Contoh Laporan Besar DPT
-
Upload
arinda-dinning-staria -
Category
Documents
-
view
67 -
download
0
description
Transcript of Contoh Laporan Besar DPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberhasilan dalam budidaya tanaman sangat di pengaruhi oleh populasi hama dan penyakit yang
menyerang. Populasi hama dan penyakit yang menyerang tanaman budidaya dapat ditekan oleh hidupnya
organisme - organisme yang termasuk dalam kelas serangga yang berperan sebagai musuh alami diantaranya
terkelompok sebagai parasitoid, pathogen dan predator. Ada beberapa serangga yang menguntungkan, laba-laba
dan pathogen yang menyerang serangga hama. Spesies-spesies yang menguntungkan tersebut sering mengontrol
serangan hama, khususnya pada tempat-tempat yang bebas atau terhindar dari pengaruh penggunaan pestisida.
Tanpa adanya spesies-spesies yang menguntungkan ini serangga hama akan perbanyakan dengan cepat yang
secara lengkap akan menghabiskan tanaman budidaya di lahan.
Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang terdiri dari hama, penyakit dan gulma, merupakan
kendala utama dalam budidaya tanaman. Organisme pengganggu tanaman ini pada suatu lahan pertanian sangat
mengganggu laju pertumbuhan tanaman yang dibudidayakan, ini dikarenakan antara tanaman yang
dibudidayakan dengan OPT ini bersaing untuk mendapatkan makanan, serat dan tempat perlindungan, maka dari
itu untuk mengatasi masalah ini perlu dilakukan upaya pengendalian yang terpadu demi menjaga kualitas
tanaman tersebut.
Permasalahan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) merupakan kendala utama dalam peningkatan
dan pemantapan produksi tanaman pangan. Sejalan dengan perkembangan pengetahuan dan teknologi
pengendalian OPT, maka upaya penerapan pengendalian secara terpadu diharapkan semakin baik, meluas dan
memasyarakat. Teknologi tersebut selanjutnya berkembang menjadi teknologi Pengendalian Hama Terpadu
(PHT). Teknologi ini harus dapat disebarluaskan melalui komunikasi pembangunan karena teknologi
pengendalian hama terpadu yang merupakan salah satu teknologi yang dapat menjamin produktivitas, nilai
ekonomi usahatani dan dapat mempertahankan kelestarian ekosistem.
Keberadaan hama dan penyakit sendiri dapat di tekan dengan sistem pertanaman polikultur atau
tumpang sari. Sistem ini lebih dapat menekan populasi hama dan penyakit dibandingkan dengan sistem
monokultur (menanam hanya dengan satu jenis tanaman). Selanjutnya akan di bahas lebih lanjut mengenai
semua aspek dalam budidaya berdasarkan hasil observasi di lahan pertanian.
Penggunaan pestida yang kurang bijaksana seringkali menimbulkan masalah kesehatan, Pembangunan
penyakit tumbuhan secara hayati merupakan salah satu komponen pengendalian hama terpadu (PHT) yang
sesuai untuk menunjang pertanian berkelanjutan karena pengendalian ini lebih selektif (tidak merusak
organisme yang berguna dan manusia) dan lebih berwawasan lingkungan. Pengendalian hayati berupaya
memanfaatkan mikroorganisme hayati dan proses-proses alami. Aplikasi pengendalian hayati harus kompatibel
dengan peraturan (karantina), pengendalian dengan jenis tahan, pemakaian pestisida dan lain-lain.
Perkembangan hasil penelitian tentang berbagai agensia hayati yang bermanfaat untuk mengendalikan
patogen pada tanaman, sebenarnya sudah cukup menggembirakan, walaupun masih relatif sedikit yang dapat
digunakan secara efektif di lapangan. Komponen ini jelas berperan dalam peningkatan peranan Fitopatologi
Indonesia dalam pengamanan produksi dan pelestarian lingkungan.
1.2 Tujuan
1.2.1 Mengetahui Jenis tanaman apa saja yang terdapat di lahan.
1.2.2 Mengetahui cara pengolahan tanah yang diterapkan pada lahan.
1.2.3 Mengetahui jenis pupuk dan pestisida yang digunakan pada lahan.
1.2.4 Mengetahui penggunaan mulsa pada lahan.
1.2.5 Mengetahui pola tanam yang diterapkan pada lahan.
1.2.6 Mengetahui OPT, Musuh Alami, dan Organisme Tanah yang terdapat di lahan.
1.2.7 Mengetahui cara pengendalian OPT pada lahan.
1.3 Manfaat
1.3.1 Kita dapat mengetahui tanaman apa saja yang terdapat di lahan.
1.3.2 Kita mengetahui cara pengolahan tanah yang diterapkan di lahan.
1.3.3 Kita mengetahui penggunaan pupuk dan pestisida yang digunakan pada lahan.
1.3.4 Kita mengetahui penggunaan mulsa pada lahan.
1.3.5 Kita mengetahui pola tanam yang diterapkan pada lahan.
1.3.6 Kita mengetahui OPT, Musuh Alami, dan Organisme Tanah yang terdapat di Lahan.
1.3.7 Kita mengetahui cara pengendalian OPT di lahan
BAB II
METODOLOGI
2.1 Tempat dan waktu
Fieldtrip ini dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 11 Mei 2013, yang bertempat di Dusun Sumberbrantas Desa
Jurang RT 02 RW 06, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu Malang.
2.2 Alat dan Bahan + fungsi
a) Alat
1. Alat tulis : untuk mencatat hasil pengamatan dan hasil survey dengan petani
2. Kamera : untuk mendokumentasikan hasil yang didapat
3. Kuisioner : untuk tempat mencatat hasil wawancara dengan petani
b) Bahan
Lahan pertanian (tegal) : Sebagai objek pengamatan
2.3 Pengamatan
2.3.1 Pengamatan Hama
Metode yang dilakukan untuk mengamati hama yang terdapat pada lahan yang diamati adalah dengan
melihat dan mengamati keberadaan hama secara langsung. Untuk alur kerjanya adalah sebagai berikut.
Analisis Kerja
Dalam pengamatan organisme hama, kita perlu mempersiapkan alat serta bahan yang akan digunakan
untuk pengamatan yang terdiri dari alata tulis, kamera, dan kertas kuisioner. Langkah pertama yang harus kita
lakukan yaitu mengamati beberapa sampel tanaman budidaya kentang yang ada di lahan. Selanjutnya,
mengamati tanaman tersebut secara dekat untuk mengetahui organisme hama apa saja yang terdapat pada
tanaman tersebut. Lalu, mengidentifikasi setiap hama yang ada. Setelah itu, mendokumentasikan setiap
organisme hama tersebut dengan menggunakan kamera.
2.3.2 Pengamatan Penyakit
Metode yang dilakukan untuk mengamati penyakit pada tanaman yang terdapat pada lahan yang
diamati adalah dengan melihat dan mengamati keberadaan penyakit dilihat dari tanda dan gejalanya secara
langsung. Untuk alur kerjanya adalah sebagai berikut.
Analisis Kerja
Dalam pengamatan penyakit, kita perlu mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan untuk
pengamatan. Alat dan bahan tersebut adalah alat tulis, kamera, dan kertas kuisioner. Langkah pertama yang
dilakukan yaitu melihat tanaman secara dekat untuk melihat apakah ada tanda dan gejala penyakit yang
ditimbulkan pada tanaman tersebut. Lalu, setelah menemukan tanda dan gejala penyakit yang ada melakukan
identifikasi tanda dan gejala yang ditemukan tersebut. Dokumentasikan hasil yang telah diidentifikasi dengan
menggunakan kamera.
2.3.3 Pengamatan Musuh Alami
Metode yang dilakukan untuk mengamati musuh alami yang terdapat pada lahan yang diamati adalah
dengan melihat dan mengamati keberadaan musuh alami secara langsung. Untuk alur kerjanya adalah sebagai
berikut;
Analisis Kerja
Musuh alami adalah organisme menguntungkan yang dapat membasmi, mengurangi maupun menekan
populasi hama pada suatu lahan. Sebelum pengamatan lahan dilaksanakan, kami terlebih dahulu melakukan
wawancara kepada bapak Noto Utomo yang sebagai nara sumber fieldtrip kami. Kemudian melakukan
pengamatan populasi musuh alami dengan cara pengamatan langsung. Setelah menemukan musuh alami yang
ada, spesimen didokumentasikan. Berdasarkan hasil pengamatan kami, ditemukan beberapa musuh alami yang
menguntungkan, yakni kumbang kubah spot M dan tomcat.
2.3.4 Pengamatan Faktor Edafik (Pengolahan Tanah)
Metode yang dilakukan untuk mengamati faktor edafik pada lahan yang diamati adalah dengan
wawancara secara langsung kepada narasumber. Untuk alur kerjanya adalah sebagai berikut
Analisis Kerja
Dalam pengamatan kali ini, langkah pertama untuk melakukan pengamatan faktor edafik adalah
menyiapkan alat dan bahan, lalu mewawancarai narasumber dan mencatat hasil wawancara.
2.3.5 Pengamatan Penggunaan Pestisida
Metode yang dilakukan untuk mengamati penggunaan pestisida pada lahan yang diamati adalah dengan
wawancara secara langsung kepada narasumber. Untuk alur kerjanya adalah sebagai berikut
Analisis Kerja
Dalam pengamatan kali ini, langkah pertama untuk mengamati pola penggunaan pestisida adalah
menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan. Selanjutnya mewawancarai narasumber untuk mengetahui pola
penggunaan pestisida.
2.3.6 Pengamatan Penggunaan Varietas Tahan
Metode yang dilakukan untuk mengamati penggunaan varietas tahan pada lahan yang diamati adalah
dengan wawancara secara langsung kepada narasumber. Untuk alur kerjanya adalah sebagai berikut
Analisis Kerja
Hal yang dilakukan pertama kali untuk praktikum ini yaitu menyiapkan alat tulis dan kuisioner.
Kemudian mulai mengadakan kegiatan wawancara kepada narasumber yaitu Bapak Noto Utomo
untuk mendapatkan informasi mengenai ada atau tidaknya penggunaan varietas tahan pada sistem budidaya
tanaman kentang bapak Noto Utomo.
BAB III
Kondisi Wilayah Umum
3.1 Lokasi Fieldtrip
Lokasi fieldtrip yang kelompok kami lakukan pada hari Sabtu, 11 Mei 2013, adalah pada desa
Sumberbrantas tepatnya pada Dusun Jurang RT 02 RW 06, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu Malang. Lokasi
pengamatan di daerah Sumberbrantas ini adalah berupa lahan pertanian milik kelompok tani seluas 200 hektar,
dengan ketinggian lahan pertanian tersebut terletak pada ketinggian 1691m diatas permukaan laut.
3.2 Latar Belakang Petani
Desa Sumber Brantas Dusun Jurangwali Kecamatan Bumiaji Kabupaten Malang terkenal dengan
bermacam – macam komoditas yang dibudidayakan. Seperti wortel, kentang, kubis, paprika dan lain-lain.
Tepatnya hari sabtu kami melakukan wawancara dengan salah satu petani yang ada di desa Sumber Brantas
yang bernama Bapak Noto Utomo. Salah satu petani yang menanam komoditas kentang, kubis, wortel dan
paprika. Dari menanam komoditas tersebut, hasil produksi dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan
sehari – hari.
Desa Sumber Brantas mempunyai Kelompok Tani yang sifatnya berbagi pengalaman antara satu petani
dengan petani lainnya dalam pengelolahan usaha tani. Dalam kelompok tani Anjasmoro 01 Pak Noto utomo
mempunyai kepercayaan dalam melakukan aktivitas pertanian menjadi bendahara.
3.3 Sejarah Penggunaan Lahan
Gambaran sejarah lahan yang digunakan oleh Bapak Noto Utomo adalah merupakan lahan tegalan
milik kelompoktani Anjasmoro seluas 200 hektare, sedangkan Bapak Noto Utomo hanya mengelola lahan tegal
tersebut seluas 1 hektare saja Dimana pada saat pengelolaan yang dilakukan oleh Bapak Noto Utomo ini
dimanfaatkan untuk penanaman tanaman dataran tinggi yang berupa tanaman hortikultura yang mengacu pada
jenis sayuran seperti kubis, kentang, dan paprika, tetapi paprika yang ia tanam dibudidayakan pada green house
bukan pada lahan tegalan. Sebelumnya pak Notoutomo menanaminya dengan tanaman wortel. Pergantian jenis
tanaman tersebut diharapkan dapat mengurangi jenis hama yang menyerang sebelumnya. Namun, hama dan
tanaman budidaya tidak dapat dipisahkan walaupun diadakan pergantian jenis tanaman yang baru tetap saja
hama tersebut menyerang tanaman yag ada sekarang. Hama-hama tersebut adalah thrips sp, plurella, dan ulat
grayak yang sangat merugikan petani. Dengan jenis tanah yang ada adalah berupa tanah andosol dengan tekstur
debu dan strukturnya remah, solum yang tebal. Dalam pengelolaan lahannya ia menerapkan sistem rotasi pada
kentang dan kubis. Dimana, setelah dua kali menanam kentang dan panen lalu ia menanam kubis lalu
menggantinya lagi dengan wortel. Pergiliran tanaman atau rotasi tanaman ini dimaksudkan untuk
memperlambat tingginya tingkat erosi, meningkatkan produksi tanaman, memanfaatkan tanah-tanah yang
kosong, memperkaya variasi menu petani, dan yang paling utama adalah memperkecil resiko kegagalan panen
yang terjadi.
3.4 Penggunaan Lahan
3.4.1 Jenis Penggunaan Lahan
Tegal dengan luas 1 hektar yang digunakan oleh Bapak Noto Utomo untuk bercocok
tanam tersebut merupakan lahan dari pembagian Kelompok tani Anjasmoro I. Sebelum lahan tersebut ditanami
dengan tanaman kentang Pak Noto menanaminya dengan tanaman wortel. Selain itu Bapak Noto menanaminya
dengan varietas tahan, yaitu kubis, dan paprika. Namun, paprika tersebut ditanam didalam green house.Tujuan
budidaya Bapak Noto sendiri dengan tujuan seperti halnya petani pada umumnya, yaitu untuk dijual dan
memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Akan tetapi ada juga yang dibudidayakan untuk dikonsumsi
sendiri.
3.4.2 Sistem Budidaya
Sistem budidaya yang digunakan oleh Bapak Noto adalah sistem monokultur, yaitu menanam satu jenis
tanaman pada suatu lahan dan dalam waktu yang sama dengan barisan-barisan teratur. Cara pengolahannya
sangat sederhana yaitu dengan hanya menggunakan cangkul untuk olah tanah. Begitu juga dengan pemberian
pupuk, tanah hanya diolah dengan cangkul. Dalam pemberian pupuk tanaman monokultur ini setiap 90 hari
sekali tiap panen. Pada lahan tersebut terdapat rotasi tanaman apabila setelah panen kentang, ganti menanam
kubis, ganti wortel, dan lain-lain. Petani selain menggunakan pupuk juga menggunakan pestisida yang diberikan
penyemprotan pada pagi hari. Pak Noto juga menggunakan mulsa organik atau jerami dan mulsa sintetis atau
mulsa hitam perak apabila kemarau perak diletakkan diatas dan hitam diletakkan dibawah. Apabila musim hujan
hitam dibawah dan perak diatas. Dalam budidaya tanaman dan pengolahan lahan tentunya tidak lupa dengan
penggunaan pupuk sebagai bahan yang dapat membantu penyuburan tanah maupun tanaman. Dalam budidaya
tanaman monokultur ini petani menggunakan pupuk organik yang berasal dari kotoran ternak, baik berupa
padatan (feces) yang bercampur sisa makanan, ataupun air kencing (urine) dan pestisida kimia contohnya ZA,
SP36, Urea, NPK dan ponska yang didapat dari subsidi pemerintah.
3.4.3 Tanaman Budidaya
Tanaman yang dibudidayakan pada lahan tegal yang dikelola oleh Bapak Notoutomo adalah jenis
tanaman dataran tinggi yaitu tanaman hortikultura tetapi cenderung mengarah kepada jenis tanaman sayur-
sayuran, dengan macamnya yaitu: kentang, kubis, paprika,wortel dll. Menurut beliau pemilihan jenis tanaman
sayuran tersebut didasarkan pada lokasi atau tempat yang sesuai untuk dibudidayakannya oleh karena, desa
Sumberberantas merupakan daerah dataran tinggi sehingga cocok sekali untuk ditanami taaman sejenis sayur-
sayuran, selain itu tingginya permintaan sayur-sayuran dipasar sangat lah tinggi dan harga yang ada dipasaran
pun juga sangatlah tinggi, sehingga dapat memberikan keuntungan bagi beliau, hal itulah yang mendorong
bapak Notokusumo untuk memilih jenis sayur-sayuran.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Hama yang ditemukan
Hama yang ditemukan Ciri-ciri Gejala dan tanda
Aphids sp
(Matnawy, 1989)
Tubuh pipih
Ukuran sangat kecil
Tipe mulut penghisap
Antena panjang
Memilki 3 pasang tungkai
Daun
menggulung atau
melekuk
Daun berwarna
kekuningan
Thrips
(Matnawy, 1989)
Thrips dewasa berwarna
kekuningan, coklat merah
ataupun coklat kehitam-
hitaman dengan
panjang 1,0 mm – 1,2 mm
Memiliki
dua pasang sayap,
sayap berumbai-rumbai
dengan rambut,
sayap depan lebih panjang
dari pada sayap belakang
Bersifat polyfag,
serangga yang
memakan banyak
jenis (spesies)
tanaman dari
berbagai famili
tanaman.
Ulat grayak
(Matnawy, 1989)
Pada umumnya terdapat
bintik hitam arah lateral
pada setiap ruas abdomen.
daun menjadi
transparan
dan dari jauh
tampak berwarna
keputih-putihan,
sedang tulang-
tulang daun dan
efidermis bagian
atas
tidak dimakan
Perbandingan dengan literature
Menurut literature “Hama dan Penyakit pada Tanaman Kentang”, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Sulawesi Selatan. Salah satu penyebab rendahnya produktivitas kentang adalah serangan hama dan penyakit
utama. beberapa hama tanaman kentang yang Kutu Daun (Myzus persicae, Aphids spp), Ulat Penggerek Daun
(Phthorimaea operculella Zell).
Kutu daun merupakan vektor penting yang dapat menularkan penyakit virus menggulung daun kentang
(Potato Leaf Roll Virus/PLRV) dan virus Y (Potato Virus Y/PVY). Gejala serangan penyakit virus tersebut
adalah daun-daun kentang menggulung ke atas (PLRV) atau kekuning-kuningan (gejala mosaik) karena
serangan PVY.
Pada ulat Penggerek daun/umbi (Phthorimaea operculella Zell), daun yang terserang terlihat berwarna
merah tua dan nampak adanya jalinan seperti benang yang membungkus ulat kecil berwarna kelabu. Kadang-
kadang daun kentang menggulung yang disebabkan oleh ulat yang merusak permukaan daun sebelah atas,
bersembunyi dalam gulungan daun tersebut. Gejala serangan pada umbi dapat dilihat dengan adanya kotoran
yang berwarna coklat tua pada kulit umbi. Apabila umbi tersebut dibelah akan kelihatan alur-alur yang dibuat
oleh ulat sewaktu memakan umbi. Larva berwarna putih sampai kuning, tetapi dapat pula berwarna kehijau-
hijauan. Larva memakan daun dengan cara membuat alur-alur pada daun atau membuat lubang dan lorong pada
umbi. Kerusakan berat pada pertanaman kentang sering terjadi pada musim kemarau. Di dalam gudang
penyimpanan, hama tersebut merusak bibit kentang yang disimpan selama 3 – 5 bulan sebelum tanam. Selain
kentang tanaman inang hama ini adalah tanaman tomat, kecubung, bit gula, terung dan tembakau.
Sedangkan pada penelitian yang kami lakukan pada desa Sumber brantas dan dari keterangan Bapak
Notou tomo, salah satu pemilik lahan kentang, hama yang paling banyak adalah mesos, mesos menyerang pada
daun – daunnya. Selain itu juga terdapat ulat grayak dan penggerek, dan thrips. Semua hama tersebut
merugikan produktivitas tanaman kentang.
4.1.2 Penyakit yang ditemukan
Penyakit yang ditemukan Gejala dan tanda
Phytoptera infenstan
(Matnawy, 1989)
Gejala pada tingkat awal
timbul bercak nekrotik pada
bagian tepi dan ujung daun
Gejala pada tingkat lanjut
muncul bercak-bercak
nekrotik yang berkembang
ke seluruh daun tanaman
dan menyebabkan kematian
Perbandingan dengan literature
Berdasarkan literature yang kami dapat yang berjudul “Searching for a Balance: Environmental
Concerns and Potential Benefits of Trangenic Crops in Centers of Origin and Diversity” karya Iva Virgin and
Robert Frederick. Menyatakan bahwa Sifat tahan jamur, perlawanan terhadap blight late (phytopterainfestans)
menerima mos diskusi. Peserta setuju bahwa tanaman transgenik kentang tahan terhadap blight late akan higly
bermanfaat untuk Amerika latin, meningkatkan produktivitas dan mengurangi kebutuhan untuk fungisida. Petani
skala kecil maupun besar akan menguntungkan. Sudah ada spesies di kolam gen liar Solanum bahwa tahan
terhadap blight late, jadi transfer gen perlawanan tidak akan secara dramatis mempengaruhi populasi liar.
4.1.3 Pengaruh Hama dan Penyakit Terhadap Produksi Komoditas
Luka dan kerusakan yang ditimbulkan oleh suatu spesies merupakan dua hal yang berhubungan dengan
status spesies itu untuk menjadi hama atau penyakit. Luka atau injury sering didefinisiskan sebagai dampak
sebuah spesies terhadap komoditas atau tanaman, sedangkan kerusakan merupakan efek dari luka berdasarkan
evaluasi manusia. Luka bersifat biologis, sedangkan kerusakan ekonomis. Oleh sebab itu, hama dan penyakit
menyebabkan kerusakan pada komoditas dan berpengaruh pada tingkat produksi sehingga cenderung dapat
merugikan secara kuantitas maupun kwalitas.
Serangan hama dan penyakit merupakan penyebab utama kerusakan kehilangan hasil rambutan, sejak
masih di kebun sampai siap konsumsi. Pengenalan jenis hama dan penyakit, gejala serangan, dan cara
pengendalian merupakan strategi untuk menyelamatkan hasil dari resiko kerugian yang fatal.
4.1.3 Musuh Alami yang ditemukan
Musuh Alami yang ditemukan Ciri-ciri Peran
Tomcat (Paederus fuscipes)
(Matnawy, 1989)
Berukuran panjang antara
7-10 mm dan lebar antara
0,5 sampai 1 mm.
Tubuh berbentuk
memanjang, terbagi
menjadi tiga bagian
kepala, toraks, dan 3 ruas
abdomen. Badan berwarna
dasar coklat muda.
Kakinya terdiri atas 3
pasang dan tidak berkuku.
Bersayap tidak sempurna
dan berwarna gelap,
terdiri dari dua pasang,
tetapi tidak menutupi
seluruh abdomen.
Bila terancam akan
menaikkan bagian perut
sehingga nampak seperti
kalajengking.
Berkaki panjang, tipe
serangga pejalan cepat.
Berperan sebagai predator
serangga hama
Kumbang ini sesungguhnya
tergolong serangga berguna
karena berperan sebagai
predator aktif pada beberapa
serangga pengganggu
tanaman kentang.
Kumbang kubah spot M
(Menochillus sexmaculatus)
(Matnawy, 1989)
memiliki panjang tubuh
5-6 mm
warna merah dengan
bercak-bercak hitam putih
dan kuning
predator dari tungau dan
kutu daun
4.2 Pengendalian yang dilakukan oleh petani
4.2.1 Pengendalian terhadap Populasi hama dan penyakit
Pada fieldtrip yang telah dilakukan kepada petani holtikultura, khususnya petani dengan komoditas
pertaniaannya berupa kentang ditemukan beberapa hama dan penyakit yang dapat menurunkan produksi
komoditas tersebut. Tanaman kentang memang tergolong tanaman yang sangat rentan terhadap serangan hama
dan penyakit baik pada musim hujan maupun musim kemarau. Penanaman kentang pada musim hujan sangat
rentan terhadap serangan busuk Phytophthora dan layu Fusarium. Sebaliknya, jika penanaman dilakukan pada
musim kemarau, tanaman kentang rentan terhadap serangan hama thrips, ulat, dan lalat penggorok daun. Hal ini
dapat mengakibatkan nilai kualitas dan kuantitas produksi menurun. Sehingga petani disini perlumelakukan
pengendalian tehhadap populasi hama dan penyakit tersebut. Untuk menanggulangi serangan hama dan
penyakit, petani biasanya menggunakan beberapa metode. Metodenya pengendaliannya adalah secara biologi,
mekanis, fisik dan kimia.
4.2.1.1 Pengendalian secara Biologi
Secara umum pengertian pengendalian hama secara biologi/hayati adalah penggunaan makhluk hidup
untuk membatasi populasi organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Makhluk hidup dalam kelompok ini
diistilahkan juga sebagai organisme yang berguna yang dikenal juga sebagai musuh alami, seperti predator,
parasitoid, patogen. Dalam hal penggunaan dan pengendalian mikroorganisme (termasuk virus), pengertian
organisme yang berguna diperluas yaitu meliputi makhluk hidup termasuk yang bersel tunggal, virion, dan
bahan genetik.
Menurut Rosichon, pengendalian biologi memiliki keunggulan lebih ramah lingkungan. Kunci dari
pengendalian hama secara biologi adalah mengenal terlebih dahulu aspek biologi dari serangga itu sendiri.
Aspek biologi dari serangga antara lain siklus hidup, umur, dan deskripsi masing-masing spesies. Informasi
tersebut menjadi penting untuk menentukan saat yang tepat untuk pengendalian hama.
Pengendalian hayati, walaupun usahanya memerlukan waktu yang cukup lama dan berspektrum sempit
(inangnya spesifik), tetapi banyak keuntungannya, antara lain aman, relatif permanen, dalam jangka panjang
relatif murah dan efisien, serta tidak akan menyebabkan pencemaran lingkungan. Pengendalian hama yang
hanya menggunakan pestisida saja dengan spektrum luas dan terus-menerus sebenarnya tidak baik dari segi
ekologi. Oleh karena itu dalam pengelolaan hama, cara pengendalian hayati perlu ditingkatkan dan penggunaan
pestisida hendaknya dilakukan secara bijaksana agar keseimbangan alami tidak terganggu. Hanya saja, kata
Rosichon, kelemahan dari pengendalian biologi adalah penerapannya di level petani.Pengendalian biologi yang
membutuhkan teknik khusus masih dikuasai para peneliti.
Musuh alami merupakan pengendalian alami utama hama yang berkerja secara tergantung kapadatan
populasi, sehingga tidak dapat dilepaskan dari kehidupan dan perkembangbiakan hama. Musuh alami hama bisa
berupa predator (pemangsa), parasitoid, dan patogen.
A. Predator (pemangsa)
Pemangsa adalah serangga atau hewan pemakan serangga yang selama masa hidupnya banyak memakan
mangsa.Secara fisiologis, ciri pemangsa adalah bentuknya lebih besar dari mangsanya.Jenis pemangsa, antara
lain kumbang, lalat, laba-laba, tawon, dan seranga-serangga kecil lainnya.
B. Parasitoid
Parasitoid adalah serangga yang sebelum tahap dewasa berkembang pada atau di dalam tubuh inang (biasanya
serangga juga).Parasitoid mempunyai karakteristik pemangsa karena membunuh inangnya dan seperti parasit
karena hanya membutuhkan satu inang untuk tumbuh, berkembang, dan bermetamorfosis. Kebanyakan serangga
parasitoid hanya menyerang jenis /hama secara spesifik.Serangga parasitoid dewasa menyalurkan suatu cairan
atau bertelur pada suatu hama sebagai inangnya. Ketika telur parasitoid menetas, larva akan memakan inang dan
membunuhnya. Setelah itu keluar meninggalkan inang untuk menjadi kepompong lalu menjadi serangga lagi.
Sebagian besar parasitoid ditemukan di dalam dua kelompok utama bangsa serangga, yaitu Hymenoptera (lebah,
tawon, semut, dan lalat gergaji) dan bangsa Diptera (lalat beserta kerabatnya).Meskipun tidak banyak, parasitoid
juga ditemukan pada bangsa Coleoptera, Lepidoptera, dan Neuroptera.Sebagian besar serangga parasitoid yang
bermanfaat adalah dari jenis-jenis tawon atau lalat.
C. Patogen
Cara pengendalian biologis lainya adalah menggunakan musuh alami patogen, yaitu makhluk hidup yang
menjangkitkan penyakit pada inang.Dalam kondisi tertentu, seperti kelembapan yang tinggi secara alami, suatu
organisme rawan terhadap serangan patogen. Patogen dapat dimanfaatkan untuk dijadikan musuh alami dari
hama pertanian. Contoh patogen di antaranya, bakteri, virus, dan jamur.
Di lahan tegal milik bapak Noto Utomo yang berprofesi sebagai seorang petani kentang, dalam
pengendalian secara biologi beliau menggunakan beberapa makroorganisme seperti capung dan kumbang kubah
spot M dalam proses usahataninya. Capung berperan sebagai predator rayap dan trips. Bagian-bagian tubuhnya:
Kepala, kaki, ekor, sayap, toraks, dan abdomen. Klasifikasi = Kingdom: Animalia, Filum: Arthropoda, kelas:
insekta, ordo: odonata, famili: epiprocta, genus: anax, spesies: Anax junius. Sedangkan kumbang kubah spot M.
Berperan sebgaai predator dari wereng. Bagian-bagian tubuhnya: antena, kepala, kaki, dan abdomen. Klasifikasi
= kingdom: animalia, filum: arthropoda, kelas: insekta, ordo: coleoptera, famili: carabidae, genus: menochillus,
spesies: Menochillus sexmaculatus.
4.2.1.2 Pengendalian secara Mekanis
Pengendalian mekanik adalah perlakuan atau tindakan yang bertujuan untuk mematikan atau
memindahkan hama secara langsung, baik dengan tangan atau dengan bantuan alat dan bahan lainnya.
Pengendalian hama dan gulma secara manual atau dengan menggunakan alat dan mesin pertanian juga dapat
digolongkan sebagai cara pengendalian mekanik. Pemangkasan lokal bagian tanaman yang terserang dipotong
atau dipangkas, hasil pangkasan kemudian dikumpulkan di suatu tempat yang terbuka dan aman, lalu dilakukan
pembakaran. Pengendalian ini bertujuan untuk mematikan hama secara langsung baik dengan tangan atau
dengan bantuan alat atau bahan lain.
Pada petani di desa Sumber Brantas, Bumiaji daerah kota Batu mereka melakukan pengolahan tanah
dengan cangkul pada proses pengendalian secara mekanis. Menurut penelitian pengendalian mekanis dengan
menggunakan canngkul ini bertujuan untuk membolak- balik tanah. Sehingga hama pada tanah yang berupa
nematoda NSK dapat terkubur ke dalam tanah. Nematoda NSK ini merupakan salah satu hama tanaman
kentang yang terdapat di tanah. Hama ini menyerang bagian dari akar tanaman kentang sehingga berakibat
membusuknya komoditas kentang tersebut.
4.2.1.3 Pengendalian secara fisik
Menurut penjelasan petani yaitu Bapak Noto Utomo pengendalian yang dilakukan secara fisik yaitu
dengan cara manual digepuk dengan alat seadanya. Tetapi cara ini sangat sulit sekali untuk dilakukan.
Dikarenakan hama memiliki daya rangsang dan pergerakan yang lebih cepat daripada gerakan manusia sendiri.
Beliau menggunakan alat seperti bambu atau kayu untuk mengusir dan membunuh hama tersebut.
Sementara itu, untuk pengendalian secara fisik terhadap penyakit yaitu dengan melihat atau meneliti
tanaman yang telah terkena penyakit baik daun, batang, akar bahkan buah. Tetapi, untuk komoditas kentang ini
Bapak Noto Utomo hanya dapat melihat melalui daun yang rusak. Sehingga, tanaman tersebut dicabut atau
hanya dicabut daun yang terserang saja.
4.2.1.4 Pengendalian secara Kimia
Bapak Noto Utomo masih memiliki cara lain selain cara biologi, mekanis, dan fisik yaitu cara kimia.
Menurut beliau cara ini merupakan cara yang paling ampuh dan paling cepat untuk membunuh hama dan
penyakit yang mengganggu tanaman. Banyak sekali pestisida sintetik dengan dosis tertentu untuk membunuh
hama dan penyakit tanaman diantaranya :
a. Ulat daun/Agrofis : Ripcord (1,5cc/l air)
b. Kutu thripes/ Myzus : Confidor (0,5cc/l air)
c. Orong-orong : Dursban (5cc/l air)
d. Hama lyryomyza : Agrimex (0,25cc/l air)
e. Ulat daun : Buldok (1.5cc/l air)
f. Busuk daun : -Dithane (2,5gr/l air)
Daconil (1,25cc/l air)
-Curzate (1gr/l air)
g. Busuk batang : Previcur N (0.5cc/l air)
h. Fusarium : Agrept (0.5cc/l air)
Kasumin (1gr/l air)
i. Karat daun : -Daconil (1,25gr/l air)
-Dithane (2gr/l air)
Bapak Noto Utomo menggunakan beberapa cara pengendalian secara kimia dalam menanggulangi
hama dan penyakit pada tanaman di lahan, beliau menggunakan pestisida bulldog dan herbisida. Herbisida
berasal dari kata latin, yaitu herbayamh berarti tanaman setahun. Herbisida berfungsi untuk membunuh gulma
(tumbuhan pengganggu).
Dalam proses pembuatannya, bapak Noto Utomo mencampur 200 liter air dengan 1 liter pestisida. Untuk
pengaplikasiannya, bapak Noto menyemprotkannya dua hari sekali, dengan waktu penyemprotan pada pagi
hari. Tetapi jika musim hujan, frekuensi penyemprotan lebih banyak dibandingkan pada cuaca normal. Hal
tersebut dikarenakan pada kondisi yang lembab, hama pada tanaman cepat menyebar sehingga harus lebih
diperhatikan penyemprotan pestisida agar hama dapat cepat teratasi.
4.2.2 Pengolahan tanah
Pada lahan yang dikelola oleh Bapak Noto Utomo, pengolahan tanah edafik dilakukan pada saat sebelum
menanam, saat tanaman bertumbuh dan setelah panen. Pada saat sebelum tanam bapak Noto Utomo melakukan
pengolahan tanah dengan mencampur tanah dengan pupuk kompos atau kandang, dengan menggunakan
cangkul.
Berdasarkan sifat fisika tanah
Kesuburan suatu tanah dinilai dari sifat-sifat fisika itu yaitu tekstur tanah, struktur tanah, konsistensi tanah,
warna tanah, temperatur tanah, tata air dan udara tanah. Sifat-sifat fisika ini bisa berubah dengan adanya
pengolahan tanah. Dengan pengolahan tanah yang dilakukan Bapak Noto, strukturnya menjadi baik sehingga
akan membantu berfungsinya faktor pertumbuhan tanaman secara optimal.
Berdasarkan sifat biologi tanah
Jumlah tiap grup mikroorganisme sangat bervariasi, ada yang terdiri dari beberapa individu, akan tetapi ada pula
yang jumlahnya mencapai jutaan per gram tanah. Mikroorganisme tanah itu sendirilah yang bertanggung jawab
atas pelapukan bahan organik dan pendauran unsur hara. Dengan demikian pada lahan tegal yang dikelola
Bapak Noto mikroorganisme mempunyai pengaruh terhadap sifat fisik dan kimia tanah.
Berdasarkan sifat kimia
Pembentukan tanaman juga dipengaruhi oleh reaksi asam basa dalam tanah, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Pengaruh tidak langsung terhadap tanaman adalah pengaruh terhadap kelarutan dan ketersediaan hara
tanaman. Pengujian PH tanah dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu dengan menggunakan kertas lakmus,
dengan menggunakan kertas indikator universal dan dengan alat PH dilaboratorium dapat menggunakan PH
meter Beckman H5.
Pengendalian OPT melalui Faktor Edafik
Pengolahan edafik juga berfungsi untuk mengendalikan OPT dengan cara pengolahan tanah dengan bahan
organik. Pengolahan tanah ini ditujukan pada OPT atau hama yang dalam siklus hidup mempunyai fase di dalam
tanah. Dengan pengolahan tanah sangat mempengaruhi populasi organisme yang ada di dalam tanah, dan juga
dengan pengolahan tanah yang baik akan juga dapat mengendalikan Organisme Pengganggu Tanaman yang ada
di dalam tanah, karena pengolahan tanah yang baik akan menimbulkan keseimbangan lingkungan. Maka dari itu
semakin tinggi keragaman biota dalam tanah akan menyebabkan keseimbangan ekosistem baik diatas tanah
maupun di dalam tanah itu sendiri. Dan keseimbangan inilah yang akan menyebabkan atau memungkinkan
untuk menghindari berkembangnya Organisme Pengganggu Tanaman.
Dampak pengolahan edafik
Pada lahan tegal yang dikelola Bapak Noto dampak yang terjdi pada perlakuan pengolahan tanah edafik adalah
struktur tanah yang menjadi baik sehingga akan membantu faktor pertumbuhan tanaman secara optimal.
Mempercepat pelapukan bahan organik dan pendauran unsur hara. PH dalam tanah stabil sehingga pertumbuhan
dapat tumbuh dengan optimal , serta mampu mengendalikan OPT
4.2.3 Pemanfaatan Musuh Alami
Pemanfaatan Musuh Alami
Musuh alami adalah segala organisme (organisme : Predator, Parasitoid dan Patogen) yang
dibudidayakan atau dipelihara maupun berkembang secara alami tanpa bantuan manusia yang bertujuan untuk
mengurangi ataupun membasmi OPT yang merusak tanaman budidaya . Predator / Pemangsa adalah binatang
( serangga, laba-laba dan binatang lain ) yang memburu, memakan atau menghisap cairan tubuh binatang lain
sehingga menyebabkan kematian. Parasitoid adalah serangga yang hidup sebagai parasit di dalam atau pada
tubuh serangga lain ( serangga inang ), dan membunuhnya secara pelan-pelan. Patogen adalah Mikroorganisme
yang dapat memnyebabkan infeksi dan menimbulkan penyakit terhadap OPT.
Beberapa jenis musuh alami telah diketahui potensinya, di antaranya memiliki kemampuan mencari
inang, memangsa, berkembang biak, dan beradaptasi yang tinggi, sehingga mudah menetap/berkoloni, dan
memiliki inang yang spesifik untuk tingkat spesies atau genus. Apabila musuh alami, baik yang bersifat
indigenous maupun exotic apabila berhasil dibiakkan/diperbanyak secara massal, maka potensi musuh alami
tersebut dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan hama sasaran.Populasi musuh alami pada tanaman
perkebunan bervariasi menurut lokasi, waktu/musim, tipe lahan, dan teknik budidaya. Beberapa jenis di
antaranya dijumpai berlimpah, terutama pada daerah yang tidak pernah atau jarang diaplikasikan pestisida.
Dalam keadaan demikian, musuh alami dapat berperanan cukup besar sebagai faktor pengendali populasi hama.
Dalam survey yang kami lakukan dengan narasumber bapak Noto, Beliau tidak menggunakan musuh
dalam proses budidaya tanaman Kentang. Beliau hanya memanfaatkan musuh alami secara alami atau yang
dating, tanpa adanya budidaya yang lebih khusus.
Dampak
Dampak yang terjadi pada lahan yang dikelola Bapak Noto yang terjadi adalah Pengendalian hayati,
walaupun usahanya memerlukan waktu yang cukup lama dan berspektrum sempit (inangnya spesifik), tetapi
banyak keuntungannya, antara lain aman, relatif permanen, dalam jangka panjang relatif murah dan efisien,
serta tidak akan menyebabkan pencemaran lingkungan. Oleh karena itu dalam pengelolaan hama, cara
pengendalian hayati perlu ditingkatkan dan penggunaan pestisida hendaknya dilakukan secara bijaksana agar
keseimbangan alami tidak terganggu.
4.2.4 Penggunaan Pestisida
Penggunaan Pestisida
Pestisida adalah salah satu hasil teknologi modern yang mempunyai peranan penting dalam peningkatan
kesejahteraan rakyat. Penggunaan pestisida dalam tegal milik bapak Noto dilakukan pada saat dikiranya hama
sudah terlalu banyak. Jadi penggunaan pestisida tergantung jumlah populasi hama pada tegal. Dosis yang
digunakan adalah 200 + ½ air untuk pestisida dan gulma untuk herbisida.
Kita mengetahui bahwa pestisida sangat berguna dalam membantu petani merawat pertaniannya.
Pestisida dapat mencegah tanaman kubis dari serangan OPT. Hal ini berarti jika para petani menggunakan
pestisida, hasil panen tanaman kubis akan meningkat dan akan membuat hidup para petani kubis menjadi
semakin sejahtera. Dengan adanya pemahaman tersebut, pestisida sudah digunakan di hampir setiap lahan
pertanian.
Dengan adanya dampak buruk dari pestisida, para petani lebih dianjurkan menggunakan sistem
pertanian organik yang tidak menggunakan bahan kimia sama sekali. Tetapi pertanian dengan metode ini juga
memiliki resiko yaitu rentan untuk terserang hama. Tetapi hasil dari pertanian ini sangat sehat dan tidak akan
mengganggu kesehatan. Oleh karena itu, para petani diharapkan tidak terlalu banyak menggunakan pestisida dan
melakukan pertanian organik. Pertanian organik ini sangat bermanfaat dan tidak memiliki efek samping yang
membahayakan bagi lingkungan maupun tubuh.
Dampak
Melalui kulit dengan jalan terkena langsung ataupun melalui pakaian yang terkena pestisida.
Melalui pernafasan, hal ini sering kali terjadi pada petani yang langsung menyemprot pestisida atau pada orang
yang berada disekitar tempat penyemprotan.
Melalui mulut dengan jalan ketika seseorang meminum air yang telah tercemar atau makan dengan tangan tanpa
mencuci tangan terlebih dahulu setelah berurusan dengan pestisida.
Menurut Bapak Noto, populasi hama dan penyakit yang menyerang pada lahan beliau tidak begitu
banyak dan masih dapat di kendalikan dengan menggunakan pestisida. Sehingga keberadaan hama dan penyakit
yang menyerang tidak terlalu mempengaruhi hasil produksi budidaya di lahan beliau. Namun apabila
penyemprotan pestisida tidak dilakukan maka terancam akan gagal panen dikarenakan hama dan penyakit yang
terdapat pada lahan beliau.
4.2.5 Penggunaan Varietas Tahan
Penggunaan varietas tahan
Pada dasarnya, seperti juga makhluk hidup yang lain, tumbuhan akan menghadapi tekanan dari musuh
alaminya, salah satu yang terpenting adalah serangga herbivora. Di bidang pertanian, tanaman mendapatkan
tekanan yang luar biasa dari serangga herbivora (lazim kemudian disebut sebagai hama), yang disebabkan oleh
beberapa hal, yaitu: Penanaman monokultur dan dalam areal luas, Penanaman sepanjang tahun, Penanaman
tidak serempak, Penggunaan varietas yang rentan terhadap hama, Penggunaan pestisida secara luas dan tidak
bijaksana. Oleh karena itu, manusia berpikir untuk meringankan “beban” tanaman dalam menghadapi tekanan
serangga hama, salah satunya dengan cara merekayasa varietas tanaman yang tahan hama, atau paling tidak
mampu beradaptasi terhadap serangan hama. Disini bapak Noto menanami lahannya dengan kentang dan
paprika, kemudian menanami tanaman varietas tahan dengan tanaman kubis. Tujuan budidaya bapak Noto
sendiri dengan tujuan seperti halnya petani pada umumnya, yaitu untuk dijual dan memperoleh keuntungan.
Dampak
Untuk dampak dalam pengolahan varietas tanaman tahan kubis adalah Di dataran rendah, ukuran krop
mengecil dan tanaman sangat rentan terhadap ulat pemakan daun Plutella. Karena penampilan kubis
menentukan harga jual, kerap dijumpai petani (Indonesia) melakukan penyemprotan tanaman dengan insektisida
dalam jumlah berlebihan agar kubis tidak berlubang-lubang akibat dimakan ulat.
4.3 Pembahasan
4.3.1 Profil Petani
Desa Jurang Wali RT 02 RW 06 merupakan desa yang memiliki potensi untuk menghasilkan komoditi
sayur-maayur, komoditi itu antara lain kentang, cabe, dan kol. Suhu udara yang berada di sekitar 22°C ini sangat
cocok untuk penanaman budidaya sayur tersebut. Bapak Noto Utomo, salah satu petani dari dari kelompok taani
Anjasmoro I ini menanam tanaman kentang, cabe, paprika dan kol di lahan tegalnya. Namun, yang menjadi
focus dari kelompok kami adalah komoditi kentang. Hasil dari bercocok tanam kentang itu dapat dijadikan
sebagi sumber mata nafkah bagi keluarga.
Bapak Noto Utomo merupakan petani yang sangat menggantungkan kegiatan pertaniannya pada kondisi
temperature setempat. Mayoritas masyarakat setmpat memang menggantungkan hidupnya dari kegiatan
bercocok tanamn sayur, buah, maupun bunga. Dari kegiatan bercocok tanam itu petani setemat dapat
meneksplor kemampuan lahan yang dimiliki wilayah itu.
4.3.2 Kegiatan Usaha Tani yang Dilakukan
Jenis komoditas yang dibudidayakan di Desa Sumber Brantas ini mayoritas adalah buah apel,
kentang, wortel, bunga, dan bawang. Pada umumnya petani melakukan kegiatan bercocok tanamnya di lahan
tegal. Komoditi yang ditanam oleh Bapak Noto Utomo ini adalah kentang, kubis, dan paprika. Focus kita pada
pembahasan ini adalah tanaman kentang. Tanaman kentang ini ditanam di lahan tegal seluas 1 Ha. Di lahan
seluas 1 Ha ini ditanami kentang. Sistem penanamannya menggunakaan sistem monokultur, jadi komoditi
dtanm pada lahan yang berbeda. Hal ini dilakukan karena pengendalian setiap komoditi tanman itu berbeda
sehingga dengan peggunaan sistem monokultur ini otomatis memudahkan petani unuk melakukan pengendalian
pada tanamannya.
Cara pengolahan yang dilakukan oleh Pak Noto menggunakan cara pengolahan mekanis, yaitu dengan
kegiatan mencangkul. Kegiatan mencangkul ini memiliki tujuan untuk membalik tanah sehingga tanah yang
berada di bawah dibalik ke atas dengan maksud untuk penggemburan tanah. Selain dengan pengolahan tanah
dengan dicangkul, Pak Noto juga melakukan kegiatan pemupukan untuk menambah hara yang dibutuhkan
tanaman budidayanya. Jenis pupuk yang digunakan oleh Pak Noto campuran, yaitu penggunaan pupuk organic
dan anorganik. Pupuk organic yang digunakan untuk lahan kentang adalah pupuk kandang, sedangkan pupuk
anorganik yang digunakan adalah sp36, urea, NPK, dan phonska (bersubsidi).
Untuk perlindungan tanaman Pak Noto juga menggunakan mulsa. Mulsa yang diberikan ada dua jenis
yaitu mulsa organic dan mulsa sintetis. Mulsa organic menggunakan jerami, sedangkan mulsa anorganiknya
menggunakan mulsa hitam perak. Mulsa hitam perak ini berbeda penggunaanny untuk setiap musim. Pada
musim kemarau plastic berwarna perak diletakkan di atas dan plastic engan warna hitam berada di bawah. Hal
ini bertujuan untuk menolak atau memantulkan sinar mtahari sehingga temperature tanah tidak semakin tinggi.
Sedangkan pada musim penghujan peletakkan mulsa dibalik, plastic warna hitam diletakkan di atas sedangkan
plastic berwarna perak diletakkan di bawah. Tujuan pembalikan ini adalah untuk mempercepat penguapan di
tanah agar tanah tidak terlalu basah.
Dalam pola budidaya tanamn kentang ini murni dilakukan pada lahan tegal, tidak ada kegiatan
agroforestri di lahan ini. Rotasi tanaman dilakukan oleh Pak Noto, rotasi itu dilakukan dengan pergiliran setelah
kentang panen diganti kubis (kol), setelah itu digilir dengan wortel. Tujuan dari rotasi atau pergiliran tanamn ini
adalah untuk menghindari kondisi tanah yang jenuh, setiap komoditas pasti memerlukan kondisi tanah dan
kandungan hara yang berbeda. Jika di lahan hanya ditanami kentang terus-menerus maka lama kelamaan dapat
menimbulkan ledakan hama tertentu untuk setiap komoditas.
4.3.3 Identifikasi OPT, Musuh Alami, dan Organisme Tanah.
Para petani di Sumber Brantas membudidayakan beberapa jenis tanaman. Jenis tanaman yang ditemui
adalah kentang, cabai, bunga kol. Dalam kegiatan budidaya tanaman selalu dihadapkan dengan adanya kendala
– kendala yang mengganggu pertumbuhan dan perkembangan tanaman budidaya. Di lahan budidaya Sumber
brantas juga ditemui OPT, Musuh Alami dan organism tanah yang merugikan. Menurut Pak Noto Utomo
sebagai petani tanaman tersebut, hama - hama yang sering menyerang tanaman kentang adalah hama thrips,
Plutella xylostella, ulat grayak, Myzus persicae, Aphis spp. Hama thrips tergolong hama yang berbahaya. Bagian
tanaman yang sering diserang oleh hama ini adalah bagian daun. Hama ini menyerap cairan pada daun sehingga
daun mengeriting keatas. Thrips dapat menurunkan produktivitas tanaman kentang dan jika tidak ditangani
maka tunas - tunas baru tidak dapat tumbuh normal bahkan dapat mengakibatkan kematian.
Hama Plutella xylostella juga menyerang tanaman pada bagian daun. Serangan hama ini dapat
mengakibatkan kerusakan parah pada tanaman kentang. Sehingga para petani dapat mengalami kerugian yang
cukup besar akibat hama Plutella xylostella.
Ulat grayak memiliki sifat polyfag yaitu menyerang banyak tanaman termasuk juga tanaman kentang.
Hama ini menyerang dengan sangat cepat. Daun pada tanaman kentang digrogoti mulai dari bagian tepi, bawah
dan atas daun bahkan hanya tersisa epidermisnya saja. Kerusakan pada daun inilah yang mengakibatkan
tanaman kentang tidak dapat berfotosintesis dan berdampak pada produktivitas tanaman kentang.
Hama yang juga menyerang tanaman kentang adalah Liriomyza spp. Hama ini menyerang dengan cara
menggorok daun. Tanaman kentang yang terserang dapat mengalami kerusakan total.
Penyebab layu pada tanaman adalah Fusarium oxysporum. Tanaman kentang yang terserang
mengalami kelayuan dimulai pada daun – daun tua, kemudian menyebar ke daun – daun muda dan menguning.
Secara umum mirip dengan penyakit layu bakteri.
Pak Noto Utomo menjelaskan bahwa penyakit yang menyerang pada tanaman kentang adalah busuk
buah yang disebabkan oleh Phytoptera sp. Awalnya penyakit ini menyerang dengan intensitas yang rendah
namun lama-lama berintensitas tinggi.
Peran musuh alami sangat membantu untuk mengendalikan OPT karena musuh alami inilah yang
memang sadan membunuh hama tersebut. Musuh alami yang ada di lahan tersebut adalah kumbang kubah spot
M. Pada lahan budidaya kentang, musuh alami ini berperan sebagai predator sehingga menekan pertumbuhan
hama thrips.
Selain OPT dan penyakit yang menyerang tanaman, factor lain yang perlu diperhatikan pada
pertumbuhan tanaman adalah organism tanah. Organisme tanah ini membantu menyediakan unsure hara bagi
tanaman. Cacing tanah memakan sisa-sisa remah yang dikeluarkan menjadi faecesse telah mengalami
pencernaan dalam tubuh cacing. Proses ini berakibat pada peningkatan bahan organic tanah dan membentuk
unsure hara tanah.
Berdasarkan penjelasan dari Pak Noto Utomo, dengan adanya hama, OPT dan organism tanah di lahan
budidaya kentang mempengaruhi produktivitas tanaman kentang. Dampaknya adalah produksi tanaman kentang
yang menurun.
4.3.4 Pengendalian OPT yang digunakan
Pestisida yang digunakan Pak Noto Utomo untuk mengendalikan hama adalah pestisi dakimua.
Pestisida yang digunakan antara lain Ripcord (1,5cc/l air), Confidor (0,5cc/l air), Agrimex (0,25cc/l air), Buldok
(1.5cc/l air), Dithane (2,5gr/l air), Daconil (1,25cc/l air), Curzate (1gr/l air), Previcur N (0.5cc/l air), Agrept
(0.5cc/l air), Daconil (1,25gr/l air). Penyemprotan pestisida dilakukan tiga kali sehari pada pagi hari.
Penyemprotan ini sangat efektif untuk mengendalikan OPT yang ada dan berpengaruh pada perekonomian
petani. Jika pestisida tidak dilakukan maka petani terancam gagal panen.
Sedangkan untuk pengendalian secara biologis dapat memanfaatkan peran musuh alami yaitu capung,
kumbang kubah spot M, yang menjadi predator hama. Selain itu menanam varietas tahan mampu mencegah
penurunan produktivitas tanaman kentang. Pada lahan ini komoditas yang menggunakan varietas tahan adalah
kentang, paprika, dan kubis dengan penanaman secara bergilir. Bila tidak menggunakan varietas tahan, maka
biaya perawatannya akan semakin mahal.
4.4 Rekomendasi
Berdasarkan pengamatan lapang yang telah kami lakukan terhadap bapak Noto Utomo di desa Sumber
Brantas Dusun Jurangwali Kecamatan Bumiaji Kabupaten Malang, didapatkan hasil bahwa pengolahan lahan
pertanian di daerah tersebut telah cukup bagus. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya kelompok tani
yang secara kontinyu terus melakukan perubahan dalam bercocok tanam ke arah yang lebih baik. Selain itu,
menurut keterangan dari bapak Noto Utomo selaku bendahara di Kelompok tani Anjasmoro 01, para petani di
desa Bumiaji telah melakukan cocok tanam tanaman jenis hortikultura yang sesuai dengan cuaca di daerah
dataran tinggi seperti wortel, kubis, dll.
Dalam kaitannya dengan Dasar Perlindungan Tanaman, para petani di desa Bumiaji masih banyak
mengalami masalah serangan hama dan penyakit pada tanaman budidaya mereka. Memang, hama dan penyakit
yang menyerang tanaman mereka merupakan OPT yang biasa menyerang tanaman budidaya di banyak tempat
di Indonesia, sehingga mereka juga melakukan pengendalian secara tepat sesuai pengetahuan yang mereka
miliki. Mereka menggunakan pupuk dan pestisida, baik yang alami maupun yang sintetik. Selain itu,
pengendalian hama dan penyakit juga dilakukan dengan cara membajak sawah menggunakan cangkul sehingga
dapat membalik sawah serta penggunaan mulsa plastik dan mulsa organik sehingga hama dari tanah tidak dapat
menyerang tanaman mereka. Semua perlakuan tersebut telah sesuai dengan teori yang diajarkan pada Mata
Kuliah Dasar Perlindungan Tanaman. Namun , satu perilaku petani di desa Bumiaji tersebut yang bejlum tepat
yaitu bercocok tanam dengan pola monokultur. Padahal, penanaman tanaman budidaya dengan pola monokultur
dapat mendatangkan hama dan penyakit dengan cepat. Karena itu, perlu adanya pemahaman terhadap petani
untuk dapat menanam tanaman budidaya mereka dengan pola polikultur. Artinya, ketika sebuah lahan mereka
ditanami dengan wortel, maka lahan disebelahnya atau disela-selanya dapat ditanami dengan kentang atau kubis
sehingga apabila ada hama yang menyerang tanaman wortel, hama tersebut akan kesulitan menemukan tanaman
wortel karena dihalangi oleh tanaman kubis atau kentang.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil fieldtrip yang telah kami lakukan pada minggu lalu dapat disimpulkan bahwa jenis
komoditas tanaman yang dibudidaya oleh nara sumber kami, bapak Noto Utomo anggota Kelompok Tani
Anjasmoro I, desa Sumber Brantas Dusun Jurangwali Kecamatan Bumiaji Kabupaten Malang ialah kentang,
wortel, dan kubis. Bapak Noto Utomo mengelola budidaya tanaman pada luasan lahan sekitar 1 Ha, dengan
jenis lahan berpa tegal. Pola tanam pada lahan bapak Noto Utomo ini merupakan pola tanam monokultur
bergilir. Pada pengelolahan tanaman budidaya tersebut pak Noto Utomo, cenderung menngunakan pestisida
dalam penanggulangan dan pembasmian hama serta penyakit yang menyerang. Sistem pengolahan lahan pada
budidaya tanaman tesebut, bapak Noto Utomo masih menggunakan cara yang tradisional yaitu mencangkul.
Pada fieltrip kali ini, kami mengamati pada salah satu komoditas tanaman yang dibudidaya oleh
bapak Noto Utomo, yakni: komoditas kentang. Bibit kentang yang digunakan untuk budidaya oleh bapak Noto
Utomo ialah jenis unggul, yang mana dapat berperan sebagai varietas tahan. Dalam penanggulangan hama dan
penyakit pada komoditas kentang, bapak Noto Utomo menanganinya dengan penyemprotan pestisida, salah
satunya adalah budok. Kemudian untuk pupuknya sendiri, bapak Noto Utomo menngunakan pupuk bersubsidi,
misalnya ZA, dan urea. Pemanfaatan musuh alami pada penanggulangan hama juga berperan dal sistem
budidaya tanaman tersebut, namun bapak Noto Utomo sendiri tidak melakukan budidaya musuh alami tersebut.
Sehingga musuh alami yang ada di lahan hanyalah organisme yang memang sudah ada disana secara alami.
Penyakit yang sering menyerang pada budidaya komoditas kentang ini ialah layu fusarium yang
disebabkan oleh Phytophthora infestans. Dan hama yang sering menyerang adalah ulat ggrayak yang
menyerang pada bagian daun, dan NSK yang menyerang pada bagian akar.
5.2 Saran dan kritik
Pada sistim penanaman sebaiknya menngunakan sistem tanam monokultur, yang mana dapat
menghambat peledakan hama akibat penyediaan makanan yang melimpah. Kemudian untuk penanggulangan
hama dan penyakit, sebaiknya untuk penggunaan pestisida lebih diperkecil dan meningkatkan penggunaan
herbisida, yang mana lebih aman untuk kesehatan dan lingkungan. Serta pada pemanfaatan musuh alami,
sebaiknya lebih ditekankkan agar dapat menghemat biaya produksi.
DAFTAR PUSTAKA
Balai Penelitian Hortikultura. 1989. Penelitian dan Pengembangan Sayuran dan Tanaman Hias dalam Repelita IV untuk
Mencapai Sistem Pertanian Tangguh. Puslitbang Hortikultura, Badan Litbang Pertanian.
Dinas Pertanian Kabupaten Wonosobo. 2006. Pestisida Alami dan Buatan untuk Tanaman. Wonosobo: Dinas Pertanian
Kabupaten Wonosobo
Djafaruddin. 2007. Dasar – Dasar Perlindungan Tanaman. Jakarta: PT Bumi Aksara
Harahap, Z. dan T.S. Silitonga. 1993. Perbaikan varietas padi. Dalam Buku Padi 2. Badan Pertanian dan Pengembangan
Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Bogor. hlm. 335-375.
Makarim, A.K., I.N. Widiarta, Hendarsih, S., dan S. Abdulrachman. 2003. Petunjuk Teknis Pengelolaan Hara dan
Pengendalian Hama Penyakit Tanaman Padi Secara Terpadu. Departemen Pertanian
Matnawy. 1989. Perlindungan Tanaman. Yogyakarta: Kanisius.
Meliantari, Dian. 2012. Polikultur dan Jenis-jenisnya. http://dianmeliantari.edublogs.org (Online). Diakses pada 15 Mei
2013.
Mudjiono, Rahardjo & Himawan. 1991. Hama –Hama Penting Tanaman Pangan. Malang: Fakultas Pertanian Universitas
Brawijaya.
Muhidin. 1993. Dasar Hama dan Penyakit Tumbuhan. Malang: Universitas Muhammadiyah.
Painter, R.H. 1958. Resistance of Plants to Insect. Annual review of entomology 3: 267 – 290
Serambi. 2011. Pengaturan Pola Tanam dan Pengolahan Tanah. http://planthospital.blogspot.com/2011/11/cropping-
pattern.html (Online) diakses tanggal 15 Mei 2013.
Soekirman, dkk. 2007. Sistem Pertanian Monokultur. http://wihans.info/blog/sistem-pertanian-polikultur(Online). Diakses
tanggal 14 Mei 2013.
Stakmann & Harrar. 1957. Plant Protection. Australia: A.V.C. Comm.
Suniarsyih, N. S, 2009. Pengendalian hama penyakit dan gulma secara terpadu (PHPT).
http://wibowo19.wordpress.com/2009/01/18/pengendalian-hama-penyakit-dan-gulma-secara-terpadu-phpt/
(Online). Diakses tanggal 13 Mei 2013.
Untung, K. 2001. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Virgin, Iva dan Robert Frederick. . Searching for a Balance: Environmental Concerns and Potential Benefits of Trangenic
Crops in Centers of Origin and Diversity. Biotechnology Advisory Commissiaon, Stockholm Environment
Institut: CIMMYT
Wiyono, S. 2007. Perubahan iklim dan ledakan hama dan penyakit tanaman.
http://www.deptan.go.id/setjen/humas/berita/Serangan%20OPT.htm (Online). Diakses tanggal 13 Mei 2013.