commit to user/Pengaruh... · PADA SEDIAAN SALEP EKSTRAK ETANOL BATANG PISANG ... Kata kunci:...
Transcript of commit to user/Pengaruh... · PADA SEDIAAN SALEP EKSTRAK ETANOL BATANG PISANG ... Kata kunci:...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
PENGARUH PENGGUNAAN BASIS SERAP DAN BASIS LARUT AIR
PADA SEDIAAN SALEP EKSTRAK ETANOL BATANG PISANG
AMBON (Musa paradisiaca L var. sapientum) DALAM BERBAGAI
KONSENTRASI EKSTRAK DENGAN MENGKAJI SIFAT FISIK DAN
STABILITASNYA
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan
memperoleh gelar Ahli Madya D3 Farmasi
Oleh:
AYU WULAN
M 3508014
DIPLOMA 3 FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir ini adalah hasil penelitian
saya sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh
gelar apapun di suatu perguruan tinggi, serta tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu
dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari dapat ditemukan adanya unsur penjiplakan maka
gelar yang telah diperoleh dapat ditinjau dan/atau dicabut.
Surakarta, 11 Januari 2012
AYU WULAN
NIM. M3508014
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PENGARUH PENGGUNAAN BASIS SERAP DAN BASIS LARUT AIR PADA SEDIAAN SALEP EKSTRAK ETANOL BATANG PISANG AMBON (Musa paradisiaca L var. sapientum) DALAM BERBAGAI
KONSENTRASI EKSTRAK DENGAN MENGKAJI SIFAT FISIK DAN STABILITASNYA
INTISARI
Secara empiris batang pisang telah banyak digunakan di masyarakat sebagai penyembuh luka dengan cara mengoleskan getah batangnya ke tempat luka. Pemanfaatannya dinilai kurang efektif dan efisien karena kandungan air dalam getah batang pisang masih sangat tinggi sehingga perlu dilakukan penelitian untuk membuat sediaan salep dari ekstrak batang pisang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan formulasi salep ekstrak batang pisang ambon dengan basis serap dan basis larut air terhadap sifat fisik dan stabilitasnya sehingga diperoleh formulasi salep yang terbaik.
Penelitian ini termasuk dalam penelitian eksperimental dengan rancangan pola lengkap satu arah. Formula dibuat dengan konsentrasi ekstrak 0%, 3%, 5%, dan 7%. Pada setiap formula diuji sifat fisik dan dilakukan uji stabilitas dengan melakukan pengujian pH dan viskositasnya. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisa secara statistika dengan one-way ANAVA pada taraf kepercayaan 95%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam ekstrak etanol batang pisang ambon mengandung senyawa saponin, tanin, dan flavonoid ditunjukkan dengan Rf 0,96 untuk saponin; 0,61 untuk tanin; dan 0,54 untuk flavonoid dilihat dari pengujian menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Perbedaan basis salep dan penambahan ekstrak mempengaruhi sifat fisik salep yaitu daya lekat dan daya sebar yang ditunjukkan dengan nilai signifikansi berturut-turut (p=0,000 dan p=0,001) tetapi tidak mempengaruhi stabilitas fisik dan daya proteksi. Basis serap menunjukkan daya lekat, daya sebar dan daya proteksi yang lebih baik daripada basis larut air. Penggunaan basis dan penambahan konsentrasi ekstrak tidak berpengaruh terhadap stabilitas salep selama penyimpanan 8 minggu ditunjukkan dengan nilai signifikansi (p=1,000) pada uji viskositas dan (p=0.871) pada uji pH.
Kata kunci: salep, ekstrak batang pisang ambon, penyembuhan luka, sifat fisik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
THE EFFECT OF ABSORB BASED AND WATER SOLUBLE BASED IN THE AMBONESE (Musa paradisiaca L var. sapientum) BANANA STEM ETHANOLIC EXTRACTED OINTMENT PREPARATION IN VARIOUS
CONCENTRATION OF AN EXTRACT BY STUDIED PHYSICAL PROPERTIES AND STABILITY
ABSTRACT
Bananas stem has been widely used in the society as a wound healing by applying the sap of the stem into the wound. Its use is considered less effective and efficient because the banana stem sap moisture content is very high. The studies will be needed to make an ointment of banana stem extract. This study aims to determine the effect of different ointment formulations of banana stem extract on absorp based and water-soluble based on the physical properties and stability in order to obtain the best ointment formulations.
This study included in the design of experimental studies with a full one-way pattern. Formula is made with extract concentrations of 0%, 3%, 5%, and 7%. In each formula tested physical properties and stability tests carried out by testing the pH and viscosity. The data obtained were subsequently analyzed with a one-way statistical ANOVA at 95% confidence level.
The results showed that the ethanol extract of banana stem contains compounds saponins, tannins, and flavonoids are shown with Rf 0,96 for saponins; 0,61 for tannins; and 0,53 for flavonoids from testing using Thin Layer Chromatography (TLC). The differences in the ointment base and the addition of extract concentration affects the physical properties of the ointment is the power of adhesion and spread as indicated by a row of significance values (p = 0.000 and p = 0.001) but did not affect the physical stability and power protection. Absorption base indicated adhesion, spread and power protection is better than water-soluble base. The use of bases and the addition of extract concentration had no effect on the stability of ointment for 8 weeks of storage indicated by the value of significance (p = 1.000) on the viscosity test and (p=0871) at a pH test.
Keywords: ointment, extract of bananas steam, wound healing, physical properties.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
MOTTO
(kawan diwaktu kesusahan adalah kawan sejati)
(Anonim)
Orang-orang menjadi begitu luar biasa ketika mereka mulai berpikir bahwa mereka bisa melakukan sesuatu. Saat
mereka percaya pada diri mereka sendiri, mereka memiliki rahasia kesuksesan yang pertama (Norman Vincent
Peale)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
PERSEMBAHAN
Ku persembahkan kepada:
Bapak dan Ibuku tercinta untuk segala curahan kasih
sayang, doa, semangat dan dukungan yang diberikan
selama ini,
Kakak, Adik, keponakan, saudara, sahabat-sahabat serta
someone-ku yang selama ini telah menjalani
kebersamaan yang indah,
Almamater
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT karena atas
curahan rahmat serta ridha-Nya yang memberikan kemudahan kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir berjudul “Pengaruh Penggunaan Basis
Serap dan Basis Larut Air pada Sediaan Salep Ekstrak Etanol Batang Pisang
Ambon (Musa paradisiaca L var. sapientum) dalam Berbagai Konsentrasi Ekstrak
dengan Mengkaji Sifat Fisik dan Stabilitasnya” dengan lancar.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penggunaan basis
salep dan penambahan konsentrasi ekstrak terhadap sifat fisik dan stabilitas salep
ekstrak batang pisang ambon. Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini
tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ir. Ari Handono Ramelan, M.Sc, (Hons)., Ph.D, selaku Dekan Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
2. Bapak Ahmad Ainurofiq, M.Si., Apt. selaku Ketua Program Studi D3
Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
3. Ibu Anif Nur Artanti, S.Farm., Apt. selaku Dosen Pembimbing yang telah
membimbing dan mengarahkan serta memberikan informasi yang berguna
dalam penyusunan tugas akhir ini.
4. Ibu Rita Rakhmawati, M.Si., Apt. dan Bapak Wisnu Kundarto, S.Farm.,
Apt. selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan
akademik kepada penulis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
5. Bapak Fea Prihapsara, S.Farm., Apt. selaku Penguji I dan Bapak Wisnu
Kundarto, S.Farm., Apt. selaku Penguji II yang telah bersedia meluangkan
waktu dan memberi masukan serta pengarahan.
6. Seluruh Dosen Pengajar Program Studi D3 Farmasi di Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang telah membagikan ilmunya kepada penulis.
7. Seluruh Laboran di laboratorium Farmasetika UNS, Laboratorium Biologi
Pusat UNS yang telah membimbing dan mengarahkan serta memberikan
informasi yang berguna dalam penyusunan tugas akhir ini.
8. Keluarga tercinta Bapak dan Ibuku, kakak-kakakku (Hastuti, Dwi Hananti,
dan Supriyanto), keponakanku (Jihan Almira Syifa dan Rizky Haris
Prasetya) yang telah memberikan semangat, doa dan fasilitas yang cukup
serta memberikan dukungan baik material maupun spiritual.
9. Kakakku Rinto Setiya yang dengan setia memberikan perhatian dan
pengertiannya serta doa dan dukungannya.
10. Sahabat-sahabatku (Anggi, Widhi, Erny, Ayu Okta, Fitri, Erna, Nur, Yeni)
terimakasih atas dukungan, doa dan bantuannya serta kekompakan yang
selalu terjaga selama ini.
11. Teman-teman seperjuangan di Laboratorium (Via, Ria, Tia, Nina,
Megawati, Hayu, Ruth) terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya.
12. Teman-teman Kost “Pondok Kusuma” yang telah memberikan dukungan,
doa, dan semangat yang diberikan selama ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
13. Teman-teman angkatan 2008 yang telah bekerja sama dan membantu
dalam penyusunan tugas akhir ini.
14. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membantu
penyelesaian tugas akhir ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per
satu.
Penulis menyadari dalam penulisan tugas akhir ini masih banyak
kekurangan, untuk itu saran dan kritik sangat diharapkan demi sempurnanya tugas
akhir ini. Demikian tugas akhir ini disusun, dengan harapan dapat bermanfaat bagi
rekan-rekan sejawat khususnya dan pembaca pada umumnya.
Surakarta, 11 Januari 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN .................................................................... iii
INTI SARI .................................................................................................. iv
ABSTRACT ................................................................................................. v
HALAMAN MOTTO ................................................................................. vi
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................. vii
KATA PENGANTAR ................................................................................. viii
DAFTAR ISI ............................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xvii
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................. xviii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1
B. Perumusan Masalah .................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian ....................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian ..................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman Batang Pohon Pisang .................................................. 5
1. Sistem Klasifikasi Tanaman ................................................ 5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
2. Nama Daerah ...................................................................... 5
3. Morfologi Tanaman ............................................................ 5
4. Khasiat ................................................................................ 6
5. Kandungan Kimia ............................................................... 6
B. Uraian Kimia ............................................................................. 7
1. Flavonoid ............................................................................. 7
2. Saponin ................................................................................ 8
3. Tanin .................................................................................... 9
C. Luka........................................................................................... 10
D. Simplisia .................................................................................... 13
E. Ekstrak ...................................................................................... 13
1. Pengertian Ekstrak .............................................................. 13
2. Cairan Penyari .................................................................... 14
3. Metode Ekstraksi ................................................................ 14
F. Pengujian Kontrol Kualitas Ekstrak ............................................ 15
1. Pemeriksaan Organoleptis ..................................................... 15
2. Pemeriksaan Susut Pengeringan ............................................ 15
3. Pemeriksaan Kandungan Kimia Ekstrak ................................ 15
G. Salep .......................................................................................... 17
1. Pengertian Salep ................................................................. 17
2. Mekanisme Kerja Salep ...................................................... 17
3. Macam-macam Dasar Salep ................................................ 20
4. Metode Pembuatan Salep .................................................... 23
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
H. Pengujian Sifat Fisik Salep ........................................................ 24
1. Uji Stabilitas Fisik .............................................................. 24
2. Uji Daya Lekat .................................................................... 24
3. Uji Daya Sebar .................................................................... 24
4. Uji Proteksi ......................................................................... 24
I. Pengujian Stabilitas Salep ........................................................... 25
1. Uji pH ................................................................................. 25
2. Uji Viskositas Salep ............................................................ 25
J. Pemerian Bahan ......................................................................... 25
1. Ekstrak Batang Pohon Pisang Ambon ................................. 25
2. Cera flava ........................................................................... 26
3. Oleum sesami ..................................................................... 26
4. PEG 4000 ........................................................................... 26
5. PEG 400 ............................................................................. 27
6. Aquadestilata ...................................................................... 27
7. Nipagin ............................................................................... 27
8. Nipasol ............................................................................... 27
9. Oleum rosae ........................................................................ 28
K. Kerangka Pemikiran .................................................................. 28
L. Hipotesis .................................................................................... 29
BAB III METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian .................................................................. 30
B. Alat dan Bahan .......................................................................... 30
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
1. Alat ................................................................................... 30
2. Bahan ................................................................................ 31
C. Waktu dan Tempat ..................................................................... 31
1. Waktu ................................................................................ 31
2. Tempat .............................................................................. 31
D. Metode Penelitian dan Cara Kerja .............................................. 32
1. Metode penelitian .............................................................. 32
2. Cara kerja .......................................................................... 33
2.1.Determinasi tanaman ................................................... 33
2.2.Pengambilan sampel .................................................... 33
2.3.Pembuatan serbuk ........................................................ 33
2.4.Pembuatan ekstrak ....................................................... 33
2.5.Kontrol kualitas ekstrak ............................................... 34
2.6.Rancangan formulasi salep ........................................... 35
2.7.Pembuatan salep .......................................................... 36
2.8.Pengujian sifat fisik salep ............................................. 36
2.9.Pengujian stabilitas salep ............................................. 37
E. Pengumpulan Data ...................................................................... 38
F. Analisa Data .............................................................................. 39
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Determinasi Tumbuhan Pisang .................................................. 40
B. Hasil Pengeringan dan Pembuatan Serbuk Batang Pisang
Ambon ...................................................................................... 40
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
C. Hasil Pembuatan Ekstrak Batang Pisang Ambon ....................... 41
D. Hasl Kontrol Kualitas Ekstrak Batang Pisang Ambon ................ 42
1. Hasil Pemeriksaan Organoleptis ......................................... 42
2. Hasil Uji Susut Pengeringan ............................................... 42
3. Hasil Uji Kandungan Kimia Ekstrak ................................... 43
E. Hasil Pembuatan Salep ..................................................................... 46
F. Hasil Pengujian Salep Ekstrak Batang Pisang Ambon ....................... 48
1. Hasil uji stabilitas fisik ................................................................ 48
2. Hasil uji daya lekat salep ............................................................ 51
3. Hasil uji daya sebar salep ............................................................ 52
4. Hasil uji daya proteksi salep ....................................................... 54
5. Hasil uji pH ................................................................................ 55
6. Hasil uji viskositas salep ............................................................. 57
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................... 61
B. Saran ................................................................................................ 61
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 62
LAMPIRAN ............................................................................................... 66
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel I. Formula Salep Ekstrak Batang Pohon Pisang Ambon ..................... 35
Tabel II. Hasil Pemeriksaan Organoleptis ..................................................... 42
Tabel III. Hasil Uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Ekstrak Etanol
Batang Pisang Ambon ................................................................... 44
Tabel IV. Hasil Uji Stabilitas Fisik Salep Ekstrak Batang Pisang Ambon ..... 50
Tabel V. Hasil Uji Daya Proteksi Salep ........................................................ 54
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Tanaman Pisang (Musa paradisiaca L var. sapientum) ................... 5
Gambar 2. Struktur Inti Flavonoid.................................................................... 7
Gambar 3. Struktur Inti Saponin....................................................................... 8
Gambar 4. Struktur Inti Tannin ........................................................................ 9
Gambar 5. Struktur Kulit Manusia ................................................................... 18
Gambar 6. Kromatogram Hasil KLT Ekstrak Etanol Batang Pisang Ambon
(Musa paradisiaca L. var. sapientum) ............................................. 44
Gambar 7. Sediaan Salep Formula Basis Serap ................................................ 47
Gambar 8. Sediaan Salep Basis Larut Air ......................................................... 47
Gambar 9. Grafik Hubungan Antara Formula terhadap Daya Lekat Salep ........ 51
Gambar 10. Grafik Hubungan Antara Konsentrasi Ekstrak terhadap Daya
Sebar Salep .................................................................................. 53
Gambar 11. Grafik Hubungan Antara Waktu Penyimpanan terhadap Nilai
pH Salep ......................................................................................... 56
Gambar 12. Grafik Hubungan Antara Lama Penyimpanan terhadap Viskositas
Salep .......................................................................................... 58
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Hasil Determinasi Tanaman Pisang ........................................... 67
Lampiran 2. Data Hasil Pembuatan Ekstrak Maserasi.................................... 68
Lampiran 3. Data Hasil Uji Susut Pengeringan Ekstrak Batang
Pisang Ambon ......................................................................... 69
Lampiran 4. Hasil Analisa Kandunga Kimia Menggunakan
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ............................................. 70
Lampiran 5. Diagram Alir Cara Pembuatan Ekstrak Batang Pohon
Pisang Ambon ......................................................................... 73
Lampiran 6. Proses Pembuatan Salep dengan Basis Salep Serap ................... 74
Lampiran 7. Proses Pembuatan Salep dengan Basis Salep Larut Air .............. 75
Lampiran 8. Analisis Statistik Data Hasil Uji Daya Lekat Salep .................... 76
Lampiran 9. Analisis Statistik Data Hasil Uji Daya Sebar ............................. 80
Lampiran 10. Analisis Statistik Hasil Uji pH Salep ....................................... 84
Lampiran 12. Analisa Satatistik Data Hasil Uji Viskositas Salep ................... 89
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xix
DAFTAR SINGKATAN
A/M : Air dalam minyak
ANAVA : Analisa Varian
C : Celcius
g : Gram
GF254 : Gypsum Fluoresensi 254
KLT : Kromatografi Lapis Tipis
LSD : Least Significant Difference
N : Normalitas
PEG : Polietilen glikol
Rf : Retardation factor
SD : Standar Deviasi
SPSS : Statistical Product and Service Solution
TEA : Trietanolamin
USP : The United States Pharmacopeia
UV : Ultra Violet
w/o : Water in Oil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan ilmu kefarmasian saat ini menunjukkan adanya peningkatan
penggunaan bahan alam sebagai bahan aktif dalam pembuatan sediaan.
Masyarakat kini lebih memilih produk yang mengandung bahan alami sebagai
pengobatan karena faktor keamanan dan efek samping yang relatif lebih kecil
dibanding zat kimia (Sukandar dan Yulinah, 2004).
Batang pisang yang selama ini dianggap limbah oleh masyarakat pedesaan
telah dimanfaatkan getahnya untuk menyembuhkan luka. Batang pisang ambon
diketahui memiliki bahan aktif diantaranya saponin, antrakuinon, dan kuinon yang
dapat menghilangkan rasa sakit dan merangsang pembentukan sel-sel baru pada
kulit. Kandungan lignin pada batang pisang ambon membantu peresapan senyawa
pada kulit sehingga dapat digunakan untuk mengobati luka memar, luka bakar,
bekas gigitan serangga, dan sebagai antiradang (Djulkarnain, 1998).
Berdasarkan penelitian Priosoeryanto dkk (2010) dilaporkan bahwa batang
pisang ambon memiliki aktivitas mempercepat proses penyembuhan luka pada
mencit dengan mempercepat re-epitalisasi, mempercepat proses neokapilerisasi,
meningkatkan pembentukan jaringan ikat pada kulit sehingga dapat digunakan
sebagai alternatif untuk penyembuhan luka pada mencit.
Ekstrak akan lebih mudah digunakan dan lebih bermanfaat bila
diformulasikan dalam sebuah bentuk sediaan. Sediaan yang cocok untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
pengobatan topikal adalah salep (Ansel, 1989). Penggunaan salep dapat
memungkinkan kontak dengan tempat aplikasi lebih lama sehingga pelepasan zat
aktif akan lebih maksimal. Pelepasan zat aktif dalam sediaan salep tidak lepas dari
pemilihan basis yang cocok karena basis salep juga turut berperan pada
keberhasilan terapi pemakaian salep (Voigt, 1984).
Untuk meningkatkan efektivitas dan kenyamanan serta acceptabilitas
penggunaan pada kulit, dilakukan formulasi ekstrak batang pisang ambon dalam
sediaan salep. Formulasi pada sediaan salep akan mempengaruhi jumlah dan
kecepatan zat aktif yang dapat diabsorpsi. Zat aktif dalam sediaan salep masuk ke
dalam basis atau pembawa yang akan membawa obat untuk kontak dengan
permukaan kulit. Bahan pembawa yang digunakan untuk sediaan topikal akan
memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap absorpsi obat dan memiliki efek
yang menguntungkan jika dipilih secara tepat. Secara ideal, basis dan pembawa
harus mudah diaplikasikan pada kulit, tidak mengiritasi, dan nyaman digunakan
pada kulit (Wyatt et al, 2001).
Pada formulasi salep masing-masing basis memiliki keuntungan terhadap
penghantaran obat. Basis salep serap mempunyai sifat hidrofil atau dapat
mengikat air, basis ini juga dapat berupa bahan anhidrat atau basis hidrat yang
memiliki kemampuan menyerap kelebihan air membentuk emulsi w/o.
Keuntungan basis serap ini, walaupun masih mempunyai sifat-sifat lengket yang
kurang menyenangkan, tetapi mempunyai sifat yang lebih mudah tercuci dengan
air dibandingkan dasar salep berminyak. Kekurangan dasar salep ini ialah kurang
tepat bila dipakai sebagai pendukung bahan-bahan antibiotik dan bahan-bahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
lain yang kurang stabil dengan adanya air (Filzahazny, 2010). Sedangkan basis
salep larut air merupakan basis yang tidak mengandung bahan-bahan tidak dapat
larut dalam air seperti petrolatum, lanolin anhidrat atau lilin atau malam,
diabsorbsi dengan baik oleh kulit, tahan lama dan campur dengan banyak obat
kulit. Selain itu, meskipun salep polietilen glikol mengandung sejumlah besar
bahan berbentuk kristal, bahan ini tidak terasa bila dioleskan pada kulit, (Ansel,
1989).
Dari uraian yang ada maka perlu dilakukan penelitian yang mengkaji tentang
pengaruh penggunaan basis serap dan basis larut air dalam formula salep ekstrak
batang pisang ambon (Musa paradisiaca L var. sapientum) terhadap sifat fisik dan
stabilitasnya, sehingga diharapkan akan diperoleh salep yang baik dan dapat
bermanfaat bagi masyarakat.
B. Perumusan Masalah
1. Apakah di dalam ekstrak batang pisang ambon terdapat senyawa saponin,
tanin dan flavonoid?
2. Bagaimana pengaruh penambahan ekstrak etanol batang pisang ambon pada
formulasi salep dengan basis serap dan basis larut air terhadap stabilitas salep?
3. Bagaimana pengaruh penggunaan basis serap dan basis larut air pada
formulasi salep ekstrak etanol batang pisang ambon terhadap sifat fisik dan
stabilitas salep?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui kandungan senyawa saponin, tanin dan flavonoid dalam ekstrak
etanol batang pisang ambon.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
2. Mengetahui pengaruh penambahan ekstrak etanol batang pisang ambon pada
formulasi salep dengan basis serap dan basis larut air terhadap stabilitas salep.
3. Mengetahui pengaruh penggunaan basis serap dan basis larut air pada
pembuatan salep ekstrak batang pisang ambon terhadap sifat fisik dan
stabilitasnya sehingga diperoleh formulasi salep yang terbaik.
D. Manfaat Penelitian
Dapat diperoleh formulasi salep yang terbaik sebagai obat penyembuhan luka
dari ekstrak batang pisang ambon (Musa paradisiaca L var. sapientum). Selain
itu, diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan bahwa batang pisang
ambon (Musa paradisiaca L var. sapientum) dapat dimanfaatkan sebagai
penyembuh luka dengan bentuk sediaan salep yang lebih mudah digunakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman Batang Pohon Pisang Ambon
1. Sistematika Klasifikasi Tanaman
Gambar 1 menunjukkan tanaman pisang. Klasifikasi tanaman menurut
Tjitrosoepomo (1994) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plant
Phylum : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Zingiberales
Genus : Musa
Spesies : Musa paradisiaca
Varietas : Sapientum Gambar 1. Tanaman Pisang (Musa paradisiaca L var. sapientum) (Anonim, 2011).
2. Nama Daerah
Jawa: Cau, gedang, pisang, kisang, kedhang, pesang, pisah. Sumatra: pisang,
galuh, gaol, punti, puntik, puti, galo, gae. Kalimantan: harias, peti, pisang, pute,
puti, rahias. Nusa Tenggara: biu, pisang, kalo, mutu, punti, kulu, muu, muku,
muko, busa, wusa, huni, hundi, uki. Sulawesi: tagin, see, lambi, lutu, loka, unti,
pepe, sagin, punti, uti. Maluku: fudir, pitah, uki, temai, seram, kula, uru, temae,
empulu, fust, fiat, tela, Irian: nando, rumaya, pipi, mayu (Dalimartha, 2003).
3. Morfologi Tanaman
Tanaman pisang tumbuh di daerah tropik karena menyukai iklim panas dan
memerlukan matahari penuh. Tanaman ini dapat tumbuh di tanah yang cukup air
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
pada daerah dengan ketinggian sampai 2000 meter di atas permukaan laut. Pisang
merupakan tanaman yang berbuah hanya sekali, kemudian mati. Tinggi antara 2-9
meter, berakar serabut dengan batang bawah tanah (bonggol) yang pendek. Dari
mata tunas yang ada pada bonggol inilah bias tumbuh tanaman baru. Pisang
mempunyai batang semu yang sebenarnya tersusun atas tumpukan pelepah daun
yang tumbuh dari batang bawah tanah sehingga mencapai ketebalan 20-50 cm.
Pisang terbagi menjadi: Musa sapientum (banana) pisang yang dapat langsung
dimakan dan Musa paradisiaca (plantain)(Dalimartha, 2003).
4. Khasiat
Batang pisang ambon digunakan untuk mengatasi berak darah karena panas
dalam, disentri, diare, wasir berdarah, pendarahan setelah melahirkan (perdarahan
nifas), pembersihan sehabis melahirkan, penghitam dan pencegah rambut rontok,
radang ginjal, sifilis, serta digigit ular berbisa (Choeruman, 2010). Berdasarkan
penelitian Priosoeryanto dkk (2010) dilaporkan bahwa batang pohon pisang dapat
digunakan untuk penyembuhan luka dengan mempercepat re-epitelisasi jaringan
epidermis, mempercepat neokapilerisasi dan meningkatkan pembentukan jaringan
ikat baru.
5. Kandungan Kimia
Menurut Priosoeryanto dkk (2010), ekstrak batang pohon pisang ambon
mengandung tanin, saponin dan flavonoid yang dapat berguna sebagai
antimikrobial dan perangsang pertumbuhan sel-sel baru pada luka. Selain itu,
Batang pohon pisang ambon dilaporkan mengandung saponin, antrakuinon,
kuinon yang dapat menghilangkan rasa sakit dan merangsang pembentukan sel-sel
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
baru pada kulit (Priosoeryanto dkk, 2010). Getah pisang diketahui mengandung
tiga unsur yang berguna mempercepat penyembuhan luka, yaitu saponin,
flavonoid, dan asam askorbat (Anonima, 2010).
B. Uraian Kimia 1. Flavonoid
Flavonoid merupakan senyawa polifenol yang tersebar luas di alam.
Flavonoid terdapat pada semua bagian tumbuhan yaitu daun, akar, kayu,kulit,
tepung sari, nektar, buah dan biji. Golongan flavonoid mengandung 15 atom
karbon dalam inti dasarnya mempunyai struktur C6-C3-C6 yaitu dua cincin
aromatik yang dihubungkan oleh tiga atom karbon yang merupakan rantai alifatik
(Markham, 1988), seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Struktur Inti Flavonoid (Robinson, 1995)
Flavonoid termasuk dalam golongan senyawa fenol yang memiliki banyak
gugus –OH sehingga sifatnya polar, maka flavonoid umumnya larut dalam pelarut
etanol, metanol, butanol, aseton, dimetilsulfoksida, dimetilformamida, air dan
lain-lain. Adanya gula yang terikat pada flavonoid cenderung menyebabkan
flavonoid lebih mudah larut dalam air (Markham, 1988).
Pengelompokan flavonoid dibedakan berdasarkan cincin heterosiklik-oksigen
tambahan dan gugus hidroksil yang tersebar menurut pola yang berlainan pada
rantai C3, sesuai struktur kimianya yang termasuk flavonoid yaitu flavonol,
flavon, flavanon, katekin, antosianidin dan kalkon (Robinson, 1995).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Flavonoid mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi sehingga akan
menunjukkan pita serapan yang kuat pada sinar UV dan sinar tampak. Flavonoid
berupa senyawa fenol, karena itu warnanya berubah bila ditambah basa atau
amonia, sehingga mudah dideteksi pada kromatogram atau larutan (Harborne,
1987).
Flavonoid berfungsi untuk menjaga pertumbuhan normal, pengaruh infeksi
dan kerusakan. Flavonoid mempunyai respon biologi secara alami karena
mempunyai kemampuan bereaksi dengan komponen lainnya seperti alergen, virus
dan karsinogen sehingga flavonoid dapat berfungsi sebagai antialergi, antikanker
dan anti inflamasi (Markham, 1988).
2. Saponin
Saponin berasal dari bahasa latin sapo yang berarti sabun, karena sifatnya
menyerupai sabun. Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat,
menimbulkan busa jika dikocok dengan air. Saponin dalam larutan yang sangat
encer dapat sebagai racun ikan, selain itu saponin juga berpotensi sebagai
antimikroba, dapat digunakan sebagai bahan baku sintesis hormon steroid. Dua
jenis saponin yang dikenal yaitu glikosida triterpenoid alkohol dan glikosida
struktur steroid. Aglikonnya disebut sapogenin, diperoleh dengan hidrolisis dalam
asam atau menggunakan enzim (Robinson, 1995). Gambar 3 menunjukkan
struktur inti tanin.
Gambar 3. Struktur Inti Saponin (Robinson, 1995)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Senyawa saponin dapat pula diidentifikasi dari warna yang dihasilkannya
dengan pereaksi Liebermann-Burchard. Warna biru-hijau menunjukkan saponin
steroida dan warna merah, merah muda, atau ungu menunjukkan saponin
triterpenoida (Farnsworth, 1966).
Pada analisis dengan metode KLT, saponin tidak terdeteksi tanpa pereaksi
semprot dibawah sinar UV 254nm atau 365nm. Saponin dapat terdeteksi dengan
pereaksi semprot vanillin asam sulfat dan tampak berupa bercak berwarna biru
atau biru ungu atau terkadang berupa bercak kuning (Wagner, 1984).
3. Tanin
Tanin merupakan suatu nama deskriptif umum untuk satu grup substansi
fenolik polimer yang mampu menyamak kulit, suatu sifat yang dikenal sebagai
astringensia. Tanin ditemukan hampir disetiap bagian dari tanaman; kulit kayu,
daun, buah, dan akar (Hagerman, 1998). Tanin dibentuk dengan kondensasi
turunan flavan yang ditransportasikan ke jaringan kayu dari tanaman, tanin juga
dibentuk dengan polimerisasi unit quinon (Anonim, 2005). Struktur inti tanin
dapat dilhat pada Gambar 4 berikut:
Gambar 4. Struktur Inti Tannin (Robinson, 1995)
Tanin dapat diekstrak dari bagian-bagian tumbuhan tertentu dengan
menggunakan pelarut. Pelarut yang umum digunakan adalah aseton, etanol
maupun metanol. Tanin dapat dideteksi dengan sinar UV pendek berupa bercak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
lembayung yang bereaksi positif dengan setiap pereaksi fenol baku (Harborne,
1987).
C. Luka
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit (Taylor, 1997).
Luka adalah kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ
tubuh lain (Kozier, 1995).
Menurut Kaplan dan Hentz (1992), ketika luka timbul, beberapa efek akan
muncul, yaitu: hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ, respon stress
simpatis, perdarahan dan pembekuan darah, kontaminasi bakteri dan kematian sel.
Mekanisme terjadinya luka menurut Ismail (2011),
1. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam.
Misal yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup
oleh sutura setelah seluruh pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi).
2. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan
dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan
bengkak.
3. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain
yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
4. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau
pisau yang masuk ke dalam kulit dengan diameter yang kecil.
5. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh
kaca atau oleh kawat.
6. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian
ujung biasanya lukanya akan melebar.
7. Luka Bakar (Combustio) adalah cedera atau kerusakan secara langsung maupun
yang tidak langsung pada jaringan kulit yang tidak menutup kemungkinan
sampai ke organ dalam, yang disebabkan kontak langsung dengan sumber
panas yaitu api, air/uap panas, bahan kimia, radiasi, arus listrik, dan suhu
sangat dingin.
Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan
memulihkan dirinya. Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak,
membersihkan sel dan benda asing dan perkembangan awal seluler merupakan
bagian dari proses penyembuhan. Proses penyembuhan terjadi secara normal
tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk
mendukung proses penyembuhan. Sebagai contoh, melindungi area yang luka
bebas dari kotoran dengan menjaga kebersihan membantu untuk meningkatkan
penyembuhan jaringan (Taylor, 1997).
Ada beberapa prinsip dalam penyembuhan luka menurut Taylor (1997) yaitu:
(1) Kemampuan tubuh untuk menangani trauma jaringan dipengaruhi oleh
luasnya kerusakan dan keadaan umum kesehatan tiap orang, (2) Respon tubuh
pada luka lebih efektif jika nutrisi yang tepat tetap dijaga, (3) Respon tubuh
secara sistemik pada trauma, (4) Aliran darah ke dan dari jaringan yang luka, (5)
Keutuhan kulit dan mukosa membran disiapkan sebagai garis pertama untuk
mempertahankan diri dari mikroorganisme, dan (6) Penyembuhan normal
ditingkatkan ketika luka bebas dari benda asing termasuk bakteri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
Penyembuhan luka adalah suatu kualitas dari kehidupan jaringan hal ini juga
berhubungan dengan regenerasi jaringan. Menurut Kozier (1995), Fase
penyembuhan luka digambarkan seperti yang terjadi pada luka pembedahan
meliputi:
a. Fase Inflamatori
Fase inflamasi adalah adanya respon vaskuler dan seluler yang terjadi akibat
perlukaan yang terjadi pada jaringan lunak. Tujuan yang hendak dicapai adalah
menghentikan perdarahan dan membersihkan area luka dari benda asing, sel-sel
mati dan bakteri untuk mempersiapkan dimulainya proses penyembuhan.
b. Fase Proliferatif.
Proses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah memperbaiki dan
menyembuhkan luka dan ditandai dengan proliferasi sel. Peran fibroblas sangat
besar pada proses perbaikan yaitu bertanggung jawab pada persiapan
menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan selama proses
rekonstruksi jaringan.
c. Fase Maturasi.
Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir sampai kurang
lebih 12 bulan. Tujuan dari fase maturasi adalah menyempurnakan terbentuknya
jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan yang kuat dan bermutu. Fibroblas
sudah mulai meninggalkan jaringan granulasi, warna kemerahan dari jaringan
mulai berkurang karena pembuluh mulai regresi dan serat fibrin dari kolagen
bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut. Kekuatan dari jaringan parut
akan mencapai puncaknya pada minggu ke-10 setelah perlukaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
D. Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang digunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah
dikeringkan. Simplisia terdiri dari simplsiia nabati, hewani dan mineral. nabati,
hewani dan mineral.
1. Simplisia nabati
Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh bagian
tanaman atau eksudat tanaman.
2. Simplisia hewani
Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan
atau zat-zat kimia murni.
3. Simplisia pelican (mineral)
Simplisia pelican (mineral) adalah simplisia yang belum diolah dengan
cara-cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni (Anonim, 1979).
E. Ekstrak
1. Pengertian Ekstrak
Berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi III, yang dimaksud dengan ekstrak
yaitu berupa sediaan kering, kental atau cair yang dibuat dengan cara menyari
simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, diluar pengaruh cahaya
matahari langsung (Anonim, 1979). Pembuatan ekstrak dimaksudkan agar zat
berkhasiat yang terdapat dalam simplisia terdapat dalam bentuk yang mempunyai
kadar tinggi dan hal ini memudahkan zat berkhasiat dapat diatur dosisnya
(Anonim, 1995).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
2. Cairan Penyari
Kriteria cairan penyari yang baik antara lain murah, mudah didapat, stabil
secara kimia dan fisika, bereaksi netral, tidak mudah menguap, tidak mudah
terbakar, selektif yaitu hanya menarik zat berkhasiat yang dikehendaki dan tidak
mempengaruhi zat berkhasiat. Cairan penyari yang dapat digunakan adalah air,
etanol, etanol - air atau eter (Anonim, 1986).
Etanol 70% adalah campuran bahan pelarut yang berlainan dari campuran
etanol air. Etanol 70% dapat menghasilkan suatu bahan aktif yang optimal,
dimana bahan pengotor hanya dalam skala kecil turut dalam cairan pengekstraksi
(Voigt, 1984). Etanol 70% merupakan pelarut polar yang dapat melarutkan
alkaloid basa, minyak menguap yang tidak larut dalam pelarut non polar,
glikosida, kurkumin, antrakinon, flavonoid, steroid, klorofil, tanin, saponin.
3. Metode Ekstraksi
Metode pembuatan ekstrak yang umum digunakan antara lain maserasi,
perkolasi, soxhletasi, dan infundasi. Metode ekstraksi dipilih berdasarkan sifat
dari bahan mentah obat dan daya penyesuaian dengan macam tiap metode
ekstraksi dan tujuan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna (Ansel, 1989).
Maserasi merupakan cara penyari yang dilakukan dengan cara merendam
serbuk simplia penyari. Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol,
air-etanol atau pelarut lain. Sepuluh bagian simplisia dengan derajat halus yang
cocok dimasukan dalam bejana dituangi 75 bagian cairan penyari, ditutup dan
dibiarkan selama 5 hari terhindar dari cahaya. Sambil berulang diaduk, diserkai
lalu dipekatkan dengan penguapan dan tekanan pada suhu rendah 50°C hingga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
konsentrasi yang dikehendaki. Cara ekstraksi ini sederhana dan mudah dilakukan,
tetapi membutuhkan waktu lama (Anonim, 1986).
F. Pengujian Kontrol Kualitas Ekstrak
1. Pemeriksaan Organoleptis
Parameter ini meliputi penggunaan panca indera dalam mendeskripsikan
bentuk, warna, bau, rasa. Tujuannya yaitu pengenalan awal yang sederhana dan
seobyektif mungkin (Anonim, 2000)
2. Pemeriksaan Susut Pengeringan
Susut pengeringan merupakan pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada
temperatur 105oC selama 30 menit atau sampai konstan, yang dinyatakan dalam
persen. Tujuannya yaitu memberikan batasan maksimal (rentang) tentang
besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan. Dalam hal khusus (jika
bahan tidak mengandung minyak menguap/atsiri dan sisa pelarut organik) identik
dengan kadar air, yaitu kandungan air karena berada di atmosfer/lingkungan udara
terbuka (Anonim, 2000).
3. Pemeriksaan Kandungan Kimia Ekstrak
Parameter pola kromatogram yaitu melakukan analisis kromatografi sehingga
memberikan pola kromatogram yang khas. Tujuannya yaitu untuk memberikan
gambaran awal komposisi kandungan kimia berdasarkan pola kromatogram
(Hidayah, 2010).
Kromatografi Lapis Tipis ialah metode pemisahan fisikokimia. Lapisan yang
memisahkan, yang terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada
penyangga berupa pelat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Jarak bercak dari titi awal Jarak garis depan dari titik awal
akan dipisah, berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita. Setelah itu pelat
atau lapisan ditaruh di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan
pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama perambatan
kapiler (pengembangan). Selanjutnya, senyawa yang tidak berwarna harus
ditampakkan dengan pereaksi deteksi (Stahl, 1985).
Fase diam yang digunakan adalah senyawa yang tak bereaksi seperti silica
gel atau alumina. Fase gerak ialah medium angkut dan terdiri atas satu atau
beberapa pelarut. Sistem pelarut multikomponen ini harus berupa satu campuran
sesederhana mungkin yang terdiri atas maksimum tiga komponen (Stahl, 1985).
Identifikasi dari senyawa-senyawa yang terpisah pada lapisan tipis lebih
baik dikerjakan dengan pereaksi lokasi kimia dan reaksi warna. Tetapi lazimnya
untuk identifikasi menggunakan lampu UV 254 nm dan 365 nm dan bercak. Jarak
pengembangan senyawa pada kromatogram biasanya dinyatakan dengan angka Rf
atau hRf.
Rf =
Angka Rf berjangka antara 0,00 dan 1,00 dan hanya dapat ditentukan dua desimal.
hRf ialah angka Rf dikalikan faktor 100 (h), menghasilkan nilai berjangka 0
sampai 100 (Stahl, 1985).
Sedangkan pereaksi semprot atau penampak bercak digunakan pada deteksi
senyawa tertentu. Misalnya dalam tanaman yang banyak mengandung flavonoid
menggunakan AlCl3 dan minyak atsiri menggunakan vanilin asam sulfat
(Markham, 1988).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
G. Salep
1. Pengertian Salep
Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan
sebagai obat luar. Bahan obat harus larut atau terdispersi homogen dalam dasar
salep yang cocok. Salep adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian
topikal pada kulit atau selaput lendir (Anonim, 1979).
2. Mekanisme Kerja Salep
Tujuan umum penggunaan obat pada terapi dermatologi adalah untuk
menghasilkan efek terapetik pada tempat-tempat spesifik di jaringan epidermis.
Absorpsi perkutan didefinisikan sebagai absorpsi menembus stratum korneum
(lapisan tanduk) dan berlanjut menembus lapisan di bawahnya dan akhirnya
masuk ke sirkulasi darah. Kulit merupakan perintang yang efektif terhadap
penetrasi perkutan obat (Lachman et al, 1986).
Kulit merupakan organ tubuh paling besar yang melapisi seluruh bagian
tubuh, membungkus daging dan organ-organ yang ada di dalamnya. Kulit
memiliki fungsi melindungi bagian tubuh dari berbagai macam gangguan dan
rangsangan luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme
biologis, seperti pembentukan lapisan tanduk secara terus menerus (keratinisasi
dan pelepasan sel-sel kulit ari yang sudah mati), respirasi dan pengaturan suhu
tubuh, produksi sebum dan keringat serta pembentukan pigmen melanin untuk
melindungi kulit dari bahaya sinar ultra violet matahari (Anonimb, 2010).
Struktur kulit terdiri dari tiga lapisan yaitu: kulit ari (epidermis), sebagai
lapisan yang paling luar, kulit jangat (dermis, korium atau kutis) dan jaringan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
penyambung di bawah kulit (tela subkutanea, hipodermis atau subkutis). Sebagai
gambaran, penampang lintang dan visualisasi struktur lapisan kulit tersebut dapat
dilihat pada Gambar 5 berikut :
Gambar 5. Struktur Kulit Manusia (Anonimb, 2010)
Sebelum obat dapat memberikan efek, obat perlu dilepaskan terlebih dahulu
dari basisnya. Setelah itu obat kontak dengan startum korneum, maka obat akan
menembus epidermis dan masuk ke dalam sirkulasi sistemik secara difusi pasif.
Bagian kulit yang paling berpengaruh untuk absorpsi obat adalah bagian
epidermis, kelenjar rambut, kelenjar keringat serta kelenjar minyak. Epidermis
adalah lapisan kulit paling luar dimana salep/cream tersebut dioleskan. Tebal
epidermis tersebut berlainan tergantung dari letak kulit, sehingga sangat
berpengaruh pada daya penyerapan obat. Bagian epidermis ini dilapisi oleh suatu
lapisan film yang terdiri dari lemak-lemak, yang mempunyai pH sekitar 4,5 - 6,5
dengan akibat diperoleh absorpsi yang berbeda pula (Budiono dan Hendro, 1977).
Faktor-faktor yang memegang peranan di dalam proses absorpsi melalui kulit
antara lain:
1. Koefisien partisi dari pada obat: perbandingan konsentrasi dalam dua fase.
Semakin besar koefisien partisi, semakin cepat difusi obat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
2. Kelembaban dan suhu kulit: semakin tinggi suhu akan meningkatkan
permiabilitas kulit.
3. Jenis penyakit yang terdapat pada kulit: kulit utuh merupakan suatu
sawar (barrier) difusi yang efektif dan efektivitasnya berkurang bila terjadi
perubahan dan kerusakan pada sel-sel lapisan tanduk.
4. Konsentrasi bahan berkhasiat: semakin besar konsentrasi zat aktif, difusi obat
akan semakin baik.
5. Dasar salep/cream yang dipakai: pembawa yang dapat meningkatkan
kelembaban kulit akan mendorong terjadinya absorpsi perkutan dari obat
(Budiono dan Hendro, 1977).
Faktor yang mempengaruhi absorpsi perkutan dari segi fisiologis adalah
keadaan kulit, luas daerah pemakaian dan banyaknya pemakaian (Wahyuningsih
dan Hartati, 1996).
a. Rute penetrasi obat ke dalam kulit
Penetrasi obat ke dalam kulit dimungkinkan melalui dinding folikel rambut.
Apabila kulit utuh maka cara utama untuk penetrasi masuk umumnya melalui
lapisan epidermis lebih baik dari pada melalui folikel rambut atau kelenjar
keringat (Ansel, 1989). Absorpsi melalui epidermis relatif lebih cepat karena luas
permukaan epidermis 100 sampai 1000 kali lebih besar dari rute lainnya
(Lachman et al, 1986).
Stratum korneum, epidermis yang utuh, dan dermis merupakan lapisan
penghalang penetrasi obat ke dalam kulit. Penetrasi ke dalam kulit ini dapat
terjadi dengan cara difusi melalui penetrasi transeluler (menyeberangi sel),
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
penetrasi interseluler (antar sel), penetrasi transepidageal (melalui folikel rambut,
keringat, dan perlengkapan pilo sebaseus) (Ansel, 1989).
b. Disolusi
Disolusi didefinisikan sebagai tahapan obat mulai masuk ke dalam larutan dari
bentuk padatnya (Martin et al, 1993) atau suatu proses suatu bahan kimia atau
obat menjadi terlarut dalam pelarut. Supaya partikel padat terdisolusi molekul,
solut harus memisahkan diri dari permukaan padat, kemudian bergerak menjauhi
permukaan memasuki pelarut (Martin et al, 1993).
c. Difusi
Difusi adalah suatu proses perpindahan massa molekul suatu zat yang dibawa
oleh gerakan molekul secara acak dan berhubungan dengan adanya perbedaan
konsentrasi aliran molekul melalui suatu batas, misalnya membran polimer
(Martin et al, 1993). Difusi pasif merupakan bagian terbesar dari proses trans-
membran bagi umumnya obat. Tenaga pendorong untuk difusi pasif ini adalah
perbedaan konsentrasi obat pada kedua sisi membran sel. Molekul obat berdifusi
dari daerah dengan konsentrasi obat tinggi ke daerah konsentrasi obat rendah
(Shargel dan Yu, 2005).
3. Macam-Macam Basis Salep
Dasar salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi dalam 4 kelompok:
dasar salep senyawa hidrokarbon, dasar salep serap, dasar salep yang dapat dicuci
dengan air dan dasar salep yang dapat larut dalam air. Setiap salep obat
menggunakan salah satu dasar salep tersebut (Anonim, 1995).
Macam-macam dasar salep antara lain :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
3.1. Dasar salep hidrokarbon
Dasar salep hidrokarbon (dasar bersifat lemak) bebas air, preparat yang berair
mungkin dapat dicampurkan hanya dalam jumlah sedikit saja, bila lebih minyak
sukar bercampur. Dasar hidrokarbon dipakai terutama untuk efek emolien. Dasar
salep tersebut bertahan pada kulit untuk waktu yang lama dan tidak
memungkinkan larinya lembab ke udara dan sukar dicuci. Kerjanya sebagai bahan
penutup saja. Tidak mengering atau tidak ada perubahan dengan berjalannya
waktu (Ansel, 1989). Contohnya: vaselin putih, vaselin kuning, parafin encer,
parafin padat, jelene, minyak tumbuh-tumbuhan, campuran vaselin dengan malam
putih, malam kuning.
3.2. Dasar salep serap
Dasar salep ini dapat dibagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama terdiri
atas dasar yang dapat bercampur dengan air membentuk emulsi air dalam minyak
(parafin hidrofilik dan lanolin anhidrat) dan kelompok kedua terdiri atas emulsi
air dalam minyak yang dapat bercampur dengan sejumlah larutan air tambahan
(lanolin) (Anonim, 1995). Contohnya: cera flava, oleum sesami.
3.3. Dasar salep yang dapat dicuci dengan air
Dasar salep ini adalah emulsi minyak dalam air antara lain salep hidrofilik
dan lebih tepatnya disebut krim. Dasar salep ini mudah dicuci dari kulit atau dilap
basah, sehingga lebih dapat diterima untuk bahan dasar kosmetik. Beberapa bahan
obat dapat menjadi lebih efektif dengan menggunakan dasar salep ini.
Keuntungan lain adalah dapat diencerkan dengan air dan mudah menyerap air
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
pada kelainan dermatologik (Anonim, 1995). Contohnya: cera alba, TEA, asam
stearat, propylene glikol.
3.4. Dasar salep larut dalam air
Basis larut dalam air biasanya disebut greaseless karena tidak mengandung
bahan berlemak. Karena dasar salep ini sangat mudah melunak dengan
penambahan air, larutan air tidak efektif dicampurkan ke dalam bahan dasar.
Nampaknya dasar salep ini lebih baik digunakan untuk dicampurkan dengan
bahan tidak berair atau bahan padat. Sama halnya dengan dasar salep yang dapat
dicuci dengan air, dasar salep ini banyak memiliki keuntungan yaitu tidak
mengandung bahan-bahan yang tidak dapat larut dalam air seperti petrolatum,
lanolin anhidrat atau lilin atau malam, diabsorbsi dengan baik oleh kulit, tahan
lama dan campur dengan banyak obat kulit. Selain itu, meskipun salep polietilen
glikol mengandung sejumlah besar bahan berbentuk kristal, bahan ini tidak terasa
bila dioleskan pada kulit (Ansel, 1989). Contohnya: PEG (Polietilen glikol).
Pemilihan dasar salep tergantung pada beberapa faktor seperti khasiat yang
diinginkan, sifat bahan obat yang dicampurkan, ketersediaan hayati, stabilitas dan
ketahanan sediaan jadi (Anonim, 1995). Pemilihan dasar salep untuk dipakai
dalam formulasi tergantung beberapa faktor antara lain laju pelepasan obat yang
diharapkan lebih mudah lepas dari basis salep sehingga mekanisme kerja obat
pada luka tepat waktu, peningkatan absorbsi perkutan oleh basis salep sehingga
bahan obat akan mudah diabsorpsi oleh kulit, kelayakan melindungi kelembaban
kulit sehingga tidak mengiritasi kulit, kestabilan obat dalam basis yaitu bahan
aktif tidak mengalami perubahan fisik maupun kimia. Faktor ini dan lainnya harus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
dipertimbangkan satu dengan lainnya untuk memperoleh dasar salep yang paling
baik. Salep harus memiliki kualitas dasar yaitu stabil, lunak, mudah digunakan,
dasar salep yang cocok dan terdispersi merata (Ansel, 1989).
4. Metode Pembuatan Salep
Salep dapat dibuat dengan dua metode umum yaitu pencampuran dan
peleburan (pelelehan). Metode untuk pembuatan tertentu terutama tergantung
pada sifat-sifat bahannya.
4.1. Pencampuran
Dalam metode pencampuran, komponen dari salep dicampur dengan segala
cara sampai sediaan yang rata tercapai. Pada skala kecil seperti resep yang dibuat
tanpa persiapan, ahli farmasi dapat mencampur komponen komponen dari salep
dalam mortir dengan sebuah stamper atau dapat juga menggunakan sudip dan
lempeng salep (gelas yang besar atau porselin) untuk menggerus bahan bersama-
sama. Beberapa lempeng salep dari gelas adalah gelas penggiling supaya dapat
lebih hancur pada proses penggerusan (Ansel, 1989).
4.2. Peleburan
Pada metode peleburan, semua atau beberapa komponen dari salep dicampur
dengan melebur bersama-sama dan dinginkan dengan pengadukan yang konstan
sampai mengental. Komponen-komponen yang tidak dicampurkan biasanya
ditambahkan pada cairan yang sangat mudah mengental setelah didinginkan.
Bahan yang mudah menguap ditambahkan terakhir bila temperatur dari campuran
telah cukup rendah, tidak menyebabkan penguraian dan penguapan dari
komponen (Ansel, 1989).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
H. Pengujian Sifat Fisik Salep
1. Uji Stabilitas Fisik
Sediaan salep ekstrak batang pohon pisang diamati secara organoleptis untuk
mengetahui homogenitas, warna dan bau setiap minggu selama delapan minggu
pada suhu kamar (Padmadisastra dkk, 2007).
2. Uji Daya Lekat
Uji daya lekat ditunjukkan dengan waktu yang diperlukan untuk melepaskan
dua gelas objek dengan luas permukaan tertentu yang telah diolesi salep dan telah
diberi beban tertentu. Uji daya lekat menggambarkan kemampuan salep untuk
melekat pada kulit, semakin lama waktu salep untuk melekat pada kulit berarti
semakin baik ikatan antara salep dengan kulit sehingga ikatan antara obat dengan
sel-sel penyerap pada kulit akan semakin baik, sehingga memperbaiki adsorbsi
pada kulit (Voigt, 1984).
3. Uji Daya Sebar
Uji daya sebar menggambarkan kemampuan salep menyebar di atas
permukaan kulit. Pengujian daya sebar dilakukan untuk mengetahui kemampuan
berbagai formulasi basis salep untuk dapat menyebar sampai konstan atau tidak
mengalami penyebaran lebih luas lagi dengan penambahan beban (Voigt, 1984).
4. Uji Daya Proteksi
Uji daya proteksi dilakukan untuk mengetahui waktu yang diperlukan untuk
melindungi tempat pengobatan dari pengaruh luar, yaitu dengan jalan
menempelkan dua potong kertas saring. Kertas saring dibasahi dengan fenolftalein
kemudian diolesi dengan salep, selanjutnya ditempeli dengan kertas saring lain
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
yang telah diproteksi dengan paraffin cair kemudian ditetesi dengan larutan
kalium hidroksida. Jika tidak terdapat noda kemerahan, berarti salep tersebut
mampu memberikan proteksi (Voigt, 1984).
I. Pengujian Stabilitas Salep
1. Uji pH
Kadar keasaman atau pH sediaan topikal harus sesuai dengan pH penerimaan
kulit. Kulit manusia mempunyai pH 4,5 – 6,5, sehingga sediaan topikal dengan
pH lebih besar atau lebih kecil dari pH kulit ada kemungkinan dapat
menyebabkan iritasi (Gozali dkk, 2009).
2. Uji Viskositas Salep
Pengukuran viskositas pada sediaan salep bertujuan untuk mengetahui
kekentalan salep. Viskositas menyatakan tahanan dari suatu cairan untuk
mengalir, semakin besar tahanannya maka viskositasnya juga akan semakin besar
(Voigt, 1984).
J. Pemerian Bahan
1. Ekstrak Batang Pisang Ambon
Ekstrak batang pisang ambon (Musa paradisiaca L. var sapientum) adalah
sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia batang
pisang ambon dengan menggunakan pelarut etanol 70% agar dapat menyari zat
aktif yaitu saponin, tannin, flavonoid yang bersifat polar. Kemudian semua pelarut
diuapkan, sehingga terbentuk ekstrak kental yang sesuai dengan ketentuan-
ketentuan yang telah ditetapkan. Pemerian ekstrak batang pisang ambon yaitu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
sediaan kental dan pekat, berwarna coklat hingga coklat tua, dengan bau lemah
khas batang pisang ambon.
2. Cera Flava
Malam kuning adalah hasil pemurnian malam dari sarang lebah Apis
mellifera Linne. Pemerian padatan berwarna kuning sampai coklat keabuan;
berbau enak seperti madu. Agak rapuh bila dingin, dan bila patah membentuk
granul, patahan non-hablur. Menjadi lunak oleh suhu tangan. Bobot jenis lebih
kurang 0,95 (Anonim, 1995).
3. Oleum sesami
Oleum sesami adalah minyak lemak yang dimurnikan, yang diperoleh dengan
pemerasan dari biji berbagai jenis ubah Sesamum indicum Linn. Minyak kuning
muda, hampir-hampir tak berbau, rasanya lemah. Berat jenis 0,921 – 0,924.
Indeks bias 1.4717- 1,4737. Pada 0° oleum sesami biasanya menjadi lebih atau
sedikit keruh dan kental dan pada -8° menyerupai salep (Anonim, 2004).
4. PEG 4000
Polietilenglikol 4000 adalah polietilenglikol, H(O-CH2-CH2)nOH, harga n
antara 68 dan 84. Pemerian serbuk licin putih atau potongan kuning gading;
praktis tidak berbau; tidak berasa. Polietilenglikol 4000 mudah larut dalam air,
dalam etanol (95%) dan dalam kloroform; praktis tidak larut dalam eter
(Anonim,1979). PEG memiliki sifat bakterisid, penyimpanannya selama beberapa
bulan tidak perlu mengkhawatirkan adanya pencemaran bakteria. Oleh karena itu,
tidak diperlukan pengawetan sediaan. Disebabkan oleh daya hisap osmotiknya
yang tinggi, salep PEG akan menyerap lembab dari udara (Voigt, 1984).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
5. PEG 400
Polietilenglikol 400 adalah polimer dari etilen oksida dan air, dinyatakan
dengan rumus: H(O-CH2CH2)nOH, dengan harga rata-rata n antara 8,2 dan 9,1.
Pemerian Cairan kental jernih, tidak berwarna atau praktis tidak berwarna; bau
khas lemah; agak higroskopik. Polietilen glikol 400 larut dalam air, dalam etanol,
dalam aseton, dalam glikol lain dan dalam hidrokarbon aromatik; praktis tidak
larut dalam eter dan dalam hidrokarbon alifatik (Anonim, 1995).
6. Aquadestilata
Aquadestilata atau air suling dibuat dengan menyuling air yang dapat
diminum. Pemerian berupa cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak
mempunyai rasa (Anonim, 1979).
7. Nipagin (Metilparabean)
Nipagin (Metilparabean) mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak
lebih dari 100,5% C8H8O3, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Pemerian hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk hablur, putih; tidak berbau atau
berbau khas lemah; mempunyai sedikit rasa terbakar. Sukar larut dalam air, dalam
benzen dan dalam karbon tetraklorida; mudah larut dalam etanol dan dalam eter
(Anonim, 1995).
8. Nipasol (Propilparabean)
Nipasol (Propilparabean) mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak
lebih dari 100,5% C10H12O3, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Pemerian, serbuk putih atau hablur kecil, tidak berwarna. Sangat sukar larut dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
air, mudah larut dalam etanol dan dalam eter; sukar larut dalam air mendidih
(Anonim, 1995).
9. Oleum rosae
Oleum rosae adalah minyak atsiri, yang dibuat dengan penyulingan dengan
air dari daun bunga yang segar dari beberapa jenis dari keluarga rosa. Pada 30° zat
cair kuning muda atau hijau lemah; baunya kuat dan murni seperti mawar, tetapi
hanya mudah dapat diketahui kalau minyaknya lebih dahulu telah diencerkan.
Berat jenis pada 30°: 0,850-0,860. Indeks bias pada 30° 1,457-1,463.
Pemutarannya dalam polarimeter -10 sampai 4° (Anonim, 2004).
K. Kerangka Pemikiran
- Secara tradisonal, batang pisang ambon digunakan untuk menyembuhkan luka
- Batang pisang ambon mengandung saponin, tanin, dan flavonoid
- Adanya penelitian aktivitas sediaan salep ekstrak batang pisang ambon yang dapat mempercepat menyembuhkan luka pada mencit
- Sediaan salep memiliki keuntungan mudah digunakan dan aksi lokal relatif cepat
- Basis salep sebagai pembawa mempengaruhi pelepasan zat aktif
- Pemilihan basis sesuai tujuan penggunaan
- Basis serap dan basis larut memiliki keuntungan mudah lebih mudah dicuci air sehingga
Pengaruh tipe basis dan penambahan ekstrak terhadap sifat fisik dan stabilitas salep
Formulasi Sediaan Salep Ekstrak Etanol Batang Pisang Ambon (Musa paradisiaca L var. sapientum) Dengan Basis Serap dan Basis Larut Air dalam Berbagai Konsentrasi Ekstrak : Kajian Sifat Fisik dan Stabilitas Salep
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
L. Hipotesis
Dari uraian di atas, dapat disusun suatu hipotesis dalam penelitian ini yaitu
sebagai berikut:
1. Ekstrak etanol batang pisang ambon diduga tidak mengandung senyawa
saponin, tanin dan flavonoid.
2. Ekstrak etanol batang pisang ambon diduga stabil dalam sediaan salep dengan
basis salep serap dan basis salep larut air.
3. Pengaruh tipe basis salep serap dengan basis salep larut air pada sediaan salep
ekstrak etanol batang pisang ambon diduga tidak terdapat perbedaan yang
signifikan dalam hal sifat fisik dan stabilitas salep.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimental. Data untuk
penelitian ini diambil secara acak lengkap kemudian dianalisis menggunakan
metode statistika one-way ANAVA dan disajikan dalam bentuk grafik atau tabel.
B. Alat dan Bahan
1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
Alat pembuatan simplisia terdiri dari: pisau, telenan, ayakan, oven
(Memmert), blender.
Alat pembuatan ekstrak terdiri dari: seperangkat alat maserasi (toples kaca,
batang pengaduk, kain flannel), rotary evaporator (RE200).
Alat pengujian ekstrak terdiri dari: plat KLT (silika gel GF254), chamber,
sinar UV (Lab. Farmasetika), pipa kapiler, oven (Memmert), timbangan
digital (Denver Instrument M-220D).
Alat pembuatan salep terdiri dari: mortir, stamper, sudip, gelas ukur, gelas
beker, cawan porselin, penangas air, kompor listrik, neraca analitik, batang
pengaduk, pot salep,
Alat pengujian salep terdiri dari: plat kaca, anak timbang, pH meter (Hanna HI
98107), kertas saring (CV. Agung Jaya), seperangkat alat uji daya lekat (Lab.
Farmasetika), seperangkat alat uji daya sebar (Lab. Farmasetika), stopwatch,
alat uji viskositas (Viscotester VT-04 RION CO. LTD).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain batang pisang
ambon, etanol 70% (CV. Agung Jaya), cera flava (Lab. Farmasetika), oleum
sesami (Lab. Farmasetika), PEG 4000 (Lab. Farmasetika), PEG 400 (Lab.
Farmasetika), nipagin (Lab. Farmasetika), nipasol (Lab. Farmasetika), oleum
rosae (Lab. Farmasetika), aquadestilata (Lab. Farmasetika), fenolftalein (Lab.
Farmasetika), reagen anisaldehid asam sulfat (Lab. Farmasetika), reagen uap
ammonia (Lab. Farmasetika), FeCl3 (Lab. Farmasetika), kloroform (Lab.
Farmasetika), metanol (Lab. Farmasetika), butanol (Lab. Farmasetika), asam
asetat (Lab. Farmasetika).
C. Waktu dan Tempat
1. Waktu
Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan pada bulan Juli sampai
September tahun 2011.
2. Tempat
Tempat yang akan digunakan dalam penelitian ini diantaranya desa Grobog,
Wuryorejo, Wonogiri dan desa Skip Baru, Sidorejo, Temanggung sebagai tempat
pengambilan batang pisang ambon, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian
SMK Negeri 1 Temanggung untuk pembuatan simplisia, Laboratorium
Universitas Setia Budi untuk determinasi, Laboratorium Pusat MIPA UNS untuk
pembuatan ekstrak kental batang pisang ambon dan pengujian kontrol kualitas
ekstrak, Laboratorium Farmasetika D3 Farmasi UNS untuk pembuatan salep dan
pengujian sifat fisik salep.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
D. Metode Penelitian dan Cara Kerja
1. Metode Penelitian
Kategori penelitian dan rancangan percobaan yang digunakan adalah kategori
penelitian eksperimental dengan rancangan acak lengkap pola satu arah.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
a. Variabel bebas (Independen)
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel yang lain atau
menjadi sebab berubahnya suatu variabel tergantung (Dependen). Variabel
bebas merupakan variabel yang faktornya diukur, dimanipulasi, atau dipilih
untuk menentukan hubungan dengan suatu gejala yang diobservasi. Variabel
bebas dalam penelitian ini adalah dasar salep (cera flava, oleum sesami, PEG
4000, PEG 400) dan konsentrasi ekstrak.
b. Variabel tergantung/terikat (Dependen)
Variabel tergantung/terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi
akibat karena adanya variabel bebas. Variabel tergantung diamati dan diukur
untuk menentukan pengaruh yang disebabkan oleh variabel bebas. Variabel
tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisik salep (stabilitas fisik, daya
lekat, daya sebar, daya proteksi salep) dan stabilitas salep (pH dan viskositas).
c. Variabel terkendali
Variabel terkendali adalah variabel di luar penelitian yang perlu dikendalikan,
oleh peneliti untuk menetralisasi pengaruhnya. Jika tidak dikontrol maka
variabel akan mempengaruhi variabel tergantung. Variabel terkendali dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
penelitian ini adalah asal tanaman, cairan penyari, basis salep dan cara
pembuatan.
2. Cara Kerja
2.1. Determinasi Tanaman
Determinasi dilakukan untuk membuktikan kebenaran dari tanaman yang
diambil. Diambil sampel batang pisang ambon kemudian dilakukan determinasi
yang dilakukan di Laboratorium Universitas Setia Budi.
2.2. Pengambilan Sampel
Batang pisang ambon yang digunakan diambil dari desa Grobog, Wuryorejo,
Wonogiri, dan Skip Baru, Sidorejo, Temanggung.
2.3.Pembuatan Serbuk
Batang pisang ambon yang sudah kering, selanjutnya diserbuk menggunakan
blender, serbuk kemudian diayak dengan ayakan no. 40 dan kemudian disimpan.
2.4. Pembuatan Ekstrak
Pembuatan ekstrak etanol batang pisang ambon dilakukan dengan
menggunakan metode maserasi. Maserasi dilakukan dengan memasukkan satu
bagian serbuk batang pohon pisang ambon dalam 10 bagian larutan penyari yaitu
dengan etanol 70% dan dimasukkan dalam toples kaca besar. Maserasi dilakukan
selama 4 hari di tempat yang terlindung dari cahaya sambil sesekali diaduk.
Setelah itu dilakukan pemisahan antara sari dan ampas dengan menggunakan kain
flannel. Sari dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator dengan tekanan
rendah dan suhu ±50°C. Ekstrak kental batang pisang ambon dimasukkan ke
dalam flakon kaca yang ditutup dengan alumunium foil dan disimpan di eksikator.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Diagram alir cara pembuatan ekstrak batang pisang ambon dapat dilihat pada
lampiran 5.
2.5. Kontrol Kualitas Ekstrak
2.5.1. Pemeriksaan Organoleptis
Pemeriksaan organoleptis dilakukan menggunakan panca indera meliputi
pemeriksaan terhadap bentuk, warna, rasa, dan bau dari ekstrak batang pisang
ambon (Musa paradisiaca L. var. sapientum).
2.5.2. Pemeriksaan Susut Pengeringan
Pemeriksaan susut pengeringan merupakan pengukuran sisa zat setelah
pengeringan pada temperatur 105°C selama 30 menit atau sampai berat konstan,
yang dinyatakan sebagai nilai persen. Tujuannya untuk memberikan batas
maksimal tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan.
Ekstrak ditimbang secara seksama sebanyak 1 gram sampai 2 gram dan
dimasukkan ke dalam botol timbang bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan
pada suhu 105°C selama 30 menit dan telah ditara, kemudian dimasukkan ke
dalam oven dalam keadaan botol terbuka dengan suhu 105°C selama 30 menit.
Botol dikeluarkan dan dibiarkan dingin dan tertutup dalam eksikator, setelah itu
berat botol bertutup di timbang. Kemudian dikeringkan lagi hingga bobot tetap.
2.5.3. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Ekstrak batang pisang ambon ditotolkan pada fase diam yaitu silika gel
GF254 dengan jarak 1cm dari batas tepi bawah. Lempeng silika gel dimasukkan
dalam chamber glass dan dibiarkan hingga larutan pengembang mencapai tanda
batas atas yang telah ditentukan. Fase gerak yang digunakan untuk identifikasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
saponin yaitu campuran kloroform-metanol-air (64:50:10) dan pereaksi semprot
anisaldehid asam sulfat (Harborne, 1987). Fase gerak yang digunakan untuk
identifikasi tannin yaitu campuran n-butanol-asam asetat-air (4:1:5) (Sa’adah,
2010) dan penampak bercak FeCl3 (Sriwahyuni, 2010), sedangkan untuk
identifikasi flavonoid menggunakan fase gerak campuran butanol-asam asetat-air
(3:1:1) dengan penampak bercak uap amonia (Suyono dkk, 2005). Kemudian
diamati dibawah sinar UV254 dan UV366. Lempeng silika gel disemprot dengan
penampak bercak kemudian dipanaskan dalam oven selama sepuluh menit pada
suhu 105ºC. Kemudian diamati bercak pada cahaya terbuka. Dihitung nilai Rf
terhadap bercak yang teramati dengan cara mengukur jarak bercak dan
dibandingkan dengan jarak pengembang.
2.6. Rancangan Formulasi Salep
Formulasi salep ekstrak batang pisang ambon ini dirancang dengan kadar
ekstrak yaitu sebesar 3%, 5%, dan 7% untuk setiap dasar salep.
Tabel I. Formula Salep Ekstrak Batang Pohon Pisang Ambon Basis serap Basis larut air
Ekstrak - 3 g 5 g 7 g - 3 g 5 g 7 g
Cera flava 30 g 29,04 g 28,44 g 27,84 g - - - -
Oleum sesami
70 g 67,76 g 66,36 g 64,96 g - - - -
PEG 4000 - - - - 40 g 38,72 g 37,92 g 37,12 g
PEG 400 - - - - 60 g 58,08 g 56,88 g 55,68 g
Nipagin 0,15 g 0,15 g 0,15 g 0,15 g 0,15 g 0,15 g 0,15 g 0,15 g
Nipasol 0,05 g 0,05 g 0,05 g 0,05 g 0,05 g 0,05 g 0,05 g 0,05 g
Oleum rosae
4 tetes 4 tetes 4 tetes 4 tetes 4 tetes 4 tetes 4 tetes 4 tetes
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
2.7. Pembuatan Salep
2.7.1. Dasar salep serap
Cera flava dipanaskan di cawan porselen di atas penangas air hingga
melebur kemudian ditambahkan oleum sesami sedikit demi sedikit dan diaduk
hingga homogen lalu ditambahkan nipasol. Ekstrak batang pisang ambon
diencerkan dengan sedikit air kemudian ditambahkan nipagin dan diaduk sampai
homogen. Keduanya dicampur dan aduk hingga homogen, kemudian salep
dikemas dalam pot salep.
2.7.2. Dasar salep larut dalam air
PEG 4000 dipanaskan di cawan porselen di atas penangas air hingga
melebur kemudian ditambahkan PEG 400 dan diaduk sampai homogen. Ekstrak
batang pohon pisang ambon diencerkan dengan sedikit air kemudian ditambahkan
nipagin dan diaduk sampai homogen. Keduanya dicampur dengan dasar salep dan
diaduk sampai homogen, kemudian salep dikemas dalam pot salep.
2.8. Pengujian Sifat Fisik Salep
2.8.1. Uji stabilitas fisik
Sediaan salep ekstrak batang pohon pisang diamati secara organoleptis
untuk mengetahui konsistensi, homogenitas, warna dan bau setiap minggu selama
delapan minggu pada suhu kamar.
2.8.2. Uji daya lekat
Sediaan salep ekstrak batang pohon pisang ambon diuji daya melekat
dengan cara meletakkan salep ditengah obyek glass dan ditutup dengan obyek
glass yang lain kemudian diberi beban 1 kg selama 5 menit. Setelah itu dipasang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
pada alat uji daya melekat dengan beban 80 gram. Waktu lepasnya dua obyek
glass dicatat, pengujian dilakukan pengulangan 3 kali untuk masing-masing
formula.
2.8.3. Uji daya sebar
Sediaan salep ekstrak batang pohon pisang ambon diuji daya menyebarnya
dengan cara menimbang 0,5 gram salep diletakkan ditengah bidang kaca (cawan
petri), kemudian diletakkan kaca berukuran sama diatasnya dan didiamkan 1
menit. Setelah itu diukur diameter penyebarannya secara horizontal dan vertikal.
Hasilnya dirata-rata sehingga didapat diameter penyebaran salep. Pengukuran
diameter dilanjutkan dengan penambahan 50 gram, 100 gram, 150 gram dan 200
gram. Pengulangan dilakukan 3 kali untuk masing-masing formula.
2.8.4. Uji daya proteksi
Sediaan salep ekstrak batang pohon pisang ambon diuji daya proteksi
dengan cara membasahi kertas saring dengan fenolftalein, kemudian dikeringkan.
Setelah itu kering kertas saring diolesi dengan salep. Kemudian ditempel kertas
saring lain dan ditetesi dengan KOH 0,1 N diamati adanya noda berwarna merah
pada kertas tersebut. Pengamatan dilakukan dalam waktu 15 detik, 30 detik, 45
detik, 60 detik, 3 menit dan 5 menit. Dilakukan pengulangan tiga kali untuk setiap
formula
2.9. Pengujian Stabilitas Salep
2.9.1. Uji pH
Sediaan salep ekstrak batang pohon pisang ambon diuji pHnya dengan
menggunakan pH meter setiap minggu selama delapan minggu pada suhu kamar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Sebanyak satu gram bahan dimasukkan dalam 10 ml aquades dan didiamkan
selama 30 menit, kemudian diukur derajat keasamannya. Nilai rata-rata pH salep
yang baik berada pada kisaran 4,5-6,5. Nilai ini sesuai dengan pH kulit sehingga
cocok digunakan untuk kulit.
2.9.2. Uji viskositas salep
Sediaan salep ekstrak batang pohon pisang ambon diuji viskositasnya
dengan menggunakan viskosimeter meter setiap minggu selama delapan minggu
pada penyimpanan suhu kamar. Viskositas salep diuji dengan menggunakan alat
viskosimeter VT-04 RION CO.LTD. Viskosimeter dipasang pada klemnya
dengan arah horizontal atau tegak lurus dengan arah klem. Rotor dipasang pada
viskosimeter dengan menguncinya berlawanan dengan arah jarum jam. Mangkuk
diisi sampel salep kemudian rotor ditempatkan tepat di tengah mangkuk yang
berisi salep. Alat dihidupkan kemudian rotor berputar dan jarum penunjuk secara
otomatis bergerak ke kanan hingga stabil, viskositas dibaca pada skala yang
digunakan.
E. Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data pada penelitian ini diperoleh dari:
a. Spesifikasi ekstrak batang pohon pisang ambon (Musa paradisiaca L var.
sapientum) meliputi: pemeriksaan organoleptis, pemeriksaan susut pengeringan
dan uji kandungan kimia ekstrak.
b. Uji sifat fisik salep ekstrak batang pisang ambon (Musa paradisiaca L var.
sapientum) meliputi: stabilitas fisik, daya lekat, daya sebar, daya proteksi.
c. Uji stabilitas salep meliputi: pH dan Viskositas selama 8 minggu penyimpanan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
F. Analisa Data
Analisis terhadap data penelitian dilakukan bertujuan untuk menguji
kebenaran hipotesis yang diajukan dalam penelitian. Analisis data dilakukan
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menentukan rata-rata, standar deviasi (s) dan variansi (s2)
2. Melakukan uji normalitas terhadap masing-masing data dengan tujuan untuk
melihat normal tidaknya distribusi data. Uji normalitas dilakukan dengan
menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dan dibantu dengan menggunakan
SPSS 17 for Windows.
3. Uji Homogenitas Variansi
Pengujian ini bertujuan untuk melihat homogeny atau tidaknya variasi
kedua kelompok. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan uji F.
4. Uji Hipotesis
Uji hipotesis ini bertujuan untuk membuktikan diterima atau
ditolaknya hipotesis yang ditetapkan. Untuk menentukan adanya pengaruh
basis dan penambahan ekstrak terhadap sifat fisik salep, menggunakan uji
anova satu jalan.
Data yang diperoleh kemudian diolah dengan teknik analisa kuantitatif
melalui proses komputerisasi menggunakan program SPSS 17 for Windows untuk
melakukan perhitungan dan uji statistika. Data hasil olahan kemudian
diintepretasikan untuk memperoleh kesimpulan dari hasil penelitian ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Determinasi Tumbuhan Pisang
Determinasi dilakukan untuk membuktikan kebenaran dan menghindari
kesalahan dari pengambilan bahan, maka dilakukan determinasi yang berpedoman
pada pustaka Van Steenis, 1992. Determinasi dilakukan di Laboratorium
Universitas Setia Budi. Hasil determinasi tanaman pisang sebagai berikut:
1b - 2b - 3b - 4b - 12b - 13b - 14b - 17b - 18b - 19b - 20b - 21b - 22b - 23b -
24a Fam. Musaceae Musa 1 Musa paradisiaca L.
Berdasarkan hasil determinasi tumbuhan pisang diatas dapat disimpulkan
bahwa tumbuhan pisang yang digunakan dalam penelitian ini adalah tumbuhan
pisang (Musa paradisiaca L.). Adapun hasil determinasi terdapat pada lampiran 1.
B. Hasil Pengeringan dan Pembuatan Serbuk Batang Pisang Ambon
Pengeringan dilakukan untuk menghilangkan kadar air, mencegah
pertumbuhan jamur, reaksi enzimatis maupun perubahan kimiawi. Pengeringan
batang pisang ambon dilakukan dengan menggunakan oven. Penggunaan oven ini
bertujuan untuk mempercepat proses pengeringan dikarenakan batang pisang
ambon mempunyai kadar air yang cukup tinggi sehingga perlu suhu pengeringan
yang cukup agar simplisia cepat kering dan tidak terjadi pembusukan. Rusli dan
Darmawan (1998) melaporkan bahwa pengeringan suatu bahan yang terlalu lama
dan suhu yang terlalu tinggi dapat menurunkan mutu karena dapat merusak
komponen-komponen yang terdapat di dalamnya. Suhu yang digunakan untuk
pengeringan yaitu 60o C sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Pramono
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
(1985), bahwa pengeringan untuk kulit dan akar dilakukan pada suhu 30o - 65o C.
Hasil perhitungan diperoleh bobot simplisia kering sebanyak 846 gram.
C. Hasil Pembuatan Ekstrak Batang Pisang Ambon
Ekstraksi merupakan suatu proses penarikan komponen yang diinginkan
dari suatu bahan. Gaya yang bekerja dalam proses ekstraksi adalah akibat dari
adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan cairan ekstraksi
di luar sel. Bahan pelarut yang mengalir ke dalam ruang sel akan menyebabkan
protoplasma membengkak, dan bahan kandungan sel akan terlarut sesuai dengan
kelarutannya (Voigt, 1984).
Proses pembuatan ekstrak batang pisang ambon dilakukan dengan
menggunakan metode maserasi. Maserasi merupakan cara penyari yang dilakukan
dengan cara merendam serbuk simplia penyari (Anonim, 1986). Metode maserasi
dipilih dalam penelitian ini karena dapat menarik secara maksimal kandungan
kimia dari batang pisang ambon yaitu flavonoid, tannin dan saponin. Pelarut yang
digunakan untuk maserasi yaitu etanol 70 % karena dapat menyari seluruh zat
aktif. Selain itu etanol merupakan pelarut serbaguna yang baik untuk ekstraksi
pendahuluan (Harborne, 1987). Hasil dari proses maserasi dipekatkan dengan
menggunakan rotary evaporatory agar pemekatan lebih sempurna dan tidak
teroksidasi oleh udara. Suhu pemanasan ± 50° C untuk menghindari terjadinya
kerusakan kandungan kimia yang terkandung dalam ekstrak batang pisang ambon.
Ekstrak dapat diambil setelah menjadi kental dan tidak ada bau etanol lagi.
Ekstrak kental yang didapat sebanyak 66,3518 gram dan rendemen ekstrak kental
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
berwarna coklat kehitaman sebesar 7,84% yang diperoleh dari perhitungan pada
lampiran 2.
D. Hasil Kontrol Kualitas Ekstrak Batang Pisang Ambon
Ekstrak kental yang telah diperoleh lalu diuji kontrol kualitas ekstrak dan
kandungan kimia dalam ekstrak. Kontrol kualitas merupakan parameter yang
digunakan dalam proses standarisasi suatu ekstrak. Parameter standardisasi
ekstrak meliputi parameter non spesifik dan spesifik. Parameter nonspesifik lebih
terkait dengan faktor lingkungan dalam pembuatan ekstrak sedangkan parameter
spesifik terkait langsung dengan senyawa yang ada di dalam ekstrak tanaman.
Adapun tahap-tahap kontrol kualitas ekstrak adalah sebagai berikut:
1. Hasil Pemeriksaan Organoleptis
Pemeriksaan organoleptis dilakukan menggunakan panca indera meliputi
pemeriksaan terhadap bentuk, warna, rasa, dan bau dari ekstrak batang pisang
ambon (Musa paradisiaca L. var. sapientum). Tujuannya yaitu pengenalan awal
yang sederhana dan seobyektif mungkin (Hidayah, 2010). Hasil pemeriksaan
bentuk, warna, rasa dan bau ekstrak batang pisang ambon dapat dilihat pada tabel
II.
Tabel II. Hasil Pemeriksaan Organoleptis Pemeriksaan Hasil
Bentuk Cairan kental Warna Coklat kehitaman Rasa Pahit Bau Khas agak manis
2. Hasil Uji Susut Pengeringan
Uji susut pengeringan dilakukan untuk mengetahui persentase (%) bobot
yang hilang selama proses pengeringan. Uji susut pengeringan dilakukan dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
tujuan mengetahui besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan (tidak
hanya menggambarkan air yang hilang, tetapi juga senyawa menguap lain yang
hilang). Pengukuran susut pengeringan dilakukan dengan pengeringan pada
temperatur 105°C selama 30 menit atau sampai berat konstan dan dinyatakan
dalam persen (Siskha, 2010). Hasil uji susut pengeringan didapat persentase (%)
susut pengeringan ekstrak batang pisang ambon sebesar 0,5906% yang diperoleh
dari perhitungan pada lampiran 3.
3. Hasil Uji Kandungan Kimia Ekstrak
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kandungan senyawa yang
terdapat di dalam ekstrak batang pisang ambon (Musa paradisiaca L. var.
sapientum), terutama saponin, tanin dan flavonoid. Uji kandungan kimia ekstrak
batang pisang ambon dilakukan dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT).
Larutan ekstak ditotalkan pada plat (fase diam), kemudian plat ditaruh dalam
bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yag cocok (fase gerak),
pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan). Selanjutnya,
senyawa yang tidak berwarna ditampakkan dengan pereaksi deteksi. Fase gerak
menggunakan fase diam berupa silika gel GF254. Fase gerak yang digunakan
untuk identifikasi saponin yaitu campuran kloroform-metanol-air (64:50:10) dan
pereaksi semprot anisaldehid asam sulfat (Harborne, 1987), untuk identifikasi
tanin digunakan fase gerak dari campuran n-butanol-asam asetat-air (4:1:5)
(Sa’adah, 2010) dan pereaksi semprot FeCl3 sedangkan untuk identifikasi
flavonoid menggunakan fase gerak campuran butanol-asam asetat-air (3:1:1)
dengan penampak bercak uap ammonia (Suyono dkk, 2005). Profil kromatogram
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
dapat dilihat pada Gambar 6 dan hasil identifikasi kandungan kimia ekstrak dapat
dilihat pada Tabel III.
Sinar
tampak
UV 254
UV 365
Kromatrogram hasil KLT senyawa saponin
Sinar
tampak
UV 254
UV 365
Kromatogram hasil KLT
senyawa tanin
Sinar
tampak
UV 254
UV 365
Kromatogram hasil KLT senyawa flavonoid
Gambar 6. Kromatogram Hasil KLT Ekstrak Etanol Batang Pisang Ambon (Musa paradisiaca L. var. sapientum)
Tabel III. Hasil Uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Ekstrak Etanol Batang Pisang Ambon
Kandungan kimia
Rf Sinar tampak Sinar UV254 Sinar UV365 Ket.
Tanpa pereaksi
Dengan pereaksi
Tanpa pereaksi
Dengan pereaksi
Tanpa pereaksi
Dengan pereaksi
Saponin 0,96 Coklat muda
Coklat kehitaman
Coklat kehijauan
Ungu
Coklat
Coklat kekuningan
+
Tanin 0,61 Coklat muda
Coklat kehitaman
Tidak berwarna
Hijau Merah
keunguan Ungu
kehitaman +
Flavonoid 0,54 Tidak
berwarna Kuning
Tidak berwarna
Tidak berwarna
Biru muda Biru muda +
Keterangan: + : menunjukan hasil positif terhadap golongan senyawa - : menunjukan hasil negatif terhadap golongan senyawa Rf: Retardation factor
Hasil analisa menggunakan metode kromatografi lapis tipis (KLT)
menunjukkan bahwa pengamatan pada sinar tampak, ekstrak batang pisang ambon
terdapat satu bercak yang berwarna coklat muda dengan Rf = 0,96. Setelah
dilakukan penyemprotan dengan anisaldehid asam sulfat menunjukkan bercak
berwarna coklat kehitaman pada sinar tampak. Penelitian menggunakan fase gerak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
dan penampak bercak yang sama menunjukkan hasil yang sama yaitu terdapat
bercak abu-abu dengan Rf = 0,9625 (Anonim, 2009), sehingga dapat disimpulkan
bahwa dalam ekstrak etanol batang pisang ambon mengandung senyawa saponin.
Hasil analisa senyawa tanin menggunakan metode kromatografi lapis tipis
(KLT) menunjukkan bahwa pengamatan pada sinar tampak terdapat bercak
coklat muda dengan Rf = 0,61. Setelah dilakukan penyemprotan dengan FeCl3,
menunjukkan bercak berwarna coklat kehitaman pada sinar tampak, bercak hijau
pada sinar UV254 sedangkan pengamatan pada UV365 menunjukkan bercak
berwana ungu kehitaman. Hal ini didukung oleh Harbone (1987) bahwa tannin
dapat dideteksi dengan sinar UV pendek berupa noda yang berwarna lembayung,
selain itu penelitian Sa’adah (2010) melaporkan bahwa noda hasil KLT yang
diduga senyawa tanin berwarna ungu kehitaman dan didukung dengan Rf dari
tanaman mimosa (memiliki kadar tanin yang tinggi) yang dielusi dengan fase
gerak yang sama dengan nilai Rf sebesar 0,62, sehingga dapat disimpulkan
ekstrak etanol batang pisang ambon mengadung senyawa tannin.
Hasil analisa kromatografi lapis tipis (KLT) untuk senyawa flavonoid
menunjukkan bercak berwarna kuning pada pengamatan sinar tampak setelah
penyemprotan dengan uap ammonia dengan nilai Rf sebesar 0,54. Pengamatan
pada sinar UV254 tidak tampak bercak berwarna sedangkan pengamatan pada sinar
UV365 bercak berwarna biru muda. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Suyono
dkk (2005), menunjukkan hasil yang hampir sama yaitu bercak dengan Rf sebesar
0,54 berwarna kuning muda setelah disemprot dengan amonia pada
pengamatan dengan sinar tampak dan berwarna biru pada UV365, sehingga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol batang pisang ambon mengandung
senyawa flavonoid.
Hasil analisa kandungan kimia ekstrak batang pisang ambon (Musa
paradisiaca L. var. sapientum) dengan menggunakan metode kromatografi lapis
tipis (KLT) menunjukkan bahwa ekstrak batang pisang ambon mengandung
senyawa flavonoid, saponin dan tannin dengan nilai Rf berturut-turut 0,96; 0,61
dan 0,54. Perhitungan nilai Rf dapat dilihat pada lampiran 4.
E. Hasil Pembuatan Salep
Sediaan salep dibuat berdasarkan komposisi sediaan unguentum simplex
(Anonim, 2004) dan polyethyleneglycol ointment USP dengan modifikasi
penambahan ekstrak batang pisang ambon yang digunakan untuk mempercepat
penyembuhan luka dalam berbagai konsentrasi yang ditambahkan pada masing
masing sediaan. Salep dibuat dengan metode peleburan. Tahap pembuatan salep
dilihat pada lampiran 6 dan lampiran 7, sedangkan formulasi salep dapat dilihat
pada Tabel I.
Pembuatan salep dengan basis serap dilakukan dengan cara meleburkan
cera flava diatas tangas air hingga melebur, peleburan dilakukan karena cera flava
berbentuk padatan sehingga perlu proses peleburan untuk menurunkan
viskositasnya sehingga dapat dicampur dengan bahan yang lain secara homogen.
Oleum sesami ditambahkan sedikit demi sedikit sambil diaduk hingga homogen,
selanjutnya ditambahkan nipasol dan diaduk sampai homogen. Ekstrak batang
pisang ambon dicampur dengan nipagin diaduk sampai homogen. Keduanya
dicampurkan dalam mortir hangat dan ditambahkan beberapa tetes oleum rosae
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
dan diaduk hingga homogen. Hasil pembuatan salep basis serap dapat dilihat pada
Gambar 7.
Gambar 7. Sediaan Salep Formula Basis Serap
Pembuatan salep dengan basis larut air dilakukan dengan cara meleburkan
PEG 4000 diatas tangas air hingga melebur, peleburan dilakukan karena PEG
4000 berbentuk padatan sehingga perlu proses peleburan untuk dapat dicampur
dengan bahan yang lain. PEG 400 ditambahkan sedikit demi sedikit sambil diaduk
hingga homogen, selanjutnya ditambahkan nipasol dan diaduk sampai homogen.
Ekstrak batang pisang ambon dicampur dengan nipagin diaduk sampai homogen.
Keduanya dicampurkan dalam mortir hangat dan ditambahkan beberapa tetes
oleum rosae, diaduk hingga homogen dan ditambahkan beberapa tetes oleum
rosae. Hasil pembuatan salep basis serap dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Sediaan Salep Basis Larut Air
Sediaan salep ini berfungsi sebagai obat untuk mempercepat penyembuhan
luka. Ekstrak batang pisang ambon sebagai bahan berkhasiat memiliki aktivitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
mempercepat penyembuhan luka dengan mempercepat re-epitelisasi jaringan
epidermis, neokapilerisasi dan meningkatkan pembentukan jaringan ikat pada
kulit (Priosoeryanto, 2010). Cera flava digunakan untuk meningkatkan konsistensi
krim atau salep dan untuk menstabilkan emulsi A/M (Triayu, 2009). Oleum
sesami berfungsi sebagai emolien yang melunakkan dan memberi efek
melindungi kulit(Anief, 1986). Selain itu cera flava dan oleum sesami juga
berfungsi sebagai basis serap (Anonim, 1995). PEG 400 dan PEG 4000 berfungsi
sebagai basis larut air (Anonim, 1995). Keuntungan menggunakan basis Polietilen
glikol yaitu tidak mengiritasi, memiliki daya lekat dan distribusi pada kulit atas
dasar karakter hidrofilnya. Salep Polietilen glikol mudah tercuci dengan air dan
dapat digunakan pada bagian tubuh berambut (Voigt, 1984). Nipagin dan nipasol
berfungsi sebagai preservatif/pengawet untuk mencegah tumbuhnya mikroba.
Oleum rosae berfungsi sebagai corrigen odoris yaitu zat tambahan untuk
memperbaiki bau sediaan yang kurang enak.
F. Hasil Pengujian Salep Ekstrak Batang Pisang Ambon
Salep ekstrak batang pisang ambon dibuat dengan konsentrasi 0%, 3%, 5
% dan 7% dengan menggunakan basis serap dan basis larut air diuji sifat fisik dan
stabilitasnya untuk mengetahui formula yang paling baik. Adapun tahap-tahap uji
sifat fisik salep ekstrak batang pisang ambon adalah sebagai berikut:
1. Hasil Uji Stabilitas Fisik
Uji stabilitas fisik salep ekstrak batang pisang ambon dilakukan dengan
mengamati perubahan fisik salep selama 8 minggu penyimpanan suhu kamar dan
diamati setiap minggunya (Padmadisastra dkk, 2007).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Hasil pengamatan stabilitas fisik salep secara organoleptis selama 8
minggu penyimpanan pada suhu kamar menunjukkan tidak terjadinya perubahan
bentuk, homogenitas, warna maupun bau. Data hasil pengamatan stabilitas fisik
salep dapat dilihat pada Tabel IV. Salep dengan basis serap mempunyai
konsistensi yang lebih lunak dibandingkan dengan basis larut air yang mempunyai
konsistensi lebih padat. Selama waktu penyimpanan pada suhu kamar, sediaan
salep tetap homogen hingga pengamatan minggu kedelapan. Secara organoleptis
setiap sediaan tetap memiliki bentuk/konsistensi yang sama dengan tidak adanya
perbedaan keseragaman konsistensi atau terjadinya pemisahan.
Pengamatan terhadap warna pada setiap formula sediaan salep
menunjukkan tidak adanya perubahan warna sediaan salep pada penyimpanan
suhu kamar dari minggu pertama hingga minggu kedelapan pengamatan. Salep
basis serap dengan konsentrasi ekstrak 0% (kontrol basis serap) menunjukkan
warna kuning pucat dan pada variasi konsentrasi ekstrak 3%, 5% dan 7%
menunjukkan warna coklat hingga coklat tua, sedangkan salep basis larut air
dengan konsentrasi ekstrak 0% (kontrol basis larut air) menunjukkan warna putih
dan pada variasi konsentrasi ekstrak 3%, 5% dan 7% menunjukkan warna coklat
muda hingga coklat. Hasil pemeriksaan bau pada setiap formula sediaan selama
waktu penyimpanan suhu kamar menunjukkan tidak adanya perubahan bau, yaitu
bau yang didapat adalah bau khas. Dengan demikian secara organoleptis sediaaan
salep basis serap dan basis larut air dapat dikatakan mempunyai kestabilan fisik
yang cukup baik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Tabel IV. Hasil Uji Stabilitas Fisik Salep Ekstrak Batang Pisang Ambon
Stabilitas fisik Formula Waktu penyimpanan (Minggu) 1 2 3 4 5 6 7 8
Bentuk
FBS 0% T T T T T T T T FBS 3% T T T T T T T T FBS 5% T T T T T T T T FBS 7% T T T T T T T T FBLA 0% T T T T T T T T FBLA 3% T T T T T T T T FBLA 5% T T T T T T T T FBLA 7% T T T T T T T T
Homogenitas
FBS 0% T T T T T T T T FBS 3% T T T T T T T T FBS 5% T T T T T T T T FBS 7% T T T T T T T T FBLA 0% T T T T T T T T
FBLA 3% T T T T T T T T FBLA 5% T T T T T T T T
FBLA 7% T T T T T T T T
Warna
FBS 0% T T T T T T T T FBS 3% T T T T T T T T FBS 5% T T T T T T T T FBS 7% T T T T T T T T FBLA 0% T T T T T T T T FBLA 3% T T T T T T T T FBLA 5% T T T T T T T T FBLA 7% T T T T T T T T
Bau
FBS 0% T T T T T T T T FBS 3% T T T T T T T T FBS 5% T T T T T T T T FBS 7% T T T T T T T T FBLA 0% T T T T T T T T FBLA 3% T T T T T T T T FBLA 5% T T T T T T T T FBLA 7% T T T T T T T T
Keterangan: T: Tidak ada perubahan FBS 0% : Sedian salep basis serap dengan konsentrasi ekstrak 0% (tanpa ekstrak) FBS 3% : Sedian salep basis serap dengan konsentrasi ekstrak 3% FBS 5% : Sedian salep basis serap dengan konsentrasi ekstrak 5% FBS 7% : Sedian salep basis serap dengan konsentrasi ekstrak 7% FBLA 0% : Sedian salep basis larut air dengan konsentrasi ekstrak 0% (tanpa ekstrak) FBLA 3% : Sedian salep basis larut air dengan konsentrasi ekstrak 3% FBLA 5% : Sedian salep basis larut air dengan konsentrasi ekstrak 5% FBLA 7% : Sedian salep basis larut air dengan konsentrasi ekstrak 7%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
2. Hasil Uji Daya Lekat Salep
Uji daya lekat dilakukan untuk mengetahui kemampuan salep untuk dapat
melekat pada kulit. Hasil uji daya lekat dapat dilihat pada Gambar 9. Perbedaan
tipe basis pada formulasi salep ekstrak batang pisang ambon ini mempengaruhi
waktu melekat salep. Salep dengan basis serap menunjukkan waktu melekat yang
lebih tinggi daripada salep dengan basis larut air. Daya lekat paling lama
ditunjukkan oleh formula basis serap dengan konsentrasi ekstrak 7% yaitu selama
6,94 detik. Penambahan ekstrak batang pisang ambon pada basis serap menaikkan
daya lekat salep, sedangkan penambahan ekstrak batang pisang ambon pada basis
larut air menurunkan daya lekat salep. Penurunan waktu melekat ini dikarenakan
sifat PEG yang mempunyai daya hisap osmotik tinggi sehingga salep PEG
menyerap lembab dari udara dan menyebabkan konsentrasi air dalam salep
meningkat (Voight, 1984).
Gambar 9. Grafik Hubungan Antara Formula Terhadap Daya Lekat Salep
Data hasil uji daya lekat selanjutnya dianalisis menggunakan uji
normalitas Kolmogorov-Smirnov dan menunjukkan hasil bahwa data terdistribusi
normal dengan signifikansi > 0,05 (p=0,088). Kemudian dilanjutkan dengan uji
anava satu jalan dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui perbedaan
penggunaan basis dan penambahan konsentrasi ekstrak dalam mempengaruhi
0.002.004.006.008.00
basis serap basis larut airDay
a le
kat
(det
ik)
Tipe Basis
0%
3%
5%
7%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
daya lekat salep. Hasil uji statistik diperoleh nilai signifikansi < 0,05 (signifikansi
0,000 < 0,05) yang artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara formula satu
dengan yang lainnya. Untuk mengetahui sampel yang berbeda signifikan
selanjutnya dilakukan uji lanjutan menggunakan uji LSD. Hasil uji statistik antar
formula menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara FBS 0% dan
FBLA 0% (signifikansi 0,000 < 0,05) yang artinya penggunaan basis yang
berbeda mempengaruhi daya lekat salep, sedangkan antara FBS 0% dengan FBS
5% dan FBS 7% maupun FBLA 0% dengan FBLA 7% berbeda signifikan
(signifikansi < 0,05, artinya penambahan ekstrak berpengaruh terhadap daya lekat
salep dengan basis serap maupun basis larut air. Data hasil uji statistik dapat
dilihat pada Lampiran 8.
Semakin lama waktu salep untuk melekat pada kulit berarti semakin baik
ikatan antara salep dengan kulit sehingga ikatan antara obat dengan sel-sel
penyerap pada kulit akan semakin baik, sehingga memperbaiki adsorbsi pada kulit
(Voigt, 1984).
3. Hasil Uji Daya Sebar Salep
Uji daya sebar dilakukan untuk mengetahui kemampuan salep menyebar
di atas permukaan kulit, semakin besar luas penyebaran maka semakin mudah
dioleskan pada kulit sehingga absorpsi lebih maksimal. Gambar 10 menunjukkan
pengaruh penambahan ekstrak dalam formulasi sedian salep terhadap daya sebar
salep. Terlihat bahwa adanya penambahan ekstrak pada sediaan salep dengan
basis serap maupun basis larut air menyebabkkan kenaikan luas penyebaran salep.
Salep dengan basis serap mempunyai luas penyebaran yang lebih besar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
dibandingkan dengan salep dengan basis larut air. Luas penyebaran tertinggi
ditunjukkan oleh formula basis serap dengan konsentrasi ekstrak 7% yaitu
sebesar 5,74 cm2.
Gambar 10. Grafik Hubungan Antara Formula Terhadap Daya Sebar Salep
Data uji daya sebar selanjutnya dianalisis dengan uji normalitas
Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui apakah sampel yang diambil berasal dari
populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Hasil uji normalitas menunjukkan
data terdistribusi normal dengan nilai signifikansi 0,225 (signifikansi > 0,05).
Selanjutnya data dianalisis menggunakan uji anava satu jalan untuk mengetahui
penggunaan basis dan penambahan konsentrasi ekstrak dalam mempengaruhi
daya sebar salep. Hasil uji statistik menunjukkan adanya perbedaan yang
signifikan dengan nilai signifikansi 0,001 (signifikansi < 0,05) pada taraf
kepercayaan 95%. Selanjutnya dilakukan uji lanjutan yaitu uji LSD untuk
mengetahui perbedaan antar formula. Hasil uji LSD dapat diketahui FBS 0%
dengan FBLA 0% berbeda signifikan (signifikansi < 0,05) yang artinya
penggunaan basis yang berbeda mempengaruhi daya sebar salep, sedangkan
antara FBS 0% dengan FBS 3%, FBS 5% dan FBS 7% maupun FBLA 0% dengan
FBLA 3%, FBLA 5% dan FBLA 7% tidak berbeda signifikan (signifikansi >
0,05) yang artinya penambahan konsentrasi ekstrak tidak berpengaruh terhadap
0.00
2.00
4.006.00
8.00
basis serap basis larut air
Luas
Pen
yeba
ran
(cm
²)
Tipe Basis
0%
3%
5%
7%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
daya sebar salep dengan basis serap maupun basis larut air. Hasil uji statistik
dapat dilihat pada Lampiran 9. Luas penyebaran ini berhubungan dengan
konsistensi, kenaikan daya sebar salep disebabkan oleh turunnya suatu konsistensi
salep, sehingga salep menjadi lebih lunak dan lebih mudah dioleskan (Aisah,
2010).
4. Hasil Uji Daya Proteksi Salep
Salep diuji daya proteksinya untuk mengetahui seberapa jauh salep
memberikan perlindungan pada tempat pengobatan terhadap pengaruh dari luar.
Bila waktu timbulnya noda merah-keunguan cepat, berarti salep tersebut mudah
ditembus KOH, sehingga daya proteksi basis untuk dilewati senyawa lain (alkali)
relatif rendah. Pada pengujian ini kertas saring diibaratkan sebagai kulit sehingga
dari uji ini dapat diketahui daya proteksi salep ketika diaplikasikan pada kulit.
Hasil uji daya proteksi dapat dilihat pada Tabel V.
Tabel V. Hasil Uji Daya Proteksi Salep
Waktu
Kemampuan proteksi Basis serap Basis larut air
FBS 0% FBS 3%
FBS 5%
FBS 7%
FBLA 0%
FBLA 3%
FBLA 5%
FBLA 7%
15 detik - - - - - - - - 30 detik - - - - - - - - 45 detik - - - - - - - - 60 detik - - - - - - - - 2 menit - - - - - - - - 3 menit - - - - - - - - 4 menit - - - - - - - - 5 menit - - - - - - - -
Keterangan: (-) = tidak ada noda kemerahan pada kertas saring FBS 0% : Sedian salep basis serap dengan konsentrasi ekstrak 0% (tanpa ekstrak) FBS 3% : Sedian salep basis serap dengan konsentrasi ekstrak 3% FBS 5% : Sedian salep basis serap dengan konsentrasi ekstrak 5% FBS 7% : Sedian salep basis serap dengan konsentrasi ekstrak 7% FBLA 0% : Sedian salep basis larut air dengan konsentrasi ekstrak 0% (tanpa ekstrak) FBLA 3% : Sedian salep basis larut air dengan konsentrasi ekstrak 3% FBLA 5% : Sedian salep basis larut air dengan konsentrasi ekstrak 5% FBLA 7% : Sedian salep basis larut air dengan konsentrasi ekstrak 7%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
Tabel V menunjukkan bahwa salep basis serap dan basis larut air dengan
konsentrasi ekstrak 3%, 5%, dan 7% setelah lebih dari 5 menit tidak timbul noda
kemerahan. Hasil ini menunjukkan kedua basis memberikan proteksi yang baik
terhadap KOH yang artinya kedua basis tersebut memiliki kemampuan
memproteksi kulit. Penambahan ekstrak tidak berpengaruh terhadap kemampuan
proteksi salep dapat dilihat dari tidak adanya perbedaan kemampuan proteksi
formula salep tanpa penambahan ekstrak dengan formula salep dengan
penambahan ekstrak batang pisang ambonnya.
Basis serap terdiri dari bahan oleum sesami dan cera flava merupakan
campuran minyak lemak dan malam merupakan basis berminyak sehingga
kemampuan proteksi basis serap lebih baik daripada basis larut air. Basis serap
berasal dari bahan yang berlemak tapi basis ini mempunyai sifat hidrofilik
sehingga mempunyai keuntungan yaitu meskipun agak lengket tapi lebih mudah
dicuci dengan air dibanding dengan basis hidrokarbon. Secara teori, basis larut air
merupakan basis yang tidak berminyak atau bebas lemak dan dapat larut dalam air
artinya basis ini larut air dapat dilewati/ditembus KOH dalam air sehingga
memiliki kemampuan memproteksi lebih rendah dari basis serap.
5. Hasil Uji pH
Uji pH bertujuan untuk mengetahui keamanan sediaan saat digunakan
pada kulit. Pemeriksaan pH adalah salah satu bagian dari kriteria pemeriksaan
fisika-kimia dalam memprediksi kestabilan sediaan salep. Profil pH menentukan
stabilitas bahan aktif dalam suasana asam atau basa (Lachman, 1986). Uji pH
dilakukan dengan menggunakan pH meter yaitu dengan mencelupkan pH meter
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
ke dalam larutan. Uji pH dilakukan dengan mengamati perubahan pH sediaan
selama 8 minggu penyimpanan suhu kamar (Padmadisastra dkk, 2007). Kulit
manusia mempunyai pH 4,5 – 6,5, sehingga sediaan topikal dengan pH lebih
besar atau lebih kecil dari pH kulit ada kemungkinan dapat menyebabkan iritasi
(Gozali dkk, 2009). Gambar 11 menunjukkan nilai pH masing-masing formula
selama waktu penyimpanan suhu kamar.
Gambar 11. Grafik Hubungan Antara Waktu Penyimpanan Terhadap Nilai Ph Salep
Gambar 11 dapat dilihat bahwa hasil pengujian pH selama waktu
penyimpanan suhu kamar mengalami perubahan. Perubahan terlihat mengalami
kenaikan atau bertambah mendekati pH netral, akan tetapi nilai pH ini telah
memenuhi persyaratan nilai pH yang aman untuk kulit. Salep dengan basis serap
menunjukkan nilai pH antara 5,7-6,4 sedangkan salep dengan basis larut air
menunjukkan nilai pH antara 4,8-5,5.
Data hasi pengujian pH yang dilakukan selama 8 minggu penyimpanan
selanjutnya diuji menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui
sampel yang diambil berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak.
Hasil uji statistik menunjukkan nilai signifikansi > 0,05 (signifikansi 0,152 >
0,05) yang artinya data terdistribusi normal. Selanjutnya dilakukan uji anava satu
01234567
1 2 3 4 5 6 7 8
pH
Waktu penyimpanan (Minggu)
FBS 0%
FBS 3%
FBS 5%
FBS 7%
FBLA 0%
FBLA 3%
FBLA 5%
FBLA 7%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
jalan untuk mengetahui pengaruh waktu penyimpanan terhadap pH sediaan. Hasil
uji statistik dengan taraf kepercayaan 95% menunjukkan bahwa nilai pH salep
tidak berbeda signifikan dengan signifikansi > 0,05 (p=0,871). Dapat disimpulkan
bahwa sediaan salep mempunyai kestabilan yang baik selama 8 minggu
penyimpanan suhu kamar. Data hasil uji statistik dapat dilihat pada Lampiran 10.
6. Hasil Uji Viskositas Salep
Uji viskositas dilakukan dengan tujuan mengetahui kekentalan salep
ekstrak batang pisang ambon dengan basis serap dan basis larut air. Viskositas
menyatakan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir, semakin tinggi
viskositasnya akan semakin besar tahanannya (Martin et al, 1993). Pengujian
viskositas menggunakan alat viskosimeter VT 04.E RION CO.LTD dan dilakukan
selama 8 minggu penyimpanan.
Gambar 12 dapat dilihat hasil pengujian viskositas selama waktu
penyimpanan suhu kamar. Hasil menunjukkan bahwa sediaan mengalami
perubahan viskositas selama penyimpanan 8 minggu. Perbedaan basis yang
digunakan dalam formulasi salep ekstrak batang pisang ambon berpengaruh
terhadap hasil uji viskositas. Formula basis larut air memiliki viskositas yang
lebih tinggi jika dibandingkan dengan viskositas formula basis serap. Hal ini
dikarenakan basis larut air menggunakan campuran bahan padat yaitu PEG 4000
yang dapat meningkatkan konsistensi salep sehingga salep menjadi lebih padat
dan viskositasnya besar (Muryani, 2007). Penambahan ekstrak batang pisang
ambon ke dalam formulasi salep basis serap maupun salep basis larut air
mempengaruhi viskositas, yaitu menaikkan viskositas salep baik basis serap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
maupun basis larut air. Formula basis larut air dengan konsentrasi ekstrak 7%
memberikan nilai viskositas tertinggi dari formula yang lainnya dengan nilai rata-
rata viskositas sebesar 508,13 dPas.
Semakin besar viskositas maka akan semakin besar tahanan dari suatu
senyawa obat untuk berdifusi keluar dari basisnya, sehingga pelepasan obat dari
basisnya menjadi lambat. Tetapi sebaliknya bila semakin rendah viskositasnya
akan mudah untuk berdifusi keluar menuju tempat yang akan diobati sehingga
pelepasan obat menjadi lebih cepat (Muryani, 2007).
Gambar 12. Grafik Hubungan Antara Lama Penyimpanan Terhadap Viskositas Salep
Data uji viskositas selanjutnya dianalisis menggunakan uji normalitas
Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui apakah data terdistribusi normal. Hasil
uji normalitas menunjukkan signifikansi > 0,05 (signifikansi 0,070 > 0,05) yang
artinya data terdistribusi normal. Selanjutnya dilakukan uji anava satu jalan untuk
mengetahui pengaruh perbedaan basis dan penambahan ekstrak terhadap
viskositas salep. Uji anava dilakukan pada taraf kepercayaan 95%, hasil
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dengan signifikansi
0,000 (signifikansi < 0,05). Kemudian dilanjutkan dengan uji LSD untuk
mengetahui perbedaan antar formula. Hasil uji statistik menunjukkan semua
0100200300400500600
1 2 3 4 5 6 7 8
visk
osit
as (
dPas
)
waktu penyimpanan (minggu)
FBS 0%
FBS 3%
FBS 5%
FBS 7%
FBLA 0%
FBLA 3%
FBLA 5%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
formulasi mempunyai perbedaan yang signifikan (signifikansi < 0,05) kecuali
FBS 3% yang artinya perbedaan basis dan penambahan konsentrasi ekstrak pada
basis serap maupun basis larut air mempengaruhi viskositas salep.
Pengujian juga dilakukan untuk mengetahui pengaruh waktu penyimpanan
terhadap viskositas salep. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kestabilan salep
selama penyimpanan 8 minggu. Gambar 12 menunjukkan bahwa sediaan
mengalami perubahan viskositas selama penyimpanan 8 minggu. Hasil uji anava
menunjukkan bahwa viskositas semua formula tidak ada perbedaan yang
signifikan selama penyimpanan 8 minggu ditunjukkan dengan signifikansi 1,000
(signifikansi > 0,05) yang artinya lama penyimpanan tidak mempengaruhi
viskositas salep sehingga dapat dikatakan salep masih stabil pada penyimpanan
selama 8 minggu. Hasil uji statistik dapat dilihat pada Lampiran 11.
Berdasarkan hasil uji sifat fisik dan uji stabilitas yang telah dilakukan pada
sediaan salep ekstrak batang pisang ambon ini diketahui bahwa salep dengan basis
serap merupakan formula yang terbaik. Hasil uji sifat fisik menunjukkan basis
serap memiliki daya lekat yang lama sehingga semakin besar kemungkinan bahan
obat teradsorbsi. Daya sebar basis serap juga menunjukkan diameter
penyebarannya semakin luas dengan adanya penambahan beban sehingga luas
penyebarannya juga semakin besar. Semakin besar daya sebar maka salep akan
semakin mudah dioleskan dan luas penyebarannya besar sehingga absorpsi lebih
maksimal. Meskipun bahan dasar salep ini berasal dari bahan yang tidak
mengandung air, basis serap ini memiliki sifat hidrofil yang dapat menyerap air
sehingga basis ini lebih mudah dicuci. Daya proteksi basis ini cukup baik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
sehingga salep mampu melindungi kulit dari pengaruh luar. Tetapi jika dilihat dari
segi viskositasnya, salep basis serap mempunyai nilai viskositas yang kecil
sehingga konsistensinya lebih lunak dibandingkan dengan basis larut air.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Ekstrak etanol batang pisang ambon (Musa paradisiaca L var. sapientum)
mengandung saponin, tanin dan flavonoid ditunjukkan dengan nilai Rf
berturut-turut 0,96; 0,61 dan 0,54.
2. Penambahan ekstrak ke dalam formulasi salep ekstrak batang pisang ambon
tidak mempengaruhi stabilitas salep, ditunjukkan nilai pH dan viskositas
kedua basis salep tetap stabil selama 8 minggu penyimpanan. Basis larut air
menunjukkan viskositas yang lebih tinggi dibandingkan basis serap.
3. Penggunaan basis serap dan basis larut air pada formulasi salep ekstrak batang
pisang ambon mempengaruhi sifat fisik salep. Basis serap menunjukkan daya
lekat, daya sebar dan daya proteksi yang lebih baik daripada basis larut air.
B. Saran
1. Perlu dilakukan pengujian penetrasi perkutan sediaan salep ekstrak batang
pisang ambon terhadap penyembuhan luka.
2. Perlu dilakukan uji iritasi terhadap salep ekstrak batang pisang ambon