Chapter II(1)

22
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Manajemen Keperawatan 1.1 Pengertian Manajemen dan Manajemen Keperawatan Manajemen merupakan suatu pendekatan yang dinamis dan proaktif dalam menjalankan suatu kegiatan di organisasi. Manajemen mencakup kegiatan POAC (planning, organizing, actuating, controlling) terhadap staf, sarana, dan prasarana dalam mencapai tujuan organisasi (Grant dan Massey dalam Nursalam, 2009). Swanburg (2000) menyatakan bahwa, manajemen keperawatan berhubungan dengan perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengaturan staf (staffing), kepemimpinan (leading), dan pengendalian (controlling) aktivitas-aktivitas upaya keperawatan atau divisi departemen keperawatan dan dari sub unit departemen. 1.2 Fungsi Manajemen Keperawatan Fungsi manajemen keperawatan menurut Marquis dan Huston (2010) sebagai berikut: 1) Perencanaan : dimulai dengan penerapan filosofi, tujuan, kebijaksanaan, prosedur, dan peraturan ; termasuk perencanaan jangka pendek dan jangka panjang ; menentukan tindakan fiskal ; dan mengelola perubahan terencana. 2) Pengorganisasian : meliputi pembentukan struktur untuk melaksanakan perencanaan, menetapkan metode pemberian asuhan keperawatan kepada pasien yang paling tepat, mengelompokkan kegiatan untuk mencapai tujuan unit serta melakukan peran dan fungsi dalam organisasi dan menggunakan Universitas Sumatera Utara

Transcript of Chapter II(1)

Page 1: Chapter II(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Manajemen Keperawatan

1.1 Pengertian Manajemen dan Manajemen Keperawatan

Manajemen merupakan suatu pendekatan yang dinamis dan proaktif dalam

menjalankan suatu kegiatan di organisasi. Manajemen mencakup kegiatan POAC

(planning, organizing, actuating, controlling) terhadap staf, sarana, dan prasarana

dalam mencapai tujuan organisasi (Grant dan Massey dalam Nursalam, 2009).

Swanburg (2000) menyatakan bahwa, manajemen keperawatan

berhubungan dengan perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing),

pengaturan staf (staffing), kepemimpinan (leading), dan pengendalian

(controlling) aktivitas-aktivitas upaya keperawatan atau divisi departemen

keperawatan dan dari sub unit departemen.

1.2 Fungsi Manajemen Keperawatan

Fungsi manajemen keperawatan menurut Marquis dan Huston (2010)

sebagai berikut: 1) Perencanaan : dimulai dengan penerapan filosofi, tujuan,

kebijaksanaan, prosedur, dan peraturan ; termasuk perencanaan jangka pendek

dan jangka panjang ; menentukan tindakan fiskal ; dan mengelola perubahan

terencana. 2) Pengorganisasian : meliputi pembentukan struktur untuk

melaksanakan perencanaan, menetapkan metode pemberian asuhan keperawatan

kepada pasien yang paling tepat, mengelompokkan kegiatan untuk mencapai

tujuan unit serta melakukan peran dan fungsi dalam organisasi dan menggunakan

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Chapter II(1)

kekuatan serta otoritas dengan tepat. 3) Ketenagaan : meliputi merekrut,

mewawancarai, mengontrak, dan orientasi dari staf baru, penjadwalan,

pengembangan staf, sosialisasi staf dan pembentukan tim. 4) Pengarahan :

mencangkup tanggung jawab dalam mengelola sumber daya manusia seperti

motivasi untuk semangat, manajemen konflik, pendelegasian, komunikasi, dan

memfasilitasi kolaborasi dan 5) Pengawasan/pengendalian meliputi penilaian

kinerja, tanggung gugat fiskal, pengawasan mutu, pengawasan hukum dan etika,

dan pengawasan hubungan profesional dan kolegial.

1.3 Kepala Ruangan sebagai Manajer Keperawatan

Kepala ruangan adalah seorang tenaga perawatan profesional yang diberi

tanggung jawab dan wewenang dalam mengelola kegiatan pelayanan keperawatan

di satu ruang rawat (Depkes, 1994 dalam Hutahaen, 2009). Tugas pokok kepala

ruangan adalah mengawasi dan mengendalikan kegiatan pelayanan keperawatan

di ruang rawat yang berada di wilayah tanggung jawabnya. Adapun fungsi

manajemen keperawatan kepala ruangan adalah:

a. Melaksanakan fungsi perencanaan, meliputi : 1) merencanakan jumlah dan

kategori tenaga perawatan serta tenaga lain sesuai kebutuhan, 2) merencanakan

jumlah jenis peralatan perawatan yang diperlukan, 3) merencanakan dan

menentukan jenis kegiatan/asuhan keperawatan yang akan diselenggarakan

sesuai kebutuhan pasien.

b. Melaksanakan fungsi pergerakan dan pelaksanaan, meliputi : 1) mengatur dan

mengkoordinasi seluruh kegiatan pelayanan di ruang rawat, 2) menyusun dan

mengatur daftar dinas tenaga perawatan dan tenaga lain sesuai dengan

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Chapter II(1)

kebutuhan dan ketentuan/peraturan yang berlaku (bulanan, mingguan, harian),

3) melaksanakan program orientasi kepada tenaga keperawatan satu atau

tenaga lain yang bekerja di ruang rawat, 4) memberi pengarahan dan motivasi

kepada tenaga perawatan untuk melaksanakan asuhan perawatan sesuai

standart, 5) mengkoordinasikan seluruh kegiatan yang ada dengan cara bekerja

sama dengan sebagai pihak yang terlibat dalam pelayanan ruang rawat, 6)

mengenal jenis dan kegunaan barang peralatan serta mengusahakan

pengadaannya sesuai kebutuhan pasien agar tercapainya pelayanan optimal, 7)

menyusun permintaan rutin meliputi kebutuhan alat, obat, dan bahan lain yang

diperlukan di ruang rawat, 8) mengatur dan mengkoordinasikan pemeliharaan

peralatan agar selalu dalam keadaan siap pakai, 9) mempertanggungjawabkan

pelaksanaan inventaris peralatan, 10) melaksanakan program orientasi kepada

pasien dan keluarganya meliputi tentang peraturan rumah sakit, tata tertib

ruangan, fasilitas yang ada dan cara penggunaannya, 11) mendampingi dokter

selama kunjungan keliling untuk memeriksa pasien dan mencatat program, 12)

mengelompokkan pasien dan mengatur penempatannya di ruang rawat untuk

tingkat kegawatan, injeksi dan non injeksi, untuk memudah pemberian asuhan

keperawatan, 13) mengadakan pendekatan kepada setiap pasien yang dirawat

untuk mengetahui keadaan dan menampung keluhan serta membantu

memecahkan masalah berlangsung, 14) menjaga perasaan pasien agar merasa

aman dan terlindungi selama pelaksanaan pelayanan berlangsung, 15)

memberikan penyuluhan kesehatan terhadap pasien/keluarga dalam batas

wewenangnya, 16) menjaga perasaan petugas agar merasa aman dan

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Chapter II(1)

terlindungi serlama pelaksanaan pelayanan berlangsung, 17) memelihara dan

mengembangkan sistem pencatatan data pelayanan asuhan keperawatan dan

kegiatan lain yang dilakukan secara tepat dan benar, 18) mengadakan kerja

sama yang baik dengan kepala ruang rawat inap lain, seluruh kepala seksi,

kepala bidang, kepala instansi, dan kepala UPF di rumah sakit, dan 19)

menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik antara petugas, pasien

dan keluarganya, sehingga memberi ketenangan.

c. Melaksanakan fungsi pengawasan, pengendalian dan penelitian, meliputi : 1)

mengawasi dan menilai pelaksanaan asuhan keperawatan yang telah

ditentukan, 2) melaksanakan penilaian terhadap upaya peningkatan

pengetahuan dan keterampilan di bidang perawatan, 3) melaksanakan penilaian

dan mencantumkan ke dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai

(DP3) bagi pelaksana keperawatan dan tenaga lain di ruang yang berada di

bawah tanggung jawabnya untuk berbagai kepentingan (naik

pangkat/golongan, melanjutkan sekolah), 4) mengawasi dan mengendalikan

pendayagunaan peralatan perawatan serta obat–obatan secara efektif dan

efisien, mengawasi pelaksanaan sistem pencatatan dan pelaporan kegiatan

asuhan keperawatan serta mencatat kegiatan lain di ruang rawat.

2. Kepemimpinan

2.1 Pengertian Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah hubungan antara pemimpin dan pengikut dimana

pemimpin mempengaruhi pengikut atau pihak lain atau bawahannya untuk

bekerjasama sukarela dalam mengerjakan tugas-tugas yang berhubungan dengan

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Chapter II(1)

tugasnya untuk mencapai hal-hal yang diinginkan oleh pimpinan (Ali, 2010).

Menurut Gillies (1994), mendefinisikan kepemimpinan berdasarkan kata kerjanya,

yaitu to lead, yang mempunyai arti beragam, seperti untuk memandu (to guide),

untuk menjalankan dalam arah tertentu (to run in a specific direction), untuk

mengarahkan (to direct), berjalan di depan (to go at the head of), menjadi yang

pertama (to be first), membuka permainan (to open play), dan cenderung ke hasil

yang pasti (to tend toward a definite result).

Gardner dikutip dari Marquis dan Huston (2010) mendefinisikan

kepemimpinan sebagai proses persuasif dan peneladanan oleh individu (atau tim

kepemimpinan) yang mempengaruhi suatu kelompok untuk mengikuti arahan

pimpinan atau diberikan oleh pimpinan kepada bawahannya. Merton dikutip dari

Swanburg (2000) menguraikan kepemimpinan sebagai suatu transaksi masyarakat

dimana seseorang anggota mempengaruhi yang lainnya. Ia menyatakan bahwa

lebih baik bila seseorang dengan posisi sedang berkuasa mengkombinasikan

antara kekuasaan dan kepemimpinan untuk membantu organisasi dalam mencapai

tujuan. Merton menguraikan kepemimpinan yang efektif akan memenuhi empat

keadaan yaitu : 1) Seseorang akan mengerti apabila menerima suatu komunikasi,

2) Orang ini mempunyai pedoman apa yang harus dilakukan yang diminta dalam

komunikasi tersebut, 3) Orang ini percaya bahwa perilaku yang diminta adalah

sesuai dengan kehendak perorangan dengan nilai yang baik, 4) Orang ini percaya

bahwa hal itu sesuai dengan tujuan organisasi.

McGregor dikutip dari Swanburg (2000) menyatakan ada empat variabel

besar untuk memahami kepemimpinan : 1) karakter pimpinan, 2) sikap,

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Chapter II(1)

kebutuhan, dan karakteristik lainnya dari bawahan, 3) karakteristik dari

organisasi, seperti tujuan, strukur organisasi, keadaan organisasi yang akan

dibentuk, dan 4) keadaan sosial, ekonomi, dan politik lingkungan. McGregor

menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan hubungan yang sangat kompleks

yang selalu berubah dengan waktu seperti perubahan yang terjadi pada

manajemen, serikat kerja atau kekuatan dari luar.

Berdasarkan penjelasan di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa

kepemimpinan adalah kegiatan memimpin yang pada hakikatnya meliputi suatu

hubungan antara yang antara pemimpin dan yang dipimpin agar mau bekerja ke

arah pencapaian tujuan tertentu.

2.2 Teori Kepemimpinan

a. Teori Sifat (The Great Man Theory)

Teori ini menekankan bahwa setiap orang adalah pemimpin (pemimpin

dibawa sejak lahir bukan didapatkan) dan mereka mempunyai karakteristik

tertentu yang membuat mereka lebih baik dari yang lain, teori ini disebut “Great

Man Theory”. Banyak penelitian tentang riwayat kehidupan Great Man Theory,

tetapi menurut teori kontemporer, kepemimpinan seseorang dapat dikembangkan

bukan hanya dari pembawaan sejak lahir, dimana teori ini mengabaikan atau

pengaruh dari siapa yang mengasuh, situasi, dan lingkungan lainnya (Marquis &

Huston, 2010). The Great Man Theory dari filsuf Aristotle, menyatakan bahwa

beberapa orang dilahirkan untuk menjadi pemimpin, sedangkan orang lain

dilahirkan untuk dipimpin. Teori sifat menyatakan bahwa beberapa orang

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Chapter II(1)

memiliki karakteristik atau sifat individu tertentu yang membuat mereka

memimpin lebih baik daripada yang lainnya (Marquis dan Huston, 2010).

Swanburg (2000) menyatakan ciri-ciri pemimpin menurut teori sifat adalah

a) Inteligensi : sifat bawaan berkaitan dengan kecerdasan, termasuk pengetahuan,

menentukan sesuatu dan kelancaran berbicara. Menyadari bahwa pengetahuan

dan kompetensi dalam pekerjaan tertentu adalah salah satu faktor terpenting

dalam keefektifan pemimpin. Pemimpin kompeten mempunyai kekuatan istimewa

apabila dipakai untuk mengilhami bawahan untuk mengatasi penampilannya. b)

Kepribadian : sifat bawaan dalam kepribadian seperti mudah menyesuaikan diri,

mempunyai keyakinan diri, kreatif, dan bisa menyatukan diri adalah merupakan

sifat pemimpin yang efektif. Pemimpin adalah seseorang yang efektif dan

mengetahui bagaimana memotivasi para pegawai untuk mencapai tujuan dari

organisasi dan c) Kemampuan : seorang pemimpin mempunyai cukup

kepopuleran, wibawa dan keterampilan diri untuk dipakai sebagai simbol dalam

menyampaikan segala sesuatu, dan bisa pula menanamkan kesatuan dengan secara

mendalam diantara anggota-anggota dari suatu sistem organisasi.

b. Teori Perilaku (Behaviour Theory)

Kepemimpinan dapat dipelajari berdasarkan pola–pola kelakuan para

pemimpin. Seorang pemimpin tidak berkelakuan sama ataupun melakukan

kegiatan yang identik dengan seorang pemimpin yang lainnya dalam suatu situasi

yang sama (Winardi, 2000). Nursalam (2009) menyatakan bahwa teori perilaku

lebih menekankan pada apa yang dilakukan pemimpin dan bagaimana seorang

manajer menjalankan fungsinya. Perilaku sering dilihat sebagai suatu rentang dari

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Chapter II(1)

sebuah perilaku otoriter ke demokratis atau dari fokus suatu produksi ke fokus

pegawai. Vestal dikutip dari Nursalam (2009) menyatakan teori perilaku

dinamakan dengan gaya kepemimpinan seorang manajer dalam satu organisasi.

Bersamaan dengan berkembangnya teori kepemimpinan, para peneliti mulai

menekankan pada apa yang telah pemimpin lakukan (gaya kepemimpinan). Lewin

(1951) dan White & Lippitt (1960) mengeluarkan terobosan baru yaitu

memisahkan gaya kepemimpinan menjadi otoriter, demokratis dan Laissez-faire

(Gillies, 1994).

McGregor menyatakan bahwa setiap manusia merupakan kehidupan

individu secara keseluruhan yang mengadakan interaksi inividu dengan

lingkungannya. Apa yang terjadi dengan orang tersebut merupakan akibat dari

perilaku orang lain. Sikap dan emosi orang lain mempengaruh orang tersebut.

Bawahan sangat tergantung pada atasan dan berkeinginan untuk diberlakukan

adil. Suatu hubungan akan berhasil apabila dihendaki kedua pihak, juga

tergantung pada prakarsa yang diambil atasan (Swanburg, 2000).

2.3 Gaya Kepemimpinan

Gaya kepemimpinan adalah sekumpulan ciri yang digunakan untuk

mempengaruhi bawahan agar sasaran organisasi tercapai atau dapat pula

dikatakan gaya kepemimpinan adalah pola perilaku dan strategi yang disukai dan

sering diterapkan oleh seorang pemimpin. Gaya kepemimpinan merupakan pola

menyeluruh dari tindakan seorang pemimpin, baik yang tampak maupun tidak

tampak oleh bawahannya. Gaya kepemimpinan menggambarkan kombinasi yang

konsisten dari falsafah, keterampilan, sifat dan sikap yang mendasari perilaku

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Chapter II(1)

seseorang (Rivai, 2003). Gaya kepemimpinan adalah adanya pendekatan yang

dapat digunakan untuk memahami suksesnya kepemimpinan dimana lebih

memusatkan perhatian apa yang dilakukan oleh pemimpin tersebut (Winardi,

2000). Berdasarkan uraian di atas peneliti menyimpulkan bahwa gaya

kepemimpinan adalah sekumpulan pola perilaku yang dimiliki oleh seorang

pemimpin dalam mempengaruhi perilaku orang lain.

Gillies (1994) mengatakan gaya kepemimpinan berdasarkan wewenang dan

kekuasaan dibedakan menjadi empat yaitu : otoriter, demokratis, partisipatif dan

bebas tindak atau Laissez–Faire.

Gaya kepemimpinan otoriter adalah gaya seorang pemimpin yang

berorientasi pada tugas, menggunakan jabatan kekuasaan posisi dan kekuasaan

dalam memimpin, mempertahankan tanggung jawab untuk semua perencanaan

tujuan dan pembuatan keputusan serta memotivasi bawahan dengan menggunakan

penghargaan (reward) dan kesalahan (punishment) (Gillies, 1994).

Gaya kepemimpinan demokratis merupakan kepemimpinan yang

menghargai sifat dan kemampuan setiap staf. Membuat rencana dan pengontrolan

dalam penerapannya informasi diberikan seluas - luasnya dan terbuka (Nursalam,

2007). Gaya kepemimpinan ini menggunakan kekuatan pribadi dan kekuatan

jabata untuk menarik gagasan dari para pegawai dan memotivasi anggota

kelompok untuk menentukan tujuan sendiri, mengembangkan rencana dan

mengontrol praktek mereka sendiri (Gillies, 1994).

Gaya kepemimpinan partisipatif merupakan gabungan antara otoriter dan

demokratis, yaitu pemimpin yang menyampaikan hasil analisis masalah dan

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Chapter II(1)

kemudian mengusulkan tindakan tersebut kepada bawahannya. Staf diminta saran

dan kritiknya serta mempertimbangkan respon staf terhadap usulannya, dan

keputusan akhir ada pada kelompok (Nursalam, 2007).

Gaya kepemimpinan Laissez–Faire atau bebas tindak merupakan pimpinan

offisial dimana pemimpin melepaskan tanggung jawabnya, karyawan menentukan

sendiri kegiatan tanpa pengarahan, supervisi dan koordinasi dan memaksa mereka

untuk merencanakan, melakukan, dan menilai pekerjaan mereka yang menurut

mereka tepat (Gillies, 1994).

Berbagai jenis kepemimpinan yang tersebut memiliki kelebihan dan

kelemahan. Semua gaya kepemimpinan dapat dipilih untuk digunakan tergantung

dari situasi dan kondisi yang ada (Suyanto, 2009). Implementasi gaya

kepemimpinan lebih didasarkan pada situasi kondisi serta kemampuan dari

seluruh anggota yang ada dalam organisasi. Pemilihan tipe kepemimpinan yang

terbaik untuk sebuah situasi yang ada sangat dipengaruhi oleh berbagai banyak

faktor, antara lain kesulitan atau kompleksitas tugas yang diberikan, banyaknya

waktu yang tersedia untuk penyelesaian tugas, ukuran kelompok kerja, pola

komunikasi dalam kelompok, latarbelakang pendidikan dan pengalaman, dan

kebutuhan akan kebebasan, informasi dan prestasi (Tannenbaum & Schmit dikutip

dari Arwani, 2006).

3. Manajemen Konflik

3.1 Defenisi Konflik

Deutsch dikutip dari Monica (1998) mendefinisikan konflik sebagai suatu

perselisihan atau perjuangan yang timbul akibat terjadinya ancaman

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Chapter II(1)

keseimbangan antara perasaan, pikiran, hasrat, dan perilaku seseorang. Konflik

terjadi akibat adanya pertentangan pada situasi keseimbangan yang terjadi pada

diri individu ataupun pada tatanan yang lebih luas, seperti antar–individu, antar-

kelompok, atau antar–masyarakat (Arwani, 2006). Marquis & Huston (2010)

mendefinisikan konflik sebagai perselisihan internal atau ekternal akibat adanya

perbedaan gagasan, nilai, atau perasaan antara dua orang atau lebih.

Walton dalam Winardi (2001) mengatakan konflik timbul apabila terdapat

ketidaksesuaian paham pada sebuah situasi sosial mengenai persoalan-persoalan

substansi dan atau antagonisme emosional. Konflik-konflik substansi biasanya

berpusat pada ketidakcocokan dengan tujuan-tujuan dan alat-alat. Konflik-konflik

emosional mencakup perasaan marah, ketidaksenangan, perasaan takut,

penolakan, dan benturan-benturan kepribadian.

Berdasarkan uraian di atas peneliti menyimpulkan bahwa konflik adalah

suatu kondisi yang ditimbulkan karena adanya perbedaan pendapat atau perbedaan

cara pandang antara individu yang saling berinteraksi yang dimulai dari dalam

individu itu sendiri, antarkelompok dan antarorganisasi.

3.2 Kategori Konflik

Marquis & Huston (2010) mengatakan ada tiga kategori konflik yang utama

: intrapersonal, interpersonal, dan interkelompok. (1) Konflik intrapersonal :

konflik yang terjadi pada individu sendiri. Keadaan ini merupakan masalah

internal untuk mengklarifikasi nilai dan keinginan dan konflik yang terjadi. Hal

ini sering dimanifestasikan sebagai akibat dari kompetensi peran (Nursalam,

2009). Bagi manajer, konflik intrapersonal dapat disebabkan oleh berbagai area

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Chapter II(1)

tanggung jawab yang terkait dengan peran manajemen (Marquis & Huston, 2010).

(2) Konflik interpersonal : konflik terjadi antara dua orang atau lebih dimana nilai,

tujuan dan keyakinan berbeda. Konflik ini sering terjadi karena seseorang secara

konstan berinteraksi dengan orang lain, sehingga ditemukan perbedaan–perbedaan

(Nursalam, 2009). Ruang lingkup ini sangat tidak terbatas, konflik bisa terjadi

antara atasan dengan bawahan secara individu dalam suatu perusahaan (Bachtiar,

2004). (3) Konflik interkelompok : konflik yang terjadi antara dua atau lebih dari

kelompok orang, departemen, atau organisasi. Sumber konflik ini adalah

hambatan dalam mencapai kekuasaan dan otoritas (kualitas jasa layanan), serta

keterbatasan prasarana (Marquis & Huston, 2010). Konflik interkelompok

menyebabkan tugas koordinasi dan integrasi kegiatan-kegiatan tugas menjadi sulit

(Winardi, 2007).

3.3 Penyebab Konflik

Konflik dapat terjadi karena manusia mempunyai sifat yang terbagi dalam

kuadran yaitu : (1) dominasi (dominance), sifat yang paling mendasar dalam diri

manusia yang dapat menimbulkan konflik. Dominasi muncul karena manusia

ingin mempertahankan kehidupan pribadi dan sosialnya dimata orang lain atau

ingin menguasai orang lain agar menuruti keinginannya yang tujuannya untuk

mencapai kepuasan diri. (2) Kepengaruhan (persuasiveness), hal ini terjadi jika

seseorang berusaha mempengaruhi orang lain agar mau menuruti apa yang

dipengaruhkan kepadanya, jika pengaruh tersebut membawa dampak negatif pada

dirinya maka akan terjadi konflik. (3) Keteguhan hati (steadiness), merupakan

cerminan sikap egois dalam diri manusia, yang bila bersentuhan dengan

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Chapter II(1)

kepentingan dan harga diri manusia lain bisa menimbulkan konflik dan (4)

kepatuhan (compliance), diartikan sebagai kepatuhan seseorang terhadap nilai-

nilai dan aturan-aturan yang berlaku di lingkungannya. Jika ada karyawan yang

tidak patuh sedangkan karyawan yang lain sudah patuh akan memicu timbulnya

konflik (Bachtiar, 2004).

Beberapa alasan yang paling umun yang menyebabkan terjadinya konflik di

lingkungan kerja yaitu : kompetisi diantara kelompok, beban kerja yang

meningkat, peran ganda, ancaman identitas profesional dan lingkungan, ancaman

keamanan dan keselamatan, sumber daya yang kurang, budaya yang berbeda, dan

kondisi ruangan (Tappen, 2004).

Arwani (2006) mengatakan banyak faktor yang menyebabkan terjadinya

konflik diantaranya perilaku yang menentang, stress, kondisi ruangan,

kewenangan dokter-perawat, keyakinan, ekslusifisme, kekaburan tugas,

kekurangan sumber daya, proses perubahan, imbalan dan masalah komunikasi.

Berikut ini uraian faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya konflik tersebut :

a. Perilaku menentang, sebagai bentuk dari ancaman terhadap suatu dialog, dapat

menimbulkan gangguan protokol penerimaan untuk berinteraksi dengan orang

lain. Perilaku ini dapat berupa verbal dan nonverbal. Terdapat tiga macam

perilaku menentang, yaitu : competitive bomber yang dicirikan perilaku yang

mudah menolak, menggerutu dan menggumam, mudah untuk tidak masuk

kerja, dan merusak secara agresif yang disengaja. Tipe perilaku menentang

kedua adalah martyred acomodation, yang ditunjukkan dengan penggunaan

kepatuhan semu atau palsu dan kemampuan bekerjasama dengan orang lain,

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Chapter II(1)

namun sambil melakukan ejekan dan hinaan. Tipe perilaku menentang ketiga

adalah avoider, yang ditunjukkan dengan pengghindaran kesepakatan yang

telah dibuat dan menolak untuk berpartisipasi.

b. Banyaknya stressor yang muncul dalam lingkungan kerja seseorang

menimbulkan terjadinya stress. Stres dapat mengakibatkan tekanan fisik

maupun tekanan mental hal ini akan mudah memicu terjadinya konflik.

c. Kondisi ruangan yang terlalu sempit atau tidak kondusif untuk melakukan

kegiatan–kegiatan rutin dapat memicu terjadinya konflik. Hal yang

memperburuk keadaan dalam ruangan dapat berupa hubungan yang monoton

atau konstan diantara individu yang terlibat di dalamnya, terlalu banyaknya

pengunjung pasien dalam suatu ruangan atau bangsal mampu memperparah

kondisi ruangan yang mengakibatkan terjadinya konflik.

d. Kewenangan dokter–perawat yang berlebihan dan tidak saling mengindahkan

usulan–usulan di antara mereka, juga dapat mengakibatkan munculnya

konflik. Dokter yang tidak mau menerima umpan balik dari perawat, atau

perawat yang merasa tidak acuh dengan saran–saran dari dokter untuk

kesembuhan klien yang dirawatnya, dapat memperkeruh suasana.

e. Perbedaan nilai atau keyakinan antara satu orang lain dengan yang lainnya

dapat menyebabkan terjadinya konflik. Perawat begitu percaya dengan

persepsinya tentang pendapat kliennya sehingga menjadi tidak yakin dengan

pendapat yang diusulkan oleh profesi atau tim kesehatan lainnya. Keadaan ini

akan semakin kompleks jika perbedaan keyakinan, nilai, dan persepsi telah

melibatkan pihak di luar tim kesehatan yaitu keluarga pasien.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Chapter II(1)

f. Ekslusifisme yaitu adanya pemikiran bahwa kelompok tertentu memiliki

kemampuan yang lebih dibandingkan kelompok lain.

g. Kekaburan tugas atau peran ganda yang disandang seseorang (perawat) dalam

bangsal keperawatan sering mengakibatkan konflik. Seorang perawat yang

berperan lebih dari satu peran pada waktu yang hampir bersamaan masih

merupakan fenomena yang jamak ditemukan dalam tatanan pelayanan

kesehatan baik di rumah sakit maupun komunitas.

h. Kekurangan sumber daya manusia sering memicu terjadinya persaingan yang

tidak sehat dalam suatu tatanan organisasi.

i. Proses perubahan yang terlalu cepat atau proses perubahan yang terlalu lambat

dapat memunculkan konflik. Individu yang tidak siap dengan perubahan

memandang perubahan sebagai suatu ancaman.

j. Imbalan jika dikaitkan dengan pembagian yang tidak merata antara satu orang

dengan orang lain dapat menyebabkan munculnya konflik. Pemberian imbalan

yang tidak didasarkan atas pertimbangan profesioanal sering menimbulkan

masalah yang pada akhirnya menimbukan suatu konflik.

k. Masalah komunikasi, penyampaian informasi yang tidak seimbang, hanya

orang tertentu yang diajak berbicara oleh manajer, penggunaan bahasa yang

tidak efektif, dan penggunaan media yang tidak tepat sering berujung

terjadinya konflik.

3.4 Proses Konflik

Proses konflik ada enam tahapan yaitu : pertama, kondisi yang mendahului,

konflik yang dipersepsi, konflik yang dirasakan, perilaku yang dinyatakan,

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Chapter II(1)

penyelesaian atau penekanan konflik, dan penyelesaian akibat konflik (Filley

dikutip dari Monica 1998). Kondisi yang mendahului merupakan penyebab

terjadinya konflik (tahap kedua). Kondisi yang ada di antara pihak yang terlibat

atau di dalam diri dapat menyebabkan terjadinya konflik. Tahapan ketiga konflik

akan dipersepsikan adalah konflik intelektual dan sering melibatkan isu serta

peran. Konflik ini dikenali secara logis dan tidak melibatkan perasaan orang lain

yang terlibat konflik. Konflik yang dirasakan ketika konflik melibatkan emosi.

Emosi yang dirasakan antara lain rasa bermusuhan, takut, tidak percaya dan

marah. Konflik ini mungkin juga dipersepsikan bukan dirasakan, karena orang

juga dapat merasakan konflik tetapi tidak mengetahui masalahnya (Marquis &

Huston, 2010). Pada tahapan keempat konflik akan dimanifestasikan ataupun ada

perilaku yang dinyatakan seperti agresif, pasif, asersif, persaingan, debat, atau

beberapa individu memecahkan konflik. Langkah selanjutnya (tahap lima) yang

dilakukan terhadap terjadinya konflik adalah perilaku untuk menyelesaikan atau

menekan konflik tersebut. Perilaku tersebut dapat berupa perjanjian di antara yang

terlibat atau kadang melakukan tindakan penaklukan salah satu pihak. Suatu

penyelesaian masalah dengan cara memuaskan semua orang yang terlibat di

dalamnya dengan prinsip win–win solution. Pada tahap terakhir dalam proses

konflik adalah akibat konflik. Konflik akan selalu menimbulkan dampak negatif

dan positif. Jika konflik dikelola secara baik, orang yang terlibat di dalam konflik

akan percaya ia akan diberlakukan secara adil. Jika konflik tidak terselesaikan

akan menimbulkan konflik yang lebih besar dari konflik yang utama (Nursalam,

2009).

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Chapter II(1)

3.5 Strategi Penyelesaian Konflik

Seorang pemimpin bertugas mengenali manajemen konflik atau strategi

penyelesaian masalah yang paling tepat untuk setiap situasi. Pilihan strategi yang

tepat tergantung pada banyak variabel, misalnya situasi itu sendiri, kekuatan atau

status pihak yang terlibat dan kedewasaan orang yang terlibat dalam konflik

(Marquis & Huston, 2010). Ada beberapa strategi yang digunakan dalam

penyelesain konflik yaitu kompromi atau negosiasi, kompetisi, akomodasi,

smoothing, menghindar, dan kolaborasi (Nursalam, 2009).

a. Kompromi atau negosiasi : suatu strategi penyelesaian konflik dimana semua

yang terlibat saling menyadari dan sepakat pada keinginan bersama.

Penyelesaian strategi ini sering diartikan sebagai lose–lose situation kedua

unsur yang terlibat menyepakati hal yang telah dibuat (Nursalam, 2009).

Kompromi bekerja menuju kepuasan parsial, semua pihak mencari sebuah

solusi yang dapat diterima dan bukan yang optimal dengan demikian tidak ada

pihak yang menang maupun kalah secara mutlak (Winardi, 2007). Strategi ini

dapat dilakukan ketika tujuan-tujuannya penting, ketika pihak lawan dengan

persamaan kekuasaan sepakat untuk mencapai tujuan bersama. Strategi ini

dapat dilakukan dengan tujuannya untuk mencapai penyelesaian sementara

untuk isu-isu yang kompleks, untuk mencapai solusi yang bijaksana, dan

sebagai cadangan ketika gaya kolaborasi dan kompetisi tidak berhasil (Rivai,

2003).

b. Kompetisi : strategi ini dapat diartikan sebagai win–lose penyelesaian konflik.

Penyelesaian ini menekankan bahwa hanya ada satu orang atau kelompok yang

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Chapter II(1)

menang tanpa mempertimbangkan yang kalah. Akibat negatif dari strategi ini

adalah kemarahan putus asa dan keinginan untuk memperbaiki di masa

mendatang (Nursalam, 2009). Strategi ini sering digunakan apabila keputusan-

keputusan cepat dan desisif diperlukan sekali misalnya dalam situasi darurat

dan persoalan-persoalan penting (Rivai, 2003).

c. Akomodasi : strategi ini digunakan untuk memfasilitasi dan memberikan

wadah untuk menampung keinginan pihak yang terlibat konflik. Dengan cara

ini dimungkinkan terjadi peningkatan kerjasama dan pengumpulan data–data

yang akurat dan signifikan untuk pengambilan suatu kesepakatan bersama

(Arwani & Supriyanto, 2006). Strategi ini bertujuan untuk memelihara

kerjasama, membangun penghargaan sosial bagi isu-isu berikutnya,

meminimalkan kerugian, keharmonisan dan stabilitas dipandang lebih penting,

dan memberi kesempatan kepada bawahan berkembang dengan belajar dari

kesalahan (Rivai, 2003)

d. Smoothing : strategi ini sering digunakan manajer agar seseorang

mengakomodasikan atau bekerjasama dengan pihak lain. Smoothing terjadi

ketika satu pihak dalam konflik berupaya untuk memuji pihak lain atau

berfokus pada hal yang disetujui bersama, bukan pada perbedaan. Pendekatan

ini tepat digunakan pada perselisihan yang kecil (Marquis & Huston, 2010).

e. Menghindar : semua pihak yang terlibat dalam konflik menyadari masalah

yang dihadapi tetapi memilih untuk menghindar atau tidak menyelesaikan

masalah (Nursalam, 2009). Strategi ini biasanya dipilih jika isu tidak gawat

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Chapter II(1)

atau bila kerusakan yang potensial tidak akan terjadi dan lebih banyak

menguntungkan (Swanburg, 2000).

f. Kolaborasi : strategi ini merupakan strategi win–win solution, dalam kolaborasi

kedua belah pihak menentukan tujuan bersama dan bekerja sama dalam

mencapai suatu tujuan, karena keduanya meyakini akan tercapainya suatu

tujuan yang telah ditetapkan dan masing–masing pihak yang terlibat

meyakininya (Nursalam, 2009).

4. Gambaran Umum RSUP H. Adam Malik Medan

4.1 Sejarah Singkat RSUP H. Adam Malik Medan

Pada tahun 1990, RSUP H. Adam Malik merupakan rumah sakit umum

kelas A sesuai dengan SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VII/1990. Tahun 1991,

diangkat sebagai Rumah Sakit Pendidikan sesuai dengan SK Menkes

No.502/Menkes/SK/IX/1991. RSUP H. Adam Malik juga sebagai pusat rujukan

wilayah Pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, Nanggroe Aceh

Darussalam, Sumatera Barat dan Riau.

RSUP H. Adam Malik mulai berfungsi sejak tanggal 17 Juni 1991 dengan

pelayanan rawat jalan sedangkan untuk pelayanan rawat inap baru dimulai tanggal

2 Mei 1992. Pada tanggal 11 Januari 1993 secara resmi Pusat Pendidikan Fakultas

Kedokteran USU Medan dipindahkan ke RSUP H. Adam Malik sebagai tanda

dimulainya Soft Opening. Kemudian diresmikan oleh Bapak Presiden RI pada

tanggal 21 Juli 1993.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan NO. 280/KMK.05/2007

dan Surat Keputusan Menteri Kesehatan dengan NO. 756/Menkes/SK/VI/2007

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Chapter II(1)

tepatnya pada Juni 2007 RSUP H. Adam Malik telah berubah status menjadi

Badan Layanan Umum (BLU) bertahap dengan tetap mengikuti pengarahan-

pengarahan yang diberikan oleh Ditjen Yanmed dan Departemen Keuangan untuk

perubahan status menjadi BLU (Badan Layanan Umum) Penuh.

Untuk mewujudkan hal ini pemberdayaan dan kemandirian instalasi dan

SMF (Satuan Medis Fungsional) sehingga produktif dan efisien, dan dilakukan

penyesuaian Organisasi yang didukung oleh Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia nomor 244/Menkes/Per/III/2008 tentang Organisasi dan tata

kerja RSUP H. Adam Malik Medan tanggal 11 Maret 2008.

RSUP H. Adam Malik adalah unit pelaksana teknis di lingkungan

Departemen Kesehatan yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada

Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan, wajib

melaksanakan Sistem Pelaporan Rumah Sakit. Sistem Pelaporan Rumah Sakit

sangat ditentukan oleh Sistem Pencatatan Data yang dilakukan di masing-masing

unit kerja.

4.2 Visi dan Misi RSUP H. Adam Malik Medan

Visi RSUP H. Adam Malik adalah “Menjadi pusat rujukan pelayanan

kesehatan pendidikan dan penelitian yang mandiri dan unggul di Sumatera tahun

2015”.

Visi tersebut diwujudkan melalui Misi RSUP H. Adam Malik yaitu :

1. Melaksanakan pelayanan kesehatan yang paripurna, bermutu dan terjangkau.

2. Melaksanakan pendidikan, pelatihan serta penelitian kesehatan yang

profesional.

Universitas Sumatera Utara

Page 21: Chapter II(1)

3. Melaksanakan kegiatan pelayanan dengan prinsip efektif, efisien, akuntabel

dan mandiri.

4.3 Kedudukan

RSUP H. Adam Malik adalah unit pelaksana teknis di lingkungan

Departemen Kesehatan yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada

Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan. RSUP H. Adam

Malik dipimpin oleh seorang kepala yang disebut direktur utama.

4.4 Tugas Pokok

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 244/MENKES/PER/III/2008

tanggal 11 Maret 2008 tentang organisasi dan tata kerja RSUP H. Adam Malik

Medan mempunyai tugas untuk menyelenggarakan upaya penyembuhan dan

pemulihan secara paripurna, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan

pengembangan secara serasi, terpadu dan berkesinambungan dengan upaya

peningkatan kesehatan lainnya serta melaksanakan upaya rujukan.

4.5 Fungsi

Dalam melaksanakan tugas RSUP H. Adam Malik Medan

menyelenggarakan fungsi : pelayanan medis, pelayanan dan asuhan keperawatan,

penunjang medis dan non medis, pengelolaan sumber daya manusia, pendidikan

dan penelitian secara terpadu dalam bidang profesi kedokteran dan pendidikan

kedokteran berkelanjutan, pendidikan dan pelatihan di bidang kesehatan lainnya,

penelitian dan pengembangan, pelayanan rujukan, dan administrasi umum dan

keuangan.

Universitas Sumatera Utara

Page 22: Chapter II(1)

4.6 Struktur Organisasi

Struktur Organisasi RSUP H. Adam Malik berdasarkan Surat Keputusan

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 244/MENKES/PER/III/2008 tanggal 11

Maret 2008 sebagai berikut :

Susunan organisasi RS PPK BLU adalah sebagai berikut :

1. Direktorat Medik dan Keperawatan

2. Direktorat Sumber Daya Manusia dan Pendidikan

3. Direktorat Keuangan

4. Direktorat Umum dan Operasional

5. Unit-unit Non Struktural

Setiap direktorat dipimpin oleh direktur yang berada di bawah dan bertanggung

jawab kepada direktur utama.

4.7 Gambaran Umum Instalasi Rawat Inap Terpadu A (Rindu A)

Direktorat medik dan keperawatan yang terdiri dari bidang pelayanan

medik, bidang pelayanan keperawatan, bidang pelayanan penunjang, kelompok

jabatan fungsional, dan instalasi. Instalasi terdiri dari instalasi rawat jalan,

instalasi rawat gawat darurat, instalasi rawat inap terpadu A dan instalasi rawat

inap terpadu B. Instalasi rawat inap terpadu A terdiri dari 7 ruang rawat inap yaitu

RA-1 khusus penyakit dalam/interna wanita, RA-2 khusus penyakit dalam/interna

pria, RA-3 khusus penyakit paru, RA-4 terbagi dua yaitu RA-4N khusus penyakit

neurologi dan RA-4BS untuk pasien khusus bedah saraf, RA-5 khusus THT dan

mulut dan RA-6 VIP A. Setiap ruangan dipimpin oleh seorang kepala yang

disebut kepala ruangan.

Universitas Sumatera Utara