Darharta Dahrin, Penurunan Volume Airtanah Daerah Semarang ... · penurunan muka air tanah telah...
Transcript of Darharta Dahrin, Penurunan Volume Airtanah Daerah Semarang ... · penurunan muka air tanah telah...
11
Darharta Dahrin, Sarkowi, W. G. A. Kadir S. Minardi
Penurunan Volume Airtanah Daerah Semarang berdasarkan Pemodelan 3D Gayaberat Antar Waktu
Diterima : 27 Februari 2007
Disetujui : 24 April 2007
Dipresentasikan : 23 Agt. 2007
© Geoaplika 2007
Darharta Dahrin *
KK Teknik Geofisika
FIKTM ~ ITB
Jl. Ganesha No.10 Bandung
E-mail: [email protected]
Sarkowi
Jurusan Fisika FMIPA
Universitas Lampung,
Jl. Prof. Soemantri Brodjonegoro
No. 1 Bandar Lampung.
E-mail: [email protected]
WGA. Kadir
KK Teknik Geofisika
FIKTM — ITB
Jl. Ganesha N0. 10 Bandung
S. Minardi
P.S. Fisika Universitas Mataram,
Jl. Majapahit N0. 6 Mataram E-mail: [email protected]
Sari - Anomali gayaberat-mikro
antar waktu akibat perubahan rapat
massa bawah permukaan, penurunan
stasion pengamatan dan perubahan
topografl pada umumnya
memberikan respon anomali yang
kecil (<l00 Gal) sehingga
dibutuhkan peralalan, perencanaan
dan prosedur survei tertentu untuk
mendapat kualitas data yang baik.
Perubahan massa air tanah di daerah
Semarang memberikan perubahan
anomali yang dapat diamati secara
antar waktu. Tujuan penelitian ini
untuk mengetahui respon dan
karakteristik anomali gayaberat-
mikro antar waktu akibat perubahan
kedalaman muka air tanah dengan
menggunakan bantuan pemodelan
3D.
Anomali gayaberat-akibat
perubahan kedalaman muka air
tanah diperoleh dari selisih
gayaberat pengukuran dari dua
periode yang berbeda yang dikoreksi
dengan anomali akibat amblesan
tanah dan curah hujan. Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa
anomali gayaberat-mikro antar
waktu didominasi oleh anomali
negatif yang mengindikasikan
terjadinya penurunan massa air
tanah. Pada periode September 2002
sampai November 2005
menunjukkan bawah 90% daerah
penelitian mempunyai anomali
negative dengan anomali minimum
sebesar -60 uGal terletak di
Kaligawe dan Genuksari. Hasil ini
dapat ditafsirkan bahwa sebagian
besar daerah mengalami penurunan
muka air tanah dengan penurunan
muka air tanah terbesar terjadi di
Kaligawe dan Genuksari.
lnterpretasi menggunakan pemo-
delan 3D menunjukkan daerah
selatan (daerah perbukitan)
mengalami penurunan muka air
tanah < I m, daerah barat 1 — 2
meter dan daerah kota lama
Semarang penurunan muka air tanah
> 2 meter, dengan penurunan muka
air tanah terbesar terjadi di daerah
Mlatiharjo.
Abstract - The time lapse
microgravity anomaly which is
created by the change of
groundwater volume, subsidence
and topography form, are relatively
small value (<l00 Gal), therefore
special equipment, planning and
strategy surveys are required to
obtain a sufficient quality of data.
Change of groundwater volume in
Semarang alters the gravity
anomaly that can be measured in the
time period (time-lapse). The
objectives are to understand the
responses and characteristics of
time lapse microgravity anomaly
relating to existence of groundwater
level changes using 3D gravity
model.
Time lapse microgravity anomaly as
a response of groundwater level
change was derived from
subtracting the gravity measurement
on the next gravity measurement,
and it must be corrected with the
impacts of surface subsidence and
rainfall. Negative time lapse
microgravity anomaly had
dominated study area. In the
September 2002 to November 2005,
more than 90% area study had
negative anomaly where the
minimum anomaly was about -60
Gal at Kaligawe and Genuksari.
This phenomena indicates that a
large part of study area have
decreased or lowering groundwater
table, which the maximum value
occurred at Kaligawe and
Genuksari area.
Interpretation of three dimensional
(3D) model shows that groundwater
lowering in southern part of the area
(hilling area) is less than l m, in the
west area is l — 2 m and Semarang
old city is more than 2 m, while
maximum value with 5 m
groundwater lowering is found at
Mlatiharjo area.
* Alamat korespondensi
Pendahuluan
Defisit air tanah yang ditunjukkan oleh adanya
penurunan muka air tanah telah menjadi masalah
yang serius di daerah perkotaan. Penurunan muka
air tanah biasanya diikuti terjadinya amblesan
tanah dan unluk daerah yang berdekatan dengan
pantai proses amblesan ini akan menyebabkan
masuknya air laut ke dataran seperti yang terjadi
di daerah Semarang. Pengambilan air tanah yang
berlebihan akan menyebabkan penurunan muka
air tanah atau pengurangan jumlah air tanah yang
terkandung pada akifer air tanah. Berkurangnya
jumlah air tanah ini akan menyebabkan pula
turunnya rapat massa di akifer tersebut.
Metode gayaberat yang prinsip dasarnya adalah
mendeteksi perubahan rapat massa dan jarak,
dapat digunakan untuk mengamati perubahan
rapat massa pada akifer akibat perubahan
kandungan air tanah. Semakin besar kandungan
air tanah maka respon gayaberat yang teramati
akan semakin besar dan sebaliknya semakin
sedikit kandungan air tanah akan semakin kecil
pula respon gayaberat yang terukur. Metode
gayaberat-inikro untuk pemantauan dikenal
dengan metode gayaberat-mikro antar waktu
merupakan pengembangan dari metode gayaberar
dengan dimensi keempatnya adalah waktu. Ciri
dari metode gayaberat-mikro antar waktu adalah
pengukuran gayaberat- mikro secara teliti dalam
orde Gal dan pengukuran tinggi yang teliti dalam
orde mm secara berulang. Penerapan metode
gayaberat-mikro yang berhubungan dengan
hidrologi telah dimulai oleh Lambert dan
Beamoont (1977) yang mengamati adanya
perubahan gayaberat secara musiman akibat
perubahan hidrologi di Cap Pele yang mencapai
10 Gal. Goodkind (1986) menunjukkan adanya
korelasi yang baik antara perubahan harga
gayaberat dengan data curah hujan. Akasaka dan
Nakanishi (2000), melakukan pengukuran curah
hujan, perubahan muka air tanah dan gayaberat di
daerah panas bumi Oguni Jepang yang
rnendapatkan hubungan antara perubahan curah
hujan dengan perubahan kedalaman muka air
tanah di daerah tersebut. Branston dan Style
(2003), melakukan pemantauan amblesan tanah di
daerah pertambangan. Pada makalah ini akan
dibahas metode gayaberat-mikro antar waktu
untuk pemantauan dan pemodelan inversi 3D
penurunan muka air tanah di daerah Semarang
berdasarkan data anomali gayaberat-mikro antar
waktu.
Tinjauan Pustaka
Perubahan kedalaman muka air tanah pada suatu
tempat dipengaruhi oleh: musim, curah hujan,
pengambilan air tanah oleh manusia dan lain-lain.
Pemodelan untuk mengetahui perubahan muka air
tanah sangat sulit mencapai hasil yang baik karena
kondisi hidrogeologi yang kompleks, seperti :
jenis tanah, struktur tanah, porositas akuifer dan
lain-lain. Perhitungan defisit air tanah pada suatu
daerah juga sulit dilakukan Karena banyaknya
asumsi yang harus dimasukkan, sedangkan
pemantauan pada sumur bor dan sumur pantau
terhambat oleh sedikitnya jumlah sumur pantau
yang ada di daerah Semarang.
Metode gayaberat-mikro antar waktu yang
mengukur perubahan respon gayaberat akibat
perubahan denstitas bawah pcrmukaan
merupakan salah satu metode yang dapat
digunakan untuk mernantau penurunan muka air
tanah. Gayaberat yang terukur dipermukaan
merupakan gabungan dari beberapa sumber
penyebab anomali seperti penurunan tanah dan
perubahan rapat massa bawah permukaan akibat
perubahan muka air tanah. Allis dan Hunt (1986)
menyatakan bahwa respon gayaberat akibat
perubahan rnuka air tanah dapat dihitung
menggunakan pendekatan koreksi slab Bouguer
tak hingga dengan memasukkan faktor porositas
∆𝑔𝑤 = 2𝜋𝐺𝜌𝑤∅∆ℎ 1
∆𝑔𝑤 = 41,93𝜌𝑤∅∆ℎ Gal 2
Daerah penelitian meliputi daerah dataran alluvial
Semarang yang memiliki morfologi terdiri dari
bentang perbukitan di daerah Selatan dan dataran
rendah di bagian Utara. Daerah dataran
merupakan endapan alluvial delta dan pasang-
surut yang menempati hampir60% dari daerah
penelitian. Pemanfaatan air tanah melalui sumur
bor di Semarang telah dimulai sejak dilakukannya
pemboran pertama tahun 1842 di Fort Wilhelm I
(Sihwanto dan Nana, 2000). Pencatatan jumlah
sumur produksi air tanah dimulai pada tahun 1900
dengan jumlah sebanyak 16 dan laju pemompaan
sekirar 1170 m3/hari.
12
Perkembangan jumlah sumur bor resmi dan
pengambilan air tanah di daerah Semarang
ditunjukkan Gambar 1.
Pengambilan air yang terus meningkat akibat dari
kemajuan pembangunan perumahan dan industri
yang terus berkembangan pesat menyebabkan
terjadinya penurunan muka air tanah. Pemantauan
muka air tanah di daerah Semarang telah dilakukan
sejak tahun 1952 oleh DGTL Bandung (Marsudi,
2000) yang menunjukkan kecenderungan
terjadinya penurunan muka air tanah di daerah
Semarang seperti ditunjukkan pada Gambar 2.
Adanya penurunan muka air tanah dengan laju
penurunan mencapai 1,5 m/tahun memungkinkan
untuk dipantau menggunakan metode gayaberat-
mikro antar waktu.
Pengambilan Data
Gayaberat Mikro
Pengukuran gayaberat-mikro antar waktu di
daerah Semarang telah dilakukan sebanyak 7 kali
mulai tahun 2002 sampai tahun 2006. Pengukuran
gayaberat di lapangan menggunakan gravimeter
Lacoste & Romberg tipe G1158 yang dilengkapi
alliod system dengan ketelitian 5 Gal, sedangkan
untuk pengukuran pasang surut secara kontinyu di
base station digunakan gravimeter Lacoste &
Romberg tipe G508 yang dilengkapi system
umpan balik elektronik dan terhubung dengan
komputer. Pengukuran gayaberat menggunakan
metode looping dengan titik KOP A Yani yang
terletak di Taman Diponegoro digunakan sebagai
titik ikat gayaberat. Pengukuran gayaberat tiap
periode dilakukan dengan urutan pengukuran yang
tetap. Contoh gayaberat-mikro hasil pengukuran,
setelah dikoreksi pasang surut dan drift untuk
bulan September 2002 dan Nopember 2005
ditunjukkan pada Gambar 3 dan Gambar 4.
Gambar l. Perkembangan jumiah sumur bor resmi
dan pengambilan air tanah tertekan dari
sumur bor resmi di kota Semarang
(Sihwanto dan Nana, 2000)
Gambar 2. Penurunan rnuka air tanah pada sumur
pantau Karangturi, Simpanglima
Brumbungan dan Rejosari tahun I952 -
2005 {Marsudi, 2000)
13
Garnbar 3. Gayaberal observasi daerah Semarang
September 2002
Gambar 4. Gayaberat observasi daerah Semarang
November 2005
Ketinggian dan Amblesan Tanah
Pengukuran ketinggian di daerah Semarang untuk
pemantauan amblesan tanah digunakan Theodolit
type Water Pass Nak. Pengukuran dimulai dari
Kaiiwiru bergerak ke utara sampai ke arah
Pelabuhan dan Unisula. Topografi daerah
penelitian hasil pengukuran periode Agustus 2004
dan peta laju amblesan tanah daerah Semarang
tahun 2002 — 2005 ditunjukkan pada Gambar 5
dan Gambar 6.
Dari hasil pengukuran ketinggian menunjukkan
bahwa daerah Semarang bawah telahmengalami
amblesan tanah yang cukup besar. Laju amblesan
tanah di daerah Semarang dapat dikelornpokkan
menjadi 4 zona amblesan yaitu:
1. Daerah dengan laju amblesan tanah > 10 cm/th
meliputi daerah : Bandarharjo (daerah
pelabuhan), Panggung (perumahan Tanah
Mas) dan Rejomulyo (daerah Genuk dan
Kaligawe).
2. Daerah dengan laju amblesan 5 — 10 cm/th
meliputi daerah Tambakharjo dan daerah
Mlatiharjo yang memanjang dari barat ke arah
timur.
3. Daerah dengan laju amblesan 2 — 5 cm/th,
yang mencakup daerah Karangayu, Bulusari,
Simpang Lima, Karang Turi dan Lamper
Tengah.
4. Daerah yang relatif stabil dengan laju amblesan
lebih kecil dari 2 cm/th menempati daerah
dengan topografi tinggi dan perbukitan, yaitu:
Daerah Sampangan, Karang Kimpul, Gadjah
Mungkur dan daerah Jomblang
Gambar 5. Peta topografi daerah Semarang hasil
pengukuran AgustuS 2004
Gambar 6. Peta laju amblesan tanah daerah
Semarang berdasarkan data
pengukuran tahun 2003 — 2005
14
Interpretasi Model 3D Gayaberat
Anomali Gayaberat-mikro Antar Waktu
Anomali gayaberat-mikro antar waktu merupakan
selisih nilai gayaberat hasil pengukuran (gobs(2) -
gobs(1)] yang disebabkan oleh perubahan rapat
massa bawah permukaan akibat penurunan muka
air tanah dan perubahan tinggi stasiun akibat
adanya amblesan tanah seperti ditunjukkan pada
persamaan:
muka air tanah. Daerah Simpang Lima,
Bandarharjo, Rejomuiyo, Karang Turi, Lamper
Tengah memiliki anomali Iebih kecil dari -35 GaI
dengan anomali minimum sebesar -60 Gal
terletak di daerah Mlatiharjo. Dengan
menggunakan asumsi porositas 30% dan densitas
air tanah 1 g/cm3 maka dari persamaan (2) akan
dapat diperkirakan bahwa daerah tersebut telah
terjadi penurunan muka air tanah tertekan 3 - 6
meter.
(𝑔𝑜𝑏𝑠(2) − 𝑔𝑜𝑏𝑠(1)) = (𝐺∫ ∫ ∫∆𝜌(𝛼, 𝛽, 𝛾, ∆𝑡)(𝑧 − 𝛾)
[(𝑥 − 𝛼)2 + (𝑦 − 𝛽)2 + (𝑧 − 𝛾)2]3 2⁄
∞
−∞
𝑑𝛼𝑑𝛽𝑑𝛾
∞
−∞
∞
0
)− (0,308765 − 0,04193𝜌)(ℎ2 − ℎ1) 3
dengan gobs(1), G, , (, , ), (x, y, z), t, dan h
masing masing adalah gayaberat observasi
(mGal), konstanta gayaberat umurn (6,6720 x 10-3
cm3g-1det-2), kontras rapal massa (g/cm3),
koordinat rapat massa (m), koordinat stasiun (m),
selang waktu (perbedaan waktu pengukuran
tergantung pada pilihan jadwal pengukuran) dan
tinggi (m). Berdasarkan persamaan 3 diatas, maka
untuk mengetahui anomali gayaberat-mikro antar
waktu yang disebabkan oleh penurunan muka air
tanah, harus dikoreksi oleh respon anomali
gayaberat-mikro antar waktu akibat adanya
amblesan tanah. Anomali gayaberat-mikro antar
waktu akibat penurunan muka air tanah di daerah
Semarang ditunjukkan pada Gambar 7 dan
Gambar 8.
Anomali gayaberat-mikro antar waktu periode
September 2002 — Nopember 2006 menunjukkan
lebih dari 90 % daerah penelitian memiliki
anomali gayaberat-mikro antar waktu negatif,
yang menunjukkan bahwa hamper seluruh daerah
penelitian mengalami penurunan. Anomali positif
yang menempati sebelah Barat memanjang dari
selatan ke utara (Gambar 7) mengindikasikan pada
daerah tersebut merupakan daerah yang stabil dan
terjadi imbuhan air tanah atau menunjukkan aliran
air tanah yang berarah dari selatan ke utara.
Interpretasi Model 3D Anomali Gayaberat-
mikro Antar Waktu
Interpretasi 3D anomali gayaberat-mikro antar
waktu diiakukan dengan menyusun prisma
berukuran 500 m x 500 m dengan kedalaman
ditentukan berdasarkan data kedalaman muka air
tanah dari sumur pantau dan ketebalan diprediksi
dari nilai anomali gayaberat-mikro antar waktu
pada titik tersebut. Ketebalan benda tiap korak
diubah-ubah sehingga respon anomali terhitung
mendekati respon anomaly teramati.
Hasil interpretasi 3D anomali gayaberat-mikro
antar waktu periode September 2002 - Nopember
2006 menunjukkan bahwa:
Gambar 7. Anomali gayaberat-mikro antar waktu
periode September 2002 - Juni 2003
Gambar 8. Anomali gayaberat-mikro antar waktu
periode September 2002 - November
2005
15
a. Daerah bagian selatan_dan barat daerah
penelitian yang memiliki topografi tinggi
(kawasan Candi, Sampangan, dan Manyaran)
muka air tanah masih berada di atas muka air
Iaut. Sedangkan di daerah Semarang bawah
kedaraman muka air tanah sudah terletak jauh
di bawah muka laut. Kedalaman muka air tanah
minimum pada November 2005 terletak di
daerah Genuksari yang mencapai 34,5 meter
(Gambar 9).
b. Akibat pengambilan air tanah yang berlebihan
di daerah Semarang menyebabkan terjadinya
penurunan muka air tanah di daerah tersebut
(Gambar 10). Penurunan muka air tanah di
daerah penelitian bervariasi. daerah bagian
selatan (Kawasan Candi, Sampangan dan
Karangayu) selama periode ini terjadi
penurunan lebih kecil dari 1 meter. Daerah
bagian tengah daerah penelitian (Simpang
Lima, Tugu Muda, Kalibanteng) terjadi
penurunan muka air tanah antar l – 3 meter.
Daerah yang mengalami penurunan muka air
tanah > 3 meter terjadi di daerah Pelabuhan,
Pasar Johar, kota lama Semarang, Bandarharjo
dan Miatiharjo, dengan penurunan muka air
tanah maksimum 5 meter terjadi di daerah
Genuksari.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan interpretasi 3D
anomali gayaberat-mikro antar waktu untuk
pemantauan penurunan muka air tanah di daerah
Semarang mendapatkan :
a. Anornali gayaberat-mikro antar waktu periode
September 2002 - Nopember 2006
menunjukkan lebih dari 90% daerah penelitian
memiliki anomali gayaberat-mikro antar waktu
negatif, yang menunjukkan bahwa hampir
seluruh daerah penelitian mengalami
penurunan muka air tanah. Daerah Simpang
Lima Bandarharjo, Rejomulyo, Karang Turi,
Lamper Tengah memiliki anomali lebih kecil
dari -35 Gal dengan anomali minimum
sebesar -60 Gal terletak di daerah Mlatiharjo.
Hal ini mengindikasikan bahwa daerah
tersebut telah terjadi penurunan muka air tanah
tertekan 3 - 6 meter.
b. Hasil interpretasi 3D anomali gayaberat-mikro
antar waktu menunjukkan bahwa penurunan
muka air tanah di daerah Semarang
mempunyai kedalaman yang bervariasi.
Daerah bagian selatan (Kawasan Candi,
Sampangan dan_Karangayu) selama periode
ini terjadi penurunan lebih kecil dari 1 meter.
Daerah bagian tengah daerah penelitian
(Simpang Lima, Tugu Muda, Kalibanteng)
terjadi penurunan muka air tanah antar 1 - 3
meter. Daerah yang mengalami penurunan
muka air tanah > 3 meter terjadi di daerah
Pelabuhan, Pasar Johar, kota lama Semarang,
Bandarharjo dan Mlatiharjo, dengan
penurunan muka air tanah maksimum 5 meter
terjadi di daerah Genuksari.
16
Garnbar 9. Model penurunan muka air tanah di
daerah Semarang lahun 2002—2005
hasil interpretasi anomali gayaberat-
mikro antar waktu
Gambar 10. Penurunan muka air sumur bor daerah
Semarang 2002 - 2005
Daftar Pustaka
Allis, R.G, T.M, Hunt, 1986.
Analisis of Exploration-
induced Gravity Changes at
Wairakel Geothermal Field.
Geophysics 51, p. I647-
1660
Allis, R.G, Gettings, P., dan
Chapman, D.S., 2000.
Precise gravimetry and
geothermal reservoir
management. Proceedings
Twenty-Fitfh Workshop on
Geothermal Reservoir
Engineering, Stanford
University. Stanford
California.
Akasaka, C and Nakanishi, S,
2000. Correction of
Background Gravity
Change due to
Precipitation: Oguni
Geothermal Field. Japan.
Proceeding World
Geothermal Congress.
Kyushu —Tohoku, Japan
Branston, M.W. dan Styles. P.,
2003. The application of
time-lapse microgravity for
the investigation and
monitoring of subsidence at
Northwich. Cheshire. The
Quarterly Journal of
Engineering Geology and
Hydrogeology. 36/ 3.231-
244.
Lambert, A., Beamont. C., I977.
Nano variations in gravity
due to seasonal ground-
water movement studies.
Implications for the
gravitational detections of
tectonics movements,
Journal Geophysics
Research, 82. 297-306
Marsudi. 2000. Prediksi laju
arnblesan tanah di dataran
alluvial Semarang propinsi
Jawa Tengah. Disertasi
Program Pascasarjana ITB
Muhrozi. 1996. Studi penentuan
penurunan permukaan
tanah di Semarang bawah.
Laporan Penelitian DPPM,
Fak. Teknik Sipil
UNDIP.Semarang
Sihwanto dan Nana l..
2000.Konservasi air tanah
daerah Semarang dan
sekitarnya. Laporan
Penyelidikan Hidrogeologi
dan Pengembangan Air
tanah, Direklorat Geologi
Tata Lingkungan, Bandung
17