Catatan Koass Osteoarthritis Tangan
-
Upload
hendrik-surya-adhi-putra -
Category
Documents
-
view
49 -
download
2
description
Transcript of Catatan Koass Osteoarthritis Tangan
1
Tinjauan Pustaka
DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN
OSTEOARTHRITIS TANGAN
Pendahuluan
Osteoartritis (OA) merupakan kelainan degeneratif sendi, dimana terjadi penipisan
dan penyerpihan tulang rawan sendi, sklerosis tulang subkondral, serta pembentukan
osteofit yang dapat menyebabkan gangguan fungsi sendi. Paling sering mengenai tangan,
pinggang, lutut dan/atau tulang belakang.1, 2, 3
OA merupakan kelainan degeneratif sendi yang paling banyak didapatkan di
masyarakat, terutama pada usia lanjut. Lebih dari 80% usia diatas 75 tahun menderita OA.
OA merupakan kasus terbanyak yang terdapat di rumah sakit dari semua kasus penyakit
rematik. Di poliklinik Reumatologi RSUP Sanglah Denpasar (2001-2003), OA merupakan
kasus tertinggi (37%) diikuti dengan RNA, AG, SLE, dan lain-lain. OA biasanya
mengenai sendi lutut (75%), tangan dan jari-jari (60%), kaki (40%), panggul (25%), dan
bahu (15%).2,4
Terdapat dua perubahan morfologi pada OA yaitu kerusakan fokal tulang rawan
sendi dan pembentukan tulang baru pada dasar tulang rawan sendi dan tepi sendi.
Perubahan tersebut berupa peningkatan aktivitas enzim-enzim yang merusak
makromolekul matrik tulang rawan sendi yaitu proteoglikan dan kolagen. Berdasarkan
patogenesisnya OA diklasifikasikan menjadi dua yaitu OA primer yang tidak diketahui
dan tidak ada hubunganya dengan penyakit sistemik dan OA sekunder yang didasari oleh
kelainan endokrin, inflamasi, metabolik, pertumbuhan, herediter dan jejas mikro atau
makro.1,3,5
OA sendi tangan ditandai oleh adanya nyeri dan pembengkakan pada pergerakan
yang hilang bila istirahat, kaku sendi terutama setelah istirahat lama atau bangun tidur.
Nyeri akan bertambah jika melakukan kegiatan yang membebani sendi-sendi pada jari
tangan dalam waktu lama.2,7,8
Diagnosis OA tangan sudah dapat ditegakkan berdasarkan kriteria klasifikasi The
American College of Rheumatology yaitu adanya nyeri tangan atau kaku dengan 3 atau 4
dari : pembesaran jaringan keras pada 2 atau lebih dari 10 sendi tangan, pembesaran
jaringan keras pada 2 atau lebih sendi DIP, pembengkakan pada kurang dari 3 sendi MCP
atau deformitas pada 2 atau lebih dari 10 sendi tangan. Sepuluh sendi tangan yang
2
dimaksud adalah sendi DIP digiti II-III, sendi PIP digiti II-III, dan sendi karpometakarpal I
(dari kedua tangan).7,9
Prinsip penatalaksanaan OA tangan bertujuan untuk menghilangkan keluhan,
mengoptimalkan fungsi sendi, mengurangi ketergantungan dan meningkatkan kualitas
hidup, menghambat progresivitas penyakit dan mencegah komplikasi. Pilar terapi: non
farmakologis (edukasi dan terapi fisik), farmakologis (analgetik, kortikosteroid lokal,
sistemik, kondroprotektif dan biologik) dan pembedahan. Pengelolaan penderita OA
tangan baik secara farmakologik atau non farmakologik dapat dilakukan dengan lebih
tepat dan aman bila terdapat pemahaman yang baik mengenai patogenesis dan sifat nyeri
OA yang multifaktorial. 2,11
OA tangan merupakan kasus OA yang jarang ditemukan, maka deteksi dini dan
penanganan yang tepat dan cepat sangat diperlukan. Pada tinjauan kasus ini akan dibahas
mengenai pendekatan diagnostik dan penatalaksanaan pada penderita dengan OA tangan.
Pembahasan
OA adalah penyakit degenerasi kartilago artikuler yang berlangsung secara perlahan-lahan
ditandai pembengkakan, nyeri sendi, kekakuan, keterbatasan gerakan yang berkembang
secara progresif. 6
Tanda-tanda tersebut kami temukan pada penderita ini.
Berdasarkan patogenesisnya OA diklasifikasikan menjadi dua yaitu OA primer dan
OA sekunder. OA primer disebut juga OA idiopatik yaitu OA yang kausanya tidak
diketahui dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan
lokal pada sendi. Faktor yang dapat menyebabkan OA primer antara lain keturunan, usia
lanjut, mikrotrauma dan kelainan biokimia tulang rawan misalnya penurunan jumlah
prostaglandin. OA sekunder adalah OA yang didasari oleh adanya kelainan endokrin,
trauma (akut atau kronik akibat pekerjaan atau olahraga), inflamasi, metabolik,
pertumbuhan, herediter, jejas mikro dan makro serta imobilisasi yang terlalu lama, faktor
mekanik, penyakit deposit kalsium, penyakit tulang dan sendi lainnya, difus, neuropatik
endemik.8,9
Pada penderita ini, berdasarkan anamnesis dan riwayat sosialnya, tidak
didapatkan adanya penyakit sistemik. Selain itu ditemukan adanya faktor keturunan
(kakak kandung penderita juga mengalami penyakit yang sama). Jadi dapat disimpulkan
pada penderita ini termasuk dalam OA primer.
Nyeri sendi merupakan keluhan yang umum terjadi pada penyakit reumatik, yaitu
OA, artritis gout, atritis reumatoid, keganasan, reumatik septik dan lain sebagainya.10
Nyeri terlokalisir pada sendi-sendi jari tangan kiri tanpa adanya nyeri pada sendi yang
3
lain. Nyeri bertambah saat melakukan gerakan dan berkurang setelah istirahat. Pada
penderita ini keluhan utama nyeri pada sendi-sendi jari tangan kiri muncul sejak 6 bulan
yang lalu. Nyeri bertambah saat pasien bekerja seperti berjualan melayani pembeli dan
mejejahitan. Nyeri berkurang apabila pasien beristirahat. Nyeri seperti ini biasanya
ditemukan pada OA.
Pada penderita OA biasanya juga ditemukan adanya keluhan kaku sendi. Keadaan
ini disebabkan oleh desakan cairan yang berada di sekitar jaringan yang mengalami
inflamasi (kapsul sendi, sinovia, atau bursa). Kaku sendi makin nyata pada pagi hari atau
setelah istirahat. Setelah digerak-gerakkan, cairan akan menyebar dari jaringan yang
mengalami inflamasi sehingga penderita merasa terlepas dari ikatan dan bisa
menggerakkan sendinya kembali. Lama kaku sendi pada OA adalah kurang dari 30 menit
sedangkan pada AR minimal satu jam.3,6
Pada penderita ini, mengalami keluhan kaku
sendi yang dirasakan pada pagi hari. kaku sendi-sendi jari tangan kirinya juga dirasakan
paling berat pada pagi hari selama kira-kira 20-30 menit dan menghilang dengan
sendirinya bila penderita menggerakkan jari-jari tangannya dengan beraktivitas seperti
biasa. Hal ini sesuai untuk mendukung keluhan pada penderita OA.
Sendi yang membengkak/membesar bisa disebabkan oleh penonjolan tulang,
sinovitis, efusi pada sendi yang biasanya tidak begitu banyak (<100) dan karena adanya
osteofit yang dapat mengubah permukaan sendi. Tulang mengalami pertumbuhan
berlebihan di pinggiran sendi dan menyebabkan benjolan (osteofit), yang bisa dilihat dan
bisa dirasakan. Penonjolan tulang dapat terjadi pada sendi DIP (Heberden’s nodes) dan
sendi PIP (Bouchard’s nodes).4,8,9
Pada penderita ini dikeluhkan adanya pembesaran sendi
yang teraba padat pada sendi-sendi jari tangan kiri, baik DIP maupun PIP sejak kurang
lebih 6 bulan yang lalu. Pada penderita juga ditemukan osteofit pada pemeriksaan rontgen
manus kiri AP/oblique.
Pemeriksaan fisik lokalis pada sendi ekstremitas didapatkan: pada PIP dan DIP
digiti I sinistra dari inspeksi tampak pembesaran sendi berdiameter 1,5 x 1,5 cm, hiperemi
tidak ada; dari palpasi teraba benjolan, tidak teraba hangat dan nyeri tekan derajat II. Pada
PIP dan DIP digiti II sinistra dari inspeksi tampak pembesaran sendi berdiameter 0,5 x 0,5
cm, hiperemi tidak ada; dari palpasi teraba benjolan, tidak teraba hangat dan nyeri tekan
derajat II. Pada DIP digiti III-V sinistra dan DIP dextra dari inspeksi tampak pembesaran
sendi berdiameter 0,5 x 0,5 cm, hiperemi tidak ada; dari palpasi teraba benjolan, tidak
teraba hangat dan nyeri tekan derajat I. Pemeriksaan gerak sendi didapat keterbatasan
gerak fleksi dan tidak dapat melakukan gerakan ekstensi sendi jari tangan kiri (ekstensi
4
0º). Hambatan gerak terutama disebabkan oleh adanya osteofit remodeling, penebalan
kapsul, dan juga adanya efusi.
Pemeriksaan radiologis pada penderita OA sering didapatkan adanya gambaran
radiologis berupa penyempitan celah sendi dan pembentukan tulang baru atau osteofit
pada tepi sendi. Menipisnya rawan sendi diawali dengan retak dan terbelahnya permukaan
sendi di beberapa tempat yang kemudian menyatu dan disebut sebagai fibrilasi. Di lain
pihak pada tulang akan terjadi pula perubahan sebagai reaksi tubuh untuk memperbaiki
kerusakan. Perubahan itu adalah penebalan tulang subkondral dan pembentukan osteofit
marginal, disusul kemudian dengan perubahan komposisi molekular dan struktur tulang.
Penipisan kartilago sendi akibat proses degeneratif memberi gambaran penyempitan celah
sendi yang tidak simetris pada polos radiologi. Fungsi kartilago sendi berkurang bahkan
menghilang mengakibatkan beban stres di daerah subkhondral bertambah. Beberapa
subkhondral tersebut dapat diamati pada photo polos radiologi berupa pembentukan
osteofit, subkhondral sklerotik, maupun pembentukan kista subkhondral. Kadang-kadang
juga tampak gambaran taji (spur formation), liping pada tepi-tepi tulang, dan adanya
tulang-tulang yang lepas.9,10
Pada penderita ini ditemukan adanya celah sendi yang
menyepit, pembentukan osteofit atau spur (gambaran taji) pada phalanx proximal digiti 1
dan 2.
Pada OA tangan, dari anamnesa (gejala klinis), pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
radiologi sudah dapat menunjang ditegakkannya diagnosis OA tangan. Hasil pemeriksaan
laboratorium pada OA biasanya tidak banyak berguna. Darah tepi (Hb, leukosit, dan LED)
dalam batas normal, kecuali OA generalisata yang harus dibedakan dengan arthritis
peradangan. Pemeriksaan imunologi (ANA, faktor rheumatoid dan komplemen) juga
normal. Pada OA yang disertai peradangan, mungkin didapatkan penurunan viskositas,
pleositosis sedang hingga ringan, peningkatan ringan sel radang (<8000/m) dan
peningkatan protein.7,9
Pada penderita ini dilakukan pemeriksaan laboratorium darah
lengkap dan kimia darah karena pemeriksaan tersebut merupakan pemeriksaan rutin. Dari
hasil pemeriksaan laboratorium pada penderita ini tidak ditemukan adanya kelainan yang
bermakna.
Diagnosis OA tangan sudah bisa ditegakkan secara klinis dengan memakai kriteria
OA yang dibuat oleh Subcommittee The American College of Rheumatology (ACR).
Kriteria OA tangan secara klinis adalah adanya nyeri sendi tangan atau kaku sendi dengan
3 atau 4 dari : pembesaran jaringan keras pada 2 atau lebih dari 10 sendi tangan,
pembesaran jaringan keras pada 2 atau lebih sendi DIP, pembengkakan pada kurang dari 3
5
sendi MCP atau deformitas pada 2 atau lebih dari 10 sendi tangan.1,4,8
Sepuluh sendi
tangan yang dimaksud adalah sendi DIP digiti II-III, sendi PIP digiti II-III, dan sendi
karpometakarpal I (dari kedua tangan). Pada penderita ini wanita berusia 57 tahun,
ditemukan memiliki keluhan nyeri sendi tangan kiri, kaku sendi selama 20-30 menit dan
benjolan pada sendi jari tangan kiri yang memenuhi kriteria diatas.
Pada penderita ini termasuk dalam OA fungsional kelas II, karena berdasarkan
anamnesa penderita masih bisa beraktivitas/bekerja sehari-harinya, dan dapat berjalan
untuk melaksanakan aktivitas tersebut tanpa bantuan alat; dan dari pemeriksaan fisik
ditemukan adanya gangguan pada sendi jari tangan kiri dan kanan. Sehingga berdasarkan
kriteria ACR maka penderita ini didiagnosis menderita Fungsional Kelas II/Osteoartritis
Primer/Manus.
Pengelolaan penderita dengan OA bertujuan untuk untuk menghilangkan keluhan,
mengoptimalkan fungsi sendi, mengurangi ketergantungan dan meningkatkan kualitas
hidup, menghambat progresivitas penyakit dan mencegah komplikasi. Pilar terapi: non
farmakologis (edukasi dan terapi fisik), farmakologis (analgetik, kortikosteroid lokal,
sistemik, kondroprotektif dan biologik), dan pembedahan. 11
Edukasi sangat penting bagi semua pasien OA. Dua hal yang menjadi tujuan
utama edukasi adalah bagaimana mengatasi nyeri dan disabilitas. Pemberian edukasi
(KIE) pada penderita ini sangat penting karena dengan edukasi diharapkan pengetahuan
penderita mengenai penyakit OA menjadi meningkat dan pengobatan menjadi lebih
mudah serta dapat diajak bersama-sama untuk mencegah kerusakan organ sendi lebih
lanjut.2,11
Edukasi yang kami berikan pada penderita ini yaitu memberikan penjelasan
mengenai pengertian OA, faktor-faktor apa saja yang dapat menyebabkan OA, dan
kemungkinan-kemungkinan atau prognosis yang bisa terjadi dalam perjalanan penyakit
OA. Selain itu perlu diberikan pengertian bahwa OA adalah penyakit yang kronik,
sehingga perlu dipahami bahwa mungkin dalam derajat tertentu akan tetap ada rasa nyeri,
kaku dan keterbatasan gerak serta fungsi. Hal tersebut perlu dipahami dan disadari sebagai
bagian dari realitas kehidupannya. Kami juga menyarankan agar rasa nyeri dapat
berkurang, maka pasien sebaiknya mengurangi aktivitas/pekerjaannya yang melibatkan
penggunaan berlebihan dari sendi tangan, seperti bekerja melayani pembeli, mengangkat
barang-barang yang berat dan mejejahitan sehingga tidak terlalu banyak membebani sendi
jari tangan. Disamping itu pnderita perlu menambah waktunya untuk istirahat.
Terapi fisik bertujuan untuk melatih pasien agar persendiannya tetap dapat dipakai
dan melatih pasien untuk melindungi sendi yang sakit.2,4,11
Latihan sendi berguna untuk
6
memperbaiki gerakan sendi, menjaga lingkup gerak sendi (range of motion), kekuatan otot
dan kesehatan secara umum. Untuk mencegah risiko terjadinya kecacatan pada sendi
tersebut, sebaiknya dilakukan olah raga peregangan otot-otot tangan sehingga dapat
membantu dalam peningkatan fungsi sendi secara keseluruhan dan mengurangi nyeri.
Pada penderita ini kami anjurkan untuk melatih sendi-sendi jari tangannya dengan
menggenggam pegas atau bola tenis yang telah dibelah menjadi dua dan melakukan
peregangan otot dengan alat tersebut setiap pagi hari selama 15-20 menit. Pada pasien ini
juga kami sarankan untuk melakukan terapi pemanasan (“Heat modalities”) dengan
menggunakan kompres hangat pada tangan dan mandi air hangat. Hal ini berguna untuk
mengurangi rasa nyeri dan spasme otot.
Terapi farmakologis pada penderita OA tangan biasanya bersifat simptomatis.
Untuk membantu mengurangi keluhan nyeri pada penderita OA tangan, biasanya
digunakan analgetika atau Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS). Untuk nyeri yang
ringan maka asetaminophen tidak lebih dari 4 gram per hari merupakan pilihan pertama.
Untuk nyeri sedang sampai berat, atau ada inflamasi, maka OAINS yang selektif COX-2
merupakan pilihan pertama, kecuali jika pasien mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya
hipertensi dan penyakit ginjal. OAINS yang COX-2 non-selektif juga bisa diberikan
asalkan ada perhatian khusus untuk terjadinya komplikasi gastrointestinal dan jika ada
risiko ini maka harus dikombinasi dengan inhibitor pompa proton atau misoprostol. Injeksi
kortikosteroid intraartikuler bisa diberikan terutama pada pasien yang tidak ada perbaikan
setelah pemberian asetaminophen dan OAINS. Tramadol bisa diberikan tersendiri atau
dengan kombinasi dengan analgetika lain jika nyerinya belum berkurang. Opioid bisa
diberikan jika analgetika yang lain kurang memberikan manfaat.8,11,12
Asetaminophen merupakan analgetika non opioid lini pertama yang semestinya
diberikan pada penderita dengan keluhan nyeri yang tidak begitu berat sebelum pemberian
analgetik yang lebih kuat.8 Asetaminophen adalah metabolit fenacetin yang bertangung
jawab atas efek analgetiknya. Obat ini adalah penghambat prostaglandin yang lemah pada
jaringan perifer dan tidak memiliki efek anti inflamasi yang bermakna. Obat ini diberikan
per oral dengan dosis untuk nyeri akut yaitu 325-500 mg 4 kali sehari. Obat ini berguna
untuk nyeri ringan sampai sedang, namun tidak adekuat untuk terapi pada keadaan
peradangan. Pada dosis terapi kadang-kadang timbul peningkatan ringan enzim hati tanpa
ikterus. Keadaan ini reversibel bila obat dihentikan. Gejala dini kerusakan hati meliputi
mual, muntah, diare dan nyeri abdomen.8
7
OAINS mempunyai aktifitas anti inflamasi, analgesik dan antipiretik, namun obat-
obat golongan ini tidak bisa menghentikan perjalanan alamiah suatu penyakit reumatik.
Mekanisme kerja OAINS adalah menghambat kerja enzim cyclooksigenase (COX)
sehingga konversi asam arakidonat menjadi prostaglandin (PG) dihambat. COX-1
bermanfaat mempertahankan integritas mukosa gaster dan duodenum, renal blood flow,
dan aktifitas koagulasi. Jika aktifitas COX-1 ini dihambat oleh OAINS maka muncul
risiko efek samping OAINS tersebut yaitu perdarahan gaster dan duodenum, renal
insufisiensi dan perdarahan pada tempat lain. Ekspresi COX-2 meningkat seiring dengan
beratnya proses inflamasi. Jika aktifitas COX-2 dihambat dengan OAINS, maka proses
inflamasi akan berkurang. Natrium diklofenak merupakan obat golongan OAINS COX-2
non-selektif yang diberikan secara oral dengan dosis 50 mg 2-3 kali sehari. Obat ini cepat
diabsorbsi dan mempunyai waktu paruh yang pendek. Obat ini dianjurkan untuk kondisi
peradangan kronis seperti artritis remathoid dan OA, serta untuk pengobatan nyeri otot
rangka akut. Efek samping terjadi pada kira-kira 20% penderita dan meliputi distress dan
perdarahan saluran cerna, dan tukak lambung.8,12
Bila muncul efek samping
gasterointestinal, pengobatan Na diclofenak diganti dengan golongan COX-2 inhibitor
selektif seperti Colecoxib yang memberikan efek terhadap gastrointestinal lebih rendah
dari pada Na diclofenak.
Terapi pembedahan. Sebelum diputuskan untuk terapi pembedahan, harus
dipertimbangkan terlebih dahulu risiko dan keuntungannya. Pertimbangan dilakukan
tindakan operatif bila : deformitas menimbulkan gangguan mobilisasi atau nyeri yang
tidak dapat teratasi dengan penanganan medikamentosa dan rehabilitatif.4,8
Tujuan dari
terapi pembedahan adalah untuk mempertahankan fungsi sendi semaksimal mungkin dan
menurunkan nyeri pada tingkat yang dapat ditoleransi. Pada penderita tidak dilakukan
terapi pembedahan karena tidak ditemuan adanya indikasi.
Untuk mengurangi keluhan nyeri pada penderita ini, telah diberikan pengobatan
Na-diklofenak dengan dosis 3 x 50 mg. Pemberian Na-diklofenak dengan dosis 3 x 50 mg
diberikan setelah dengan pemberian Paracetamol nyeri masih dirasakan oleh penderita dan
terdapat kondisi peradangan kronis dengan adanya nyeri derajat sedang sampai berat. Hal
ini juga telah sesuai dengan pedoman seperti yang telah diuraikan di atas, dimana Na-
diklofenak merupakan obat golongan OAINS COX-2 inhibitor yang non-selektif dan pada
penderita juga tidak terdapat riwayat pernah menderita gangguan gastrointestinal. Pasien
kami anjurkan untuk kontrol kembali untuk mengetahui apakah penyakitnya sudah
8
membaik atau ternyata ada efek samping pada gastrointestinal yang muncul akibat Na
diclofenak.
Planning yang diusulkan adalah pemeriksaan imunologi yaitu tes ANA dan faktor
reumatoid. Hal ini berguna untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab yang lain dari
artritis yaitu penyakit artritis reumatoid. Pada Osteoartritis umumnya akan didapatkan
hasil pemeriksaan tes ANA dan faktor reumatoid (FR) normal.
Ringkasan
Telah dilaporkan kasus dengan OA manus pada penderita perempuan 57 tahun.
OA merupakan kelainan degeneratif sendi yang paling banyak didapatkan di masyarakat.
Kelainan degeneratif secara primer terjadi pada tulang rawan dan secara sekunder akan
menyebabkan keradangan sekitarnya terutama jaringan sinovium. Penyebab OA
diperkirakan multifaktorial. Patogenesis OA secara umum adalah adanya
ketidakseimbangan antara degradasi dan sintesis dari tulang rawan sehingga menyebabkan
kerusakan tulang rawan dan diikuti dengan perubahan pada tulang subkhondral dan
pembentukan osteofit. Perubahan ini secara umum disebabkan berbagai faktor penyebab
seperti genetik, host, dan lingkungan. Khusus pada OA tangan kelainan terjadi secara
primer (idiopatik).
Diagnosis klinis OA tangan dapat dibuat hanya berdasarkan kelainan klinis saja
atau dengan pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologis. Kriteria OA tangan
secara klinis berdasarkan The American College of Rheumatology (ACR) adalah adanya
nyeri sendi tangan atau kaku sendi dengan 3 atau 4 dari : pembesaran jaringan keras pada
2 atau lebih dari 10 sendi tangan, pembesaran jaringan keras pada 2 atau lebih sendi DIP,
pembengkakan pada kurang dari 3 sendi MCP atau deformitas pada 2 atau lebih dari 10
sendi tangan. 1, 3, 5
Sepuluh sendi tangan yang dimaksud adalah sendi DIP digiti II-III,
sendi PIP digiti II-III, dan sendi karpometakarpal I (dari kedua tangan). Pada pemeriksaan
radiologi dapat ditemukan adanya penyempitan celah sendi dan gambaran osteofit pada
tepi sendi.
Penanganan rasional OA tangan adalah memakai pendekatan secara menyeluruh
sesuai dengan penyebab, beratnya penyakit, dan keadaan umum penderita dan dilihat dari
berbagai aspek. Penatalaksanaan OA tangan bertujuan untuk menghilangkan keluhan,
mengoptimalkan fungsi sendi, mengurangi ketergantungan dan meningkatkan kualitas
hidup, menghambat progresivitas penyakit dan mencegah komplikasi. Pilar terapi
meliputi: Non farmakologis (edukasi dan terapi fisik), terapi farmakologis (analgetik,
9
kortikosteroid lokal, sistemik, kondroprotektif dan biologik), dan terapi pembedahan.
Beberapa modalitas pengelolaan dapat diterapkan pada penderita OA tangan yaitu
penanganan tanpa obat (terapi non-farmakologis), penanganan dengan medikamentosa
(terapi farmakologis), dan pembedahan. Pada penderita ini telah diberikan terapi edukasi
mengenai OA, modifikasi aktivitas, latihan sendi, terapi pemanasan dan penanganan
dengan obat-obatan yaitu Na Diclofenak.
DAFTAR PUSTAKA
1. Soeroso Joewono, dkk. Osteoarthritis. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam .
Jakarta: PAPDI; 2006; I: 1205-1211.
2. Panduan Diagnosis dan Pengelolaan OA. Ikatan Reumatologi Indonesia. September,
2004, Jakarta.
3. Mansjoer, A. Dkk. Reumatologi. Dalam: Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1, Edisi ke-
3. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2001.
4. American College of Rheumatology. (2007, Desember 5-last update) “Classification
Creteria for Osteoarthtritis of the Hand”, Available: http://www.rheumatology.org
/publications/classification /oa-hand/oshand.asp. (Accessed: 2007, April 5).
5. Brandt, K. D. Osteoarthritis. In Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16th
ed. Vol
II. Editor Kasper, DL, et al. McGraw-Hill; 2005. p.2031-45.
6. Raka Putra, Tjokorda. Osteoartritis. Dalam: Pedoman Diagnosis dan Terapi Penyakit
Dalam. LAB/SMF Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. RSUP
Sanglah. Denpasar. 1994.
7. Pelletier JP, Martel-Pelletier J, Howell DS. Etiopathogenesis of Osteoarthritis. In
Artrhritis and Allied Conditions, Textbook of Rheumatology.13th
ed. Vol II, Editor WJ
Koopman. Baltimore : Williams & Wilkins ; 1997.p. 1969-84.
8. Nisha J.Menak, Nancy E. Lana (2007, Desember 5-last update) “ Osteoarthtritis :
Curret Concept in Diagnosis and Management” Available :http://www.ucsfhealth.org/
adult/medical_services/ortho/hand/conditions/osteoarthritis/signs.htm.(Accessed:
2007, April 5).
9. Paget, S. A., et al. Manual of Rheumatology and Outpateint Orthopedic Disorders. 5th
ed. Lippincott Williams & Wilkins. p. 381-393.
10
10. Katz, W. A. Osteoarthritis: Clinical Presentations. In: Osteoarthritis: Diagnosis and
Medical/Surgical Management. 3rd
ed. W.B. Sauders Company. 2001.
11. Panduan Pengelolaan Nyeri dan Inflamasi pada Berbagai Penyakit Reumatik. Ikatan
Reumatologi Indonesia. September, 2004, Jakarta.
12. Katzung, G.B., Obat Anti Inflamasi Non Steroid. Dalam: Farmakologi Dasar dan
Klinik. Edisi 6. Penerbit EGC. Jakarta. 1997.
13. Weta, W. Ilmu Gizi Klinik. Laboratorium Ilmu Gizi FK Unud. Denpasar. 2000.