CRS - Bipolar

download CRS - Bipolar

of 19

description

Bipola

Transcript of CRS - Bipolar

CASE REPORT SESSIONDATA PENDERITA

Nama : Tn S Jenis kelamin : Laki-laki Usia : 28 tahun Pendidikan : SMA Pekerjaan: TNI AU Etnis : Jawa Status marital: Menikah Agama : Islam Alamat : Bandung Tanggal Pemeriksaan: 27 Juni 2015 Tanggal masuk RS: 22 Juni 2015ANAMNESAAloanamnesisKeluhan Utama :

Merasa seperti kehilangan semangatRiwayat Penyakit Sekarang :Sejak kurang lebih 1 hari yang lalu, pasien merasakan kehilangan semangat, sehingga pasien sering terlihat melamun, tidak mau menggunakan pakaian dirumah, dan linglung, oleh karena itu pasien dibawa ke rumah sakit Salamun oleh keluarga. Hal ini muncul karena pasien tidak mengkonsumsi obat dari dokter selama 1 minggu. Pasien juga mengeluhkan suka medengar suara seperti mengajak keluar rumah dan mengatakan pasien harus bebas.Riwayat Penyakit Dahulu :

Pada tahun akhir tahun 2013 pasien merasa depresi berat, sering terlihat bingung, banyak bengong, mengurung diri, berbicara tidak nyambung, dan jika ditanya hanya menjawab seadanya. Selain itu pasien pernah melakukan percobaan bunuh diri dengan cara meminum obat anti nyeri sebanyak 20 butir dicampur dengan minuman bersoda tetapi pasien berhasil diselamatkan oleh rekan kerjanya. Kemudian pasien dibawa ke rumah sakit akan tetapi ditengah perjalanan pasien sadar dan menusukkan pisau ke perutnya. Pasien sedang menjalani hubungan dengan seorang gadis, sampai melakukan hubungan intim, kemudian perempuan tersebut meminta pertanggung jawaban untuk segera dinikahi. Pasien merasa tertekan dengan hal tersebut dan memutuskan untuk kabur. Pada saat yang bersamaan pasien mengenal perempuan lain dan menjali hubungan dengannya. Hal ini menjadi pemicu pasien merasa depresi, sehingga keluarga pasien memutuskan untuk melakukan pengobatan di RS Salamun tetapi setelah keluar dari rumah sakit pasien tidak melakukan kontrol kembali.Pada bulan januari 2014 pasien melakukan percobaan bunuh diri kembali dengan cara mengikatkan tali dilehernya, tetapi dapat digagalkan dilarikan ke RS Salamun.

Pada akhir 2014 pasien mulai merasa gaduh gelisah salam 3 hari pasien tidak tidur, suka berbicara sendiri, bicara kacau, tidak nyambung, dan banyak berbicara berbicara, sehingga pasien dirawat kembali di RS Salamun. Pengobatan kali ini pasien rajin melakukan kontrol hingga 1 minggu sebelum pasien masuk RS kembali karena telat kontrol.Riwayat Penyakit Serupa Dalam Keluarga :Tidak ada anggota keluarganya yang memiliki riwayat penyakit yang sama seperti pasien.

Riwayat Hidup Penderita :

Penderita menikah saat berusia 27 tahun. Penderita mengaku tidak ada kesulitan ekonomi. Penderita belum memiliki anak.

1. Masa dikandung dan sekitar persalinan: Tidak diketahui

2. Masa Bayi

: Tidak diketahui

3. Masa Prasekolah : Tidak diketahui

4. Masa sekolah

: Tidak terdapat hal-hal yang mencurigakan, meskipun pasien sedikit pemalu.

5. Masa Pubertas

: Tidak terdapat hal-hal yang mencurigakan, pasien bergaul dengan teman-teman sebagaimana mestinya.

Penderita tinggal dirumah berdua dengan istrinya. Istrinya mengerti keadaan pasien. Pasien merupakan anak ke-4 dari 4 bersaudara.

Kepribadian Sebelum Sakit

Penderita dikenal sebagai orang yang agsak pendiam, pemalu dan tertutup.

Hubungan sosial dengan tetangga dan keluarga cukup baik. Penderita suka berkumpul dengan tetangga.

Riwayat Penyakit Sistemik Sekarang :

Pasien tidak memiliki riwayat penyakit berat, dirawat karena penyakit berat atau melakukan operasi.Riwayat Pemakaian Obat-obatan dan alkoholPasien tidak memiliki riwayat penggunaan obat-obatan dan alkohol sebelumnya.

STATUS PSIKIATRIK Keadaan Umum : sakit ringan Kesadaran

: komposmentis Roman muka

: sedih Mood

: sedih Kontak/rapport : (+), adekuat Orientasi

waktu

= baik tempat

= baik orang

= baik Perhatian : baik Persepsi

Ilusi

= (-) Halusinasi = (-) Memori immediate, recall= baik

recent

= baik Remote

= baik Pikiran

Bentuk pikiran= realistik Jalan pikiran = koheren Isi pikiran

= waham kebesaran (-) Wawasan penyakit : baik Tingkah laku

: relevan Bicara

: baik Dekorum Sopan santun= baik Penampilan= baik Kebersihan= baik DIAGNOSIS MULTIAXIAL1. Aksis I: F.31.3 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif ringan atau sedang. F.32.1 Episode Depresif sedang.2. Aksis II: Tidak ada diagnosis3. Aksis III: Tidak ada diagnosis4. Aksis IV: 5. Aksis V: GAF Scale 70-61 beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum masih baik.PENATALAKSANAAN Terapi Psikososial

Tiga jenis psikoterapi jangka pendek, yaitu; Terapi kognitif, memusatkan pada distorsi kognitif yang didalilkan ada pada gangguan depresif. Tujuan terapi kognitif adalah menghilangkan episode depresif dan mencegah rekurennya dengan membantu pasien mengidentifikasi dan uji kognitif negatif; mengembangkan cara berpikir alternatif, fleksibel, dan positif; dan melatih kembali respons kognitif dan perilaku yang baru. Terapi interpersonal, memusatkan pada satu atau dua masalah interpersonal pasien yang sedang dialami sekarang. Terapi perilaku, didasarkan pada hipotesis bahwa pola perilaku maladaptif menyebabkan seseorang mendapatkan sedikit umpan balik positif dari masyarakat dan kemungkinan penolakan yang palsu. Dengan memusatkan pada perilaku maladaptif di dalam terapi, pasien belajar untuk berfungsi di dunia dengan cara tertentu di mana mereka mendapatkan dorongan positif. Farmakoterapi

Antidepresan: Sertraline tab 50mg( 50-100mg/h

Buspirone : Tab. 10 mg 3x1PROGNOSIS Quo ad vitam

: dubia Ad bonam Quo ad functionam: dubia Ad bonam Qua ad sanationam : dubia Ad bonamPEMBAHASAN

BIPOLAR

DefinisiGangguan bipolar merupakan gangguan mood dengan kelainan berupa perubahan suasana perasaan atau afek, dimana pada waktu didapat kumpulan gejala yang terdiri dari depresi, dengan atau tanpa anxietas yang menyertainya (penurunan afek disertai pengurangan energi dan aktivitas) dan pada waktu lain mengalami elasi (suasana perasaan yang meningkat disertai penambahan energi dan aktivitas). Gangguan ini memiliki episode berulang (sekurang-kurangnya dua episode), yang khas adalah biasanya terdapat penyembuhan sempurna antar episode. Episode manik biasanya dimulai dengan tiba-tiba antara 2 minggu sampai 4-5 bulan, sedangkan episode depresi cenderung berlangsung lebih lama rata-rata sekitar 6 bulan, tetapi jarang melebihi 1 tahun kecuali pada orang usia lanjut. Kedua episode ini seringkali terjadi setelah peristiwa hidup yang penuh stres atau trauma mental lain. (1,2,3)EtiologiDasar umum untuk gangguan depresif berat tidak diketahui. Namun faktor penyebab dapat secara buatan dibagi menjadi faktor biologis, faktor genetika dan faktor psikososial. Perbedaan tersebut adalah buatan karena ketiga bidang tersebut dapat saling berinteraksi dan mempengaruhi antara mereka sendiri.1. Faktor biologis

Beberapa bahan kimia di dalam otak dan tubuh memiliki peranan yang penting dalam mengendalikan emosi kita. Dalam otak terdapat substansi kimiawi, yaitu neurotransmitter yang berfungsi sebagai pembawa pesan komunikasi antar neuron di otak. jika neurotransmitter ini berada pada tingkat yang normal, otak akan bekerja secara harmonis.

Sejumlah besar penelitian telah melaporkan berbagai kelainan di dalam metabolit amin biogenik di dalam darah, urin, dan cairan serebrospinalis pada pasien dengan gangguan mood. Kekurangan neurotransmiter serotonin, norepinefrin dan dopamin dapat menyebabkan depresi. Di satu sisi, jika neurotransmiter ini berlebih dapat menjadi penyebab gangguan manik. Selain itu antidepresan trisiklik dapat memicu mania. Data yang dilaporkan paling konsisten dengan hipotesis bahwa gangguan mood adalah berhubungan dengan disregulasi heterogen pada amin biogenic.

Amin biogenik. Dari amin biogenik, norepinefrin, serotonin dan dopamin merupakan neurotransmitter yang paling berperan dalam patofisiologi gangguan mood. Di samping itu, bukti-bukti mengarahkan juga pada disregulasi asetil-kolin dalam gangguan mood.

NOREPINEFRIN. Korelasi yang dinyatakan oleh penelitian dasar antara regulasi turun (down-regulation) reseptor adrenergic-beta dan reseptor antidepresen klinik kemungkinan merupakan bagian data yang paling memaksakan yang menyatakan adanya peranan langsung sistem noradrenergic dalam depresi. Bukti-bukti lainnya yang juga melibatkan presinaptik reseptor adrenergic-alfa2 dalam depresi, karena aktivasi dari reseptor tersebut mengakibatkan penurunan jumlah norepinefrin yang dilepaskan. Presipnatik reseptor adrenergic juga berlokasi di neuron serotonergik dan mengatur jumlah serotin yang dilepaskan.

SEROTONIN. Serotonin adalah neurotransmitter aminergic yang paling sering dihubungkan dengan depresi. Ini dibuktikan dengan efek besar yang telah diberikan oleh Serotonin-Specific Reuptake Inhibition dalam pengobatan depresi, Penurunan serotonin dapat menimbulkan depresi. Pada pasien yang bunuh diri memiliki konsentrasi metabolit serotonin yang rendah di cairan serebrospinalnya. Pada penggunaan antidepresen jangka panjang terjadi penurunan jumlah tempat ambilan kembali serotonin di trombosit.

DOPAMIN. Dopamin juga diperkirakan memiliki peranan dalam menyebabkan depresi. Data menunjukkan aktivitas dopamin yang menurun pada depresi dan meningkat pada mania. Pada penggunaan obat yang menurunkan kadar dopamin seperti reserpine dan pada penyakit yang mengalami penurunan dopamin seperti Parkinson disertai juga dengan gejala depresi. Obat-obat yang meningkatkan konsentrasi dopamine seperti tyrosine, amphetamine dan bupropion menurunkan gejala depresi. Dua teori terakhir tentang hubungan dopamine dan depresi adalah disfungsi jalur dopamin mesolimbik dan hipoaktivitas reseptor dopamine tipe 1 (D1) yang ditemukan pada depresi.

2. Faktor GenetikaData genetik menyatakan bahwa faktor penting di dalam perkembangan mood adalah genetika. Meskipun demikian, faktor non genetik juga mempunyai kemungkinan peran kausatif dalam perkembangan gangguan mood pada beberapa orang. Di samping itu, terdapat komponen genetika yang lebih kuat untuk transmisi gangguan bipolar daripada untuk gangguan depresi berat.Dalam penelitian keluarga ditemukan bahwa apabila ada sanak keluarga yang menderita gangguan bipolar, maka kemungkinan saudara kandung terkena 8 sampai 18 kali lebih besar, sedangkan kemungkinan menderita gangguan depresi berat 2 sampai 10 kali. Penelitian keluarga juga menemukan bahwa saudara kandung dari penderita gangguan depresi berat, mempunyai kemungkinan 1,5 sampai 2,5 kali untuk menderita gangguan bipolar dan 2 hingga 3 kali kemungkinan terkena depresi berat. Dari penjelasan di atas dapat dilihat, apabila terdapat sanak saudara yang menderita gangguan bipolar maka kemungkinan saudara kandung terkena lebih besar daripada saudara sepupu.

Penurunan gangguan bipolar juga ditunjukkan oleh fakta bahwa kira-kira 50 persen pasien penderita gangguan bipolar, memiliki sekurangnya satu orang tua dengan gangguan mood, paling sering gangguan depresi berat. Jika salah satu orang tua memiliki gangguan bipolar, maka kemungkinan 25 persen anaknya menderita gangguan mood. Jika kedua orang tua menderita gangguan bipolar, terdapat kemungkinan 50 hingga 75 persen anaknya menderita suatu gangguan mood.

3. Faktor PsikososialPeristiwa Kehidupan dan Stres Lingkungan

Peristiwa kehidupan yang menyebabkan stres lebih sering mendahului episode pertama gangguan mood daripada episode selanjutnya. Hubungan tersebut telah dilaporkan untuk pasien gangguan depresif berat dan gangguan bipolar. Satu teori yang diajukan untuk pengamatan tersebut adalah stress yang menyertai episode pertama menyebabkan perubahan biologik otak yang bertahan lama. Perubahan yang bertahan lama tersebut dapat menyebabkan perubahan keadaan fungsional neurotransmitter dan sistem pemberi signal intraneuronal. Perubahan mungkin termasuk hilangnya neuron dan penurunan besar dalam kontak sinaptik. Hasil akhirnya dari perubahan tersebut adalah menyebabkan seseorang berada dalam resiko yang lebih tinggi untuk menderita episode gangguan mood selanjutnya, bahkan tanpa adanya stressor eksternal.

Faktor Kepribadian Komorbid

Tidak ada sifat atau kepribadian tunggal yang secara unik mempredisposisikan seseorang kepada depresi. Semua manusia,apa pun pola kepribadiannya dapat dan memang menjadi depresi pada keadaan yang tepat, tetapi tipe kepribadiannya tertentu, seperti dependen-oral, obsesif-kompulsif, histerikal, mungkin berada dalam resiko yang lebih besar untuk mengalami depresi daripada tipe kepribadian tipe antisosial, paranoid, dan lainnya. Tidak ada bukti yang menyatakan bahwa adanya gangguan kepribadian tertentu adalah berhubungan dengan perkembangan gangguan bipolar kemudian. Gangguan distimik dan gangguan siklotimik adalah berhubungan dengan perkembangan gangguan bipolar.

Psikodinamika

Dari sudut pandang psikodinamika, terdapat faktor predisposisi dan presipitasi yang mendukung terjadinya gangguan afektif bipolar, yaitu :

a. Faktor Predisposisi

Faktor Kepribadian

Jenis kepribadian yang menjadi presisposisi terjadinya gangguan bipolar adalah kepribadian sikotimik, dimana kepribadian ini mempunyai ciri pergantian mood yang ekstrim dari elasi ke murung dalam hitungan hari. Ketidakstabilan mood ini dapat mengganggu pkerjaan dan hubungan sosial.(4)

Stresor berkepanjangan

Keadaan ekonomi keluarga yang kurang mampu, tanggung jawab berat untuk mengasuh banyak anak sekaligus, dan hubungan pernikahan yang tidak kondusif memberikan tekanan yang kronis, sehingga mengganggu rasa aman dan harga diri. Tingkat stres dapat bertambah dengan tiadanya orang yang dapat dipercaya dan diandalkan untuk membantu menyelesaikan masalah., atau sebagai pendengar (4).b. Faktor Presipitasi

Seseorang yang telah memiliki faktor-faktor predisposisi berpeluang besar untuk mengembangkan gangguan bipolar setelah timbulnya faktor pemicu, yaitu peristiwa yang dapat menimbulkan stres yang mendadak. Contohnya adalah kehilangan pekerjaan, kehilangan orang terdekat, perceraian dan lain-lain. Walaupun demikian, faktor ini harus diiinterpretasi dengan hati-hati, apakah peristiwa tersebut merupakan sebab dari timbulnya gangguan (mis: dipecat karena perusahaan bangkrut), atau merupakan akibat dari gangguan yang sudah timbul (misalnya : dipecat karena kualitas pekerjaan memburuk ( akibat gangguan afektif) (4)Mekanisme pertahanan jiwa yang digunakan pada gangguan bipolar manik umumnya penolakan (denial), berupa sikap defensif dari posisi depresi akibat stress. Sedangkan mekanisme pertahanan jiwa yang digunakan pada depresi umumnya introyeksi, memasukkan ke dalam obyek yang dibenci yang merupakan sumber stres, lalu menjelma menjadi kecenderungan untuk menghukum diri. (1)DiagnosisGangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresi Ringan atau Sedang

Pedoman Diagnosis menurut PPDGJ-III

Untuk menegakan diagnosis pasti :

1. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresi ringan (F32.0) ataupun sedang (F32.1); dan

2. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, atau campuran di masa lampau.

F32 Episode Depresif

Pada semua tiga variasi dari episode depresif khas yang tercantum di bawah ini, ringan (F32.0), sedang (F32.1), dan berat (F32.2 dan F32.3), gejala utama yang ditemukan adalah

Afek depresif

Kehilangan minat dan kegembiraan

Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah

Gejala lainnya adalah :

a) Konsentrasi dan perhatian berkurang

b) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang

c) Gagasan tentang perasaan bersalah dan tidak berguna (bahkan pada episode tipe ringan sekali pun)

d) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis

e) Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri

f) Tidur terganggu

g) Nafsu makan berkurang

Untuk episode depresi dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat dibebenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.

Kategori diagnosis episode depresi ringan (F32.0), sedang (F32.1), dan berat (F32.2) hanya digunakan untuk episode depresi tunggal (yang pertama). Episode depresif berikutnya harus dikalsifikasikan bawah salah satu diagnosis gangguan depresi berulang (F33,-)

F32.1 Episode Depresi Sedang

Pedoman Diagnosis

Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti pada episode depresi ringan (F30.0);

Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala lainya;

Lama seluruh episode berlangsung minimum sekitar 2 minggu.

Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga.

F33.1 Gangguan Depresi berulang, Episode kini Sedang

Pedoman diagnosis

Untuk diagnosis pasti :

Kriteria untuk gangguan depresi berulang (F33,-) harus terpenuhi, dan episode sekarang harus memenuhi kriteria episode depresi sedang

Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama 2minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna.

F30 Episode Mania

Kesamaan karakteristik dalam afek yang meningkat, disertai peningkatan dalam jumlah dan kecepatan aktivitas fisik dan mental, dalam berbagai berbagai keparahan. Kategori ini hanya untuk satu episode manik tunggal (yang pertama), termasuk gangguan efektif bipolar, episode mania tunggal. Jika ada episode afektif (depresi, mania, atau hipomania) sebelumnya tau sesudahnya, termasuk gangguan afektif bipolar (F31,-).

F30.0 Hipomanik

Pedoman Diagnosis

Derajat gangguan yang lebih ringan dari mania (F30.1), afek yang meninggi atau berubah disertai peningkatan aktifitas, menetap selama sekurang-kurangnya beberapa hari berturut-turut, pada suatu derajat intensitas dan yang bertahan melebihi apa yang digambarankan bagi siklotimia (F34.0) dan tidak disertai halusinasi dan waham.

Pengaruh nyata atas kelancaran pekerjaan dan aktivitas sosial memang dengan diagnosis hipomanik, akan tetapi bila kekacauan itu berat atau menyeluruh, maka diagnosis manis (F30.1 atau F30.2) harus ditegakan.

F30.1 Mania Tanpa Gejala Psikotik

Pedoman diagnosis

Episode yang berulang sekurang-kurangnya 1 minggu, dan cukup berat sampai mengacaukan seluruh atau hamper seluruh pekerjaan dan aktivitas social yang biasa dilakukan.

Perubahan afek harus disertai dengan energy yang bertambah sehingga terjadi aktivitas berlebihan, percepatan dan kebanyakan bicara, kebutuhan tidur yang berkurang, ide-ide perihal kebesaran/grandiose ideas dan terlalu optimistik.

F30.2 Mania dengan Gejala Psikotik

Pedoman Diagnosis

Gambaran klinis merupakan bentuk mania yang lebih berat dari F30.1 (mania tanpa ada gejala psikotik).

Harga diri yang membumbung dan gagasan kebesaran dapat berkembang menjadi waham kebesaran (delusion of grandeur), iribilitas dan kecurigaan menjadi waham kejar (delusion of persecution). Waham dan halusinasi sesuai dengan keadaan afek tersebut (mood-congruent).Penatalaksaan

Pengobatan pasien dengan gangguan mood harus diarahkan pada sejumlah tujuan, yaitu :

1. Keamanan Pasien harus dijamin

2. Pemeriksaan diagnositik yang lengkap pada pasien harus dilakukan

3. Suatu rencana pengobatan harus dimulai yang menjawab bukan hanya gejala segera tetapi juga kesehatan pasien selanjutnya.

a) Rawat Inap

i. Berbahaya untuk diri sendiri

Pasien yang terutama dengan episode depresif, dapat terlihat dengan resiko yang signifikan untuk bunuh diri. Percobaan bunuh diri yang serius dan idea spesifik dengan rencana menghilangkan bukti, memerlukan observasi yang ketat dan perlindungan pencegahan. Namun, bahaya bagi penderita bisa datang dari aspek lain dari penyakit, contohnya seorang penderita depresi yang tidak cukup makan beresiko kematian.

ii. Berbahaya bagi orang lain

Penderita gangguan bipolar dapat mengancam nyawa orang lain, contohnya seorang penderita yang mengalami depresi yang berat meyakini bahwa dunia itu sangat suram/gelap, sehingga ia berencana untuk membunuh anaknya untuk membebaskan mereka dari kesengsaraan dunia.

iii. Hendaya Berat

Adakalanya depresi yang dialami terlalu dalam, sehingga orang tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali, meninggalkan orang seperti ini sendirian sangat berbahaya dan tidak menyembuhkannya.

iv. Kondisi medis yang harus dimonitor

Contohnya penderita gangguan jiwa yang disertai gangguan jantung harus berada di lingkungan medis, dimana obat psikotropik dapat dimonitor dan diobservasi.

b) Rawat inap parsial atau program perawatan sehari

Secara umum, penderita ini memiliki gejala yang berat namun memiliki tingkat pengendalian dan lingkungan hidup yang stabil.

Contohnya, penderita dengan depresi berat yang berpikir akan bunuh diri tapi tidak berencana untuk melakukannya dan dapat memiliki tingkat motivasi yang tinggi bila diberi banyak dukungan interpersonal, terutama sepanjang hari dan dengan bantuan dan keterlibatan dari keluarga. Keluarga harus selalu berada di rumah setiap malam dan harus peduli terhadap penderita. Rawat inap parsial juga menjembatani untuk bisa segera kembali bekerja. Kembali secara langsung ke pekerjaan seringkali sulit bagi penderita dengan gejala yang berat, dan rawat inap parsial memberi dukungan dan hubungan interpersonal.c) Rawat jalan

Pengobatan rawat jalan memiliki 4 tujuan utama.

i. Mencari stressornya dan mencari cara untuk menanganinya. Stressor ini dapat berasal dari keluarga atau pekerjaan, dan bila terkumpul dapat mendorong penderita menjadi depresi. Hal ini merupakan bagian dari psikoterapi.

ii. Memonitor dan mendukung pemberian obat. Pengobatan membuat perubahan yang luar biasa. Kuncinya adalah mendapatkan keuntungan dan mencegah efek samping. Penderita memiliki rasa yang bertentangan dengan pengobatan mereka. Mereka mengetahui bahwa obat membantu dan mencegah mereka untuk dirawat inap, namun mereka juga menyangkal memerlukannya. Oleh karena itu, harus dibantu untuk mengarahkan perasaan mereka dan membantu mereka untuk mau melanjutkan pengobatan.

iii. Membangun sekumpulan orang yang peduli. Hal ini merupakan satu dari banyak alasan bagi para praktisi setuju dengan ambivalensi penderita tentang pengobatan. Seiring perjalanan waktu, kekuatan sekumpulan orang yang peduli membantu mempertahankan gejala penderita dalam keadaan minimum dan membantu penderita tinggal dan diterima di masyarakat.

iv. Edukasi. Klinisi harus membantu edukasi bagi penderita dan keluarga tentang penyakit bipolar. Mereka harus sadar dan waspada terhadap bahaya penyalahgunaan zat, situasi yang mungkin memicu kekambuhan, dan peran pengobatan yang penting. Dukungan kelompok bagi penderita dan keluarga memiliki arti penting yang sangat luar biasa.

Keadaan kesehatan tubuh penderita gangguan bipolar juga harus diperhatikan oleh para praktisi, termasuk keadaan kardiovaskular, diabetes, masalah endokrin, infeksi, komplikasi sistem urinari, dan gangguan keseimbangan elektrolit.

Terapi Psikososial

Terapi Kognitif

Memusatkan pada distorsi kognitif yang dikhususkan untuk gangguan depresi berat

Tujuan

Menghilangkan episode depresi dan mencegah rekurennya dengan membantu pasien mengidentifikasi dan uji kognitif negative, mengembangkan cara berpikir alternative, fleksibel, dan positif; dan melatih kembali respon kognitif dan perilaku yang baru.

Terapi interpersonal

Memusatkan pada satu dan dua masalah interpersonal pasien yang sedang dialami sekarang dengan menggunakan dua anggapan : Pertama, masalah interpersonal sekarang ini kemungkinan memiliki hubungan yang disfungsional. Kedua, masalah interpersonal sekarang kemungkinan terlibat di dalam mencetuskan atau memperberat gejala depresif sekerang.

Terapi Perilaku

Didasarkan bahwa pola perilaku maladaptive menyebabkan seseorang mendapatkan sedikit umpan balik positif dari masayarakat dan penolakan. Terapi ini merupkan pengobatan yang efektif untuk gangguan depresi.

Terapi Psikoanalitik

Tujuanya

Untukk mendapatkan perubahan pada struktur atau karakter kepribadian pasien, bukan hanya menghilangkan gejala. Perbaikan dalam kepercayaan pribadi, keintiman, mekanisme mengatasi, kapasitas untuk berduka cita, dan kemampuan untuk mengalami berbagai macam emosi.

Terapi keluarga

Merupaka terapi primer, memeriksan peranan anggota keluarga yang mengalami gangguan mood dalam kesehatan psikologis keseluruhan keluarga, juga peranan keluarga dalam mempertahankan gejala.

Farmakoterapi

Pengobatan yang tepat tergantung pada stadium gangguan bipolar yang dialami penderita. Pilihan obat tergantung pada gejala yang tampak, seperti gejala psikotik, agitasi, agresi, dan gangguan tidur. Antipsikosis atipikal semakin sering digunakan untuk episode manik akut dan sebagai mood stabilizer. Antidepresan dan ECT juga dapat digunakan untuk episode depresi akut (contoh, depresi berat). Selanjutnya, terapi pemeliharaan/maintenance dan pencegahan juga harus diberikan.

Pengalaman klinis menunjukkan bahwa jika diterapi dengan obat mood stabilizer, penderita gangguan bipolar akan mengalami lebih sedikit periode manik dan depresi. Obat ini bekerja dengan cara menstabilkan mood penderita (sesuai namanya), juga dapat menstabilakn manik dan depresi yang ekstrim. Antipsikosis atipikal seperti ziprasidone, quetiapine, risperidone, aripiprazole dan olanzapine, kini juga sering digunakan untuk menstabilkan manik akut, bahkan untuk menstabilkan mood pada depresi bipolar.

Table 1 FDA-Approved Bipolar Treatment Regimens

Nama GenerikNama DagangManikMixedMaintenanceDepresi

ValproateDepakoteX

Carbamazepine extended releaseEquestroXX

LamotrigineLamictalX

LithiumXX

AripiprazoleAbilifyXXX

ZiprasidoneGeodonXX

RisperidoneRisperdalXX

QuetiapineSeroquelXX

ChlorpromazineThorazineX

OlanzapineZyprexaXXX

Olanzapine/fluoxetine CombinationSymbyaxX

Prognosis

Prognosis pada penderita dengan gangguan bipolar I lebih buruk daripada penderita dengan bipolar II.

Pada 7% penderita, gejala tidak kembali/mengalami penyembuhan, 45% penderita mengalami episode berulang, dan 40% mengalami gangguan yang menetap.

Faktor-faktor yang membuat prognosis menjadi lebih buruk antara lain:

1. Riwayat pekerjaan yang buruk

2. Penggunaan alcohol

3. Gambaran psikotik

4. Gambaran depresi diantara episode manik dan depresi

5. Jenis kelamin

Indikator prognosis yang baik adalah:

1. Fase manik (dalam durasi pendek)

2. Onset terjadi pada usia yang lanjut

3. Pemikiran untuk bunuh diri yang sedikit

4. Gambaran psikotik yang sedikit

PembahasanPerjalanan penyakit pasien

Penatalaksann pasien

1. Pasien harus dirawap inap karena

a. Berbahaya untuk diri sendiri

b. Hendaya Berat

2. Psikoterapi

a. cognitive behavioral therapy (CBT)

Tujuan : untuk mengurangi episode depresi dan mencegah eksaserbasi dengan cara membantu pasien mengidentifikasi masalah dan berpikiran positif

b. terapi keluarga

c. terapi interpersonal

d. terapi kelompok

e. terapi perilaku

3. Farmakoterapi

a. Mood stabilizier

Depakote 250mg 3x/hari

b. Anti depresan

Fluoxetine Cap 20 mg 2 x 1

DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadocks Synopsis of Psychiatry, Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 9th ed. Philadelphia ; Lippincott Williams and Wilkins. 2003: h.534-572

2. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa Di Indonesia III, cetakan pertama, Departemen Kesehatan R.I. Direktorat Jendral Pelayanan Medik. 1993

3. Mansyur Arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran, edisi ke 3. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 20004. Gelder M, Mayou R, Geddes J. 2000. Psychiatry. 2nd Edition. New York : Oxford University Press.Pada tahun 2013 (Episode Depresi Berat tanpa gejala psikotik)

pasien merasa depresi berat, sering terlihat bingung, banyak bengong, mengurung diri, berbicara tidak nyambung, dan jika ditanya hanya menjawab seadanya.

pasien pernah melakukan percobaan bunuh diri

Akhir 2014 (Episode mania tanpa gejala psikotik )

pasien mulai merasa gaduh gelisah salam 3 hari pasien tidak tidur, suka berbicara sendiri, bicara kacau, tidak nyambung, dan banyak berbicara berbicara

Sekarang (Gangguan Depresi Berulang, Episode kini sedang)

1 minggu sebelum pasien masuk RS

Telat kontrol

Pasien merasakan kehilangan semangat, sehingga pasien sering terlihat melamun, tidak mau menggunakan pakaian dirumah, dan linglung,

Berdasarkan kejadian yang dialami oleh pasien; pasien mengalami gangguan afektif sebelumnya (depresif dan manik)( Pasien Mengalami Gangguan Afektif BIPOLAR

21