CTL
-
Upload
dezy-rindra-puspita -
Category
Documents
-
view
9 -
download
4
description
Transcript of CTL
PROPOSAL PENELITIAN
1. Judul Penelitian
Pengaruh Strategi Pembelajaran Contextual Teaching And Learning ( CTL)
Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
(PKn) Semester Genap Kelas XI IPS SMA Pahlawan Jember Tahun Pelajaran
2013/2014.
2. Latar Belakang
Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan
sengaja teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan
perilaku yang diinginkan. Sekolah sebagai lembaga formal merupakan sarana
dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Melalui sekolah, siswa
belajar berbagai macam hal.
Pendidikan sebagai informasi nilai, dalam proses harus selalu
memperhatikan siswa sebagai subyek pendidikan. Pendidikan berintikan interaksi
pendidikan dan anak didik dalam upaya membantu mencapai tujuan pendidikan.
Tujuan pendidikan akan terwujud apabila proses pengajaran dengan baik.
Sebagaimana yang telah disamapaikan oleh presiden kita bapak Susilo Bambang
Yudhoyono dalam pidato memperingati hari anak nasional (majalah profesi
guru,2006:20) bahwa bangsa yang maju adalah bangsa yang baik pendidikannya.
Bangsa yang jelek pendidikannya tidak akan pernah menjadi bangsa yang maju.
Anehnya, hingga saat ini di negara kita yang paling banyak disoroti oleh
masyarakat adalah tentang perkembangan pendidikan yaitu kemampuan peserta
didik di bidang Pendidikan kewarganegaraan (PKn) yang dikenal oleh siswa
sebagai pelajaran yang tidak menyenangkan dan membosankan. Padahal yang kita
ketahui bahwa Pendidikan kewarganegaraan (PKn) adalah ilmu mendasar dalam
kehidupan manusia, khususnya norma-norma, HAM, Korupsi, Pengembangan
diri, kedaulatan, Dasar negara,Globalisasi, Konstitusi negara,dll.
Bahkan dapat kita katakan bahwa Pendidikan kewarganegaraan (PKn)
merupakan bidang ilmu pembentukan karakter generasi muda khususnya
1
disekolah-sekolah formal ataupun informal. Pendidikan kewarganegaraan (PKn)
cukup berperan penting dalam memajukan Negara Indonesia dan untuk
mensejahterakan bangsa Indonesia melalui perkembangan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (IPTEK) yang tidak lepas dari dasar ilmu yaitu Pendidikan
kewarganegaraan (PKn) . Ini terbukti bahwa Pendidikan kewarganegaraan (PKn)
adalah ilmu yang menjadi dasar untuk membentuk seorang warga negara yang
baik.
Di dalam proses pembelajaran, proses belajar memengang peran yang
sangat penting atau vital. Mengajar adalah proses membimbing kegiatan belajar
dan kegiatan mengajar hanya bermakna bila terjadi kegiatan belajar siswa
(Tohirin, 2005: 58). Sedang belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan
individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya (slameto, 1995: 2).
Mengingat begitu pentingnya proses belajar yang dialami siswa maka
seorang guru harus kompeten dan lebih mampu untuk membelajarkan siswa.
Peran guru dalam proses belajar mengajar bukan lagi menyampaikan pengetahuan
melaikan memupuk pengetahuan serta membimbing siswa untuk belajar sendiri,
karena keberhasilan siswa sebagian besar bergantung pada kemampuannya untuk
belajar secara sendiri dan memonitor belajar mereka sendiri (Nur, 2004: 44).
Kemampuaan untuk menemukan sendiri dianggap dapat dipelajari yakni siswa
harus belajar berbagai macam strategi yang ada dan bagaiaman menggunakan
strategi yang benar.
Selama ini proses pembelajaran yang digunakan guru sering bersifat
searah, dimana siswa hanya mendengarkan penjelasan guru jika diperhatikan,
mencatat jika disuruh, sehingga siswa kurang memahami apa yang dijelaskan oleh
guru. Atau sering kita sebut bersifat pasif. Siswa tidak diberi kesempatan belajar
mandiri ketika dikelas. Akibatnya, siswa cenderung merasa bosan dan tidak aktif
ketika pembelajaran.
Dari hasil wawancara peneliti dengan guru bidang studi Pendidikan
kewarganegaraan (PKn) kelas XI IPS SMA Pahlawan Jember diperoleh informasi
2
bahwa siswa mengalami kesulitan dalam memahami dan menguasai pelajaran.
Akibatnya nilai ketuntasan belajar lebih dari 50% siswa di bawah Standar
Ketuntasan Minimal (SKM) yaitu 70. Oleh karena itu, keberhasilan atau
kegagalan dalam belajar khususnya Pendidikan kewarganegaraan (PKn), sangat
tergantung bagaimana proses pembelajaran itu dilaksanakan.
Partisipasi siswa dalam proses pembelajaran Pendidikan
kewarganegaraan (PKn) dapat ditunjukkan dengan keaktifan siswa di dalam
kelas, misalnya apakah siswa tersebut memperhatikan saat guru menerangkan
di kelas, dan menanyakan apa yang menjadi ganjalan dalam pikiran serta
apakah siswa tersebut dapat berkomunikasi timbal balik dalam pembelajaran
(Sudarma dan Sakdiyah, 2007). Partisipasi siswa di dalam kelas akan
menciptakan kegiatan pembelajaran yang aktif.
Saat ini kita semua menginginkan adanya perubahan pendidikan yang
lebih baik, sudah saatnya permasalahan yang ada harus segera diatasi agar proses
belajar mengajar lebih menarik dan tidak membosankan melainkan menjadikan
pembelajaran itu menjadi menyenangkan sehingga siswa bisa berperan aktif
dalam mengikuti pembelajaran. Salah satunya yaitu adanya perubahan sikap guru
dalam menyampaikan materi.
Dalam upaya meningkatkan pemahaman konsep Pendidikan
kewarganegaraan (PKn), Penulis mencoba menggunakan model pembelajaran
yang lebih mengutamakan partisipasi aktif siswa, belajar menjadi menyenangkan,
dalam kegiatan pembelajaran sehingga aktifitas siswa lebih dominan daripada
kegiatan guru dalam mengajar. Peran guru hanya sebagai fasilitator dalam rangka
mengaktifkan siswa dalam kegiatan pembelajaran.
Model pembelajaran yang tepat yaitu model pembelajaran yang
menyenangkan,siswa aktif, dinamis dan berlaku sebagai subjek. Namun bukan
berarti guru harus pasif, tetapi guru harus lebih aktif dalam menfasilitasi belajar
siswa dengan suara, gambar atau alat peraga lainnya. Guru berperan sebagai
pemandu yang penuh dengan motivasi, pandai berperan sebagai mediator dan
kreatif.
3
Penerapan model pembelajaran ini diharapkan dapat menambah wawasan
baru dalam pembelajaran dapat berpengaruh positif terhadap hasil belajar dan
keaktifan siswa untuk berfikir terhadap materi dan siswa dapat mencapai
ketuntasan belajar yang maksimal. Selain untuk mencapi ketuntasan belajar yang
maksimal, hal ini juga berupaya untuk meningkatkan aktifitas belajar, semangat
untuk belajar, dan menciptakan suasana hati yang positif untuk belajar siswa
dalam kelas sehingga siswa dapat menerima pelajaran dengan baik.
Permasalahan-permasalahan tersebut harus segera diatasi agar tujuan
pembelajaran dapat tercapai dengan hasil yang optimal. Salah satu upaya
untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menerapkan strategi
pembelajaran yang tepat, yang berorientasi pada siswa. Strategi Contextual
Teaching And Learning ( CTL) merupakan salah satu cara yang dapat
digunakan untuk mengembangkan sistem belajar yang efektif dan efisien
untuk mengaktifkan siswa dengan merangsang kemampuan berfikir analitis
siswa.
Untuk dapat menghasilkan hasil belajar yang baik maka proses belajar
mengajar perlu di pilih dan dilakukan pengajaran yang sesuai serta dapat membuat
siswa ikut serta dalam proses belajar. Pemilihan strategi pembelajaran yang tepat
akan sangat membantu kelancaran proses belajar-mengajar. Strategi yang perlu
diterapkan adalah Strategi Contextual Teaching And Learning ( CTL) adalah cara
atau prosedur pemecahan masalah yang selalu berorientasi pada tujuan yang akan
dicapai. Strategi ini menuntun siswa agar menemukan perbedaan apa yang telah
dapat dilakukan dengan tujuan yang akan dicapai.
Kemudian menuntun siswa memikirkan dan melakukan penyelesaian yang
relevan dengan tujuan, sampai siswa mencapai tujuan yang akan dicapai, dimana
strategi pembelajaran Contextual Teaching And Learning ( CTL) memberi
keluasan pada siswa untuk menemukan dan mendapatkan ide serta gagasan baru
dalam belajar.
4
3. Rumusan Masalah
Melalui latar belakang tersebut di atas maka, dapatlah ditarik suatu
rumusan masalah sebagai berikut: Adakah pengaruh strategi pembelajaran
Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap hasil belajar siswa pada mata
pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) semester genap kelas XI IPS SMA
Pahlawan Jember tahun pelajaran 2013/2014?
4. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
4.1 Tujuan Penelitian
Menurut suharsimi arikunto, “Tujuan penelitian adalah rumusan yang
menunjukkan adanya suatu hal yang diperoleh setelah penelitian selesai”
(1996:52).
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
ada tidaknya peningkatan hasil belajar dengan penerapan Contextual Teaching
and Learning (CTL) pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)
semester genap kelas XI IPS SMA Pahlawan Jember tahun pelajaran 2013/2014.
4.2 Manfaat Penelitian
Manfaat peneitian diharapkan dapat diambil dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Bagi Siswa
Dapat menjadi motivasi karena pembelajaran yang disajikan
menyenangkan dan dapat mendorong keaktifan belajar siswa.
b. Bagi Guru
Pembelajaran dengan Contextual Teaching And Learning (CTL) ini
dapat dijadikan salah satu alternatif pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn) yang tidak membosankan dalam upaya
meningkatkan hasil belajar.
5
c. Bagi Penulis
penelitian ini memberikan pengalaman dalam rangka mengembangkan
pengetahuan terhadap penggunaan metode pembelajaran yang bervariasi
dan sebagai bekal untuk terjun ke dunia pendidikan.
5. Batasan Operasional
Untuk menghindari suatu pembahasan yang tidak tentu ujungnya, karena
kurang tegasnya dalam memberikan batasan-batasan, maka peneliti telah
memberikan batasan-batasannya sesuai kebutuhan.
5.1 Pembelajaran Contextual Teaching And Learning ( CTL)
Pembelajaran kontekstual / Contextual Teaching and Learning (CTL),
menurut Nurhadi, dkk. (2004) merupakan suatu konsep belajar dimana guru
menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Dengan konsep ini, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi
siswa untuk memecahkan persoalan, berpikir kritis, dan melaksanakan observasi
serta menarik kesimpulan dalam kehidupan jangka panjangnya. Dalam konteks
itu, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa
mereka, dan bagaimana mencapainya.
Sedangkan pengertian menurut istilah pembelajaran Contextual Teaching
and Learning adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara
materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan
dalam kehidupan sehari-hari John Dewey (1916).
6
5.2 Hasil belajar
Menurut hasil belajar adalah seluruh kecakapan (achievement) yang
diperoleh melalui proses belajar, yang dinyatakan dengan nilai-nilai prestasi
belajar berdasarkan hasil tes prestasi belajar (Nana Sudjana,2002: 22)
Berdasarkan beberapa definisi di atas mengenai hasil belajar, maka dapat
disimpulkan bahwa hasil belajar adalah hasil dari belajar yang dinyatakan dengan
nilai-nilai berdasarkan hasil tes prestasi belajar atau hasil keahlian dalam karya
akademis yang dinilai oleh guru lewat tes dan non tes.
Hasil belajar juga merupakan proses perubahan di dalam kepribadian
manusia, yang terbentuk melalui pengetahuan awal atau pengalaman yang
bermakna baginya dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk
peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan,
pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, ketrampilan, daya pikir, dan
kemampuan-kemampuan yang lain.
6. Kajian Teori dan Hipotesis Tindakan
6.1 Kajian Teori Contextual Teaching and Learning (CTL)
Pembelajaran Contextual Teaching and Learning(CTL) adalah konsep
belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan
situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari.
Pengajaran kontekstual sendiri pertama kali dikembangkan di Amerika
Serikat yang diawali dengan dibentuknya Washington State Consortum for
Contextual oleh Departemen Pendidikan Amerika Serikat. Antara tahun 1997
sampai tahun 2001 sudah diselenggarakan tujuh proyek besar yang bertujuan
untuk mengembangkan, menguji, serta melihat efektifitas penyelenggaraan
pengajaran kewarganegaraan secara kontekstual. Proyek tersebut melibatkan 11
perguruan tinggi, dan 18 sekolah dengan mengikutsertakan 85 orang guru dan
profesor serta 75 orang guru yang sudah diberikan pembekalan sebelumnya.
7
6.2 Karakteristik Contextual Teaching And Learning ( CTL)
Beberapa karakteristik strategi pembelajaran Contextual Teaching And
Learning ( CTL) menurut Schell dalam Direktorat Pendidikan Umum (2002;21-
22),diantaranya:
Peserta didik aktif belajar.
Pesrta didik belajar dari satu peserta ke peserta yang lain melalui
kerja sama dan refleksi.
Pembelajaran dengan dunia nyata atau simulasi terhadap masalah
yang bermakna.
Peserta didik bertanggung jawab atau memantau dan
mengembangkan pembelajaran mereka sendiri.
Menghargai pendekatan konteks kehidupan pesertadidik dan
pengalaman-pengalaman peserta didik.
Peserta didik merupakan partisipasi yang aktif dalam peningkatan
masyarakat.
Pembelajaran peserta didik memiliki nilai dan di hargai .
Pengajar bertindak sebagai fasilitator dalam pembelajaran
Pengajar menggunakan berbagai teknik pembelajaran yang tepat
Lingkungan pembelajaran dinamis dan menyenangkan
Menekan pada berfikir mecahatingkat tinggi dan pemecahan masalah
Peserta didik dan pembelajar disiapkan untuk berekperimen dengan
pendektan-pendekatan kreatifitas seseorang.
Proses pembelajaran sama pentingnya dengan kontek yang di
pelajari
Pembelajaran terjadi dalam setting dan kontek ganda
Pengetahuan merupakan antar disiplin dan di perluas tidak hanya
sebatas di dalam kelas.
Guru menerima perannya sebagai fasilitator.
Peserta didik mengidentifikasi dan memecahkan masalah.
8
Berdasarkan uraian di atas bahwa pembelajaran Contextual Teaching And
Learning ( CTL)yaitu :
a) Peserta didik sebagai subjek belajar.
b) Peserta didik memperolah kesempatan lebih untuk meningkatkan
hubungan kerja sama antar teman
c) Pesrta didik memperoleh kesempatan lebih untuk mengembangkan
aktifitas, kreatifitas, sikap kritis, kemandirian, dan berkomunikasi
dengan orang lain.
d) Pesrta lebih memiliki peluang-peluang untuk menggunakan
keterampilan.
e) Tugas pengajar sebagai fasilitator.
Menurut Nurhadi,(2004) Dalam pengajaran kontekstual memungkinkan
terjadinya lima bentuk belajar yang penting, yaitu mengaitkan (relating),
mengalami (experiencing), menerapkan (applying), bekerjasama (cooperating)
dan mentransfer (transferring):
a) Mengaitkan adalah strategi yang paling hebat dan merupakan inti
konstruktivisme. Guru menggunakan strategi ini ketika ia
mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenal siswa.
Jadi dengan demikian, mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa
dengan informasi baru.
b) Mengalami merupakan inti belajar kontekstual dimana mengaitkan
berarti menghubungkan informasi baru dengan pengelaman maupun
pengetahui sebelumnya. Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika siswa
dapat memanipulasi peralatan dan bahan serta melakukan bentuk-
bentuk penelitian yang aktif.
c) Menerapkan Siswa menerapkan suatu konsep ketika ia malakukan
kegiatan pemecahan masalah. Guru dapat memotivasi siswa dengan
memberikam latihan yang realistis dan relevan.
d) Kerjasama Siswa yang bekerja secara individu sering tidak
membantu kemajuan yang signifikan. Sebaliknya, siswa yang
9
bekerja secara kelompok sering dapat mengatasi masalah yang
komplek dengan sedikit bantuan. Pengalaman kerjasama tidak hanya
membantu siswa mempelajari bahan ajar, tetapi konsisten dengan
dunia nyata.
e) Mentransfer Peran guru membuat bermacam-macam pengalaman
belajar dengan focus pada pemahaman bukan hapalan.
6.3 Perbedaan Contextual Teaching And Learning( CTL) Dengan
Konvensional
Pembelajaran kontekstual berbeda dengan pembelajaran konvensional,
Departemen Pendidikan Nasional (2002:5) mengemukakan perbedaan antara
pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) dengan pembelajaran
konvensional sebagai berikut:
CTL Konvensional
Pemilihan informasi kebutuhan
individu siswa;
Pemilihan informasi ditentukan oleh
guru;
Cenderung mengintegrasikan beberapa
bidang (disiplin);
Cenderung terfokus pada satu bidang
(disiplin) tertentu;
Selalu mengkaitkan informasi dengan
pengetahuan awal yang telah dimiliki
siswa;
Memberikan tumpukan informasi
kepada siswa sampai pada saatnya
diperlukan;
Menerapkan penilaian autentik melalui
melalui penerapan praktis dalam
pemecahan masalah;
Penilaian hasil belajar hanya melalui
kegiatan akademik berupa ujian/ulang
6.4 Peran guru dalam Pembelajaran Contextual Teaching And
Learning(CTL)
Menurut Depdiknas guru harus melaksanakan beberapa hal sebagai
berikut:
1) Mengkaji konsep atau teori yang akan dipelajari oleh siswa .
10
2) Memahami latar belakang dan pengalaman hidup siswa melalui proses
pengkajian secara seksama.
3) Mempelajari lingkungan sekolah dan tempat tinggal siswa yang
selanjutnya memilih dan mengkaitkan dengan konsep atau teori yang akan
dibahas dalam pembelajaran kontekstual.
4) Merancang pengajaran dengan mengkaitkan konsep atau teori yang
dipelajari dengan mempertimbangkan pengalaman yang dimiliki siswa dan
lingkungan hidup mereka.
5) Melaksanakan penilaian terhadap pemahaman siswa, dimana hasilnya
nanti dijadikan bahan refeksi terhadap rencana pemebelajaran dan
pelaksanaannya.
6.5 Pelaksanaan Contextual Teaching And Learning( CTL)
Contextual Teaching Learning (CTL) dapat diterapkan dalam kurikulum
apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya.
Pendekatan Contextual Teaching Learning (CTL) dalam kelas cukup mudah.
Secara garis besar, langkah-langkah yang harus ditempuh dalam
Contextual Teaching Learning (CTL) adalah sebagai berikut:
a) kembangkan pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih bermakna dengan
cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan
keterampilan barunya
b) laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topic
c) kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya
d) ciptakan masyarakat belajar
e) hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
f) lakukan refleksi di akhir pertemuan; dan
g) lakukan penilaian yang sebenarnya (authentic assessment) dengan
berbagai cara.
11
Berikut Langkah-langkah Model Pembelajaran Contextual Teaching and
Learning (CTL) :
1. Kegiatan Awal
Guru menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti
proses pembelajaran,
Apersepsi, sebagai penggalian pengetahuan awal siswa terhadap materi
yang akan diajarkan.
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan pokok-pokok materi yang
akan dipelajari
Penjelasan tentang pembagian kelompok dan cara belajar.
2. Kegiatan Inti
Siswa bekerja dalam kelompok menyelesaikan permasalahan yang
diajukan guru.
Siswa wakil kelompok mempresentasikan hasil penyelesaian dan alasan
atas jawaban permasalahan yang diajukan guru.
Siswa dalam kelompok menyelesaikan lembar kerja yang diajukan guru.
Guru berkeliling untuk mengamati, memotivasi, dan memfasilitasi kerja
sama.
Siswa wakil kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompok dan
kelompok yang lain menanggapi hasil kerja kelompok yang mendapat
tugas,
Dengan mengacu pada jawaban siswa, melalui tanya jawab, guru dan
siswa membahas cara penyelesaian masalah yang tepat,
Guru mengadakan refleksi dengan menanyakan kepada siswa tentang hal-
hal yang dirasakan siswa, materi yang belum dipahami dengan baik, kesan
dan pesan
selama mengikuti pembelajaran.
3. Kegiatan Akhir
12
Guru dan siswa membuat kesimpulan cara menyelesaikan soal yang di
bahas bersama.
Siswa mengerjakan lembar tugas.
Siswa menukarkan lembar tugas satu dengan yang lain, kemudian, guru
bersama siswa membahas penyelesaian lembar tugas dan sekaligus dapat
memberi nilai pada lembar tugas sesuai kesepakatan yang telah diambil
(ini dapat dilakukan apabila waktu masih tersedia)
6.6 Penilaian pembelajaran Contextual Teaching And Learning( CTL)
Proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran
belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru
agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran yang benar.
Apabila data yang dikumpulkan guru mengidentifikasikan bahwa siswa
mengalami kemacetan dalam belajar, maka guru segera bisa mengambil tindakan
yang tepat agar siswa agar siswa terbebas dari kemacetan belajar.
Karena gambaran tentang kemajuan belajar itu diperlukan disepanjang
proses pembelajaran, maka penilaian tidak dilakukan diakhir periode seperti akhir
semester. Kemajuan belajar dinilai dari proses, bukan melalui hasil, dan dengan
berbagai cara. Tes hanyalah salah satunya, itulah hakekat penilaian yang sebarnya.
Penilain tidak hanya guru, tetapi bisa juga teman lain atau orang lain.
Karakteristik penilain sebenarnya adalah:
a) dilaksanakan selama dan sesuadah proses pembelajaran berlangsung
b) bisa digunakan untuk formatif maupun sumatif
c) yang diukur keterampilan dan performasi, bukan hanya mengingat fakta
d) berkesinambungan
e) terintegrasi
f) dapat dipergunakan sebagaifeed back
Dengan demikian pembelajaran yang benar memang seharusnya
ditekankan pada upaya membantu siswa agar mampu mempelajari (learning how
to learn) sesuatu, bukan ditekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin
informasi diakhir periode pembelajaran.
13
6.7 Kajian Teori Tentang Hasil Belajar
Belajar merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi oleh setiap manusia.
Belajar adalah kegiatan berproses dan merupakan unsur yang penting dalam
penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan keberhasilan pencapaian tujuan
pendidikan sangat tergantung pada keberhasilan proses belajar siswa di sekolah
dan di lingkungan sekitarnya.
Belajar memiliki beberapa definisi dan teori yang dikemukakan oleh
beberapa ahli pendidikan. Menurut Syah yang dikutif oleh Jihad mengatakan
bahwa belajar merupakan tahapan perubahan perilaku siswa yang relatif positif
dan mantap sebagai hasil interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses
kognitif.1 Tahapan dalam belajar tergantung pada fase-fase belajar.
Menurut Witting ada tiga tahapan dalam belajar, antara lain:
a. Tahapan Acquisition, yaitu tahapan perolehan informasi
b. Tahapan Storage, yaitu tahapan menyimpan informasi; dan
c. Tahapan Retrieval, yaitu tahapan pendekatan kembali informasi.
Menurut Hamalik yang dikutip oleh Jihad ada dua pengertian yang umum
tentang belajar yaitu:
a. Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui
pengalaman (Learning is difined as the modification or streng hening
of behavior through experiencing).
b. Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui
interaksi dengan lingkungan.
Karena itu seseorang dikatakan belajar, bila dalam diri orang itu terjadi
suatu proses kegiatan yang mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku. Jadi
dalam teori ini siswa belajar akan mendapatkan hasil belajar yaitu berupa
perubahan kepribadian sebagai pola baru, misalnya pemahaman atau pengetahuan
yang didapat dari proses pembelajaran.
Belajar berlangsung sepanjang hayat, karena belajar merupakan kebutuhan
setiap manusia. Prinsip belajar sepanjang hayat yang dibuat oleh Komisi Delors
1
14
dari United Nations Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO)
terbagi 4 pilar, yaitu :
a. Learning to Know
Learning to know atau learning to learn memiliki definisi bahwa
belajar itu pada dasarnya tidak berorientasi kepada produk atau hasil.
Akan tetapi juga harus beroientasi kepada proses belajar.
b. Learning to Do
Learning to do mengandung pengertian bahwa belajar bukan hanya
sekedar mendengar dan melihat dengan tujuan akumulasi pengetahuan,
tetapi belajar untuk berbuat dengan tujuan akhir penguasaan
kompetensi yang sangat diperlukan dalam era persaingan global.
c. Learning to Be
Learning to be berarti belajar itu membentuk manusia yang “menjadi
dirinya sendiri”. Dengan kata lain, belajar untuk mengaktualisasikan
dirinya sendiri sebagai individu dengan kepribadian yang memiliki
tanggung jawab. Sebagai manusia dan juga memiliki tanggung jawab
sebagai khalifah yang menyadari akan segala kekurangan dan
kelemahannya.
d. Learning to Live Together
Learning to live together adalah belajar untuk kerjasama. Hal ini
diperlukan sesuai dengan tuntutan kebutuhan dalam masyarakat global,
dimana secara individu dan kelompok tidak mungkin bisa hidup
sendiri atau mengasingkan diri bersama kelompoknya.
Dari segi psikologi, menurut Whitetherington psikologi yang dikutip oleh
Ngalim Purwanto, mengemukakan bahwa Belajar adalah suatu perubahan
tindakan di dalam, kepribadian yang menyatakan diri sebagai pola baru dari pada
reaksi yang berupa kecakapan sikap kebiasaan, kepandaian atau suatu pengertian.
Dalam proses belajar terdapat beberapa hal yang penting yaitu
pengalaman, proses berpikir, dan perubahan tingkah laku. Pada proses belajar,
siswa merupakan subyek sedangkan guru diharapkan sebagai fasilitator dan
pembimbing. Agar terjadi proses belajar yang baik, dituntut adanya suatu
15
Interaksi Multi Arah antara siswa dan guru. Setiap individu berperan aktif
melibatkan diri dengan segala pemikiran dan kemauan untuk berinteraksi dengan
lingkungannya.
Hasil yang didapat dari sekolah harus dapat digunakan dan diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari. Hasil belajar yang telah diperoleh disimpan dalam
ingatan untuk kemudian digali dari ingatan bila dibutuhkan. Suatu pembelajaran
dikatakan efektif bila proses pembelajaran tersebut dapat mewujudkan sasaran
atau hasil belajar tertentu. Beraneka ragam tingkah laku yang diperoleh dalam
belajar yaitu pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Menurut Abdurrahman yang dikutip oleh Asep Jihad, hasil belajar adalah
kemampuan yang diperoleh kegiatan belajar. Dalam pembelajaran guru
menetapkan tujuan belajar, siswa yang berhasil belajar adalah yang berhasil
mencapai tujuan-tujuan permbelajaran. Berikut merupakan tujuan pencapaian
hasil belajar:
a) Nilai UASSesuai permendiknas nomor 20 tahun 2007 tentang penilaian,
bahwa yang disebut ulangan adalah proses yang dilakukan untuk
mengukur pencapaian kompetensi peserta didik secara berkelanjutan
dalam proses pembelajaran, untuk memantau kemajuan, melakukan
perbaikan pembelajaran, dan penentuan keberhasilan belajar peserta didik.
Sedangkan UAS adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk
mengukur pencapaian kompetensi peserta didik di akhir semester. cakupan
ulangan meliputi seluruh indikator yang mempresentasikan KD pada
semester tersebut
b) Nilai UTS
Menurut Ki Hajar Dewantara Ulangan tengah semester (UTS) ialah
suatu kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk mengukur pencapaian
kompetensi peserta didik setelah melaksanakan 8 - 9 minggu kegiatan
pembelajaran. cakupan ulangan meliputi seluruh indikator yang
mempresentasikan seluruh KD pada periode tersebut.
16
c) Nilai Harian
Menurut Ki Hajar Dewantara Ulangan Harian adalah kegiatan yang
dilakukan secara periodik untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta
didik setelah menyelesaikan satu Kompetensi Dasar (KD) atau lebih.
Jadi dapat disimpulkan hakikat hasil belajar Pendidikan Kewarganegaraan
(PKn) adalah suatu kegiatan yang dilakukan siswa dalam mempelajari Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn) Terpadu untuk menghasilkan perubahan tingkah laku
dan hasil belajar. Setelah guru selesai menyampaikan materi tertentu tindak
mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Evaluasi hasil belajar
dapat dilakukan menggunakan alat evaluasi yang berupa tes hasil belajar.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
adalah kemampuan yang dimiliki dan dicapai oleh siswa yang ditandai dengan
adanya perubahan tingkah laku yang dapat diketahui melalui suatu penilaian (tes).
Penilaian ini menetapkan buruknya hasil dari kegiatan pembelajaran yang
menekankan diperolehnya informasi tentang perubahan siswa dalam mencapai
tujuan pembelajaran yang ditetapkan.
7. Hipotesis
Hipotesis merupakan kebenaran sementara yang ditentukan oleh peneliti,
tetapi masih harus dibuktikan, dites, atau diuji kebenarannya (Suharsimi
Arikunto,2010:64).
Berdasarkan kajian pustaka dan rumusan masalah yang telah diuraikan,
maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : Ada Pengaruh
Penggunaan strategi pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
terhadap Hasil Belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan(PKn) semester Genap kelas XI IPS SMA Pahlawan Jember
tahun pelajaran 2013/2014.
Namun karena data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data
kuantitatif, maka akan dianalisis dengan menggunakan statistik inferensial. Dan
hipotesis yang digunakan adalah hipotesis nihil(Ho), yaitu tidak ada Pengaruh
Penggunaan Strategi pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
17
terhadap Hasil Belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
(PKn) semester genap kelas XI IPS SMA Pahlawan Jember tahun pelajaran
2013/2014.
8. Metode Penelitian
8.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian
Daerah penelitian adalah tempat dimana proses studi yang digunakan untuk
memperoleh pemecahan masalah penelitian berlangsung (Sukardi, 2009: 53).
Penentuan daerah penelitian ini peneliti menggunakan metode Purposive
Sampling area atau Sampel Bertujuan .
Menurut Suharsimi Arikunto (2010:183) sampel bertujuan dilakukan
dengan cara mengambil subjek bukan didasarkan atas strata, atau random tetapi
didasarkan atas adanya tujuan tertentu. Teknik ini biasanya dilakukan karena
beberapa pertimbangan, misalnya alasan keterbatasan waktu, tenaga, dan dana
sehingga tidak dapat mengmbil sampel yang besar dan jauh..
Adapun daerah penelitian yang penulis tetapkan sebagai tempat penelitian
adalah SMA Pahlawan Jember tahun pelajaran 2013/2014.
8.2 Metode penentuan Responden
Responden merupakan orang- orang mampu memberikan jawaban atau
tanggapan terhadap masalah yang diteliti. Sutrisno Hadi mengemukakan bahwa
“responden juga disebut sampel, sebagai individu yang diselidiki” (1994: 2)
Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto, responden adalah orang yang
dapat merespon, memberikan info tentang data penelitian (2009:88).
Adapun dalam menentukan sampel yang sebenarnya tidak ada suatu
ketentuan yang pasti dan mutlak. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Suharsimi
Arikunto (2006:134) memberikan pendapat sebagai berikut: “untuk sekedar ancer-
ancer, maka apabila subyeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua
sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi.
Dengan pertibangan tersebut diatas serta demi keakuratan dan keobjektifan
data yang dikumpulkan, maka peneliti menetapkan respondennya dengan
mengggunakan populasi reset. Menurut Suharsismi Arikunto (2010:173) populasi
18
riset adalah keseluruhan subjek penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti
semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan
penelitian populasi. Studi atau penelitian juga disebut studi populasi atau studi
sensus.
Penelitian populasi hanya dapat dilakukan bagi populasi terhingga dan
subjeknya tidak banyak. Subyek dari penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS
SMA Pahlawan Jember tahun pelajaran 2013/2014.
8.3 Metode Pengumpulan Data
Dalam suatu penelitian selalu terjadi proses pengumpulan data. Data yang
dikumpulkan nantinnya akan digunakann untuk menguji kebenaran suatu
hipotesa. Dalam proses pengumpulan data bisa menggunakan satu atau beberapa
metode, jenis metode yang dipilh dan digunakan dalam pengumpulan data
tentunnya harus sesuai dengan sifat dan karakteristik penelitian yang dilakukan.
Suharsimi Arikunto (2010:192) menyatakan bahwa metode pengumpulan
data adalah cara bagaimana dapat diperoleh data mengenai variabel-variabel.
Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini
adalah:
- Observasi
- Wawancara
- Dokumentasi
- Angket
1. Observasi
Suharsimi Arikunto (2010:199) menyatakan bahwa Observasi adalah
kegiatan pemuatan perhatian terhadap sesuatu dengan menggunakan seluruh alat
indra atau dapat dikatakan observasi adalah pengamatan langsung. Metode
observasi digunakan karena merupakan cara yang paling efektif untuk
mengumpulkan data dengan mengamati secara langsung terhadap objek, kejadian,
gerak atau proses yang terjadi secara langsung.
Dalam menggunakan metode observasi cara yang paling efektif adalah
melengkapinya dengan format atau blangko pengamatan sebagai instrument,
19
format yang disusun berisi item-item tentang kejadian atau tingkah laku yang
digambarkan akan terjadi.
Observasi dapat dilakukan dengan dua cara, yang kemudian digunakan
untuk menyebut jenis observasi, yaitu:
1. Observasi
non-sistematis, yang dilakukan oleh pengamat dengan tidak
menggunakan instrument pengamatan.
2. Observasi
sistematis, yang dilakukan oleh pengamat dengan menggunakan
pedoman sebagai instrument pengamatan.
Menurut Yatim Riyanto (2001: 98) observasi dibedakan menjadi lima
jenis yaitu :
1. Observasi Partisipan
Observasi partisipan, yaitu dimana orang yang melakukan pengamatan
berperan serta ikut ambil bagian dalam kehidupan orang yang diobservasi.
2. Observasi Non Partisipan
Observasi non partisipan, yaitu apabila observer tidak berperan serta ikut
ambil bagian kehidupan observernya.
3. Observasi Sistematik
Observasi sistematik yaitu, apabila pengamat menggunakan pedoman
sebagai instrumen pengamatan.
4. Observasi Non Sistematik
Observasi non sistematik, yaitu apabila pengamat tidak menggunakan
intrumen penelitian.
5. Observasi Eksperimental
Observasi Eksperimental dilakukan dengan cara orang yang observasi
dimasukkan kedalam suatu kondisi atau situasi tertentu.
Dalam penelitian ini, observer yang digunakan adalah observasi sistematis,
karena dalam pelaksanaannya observasi menggunakan istrumen pengamatan. Hal
ini untuk menjaga- jaga agar data- data yang diperoleh sesuai dengan tujuan yang
20
akan dicapai. Observasi yang dilakukan meliputi pengamatan terhadap aktivitas
siswa dan kinerja guru selama pembelajaran dengan strategi CTL berlangsung.
2. Wawancara (interview)
Suharsimi Arikunto (2010:198) menyatakan bahwa Interview yang sering
disebut dengan wawancara atau kuesioner lisan, adalah sebuah dialog yang
dilakukan oleh pewawancara (interviewer) untuk memperoleh informasi dari
terwawancara (interviewer). Interviu digunakan oleh peneliti untuk menilai
keadaan seseorang. Metode ini sangat baik karena secara langsung dapat
berhadapan dengan responden untuk tanya jawab dan mendapatkan data yang kita
inginkan.
Dalam metode interviw ini, peneliti menggunakan pedoman wawancara
yang banyak digunakan yaitu “semi terstruktured”. Dalam semi structured, mula-
mula interviw menanyakan serentetan pertanyaan yang sudah terstruktur,
kemudian satu per satu diperdalam untuk mengorek keterangan lebih lanjut.
Dengan demikian jawaban yang diperoleh bisa meliputi semua variable, dengan
keterangan yang lengkap dan mendalam. Dan tidak menutup kemungkinan sama
halnya dengan menggunakan interviu bebas terpimpin.
3. Metode Dokumentasi
Metode ini digunakan untuk mendapatkan dokumen-dokumen disekolah
yang berhubungan dengan masalah peneliti yang dilakukan dengan tujuan agar
dokumen-dokumen tersebut dapat membantu dalam memecahkan permasalahan
peneliti.
Menurut Sukardi (2009:81), bahwa dokumentasi adalah cara yang
dimungkinkan oleh peneliti untuk memperoleh informasi dari bermacam-macam
sumber tertulis atau dokumen yang ada pada responden atau tempat, di mana
responden bertempat tinggal atau melakukan kegiatan sehari-hari. Sedangkan
menurut Arikunto (2006:158), dokumentasi dapat diartikan sebagai proses dalam
mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku,
surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, dan sebagainya.
21
Dari berbagai pengertian diatas, maka dapat ditarik benang merahnya
bahwa dokumen merupakan sumber data yang digunakan untuk melengkapi
penelitian, baik berupa sumber tertulis, film, gambar (foto), dan karya-karya
monumental, yang semua itu menberikan informasi bagi proses penelitian.
4. Angket atau Kuesioner
Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk
memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau
hal-hal yang ia ketahui (Suharsimi Arikunto, 2010:194).
Ada dua macam angket, antara lain:
1. Angket anonym, merupakan angket yang tanpa nama
2. Angket bernama, merupakan angket yang diberi nama
Penelitian yang dilakukan oleh francis J. Di Vesta memberikan gambaran
hasil bahwa tidak ada perbedaan ketelitian jawaban yang diberikan oleh orang
dewasa, baik yang anonym maupun yang bernama. Factor-faktor yang
mempengaruhi perlu tidaknya angket diberi nama adalah:
1. Tingkat kematangan
responden.
2. Tingkat subjektivitas
item yang menyebabkan responden enggan memberikan jawaban.
3. Kemungkinan tentang
banyaknya angket.
4. Prosedur (tekhnik)
yang akan diambil pada waktu menganalisis data.
Kuesioner dapat dibeda-bedakan atas beberapa jenis, tergantung pada sudut
pandang:
a. Dipandang dari cara menjawab, maka ada:
22
1. Kuesioner
terbuka, yang memberi kesempatan kepada responden untuk
menjawab dengan kalimatnya sendiri.
2. Kuesioner
tertutup, yang sudah disediakan jawabanya sehingga responden
tinggal memilih.
b. Diapandang dari jawaban yang diberikan ada:
1. Kuesioner langsung, yaitu responden menjawab tentang dirinya.
2. Kuesioner tidak langsung, yaitu responden menjawab tentang
orang
lain.
c. Dipandang dari bentuknya maka ada:
1. Kuesioner pilihan ganda, yang dimaksud adalah sama
dengan kuesioner tetutup.
2. Kuesioner isian, yang dimaksud adalah kuesioner terbuka.
3. Check list, sebuah daftar, dimana responden tinggal
membutuhkan tanda check (v) pada kolom yang sesuai.
4. Rating-scale, (skala bertingkat), yaitu sebuah pernyataan
diikuti oleh kolom-kolom yang menunjukkan tingkatan-tingkatan,
misalnya mulai dari sangat setuju sampai ke sangat tidak setuju.
9. Metode Analisa Data
Analisi data penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah statistika
inferensial. Menurut H.M Sukardi (2008:154) statistik inferensial adalah tekhnik
statistik di mana pembuatan keputusan tentang populasi yang diteliti berdasarkan
kepada data yang diperoleh dari sampel.
Statistika inferensial lebih kompleks dan memungkinkan peneliti untuk
menguji signifikansi statistik dari perbedaan di antara dua atau lebih kelompok
atau untuk menguji tingkat korelasi di antara dua variabel. Signifikansi statistik
merujuk pada keputusan yang diambil dari hasil prosedur statistik yang
23
memungkinkan peneliti untuk mengambil kesimpulan bahwa temuan dari satu
studi tertentu (misalnya, tingkat perbedaan di antara dua kelompok atau kekuatan
hubungan di antara dua variabel) sudah cukup besar didalam sampel yang
dipelajari sehingga bisa mewakili perbedaan atau hubungan yang bermakna
didalam populasi yang menjadi sumber sampelnya (Craig A. Mertler; 2011:18)
Tujuan statistika inferensial adalah untuk menentukan seberapa besar hasil
statistiaka tertentu mewakili seluruh populasi yang didasarkan pada subkelompok
yang lebih kecil, atau sampel, dari populasi tersebut.
Prosedur statistika inferensial lazimnya digunakan sebagai sarana analisis
bagi rancangan-rancangan penelitian yang memusatkan kajian pada perbandingan.
Jenis statistika inferensial yang lazim bagi jenis-jenis rancangan di atas adalah uji
t ukuran-indpenden, uji t ukuran-berulang, analisis variansi, dan uji chi square
(Craig A. Mertler; 2011:270).
Jenis statistika inferensial yang penulis gunakan pada penelitian ini adalah
Chi square (Chi Quadrat) dan dilanjutkan dengan Koefisien Kontingensi (harga
Chi-kuadrat yang diperoleh) dengan rumus :
Dan
Rumus ini digunakan untuk menguji signifikansi perbedaan frekuensi yang
diobservasi f0, (frekuensi yang diperoleh bedasarkan data), dengan frekuensi yang
diharapkan fh. Apabila dari perhitungan ternyata harga x2 sama atau lebih besar
dari harga kritik x2 yang tertera dalam tabel, sesuai dengan taraf signifikansi yang
telah ditetapkan, maka kesimpulannya adalah ada perbedaan yang meyakinkan
antara f0 dengan fh. Akan tetapi sebaliknya apabila dari perhitungan ternyata x2
lebih kecil dari harga kritik dalam tabel menurut taraf signifikansi yang telah
24
ditentukan, maka kesimpulannya tidak ada perbedaan yang meyakinkan antara f0
dengan fh.
Dan untuk mengetahui korelasi tingkat pengaruh digunakan nilai standart
sebagai berikut:
0,000 – 0,200 :Nihil
0.201 – 0,400 : Berkorelasi Rendah
0,401 – 0,600 : Berkorelasi Sedang
0,601 – 0,800 : Berkorelasi Cukup
0,801 – 1,000 : Berkorelasi Tinggi (2006: 276)
25
Daftar Pustaka
Arikunto, Suharsimi.2006. prosedur Penelitian suatu pendekatan
praktek.Jakarta.rineka cipta.
Departemen pendidikan nasional.2008. pengembangan silabus dan rencana
pelaksanaan pembelajaran dalam KTSP.Dirjen Jakarta:PMTK.
Prof.Dr.Hamruni,M.Si. strategies pembelajaran.Jogjakarta:PT.Insane madani.
Dimyati. Et.AL.2002. Belajar dan pembelajaran.
Hobri.2007.penelitian tindakan kelas untuk guru dan para petaksi. Jember.center
for society studies (css).
Margono,S.2005.metodelogi penelitian pendidikan.Jakarta:PT Rineka cipta.
Ruminiati.2007. pengembangan pendidikan kewarganegaraan sekolah menengah
atas.Jakarta: Dirjen dikti.
Sanjaya,Wina.2010. penelitian tindakan kelas.Jakarta:Prenada media group.
Sugiono.2008. metode penelitian kuantitatif dan kualitatif.Bandung:Alfabeta
26
27