COVER + BAGIAN AWAL - repository.ipb.ac.id · dan beras berkandungan amilosa tinggi, yaitu lebih...
Transcript of COVER + BAGIAN AWAL - repository.ipb.ac.id · dan beras berkandungan amilosa tinggi, yaitu lebih...
5
TINJAUAN PUSTAKA
Beras
Beras adalah gabah yang bagian sekam dan pericarp (kulit ari)nya sudah
dibuang dengan cara digiling dan disosoh menggunakan alat pengupas dan
penggiling (huller) serta penyosoh (polisher). Gabah yang hanya terkupas bagian
kulit luarnya (hull), disebut beras pecah kulit. Beras sosoh atau beras slyp atau
beras putih adalah butiran beras yang telah terbebas dari bekatul dan telah disosoh
untuk mendapatkan warna putih mengkilap (Rahmad 2009; Patiwiri 2006).
Biji padi atau gabah terdiri atas dua penyusun utama, yaitu 72-82% bagian
yang dapat dimakan atau kariopsis (disebut beras pecah kulit atau brown rice),
dan 18-28% kulit gabah atau sekam. Kariopsis tersusun dari 1-2% perikarp, 4-6%
aleuron dan testa, 2-3% lemma (sekam kelopak), dan 89-94% endosperm. Sumber
lain mengatakan kisaran yang berbeda, kemungkinan disebabkan oleh perbedaan
varietas gabah, keadaan daerah penanaman dan perbedaan pola budidaya (Juliano,
1984 diacu dalam Haryadi, 2008). Perlu dikemukakan juga hasil penelitian lain
yang menyatakan bahwa kariopsis terdiri atas 6,5% perikarp, teta, nuselus dan
aleuron; 2-2,1% skutelum; 0,8-1,1% lembaga atau embrio; dan 90,4-90,6%
endosperm. (Juliano, 1980 diacu dalam Haryadi 2008). Stuktur biji padi dapat
dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1.Struktur Biji Padi (Tengseng Rice Mill, 2011)
6
Komponen terbesar penyusun beras adalah pati. Oleh sebab itu ciri-ciri
inderawi yang utama, khususnya teksturnya, ditentukan oleh sifat dan perilaku
pati. Berdasar kandungan amilosanya, beras dikelompokkan menjadi beras ketan
yang mengandung amilosa 0-2% bobot kering, beras berkandungan amilosa
rendah yaitu antara 9-20%, beras berkandungan amilosa menengah yaitu 20-25%,
dan beras berkandungan amilosa tinggi, yaitu lebih dari 25%. Beras ketan
digunakan untuk membuat olahan manis dan olahan yang mempunyai tekstur
lunak dan liat. Beras berkadar amilosa rendah digunakan untuk membuat
makanan bayi, sereal sarapan pagi dan roti dengan pengembangan volume
menggunakan ragi (Haryadi 2008).
Subspesies padi yang di tanam didunia secara umum dapat dikelompokkan
menjadi 3 subspesies, yaitu japonica (tipe A), javanica (tipe B) dan indica (tipe
C). Pengelompokan ini didasarkan pada bentuk gabah baik dari panjang maupun
lebarnya. Perbedaan yang paling menonjol dari kedua sub spesies antara javonica
dan indica adalah perbedaan ukuran butiran. Japonica memiliki bentuk butiran
yang pendek membulat, sedangkan indica memiliki bentuk memanjang. Rasio
panjang-lebar japonica lebih kecil dari 2.0 sedangkan indica memiliki rasio
panjang-lebar lebih tinggi hingga 4.0. Rasio lebar-tebal japonica berkisar antara
1.4 sampai 1.6, sedangkan indica 1.3 sampai 1.6. Berat per butir japonica
umumnya lebih tinggi daripada indica (Patiwiri 2006).Sedangkan subspesies
javanica memiliki ukuran butiran yang besar, yaitu memiliki panjang dan lebar
butiran yang tinggi. Indica memiliki rentang lebar butiran antara 2.0-3.5 mm dan
panjang 6.7 mm atau lebih, japonica memiliki rentang lebar butiran 2.7 mm atau
lebih dan panjang 7.7 mm atau lebih (Patiwiri 2006).
Varietas-varietas padi yang ditanam di Indonesia termasuk dalam subspesies
indica. Rasio panjang-lebar paling rendah 2.0 ditunjukkan oleh PB 36 dengan
panjang butiran 6.4 mm, sedangkan rasio panjang-lebar yang tinggi ditunjukkan
oleh varietas Rojolele dan Semeru sebesar 2.9 dengan panjang butiran 6.5-7.5 mm
(Patiwiri 2006).
Persyaratan mutu beras berdasarkan SNI No. 6128-2008 terdiri atas syarat
umum dan syarat khusus. Syarat umum adalah: (a) bebas hama dan penyakit, (b)
bebas bau apek, asam atau bau asing lainnya, (c) bebas dari campuran dedak dan
bekatul dan (d) bebas dari tanda-tanda adanya bahan kimia yang membahayakan
7
dan merugikan. Sedangkan syarat khusus beras menurut SNI No.6128-2008
ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Syarat khusus beras menurut SNI No. 6128-2008
No Komponen mutu Satuan Mutu I
Mutu II
Mutu III
Mutu IV
Mutu V
1 Derajat sosoh (min) (%) 100 100 95 95 85 2 Kadar air (maks) (%) 14 14 14 14 15 3 Beras kepala (min) (%) 95 89 78 73 60 4 Butir patah (maks) (%) 5 10 20 25 35 5 Butir menir (max) (%) 0 1 2 2 5 6 Butir merah (max) (%) 0 1 2 3 3 7 Butir kuning/rusak (max) (%) 0 1 2 3 5 8 Butir mengapur (max) (%) 0 1 2 3 5 9 Butir asing (max) (%) 0 0,02 0,02 0,05 0,2 10 Butir gabah (max) (butir/
100 g) 0 1 1 2 3
Sumber: BSN (2011)
Penyimpanan Biji-bijian
Penyimpanan adalah salah satu bentuk tindakan pengamanan yang selalu
berkaitan dengan waktu. Tujuan penyimpanan dari biji-bijian adalah menjaga
kualitas, termasuk nilai nutrisi dan menjaga biji-bijian dalam kondisi yang bagus
untuk pemasaran dan pengolahan. Kualitas dari bahan yang disimpan dipengaruhi
oleh empat faktor, yaitu (a) kondisi awal biji-bijian, (b) kondisi lingkungan
selama periode penyimpanan, (c) faktor biotik, seperti serangga, tikus dan
mikroorganisme dan (d) berbagai perlakuan yang diaplikasikan pada biji-bijian
selama periode penyimpanan (seperti aerasi, pengeringan, fumigasi, kontrol
atmosfer, grain protectan) (Rajendran 2003).
Kondisi awal biji-bijian
Kondisi awal biji-bijian sebelum penyimpanan, seperti tingkat ketuaan biji,
metode panen dan metode penanganan mempengaruhi kualitas biji-bijian yang
disimpan. Aktivitas cendawan dan serangga hama dapat dimulai sejak dari lahan.
Kondisi sanitasi dan fisik biji bijian setelah panen, sebelum disimpan (seperti
kadar air, kebersihan dan densitas) akan mempengaruhi kualitas penyimpanan,
oleh karena itu perlu dilakukan pengamatan kualitas biji-bijian sebelum disimpan.
Aktivitas air ataupun kadar air merupakan faktor paling penting, karena akan
8
mempengaruhi pertumbuhan serangga hama dan organisme perusak lainnya.
Kadar air tidak akan seragam pada penyimpanan curah dan akan bervariasi antar
daerah, antar lot dan dalam penyimpanan karung akan berbeda antara yang lapisan
berbatasan dengan kemasan dengan yang di dalam, dan di penyimpanan curah
antara lapisan atas dengan lapisan luar atau di dalam. Pada penyimpanan curah,
kadar air tertinggi di beberapa bagian lebih penting daripada kadar air rata-rata
(Rajendran 2003).
Faktor Fisik
Faktor fisik yang berpengaruh terhadap penyimpanan biji-bijian adalah
suhu, aktivitas air/kadar air biji dan kelembaban udara. Aktivitas hama
bergantung pada suhu, sehingga suhu memiliki peran penting dalam
penyimpanan. Serangga dan kapang memiliki kondisi suhu optimum
pertumbuhan, masing-masing 25-31°C dan 25°C. Penurunan suhu akan
menurunkan aktivitas dan perkembangan serangga dan kapang. Kenaikan suhu
akan menyebabkan peningkatan aktivitas respirasi dari biji-bijian dan serangga,
sehingga reaksi deteriorasi lebih cepat terjadi. Faktor lain yang yang berkorelasi
dengan suhu adalah kadar air atau aktivitas air dari biji. Kadar air antara 12-14%
baik untuk pertumbuhan serangga. Jika aktivitas air (Aw) 0,9 atau lebih, kapang
akan tumbuh. Jika Aw rendah, aktivitas hama akan turun. Suhu dan kadar air
secara bersama-sama menentukan lama penyimpanan. Respirasi dari biji-bijian
dan hama serangga akan mengkonsumsi oksigen dan melepaskan karbon dioksida
selama penyimpanan. Kadar oksigen dan karbon dioksida juga mempengaruhi
populasi dan pertumbuhan serangga (Rajendran 2003).
Interaksi antara faktor fisik dengan proses biologi dalam ekosistem
penyimpanan biji-bijian berperan utama dalam perubahan komposisi biji-bijian
dan sifat fungsionalnya. Perubahan tersebut diantaranya penurunan kadar
karbohidrat termasuk penurunan jumlah gula reduksi dan total gula. Penurunan
kadar lemak dan peningkatan kadar asam lemak bebas karena aktivitas enzim
lipase serta penurunan kadar vitamin A dan B (Rajendran 2003).
Faktor Biotik dan Pengaruh Perlakuan
Faktor biotik seperti serangga, tungau, tikus, burung dan mikroorganisme
berperan pada susut kuantitas dan kualitas dalam penyimpanan biji-bijian, serta
berperan pada kontaminasi, pemanasan dan terkait dengan problem penyimpanan.
9
Pada kasus yang ekstrim dapat mengakibatkan bahaya bagi kesehatan (Rajendran
2003).
Serangga merupakan hama yang pertama berinteraksi dengan biji-bijian dan
menjadi ancaman utama dalam mempertahankan kualitas biji-bijian selama
penyimpanan. Serangga ini mengkonsumsi, mengkontaminasi dan menyebarkan
mikroflora. Serangga hama menyebabkan susut bobot terutama karena aktivitas
makan, dan kerusakan terjadi jika serangga meletakkan telur. Hal ini
menyebabkan kehilangan gula non reduksi, gula reduksi dan total gula dari biji-
bijian yang diinfestasi. Serangga hama juga mengeluarkan kotoran yang
mengandung asam urat, selain itu juga kontaminasi juga berupa potongan tubuh
dan serangga mati. Kontaminasi serangga dapat menurunkan harga produk dan
dapat juga menyebabkan penolakan produk. Serangga juga berperan dalam
menyebarkan cendawan penyimpanan (Rajendran 2003).
Perlindungan biji-bijian dari kerusakan dapat dilakukan secara fisik dengan
(a) manipulasi suhu, aktivitas air dan komposisi udara; (b) aplikasi “inert dust”
dan (c) pemisahan secara mekanis untuk membuang serangga hama, digunakan
sebelum perlindungan secara kimia dan fumigasi diperkenalkan. Perlakuan fisik
memiliki kelebihan karena bebas residu dan tidak mempengaruhi kualitas biji,
namun umumnya biayanya mahal, tetapi beberapa perlakuan telah dilakukan pada
skala komersial (Rajendran 2003). Kerusakan selama penyimpanan dapat dicegah
dengan fungisida, insektisida, cara pengemasan dan pengaturan ruangan serta
pengaturan kadar air dan suhu selama penyimpanan (Wardana 2010).
Penggunaan bahan pengemas yang dibuat dari bahan yang sukar ditembus
oleh serangga (tidak dapat digigit) merupakan salah satu metode untuk
melindungi bahan yang disimpan. Kemasan harus anti serangga (tidak ada
sambungan/keliman yang merupakan celah yang dapat dimasuki oleh serangga).
Contoh kemasan yang bersifat tahan terhadap serangan hama pascapanen adalah
poliester/polikarbonat dengan ketebalan > 40µm atau laminat plastik dengan
aluminium foil (alufo). Kemasan karung/kantong yang terbuat dari lembaran
plastik, lebih baik dibanding kantong atau karung yang terbuat dari anyaman
plastik. Penutupan kantong/karung secara dikelim/heat-seal lebih baik dibanding
penutupan dengan cara dijahit (Haryadi 2010).
10
Sitophilus oryzae
Sitophilus oryzae merupakan hama yang yang paling merusak pada biji-
bijian yang disimpan. S.oryzae merupakan kumbang moncong kecil yang
bervariasi dalam ukuran, tapi rata-rata 2-3 mm. Moncong S.oryzae panjang (1
mm), hampir 1/3 bagian dari total panjangnya. Kepala dengan moncong hampir
sama panjangnya dengan protorak maupun elytra. Warnanya bervariasi dari merah
coklat kusam sampai hitam, dan biasanya ditandai dengan 4 bintik merah sampai
kuning pada bagian punggung (Gambar 2). Sayap bawah dari S.oryzae akan
berkembang dan dapat terbang. Thorak ditutupi oleh bintik-bintik padat yang
disebut puncture dan elytra memiliki memiliki barisan bintik menurut garis
membujur. Tahap larva dari dari serangga ini berwarna putih, lembut, tak berkaki
dan berada didalam biji, memakan biji dari dalam. Setelah berkembang, larva
akan menjadi pupa dan akhirnya menjadi imago (Kohler 2008; Jacobs dan Calvin
2001).
Gambar 2.Imago Sitophilus oryzae (Makarov 2002)
Selama musim panas, periode perkembangan lebih pendek, yaitu sekitar 26
hari. Periode ini akan lebih lama pada kondisi cuaca dingin. S.oryzae dapat
terbang, dan infestasi kemungkinan terjadi saat di lahan terlebih dahulu daripada
pada saat panen. S.oryzae merupakan hama yang merusak biji-bijian.
Berkembang di dalam biji menyebabkan kerusakan hampir semua biji-bijian
dalam elevator atau tempat penyimpanan (Jacobs dan Calvin 2001).
S.oryzae mengalami metamorfosis sempurna dengan perkembangan telur
hingga imago selama 35 hari di daerah tropis, dan 110 hari di daerah beriklim
dingin. Lingkungan paling sesuai bagi perkembangan hama ini adalah pada suhu
25-27°C dan kelembaban udara 70%. Rata-rata masa hidup imago 4-5 bulan ,
11
tetapi beberapa individu mampu hidup hingga satu tahun. Betina bertelur selama
hidupnya dengan fekunditas total 300-400 butir, tetapi hanya ± 150 telur yang
diletakkan dengan puncak oviposisi pada umur imago 4-5 minggu (Anggara dan
Sudarmadji 2009).
Rentang waktu perkembangan serangga pradewasa bergantung pada kualitas
beras dan suhu lingkungan penyimpanan. Imago betina membuat lubang kecil
pada permukaan beras, bertelur di lubang tersebut, dan menutupnya kembali
dengan semacam zat lilin (egg-plug) yang disekresi mulutnya. Telur menetas
setelah telur diletakkan 3-6 hari. Larva tidak bertungkai (apoda), dan berkembang
melalui empat instar selama ± 25 hari (3-4 minggu) sebelum menjadi pupa. Pada
suhu 18°C, stadia larva berlangsung ± 98 hari. Setelah tujuh hari sebagai pupa,
imago muncul dan hanya menyisakan selaput kulit luar beras. Apabila menyerang
gabah, imago keluar dengan membuat lubang (emergence hole) pada sekam
(Anggara dan Sudarmadji 2009).
Kumbang bubuk beras merupakan salah satu hama penting dalam
penyimpanan biji-bijian. Hama ini berasal dari India dan telah menyebar ke
seluruh dunia melalui perdagangan. Baik serangga dewasa maupun larva makan
keseluruhan biji. Sitophilus oryzae dapat menyerang biji-bijian utuh yang
disimpan seperti, gandum, sorgum, barley dan beras (Kohler 2008).
Kerusakan beras yang disebabkan serangga susah diukur secara
keseluruhan. Akibat serangan serangga pada beras secara nyata dapat dilakukan
secara langsung dan tidak langsung. Kerusakan langsung dapat terjadi karena
serangga yang memakan beras, mengkontaminasi beras dan merusak struktur
penyimpanan; kerusakan tidak langsung terjadi terkait dengan pemanasan massa
biji-bijian, distribusi mikroorganisme dalam beras dan resistensi konsumen
terhadap produk yang terkontaminasi (Howell Jr 2003).
Internal feeder menyebabkan kerusakan yang besar pada biji, satu studi
menunjukkan bahwa kumbang bubuk beras memakan 30% biji saat berkembang
di dalam gandum. Kerugian dapat disebabkan beras terdegradasi karena adanya
butir rusak oleh serangga atau banyak bagian serangga pada beras (Howell Jr
2003).
12
Ketahanan Varietas Beras terhadap Serangan Hama Pascapanen
Salah satu metode preventif yang dapat dilakukan untuk mengurangi serangan
hama pascapanen yang dapat menimbulkan kerusakan dan kehilangan bahan
pangan adalah dengan menyimpan serealia yang tahan terhadap serangan hama
pascapanen. Secara alamiah, ada varietas-varietas hasil panen yang rentan dan
adapula varietas tanaman yang resisten terhadap serangan hama pascapanen.
Haryadi (1991) telah mengembangkan metode screening untuk menyeleksi
berbagai varietas serealia yang tahan terhadap serangan hama pascapanen.
Berdasarkan metode yang dikembangkan tersebut, diketahui bahwa varietas eksotik
(di tanam di daerah tropis) lebih tahan terhadap serangan Sitophilus oryzae
dibanding beras varietas sub-tropis (Haryadi 2010).
Dengan rekayasa genetik atau teknik pemuliaan tanaman lainnya
dimungkinkan diciptakan varietas serealia yang menghasilkan biji yang resisten
terhadap serangan hama pascapanen. Selama ini telah dihasilkan berbagai varietas
baru serealia. Pada umumnya dihasilkan varietas yang unggul dari sisi produksi,
seperti tahan hama prapanen, tahan penyakit, produktivitas tinggi, rasa yang enak,
umur tanam yang lebih pendek, tahan keasaman tinggi, tahan kekerinagn dan
keunggulan lainnya. Akan tetapi penemuan varietas-varietas tersebut tidak
bermakna, apabila pada tahap penyimpanan, varietas-varietas baru tersebut tidak
tahan serangan agen-agen perusak khususnya serangan hama pascapanen (Haryadi
2010).
Screening varietas beras/padi terkait dengan ketahanannya terhadap
serangan hama pascapanen telah dilakukan. Rashid et al. (2009), telah melakukan
pengujian resistensi tujuh varietas beras terhadap serangan Sitophilus oryzae (L),
dan hasilnya menunjukkan ada beberapa varietas beras yang resisten dengan susut
bobot yang rendah. Selanjutnya preferensi makan dari Sitophilus oryzae pada empat
varietas beras (Taroum, Hashemi, Ali Kazemi dan Dylamani) juga telah dilaporkan
oleh Hasheminia (2011) yang menunjukkan bahwa Sitophilus oryzae memiliki
preferensi makan yang berbeda terhadap beras dari varietas yang berbeda. Nadeem
et al. (2011) juga telah meneliti preferensi makan dan periode perkembangan
Tribolium castaneum (Herbst), Rhyzopertha dominica (F.) dan Trogoderma
granarium Everts pada padi, beras pecah kulit dan beras giling dari empat varietas
13
padi pada kondisi laboratorium. Varietas yang berbeda memberikan respon yang
berbeda terhadap feeding preference, perkembangan dan kehilangan berat biji.
Abebe et al. (2009) melaporkan ketahanan beberapa varietas jagung terhadap
serangan hama gudang Sitophilus zeamais (Motsch.), salah satu hama penting
dalam penyimpanan jagung. Dari 13 varietas yang di screening, diperoleh satu
varietas resisten sedangkan yang lain cukup resisten.
Pengemasan Beras
Kemasan adalah suatu benda yang digunakan untuk wadah atau tempat yang
dikemas dan dapat memberikan perlindungan sesuai dengan tujuannya. Adanya
kemasan dapat membantu mencegah/mengurangi kerusakan, melindungi bahan
yang ada di dalamnya dari pencemaran serta gangguan fisik seperti gesekan,
benturan dan getaran. Bahan kemasan yang umum untuk pengemasan produk
hasil pertanian untuk tujuan pengangkutan atau distribusi adalah kayu, serat goni,
plastik, kertas dan gelombang karton (Syarief et al. 1989).
Kerusakan atau umur simpan dari bahan pangan dipengaruhi oleh faktor
intrinsik yang merupakan sifat dari produk itu sendiri dan faktor ekstrinsik
(lingkungan). Faktor ekstrinsik diantaranya adalah profil suhu dan waktu selama
processing, kontrol suhu, RH, paparan terhadap cahaya selama penyimpanan dan
distribusi, komposisi gas di dalam kemasan dan penanganan oleh konsumen
(Brown dan Williams 2003).
Pengemasan produk akan memberikan efek yang signifikan pada berbagai faktor ekstrinsik tersebut. Perkembangan bahan kemasan diarahkan oleh kebutuhan untuk mengurangi akibat dari pengaruh lingkungan dan meningkatkan umur simpan. Pada beberapa kasus kemasan sendiri dapat secara efektif meningkatkan umur simpan seperti menjadi barrier yang sempurna terhadap cahaya dan oksigen, sedangkan pada banyak kasus, berbagai faktor akan mempengaruhi efektitivitas kemasan (Brown dan Williams 2003).
Biji-bijian biasanya kering dan biasanya tidak mendukung pertumbuhan
bakteri. Serangga dan cendawan merupakan organisme utama yang menyebabkan
kerusakan dalam ekosistem penyimpanan biji-bijian dan mereka secara alami
bersifat aerobik. Oleh karena itu, menciptakan kondisi rendah oksigen dalam
14
ekosistem penyimpanan biji-bijian memeliki efek mematikan pada serangga dan
cendawan dan meningkatkan umur simpannya (Jaya and Jeyamkondan 2002).
Perintis penyimpanan kedap udara modern telah menghasilkan penggunaan
penyimpanan kedap udara yang ekstensif, aman dan bebas dari pestisida yang
cocok untuk berbagai jenis komoditas dan biji-bijian, terutama pada daerah yang
beriklim panas dan lembab. Metode penyimpanan yang digunakan adalah
penyimpanan hermetis organik, yang lebih dikenal dengan penyimpanan hermetik
yaitu modifikasi udara untuk mempertahankan oksigen tetap rendah yang
didasarkan pada aktivitas metabolik dan respirasi serangga, mikroflora dan
komoditi itu sendiri di dalam ruang simpan/kemasan (Villers et al. 2007).
Plastik “Hermetik” laminat
Plastik hermetik adalah kantong plastik yang dibuat dari bahan dan teknik
khusus untuk menciptakan lingkungan hermetik (kedap dari pengaruh udara
luar). Jenis plastik ini memiliki ketebalan 0.078 mm dengan lapisan pelindung
dibagian luar dan barier gas di tengah. Plastik ini memiliki permeabilitas yang
rendah pada uap air dan gas (8 g.m-2.24 jam untuk uap air dan 0.3 cm3.m-2.24 jam
oksigen) (Villers dan Gummert 2009).
Polipropilen (PP)
Polipropilen lebih kuat dan ringan dengan daya tembus uap yang rendah,
ketahanan yang baik terhadap lemak, stabil terhadap suhu tinggi dan cukup
mengkilap. Monomer polipropilen diperoleh dengan pemecahan secara termal
naphtha (distalasi minyak kasar) etilen, propilene dan homolog yang lebih tinggi
dipisahkan dengan distilasi pada temperatur rendah. Titik didih PP 1600C dan
dapat digunakan dalam autoklaf (Syarief et al. 1989). Tembus pandang dan jernih
dalam bentuk film, tapi tidak transparan dalam bentuk kemasan kaku.
Low Density Poli Etilen (LDPE)
LDPE merupakan plastik termoplastik poliolefin yang pertama kali
digunakan secara komersial. LDPE memiliki struktur molekul yang unik, yaitu
memiliki rantai cabang panjang yang banyak. LDPE banyak digunakan untuk
berbagai hal, seperti film pengemas, pelapis, bahkan bahan insulasi kabel. Salah
satu alasan dari penggunaannya yang luas adalah stabilitas panasnya yang bagus
15
dan toksisitasnya yang rendah. LDPE memiliki derajat elongasi yang tinggi maka
plastik ini mempunyai kekuatan terhadap kerusakan dan ketahanan untuk putus
yang tinggi. Titik lelehnya berkisar anatar 105-115°C. Digunakan untuk film
kemasan, mangkuk, botol dan wadah/kemasan. Sifat mekanis LDPE adalah kuat,
agak tembus cahaya, fleksibel dan permukaan agak berlemak. Pada suhu di bawah
60°C sangat resisten terhadap senyawa kimia, daya proteksi terhadap uap air
tergolong baik, akan tetapi kurang baik bagi gas-gas yang lain seperti oksigen.
(Syarief 1989; Baker dan Mead 2000). Sifat barier terhadap gas dan uap air dari
berbagai plastik film kemasan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2.Sifat barrier terhadap gas dan uap air dari berbagai plastik film kemasan
Film (tebal 25µm)
Laju transmisi uap air (WVTR) g m-2/24 jam
Laju transmisi oksigen cm3 m-2/24 jam.
LDPE HDPE OPP Cast PP EVOH PVdC PA PS PET Aluminium
10-20 7-10 5-7
10-12 1 000
0.5-1.0 300-400 70-150 15-20
0
6 500-8 500 1 600-2 000 2 000-2 500 3 500-4 500
0,5 2-4
50-75 4 500-6 000
100-150 0
Keterangan: WVTR pada kondisi tropis dengan RH 90% pada 38°C Sumber: Kirwan dan Strawbridge (2003)
Beberapa penelitian penggunaan plastik untuk mengemas biji-bijian telah
dilakukan, diantaranya penggunaan plastik LDPE untuk pengemas beras Pandan
Wangi, dapat mempertahankan aroma beras dan disukai oleh panelis pada minggu
kedelapan pengamatan (Natalia 2007). Selanjutnya hasil penelitian Subarna et al.
(2006) dan Suroso et al. (2006) menunjukkan bahwa kandungan gizi proksimat
beras Ciherang, IR 64 dan Sintanur yang dikemas dalam kantong plastik selama
enam bulan tidak mengalami perubahan, namun terjadi perubahan aroma, rasa dan
kepulenan dari beras Ciherang dan Sintanur serta perubahan kadar air dan derajat
putih beras untuk semua varietas. Ferizli et al. (2000), meneliti penggunaan
kemasan kedap dalam penyimpanan jagung, hasilnya menunjukkan bahwa kemasan
kedap dapat menekan populasi serangga hama R.dominica dan T.castaneum yang
16
diinfestasikan secara artifisial setelah penyimpanan selama dua bulan. Selanjutnya,
penggunaan kemasan film plastik sebagai pengemas juga dilakukan oleh Sanon et
al. (2011), yang hasilnya menunjukkan bahwa penyimpanan hermetik kacang
tunggak dalam dua lapis kantong plastik HDPE dengan ketebalan minimum 80 µm
secara signifikan dapat menurunkan jumlah Callosobruchus maculatus dan
kerusakan biji.