Compile laporan review jurnal Bottleneck - Kelompok 1.doc
-
Upload
grahmayanti -
Category
Documents
-
view
129 -
download
13
Transcript of Compile laporan review jurnal Bottleneck - Kelompok 1.doc
TUGAS REVIEW JURNAL
BOTTLENECK
Oleh :
Kelompok 1
Algi Juliar Ratriana AstutiIndra PermanaAgung WahyudiGita Chairiana Rahmayanti (1006703004)Qlea Roskiando (1006703124)
Mata Kuliah Production Planning & Inventory Control2012
Introduction (Pendahuluan)
Tujuan akhir dari setiap aktivitas yang dilakukan perusahaan khususnya pada
perusahaan manufaktur adalah memiliki produktivitas yang tinggi. Produktivitas adalah
ukuran seberapa baik sumber daya dapat dilibatkan dalam organisasi dan digunakan
untuk mencapai satu set hasil (Schmidt, 2006). Berdasarkan definisi tersebut, jelas
ditekankan bahwa pendayagunaan sumber daya yang terlibat pada proses produksi
haruslah secara efektif dan efisien guna mencapai kesuksesan produksi. Namun,
tantangan yang besar seperti harus memenuhinya permintaan pasar yang fluktuatif
menjadi gambaran kondisi dinamis yang harus dihadapi perusahaan. Dalam hal ini,
langkah yang harus dipersiapkan secara matang adalah memastikan sumber daya yang
terlibat pada proses produksi tersebut haruslah sesuai perhitungan kebutuhan, seperti
halnya dibutuhkan operasi peralatan produksi yg non-stop atau tanpa hambatan.
Hambatan dalam hal ini biasanya disebut sebagai bottleneck. Menurut kumpulan
definisi dan istilah pada lean manufacturing, bottleneck merupakan kegiatan yang
paling lambat dalam suatu proses, di mana merupakan kondisi ketidakefisiensian
lintasan produksi/bersifat macet. Sehingga, bottleneck merupakan kondisi yang harus
diminimalkan dan harus dicari solusinya dengan cepat dan tepat. Berdasarkan
permasalahan yang diangkat pada tulisan ini yakni mengenai bottleneck, terdapat 3
sumber jurnal dengan judul asli yang dipakai yakni :
1. Identification of bottlenecks to improve equipment availability: a case study;
Sarat Kumar Jena - Sidhartha S. Padhi
2. Partitioning bottleneck work center for cellular manufacturing: An integrated
performance and cost model - Atul Agarwal
3. The Potential Certified Wood Supply Chain Bottleneck and Its Impact on
Leadership in Energy and Environmental Design - Rene H. Germain
Paper Review (Pembahasan) & State of the Art
Jurnal 1
Berdasarkan pembahasan jurnal judul 1 yakni dengan terjemahan judul berupa
“Mengidentifikasi Terjadinya Kemacetan pada Produksi (Bottleneck) Guna
Meningkatkan Ketersediaan Peralatan dengan Baik : Studi Kasus”,
kemacetan/hambatan pada lintasan produksi dapat terjadi karena kegagalan pada
peralatan, di mana menyebabkan penurunan tingkat produksi, yang pada akhirnya
menghambat produktivitas perusahaan. Pembahasan pada jurnal 1 ini ditekankan pada
salah satu faktor penyebab bottleneck yakni ketersediaan peralatan dan mesin yang tidak
efisien. Secara garis besar, berdasarkan pembahasan pada jurnal 1 dapat dihubungkan
kaitan antara terjadinya bottleneck , pengaturan ketersediaan peralatan dan mesin hingga
produktivitas melalui skema anak panah sederhana sebagai berikut :
Kerusakan peralatan Kegagalan peralatan (downtime mesin dan peralatan) Bottleneck Menurunnya tingkat produksi Menurunnya produktivitas
Untuk membedah permasalahan yang terjadi pada jurnal 1 ini dilakukan
penelitian pada suatu perusahaan di India yang bergerak di bidang penyepuhan timah
berupa mengidentifikasi penyebab utama buruknya ketersediaan elektrolit, di mana pada
perusahaan ini ketersediaan elektrolit menjadi komponen dan peralatan yang penting
pada aktivitas perusahaan. Dalam pembahasannya, digunakan metode DEA (Data
Envelopment Analysis) untuk dapat memaparkan dengan benar faktor yang dapat
menjadi pemicu terjadinya bottleneck, khususnya yang disinggung adalah mengenai
ketersediaan peralatan , baik itu tidak kekurangan secara jumlah maupun yang
terpenting adalah berdasarkan kualitas peralatan yang akan menunjang aktivitas kerja
perusahaan (tidak mengalami kerusakan/downtime).
Langkah pertama yang dilakukan dalam penelitian jurnal 1 ini adalah mencari
permasalahan utama yang menyebabkan kondisi peralatan downtime, di mana
menggunakan tool berupa diagram pareto. Berikut ini diagram pareto yang menyajikan
penyebab utama terjadinya kerusakan pada peralatan penyepuhan timah :
Gambar 1 : Diagram pareto kerusakan pada peralatan penyepuhan timah
Berdasarkan diagram pareto, fokus masalah dikerucutkan pada masalah utama berupa
adanya kegagalan pada bagian bantalan (persentase = 48,2%), sehingga solusi yang
harus dipenuhi dan dicari adalah seputar menuntaskan penyebab kerusakan pada
bantalan. Kemudian, dengan tool diagram sebab-akibat dipaparkan dan dicari penyebab-
penyebab kegagalan pada bantalan (bearing). Berikut adalah diagram sebab-akibat :
Gambar 2 : Diagram sebab-akibat kerusakan pada bantalan
Setelah mendefinisikan masalah secara kualitatif melalui 2 diagram yang telah
dipaparkan di atas, maka terdapat analisis dari segi kuantitatif melalui metode DEA.
Langkah-langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut :
1.1 Pengumpulan data downtime
Data yang dikumpulkan untuk perhitungan ketersediaan jalur electrolytic
tinplating adalah downtime pada saat proses. Hanya segel jenis bearing satu
ujung bola yang dipertimbangkan dalam penelitian ini.
1.2 Data envelopment analysis (DEA)
DEA (Charnes et al., 1978, 1981) adalah teknik yang baik untuk mengukur
efisiensi relatif dari entitas homogen, yang berada di bawah pertimbangan. DEA
digunakan untuk mengevaluasi efisiensi dari sejumlah unit pengambilan
keputusan (DMUs). Efisiensi dapat dihitung sebagai berikut :
Dimana :
ui = bobot untuk output i
yij = jumlah output i dari unit j
vi = berat diberikan kepada input i
xij = kontribusi masukan i ke unit j.
Efisiensi dibatasi pada kisaran antara 0 dan 1 yaitu, [0, 1].
Sesuai dengan efisiensi semua unit yang kurang dari sama dengan 1.
Variabel dari masalah di atas adalah bobot dan solusi menghasilkan bobot yang
paling menguntungkan untuk unit j0 dan juga menghasilkan ukuran efisiensi,
yang dapat dijelaskan sebagai:
Telah dipertimbangkan diameter poros, diameter cincin, diameter lubang (semua
dalam milimeter) dan umur segel (jam) sebagai variabel input, dan kegagalan
bantalan sebagai output. DMU: hari.
Tabel 1 faktor masukan dan karakteristiknya
1.3 Pendekatan Fungsi Keinginan
Pendekatan keinginan adalah metode populer yang memberikan sebuah
'nilai' untuk satu set tanggapan dan memilih pengaturan faktor yang
memaksimalkan skor. Ti menjadi target nilai-nilai atau standar yang ditetapkan,
yang diinginkan untuk respon Yi dengan Ti≤Yi (x) atau Ti≥Yi (x). Kemudian nilai
keinginan dapat direpresentasikan sebagai :
Jika target nilai (atau standar yang ditetapkan) untuk diameter poros (shaft
diameter) 50mm dan atas (54mm) atau lebih rendah (48mm) penyimpangan dari
nilai target dapat mencetak menggunakan ekspresi di atas sebagai 9,2 dan 9,6
masing-masing. Demikian pula faktor-faktor lain, Tabel 1, nilai keinginan dapat
diperoleh.
Gambar 3 : Frekuensi
Gambar 3 menggambarkan bahwa dari 100 hari pengamatan hanya tiga
hari yang efisien dengan nilai efisiensi 100, empat hari mengalami nilai efisiensi
antara 91-99, dan mayoritas (empat puluh tiga) hari nilai efisiensi berkisar antara
51-60.
Gambar 4 menunjukkan penyegelan (sealing) adalah variabel input
yang paling berpengaruh yang berkontribusi besar-besaran terhadap kegagalan
bearing, yang merupakan 28,01%, dibandingkan dengan variabel input lainnya.
Namun, variabel input lainnya juga mempengaruhi secara proporsional ke
variabel output (kerusakan bantalan).
Gambar: 1 Potensi kontribusi faktor masukan untuk kegagalan bearing
Jurnal 2
Jika pada jurnal 1 kaitan dengan bottleneck adalah lebih kepada faktor
penyebabnya yakni karena kondisi peralatan yang downtime (ada kerusakan atau
kegagalan) yang harus segera diidentifikasi, pada jurnal 2 dengan terjemahan judul
berupa “Mempartisi Bottleneck Kerja Pusat untuk Manufaktur Selular:
Sebuah kinerja terpadu dan model biaya” lebih membahas kepada munculnya suatu
paradigma bernama cellular manufacturing (CM). Cellular manufacturing merupakan
salah satu tool untuk mencapai kondisi yang lean pada produksi dan perusahaan, dalam
kata lain berarti harus meminimalkan kondisi bottleneck. Secara definisi, cellular
manufacturing dapat dijelaskan sebagai suatu pendekatan di mana sel kerja manufaktur
memiliki kemampuan yang diperlukan untuk memproduksi barang atau sekelompok
barang yang sejenis. Pengaturan sel kerja berdasarkan atas kesamaan perlengkapan atau
kemampuan, dengan kasus produk harus dipindahkan melalui beberapa sel kerja
sebelum selesai dibuat. Pada jurnal 2 ini, selain menekankan pada bentuk CM, juga
disinggung bentuk functional layout (FL). Berikut ini adalah framework dari
implementasi CM :
Gambar 5 : Framework Implementasi CM
Munculnya pandangan yang membedakan antara FL dan CM terjadi karena
sistem tradisional perusahaan FL sering mengalami masalah kinerja. Masalah-masalah
kinerja yang biasanya ditemui adalah waktu yang lama dalam suatu proses, WIP
berlebihan, kualitas produk yang buruk, rendahnya pemanfaatan mesin, dan kapasitas
yang harus memadai untuk mengatasi meningkatnya permintaan. Didorong oleh
masalah ini, perusahaan mulai menyelidiki apakah sistem manufaktur alternatif, sistem
CM dipartisi, akan unggul dalam kinerja. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk secara
analitis menyelidiki kinerja dan masalah biaya secara terpadu selama konversi dari FL
yang ada dengan partisi ke tata letak CM. Selanjutnya, studi ini menyajikan kerangka
kerja sistematis untuk praktisi untuk membantu dalam konversi dari FL yang ada ke
sistem CM. Penelitian pada jurnal 2 ini merupakan salah satu upaya pertama untuk
mengembangkan sebuah model analisis yang terintegrasi yang menggabungkan
keduanya yaitu kinerja dan faktor biaya selama konversi dari FL ke sistem CM. Selain
dari framework yang berbeda tersebut, maka digunakan model-model untuk
menjelaskan bentuk FL dan CM serta bagaimana mempartisis FL menjadi CM sebagai
berikut :
- Model Kinerja
Pada model kinerja, organisasi ingin menentukan apakah partisi yang dilakukan
pada FL menjadi CM akan meningkatkan kinerja pada workstation yang mengalami
bottleneck. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar : 6, sistem CM yang sesuai untuk
bottleneck workstation akan terdiri dari sel tunggal mesin c, masing-masing
didedikasikan untuk pengolahan jenis bagian tertentu. Maka harus dilakukan
perbandingan kinerja dari sistem CM dengan sistem FL paling efisien. Gambar : 6
menunjukkan representasi untuk kedua sistem FL dan CM sebagai berikut :
Gambar 6 : Representasi sistem CM dan FL
Sistem FL dimodelkan menggunakan server multi, M / M / c model, di mana
kedatangan pekerjaan dapat diproses oleh server (mesin). Sistem CM diperlakukan
sebagai server tunggal c M/M/1 antrian di mana setiap mesin didedikasikan untuk
pemrosesan bagian subfamilies. Selanjutnya untuk mengetahui kinerja mana yang lebih
baik antara FL, CM atau partisi antar keduanya dapat digunakan rumus demikian :
Gambar 7 : Rumus menghitung kinerja layout
Berikut ini data tabel yang dapat menganalisis kinerja dari FL dan CM untuk
selanjutnya dapat mengambil keputusan untuk mengkonversi FL dan CM jika hasilnya
efektif untuk meminimalkan bottleneck workstation :
Tabel 2
- Model Keuangan
Setelah keuntungan kinerja untuk CM atas FL telah ditetapkan, maka biaya operasi
sel menjadi isu utama. Variabel keputusan dipertimbangkan untuk pengoperasian sel
sebagai: Lot Size (q), reduksi setup (), dan ukuran buffer (Z). Bagian ini
mengembangkan model total biaya yang terdiri dari empat jenis biaya yang memiliki
dampak yang signifikan pada operasi sel. Keempat jenis biaya-biaya tersebut adalah
biaya setup, biaya persediaan WIP (WIPC), biaya kualitas, dan setup pengurangan
waktu biaya-biaya dalam model total karena data pada biaya-biaya yang baik tersedia
atau dapat dengan mudah dihitung. Selain itu, biaya-biaya tersebut ditemukan memiliki
dampak yang lebih besar pada operasi dari sistem CM.
Jurnal 3
Sustainability memainkan peran penting dalam bagaimana kita membangun
konstruksi bangunan. Banyak organisasi yang mencoba untuk mengurangi biaya siklus
hidup bangunan mereka dengan menggunakan konsep "green building". Saat ini,
program dari US Green Building Council's Leadership in Energy and Environmental
Design (LEED) mendominasi skema dalam sertifikasi bangunan. Kebanyakan proyek-
proyek konstruksi yang baru memerlukan kayu dalam jumlah besar. Satu-satunya
sumber kayu yang disetujui dan memenuhi syarat konstruksi baru untuk sertifikasi
LEED adalah kayu dari Forest Stewardship Council (FSC). Mengingat peningkatan
yang dramatis dalam konstruksi “green building”, studi ini menilai ketersediaan dan
penggunaan kayu FSC dalam proyek-proyek sertifikasi LEED seluruh New York State
(NYS). Survei ini berfokus pada arsitek yang bekerja di proyek-proyek LEED untuk
menentukan bagaimana kayu bersertifikat dari FSC digunakan dan jika mereka
mengalami kesulitan memperoleh kayu tersebut. Penulis menduga supply chain kayu ini
bottleneck pada tingkat sawmill dan berdampak hingga konsumen akhir dalam proses
sertifikasi LEED. Hasil survei menunjukkan bahwa arsitek memiliki pengetahuan yang
tinggi tentang kayu FSC dan ingin memasukkan ke dalam desain mereka. Kami tidak
menemukan masalah dalam sumber kayu FSC untuk proyek-proyek LEED. Meskipun
arsitek memilih untuk membeli secara lokal, namun banyaknya jumlah kayu yang
dibutuhkan mengharuskan mereka mendapatkan kayu FSC dari luar NYS. Banyak
arsitek membayar harga premium untuk kayu FSC, hal ini dapat mempengaruhi
keputusan mereka untuk menggunakannya pada proyek-proyek konstruksi LEED masa
depan.
Jurnal ini menggunakan data yang disediakan dari USGBC yang melakukan listing
terhadap proyek LEED di New York State. Data menyebutkan bahwa terdapat 404, 356
sedang dalam proses dan 48 sudah selesai di proses untuk mendapatkan aplikasi LEED.
Kita juga menggunakan sensus terhadap 14 arsitek yang menggunakan kayu yang
disertifikasi oleh FSC mengenai penggunaan kayu hasil sertifikasi LEED. Hal lain juga
dilakukan secara bersamaan dengan melakukan pemberian 20 pertanyaan yang
diberikan melalui survey untuk mengetahui pengetahuan konsumen terhadap sertifikasi
kayu oleh LEED, khususnya dalam hal rantai pasok kayu ini. Para arsitek juga
ditanyakan mengenai darimana sumber kayu dan bagaimana mereka mendapatkan kayu
tersebut. Hal ini digunakan untuk mengecek apakah mereka sulit untuk mendapatkan
kayu tersebut, atau harus membayar lebih terhadap kayu tersebut. Hasilnya, dari 40
responden, 12 arsitek mengetahui betul mengenai penggunaan kayu bersertifikat FSC
dan sisanya 28 arsitek sedang dalam tahap mempelajari proses sertifikasi kayu FSC.
Data diolah menggunakan pengolah statistik, “stata”, yang biasa digunakan oleh
peneliti di bidang bisnis dan sivitas akademika. Metode yang di gunakan adalah Chi-
square analysis untuk menemukan hubungan dan perbedaan dari variabel yang
digunakan dan menggunakan level signifikan sebesar 0.1 penemuan dalam penelitian
kali ini bersifat deskriptif karena data sample dapat dikatakan sangat kecil namun bias
dapat diminimalisir karena pengambilan data dilakukan menggunakan telepon.Variabel
yang diuji pada penelitian kali ini antara lain :
1. Cost yang di butuhkan untuk membeli kayu hasil sertifikasi LEED
2. Benefit to cost ratios yang di hasilkan oleh arsitek arsitek tersebut
3. Ketersediaan kayu FSE hasil sertifikasi
4. Waktu yang dibutuhkan arsitek untuk mendapatkan kayu tersebut
Discussion
Dari sudut pandang 3 jurnal tersebut, dapat dipaparkan kaitan masing-masing
jurnal terhadap permasalahan bottleneck. Jurnal 1 (Identification of bottlenecks to
improve equipment availability: a case study; Sarat Kumar Jena - Sidhartha S. Padhi)
membahas salah satu faktor penyebab terjadinya bottleneck, di mana ketersediaan
peralatan dalam kondisi yang baik sangat dibutuhkan untuk menjaga alur aktivitas
produksi dengan lancar.
Kaitan bottleneck berdasarkan jurnal 2 (Partitioning bottleneck work center for
cellular manufacturing: An integrated performance and cost model - Atul Agarwal)
menjelaskan tentang tata letak (layout) dengan jenis cellular manufacturing (CM) yang
merupakan salah satu upaya untuk meminimalkan bottleneck pada workstation.
Pada jurnal 3 (The Potential Certified Wood Supply Chain Bottleneck and Its
Impact on Leadership in Energy and Environmental Design - Rene H. Germain)
dipaparkan kasus dari upaya meminimalkan terjadinya bottleneck pada ketersediaan dan
penggunaan kayu FSC dalam proyek-proyek sertifikasi LEED seluruh New York State
(NYS) yang ternyata masih memiliki masalah saat implementasinya. Hasil dari
penelitian ini menunjukan bahwa 3 dari 4 arsitek menggunakan kayu dengan harga yang
lebih tinggi dari harga pasar diakibatkan kelangkaan kayu dan dimanfaatkan oleh
oknum petugas untuk menjual dengan harga tinggi namun tak jarang dari mereka tidak
mendapat kayu sesuai apa yang mereka bayarkan. Hasilnya, barang yang mereka
produksi tidak dapat memenuhi kebutuhan konsumen sehingga arsitek merasa
dikecewakan dengan proses sertfikasi ini. Pada awalnya sertifikasi ini ditujukan untuk
memudahkan proses identifkasi kayu untuk mencegah terjadinya bottleneck pada
manajemen rantai pasok kayu di kota newyork, namun dimanfaatkan segelitir oknum
untuk mencari laba lebih
Hasil dari penelitian ini juga menunjukan bahwa para penggunaka kayu ini
membutuhkan kepastian ketersedeiaan kayu untuk tetap dapat melakukan produksi
secara simultan dan kontinu.
Conclusion (Kesimpulan)
Berdasarkan pembahasan bottleneck yang terdapat pada ketiga jurnal, dapat
disimpulkan bahwa :
- Faktor utama yang menjadi penyebab terjadinya bottleneck adalah dapat
berasal dari adanya kegagalan/downtime pada peralatan dan mesin, di mana
hal tersebut dapat diminimalkan dari kemungkinan terjadinya kerusakan
peralatan dan mesin. (jurnal 1)
- Untuk dapat meminimalkan kerusakan pada peralatan dan mesin, tindakan
yang perlu dilakukan adalah melakukan perawatan secara berkala dan
sistematis (maintenance) serta pelatihan kepada tenaga pekerja operasional
yang bersangkutan. (jurnal 1)
- Dengan mampu mengidentifikasi terjadinya bottleneck, maka bagian
produksi mampu mengetahui bahwa telah terjadi kerusakan pada peralatan
penunjang produksi, sehingga akan memperbaiki faktor penyebab kerusakan
dengan solusi yang baik dan cepat sehingga dapat meningkatkan
produktivitas (jurnal1)
- Cellular manufacturing merupakan salah satu tool untuk meningkatkan
produktivitas dan mencapai perusahaan yang lean, di mana hal tersebut
berkaitan dengan tata letak atau layout yang akan berpengaruh terhadap
proses kerja. (jurnal 2)
- Konversi tata letak yang awalnya berupa fuctional layout (FL) menjadi
cellular manufacturing (CM) dapat diupayakan untuk meminimalkan
bottleneck pada workstation, dalam hal ini tentunya harus disesuaikan
dengan kondisi dan sudut pandang perusahaan dalam menjalankan aktivitas
kerja/produksi. (jurnal 2)
- Untuk mengidentifikasi keefisiensian implementasi konversi dari FL
menjadi CM dapat dilakukan dengan pendekatan model kinerja dan model
keuangan yang didasarkan pada variabel biaya-biaya. (jurnal 2)
- Karena permintaan terhadap bangunan yang menggunakan konsep green
building tinggi, maka permintaan kayu yang telah mendapat sertifikat LEED
dari FSC juga tinggi sehingga menyebabkan terjadinya bottleneck pada
tingkat sawmill dan berdampak pada konsumen. (jurnal 3)
- Kesimpulan dari penelitian ini menunjukan bahwa, masih banyak pengrajin
yang kurang puas terhadap proses sertifikasi kayu ini. Tujuan dari proses ini
sudah sangat baik untuk menjamin rantai pasok dalam distribusi kayu pada
kota newyork. Namun kenyataan dilapangan, eksekusi yang kurang
maksimal dirasakan oleh pengrajin tersebut karena berbagai hal. Hal yang
paling terasa antara lain harga kayu yang mahal namun tidak sesuai dengan
apa yang diterima. Sehingga, hanya seperempat pengrajin yang merasa puas
dengan sistem ini. (jurnal 3)
-
References (Daftar Pustaka)
Atul Agarwal, “Partitioning bottleneck work center for cellular manufacturing: An
integrated performance and cost model” - Int. J. Production Economics 111 (2008) 635–
647 Department of Business, Kettering University, 1700 W Third Avenue, Flint, MI
48504, USA
Sarat Kumar Jena & Sidhartha S. Padh, “ Identification of bottlenecks to improve
equipment availability: a case study” , Int. J. Data Analysis Techniques and Strategies,
Vol. 3, No. 1, 2011
Rene H. Germain & Patrick C. Penfield, “ The Potential Certified Wood Supply Chain
Bottleneck and Its Impact on Leadership in Energy and Environmental Design
Construction Projects in New York State”
Petra Christian University Library - /jiunkpe/s1/tmi/2008/jiunkpe-ns-s1-2008-
25404105-10406-job_shop-chapter2.pdf