah. Penyebaran mesin-mesin
industry modern secara teratur dan peningkatan pemakaian bermacam-
macam bahan kimia untuk keperluan industry makin meningkatkan
potensi terjadinya kecelakaan.
Penggunaan teknologi maju untuk keperluan meningkatkan kehidupan
umat manusia selalu bersifat ambivalen. Di satu pihak akan meningkatkan
efisiensi dan produktivitas, namun di lain pihak menimbulkan masalah-
masalah baru di dalam lingkungan yang akan berdampak pada umat
manusia. Namun demikian perubahan teknologi tidak selalu
mengakibatkan bertambahnya tingkat bahaya.
Tujuan penggunaan teknologi maju disamping untuk meningkatkan
efisiensi dan produktivitas, juga dimaksudkan untuk mengurangi tingkat
rasio kecelakaan dengan menciptakan peralatan produksi yang tidak
banyak mengandung bahaya kecelakaan.
Mesin-mesin tarikan langsung lebih aman dari mesin-mesin tua yang
menggunakan poros-poros pemindah tenaga, pesawat-pesawat angkat
dengan motor listrik yang modern, lebih aman dari mesin-mesin uap yang
lebih tua. Alat-alat pelayanan mekanik digunakan untuk mencegah
terhadap bahaya-bahaya kecelakaan yang disebabkan oleh penggunaan
tenaga manusia yang berlebihan.
4
Namun kemajuan yang meningkat secara pesat dalam penggunaan
teknologi maju dan diterapkan untuk keperluan produksi secara besar-
besaran, berubahnya industri-industri rumah tangga menjadi industri
pabrik, telah mendorong penggunaan tenaga kerja secara massal dengan
intensitas waktu kerja yang makin panjang. Keadaan sebagai hasil revolusi
industri yang berupa kemajuan-kemajuan, tetapi di sisi lain juga
meningkatnya jumlah kecelakaan kerja adalah bertentangan dengan
perikemanusiaan dan memerlukan perbaikan.
Gerakan perbaikan tersebut dipimpin oleh orang-orang yang merasa
bahwa mereka memiliki tanggungjawab moral terhadap kesejahteraan
kawan-kawan sekerjannya. Gerakan perbaikan yang bertujuan untuk
melindungi yang lemah yaitu para buruh pabrik, terutama anak-anak yang
bekerja dalam kondisi kerja yang buruk adalah ditujukan untuk
mempengaruhi pemerintah agar dapat memberikan perlindungan kepada
mereka.
Gerakan perbaikan terhadap masalah kondisi kerja, waktu kerja dan
kesehatan tenaga kerja terus meningkat kepada masalah keselamatan kerja
sejalan dengan meningkatnya kecepatan serta pemakaian mesin yang
menyebabkan tambah berbahayanya pekerjaan di pabrik. Pada awalnya
pemilik pabrik tidak bertanggungjawab sama sekali atas kecelakaan dan
cacat para pekerjanya akibat dari kecelakaan yang terjadi, dan tidak peduli
akan desakan masyarakat, sampai kemudian diundangkan dalam Undang-
undang Pabrik (Factory Act) pada tahun 1844.
Dari sejarah perkembangan gerakan keselamatan dan kesehatan kerja
tersebut di atas, tercermin pula proses perkembangan pola pikir manusia di
dalam pemikiran dan pengetahuan tentang keselamatan dan kesehatan
kerja yang terkait dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
penggunaan teknologi.
5
b. Awal peraturan keselamatan kerja
Usaha-usaha yang dilakukan oleh gerakan sosial untuk perbaikan
terhadap masalah kondisi kerja dapat dicapai dengan diterapkannya undang-
undang tentang perawatan kesehatan dan moral pekerja pabrik pada tahun
1802. Undang-undang tersebut diubah pada tahun 1833 dimana
amandemennya menghendaki adanya suatu instansi pengawasan dari
pemerintah. Pada tahun 1844 ditambahkan kepada undang-undang tersebut
berkewajiban pengawasan mesin, penyediaan pengaman dan kewajiban
melaporkan kecelakaan kerja yang terjadi.
Di Perancis pada tahun 1841 dikeluarkan peraturan tentang
perlindungan tenaga kerja anak dalam industri yang mempergunakan tenaga
mekanik, namun undang-undang yang secara tegas mengatur keselamatan
kerja dikeluarkan pada tahun 1898.
Di Prusia tahun 1845 dikeluarkan surat edaran tentang pengawasan
kesehatan kerja di pabrik-pabrik. Tahun 1853 dikeluarkan ketentuan yang
memberikan wewenang kepada pemerintah untuk mengawasi hal-hal yang
mempengaruhi keselamatan dan kesehatan kerja anak-anak di pusat-pusat
industri di Dusseldorf. Tahun 1869 keluar ketentuan umum perlindungan
pekerja terhadap kecelakaan-kecelakaan dalam industri dan penyakit akibat
kerja, tahun 1872 dikeluarkan sistem pengawasan keselamatan dan kesehatan
kerja untuk daerah industri negara bagian Saxon dan Badern. Pada tahun 1878
dikeluarkan undang-undang tentang pengawasan pabrik di seluruh negara
bagian Jerman. Tahun 1884 dikeluarkan peraturan tentang asuransi kecelakaan
kerja.
Di Belgia, peraturan keselamatan dan kesehatan kerja diadopsi dari
peraturan yang berasal dari zaman pemerintah Napoleon dan sebagian berasal
dari peraturan pengawasan bahaya industri. Pada tahun 1810 dikeluarkan
undang-undang mengenai tambang, peleburan logam dan jenis usaha yang
sama.
6
Di Denmark dan Swiss telah ada peraturan keselamatan kerja sejak
tahun 1844 tetapi pelaksanaannya secara efektif di Denmark baru tahun 1873
dan di Swiss pada tahun 1877.
Di Amerika Serikat, Massachs adalah negara bagian pertama yang
memiliki undang-undang pencegahan kecelakaan di perusahaan pada tahun
1867. Winconsin pada tahun 1885, New York pada tahun 1867, Ohio (1888),
Messouri (1891) dan Rhode Island pada tahun 1896.
Usaha penanganan masalah keselamatan kerja di Indonesia dimulai
pada tahun 1847, sejalan dengan dipakainya mesin-mesin uap untuk keperluan
industri oleh Pemerintah Hindia Belanda. Penanganan keselamatan kerja pada
waktu itu pada dasarnya adalah bukan untuk pengawasan terhadap pemakaian
pesawat-pesawat uap tetapi untuk mencegah terjadinya kebakaran yang
ditimbulkan akibat penggunaan mesin uap. Pelaksanaan terhadap
pengawasannya pada waktu itu diserahkan kepada instansi Dienst Van Het
Stoomwezen, maka untuk pertama kalinya di Indonesia, pemerintah secara
nyata mengadakan usaha perlindungan tenaga kerja dari bahaya kecelakaan.
Pengertian perlindungan tenaga kerja pada saat itu adalah tenaga kerja
Belanda yang bekerja di perusahaan-perusahaan di wilayah jajahan Belanda.
Pada waktu itu perlindungan tenaga kerja yang berasal dari orang-orang yang
dijajah dianggap bukan sebagai suatu kepentingan masyarakat oleh pihak
pemerintah yang menjajah.
Untuk membantu kepentingan pengawasan pesawat uap, dirasakan
perlunya suatu unit penyelidikan bahan atau laboratorium yang merupakan
bagian dari dinas Stoomwezen. Laboratorium tersebut diserahkan kepada
Sekolah Teknik Tinggi di Bandung pada tahun 1912, untuk keperluan
pendidikan. Laboratorium penyelidikan bahan tersebut kini menjadi bagian
dari Departemen Perindustrian dengan nama Balai Penelitian Bahan (B4T).
Pada akhir abad 19 pemakaian pesawat uap meningkat dengan pesat
dan disusul dengan pemakaian mesin-mesin diesel dan listrik di pabrik-pabrik.
Hal tersebut menyebabkan timbulnya sumber-sumber bahaya baru bagi para
pekerja dan kecelakaan kerja bertambah sering terjadi. Pada tahun 1905
7
akhirnya pemerintah mengeluarkan Staatsblad No. 521 yaitu peraturan
tentang keselamatan kerja yang disebut dengan nama Veiligheid Reglement
yang disingkat dengan VR dan kemudian diperbaharui lagi pada tahu 1910
dengan Staatsblad No. 406 pengawasannya dilakukan oleh Dinas
Stoomwezen.
Sesudah perang dunia pertama proses mekanisasi dan elektrisasi di
perusahaan industry berjalan lebih pesat. Mesin-mesin diesel dan listrik
memegang peranan di pabrik-pabrik dan bengkel-bengkel ditingkatkan. Pada
tahun 1925 nama Dienst Van Veiligheidstoezight disingkat dengan VT atau
pengawasan keselamatan kerja.
Dengan berkembangnya model dan tipe pesawat uap yang
didatangkan ke Indonesia dimana tekanannya juga semakin tinggi, maka pada
tahun 1930 pemerintah mengeluarkan Stoom orodonantie dan Stoom
Verordening dengan Staatsblad No. 225 dan No. 339. Kemudian secara
berturut-turut tugas VT ditambah sesuai dengan undang-undang yang
dikeluarkan yaitu pada :
- Tahun 1931 , pengawasan terhadap bahan-bahan yang mengandung racun
di perusahaan (pabrik cat, accu, percetakan dan lain-lain) dengan Loodwit
Ordonantie, Staatsblad No. 509.
- Tahun 1932 dan 1933, pengawasan terhadap pabrik petasan dengan
undang-undang dan peraturan petasan (vuurerk Ordonantie dan vuurwerk
Verordening, Staatsblad No. 143 dan No. 10),
- Tahun 1938 dan 1939, pengawasan terhadap jalan rel kereta api loko dan
gerbongnya yang digunakan sebagai alat pengangkutan di perusahaan
pertanian, kehutanan, pertambangan dan sebagainya selain dari jalan
kereta api PJKA, yaitu melalui Industriebaan – Ordonantie dan
Industriebaan verordening, Staatsblad No. 595 dan No. 29,
- Tahun 1940, untuk pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Pengawasan
Keselamatan Kerja para pengusaha ditarik biaya retribusi melalui
Retributie Ordonantie dan Retributie Verordening, Staatsblad No. 424 dan
No. 425.
8
B. Pengertian
1. Keselamatan dan kesehatan kerja secara filosofi adalah pemikiran dan
upaya untuk menjamin keadaan, keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani
maupun rohani manusia serta hasil karya dan budayanya tertuju pada
kesejahteraan manusia pada umumnya dan tenaga kerja pada khususnya.
2. Keselamatan dan kesehatan kerja secara keilmuan adalah suatu cabang
ilmu pengetahuan dan penerapannya yang mempelajari tentang cara
pencegahan dan pengendalian kecelakaan kerja di tempat kerja.
3. Keselamatan dan kesehatan kerja secara praktis adalah merupakan suatu
upaya perlindungan agar tenaga kerja selalu dalam keadaan selamat dan
sehat selama melakukan pekerjaan di tempat kerja serta begitu pula bagi
orang lain yang memasuki tempat kerja maupun sumber dan proses
produksi dapat secara aman dan efisien dalam pemakaiannya.
4. Keselamatan dan kesehatan kerja secara hukum adalah merupakan
himpunan ketentuan yang mengatur tentang pencegahan kecelakaan untuk
melindungi tenaga kerja agar tetap selamat dan sehat.
5. Beberapa istilah yang sering dipakai dalam keselamatan dan kesehatan
kerja antara lain :
a. Kecelakaan adalah sesuatu yang tidak dikehendaki yang dapat
menimbulkan kerugian harta benda dan atau korban manusia termasuk
penyakit akibat kerja,
b. Aman atau selamat adalah bebas dari malapetaka (bebas dari bahaya),
c. Tindakan bahaya adalah perbuatan yang meyimpang dari tata cara atau
prosedur aman,
d. Kondisi bahaya adalah keadaan lingkungan kerja yang memberikan
kemungkinan terjadinya kecelakaan,
e. Sehat adalah suatu kondisi seseorang yang terbebas dari penyakit baik
fisik maupun mental,
f. Penyakit akibat kerja adalah keadaan terganggunya kesehatan
seseorang yang diakibatkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja,
9
g. Nilai ambang batas (NAB) adalah kadar tertinggi suatu zat di
lingkungan kerja yang tidak akan mengakibatkan gangguan kesehatan
terhadap pekerja terpapar terus menerus salama 8 jam sehari dan 40
jam seminggu.
C. TUJUAN DAN SASARAN K3
Dari uraian pengertian tersebut di atas, dapat diketahui bahwa tujuan usaha
keselamatan dan kesehatan kerja adalah untuk mencegah terjadinya kecelakaan
dan penyakit akibat kerja dan menghindarkan terulangnya kembali apabila
kecelakaan tersebut telah terjadi.
Hal tersebut di atas baru dapat dicapai apabila usaha keselamatan dan kesehatan
kerja tidak lain adalah penanggulangan dan pencegahan kecelakaan kerja dan
penyakit pakibat kerja.
D. Peranan dan urgensi keselamatan dan kesehatan kerja
Upaya Pembangunan Nasional yang dilakukan oleh suatu bangsa pada
umumnya ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup rakyatnya,
demikian pula halnya dengan pembangunan nasioal bangsa Indonesia. Di dalam
proses pembangunan adalah di bidang ekonomi khususnya pada sector industry.
Di sector industry terutama selama ini telah terjadi proses industrialisasi yang
ditandai dengan peningkatan jumlah perusahaan industry, makin meningkatnya
penggunaan bahan-bahan yang berbahaya dan penerapan teknologi maju beserta
hasilnya, dapat meningkatkan bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan tenaga
kerja dan pada khususnya dan pada masyarakat pada umumnya, apabila tidak
dikendalikan secara tepat dan dilayani oleh tenaga kerja yang berpengetahuan
serta ketrampilan secara memadai.
Untuk lebih menjamin suksesnya upaya pembangunan di bidang ekonomi
tersebut dituntut tingkat efisiensi yang tinggi terhadap penggunaan sumber-
sumber produksi yang ada dimana tersedianya sumber-sumber produksi tersebut
pada umumnya sangat terbatas terutama di Negara yang sedang berkembang,
disamping itu dituntut pula tingkat produkivitas kerja tinggi dari tenaga kerja yang
10
terlibat di dalamnya. Oleh karena itu di dalam era pembangunan ini setiap upaya
yang mendukung peningkatan efisiensi dan produktivitas kerja memegang
peranan penting dan perlu didorong perkembangannya.
Dari sisi lain dimengerti upaya keselamatan dan kesehatan kerja yang
tujuannya disamping mencegah terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja,
juga meningkatkan ketenangan bekerja dan derajat kesehatan tenaga kerja, untuk
meningkatkan efisiensi dan produktivitas tenaga kerja, merupakan upaya ataupun
factor yang mempunyai peranan penting dalam menunjang keberhasilan upaya
pembangunan nasional bangsa Indonesia khususnya di sektor industry.
Sebagai ilustrasi dapat diberikan gambaran bahwa dari hasil beberapa
penelitian yang dilakukan di berbagai Negara maju khususnya di Amerika Serikat,
menunjukkan bahwa secara ekonomi akibat langsung dari kecelakaan kerja di
tempat kerja dapat mengurangi GNP antara 1-2%.
E. Penanggulangan Kecelakaan Kerja Dan Penyakit Akibat Kerja
Kecelakaan kerja dibagi menjadi dua kategori yaitu :
1. Kecelakaan industry (industrial accident), yaitu kecelakaan yang terjadi di
tempat kerja karena adanya sumber bahaya atau bahaya kerja,
2. Kecelakaan dalam perjalanan, (community accident) yaitu kecelakaan
yang terjadi di luar tempat kerja dalam kaitannya dengan adanya hubungan
kerja.
Disamping pengertian kecelakaan kerja sebagaimana dijelaskan pada
bahasan pengertian, kejadian kecelakaan kerja juga merupakan rentetan
kejadian yang disebabkan oleh adanya factor-faktor atau sumber bahaya yang
saling berkaitan. Dalam alasan mengenai pencegahan kecelakaan akan dapat
diketahui factor-faktor yang dapat ditimbulkan akibat kecelakaan kerja.
Jika kita analisa lebih lanjut tentang pengertian kecelakaan, maka unsur-
unsurnya adalah :
1. Tidak diduga semula dan tidak diinginkan,
2. Mengganggu proses aktivitas tertentu,
3. Mengakibatkan kerugian.
11
Setiap orang selalu ingin selamat dan harta bendaya rusak atau tetap utuh.
Tetapi apakah benar kecelakaan “tidak diduga semula”. Apakah orang secara
sadar mengambil resiko, walaupun dia sendiri tidak menghendaki terjadinya
kecelakaan. Kita mengetahui, banyak orang yang dengan sengaja dan sadar
mengambil resiko dan merasa itu tidak akan terjadi terhadap dirinya.
Tujuan kita adalah untuk membuat “konsekuensi mengambil resiko
itu” tidak menarik baginya, sehingga orang tidak mau mengambilnya. Untuk
itu kita harus mengembangkan suatu kepekaan terhadap pengenalan resiko
yang direfleksikan dalam pengambilan resiko, tindakan dan kegiatan yang kita
lakukan.
Penelitian kecelakaan yang mengakibatkan kerugian baik fisik maupun
material pada tahun 1969 memberikan hasil sebagai berikut : (”Accident Ratio
Study”menurut Frank Bird Jr.)
Kecelakaan dengan luka berat atau meninggal
Kecelakaan dengan luka ringan
Kecelakaan dengan kerusakan benda/material
Insiden tanpa luka atau kerusakan/kerugian
Dari gambaran tersebut dapat dijelaskan bahwa untuk setiap satu kecelakaan
yang mengakibatkan luka berat/meninggal dunia akan terjadi :
a. 10 kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan,
b. 30 kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan benda/material,
c. 600 insiden tanpa luka ringan atau kerusakan atau kerugian.
12
1
10
30
600
1. Sebab kecelakaan
Suatu kejadian atau peristiwa kecelakaan tentu ada sebabnya. Demikian
pula kecelakaan kerja dalam hal ini kecelakaan industry sebab-sebab
kecelakaan dapat dikelompokkan menjadi :
a. Sebab dasar atau asal mula
Sebab dasar adalah merupakan sebab atau factor yang mendasari
secara umum terhadap kejadian kecelakaan yaitu :
1) Partisipasi pihak manajemen/pimpinan perusahaan dalam
pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja,
2) Factor manusia atau dalam hal ini pekerja,
3) Factor kondisi dan lingkungan kerja.
b. Sebab utama/gejala atau symptom
Ini disebabkan adanya factor dan persyaratan yang belum
dilaksanakan. Apabila pimpinan perusahaan/manajemen telah
melaksnaakan program-program K3 di perusahaannya sebab ini tidak
akan muncul. Sebab utama yang kita kenal yaitu :
1) Kondisi tidak aman (unsafe conditions), yaitu kondisi yang tidak
aman dari :
a. Mesin, peralatan, pesawat, bahan dan sebagainya,
b. Lingkungan,
c. Proses,
d. Sifat pekerjaan,
e. Cara kerja.
2) Perbuatan tidak aman (unsafe action), yaitu perbuatan berbahaya
dari manusia, yang dalam beberapa hal dapat dilatar belakangi
antara lain oleh factor-faktor sebagai berikut :
a. Kurangnya pengetahuan dan ketrampilan (lack of knowledge
and skill),
b. Cacat tubuh yang tidak kentara (bodilly defect),
c. Keletihan dan kelesuan (fatique and boredom),
d. Sikap dan tingkah laku yang tidak aman.
13
3) Khusus penyakit akibat kerja, sebagai factor penyebabnya antara
lain :
a. Factor biologis,
b. Factor chemis, termasuk debu dan uap logam,
c. Factor fisik, termasuk kebisingan, radiasi, penerangan, getaran,
suhu dan kelembaban,
d. Factor yang berhubungan dengan hal faal, fisiologi kerja,
e. Factor yang berhubungan dengan mental psikologi atau
tekanan mental,
f. Factor mekanis.
2. Faktor kecelakaan kerja
Akibat kecelakaan kerja di tempat kerja dapat dikelompokkan menjadi 2
(dua) kelompok yang meliputi :
a. Kerugian yang bersifat ekonomi
1) Kerugian langsung
a) Kerugian/kehancuran alat dan atau bahan,
b) Tunjangan ganti rugi kecelakaan,
c) Terhentinya proses produksi,
d) Melatih atau penggantian peralatan rusak,
e) Lain-lain.
2) Kerugian tidak langsung, yaitu kehilangan waktu kerja antara lain :
a) Menurut jumlah dan mutu produksi/akibat pengaruh psikologi,
b) Biaya tambahan terpaksa dilakukan karena berkurangnya
tenaga kerja,
c) Lain-lain.
Kerugian tidak langsung pada umumnya lebih besar dibandingkan
dengan kerugian langsung, dari hasil penelitian di beberapa Negara
menunjukkan ratio 1 : 4.
14
b. Kerugian yang bersifat non ekonomi
Kerugian ini berupa penderitaan pada umumnya bagi si korban dan
keluarganya, baik itu merupakan kematian, luka/cidera berat maupun
ringan.
3. Pencegahan kecelakaan kerja
Seperti dimaklumi bahwa tujuan pokok keselamaan dan kesehatan
kerja adalah untuk mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja termasuk
penyakit akibat kerja di tempat kerja. Oleh karena itu masalah keselamatan
dan kesehatan kerja akan menjadi sangat penting mengingat akibat dan
pengaruh yang dapat timbul dari peristiwa kecelakaan tersebut. Sebagai
modal utama dari program pencegahan dimaksud adalah adanya konsensus
bahwa kecelakaan merupakan resiko yang melekat pada setiap usaha
produksi.
Perbedaan terletak pada besar kecilnya resiko tersebut. Makin maju
teknologi yang digunakan biasanya diasumsikan dengan makin besar pula
resiko yang dihadapi. Pencegahan kecelakaan pertama-tama haruslah
diusahakan untuk mengenal dan menemukan sebab-sebabnya atau
sumbernya yang dapat menimbulkan kecelakaan dengan kata lain gejala-
gejala yang mungkin timbul atau terjadi yang dapat mengakibatkan
kecelakaan kerja di tempat kerja. Untuk kemudian sedapat mungkin
menghilangkan, mengamankan dan mengendalikan sumber-sumber
bahaya yang dapat timbul tersebut.
4. Rentetan kejadian kecelakaan
Pencegahan kecelakaan adalah ilmu dan seni, karena menyangkut
masalah sikap dan perilaku manusia, masalah teknis seperti peralatan dan
mesin serta masalah lingkungan.
Pengawaasan diartikan sebagai petunjuk atau usaha yang bersifat
koreksi terhadap permasalahan tersebut. Usaha pencegahan kecelakaan
adalah factor penting dalam setiap tempat kerja dan mencegah adanya
kerugian.
15
Sebelum mulai melakukan usaha pencegahan kecelakaan,
rangkaian kejadian dan factor penyebab kecelakaan harus dapat
diidentifikasi untuk dapat menentukan factor penyebab yang paling
dominan. Rangkaian kejadian dan factor penyebab kecelakaan dikenal
dengan “teori domino”.
Gambar 2.
Gambar di atas menunjukkan rangkaian atau deretan factor-faktor
penyebab kejadian kecelakaan (an update sequence by Frank Bird’s Jr).
1).Kelemahan pengawasan oleh manajemen (Lack of control
management)
Pengawasan ini diartikan sebagai fungsi manajemen yaitu
perencanaan pengorganisasian kepemimpunan (pelaksana) dan
pengawasan. Partisipasi aktif manajemen sangat menentukan
keberhasilan usaha pencegahan kecelakaan seorang pemimpin unit
disamping memahami tugas operasional tapi juga harus mampu :
a. Memahami program pencegahan kecelakan,
b. Memahami standar, mencapai standar,
c. Membina, mengukur dan mengevaluasi performance bawahannya.
Inilah yang dimaksud dengan control.
2).Sebab dasar
Pada hakekatnya ini merupakan sebab yang paling mendasar
terhadap kejadian kecelakaan yang meliputi antara lain :
16
Mana jemen
Kurang Pengawasan
Asal Mula
Sebab Dasar
Kecelakaan
Cidera keru sakan
Kontak Kerugian
Symp ton
Sebab tak
langsung
f) Kebijaksanaan dan keputusan manajemen,
g) Factor manusia atau pribadi, misalnya :
1) Kurang pengetahuan dan ketrampilan serta pengalaman,
2) Tidak adanya motivasi dan
3) Masalah fisik dan mental.
h) Factor lingkungan atau pekerjaan, misalnya :
1) Kurang atau tidak adanya standar,
2) Desain dan pemeliharaan yang kurang memadai,
3) Pemakaian yang abnormal.
3).Sebab yang merupakan gejala (symton)
Ini disebabkan masih adanya substandard practice and conditions yang
mengakibat terjadinya kesalahan. Dalam hal ini kita kenal dengan
tindakan tidak aman dan kondisi tidak aman. Factor-faktor ini
sebenarnya adalah symptom (gejala) atau pertanda bahwa ada sesuatu
yang tidak beres apakah pada system ataukah pada manajemen.
4).Kecelakaan
Jika ketiga urutan di atas tercipta, maka besar atau kecil akan timbul
peristiwa atau kejadian yang tidak diinginkan dan tidak direncanakan
yang dapat mengakibatkan kerugian dalam bentuk cidera dan
kerusakan akibat kontal dengan sumber energy melebihi nilai ambang
batas badan atau struktur.
5. Metode pencegahan kecelakaan
Pencegahan kecelakaan adalah merupakan program terpadu, koordinasi
dari berbagai aktivitas, pengawasan yang terarah yang didasarkan atas
“sikap, pengetahuan dan kemampuan”. Ada beberapa ahli yang
mengembangkan teori pencegahan kecelakaan yang tetap didasarkan pada
konsep pencegahan kecelakaan sebagai berikut :
Dalam kegiatan pencegahan kecelakaan dikenal ada 5 tahapan pokok
yaitu :
17
1). Organisasi K3
Dalam era industrialisasi dengan kompleksitas permasalahan dan
penerapan prinsip manajemen modern, masalah usaha pencegahan
kecelakaan tidak mungkin dilakukan oleh orang per orang atau secara
pribadi tetapi memerlukan keterlibatan banyak orang, berbagai jenjang
dalam organisasi yang memadai.
Organisasi ini dapat berbentuk structural seperti Safety Departement
(Departemen K3), fungsional seperti Safety Committee (Panitia
Pembina K3). Agar organisasi K3 ini berhjalan dengan baik maka
harus didukung oleh adanya :
- Seorang pimpinan (safety director)
- Seorang atau lebih teknisi (safety engineer)
- Adanya dukungan manajemen
- Prosedur yang sistematis, kreatifitas dari pemeliharaan motivasi
dan moral pekerja.
2). Menemukan fakta atau masalah
Dalam kegiatan menemukan fakta, atau masalah dapat dilakukan
melalui survey, inspeksi, observasi, investigasi dan review of record.
3). Analisis
Pada tahap analisis adalah proses bagaimana fakta atau masalah yang
ditemukan dapat dipecahkan. Pada tahap analisis pada umumnya harus
dapat dikenali berbagai hal antara lain :
a. Sebab utama masalah tersebut,
b. Tingkat kekerapannya,
c. Lokasi,
d. Kaitannya dengan manusia maupun kondisi.
Dari hasil analisis suatu masalah dapat saja dihasilkan satu atau lebih
alternative pemecahan.
18
4). Pemilihan/penetapan alternative/pemecahan
Dari berbagai alternatif pemecahan perlu diadakan seleksi untuk
ditetapkan satu pemecahan yang benar-benar efektif dan efisien serta
dapat dipertanggungjawabkan.
5). Pelaksanaan
Apabila sudah dapat ditetapkan alternatif pemecahan maka harus
diikuti dengan tindakan atau pelaksanaan dari keputusan penetapan
tersebut. Dalam proses pelaksanaan diperlukan adanya kegiatan
pengawasan agar tidak terjadi penyimpangan.
Atas dasar tahapan metode pencegahan kecelakaan tersebut para ahli
banyak mengembangkan berdasarkan pada aplikasi dan sudut pandang
masing-masing. Pada dasarnya tahapan kegiatan usaha pencegahan
dari Johnson Mort lebih sederhana dengan tidak melihat adanya
organisasi.
Menurut International Labour Organitation (ILO) langkah-langkah
yang dapat ditempuh untuk menanggulangi kecelakaan kerja antara
lain adalah sebagai berikut :
1. Peraturan perundang-undangan,
2. Standarisasi,
3. Inspeksi,
4. Riset teknis,
5. Riset medis,
6. Riset psikologis,
7. Riset statistic,
8. Pendidikan,
9. Latihan,
10. Persuasi,
11. Asuransi,
12. Penerapan 1 s/d 11 tersebut di atas langsung di tempat kerja.
19
1. Dengan adanya pembentukan peraturan perundangan yang
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan teknologi
yang menyangkut syarat-syarat K3 dapat mengurangi atau
mencegah secara dini terjadinya kecelakaan kerja,
2. Standarisasi adalah penetapan standar-standar baik resmi maupun
tidak resmi mengenai misalnya konstruksi yang memenuhi syarat-
syarat keselamatan dan kesehatan kerja jenis-jenis peralatan
industry tertentu, alat-alat perlindungan kerja atau yang maju akan
menentukan tingkat, karena pada dasarnya baik buruknya
keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja diketahui melalui
pemenuhan standar-standar tersebut,
3. Pemeriksaan adalah suatu kegiatan untuk membuktikan apakah
kondisi di tempat kerja sesuai dengan peraturan perundangan dan
standar yang berlaku, dalam pelaksanaannya termasuk pengujian
mesin, pesawat, alat atau peralatan dan instalasi,
4. Riset teknis adalah suatu penelitian untuk mendapatkan data, sifat-
sifat dan cirri-ciri bahan yang berbahaya, penyelidikan tentang
pagar pengaman, pengujian alat-alat perlindungan diri, penelitian
tentang pencegahan peledakan gas dan debu atau penelaahan
tentang bahan-bahan peralatan lainnya,
5. Riset medis adalah suatu penelitian untuk mendapatkan data
tentang efek psikologis, patologis, factor-faktor lingkungan dan
keadaan fisik yang mengakibatkan kecelakaan,
6. Riset psikologi adalah suatu penelitian tentang pola-pola kejiwaan
yang menyebabkan terjadinya kecelakaan,
7. Riset statistic adalah suatu penelitian yang menyangkut dengan
jenis kecelakaan, banyaknya, mengenai siapa saja dalam pekerjaan
apa dan apa sebab-sebabnya dan lain-lain,
8. Pendidikan adalah penyampaikan materi keselamatan dan
kesehatan kerja dalam sekolah-sekolah, kursus atau kurikulum
teknik dan lain-lain,
20
9. Latihan adalah latian praktek bagi tenaga kerja khususnya tenaga
kerja baru dalam keselamatan dan kesehatan kerja, disamping
untuk meningkatkan kualitas pengetahuan dan ketrampilan
keselamatan dan kesehatan kerja bagi tenaga kerja,
10. Peruasi adalah merupakan suatu aneka cara penyuluhan dan
pendekatan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja untuk
menimbulkan sikap mengutamakan keselamatan dengan / tidak
menerapkan dan memaksakan melalui sanksi-sanksi,
11. Asuransi adalah insentif financial untuk meningkatkan
pencegahan, misalnya dengan diterapkannya pembayaran premi
yang lebih rendah terhadap perusahaan yang memenuhi syarat
keselamatan dan kesehatan kerja dan mempunyai tingkat
kekerapan dan keparahan kecelakaan yang kecil di perusahaan,
12. Penerapan 1 sampai dengan 11 di tempat kerja karena factor
penanggulangan kecelakaan kerja merupakan satu kesatuan yang
masing-masing tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya,
Tentang berhasil atau tidaknya penerapan keselamatan dan kesehatan
kerja sangat bergantung kepada tingkat kesadaran akan keselamatan
dan kesehatan kerja oleh semua pihak yang bersangkutan.
Mengingat factor penanggulangan kecelakaan kerja sangat beraneka
ragam maka untuk melaksanakan usaha pencegahan kecelakaan kerja
diperlukan kerjasama aneka ragam keahlian dan profesi meliputi
penyusun undang-undang, pegawai pemerintah, ahli teknik, dokter,
ahli jiwa, statistic, pengajar, pengusaha dan pekerja sangat dibutuhkan.
Penyelidikan dan analisis kecelakaan
Kecelakaan kerja yang wajib dilaporkan adalah kecelakaan
kerja yang terjadi di tempat kerja maupun kecelakaan dalam perjalanan
yang terkait dengan hubungan kerja. Tujuan dari kewajiban
melaporkan kecelakaan kerja adalah agar pekerja yang bersangkutan
mendapat haknya dalam bentuk jaminan dan tunjangan.
21
Agar dapat dilakukan penyidikan dan penelitian serta analisis
untuk mencegah terulangnya kecelakaan serupa.
Laporan kecelakaan kerja umumnya ringkas dan mengikuti
bentuk/formulir terntentu yang menggambarkan kejadikan kecelakaan
tersebut disertai rekomendasi langkah pencegahan. Laporan kejadian
disertai dengan suatu analisis terhadap factor penyebab kecelakaan
kerja baik factor manusia maupun factor kondisi yang berbahaya.
Analisis kecelakaan adalah merupakan salah satu kegiatan
yang bertujuan menemukan dan menentukan factor-faktor kecelakaan
yang terkait dengan peristiwa kecelakaan yang terjadi. Dari hasil
analisis dimaksud selanjutnya dapat diambil langkah-langkah untuk
mencegah terulangnya kembali kecelakaan yang serupa yaitu melalui
koreksi terhadap kondisi maupun tindakan yang tidak aman.
Selain itu dari hasil analisis kecelakaan dimaksud
memungkinkan dan menemukan penyusunan statistic kecelakaan yang
baik guna penetapan program keselamatan dan kesehatan kerja secara
tepat dan efisien.
Mengingat bahwa kecelakaan kerja merupakan disfungsi
system suatu unit, dengan demikian obyek analisis tidak hanya terbatas
pada unsure manusia atau pekerja, lingkungan namun harus
menelusuri kembali disfungsi elementer, termasuk hal-hal yang
mendahului kejadian kecelakaan (near accident/incident). Analisis
kejadian kecelakaan kerja merupakan kilas balik langkah demi langkah
sesudah terjadi kecelakaan. Untuk mencegah kecelakaan serupa, semua
factor-faktor penyebab dihilangkan, khususnya factor yang dominan.
Analisis kecelakaan kerja disamping merupakan usaha mencari
penyebab kecelakaan, mencegah kecelakaan serupa, juga sangat
diperlukan dalam system statistic kecelakaan. Oleh karena itu laporan
analisis kecelakaan harus dapat menggambarkan hal sebagai berikut :
1. Bentuk kecelakaan, tipe cedera pada tubuh.
2. Anggota badan yang cidera akibat kecelakaan,
22
3. Sumber cidera, misalnya obyek pemaparan bahan,
4. Tipe kecelakaan, peristiwa yang menyebabkan cidera,
5. Kondisi berbahaya, kondisi fisik yang menyebabkan kecelakaan.
6. Penyebab kecelakaan, obyek, peralatan mesin yang berbahaya,
7. Sub penyebab kecelakaan, bagian khusus dari mesin, peralatan
yang berbahaya,
8. Perbuatan tidak aman, suatu perbuatan atau tindakan yang
menyimpang dari prosedur aman.
Analisis perlu disusun secara sistematis, didata dan dicatat untuk
mendorong pelaksanaan K3 yang lebih baik. Hendaknya setiap
kecelakaan yang terjadi, termasuk yang tidak membawa kerugian,
keadaan yang disebut hampir celaka (incident) dan near miss perlu
mendapat perhatian.
Untuk dapat melakukan analisis kecelakaan secara baik diperlukan
data dan informasi yang selengkap-lengkapnya sehubungan dengan
peristiwa kecelakaan tersebut dan untuk itu perlu dilakukan upaya
penyelidikan kecelakaan secara cermat dan baik.
1. Penyelidikan kecelakaan
Untuk dapat menentukan factor penyebab suatu kecelakaan
(accident investigation) kegiatan yang dilakukan dalam
penyelidikan kecelakaan pada dasarnya ditujukan untuk dapat
memperoleh gambaran/rekonstruksi kegiatan-kegiatan yang
berlangsung di tempat kejadian sampai dengan kejadian dan
mengetahui akibat yang dilakukan sebagai berikut :
a. Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan secepat mungkin harus
dapat datang di tempat kejadian kecelakaan agar dapat meneliti
kondisi fisik akibat kecelakaan kerja sebelum terdapat
perubahan-perubahan yang mungkin terjadi,
b. Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan mengamati dan mencatat
kondisi tempat terjadinya kecelakaan kerja, kerusakan yang
23
terjadi dan hal-hal lain yang diperkirakan dapat memberikan
petunjuk tentang factor penyebab kecelakaan,
c. Mengadakan wawancara terhadap para pekerja atau saksi yang
dapat menjelaskan kegiatan kerja ataupun kejadian-kejadian
yang berlangsung belum sampai dengan saat terjadinya
kecelakaan. Dalam melakukan wawancara, pegawai pengawas
harus mampu mengusahakan agar keterangan yang diberikan
oleh para pekerja dan saksi adalah sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya, karena tidak jarang seorang yang merasa
melakukan suatu kesalahan akan cenderung untuk menutupi
keadaan yang sebenarnya,
d. Pada tahap berikutnya sudah dapat dibuat gambaran sementara
rekonstruksi kejadian kecelakaan. Dari gambaran sementara ini
mungkin masih diperlukan keterangan data atau bukti
kesaksian tambahan, untuk kemudian harus diusahakan
selengkapnya,
e. Setelah data dan informasi berkumpul lengkap dibandingkan
dengan kondisi awal, kemudian disusun gambaran rekonstruksi
kejadian kecelakaan secara kronologis dilengkapi data dan
informasi selengkapnya.
2. Analisis kecelakaan
Dalam melakukan analisis kecelakaan terdapat beberapa tahapan
yang perlu dilakukan yaitu :
a. Menginventarisasi sebanyak mungkin keadaan berbahaya dan
perbuatan berbahaya. Yang berkaitan dengan terjadinya
peristiwa yang bersangkutan. Data tersebut diperoleh dari
kegiatan penyelidikan kecelakaan.
b. Menetapkan factor-faktor kecelakaan yang terkait, antara lain :
24
1) Sumber kecelakaan dan atau sumber cidera, yaitu benda
atau zat yang kondisinya tidak aman dan yang lain dominan
sebagai penyebab terjadinya kecelakaan atau cidera,
2) Tipe atau corak kecelakaan yaitu proses kontrak antara
korban dengan sumber cidera, factor ini sangat penting
untuk menentukan cara pencegahan yaitu penetapan alat,
3) Penetapan persyaratan ataupun rekomendasi cara
pencegahan kecelakaan yang serupa tidak terulang kembali.
3. Penyakit akibat kerja
Setiap penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan
kerja disebut penyakit akibat kerja. Factor-faktor yang merupakan
sumber bahaya potensial untuk terjadinya penyakit kerja adalah :
a. Factor fisik termasuk kebisingan, radiasi pencahayaan, getaran,
suhu dan lain-lain,
b. Factor biologi antara lain disebabkan karena bakteri, virus,
jamur dan lain-lain,
c. Factor kimia termasuk debu, uap, gas padat maupun cairan
beracun,
d. Factor yang berhubungan dengan ergonomis misalnya :
- Tidak sesuainya kemampuan dan beban kerja,
- Tidak sesuainya posisi kerja.
Bila ditemukan kemungkinan adanya penyakit akibat kerja, maka tindakan
yang harus dilakukan adalah :
1. Memeriksa tempat kerja dan sumber penyebab (kalau perlu
menggunakan alat deteksi K3),
2. Membandingkan penyebab yang diperbolehkan untuk zat atau factor
penyebab dan membandingkannya dengan hasil pemeriksaan,
3. Membuat laporan pada atasan dan membuat penetapan ganti rugi
(pengobatan),
4. Analisis kecelakaan kerja untuk memperbaiki keadaan dan
menghindari kecelakaan kerja serupa.
25
DAFTAR PUSTAKA
Bennet N.B. Silalahi, M.A. Dr & Romandang B. Silalahi, M.Ph. 1985. Management dan Kesehatan Kerja. Seri Management No. 112. PT. Pustaka Binaman Presindo. Jakarta.
Departemen Tenaga Kerja, 1985/1986. Himpunan Peraturan Perundang-undangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja sampai Tahun 1960. Ditjen Binawas Depnaker. Jakarta.
Ditjen Binawas, 1985. Himpunan Peraturan Perundang-undangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Tahun 1970.
Mohammad Zoer, 1972. Himpunan Catatan Kuliah Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Kursus Pengawas Ketenaga Kerjaan. Jakarta.
Sumakmur, PK., M.Sc. Dr., 1985. Keselamatan dan Pencegahan Kecelakaan. Gunung Agung. Jakarta.
Zayadi, Drs., 1987. Pencegahan Kecelakaan Kerja. ILO. Jakarta.
26