Dalal Ah
-
Upload
muktia-amalina -
Category
Documents
-
view
41 -
download
4
Transcript of Dalal Ah
DALALAHMemahami sesuatu yang disebutkan pertama disebut madlul (مدلول) yang ditunjuk. Dalam hubungannya dengan hukum, yang disebut madlul itu adalah hukum itu sendiri. Kata sesuatu yang disebutkan kedua kalinya disebut dalil (.yang menjadi petunjuk (دليل
Adapun pengertian yang lain Dalalah (الداللة) itu sendiri menurut bahasa adalah maksud tertentu. Dan dalam ilmu Ushul Fiqh dapat ditegaskan bahwa Dalalah adalah pengertian yang ditunjuki oleh suatu lafadh dengan kata lain petunjuk suatu lafadh kepada makna tertentu. Dalalah atau Dalalah adalah hubungan antara al-dal dan al-madlul. Al-dal adalah lafadh sedangkan Al-madlul adalah ma’na lafadh.Contoh .(sholat)الصالة: ini namanya al-dal. dan madlulnya adalah do’a (ma’na bahasa atau lughawi). Atau perbuatan yang diakhiri dengan takbir dan diakhiri dengan salam (ma’na istilah). Maka penunjukan ma’na sholat pada doa atau perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam namanya Dalalah.Pembahasan Dalalah sangat amat penting untuk mengetahi maksud suatu dalil. Dalam mengambil suatu dalil namanya istidlal (األستدالل). Jadi antara al-dal, al-madlul, Dalalah, dan al-istidlal itu tidaklah sama.
Pembagian dalalah Lafdziah : bentuk lafadh, suara, atau kata. Terbagi menjadi empat.
Yaitu :1. Ibaroh nash (dalalah ibarat)
Firman Allah : “Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba.
Pengertian :
1. Membedakan antara jual beli dan riba. Tujuan utama di
turunkannya ayat itu
2. Menjelaskan halalnya jual beli. Pengertian ini sebagai tujuan
sekunder.
Contoh lain
ط�وا ف�ي ال�ي�ت�ام�ى س� ت�م� أ�ال� ت�ق� ف� إ�ن� خ� و�اء� ���اب� ل�ك�م� م�ن� الن�س ���ا ط ���وا م ان�ك�ح� ��� فت�م� أ�ال� ف� إ�ن� خ� ���اع� ف ���ب ر� ث� و� ث�ال� ث�ن�ى و� م�ان�ك�م� �ي�م� ل�ك�ت� أ ا م� و� م�
د�ة3 أ� اح� و� ت�ع�د�ل�وا ف��د�ن�ى أ�ال� ت�ع�ول�وا ذ�ل�ك� أ
Artinya :
“Kawinilah wanita-wanita yang kamu senangi dua,tiga atau empat.
Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka
seorang saja. (an-nisa :3)
Dengan memperhatika ibaroh nash (apa yang tersurat) ada tiga
pengertian. :
1. Diperbolehkan mengawini wanita yang di senangi
2. Membatasi jumlah isteri empat orang saja
3. Wajib hanya mengawini seorang saja jika di khawatirkan
berbuat khianat lantaran mengawini wanita banyak.
2. Isyarat nash (dalalah isyarat)
“Dan bapaknya wajib memberikan belanja dan pakaian kepada ibunya
dan dengan kebaikan.”
makna isyarat nash nya yang tersirat antara lain:
1. Ayah tidak dapat disertai orang lain dalam menjalankan kewajibannya memberi nafkah kepada anak-anaknya, lantaran anak itu adalah putranya sendiri bukan putra orang lain.
2. Ayah walaupun dalam keadaan miskin sedangkan ibunya mampu, maka putra tersebut tetap menjadi tanggungannya.
3. Ayah dalam keadaan yang sangat memerlukan boleh mengambil harta anaknya sekedar menutup kebutuhannya, tanpa menggantinya. Karena ia adalah anaknya dan harta anaknya termasuk hartanya juga.
3. Dalalah nash
Contoh firman Allah
Artinya : Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
perkataaan “ah”.......
Secara eksplisit ayat tersebut menunjukkan tentang haramnya
mengucapkan kata “ah” kepada kedua orang tua. Bila ucapan ”ah”
kepada kedua orang tua saja diharamkan maka memukul dan mencerca
serta segala perkataan dan perbuatan yang menyakitkan hati kedua
orang tua, tentu lebih diharamkan.
Contoh lain :
Firman Alllah dalam surat an nisa ayat 10
“sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara
dzolim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya
Menurut dalalah nash makna yang tersurat adalah mengharamkan
memakan harta anak yatim secara aniaya berarti mengharamkan
tindakan membakar harta kekayaan atau mencerai beraikannya.
Perbedaan dalalah nash dan qiyas ialah persamaan makna yang sesuai
dengan yang di ucapkan nash dapat di pahami hanya menurut
pemahaman bahasa tanpa memperhatikan ijtihad dan istimbath.
Sedangkan persamaan sesuati yang di kiaskan dengan yang dikiyasi tidak
dapat di pahami menurut bahas saja.
4. Dalalah Iqtida’
Penunjukan lafadh kepada setiap sesuatu yang tida selaras maknanya,
menurut abu zahrah
Contoh :
Di bebaskan dari ummatku kekeliruan dan kelupaan serta perbuatan
yang terpaksa di lakukannya
Menunjukan terhapusnya perbuatan jika itu dikarenakan kesalahan,
lupa atau terpaksa.
Contoh lain :
Dan tanyalah (penduduk) negeri yang kami berada disitu, dan kafilah
yang kami datang bersamanya, dan Sesungguhnya kami adalah orang-
orang yang benar”. (Q.S.Yusuf:82)
Menurut dzahir ungkapan ayat tersebut terasa ada yang kurang,
karena bagaimana mungkin bertanya kepada “kampung” yang
bukan makhluk hidup. Karenanya dirasakan perlu memunculkan
sesuatu kata agar ungkapan dalam ayat itu menjadi benar. Kata
yang perlu dimunculkan itu adalah “penduduk” sebelum kata
“kampung” yang dapat ditanya dan memberi jawaban. Selain itu,
juga dianggap perlu memunculkan kata “orang-orang” sebelum
kata “kafilah”, sehingga menjadi orang-orang dalam “kafilah” yang
memungkinkan memberikan jawaban.
Dalalah Ghoiru Lafdziyah. Yaitu dalalah yang bukan merupakan kata1. Dalam suatu hukum yang tersurat dapat diketahui pula
hukum lain meskipun tidak tersurat dalam lafadh ituDan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga. (Q.S.An-Nisa’:11)
Ibarat nash dari ayat ini adalah ahli waris hanya dua orang ibu bapak, maka ibu menerima sepertiga. Meskipun dalam ayat ini tidak disebutkan hak ayah, nemun dari ungkapan ayat ini, dapat dipahami bahwa hak ayah adalah sisa dari sepertiga yaitu, dua pertiga.
2. keadaan diamnya seseorang yang fungsinya untuk memberikan penjelasan.Misalnya diamnya Rosulullah ketika menyaksikan suatu peristiwa maka hal ini menunjukkan izin Beliau bila tidak di sanggahnya. Bisa juga dianggap sebagai sunnah.Termasuk juga diamnya seorang gadis jika ditanyai walinya atau utusan yang di kirim kepadanya untuk menikahkannya dengan
seseorang sedangkan gadis itu diam. Maka ini menujukan keridhoan.
3. Memandangdiam orang diam itu, satu petunjuk, sama dengan tuturan nya, untuk menolak penipuanContohnya, seorang wali anak bersikap diam saat orang yang berada di bawah perwaliannya melakukan tindakan yang bertalian dengan hartanya, seperti jual beli. Orang yang berada di bawah pertaliannya itu baru sah tindakannya bila secara jelas diizinkan oleh walinya, tidak hanya diam semata.Namun, karena jual beli itu sudah berlangsung dan kalau tidak mendapat persetujuan dari walinya, tentu tindakan itu tidak dianggap sah yang akan merugikan pihak lain. Dalam rangka menghindari kerugian dari pihak lain maka meskipun wali itu hanya diam tetapi sudah sah
4. Dalalah diam terhadap penentuan bilangan yang biasa dibuang (tidak disebut) dalam pembicaraanMisalnya orang biasa menyebutkan kata seribu limaratus. Padahal maksudnya seribu dan limaratus. Untuk menghindarkan ucapan yang terlalu panjang.Orang arab juga biasa mengatakan membeli beras seratus satu gantang. Maksudnya seratus dan satu gantang.
MAFHUM dan MANTUQ
Mantuq adalah suatu ketetapan hukum yang dapat dipahami dari penuturan langsung lafal nash secara tekstual. Sedangkan mafhum adalah penujukan lafal nash atas suatu ketentuan yang dapat dipahami
dari suatu ketentuan hukum yang di dasarkan atas pemahaman dibalik yang tersurat.
Pembagian Mantuq1) Nash, yaitu suatu perkataan yang jelas dan tidak mungkin di
ta’wilkan lagi, seperti firman Allah SWT
Maka wajib berpuasa tiga hari (Q.S Al-Baqarah ayat 106)
2) Zahir, yatiu suatu perkataan yang menunjukkan sesuatu makna,
bukan yang dimaksud dan menghendakinya kepada penta’wilan.
Seperti firman Allah SWT
Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu (Q.S Ar-Rahman ayat 27)
Wajah dalam ayat ini diartikan dengan zat, karena mustahil bagi
tuhan mempunyai wajah seperti manusia.
”dan langit yang kami bangun dengan tangan” (Q.S. Adz-zariyat:
47)
Kalimat tangan ini diartikan dengan kekuasaan karena mustahil
Allah mempunyai tangan seperti manusia.
Pembagian mafhum
1. Mafhum Muwafaqah, yaitu apabila hukum yang dipahamkan sama
dengan hukum yang ditunjukkan oleh bunyi lafadz. Mafhum
muwafaqah ini dibagi menjadi dua bagian:
a) Fahwal Khitab
yaitu apabila yang dipahamkan lebih utama hukumnya daripada yang
diucapkan. Seperti memukul orang tua tidak boleh hukumnya,
firman Allah SWT yang artinya: jangan kamu katakan kata-kata yang
keji kepada kedua orangtua. Kata-kata yang keji saja tidak boleh
apalagi memukulnya.
b) Lahnal Khitab
yaitu apabila yang tidak diucapkan sama hukumnya dengan
diucapkan. Seperti memakan (membakar) harta anak yatim tidak
boleh berdasarkan firman Allah SWT:
Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim
secara zalim, Sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh
perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-
nyala (neraka).
(Q.S An-Nisa ayat 10)
Membakar atau setiap cara yang menghabiskan harta anak
yatim sama hukumnya dengan memakan harta anak tersebut
ang berarti dilarang (haram)
3. Mafhum Mukhalafah, yaitu pengertian yang dipahami berbeda
daripada ucapan, baik dalam istinbat (menetapkan) maupun
Nafi (meniadakkan). Oleh sebab hal itu yang diucapkan. Seperti
firman Allah SWT:
apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, Maka
bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah
jual beli
dari ayat ini dipahami bahwa boleh jual beli dihari Jum’at
sebelum azan dikumandangkan dan sesudah
mengerjakan shalat Jum’at. Dalil Khitab ini dinamakan juga
mafhum mukhalafah.
Mafhum mukhalafah ada empat,, yaitu :
1. Mafhum shifat
menetapkan hukum yang dikaitkan dengan sifat yang terdapat
pada lafal dan menetapkan sebaliknya bila berlawanan dengan
sifat dimaksud. Contohnya, dalam surat An-Nisa’(4): 25:
“Barangsiapa diantara kamu yang tidak mampu untuk
mengawini wanita merdeka mukmin, maka ia boleh
mengawini wanita beriman dari hamba sahaya yang kamu
miliki” (QS An nisa :25)
Mantuq dari ayat ini ialah boleh menikahi hamba sahaya
mukmin bila tidak mampu menikahi wanita merdeka
mukmin. Mafhūm sifatnya dari ayat ini ialah tidak boleh
menikahi hamba sahaya yang tidak mukmin
2. Mafhum illat/
menetapkan hukum kebalikan dari yang disebutkan yang
dikaitkan dengan syarat. Tegasnya bila syarat terpenuhi maka
berlaku hukum dan bila tidak terpenuhi maka tidak dapat
ditetapkan hukum sebaliknya
firman Allah:
“jika perempuan (yang dicerai) itu dalam keadaan hamil maka berilah nafkah mereka sampai mereka melahirkan”. (QS at thalaq :6)
Mantuq ayat ini menetapkan bahwa wajib memberi nafkah bagi perempuan yang dicerai dengan syarat bila ia dalam keadaan hamil. Mafhūm syarat ayat ini tidak wajib memberi nafkah pada isteri yang diceraikan bila ia tidak sedang dalam keadaan hamil.
3. Mafhum ghayyah
Menetapkan hukum yang di kaitkan dengan limit waktu. Contoh
firman Allah SWT :
Artinya : “Jika suami mentalak isterinya (talak tiga), tidak halal
baginya bekas isterinya hingga isterinya itu menikah dengan
laki-laki lain.” (QS Al – Baqoroh :230)
Mafhūm al-gayahnya bila bekas isteri itu telah menikah dengan
laki-laki lain dan bercerai dengan laki-laki itu serta habis masa
iddahnya, maka ia boleh menikah kembali dengan bekas
isterinya tersebut.
Contoh lain QS Al Baqoroh :187
“...makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan)
antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar...”
Jadi hukumnya adalah kebolehan makan dan minum di bulan
ramadhan di batasi sampai datangnya waktu fajar.
4. Mafhum ‘adad
“Pezina perempuan dan pezina laki-laki hendaklah masing-
masing mereka dicambuk sebanyak seratus kali”.
Mantuq ayat ini adalah wajib hukumnya mencambuk pezina
baik laki-laki maupun perempuan sebanyak seratus kali. Mafhm
adadnya ialah tidak sah cambukan terhadap pezina tersebut
bila cambukannya itu lebih atau kurang dari seratus kali.
5. Mafhum laqaab
“.....mengerjakan haji adalah kewajiban manusia kepada Allah,
yaitu bagi orang yang mampu pergi ke Baitullah....” (QS Ali
imran :97)
Mantuq ayat ini menjelaskan bahwa mengerjakan haji itu
adalah pergi ke baitullah di Makkah al-
Mukarramah. Mafhûm laqabnya adalah tidak sah dan tidak
diterima pergi menunaikan haji ke tempat lain selain ke
Baitullah