Dasar Dasar Ekonomi Islam
Transcript of Dasar Dasar Ekonomi Islam
oy'sPengikutArsip Blog
▼ 2010 (3)
o ▼ Mei (2)
EKONOMI ISLAM DAN PROBLEMATIKA EKONOMI KONTEMPORER...
LAPORAN STUDI PRAKTEK LAPANGAN PADA BANK BNI SYARI...
o ► Januari (1)
► 2009 (6)
Mengenai Saya
S Y A U Q I A B D U R R A H M A N
Lihat profil lengkapkuKAMIS, 13 MEI 2010
EKONOMI ISLAM DAN PROBLEMATIKA EKONOMI KONTEMPORERPendahuluanLatar Belakang Islam adalah cara hidup yang imbang dan koheren, dirancang untuk kebahagiaan manusia dengan cara menciptakan keharmonisan antara kebutuhan moral dan material manusia dan aktualisasi keadilan sosio-ekonomi serta persaudaraan antar umat manusia. Islam sebagai agama akhir jaman juga membawa penuntun lengkap bagi pemeluknya. Berbagai aspek kehidupan dalam kesehariannya termaktub dalam syari’ah dan mu’amalah , mengikutinya merupakan perjalanan yang harus ditempuh untuk menjadi Muslim sejati. Dualisme antara kehidupan duniawi dan kehidupan akhirat yang menjadi pertanyaan beberapa agama bukan masalah lagi. Permasalah itu telah terjawab oleh hadits Nabi Muhammad SAW yang menyatakan, “Berusahalah untuk duniamu seakan engkau hidup untuk selamanya, tapi persiapkanlah akhiratmu seeakan engkau akan mati besok.
A. Ilmu Ekonomi Dan Keulitan EkonomiIlmu Ekonomi merupakan bagian ilmu sosial yang berfungsi untuk meneliti, mempelajari, dan menganalisis pelbagai kesulitan yang muncul disaat manusia berkeinginan memenuhi kebutuhan hidup dengan sumber-sumber eknomi (resources) yang relatif terbatas. Dari definisi tersebut dapat dipahami, bahwa relatifitas kelangkaan dan keterbatasn sumber daya merupakan sebab munculya ekonomi. Dengan kata lain, kelangkaan tersebut merupakan langkah awal terciptanya kesulitan dalam ekonomi.Seandainya masyarakat sudah mampu memenuhi kebutuhan dan keinginannya secara muthlak, baik ketika terjadi perubahan waktu, tempat, dan bentuk, maka masyarakat tidak akan membutuhkan ilmu ekonomi secara muthak.
Dalam waktu yang relative singkat, kadang inividu dan masyarakat tisak mampu memenuhi kebutuhan barang dan jasa (kuantitatif dan kualitatif) walaupun sudah tersedia raw material (bahan baku), pekerja, dan modal. Proses produksi barang dan jasa membutuhkan waktu yang cukup lama untuk pengaturan manjemen operasi, distribusi, maupun proses penentuan kuaitas produk. Relativitas kelangkaan barang merupakan factor pendorong bagi manusia untuk memakmurkan bumi, sekaligus merupakan wahana coaan dan ujian rasa keimanan.
B. Relativitas Kelangkaan Barang (Scarcity) Dalam keseharian , kehidupan ekonomi manusia senantiasa akan berhadapan dengan kesulitan-kesulitan yang dapat menghalangi manusia untuk memenuhi keinginan dan kebutuhannya. Dan pemenuhan kebutuhan tersebut sangat dipengaruhi oleh factor income usaha, dan waktu.
Mengakui adanya relativitas kelangkaan bukan berarti menyatakan bahwa resources yang asa tidak mampu mencukupi kebutuhn indiviu msyarakat. Akan tetapi, resources tersebut terkadang dapat mencukupi terkadang tidak. Hal tersebut mungkin hanya terjadi pada waktu-waktu tertentu. Dengan adanya kelangkaan barang membuat hidup ebih bermakana dan berarti. Fenomena tersebut merupakan hikmah Ilahiah yang mendorong manusia untuk memakmurkan bumi dan menciptakan kesejahteraan bagi kehidupan manusia. Kondisi kelangkaan barang juga dapat dijadikan momen untuk menguji keimanan dan keabaran kita.
Allah Swt berfirman,
• “Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS Al-Baqoroh ; 155)
Ujian dan cobaan yang diberikan alah sangt beragam. Tujuan pemberian cobaan tersebut untuk menguji kekuatan iman dan kesabaran seorang hamba Salah satu bentuk ujian alah adalah adanya rasa lapar dan kekurangan atas bahan makanan pokok. Sesungguhnya kehadiran manusia di mukabumi ini hanyalah sekedar merealisasikan kehendak tuhan (Masyiah Rabbaniyah).
Sayyid Quthub menjelaskan;“Masyiah Robbaniyah adalah totalitas keinginan seorang hamba untuk pasrah dan menyerahkanseluruh jiwa dan raga terhadap keinginan dan ketentuan tuhan dalam segalaaspek kehidupan ; baik dalam proses pembuatan barang, peneitian dan analisis kehidupan social, proses untuk memberdayakan hasil bumi, dan wewenang untuk mengolah serta memakmurkan bumi yang telah dititipkan Allah kepada manusia.” Relativitas kelagkaan barang menurut seorang hamba untuk kreatif dalam menghasilkan barang dan jasa guna memenuhi kebutuhan hidup. Seorang manusia akan lebih terdorong untuk memakmurkan kehidupan masyarakat jika menemukan kesulitan dalam kehidupan ekonomi. Hal ini dapa diamai pada persoalan-persoalan berikut ini.
1. Sumber Ekonomi (Economic Resources)Seperti yang telah dijlaskan, kesulitan ekonomi muncul sebagai akibat dari perbedaan relatif anara sumber-sumber ekonomi yang ada dengan keinginan manusia untuk memenuhi keinginan dan kebuuhan hidupnya Adapun sumber-sumber ekonomi adalah sebagai berikut :
a. BekerjaBekerja adalah manifestasi usaha seseorang untuk mencurahkan segala upaya, pikiran, dan tenaga untuk menghasilkan barang dan jasa. Kemampuan yang dimiiki oleh manusia sanga beragam, sehingga manusia tidak mampu menghadirkan dan menghasilkan barang dalam waktu yang relatif singkat. Akan etapi perlu ada yang namanya proses yang menurut persiapan yang cukup lama.
b ModalModal adalah semua elemen yang berfungsi unuk memudahkan proses produksi. Diantaranya adalah uang yang diinvesasikan untuk membeli peralatan produksi, bangunan, dan fasilias perusahan lainnya.
c Sumber Daya Alam (Natural Resources)Segala sesuatu yang diciptakan tuhan merupakan sumber ekonomi yang dapat didaygunakan unuk menyejahterakan kehidupan manusia. Dengan adanya imu dan teknologi dari waku ke waktu dapat diemukan sumber ekonomi baru bagi kemakmuran kehidupan manusia .2. Kebutuhan ManusiaKebutuhan yang dimiliki manusia terkadang bersifat komsumtif atau produktif. Kebutuhan yang ada tidak hanya memenuhi kebutuhan saat ini, melainkan kebutuhan di masa mendatang, baik kebutuhan yang bersifat primer, maupun sekunder.Dalam konsep ekonomi islam, kebutuhan yang ada tidak hanya tertumpu pada kebutuhan mtrerialistik, melainkan juga pemenuhan terhadap nilai-nilai ruhiyah. Selain itu kebutuhan yang diinginkan manusia harus sesuai dengan aturan syariah dan tidak boleh bertentangan, seperti minuman keras, narkoba, dan lain sebagainya.
3. Mekanisme ProduksiDr. Muhammad Rawwas Qalahji memberikan padanan kata “produksi” dalam bahasa Arab dengan kata al-intaj yang secara harfiyah dimaknai dengan ijadu sil’atin (mewujudkan atau mengadakan sesuatu) atau khidmatu mu’ayyanatin bi istikhdami muzayyajin min ‘anashir al-intaj dhamina itharu zamanin muhaddadin (pelayanan jasa yang jelas dengan menuntut adanya bantuan pengabungan unsur-unsur produksi yang terbingkai dalam waktu yang terbatas). Pandangan Rawwas di atas mewakili beberapa definisi yang ditawarkan oleh pemikir ekonomi lainnya.Dalam proses produksi suatu barang dan jasa, perusahaan mempunyai beberapa kombinasi faktor-faktor produksi untuk mendapatkan produk yang optimal. Aturan dalam sistem ekonomi islam adalah, komoditas dan jasa yang diproduksi haruslah merupakan kebutuhan yang esensial dan sangat dibutuhkan oleh masyarakat.Perusahaan dalam memproduksi barang tidak boleh hanya berdasarkan kekuatan modal ataupun faktor produksi yang dimiliki. Selain itu, investasi pemerintah merupakan faktor penting untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar individu dan masyarakat.
C. Sumber Daya Ekonomi (Economic Resources Recovery)Adanya relativitas kelangkaan barang bukan berarti sumber-sumber ekonomi yang
ada tidak mampu memenuhi kebutuhan manusia saat ini ataupun generasi berikutnya. Hal tersebut merupakan pemahaman yang berbeda. Sederhananya dapat dikatakan bahwa relativitas kelangkaan barang berbicara secara mikro, sedang kecukupan sumber-sumber ekonomi masuk dalam konteks ekonomi makro. Ketika kuantitas minyak bumi dunia jumlahnya terbatas, maka akan dapat kita temukan sumber-sumber kekuatan lainnya yang dapat kita gunakan sebagai pengganti. Luas lahan yang dapat digunakan untuk pengembangan sector pertanian mungkin sangat terbatas, tetapi dapat kita temukan cara-cara lain seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mungkin tidak akan terbatas. Karena perlu dicatat bahwa kesempatan untuk melakukan penelitian dan penemuan teknologi terbaru tidaklah terbatas.
Alloh Swt berfirman ; • •
“Allah-lah yang Telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, Kemudian dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezki untukmu; dan dia Telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu, berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan dia Telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai.Dan dia Telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan Telah menundukkan bagimu malam dan siang.Dan dia Telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (QS. Ibrahim : 32-34)Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa nikmat Alloh yang diturunkan kepada hamba-Nya sangat beragam dan tidak mungkin kita dapat menghitungnya secara pasti. Secara tidak langsung, kita akan menemukan sumber ekonomi dan rezeki baru ketika keutuhan itu muncul dalam kehiduan manusia.
KesimpulanIslam adalah satu-satunya agama yang mengemukakan prinsip-prinsip yang meliputi semua segi kehidupan manusia, tidak hanya membicarakan tentang nilainilai ekonomi. Islam telah menanamkan kerangka kerja yang luas berdasarkan kesempatan berekonomi yang sama dan adil bagi penganutnya untuk mengarahkan mereka ke arah kehidupan ekonomi yang seimbang.Kesulitan ekonomi merupakan sebuah kelaziman dalam kehidupan ekonomi, apa pun system ekonomi yang diaplikasikan. Perbedaan itu muncul ketika masing-masing system yang ada beruaha untuk megatasi persoalan dengan konsep dasar dan etika ekonomi yang ada pada system tersebut. Hal inilah yang menentukan perbedaan dalam mengambl langkah dan kebijakan demi meraih kemaslahatan dan ksejahteraan hidup.
Daftar Pusaka1. Al- Quran2. Drs. Muhammad, M.ag, Metodologi Penelitian Pemikiran Islam, Ekoisia, Yogyakarta, 20033. Heri Sudarsono SE, Konsep Ekonomi Islam, Ekonisia. Yogyakarta, 20002-20034. DR. Sai Sa’ad Marthon, Terjemahan Ekonomi Islam Di Tengah Krisis Ekonomi Global, Maktabah ar- Riyadh, 20075. M. Faruq an-Nababan, Sistem Ekonomi Islam, UII Pres, Yogyakarta, 2000-20026. Ir. H. Adiwarman A. Karim, S.E., MBA, MAEP, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer, Gema Insani, Jakarta, 2001 & 20077. Ali, Mohammad Daud, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998.8. Anto, Hendrie M. B., Pengantar Ekonomika Mikro Islami, Yogyakarta: Ekonisia FE UII, 2003.9. Ghazali, Aidit, Islamic Thinkers on Economics, Administration and Transactions, Kuala Lumpur: Quill Publishers, 1991.10. Karim, Adiwarman, Ekonomi Mikro Islami, Jakarta: IIIT, 2002.11. Mannan, M. A., Ekonomi Islam: Teori dan Praktek, terjemahan Potan Arif Harahap, Jakarta: Intermasa, 1992.12. Pindyck, Robert S., and Daniel Rubinfeld, Microeconomics, sixth edition, New Jersey: Prentice Hall, 2005.13. Shihab, M. Quraish, Secercah Cahaya Ilahi: Hidup Bersama Al-Qur’an, Bandung: Mizan, 2002.Diposkan oleh SyauQi Abdurrahman ShiddiQ di 07:12
1 komentar:
olysus mengatakan...
blog nue saha? nue anjen QI?
beuhhhhh
follow blog ana juga donkz
ieu bu tulisan arab html na di ilangin heula
biar kelihatan ayatnya qur'an nya
2 Februari 2011 18:51
Poskan Komentar
Posting Lama Beranda
Langgan: Poskan Komentar (Atom)
EKONOMI ISLAM DAN PROBLEMATIKA EKONOMI KONTEMPORERREP | 25 April 2011 | 09:08 79 4 Nihil
Pendahuluan
Latar Belakang Islam adalah cara hidup yang imbang dan koheren, dirancang untuk kebahagiaan manusia dengan cara menciptakan keharmonisan antara kebutuhan moral dan material manusia dan aktualisasi keadilan sosio-ekonomi serta persaudaraan antar umat manusia. Islam sebagai agama akhir jaman juga membawa penuntun lengkap bagi pemeluknya. Berbagai aspek kehidupan dalam kesehariannya termaktub dalam syari’ah[1] dan mu’amalah[2], mengikutinya merupakan perjalanan yang harus ditempuh untuk menjadi Muslim sejati. Dualisme antara kehidupan duniawi dan kehidupan akhirat yang menjadi pertanyaan beberapa agama bukan masalah lagi. Permasalah itu telah terjawab oleh hadits Nabi Muhammad SAW yang menyatakan, “Berusahalah untuk duniamu seakan engkau hidup untuk selamanya, tapi persiapkanlah akhiratmu seeakan engkau akan mati besok.
A. Ilmu Ekonomi Dan Keulitan Ekonomi
Ilmu Ekonomi merupakan bagian ilmu sosial yang berfungsi untuk meneliti, mempelajari, dan menganalisis pelbagai kesulitan yang muncul disaat manusia berkeinginan memenuhi kebutuhan hidup dengan sumber-sumber eknomi (resources) yang relatif terbatas. Dari definisi tersebut dapat dipahami, bahwa relatifitas kelangkaan dan keterbatasn sumber daya merupakan sebab munculya ekonomi. Dengan kata lain, kelangkaan tersebut merupakan langkah awal terciptanya kesulitan dalam ekonomi.Seandainya masyarakat sudah mampu memenuhi kebutuhan dan keinginannya secara muthlak, baik ketika terjadi perubahan waktu, tempat, dan bentuk, maka masyarakat tidak akan membutuhkan ilmu ekonomi secara muthak.[3]
Dalam waktu yang relative singkat, kadang inividu dan masyarakat tisak mampu memenuhi kebutuhan barang dan jasa (kuantitatif dan kualitatif) walaupun sudah tersedia raw material (bahan baku), pekerja, dan modal. Proses produksi barang dan jasa membutuhkan waktu yang cukup lama untuk pengaturan manjemen operasi, distribusi, maupun proses penentuan kuaitas produk. Relativitas kelangkaan barang merupakan factor pendorong bagi manusia untuk memakmurkan bumi, sekaligus merupakan wahana coaan dan ujian rasa keimanan.[4]
B. Relativitas Kelangkaan Barang (Scarcity)
Dalam keseharian , kehidupan ekonomi manusia senantiasa akan berhadapan dengan kesulitan-kesulitan yang dapat menghalangi manusia untuk memenuhi keinginan dan kebutuhannya. Dan pemenuhan kebutuhan tersebut sangat dipengaruhi oleh factor income usaha, dan waktu.
Mengakui adanya relativitas kelangkaan[5] bukan berarti menyatakan bahwa resources yang asa tidak mampu mencukupi kebutuhn indiviu msyarakat. Akan tetapi, resources tersebut terkadang dapat mencukupi terkadang tidak. Hal tersebut mungkin hanya terjadi pada waktu-waktu tertentu. Dengan adanya kelangkaan barang membuat hidup ebih bermakana dan berarti. Fenomena tersebut merupakan hikmah Ilahiah yang mendorong manusia untuk memakmurkan bumi dan menciptakan kesejahteraan bagi kehidupan manusia. Kondisi kelangkaan barang juga dapat dijadikan momen untuk menguji keimanan dan keabaran kita.
Allah Swt berfirman,
“Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS Al-Baqoroh ; 155)
Ujian dan cobaan yang diberikan alah sangt beragam. Tujuan pemberian cobaan tersebut untuk menguji kekuatan iman dan kesabaran seorang hamba Salah satu bentuk ujian alah adalah adanya rasa lapar dan kekurangan atas bahan makanan pokok. Sesungguhnya kehadiran manusia di mukabumi ini hanyalah sekedar merealisasikan kehendak tuhan (Masyiah Rabbaniyah).
Sayyid Quthub menjelaskan;
“Masyiah Robbaniyah adalah totalitas keinginan seorang hamba untuk pasrah dan menyerahkanseluruh jiwa dan raga terhadap keinginan dan ketentuan tuhan dalam segalaaspek kehidupan ; baik dalam proses pembuatan barang, peneitian dan analisis kehidupan social, proses untuk memberdayakan hasil bumi, dan wewenang untuk mengolah serta memakmurkan bumi yang telah dititipkan Allah kepada manusia.”[6]
Relativitas kelagkaan barang menurut seorang hamba untuk kreatif dalam menghasilkan barang dan jasa guna memenuhi kebutuhan hidup. Seorang manusia akan lebih terdorong untuk memakmurkan kehidupan masyarakat jika menemukan kesulitan dalam kehidupan ekonomi. Hal ini dapa diamai pada persoalan-persoalan berikut ini.[7]
1. Sumber Ekonomi (Economic Resources)
Seperti yang telah dijlaskan, kesulitan ekonomi muncul sebagai akibat dari perbedaan relatif anara sumber-sumber ekonomi yang ada dengan keinginan manusia untuk memenuhi keinginan dan kebuuhan hidupnya Adapun sumber-sumber ekonomi adalah sebagai berikut :[8]
a. Bekerja
Bekerja adalah manifestasi usaha seseorang untuk mencurahkan segala upaya, pikiran, dan tenaga untuk menghasilkan barang dan jasa. Kemampuan yang dimiiki oleh manusia sanga beragam, sehingga manusia tidak mampu menghadirkan dan menghasilkan barang dalam waktu yang relatif singkat. Akan etapi perlu ada yang namanya proses yang menurut persiapan yang cukup lama.
b Modal
Modal adalah semua elemen yang berfungsi unuk memudahkan proses produksi. Diantaranya adalah uang yang diinvesasikan untuk membeli peralatan produksi, bangunan, dan fasilias perusahan lainnya.
c Sumber Daya Alam (Natural Resources)
Segala sesuatu yang diciptakan tuhan merupakan sumber ekonomi yang dapat didaygunakan unuk menyejahterakan kehidupan manusia. Dengan adanya imu dan teknologi dari waku ke waktu dapat diemukan sumber ekonomi baru bagi kemakmuran kehidupan manusia[9]
.
2. Kebutuhan Manusia
Kebutuhan yang dimiliki manusia terkadang bersifat komsumtif atau produktif. Kebutuhan yang ada tidak hanya memenuhi kebutuhan saat ini, melainkan kebutuhan di masa mendatang, baik kebutuhan yang bersifat primer, maupun sekunder.
Dalam konsep ekonomi islam, kebutuhan yang ada tidak hanya tertumpu pada kebutuhan mtrerialistik, melainkan juga pemenuhan terhadap nilai-nilai ruhiyah. Selain itu kebutuhan yang diinginkan manusia harus sesuai dengan aturan syariah dan tidak boleh bertentangan, seperti minuman keras, narkoba, dan lain sebagainya.
3. Mekanisme Produksi
Dr. Muhammad Rawwas Qalahji memberikan padanan kata “produksi” dalam bahasa Arab dengan kata al-intaj yang secara harfiyah dimaknai dengan ijadu sil’atin (mewujudkan atau mengadakan sesuatu) atau khidmatu mu’ayyanatin bi istikhdami muzayyajin min ‘anashir al-intaj dhamina itharu zamanin muhaddadin (pelayanan jasa yang jelas dengan menuntut adanya bantuan pengabungan unsur-unsur produksi yang terbingkai dalam waktu yang terbatas).[10]Pandangan Rawwas di atas mewakili beberapa definisi yang ditawarkan oleh pemikir ekonomi lainnya.
Dalam proses produksi suatu barang dan jasa, perusahaan mempunyai beberapa kombinasi faktor-faktor produksi untuk mendapatkan produk yang optimal. Aturan dalam sistem ekonomi islam adalah, komoditas dan jasa yang diproduksi haruslah merupakan kebutuhan yang esensial dan sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
Perusahaan dalam memproduksi barang tidak boleh hanya berdasarkan kekuatan modal ataupun faktor produksi yang dimiliki. Selain itu, investasi pemerintah merupakan faktor penting untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar individu dan masyarakat.
C. Sumber Daya Ekonomi (Economic Resources Recovery)
Adanya relativitas kelangkaan barang bukan berarti sumber-sumber ekonomi yang ada tidak mampu memenuhi kebutuhan manusia saat ini ataupun generasi berikutnya. Hal tersebut merupakan pemahaman yang berbeda. Sederhananya dapat dikatakan bahwa relativitas kelangkaan barang berbicara secara mikro, sedang kecukupan sumber-sumber ekonomi masuk dalam konteks ekonomi makro.[11]
Ketika kuantitas minyak bumi dunia jumlahnya terbatas, maka akan dapat kita temukan sumber-sumber kekuatan lainnya yang dapat kita gunakan sebagai pengganti. Luas lahan yang dapat digunakan untuk pengembangan sector pertanian mungkin sangat terbatas, tetapi dapat kita temukan cara-cara lain seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mungkin tidak akan terbatas. Karena perlu dicatat bahwa kesempatan untuk melakukan penelitian dan penemuan teknologi terbaru tidaklah terbatas.[12]
Alloh Swt berfirman ;[13]
ª!$# “Ï%©!$# t,n=y{ ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚö‘F{$#ur tAt“Rr&ur šÆÏB Ïä!$yJ¡¡9$# [ä!$tBylt÷zr'sù ¾ÏmÎ/ z`ÏB
ÏNºtyJ¨V9$# $]%ø—Í‘ öNä3©9 ( t¤‚y™ur ãNä3s9 šù=àÿø9$#y“ÌôftGÏ9 ’Îû Ìóst7ø9$# ¾ÍnÌøBr‘Î/ ( t¤‚y™ur ãNä3s9 t»yg÷RF{$# ÇÌËÈ t¤‚y™ur ãNä3s9}§ôJ¤±9$# t
yJs)ø9$#ur Èû÷üt7ͬ!#yŠ ( t¤‚y™ur ãNä3s9 Ÿ@ø‹©9$#
u‘$pk¨]9$#ur ÇÌÌÈNä39s?#uäur `ÏiB Èe@à2 $tB çnqßJçGø9r‘y™ 4 bÎ)ur (#r‘‰ãès? |MyJ÷èÏR «!$# Ÿw!
$ydqÝÁøtéB 3 žcÎ) z`»|¡SM}$# ×Pqè=sàs9 Ö‘$¤ÿŸ2 ÇÌÍÈ
“Allah-lah yang Telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, Kemudian dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezki untukmu; dan dia Telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu, berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan dia Telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai.
Dan dia Telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan Telah menundukkan bagimu malam dan siang.
Dan dia Telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (QS. Ibrahim : 32-34)
Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa nikmat Alloh yang diturunkan kepada hamba-Nya sangat beragam dan tidak mungkin kita dapat menghitungnya secara pasti. Secara tidak langsung, kita akan menemukan sumber ekonomi dan rezeki baru ketika keutuhan itu muncul dalam kehiduan manusia.
Kesimpulan
Islam adalah satu-satunya agama yang mengemukakan prinsip-prinsip yang meliputi semua segi kehidupan manusia, tidak hanya membicarakan tentang nilainilai ekonomi. Islam telah menanamkan kerangka kerja yang luas berdasarkan kesempatan berekonomi yang sama dan adil bagi penganutnya untuk mengarahkan mereka ke arah kehidupan ekonomi yang seimbang.
Kesulitan ekonomi merupakan sebuah kelaziman dalam kehidupan ekonomi, apa pun system ekonomi yang diaplikasikan. Perbedaan itu muncul ketika masing-masing system yang ada beruaha untuk megatasi persoalan dengan konsep dasar dan etika ekonomi yang ada pada system tersebut. Hal inilah yang menentukan perbedaan dalam mengambl langkah dan kebijakan demi meraih kemaslahatan dan ksejahteraan hidup.
Daftar Pusaka
1. Al- Quran
2. Drs. Muhammad, M.ag, Metodologi Penelitian Pemikiran Islam, Ekoisia, Yogyakarta, 2003
3. Heri Sudarsono SE, Konsep Ekonomi Islam, Ekonisia. Yogyakarta, 20002-2003
4. DR. Sai Sa’ad Marthon, Terjemahan Ekonomi Islam Di Tengah Krisis Ekonomi Global, Maktabah ar- Riyadh, 2007
5. M. Faruq an-Nababan, Sistem Ekonomi Islam, UII Pres, Yogyakarta, 2000-2002
6. Ir. H. Adiwarman A. Karim, S.E., MBA, MAEP, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer, Gema Insani, Jakarta, 2001 & 2007
7. Ali, Mohammad Daud, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998.
8. Anto, Hendrie M. B., Pengantar Ekonomika Mikro Islami, Yogyakarta: Ekonisia FE UII, 2003.
9. Ghazali, Aidit, Islamic Thinkers on Economics, Administration and Transactions, Kuala Lumpur: Quill Publishers, 1991.
10. Karim, Adiwarman, Ekonomi Mikro Islami, Jakarta: IIIT, 2002.11. Mannan, M. A., Ekonomi Islam: Teori dan Praktek, terjemahan Potan Arif
Harahap, Jakarta: Intermasa, 1992.12. Pindyck, Robert S., and Daniel Rubinfeld, Microeconomics, sixth edition, New
Jersey: Prentice Hall, 2005.
Shihab, M. Quraish, Secercah Cahaya Ilahi: Hidup Bersama Al-Qur’an, Bandung: Mizan, 2002.
[1] Dapat diartikan sebagai jalan hidup, syari’ah adalah salah satu kerangka dasar agama Islam selain akidah (pegangan hidup) dan akhlak (sikap hidup). Lihat Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), p. 235.
[2] Mengandung makna pengaturan hubungan (antar manusia)
[3] DR. Sai Sa’ad Marthon, Terjemahan Ekonomi Islam Di Tengah Krisis Ekonomi Global, Maktabah ar- Riyadh, 2007,
hal 37
[4] M. Faruq an-Nababan, Sistem Ekonomi Islam, UII Pres, Yogyakarta, 2000-2002, hal 21
[5] Kelangkaan juga bisa disebabka karena adanya pasar monopoli yang menguasai harga pasar tersebut, dan dalam satu daerah itu hanya terdapat satu jenis pasar
[6] Sayyid Qutub, Fi Zhilal al – Quran, Beirut, Dar asy-Syuruq, 1399 jilid V
[7] Heri Sudarsono SE, Konsep Ekonomi Islam, Ekonisia. Yogyakarta, 20002-2003, hal 105
[8] Drs. Muhammad, M.ag, Metodologi Penelitian Pemikiran Islam, Ekoisia, Yogyakarta, 2003, hal 45
[9] Anto, Hendrie M. B., Pengantar Ekonomika Mikro Islami, Yogyakarta: Ekonisia FE UII, 2003. Hal 89
[10] Muhammad Rawwas Qalahji, Mabahis fi al-Iqtishad al-Islamiy min Ushulihi al-Fiqhiyyah, (Beirut: Dar an-Nafes, 2000), Cet. ke-4, h. 62.
[11] DR. Sai Sa’ad Marthon, Terjemahan Ekonomi Islam Di Tengah Krisis Ekonomi Global, Maktabah ar- Riyadh, 2007,
hal 170
[12] Anto, Hendrie M. B., Pengantar Ekonomika Mikro Islami, Yogyakarta: Ekonisia FE UII, 2003. Hal 76
[13] QS. Ibrahim : 32-34
Problematika Umat Kontemporer
Umat Islam… Antara Hambatan dan Kewajibansaat ini belum lepas melewatu perjalanan sejarahnya yg panjang yg penuh dg ujian; ujian yg dihadapinya pd fase yg mengerikan sepanjang sejarah manusia; mengikuti proyek penjajahan yg keji & kejam, & demi kemaslahatan para serigala-srigala jahat & antek-anteknya, terutama penjajah zionis Yahudi.
Al-Quran Menurut Hasan Al-Banna (11) Surat Paling Lengkap Mencakup Makna dan Tujuan Al-Qur’an Setara Dengan Sepertiga Al-Qur’anngga hari kiamat. Ikhwan yg mulia… Saya sampaikan salam penghormatan Islam, salam penghormatan dari Allah, yg baik & diberkahi: Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuh. 2 Bagus sekali bila seseorang berada di tengah-tengah kelompok pilihan & istimewa yg
Gaza Menangis;raj nabi saw sedang dinistakan… Bumi yg disucikan sedang dikotori. Bumi kota suci ketiga setelah Makkah & Madinah sedang diinjak-injak… Siapakah yg akan menolong… siapakah yg akan membela. siapakah yg akan mengembalikan kesuciannya… itulah negeri
Positiveness dan Akibat Melubangi Kapalaan indah kepada kita yg menggambarkan adanya tanazu’ (tarik menarik, kontradiksi) antara positiveness perseorangan & positiveness jamaah. Beliau juga menyuguhkan ‘ilaj nabawi yg mujarab yg meleburkan egoisme perseorangan ke dalam kemanfaatan organisasional, yg bertolak dari munthalaq ta
Sikap Salafus Shalih dalam Mengelola Perbedaan Pendapat, Keragaman dan Madzhab-madzhab (Bag II)�ك ; �ك&تاب علي �ه* ال م*ح�كمات آيات. م&ن Problematika Umat Kontemporer
Fatah Sebar Citra Jelek Terhadap Hamas Tafsir Surah Al-Fath (Bagian-III): Langkah-Langkah Strategis Harakah-
Islamiyyah Pada Masa Nabi SAW Menjelang Mihwar-Daulah Hak Angket Menyatakan Bahwa Pemerintah dan Menteri Luar Negeri
Berusaha Mengabaikan Qodhiyah Palestina Menjaga Keamanan Mesir itu Cita-cita Utama HAMAS Risalah Wirid Al-Qur’an Introspeksi Dirimu Dan Hargailah Mereka!, Syaikh Dr. Ibrahim bin ‘Amir ar
Ruhaili -hafizhahullah- Keamanan Mesir Hancurkan 6 Terowongan di Perbatasan Gaza – Mesir Kriteria Bidah, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Macam-Macam Puasa: Puasa Sunnah Dan Pengaruhnya Dalam Taqarrub
Seorang Hamba Kepada Rabb-Nya, Dr. Abdullah bin Muhammad bin Ahmad Ath-Thayyar
I. Pendahuluan
Proses globalisasi sejak tahun 90-an sampai sekarang maupun mendatang
diperkirakan semakin bertambah cepat sehingga oleh John Naisbitt disebut sebagai
era baru globalisasi. Benar juga apa yang dikemukakan oleh Colin Rose bahwa dunia
sedang berubah dengan kecepatan langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Kehidupan masyarakat termasuk kehidupan hukum dan ekonominya menjadi semakin
kompleks.[2]
Persoalan-persoalan hukum dalam berbagai aspeknya yang dulunya tidak pernah
terbayangkan muncul, pada era globalisasi muncul dan berkembang dengan cepat.
Persoalan-persoalan dalam bidang hukum Islam yang belakangan muncul misalnya
cloning, bayi tabung, dan lain-lain. Persoalan-persoalan dalam bidang ekonomi
misalnya zakat profesi, asuransi, pasar modal, bursa efek, dan lain-lain. Padahal
wahyu yang turun pada Rasulullah telah berhenti, Al-Qur’an telah tamat, tidak ada
yang ditambah lagi. Hadis tidak akan ada yang muncul baru lagi karena Rasul telah
lama wafat. Sementara tidak semua kasus kehidupan yang perlu didudukkan
hukumnya terekam oleh ayat-ayat al-Qur’an dan hadis Rasulullah.
Globalisasi dengan berbagai aspeknya menuntut hukum Islam untuk mampu
menjawab berbagai persoalan hukum dengan berbagai aspeknya yang timbul darinya.
Hubungan antara teori hukum dan perubahan masyarakat di era globalisasi
merupakan suatu persoalan esensial dalam filsafat hukum. Hukum Islam dinyatakan
sebagai hukum yang salilhun likulli zaman wa likulli makan(cocok untuk setiap
zaman dan tempat). Tesis ini harus dibuktikan dan didukung oleh perangkat hukum
Islam yang menunjukkan kearah klaim tersebut. Hal ini mengingat, para orientalis
memandang bahwa hukum Islam memiliki karakter ruang lingkup yang terbatas
(tahdid), tetap (sabat), pasti (qath’i), dan abadi (dawam). Oleh karena itu, hukum
Islam tidak dinamis dan tidak mampu mengikuti perkembangan zaman dan
beradaptasi dengannya.
Bahkan Snouck Hurgronje berpendapat bahwa fiqh Islam hanya mencerminkan teori
kewajiban. Artinya lebih mencerminkan teori etika ketimbang teori hukum dalam
pengertian terminologinya. Mereka menyimpulkan bahwa hukum Islam, sesuai
dengan karakteristiknya, merupakan hukum agama yang kaku (jamid) yang tidak
menerima perubahan dan adaptasi dengan dinamika dan problematika perubahan
zaman kontemporer.[3]
Tulisan ini menguraikan bagaimana hukum Islam menjawab klaim kaum orientalis
tersebut dengan konsep ijtihad yang salah satu metodenya maslahah mursalah,
khususnya menurut perspektif al-Ghazali.
II. Al-Ghazali dan Karier Intelektualnya
Nama lengkap al-Ghazali adalah Hujjah al-Islam al-Imam al-Jalil Zain ad-Din Abu
Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad al-Ghazali at-Tusi
asy-Syafi’i. Beliau lahir di Tabaran, salah satu wilayah Tus, pada tahun 450 H. Tus
adalah kota terbesar kedua di Khurasan setelah Naisabur. Kepada nama kota
kelahirannya inilah kemudian nama al-Ghazali secara popular dinisahkan. Beliau
wafat pada 505 H di kota kelahirannya.[4]
Al-Ghazali hidup dan dibesarkan di lingkungan keluarga yang sederhana, tetapi
sangat taat beragama. Muhammad, ayah al-Ghazali, dikenal sebagai orang yang saleh.
Ia adalah pecinta dan dekat kepada para ulama’ terutama fuqaha’. Ia rajin keliling
untuk menimba ilmu kepada fuqaha’ pada zamannya. Dengan tulus dan segala
kesenangan hati ia berusaha berkhidmah sebagai pelayan kepada para ulama’.
Hidupnya bersahaja namun hal itu tidak menghalangi dirinya untuk dapat berbuat
baik dan memberikan sesuatu kepada para ulama’ tersebut.
Ayah al-Ghazali sangat berharap memiliki anak yang ahli fiqh dan da’i. Di tengah-
tengah pengajian yang diikutinya ia sering menangis berdoa kepada Allah agar
dikarunia seorang anak laki-laki yang ahli fiqh, dan juga berdoa agar dikaruniai putra
yang ahli bicara sebagai da’i. Doa ayahanda al-Ghazali itu dikabulkan Allah. Putra
yang satunya menjadi faqih yang mumpuni yaitu Abu Hamid Muhammad bin
Muhammad al-Ghazali, dan putra yang satu lagi menjadi da’i (wa’iz) yaitu Abu Futuh
Majd al Din Ahmad bin Muhammad.[5]
Banyak cabang ilmu keagamaan yang dipelajari al-Ghazali, sehingga ia menguasai
berbagai cabang ilmu keagamaan. Ia dikenal sebagai ulama yang handal di
bidangusul al-din (ilmu kalam) usul al-fiqh, fiqh, jidal, khilaf, mantiq (logika),
hikmah, filsafat dan tasawuf.[6] Beliau juga sangat produktif. Banyak karya ilmiah
yang ditinggalkannya dalam berbagai cabang ilmu keagamaan, mulai dari fiqh, usul
al-fiqh, usul al-din, mantiq, jidal, khilaf, filsafat hingga tasawuf.[7]
Banyaknya cabang keilmuan yang dikuasai oleh al-Ghazali bukan saja nampak dari
sedemikian banyak peninggalan karya al-Ghazali dari berbagai cabang ilmu, tetapi
juga dapat dilihat dari gelar keilmuan yang melekat pada dirinya yang bukan saja
diakui oleh dunia Timur, tetapi juga oleh Barat. Sebagaimana diketahui al-Ghazali
dikenal sebagai filosof (tokoh filsafat) Islam, sufi (tokoh tasauf), faqih (pakar hukum
Islam), dan usuli (tokoh usul al-fiqh). Di bidang ilmu kalam, al-Ghazali merupakan
tokoh mutakallimin Asy’ariyah. Sementara di bidang hukum Islam (fiqh dan usul al-
fiqh), beliau merupakan tokoh Syafi’iyah.[8]
Sebagai seorang usuli (pakar usul al-fiqh), al-Ghazali meninggalkan beberapa karya
ilmiah khususnya di bidang usul al-fiqh yakni:
A. Al-Mankhul min Ta’liqat al-Usul ( االصول تعليقات من .(المنخول Ini
merupakan karya pertama al-Ghazali dalam bidang usul al-fiqh. Kitab ini telah
ditahqiq (diedit) oleh Dr. Muhammad Hasan Haitu dan diterbitkan oleh Dar al-
Fikr di Beirut.
B. Syifa’ al-Ghalil fi Bayan asy-Syabah wa al-Mukhil wa Masalik al-
Ta’lil. ( التعليل ومسالك والمخيل الشبه بيان في الغليل Kitab .(شفاء
ini ditahqiq oleh Dr. Hamid al Kabisi untuk meraih gelar doktor di bidang Usul
al-fiqh dari Fakultas Syari’ah Universitas Al Azhar.
C. Kitab fi Mas’alati Taswib al-Mujtahidin ( تصويب مسئلة في Kitab .(كتاب
ini dikarang al-Ghazali ketika berada di Damsyiq, sebagai jawaban atas
permintaan salah seorang penduduk Damsyiq. Dalam catatan para ahli, kitab
ini belum ditemukan.
D. Asas al Qiyas ( القياس Kitab ini berbicara secara khusus tentang .(اساس
qiyas. Kitab ini telah ditahqiq oleh Dr. Fahd bin Muhammad as-Sarhan dan telah
diterbitkan oleh Maktabah al-Ubaikan di Riyad.
E. Haqiqah al-Qaulain ( القولين ,(حقيقة membahas tentang adanya dua
pendapat dari Imam Syafi’i tentang suatu masalah.
F. Tahzib al-Usul ( االصول -Kitab ini disebutkan al-Ghazali dalam al .(تهذيب
Mustasfa. Manuskrip kitab ini belum ditemukan. Dari ungkapan al-Ghazali, kitab
ini lebih besar dari al Mustasfa.
G. Al-Mustasfa min ‘Ilm al-Usul ( االصول علم من Inilah kitab .(المستصفى
usul al-fiqh yang menempatkan al-Ghazali sebagai tokoh usuliyyin Syafi’iyah
yang menambah ketenaran al-Ghazali. Kitab ini dikarang setelah al-Ghazali
pulang dari Damsyiq dan kembali lagi mengajar di Naisabur.[9]
Nampaknya perhatian para ulama terhadap al-Mustasfa cukup besar. Hal ini antara
lain ditandai dengan adanya upaya para ulama untuk mensyarahkan (memberi
komentar) kitab tersebut, di samping adapula yang meringkasnya dalam suatu buku
dan memberikan catatan penting. Di antara ulama yang memberikan komentar
(mensyarah) al-Mustasfa yaitu:
1. Abu Ali Husain bin ‘Abd al-Aziz al-Fihri al-Balansi (w. 679 H.)
2. Ahmad bin Muhammad bin Abdurrahman bin Mas’ud al-’Amiri al-Garnati
(w. 699 H.)
3. Zain al-Din Suraija bin Muhammad al-Malti dengan nama Mustaqsa al-Wusul
ila Mustasfa al-Usul ( االصول مستصفى الى الوصول (مستقصى
Sedangkan di antara ulama yang meringkas al-Mustasfa dalam suatu karya ilmiah
kemudian memberikan catatan-catatan antara lain:
1. Muhammad bin Ahmad bin Abi al-Walid bin Rusyd
2. Fakhr ad-Din ar-Razi Muhammad bin Umar bin al-Husain bin al-Hasan bin Ali
at-Taimi al-Bakri dalam kitabnya al-Mahsul (المحصول)
3. Saifuddin Ali bin Abi Ali bin Muhammad dalam kitabnya al-Ihkam fi usul al-
Ahkam ( االحكام اصول فى [ 10 ](االحكام
Di kalangan pesantren-pesantren di Indonesia, kitab al-Mustasfa merupakan kitab
Usul al-fiqh yang sangat mendapat banyak sambutan. Hampir semua pesantren salaf
di Indonesia mengajarkan kitab al-Mustasfa pada para santrinya. Kitab tersebut
dianggap sebagai kitab mu’tabarah dalam bidang usul al-fiqh.
Beberapa karya al-Ghazali dalam bidang ilmu usul al-fiqh tersebut di atas
membuktikan pada kita bahwa al-Ghazali, sebagaimana kehebatannya dalam ilmu-
ilmu yang lain, diakui pula kehebatannya dalam ilmu usul al-fiqh. Bahkan oleh para
ulama, al-Ghazali dipandang sebagai tokoh usuliyyin mazhab Syafi’i. Dalam mazhab
Syafi’i ada tiga serangkai buku induk usul al-fiqh yaitu:1. Al-Mu’tamad (المعتمد), karya Abu Husain Muhammad bin Ali al-Basri2. Al-Burhan (البرهان), karya Abu al-Ma’ali Abd al-Malik bin Abdullah al-Juwaini
Asy-Syafi’i, yang dikenal Imam al-Haramain, salah seorang guru al-Ghazali.[11]3. Al-Mustasfa (المستصفى), karya Muhammad bin Muhammad bin Muhammad
al-Ghazali.
Pemikiran-pemikiran al-Ghazali yang sangat menonjol dalam bidang usul al-fiqh
antara lain tentang maqasid asy-syari’ah, ijma’, taswibah dan takhthi’ah,
danmaslahah mursalah. Tulisan ini memfokuskan pada pembahasan maslahah
mursalah dalam perspektif pemikiran al-Ghazali dalam al-Mustasfa sebagai bagian
dari metode ijtihad yang menjadikan hukum Islam mampu mengantisipasi
problematika kontemporer yang muncul di era globalisasi.
III. Maslahat dan Hukum Islam
Tujuan utama penetapan hukum Islam adalah untuk mewujudkan kemaslahatan umat
manusia, baik di dunia maupun di akhirat.Hal ini sejalan dengan misi Islam secara
keseluruhan yang rahmatan lil’alamin.Bahkan asy-Syatibi dalam al
Muqafaqat[12] menegaskan:
باطالق الخلق لمصالح وضعت انما الشريعة ان ومعلوم
Artinya: “Telah diketahui bahwa hukum Islam itu disyariatkan/diundangkan untuk
mewujudkan kemaslahatan makhluk secara mutlak”.
Dalam ungkapan yang lain Yusuf Qardawi[13] menyatakan:
اينما كانت المصلحة فثم حكم الله
Artinya: “Di mana ada maslahat, disanalah hukum Allah”.
Dua ungkapan tersebut menggambarkan secara jelas bagaimana eratnya hubungan
antara hukum Islam dengan kemaslahatan. Mengenai pemaknaan terhadap maslahat,
para ulama mengungkapkannya dengan definisi yang berbeda-beda. Menurut al-
Khawarizmi, maslahat merupakan pemeliharaan terhadap tujuan hukum Islam dengan
menolak bencana/kerusakan/hal-hal yang merugikan dari makhluk (manusia).
[14] Sementara menurut at-Tufi, maslahat secara urfmerupakan sebab yang membawa
kepada kemaslahatan (manfaat), sedangkan dalam hukum Islam, maslahat merupakan
sebab yang membawa akibat bagi tercapainya tujuan Syari’ (Allah), baik dalam
bentuk ibadat maupun mu’amalat.[15] Sedangkan menurut al-Ghazali, maslahat
makna aslanya merupakan menarik manfaat atau menolak madarat. Akan tetapi yang
dimaksud maslahat dalam hukum Islam adalah setiap hal yang dimaksudkan untuk
memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Setiap hukum yang mengandung
tujuan memelihara kelima hal tersebut disebut maslahat.[16]
Bahwa setiap penetapan hukum Islam itu pasti dimaksudkan untuk mewujudkan
kemaslahatan bagi umat manusia sebenarnya secara mudah dapat ditangkap dan
dipahami oleh setiap insan yang masih orisinal fitrah dan rasionya. Sebab hal itu
bukan saja dapat dinalar tetapi juga dapat dirasakan. Fitrah manusia selalu ingin
meraih kemaslahatan dan kemaslahatan yang ingin dicari itu terdapat pada setiap
penetapan hukum Islam. Itulah sebabnya Islam disebut oleh al-Qur’an sebagai agama
fitrah, yakni agama yang ajarannya sejalan dengan fitrah manusia dan kebenarannya
pun dapat dideteksi oleh fitrah manusia.
Oleh karenanya, al-Ghazali menyatakan bahwa setiap maslahah yang bertentangan
dengan al-Qur’an, sunnah, atau ijma’ adalah batal dan harus dibuang jauh-jauh.
Setiap kemaslahatan yang sejalan dengan tindakan syara’ harus diterima untuk
dijadikan pertimbangan dalam penetapan hukum Islam.[17]Dengan pernyataan ini, al-
Ghazali ingin menegaskan bahwa tak satu pun hukum Islam yang kontra dengan
kemaslahatan, atau dengan kata lain tak akan ditemukan hukum Islam yang
menyengsarakan dan membuat madarat umat manusia.
Kemaslahatan yang ingin diwujudkan hukum Islam bersifat universal, kemaslahatan
sejati, bersifat duniawi dan ukhrawi, lahir dan batin, material dan spiritual, maslahat
individu dan maslahat umum, maslahat hari ini dan esok. Semua terlindungi dan
terlayani dengan baik, tanpa membedakan jenis dan golongan, status sosial, daerah
dan asal keturunan, orang lemah atau kuat, penguasa atau rakyat jelata.[18] Dengan
demikian, peranan maslahat dalam hukum Islam sangat dominan dan menentukan,
karena tujuan pokok hukum Islam adalah untuk mewujudkan kemaslahatan
sebagaimana yang telah disebutkan.
Hukum Islam memiliki dua kategori, yaitu: pertama, kategori hukum Islam yang
berakar pada nash qath’i yang disebut syari’ah. Kategori hukum Islam ini bersifat
universal, berlaku sepanjang zaman, dan menjadi pemersatu arus utama aktivitas
umat Islam se-dunia. Kategori hukum Islam ini dijamin pasti mengandung dan
membawa maslahat sepanjang zaman, penerapan dan aplikasinya tidak dapat ditawar-
tawar, dalam arti dalam kondisi dan situasi apapun mesti diterapkan seperti itu, tanpa
ditambah dan dikurangi. Justeru kondisi dan situasilah yang harus tunduk
kepadanya. Kedua, kategori hukum Islam yang berakar pada nashdhanni yang
merupakan wilayah ijtihadi dan memberikan kemungkinan epistemilogis hukum
bahwa setiap wilayah yang dihuni umat Islam dapat menerapkan hukum Islam secara
berbeda-beda karena faktor sejarah, sosiologis, situasi dan kondisi yang berbeda yang
melingkupi para mujtahid. Inilah yang disebut fiqh. Fiqh dalam penarapan dan
aplikasinya justru harus mengikuti kondisi dan situasi sesuai dengan tuntutan
kemaslahatan dan kemajuan zaman. Hal ini dimaksudkan agar prinsip maslahat tetap
terpenuhi dan terjamin. Sebab fiqh adalah produk zamannya. Fiqh yang pada saat
dijtihadkan oleh mujtahid dipandang tepat dan relevan, mungkin kini dipandang
menjadi kurang atau bahkan tidak relevan lagi.[19] Dalam suatu
kaidah[20] diungkapkan:
والعوائد والنيات واالحوال واالمكنة االزمنة تغير بحسب واختالفها الفتوى تغير
Artinya: “Fatwa hukum Islam dapat berubah sebab berubahnya masa, tempat, situasi,
dorongan, dan motivasi”.
Betapa besar kedudukan kaidah hukum Islam tersebtu dalam kaitannya dengan upaya
menjaga eksistensi dan relevansi hukum Islam, Ibn al-Qayyim menegaskan bahwa hal
itu merupakan sesuatu yang amat besar manfaatnya. Tanpa mengetahui kaidah
tersebut, akan terjadi kekeliuran besar dalam pandangan atau penilaian terhadap
hukum Islam dan akan menimbulkan kesulitan dan kesempitan yang tidak
dikehendaki oleh hukum Islam itu sendiri. Sebab prinsip hukum Islam adalah untuk
mewujudkan kemaslahatan di dunia dan di akhirat.[21]
Jadi ada hukum Islam yang tetap tidak berubah karena perubahan zaman, ruang, dan
waktu. Adapula hukum Islam yang bisa berubah karena perubahan ruang dan waktu,
kondisi, dan situasi. Hukum Islam kategori pertama tidak mengalami perubahan
sebab maslahat yang ada padanya bersifat up to date, tak lekang oleh perubahan
apapun di sekitarnya, karena ia datang langsung dari Allah swt. Sementara maslahat
yang ada pada hukum Islam kategori kedua bersifat nisbi, relatif, dan tidak up to date.
IV. Pandangan Al-Ghazali Tentang Maslahah Mursalah
Maslahah mursalah merupakan salah satu metode istimbat hukum Islam yang lebih
banyak menekankan aspek maslahat dalam pengambilan keputusan hukumnya.
Sementara, sebagaimana disebutkan dalam uraian di atas, peranan maslahat dalam
hukum Islam sangat dominan dan menentukan. Oleh karenanya, berbicara tentang
maslahah mursalah, maka akan selalu berkaitan dengan maslahat yang menjadi tujuan
pokok hukum Islam.
Menurut al-Ghazali, maslahah mursalah[22] adalah:
معين والباالعتبارنص بالبطالن الشرع من له يشهد لم ما
Artinya: “Maslahat yang tidak ditunjukkan oleh dalil tertentu dari syara’, yang
membatalkan atau membenarkan”.
Selanjutnya Al-Ghazali membagi maslahat menjadi tiga,[23] yaitu:
1. Maslahat yang dibenarkan/ditunjukkan oleh nas/dalil tertentu. Inilah yang
dikenal dengna maslahat mu’tabarah. Maslahat semacam ini dapat dibenarkan
untuk menjadi pertimbanagn penetapan hukum Islam dan termasuk ke dalam
kajian qiyas. Dalam hal ini, para pakar hukum Islam telah konsesnsus.
2. Maslahat yang dibatalkan/digugurkan oleh nas/dalil tertentu. Inilah yang
dikenal dengan maslahat mulgah. Maslahat semacam ini tidak dapat dijadikan
pertimbangan dalam penetapa hukum Islam. Dalam hal ini para pakar hukum
Islam juga telah consensus.
3. Maslahat yang tidak ditemukan adanya dallil khusus/tertentu yang
membenarkan atau menolak/ menggugurkannya. Maslahat inilah yang dikenal
dengan maslahah mursalah. Para pakar hukum Islam berbeda pendapat apakah
maslahah mursalah itu dapat dijaidikan pertimbangan dalam penetapan hukum
Islam ataukah tidak.
Dengan pembagian semacam itu, sekaligus dapat diketahui tentang salah satu
persyaratan maslahah mursalah, yaitu tidak adanya dalil tertentu/khusus yang
membatalkan atau membenarkannya. Lewat pembagian itu pula al-Ghazali ingin
membedakan anatar maslaaha mursalah dengan qiyas di satu sisi, dan antara
maslahah mursalah dengan maslahah mulgah.
Dari sisi kekuatan hukumnya, al-Ghazali membagi maslahah menjadi tiga
tingkatan,pertama, tingkat darurat (kebutuhan primer), merupakan tingkatan paling
tinggi/kuat. Misalnya, keputusan syara’ untuk membunuh orang kafir yang
menyesatkan dan memberi hukuman kepada pembuat bid’ah yang mengajak orang
lain untuk mengikuti bid’ahnya, sebab hal itu (kalau dibiarkan) akan melenyapkan
agama umat.[24] Kedua, tingkatan hajat (kebutuhan sekunder). Misalnya, pemberian
kekuasaan wali pada mengawinkan anaknya yang masih kecil, dalam rangka
mendapat kemaslahatan yang berupa kafa’ah (kesetaraan).
[25] Ketiga,tahsinat dan tazyinat (pelengkap-penyempurna), yang sifatnya untuk
mendapatkan beberapa nilai tambah. Tingkatan yang terakhir, berada di bawahhajat.
[26]
Al-Ghazali memandang bahwa maslahat hajiyat dan tahsiniyat tidak dapat
dijadikan hujjah (dalil) dalam menetapkan hukum Islam, kecuali hajiyat yang
menempati level daruriyat.[27] Bahkan al-Ghazali menyebutkan secara gamblang
syarat-syarat maslahah mursalah bisa dijadikan hujjah (dalil) dalam penetapan
hukum, yaitu:1. Maslahat itu sejalan dengan jenis tindakan-tindakan syara’/penetepan hukum
Islam (yang dimaksudkan nuntuk memlihara agama, akal, jiwa, harta, dan keturunan/kehormatan). Inilah persyaratan inti bagi diterimanya maslahah mursalah. Maslahah mulgah (yang bertentangan dengan nas atau ijma’) harus ditolak. Demikian pula maslahah gharibah (yang sama sekali tidak ada dalilnya, baik yang membenarkan maupun yang membatalkan). Bahkan al-Ghazali menyatakan maslahat semacam itu hakikatnya tidak ada.[28]
2. Maslahat itu harus berupa maslahat daruriyat atau hajiyah yang menempati kedudukan daruriyah. Maslahat tahsiniah tidak dapat dijadikan hujjah/pertimbangan penetapan hukum Islam, kecuali ada dalil khusus yang menunjukkannya, yang berarti penetapan hukumnya itu lewat qiyas, bukan atas nama maslahah mursalah.[29]
V. Maslahah Mursalah sebagai Salah Satu Strategi Hukum Islam Menjawab
Problematika Kontemporer
Maslahah mursalah merupakan salah satu metode ijtihad yang menjadikan hukum
Islam dapat lebih dinamis dan bersifat kontekstual, serta tidak ketinggalan zaman,
karena perkara-perkara yang baru dan belum ada ketentuan hukumnya dalam al-
Qur’an dan as-Sunnah dapat ditentukan hukumnya dengan jalan ijtihad yang salah
satunya menggunakan metode maslahah mursalah. Masalah-masalah lama yang
ditentukan hukumnya dengan jalan ijtihad tetapi tidak relevan/berlaku lagi secara
efektif dalam masyarakat, karena perkembangan zaman sudah berlainan, maka
terhadap masalah-masalah lama tersebut dapat ditentukan atau diubah ketentuan
hukumnya sesuai dengan zamannya dengan dasar pertimbangan yang lebih manfaat
dan maslahat sepanjang dibenarkan syara’.
Di antara contoh-contoh penerapan maslahah mursalah dalam problematika
kontemporer yang belum ditunjukkan hukumnya oleh nas al-Qur’an dan as-Sunah
sebagai berikut. Pertama, umat Islam sudah lama mengenal lembaga wakaf. Dalam
prakteknya wakaf pada sebagian besar umat Islam baru terbatas pada perwakafan
benda tak bergerak, seperti tanah yang diperguanakan untuk bangunan masjid, tempat
pendidikan, rumah sakit, dan lain-lain atau hasil tanah itu untuk pemeliharaan
bangunan-bangunan tersebut.
Mereka mempunyai pendirian yang kuat bahwa benda wakaf itu haruslah benda yang
tidak habis pakai, yang kekal abadi (tidak hancur). Mereka berpendirian seperti itu
karena sebagian besar umat Islam Indonesia berpegang pada mazhab Syafi’i,
walaupun Ulama’ Syafi’iyah pada dasarnya memperbolehkan wakaf berupa benda
bergerak dan tidak bergerak asal tidak cepat habis (hancur) jika digunakan.[30]
Pada saat ini, obyek wakaf, baik itu berupa wakaf benda tetap atau benda tak tetap,
sudah saatnya untuk lebih diberdayakan agar lebih produktif, misalnya wakaf yang
berupa tanah atau rumah diberdayakan untuk disewakan, wakaf hewan untuk
diternakkan, dan wakaf uang untuk modal investasi, sehingga diharapkan kelaknya
dapat menciptakan kemaslahatan umat yang lebih luas jika disertai pengelolaan
nadhir yang profesional. Hasilnya untuk dana pembangunan seperti untuk
pembangunan jalan-jalan, selokan, tempat ibadah, memajukan dunia pendidikan, dan
untuk memperbaiki kesejahteraan hidup masyaakat.
Dalam kaitan ini, bahkan M. Anwar Ibrahim lebih menekankan pemberdayaan wakaf
dengan uang, karena manfaatnya lebih besar dari pada wakaf tradisional yang berupa
benda tak bergerak atau benda bergerak. Di samping itu, wakaf dengan uang lebih
banyak dapat dilakukan. Jika wakaf uang dapat dikelola secara profesional oleh
nadhir sebagai lembaga pengelola wakaf, maka akan menjadi modal usaha yang
besar.[31]
Selanjutnya Anwar Ibrahim menjelaskan bahwa MUI Pusat telah mengesahkan wakaf
uang berdasarkan keputusan Komisi Fatwa MUI Pusat tanggal 11 Mei 2003. dalam
fatwanya dikemukakan bahwa wakaf uang adalah wakaf yang dilakukan seseorang,
kelompok orang, lembaga atau badan hukum, dalam bentuk uang tunai, termasuk
dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga. Hukum wakaf dengan uang itu
dibolehkan (jaiz) asalkan nilai pokok wakaf uang itu tidak boleh dijual, dihibahkan
atau diwariskan dan penggunaannya harus untuk hal-hal yang dibolehkan oleh syara’.
Fatwa MUI Pusat lewat komisi fatwanya tentang kebolehan wakaf dengan uang tunai
itu sesuai dengan pendapat Imam az-Zuhri (w. 124 H.) yang membolehkan wakaf
dalam bentuk uang yang waktu itu uang berupa dinar dan dirham.[32]
Sudah dapat dipastikan bahwa pemberdayaan wakaf pada yang lebih produktif akan
termuat dalam RUU Wakaf yang telah diajukan pemerintah, dalam hal ini DEPAG RI
ke DPR RI, akhir Januari 2003. RUU Wakaf ini terdiri 11 bab dan 32 pasal. Pad abab
VI bersisi tentang pengembangan dan pemberdayaan wakaf, sedangkan pada Bab VII
berisi tentang perubahan, penyelesaian perselisihan, dan pengawasan perwakafan.
Contoh kedua, dalam kitab-kitab fiqh, tentang pencatatan perkawinan tidak termasuk
syarat sahnya perkawinan. Kemungkinan besar, para ulama’ pada saat itu belum
menganggap pencatatan perkawinan itu penting dan bermanfaat. Di sisi lain,
pencatatan perkawinan tidak dilarang dalam Islam, bahkan mendatangkan maslahat
yang banyak seperti untuk ketertiban, kepastian hukum, dan mencegah terjadinya
perkawinan monogami atau poligami yang liar. Oleh karena dengan pertimbangan
maslahah mengharuskan adanya pencatatan perkawinan seperti tersebut dalam UU
No. 1 tahun 1974, Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 5 ayat (1) KHI. Dalam Pasal 5 ayat (1)
KHI jelas-jelas disebutkan “Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat
Islam setiap perkawinan harus dicatat”.
VI. Penutup
Dari uraian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Maslahah mursalah menurut al-Ghazali dapat dijadikan dalil dalam
penetapan hukum apabila memenuhi persyaratan-persyaratan:
a. maslahat itu sejalan dengan tindakan syara’;
b. tidak berlawanan dengan al-Qur’an, as-Sunnah, dan Ijma’;
c. menempati level daruriyat atau hajiyat yang setingkat dengan
level daruriyat.
2. Maslahah mursalah bukanlah dalil yang berdiri sendiri yang terlepas dari al-
Qur’an, as-Sunnah, dan Ijma’, akan tetapi maslahah mursalah merupakan salah
satu metode istimbat hukum Islam. Dengan kata lain, ia bukan sumber hukum
Islam akan tetapi metode menggali hukum Islam.
3. Dengan menerapkan maslahah mursalah sebagai dalil dalam penetapan
hukum Islam, maka akan banyak problematika kontemporer yang dihadapi umat
Islam yang status hukumnya belum ditunjukkan oleh nas al-Qur’an dan as-
Sunnah, dapat diketahui dan ditetapkan hukumnya. Dengan begitu maka hukum
Islam akan tetap eksis dan selalu up to date, sesuai dengan tuntutan kemajuan
zaman pada era globalisasi.
بالصواب اعلم والله
[1] Penulis adalah dosen tetap Fakultas Ilmu Agama Islam UII
[2] Collin Rose dan Malcolm J. Nicholl, Accelerated Learning for the 21 st Century, (New York:
Delacorte Press, 1997), hlm. 1
[3] Sebagaimana dikutip Asmuni dalam tulisannya “Penalaran Induktif dan Perumusan al- Maqosid Syatibi
Menuju Ijtihad yang Dinamis”, dalam Jurnal UNISIA, No. 48/XXVI/II/2003. Yogyakarta: Universitas
Islam Indonesia, hlm. 172-173
[4] Ibnu Khalikan, Wafayat al-A’yan, (Beirut: Matba’ah al-Gharib, tt.), juz IV, hlm. 216-218
[5] Ibid., juz I, hlm. 98-100
[6] Ibn al-Subki, Tabaqat al-Syafi’iyah al-Kubra, (Cairo: Matba’ah ‘Isa al-Babi al-Halabi, t.t), jld. VI, hlm.
200-220
[7] Untuk mengetahui nama-nama kitab karya al-Ghazali dari berbagai bidang ilmu tersebut, lihat Ahmad
Munif Suratmaputra, Filsafat Hukum Islam al-Ghazali, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002), hlm. 97-99
[8] Ibn al-Subki, op. cit., hlm. 197-209
[9] Ahmad Munif Suratmaputra, op. cit., hlm. 99-100
[10] Ibid., hlm. 101-102
[11] Lihat Abu al-Ma’ali Abd al-Malik bin Abdullah al-Juwaini Asy-Syafi’i, al-Burhan, (Kairo; Darul
Ansar, 1400 H).
[12] Asy-Syatibi, al-Muwafaqat fi Usul al-Ahkam, (Beirut: Dar al-Fikr, tt.), juz II, hlm. 19
[13] Yusuf Qardawi, al-Ijtihad al-Mu,asir, (Dar at-Tauzi’ wa an-Nasy al-Islamiyah, 1994), hlm. 68
[14] Al-Syaukani, Irsyad al-Fuhul ila Tahqiq al-Haq min ‘Ilm al-Usul, (Beirut: Dar al-Fikr, tt.), hlm. 242
[15] Hal ini sebagaimana dikutip Yusdani, Peranan Kepentingan Umum dalam Reaktualisasi Hukum:
Kajian Konsep Hukum Islam Najamuddin at-Tufi, (Yogyakarta: UII Press, 2000), hlm. 31
[16] Al-Ghazali, al-Mustasfa, (Beirut: Dar al-Fikr, tt.), hlm. 286-287
[17] Ibid., hlm. 310-311
[18] Yusuf Qardawi, Madkhal lidirasah asy Syari’ah al-Islamiyah, (Kairo: Maktabah Wahbah, tt.), hlm.
62
[19] PP IKAHA, “Kata Pengantar” dalam Dimensi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional, (Jakarta:
GIP, 1996), hlm. xi
[20] Ibnu al-Qayyim, I’lam al-Muwaqqi’in ‘an Rabb al-‘Alamin, (Beirut: Dar al-Fikr, 1977), cet. Ke-2, juz
III, hlm. 14
[21] Ibid
[22] al-Ghazali, op. cit., hlm. 286. Bandingkan dengan definisi asy-Syatibi yang menyatakan bahwa
maslahah mursalah yaitu maslahat yang tidak ditunjukkan oleh dalil khusus yang membenarkan atau
membatalkan akan tetapi sejalan dengan tindakan syara’. Asy-Syatibi, al-I’tisham, (Beirut; Dar al-
Ma’rifah, tt.), juz II, hlm. 115. Bandingkan pula dengan definisi yang dikemukakan wahbah Zuhaili yang
menyatakan bahwa maslahah murslah adalah bebrapa sifat yang sejalan dengan tindakan syara’, tetapi tidak
ada dalil tertentu dari syara’ yang mebenarkan atau menggugrkan, dan dengan ditetapkannya hukum
padanya akan tercapai kemaslahatan dan tertolak kerusakan dari manusia. Wahbah Zuhaili, Usul al-Fiqh
al-Islami, (Beirut: dar al-Fikr al-Mu’asir, 1986), hlm. 757. Bandingkan pula dengan definisi yang
dikemukakan Muhammad Sa’id Ramdan al-Buti yaitu bahwa maslaha mursalah merupakan setiap manfaat
yang tercakup ke dalam tujuan Syari’ (Allah) dengan tanpa ada dalil yang membenarkan atau
membatalkan. Muhammad Sa’id Ramdan al-Buti, Dawabit al-Maslahah fi asy-Syari’ah al-
Islamiyah, (Beirut: Mu’assasah al-Risalah, 1990), hlm. 288
[23] al-Ghazali, Ibid., hlm. 284-286
[24] Ibid., hlm. 297-288
[25] Ibid., hlm. 289
[26] Ibid., hlm. 290-291
[27] Ibid., hlm. 293-294
[28] Ibid., hlm. 294-296
[29] Ibid., hlm. 310-311
[30] Abu Zahrah, Ushul Fiqh, (Kairo: Dar al-Fikr al-Araby, tt), hlm. 104
[31] Sebagaimana dikutip Barmawi Mukri dari Tabloid Jumat yang terbit tanggal 4 April 2003, hlm. 4
dalam “Peranan Maslahah Mursalah dan Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia”, Jurnal UNISIA, No.
48/XXVI/II/2003. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia, hlm. 208
[32] Ibid.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Buti, Muhammad Sa’id Ramdan, Dawabit al-Maslahah fi asy-Syari’ah al-
Islamiyah, Beirut: Mu’assasah al-Risalah, 1990
Al-Juwaini, Abu al-Ma’ali Abd al-Malik bin Abdullah, al-Burhan,Kairo; Darul Ansar,
1400 H
Al-Ghazali, al-Mustasfa, (Beirut: Dar al-Fikr, tt.
Al-Qayyim, Ibnu, I’lam al-Muwaqqi’in ‘an Rabb al-‘Alamin,Beirut: Dar al-Fikr, 1977
Al-Subki, Ibn, Tabaqat al-Syafi’iyah al Kubra, Cairo: Matba’ah ‘Isa al-Babi al-Halabi,
t.t
Al-Syaukani, Irsyad al-Fuhul ila Tahqiq al-Haq min ‘Ilm al-Usul, Beirut: Dar al-Fikr,
tt.
Asmuni, “Penalaran Induktif dan Perumusan al-Maqosid Syatibi Menuju Ijtihad yang
Dinamis”, dalam Jurnal UNISIA, No. 48/XXVI/II/2003
Asy-Syatibi, al-Muwafaqat fi Usul al-Ahkam, Beirut: Dar al-Fikr, tt.
_____________, al-I’tisham, Beirut; Dar al-Ma’rifah, tt.
DEPAG RI, Peraturan Perundang-undangan tentang Perkawinan, Jakarta: DEPAG
RI, 1996
Khalikan, Ibnu, Wafayat al-A’yan, Beirut: Matba’ah al-Gharib, tt.)
PP IKAHA, “Kata Pengantar” dalam Dimensi Hukum Islam dalam Sistem Hukum
Nasional, Jakarta: Gema Insani Press, 1996
Qardawi, Yusuf, al-Ijtihad al-Mu,asir, Dar at-Tauzi’ wa an-Nasy al-Islamiyah, 1994
_____________, Madkhal lidirasah asy Syari’ah al Islamiyah,Kairo: Maktabah
Wahbah, tt.
Rose, Collin dan Malcolm J. Nicholl, Accelerated Learning for the 21 st Century, New
York: Delacorte Press, 1997
Suratmaputra, Ahmad Munif, Filsafat Hukum Islam al-Ghazali,Jakarta: Pustaka
Firdaus, 2002
Yusdani, Peranan Kepentingan Umum dalam Reaktualisasi Hukum: Kajian Konsep
Hukum Islam Najamuddin at-Tufi,Yogyakarta: UII Press, 2000
BEBERAPA PROBLEM KONTEMPORER DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM Posted on October 30, 2007 by pembina
Judul Asli : Hukmu Asy Syar’i fi Al Istinsakh, Naqlul A’dlaa’, Al Ijhadl, Athfaalul Anabib, Ajhizatul In’asy Ath Thibbiyah, Al Hayah wal MautPenerbit : Darul Ummah, Beirut, Libanon, Cetakan I, 1418/1997, 48 hal.Penulis : Abdul Qadim ZallumPenerjemah : Sigit Purnawan Jati, S.Si.Penyunting : Muhammad Shiddiq Al JawiPENDAHULUANPerkembangan sains yang luar biasa yang dicapai para ilmuwan biologi, embriologi, genetika, biologi sel, biologi kedokteran, rekayasa genetika, dan terakhir kloning hewan sebagai rintisan kloning manusia, telah melampaui seluruh ramalan masa depan manusia dan membuat banyak orang terkagum-kagum.Perkembangan dan pemanfaatan sains yang luar biasa berkat kemajuan teknologi yang pesat tersebut, tiada lain meru- pakan bukti yang menunjukkan keagungan dan kekuasaan Allah SWT serta kebijaksanaan dan kesempurnaan ciptaan-Nya. Selain itu, perkembangan ilmiah tersebut juga membukti- kan bahwa Allah SWT adalah benar-benar Sang Pencipta yang telah menciptakan alam semesta ini.
Perkembangan dan pemanfaatan sains juga membuktikan bahwa alam semesta tidaklah tercipta secara kebetulan, karena di dalamnya terdapat peraturan yang sangat teliti dan hukum yang sangat rapi untuk mengendalikan dan menjalankan alam semesta. Di samping itu dalam alam semesta terdapat sifat-sifat khas yang sudah disiapkan sedemikian rupa, sehingga dapat sesuai untuk segala benda dan makhluk yang ada di dalamnya. Semua ini menafikan kemungkinan bahwa alam semesta ter- cipta secara kebetulan, sebab suatu peristiwa kebetulan tidak akan mampu melahirkan peraturan yang teliti dan hukum yang rapi. Adanya peraturan dan hukum alam yang sangat akurat ini, tentu saja mengharuskan adanya Sang Pengatur dan Sang Pencipta yang Maha Berkuasa dan Maha Bijaksana. Allah SWT telah berfirman :
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.”(QS. Al Qamar : 49)