CR Combustio
-
Upload
mohammad-yovansyah -
Category
Documents
-
view
47 -
download
1
Transcript of CR Combustio
1. Identitas Pasien
Nama : An.N
Umur : 7 th
Jenis kelamin : Laki-laki
Status : Menikah
Alamat : Cirebon
Pekerjaan : Pelajar
Suku : Jawa
Agama : Islam
Tanggal masuk RS : 20 Agustus 2013
2. Anamnesis
Dilakukan secara : Autoanamnesis
Tanggal : 20 Agustus 2013
Keluhan Utama
Luka disekujur badan
Riwayat Penyakit Sekarang
Beberapa jam sebelum masuk rumah sakit pasien terkena spirtus, lalu tersambar api pada tangannya. Pasien ditolong dan dilarikan ke RSUD Arjawinangun setelah beberapa jam terkena spirtus dan tersambar api pada tanganya. Pasien belum pernah mengalami hal serupa sebelumnya.
Riwayat Penyakit Dahulu
Belum pernah mengalami hal yang sama. Riwayat menderita penyakit hipertensi disangkal, penyakit jantung disangkal, riwayat penyakit DM disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang mengalami hal serupa.
3. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Status gizi : Cukup
Tandi vital : Tekanan Darah 120/80 mmHg
Nadi 88 x/menit
Respirasi 20 x/menit
Suhu 36,8 oc
Kepala
Mata : Konjungtiva Anemis -/-
Sklera ikterik -/-
Reflek pupil +/+
Hidung : Epistaksis -/-
Deviasi septum (-)
Krepitasi (-)
PCH (-)
Mulut : Sianosis peri oral (-), faring tidak hiperemis
Leher : Trakea ditengah, pembesaran KGB (-)
Thoraks
Inspeksi : Terdapat bula dan erosi
Palpasi : Nyeri tekan (+)
Perkusi : Pasien tidak kompeten untuk dilakukan pemeriksaan
Auskultasi : Pasien tidak kompeten untuk dilakukan pemeriksaan
Abdomen
Inspeksi : Terdapat bula dan erosi
Auskultasi : Pasien tidak kompeten untuk dilakukan pemeriksaan
Perkusi : Pasien tidak kompeten untuk dilakukan pemeriksaan
Palpasi : Nyeri tekan (+)
Ekstremitas
Superior dex. dan sin. : Tonus otot : baik
Edema : -/-
Massa : Bula D/S
Inferior dex. dan sin. : Tonus otot : baik
Edema : (-)
Massa : Bula D/S
4. Pemeriksaan PenunjangLaboratorium Tgl 6 April 2013- WBC 15.8 (4.0 – 12.0)- CYM 5.7 (1 - 5)- MON 1.2 (0.1 – 1)- GRA 8.8 (2 – 8)- MCV 83 (80 – 100)- MCHC 31.6 (31 – 35.5)- GDS 409 (< 140 mg/dL) Rontgen ThoraxKesan :Tidak tampak TB Paru aktif maupun pneumonia.Tidak tampak pembesaran jantung.
5. Diagnosis Banding
Luka bakar derajat IIA
Luka bakar derajat IIB
6. Diagnosa Kerja
Luka bakar derajat IIA
7. Penatalaksanaan
Umum :
Informed Consent tentang penyakit yang diderita dan hal-hal yang dapat dilakukan pasien untuk membantu pengobatan, misalnya:
1. Minum setelah peristalsis normal
2. Berikan makan setelah pasien dapat minum secara baik
3. Batasi mobilisasi
Khusus :
1. Terapi Cairan8 Jam pertama : 4200 cc = 100 cc/ jam16 Jam selanjutnya : 4200 cc = 200 cc/jam
2. Ceftazidin : 3 x 1Tab / hari3. Ketorolac : 3 x 1Tab / hari4. Ranitidin : 3 x 1Tab / hari
8. Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonamQuo ad functionam : Dubia ad malamQuo ad sanationam : Dubia ad bonam
LUKA BAKAR
(COMBUSTIO)
I. PENDAHULUAN
Luka bakar merupakan kasus yang cukup sering ditemui ataupun dihadapi oleh para dokter. Bahkan pada derajat yang berat memperlihatkan angka morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi apabila dibandingkan dengan cedera oleh sebab yang lain. Selain itu luka baker juga melibatkan aspek psikososial yang timbul karena adanya kecacatan atau gangguan fungsi akibat luka bakar.
Oleh karena itu luka bakar sangat membutuhkan perhatian dan penanganan yang serius, tidak hanya oleh dokter tetapi juga oleh seluruh pihak, baik itu tenaga kesehatan, rumah sakit, masyarakat maupun pemerintah terutama dalam mewujudkan suatu unit luka baker yang baik.
II. DEFINISILuka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yg disebabkan kontak dengan
sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi.
III. EPIDEMIOLOGI• Di USA à 2 juta orang/thn butuh pelayanan medis• à 70000 rawat, 5000 meninggal.• Kelompok usia: anak dan dewasa muda• Menimbulkan biaya tinggi à penanganan rumah sakit dan sosial• Keberhasilan à derajat keparahan, karakteristik fisik pasien, motivasi, dan kualitas
penanganan.
IV. ETIOLOGI1. Air panas à tergantung suhu cairan, jenis cairan, lama kontak dan
ketebalan kulit yang terkena2. Api à nomor dua paling sering3. Flash burns à ledakan gas, bensin, cairan yang dapat terbakar lainnya
dalam waktu sangat singkat.4. Kontak dengan benda panas
V. PENAMPANG KULIT
VI. MEKANISME LUKA BAKAR
1. Capillary Pemeability á Kebocoran cairan dan protein dari ruang intravaskuler
2. Plasma Onkotik Pressure Oleh karena hipoproteinemia o.k kehilangan protein dari ruang intravaskuler
3. Capillary hydrostatic pressure á Oleh karena vasokonstriksi atau blokade parsial karena terjadi aggregasi sel dan trombosit
4. Clearance cairan dan protein Oleh karena blokade ductus lymph oleh aggregate platlet dan fibrin clots
5. Cairan intravascular áOleh karena fx membran sel yg menurun
6. Tekanan osmotik tissue yg terbakar áMenyebabkan peningkatan cairan intravaskular
7. Cairan yang menguap á8. Fungsi myokard
VII. PATOFISIOLOGI
VIII. KLASIFIKASI LUKA BAKAR(American burn association and American college of surgeons committee on trauma)
CLASSIFICATION CRITERIA
MINOR 2° < 15% BSA2° < 10% BSA IN CHILDREN3° < 2% BSA
MODERATE 2° = 15% - 25% BSA2° = 10% - 20% BSA IN CHILDREN3° = 2% - 10% BSA
CRITICAL 2° > 25% BSA2° > 20% BSA IN CHILDREN3° > 10% BSABURNS OF FACE,FEET,EYES,EARS,PERINEUMBURNS IN POOR RISK PATIENT ( AGE, CURRENT DISEASE)BURNS ASSOCIATED WITH INHALATION,ELECTRICAL INJURY,FRACTURES OR OTHER MAJOR TRAUMA
IX. DERAJAT LUKA BAKAR
Derajat I
– Lapisan epidermis– Bulae (-)– Kering, hiperemik– Nyeri– Sembuh spontan 2-10 hari
Derajat IIDerajat IIa
Dangkal : superfisial dermis, adnexa kulit utuh, sembuh < 3mgg, bulae (+/-) Derajat IIb
Dalam : sebagian besar dermis, sedikit adnexa kulit, sembuh 3 – 9mgg, bulae (+)
Derajat III – Seluruh dermis & lapisan di bawahnya– Adnexa kulit (-)– Abu-abu pucat– Koagulasi protein (eschar)– Anestesi
Derajat IV : – Seluruh lemak subkutan & lapisan di bawahnya– Adnexa kulit (-)– Gambaran seperti arang– Koagulasi protein (eschar)– Anestesi
X. ZONA KERUSAKAN JARINGAN
1. Zona koagulasiTerjadi koagulasi protein (langsung)
2. Zona statisKerusakan endotel,trombosit & lekosit _ ggn perfusi, permeabilitas kapiler dan respons inflamasi lokal. Pada 12 – 24 jam pasca trauma, mungkin berakhir dengan nekrosis jaringan.
3. Zona hiperemiTerjadi reaksi vasodilatasi tanpa reaksi seluler
XI. LUAS LUKA BAKARBerdasarkan Rule of Nines (%TBSA).
Child AdultHead/ neck 18 9Arm 9 9Anterior trunk 18 18Posterior trunk 18 18Leg (groin to toe) 14 18Perineum 5 1
XII. PERHITUNGAN LUAS LUKA BAKAR
XIII. PENATALAKSANAAN DI UGD• Primary assessment • Secondary assessment à evaluasi luka
resusitasi cairan monitoring lain-lain : Dekompresi lambung, Pain
control, Tetanus Profilaktif
XIV. PRIMARY SURVEY• Identify immediate life-threatening conditions :• Airway :
- oksigen, - observasi edema jalan nafas : progressive hoarseness, LB kepala & leher, pasang ETT
• BreathingMelihat frekewensi nafas dan expansi dada
• CirculationFrekuensi nadi lebih baik daripada Tekanan Darah
• C-spine immobilizationTerutama pd korban ledakan atau KLL
XV. SECONDARY SURVEY• A thorough head-to-toe evaluation
anamnesis riwayat trauma,mekanisme,ruang tertutup, gas kimia,trauma inhalasi,dan lain lain.
• Adanya trauma penyerta lain• Evaluasi luka• Resusitasi cairan• Monitoring lain-lain : dekompresi lambung,laboratorium, Pain control, Tetanus
Profilaktif
XVI. RESUSITASI CAIRAN• Pasien dengan luka bakar > 20% memerlukan resusitasi cairan intra vena.• Pasien dengan luka bakar > 50% atau mempunyai masalah medis lainnya seperti
sangat muda atau sangat tua atau mengalami inhalasi asap harus mendapatkan monitoring tekanan vena sentral.
• Formula Evans• Formula Brooke• Formula Baxter (Parkland)
• 8 jam pertama : ½ jumlah cairan• 16 jam berikut : sisanya
Evans– 1ml/kgBB/%LB koloid– 1ml/kgBB/%LB elektrolit– 2000 ml glukosa
Monitor :– Diuresis > 50 ml/jam
– CVP >+2– Hb– Ht
Brooke– 0,5ml/kgBB/%LB koloid– 1,5ml/kgBB/%LB elektrolit– 2000ml glukosa
Monitor :– Diuresis 30-50 ml/jam– CVP >+2– Hb– Ht
Baxter (Parkland)- 4ml/kgBB/%LB ringer lactate
Monitor :– Diuresis 50-100 ml/jam– CVP >+2– Hb– Ht
XVII. PERKIRAAN KEBUTUHAN KALORI
Tujuan dari pemeliharaan energi adalah penyediaan kalori dalam bentuk karbohidrat.
Sejumlah metode telah dikembangkan dalam bentuk karbohidrat. Sejumlah metode telah
dipertimbangkan untuk kebutuhan kalori, termasuk persamaan Harrisan-Benedict, yang dapat
meramalkan pengeluaran energi basal.dengan multiplikasi persamaan ini, kan diperkirakan
kebutuhan energi dari pasien-pasien luka bakar. Kalorimetri indirek dapat dilakukan pada
beberapa pasien dengan problem penatalaksanaan gizi yang sulit.
Lemak
Perana lemak sebagai sumber kalori non protein tergantung pada keparaha cedera dan
respon hipermetabolisme yang menyertai cedera tersebut. Pada pasien dengan luka bakar
ringan dan peningkatan ekskresi metabolisme yang menyertai cidera tersebut. Pada pasien
dengan luka bakar ringan dan peningkatan eksresi metabolisme sedang, maka lemak dan
karbohidrat yang bial digabung dengan protein, dapat memperbaiki keseimbangna protein
dalam kapasitas yang sama. Namun pada pasien dengan luka bakar yang luas, karbohidrat
akan mengurangi pemakaian nitrogen, sedangkan lemak dalm porsi kalori yang sama, tidak
memperlihatkan efek yang demikian. Lemak merupakan sumber kalori yang buruk untuk
pemeliharaan keseimbangan nitrogen dan massa tubuh pada pasien-pasien dengan
hipermetabolisme. Bila kandungan lemak dihilangkan dari larutan-larutan perenteral, maka
dapat timbul defisiensi asam lemak esensial dalam jangka panjang.
Vitamin dan Mineral
Kebutuhan vitamin pada pasien luka bakar dengan hipermetabolisme yang dalam
keadaan kritis belum jelas. Vitamin-vitamin yang larut dalam lemak (A,D,E,dan K) disimpan
pada depot lemak dan biasanya tidak cepat habis. Vitamin-vitamin yang larut dalam air. (B-
kompleks, dan C) tidak disimpan dalam jumlah yang cukup dan akan sebera habis. Perlu
diperhatikan agar semua vitamin memperoleh tambahan yang cukup.
Keseimbangan mineral berperan penting dalam pemberian nutrisi dan pemakaiannya
untuk proses-proses metabolisme. Kadar natrium, klorida, kalsium, magnesium, dan fosfor
serum merupakan petunjuk klinis terbaik untuk terapi substitusi. Seng merupakan kofaktor
penting dalam penyembuyhan luka. Pengukuran kadar seng, tembaga, mangan, dan krom
secara berkala dapat membantu dalam pemberian terapi pengganti.
Pemberian Nutrisi
Tujuan pemberian nutrisi pada pasien luka bakar yang berat adalah untuk
keseimbangan energi dan nitrogen. Pemberian kalori supranormal yang sering kali
berhasildilakukan pada pasien luka bakar, namun sediaan seperti ini tidak dapat memperbaiki
keseimbangan nitrogen.
Bila memungkinkan, maka zat gizi harus diberikan melalui saluran cerna; nutrisi
perenteral sebaiknya hanya dicadangkan untuk pasien-pasien yang ususnya dioperasi. Pada
pasien dengan luka bakar ringan, maka fungsi saluran cerna akan kembali pulih dalam waktu
24 hingga 72 jam. Jika sudah ada bukti-bukti kembalinya fungsi usus, maka pemberian
makanan dapat dimulai dan dengan cepat, untuk mengejar kebutuhan lengkap. Beberapa
pasien dengan luka bakar yang kecil, khususnya kasus-kasus dengan luka bakar yang berat,
pasien lanjut usia, dan kasus-kasus cedera inhalasi, akan mengalami ileus paralitik yang lebih
lama. Jika fungsi saluran cerna belum kembali, maka nutrisi perenteral dapat dimulai pada
hari ketiga atau kelima pasca luka bakar. Nutrisi tampaknya dapat memelihara kebutuhan dari
sluran cerna dan mengurangi insiden translokasi bakteri dari usus. Selain itu, masa mukosa
usus dapat dipertahankan dan dipelihara, serta lebih bayak insulin yang dilepaskan, sehingga
dapat memacu anabolisme.
Nutrisi perenteral total harus dilakukan bila saluran cerna terbukti tidak mampu
menyediakan kalori yang memadai. Ileus yang lama, pemakaian narkotik yang berlebihan,
dan konstipasi merupakan penyebab kegagalan nutrisi perenteral yang sering dijumpai.
Sepsis sreing disertai ileus dan intoleransi glukosa yang berat. Nutrisi yang dapat ditoleransi
sebelumnya, perlu dihenttikan sementara hiperglikemia dikendalikan. Komplikasi lanjut yang
melibatkan saluran cerna dapat menyebabkan hilangnya fungsi usus dan memerlukan nutrisi
perenteral.
XVIII. TETANUS PROFILAKTIF• Apabila dalam 5 tahun terakhir mendapatkan booster à tidak perlu profilaksis. • Dalam 10 tahun terakhir à cukup tetanus toksoid booster. • Apabila tidak diketahui statusnya diberikan serum hiperimun.
XIX. PERAWATAN LUKA • Aseptik• Nekrotomi, debridement• AB topikal
– AgNO3 0,5%– Mafenide acetate– SSD 1%– Gentamycin SO4
• Posisi sendi ekstensi, abduksi• Eksisi tangensial• Escharotomy• Fasciotomy• Skin graft
– STSG– FTSG
Escharotomy dan Fasciotomy• Escharotomy pada dada
Diperlukan pada pasien dengan luka bakar sirkumferensial pada dinding dada. Dilakukan pada linea axillaris anterior bilateral, apabila dinding abdomen ikut terkena à incisi transversal costal margin.
• Escharotomy pada ekstremitasDilakukan pada luka bakar sirkumferensial pada ekstremitas yang menyebabkan gangguan perfusi yang signifikan. Batas tekanan untuk dilakukan escharotomy adalah 30 mmHg dan dilakukan sepanjang garis midmedial atau mindlateral.
GAMBARAN ESCHAROTOMY
XX. NUTRISI SUPORTIF• Dapat dilakukan sedini mungkin, walaupun pada luka bakar luas terjadi
gastroparesis àmenggunakan NGT pada distal ligamentum Treitz à meningkatkan sintesis protein, menurunkan translokasi bakteri, meningkatkan hormon anabolisme (insulin) dan menurunkan stress hormon à stress respon menurun.Sangat bermanfaat à pemberian kalori dan protein untuk anabolisme dan
katabolisme
XXI. INFEKSI DAN ANTIBIOTIKA PADA LUKA BAKAR• Mengatasi infeksi à tindakan aseptik, pencucian dan perawatan luka,
nekrotomi dan debridement, pemberian antibiotika topikal dan sistemik.• Prinsip tindakan : dilution is solution for pollution• Pemberian antibiotik dibedakan sebagai profilaksis topikal dan sistemik
Antibiotik• Terapetik à diberikan untuk mengatasi infeksi yang terjadi dan telah
dilakukan kultur.• Profilaksis à diberikan sesuai pola kuman rumah sakit, diberikan intravena
30 menit sebelum tindakan dan 24 jam pasca tindakan, dapat juga diberikan peroral selama 5 hari berupa antibiotik yang tidak diserap usus untuk mencegah kontaminasi dari saluran cerna.
XXII. PROBLEM REKONSTRUKSI• Ggn fungsi & estetik:
– Kontraktur– Parut hipertrofik– Keloid
Bila kesulitan seperti ditemukan, tindakan operasi adalah yang paling memungkinkan
XXIII. JENIS OPERASI• Release contracture
• Skin graft• Z plasty• Distant Flap• Free Flap
XXIV. PERAWATAN JANGKA PANJANG
Rehabilitasi
Mempertahankan fungsi dan mencegah komplikasi imobilisasi jangka panjang,
merupakan tujuan khusus dari perawatan rehabilitasi untuk pasien luka bakar. Kepatuhan
merupakan factor utama dalam suatu program rehabilitasi; ahli terapi luka bakar harus
bekerja sama dengan seluruh tim luka bakar. Latihan-latihan pasif harus dilakukan dengan
hati-hati, oleh karena tarikan yang berlebihan dapat menyebabkan putusnya tendon,
robeknya otot, osifikasi heteropik, dan pelepasan traumatic dan kontraktur jaringan parut.
Ekstrimitas yang terbakar perlu dievaluasi dan dilatih secara aktif guna
meminimalkan edema dan mengurangi keharusan melakukan nekrotomi. Pemakaian
analgesic dan anti-ansietas secara tidak bijaksana akan mengganggu keberhasilan program
mobilisasi. Latihan aktif dapat mempertahankan masa dan kekuatan otot. Latihan pasif
biasanya dilakukan pada pasien-pasien debil dan yang mengalami gangguan jiwa.
Pengukuran kekakuan sendi secara kuantitatif dapat dilakukan dengan alat transducer yang
digerakkan oleh piston, dan merupakan catatan yang bermanfaat mengenai perkembangan
pasien.
Hipertropi jaringan parut merupakan salah satu sekuelle luka bakar kulit yang sangat
mengganggu. Semua luka bakar tingkat dua dan tiga menimbulkan jaringan parut yang
permanen. Beberapa individu cenderung akan membentuk jaringan parut yang hipertropik.
Hipertropi ini dapat dikurangi dengan memakai obat yang pas dan dapat menekan daerah
yang sedang dalam proses penyembyhan. Orang dewasa biasanya memakai bebat ini selama
3 hingga 6 bulan, sementara anak-anak memerlukan terapi kompresi yang lebih lama (dapat
mencapai 4 tahun) sebelum jaringan parut menjadi matang.
Terapi Rawat Jalan
Berbagai gangguan fungsional akan menetap setelah pasien pulang dari rumah sakit.
Fasilitas rawat jalan dari pusat perawatan luka bakar harus menyediakan kunjungan tindak
lanjut yang sering dan continue sampai selama 10 tahun. Bebat penekan haruslah disetel
secara teratur agar selalu pas. Pasien rawat jalan harus dievaluasi 1 minggu setelah
dipulangkan, dan selanjutnya dalam selang waktu yang makin lama makin panjang. Cacat
sisa yang permanen mungkin dapat diatasi dengan rekonstruksi pembedahan korektif. Rasa
gatal yang hebat dan nyeri neutis yang hebat namun tidak tegas biasanya akan berlangsung
lama dan berespon buruk dengan pemberian anti pruritus dan analgesik.
DAFTAR PUSTAKA
1. R. Sjamsuhidajat. Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : Penerbit
buku kedokteran EGC, 2005. P 73-81
2. David S. 2008. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka. 2 februari 2011
3. Mansjoer A, Kapita Selekta Kedokeran, Edisi 3, Jakarta : Media Aesculapius, 2000
hal 329-34
4. Staf Pengajar FK- UI ( Bagian Bedah ), (1995), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Bina
Rupa Aksara, Jakarta.
5. Gerard M Doherty. Current Surgical Diagnosis And Treatment. Ediai 12. Mc Graw-
Hill Companies. New York. P 189-216
6. http://www.dokterbedahherryyudha.com/2012/12/luka-bakar-combustio-dan-
penatalaksanaan.htm l diakses tanggal 30 Agustus 2013 jam 21.00