CVA ICH + RKM
-
Upload
kelompok14rssa -
Category
Documents
-
view
24 -
download
1
description
Transcript of CVA ICH + RKM
RENCANA KEGIATAN MINGGUANPASIEN DENGAN CVA ICH (Carebrovascular Accident Intracranial Hemorhagic)
LAPORAN INDIVIDUUntuk Memenuhi Tugas Pendidikan Profesi Ners Departemen Medikal
di Ruang 26 Stroke Unit RS Saiful Anwar Malang
Oleh:RAHMI NURROSYID PRIMADIATI
NIM. 115070201111017
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG2015
RENCANA KEGIATAN MINGGUAN (RKM)
Nama Mahasiswa : Rahmi Nurrosyid Primadiati Program : 2011 ANIM : 115070201111017 Ruangan : R. 26 Stroke Kelompok : 15 Minggu : 14 - 20 Desember 2015
A. Target yang ingin dicapaiDapat memberikan asuhan keperawatan pada pasien CVA ICH selama 1 minggu
(14 - 20 Desember 2015):
1. Dapat melakukan pengkajian pada pasien dengan CVA ICH
2. Mampu menganalisis data yang didapat
3. Mampu membuat prioritas masalah pada pasien
4. Mampu menentukan tujuan dan kriteria hasil dari prioritas masalah
5. Mampu membuat rencana intervensi
6. Mampu mengimplementasikan renpra, yaitu:
Mengambil darah vena
Mengambil darah arteri
Memasang infus
Memasang kateter NGT (Nasogastrik tube)
Melakukan kateterisasi urin
Menyiapkan pasien untuk pemeriksaan diagnostik
Melakukan irigasi gastric
Mengenali suara paru normal
Melakukan pemeriksaan neurologis
Melakukan terapi oksigenasi
Melakukan pencegahan dan perawatan dekubitus
Melakukan ROM aktif dan ROM pasif
Melakukan pemberian obat via IV, drip, dan NGT
Membantu melakukan mobilitas pada pasien CVA
Membantu memasukkan diit baik secara parenteral maupun NGT
Membaca hasil pemeriksaan penunjang berupa CT Scan, dll
Melakukan personal hygine :
- Memandikan pasien
- Mencuci rambut
- Memotong kuku
- Oral hygine
- Perineal hygine
Melakukan pemeriksaan gula darah dengan GD stick
Melakukan terapi insulin melalui pen dan drip.
Melakukan injeksi SC, IV, IM, IC
7. Mampu melakukan evaluasi dari tindakan keperawatan
B. Rencana Kegiatan
TIK Jenis Kegiatan Waktu Kriteria hasil
1 Komunikasi terapeutik
Pengkajian pada pasien akut
Analisa data
Hari 1 BHSP
2 Membuat prioritas masalah pada pasien
akut.
Menentukan tujuan dan kriteria hasil dari
prioritas
Membuat renpra
Hari 1 Prioritas masalah
sesuai dengan
masalah yang
aktual dari pasien
3 Implementasi Hari 1
- 6
Melakukan
implementasi
sesuai masalah
yang aktual pada
pasien
4 Mengambil darah vena
Mengambil darah arteri
Memasang infus
Memasang kateter NGT (Nasogastrik tube)
Melakukan kateterisasi urin
Menyiapkan pasien untuk pemeriksaan
diagnostik
Melakukan irigasi gastric
Mengenali suara paru normal
Melakukan pemeriksaan neurologis
Melakukan terapi oksigenasi
Melakukan pencegahan dan perawatan
dekubitus
Melakukan ROM aktif dan ROM pasif
Melakukan pemberian obat via IV, drip, dan
NGT
Membantu melakukan mobilitas pada
Hari 1-
6
Melakukan
tindakan sesuai
dengan prosedur
yang telah
ditetapkan (SOP)
pasien CVA
Membantu memasukkan diit baik secara
parenteral maupun NGT
Membaca hasil pemeriksaan penunjang
berupa CT Scan, dll
Melakukan personal hygine :
- Memandikan pasien
- Mencuci rambut
- Memotong kuku
- Oral hygine
- Perineal hygine
Melakukan pemeriksaan gula darah
dengan GD stick
Melakukan terapi insulin melalui pen dan
drip.
Melakukan injeksi SC, IV, IM, IC
5 Catatan Perkembangan dan Evaluasi Hari 6 Melakukan catatan
perkembangan
pada intervensi
yang sudah
dilakukan dan
melakukan
evaluasi tindakan
keperawatan yang
sudah dilakukan
C. Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan
D. Evaluasi Diri Praktikan
E. Rencana Tindak Lanjut
MengetahuiPreceptor Klinik R.26 S
(..............................................)
Malang, 14 Desember 2015Mahasiswa
(...........................................)
LAPORAN PENDAHULUANCVA ICH (Carebrovascular Accident Intracranial Hemorhagic)
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Individu Departemen Medikaldi Ruang 26 Stroke Unit RSSA Malang
Oleh:RAHMI NURROSYID PRIMADIATI
NIM. 115070201111017
JURUSAN ILMU KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG2015
LAPORAN PENDAHULUANCVA ICH
A. DefinisiStroke adalah disfungsi neurologis yang umum dan timbul secara mendadak
sebagai akibat dari adanya gangguan suplai darah ke otak dengan tanda dan gejala
sesuai dengan daerah otak yang terganggu (WHO, 1989).
Stroke atau penyakit serebrovaskular mengacu pada setiap gangguan neurologik
mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui
sistem suplai arteri otak ( Sylvia A. Price, 2006 )
Stroke merupakan penyakit peredarah darah otak yang diakibatkan oleh
tersumbatnya aliran darah ke otak atau pecahnya pembuluh darah di otak, sehingga
suplai darah ke otak berkurang (Smltzer & Bare, 2005).
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh
perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena
trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler.
(Djoenaidi Widjaja et. al, 1994)
Stroke hemoragik yaitu suatu kerusakan pembuluh darah otak sehingga
menyebabkan perdarahan pada area tersebut. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi
saraf (Haryono, 2002)
Stroke hemoragik terjadi karena salah satu pembuluh darah di otak (aneurisma,
mikroaneurisma, kelainan pembuluh darah kongenital) pecah atau robek. Keadan
penderita stroke hemoragik umumnya lebih parah. Kesadaran umumnya
menurun.Mereka berada dalam keadaan somnolen, osmnolen, spoor, atau koma
pada fase akut.
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh
perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena
trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler
(Widjaja, 1994).
Stroke perdarahan intraserebral atau perdarahan intraserebral primer adalah
suatu sindroma yang ditandai adanya perdarahan spontan ke dalam substansi otak
(Gilroy, 2000).
B. EpidemiologiPerdarahan intraserebral dua kali lebih banyak dibanding perdarahan
subarakhnoid (PSA) dan lebih berpotensi menyebabkan kematian atau disabilitas
dibanding infark serebri atau PSA (Broderick dkk, 1999). Sekitar 10% kasus stroke
disebabkan oleh PIS. Sumber data dari Stroke Data Bank (SDB), (Caplan, 2000)
menyebutkan bahwa setidaknya 1 dari 10 kasus stroke disebabkan oleh perdarahan
parenkim otak. Populasi dimana frekuensi hipertensinya tinggi, seperti Amerika-Afrika
dan orang-orang Cina, Jepang dan keturunan Thai, memiliki frekuensi yang tinggi
terjadinya PIS.
Angka kejadiannya berkisar antara 12-15 per 100.000 penduduk per tahun dan
lebih sering dijumpai pada laki-laki, usia tua, dan orang Asia Afrika. Dalam suatu studi
populasi yang dilakukan pada 1.041 penderita PIS, 50% pendarahan terjadi di
subkortikal dalam, 35% di substansia alba (lobar), 10% di serebelum, dan 6% di
batang otak. Angka kematian PIS dalam 30 hari setelah serangan stroke mencapai
35-52%. Dari jumlah ini, setengah diantaranya meninggal dalam dua hari pertama
setelah serangan stroke. Sekitar 40% kasus PIS disertai pendarahan intraventrikular.
Keadaan ini mengakibatkan hidrosefalus akut, peningkatan TIK, serta peningkatan
mortalitas dan kecacatan.
Perdarahan intraserebral dapat terjadi pada rentang umur yang lebar, dapat terjadi
pada dekade tujuh puluh, delapan puluh dan sembilan puluh. Walaupun persentase
tertinggi kasus stroke pada usia dibawah 40 tahun adalah kasus perdarahan, PIS
sering juga terjadi pada usia yang lebih lanjut. Usia lanjut dan hipertensi merupakan
faktor resiko paling penting dalam PIS. Perdarahan intraserebral terjadi sedikit lebih
sering pada pria dibanding wanita dan lebih sering pada usia muda dan setengah-
baya pada ras kulit hitam dibanding kulit putih di usia yang sama (Broderick, 1999).
C. Etiologi Perdarahan serebri
Stroke PIS (perdarahan intra serebri) biasanya terjadi pada saat seseorang
sedang aktif bekerja. PIS dapat mengganggu fungsi motorik volunter karena
perdarahannya biasanya terjadi di arteri dalam (arteri cerebri) yang berdekatan
dengan ganglia basalis dan kapsula interna. Gangguan yang terjadi pada PIS
biasanya adalah paralisis dan kerusakan korteks motorik.
Beberapa penyebab Perdarahaan Intra Serebrum (PIS):
1. Perdarahan intracerebrum hipertensif
2. Perdarahan subaraknoid (PSA)
- Ruptura aneorisma sakular (berry)
- Ruptura malformasi arteriovena (MAV)
- Trauma
Pardarahan Subarakhnoid (PSA) memiliki dua kausa utama: ruptur suatu
aneurisma vaskular dan trauma kepala. Karena perdarahan dapat masif
dan ekstravasi darah ke dalam ruang subaraknoid lapisan meningen dapat
berlangsung cepat. Penyebab tingginya angka kematian ini adalah bahwa
empat penyulit dapat menyebabkan iskemia otak serta morbiditas dan
mortalitas tipe lambat yang dapat terjadi lama setelah perdarahan� �
terkendali. Penyulit-penyulit tersebut adalah:
Vasopasme reaktif disertai infark
Sekitar 3 sampai 12 hari setelah pendarahan itu, arteri di otak dapat
kontrak (kejang), membatasi aliran darah ke otak. Kemudian jaringan
otak tidak mendapatkan oksigen yang cukup dan dapat mati seperti
pada stroke iskemik. Vasospasm dapat menyebabkan gejala mirip
dengan stroke iskemik, seperti kelemahan atau hilangnya sensasi
pada satu sisi tubuh, kesulitan menggunakan atau memahami bahasa,
vertigo, dan koordinasi terganggu.
Ruptur ulang
Bagi pasien yang bertahan hidup setelah perdarahan awal, ruptur
ulang atau perdarahan ulang adalah penyulit paling berbahaya pada
masa pasca perdarahan dini.
Hiponatremia
Hidrosefalus
Dalam waktu 24 jam, darah dari perdarahan subarachnoid dapat
membeku. Darah beku ini dapat mengganggu aliran cairan
serebrospinal yang terletak di sekitar otak. Akibatnya,darah
terakumulasi dalam otak, peningkatan tekanan dalam tengkorak.
Hydrocephalus akan menyebabkan gejala seperti sakit kepala,
mengantuk, kebingungan, mual, dan muntah-muntah dan dapat
meningkatkan risiko koma dan kematian (Sylvia A. Price dan Wilson,
2006).
3. Penyalahgunaan kokain, amfetamin
4. Perdarahan akibat tumor otak
5. Infark hemoragik
6. Perdarahan sistemik termasuk terapi antigulan.
Pecahnya aneurismaBiasanya perdarahan serebri terjadi akibat aneurisme yang pecah maka
penderita biasanya masih muda dan 20% mempunyai lebih dari satu aneurisme.
Dan salah satu dari ciri khas aneurisme adalah kecendrungan mengalami
perdarahan ulang (Sylvia A. Price, 1995).
Aterosklerosis (trombosis)40 % kaitannya dengan kerusakan lokal dinding akibat anterosklerosis.
Proses aterosklerosis ditandai dengan plak berlemak pada lapisan intima arteri
besar. Bagian intima arteri serebri menjadi tipis dan berserabut, sedangkan sel-
sel ototnya menghilang. Lumina elastika interna robek dan berjumbal sehingga
lumen pembuluh sebagian berisi oleh materi sklerotik tersebut.
EmbolismeEmbolisme serebri termasuk urutan kedua dari penyebab utama stroke.
Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu trombus dalam jantung, sehingga
masalah yang dihadapi sesungguhnya merupakan perwujudan penyakit jantung,
jarang terjadi berasal dari plak ateromatosa sinus carotikus (carotisintema).
Setiap batang otak dapat mengalami embolisme tetapi biasanya embolus akan
menyumbat bagian-bagian yang sempit.
Penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau perdarahan). Trombosis sinus dura
Diseksi arteri karotis atau vertebralis
Vaskulitis sistem saraf pusat
Penyakit moya-moya (oklusi arteri besar intrakranial yang progresif)
Kondisi hyperkoagulasi
Penyalahgunaan obat (kokain dan amfetamin)
Kelainan hematologis (anemia sel sabit, polisitemia atau leukemia)
Miksoma atrium.
Faktor risikoFaktor risiko adalah faktor yang meningkatkan risiko untuk terjadinya suatu
penyakit (Fletcher dkk, 1992). Faktor risiko stroke dikelompokan menjadi dua, yaitu faktor-faktor yang tidak dapat diubah dan yang dapat diubah (Bustami, 2007). Penjabaran faktor risiko tersebut sebagai berikut (Sacco dkk, 1996). Faktor risiko stroke yang tidak dapat dimodifikasi adalah :
Faktor Risiko KeteranganUmur Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke.
Sekitar 30% dari stroke terjadi sebelum usia 65; 70% terjadi pada mereka yang 65 ke atas. Risiko stroke adalah dua kali ganda untuk setiap 10 tahun di atas 55 tahun
Seks Pria lebih berisiko terkena stroke dari pada wanita, tetapi penelitian menyimpulkan bahwa lebih banyak wanita yang meninggal karena stroke. Risiko stroke pria 1,25 lebih tinggi dan pada wanita. Tetapi serangan stroke pada pria terjadi di usia lebih muda sehingga tingkat kelangsungan hidup lebih tinggi. Sementara, wanita lebih berpotensi terserang stroke pada usia
lanjut hingga kemungkinan meninggal karena penyakit itu lebih besar.
Keturunan, sejarah stroke
dalam keluarga
Stroke juga terkait dengan keturunan. Faktor genetik yang sangat berperan antara lain adalah tekanan darah tinggi, penyakit jantung, diabetes dan cacat pada bentuk pembuluh darah, gaya dan pola hidup keluarga dapat mendukung risiko stroke. Cacat pada bentuk pembuluh darah (cadasil) mungkin merupakan faktor genetik yang paling berpengaruh dibandingkan faktor risiko stroke lainnya.
Faktor resiko stroke yang dapat dimodifikasi adalah:Faktor Risiko Keterangan
Hipertensi Hipertensi merupakan faktor risiko utama yang menyebabkan pengerasan dan penyumbatan arteri. Penderita hipertensi memiliki faktor risiko stroke empat hingga enam kali lipat dibandingkan orang yang bebas hipertensi. Sekitar 40-90% penderita stroke ternyata mengidap hipertensi sebelum terkena stroke. Secara medis, tekanan darah di atas 14090� tergolong dalam penyakit hipertensi. Oleh karena dampak hipertensi pada keseluruhan risiko stroke menurun seiring dengan pertambahan umur. Pada orang berusia lanjut, faktor lain di luar hipertensi berperan lebih besar terhadap risiko stroke. Pada seorang yang tidak menderita hipertensi, risiko stroke meningkat terus hingga usia 90, menyamai risiko stroke pada seorang yang menderita hipertensi. Sejumlah penelitian menunjukkan, obat-obatan anti hipertensi dapat mengurangi risiko stroke sebesar 38% dan pengurangan angka kematian akibat stroke sebesar 40%.
Diabetes mellitus Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan, diabetes meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar dua kali lipat hingga tiga kali lipat berbanding orang-orang tanpa diabetes. Diabetes dapat mempengaruhi individu untuk mendapat iskemia serebral melalui percepatan aterosklerosis pembuluh darah yang besar, seperti arteri koronari, arteri karotid atau dengan efek lokal pada mikrosirkulasi serebral.
Penyakit jantung Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun memiliki lebih dari dua kali lipat risiko stroke dibandingkan dengan mereka yang fungsi jantungnya normal.
Penyakit Arteri koroner → Indikator kuat kedua dari keberadaan penyakit difusvaskular aterosklerotik dan potensi sumber emboli dari thrombi mural karena Miocardiofarction.
Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung hipertensi → Berhubungan dengan meningkatnya kejadian strokeFibrilasi atrial → Sangat terkait dengan stroke emboli dan
fibrilasi atrial karena penyakit jantung rematik; meningkatkan risiko stroke sebesar 17 kali.
Lainnya → Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke,seperti prolaps katup mitral, patent foramen ovale, defek septum atrium, aneurisma septum atrium, dan lesi aterosklerotik dan trombotik dari ascending aorta.
Karotis bruits Karotis bruits menunjukkan peningkatan risiko kejadian stroke, meskipun risiko untuk stroke secara umum dan tidak untuk stroke khusus dalam distribusi arteri dengan bruit.
Merokok Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi menunjukkan bahwa merokok jelas menyebabkan peningkatan risiko stroke untuk segala usia dan kedua jenis kelamin. Tingkat risiko berhubungan dengan jumlah batang rokok yang dihisap. Penghentian merokok mengurangi risiko.
Peningkatan hematokrit
Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika hematokrit melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah keseluruhan adalah dari isi sel darah merah, plasma protein terutamanya fibrinogen memainkan peranan penting. Ketika viskositas meningkat hasil dari polisitemia, hyperfibrinogenemia, atau paraproteinemia, biasanya menyebabkan gejala umum, seperti sakit kepala, kelesuan, tinnitus, dan penglihatan kabur. Infark otak fokal dan oklusi vena retina jauh kurang umum, dan dapat mengikuti disfungsi trombosit akibat trombositosis. Perdarahan Intraserebral dan subarachnoid kadang-kadang dapat terjadi.
Peningkatan tingkat fibrinogen
dan kelainan sistem pembekuan
Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk stroke trombotik. Kelainan sistem pembekuan darah juga telah dicatat, seperti antitrombin III dan kekurangan protein C serta protein S dan berhubungan dengan vena thrombotic.
Hemoglobinopathy Sickle-cell disease → Dapat menyebabkan infark iskemik atau hemoragik intraserebral dan perdarahan subaraknoid, vena sinus dan trombosis vena kortikal.Keseluruhan kejadian stroke dalam Sickle-cell disease adalah 6-15%.
Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria → Dapat mengakibatkan trombosis vena serebral
Penyalahgunaan obat
Obat yang telah berhubungan dengan stroke termasuk methamphetamines, norepinefrin , LSD, heroin, dan kokain. Amfetamin menyebabkan sebuah vaskulitis nekrosis yang dapat mengakibatkan pendarahan petechial menyebar, atau fokus bidang iskemia dan infark. Heroin dapat timbulkan sebuah hipersensitivitas vaskular menyebabkan alergi. Perdarahan subarachnoid dan difarction otak telah dilaporkan setelah penggunaan kokain.
Hiperlipidemia Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas berhubungan dengan penyakit jantung koroner, namun hubungannya dengan stroke kurang jelas. Peningkatan kolesterol tidak muncul untuk menjadi faktor risiko untuk aterosklerosis karotis, khususnya pada laki-laki di bawah 55 tahun. Kejadian hiperkolesterolemia menurun dengan bertambahnya usia. Kolesterol berkaitan dengan perdarahan intraserebral atau perdarahan subarachnoid. Tidak ada hubungan yang jelas antara tingkat kolesterol dan infark lakunar.
Kontrasepsi oral Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko stroke pada wanita muda. Penurunan kandungan estrogen menurunkan masalah ini, tetapi tidak dihilangkan sama sekali. Ini adalah faktor risiko paling kuat pada wanita yang lebih dari 35 tahun . Mekanisme diduga meningkatkan koagulasi karena stimulasi estrogen tentang produksi protein liver atau jarang penyebab autoimun.
Diet Konsumsi alkohol → Ada peningkatan risiko infark otak, dan perdarahan subarakhnoid dikaitkan dengan penyalahgunaan alkohol pada orang dewasa muda. Mekanisme dimana etanol dapat menghasilkan stroke termasuk efek pada tekanan darah, platelet, osmolalitas plasma, hematokrit, dan sel-sel darah merah. Selain itu, alkohol bisa menyebabkan miokardiopati, aritmia, dan perubahan di darah aliran otak dan autoregulasi.Kegemukan → Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass indexs, obesitas telah secara konsisten meramalkan stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskan sebagian oleh adanya hipertensi dan diabetes. Sebuah berat relatif lebih dari 30% di atas rata-rata kontributor independen ke-atherosklerotik infark otak berikutnya.
Penyakit pembuluh darah perifer
Karena bisa menyebabkan robeknya pembuluh darah.
Infeksi Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral melalui pengembangan perubahan inflamasi dalam dinding pembuluh darah. Sifilis meningovaskular dan mucormycosis dapat menyebabkan arteritis otak dan infark.
Homosistinemia atau homosistinuria
Predisposisi trombosis arteri atau vena di otak. Estimasi risiko stroke di usia muda adalah 10-16%.
Stres Hampir setiap orang pernah mengalami stres. Stres psiokososial dapat menyebabkan depresi. Jika depresi berkombinasi dengan faktor risiko lain (misalnya, aterosklerosis berat, penyakit jantung atau hipertensi) dapat memicu terjadinya stroke. Depresi meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 2 kali.
D. Klasifikasi1.Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu
a.Stroke Haemorhagi
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid.
Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu.
Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga
terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun.
b.Stroke Non Haemorhagic
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya
terjadisaat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak
terjadiperdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan
selanjutnyadapat timbul edema sekunder . Kesadaran umummnya baik.
2. Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya:
a.TIA ( Trans Iskemik Attack)
Gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit
sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilangdengan spontan dan
sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
b.Stroke involusi
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis
terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau
beberapa hari.
c.Stroke komplit
Gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai
dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang.
Stroke Haemorhagi merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan
subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak
tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa
juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun. Stroke Haemorhagi
dibagi dua, yaitu:
(a) Perdarahan IntraserebralPecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hypertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang
menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi
cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan
intraserebral yang disebabkan karena hypertensi sering dijumpai di daerah putamen,
talamus, pons dan serebelum.
(b) Perdarahan SubarachnoidPerdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang
pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya yang
terdapat di luar parenkim otak (Juwono, 1993: 19). Pecahnya arteri dan keluarnya ke
ruang sub arachnoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur
peka nyeri dan vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak
global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan
hemi sensorik, afasia, dll) (Siti Rohani, 2000).
Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan
tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri,
sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda
rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga
mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran.
Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah
serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan,
mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5.
Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal
dari darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di
ruang subarakhnoid. Vasispasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri
kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik,
afasia danlain-lain).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi
yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak
tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau
sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan
glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg%
karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh
kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 %
akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha
memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi
pembuluh darah otak.
Perbedaan perdarahan Intra Serebral (PIS) dan Perdarahan Sub Arachnoid (PSA)
Gejala PIS PSA
Timbulnya
Nyeri Kepala
Kesadaran
Kejang
Tanda rangsangan
Meningeal.
Hemiparese
Gangguan saraf otak
Dalam 1 jam
Hebat
Menurun
Umum
+/-
++
+
1-2 menit
Sangat hebat
Menurun sementara
Sering fokal
+++
+/-
+++
E. Manifestasi KlinisIntracerebral hemorrhage mulai dengan tiba-tiba. Dalam sekitar setengah
orang, hal itu diawali dengan sakit kepala berat, seringkali selama aktifitas.
Meskipun begitu, pada orang tua, sakit kepala kemungkinan ringan atau tidak ada.
Dugaan gejala terbentuknya disfungsi otak dan menjadi memburuk sebagaimana
peluasan pendarahaan. Beberapa gejala, seperti lemah, lumpuh, kehilangan
perasa, dan mati rasa, seringkali mempengaruhi hanya salah satu bagian tubuh.
orang kemungkinan tidak bisa berbicara atau menjadi pusing. Penglihatan
kemungkinan terganggu atau hilang. Mata bisa di ujung perintah yang berbeda atau
menjadi lumpuh. Pupil bisa menjadi tidak normal besar atau kecil. Mual, muntah,
serangan, dan kehilangan kesadaran adalah biasa dan bisa terjadi di dalam
hitungan detik sampai menit.
Menurut Corwin (2009) manifestasi klinik dari dari Intra cerebral Hematom
yaitu :
a. Kesadaran mungkin akan segera hilang, atau bertahap seiring dengan
membesarnya hematom.
b. Pola pernapasaan dapat secara progresif menjadi abnormal.
c. Respon pupil mungkin lenyap atau menjadi abnormal.
d. Dapat timbul muntah-muntah akibat peningkatan tekanan intra cranium.
e. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan gerakan
motorik dapat timbul segera atau secara lambat.
f. Nyeri kepala dapat muncul segera atau bertahap seiring dengan peningkatan
tekanan intra cranium.
Gejala awal pada perdarahan intra serebral,menurut Harsono (1996), yaitu:
1. Naiknya tekanan darah, sefalgia, sinkop sampai hilangnya daya ingat.
2. Fenomena sensorik dan motorik sejenak, perdarahan retina dan epistaksis.
3. Pada perdarahan lambat 24 48 jam akan menimbulkan gangguan neurologik pada�
klien hipertensi berat mengeluh nyeri kepala dan muntah.
4. Anggota gerak menjauhi dari lesi serebral dan kelumpuhan
a. Pada perdarahan lobar dibagi empat, yaitu:
1. Perdarahan oksipital : defisit medan penglihatan.
2. Perdarahan temporal kiri : Disfasia, nyeri telinga dan hemianopia
3. Perdarahan Frontal : hemiparesis kontralateral dan sefalgia
4. Perdarahan Prietal : Nyeri defisit sensorik dan hemiparesis ringan.
b. Perdarahan thalamus: terjadi afasia, hemiparesis dan hemiplegia
c. Sub thalamus : pupil hidrochepallus obstruktif
d. Ventrikel : terjadi hidrochepalus obstruktif.
e. Perdarahan Putamen : hemiplegia, sefalgia, muntah, sampai penurunan
kesadaran.
f. Perdarahan Mesenchephalon: peningkatan tekanan intrakranial mendadak,
menyebabkan koma.
g. Perdarahan Pons : koma dalam keadaan tanpa peringatan nyeri kepala dan
kematian.
Prognosis buruk (5P) yaitu:
1. Paralisis
2. Pulsus Parsus
3. Pinpoint pupil
4. Pyreksia
5. Periode respiration
h. Perdarahan medulla oblongata : Ini jarang terjadi, bila haematoma sub epidermal
dan bila lesi massa akan pulih kembali.
i. Perdarahan serebellum
Gangguan okulomotor, gangguan keseimbangan
Nistagmus / singulus
Tidak dijumpai hemiparesis dan hemiplegia
Peringkat klinik klien berupa gejala berikut:
√ Tingkat I : asimptomatik
√ Tingkat II : nyeri kepala hebat, defisit neurologik, paralysis nervus kranialis.
√ Tingkat III : somnolent dan defisit ringan
√ Tingkat IV : stupor, hemiparesis, hemiplegia, rigiditas awal dan gangguan vegetatif.
√ Tingkat V : koma, rigiditas desebrasi dan meninggal dunia.
F. PatofisiologiHemoragik serebral (pecahnya pembuluh darah serebral sehingga terjadi
perdarahan ke dalam jaringan otak atau area sekitar), hemoragik dapat terjadi di
epidural, subdural, dan intraserebral. (Hudak & Gallo, 2005; Ranakusuma, 2002).
Stroke hemoragik terjadi perdarahan yang berasal dari pecahnya arteri penetrans
yang merupakan cabang dari pembuluh darah superfisial dan berjalan tegak lurus
menuju parenkim otak yang di bagian distalnya berupa anyaman kapiler.
Aterosklerosis dapat terjadi dengan bertambahnya umur dan adanya hipertensi kronik,
sehingga sepanjang arteri penetrans terjadi aneurisma kecil-kecil dengan diameter 1
mm. Peningkatan tekanan darah yang terus menerus akan mengakibatkan pecahnya
aneurisme ini, sehingga dapat terjadi perdarahan dalam parenkim otak yang bisa
mendorong struktur otak dan merembas ke sekitarnya bahkan dapat masuk kedalam
ventrikel atau ke ruang intrakranial.
Perdarahan intracranial biasanya disebabkan oleh karena ruptur arteri serebri.
Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan atau subaraknoid, sehingga jaringan
yang ada disekitarnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini sangatn mengiritasi
jaringan otak, sehingga dapat mengakibatkan vasospasme pada arteri di sekitar
perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh hemisfer otak dan sirkulus willis.
Bekuan darah yang semula lunak akhirnya akan larut dan mengecil. Daerah otak
disekitar bekuan darah dapat membengkak dan mengalami nekrosis, karena kerja
enzim-enzim maka bekuan darah akan mencair, sehingga terbentuk suatu rongga.
Sesudah beberapa bulan semua jaringan nekrotik akan diganti oleh astrosit dan
kapiler-kapiler baru sehingga terbentuk jalinan desekitar rongga tadi. Akhirnya rongga-
rongga tersebut terisi oleh astroglia yang mengalami proliferasi (Price & Willson,
2002).
Kebanyakan kasus PIS terjadi pada pasien dengan hipertensi kronik. Keadaan ini
menyebabkan perubahan arteriosklerotik pembuluh darah kecil, terutama pada
cabang-cabang arteri serebri media, yang mensuplai ke dalam basal ganglia dan
kapsula interna. Pembuluh-pembuluh darah ini menjadi lemah, sehingga terjadi
robekan dan reduplikasi pada lamina interna, hialinisasi lapisan media dan akhirnya
terbentuk aneurisma kecil yang dikenal dengan aneurisma Charcot-Bouchard. Hal
yang sama dapat terjadi pembuluh darah yang mensuplai pons dan serebelum.
Rupturnya satu dari pembuluh darah yang lemah menyebabkan perdarahan ke dalam
substansi otak (Gilroy,2000; Ropper, 2005).
Perdarahan subaraknoid sering dikaitkan dengan pecahnya aneurisma.
Kebanyakan aneurisma mengenai sirkulus wilisi. Hipertensi atau gangguan
perdarahan mempermudah kemungkinan terjadinya ruptur, dan sering terdapat lebih
dari satu aneurisma. Gangguan neurologis tergantung letak dan beratnya perdarahan.
Pembuluh yang mengalami gangguan biasanya arteri yang menembus otak seperti
cabang cabang lentikulostriata dari arteri serebri media yang memperdarahi sebagian
dari 3 ganglia basalis dan sebagian besar kapsula interna. Timbulnya penyakit ini
mendadak dan evolusinya dapat cepat dan konstan, berlangsung beberapa menit,
beberapa jam, bahkan beberapa hari.
G. Pemeriksaan Neurologis dan FisikPersiapan Alat Pemeriksaan Fisik Persyarafan
1. Refleks hammer
2. Garputala
3. Kapas dan lidi
4. Penlight atau senter kecil
5. Opthalmoskop
6. Jarum steril
7. Spatel tongue
8. 2 tabung berisi air hangat dan air dingin
9. Objek yang dapat disentuh seperti peniti atau uang receh
10. Bahan-bahan beraroma tajam seperti kopi, vanilla atau parfum
11. Bahan-bahan yang berasa asin, manis atau asam seperti garam, gula, atau cuka
12. Baju periksa
13. Sarung tangan
a. Pemeriksaan Saraf Kranial1. Fungsi saraf kranial I (N Olvaktorius)
Pastikan rongga hidung tidak tersumbat oleh apapun dan cukup bersih. Lakukan
pemeriksaan dengan menutup sebelah lubang hidung klien dan dekatkan bau-bauan
seperti kopi dengan mata tertutup klien diminta menebak bau tersebut. Lakukan untuk
lubang hidung yang satunya.
2. Fungsi saraf kranial II (N. Optikus)
a. Catat kelainan pada mata seperti katarak dan infeksi sebelum pemeriksaan.
Periksa ketajaman dengan membaca, perhatikan jarak baca atau menggunakan
snellenchart untuk jarak jauh.
b. Periksa lapang pandang: Klien berhadapan dengan pemeriksa 60-100 cm, minta
untuk menutup sebelah mata dan pemeriksa juga menutup sebelah mata dengan
mata yang berlawanan dengan mata klien. Gunakan benda yang berasal dari arah
luar klien dank lien diminta , mengucapkan ya bila pertama melihat benda
tersebut. Ulangi pemeriksaan yang sama dengan mata yang sebelahnya. Ukur
berapa derajat kemampuan klien saat pertama kali melihat objek. Gunakan
opthalmoskop untuk melihat fundus dan optic disk (warna dan bentuk)
3. Fungsi saraf kranial III, IV, VI (N. Okulomotoris, Troklear dan Abdusen)a. Pada mata diobservasi apakah ada odema palpebra, hiperemi konjungtiva, dan
ptosis kelopak mata
b. Pada pupil diperiksa reaksi terhadap cahaya, ukuran pupil, dan adanya
perdarahan pupil
c. Pada gerakan bola mata diperiksa enam lapang pandang (enam posisi cardinal)
yaitu lateral, lateral ke atas, medial atas, medial bawah lateral bawah. Minta klien
mengikuti arah telunjuk pemeriksa dengan bolamatanya
4. Fungsi saraf kranial V (N. Trigeminus)a. Fungsi sensorik diperiksa dengan menyentuh kilit wajah daerah maxilla,
mandibula dan frontal dengan mengguanakan kapas. Minta klien mengucapkan ya
bila merasakan sentuhan, lakukan kanan dan kiri.
b. Dengan menggunakan sensori nyeri menggunakan ujung jarum atau peniti di
ketiga area wajah tadi dan minta membedakan benda tajam dan tumpul.
c. Dengan mengguanakan suhu panas dan dingin juag dapat dilakukan diketiga area
wajah tersebut. Minta klien menyebabkanutkan area mana yang merasakan
sentuhan. Jangan lupa mata klien ditutup sebelum pemeriksaan.
d. Dengan rasa getar dapat pukla dilakukan dengan menggunakan garputala yang
digetarkan dan disentuhkan ke ketiga daerah wajah tadi dan minta klien
mengatakan getaran tersebut terasa atau tidak
e. Pemerikasaan corneal dapat dilakukan dengan meminta klien melihat lurus ke
depan, dekatkan gulungan kapas kecil dari samping kea rah mata dan lihat refleks
menutup mata.
f. Pemeriksaan motorik dengan mengatupkan rahang dan merapatkan gigi periksa
otot maseter dan temporalis kiri dan kanan periksa kekuatan ototnya, minta klien
melakukan gerakan mengunyah dan lihat kesimetrisan gerakan mandibula.
5. Fungsi saraf kranial VII (N. Fasialis)
a. Fungsi sensorik dengan mencelupkan lidi kapas ke air garam dan sentuhkan ke
ujung lidah, minta klien mengidentifikasi rasa ulangi untuk gula dan asam
b. Fungsi motorik dengan meminta klien tersenyum, bersiul, mengangkat kedua al;is
berbarengan, menggembungkan pipi. Lihat kesimetrisan kanan dan kiri. Periksa
kekuatan otot bagian atas dan bawah, minta klien memejampan mata kuat-kuat
dan coba untuk membukanya, minta pula klien utnuk menggembungkan pipi dan
tekan dengan kedua jari.
6. Fungsi saraf kranial VIII (N. Vestibulokoklear)a. cabang vestibulo dengan menggunakan test pendengaran mengguanakan weber
test dan rhinne test
b. Cabang choclear dengan rombreng test dengan cara meminta klien berdiri tegak,
kedua kaki rapat, kedua lengan disisi tubuh, lalu observasi adanya ayunan tubuh,
minta klien menutup mata tanpa mengubah posisi, lihat apakah klien dapat
mempertahankan posisi
7. Fungsi saraf kranial IX dan X (N. Glosovaringeus dan Vagus)a. Minta klien mengucapkan aa lihat gerakan ovula dan palatum, normal bila uvula
terletak di tengan dan palatum sedikit terangkat.
b. Periksa gag refleks dengan menyentuh bagian dinding belakang faring
menggunakan aplikator dan observasi gerakan faring.
c. Periksa aktifitas motorik faring dengan meminta klien menel;an air sedikit,
observasi gerakan meelan dan kesulitan menelan. Periksa getaran pita suara saat
klien berbicara.
8. Fungsi saraf kranial XI(N. Asesoris)a. Periksa fungsi trapezius dengan meminta klien menggerakkan kedua bahu secara
bersamaan dan observasi kesimetrisan gerakan.
b. Periksa fungsi otot sternocleidomastoideus dengan meminta klien menoleh ke
kanan dan ke kiri, minta klien mendekatkan telinga ke bahu kanan dan kiri
bergantian tanpa mengangkat bahu lalu observasi rentang pergerakan sendi
c. Periksa kekuatanotottrapezius dengan menahan kedua bahu klien dengan kedua
telapak tangan danminta klien mendorong telapak tangan pemeriksa sekuat-
kuatnya ke atas, perhatikan kekuatan daya dorong.
d. Periksa kekuatan otot sternocleidomastoideus dengan meminta klien untuk
menoleh kesatu sisi melawan tahanan telapak tangan pemeriksa, perhatikan
kekuatan daya dorong
9. Fugsi saraf kranial XII (N. Hipoglosus)a. Periksa pergerakan lidah, menggerakkan lidah kekiri dan ke kanan, observasi
kesimetrisan gerakan lidah
b. Periksa kekuatan lidah dengan meminta klien mendorong salah satu pipi dengan
ujung lidah, dorong bagian luar pipi dengan ujung lidah, dorong kedua pipi dengan
kedua jari, observasi kekuatan lidah, ulangi pemeriksaan sisi yang lain
b.Pemeriksaan Fungsi MotorikSistem motorik sangat kompleks, berasal dari daerah motorik di corteks cerebri,
impuls berjalan ke kapsula interna, bersilangan di batang traktus pyramidal medulla
spinalis dan bersinaps dengan lower motor neuron.
Pemeriksaan motorik dilakukan dengan cara observasi dan pemeriksaan
kekuatan.
1. Massa otot : hypertropi, normal dan atropi
2. Tonus otot : Dapat dikaji dengan jalan menggerakkan anggota gerak pada berbagai
persendian secara pasif. Bila tangan / tungkai klien ditekuk secara berganti-ganti dan
berulang dapat dirasakan oleh pemeriksa suatu tenaga yang agak menahan
pergerakan pasif sehingga tenaga itu mencerminkan tonus otot.
a. Bila tenaga itu terasa jelas maka tonus otot adalah tinggi. Keadaan otot disebut
kaku. Bila kekuatan otot klien tidak dapat berubah, melainkan tetap sama. Pada
tiap gerakan pasif dinamakan kekuatan spastis. Suatu kondisi dimana kekuatan
otot tidak tetap tapi bergelombang dalam melakukan fleksi dan ekstensi extremitas
klien.
b. Sementara penderita dalam keadaan rileks, lakukan test untuk menguji tahanan
terhadap fleksi pasif sendi siku, sendi lutut dan sendi pergelangan tangan.
c. Normal, terhadap tahanan pasif yang ringan / minimal dan halus.
3. Kekuatan otot :
Aturlah posisi klien agar tercapai fungsi optimal yang diuji. Klien secara aktif menahan
tenaga yang ditemukan oleh sipemeriksa. Otot yang diuji biasanya dapat dilihat dan
diraba. Gunakan penentuan singkat kekuatan otot dengan skala Lovetts (memiliki nilai�
0 5)�0 = tidak ada kontraksi sama sekali.
1 = gerakan kontraksi.
2 = kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau melawan tahanan atau
gravitasi.
3 = cukup kuat untuk mengatasi gravitasi.
4 = cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.
5 = kekuatan kontraksi yang penuh.
c. Pemeriksaan Fungsi SensorikPemeriksaan sensorik adalah pemeriksaan yang paling sulit diantara pemeriksaan
sistem persarafan yang lain, karena sangat subyektif sekali. Oleh sebab itu sebaiknya
dilakukan paling akhir dan perlu diulang pada kesempatan yang lain (tetapi ada yang
menganjurkan dilakukan pada permulaan pemeriksaan karena pasien belum lelah dan
masih bisa konsentrasi dengan baik).
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengevaluasi respon klien terhadap beberapa
stimulus. Pemeriksaan harus selalu menanyakan kepada klien jenis stimulus.
Gejala paresthesia (keluhan sensorik) oleh klien digambarkan sebagai perasaan
geli (tingling), mati rasa (numbless), rasa terbakar/panas (burning), rasa dingin (coldness)
atau perasaan-perasaan abnormal yang lain. Bahkan tidak jarang keluhan motorik
(kelemahan otot, twitching / kedutan, miotonia, cramp dan sebagainya) disajikan oleh
klien sebagai keluhan sensorik. Bahan yang dipakai untuk pemeriksaan sensorik meliputi:
1. Jarum yang ujungnya tajam dan tumpul (jarum bundel atau jarum pada perlengkapan
refleks hammer), untuk rasa nyeri superfisial.
2. Kapas untuk rasa raba.
3. Botol berisi air hangat / panas dan air dingin, untuk rasa suhu.
4. Garpu tala, untuk rasa getar.
5. Lain-lain (untuk pemeriksaan fungsi sensorik diskriminatif) seperti :
a. Jangka, untuk 2 (two) point tactile dyscrimination.
b. Benda-benda berbentuk (kunci, uang logam, botol, dan sebagainya), untuk
pemeriksaan stereognosis
c. Pen / pensil, untuk graphesthesia.
d.Pemeriksaan Fungsi RefleksPemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan pada tendon menggunakan refleks
hammer. Skala untuk peringkat refleks yaitu :
0 = tidak ada respon
1 = hypoactive / penurunan respon, kelemahan (+)
2 = normal (++)
3 = lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu dianggap abnormal (+++)
4 = hyperaktif, dengan klonus (++++)
Refleks-refleks yang diperiksa adalah :
1. Refleks patellaPasien berbaring terlentang, lutut diangkat ke atas sampai fleksi kurang lebih 300.
Tendon patella (ditengah-tengah patella dan tuberositas tibiae) dipukul dengan refleks
hammer. Respon berupa kontraksi otot quadriceps femoris yaitu ekstensi dari lutut.
2. Refleks bicepsLengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 , supinasi dan lengan bawah
ditopang pada alas tertentu (meja periksa). Jari pemeriksa ditempatkan pada tendon
m. biceps (diatas lipatan siku), kemudian dipukul dengan refleks hammer.
Normal jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila terjadi fleksi sebagian
dan gerakan pronasi. Bila hyperaktif maka akan terjadi penyebaran gerakan fleksi
pada lengan dan jari-jari atau sendi bahu.
3. Refleks tricepsLengan ditopang dan difleksikan pada sudut 900 , tendon triceps diketok dengan
refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-2 cm diatas olekranon).
Respon yang normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit meningkat bila ekstensi
ringan dan hyperaktif bila ekstensi siku tersebut menyebabkanar keatas sampai otot-
otot bahu atau mungkin ada klonus yang sementara.
4. Refleks achillesPosisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan refleks ini kaki
yang diperiksa bisa diletakkan / disilangkan diatas tungkai bawah kontralateral.
Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa gerakan
plantar fleksi kaki.
5. Refleks abdominalDilakukan dengan menggores abdomen diatas dan dibawah umbilikus. Kalau
digores seperti itu, umbilikus akan bergerak keatas dan kearah daerah yang digores.
6. Refleks BabinskiMerupakan refleks yang paling penting . Ia hanya dijumpai pada penyakit traktus
kortikospinal. Untuk melakukan test ini, goreslah kuat-kuat bagian lateral telapak kaki
dari tumit kearah jari kelingking dan kemudian melintasi bagian jantung kaki. Respon
Babinski timbul jika ibu jari kaki melakukan dorsifleksi dan jari-jari lainnya tersebar.
Respon yang normal adalah fleksi plantar semua jari kaki.
Pemeriksaan khusus sistem persarafan, untuk mengetahui rangsangan selaput
otak (misalnya pada meningitis) dilakukan pemeriksaan :
1. Kaku kudukBila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat
menempel pada dada, kaku kuduk positif (+).
2. Tanda Brudzinski ILetakkan satu tangan pemeriksa dibawah kepala klien
dan tangan lain didada klien untuk mencegah badan tidak
terangkat. Kemudian kepala klien difleksikan kedada secara
pasif. Brudzinski I positif (+) bila kedua tungkai bawah akan fleksi pada sendi panggul
dan sendi lutut.
3. Tanda Brudzinski IITanda Brudzinski II positif (+) bila fleksi tungkai klien pada sendi panggul secara
pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan lutut.
4. Tanda KernigFleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba
meluruskan tungkai bawah pada sendi lutut. Normal, bila
tungkai bawah membentuk sudut 1350 terhadap tungkai
atas.
Kernig (+) bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan
rasa sakit terhadap hambatan.
5. Test LasequeFleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan nyeri
sepanjang m. ischiadicus.
Mengkaji abnormal postur dengan mengobservasi :
1. Decorticate posturing, terjadi jika ada lesi pada traktus corticospinal.
Nampak kedua lengan atas menutup kesamping, kedua siku, kedua
pergelangan tangan dan jari fleksi, kedua kaki ekstensi dengan memutar
kedalam dan kaki plantar fleksi.
2. Decerebrate posturing, terjadi jika ada lesi pada midbrain, pons atau
diencephalon.
Leher ekstensi, dengan rahang mengepal, kedua lengan pronasi,
ekstensi dan menutup kesamping, kedua kaki lurus keluar dan kaki plantar
fleksi.
H. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang1. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara apesifik seperti perdarahan
arteriovena atau adanya ruptur.
2. CT Scan
Memperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya jaringan
otak yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti. CT scan merupakan
pemeriksaan paling sensitif untuk PIS dalam beberapa jam pertama setelah
perdarahan. CT-scan dapat diulang dalam 24 jam untuk menilai stabilitas.
3. Pungsi lumbal
Tekanan yang meningkat dan di sertai dengan bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya haemoragia pada sub arachnoid atau perdarahan pada
intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukan adanya proses inflamasi.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Dengan menggunakan gelombang magnetic untuk menentukan posisi serta besar/
luas terjadinya perdarahan otak.
5. USG Dopler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).
6. EEG
Melihat masalah yang timbul dampak dari jaringan yang infark sehingga
menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
Pemeriksaan Laboratoriuma. Pemeriksaan darah lengkap
Untuk mengetahui adanya anemia, trombositopenia dan
leukositosis yang dapat menjadi factor risiko stroke hemoragik
b. Pemeriksaan glukosa darah
Untuk mengetahui kadar glukosa darah sebagai sumber bahan
bakar untuk metabolism sel otak. Apabila kadar glukosa darah yang terlalu
rendah maka akan dapat terjadi kerusakan pada jaringan otak
c. Pemeriksaan analisa gas darah
Untuk mengetahui gas darah yang disuplai ke jaringan otak sebagai
sumber untuk metabolisme
d. Pemeriksaan serum elektrolit
e. Pemeriksaan LED (Laju Endap Darah)
Mengetahui adanya hiperviskositas yang dapat menjadi factor risiko
stroke hemoragik
f. Pemeriksaan faal hemostatis
Untuk mengetahui adanya risiko perdarahan sebagai komplikasi
dan pencetus stroke hemoragik
I. Penatalaksanaan StrokeMenurut American Hearth Association (AHA), algorithm CVA sebagai berikut :
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai
berikut:
2. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendir yang
sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.
b. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
3. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
4. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
5. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin
pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
Pengobatan Konservatif
1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi
maknanya :pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
Pengobatan PembedahanTujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral:
1. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka
arteri karotis di leher.
2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling
dirasakan oleh pasien TIA.
3. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN STROKE
a. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk
mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan.
Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data, pengelompokkan
data dan perumusan diagnosis keperawatan. (Lismidar, 1990)
a) Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status
kesehatan klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya,
spiritual, kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan
gaya hidup klien. (Marilynn E. Doenges et al, 1998)
(a) Data demografi
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnose medis.
(b) Keluhan utama
Didapatkan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara
pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
(c) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak,
pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala,
mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala
kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. (Siti
Rochani, 2000) Sedangkan stroke infark tidak terlalu mendadak, saat istirahat
atau bangun pagi, kadang nyeri copula, tidak kejang dan tidak muntah,
kesadaran masih baik.
(d) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti
koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D.
Ignativicius, 1995)
(e) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun
diabetes militus. (Hendro Susilo, 2000)
(f) Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk
pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan
keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan
pikiran klien dan keluarga.(Harsono, 1996)
(g) Pola-pola fungsi kesehatan
Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat
kontrasepsi oral.
Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut,
kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia
ditandai dengan kesulitan menelan, obesitas (Doengoes, 2000: 291)
Pola eliminasi
Gejala menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti
inkontinensia urine, anuria. Adanya distensi abdomen (distesi bladder
berlebih), bising usus negatif (ilius paralitik), pola defekasi biasanya terjadi
konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.(Doengoes, 1998 dan
Doengoes, 2000: 290)
Pola aktivitas dan latihan
Gejala menunjukkan danya kesukaran untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah.
Tanda yang muncul adalah gangguan tonus otot (flaksid, spastis),
paralitik (hemiplegia) dan terjadi kelemahan umum, gangguan penglihatan,
gangguan tingkat kesadaran (Doengoes, 1998, 2000: 290)
Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang
otot/nyeri otot
Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami
kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak
kooperatif.
Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/ kekaburan
pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas
yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan
proses berpikir.
Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa
pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis
histamin.
Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah
karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
Integritas ego
Terdapat gejala perasaan tak berdaya, perasaan putus asa dengan
tanda emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira,
kesulian mengekspresikan diri (Doengoes, 2000: 290)
Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang
tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. (Marilynn
E. Doenges, 2000)
(h) Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Kesadaran: umumnya mengelami penurunan kesadaran
Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti,
kadang tidak bisa bicara
Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
Pemeriksaan integumen
Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga
dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol
karena klien stroke hemoragik harus bed rest 2-3 minggu
Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
Rambut : umumnya tidak ada kelainan
Pemeriksaan kepala dan leher
Kepala : bentuk normocephalik
Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)
Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi,
wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat
penurunan refleks batuk dan menelan, adanya hambatan jalan nafas.
Merokok merupakan faktor resiko.
Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama,
dan kadang terdapat kembung.
Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
Pemeriksaan neurologi
Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat gangguan nervus
cranialis VII dan XII central. Penglihatan menurun, diplopia, gangguan
rasa pengecapan dan penciuman, paralisis atau parese wajah.
Pemeriksaan motorik: Hampir selalu terjadi kelumpuhan/ kelemahan
pada salah satu sisi tubuh, kelemahan, kesemutan, kebas, genggaman
tidak sama, refleks tendon melemah secara kontralateral, apraksia
Pemeriksaan sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi, hilangnya rangsang
sensorik kontralteral.
Pemeriksaan refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang.
Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli
dengan refleks patologis.
Sinkop/pusing, sakitkepala, gangguan status mental/tingkat kesadaran,
gangguan fungsi kognitif seperti penurunan memori, pemecahan
masalah, afasia, kekakuan nukhal, kejang, dll (Jusuf Misbach, 1999,
Doengoes, 2000: 291)
2) Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan radiologi
b) Pemeriksaan laboratorium
Diagnosa dan Intervensi Keperawatan1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b/d interupsi aliran darah, vasospasme
serebral, edema serebral
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d akumulasi sputum akibat penurunan tingkat
kesadaran, penurunan kemampuan batuk, ketidakmampuan mengeluarkan sekret
3. Kerusakan mobilitas fisik b/d keterlibatan neuromuskuler kelemahan, parestesia,
kerusakan perseptual/kognitif
4. Defisit perawatan diri b/d kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan
ketahanan, kehilangan kontrol, nyeri, depresi
5. Kerusakan komunikasi verbal b/d kerusakan sirkulasi serebral, kehilanga tonus otot
fasial ketidakmampuan berbicara
Rencana Intervensi
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b/d interupsi aliran darah, vasospasme serebral, edema serebral
Kriteria hasil:
- Mempertahankan tingkat kesadaran fungsi kognitif dan motorik/sensori.
- Mendemontrasikan tanda-tanda vital stabil.
Intervensi keperawatan
(1) Kaji faktor-faktor yang berhubungan dengan penyebab terjadinya koma atau
menurunnya perfusi jaringan otak.
R/ mempengaruhi intervensi.
(2) Catat status neurologis dan bandingkan dengan keadaan normal.
R/ mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan
mengetahui lokasi luas dan kemajuan kerusakan SSP.
(3) Pantau tanda-tanda vital.
R/ reaksi mungkin terjadi oleh karena tekanan / trauma serebral pada daerah
vasomotor otak.
(4) Evaluasi pupil: ukuran, bentuk, kesamaan dan reaksi terhadap cahaya.
R/ reaksi pupil berguna dalam menentukan apakah batang otak tersebut masih baik.
Ukuran dan kesamaan pupil ditentukan oleh keseimbangan antara persyaratan
simpatis dan parasimpatis yang mempersarafinya.
(5) Catat perubahan dalam penglihatan : kebutuhan, gangguan lapang pandang.
R/ gangguan penglihatan yang spesifik mencerminkan daerah otak yang terkena dan
mempengaruhi intervensi yang akan dilakukan.
(6) Kaji fungsi bicara jika pasien sadar.
R/ perubahan dalam isi kognitif dan bicara merupakan indikator dari lokasi.
(7) Letakkan kepala engan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi anatomis.
R/ menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan meningkatkan
sirkulasi.
(8) Pertahankan keadaan tirah baring : ciptakan lingkungan yan tenang.
R/ aktivitas yang kontinu dapat meningkatkan TIK, istirahat dan ketenangan
diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke hemoragik.
(9) Cegah terjadinya mengejan saat defekasi dan pernafasan yang memaksa.
R/ manuver valsava dapat meningkatkan TIK dan memperbesar risiko terjadinya
perdarahan.
(10) Kaji adanya, kegelisahan yang meningkat, peka rangsang dan serangan kejang.
R/ merupakan indikasi adanya meningeal kejang dapat mencerminkan adanya
peningkatan TIK/trauma serebral yang memerlukan perhatian dan intervensi
selanjutnya.
(11) Kolaborasi
- Beri oksigen sesuai indikasi
- Beri obat sesuai indikasi anti koagulasi, antifibrolitik, antihipertensi
- Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi.
2. Kerusakan mobilitas fisik b/d keterlibatan neuromuskuler kelemahan, parestesia, kerusakan perseptual/kognitif
Kriteria hasil:
- Mempertahankan posisi optimal dari fungsi yang dibuktikan oleh tak adanya
kontraktur.
- Meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena.
- Mendemonstrasikan teknik yang memungkinkan melakukan aktivitas.
- Mempertahankan integritas kulit.
Intervensi keperawatan
(1) Kaji kemampuan pasien dalam melakukan aktifitas secara fungsional/luasnya
kerusakan awal dan dengan cara yang teratur.
R/ mengidentifikasi kekuatan dan dapat memberikan informasi mengenai pemulih.
(2) Ubah posisi pasien setiap 2 jam.
R/ menurunkan risiko terjadinya trauma/iskemia jaringan.
(3) Letakkan pasien pada posisi telungkup satu kali atau dua kali sehari jika pasien
dapat mentoleransinya.
R/ membantu mempertahankan ekstensi pinggul fungsional.
(4) Latih pasien untuk melakukan pergerakan ROM atif dan pasif untuk semua
ekstremitas.
R/ Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah
kontraktur.
(5) Gunakan penyangga dengan ketika pasien berada dalam posisi tegak, sesuai
indikasi.
R/ penggunaan penyangga dapat menurunkan resiko terjadinya subluksasi lengan.
(6) Evaluasi penggunaan dari/kebutuhan alat bantu untuk pengaturan posisi .
R/ kontraktur fleksi dapat terjadi akibat dari otot fleksor lebih kuat dibandingkan
dengan otot ekstensor.
(7) Tindakan Kolaborasi
- Berikan tempat tidur khusus sesuai indikasi.
- Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif, ambulan
pasien
- Berikan obat relaksan otot, antispasmodik, sesuai indikasi.
3. Defisit perawatan diri b/d kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol, nyeri, depresi
Kriteria hasil:
- Mendemonstrasikan teknik untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.
- Melakukan aktivitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri.
- Mengidentifikasi sumber pribadi.
Intervensi Keperawatan
(1) Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan untuk melakukan kebutuhan sehari-hari.
R/ membantu dalam mengantisipasi pemenuhan kebutuhan secara individual.
(2) Pertahankan dukungan sikap, yang tegas, beri pasien waktu ya cukup untuk
mengerjakan tugasnya.
R/ Pasien akan memerlukan empati tetap perlu untuk mengetahui pemberi asuhan
yang akan membantu pasien secara konsisten.
(3) Kaji kemampuan pasien untuk berkomunikasi tentang keutuhannya.
R/ tidak dapat mengatakan kebutuhannya pada fase pemulihan akut tetapi
biasanya dapat mengontrol kembali fungsi sesuai perkembangan proses
penyembuhan.
(4) Kolaborasi
- Konsultasikan dengan ahli fisioterapi.
R/ memberikan bantuan untuk mengembangkan rencana terapi dan meng-
identifikasikan kebutuhan alat penyokong khusus.
Daftar Pustaka
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,
Jakarta, EGC.
Carpenito Linda Juall. 1995, Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Jakarta
EGC.
Depkes RI. 1996, Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan, Jakarta, Diknakes.
Doenges, M.E. 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.
Hudak C.M.,Gallo B.M. 1996, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik. Edisi VI, Volume
II, Jakarta, EGC.
Price S.A., Wilson L.M. 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4,
Buku II, Jakarta, EGC.