CB dr arif
-
Upload
abuuwais90 -
Category
Documents
-
view
44 -
download
6
description
Transcript of CB dr arif
IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap: Ny.N Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Jenis kelamin : Perempuan Pendidikan terakhir : SMP
Suku bangsa : Jawa Tanggal masuk : 03 Januari 2014
Tanggal lahir : 4 Oktober 1948, 66 Tahun Dokter yang memeriksa : dr. Arif Lianto Lie, SpPD
Alamat : Undaan, Kudus Status perkawinan : Janda
Agama : Islam No RM : 369510
A. ANAMNESIS
Diambil dari: Autoanamnesis Tanggal: 03 Januari 2014 Jam: 14:00 WIB
Keluhan utama:
Sesak nafas sejak 7 hari SMRS
Riwayat penyakit sekarang:
Sejak 7 hari yang lalu, os merasakan sesak nafas. Dada terasa sakit saat ingin menarik nafas.
Os mengaku sesak nafasnya sering terjadi saat dia lagi berbaring atau hendak tidur. sesak
nafas yang dialami os sampai mengganggu tidur os. Kadang-kadang, os terjaga dari tidur
karena berasa lemas karena sesak. Os memberitahu dia lebih enak tidur dengan bantal yang
ditinggikan. Os mengadu sejak sebulan yang lalu dia sering cepat lelah kalau beraktivitas,
dan mengambil waktu yang lama untuk menghilangkan lelahnya setelah habis beraktivitas.
4 hari SMRS, sesak nafas tetap tidak berkurang. Os mengadu kadang-kadang batuk. Badan
terasa lemas. Karena sesak nafasnya, os tidak banyak beraktivitas karena takut sesaknya
bertambah parah. BAB os ketika itu lancar dan os mengaku dia BAK Cuma sedikit-sedikit.
1 hari SMRS, sesak napas os bertambah berat. Os merasakan perut dan kedua tungkai
kakinya terasa membengkak. Perut yang mengembung yang dirasakan os menyebabkan dia
lebih sukar untuk bernafas. Pada hari tersebut, os mengadu dia tidak makan seharian karena
terasa mual.
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat darah tinggi disangkal
Riwayat kencing manis disangkal
Riwayat penyakit ginjal tidak diketahui
Riwayat penyakit hati tidak diketahui
Riwayat keluarga
Dalam keluar os, ibu os meninggal karena penyakit jantung. Riwayat penyakit lain
seperti ginjal, hati dan kencing manis tidak diketahui oleh pasien.
RIWAYAT HIDUP
Riwayat Kelahiran
Tempat lahir : Di rumah
Ditolong oleh : Dukun
Persalinan : Spontan
Riwayat Imunisasi
- Hepatitis
- BCG
- Campak
- DPT
- Polio
- Tetanus
Riwayat Makanan
Frekuensi/Hari : 3 kali
Jumlah/Hari : 1 porsi
Variasi/Hari :
- Pagi : nasi, tempe dan tahu goreng
- Siang dan malam : nasi, telur, ikan, sayur bening
Nafsu makan : Kurang baik
Gangguan pencernaan : Tidak ada
Pekerjaan
Jenis : Ibu Rumah Tangga
Lain-lain : Os biasanya melakukan pekerjaan membereskan rumah
setiap harinya.
Kebiasaan
( - ) Merokok ( - ) Jamu
( - ) Kopi ( - ) Obat
( - ) Teh ( - ) Alkohol
Keadaan sosial ekonomi
Keuangan : Ada masalah
Pekerjaan : Tidak ada masalah
Keluarga : Tidak ada masalah
Lain-lain : Tidak ada
B. PEMERIKSAAN JASMANI
Keadaan Umum : compos mentis
Tinggi badan : 147 cm
Berat badan : 46 kg
IMT : 21,29 kg/m2 (normal)
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 120 kali / menit, regular, melemah
Suhu : 37°C (aksila)
Pernapasan :28 kali / menit
Keadaan umum : Tampak lemas
Sianosis : Tidak ada
Edema umum : Ada (kedua tungkai bawah)
Kulit
Warna kuning langsat, tidak ada jaringan parut, ikterus (-), lembab, suhu raba normal.
Kepala
Normocephal, wajah simetris, edema (-), distribusi rambut merata, warna rambut putih.
Mata
Edema palpebra -/-, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor dengan
diameter 3mm, refleks cahaya langsung dan tidak langsung +/+
Telinga
Liang telinga lapang, tidak ada serumen, tidak ada perdarahan, nyeri tekan paranasal (-)
Hidung
Bentuk hidung simetris, nafas cuping hidung (+), septum deviasi (-), sekret (-)
Mulut
Mukosa bibir lembab, tidak sianosis, Pursed lips (-)
Tonsil T1 – T1 tenang
Faring tidak hiperemis
Lidah tidak ada deviasi, tidak kotor
Papil lidah atrofi (-)
Leher
Tekanan vena jugularis (JVP) : 5+1cmH2O
Kelenjar tiroid : tidak teraba membesar
Kelenjar limfe : tidak teraba membesar
Trakea : letak di tengah
Dada
Bentuk : Simetris, sela iga melebar kanan dan kiri
Pembuluh darah : Spider nevi (-)
Lesi kulit : lesi (-)
Buah dada : Simetris
Paru-paru
Pemeriksaa
n
Paru Depan Belakang
Inspeksi Kanan
Kiri
Simetris saat statis dan dinamis
Simetris saat statis dan dinamis
Jenis pernapasan torako-
abdominal
Simetris saat statis dan dinamis
Simetris saat statis dan dinamis
Jenis pernapasan torako-
abdominal
Palpasi Kanan
Kiri
- Tidak ada benjolan
- Fremitus taktil melemah di
basal paru
- Nyeri tekan ( - )
- Tidak ada benjolan
- Fremitus taktil melemah di
basal paru
- Nyeri tekan ( - )
- Tidak ada benjolan
- Fremitus taktil melemah di
basal paru
- Nyeri tekan ( - )
- Tidak ada benjolan
- Fremitus taktil melemah di
basal paru
- Nyeri tekan ( - )
Perkusi Kanan
Kiri
- Bunyi redup bahagian
bawah paru
Batas paru-hati : ICS IV
linea midclavicula dekstra
bunyi redup di bahagian
bawah paru
Bunyi redup di bahagian
bawah paru
Bunyi redup di bahagian
bawah paru
Auskultasi Kanan
Kiri
- Suara dasar vesikuler
- Wheezing ( - )
- Ronkhi basah( + ) di basal
paru
- Suara dasar vesikuler
- Wheezing ( - )
- Ronkhi ( +) di basal paru
- Suara dasar vesikuler
- Wheezing ( - )
- Ronkhi basah ( + ) di basal
paru
- Suara dasar vesikuler
- Wheezing ( - )
- Ronkhi ( + ) di basal paru
Jantung
Pemeriksaan Hasil
Inspeksi Ictus cordis tidak terlihat, pulsasi parasternal (-)
Palpasi Ictus cordis teraba pada ICS VI 2cm lateral dari linea
midklavikula sinistra
Perkusi Batas atas : ICS II linea sternal sinistra
Pinggang : ICS III linea midklavikularis sinistra
Batas kiri : ICS VI 2cm lateral dari linea midklavikula
sinistra
Batas kanan : ICS IV linea parasternal dekstra
Auskultasi Bunyi jantung I – II murni regular, Murmur (-), gallop (+)
Abdomen
Inspeksi : Tampak perut membuncit, simetris, tidak ada bekas
operasi, striae (-), dilatasi vena (-), tidak ada benjolan
Auskultasi : Bising usus ( + )
Perkusi : Timpani, shifting dullness (+), undulasi (-), area Traube
sulit dinilai, liver span 8 cm
Palpasi :
Dinding perut : nyeri tekan (+) pada hampir seluruh region abdomen
Hati : tidak teraba membesar
Limpa : tidak membesar
Ginjal : sulit dinilai
Punggung
Inspeksi : Tidak ada benjolan ataupun lesi
Palpasi : Tidak teraba massa, letak tulang vertebra lurus ditengah
Perkusi : Nyeri ketuk CVA (-)
Auskultasi : Tidak terdengar bruit
Anggota gerak
Lengan Kanan Kiri
Otot
Tonus : Normotonus Normotonus
Massa : Eutrofi Eutrofi
Sendi : Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Gerakan : Aktif Aktif
Kekuatan : +5 +5
Oedem : Tidak ada Tidak ada
Tangan
Warna : kuning langsat kuning langsat
Tremor : Tidak ada Tidak ada
Kelainan jari : Tidak ada Tidak ada
Palmar Eritem : Tidak ada Tidak ada
Kuku : pucat pucat
Tungkai dan Kaki Kanan Kiri
Luka : Tidak ada Tidak ada
Otot
Tonus : Normotonus Normotonus
Massa : Eutrofi Eutrofi
Sendi : Normal Normal
Gerakan : Aktif Aktif
Kekuatan : +5 +5
Oedema : ada ada
Refleks Kanan Kiri
Bisep negatif negatif
Trisep negatif negatif
Patella negatif negatif
Achiles negatif negatif
Refleks patologis negatif negatif
Sensibilitas
Perasaan permukaan : Normal
Perasaan dalam : Normal
A. LABORATORIUM & PEMERIKSAAN PENUNJANG LAINNYA
Tanggal : 03 Januari 2014
Hematologi Hasil Satuan Batas normalDarah rutinHemoglobinLeukositEosinofilBasofilNeutrofilLimfositMonositLuc%MCVMCHMCHCHematokritTrombositEritrositRDWPDWMPVLED
14,55,542,50,262,420 L10,9 H3,986,627,431,7 L45,7130 L5,28 H13,465,410,3 H7/17
g/dLribu%%%%%%fLpg%%ribujuta%fLmikro m3
mm/jam
11.7 – 15.53.6 – 11.01 – 30 – 150 – 7025 – 402 – 81– 480 – 10026 – 3432 – 3630 – 43150 – 4403.8 – 5.211.5 – 14.510 – 186.8 – 100 – 20
Kimia Hasil Satuan Batas normal
GDSKolestrolTrigliseridLDLCholesterol DirectUric AcidUreumKreatinin darahAlbuminSGOTSGPTNatriumKaliumKalsium
9772773911,2 H51 H1,19 H 2,9 L2714135,53,638,54
mg/dLmg/dLmg/dLmg/dLmg/dLmg/dLmg/dLg/dLU/lU/lmmol/Lmmol/Lmg/dL
75 – 110<200< 160<1002,6 - 6,015 - 400,6 – 1,13,4-4,80 - 350 – 35135 - 1473.5 – 5 8.5 – 10.2
EKG
Kesimpulan:
Iskemik inferior
VES
Foto toraks (3/1/2014)
Cor: membesar dengan pembesaran ventrikel kiri
Pulmo: Tampak bercak kesuraman paru kanan atas dengan kavitas
Corakan bronkovaskuler bertambah dan melebar
Diafragma dan sinus kanan dan kiri normal.
Kesan:
Cor: membesar dengan pembesaran ventrikel kiri.
Pulmo: awal edema paru dengan multikavitas kanan atas.
Pemeriksaan urin
Tanggal: 06/01/2014
Urine lengkap Hasil Nilai normal
Albumin Negative Negative
Reduksi Negative Negative
Bilirubin Negative Negative
Reaksi pH 5,5 4,8-7,4
Urobilinogen Normal Normal
Benda keton Negative Negative
Nitrit Negative Negative
Berat jenis 1,010 1,015-1,025
Darah samar Positif 2 Negative
Leukosit Negative Negative
Epitel ren (sedimen) 0 0
Epitel sel 1-3 5-15
Eritrosit 25-30 0-1
Leukosit 3-5 3-5
Silinder 0 0-1
Parasit Negative Negative
Bakteri Negative Negative
Jamur Negative
Kristal Negative
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tanggal: 7 Januari 2014
Hematologic Hasil Satuan Batas normal
Trombosit 196 Ribu 150-400
Kimia Hasil Satuan Batas normal
Ureum 41 Mg/dL 15-40
Creatinin darah 0,9 Mg/dL 0,6-1,1
Kalium 3,29 L Mmol/L 3,5-5
RINGKASAN
Anamnesis
Sejak 7 hari yang lalu, os merasakan sesak nafas ketika lagi beraktivitas. sebelum ini,
os mengakumudah merasa lelah kalau melakukan aktivitas suri rumah. Sesak napas disertai
nyeri dada saat menarik nafas. Sesak nafas yang dialami os sering dirasakan saat dia
berbaring. Kadang-kadang, os akan terjaga dari tidur karena merasakan tidak cukup nafas. Ini
membuatkan os meninggikan bantal ketika tidur untuk mengurangi sesaknya. BAB dirasakan
lancar, BAK agak sulit kebelakangan ini. 1 hari SMRS, os mengadu perut dan tungkai
kakinya membengkak. Os juga mengadu ada batuk-batuk dan kadang-kadang batuknya
mengeluarkan dahak bercampur darah (streaking). Badan os berasa lemas dan nafsu
makannya menurun karena berasa mual pabila lagi hendak makan.
Riwayat kejang-kejang sebelum ini disangkal oleh pasien, badan tidak ada tanda
gatal-gatal. Riwayat hipertensi os disangkal, riwayat kencing manis disangkal, penyakit ginjal
dan hati tidak diketahui oleh os. Os mengaku ibunya dahulu pernah menderita penyakit
jantung dan sudah meninggal. Pada anggota keluarga os yang lain, tidak ada yang mengalami
gejala yang sama seperti yang dialami oleh os.
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan keadaan os tampak lemas, kesadaran compos
mentis, tekanan darah 120/70, suhu aksila 37 0C, nadi 120 kali per menit, agak melemah,
frekuensi nafas 28 kali per menitdengan IMT 21,29.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan warna kulit kuning langsat tidak ikterik. Pada
pemeriksaan wajah os, tidak dinampakkan wajah yang bengkak. Pemeriksaan pada mata,
hidung, telinga, dalam batas normal. Terlihat nafas cuping hidung pada os ini. Didapatkan
JVP 5+1 cmH20. Pada kedua tungkai bawah, didapatkan edema kanan dan kiri.
Pada pemeriksaan toraks, pada inspeksi dilihat kedua toraks dalam bentuk simetris
pada saat statis maupun dinamis. Tidak ada bahagian toraks yang tertinggal. Terlihat di
bahagian bawah torak kiri dan kanan, sela iganya melebar. Tidak terlihat spider nevi pada os
ini. Pada pemeriksaan palpasi, tidak teraba sebarang benjolan maupun krepitasi tulang iga.
Pada taktil fremitus, di rasakan hantaran suara melemah di bahagian basal paru kanan dan
kiri. Pada pemeriksaan perkusi, didengarkan bunyik redup di bahagian basal paru kanan dan
kiri. Pada pemeriksaan auskultasi, suara nafas dasar versikuler menghilang di bahagian basal
paru kanan dan kiri. Terdengar juga bunyi nafas tambahan ronki pada bahagian tersebut dan
ronki basah di bahagian apeks kanan paru. Bunyi wheezing tidak didengarkan.
Pada pemeriksaan jantung, tidak terlihat pulsasi iktus kordis maupun pulsasi di
parasternal. Pada perabaan, dapat dirasakan iktus kordis terletak di ICS VI 2cm lateral dari
midklavikularis sinistra. Pada pemeriksaan perkusi, didapatkan batas atas jantung di ICS II di
setrnal kiri, batas pinggang jantung di ICS III di midklavikularis sinistra, batas kiri jantung di
ICS 6 2cm lateral dari midklavikularis sinistra, dan batas kanan jantung di ICS IV di
parasternal dekstra.
Pada pemeriksaan abdomen, terlihat perut os membuncit. Pada auskultasi,
didengarkan bising usus (+) normal. Pada perkusi, Tes shifting dullness (+), tes undulasi (-)
Pada palpasi, os mengeluh ada nyeri tekan hampir di seluruh abdomen. Tidak ditemukan
sebarang pembesaran organ hepar atau lien. Ginjal pula sulit dinilai. Ketuk CVA juga turut
negative.
Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan hematologi tanggal 3/1/2014, didapatkan peningkatan pada
monosit (10,9%),trombosit sedikit menurun (130 ribu), eritrosit meningkat (5,28 juta) dan
MPV sedikit meningkat (10,3 µm3). Pada pemeriksaan kimia darah di hari yang sama,
didapatkan peningkatan uric acid (11,2 mg/dL), ureum (51 mg/dL) dan creatinin darah (1,19
mg/dL). Pada pemeriksaan urine, ditemukan darah samar positif 2.
DAFTAR ABNORMALITAS
1. Sesak nafas
2. Dada sakit saat inspirasi
3. Sesak nafas saat berbaring
4. Perlu meninggikan bantal saat tidur
5. Paroxysmal nocturnal dyspnoe
6. Cepat lelah pabila beraktivitas, fase recovery memanjang
7. Badan terasa lemas
8. Ada rasa mual
9. Perut kembung dan kedua kaki bengkak
10. BAK dikeluhkan sedikit
11. Ada nafas cuping hidung, edema kedua tungkai kaki
12. Pemeriksaan toraks, ada retraksi sela iga di bahagian toraks bawh kanan dan kiri,
taktil fremitus melemah di basal kanan dan kiri, perkusi didapatkan bunyi redup di
basal kanan dan kiri, kedengaran bunyi ronki basah di basal paru kanan dan kiri selain
di bahagian apeks kanan paru. Suara napas dasar menghilang.
13. Pemeriksaan jantung, iktus kordis di ICS VI 2cm lateral dari midklavikularis
sinistra,batas pinggang jantung di ICS III midklavikularis sinistra. Kedengaran bunyi
gallop di katup mitral.
14. Shifting dullness (+),
15. Pada hematologi, monosit (10,9%),trombosit (130 ribu), eritrosit (5,28 juta) dan MPV
(10,3 µm3).
16. uric acid (11,2 mg/dL), ureum (51 mg/dL) dan creatinin darah (1,19 mg/dL).
17. Pada pemeriksaan urine, ditemukan darah samar positif 2, eritrosit (25-30)
PROBLEM
1. Decompensatio cordis
a. Decompensatio cordis ec IHD
2. Penyakit ginjal akut
a. Penyakit ginjal akut ec hipovolemik
dasar diagnosis
decompensatio cordis ec IHD
Dipikirkan kearah decompensatio cordis karena terdapat tanda-tanda edem pulmonal seperti
sesak napas saat berbaring atau tiduran, proximal nocturnal dyspnoe, orthopnoe, cepat lelah
jika beraktivitas, dan tanda-tanda membengkak pada kedua tungkai bawah. Pada pemeriksaan
fisik, didapatkan tanda-tanda edem pulmo seperti taktil fremitus melemah di basal paru kanan
dan kiri pada posisi duduk, kedengaran bunyi redup pada perkusi pada keadaan duduk, dan
ronki basah hampir di keseluruh lapangan paru. Pada pemeriksaan fisik jantung, didapatkan
pembesaran ventrikel kiri dimana iktus kordis ditemukan di ICS VI 2 cm lateral dari garis
midklavikularis sinistra. Selain itu, pinggang jantung agak mencembung dimana ditemukan
batasnya di ICS III, garis midklavikularis sinistra. ditegakkan penyebabnya adalah iskemik
heart disease karena didapatkan tanda-tanda iskemik pada EKG di sadapan anterior.
a) IPDx:
EKG
x-foto toraks
ekokardografi
b) IPTx
Terapi O2 / 4liter
Digoxin 2x ½
Aspilet 80mg tab 2x1
ISDN 5mg tab 3x1
c) IPMx
Lakukan pemeriksaan TTV
Hitung balans cairan
Natrium,kalium, kalsium, albumin dan globulin
d) IPEx
Menjelaskan tentang keadaan jantung pasien
Menjelaskan komplikasi dari penyakit jantungnya
Menjelaskan terapi yang dilakukan
Menasihatkan untuk mengawal asupan cairan
Dasar diagnosis ke-2
penyakit ginjal akut ec hipovolemik
dipikirkan kearah penyakit ginjal akut (AKI) kerana adanya peningkatan urea, creatinin
serum dan asam urat dalam darah menandakan penurunan aktiviti filtrasi oleh ginjal.
Dicurigakan adanya kegagalan filtrasi ginjal karena adanya gagal jantung dimana jantung
gagal memompa darah secara efektif sehingga terjadinya hipovolemik.
1. IPDx:
USG abdomen
Pemeriksaan urinalisis
2. IPTx
Infuse dextrose 5%
Allupurinol 100mg tab 3x1
Furosemid syringe pump 20 mg/jam
3. IPMx
Monitoring TTV
Hitung balas cairan
Periksa kadar ureum, creatinin dan asam urat dalam darah secara berkala
Periksa kadar elektrolit darah; kalium,natrium, kalsium
4. IPEx
Memberitahu komplikasi sakit jantung pasien bisa mempengaruhi sakit ginjal
os.
Menyuruh pasien mengawal asupan cairan.
Prognosis
a. Ad vitam : dubia ad malam
b. Ad functionam : dubia ad malam
c. Ad sanationam : dubia ad malam
Kesimpulan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, os menderita
decompensatio cordis ec IHD dan penyakit ginjal akut kerana hipovolemik
FOLLOW UP
Tanggal 4/1/2014
1. Decompensatio cordis ec IHD
S : sesak napas waktu tiduran, batuk (+), badan terasa lemas, BAK kurang lancar. BAB lancar.
O : Tekanan darah : 130/70 mmHg
Nadi : 110x/menit (teratur)
Suhu : 37,40C
Nafas : 26x/menit
Kepala: oedem palpebra -/-, CA -/-, SI -/-, Refleks cahaya +/+, terpasang NGT pada hidung
toraks: taktil fremitus melemah di basal paru kanan dan kiri, suara perkusi redup di pasal
paru kanan dan kiri. Kedengaran bunyi ronki basah di bahagian paru bawah kanan dan kiri.
Abdomen : bentuk perut buncit, shifting dullness (+), undulasi (-), striae (-), dilatasi vena (-),
Nyeri tekan (+) di epigastrium dan hipokondrium kiri, BU (+)
Extremitas : kaki oedema +/+ (pitting), sianosis (-)
A : decompensatio cordis ec IHD.
P : Terapi
O2 / 4liter
Digoxin 2x ½
Aspilet 80mg tab 2x1
ISDN 5mg tab 3x1
2. Penyakit ginjal akut ec hipovolemik
S: rasa perut mengembung, kaki terasa bengkak. BAK sedikit
O: Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 120x/menit (teratur)
Suhu : 37,40C
Nafas : 24x/menit
Kepala: oedem palpebra -/-, CA -/-, SI -/-, Refleks cahaya +/+, terpasang NGT pada hidung
Abdomen : bentuk perut buncit, shifting dullness (+), undulasi (-), striae (-), dilatasi vena (-),
Nyeri tekan (+) di epigastrium dan hipokondrium kiri, BU (+), ginjal sulit dinilai. Hati dan nilai
tidak ada pembesaran
Extremitas : kaki oedema +/+ (pitting), sianosis (-)
A: penyakit ginjal akut ec hipovolemik. Cek kadar albumin, creatinin, ureum dan asam urat dalam
darah.
P:
Infuse dextrose 5% 10 tpm
Allupurinol 100mg tab 3x1
Furosemid amp 1x20mg
Tanggal 6/1/2014
1.Decompensatio cordis ec IHD
S : sesak napas waktu tiduran, batuk (+) tanpa dahak, badan terasa lemas, BAK kurang lancar.
BAB lancar. Mual muntah (-)
O : Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 110x/menit (teratur)
Suhu : 37,0 0C
Nafas : 24x/menit
Kepala: oedem palpebra -/-, CA -/-, SI -/-, Refleks cahaya +/+, terpasang NGT pada hidung
toraks: taktil fremitus melemah di basal paru kanan dan kiri, suara perkusi redup di pasal
paru kanan dan kiri. Kedengaran bunyi ronki basah di bahagian paru bawah kanan dan kiri.
BJ 1>2 murni, gallop (-)
Abdomen : bentuk perut buncit, shifting dullness (+), undulasi (-), striae (-), dilatasi vena (-),
Nyeri tekan (+) di epigastrium dan hipokondrium kiri, BU (+)
Extremitas : kaki oedema +/+ (pitting), sianosis (-)
A : decompensatio cordis ec IHD. Monitoring cairan, dan cek elektrolit darah.
P : Terapi
O2 / 4liter
Digoxin 2x ½
Aspilet 80mg tab 2x1
ISDN 5mg tab 3x1
2.Penyakit ginjal akut ec hipovolemik
S: rasa perut mengembung, kaki terasa bengkak. BAK sedikit. Rasa mules di semua bahagian
perut.
O: Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 110x/menit (teratur)
Suhu : 36,80C
Nafas : 24x/menit
Kepala: oedem palpebra -/-, CA -/-, SI -/-, Refleks cahaya +/+, terpasang NGT pada hidung
Abdomen : bentuk perut buncit, shifting dullness (+), undulasi (-), striae (-), dilatasi vena (-),
Nyeri tekan (+) di epigastrium dan hipokondrium kiri, BU (+), ginjal sulit dinilai. Hati dan nilai
tidak ada pembesaran
Extremitas : kaki oedema +/+ (pitting), sianosis (-)
A: penyakit ginjal akut ec hipovolemik
P:
Infuse dextrose 5%
Allupurinol 100mg tab 3x1
Furosemid amp 1x20 mg
tanggal 8/1/2014
3. Decompensatio cordis ec IHD
S : sesak napas berkurang, batuk (-), badan terasa lemas, BAK lancar. BAB lancar.
O : Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 100x/menit (teratur)
Suhu : 36,8oC
Nafas : 24x/menit
Kepala: oedem palpebra -/-, CA -/-, SI -/-, Refleks cahaya +/+, terpasang NGT pada hidung
toraks: taktil fremitus melemah di basal paru kanan dan kiri, suara perkusi redup di pasal
paru kanan dan kiri. Kedengaran bunyi ronki basah di bahagian paru bawah kanan dan kiri.
Abdomen : bentuk perut buncit, shifting dullness (+), undulasi (-), striae (-), dilatasi vena (-),
Nyeri tekan (+) di epigastrium dan hipokondrium kiri, BU (+)
Extremitas : kaki oedema +/+ (pitting), sianosis (-)
A : decompensatio cordis ec IHD. Didapatkan hipokalemi pada tes elektrolit darah.
P : Terapi
O2 / 4liter
Digoxin 2x ½
Aspilet 80mg tab 2x1
ISDN 5mg tab 3x1
4. Penyakit ginjal akut ec hipovolemik
S: rasa perut mengembung berkurang, bengkak berkurang. BAK sudah lancar.
O: Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 100x/menit (teratur)
Suhu : 36,8oC
Nafas : 24x/menit
Kepala: oedem palpebra -/-, CA -/-, SI -/-, Refleks cahaya +/+, terpasang NGT pada hidung
Abdomen : bentuk perut mengembung sedikit, shifting dullness (+), undulasi (-), striae (-),
dilatasi vena (-), Nyeri tekan (+) di epigastrium dan hipokondrium kiri, BU (+), ginjal sulit
dinilai. Hati dan nilai tidak ada pembesaran
Extremitas : kaki oedema +/+ (pitting), sianosis (-)
A: penyakit ginjal akut ec hipovolemik
Pemeriksaan ureum dan creatinin serum dalam batas normal. Kalium sedikit menurun
P:
Infuse dextrose 5% 10tpm
Furosemid amp 1x20mg
KSR 3x1
Tanggal: 9/1/2014
5. Decompensatio cordis ec IHD
S : sesak sudah membaik dari hari sebelumnya, batuk (-), , BAK lancar, BAB lancar.
O : Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 98x/menit (teratur)
Suhu : 36,40C
Nafas : 20x/menit
Kepala: oedem palpebra -/-, CA -/-, SI -/-, Refleks cahaya +/+, terpasang NGT pada hidung
toraks: taktil fremitus melemah di basal paru kanan dan kiri, suara perkusi redup di pasal
paru kanan dan kiri. Kedengaran bunyi ronki basah di bahagian paru bawah kanan dan kiri.
Abdomen : bentuk mendatar, shifting dullness (-), undulasi (-), striae (-), dilatasi vena (-),
Nyeri tekan (-) di epigastrium dan hipokondrium kiri, BU (+)
Extremitas : kaki oedema -/- (pitting), sianosis (-)
A : decompensatio cordis ec IHD.
P : Terapi
Digoxin 2x ½
Aspilet 80mg tab 2x1
ISDN 5mg tab 3x1
6. Penyakit ginjal akut ec hipovolemik
S: perut tidak mengembung, tidak bengkak di kaki. BAK lancar. Mual muntah tiada.
O: Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 98x/menit (teratur)
Suhu : 36,40C
Nafas : 20x/menit
Kepala: oedem palpebra -/-, CA -/-, SI -/-, Refleks cahaya +/+.
Abdomen : mendatar, shifting dullness (-), undulasi (-), striae (-), dilatasi vena (-), Nyeri tekan
(-) di epigastrium dan hipokondrium kiri, BU (+), ginjal sulit dinilai. Hati dan nilai tidak ada
pembesaran
Extremitas : kaki oedema -/- ,sianosis (-)
A: penyakit ginjal akut ec hipovolemik
P: -
Pasien minta pulang
DECOMPENSATIO CORDIS
DEFINISI
Gagal Jantung (decompensatio cordis/heart failure/HF) merupakan suatu sindrom klinis yang terjadi
pada pasien yang mengalami abnormalitas (baik akibat keturunan atau didapat) pada struktur atau
fungsi jantung sehingga menyebabkan terjadinya perkembangan rangkaian gejala klinis (fatigue dan
sesak) dan tanda klinis (edema dan rales) yang mengakibatkan opname, kualitas hidup buruk, dan
harapan hidup memendek.1
EPIDEMIOLOGI
HF merupakan suatu permasalahan medis yang secara global semakin berkembang, dengan lebih 20
juta orang menderita. Prevalensi keseluruhan HF pada populasi dewasa di negara maju adalah 2%.
Perkembangan prevalensi HF mengikuti pola eksponensial, meningkat seiring umur, dan mengenai
6-10% individu berumur 65 tahun keatas. Walaupun insiden pada HF relatif lebih rendah pada
wanita dibanding pria, wanita paling tidak merupakan 50% dari populasi pasien HF karena harapan
hidup mereka yang lebih panjang. Di Amerika Utara (Amerika Serikat dan Kanada) dan Eropa, resiko
terkena HF berkisar 1 dari 5 individu berumur 40 tahun keatas. Prevalensi HF secara keseluruhan
cenderung meningkat, dapat disebabkan karena terapi terkini dari gangguan kardiak seperti infark
myokard (IM), penyakit katup (valvular heart disease), dan arrhitmia, yang menyebabkan pasien
bertahan hidup lebih lama. Sangat sedikit diketahui mengenai prevalensi atau resiko terkena HF
pada negara berkembang karena kurangnya penelitian berbasis populasi pada negara-negara ini.
Walaupun HF diperkirakan berkembang akibat fraksi ejeksi yang menurun pada ventrikel kiri,
penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa sekitar separuh pasien yang terkena HF memiliki fraksi
ejeksi (Ejection Fraction/EF) yang normal (EF > 40-50%). Karena itu, pasien HF sekarang
dikategorikan menjadi dua kelompok : (1) HF dengan EF yang menurun (biasanya dianggap systolic
failure) atau (2) HF dengan EF normal (biasa disebut diastolic failure).1
ETIOLOGY
Seperti ditampilkan pada tabel 1, setiap keadaan yang mengakibatkan perubahan pada struktur atau
fungsi ventrikel kiri (Left ventricular/LV) dapat menyebabkan pasien terkena HF. Walaupun etiologi
HF pada pasien dengan EF yang normal berbeda dengan yang EF yang menurun, terdapat suatu
etiologi yang dianggap overlap untuk kedua keadaan ini. Pada negara industrialisasi, penyakit
jantung koroner (PJK) merupakan suatu penyebab dominant pada pria dan wanita dan terjadi pada
60-75% kasus HF. Hipertensi berperan pada perkembangan HF pada 75% pasien, termasuk pasien
dengan PJK. Baik PJK dan hipertensi dapat bekerja sama untuk meningkatkan resiko HF, begitu pula
dengan diabetes mellitus.
Tabel 1 Etiologi Gagal Jantung
Fraksi Ejeksi Menurun (<40%)
Penyakit Jantung Koroner Cardiomyopathi noniskemik dilatasi
Infark Myokarda Kelainan genetic/familial
Iskemik Myokarda Gangguan infiltratifa
Pressure overload kronik Kerusakan akibat toxic/obat-obatan
Hipertensia Gangguan Metabolika
Penyakit katup obstruktifa Viral
Volume Overload kronik Penyakit Chagas
Penyakit katup regurgitasi Gangguan ritme
Shunting intrakardiak (left-to-right) Bradyarrhythmias kronik
Shunting extrakardiak Tachyarrhythmias kronik
Fraksi Ejeksi Normal (>40–50%)
Hipertrofi Patologis Kardiomyopati restriktif
Primer (Kardiomyopati hipertrofi) Gangguan Infiltratif (amyloidosis, sarcoidosis)
Sekunder (hipertensi) Gangguan penyimpanan (hemochromatosis)
Penuaan Fibrosis
Gangguan Endomyocardial
Pulmonary Heart Disease
Cor pulmonale
Gangguan vaskuler pulmoner
Keadaan High-Output
Gangguan metabolik Peningkatan kebutuhan aliran darah berlebih
Thyrotoxicosis Systemic arteriovenous shunting
Gangguan Nutrisi (beriberi) Chronic anemia
aNote: Mengindikasikan keadaan yang dapat menyebabkan gagal jantung dengan fraksi injeksi yang
normal.
Pada 20–30% kasus HF dengan EF yang menurun, dasar etiologi pasti belum diketahui secara pasti.
Pasien ini dikatakan memiliki kardiomyopati yang noniskemik, dilatasi atau idiopatik jika sebabnya
tidak diketahui. Infeksi virus sebelumnya atau paparan toxin (mis. alcohol atau kemoterapi) dapat
pula menyebabkan kardiomyopati dilatasi.
PROGNOSIS
Walaupun banyak perkembangan terkini mengenai penatalaksanaan HF, perkembangan HF masih
memberikan prognosis yang buruk. Penelitian berbasis komunitas mengindikasikan bahwa 30-40%
pasien HF akan meninggal dalam 1 tahun setelah diagnosis ditegakkan dan 60-70% dalam waktu 5
tahun, terutama dikarenakan memburuknya HF atau sebagai kejadian mendadak(kemungkinan
karena adanya aritmia ventrikuler). Walaupun sulit untuk memprediksi prognosis pada seseorang,
pasien dengan gejala pada istirahat [New York Heart Associtaion (NYHA) class IV] memiliki angka
mortalitas sebanyak 30-70% pertahun, dimana pasien dengan gejala pada aktivitas moderat (NYHA
class II) memiliki angka mortalitas tahunan sebanyak 5-10%. Sehingga status fungsional merupakan
suatu predictor penting untuk outcome pasien.1
PATOGENESIS
HF dapat digambarkan sebagai suatu gangguan progressif yang dimulai setelah kejadian penanda,
baik kerusakan pada otot jantung, dengan rusaknya myosit kardiak fungsional, maupun adanya
gangguan terhadap kemampuan myokard untuk menciptakan tekanan, sehingga mencegah
terjadinya kontraksi normal. Kejadian penanda ini dapat berupa onset yang mendadak, seperti pada
kasus IM; dapat pula berupa onset gradual atau perlahan, seperti pada kasus overload tekanan
hemodinamik atau volume overload; dan dapat pula herediter, seperti pada banyak kasus
kardiomyopati genetic. Tanpa mempertimbangkan sifat dari kejadian merusak ini, gejala yang serupa
dari setiap kejadian penanda adalah bahwa gejala ini, pada beberapa cara, menghasilkan penurunan
pada kapasitas pompa pada jantung. Pada kebanyakan keadaan, pasien tidak mengalami gejala
apapun atau dengan gejala minimal setelah mengalami penurunan kapasitas pompa jantung, atau
gejala berkembang hanya setelah disfungsi ini berlangsung dalam jangka waktu yang panjang.
Sehingga, jika ditinjau dari kerangka konseptual ini, disfungsi ventrikel kiri berperan penting, namun
tidak cukup, untuk perkembangan kumpulan gejala pada HF.
Gagal jantung bermula setelah kejadian penanda menghasilkan penurunan awal pada kapasitas
pompa jantung. Akibat terjadinya penurunan kapasitas ini, berbagai mekanisme kompensasi terjadi,
termasuk sistem saraf adrenergic, sistem renin-angiotensin-aldosteron, dan sistem sitokin. Dalam
jangka pendek, sistem ini dapat mengembalikan fungsi kardiovaskuler ke derajat homeostatik yang
normal dan menyebabkan tidak adanya gejala pada pasien (asimptomatis). Namun, seiring dengan
waktu aktivasi sistem kompensasi yang berkepanjangan dapat menyebabkan kerusakan organ dalam
ventrikel, disertai dengan remodelling pada ventrikel kiri yang memburuk, dan pada akhirnya
dekompensasi kardiak.1
Walaupun alasan yang tepat mengapa pasien dengan disfungsi LV dapat tetap asimptomatis belum
dipastikan, salah satu penjelasannya kemungkinan karena beberapa mekanisme kompensasi
menjadi aktif dengan keberadaan jejas pada jantung dan/atau disfungsi LV, dan sepertinya hal ini
dapat dipertahankan dan mengatur fungsi LV selama beberapa bulan atau tahun. Daftar mekanisme
kompensasi yang telah dijelaskan diatas termasuk (1) aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron
(RAA) dan sistem saraf adrenergic, dimana berperan dalam menjaga kardiak output dengan
meningkatkan retensi garam dan ait (Gambar 2), dan (2) meningkatkan kontraktilitas myokard.
Disertai dengan aktivasi dari molekul yang menghambat vasodilatasi, termasuk peptida natriuretik
otak dan atrial (ANP dan BNP), prostaglandin (PGE2 dan PGI2), dan nitric oxide (NO), yang
menimbulkan vasokonstriksi vaskuler perifer yang berlebihan. Latar belakang genetis, jenis kelamin,
umur, dan lingkungan dapa mempengaruhi mekanisme kompensasi tersebut, dimana dapat
memodulasi fungsi LV dalam suatu homeostatik yang fisiologis, pada keadaan demikian, kapasitas
fungsional dari pasien dapat dijaga atau hanya sedikit menurun. Sehingga, pasien dapat menjadi
tetap asimpomatis atau dengan gejala minimum untuk jangka waktu beberapa bulan bahkan tahun.
Namun, pada suatu poin ,pasien akan mendapatkan gejala yang jelas, disertai dengan peningkatan
mortalitas dan morbiditas. Walaupun mekanisme pasti yang berperan dalam transisi ini tidak
diketahui, seperti yang dijelaskan dibawah, transisi antara HF asimptomatik menjadi simptomatik
diikuti oleh adanya peningkatan aktivasi sistem neurohormonal, adrenergik, dan sitokin yang
mengakibatkan beebrapa perubahan adaptif dalam myokard yang secara keseluruhan disebut LV
remodelling.
Penurunan cardiac output pada pasien HF menghasilkan “penghentian” dari baroreseptor tekanan
tinggi pada ventrikel kiri (lingkaran) pada ventrikel kiri, sinus karotis, dan arcus aorta. Efek ini
menghasilkan pembentukan sinyal aferen terhadap sistem saraf pusat (CNS) yang menstimulasi
pusat cardioregulator pada otak yang menstimulasi pelepasan arginine vasopression (AVP) dari
hipotalamus posterior. AVP [antidiuretic hormone (ADH)] merupakan vasokonstriktor kuat yang
meningkatkan permeabilitas dari duktus koligens renal, menyebabkan reabsorbsi air. Sinyal aferen
ini juga mengaktivasi sistem simpatetik eferen yang menginervasi jantung, ginjal, pembuluh darah
perifer, dan otot skeletal.2
Stimulasi simpatetik pada ginjal mengakibatkan pelepasan renin, dengan peningkatan resultan pada
kadar angotensin II dan aldosteron yang bersirkulasi, Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron
memicu retensi air dan garam dan mengakibatkan vasokonstriksi dari pembuluh darah perifer,
hipertrophy myosit, kematian sel myosit, dan fibrosis myokard. Sementara mekanisme
neurohormonal ini memfasilitasi adaptasi jangka pendek untuk menjaga tekanan darah, dan perfusi
kepada organ vital, mekanisme ini juga dipercaya menyebabkan perubahan tahap akhir pada jantung
dan sirkulasi dan retensi air dan garam berlebih pada HF berat.
Berbeda dengan pengetahuan kita mengenai patogenesis HF dengan penurunan EF, pemahaman
mengenai mekanisme yang berperan dalam perkembangan HF dengan EF yang normal masih diteliti.
Walaupun disfungsi diastolic (lihat penjelasan dibawah) diketahui merupakan mekanisme tunggal
yang berperan dalam perkembangan HF dengan EF normal, penelitian berbasis komunitas
menyatakan bahwa mekanisme tambahan lainnya, seperti peningkatan kekakuan vaskuler dan
ventrikuler, dapat berperan penting pula.2
Mekanisme dasar Gagal Jantung
LV remodeling terjadi akibat adanya kejadian kompleks yang terjadi pada level molekuler dan
seluler. Perubahan ini termasuk : (1) hipertrofi myosit; (2) perubahan pada kemampuan
kontraktilitas myosit; (3) kematian myosit progressif melalui nekrosis, apoptosis, dan aotophagic; (4)
desensitasi β-adrenergic; (5) tingkat metabolisme dan energi abnormal pada jantung; dan (6)
reorganisasi dari matriks ekstraseluler dengan kerusakan dari struktur kolagen yang mengelilingi
myosit dan digantikan dengan matriks kolagen interstitial yang tidak memberikan dukungan
structural terhadap myosit. Stimulus biologis untuk perubahan ini termasuk regangan mekanis pada
myosit, sirkulasi neurohormonal (misal, norepinephrin, angiotensin II), sitokin inflamasi [misal.
tumor necrosis fator (TNF)], peptide dan faktor pertumbuhan lainnya (mis. endothelin) dan jenis
oksigen reaktif (mis. superoxide, NO). Walaupun molekul ini secara kolektif dianggap neurohormon,
terminology neurohormon selama ini hanya mengarah kepada neurohormon klasik seperti
norepinephrin dan angiotensin II, yang dapat disintesis langsung di dalam myokard dan kemudian
bekerja dalam mekanisme autokrin dan parakrin.Akan tetapi, konsep paling penting adalah adanya
ekspresi yang berlebihan dari molekul yang secara biologis aktif berperan dalam menimbulkan efek
yang merusak pada jantung dan sirkulasi sehingga menimbulkan progresi HF. Sehingga kemudian,
pandangan ini membentuk rasionalisasi klinis untuk pemakaian agen farmakologis yang melawan
sistem ini [mis. angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor dan beta blocker] dalam menangani
pasien HF.1
Disfungsi Sistolik
Untuk memahami bagaimana perubahan yang terjadi dalam kerusakan myosit kardiak berperan
terhadap penurunan fungsi sistolik yang menurun dari LV pada HF, penting untuk mempelajari
kembali histologi dari sel otot jantung. Aktivasi neurohormonal berkepanjangan mengakibatkan
perubahan transkripsi dan paska-transkipsi pada gen dan protein yang mengatur eksitasi-kontraksi
dan interaksi cross-bridge. Secara bersamaan, perubahan ini mengganggu kemampuan myosit untuk
berkontraksi dan kemudian berperan terhadap penurunan fungsi sistolik LV yang menurun yang
diamati pada pasien HF.1
Disfungsi Diastolik
Relaksasi myokard merupakan proses yang bergantung pada ATP yang diregulasi oleh uptake
kalsium sitoplasmik didalam sarcoplasmic reticulum oleh sarcoplasmic reticulum Ca2 adenosin
triphosphatase (SERCA2A) dan pengeluaran ion calcium oleh pompa sarcolemma Sehingga yang
terjadi kemudian adalah penurunan konsentrasi ATP, seperti yang terjadi pada iskemia, dapat
mempengaruhi proses ini dan mengakibatkan perlambatan relaksasi myokard. Kemungkinan lainnya,
jika pengisian LV tertunda karena komplians LV menurunan (mis. akibat hypertrophy atau fibrosis),
tekanan pengisian LV akan tetap meningkat pada akhir diastole Peningkatan heart rate akan
menyebabkan pemendekan waktu pengisian diastolic, dimana akan mengakibatkan peningkatan
tekanan pengisian pada LV, terutama pada ventrikel noncomplians. Peningkatan tekanan pengisian
pada akhir diastolic LV mengakibatkan peningkatan tekanan kapiler pulmoner, dimana berperan
terhadap terjadinya dyspnea yang dialami oleh pasien dengan disfungsi diastolic. Lebih penting lagi,
disfungsi diastolic dapat terjadi sendiri atau berkombinasi dengan disfungsi sistolik pada pasien HF.
Remodeling Ventrikel Kiri (LV Remodelling)
Remodeling ventrikuler berarti adanya perubahan pada massa ventrikel kiri, volume, bentuk, dan
komposisi dari jantung yang terjadi setelah jejas kardiak dan/atau hemodinamika abnormal. LV
remodeling dapat berperan secara independent terhadap progresi HF dengan memberikan beban
mekanis yang jelas yang membuat perubahan pada geometri dari ventrikel kiri. Sebagai contoh,
perubahan bentuk LV dari bentuk ellipsoid menjadi bentuk yang lebih spheris selama LV remodeling
mengakibatkan tekanan dinding meridian pada LV meningkat, sehingga menimbulkan beban
mekanis baru pada jantung yang sudah lemah. Sebagai tambahan terhadap peningkatan volume
end-diastolic ventrikel kiri, penipisan dinding ventrikel kiri juga terjadi seiring dilatasi ventrikel.
Penipisan dinding bersamaan dengan peningkatan afterload yang ditimbulkan oleh dilatasi ventrikel
kiri menyebabkan afterload mismatch (ketidakserasian afterload) fungsional yang berkontribusi lebih
lanjut terhadap penurunan stroke volume. Ditambah lagi dengan tingginya tekanan dinding pada
akhir diastolic yang secara logis dapat mengakibatkan (1) hipoperfusi pada subendokardium,
sehingga fungsi ventrikel kiri semakin memburuk; (2) peningkatan stress oksidatif, yang kemudian
mengaktivasi gen yang sensitive terhadap pembentukan radikal bebas (mis. TNF dan interleukin 1β);
dan (3) ekspresi berkelanjutan dari gen yang diaktivasi oleh regangan (angiotensin II, endothelin, dan
TNF) dan/atau aktivasi regangan dari jalur sinyal hypertrophy. Masalah terpenting kedua yang terjadi
akibat peningkatan spherisitas dari ventrikel adalah otot papillary tertarik mengakibatkan
inkompetensi pada katup mitral dan menyebabkan regurgitasi mitral fungsional. Ditambah dengan
berkurangnya aliran darah, regurgitasi mitral akan memperburuk keadaan dengan menyebabkan
overloading pada hemodinamika ventrikel. Secara bersamaan, beban mekanis yang bertambah pada
LV remodelling diperkirakan mengakibatkan penurunan kardiak output, peningkatan dilatasi LV
(regangan), dan peningkatan overloading hemodinamika, yang kesemuanya cukup untuk
menyebabkan progresi gagal jantung.1
MANIFESTASI KLINIS
Gejala
Gejala kardinal dari HF adalah kelemahan dan sesak napas. Walaupun mudah lelah dahulunya
dianggap akibat kardiak output yang rendah pada HF, sepertinya abnormalitas otot skeletal dan
komorbiditas non-kardiak lainnya (misal anemia) juga berkontribusi terhadap gejala ini. Pada tahap
HF yang dini, sesak napas dialami pada saat beraktivitas berat (dyspneu d’effort); namun semakin
penyakit ini berkembang, sesak napas juga dialami pada aktivitas ringan, dan pada akhirnya bahkan
pada saat beristirahat. Banyak faktor yang menyebabkan sesak napas pada HF. Mekanisme paling
penting adalah kongesti pulmoner dengan adanya akumulasi dari cairan interstitial atau
intraalveolar, yang mengaktivasi reseptor juxtacapillary J, yang akan menstimulasi pernapasan cepat
dan dangkal yang khas untuk sesak napas kausa penyakit jantung. Faktor lain yang berperan
terhadap terjadinya sesak napas pada saat beraktivitas berat adalah menurunnya komplians
pulmoner, peningkatan resistensi saluran napas, kelemahan otot napas atau/dan diaphragma, dan
anemia. Sesak napas dapat menjadi lebih jarang dengan adanya onset kegagalan ventrikuler kanan
dan regurgitasi tricuspid.1
Orthopnea
Orthopnea, yang didefinisikan sebagai sesak napas yang terjadi pada posisi berbaring, biasanya
merupakan manifestasi lanjut dari HF dibandingkan dyspneu d’effort. Hal ini terjadi akibat
redistribusi dari cairan dari sirkulasi splanchnik dan ektremitas bawah kedalam sirkulasi pusat selama
berbaring, disertai dengan peningkatan tekanan kapiler pulmoner. Batuk nocturnal (batuk yang
dialami pada malam hari) merupakan gejala yang sering terjadi pada proses ini dan seringkali
menyamarkan gejala HF yang lain. Orthopneu umumnya meringan setelah duduk tegak atau
berbaring dengan lebih dari 1 bantal. Walaupun orthopneu biasanya merupakan gejala yang relative
spesifik pada HF, ini dapat pula juga terjadi pada pasien dengan obesitas abdominal atau asites dan
pasien dengan penyakit pulmoner dimana mekanisme pernapasan membutuhkan posisi tegak.
Paroxysmal Nocturnal Dyspenea (PND)
Istilah ini berarti adanya episode akut dari sesak napas yang berat dan batuk yang biasanya terjadi
pada malam hari dan membangunkan pasien dari tidur, biasanya 1-3 jam setelah pasien tidur. PND
dapat bermanifestasi sebagai batuk-batuk atau wheezing, kemungkinan karena peningkatan tekanan
pada arteri bronchial menyebabkan kompresi saluran udara, disertai dengan edema pulmoner
interstitial yang meyebabkan peningkatan resistensi saluran udara. Diketahui bahwa orthopnea
dapat meringan setelah duduk tegak, sedangkan pasien PND seringkali mengalami batuk dan
wheezing yang persisten walaupun mereka mengaku telah duduk tegak. 1
Pernapasan Cheyne-Stoke
Juga disebut sebagai pernapasan periodic atau pernapasan siklik, pernapasan Cheyne-Stoke umum
terjadi pada HF berat dan biasanya berkaitan dengan rendahnya kardiak ouput. Pernapasan Cheyne-
Stoke disebabkan oleh berkurangnya sensitivitas pada pusat respirasi terhadap tekanan PCO2.
Terdapat fase apneu, dimana terjadi pada saat penurunan PO2 arterial dan PCO2 arterial meningkat.
Hal ini merubah komposisi gas darah arterial dan memicu depresi pusat pernapasan, mengakibatkan
hiperventilasi dan hipokapnia, diikuti rekurensi fase apnea. Pernapasan Cheyne-Stoke dapat
dipersepsi oleh keluarga pasien sebagai sesak napas parah (berat) atau napas berhenti sementara. 1
Edema Pulmoner Akut
Edema Pulmoner akut biasanya timbul dengan onset sesak napas pada istirahat, tachynepa,
tachycardia, dan hypoxemia berat. Rales dan wheezing akibat kompresi saluran udara dari
perbronchial cuffing dapat terdengar. Hipertensi biasanya terjadi akibat pelepasan cathecolamine
endogenous.
Kadang kala sulit untuk membedakan penyebab noncardiac atau cardiac pada edema paru akut.
Echocardiography dapat mengidentifikasi disfungsi ventrikel sistolik dan diastolik dan lesi katup.
Edema pulmoner terkait dengan ST elevasi dan Q wave yang berubah yang biasanya diagnostic
untuk infark myokard dan sebaiknya dilakukan protocol infark myokard dengan segera dan terapi
reperfusi arteri koroner. Kadar brain natriuretic peptide, jika meningkat secara bermakna,
mendukung gagal jantung sebagai etiologu sesak napas akut dengan edema pulmoner .
Gejala Lainnya
Pasien dengan HF dapat pula datang dengan keluhan gastrointestinal. Anorexia, nausea, dan
perasaan penuh yang berkaitan dengan nyeri abdominal merupakan gejala yang sering dikeluhkan
dan dapat berkaitan dengan edema pada dinding usus dan/atau kongesti hepar dan regangan
kapsulnya yang dapat mengakibatkan nyeri pada kuadran kanan atas. Gejala serebral, seperti
disorientasi, gangguan tidur dan mood, dapat pula diamati pada pasien dengan HF berat, terutama
pasien lanjut usia dengan arteriosclerosis serebral dan perfusi serebral yang menurun. Nocturia
umum terjadi pada HF dan dapat berperan dalam insomnia.
PEMERIKSAAN FISIS
Pemeriksaan fisis yang teliti selalu penting dalam mengevaluasi pasien dengan HF. Tujuan
pemeriksaan adalah untuk membantu menentukan penyebab dari HF, begitu pula untuk menilai
keparahan dari sindrom yang menyertai. Memperoleh informasi tambahan mengenai keadaan
hemodinamika dan respon terhadap terapi serta menentukan prognosis merupakan tujuan
tambahan lainnya pada pemeriksaan fisis.
Keadaan Umum dan Tanda Vital
Pada gagal jantung ringan dan moderat, pasien sepertinya tidak mengalami gangguan pada waktu
istirahat, kecuali perasaan tidak nyaman jika berbaring pada permukaan yang datar dalam beberapa
menit. Pada HF yang lebih berat, pasien harus duduk dengan tegak, dapat mengalami sesak napas,
dan kemungkinan tidak dapat mengucapkan satu kalimat lengkap karena sesak yang dirasakan.
Tekanan darah sistolik dapat normal atau tinggi pada HF ringan, namun biasanya berkurang pada HF
berat, karena adanya disfungsi LV berat. Tekanan nadi dapat berkurang atau menghilang,
menandakan adanya penurunan stroke volume. Sinus takikardi merupakan tanda nonspesifik
disebabkan oleh peningkatan aktivitas adrenergik. Vasokonstriksi perifer menyebabkan dinginnya
ekstremitas bagian perifer dan sianosis pada bibir dan kuku juga disebabkan oleh aktivitas
adrenergik berlebih.
Vena Jugularis
Pemeriksaan vena jugularis memberikan informasi mengenai tekanan atrium kanan. Tekanan vena
jugularis paling baik dinilai jika pasien berbaring dengan kepala membentuk sudut 45o. Tekanan vena
jugularis dinilai dalam satuan cm H2O (normalnya < 8 cm) dengan memperkirakan jarak vena
jugularis dari bidang diatas sudut sternal. Pada HF stadium dini, tekanan vena jugularis dapat normal
pada waktu istirahat namun dapat meningkat secara abnormal seiring dengan peningkatan tekanan
abdomen (abdominojugular reflux positif). Gelombang v besar mengindikasikan keberadaan
regurgitasi trikuspid.
Pemeriksaan pulmoner
Ronchi pulmoner (rales atau krepitasi) merupakan akibat dari transudasi cairan dari ruang
intravaskuler kedalam alveoli. Pada pasien dengan edema pulmoner, rales dapat terdengar jelas
pada kedua lapangan paru dan dapat pula diikuti dengan wheezing pada ekspirasi (cardiac asthma).
Jika ditemukan pada pasien yang tidak memiliki penyakit paru sebelumnya, rales tersebut spesifik
untuk HF. Perlu diketahui bahwa rales seringkali tidak ditemukan pada pasien dengan HF kronis,
bahkan dengan tekanan pengisian LV yang meningkat, hal ini disebabkan adanya peningkatan
drainase limfatik dari cairan alveolar. Efusi pleura terjadi karena adanya peningkatan tekanan kapiler
pleura dan mengakibatkan transudasi cairan kedalam rongga pleura. Karena vena pleura mengalir ke
vena sistemik dan pulmoner, efusi pleura paling sering terjadi dengan kegagalan biventrikuler.
Walaupun pada HF efusi pleura seringkali bilateral, namun pada efusi pleura unilateral yang sering
terkena adalah rongga pleura kanan
Pemeriksaan Jantung
Pemeriksaan pada jantung, walaupun esensial, seringkali tidak memberikan informasi yang berguna
mengenai tingkat keparahan HF. Jika kardiomegali ditemukan, maka apex cordis biasanya berubah
lokasi dibawah ICS V (interkostal V) dan/atau sebelah lateral dari midclavicular line, dan denyut
dapat dipalpasi hingga 2 interkosta dari apex. Pada beberapa pasien suara jantung ketiga (S 3) dapat
terdengar dan dipalpasi pada apex. Pasien dengan pembesaran atau hypertrophy ventrikel kanan
dapat memiliki denyut oarasternal yang berkepanjangan meluas hingga systole. S3 (atau prodiastolic
gallop) paling sering ditemukan pada pasien dengan volume overload yang juga mengalami takikardi
dan takipneu, dan seringkali menandakan gangguan hemodinamika. Suara jantung keempat (S4)
bukan indicator spesifik untuk HF namun biasa ditemukan pada pasien dengan disfungsi diastolic.
Bising pada regurgitasi mitral dan tricuspid biasa ditemukan pada pasien dengan HF tahap lanjut. 1
Abdomen dan Ekstremitas
Hepatomegaly merupakan tanda penting pada pasien HF. Jika ditemukan, pembesaran hati biasanya
nyeri pada perabaan dan dapat berdenyut selama systole jika regurgitasi trikuspida terjadi. Ascites
sebagai tanda lajut, terhadi sebagai konsekuensi peningkatan tekanan pada vena hepatica dan
drainase vena pada peritoneum. Jaundice, juga merupakan tanda lanjut pada HF, diakibatkan dari
gangguan fungsi hepatic akibat kongesti hepatic dan hypoxia hepatoseluler, dan terkait dengan
peningkatan bilirubin direct dan indirect.
Edema perifer merupakan manifestasi cardinal pada HF, namun namun tidak spesifik dan biasanya
tidak ditemukan pada pasien yang diterapi dengan diuretic. Edema perifer biasanya sistemik dan
dependen pada HF dan terjadi terutama pada daerah Achilles dan pretibial pada pasien yang mampu
berjalan. Pada pasien yang melakukan tirah baring, edema dapat ditemukan pada daerah sacral
(edema presacral) dan skrotum. Edema berkepanjangan dapat menyebabkan indurasi dan
pigmentasi ada kulit.
Cardiac Cachexia
Pada kasus HF kronis yang berat, dapat ditandai dengan penurunan berat badan dan cachexia yang
bermakna. Walaupun mekanisme dari cachexia pada HF tidak diketahui, sepertinya melibatkan
banyak faktor dan termasuk peningkatan resting metabolic rate; anorexia, nausea, dan muntah
akibat hepatomegali kongestif dan perasaan penuh pada perut; peningkatan konsentrasi sitokin
yang bersirkulasi seperti TNF, dan gangguan absorbsi intestinal akibat kongesti pada vena di usus.
Jika ditemukan, cachexia menandakan prognosis keseluruhan yang buruk.
Diagnosis
Diagnosis HF relatif tidak sulit jika pasien datang dengan gejala dan tanda klasik untuk HF; akan
tetapi, gejala dan tanda HF kebanyakan tidak spesifik dan tidak sensitive. Karena hal tersebut, kunci
untuk mendiagnosis adalah mempunyai tingkat kecurigaan tinggi terutama pada pasien beresiko.
Ketika pasien datang dengan gejala dan tanda HF, pemeriksaan laboratorium penunjang sebaiknya
dilakukan.
Pemeriksaan Laboratorium Rutin
Pasien dengan onset HF yang baru atau dengan HF kronis dan dekompensasi akut sebaiknya
melakukan pemeriksaan darah rutin lengkap, elektrolit, blood urean nitrogen (BUN), kreatinin
serum, enzim hepatik, dan urinalisis. Pasien tertentu sebaiknya memiliki pemeriksaan tertentu
seperti pada Diabetes Mellitus (gula darah puasa atau tes toleransi glukosa), dislipidemi (profil lipid),
dan abnormaltas thyroid ( kadar TSH).
Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG 12-lead dianjurkan. Kepentingan utama dari EKG adalah untuk menilai ritme,
menentukan keberadaan hypertrophy pada LV atau riwayat MI (ada atau tidak adanya Q wave). EKG
Normal biasanya menyingkirkan kemungkinan adanya disfungsi diastolic pada LV.
Radiology
Pemeriksaan ini memberikan informasi berguna mengenai ukuran jantung dan bentuknya, begitu
pula keadaan vaskuler pulmoner dan dapat mengidentifikasi penyebab nonkardiak pada gejala
pasien. Walaupun pasien dengan HF akut memiliki bukti adanya hipertensi pulmoner, edema
interstitial, dan/atau edema puloner, kebanyakan pasien dengan HF tidak ditemukan bukti-bukti
tersebut. Absennya penemuan klinis ini pada pasien HF kronis mengindikasikan adanya peningkatan
kapasitas limfatik untuk membuang cairan interstitial dan/atau cairan pulmoner
Penilaian fungsi LV
Pencitraan kardiak noninvasive penting untuk mendiagnosis, mengevaluasi, dan menangani HF.
Pemeriksaan paling berguna adalah echocardiogram 2D/ Doppler, dimana dapat memberikan
penilaian semikuantitatif terhadap ukuran dan fungsi LV begitu pula dengan menentukan
keberadaan abnormalitas pada katup dan/atau pergerakan dinding regional (indikasi adanya MI
sebelumnya). Keberadaan dilatasi atrial kiri dan hypertrophy LV, disertai dengan adanya
abnormalitas pada pengisian diastolic pada LV yang ditunjukkan oleh pencitraan, berguna untuk
menilai HF dengan EF yang normal. Echocardiogram 2-D/Doppler juga bernilai untuk menilai ukuran
ventrikel kanan dan tekanan pulmoner, dimana sangat penting dalam evaluasi dan penatalaksanaan
cor pulmonale. MRI juga memberikan analisis komprehensif terhadap anatomi jantung dan sekarang
menjadi gold standard dalam penilaian massa dan volume LV.
Petunjuk paling berguna untuk menilai fungsi LV adalah EF (stroke volume dibagi dengan end-
diastolic volume). Karena EF mudah diukur dengan pemeriksaan noninvasive dan mudah
dikonsepkan. Pemeriksaan ini diterima secara luas oleh para ahli. Sayangnya, EF memiliki beberapa
keterbatasan sebagai tolak ukur kontraktilitas, karena EF dipengaruhi oleh perubahan pada afterload
dan/atau preload. Sebagai contoh, LV EF meningkat pada regurgitasi mitral sebagai akibat ejeksi
darah ke dalam atrium kiri yang bertekanan rendah. Walaupun demikan, dengan pengecualian jika
EF normal (> 50%), fungsi sistolik biasanya adekuat, dan jika EF berkurang secara bermakna (<30-
40%)
Biomarker
Kadar peptide natriuretik yang bersirkulasi berguna sebagai alat tambahan dalam diagnosis HF. Baik
B-type natriuretic peptide dan N-terminal pro-BNP, yang dikeluarkan dari jantung yang mengalami
kerusakan, merupakan marker yang relative sensitif untuk menentukan keberadaan HF dengan EF
yang rendah; peptide ini juga meningkat pada pasien HF dengan EF yang normal, walaupun dengan
kadar yang lebih sedikit. Namun demikian, penting untuk diketahui bahwa kadar peptide natriuretik
juga meningkat seiring umur dan dengan gangguan ginjal, lebih meningkat pula pada wanita, dan
dapat meningkat pada HF kanan dari penyebab apapun. 2
Pemeriksaan latihan
Treadmill atau latihan bersepeda tidak rutin dianjurkan pada pasien HF, namun bermanfaat untuk
menilai perlunya transplantasi kardiak pada pasien dengan HF berat.
Differensial Diagnosis
HF menyerupai namun harus dapat dibedakan dengan (1) keadaan dimana kongesti sirkulasi
disebabkan oleh retensi air dan garam yang abnormal tetapi tidak terdapat kelainan pada struktur
atau fungsi jantung (mis. pada gagal ginjal) dan (2) penyebab nonkardiak terhadap kejadian edema
pulmoner (mis. syndrome distress pernapasan akut . Pada kebanyak pasien yang datang dengan
tanda dan gejala khas untuk HF, diagnosis relative tidak sulit. Namun, bahkan ahli berpengalaman
memiliki kesulitan untuk membedakan antara sesak napas akibat jantung atau pulmoner. Untuk hal
ini, pencitraan jantung noninvasif, biomarker, fungsi pulmoner, dan pemeriksaan radiology dapat
berguna. 2
Penatalaksanaan Gagal Jantung
HF sebaiknya dipandang sebagai suatu seri yang terdiri dari 4 stadium yang saling berkaitan. Stadium
A termasuk pasien dengan resiko tinggi terkena HF namun tanpa gangguan structural jantung atau
gejala HF (pasien diabetes mellitus atau hipertensi). Stadium B termasuk pasien yang memiliki
gangguan structural pada jantung namun tanpa gejala HF (misal. pasien dengan riwayat MI dan
disfungsi LV asimptomatis). Stadium C termasuk pasien yang memiliki gangguan structural pada
jantung dan memiliki gejala HF yang berkembang (misal. pasien dengan riwayat MI dengan sesak
napas dan kelemahan ). Stadium D termasuk pasien dengan HF refrakter yang membutuhkan
intervensi khusus (pasien dengan HF refrakter yang membutuhkan transplantasi jantung). Pada seri
ini, setiap usaha sebaiknya dilakukan untuk mencegah HF, tidak hanya dengan menangani penyebab
HF yang dapat dicegah (hipertensi) namun dengan mengatasi pasien pada stadium B dan stadium C
dengan obat yang mencegah progresi penyakit ini (mis. ACE inhibitor dan beta blocker) dan dengan
penanganan simptomatik pasien pada stadium D.2
Tabel 2. Klasifikasi New York Heart Association
Kapasitas
Fungsional
Penilaian Objektif
Class I Pasien dengan penyakit jantung namun tanpa keterbatasan pada
aktivitas fisik. Aktivitas fisik biasa tidak menyebabkan keletihan,
palpitasi, sesak, atau nyeri anginal
Class II Pasien dengan penyakit jantung yang menyebabkan keterbatasan
aktivitas fisik ringan. Pasien merasa nyaman pada waktu istirahat.
Aktivitas fisik biasa mengakibatkan kelemahan, palpitasi, sesak, atau
nyeri anginal.
Class III Pasien dengan penyakit jantung yang mengakibatkan keterbatasan
bermakna pada aktivitas fisik. Pasien merasa nyaman pada waktu
istirahat. Aktivitas fisik yang lebih ringan dari biasanya menyebabkan
keletihan, palpitasi, sesak, dan nyeri anginal..
Class IV Pasien dengan penyakit jantung yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk menjalani aktivitas fisik apapun tanpa rasa
tidak nyaman. Gejala gagal jantung atau sindroma angina dapat
dialami bahkan pada saat istirahat. Jika aktivitas fisik dilakukan, maka
rasa tidak nyaman semakin meningkat.
Sumber: Adaptasi dari New York Heart Association, Inc., Diseases of the Heart and Blood Vessels:
Nomenclature and Criteria for Diagnosis, 6th ed. Boston, Little Brown, 1964, p. 114.
Penatalaksanaan HF dengan Fraksi Ejeksi Menurun (<40%)
Pemeriksaan Umum
Klinisi, dalam pemeriksaan, sebaiknya bertujuan untuk mengskrining dan menangani komorbiditas
tertentu seperti hipertensi, penyakit jantung koroner, diabetes mellitus, anemia, dan gangguan
pernapasan pada saat tidur, dimana keadaan ini cenderung mengawali eksaserbasi HF. Pasien HF
sebaiknya dianjurkan untuk berhenti atau mengurangi merokok dan konsumsi alcohol. Temperatur
ekstrim dan aktivitas fisik berlebih sebaiknya dihidari. Obat tertentu yang dapat memperburuk HF
(Tabel 3) sebaiknya dihindari. Sebagai contoh, nonsteroidal anti inflammatory drugs (NSAID),
termasuk cyclooxygenase 2 inhibitor tidak dianjurkan pada pasien dengan HF kronis karena resiko
gagal ginjal dan retensi cairan dapat meningkat secara bermakna dalam keadaan fungsi renal yang
terganggu atau dalam terapi ACE inhibitor. Pasien sebaiknya diberikan imunisasi influenza atau
pneumococcus untuk mencegah infeksi respirasi. Penting pula memberikan edukasi kepada pasien
dan keluarga mengenai HF, pentingnya pola makan yang tepat, dan pentingnya pemberian regimen
obat yang teratur. Pengawasan pasien rawat jalan oleh perawat atau asisten dokter dan/atau pada
klinik khusus HF terbukti bermanfaat, terutama pada pasien dengan penyakit yang berat.1
Tabel 3. Faktor yang Dapat Memicu Dekompensasi Akut Pada Pasien dengan Gagal
Jantung Kronis
Pola diet yang tidak dianjurkan
Iskemia Myokard/ Infark Myokard
Arrhythmia (tachycardia atau bradycardia)
Penghentian terapi HF
Infeksi
Anemia
Pemberian obat yang memperburuk HF
- Calcium antagonists (verapamil, diltiazem)
- Beta blockers
- Nonsteroidal anti-inflammatory drugs
- Antiarrhythmic agents [semua agen kelas 1, sotalol (kelas III)]
- Anti-TNF antibodies
Konsumsi Alkohol
Kehamilan
Hipertensi yang memburuk
Insufisiensi valvular akut
Aktivitas
Walaupun aktivitas fisik berat tidak dianjurkan pada HF, suatu latihan rutin ringan terbukti
bermanfaat pada pasien HF dengan NYHA kelas I-III. Pasien euvolemik sebaiknya didorong untuk
melakukan latihan rutin isotonic seperti jalan atau mengayuh sepeda ergometer statis, yang dapat
ditoleransi. Beberapa penelitian mengenai latihan fisik memberikan hasil yang positif dengan
berkurangnya gejala, meningkatkan kapasitas latihan, dan memperbaiki kualitas dan durasi
kehidupan. Manfaat pengurangan berat badan dengan restriksi intake kalori belum diketahui secara
jelas
Diet
Diet rendah garam (2-3 g per hari) dianjurkan pada semua pasien HF (baik dengan penurunan EF
maupun EF yang normal). Restriksi lebih lanjut (<2g) asimtomatik karena kurangnya bukti manfaat
dan berpotensi untuk interaksi negative dengan terapi HF.2
Diuretik
Kebanyakan dari manifestasi klinik HF sedang hingga berat diakibatkan oleh retensi cairan yang
menyebabkan ekspansi volume dan gejala kongestif. Diuretik (Tabel 4) adalah satu-satunya agen
farmakologik yang dapat mengendalikan retensi cairan pada HF berat, dan sebaiknya digunakan
untuk mengembalikan dan menjaga status volume pada pasien dengan gejala kongestif (sesak
napas, orthopnea, dan edema) atau tanda peningkatan tekanan pengisian (rales, distensi vena
jugularis, edema perifer). Furosemide, torsemide, dan bumetanide bekerja pada loop of Henle ( loop
diuretics) dengan menginhibisi reabsorbsi Na+, K+,dan Cl – pada bagian asendens pada loop of henle;
thiazide dan metolazone mengurangi reabsorbsi Na+ dan Cl- pada bagian awal tubulus kontortus
distal, dan diuretic hemat kalium seperti spironolakton bekerja pada tingkat duktus koligens.2
Tabel 4 Obat yang digunakan dalam penatalaksanaan Gagal Jantung (EF <40%)
Dosis Awal Dosis Maksimal
Diuretics
Furosemide 20–40 mg qd or bid 400 mg/da
Torsemide 10–20 mg qd bid 200 mg/da
Bumetanide 0.5–1.0 mg qd or bid 10 mg/da
Hydrochlorthiazide 25 mg qd 100 mg/da
Metolazone 2.5–5.0 mg qd or bid 20 mg/da
Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors
Captopril 6.25 mg tid 50 mg tid
Enalapril 2.5 mg bid 10 mg bid
Lisinopril 2.5–5.0 mg qd 20–35 mg qd
Ramipril 1.25–2.5 mg bid 2.5–5 mg bid
Trandolapril 0.5 mg qd 4 mg qd
Angiotensin Receptor Blockers
Valsartan 40 mg bid 160 mg bid
Candesartan 4 mg qd 32 mg qd
Irbesartan 75 mg qd 300 mg qdb
Losartan 12.5 mg qd 50 mg qd
β Receptor Blockers
Carvedilol 3.125 mg bid 25–50 mg bid
Bisoprolol 1.25 mg qd 10 mg qd
Metoprolol succinate CR 12.5–25 mg qd Target dose 200 mg qd
Additional Therapies
Spironolactone 12.5–25 mg qd 25–50 mg qd
Eplerenone 25 mg qd 50 mg qd
Kombinasi 10–25 mg/10 mg tid 75 mg/40 mg tid
hydralazine/isosorbide
dinitrate
Dosis tetap
hydralazine/isosorbide
dinitrate
37.5 mg/20 mg (one tablet) tid 75 mg/40 mg (two tablets)
tid
Digoxin 0.125 mg qd <0.375 mg/db
aDosis harus disesuaikan hingga mengurangi gejela kongestif pada pasien
bDosis target tidak diketahui
Diuretik sebaiknya dimulai dengan dosis rendah (Tabel 4) dan kemudian ditingkatkan secara
perlahan lahan untuk meringankan tanda dan gejala overload cairan. Hal ini biasanya membutuhkan
penyesuaian dosis berulang selama beberapa hari pada pasien dengan overload cairan berat.
Pemberian intravena dapat penting untuk meringankan kongesti akut dan aman digunakan pada
keadaan rawat jalan. Setelah gejala kongesti diringankan, pemberian diuretic sebaiknya tetap
dilanjutkan untuk menghindari rekurensi dari retensi air dan garam.2
Diuretik memiliki potensi untuk menyebabkan berkurangnya volume dan elektrolit, begitu pula
dengan memperburuk azotemia. Sebagai tambahan, diuretik dapat memperburuk aktivasi
neurohormonal dan progresi penyakit. Satu efek samping diuretik yang paling penting adalah
perubahan homeostatis potassium (hipokalemia atau hyperkalmei), yang akan meningkatkan resiko
arrhythmia. Pada umumnya, baik loop diuretik maupun thiazid dapat menyebabkan hypokalemia,
sedangkan spironolacton, eplerenone, dan triamterene menyebabkan hyperkalemia.1
ACE Inhibitor (ACEI)
Terdapat banyak bukti yang menyatakan bahwa ACE inhibitor sebaiknya digunakan pada pasien
simptomatis dan asimptomatis dengan EF menurun. ACE inhibitor mempengaruhi sistem rennin-
angiotensin dengan menginhibisi enzyme yang berperan terhadap konversi angiotensin menjadi
angiotensin II. Tidak hanya itu, karena ACE inhibitor (ACEI) juga dapat menghambat kininase II,
sehingga dapat mengakibatkan peningkatan bradykinin, yang akan meningkatkan efek bermanfaat
dari supresi angiotensin. ACEI menstabilkan LV remodeling, meringankan gejala, mengurangi
kemungkinan opname, dan memperpanjang harapan hidup. Karena retensi cairan dapat
menurunkan efek ACEI, dianjurkan untuk diberikan diuretic sebelum memulai terapi ACEI. Akan
tetapi, penting untuk mengurangi dosis diuretic selama awal pemberian ACEI dengan tujuan
mengurangi kemungkinan hipotensi simptomatik. ACEI sebaiknya dimulai dengan dosis rendah,
diikuti dengan peningkatan dosis secara bertahap jika dosis rendah dapat ditoleransi. 1
Setelah diagnosis klinis HF ditegakkan, penting untuk menangani retensi cairan sebelum memulai
terapi ACEI (atau ARB jika pasien intoleran terhadap ACEI). Βeta-blocker sebaiknya dilakukan jika
retensi cairan telah ditangani dan/atau dosis ACEI telah ditingkatkan. Jika pasien masih bergejala,
ARB, antagonis aldosteron, atau digoxin dapat diberikan sebagai “triple therapy”. Terapi alat
sebaiknya dipertimbangkan dengan pemberian farmakologik yang tepat pada pasien. ACEI,
angiotensin-converting enzyme inhibitor; ARB, angiotensin receptor blocker; NYHA, New York Heart
Association; CRT, cardiac resynchronization therapy; ICD, implantable cardiac defibrillator.2
Efek samping yang kebanyakan terjadi berkaitan dengan supresi sistem renin angiotensin.
Penurunan tekanan darah dan azotemia ringan dapat terjadi selama pemberian terapi dan biasanya
ditoleransi dengan baik sehingga dosis tidak perlu diturunkan. Akan tetapi, jika hipotensi diikuti
dengan rasa pusing atau disfungsi renal menjadi lebih berat, maka penting untuk menurunkan
dosisnya. Pada retensi potassium yang tidak berespon dengan diuretic, dosis ACE juga perlu
diturunkan.
Angiotensin Receptor Blocker (ARB)
Obat ini ditoleransi dengan baik pada pasien yang tidak dapat diberikan ACE karena batuk, rash kulit,
dan angioedema. Walaupun ACEI dan ARB menghambat sistem rennin-angiotensin, kedua golongan
obat ini bekerja dalam mekanisme yang berbeda. ACEI memblokir enzim yang berperan dalam
mengkonversi angiotensin I menjadi angiotensin II, ARB memblokir efek angiotensin II pada reseptor
angiotensin tipe I. Beberapa penelitian klinik menunjukkan manfaat terapeutik dari penambahan
ARB pada terapi ACEI pada pasien HF kronis.
Baik ACE inhibitor maupun ARBs memiliki efek serupa terhadap tekanan darah, fungsi ginjal, dan
potassium. Sehingga efek samping kedua obat tersebut serupa pula. 1
β-Adrenergic Receptor Blockers
Terapi Beta blocker menunjukkan kemajuan utama dalam penanganan pasien dengan penurunan EF.
Obat ini mempengaruhi efek berbahaya dari aktivasi sistem adrenergic yang berkepanjangan dengan
secara kompetitif memblokir satu atau lebih reseptor adrenergik (α1, β1, and β2). Walaupun terdapat
manfaat potensial dalam memblokir tiga reseptor ini, kebanyakan efek penurunan aktivasi
adrenergic dimediasi oleh reseptor β1. Jika diberikan bersamaan dengan ACEI, beta blocker
menghambat proses LV remodeling, meringankan gejala pasien, mencegah opname, dan
memperpanjang harapan hidup. Maka dari itu beta blocker diindikasikan pada pasien HF
simptomatik atau asimptomatik dengan EF menurun (<40%)
Efek samping dari beta bloker biasanya terkait dengan komplikasi yang timbul dari penurunan sistem
saraf adrenergic. Reaksi ini umumnya terjadi beberapa hari setelah permulaan terapi dan biasanya
responsive setelah dosis dikurangi. Terapi betabloker dapat menyebabkan bradykardia dan/atau
eksaserbasi heart block. Maka dari itu, dosis beta blocker sebaiknya diturunkan jika heart rate
menurun hingga receptor yang dapat mengakibatkan efek vasodilatasi.
Antagonis Aldosteron
Walaupun dikategorikan sebagai diuretic hemat kalium, obat yang memblokir efek aldosteron
(spironolakton atau eplerenon) memiliki efek bermanfaat yang independent dari efek keseimbangan
sodium. Walaupun ACEI dapat menurunkan sekresi aldosteron secara transient, dengan terapi
jangka panjang, kadar aldosteron akan kembali seperti sebelum terapi ACEI dilakukan. Maka dari itu,
pemberian antagonis aldosteron dianjurkan pada pasien dengan NYHA kelas III atau kelas IV yang
memiliki EF yang menurun (<35%).3
Permasalahan utama pemberian antagonis aldosteron adalah peningkatan resiko hyperkalemia,
dimana lebih cenderung terjadi pada pasien yang menerima terapi suplemen potassium atau
mengalami insufisiensi renal sebelumnya. Antagonis aldosteron tidak direkomendasikan jika
kreatinin serum >2.5 mg/dL (atau klirens kreatinin 5.0 mmol/L. 2
Terapi Antikoagulan dan Antiplatelet
Pasien HF memiliki peningkatan resiko terjadinya kejadian thromboembolik. Pada penilitan klinis,
angka kejadian stroke mulai dari 1,3 hingga 2,4% per tahun. Penurunan fungsi LV dipercaya
mengakibatkan relative statisnya darah pada ruang kardiak yang berdilatasi dengan peningkatan
resiko pembentukan thrombus. Penatalaksanaan dengan warfarin dianjurkan pada pasien dengan
HF, fibrilasi atrial paroxysmal, atau dengan riwayat emboli sistemik atau pulmoner, termasuk stroke
atau transient ischemic attack (TIA). Pasien dengan iskemik kardiomyopati simptomatik atau
asimptomatik dan memiliki riwayat MI dengan adanya thrombus LV sebaiknya diatasi dengan
warfarin dengan permulaan 3 bulan setelah MI, kecuali terdapat kontraindikasi terhadap
pemakaiannya. 1
Aspirin direkomendasikan pada pasien HF dengan penyakit jantung iskemik untuk menghindari
terjadinya MI dan kematian. Namun, dosis rendah aspirin (75 atau 81 mg) dapat dipilih karena
kemungkinan memburuknya HF pada dosis lebih tinggi. 2
Tabel 5 Obat untuk Penatalaksanaan Gagal Jantung Akut
Dosis Permulaan Dosis Maksimal
Vasodilators
Nitroglycerin 20 µg/menit 40–400 µg/menit
Nitroprusside 10 µg/menit 30–350 µg/menit
Nesiritide Bolus 2 µg/kg 0.01–0.03 µg/kg per menita
Inotropes
Dobutamine 1–2 µg/kg per menit 2–10 µg/kg per menitb
Milrinone Bolus 50 µg/kg 0.1–0.75 µg/kg per menitb
Dopamine 1–2 µg/kg per menit 2–4 µg/kg per menitb
Levosimendan Bolus 12 µg/kg 0.1–0.2 µg/kg per menitc
Vasoconstrictors
Dopamine for hypotension 5 µg/kg per menit 5–15 µg/kg per menit
Epinephrine 0.5 µg/kg per menit 50 µg/kg per menit
Phenylephrine 0.3 µg/kg per menit 3 µg/kg per menit
Vasopression 0.05 units/menit 0.1–0.4 units/ menit
aBiasanya <4>
bInotrope juga memiliki kemampuan vasodilators.
cDiakui diluar Amerika Serikat untuk penanganan gagal jantung akut
TINJAUAN PUSTAKA
1. Harrison. Heart Failure dalam Harrison's Principles of Internal Medicine 17 ed.
2. Garabed E, Norbert L et, KDIGO 2012 Clinical practise guideline for the evaluation
and management of Chronic Kidney Disease.2012; United States of America.
3. Ketut S, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Penyakit Ginjal Kronik.18th Edition Vol II.
Jakarta: Terbitan FK UI: 2009. P. 1307-40.
.