COPING STRESS PADA PEREMPUAN KORBAN KDRT MELALUI...
Transcript of COPING STRESS PADA PEREMPUAN KORBAN KDRT MELALUI...
COPING STRESS PADA PEREMPUAN KORBAN KDRT
MELALUI BIMBINGAN ROHANI ISLAM
DI PANTI SOSIAL BHAKTI KASIH
JAKARTA PUSAT
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Sosial (S.Sos)
Disusun oleh:
FIRDHA AULIYA RAHMAH
NIM: 1112052000021
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/2018 M
i
ABSTRAK
Firda Aulia Rahmah, NIM 1112052000021, Coping Stress pada Perempuan
Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga Melalui Bimbingan Rohani Islam
di Panti Perlindungan Bhakti Kasih Jakarta Pusat, dibawah Bimbingan
Abdul Rahman, M.Si
Kekerasan dalam rumah tangga merupakan fenomena yang tidak asing lagi
terjadi di masyarakat dan sudah berlangsung lama. Sebagian besar dalam hal ini
yang mengalami kemalangan yaitu kaum hawa, kerap menjadi korban perlakuan
kasar oleh suaminya. Korban kasus KDRT dari tahun ke tahun semakin
bertambah. Menurut Komnas Perlindungan Perempuan kasus KDRT di tahun
2015 meningkat mencapai 9% dari tahun 2014. Pada kasus ini Panti Sosial
Perlindungan Bhakti kasih Jakarta Pusat adalah salah satu wadah khusus
melayani, menampung perempuan korban kekerasan rumah tangga, tentunya
melalui rekomendasi Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdaya Perempuan (P2TP2)
dan dinas sosial. Tidak sedikit korban kekerasan dalam rumah tangga mengalami
strees. Oleh karena itu coping stress disini sebagai salah satu upaya untuk keluar
dari tekanan, melalui pembimbing rohani.
Penelitian ini menggunakan teori coping stress menurut Lazarus dan
Folkman mendefinisikan coping sebagai segala usaha untuk mengurangi stress,
yang merupakan proses pengaturan atau tuntutan yang dialami individu. Adapun
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk bimbingan rohani Islam pada
perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga, mengetahui upaya yang
dilakukan oleh pembimbing rohani Islam dalam meningkakan coping stress pada
korban KDRT, mengetahui faktor-faktor keberhasilan bimbingan rohani Islam
dalam meningkatkan coping stress perempuan korban KDRT di Panti Sosial
Bhakti Kasih Jakarta Pusat.
Secara umum penelitian ini bersifat empirik dengan menggunakan metode
deskriptif analisis dalam kualitatif. Teknik pengumpulan data dengan langkah-
langkah yang ditempuh meliputi penentuan lokasi, melakukan observasi,
wawancara langsung oleh warga binaan sosial, pembimbing rohani dan staff panti,
studi kepustakaan, dan studi rekaman arsip. Penelitian deskriptif analisis ini
peneliti menganalisis coping stress perempuan korban kekerasan rumah tangga
melalui bimbingan rohani Islam di Panti Sosial Bhakti Kasih Jakarta.
Hasil dari penelitian dapat disimpulkan bahwa coping stress pada
perempuan korban KDRT melalui bimbingan rohani Islam sangat berpengaruh
secara signifikan, warga binaan sosial merasa lebih baik secara fisik maupun
psikologis. Coping yang digunakan dalam penelitian ini ialah Emotion Focused
Coping dan mengkhususkan dalam sub katagori dimana individu mencoba
mengembbalikan permasalahan yang dihadapi pada pendekatan agama. Adapun
bentuk bimbingan rohani yang digunakan adalah metode bimbingan langsung
(face to face), meliputi ceramah, do’a dan dzikir, serta ruqyah. Upaya
pembimbing dalam meningkatkan coping stress ialah dengan mengadakan
konsultasi personal pada warga binaan sosial secara berkala dan pendampingan
dalam aspek religious.
Kata Kunci: Coping Stress, Kekerasan dalam Rumah Tangga, Bimbingan Rohani
Islam.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur terucap kepada Allah SWT Tuhan semesta alam, Maha Pengasih
lagi Maha Penyayang. Hanya dengan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kehariban baginda tercinta
Nbi Muhammad SAW, yang membawa umuatnya dari zaman kedzaliman menuju
zaman kebenaran yang sesungguhnya.
Alhamdulillah, patut penulis syukuri dan banggakan karena penulisan skripsi
ini berjalan dengan baik dan lancer. Semua ini tidak akan tercapai tanpa adanya
usaha, perjuangan, dorongan, daari semua pihak, dan tentunya do’a dan tawakkal
kepada Sng Pencipta. Merupakan sebuah kebahagian serta anugerah yang dirasakan
oleh penulis pada akhirnya karya tulis ini dapat terselesaikan dengan baik.
Maka untuk itu, pada kesempatan ini sangat perlu untuk menghaturkan serta
mengucapkan rasa terimaksih sedalam-dalamnya kepada semua pihak terkait yang
dengan begitu ikhlasnya telah membantu penulis dalam memperlancar skripsi ini.
Rasa terima kaasih penulis haturkan kepada:
1. Dekan Fakultas Daakwah dan Ilmu Komunikasi, Dr. H. Arief Subhan, M.A,
Wakil Dekan I Bidang Akademik Suparto, M.Ed, Ph.D, Wakil Dekan II Bidang
Administrasi Umum Dr. Hj. Raudhonah, M.Ag, serta Wakil Dekan III Bidang
Kemahassiswaan Dr. Suhaimi, M.Si.
2. Ketua Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam, Rini Laili Prihatini, M.Si., dan
Noor Bekti Negoro, M.Si, selaku Sekretaris Jurusan, yang selalu bersedia
iii
membantu penulis dalam memberikan informasi serta waktunya kepada penulis
untuk berkonsultasi baik mengenai karya tulis ataupun kegiatan perkuliahan.
3. Dosen Pembimbing Abdulrahman, M.Si. yang selalu sabar membimbing dan
mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini.
4. Ketua Jurusan Kesejahteraan Sosial Lisma Dyawati Fuaida, M.Si. , yang telah
memberikan motivasi masukan dan sudah meluangkan waktunya untuk mediasi
terhadap perempuan korban kekerasan rumah tangga di Panti Sosial Bhakti Kasih,
Jakarta Pusat.
5. Para dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah
Jaakarta yang telah mewariskan ilmunya kepaada penulis selama masa
perkuliahan. Semoga ilmu yang bapak daan ibu berikaan bermanfaat bagi penulis
serata menjadi amal sholeh yang akan terus mengalir pahalanya.
6. Keluarga tercinta Ibunda Rokhiyatun yang tidak lelah memotivasi dan
mendo’akan setiap sujudnya demi kelancaran skripsi ini. Ayahanda Sahlan Hadi
yang juga selalu memberikan masukan serta doa. Adik-adik, Gina Syariati Azro
dan Nanda Maulida Azahro yang selalu memberikan semangat sehingga skripsi
ini dapat selesai.
7. Terimaksih Nurfi Laila, Ahriani Silvia, Hisan Harir Ridho, Sofwatillah Amin,
Muhammad Fikri, Adhiya Muzakki. Yang selalu ada memberikan support dan
bantuan kepada penulis.
8. Teman-teman Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam 2012 yang telah bersama
selama masa perkuliahan, terimakasih atas segala dukungannya yang luar biasa
kepada kepada penulis.
iv
9. Kawan-kawan Komunitas Wirausaha (Uinpreneurs) dan Ekonomi Kreatif Uin
Jakarta. Semoga kita tetap saling menyemangati satu sama lain dan
menumbuhkan generasi penerus mahasiswa berjiwa wirausaha berasaskan islami
di instansi UIN Jakarta ini.
10. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dan
mohon maaf tidak bisa disebutkan satu persatu.
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................................viii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ................................................... 13
1. Batasan Masalah..................................................................... 13
2. Rumusan Masalah .................................................................. 14
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................... 14
1. Tujuan Penelitian ................................................................... 14
2. Manfaat Penelitian ................................................................. 15
D. Tinjauan Pustaka ......................................................................... 16
E. Sistematika Penulisan .................................................................. 19
BAB II LANDASAN TEORI ....................................................................... 22
A. Coping Stress ............................................................................... 22
1. Definisi Stress ........................................................................ 22
2. Gejala-gejala Stress ................................................................ 23
3. Sumber-sumber Stress ............................................................ 24
4. Macam-macam Stressor ......................................................... 25
5. Tahapan-tahapan dalam Stress ............................................... 27
6. Definis Coping ....................................................................... 29
7. Jenis Coping Stress ................................................................ 30
8. Strategi Coping ...................................................................... 31
9. Factor-faktor mempengaruhi strategi Coping ........................ 38
B. Kekerasan Dalam Rumah Tangga ............................................... 40
vi
1. Pengertian Kekerasan ............................................................. 40
2. Bentuk-bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga ................. 41
a. Kekerasan Fisik ................................................................ 42
b. Kekerasan Psikologi ......................................................... 42
c. Kekerasan Seksual………………….………...………...43
d. Kekerasan Ekonomi ......................................................... 43
C. Bimbingan Rohani Islam ............................................................. 44
1. Pengertian Bimbingan ............................................................ 44
2. Pengertian Rohani .................................................................. 45
3. Pengertian Islam ..................................................................... 47
4. Dasar Bimbingan Rohani Islam ............................................. 48
5. Tujuan dan Fungsi Bimbingan Rohani .................................. 49
6. Fungsi Bimbingan Rohani ..................................................... 50
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................. ……………………..52
A. Metodoligo Penelitian ................................................................. 52
1. Pendekatan Penelitian ............................................................ 52
2. Jenis Penelitian ....................................................................... 53
3. Lokasi Penelitian .................................................................... 53
4. Subjek dan Objek Penelitianq ................................................ 54
5. Teknik Pengumpulan Data ..................................................... 55
6. Sumber Data ........................................................................... 58
7. Teknik Analisis Data .............................................................. 59
BAB IV DATA DAN HASIL TEMUAN PENELITIAN ............................ 62
A. Sejarah dan Perkembangan Panti Sosial Bhakti Kasih ............... 62
1. Profil Lembaga ....................................................................... 62
2. Misi dan Misi Lembaga ......................................................... 64
3. Program Kegiatan Lembaga ................................................... 65
B. Temuan Lapangan……….. ......................................................... 67
1. Karakteristik Informan………………….. ............................. 67
2. Bentuk-bentuk Bimbingan Rohani Islam pada Perempuan
Korban KDRT di Panti Sosial Bhakti Kasih .......................... 73
vii
3. Upaya Pembimbing Rohani Islam dalam Meningkatan Coping
Stress pada Perempuan Korban KDRT di Panti Sosial Bhakti
Kasih ...................................................................................... 79
4. Faktor Penentu Keberhasilan Bimbingan Rohani Isalm dalam
Meningkatan coping Stress pada Perempuan Korban KDRT 81
BAB V PEMBAHASAN .............................................................................. 85
A. Analisis Hasil Penelitian ............................................................. 85
1. Bentuk-bentuk Bimbingan Rohani Islam pada Perempuan
Korban KDRT di Panti Sosial Bhakti Kasih ......................... 85
2. Upaya Pembimbing Rohani Islam dalam Meningkatan Coping
Stress pada Perempuan Korban KDRT di Panti Sosial Bhakti
Kasih...................................................................................... 89
3. Faktor Penentu Keberhasilan Bimbingan Rohani Isalm dalam
Meningkatan coping Stress pada Perempuan Korban KDRT 91
BAB VI PENUTUP ........................................................................................ 97
A. Kesimpulan ................................................................................. 97
B. Saran ............................................................................................ 98
C. Penutup ....................................................................................... 99
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Cacatan Komnas Perlindungan Perempuan Kasus Kekerasan
dalam Rumah Tangga dari Tahun 2014-2016 .................................. 5
Tabel 2. Kegiatan Lembaga di Panti Sosial Bhakti Kasih Jakarta Pusat ...... 66
Table 3. Data Informan (WBS) di Panti Sosial Bhakti Kasih Jakarta
Pusat ................................................................................................ 92
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
1. Hasil Wawancara Informan .........................................................................
2. Lembar Surat Izin Penelitian ........................................................................
3. Surat Penelitian dari Fakultas ......................................................................
4. Dokumentasi Penelitian ...............................................................................
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keluarga atau rumah tangga merupakan lingkungan sosial yang dikenal
pertama pada elemen masyarakat. Pada tatanan keluarga, manusia mulai belajar
berinteraksi dengan orang lain dan mereka menghabiskan banyak waktu bersama.
Keluarga merupakan suatu institusi sosial paling kecil dan bersifat
otonom,sehingga menjadi wilayah domestik yang tertutup dari jangkauan
kekuasaan publik.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia keluarga adalah orang yang tinggal
dalam satu rumah dan menjadi elemen masyarakat yang terkecil.1 Keluarga
sebagai tempat untuk berbenah diri dan mandiri. Selain tempat mengembangkan
potensi individu, keluarga juga sering menjadi tempat munculnya penyimpangan
yang dilakuakan oleh anggota keluarga, seperti penganiayaan, pemerkosaan,
pembunuhan dan tindak kekerasan lainnya. Dampak dari penyimpangan tersebut
adalah kesengsaraan dan penderitaan dalam rumah tangga. Pada umumnya korban
dari tindak penyimpangan ini adalah kaum yang lemah seperti perempuan dan
anak-anak.Tindak kekerasan ini lebih kita kenal dengan sebutan KDRT
(Kekerasan Dalam Rumah Tangga).
Kekerasan terhadap perempuan merupakan fenomena sosial yang pada saat ini
menjadi perhatian berbagai pihak. Fenomena tersebut semakin memprihatinkan
karena seringkali pelaku kekerasan adalah orang-orang yang dipercaya, dihormati,
dan dicintai, serta terjadi di wilayah yang seharusnya menjamin keamanan setiap
1 Alwi Hasan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2000) Edisi ke-3,
h. 155.
2
penghuninya, yaitu keluarga.2 Perkembangan dewasa ini mewujudkan bahwa
tindakan kekerasan secara fisik, psikis, seksual dan penelantaran rumah tangga
banyak terjadi dan terutama menimpa kaum perempuan atau istri.Tindak
kekerasan dalam rumah tangga merupakan jenis kejahatan yang kurang mendapat
perhatian dan jangkauan hukum, hal ini terjadi didepan umum maupun dalam
kehidupan pribadi.
Menurut Deklarasi PBB pasal 1 kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap
perbuatan yang dilakukan seseorang atau beberapa orang terhadap orang lain,
yang berakibat kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual ataupun
psikologis, termasuk ancaman perbuatan tertentu, pemaksaan atau perampasan
kemerdekaan secara sewenang-wenang, atau penekanan secara ekonomis, yang
terjadi dalam lingkup rumah tangga.3
Walaupun kekerasan dalam rumah tangga telah berlangsung sejak lama dan
meluas di berbagai lapisan sosial masyarakat, namun sulit sekali untuk
mendapatkan data lengkap pada setiap negara untuk kasus kekerasan domestik
tersebut. Pada negara-negara tertentu yang datanya lengkap dapat dilihat bahwa
kekerasan dalam rumah tangga merupakan suatu persoalan besar. Data pasti
mengenai tindak kekerasan dalam rumah tangga di Indonesia belum ada, kecuali
pengaduan dari perempuan korban tindak kekerasan suami yang datang di
beberapa women‟s crisis centre. Sebuah laporan tahun 2004 dari Lembaga
Konsultasi Bantuan Hukum untuk Wanita dan Keluarga (LKBHuWK) misalnya
hanya mengatakan bahwa “cukup banyak” kasus terjadi karena kekerasan
2 Kristyanti,J.R. 2004. Memahami Dinamika Kekerasan Pada Perempuan Karban
Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Jumal Psikologi Vol 13 No 1, 98 110 3 http:// www.LBH-APIK.or.id, Rancangan Undang, Tanggal akses: 15 Januari 20018,
pukul. 16.14.
3
psikologis dan fisik dalam keluarga, yang sebagian besar dilakukan oleh suami
terhadap isteri, tanpa dapat memberikan angka kejadiannya.4
Tingginya angka KDRT diantaranya dapat dilihat dari jumlah kasus kekerasan
terhadap isteri yang ditangani Rifka Annissa Women‟s Crisis Center (RAWCC),
serta laporan dari Komnas Perempuan. Selama tahun 2004, jumlah kasus
kekerasan terhadap isteri yang masuk dan ditangani RAWCC adalah sebanyak
237 kasus (Rifka Annisa, 2005). Sedangkan data dari Komnas Perempuan selama
tahun 2016 tercatat 359.150 kasus kekerasan terhadap perempuan yang terdiri dari
245.548 kasus bersumber pada data kasus/perkara yang ditangani oleh 359
Pengadilan Agama, serta 13.602 kasus yang ditangani oleh 233 lembaga mitra
pengada layanan yang tersebar di 34 Provinsi. Jenis kekerasan ranah personal
pada persentase tertinggi adalah kekerasan fisik 42% (4.281 kasus), diikuti
kekerasan seksual 34% (3.495 kasus), kekerasan psikis 14% (2.451 kasus) dan
kekerasan ekonomi 10% (978 kasus).5
Jumlah tersebut tentu belum mampu menggambarkan jumlah kejadian yang
sesungguhnya dalam masyarakat. Ibarat sebuah gunung es, kasus kekerasan
terhadap istri yang terdata di RAWCC maupun Komnas Perempuan hanya
merupakan puncaknya saja, dimana masih banyak kasus kekerasan yang belum di
laporkan.
Menurut Strauss, perempuan yang mengalami kekerasan melaporkan
kesehatannya memburuk tiga kali lebih sering, mereka merasakan sakit kepala dua
kali lipat, mengalami depresi empat kali lebih banyak dan mencoba untuk bunuh
4 http:// www.LBH-APIK.or.id, Rancangan Undang, Tanggal akses: 15 Januari 20018,
pukul. 16.14. 5 http://www.google.co.id/amp/s/www.bbc.com/indonesia-39180341, KDRT Tertinggi
dalam Kekerasan atas Perempuan Indonesia, BBC Indonesia, tanggal posting 07 Maret 2017, Di
akses pada selasa, 2 Januari 2018, pukul 20.15 wib.
4
diri 5,5 kali lebih sering. Dampak lain yang dialami oleh perempuan korban
kekerasan adalah kehilangan konsentrasi saat bekerja, sehingga menyebabkan dia
kehilangan pekerjaan. Sementara itu menurut Astin gangguan-gangguan fisik
maupun psikologis yang dapat muncul akibat kekerasan yang dialami para korban
kekerasan dalam rumah tangga antara lain adalah perasaan putus asa, tidak
berdaya, mati rasa, stres, menarik diri dan penurunan motivasi. Mereka juga
mengalami insomnia, sakit kepala dan penurunan kesehatan secara umum sebagai
akibat dari kekerasan yang dialaminya.6
Pada kenyataannya impian sebuah keluarga yang bahagia tidak dapat
dinikmati oleh semua orang. Masih banyak pasangan keluarga yang belum
mampu menyelesaikan problematika kehidupan berumah tangga dengan baik,
sehingga memicu terjadinya konflik dan tindak kekerasan dalam keluarga.
Kesenjangan ekonomi, minimnya pendidikan dan kepercayaan budaya patriarki
ikut berpengaruh dalam tindak kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap
istri.
Chusairi mengungkapkan hal serupa dengan menyertakan tiga alasan
penyebab yang dipandang dari budaya tradisional, antara lain: Pertama,
masyarakaat memandang bahwa kekerasan yang dilakukan oleh suami dalam
rumah tangga merupakan hak suami. Kedua, KDRT termasuk kekerasan terhadap
istri merupakan bagian kehidupan rumah tangga yang wajar dialami oleh setiap
wanita yang berumah tangga. Hal terakhir yang memprihatinkan yakni pihak istri
selaku korban menyetujui anggapan-anggapan yang berlaku dalam masyarakat.
6 http:// www.LBH-APIK.or.id, Rancangan Undang, Tanggal akses: 15 Januari 20018,
pukul. 16.14.
5
Istri yang menyetujui anggapan tersebut tidak akan berusaha untuk menyelesaikan
kasus kekerasan yang dialami di luar kompromi dalam keluarga.7
Sejalan dengan hal tersebut jumlah perempuan korban kekerasan dalam rumah
tangga kianbertambah dari tahun ke tahun. Menurut catatan Komnas Perlindungan
Perempun kasus kekerasan dalam rumah tangga dari tahun 2014-2016 adalah
sebagai berikut:8
Tabel 1.
Catatan Komnas Perlindungan Perempun kasus kekerasan dalam rumah tangga
dari tahun 2014-2016 Tahun Jumlah
KDRT
Kekerasan
Fisik
Kekerasan
Seksual
Kekerasan
Psikis
Kekerasan
Ekonomi
20149 293. 220
kasus
2015 321.752
kasus
4.304 kasus 3.325 kasus 2.607 kasus 971 kasus
2016 359.150
kasus
4.281 kasus 3.495 kasus 2.451 kasus 978 kasus
Dari data tersebut membuktikan bahwa kasus kekerasan pada perempuan kian
meningkat dari tahun ke tahun. Kasus yang paling banyak terjadi ialah kekerasan
fisik dan tidak sedikit wanita korban kekerasan mengalami stres akibat perlakuan
kasar dari sang suami. Masyarakat umum menganggap tindakan KDRT dapat
dikatakan sebagai tindak penganiayaan apabila terdapat luka fisik. Sedangkan
perilaku KDRT yang dilakukan oleh suami terhadap istri meliputi berbagai aspek,
antara lain aspek fisik, psikologis, seksual, dan ekonomi. KDRT tidak harus
meliputi keempat aspek tersebut, namun bisa terjadi hanya salah satu saja yang
7 Elli Nur Hayati, Panduan Untuk Pendamping Perempuan Korban Kekerasan,
(Yogyakarta: Rifka Annisa, 2000), h. 53. 8 http://m.cnnindonesia.com/nasional/20160307183325-26-115932/perempuan-paling-
banyak-laporkan-kasus-kdrt/. Di akses pada selasa, 28 July 2017, pukul 16.21 wib. 9 Kompas Tv Live Youtube, Kekerasan Perempuan Semakin Parah, Kompas Tv,
Diakses tanggal 28 Februari 2017, pukul 12.42.
6
dialami oleh para istri yang menjadi korban KDRT. Korban kekerasan rata-rata
meninggalkan banyak bekas, baik secara fisik maupun psikis.
Sesuai dengan Undang-Undang RI No.23 tahun 2004 tentang penghapusan
Kekerasan dalam Rumah Tangga menyebutkan bahwa setiap perbuatan terhadap
seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau
penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan atau penelantaran rumah tangga
termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. 10
Undang-undang tersebut menyebutkan bahwa kasus kekerasan dalam rumah
tangga adalah wujud dari suatu tindakan kasar atau agresif, sehingga korbannya
mengalami kerugian, meneyebabkan kerusakan fisik, psikologis bahkan berujung
dengan kematian. Perempuan yang mengalami tindak kekerasan dihadapkan oleh
dua pilihan hidup yaitu tetap bertahan dengan rumah tangga yang seperti itu atau
mengakhiri rumah tangga melalui perceraian. Perempuan yang menjadi korban
KDRT mengalami banyak penderitaan baik secara fisik dan psikis. Fisiknya
mengalami penganiayaan dan disisi lain mengalami kondisi psikis yang sangat
terguncang, dampak dari perlakuan tersebut tidak sedikit korban mengalami stres.
Pada kehidupan sehari-hari kita sering mengalami stres dikarenakan situasi
dan keadaan tertentu. Namun jika intensitas dan tekanan stres itu cukup tinggi
setiap harinya, hal ini dapat mengganggu aktifitas kehidupan individu tersebut.
Stres yang berkepanjangan dapat menyebabkan gangguan kesehatan mental
seseorang. Pada taraf ini, seseorang membutuhkan bantuan dan treatmen tertentu
untuk menghadapi stres tersebut.
10
Moerti Hadiati Soeroso, Buku Undang-Undang Pengahapusan Kekerasan dalam
Rumah Tangga UU RI NO.23 Tahun 2004, (Jakarta: Sinar Grafika,1992), h.21.
7
Kekerasan dalam rumah tangga bisa disebabkan oleh berbagai faktor, faktor
pertama, adanya budaya partriarki di masayarakat. Kedua, rendahnya pendidikan
dan pengetahuan perempuan sebagai isteri. Ketiga, diskriminasi dan
ketergantungan secara ekonomi. Kesetaraan gender belum muncul secara optimal
di masyarakat, ditambah lagi dengan budaya patriarki yang terus langgeng
membuat perempuan berada di dalam kelompok yang tersubordinasi menjadi
rentan terhadap kekerasan.11
Disini laki-laki dalam posisi dominan atau superior dibandingkan dengan
perempuan. Anggapan isteri milik suami dan seorang suami memiliki kekuasaan
yang lebih tinggi daripada anggota keluarga yang lain, menjadikan laki-laki
berpeluang melakukan kekerasan. Faktor rendahnya pendidikan isteri membuat
suami merasa selalu memilki kedudukan lebih dalam rumah tangga. Para suami
menganggap isteri hanyalah pelaku kegiatan rumah tangga sehari hari sehingga
dengan mudah berlaku sewenang-wenang. Diskriminasi dan pembatasan
kesempatan bagi wanita untuk bekerja mengakibatkan wanita (istri)
ketergantungan terhadap suami, dan ketika suami kehilangan pekerjaan maka istri
mengalami tindakan kekerasan. Jadi, meskipun kekerasan yang dialami terkadang
tergolong dalam KDRT berat, korban tidak ingin pelaku dihukum/dipenjara,
mereka hanya mengharapkan pelaku (suami) dapat merubah perilakunya
tersebut.12
Meskipun kekerasan terhadap isteri terbukti secara langsung maupun tidak
langsung menimbulkan akibat yang buruk seperti yang disebutkan, namun
kebanyakan isteri yang mengalami kekerasan cenderung memilih bertahan dalam
11
Ridwan, Kekerasan Berbasis Gender, (Purwokerto: Pusat Studi Gender, 2006), h. 56. 12
Ridwan, Kekerasan Berbasis Gender, h. 68-69.
8
situasi tersebut. Dari penelitian yang dilakukan oleh Puslitkes Atmajaya dengan
Rifka Annisa, tampak bahwa 76% dari 125 korban yang berkonsultasi ke
RAWCC memilih kembali kepada suami. Dengan demikian, mereka memiliki
peluang untuk kembali mengalami kekerasan secara berulang. Berlangsungnya
kekerasan yang menimpa secara berulang-ulang merupakan suatu situasi yang
menekan dan menyakitkan.13
Oleh karena itu setiap perempuan korban KDRT memiliki cara masing-
masing untuk menghadapi dan mengurangi tekanan berupa kekerasan yang
dilakukan oleh suaminya. Usaha untuk menghadapi tekanan, serta usaha untuk
mengatasi kondisi yang menyakitkan atau mengancam tersebut dikenal dengan
istilah coping. Strategi coping merupakan kecenderungan bentuk tingkah laku
individu untuk melindungi diri dari tekanan-tekanan psikologis yang ditimbulkan
oleh problematika sosial.14
Menurut Folkman strategi coping didefinisikan secara terperinci sebagai
bentuk usaha kognitif atau perilaku seseorang untuk mengatur tuntutan internal
dan eksternal yang timbul dari hubungan individu dengan lingkungan. Usaha
untuk mengatur tuntutan tersebut meliputi usaha menurunkan, meminimalkan dan
juga menahan.15
Lebih lanjut Folkman dan Lazarus mengemukakan bahwa melalui coping
dapat diketahui bagaimana individu beradaptasi dengan kecemasan dan
bagaimana cara individu tersebut mengendalikan dirinya sendiri. Perilaku coping
13
Elli Nur Hayati, Panduan Untuk Pendamping Perempuan Korban Kekerasan,
(Yogyakarta: Rifka Annisa, 2000), h. 60-61. 14
Asfriati, Strategi Coping Pada Laki-Laki Dan Perempuan, (Bandumg: PT. Remaja
Rosdakarya, 2009), h. 87-89. 15
Folkman,S,(1984). Personal Control and Stress and Coping Processes A Theori Ticaly
Analysis, Jourral of Personality and Social Psychology,839 –852
9
yang dilakukan oleh istri yang mengalami kecemasan terhadap tindak kekerasan
dalam rumah tangga tidak muncul begitu saja atau tiba-tiba namun coping
terbentuk melalui proses yang panjang. Folkman dan Lazarus mengklasifikasikan
strategi coping menjadi dua bentuk, yaitu problem focused coping (PFC) dan
emotion focused coping (EFC). Problem focused coping adalah cara-cara
penyelesaian masalah secara langsung disertai tindakan yang ditujukan untuk
menghilangkan atau mengubah sumber stres, sedangkan emotion focused coping
adalah strategi coping yang berorientasi pada emosidan hanya bersifat sementara,
selama seseorang memandang permasalahan sebagai sesuatu yang tidak dapat
berubah. Strategi coping yang dilakukanakan dipengaruhi oleh bentuk
permasalahan yang dihadapi dan siapa yang mempunyai permasalahan, karena
setiap orang mempunyai tingkat ketahanan stres yang berbeda-beda.
Menurut Cohen dan Lazarus, tujuan melakukan coping adalah untuk
mengurangi hal-hal yang membahayakan dari situasi dan kondisi lingkungan,
meningkatkan kemungkinan untuk pulih, menyesuaikan diri terhadap kejadian-
kejadian negatif yang dijumpai dalam kehidupan nyata, mempertahankan
keseimbangan emosional, meneruskan hubungan yang memuaskan dengan orang
lain, serta mempertahankan citra diri positif.16
Konsep strategi coping pada umumnya digunakan untuk menjelaskan
hubungan antara stres dengan tingkah laku individu dalam menghadapi berbagai
tuntutan yang menekan dari lingkungannya. Strategi coping merupakan suatu
proses mengelola tuntutan, baik yang bersifat eksternal maupun internal yang
dinilai melampaui kemampuan seseorang. Oleh karena itu strategi coping bisa
16
Folkman,S. Personal Control and Stress and Coping Process: A Theorical Analisyis,
Journal of Personality and Social Psychology, Vol.46, No.40, 459 467.
10
berupa pikiran, perasaan, sikap, maupun perilaku individu dalam usahanya untuk
mengatasi, menahan atau menurunkan efek negatif dari situasi yang
mengancam.17
Carver, mengemukakan 5 macam Problem Focused Coping: 1) menghadapi
masalah secaraaktif 2) perencanaan, adalah berpikir mengenai bagaimana
menghadapi stressor. 3) mengurangi aktifitas-aktifitas persaingan, 4)
pengendalian, yaitu menunggu kesempatan yang tepat untuk bertindak, menahan
diri, dan tidak bertindak secara prematur, 5) mencari dukungan sosial karena
alasan instrumental, yaitu mencari nasehat, bantuan atau informasi.18
Kedua, emotion focused coping (EFC), merupakan usaha yang dilakukan oleh
individu untuk mengurangi atau menghilangkan stres yang dirasakannya tidak
dengan menghadapi masalahnya secara langsung, tetapi lebih diarahkan untuk
menghadapi tekanan-tekanan emosi dan untuk mempertahankan keseimbangan
afeksinya, dalam Folkman, dkk,
Menurut Carver, terdapat 8 strategi yang termasuk dalam kategori Emotion
Focused Coping, yaitu: 1) mencari dukungan sosial karenaalasan emosional, 2)
pelepasan emosi, 3) tindakan pelarian, 4) pelarian secara mental, 5) reinterpretasi
dan perkembangan yang positif. 6) penolakan, 7) penerimaan, 8) mengalihkan
pada agama, individu mencoba mengembalikan permasalahan yang dihadapi pada
agama, rajin beribadah dan memohon pertolongan Tuhan.19
17
Asfriati, Strategi Coping Pada Laki-Laki Dan Perempuan, (Bandumg: PT. Remaja
Rosdakarya, 2009), h. 93-94. 18
Folkman,S. 1984. Personal Control and Stress and Coping Process: A Theorica
lAnalisyis, Journal of Personality and Social Psychology, Vol.46, No.40, 676 698. 19
Folkman,S. 1984. Personal Control and Stress and Coping Process: A Theorical
Analisyis, Journal of Personality and Social Psychology, Vol.46, No.40, 672 680.
11
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, para perempuan korban KDRT
cenderung menggunakan emotion focused coping untuk menghadapi kekerasan
dari suaminya. Strategi ini memang paling efektif untuk mengurangi tekanan
emosional yang muncul pada saat itu. Adapun penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui proses coping stress pada perempuan korban kekerasan rumah tangga
melalui bimbingan rohani Islam. Tempat penelitian ini dilakukan di Panti khusus
yang menangani perempuan korban KDRT.
Secara garis besar penelitian ini mengarah kepada bagaimana perempuan
korban KDRT dapat mengurangi/menghilangkan tekanan-tekanan yang dihadapi
melalui bimbingan rohani islam. Telah disebutkan di atas bahwa penelitian ini
termasuk ke dalam strategi coping yaitu Emotion Focused Coping pada poin 8,
yaitu mengalihkan pada agama, individu mencoba mengembalikan permasalahan
yang dihadapi pada agama, rajin beribadah dan memohon pertolongan Tuhan.
Melalui bimbingan rohani Islam warga binaan sosial dapat melakukan upaya
untuk mengurangi tekanan-tekanan yang dihadapinya. Penelitian ini juga
dilakukan untuk mengetahui bentuk-bentuk kekerasan rumah tangga yang dialami
oleh para korban KDRT, dan seberapa efektifkah bimbingan rohani dalam
mengurangi/menghilangkan tekanan-tekanan yang dihadapinya.
Kegiatan bimbingan rohani Islam pada perempuan korban KDRT ini
bertempat di panti sosial perlindungan Bhakti Kasih yang merupakan satu-satunya
panti di Jakarta yang khusus menangani masalah KDRT dan orang terlantar. Panti
ini menerima Warga Binaan Sosial (WBS) melalui informasi masyarakat, rujukan
Dinas Sosial, Kepolisian dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH). Panti Bhakti
Kasih mampu menampung 98 orang korban KDRT, panti sosial juga bekerjasama
12
dengan beberapa instansi sosial lain. Panti ini menangani wanita hamil tanpa
menikah yang mengalami gangguan jiwa, mereka bekerja sama dengan Rumah
Sakit Jiwa Duren Sawit. Sementara untuk korban KDRT yang suaminya terlibat
hukum, panti berkoordinasi dengan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan
Perempuan (P2TP2). Dalam menangani kesembuhan warga binaan sosial, panti
memiliki jadwal rutin, diantaranya yaitu bimbingan rohani, olahraga,
pengembangan keterampilan dan kesenian. Selain itu psikolog dan dokter juga
didatangkan untuk membantu memberikan konseling serta pemeriksaan kesehatan
WBS.20
Penelitian ini dilakukan karena masih terbatasnya penggunaan coping stress
sebagai upaya penyelesaian kasus kekerasan dalam rumah tangga yang dialami
para perempuan melalui bimbingan rohani Islam. Tempat penelitian ini lebih
spesifik karena Panti Sosial Bhakti Kasih merupakan satu-satunya wadah yang
menangani kasus kekerasan dalam rumah tangga di wilayah Jakarta. Khususnya
menampung para perempuan korban KDRT. Panti Sosial ini juga mengadakan
konsultasi pribadi antara psikolog dengan warga binaan dan pembimbing rohani
dengan warga binaan sosial tentunya untuk mengetahui perkembangan jiwa serta
spiritual wbs.
Pembahasan ini menarik untuk diteliti karena fenomena yang banyak terjadi
saat ini adalah kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh suami korban
sendiri. Dimana seorang suami seharusnya menjadi pelindung dan pemberi rasa
aman bagi keluarganya. Pada Penelitian ini pembimbing rohani bertugas menjadi
mediator, yakni memberi pencerahan/penerangan kepada korban kekerasan dalam
20
Wawancara pribadi oleh Ibu Sri selaku Kasubag.TU di Panti Sosial Bhakti Kasih
Jakarta Pusat, Tanggal 22 Maret 2017, pukul. 11.00 WIB.
13
rumah tangga dengan tujuan untuk mengurangi tekanan-tekanan yang dihadapi
warga binaan sosial. Dengan harapan agar warga binaan sosial dapat
menyelesaikan semua permasalahannya dengan mendekatkan diri pada Tuhan,
dan termotivasi untuk menjalani hidup yang lebih baik lagi.
Berdasarkan latar belakang di atas, melalui penelitian ini penulis ingin
membahas tentang “COPING STRESS PADA PEREMPUAN KORBAN
KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA MELALUI BIMBINGAN
ROHANI ISLAM DI PANTI SOSIAL BHAKTI KASIH JAKARTA
PUSAT”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Pada penelitian ini penulis membatasi permasalahan yang akan dibahas
tentang coping stress pada perempuan korban kekerasan rumah tangga melalui
bimbingan rohani Islam di panti sosial Bhakti Kasih Jakarta pusat. Meliputi:
a) Pada penelitian ini menggunakan jenis coping, emotion focused coping
mengkhususkan dalam sub katagori mengalihkan pada agama, dimana
warga binaan sosial mencoba mengembalikan permasalahan yang dihadapi
pada agama, rajin beribadah dan memohon pertolongan Tuhan. Pemilihan
subyek penelitian menurut tingkatan stress yaitu stress ringan dan stress
sedang, melalui klasifikasi psikolog Panti Sosial Bhakti Kasih Jakarta
Pusat terpilihlah 3 orang warga binaan sosial menurut tingkat stres yang
dialaminya.
14
b) Bimbingan rohani Islam merupakan proses memberi bantuan atau
penerangan terhadap individu melalui ajaran-ajaran agama Allah yang
telah di wahyukan kepada Rasul-Nya. Penelitian pada bimbingan rohani
mencakup bentuk-bentuk bimbingan rohani yang meliputi: bimbingan
langsung (cermah), do‟a dan dzikir, ruqyah, serta konsultasi pribadi antara
pembimbing rohani Islam dengan warga binaan sosial yang dilakukan
secara berkala.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, yang menjadi pokok permasalahan
dalam penelitian ini sebagai berikut:
a. Bagaimana bentuk bimbingan rohani Islam pada korban KDRT di
Panti Sosial Bhakti kasih Jakarta Pusat?
b. Bagaimana upaya yang dilakukan oleh pembimbing rohani Islam
dalam meningkatkan coping stress pada perempuan korban KDRT di
Panti Sosial Bhakti Kasih Jakarta Pusat?
c. Apa faktor-faktor penentu keberhasilan bimbingan rohani dalam
meningkatkan coping stress perempuan korban kekerasan dalam
rumah tangga?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang akan dicapai
dalam penelitian ini adalah:
15
a. Untuk mengetahui bentuk bimbingan rohani Islam pada perempuan
korban kekerasn dalam rumah tangga di Panti Sosial Bhakti Kasih
Jakarta Pusat.
b. Untuk mengetahui upaya peningkatan coping stress pada perempuan
korban kekerasan dalam rumah tangga melalui bimbingan rohani Islam
oleh pembimbing rohani Islam di Panti Sosial Bhakti Kasih Jakarta
Pusat.
c. Untuk mengetahui faktor-faktor penentu keberhasilan bimbingan
rohani Islam dalam meningkatkan coping stress perempuan korban
kekerasan dalam rumah tangga di panti Sosial Bhakti Kasih Jakarta
Pusat.
2. Manfaat Penelitian
a. Secara Teoretis
Secara teoretis manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi pemikiran tentang keilmuan psikologi dan bimbingan rohani
islam. Secara khusus ditujukan untuk pengembangan keilmuan Bimbingan
dan Penyuluhan Islam dalam menagani korban kekerasan dalam rumah
tangga. Sehingga dengan adanya hasil penelitian ini dapat dijadikan
sebagai landasan dalam mengembangkan jurusan bimbingan dan
Penyuluhan Islam dalam penelitian selanjutnya.
b. Secara Praktis
1) Bagi Warga Binaan Sosial, sebagai bahan informasi sehingga dapat
mengkaji diri dan terus termotivasi agar menjadikan hidup lebih
baik baik lagi.
16
2) Bagi Pembimbing rohani, sebagai mediator dengan memberikan
arahan yang positif pada perempuan korban kekerasan dalam
rumah tangga. Senantiasa mengupgrade keilmuan tentang islam
agar tepat dalam menangani kasus perempuan KDRT.
3) Bagi Pembaca, diharapkan dapat menjadi masukan tentang
pentingnya peningkatan kemampuan coping stress pada korban
kekerasan dalam rumah tangga melalui bimbingan rohani Islam.
4) Bagi akademisi, untuk memberikan sumbangsih keilmuan tentang
psikologi dan bimbingan rohani Islam terutama sebagai referensi
penelitian-penelitian selanjutnya dan mendorong minat teman-
teman untuk melakukan penelitian yang berkaitan tentang
Perempuan Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga, sehingga
banyak hal yang dapat digali mengenai faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi perempuan KDRT.
D. Tinjauan Pustaka
1. Penelitian yang ditulis M. Abdul Rokhim pada tahun2008, Jurusan
Bimbingan dan Penyuluhan Islam dengan judul “Peran Seruni dalam
Menangani Korban Kekerasan Rumah Tangga (Perspektif Bimbingan
Konseling Islam)”. Dalam kajian ini peran Seruni selaku pembimbing
rohani dalam menangani korban kekerasan dalam rumah, sangat
membantu istri korban kekerasan rumah tangga, dapat dilihat istri korban
kekerasan mendapatkan sikap, keputusan, dan solusi yang tepat. Peran
Seruni dalam menangani kekerasan dalam rumah tangga dengan
17
Bimbingan Konseling Islam sangat relevan dikarenakan permasalahan
dalam rumah tangga timbul dari budaya partriarki, dominasi atas laki-laki
atas perempuan karena ada pembelokan dalam pergantian ayat-ayat yang
bias gender. Sejalan dengan bimbingan dan konseling islam yaitu
membantu individu mewujudkan dirinya sebagai makhluk yang seutuhnya
agar dapat memecahkan masalahnya untuk mencapai kebahagiaan di dunia
dan di akhirat.
2. Penelitian yang ditulis oleh Assasul Muttaqin pada tahun 2015 tentang
“Bimbingan Konseling Islam Bagi Perempuan Korban Kekerasan dalam
Rumah Tangga di LRC-KJHAM Semarang” Jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan Islam. Pada skripsi ini membahas tentang penangan istri
korban kekerasan yang diberikan LRC-KJHAM yang salah satunya yaitu
memberikan layanan bimbingan konseling agar korban memahami
masalah dan akar penyebabnya, serta memutuskan sendiri tindakan jalan
keluar yang akan ditempuh korban untuk menuntut keadilan dan tanggung
jawab negara. Perbedaan dari penelitian ini adalah cara menyelesaikan
masalahnya hanya menggunakan pendekatan agama tidak disertai oleh
coping. Penyeleksiaan masalahnya melalui jalan hukum yang dibahas oleh
penelitian ini.
3. Penelitian yang ditulis oleh Nina Zhrotunnisa pada tahun 2013, Fakultas
Psikologi, tentang “ Pengaruh Coping Stress dan Dukungan Sosial
Terhadap Grief Istri yang Suaminya Meninggal” Fakultas Psikologi. Pada
skripsi ini mengankat tentang aspek dukungan emosi sangat berperan
khususnya padaa individu yang mengalami kondisi grief. Berdasarkan
18
penelitian sodari Nina pada variabel coping stress: problem focused
coping dan emotion focused coping tidak memiliki pengaruh pada variabel
grief namun tidak signifikan. Pada dasarnya bahwa pada aspek coping
stress ini merupakan aspek dalam menangani permasalahan individu yang
mengalami kondisi stres. Individu yang mengalami kondisi grief yang
ditinggal meninggal, langkah efektif dalam penelitian disini yang perlu
diberikan oleh individu yaitu berupa perhatian lebih oleh individu tersebut.
Pada penelitian ini hal berbeda dengan penelitian yang saya angkat adalah
metodologinya, dan fokus subyek dan obyek penelitiannya berbeda.
4. Penelitian yang ditulis oleh Solihul Anwar pada tahun 2011, Fakultas
Psikologi, tentang “Pengaruh Tingkat Religiusitas Terhadap Pemilihan
Jenis Coping Stress Mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang Sedang Menyusun Skripsi”. Pada hasil
penelitian sholihul Anwar berisi tentang tidak adanya pengaruh yang
signifikan antara tingkat religiusitas terhadap pemilihan jenis coping stress
yang dilakukan mahasiswa fakultas psikologi Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah dalam penelitian ini, salah satunya disebabkan oleh alat ukur
religiusitas yang masih mengukur religiusitas secara umum, belum
mengukur religiusitas terkait dengan pemilihan jenis coping stress yang
dilakukan mahasiswa dalam menyusun skripsi.
5. Penelitian yang ditulis oleh Tirtha Arta Wardani pada tahun 2014 tentang
“Pengaruh Harapan dan Coping Stress Terhadap Reseliensi Care Give
Kanker”. Dari hasil penelitian Tirtha Arta dan hipotesis didapatkan bahwa
secara keseluruhan ada pengaruh yang signifikan diantara dimensi-dimensi
19
penerimaan harapan dan coping stress terhadap reseliensi care give
kanker. Coping stress dapat meningkatkan reseliensi care giver dalam
merawat pasien kanker.
Dari beberapa tinjauan pustaka di atas belum pernah ada yang membahas
coping stress kepada perempuan korban kekerasan rumah tangga melalui
bimbingan rohani Islam. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meninjau dan
meneliti lebih dalam lagi melalui penelitian ini untuk berfokus kepada proses
coping stress warga binaan yang mengalami kekerasan rumah tangga melalui
bimbingan rohani Islam. Melalui penelitian ini kita dapat mengetahui
bagaimana proses coping stress berlangsung pada warga binaan sosial.
Ditambah lagi bahwa lokasi penelitian ini istimewa karena belum ada yang
melakukan penelitian ditempat ini sebelumnya, yaitu di Panti Sosial Bhakti
Kasih Jakarta Pusat, yang menampung perempuan para korban kekerasan
dalam rumah tangga dan terlantar.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini penulis menggunakan Pedoman Karya Ilmiah
Skripsi yang diterbitkan Universitas Islam Negeri Jakarta sebagai pedoman
penulisan skripsi ini. Berdasarkan buku pedoman penulisan skripsi tahun
2017, skripsi dengan jenis penelitian kualitatif dibagi dalam VI Bab.21
Adapun sistematika penulisannya sebagai berikut:
21
Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, Disertasi) 2017, Uin Syarif
Hidayatullah Jakarta 2017, h. 19.
20
BAB I : PENDAHULUAN
Bab I memuat tentang latar belakang masalah, pembatasan dan
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan
pustaka dan sistematika penulisan.
BAB II : LANDASAN TEORI
Pada bab ini terdiri dari pengertian bimbingan rohani, pengertian
coping stress, strategi coping, pengertian kekerasan, faktor-
faktor penyebab KDRT, dampak KDRT.
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini memuat tentang metodologi penelitian, jenis penelitian
yang di gunakan.
BAB IV : DATA DAN TEMUAN LAPANGAN
Isi dari Bab IV terdiri dari gambaran umum lembaga/ tempat
penelitian, temuan data penelitian meliputi:
Profile lembaga, bentuk bimbingan rohani Islam pada korban
KDRT di Panti Bhakti Kasih, upaya yang dilakukan oleh
pembimbing rohani Islam dalam meningkatkan coping stress
pada perempuan korban KDRT, faktor-faktor penentu
keberhasilan bimbingan rohani dalam meningkatkan coping
stress perempuan korban KDRT di Panti Sosial Bhakti Kasih.
BAB V : PEMBAHASAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN
Bab V ini berisi tentang pembahasan dan analisis hasil temuan
di lapangan dengan landasan teori yang digunakan untuk
menjawab rumusan masalah penelitian, yaitu bentuk bimbingan
21
rohani Islam pada perempuan korban KDRT di Panti Sosial
Bhakti Kasih Jakarta Pusat, Upaya yang dilakukan pembimbing
rohani Islam dalam peningkatan kemampuan coping stress pada
perempuan korban KDRT, dan faktor-faktor penentu
keberhasilan bimbingan rohani Islam dalam meningkatkan
coping stress pada perempuan korban KDRT di Panti Sosial
Bhakti Kasih Jakarta Pusat.
BAB VI : PENUTUP
Bab ini merupakan penutup dari penelitian yang terdiri dari
kesimpulan dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
22
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Coping Stress
1. Definisi Stress
Stres sering kali dianggap sebagai dengan keadaan individu merasa
tertekan untuk memenuhi tuntutan dari lingkungan di sekitarnya. Tiap
individu merespon tekanan yang sama dengan cara yang berbeda-beda, hal ini
menunjukkan bahwa pengalaman tiap individu terhadap stres bergantung pada
reaksinya terhadap tekanan dari luar.
Menurut Lazarus dan Folkman (1984) menerapkan suatu konsep yang
sistematis untuk memahami fenomena dalam lingkup yang luas mengenai
pentingnya adaptasi manusia dan juga hewan. 1 Istilah stres menunjukkan
adanya tekanan atau kekuatan pada tubuh. Dalam dunia fisik, batu dengan
berat berton-ton yang berjatuhan pada saat tanah longsor mengakibatkan
stress, membentuk lekukan atau lubang. Dalam psikologis, kita menggunakan
istilah stress untuk menunjukkan suatu tekanan atau tuntutan yang dialami
individu atau organisme agar ia beradaptasi atau menyesuaikan diri. Sumber
stres disebut stressor (stressor). 2
Lazarus dan Folkman dalam teori The Cognitive Theory Stress and
Coping, melihat stres sebagai kombinasi antara tuntutan lingkungan dan
sumber daya individu, di mana proses kognitif memainkan peran utama dalam
penilaian suatu situasi yang mengancam atau berbahaya. Proses penilaian
1 Jeffrey S. Nevid, Beverly Greene, Psikologi Abnormal (terjemah), (Jakarta: Erlangga
2003), edisi ke-lima, jilid 1, h. 135. 2 Jeffrey S. Nevid, Beverly Greene, h. 136-137.
23
terjadi dalam dua tahap, penilaian primer (primary appraisal), penilaian
sekunder (secondary appraisal).3
Sejak awal individu selalu berada dalam situasi yang menantang dan setiap
tantangan akan menimbulkan upaya untuk bisa menghadapi situasi-situasi
tersebut. Ada dua kejadian penting disini yaituadanya situasi stres (stress full
situation) pada individu dan adanya adaptasi terhadap lingkungannya. Kedua
hal tersebut berada dalam suatu situasi, sehingga banyak ahli yang
menyatakan stres itu itu identik dengan perilaku adaptasi. Stres memiliki ciri
identik dengan perilaku beradaptasi dengan lingkungannya, lingkungan ini
bisa berupa hal di luar diri (outer world), tetapi juga bisa dari dalam diri (inner
world). Jadi, orang dikatakan adaptif kalau dia bisa atau mampu
menyesuaikan diri dengan tuntutan orang lain, tetapi dia juga bisa memenuhi
kebutuhannya sendiri.4
2. Gejala-gejala Stres
Menurut Rice secara umum gejala stres dapat dibedakan ke dalam empat
jenis, antara lain:
a. Gejala-gejala Perilaku (Behavioral symptoms)
Dari banyaknya gejala yang timbul, beberapa di antaranya adalah
prokratinasi dan avoidance, menarik diri dari teman dan keluarga,
hilangnya nafsu makan dan tenaga, ledakan emosi dan agresi, berubahnya
pola tidur (tidur tidak nyenyak).
3 Folkman, S. dan Lazarus R. S. “Appraisal Coping, Healt Status, andPsychological
Syndroms”.Abstrak.Journal of Personality and Social Psychology: vol. 50 page, 571-579. 4 Sutardjo A. Wirahmihardja, Pengantar Psikologi Abnormal, (Bandung: PT. Refika
Aditama, 2005), cet. Ke 1, h. 44.
24
b. Gejala-gejala Emosi (Emotive symptoms)
Gejala-gejala emosi yang paling umum adalah cemas, takut, mudah
marah, dan depresi. Gejala lainnya ketakutan, frustrasi, merasa bingung,
dan kehilangan kendali.
c. Gejala-gejala Kognitif (Cognitive symptoms)
Gejala-gejala kognitif yang paling umum adalah hilangnya motivasi
dan konsentrasi. Individu seakan-akan kehilangan kemampuan untuk
memfokuskan perhatian pada tugas-tugas yang harus dikerjakan dan
kehilangan kemampuan untuk menjalankan tugas-tugas tersebut dengan
baik. Gejala-gejala mental dan kognitif lainnya adalah kekhawatiran yang
berlebihan. Salah satu gejala final dari gejala kognitif ini adalah keinginan
untuk melarikan diri dari situasi dimana dia berada.
d. Gejala-gejala Fisik (Physical Symptoms)
Gejala-gejala fisik paling umum adalah pegal-pegal dan lemas,
migraine dan sakit kepala, sakit punggung bagian bawah dan ketegangan
otot yang dapat dilihat dalam bentuk kejang urat. Pada sistem
kardiovaskulier, stres sering kali diperlihatkan dengan tarikan nafas yang
cepat dan pendek-pendek dan mengalami kelelahan yang luar biasa.5
3. Sumber-Sumber Stres
Ada bermacam-macam situasi dalam dirinya ketika seseorang harus
memenuhi tuntutan lingkungan. Hal itu disebut kategori dari strategi stresor.
Stresor adalah adjustive demand (tuntutan untuk menyesuaikan diri). Menurut
5 Sutardjo A. Wirahmihardja, Pengantar Psikologi Abnormal, (Bandung: PT. Refika
Aditama, 2005), cet. Ke 1, h. 52-53.
25
Coleman CS terdapat tiga sumber yang dapat dimasukan dalam kategori
stresor, yaitu konflik, tekanan, dan ancaman.6
a. Konflik
Stres akan muncul apabila dihadapkan pada keharusan memilih satu di
antara dua dorongan atau kebutuhan yang berlawanan atau yang terdapat
pada saat yang bersamaan. Frustrasi, yang akan muncul apabila usaha
yang dilakukan individu untuk mencapai suatu tujuan mendapat hambatan
atau kegagalan. Hambatan ini dapat bersumber dari lingkungan maupun
dari dalam diri individu itu sendiri.
b. Tekanan
Stres juga akan muncul apabila individu mendapat tekanan atau
paksaan untuk mencapai hasil tertentu dengan cara tertentu. Sumber
tekanan dapat berasal dari lingkungan maupun dari dalam diri
individu yang bersangkutan.
c. Ancaman
Antisipasi individu terhadap hal-hal atau situasi yang merugikan atau
tidak menyenangkan bagi dirinya juga merupakan suatu yang dapat
memunculkan stres.
4. Macam-macam Stressor
Menurut Dadang Hawari mengemukakan bahwa stresor dapat digolongkan
menjadi lima yaitu perkawinan, problem orang tua, pekerjaan, keuangan, dan
lingkungan hidup.7
6 Sutardjo A. Wirahmihardja, Pengantar Psikologi Abnormal, (Bandung: PT. Refika
Aditama, 2005), cet. Ke 1, h. 48-49.
26
a. Perkawinan
Berbagai permasalahan perkawinan merupakan sumber stres yang
dialami seseorang, misalnya pertengkaran, perpisahan, perceraian,
kekerasan, kematian salah satu pasangan, ketidaksetiaan, dan lain
sebagainya. Stressor ini dapat menyebabkan seseorang jatuh dalam
depresi.
b. Problem Orang Tua
Permasalahan yang dihadapi orang tua, misalnya, tidak memiliki anak,
kebanyakan anak, kenakalan anak, anak sakit, hubungan yang tidak baik
dengan mertua, ipar, besan, dan lain sebagainya. Permasalahan tersebut di
atas dapat menjadi sumber stres yang pada gilirannya seseorang dapat
jatuh dalam depresi.
c. Pekerjaan
Masalah pekerjaan merupakan sumber stres ke dua setelah maslah
perkawinan. Banyak orang menderita depresi karena masalah pekerjaan,
misalnya pekerjaan terlalu banyak, pekerjaan tidak cocok, mutasi, jabatan,
kenaikan pangkat, pensiun, kehilangan pekerjaan (PHK), dan lain
sebagainya.
d. Keuangan
Masalah keuangan (kondisi sosial-ekonomi) yang tidak sehat,
misalnya, pendapatan jauh lebih rendah dari pengeluaran, terlibat hutang,
kebangkrutan usaha, soal warisan dan lain sebagainya. Problem keuangan
7 Dadang Hawari, Al-Qur‟an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Ilmu Kesehatan Jiwa,
(Yogyakarta: PT.Dana Bhakti Primayasa, 1999), Edisi revisi, h. 79-83.
27
sangat berpengaruh pada kesehatan jiwa seseorang dan sering kali masalah
keuangan ini merupakan faktor yang membuat seseorang jatuh dalam
depresi.
e. Lingkungan Hidup
Kondisi lingkungan yang buruk memberikan pengaruh yang besar
bagi kesehatan seseorang, misalnya, soal perumahan, pindah tempat
tinggal, penggusuran, hidup dalam lingkungan yang rawan, dan lain
sebagainya. Rasa tercekam dan merasa tidak aman, ini amat mengganggu
ketenangan dan ketenteraman hidup.
5. Tahapan-tahapan dalam Stres
Seseorang yang mengalami tekanan dalam dirinya kadang tidak menyadari
bahwa dirinya mengalami stres. Pada tekanan seperti itu tidak jarang individu
terlarut dalam kondisinya tersebut sehingga mengakibatkan tekanan atau stress
yang berkepanjangan. Akibatnya keadaan psikologinya terganggu sampai
aktivitas sehari-hari terancam mengalami masalah.
Menurut penelitian Hans Selye tentang stress adalah menciptakan istilah
sindrom adaptasi menyeluruh (general adaptation syndrome/ GAS) untuk
menjelaskan pola respon biologis umum terhadap stres yang berlebihan dan
berkepanjangan. Selye mengemukakan bahwa tubuh kita bereaksi sama
terhadap berbagai stresor yang tidak menyenangkan, baik sumber stres berupa
serangan berupa bakteri mikroskopi, penyakit karena organisme, kekerasan
dalam rumah tangga, atau perceraian. Model GAS menyatakan bahwa dalam
28
keadaan stres, tubuh kita seperti jarum jam dengan sistem alarm yang tidak
berhenti sampai tenaganya habis. GAS terdiri dari tiga tahap yaitu:
a. Reaksi Waspada
Tubuh pertama kali merespons dengan reaksi terhadap beberapa gejala,
termasuk gejala stres fisik dan gejala stres psikologis, yang kemudian
dilanjutkan untuk dicari penyebabnya.
b. Tahap Resistansi
Kondisi dimana tubuh berhasil melakukan adaptasi terhadap stres.
Apabila stresor bersifat persisten, akan mencapai tahap resistansi, atau
beradaptasi pada GAS. Respons-respons endokrin dan sistem simpatis
(misalnya melepaskan hormon-hormon stres) tetap pada tingkat tinggi,
tetapi tidak setinggi sewaktu tahap reaksi waspada.
c. Tahap Kelelahan
Kondisi yang muncul jika stres berkelanjutan sehingga individu
menjadi rapuh atau kelelahan, kehabisan tenaga. Secara fisik, tubuh
menjadi kehabisan tenaga hingga stress itu menetap di tubuh dan si
penderita beradaptasi di dalamnya. Apabila sumber stres menetap, si
penderita mengalami penyakit adaptasi (menetap dan berkepanjangan)
bahkan sampai pada kematian. Stres kronis dapat merusak kesehatan,
membuat si penderita lebih rentan terhadap berbagai jenis penyakit dan
masalah kesehatan fisik lainnya. 8
8 Jeffrey S. Nevid, Beverly Greene, Psikologi Abnormal (terjemah), (Jakarta: Erlangga,
2003), edisi ke-lima, jilid 1, h. 219-221
29
Selye memberikan pemahaman mengenai reaksi tubuh terhadap stres
psikologis memiliki cara yang sama terhadap reaksi tubuh ketika terserang
infeksi atau demam. Tubuh melakukan general adaptation syndrome
(GAS) untuk mempertahankan diri sendiri dari serangan stress. Ketika si
penderita tidak dapat mengatasi atau mengurangi stresnya akan mengalami
penyakit adaptasi (menetap). Sehingga si penderita mengalami stres
berkepanjangan yang berakibat dengan kesehatan psikologis dan fisiknya.
6. Definisi Coping
Setiap individu dari semua umur pernah mengalami stres dan tentunya
mereka juga mencoba untuk mengatasi keluar dari stres tersebut. Sumber
utama adalah ketegangan fisik dan emosional yang menyertai stress
menimbulkan ketidaknyamanan, seseorang menjadi termotivasi untuk
melakukan sesuatu untuk mengurangi stress.
Hal-hal yang dilakukan yang merupakan bagian dari coping. Garmezy,
Rutter dan Lazarus menjelaskan bahwa coping adalah proses di mana
seseorang mencoba untuk mengatur perbedaan yang diterima antara demans
dan resources yang dinilai dalam suatu keadaan stressful. Menurut Lazarus
dan Folkman (1984) mendefinisikan coping sebagai segala usaha untuk
mengurangi stress, yang merupakan proses pengaturan atau tuntutan (eksternal
maupun internal) yang dinilai sebagai beban yang melampaui kemampuan
seseorang.9
9 Alfiandra Primadi, Journal PsikologiSosial (Hubungan antara Trait Kepribadian
Neoreticism, Strategi Coping, dan Stress Kerja). Vol.14, No.3, h. 207-208.
30
Jadi dapat kita simpulkan bahwa coping adalah upaya seseorang dalam
melakukan atau meringankan tekanan-tekanan yang terjadi dalam hidupnya,
individu dikatakan berhasil pada proses copingnya yaitu ketika dia mengatur
tekanan-tekanan yang di hadapinya menjadi motivasi dalam hidupnya, dapat
mengatur stres yang ia alami sebagai pelajaran.
7. Jenis Coping Stress
Menurut Lazarus dan Folkman, cara coping dibedakan menjadi dua bagian
besar berdasarkan tujuan atau intensi individu, yaitu: Problem Focused
Coping dan Emotion Focused Coping.10
a. Problem Focus Coping
Coping yang memfokuskan pada masalah, melibatkan usaha yang
dilakukan untuk mengubah beberapa hal yang menyebabkan stress
(stressor). Tujuannya adalah untuk mengurangi tuntutan dari situasi dan
meningkatkan usaha individu dalam menghadapi situasi tersebut. Cara ini
lebih sesuai apabila digunakan dalam menghadapi masalah atau situasi
yang dianggap dapat dikontrol atau dikuasai oleh individu.
b. Emotion Fokus Coping
Coping ini merupakan bentuk coping yang lebih memfokuskan pada
masalah emosi. Bentuk coping ini lebih melibatkan pikiran dan tindakan
yang ditunjukkan untuk mengatasi perasaan yang menekan akibat dari
situasi stres. Emotion focused coping, terdiri dari usaha yang diambil
10
Folkman, S., & Lazarus, R.L., If it Changes it Must be Process: Study of Emotion and
Coping During 3 Stage of a Collage Examination, Journal Of Personality and Social Psychology,
Vol. 48, h. 170-178.
31
untuk mengatur dan mengurangi emosi stres penggunaan mekanisme yang
dapat menghindarkan dirinya dari berhadapan dengan stresor. 11
8. Strategi Coping
Berdasarkan penelitian-penelitian lanjutan yang dilakukan Lazarus dan
Folkman, terdapat strategi dalam coping dalam setiap jenis coping, problem
focused coping dan emotion focused coping. Problem Focused Coping terdiri
dari beberapa jenis, yaitu:
a. Active coping
Proses pengambilan langkah aktif untuk mencoba menghilangkan
stresor atau meringankan dampaknya.
b. Planful problem solving
Memikirkan bagaimana cara untuk mengatasi stresor. Termasuk di
dalamnya adalah memikirkan suatu strategi untuk bertindak, langkah-
langkah apa yang harus diambil dan bagaimana cara paling baik untuk
mengatasi masalah.
c. Suppreing of competing activities
Salah satu bentuk coping yang difokuskan pada masalah adalah
individu berusaha membatasi ruang gerak atau aktivitas dirinya yang tidak
berhubungan dengan masalah. Pada sub ini individu mengurangi
keterlibatannya dalam kegiatan lain yang juga membutuhkan perhatian
untuk dapat berkonsentrasi penuh pada tantangan maupun ancaman yang
11
Folkman, S., & Lazarus, R.L., If it Changes it Must be Process: Study of Emotion and
Coping During 3 Stage of a Collage Examination, Journal Of Personality and Social Psychology,
Vol. 48, h. 170-178.
32
di dalamnya, yang juga termasuk dalam jenis coping ini adalah perilaku
mengabaikan maslah lain untuk menghadapi sumber stres.12
d. Restraint coping
Menunggu sampai adanya kesempatan yang tepat untuk bertindak
sebelum waktunya. Coping ini dapat dilihat sebagai strategi yang aktif
dalam arti tingkah lakunya dilakukan untuk mengatasi stresor, namun juga
dapat dilihat secara pasif karena dalam strategi ini individu tidak
melakukan tindakan apa pun. 13
e. Seeking social support
Strategi yang digunakan individu yang mengatasi stres dengan cara
meminta pertolongan dari orang lain. Pertolongan yang diharapkan dapat
berupa materi maupun non materi. Bentuk perilaku yang termasuk di
dalamnya antara lain: Help and Guidance, yakni mencoba untuk mencari
bantuan dan arahan dari orang lain yang mungkin lebih berpengalaman
dalam menghadapi masalah yang sedang dihadapi oleh individu. Bentuk
pertolongan jenis ke dua Affirmation of Worth, yakni dengan cara mencari
penegasan dari orang lain mengenai nilai atau manfaat yang dapat diambil
dan dijadikan pelajaran apa yang telah dialami.14
12
Folkman, S., & Lazarus, R.L., If it Changes it Must be Process: Study of Emotion and
Coping During 3 Stage of a Collage Examination, Journal Of Personality and Social Psychology,
Vol. 48, h. 170-178. 13
Folkman, S., & Lazarus, R.L., If it Changes it Must be Process: Study of Emotion and
Coping During 3 Stage of a Collage Examination, Journal Of Personality and Social Psychology,
Vol. 48, h. 150-170. 14
Aldwin, C.M, & Revenson, T.A. 1987, Does Coping Help? A Rexamination of The
Relation Between Coping and Mental Healty, Journal of Personality and Social Pscychologi, Vol.
53, No. 2, h. 350.
33
Beberapa strategi coping yang bisa dikelompokkan ke dalam
kelompok emotion focused coping, yaitu:
a. Distancing
Individu membuat suatu pola pemikiran (berpikir) yang lebih positif
terhadap masalah yang dihadapinya. Individu bisa mencoba bertingkah
laku seakan-akan tidak pernah terjadi apa pun. Individu mencoba untuk
tidak terlalu terpengaruh dengan cara tidak terlalu memikirkan
masalahnya.
b. Escape-avoidance
Individu menghindari untuk menghadapi masalah yang dihadapinya.
Contohnya: individu berkhayal bahwa akan ada suatu keajaiban yang bisa
membuat masalahnya selesai. Biasanya individu mengambil tindakan
pengalihan perhatian yang negatif terhadap masalah dengan tidur terus
menerus, keluar rumah, lebih sering menonton televisi, merokok atau
minum-minuman yang beralkohol.
c. Self control
Individu mencoba untuk mengatur emosinya agar tidak diketahui oleh
orang lain dan mengatur tindakannya dalam menghadapi masalahnya.
d. Positive reappraisal
Individu berusaha mengambil sisi positif dari permasalahan yang
dihadapinya yang dapat membantu pertumbuhan pribadinya. 15
15
Folkman, S., & Lazarus, R.L., If it Changes it Must be Process: Study of Emotion and
Coping During 3 Stage of a Collage Examination, Journal Of Personality and Social Psychology,
Vol. 48, h. 150-170.
34
Menurut Lazarus dan Folkman coping dipandang sebagai faktor yang
menentukan kemampuan manusia untuk melakukan penyesuaian terhadap
situasi menekan (stressfull life events). Pada dasarnya coping
menggambarkan proses aktivitas kognitif, yang disertai dengan aktivitas
perilaku. Dalam penelitian Mc Crae tentang hubungan antara situasi
dengan tingkah laku coping, menemukan ada 19 tingkah laku coping yang
signifikan yaitu reaksi permusuhan, aksi rasional, mencari pertolongan,
tabah, percaya pada takdir, mengekspresikan perasaan-perasaan, berfikir
positif, lari ke angan-angan, penoloakan secara intelektual, menyalahkan
diri sendiri, tenang, bertahan, menarik kekuatan dari kemalangan,
menyesuaikan diri, berharap, aktif melupakan, lelucon, menilai kesalahan
dan iman atau kepercayaan. 16
Menurut Santrock strategi penanganan stres (coping) juga dapat
digolongkan menjadi dua antara lain approach strategies yang meliputi
usaha kognitif untuk memahami penyebab stres dan usaha untuk
menghadapi penyebab stres tersebut atau konsekuensi yang
ditimbulkannya secara langsung seperti mencari informasi serta berusaha
untuk memecahkan masalah dengan penyesuaian yang positif. Avoidance
strategies yang meliputi usaha kognitif untuk menyangkal atau
meminimalisasikan penyebab stres dan usaha yang muncul dalam tingkah
laku dalam menarik diri atau menghindar dari penyebab stres, seperti,
16
Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro, vol. 3, No. 2, Desember 2006. h. 70-71.
35
represi, proyeksi, mengingkari, dan berbagai cara untuk meminimalkan
ancaman.17
Lazarus dan Folkman mengklasifikasikan coping menjadi Approach-
coping dan Avoidance-coping, Approah-coping yang disebut juga dengan
problem focused coping itu memiliki sifat analitis logis, mencari informasi
serta berusaha untuk memecahkan masalah dengan penyesuaian yang
positif. Sedangkan Avoidance-coping yang disebut Emosiaonal focused
coping, bercirikan represi, proyeksi, mengingkari, dan berbagai cara untuk
meminimalkan ancaman.
Aldwin dan Revenson membagi Approach coping menjadi tiga bagian:
a. Cautiousness (kehati-hatian) yaitu individu berfikir dan
mempertimbangkan beberapa alternative pemecahan masalah yang
tersedia, meminta pendapat orang lain, berhati-hati dalam
memecahkan masalah serta mengevaluasi strategi yang pernah
dilakukan sebelumnya.
b. Instrumental Action (tindakan instrumental) adalah tindakan
individu yang diarahkan pada penyelesaian masalah secara
langsung, serta menyusun langkah yang akan dilakukan.
c. Negotiation merupakan beberapa usaha oleh seseorang yang
ditujukan kepada orang lain yang terlibat atau merupakan
penyebab masalahnya untuk ikut menyelesaikan masalah.18
17
Jhon W. Santrock, Perkembangan Remaja, (Jakarta: Erlangga, 2003), h.102-103. 18
Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro, vol. 3, No. 2, Desember 2006. h. 79.
36
Untuk Avoidance-coping atau Emotion Focused coping menurut
Aldwin dan Revenson terbagi menjadi:
a. Escapism (melarikan dirin dari masalah) ialah perilaku yang
menghindari masalah dengan cara memebayangkan seandainya
berada dalam suatu situasi lain yang lebih meneyenangkan,
menghindari masalah dengan makan ataupun tidur, bisa juga
dengan merokok ataupun meneguk minuman keras.
b. Minimization (menganggap masalah seringan mungkin) ialah
tindakan menghindari masalah dengan menganggap seakan-akan
masalah yang tengah dihadapi itu jauh lebih ringan daripada
sebenarnya.
c. Self Blame (menyalahkan diri sendiri) merupakan cara seseorang
saat menghadapi masalah dengan menyalahkan serta menghukum
diri secara berlebihan sambil menyesali tentang apa yang telah
terjadi.
d. Seeking Meaning (mencari hikmah yang tersirat) suatu proses
dimana individu mencari arti kegagalan yang dialami bagi dirinya
sendiri dan mencoba mencari segi-segi yang menurutnya penting
dalam hidupnya. Dalam hal ini individu mencari hikmah atau
pelajaran yang bisa dipetik dan dipelajari dari masalah yang
dihadapi.19
19
Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro, vol. 3, No. 2, Desember 2006. h. 83-84.
37
Strategi coping pada penelitian ini secara garis besar dibedakan
atas dua fungsi utama yaitu problem focused coping (strategi yang
berorientasi pada masalah) dan Emotion focused coping (strategi
coping yang berorientasi pada emosi). Strategi coping yang
berorientasi pada masalah merupakan usaha yang dilakukan
individu dengan cara menghadapi secara langsung pada sumber
masalah. Sedangkan strategi coping yang berorientasi pada emosi
lebih diarakan pada usaha untuk menghadapi tekanan-tekanan
emosi atau stres yang di timbulkan oleh masalah yang dihadapi.
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkah laku
coping seseorang. Faktor-faktornya antara lain jenis masalah, jenis
kelamin, pendidikan, dan kepribadian. Mekanisme coping sering
digunakan untuk tujuan mengurangi, menghilangkan, dan
menghindari dampak negatif dari suatu hubungan sosial.
Dalton mengemukakan tiga sumber kekuatan dari coping yaitu:
a. Dukungan sosial merupakan sumber dari usaha yang dilakukan
seseorang untuk mencari dukungan emosional di luar dirinya untuk
menjaga kesehatan mental dirinya. Dukungan emosional merujuk
pada kenyamanan dan kepedulian dalam hubungan interpersonal.
Dukungan sosial sangat diperlukan seseorang dalam menghadapi
masalah. Ada tiga bentuk dukungan sosial yang mengarah pada
problem focused coping: berupa dorongan pemberian semangat, ke
38
dua pemberian informasi, petunjuk, atau pengetahuan, dan berupa
dukungan nyata.
b. Kompetensi Psikososial merupakan kemampuan seseorang untuk
memepromosikan kerjasama dan menyelesaikan perselisihan pada
masalah yang dihadapinya.
c. Agama dan Spiritualitas merupakan metode yang dapat dijadikan
predictor yang sangat signifikan dari keberhasilan coping. Tiga
dampak positif yang diketahui yaitu subyek dapat menerima hal-hal
spriritual sebagai suatu yang dapat dipercaya dengan baik dan
mencintai Tuhan, menjadikan orang rajin berdoa dan ibadah, dan
yang terakhir meningkatkan kesadaran yang tumbuh baik dari
pengalaman stres, maupun dari dukungan guru dan teman anggota
kelompok religious tersebut.20
9. Faktor-faktor Mempengaruhi Strategi Coping
Menurut Mu‟tadin cara individu menangani situasi yang mengandung
tekanan ditentukan oleh sumber daya individu yang meliputi kesehatan
fisik atau energi, keterampilan memecahkan masalah, keterampilan sosial
dan dukungan sosial dan materi21
:
a. Kesehatan Fisik
Kesehatan merupakan hal yang penting bagi tubuh kita. Jika tubuh kita
sehat cara untuk mengatasi stres pun mudah. Karena dalam usaha
20
Istiqomah Wibowo, Dicky C. Pelupessy, dan Erita Narhetali, Psikologi Komunitas,
(Depok: LPSP3, 2013), cet-kedua, h. 39-41. 21
Martianah, Psikologi Abnormal dan Psikopatologi. (Yogyakarta: Erlangga, 1995),
h.75-79.
39
mengatasi stres individu dituntut untuk mengarahkan tenaga yang cukup
besar.
b. Keyakinan atau pandangan positif
Keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting,
seperti keyakinan akan nasib (eksternal locus of control) yang
mengarahkan individu pada penilaian ketidak berdayaan (helpness) yang
akan menurunkan kemampuan strategi coping tipe: problem-solving
focused coping.
c. Keterampilan memecahkan masalah
Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi,
menganalisis situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk
menghasilkan alternatif tindakan, kemudian mempertimbangkan alternatif
tersebut sehubungan dengan hasil yang ingin dicapai, dan pada akhirnya
melaksanakan rencana dengan melakukan suatu tindakan yang tepat.
d. Keterampilan sosial
Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan
bertingkah laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial
yang berlaku di masyarakat.
e. Dukungan sosial
Dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan
emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota
keluarga lain, saudara, teman, dan lingkungan masyarakat sekitarnya. 22
22
Bart Smet, Psikologi Kesehatan, (Jakarta:PT.Sarafindo, 1994), h.79-83.
40
B. Kekerasan Dalam Rumah tangga
1. Pengertian Kekerasan
Definisi kekerasan secara etimologi sangat beragam. Pada umunya, tindak
kekerasan dan penggunanya dikaitkan dengan tindakan bermotivasi
individual, walaupun banyak tindak kekerasan dilakukan individu atas nama
orang lain. Dengan demikian, suatu tindakan baru dapat dikategorikan sebagai
kekerasan jika tindakan itu menyebabkan membahayakan keselamatan orang
lain.23
Kekerasan dalam rumah tangga (domestic violence) adalah mengendalikan
pemikiran, kepercayaan, perilaku, atau menyiksa seseorang, sebagaimana
journal of Counseling and Development Vol 81 tahun 2003 menulis,
“Domestic violence is a pattern of violent and coercive behaviors where by
one attempts to control the thoughts, beliefs, or behaviors of an intimate
partner or to punish the partner for resisting one‟s control”. 24
Dari pengertian di atas kekerasan dalam rumah tangga merupakan suatu
tindakan atas seseorang terhadap pasangannya berupa serangan dan ancaman,
baik penyiksaan secara fisik, psikologis, dan berujung sampai kematian.
Dalam Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU
PKDRT) Nomor 23 tahun 2004 Bab I Pasal 1 menyebutkan sebagai berikut:
kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang
terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan
23
Hadijah dan La Janna, Hukum Islam & Undang-Undang Anti Kekerasan dalam Rumah
Tangga, (Ambon: CiptaKaryaMandiri, 2007), h. 8. 24
Jacobson & Gottman, Journal of Counseling & Development, Vol 81, tahun 2003, h.
235-248.
41
secara fisik, seksual, psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga,
termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.25
Menurut Magdol (1997) banyak pasangan yang melakukan kekerasan
sebagian besar dilakukan oleh kaum pria (suami) dapat diambil dalam
memperhitungkan kekerasan pasangan, laki-laki dan perempuan. Satu dugaan
adalah bahwa laki-laki cenderung menyerang sementara cenderung bereaksi.
Artinya kekerasan laki-laki terhadap perempuan lahir dari faktor-faktor yang
mengancam posisi tradisional sebagai pihak dominan dalam hubungan, seperti
pengangguran, dan penyalahgunaan obat. Kekerasan domestik memotong
lintas semua strata dalam masyarakat, hal ini yang sering dilaporkan di antara
orang-orang dari tingkat sosial ekonomi rendah. Ini dapat merefleksikan lebih
tingginya tingkat stres yang dialami orang-orang secara finansial. Beberapa
fakta mengemukakan adannya kesenjangan penghasilan, antara suami dan
istri, dengan istri yang berpenghasilan lebih daripada suami, yang
berkontribusi terjadinya kekerasan terhadap istri. 26
2. Bentuk-bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tindak kekerasan terhadap
istri dalam rumah tangga dibedakan ke dalam 4 (empat) macam yaitu
kekerasan fisik, psikologis, seksual, dan ekonomi.27
25
Moerti Hadiati Soeroso, Buku Undang-Undang Pengahapusan Kekerasan dalam
Rumah Tangga (UU RI No.23 Tahun 2004). (Jakarta: SinarGrafika, 1992), h.21 26
Jeffrey S. Nevid, Beverly Greene, Psikologi Abnormal (terjemah), (Jakarta: Erlangga,
2003), edisi ke-lima, jilid 2, h. 216. 27
Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan dalam Rumah Tangga, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h.7.
42
a. Kekerasan Fisik
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh
sakit atau luka berat. Perilaku kekerasan yang termasuk dalam golongan
ini antara lain adalah menampar, memukul, meludahi, menarik rambut
(menjambak), menendang, menyulut dengan rokok, menyetrika,
memukul/melukai dengan senjata, dan sebagainya. Biasanya perlakuan ini
akan tampak seperti bilur-bilur, muka lebam, gigi patah atau bekas luka
lainnya. KDRT jenis ini biasanya terjadi dikarenakan pelaku tidak bisa
menahan emosi pada saat terjadi perselisihan.
b. Kekerasan Psikologis / Emosional
Kekerasan psikologis atau emosional adalah perbuatan yang
mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya
kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya dan atau penderitaan
psikis berat pada seseorang. Perilaku kekerasan yang termasuk
penganiayaan secara emosional adalah penghinaan, komentar-komentar
yang menyakitkan atau merendahkan harga diri, mengisolir istri dari
dunia luar, mengancam atau, menakut-nakuti sebagai sarana memaksakan
kehendak. Kekerasan jenis ini terkadang belum disadari bahwa hal ini
adalah termasuk dalam KDRT. KDRT jenis ini juga akan berdampak
negatif terhadap perkembangan bayi, apabila korban sedang mengandung
karena tekanan-tekanan yang dideritanya.
43
c. Kekerasan Seksual
Kekerasan jenis ini meliputi pengisolasian (menjauhkan) istri dari
kebutuhan batinnya, memaksa melakukan hubungan seksual, memaksa
selera seksual sendiri, tidak memperhatikan kepuasan pihak istri.
d. Kekerasan Ekonomi
Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah
tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena
persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan
atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Contoh dari kekerasan jenis ini
adalah tidak memberi nafkah istri, bahkan menghabiskan uang istri.
Nafkah merupakan suatu kewajiban suami terhadap istri, sedangkan
seorang istri yang bekerja sifatnya hanya membantu. Seorang suami yang
tidak menafkahi keluarganya biasanya karena suami itu suka main judi,
selingkuh, sehingga lupa akan tanggung jawabnya. Kondisi yang demikian
yang berlangsung secara terus-menerus biasanya menjadi alasan bagi istri
untuk mengajukan perceraian.28
Dari bentuk-bentuk KDRT yang ada tersebut, sering kali korban
mengalami KDRT secara ganda, sebagai contoh korban mengalami
kekerasan secara fisik dengan cara dipukul hingga mengakibatkan luka
lebam sekaligus diancam agar tidak memberitahu kejadian ini pada
keluarga atau orang lain dengan ancaman tertentu. Dari contoh tersebut
28
Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan dalam Rumah Tangga, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h.7.
44
korban mengalami kekerasan fisik dengan cara dipukul dan kekerasan
psikologis yaitu ancaman yang mengakibatkan ketakutan.
C. Bimbingan Rohani Islam
1. Pengertian Bimbingan
Kata bimbingan dalam bahasa Indonesia memberikan dua pengertian yang
mendasar, Pertama, memberi informasi, yaitu memberikan suatu pengetahuan
yang dapat dimanfaatkan untuk mengambil keputusan, atau memberikan
sesuatu dengan memberikan na sehat. Kedua, mengarahkan, menuntun ke
suatu tujuan. Tujuan yang hanya diketahui oleh orang yang mengarahkan dan
yang meminta arahan.29
Untuk mengetahui lebih lanjut tentang makna bimbingan secara umum,
berikut pendapat dari para ahli:
a. Bimo Walgito
Memberikan batasan mengenai bimbingan adalah bantuan atau
pertolongan yang diberikan kepada individu dalam menghindari atau
mengatasi kesulitan di dalam kehidupannya, agar individu atau
sekumpulan individu itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya.30
b. Drs. Khairul Umam dan Drs. A. Achyar
Pengertian bimbingan secara luas ialah suatu proses pemberian
bantuan secara terus-menerus dan sistematis pada individu dalam
29
Shahudi Siradj, Pengantar Bimbingan dan Konseling, (Surabaya: PT. Revka Petra
Media, 2002), h. 5. 30
Elfi Mu‟awanah, Rifa Hidaya, Bimbingan dan Konseling Islam di Sekolah Dasar,
(Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009), h.54.
45
memecahkan masalah yang dihadapinya agar tercapainya kemampuan
untuk memahami dirinya, kemampuan untuk merealisasikan dirinya,
sesuai dengan potensi dan kemampuan dalam mencapai penyesuaian diri
dengan lingkungan. 31
c. Rochman Natawidjadja
Mengartikan bimbingan sebagai proses pemberian bantun kepada
individu yang dilakukan secara berkesinambungan, agar individu itu dapat
memahami dirinya, sehingga dia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat
bertindak secara wajar, sesuai tuntutan dan keadaan lingkungannya,
kehidupan pada umumnya. Dengan demikian dia akan menikmati
kebahagiaan hidupnya, dan dapat memberi sumbangan yang berarti
kepada kehidupan bermasyarakat. Bimbingan membantu individu
mencapai perkembangan diri secara optimal sebagai makhluk sosial.32
2. Pengertian Rohani
Pengertian rohani secara harfiah berasal dari bahasa arab yang di awali
dari kata ruh yang berarti jiwa, sedangkan dalam kamus bahasa Indonesia, arti
ruh adalah ruh yang bertalian dengan yang tidak berbadan jasmani.33
Menurut Imam Al-Gazali yang dikutip oleh Jamaludin Kaafie roh
mempunyai dua pengertian, yaitu roh jasmani dan roh rohani. Roh jasmani
yaitu zat halus yang berpusat di ruang hati dan menjalar ke seluruh ruang urat
31
Khairul Umam, A. Achyar Aminudin, Bimbingan dan Penyuluhan, (Bandung: CV.
Pustaka Setia, 1998), h. 12. 32
Syamsu Yusuf, A. Juntika Nurihsan, Laandasan Bimbingan dan Konseling, (Bandung:
PT. Remaja Rosda karya, 2006), h.6. 33
Departemen pendidikan dan kebudayaan, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka), cetke 1, h. 830.
46
nadi (pembuluh darah) selanjutnya tersebar ke seluruh tubuh, karenanya
manusia dapat bergerak (hidup) dan dapat merasakan berbagai perasaan serta
dapat berpikir dan mempunyai kegiatan-kegiatan hidup kejiwaan. Sedangkan
roh rohani adalah bagian dari yang ghoib, dengan roh ini manusia dapat
mengenal diri sendiri dan mengenal Tuhan, dan menyadari keberadaan orang
lain (berkepribadiaan, berketuhanan, dan berkeperimanusiaan) serta tanggung
jawab atas segala tingkah lakunya.34
Azhari Aziz mendefinisikan kata istilah rohani merupakan kata dasar dari
rohani, sedangkan kata rohani menunjuk kepada bendanya yaitu tubuh itu
sendiri. Allah meniupkan ruh setiap jasad manusia sehingga menjadi
sempurna, yang kelak ruh tersebut akan mempertanggungjawabkan apa saja
yang dilakukan jasmani selama hidupnya.35
Sedangkan menurut Rafy Saputri roh adalah salah satu wujud sederhana
dan zat yang terpancar dari sang pencipta, persis sebagaimana sinar terpancar
dari matahari.36
Sebagaimana di jelaskan dalam firman Allah dalam Surat As-
sajdah/32 ayat 09:
Artinya : “kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke
dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu
34
Jamaludin Kaafie, Psikologi Dakwah, (Surabaya: Penerbit Indah, 1993), h. 16. 35
Azhari Aziz Samudra, Eksistensi Rohani Manusia, (Jakarta: Yayasan Majlis Ta‟lim
HDH, 2004), Part 2, h. 92-93. 36
Rafy Saputri, Psikologi Islam Tuntutan Jiwa Manusia Modern, (Jakarta: Rajawali Pers,
2009), h. 316.
47
pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali
bersyukur.”.37
Dapat disimpulkan bahwa ruh adalah suatu unsur yang diciptakan oleh
Allah ke dalam jasad manusia pada awal penciptaan, sehingga manusia
menjadi sempurna, sedangkan rohani sendiri adalah jasad manusia. Ruh
dan jasad menjadi satu kesatuan pada manusia yang masih hidup. Ketika
manusia meninggal hanya ruhnya saja diambil jasadnya terkubur menyatu
dengan tanah.
3. Pengertian Islam
Islam merupakan agama samawi yang diturunkan oleh Allah Swt. kepada
hamba-hamba-Nya melalui para Rasul.38
Islam menurut M. Dawam Raharjo
diartikan sebagai selamat, damai, sejahtera, menyerah diri untuk tunduk dan
taat. Agama Islam adalah petunjuk dan pedoman hidup yang disampaikan
melalui wahyu-wahyu dari Allah kepada para Nabi dan Rasul, khususnya
kepada Rasul saw. Diungkapkan oleh Sayid Sabiq bahwa Islam adalah agama
Allah azza wajalla yang di wahyukan kepada Nabi Muhammad yang berisi
keimanan dan perbuatan (amal).39
Pengertian Islam menurut Syamsul Rijal Hamid adalah agama yang
berasal dari Allah SWT, yang diturunkan melalui utusan-Nya yaitu Nabi
37
Departemen Agama RI. Al-Qur‟an Tajwid dan Terjemahannya, (Jakarta: PT.Syaamil
CiptaMedia, 2007), Q.S. Assajdah/32 ayat 09. 38
Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2005), h.1. 39
Fuad Nashori, Rachmi Diana Mucharam, Mengembangkan Kreatifitas Perspektif
Psikologi Islam, (Yogyakarta: Menara Kudus Jogja, 2002), cet. ke 1, h. 71.
48
Muhammad SAW, berupa petunjuk, perintah, dan larangan demi kebaikan
manusia.40
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan, bimbingan rohani Islam
adalah proses pemberian bantuan atau pertolongan kepada individu untuk
mencapai kehidupan yang selaras, dengan berpegang pada ajaran Islam, untuk
mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.
4. Dasar Bimbingan Rohani Islam
Pada suatu tujuan harus mempunyai dasar yang teguh ataupun kuat.
Karena dasar adalah tonggak untuk melakukan tujuan yang ingin dicapai.
Dasar utama bimbingan rohani Islam adalah Alquran dan As Sunnah. Karena
keduanya merupakan sumber dari segala sumber pedoman kehidupan umat
Islam. Alquran dan As Sunnah merupakan sumber, petunjuk, tujuan, dan
konsep bimbingan rohani Islam.41
Dasar bimbingan rohani Islam terdapat di
dalam Alquran dan As-Sunnah, yaitu untuk memberikan bimbingan, petunjuk,
atau arahan sebagaimana hal ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW,
yaitu :
دهإناعتصمتمبوكتاباللرسولوتركتفيكممالن . . . وسنة )رواهابنماجو( تضلوابع
Artinya: “Aku tinggalkan sesuatu bagi kalian semua yang jika kalian selalu
berpegang teguh kepada-Nya niscaya selama-lamanya tidak akan pernah
salah langkah tersesat jalan, sesuatu itu yakni kitabullah dan Sunnah Rasul-
Nya.42
Hadits di atas menguraikan bahwa bimbingan rohani Islam adalah suatu
pengetahuan penting yang harus di ketahui oleh manusia, agar dalam
40
Syamsul Rijal Hamid, Buku Pintar Agama Islam, (Bogor: Cahaya Salam, 2008), h.17. 41
Anwar sutoyo, Bimbingan dan Konseling Islam Teori dan Praktek, (Yogyakarta: PT.
Pustaka Pelajar, 2014), h43. 42
https://agama-islam.com/hadits-dhaif/, diakses pada tanggal 1 Februari 2018, pukul
17.05.
49
mengatasi suatu permasalahan hidup harus tetap berpegang teguh sesuai
dengan ajaran Alquran dan AsSunnah yaitu jalan yang benar dan mentaati
kebenaran. Manusia adalah sebaik-baiknya penciptaan, diciptakan oleh Allah
sangat sempurna. Tugas manusia dimuka bumi ini mentaati perintah-Nya dan
menjauhi larangn-Nya, serta bermanfaat terhadap manusia lain.
5. Tujuan dan Fungsi Bimbingan Rohani
Menurut M. Lutfi secara umum tujuan bimbingan dan penyuluhan Islam
yaitu membantu individu, keluarga dan kelompok masyarakat agar dapat
mengenal, mengarahkan dan mewujudkan dirinya sendiri (mandiri) sebagai
manusia seutuhnya, sehingga terbuka jalannya untuk mencapai kebahagiaan
hidup di dunia dan akhirat. selain itu bimbingan dan penyuluhan dalam Islam
juga bertujuan untuk membantu manusia agar kembali kepada fitrah,
menyadari tugas dan kewajibannya sebagai makhluk Tuhan yang bertanggung
jawab terhadap dirinya, keluarga, dan masyarakat untuk membantu manusia
dalam mewujudkan potensi dan eksistensi dirinya sebagai makhluk pilihan
dan memegang tugas kekhalifahan di muka bumi.43
Sedangkan tujuan khusus bimbingan rohani Islam di bagi menjadi 3 yaitu:
a. Membantu individu agar tidak menghadapi masalah
b. Membantu individu mengatasi masalah yang sedang dihadapinya
c. Membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan
kondisi yang baik atau yang telah baik agar baik dan atau menjadi
43
M. Lutfi, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan Islam, (Jakarta: Lembaga Penelitian
UIN Syarif Hidayatullah, 2008), h.98.
50
lebih baik agar tidak akan menjadi sumber masalah bagi dirinya dan
orang lain44
6. Fungsi Bimbingan Rohani
Islam memberikan bimbingan kepada individu agar dapat kembali kepada
bimbingan Al Qur‟an dan As Sunnah. Seperti yang dialami oleh beberapa
warga binaan sosial tepatnya perempuan korban kekerasan dalam rumah
tangga, mereka mengalami gangguan fisik, psikis seperti luka lebam kaena
pukulan, tampar, dan siksaan lainnya, itu diakibatkan oleh melemahnya iman
seseorang.
Thohari Musnamar mengemukakan bahwa fungsi dari bimbingan rohani
Islam yaitu:
a) Fungsi preventif atau pencegahan yaitu mencegah timbulnya masalah
pada seseorang.
b) Fungsi kuratif atau korektif yaitu memecahkan atau menanggulangi
masalah yang sedang dihadapi seseorang.45
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi bimbingan rohani
Islam sebagai pencegahan, membantu memecahkan masalah, membantu dan
mengembangkan situasi kondisi yang sedang dihadapi oleh warga binaan
sosial. Selain itu juga bimbingan rohani Islam tidak hanya memberikan
bantuan atau mengadakan perbaikan, penyembuhan dan pencegahan masalah
demi ketentraman lahiriyah saja, akan tetapi juga batiniah. Karena dalam
Islam setiap aktifitas kehidupan yang berhubungan dengan akal fikiran,
44
M. Lutfi, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan Islam, (Jakarta: Lembaga Penelitian
UIN Syarif Hidayatullah, 2008), h. 99. 45
M. Lutfi, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan Islam, h. 103.
51
perasaan (emosional) dan perilaku, harus dipertanggungjawabkan setiap
individu dihadapan Allah SWT.
52
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini dilakukan oleh penulis menggunakan pendekatan kualitatif.
Pendekatan kualitatif digunakan dalam beberapa pertimbangan, yaitu bersifat
luwes, tidak terlalu rinci, tidak lazim mendefinisikan konsep, serta
memberikan kemungkinan berbagai perubahan-perubahan manakala
ditemukan fakta.1
Sedangkan menurut Bodgan Tailor metodologi kualitatif adalah prosedur
penelitian yang menghasilkan data dan deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendapat ini diartikan
pada latar dan individu secara holistic (utuh). Peneliti tidak boleh
mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis,
tetapi perlu gambaran sebagai dari suatu keutuhan.2
Melalui pendekatan ini data yang dikumpulkan berupa jawaban dari
informan yaitu 3 orang warga binaan sosial, dan 1 orang pembimbing rohani
Islam secara langsung melaui waancara, gambar bukan angka-angka, semua
data yang dikumpulkan berdasarkan kejadian atau tanggapan secara real di
Panti Bhakti Kasih Jakrta Pusat, kebenarannya tidak menggunakan pemikiran
peneliti. Pendekatan kualitatif dipilih karena untuk mengetahui sejauh mana
1 Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kulaitatif, (Jakarta: PT. Raja Grafindo,Persada
2003), cet ke-2, h.39. 2 Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 3.
53
pengaruh coping stress yang dilakukan oleh pembimbing rohani Islam di panti
sosial Bhakti Kasih Jakarta.
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif analisis. Deskriptif analisis
yaitu analisis terhadap sampel yang dimaksudkan untuk menarik kesimpulan.
Dimana data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-
angka. Data tersebut berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, catatan
atau memo dan dokumentasi resmi lainnya.3
Dalam penelitian deskriptif analisis ini peneliti menganalisis coping stress
perempuan korban kekerasan rumah tangga di Panti Sosial Bhakti Kasih
Jakarta. Bertujuan untuk mengetahui bentuk serta upaya pembimbing rohani
Islam dalam meningkatkan coping stress pada perempuan korban kekerasan
rumah tangga.
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini bertempat di Panti Sosial Perlindungan Bhakti Kasih Jakarta
Jln. Dakota II Kebon Kosong Jakarta Pusat Telepon (021) 5406389. Adapun
yang menjadi latar belakang dan pertimbangan pemilihan tempat ini yaitu
karena lembaga ini khusus menangani perempuan korban kekerasan dalam
rumah tangga, dan mahasiswa Uin Jakarta belum pernah meneliti perempuan
korban kekerasan dalam rumah tangga di Panti Sosial Bhakti Kasih Jakarta
Pusat.
3 Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2003), h. 39.
54
Adapun waktu pelaksanaan dalam penelitian ini yaitu pada bulan 10
Februari 2017 sampai dengan 09 April 2017. Pada penelitian ini dilakukan
wawancara/turun kelapangan kembali guna melengkapi data informan yang
belum memenuhi data dalam penelitian pada tanggal 12 Februari sampai 22
Maret.
4. Subyek dan Obyek Penelitian
Subyek penelitian ini ditentukan secara sengaja dengan teknik
pengambilan sample kritikal. Strategi ini dilakukan karena keterbatasan
keterbatasan tertentu (contoh: waktu, dan kelompok tertentu), peneliti tidak
mungkin dapat melakukan penelitian pada kelompok yang berbeda. Pada
situasi demikian dimana peneliti harus memilih suatu kelompok kritikal yang
menjamin diperolehnya data penting sesuai topik yang diteliti.4
Peneliti mengambil pendekatan ini karena penelitian intervensi atau
penelitian aksi. Temuan penelitian akan memeberikan gambaran bahwa
keberhasilan (atau kegagalan) intervensi atau program tertentu pada kelompok
tertentu. Pada pengambilan data, penulis mengambil sampel perempuan
korban kekerasan dalam rumah tangga di Panti Sosial Bhakti kasih Jakarta
Pusat, terdiri dari 3 orang warga binaan sosial dan 1 orang pembimbing rohani
Islam, sesuai dengan pertimbangan dan tujuan penelitian. Hal ini sesuai
dengan teori kritikal (pengambilan sampel berdasarkan kelompok tertentu),
yaitu dalam teknik ini, siapa yang akan diambil sebagai anggota sampel
4 E.Kristi Poerwandari, Penelitian Perilaku Manusia, (Deepok: LPSP3 UI, 2011), cet ke-
4, h.116-117.
55
diserahkan pada pertimbangan pengumpulan data yang menurut penulis sesuai
dengan maksud dan tujuan.
Objek penelitian dalam penelitian ini adalah pelaksanaan bimbingan
rohani Islam dalam coping stress pada perempuan korban kekerasan dalam
rumah tangga.
5. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Observasi adalah suatu proses pengamatan melalui indra penglihatan
kita, akan tetapi hanya memperhatikan tanpa mengajukan pertanyaan.
Observasi dilakukan langsung ke tempat panti sosial Bhakti kasih Jakarta.
Metode observasi adalah teknik pengumpulan data melihat, dan
mengamati dari kegiatan sehari-hari narasumber.5 Observasi menurut
Sutrisno Hadi merupakan proses yang dilakukan oleh pengamat, dengan
memasuki dan mengikuti kegiatan kelompok yang sedang diamati.6
Dalam metode observasi ini peneliti mengamati secara
langsung perilaku-perilaku yang muncul dari subjek. Observasi ini
dilakukan untuk mendapatkan data yang relevan mengenai proses
pelaksanaan bimbingan rohani Islam.
b. Wawancara/interview
Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan
seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seorang lainnya dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu. Dalam
5 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2013), h. 64.
6 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, h. 85.
56
penelitian ini menggunakan wawancara bentuk terbuka dan langsung
artinya pasien dapat menjawab pertanyaan secara bebas dengan
kalimatnya sendiri. Sedangkan secara langsung maksudnya wawancara
langsung ditujukan kepada orang yang dimintai pendapat keyakinan atau
diminta untuk menceritakan tentang dirinya sendiri.
Dalam wawancara ini, penulis membuat interview guide terlebih
dahulu, hal ini bertujuan untuk mengetahui data secara langsung dari
obyek penelitian. Wawancara yang dilakukan peneliti adalah wawancara
terstruktur. Metode ini dipergunakan untuk memperoleh informasi dari:
satu Pembimbing rohani Islam dan tiga warga binaan sosial. Pada
wawancara ini dimaksudkan untuk menggali informasi yang mendalam
tentang bagaimana pelaksanaan bimbingan rohani Islam di Panti Sosial
Bhakti Kasih Jakarta Pusat. Pengambilan data atau wawancara dilakukan
dengan akurat oleh peneliti menggunakan alat perekam handphone yang
dapat menunjang berjalannya wawancara. Alat perekam handphone ini
digunakan untuk mengantisipasi jika terjadi kata atau kalimat yang terlupa.
c. Dokumentasi
Teknik pengumpulan data dengan menggunakan metode dokumentasi
merupakan satu cara yang dilakukan peneliti dalam tahap proses
pengumpulan data untuk menghasilkan catatan-catatan penting yang
berhubungan dengan masalah yang sedang diteliti. Sehingga nantinya akan
diperoleh data yang lengkap dan valid (bukan hasil pemikiran peneliti).
Dokumentasi adalah pengumpulan jawaban dari seorang penjawab tentang
57
apa yang dialaminya dan apa yang diketahuinya. Sedangkan menurut
Prastowo dokumentasi adalah pengumpulan informasi yang di dapatkan
dari dokumen, yakni peninggalan tertulis, arsip-arsip, akta, peraturan
perundang-undangan, buku harian, surat pribadi, biodata, dan lain-lain
yang memiliki keterkaitan dengan masalah yang diteliti.7
Metode dokumentasi digunakan untuk memperoleh data tentang
gambaran umum Panti Sosial Bhakti Kasih Jakarta Pusat, serta komponen-
komponen yang ada di dalamnya seperti sejarah, perkembangan, visi misi,
jadwal kegiatan bimbingan rohani Islam, jadwal kegiatan warga binaan
sosial, dan struktur organisasi Panti Sosial Bhakti Kasih Jakarta Pusat.
Dalam pengumpulan data ini, penulis menggunakan data-data yang otentik
yang bersumber dari data Panti Sosial Bhakti Kasih Sosial. Data-data
yang digunakan maupun informasi-informasi tertulis, mengenai pasien dan
gambaran umum Panti Sosial Bhakti Kasih Jakarta Pusat yang meliputi
letak geografis, sejarah berdiri dan perkembangannya, struktur organisasi
beserta stafnya, dan hal-hal yang berkaitan erat dengan masalah yang
diteliti.
d. Catatan Lapangan
Catatan lapangan adalah catatan tertulis tentang apa yang didengar, apa
yang dilihat, apa yang dialami, dan apa-apa yang dipikirkan dalam rangka
pengumpulan data dan refleksi terhadap data dalam penelitian kualitatif.8
7 Basrowi & Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2013), h.
160-161. 8 Djunaidi Ghony & Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2012), cet ke-1, h.213
58
Pada penelitian ini catatan lapangan bersumber dari informan warga
binaan sosial, pembimbing rohani Islam, dan staff Panti Sosial Bhakti
Kasih Jakarta Pusat. Hasil penelitian berdasarkan data, informasi sesuai
apa yang terjadi dan berdasarkan temuan lapangan.
6. Sumber Data
a. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari lapangan
sebagai gejala lainnya yang ada di lapangan dengan mengadakan
peninjauan langsung pada objek yang diteliti. Sumber data primer adalah
sumber data utama penelitian. Sumber data utama tersebut diperoleh dari
Pembimbing rohani Islam dan warga binaan sosial di Panti Sosial Bhakti
Kasih Jakarta Pusat. Data primer adalah data yang diperoleh secara
langsung dari objek penelitian. Data yang didapat dimaksud untuk
mengetahui sejauh mana peningkatan kemampuan coping stress pada
perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga melalui Bimbingan
Rohani Islam.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi pustaka yang
bertujuan memperoleh landasan teori yang bersumber dari buku literatur,
perundang-undangan, dan Al-Qur‟an yang ada hubungannya dengan
materi yang dibahas.9 Sumber data sekunder diperoleh melalui buku,
majalah, modul, artikel, jurnal tentang bimbingan rohani Islam, coping
9 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2013), h. 83.
59
stress, dan kekerasan dalam rumah tangga digunakan untuk memperoleh
data sekunder.
7. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan suatu proses penyelidikan dan pengaturan
secara sistematis berupa transkrip wawancara, catatan lapangan dan materi
lainnya yang peneliti kumpulkan untuk meningkatkan pemahaman peneliti
sendiri tentang data. Segala sesuatu yang dibutuhkan peneliti untuk
mempresentasikan apa-apa yang telah ditemukan pada orang lain sebagai
subyek penelitian. Analisis meliputi mengerjakan data, mengorganisasikan
data, membagi data menjadi satuan-satuan yang dapat dikelola,
menyintetiskan, mencari pola, menemukan apa yang penting dan apa yang
akan dipelajari dan memutuskan apa-apa yang akan dilaporkan.10
Analisis data yang digunakan dalam penelitian kualitatif ini adalah
analisis deskriptif dimana data dan informasi yang diperoleh dari lapangan
dideskripsikan secara kualitatif, dengan titik tekan pada penjelasan
hubungan kasualitas antara variabel indikator.11
Terdapat tiga komponen analisis data yang digunakan untuk
melakukan analisis yaitu :
a. Reduksi Data
Peneliti melakukan proses pemilihan, pemusatan dan perhatian
penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang
muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data
10
Djunaidi Ghony & Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2012), cet ke-1, h.246 11
Djunaidi Ghony & Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 306.
60
berlangsung secara terus menerus selama penelitian berlangsung.
Reduksi data dilakukan peneliti sebagai suatu tahap analisis dimana
peneliti menajamkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi
data dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulan-kesimpulan
finalnya dapat ditarik dan verifikasi.
b. Penyajian Data
Peneliti melakukan penyajian data untuk menyusun sekumpulan
informasi yang dapat memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan
dan pengambilan tindakan. Untuk memudahkan peneliti dalam mengambil
kesimpulan, maka data yang sudah terkumpul perlu disajikan dalam
bentuk-bentuk tertentu guna menggabungkan informasi yang tersusun
dalam bentuk padu. Penyajian data membantu peneliti untuk memahami
dan menginterprestasikan apa yang terjadi dan apa yang seharusnya
dilakukan tersebut dengan teori-teori yang relevan. Penyajian data berasal
dari wawancara warga binaan sosial dan pembimbing rohani Islam, yang
nantinya data diolah dan analisi agar dapat ditarik kesimpulan.
c. Penarikan Kesimpulan
Proses ini dilakukan dari permulaan pengumpulan data. Dalam hal ini
peneliti harus mengerti apa arti dari hal-hal yang ditelitinya. Maka dari itu
makna-makna yang muncul dari data harus selalu diuji agar
kevaliditasannya terjamin.12
12
Miles & Huberman, Analisis Data Kualitatif, (Jakarta:UI Press, 1992), h. 16-19.
61
Peneliti melakukan penarikan kesimpulan sebagai analisis
serangkaian pengolahan data yang berupa gejala kasus yang didapat di
lapangan. Penarikan kesimpulan bukanlah langkah final dari suatu
kegiatan analisis, karena kesimpulan-kesimpulan terkadang masih
kabur sehingga perlu diverifikasi. Verifikasi dilakukan untuk
menguatkan kesimpulan. Apabila ternyata belum juga diperoleh data
yang valid, maka analisis diulangi lagi dari awal sampai diperoleh data
yang benar-benar akurat sehingga dapat dipertanggungjawabkan.
62
BAB IV
TEMUAN PENELITIAN
A. Sejarah dan Perkembangan Panti Sosial Bhakti Kasih
1. Profil Lembaga
Perkembangan penduduk semakin meningkat yang berdampak kepada
politik, ekonomi, budaya, sosial serta keamanan. Salah satu dampak tersebut
adalah masalah sosial yang antara lain adalah kekerasan dalam rumah tangga
(KDRT), orang terlantar, traficking. Terkait masalah-masalah sosial tersebut
pada tahun 2002 Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Sosial,
memfungsikan Panti Sosial Tresna 02 yang sekarang berganti nama menjadi
Panti Sosial Bhakti Kasih Jakarta pusat. Sebelumnya Panti ini melayani
individu lanjut usia. Setelah berganti nama menjadi Bhakti Kasih panti ini
menampung perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT),
orang terlantar, dan konflik keluarga. Tapi sebagian besar warga binaan sosial
yang tinggal di panti tersebut adalah perempuan korban kekerasan dalam
rumah tangga.1
Meski masih banyak kekurangan sarana dan prasarana, Panti Sosial
Perlindungan Bhakti Kasih tetap berupaya memaksimalkan pelayanan pada
warga binaan sosialnya. Panti ini telah menangani ratusan korban kekerasan
dalam rumah tangga sejak awal tahun 2000. Mereka berasal dari beragam
guncangan kondisi mental. Ada yang datang dalam keadaan stres akibat
1 Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta, Buku
Pedoman Panti Sosial Bakti kasih Jakarta, data diambil pada tanggal 13 Februari 2017, pukul
13.00.
63
perilaku kekerasan suami, sampai hamil tanpa menikah. Tujuan didirikan panti
tersebut adalah sebagai wadah dan pembinaan seseorang yang mengalami
masalah sosial khususnya perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga.
Letak tempat panti yang strategis menjadi kemudahan bagi para warga binaan.
Luas wilayah panti kurang lebih 100 m2 dengan jumlah warga binaan
sebanyak 98 orang, 12 orang pramurawat, dan 10 orang Pegawai Negeri Sipil
yang bertugas di panti. 2
Panti Sosial Bhakti Kasih yang merupakan satu-satunya panti di Jakarta
yang khususnya menangani perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga
dan konflik keluarga. Bertempat di Jln. Dakota II Kebon Kosong RT 010/RW
09, Kelurahan Kebon Kosong, Kemayoran, Jakarta Pusat. Panti ini menerima
Warga Binaan Sosial (WBS) melalui informasi masyarakat, rujukan Dinas
Sosial, Kepolisian dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH). Panti ini juga
bekerja sama dengan beberapa instansi sosial lain. Penanganan wanita hamil
tanpa menikah yang mengalami gangguan jiwa, mereka bekerja sama dengan
Rumah Sakit Jiwa Duren Sawit. Sementara untuk korban KDRT yang
suaminya terlibat hukum, panti berkoordinasi dengan Pusat Pelayanan
Terpadu Pemberdayaan Perempuan (P2TP2). Pada penanganan kesembuhan
warga binaan sosial, panti memiliki jadwal rutin, diantaranya bimbingan
rohani, olahraga, pengembangan keterampilan dan kesenian. Selain itu
psikolog dan dokter juga didatangkan untuk membantu memberikan konseling
dan pemeriksaan kesehatan WBS.
2 Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta, Buku
Pedoman Panti Sosial Bakti kasih Jakarta, data diambil pada tanggal 13 Februari 2017, pukul
13.00.
64
2. Visi dan Misi Lembaga
a. Visi
Visi : Terentas penyandang masalah Kesejahteraan Sosial dalam
kehidupan yang layak dan normative manusiawi.
b. Misi
a. Memberikan perlindungan dan bantuan sosial
b. Memberikan bimbingan sosial dan bimbingan mental spiritual
c. Memberikan pelatihan keterampilan kemandirian
d. Menyalurkan atau rujukan sosial
e. Memberikan penggalangan peran serta sosial masyarakat 3
Dari data di atas visi misi panti tersebut untuk membantu individu
keluar dari masalah sosial, agar kehidupan dimasa mendatang lebih
bermanfaat dan sejahtera. Warga binaan yang tinggal di panti sosial
mendapat pelayanan sesuai dengan kebutuhan mereka. Terdapat tujuh
tahap pelayanan yang mereka terima di antaranya:
1) Tahap Pendekatan Awal
Sebagai kegiatan yang mengawali keseluruhan proses penerimaan
guna memperoleh dukungan dan data awal calon WBS dengan persyaratan
yang telah di tentukan.
2) Penerimaan
Tahap ini dilakukan dalam rangka pemenuhan pelayanan
penyelenggaraan kesejahteraan sosial selama di panti.
3 Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta, Buku
Pedoman Panti Sosial Bakti kasih Jakarta, data diambil pada tanggal 13 Februari 2017, pukul
13.00.
65
3) Assesmen
Kegiatan penelaahan dan pengungkapan masalah dan potensi dalam
rangka melihat potret diri WBS berkaitan dengan kebutuhan
penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
4) Pembinaan
Kegiatan pembinaan ini dilakukan dalam rangka perlindungan dan
pemulihan dan bantuan sosial kepada warga binaan sosial.
5) Resosialisasi
Kegiatan ini dilakukan dalam rangka menyiapkan warga binaan sosial
agar dapat berintegrasi dengan lingkungan barunya.
6) Penyaluran
Kegiatan ini merupakan penyaluran warga binaan sosial setelah
mengikuti pelayanan di panti.
7) Pembinaan lanjut dan terminasi
Pembinaan lanjut merupakan kegiatan memonitor perkembangan
warga binaan sosial saat dan setelah kembali ke keluarga atau berada
dalam panti lembaga rujukan. Terminasi atau penghentian pelayanan
dilakukan 1 tahun setelah warga binaan sosial disalurkan.4
3. Program Kegiatan Lembaga
Warga binaan sosial diberi bimbingan rohani serta keterampilan yang
bertujuan agar mereka dapat menjadi pribadi yang lebih bermanfaat dalam
kehidupannya dan sejahtera. Semaksimal mungkin pihak lembaga
4 Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta, Buku
Pedoman Panti Sosial Bakti kasih Jakarta, data diambil pada tanggal 13 Februari 2017, pukul
13.00.
66
memberikan fasilitas yang menunjang kebutuhan WBS. Kegiatan yang
dilakukan dalam seminggu, salah satunya dengan mendatangkan pengajar
khusus untuk memberi bimbingan dan keterampilan.
Pada hari Sabtu dan Minggu warga binaan sosial masih tetap memiliki
kegiatan akan tetapi tidak terjadwalkan secara struktural, khusus dua hari itu
kegiatan akan di pandu oleh pramu sosial yang bertugas di panti. pagi hari
memiliki kegiatan keterampilan merajut atau menyulam dari pukul 09.00 –
11.00, belajar mengaji bagi WBS yang beragama muslim.5
Tabel 2.
Kegiatan Lembaga di Panti Bhakti Kasih Jakarta Pusat
HARI KEGIATAN WAKTU
SENIN Bimbingan Iqra 09.00 – 12.00
Tata Busana 13.00 – 15.00
SELASA Bimbingan Rohani Islam 09.00 – 12.00
Bimbingan Rohani Kristen 13.00 – 15.00
RABU Bimbingan Qasidahan 09.00 – 12.00
Bimbingan Bahasa Isyarat 13.00 – 15.00
KAMIS Keterampilan Hasta Karya 09.00 – 12.00
Keterampilan Tata Boga 13.00 – 15.00
JUMAT Senam SKJ 07.00 – 08.00
Keterampilan Menari 09.00 – 12.00
Keterampilan Salon 13.00 – 15.00
Sumber Data : Kantor Panti Sosial Bhakti Kasih Jakarta Pusat, 2017.6
5 Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta, Buku
Pedoman Panti Sosial Baktikasih Jakarta, data diambil pada tanggal 13 Februari 2017, pukul
13.00. 6 Aditiya (Pramu Sosial), Kantor Panti Bhakti Kasih Jakarta Puasat, 2017.
67
B. Temuan Lapangan
1. Karakteristik Informan
Dalam penelitian ini penulis mengadakan wawancara dan observasi
langsung terhadap proses kegiatan bimbingan rohani Islam. Informan yang
penulis wawancarai terdiri dari pembimbing rohani Islam dan beberapa warga
binaan sosial (WBS). Adapun penjelasan data mengenai informan sebagai
berikut:
a. Pembimbing Rohani Islam
1) Rachmat
Ustadz Rachmat adalah seorang pembimbing rohani Islam di Panti
Sosial Bhakti Kasih, warga binaan sosial biasa memanggil beliau
dengan sebutan Ustadz. Beliau lahir di Jakarta pada tanggal 02 Mei
tahun 1955. Tinggal di Manggarai, Jakarta Pusat, beliau lulusan
Sarjana Strata 1 disebuah Universitas Islam di Jakarta. Beliau
merupakan sarjana agama yang telah berpengalaman sebagai pendidik
agama Islam selama kurang lebih 20 tahun di sebuah instansi Sekolah
Menengah Kejuruan . Bapak Rachmat adalah sosok pribadi yang baik
dan ramah. Beliau selalu terbuka pada siapa saja terutama pada WBS
yang membutuhkan saran dan masukannya. Pak Rachmat menjadi
pembimbing rohani Islam di Panti Sosial ini kurang lebih 10 tahun.
Setiap hari Senin dan Selasa pada pukul 09.00 – 11.30
dilaksanakan bimbingan rohani Islam yang dipandu langsung oleh
Ustadz Rachmat. Tempat pelaksanaan bimbingan bertempat di ruang
68
aula Lantai 2 Panti Sosial Bhakti Kasih Jakarta Pusat. Sebelum
mengikuti bimbingan warga binaan sosial harus terlebih dahulu
berwudlu guna memperlancar jalannya bimbingan rohani Islam. Warga
binaan sosial yang beragama Islam dan mengikuti bimbingan sebanyak
59 orang.
Cara penyampaian ustadz dalam memberikan bimbingan dengan
cara berdiri dan audience duduk/ lesehan. Bentuk bimbingan rohani
yang Ustadz Rachmat gunakan adalah melalui ceramah, do‟a dan
dzikir serta Ruqyah. Ruang lingkup materi yang di sampaikan oleh
ustadz yaitu berkenaan tentang kehidupan sehari-hari dan diutamakan
tentang ibadah. Materi ceramah yang disampaikan di antaranya tentang
akhlak meliputi cara berbakti kepada orang tua, pentingnya berbuat
baik pada sesama manusia, tentang ibadah meliputi tata cara berwudlu
yang baik dan benar, keutamaan beribadah, pentingnya bersyukur, 5
cara shalatnya diterima oleh Allah. Setelah bimbingan rohani selesai
dilaksanakan, warga binaan sosial (WBS) dapat berkonsultasi secara
personal kepada pembimbing rohani islam, terkait keluh kesah dan
tekanan yang dialami warga binaan sosial.7 Berikut adalah penggalan
wawancara dengan Ustadz Rachmat selama menjadi pembimbing
rohani Islam di Panti Sosial Bhakti Kasih Jakarta Pusat.
“ Banyak pelajaran yang saya ambil selama saya menjadi
pembimbing rohani islam seperti kesabaran saya bertambah, tentunya
juga saya tiada hentinya untuk bersyukur masih di beri kesehatan
jasmani dan rohani sehingga saya dapat membantu mereka yang
7 Wawancara Pribadi dengan Ustadz Rachmat, Jakarta, 06 Maret 2017.
69
membutuhkan bimbingan rohani Islam. Saya bekerja disini bukan atas
dasar uang tetapi benar-benar ingin membantu mereka. Dapat
membantu mediasi warga binaan sosial keluar dari tekanan. Sungguh
saya sudah bersyukur, artinya dapt bermanfaat bagi mereka. Salah
satu tujuan saya adalah melihat mereka bahagia dan hidup layak.”8
b. Warga Binaan Sosial (WBS)
1) Sifa Anari
Lahir di Jakarta pada tanggal 22 Maret 1977, ditahun 2017 ini
tepatnya berumur 40 tahun. Beliau menikah pada tahun 2006 pada
saat beliau berumur 30 tahun. Setelah menikah ibu sifa tinggal di
kontrakan dengan suaminya di Bintaro, Tangerang Selatan.
Suaminya bekerja sebagai buruh pabrik di sebuah perusahaan
retail. Mereka di karuniai 2 orang anak, anak pertama laki-laki
bernama Aidil yang berumur 7 tahun, dan anak ke duanya yaitu
perempuan yang bernama Nisah berumur 4 tahun.
Penyebab ibu sifa bercerai dengan Harris (selaku suaminya)
karena beliau mendapatkan perlakuan kasar dari suaminya berupa
kekerasan fisik dan psikologis. Perlakuan kasar tersebut berupa
cacian, makian, tamparan, pukulan dan lain-lain. Ibu Sifa mendapat
perlakuan kasar dari suaminya, terjadi selama 3 tahun. Awal mula
beliau mendapat perlakuan kasar karena sang suami mengonsumsi
zat aditif yaitu narkoba yang berjenis sabu-sabu dan ibu Sifa
dilarang oleh suami untuk menghubungi atau silaturahmi pada
8 Wawancara Pribadi dengan Ustadz Rachmat, Jakarta, 06 Maret 2017.
70
sanak saudara. Ibu Sifa adalah istri kedua dari suaminya,
mempunyai 2 buah hati yaitu bernama Aidil dan Nisah.
Latar belakang ibu Sifa tinggal di Panti Sosial Bhakti Kasih
Jakarta pusat ialah melalui rekomendasi adik beliau yang semula
melaporkan kejadian kekerasannya kepada Komnas Perlindungan
Perempuan, setelah diproses kasus tersebut ibu Sifa tinggal di Panti
Bhakti Kasih Jakarta Pusat bersama ke dua anaknya. Beliau merasa
lebih aman dan nyaman tinggal di Panti Sosial karena tidak ada
ancaman dari suaminya lagi. Ibu Sifa sudah tinggal di Panti Bhakti
Kasih Jakarta Pusat selama 8 bulan yang sebelumnya tinggal di
Komnas Perlindungan Perempuan selama 1 minggu.9
2) Fitri Handayani
Lahir di Jakarta pada tanggal 27 Juli 2001, di tahun 2017 Fitri
ini berusia 16 tahun. Menikah pada 06 Maret 2014 dan mengalami
perceraian awal 2016, tepatnya pada tanggal 23 Januari 2016. Ibu
Fitri mendapat perlakuan kasar yaitu kekerasan fisik yang
dilakukan oleh Andi selaku suami korban, ibu kandung dan nenek
kandung akibat korban perjodohan orang tua karena hutang. Ibu
Fitri mengalami luka akibat kekerasan tersebut berupa luka lebam
karena pukulan, rambut rontok karena jambakan, dan benjolan
akibat pukulan benda tumpul (gagang sapu).
9 Wawancara Pribadi dengan Ibu Sifa, Jakarta, 14 Maret 2017.
71
Melalui RT setempat Fitri beserta suami, ibu dan nenek
kandung di bawa ke Komnas Perempuan. Kasus mereka diproses
sampai akhirnya Ibu Fitri di tempatkan di Panti Sosial Bhakti
Kasih Jakarta Pusat. Ibu Fitri tinggal di Panti Bhakti Kasih Jakarta
Pusat terhitung sudah 6 bulan, dan sebelumnya tinggal 7 hari di
Komnas Perlindungan Perempuan. Selama di Panti, Ibu Fitri
mengikuti bimbingan rohani sebagai upaya untuk keluar dari
stres/tekanan yang dialaminya. Dia merasakan perubahan yang
signifikan dari bimbingan rohani Islam, Ibu Fitri tidak lagi
menyimpan dendam terhadap suaminya, lebih ikhlas menjalankan
kehidupan tidak buruk sangka kepada Tuhan. Ibu Fitri merasakan
ketenangan dalam hatinya dan menambah kedekatannya terhadap
Tuhan. Materi bimbingan rohani yang diikuti oleh Ibu Fitri
meliputi cara beribadah, dan membaca alQuran.10
3) Ani
Lahir di Bogor, pada tanggal 10 juni 1999. Kini usinya tepat
18 tahun. Ani mempunyai satu anak dan kini dia tengah
mengandung, usia kandunganya memasuki bulan ke-8. Ibu Ani
tinggal di panti terhitung sudah 6 bulan lamanya, sebelum akhirnya
di tempatkan di Panti Bhakti Kasih Jakarta Pusat, Ibu Ani sempat
tinggal di Pusat Pelayan Terpadu Pemberdaya Perempuan selama 9
hari. Latar belakang dia tinggal di panti karena mendapat perlakuan
10
Wawancara Pribadi dengan Ibu Fitri, Jakarta, 14 Maret 2017.
72
kasar dari suaminya, kekerasan fisik dan ekonomi. Sudah 1 tahun
suami Ibu Ani tidak memberi nafkah, dan Beliau dituntut untuk
bekerja demi menopang kebutuhan sehari-hari keluarganya.
Suatu hari saat Ibu Ani usai bekerja, suami dia datang meminta
penghasilannya. Karena uang yang diberikan tidak mencukupi
maka suami Ibu Ani pun menampar dan menjambaknya hingga
tubuhnya tersungkur.
“Saya teriak kesakitan mba, tapi suami saya terus mukulin
saya, karena saya gak dapet uang banyak. Saya di jambak
lalu kepala saya di lempar ke lantai. Saya meminta ampun
tapi suami saya tidak peduli.”
Hingga akhirnya 2 tahun berlalu dengan perlakuan kasar
suaminya Ibu Ani memutuskan untuk meninggalkan suaminya, dan
pergi ke rumah orang tuanya. Pikiran Ibu Ani kacau dan takut jika
suaminya datang mencarinya. Sehingga dia memutuskan untuk
menitipkan anaknya ke rumah orang tua. Kemudian orang tua
beliau melaporkan kasus kekerasan yang di alami oleh anaknya ke
Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdaya Perempuan (P2TP2).
Setelah kasus Ibu Ani di proses, Beliau ditempatkan di Panti
Perlindungan Bhakti Kasih Jakarta Pusat.11
11
Wawancara Pribadi dengan Ibu Ani, Pada Tanggal 29 Maret 2017.
73
2. Bentuk Bimbingan Rohani Islam dalam Coping Stress Pada
Perempuan Korban KDRT Di Panti Sosial Bhkti Kasih
Bimbingan merupakan serangkaian tahapan kegiatan yang sistematis dan
berencana serta terarah kepada pencapaian tujuan.12
Bimbingan juga proses
pemberian bantuan yang diberikan oleh seseorang atau sekelompok orang
secara terus menerus dan sistematis oleh pembimbing agar individu atau
sekelompok individu menjadi pribadi yang mandiri.
Sedangkan kata rohani dalam agama Islam berasal dari kata al-ruh, di
antaranya para ahli sendiri tidak memporoleh kata sepakat mengenai
batasannya. Berpedoman kitab suci Al-Qur‟an pada beberapa terjemahan
bahasa Indonesia, ditemukan kata-kata yang sama, diartikan dengan jiwa,
yaitu al-ruh dan an-nafs, yang keduanya memiliki daya hidup. Menurut
Muhammad Waked manusia yang hidup adalah manusia yang terdapat dalam
dirinya roh, nafs, dan hayat. Hayat manusia dapat hidup, bernafas dengan
paru-paru dan dengan nafas dia dapat merasa dengan panca indera. Ketiga
unsur tersebut merupakan tiga kesatuan yang saling mempengaruhi satu
dengan yang lainnya.13
Menurut Jumhur Ulama, kata al-ruh adalah roh yang
ada dalam badan kita.14
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, maka bimbingan rohani Islam
adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras
dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga tercapai tujuan hidup di dunia
dan di akhirat. Bimbingan rohani Islam merupakan proses pemberian bantuan,
12
Lahmudin Lubis, Konsep-Konsep Dasar Bimbingan dan Konseling, (Bandung:
Ciptapustaka Media, 2006), h. 4. 13
Suprayetno, Psikologi Agama, (Bandung: Ciptapustaka Media Perintis), h. 30-32. 14
Departemen Agama RI, 2006:145
74
artinya bimbingan tidak mengharuskan, melainkan sekedar membantu
individu.
Bentuk-bentuk Bimbingan Rohani Islam yang pak Ustadz gunakan pada
perempuan korban KDRT dalam upaya mengurangi tekanan-tekanan yang
dihadapinya, Menurut Ustadz Rahmat:
“Bentuk Bimbingan yang saya gunakan adalah ceramah, do‟a, dzikir, dan
satu lagi ruqyah. Bimroh ini di berikan pada warga binaan sosial sesuai
kebutuhan mereka, dengan tujuan membantu mereka keluar dari stress
melalui bimbingan rohani Islam.”15
Dari hasil wawancara dengan Ustadz Rahmat tentang bentuk bimbingan
rohani Islam pada perempuan korban KDRT dalam proses upaya untuk keluar
dari tekanan-tekanan yang dialaminya, atau sesuatu yang diluar kapasitas
kemampuannya, bentuk bimbingan rohani Islam yang digunakan yaitu
ceramah, do‟a serta dzikir, dan ruqyah.16
1. Ceramah
Penyampaian ceramah ini dilakukan sebagai salah satu bentuk
upaya ketika para warga binaan sosial dihadapkan dengan tekanan
yang melampaui batas kemampuan individu. Pelaksanaan kegiatan ini
bertujuan agar warga binaan sosial menambah wawasan tentang agama
Islam, dan dapat mengetahui batasan dan larangan dalam Islam.
2. Doa‟ dan Dzikir
Materi dzikir ini disampaikan oleh pembimbing rohani Islam, adapun
materi yang digunakan adalah
15
Wawancara Ustadz Rahmat, 22 Januari 2018. 16
Wawancara Ustadz Rachmat, 22 Januari 2018
75
a) Dzikir Qalby Fikri yaitu berdzikir dengan hati dan pikiran. Pada materi
ini warga binaan sosial tidak hanya berdzikir dengan lisan tapi pikiran,
dimana warga binaan sosial dapat merenungi kesalahan dan tekanan
yang dihadapinya.
b) Dzikir Lisan yaitu mengucapkan kalimat Tauhid, Istigfar, dan
Sholawat.
c) Dzikir Fi‟ly yaitu berdzikir dengan perbuatan, melaksanakan perintah-
Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, untuk materi ini dituntun
bagaimana warga binaan sosial dapat istiqamah dalam melakukan
ibadah, sholat lima waktu. Pembimbing Rohani Islam selalu
mengingatkan pentingnya beribadah dan ganjarannya, sehingga warga
binaan sosial tidak hanya menjalankan sekedar kegiatan Panti akan
tetapi karena mereka butuh dan selalu ingin dekat dengan Tuhan.
Bacaan yang digunaan pada saat bimbingan do‟a dan dzikir adalah
membaca “Tasbih, Tahmid, Tahlil, Takbir”, diikuti dengan membaca
Surat Alfatihah, Surat An-nas, Syahadat, Sholawat, juga membaca doa,
contohnya do‟a keselamatan dunia akhirat, do‟a mau makan, do‟a
kedua orang tua, dll.17
Secara harfiah dzikir berarti ingat. Dzikir yang dilandasi dengan
kesadaran pikiran secara penuh serta kesucian hati mengandung daya
atau tegangan yang sangat tinggi, sehingga mampu “menyetrum”
orang yang melakukannya dari lubuk hati yang paling dalam sehingga
17
Wawancara Pa Ustadz Rahmat, 22 Januari 2018
76
membuat perbuatan-perbuatan lahiriyahnya bagaikan pemikiran yang
orisinal dan brilian.18
Ada banyak bentuk amalan dzikir, salah satunya
adalah membaca ayat-ayat suci al-Qur‟an. Ketika berdzikir hati
menjadi tenang sehingga terhindar dari kecemasan. Al-Qur‟an sendiri
menerangkan hal ini dalam surat Ar Ra‟d ayat 28 yang artinya:
“Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi
tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat
Allahlah hati menjadi tentram.19
”(QS.Ar Ra‟d: 28)
Dalam Al-Qur‟an juga terdapat bacaan yang mengandung ayat-ayat
berupa do‟a yang disebut dengan do‟a Qur‟ani. Do‟a dalam kehidupan
seorang muslim menempati posisi psikologis yang strategis sehingga
bisa memberi kekuatan jiwa bagi yang membacanya. Do‟a
mengandung kekuatan spiritual yang dapat membangkitkan rasa
percaya diri dan optimisme yang keduanya merupakan hal yang
mendasar bagi penyembuhan suatu penyakit. Dengan berdo‟a, ibadah
mempunyai roh dan kerja atau amal memiliki nilai modal spiritual.
Begitu istimewanya kekuatan do‟a, pada bentuk bimbingan rohani
Islam ini bertujuan untuk membantu dan meringankan tekanan-tekanan
yang dihadapi oleh perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga
di Bhakti Kasih Jakarta Pusat, sehingga mereka dapat hidup mandiri
tanpa tekanan yang berlebih.
18
Lahmudin Lubis, Konsep-Konsep Dasar Bimbingan dan Konseling, (Bandung:
Ciptapustaka Media, 2006), h. 66. 19
Departemen Agama RI. Al-Qur‟an Tajwid dan Terjemahannya, (Jakarta: PT.Syaamil
Cipta Media, 2007), Q.S. Ar-Rad ayat 28.
77
3. Ruqyah
Dapat ditinjau dari dua perspektif, yaitu perspektif psikologi dan
agama. Dari perspektif psikologi, menurut pandangan Freud, dissosiasi
merupakan salah satu bentuk deffence mechanism ego ketika
kebutuhan-kebutuhan ide tidak tersalurkan karena adanya super ego.
Dalam hal ini, orang yang mengalami stres berat atau kejadian
traumatic, coping stress tidak dapat mengatasi stressor yang ada
sehingga ego melemah, dia mulai melakukan pertahanan diri dalam
bentuk dissosiasi, yaitu kehilangan kemampuan mengingat peristiwa
yang terjadi padadirinya.20
Sementara dari perspektif agama Islam, gangguan jin biasanya
terjadi pada orang-orang yang mengalami kondisi-kondisi sebagai
berikut: a) takut yang berlebihan, b) marah yang tak tertahankan, c)
sedih dan stres yang mendalam, d) kelalaian yang melenakan, e)
memperturutkan nafsu syahwat. Menurut hazanah bahasa, ruqyah
dianggap sebagai suatu tradisi lokal seperti do‟a atau disebut juga
dengan mantra. Pada praktiknya, ruqyah merupakan sistem pengobatan
dengan menggunakan bacaan-bacaan tertentu yang diarahkan kepada
orang yang sedang di obati. Sementara Taufiq menjelaskan bahwa
20 Rasmun, Stress, Coping and Adaptasi Teori dan Pohon Masalah Keperawatan, (Jakarta:
Sagung Seto, 2004), h.73-74.
78
ruqyah merupakan pembacaan beberapa kalimat untuk seseorang
dengan harapan kesembuhan atas kesengsaraannya.21
Ruqyah bisa berupa kumpulan ayat-ayat al-Qur‟an, zikir, atau do‟a
para nabi yang dibacakan oleh seseorang untuk dirinya sendiri ataupun
untuk orang lain. Di sisi lain, terapi ruqyah merupakan terapi yang
diambil dari kitab-kitab umat Islam, yaitu penggunaan ayat-ayat al-
Qur‟an dan do‟a-do‟a ma‟tsur yang diambil dari hadits Rasulullah
yang dibacakan kepada pasien. Dalam pelaksanaannya, ruqyah
menempuh prosedur tertentu. Proses terapi ruqyah, menurut Ustadz
Rachmat selaku pembimbing rohani Islam sekaligus terapis, ruqyah
sebaiknya ditempuh melalui prosedur-prosedur terapi seperti berikut:
a) pengenalan ruqyah yang meliputi sumber syariatnya, syarat, dan
penanaman nilai-nilai, b) kontrak pertemuan terapi, sehingga dapat
diatur kapan pelaksanaan terapi dilakukan, c) pengkondisian tempat
pasien, d) dialog tentang materi keislaman, e) pembacaan ayat-ayat
ruqyah.22
Diriwayatkan dari „Utsman ibn Abi al-„Ash ats-Tsaqafi mengenai terapi
ruqyah untuk mengobati penyakit fisik bahwa ia berkata, ”Aku telah datang
kepada Rasulullah saw mengadukan sebuah penyakit yang hampir saja
membinasakanku. Maka beliau shallallahu „alaihi wa sallam berkata kepadaku,
”letakkanlah tanganmu di atas bagian tubuhmu yang sakit,lalu bacakanlah:
“Dengan nama Allah (7kali) aku berlindung kepada Allah dan kodrat-Nya dari
kejahatan berbagai penyakit, baik penyakit yang sedang menimpaku maupun yang
akan datang.” „Utsman ibn Abi al-Ash melanjutkan,”Maka aku amalkan petunjuk
Rasulullah tersebut sehingga Allah swt menghilangkan penyakit itu dariku.”23
21
Muhammad Fatahillah, Terapi Stress Secara Islami, (Surakarta: Ma‟sum Press, 1999),
h. 47-49. 22
Wawawancara dengan Ustadz Rachmat, 22 Januari 2018. 23
Taufik Muhammad Izzudin, Panduan Lengkap dan Praktis Psikologi Islam, (Jakarta:
Gema Insani Press, 2006). h. 31.
79
Diriwayatkan mengenai terapi ruqyah untuk mengobati gangguan
kejiwaan bahwa Ubay ibn Ka’ab berkata: Ketika aku berada di dekat Rasulullah
saw datanglah seorang Arab Badui menemui beliau seraya berkata: Wahai nabi Allah!
Sesungguhnya saudaraku sedang sakit.”Apa sakitnya”balas Beliau. Ia menjawab, ”Ia
terkena gangguan jiwa, wahai nabi Allah.” Kata Rasulullah shallallahu „alaihi wa
sallam lagi,”Bawa saudaramu itu kesini!”Maka orang itu pun membawakan
saudaranya itu kehadapan baliau. Maka Rasulullah saw meminta perlindungan
kepada Allah untuk diri saudaranya itu dengan membacakan surah al-Fatihah, empat
ayat pertama dari surah al-Baqarah, dua ayat pertengahan darinya, yaitu ayat yang ke-
163 dan ke-164, ayat Kursi, dan tiga ayat yang terakhir dari surat al-Baqarah tersebut.
Kemudian ayat yang ke-18 dari surah Ali„Imram, ayat yang ke-54 dari surah al-A‟araf,
ayat yang ke-116 dari surah al-Mu‟minun, ayat yang ketiga dari surah al-Jin, sepuluh ayat
pertama dari surah ash-Shaffat, ayat yang ke-18 dari surah Ali „Imran, tiga ayat terakhir
dari surah al-Hasyr, surah al-Ikhlas, dan mu‟awwidzatain (surah al-Falaq dan an-
Nas).”24
Jika warga binaan sosial perlu dibacakan ayat-ayat ruqyah, maka
langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah sebagaimana yang
dijelaskan oleh Ustadz Rachmat sebagai berikut: a) tahap persiapan
dengan dua langkah, b) tahap penyembuhan dengan tujuh langkah, c)
tahap pasca penyembuhan dengan lima langkah. Adapun ramuan yang
digunakan adalah: a) habbatussauda (jinten hitam), b) kurma, c) madu,
d) daun bidara (sidr), dan e) air.25
3. Upaya Pembimbing Rohani Islam dalam Meningkatkan Coping Stress
Pada Perempuan Korban KDRT di Panti Sosial Bhakti Kasih
Bimbingan rohani sebagai proses pemberian bantuan yang terus
menerus dilakukan secara sistimatis kepada individu dalam memecahkan
masalah yang dihadapinya, sehingga tercapainya kebahagian hidup di dunia
dan akhirat. Pola yang diterapkan oleh bimbingan rohani Islam di Panti Sosial
Bhakti kasih Jakarta Pusat, tidak hanya bimbingan dan penyampaian materai,
tapi juga terdapat kegiatan yang di luar dari konteks, misalnya: dapat
24
Taufik Muhammad Izzudin, Panduan Lengkap dan Praktis Psikologi Islam, (Jakarta:
Gema Insani Press, 2006). h. 32-33. 25
Wawancara dengan Ustadz Rachmat, 22 Januari 2018
80
berkonsultasi secara personal tentang masalah yang dialami warga binaan
sosial kepada pembimbing rohani, dan menanyakan hal yang belum jelas pada
saat kegiatan bimbingan. Konsultasi pribadi ini dilakukan secara berkala pada
wargaa binaan sosial guna mengetahui pengaruh bimbingan rohani Islam
terhadap tekanan yang dialami wbs. Materi atau saran yang diberikan oleh
Ustadz Rachmat kepada warga binaan sosial dapat dijadikan motivasi dan
referensi bagi kehidupan sehari-hari tentunya agar hidup lebih baik serta
bermanfaat.
Pembimbing Rohani Islam adalah orang yang dianggap mampu untuk
memberikan pengarahan, penasehatan, dan bimbingan kepada warga binaan
sosial yang mengalami stres akibat kekerasan dari suaminya. Pembimbing
rohani hendaklah orang yang memiliki keahlian professional dalam bidang
keagamaan. Selain kemampuan tersebut, pembimbing dituntut untuk
mempunyai keahlian lain guna menunjang kegiatan tersebut. Pembimbing
seharusnya dapat berkomunikasi, bergaul, dan bersilaturrahmi dengan baik.
Mengingat tugas pembimbing rohani tidak mudah maka rohaniawan dituntut
untuk memiliki syarat peribadi mental tertentu. Adapun syarat-syarat tersebut
adalah: 1) Memiliki pengetahuan agama, berakhlak mulia serta aktif dalam
menjalankan ajaran agamanya. 2) Memiliki pribadi dan dedikasi yang tinggi.
3) Memiliki kemampuan untuk mengadakan komunikasi dengan baik. 4)
Memiliki rasa komitmen dengan nilai-nilai kemanusiaan. 5) Memiliki
keuletan dalam lingkungan intern maupun ekstern. 6) Memiliki rasa cinta dan
etos kerja. 7) Mempunyai kepribadian yang baik. 8) Memiliki rasa sensitif
81
terhadap kepentingan warga binaan sosial. 9) Memiliki kecekatan berfikir
cerdas, sehingga mampu memahami yang dikehendaki warga binaan
sosiaL.10) Memiliki personaliti yang sehat dan utuh, tidak terpecahkan
jiwanya karena frustasi. 11) Memiliki kematangan jiwa dalam segala
perubahan lahiriah maupun batiniah. Rohaniawan hendaklah memahami
karakter orang yang dibimbingnya, sehingga pesan-pesan yangdisampaikan
bisa diterima dengan baik oleh warga binaan sosial.26
Sama halnya dari kutipan wawancara dengan Ustadz Rachmat yaitu
“Pada kegiatan bimbingan yang saya lakukan terhadap warga
binaan sosial, saya terlebih dahulu mengamati kebutuhan apa yang
mereka inginkan. Biasanya beberapa pertemuan saya memberikan
ceramah. Tapi bila dirasa warga binaan sosial mulai jenuh dengan
metode ceramah, saya selingi dengan cerita sahabat nabi dengan
pengaplikasian melalui kehidupan sehari-hari, kadang saya juga
memilih untuk metode do‟a dan berdzikir.”27
Pada penelitian ini menitik beratkan bagaimana upaya pembimbing rohani
Islam dapat meringankan tekanan-tekanan di luar kemampuan perempuan
korban kekerasan dalam rumah tangga, sehingga dapat hidup mandiri dan
mendapat perlakuan yang layak.
4. Faktor Penentu Keberhasialan Bimbingan Rohani Islam dalam
Meningkatkan Coping Stress Pada Perempuan Korban KDRT
Lazarus mengartikan coping stress sebagai suatu upaya yang dilakukan
oleh seseorang ketika dihadapkan pada tuntutan-tuntutan internal maupun
26
Isep Zainal A., Bimbingan Penyuluhan Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.58-59. 27
Wawancara pribadi dengan Ustadz Rachmat, 22 Januari 2018.
82
eksternal yang ditujukan untuk mengatur suatu keadaan yang penuh stres
dengan tujuan mengurangi distress.28
Dapat disimpulkan bahwa cara menghadapi stres dan bereaksi terhadap
tekanan yang berfungsi untuk memecahkan masalah dengan mengatur
keadaan penuh stres secara dinamis, dengan menggunakan sumber daya
mereka sebagai respon menghadapi situasi yang mengancam. Melalui
bimbingan rohani Islam warga binaan sosial dapat melancarkan upaya untuk
meringankan tekanan-tekanan yang dihadapinya, setiap kegiatan bimbingan
rohani tentu ada tujuan yang harus dicapai. Pada penggalan wawancara berikut
ini yang menjelaskan bahwa faktor apa saja yang menunjang keberhasilan
coping stress pada perempuan korban KDRT melalui bimbingan rohani Islam,
sebagai berikut:
“ Selama saya menjadi pembimbing rohani Islam di Panti Sosial
Bhakti Kasih banyak suka dukanya, dan dari sini juga saya jauh lebih
bersyukur dalam menjalankan kehidupan, karena banyak orang yang
tidak lebih beruntung dari hidup saya. Melalui amanah ini juga saya
bertekad untuk menyerahkan kemampuan untuk membantu warga binaan
sosial, bagi saya bayaran secara financial yang ke sekian.ini adalah salah
satu tugas mulia. Ada beberapa faktor menunjang keberhasilan bimbingan
rohani Islam dalam upaya membantu warga binaan sosial meringankan
tekanan yang dihadapinya, hal pertama yang harus dilakukan adalah
selalu berpikir positif dan selalu ingat apa yang kita lakukan adalah
ibadah, ke dua mengasah keterampilan skill pengetahuan untuk
memecahkan masalah yang dihadapi warga binaan sosial, keterampilan
berkomunikasi dengan warga binaan sosial, selalu memotivasi mereka
untuk selalu lebih baik menjalankan kehidupan.”29
Menurut Aunur Rahim Faqih Bimbingan Islami adalah “Proses pemberian
bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan
28
Folkman, S., & Lazarus, R.L., If it Changes it Must be Process: Study of Emotion and
Coping During 3 Stage of a Collage Examination, Journal Of Personality and Social Psychology,
Vol. 48, h. 157-163. 29
Wawancara pribadi dengan Ustadz Rachmat, 22 Januari 2018.
83
petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan
akhirat.” Jadi yang dimaksud pembimbing rohani Islam ialah seorang
pembimbing yang memberikan bantuan kepada individu (warga binaan sosial)
agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga ia
mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Pembimbing mempunyai
peranan yang sangat penting dalam kegiatan bimbingan rohani Islam, karena
salah satu faktor keberhasilan bimbingan tergantung pada kemampuan atau
skill dan profesionalisme pembimbing.30
Menurut Aunur Rahim Faqih, ada empat aspek kriteria yang harus dimiliki
oleh pembimbing, yaitu:
1. Kemampuan professional
Secara rinci dapatlah disebutkan kemampuan profesional yang perlu
dimiliki pembimbing Islam itu sebagai berikut:
a) Menguasai bidang permasalahan yang dihadapi
b) Menguasai metode dan teknik bimbingan dan konseling
c) Menguasai hukum Islam yang sesuai dengan bidang bimbingan
dan konseling Islami yang sedang dihadapi
d) Memahami landasan filosofis bimbingan dan konseling Islami
e) Memahami landasan-landasan keilmuan bimbingandan
konseling Islami yang relevan
30
Aunur Rahim, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, (Jogjakarta: UII Press:2001) h.
24-26.
84
2. Sifat kepribadian yang baik (Berakhlakul Karimah) yang meliputi:
siddiq, amanah, fathonah, tablig, sabar, tawadhu, shaleh, adil, dan
mampu mengendalikan diri
3. Kemampuan kemasyarakatan (Berukhuwah Islamiah)
4. Ketakwaan kepada Allah31
Tugas seorang pembimbing sangat berat, karena tanggung jawab
amanahnya akan dipertanyakan. Tugasnya sangat mulia yaitu usaha
pemberian bantuan kepada seseorang yang mengalami kesulitan, baik lahiriah
maupun batiniah, yang menyangkut kehidupan masa kini dan masa
mendatang. Bantuan tersebut berupa pertolongan di bidang mental dan
spiritual, dengan maksud agar orang yang bersangkutan mampu mengatasi
kesulitannya dengan kemampuan yang ada pada dirinya sendiri dengan
kekuatan iman dan taqwa.
31
Aunur Rahim, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, (Jogjakarta: UII Press:2001) h.
32-37.
85
BAB V
PEMBAHASAN
A. Analisis Hasil Penelitian
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan analisis inter subyek untuk
menjabarkan hasil temuan di lapangan berdasarkan landasan teori yang digunakan
dalam coping stress pada perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga
melalui bimbingan rohani isalm.
1. Bentuk Bimbingan Rohani Islam dalam Coping Stress Pada Korban
KDRT di Panti Sosial Bhakti Kasih Jakarta Pusat
Salah satu coping stres yang mulai digunakan dalam aspek kegiatan
penyembuhan stres pada perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga
yaitu pemecahan masalah melalui pendekatan keagamaan atau coping
religious. Berdasarkan wawancara dengan salah satu informan yaitu ibu Sifa
Anari perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga, setelah mendapat
bimbingan rohani Islam sebagi berikut:
“Bantuan dari orang yang ngerti agama mba saya betul betul merasa
tertekan trus juga selama ini saya jauh dari Tuhan, saya pengen hidup
saya tenang. Saya ngerasa takut banget sama suami saya. Pengen gitu
mba ada yang bisa ngasih jalan keluar dari masalah saya. Tapi pas saya
masuk panti Alhamdulillah mba saya ngerasa plong beban masalah
berkurang. Apa lagi di Panti sosial ini saya dapet bimbingan dari pak
ustadz Rachmat. Saya masih inget deh mba pas ustadz ngajarin sholat dan
wudlhu kaya ngerasa beda aja, hati adem tenang kayak ga ada beban. Pa
ustadz pesen mba sama saya ga boleh ngelamun kalau ada masalah saya
suruh ngucapin berkali-kali “Astagfirullahal adzim.”1
Dari kutipan wawancara tersebut bahwa coping stress melalui pendekatan
religious berpengaruh terhadap fisik dan psikologis informan. Ibu Sifa Anari
disini dalam mengurangi tekanan yang dihadapi menggunakan strategi coping,
1 Wawancara dengan Ibu Sifa Anari, 17 Januari 2018
86
yaitu Emotion Focused Coping dimana individu mengurangi atau
menghilangkan stres yang dirasakannya tidak dengan menghadapi masalahnya
secara langsung, tetapi lebih diarahkan untuk menghadapi tekanan-tekanan
emosi dan untuk mempertahankan keseimbangan afeksinya. Pada strategi
Emotion Focused Coping terdapat sub katagori, akan tetapi ibu Sifa Anari
terpusat kepada sub katagori dalam penyelesaian masalahnya melalui
pendekatan agama.
Menurut Koenig coping religious didefinisikan sebagai sejauh mana
individu menggunakan keyakinan dan praktek ritual religious nya untuk
menfasilitasi proses pemecahan masalah dalam mencegah atau meringankan
dampak psikologis negatif dari situasi yang penuh stres dan hal ini membantu
individu untuk beradaptasi dalam situasi kehidupan yang menekan.2
Dari Hasil observasi dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti,
perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga di Panti Bhakti Kasih
Jakarta Pusat diajarkan bagaimana menyelesaikan masalah atau tekanan yang
dihadapi melalui nasehat-nasehat agama dan treatmen dzikir dan do‟a. Selain
itu mereka (wbs) juga diberi kesempatan untuk konsultasi pribadi dengan
pembimbing rohani islam dan ikut andil dalam menyelesaikan masalah yang
mereka (wbs) hadapi.
Ruang lingkup materi yang di sampaikan oleh ustadz tentang kehidupan
sehari-hari dan diutamakan mengenai masalah ibadah. Setelah bimbingan
rohani selesai dilaksanakan, warga binaan sosial (WBS) berkonsultasi secara
2 Steven M. Lucero. (2010).“Religious Coping with The Stressors Of A First Time
Pregnancy As A Predictor Of Adjustment Among Husbands And Wives,” Graduate College of
Bowling Green State University: Thesis Master Of Arts 3.
87
personal kepada pembimbing rohani islam, terkait keluh kesah dan tekanan
yang dialaminya.3
Berikut potongan wawancara dengan bapak Rachmat tentang bentuk
bimbingan rohani islam di panti Bhakti Kasih Jakarta Pusat.
“ Bimbingan Rohani Islam dilaksanakan setiap hari senin dan selasa,
pukul 09.00-11.30, kegiatan ini dilakukan secara bertahap dan
berkesinambunganan. Bentuk Bimbingan yang saya gunakan adalah ceramah,
do‟a, dzikir, dan satu lagi ruqyah. Bimroh ini di berikan pada warga binaan
sosial sesuai kebutuhan mereka, dengan tujuan membantu mereka keluar dari
stress melalui bimbingan rohani islam.”4
“Materinya ini kak (melihatkan buku panduan), saya bacakan ya kak
yang pertama Dzikir qalby fikri yaitu berdzikir dengan hati dan pikiran. Hati
mahami apa yang diucapkan oleh lisan dan akal merenungkan
konsekuensinya. Contohnya saat lisan kita mengucapkan Allahu Akbar, hati
berusaha menghadirkan kebesaran Allah. Demikian juga ketika mengucapkan
Allhamdulillah, hati dan pikiran menghadirkan berbagai macam nikmat,
keindahan, rahmat Allah yang luas, dan kasih sayang-Nya di penjuru
semesta.Yang kedua, Dzikir lisan yaitu dzikir degan mengucapkan kalimat
tauhid, istighfar, shalawat yang dibarengi dengan ucapan hati dan pikiran.
Seperti yang dilakukan kalau kita sehabis shalat. Dan yang ketiga, Dzikir fi‟ly
yaitu dzikir dengan perbuatan, dzikir ini dengan melaksanakan perintah Allah
dan meninggalkan larangan-Nya dalam rangk taat kepada Allah. Kalau disini
saya menekankan shalat mba untuk dzikir perbuatanya.5”
Dari hasil wawancaradengan Ustadz Rahmat tentang bentuk bimbingan
rohani Islam pada perempuan korban KDRT dalam proses upaya untuk keluar
dari tekanan-tekanan yang dialaminya, atau sesuatu yang diluar kapasitas
kemampuannya, bentuk bimbingan rohani islam yang digunakan yaitu
ceramah, do’a serta dzikir, dan ruqyah.6
Hal ini di ungkapkan juga oleh ibu Fitri Handayani yang rutin mengikuti
bimbingan rohani dengan Bapak Rachmat:
3Wawancara Pribadi dengan Ustadz Rachmat, Jakarta, 06 Maret 2017.
4 Wawancara Ustadz Rahmat, 22 Januari 2018.
5 Wawancara Ustadz Rahmat, 22 Januari 2018
6 Wawancara Ustadz Rachmat, 22 Januari 2018
88
“yang udah di pelajari pada bimbingan rohani islam yang aku
inget diajarin cara sholat kak, ngaji, sama dzikir. Aku paling inget itu
pak ustadz bilang gini, kalo ada maslah yang menurut kalian begitu
berat ingat ada Allah, minta aja sama Allah pasti di kabulin, doa aja
sama Allah pasti di kabulin. kak Nah kalo ada masalah aku biasanya
di suruh baca istigfar, sholawat sebanyak-banyaknya ka. Aku sekarang
merasa perubahannya kak, pas aku ada masalah lebih sabar, dan gak
emosian lagi. Aku ngerasa tenang gak lagi merasa takut apalagi stress
karena inget kejadian kekerasan dari orangtua, dan suami lagi.”7
Sesuai dengan penjelasan Mahmud Abdullah tentang keistimewaan do‟a
dan dzikir untuk kesehatan mental seseorang, yaitu;
“Tatkala seseorang memanjatkan do`a, dia akan merasakan
ketenangan jiwa, ketentraman, dan kebahagiaan. Dia juga akan
mengetahui bahwasannya ketika kenikmatan hidup di dunia terputus
baginya, maka kenikmatan akan ia temukan ketika memanjatkan do`a
kepada Allah dan menyadarkan segala permasalahan kepada-Nya.
Jika ia mengalami putus harapan dengan seorang hamba maka ia
tidak akan mengalami putus harapan kepada Allah swt. Pada
gilirannya kekuatan spiritualnya akan semakin bertambah dan
keimanannya semakin kuat. Sehingga jiwanya terbebas dari segala
penyakit jiwa yang hendak menyerangnya.”8
Hal ini sejalan dengan teori Dalton yang mengemukakan tiga sumber
kekuatan dari coping yang salah satunya adalah agama dan spiritualitas.9
Dari pemaparan wawancara informan tersebut dapat bahwa fakta-fakta
sangat relevan dengan strategi coping, Emotion Focused Coping dimana
individu mengurangi atau menghilangkan stress yang dirasakannya tidak
dengan menghadapi masalahnya secara langsung, tetapi lebih diarahkan untuk
menghadapi tekanan-tekanan emosi dan untuk mempertahankan
keseimbangan afeksinya. Pada strategi tersebut peneliti memfokuskan
menggunakan coping religious. Melalui coping religious warga binaan sosial
7 Wawancara pribadi dengan Fitri Handayani, 26 Januari 2018
8 Muhammad Abdullah, Do`a Sebagai Penyembuh, (Bandung: al-Bayan, 2000), h. 34-37.
9 Istiqomah Wibowo, Dicky C. Pelupessy, dan Erita Narhetali, Psikologi Komunitas,
(Depok: LPSP3, 2013), cet-kedua, h. 39-41.
89
diajarkan bagaimana menyeleisaikan tekanan yang dihadapi menggunakan
treatment keagamaan yaitu ibadah, do‟a dan dzikir.
Hasil dari wawancara beberapa informan tersebut menunjukan perubahan
yang signifikan baik secara fisik maupun psikis terhadap warga binaan sosial.
Setelah mereka mendapatkan treatment bimbingan rohani merasa lebih tenang
dalam mengahdapi masalah atau tekanan yang dialaminya. Mereka senantiasa
terbiasa dengan kehidupan baru berada di Panti Sosial Bhakti Kasih Jakarta
Pusat, tidak ada lagi rasa dendam dalam hati mereka. Bimbingan rohani Islam
menuntun mereka lebih dekat dengan Tuhan agar secara emosional mereka
terlatih untuk mengahadapi masalah atau tekanan dan tidak berputus asa.
2. Upaya Peningkatan Coping Stress Pada Prempuan Korban KDRT
Melalui Bimbingan Rohani Islam di Panti Sosial Bhakti Kasih
Jakarta Pusat
Sejak awal individu selalu berada dalam situasi yang menantang dan setiap
tantangan akan menimbulkan upaya untuk bisa mengahadapi situasi-situasi
tersebut. Stress memiliki ciri identik dengan perilaku beradaptasi terhadap
lingkunganya. Lingkungan ini dapat berupa hal di luar diri (outer world) atau
juga dari dalam diri (iner world). Seseorang dikatakan adaptif apabila mampu
menyesuaikan diri dengan tuntutan orang lain, dan dia juga mampu memenuhi
kebutuhannya sendiri.10
Upaya peningkatan coping stress yang diberikan oleh Bapak Rachmat
selaku Pembimbing Rohani Islam di Panti Bhakti Kasih dengan cara
memberikan konsultasi pribadi secara rutin kepada warga binaan sosial.
10
Sutarjo A, Wirahmihardja, Pengantar Psikologi Abnormal, (Bandung: PT. Refika
Aditama, 2005), cet-ke 1. h.44.
90
Beliau memberikan nasehat dan motivasi secara berkesinambungan untuk
membangun rasa percaya diri para korban KDRT, untuk memulai
lembaran hidup baru dengan kehidupan yang lebih baik. Hal ini juga
didukung oleh Panti yang mengadakan jadwal rutin bimbingan rohani,
olahraga, pengembangan keterampilan dan kesenian.
Seperti dalam kasus ibu Fitri Handayani korban KDRT dan perceraian.
Beliau mendapat kekerasan fisik dan psikis oleh suami, ibu kandung, dan
nenek kandungnya akibat perjodohan orang tua karena hutang, namun setelah
beberapa bulan dia tinggal di Panti dan mendapatkan bimbingan rohani islam
dari bapak Rachmat secara rutin, ibu Fitri merasa lebih tenang.
“ Alhamdulillah kak, setelah aku tinggal di Panti dan mendapatkan
bimbingan dari Pak Ustadz aku ngerasa lebih enak, dan hati ku juga
merasa tenang. Aku gak lagi dendam sama ibu,dan nenek aku, yang udah
jodohin aku dengan laki-laki yang gak aku cintai, yang bikin rumah
tangga aku berantakan. Aku dapet banyak nasehat dari pak ustadz lewat
ceramahnya, kak. Kata pak Ustadz masalah yang aku hadapi itu semua
adalah ujian dari Allah yang harus kita terima dengan ikhlas.”11
Hal ini juga dirasakan oleh ibu Sifa Anari, sejak Beliau tinggal di Panti,
wanita paruh baya ini aktif mengikuti bimbingan rohani bersama warga
binaan sosial lainnya di Panti Bhakti Kasih. Sebelumnya Ibu Sifa adalah
korban KDRT, beliau kerap mendapat penyiksaan dari suaminya sampai
pernah berniat untuk mengakhiri hidupnya karena sudah merasa tak kuat lagi.
Kini perlahan Ibu Sifa bisa menerima kehidupannya yang sekarang, tidak lagi
menyalahkan keadaan dan berputus asa. Ibu Sifa merasa lebih tenang berkat
11
Wawancara Pribadi dengan Ibu Fitri Handayani, 17 Oktober 2017.
91
nasehat Pak Ustadz serta do‟a dan dzikir yang selalu dia amalkan. Berikut
penuturan Ibu Sifa:
“Dengan saya mengikuti kegiatan bimbingan rohani islam, saya merasa
lebih baik kak, ketika ada masalah tidak lagi putus asa, dan menyalahkan
Allah karena merasa hidup tidak adil. Semenjak saya di ajarkan berdzikir
sama pak ustad, saya merasa tenang. Saya di ajarkan mengucap lafadz
istigfar, “Astagfirullah hal‟azim”, dan selalu bersyukur ketika di beri
nikmat “Alhamdulillah”, pak Ustadz juga ngajarin doa ketika sakit agar
di beri kesembuhan kak.”12
Dari hasil wawancara dengan beberapa informan yang aktif mengikuti
bimbingan rohani Islam yang disampaikan oleh Ustadz Rachmat secara
continue. Mereka merasakan perubahan yang signifikan secara fisik dan psikis
dalam hidupnya.Warga binaan sosial yang diwawancara menyatakan bahwa
ketika mereka dihadapkan pada sebuah masalah, mereka tidak lagi stress dan
berputus asa. Bimbingan rohani memeberikan dampak yang sangat positif
pada warga binaan sosial, mereka menjadi lebih dekat dengan Tuhan dan
mengalihkan permasalahan kehidupan melalui dzikir, shalat dan ibadah
lainnya yang diajarkan oleh pembimbing rohani Islam.
3. Faktor Penentu Keberhasialan Bimbingan Rohani Islam dalam
Meningkatkan Coping Stress Pada Perempuan Korban KDRT
Menurut Cohen dan Lazarus, tujuan melakukan coping adalah untuk
mengurangi hal-hal yang membahayakan dari situasi dan kondisi
lingkungan, meningkatkan kemungkinan untuk pulih, menyesuaikan diri
terhadap kejadian-kejadian negatif yang dijumpai dalam kehidupan nyata,
12
Wawancara dengan Ibu Sifa Anari, 17 Februari 2018
92
mempertahankan keseimbangan emosional, meneruskan hubungan yang
memuaskan dengan orang lain, serta mempertahankan citra diri positif.13
Bagi para korban kekerasan dalam rumah tangga di Panti Bhakti Kasih
salah satu cara yang mereka lakukan untuk meningkatkan coping stress
yaitu dengan mengikuti bimbingan rohani Islam yang diadakan di tempat
tersebut. Para warga binaan sosial mengalihkan tekan/stress mereka
dengan memperbanyak ibadah dan kembali pada Tuhan. Adapun faktor
yang mempengaruhi keberhasilan bimbingan rohani Islam sebagai coping
stress pada perempuan korban KDRT yaitu faktor internal dan eksternal.
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri korban
KDRT itu sendiri. Faktor-faktornya antara lain: 1) Jenis Masalah, 2) Jenis
Kelamin dan 3) Pendidikan. Berikut ini data beberapa informan korban
KDRT di panti Bhakti Kasih;
Table 3.
Data Informan (WBS) di Panti Sosial Bhakti Kasih Jakarta Pusat
Nama TTL Jenis
Kelamin
Jenis
Masalah
Pendidikan
Sifa Anari Jakarta,
22 Maret
1977
Perempuan Kekerasan
Fisik,
Kekerasan
Psikis
SMA
Fitri
Handayani
Jakarta,
27 Juli 2001
Perempuan Kekerasan
Fisik,
Kekerasan
Psikis
SMP
Ani Bogor,
10 Juni 1999
Perempuan Kekerasan
Fisik,
Kekerasan
Ekonomi
SD
13
Folkman,S. Personal Control and Stress and Coping Process: A Theorical Analisyis,
Journal of Personality and Social Psychology, Vol.46, No.40, 459 467.
93
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa kekerasan yang dialami oleh
para korban KDRT tidak terlepas dari latar belakang usia, jenis kelamin
dan tingkat pendidikan mereka. Minimnya pendidikan dan pengalaman
seseorang membuat mereka rentan mengalami kegagalan dalam rumah
tangga. Ditambah dengan pernikahan diusia muda saat psikologi belum
cukup matang untuk menyikapi permasalahan secara dewasa, memicu
mereka melakukan tindak kekerasan dalam menyalurkan emosinya.
Hal ini sejalan dengan pendapat Mu‟tadin bahwa, cara individu
menangani situasi yang mengandung tekanan di tentukan oleh sumber
daya individu itu sendiri yang meliputi kesehatan fisik/energy,
keterampilan memecahkan masalah, keterampilan sosial dan dukungan
sosial.14
Faktor eksternal adalah faktor dari luar yang mendukung dalam proses
coping stress tersebut. Faktornya yaitu : 1) pembimbing rohani, 2) metode
penyampaian bimbingan rohani, 3) tempat atau lingkungan yang kondusif.
1. Pembimbing Rohani
Nama : Rachmat
TTL : Jakarta, 02 Mei 1955
Agama : Islam
Alamat : Manggarai, Jakarta Pusat
Pendidikan: S1
Bapak Rahmat adalah salah satu pengurus di Panti Bhakti Kasih
yang bertugas memberikan layanan bimbingan rohai Islam kepada para
warga binaan sosial. Sebelum bekerja di panti, pak Rachmat adalah
guru agama di salah satu SMK di Jakarta. Beliau merupakan sarjana
agama yang telah berpengalaman selama 20 tahun di bidangnya.
Bapak Rachmat adalah sosok pribadi yang baik dan ramah. Beliau
14
Martianah, Psikologi Abnormal dan Psikopatologi. (Yogyakarta: Erlangga, 1995), h.96.
94
selalu terbuka pada siapa saja terutama pada WBS yang membutuhkan
saran dan masukannya. Pak Rachmat juga sangat bertanggung jawab
dan berdedikasi dalam pekerjaannya, sehingga karena kepribadian
inilah bapak Rachmat sangat dikenal dan dikagumi oleh banyak orang.
Dari keterangan di atas kita dapat menyebutkan bahwa bapak
Rachmat adalah seorang pembimbing rohani yang professional. Hal ini
sejalan dengan pendapat Aunur Rahim Faqih yang menyatakan bahwa
Pembimbing mempunyai peranan yang sangat penting dalam kegiatan
bimbingan rohani Islam, karena salah satu faktor keberhasilan
bimbingan tergantung pada kemampuan atau skill dan profesionalisme
pembimbing.15
2. Metode Penyampaian Bimbingan Rohani
Metode bimbingan rohani yang diberikan oleh bapak Rachmat
kepada para WBS di panti Bhakti Kasih adalah klasikal (ceramah)
konsultasi personal. Penggunaan metode ini sangat praktis dan
efisien bagi pembimbing rohani yang mempunyai banyak warga
binaan sosial serta materi dakwah yang cukup padat. Metode ini juga
sudah digunakan oleh Rosulullah dalam mengembangkan dan
mendakwahkan agama Islam sejak dulu.
Hal ini sejalan dengan kutipan wawancara dengan Ustadz Rachmat yaitu
“Metode cermah yang saya pakai, sejauh ini efektif bagi warga binaan
sosial karena saya menyampaikan materi tidak hanya cuap-cuap di depan
mereka, akan tetapi saya kadang selingi dengan humor, dan games.
Ketika meraka mengikuti kegiatan bimbingan rohani Islam mereka merasa
antusias karena penasaran ada pelajaran dan hal menarik apa lagi yang
saya sampaikan. Pemilihan judul yang sesuai membuat mereka selalu
penasaran untuk bertanya, dan ingin tahu.16
15
Aunur Rahim, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, (Jogjakarta: UII Press:2001) h.
24. 16
Wawancara pribadi dengan Ustadz Rachmat, 22 ari 2018
95
Beberapa informan yang menjadi warga binaan sosial di panti Bhakti
Kasih juga memberikan respon positif terkait metode bimbingan yang
dilakukan, diantaranya ibu Ani yang mengungkapkan antusiaismenya
dalam potongan wawancara berikut:
“Saya ikut kegiatan bimbingan rohani Islam setiap hari Senin, dan
Selasa, di aula. Biasanya pak ustadz nyampein cermah kak, saya seneng
kalo pas bimbingan rohani Islam, karena ustadznya seru gak bikin bête,
bapaknya kadang ngelawak pas lagi ceramah. Ya saya ketawalah. Materi
yang saya inget itu tentang pentingnya ibadah kak. Pa ustadz nyampein
pertama disuruh wudlu sebelum mulai ceramah,biar gak ngantuk gitu kak
jadi wudlu dulu. Terus kak kalo mau nanya boleh apa aja lagi, sama pak
ustadz. Biasanya abis pak ustadz ceramah saya curhat kak sama beliau.17
3. Tempat atau Lingkungan yang Kondusif
Tempat atau lingkungan yang kondusif juga merupakan salah satu
faktor yang menunjang keberhasilan bimbingan rohani Islam dalam
meningkatkan coping stress pada perempuan korban kekerasan dalam
rumah tangga. Tempat yang nyaman, bersih dan ruangan yang cukup
membuat orang lebih rileks (santai), Sehingga para WBS dapat menikmati
suasana yang santai lepas dari ketegangan akibat trauma yang dialaminya.
Lingkungan yang kondusif memberikan perasaan aman yang terlindungi
bagi para peremuan korban KDRT sehingga mereka dapat berfikif lebih
jernih dan lebih bersemangat untuk beraktifitas dalam menjalani
kehidupannya.
Menurut Dalton, Strategi Coping Stress melalui agama dan
spiritualitas merupakan metode yang dapat dijadikan tolak ukur yang
sangat signifikan dari keberhasilan coping. Tiga dampak positif yang
diketahui yaitu, subyek dapat menerima hal-hal spiritual sebagai suatu
17
Wawancara dengan ibu Ani, 24 Januari 2018.
96
yang dapat dipercaya dengan baik dan mencintai Tuhan, menjadikan orang
rajin berdo‟a dan beribadah, dan yang terakhir meningkatkan kesadaran
yang tumbuh baik dari pengalaman stres, maupun dari dukungan guru dan
teman anggota kelompok religious tersebut.18
18
Istiqomah Wibowo, Dicky C. Pelupessy, dan Erita Narhetali, Psikologi Komunitas,
(Depok: LPSP3, 2013), cet-kedua, h. 39-41.
97
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab v peneliti menarik kesimpulan bahwa
coping stress pada perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga dapat
dilakukan melalui bimbingan rohani Islam.
1. Bentuk bimbingan rohani Islam yang dilakukan di Panti Bhakti Kasih
Jakarta Pusat berupa, ceramah keagamaan, do‟a dan dzikir serta ruqyah.
Adapun metode penyampaian bimbingan rohani Islam pada korban KDRT
dilakukan secara langsung (face to face). Melalui bimbingan rohani Islam
yang berkesinambungan para warga binaan korban kekerasan dalam
rumah tangga di panti Bhakti Kasih Jakarta pusat ini merasakan perubahan
yang signifikan baik secara fisik maupun psikis dalam menyikapi stres dan
trauma yang pernah dialaminya. Mereka menjadi tenang, sabar dan ikhlas
dalam menghadapi semua permasalahan.
2. Upaya peningkatan coping stress yang diberikan oleh Bapak Rachmat
selaku Pembimbing Rohani Islam di Panti Bhakti Kasih dengan cara
memeberikan ceramah dan konsultasi secara rutin kepada warga binaan
sosial. Beliau memberikan nasehat dan motivasi secara berkesinambungan
untuk membangun rasa percaya diri para korban KDRT, untuk memulai
lembaran hidup baru dengan kehidupan yang lebih baik.
3. Adapun faktor yang mempengaruhi keberhasilan bimbingan rohani Islam
sebagai coping stress pada perempuan korban KDRT yaitu faktor internal
98
dan eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri
korban KDRT itu sendiri. Faktor-faktornya antara lain: 1) Jenis Masalah
yang dihadapi wbs, 2) Jenis Kelamin, 3) Pendidikan warga binan sosial.
Hal ini penting dipetakan karena penentu agar pembimbing memiliki
gambaran metode apa yang mudah bagi mereka cerna atau pembimbing
sampaikan guna menyelesaikan atau mengurangi stres akibat KDRT.
B. Saran
Setelah melihat kondisi yang ada dan berdasarkan hasil penelitian yang
penulis lakukan, maka penulis mengajukan saran kepada:
1. Bagian pembimbing rohani Islam agar lebih bisa meningkatkan wawasan,
pengetahuan, pemahaman dan ketrampilan tentang bentuk-bentuk
bimbingan rohani dan kecakapan dalam berkomunikasi kepada binaan
sosial agar layanan yang diberikan lebih baik dan berkualitas. Sehingga
perlu adanya pelatihan komunikasi, konseling dan psikologi khusus untuk
pembimbing rohani agar pembimbing rohani lebih matang dalam
berkomunikasi dan memahami kondisi para korban kekerasan dalam
rumah tangga.
2. Bagi Para Warga Binaan Sosial dapat memahami hikmah masalah yang di
hadapi.
3. Para pembaca untuk menambah wawasan keilmuan terkait bentuk-bentuk
bimbingan rohani Islam dalam menurunkan stres pada perempuan korban
kekerasan rumah tangga.
99
C. PENUTUP
Segala puji bagi Allah, Subhaanallah wal Hamdulillahi walaa ilaaha
illallaahuwallaahu Akbar. Syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah
SWT yang telah senantiasa memberikan taufiq, hidayah, serta inayahnya kepada
peneliti, sehingga penulis berhasil menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Dalam
penulisan skripsi tentang “Coping Stress Pada Perempuan Korban Kekerasan
dalam Rumah Tangga Melalui Bimbingan Rohani Islam Di Panti Bhakti Kasih
Jakarta Pusat” memang masih sangat jauh dari harapan kesempurnaan. Peneliti
menyadari akan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang peneliti miliki,
maka tidak menutup kemungkinan adanya kritik yang membangun. Sebagai kata
akhir peneliti berharap semoga penulisan skripsi ini bermanfaat khususnya bagi
penulis sendiri dan umumnya bagi para pembaca semua. Semoga Allah selalu
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Dudung. 2002. Pengantar Metodologi Penelitian. Yogyakarta:
IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Bahri, Syaiful. 2014. Pola Asuh Orang Tua dan Komunikasi dalam Keluarga.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Basrowi & Suwandi. 2013. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Bastaman, H.D. 2007. Logoterapi: Untuk Menemukan Makna Hidup dan Meraih
Hidup Bermakna. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Bungin, Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian Kulaitatif. Jakarta: PT. Raja
Grafindo,Persada. cet ke-2.
Departemen pendidikan dan kebudayaan. 2000. Kamus Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka. cet ke 1.
Faqih, Ainur Rahim. 2001. Bimbingan dan Konseling dalam Islam. Yogyakarta:
VII Press. cet ke 2.
Ghony, Djunaidi & Fauzan Almanshur. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif,
(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. cet ke-1.
Hadijah dan La Janna. 2007. Hukum Islam & Undang-Undang Anti Kekerasan
dalam Rumah Tangga. Ambon: Cipta Karya Mandiri.
Hawari, Dadang. 1999. Al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Ilmu Kesehatan
Jiwa. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Primayasa. Edsi revisi.
Kafie, Jamaludin. 2000. Psikologi Dakwah. Surabaya: Penerbit Indah. cet.ke 3.
Lutfi, M. 2008. Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan Islam. Jakarta: Lembaga
Penelitian UIN Syarif Hidayatullah.
Miles & Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI Press.
Mu’awanah, Elfi, Hidaya, Rifa. 2009. Bimbingan dan Konseling Islam di Sekolah
Dasar. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Mujib, Abdul. 2005. Kepribadiaan dalam Psikologi Islam. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Moleong, Lexy J. 2000. Meetodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Nevid, Jeffrey S & Beverly Greene. 2003. Psikologi Abnormal (terjemah).
Jakarta: Erlangga. edisi ke-lima, jilid 1.
Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta,
Buku Pedoman Panti Sosial Bakti kasih Jakarta, data diambil pada
tanggal 13 Februari 2017, pukul 13.00.
Priyanto, Anti & Erman. 2000. Dasar-Dasar Bimbingandan Konseling. Jakarta:
PT. Rineka Cipta. cet. ke 2.
Rachmi, Fuad & Diana Mucharam. 2002. Mengembangkan Kreatifitas Perspektif
Psikologi Islam. Yogyakarta: Menara Kudus Jogja. cet ke 1.
Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang RI Nomor 23 tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Jakarta: Rineka
Cipta.
Samudra, Azhari Aziz. 2004. Eksistensi Rohani Manusia. Jakarta: Raja Grafindo.
Part 2.
Saputri, Rafy. 2009. Psikologi Islam Tuntutan Jiwa Manusia Modern. Jakarta:
Rajawali Pers.
Siradj, Shahudi. 2002. Pengantar Bimbingan dan Konseling. Surabaya: PT. Revka
Petra Media.
Smet, B. 2002. Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT.Sarafindo. cet. ke 3.
Soeroso, Moerti Hadiati. 1992. Buku Undang-Undang Pengahapusan Kekerasan
dalam Rumah Tangga (UU RI NO.23 Tahun 2004). Jakarta: Sinar
Grafika.
Subekti, R, Tjitrosudibio, R. 1999. Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Jakarta: Pradnya Paramita.
Sugiyono. 2013. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Umam, Khairul & A. Achyar Aminudin. 2001. Bimbingan dan Penyuluhan.
Bandung: CV. Pustaka Setia. cet. ke 2.
Wirahmihardja, Sutardjo A. 2005. Pengantar Psikologi Abnormal. Bandung: PT.
Refika Aditama. cet. Ke 1.
Yusuf, Syamsu & A. Juntika Nurihsan. 2006. Landasan Bimbingan dan
Konseling. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Jurnal & website:
Aldwin, C.M, & Revenson, T.A. 1987. Does CopingHelp? A Rexamination of
The Relation Between Copingand Mental Healty, Journal of
Personality and Social Pscychologi. Vol. 53, No. 2.
Folkman, S. 1984. Personal Controland Stress and Coping Process: A Theorical
Analisyis, Journal of Personality and Social Psychology, Vol.46,
No.40: 839 855.
http://m.cnnindonesia.com/nasional/20160307183325-26-115932/perempuan-
paling-banyak-laporkan-kasus-kdrt/. Diakses pada selasa, 28 July
2016, pukul 16.21 wib.
http:// www.LBH-APIK.or.id, Rancangan Undang, Tanggal akses: 15 Januari
20018, pukul. 16.14.
http://www.google.co.id/amp/s/www.bbc.com/indonesia-39180341, KDRT
Tertinggi dalam Kekerasan atas Perempuan Indonesia, BBC
Indonesia, tanggal posting 07 Maret 2017, Di akses pada selasa, 2
Januari 2018, pukul 20.15 wib.
http://m.cnnindonesia.com/nasional/20160307183325-26-115932/perempuan-
paling-banyak-laporkan-kasus-kdrt/. Di akses pada selasa, 28 July
2017, pukul 16.21 wib.
Kompas Tv Live Youtube, Kekerasan Perempuan Semakin Parah, Kompas Tv,
Diakses tanggal 28 Februari 2017, pukul 12.42.
Primadi, Alfiandra. Journal Psikologi Sosial (Hubungan antara Trait
Kepribadian Neoreticism, Strategi Coping, dan Stress Kerja).
Vol.14, No.3.
1
PEDOMAN WAWANCARA (VERBA UTUH)
COPING STRESS PADA PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)
DI PANTI SOSIAL BAHKTI KASIH JAKARTA PUSAT
Informan: Sifa Anari
T/J (Tanya/Jawab) Kata Kunci Hubungan
Antar Kata
Kunci
Teori Refleksi
T = Menurut ibu, apa yang
ibu rasakan ketika tinggal
di panti sosial bakti kasih
Jakarta Pusat?
J = saya merasakan
tenang, enak ka tinggal di
panti ini, daripada sama
suami saya, pusing saya.
Merasa tenang
tinggal di panti
Perlakuan kasar :
Ibu sifa Anari adalah isteri ke dua dari
suaminya, awal pernikahan berjalan mulus dan
bahagia setelah 1 tahun pernikahannya
merasakan ada hal yang tak biasa. Ketiika
sauminya mengalami masalah di tempat kerja
tepatnya mengalami PHK sikap suaminya
berubah, menjadi kasar, kerap kali memukul,
menjambak, mendrong, mencaci dan memaki.
Dari masalah itulah akar terjadi kekerasan
dalam rumah tangga bu Sifa dan sejak itu pula
suami ibu Sifa menggunakan obat terlarang
yaitu shabu.
Berdasarkan kasus di atas termasuk ke dalam
tindakan kekerasan fisik yang mana tindakan
yang dilakukan oleh seseorang berdampak
buruk terhadap kebutuhan fisik, psikis, dan
hubungan keluarga, sebagaimana yang di
sebutkan oleh teori Magdol tetang kekerasan
adalah Menurut Magdol Kekerasan dalam
rumah tangga (domestic violence) adalah
mengendalikan pemikiran, kepercayaan,
perilaku, atau menyiksa seseorang.
Bercerita :
Ketika ibu Sifa merasa teretekan dan banyak
masalah dengan suaminya, cara ibu sifa untuk
meringankan bebannya dengan bercerita
kepada kakak kandungnya. Pertama kali
mendapat perlakuan kasar dari suaminya sikap
T = Ketenangan seperti
apa yang ibu maksud
disini boleh di ceritakan ga
bu?
J = gimana ya ka, saya
ngerasa nyaman aja
tinggal di panti ini, ga
khawatir lagi sama
perlakuan suami saya.
Merasa nyaman
tidak khawatir
dengan perlakuan
suami
T = Memang apa yang
membuat ibu nyaman
tinggal di Panti Sosial
Bhakti Kasih ini?
J = orangnya baik-baik
mba, petugasnya
perhatian, ngingetin saya
makan dan minum obat.
Senang tinggal di
Panti karena
petugas baik dan
memberi
perhatian.
Semenjak ibu sifa
tinggal di Panti
Sosial merasakan
ketenangan,
mendapatkan
perhatian lebih
dari petugas
Panti, tidak lagi
merasa ketakutan
2
PEDOMAN WAWANCARA (VERBA UTUH)
COPING STRESS PADA PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)
DI PANTI SOSIAL BAHKTI KASIH JAKARTA PUSAT
Informan: Sifa Anari
Tempatnya juga disini
bersih, enak deh pokonya.
perihal sikap
suaminya.
bu Sifa hanya bisa diam dan menerima
perlakuan kasar tersebut. Tetapi suatu waktu
ibu Sifa sudah tak tahan, lalu memilih
bercerita dengan kakaknya, walupun suaminya
melarang untuk berhubungan/ komunikasi
dengan keluarganya, tetapi Ibu Sifa nekat.
Sesekali ibu Sifa berbohong demi bertemu
oleh kakak kandungnya.
Sejalan dengan teori Coping Stress menurut
Menurut Lazarus dan Folkman mendefinisikan
coping sebagai segala usaha untuk mengurangi
stress, yang merupakan proses pengaturan atau
tuntutan (eksternal maupun internal) yang
dinilai sebagai beban yang melampaui
kemampuan seseorang. Sikap bu Sifa sudah
mencerminkan bagaimana upaya-upaya untuk
mengurangi tekanan-tekanan yang di
hadapinya, lalu setelah tinggal diPanti merasa
lebih baik lagi karena mendapat bimbingan
rohani islam, yang sebelumnya tidak di dapat
dari kakaknya sebagai teman bercerita ibu
Sifa. Melalui Spiritual Focused Coping
mendapat perubahan yang signifikan terhadap
kehidupannya, dan merasa lebih dekat dengan
Tuhan.
T = Apakah ibu merasa
nyaman sebelum masuk
dan tinggal di Panti Sosial
ini ?
J = Jelas ga nyaman mba,
karena saya kan dulu pas
masih tinggal sama suami,
suami saya hampir tiap
hari marah-marah kadang
saya di pukul mba.
Sebelum tinggal
di panti sering
mendapat
perlakuan kasar
T = Apa sebab suami ibu
melakuakan hal tersebut
terhadap ibu?
J = Karena suami saya
emosian sama suami saya
itu ngobat mba, dia make
shabu-shabu. Saya pernah
nanya kenapa suami saya
make shabu. Dia Cuma
bilang pusing kerjaan saya
ga boleh ikut campur
urusan dia katanya mba.
Saya kaget juga mba
suami saya se nekat itu.
Perilaku kasar
karena suami
emosi dan
memakai obat-
obatan telarang
yaitu shabu
T = Memang sudah berapa
lama ibu tinggal di Panti
Selama 8 bulan
tinggal di Panti
3
PEDOMAN WAWANCARA (VERBA UTUH)
COPING STRESS PADA PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)
DI PANTI SOSIAL BAHKTI KASIH JAKARTA PUSAT
Informan: Sifa Anari
Sosial, bu ?
J = Saya tinggal di panti
udah 8 bulan mba, ya
semenjak saya lari dari
rumah aja.
T= pada proses itu apa
saja kegiatan ibu, dan
berada dimana sebelum di
tempatkan di panti?
J= Saya diantar oleh kaka
saya ke lembaga
pemberdayaan perempuan,
dari sana saya di proses
tuh terus kaka saya
nyerahin saya di lembaga
itu, saya tinggal di
lembaga itu ga lama sih
mba cuma 5 hari. Pertama
saya ditanya, keadaan
saya, masalah saya kaya
gimana, terus ditanya
bagaimana perlakuan
suami kepada saya, sampe
saya pun ditanya selama
pernikahan sikap suami
yang ga menyenangkan
dan membuat saya sakit
saya harus menceritakan
mba. ditempat itu saya
ditanya tanya terus mba,
Sebelum tinggal
di Panti Sosial
Bhakti kasih sifa
proses di
lembaga
Pemberdayaan
perempuan
(P2TP2), selama
5 hari.
4
PEDOMAN WAWANCARA (VERBA UTUH)
COPING STRESS PADA PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)
DI PANTI SOSIAL BAHKTI KASIH JAKARTA PUSAT
Informan: Sifa Anari
kegiatan selama dilembaga
pemberdaya perempuan ya
saya disitu di nasehatin
mba, ya sedikit bikin saya
tenang gitu, karena kan
ibu-ibu disana baik, dan
ngerti sifa pelan-pelan
nenangin dan bikin sifa
terbuka buat cerita
masalah sifa mba.
T= Terus ketika ibu
ditanya oleh ibu salah satu
lembaga pemberdayaan
perempuan, apa saja
jawaban ibu? Apakah ibu
merasa terbantu di
lembaga itu?
J= ibu Sari mba yang
nanya saya di lembaga
pemberdaya itu, nanya
nama saya saya siapa, saya
jawab sifa, terus umur
saya, masalah saya mba,
saya bilang saya kabur
dari rumah karena suami
saya kasar sama saya, dan
suami saya sering gebukin,
dorong saya, nampar,
lempar barang, terus juga
maki-maki saya. Disitu
saya nangis mba pas
Selama tinggal di
lembaga ibu sifa
di Tanya perihal
masalah yang di
alaminya dengan
suami.
5
PEDOMAN WAWANCARA (VERBA UTUH)
COPING STRESS PADA PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)
DI PANTI SOSIAL BAHKTI KASIH JAKARTA PUSAT
Informan: Sifa Anari
cerita, karena saya ga
nyangka rumah tangga
saya bakal kaya gitu, anak
saya juga kan sebenernya
butuh sosok bapa yang
penyayang dan perhatian,
tapi anak-anak merasakan
hal seperti ini, pisah dari
bapanya disaat ya mereka
juga butuh kasih sayang
bapanya. Tapi anak saya
yang pertama udah ngerti
mba, gam au tinggal sama
bapa katanya, terus saya
Tanya kenapa kan mba,
dia jawab bapa udah jahat
sama ibu. Karena kan anak
saya yang pertama sering
liat pas saya di marahin
sampai dupukul sama
suami, dia sering liat (anak
pertama). Pas setelah 5
hari baru deh saya di
pindah ke Panti Sosial
Bhakti Kasih mba.
T = Sebelum tinggal di
panti, ibu tinggal dimana
dan sama siapa saja?
J = Sebelum tinggal di
panti, saya tinggal di
Bintaro sama suami dan
dua anak saya, mba. Di
Sebelum tinggal
di Panti dia
tinggal bersama
suami di Bintaro,
selama 5 tahun.
Ibu Sifa Anari
tinggal di Panti
sosial sejak 8
bulan yang lalu,
sejak itu pula tak
lagi ada bayang-
bayang suami
yang selalu
6
PEDOMAN WAWANCARA (VERBA UTUH)
COPING STRESS PADA PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)
DI PANTI SOSIAL BAHKTI KASIH JAKARTA PUSAT
Informan: Sifa Anari
Bintaro juga saya tinggal
lumayan lama 5 tahun,
habis menikah saya
tinggalnya misah sama
orang tua saya. Suami saya
udah punya rumah mba
pas nikah sama saya.
memperlakukan
kasar terhadap
dirinnya.
T = Kalau boleh tau sejak
umur berapa ibu menikah
? di tahun berapa ibu
menikah?
J = Saya menikah sama
suami umur 30, suami
saya umur 32 mba.
menikah tahun 2006, lahir
di Jakarta, pada tanggal
22 Maret 1977
Menikah pada
tahun 2006, di
umur 30 dan
suami 32.
T = Bagaimana perasaan
ibu setelah menikah
dengan suami ibu?
J = Bahagia mba, apa lagi
saya di karuniai dua orang
anak. Suami juga udah
kerja jadi staf di pabrik,
tapi pas setelah 1 tahun
menikah saya baru tau
mba sifat asli suami saya.
Kalau udah pusing
masalah kerjaan saya yang
kena omel. Emosinya ga
Merasa bahagia
di tahun pertama
menikah,
selanjutnya sifat
asli suami
terlihat.
7
PEDOMAN WAWANCARA (VERBA UTUH)
COPING STRESS PADA PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)
DI PANTI SOSIAL BAHKTI KASIH JAKARTA PUSAT
Informan: Sifa Anari
bisa di tahan.
T = Menurut ibu
bagaimana sosok suami
dalam keluarga kecil ibu ?
J = Suami saya tanggung
jawab mba dia pekerja
keras demi keluarganya.
Tapi itu ga bertahan lama,
suami saya kalau ada
masalah di tempat
kerjanya pasti deh
emosinya parah. Semua
kena marah kadang
barang- barang rumah di
banting sama dia.
Siafat tanggung
jawab kepada
keluarga tak
berlangsung
lama. Ketika
suami
dihadapkan
dengan masalah
emosinya
meluap-luap tak
terkendali.
T = Bisa ibu jelaskan
lebih lengkap, bagaimana
suami ibu memperlakukan
ibu sebagai seorang istri?
J = Ya kaya yang saya
jelasin tadi mba, dia baik,
tapi kalo udah ada masalah
ga inget siapa siapa.
Semua jadi kena sasaran
marahnya dia. Sampe-
sampe saya kadang kena
pukul suami. Cuma gara-
gara telat suguhin kopi pas
pulang kerja. Karena
Baik, tetapi
ketika emosinya
tak stabil,
masalah kecilpun
bisa menjadi
besar.
8
PEDOMAN WAWANCARA (VERBA UTUH)
COPING STRESS PADA PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)
DI PANTI SOSIAL BAHKTI KASIH JAKARTA PUSAT
Informan: Sifa Anari
diakan ada masalah saya
yang kena.
T = Ketika ibu di
hadapkan suatu masalah
dengan suami, apa yang
ibu lakukan?
J = Saya Cuma bisa diem,
dan sabar aja. Ya mau
gimana lagi mba dia kan
suami saya. Mau ga mau
saya harus terima.
Menerima
perlakuan suami
dengan diam dan
sabar.
Menurut Lazarus dan
Folkman mendefinisikan
coping sebagai segala
usaha untuk mengurangi
stress, yang merupakan
proses pengaturan atau
tuntutan (eksternal
maupun internal) yang
dinilai sebagai beban yang
melampaui kemampuan
seseorang.
T = Apa yang membuat
ibu memutuskan
mengambil langkah itu
untuk menyelesaikan
masalah yang ibu hadapi?
J = Karena saya sayang
suami saya ga mau orang
tau perbuatan suami ke
saya gimana. Ya saya
Cuma bisa diam. Diam
juga ada untungnya mba
kalo suami lagi emosi,
saya ga di pukul berkali-
kali. Saya pernah mba
melawan malah tambah
parah saya di pukulnya.
Melindungi sifat
suami yang kasar
dengan alasan
sayang.
T = Pernah ga sih ibu Meresa tertekan, Lazarus dan Folkman
9
PEDOMAN WAWANCARA (VERBA UTUH)
COPING STRESS PADA PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)
DI PANTI SOSIAL BAHKTI KASIH JAKARTA PUSAT
Informan: Sifa Anari
merasa tertekan karena
kondisi yang ibu alami?
J = Iyalah mba, gimana
saya ga tertekan pusing
trus badan saya pada
memar-memar kalo abis
kena pukul suami saya.
Kasian anak saya mba
kadang ga di izinin sama
suami buat berangkat
sekolah karena dia lagi
marah anak saya juga
kena.
akibat perlakuan
kasar suami, anak
pun menjadi
korban.
dalam teori The Cognitive
Theory Stress and Coping,
stres merupakan
kombinasi antara tuntutan
lingkungan dan sumber
daya individu, di mana
proses kognitif
memainkan peran utama
dalam penilaian suatu
situasi sebagai
mengancam atau
berbahaya.
“Iyalah mba, gimana saya
ga tertekan pusing trus
badan saya pada memar-
memar kalo abis kena
pukul suami saya”.
T = Apa yang ibu rasakan
ketika mengalami tekanan,
masalah yang berat ?
J = Sedih mba saya paling
nangis kalo inget kejadian
itu, saya sampe pernah
mikir Tuhan itu ga adil ya.
Kayanya saya ga pernah
bahagia pas menikah.
Awal aja merasakan
bahagia enak abis
menikah.
Awal pernikahan
merasa bahagia,
lalu setelah
mendapatkan
masalah merasa
putus asa hingga
menyalahkan
Tuhan.
Ketika awal
pernikahan ibu
Sifa merasakan
kebahagian luar
biasa, akan tetapi
itu hanya bisa
dirasakan oleh
ibu Sifa pada saat
1 tahun pertama.
Setelah itu ibu
sifa mendapatkan
perlakuan kasar
dari suami.
Masalah kecilpun
suaminya kerap
berlaku kasar.
10
PEDOMAN WAWANCARA (VERBA UTUH)
COPING STRESS PADA PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)
DI PANTI SOSIAL BAHKTI KASIH JAKARTA PUSAT
Informan: Sifa Anari
T = ketika ibu merasa
tertekan karena banyaknya
masalah yang di hadapi
siapa yang ibu cari
pertama kali ?
J = Saya biasanya kalau
ada masalah cerita ke kaka
saya. Tentang suami saya
juga kaka saya udah tau.
Saya di suruh tinggal
dengan kaka. Karena kaka
saya ga tega dan ga
nyangka suami saya kasar
ke saya.
Ketika masalah
dengan suami,
meminta
pertolongan
kepada orang lain
dengan bercerita.
Menurut Lazarus dan
Folkman mendefinisikan
coping sebagai segala
usaha untuk mengurangi
stress, yang merupakan
proses pengaturan atau
tuntutan (eksternal
maupun internal) yang
dinilai sebagai beban yang
melampaui kemampuan
seseorang.
“Saya biasanya kalau ada
masalah cerita ke kaka
saya”.
T = Apakah ibu dapat
mengatasi tekanan,
masalah seorang diri ?
J = jujur mba saya ga bisa,
kalau ada masalah ga
cerita ke kaka saya. Atau
kalo ga bisa saya nangis.
Saya putus asa mba waktu
itu, ga tau lagi saya harus
gimana.
Ketika
dihadapkan
dengan berbagai
masalah
merefleksikan
dengan bercerita
Menurut Lazarus dan
Folkman mendefinisikan
coping sebagai segala
usaha untuk mengurangi
stress, yang merupakan
proses pengaturan atau
tuntutan (eksternal
maupun internal) yang
dinilai sebagai beban yang
melampaui kemampuan
seseorang.
Pada jawaban dari
pertanyataan ini termasuk
ke dalam teori coping
„‟jujur mba saya ga bisa,
kalau ada masalah ga
cerita ke kaka saya. Atau
11
PEDOMAN WAWANCARA (VERBA UTUH)
COPING STRESS PADA PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)
DI PANTI SOSIAL BAHKTI KASIH JAKARTA PUSAT
Informan: Sifa Anari
kalo ga bisa saya nangis.
Saya putus asa mba waktu
itu, ga tau lagi saya harus
gimana‟‟.
T = Menurut ibu masalah
apa yang membuat ibu
tertekan bahkan
mengalami stress putus asa
?
J = Masalah sama suami,
suami saya kasar mba.
saya sebenernya istri ke-2
mba. ternyata istri yang
pertama juga merasakan
apa yang saya rasain,
suami saya kadang kasar
mukul dia (istri ke-1).
Tapi semenjak suami
menikah lagi dengan saya,
istri pertama udah ga lagi
kena kasar suami, tapi
saya jadi bulan-bulanan
suami saya kena
pukul,kadang jambak
rambut saya juga.
Ya paling marah-marah
aja mba, ke mba Nisa (Istri
pertama). Kadang kalau
suami lagi emosi saya
pergi ke rumah kaka saya
main, dan ajak anak saya.
Istri pertama dan
kedua mendapat
perlakuan kasar
dari sang suami,
suami melakuan
kekerasan fisik
yaitu memekul,
menjambak.
Menurut Magdol
Kekerasan dalam rumah
tangga (domestic violence)
adalah mengendalikan
pemikiran, kepercayaan,
perilaku, atau menyiksa
seseorang.
“tapi saya jadi bulan-
bulanan suami saya kena
pukul,kadang jambak
rambut saya juga”.
12
PEDOMAN WAWANCARA (VERBA UTUH)
COPING STRESS PADA PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)
DI PANTI SOSIAL BAHKTI KASIH JAKARTA PUSAT
Informan: Sifa Anari
T = Apa yang ibu lakukan
ketika suami berlaku kasar
kepada ibu?
J = Saya diem mba kadang
saya pergi ke kamar anak
saya atau ke rumah kaka,
takut juga saya kalau
malah ngelawan saya
tambah di pukulin. Ga tau
deh di apain sama suami
kalau ngelawan.
Bersikap diam
tak melawan
ketika mendapat
perlakuan kasar
dari sang suami.
T = Maaf bisa di ceritakan
mengapa suami ibu
berlaku kasar dengan ibu?
J = Masalah besar banget
pas suami saya di
berhentikan dari
kerjaannya mba di PHK.
Mulai dari situ juga suami
saya konsumsi shabu, iya
obat terlarang itu mba.
Suami saya pas dapet
masalah besar larinya ke
obat terlarang mba. suami
saya tiap hari kerjaannya
marah-marah saya salah
sedikit di pukul, kadang
saya di dorong karena
yang namanya saya ibu
Awal mula suami
berlaku kasar
ketika di PHK
dari tempat kerja
dan mulai
menggunakan
obat terlarang
(shabu).
Menurut Magdol
Kekerasan dalam rumah
tangga (domestic violence)
adalah mengendalikan
pemikiran, kepercayaan,
perilaku, atau menyiksa
seseorang.
“ suami saya tiap hari
kerjaannya marah-marah
saya salah sedikit di pukul,
kadang saya di dorong”
13
PEDOMAN WAWANCARA (VERBA UTUH)
COPING STRESS PADA PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)
DI PANTI SOSIAL BAHKTI KASIH JAKARTA PUSAT
Informan: Sifa Anari
rumah tangga, ngurus
rumah bersih-bersih
rumah, pas dia panggil
telat dateng lama
datengnya pas di panggil
suami saya. Udah deh saya
di dorong trus suami saya
banting vas bunga yang
ada dimeja karena saya ga
nyuguhin, eh telat
nyuguhin kopi mba.
T = Pembelaan seperti apa
yang sering ibu lakukan
terhadap suami yang
melakukan tindakan kasar
oleh ibu?
J = Saya paling kalau ada
masalah cerita ke kaka
saya yang tinggal di
Kalibata. Itu juga saya
cerita ke kaka saya
ngumpet-ngumpet mba.
karena suami saya
ngelarang buat komunikasi
sama keluarga saya. Suami
saya kalau tau pasti marah
banget. Saya alesan paling
jemput anak sekolah atau
ada rapat di sekolah anak
saya. Pernah saya mba
ngelawan suami pas mau
Bercerita dengan
kaka, suatu waktu
melawan ketika
hendak memukul
menahan dengan
badan sebagai
tameng.
Menurut Lazarus dan
Folkman mendefinisikan
coping sebagai segala
usaha untuk mengurangi
stress, yang merupakan
proses pengaturan atau
tuntutan (eksternal
maupun internal) yang
dinilai sebagai beban yang
melampaui kemampuan
seseorang.
Pada jawaban dari
pertanyataan ini termasuk
ke dalam teori coping
‟‟ Saya paling kalau ada
masalah cerita ke kaka
saya yang tinggal di
Kalibata‟‟.
14
PEDOMAN WAWANCARA (VERBA UTUH)
COPING STRESS PADA PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)
DI PANTI SOSIAL BAHKTI KASIH JAKARTA PUSAT
Informan: Sifa Anari
dipukul saya tahan pake
badan saya, tapi tetep aja
tenaga saya kalah sama
dia. Saya tetep di dorong.
T = Hal–hal apa saja yang
ibu lakukan untuk
menghindari konflik
dengan suami ?
J = Saya menghindar
paling ngerjain sesuatu
kaya ngerjain pekerjaan
rumah, atau ke kamar anak
saya kalau memang saya
dan anak saya ga sekolah.
Karena biasanya saya
menghindar ke tempat
kaka saya itu juga
perginya ngumpet-
ngumpet, karena kan ga
boleh sama suami saya.
Menghindar dari
konflik dengan
cara mengalihkan
dengan
mengerjakan
pekerjaan rumah
kadang pergi ke
kediaman kaka
sifa.
Awal mula ibu
Sifa mendapatkan
perlakuan kasar,
ketika sang suami
mengalami PHK,
keluarganya
makin tak karuan
suaminya
menggunakan
obat terlaran
(shabu) maka
timbulah
perlakuan kasar
terhadap ibu Sifa.
Ibu Sifa
berinisiatif ketika
ada masalah
dengan suaminya
memilih untuk
bercerita dengan
salah satu
anggota
keluarganya,
yaitu kakak
kandung dari ibu
Sifa.
Menurut Lazarus dan
Folkman, terdapat strategi
dalam coping dalam setiap
jenis coping, problem
focused coping dan
emotion focused coping.
Problem Focused Coping
terdiri dari beberapa jenis,
jawaban ini menyatakan
bahwa
„‟Menghindar dari konflik
dengan cara mengalihkan
dengan mengerjakan
pekerjaan rumah kadang
pergi ke kediaman kaka
sifa‟‟.
termasuk dalam teori
coping, Escape-avoidance
Individu menghindari
untuk menghadapi
masalah yang dihadapinya
T = Bagaimana perasaan
ibu ketika mendapat
Merasa tertekan
dan putus asa
15
PEDOMAN WAWANCARA (VERBA UTUH)
COPING STRESS PADA PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)
DI PANTI SOSIAL BAHKTI KASIH JAKARTA PUSAT
Informan: Sifa Anari
konflik, atau kejadian
seperi itu apa lagi suami
yang ibu sayangi yang
menyakiti ibu?
J = Sedih mba, saya
ngerasa tertekan, dan ga
tau lagi harus gimana. Di
satu sisi saya punya anak,
saya mikir kalau saya
ninggalin suami anak saya
nanti ga punya bapa. Tapi
saya udah ga tahan sama
sikap suami saya yang
hampir setiap hari mukulin
saya.
ketika
dihadapkan
dengan perlakuan
kasar yang
dilakukan oleh
suami.
T= kalau boleh tau apa
saja perlakuan kasar yang
ibu terima dari suami ibu?
J= Saya dicaci maki,
dipukul sampai badan saya
biru-biru, di jambak
rambut saya sampai
rontok, di dorong badan
saya ke lantai mba, pernah
saya melawan suami karna
nampar saya tahan.
Suami
memperlakukan
kasar dengan
memukul,
mencaci-maki,
mendorong,
menampar.
Menurut Magdol
Kekerasan dalam rumah
tangga (domestic violence)
adalah mengendalikan
pemikiran, kepercayaan,
perilaku, atau menyiksa
seseorang.
“ Saya dicaci maki,
dipukul sampai badan
saya biru-biru, di jambak
rambut saya sampai
rontok, di dorong badan
saya ke lantai mba”
T= Ketika dalam keadaan
seperti itu apa yang ibu
lakukan?
Menangis ketika
dipukul berkali-
kali oleh suami,
Kekerasan yang
dirasakan oleh
ibu sifa tidak
Menurut Magdol
Kekerasan dalam rumah
tangga (domestic violence)
16
PEDOMAN WAWANCARA (VERBA UTUH)
COPING STRESS PADA PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)
DI PANTI SOSIAL BAHKTI KASIH JAKARTA PUSAT
Informan: Sifa Anari
J= Saya menangis mba,
ketika dipukul berkali-kali
oleh suami saya, saya
pernah melakukan
perlawan pun saya malah
di serang balik suami saya.
melakukan
perlawanan tetapi
malah di serang
balik.
hanya fisik tetapi
psikis juga, kerap
suaminya
melakukan
tindakan
memukul,
menjambak,
mencaci-maki,
hingga melarang
berkomunikasi
dengan
keluarganya.
Sempat ada
perlawanan dari
Ibu Sifa ketika
suaminya
melakukan
tindakan kasar
akan tetapi
usahanya sia-sia.
adalah mengendalikan
pemikiran, kepercayaan,
perilaku, atau menyiksa
seseorang.
“ ketika dipukul berkali-
kali oleh suami saya, saya
pernah melakukan
perlawan pun saya malah
di serang balik suami
saya”.
T = Menurut ibu bantuan
atau arahan seperti apa
yang ibu cari dari orang
lain ketika mengalami
tekanan masalah yang
sangat berat?
J = Bantuan dari orang
yang ngerti agama mba
saya betul betul merasa
tertekan trus juga selama
ini saya jauh dari Tuhan,
saya pengen hidup saya
Bantuan secara
spiritual karena
merasa hidup
tidak tenang
merasa tertekan
dan jauh dari
Tuhan.
Menurut Lazarus dan
Folkman Emotion Fokus
Coping, Coping ini
merupakan bentuk coping
yang lebih memfokuskan
pada masalah emosi.
Bentuk coping ini lebih
melibatkan pikiran dan
tindakan yang ditunjukkan
untuk mengatasi perasaan
yang menekan akibat dari
situasi stres. Turunan dari
Emotion Focused Coping
17
PEDOMAN WAWANCARA (VERBA UTUH)
COPING STRESS PADA PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)
DI PANTI SOSIAL BAHKTI KASIH JAKARTA PUSAT
Informan: Sifa Anari
tenang. Saya ngerasa takut
banget sama suami saya.
Pengen gitu mba ada yang
bisa ngasih jalan keluar
dari masalah saya. Tapi
pas saya masuk panti
Alhamdulillah mba saya
ngerasa plong beban
masalah berkurang. Apa
lagi di Panti sosial ini saya
dapet bimbingan dari pak
ustadz Rachmat. Saya
masih inget deh mba pas
ustadz ngajarin sholat dan
wudlhu kaya ngerasa beda
aja. Pa ustadz pesen mba
sama saya ga boleh
ngelamun kalau ada
masalah saya suruh
ngucapin berkali-kali
“Astagfirullahal adzim”
Agama dan Spiritualitas
merupakan metode yang
dapat dijadikan predictor
yang sangat signifikan dari
keberhasilan coping.
T = Menurut ibu
bimbingan rohani islam
membantu ibu dalam
mengurangi tekanan yang
ibu hadapi tidak ?
J = iya mba, buat saya
lebih sabar ngadepin yang
udah terjadi. Masalah saya
yang besar itu sedikt-
sedkit berkurang. Dan
Tekanan yang di
alami sedikit-
demi sedikit
berkurang.
18
PEDOMAN WAWANCARA (VERBA UTUH)
COPING STRESS PADA PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)
DI PANTI SOSIAL BAHKTI KASIH JAKARTA PUSAT
Informan: Sifa Anari
saya semenjak ga tinggal
sama suami lebih tenang.
Ga takut di pukul apalagi
dimarah – marahin lagi.
Anak saya juga bisa saya
urusin trus ga bakalan
denger dan liat ibunya
dipukulin lagi.
T = Apa saja yang ibu
rasakan setelah
mendapatkan bimbingan
rohani islam ?
J = Lebih sabar aja mba
kalau ada masalah,
ngerasa tenang aja mba.
apa lagi saya di bimbing
sama ustadz buat belajar
agama. Saya juga sering
curhat sama ustadz soal
masalah saya. Trus pa
ustadz ngasih jalan
keluarnya. Saya juga
pernah mba di Ruqiyah ga
tau kenapa saya ngerasa
lebih tenangga suka
melamun lagi.
Setelah
mendapatkan
bimbingan rohani
islam dari ustadz
menjadi lebih
sabar dan tenang
ketika
dihadapkan
masalah.
Bimbingan rohani Islam
menurut Azd-Dzaky
diartikan sebagai suatu
aktifitas yang memberikan
bimbingan, pelajaran, dan
pedoman kepada individu
yang meminta bantuan
dalam hal bagaimana
seharusnya seorang klien
dapat mengembangkan
potensi akal pikiran,
kejiwaan, keimanan dan
keyakinannya sehingga
dapat menanggulangi
problematika hidup
dengan baik dan benar
secara mandiri yang
berpandangan kepada Al-
Quran dan Sunnah Rasul
SAW. “Lebih sabar aja mba
kalau ada masalah,
ngerasa tenang aja mba.
apa lagi saya di bimbing
19
PEDOMAN WAWANCARA (VERBA UTUH)
COPING STRESS PADA PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)
DI PANTI SOSIAL BAHKTI KASIH JAKARTA PUSAT
Informan: Sifa Anari
sama ustadz buat belajar
agama. Saya juga sering
curhat sama ustadz soal
masalah saya”.
T = Menurut ibu
bimbingan rohani
membantu meringankan
tekanan ibu atau tidak ?
J = iya membantu, saya
menjadi lebih baik, yang
tadinya merasa putus asa
dan ga tau harus apa ketika
ada masalah, sekarang pas
ada bimbingan rohani pak
ustadz mengajarkan
tentang berdzikir, sholat
sama wudlu juga, dan juga
saya bisa cerita tentang
masalah saya sekaligus
konsultasi.
Bimbingan
rohani islam
membantu
meringankan
tekan, merasa
lebih baik. Dapat
bercerita masalah
yang dihadapi
sekaligus
berkonsultasi.
Bimbingan rohani Islam
menurut Azd-Dzaky
diartikan sebagai suatu
aktifitas yang memberikan
bimbingan, pelajaran, dan
pedoman kepada individu
yang meminta bantuan
dalam hal bagaimana
seharusnya seorang klien
dapat mengembangkan
potensi akal pikiran,
kejiwaan, keimanan dan
keyakinannya sehingga
dapat menanggulangi
problematika hidup
dengan baik dan benar
secara mandiri yang
berpandangan kepada Al-
Quran dan Sunnah Rasul
SAW.
“iya membantu, saya
menjadi lebih baik, yang
tadinya merasa putus asa
dan ga tau harus apa
ketika ada masalah,
sekarang pas ada
bimbingan rohani pak
ustadz mengajarkan
tentang berdzikir, sholat
20
PEDOMAN WAWANCARA (VERBA UTUH)
COPING STRESS PADA PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)
DI PANTI SOSIAL BAHKTI KASIH JAKARTA PUSAT
Informan: Sifa Anari
sama wudlu juga, dan juga
saya bisa cerita tentang
masalah saya sekaligus
konsultasi”.
T = Apa saja manfaat ibu
setelah mendapatkan
bimbingan rohani islam ?
J = saya lebih tenang
jalanin hidup. Ga ada lagi
bayang-bayang suami lagi.
Saya bersyukur ada di
tempat ini mba. karena
kaka saya juga saya bisa
disini. Kan kaka saya yang
bawa saya buat laporan ke
tempat perlindungan
perempuan. Terus saya di
bawa ke panti ini deh.
Tinggal di panti ini saya
juga bawa dua anak saya.
Di panti ini saya di ajarin
sama pa ustadz pertama
wudlu, sholat, ngaji, trus
di ajarin berdzikir kalo
saya ada masalah, saya
juag bisa nanya ke pak
ustad tentang masalah saya
mba.
Merasa lebih
tenang, banyak
bersyukur setelah
mendapat
bimbingna rohani
islam
T = Apa perubahan yang Merasa lebih baik Bimbingan rohani Islam
21
PEDOMAN WAWANCARA (VERBA UTUH)
COPING STRESS PADA PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)
DI PANTI SOSIAL BAHKTI KASIH JAKARTA PUSAT
Informan: Sifa Anari
ibu rasakan sesudah
mengikuti bimbingan
rohani islam?
J = merasa lebih baik aja
mba dari sebelumnya.
Udah ga terlalu mikirin
masalah yang kemarin
saya rasain. Ga mau inget-
inget suami saya. Belajar
agama ternyata
menyenangkan, saya jadi
tau cara berwudlu, sholat,
berdoa, dulu saya ga
pernah pernah berdoa mba
pas lagi ada masalah,
padahal berdoa itu ternyata
cara yang paling gampang
ngadu sama Allah.
setelah mengikuti
bimbingan rohani
islam.
menurut Azd-Dzaky
bimbingan rohani
diartikan sebagai suatu
aktifitas yang memberikan
bimbingan, pelajaran, dan
pedoman kepada individu
yang meminta bantuan
dalam hal bagaimana
seharusnya seorang klien
dapat mengembangkan
potensi akal pikiran,
kejiwaan, keimanan dan
keyakinannya sehingga
dapat menanggulangi
problematika hidup
dengan baik dan benar
secara mandiri yang
berpandangan kepada Al-
Quran dan Sunnah Rasul
SAW.
T = Apa yang ibu pelajari
pada bimbingan rohani
islam ?
J = Belajar wudhlu, sholat,
sama suruh baca-baca
tulisan arab. Oh iya dzikir
mba. pernah juga di Panti
ada Ruqiyah mba di
bacain ayat Qur‟an gitu.
Saya tiba-tiba gemeter pas
di bacakan ayat-ayat itu.
Bimbingan
rohaani yang
dipelajari yaitu
dzikir, sholat,
wudhlu, sampai
ruqyah.
Bimbingan rohani Islam
menurut Azd-Dzaky
bimbingan rohani
diartikan sebagai suatu
aktifitas yang memberikan
bimbingan, pelajaran, dan
pedoman kepada individu
yang meminta bantuan
dalam hal bagaimana
seharusnya seorang klien
dapat mengembangkan
potensi akal pikiran,
22
PEDOMAN WAWANCARA (VERBA UTUH)
COPING STRESS PADA PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)
DI PANTI SOSIAL BAHKTI KASIH JAKARTA PUSAT
Informan: Sifa Anari
Ga tau kenapa. Saya
mengikuti ruqiyah pertama
saya disuruh wudlu mba,
terus saya duduk disuruh
tenangin pikiran lalu pak
ustadz bacain surat Al-
Qur‟an.
kejiwaan, keimanan dan
keyakinannya sehingga
dapat menanggulangi
problematika hidup
dengan baik dan benar
secara mandiri yang
berpandangan kepada Al-
Quran dan Sunnah Rasul
SAW. “Belajar wudhlu, sholat,
sama suruh baca-baca
tulisan arab. Oh iya dzikir
mba. pernah juga di Panti
ada Ruqiyah mba di
bacain ayat Qur‟an gitu”.
T= Apa yang membuat ibu
tertarik dan terus
mengikuti kegiatan
bimbingan rohani islam?
J= Hemm banyak si mba,
pertama saya bisa lebih
dekat dengan Allah, kedua
saya bisa cerita ke pa
ustadz tentang masalah
saya dan di berikan
nasehat jalan keluar dari
masalah saya, ke tiga saya
bisa menambah ilmu
agama terus kalo ada
masalah ga kaya dulu mba,
sampe putus asa, sampe
Lebih dekat
dengan Tuhan,
mendapat solusi
atsa masalah
yang di hadapi.
Menurut Lazarus dan
Folkman Emotion Fokus
Coping, Coping ini
merupakan bentuk
coping yang lebih
memfokuskan pada
masalah emosi. Bentuk
coping ini lebih
melibatkan pikiran dan
tindakan yang
ditunjukkan untuk
mengatasi perasaan
yang menekan akibat
dari situasi stres.
Turunan dari Emotion
Focused Coping Agama
23
PEDOMAN WAWANCARA (VERBA UTUH)
COPING STRESS PADA PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)
DI PANTI SOSIAL BAHKTI KASIH JAKARTA PUSAT
Informan: Sifa Anari
mikir Allah ga adil ke
saya.
dan Spiritualitas
merupakan metode yang
dapat dijadikan
predictor yang sangat
signifikan dari
keberhasilan coping.
T = Apa harapan ibu
setelah mendapat
bimbingan rohani islam?
J = Harapannya ya saya
bisa terus perbaiki diri ga
bosen belajar agama terus
juga slalu inget pesan
kebaikan yang di sampein
sama pa ustadz kalo ada
masalah, dan ga mau
ngerasain kejadian kaya
kemarin lagi mba. Trus
mau jadi orang yang lebi
baik aja. Lebih sabar.
Perbaiki diri dan
kejadian
kekerasan dalam
rumah tangga
tidak terulang
lagi.
Setelah tak lagi
tingal bersama
sumainya, Panti
Sosial Bhakti
Kasih adalah
tempat yang lebih
nyaman dirasakan
oleh ibu Sifa.
Selain itu di Panti
tersebut ibu Sifa
mendapatkan
kegiatan yang
menunjan masalah
dan tekanan-
tekanan yang
dirasakannya.
Kegiatan
bimbingan rohani
islam membuat ibu
Sifa lebih baik
dalam menjalankan
hidup, serta lebih
dekat dengan
Tuhan.
LAMPIRAN
Informan Ibu Fitri Handayani
Informan Ibu Sifa Anari
Pembinaan Sosial
Lokasi Penelitian Panti Sosial Bhakti Kasih Jakarta Pusat
Informan Ibu Ani
Wawancara dengan Ibu Sri Selaku Kasubab TU
Bimbingan Rohani Islam Bersama Ustadz Rahmat
Bersama Ustadz Rachmat
Kegiatan Bimbingan Rohani, Bimbingan Kesehatan