Creative Accounting
-
Upload
arini-lestari-patunru -
Category
Documents
-
view
131 -
download
1
Transcript of Creative Accounting
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Akuntansi merupakan salah satu cabang ilmu yang tidak terlepas dari dunia bisnis.
Dengan adanya ilmu akuntansi maka pembukuan keuangan menjadi lebih mudah dan lebih
akurat.Akan tetapi, dalam kenyataannya banyak pembukuan keuangan yang tidak sesuai
dengan keuangan yang ada. Hal ini terjadi karena kekeliruan dari pembuatan laporan
keuangan atau adanya kecurangan yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu.
Dalam melakukan penyusunan laporan keuangan perusahaan, seorang akuntan harus
mengikuti aturan yang ada dalam pembuatan laporan keuangan, yaitu sesuai dengan aturan
PSAK. Akan tetapi, dalam kenyataanya banyak perusahaan yang secara kreatif melakukan
manipulasi data keuangan untuk mendapatkan respon yang baik dari beberapa kalangan. Hal
ini disebut dengan akuntansi kreatif (‘Creatif Accounting’). Akuntansi kreatif bukan hal yang
baru dalam dunia akuntansi, karena banyak perusahaan yang melakukan hal tersebut.
Akuntansi kreatif oleh beberapa kalangan dianggap hal yang tidak etis karena
memanipulasi data. Akan tetapi, kreatif akuntansi dalam pandangan teori akuntansi positif,
sepanjang kreatif akuntansi tidak bertentangan dengan ptinsip-prinsip akuntansi yang
berterima umum tidak ada masalah yag harus dipersoalkan.
Banyak faktor yang menyebabkan perusahaan menggunakan kreatif akuntansi untuk
mempertahankan eksitensi perusahaan ditengah persaingan yang sangat ketat sekarang ini.
Oleh karena itu diperlukan cara-cara yang kreatif dalam penghitungan keuangan dalam dunia
bisnis, walaupun itu sering dianggap hal yang kurang etis. Berdasarkan hal yang telah
dijelaskan di atas maka penulis menyusun makalah dengan judul “Akuntansi Kreatif”.
Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan akuntansi kreatif?
2. Bagaimana cara mendeteksi terjadinya akuntasi kreatif perusahaan?
Tujuan Penulisan
1. Memahami pengertian akuntansi kreatif.
2. Memahami cara mendeteksi terjadinya akuntansi kreatif perusahaan.
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN ‘CREATIVE ACCOUNTING’
Banyak para pakar yang mengartikan ‘creative accounting’ sebagai kegitan
memanipulasi data keuangan di perusahaan. Tetapi, kata-kata ‘creative accounting’ terdiri
dari 2 kata yaitu ‘creative’ yang artinya kebolehan seseorang menciptakan ide baru yang
efektif, dan kata ‘akuntansi’ itu artinya pembukuan tentang financial events yang senantiasa
berusaha untuk setia kepada kondisi keuangan yang sebenarnya (faithful representation of
financial events). ‘Creative accounting’ menurut Amat, Blake dan Dowd [1999] adalah
sebuah proses dimana beberapa pihak menggunakan kemampuan pemahaman pengetahuan
akuntansi (termasuk didalamnya standar, teknik dsb.) dan menggunakannya untuk
memanipulasi pelaporan keuangan. Sedangkan, Stolowy dan Breton [2000] menyebut
‘creative accounting’ merupakan bagian dari ‘accounting manipulation’ yang terdiri dari
‘earning management’ , ‘income smoothing’ dan ‘creative accounting’ itu sendiri.
Sehingga arti dari ‘creative accounting’ yaitu akar dari sejumlah skandal akuntansi,
dan banyak usulan untuk reformasi akuntansi - biasanya berpusat pada analisis diperbarui
modal dan faktor produksi yang benar akan mencerminkan bagaimana nilai tambah.
Akuntansi kreatif dan manajemen laba merupakan eufemisme mengacu pada praktik
akuntansi yang mungkin mengikuti surat aturan praktik akuntansi standar, tapi jelas
menyimpang dari semangat peraturan tersebut.
B. TUJUAN ‘CREATIVE ACCOUNTING’
Tujuan-tujuan seseorang melakukan creative accounting bermacam-macam, di
antaranya adalah untuk pelarian pajak, menipu bank demi mendapatkan pinjaman baru, atau
mempertahankan pinjaman yang sudah diberikan oleh bank dengan syarat-syarat tertentu,
mencapai target yang ditentukan oleh analisis pasar, atau mengecoh pemegang saham untuk
menciptakan kesan bahwa manajemen berhasil mencapai hasil yang cemerlang.
Motivasi materialisme merupakan suatu dorongan besar manajemen dan akuntan-
akuntan melakukan creative accounting. Banyak perusahaan yang terjebak masalah creative
accounting mempunyai sistem ‘executive stock option plan’ bagi eksekutif-eksekutif yang
mencapai target yang ditetapkan. Secara umum, para eksekutif biasanya lebih mengenal
perusahaan tempat mereka bekerja dibandingkan karyawan-karyawan di bawah mereka,
sehingga para eksekutif ini dapat dengan mudah memanipulasi data-data dalam laporan
keuangan (financial statement) dengan motivasi memperkaya diri mereka sendiri.
Adapun klasifikasi tindakan yang meliputi kecurangan laporan keuangan adalah
sebagai berikut :
Pertama, sengaja distorsi laporan keuangan sebagai alat untuk bertindak curang
dengan mengecoh pemakai atau kelompoknya tentang hasil usaha perusahaan.Dalam hal ini
yang menerima keuntungan langsung adalah pihak perusahaan atau pelaku kecurangan.
Adapun tujuan khusus dari tindakan ini adalah :
a. Mendapatkan kredit, modal jangka panjang, atau tambahan modal investasi
berdasarkan informasi keuangan yang didistorsi atau dihapus
b. Menyembunyikan kinerja tidak baik dari perusahaan.
c. Menghapus hutang pajak.
d. Manipulasi harga saham.
e. Menyembunyikan kinerja tidak baik oleh manajemen.
Kedua, sengaja distorsi laporan keuangan untuk penyamaran tindakan kecurangan.dalam
hal ini yang diuntungkan tetap pihak perusahaan atau pelaku kecurangan. Adapun tujuan
khusus dari tindakan ini adalah:
a. Menyembunyikan penjualan fiktif atau harta milik dipalsukan.
b. Menyembunyikan pembayaran yang tidak benar.
c. Menyembunyikan tindakan penyelewangan dana atau harta.
C. UNSUR-UNSUR ‘CREATIVE ACCOUNTING’
Menurut Charles W. Mulford & Eugene E. Comiskey membagi Creative Accounting
menjadi beberapa unsur, yaitu:
1. Recognizing Premature or Fictitious Revenue
Mengakui penghasilan prematur atau penghasilan fiktif itu berbeda jika ditinjau dari
sudut aggressive accounting.Untuk premature revenue, pengakuannya sudah sesuai dengan
GAAP. Sementara itu, untuk fictitious revenue , penghasilan dicatat tanpa adanya penjualan
yang terjadi.
Bentuk dari prematur revenue bisa berupa pengakuan penjualan dilakukan pada saat
barang sudah dipesan, tapi belum dikirim (goods ordered, but not shipped) atau barang sudah
dikirim, tapi belum dipesan (goods shipped, but not ordered). Sementara itu, contoh
penjualan fiktif adalah backdated invoice, tanggal pengiriman yang diubah, atau sengaja
salah mencatat penjualan.
Cara mendeteksi penjualan prematur atau fiktif yaitu:
a. Pahami kebijakan pengakuan pendapatan, termasuk perubahannya
b. Cermati piutang usaha
c. Cermati akun-akun yang mungkin digunakan untuk meng-offset penjualan prematur
atau fiktif
d. Review transaksi hubungan istimewa
e. Perhatikan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan pendapatan sesuai laporan
2. Aggressive Capitalization & Extended Amortization Policies
Dalam kebijakan kapitalisasi yang agresif, perusahaan melaporkan beban atau rugi tahun
berjalan sebagai aset.Akibatnya, pengakuan biaya tertunda dan laba naik.Selanjutnya, aset
atau beban ditangguhkan tersebut diamortisasi selama beberapa tahun.
Cara mendeteksi kebijakan aggressive capitalitation & extended amortization policies
yaitu:
1) Pahami kebijakan kapitalisasi aset dan apakah aset yang dikapitalisasi tersebut
melebih nilai pasar
2) Proporsikan total biaya pengembangan software yang dikapitalisasi dan tentukan
apakah proporsi tersebut wajar
3) Cermati biaya bunga yang dikapitalisasi sehubungan dengan proyek konstruksi yang
sudah berakhir
4) Cermati alasan yang mendasari pencatatan normal operating expense ke dalam aset
3. Misreported Assets & Liailibities
Dalam banyak kasus, nilai aset overvalued dan/atau kewajiban undervalued dengan
tujuan agar earning power menjadi lebih tinggi dan posisi keuangan lebih kuat. Dengan laba
yang tinggi, otomatis saldo laba dan nilai ekuitas akan naik.
Beberapa akun aktiva yang potensial dilaporkan overvalued adalah piutang usaha,
inventori, investasi (yang diklasifikasikan dalam trading, held to maturity, atau available for
sale). Akun kewajiban yang dicatat undervalued di antaranya adalah accrued expense
payable, utang usaha, utang pajak, dan contingent liability.
Cara mendeteksi misreported asset & liability yaitu:
1) Tandingkan prosentase perubahan piutang usaha dengan perubahan penghasilan untuk
4-6 triwulan terakhir
2) Pastikan bahwa pembentukan cadangan piutang tak tertagih cukup untuk menutup
risiko inkolektibilitas
3) Cermati apakah persediaan yang overvalued tersebut disebabkan persediaan fiktif
4) Cermati apakah kasus overvalued inventory pernah terjadi sebelumnya
5) Cermati penurunan nilai pasar surat berharga yang held to maturity
6) Cermati trend yang terjadi untuk accrued expense payable
7) Hitung umur utang untuk 4-6 bulan terakhir
8) Review total utang pajak yang tercatat di neraca dengan beban pajak yang dicatat di
laba rugi
9) Cermati kewajiban kontinjensi yang tidak dicatat di neraca
4. Getting Creative with the Income Statement
Permainan angka-angka di laporan laba rugi terjadi pada cara mempercepat atau
memperlambat pengakuan pendapatan dan biaya. Dalam hal ini laba diatur untuk beberapa
periode pelaporan.
Selain itu, penyajian laporan yang bisa berbentuk single step maupun step memungkinkan
perusahaan memainkan angka-angka subtotal, klasifikasi akun, dan catatan laporan
keuangan.Misalnya, unsur pendapatan usaha dilaporkan sebagai pendapatan di luar usaha
atau sebaliknya, pengeluaran yang termasuk dalam harga pokok penjualan direklasifikasikan
ke dalam kelompok akun beban operasi atau sebaliknya. Reklasifikasi demikian tentu saja
akan mempengaruhi angka sub total laba kotor atau laba operasi yang nota bene sering
dijadikan sebagai sumber informasi untuk pengambilan keputusan.
Contoh lainnya yang termasuk dalam kreativitas akuntansi di laporan laba rugi terjadi
dalam:
a. Kelompok akun other expense/income yang seringkali di-netting. Perusahaan hanya
melaporkan total other expense/income tanpa merinci detil dari kelompok akun
tersebut.
b. Penggunaan terminologi di dalam laporan laba rugi, seperti istilah restrukturisasi yang
ternyata biaya restrukturisasinya mencakup penghapusan inventori, pembayaran
pesangon dan biaya PHK, penghapusan aktiva, biaya relokasi, dan biaya penurunan
nilai aktiva.
c. Penentuan tingkat materialitas suatu transaksi. Dengan konsep materialitas ini,
perusahaan dapat mengelompokkan transaksi yang sebetulnya material menjadi tidak
material.
5. Problems with Cash-flow Reporting
Seperti diuraikan sebelumnya dalam Share Price Effect, para investor tertarik dengan
perusahaan yang punya earning power yang bagus dan sustainable.Dengan demikian, future
cash flow-nya menjadi baik pula.Bagi para kreditur, dengan cash flow yang baik, utang
piutang menjadi lancar.
Sudah menjadi hal yang umum bahwa arus kas bersih dari aktivitas operasi merupakan
manifestasi operating income yang ada di laporan laba rugi.Arus kas bersih ini menjadi alat
ukur utama tentang kemampuan perusahaan dalam mendapatkan sustainable cash flow.
Di dalam pelaporan arus kas menurut GAAP, arus kas terbagi menjadi arus kas dari
aktivitas operasi, aktivitas pembiayaan (financing) dan aktivitas investasi.Bentuk penyajian
laporan arus kas sendiri terdiri dari indirect method dan direct method.Dalam indirect
method, arus kas dari aktivitas operasi dihitung dari laba bersih yang disesuaikan dengan
transaksi-transaksi non kas di laporan laba rugi. Sementara itu, dalam direct method arus kas
dari aktivitas operasi ditampilkan berdasarkan transaksi-transaksi kas di laba rugi.
Di dalam praktiknya, arus kas dari aktivitas operasi hanya diketahui oleh segelentir
pengguna laporan keuangan, tapi tidak diketahui oleh para investor maupun kreditur.Kedua
stakeholder tersebut lebih fokus pada kinerja keuangan.Akibatnya, mereka cenderung
menganggap bahwa laporan arus kasnya sudah benar.Pada kenyataannya, laporan arus kas,
khususnya arus kas operasi, tidak terlepas juga dari ‘creative accounting’. Berikut ini adalah
contohnya:
a. Arus kas operasi memasukan unsur pembayaran pajak penghasilan (PPh), baik PPh
Badan maupun PPh final.
b. Operasi dalam penghentian (discontinued operation) juga dimasukkan dalam aktivitas
operasi, padahal di dalam laba rugi discontinued operation tersebut dikeluarkan dari
laba operasi.
c. Biaya operasi yang dikapitalisasi dimasukkan sebagai arus kas dalam aktivitas
investasi, padahal jika dibebankan pada tahun berjalan, masuk dalam arus kas operasi.
Untuk mendeteksi adanya ‘creative accounting’, laporan arus kas (setelah dikeluarkan
unsur non recurring cash flow seperti discontinued operation) bisa menjadi alat yang efektif.
Misalnya,
1. transaksi fiktif seperti prematur revenue atau fictitious revenue tidak akan pernah
muncul di laporan arus kas karena tidak melibatkan unsur kas; dan
2. aggressive accounting dapat meningkatkan laba perusahaan, tapi arus kas dari
aktivitas operasi tetap tidak berubah.
D. PENYEBAB dan POLA ‘CREATIVE ACCOUNTING’
Stolowy dan Breton [2000] menyebut ‘creative accounting’ merupakan bagian dari
‘accounting manipulation’ yang terdiri dari ‘earning management’ , ‘income smoothing’ dan
‘creative accounting’ itu sendiri. Dalam pemahaman mengenai ‘creative accounting’ ini
bukan berarti akuntan yang memanfaatkan pemahaman akuntansi tersebut, tetapi pihak-pihak
yang mempunyai kepentingan dan kekuatan untuk menggunakan ‘creative accounting’
tersebut, seperti manajer, akuntan, pemerintah, asosiasi industri dan sebagainya. Hal yang
menyebabkan terjadinya ‘creative accounting’ adalah karena adanya kebijakan dari
perusahaan yang menyebabkan banyak pihak manjemen yang melakukan manipulasi data
untuk mendapatkan keuntungan yang lebih khususnya manajer perusahaan. Manajer dalam
bereaksi terhadap pelaporan keuangan menurut Watt dan Zimmerman [1986] digolongkan
menjadi tiga buah hipotesis, yaitu :
a. Bonus plan hyphotesis
Healy [1985] dalam Scott [1997] menyatakan bahwa manajer seringkali berperilaku
seiring dengan bonus yang akan diberikan. Jika bonus yang diberikan tergantung pada laba
yang akan dihasilkan, maka manajer akan melakukan ‘creative accounting’ dengan
menaikkan laba atau mengurangi laba yang akan dilaporkan. Pemilik biasanya menetapkan
batas bawah laba yang paling minim agar mendapatkan bonus. Dari pola bonus ini manajer
akan menaikkan labanya hingga ke atas batas minimal tadi. Tetapi jika pemilik perusahaan
membuat batas atas untuk mendapatkan bonus, maka manajer akan berusaha mengurangkan
laba sampai batas atas tadi dan mentransfer laba saat ini ke periode yang akan datang. Hal ini
dia lakukan karena jika laba melewati batas atas tersebut manajer sudah tidak mendapatkan
insentif tambahan atas upayanya memperoleh laba di atas batas yang ditetapkan oleh pemilik
perusahaan. Formula bonus yang digunakan Healy didasarkan pada asumsi bahwa
perusahaan terdiri atas manajer yang menghindari resiko (risk averse) sehingga manajer akan
memilih discretionary accrual untuk menurunkan earning ketika earning sebelum keputusan
accrual lebih kecil dari bogey (batas bawah) atau melebihi cap (batas atas) menaikkan
earning ketika earning sebelum keputusan accrual melebihi bogey tetapi tidak melebihi cap.
Implikasi yang dikemukakan oleh Healy adalah bahwa manajer akan berperilaku oportunistik
menghadapi intertemporal choice.
b. Debt-covenant hyphotesis
Penelitian dalam bidang teori akuntansi positif juga menjelaskan praktek akuntansi
mengenai bagaimana manajer menyikapi perjanjian hutang. Manajer dalam menyikapi
adanya pelanggaran atas perjanjian hutang yang telah jatuh tempo, akan berupaya
menghindarinya dengan memilih kebijakan-kebijakan akuntansi yang menguntungkan
dirinya. Fields, Lys dan Vincent [2001] mengemukakan ada dua kejadian dalam pemilihan
kebijakan akuntansi, yaitu pada saat diadakannya perjanjian hutang dan pada saat jatuh
temponya hutang.Kontrak hutang jangka panjang (debt covenant) merupakan perjanjian
untuk melindungi pemberi pinjaman dari tindakan-tindakan manajer terhadap kepentingan
kreditur, seperti pembagian deviden yang berlebihan, atau membiarkan ekuitas berada di
bawah tingkat yang telah ditentukan. Semakin cenderung suatu perusahaan untuk melanggar
perjanjian hutang maka manajer akan cenderung memilih prosedur akuntansi yang dapat
mentransfer laba periode mendatang ke periode berjalan karena hal tersebut dapat
mengurangi resiko ‘default’. Sweeney [1994] dalam Scott [1997] menyatakan perilaku
‘memindahkan’ laba tersebut dilakukan oleh perusahaan bermasalah yang terancam
kebangkrutan dan ini merupakan strategi untuk bertahan hidup.
c. Political-cost hyphotesis.
Dalam pandangan teori agensi (agency theory), perusahaan besar akan mengungkapkan
informasi lebih banyak daripada perusahaan kecil. Perusahaan besar melakukannya sebagai
upaya untuk mengurangi biaya keagenan tersebut.Perusahaan besar menghadapi biaya politis
yang lebih besar karena merupakan entitas yang banyak disorot oleh publik secara
umum.Para karyawan berkepentingan melihat kenaikan laba sebagai acuan untuk
meningkatkan kesejahteraannya melalui kenaikan gaji. Pemerintah melihat kenaikan laba
perusahaan sebagai obyek pajak yang akan ditagihkan. Sehingga pilihan yang dihadapi oleh
organisasi adalah dengan cara bagaimana lewat proses akuntansi agar laba dapat ditampilkan
lebih rendah. Hal ini yang seringkali disebut dengan political cost hyphoyesis [Watts dan
Zimmerman: 1986].
Berbagai macam pola yang dilakukan dalam rangka ‘creative accounting’ menurut
Scott [1997] sebagai berikut:
a. Taking Bath, atau disebut juga ‘big bath’. Pola ini dapat terjadi selama ada tekanan
organisasional pada saat pergantian manajemen baru yaitu dengan mengakui adanya
kegagalan atau defisit dikarenakan manajemen lama dan manajemen baru ingin
menghindari kegagalan tersebut. Teknik ini juga dapat mengakui adanya biaya-biaya
pada periode mendatang dan kerugian periode berjalan ketika keadaan buruk yang
tidak menguntungkan yang tidak bisa dihindari pada periode berjalan.
Konsekuensinya, manajemen melakukan pembersihan diri dengan membebankan
perkiraan-perkiraan biaya mendatang dan melakukan ‘clear the decks’. Akibatnya
laba periode berikutnya akan lebih tinggi dari seharusnya.
b. Income minimization. Cara ini mirip dengan ‘taking bath’ tetapi kurang ekstrem. Pola
ini dilakukan pada saat profitabilitas perusahaan sangat tinggi dengan maksud agar
tidak mendapatkan perhatian oleh pihak-pihak yang berkepentingan (aspek political-
cost). Kebijakan yang diambil dapat berupa write-off atas barang modal dan aktiva
tak berwujud, pembebanan biaya iklan, biaya riset dan pengembangan, metode
successfull-efforts untuk perusahaan minyak bumi dan sebagainya. Penghapusan
tersebut dilakukan bila dengan teknik yang lain masih menunjukkan hasil operasi
yang kelihatan masih menarik minat pihak-pihak yang berkepentingan. Tujuan dari
penghapusan ini adalah untuk mencapai suatu tingkat return on assets yang
dikehendaki.
c. Income maximization. Maksimalisasi laba dimaksudkan untuk memperoleh bonus
yang lebih besar, dimana laba yang dilaporkan tetap dibawah batas atas yang
ditetapkan.
d. Income smoothing. Perataan laba merupakan cara yang paling populer dan sering
dilakukan. Perusahaan-perusahaan melakukannya untuk mengurangi volatilitas laba
bersih. Perusahaan mungkin juga meratakan laba bersihnya untuk pelaporan eksternal
dengan maksud sebagai penyampaian informasi internal perusahaan kepada pasar
dalam meramalkan pertumbuhan laba jangka panjang perusahaan.
e. Timing revenue and expense recognition. Teknik ini dapat dilakukan dengan
membuat kebijakan tertentu berkenaan dengan saat atau timing suatu transaksi seperti
adanya pengakuan yang prematus atas penjualan.
E. CARA MENDETEKSI dan MENCEGAH KECURANGAN AKUNTANSI dalam
PRAKTIK CREATIVE ACCOUNTING
‘Creative accounting’ memiliki dampak yang kurang baik untuk penusahaan baik itu
pemilik perusahaan tersebut maupun investor yang ingin menanamkan modalnya ke
perusahaan tersebut. Ada beberapa metode dan carayang bisa untuk mengetahui adanya
creative accounting dan cara mencegahnya.
Fraudulent financial reporting di suatu perusahaan merupakan hal yang akan
berpengaruh besar terhadap semua pihak yang mendasarkan keputusannya atas informasi
dalam laporan keuangan (financial statement) tersebut. Oleh karena itu akuntan publik harus
bisa menccegah dan mendeteksi lebih dini agar tidak terjadi fraud. Untuk mengetahui adanya
fraud, biasanya ditunjukkan oleh timbulnya gejala-gejala (symptoms) berupa red flag (fraud
indicators), misalnya perilaku tidak etis manajemen.Red flag ini biasanya selalu muncul di
setiap kasus kecurangan (fraud) yang terjadi.
Hasil penelitian Wilopo (2006) membuktikan serta mendukung hipotesis yang
menyatakan bahwa perilaku tidak etis manajemen dan kecenderungan kecurangan akuntansi
dapat diturunkan dengan meningkatkan kefektifan pengendalian internal, ketaatan aturan
akuntansi, moralitas manajemen, serta menghilangkan asimetri informasi. Hasil penelitian
Wilopo tersebut juga menunjukkan bahwa dalam upaya menghilangkan perilaku tidak etis
manajemen dan kecenderungan kecurangan akuntansi memerlukan usaha yang menyeluruh,
tidak secara partial. Menurut Wilopo, upaya menghilangkan perilaku tidak etis manajemen
dan kecenderungan kecurangan akuntansi, antara lain:
1) Mengefektifkan pengendalian internal, termasuk penegakan hukum.
2) Perbaikan sistem pengawasan dan pengendalian.
3) Pelaksanaan good governance.
4) Memperbaiki moral dari pengelola perusahaan, yang diwujudkan dengan
mengembangkan sikap komitmen terhadap perusahaan, negara dan masyarakat.
The National Commission On Fraudulent Financial Reporting (The Treadway
Commission) merekomendasikan 4 (empat) tindakan untuk mengurangi kemungkinan
terjadinya fraudulent financial reporting, yaitu:
1) Membentuk lingkungan organisasi yang memberikan kontribusi terhadap integritas
proses pelaporan keuangan(financial reporting).
2) Mengidentifikasi dan memahami faktor- faktor yang mengarah ke fraudulent financial
reporting.
3) Menilai resiko fraudulent financial reporting di dalam perusahaan.
4) Mendisain dan mengimplementasikan internal control yang memadai untuk financial
reporting.
Mulfrod & Comiskey (2002) menulis buku terkait dengan creative accounting yang
berjudul “The Financial Numbers Game: Detecting Creative Accounting Practices”. Buku
tersebut meskipun lebih difokuskan bagi para investor sebagai pembelajaran untuk
mengetahui secara cepat adanya kecurangan akuntansi (fraudulent accounting), namun perlu
diketahui juga oleh auditor.
Beberapa atribut yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya risiko terdapat
fraudulent financial reporting di perusahaan, antara lain:
1) Terdapat kelemahan dalam pengendalian intern (internal control).
2) Perusahaan tidak memiliki komite audit.
3) Terdapat hubungan kekeluargaan (family relationship) antara manajemen (Director)
dengan karyawan perusahaan.
Klasifikasi dari Creative Accounting Practices menurut Mulfrod & Comiskey, terdiri
dari :
a. Pengakuan pendapatan fiktif (recognizing Premature or Ficticious Revenue).
b. Kapitalisasi yang agresif dan Kebijakan amortisasi yang terlalu lebar (Aggressive
Capitalization & Extended Amortization Policies).
c. Pelaporan keliru atas Aktiva & Utang (Misreported Assets and Liabilities).
d. Perekayasaan Laporan Laba Rugi (Creative with the Income Statement).
e. Timbul masalah atas pelaporan Arus Kas (Problems with Cash-flow Reporting).
Menurut laporan dari The National Commission on Fraudulent Financial Reporting,
pencegahan (prevention) dan pendeteksian (detection) awal atas fraudulent financial
reporting harus dimulai saat penyiapan laporan keuangan.
Rezaee (2002), dalam bukunya yang berjudul “Financial Statement Fraud: Prevention
and Detection”, membahas cukup mendalam tentang teknik untuk mencegah dan mendeteksi
adanya fraud dalam laporan keuangan. Dalam buku tersebut dijelaskan kasus kolapsnya
enron di Amerika Serikat, yang menghebohkan kalangan dunia usaha secara jelas dan
lengkap, termasuk adanya praktek kolusi.
Salah satu cara untuk mencegah timbulnya fraud yang diakibatkan kolusi antara
manajemen perusahaan dengan akuntan publik adalah pengaturan rotasi auditor (akuntan
publik). Sesuai Keputusan Menkeu (KMK) No. 359/KMK.06/2003 tentang perubahan KMK
No. 423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik tertanggal 21 Agustus 2003, telah diatur
tentang pembatasan dan rotasi terhadap akuntan publik. Pasal 6 ayat 4 Kepmenkeu tersebut
dinyatakan bahwa pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas dapat
dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) paling lama untuk lima tahun buku berturut-
turut dan oleh seorang akuntan publik paling lama tiga tahun berturut-turut.
PENUTUP
Kesimpulan
‘Creative accounting’ merupakan hal yang sering dilakukan oleh pihak internal
diperusahaan bukan hanya untuk memanipulasi data yang ada akan tetapi juga untuk
menyelamatkan peusahaannya. Akan tetapi, ada factor yang menyebabkan memanipulasi data
dilakukan oleh perusahaaan untuk mendapatkan respon yang positif dari beberapa pihak dan
keuntungan baik itu untuk pihak internal perusahaan maupun untuk umum.
Dalam melakukan kecurangan memanipulasi data ada banyak cara untuk
mendeteksinya dan mencegahnya. Hal itu, dapat dilakukan dengan mengevaluasi ulang data
yang ada dan memeriksa kembali sehingga kecurangan yang ada dapat terdeteksi dan
dicegah. Sehingga cara ‘creative accounting’ tdak disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu
hanya untuk keuntungan pribadinya bukan untuk kelangsungan perusahaan dan pemegang
saham perusahaan.
REFERENSI
http://blog-punyaelin.blogspot.com/2010/11/etika-dalam-akuntansi-creative.html (diakses
tanggal 6 Mei 2013)
http://dhaniq.wordpress.com/2007/02/07/accounting-fraud/ (diakses tanggal 6 Mei 2013)
http://diaryintan.wordpress.com/2010/11/21/etika-dalam-akuntansi-creative-accounting-
fraud-auditing-accounting-dll/ (diakses tanggal 6 Mei 2013)
http://en.wikipedia.org/wiki/Creative_accounting (diakses tanggal 6 Mei 2013)
www.fraud-magazine.com (diakses tanggal 6 Mei 2013)
http://konsultansolusipajak.blogspot.com/2009/01/creative-accounting-vs-tax-planning.html
(diakses tanggal 6 Mei 2013)
http://myedensor.wordpress.com/2008/05/21/creative-accounting (diakses tanggal 6 Mei
2013)
http://www.buletinpillar.org/artikel/creative-accounting (diakses tanggal 6 Mei 2013)
http://www.ekasulistiyana.web.id/kuliah/bahan-kuliah/apakah-creative-accounting-itu/
(diakses tanggal 6 Mei 2013)
CREATIVE ACCOUNTING
Oleh:
A.Arini Lestari Patunru (A31110104)
Muh. Ichsan Gaffar (A31110301)
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNISUNIVERSITAS HASANUDIN
MAKASSAR2013