Chapter 6 Lengkap TAK godfrey

47
LO. 1 THREE MAIN INCOME AND CAPITAL MEASUREMENT SYSTEMS 1. HISTORICAL COST ACCOUNTING Seperti yang telah kita pelajari pada bab-bab sebelumnya mengenai sejarah studi akuntansi dimana pada mulanya, studi akuntansi hanya terfokus pada masalah teknis seperti dalam hal pencatatan dan pelaporan atas sebuah kegiatan ekonomi yang terjadi seiring adanya ekspansi perdagangan yang semakin luas. Perubahan sedikit terjadi dengan adanya sistem double-entry pada akuntansi yang dipelopori oleh Pacioli. Sistem historical cost kemudian muncul dan mulai digunakan pada prinsip akuntansi setelah Wall Street Collapse pada 1929 yakni di puncak pergejolakkan pada era revolusi industry dimana era itu terjadi di Amerika dan dikenal dengan peristiwa Great Depression. Sistem historical cost ini merupakan sebuah sistematis fundamental sebagai platform dalam mengukur modal dan menghitung pendapatan pada tahun 1930-an dengan menggunakan sistem cost-matching. 2. CURRENT COST ACCOUNTING Di era 1960-an beberapa alternatif baru sistem penilaian bermunculan dan dikembangkan berdasarkan historical cost sebagai fundamental sistem akuntansi yakni: a. Pengukuran penggunaan sumber daya dan penilaian modal berdasarkan pada harga beli sekarang atau yang biasa disebut current buying price. Terdapat 2 dasar pada sistem ini yakni: financial capital yang menjadi dasar konsep dari sistem yang diterapkan oleh Edwards-Bell dan physical capital.

description

TAK godfrey chapter 6

Transcript of Chapter 6 Lengkap TAK godfrey

LO. 1 THREE MAIN INCOME AND CAPITAL MEASUREMENT SYSTEMS1. HISTORICAL COST ACCOUNTINGSeperti yang telah kita pelajari pada bab-bab sebelumnya mengenai sejarah studi akuntansi dimana pada mulanya, studi akuntansi hanya terfokus pada masalah teknis seperti dalam hal pencatatan dan pelaporan atas sebuah kegiatan ekonomi yang terjadi seiring adanya ekspansi perdagangan yang semakin luas. Perubahan sedikit terjadi dengan adanya sistem double-entry pada akuntansi yang dipelopori oleh Pacioli. Sistem historical cost kemudian muncul dan mulai digunakan pada prinsip akuntansi setelah Wall Street Collapse pada 1929 yakni di puncak pergejolakkan pada era revolusi industry dimana era itu terjadi di Amerika dan dikenal dengan peristiwa Great Depression. Sistem historical cost ini merupakan sebuah sistematis fundamental sebagai platform dalam mengukur modal dan menghitung pendapatan pada tahun 1930-an dengan menggunakan sistem cost-matching.2. CURRENT COST ACCOUNTINGDi era 1960-an beberapa alternatif baru sistem penilaian bermunculan dan dikembangkan berdasarkan historical cost sebagai fundamental sistem akuntansi yakni:a. Pengukuran penggunaan sumber daya dan penilaian modal berdasarkan pada harga beli sekarang atau yang biasa disebut current buying price. Terdapat 2 dasar pada sistem ini yakni: financial capital yang menjadi dasar konsep dari sistem yang diterapkan oleh Edwards-Bell dan physical capital. b. Pengukuran dengan menggunakan harga jual sekarang atau dikenal dengan istilah current selling price3. EXIT PRICE ACCOUNTING

LO.2 HISTORICAL COST ACCOUNTING1. OBJECTIVES OF ACCOUNTINGFungsi dari informasi akuntansi dari waktu ke waktu menjadi lebih signifikan seiring dengan pertumbuhan perusahaan selama setengah abad terakhir. Informasi akuntansi dianggap menjadi sumber yang penting tentang perusahaan dikarenakan adanya pemisahan kepemilikan usaha, kontrol serta akuntabilitas perusahaan bisnis yang dapat dikatakan besar. Sehingga, hal ini menyebabkan adanya keterbatasan pemilik untuk dapat langsung mengontrol operasional dan kinerja perusahaan. Dapat kita simpulkan bahwa hal diatas menjelaskan mengenai salah satu fungsi informasi akuntansi yakni fungsi pelayanan (stewardship function) dimana laporan ditujukan pada pihak eksternal seperti pemilik dan pemegang saham untuk dapat menilai kinerja perusahaan. Dengan begitu, menjadi jelas dasar mengapa informasi akuntansi dalam beberapa dekade terakhir dianggap menjadi tujuan terpenting dari fungsi pelaporan.Nilai historis bertujuan untuk menekankan 'kontrak' konservatif mengenai hubungan antara perusahaan dan pihak penyedia sumber daya, maka berdasarkan hal tersebut pihak manajemen bertanggung jawab untuk memasukan aset operasi dan output pada nilai bersih dari ekuitas operasi. Dengan demikian kunci dari mekanisme komunikasi adalah laporan laba rugi atau income statement.Kritik pun bermunculan dari banyak pendukung fair value cost mengenai pendapat yang mengatakan bahwa laporan penghasilan berdasarkan konsep historical cost mengindahkan pengakuan perubahan nilai aktiva dan kewajiban. Sehingga konsep itu dianggap tidak relevan dan menghasilkan kebijakan dividen yang salah karena tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya terjadi.

2. CAPITAL AND PROFITHal yang pada mulanya harus diperhatikan entitas akuntansi dalam menentukan biaya historis adalah dengan mempertahankan jumlah modal yang sama yakni dengan mengurangkan aktiva dengan kewajiban di awal periode dimana penilaian atas semua aktiva dan kewajiban dilakukan berdasarkan biaya pembelian historis mereka. Dapat kita ambil benang merahnya yakni pendapatan merupakan kenaikan atas modal historical cost pada akhir periode akuntansi. Pendapatan dapat menjadi suatu indikator atau tolak ukur dalam menilai kinerja dan prestasi perusahaan dalam jangka waktu tertentu sedangkan biaya dapat dikatakan sebagai upaya yang telah dikeluarkan dalam hal kecocokan dengan historical cost dan efektifitas perusahaan berkorelasi dengan profit yang diterima. Dengan demikian, laporan keuangan menjadi sebuah elemen penting bagi perusahaan karena secara jelas mengungkapkan hasil dari kegiatan operasional bisnis perusahaan. Sebagai tambahan informasi, FASB dahulu menggunakan kata revenue-expense view dalam menjelaskan teori definisi dan perhitungan langsung atas pendapatan dan beban. Mengenai hal ini ada dua konsep fundamental yakni : matching of costs dan conservatism

3. MATCHING OF COSTS THEORYHal yang dapat dilakukan akuntan dalam rangka menentukan historical cost adalah dengan menentukan aliran biaya. Ini adalah cara lain untuk mengatakan bahwa akuntan menelusuri rekening transaksi bisnis. Menjadi bagian dari tugas seorang akuntan untuk tetap menelusuri pergerakan biaya dan melampirkannya pada pendapatan yang diterima saat mengalir melalui bisnis seiring dengan adanya pembelian yang dilakukan perusahaan.Dalam hal ini, seorang akuntan juga harus dapat menentukan biaya yang telah 'berakhir' dan menyocokkan dengan pendapatan dalam laporan laba rugi, serta biaya tetap 'belum berakhir' dan harus ditempatkan pada neraca sebagai sisa (asset yang tidak cocok). Teori pencocokan biaya terdapat pada laporan laba rugi.Berdasarkan perspektif historical cost maka dapat dilihat dari pendapatan di masa lampau lalu diadakan perbandingan dengan profit sehingga pada akhirnya kita dapat menentukan laba rugi.Dengan demikian, Matching cost berkorelasi dengan historical cost. Dalam hal ini untuk melihat historic dari akuntansi keuangan dari masa lampau sehingga dapat melihat apa yang sedang terjadi pada masa kini. Hubungan dengan historical cost ditujukan untuk mengetahui bahwa assets tersebut dapat didepresiasikan.

4. CONSERVATISMSelanjutnya adalah penerapan prosedur pencocokan konservatif. Dalam hal ini, beban harus dialokasikan sesegera mungkin, berbeda dengan pendapatan yang tidak harus diakui sampai ada kemungkinan besar bahwa pendapatan akan diterima. Berdasarkan hal diatas, terlihat ada indikasi bias terhadap pengakuan beban dan pengakuan pendapatan. Selain itu berdasarkan conservatism, jika terjadi kenaikan nilai dari asset maka tidak diakui. Sedangkan, jika ada penurunan terhadap nilai asset, sepeti harga pasar yang lebih murah, maka harus diakui. Dapat disimpulkan bahwa penghitungan profit berdasarkan prosedur diatas adalah cara yang konservatif.5. ARGUMENTS AND CRITICS5.1 ARGUMENTS FOR HISTORICAL COSTSeperti yang telah kita ketahui bahwa prinsip akuntansi dengan menggunakan sistem historical cost telah dikritik oleh banyak kritikus yang tidak sepaham dengan konsep yang diterapkan, terutama atas dasar bahwa konsep dari historical cost yang tidak merevaluasi nilai dari komponen asset dan liabilities yang diseseuaikan dengan nilai sekarang. Di sisi lainnya, pihak yang setuju dan menganut konsep ini memiliki counter argument mengenai alasan mereka menggunakan konsep historical cost, yakni sebagai berikut: a. Biaya historis relevan dalam hal pengambilan keputusan ekonomi. b. Biaya historis didasarkan pada keadaan aktual transaksi, bukan hanya transaksi yang mungkin terjadi sehingga bersifat lebih pasti.c. Laporan keuangan yang berdasarkan historical cost telah banyak ditemukan dan digunakan dalam beberapa dekade terakhir. d. Konsep yang terbaik untuk memahami bahwa laba merupakan selisih harga jual atas biaya historis. e. Akuntan harus menjaga integritas data mereka terhadap modifikasi internal.f. Bagaimana informasi itu berguna dimana laba berdasarkan biaya saat ini atau harga keluar (exit price)?g. Perubahan harga pasar dapat diungkapkan sebagai data pelengkap bukan digunakan sebagai data utama dalam proses pengolahan data.h. Ada bukti pendukung yang cukup untuk membenarkan akuntansi biaya historis.

5.2 CRITICS FOR HISTORICAL COSTS ACCOUNTING5.2.1 OBJECTIVE OF ACCOUNTINGTujuan dari historical cost adalah untuk memberikan informasi yang berguna dalam rangka pengambilan keputusan ekonomi yang akan diambil. Sehingga dalam konteks ini jelas bahwa historical cost memberikan informasi tentang fungsi atas manajemen perusahaan. Dilihat dari sisi lain hal ini adalah sebuah bentuk interpretasi tujuan yang relatif sempit walaupun merupakan sebuah hal yang penting. Dalam historisnya, peran lain dari akuntansi juga meliputi pemenuhan kebutuhan pengambilan kepuntusan pengguna. Maka, kritik bermunculan berdasarkan fakta bahwa laba yang dilaporkan dengan penggunaan konsep historical cost dianggap tidak relevan karena tidak menunjukkan nilai sebenarnya.

5.2.2 INFORMATION FOR DECISION MAKINGDalam hal pengambilan keputusan para kritikus menganggap bahwa historical cost dianggap tidak cukup untuk mengevaluasi bisnis. Sebagai contoh, saat asset diperoleh maka historical cost menunjukkan cost yang terjadi pada saat itu tetapi setelah itu hal tersebut sudah tidak lagi terjadi karena sudah lewat masanya. Dalam konsep historical cost, capital adalah investasi moneter yang bersifar original pada sebuah perusahaan tetap pada dasarnya capital itu sendiri bisa didefinisikan banyak cara yang dapat membantu pengambilan keputusan seperti purchasing power, kapabilitas operasi dari perusahaan, dan lainnya.Pelaporan atas profit berdasarkan konsep ini dirasakan oleh para kritikus tidak memiliki interpretasi yang bersifat prospektif terapi lebih retrospektif. Selain itu, dengan menggunakan historical cost, kita akan overstates yang kita dapatkan karena kita tidak memperhatikan faktor-faktor lainnya seperti inflasi. Hal ini menyebabkan akan ada overstatement atas profit yang pada akhirnya membuat pengambilan keputusan menjadi tidak benar dan relevan.

5.2.2 BASIS OF HISTORICAL COSTAsumsi going concern dianggap menjadi salah satu pembenaran penggunaan historical cost. Dengan beranggapan bahwa kehidupan perusahaan tidak terbatas, sehingga harapan normal mengenai item non moneter akan terpenuhi. Dalam hal ini, inventory dapat diharapkan akan dijual, dan aktiva tidak lancar akan sepenuhnya digunakan dalam bisnis. Oleh karena itu, biaya historis aktiva, atau yang sebagian dialokasikan itu, adalah jumlah yang sesuai agar sesuai dengan pendapatan.

5.2.3 MATCHINGSelanjutnya, kita akan menemukan bahwa asumsi kelangsungan tidak menggaris bawahi penggunaan pada biaya historis berdasarkan pemeriksaan seksama pada teori konvensionalAgaknya, pada pelaporan adalah konsep biaya historis. Berdasarkan konsep pencocokan (matching), ketika pendapatan diperoleh, beban yang terjadi atau dikeluarkan atas pendapatan tersebut akan dicocokkan (offset) terhadap pendapatan untuk menghitung laba. Dalam hal ini TR-TC.Lebih jauhnya, Thomas berpendapat bahwa pernyataan tentang pencocokan, dan alokasi biaya tertentu, adalah 'hal yang tidak dapat diperbaiki', yaitu, mereka tidak mampu diverifikasi atau disangkal. Tidak ada cara untuk memilih salah satu metode yang sesuai dengan bukti empiris..5.2.4 NOTIONS OF INVESTOR NEEDSMunculnya berbagai kritik tentang historical cost menjadi sebuah hal yang tak asing lagi di telinga kita. Berikut ini adalah pendapat bahwa dalam menentukan laba berdasarkan historical cost dapat menyebabkan distorsi atau penyembunyian disclosures. Whitman dan Shubik dalam hal ini menyatakan pendapatnya bahwa masalah ini muncul karena tujuan dari akuntansi biaya konvensional historis salah untuk dipahami, bahwa :a. Akuntan memiliki pandangan naif, pandangan sederhana investor dan kebutuhan mereka.b. Akuntan menerima pandangan kebiasaan lama, fundamentalis kuno tentang bagaimana perusahaan dan sahamnya harus dianalisis.Ada perbedaan antara analisis pangsa pasar dan analisis perusahaan. Hal ini utamanya terdiri dari mencoba memahami cara berfikir investor. Pengikut perspektif ini tidak benar-benar memerhatikan tentang fakta-fakta perusahaan, tapi tentang psikologi pasar. Mereka tertarik pada apa yang disebut Keynes 'pendapat rata-rata berpendapat rata-rata'. Menurut Whitman dan Shubik, alasan untuk penekanan ini pada psikologi investor daripada kenyataan perusahaan bahwa :a. Investor biasanya memiliki sedikit pengetahuan tentang perusahaan, manajemen, kebijakan dan tujuan tersebut, peluang dan masalah.b. Investor sebagai pemegang saham mengambil peran pasif karena mereka tidak diposisi untuk dapat mengubah tujuan dari penggunaan sumber daya perusahaan c. Investor berurusan dengan marketable securities yang tinggi dan karena itu pergerakan keluar masuk dapat dilakukan dengan cepat dan seketika itu juga. d. Investor mengembangkan pandangan jangka pendek karena ekonomi investasi pangsa pasar diarahkan untuk tujuan itu

LO.3 CURRENT COST ACCOUNTING (CCA)1. OBJECTIVE OF CURRENT COST ACCOUNTINGCurrent cost system adalah system akuntansi dimana asset-aset perusahaan dinilai kembali dengan harga beli untuk asset yang sama di saat ini dan profit pun ditentukan dengan berbasis harga yang berlaku di pasar saat ini. Objektif dari CCA pun bergantung pada keputusan apakah yang dihadapi oleh manager perusahaan terkait. Untuk memberikan keputusan, manager pun dihadapi oleh masalah fundamental. Masalah fundamental ini merupakan bagaimana pengalokasian sumber daya perusahaan untuk mencapai profit yang maksimal, yang diantaranya adalah: Expansion problem banyaknya asset yang dimiliki oleh perusahaan Compositition problem bentuk dari asset tersebut (berbentuk fisik atau tidak) Financing problem pembiayaan atas asset-aset tersebutUntuk menghadapi masalah fundamental tersebut, para manager pun akan membuat keputusan yang berdasarkan ekspektasi mereka dimasa depan. Agar dapat memprediksi ekspektasi yang akurat, perusahaan pun perlu mengevaluasi serta menganalisa kembali data periode sebelumnya yang dikaitkan dengan ekspektasi yang dibuat di periode yang sama. Apabila hasil perbandingan tersebut sesuai antara ekspektasi dengan data yang terealisasi di periode yang saat itu, maka perusahaan bisa menggunakan asumsi atau pola yang sama untuk membentuk ekspektasi dimasa depan. Namun, apabila hasil dari perbandingan tersebut membuktikan adanya inkonsistensi antara data dan ekspektasi, maka di periode ini dan berikutnya, perusahaan perlu merevisi kembali asumsi-asumsi yang digunakan untuk membentuk ekspektasi yang akurat. Selain itu, pengguna informasi akuntansi untuk membuat keputusan tidak hanya manager tetapi juga oleh para pemegang saham ataupun pemilik modal. Oleh karena itu, terdapat dua tujuan dalam informasi akuntansi yaitu: 1) evaluasi oleh manager terhadap kejadian dimasa lalu yang dapat membantu mereka dalam membuat keputusan dimasa depan, dan 2) evaluasi atas manager untuk menilai performance perusahaan yang akan digunakan oleh pemegang saham dan pihak external lainnya.

2. CONCEPT OF BUSINESS PROFIT AND FINANCIAL CAPITALAda dua jenis keputusan yang mempengaruhi profit, yaitu keputusan untuk tetap memiliki asset maupun kewajiban atau melepaskannya (holding decision) dan keputusan operasional dimana terkait dengan menggunakan dan membiayai operasional perusahaan (operating decision). Edward dan Bell memiliki konsep profit yang dinamai business profit yang terdiri dari profit operasional saat ini (current operating profit) dan penghematan biaya yang diperoleh perusahaan yang bisa terealisasi (realizable cost savings).Current operating profit merupakan residual dari harga jual output saat ini dikurang dengan nilai harga beli input saat ini. Sementara, penghematan biaya yang diperoleh perusahaan merupakan naiknya biaya saat ini atas asset yang dimiliki oleh perusahaan. Business profit dihitung dengan real basis dimana elemen fiktif yang dapat merubah level harga pada umumnya, contohnya inflasi, telah dihilangkan. Sehingga business profit mencerminkan kombinasi atas operasional perusahaan dan perubahan nilai asetnya. Karena dalam penilaian asset diukur dengan harga beli saat ini, maka perlu dilakukan penyesuaian terhadap nilai-nilai kewajiban perusahaan agar sesuai dengan biaya yang berlaku saat ini sehingga informasi keuangan perusahaan di laporan keuangan benar-benar mencerminkan keadaan perusahaan dalam kondisi saat ini.

3. HOLDING GAINS AND LOSSESBentuk ataupun jenis asset dan kewajiban yang dimiliki oleh perusahaan merupakan salah satu strategi manajemen untuk memposisikan perusahaan di pasar. Hal ini disebabkan karena berbedanya jenis dan bentuk suatu asset serta kewajiban juga mempengaruhi perubahan nilai-nilai mereka seiring dengan bergantinya periode. Hal ini disebabkan karena pengaruh faktor revisi pengaturan penilaian kembali maupun faktor ekonomi yang dapat mempengaruhi kekayaan perusahaan.Dalam historical cost system, kenaikan biaya (gain) yang diperoleh perusahaan hanya bisa didapatkan saat perusahaan menjual asetnya dengan harga yang lebih tinggi dari harga beli asset tersebut. Hal ini menyulitkan untuk mengetahui apakah dengan keputusan manajemen untuk tetap memiliki asset tersebut telah berhasil kecuali saat asset tersebut dibeli dan dijual dalam periode yang sama. Selain itu, system ini juga memiliki kelemahan dalam membandingkan efisiensi antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Hal ini disebabkan karena nilai beban depresiasi yang berbeda apabila menggunakan current cost system. Dengan menyajikan informasi yang kurang tepat, maka penilaian efisiensi perusahaan juga tidak bisa diandalkan. Padahal seharusnya efisiensi operasional perusahaan dinilai dari nilai output yang dihasilkan dibandingkan dengan nilai input (asset) yang digunakan. Apabila menggunakan current cost yang menggunakan nilai saat ini, yang harusnya nilai asset lebih rendah karena ada faktor depresiasi asset tersebut, maka tingkat efisiensi perusahaan yang menggunakan current cost system lebih mencerminkan nilai sebenarnya.Dengan mengetahui secara spesifik komponen manakah yang mendominasi jumlah profit perusahaan karena adanya pemisahan antara holding gains/losses dan hasil operasional perusahaan, manager pun dapat membuat keputusan untuk masa depan lebih baik.

4. WHY HOLDING GAINS IS PART OF PROFIT?Suatu perusahaan yang diuntungkan dengan naiknya harga atas suatu asset karena perusahaan telah melakukan penghematan pengeluaran kas untuk membeli atau acquire asset tersebut di masa lalu. Apabila menggunakan konsep opportunity cost, maka penghematan yang telah didapat perusahaan merupakan opportunity gain. Karena, apabila perusahaan membeli asset tersebut saat ini maka perusahaan harus membayar lebih mahal. Sedangkan, perusahaan telah membeli asset tersebut dimasa lalu dimana harganya lebih rendah dari harga beli asset yang sama saat ini.Holding gains juga mencerminkan cost saving yang artinya adalah penghematan yang didapat perusahaan. Karena apabila dibandingkan dengan perusahaan lain yang akan membeli asset tersebut sekarang, mereka akan mengeluarkan uang yang lebih untuk membayar kenaikan biaya belinya. Argument lainnya ialah dengan memasukkan holding gains sebagai bagian dari profit maka secara implisit terdapat informasi mengenai perubahan arus kas dimasa depan yang terkait dengan asset tersebut. Harga yang meningkat mencerminkan adanya refleksi kenaikan earning power nantinya.Revsines menyebutkan bahwa current cost profit merupakan indikator dari future cash flow. Ia pun menambahkan hubungan antara current cost profit dengan economic profit. Economic profit adalah perbedaan nilai revenue dari jual output dikurang dengan biaya input. Economic profit memiliki dua komponen yaitu expected profit dan unexpected profit. Expected profit adalah market rate of return dikalikan dengan beginning value of assets. Sehingga, expected profit mengukur arus kas yang bisa dilakukan oleh perusahaan dimasa depan, contohnya adalah current operating profit. Unexpected profit adalah kenaikan atau penurunan nilai asset yang dimiliki oleh perusahaan akibat dampak dari perubahan ekspektasi atas arus kas dimasa depan, contohnya adalah holding gains/losses. Komponen profit ini mengukur perubahan arus kas yang disebabkan oleh faktor lingkungan yang tidak bisa diprediksi diawal periode. Dalam teori ini disimpulkan, apabila pasar merupakan persaingan sempurna, maka current cost profit secara virtual identic dengan economic profit. Hal ini terjadi karena apabila pengusaha yang berbisnis di pasar persaingan sempurna, pengusaha tersebut tidak bisa mendapatkan profit yang lebih tinggi dari profit pasar karena penjual merupakan price taker. Sehingga, profit yang diterima oleh penjual dimasa sekarang akan secara virtual identik dengan economic profit.Dianggap nilai residual antara nilai diakhir periode dengan nilai diawal investasi merupakan pofit, sehingga holding gains merupakan bagian dari profit..

LO.4 FINANCIAL CAPITAL vs PHYSICAL CAPITALMenurut sistem akuntansi market value, perhitungan profit didasarkan pada pengukuran capital. Dalam current cost accounting ada dua fundamental yang menjelaskan beginning dan ending capitalfinancial concept dan physical concept. Jadi, apa perbedaan keduanya? Perbedaanya tidak terletak pada bagaimana kedua paradigma ini menilai, namun bagaimana kedua teori ini mendefinisikan capital dan bagaimana profit dihitung. Perbedaan paling mendasar adalah apakah holding gain (loss) dihitung dalam profit. Mari kita lihat ilustrasi berikut:Sebuah perusahaan mempunyai modal $1000 pada tanggal 1 Januari, dan langsung membelanjakan semua modalnya dengan membeli inventory sebanyak 100 buah dengan biaya masing-masing $10. Di tanggal 31 Januari, ia menjual semua inventory-nya dengan harga masing-masing $18. Pada hari penjualannya, current cost adalah $12 per satuannya. Diasumsikan ia membagikan dividen di akhir tahun. Berikut adalah perhitungan profit perusahaan menurut financial maupun physical view.FinancialPhysical

Sales revenue (100 x $18)$1800$1800

Cost of sales (100 x $12)(1200)(1200)

Current operating profit600600

Holding gan (100 x $2*)2000

Profit800600

Paid as dividends800600

*Holding gain = current cost cost of goods when purchased ($2 = $12 - $10)

1. IN SUPPORT OF FINANCIAL CAPITALPendukung teori ini berpendapat bahwa capital adalah physical unit yang menggambarkan kapabilitas operasi (operating capability) dari perusahaan.Dalam ilustrasi di atas, perusahaan harus mempertahankan jumlah capital-nya tetap 100 buah. Namun, akibat kenaikan harga di current cost sebanyak $2, maka perusahaan butuh tambahan $200 di akhir periode untuk tetap mempertahankan capitalnya. (current cost cost of goods when purchased = additional cost; $1200 - $1000 = $200). Bagi mereka, $200 hanyalah sebuah capital maintenance adjustment, bukan holding gain. Berikut ilustrasi untuk menjelaskan kasus tersebut:Beginning capital$1000

Purchase of 100 units (outflow of cash)- 1000

Sale of 100 units (inflow of cash)+1800

Needed at end to maintain capital (100 units x $12)1200

Profit for January600

Jika saja perusahaan membayar dividen sebanyak $800 (menurut perhitungan financial view), maka perusahaan hanya memiliki $1000 di akhir periode, yang mana di bulan Februari hanya dapat membeli 83 buah, akibatnya adalah naiknya harga. Disinilah, target perusahaan untuk tetap mempertahankan inventory-nya sebanyak 100 buah, gagal.Ada dua argumen mengapa kita harus memasukkan holding gain dalam profit, yaitu: Cost savings Memperlihatkan peningkatan pada future cashflow.Samuelson mengkritik argumen tersebut. Pertama, premi cost saving. Menurutnya, pemisahan antara holding activities dan operating activities tidak sesederhana yang dikemukakan oleh Edward dan Bell. Cost saving, adalah sebuah opportunity gain. Saat sebuah asset dibeli, biayanya termasuk dalam sunk cost yang tidak dapat dihindari walau dengan perilaku apapun. Pilihannya hanyalah pakai atau jual aset tersebut. Holding gain tidak seperti ini. Ia tidak diperoleh secara nyata, juga tidak terus ada (sangat bergantung pada fluktuasi harga di masa depan). Secara konsep, profit berhubungan dengan net cash flow, baik itu realized atau expected. Samuelson bingung mengapa cost saving adalah bagian dari profit padahal ia tidak termasuk realized cash flow maupun expected cash flow. Bila Edwards dan Bell bersikeras untuk memasukkan holding gain dalam profit, mengapa tidak menggunakan alternatif lain dalam cost saving, misalnya membeli asset X daripada asset Y, atau meminjam uang saat bunganya rendah?Kedua, premi memperlihatkan peningkatan pada future cashflow. Menurutnya, perubahan current cost dari non-current assetyang juga dipakai industri laintidak menyatakan adanya perubahan pada present value cash flow dari penjualan produk perusahaan. Bila diilustrasikan, misalnya industri A mengalami kenaikan penjualan, dan ia harus membeli lebih banyak non-current asset X, yang lalu menaikkan harga X. Ini bukan berarti penjualan di masa mendatang industri Bindustri yang juga menggunakan non-current asset Xakan lebih tinggi. Itulah mengapa Samuelson menentang dimasukkannya holding gain dalam perhitungan profit. Ia pendukung financial capital view.Physical capital maintenance didasarkan pada teori alokasi sumber daya optimal (optimum resource allocation) dan pencapaian rate of return dari input.

1.1 MAJOR FEATURES OF THE PHYSICAL CAPACITY SYSTEM1.1.1 CAPITAL MAINTENANCESistem current cost didasarkan pada entity concept bahwa perusahaan harus mempertahankan operating capabilitynya. Bila tidak ada perubahan teknologi, maka capital maintenance mengharuskan jumlah net asset awal harus dipertahankan. Ini dilakukan dengan cara menyesuaikan penggunaan resource dengan melihat current buying prices, dan memastikan general purchasing value dari monetary items tetap. Ini untuk menentukan seberapa besar harga maksimum yang disetujui perusahaan untuk membeli input dan seberapa kecil harga minimum yang disetujui perusahaan untuk menjual output untuk mempertahankan continuity.Sistem ini juga didasarkan pada konsep ekonomi tentang analisis marginal di pasar factor produksi. Perubahan permintaan dan penawaran di pasar, akan mempengaruhi harga di pasar factor produksi. Maka itu, perusahaan harus menyesuaikan kegiatan operasionalnya untuk memanfaatkan perubahan harga ini menjadi competitive advantage maupun peningkatan efisiensi.Logika ekonomi menyatakan bahwa efiesiensi optimum terjadi saat jumlah output tertentu berhasil diproduksi dengan minimum opportunity cost. Misalnya, jika upah (variable cost) meningkat, maka ia akan mengurangi pekerja. Bila harga pasar bangunan (fixed cost) meningkat, maka ia akan menjual bangunannya dan pindah ke tempat yang cost nya lebih rendah. Current buying price adalah cara termudah mengetahui opportunity cost di factor maket.

1.2 VALUATION PRINCIPLE1.2.1 NON MONETARY ITEMSBarang moneter dan non-moneter mempunyai efek dan risiko yang berbeda saat inflasi. Barang moneter secara nominal tidak berubah saat terjadi inflasi, karena disajikan dalam jumlah dolar yang tetap. Sedangkan barang non-moneter akan disesuaikan sesuai dengan jumlah permintaan dan penawaran di pasar dalam bentuk nominal dolar.Di Balance Sheet, asset non-moneter akan dinilai berdasarkan current costnya. Bisa dengan menggunakan current buying prices, indeks, atau service potential. Untuk asset yang terdepresiasi, value nya dihitung dengan mengurangi current cost dengan akumulasi depresiasinya. Saat barang non-moneter di restate, maka penyesuaian akan dicatat di Current Cost Reserve di bagian equity dalam balance sheet. Namun, bila penurunanhasil restatemenyebabkan penurunan permanen dalam operating capability perusahaan, maka langsung dibuat penyesuaian di lajur debit di income statement.

1.2.2 MONETARY ITEMS AND LOAN CAPITALAset moneter disajikan dalam jumlah saat mereka pertama dibeli dan mengalami penurunan dalam purchasing power. Sedangkan kewajiban moneter dinilai dalam jumlah yang diekspektasikan untuk dibayar, dan menunjukkan peningkatan di purchasing power.Item moneter dibagi ke dalam 2 komponen; yang pertama adalah didasarkan oleh entity concept dan semua monetary items yang bukan loan capital. Gain atau loss dari monetary item harus dihitung sesuai dengan index dari perubahan current cost. Bila indeks tertentu tidak cocok dipakai, bisa menggunakan general price index.Current cost operating system didasarkan pada entity concept. Semua sumber financing perusahaan baik yang utang, bonds, shareholders equity, membentuk dasar modal perusahaan. Gain dan loss dari loan capital dihitung untuk melihat pemegang saham mana yang diuntungkan saat perusahaan menggunakan long-term loan capital sebagai sumber pendanaan. Karena perhitungan ini berdampak langsung pada pemegang saham, maka perhitungannya harus menggunakan general price index. Jika monetary liabilities melebihi monetary assetnya, maka kelebihannya akan digunakan untuk mendanai non-monetary asset daan diperlakukan seperti loan capital.

1.2.3 NON MONETARY ASSET BOUGHT AND SOLD ON THE SAME MARKETSaham dan marketable commodities lain seperti emas, perak, dan apapun yang di hold dengan tujuan spekulatif, dijual dan dibeli dalam pasar yang sama. Monetary asset ini tidak menambah operating capability maupun digunakan untuk kegiatan produksi. Mereka di-hold untuk dijual lagi dengan tujuan untuk memperoleh gain. Namun, operating capability perusahaan ditentukan dari kemampuan reinvenstment asset tersebut. Kemampuan ini tidak berubah jika market price berbanding lurus dengan inflasi. Tetapi, jika nilai dari asset meningkat lebih besar daripada inflasi, operating capablility juga akan meningkat.

2. ARGUMENTS FOR AND AGAINST CURRENT COST2.1 ARGUMENTS FOR CURRENT COST2.1.1 RECOGNITION PRINCIPLEPendukung historical cost accounting setuju bahwa current cost accounting menyalahi konsep konservatif akuntansi; bahwa profit hanya boleh diakui saat aset dijual. Namun current cost accounting tepat untuk financial view, karena mereka mengakui unrealized holding gain. Pendukung teori ini juga berpendapat bahwa unrealized holding gain menggambarkan adanya free movement, dan harus diakui bila mempengaruhi harga. Teoris physical capital juga mengemukakan bahwa perusahaan cenderung menggunakan non-current asset ketimbang menjualnya, maka itu perubahan harga pasar untuk asset ini menjadi irrelevan dalam menentukan profit.Apakah holding gain menentukan pendapatan atau penyesuaian terhadap revaluasi masih menjadi perdebatan. Historical cost dan physical capital tidak setuju adanya pengakuan holding gain, di sisi lain Edward dan Bell bersikeras bahwa holding gain ini menentukan profit dan maka itu, harus diakui.

2.1.2 OBJECTIVITY OF CURRENT COSTCurrent cost accounting dianggap kurang karena kebanyakan current cost yang digunakan tidak didasarkan pada transaksi yang sebenarnya dialami perusahaan. Objektivitas adalah relatifnamun pertanyaannya, apakah current cost telah memenuhi standar minimun objektivitas di akuntansi.Untuk barang yang harga pasarnya mudah didapatkan, objektivitasnya akan mudah juga diterima oleh para akuntan. Misalnya, current cost untuk raw material akan lebih objektif, dibandingkan menghitung flow dengan metode LIFO dan FIFO. Karena untuk perusahaan besar, hampir tidak mungkin untuk mengukur alur historical cost. Karena kerumitan itulah dibuat sebuah assumed flow yang tidak sesuai dengan actual flow. Ini bertentangan dengan current cost yang menilai ending inventory menurut harga berlaku, dan cost of sales menurut current cost saat asset dijual.Mencari tahu current cost dari non-current asset adalah hal yang sulit. Untuk beberapa asset seperti kendaraan dan peralatan kantor, current cost bisa didapat dari dealer barang bekas. Namun, untuk non current asset yang harga pasarnya sulit didapatkan, maka appraisals dan penggunakan index number akan dilakukan. Ini menimbulkan penilaian subjektif, dan banyak akuntan yang tidak dapat menerima kekurangan current cost disini.

2.1.3 TECHNOLOGICAL CHANGECurrent operating profit adalah indikasi bahwa perusahaan membuat kontribusi jangka panjang yang positif terhadap perekonomian, dan proses produksinya efektif. Ini dikarenakan current operating profit dihitung menurut physical capital maintenance. Perusahaan dianggap mempunyai kemampuan untuk mendapatkan long-term profit dengan kondisi produktivitas yang sekarang.Current cost accounting dikritik akibat tidak memperhatikan faktor teknologi. Jika operasional di masa mendatang akan menggunakan metode berbeda, maka operating profit yang diperoleh di masa sekarang bukanlah indicator yang tepat untuk mengukur operating profit di masa mendatang (Lemke).Mesin baru juga akan mengubah biaya produksi, bahwa harga mesin yang lama harus disesuaikan (Revsine). Ini karena terdapat cross-elasticity antara permintaan mesin baru dan lama. Saat dilakukan adjustment, harga mesin lama akan mencerminkan perubahan teknologi, sebab, saat mesin baru digunakan, harga mesin lama akan turun, yang mana itu menunjukkan efisiensinya yang lebih rendah.

2.2 CRITICS AGAINST CURRENT COST2.2.1 ADVOCATES OF HISTORICAL COSTPara pengikut teori historical cost menentang current cost system karena dianggap tidak mengikuti prinsip realisasi yang tradisional. Argument mereka adalah untuk melakukan penilaian dalam kenaikan harga asset pada saat ini tidak mudah karena kesubjektifan mengukur kenaikan harga dari asset tersebut pada saat ini. Karena asset yang dibeli adalah dengan harga pada saat itu, sehingga harga yang berlaku saat ini untuk asset yang sama dianggap tidak relevan untuk menilai profit yang diterima oleh perusahaan. Maka, cara alternative untuk menilai asset dengan harga saat ini adalah dengan menggunakan harga apabila perusahaan akan membeli asset baru yang sama untuk menggantikan asset lama (replacement cost). Hanya dalam menentukan profit dari perbedaan harga ini, perlu dihitung kembali biaya depresiasi yang ditanggung perusahaan, output yang dihasilkan oleh asset baru tersebut, dan biaya maintenance dari asset baru. Tetapi, counterargument yang diberikan adalah hasil profit yang diterima perusahaan dengan cara tersebut adalah nilai yang belum terealisasi.

2.2.2 COMPARISON OF THE RESULTS WITH HISTORICAL COSTTabel perbandingan pendapatan menurut historical cost dan current costHistorical cost (nominal dollars) (in billion)Historical cost (constant dollars) (in billion)Current cost (nominal dollars) (in billion)

Profits from continuing operations (before taxes)$ 172$120$107

Taxes737373

Profit from continuing operations994734

Sumber: Accounting Theory 7th Edition, Godfrey, et al.Dari tabel diatas, ditunjukkan bahwa adanya perbedaan signifikan antara profit menurut historical cost dan current cost. Menurut system Edward and Bell, profit US$ 99 menurut perhitungan historical cost disebabkan oleh adanya unrealized holding gains. Hasil profit tersebut sebenarnya ada dua komponen didalamnya, yaitu: 1) profit yang berasal dari operations sejumlah US$ 34 milyar dan 2) profit yang berasal dari holding gains sebesar US$ 65 milyar. Profit yang lebih rendah dengan menggunakan current cost disebabkan karena nilai beban depresiasi lebih tinggi yang ditanggung oleh perusahaan.Perbedaan profit yang cukup tinggi antara system historical cost dan current cost akan dialami oleh perusahaan-perusahaan yang bernaung di industry dengan modal fisik yang tinggi.

2.2.3 ADVOCATES OF EXIT PRICEPara pendukung system exit price beranggapan bahwa cost merupakan opportunity cost yang dihadapi perusahaan. Sehingga, seharusnya cost yang diperhitungkan adalah harga jual asset yang telah dimiliki atau tetap melanjutkan penggunaan asset tersebut, bukan harga beli asset baru karena asset tersebut sudah dimiliki oleh perusahaan. Jadi, harga asset baru tersebut menjadi tidak relevan dan harga jual asset tersebutlah yang relevan (exit price). Isu lainnya adalah depresiasi backlog yang merupakan tambahan beban depresiasi disaat nilai suatu asset dinilai kembali karena dianggap bahwa beban depresiasi yang sebelumnya tidak berlaku lagi. Hal ini akan menjadi isu karena perubahan pada beban depresiasi tentu akan berpengaruh kepada nilai profit yang diperoleh oleh perusahaan.Pendukung exit price juga berpendapat bahwa current cost system memiliki ketidakseragaman sifat dari nilai-nilainya karena ada banyak metode yang digunakan pada praktik penghitungan asset. Mereka juga menganggap bahwa informasi dari current cost tidak relevan dengan keputusan untuk berinvestasi karena nilai tersebut tidak fokus pada kemampuan perusahaan untuk menggunakan sumber daya keuangannya dalam beradaptasi dengan lingkungannya.Selain itu, Sterling juga berargumen bahwa profit berdasarkan modal fisik memiliki kelemahan. Menurutnya, profit dari modal tersebut hanya signifikan apabila kondisi yang perusahaan hadapi adalah kondisi yang secara terus-menerus menggantikan unit-unit yang identik, kondisi dimana biaya terus naik, melakukan jual beli di pasar yang berbeda, dan kondisi dimana perusahaan secara seluruhnya berinvestasi pada output yang bisa dihitung secara fisik.

LO. 5 EXIT PRICE ACCOUNTING1. INCOME AND CAPITALExit Price Accounting adalah suatu sistem akuntansi yang menggunakan harga jual pasar untuk mengukur posisi keuangan dan kinerja keuangan dari suatu perusahaan. Terdapat dua perbedaan dari historical cost accounting, yaitu: Nilai dari aset non-moneter disesuaikan untuk mengukur perubahan harga jual pasar aset tersebut dan disertakan ke Income sebagai Unrealised Gains. Perubahan pada purchasing power of money akan dijadikan salah satu pertimbangan untuk mengukur financial capital dan hasil operasi perusahaan.Aset di balance sheet ditampilkan dalam harga jual sehingga merefleksikan nilai yang sebenarnya dari aset tersebut (fair market value). Income Statement merepresentasikan laba atau rugi dari operasi dan juga keuntungan, yang sudah disesuakan dengan inflasi, dari memegang suatu aset (holding gains). Jadi, profit diukur dengan konsep Comprehensive yang mengukur perubahan riil dari nilai semua element di ekuitas dan merupakan clean surplus accounting.

2. OBJECTIVE OF ACCOUNTINGTujuan utama dari Exit Price Accounting adalah membantu user untuk membuat suatu keputusan yang adaptif. Perilaku adaptif ini berhubungan dengan usaha perusahaan untuk terus melakukan penyesuaian dengan lingkungan bisnis agar bisa terus bertahan di dalam bisnis tersebut. Asumsinya adalah dunia bisnis bersifat dinamis dan bisnis harus beradaptasi agar tidak tertinggal. Semua pihak termasuk investor tertarik pada cash equivalent bisnis tersebut.Harga jual (selling price) dapat menunjukkan kemampuan perusahaan untuk masuk ke pasar dengan kas (asetnya) untuk tujuan beradaptasi dengan kondisi terkini. Penunjang teori ini menyatakan bahwa menggunakan harga jual bukan disebabkan ekspektasi bahwa perusahaan akan menjual asetnya, melainkan karena harga pasar yang dapat menunjukkan cash equivalent dari aset perusahaan.Ketika perusahaan akan membeli suatu non-current asset, mereka akan mengurangi kemampuan mereka untuk beradaptasi. Perusahaan akan mempertahankan non-current asset mereka apabila present value of future net cash flow dari aset lebih besar dari present value of expected net cash flow dari investasi alternatif yang seharga exit value dari aset tersebut. Ini merupakan konsep opportunity cost yang juga memerlukan selling price sebagai dasar penilaian.Kesimpulannya, perilaku adapatif perusahaan tidak dapat tercerminkan dengan menggunakan harga beli atau historical cost dari aset melainkan dengan menggunakan harga jual (selling price).

3. ARGUMENTS FOR EXIT PRICE ACCOUNTING3.1 PROVIDING USEFUL INFORMATIONConventional Accounting Principle Based yang berdasarkan pada historical cost berpotensial untuk memberikan laporan keuangan yang salah dan tidak memberikan manfaat untuk para shareholder yang menggunakannya untuk membuat suatu keputusan. Alasannya adalah mereka tidak dapat mengerti current value dari aset suatu perusahaan yang asetnya mereka pegang dan juga mereka tidak diuntungkan karena tidak memiliki informasi yang lebih banyak daripada insiders.Solusi idealnya adalah akuntan melaporkan semua keuntungan dan kerugian (profit and losses), dan values seperti yang terdapat pada pasar kompetitif. Marketable assets dilaporkan pada harga pasar (market price). Non-marketable, reproducible assets dilaporkan pada biaya ganti (replacement cost). Non-marketable, non-reproducible assets dilaporkan pada historical costs.

3.2 RELEVANT AND RELIABLE INFORMATIONPresent selling price merupakan informasi yang paling berguna dalam mengambil suatu keputusan. Contohnya pada pedagang gandum yang berada pada pasar sempurna dengan harga yang stabil. Dia dihadapkan pada pilihan-pilihan yaitu pilihan untuk masuk dan tetap di dalam pasar, pilihan untuk menahan asetnya baik dalam bentuk uang ataupun gandum, atau evaluasi atas keputusan sebelumnya.Informasi yang tersedia di pasar tersebut adalah expected future price gandum, expected future price alternatif lainnya, present selling price gandum, present buying price alternatif lainnya, harga saat evaluasi terakhir, kuantitas gandum dan uang pada evaluasi terakhir, dan present quantities. Jika dilihat maka informasi yang paling relevan dan reliable untuk pengambilan ketiga keputusan tersebut adalah present selling price gandum karena berhubungan dengan ketiga pilihan tadi. Maka dari itu sebaiknya laporan keuangan menggunakan present selling price (exit price).

3.3 ADDITIVITYAgar mendapatkan laporan keuangan yang berguna, semua elemen dalam laporan keuangan tidak boleh dilaporkan pada skala yang berbeda. Kita tidak dapat melaporkan liabilitas dalam historical cost, beberapa aset pada replacement cost, aset lainnya pada present value, dan yang lainnya pada cash equivalent dan tetap mendapatkan informasi yang berarti. Alasannya mudah, karena perbedaan skala membuat elemen tersebut seharusnya tidak boleh digabungkan karena perbedaan mendasar tersebut.

3.4 ALLOCATIONHistorical and current cost accounting sangat bergantung pada alokasi biaya untuk perhitungan aset dan penentuan profit. Salah satu keuntungan dari exit price accounting adalah laporan keuangannya bersifat allocation-free. Income Statement merupakan laporan arus masuk aset dan perubahan pada nilai akhir (exit values) pada aset dan liabilitas perusahaan tersebut pada periode tertentu. Profit menampilkan perubahan pada real purchasing power dari aset neto perusahaan.

3.5 REALITYExit price accounting menampilkan informasi dari dunia nyata karena semua elemennya merupakan nilai saat ini, pada harga nyata di pasar.3.6 OBJECTIVITYMenurut penelitian untuk objektifitas dan komparabilitas yang dilakukan pada 148 perusahaan, exit values memiliki dispersi (penyebaran atau deviasi) yang lebih rendah daripada carrying amounts. Alasan utamanya adalah carrying amount memerlukan estimasi terhadap umur aset dan nilai residunya.

3.7 A MEASURE OF RISKExit price dan perubahan yang terjadi terhadapnya dapat dijadikan indikasi risiko finansial untuk membeli aset. Ketika perusahaan membeli suatu aset dan exit value dari aset tersebut sangat berbeda dengan entry price, dapat dikatakan aset tersebut memiliki risiko yang tinggi. Informasi ini membuat pembelian aset tersebut harus untuk jangka waktu panjang sehingga nilai ekonomisnya nantinya akan tertutupi oleh value in use. Sebaliknya ketika exit price meningkat drastic maka opportunity cost pada aset tersebut meningkat sehingga harus dioperasikan lebih efisien.

4. ARGUMENTS AGAINST EXIT PRICE ACCOUNTING4.1 PROFIT CONCEPTProfit dikatakan sebagai suatu pengukuran atas performa dari hal yang awalnya direncanakan. Hanya ketika rencana telah dievaluasi profitnya baru perusahaan lantas memutuskan apakah rencana harus diubah atau tidak dan aset dijual atau dipertahankan. Akan tetapi, pengukuran exit price memerlukan suatu konsep profit yang mana rencana perusahaan hanya memaksimalkan cash equivalent dari net asset dalam jangka pendek. Jika perusahaan pada awalnya tidak merencanakan untuk memaksimalkan hal tersebut maka exit price tidak dapat mengukur performa atas perencanaan awal.Argumen yang menentang exit price menyatakan bahwa akuntansi harusnya menilai event yang telah terjadi daripada event yang mungkin terjadi apabila perusahaan melenceng dari perencanaan awal. Selain itu laporan keuangan berbasis exit price dianggap tidak realistis karena exit price hanya berguna ketika perusahaan dihadapkan dengan pilihan untuk melikuidasi asetnya. Akan tetapi, kenyataannya perusahaan jarang sekali dihadapkan pada pilihan melikuidasi asetnya tersebut sehingga informasi berbasis exit price dianggap tidak relevan dengan decision making pengguna laporan keuangan.

4.2 ADDITIVITYNilai yang tertera untuk suatu aset atas dasar exit price belum tentu akan menjadi nilai exercise aset tersebut. Alasannya adalah ketika memang perusahaan dipaksa untuk melikuidasi asetnya, harga aset tersebut akan jatuh daripada harga pasar. Contohnya adalah aset yang dijual cepat biasanya dijual dengan diskon yang besar agar cepat terjual. Oleh karena itu, perhitungan antisipatif tidak dapat dihindarkan untuk memastikan current cash equivalent yang sebenarnya. Hal tersebut bertentangan dengan prinsip pada exit price dimana agar objektif, perhitungan harus didasari atas kejadian di masa lalu dan sekarang. Maka, penghitungan antisipatif tidak boleh dimasukkan.Selain itu, exit price tidak memperhitungkan kemungkinan suatu aset dijual sebagai satu paket. Terdapat beberapa aset yang ketika dijual terpisah tidak semurah atau semahal ketika aset tersebut dijual sebagai satu kesatuan. Hal ini bisa disebabkan oleh eksternalitas positif ataupun negative. Maka dari itu, exit price belum tentu menggambarkan current cash equivalent yang sebenarnya karena tidak memasukkan unsur tersebut.

4.3 THE VALUATION OF LIABILITIESPada exit price accounting, obligasi harus dinyatakan pada face value daripada market value karena perusahaan hanya berhutang pada creditor sebesar apa yang tertera pada kontrak awal (face value). Padahal, menurut definisi dari pendukung exit price accounting, financial position mengindikasikan kemampuan perusahaan dalam melakukan transaksi. Artinya, obligasi seharusnya menggambarkan kemampuan perusahaan untuk masuk ke dalam pasar dan membeli obligasinya sendiri pada harga pasar.

4.4 CURRENT COST OR EXIT PRICEPendukung current cost menyatakan bahwa normalnya menggunakan entry price karena beberapa alasan yaitu : Menggunakan exit price akan membuat revaluasi yang terlalu berbeda dari normalnya (deviasi tinggi) saat akuisisi karena biasanya setelah pembelian, value akan turun drastis daripada biaya akuisisinya. Menggunakan exit price hanya untuk jangka waktu pendek karena hanya memperlihatkan nilai likuidasi suatu perusahaan. Profit pada exit price hanya menjelaskan bahwa perusahaan baik pada jangka pendek bukan pada jangka panjang. Menggunakan exit price untuk finished goods inventory mengarah pada antisipasi operating profit sebelum penjualan karena nilai inventori di atas current cost (maksudnya nilai inventori telah memasukkan unsur profit di dalamnya).

LO.6 VALUE IN USE VS VALUE IN EXCHANGESetiap barang memiliki value in use dan value in exchange. Perbedaan mengenai value in use dan value in exchange pertama kali dikemukakan oleh Adam Smith. Adam Smith mengatakan bahwa harga dan utilitas tidak dapat dihubungkan, karena harga berhubungan dengan faktor produksi sedangkan utilitas merupakan perspektif pengguna barang tersebut. Adam Smith mengatakan bahwa value in exchange suatu barang dapat jauh lebih tinggi dari value in use -nya. Solomons mempertahankan pendapatnya bahwa nilai kegunaan bagi pemilik barang merupakan pendekatan yang paling relevan, karena aset yang disimpan (tidak dijual) oleh pemiliknya pasti memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan dengan nilai jualnya (exit price). Hal ini berpengaruh besar untuk barang-barang yang jarang diperdagangkan (non-marketable), karena untuk barang seperti ini bisa saja nilai jual barang tersebut sangat murah karena tidak ada yang membutuhkan barang tersebut selain pemiliknya, padahal bagi pemiliknya barang tersebut sangat bermanfaat dan memiliki nilai utilitas tinggi. Pada intinya, perusahaan dapat menilai suatu aset dari nilai kegunaan dan manfaat yang diberikan barang tersebut kepada perusahaan ataupun dari nilai jual dan nilai sinergis yang didapat barang tersebut. Keduanya memiliki kegunaan yang berbeda dalam penggunaannya. Pendekatan value in use biasanya digunakan oleh perusahaan-perusahaan berbasis produksi, dimana perusahaan seperti ini tidak terlalu mementingkan likuiditas dan lebih fokus kepada arus kas di masa depan yang didapatkan dari proses produksi. Perusahaan seperti ini biasanya memiliki aset-aset yang spesifik untuk produksinya sehingga harga jual aset tersebut bisa saja sangat rendah. Yang diharapkan dari penggunaan pendekatan ini adalah mendapatkan efisiensi dari penggunaan aset yang dimiliki. Pendekatan value in exhange biasanya dari sudut pandang internal manajer suatu perusahaan yang membutuhkan likuiditas tinggi (perusahaan yang memiliki hutang, perusahaan yang memperdagangkan tradeable goods, dsb). Di perusahaan seperti ini, short-term performance lebih dipentingkan agar dapat beradaptasi dengan kondisi pasar saat ini.

LO.7 A GLOBAL PERSPECTIVE AND INTERNATIONAL FINANCIAL REPORTING STANDARDS1. CURRENT COSTSistem pengukuran, khususnya current cost, dalam akuntansi selalu berkembang. Di beberapa negara seperti United Kingdom, United States dan Australia, perkembangan sistem pengukuran tercermin dari perubahan standar-standar akuntansinya. Di bawah ini adalah penerapan sistem pengukuran di ketiga negara tersebut1.1 United StatesTahun 1976, SEC (Security and Exchange Commission) Amerika mengamandemen sebuah peraturan (ASR 190) yang menetapkan bahwa biaya penggantian (replacement cost) harus disertakan dalam laporan keuangan oleh perusahaan yang persediaan dan asset produktifnya berjumlah lebih dari US$ 100 juta atau 10% dari total asset. Tahun 1979, FASB memberhentikan ASR 190 tersebut dan mengeluarkan Statement 33 yang meminta perusahaan menyertakan data pendukung tentang akun-akun yang sudah disesuaikan dengan tingkat inflasi umum dan data sekarang. Informasi ini disertakan di dalam laporan keuangan yang akan tercermin dalam: Profit from continuing operations Current cost of inventory dan PPE di akhir periode Perubahan current cost dengan historical cost menggunakan basis dollar yang konstanTahun 1986 peraturan ini diperbaharui dengan Statement 89 dengan menwajibkan perusahaan untuk melakukan ini.FASB tidak menjelaskan apakah peraturan mereka lebih ke sudut pandang modal finansial atau sudut pandang modal fisik. Oleh karena itu, dalam Statement 33 perubahan current cost dengan historical cost lebih dikenal dengan penurunan atau peningkatan current cost, bukan holding gains (losses).

1.2 United KingdomTahun 1975, Sandilands Committee menerapkan sistem current cost. Hal ini dilakukan karena disadari bahwa untuk mencapai informasi yang diperlukan serta berguna untuk pengguna laporan keuangan harus dicapai dengan melakukan penilaian perkiraan benefit di masa depan dari asset bersih yang relevan dengan para pengguna laporan keuangan tersebut. Nilai dari asset tersebut disadari sebagai nilai dari bisnis itu sendiri. Berbeda dengan US, di UK mereka memasukkan holding gains (losses) ke dalam laporan keuangannya tetapi tidak masuk ke dalam perhitungan profit. Mereka menyadari bahwa holding gains (losses) mencerminkan kondisi ekonomi saat itu.Tahun 1980 Accounting Standards Committee (ASC) mengeluarkan SSAP 16 mengenai penerapan sistem pengukuran current cost. Pada awalnya SSAP 16 menyatakan bahwa data mengenai current cost merupakan data yang sifatnya supplementary, tetapi tahun 1985 hal ini dihapus dan dibuat sebagai sebuah kewajiban.

1.3 AustraliaTahun 1976 Statement of Provisional Accounting Standards (PSA) tentang Current cost Accounting dikeluarkan.Tahun 1978 peraturan ini diamandemen dan disertai dengan petunjuk pelaksanaan sistem ini. Ada pendapat bahwa sistem ini akan menghapuskan seluruh sistem historical cost di Australia. Namun, karena sistem ini ternyata tidak signifikan secara material mempengaruhi dalam pelaporan keungan serta adanya protes dari perusahaan dan orang pribadi maka dikeluarkanlah SAP 1 tahun 1983.Namun, Di SAP 1 ini dituliskan bahwa aturan untuk menyajikan data pelengkap tentang current cost sebagai tambahan untuk data historis ini strongly direkomendasikan dan bukan merupakan suatu requirement. Namun SAP 1 ini tidak diterapkan secara umum di Australia. Penggunaan current cost secara internasional pun mengalami perkembangan. Di bawah ini menjelaskan bagaimana IAS (International Accounting Standards) berkembang dengan isu current cost.Sejak tahun 2005, isu untuk menerapkan standar internasional di setiap negara di dunia telah beredar dan IASB membuat peraturan agar penggunaan sistem fair value measurement dilaksanakan dan sistemnya dibuat lebih umum daripada GAAP local setiap negara. Melalui IAS 39 Financial Instruments: Recognition and Measurement penggunaan sistem ini dapat dilakukan secara internasional. Fair value dalam IAS 39 (par 9) dan IFRS 3 Business Combination mendefinisikan fair value sebagai the amount for which an asset could be exchanged, or a liability settled, between knowledgable, willing parties in an arms length transaction. Dalam pasar yang aktif, fair value biasanya adalah harga transaksi saat itu dan jika tidak ada pasar aktif untuk asset tersebut, fair value dapat dicari menggunakan metode discounted cash flow, option pricing model, depreciated replacement cost, market indexes, dan appraisal value.Oleh karena itu, di bawah standar internasional, metode penghitungan fair value sangat bervariasi dan standar ini tidak memberikan anjuran untuk menggunakan metode yang mana yang paling baik. Di samping itu tidak pernah juga standar internasional menyatakan apakah aturan dalam IAS maupun IFRS untuk current cost didasari konsep pemeliharaan modal atau tidak sehingga tidak ada penerapan secara konsisten dalam sistem pengukuran yang berlandaskan perubahan modal.

2. HISTORICAL COSTHal yang paling mendasar yang pasti kita ketahui adalah historical cost itu lebih objektif dari current cost atau exit price. Current cost dan exit price mencerminka jumlah yang ingin dibayar sedangkan historical cost mencerminkan harga yang telah dibayar.Namun, banyak aplikasi dari penghitungan historical cost mengalami berbagai perdebatan. Di bawah ini beberapa isu mengenai perhitungan historical tersebut: Acquisition cost (current asset) sebagai historical cost bukan terdiri dari harga yang tercantum dalam nota pembelian asset, tetapi juga termasuk biaya-biaya yang diperlukan untuk menyiapkan barang tersebut hingga siap digunakan. Terkait hal ini banyak perdebatan yang berkisar tentang biaya yang seharusnya dikapitalisasi ke dalam acquisition cost dan masuk ke dalam asset itu sendiri dan mana biaya yang menjadi beban saja. Sebagai contoh, biaya-biaya untuk mempersiapkan inventory. Ada biaya seperti biaya penyimpanan, biaya rehandling dan beberapa biaya yang berhubungan langsung dengan pengadaan asset tersebut sebelum terjual. Berdasarkan IAS 2 hal ini harus dikeluarkan dari kapitalisasi asset tersebut namun, US Committee menyatakan bahwa biaya ini sungguh abnormal jika dikeluarkan dari kapitalisasi dan dijadikan beban dalam periode tersebut. Padahal sebenarnya biaya tersebut berhubungan langsung dengan pengadaan dari inventory itu. Isu besar akuntansi mengenai non-current asset tentang biaya mana yang harusnya dimasukkan ke dalam cost atau dikapitalisasi dalam asset IAS 36 tentang Impairment of Assets (non-current) yang menjelaskan tentang recoverable amount. Dalam IAS 36 recoverable amount adalah the higher of its fair value less costs to sell and it value in use, where fair value lest cost to sell is the amount obtainable from the sale of an asset or cash-generating unit in an arms length transaction between knowledgeable, willing parties, less the cost of disposal. Value in use is the present value of the future cash flows expected to be derived from an asset or cahs-generating unit. Recoverable amount nantinya akan dibandingkan dengan carrying amount dan selisih inilah yang disebut sebagai impairment. Jumlah ini akan mempengaruhi dan selalu memperbaiki melalui proses revaluasi nilai dari non-current asset. Antara perusahaan induk dan anak juga terdapat perdebatan mengenai pencatatan asetnya. Hal ini terkait dengan induk yang memiliki control tapi tidak 100% namun tidak mencatat peningkatan nilai dari asset anak secara 100% dan hanya sebesar porsi induk itu di perusahaan anak. Hal ini membingungkan karena sebenarnya perusahaan induk sudah memiliki control akan anak.

IAS 38 Intangible Assets juga mengharuskan seluruh biaya Research and Development untuk dibebankan saat terjadi kecuali biaya-biaya yang kegiatannya dapat dilaksanakan oleh perusahaan : Kemampuan teknis untuk menyiapkan asset agar available for sale Intensi untuk menyelesaikan asset dan menggunakan atau menjualnya Kemampuan untuk menjual dan menggunakan asset tersebut Demonstrasi bahwa asset akan menghasilkan future economic benefit Ketersediaan sumber teknis, financial, dan lainnya Kemampuan untuk mengukur secara wajar pengeluaran dalam pembangunan intangible asset ituSecara umum, standar internasional sudah banyak yang meninggalkan metode pengukuran historis (historical cost). Beberapa aturan dalam standar tersebut adalah: IAS 39 Financial Instrument: Measurement and Recognition IAS 36 Impairment of Assets IAS 19 Employee Benefits IASB menyadari bahwa isu sistem pengukuran sangat tidak diperhatikan dalam Framework sehingga tahun 2005 bersama dengan US FASB memberikan statement yang menyatakan bahwa hal pengukuran itu underdeveloped di antara Framework lainnya. Jenis pengukurannya konsisten yaitu historical cost, current cost, NRV, dan present value. Kedua framework baik US maupun internasional menyarankaan penggunaannya harus dilaksanakan namun tidak ada yang menyediakan petunjuk mana pengukuran yang lebih baik dan bagaimana cara memilihnya.

Di samping itu dalam IFRS ternyata penggunaan berbagai metode pengukuran ada dalam standarnya seperti dalam IAS 2, IAS 16, IAS, 17, IAS 19, IAS 29, IAS 36, IAS 37, dan IAS 40. Standar-standar tersebut menyarankan menggunakan metode yang berbeda-beda untuk setiap klasifikasi asset yang ada dalam laporan keuangan.Hal ini mencerminkan memang penggunaan internasional pun tidak konsisten atau terpaku kepada satu jenis pengukuran saja tetapi semua jenis pengukuran.