CREEPING ERUPTION STATUS

39
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA Jl. Terusan Arjuna No 6, Kebon Jeruk. Jakarta Barat KEPANITERAAN KLINIK STATUS ILMU PENYAKIT KULIT KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA Hari/ Tanggal Ujian/ Presentasi Kasus : Jumat/ 25 Oktober 2013 SMF ILMU PENYAKIT KULIT KELAMIN RUMAH SAKIT HUSADA Nama : Nur Hafizah Ainaa binti Abu Hassan Tanda Tangan : NIM : 11-2011-167 Penguji : Dr. Juliana, MKes, Sp.KK Tanda Tangan : A. IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. S Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 37 tahun/ 15 Mei 1976 Agama : Islam Suku : Jawa Pendidikan : SD Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Status Pernikahan : Menikah Alamat : Mangga besar No. Rekam Medis : 14-XX-XX-XX Tanggal Berobat : 22 Oktober 2013 B. ANAMNESA 1

description

CREEPING ERUPTION STATUS

Transcript of CREEPING ERUPTION STATUS

Page 1: CREEPING ERUPTION STATUS

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANAJl. Terusan Arjuna No 6, Kebon Jeruk. Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIKSTATUS ILMU PENYAKIT KULIT KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANAHari/ Tanggal Ujian/ Presentasi Kasus : Jumat/ 25 Oktober 2013

SMF ILMU PENYAKIT KULIT KELAMINRUMAH SAKIT HUSADA

Nama : Nur Hafizah Ainaa binti Abu Hassan Tanda Tangan :NIM : 11-2011-167Penguji : Dr. Juliana, MKes, Sp.KK Tanda Tangan :

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. S

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 37 tahun/ 15 Mei 1976

Agama : Islam

Suku : Jawa

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Status Pernikahan : Menikah

Alamat : Mangga besar

No. Rekam Medis : 14-XX-XX-XX

Tanggal Berobat : 22 Oktober 2013

B. ANAMNESA

Autoanamnesa dilakukan dengan pasien pada tanggal 22 Oktober 2013. Jam 11.15 WIB di

Poliklinik Umum Kulit dan Kelamin, Unit Rawat Jalan RS Husada.

1) Keluhan Utama :

Gatal-gatal pada malam hari di paha kiri sebelah depan sejak ± 2 minggu lalu.

1

Page 2: CREEPING ERUPTION STATUS

2) Keluhan Tambahan :

Terdapat bintil-bintil kemerahan dan kecoklatan yang menjalar seperti bentuk benang

berkelok-kelok.

3) Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke Poliklinik Kulit Kelamin, Unit Rawat Jalan RS Husada pada

tanggal 22 Oktober 2013 sekitar jam 11.15 WIB dengan keluhan di paha kiri sebelah

depan merasa panas dan gatal-gatal terutama pada malam hari. Keluhan pasien disertai

dengan terdapatnya bintil-bintil merah yang membentuk garis lurus dan berkelok-kelok

dengan panjang ± 4cm dan diameter ± 0,5cm disertai dengan garis sisa yang bentuk

berkelok-kelok yang sudah berwarna kecoklatan tanpa bintil merah dengan panjang ±

7cm. Keluhan demam, mengigil dan badan terasa lemas disangkal oleh pasien.

Sejak ± 2 minggu yang lalu, pasien mengatakan tiba-tiba pada kulit daerah paha

kiri sebelah depan mulai timbul bintil kecil berwarna merah seperti digigit semut disertai

rasa gatal dan panas. Keluhan gatal dirasakan hebat, terus menerus, namun lebih terasa

gatalnya terutama pada malam hari. Pasien mengatakan dia ada menggunakan bedak

“Caladine” apabila merasakan gatal di lokasi tersebut. Keluhan ini diawali dengan setelah

1 hari pasien pulang daripada bercuti di pantai Anyer, kemudian timbul bintil kecil

berwarna merah seperti gigitan semut dan semakin lama bintil kecil berwarna merah

tersebut semakin banyak, menimbul dan menjalar seperti bentuk benang berkelok-kelok.

Pasien mengatakan panjang berkelok-kelok itu pada awalnya sekitar 2 cm dan makin

lama semakin memanjang. Pasien mengaku bahwa di pantai pasien tidak menggunakan

sandal dia ada menemani anaknya bermain pasir di pantai dan terdapat kontak antara

kulit paha dengan pasir pantai karena pasien mengatakan ada pernah bermain sama pasir

pantai lalu menguburkan seluruh kakinya di pasir.

Sejak ± 1 minggu yang lalu, bintil-bintil kemerahan menjadi semakin panjang

yang berkelok-kelok yang membentuk seperti gambaran terowongan yang bertambah

panjang terutama setelah digaruk. Keluhan gatal semakin hebat terutama pada malam hari

dan keluhan gatal tidak bertambah saat berkeringat. Untuk memperingan gatal yang

dirasakan pasien mengoleskan salep namun keluhan tidak membaik. Pasien mengatakan

terowongan semakin memanjang dan disertai dengan adanya bentol-bentol berwarna

2

Page 3: CREEPING ERUPTION STATUS

merah baru dan terowongan yang sebelum ini berwarna merah warnanya mulai sembuh

dengan menjadi warna kecoklatan dan menjadi datar.

Sejak ± 2 hari sebelum ke Poliklinik Kulit Kelamin RS Husada pada tanggal 22

Oktober, pasien mengatakan semakin lama lesi di paha kirinya semakin panjang dan

berkelok-kelok dan timbul bintil baru dan bintil kemerahan yang sebelumnya timbul

sudah mereda dan mulai menjadi warna kecoklatan. Rasa gatal masih tetap dirasakan

paling menojol pada malam hari.

Pasien menyangkal ada keluhan yang sama pada daerah sela-sela jari kaki dengan

tangan, pergelangan tangan, bokong, genital, ataupun tempat lain. Selain itu, pasien juga

menyangkal adanya keluhan gatal apabila berkeringat di lipatan paha, ketiak, perut dan

sela jari kaki dan tangan dan tidak ada riwayat digigit nyamuk atau serangga didaerah

tersebut. Pasien jarang mencuci baju, memakai cincin, memakai wewangian di sekitar

tangan. Pasien tidak memiliki riwayat kontak dengan binatang peliharaan seperti anjing

atau kucing. Riwayat riwayat alergi obat, asma, gigi berlubang, nyeri menelan, keluar

cairan kekuningan dari telinga, bersin-bersin pada pagi hari, batuk disangkal oleh pasien.

Pasien tidak mempunyai riwayat hipertensi, diabetes mellitus dan penyakit jantung.

4) Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat penyakit kulit seperti ini sebelumnya disangkal

Riwayat alergi makanan dan obat disangkal

Riwayat sering bersin pagi hari disangkal

Riwayat penyakit asma disangkal

Riwayat DM disangkal

5) Riwayat Penyakit dalam Keluarga :

Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan seperti pasien

Riwayat sakit keluarga dalam keluarga di sangkal

Riwayat hipertensi disangkal

Riwayat DM disangkal

Riwayat asma disangkal

Riwayat dermatitis atopi disangkal

3

Page 4: CREEPING ERUPTION STATUS

C. STATUS GENERALIS

PEMERIKSAAN UMUM

Keadaan Umum : Tampak Sakit Ringan

Kesadaran : Compos Mentis

Keadaan Gizi : Baik

Berat Badan : 62 kg

Tanda-tanda vital :

Tekanan Darah : 130/70 mmHg

Nadi : 78 x/menit

Suhu : Afebris

Pernapasan : 18 x/menit

PEMERIKSAAN FISIK

Kepala : Normocephali, rambut hitam, distribusi merata, tidak tampak

kelainan pada kulit kepala.

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, alis mata hitam

Telinga : Normotia, tidak ada kelainan kulit

Hidung : Normal, deviasi (-), sekret (-)

Mulut : Bibir tidak pucat, tidak ada kelainan kulit

Thoraks : Bentuk normal, pergerakan simetris, statis dan dinamis

Paru : Suara nafas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

Jantung : Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : Datar,supel, tidak ada nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba

membesar, tidak terdapat kelainan

Ekstremitas atas : Akral hangat, tidak ada edema, tidak sianosis

Ekstremitas bawah : Akral hangat, tidak ada edema, tidak sianosis, terdapat kelainan

pada paha kiri atas sebelah depan (status dermatologis)

4

Page 5: CREEPING ERUPTION STATUS

D. STATUS DERMATOLOGIS

a) Lokasi/ region : Ekstremitas bawah, regio femoral (paha atas sebelah anterior)

b) Distribusi : Regional

c) Konfigurasi :

Ukuran milier, bentuk lesi teratur, penyebarannya sirkumskrip dan serpiginosa.

Ukuran plakat, bentuk tidak teratur dan penyebarannya difus.

d) Effloresensi :

Primer :

o Papul dengan dasar eritematosa, multiple, dengan ukuran milier, bentuk

lesi teratur, batas tegas, sirkumskrip, menimbul dengan susunan

serpinginosa dan panjang ± 4cm dan diameter ± 0,5cm.

o Makula hiperpigmentasi pada bagian proksimal, multiple, batas tidak

jelas, difus, bentuk tidak teratur dengan ukuran plakat dengan ukuran

panjang ± 7cm.

Sekunder : -

5

Makula hiperpigmentasi pada bagian proksimal, multiple, batas tidak jelas, difus, bentuk tidak teratur dengan ukuran plakat dengan ukuran panjang ± 7cm

Papul dengan dasar eritematosa, multiple, dengan ukuran milier, batas tegas, sirkumskrip, menimbul dengan susunan serpinginosa dan panjang ± 4cm dan diameter ± 0,5cm

Page 6: CREEPING ERUPTION STATUS

E. LABORATORIUM

Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang.

Pemeriksaan Anjuran :

Pemeriksaan Darah Rutin

Pemeriksaan Hitung Eosinofil

Pemeriksaan diff

Pemeriksaan IgE

F. RESUME

Seorang pasien Ny. S, berusia 37 tahun datang berobat ke Poliklinik Umum Kulit dan

Kelamin RS Husada pada tanggal 22 Oktober 2013 jam 11.15 WIB dengan keluhan gatal-

gatal dan panas pada malam hari di paha kiri sebelah depan sejak ± 2 minggu lalu. Keluhan

pasien disertai dengan terdapatnya bintil-bintil merah yang membentuk garis lurus dan

berkelok-kelok dan garis sisa yang berkelok-kelok yang sudah berwarna kecoklatan tanpa

bintil merah dan datar. Keluhan ini dimulai sejak ± 2 minggu yang lalu. Keluhan gatal

dirasakan hebat, terus menerus, namun lebih terasa gatalnya terutama pada malam hari.

Pasien mengatakan dia ada menggunakan bedak “Caladine” apabila merasakan gatal.

Keluhan ini diawali dengan setelah 1 hari pasien pulang daripada bercuti di pantai Anyer dan

pasien mengaku bahwa di pantai pasien tidak menggunakan sandal dia ada menemani

anaknya bermain pasir di pantai dan terdapat kontak antara kulit paha dengan pasir pantai

karena pasien mengatakan ada menguburkan seluruh kakinya di pasir. Sejak ± 1 minggu

yang lalu, bintil-bintil kemerahan menjadi semakin panjang yang berkelok-kelok yang

membentuk seperti gambaran terowongan terutama setelah digaruk dan pada awalnya sekitar

2 cm dan makin lama semakin memanjang Pasien mengatakan terowongan semakin

memanjang dan terowongan yang sebelum ini berwarna merah warnanya mulai sembuh

dengan menjadi warna kecoklatan dan menjadi datar.

Pada status generalis tidak ditemukan adanya kelainan. Pada status dermatologis

didapatkan di daerah regio femoral paha atas sebelah anterior tampak adanya papul dengan

dasar eritematosa, multiple, dengan ukuran milier, bentuk lesi teratur, batas tegas,

sirkumskrip, menimbul dengan susunan serpinginosa dan panjang ± 4cm dan diameter ±

6

Page 7: CREEPING ERUPTION STATUS

0,5cm dan makula hiperpigmentasi pada bagian proksimal, multiple, batas tidak jelas, difus,

bentuk tidak teratur dengan ukuran plakat dengan ukuran panjang ± 7cm.

G. DIAGNOSIS

Diagnosis Banding :

i. Dermatitis Venenata

ii. Skabies

Diagnosis Kerja : Cutaneus Larvae Migrans/ Creeping Eruption

H. PENATALAKSANAAN

a) Non-medikamentosa

Memberikan informasi kepada pasien bahwa penyakit yang diderita disebabkan

oleh cacing tambang.

Memberikan informasi kepada pasien tentang pengobatan yang akan diterima.

Memberi saranan menggunakan alas kaki dalam berkegiatan di luar rumah atau

pada area yang banyak terdapat penyakit cacing tambang

Memberi saranan dengan menggunakan sepatu/ sandal/ alas kaki ketika bermain

di pantai dan menghindari kontak langsung kulit dengan pasir yang dikhwatiri

mempunyai larva cacing tambang yang dapat menginfestasi ke kulit.

Menghindari kontak yang terlalu banyak dengan hewan-hewan yang merupakan

karier cacing tambang kucing dan anjing.

b) Medikamentosa

i. Topikal

Menyemprotkan kloretil pada lesi

ii. Sistemik

Anti-helmintes : Albendazol 400mg selama 3 hari

Anti-histamin : Loratadin 10mg selama 3 hari

7

Page 8: CREEPING ERUPTION STATUS

R/ Albendazol tab 400mg No. III

ʃ 1 dd tab 1

µ

R/ Loratadin tab 10 mg No. III

ʃ 1 dd tab 1

µ

I. PROGNOSIS

Ad Vitam : Bonam

Ad Fungsionam : Bonam

Ad Kosmetikam : Bonam

Ad Sanationam : Bonam

8

Page 9: CREEPING ERUPTION STATUS

ANALISA KASUS

Pada kasus ini pasien adalah seorang pasien perempuan berusia 37 tahun dengan keluhan

gatal-gatal pada malam hari di paha kiri sebelah depan sejak ± 2 minggu lalu. Keluhan disertai

dengan adanya bintil-bintil merah yang berkelok-kelok disertai dengan garis sisa yang bentuk

berkelok-kelok yang sudah berwarna kecoklatan tanpa bintil merah. Awalnya muncul seperti

gigitan semut dan semakin lama bintil kecil berwarna merah tersebut semakin banyak, menimbul

dan menjalar seperti bentuk benang berkelok-kelok sekitar 2 cm dan makin lama semakin

memanjang. Pasien mempunyai riwayat bermain pasir pantai di Anyer dan pasien mengatakan

bahwa di pantai pasien tidak menggunakan sandal dia ada menemani anaknya bermain pasir di

pantai dan terdapat kontak antara kulit paha dengan pasir pantai karena pasien menguburkan

seluruh kakinya di pasir. Hal ini terjadi karena cara infeksi adalah melalui kontak kulit dengan

larva infektif pada tanah dan tanah berpasir yang lembap dan hangat. Penyebab utama adalah

larva yang berasal dari cacing tambang pada binatang anjing dan kucing, yaitu Ancylostoma

braziliense dan Ancylostoma caninum. Antara grup yang beresiko untuk terinfeksi dengan larva

ini adalah orang yang tidak memakai alas kaki di pantai dan yang bermain pasir. Pasien ini

terinfeksi dengan larva karena pasien bermain pasir pantai dan menguburkan seluruh kakinya

pada pasir. Manusia yang berjalan tanpa alas kaki terinfeksi secara tidak sengaja oleh larva

dimana larva menggunakan enzim protease untuk menembus melalui folikel, fisura atau kulit

intak. Setelah penetrasi stratum korneum, larva melepas kutikelnya. Biasanya migrasi dimulai

dalam waktu beberapa hari. Terjadi rasa gatal pada ujung lesi yang bertambah panjang karena

terdapat larva. Larva filariform pada manusia tidak berkembang menjadi dewasa, infeksi larva

terbatas hanya pada lapisan epidermis, yang menyebabkan kelainan berupa garis merah

berbentuk serpingiosa. Enzim proteolitik yang disekresi larva menyebabkan inflamasi sehingga

terjadi rasa gatal dan progresi lesi. Hal ini menyebabkan pasien sering merasakan gatal dan

untuk mengurang rasa gatal pasien menggunakan bedah ”Caladine”. Masa inkubasi dapat terjadi

beberapa hari dan penyakit ini dapat berlangsung beberapa minggu sampai beberapa bulan bila

tidak diobati.

Pada status dermatologis, lokasi kelainan ini adalah di regio femoral di paha kiri sebelah

anterior dan ditemukan papul dengan dasar eritematosa, multiple, dengan ukuran milier, bentuk

lesi teratur, batas tegas, sirkumskrip, menimbul dengan susunan serpinginosa dan panjang ± 4cm

9

Page 10: CREEPING ERUPTION STATUS

dan diameter ± 0,5cm dan makula hiperpigmentasi pada bagian proksimal, multiple, batas tidak

jelas, difus, bentuk tidak teratur dengan ukuran plakat dengan ukuran panjang ± 7cm. Gambaran

lesi yang khas yaitu lesi yang bentuk berkelok-kelok, menimbul dengan diameter 2-3 mm, dan

berwarna kemerahan menunjukan gejala khas untuk Cutaneus Larvae Migrans/ Creeping

Eruption. Pengobatan yang diberikan pada pasien ini adalah secara topikal disempotkan dengan

kloretil pada lesi sepanjang lesi selama 45 detik sampai 1 menit selama 2 hari berturut.

Pengobatan secara sistemik diberikan obat anti-helmintes, Albendazol 400mg 1 x 1 tablet selama

3 hari dan diberikan anti-histamin, Loratadin 10mg 1 x 1 tablet selama 3 hari untuk

mengurangkan rasa gatal sekaligus dapat mengelakkan daripada mengaru. Selain itu diberikan

juga edukasi kepada pasien mengenai informasi bahwa penyakit yang diderita disebabkan oleh

cacing tambang, menjelaskan tentang pengobatan yang akan diterima, memberi saranan supaya

menggunakan alas kaki/ sepatu/ sandal ketika dalam berkegiatan di luar rumah, ketika bermain di

pantai dan menghindari kontak langsung kulit dengan pasir yang dikhwatiri mempunyai larva

cacing tambang yang dapat menginfestasi ke kulit dan menghindari kontak yang terlalu banyak

dengan hewan-hewan yang merupakan karier cacing tambang kucing dan anjing. Prognosis pada

kasus ini untuk ad vitam, ad fungtionam, ad kosmetikum dan ad sanationam adalah baik.

10

Page 11: CREEPING ERUPTION STATUS

TINJAUAN PUSTAKA

CREEPING ERUPTION

I. DEFENISI

Creeping eruption disebut juga cutaneous larva migrans (CLM) disebabkan oleh

penetrasi dan migrasi larva nematoda di dalam epidermis. Istilah creeping eruption

digunakan pada kelainan kulit yang merupakan peradangan berbentuk linear atau berkelok-

kelok, menimbul dan progresif, disebabkan oleh invasi larva cacing tambang yang berasal

dari anjing dan kucing. Umumnya oleh larva Ankilostoma braziliense dan A. caninum. Dapat

juga terjadi Gnatostomiasis dan Strongyloidiasis.

Creeping eruption termasuk dalam penyakit parasit hewani. Maksudnya parasit berupa

hewan. Beberapa buku menyebutkan sebagai zoonosis, namun istilah ini kurang tepat

karena zoonosis berarti penyakit pada hewan yang dapat ditularkan pada manusia, sedangkan

penyakit ini bukan panyakit hewan. Jadi istilah penyakit parasit hewani lebih tepat. Infestasi

biasanya terjadi melalui kontak dengan tanah atau pasir yang terkontaminasi dengan kotoran

binatang. Invasi ini sering terjadi pada anak-anak terutama yang sering berjalan tanpa alas

kaki, atau yang sering berhubungan dengan tanah dan pasir. Demikian pula para petani

atau tentara sering mengalami hal yang sama.

II. EPIDEMIOLOGI

Creeping eruption ditemukan di seluruh dunia tapi paling sering terjadi di daerah

dengan iklim tropis atau subtropis yang hangat dan lembab, misalnya di Afrika, Amerika

Selatan dan Barat, terutama Amerika Serikat bagian tenggara, Afrika, Amerika Selatan,

Amerika Pusat, India, dan Asia Tenggara, di Indonesia pun banyak dijumpai.

Dilaporkan adanya outbreak insiden CLM di perkemahan anak-anak di Miami, Florida

pada tahun 2006. Dilaporkan 22 orang (33,7%) terdiri dari anak-anak dan dewasa, menderita

CLM setelah 2,5 minggu berada di perkemahan. Dari analisa didapatkan 22 orang tersebut

bermain di kotak pasir selama minimal 1 jam per hari, berjemur matahari 1 jam per hari,

17 dari 22 orang yang terkena ternyata tidak mengenakan sandal pada saat bermain pasir.

Banyak yang mengakui adanya kucing yang berkeliaran dalam jumlah cukup banyak di

sekitar perkemahan.

11

Page 12: CREEPING ERUPTION STATUS

Gambar 1. Frekuansi penyebaran Cutaneus Larvae Migrans di Amerika Serikat

Cara infeksi melalui kontak kulit dengan larva infektif pada tanah. Orang dari berbagai

jenis umur, seksa dan ras bias terinfeksi jika terpajan larva. Grup yang beresiko adalah

mereka yang pekerjaan atau hobinya berkontak dengan tanah berpasir yang lembab dan

hangat antara lain sebagai berikut:

i. Orang yang tidak memakai alas kaki di pantai

ii. Anak-anak yang bermain pasir

iii. Petani/ tukang kebun

iv. Pembersih septic tank

v. Pemburu

vi. Tukang kayu

vii. Penyemprot serangga

III.ETIOLOGI

Creeping eruption biasanya ditujukan untuk lesi yang diakibatkan cacing tambang

dengan hospes non-manusia. Penyebab utama adalah larva yang berasal dari cacing

tambang binatang anjing dan kucing, yaitu Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma

caninum. Ancylostoma braziliense adalah penyebab tersering. Di Asia Timur umumnya

disebabkan oleh gnathostoma babi dan kucing. Pada beberapa kasus ditemukan

Echinococcus, Strongyloides stercoralis, Dermatobia maxiales dan Lucilia caesar. Selain itu

dapat pula disebabkan oleh larva dari beberapa jenis lalat, misalnya Castrophilus (the horse

bot fly) dan cattle fly.

12

Page 13: CREEPING ERUPTION STATUS

Gambar 2. Bentuk Larva Stadium Tiga (Filariform Larva)

Penyebab yang umum:

i. Ancylostoma braziliense

ii. Ancylostoma caninum

iii. Uncinaria phlebotonum

Penyebab yang jarang:

i. Ancylostoma ceylonicum

ii. Ancylostoma tubaeforme

iii. Necator amricanus

iv. Strongyloides papillosus

v. Strongyloides westeri

vi. Ancylostoma duondenale

Gambar 3. Jenis-jenis cacing tambang (hookworm)

13

Page 14: CREEPING ERUPTION STATUS

IV. SIKLUS HIDUP

Siklus hidup Ancylostoma braziliense terjadi pada binatang dan serupa dengan

Ancylostoma duodenale pada manusia. Siklus hidup parasit dimulai saat telur keluar bersama

kotoran binatang ke tanah berpasir yang hangat dan lembab. Pada kondisi kelembaban dan

temperatur yang menguntungkan, telur bisa menetas dan tumbuh cepat menjadi larva

rhabditiform. Awalnya larva makan bakteri yang ada di tanah dan berganti dulu dua kali

sebelum menjadi bentuk infektif (larva stadium tiga). Pada hospes alami binatang, larva

mampu penetrasi sampai ke dermis dan ditranspor melalui sistem limfatik dan vena sampai

ke paru-paru. Kemudian menembus sampai ke alveoli dan trakea dimana kemudian tertelan.

Di usus terjadi pematangan secara seksual, dan siklus baru dimulai saat telur diekskresikan.

Larva yang infektif dapat tetap hidup pada tanah selama beberapa minggu.

Gambar 4. Siklus hidup pada hospes alami Ancylostoma braziliense

V. PATOGENESIS

Creeping eruption disebabkan oleh berbagai spesies cacing tambang binatang yang

didapat dari kontak kulit langsung dengan tanah yang terkontaminasi feses anjing atau

kucing. Hospes normal cacing tambang ini adalah kucing dan anjing. Telur cacing

diekskresikan ke dalam feses, kemudian menetas pada tanah berpasir yang hangat dan

lembab. Kemudian terjadi pergantian bulu dua kali sehingga menjadi bentuk infektif (larva

stadium tiga). Manusia yang berjalan tanpa alas kaki terinfeksi secara tidak sengaja oleh

14

Page 15: CREEPING ERUPTION STATUS

larva dimana larva menggunakan enzim protease untuk menembus melalui folikel, fisura atau

kulit intak. Setelah penetrasi stratum korneum, larva melepas kutikelnya. Biasanya migrasi

dimulai dalam waktu beberapa hari. Masa inkubasi dapat terjadi beberapa hari dan penyakit

ini dapat berlangsung beberapa minggu sampai beberapa bulan bila tidak diobati. Pada

binatang, larva dapat berpenetrasi lebih dalam sampai lapisan dermis serta menginfeksi darah

dan jaringan limpha. Cacing tambang yang sampai lumen usus akan bereproduksi

menghasilkan lebih banyak telur lalu dieksresikan melalui feces dan mulailah siklus baru.

Gambar 5. Gambaran siklus hidup Ancylostoma braziliense

Larva stadium tiga menembus kulit manusia dan bermigrasi beberapa cm per hari,

biasanya antara stratum germinativum dan stratum korneum. Larva ini tinggal di kulit

berjalan-jalan tanpa tujuan sepanjang dermoepidermal. Hal ini menginduksi reaksi inflamasi

eosinofilik setempat. Setelah beberapa jam atau hari akan timbul gejala di kulit. Larva

bemigrasi pada epidermis tepat di atas membran basalis dan jarang menembus ke

dermis. Manusia merupakan hospes aksidental dan larva tidak mempunyai enzim kolagenase

yang cukup untuk penetrasi membrane basalis sampai ke dermis. Sehingga penyakit ini

menetap di kulit saja. Enzim proteolitik yang disekresi larva menyebabkan inflamasi

sehingga terjadi rasa gatal dan progresi lesi. Meskipun larva tidak bisa mencapai

intestinum untuk melengkapi siklus hidup, larva seringkali migrasi ke paru-paru sehingga

15

Page 16: CREEPING ERUPTION STATUS

terjadi infiltrat paru. Pada pasien dengan keterlibatan paru-paru didapat larva dan eosinofil

pada sputumnya. Kebanyakan larva tidak mampu menembus lebih dalam dan mati setelah

beberapa hari sampai beberapa bulan.

VI. MANIFESTASI KLINIK

Masuknya larva ke kulit biasanya disertai rasa gatal dan panas. Mula-mula akan timbul

papul, kemudian diikuti bentuk yang khas, yakni lesi berbentuk linear atau berkelok-kelok,

menimbul dengan diameter 2-3 mm, dan berwarna kemerahan. Adanya lesi papul yang

eritematosa ini menunjukkan bahwa larva tersebut telah ada di kulit selama beberapa

jam atau hari.

Perkembangan selanjutnya papul merah ini menjalar seperti benang berkelok-kelok,

polisiklik, serpiginosa, menimbul dan membentuk terowongan (burrow), mencapai panjang

beberapa cm. Rasa gatal biasanya lebih hebat pada malam hari. Terjadi rasa gatal pada ujung

lesi yang bertambah panjang karena terdapat larva. Larva filariform pada manusia tidak

berkembang menjadi dewasa, infeksi larva terbatas hanya pada lapisan epidermis, yang

menyebabkan kelainan berupa garis merah berbentuk serpingiosa yang disebut Creeping

eruption. Masuknya larva ke kulit dapat menimbulkan erupsi yang tidak spesifik, dapat

berupa sensasi tingling atau prickling selama 30 menit sejak larva masuk kulit. Kemudian

jaringan kulit yang ditembus larva filariform berubah menjadi papul keras, merah dan gatal.

Larva dapat tidur selama beberapa minggu atau bulan atau segera memulai aktifitasnya.

Dalam beberapa hari berikutnya, akan terbentuk terowongan sempit di intrakutan yang

menimbul dengan diameter 2-3 mm dengan panjang 3-4 cm dan berwarna kemerahan.

Terowongan ini membentuk garis yang semakin panjang sesuai dengan gerakan larva yang

ada didalamnya. Penyakit ini self-limited dengan kematian larva dalam waktu sebulan

atau dua bulan. Lebar lesi berkisar antara 3mm dan panjang bervariasi mencapai 15-20 cm.

Lesi bisa tunggal atau multipel, sangat gatal dan bisa juga nyeri.

Tempat predileksi adalah di tungkai, plantar, tangan, anus, bokong, paha, juga di

bagian tubuh di mana saja yang sering berkontak dengan tempat larva berada. Sering terjadi

ekskoriasi dan infeksi sekunder oleh bakteri. Sepanjang garis yang berkelok-kelok terdapat

vesikel kecil yang sewaktu-waktu memungkinkan terjadinya infeksi sekunder jika kulit

digaruk.

16

Page 17: CREEPING ERUPTION STATUS

Gambar 6. Gambaran Cutaneus Larvae Migrans di kaki

Tanda dan gejala sistemik (mengi, batuk kering, urtikaria) pernah dilaporkan pada

pasien dengan infeksi ekstensif. Tanda sistemik termasuk eosinofilia perifer dan

peningkatang kadar IgE. Pada kasus creeping eruption bias terjadi sindrom loeffler dan

mtositis namun jarang dijumpai. Larva bias bermigrasi ke usus halus dan menyebabkan

enteritis eosinofilik.

VII. DIAGNOSIS

Diagnosis creeping eruption ditegakkan berdasarkan atas gambaran klinnis, riwayat

pajanan epidemiologi dan ditemukan lesi yang khas. Bentuk khas, yakni terdapatnya

kelainan seperti benang yang lurus atau berkelok-kelok, menimbul, dan terdapat

papul atau vesikel di atasnya. Biopsi spesimen diambil pada ujung jalur yang mungkin

mengandung larva tetapi biopsi kurang mempunyai arti karena larva sulit ditemukan. Bila

infeksi ekstensif bisa dijumpai tanda sistemik berupa eosinofilia perifer, sindrom loeffler

(infiltrate paru yang berpindah-pindah), peningkatan kadar IgE. Hanya sedikit pasien yang

menunjukkan eosinofilia perifer dan peningkatan IgE.

Untuk menunjang diagnosa bisa dilakukan biopsi kulit. Biopsi kulit yang diambil tepat di

atas lesi menunjukkan larva (tes periodic asam schiff positif) di terowongan suprabsalar,

terowongan pada membrane basalis, spongiosis dengan vesikel intraepidermal, nekrosis

keratinosit dan infiltrat kronis oleh eosinofil pada lapisan epidermis dan dermis bagian atas.

Penyakit ini akan sembuh sendiri (self limited), sekitar 50% larva mati dalam 12 minggu

walaupun tanpa terapi

17

Page 18: CREEPING ERUPTION STATUS

VIII. DIAGNOSIS BANDING

Dengan melihat adanya terowongan harus dibedakan dengan skabies. Pada skabies

terowongan yang terbentuk tidak akan sepanjang seperti pada penyakit ini. Bila

melihat bentuk yang polisiklik sering dikacaukan dengan dermatofitosis. Pada permulaan

lesi berupa papul, karena itu sering diduga insect bite. Bila invasi larvae yang multipel

timbul serentak, papul-papul lesi dini sering menyerupai herpes zoster stadium permulaan.

Diagnosis banding mencakup serkaria atau dermatitis kontak, infeksi bakteri atau jamur,

skabies, myiasis, loiasis dan beberapa parasit migran lainnya.

IX. PENATALAKSANAAN

Cutaneous larva migrans ini adalah penyakit yang dapat sembuh sendiri. Berapa lama

penyakit ini dapat sembuh dengan sendirinya tergantung spesies larva yang menginfeksi.

Pada beberapa kasus, lesi akan sembuh tanpa terapi dalam 4 sampai 8 minggu. Tetapi, terapi

yang efektif dapat mepercepat penyembuhan penyakit ini .Adapaun terapi yang dapat

digunakan adalah sebab:

i. Non-Medika Mentosa

Infeksi cacing tambang binatang dapat dicegah dengan meningkatkan sistem sanitasi

yang baik terutama yang terkait dengan feses. Pemakaian sepatu pada area dimana

banyak terdapat penyakit cacing tambang. Memperhatikan kebersihan dan menghindari

kontak yang terlalu banyak dengan hewan-hewan yang merupakan karier cacing

tambang. Menghindari kontak kulit langsung dengan tanah yang tercemar kotoran

binatang. Pengobatan cacing tambang untuk kucing dan anjing merupakan hal yang

utama untuk mencegah creeping eruption. Kotoran binatang harus dipindahkan secara

benar dari area aktivitas manusia. Creeping eruption bisa dicegah dengan mudah dengan

memakai alas kaki yang memadai setiap saat.

ii. Medikamentosa

Jika dibiarkan saja tanpa pengobatan, larva akan mati dan diabsorbsi. Meskipun

penyakit ini self-limited, rasa gatal yang hebat dan resiko infeksi sekunder

memaksa seseorang untuk berobat. Untuk kasus yang ringan biasanya tidak memerlukan

18

Page 19: CREEPING ERUPTION STATUS

pengobatan. Jika perlu dapat diberikan secara topikal. Pengobatan topikal ditujukan

untuk lesi awal yang terlokalisasi. Untuk kasus yang lebih berat dapat diberikan

obat peroral. Pengobatan oral untuk lesi yang luas atau gagal dengan topikal.

Antihistamin membantu mengurangi rasa gatal. Jika terjadi infeksi sekunder oleh

bakteri dapat diberikan antibiotik.

1) Pengobatan Sistemik (Oral)

a) Anti-Helmintes

i) Tiabendazol

Merupakan drugs of choice. Sejak tahun 1963 telah diketahui bahwa

antihelminthes berspektrum luas, misalnya tiabendazol ternyata efektif.

Dosisnya 50mg/kgBB/hari, dua kali sehari, diberikan berturut-turut selama

dua hari. Dosis maksimum 3 gr sehari. Jika belum sembuh dapat diulangi

setalah beberapa hari. Obat ini sukar didapat. Efek sampingnya mual,

pusing dan muntah. Menghambat enzim fumarat reduktase sehingga

menginhibisi pembentukan mikrotubuli. Akan terjadi gangguan ambilan

glukosa dan inhibisi malat dehidrogenase. Merupakan anihelminthes

heterosiklik generasi ketiga.

a) Dewasa

Topikal berupa supensi 10-15% (kadang dicampur dengan krim

kortikosteroid) secara oklusi, 2 kali sehari, selama minimal 1 minggu

Oral 25-50 mg/kgBB/hari, tiap 12 jam, selama 2-5 hari

b) Anak-anak

Dengan dosis 25-50 mg/kgBB/hari setiap 12 jam. Tidak lebih dari 3

gr/hari.

Tiabendazol lebih toksik daripada benzimidazol dan ivermectin sehingga

lebih dipilih agen yang lain. Efek samping yang sering berupa pusing,

anoreksia, nausea dan muntah. Permasalahan yang lebih jarang seperti

nyeri epigastrium, kram abdomen, diare, pruritus, nyeri kepala,

mengantuk, dan simtom neuroleptik. Pernah dilaporkan kerusakan hati

yang ireversibel dan sindrom Steven Johnson. Tiabendazol pada anak di

19

Page 20: CREEPING ERUPTION STATUS

bawah 15 kg masih terbatas penggunaaannya. Obat ini tidak boleh

digunakan untuk ibu hamil atau yang menderita penyakit hati maupun ginjal.

ii) Ivermectin

Antiparasit semisintetik makrosiklik yang berspektrum luas terhadap

nematoda. Cara kerjanya dengan menghasilkan paralisis flaksid melalui

pengikatan kanal klorida yang diperantarai glutamat. Mungkin merupakan

drug of choice karena keamanan, toksisitas rendah dan dosis tunggal.

a) Dewasa

12 mg atau 200 ug/kgBB dosis tunggal

b) Anak-anak

<5tahun : 150 ug/kgBB dosis tunggal

>5 tahun : sama dengan dewasa

Efek samping mencakup kelelahan, pusing, nausea, muntah, nyeri perut dan

bercak kemerahan. Hindari penggunaan bersama obat yang meningkatkan

aktivitas GABA seperti barbiturat, benzodiazepine dan asam valproat.

Ivermectin tidak boleh diberikan pada ibu hamil.

iii) Albendazol

Antihelmintas bersepektrum luas yang mengganggu ambilan glukosa dan

agregasi mikrotubuli. Sebagai alternatif pengganti tiabendazol.

a) Dewasa

400 mg per oral, sekali sehari, selama 3 hari atau

2x200 mg sehari selama 5 hari

b) Anak-anak

< 2tahun : 200 mg/hari selama 3 hari dan diulang 3 minggu

kemudian jika perlu

> 2 tahun : sama seperti dewasa

Bila digunakan 1-3 hari, albendazol hampir bebas efek samping. Bisa

terjadi gejala ringan distres epigastrium, diare, sakit kepala, nausea,

pusing, lesu dan insomnia. Pada pemakaian jangka panjang harus dicek

20

Page 21: CREEPING ERUPTION STATUS

darah dan fungsi hati. Tidak bileh diberikan pada orang yang

hipersensitif terhadap benzimidazol lainnya atau orang dengan sirosis.

Kemanan pada ibu hamil dan anak kurang dari 2 tahun masih belum

diketahui.

iv) Mebendazol

Antihelmintes spektrum luas yang menginhibisi perakitan mikrotubuli dan

memblok ambilan glukosa sehingga terjdai deplesi cadangan glikogen parasit.

a) Dewasa

200 mg per oral, 2 kali sehari selama 4 hari

b) Anak-anak

<2 tahun : tidak disarankan

>2 tahun : seperti dewasa

Bisa terjadi nausea, muntah, diare dan nyeri abdominal. Efek samping

yang jarang berupa reaksi hipersensitivitas, agranulositosis, alopesia dan

peningkatan enzim hati. Mebandazol teratogenik pada binatang sehingga

tidak disarankan untuk ibu hamil. Pada anak kurang dari 2 tahun harus

berhati-hati karena masih kurangnya penelitian. Kadar plasma bisa

berkurang pada penggunaan bersama karbamazepin atau fenitoin.

Meningkat ada penggunaan bersama simetidin. Harus berhati-hati pada

orang dengan sirosis. Hasil studi yang dilakukan Tae Hyeung Kim,

Byeung Song Lee, dan Wook Mok Sohn mendapatkan bahwa ivermectin

dosis tunggal 12 mg pada studi acak 21 pasien didapat hasil lebih efektif

daripada albendazol 400mg dosis tunggal. Tiabendazol juga

merupakan pengobatan yang efektif untuk CLM. Namun ivermectin dan

tiabendazol sukar didapat sehingga disarankan pengobatan dengan albendazol

dosis tunggal.

b) Anti-Pruritus : Antihistamin membantu mengurangi rasa gatal.

c) Antibiotik : Jika terjadi infeksi sekunder disebabkan oleh bakteri.

21

Page 22: CREEPING ERUPTION STATUS

2) Pengobatan Topikal

Obat pilihan berupa tiobendazol topikal 10%, diaplikasi 4 kali sehari selama satu

minggu.Topikal thiabendazole adalah pilihan terapi pada lesi yang awal, untuk

melokalisir lesi., menurangi lesi multiple dan infeksi folikel oleh cacing tambang.

Obat ini perlu diaplikasikan di sepanjang lesi dan pada kulit normal di sekitar lesi.

Dapat juga digunakan solutio tiobendazol 2% dalam DMSO (dimetil sulfoksida) atau

tiobendazol topikal ditambah kortikosteroid topikal yang digunakan secara oklusi

dalam 24-48 jam.

Eyster mencoba pengobatan topical solusio tiabendazol dalam DMSO dan

ternyata efektif. Demikian pula pengobatan secara oklusi selama 34-48 jam telah

dicoba oleh Davis. Obat lain ialah albendazol, dosis sehari 400 mg sebagai obat

dosis tunggal, oral atau tiabendazole topical merupakan terapi yang

direkomendasikan. Namun pengobatan ini mempunyai efek samping seperti

nausea, diare, anoreksia, pusing, sakit kepala, pembesaran KBG dan reaksi alergi.

Keamanan pengobatan ini selama kehamilan masih belum diketahui.

3) Cryotheraphy

Cara terapi ialah dengan cryotherapy yakni menggunakan etil klorida atau dry ice

dengan penekanan 45 detik sampai 1 menit, 2 hari berturut-turut. Penggunaan N2 cair

juga pernah dicoba. Cara beku dengan menyemprotkan kloretil sepanjang lesi.

Gambar 7. Cara melakukan krioterapi

22

Page 23: CREEPING ERUPTION STATUS

Cara tersebut di atas agak sulit karena kita tidak mengetahui secara pasti di

mana larva berada, dan bila terlalu lama dapat merusak jaringan di sekitarnya.

Terapi ini efektif bila epidermis terkelupas bersama parasit. Seluruh terowongan

harus dibekukan karena parasit diperkirakan berada dalam terowongan. Cara ini

bersifat traumatik dan hasilnya kurang dapat dipercaya.

4) Lain-lain

Pengobatan cara lama dan sudah ditinggalkan adalah dengan preparat antimony.

Penggunaan topikal spray etil klorida, nirtogen cair, fenl, CO2 beku, piperazin

sitrat, elektrokauter dan radiasi tidak behasil karena larva bisa lolos. Kemoterapi

dengan klorokuin, antimony, dan dietilkarbamazin juga tidak berhasil.

X. KOMPLIKASI

Komplikasi yang sering terjadi adalah ekskoriasi dan infeksi sekunder oleh bakteri

akibat garukan. Infeksi umumnya disebabkan oleh Streptococus pyogenes. Bisa juga

terjadi selulitis dan reaksi alergi.

XI. PROGNOSIS

Prognosis bisanya baik. Ini merupakan penyakit yang self-limited. Manusia merupakan

hospes aksidental yang dead end di mana larva akan mati dan lesi membaik dalam waktu 4-8

minggu. Dengan pengobatan progresi lesi dan rasa gatal akan hilang dalam waktu 48 jam.

Bisa terjadi reaksi hipersensitivitas. Sering terjadi eosinofilia perifer. Tidak terjadi

imunitas protektif sehingga bisa terjadi infeksi berulang pada pajanan berikutnya.

23

Page 24: CREEPING ERUPTION STATUS

KESIMPULAN

Creeping eruption merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh larva cacing

tambang binatang dan bersfiat self-limited. Penyakit ini sering dijumpai di daerah tropis dan

subtropis. Orang yang beresiko terinfeksi adalah mereka yang sering berhubungan

dengan tanah berpasir dan tidak memakai alas kaki.

Penyebab kelainan ini adalah Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum.

Penyebab tersering adalah Ancylostoma braziliense. Manusia terinfeksi melalui kontak kulit

dengan tanah yang terkontaminasi ini. Manusia merupakan hospes aksidental di mana larva

jarang sekali namun dapat ditemukan infiltrat paru yang disebut sindrom loeffler.

Gejala klinis yang timbul berupa gatal, papul eritematosa, kadang disertai rasa

nyeri, serta lesi khas yang berbentuk linear berkelok-kelok. Dapat terjadi ekskoriasi dan infeksi

sekunder yang umumnya disebabkan oleh Streptococcus pyogenes. Ditemukan eosinofilia

perifer dan peningkatan kadar IgE. Tempat pedileksi di bagian tubuh mana saja yang

sering berkontak dengan tempat larva berada.

Penatalaksanaan yang baik adalah edukasi mengenai pencegahan. Pengobatan dapat

diberikan antiheliminthes topikal maupun oral, digunakan antihelminthes berspektrum luas.

Ivermectin dosis tunggal 12 mg, Albendazol 400 mg dosis tunggal, Tiabendazol 50 mg/kgbb

dalam 2 dosis.

24

Page 25: CREEPING ERUPTION STATUS

DAFTAR PUSTAKA

1. Peris, M. Pruritic, serpiginous eruption in a returning traveller. CMAJ 2008;179:51-52.

diunduh dari: http://www.cmaj.ca/cgi/content/full/179/1/51

2. Djuanda. A, Hamzah. Aisah S. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi keempat,

cetakan pertama, Jakarta: Baai Penerbit FKUI.2005; 125-126.

3. Tierney, M, Papadakis. Cutaneous Larva Migran. Terdapat dalam: Current medical

diagnosis & treatment 45th ed[ebook]. San Francisco:Mc Graw Hill.2003.pg 1520.

4. Gerd P, Thomas J.Cutaneous Larva Migran. Terdapat dalam Fitzpatrick`s dermatology in

general medicine 6th ed[ebook]. New York: Mc Graw Hill;2003.ch236.

5. Ngan, V. Cutaneous larva migran. DermNetNZ: New Zealand.2007. diunduh dari:

http://www.dermnetnz.org/arthropods/larva-migrans.html

6. Lydia, M. Cutaneous larva migran. Emdeicine. 2008. Diunduh dari:

http://emedicine.medscape.com/article/1108784

7. Baron, S, cutaneous larva migrans. Terdapat dalam: medical mirobiology 4th

ed. Diunduh dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/bv.fcgi?call=bv

8. Carlson, Amy Olivia. Cutaneous larva migran. 2005. Diunduh dari:

http://www.stanford.edu/group/parasites/ParaSites2005/CLM

25