DAMPAK PEMILIHAN KEPALA DAERAH TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT STUDI KASUS PILKADA KOTA BOGOR TAHUN...
-
Upload
amarullah-pamuji -
Category
Documents
-
view
11 -
download
0
description
Transcript of DAMPAK PEMILIHAN KEPALA DAERAH TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT STUDI KASUS PILKADA KOTA BOGOR TAHUN...
1
DAMPAK PEMILIHAN KEPALA DAERAH TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT
STUDI KASUS PILKADA KOTA BOGOR TAHUN 2008
DIBUAT DALAM RANGKA MEMENUHI REVISI TUGAS MATA KULIAH
POLITIK LOKAL DAN OTONOMI DAERAH
OLEH :
KELOMPOK 4 - KELAS REGULER
AMARULLAH PAMUJI ( 1206247934 )
BRAHMASTRA BAYANG ( 1206251572 )
CHRISTOFORUS A. ( 1206240764 )
DHELANO ROOSEL ( 1206246856 )
RANGGA KUSUMO ( 1206205553 )
DEPARTEMEN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS INDONESIA
2014
2
DAFTAR ISI
3
BAB.I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pemilihan Umum yang biasa disebut dengan Pemilu adalah salah satu
indikator dalam sebuah sistem pemerintahan yang demokratis. Di Indonesia
ketika era Orde Baru pemilihan kepala daerah (selanjutnya disebut Pilkada) di
atur melalui UU No.5 Tahun 1974 dimana penetapannya ada di tangan
pemerintah pusat yaitu presiden, keterlibatan DPRD hanyalah sebuah bentuk
formalitas. Setelah jatuhnya Orde Baru, muncul UU No. 22 Tahun 1999 yang
menyebutkan bahwa pemilihan kepala daerah dilakukan oleh DPRD,
kewenangan yang begitu luas ini tidak diimbangi oleh keterampilan untuk
mengartikulasi dan mengagresikan aspirasi masyarakat daerah secara optimal
sehingga menimbulkan masalah lain yaitu Money Politics. Dengan uang seorang
calon kepala daerah dapat ‘membeli’ suara dari anggota DPRD untuk
memenangkannya. Lalu dikeluarkanlah UU No. 32 Tahun 2004 yang diharapkan
mampu mengatur pemerintahan di daerah menjadi lebih baik dan lebih
representatif karena dipilih langsung oleh rakyat.
Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah diterapkan prinsip
demokrasi, sesuai dengan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 “kepala daerah dipilih
langsung secara demokratis”. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, disebutkan bahwa “pemilihan kepala daerah dan
wakil kepala daerah yang dipilih secara langsung oleh rakyat yang diajukan oleh
partai politik atau gabungan partai politik”. Hal tersebut dapat kita lihat pada
pasal 56 ayat ke (1) yang berbunyi :
“Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu
pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil”.1
1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dikutip dari website http://www.kpu.go.id/dmdocuments/UU_32_2004_Pemerintahan%20Daerah.pdf (diakses pada
4
Berdasarkan perkembangan hukum dan politik untuk mewujudkan
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih efektif dan akuntabel sesuai
dengan aspirasi masyarakat, pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah
perlu dilakukan secara lebih terbuka dengan melibatkan partisipasi masyarakat.
Oleh karena itu, penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala
daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, perlu dilakukan perubahan dengan memberikan
kesempatan bagi calon perseorangan untuk ikut serta dalam pemilihan kepala
daerah dan wakil kepala daerah.2
UU No. 32 Tahun 2004 memunculkan harapan untuk dapat membuat
Indonesia menjadi lebih baik dengan terselenggaranya pemerintahan daerah yang
demokratis dan mewujudkan pemerintahan lokal yang baik atau biasa disebut
dengan local good governance.
Akan tetapi Pilkada yang dilakukan secara langung menimbulkan masalah
lain seperti mahalnya biaya yang harus dikeluarkan oleh negara dan daerah untuk
menyelenggarakan Pilkada. Biaya yang mahal sering dianggap tidak sebanding
dengan output yang dihasilkan, yaitu masih banyaknya pelanggaran dan
pembangunan (infrastruktur, sosial dan ekonomi) yang tidak signifikan. Sehingga
tidak heran, jika Pilkada dinilai identik dengan biaya besar yang sesungguhnya
hanya membuang anggaran dana yang pada sisi lainnya dapat digunakan untuk
pembangunan masyarakat di wilayah tersebut, dan berdampak pada tingkat
kesejahteraan masyarakat yang tidak meningkat, hal ini dapat dilihat dari
perkembangan ekonomi, pendidikan, dan kesehatan yang masih belum terjamin
di beberapa wilayah, khususnya Kota Bogor.
1.2 Rumusan Permasalahan
Melalui diskusi dan analisis, maka makalah dalam kelompok ini menarik
permasalahan bahwa : “Pilkada yang berbiaya besar tidak mampu memberikan
tanggal 27 April 2014 Pukul 22.47 WIB).2 Penjelasan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008. Dikutip dari website http://www.sjdih.depkeu.go.id/fullText/2008/12TAHUN2008UUPenj.htm (diakses pada tanggal 27April 2014 Pukul 22.37 WIB)
5
dampak dan manfaat bagi masyarakat Kota Bogor dalam kurun waktu 2008-
2013”
1.3 Pertanyaan Makalah
Kami pun menyusun pertanyaan makalah yang berisi : “Bagaimana Pilkada
Kota Bogor tahun 2008 tidak mampu memberikan manfaat bagi masyarakat Kota
Bogor ?”
6
BAB.II
KERANGKA TEORI
2.1 Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada)
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) berdasarkan UU. No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah pasal 56, menjelaskan bahwa Pilkada merupakan
agenda baru pemerintah untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah
melalui pemilihan secara langsung secara demokrati berdasarkan asas langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.3 Adanya Pilkada ini merupakan sebuah
evaluasi atas penyelenggaraan pemilihan kepala daerah sebelumnya yang
menggunakan sistem perwakilan oleh DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah), sebagaimana yang tertuang dalam UU. No. 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah dan PP No. 151 tahun 2000 tentang Tata Cara Pemilihan,
Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah.
Berkaitan dengan Pilkada, menurut Agus Sutisna (2010),
penyelenggaraan Pilkada memiliki beberapa kelemahan-kelemahan yang
menyebabkan Pilkada menjadi tidak sebanding dengan harapan masyarakat akan
menghasilkan pemerintahan yang lebih baik. Kelemahan-kelemahan tersebut
adalah sebagai berikut :
1. Anggaran atau biaya untuk penyelenggaraan Pilkada sangat
mahal, tidak hanya membebani APBD daerah, namun juga membebani
para kandidat peserta Pilkada;
2. Pilkada banyak memicu lahirnya konflik horizontal dalam
masyarakat, diakibatkan rentang wilayah pemilihan yang pendek,
ketidakpercayaan dan permusuhan diantara kelomplok yang berbeda
kepentingan dalam masyarakat dan lainnya; dan
3 UU. No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 56, Ayat 1
7
3. Pilkada secara langsung tidak menjamin terpilihnya calon yang
berkualitas, diakibatkan proses Pilkada yang cederung diwarnai oleh
praktik-praktik tidak sehat seperti jual beli suara4.
2.2 Kebijakan Publik
Terdapat beberapa definisi-definisi mengenai kebijakan publik yang
dikemukakan oleh beberapa ilmuan. Dalam makalah ini, akan dijelaskan
pengertian kebijakan publik dari tiga tokoh, yaitu Thomas R. Dye (1981),
Cgandler dan Plano (1998) dan Easton (1969). Pertama kebijakan publik Menurut
Thomas R. Dye (1981), Ia mengartikan kebijakan publik adalah whatever
government chooses to do or not to do”. Kebijakan publik menurutnya adalah
apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan oleh
pemerintah. Definisi kebijakan menurut Thomas R. Dye ini dapat kita
klasifikasikan sebagai sebuah proses pengambilan keputusan (decision making)
berkaitan dengan wewenang pemerintah untuk menggunakan hak otoritatifnya,
baik melakukan atau tidak melakukan sesuatu, demi terselesaikannya suatu
urusan publik. Definisi kedua menurut Chandler dan Plano (1988), yang
mendefinisikan kebijakan publik sebagai sebuah kemampuan dan otoritas
pemerintah dalam pemanfaatan strategis terhadap setiap sumberdaya-sumberdaya
yang ada untuk memecahkan masalah publik.5
Adapun definisi terakhir adalah definisi kebijakan publik menurut Easton
(1969), Ia mendefinisikan kebijakan publik adalah pengalokasian nilai-nilai
kekuasaan oleh seluruh masyarakat yang keberadaannya mengikat, dan hanya
pemerintahlah yang dapat mengalokasikan nilai-nilai tersebut.6 Dari berbagai
definisi kebijakan publik yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat disimpulkan
bahwa kebijakan publik adalah tindakan-tindakan, tujuan-tujuan dan keputusan-
keputusan yang dilakukan oleh pemerintah.
4 “ Meninjau Ulang Sistem Pilkada Langsung: Masukan untuk Pilkada Langsung Berkualitas” oleh Fitriyah, http://ejournal.undip.ac.id/index.php/politika/article/download/4920/4458, diakses pada Rabu, 4 Juni 2014 Pukul 01.59 WIB.5 Drs. Hessel Nogi S. Tangkilisan, MSi, “Teori dan Konsep Kebijakan Publik” dalam Kebijakan Publikyang Membumi, konsep, strategi dan kasus (Yogyakarta : Lukman Offset dan YPAPI, 2003), hal 1.6 Ibid. hal. 2.
8
Teori Efisiensi Pelayanan Publik Charles M. Tiebout (1956)
Charles M. Tiebout adalah seorang ilmuan ekonomi dari University of
Michigan, Amerika Serikat7. Dalam pandangan berkaitan dengan pelayanan
publik, dia menyatakan bahwa masyarakat atau individu menurutnya bebas untuk
menyeleksi atau memilih jenis pelayanan publik yang sesuai dengan
preferensinya dalam mencapai utilitas maksimumnya8. Dengan demikian,
menurutnya pemerintah lokal akan semakin efektif dan efisien dalam mengelola
sumber daya yang ada untuk menyediakan pelayanan publik yang sesuai atau
dibutuhkan oleh masyarakat.
Berkaitan dengan pelayanan publik yang efisien, Tiebout (1956)
mengemukakan teori tentang beberapa syarat atau kriteria tentang pelayanan
publik yang paling efisien, yaitu sebagai berikut :
1. Pemerintah lokal harus menghayati apa yang dibutuhkan
masyarakatnya ;
2. Pemerintah lokal harus responsif terhadap kebutuhan
masyarakat sehingga mendorong pemerintah lokal untuk lebih efisien
dalam penggunaan dana yang berasal dari masyarakat ; dan
3. Persaingan antar daerah dalam memberikan pelayanan
pelayanan kepada masyarakat akan mendorong pemerintah lokal untuk
melakukan inovasi.
7 “ Charles M. Tiebout: A Pure Theory of Local Expenditures 1956” oleh Chriss Stoddard, http://www.csiss.org/classics/content/43, diakses pada Selasa, 3 Juni 2014 pukul 14.00 WIB 8 “Menengok Kembali Isu Efisiensi Dalam Praktif Desentralisasi Fiskal” oleh Sampurna Budi Utama, http://www.bppk.depkeu.go.id/webpegawai/attachments/439_NEW%20Menengok%20isu%20efisiensi%20Pak%20Sampurna.pdf, diakses pada diakses pada Selasa, 3 Juni 2014 pukul 18.30 WIB
9
BAB.III
PEMBAHASAN
2.1 PEMILIHAN WALIKOTA BOGOR 2008
Pasangan Diani Budiarto dan Achmad Ru'yat merupakan calon Walikota
dan wakil Walikota Bogor yang berhasil terpilih pada Pemilihan Kepala Daerah
Kota Bogor 20089. Dengan terpilihnya pasangan tersebut maka Diani dan Ru’yat
resmi memimpin kembali Kota Bogor pada periode 2009-201410. Diani dan
Ru’yat berhasil terpilih dengan mengumpulkan 246.437 (63,84 %) suara dari
603.029 hak pilih.
Pemilihan Kepala Daerah Kota Bogor 2008 diadakan pada tanggal 25
Oktober dengan 1.586 tempat pemungutan suara yang tersebar di 68 kelurahan.
Pada Pilkada kali ini tercatat 386.020 suara sah (64,01%) yang terkumpul dan
29.592 suara yang tidak sah (4,90%). Jumlah pemilih yang golput pada Pilkada
ini cukup besar yaitu mencapai 87.411 suara (31,07%).
Pasangan Diani dan Ru’yat dengan nomor urut lima yang didukung oleh 9
partai yakni PKS, Partai Golkar, PDIP, Partai Patriot, PBSD, PSI, PKPI, PPDI,
dan PDK berhasil memenangkan Pilkada Kota Bogor 2008 dengan perolehan
suara yang unggul di seluruh kecamatan di Kota Bogor.
Pasangan yang mendapatkan suara terbanyak kedua adalah mantan
Sekretaris Daerah Kota Bogor, Dody Rosadi yang berpasangan dengan Erik
Irawan. Pasangan bernomor urut empat yang didukung oleh PAN, PPP, PBR, dan
PKB ini mendapatkan 60.040 suara (15,55%). Barulah perolehan suara diikuti
oleh pasangan Syafei Bratasenjaya dan Akik Darul Tahkik, Imam Santoso (Ki
Gendeng Pamungkas) dan Acmad Chusaeri, serta Iis Supriatini dan Ahani yang
9 Antara News. 2008. Diani-Ru`yat Pemenang Pilkada Bogor. http://www.antaranews.com/berita/122354/diani-ruyat-pemenang-Pilkada-bogor. Diakses pada tanggal 28 April 2013 jam 20.30
10 Pemerintah Kota Bogor. 30 Oktober 2008. Diani-Ru’yat Akan Pimpin Kota Bogor Periode 2009-2014http://www.kotabogor.go.id/sambutan/4438-diani-ruyat-akan-pimpin-kota-bogor-periode-2009-2014. Diakses pada tanggal 28 April 2013 jam 20.30
10
didukung oleh Partai Demokrat, PKPB, dan PKNUI di urutan terakhir. Hal ini
cukup menarik bila melihat pasangan Syafei dan Akik serta Imam Santoso dan
Acmad yang tak didukung oleh satupun partai dapat mengungguli pasangan Iis
dan Ahani yang diusung oleh partai besar yakni Partai Demokrat.
Hasil akhir perhitungan suara secara keseluruhan sesuai dengan nomor urut
pasangannya adalah sebagai berikut:
1. Syafei Bratasenjaya-Akik Darul Tahkik mendapat 33.490 suara (8,68%)
2. Imam Santoso (Ki Gendeng Pamungkas)-Acmad Chusaeri mendapat
26.117 suara (6,77%)
3. Iis Supriatini-Ahani mendapat 19.935 suara (5,16%)
4. Dody Rosadi-Erik Irawan Suganda mendapat 60.040 suara (15,55%)
5. Diani Budiarto-Achmad Ru'yat mendapat 246.437 suara (63,84%)
Di seluruh kecamatan di Kota Bogor yang terdiri dari Kecamatan Bogor
Timur, Kecamatan Bogor Tengah, Kecamatan Tanah Sareal, Kecamatan Bogor
Barat dan PPK Kecamatan Bogor Selatan, pasangan Diani dan Ru’yat berhasil
mengumpulkan suara terbanyak dibandingkan dengan empat pasang calon
Walikota dan wakil Walikota lainnya. Selain itu, pasangan Diani dan Ru’yat juga
berhasil mendapatkan suara terbanyak di seluruh TPS tempat kandidat lain
mencoblos, kecuali di TPS 39 Tegal Gundil Bogor Utara tempat Dodi Rosadi
mencoblos. Dapat disimpulkan bahwa pasangan Diani dan Ru’yat menang mutlak
pada Pilkada ini.
Tabel Hasil perolehan suara Pilkada Kota Bogor Tahun 2008
Kecamatan
Nomor Urut Pasangan Calon Walikota
dan Wakil WalikotaJu
mlah1 2 3 4 5
Bogor
Timur
3.757
2.648
1.755
5.839
24.047
38.046
9,87%
6,96%
4,61%
15,35%
63,21%
Bogor 4.507
3.527
2.283
5.853
28.794
44.964
11
Tengah 10,02%
7,84%
5,08%
13,02%
64,04%
Bogor Utara
5.881
4.676
3.313
10.888
37.366
62.124
9,47%
7,53%
5,33%
17,53%
60,15%
Tanah
Sareal
6.470
4.494
3.717
13.351
48.075
76.107
8,50%
5,90%
4,88%
17,54%
63,17%
Bogor Barat
7.095
5.619
4.477
14.597
59.508
91.296
7,77%
6,15%
4,90%
15,99%
65,18%
Bogor
Selatan
5.780
5.153
4.391
9.512
48.647
73.483
7,87%
7,01%
5,98%
12,94%
66,20%
Total
33.490
26.117
19.936
60.040
246.437
386.020
8,68%
6,77%
5,16%
15,55%
63,84%
Sumber: http://www.wikimu.com/news/DisplayNews.aspx?id=11443
Sesuai dengan tabel di atas, maka dapat dilihat bahwa persebaran suara
pada Pilkada Bogor 2008 sangatlah merata. Perolehan suara di setiap kecamatan
menghasilkan urutan suara yang sama persis. Di seluruh kecamatan, pasangan
Diani dan Ru’yat keluar sebagai pemenang, diikuti oleh Dody dan Erik, Syafei
dan Aki, Imam Santoso dan Acmad Chusaeri, serta Iis Supriatini dan Ahani.
2.2 DINAMIKA PEMBANGUNAN KOTA BOGOR 2008-2013
Perkembangan Kota Bogor tidak terlepas dari peran Walikota yang
menjabat, yaitu Diani Budiarto. Dia merupakan orang yang berhasil
mempertahankan kekuasaannya sebagai Walikota, setelah sebelumnya menjabat
sebagai Walikota Bogor pada masa jabatan 2003-2008. Karenanya tidak heran
bila Diani Budiarto sering dikatakan sebagai salah satu tokoh masyarakat di Kota
Bogor. Selama dua periode dia menjabat, tidak sedikit perubahan-perubahan yang
terjadi pada Kota Bogor ini. Dengan melihat perkembangan pelayanan publik
yang ada di Bogor, kita bisa mengukur keberhasilan dari pemerintahan Diani
12
Budiarto masa jabatan 2008-2013 dan melihat sejauh mana keberhasilan dari
Pilkada itu sendiri.
Diani Budiarto bersama-sama dengan Achmad Ruk’yat sebagai
Walikota dan Wakil Walikota Kota Bogor berusaha menjadikan Bogor sebagai
kota yang lebih baik, dengan menekankan pembangunan pada Bidang
Transportasi dan Perekonomian. Fokusnya pembangunan masa jabatan Walikota
Diani Budiarto ini tidak terlepas dari visi mereka, yaitu menjadikan Bogor
sebagai “Kota Perdagangan dengan Sumber Daya Manusia Produktif dan
Pelayanan Prima”.11 Pembangunan ini diwujudkan dengan pembuatan jalan
Bogor Outer Ring Road dan Inner Ring Road, dibangunnya beberapa pusat
perbelanjaan besar, dan juga pemindahan Terminal Baranangsiang.
Pembangunan jalan, merupakan Salah satu hasil nyata dari kerja keras
Diani Budiarto Dan Achmad Rukyat, Terdapat laporan bahwa selama mereka
menjabat, terdapat Pertumbuhan jalan di Bogor sebanyak 0,01%.12 Meskipun
prosentasenya tidak terlalu besar, namun masih terdapat beberapa ruas jalan di
Kota Bogor yang sedang dalam pengerjaan konstruksi dan merupakan salah satu
jalan arteri yang dimiliki Kota Bogor. Pembangunan ini merupakan bukti bahwa
Diani Budiarto dan Achmad Ruk’yat ini memang peduli dengan transportasi yang
ada di Kota Bogor. Selain itu, dalam masa kepemimpinannya, muncul kebijakan
penggunaan bahan bakar gas untuk angkutan kota yang ada di Kota Bogor, akan
tetapi kebijakan tersebut masih mengalami kendala karena belum mendapatkan
kesepakatan harga dari Pertamina, sehingga pada akhirnya kebijakan ini masih
belum sepenuhnya dijalankan. Dalam bidang yang sama, kebijakan yang sangat
terkenal yakni mengenai revitalisasi dan pemindahan terminal Baranangsiang.
Adapun Terminal Baranangsiang yang semula pusat keberangkatan dan
kedatangan bus antar kota-antar propinsi, akan diubah fungsinya menjadi
terminal transit biasa dan akan diubah menjadi pusat bisnis dan pembelanjaan,
11 Kota Bogor, “Visi dan Misi”, Diakses pada 6 Juni 2014 pukul 21.40 WIB, http://www.kotabogor.go.id/sekilas-bogor/visi-dan-misi ,12Kota Bogor, “DPRD Kota Bogor Ajukan LKPJ AMJ Walikota tahun 2009-2013”, diakses pada 27 April pukul 21.01 WIB, http://kotabogor.go.id/component/content/article/1-berita-terbaru/10659-dprd-kota-bogor-rekomendasikan-lkpj-amj-Walikota-tahun-2009-2013
13
namun hal ini menimbulkan isu panas yang menjadi bahan perbincangan
masyarakat di Kota Bogor.
Bidang berikutnya adalah masalah perekonomian Kota Bogor. Hal ini
bisa kita lihat dari jumlah pembangunan pusat perbelanjaan dan hotel yang ada di
Bogor selama masa jabatan Diani Budiarto. Pusat perbelanjaan akan membuka
lapangan kerja dan akhirnya mengurangi pengangguran, selain itu tidak
diragukan lagi akan meningkatnya perekonomian kota secara keseluruhan.
Sedangkan didirikannya hotel-hotel mewah akan menarik minat wisatawan dan
akhirnya akan meningkatkan perekonomian pula. Melihat usaha yang dilakukan
oleh pemerintahan Diani, dapat disimpulkan bahwa Walikota sangat ingin
memajukan perekonomian masyarakat Kota Bogor.
Meskipun banyak hal yang telah dilakukan oleh Diani budiarto selaku
Walikota menjabat, masih banyak kritik yang diberikan kepadanya terkait
kebijakan-kebijakan yang telah dia keluarkan.13 Yang pertama adalah kebijakan
Bogor Outer Ring Road dan Bogor Inner Ring Road. Kebijakan ini melibatkan
dana yang tidak sedikit dan berjalan sangat lama, akan tetapi pembangunan jalan
ini baru terlihat pelaksanaannya setelah masa jabatan Diani Budiarto hendak
berakhir. Hal ini menimbulkan indikasi baru bahwa Walikota menjabat ingin
memperbaiki citranya dihadapan masyarakat Kota Bogor, terutama dengan
adanya fakta bahwa Wakil Walikota Bogor saat itu, Achmad Ruk’yat ingin
mencalonkan diri sebagai Walikota Bogor periode 2014-2019. Kritik selanjutnya
terdapat pada kebijakan pemindahan terminal dan revitalisasi terminal yang
menimbulkan kecurigaan korupsi kepada Diani Budiarto. Hal ini tentu saja
karena terminal Baranangsiang yang telah lama beroperasi sebagai terminal
utama hendak diganti fungsinya sebagai pusat perbelanjaan yang secara langsung
akan menambah kemacetan pada ruas jalan tersebut. Terakhir, adalah mengenai
pendirian beberapa hotel baru di Kota Bogor. Apabila diperhatikan,
pembangunan hotel-hotel yang ada di Bogor berlangsung pada akhir masa jabatan
Diani Budiarto, hal ini menimbulkan asumsi bahwa Diani budiarto sengaja
13Lensa Indonesia, “ Pekat Hadiahkan Rapor Merah pada Walikota Bogor Diani Budiarto” oleh Rosdiansyah, Diakses pada 27 April 2014 pukul 21.30 WIB, http://www.lensaindonesia.com/2012/02/16/pekat-hadiahkan-rapor-merah-pada-Walikota-bogor-diani-budiarto.html
14
menerbitkan izin-izin untuk pada pemilik hotel agar Diani Budiarto secara pribadi
juga mendapat untung dari uang lobi yang diberikan, izin-izin yang diberikan
kepada para pengusaha ini tidaklah sedikit, tidak kurang dari 12 hotel didirikan
selama masa jabatan Diani Budiarto (2008-2013).14
Melihat kebijakan-kebijakan yang dijalankan oleh Walikota Bogor, terlihat
bahwa kebijakan yang ada ternyata masih belum bisa memenuhi kebutuhan
masyarakat Kota Bogor dan bahkan cenderung merugikan masyaraat Kota Bogor
itu sendiri. Angkutan Umum yang masih belum efektif, pembangunan jalan yang
tak kunjung usai, pemindahan terminal, dan bahkan pusat perekonomian yang
difokuskan pada sektor pariwisata saja memperlihatkan pelayanan publik bagi
masyaraat Kota Bogor masih kurang diperhatikan. Sesuai dengan visi dan misi
yang dimiliki oleh Walikota Bogor 2008-2013, seharusnya kebijakan publik yang
ada ditujukan untuk membangun Kota Bogor sebagai pusat perdagangan dengan
transportasi dan pelayanan publik yang sangat mendukung. Selain itu dengan
melihat kriteria keberhasilan pelayanan publik milik Tibeout, pengadaan
pelayanan publik yang ada di Kota Bogor tidak bisa dikatakan berhasil.
Terdapat 4 misi yang dibawa oleh Diani Budiarto sebagai Walikota yaitu,
mengembangkan perekonomian masyarakat yang bertumpu pada kegiatan
perdagangan, mewujudkan kota yang bersih dengan sarana prasarana transportasi
yang berkualitas, miningkatkan kualitas sumber daya manusia dengan penekanan
pada penuntasan wajib belajar 12 tahun, serta peningkatan kesehatan dan
keterampilan masyarakat, dan peningkatan pelayanan publik dan partisipasi
masyarakat.15 Melihat pelaksanaan kebijakan yang diambil oleh pemerintah,
terdapat beberapa hal yang tidak sesuai dengan misi-misi diatas. Hal yang
pertama adalah Peningkatan perekonomian yang dilakukan pemerintah Kota
Bogor yang tidak berdasarkan aspek perdagangan. Sesuai dengan misinya,
seharusnya pemerintah lebih memperhatikan kondisi pasar-pasar tradisional yang
ada di Bogor dan memperbaharuinya. Akan tetapi dalam
kenyataannya,pemerintah hanya berusaha meningkatkan pembangunan hotel 14 BogorPos, “ Belasan Hotel Anyar Bakal Berdiri di Kota Hujan”oleh Alfarissy, Diakses pada 3 Juni 2014 Pukul 20.34 WIB, http://www.bogorpos.com/headline/view/3460-belasan-hotel-anyar-bakal-berdiri-di-kota-hujan 15 Op Cit, Kota Bogor
15
yang dampaknya tentu akan berbeda dengan misi yang dibawa. Hal yang kedua
adalah pengadaan transportasi yang masih kurang baik. Kesalahan yang
dilakukan pemerintah Kota Bogor dalam hal ini adalah usaha relokasi terminal
dan juga pembangunan jalan yang terkesan lambat. Dengan gagalnya perbaikan
dalam bidang transportasi ini, pemerintah Kota Bogor terbukti tidak bisa
menjalankan misi mereka tentang transportasi dan terbukti tidak bisa
mengadakan pelayanan publik yang memuaskan masyarakat.
Ketidakberhasilan pemerintah menjalankan misi mereka tersebut juga
membuktikan bahwa pemerintah tidak memenuhi kriteria pemenuhan pelayanan
publik yang efisien. Terlihat bahwa pemerintah Kota Bogor tidak bisa memahami
kebutuhan masyarakat. Meskipun Pilkada dilakukan untuk mendekatkan
pemerintah dengan masyarakatnya, pada kasus Kota Bogor, pemerintah tetap
tidak memperhatikan kepentingan masyarakat dan justru membuat kebijakan
yang kurang menguntungkan bagi masyarakat. Selain itu Pemerintah Kota Bogor
juga dinilai lambat dalam menjalankan kebijakan publik yang mereka buat
sehingga dana dari masyarakatnya tidak dipergunakan secara efisien, contohnya
adalah pembangunan Jalan Bogor Outer Ring Road dan Pembangunan sektor
perdagangan yang kurang diperhatikan. Pelayanan-pelayanan yang ada di Kota
Bogor juga masih belum bisa memenuhi kebutuhan masyarakat karena
pemerintahan Kota Bogor masih belum bisa memahami secara penuh kebutuhan
dari masyarakat Kota Bogor itu sendiri. Kita bisa melihat pembangunan hotel
yang berlebihan di Kota Bogor yang seharusnya bisa digunakan untuk
membangun pasar yang lebih berguna untuk kegiatan perdagangan.
16
BAB.IV
ANALISIS
Melalui analisis yang ada, maka patut diperhatikan sejak awal bahwa
Pilkada merupakan salah satu bentuk perwujudan dari demokrasi dan otonomi
daerah di Indonesia yang dimulai pada Era Reformasi hingga saat ini, dalam
kacamata Pilkada Bogor, makalah kelompok ini berusaha menggali manfaat
pasca Pilkada Bogor pada tahun 2008. Ada beberapa hal yang unik berkaitan
dengan relasi kekuasaan di Kotamadya Bogor pada masa tersebut, sesuai dengan
pemberitaan yang ada dan kesesuaian dengan kondisi di lapangan, maka penulis
makalah dapat menarik pandangan bahwa Pilkada yang terjadi di Kota Bogor
pada tahun 2008, dampak yang dirasakan oleh masyarakat Kota Bogor beragam,
dengan meningkatnya kemacetan di pusat Kota, hingga permasalahan
pembangunan infrastruktur dan ketimpangan ekonomi.Perlu ditekankan kembali
bahwa Pilkada ini pada dasarnya diperuntukkan bagi masyarakat untuk
mengawasi pemimpin terpilihnya, namun denga tingkat kemenangan yang tinggi
pada saat Pilkada, muncul sensasi “percaya diri” yang besar dalam diri pemimpin
terpilih bersangkutan.
Pembangunan yang berjalan di Kota Bogor pasca kemenangan Diani-
Ru’yat sangat terlihat hingga membuat masyarakat terkadang “gerah” dengan
situasi yang ada (contoh ; kemacetan panjang rutin yang terjadi pada masa
pembangunan ruas jalan tol baru - Bogor Outer Ring Road), namun
pembangunan masif yang berjalan hingga saat ini justru tidak terasa manfaat
sepenuhnya oleh masyarakat sendiri, permasalahan pendidikan, jaminan
kesehatan, hingga ekonomi masyarakat yang tumpang tindih tidak terencana
dengan matang dan baik dalam realisasi masih menjadi pekerjaan rumah bagi
pemimpin Bogor yang baru. Perlu ditinjau kembali bahwa dalam permasalahan
kemacetan dan segenap kerugian yang diderita, langkah kebijakan yang diambil
pemerintahan Diani sering salah sasaran dan justru merugikan masyarakat
sendiri. Salah satu contoh yang terasa adalah wacana pemindahan Terminal
Baranang Siang yang notabene berlokasi strategis di persimpangan pusat Kota
Bogor, langkah yang awalnya untuk mendiadakan kemacetan di sekitar pusat
17
kota justru berbuah protes dan memunculkan demonstrasi dari kalangan supir dan
penumpang, yang notabene merupakan masyarakat berpenghasilan rendah.
Adapun kebijakan yang masih menjadi kontroversi hingga saat ini adalah
kebijakan pemberian izin pembanguna hotel , terutama dengan salah satu hotel
baru yang berada persis di depan Tugu Kujang, yang merupakan monumen
kebanggan masyarakat Bogor, permasalahan yang muncul bukanlah mengenai
hotelnya, melainkan tinggi hotel tersebut menyaingi tinggi dari Tugu Kujang,
warga pun melancarkan protes karena pada prinsip yang dipercaya masyarakat,
monumen harus lebih tinggi dari gedung apapun di sekitarnya, namun apa yang
dikeluhkan masyarakat tidak ditanggapi secara tepat dan dibiarkan begitu saja, di
sini dapat dilihat bahwa masyarakat tidak didengarkan aspirasi serta keluhannya
oleh pemerintahan yang terkait.
Maka dari itu di bagian sebelumnya, pemerintahan Diani mendapat
“kecaman” dan “rapor merah” sebagai dampak dari kebijakan pembangunan yang
salah sasaran dan tidak melibatkan masyarakat. Melalui pemaparan yang ada,
maka penulis makalah dapat menarik analisis bahwa kepemimpinan, khususnya
di Kota Bogor pada masa 2008-2013 adalah cerminan dari “kurang”nya
partisipasi masyarakat Bogor dalam penyelenggaraan pemerintahan Bogor yang
baik dan akuntabel. Harapan yang dimiliki masyarakat Bogor belum
terakomodasi dengan baik oleh pemimpin yang terpilih, dan yang menjadi
permasalahan saat ini dalam pemilihan kepala daerah adalah amanah pemimpin
tersebut dalam menjalankan mandatnya selaku pelayan publik yang berusaha
menciptakan efisiensi dan efektifitas dalam pemerintahannya. Hal ini menjadi
tinjauan penulis, dengan adanya Pilkada pada tahun 2008 terlihat bahwa
masyarakat belum merasakan manfaatnya terhadap kondisi yang ada , sehingga
perlu ditinjau kembali efektifitas dari adanya Pilkada tersebut dan program yang
dijalankan oleh pemimpin terpilih.
18
BAB.V
PENUTUP
Kesimpulan
19
DAFTAR PUSTAKA
Antara News. 2008. Diani-Ru`yat Pemenang Pilkada Bogor. http://www.antaranews.com/berita/122354/diani-ruyat-pemenang-Pilkada-bogor. Diakses pada tanggal 28 April 2013 jam 20.30 WIB
http://www.beritasatu.com/hukum/164146-icw-korupsi-di-daerah-sudah-masuki-status-darurat.html, diakses pada Senin, 28 April 2014 pukul 10.00 WIB
http://www.kemenegpdt.go.id/hal/300027/183-kab-daerah-tertinggal, diakses pada Senin, 28 April 2014 Pukul 11.03 WIB
http://kotabogor.go.id/component/content/article/1-berita-terbaru/10659-dprd-kota-bogor-rekomendasikan-lkpj-amj-Walikota-tahun-2009-2013 diunggah pada 27 April pukul 21.01 WIB
Pemerintah Kota Bogor. 30 Oktober 2008. Diani-Ru’yat Akan Pimpin Kota Bogor Periode 2009-2014: http://www.kotabogor.go.id/sambutan/4438-diani-ruyat-akan-pimpin-kota-bogor-periode-2009-2014. Diakses pada tanggal 28 April 2013 jam 20.30 WIB
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dikutip dari website http://www.kpu.go.id/dmdocuments/UU_32_2004_Pemerintahan%20Daerah.pdf (diakses pada tanggal 27 April 2014 Pukul 22.47 WIB).
http://www.lensaindonesia.com/2012/02/16/pekat-hadiahkan-rapor-merah-pada-Walikota-bogor-diani-budiarto.html diunduh pada 27 April pukul 21.30 WIB
http://poskotanews.com/2013/12/02/diani-berharap-apa-yang-sudah-dicapai-dapat-dipertahankan/ diunduh pada 27 April pukul 21.05 WIB
Penjelasan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008. Dikutip dari http://www.sjdih.depkeu.go.id/fullText/2008/12TAHUN2008UUPenj.htm (diakses pada tanggal 27April 2014 Pukul 22.37 WIB)
http://www.suarapembaruan.com/tajukrencana/menakar-Pilkada-serentak/47565, diakses pada Senin, 28 april 2014 pukul 09.00 WIB