DAFTAR ISI LEMBAR PERNYATAAN ABSTRAKSI DAFTAR ISI BAB...
Transcript of DAFTAR ISI LEMBAR PERNYATAAN ABSTRAKSI DAFTAR ISI BAB...
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN................................................................................ i
ABSTRAKSI…………………………………………………………………... ii
KATA PENGANTAR........................................................................................ iii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………… vi
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………... 1
A. Latar Belakang Masalah…………………………………………. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah……………………………. 4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian…………………………………... 5
D. Metodologi Penelitian……………………………………………. 5
E. Tinjauan Pustaka…………………………………………………. 8
F. Sistematika Penulisan……………………………………………. 9
BAB II LANDASAN TEORI……………………………………………….. 10
A. Penerapan………………………………………………………… 10
B. Metode Bimbingan…………………………………….................. 10
1. Pengertian Metode…………………………………………… 10
2. Pengertian Bimbingan……………………………………….. 12
3. Tujuan dan Fungsi Bimbingan………………………………..14
4. Bentuk-bentuk Bimbingan…………………………………… 16
C. Pemahaman Tentang Menghafal Al-Qur’an……………………... 17
vi
2
BAB III GAMBARAN UMUM PANTI SOSIAL ASUHAN RABBANI… 28
A. Sejarah Berdirinya………………………………………………. 28
B. Visi dan Misi…………………………………………………….. 29
C. Program Kegiatan dan Tujuannya………………………………. 30
D. Struktur Organisasi………………………………………………. 35
E. Gambaran Umum Subyek………………………………………... 37
BAB IV PENERAPAN METODE BIMBINGAN DALAM MENINGKAT-
KAN KEMAMPUAN MENGHAFAL AL-QUR’AN BAGI ANAK-
ANAK USIA 8-15 TAHUN................................................................. 38
A. Identifikasi Subyek……………………………………………….. 38
B. Penerapan Metode Bimbingan Dalam Meningkatkan Kemampuan
Menghafal Al-Qur’an Bagi Anak-anak Usia 8-15 Tahun………... 48
C. Analisis Penerapan Metode Bimbingan Dalam Meningkatkan
Kemampuan Menghafal Al-Qur’an Bagi Anak-anak Usia 8-15
Tahun……………………………………………………………... 57
BAB V PENUTUP…………………………………………………………… 60
A. Kesimpulan……………………………………………………….. 60
B. Saran……………………………………………………………… 61
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….. 62
LAMPIRAN
vii
3
ABSTRAKSI Ruslan Habibi Judul Skripsi: Penerapan Metode Bimbingan Dalam Meningkatkan Kemampuan Menghafal Al-Qur’an Bagi Anak-anak Usia 8-15 Tahun Di Panti Sosial Asuhan Rabbani Parung Bogor.
Menghafal merupakan suatu kegiatan yang mengikut sertakan aktivitas ingatan di dalamnya. Menurut pakar Psikologi Anak, ingatan anak pada usia 8-15 tahun ini mencapai intensitas paling besar dan paling kuat. Daya menghafal dan daya memorisasi (sama dengan sengaja memasukkan dan melekatkan pengetahuan dalam ingatan) adalah paling kuat, dan anak mampu memuat jumlah materi ingatan paling banyak. Walaupun anak-anak belum dapat memahami al-Qur’an seutuhnya, namun banyak manfaat yang diperoleh dengan menghafal al-Qur’an sedari kecil. Yusuf Qardhawi menyatakan, “kami telah menghafal al-Qur’an dan menyimpannya dalam hati semenjak kanak-kanak itu, kemudian Allah SWT memberikan manfaat kepada kami saat dewasa.
Sedangkan fenomena yang ada di masyarakat saat ini bahwa sudah banyak berdiri sekolah-sekolah Islam, lembaga atau instansi-instansi lainnya, yang mana menerapkan metode bimbingan dalam meningkatkan kemampuan menghafal al-Qur’an, dan ini juga merupakan salah satu bagian dari kurikulum sekolah, lembaga dan instansi. Salah satu tujuan agar anak-anak lebih giat membaca al-Qur’an, selain itu juga bertujuan untuk menambah wawasan atau khazanah kepustakaan, khususnya spesifikasi ke-al-Qur’an-an. Lebih dari itu, tentunya akan memberikan inspirasi dan alternatif kepada para peminat menghafal al-Qur’an untuk mencari cara terbaik yang akan dilaksanakannya dalam proses menghafal al-Qur’an. Maka atas dasar itulah, penulis tertarik untuk membahas persoalan ini secara mendalam, dalam bentuk skripsi yang berjudul: Penerapan metode bimbingan dalam meningkatkan kemampuan menghafal al-Qur’an bagi anak-anak usia 8-15 tahun di Panti Sosial Asuhan Rabbani Parung Bogor.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan metode bimbingan dalam meningkatkan kemampuan menghafal al-Qur’an bagi anak-anak usia 8-15 tahun. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kualitatif yang menghasilkan data deskriptif. Kemudian untuk memperoleh dan mengumpulkan data, penulis menggunakan instrument penelitian observasi, wawancara dan kepustakaan. Selanjutnya, yang menjadi subyek penelitian ini adalah 1 orang pimpinan, 1 orang pembimbing dan 5 orang anak panti.
Dari hasil penelitian tersebut, dalam meningkatkan kemampuan menghafal al-Qur’an bagi anak-anak usia 8-15 tahun, panti sosial asuhan rabbani menerapkan dua metode bimbingan, yaitu metode bimbingan kelompok dan individual dengan melalui kegiatan kelompok seperti training dakwah, tahfidz dan takrir al-Qur’an, dan belajar kelompok.
ii
4
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul Penerapan Metode Bimbingan Dalam Meningkatkan Kemampuan Menghafal Al-Qur’an Bagi Anak-anak Usia 8-15 Tahun Di Panti Sosial Asuhan Rabbani Parung Bogor telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pada tanggal 27 Agustus 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S. Sos. I) pada program studi Bimbingan dan Penyuluhan Islam.
Jakarta, 27 Agustus 2008
Sidang Munaqasyah
Ketua Sekretaris
Dr. Murodi, MA. Dra. Hj. Musfirah Nurlaily, M. Ag. NIP : 150254102 NIP : 150299324
Anggota
Penguji I Penguji II
Drs. M. Lutfi, MA. Dra. Nasichah, MA. NIP : 150268782 NIP : 150276298
Pembimbing
Dra. Hj. Elidar Husein, MA. NIP : 150102402
5
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an merupakan firman Allah SWT yang berupa wahyu disampaikan
oleh Jibril kepada Nabi Muhammad Saw. Di dalamnya terkandung ajaran pokok
yang dapat dikembangkan untuk keperluan seluruh aspek kehidupan. Fungsinya
bagi manusia di dunia ini yaitu untuk menuntun mereka ke jalan yang benar demi
memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Jadi, al-Qur’an merupakan pedoman
yang tepat bagi umat manusia dalam manjalani kehidupan di dunia yang fana ini
agar mereka tidak salah kaprah, dan mengakibatkan kefatalan, baik terhadap diri
maupun keluarga dan masyarakat.
Al-Qur’an adalah jamuan Tuhan, demikian bunyi sebuah hadits. “Rugilah
orang yang tidak menghadiri jamuan-Nya, dan lebih rugi lagi yang hadir tetapi
tidak menyantapnya”.1
Kitab suci al-Qur’an memiliki keistimewaan yang dapat dibedakan dengan
kitab-kitab suci yang diturunkan oleh Allah SWT sebelumnya. Al-Qur’an yang
secara harfiah berarti “bacaan sempurna” merupakan suatu nama pilihan Allah
SWT yang sungguh tepat, karena tiada suatu bacaan pun sejak manusia mengenal
tulis baca lima ribu tahun yang lalu yang dapat menandingi Al-Qur’an Al-Karim,
bacaan sempurna lagi mulia itu.2
1 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung : Mizan, 1997), Cet. Ke-17, h.
5. 2 Ibid., Wawasan Al-Qur’an, (Bandung : Mizan, 1998), Cet. Ke-8, h. 3.
1
6
Al-Qur’an sebagai pedoman hidup umat Islam, memuat begitu banyak segi
kehidupan. Begitu banyak hal yang tercakup dalam ayat-ayatnya, baik yang
tersirat maupun yang tersurat, dari pra hidup kemanusiaan sampai menerobos ke
berbagai bidang ilmu pengetahuan. Berbagai macam ilmu pengetahuan disinyalir
banyak terkandung dalam al-Qur’an; psikologi, sosiologi, seksologi, antropologi,
biologi, sejarah, botani, humaniora dan astronomi, adalah sebagian kecil ilmu
yang disinggung dalam al-Qur’an. Bahkan dalam “Al-Qur’an Sumber Ilmu
Pengetahuan” Fazlur Rahman merincinya sampai 27 bidang ilmu.
Sedangkan Quraish Shihab dalam bukunya Wawasan Al-Qur’an
memaparkan salah satu tujuan al-Qur’an diturunkan yaitu untuk memaparkan
peranan ilmu dan teknologi, guna menciptakan satu peradaban yang sejalan
dengan jati diri manusia, dengan pemaduan dan paduan Nur Ilahi.3
Al-Qur’an merupakan dasar ideal dari pendidikan Islam, isinya sangat luas
dan dalam, yang semuanya itu mengarah pada peningkatan kehidupan manusia ke
tingkat yang lebih baik dan sempurna. Dengan kata lain semua ajaran Islam yang
terkandung dalam al-Qur’an pada akhirnya mengarahkan supaya mendekatkan
diri kepada Allah SWT, dengan cara berbagai aktifitas yang berguna bagi
kehidupan umat manusia pada umumnya.
menghafal merupakan suatu kegiatan yang mengikut sertakan aktivitas
ingatan di dalamnya. Menurut pakar Psikologi Anak, ingatan anak pada usia 8-15
tahun ini mencapai intensitas paling besar dan paling kuat. Daya menghafal dan
daya memorisasi (sama dengan sengaja memasukkan dan melekatkan
3 Ibid., h. 13.
7
pengetahuan dalam ingatan) adalah paling kuat. Dan anak mampu memuat jumlah
materi ingatan paling banyak.4
Walaupun anak-anak belum dapat memahami al-Qur’an seutuhnya, namun
banyak manfaat yang diperoleh dengan menghafal al-Qur’an sedari kecil. Yusuf
Qardhawi menyatakan, “kami telah menghafal al-Qur’an dan menyimpannya
dalam hati semenjak kanak-kanak itu, kemudian Allah SWT memberikan manfaat
kepada kami saat dewasa”.5
Sedangkan fenomena yang ada di masyarakat saat ini bahwa sudah banyak
berdiri sekolah-sekolah Islam, lembaga atau instansi-instansi lainnya, yang mana
menerapkan metode bimbingan dalam meningkatkan kemampuan menghafal al-
Qur’an, dan ini juga merupakan salah satu bagian dari kurikulum sekolah,
lembaga dan instansi. Salah satu tujuan agar anak-anak lebih giat membaca al-
Qur’an, selain itu juga bertujuan untuk menambah wawasan atau khazanah
kepustakaan, khususnya spesifikasi ke-al-Qur’an-an. Lebih dari itu, tentunya akan
memberikan inspirasi dan alternatif kepada para peminat penghafal al-Qur’an
untuk mencari cara terbaik yang akan dilaksanakannya dalam proses menghafal
al-Qur’an.
Maka atas dasar itulah, penulis tertarik untuk membahas persoalan ini
secara mendalam, dalam bentuk skripsi yang berjudul: “Penerapan Metode
Bimbingan Dalam Meningkatkan Kemampuan Menghafal Al-Qur’an Bagi Anak-
4 Kartini Kartono, Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan), (Bandung : CV. Mandar
Maju, 1990), Cet. Ke-4, h. 138. 5 Yusuf Qardhawi, Berinteraksi dengan Al-Qur’an, (Jakarta : Gema Insani Press, 2001),
Cet. Ke-3, h. 189.
8
anak Usia 8-15 Tahun Di Panti Sosial Asuhan Rabbani Parung Bogor. Dengan
alasan sebagai berikut:
1. Usia 8-15 tahun adalah usia yang sangat produktif untuk menghafal al-Qur’an.
2. Menghafal al-Qur’an, bagi anak sangat menunjang mereka untuk berinteraksi
dengan al-Qur’an sejak dini dan setiap hari.
3. Banyak manfaat yang dapat diperoleh dengan menghafal al-Qur’an sejak dini.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Untuk memfokuskan pembahasan dalam skiripsi ini, maka penulis
perlu memberikan batasan-batasan yang ditentukan sebelumnya. Untuk
itu, penulis hanya akan membatasi pada penerapan metode bimbingan
dalam meningkatkan kemampuan menghafal al-Qur’an bagi anak-anak
usia 8-15 tahun di Panti Sosial Asuhan Rabbani Parung Bogor.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka penulis dapat
merumuskan masalah yang akan menjadi acuan dalam penelitian ini yaitu:
Bagaimana penerapan metode bimbingan di Panti Sosial Asuhan Rabbani
Parung Bogor dalam meningkatkan kemampuan menghafal al-Qur’an
bagi anak-anak usia 8-15 tahun?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
9
Tujuan dari penelitian ini yaitu penulis ingin mengetahui
bagaimana penerapan metode bimbingan di Panti Sosial Asuhan Rabbani
dalam meningkatkan kemampuan menghafal al-Qur’an bagi anak-anak
usia 8-15 tahun.
2. Manfaat Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian di atas, maka manfaat dari
penelitian ini adalah:
a. Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan informasi atau masukan
bagi penulis khususnya, dan instansi terkait atau masyarakat yang
berkepentingan dalam meningkatkan kemampuan menghafal al-
Qur’an.
b. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi bagi
pihak Panti Sosial Asuhan Rabbani yang bersangkutan dalam
aktivitasnya untuk lebih memberdayakan dan meningkatkan
kemampuan menghafal al-Qur’an.
D. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan bagian yang sangat penting dan
sangat menentukan sukses tidaknya suatu penelitian. Karena metode
penelitian adalah cara yang digunakan peneliti untuk mengumpulkan data
di dalam penelitiannya. Di lihat dari segi permasalahannya yaitu untuk
mengetahui penerapan metode bimbingan dalam meningkatkan
10
kemampuan menghafal al-Qur’an bagi anak-anak usia 8-15 tahun, maka
penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif yang menghasilkan data
deskriptif. Menurut Taylor, seperti yang dikutip Lexy. J. Moleong
menyebutkan, penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
perilaku yang dapat diamati.6
Adapun yang dimaksud dengan deskriptif adalah data yang
dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka.7
2. Subjek Penelitian
Yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah mereka yang
bertugas dalam pembinaan agama, yang terdiri dari 1 orang pimpinan, 1
orang pembina, dan 5 orang anak panti, karena dengan pertimbangan
peneliti mereka adalah orang yang dianggap paling tahu tentang apa yang
peneliti harapkan, sehingga akan memudahkan peneliti untuk menjelajahi
obyek atau situasi sosial yang diteliti.
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Panti Sosial Asuhan Rabbani Jl. Raya
Parung Gn. Sindur No. 27 Tulang Kuning Waru Parung Bogor 16330 Jawa
Barat. Adapun waktu penelitian, dilaksanakan mulai dari tanggal 03 April-
30 Juni 2008.
6 Lexy. J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2004), Cet. Ke-1, h. 10.
7 Ibid., h. 11.
11
4. Sumber Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan sumber data yaitu data
primer dan data skunder. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung
dari informan berupa catatan tertulis dari hasil wawancara. Sedangkan data
skunder yaitu data yang diperoleh dari sumber-sumber tertulis yang
didapat dari buku-buku, majalah, surat kabar dan lain-lain.
5. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh dan mengumpulkan data, maka penulis
menggunakan instrumen penelitian sebagai berikut:
a. Observasi, yaitu peneliti mengamati langsung terhadap objek
penelitian, yaitu Panti Sosial Asuhan Rabbani kemudian mencatat
kejadian sebagaimana yang terjadi sebenarnya.
b. Wawancara, yaitu peneliti mengumpulkan data dengan pengajuan
pertanyaan secara lisan kepada pimpinan, pembina, dan anak-anak
yang berada di Panti Sosial Asuhan Rabbani.
c. Kepustakaan, yaitu peneliti mengumpulkan bahan-bahan yang
bersumber dari buku atau sumber lainnya yang berhubungan dengan
skripsi ini.
6. Teknik Pencatatan Data
Teknik pencatatan data menggunakan catatan lapangan, yang berisi
peristiwa-peristiwa selama observasi berlangsung dengan menggunakan
bahasa objektif. Alat Bantu yang digunakan dalam pencatatan data berupa
12
alat tulis, seperti buku memo dan pulpen, tape recorder, beserta kaset dan
baterai, dan peneliti juga menggunakan camera digital.
7. Teknik Analisa Data
Yang dimaksud dengan teknik analisa data yaitu proses
penyederhanaan data ke dalam bentuk lebih mudah dibaca dan
diinterpretasikan.8 Dalam penelitian ini penulis menggunakan analisa non
statistik, yaitu mengambil keputusan atau kesimpulan-kesimpulan yang
benar melalui proses pengumpulan, penyusunan, penyajian, dan
penganalisaan data hasil penelitian yang berwujud kata-kata.
8. Teknik Penulisan
Adapun teknik penulisan yang digunakan berpedoman pada buku
Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi), yang
disusun oleh TIM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA,
diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development And Assu
rance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Tahun 2007, Cetakan ke-2.
E. Tinjauan Pustaka
Mengenai metode bimbingan dalam menghafal al-Qur’an, penulis
mengacu pada buku karangan Drs. W. Ahsin Al-Hafidz yang berjudul
“Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur’an” dan Kartini Kartono dengan judul
“Psikologi Anak (Perkembangan Anak), dan buku yang berjudul Pedoman
Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama karangan M. Arifin.
8 Masri Singarimbun dan Sofyan Efendi, Metodologi Penelitian Survey, (Jakarta : Lp3ES,
1995), h. 263.
13
F. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan penulisan, maka penulis membagi pembahasan
skripsi ini menjadi lima bab dengan sistematika pembahasan sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN berisi tentang latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka, dan
sistematika penulisan.
BAB II : LANDASAN TEORI meliputi tentang penerapan, pengertian
metode bimbingan, dan pemahaman tentang menghafal Al-
Qur’an.
BAB III : GAMBARAN UMUM PANTI SOSIAL ASUHAN
RABBANI meliputi sejarah berdirinya, visi dan misi, program
kegiatan dan tujuannya, tentang struktur organisasi dan gambaran
umum subyek.
BAB IV : PENERAPAN METODE BIMBINGAN DALAM
MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGHAFAL AL-
QUR’AN BAGI ANAK-ANAK USIA 8-15 TAHUN terdiri
dari Identifikasi subyek, penerapan metode bimbingan dalam
meningkatkan kemampuan menghafal al-Qur’an bagi anak-anak
usia 8-15 tahun, dan analisis penerapan metode bimbingan dalam
meningkatkan kemampuan menghafal al-Qur’an bagi anak-anak
usia 8-15 tahun.
BAB V : PENUTUP terdiri dari kesimpulan dan saran.
14
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Penerapan
Penerapan adalah kemampuan menggunakan atau menafsirkan suatu
bahan yang sudah dipelajari ke dalam situasi baru atau situasi yang konkrit seperti
menerapkan suatu dalil, metode, konsep, prinsip atau teori.9
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, penerapan adalah proses, cara,
perbuatan untuk menerapkan suatu hal.10 Sumber lain menyebutkan bahwa
penerapan adalah menggunakan ilmu yang kita miliki untuk mengatasi suatu
masalah yang timbul. Artinya, memanfaatkan ilmu yang telah diperoleh untuk
membuat suatu solusi pada sebuah masalah.11
B. Metode Bimbingan
1. Metode
Berbicara mengenai metode, menurut bahasa Yunani diambil dari kata
methodos yang mengandung arti cara atau jalan.12 Sedangkan metode dalam
bahasa Arab kata metode disebut thariqat dan manhaj.13 Sumber lain
menyebutkan bahwa metode berasal dari bahasa Jerman methodica, artinya ajaran
9 Muhammad Ali, “Penerapan Metode Unres Tricted dalam Tata Boga”, artikel diakses
pada 17 September 2008 http://digilib.upi.edu/pasca/submittid/etd-0524107-102147/unrestricted/BAB_I.pdf.
10 Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 2002), Cet. Ke-3, h. 491.
11 Socrates, Menepis Impian, (Yogyakarta : Media Abadi, 1994), Jilid 2, hal. 89. 12 Koencaraningrat, Ed., Metodologi Penelitian Ilmiah, (Jakarta : Gramedia, 1997), h. 16. 13 Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1986), Cet.
Ke-9, h. 649.
15
tentang metode. Metode berarti cara yang telah diatur dan melalui proses
pemikiran untuk mencapai suatu maksud.14
Adapun menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, metode diartikan
sebagai cara teratur untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai
dengan yang dikehendaki, atau dapat juga diartikan sebagai cara kerja yang
bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan
yang dikehendaki.15
Selanjutnya, menurut M. Arifin metode secara harfiah adalah jalan yang
harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Namun pengertian hakiki dari metode
adalah segala sasaran yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan yang
diinginkan.16
Menurut Arif Burhan, metode adalah menunjukkan pada proses, prinsip
serta prosedur yang kita gunakan untuk mendekati masalah dan mencari jawaban
atas masalah tersebut.17
Melalui beberapa pengertian di atas, dapat dipahami bahwa metode adalah
suatu cara yang dilakukan dalam melaksanakan proses pembinaan agar tujuan
yang dicapai dapat terlaksana dengan baik.
14 M. Munir., Metode Dakwah, (Jakarta : Kencana, 2006), Cet. Ke-2, h. 6. 15 Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 2002), Cet. Ke-3,
h. 415. 16 M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, (Jakarta : PT.
Golden Terayon Press, 1998), Cet. Ke-6, h. 43. 17 Arif Burhan, Pengantar Metode Kualitatif, (Surabaya : Usaha Nasional, 1992), h. 17.
16
2. Pengertian Bimbingan
Bimbingan merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupan manusia.
Kenyataan menunjukkan bahwa manusia di dalam kehidupannya sering
menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti
Berdasarkan kenyataan bahwa manusia itu tidak sama satu dengan yang
lainnya, baik dalam sifat-sifatnya maupun dalam kemampuannya, maka diantara
manusia ada yang sanggup mengatasi persoalan tanpa bantuan orang lain, tetapi
tidak sedikit manusia yang tidak sanggup mengatasi persoalannya jika tidak
dibantu oleh orang lain. Oleh karena itu, bimbingan sangat diperlukan.
Contohnya, dalam hal menghafal al-Qur’an. Orang yang belum mampu menghafal
al-Qur’an, maka perlu adanya bimbingan agar orang tersebut dapat menghafal al-
Qur’an dengan baik, yang mana menghafal al-Qur’an itu amat diperlukan oleh
setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan agar dapat melaksanakan shalat
dengan baik.
Secara etimologi kata bimbingan merupakan terjemahan dari kata
“Guidance” berasal dari kata kerja “to guide” yang mempunyai arti
“menunjukkan, membimbing, menuntun ataupun membantu”.18
Guidance dikaitkan dengan asal kata guide, yang diartikan sebagai
“menunjukkan jalan (showing the way); memimpin (leading); menuntun
(conducting); memberikan petunjuk (giving instruction); mengatur (regulating);
mengarahkan (governing); memberikan nasehat (giving advice)”.
18 Hallen A, Bimbingan dan Konseling, (Jakarta : Ciputat Press, 2002), Cet. Ke-1, h. 3.
17
Kalau istilah bimbingan dalam bahasa Indonesia diberi arti yang selaras
dengan arti-arti yang disebutkan di atas, akan muncul dua pengertian yang agak
mendasar, yaitu:
a. Memberikan informasi, yaitu menyajikan pengetahuan yang dapat
digunakan untuk mengambil suatu keputusan, atau memberitahukan
sesuatu sambil memberikan nasehat.
b. Mengarahkan, menuntun ke suatu jalan. Tujuan itu mungkin hanya
diketahui oleh pihak yang mengarahkan; mungkin perlu diketahui oleh
kedua belah pihak.19
Untuk memperoleh pengertian yang lebih jelas, berikut ini dikutip
beberapa definisi. Menurut Arthur J. Jhones yang dikutip Dewa Ketut Sukardi
menyebutkan: “ bimbingan ialah bantuan yang diberikan oleh seseorang kepada
orang lainnya dalam menetapkan pilihan dan penyesuaian diri, serta di dalam
memecahkan masalah-masalah. Bimbingan bertujuan membantu penerimaan
secara bebas dan mampu bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri”.20
Sedangkan Djumhur dan Moh. Surya memberikan pengertian tentang
bimbingan sebagai proses bantuan terhadap individu untuk mencapai pemahaman
dan pengarahan dari pembimbing untuk melakukan penyesuaian diri secara
maksimal kepada sekolah, keluarga serta masyarakat. Dan dalam “year book of
education” Djumhur dan Moh. Surya juga mengemukakan bahwa bimbingan
adalah: “suatu proses membantu individu melalui usahanya sendiri untuk
19 Winkel dan Sri Hastuti, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, (Yogyakarta
: Media Abadi, 2004), Cet. Ke-3, h. 27. 20 Dewa Ketut Sukardi, Bimbingan dan Konseling, (Jakarta : PT. Bina Aksara, 1988), h.
8.
18
menemukan dan mengembangkan kemampuannya agar memperoleh kebahagiaan
pribadi dan kemanfaatan sosial”.21
Adapun menurut Crow & crow (1960), seperti yang dikutip Prayitno dan
Erman Amti, bimbingan adalah “bantuan yang diberikan oleh seseorang, laki-laki
atau perempuan, yang memiliki kepribadian yang memadai dan terlatih dengan
baik kepada individu-individu setiap usia untuk membantunya mengatur kegiatan
hidupnya sendiri dan menanggung bebannya sendiri”.22
Dengan demikian, dari beberapa pengertian di atas maka dapat dipahami
bahwa bimbingan ialah bantuan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain
dalam usaha untuk mengatasi kesulitan-kesulitan di dalam kehidupannya dan
menjadi lebih mampu untuk menghadapi masalah yang akan dihadapi kelak,
sehingga tercapainya kesejahteraan atau kebahagiaan dalam hidupnya.
3. Tujuan dan Fungsi Bimbingan
a. Tujuan Bimbingan
Setelah mengetahui pengertian bimbingan yang ditinjau secara umum,
bahwa sangatlah tepat bila bimbingan diselenggarakan di lembaga pendidikan,
baik formal maupun non formal. Mengingat masalah itu meliputi pada diri
setiap orang, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Manusia di manapun
dia berada akan selalu menghadapi masalah oleh karena itu manusia
memerlukan bantuan untuk mengatasi masalahnya. Dengan selalu berdoa,
berusaha dan juga selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT, akan timbul
21 Djumhur dan Moh. Surya, Bimbingan Penyuluhan di Sekolah “Cevidance and
Conseling” (Bandung : CV. Ilmu, 1985), h. 26. 22 Prayitno dan Erman Amti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta : Rineka
Cipta, 2004), Cet. Ke-2, h. 94.
19
keyakinan bahwa pertolongan-Nya akan senantiasa siap untuk dianugrahkan
kepada siapa saja yang dekat dengan-Nya. Orang-orang tersebut akan
menghadapi masalah dengan tenang dan pikiran yang jernih.
Adapun tujuan bimbingan menurut Aunur Rahim Faqih adalah sebagai
berikut:
1. Membantu individu agar tidak menghadapi masalah, maksudnya
pembimbing berusaha membantu mencegah jangan sampai
individu menghadapi atau menemui masalah. Dengan kata lain
membantu individu mencegah timbulnya masalah bagi dirinya.
2. Membantu individu mengatasi masalah yang sedang dihadapinya.
3. Membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan
kondisi yang baik atau yang telah baik tetap menjadi baik, sehingga
tidak menjadi masalah bagi dirinya dan orang lain.23
b. Fungsi Bimbingan
Bimbingan berfungsi mengarahkan individu agar terhindar dari
masalah dan berusaha mengembalikan kondisinya menjadi lebih baik.
Bila dilihat dari tujuannya maka fungsi bimbingan menurut Aunur
Rahim Faqih adalah sebagai berikut:
1) Fungsi Preventif, yakni membantu individu menjaga atau
mencegah timbulnya masalah bagi dirinya.
2) Fungsi Kuratif, yakni membantu individu memecahkan masalah
yang sedang dihadapi atau dialaminya.
3) Fungsi Preservatif, yakni membantu individu menjaga agar situasi
yang semula tak baik (mengandung masalah) menjadi baik dan
kebaikan itu bertahan lama (in state of good).
23 Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, (Yogyakarta : UII Press,
2001), h. 36.
20
4) Fungsi Pengembangan, yakni membantu individu memelihara dan
mengembangkan situasi dan kondisi yang telah baik. Sehinga tidak
memungkinkannya menjadi sebab munculnya masalah baginya.24
4. Bentuk-bentuk Bimbingan
a. Bimbingan Kelompok (group guidance)
Bimbingan kelompok adalah cara pengungkapan jiwa/batin serta
pembinaannya melalui kegiatan kelompok seperti ceramah, diskusi, seminar,
simposium, atau dinamika kelompok (group dinamics), dan sebagainya.25
Bimbingan kelompok ini dipergunakan untuk membantu anak atau
sekelompok anak dalam memecahkan masalah-masalahnya dengan melalui
kegiatan kelompok. Bimbingan kelompok dimaksudkan untuk membantu
seorang individu yang menghadapi masalah dengan menempatkannya dalam
suatu kehidupan kelompok.26
b. Penyuluhan Individual (individual counseling)
Dalam bimbingan ini dilakukan dengan hubungan yang bersifat face to
face relationship (hubungan empat mata) yang dilaksanakan dengan
wawancara antara pembimbing dengan anak asuh. Masalah yang dipecahkan
melalui teknik/bimbingan counseling ini ialah masalah-masalah yang sifatnya
pribadi. Pada umumnya ada tiga teknik khusus dalam counseling yaitu:
24 Ibid., h. 37. 25 H. M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, (Jakarta : PT.
Golden Terayon, 1982), Cet. Ke-1, h. 45. 26 Djumhur dan Moh. Surya, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, (Bandung: CV.
Ilmu, 1985), h. 32.
21
1) Directive Counseling, yaitu teknik counseling di mana yang paling
berperan ialah counselor, counselor berusaha menyerahkan counselee
sesuai dengan masalahnya.
2) Non Directive Counseling, teknik ini kebalikan dari teknik di atas, yaitu
semuanya berpusat pada counselee. Counselor hanya menampug
pembicaraan, yang berperan adalah counselee.
3) Elective Counseling, yaitu campuran dari kedua teknik di atas.27
C. Pemahaman Tentang Menghafal Al-Qur’an
Artinya: “Dan sesungguhnya telah kami mudahkan al-Qur’an untuk
pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran”?(Q.S. Al-Qamar: 17).
Berangkat dari ayat di atas, bahwa al-Qur’an memang merupakan kitab
yang mudah untuk dipelajari, difahami, dan dihafalkan. Oleh karenanya tidak
heran jika banyak umat muslim yang hafal al-Qur’an seluruhnya maupun
separuhnya atau hanya beberapa surat. Namun demikian, hal tersebut menjadi
bukti bahwa al-Qur’an memang mudah dipelajari dan dihafalkan.
Nabi Muhammad Saw adalah seorang Nabi yang ummi, yakni tidak
pandai membaca dan tidak pandai menulis. Hal ini secara jelas dinyatakan
dalam firman-Nya:
27 M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, (Jakarta : PT.
Golden Terayon Press, 1982), Cet. Ke-1, h. 49.
22
☺ ☺
Artinya: “Dan kamu tidak pernah membaca sebelumnya (al-Qur’an) sesuatu
Kitab pun dan kamu tidak (pernah) menulis suatu Kitab dengan tangan kananmu; andaikata (kamu pernah membaca dan menulis), benar-benar ragulah orang yang mengingkari(mu)”. (Q.S. Al-Ankabuut : 48).
Karena kondisinya yang demikian (tak pandai membaca dan menulis),
maka tak ada jalan lain beliau Saw. selain menerima wahyu secara hafalan.
Setelah suatu ayat diturunkan, atau suatu surah beliau terima, maka segeralah
beliau menghafalnya dan segera pula beliau mengajarkannya kepada para
sahabatnya, sehingga benar-benar menguasainya, serta menyuruhnya agar
mereka menghafalnya.28 Selain itu beliau juga memerintahkan para sahabat
untuk menulis ayat tersebut agar mudah dihafal dan diingat. “…Tiap-tiap
diturunkan ayat-ayat itu, Nabi Saw menyuruh menghafalnya, dan
menuliskannya di batu, kulit binatang, pelepah tamar (kurma), dan apa saja
yang bisa disusun dalam suatu surat.”29
Banyak hadits Rasulullah Saw yang mendorong untuk menghafal al-
Qur’an atau membacanya di luar kepala, sehingga hati seorang individu
muslim tidak kosong dari sesuatu bagian Kitab Allah SWT. Seperti dalam
hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas secara marfu’,
إن الذى ليس فى جوفه شىء من القرآن آالبيت الخرب
28 Ahsin W. Al-Hafidz, Bimbingan Prakits Menghafal Al-Qur’an, (Jakarta : Bumi Aksara,
1994), Cet. Ke-1, h. 5-6. 29 Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahannya ke dalam Bahasa Indonesia, (Jeddah : tt), h.
19.
23
Artinya: “Orang yang tidak mempunyai hafalan al-Qur’an sedikit pun adalah seperti rumah kumuh yang mau runtuh.” 30
Juga telah diketahui bersama, bahwa bacaan al-Qur’an di dalam
melaksanakan shalat merupakan keharusan, sehingga para sahabat yang telah
mendengarkannya berusaha menghafalnya, dan kemudian dibaca ketika
melaksanakan shalat.
Kalau dimasa lampau penghafalan al-Qur’an merupakan dasar bagi
pendidikan muslim, maka dewasa ini tampak adanya perubahan titik berat
dalam pendidikan Islam. Namun demikian, tampak bahwa penghafalan al-
Qur’an masih tetap diperlukan bagi seluruh umat muslim, dikarenakan oleh
alasan seperti berikut31:
1. Bahwa menghafal al-Qur’an merupakan sunnah Rasul, dan hal ini
dilaksanakan oleh para sahabat, tabi’in, dan orang-orang sahih terdahulu.
2. Kemampuan membaca al-Qur’an dalam bentuk hafalan amat diperlukan
agar dapat melaksanakan shalat dengan baik.
3. Hafalan al-Qur’an tetap merupakan “modal dasar” bagi pelaksanaan
dakwah yang baik.
4. Penghafalan akan mengarah pada pemahaman dan keimanan yang lebih
dalam terhadap kandungan pesan al-Qur’an.
5. Penghafalan dan pengulangan al-Qur’an akan membawa ke arah untuk lebih
mengingat dan sadar akan (kehadiran) Allah SWT dan firman-Nya.
30 Hadits diriwayatkan oleh Tirmizi dari Ibnu Abbas (2914), ia mengatakan bahwa hadits
ini hasan shahih. 31 Ahmad Von Denffer, Ilmu Al-Qur’an Pengenalan Dasar, (Jakarta : Penerbit Rajawali
Press, 1988), Cet. Ke-1, h. 204.
24
Menghafal al-Qur’an merupakan suatu perbuatan yang sangat terpuji
dan mulia. Banyak hadits-hadits Rasulullah Saw yang mengungkapkan
keagungan orang yang belajar membaca, atau menghafal al-Qur’an.
Rasulullah Saw bersabda:
هللا عز وجل ): صن(قال رسول اهللا : قال.) ع.ر(عن انس اناهل القران : قيل من هم يارسول اهللا ؟ قال: اهلين من الناس قال
)رواه احمد وابن ماجه والدرمى والنساء(هم اهل اهللا وخا صته Artinya: “Dari Anas r.a. ia berkata: Sesungguhnya Rasulullah Saw.
bersabda: Sesungguhnya Allah itu mempunyai keluarga yang terdiri dari para manusia. Kata Anas selanjutnya: Lalu Rasulullah Saw. ditanya: Siapakah mereka itu wahai Rasulullah? Jawab beliau: Yaitu Ahlul Qur’an. Mereka adalah keluarga Allah dan orang-orang istimewa baginya.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, An-Nasa’I, Ad-Darami).
Adapun problema yang dihadapi oleh orang yang sedang dalam proses
menghafal al-Qur’an memang banyak dan bermacam-macam. Mulai dari
pengembangan minat, penciptaan lingkungan, pembagian waktu sampai
kepada metode menghafal al-Qur’an itu sendiri. Pada garis besarnya
problematika yang dihadapi oleh para penghafal itu dapat dirangkum seperti:
1. Menghafal itu susah.
2. Ayat-ayat yang sudah dihafal lupa lagi.
3. Banyaknya ayat-ayat yang serupa.
4. Gangguan-gangguan kejiwaan.
5. Gangguan-gangguan lingkungan.
6. Banyaknya kesibukan, dan lain-lain.32
32 Ahsin W. Al-Hafidz, Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur’an, (Jakarta : Bumi Aksara,
1994), Cet. Ke-1, h. 39.
25
Maka untuk memecahkan sejumlah problematika tersebut, perlu
adanya beberapa pendekatan yang diharapkan akan memberikan masukan
sebagai terapi terhadap masalah-masalah yang dihadapi oleh para penghafal
Al-Qur’an pada umumnya, yaitu pendekatan operasional, seperti minat
(desire), menelaah (expectation), dan perhatian (interest) kemudian
pendekatan intuitif (penjernihan batin), seperti qiyamul-lail (shalat malam),
puasa, dan memperbanyak zikir dan doa.33
Sebelum seseorang memasuki periode menghafal al-Qur’an, ada
beberapa hal yang harus terpenuhi di dalam menghafal al-Qur’an, seperti:
mampu mengosongkan benaknya dari pikiran-pikiran dan teori-teori, atau
permasalahan-permasalahan yang sekiranya akan mengganggu, niat yang
ikhlas, memiliki keteguhan dan kesabaran, Istiqamah (konsisten), menjauhkan
diri dari maksiat dan sifat-sifat tercela, izin dari orangtua, wali atau suami, dan
mampu membaca dengan baik.
Orang yang menghafal al-Qur’an menunjukkan betapa besar dan tinggi
kedudukannya di sisi Allah SWT, maka karena itu para penghafal pun dituntut
untuk bersikap konsekuen terhadap kedudukan dan predikatnya yang tinggi
itu. Diantara etikanya sebagai penyandang hafidz al-Qur’an antara lain ialah:
1. Harus bertingkah laku terpuji dan mulia, yakni berakhlak al-Qur’an.
2. Melepaskan jiwanya dari segala yang merendahkan dirinya terhadap orang-
orang ahli keduniaan.
3. Khusyu’, sakinah dan waqar (tenang).
33 Ibid., h. 41-47.
26
4. Memperbanyak shalat malam.
5. Dan memperbanyak membaca al-Qur’an pada malam hari, sebagaimana
banyak yang dilakukan oleh para sahabat Rasulullah Saw.
Menghafal al-Qur’an hukumnya adalah fardhu kifayah. Ini berarti
bahwa orang yang mengahafal al-Qur’an tidak boleh kurang dari jumlah
mutawatir34 sehingga tidak akan ada kemungkinan terjadinya pemalsuan dan
pengubahan terhadap ayat-ayat suci al-Qur’an.35
.األمةتغليم القران فرض آف ية وآذا الك حف ظه وجب على Artinya: “Belajar al-Qur’an hukumnya fardhu kifayah begitu pula
memeliharanya wajib bagi setiap umat”.
Dari teks di atas jelas bahwa hukum menghafal al-Qur’an adalah
fardhu kifayah atau kewajiban bersama atau kewajiban kolektif umat Islam.
Sebab jika tidak ada yang hafal al-Qur’an, dikhawatirkan akan terjadi
perubahan terhadap teks-teks al-Qur’an. Oleh karena itu harus selalu ada
kelompok penghafal al-Qur’an dalam bilangan yang sudah dianggap
mutawatir, satu jumlah yang bisa yakin 100% kebenaran al-Qur’an.36
Pemahaman fardhu kifayah dalam menghafal al-Qur’an juga harus
dipahami secara proporsional. Fardhu kifayah yang dimaksud adalah ukuran
34 Mutawatir yaitu suatu bacaan al-Qur’an (qiraat) yang disampaikan oleh sejumlah
perawi yang cukup banyak sehingga tidak memungkinkan mereka berdusta dalam setiap angkatan serta sanadnya bersambung sampai kepada Rasulullah Saw. Para ulama al-Qur’an dan ulama hukum Islam lainnya telah sepakat bahwa bacaan al-Qur’an yang sah adalah bacaan yang diriwayatkan secara mutawatir.
35 Ahsin W. Al-Hafidz, Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur’an, h. 24. 36 Abi Abdullah Muhammad bin Ahmad Qurthubi, Attidzkar fi Afdalil Adzkar Al-
Qur’anul Karim.
27
yang dianggap mencukupi, sehingga sangat perlu digali potensi menghafal al-
Qur’an ini melalui lembaga-lembaga pendidikan dan pengajaran al-Qur’an.37
Untuk mencari alternatif terbaik dalam menghafal al-Qur’an, ada
beberapa metode yang mungkin bisa dikembangkan dan dapat memberikan
bantuan kepada para penghafal untuk mengurangi kepayahan dalam
menghafal al-Qur’an yang menurut Drs. Ahsin W. Al-Hafidz yaitu38:
1. Metode (Thariqah) Wahdah
Yang dimaksud dengan metode ini, adalah menghafal satu persatu
terhadap ayat-ayat yang hendak dihafalnya, setiap ayat bisa dibaca sebanyak
sepuluh kali, atau dua puluh kali, atau lebih sehingga proses ini mampu
membentuk pola dalam bayangannya dan membentuk gerak refleks pada
lisannya. Untuk menghafal cara seperti ini, maka langkah selanjutnya ialah
membaca dan mengulang-ngulang tiap lembar sehingga semakin banyak
diulang maka kualitas hafalan akan semakin representative.
2. Metode (Thariqah) Kitabah
Kitabah artinya menulis. Pada metode ini penghafal terlebih dahulu
menulis ayat-ayat yang akan dihafalnya pada secarik kertas, kemudian ayat-
ayat tersebut dibacanya sehingga lancar dan benar bacaannya, lalu
dihafalkannya. Menghafalnya bisa dengan metode wahdah, atau dengan
berkali-kali menuliskannya sehingga penghafal dapat sambil memperhatikan
dan sambil menghafalkannya dalam hati. Metode ini cukup praktis dan baik,
karena di samping membaca dengan lisan, aspek visual menulis juga akan
37 A. Muhaimin Zen., Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur’an, (Jakarta : PT. Al-Husna Zikra, 1996), Cet. Ke-1, h. 37.
38 Ahsin W. Al-Hafidz., h. 63-66.
28
sangat membantu dalam mempercepat terbentuknya pola hafalan dalam
bayangannya.
3. Metode (Thariqah) Sima’i
Sima’i artinya mendengar. Yang dimaksud dengan metode ini adalah
mendengarkan sesuatu bacaan untuk dihafalkannya. Metode ini akan sangat
efektif bagi penghafal yang mempunyai daya ingat ekstra, terutama bagi
penghafal tunanetra, atau anak-anak yang masih dibawah umur yang belum
mengenal tulis baca al-Qur’an. Pada metode ini dapat dilakukan dengan dua
alternative yaitu mendengar dari yang membimbingnya, terutama bagi
penghafal tunanetra atau anak-anak, dan yang kedua merekam terlebih dahulu
ayat-ayat yang akan dihafalkannya ke dalam pita kaset sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuannya.
4. Metode (Thariqah) Jama’
Yang dimaksud dengan metode ini, ialah cara menghafal yang
dilakukan secara kolektif, yakni ayat-ayat yang dihafal dibaca secara kolektif,
atau bersama-sama, dipimpin oleh seorang pembina. Pertama, pembina
membacakan satu ayat atau beberapa ayat dan santri menirukan secara
bersama-sama. Kemudian Pembina membimbingnya dengan mengulang
kembali ayat-ayat tersebut dan santri mengikutinya sampai bacaannya baik
dan benar, selanjutnya santri mengikuti bacaan Pembina dengan sedikit demi
sedikit mencoba melepaskan mushaf (tanpa melihat mushaf) dan demikian
seterusnya sehingga ayat-ayat yang sedang dihafalnya itu benar-benar
sepenuhnya masuk dalam bayangannya.
29
Pada prinsipnya semua metode di atas baik sekali untuk dijadikan
pedoman menghafal al-Qur’an, baik salah satu diantaranya, atau dipakai
semua sebagai alternatif atau selingan dari mengerjakan suatu pekerjaan yang
berkesan monoton, sehingga dengan demikian akan menghilangkan kejenuhan
dalam proses menghafal al-Qur’an.
Untuk membantu mempermudah membentuk kesan dalam ingatan
terhadap ayat-ayat yang dihafal, maka diperlukan strategi menghafal yang
baik. Yaitu dengan strategi pengulangan ganda, tidak beralih pada ayat
berikutnya sebelum ayat yang sedang dihafal benar-benar hafal, menghafal
urutan-urutan ayat yang dihafalnya dalam satu kesatuan jumlah setelah benar-
benar hafal ayat-ayatnya, menggunakan satu jenis mushaf, memahami
(pengertian) ayat-ayat yang dihafalnya, memperhatikan ayat-ayat yang serupa,
dan disetorkan pada seorang pembimbing.39
Sedangkan menurut Ahmad Von Denffer ada beberapa strategi dalam
menghafal al-Qur’an yaitu: jadikanlah kegiatan menghafal al-Qur’an sebagai
bagian kegiatan sehari-hari. Lakukan sedikit demi sedikit, walau sebentar,
tetapi teratur, kemudian baca dan hafalkan ayat-ayat tersebut dengan keras
beberapa kali, dan ulang kembali hafalan yang tadi dalam pelbagai
kesempatan seperti dalam shalat, dan lain-lainnya.40 Sumber lain menyebutkan
diantara hal-hal yang dapat membantu menghafal secara khusus yaitu: selalu
melakukan tasmi’ (memperdengarkan bacaan kepada diri sendiri atau orang
lain) terhadap ayat atau surat yang sudah dihafal dan antusias untuk membaca
39 Ibid., h. 67. 40 Ahmad Von Denffer, Ilmu Al-Qur’an Pengenalan Dasar, (Jakarta : Rajawali Press,
1988), Cet. Ke-1, h. 204-205.
30
beberapa kali sehingga dapat mengucapkannya secara benar terdahulu
sebelum menghafal.41
Di dalam menghafal al-Qur’an, banyak sekali faedah yang muncul dari
kesibukan menghafal al-Qur’an. Faedah-faedah terpenting dari menghafal itu
adalah42 :
1. Kebahagiaan atau kemenangan di dunia dan akhirat, jika disertai dengan
amal saleh dan menghafalnya.
2. Tajam ingatannya dan cemerlang pemikirannya. Karena itu para penghafal
al-Qur’an lebih cepat mengerti, teliti, dan lebih apik karena banyak latihan
untuk mencocokkan ayat serta membandingkannya ke porosnya.
3. Bahtera ilmu, dan ini sangat terperhatikan dalam hafalan. Di samping itu,
menghafal bisa mendorong seseorang untuk berprestasi lebih tinggi dari
pada teman-teman mereka yang tidak hafal dalam banyak segi, sekali pun
umur, kecerdasan, dan millive mereka berdekatan.
4. Memiliki identitas yang baik dan berprilaku jujur. Seorang yang hafal al-
Qur’an sudah selayaknya bahkan menjadi suatu kewajiban untuk
berprilaku jujur dan berjiwa Qur’ani. Identitas demikian akan selalu
terpelihara karena jiwanya selalu mendapat peringatan dan teguran dari
ayat-ayat al-Qur’an yang selalu dibacanya.
5. Fasih dalam berbicara, ucapannya benar dan dapat mengeluarkan fonetik
Arab dari landasannya secara tabi’i (alami).
41 Haya Ar-Rasyid, Kiat Mengatasi Kendala Membaca dan Menghafal Al-Qur’an,
(Jakarta : Pustaka Al-Sofwa, 2004), Cet. Ke-1, h. 83-84. 42 Abdurrab Nawabuddin, Teknik Menghafal Al-Qur’an Kaifa Tahfadzul Qur’an,
(Bandung : PT. Sinar Baru Al-Gensindo, 1991), Cet, Ke-1, h. 21.
31
6. Memiliki doa yang mustajab, orang yang hafal al-Qur’an yang selalu
konsekuen dengan predikatnya sebagai Hamalatul Qur’an, yakni orang
yang hafal al-Qur’an, memahami dan mengamalkan isi kandungannya
merupakan orang yang dikasihi Allah SWT. 43
43 Ahsin W. Al-Hafidz, h. 40.
32
BAB III
GAMBARAN UMUM PANTI SOSIAL ASUHAN RABBANI
A. Sejarah Berdirinya
Latar belakang didirikannya Panti Sosial Asuhan Rabbani diawali dari
cita-cita seorang duta besar Indonesia untuk Arab Saudi yaitu Bapak Djanamar
Adjam. Beliau ingin sekali mengasuh dan menyantuni anak-anak yatim piatu,
fakir miskin/kurang mampu, dan anak-anak terlantar. Tetapi sebelum keinginan
tersebut terlaksana beliau meninggal dunia. Kemudian cita-cita mulia tersebut
dilanjutkan atau diwujudkan oleh istrinya tercinta yaitu Ibu Hj. Syilvinia
Djanamar Adjam.
Sehingga pada tanggal 13 oktober 1993 didirikanlah sebuah tempat yang
diberi nama “Panti Sosial Asuhan Rabbani” di atas tanah 2 hektar yang terletak di
jalan raya Parung Gunung Sindur 27 Tulang Kuning Parung Bogor. Tetapi kini
istrinya pun telah meninggal dunia dan urusan panti pun diserahkan kepada
keluarga dari istri Bapak Djanamar Adjam karena beliau tidak mempunyai anak.
Dan sebagai kepala panti keluarga tersebut mengangkat Bapak Solhanuddin S. Ag
yang juga sebagai orangtua asuh di panti tersebut sebagai kepala dan dai panti
ini.44
Dalam panti tersebut anak-anak fakir miskin, yatim piatu, tidak hanya
disantuni, seperti: pangan, papan, sandang saja namun mereka juga mendapatkan
44 Solhannuddin, Pimpinan Panti Sosial Asuhan Rabbani Parung Bogor, Wawancara
Pribadi, Bogor, 30 Juni 2008.
28
33
pendidikan; baik pendidikan formal maupun pendidikan informal (belajar di
sekolah dan di asrama). Dalam materi pendidikan selain pelajaran-pelajaran
agama, mereka lebih menekankan pada materi pendidikan menghafal Al-Qur’an
(Tahfidzul Qur’an).
Pada awalnya santri-santri tersebut kebanyakan berasal dari Kepulauan
Mentawai yang terletak di Propinsi Sumatra Barat. Anak-anak tersebut
sebelumnya ditampung terlebih dahulu di Yayasan Pembinaan Pendidikan
Mentawai (YPPM) Padang. Yayasan ini merupakan suatu wadah untuk
menampung dan membina masyarakat Mentawai terutama dalam bidang
pendidikan. Karena keterbatasan tempat dan tenga pendidik, YPPM mempunyai
program, yaitu menyalurkan anak-anak asuh mereka ke panti-panti atau
pesantren-pesantren yang ada di pulau Jawa, diantaranya adalah Panti Sosial
Asuhan Rabbani tersebut.45
Setelah beberapa tahun selanjutnya, santri Panti Sosial Asuhan Rabbani
tidak hanya berasal dari Kepulauan Mentawai dan Riau saja, namun ada juga yang
berasal dari Lampung, Banten, Jakarta, Indramayu, Garut, Depok, Cianjur, dan
Jawa timur.
B. Visi dan Misi
Adapun visi dan misi didirikannya panti social asuhan rabbani adalah:
1. Ingin berbuat baik kepada orang lain dengan cara meningkatkan derajat
anak yatim, fakir miskin/kurang mampu, terlantar, dan anak-anak usia
45 Ibid., Wawancara Pribadi, Bogor, 03 April 2008.
34
belajar pada umumnya. Hal ini sesuai dengan usaha pemerintah dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
2. Mengembangkan dua potensi, yaitu: pendidikan umum dan pendidikan
agama yang diharapkan mempunyai nilai tambah (plus) dan mampu
menjadi ulama yang tidak saja luas ilmu pengetahuan agamanya namun
mampu memenuhi tuntutan zamannya untuk ikut berperan aktif dalam
menghadapi masalah-masalah kemasyarakatan.46
Visi misi di atas merupakan wujud nyata dari UUD 45 yang tercantum
dalam bab XIII pasal 31 yang berbunyi; tiap-tiap warga Negara berhak
mendapatkan pengajaran, dan juga termaktub dalam pasal 34 yang berbunyi; fakir
miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara.47
C. Program Kegiatan dan Tujuannya
1. Sasaran Penyantunan
Anak-anak yatim piatu terlantar dan anak mualaf suku terasing yang
manjadi sasaran program adalah anak-anak yang berasal dari keluarga
yang kondisi ekonominya lemah (miskin atau terlantar).
2. Sistem Penyantunan
Program penyantunan anak yatim piatu terlantar dan anak mualaf suku
terasing yang dilaksanakan melalui dua system pelayanan yaitu:
46 Ibid., Wawancara Pribadi, Bogor, 30 Juni 2008. 47 Undang-Undang Dasar 1945 BAB XIII Pasal 31 & 34.
35
a. Sistem Pelayanan Panti. Anak-anak yatim yang disantuni ditempatkan
dalam suatu tempat tinggal / asrama dengan melalui pengawasan dan
bimbingan langsung dari para pengasuh (orang tua asuh)
b. Sistem Pelayanan Non Panti. Anak-anak yatim yang disantuni yang
tetap berada dalam asuhan dan bimbingan keluarganya masing-masing
tetapi mereka mendapat bantuan setiap bulan untuk keperluan
pendidikan (sekolah) dan kebutuhan pokok lainnya.
3. Bentuk Penyantunan
Bentuk-bentuk penyantunan yang diberikan kepada anak-anak yatim
mencakup:
a. Kebutuhan pakaian
b. Kebutuhan makanan
c. Tempat tinggal (bagi anak yatim ditempatkan dalam panti)
d. Kesehatan
e. Pendidikan / sekolah
f. Ketrampilan
g. Bimbingan agama Islam melalui panti
h. Bimbingan pengetahuan umum melalui privat
4. Jangka Waktu Penyantunan
Pemberian penyantunan kepada anak yatim piatu terlantar dan anak mualaf
suku terasing tersebut, dibatasi dalam waktu tertentu yang disesuaikan
dengan kebutuhan.
36
5. Sumber Biaya / Dana
Bentuk biaya / dana:
a. Wakaf
b. Hibah
c. Shodaqoh
d. Zakat
e. Bentuk-bentuk bantuan lainnya tidak mengikat.
6. Penyandang Dana / Donatur
a. Donatur Tetap: yaitu para penyandang dana yang memberikan bantuan
secara berkesinambungan dengan jumlah bantuan yang tetap dan
waktu yang teratur (tiap minggu atau tiap bulan)
b. Donatur Tidak Tetap: yaitu para penyandang dana yang memberikan
bantuan secara insidential dengan jumlah bantuan dan waktu tidak
ditentukan.
7. Sarana dan Prasarana
Untuk melaksanakan program penyantunan dan pendidikan melalui panti
secara berkesinambungan telah mempunyai dan akan membangun:
a. Gedung / ruang dan penampung anak 600 m² / kantor
b. Ruang dapur / makan tersendiri
c. Taman / rekreasi
Areal seluas 6000 m² beralokasi di Jl. Raya Parung Gunung Sindur
Tulang Kuning Waru Parung – Bogor.
Untuk mencapai tujuan dari pada Panti maka disusun program kerja yang
sifatnya jangka pendek, menengah dan jangka panjang antara lain:
37
1. Jangka Pendek
a. Mensosialisasi program-program panti pada masyarakat, instansi
dinas yang terkait pemerintah mampu swasta.
b. Identifikasi masalah klien.
c. Menyelenggarakan program pendidikan 12 tahun melalui system
orang tua asuh yang dikelola oleh panti asuhan dan non panti.
d. Memberikan bantuan / santunan bagi Lansi.
e. Menyelenggarakan pemberantasan buta huruf Al-Qur’an untuk
orang dewasa, remaja, anak-anak (TPA / TKA), Majlis Ta’lim,
yang berkesinambungan.
2. Jangka Menengah
a. Mengadakan kerja sama dengan dinas instansi yang terkait dan
swasta untuk mengembangkan ketrampilan klien / binaan di bidang
sector pertanian / peternakan dan jasa untuk menunjang program
binaan sosial.
b. Meningkatkan usaha klien / binaan di bidang menabung khusus
anak-anak yang ada di Panti Asuhan.
c. Mengadakan kerja sama dengan lembaga pendidikan pemerintah /
swasta, penyelenggaran pendidikan bagi anak asuh.
d. Mengadakan penyuluhan bagi Lansi manakala menghayati sisa
umur penuh dengan kedamaian.
e. Menyiapkan draf pengembangan pendidikan yang bersifat
swakelola / mandiri.
38
3. Jangka Panjang
a. Mengoptimalkan program pembinaan Panti Asuhan.
b. Mengupayakan program dakwah melalui Ta’lim.
c. Mengembangkan pembinaan panti / Diniah Tsanawaiyah dan
Aliyah.
d. Mendirikan kelompok usaha bersama di sektor pertanian,
peternakan dan perdagangan.
e. Mendirikan kepustakaan di Panti Asuhan.
f. Mendirikan pos kesehatan untuk Panti Asuhan maupun
kepentingan masyarakat.
Sehubungan dengan adanya permasalahan-permasalahan yang berkaitan
dengan anak-anak yatim piatu terlantar dan anak mualaf suku terasing, maka
program penyantunan anak-anak yatim yang melembaga dan berkesinambungan
sangat dengan tujuan sebagai berikut:
1. Memberikan pelayanan/penyantunan kepada anak-anak yatim secara
sistematis dan berkesinambungan melalui pelayanan panti dan non panti,
sehingga dapat menjamin kelangsungan hidupnya serta terpenuhi kebutuhan
pokoknya secara layak.
2. Memberikan penyantunan kepada anak-anak yatim sesuai dengan perintah
Allah SWT dan Rasulullah Saw serta ketentuan Undang-Undang Dasar 1945.
3. Memobilisasi dan memanfaatkan sumber-sumber yang ada di dalam
masyarakat baik yang berupa sumber-sumber material maupun sumber-
39
sumber non material sehingga mendukung terlaksananya program
penyantunan anak yatim secara optimal.
D. Struktur Organisasi
Organisasi keberadaannya sangat diperlukan dalam suatu kelompok
manusia yang hidup bersama dalam rangka mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Apalagi dalam suatu lembaga pendidikan baik formal maupun
informal sebagai wadah dari usaha kerja sama sekelompok manusia dalam rangka
mencapai tujuan pendidikan.
Menurut Ngalim Purwanto organisasi adalah aktivitas-aktivitas menyusun
dan membentuk hubungan-hubungan sehingga terwujud kesatuan usaha dalam
mencapai maksud-maksud dan tujuan-tujuan pendidikan.48
Sedangkan Burhanuddin mendefinisikan organisasi adalah suatu system
yang mempunyai struktur dan perencanaan yang dilakukan dengan penuh
kesadaran, di dalamnya orang-orang bekerja dan berhubungan satu sama lain
dengan satu cara yang terkoordinasi dengan baik dan kooperatif guna mencapai
tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.49
Dari definisi di atas menurut hemat penulis bahwa organisasi adalah
kumpulan dari beberapa orang yang bekerja sama untuk mewujudkan visi dan
misi yang telah ditetapkan.
48 Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pembinaan, (Bandung : PT. Remaja
Rosda Karya, 1992), Cet. Ke-5. 49 Burhanuddin, Organisasi, Tugas, Dan Fungsi Aparat Pendidikan, (Surabaya : IKIP
Malang, 1989), Cet. Ke-2, h. 22.
40
Jadi organisasi Panti Sosial Asuhan Rabbani adalah suatu wadah yang
menjadi usaha kerja sama dari satuan kelompok manusia yang terdiri dari Ketua
Umum, Wakil Ketua, Sekretaris, Bendahara, dan sekbid-sekbid lainnya.50
Adapun struktur organisasi Panti Sosial Asuhan Rabbani Parung Bogor
adalah sebagai berikut:
a. Pendiri : 1. Ny. Hj. Syilvinia Djanamar Adjam
2. H. John Niskar Idris
3. Ny. Hj. Ilfa Idriwati
b. Penasehat : 1. Ir. Asmoro Prayitno
2. H. Yusuf Murad
3. H. Agus Sutomo
c. Ketua : Solhanuddin, S. Ag.
d. Wk. Ketua : Dewi Rahmawati, S. Pdi
e. Sekretaris : Lukman Hakim
f. Bendahara : Ny. Hj. Edit Iskandar
g. Pengasuh : 1. Solhannuddin, S. Ag
2. Jefriadi
3. Syahruddin
4. Ahmad Fathullah
5. Lukman Hakim
6. Budi Kurniawan
50 Solhannuddin, Pimpinan Panti Sosial Asuhan Rabbani Parung Bogor, Wawancara
Pribadi, Bogor, 03 April 2008.
41
E. Gambaran Umum Subyek
Berdasarkan kode etik penelitian dan untuk menjaga kerahasiaan subyek,
maka di dalam skripsi ini penulis tidak menggunakan nama asli dari masing-
masing subyek yang diteliti, melainkan penulis hanya menggunakan inisial.
Identitas Subyek Penelitian
No Inisial Usia Jenis Kelamin
Pendidikan
Tempat Tinggal
Lama Menjadi
Anak Panti
Hafalan Al-
Qur’an
1 R 20 thn Laki-laki MA Asrama 3 tahun 3 juz
2 K 15 thn Laki-laki SMK Asrama 4 tahun 3 juz
3 I 17 thn Laki-laki MA Asrama 2 tahun 1 juz
4 A 15 thn Laki-laki MTs Asrama 2 tahun 2 juz
5 N 17 thn Laki-laki MA Asrama 2 tahun 2 juz
Sumber: Arsip Panti Sosial Asuhan Rabbani Parung Bogor.
42
BAB IV
PENERAPAN METODE BIMBINGAN DALAM MENINGKATKAN
KEMAMPUAN MENGHAFAL AL-QUR’AN BAGI ANAK-ANAK
USIA 8-15 TAHUN
A. Identifikasi Subyek
1. Solhannuddin (Pimpinan Panti Sosial Asuhan Rabbani)
Solhannuddin adalah lulusan dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta Jurusan Perbandingan Mazhab Hukum (PMH) Fakultas
Syariah dan Hukum. Sebelumnya dia mengenyam pendidikan Sekolah Dasar
Negeri I (SDN I) Pekon Susuk Kelumbayan Lampung, MTs Islamiyah
Kelumbayan Lampung dan MA Al-Khairiyah Tegal Buntu Ciwandan Cilegon
Banten.
Selama menjadi mahasiswa dan sampai sekarang, dia aktif di berbagai
kegiatan seperti: dia pernah menjadi pengurus Lembaga Dakwah Kampus (LDK)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pengurus Himpunan Qari Mahasiswa (HIQMA)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan dari tahun 1998 menjadi pimpinan Panti
Sosial Asuhan Rabbani.
Solhannuddin adalah pimpinan Panti Sosial Asuhan Rabbani, yang
bergabung pada tahun 1997 bersama temannya. Karena dia ingin mengabdikan
diri untuk mengamalkan ilmu yang ada sambil belajar di bangku kuliah, serta
ingin menyelamatkan generasi penerus bangsa yang berada di Panti Sosial Asuhan
38
43
Rabbani. Sampai sekarang, Solhannuddin terus melakukan kegiatan sosial
terutama untuk mereka yang benar-benar membutuhkan.. Banyak program
pendidikan yang ditingkatkan, namun dalam materi pendidikan selain pelajaran-
pelajaran agama, mereka lebih menekankan pada materi pendidikan menghafal
Al-Qur’an (Tahfidzul Qur’an).51
2. Jefriadi (Pembimbing Agama Panti Sosial Asuhan Rabbani)
Jefriadi adalah seorang pembimbing Agama di Panti Sosial Asuhan
Rabbani. Sewaktu kecil dia sekolah di SDN 017 Tanjung Rambutan, Kampar
Riau. Setelah lulus dia meneruskan ke MTs Tarbiyah Islamiah, Batu Belah,
Kampar Riau, kemudian dia melanjutkan ke Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK)
Pondok Pesantren Islamic Center, Al-Hidayah Kampar Riau, lalu meneruskan S-1
di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Dakwah dan
Komunikasi Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam.
Pada saat kuliah dia aktif diberbagai kegiatan dan organisasi diantaranya
adalah dibidang dakwah pada Lembaga Dakwah Kampus (LDK), bidang kesenian
Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.52
Jefriadi adalah salah satu pembimbing Agama sekaligus pengasuh di Panti
Sosial Asuhan Rabbani. Karena dia ingin sekali membantu dan mengangkat
derajat anak-anak yatim piatu, fakir miskin dan anak-anak terlantar di mata
masyarakat. Sampai sekarang dia masih terus aktif melakukakan tugasnya
51 Solhannuddin, Pimpinan Panti Sosial Asuhan Rabbani Parung Bogor, Wawancara
Pribadi, Bogor, 03 April 2008. 52 Jefriadi, Pengasuh Panti Sosial Asuhan Rabbani Parung Bogor, Wawancara Pribadi,
Bogor, 28 Mei 2008.
44
membantu anak-anak panti terutama dalam hal pendidikan. Serta dapat
mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dari Pondok Pesantren.
3. Perjalanan Hidup R (Anak Panti)
R adalah anak kedua dari enam bersaudara. Ayah R adalah seorang petani
sedangkan Ibu R adalah seorang ibu rumah tangga. R mempunyai satu orang
kakak dan empat adik yang sampai saat ini masih sekolah. Keluarga R adalah
termasuk keluarga yang mampu dibandingkan dengan keluarga yang lain, yang
berada di daerah rumahnya. Namun sayang, ketika kelas 3 Mts tepatnya R sudah
menginjak masa pubertas, dalam kesehariannya R salah dalam bergaul. Sampai-
sampai R melakukan perbuatan yang telah dilarang oleh norma-norma agama dan
hukum. Perbuatan itu pun telah diketahui oleh kedua orang tuanya, yang akhirnya
R dimasukkan oleh orang tuanya ke Pondok Pesantren Al-Hidayah Pandegelang.
Di Pondok Pesantren tersebut ternyata sama sekali tidak mempengaruhi
akhlaq atau sikap R. R pun tetap saja tidak berubah dan tetap masih melakukan
perbuatan yang keji. Di Pondok Pesantren tersebut R hanya sampai tujuh bulan
dan kemudian dipindahkan ke Pondok Pesantren Al-Hidayah Cibeber Banten. Di
Pondok Pesantren itu R pun masih tetap belum berubah, masih melakukan hal
yang serupa, singkatnya di Pondok Pesantren itu R hanya sampai empat bulan.
Melihat perlakuan R, orangtua R sangat terpukul, sedih dan sakit hati atas
perlakuan R. Sampai-sampai orang tua R sudah tidak sanggup dan tidak mau lagi
mengurusi R. Tak lama kemudian Ibu R bertemu dengan orang tua dari temannya
R, yaitu H. Dari situlah orang tua R berkeluh kesah menceritakan isi hati dan
tentang anaknya. Mendengar keluhan dari orang tua R, orang tua H pun
45
mengusulkan agar R dimasukan ke Panti atau Pesantren Rabbani yang tepatnya
berada di daerah Parung Bogor.
Dengan alasan di Panti tersebut dipimpin oleh salah seorang dari
tetangganya yang tidak jauh dari rumah R. Mendengar info tersebut, Ibu R
mengiyakan usulan itu kemudian membicarakan kepada ayah R. Ayah R pun
setuju kemudian kedua orang tua R segera memberitahukan kepada R bahwa nanti
akan di masukkan ke Panti atau Pesantren Rabbani di daerah Parung Bogor. R pun
menurutinya, akan tetapi ketika di sana nanti keinginan R hanya ingin mondok
saja, belum mau disekolahkan.entah apa alasannya?.
Orang tuanya pun menuruti permintaan R, karena yang penting bagi
mereka adalah R harus berubah dahulu untuk menjadi orang yang baik. Setelah
itu, untuk memasukkan R ke Panti, Ibu R mengirim surat kepada pimpinan Panti
tersebut untuk meminta izin agar R bisa diterima di Panti Rabbani. Setelah
mengetahui dari kepribadian R, pimpinan Panti sempat menolak karena melihat R
yang usianya sudah tidak pantas lagi untuk tinggal di Panti dan khawatir
kehadirannya R di Panti bisa mempengaruhi anak-anak yang lain. Akan tetapi Ibu
R pun masih terus berusaha mempertahankan niatnya dan berkata kepada
pimpinan Panti, “tolong Pak anak saya bisa diterima di sini, mungkin untuk
permulaan hanya beberapa bulan saja dulu anak saya tinggal di sini dan anak saya
keinginannya pun hanya ingin mondok saja, belum mau disekolahkan”.53
Melihat usaha Ibu R yang keras, akhirnya pimpinan Panti bisa menerima R
untuk tinggal di Panti Rabbani dengan syarat, R harus mentaati segala peraturan-
53 Wawancara Pribadi dengan R, Anak Panti Sosial Asuhan Rabbani, Bogor, 28 Mei
2008.
46
peraturan yang ada di Panti dan apabila R melanggar atau melakukan sesuatu
yang tidak semestinya, maka saya akan mengembalikan R kepada Ibu. Ungkap
pimpinan Panti kepada Ibu R dan R. Dan untuk kepentingan R dan Panti tersebut,
pimpinan Panti meminta kepada Ibu R untuk menginfaqkan sebagian hartanya
dengan tiap bulan 200.000,00 dan Ibu R pun langsung menyetujuinya.
Beberapa hari berjalan R merasa banyak perubahan pada dirinya. R yang
tadinya sangat nakal dan brutal, kini R sangat sopan pada setiap orang dan lebih
taat beribadah dengan mengerjakan shalat lima waktu, puasa senin kamis dan
selalu menuruti atau mendengarkan tausyiah-tausyiah dan bimbingan yang
diberikan oleh pimpinan atau pembina Panti. Lebih-lebih kini R telah menghafal
Al-Qur’an 3 Juz dan dapat membacakan Al-Qur’an dengan lagu atau suara yang
indah.
Dan R yang pada mulanya tinggal di Panti hanya ingin mondok saja,
akhirnya R mempunyai keinginan untuk melanjutkan sekolahnya. Karena R
merasa masih banyak kekurangan pada dirinya, terutama dalam ilmu pengetahuan.
Akhirnya R pun bisa merasakan kembali masa sekolahnya dan sampai kini R
sudah tingakat Aliyah kelas 3.
Dari situlah R bisa merasakan atau mendapatkan bimbingan-bimbingan
yang diberikan oleh para pembina Panti Sosial Asuhan Rabbani dan dari beberapa
bimbingan yang diberikan, R lebih menyukai bimbingan secara kelompok atau
ceramah.
4. Perjalanan Hidup K (Anak Panti)
47
K adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Bapak K adalah seorang pekerja
suruhan, yang biasa dikerjakan adalah sebagai petani dan nelayan. Dengan kata
lain pekerjaan Bapak K adalah tidak tetap, bisa dibilang sebagai petani atau
nelayan, dan itu pun kalau ada orang lain yang menyuruh untuk
memperkerjakannya. Sedangkan Ibu K adalah seorang ibu rumah tangga, K
mempunyai satu kakak dan satu adik yang saat ini masih balita.
Keluarga K adalah termasuk keluarga yang tidak mampu, dengan
penghasilan yang tidak tetap, namun sebagai kepala keluarga Bapak K tetap
berusaha untuk menghidupkan keluarganya, berbagai cara pun dilakukannya,
dengan mencari pekerjaan lain bila pekerjaan sebelumnya telah usai. Begitu juga
dengan Ibu K yang selalu menginginkan anaknya bahagia dan memiliki masa
depan yang cerah, samapi-sampai Ibu K bernadzar atau menginginkan sekali agar
K masuk ke Pesantren. Waktu itu K belum tau apa alasan Ibunya, yang K tau
Ibunya ingin sekali K masuk Pesantren.54
Tepat setelah K lulus SD, akhirnya keinginan Ibunya terkabuli agar K bisa
masuk Pesantren. Ibu K dan K langsung didatangi oleh pimpinan Panti untuk
menawari K tinggal di Pantinya yaitu Panti Sosial Asuhan Rabbani Parung Bogor,
yang kebetulan antara keluarga pimpinan Panti dengan keluarga K sama-sama
tinggal di satu daerah.
Tanpa berpikir panjang Ibu K langsung mengiyakan tawaran pimpinan
Panti tersebut. Dan tepatnya tahun 2004 K tinggal di Panti, dan mulai menjalani
kehidupannya yang baru. Walaupun jauh dari keluarga, K merasa senang tinggal
54 Wawancara Pribadi dengan K, Anak Panti Sosial Asuhan Rabbani, Bogor, 11 Juni
2008.
48
di Panti tersebut karena semua kebutuhannya dapat terpenuhi dan yang lebih
penting lagi K dapat meneruskan kembali sekolahnya ke tingkat Mts dan SMK
yang sekarang ini sedang duduk di kelas 1.
Semua kegiatan-kegiatan atau aturan yang berada di Panti telah dikuti dan
dilaksanakan dengan baik. Kini K menjadi lebih baik tinggal di Panti, K lebih taat
pada agama dan bisa merasakan dekat kepada Allah SWT, tau mana yang baik
dan yang buruk, dan kini K pun sudah dapat menghafal Al-Qur’an 3 Juz.
Di Panti itulah K dapat memperoleh ilmu agama dan bimbingan-
bimbingan yang diberikan oleh para pembina Panti Sosial Asuhan Rabbani.
5. Perjalanan Hidup I (Anak Panti)
I adalah anak keempat dari enam bersaudara. Kakak I ada yang masih
sekolah dan ada juga yang sudah kerja. Kedua orang tua I sampai saat ini masih
ada, dan mereka sekarang tinggal di Lampung. Ayah I adalah seorang petani,
sedangkan Ibu I adalah seorang ibu rumah tangga. I mempunyai satu orang kakak
yaitu P yang sampai saat ini juga menjadi anak asuh di Panti Sosial Asuhan
Rabbani, namun kini P menjadi anak asuh non Panti karena P sekolahnya di
daerah Cilegon Banten dan di sana P tinggal bersama teman-temannya yang juga
menjadi anak asuh non Panti, sedangkan I saat ini masih tinggal di asrama Panti.
Sebab pada saat I lulus SMP, Ayah I perlahan-lahan usaha yang selama ini
dirintis mengalami kemunduran. Dan Ayah I pun bingung untuk membiayai I
meneruskan sekolahnya, dan merasa sudah tidak sanggup lagi. Dan pada akhirnya
49
I diajak atau ditawari untuk tinggal di Panti oleh seorang Ibu atau tetangganya
yang kebetulan anaknya menjadi pimpinan di Panti tersebut.55
Tanpa berpikir panjang, awalnya I mau dan menurutinya karena Ayah I
pun sangat setuju agar I tinggal di Panti saja biar sama-sama dengan kakaknya.
Kata Ayahnya. Tahun 2006 I masuk Panti dan mulai menyesuaikan diri, lama-
kelamaan I pun menjadi suka dan betah tinggal di Panti, karena banyak teman-
teman yang baik dengannya, begitu juga dengan pimpinan dan para pembinanya
yang penuh perhatian dalam mendidik atau membimbingnya.
Di Panti I banyak memperoleh bimbingan Islam, kini I bisa melaksanakan
shalat beserta doanya dengan baik dan benar, I yang tadinya hanya bisa membaca
Al-Qur’an saja, kini I tahu hukum-hukum bacaan Al-Qur’an atau tajwid. Selain
itu I juga mempunyai hafalan Al-Qur’an yang saat ini masih 1 Juz.
Dari Panti itulah I banyak memperoleh bimbingan, I merasakan banyak
perubahan atau perkembangan pada dirinya. Dan kini I tahu bagaimana sikap atau
akhlaq seorang Muslim yang baik.
6. Perjalanan Hidup N (Anak Panti)
N adalah anak tunggal. Ibu N sudah meninggal ketika N masih kecil, dan
setelah itu N hanya hidup berdua dengan Ayahnya. N sudah kehilangan sosok
seorang Ibu yang telah memberikannya kasih sayang dan perhatian yang penuh.
Saat itu N bersama Ayahnya hidup dengan serba kekukarangan, Ayah N hanya
seorang pekerja suruhan yang penghasilannya tidak tetap dan minim sekali. Akan
tetapi Ayah N masih merasa sanggup untuk mengurusi N dan membiayai
55 Wawancara Pribadi dengan I, Anak Panti Sosial Asuhan Rabbani, Bogor, 11 Juni 2008.
50
sekolahnya, sampai-sampai Ayah N rela membanting tulang tiap harinya bekerja
mencari uang untuk kehidupannya dan sekolahnya N.
Tepat N lulus SMP, Ayah N mulai sakit-sakitan yang cukup lama. N pun
panik dan tidak bisa berbuat apa-apa, akhirnya N meminta tolong kepada
kakeknya. Setelah itu N berpikir bahwa sekolahnya hanya berakhir sampai SMP
saja dan N sempat berniat untuk menggantikan posisi Ayahnya bekerja mencari
uang. Tetapi semua itu tidak diperizinkan oleh kakeknya dan justru kakeknya
mengusulkan N untuk masuk Panti saja, yang nantinya kehidupan N akan terurus
dan dapat meneruskan kembali sekolahnya.
N akhirnya menuruti usulan kakeknya dan masuk ke Panti yang berada di
daerah Parung Bogor yaitu Panti Sosial Asuhan Rabbani, yang kebetulan
pimpinan pada Panti tersebut adalah murid kakek waktu di Pengajiannya.56 N
mulai menyesuaikan diri dengan teman-temannya dan lingkungan Panti. Lama
kelamaan N betah dan senang hidup di Panti, N sangat penurut dengan pembina
Panti, semua kegiatan dan bimbingan yang diberikan oleh pembina selalu
diikutinya. Kini N rajin beribadah, kadang dalam shalat berjamaah N menjadi
imam shalat menggantikan posisi pembinanya yang sedang tidak ada di tempat,
selain itu N juga pandai membaca Al-Qur’an dengan tajwid yang benar dan
sampai saat ini sudah menghafal Al-Qur’an 2 juz. Dan N pun sudah meneruskan
kembali sekolahnya yang saat ini duduk di kelas 2 Aliyah. Selain materi
pendidikan yang didapat dari sekolah, di Panti N juga banyak mendapatkan materi
bimbingan seperti Tahfidzul Qur’an, Fiqh, Hadits, B. Arab, Nahwu Shorof, Ilmu
56 Wawancara Pribadi dengan N, Anak Panti Sosial Asuhan Rabbani, Bogor, 17 Juni
2008.
51
Tajwid, Akhlaq, Sirah Nabawi, Aqidah, Seni Baca Al-Qur’an, Training Dakwah
dll.
Dari situlah N banyak memperoleh bimbingan-bimbingan agama dan
dapat merasakan dirinya lebih baik dari sebelumnya.
7. Perjalanan Hidup A (Anak Panti)
A adalah anak keempat dari lima bersaudara. Bapak A meninggal saat A
usia 5 tahun, Ibu A masih ada, yang saat ini sebagai ibu rumah tangga dan
sekaligus sebagai petani yang menggantikan posisi Bapak A. Kakak A ada yang
masih sekolah dan ada juga yang sudah kerja di luar daerah (merantau) yang
keberadaannya kini tidak diketahui oleh keluarga, karena kakak A selalu
berpindah-pindah kerjanya dan hanya pulang sehari ke rumah. A juga mempunyai
adik yang saat ini masih balita. Dua tahun setelah Bapak A meninggal, Ibu A
menikah lagi dengan seseorang yang satu daerah dengannya dan juga sebagai
petani, karena Ibu A merasa sudah tidak sanggup lagi untuk memenuhi kebutuhan
keluarganya dan juga terlalu berat beban yang pikulnya.57
Setelah A lulus SD, A diajak oleh pimpinan Panti Sosial Asuhan Rabbani
untuk tinggal di asramanya, kemudian orang tua A pun mendukung karena bagi
mereka itu kesempatan emas, anaknya A diasuh, dibimbing dengan ajaran Islam
dan juga akan disekolahkan. Dan A pun merasa sangat senang sekali, karena
dibandingkan dengan kakak-kakaknya, A yang sangat beruntung. Karena dua
orang kakak A pendidikannya hanya lulus SD saja, sedangkan yang satu lagi
hanya lulus samapi SMP kemudian cuma masuk pesantren dan tidak sekolah,
57 Wawancara Pribadi dengan A, Anak Panti Sosial Asuhan Rabbani, Bogor, 17 Juni
2008.
52
karena itu adalah kemauan kakaknya sendiri dengan alasan otak atau pikirannya
tidak bisa menangkap pelajaran-pelajaran yang diberikan oleh gurunya.
Kini A sudah sekolah dan sedang duduk di kelas 3 Mts. Di Panti, A juga
banyak diajarkan atau diberikan bimbingan-bimbingan oleh para pembina Panti,
kini A lebih tahu lagi tentang tata cara shalat dan bacaannya, membaca Al-Qur’an
dengan tajwid yang benar, dan sampai saat ini A mempunyai hafalan Al-Qur’an 2
juz, karena A juga memiliki daya serap yang kuat atau cepat untuk menangkap
hafalan-hafalan.
Dari situlah A banyak memperoleh bimbingan-bimbingan agama yang
diberikan oleh para Pembina. Dan dari beberapa bimbingan tersebut, A lebih
menyukai materi bimbingan Hadits dan Training Dakwah.
B. Penerapan Metode Bimbingan Dalam Meningkatkan Kemampuan
Menghafal Al-Qur’an Bagi Anak-anak Usia 8- 15 Tahun.
Penerapan metode bimbingan dalam meningkatkan kemampuan
menghafal al-Qur’an bagi anak-anak usia 8-15 tahun di panti sosial asuhan
rabbani, dalam penerapannya menggunakan dua bentuk metode bimbingan,
yaitu metode bimbingan kelompok dan individual. Bimbingan kelompok
dipergunakan untuk membantu anak atau sekelompok anak dalam
memecahkan masalah-masalahnya dengan melalui kegiatan kelompok.58
Bimbingan kelompok dimaksudkan untuk membantu seorang individu yang
menghadapi masalah dengan menempatkannya dalam suatu kehidupan
58 H. M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, (Jakarta : PT.
Golden Terayon, 1982), Cet. Ke-1, h. 45.
53
kelompok.59 Yang dilakukan dengan hubungan bersifat face to face
relationship (hubungan empat mata), yang dilaksanakan dengan wawancara
antara pembimbing dengan anak asuh. Adapun kegiatan kelompok yang
berada di panti sosial asuhan rabbani di antaranya yaitu:
1. Training Dakwah/Muhadharah
Dalam bimbingan ini, setiap anak dikelompokkan menjadi lima orang
dalam setiap kelompoknya, dan setiap anak satu persatu untuk berlatih
ceramah dalam setiap latihan. Training dakwah ini dilaksanakan pada hari
sabtu malam setelah sholat isya berjama’ah, dan training dakwah ini diikuti
oleh anak panti sosial asuhan rabbani.
Sebelum anak-anak mulai berlatih, pengurus panti terlebih dahulu
memberikan arahan-arahan kepada anak-anak tentang bagaimana cara
berbicara yang baik serta dalam berpenampilan (Rethorika). Dalam training
dakwah ini diawasi oleh pengurus panti sosial asuhan rabbani, dan anak asuh
diharapkan bisa menghayati ajaran-ajaran agama dan bisa mensyiarkannya
dengan baik. Dengan diadakannya training dakwah ini untuk melatih mental
agar anak asuh mampu berbicara di depan teman-temannya dan lebih-lebih di
tengah-tengah masyarakat.60
2. Tahfidz dan Takrir Al-Qur’an
59 Djumhur dan Moh. Surya, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, (Bandung: CV.
Ilmu, 1985), h. 32. 60 Solhannuddin, Pengurus Panti Sosial Asuhan Rabbani Parung Bogor, Wawancara
Pribadi, Bogor, 30 Juni 2008.
54
Sebelum memperdengarkan materi baru kepada pembimbing, terlebih
dahulu anak asuh menghafalkan sendiri materi-materi yang akan
diperdengarkan, seperti:
1) Terlebih dahulu anak asuh membaca dengan melihat mushaf, materi-
materi yang akan diperdengarkan kehadapan pembimbing minimal dibaca
tiga kali.
2) Setelah dibaca dengan cara melihat mushaf dan terasa ada bayangan lalu
dibaca dengan hafalan (tanpa melihat mushaf) minimal tiga kali dalam
satu kalimat dan maksimalnya tidak terbatas.
3) Setelah satu kalimat ada dampaknya dan menjadi hafal dengan lancar,
kemudian ditambah dengan merangkaikan kalimat berikutnya sehingga
sempurna menjadi satu ayat.61
4) Setelah materi satu ayat ini dikuasai dengan hafalan yang betul-betul
lancar, maka diteruskan dengan menambah materi baru dengan membaca
binnadzar (melihat mushaf) terlebih dahulu dan mengulang-ulang seperti
pada materi pertama.
5) Setelah mendapat hafalan dua ayat dengan baik dan lancar, maka hafalan
tersebut diulang-ulang mulai dari materi ayat pertama dirangkaikan
dengan materi ayat kedua minimal tiga kali.
6) Setelah materi yang ditentukan menjadi hafal dengan baik dan lancar,
kemudian hafalan ini diperdengarkan kehadapan pembimbing untuk
61 Shalah Al-Khalidi, Membedah Al-Qur’an trj. Muhil DA (Surabaya: Pustaka Progressif,
1997), Cet. Ke-1, h. 103.
55
ditashhih hafalannya serta mandapat petunjuk-petunjuk dan bimbingan
seperlunya.
7) Waktu menghadap ke pembimbing pada hari kedua, penghafal
memperdengarkan materi baru yang sudah ditentukan dan mengulang
materi hari pertama, hari kedua dan hari ketiga harus selalu
diperdengarkan untuk lebih memantapkan hafalannya. 62
3. Belajar Kelompok
Belajar merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan, begitu
pula anak-anak panti mereka diharuskan belajar bersama, belajar bersama
dilakukan setelah makan malam, karena dengan belajar bersama mereka bisa
saling membantu antar sesama dan mereka bisa mempersiapkan pelajaran
untuk bersekolah.63
Panti Sosial Asuhan Rabbani merupakan salah satu panti Tahfidzul
Qur’an, meskipun belum termasuk panti spesialis Tahfidzul Qur’an. Dikatakan
demikian karena panti ini tidak hanya memberikan materi tahfidz kepada anak-
anak asuh, namun juga memberikan materi-materi bimbingan agama sebagaimana
panti atau pondok pesantren lainnya, seperti: materi Nahwu, Shorof, Aqidah,
Akhlaq, Fiqh, Bahasa Arab, Hadits, Kaligrafi, Qira’atul Qur’an, Ilmu Tajwid,
Training Dakwah dan lain-lain.
62 Solhannuddin, Pengurus Panti Sosial Asuhan Rabbani Parung Bogor, Wawancara
Pribadi, Bogor, 30 Juni 2008. 63 Ibid., Wawancara Pribadi, Bogor, 30 Juni 2008.
56
Dalam perkembangannya, penerapan bimbingan Tahfidzul Qur’an di Panti
Sosial Asuhan Rabbani dibagi menjadi 2 periode:64
1. Periode Pertama (+ 1993-1995)
Pada awal berdirinya sampai dengan dua tahun berkembang Panti Sosial
Asuhan Rabbani ini mewajibkan kepada anak-anak asuh untuk menghafal al-
Qur’an 30 juz selama pendidikan 6 (enam) tahun dengan tingkatan materi sebagi
berikut:
a. Tahun pertama, masa pendidikan selama satu tahun dengan diakhiri ujian
tahfidzul Qur’an 5 (lima) juz 1-5.
b. Tahun kedua, masa pendidikan satu tahun dengan diakhiri ujian tahfidzul
Qur’an 5 (lima) juz, yang dimulai dari juz 6-10.
c. Tahun ketiga, masa pendidikan selama satu tahun dengan diakhiri ujian
tahfidzul Qur’an 5 (lima) juz, mulai dari juz 11-15.
d. Tahun keempat, masa pendidikan selama satu tahun dengan diakhiri ujian
tahfidzul Qur’an 5 (lima) juz, mulai dari juz 16-20.
e. Tahun kelima, masa pendidikan selama satu tahun dengan diakhiri ujian
tahfidzul Qur’an 5 (lima) juz, mulai dari juz 21-25.
f. Tahun keenam, masa pendidikan selama satu tahun dengan diakhiri ujian
tahfidzul Qur’an 5 (lima) juz, mulai dari juz 26-30.
Adapun pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
Materi tahfidzul Qur’an terdiri dari 30 juz dibagi menjadi 72 bulan dengan
ketentuan penghafal menyetorkan hafalannya setiap hari kecuali hari libur; enam
hari dibagi menjadi 4 hari untuk tahfidz dan 2 hari digunakan untuk takrir.
Perinciannya adalah sebagai berikut:
64 Solhannuddin, Pimpinan Panti Sosial Asuhan Rabbani Parung Bogor, Wawancara
Pribadi, Bogor 30 Juni 2008.
57
1. Materi Tahfidz; diterapkan empat kali dalam seminggu, setiap kali masuk anak
asuh memperdengarkan atau menyetorkan hafalannya kehadapan pembimbing
minimal ½ halaman; kemudian pembimbing membacakan materi baru atau
penghafal membaca sendiri binnadzar (melihat bacaan/buku) dengan
pengarahan-pengarahan atau petunjuk-petunjuk seperlunya dari pembimbing.
Perincian waktu dan materi tahfidz adalah sebagai beikut:
a. Dalam seminggu ½ halaman x 4 hari = 2 halaman
b. Dalam sebulan ½ halaman x 16 hari = 8 halaman
c. Dalam setahun ½ halaman x 192 hari = 92 halaman
d. Dalam enam tahun ½ halaman x 1162 hari = 581 halaman
Dengan demikian dalam 6 tahun waktu yang dipergunakan adalah 1.162
hari dengan menghasilkan materi hafalan 581 halaman sama dengan 30 juz kurang
9 halaman. Untuk menyelesaikan materi 30 juz ini memerlukan tambahan waktu
18 hari. Jadi, 1.162 hari menurut hitungan perincian teori ditambah 18 hari berarti
waktu yang dipergunakan untuk menghafal materi 30 juz adalah 1.180 hari.
2. Materi Takrir; diterapkan dua hari dalam seminggu, setiap kali bimbingan,
penghafal harus menyetor/memperdengarkan hafalan ulang minimal 1
halaman. Adapun perinciannya sebagai berikut:
a. Dalam seminggu : 1 halaman x 2 hari = 2 halaman
b. Dalam sebulan : 1 halaman x 8 hari = 8 halaman
c. Dalam setahun : 1 halaman x 96 hari = 96 halaman
d. Dalam enam tahun : 1 halaman x 576 hari = 576 halaman
Dengan demikian dalam masa 6 tahun waktu yang dipergunakan 576
halaman sama dengan 30 juz kurang 24 halaman. Jadi, untuk menyelesaikan
materi takrir 30 juz diperlukan tambahan 24 hari.
58
Setelah Panti tersebut menerapkan materi 30 juz kepada anak-anak asuh,
ternyata tidak mendapatkan hasil yang memuaskan atau kurang efektif, banyak
anak-anak asuh yang tidak sanggup untuk mengikuti materi hafalan tersebut. Dari
jumlah keseluruhan anak asuh sebanyak 25 orang, hanya 2 orang yang sanggup
untuk mengikuti hafalan tersebut. Apabila diprosentasekan, berarti hanya 8% anak
asuh yang sanggup mengikuti materi hafalan 30 juz. Walaupun di sisi lain pihak
panti sudah mengusahakan guru-guru tahfidz untuk membimbing mereka, selain
itu karena mereka juga dibebani dengan mata pelajaran yang terlalu banyak,
seperti pelajaran agama yang jumlahnya tidak sedikit, ditambah lagi dengan
materi-materi pelajaran yang dibebankan di sekolah kepada anak-anak asuh.
Karena tidak efektif, maka pihak pengurus/pembina panti tidak memaksakan
kepada anak-anak asuh untuk menghafal materi 30 juz, namun sesuai dengan
kemampuannya masing-masing.
2. Periode kedua (+ 1996-Sekarang)
Setelah memperhatikan perkembangan anak asuh pada periode pertama
yang kurang memuaskan disebabkan materi pelajaran terlalu banyak, maka pihak
panti ini mengatur strategi baru dalam mencari materi apa yang lebih efektif bila
diterapkan kepada anak-anak asuhnya tanpa harus menghilangkan ciri khas panti
tersebut, yaitu materi tahfidzul Qur’an. Dalam periode ini pihak panti hanya
mewajibkan hafalan kepada anak-anak asuh minimal 3 juz yang dimulai dari juz
30, 29, dan juz 28. Kalau diperhatikan memang tampak jauh perbedaan antara
periode pertama dengan periode kedua ini, namun menurut pengasuh/pembina
59
panti, inilah yang paling relevan/sesuai dengan kemampuan anak-anak asuh
mereka yang mempunyai latar belakang kurang menguntungkan tersebut.
Pola dasar hafalan 3 juz yang diterapkan menjadi dasar utama bagi anak-
anak asuh untuk mengembangkan atau menambah hafalannya di panti atau
pesantren lain. Oleh karenanya pihak pengasuh panti menganjurkan kepada anak-
anak asuhnya setelah tamat dari panti ini bisa melanjutkan ke panti atau pesantren
yang mempunyai ciri khas menghafal al-Qur’an.
Hal ini juga langsung diterapkan oleh pihak panti dengan cara mengutus
anak-anak asuh (yang masih diasuh) untuk melanjutkan pendidikan di panti atau
pesantren yang mempunyai program menghafal al-Qur’an, di antaranya Pondok
Pesantren Al-Urwatul Wutsqa Indramayu dan Pondok Pesantren Al-Istiqamah di
Sukabumi.65
Pada periode ini pelaksanaan materi tahfidzul Qur’an dibagi menjadi 3
kelompok:
1. Kelompok Pertama
Kelompok pertama merupakan kelompok anak asuh baru yang hanya
diwajibkan menghafal al-Qur’an minimal 1 juz yaitu juz 30 dimulai dari
surat An-Nas. Karena masih banyak anak asuh yang belum lancar bahkan
banyak yang belum mengenal al-Qur’an, maka metode yang dipakai
adalah dengan cara langsung mengahafal dari pembimbing. Materi yang
diberikan minimal satu sampai dua baris dalam sekali pertemuan. Mereka
dibimbing 2 kali dalam satu minggu. Tentang pembagian waktu untuk
65 Solhannuddin, Pimpinan Panti Sosial Asuhan Rabbani Parung Bogor, Wawancara
Pribadi, Bogor, 30 Juni 2008.
60
kelompok ini tidak ditentukan secara rinci, namun diharapkan santri harus
sudah hafal dalam masa pendidikan 3 tahun.
2. Kelompok Kedua
Kelompok kedua diwajibkan menghafal al-Qur’an sebanyak 2 juz yang
dimulai dari juz 30-29 dengan masa waktu pendidikan 3 tahun. Dalam
kelompok kedua ini materi 2 juz dibagi menjadi 36 bulan dengan
ketentuan penghafal menyetorkan hafalannya kepada pembimbing dua kali
dalam seminggu 3 baris dalam sekali pertemuan. Materi 2 juz sama
dengan 40 halaman, dalam 40 halaman terdapat 20 baris atau sama dengan
800 halaman. Adapun perinciannya sebagai berikut:
a. Dalam seminggu : 3 baris x 2 hari = 6 baris
b. Dalam sebulan : 3 baris x 8 hari = 24 baris
c. Dalam setahun : 3 baris x 96 hari = 288 baris
d. Dalam tiga tahun : 3 baris x 288 hari = 864 baris
3. Kelompok Ketiga
Kelompok ketiga diwajibkan menghafal al-Qur’an sebanyak 3 juz dimulai
dari juz 30-28 dengan masa waktu pendidikan 3 tahun. Dalam kelompok
ketiga ini materi 3 juz dibagi 36 bulan atau sama dengan 3 tahun dengan
ketentuan penghafal menyetorkan hafalannya kepada pembimbing 2 hari
dalam seminggu sebanyak 4 baris dalam setiap pertemuan. Materi 3 juz
sama dengan 60 halaman, dalam tiap 60 halaman terdapat 20 baris atau
sama dengan 1200 halaman. Adapun perinciannya sebagai berikut:
a. Dalam seminggu : 4 baris x 2 hari = 8 baris
b. Dalam sebulan : 4 baris x 8 hari = 32 baris
c. Dalam setahun : 4 baris x 96 hari = 384 baris
61
d. Dalam tiga tahun : 4 baris x 288 hari = 1.152 baris
Dengan demikian dalam 3 tahun waktu yang dipergunakan adalah 288 hari
dengan menghasilkan materi hafalan 1.152 baris sama dengan 3 juz kurang
48 baris. Untuk menyelesaikan materi 3 juz ini memerlukan tambahan
waktu 12 hari.
C. Analisa Penerapan Metode Bimbingan Dalam Meningkatkan
Kemampuan Menghafal Al-Qur’an Bagi Anak-anak Usia 8-15 Tahun.
Panti sosial asuhan Rabbani merupakan panti yang mengasuh, membina,
dan mendidik anak-anak kurang mampu, yatim piatu, dengan tujuan mereka
mempunyai pendidikan yang sama dengan anak-anak yang lain (anak yang
mampu). Berbagai upaya dan usaha yang dilakukan oleh pengurus panti untuk
mengangkat derajat mereka di mata masyarakat, diantaranya; selain diasuh atau
disantuni mereka juga dibekali berbagai disiplin ilmu, baik pengetahuan agama
maupun pengetahuan umum, namun dalam materi pendidikan selain pelajaran-
pelajaran agama, mereka lebih menekankan pada materi menghafal al-Qur’an
(Tahfidzul Qur’an) yang diharapkan mereka bisa menjadi generasi Qur’ani, yaitu
generasi yang berpedoman dengan al-Qur’an.
Dalam penerapannya untuk meningkatkan kemampuam menghafal al-
Qur’an, panti sosial asuhan rabbani menggunakan dua bentuk metode bimbingan,
yaitu metode bimbingan kelompok dan individual dengan melalui kegiatan
kelompok seperti, training dakwah, tahfidz dan takrir al-Qur’an, dan belajar
kelompok. Dalam perkembangannya, penerapan bimbingan tahfidzul Qur’an di
panti sosial asuhan rabbani dibagi menjadi dua periode, yaitu periode pertama
62
pada awal berdirinya sampai dengan dua tahun berkembang panti sosial asuhan
rabbani ini mewajibkan kepada anak-anak asuh untuk menghafal al-Qur’an 30 juz
selama pendidikan enam tahun.
Materi tahfidzul Qur’an terdiri dari 30 juz dibagi menjadi 72 bulan dengan
ketentuan anak-anak asuh menyetorkan hafalannya setiap hari kecuali hari libur.
Untuk materi tahfidz diterapkan empat kali dalam seminggu, sedangkan untuk
materi takrir diterapkan dua hari dalam seminggu.
Setelah panti tersebut menerapkan materi 30 juz kepada anak-anak asuh,
ternyata tidak mendapatkan hasil yang memuaskan atau kurang efektif, banyak
anak-anak asuh yang tidak sanggup untuk mengikuti materi hafalan tersebut.
Walaupun di sisi lain pihak panti sudah mengusahakan guru-guru tahfidz untuk
membimbing mereka, selain itu karena mereka juga dibebani dengan mata
pelajaran yang terlalu banyak, seperti pelajaran agama yang jumlahnya tidak
sedikit, ditambah lagi dengan materi-materi pelajaran yang dibebankan di sekolah
kepada anak-anak asuh. Karena tidak efektif, maka pihak panti tidak memaksakan
anak-anak asuh untuk menghafal materi 30 juz.
Setelah memperhatikan perkembangan anak-anak asuh pada periode
pertama, yang ternyata tidak mendapatkan hasil yang memuaskan atau kurang
efektif, maka pihak panti mengatur strategi baru dalam mencari materi apa yang
lebih efektif bila diterapkan kepada anak-anak asuhnya tanpa menghilangkan ciri
khas panti tersebut, yaitu materi tahfidzul Qur’an. Dalam periode ini pihak panti
hanya mewajibkan hafalan kepada anak-anak asuh minimal 3 juz yang dimulai
dari juz 30, 29, dan juz 28. Kalau diperhatikan memang tampak jauh perbedaan
63
antara periode pertama dengan periode kedua ini, namun menurut pembina panti,
inilah yang paling relavan/sesuai dengan kemampuan anak-anak asuh mereka
yang mempunyai latar belakang kurang menguntungkan tersebut.
Dengan pola dasar hafalan 3 juz yang diterapkan, menjadi dasar utama
bagi anak-anak asuh untuk mengembangkan atau menambah hafalannya di panti
atau pesantren lain. Oleh karenanya pihak panti menganjurkan kepada anak-anak
asuhnya setelah tamat dari panti ini bisa melanjutkan ke panti atau pesantren yang
mempunyai ciri khas menghafal al-Qur’an. Hal ini juga langsung diterapkan oleh
pihak panti dengan cara mengutus anak-anak asuh (yang masih diasuh) untuk
melanjutkan pendidikan di panti atau pesantren yang mempunyai program
menghafal al-Qur’an, seperti Pondok Pesantren Al-Urwatul Wutsqa Indramayu
dan Pondok Pesantren Al-Istiqamah di Sukabumi.66
Pada periode ini pelaksanaan materi tahfidzul Qur’an dibagi menjadi 3
kelompok:
1. Kelompok Pertama
Kelompok pertama merupakan kelompok anak asuh baru yang hanya
diwajibkan menghafal al-Qur’an minimal 1 juz yaitu juz 30 dimulai dari
surat An-Nas. Karena masih banyak anak asuh yang belum lancar bahkan
banyak yang belum mengenal al-Qur’an, maka metode yang dipakai
adalah dengan cara langsung mengahafal dari pembimbing. Materi yang
diberikan minimal satu sampai dua baris dalam sekali pertemuan. Mereka
66 Solhannuddin, Pimpinan Panti Sosial Asuhan Rabbani Parung Bogor, Wawancara
Pribadi, Bogor, 30 Juni 2008.
64
dibimbing 2 kali dalam seminggu dan diharapkan santri harus sudah hafal
dalam masa pendidikan 3 tahun.
2. Kelompok Kedua
Kelompok kedua diwajibkan menghafal al-Qur’an sebanyak 2 juz yang
dimulai dari juz 30-29 dengan masa waktu pendidikan 3 tahun. Dalam
kelompok kedua ini materi 2 juz dibagi menjadi 36 bulan dengan
ketentuan penghafal menyetorkan hafalannya kepada pembimbing dua kali
dalam seminggu 3 baris dalam sekali pertemuan.
3. Kelompok Ketiga
Kelompok ketiga diwajibkan menghafal al-Qur’an sebanyak 3 juz dimulai
dari juz 30-28 dengan masa waktu pendidikan 3 tahun. Dalam kelompok
ketiga ini materi 3 juz dibagi 36 bulan atau sama dengan 3 tahun dengan
ketentuan penghafal menyetorkan hafalannya kepada pembimbing 2 hari
dalam seminggu sebanyak 4 baris dalam setiap pertemuan.
65
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah meneliti, menelaah dan mengkaji berbagai data dari bab-bab
terdahulu, maka untuk mengakhiri pembahasan skripsi ini penulis dapat
menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Penerapan metode bimbingan dalam meningkatkan kemampuan
menghafal al-Qur’an bagi anak-anak usia 8-15 tahun di Panti Sosial
Asuhan Rabbani, dalam penerapannya menggunakan dua bentuk metode
bimbingan, yaitu metode bimbingan kelompok dan individual dengan
melalui kegiatan kelompok seperti training dakwah, tahfidz dan takrir al-
Qur’an, dan belajar kelompok. Dalam perkembangannya pada periode
awal, bisa dikatakan kurang efektif dengan materi 30 juz, dikarenakan
materi-materi bimbingan atau pelajaran yang terlalu banyak, seperti
pelajaran agama yang jumlahnya tidak sedikit, ditambah lagi dengan
materi-materi pelajaran yang dibebankan di sekolah kepada anak-anak
asuh. Setelah memperhatikan perkembangan anak-anak asuh pada periode
awal, maka pihak panti mengatur strategi baru untuk menerapkan metode
bimbingan dalam meningkatkan kemampuan menghafal al-Qur’an tanpa
harus menghilangkan ciri khas panti (Tahfidzul Qur’an), yaitu dengan
mewajibkan hafalan kepada anak-anak asuh minimal 3 juz, yang menurut
60
66
pembina panti, seperti itulah yang paling relevan/sesuai dengan
kemampuan anak-anak asuh yang mempunyai latar belakang kurang
menguntungkan tersebut.
2. Dengan pola dasar hafalan 3 juz yang diterapkan, anak-anak asuh dengan
rata-rata dapat menghafal al-Qur’an dalam tingkatan 1-3 juz, yang
menjadi dasar utama bagi anak-anak asuh untuk mengembangkan atau
menambah hafalannya di pesantren lain. Oleh karenanya pihak panti
menganjurkan kepada anak-anak asuhnya setelah tamat dari panti, bisa
melanjutkan ke pesantren yang mempunyai ciri khas menghafal al-Qur’an.
B. Saran
Dari hasil studi dan menelaah observasi yang tertuang dalam skripsi ini,
kiranya tidaklah berlebihan jika penulis mengajukan saran-saran sebagai
berikut:
1. Untuk menerapkan metode bimbingan dalam menghafal al-Qur’an, maka
perlu dipersiapkan pembimbing-pembimbing yang profesional guna
mencetak calon-calon tahfidz yang bermutu.
2. Panti Sosial Asuhan Rabbani harus terus berupaya meningkatkan kualitas
metode bimbingan dalam menghafal al-Qur’an sebagai ciri khas dan nilai
jual panti, dan hendaknya tetap istiqamah dalam menerapkannya.
3. Untuk mendapatkan hafalan yang baik, para penghafal harus
memperhatikan hal-hal seperti; Niat yang ikhlas dari calon penghafal,
harus ada seorang pembimbing, harus menggunakan satu mushaf saja,
67
harus ada kontinuitas dari calon penghafal dan mengulang-ulang ayat-ayat
yang sudah dihafal sehingga tidak lupa.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Halim Mahmud, Ali, Akhlaq Mulia, Jakarta : Gema Insani, 2004. Abdur Rauf, Abdul Aziz, Kiat Sukses Menjadi Hafidz Qur’an Da’iyah, Bandung :
Syaamil Cipta Media, 2004, Cet. Ke-4. A. Hallen, Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Ciputat Press, 2002, Cet. Ke-1. Ali, Muhammad, Penerapan Metode Unres Tricted dalam Tata Boga, artikel
diaksespada 17 September 2008 http://digilib.upi.edu/pasca/submittid/etd-0524107-102147/unrestricted/BAB_I.pdf.
Al-Khalidi, Shalah, Membedah Al-Qur’an trj. Muhil DA, Surabaya : Pustaka
Progressif, 1997, Cet. Ke-1. Arifin, H. M, Pokok-pokok Tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama, Jakarta :
Bulan Bintang, 1976. ---------------, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, Jakarta :
PT. Golden Trayon Press, 1998, Cet. Ke-6. Ar-Rasyid, Haya, Kiat Mengatasi Kendala Membaca dan Menghafal Al-Qur’an,
Jakarta : Pustaka Al-Sofwa, 2004, Cet. Ke-1. Burhan, Arif, Pengantar Metode Kualitatif, Surabaya : Usaha Nasional, 1992. Burhanuddin, Organisasi, Tugas, dan Fungsi Aparat Pendidikan, Surabaya : IKIP
Malang, 1989, Cet. Ke-2. Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya ke Dalam Bahasa Indonesia,
Jeddah, tt. Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 2002, Cet.
Ke-3. Djumhur, I., dan Surya, Moh., Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah “Cevidance
And Counseling”, Bandung : CV. Ilmu, 1985. Faqih, Aunur Rahim, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, Yogyakarta : UII
Press, 2001.
68
J. Moleong, Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : PT. Remaja Rosda
karya, 2004, Cet. Ke-1. Kartono, Kartini, Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan), Bandung : CV.
Mandar maju, 1990, Cet. Ke-4. Koencaraningrat, Metodologi Penelitian Ilmiah, Jakarta : Gramedia, 1997. M. Amirin, Tatang, Menyusun Rencana Penelitian, Jakarta : Rajawali Press, 1990,
Cet. Ke-2. Margono, S, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta : PT. Rieneka Cipta,
1997. Muhammad, Abi Abdullah bin Qurthubi, Ahmad, Attidzkar fii Afdalil Adzkar Al-
Qur’an Al-Karim. Mujib, Abdul, Nuansa-nuansa Psikologi Islam, Jakarta : PT. Raja Grafindo
Rosada, 2002, Cet. Ke-2. Munir, M, Metode Dakwah, Jakarta : Kencana, 2006, Cet. Ke-2. Nawabuddin, Abdurrab, Metode Praktis Hafal Al-Qur’an, Jakarta : CV. Firdaus,
1993, Cet. Ke-3. ----------------------------, Tehnik Menghafal Al-Qur’an, Bandung : Sinar Baru Al-
Gensindo, 1996, Cet. Ke-4. Purwanto, Ngalim, Administrasi dan Supervisi Pembinaan, Bandung : PT. Remaja
Rosda Karya, 1992, Cet. Ke-5. Prayitno, dan Amti, Erman, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta :
Rieneka Cipta, 2004, Cet. Ke-2. Qardhawi, Yusuf, DR, Berinteraksi dengan Al-Qur’an, Jakarta : PT. Gema Insani
Press, 2001, Cet. Ke-3. Ridwan Alawie, A. Belajar Cepat Murratal 120 Menit, BAB I Tahsin, Tartil dan
Tahfidz, Bandung : tt. Rifa’i, Moh, Aqidah Akhlaq, Semarang : CV. Wicaksana, 1994, Cet. Ke-2. Singarimbun, Masri dan Efendi, Sofyan, Metodologi Penelitian Survey, Jakarta :
LP3ES, 1995.
69
Socrates, Menepis Impian, Yogyakarta : Media Abadi, 1994, Jilid 2. Solhannuddin, S. Ag, Pengasuh Panti Sosial Asuhan Rabbani Parung Bogor,
Jawa Barat, 2008. Sukardi, Dewa Ketut, Bimbingan dan Konseling, Jakarta : PT. Bina Aksara, 1988. Shihab, M. Quraish, Membumikan Al-Qur’an, Bandung : Mizan, 1997, Cet. Ke-
17. ------------------------, Wawasan Al-Qur’an, Bandung : Mizan, 1998, Cet. Ke-8.
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1986, Cet. Ke-9.
Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1999, Cet. Ke-10. Undang-Undang Dasar 1945 BAB XIII Pasal 31 dan 34. Von Denffer, Ahmad, Ilmu Al- Qur’an Pengenalan Dasar, Jakarta : PT. Rajawali
Press, 1988, Cet. Ke-1. W. Ahsin, Al-Hafidz, Drs, Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur’an, Jakarta :
Bumi Aksara, 1994, Cet. Ke-1. Warsono Munawwir, Ahmad, Al-Munawwir : Kamus Arab Indonesia Terlengkap,
Surabaya : Pustaka Progresif, 1997, Cet. Ke-14. Winkel, dan Hastuti, Sri, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan,
Yogyakarta : Media Abadi, 2004, Cet. Ke-3. Zen, Muhaimin, H, A, Drs. Bunga Rampai Mutiara Al-Qur’an Pembinaan Qari
Qari’ah dan Hafidz Hafidzoh, 2006. ---------------------------------, Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur’an, Jakarta :
PT. Al-Husna Zikra, 1996, Cet. Ke-1.
70
HASIL WAWANCARA
Hari/Tanggal Wawancara : Kamis, 03 April 2008
Waktu : Pukul 16.00-17.30
Tempat Wawancara : Ruang Tamu Panti
Interviewee : Ustadz. Solhannuddin, S. Ag.
Jabatan : Pimpinan Panti Sosial Asuhan Rabbani
Interviewer : Ruslan Habibi
1. Sejak kapan panti sosial asuhan Rabbani didirikan ?
Jawab : Panti sosial asuhan Rabbani didirikan pada tanggal 13 Oktober 1993
bertepatan dengan berdirinya Yayasan.
2. Siapa pendirinya ?
Jawab : Pendiri panti sosail asuhan Rabbani adalah Ibu Hj. Syilvinia
Djanamar Adjam.
3. Apa yang melatarbelakangi berdirinya panti sosial asuhan Rabbani ?
Jawab : Latar belakang berdirinya panti sosial asuhan Rabbani tidak terlepas
dari latar belakang berdirinya yayasan, yaitu ingin berbuat baik kepada
orang lain terutama anak-anak kurang mampu, yatim piatu, terlantar
dan sebagainya. Dengan cara menyantuni mereka baik pangan,
sandang, papan maupun pendidikan mereka. Ini merupakan sebuah
71
cita-cita dari suami pendiri pada masa hidupnya, namun Allah
berkehendak lain. Beliau meninggal dunia, kemudian diwujudkan oleh
isteri tercintanya.
4. Apa tujuan didirikannya panti sosial asuhan Rabbani ?
Jawab : Untuk meningkatkan derajat anak yatim, kurang mampu, dan
terlantar, dengan melalui pendidikan dan mengembangkan dua
potensi yaitu pendidikan umum dan pendidikan agama, yang
diharapkan mempunyai nilai plus dan mampu menjadi ulama yang
tidak saja luas ilmu pengetahuannya (dibidang agama) namun
mampu memenuhi tuntutan zamannya untuk ikut berperan aktif
dalam menghadapi masalah-masalah kemasyarakatan.
5. Berapa jumlah santri yang dibina saat ini ?
Jawab : Santri panti sosial asuhan Rabbani pada saat ini berjumlah 25 orang
6. Berasal dari mana saja santri-santri tersebut ?
Jawab : Pada awalnya santri hanya berasal dari Kepulauan Mentawai dan
Kepulauan Riau, namun setelah berkembang beberapa tahun sampai
pada saat ini santri juga ada yang berasal dari Lampung, Banten,
Jakarta, Indramayu, Depok, Cianjur, dan Jawa Timur.
7. Bagaimana menanamkan kepercayaan terhadap santri-santri setelah masuk ke
panti ?
Jawab : 1). Dengan memberikan motivasi/semangat kepada santri-santri
bahwa semua santri mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapatkan
pendidikan/ilmu pengetahuan, baik yang mempunyai orang tua maupun yng
72
tidak (yatim-piatu), 2). Menanamkan sifat percaya diri bahwa siapa pun yang
bersungguh-sungguh pasti akan berhasil dalam meraih cita-cita, 3) Dan yang
tidak kalah penting adalah menanamkan sifat rasa kasih sayang antara
pengasuh dan anak asuh (santri) bagaikan orang tua dengan anak-anaknya.
8. Siapa sajakah yang menjadi mitra kerja sama dalam program peningkatan
santri-santri panti sosial asuhan Rabbani ?
Jawab : Yang menjadi mitra kerja sama dalam peningkatan santri yaitu dengan
lembaga pendidikan pemerintah/swasta, penyelenggara pendidikan
bagi anak asuh dan para donatur-donatur lainnya yang turut
mendukung atas penyelenggaraan pendidikan bagi anak-anak asuh.
9. Jenis bantuan seperti apakah yang diberikan dari pihak donatur ?
Jawab : Penyandang dana atau donatur di sini ada dua macam, yaitu ada
donatur tetap, artinya para penyandang dana yang memberikan
bantuan secara berkesinambungan dengan jumlah bantuan yang
tetap dan waktu yang teratur (tiap minggu atau tiap bulan), yang
biasanya bisa berupa sejumlah uang dan kebutuhan-kebutuhan
pokok santri atau sembako. Dan kedua donatur tidak tetap, yaitu
para penyandang dana yang memberikan bantuan secara insidential
dengan jumlah bantuan dan waktu tidak ditentukan, dan jenis
bantuannya sama dengan donatur tetap.
10. Faktor pendukung dan penghambat apa saja yang ditemui oleh panti ?
Jawab : Yang menjadi faktor pendukung adalah dibutuhkannya para
pengasuh/pembimbing yang berjiwa besar, sabar dan penuh pengertian kepada
73
Allah SWT. Kemudian fasilitas yang meliputi perumahan (asrama), pakaian
dan biaya sehari-hari serta biaya pendidikan yang mencukupi. Adapun yang
menjadi faktor penghambat, santri yang diasuh di panti mempunyai 2 latar
belakang, yaitu anak yatim piatu dan anak tidak mampu (fakir). Hal itu sangat
mempengaruhi kepribadian anak-anak asuh diantaranya, mereka hidup dalam
situasi kurangnya kasih sayang, dan kurangnya kebutuhan, hal ini tentu
berpengaruh pada beberapa faktor penghambat dalam mengurus panti
diantranya: kurang disiplin, emosi yang labil, semangat belajar menurun, dan
merasa minder/ekstrofet kepada anak-anak yang masih ada orang tuanya.
11. Apa harapan Bapak dengan dibinanya mereka di panti ?
Jawab : Dengan melalui materi bimbingan Tahfidzul Qur’an yang menjadi ciri
khas panti ini, diharapkan mereka bisa menjadi generasi Qur’ani, yaitu
generasi yang berpedoman dengan Al-Qur’an.
Bogor, 03 April 2008
Pimpinan Panti Sosial Asuhan Rabbani
Ruslan Habibi Ustadz. Solhannuddin, S. Ag Interviewer Interviewee
74
HASIL WAWANCARA
Hari/Tanggal Wawancara : Rabu, 28 Mei 2008
Waktu : Pukul 13.00-15.15
Tempat Wawancara : Ruang Tamu Panti
Interviewee : Ustadz. Jefriadi
Jabatan : Pembimbing/Pengasuh Panti Asuhan Rabbani
Interviewer : Ruslan Habibi
1. Apa saja materi bimbingan yang diberikan pada santri-santri di sini ?
Jawab : Materi bimbingan yang diberikan di sini sama halnya dengan pondok
pesantren lainnya, seperti: Materi Tahfidzul Qur’an, Aqidah, Akhlaq,
Training Dakwah, Fiqh, Bahasa Arab, Nahwu, Shorof, Hadits, Ilmu
Tajwid, Qira’atul Qur’an, Kaligrafi dan lain-lain. Namun dalam
materi-materi bimbingan tersebut, yang lebih ditekankan adalah materi
bimbingan menghafal al-Qur’an (Tahfidzul Qur’an).
2. Bagaimanakah penerapan metode bimbingan dalam meningkatkan
kemampuan menghafal al-Qur’an di panti ini?
Jawab : Penerapan metode bimbingan dalam menghafal al-Qur’an dibagi
menjadi 2 periode: Periode pertama menerapkan sistem/metode 30
juz dalam masa pendidikan 6 tahun dan periode kedua santri hanya
diwajibkan hafalan 3 juz selama pendidikan di panti.
75
3. Bagaimanakah pengaturan alokasi waktu yang dijadwalkan ?
Jawab : Pengaturan waktu yang digunakan pada periode pertama adalah:
materi tahfidz diterapkan 4 kali dalam seminggu minimal setor
hafalan ½ halaman x 4 hari = 2 halaman, dalam sebulan ½ halaman
x 16 hari = 8 halaman, setahun ½ halaman x 192 hari = 92 halaman
dan dalam 6 tahun ½ halaman x 1162 hari = 581 halaman. Ini sama
dengan 30 juz kurang 9 halaman, maka dibutuhkan waktu tambahan
18 hari. Sedangkan materi takrir diterapkan 2 kali dalam seminggu
minimal setiap pertemuan 1 halaman. Pengaturannya: 1 halaman x 2
hari = 2 halaman (dalam seminggu), dalam sebulan 1 halaman x 8
hari = 8 halaman, dalam setahun 1 halaman x 96 hari = 96 halaman,
dan dalam 6 tahun x 576 hari = 576 halaman. Hal ini sama dengan
30 juz kurang 24 halaman. Untuk menyelesaikannya memerlukan
tambahan waktu 24 hari. Sedangkan pada periode kedua para santri
dibagi menjadi 3 kelompok; kelompok pertama yaitu kelompok
santri baru yang hanya diwajibkan hafalan 1 juz yaitu juz 30,
kelompok kedua diwajibkan hafalan 2 juz yaitu juz 30 dan 29,
sedangkan kelompok ketiga diwajibkan hafalan 3 juz yaitu juz 30,
29 dan 28.
4. Upaya-upaya apa saja yang dilakukan dalam meningkatkan kemampuan
menghafal al-Qur’an ?
76
Jawab : Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan menghafal
al-Qur’an yaitu dengan menerapkan metode bimbingan dalam
menghafal al-Qur’an. Selain itu santri juga harus sering
mendengarkan kaset murratal.
5. Bagaimanakah strategi bimbingan dalam menghafal al-Qur’an yang
diterapkan di panti ?
Jawab : Iya..untuk membantu mempermudah membentuk kesan dalam ingatan
terhadap ayat-ayat yang dihafal, maka diperlukan strategi menghafal
yang baik. Yaitu dengan strategi pengulangan ganda, tidak beralih
pada ayat berikutnya sebelum ayat yang sedang dihafal benar-benar
hafal, menghafal urutan-urutan ayat yang dihafalnya dalam satu
kesatuan jumlah setelah benar-benar hafal ayat-ayatnya, menggunakan
satu jenis mushaf, memahami (pengertian) ayat-ayat yang dihafalnya,
memperhatikan ayat-ayat yang serupa, dan disetorkan pada seorang
pembimbing.
6. Sarana dan prasarana apa saja yang dibutuhkan dalam proses bimbingan
menghafal al-Qur’an ?
Jawab : Sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam proses bimbingan
menghafal al-Qur’an, seperti tape, kaset murratal, kemudian selalu
membacanya dalam shalat, musabaqah hifdzul Qur’an dan bergaul
dengan orang yang sedang/sudah hafal al-Qur’an.
7. Kendala-kendala apa saja yang ditemui dalam proses bimbingan menghafal al-
Qur’an ?
77
Jawab : Ada beberapa kendala yang dialami, seperti banyak ayat-ayat yang
sudah dihafal lupa lagi, malas untuk mengulang-ulang hafalan, tidak
adanya pembimbing yang secara rutin membimbing anak-anak asuh
dan lain sebagainya.
8. Dan bagaimana upaya-upaya yang dilakukan dalam mengatasi kendala-
kendala tersebut ?
Jawab : Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, pembimbing selalu
memberikan motivasi, arahan dan meyakini benar-benar tujuan dan
fadhilah menghafal. Agar hatinya tetap bersih dan suci (saliim),
sangat perlu bagianak asuh untuk memperbanyak amal-amal shalih
dan istighfar serta banyak-banyak berdoa kepada Allah SWT. Hal
ini sangatlah diperlukan bagi anak asuh atau penghafal al-Qur’an
lainnya, karena ini untuk membekali diri anak asuh agar mampu
bersabar, bersemangat, dan tidak kenal putus asa dalam menghadapi
problematika menghafal al-Qur’an.
9. Bagaimanakah tanggapan anak asuh terhadap penerapan metode bimbingan
dalam menghafal al-Qur’an ?
Jawab : Pada awalnya mayoritas anak-anak asuh mengeluh dengan materi
bimbingan menghafal al-Qur’an (Tahfidzul Qur’an) dikarenakan
mereka dibebani mata pelajaran yang terlalu banyak, seperti
pelajaran agama yang jumlahnya tidak sedikit, ditambah lagi dengan
materi-materi palajaran yang dibebankan di sekolah kepada anak-
anak asuh. Karena tidak efektif, maka pihak pengurus/pembimbing
78
tidak memaksakan anak-anak asuh untuk menghafal materi 30 juz,
namun hanya mewajibkan hafalan kepada anak-anak asuh minimal 3
juz yang dimulai dari juz 30, 29 dan 28. Dengan begitu anak-anak
asuh sangat berantusias untuk menghafal al-Qur’an, yang juga
diterapkan dengan metode bimbingan dalam menghafal serta
pengaturan alokasi waktu yang dijadwalkan.
10. Bagaimana pendapat pembimbing tentang penerapan metode bimbingan
dalam menghafal al-Qur’an bagi anak-anak asuh sejak dini ?
Jawab : Penerapan metode bimbingan dalam menghafal al-Qur’an bagi anak-
anak asuh sejak dini sangat bagus, di samping cepat menghafal, cepat
mengingat dan tidak mudah hilang. Karena ingatan anak-anak asuh
sejak dini mencapai intensitas paling besar dan paling kuat serta
mampu memuat jumlah materi ingatan paling banyak.
Bogor, 28 Mei 2008
Pembimbing Agama
Ruslan Habibi Ustadz. Jefriadi Interviewer Interviewee
79
HASIL WAWANCARA
Hari/Tanggal Wawancara : Rabu, 28 Mei 2008
Waktu : Pukul 16.00-17.15
Tempat Wawancara : Ruang Tamu Panti
Interviewee/Inisial : R
Usia : 20 tahun
Pendidikan : Kelas 3 MA Sawangan Depok
Interviewer : Ruslan Habibi
1. Apakah kamu masih mempunyai orang tua/keluarga, dan coba ceritakan
tentang keluargamu ?
Jawab : Orang tua saya masih lengkap, saya anak kedua dari enam bersaudara,
sekarang keluarga saya berada di Lampung. Bapak saya pekerjaannya
sebagai petani sedangkan Ibu saya sebagai ibu rumah tangga.
Kehidupan keluarga saya di sana Alhamdulillah baik-baik saja dan
termasuk keluarga yang dibilang mampu di sekitar rumah saya.
2. Sudah berapa lama kamu tinggal di panti dan dari mana kamu mengetahui
panti ini ?
Jawab : Kurang lebih tiga tahun, dan saya tahu panti di sini dari orang tuanya
teman saya. Yang kebetulan waktu itu Ibu saya bertemu dengan orang
80
tua teman saya. Karena saya nakal dan susah diatur akhirnya saya
dikirim ke panti ini.
3. Apa yang kamu sukai dan tidak sukai dari panti ini, baik dari teman-teman,
pembimbing maupun lingkungan panti ?
Jawab : Saya berada di sini sudah bersyukur dan senang banget. Jadi saya
menyukai semua dari panti ini, teman-teman, pembimbing maupun
suasana panti di sini.
4. Kegiatan apa saja yang diberikan oleh pembimbing di panti ini ?
Jawab : Di sini ada materi bimbingan yang banyak sekali diberikan oleh
pembimbing, salah satunya menghafal Al-Qur’an, kemudian ada
juga training dakwah. Bahkan sampai ada kegiatan pertanian dan
pertenakan.
5. Materi bimbingan apa saja yang kamu sukai yang diberikan oleh pembimbing
Jawab : Materi bimbingan yang paling saya sukai seni baca Al-Qur’an dan
training dakwah.
6. Sudah berapa juz kamu menghafal Al-Qur’an ?
Jawab : Sampai saat ini kurang lebih baru 3 juz.
7. Apakah kamu merasakan manfaat dari menghafal Al-Qur’an ?
Jawab : Iya, manfaatnya banyak dan itu untuk pegangan saya di akhirat nanti.
Kalau sekarang-sekarang ini bisa digunakan dalam shalat lima waktu.
8. Metode apa yang kamu gunakan dalam menghafal Al-Qur’an ?
81
Jawab : Metode yang digunakan adalah sesuai dengan yang diterapkan di
panti ini dalam menghafal Al-Qur’an yaitu metode bimbingan
tahfidz dan takrir.
9. Menurut kamu, apakah metode bimbingan tahfidz dan takrir dapat
meningkatkan kemampuan dalam menghafal Al-Qur’an ?
Jawab : Iya, di panti ini dengan menerapkan metode bimbingan tahfidz dan
takrir, itu dapat meningkatkan kualitas/kemampuan menghafal santri-
santri sini.
10. Apa tanggapan kamu tentang bimbingan tahfidz dan takrir ?
Jawab : Enak, bagus..karena penerapannya bagus seperti pengaturan
waktunya. Selain itu juga dibimbingnya enak oleh para
pembimbing.
Bogor, 28 Mei 2008
Interviewer Interviewee
Ruslan Habibi
82
HASIL WAWANCARA
Hari/Tanggal Wawancara : Rabu, 11 Juni 2008
Waktu : Pukul 13.00-14.05
Tempat Wawancara : Mushola/Aula
Interviewee/Inisial : I
Usia : 17 tahun
Pendidikan : Kelas 2 MA Sawangan Depok
Interviewer : Ruslan Habibi
1. Apakah kamu masih mempunyai orang tua/keluarga, dan coba ceritakan
tentang keluargamu ?
Jawab : Ibu Bapak saya masih ada, saya mempunyai enam bersaudara dan
saya anak keempat. Abang saya ada yang merantau untuk kerja dan
ada juga yang masih sekolah. Ibu saya seorang ibu rumah tangga
dan Bapak seorang petani. Keluarga saya sekarang tinggal di
Lampung yang hidupnya pas-pasan.
2. Sudah berapa lama kamu tinggal di panti dan dari mana kamu mengetahui
panti ini ?
83
Jawab : Kurang lebih dua tahun. Tau panti ini waktu itu setelah lulus SMP
diajak oleh orang tua pimpinan panti sini, karena orang tua saya sudah
ngga mampu lagi.
3. Apa yang kamu sukai dan tidak sukai dari panti ini, baik dari teman-teman,
pembimbing maupun lingkungan panti ?
Jawab : Di sini saya suka semuanya. Ngga ada yang ga suka.
4. Kegiatan apa saja yang diberikan oleh pembimbing di panti ini ?
Jawab : Di sini ada bimbingan kelompok/ceramah (tausyiah) yang
dilaksanakan setelah shalat dan isinya tentang bimbingan-
bimbingan agama, ada materi bimbingannya juga, training
dakwah, pertanian dan lain-lain.
5. Materi bimbingan apa saja yang kamu sukai yang diberikan oleh pembimbing
Jawab : Training Dakwah, Sirah Nabawi dan Tahfidzul Qur’an.
6. Sudah berapa juz kamu menghafal Al-Qur’an ?
Jawab : Saya baru menghafal satu juz.
7. Apakah kamu merasakan manfaat dari menghafal Al-Qur’an ?
Jawab : Iya, saya bisa merasakan manfaatnya seperti dalam shalat lima waktu.
Di situ saya bisa shalat dengan hafalan-hafalan Al-Qur’an, yang saya
sudah hafal. Yang tadinya saya kalau shalat selalu baca surat An-Nas
sampai Al-Lahab, kini bisa membaca dengan surat-surat yang lain
dalam shalat.
8. Metode apa yang kamu gunakan dalam menghafal Al-Qur’an ?
84
Jawab : Yang saya gunakan di sini sama dengan santri-santri yang lain yaitu
metode bimbingan tahfidz dan takrir.
9. Menurut kamu, apakah metode bimbingan tahfidz dan takrir dapat
meningkatkan kemampuan dalam menghafal Al-Qur’an ?
Jawab : Iya, dapat..karena dengan metode bimbingan tersebut sudah
membuahkan hasil yang cukup baik.
10. Apa tanggapan kamu tentang bimbingan tahfidz dan takrir ?
Jawab : Metode bimbingan tahfidz dan takrir sangat baik sekali untuk
dijadikan pedoman menghafal Al-Qur’an. Dan lebih-lebih harus
diberdayakan di mana saja.
Bogor, 28 Mei 2008
Interviewer Interviewee
Ruslan Habibi
85
HASIL WAWANCARA
Hari/Tanggal Wawancara : Rabu, 11 Juni 2008
Waktu : Pukul 16.00-17.14
Tempat Wawancara : Mushola/Aula
Interviewee/Inisial : K
Usia : 15 tahun
Pendidikan : Kelas 1 SMK
Interviewer : Ruslan Habibi
1. Apakah kamu masih mempunyai orang tua/keluarga, dan coba ceritakan
tentang keluargamu ?
Jawab : Iya saya masih mempunyai kedua orang tua, satu orang kakak dan
satu orang adik yang masih kecil. Saya adalah anak kedua dari tiga
bersaudara. Bapak saya adalah seorang pekerja suruhan, yang biasa
disuruh oleh orang untuk mengerjakan ladang orang tersebut, dan
kadang dia sebagai petani, kadang sebagai nelayan. Jadi pekerjaan
Bapak saya tidak tetap sedangkan Ibu saya seorang ibu rumah tangga.
2. Sudah berapa lama kamu tinggal di panti dan dari mana kamu mengetahui
panti ini ?
86
Jawab : Saya di sini sudah empat tahun. Awalnya Ibu saya bernadzar ingin
sekali memasukkan saya ke pesantren, namun dikarenakan tidak ada
biaya akhirnya saya di masukkan ke panti ini yang kebetulan orang tua
saya kenal dekat dengan orang tua dari pimpinan panti sini.
3. Apa yang kamu sukai dan tidak sukai dari panti ini, baik dari teman-teman,
pembimbing maupun lingkungan panti ?
Jawab : Di sini enak-enak aja, karena kehidupannya teratur mulai dari bangun
tidur sampai mau tidur lagi. Jadi, ngga ada yang ga enak.
4. Kegiatan apa saja yang diberikan oleh pembimbing di panti ini ?
Jawab : Kegiatan di sini bermacam-macam, mulai dari menghafal Al-Qur’an
kemudian juga diberikan materi-materi bimbingan, ada kerja bakti
yang setiap hari minggu, ada training dakwah, tausyiah dan lain-
lainnya.
5. Materi bimbingan apa saja yang kamu sukai yang diberikan oleh pembimbing
Jawab : Aqidah Akhlaq dan Sirah Nabawi.
6. Sudah berapa juz kamu menghafal Al-Qur’an ?
Jawab : Kurang lebih 3 juz.
7. Apakah kamu merasakan manfaat dari menghafal Al-Qur’an ?
Jawab : Iya, kalau kita menyadarinya pasti kita dapat merasakan manfaat dari
menghafal Al-Qur’an. Dan Alhamdulillah yang saya rasakan, sampai
saat ini saya diberikan kemudahan oleh Allah dalam belajar, diberikan
ketenangan hati. Selain itu dapat juga dirasakan dalam shalat lima
waktu.
87
8. Metode apa yang kamu gunakan dalam menghafal Al-Qur’an ?
Jawab : Selama ini yang saya gunakan adalah metode bimbingan tahfidz dan
takrir, karena yang diterapkan di panti ini dalam menghafal Al-
Qur’an adalah metode bimbingan tahfidz dan takrir.
9. Menurut kamu, apakah metode bimbingan tahfidz dan takrir dapat
meningkatkan kemampuan dalam menghafal Al-Qur’an ?
Jawab : Menurut saya dapat. Dengan metode bimbingan tahfidz dan takrir
seperti yang diterapkan di sini ternyata santri-santri dapat menghafal
Al-Qur’an dengan baik.
10. Apa tanggapan kamu tentang bimbingan tahfidz dan takrir ?
Jawab : Bagi saya adalah dengan metode bimbingan tahfidz dan takrir dapat
menjadikan orang-orang untuk sukses bagi yang benar-benar niat
dalam menghafal Al-Qur’an.
Bogor, 11 Juni 2008
Interviewer Interviewee
Ruslan Habibi
88
HASIL WAWANCARA
Hari/Tanggal Wawancara : Selasa, 17 Juni 2008
Waktu : Pukul 13.00-14.10
Tempat Wawancara : Mushola/Aula
Interviewee/Inisial : N
Usia : 17 tahun
Pendidikan : Kelas 2 MA Sawangan Depok
Interviewer : Ruslan Habibi
1. Apakah kamu masih mempunyai orang tua/keluarga, dan coba ceritakan
tentang keluargamu ?
Jawab : Bapak saya masih ada, sedangkan Ibu saya sudah meninggal. Dan
saya adalah anak tunggal. Pekerjaan Bapak saya tidak tetap. Bapak
saya adalah seorang pekerja suruhan, kadang bekerja membersihkan
ladang atau perkebunan, dan kadang tukang memanjat pohon durian
(kalau musim durian) karena Bapak saya pintar dan cepat kalau
memanjat pohon.
2. Sudah berapa lama kamu tinggal di panti dan dari mana kamu mengetahui
panti ini ?
Jawab : Saya di sini kurang lebih sudah dua tahun, dan tau keberadaan panti di
sini dari Kakek, karena Kakek yang mengusulkan agar saya tinggal di
89
panti ini karena melihat orang tua saya sudah tidak sanggup lagi untuk
membiayai sekolah dan kebutuhan saya sehari-hari. Dan kebetulan
Kakek saya bekas gurunya pimpinan panti di sini.
3. Apa yang kamu sukai dan tidak sukai dari panti ini, baik dari teman-teman,
pembimbing maupun lingkungan panti ?
Jawab : Suka semua..di sini enak banyak teman.
4. Kegiatan apa saja yang diberikan oleh pembimbing di panti ini ?
Jawab : Kegiatan di sini bermacam-macam, mulai dari menghafal Al-Qur’an
kemudian juga diberikan materi-materi bimbingan, puasa senin kamis,
ada kerja bakti yang setiap hari minggu, ada training dakwah,
tausyiah, diajarin cara berkebun/bertani dan lain-lainnya.
5. Materi bimbingan apa saja yang kamu sukai yang diberikan oleh pembimbing
Jawab : Seni baca Al-Qur’an, Training Dakwah dan menghafal Al-Qur’an.
6. Sudah berapa juz kamu menghafal Al-Qur’an ?
Jawab : Sampai saat ini baru dua juz.
7. Apakah kamu merasakan manfaat dari menghafal Al-Qur’an ?
Jawab : Iya, terasa banget ketika saya sedang melaksanakan shalat, saya bisa
membacakan hafalan Al-Qur’an yang sudah saya hafalkan. Itulah
manfaatnya yang begitu berarti bagi saya, karena kalau saya tidak
menghafalkan Al-Qur’an, saya ga tau harus membaca apa dalam
melaksanakan shalat.
8. Metode apa yang kamu gunakan dalam menghafal Al-Qur’an ?
90
Jawab : Metode bimbingan tahfidz dan takrir, sebagaimana yang diterapkan di
panti sini.
9. Menurut kamu, apakah metode bimbingan tahfidz dan takrir dapat
meningkatkan kemampuan dalam menghafal Al-Qur’an ?
Jawab : Iya dapat, kalau kita benar-benar menekuninya, dan metode
bimbingan tersebut adalah sangat mudah untuk dipelajari.
10. Apa tanggapan kamu tentang bimbingan tahfidz dan takrir ?
Jawab : Menurut saya seharusnya metode bimbingan tahfidz dan takrir harus
lebih dikembangkan atau disebar luaskan lagi, karena baik sekali
untuk para calon penghafal Al-Qur’an lainnya. Dan bisa juga sebagai
metode alternatif sehingga akan menghilangkan kejenuhan dalam
proses menghafal Al-Qur’an.
Bogor, 17 Juni 2008
Interviewer Interviewee
Ruslan Habibi
91
HASIL WAWANCARA
Hari/Tanggal Wawancara : Selasa, 17 Juni 2008
Waktu : Pukul 16.00-17.20
Tempat Wawancara : Mushola/Aula
Interviewee/Inisial : A
Usia : 15 tahun
Pendidikan : Kelas 3 MTs Bojong
Interviewer : Ruslan Habibi
1. Apakah kamu masih mempunyai orang tua/keluarga, dan coba ceritakan
tentang keluargamu ?
Jawab : Ibu saya masih ada, sedangkan Bapak saya sudah meninggal saat saya
usia 5 tahun. Saya adalah anak keempat dari lima bersudara, Kakak-
kakak saya ada yang masih sekolah dan ada juga yang sudah kerja,
yang sampai sekarang merantau ke daerah-daerah dan mereka pulang
ke rumah hanya satu hari, setelah itu pergi lagi. Selama ditinggal
Bapak, Ibu saya seorang petani yang menggantikan posisi Bapak
saya. Setelah dua tahun ditinggal Bapak, Ibu saya menikah lagi.
2. Sudah berapa lama kamu tinggal di panti dan dari mana kamu mengetahui
panti ini ?
92
Jawab : Kurang lebih dua tahun. Saya tau panti di sini karena diajak oleh
pimpinan panti dan Ibu saya pun mengizinkannya.
3. Apa yang kamu sukai dan tidak sukai dari panti ini, baik dari teman-teman,
pembimbing maupun lingkungan panti ?
Jawab : Sampai saat ini di sini enak-enak aja dan dinikmati aja.
4. Kegiatan apa saja yang diberikan oleh pembimbing di panti ini ?
Jawab : Yang diberikan di sini banyak ada materi-materi bimbingan agama,
menghafal Al-Qur’an, Training Dakwah, bimbingan kelompok
(tausyiah-tausyiah), gotong royong yang rutin setiap hari minggu
atau bertani.
5. Materi bimbingan apa saja yang kamu sukai yang diberikan oleh pembimbing
Jawab : Hadits, Training Dakwah dan Ilmu Tajwid.
6. Sudah berapa juz kamu menghafal Al-Qur’an ?
Jawab : Kurang lebih dua juz.
7. Apakah kamu merasakan manfaat dari menghafal Al-Qur’an ?
Jawab : Iya, manfaatnya yang dapat dirasakan, saya bisa shalat dengan baik
dan tau hukum-hukum bacaan Al-Qur’an (Tajwid), serta dengan
menghafal Al-Qur’an hati saya bisa tenang dan Insya Allah diberikan
kemudahan oleh Allah SWT.
8. Metode apa yang kamu gunakan dalam menghafal Al-Qur’an ?
Jawab : Metode bimbingan tahfidz dan takrir, sama dengan santri-santri yang
lain.
93
9. Menurut kamu, apakah metode bimbingan tahfidz dan takrir dapat
meningkatkan kemampuan dalam menghafal Al-Qur’an ?
Jawab : Iya dapat, karena dengan metode bimbingan tahfidz dan takrir, santri-
santri di sini banyak yang sudah hafal Al-Qur’an beberapa juz.
10. Apa tanggapan kamu tentang bimbingan tahfidz dan takrir ?
Jawab : Menurut saya metode bimbingan tahfidz dan takrir baik sekali untuk
dipakai dalam menghafal Al-Qur’an dan patut untuk lebih
dikembangkan.
Bogor, 17 Juni 2008
Interviewer Interviewee
Ruslan Habibi