Cover LD RPJM 2006 -...
Transcript of Cover LD RPJM 2006 -...
TAHUN 2006 NOMOR 02 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK
NOMOR 02 TAHUN 2006
TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)
KOTA DEPOK TAHUN 2006 - 2011
Diperbanyak Oleh Bagian Hukum Setda Kota Depok
SALINAN
LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK
NOMOR 02 TAHUN 2006
PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2006
TENTANG
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)
KOTA DEPOK TAHUN 2006 - 2011
Diperbanyak Oleh Bagian Hukum Setda Kota Depok
PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2006
TENTANG
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA DEPOK TAHUN 2006 - 2011
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA DEPOK, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah, berdasarkan
ketentuan Pasal 150 ayat (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, disusun perencanaan pembangunan daerah sebagai
satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional;
b. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 150 ayat (3) Undang-undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, perencanaan pembangunan
daerah disusun secara berjangka, meliputi : Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Daerah (RPJPD) untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun, Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) untuk jangka waktu 5
(lima) tahun dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) untuk jangka
waktu 1 (satu) tahun;
c. bahwa agar pelaksanaan pembangunan daerah Kota Depok dalam kurun
waktu 5 (lima) tahun mendatang dapat terarah, berkesinambungan, efektif
dan efisien serta dapat mengakomodasi kepentingan masyarakat, telah
disusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota
Depok Tahun 2006-2011;
d. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 150 ayat (3) huruf e Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) ditetapkan dengan
Peraturan Daerah;
e. bahwa…..
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b,
c, dan d, perlu ditetapkan Peraturan Daerah tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Depok Tahun 2006-2011;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kotamadya
Daerah Tingkat II Depok dan Kotamadya Daerah Tingkat II Cilegon
(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3828);
2. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang
Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara
Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851);
6. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(Lembaran Negara Tahun 2003, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4286);
3. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4355);
4. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4389);
5. Undang-undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004
Nomor104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
6. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125 Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 8
Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-undang
(Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4548);
7. Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara tahun
2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara tahun 2004 Nomor 4438);
8. Peraturan…..
8. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran
Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3852);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan
Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara
Tahun 2001 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4090);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 56 tahun 2001 tentang Pelaporan
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (lembaran Negara tahun 2001 Nomor
100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4124);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan keuangan
Daerah (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor. 140, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4578);
12. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009;
13. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 12 Tahun 2001 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota Depok 2000-2919 (Lembaran Daerah Kota Depok
Tahun 2001 Nomor 45);
14. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pola dasar
Pembangunan Kota Depok tahun 2002-2012 (Lembaran Daerah Kota Depok
Tahun 2002 Nomor 27);
15. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pokok-Pokok
Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Tahun 2003 Nomor 1);
16. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 15 Tahun 2003 tentang Kewenangan
(Lembaran Daerah Tahun 2003 Nomor 33);
17. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 16 Tahun 2003 tentang Pembentukan
dan Susunan Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Tahun 2003
Nomor 34);
Dengan Persetujuan Bersama…..
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA DEPOK
DAN
WALIKOTA DEPOK
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAAN DAERAH KOTA DEPOK TENTANG RENCANA
PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA DEPOK
TAHUN 2006 – 2011.
Pasal 1
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Depok
Tahun 2006-2011 merupakan Dokumen Perencanaan yang berisikan penjabaran
visi, misi dan kebijakan Kepala Daerah terpilih, yang penyusunannya
berpedoman pada Dokumen Perencanaan Daerah, Provinsi dan RPJM Nasional.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Maksud dan Tujuan
1.3 Landasan Hukum
1.4 Mekanisme Penyusunan RPJM Daerah
1.5 Sistematika Penulisan
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH
2.1 Kondisi Geografis
2.2 Kondisi Demografi
2.3 Perekonomian Daerah
2.3.1 Produk Domestik Regional Bruto
2.3.2 Ekspor dan Impor
2.3.3 Pendapatan Asli Daerah
2.3.4 Dana Perimbangan
2.3.5 Lain-lain Pendapatan Yang Sah
2.4 Sosial Budaya
2.5 Sarana dan Prasarana Daerah
2.5.1 Sarana Prasarana Pendidikan
2.5.2 Sarana Prasarana Kesehatan
2.5.3 Sarana…..
2.5.3 Sarana Prasarana Transportasi
2.5.4 Sarana Prasarana Energi Listrik
2.5.5 Sarana Prasarana Air Bersih
2.5.6 Sarana Prasarana Peribadatan dan Permukiman
2.6 Pemerintahan Umum
BAB III VISI DAN MISI
3.1 Visi Kota Depok
3.2 Misi Kota Depok
3.3 Indikator Makro Kota Depok
BAB IV VISI DAN MISI
4.1 Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Daerah
4.1.1 Arah Kebijakan
4.1.2 Strategi Pembangunan Daearah
4.2 Indikasi Program dan Kegiatan Pembangunan Daerah
BAB V KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH
5.1 Arah Kebijakan dan Strategi Pendapatan Daerah
5.2 Arah Kebijakan dan Strategi Belanja Daerah
5.3 Arah Kebijakan dan Strategi Pembiayaan
BAB VI PENUTUP
6.1 Program Transisi
6.1 Kaidah Pelaksanaan
Pasal 2
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Depok Tahun
2006-2011 sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Daerah ini dan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pasal 3
Pelaksanaan atas semua kebijakan, program dan kegiatan yang dijabarkan di
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Depok
Tahun 2006-2011 ini ditampung melalui sumber pembiayaan APBD Kota Depok
dan diusulkan melalui APBD Provinsi Jawa Barat dan APBN.
Pasal 4…..
Pasal 4
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Depok.
Ditetapkan di Depok
pada tanggal
WALIKOTA DEPOK,
H. NUR MAHMUDI ISMA’IL
Diundangkan di Depok
pada tanggal
SEKRETARIS DAERAH KOTA DEPOK, Dra. WINWIN WINANTIKA, MM
NIP. 480 093 043 LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK TAHUN NOMOR
1
LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR : 02 TAHUN 2006 TANGGAL : 31 Juli 2006
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA DEPOK TAHUN 2006 - 2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Seiring dengan perubahan paradigma pemerintahan dan pembangunan yang
berlangsung sejak era reformasi dan desentralisasi sejak tujuh tahun terakhir, terjadi
peningkatan peran Pemerintah Daerah dalam hal perencanaan, pembiayaan dan
pelaksanaan pembangunan, yang mana pada saat bersamaan juga telah terjadi
pengurangan peran Pemerintah Pusat. Perubahan tersebut secara politik tertuang
dalam UU Nomor 22 tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU Nomor 32 tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah (atau dikenal dengan Otonomi Daerah) dan UU
Nomor 25 Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Seiring berlakunya Undang-undang tersebut, maka setiap Pemerintah Daerah
(Kabupaten/Kota) dituntut untuk mampu mengidentifikasi keunggulan komparatif
(comparative adventages) wilayahnya. Keunggulan komparatif wilayah tersebut untuk
selanjutnya harus dapat diarahkan dan dipadukan, serta dikembangkan secara
terencana, sehingga tercapai pengembangan wilayah yang optimal, yang tercermin dari
luasnya kesempatan kerja dan berusaha, serta adanya insentif ekonomi yang
menguntungkan bagi seluruh pelaku ekonomi.
2
Kota Depok yang awalnya merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Bogor
mempunyai keunggulan komparatif yang cukup besar, terutama letaknya yang sangat
strategis ditinjau dari segi politik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan.
Wilayah ini berbatasan langsung dengan wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, dan
merupakan wilayah yang diarahkan untuk pola pemukiman dan penyebaran
kesempatan kerja secara lebih merata sebagaimana dimaksud dalam instruksi Presiden
nomor 13 tahun 1976 tentang Pengembangan Wilayah Jabotabek (Jakarta, Bogor,
Tangerang, Bekasi). Dalam perkembangannya selanjutnya, Kota Depok telah tumbuh
sebagai kota perdagangan dan jasa yang mandiri.
Keunggulan komparatif Kota Depok sampai saat ini belum dikelola secara
optimal karena terbatasnya kemampuan Pemerintah Daerah dan masyarakat dalam
merencanakan, membiayai dan melaksanakan pembangunan.
Berlakunya UU Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional dan UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
maka setiap Pemerintah Daerah diharuskan menyusun rencana pembangunan yang
sistematis, terarah, terpadu dan berkelanjutan dengan mempertimbangkan keunggulan
komparatif wilayah dan kemampuan sumberdaya keuangan daerah. Berbagai dokumen
perencanaan yang diamanatkan Undang-undang tersebut untuk segera disusun
adalah: Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra-SKPD), Rencana Pembangunan
Tahunan Daerah atau disebut Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Rencana
Pembangunan Tahunan Satuan Kerja Perangkat Daerah atau disebut Rencana Kerja
Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja-SKPD).
Sesuai dengan amanat konstitusi, kepala daerah dipilih secara langsung oleh
rakyat. Dengan demikian Kepala Daerah terpilih yang baru harus menyusun dan
menetapkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah.
3
RPJM Daerah merupakan dokumen perencanaan untuk periode lima tahun yang
memuat penjabaran visi, misi dan program kerja Kepala Daerah terpilih selama masa
jabatannya (tahun 2006 – 2011). Penyusunan RPJM Daerah ini harus dilakukan secara
partisipatif dengan melibatkan semua pemangku kepentingan (stakeholders)
pembangunan dengan mempertimbangkan batas kewenangan Pemerintah Daerah dan
kemampuan keuangan daerah.
1.2. Maksud dan Tujuan
Maksud penyusunan RPJM Daerah adalah: (1) mengidentifikasi dan
menganalisis kondisi umum berbagai sumberdaya pembangunan daerah Kota Depok,
seperti geografis & sumberdaya alam, perekonomian, sosial budaya & SDM, prasarana
& sarana, serta pemerintahan umum; (2) merumuskan visi, misi, strategi dan arah
kebijakan pembangunan Kota Depok lima tahun ke depan; dan (3) menyajikan matrik
indikasi rencana program dan kegiatan prioritas dalam pembangunan Kota Depok lima
tahun ke depan.
Tujuan penyusunan RPJM Daerah adalah: (1) agar tersedianya dokumen
publik yang menjadi pedoman bagi Pemerintah Daerah dalam menyusun Rencana
Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahunan dan Renstra-SKPD Lima Tahun; (2) agar
tersedia landasan bagi DPRD dalam melaksanakan fungsi pengawasan terhadap
kinerja Pemerintah Daerah, sehingga pelaksanaan pembangunan dapat memberikan
manfaat yang maksimal bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan
pengembangan wilayah; dan (3) agar tersedianya program dan kegiatan prioritas yang
dapat menjadi pedoman bagi semua pemangku kepentingan (stakeholders)
pembangunan dalam mengoptimalkan kiprah dan partisipasinya.
1.3. Landasan Hukum
Penyusunan RPJM Daerah Kota Depok dilakukan dengan berlandaskan kepada
beberapa ketentuan hukum dan peraturan sebagai berikut:
a. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah
Tingkat II Depok dan Kotamadya Daerah Tingkat II Cilegon (Lembaran Negara
tahun 1999 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3828);
4
b. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang
Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara tahun
1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851);
c. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia tahun 2003 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara
republik Indonesia Nomor 4287);
d. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendeharaan Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4355);
e. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 Nomor
53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
f. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004
Nomor104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
g. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Tahun 2004 Nomor 125 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005
tentang Perubahan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah Menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 108,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4548);
h. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004
Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
i. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara tahun 2000
Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3452);
j. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara tahun 2001 Nomor 41,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4090);
5
k. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2001 tentang Pelaporan Penyelenggaraan
Pemerintah Daerah (Lembaran Negara tahun 2001 Nomor 100, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4124);
l. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah (lembaran Negara tahun 2005 Nomor 140);
m. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2004-2009;
n. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 12 tahun 2001 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Depok (Lembaran Daerah tahun 2001 Nomor 45);
o. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pola dasar
Pembangunan Kota Depok tahun 2002-2012 (Lembaran Daerah Kota Depok Tahun
2002 Nomor 27);
p. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pokok-Pokok
Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Tahun 2003 Nomor 1);
q. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 15 Tahun 2003 tentang Kewenangan
(Lembaran Daerah tahun 2003 Nomor 33);
r. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 16 Tahun 2003 tentang Pembentukan dan
Susunan Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Tahun 2003 Nomor 34);
1.4. Mekanisme Penyusunan RPJMD Daerah
RPJM Daerah harus disusun secara sistematis, terarah, terpadu, menyeluruh
dan tanggap terhadap perubahan dengan mengikuti proses penyusunan lima tahapan
kegiatan sebagai berikut:
a. Penyiapan Rancangan Awal RPJM Daerah
Kepala Bapeda (melalui Tim Penyusun RPJM Daerah) menyiapkan
rancangan awal RPJM Daerah untuk mendapatkan gambaran awal visi, misi dan
program Kepala Daerah terpilih yang memuat strategi pembangunan daerah,
kebijakan umum, program prioritas Kepala Daerah, dan arah kebijakan keuangan
daerah. Muatan rancangan awal RPJM Daerah ini menjadi pedoman bagi Kepala
SKPD dalam penyusunan rancangan Renstra-SKPD.
6
b. Penyiapan Rancangan Renstra-SKPD
Kepala SKPD menyiapkan rancangan Renstra-SKPD yang memuat visi, misi,
tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan sesuai dengan
tugas dan fungsi SKPD dengan berpedoman pada rancangan awal RPJM Daerah.
Program dalam rancangan Renstra-SKPD adalah bersifat indikatif, tidak
mengabaikan keberhasilan yang sudah dicapai selama ini, dan diselaraskan
dengan program prioritas Kepala Daerah terpilih. Untuk dapat menyiapkan
rancangan Restra-SKPD secara baik, terarah dan selaras dengan kebutuhan RPJM
Daerah, maka Kepala SKPD (melalui Tim Penyusun rancangan Renstra-SKPD)
akan didampingi atau dibimbing oleh Tim Penyusun RPJM Daerah.
c. Penyusunan Rancangan RPJM Daerah
Kepala Bapeda (melalui Tim Penyusun RPJM Daerah) menyusun rancangan
RPJM Daerah dengan cara mengintegrasikan rancangan awal RPJM Daerah (yang
dihasilkan pada tahap 1) dengan rancangan Renstra-SKPD (yang dihasilkan pada
tahap 2). Rancangan RPJM Daerah yang dihasilkan pada tahap ini menjadi
masukan utama dalam Musrenbang Jangka Menengah Daerah.
d. Penyelenggaraan Musrenbang Jangka Menengah Daerah
Musrenbang Jangka Menengah Daerah merupakan forum konsultasi dengan
para pemangku kepentingan (stakeholders) pembangunan untuk membahas
rancangan RPJM Daerah dibawah koordinasi Kepala Bapeda (melalui Tim
Penyusun RPJM Daerah). Pendapat, aspirasi dan komitmen stakeholders menjadi
masukan dalam penyempurnaan rancangan RPJM Daerah. Stakeholders yang
akan berpartisipasi dalam Musrenbang ini meliputi: Institusi Pemerintah atau
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), anggota DPRD, TNI & Polri, Pengadilan &
Kejaksaan, Masyarakat, Dunia Usaha, LSM, Perguruan Tinggi dan stakeholders
lainnya. Metode yang digunakan dalam Musrenbang ini adalah Lokakarya yang
dikombinasikan dengan diskusi dan konsultasi publik terhadap berbagai
stakeholders dalam jumlah peserta yang cukup banyak.
7
e. Penyusunan Rancangan Akhir RPJM Daerah
Rancangan akhir RPJM Daerah disusun dan/atau disempurnakan oleh
Kepala Bapeda (melalui Tim Penyusun RPJM Daerah) berdasarkan hasil
Musrenbang Jangka Menengah Daerah dengan tetap mempertimbangan
kebutuhan dan kemampuan sumberdaya pembangunan. Rancangan akhir RPJM
Daerah diserahkan kepada Kepala Daerah, dan selanjutnya diproses untuk
ditetapkan dalam Peraturan Daerah.
1.5. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan RPJM Daerah Kota Depok Tahun 2006 – 2011 sebagai
berikut:
BAB I. PENDAHULUAN
Membahas dan menjabarkan latar belakang pembentukan daerah; pengertian RPJM
Daerah; dan proses penyusunan RPJM Daerah, maksud dan tujuan dari penyusunan
RPJM Daerah, landasan hukum penyusunan RPJM Daerah, mekanisme penyusunan
RPJM Daerah dan sistematika penulisan.
BAB II. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH
Membahas dan menjabarkan mengenai keadaan 10 tahun terakhir, analisis dan
prediksi kondisi umum daerah selama 5 tahun kedepan berkenaan dengan: kondisi
geografis; demografi; ekonomi dan sumber daya alam; sosial budaya; sarana dan
prasarana; dan pemerintahan umum.
BAB III. VISI DAN MISI
Membahas dan menjabarkan mengenai Visi, Misi dan Indikator Makro Kota.
BAB IV. KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH
Membahas dan menjabarkan Arah Kebijakan dan Strategi pembangunan Daerah serta
Indikator Program dan Kegiatan Pembangunan Daerah.
8
BAB V. KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH
Membahas dan menjabarkan mengenai Arah Kebijakan dan Strategi Pendapatan
Daerah, Arah Kebijakan dan Strategi Belanja Daerah dan Arah Kebijakan dan Strategi
Pembiayaan.
BAB VI. PENUTUP
Membahas dan menjabarkan mengenai manfaat RPJM Daerah sebagai pedoman bagi
seluruh pemangku kepentingan pembangunan dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah, sebagai koridor dalam penyusunan visi, misi dan program calon Kepala
Daerah, sebagai pedoman dalam penyusunan Renstra SKPD, dan lampiran matrik lima
tahunan RPJM Daerah Kota Depok serta lampiran matrik indikator makro kota.
9
BAB II
GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH
Gambaran umum kondisi daerah adalah deskripsi tetang karakteristik berbagai
sumberdaya daerah yang berhubungan atau terkait dengan pembangunan. kondisi
daerah yang dibahas meliputi kondisi geografis, kondisi demografis, perekonomian
daerah, sosial budaya daerah, sarana dan prasarana daerah, dan pemerintahan umum.
2.1. KONDISI GEOGRAFIS Secara geografis Kota Depok terletak pada koordinat 6o 19’ 00” – 6o 28’ 00”
Lintang Selatan dan 106o 43’ 00” – 106o 55’ 30” Bujur Timur. Secara geografis, Kota
Depok berbatasan langsung dengan Kota Jakarta atau berada dalam lingkungan
wilayah Jabotabek.
Bentang alam Kota Depok dari Selatan ke Utara merupakan daerah dataran
rendah - perbukitan bergelombang lemah, dengan elevasi antara 50 – 140 meter
diatas permukaan laut dan kemiringan lerengnya kurang dari 15%. Kota Depok sebagai
wilayah termuda di Jawa Barat, mempunyai luas wilayah sekitar 200,29 km2.
Kondisi geografisnya dialiri oleh sungai-sungai besar yaitu Sungai Ciliwung
dan Cisadane serta 13 sub Satuan Wilayah Aliran Sungai. Disamping itu terdapat pula
25 situ. Data luas situ pada tahun 2005 sebesar 169,68 Ha, dengan kualitas air rata-
rata buruk akibat tercemar.
Kondisi topografi berupa dataran rendah bergelombang dengan kemiringan
lereng yang landai menyebabkan masalah banjir di beberapa wilayah, terutama
kawasan cekungan antara beberapa sungai yang mengalir dari selatan menuju utara:
Kali Angke, Sungai Ciliwung, Sungai Pesanggrahan dan Kali Cikeas.
A. Sumber Daya Lahan
Sumber Daya Lahan Kota Depok mengalami tekanan sejalan dengan
perkembangan kota yang sedemikian pesat. Sebagaimana kita ketahui berdasarkan
data analisis Revisi RTRW Kota Depok (2000-2010) dalam pemanfaatan ruang
kota, kawasan pemukiman pada tahun 2005 mencapai 8.915.09 ha (44,31%) dari
total pemanfaatan ruang Kota Depok.
10
Pada tahun 2005 kawasan terbuka hijau tercatat 10.106,14 ha (50,23%) dari
luas wilayah Depok atau terjadi penyusutan sebesar 0,93 % dari data tahun 2000.
Meningkatnya tutupan permukaan tanah, berdampak terhadap penurunan kondisi
alam Kota Depok, terutama disebabkan tekanan dari pemanfaatan lahan untuk
kegiatan pemukiman yang mencapai lebih dari 44,31 % dari luas wilayah kota.
Sementara luas kawasan terbangun tahun 2005 mencapai 10.013,86 ha (49,77%)
dari luas wilayah Kota Depok atau meningkat 3,59 % dari data tahun 2000.
Luas kawasan terbangun sampai dengan tahun 2010 diproyeksikan mencapai
10.720,59 ha (53,28%) atau meningkat 3,63 % dari data tahun 2005. Sementara
luas ruang terbuka (hijau) pada tahun 2010 diproyeksikan seluas 9.399,41 ha
(46,72%) atau menyusut 3,63 % dari tahun 2005. Proyeksi Perbandingan antara
kawasan terbangun dan ruang terbuka di Kota Depok dapat dilihat pada Tabel II-1
berikut :
Tabel II-1. Proyeksi Perbandingan antara Kawasan Terbangun dan Ruang Terbuka
di Kota Depok No Jenis Penggunaan Lahan Lahan
Tahun 2005 Revisi RTRW Tahun 2010
Ha % Ha % I Kawasan Terbangun 10.013,86 49,77 10.720,59 53,28
a. Perumahan + kampung 8.915,09 44,31 9.151,74 45,49 b. Pendidikan Tinggi & Terpadu 231,39 1,15 299,61 1,49 c. Jasa & Perdagangan 301,28 1,50 596,03 2,96 d. Industri 310,45 1,54 417,56 2,08 e. Kawasan Tertentu (Gandul,Cilodong,Depok
KRL,Bromob,Radar AURI) 255,65 1,27 255,65 1,27
II Ruang Terbuka Hijau 10.106,14 50,23 9.399,41 46,72 a. Sawah Teknis & Non Teknis 972,55 4,83 972,55 4,83 b. Tegalan/Ladang/Kebun /Tanah Kosong 7.110,10 35,34 6.258,04 31,10 c. Situ & Danau 169,68 0.84 169,68 0.84 d. Pariwisata, Lapangan Golf & Kuburan 389,99 1,94 517,07 2,57 e. Hutan 26,29 0,13 26,29 0,13 f. Kawasan tertentu (TVRI, RRI) 177,88 0,88 177,88 0,88 g. Sungai 81,65 0,41 81,65 0,41 h. Garis Sempadan (Sungai, tegangan tinggi,
& Pipa Gas) 1.178,00 5,85 1.196,25 5,95
TOTAL 20.120,00 100 20.120,00 100
Sumber: Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Depok 2000-2010.
11
Diprediksikan pada tahun 2010, dari 53,28% total luas kawasan terbangun,
hampir 45,49% akan tertutup oleh perumahan dan perkampungan. Jasa dan
perdagangan akan menutupi 2,96% total luas kota, industri 2,08% total luas kota,
pendidikan tinggi 1,49% total luas kota, dan kawasan khusus 1,27% total luas kota.
Meningkatnya jumlah tutupan permukaan tanah tersebut, ditambah dengan
berubahnya fungsi saluran irigasi menjadi saluran drainase, diprediksikan akan
menyebabkan terjadinya genangan dan banjir di beberapa kawasan, yang
berdampak terhadap penurunan kondisi Kota Depok.
Diperkirakan pembangunan pertanian tanaman pangan di Kota Depok di masa
yang akan datang akan menghadapi suatu kondisi, dimana lahan sawah yang
semakin menyempit. Pada tahun 2010 diperkirakan lahan sawah akan mengecil bila
dibandingkan kondisi sekarang. Penyempitan yang paling parah terjadi pada lahan
sawah tadah hujan, disusul sawah irigasi sederhana PU. Grafik perkembangan luas
sawah di Kota Depok dapat dilihat pada Gambar II-1 berikut :
Gambar II-1. Perkembangan Luas Sawah di Kota Depok
Perkembangan Luas Sawah
0 200 400 600 800
1000 1200 1400 Ha
Tadah Hujan 331 330 330 305 305 130 178 147 115 84 52 21 Irigasi Non PU 72 71 71 75 75 75 76 77 78 79 80 81 Irigasi Sederhana PU 343 347 347 325 325 178 220 193 167 141 115 89 Irigasi 1/2 Teknis 348 348 348 346 346 319 327 323 318 314 310 305 Irigasi Teknis 239 236 236 236 236 215 221 218 214 211 207 204
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Sumber: Kota Depok Dalam Angka 2001, 2002, 2003, 2004, 2005, Bapeda dan BPS Kota Depok.
12
B. Sumber Daya Air
Sumber Daya Air yang ada terdiri dari dua sumber yaitu sungai dan situ.
Secara umum sungai-sungai di Kota Depok termasuk kedalam dua Satuan Wilayah
Sungai besar, yaitu sungai Ciliwung dan Cisadane. Selanjutnya sungai-sungai
tersebut dibagi menjadi 13 Satuan Wilayah Aliran Sungai, yaitu sungai Ciliwung,
Kali Baru, Pesanggrahan, Angke, Sugutamu, Cipinang, Cijantung, Sunter, Krukut,
Saluran Cabang Barat, Saluran Cabang Tengah dan sungai Caringin.
Kota Depok memiliki 25 situ yang tersebar di wilayah Timur, Barat dan Tengah.
Luas keseluruhan situ yang ada di Kota Depok berdasarkan data tahun 2005 adalah
seluas 169,68 Ha1), atau sekitar 0,84 % luas Kota Depok. Kedalaman situ-situ
bervariasi antara 1 sampai 4 meter, dengan kualitas air yang paling buruk terdapat
pada Situ Gadog dan Rawa Besar. Selain penurunan kualitas air, kawasan situ juga
mengalami degradasi luasan.
Pembangunan perikanan di Kota Depok juga menghadapi masalah yang sama
dengan pertanian tanaman pangan, yaitu penyempitan lahan air kolam.
Berdasarkan data tahun 2005, luas areal air kolam adalah 242,21 ha dibandingkan
pada tahun 2000 seluas 290,54 ha. Diperkirakan pada tahun 2010 areal air kolam
akan menjadi 238 ha dari luas areal air kolam saat ini, sebagaimana Gambar II-2
berikut :
Gambar II-2 Perkembangan luas areal air kolam
Luas Areal Air
-
50
100
150
200
250
300
350
Kolam Ikan Hias 7.46 9.20 8.01 7.51 7.51 7.65 7 7 7 7 7 7
Kolam Pembenihan 38.52 24.00 71.00 15.31 15.36 15.36 10 5 - - - -
Kolam Air Deras 0.36 - - - - - - - - - - -
Kolam Air Tenang 244.2 123.9 140.1 202.8 209.0 219.2 209 215 220 226 231 237
Air Saw ah 50.00 70.00 - - - - - - - - - -
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Sumber: Kota Depok Dalam Angka 2001, 2002, 2003, 2004, 2005, Bapeda dan BPS Kota Depok.
1) Luas ini belum termasuk 2 Situ yang belum ada datanya pada waktu itu, yaitu Situ Cinere dan Situ Krukut
13
C. Tingkat Polusi dan Produksi Limbah
Kualitas udara pada 4 kecamatan di Kota Depok, berdasarkan data tahun 2005,
pada 4 titik pengamatan tentang nilai kualitas SO2, NO2, CO, O3 dan Pb masih
memenuhi baku mutu berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1999
tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
Konsentrasi Sulfur Dioksida (SO2) pada 4 titik pengamatan tersebut antara 0,1 –
16,14 mikro-gram/m3, di bawah ambang baku mutu 365 mikro-gram/m3. Konsentrasi
Nitrogen Oksida (NO2) pada 4 titik pemantauan tersebut antara 2,94 – 15,95 mikro-
gram/m3, di bawah ambang baku mutu 150 mikro-gram/m3. Konsentrasi Karbon
Monoksida (CO) pada 4 titik pemantauan tersebut antara 151,45 – 716,84 mikro-
gram/m3, di bawah ambang baku mutu 10.000 mikro-gram/m3. Konsentrasi Oksidan
(O3) pada 4 titik pemantauan tersebut antara 12,94 – 40,38 mikro-gram/m3, di bawah
ambang baku mutu 235 mikro-gram/m3. Konsentrasi Timbal (Pb) pada 4 titik
pemantauan tersebut antara 0,16 –1,56 mikro-gram/m3, di bawah ambang baku
mutu 2 mikro-gram/m3. Sedangkan konsentrasi debu (partikulat) pada 4 titik
pemantauan tersebut antara 0,078 – 0,364 mikro-gram/m3, dengan ambang baku
0,23 mikro-gram/m3. Kondisi tersebut akan dipertahankan pada tahun-tahaun yang
akan datang dengan adanya Program Langit Biru. Sedangkan untuk konsentrasi
debu diupayakan untuk dikurangi di bawah ambang mutu standar pada tahun-tahun
berikutnya, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara.
Limbah cair yang berasal dari berbagai sumber termasuk rumah tangga dan air
bekas kegiatan perkotaan lainnya, masih menggunakan sistem tercampur, yaitu air
limbah dan air hujan dialirkan melalui satu saluran. Sedangkan untuk air limbah
industri dan komersial juga belum ada sistem yang menanganinya secara khusus.
Limbah padat Kota Depok diatasi dengan sistem sanitary landfill yang berlokasi
di TPA Cipayung, berdekatan dengan Sungai Pesanggrahan yang berfungsi
sebagai tempat pembuangan air. Sistem penanganan limbah padat akan
dikembangkan lebih lanjut berupa program daur ulang dan sistim kompos. Secara
garis besar, volume sampah Kota Depok dapat dihitung melalui perkalian antara
timbulan sampah per kapita dikalikan jumlah penduduk Kota Depok. Dengan asumsi
timbulan sampah adalah 2,6 liter/orang/hari, maka volume sampah yang dihasilkan
14
Kota Depok pada tahun 2005 adalah 3,810 meter kubik per hari. Sebagian besar
sampah yang dihasilkan penduduk Kota Depok pada umumnya merupakan sampah
organik yang mudah membusuk.
Dengan asumsi timbulan sampah adalah 2,6 liter/orang/hari, maka prediksi
volume sampah yang dihasilkan Kota Depok mencapai 4.617 m3 per hari pada
tahun 2010. Volume sampah tersebut mendekati kapasitas maksimum sistem yang
ada saat ini. Untuk itu diperlukan sistem pemusnahan sampah berkapasitas besar
atau penanganan sampah dari sumbernya. Ilustrasi grafis mengenai pertumbuhan
jumlah penduduk dan volume sampah dapat dilihat pada Gambar II-3 berikut :
Gambar II-3. Proyeksi Jumlah Penduduk & Volume Sampah di Kota Depok
Jumlah Penduduk & Volume Sampah
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
1.6
1.8
Juta
ora
ng
Jum
lah
Pend
uduk
-
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
4,000
4,500
5,000
Volu
me
Sam
pah
(m3 /h
ari)
Jumlah Penduduk 921, 1,16 1,20 1,24 1,33 1,36 1,37 1,44 1,49 1,53 1,56 1,61 1,66
Volume Sampah (m3/hari) 2,39 3,01 3,13 3,24 3,47 3,56 3,57 3,76 3,88 3,99 4,08 4,20 4,33
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Sumber: Kota Depok Dalam Angka 2001, 2002, 2003, 2004, 2005, Bapeda dan BPS Kota Depok.
15
2.2. KONDISI DEMOGRAFI
Sebagai Kota yang berbatasan langsung dengan Ibukota Negara, Kota Depok
menghadapi berbagai permasalahan perkotaan, termasuk masalah kependudukan.
Sebagai daerah penyangga Kota Jakarta, Kota Depok mendapatkan tekanan migrasi
penduduk yang cukup tinggi sebagai akibat dari meningkatnya jumlah kawasan
permukiman, pendidikan, perdagangan dan jasa.
A. Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk di Kota Depok tahun 2005 mencapai 1.374.522 jiwa, terdiri
atas laki-laki 696.329 jiwa (50,66%) dan perempuan 678.193 jiwa (49,34%),
Sedangkan luas wilayah hanya 200,29 km2, maka kepadatan penduduk Kota Depok
adalah 6.863 jiwa/km2. Tingkat kepadatan penduduk tersebut tergolong “padat”,
apalagi jika dikaitkan dengan penyebaran penduduk yang tidak merata.
Dalam kurun waktu 5 tahun (2000 – 2005) penduduk Kota Depok mengalami
peningkatan sebesar 447.993 jiwa. Pada tahun 1999 jumlah penduduk masih
dibawah 1 juta jiwa dan pada tahun 2005 telah mencapai 1.374.522 jiwa, sehingga
perkembangan rata-rata 4,23 % per tahun. Peningkatan tersebut disebabkan
tingginya angka migrasi setiap tahunnya. Pada tahun 2010, diperkirakan jumlah
penduduk akan mencapai jumlah 1.610.000 jiwa dan kepadatan penduduk
mencapai 7.877 jiwa per km2.
Adapun angka kelahiran penduduk dari tahun 1999 sampai 2004 senantiasa
berfluktuasi, demikian juga angka kematian berfluktuasi hampir mendekati pola
angka kelahiran. Pada tahun 2004, angka kelahiran sebesar 3.713 jiwa dan angka
kematian 1,962 jiwa.
Meningkatnya jumlah penduduk Kota Depok disebabkan tingginya migrasi
penduduk ke Kota Depok sebagai akibat pesatnya pengembangan kota yang dapat
dilihat dari meningkatnya pengembangan kawasan perumahan. Angka kepergian
penduduk Kota Depok tahun 2004 memperlihatkan pula pola yang berfluktuasi,
dimana jumlah penduduk yang datang 11,899 jiwa dan penduduk yang pergi 4.503
jiwa, atau rata-rata jumlah pendatang pertahun mencapai 7,396 jiwa. Berdasarkan
perkembangan tersebut diperkirakan jumlah penduduk yang datang ke Kota Depok
pada waktu mendatang akan meningkat, seiring dengan semakin banyaknya
operasional kegiatan jasa dan niaga yang berkembang pesat.
16
Dengan tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata 3,5% per tahun, diprediksikan
pada tahun 2010 kepadatan penduduk Kota Depok akan mencapai 7.887 orang
per kilometer persegi. Perkembangan kepadatan penduduk dari tahun 1999 dan
proyeksinya pada tahun 2010 dapat dilihat pada Gambar II-4 berikut :
Gambar II-4. Proyeksi Kepadatan Penduduk di Kota Depok
B. Pendidikan
Kualitas sebagian besar sumber daya manusia di Kota Depok masih rendah jika
dilihat dari segi pendidikan. Pada tahun 2005 persentase tenaga kerja
berpendidikan SD ke bawah adalah 28,40%. Sedangkan angkatan kerja lulusan
perguruan tinggi atau diploma ke atas hanya sebesar 12,25%. Dengan rendahnya
tingkat pendidikan tenaga kerja, menyebabkan adaptasi terhadap perkembangan
teknologi menjadi rendah. Kendala ini berdampak terhadap daya serap pasar,
sehingga banyak tenaga kerja yang tidak dapat memenuhi syarat bekerja di sektor
formal, dan terpaksa bekerja di sektor informal yang kurang produktif dengan upah
yang relatif rendah dibandingkan sektor formal.
J u m la h d a n K ep a d a ta n P e nd u d u k
- 1 ,0 00 2 ,0 00 3 ,0 00 4 ,0 00 5 ,0 00 6 ,0 00 7 ,0 00 8 ,0 00 9 ,0 00
K e pa d ata n
- 2 00 4 00 6 00 8 00 1 ,0 00 1 ,2 00 1 ,4 00 1 ,6 00 1 ,8 00
r ib u jiw a
K e pa da ta n P en du du k 4 ,60 1 5 ,7 6 7 5 ,9 55 6 ,1 35 6 ,53 8 6 ,6 71 6 ,8 62 7 ,05 0 7 ,27 1 7 ,4 75 7 ,64 4 7 ,87 7 8 ,0 8 5 Jum lah P e nd u du k 92 1 ,4 1 ,1 6 0 1 ,2 04 1 ,2 47 1 ,33 5 1 ,3 69 1 ,3 74 1 ,44 7 1 ,49 2 1 ,5 34 1 ,56 9 1 ,61 7 1 ,6 6 7
19 99 2 00 0 2 00 1 2 00 2 20 03 2 00 4 2 00 5 20 06 20 07 2 00 8 2 00 9 20 10 2 0 11
Sumber: Kota Depok Dalam Angka 2001, 2002, 2003, 2004, 2005, Bapeda dan BPS Kota Depok.
17
Sedangkan pencapaian Rata-rata Lama Sekolah (RLS) penduduk Kota Depok
cenderung meningkat setiap tahunnya, pada tahun 2000 mencapai 9,05 tahun, dan
pada tahun 2003 mencapai 9,80 tahun. Demikian pula kemampuan membaca
penduduk Kota Depok terus meningkat dari tahun ke tahun, diperkirakan pada tahun
2010 penduduk yang buta huruf tinggal 0,05% saja seperti tertera pada Gambar II-5
berikut:
Gambar II-5. Proyeksi Kemampuan Membaca Penduduk di Kota Depok
Tingkat pendidikan penduduk yang cukup tinggi ini, perlu diimbangi dengan
penyediaan lapangan kerja, sehingga partisipasi dan produktivitas penduduk dalam
pembangunan dapat terus meningkat.
Penduduk usia sekolah SD, SLTP dan SLTA diperkirakan akan terus meningkat
jumlahnya, namun persentasenya akan menurun terhadap total penduduk Kota
Depok, sebagaimana data proyeksi perkiraan jumlah penduduk usia sekolah di Kota
Depok pada Gambar II-6 berikut :
K e m a m p u a n M e m b a c a
P e n d u d u k 1 0 T a h u n K e a t a s
8 0 %
8 5 %
9 0 %
9 5 %
1 0 0 %
B u ta H u r u f 4 .3 7 3 .2 2 3 .4 6 2 .4 6 2 .2 7 2 .0 0 1 .6 0 1 .1 8 0 .7 7 0 .3 6 0 .0 5 0 .0 0 H u r u f L a in n y a 2 .0 5 0 .7 9 0 .7 6 0 .6 2 0 .2 5 0 .0 0 0 .0 0 0 .0 0 0 .0 0 0 .0 0 0 .0 0 0 .0 0 H u r u f la t in 9 3 . 5 8 9 5 . 9 9 9 5 .7 8 9 6 .9 2 9 7 . 4 8 9 8 . 0 0 9 8 . 4 1 9 8 . 8 2 9 9 .2 3 9 9 . 6 4 1 0 0 .0 1 0 0 .3
2 0 0 0 2 0 0 1 2 0 0 2 2 0 0 3 2 0 0 4 2 0 0 5 2 0 0 6 2 0 0 7 2 0 0 8 2 0 0 9 2 0 1 0 2 0 1 1
Sumber: Laporan Pembangunan Manusia Kota Depok Thn 2005, Bapeda dan BPS.
18
Gambar II-6. Proyeksi Penduduk Usia Sekolah di Kota Depok
Sedangkan jumlah anak usia sekolah 7 – 12 tahun berdasarkan data yang ada
tahun 2000 sampai dengan tahun 2005, jumlah anak usia 7-12 tahun yang tidak
sekolah cenderung menurun setiap tahunnya, dan diproyeksikan pada tahun
2011 jumlah anak usia 7-12 tahun yang tidak bersekolah menjadi 0 % sebagaimana
terlihat dari gambar II-7 proyeksi pendidikan anak usia 7 – 12 tahun berikut :
Gambar II-7. Proyeksi Pendidikan Anak Usia 7-12 tahun di Kota Depok
Penduduk Usia Sekolah
0%
20%
40%
60%
80%
100%
Bukan Usia Sekolah 888,6 931,1 964,2 1,060, 1,131, 1,131, 1,208, 1,249, 1,285, 1,314, 1,356, 1,400,
Jumlah Anak Umur 16-18 th 78,51 78,41 81,48 76,55 56,33 52,44 49,44 47,06 45,13 43,52 42,17 41,02
Jumlah Anak Umur 13-15 th 67,22 66,83 69,25 68,94 48,84 55,52 48,01 49,58 50,90 52,76 54,62 56,49
Jumlah Anak Umur 7-12 th 126,4 128,3 132,2 129,3 132,7 134,8 141,3 146,6 152,7 158,2 164,1 169,8
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Pendidikan Anak Usia 7-12 tahun
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Tidak Sekolah 17,19 14,52 12,85 6,562 2,656 - - - 0 - 0 -
Sekolah SD 109,2 113,8 119,3 122,8 130,1 134,8 141,3 146,6 152,7 158,2 164,1 169,8
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Sumber: Kota Depok Dalam Angka 2001, 2002, 2003, 2004, 2005, Bapeda dan BPS.
Sumber: Indikator Kesejahteraan Rakyat Tahun 2002 dan Tahun 2003
19
Adapun jumlah anak usia 13-15 tahun yang tidak sekolah selama periode tahun
2000 sampai 2005 setiap tahun mencapai 10% lebih. Pada tahun 2004 jumlah anak
usia 13-15 tahun yang tidak sekolah menurun atau kurang dari 10 %. Jika
kecenderungan ini terus berlanjut maka diperkirakan jumlah anak usia 13-15 tahun
yang tidak bersekolah akan menjadi 0% pada tahun 2011, sebagaimana terlihat
pada gambar II-8 berikut :
Gambar II-8. Proyeksi Pendidikan Anak Usia 13-15 tahun di Kota Depok
Pendidikan Anak Usia 13-15 tahun
0%
20%
40%
60%
80%
100%
Tidak Sekolah 28,40 28,52 9,912 27,34 5,383 10,20 830 537 - - - -
Sekolah SLTP 38,81 38,31 59,34 41,60 43,46 45,32 47,18 49,04 50,90 52,76 54,62 56,49
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Sumber: Indikator Kesejahteraan Rakyat Tahun 2002 dan Tahun 2003, BPS Kota Depok
20
Selama periode tahun 2000 sampai tahun 2005, jumlah anak usia 16-18 tahun
yang tidak sekolah terus menurun. Jika kecenderungan ini terus berlanjut maka
diperkirakan jumlah anak usia 16-18 tahun yang tidak bersekolah pada tahun 2011
diproyeksikan menjadi 0% sebagaimana terlihat dalam gambar II-9 berikut :
Gambar II-9. Proyeksi Pendidikan Anak Usia 16-18 tahun di Kota Depok
C. Angkatan Kerja
Data komposisi tenaga kerja pada tahun 2005 menunjukkan bahwa dari 585.798
angkatan kerja, sebanyak 82.420 orang belum mendapatkan kesempatan kerja.
Angka ini sama dengan 14,07% dari total angkatan kerja, atau 6 % dari total
penduduk Kota Depok. Persentase ini relatif tinggi dibandingkan persentase
pengangguran di Jawa Barat, yang hanya berkisar 4,7% pada tahun 2005.
Pendidikan Anak Usia 16-18 tahun
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Tidak Sekolah 49,12 46,38 49,71 43,50 20,81 14,43 8,957 4,096 - - - -
Sekolah SLTA 29,38 32,02 31,77 33,04 35,52 38,00 40,48 42,96 45,45 47,93 50,41 52,89
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
(Dalam Ribuan Jiwa)
Sumber: Indikator Kesejahteraan Rakyat Tahun 2002 dan Tahun 2003
21
Angkatan kerja di Kota Depok sebagian besar bekerja di sektor tersier, yaitu
sektor yang meliputi lapangan usaha perdagangan, angkutan, komunikasi,
keuangan dan jasa-jasa. Pada tahun 2005, jumlah angkatan kerja yang terlibat di
sektor tersier sebesar 408.300 orang, atau sama dengan 69,7 % dari total angkatan
kerja. Pada sektor sekunder, yaitu sektor yang meliputi lapangan usaha industri
pengolahan, listrik, gas, air minum dan konstruksi, jumlah angkatan kerja yang
terlibat sebanyak 136.080 orang, atau sama dengan 23,2 % dari total angkatan
kerja. Sedangkan di sektor primer, yaitu sektor yang meliputi lapangan usaha
pertanian dan pertambangan, jumlah angkatan kerja yang terlibat hanya 19.700
orang atau sekitar 3,37 % dari total angkatan kerja.
Diprediksi jumlah angkatan kerja dan pencari kerja di Kota Depok akan
meningkat sebanding dengan pertumbuhan jumlah penduduknya. Diproyeksikan
angkatan kerja pada tahun 2005 berjumlah sekitar 585.000, dan akan meningkat
pada tahun 2011 menjadi 786.000 orang, sementara itu pencari kerja pada tahun
2005 berjumlah 82.420 orang atau 7,57 % dari angkatan kerja, dan pada tahun 2010
diproyeksikan mencapai 97.000 orang atau 8,22 % dari angkatan kerja,
sebagaimana gambar II-10 berikut :
Gambar II-10. Proyeksi Jumlah Angkatan Kerja dan Persentase Pencari Kerja.
Jumlah Angkatan Kerja dan Persentase Pencari Kerja diantara Penduduk Berusia 10 Tahun Keatas
-
100
200
300
400
500
600
700
800
900
Ribu
Ora
ng
Angk
atan
Ker
ja
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
10%
Penc
ari K
erja
Angkatan Kerja 436, 443, 496, 543, 570, 585, 635, 662, 690, 723, 758, 786,
Pencari Kerja 5.08 4.89 8.76 7.99 6.73 7.57 8.37 7.64 7.60 8.07 8.15 8.22
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Sumber: Kota Depok Dalam Angka 2001, 2002, 2003, 2004, 2005, BPS Kota Depok
22
Persentase angkatan kerja Kota Depok yang bergerak di sektor primer
diperkirakan akan semakin kecil di masa mendatang. Pada tahun 2011 diperkirakan
tenaga kerja yang bekerja pada sektor primer hanya sekitar 1,32 % dari total
angkatan kerja, sebagaimana grafik Gambar II-11 berikut :
Gambar II-11. Perkembangan Persentase PDRB Sektor Primer di Kota Depok
Sedangkan kontribusi PDRB pada sektor sekunder semakin meningkat,
persentase angkatan kerja Kota Depok yang bergerak di sektor sekunder pada
tahun 2005 mencapai 131.280 orang atau 22,41 % dari total angkatan kerja, dan
pada tahun 2011 diperkirakan akan mencapai 141.060 orang atau 17,93 % dari total
angkatan kerja. Hal ini disebabkan adanya penurunan tenaga kerja sektor industri
secara global, sebagai dampak meningkatnya pemanfaatan teknologi mesin secara
efisien pada industri pengolahan. Namun secara nominal jumlah angkatan kerja
yang terserap pada sektor sekunder tetap meningkat, dari sekitar 131.000 orang
pada tahun 2005 menjadi sekitar 140.000 orang pada tahun 2011, sebagaimana
grafik perkembangan persentase tenaga kerja sektor sekunder pada Gambar II-12
berikut :
PERSENTASE dan JUMLAH TENAGA KERJA PADA LAPANGAN USAHA PRIMER
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
PER
SEN
TE
NAG
A K
ER
JA (%
)
-
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
14,000
16,000
18,000
20,000
Jum
lah
Tena
ga K
erja
Pertanian 3.8 3.79 2.32 3.29 2.12 3.16 2.35 2.15 1.94 1.73 1.53 1.32
Jumlah Tenaga Kerja Primer 16,592 16,817 11,520 17,872 12,096 18,494 14,958 14,221 13,392 12,539 11,574 10,367
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Sumber: Kota Depok Dalam Angka 2001, 2002, 2003, 2004, 2005, BPS Kota Depok
23
Gambar II-12. Perkembangan Persentase Tenaga Kerja Sektor Sekunder di Kota
Depok
Walaupun konstribusi sektor tersier terhadap PDRB menurun, tetapi
persentase angkatan kerja Kota Depok yang bergerak di sektor ini sudah sangat
besar. Hal ini menunjukkan potensi sektor tersier dalam menyerap tenaga kerja
memberikan konstribusi sebesar 69,7 % dari total angkatan kerja pada tahun 2005
dan pada tahun 2011 diperkirakan mencapai 81 % dari total angkatan kerja.
Secara nominal peningkatan penyerapan tenaga kerja sektor tersier pada tahun
2005 mencapai 415.000 orang, dan akan mencapai 628.900 orang pada tahun 2011
sebagaimana grafik Gambar II-13 perkembangan persentase tenaga kerja sektor
tersier berikut :
PERSENTASE dan JUMLAH TENAGA KERJA PADA LAPANGAN USAHA SEKUNDER
0
5
10
15
20
25PE
RSE
N T
ENAG
A K
ERJA
(%)
-
20,000
40,000
60,000
80,000
100,000
120,000
140,000
160,000
Jum
lah
Tena
ga K
erja
Listrik, Gas & Air Minum 1.1 1.06 1.12 1.03 0.97 0.91 0.90 0.86 0.83 0.79 0.75 0.71
Industri Olahan 21.9 20.54 17.25 16.81 17.81 20.68 17.69 17.27 16.85 16.43 16.01 15.59
Bangunan & Konstruksi 8.5 8.08 9.69 6.48 5.73 5.22 4.62 3.85 3.09 2.33 1.57 0.81
Jumlah Tenaga Kerja Sekunder 100,4 98,55 92,30 101,9 110,1 131,2 124,3 127,4 130,5 134,5 138,5 141,0
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Sumber: Kota Depok Dalam Angka 2001, 2002, 2003, 2004, 2005, BPS Kota Depok
24
Gambar II-13. Perkembangan Persentase Tenaga Kerja Sektor Tersier di Kota
Depok
D. Angka Kemiskinan dan Pemerataan Pendapatan
Pada tahun 2005 batas garis kemiskinan di Kota Depok diprediksikan berada
pada tingkat penghasilan sekitar Rp. 206.000/kapita/bulan, dan akan meningkat
menjadi Rp. 323.000/kapita/bulan pada tahun 2011. Jumlah penduduk miskin yang
terdata pada tahun 2005 sebesar 77.460 orang atau 5,77 % dari jumlah penduduk,
dan diprediksikan akan mencapai 115.000 orang atau 7,9 % dari jumlah penduduk,
sebagaimana terlihat pada grafik kemiskinan pada gambar II-14 berikut :
PERSENTASE dan JUMLAH TENAGA KERJA PADA LAPANGAN USAHA TERSIER
0
10
2030
40
50
6070
80
90PE
RSE
N T
ENAG
A K
ERJA
(%)
-
100,000
200,000
300,000
400,000
500,000
600,000
700,000
Jum
lah
Tena
ga K
erja
Jasa-jasa 31.8 22.11 27.67 27.07 27.87 24.84 25.08 24.56 24.04 23.53 23.01 22.49
Bank & Lembaga Keuangan 2.2 11.02 7.45 5.95 10.93 10.55 12.01 13.16 14.30 15.44 16.58 17.72
Angkutan & Komuniksi 8.1 9.89 11.09 11.83 10.32 11.43 12.31 12.84 13.37 13.91 14.44 14.97
Perdangan, hotel & Restoran 22.6 22.9 23.19 26.61 23.72 22.40 24.06 24.20 24.34 24.48 24.62 24.76
Jumlah Tenaga Kerja Tersier 282,5 292,5 344,5 388,1 415,5 405,4 466,7 495,2 525,1 559,9 596,8 628,9
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Sumber: Kota Depok Dalam Angka 2001, 2002, 2003, 2004, 2005, BPS Kota Depok
25
Gambar II-14. Proyeksi Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Kota Depok
Ketimpangan pendapatan di Kota Depok diperkirakan akan meningkat
dibandingkan dengan data tahun 2005 sebesar 0,217 dan pada tahun 2011
diperkirakan mencapai 0,257. Hal ini ditunjukan oleh pemerataan pendapatan yang
diukur dengan indikator Gini Ratio, di mana pemerataan pendapatan dua dan tiga
tahun lalu lebih baik dari kondisi sekarang sebagaimana ditunjukkan grafik gambar
II-15 berikut :
Gambar II-15 Proyeksi Pemerataan Pendapatan.
Kemiskinan
-
20,000
40,000
60,000
80,000
100,000
120,000
140,000
Jum
lah
Pend
uduk
Mis
kin
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
Pers
en P
endu
duk
Mis
kin
Jmlh penduduk miskin (orang) 37,30 68,50 65,00 64,00 77,46 84,28 91,10 93,49 102,2 110,0 115,0
% Penduduk miskin 3.23% 5.62% 4.96% 4.84% 5.77% 6.17% 6.57% 6.59% 7.19% 7.65% 7.90%
2000 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Sumber: Laporan Pembangunan Manusia Kota Depok Tahun 2004, BPS Kota Depok
Sumber: Laporan Pembangunan Manusia Kota Depok Tahun 2004
Pemerataan Pendapatan
0.00
0.05
0.10
0.15
0.20
0.25
0.30
0.35
Gini Ratio 0.152 0.121 0.281 0.314 0.217 0.239 0.271 0.257 0.243 0.256 0.257
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
26
2.3. PEREKONOMIAN DAERAH
2.3.1 Produk Domestik Regional Bruto
Selama tiga tahun terakhir (2002 – 2005) perekonomian Kota Depok rata-rata
tumbuh 6% lebih per tahun. Pertumbuhan terbesar terjadi pada tahun 2004 yaitu
sebesar 6,45%. Diperkirakan sampai dengan tahun 2011, rata-rata pertumbuhan
ekonomi Kota Depok akan berkisar pada 6 % pertahun, sebagaimana grafik
pertumbuhan ekonomi Kota Depok pada gambaran II-16 berikut :
Gambar II-16. Laju Pertumbuhan Ekonomi di Kota Depok
Laju Pertumbuhan Ekonomi
0
50
100
150
200
250
Inde
ks (T
ahun
199
3 =
100)
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
Per
tum
buha
nIndeks PDRB 98.30 104.1 110.5 117.5 125.1 132.7 141.1 150.0 159.4 169.4 180.1 191.3
LPE 4.47 5.98 6.12 6.34 6.45 6.07 6.34 6.31 6.25 6.24 6.32 6.26
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun 2000- 2005. (Bapeda dan BPS Kota Depok)
27
A. PDRB Sektor Primer
Sektor primer di Kota Depok hanya terdiri dari lapangan usaha pertanian
dalam arti luas yang meliputi usaha peternakan, perikanan dan perkebunan.
Sedangkan sektor primer yang meliputi lapangan usaha pertambangan dan
penggalian tidak terdapat di Kota Depok.
Persentase PDRB sektor primer Kota Depok tahun 2005 hanya 2,81
% dari total PDRB, presentase ini akan semakin kecil di masa mendatang, dan
pada tahun 2011 diperkirakan PDRB sektor primer di Kota Depok hanya
mencapai 2,19% dari total PDRB. Grafik perkembangan persentase PDRB
sektor primer di Kota Depok dapat diilihat pada Gambar II-17 berikut :
Gambar II-17. Perkembangan Persentase PDRB Sektor Primer di Kota Depok
PERSENTASE PDRB LAPANGAN USAHA PRIMER
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
1. Pertanian 3.32 3.21 3.12 3.00 2.91 2.81 2.70 2.60 2.50 2.40 2.30 2.19
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun 2000- 2005. (Bapeda dan BPS Kota Depok)
28
1. PDRB Lapangan Usaha Pertanian
Lapangan usaha pertanian memberikan kontribusi PDRB sebesar
3,59% terhadap nilai total PDRB Kota Depok, dengan laju pertumbuhan
2,22%. Kecilnya konstribusi sektor pertanian diakibatkan berbagai
permasalahan, diantaranya adalah produktivitas, efesiensi usaha,
konservasi lahan pertanian, keterbatasan sarana dan prasarana, serta
terbatasnya kredit dan infrastruktur pertanian. Disamping itu,
pembangunan pertanian Kota Depok juga menghadapi masalah lainnya,
seperti : lahan yang semakin menyempit, rendahnya kualitas sumber daya
manusia pertanian, serta keterbatasan pemanfaatan teknologi.
Perkembangan PDRB (atas dasar harga konstan 1993) dari
lapangan usaha pertanian sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel II-2.a
berikut :
Tabel II-2. a. PDRB Kota Depok dari Lapangan Usaha Pertanian (ADHK
1993)
Sedangkan persentase PDRB lapangan usaha pertanian Kota Depok
dibandingkan total PDRB Kota Depok adalah sebagaimana ditampilkan
pada Tabel II-2.b berikut :
Tabel II-2. b. Persentase PDRB dari Lapangan Usaha Pertanian (ADHK 1993) di Kota Depok
Lapangan Usaha 1999 2000 2001 2002 2003 2004PERTANIAN 42,400.90 43,099.10 44,214.03 45,551.59 46,561.40 48,086.77
Tanaman Bahan Makanan 6,639.64 6,804.16 6,999.76 7,176.93 7,377.17 7,675.07 Tanaman Perkebunan 140.25 140.54 146.64 148.36 150.16 151.99 Peternakan 31,703.10 31,957.76 32,633.10 33,634.09 34,370.68 35,523.47 Kehutanan - - - - - - Perikanan 3,917.91 4,196.64 4,434.53 4,592.21 4,663.39 4,736.24
Sektor 1999 2000 2001 2002 2003 20041. Pertanian 3.41 3.32 3.21 3.12 3.00 2.91
Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun 2000- 2005. (Bapeda dan BPS Kota Depok)
Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun 2000- 2005. (Bapeda dan BPS Kota Depok)
29
Pertumbuhan sektor pertanian Kota Depok selama periode tahun
1999-2003 di bawah 3 % per tahun dengan PDRB lapangan usaha
pertanian tidak pernah melebihi Rp. 50.000 per kapita. Dibandingkan
dengan lapangan usaha pertanian Jawa Barat, dengan pertumbuhan rata-
rata 3 % per tahun dan PDRB per kapita sebesar Rp. 768.000, maka sektor
pertanian Kota Depok relatif tertinggal. Secara grafis perbandingan
lapangan usaha pertanian Jawa Barat dan Kota Depok dapat dilihat pada
Gambar II-18 berikut :
Gambar II-18. Posisi Lapangan Usaha Pertanian Kota Depok dibanding
rata-rata Jawa Barat.
LAPANGAN USAHA PERTANIAN
19992001
2002
2003 2000
-
3
6
-768,000
PDRB SEKTOR PER KAPITA (Rp.)
PE
RTU
MB
UH
AN
(%)
Berkembang Cepat
Cepat Maju & Cepat Tumbuh
Maju Tertekan
Relatif Tertinggal
Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun 2000- 2005 (Bapeda dan BPS Kota Depok), diolah
30
B. PDRB Sektor Sekunder
Persentase PDRB sektor sekunder Kota Depok saat ini sekitar 52,08 %
dari total PDRB. Hal ini menunjukan konstribusi sektor sekunder terhadap
struktur ekonomi Kota Depok cukup besar peranannya. Diproyeksikan pada
tahun 2011 konstribusi PDRB sektor sekunder akan mencapai 53,54 % dari
total PDRB Kota Depok sebagaimana diperlihatkan oleh grafik perkembangan
persentase PDRB pada Gambar II – 19 berikut :
Gambar II-19. Perkembangan Persentase PDRB Sektor Sekunder di Kota
Depok
PERSENTASE PDRB LAPANGAN USAHA SEKUNDER
30
35
40
45
50
55
5. Bangunan/ Konstruksi 7.02 7.01 6.87 6.82 6.77 6.67 6.60 6.52 6.44 6.36 6.29 6.21
4. Listrik, Gas & Air Minum 3.97 4.02 4.01 3.98 3.96 3.98 3.97 3.97 3.96 3.96 3.95 3.95
3. Industri Pengolahan 39.86 40.03 40.45 40.78 41.09 41.43 41.76 42.09 42.42 42.75 43.08 43.41
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun 2000- 2005. (Bapeda dan BPS Kota Depok)
31
1. PDRB Lapangan Usaha Industri Pengolahan
Perkembangan PDRB (atas dasar harga konstan 1993) Kota Depok
yang berasal dari Lapangan usaha industri pengolahan adalah
sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel II-3.a berikut :
Tabel II-3. a. PDRB Kota Depok dari Lapangan Usaha Industri Pengolahan (ADHK 1993)
LAPANGAN USAHA 1999 2000 2001 2002 2003 2004
INDUSTRI
PENGOLAHAN 489.650,76 517.377,26 550.740,32 590.528,62 633.105,73 679.108,70
Industri Migas - - - - - -
3.1.1. Pengilangan M.
Bumi - - - - - -
3.1.2. Gas Alam Cair - - - - - -
Industri Non Migas 489.650,76 517.377,26 550.740,32 590.528,62 633.105,73 679.108,70
Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun 2000- 2005. (Bapeda dan BPS Kota Depok)
Sedangkan persentase PDRB lapangan usaha industri pengolahan
Kota Depok dibandingkan total PDRB Kota Depok adalah sebagaimana
ditampilkan pada Tabel II-3.b berikut :
Tabel II-3. b. Persentase PDRB dari Lapangan Usaha Industri Pengolahan (ADHK 1993) di Kota Depok
SEKTOR 1999 2000 2001 2002 2003 2004
INDUSTRI
PENGOLAHAN 39.41 39.86 40.03 40.45 40.78 41.09
Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun 2000- 2005. (Bapeda dan BPS Kota Depok)
32
Hasil-hasil industri pengolahan di Kota Depok sebagian telah
menjadi komoditas ekspor. Menurut Dr. Muhammad Wahyudin dalam buku
“Industri Orentasi Ekspor: Dinamika dan Analisis Spasial”, selama dasa
warsa 1990 –1999, Kota Depok diklasifikasikan sebagai kota yang tinggi
ekspor industri manufakturnya diantara 182 kabupaten/kota di seluruh
Indonesia. Ada 80 kabupaten/kota yang mendapat peringkat tinggi ekspor
industri manufakturnya pada tahun 1990, empat diantaranya dari DKI
Jakarta dan Jawa Barat, yaitu: Kabupaten Karawang, Kota Jakarta Pusat,
Kota Tangerang dan Kota Depok.
Pada tahun 1999 tercatat ada 76 kabupaten/kota yang tergolong
tinggi ekspor industri manufakturnya, lima diantaranya dari DKI Jakarta dan
Jawa Barat, yaitu: Kota Bogor, Kota Jakarta Barat, Kota Jakarta Pusat, Kota
Bekasi dan Kota Depok. Kota Tangerang naik peringkatnya dari sepuluh
tahun sebelumnya menjadi sangat tinggi ekspor industri manufakturnya,
sedangkan Kota Bogor dan Kota Bekasi turun peringkatnya dan Kota
Depok berhasil mempertahankan peringkatnya seperti sepuluh tahun
sebelumnya.
Dibandingkan lapangan usaha industri pengolahan Jawa Barat, dari
rata-rata pertumbuhan PDRB-nya selama lima tahun terakhir ini, lapangan
usaha industri pengolahan Kota Depok berkembang cepat. Selama
tahun 2000 – 2005, pertumbuhan lapangan usaha industri pengolahan di
Kota Depok hampir selalu di atas 4,5% per tahun (ADHK 1993), kecuali
tahun 1999, padahal rata-rata pertumbuhan lapangan usaha industri
pengolahan di Jawa Barat (tahun 2003 & 2004) hanya 4,5% per tahun.
Namun, PDRB lapangan Usaha industri pengolahan di Kota Depok masih di
bawah Rp. 600.000 per kapita (ADHK 1993), sedangkan rata-rata PDRB
lapangan usaha industri pengolahan di Jawa Barat pada tahun 2003 dan
2004 sebesar Rp. 2.400.000 per kapita. Secara grafis, perbandingan
lapangan usaha industri pengolahan Jawa Barat dan Kota Depok dapat
dilihat pada Gambar II-20 berikut :
33
Gambar II-20. Posisi Lapangan Usaha Industri Pengolahan Kota Depok dibanding Jawa Barat
2. PDRB Lapangan Usaha Listrik, Gas dan Air Minum
Perkembangan PDRB (atas dasar harga konstan 1993) Kota Depok
yang berasal dari lapangan usaha listrik, gas dan air minum ditunjukkan
dalam Tabel II-4.a berikut :
Tabel II-4. a. PDRB Kota Depok dari Lapangan Usaha Listrik, Gas dan Air Minum (ADHK 1993) LAPANGAN USAHA 1999 2000 2001 2002 2003 2004
Listrik, Gas dan Air
Minum 49.649,73 51.596,04 55.328,53 580.573,53 613.867,68 65.374,34
Listrik 46.611,81 48.494,93 52.044,14 55.133,42 58.215,38 61.495,00
Gas - - - - - -
Air Bersih 3.037,92 3.101,11 3.284,21 3.440,11 3.652,30 3.879,34
Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun 2000- 2005. (Bapeda dan BPS Kota Depok)
LAPANGAN USAHA INDUSTRI OLAHAN
1999
2001
2002 2003
2000
-
4.5
9.0
200,0002,400,000
PDRB SEKTOR PER KAPITA (Rp.)
PERTU
MBUHAN (%
)
Berkembang Cepat
Cepat Maju & Cepat Tumbuh
Maju Tertekan
Relatif Tertinggal
Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun 2000- 2005. (Bapeda dan BPS Kota Depok), diolah
34
Sedangkan persentase PDRB lapangan usaha listrik, gas dan air
minum Kota Depok terhadap PDRB Kota Depok ditampilkan pada
Tabel II-4.b berikut :
Tabel II-4. b. Persentase PDRB dari Lapangan Usaha Listrik, Gas & Air minum (ADHK 1993) di Kota Depok
SEKTOR 1999 2000 2001 2002 2003 2004
Listrik, Gas dan Air Minum 4.00 3.97 4.02 4.01 3.98 3.96
Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun 2000- 2005. (Bapeda dan BPS Kota Depok)
Dibandingkan lapangan usaha listrik, gas dan air minum Jawa Barat,
ditinjau dari rata-rata pertumbuhannya, selama lima tahun terakhir ini,
lapangan usaha listrik, gas & air minum Kota Depok berkembang cepat.
Selama tiga tahun terakhir pertumbuhan lapangan usaha listrik, gas & air
minum di Kota Depok selalu diatas 5% per tahun (ADHK 1993) (lihat
Gambar II-21), padahal rata-rata pertumbuhan lapangan usaha listrik, gas
& air minum di Jawa Barat (tahun 2003 dan 2004) hanya 5% per tahun.
Namun, PDRB lapangan usaha listrik, gas dan air minum di Kota Depok
masih dibawah Rp. 60.000 per kapita (ADHK 1993), sedangkan rata-rata
PDRB lapangan usaha listrik, gas & air minum di Jawa Barat tahun 2003
dan 2004 sebesar Rp. 120.000 per kapita. Secara grafis, perbandingan
lapangan usaha listrik, gas dan air minum Jawa Barat dan Kota Depok
dapat dilihat pada Gambar II-21. berikut :
35
Gambar II-21. Posisi Lapangan Usaha Listrik, Gas & Air Minum Kota Depok dibanding Jawa Barat
PDRB Lapangan Usaha Bangunan/Konstruksi
Lapangan usaha ini mencakup kegiatan pembangunan fisik
(konstruksi), baik yang digunakan sebagai tempat tinggal (pemukiman) atau
sarana lainnya yang dilakukan oleh perusahaan konstruksi maupun
perorangan.
Perkembangan PDRB (atas dasar harga konstan 1993) Kota Depok
yang berasal dari Lapangan usaha bangunan dan konstruksi adalah
sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel II.5.a berikut :
Tabel II-5.a. PDRB Kota Depok dari Lapangan Usaha Konstruksi (ADHK 1993)
LAPANGAN USAHA 1999 2000 2001 2002 2003 2004
Bangunan dan
Konstruksi 89.009,17 91.145,39 96.386,25 100.344,32 105.903,40 111.816,21
Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun 2000- 2005. (Bapeda dan BPS Kota Depok)
LAPANGAN USAHA LISTRIK, GAS & AIR MINUM
2000
2003 2002
2001
1999
-
5.0
10.0
20,000120,000
PDRB SEKTOR PER KAPITA (Rp.)
PERTU
MBUHAN
(%)
Berkembang CepatCepat Maju &
Cepat Tumbuh
Maju Tertekan
Relatif Tertinggal
Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun 2000- 2005. (Bapeda dan BPS Kota Depok), diolah
36
Sedangkan persentase PDRB lapangan usaha bangunan dan
konstruksi Kota Depok terhadap PDRB Kota Depok ditampilkan pada Tabel
II-5.b berikut :
Tabel II-5. b. Persentase PDRB dari Lapangan Usaha Konstruksi (ADHK 1993) di
Kota Depok
SEKTOR 1999 2000 2001 2002 2003 2004
Bangunan dan
Konstruksi 7.16 7.02 7.01 6.87 6.82 6.77
Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun 2000- 2005. (Bapeda dan BPS Kota Depok)
Lapangan usaha bangunan/konstruksi Kota Depok relatif
tertinggal dibandingkan dengan lapangan usaha bangunan/konstruksi
Jawa Barat, baik rata-rata pertumbuhannya maupun rata-rata PDRB per
kapitanya. Selama tahun 1999-2003 pertumbuhan lapangan usaha
bangunan/konstruksi di Kota Depok selalu dibawah 9% per tahun (ADHK
1993), padahal rata-rata pertumbuhan lapangan usaha
bangunan/konstruksi di Jawa Barat (tahun 2003 & 2004) mencapai 9% per
tahun.
Berdasarkan PDRB per kapita, lapangan usaha bangunan/konstruksi
di Kota Depok tidak pernah mencapai Rp. 100.000 per kapita (ADHK 1993),
sedangkan rata-rata PDRB lapangan usaha bangunan/konstruksi di Jawa
Barat tahun 2003 dan 2004 sebesar Rp. 160.000 per kapita. Secara grafis,
perbandingan lapangan usaha bangunan/konstruksi Jawa Barat dan Kota
Depok dapat dilihat pada Gambar II-22. berikut :
37
Gambar II-22. Posisi Lapangan Usaha Konstruksi Kota Depok dibanding Jawa Barat
C. PDRB Sektor Tersier
Sektor tersier terdiri dari lapangan usaha perdagangan, hotel dan
restoran, lapangan usaha angkutan dan komunikasi, lapangan usaha bank &
lembaga keuangan lainnya, serta lapangan usaha jasa-jasa.
Selama lima tahun terakhir persentase PDRB sektor tertier Kota
Depok menunjukkan penurunan meskipun tidak signifikan. Kecenderungan
penurunan ini akan terbawa ke masa mendatang. Tanpa pengelolaan yang
tepat, kontribusi sektor tertier terhadap struktur ekonomi Kota Depok akan
semakin kecil. Pada tahun 2010, yakni lima tahun dari sekarang, diperkirakan
kontribusi PDRB sektor tertier di Kota Depok berkurang 0,74% menjadi
44,37%. Grafik perkembangan persentase PDRB sektor tersier di Kota Depok
dapat dilihat pada Gambar II-23 berikut :
LAPANGAN USAHA KONSTRUKSI
1999
2001 2002
2003
2000
-
9.0
60,000160,000
PDRB SEKTOR PER KAPITA (Rp.)
PERTU
MBUHAN
(%)
Berkembang Cepat
Cepat Maju & Cepat Tumbuh
Maju Tertekan
Relatif Tertinggal
Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun 2000- 2005. (Bapeda dan BPS Kota Depok), diolah
38
Gambar II-23. Perkembangan Persentase PDRB Sektor Tersier di Kota Depok
PDRB Lapangan Usaha Perdagangan, Hotel dan Restoran
Perkembangan PDRB (atas dasar harga konstan 1993) Kota Depok
yang berasal dari lapangan usaha perdagangan, hotel dan restoran
ditunjukkan dalam Tabel II-6.a berikut :
Tabel II-6.a. PDRB Kota Depok dari Lapangan Usaha Perdagangan, Hotel & Restoran (ADHK
1993) LAPANGAN USAHA 1999 2000 2001 2002 2003 2004
Perdagangan, Hotel
dan Restoran 318.713,60 330.852,92 348.361,56 368.341,50 389.971,67 413.054,94
Perdagangan 255.657,51 266.002,32 279.731,34 294.669,01 312.054,48 330.609,30
Hotel 1.453,90 1.455,79 1.490,86 1.510,41 1.519,20 1.528,10
Restoran 61.608,19 63.394,81 67.139,36 72.162,08 76.397,99 80.917,54
Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun 2000- 2005. (Bapeda dan BPS Kota Depok)
PERSENTASE PDRB LAPANGAN USAHA TERSIER
20
30
40
50
PERSE
N P
DRB (%
)
9. Jasa-jasa 9.54 9.56 9.41 9.28 9.15 9.07 8.96 8.85 8.75 8.64 8.53 8.43
8. Bank & Lembaga Keuangan lain 4.81 4.82 4.79 4.87 4.95 5.00 5.05 5.11 5.16 5.22 5.27 5.33
7. Pengangkutan & Komunikasi 5.99 6.03 6.12 6.15 6.18 6.21 6.24 6.27 6.31 6.34 6.37 6.41
6. Perdagangan, Hotel & Restoran 25.49 25.32 25.23 25.12 24.99 24.85 24.72 24.59 24.46 24.33 24.20 24.08
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun 2000- 2005. (Bapeda dan BPS Kota Depok)
39
Sedangkan persentase PDRB lapangan usaha perdagangan, hotel dan
restoran dibandingkan total PDRB ditampilkan pada Tabel II-6.b berikut :
Tabel II-6. b. Persentase PDRB dari Lapangan Usaha Perdagangan, Hotel &
Restoran (ADHK 1993) di Kota Depok
Sektor lapangan usaha perdagangan, hotel dan restoran Kota Depok
berkembang cepat jika dibandingkan dengan sektor serupa di Jawa Barat.
Ditinjau dari rata-rata pertumbuhannya selama tahun 2001 – 2003,
pertumbuhan lapangan usaha perdagangan, hotel dan restoran Kota Depok
selalu diatas 5% per tahun (ADHK 1993), sedangkan rata-rata pertumbuhan
Jawa Barat pada tahun 2003 - 2004 hanya 4% per tahun. Dalam segi PDRB
per kapita, lapangan Usaha perdagangan, hotel dan restoran di Kota Depok
maksimum hanya mencapai Rp. 320.000 per kapita (ADHK 1993) pada tahun
1999-2003, sedangkan rata-rata di Jawa Barat tahun 2003 - 2004 adalah Rp.
1.000.000 per kapita. Secara grafis, perbandingannya pada Gambar II-24.
berikut :
Gambar II-24. Posisi Lapangan Usaha Perdagangan, Hotel & Restoran Kota Depok dibanding Jawa Barat
LAPANGAN USAHA PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN
2000
2003 2002
2001
1999
-
4.0
8.0
200,0001,000,000
PDRB SEKTOR PER KAPITA (Rp.)
PERTU
MBUHAN (%
)
Berkembang Cepat
Cepat Maju & Cepat Tumbuh
Maju Tertekan
Relatif Tertinggal
Sektor 1999 2000 2001 2002 2003 20046. Perdagangan, Hotel & Restoran 25.65 25.49 25.32 25.23 25.12 24.99
Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun 2000- 2005. (Bapeda dan BPS Kota Depok), diolah
Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun 2000- 2005. (Bapeda dan BPS Kota Depok)
40
1. PDRB Lapangan Usaha Angkutan dan Komunikasi
Salah satu potensi kota Depok adalah di sektor perhubungan. Lokasi
Kota Depok yang dekat dengan ibukota dan banyaknya penduduk yang
bekerja di ibukota Jakarta, menyebabkan meningkatnya kegiatan perjalanan
commuter (pulang-pergi) antara kedua kota tersebut. Perkembangan PDRB
atas dasar harga konstan 1993 Kota Depok yang berasal dari lapangan
usaha angkutan dan komunikasi diperlihatkan oleh Tabel II-7.a berikut :
Tabel II-7.a. PDRB Kota Depok dari Lapangan Usaha Angkutan & Komunikasi (ADHK 1993)
LAPANGAN USAHA 1999 2000 2001 2002 2003 2004 Pengangkutan & Komunikasi 75.284,82 77.761,24 83.019,44 89.347,51 95.468,43 102.082,20
- Angkutan 71.088,99 73.414,78 78.492,92 84.108,90 89.569,49 95.433,90 Angkutan Rel 2.911,30 2.867,34 3.057,81 3.200,88 3.429,10 3.675,50 Angkutan Jalan
Raya 58.282,25 60.462,01 64.780,59 69.754,99 74.456,48 79.513,99
Angkutan Laut - - - - - - Angkutan Sungai - - - - - - Angkutan Udara - - - - - - Jasa Penunjang
Angkutan 9.895,44 10.085,43 10.654,52 11.153,03 11.683,91 12.244,41
- Komunikasi 4.195,83 4.346,46 4.526,52 5.238,61 5.898,94 6.648,30 Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun 2000- 2005. (Bapeda
dan BPS Kota Depok)
Sedangkan persentase PDRB lapangan usaha angkutan dan
komunikasi Kota Depok dibandingkan total PDRB Kota Depok ditampilkan
pada Tabel II-7.b berikut :
Tabel II-7. b. Persentase PDRB dari Lapangan Usaha Angkutan &
Komunikasi (ADHK 1993) di Kota Depok
Sektor 1999 2000 2001 2002 2003 20047. Pengangkutan & Komunikasi 6.06 5.99 6.03 6.12 6.15 6.18Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun
2000- 2005. (Bapeda dan BPS Kota Depok)
41
Lapangan usaha angkutan dan komunikasi Kota Depok relatif
tertinggal jika dibandingkan lapangan usaha serupa di Jawa Barat. Selama
tahun 1999 – 2003, pertumbuhan lapangan usaha angkutan dan
komunikasi di Kota Depok selalu dibawah 9% per tahun (ADHK 1993),
padahal rata-rata pertumbuhan lapangan usaha angkutan dan komunikasi
di Jawa Barat (tahun 2003 & 2004) mencapai 10% per tahun. Dalam segi
PDRB per kapita, lapangan usaha angkutan dan komunikasi di Kota Depok
tidak pernah mencapai Rp. 100.000 per kapita (ADHK 1993), sedangkan
rata-rata PDRB lapangan usaha angkutan dan komunikasi di Jawa Barat
tahun 2003 dan 2004 sebesar Rp. 250.000 per kapita. Secara grafis,
perbandingan lapangan usaha angkutan dan komunikasi Jawa Barat dan
Kota Depok dapat dilihat pada Gambar II-25. berikut :
Gambar II-25. Posisi Lapangan Usaha Angkutan & Komunikasi Kota Depok
dibanding Jawa Barat
LAPANGAN USAHA ANGKUTAN &KOMUNIKASI
1999
2001
2002
2003
2000
-
10.0
50,000250,000
PDRB SEKTOR PER KAPITA (Rp.)
PERTU
MBUHAN (%
)
Berkembang Cepat
Cepat Maju & Cepat Tumbuh
Maju Tertekan
Relatif Tertinggal
Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun 2000- 2005. (Bapeda dan BPS Kota Depok), diolah
42
2. PDRB Lapangan Usaha Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya
Pada sub-sektor bank pada tahun 2004 terdapat lembaga keuangan
formal bank sebanyak 22 bank dengan rincian: bank pemerintah 4 buah,
bank swasta nasional 16 buah, bank daerah 2 buah. Termasuk dalam sub-
sektor lembaga keuangan lainnya adalah lembaga keuangan bukan bank,
sewa bangunan, dan jasa perusahaan.
Perkembangan PDRB (atas dasar harga konstan 1993) yang berasal
dari Lapangan usaha bank dan lembaga keuangan ditunjukkan dalam
Tabel II-8.a berikut :
Tabel II-8.a. PDRB Kota Depok dari Lapangan Usaha bank/lembaga keuangan (ADHK1993)
Sedangkan persentase PDRB lapangan usaha bank dan lembaga
keuangan Kota Depok dibandingkan total PDRB Kota Depok ditampilkan
pada Tabel II-8.b berikut :
Tabel II-8.b. Persentase PDRB dari Lapangan Usaha bank dan lembaga keuangan (ADHK 1993) di Kota Depok
Lapangan Usaha 1999 2000 2001 2002 2003 2004BANK & LEMBAGA KEUANGAN LAINNYA 57,130.15 62,441.44 66,242.59 69,928.13 75,641.72 81,882.16 Bank 1,315.89 1,440.24 1,597.37 1,703.35 1,808.61 1,921.26 Lembaga Keuangan Bukan Bank 224.05 228.60 240.92 249.37 264.86 281.43 Sewa Bangunan 49,866.28 54,852.91 58,198.24 61,469.87 66,780.87 72,595.74 Jasa Perusahaan 5,723.93 5,919.69 6,206.06 6,505.54 6,787.38 7,083.73
Sektor 1999 2000 2001 2002 2003 20048. Bank & Lembaga Keuangan lain 4.60 4.81 4.82 4.79 4.87 4.95
Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun 2000- 2005. (Bapeda dan BPS Kota Depok)
Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun 2000- 2005. (Bapeda dan BPS Kota Depok)
43
Dibandingkan lapangan usaha bank dan lembaga keuangan Jawa
Barat, selama tahun 2001 - 2004, lapangan usaha bank & lembaga
keuangan di Kota Depok berkembang cepat dengan rata-rata
pertumbuhan diatas 6 %, sedangkan pertumbuhan rata-rata Jawa Barat
pada tahun 2003-2004 adalah 6% per tahun. Namun, rata-rata PDRB
lapangan usaha bank & lembaga keuangan Kota Depok tidak lebih dari
Rp.80.000,- per kapita (ADH 1993) sedangkan rata-rata Jawa Barat tahun
2003 - 2004 adalah Rp. 190.000 per kapita. Secara grafis perbandingan
lapangan usaha bank & lembaga keuangan Jawa Barat dan Kota Depok
dapat dilihat pada Gambar II-26. berikut :
Gambar II-26. Posisi Lapangan Usaha Bank & Lembaga Keuangan Kota Depok dibanding Jawa Barat
LAPANGAN USAHA BANK & LEMBAGA KEUANGAN
1999
2001 2002
2003
2000
-
6.0
50,000190,000
PDRB SEKTOR PER KAPITA (Rp.)
PER
TUM
BU
HAN
(%)
Berkembang Cepat
Cepat Maju & Cepat Tumbuh
Maju Tertekan
Relatif Tertinggal
Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun 2000- 2005. (Bapeda dan BPS Kota Depok), diolah
44
3. PDRB Lapangan Usaha Jasa-jasa
Lapangan usaha jasa-jasa dikelompokkan ke dalam dua sub-sektor
yaitu: sub-sektor jasa pemerintahan umum dan sub-sektor jasa swasta.
Perkembangan PDRB (atas dasar harga konstan 1993) Kota Depok yang
berasal dari lapangan usaha jasa-jasa ditunjukkan pada
Tabel II-9.a berikut :
Tabel II-9.a. PDRB Kota Depok dari Lapangan Usaha Jasa-jasa (ADHK
1993)
Sedangkan persentase PDRB lapangan usaha jasa-jasa Kota Depok
terhadap PDRB Kota Depok ditampilkan pada Tabel II-9.b berikut :
Tabel II-9.b. Persentase PDRB dari Lapangan Usaha Jasa-jasa (ADHK
1993) di Kota Depok
Lapangan Usaha 1999 2000 2001 2002 2003 2004JASA JASA 120,690.42 123,817.27 131,456.58 137,366.42 144,104.67 151,240.81 Pemerintahan Umum 58,948.16 60,793.24 65,504.71 68,388.23 71,588.80 74,965.29 Swasta 61,742.26 63,024.03 65,951.87 68,978.19 72,515.87 76,275.52 9.2.1 Sosial kemasyarakatan 23,489.63 24,067.47 25,340.51 26,665.78 28,465.72 30,402.14 9.2.2 Hiburan dan Rekreasi 1,574.41 1,621.80 1,675.15 1,729.25 1,794.96 1,863.70 9.2.3 Perorangan dan Rumah tangga 36,678.22 37,334.76 38,936.21 40,583.16 42,255.19 44,009.68
Sektor 1999 2000 2001 2002 2003 20049. Jasa-jasa 9.71 9.54 9.56 9.41 9.28 9.15
Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun 2000- 2005. (Bapeda dan BPS Kota Depok)
Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun 2000- 2005. (Bapeda dan BPS Kota Depok)
45
Dibandingkan lapangan usaha jasa-jasa Jawa Barat, selama tahun
2000 - 2004, lapangan usaha jasa-jasa di Kota Depok relatif tertinggal,
dimana rata-rata pertumbuhan dibawah 8 %, sementara pertumbuhan
rata-rata Jawa Barat tahun 2003-2004 mencapai 14 %. Selain itu PDRB
lapangan usaha jasa di Kota Depok tidak pernah melebihi Rp.130.000,- per
kapita, sementara pertumbuhan Jawa Barat pada tahun 2003-2004 rata-
rata mencapai Rp.460.000 per kapita. Secara grafis, perbandingan
lapangan usaha jasa-jasa Jawa Barat dan Kota Depok dapat dilihat pada
Gambar II-27. berikut :
Gambar II-27. Posisi Lapangan Usaha Jasa-jasa Kota Depok dibanding Jawa Barat
2.3.2. Ekspor dan Impor
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, bahwa selama tahun 1990-
1999 Kota Depok diklasifikasikan sebagai kota yang tinggi ekspor industri
manufakturnya. Hal ini terlihat dari meningkatnya nilai ekspor Kota Depok dari
tahun 2001 sebesar USD 66,83 juta, menjadi USD 321,48 juta pada tahun
2004. Diperkirakan pada tahun 2010 nilai ekspor Kota Depok akan mencapai
USD 925 juta. Grafik nilai ekspor Kota Depok dapat dilihat pada
Gambar II-28. berikut :
LAPANGAN USAHA JASA-JASA
1999
2001 2002 2003
2000
-
14.0
50,000460,000
PDRB SEKTOR PER KAPITA (Rp.)
PERTU
MBUHAN
(%)
Berkembang Cepat
Cepat Maju & Cepat Tumbuh
Maju Tertekan
Relatif Tertinggal
Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun 2000- 2005. (Bapeda dan BPS Kota Depok), diolah
46
Gambar II-28. Perkembangan Ekspor dan Impor Kota Depok
2.3.3. Pendapatan Asli Daerah
Komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD), sebagaimana diatur dalam
Pasal 157 huruf a Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah terdiri dari Hasil Pajak Daerah, Hasil Retribusi Daerah, Hasil
Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan, dan lain-lain Pendapatan Asli
Daerah (PAD) yang sah, serta Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang
dipisahkan.
Selama kurun waktu tahun 2002sampai dengan 2005 kontribusi Pajak
Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah rata-rata 51%, Retribusi Daerah
sebesar 41%, dan lain-lain PAD yang sah rata-rata 6% dan hasil pengelolaan
kekayaan daerah yan dipisahkan dengan rata-rata 2%. Grafis perkembangan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Depok dapat dilihat pada Gambar II-29
berikut :
Nilai Ekspor & Impor
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
Juta
USD
Impo
r
-
200
400
600
800
1,000
1,200
Juta
USD
Eks
por
Nilai Impor (USD) 2,354 2,623 2,623 2,802 2,862 3,002 3,088 3,210 3,308 3,422 3,525
Nilai Ekspor (USD) 66,83 175,6 428,9 321,4 502,5 575,4 612,2 739,2 794,1 875,9 966,9
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha tahun 2000- 2005. (Bapeda dan BPS Kota Depok)
(ribuan)
47
Gambar II-29. Komponen Pendapatan Asli Daerah Kota Depok
A. Hasil Pajak Daerah
Hasil Pajak Daerah dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2005,
menunjukan peningkatan rata-rata sebesar 17,3% atau sebesar Rp. 3,86
milyar. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang dipicu oleh kebijakan
ekonomi yang tepat, diharapkan penerimaan dari hasil pajak daerah akan
terus meningkat, dan diharapkan pada tahun 2007 sampai dengan 2011
penerimaan dari hasil pajak daerah akan meningkat minimal sebesar 10%,
sehingga pada tahun 2011 diprediksikan akan mencapai angka sebesar
kurang lebih Rp. 54 milyar. Secara grafis perkembangan hasil pajak daerah
Kota Depok dapat dilihat pada Gambar II-30 berikut :
Sumber: Realisasi Pendapatan 2002 - 2005, Dipenda Kota Depok
(ribuan)
Hasil PAD yang dipisahkan
48
Gambar II-30. Perkembangan Pajak Daerah Kota Depok
B. Hasil Retribusi Daerah
Sejak tahun 2002 sampai dengan tahun 2005 penerimaan yang berasal
dari hasil retribusi daerah menunjukan peningkatan yang cukup besar
mencapai rata-rata sebesar Rp. 5,15 milyar atau 29,77 %, diperkirakan
penerimaan dari hasil retribusi daerah pada tahun 2007 sampai dengan
2011 diharapakan minimal rata-rata peningkatan sebesar 12 % sehingga
pada tahun 2011 yang akan datang penerimaan hasil retribusi daerah dapat
mencapai Rp. 61 milyar. Secara grafis perkembangan retribusi daerah Kota
Depok dapat dilihat pada Gambar II-31 berikut :
Sumber: Realisasi Pendapatan 2002 - 2005, Dipenda Kota Depok
PAJAK DAERAH
(ribuan)
Penerimaan Pajak D
aerah
49
Gambar II-31. Perkembangan Retribusi Daerah Kota Depok
C. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
Pendapatan asli daerah yang bersumber dari hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan menunjukan peningkatan yang cukup
besar yaitu dari Rp. 252,6 juta pada tahun 2002 menjadi Rp. 1,27 milyar
pada tahun 2005, apabila dirata-ratakan peningkatan setiap tahun
mencapai 91,23% atau sebesar Rp. 342,4 juta. Diharapkan pada kurun
waktu tahun 2007 sampai dengan 2011 rata-rata peningkatan dari hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan minimal mencapai 15%.
Sehingga pada tahun 2011 akan mencapai Rp. 3,2 milyar. Secara grafis
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan dapat dilihat pada
Gambar II-32 berikut :
Sumber: Realisasi Pendapatan 2002 - 2005, Dipenda Kota Depok
RETRIBUSI DAERAH
(ribuan)
Penerimaan R
etribusi Daerah
50
Gambar II-32. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan
D. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah
Dari tahun 2002 sampai dengan 2005 lain-lain pendapatan asli daerah
yang sah menunjukan peningkatan yang cukup besar pula yaitu sebesar Rp.
6,32 milyar pada tahun 2005, yang sebelumnya pada tahun 2002 hanya
sebesar Rp. 2,04 milyar, apabila dirata-ratakan peningkatan selama tahun
2002 samapai 2005 mencapai Rp. 2 milyar atau sebesar 84,23%. Diharapkan
peningkatan dari lain-lain pendapatan asli daerah yang sah rata-rata
mencapai minimal 15% sehingga pada tahun 2011 akan mencapai angka
sebesar Rp. 18,9milyar. Secara grafis perkembangan lain-lain Pendapatan
Asli Daerah yang sah Kota Depok dapat dilihat pada Gambar II-33 berikut :
Sumber: Realisasi Pendapatan 2002 - 2005, Dipenda Kota Depok
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
Hasil Pengelolaan K
ekayaan D
aerah yang Dipisahkan
(ribuan)
51
Gambar II-33. Perkembangan Lain-lain PAD yang sah di Kota Depok
2.3.4. Dana Perimbangan
Proporsi terbesar dana perimbangan daerah Kota Depok berasal dari
Dana Alokasi Umum (DAU), kemudian dikuti oleh Bagi Hasil Pajak dan
Perimbangan dari provinsi. Selama tahun 2002-2005 rata-rata Dana Alokasi
Umum (DAU) sebesar 65% dari total Dana Perimbangan. Rata-rata penerimaan
dari Bagi Hasil Pajak adalah 21% dari total Dana Perimbangan. Sedangkan
penerimaan pemerintah Kota Depok berupa dana perimbangan dari Propinsi
Jawa Barat rata-rata 14% dari total Dana Perimbangan, sebagaimana grafis
komponen dana perimbangan Kota Depok pada Gambar II-34 berikut :
Sumber: Realisasi Pendapatan 2002 - 2005, Dipenda Kota Depok
(ribuan)
Pendapatan Lain-lain PAD
Pendapatan Lain-lain PAD
52
Gambar II-34. Komposisi Dana Perimbangan Kota Depok
A. Bagi Hasil Pajak/ Bagi Hasil Bukan Pajak
Dalam tahun 2002-2005 penerimaan Dana Perimbangan Kota Depok
yang berasal dari Bagi Hasil Pajak/ Bagi Hasil Bukan Pajak meningkat sekitar
26,5% per tahun, atau dari Rp. 50,5 milyar pada tahun 2002 menjadi
Rp. 101,1 milyar pada tahun 2005. Diperkirakan sampai dengan tahun 2011,
Dana Perimbangan dari Bagi hasil pajak akan tumbuh rata-rata sebesar 9%
per tahun. Bagi Hasil Pajak/ Bagi Hasil Bukan Pajak diperkirakan akan
mencapai Rp. 131 milyar lebih pada tahun 2011.
Secara grafis perkembangan penerimaan Bagi Hasil Pajak di Kota
Depok dapat dilihat pada Gambar II-35 berikut :
Sumber: Realisasi Pendapatan 2002 - 2005, Dipenda Kota Depok
(ribuan)
Bagi Hasil Pajak/ Bagi Hasil Bukan Pajak
53
Gambar II-35. Perkembangan Penerimaan Bagi Hasil Pajak Kota Depok
B. Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan komponen terbesar dalam
penerimaan dana perimbangan. Selama tahun 2002-2005 pertumbuhan
penerimaan Dana Alokasi Umum cukup signifikan, yaitu meningkat sekitar
22% per tahun. Peningkatannya adalah dari Rp. 160,1 milyar pada tahun
2002 menjadi Rp. 239 milyar pada tahun 2005.
Diperkirakan sampai dengan tahun 2011, Dana Perimbangan Kota
Depok yang berasal dari Dana Alokasi Umum akan tumbuh rata-rata sebesar
14,8% per tahun. Dana Alokasi umum yang diterima pemerintah Kota Depok
diperkirakan akan mencapai Rp. 389 milyar lebih pada tahun 2011. Secara
grafis perkembangan Dana Alokasi Umum yang diterima pemerintah Kota
Depok dapat dilihat pada Gambar II-36 berikut :
Sumber: Realisasi Pendapatan 2002 - 2005, Dipenda Kota Depok
Bagi Hasil Pajak / Bagi Hasil Bukan Pajak
Penerimaan B
agi Hasil Pajak / B
agi H
asil Bukan Pajak
(ribuan)
54
Gambar II-36. Perkembangan Penerimaan DAU Kota Depok
C. Pinjaman Dalam Negeri
Pada tahun 2002, pemerintah Kota Depok pernah melakukan pinjaman
dari sumber keuangan dalam negeri yaitu sebesar Rp. 9,5 milyar, dalam
rangka perimbangan anggaran. Sumber dana perimbangan berupa pinjaman
dalam negeri ini tidak pernah terjadi lagi sejak saat itu, sehingga tidak dapat
diprediksi pertumbuhannya di masa mendatang. Gambaran grafis
perkembangan pinjaman dalam negeri dapat dilihat pada Gambar II-37
berikut:
Dana Alokasi Umum
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
(Mily
ar)
Pene
rimaa
n D
AU
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
Pert
umbu
han
Nilai (Rp.) 160,110 209,550 227,627 239,099 272,857 298,361 316,355 341,876 368,425 389,970
Pertumbuhan 30.9% 8.6% 5.0% 14.1% 9.3% 6.0% 8.1% 7.8% 5.8%
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Sumber: Realisasi Pendapatan 2002 - 2005, Dipenda Kota Depok
(ribuan)
55
Gambar II-37. Perkembangan Pinjaman Dalam Negeri Pemerintah Daerah Kota Depok
Pinjaman Dalam Negeri
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10(M
ilyar
)
Pinj
aman
Dal
am N
eger
i
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
Pert
umbu
han
Nilai (Rp.) - 9,500, - - - - - - - - -
Pertumbuhan
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
D. Bagi Hasil Pajak dan Bantuan Keuangan Dari Propinsi
Selama priode tahun 2002-2005, pertumbuhan penerimaan bagi hasil
pajak dan bantuan keuangan dari propinsi meningkat sekitar 50,9% per
tahun. Peningkatannya dari Rp. 28,3 milyar pada tahun 2002 menjadi Rp.
93,1 milyar pada tahun 2005. Diperkirakan sampai dengan tahun 2011, Dana
bagi hasil pajak dan bantuan keuangan dari propinsi tumbuh rata-rata
sebesar 8% per tahun, diperkirakan akan mencapai Rp. 155,6 milyar lebih
pada tahun 2011. Secara grafis perkembangan Dana Perimbangan
dari propinsi dapat dilihat pada Gambar II-38 berikut :
Sumber: Realisasi Pendapatan 2002 - 2005, Dipenda Kota Depok
(ribuan)
56
Gambar II-38. Perkembangan Dana Perimbangan dari Propinsi kepada Kota Depok
2.3.5. Lain-lain Pendapatan Yang Sah
Komponen lain-lain pendapatan yang sah dari tahun 2002 sampai dengan
tahun 2005 terus mengalami penurunan. Hal tersebut dikarenakan
penerimaannya tidak bisa diprediksikan dan sifatnya insidentil tergantung dari
Pemerintah Daerah lain atau Pemerintah Pusat yang akan memberikan.
Tahun 2002 sebesar 22,6 milyar dan tahun 2005 sebesar 13,5 milyar dan
mengalami penurunan rata-rata 11,26%
Dana Perimbangan Dari Propinsi
0
50
100
150
200
250
(Mily
ar)
Perim
bang
an d
ari P
ropi
nsi
0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%100%
Pert
umbu
han
Nilai (Rp.) 28,368, 52,901, 75,535, 93,161, 116,74 138,44 159,04 180,27 202,49 223,40
Pertumbuhan 86.5% 42.8% 23.3% 25.3% 18.6% 14.9% 13.3% 12.3% 10.3%
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Sumber: Realisasi Pendapatan 2002 - 2005, Dipenda Kota Depok
(ribuan)
57
Apabila tidak dilakukan langkah kebijakan yang strategis, diproyeksikan
selama lima tahun kedepan penerimaan pendapatan lain-lain akan menurun
terus, dengan kecepatan penurunan rata-rata 0,3% per tahun. Sehingga
diprediksi pada tahun 2011, penerimaan Pendapatan Lain-lain pendapatan yang
sah sebesar Rp. 12,9 milyar saja, sebagaimana grafis perkembangan
penerimaan pendapatan lain-lain dapat dilihat pada Gambar II-39 berikut :
Gambar II-39. Perkembangan Penerimaan Pendapatan Lain-lain Kota Depok
2.4. SOSIAL BUDAYA
Letak Kota Depok sangat strategis ditinjau dari segi politik, ekonomi, sosial,
budaya dan pertahanan keamanan. Wilayah ini berbatasan langsung dengan wilayah
Daerah Khusus Ibukota Jakarta, dan merupakan wilayah penyangga untuk
meringankan tekanan perkembangan penduduk DKI Jakarta sebagai ibukota negara,
yang diarahkan untuk pola pemukiman sebagaimana dimaksud dalam Instruksi
Presiden nomor 13 tahun 1976 tentang Pengembangan Wilayah Jabotabek (Jakarta,
Bogor, Tangerang, Bekasi). Namun dalam perkembangannya selain sebagai pusat
pemukiman, Kota Depok telah tumbuh dan berkembang menjadi kota perdagangan
dan jasa.
Sumber: Realisasi Pendapatan 2002 - 2005, Dipenda Kota Depok
22,662 (ribuan)
58
Sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan kota, segi sosial dan budaya di
Kota Depok juga mengalami perkembangan. Perkembangan sosial dan budaya di Kota
Depok meliputi: kualitas kehidupan beragama, kesejahteraan sosial, pendidikan dan
budaya.
A. Agama
Berdasarkan agama, hampir semua penduduk (91,2 %) di Kota Depok
tahun 2005 beragama Islam, sedangkan sisanya beragama Protestan (4,9%),
Katolik (2,5%), Hindu (0,52%), dan Budha (0,6%) Adanya perbedaan agama
tersebut tidak menimbulkan konflik antar masyarakat dalam menjalankan
aktivitasnya. Jumlah tempat peribadatan di Kota Depok pada tahun 2005 yaitu:
564 mesjid, 998 mushola, 13 gereja Katolik, dan 25 gereja Protestan.
Diperkirakan Bkehidupan beragama di Kota Depok akan membaik, dengan
kecendrungan adanya peningkatan homogenitas. Walaupun adanya homogenitas
agama diatara penduduk, namun ketentraman antar umat beragamacukup baik.
Perkembangan persentase pemeluk agama di Kota Depok dapat dilihat pada
Gambar II-40 berikut :
Gambar II-40. Pesentase Penduduk Menurut Agama di Kota Depok
Persentase Penduduk Menurut Agama
60%
65%
70%
75%
80%
85%
90%
95%
100%
Khonghucu 0.00% 0.12% 0.13% 0.00% 0.06% 0.06% 0.06% 0.06% 0.05% 0.05%
Budha 0.86% 0.35% 0.37% 0.66% 0.45% 0.43% 0.41% 0.39% 0.37% 0.36%
Hindu 0.84% 0.20% 0.20% 0.53% 0.27% 0.23% 0.19% 0.16% 0.13% 0.10%
Katolik 2.76% 1.74% 1.79% 2.56% 2.10% 2.10% 2.09% 2.08% 2.08% 2.07%
Protestan 5.26% 4.47% 4.69% 4.99% 4.75% 4.73% 4.72% 4.71% 4.69% 4.68%
Islam 90.28%93.12%92.83%91.27%92.37%92.46%92.54%92.61%92.68%92.74%
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Sumber: Kota Depok Dalam Angka 2001, 2002, 2003, 2004, 2005, Bapeda dan BPS Kota Depok
59
B. Kesejahteraan dan Masalah Sosial
Tingkat kesejahteraan sosial penduduk Depok dapat tercermin dari jumlah
keluarga sejahtera, dimanana dari total 20.120 keluarga yang ada di Kota Depok
pada tahun 2003, sejumlah 4.247 keluarga diantaranya adalah keluarga pra-
sejahtera dan 15.873 keluarga lainnya adalah keluarga sejahtera 1.
Selama tahun 2001-2005, 0,4% sampai 0,5% jumlah penduduk di Kota
Depok menjadi penyandang masalah sosial. Secara persentase angka ini kecil
dan cenderung turun dari tahun ke tahun. Namun secara nominal, jumlah
penduduk penyandang masalah sosial cukup besar, yakni meningkat dari 5,726
orang pada tahun 2000, menjadi 5,942 orang pada tahun 2004.
Diperkirakan persentase penduduk penyandang masalah sosial akan terus
menurun di masa mendatang, yakni dari 0,4% pada saat ini menurun menjadi
0,35% pada tahun 2010. Namun turunnya persentase tidak menurunkan jumlah
nominal, karena seiring dengan pertumbuhan penduduk, jumlah penyandang
masalah sosial meningkat yaitu dari 5.900 orang pada saat ini naik menjadi 6.100
orang pada tahun 2010.
Diperkirakan jenis masalah sosial yang akan dihadapi dimasa depan,
diurutkan dari jumlah penyandang yang paling banyak, adalah: anak terlantar,
orang jompo, penderita penyakit kronis, dan korban narkotika. Secarag grafis,
perkembangan jumlah penyandang masalah sosial dapat dilihat pada
Gambar II-41 berikut :
60
Gambar II-41. Perkembangan Jumlah Penyandang Masalah Sosial di Kota Depok
C. Aspek Budaya
Aspek budaya merupakan hal yang sangat penting dalam pembangunan
kota. Seperti umumnya kota metropolitan yang bersifat terbuka dan memiliki daya
tarik ekonomis bagi para pendatang. Jika dilihat dari sisi etnis, masyarakat Kota
Depok tampak cukup beragam. Kondisi ini memunculkan pola Kota Depok yang
dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu penduduk asli, yang memang turun
temurun tinggal di daerah ini, dan penduduk pendatang. Kelompok penduduk asli
meliputi juga kelompok penduduk keturunan Belanda yang turun temurun tinggal
di Kota Depok.
Penyandang Masalah Sosial
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
Korban Narkotik 43 50 92 109 24 70 72 74 76 78 80
Anak Nakal 62 154 34 40 62 36 25 13 2 - -
Penderita Penyakit Kronis 83 - 184 184 83 162 180 199 217 236
Gelandangan/Pengemis 452 397 349 349 334 291 263 234 206 177 149
Penyandang Cacat 804 875 749 747 765 726 706 685 664 644 623
Jompo / Terlantar 1,385 784 1,333 1,366 1,385 1,425 1,483 1,542 1,600 1,658 1,716
Anak Terlantar 3,307 2,890 3,147 3,147 3,307 3,237 3,262 3,288 3,314 3,339 3,365
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Sumber: Kota Depok Dalam Angka 2001, 2002, 2003, 2004, 2005, Bapeda dan BPS Kota Depok
61
Salah satu kelompok pendatang adalah masyarakat yang berpindah ke Kota
Depok akibat pergeseran kondisi fisik di Kota Jakarta (sosio urban movement),
dikenal sebagai orang-orang migran ke pinggiran metropolitan karena faktor
ekonomi. Kelompok pendatang lainnya adalah masyarakat yang memang pindah
ke ke Kota Depok karena faktor kebutuhan tempat tinggal dan bekerja di Jakarta.
Berdasarkan kedua tipikal tersebut, dapat dikenali bahwa penduduk pendatang
kelompok pertama sebagian besar adalah suku Betawi yang berasal dari Jakarta,
sedangkan pendatang kelompok kedua adalah multi etnis dengan cara pikir dan
budaya yang modern.
Ketiga kelompok tersebut pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh
perkembangan sosial budaya metropolitan. Budaya metropolis yang unik dalam
cerminan keseharian Kota Depok adalah refleksi gabungan kultur desa dan kota.
Dalam beberapa hal, kondisi sosial budaya ini memiliki potensi lokal dalam
bentuk seni budaya suku Betawi yang bisa menjadi aset Kota Depok. Disamping
itu hubungan sosial diantara ketiga kelompok masyarakat itu masih cukup akrab
untuk kehidupan Kota Depok. Rasa saling tolong-menolong dan toleransi diantara
kelompok masyarakat itu masih cukup kuat untuk menjaga rasa kekeluargaan
diantara mereka.
Pengaruh khusus aspek budaya terhadap Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) yang terjadi di masyarakat adalah berupa bentuk perilaku dan motif
pencapaian kesejahteraan bersama. Budaya tolong-menolong dan bantu-
membantu dapat mempercepat pencapaian kesejahteraan bersama, misalnya
dalam pengentasan kemiskinan, pemberantasan kebodohan dan pemberantasan
penyakit. Secara kelembagaan sosial budaya, terutama dalam bentuk lembaga
sosial kemasyarakatan, pada tahun 2003 di Kota Depok terdapat antara lain: 63
kelompok Karang Taruna, 286 Petugas Sosial Masyarakat (PSM) dan 80
organisasi sosial.
62
D. Angka Kriminalitas dan Unjuk Rasa
Pada tahun 2000, terjadi satu kasus kriminalitas per tahun untuk setiap 1000
orang penduduk Kota Depok. Pada tahun 2003 angka ini meningkat menjadi 2
kasus kriminal per tahun per 1000 penduduk, diperkirakan angka kriminalitas ini
akan melonjak menjadi 3,75 kasus per tahun per 1000 penduduk pada tahun
2010.
Rata-rata kriminalitas harian di Kota Depok pada tahun 2000 adalah 3 kasus
kriminal per hari. Pada tahun 2003 rata-rata kriminalitas meningkat menjadi 7
kasus kriminal per hari. Jika kecenderungan ini tidak berubah, maka pada tahun
2010 akan terjadi 18 kasus kriminal per hari. Perkembangan jumlah kriminalitas
per tahun di Kota Depok dapat dilihat pada Gambar II-42 berikut :
Gambar II-42. Perkembangan Kasus Kriminal di Kota Depok
Jumlah Kriminalitas
-123456789
10
Krim
inal
itas
per H
ari
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
Krim
inal
itas
per 1
000
Pend
uduk
Jumlah Kriminalitas per Hari 3.09 4.19 6.73 7.54 6.22 7.90 7.64 7.82 8.53 8.49 8.94 9.27
Kriminalitas per 1000penduduk
0.97 1.27 1.97 2.06 1.66 2.10 1.93 1.91 2.03 1.98 2.02 2.03
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Sumber: Kota Depok Dalam Angka 2001, 2002, 2003, 2004, 2005, Bapeda dan BPS Kota Depok
63
Pada tahun 2001 terjadi 44 kali unjuk rasa/demonstrasi di Kota Depok
dengan rata-rata jumlah pesertanya 82 orang. Ini berarti pada tahun 2001, setiap
8 hari sekali terjadi demonstrasi. Pada tahun 2003, frekuensi unjuk rasa dan
jumlah pesertanya meningkat, yaitu rata-rata 5 hari sekali terjadi unjuk rasa dan
jumlah rata-rata pesertanya menjadi 170 orang. Jika kecenderungan ini tidak
berubah, maka pada tahun 2010, rata-rata 4 hari sekali akan terjadi unjuk rasa di
Kota Depo. Perkembangan jumlah unjuk rasa dan jumlah pesertanya dapat dilihat
pada Gambar II-43 berikut :
Gambar II-43. Perkembangan Jumlah Unjuk Rasa & Jumlah Pesertanya di Kota Depok
Unjuk Rasa
-
20
40
60
80
100
120
Unju
k Ra
sa p
er T
ahun
-
100
200
300
400
500
600
Jum
lah
Pes
erta
Jumlah Demonstrasi 44 44 78 65 78 85 91 96 97 107
Jumlah Peserta Rata-rata 82 207 170 285 329 373 416 449 507 544
2001 2002 2003 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Sumber: Kota Depok Dalam Angka 2001, 2002, 2003, 2004, 2005, Bapeda dan BPS Kota Depok
64
2.5. SARANA DAN PRASARANA DAERAH
2.5.1. Sarana Prasarana Pendidikan
Prasarana Pendidikan. Tahun 2003/2004 di Kota Depok terdapat SD
sebanyak 344, dengan jumlah murid 122.805 orang dan jumlah guru sekitar
4.958 orang dan SLTP berjumlah 124 sekolah dengan jumlah murid 41.602
orang, jumlah guru 2.774 orang. Di tingkat SLTA terdapat 134 sekolah dengan
jumlah murid dan guru masing-masing 33.045 orang dan 1.207 orang. Dari
indikator Wajib Belajar Pendidikan Dasar sebesar 90% pada tahun 2001
mencerminkan bahwa sektor pendidikan masih mengandung banyak
permasalahan bila dikaitkan dengan program wajib belajar 9 tahun.
A. Sarana Pendidikan SD
Pertumbuhan sarana pendidikan dasar semakin membaik. Jumlah
bangunan SD terus bertambah, demikian juga perbandingan jumlah SD per
10.000 penduduk usia 7-12 tahun terus meningkat sejak tahun 2000.
sebanyak tahun 2000 di terdapat 446 SD dan jumlah penduduk usia 7-12
tahun ada 126.414 orang; ini berarti untuk setiap 10.000 penduduk usia 7-
12 tahun ada 35 SD. Pada tahun 2004 jumlah SD meningkat menjadi 346
buah, sementara itu jumlah penduduk usia 7-12 tahun juga meningkat
menjadi 129.367 orang. Jumlah sarana sekolah dasar dan
perbandingannya dengan penduduk usia 7-12 tahun di Kota Depok dapat
dilihat pada Gambar II-44 berikut :
65
Gambar II-44. Perkembangan Sarana SD di Kota Depok
B. Sarana Pendidikan SLTP
Sebagaimana sarana pendidikan sekolah dasar, sarana pendidikan
SLTP di Kota Depok selama empat tahun terakhir juga membaik, demikian
juga perbandingan antara jumlah SLTP dengan jumlah penduduk usia 13-
15 tahun terus meningkat sejak tahun 2000.
Jumlah sarana SLTP dan perbandingannya dengan penduduk usia 13-
15 tahun di Kota Depok dapat dilihat pada Gambar II-45 berikut :
Sarana Pendidikan SD
222223232424252526262727
Jum
lah
SD p
er 1
0 rib
u a
nak
usia
7-1
2 th
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
Jum
lah
SD
SD/10.000 Anak Umur 7-12 th 25 27 26 26 26 25 25 24 24 24
Jumlah SD 331 344 346 355 363 370 377 385 392 399
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Sumber: Kota Depok Dalam Angka 2001, 2002, 2003, 2004, 2005, Bapeda dan BPS Kota Depok
66
Gambar II-45. Perkembangan Sarana SLTP di Kota Depok
C. Sarana Pendidikan SLTA
Sarana pendidikan SLTA sama dengan sarana sekolah dasar dan
sarana pendidikan SLTP di Kota Depok. Selama empat tahun terakhir,
pertumbuhan jumlah SLTA sebanding dengan pertumbuhan penduduk usia
16-18 tahun. Jika kecenderungan ini terus berlanjut maka diperkirakan
kelak perbandingan jumlah SLTA dengan jumlah peduduk usia 16-18 tahun
akan meningkat menjadi 30 SLTA untuk setiap 10.000 penduduk usia 16-18
tahun. Jumlah sarana SLTA dan perbandingannya dengan penduduk usia
16-18 tahun di Kota Depok dapat dilihat pada Gambar II-46 berikut :
Sarana Pendidikan SLTP
-
5
10
15
20
25
30
Jum
lah
SLTP
per
10
ribu
ana
k us
ia 1
3-15
th
0
20
40
60
80
100
120
140
160
Jum
lah
SLTP
SLTP/10.000 Anak Umur 13-15 th 18 18 27 24 28 28 28 27 27 27
Jumlah SLTP 125 124 131 133 136 139 143 145 148 151
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Sumber: Kota Depok Dalam Angka 2001, 2002, 2003, 2004, 2005, Bapeda dan BPS Kota Depok
67
Gambar II-46. Perkembangan Sarana SLTA di Kota Depok
2.5.2. Sarana Prasarana Kesehatan
Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, tersedia
beberapa fasiltas kesehatan. Tahun 2005 di Kota Depok terdapat 11 Rumah
Sakit, 27 Puskesmas, 4 Puskemas Pembantu, dan 451 dokter praktek dengan
rincian: 98 dokter umum, 39 dokter gigi, 314 dokter spesialis. Dengan belum
tuntasnya pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah, maka rujukan dari
Puskesmas dilakukan Rumah Sakit Swasta melalui kerjasama.
Dibidang sarana kesehatan, jumlah Rumah Sakit dan Puskemas saat ini
di Kota Depok rata-rata adalah 3 buah per 100 ribu penduduk. Total sarana
kesehatan termasuk pengobatan alternatif adalah 42 per 100 ribu penduduk.
Diperkirakan di masa depan jumlah Rumah Sakit dan Puskemas tidak berubah,
yakni rata – ratanya tetap 3 buah per 100 ribu penduduk. Diperkirakan total
sarana kesehatan termasuk pengobatan alternatif menjadi dua kali lipat lebih,
yakni 86 per 100 ribu penduduk.
Sarana Pendidikan SLTA
-
5
10
15
20
25
30
35
40
Jum
lah
SLT
A pe
r 10
rib
u an
ak u
sia
16-1
8 th
0
20
40
60
80
100
120
140
160
Jum
lah
SLT
A
SLTA/10.000 Anak Umur 16-18 th 9 16 23 25 27 29 31 33 34 36
Jumlah SLTA 73 124 127 130 133 136 139 142 145 148
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Sumber: Kota Depok Dalam Angka 2001, 2002, 2003, 2004, 2005, Bapeda dan BPS Kota Depok
68
Jumlah sarana kesehatan non rumah sakit diperkirakan akan meningkat
pesat karena jumlah Rumah Sakit tidak bertambah. Perbandingan jumlah sarana
kesehatan dengan jumlah penduduk di Kota Depok dapat dilihat pada
Gambar II-47. berikut :
Gambar II-47. Perkembangan Sarana Kesehatan di Kota Depok
2.5.3. Sarana Prasarana Transportasi
Panjang sarana jalan di Kota Depok sejak tahun 2001 terus meningkat.
Diperkirakan sampai tahun 2020, panjang jalan Kota Depok rata-rata bertambah
10 km per tahun, baik jalan negara, jalan propinsi maupun jalan kota.
Perkembangan panjang jalan di Kota Depok dapat dilihat pada Gambar II-48
berikut :
Sarana Kesehatan Per 1000 Penduduk
-
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
Petu
gas
Kes
ehat
an,
Sara
na k
eseh
atan
, dok
ter
Prak
tek
0.020
0.025
0.030
0.035
Rum
ah S
akit
per 1
000
pend
uduk
Petugas Kesehatan 0.36 0.35 0.24 0.32 0.50 0.69 0.68 0.83 0.94 1.04 1.15 1.29
Sarana Kesehatan - 0.28 0.27 0.30 0.38 0.27 0.33 0.34 0.34 0.36 0.38 0.40
Dokter Praktek 0.35 0.39 0.13 0.30 0.36 0.31 0.33 0.39 0.38 0.40 0.44 0.47
Rumah Sakit & Puskesmas 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Sumber: Kota Depok Dalam Angka 2001, 2002, 2003, 2004, 2005, Bapeda dan BPS Kota Depok
69
Gambar II-48. Perkembangan Sarana Jalan di Kota Depok
2.5.4. Sarana Prasarana Energi Listrik
Energi listrik di Kota Depok akan menjadi kebutuhan vital dalam
mengerakan pembangunan. Perbaikan teknologi dan peningkatan efisensi
perangkat listrik rumah tangga dan perangkat listrik pada industri diperkirakan
belum akan mengurangi kebutuhan energi listrik. Perkembangan jumlah
pelanggan dan daya tersambung energi listrik PLN dapat dilihat pada Gambar II-
49 sebagai berikut :
Panjang Jalan
-
100
200
300
400
500
Kilo
met
erPa
njan
g Ja
lan
Jalan Kota 342, 335, 328, 328, 328, 322, 319, 316, 312, 309, 306,
Jalan Propinsi 27,7 20,5 25,0 25,5 26,1 25,5 25,7 25,9 26,0 26,2 26,4
Jalan Negara 26,8 26,8 26,8 26,8 28,5 28,1 28,5 28,8 29,1 29,4 29,8
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Sumber: Kota Depok Dalam Angka 2001, 2002, 2003, 2004, 2005, Bapeda dan BPS Kota Depok
70
Gambar II-49. Perkembangan Jumlah Pelanggan dan Daya Tersambung di Kota Depok
2.5.5. Sarana Prasarana Air Bersih.
Penyediaan air minum di Kota Depok sampai saat ini masih dikelola oleh
Kota Bogor. Pada tahun 2005, jumlah pelanggan PDAM di kota Depok 39.806
pelanggan (SL) dan besarnya pemakaian PDAM adalah 10.644.859 meter kubik.
Jumlah pelanggan dan pemakaian air minum Kota Depok diperkirakan akan
meningkat terus, oleh karena itu pengelolaan air minum yang sekarang
dikembangkan dengan Kerjasama Pengelolaan Air Bersih perlu diintensifkan,
dan dikaji kembali pengembangannya. Perkembangan jumlah pelanggan dan
pemakaian air di Kota Depok dapat dilihat pada Gambar II-50 berikut :
Jumlah Pelanggan & Daya Tersambung Energi Listrik PLN
0
100
200
300
400
500
600
700R
ibu
KVA
Day
a Te
rsam
bung
-
50
100
150
200
250
300
350
400
Rib
uJu
mla
h Pe
lang
gan
Daya tersambung 263,9 369,4 388,2 384,7 438,4 460,6 489,5 518,3 547,2 576,1 605,0
Jumlah Pelanggan 264,9 275,0 268,4 263,8 301,2 293,1 301,0 313,8 324,5 326,9 339,2
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Sumber: Kota Depok Dalam Angka 2001, 2002, 2003, 2004, 2005, Bapeda dan BPS Kota Depok
71
Gambar II-50. Perkembangan Jumlah Pemakaian dan Pelanggan Air Minum di
Kota Depok
2.5.6. Sarana Prasarana Peribadatan dan Pemukiman
Prasarana Agama. Tempat ibadah sebagai salah satu media untuk
meningkatkan keimanan seseorang juga tersedia di Kota Depok, pada tahun
2005 terdapat 564 masjid, 33 langgar, 998 musholla, 127 gereja 5 vihara dan 9
pura.
Sedangkan Fasilitas perumahan atau sanitasi juga sangat berperan dalam
membentuk sumber daya manusia, dalam rangka mewujudkan Kota Depok yang
sehat. Adapun persentase lantai rumah bukan tanah di Kota Depok sebesar
96.25 % dan jenis dinding yang terluas adalah tembok sebesar 97,81%,
sedangkan tempat buang air besar 93,41% adalah WC sendiri.
Pemakaian Air & Jumlah Pelanggan
9 10 10 11 11 12 12
Juta m3 Pemakaian Air
30 32 34 36 38 40 42 44 46
ribu Jumlah Pelanggan
Pemakaian Air (m3) 9,23 9,57 11,4 10,8 10,7 10,6 11,0 10,6 10,8 10,8 10,8 10,7 Jmlh Pelanggan 36,6 37,3 38,3 38,0 40,1 39,8 40,7 41,3 42,2 42,5 43,4 44,0
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Sumber: Kota Depok Dalam Angka 2001, 2002, 2003, 2004, 2005, Bapeda dan BPS Kota Depok
72
2.6. PEMERINTAHAN UMUM
Pemerintahan adalah organisasi publik yang berfungsi mengelola pembangunan
dan sekaligus memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan aspirasi dan
kebutuhannya. Untuk dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik perlu
dibentuk susunan organisasi dan tata kerja perangkat daerah Kota Depok, sampai
tahun 2005 struktur organisasi Pemerintah Kota Depok terdiri dari 23 Lembaga
Pemerintah, terdiri atas: 1 Kepala Daerah, 1 Wakil Kepala Daerah, 1 organisasi
Sekretariat, 14 organisasi Dinas, 3 organsiasi Badan, 3 organisasi Kantor. ditambah 6
Kecamatan, 63 kelurahan serta masing-masing 1 organisasi DPRD dan KPUD.
Dibidang pendapatan daerah APBD Kota Depok setiap tahunya mengalami
peningkatan yang cukup signifikan sebagaimana diuraikan diatas. Perkembangan
APBD Kota Depok selama dua tahun terakhir mengambarkan peningkatan yang cukup
tajam, dimana pada tahun 2004 sebesar Rp. 461.858.454.847,77 dan meningkat
menjadi Rp. 515.596.034.887,50 pada tahun 2005. Rata-rata alokasi dana yang
tersedia pada setiap APBD dialokasikan 30,19% untuk aparatur daerah dan 69,81%
untuk pelayanan publik.
Untuk mengetahui tingkat keberhasilan pelayanan publik, pada tahun 2004
telah dilakukan pengukuran kinerja pelayanan pada 7 jenis pelayanan yang meliputi:
(1) pelayanan kesehatan di Puskesmas, (2) pelayanan di terminal, (3) pelayanan Ijin
Usaha dan Gangguan, (4) pelayanan pengelolaan sampah, (5) pelayanan penanganan
jalan dan saluran air, (6) pelayanan pendidikan dasar dan (7) pelayanan Ijin
Mendirikan Bangunan. Pengukuran dilakukan terhadap 5 indikator utama, yaitu:
a. Tangible, yaitu kualitas sarana fisik yang kasat mata, misalnya sarana perkantoran,
komputerisasi, ruang tunggu, administrasi dan sebagainya;
b. Reliability, yaitu kehandalan untuk menyediakan pelayanan yang diperlukan;
c. Responsiveness, yaitu kecepatan dalam menanggapi kebutuhan pelayanan;
d. Assurance, yaitu keyakinan bahwa pelayanan akan diberikan sesuai kebutuhan;dan
e. Empathy, yaitu ikut merasakan kebutuhan pelayanan yang diharapkan konsumen.
73
Hasil pengukuran terhadap pelayanan kesehatan di Puskesmas menunjukan
bahwa antara pelayanan yang diharapkan konsumen dan kenyataan pelayanan yang
diberikan masih terdapat jurang yang cukup jauh untuk kelima indikator yang diukur.
Demikian juga untuk pengukuran terhadap pelayanan di terminal, Ijin Usaha,
pengelolaan sampah, penanganan jalan, pendidikan dasar dan IMB, semuanya
menunjukkan adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan pada ke lima
indikator yang diukur.
Di sektor hukum, masih kurangnya jumlah produk hukum daerah berupa
Peraturan Daerah yang berkaitan masalah pelayanan umum dan perijinan. Kurangnya
kesadaran hukum masyarakat, terutama yang berkaitan dengan Peraturan Daerah,
lemahnya kesadaran hukum ini akibat belum optimalnya sosialisasi peraturan
perundang-undangan dan ditambah dengan lemahnya upaya penegakan hukum.
Sebagai Pemerintah Kota yang baru, masih diperlukan sumberdaya aparatur yang
berkualiitas demuikian pula dari sisi kuantitasnya. Hal ini dimaksudkan untuk
menghadapi tuntutan kompleksitas pekerjaan dan tuntutan kebutuhan peningkatan
pelayanan kepada masyarakat.
73
BAB III
VISI DAN MISI
Perumusan visi dan misi ini dilakukan berdasarkan hasil analisis dari kondisi
umum daerah yang berlaku saat ini, dan prediksi kondisi umum daerah yang
diperkirakan akan berlaku di masa mendatang. Visi dan misi jangka menengah lima
tahunan, yang akan ditetapkan pemangku jabatan WaliKota selama periode jabatannya
tahun 2006-2011, mencerminkan prioritas pembangunan Kota Depok untuk lima tahun
ke depan.
3.1. VISI RPJMD KOTA DEPOK
Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) untuk lima
tahun ke depan, yaitu: ”Menuju Kota Depok yang melayani dan mensejahterakan”.
Visi Walikota yang tertuang dalam RPJMD Kota Depok lima tahun ke depan,
terkandung pengertian yaitu Melayani berarti meningkatkan kualitas pelayanan
aparatur dan penyediaan sarana dan prasarana bagi warga Depok dengan
meningkatkan kemampuan lembaga dan aparatur pemerintahan dalam memberikan
dan menyediakan barang-barang publik dengan cara-cara yang paling efisien dan
meningkatkan kemampuan masyarakat untuk ikut serta dalam pembangunan daerah.
Mensejahterakan berarti meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan
mengembangkan potensi ekonomi yang dapat memberikan lapangan pekerjaan dan
kehidupan bagi masyarakat banyak dan juga keuangan daerah.
Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Depok
2006-2011, mencerminkan bahwa titik berat pembangunan lima tahun ke depan Kota
Depok adalah penataan pemerintahan yang berorientasi pada kualitas pelayanan
dan penyediaan barang-barang publik dan juga penyediaan sarana prasarana
ekonomi untuk menunjang peningkatan ekonomi masyarakat, sebagai landasan
untuk tahapan pembangunan RPJMD berikutnya.
74
Visi jangka menengah lima tahunan Kota Depok, dilandasi oleh analisis kondisi
umum daerah saat ini dan prediksi kondisi umum ke depan Kota Depok yaitu:
a. Adanya tekanan yang sangat berat terhadap kondisi geomorfologi dan lingkungan
hidup Kota Depok saat ini, akibat pertumbuhan penduduk, yang mana pada tahun
2011 kepadatan penduduk Kota Depok akan mencapai 7.887 orang per kilometer
persegi, sedangkan pada tahun 2005 tingkat kepadatan penduduknya baru 6.696
orang per kilometer persegi. Hal ini berarti terjadi peningkatan jumlah penduduk
Kota Depok dari tahun 2005 sebanyak 1.374.000 orang menjadi 1.667.000 orang
pada tahun 2011. Hal ini juga akan berakibat terjadinya persaingan untuk
mendapatkan sumberdaya lahan, sumberdaya air dan sumberdaya lainnya.
Diprediksikan di masa depan tekanan terhadap lingkungan hidup akan semakin
berat, sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Kota Depok. Tekanan
terhadap geomorfologi dan lingkungan hidup dirasakan warga Depok sebagai
problem serius berupa: kemacetan lalulintas, kerusakan lingkungan seperti situ,
masalah kebersihan lingkungan dan sampah.
b. Adanya berbagai permasalahan demografi Kota Depok saat ini, terutama
permasalahan kepadatan penduduk, jumlah angkatan kerja dan juga tingkat
pendidikan tenaga kerja yang tersedia masih didominasi tingkat pendidikan
rendah, hampir 38,30% tenaga kerja yang tersedia masih berpendidikan SD ke
bawah sedangkan yang berpendidikan diploma keatas hanya mencapai 11,10%,
sehingga masalah kualitas dan kompetensi tenaga kerja yang tersedia juga
merupakan satu permasalahan daerah yang perlu mendapat perhatian khusus dan
lebih fokus dalam mencari solusinya, selain itu jumlah pencari kerja yang
meningkat terus dari tahun ke tahun juga merupakan persoalan yang harus segera
ditanggulangi. Sehingga prediksi kondisi demografi di masa mendatang
mengindikasikan adanya peningkatan intensitas terhadap permasalahan-
permasalahan demografis tersebut. Dalam hal ini warga Depok merasakan adanya
gejala masalah serius: peningkatan pengangguran, biaya pendidikan dan biaya
sosial lainnya yang tinggi, juga masalah ketaatan masyarakat dalam
menggunakan sarana prasarana umum seperti ketertiban penggunaan
jalan/trotoar.
75
c. Adanya kondisi ekonomi dan sumberdaya alam Kota Depok saat ini, yang sudah
mengerucut pada struktur ekonomi tertentu, yaitu struktur ekonomi moderen yang
bertumpu pada sektor tersier dan didukung sektor sekunder, untuk pengembangan
sektor tersier ini juga merupakan masalah yang sudah harus ditangani dari saat
ini, yaitu mengembangkan aktivitas usaha perdagangan dan jasa yang mempunyai
nilai tambah yang lebih tinggi karena selama ini dominasi pertumbuhan ekonomi di
sektor tersier ini adalah perdagangan bidang retail dalam sekala usaha kecil yang
mempunyai nilai tambah yang juga kecil secara ekonomi.
d. Adanya sumbangan PDRB yang dominan dari Sektor Sekunder, namun
persentase jumlah penduduk Kota Depok yang terlibat di sektor ini makin menurun
dari tahun ke tahun. Hal ini antara lain disebabkan adanya perbaikan efisiensi
yang terus menerus pada lapangan usaha industri pengolahan (manufaktur) dan
lapangan usaha Listrik, Gas & Air minum. Di masa depan, efisiensi industri
pengolahan akan meningkat terus akibat dari adanya kemajuan teknologi mesin-
mesin, sehingga pengurangan tenaga kerja manusia tidak dapat dihindari.
Walaupun sektor sekunder memberikan nilai tambah yang besar kepada PDRB
Kota Depok, namun hanya sedikit jumlah penduduk yang bekerja di sektor ini.
Dalam hal ini warga Depok merasakan kekurangan lapangan kerja dan kebutuhan
akan pelatihan kerja yang tepat yang sangat dibutuhkan untuk menanggulangi
masalah di bidang ketenaga kerjaan.
e. Adanya peningkatan signifikan pada persentase jumlah penduduk yang bekerja di
Sektor Tersier, walaupun kontribusi sektor ini terhadap PDRB makin mengecil.
Kontribusi PDRB yang kecil dengan jumlah pekerja yang banyak, mengindikasikan
bahwa nilai tambah yang dihasilkan masing-masing pekerja sangat kecil. Perlu
ada upaya peningkatan kualitas dan produktivitas sumber daya manusia di sektor
ini agar nilai tambah yang dihasilkan masing-masing pekerja menjadi besar.
Sehingga total kontribusi nilai tambahnya terhadap PDRB menjadi besar. Di masa
depan diprediksikan bahwa tumpuan utama ekonomi Kota Depok akan lebih
condong ke sektor tersier. Dalam hal ini warga Depok merasakan kebutuhan
pelatihan kerja, kebutuhan pemberantasan buta huruf, kebutuhan tempat
perdagangan (pasar) yang layak, kebutuhan pengaturan izin mini market.
76
f. Adanya kondisi sosial budaya Kota Depok yang saat ini sudah mengarah pada
budaya metropolis yang multi etnis dan dari berbagai tingkat intelektualitas,
namun masih dalam ikatan satu homogenitas agama tanpa mengucilkan agama
minoritas. Di masa depan, kondisi sosial budaya yang ada akan terus berkembang
dan ikatan homogenitas agama akan masih ada dengan kadar yang berbeda. Di
lain pihak warga Depok merasakan terjadinya peningkatan penggunaan narkoba,
perjudian, pelacuran yang merupakan penyakit masyarakat yang tidak dapat
dilepaskan dari persoalan secara menyeluruh yang terjadi di Kota Depok dan
masalah sosial lainnya yaitu menfasilitasi warga lanjut usia terlantar.
g. Adanya kondisi sarana dan prasarana Kota Depok yang saat ini cukup baik dalam
segi kualitas, walaupun masih kurang dalam segi rasio kuantitas per penduduk,
terutama rasio rumah sakit umum per penduduk. Di masa depan diprediksikan
rasio jumlah sarana dan prasarana per penduduk di Kota Depok akan semakin
kecil akibat tidak sebandingnya pertumbuhan jumlah penduduk dengan
pertumbuhan jumlah sarana dan prasarana umum yang merupakan kebutuhan
dasar dari masyarakat. Dalam hal ini warga Depok merasakan kerusakan jalan,
kekurangan kualitas dan jumlah pasar, kekurangan kualitas dan jumlah sarana
kesehatan dan pendidikan, kekurangan kualitas pelayanan air bersih, kekurangan
kualitas terminal dan stasiun kereta api, serta kekurangan sarana olah raga dan
seni budaya. Hal ini harus menjadi prioritas utama program kerja pemerintah Kota
Depok sesuai dengan Visi dan Misi kepala daerah terpilih periode tahun 2006
sampai dengan 2011.
h. Adanya kondisi Pemerintahan Kota Depok yang saat ini semakin dituntut untuk
meningkatkan kinerja dalam segi kualitas pelayanan, kehandalan pelayanan,
cepat tanggap dalam pelayanan, keyakinan pelayanan, bagi rasa dan perhatian
dalam pelayanan. Diprediksikan di masa depan tuntutan terhadap kinerja
pemerintahan akan semakin tinggi. Dalam hal ini warga Depok merasakan
kebutuhan akan ketertiban, transparansi, dan akuntabilitas dalam pemungutan-
pemungutan biaya administrasi oleh pemerintah kepada masyarakat yang
membutuhkan jasa pelayanan seperti kependudukan (KTP, Kartu Keluarga) dan
biaya perizinan (IMB, dan lain-lain), serta kebutuhan akan sosialisasi PERDA yang
terkait dengan kepentingan masyarakat.
77
3.2. MISI RPJMD KOTA DEPOK
Untuk mewujudkan Visi RPJMD Kota Depok lima tahun ke depan, maka telah
dirumuskan Misi RPJMD tahun 2006-2011 yaitu:
a. Mewujudkan pelayanan yang ramah, cepat dan transparan
b. membangun dan mengelola sarana dan prasarana infrastruktur yang cukup, baik
dan merata.
c. Mengembangkan perekonomian masyarakat, dunia usaha dan keuangan daerah.
d. Meningkatkan kualitas keluarga, pendidikan, kesehatan dan kesejahtera an
masyarakat berlandaskan nilai-nilai agama.
Penjabaran 4 (empat) misi RPJMD Kota Depok Tahun 2006-2011 dimaksudkan untuk memayungi arah kebijakan dan strategi pencapaian program pembangunan lima tahunan yaitu: Misi Pertama, MEWUJUDKAN PELAYANAN YANG RAMAH, CEPAT DAN TRANSPARAN.
Pada misi ini dititikberatkan pada peningkatan kualitas pelayanan publik yang
diharapkan dapat meningkatkan indeks kepuasan masyarakat pengguna layanan,
dengan kebijakan strategis pencapaiannya diantaranya peningkatan integrasi
pelayanan melalui pembentukan pelayanan terpadu terhadap beberapa jenis
pelayanan pemerintah. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan minat investor
dengan pelayanan yang ramah, cepat dan transparan.
Untuk meningkatkan kualitas pelayanan diperlukan pula adanya penyesuaian
waktu dan jangkauan pelayanan terhadap beberapa jenis pelayanan tertentu yang
memudahkan akses masyarakat memperoleh pelayanan seperti halnya pelayanan
kesehatan yang diberikan pada hari Sabtu. Selain itu kebijakan strategis yang
diperlukan adalah pengembangan sistem informasi pelayanan (e-government),
pengembangan konsep penilaian kinerja pelayanan serta penerapan penilaian kinerja
pelayanan tersebut.
Kebijakan pemekaran kecamatan dari 6 kecamatan menjadi 10 kecamatan serta
penataan kewenangan Walikota seperti pendelegasian kewenangan kepada
kecamatan dan kelurahan diharapkan dapat mendekatkan pelayanan kepada
masyarakat yang direncanakan dapat diwujudkan pada tahun 2007.
78
Dalam rangka mewujudkan peningkatan kualitas pelayanan tersebut, maka
diperlukan pula kebijakan pengembangan kapasitas pemerintahan daerah melalui
penataan kelembagaan, keuangan dan sumber daya manusia, baik melalui pelatihan
etika pelayanan maupun kegiatan lainnya. Selain itu diperlukan pula peningkatan peran
dan fungsi legislatif, peningkatan kualitas pengawasan, peningkatan kualitas produk
hukum daerah serta peningkatan kerjasama antar lembaga. Pada misi ini juga perlu
dikembangkan peningkatan kualitas perencanaan daerah dan partisipasi publik melalui
peningkatan kualitas perencanaan dan pengendalian pembangunan yang aspiratif dan
partisipatif.
Misi kedua, MEMBANGUN DAN MENGELOLA SARANA & PRASARANA INFRASTRUKTUR YANG CUKUP, BAIK DAN MERATA.
Misi ini dimaksudkan untuk meningkatkan pendistribusian pelayanan sarana dan
prasarana yang merata di seluruh wilayah Kota Depok. Hal ini dilakukan melalui
peningkatan pelayanan transportasi dengan kegiatan pembangunan, serta
peningkatan, rehabilitasi dan pemeliharaan sarana dan prasarana transportasi seperti
pembukaan ruas jalan baru maupun dengan pembangunan ruas jalan tol serta
pengembangan manajemen transportasi. Misi ini juga menekankan pada kebijakan
peningkatan pengelolaan kebersihan dan lingkungan hidup seperti peningkatan
kualitas pengelolaan lingkungan hidup, pengendalian banjir serta meningkatkan
manajemen pengelolaan persampahan di TPA maupun TPS. Sebelum ini paradigma
pengelolaan sampah hanya sebatas kumpul-angkut-buang dengan tetap meninggalkan
masalah. Meskipun ada program “sanitary landfill” di TPA tetapi dalam kenyataannya
berakhir dengan “open dumping” yang meninggalkan masalah. Oleh karena itu,
paradigma pengelolaan sampah perlu dirubah secara bertahap kearah “Reduce-Reuse-
Recycle-Participation” sehingga tidak semua sampah akan menjadi masalah,
sebaliknya akan berkontribusi membuka lapangan kerja. Paradigma ini dapat dilakukan
dengan membangun Sistem Pengolahan dan Pengelolaan Sampah Terpadu (SIPESAT)
berupa unit-unit pengelolaan sampah di berbagai kawasan perumahan, kawasan
pemukiman penduduk, kawasan industri, pasar dan berbagai areal publik. Selain
menciptakan tenaga kerja serta potensi pendapatan daerah.
79
Pada misi kedua ini juga menekankan pada pengendalian tata ruang dan
bangunan secara efektif dan efisien melalui revisi Perda RTRW 2006-2010, sehingga
diharapkan dapat mengendalikan ruang terbuka hijau dan kawasan terbangun.
Kebijakan lainnya pada misi ini yaitu meningkatkan kualitas lingkungan permukiman
melalui penataan lingkungan permukiman terutama di wilayah squatter (pemukiman tak
berijin) serta juga melalui peningkatan jangkauan layanan air bersih.
Misi ketiga MENGEMBANGKAN PEREKONOMIAN MASYARAKAT, DUNIA USAHA DAN KEUANGAN DAERAH.
Melalui misi ketiga ini akan melahirkan berbagai kebijakan, diantaranya
peningkatan perekonomian masyarakat melalui peningkatan jaringan kemitraan
koperasi, UKM dan dunia usaha; meningkatkan investasi daerah berbasis tenaga kerja
dengan menciptakan kebijakan yang memberi kemudahan bagi investor yang disertai
dengan peningkatan kualitas tenaga kerja terlatih. Kebijakan lainnya adalah
meningkatkan agribisnis perkotaan dan pelayanan pertanian; mengembangkan pusat
pertumbuhan perekonomian baru dengan menyiapkan kawasan niaga industri yang
ramah lingkungan; meningkatkan kapasitas keuangan daerah melalui upaya
peningkatan pendapatan daerah dan manajemen pengelolaan keuangan daerah, serta
peningkatan akuntabilitas pengadaan barang dan jasa melalui sertifikasi pejabat
pembuat komitmen dan panitia pengadaan barang dan jasa. Di bidang pariwisata akan
dilakukan kebijakan pengembangan potensi pariwisata, seni dan budaya melalui
peningkatan pelestarian seni dan budaya; dan pengembangan obyek wisata.
Misi Keempat. MENINGKATKAN KUALITAS KELUARGA, PENDIDIKAN, KESEHATAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT YANG BERLANDASKAN NILAI-NILAI AGAMA.
Pada misi ini beberapa kebijakan yang disusun diantaranya meningkatkan
perluasan kesempatan memperoleh pendidikan dan peningkatan kualitas pendidikan,
serta meningkatkan peran serta masyarakat dalam pendidikan, baik melalui
peningkatan peran serta dunia usaha dalam penyelenggaraan pendidikan maupun
melalui gerakan masyarakat peduli pendidikan.
80
Misi keempat ini juga menggulirkan kebijakan peningkatan derajat kesehatan
masyarakat melalui upaya pelayanan kesehatan yang lebih baik melalui
penyelenggaraan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan terutama bagi masyarakat
ekonomi lemah berupa Asuransi Kesehatan Keluarga Miskin (Askeskin) melalui
penyediaan dana pendampingan dari APBD dengan kerjasama antara Pemerintah Kota
dan 12 Rumah Sakit Swasta di Depok serta 4 Rumah Sakit di luar Depok. Peningkatan
pelayanan kesehatan juga dilakukan dengan peningkatan pelayanan puskesmas
menjadi puskesmas DTP (rawat inap).
Peningkatan derajat kesehatan masyarakat ini juga dilakukan melalui
penyelenggaraan dan peningkatan kesehatan keluarga, peningkatan kewaspadaan
pangan dan gizi, penanganan penyakit menular serta penyakit tidak menular serta
penyelenggaraan promosi kesehatan dengan motto PHBS (perilaku hidup bersih sehat)
lebih baik mencegah dari pada mengobati.
Kebijakan terhadap pemberdayaan masyarakat dilakukan melalui peningkatan
penanganan masalah-masalah sosial, penyelenggaraan jaminan sosial seperti
pemberian santunan kematian yang diintegrasikan melalui asuransi kematian yang
pelaksanaannya dilakukan melalui sistem informasi administrasi kependudukan (SIAK)
Kota Depok, pelaksanaan nikah gratis sebagai upaya untuk melegalkan status
perkawinan, terutama bagi masyarakat miskin. Selain itu dikembangkan juga kebijakan
peningkatan pelayanan hak-hak dasar masyarakat melalui peningkatan kualitas
kehidupan beragama, peningkatan kualitas kehidupan politik, peningkatan kualitas
penyelenggaraan manajemen kependudukan, pembinaan organisasi kemasyarakatan
serta penganggulangan bencana.
Pada misi ini juga akan dilakukan kebijakan peningkatan potensi dan prestasi
olah raga, serta meningkatkan pemahaman dan pengamalan prinsip serta nilai agama
yang benar dalam kehidupan sehari-hari sehingga terbentuk akhlak, moral, mental
yang mulia, spirit dan daya juang yang tinggi serta jiwa inovatif dan kewirausahaan
yang profesional. Dengan nilai-nilai tersebut warga Depok diharapkan dapat
membangun basis komunitas yang mandiri dalam menopang kokohnya kehidupan
berbangsa dan bernegara.
81
3.3. INDIKATOR MAKRO KOTA DEPOK
Berdasarkan Misi RPJMD Kota Depok tahun 2006-2011 tersebut, diperlukan
alat ukur untuk dapat merealisasikan target Visi dan Misi RPJMD melalui penetapan
Indikator Makro Kota yang akan dijabarkan lebih lanjut dalam program dan kegiatan
Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah tahun 2006-2011 (Renstra SKPD).
Penetapan Indikator Makro dilakukan sebagai upaya pengukuran peningkatan kinerja
pelayanan publik, sesuai dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas yang
mensyaratkan terpenuhinya preferensi masyarakat sebagai pengguna pelayanan
publik. Selain itu penetapan Indikator Makro Kota juga sebagai alat kendali dan
pertanggungjawaban pelaksanaan pembangunan selama lima tahun ke depan.
Untuk itu perlu ditetapkan pencapaian indikator makro pembangunan Kota
Depok selama lima tahun ke depan melalui :
a. Indeks Kepuasan Masyarakat.
Dengan tingginya tuntutan layanan publik terhadap kinerja pelayanan, maka
penilaian kinerja pelayanan publik dilakukan melalui pendekatan kualitas
pelayanan dengan perspektif Kepuasan Masyarakat dengan menggunakan 5
indikator utama yaitu :
Pertama, Tangible yaitu kualitas pelayanan yang dilihat dari sarana fisik yang
kasat mata, seperti fasilitas atau sarana perkantoran.
Kedua, Reliability yaitu kemampuan dan kehandalan untuk menyediakan
pelayanan yang terpercaya.
Ketiga, Responsiveness, yaitu kesanggupan untuk membantu dan menyediakan
pelayanan secara cepat dan tepat, serta tanggap terhadap keinginan konsumen.
Keempat, Assurance, yaitu kemampuan, keramahan, dan sopan santun pegawai
dalam meyakinkan kepercayaan konsumen.
Kelima, Empathy, yaitu sikap tegas tetapi penuh perhatian terhadap konsumen.
Dengan pendekatan 5 indikator tersebut, dapat diketahui Indek Kepuasan
Masyarakat dalam pelayanan publik selama priode tahun 2006-2011, dengan
asumsi indek kepuasan masyarakat pada tahun 2007 diproyeksikan mengalami
kenaikan rata-rata 2,5 % per tahun.
82
b. Berkurangnya titik kemacetan.
Titik kemacetan di Kota Depok terjadi sebagai akibat akumulasi berbagai
permasalahan yang terkait dengan transportasi yang memadati jaringan jalan kota.
Peningkatan jumlah penduduk dan laju pertumbuhan ekonomi sangat berdampak
terhadap mobilitas manusia dan barang yang pada gilirannya akan membawa
dampak terhadap kemacetan arus lalu lintas. Titik kemacetan terjadi terutama
pada persimpangan jalan pemukiman ke jalan utama, yang terjadi hampir
sepanjang waktu, terutama pada jam sibuk pagi, siang dan sore hari. Berdasarkan
data tahun 2005 jumlah titik macet mencapai 29 titik, yang terdiri dari simpul jalan
sebanyak 7 titik dan ruas jalan sebanyak 22 ruas. Kepadatan jaringan jalan di Kota
Depok secara keseluruhan mencapai 0,64 % (km/ha) sebagai akibat tidak
seimbangnya arus lalu lintas dengan kapasitas jalan yang tersedia, dan belum
meratanya jaringan jalan dengan luas wilayah bagian kota. Faktor lainnya yang
mewarnai kemacetan arus lalu lintas disebabkan belum tertibnya angkutan umum,
pedagang kaki lima yang menggunakan bagian jalan maupun kesadaran
pengguna angkutan.
Panjang jalan di Kota Depok baru mencapai 484,872 km yang terbagi dalam
308 ruas jalan, yaitu jalan negara sebanyak 3 ruas jalan sepanjang 26,35 km, jalan
propinsi sebanyak 7 ruas jalan sepanjang 25,05 km dan jalan kota sebanyak 282
ruas jalan sepanjang 433,47 km. Untuk mengukur pengurangan titik kemacetan
selama priode 2006-2011 dilakukan dengan menetapkan lokasi titik kemacetan
yang dianggap paling berdampak terhadap kelancaran arus lalu lintas yaitu
sebanyak 10 titik yang perlu diintervensi, baik melalui pelebaran jalan,
persimpangan jalan maupun pembuatan fly over. Dengan mempertimbangkan
kemampuan APBD maka target minimal yang harus diintervensi sebanyak 2 titik
per tahun.
83
c. Berkurangnya titik banjir.
Titik banjir di Kota Depok umumnya terjadi sebagai akibat dari semakin
mengecilnya permukaan tanah yang terbuka bila dibandingkan dengan
peningkatan jumlah permukaan yang tertutup, sehingga menimbulkan genangan
air pada beberapa bagian kota. Demikian pula dengan menurunnya daya serap
sungai dan situ yang ada sebagai dampak semakin mengecil dan dangkalnya
sejumlah sungai dan situ yang ada di Kota Depok.
Akumulasi permasalahan tersebut mengakibatkan seringnya terjadi luapan air
sungai dan genangan pada bagian tetentu wilayah Kota, sehingga mengakibatkan
kemacetan arus lalu lintas apabila curah hujan cukup tinggi. Untuk itu target
RPJMD 5 tahun ke depan untuk penanganan masalah banjir ini tidak saja
dilakukan melalui pembuatan sodetan genangan ke sungai tetapi akan diintervensi
pula melalui program lainnya seperti pengerukan dan pengelolaan situ-situ
sebagai sumber resapan. Untuk mengukur target kinerja titik banjir maka
ditargetkan setiap tahunnya minimal dapat mengatasi 1 titik banjir.
d. Bertambahnya cakupan layanan air bersih
Jangkauan pelayanan air bersih melalui fasilitas PDAM sampai saat ini belum
dapat menjangkau seluruh wilayah Kota, dari 63 Kelurahan di 6 Kecamatan, hanya
19 Kelurahan yang sudah dapat dilayani fasilitas air bersih PDAM yang tersebar
pada bagian wilayah Tengah dan sebagian wilayah Timur Kota Depok, yaitu pada
komplek perumahan-perumahan, itupun proporsinya masih sangat kecil
dibandingkan dengan jumlah rumah tangga yang membutuhkan. Sedangkan pada
bagian wilayah Barat Kota dan permukiman di perkampungan penduduk belum
dapat terjangkau oleh pelayanan jaringan air bersih.
Penyediaan layanan jaringan air bersih berdasarkan data pelanggan tahun
2005 baru terlayani sebanyak 39.806 pelanggan dengan besarnya pemakaian
10.644.859 meter kubik. Hal ini menunjukan bahwa fasilitas jaringan pelayanan air
bersih masih jauh dari seluruh kebutuhan penduduk Kota Depok yang mencapai
1.374.522 jiwa. Berdasarkan hal tersebut maka target pelayanan cakupan air
bersih 5 tahun ke depan direncanakan dapat mencapai 1.000 SR pada tahun 2007
dan pada tahun 2011 dapat mencapai 2.000 SR.
84
e. Bertambahnya Pengelolaan sampah di TPS.
Permasalahan pengelolaan persampahan di Kota Depok saat ini, walaupun
belum menimbulkan permasalahan besar seperti di beberapa Kota lainnya, namun
penanganan sampah ini sangat membutuhkan perhatian utama, karena
menyangkut tatanan kehidupan sosial ekonomi, politik dan budaya. Mengingat
beban Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) yang ada di Cipayung menjadi
semakin berat, ditambah lagi dengan keterbatasan sarana dan prasarana
pengolahan yang mengakibatkan konflik antara TPA dengan masyarakat sekitar
TPA semakin sering terjadi.
Tingginya produksi sampah setiap harinya yang mencapai rata-rata 766 m3,
atau setara dengan 2,65 liter/orang/hari, dengan tingkat pertumbuhan setiap
harinya mencapai 4,4 %, maka TPA Cipayung dan 113 TPS yang ada
menanggung beban yang berat, demikian pula dengan pengangkutan sampah.
Mempertimbangkan kondisi pengelolaan sampah yang ada, maka pilihan
mereduksi sampah dan menyelesaikannya dapat dilakukan dari sumbernya
dengan skala kawasan. Pengelolaan sampah dengan skala kawasan ini
merupakan implementasi dari paradigma baru yaitu reduce (mengurangi), reuse
(menggunakan kembali), recycle (mendaur ulang) dan mengolah untuk dijadikan
bahan produksi, seperti kompos, briket, energi listrik dan lainnya. Sistem
Pengelolaan dan Pengolahan Sampah Terpadu (SIPESAT) ini dapat mengurangi
beban TPA yang ada, sistem ini berskala kawasan, sehingga sampah dapat
diselesaikan pada sumbernya.
Untuk merealisasikan hal tersebut sampai 5 tahun ke depan, direncanakan
bertambahnya unit pengelolaan sampah rata-rata 10 – 15 lokasi per tahun.
85
f. Berkurangnya kawasan kumuh.
Kawasan kumuh selalu identik dengan pesatnya kemajuan Kota, demikian pula
halnya dengan Depok yang pertumbuhannya cukup pesat, sehingga membawa
pengaruh terhadap jumlah migrasi, baik perpindahan penduduk dari luar Depok ke
wilayah Depok maupun dampak berbatasannya Jakarta dengan Depok yang
menjadikan Kota Depok sebagai alternatif tempat tinggal maupun usaha.
Keberadaan pemukiman kumuh liar (squatters) ini merupakan salah satu
fenomena tersendiri, karena terkait dengan aspek hukum, sosial, ekonomi,
sanitasi, kesehatan lingkungan dan estetika kota.
Jumlah penduduk Kota Depok yang terdaftar pada tahun 2005 mencapai
1.374.522 jiwa, sementara diperkirakan jumlahnya sudah mencapai 1,5 juta jiwa.
Kondisi ini mengakibatkan beban kota semakin berat, terutama setelah munculnya
pemukiman penduduk pada kawasan tak berijin/liar (squatter).
Pemukiman kumuh ini tersebar di beberapa titik lokasi, terutama sepanjang
bantaran kali, situ, daerah milik jalan, maupun areal rel kereta api. Berdasarkan
hasil survey lapangan Program Pemberdayaan Masyarakat Squatters (PPMS)
jumlah penyebarannya terdapat di 13 lokasi di hampir semua kecamatan dengan
jumlah KK mencapai 857 KK. Tipologi pemukiman kumuh ini dapat dibedakan
dalam 3 kategori yaitu :
1) Penggarap penghuni, menggunakan lahan squatters sebagai tempat tinggal;
2) Penggarap non penghuni, mengunakan lahan squatters sebagai tempat
kegiatan usaha;dan
3) Pengontrak, mengunakan lahan squatters dengan cara menyewa kepada
penggarap non penghuni.
Disamping penanganan masalah pemukiman liar tersebut, juga perlu
ditangulangi penanganan pemukiman legal yang kumuh melalui berbagai program
kegiatan. Untuk itu program yang akan dilakukan selama priode 2006 – 2011
baik melalui pemberdayaan (enpowerment) maupun penegakan hukum (law
enforcement) yang dapat dilakukan secara simultan dengan program pemerintah
pusat, maupun dengan pihak ketiga dan lembaga sosial lainnya, melalui penataan
kawasan kumuh minimal 3 lokasi setiap tahunnya .
86
g. Meningkatnya Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE)
Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) merupakan indikator untuk mengukur
perkembangan ekonomi kota, indikator ini menunjukan naik tidaknya produk yang
dihasilkan oleh seluruh kegiatan ekonomi. LPE Kota Depok selama lima tahun
terakhir (2000-2004) menunjukan angka yang mengembirakan yaitu dari 4,47
tahun 2000, meningkat menjadi 5,98 tahun 2001 dan meningkat menjadi 6,12
tahun 2002, dan menjadi 6,35 tahun 2003 dan berdasarkan data terakhir tahun
2004 menjadi 6,44. Rata-rata kenaikan selama 5 tahun terakhir mencapai 6 %,
kenaikan ini lebih tinggi dari rata-rata Jawa Barat yang mencapai 5 %.
Berdasarkan trend kenaikan 5 tahun terakhir, maka target kenaikan LPE pada
tahun 2007 diproyeksikan naik menjadi 6,46 dan menjadi 6,50 pada tahun 2011.
h. Meningkatnya Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan modal dasar pembangunan kota,
karena PAD merupakan keseluruhan penerimaan kas daerah dalam priode satu
tahun anggaran, dengan komponen Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil
Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah, dan Lain-lain
PAD yang Sah.
Pendapatan Asli Daerah sendiri walaupun konstribusinya terhadap APBD Kota
Depok selama ini hanya mencapai rata-rata 10 % - 15 %/tahun, tetapi rata-rata
peningkatannya mencapai 100% dimana pada APBD tahun 2000, kontribusi PAD
hanya Rp. 13,297 milyar menjadi Rp. 60,000 milyar pada tahun 2005.
Pertumbuhan rata-rata pendapatan Kota Depok sebesar 17,8 % per tahun,
dengan kontribusi terbesar dari dana perimbangan yang mencapai 26,9 % per
tahun, dan rata-rata pertumbuhan PAD hanya sebesar 9 % per tahun. Sedangkan
lain-lain pendapatan yang sah mengalami penurunan 30,2 % sebagai akibat
berubahnya format struktur APBD.
Berdasarkan trend pertumbuhan 5 tahun terakhir, maka target pendapatan asli
daerah selama priode 2007-2011 diproyeksikan mengalami peningkatan sebesar
rata-rata 5 % pertahun.
87
i. Meningkatnya Indek Pembangunan Manusia (IPM)
Indek Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indikator untuk mengukur
derajat pembangunan manusia, yang dilakukan melalui pendekatan tingkat
pendidikan, derajat kesehatan dan daya beli, artinya ketiga komposit IPM tersebut
merupakan parameter yang dapat mewakili seluruh pilihan komponen lainnya.
Sejak ditetapkannya komposit pembangunan melalui IPM tahun 2000 IPM Kota
Depok mencapai 65,08, tahun 2001 mencapai 71,82, tahun 2002 mencapai 73,90,
tahun 2003 mencapai 76,13 dan berdasarkan data perhitungan tahun 2004
mencapai 76,85. Pencapaian ini melebihi rata-rata pencapaian Propinsi Jawa
Barat sebesar 68,36 pada tahun 2004.
Berdasarkan trend pencapaian IPM selama lima tahun terakhir, maka target
pencapaian yang ditetapkan lima tahun ke depan yaitu pada tahun 2007 sebesar
77,60 dan pada tahun 2011 ditargetkan mencapai 82,79.
Target peningkatan Indek Pembangunan Manusia Kota Depok selama
periode 2006-2011 ini dapat dicapai dengan memacu pencapaian komposit IPM
tersebut dengan asumsi :
1) Indek Kesehatan (IK) pada tahun 2007 mencapai 72,71 dan meningkat 76,81
pada tahun 2011.
2) Indek Pendidikan (IP) pada tahun 2007 ditargetkan naik 68,30 dan dapat
mencapai 71,63 pada tahun 2011.
3) Indek Daya Beli (IDB) ditargetkan 595,50 tahun 2007 dan meningkat
menjadi 649,56.
88
BAB IV KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH
4.1. Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Daerah
4.1.1. Arah Kebijakan
Kebijakan adalah arah/tindakan yang diambil oleh Pemerintah untuk
mencapai tujuan. Sementara itu, Arah Kebijakan Umum (AKU) merupakan
kebijakan yang berkaitan dengan program Kepala Daerah terpilih, sebagai arah
bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) maupun Lintas SKPD dalam
merumuskan kebijakan guna mencapai kinerja sesuai dengan tugas dan
fungsinya.
Mempertimbangkan gambaran umum kondisi daerah (Bab II),
memperhatikan visi dan misi (Bab III), maka Arah Kebijakan Umum
dikelompokkan berdasarkan Misi RPJMD tahun 2006-2011 sebagai berikut :
a. Pemanfaatan sumberdaya daerah diarahkan kepada pencapaian Misi
untuk Mewujudkan Pelayanan yang ramah, cepat dan transparan .
Kemampuan aparatur dan lembaga pemerintahan daerah dalam
meningkatkan pelayanan publik yang ramah, cepat dan transparan,
berdasarkan hal tersebut, maka arah kebijakan pembangunan tahun 2006-
2011 diarahkan :
1) Meningkatkan kualitas pelayanan publik;
2) Mengembangkan kapasitas pemerintahan daerah;dan
3) Meningkatkan kualitas perencanaan daerah dan partisipasi publik.
b. Pemanfaatan sumberdaya daerah diarahkan kepada pencapaian Misi
untuk Membangun dan mengelola Sarana dan Prasarana infrastruktur
yang Cukup, Baik dan Merata.
Pemerintah daerah melalui misi tersebut diatas, menetapkan arah
kebijakan yang akan ditempuh untuk memenuhi kewajibannya sebagai
penyedia pelayanan publik dalam rangka pembangunan di bidang sarana
prasarana maka arah kebijakan pembangunan adalah :
89
1) Meningkatkan pelayanan transportasi;
2) Meningkatkan pengelolaan kebersihan dan lingkungan hidup;
3) Mengendalikan tata ruang dan bangunan secara efektif dan
efisien;dan
4) Meningkatkan kualitas lingkungan pemukiman.
c. Pemanfaatan sumberdaya daerah diarahkan kepada pencapaian Misi
untuk Mengembangkan Perekonomian Masyarakat, Dunia Usaha dan
Keuangan Daerah.
Pemerintah daerah melalui misi tersebut di atas menentukan arah
kebijakan yang akan ditempuh untuk memenuhi kewajibannya sebagai
penyedia barang-barang publik dalam rangka pemberdayaan potensi
daerah untuk mengembangkan perekonomian masyarakat. Arah kebijakan
pembangunan daerah diarahkan kepada :
1) Meningkatkan perekonomian masyarakat melalui Koperasi dan UKM;
2) Meningkatkan investasi daerah berbasis tenaga kerja;
3) Meningkatkan agrobisnis perkotaan dan pelayanan bidang pertanian;
4) Mengembangkan pusat pertumbuhan perekonomian baru;dan
5) Mengembangkan potensi pariwisata, seni dan budaya.
d. Pemanfaatan sumberdaya daerah diarahkan kepada pencapaian Misi
untuk Meningkatkan Kualitas Keluarga, Pendidikan, Kesehatan dan
Kesejahteraan Masyarakat berlandaskan nilai-nilai agama.
Melalui misi tersebut Pemerintah daerah menetapkan arah kebijakan
yang akan ditempuh untuk memenuhi kewajibannya sebagai penyedia
barang-barang publik dalam rangka meningkatkan kualitas keluarga,
pendidikan dan kesejahteraan masyarakat berlandaskan nilai-nilai agama.
Untuk itu arah kebijakan pembangunannya sebagai berikut:
1) Meningkatkan perluasan kesempatan memperoleh pendidikan dan
peningkatan kualitas pendidikan serta peran serta masyarakat dalam
pendidikan;
90
2) Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui upaya pelayanan
kesehatan yang lebih baik;
3) Peningkatan pemberdayaan masyarakat;
4) Meningkatkan penanganan masalah-masalah sosial;
5) Meningkatkan pelayanan hak-hak dasar masyarakat;
6) Meningkatkan potensi dan prestasi olah raga.
4.1.2. Strategi Pembangunan Daerah
4.1.2.1. Strategi Pembangunan Daerah dalam Pencapaian Misi Pertama :
Mewujudkan pelayanan yang ramah, cepat dan transparan.
Arah Kebijakan : Meningkatkan kualitas pelayanan publik
Strategi : Memperbaiki kinerja layanan publik melalui
perbaikan manajemen pelayanan yang berorientasi
pada pelayanan terpadu.
Arah Kebijakan : Mengembangkan kapasitas pemerintahan daerah
Strategi :
a. Mendorong peningkatan kinerja pemerintahan
daerah yang dapat melaksanakan tugas-tugas
pemerintahan secara tertib dan profesional
melalui peningkatan kualitas SDM, pengawasan
dan penyempurnaan kelembagaan/
ketatalaksanaan dan kerjasama antar lembaga;
b. Meningkatkan kinerja DPRD melalui
optimalisasi peningkatan peran dan fungsi
DPRD dalam bidang legislasi, anggaran dan
pengawasan;
c. Mewujudkan tertib pengelolaan aset daerah
melalui perbaikan manajemen asset, land
banking dan pengadaan serta pemeliharaan
gedung-gedung pemerintahan sebagai aset
daerah;dan
91
d. Meningkatkan kualitas produk hukum daerah
melalui penyusunan produk-produk hukum
daerah dan penyediaan layanan advokasi.
Arah Kebijakan : Meningkatkan kualitas perencanaan daerah dan
partisipasi publik.
Strategi : Melaksanakan perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan secara partisipatif melalui
penyusunan regulasi partisipasi publik,
penjaringan aspirasi masyarakat, pelaksanaan
pengendalian dan evaluasi pembangunan,
pembentukan forum warga dan penyusunan
dokumen perencanaan/kajian.
4.1.2.2. Strategi Pembangunan Daerah dalam Pencapaian Misi Kedua :
Membangun dan mengelola sarana dan prasarana infrastruktur
yang cukup, baik dan merata.
Arah Kebijakan : Meningkatkan pelayanan transportasi
Strategi :
a. Meningkatkan kualitas jaringan transportasi
melalui pemeliharaan, peningkatan dan
pembangunan infrastruktur transportasi, dengan
melibatkan masyarakat dan dunia usaha;dan
b. Menurunkan titik kemacetan melalui
pengembangan manajemen transportasi
termasuk kemungkinan pengembangan moda
transportasi massal.
92
Arah Kebijakan : Meningkatkan pengelolaan kebersihan dan
lingkungan hidup.
Strategi :
a. Mendorong terwujudnya efisiensi pengelolaan
sampah melalui perbaikan manajemen
pengelolaan sampah di TPA dan peningkatan
pengelolaan sampah pada sumber sampah;dan
b. Meningkatkan kualitas lingkungan guna
mencegah terjadinya banjir dan pencemaran
melalui pengendalian dan pengawasan
lingkungan, rehabilitasi lahan kritis, penataan
drainase dan konservasi daerah resapan air.
Arah Kebijakan : Mengendalikan tata ruang dan bangunan secara
efektif dan efisien.
Strategi :
Menjaga keseimbangan antara kawasan terbangun
dengan ruang terbuka hijau melalui optimalisasi
pengendalian pemanfaatan ruang yang dapat
menjamin terpeliharanya ruang terbuka hijau dan
memberikan insentif kepada pemilik sawah teknis.
Arah Kebijakan : Meningkatkan kualitas lingkungan permukiman
Strategi :
a. Menurunkan jumlah kawasan kumuh melalui
penataan lingkungan dan penyediaan Rumah
Susun Sederhana Sewa (RUSUNAWA);dan
b. Memberikan layanan air bersih melalui
pembangunan sarana prasarana air bersih dan
kerjasama pengelolaan air bersih.
93
4.1.2.3. Strategi Pembangunan Daerah dalam Pencapaian Misi Ketiga :
Mengembangkan Perekonomian Masyarakat, Dunia Usaha, dan
Keuangan Daerah.
Arah Kebijakan : Meningkatkan perekonomian masyarakat melalui
koperasi dan UKM.
Strategi : Melaksanakan upaya peningkatan pendapatan
masyarakat melalui fasilitasi akses permodalan,
pengembangan manajemen usaha produktif dan
manajemen pemasaraan baik lokal maupun ekspor,
serta penataan pasar tradisional.
Arah Kebijakan : Meningkatkan investasi daerah berbasis tenaga
kerja.
Strategi :
a. Mendorong terwujudnya minat investasi melalui
penyederhanaan regulasi dan kerjasama dunia
usaha dengan pemerintah (BUMD);dan
b. Menyiapkan tenaga kerja yang berkualitas dan
perlindungan ketenagakerjaan melalui
pelatihan ketenagakerjaan, pengembangan
sistem informasi dan manajemen
ketenagakerjaan dan fasilitasi hubungan
industrial ketenagakerjaan.
Arah Kebijakan : Meningkatkan agribisnis perkotaan dan pelayanan
bidang pertanian
Strategi :
a. Mengembangkan produk pertanian potensial
melalui pengembangan agribisnis unggulan,
pembibitan, pertanian organik dan pembinaan
sumber daya pertanian;dan
94
b. Menjamin terlaksananya keamanan pangan
melalui Pelayanan masyarakat veteriner dan
kesehatan hewan, peningkatan layanan Rumah
Potong Hewan (RPH) dan pengawasan Tempat
Pemotongan Hewan/Tempat Pemotongan Ayam
(TPH/TPA).
Arah Kebijakan : Mengembangkan pusat pertumbuhan perekonomian
baru
Strategi : Membuka pusat pertumbuhan baru pada wilayah
perbatasan melalui penyiapan sentra niaga dan
budaya, serta pembentukan kawasan industri
terpadu.
Arah Kebijakan : Meningkatkan kapasitas keuangan daerah
Strategi :
a. Meningkatkan pendapatan daerah melalui
perbaikan sistem dan manajemen pengelolaan
keuangan daerah, serta mengoptimalkan
penerimaan PAD dan diversifikasi penerimaan
daerah;dan
b. Mewujudkan efisiensi dan transparansi dalam
pengadaan barang dan jasa melalui
pelaksanaan e-procurement, serta peningkatan
kemampuan pengguna dan penyedia barang
dan jasa.
Arah Kebijakan : Mengembangkan potensi pariwisata, seni dan budaya.
Strategi : Melaksanakan pengembangan pariwisata dan seni
budaya melalui penataan obyek wisata yang
berbasis potensi wisata lokal dan pelestarian seni
serta cagar budaya.
95
4.1.2.4. Strategi Pembangunan Daerah dalam Pencapaian Misi Keempat :
Meningkatkan kualitas keluarga, pendidikan, kesehatan dan
kesejahteraan masyarakat yang berlandaskan nilai-nilai agama.
Arah Kebijakan : Meningkatkan perluasan kesempatan memperoleh
pendidikan, dan peningkatan kualiatas pendidikan,
serta peranserta masyarakat dalam pendidikan.
Strategi :
a. Meningkatkan kualitas penyelenggaraan
pendidikan melalui peningkatan angka
partisipasi sekolah, penurunan angka putus
sekolah, peningkatan kualitas hasil belajar
peserta didik, peningkatan kualitas lembaga
pendidikan, peningkatan kualitas tenaga
pendidik dan kependidikan, serta peningkatan
peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan;dan
b. Mendorong peningkatan prestasi generasi
muda, olahraga dan seni budaya melalui
pembinaan generasi muda dan olahraga
berprestasi, serta pembinaan seni budaya
daerah.
Arah Kebijakan : Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
Strategi : Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan
masyarakat melalui penyediaan layanan kesehatan
dasar dan rujukan, peningkatan kesehatan
keluarga, kewaspadaan pangan dan gizi,
penanganan penyakit menular dan tidak menular,
penyelenggaraan kesehatan lingkungan dan
promosi kesehatan.
96
Arah Kebijakan : Peningkatan pemberdayaan masyarakat.
Strategi : Melaksanakan pemberdayaan masyarakat melalui
peningkatan kesejahteraan keluarga (anak dan
gender), pemanfaataan teknologi tepat guna,
peningkatan partisipasi masyarakat dan pembinaan
lembaga keswadayaan masyarakat.
Arah Kebijakan : Meningkatkan penanganan masalah-masalah sosial
Strategi :
a. Menyediakan jaminan sosial melalui pemberian
santunan sosial, penyediaan sarana sosial dan
regulasi penyediaan fasilitas bagi penyandang
cacat di tempat umum, penanganan
penyandang masalah kesejahteraan sosial
(PMKS);dan
b. Mewujudkan ketertiban masyarakat melalui
penegakan perda dan peningkatan kemampuan
deteksi dini dan cegah dini.
Arah Kebijakan : Meningkatkan pelayanan hak-hak dasar
masyarakat
Strategi :
a. Meningkatkan kualitas kehidupan beragama
melalui upaya pembinaan kehidupan beragama,
fasilitasi kegiatan keagamaan dan penyediaan
bantuan sarana keagamaan;
b. Meningkatkan kesadaran politik masyarakat
melalui pembinaan, penguatan kelembagaan
sosial dan sosialisasi hak-hak politik
masyarakat;
97
c. Mendorong terciptanya tertib administrasi
kependudukan melalui pengembangan sistem
administrasi kependudukan dan catatan sipil;
d. Mendorong peranserta pemuda dalam
pembangunan melalui pembinaan organisasi
kemudaan, profesi dan kewanitaan;
e. Melaksanakan upaya penanggulangan bencana
alam dengan mengembangkan pola kemitraan.
Arah Kebijakan : Meningkatkan potensi dan prestasi olahraga
Strategi : Mendorong peningkatan prestasi olah raga melalui
pembinaan dan penyediaan sarana prasarana olah
raga.
Indikasi Program dan Kegiatan Pembangunan Daerah
Indikasi Program dan Kegiatan dalam Pencapaian Misi Kesatu : Mewujudkan
Pelayanan yang ramah, cepat dan transparan.
4.2.1.1. Program Peningkatan Manajemen Pelayanan
Indikasi Kegiatan (1) Penyusunan dan revisi Peraturan Daerah
pelayanan;(2) Peningkatan kualitas SDM pelayanan; (3) Peningkatan
sarana dan prasarana pelayanan; (4) Pengembangan sistem
informasi pelayanan (e-Government); (5) Pengembangan konsep
penilaian kinerja pelayanan; (6) Pelaksanaan penilaian kinerja
pelayanan; (7) Pembentukan sistem pemberian informasi dan
pengaduan masyarakat.
4.2.1.2. Program Peningkatan Integrasi Pelayanan
Indikasi kegiatan (1) Kajian pelayanan terintegrasi; (2) Pembentukan
pelayanan terpadu.
98
4.2.1.3. Program Peningkatan Jangkauan Pelayanan
Indikasi kegiatan (1) Penambahan waktu kerja untuk pelayanan
tertentu; (2) Pendelegasian sebagian kewenangan kepada
kecamatan dan kelurahan.
4.2.1.4. Program Peningkatan Kualitas SDM Pemerintahan Daerah
Indikasi kegiatan (1) Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan
aparatur; (2) Peningkatan kesejahteraan aparatur pemerintah
daerah; (3) Pelaksanaan uji kompotensi; (4) Penyusunan dan
pelaksanaan evaluasi kinerja perangkat daerah; (5) Peningkatan
pemberian penghargaan dan penerapanan sanksi; (6)
Pengembangan sistem informasi dan manajemen kepegawaian.
4.2.1.5. Program Peningkatan Kualitas Kelembagaan dan
Ketatalaksanaan
Indikasi kegiatan (1) Pelaksanaan evaluasi kelembagaan; (2)
Penyusunan dan evaluasi ketatalaksanaan (SOP); (3) Penyusunan
dan pelaksanaan Standar Pelayanan Minimum (SPM).
4.2.1.6. Program Peningkatan Kualitas Pengawasan
Indikasi kegiatan (1) Pengembangan sistem pengawasan daerah;
(2) Pelaksanaan pengawasan dan tindak lanjutnya; (3) Pembinaan
teknis auditor.
4.2.1.7. Program Pengembangan Kearsipan, Perpustakaan dan
Telematika
Indikasi kegiatan (1) Pengelolaan arsip daerah; (2) Pembangunan
perpustakaan daerah; (3) Pengembangan telematika daerah.
4.2.1.8. Program Peningkatan Kerjasama Antar Lembaga
Indikasi kegiatan (1) Peningkatan kerjasama antar daerah;
(2) Peningkatan hubungan antara pusat dengan daerah; (3)
Peningkatan hubungan dengan Perguruan Tinggi; (4) Peningkatan
kerjasama dengan MUSPIDA.
99
4.2.1.9. Program Peningkatan Peran dan Fungsi Legislatif
Indikasi kegiatan (1) Peningkatan peran dan fungsi legislasi;
(2) Peningkatan peran dan fungsi budgeting; (3) Peningkatan peran
dan fungsi pengawasan; (4) Peningkatan SDM legislatif; (5) Fasilitasi
peningkatan penunjang kegiatan DPRD.
4.2.1.10. Program Pengelolaan dan Pengembangan Aset Daerah
Indikasi kegiatan (1) Inventarisasi dan penilaian aset daerah;
(2) Peningkatan management aset daerah; (3) Pengadaan tanah
pemerintah (land banking); (4) Pembangunan dan pemeliharaan
gedung-gedung pemerintahan.
4.2.1.11. Program Peningkatan Kualitas Produk Hukum Daerah
Indikasi kegiatan (1) Penyusunan produk-produk hukum daerah;
(2) Penyediaan layanan advokasi bagi Aparatur.
4.2.1.12. Program Peningkatan Kualitas Perencanaan dan Pengendalian
Pembangunan
Indikasi kegiatan (1) Penyusunan regulasi partisipasi publik;
(2) Peningkatan pelaksanaan penjaringan aspirasi masyarakat;
(3) Penyelenggaraan wadah forum warga; (4) Pelaksanaan
pengendalian dan evaluasi pembangunan; (5) Penyusunan kajian
dan dokumen perencanaan; (6) Pelaksanaan sosialisasi
pembangunan.
100
Indikasi Program dan Kegiatan dalam Pencapaian Misi Kedua : Membangun
dan Mengelola Sarana dan Prasarana Infrastruktur yang cukup, baik dan
merata.
4.2.2.1. Program Pembangunan, Peningkatan, Rehabilitasi dan
Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Transportasi
Indikasi kegiatan (1) Pembangunan, peningkatan, rehabilitasi dan
pemeliharaan jalan dan jembatan; (2) Swakelola masyarakat dalam
pembangunan, pemeliharaan dan peningkatan jalan dan jembatan;
(3) Pembangunan terminal; (4) Peningkatan pemerataan dan kualitas
pelayanan Penerangan Jalan Umum (PJU); (5) Penyediaan alat
perlengkapan jalan; (6) Penataan tempat pedestrian.
4.2.2.2. Program Pengembangan Manajemen Transportasi
Indikasi kegiatan (1) Penataan jaringan trayek; (2) Implementasi
tataran transportasi lokal; (3) Pengendalian kemacetan lalu lintas;
(4) Pengembangan rekayasa lalu lintas; (5) Identifikasi kelas dan
nama jalan.
4.2.2.3. Program Pengembangan Moda Transportasi
Indikasi kegiatan (1) Kajian pengembangan moda transportasi;
(2) Sosialisasi penggantian moda transportasi.
4.2.2.4. Program Peningkatan Manajemen Pengelolaan Persampahan di
TPA
Indikasi kegiatan (1) Pengelolaan TPA sesuai SOP; (2) Pembinaan
masyarakat sekitar TPA; (3) Pengadaan sarana dan prasarana
persampahan di TPA.
101
4.2.2.5. Program Peningkatan Manajemen Pengelolaan Persampahan di
TPS
Indikasi kegiatan (1) Pemanfaatan teknologi pengolahan sampah di
TPS; (2) Pelibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah di TPS;
(3) Pengadaan sarana dan prasarana pengelolaan sampah di TPS.
4.2.2.6. Program Peningkatan Kualitas Pengelolaan Lingkungan Hidup
Indikasi kegiatan (1) Pengendalian kualitas lingkungan; (2)
Pembinaan dan Pengawasan pengelolaan limbah; (3) Rehabilitasi
lahan kritis; (4) Pengendalian pemanfaatan air permukaan dan air
bawah tanah; (5) Pembangunan sumur resapan; (6) Pelibatan
masyarakat dalam pelestarian lingkungan hidup; (7) Pengelolaan
Instalasi Pengelolaan Limbah Terpadu (IPLT); (8) Penanganan
Penataan pohon.
4.2.2.7. Program Pengendalian Banjir
Indikasi kegiatan (1) Penataan sistem drainase kota; (2) Swakelola
masyarakat dalam penataan drainase; (3) Konservasi dan
pemanfaatan situ sebagai resapan air; (4) Pemeliharaan DAS; (5)
Pembangunan dan pemeliharaan jaringan air irigasi.
4.2.2.8. Program Perencanaan, Pengendalian, dan Pemanfaatan Ruang &
Bangunan
Indikasi kegiatan (1) Penyusunan dokumen perencanaan tata ruang;
(2) Optimalisasi kinerja TKPRD; (3) Pengendalian pemanfaatan
ruang dan bangunan; (4) Pengembangan IDSD Kota Depok;
(5) Penataan pembangunan dan pemeliharaan ruang terbuka hijau
(taman kota, dekorasi Kota, dan hutan kota); (6) Penyediaan
insentif bagi pemilik sawah teknis.
4.2.2.9. Program Penataan Lingkungan Permukiman
Indikasi kegiatan (1) Pengelolaan Rusunawa; (2) Pembangunan
sarana sanitasi lingkungan; (3) Rehabilitasi rumah tidak sehat.
102
4.2.2.10. Program Peningkatan Jangkauan Layanan Air Bersih
Indikasi kegiatan (1) Fasilitasi kerjasama pengelolaan air bersih;
(2) Pembangunan sarana dan prasarana air bersih.
Indikasi Program dan Kegiatan dalam Pencapaian Misi Ketiga :
Mengembangkan Perekonomian Masyarakat, Dunia Usaha dan Keuangan
Daerah.
4.2.3.1 Program Peningkatan Produktifitas Usaha Koperasi dan UKM
Indikasi kegiatan (1) Pembinaan koperasi dan UKM; (2) Penyediaan
dana bergulir permodalan koperasi dan UKM; (3) Kajian dan
pembentukan lembaga keuangan mikro daerah; (4) Fasilitasi akses-
akses permodalan; (5) Fasilitasi pembentukan unit usaha produktif;
(6) Regulasi perlindungan koperasi dan UKM; (7) Peningkatan
jaringan kemitraan koperasi, UKM dan dunia usaha; (8) Promosi
komoditas unggulan daerah, koperasi dan UKM;
4.2.3.2 Program Pengembangan dan Penataan Pasar Rakyat
Indikasi kegiatan (1) Penataan pasar tradisional; (2) Perbaikan
manajemen pasar tradisional; (3) Penertiban status hukum aset
pasar.
4.2.3.3 Program Pengembangan Usaha Industri Rumah Tangga, Kecil
dan Menengah
Indikasi kegiatan (1) Pengembangan sentra industri kecil dan
menengah; (2) Pembinaan industri rumah tangga, kecil dan
menengah.
4.2.3.4 Program Pengembangan Usaha Perdagangan dan Jasa
Indikasi kegiatan (1) Pengembangan lembaga perdagangan dan
jasa; (2) Pengembangan perdagangan yang berorientasi ekspor.
103
4.2.3.5 Program Peningkatan Daya Tarik Investasi
Indikasi kegiatan (1) Penyusunan regulasi investasi; (2) Penyediaan
insentif bagi dunia usaha; (3) Memperkuat struktur permodalan &
kinerja BUMD; (4) Kemitraan dunia usaha dan pemerintah.
4.2.3.6 Program Peningkatan Kualitas Ketenagakerjaan
Indikasi kegiatan (1) Penyiapan tenaga kerja terlatih dalam dan luar
negeri; (2) Fasilitasi dan penyiapan tenaga kerja mandiri; (3)
Fasilitasi penempatan tenaga kerja dengan dunia usaha; (4)
Pengembangan sistem informasi dan manajemen ketenagakerjaan;
(5) Kerjasama pelatihan ketenagakerjaan dengan lembaga
pendidikan; (6) Penyelenggaraan bursa kerja; (7) Pembangunan
pusdiklat ketenagakerjaan.
4.2.3.7 Program Perlindungan Ketenagakerjaan
Indikasi kegiatan (1) Fasilitasi hubungan industrial; (2) Fasilitasi
keselamatan dan kesehatan kerja; (3) Penyusunan regulasi
perlindungan dan fasilitas ketenagakerjaan; (4) Fasilitasi penetapan
UMK.
4.2.3.8 Program Pengembangan Agribisnis Perkotaan
Indikasi kegiatan (1) Pengembangan agribisnis potensial;
(2) Pengembangan pembibitan/pembenihan; (3) Pembinaan SDM
dan lembaga tani; (4) Pengembangan pertanian organik.
4.2.3.9 Program Peningkatan Pelayanan Masyarakat Veteriner dan
Kesehatan Hewan
Indikasi kegiatan (1) Peningkatan pelayanan Rumah Potong Hewan
(RPH); (2) Pembinaan dan Pengawasan Tempat Potong Hewan
(TPH) dan Tempat Potong Ayam (TPA); (3) Peningkatan pelayanan
kesehatan hewan; (4) Peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat
veteriner; (5) Pembinaan pemasaran produk Rumah Potong
Hewan (RPH).
104
4.2.3.10 Program Penyiapan Kawasan Niaga dan Industri yang Ramah
Lingkungan
Indikasi kegiatan (1) Penyiapan sentra niaga dan budaya wilayah
perbatasan; (2) Penyiapan kawasan industri terpadu.
4.2.3.11 Program Peningkatan Pendapatan Daerah
Indkasi kegiatan (1) Optimalisasi PAD; (2) Diversifikasi penerimaan
daerah; (3) Evaluasi regulasi penerimaan daerah.
4.2.3.12 Program Peningkatan Manajemen Pengelolaan Keuangan
Daerah
Indikasi kegiatan (1) Pengembangan sistem informasi dan
manajemen keuangan daerah; (2) Penyiapan standar harga dan
standar analisa belanja; (3) Evaluasi regulasi pokok-pokok
pengelolaan keuangan daerah.
4.2.3.13 Program Peningkatan Akuntabilitas Pengadaan Barang dan Jasa
Indikasi kegiatan (1) Sertifikasi pejabat pembuat komitmen dan
panitia pengadaan barang dan jasa; (2) Pelaksanaan e-procurement;
(3) Pembinaan teknis pelaksanaan pengadaan barang dan jasa.
4.2.3.14 Program Pengembangan Obyek Wisata
Indikasi kegiatan (1) Penataan eko-wisata; (2) Pengembangan
wisata belanja; (3) Pengembangan wisata pendidikan & religi.
4.2.3.15 Program Peningkatan Pelestarian Seni dan Budaya
Indikasi kegiatan (1) Pengembangan dan pelestarian seni dan cagar
budaya; (2) Peningkatan peran artis & seniman dalam
pembangunan; (3) Pemilihan Abang Mpok Depok; (4)
Pembangunan gedung kesenian.
105
Indikasi Program dan Kegiatan dalam Pencapaian Misi Keempat :
Meningkatkan Kualitas Keluarga, Pendidikan, Kesehatan dan
Kesejahteraan Masyarakat yang berlandaskan nilai-nilai agama.
4.2.4.1. Program Peningkatan kualitas penyelenggaraan pendidikan usia
dini, pendidikan dasar dan pendidikan menengah baik jalur
sekolah dan luar sekolah
Indikasi kegiatan (1) Peningkatan pembangunan sarana dan
prasarana pendidikan; (2) Penyusunan regulasi pendidikan; (3)
Rehabilitasi dan revitalisasi gedung sekolah melalui kerjasama
masyarakat dan swasta dengan imbal swadaya; (4) Penyediaan
taman bacaan dan gerakan gemar membaca; (5) Pelaksanaan kejar
paket A, B dan C; (6) Pelaksanaan keaksaraan fungsional; (7)
Fasilitasi madrasyah; (8) Pemberian beasiswa; (9) Pengembangan
SLTP dan SLTA terbuka; (10) Implementasi pendidikan dasar gratis
untuk sekolah negeri; (11) Peningkatan mutu KBM; (12)
Pengembangan sanggar media; (13) Pelaksanaan evaluasi
pembelajaran yang berstandar; (14) Pengembangan manajemen
berbasis sekolah/masyarakat; (15) Pengembangan sekolah kejuruan
berorientasi pasar kerja; (16) Penyediaan sarana dan media
pembelajaran penunjang; (17) Kemitraan sekolah menengah dengan
perguruan tinggi dan dunia usaha; (18) Akreditasi lembaga-lembaga
pendidikan.
4.2.4.2. Program Peningkatan Kualitas Tenaga Pendidik dan
Kependidikan
Indikasi kegiatan (1) Peningkatan kompetensi tenaga pendidik dan
kependidikan; (2) Peningkatan kesejahteraan tenaga pendidik dan
kependidikan.
106
4.2.4.3. Program Peningkatan Peranserta Masyarakat/Swasta dalam
Penyelenggaraan Pendidikan
Indikasi kegiatan (1) Pembentukan dan implementasi dana abadi
pendidikan; (2) Gerakan masyarakat peduli pendidikan; (3) Gerakan
Infaq pendidikan; (4) Peningkatan peran serta dunia usaha dalam
penyelenggaraan pendidikan (CSR).
4.2.4.4. Program Peningkatan Pembinaan Generasi Muda, Olah Raga
dan Seni Budaya di Sekolah
Indikasi kegiatan (1) Peningkatan pembinaan generasi muda dan
olah raga berprestasi; (2) Pembinaan seni budaya daerah; (3)
Peningkatan fasilitas olah raga dan seni.
4.2.4.5. Program Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Dasar dan
Rujukan
Indikasi kegiatan (1) Pelayanan kesehatan dasar di puskesmas
dengan biaya murah; (2) Revisi regulasi pelayanan kesehatan; (3)
Penyediaan obat dan alat pelayanan kesehatan; (4) Pelayanan
kesehatan rujukan; (5) Peningkatan kemitraan dengan pelayanan
kesehatan swasta; (6) Pengembangan puskesmas DTP; (7)
Pembangunan Rumah Sakit Daerah (RSD); (8) Pembentukan
asuransi kesehatan masyarakat; (9) Pengembangan sistem informasi
kesehatan (SIK).
4.2.4.6. Program Penyelenggaraan dan Peningkatan Kesehatan Keluarga
Indikasi kegiatan (1) Pelayanan keluarga berencana; (2) Pelayanan
kesehatan usia lanjut; (3) Pembinaan Posyandu/Posbindu.
4.2.4.7. Program Peningkatan Kewaspadaan Pangan dan Gizi
Indikasi kegiatan (1) Peningkatan gizi masyarakat dan penanganan
gizi buruk; (2) Peningkatan ketahanan & kewaspadaan pangan.
107
4.2.4.8. Program Penanganan Penyakit Menular dan Tidak Menular
Indikasi kegiatan (1) Pencegahan dan pemberantasan penyakit
menular; (2) Penanganan penyakit dan penanggulangan Kejadian
Luar Biasa (KLB); (3) Penanganan penyakit tidak menular.
4.2.4.9. Program Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan dan Sanitasi
Dasar
Indikasi kegiatan (1) Penyehatan air dan lingkungan pemukiman;
(2) Pembersihan (hygene) dan sanitasi tempat-tempat umum dan
tempat pengelolaan makanan dan minuman.
4.2.4.10. Program Penyelenggaraan Promosi Kesehatan
Indikasi kegiatan (1) Promosi perilaku hidup bersih & sehat;
(2) Penyuluhan pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan
narkotika, psikotropika dan aditif (p3napza) berbasis masyarakat.
4.2.4.11. Program Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Sejahtera
Indikasi kegiatan (1) Pemanfaatan teknologi tepat guna;
(2) Perlindungan anak dan perempuan dari tindak kekerasan;
(3) Pelaksanaan pengarusutamaan jender; (4) Penggerakan
swadaya masyarakat; (5) Peningkatan kesejahteraan keluarga
melalui peranserta wanita; (6) Peningkatan peranan RT/RW,
Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM); (7) Optimalisasi Komite
Penanggulangan Kemiskinan Daerah (KPKD).
4.2.4.12. Program Penyelenggaraan Jaminan Sosial
Indikasi kegiatan (1) Pemberian santunan kematian; (2) Pemberian
santunan nikah gratis; (3) Penanganan penyandang masalah
kesejahteraan sosial (PMKS); (4) Pembentukan rumah singgah; (5)
Penyediaan fasilitas bagi penyandang cacat di tempat umum; (6)
Pelayanan Taman Pemakaman Umum/Taman Makam Pahlawan
(TPU/TMP).
108
4.2.4.13. Program Peningkatan Tertib Sosial
Indikasi kegiatan (1) Sosialisasi produk-produk hukum daerah;
(2) Penegakan perda; (3) Peningkatan kemampuan deteksi dini dan
cegah dini.
4.2.4.14. Program Peningkatan Kualitas Kehidupan Beragama
Indikasi kegiatan (1) Pembinaan kerukunan antar umat beragama
dan pembinaan organisasi keagamaan; (2) Peningkatan kualitas
sarana ibadah & sarana pendidikan agama; (3) Fasilitasi kegiatan
keagamaan; (4) Revitalisasi pengelolaan Zakat, Infak, Sodakoh dan
Wakaf (ZISWAF); (5) Peningkatan peran tokoh agama dan guru
agama dalam pembangunan; (6) Gerakan pemberantasan buta
huruf Al-Quran; (7) Pensertifikatan aset-aset sarana keagamaan.
4.2.4.15. Program Peningkatan Kualitas Kehidupan Politik
Indikasi kegiatan (1) Sosialisasi hak-hak politik masyarakat;
(2) Pembinaan peranan dan fungsi parpol; (3) Peningkatan wawasan
kebangsaan; (4) Pengembangan & penguatan kelembagaan
ketahanan sosial.
4.2.4.16. Program Peningkatan Kualitas Penyelenggaraan Manajemen
Kependudukan
Indikasi kegiatan (1) Penyelenggaraan Sistem Administrasi
Kependudukan (SIAK); (2) Pengendalian penduduk pendatang;
(3) Penyelenggaraan administrasi pencatatan sipil; (4) Pembinaan
mobilisasi kependudukan.
4.2.4.17. Program Pembinaan Organisasi Sosial Kemasyarakatan
Indikasi kegiatan (1) Pembinaan Karang Taruna; (2) Pembinaan
organisasi kepemudaan; (3) Pembinaan Lembaga Swadaya
Masyarakat; (4) Pembinaan organisasi profesi; (5) Pembinaan
organisasi kewanitaan.
109
4.2.4.18. Program Penangulangan Bencana
Indikasi kegiatan (1) Penanggulangan bencana alam dan sosial;
(2) Penanggulangan bencana kebakaran; (3) Peningkatan kemitraan
penanggulangan bencana.
4.2.4.19. Program Peningkatan Prestasi Olah Raga
Indikasi kegiatan (1) Pembinaan potensi atlit; (2) Penyediaan sarana
dan prasarana olah raga; (3) Pembinaan organisasi keolahragaan.
110
BAB V
KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH
5.1. Arah Kebijakan dan Strategi Pendapatan Daerah
Pendapatan daerah Kota Depok bersumber dari dana perimbangan, pendapatan
asli daerah dan lain-lain pendapatan yang sah. Kontribusi dana perimbangan terhadap
APBD Kota Depok setiap tahunnya rata-rata sebesar 80% dari total pendapatan Kota
Depok, Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar 10% sampai 15% dari total pendapatan
Kota Depok dan lain-lain pendapatan yang sah rata-rata hanya sebesar 5% total
pendapatan Kota Depok.
Rata-rata pertumbuhan pendapatan selama 4 tahun terakhir berkisar 17,8% per
tahun. Pertumbuhan rata-rata terbesar besar dari Dana Perimbangan, yaitu sebesar
26,9% per tahun, sementara pertumbuhan rata-rata Pendapatan Asli Daerah (PAD)
hanya sebesar 9% per tahun, sedangkan Lain-lain Pendapatan yang sah mengalami
pertumbuhan rata-rata negatif, yaitu rata-rata turun sebesar 30,2% per tahun.
Memperhatikan kondisi aktual di atas maka kebijakan pendapatan daerah
diarahkan untuk “meningkatkan proporsi Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap total
pendapatan daerah dalam rangka mendorong terwujudnya kemandirian daerah dalam
membiayai pembangunan daerah”.
Adapun strategi dalam peningkatan pendapatan daerah adalah :
a. Intensifikasi dan ekstensifikasi pemungutan pajak, retribusi dan lain-lain
pendapatan daerah, antara lain melalui pengkajian perda pajak dan retribusi
daerah, peningkatan uji petik pajak daerah dan retribusi daerah, peningkatan
pemeriksaan pembukuan wajib pajak, penerapan sistem on-line penerimaan
daerah, peningkatan penerimaan PPh pasal 21 dan peningkatan retribusi.
b. Meningkatkan penyertaan modal dan investasi daerah pada berbagai kegiatan
ekonomi.
111
5.2. Arah Kebijakan dan Strategi Belanja Daerah
Sebagaimana diketahui bahwa fungsi pemerintahan, disamping melaksanakan
fungsi pengaturan adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat. Dari konsepsi
tersebut, maka orientasi pembangunan daerah yang dioperasionalisasikan dalam
belanja daerah, ditujukan guna memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bentuk
layanan pemerintahan.
Dihadapkan pada hal di atas, maka kebijakan belanja daerah diarahkan untuk
menyediakan kebutuhan dasar masyarakat (basic needs) meliputi pelayanan bidang
pendidikan, kesehatan, sarana dan prasarana dasar perkotaan dan pelayanan umum
lainnya, serta dalam rangka pemenuhan layanan pengembangan potensi unggulan
daerah (core competency).
Adapun Strategi Belanja Daerah adalah:
a. Memprioritaskan belanja pada pemenuhan layanan dasar masyarakat dengan titik
berat pada bidang pendidikan, kesehatan, peningkatan daya beli yang dapat
menunjang pencapaian Indek Pembangunan Manusia (IPM), serta pemenuhan
hak-hak dasar masyarakat;
b. Memprioritaskan pada penyediaan sarana dan prasarana dasar perkotaan, untuk
menanggulangi permasalahan transportasi, persampahan, banjir, kawasan
kumuh, layanan air bersih dan kebutuhan perkotaan lainnya;
c. Memprioritaskan pada pengembangan pelayanan pemerintahan yang dapat
mendukung terwujudnya kepuasan masyarakat sebagai pengguna layanan;dan
d. Menggunakan prinsip-prinsip penggunaan anggaran secara efektif dan efisien
berdasarkan tolok ukur kinerja.
5.3. Arah Kebijakan dan Strategi Pembiayaan
Pembiayaan merupakan pos penyeimbang terhadap terjadinya surplus maupun
defisit, terhadap besarnya pos belanja dari pada pendapatan. Hal ini dimungkinkan
apabila terjadi defisit dapat ditutupi melalui pos pembiayaan dengan mendayagunakan
sumber penerimaan pembiayaan antara lain :
a. Sisa Lebih perhitungan Tahun Anggaran;
b. Dana Cadangan;
112
c. Penjualan Aset Daerah yang Dipisahkan;dan
d. Pinjaman Daerah atau Penerbitan Obligasi.
Sedangkan pengeluaran pembiayaan merupakan pos cadangan dan peningkatan
efisiensi penyertaan modal dalam rangka investasi maupun pemenuhan kewajiban
hutang, sehingga dapat dilakukan penyesuaian terhadap surplus dan defisit.
Berdasarkan evaluasi, penerimaan pendapatan pemerintah Kota Depok pada
tahun 2002 adalah sebesar Rp. 337 milyar, sedangkan pengeluaran belanja pada
tahun yang sama sebesar Rp. 272 milyar. Hal ini berarti terdapat surplus sebesar
19,3% dari total penerimaan pada tahun 2002. Surplus ini menurun pada tahun 2003
menjadi 15,3% dari total penerimaan dan meningkat lagi pada tahun 2004 menjadi
31,3%.
Dihadapkan pada hal tersebut dan dalam rangka efisiensi penggunaan anggaran,
maka kebijakan pembiayaan dalam Struktur APBD Kota Depok diupayakan untuk dapat
surplus, artinya penerimaan lebih besar dari pada pengeluaran. Untuk merealisasikan
arah kebijakan tersebut, maka strategi yang akan dilakukan dengan meningkatkan
penerimaan daerah dan mengefisiensikan belanja daerah, melalui upaya meningkatkan
surplus anggaran yang akan difokuskan pada :
a. Penyertaan modal pemerintah, untuk memperkuat struktur pendapatan daerah;dan
b. Membentuk dana cadangan, sebagai upaya pemerintah memenuhi kebutuhan
masyarakat yang tidak dapat dibiayai dalam satu tahun anggaran.
113
BAB VI
PENUTUP
6.1. Program Transisi
Program transisi merupakan rancangan program indikatif satu tahun kedepan
setelah periode RPJMD Kota Depok ini berakhir yaitu untuk tahun 2011. Program
transisi disusun oleh Pemerintah Daerah Kota Depok yang dituangkan dalam bentuk
Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) tahun 2012, berisi semua
agenda penyelesaian program dan kegiatan, serta masalah-masalah pembangunan
yang belum seluruhnya tertangani sampai dengan tahun 2012 dan masalah-masalah
pembangunan yang akan dihadapi tahun 2012.
Penyusunan program transisi ini dilakukan dengan mempertimbangkan
beberapa hal sebagai berikut:
a. Menjaga kesinambungan pembangunan dan mengisi kekosongan rencana
pembangunan daerah tahun 2012 (berupa Rencana Kerja Pemerintah
Daerah/RKPD 2012) yang diperlukan sebagai pedoman bagi penyusunan
Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) tahun 2012;dan
b. Mengingat waktu yang sangat singkat bagi kepala daerah terpilih hasil pemilihan
langsung tahun 2012 nanti untuk menyusun RPJM Daerah 2012 – 2017 serta
Rencana Kerja Pemerintah Daerah tahun 2012, maka kepala daerah terpilih tahun
2006 Kota Depok dan atau pejabat Walikota transisi tetap mempunyai ruang gerak
yang luas untuk menyempurnakan Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah
(RKPD) tahun 2012 dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
tahun 2012 yang sudah disusun untuk pelaksanaan pembangunan daerah yang
lebih baik.
114
6.2. Kaidah Pelaksanaan
RPJMD Kota Depok tahun 2006 – 2011 merupakan penjabaran dari visi, misi
dan program/kegiatan kepala daerah hasil pemilihan langsung tahun 2006. Adapun
manfaat dari RPJMD Kota Depok ini sebagai berikut: (1) RPJMD sebagai pedoman
bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang ada di Kota Depok dalam menyusun
Renstra-SKPD periode waktu lima tahun, (2) RPJMD sebagai pedoman bagi
pemerintah daerah dalam menyusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD)
periode satu tahun, (3) RPJMD sebagai acuan dalam penguatan peran bagi
stakeholders untuk berpartisipasi aktif melaksanakan pembangunan sesuai dengan
program/kegiatan yang terdapat dalam RPJMD Kota Depok, dan (4) RPJMD sebagai
dasar untuk dapat melakukan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan kinerja kepala
daerah dan pimpinan SKPD periode lima tahun dan tahunan.
Agar RPJMD Kota Depok dapat memberikan manfaat yang maksimal, maka
perlu ditetapkan kaidah-kaidah pelaksanaan sebagai berikut:
a. Semua Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang ada di Kota Depok,
berkewajiban untuk menyusun Rencana Strategis SKPD (Renstra-SKPD) yang
memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pokok
pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing SKPD dengan
berpedoman kepada RPJMD Kota Depok tahun 2006 – 2011, yang nantinya akan
menjadi pedoman dalam menyusun Rencana Kerja SKPD (Renja-SKPD) satu
tahun;
b. Pemerintah Daerah berkewajiban untuk menyusun Rencana Kerja Pemerintah
Daerah (RKPD) periode satu tahun, sehingga tersedia acuan untuk dapat
menyusun RAPBD setiap tahunnya;
c. Semua SKPD Kota Depok, masyarakat dan dunia usaha, serta semua pemangku
kepentingan pembangunan (stakeholders) lainnya, berkewajiban untuk
melaksanakan semua program/kegiatan kerja yang terdapat dalam RPJMD Kota
Depok tahun 2006 – 2011 ini dengan sebaik-baiknya; dan
d. Dalam rangka menjaga dan meningkatkan efektifitas pelaksanaan RPJMD Kota
Depok tahun 2006 – 2011, Badan Perencanaan Daerah (Bapeda) Kota Depok