Crs Tetanus
-
Upload
gita-mediana -
Category
Documents
-
view
81 -
download
13
Transcript of Crs Tetanus
BAB I
PENDAHULUAN
Tetanus adalah penyakit yang mengenai sistem saraf yang disebabkan oleh tetanospasmin
yaitu neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani, yang ditandai dengan spasme tonik
persisten disertai dengan serangan yang jelas dan keras.1,2,
C. tetani termasuk dalam bakteri Gram positif, anaerob obligat, dapat membentuk spora,
dan berbentuk drumstick.Clostridium tetani masuk ke dalam tubuh manusia biasanya melalui
luka dalam bentuk spora. Penyakit akan muncul bila spora tumbuh menjadi bentuk vegetatif
yang menghasilkan tetanospasmin pada keadaan tekanan oksigen rendah, nekrosis jaringan atau
berkurangnya potensi oksigen.1,2
Manifestasi klinis tetanus bervariasi dari kekakuan otot setempat, trismus sampai kejang
yang hebat. Diagnosis ditegakkan berdasarkan temuan klinis dan riwayat
imunisasi.Penatalaksanaan meliputi tatalaksana umum, netralisir toksin, eliminasi bakteri,
suportif terapi dan konsultasi bila perlu. Tingkat keparahan dan prognosis dari tetanus dapat
dilihat dengan grading tetanus.1,2
1
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
Nama : Abdul Sani
Umur : 50 th
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Jelutung
Pekerjaan : Buruh
MRS : 17/07/2013
2.2 Anamnesis
a. Keluhan Utama : Os mengeluh sakit saat menelan± 2 hari SMRS
b. Riwayat Perjalanan Penyakit :
Os datang dengan keluhan susah menelan sejak ±2 hari yang lalu, perut kembung (+),
demam(-),mual(-),muntah(-),mulut tidak bisa dibuka,riwayat luka di jari tengah tangan kiri sejak
10 hari yang lalu akibat terkena mesin suhu,ketika terkena luka os langsung di bawa ke RS dan
luka nya dibersihkan serta di jahit,riwayat pemberian ATS (-),kejang (+),saat kejang pasien
dalam keadaan sadar.kejang terjadi selama ±5 menit.
c. Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat penyakit yang sama disangkal
d. Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ditemukan keluarga dengan keluhan penyakit yang
sama.
2.3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
GCS : 15 (E 4 M 6 V 5)
Tanda vital : Tekanan Darah : 120/90 mmHg
Nadi : 20x/menit
RR :16x/menit
Kepala : Normochepal
2
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar tiroid (-),
kaku kuduk (+)
Mulut : Trismus (+)
Mata : Konjungtiva Anemis (-/-),Sklera Ikterik(-/-),Pupil isokor
THT : dbn
Thorax :
Pemeriksaan Dekstra Sinistra
Inspeksi Simetris, Retraksi (-) Simetris, Retraksi (-)
Palpasi Kuat angkat Kuat angkat
Perkusi Sonor Sonor
Auskultasi
Pulmo : Vesikuler,
rhonki -/-,
wheezing -/-
Pulmo : Vesikuler, rhonki -/-,
wheezing -/-
Cor : BJ I-II regular, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen :
Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan
Inspeksi Datar, sikatrik (-), distensi (-)
Auskultasi BU (+) normal
Palpasi Defans muscular (+)
PerkusiTimpani di seluruh lapangan abdomen, nyeri ketok
CVA (-/-)
Ekstremitas :
- Superior : Akral hangat, edema (-/-)
- Inferior : Akral hangat, pitting edema pretibial (-/-)
2.4 Laboratorium
1. Laboratorium
3
a. Darah rutin
Tabel 1. Hasil pemeriksaan darah rutin
Jenis Pemeriksaan 17 / 07/ 13 Nilai normalWBC (2,0-10,0 103/mm3) 7,8 3,5-10,0RBC (3,80-5,80 106/mm3) 4,48 3,80-5,80HGB (11,0-16,5 g/dl) 12,7 11,0-16,5HCT (35,0-50,0 %) 39,7 35,0-50,0PLT (150-390 103/mm3) 218 150-390PCT (0,100-0,500 %) 0,158 ,100-,500MCV (80-97 µm3) 89 80-97MCH (26,5-33,5 pg) 28,4 26,5-33,5MCHC (31,5-35,0 g/dl) 32,1 31,5-35,0RDW (10,0-15,0 %) 13,5 10,0-15,0MPV (6,5-11,0 µm3) 7,2 6,5-11,0PDW (10,0-18,0 %) 16,4 10,0-18,0DIFF:% LYM (17,0-48,0 %) 46,7 17,0-48,0% MON (4,0-10,0 %) 4,9 4,0-10,0% GRA (43,0-76,0 %) 48,4 43,0-76,0# LYM (1,2-3,2 103/mm3) 3,6 1,2-3,2# MON (0,3-0,8 103/mm3) 0,3 0,3-0,8# GRA (1,2-6,8 103/mm3) 3,9 1,2-6,8LED (L<10; P<15/Jam)MalariaGol. darahRhesusMasa Pendarahan (1-3 mnt)Masa Pembekuan (2-6 mnt)
2.5 Diagnosis Kerja
Observasi Tetanus
2.6 Tatalaksana
- IVFD RL 20 tetes/menit
- Metronidazole 3x500 mg
- Penicillin Prokain 3x1,2 juta IU (IM)
- ATS 20.000 IU selama 5 hari
- Diazepam I.V 3x2 mg
4
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Tetanus
3.1.1 Definisi
Tetanus adalah Gangguan neurologis yang ditandai dengan meningkatnya tonus otot dan
spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin, suatu toksin protein yang kuat yang dihasilkan
oleh Clostridium tetani.3
3.1.2 Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh Clostridium tetani, merupakan basil Gram positif anaerob.
Bakteri ini non capsulated dan berbentuk spora, yang tahan panas, pengeringan dan desinfektan.
Spora adalah di mana-mana dan ditemukan di tanah, debu rumah, usus hewan dan kotoran
manusia. Spora ini akan memasuki tubuh penderita, lalu mengeluarkan toksin yang bernama
tetanospasmin.3,7
3.1.3 Epidemiologi
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, terutama pada daerah resiko tinggi dengan
cakupan imunisasi DPT yang rendah.Reservoir utama kuman ini adalah tanah yang
mengandung kotoran ternak sehingga resiko penyakit ini di daerah peternakan
sangat tinggi. Spora kuman Clostridium tetani yang tahan kering dapat bertebaran di
mana-mana.3
3.1.4 Manifestasi Klinik
Masa inkubasi 5-14 hari, tetapi bisa lebih pendek (1 hari atau lebih lama 3 atau beberapa
minggu).Makin pendek masa inkubasi makin jelek prognosisnya.Terdapat hubungan antara jarak
tempat invasi Clostridium tetani dengan susunan saraf pusat dan interval antara luka dan
permulaan penyakit, dimana makin jauh tempat invasi maka masa inkubasi makin panjang.
Manifestasi klinis tetanus terdiri atas 4 macam yaitu:3
1. Tetanus lokal
5
Tetanus lokal merupakan bentuk penyakit tetanus yang ringan dengan angka
kematiansekitar 1%.Gejalanya meliputi kekakuan dan spasme yang menetap disertai rasa sakit
pada otot disekitar atau proksimal luka.Tetanus lokal dapat berkembang menjadi tetanus umum.
2. Tetanus sefal
Bentuk tetanus lokal yang mengenai wajah dengan masa inkubasi 1-2 hari, yang
disebabkan oleh luka pada daerah kepala atau otitis media kronis.Gejalanya berupa trismus,
disfagia, rhesus sardonikus (senyum seseorang yang sedang menderita) disfungsi nervus
kranial.Tetanus sefal jarang terjadi, dapat berkembang menjadi tetanus umum dan prognosisnya
biasanya jelek.
3. Tetanus umum
Bentuk tetanus yang paling sering ditemukan. Gejala klinis dapat berupa berupa trismus,
iritable, kekakuan leher, susah menelan, kekakuan dada dan perut (opistotonus), fleksi-abduksi
lengan serta ekstensi tungkai, rasa sakit dan kecemasan yang hebat serta kejang umum yang
dapat terjadi dengan rangsangan ringan seperti sinar, suara dan sentuhan dengan kesadaran yang
tetap baik.
4. Tetanus neonatorum
Tetanus yang terjadi pada bayi baru lahir, disebabkan adanya infeksi talipusat,umumnya
karena tehnik pemotongan tali pusat yang aseptik dan ibu yangtidakmendapat imunisasi yang
adekuat.Gejala yang sering timbul adalah ketidakmampuan untuk menetek,kelemahan, irritable
diikuti oleh kekakuan dan spasme. Posisi tubuh klasik: trismus, kekakuan pada otot punggung
menyebabkan opisthotonus yang berat dengan lordosis lumbal. Bayi mempertahankan
ekstremitas atas fleksi pada siku dengan tangan mendekap dada, pergelangan tangan fleksi, jari
mengepal, ekstremitas bawah hiperekstensi dengan dorsofleksi pada pergelangan dan fleksi jari-
jari kaki.Kematian biasanya disebabkan henti nafas,hipoksia, pneumonia,kolaps sirkulasi dan
kegagalan jantung paru.
3.1.5 Patofisiologi
6
Terpapar kuman Clostridium
Tonus otot Menempel pada Cerebral Mengenai Saraf SimpatisGangliosides
Menjadi kaku Kekakuan dan kejang khas -Keringat berlebihanpada tetanus -Hipertermi
-Hipotermi-Aritmia-Takikardi
Hipoksia berat
O2 di otak
Kesadaran
-Ketidakefektifan jalan -Hipoksemia-Ggn. Nutrisi nafas -Ggn. Perfusi Jaringan
-Gangguan Komunikasi Verbal -Ggn. Pertukaran Gas
3.1.6 Klasifikasi
• Grade 1 (ringan)
Trismus ringan sampai sedang, spamisitas umum, tidak ada penyulit pernafasan, tidak ada
spasme, sedikit atau tidak ada disfagia.
• Grade 2 (sedang)
7
Eksotoksin
Pengangkutan toksin melewati saraf motorik
Ganglion Sumsum Tulang Belakang
Otak
Saraf Otonom
Hilangnya keseimbangan tonus
Kekakuan
Sistem Sistem Pernafasan
Trismus sedang, rigiditas lebih jelas, spasme ringan atau sedang namun singkat,penyulit
pernafasan sedang dengan takipneu.
• Grade 3 (berat)
Trismus berat, spastisitas umum, spasme spontan yang lam dan sering, serangan apneu, disfagia
berat, spasme memanjang spontan yang sering dan terjadi reflek,penyulit pernafasan disertai
dengan takipneu, serangan apneu, disfagia berat, takikardi,aktivitas sistem saraf otonom sedang
yang terus meningkat.
3.1.7 Penegakkan Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan temuan klinis dan riwayat imunisasi :
1. Adanya riwayat luka
2. Riwayat tidak diimunisasi atau imunisasi tidak lengkap
3. Trismus, disfagia, rhisus sardonikus, kekakuan pada leher, punggung, dan otot perut
(opistotonus), rasa sakit serta kecemasan.
4. Pada tetanus neonatorum keluhan awal berupa tidak bisa menetek
5. Kejang umum episodik dicetuskan dengan rangsang minimal maupun spontan dimana
kesadaran tetap baik.
Setelah diagnosis tetanus dibuat harus ditentukan derajat keparahan penyakit. Beberapa
sistem skoring tetanus dapat digunakan, diantaranya adalah skor Phillips, Dakar, Ablett, dan
Udwadia. Sistem skoring tetanus juga sekaligus bertindak sebagai penentu prognosis. 6
Tabel 2. Skor Phillips untuk menilai derajat tetanus
8
Sistem skoring menurut Phillips dikembangkan pada tahun 1967 dan didasarkan pada
empat parameter, yaitu masa inkubasi, lokasi infeksi, status imunisasi, dan faktor pemberat. Skor
dari keempat parameter tersebut dijumlahkan dan interpretasinya sebagai berikut: (a) skor < 9
tetanus ringan, (b) skor 9-18 tetanus sedang, dan (c) skor > 18 tetanus berat.
Tabel 3. Sistem skoring tetanus menurut Ablett
Grade I (ringan)
Trismus ringan hingga sedang, spastisitas general, tidak ada distres pernapasan, tidak ada spasme dan disfagia.
Grade II (sedang)
Trismus sedang, rigiditas yang tampak, spasme ringan hingga sedang dengan durasi pendek, takipnea ≥ 30 kali/menit, disfagia ringan.
Grade III A (berat)
Trismus berat, spastisitas menyeluruh, spasme spontan yang memanjang, distres pernapasan dengan takipnea ≥ 40 kali/menit, apneic spell, disfagia berat, takikardia ≥ 120 kali/menit.
Grade III B (sangat berat)
Keadaan seperti pada grade III ditambah disfungsi otonom berat yang melibatkan sistem kardiovaskuler. Hipertensi berat dan takikardia bergantian dengan hipotensi relatif dan bradikardia, salah satunya dapat menjadi persisten.
Sistem skoring menurut Ablett juga dikembangkan pada tahun 1967 dan menurut beberapa
9
Parameter Nilai
Masa inkubasi
Lokasi infeksi
Status imunisasi
Faktor pemberat
< 48 jam2-5 hari6-10 hari11-14 hari> 14 hari
Internal dan umbilikalLeher, kepala, dinding tubuhEkstremitas atasEkstremitas bawahTidak diketahui
Tidak adaMungkin ada/ibu mendapatkan imunisasi (pada neonatus)> 10 tahun yang lalu< 10 tahun yang laluImunisasi lengkap
Penyakit atau trauma yang mengancam nyawaKeadaan yang tidak langsung mengancam nyawaKeadaan yang tidak mengancam nyawaTrauma atau penyakit ringanASA derajat I
54321
54321
108420
108421
literatur merupakan sistem skoring yang paling sering digunakan. Udwadia (1992) kemudian
sedikit memodifikasi sistem skoring Ablett dan dikenal sebagai skor Udwadia.
Tabel 4. Sistem skoring tetanus menurut Udwadia
Sistem skoring lainnya diajukan pada pertemuan membahas tetanus di Dakar, Senegal pada
tahun 1975 dan dikenal sebagai skor Dakar. Skor Dakar dapat diukur tiga hari setelah muncul
gejala klinis pertama.
Tabel 5. Sistem skoring Dakar untuk tetanus
Skor total mengindikasikan keparahan dan prognosis penyakit sebagai berikut:
Skor 0-1 : tetanus ringan dengan tingkat mortalitas < 10%
Skor 2-3 : tetanus sedang dengan tingkat mortalitas 10-20%
Skor 4 : tetanus berat dengan tingkat mortalitas 20-40%
Skor 5-6 : tetanus sangat berat dengan tingkat mortalitas > 50%
3.1.8 Diagnosis Banding
10
Grade I (ringan) Trismus ringan hingga sedang, spastisitas general, tidak ada distres pernapasan, tidak ada spasme dan disfagia.
Grade II (sedang) Trismus sedang, rigiditas yang tampak, spasme ringan hingga sedang dengan durasi pendek, takipnea ≥ 30 kali/menit, disfagia ringan.
Grade III (berat) Trismus berat, spastisitas menyeluruh, spasme spontan yang memanjang, distres pernapasan dengan takipnea ≥ 40 kali/menit, apneic spell, disfagia berat, takikardia ≥ 120 kali/menit, keringat berlebih, dan peningkatan salivasi.
Grade IV (sangat berat) Keadaan seperti pada grade III ditambah disfungsi otonom berat yang melibatkan sistem kardiovaskuler: hipertensi menetap (> 160/100 mmHg), hipotensi menetap (tekanan darah sistolik < 90 mmHg), atau hipertensi episodik yang sering diikuti hipotensi.
Faktor prognostik Skor 1 Skor 0
Masa inkubasi < 7 hari ≥ 7 hari atau tidak diketahui
Periode onset < 2 hari ≥ 2 hari
Tempat masukUmbilikus, luka bakar, uterus, fraktur terbuka, luka operasi,
injeksi intramuskular
Penyebab lain dan penyebab yang tidak diketahui
Spasme Ada Tidak ada
Demam > 38.4oC < 38.4oC
Takikardia Dewasa > 120 kali/menitNeonatus > 150 kali/menit
Dewasa < 120 kali/menitNeonatus < 150 kali/menit
Tabel 6. Diagnosis banding tetanus.
3.1.9 Tatalaksana
a. Umum
Tujuan terapi ini berupa mengeliminasi kuman tetani, menetralisirkan peredaran
toksin,mencegah spasme otot dan memberikan bantuan pemafasan sampai pulih. Dan tujuan
tersebut dapat diperinci sbb :4,5
1. Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa:
- Membersihkan luka, irigasi luka, debridement luka (eksisi jaringan nekrotik), membuang
benda asing dalam luka serta kompres dengan H202 ,dalam hal ini penata laksanaan, terhadap
luka tersebut dilakukan 1 -2 jam setelah ATS dan pemberian Antibiotika. Sekitar luka disuntik
ATS.
2. Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan membuka mulut dan
menelan. Bila ada trismus, makanan dapat diberikan personde atau parenteral.
3. Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tindakan terhadap penderita
4. Oksigen, pernafasan buatan dan trachcostomi bila perlu.
11
Penyakit Gambaran diferensial
INFEKSIMeningoensefalitis
Polio
Rabies
Lesi orofaring
PeritonitisKELAINAN METABOLIK
TetaniKeracunan strikninReaksi fenotiazin
PENYAKIT SISTEM SARAF PUSATStatus epileptikusPerdarahan atau tumor (SOL)
KELAINAN PSIKIATRIKHisteria
KELAINAN MUSKULOSKELETALTrauma
Demam, trismus ridak ada, penurunan kesadaran, cairan serebrospinal abnormal.Trismus tidak ada, paralisis tipe flasid, cairan serebrospinal abnormal.Gigitan binatang, trismus tidak ada, hanya spasme orofaring.Bersifat lokal, rigiditas atau spasme seluruh tubuh tidak ada.Trismus dan spasme seluruh tubuh tidak ada.
Hanya spasme karpo-pedal dan laringeal, hipokalsemia.Relaksasi komplit diantara spasme.Distonia, menunjukkan respon dengan difenhidramin.
Penurunan kesadaran.Trismus tidak ada, penurunan kesadaran.
Trismus inkonstan, relaksasi komplit antara spasme.
Hanya lokal.
5. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.
b. Obat- obatan
Antibiotika :
Diberikan parenteral Peniciline 1,2juta unit / hari selama 10 hari, IM. Sedangkan tetanus
pada anak dapat diberikan Peniciline dosis 50.000 Unit / KgBB/ 12 jam secafa IM diberikan
selama 7-10 hari. Bila sensitif terhadap peniciline, obat dapat diganti dengan preparat lain seperti
tetrasiklin dosis 30-40 mg/kgBB/ 24 jam, tetapi dosis tidak melebihi 2 gram dan diberikan dalam
dosis terbagi ( 4 dosis ). Bila tersedia Peniciline intravena, dapat digunakan dengan dosis
200.000 unit /kgBB/ 24 jam, dibagi 6 dosis selama 10 hari.4,5
Antibiotika ini hanya bertujuan membunuh bentuk vegetatif dari C.tetani, bukan untuk
toksin yang dihasilkannya. Bila dijumpai adanya komplikasi pemberian antibiotika broad
spektrum dapat dilakukan.4,5
Tetrasiklin, Eritromisin dan Metronidazole diberikan terutama bila penderita alergi
penisilin.
- Tertasiklin : 30-50 mg/kgbb/hari dalam 4 dosis
- Eritromisin : 50 mg/kgbb/hari dalam 4 dosis, selama 10 hari.
- Metronidazole loading dose 15 mg/KgBB/jam selanjutnya 7,5 mg/KgBB tiap 6 jam
Anti tetanus toksin
Selama infeksi, toksin tetanus beredar dalam 2 bentuk:4,5
- Toksin bebas dalam darah
- Toksin bergabung dengan jaringan saraf
Yang dapat dinertalisir adalah toksin yang bebas dalam darah.Sedangkan yang telah bergabung
dengan jaringan saraf tidak dapat dinetralisir oleh antioksidan. Sebelum pemberian antitoksin
harus dilakukan : anamnesa apakah ada riwayat alergi, tes kulit dan mata, dan harus sedia
adrenalin 1:1000. Ini dilakukan karena antitoksin berasal dari serum kuda, yang bersifat
heterolog sehingga mungkin terjadi syok anafilaktik.4,5
Dosis ATS yang diberikan ada berbagai pendapat.Berhrmann (1987) dan Grossman (1987)
menganjurkan dosis 50.000-100.000 u yang diberikan setengah lewat i.v. dan setengahnya i.m.
pemberian lewat i.v.diberikan selama 1-2 jam. Di FKUI , ATS diberikan dengan dosis 20.000 u
selama 2 hari.4,5
12
Antitoksin lainnya
Antitoksin dapat digunakan Human Tetanus Immunoglobulin ( TIG) dengan dosis 3000-
6000 U, satu kali pemberian saja, secara IM tidak boleh diberikan secara intravena karena TIG
mengandung "anti complementary aggregates of globulin ", yang mana ini dapat mencetuskan
reaksi allergi yang serius. 4,5
Tetanus toksoid
Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama,dilakukan bersamaan dengan pemberian
antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat suntik yang berbeda. Pemberian dilakukan
secara I.M. Penderita yang sembuh dari tetanus tidak memiliki imunitas terhadap infeksi tetanus
ulangan karena jumlah tetanospasmin yang dibutuhkan untuk menyebabkan tetanus tidak cukup
untuk menstimulasi sistem imunitas tubuh. Pasien yang sembuh dari tetanus harus memulai atau
melengkapi imunisasi aktif dengan tetanus toksoid selama proses penyembuhan. Pemberian TT
harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar terhadap tetanus selesai.4,5
Antikonvulsan
Tabel 7. Jenis antikonvulsan
_________________________________________________________________
Jenis Obat Dosis Efek Samping
_________________________________________________________________
Diazepam 0,5 – 1,0 mg/kg Berat badan / 4 jam (IM) Stupor, Koma
Meprobamat 300 – 400 mg/ 4 jam (IM) Tidak Ada
Klorpromasin 25 – 75 mg/ 4 jam (IM) Hipotensi
Fenobarbital 50 – 100 mg/ 4 jam (IM) Depressi pernafasan
_________________________________________________________________
Obat yang lazim digunakan ialah :4,5
- Diazepam. Bila penderita datang dalam keadaan kejang maka diberikan dosis 0,5
mg/kgbb/kali i.v. perlahan-lahan dengan dosis optimum 10mg/kali diulang setiap kali
kejang. Kemudian diikuti pemberian diazepam peroral- (sonde lambung) dengan
dosis 0,5/kgbb/kali sehari diberikan 6 kali.
13
- Dosis maksimal diazepam 240mg/hari. Bila masih kejang (tetanus yang sangat berat),
harus dilanjutkan dengan bantuan ventilasi mekanik, dosis diazepam dapat di
tingkatkan sampai 480mg/hari dengan bantuan ventilasi mekanik, Dapat pula
dipertimbangkan penggunaan magnesium sulfat, dila ada gangguan saraf otonom.
3.1.10 Prognosis
Tabel 8. Skor Prognosis Tetanus Menurut Gallais et al
14
BAB IV
KESIMPULAN
Angka kejadian penyakit tetanus sudah mulai berkurang di Negara maju, namun berbeda
dengan yang terjadi di negara berkembang seperti Indonesia, insiden dan angka kematian akibat
tetanus masih cukup tinggi, hal ini disebabkan karena tingkat kebersihan masih sangat kurang,
mudah terjadi kontaminasi, perawatan luka yang kurang diperhatikan, kurangnya kesadaran
masyarakat akan pentingnya kebersihan dan kekebalan terhadap tetanus.
Tetanus adalah penyakit yang gejalanya adalah kekakuan dari otot, terutama otot wajah
dan leher.Hal ini disebabkan oleh masuknya spora dari kuman Clostridium tetani yang masuk
melalui luka pada tubuh walaupun luka itu kecil.Berat ringannya penyakit ini tergantung dari
masa inkubasi, period of onset, kejang local atau umum dan ada atau tidaknya gangguan
autonomic karena hal ini yang menyebabkan kematian pada tetanus.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan temuan klinis, riwayat imunisasi, dan Hasil
pemeriksaan laboratorium. Penatalaksanaan meliputi tatalaksana umum, netralisir toksin,
eliminasi bakteri, suportif terapi dan konsultasi bila perlu.Pada tetanus lokal, prognosanya lebih
baik dari tetanus umum.Pencegahan dilakukan guna mengurangi insidensi terjadinya tetanus,
pemberian imunisasi merupakan salah satu pencegahan angka kejadian penyakit tetanus.
15